Anda di halaman 1dari 2

PEREMPUAN DALAM REALITAS SOSIAL

Kasus penganiayaan yang dilakukan pesinetron Eza Gionino terhadap mantan


kekasihnya, Ardina Rasti tahun 2013 silam. Karena kejadian itu, Eza harus menjalani hukuman
penjara selama sekitar 7 bulan lamanya.

Saat ini, bayang-bayang hukum kembali menghantui pria berusia 25 tahun tersebut. Pasalnya,
ia baru saja kedapatan menggunakan narkoba di dalam rumahnya sendiri dan kini tengah
berada di tangan pihak kepolisian untuk ditentukan masa hukumannya.

Setelah melalui investigasi, ternyata kasus narkoba ini tak ada kaitannya dengan tindak
penganiayaan Eza pada Ardina beberapa tahun silam. Pengaruh narkoba bukan alasan kenapa
Eza Gionino itu kehilangan kontrol emosi dan memukul mantan kekasihnya.

"Penangkapan-nya beda dari sebelumnya, jadi tidak berhubungan. Ini info dari masyarakat yang
dikembangkan, tidak ada pengaruh dengan kasus sebelumnya, karena dulu itu kekerasan,"
ujar Wakapolres AKBP Surawan saat ditemui di Polres Jakarta Selatan, Senin (3/8).

Sejauh pemeriksaan berlangsung, Eza baru ditetapkan sebagai pengguna saja, bukan pengedar.
Ada kemungkinan jika dirinya akan menjalani rehabilitasi ke depannya nanti.

Sebelumnya diberitakan sebuah fakta yang cukup mengejutkan pada kronologi penggerebekan
rumah Eza. Pria kelahiran Samarinda itu sempat tak kooperatif alias sempat melakukan
perlawanan ketika tertangkap basah menggunakan narkoba di dalam kamarnya.

Pandangan masyarakat terhadap perempuan

Ketidakadilan terhadap perempuan juga disebabkan oleh pandangan masyarakat yang


terkadang menganggap kaum perempuan sebagai warga kelas dua (menjadi nomor dua setelah
laki-laki) sehingga secara tidak langsung memberikan dampak negatif terhadap kaum
perempuan. Pandangan tersebut dapat berasal dari budaya patiarki, yaitu budaya yang
menyatakan bahwa kaum laki-laki dapat mengontrol kaum perempuan. Pada umumnya
masyarakat asia menganut budaya patiarki sehingga terjadilah kekerasan terhadap pihak
perempuan dan pertentangan antara kaum laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek
kehidupan.

Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara
perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses dan kesempatan
berpartisipasi serta memperoleh manfaat yang setara dan adil.
Bentuk ketidakadilan dan diskriminasi gender

Perempuan, pihak yang paling rentan mengalami kekerasan dan kekerasan terhadap seorang
wanita yang dilakukan laki-laki dampat menimbulkan trauma bagi wanita itu sendiri. Kekerasan
yang dialami oleh perempuan akan menimbulkan luka hati dan juga trauma pada perempuan.
Dampak selanjutnya akan sangat besar, salah satunya depresi, stress, dan gangguan psikologis
lainnya yang dapat mengganggu kehidupan sosial serta aktivitas sehari-hari.

Penyebab ketidakadilan dan diskriminasi gender

Penyebab awal ketidakadilan dan diskriminasi gender semuanya diawali dengan mind set
manusia selama ini yang lebih mengutamakan gender laki-laki dibandingkan perempuan yang
lebih banyak merugikan kaum perempuan secara fisik mental.

Perempuan dan Laki-laki memang berbeda secara fisik, namun bukan berarti perbedaan
tersebut menjadikan salah satu dari mereka boleh mengalami ketidakadilan gender dalam
mendapatkan kesempatan disektor publik.

Seharusnya para petinggi Negara harus mulai menanamkan pemikiran bahwa semua wanita
dimuka bumi ini mempunyai hak yang sama dengan para laki-laki. Dan juga dibutuhkan
dukungan serta kepedulian dari semua pihak masyarakat terhadap hal tersebut.

Anda mungkin juga menyukai