Dengue Sofie
Dengue Sofie
DEMAM DENGUE
Disusun Oleh:
Pembimbing:
Pendamping:
PENDAHULUAN
Infeksi virus dengue endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis, dan lebih dari 100 negara di
Afrika, Amerika, Mediterania, Asia Selatan, dan Fasifik Barat. Sekitar 2,5 juta penduduk di daerah tersebut
pernah terinfeksi virus dengue. Menurut WHO terdapat kira-kira 50 – 100 juta kasus infeksi virus dengue
setiap tahunnya, dengan 250.000–500.000 demam berdarah dengue (DBD) dan 24.000 di antaranya meninggal
dunia. Di Indonesia DBD merupakan masalah kesehatan, karena hampir seluruh wilayah Indonesia
mempunyai risiko untuk terjangkit infeksi dengue. Dua belas di antara 30 provinsi di Indonesia merupakan
daerah endemis DBD, dengan case fatality rate 1,2%. Virus penyebab dan nyamuk sebagai vektor pembawa
tersebar luas di perumahan penduduk maupun fasilitas umum. Penyakit DBD disebabkan oleh virus family
Flaviviridae, genus Flavivirus yang mempunyai 4 serotipe yaitu den 1, den 2, den 3, dan den 4. Virus ini
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang tersebar luas di
seluruh Indonesia. Perjalanan penyakit dengue sulit diramalkan, manifestasi
klinis bervariasi mulai dari asimtomatik, simtomatik (demam dengue, DBD), DBD dapat tanpa syok atau
disertai syok (SSD). Pasien yang pada waktu masuk rumah sakit dalam keadaan baik sewaktu-waktu dapat
jatuh ke dalam keadaan syok (SSD), oleh karena itu kecepatan menentukan diagnosis, monitor, dan
pengawasan yang ketat menjadi kunci keberhasilan penanganan DBD
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh
virus dengue yang ditandai demam 2 – 7 hari disertai dengan manifestasi perdarahan, penurunan
trombosit (trombositopenia), adanya hemokonsentrasi yang ditandai kebocoran plasma (peningkatan
hematokrit, asites, efusi pleura, hipoalbuminemia). Dapat disertai gejala-gejala tidak khas seperti
nyeri kepala, nyeri otot & tulang, ruam kulit atau nyeri belakang bola mata. Tidak semua yang
terinfeksi virus dengue akan menunjukkan manifestasi DBD berat. Ada yang hanya bermanifestasi
demam ringan yang akan sembuh dengan sendirinya atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala
sakit (asimtomatik). Sebagian lagi akan menderita demam dengue saja yang tidak menimbulkan
kebocoran plasma dan mengakibatkan kematian. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk
Aedes yang mengandung virus dengue. Di Indonesia kasus DBD berfluktuasi setiap tahunnya dan
cenderung semakin meningkat angka kesakitannya dan sebaran wilayah yang terjangkit semakin luas.
Pada tahun 2016, DBD berjangkit di 463 kabupaten/kota dengan angka kesakitan sebesar 78,13 per
100.000 penduduk, namun angka kematian dapat ditekan di bawah 1 persen, yaitu 0,79 persen. KLB
DBD terjadi hamper setiap tahun di tempat yang berbeda dan kejadiannya sulit diduga.
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien:
Nama : An. M
Agama : Islam
Suku : Jawa
Anamnesis
Waktu Pemberian
Imunisasi Bulan Tahun
0 1 2 3 4 5 6 9 15 18 5 6 12
BCG II
DPT I II III
Polio (OPV) I II III IV V
Hepatitis B I II III
Campak I
MMR I II
Kesan: Riwayat imunisasi dasar lengkap.
Perumahan
Pasien An.M datang ke IGD Bhayangkara dengan keluhan Demam yang dialami sejak 2 hari
yang lalu. Demam bersifat naik turun dan mereda dengan obat penurun panas. Batuk juga di jumpai
sejak 1 hari yang lalu. Batuk bersifat kering tanpa dahak. Keluhan disertai pilek dengan hidung yang
mengeluarkan cairan bewarna putih. Nafsu makan menurun (+) .Lemas (-). Perdarahan spontan
seperti mimisan, gusi berdarah lebam pada kulit tidak dijumpai. Nyeri pada bagian tubuh (-). Mual
dan Muntah (+). BAB dan BAK dalam batas normal. Sesak (-).
Hematokrit 34,9 35 – 43 %
Hematokrit 33,7 35 – 43 %
Resume
Pasien An.M datang ke IGD Bhayangkara dengan keluhan Demam yang dialami sejak 2 hari
yang lalu. Demam bersifat naik turun dan mereda dengan obat penurun panas. Batuk juga di jumpai
sejak 1 hari yang lalu. Batuk bersifat kering tanpa dahak. Keluhan disertai pilek dengan hidung yang
mengeluarkan cairan bewarna putih. Nafsu makan menurun (+). Lemas (-). Perdarahan spontan
seperti mimisan, gusi berdarah lebam pada kulit tidak dijumpai. Nyeri pada bagian tubuh (-). Mual
dan Muntah (+). BAB dan BAK dalam batas normal. Sesak (-).
Diagnosis Kerja:
Dengue Fever
Planning:
• Rawat Inap
• IVFD RL 16tpm
• Pantau urin
• Cek DL perhari
TINJAUAN PUSTAKA
1. Demam Dengue
a. Definisi
Demam dengue (DD) merupakan sindrom benigna yang disebabkan oleh ”arthropod borne
viruses” dengan ciri demam bifasik, mialgia atau atralgia, rash, leukopeni dan limfadenopati. Demam
berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit demam akibat virus dengue yang berat dan sering kali
fatal.
DBD dibedakan dari DD berdasarkan adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan bukan dari
adanya perdarahan. Pasien dengan demam dengue (DD) dapat mengalami perdarahan berat walaupun
tidak memenuhi kriteria WHO untuk DBD.
b. Etiologi
Virus dengue termasuk genus Flavivirus dari keluarga flaviviridae dengan ukuran 50 nm dan
mengandung RNA rantai tunggal. Hingga saat ini dikenal empat serotipe yaitu DEN-1,DEN-2,DEN-
3 dan DEN-4.
Virus dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes dari subgenus Stegomya. Aedes aegypty merupakan
vektor epidemik yang paling penting disamping spesies lainnya seperti Aedes albopictus, Aedes
polynesiensis yang merupakan vektor sekunder dan epidemi yang ditimbulkannya tidak seberat yang
diakibatkan Aedes aegypty.
c. Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pertama- tama yang
terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri
otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia
tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening,
pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus- antibody.
Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a
dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat
sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan
terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi
hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran
(perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan
intravena.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi
(protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama
perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan
yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi
ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah pemberian cairan intravena,
peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian
cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru
dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan
hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu: perubahan vaskuler,
trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di
seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
d. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi dengue dapat
terjadi asimptomatik dan simptomatik. Infeksi dengue simptomatik terbagi , menjadi
undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD) sebagai
infeksi dengue ringan; sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah
dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated organopathy.
Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda patognomonik
DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi yang tidak lazim
dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau isolated organopathy.
Secara klinis, DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak; sedangkan DBD dapat
disertai syok atau tidak.
a) Undifferentiated Fever (sindrom infeksi virus)
Demam dengue ialah demam akut selama 2-7 hari dengan dua atau lebih
manifestasi ; nyeri kepala, nyeri retro-orbital, mialgia, ruam kulit, manifestasi
perdarahan dan leukopenia. Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias
yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam.
Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian
leukopeni hingga periode demam berakhir
Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme
pembekuaan darah. Pada beberapa epidemi biasanya terjadi trombositopeni
Serum biokimia/enzim biasanya normal,kadar enzim hati mungkin meningkat.
Fase Demam
Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapat 40 C, serta terjadi kejang demam.
Dijumpai facial flush , muntah, nyeri kepala, nyeri otot, dan sendi, nyeri tenggorok
dengan faring hiperemis, nyeri dibawah lengkung iga kanan, dan nyeri perut.
Pemeriksaan Fisik
Manifestasi perdarahan
- Uji bending positif (≥ 10 petekie/inch2) merupakan manifestasi
perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal.
- Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur vena.
- Epistaksis, perdarahan gusi
- Perdarahan saluran cerna
- Hematuria (jarang)
- Menorragia
Hepatomegali teraba 2-4 cn dibawah arcus costae kanan dan kelainan fungsi
hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,
perembesan plasma ( khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal ),
hypovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase Kritis
Fase kritis terjadi pada saat pembesaran plasma yang berawal pada masa transisi
dari saat demam ke bebas demam (disebut face time of fever defervescence) ditandai
dengan:
Peningkatan hematocrit 10%-20% di atas nilai dasar
Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema pada dinding
kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral decubitus = RLD )
dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan plasma tersebut.
Terjadi penurunan kadar albumin >0,5g/dL dari nilai dasar <3,5g% yang
merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma.
Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran, sianosis,
nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba. Hipotensi, tekanan nadi
≤20 mmhg, dengan peningkatan tekanan diastolic. Akral dingin, capillary
refill time memanjang (>3 detik). Diuresis menurun (< 1ml/kg berat
badan/jam), sampai anuria.
Komplikasi berupa asidosis metabolic, hipoksia, ketidakseimbanagn elektrolit,
kegagalan multiple organ, dan perdarahan hebat apabila syok tidak dapat
segera diatasi.
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu makan kembali
merupakan indikasi untuk menghentikan cairan pengganti. Gejala umum dapat
ditemukan sinus bradikardia/aritmia dan karakteristik confluent petechial rash
seperti pada DD.
Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Kasus DBD ditandai 4
manifestasi klinis yaitu :
Demam tinggi
Perdarahan terutama perdarahan kulit
Hepatomegali
Kegagalan peredaran darah (circulatory failure).
Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota
gerak, muka, aksila sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan
perdarahan gusi jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat
lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi.
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba 2-4 cm
dibawah tepi rusuk kanan. Pembesaran hati tidak berhubungan dengan keparahan
penyakit tetapi hepatomegali sering ditemukan dalam kasus-kasus syok. Nyeri tekan
hati terasa tetapi biasanya tidak ikterik.
e. Diagnosis
Kriteria klinis
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
Kriteria Laboratorium
1. Trombositopenia (≤ 100.000/microliter)
b. Hipoalbuminemia
4. Perhatian
a. Pada kasus syok, hematocrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas,
mendukung diagnosis DSS
b. Nilai LED rendah (< 10mm/jam ) saat syok membedakan DSS dari syok
sepsis.
1. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit,
dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan
akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari sakit ke 5-6. Deteksi
antigen virus ini dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya
infeksi dengue, namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD.
Antibodi IgM anti dengue dapat di deteksi pada hari sakit ke-5, mencapai
puncaknya pada hari sakit ke 10-14 dan akan menurun/ menghilang pada
akhir minggu keempat sakit.
Antibodi IgG dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari ke-14,
dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi
sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2.
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
indikasi:
Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam
dengue dan penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Makan
untuk membedakan dengan campak, rubella, demam chikungunyah,
leptospirosis, malaria, demam tifoid, perlu ditanyakan gejala penyerta
lainnya yang terjadi bersama demam. Pemeriksaan laboratorium diperlukan
sesuai indikasi.
h. Komplikasi
Demam Dengue
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
c. Edema paru dan/ atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma.
d. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik &
perdarahan hebat (DIC, kegagalan organ multiple).
I. Tatalaksana
Prinsip dari terapi demam dengue adalah terapi yang bersifat suportif.
Pada demam berdarah dengue, pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting. Jika asupan cairan oral tidak mampu
dipertahankan, maka diberikan suplemen cairan melalui intravena untuk
mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. Pasien dengan
Demam Dengue dapat melakukan rawat jalan dengan anjuran melakukan tirah
baring selama fase demam, dan penggunaan obat antipiretik atau kompres
hangat. Pada demam yang mencapai suhu >39oC, dianjurkan untuk memberikan
paracetamol; tidak dianjurkan untuk memberikan asetosal/salisilat karena dapat
memicu timbulnya gastritis, perdarahan, atau asidosis. Intake cairan pada pasien
demam dengue dilakukan per oral, dan dianjurkan diberikan cairan tidak hanya
air putih (jus buah, susu, sirup) minimal dalam 2 hari. Monitor perkembangan
suhu, perabaan akral, nadi, adanya BAB hitam, nyeri perut hebat, perdarahan
spontan (mimisan, perdarahan gusi) walaupun suhu sudah turun, untuk melihat
tanda-tanda kegawatan yang dapat terjadi. Pada pasien yang tidak mengalami
komplikasi selama 2-3 hari periode bebas demam, dapat dinyatakan sembuh dan
tidak lagi membutuhkan observasi khusus. Berdasarkan Pedoman Pelayanan
Medis yang disusun oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia , terapi infeksi virus
dengue dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
Tersangka DBD
Demam Dengue
DBD derajat I dan II
DBD derajat III dan IV (DSS)
Gambar 9. Jalur Triase Kasus Tersangka Infeksi Dengue
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertai uji torniquet positif (DBD derajat I)
atau disertai perdarahan spontan tanpa peningkatan hematokrit (DBD derajat II) dapat
dikelola seperti tertera pada gambar diatas. Apabila pasien masih dapat minum,
berikan minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sendok makan setiap 5 menit. Jenis
minuman yang dapat diberikan adalah air putih, teh manis, sirup, jus buah, susu, dan
oralit. Obat antipiretik (paracetamol) diberikan bila suhu > 38 C. Pada anak dengan
riwayat kejang dapat diberikan obat anti konvulsif. Apabila pasien tidak dapat minum
atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infus Nacl 0,9 % : Dekstrosa 5%
(1:3) dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan. Di samping itu, perlu
dilakukan pemeriksaan Hb,Ht, dan trombosit setiap 6-12 jam. Pada tindak lanjut,
perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari untuk mengetaui pembesarannya oleh
karena pembesaran hati yang disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan
saluran cerna. Diuresis diukur tiap 24 jam dan awasi perdarahan yang terjadi. Kadar
Hb, Ht, dan trombosit diperiksa tiap 6-12 jam. Apabila pada tindak lanjut telah terjadi
perbaikan klinis dan laboratoris, anak dapat dipulangkan; tetapi bila kadar Ht
cenderung naik dan trombosit menurun, maka infus cairan ditukar dengan ringer
laktat dan tetesan disesuaikan.
Gambar 8. Bagan tatalaksana DBD derajat III dan IV
Sindrom syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat, nadi
teraba kecil, lembut atau tidak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya sistolik 90
dan diastolik 80 mmHg, jadi tekanan nadi ≤ 20 mmhg), bibir biru, tangan kaki dingin
dan tidak ada produksi urin.
1. Segera beri infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9 % ) 20 ml/kgBB
secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit), dan oksigen 2
liter/menit. Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi
tidak terukur), diberikan ringer laktat 20ml/kgBB bersama koloid.
Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6
jam. Periksa elektrolit dan gula darah
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat
belum dilanjutkan 20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma)
atau koloid (dekstran 40) sebanyak 10-20ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB
(koloid diberikan pada jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan
secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap
15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit
dan gula darah.
BAB V
KESIMPULAN
3. Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,
perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),
hypovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam rongga
pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
4. Prinsip dari terapi demam dengue adalah terapi yang bersifat suportif. Pada
demam berdarah dengue, pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA