Anda di halaman 1dari 23

LEMBAR LAPORAN PRAKTIKUM

INDUSTRI PAKAN TERNAK


INDUSTRI PAKAN TERNAK KELAS : J

Kelompok: J1

Nama-nama anggota

185050100111020 RAISALLAM BIMA DAMARYANTO

185050100111049 ALRIZAL RAMADHAN Y. R.

185050100111055 M. ALIF NAUFAL

185050100111068 DWI PUTRA SATRIA UTAMA

185050100111079 LUTFIANA RETNO CHAMIDAH

185050100111091 FAIZ HISYAM APRIANTO

185050100111113 ALYA NASYWA NABILA

185050100111115 RAFIF TOSANDA

185050100111119 WAHYU NURDIANSYAH P. S.

LABORATORIUM INDUSTRI PAKAN TERNAK

2021
PRAKTIKUM 1

PEMBUATAN PAKAN PELLET

1. Prosedur Pembuatan Pellet pada Industri Pakan Kecil

Inlet untuk memasukkan bahan yang akan digrinding. Bahan lain


yang tidak perlu digiling dimasukkan dimasukkan melalui inlet
lainnya bersama dengan bahan dari inlet sebelahnya masuk ke dalam
mixer. Bahan hasil mixing siap diproses menjadi pellet melalui
hopper terlebih dahulu. Bahan sedikit demi sedikit masuk mesin
pellet untuk dicetak. Pellet diangkut menggunakan bucket elevator
menuju proses screening. Pellet yang telah melalui proses screening
dan lolos akan masuk kedalam bak penampung untuk dipacking.

Menurut Akhadiarto, S. (2010) Bahan-bahan yang telah digiling


dipersiapkan sesuai dengan formulasi. Formulasi ransum dibuat
sesuai dengan tingkat penggunaan kulit bagian dalam singkong yang
dikukus dan dikeringkan sebesar 30% dan dicampur secara merata.
Campuran bahan dimasukkan kedalam lubang pemasukan mesin
pellet lalu dicetak, ditekan oleh roll dan setelah keluar dari lubang
roll dipotong oleh pisau pemotong dan keluar dalam bentuk pellet.
Selanjutnya pellet digiling dengan cara diangin-anginkan. Leksono,
dkk (2014) menyatakan bahwa adonan disiapkan,mesin dihidupkan
dan ditunggu sampai kecepatan putarannya konstan, adonan
dimasukan ke hopper sedikit demi sedikit hingga adonan habis lama
waktu pencetakan diukur mulai dari bahan masuk ke hopper sampai
pellet tidak keluar lagi dari screen menggunakan stopwatch dan
selanjutnya waktu dicatat, dan pellet yang sudah jadi cetakan
kemudian ditimbang dan dicatat beratnya.

2. Prosedur Pembuatan Pellet pada Industri Pakan Besar


Bahan pakan yang masuk dimasukkan kedalam hopper yang
terhubung dengan auger ke silo. Selanjutnya pakan akan melewati
bagian magnetic selector untuk memisahkan bahan dari benda asing.
Lalu juga powder cleanner untuk memilah bahan dari serbuk yang
tidak perlu diolah, lalu pada drum pre-cleaner bahan dibersihkan
pada tahap awal. Setelah itu bahan akan masuk kedalam
penampungan sementara sebelum diteruskan ke hammer mill. Pada
hammermill bahan pakan akan dihancurkan untuk proses selanjutnya
pada bag pulse filter untuk memisahkan partikel kering dan gas.
Selanjutnya semua bahan akan masuk kedalam automatic batching
scale untuk menimbang setiap jenis bahan secara otomatis. Lalu
bahan yang sudah diatur kapasitasnya masuk kedalam double-shaft
paddle type mixer berguna untuk mencampurkan semua bahan
menjadi satu. Setelah semua bahan telah tercampur rata bahan akan
disalurkan dengan auger ke penampungan sementara lalu diproses
pada mesin ring die pellet mill untuk di jadikan dalam bentuk pellet.
Setelah itu pellet akan didinginkan untuk memadatkannya pada
mesin counterflow cooler. Setelah itu pellet akan masuk kedalam
mesin crumble untuk mencetak campuran bahan pakan ternak yang
berbentuk pellet yang sudah dikeringkan menjadi bentuk crumble
(butiran-butiran kecil). Setelah itu masuk kedalam mesin rotary
screen untuk mengayak bahan. Selanjutnya bahan akan di tampung
sementara sebelum memasuki alat auto packing system untuk di
kemas dalam bentuk karung. Setelah melalui proses packing, pakan
siap dipasarkan.

Nasir A (2015) menyebutkan bahwa hammer mill, atau yang


dapat disebut sebagai Cereal Miller, dirancang untuk memproses,
menggiling, dan menyaring semua jenis biji-bijian sereal, seperti
jagung, gandum, millet, jagung, sorgum, gandum. Bisa juga
mengolah bahan non serealia seperti umbi singkong kering dan ubi
ubian.
Menurut Jatmiko, dkk (2018) Pada umumnya alur produksi
memanfaatkan Gaya gravitasi, material dari bawah dibawa naik ke
atas kemudian diproses turun ke bawah dan seterusnya sampai
proses selesai dan menghasilkan produk. Untuk membawa material
yang horizontal diperlukan chain conveyor dan untuk membawa
material yang mempunyai sudut dengan kemiringan tertentu
diperlukan screw conveyor, sedangkan untuk membawa material
yang vertikal (dari bawah ke atas) diperlukan bucket elevator.

Alasan penggunaan pakan dalam bentuk crumble agar saat


pakan di makan oleh ayam tidak tercecer dan meningkatkan feed
intake pada ternak itu sendiri. Hal ini sesuai pernyataan Marzuki dan
Bahrur (2018) bahwa Peternak dapat menggunakana pakan dengan
bentuk lain yang dapat diterapkan untuk meminimalisir tercecer
pakan dan mengurangi sifat memilih pakan dari ayam, missalnya
dengan menggunakan pakan bentuk crumble (butiran)

Kesimpulan

 Campuran bahan dalam pembuatan pellet akan di masukan


dala mesin secara bersama
 Adonan sebelum kedalam mesin harus dipastikan bahwa
kecepatan putaran mesin sudah konstan
 Hammer mill merupakan mesin yang berguna untuk
menghancurkan/menghaluskan bahan
 Pada industry pakan besar alat untuk menyalurkan bahan dari
mesin satu kesatunya menggunakan alat chain conveyor atau
screw conveyor
 Pakan bentuk crumble digunakan untuk meningkatkan feed
intake dan mencegah tercecernya pakan
Daftar Pustaka

Akhadiarto, S. 2010. Pengaruh Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong


Dalam Pembuatan Pelet Ransum Unggas. Jurnal Teknik
Lingkungan. 11(1) : 127-138

Jatmiko, T. D., Fachrudin, H., dan Anis, Q. 2018. Perancangan


Kontrol Deteksi Dini Keregangan Belt Elevator Sebagai
Safety Overflow Material Serbuk Biji Berbasis
Programmable Logic Controller. Jurnal Widya Teknika.
26(2) : 232-246

Leksono, Y. K., Setiyo, Y., dan Tika I. W. 2014. Modifikasi Mesin


Pencetak Pakan Budidaya Lele Berbentuk Pellet dengan
Kebutuhan Daya Rendah. Jurnal BETA. 2(1)

Marzuki, A., dan Bahrur R. 2018. Pemberian Pakan Bentuk Cramble


dan Mash Terhadap Produksi Ayam Petelor. Jurnal Ilmiah
Inovasi. 18(1)

Nasir, A. 2015. Development and Testing of a Hammer Mill. AU J.


T. 8(3) : 124-130
PRAKTIKUM 2

UJI HOMOGENITAS PAKAN

Jika pakan uji ditambahkan garam 20 gram/kg

Hasil uji sbb:

Volume AR
Molaritas Cl=35,5 Massa
No. Titrasi
AgNO3 garam Cl (g)
AgNO3
1 4,98 ml 0,13 M 35,5 22,98

2 5,01 ml 0,13 M 35,5 23,12

Rata-rata 0,13 M 35,5 23,05

Hitung homogenitas:

1. Massa garam CL 1

= V. Titrasi x Molaritas x AR Cl

= 4,98 x 0,13 x 35,5

= 22,98

2. Massa garam CL 2

= V. Titrasi x Molaritas x AR Cl

= 5,01 x 0,13 x 35,5

= 23,12
Rata – Rata Massa Garam (g) = (22,98+ 23,12)/2 = 23,05

Homogenitas

= (20-23,05)/20 x 100%= -15,25%

jika hasilnya < 10% maka hasilnya homogen

Jika hasilnya ≥ 10% maka hasilnya tidak homogen

Pembahasan

Diketahui dari hasil praktikum, pada praktikum 2 dihasilkan


perhitungan homogenitas uji pakan sebesar -15,25% dan dapat
disimpulkan bahwa pakan tersebut tidak homogen. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Fadila, skk (2020) jika nilai H hitung ≤ H tabel
maka lot benih tersebut menunjukkan non heterogenitas dan jika R
hitung ≤ R tabel/max maka lot benih tersebut menunjukkan non
heterogenitas atau disimpulkan lot benih tersebut homogen, jika
salah satu nilai H atau R menunjukkan heterogen, maka lot benih
tersebut disimpulkan heterogen.

Dalam praktikum yang telah dilakukan diketahui bahwa jika


proses pencampuran tidak dilakukan secara benar maka akan
mengakibatkan proses pencampuran bahan pakan menjadi tidak
homogen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Saade, dkk (2012)
Tingkat homogenitas pakan adalah tingkat keseragaman partikel
bahan baku penyusun pelet.

Ternak sangat menyukai pakan yang berbau khas seperti


bahan yang digunakan, dikarenan menunjukan homogenitas
pembuatannya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aslamyah dan Muh
(2012) mengemukakan bahwa pakan buatan yang berkualitas baik
mempunyai aroma khas yang disukai oleh ikan, serta mempunyai
ukuran partikel bahan baku yang halus yang halus dan seragam serta
homogrnitas tinggi.

Homogenitas adalah proses pencampuran bahan pakan sesuai


dengan formulasi ransum yang akan dibuat, hasil mixing harus
bersifat homogen sehingga jika sampel diambil akan menghasilkan
nilai yang refresentatif. Hal ini sesuai dengan Patriagnani dan
Rosalba (2016) Kata "homogenisasi" mengacu pada kemampuan
untuk menghasilkan distribusi ukuran partikel yang homogen
tersuspensi dalam cairan, dengan memaksa cairan di bawah
pengaruh tersebut tekanan melalui homogenisasi yang dirancang
khusus katup.

Ukuran bahan baku menjadi salah satu faktor yang


mempengaruhi proses pencampuran pakan ternak. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Yuliati (2016) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi proses mixing ini di antaranya ukuran bahan baku,
prosentase komposisi bahan baku, densitas atau kepadatan bahan,
sequence dan waktu pencampuran.
Kesimpulan

 Uji homogenitas jika > dari 10% maka hasil yang ditunjukan
adalah tidak homogen
 Metode pencampuran bahan menjadi salah satu factor
penentu homogenitas
 Pakan yang homogen membuat ternak menyukai pakan
tersebut
 Hasil pencampuran harus menghasilkan nilai homogen
sehingga dapat direfresentitatifkan
 Ukuran bahan baku dapat mempengaruhi proses
pencampuran
Daftar Pustaka

Aslamyah, S., dan Muh, Y. K. 2012. Uji Organoleptik, fisik, dan


kimiawi pakan buatan untuk ikan bandeng yang disubstitusi
dengan tepung cacing tanah (Lumbricus sp.). Jurnal
Akuakultur Indonesia. 11(2) : 124-131

Fadila, R. J., Musthofa, L., dan Yusuf, H. 2020.Uji Homogenitas


Benih Jagung Berdasarkan Germination Test di PT
Syngenta Seed Indonesia, Pasuruan, Jawa Timur.Journal of
Agricultural and Biosystem Engineering Research. 1(1) :
16-22

Patrignani, F., dan Rosalba, L. 2016. Application of High and Ultra


High Pressure Homogenization for Food Safety. Frontiers
in Microbiology. 7 : 1-13

Saade, E., Siti, A., dan Nur, I. S. 2011. Kualitas pakan buatan udang
windu yang menggunakan berbagai dosis tepung rumput
laut (Gracilaria gigas) sebagai bahan perekat. Jurnal
Akuakultur Indonesia. 10(1) : 59-66

Yuliati,S. 2016. Titik Kritis Pembuatan Pakan Mandiri (Self Mixing)


untuk Hasil yang Optimal. Trouw Add Science. 11 : 1-4
PRAKTIKUM 3

UJI DURABILITAS PELLET

Berat setelah diuji


Pellet Durability Index (PDI) = ---------------- x 100%
500

HASIL PERHITUNGAN PDI

Sampel pellet Berat setelah


No. PDI (%)
Kelinci diuji
1 500g 425 85,0%

2 500g 428 85,6%

Rata-rata 426,5 85,3%

Pellet Durability Index


PDI sampel 1 = (425/500) x 100% = 85,0%
PDI sampel 2 = (428/500) x 100% = 85,8%

Rata-rata PDI = (85+85,6)/2 = 85,3%

Pembahasan:

Uji durabilitas pellet dilakukan untuk mengetahui tingkat


ketahanan pellet terhadap gangguan fisik. Hasil analisis varian
terhadap durabilitas pellet terdapat interaksi antara jenis pengolahan
dengan lama penyimpanan. (Nurhayatin dan Puspitasari, 2017). Hal
ini sebanding yang dipraktikumkan bahwa uji durabilitas pellet
tujuannya untuk mengetahui kekerasan pellet.

Durabilitas yaitu jumlah pellet yang kembali dalam keadaan


utuh setelah diaduk dengan mekanik (pneumatic). Menghitung uji
durabilitas. Durabilitas= Berat pelet setelah diputar/berat pelet
sebelum diputar x 100%. (Wulansari dkk, 2016). Hal ini sebanding
dengan yang dipraktikumkan bahwa rumus menghitung PDI yaitu:

Berat setelah diuji

Pellet Durability Index (PDI) = ---------------- x 100%

500

Kualitas pellet yang baik memiliki tingkat kekerasan yang


tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek, ketahanan terhadap
benturan (durabilitas) minimum 80% dan memiliki kandungan air
kurang dari 14%. (Ilmiawan dkk, 2015). Hal ini sebanding yang
dipraktikumkan bahwa kualitas pelet yang baik mempunyai tingkat
kekerasan yang stabil tidak terlalu lembek dan tidak terlalu keras.

Penurunan tingkat kekerasan pada pellet terjadi karena


kandungan zat nutrisi serat yang terkandung dalam pellet semakin
tinggi baik dari serat Sargassum sp., kulit kopi maupun bahan pakan
yang memiliki sumber serat yang tinggi sehingga kekerasan pellet
dapat berkurang. Menurut (Ilmiawan et al., 2015) semakin besar
komposisi serat dalam pellet akan menurunkan ikatan antar partikel
dan akan terjadi fragmentasi sehingga menurunkan kekerasan pada
pellet. (Majiid dkk, 2020). Hal ini sebanding dengan yang
dipraktikumkan bahwa pellet yang mengandung serat tinggi akan
membuat tingkat kekerasan menurun dan begitu pun sebaliknya.
Binder atau aditif lainnya dapat ditambahkan untuk
meningkatkan kekuatan, durabilitas dan sifat termokimia dari pellet
yang dihasilkan. Penambahan pati, bentonit, lignosulfonat dapat
lebih meningkatkan struktur fisik pellet. (Widjaya dkk, 2019). Hal
ini sebanding dengan yang dipraktikumkan bahwa penambahan pati
akan meningkatkan kekerasan pellet.

KESIMPULAN

 Uji durabilitas pellet dilakukan untuk mengetahui tingkat


ketahanan pellet terhadap gangguan fisik
 Durabilitas yaitu jumlah pellet yang kembali dalam keadaan
utuh setelah diaduk dengan mekanik (pneumatic).
Menghitung uji durabilitas. Durabilitas= Berat pelet setelah
diputar/berat pelet sebelum diputar x 100%
 Kualitas pellet yang baik memiliki tingkat kekerasan yang
tidak terlalu keras dan tidak terlalu lembek, ketahanan
terhadap benturan (durabilitas) minimum 80% dan memiliki
kandungan air kurang dari 14%
 Penurunan tingkat kekerasan pada pellet terjadi karena
kandungan zat nutrisi serat yang terkandung dalam pellet
semakin tinggi
 Penambahan pati, bentonit, lignosulfonat dapat lebih
meningkatkan struktur fisik pellet
Daftar Pustaka

Ilmiawan, T., Sulistiyanto, B., dan Utama, C. S. 2015. Pengaruh


penambahan pollard fermentasi dalam pellet terhadap serat
kasar dan kualitas fisik pellet. Jurnal Litbang Provinsi Jawa
Tengah, 13(2) : 143-152

Majiid, A. R., Mukodiningsih, S., dan Sumarsih, S. 2020. Pengaruh


Penggunaan Rumput Laut dalam Pellet Pakan Kelinci
terhadap Tingkat Kekerasan, Durabilitas dan Organoleptik
Pellet. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 15(4) : 360-366

Nurhayatin, T., dan Maryati, P. 2018. Pengaruh Cara Pengolahan


Pati Garut (Maranta Arundinacea) Sebagai Binder Dan
Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Fisik Pellet Ayam
Broiler (The Effect of Processing Method of Arrow Root
Tuber (Maranta arundinacea) as Binder and Length of
Storage Time on Physical Quality Pellet Feed For Chicken
Broiler). Janhus: Jurnal Ilmu Peternakan Journal of Animal
Husbandry Science. 2(1) : 32-40

Widjaya, E. R., Triwahyudi, S., Rosmeika, R., dan Wibowo, S. H.


(2019). Uji Kinerja Unit Mesin Produksi Bio-Pellet
Menggunakan Bahan Baku Sekam Padi. Balai Besar
Pengembangan Mekanisasi Pertanian11(2) : 38-54

Wulansari, R., Andriani, Y., dan Haetami, K. 2016. Penggunaan


jenis binder terhadap kualitas fisik pakan udang. Jurnal
Perikanan Kelautan. 7(2) : 1-10
PRAKTIKUM 4

UJI BULK DENSITY

( berat sampel+ wadah )−berat wadah


Feed Density= x 100 %
volume wadah

Hasil Uji

Berat
Berat Volume Feed
Sampel sampel +
No. wadah wadah density
bahan pakan wadah
(g) (L) (g/L)
(g)
1 Gandum 700 100 1 600

2 Gandum 700 100 1 600

Feed density Jagung


Feed density B.S = (700) – 100 / 1 = 600 g/L
Feed density B.S = (700) – 100/ 1 = 600 g/L

Pembahasan:
Analisa bulk density dalam industri pangan biasanya
dilakukan untuk membantu menentukan kapasitas bubuk dalam
kemasan dan cara penyimpanan serta pendistribusiannya. Bulk
density merupakan massa partikel yang terukur dari suatu wadah per
satuan volume (Barbosa–Cánovas, 2005). Jika pada pengukuran
densitas partikel, massa partikel yang terukur merupakan massa
partikel saja, maka pada pengukuran bulk density, massa partikel
yang terukur merupakan massa partikel dan massa rongga udara
yang berada diantara dua partikel. (Srihari dkk, 2011). Hal ini
sebanding dengan yang dipraktikumkan bahwa uji bulk merupakan
uji untuk menyesuaikan partikel dengan kapasitas tembolok pada
unggas.

Kepadatan atau densitas pelet (g/cm3) dihitung dengan cara


membandingkan massa (g) dengan volume pelet (cm3 ) seperti
dijelaskan dalam USDA (1999). Densitas pelet juga dibandingkan
dengan densitas campuran bahan dalam bentuk mesh (tepung) yaitu
tanpa diproses menjadi pelet atau tanpa pemadatan. (Krisnan dkk,
2019). Hal ini sebanding yang dipraktikumkan bahwa densitas pakan
( berat sampel+ wadah )−berat wadah
x 100 %.
volume wadah

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi


bahan pakan utama dan bahan tambahan. Sebagai bahan utama
dalam pembuatan pakan ikan adalah tepung ikan, bungkil kedelai,
tepung jagung, bungkil kelapa, CGM (Corn Gluten Meal) dan dedak
halus, premix, minyak ikan dan tepung tapioka. Peralatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah mesin penggiling tepung (burr
mill). (Retnani dkk, 2011). Hal ini sebanding yang dipraktikumkan
bahwa alat dan bahan yang digunakan pada praktikum berupa
bungkil jagung, bungkil kedelai dan bulk density.
Ternak yang memperoleh pakan pelet memiliki performans
lebih baik dan konversi pakan lebih rendah dibandingkan pakan
mash. Keunggulan pakan bentuk pelet adalah : (1) Bulk Density
(Kerapatan Tumpukan) lebih tinggi dibandingkan pakan bentuk lain
sehingga daya angkut kendaraan lebih maksimal. (Rahmana dkk,
2016). Hal ini sebanding yang sudah dipraktikumkan bahwa pakan
pelet lebih baik dan konversi pakan lebih rendah.

Analisis ragam menunjukkan bahwa penambahan berbagai


bahan perekat berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap nilai kerapatan
tumpukan pakan pellet ayam pedaging fase finisher. Penambahan
bahan perekat menghasilkan pellet yang kompak kerena kandungan
pati pada bahan perekat menyebabkan terjadinya proses gelatinisasi
yang mengikat tiap komponen pakan sehingga volume pellet yang di
hasilkan semakin kecil dan volume ruang yang di tempati semakin
besar. Di lain pihak, pellet tanpa penambahan bahan perekat tidak
mengalami proses gelatinisasi yang maksimal sehingga memiliki
volume pellet yang lebih besar dan volume ruang yang di tempati
lebih kecil. (Supriadi dkk, 2020). Hal ini sebanding dengan yang
dipraktikumkan bahwa menambahkan pati akan membuat kerapatan
tumpukan (bulk density) membuat pellet menjadi kecil volumenya.
KESIMPULAN

 Analisa bulk density dalam industri pangan biasanya


dilakukan untuk membantu menentukan kapasitas bubuk
dalam kemasan dan cara penyimpanan serta
pendistribusiannya
 Bahwa densitas pakan
( berat sampel+ wadah )−berat wadah
x 100 %.
volume wadah
 Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
bahan pakan utama dan bahan tambahan. Sebagai bahan
utama dalam pembuatan pakan ikan adalah tepung ikan,
bungkil kedelai, tepung jagung, bungkil kelapa
 Ternak yang memperoleh pakan pelet memiliki performans
lebih baik dan konversi pakan lebih rendah dibandingkan
pakan mash. Keunggulan pakan bentuk pelet adalah : (1)
Bulk Density (Kerapatan Tumpukan) lebih tinggi
dibandingkan pakan bentuk lain sehingga daya angkut
kendaraan lebih maksimal
 Penambahan bahan perekat menghasilkan pellet yang
kompak kerena kandungan pati pada bahan perekat
menyebabkan terjadinya proses gelatinisasi yang mengikat
tiap komponen pakan sehingga volume pellet yang di
hasilkan semakin kecil dan volume ruang yang di tempati
semakin besar
Daftar Pustaka

Krisnan, R. and Ginting, S. P., 2019. Penggunaan solid ex-decanter


sebagai perekat pembuatan pakan komplit berbentuk pelet:
evaluasi fisik pakan komplit berbentuk pelet. In Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner . 1(1) : 480-
486

Rahmana, I., Mucra, D. A., and Febrina, D. 2016. Kualitas Fisik


Pelet Ayam Broiler Periode Akhir Dengan Penambahan
Feses Ternak Dan Bahan Perekat Yang Berbeda. Jurnal
Peternakan. 13(1) : 33-40

Retnani, Y., Hasanah, N., Rahmayeni, R., and Herawati, L. 2011. Uji
sifat fisik ransum ayam broiler bentuk pellet yang
ditambahkan perekat onggok melalui proses penyemprotan
air. Jurnal Agripet. 10(1) : 13-18

Srihari, E. F., Sri Lingganingrum, F., Hervita, R., and Wijaya S. H.,
2011. Pengaruh penambahan maltodekstrin pada pembuatan
santan kelapa bubuk. Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses.
1(1) : 1-7

Supriadi, W. J., Jamila, J. and Syamsu, J. A., 2020. Kualitas Fisik


Pakan Pellet Ayam Pedaging Fase Finisher dengan
Penambahan Berbagai Bahan Perekat. AGROVITAL:
Jurnal Ilmu Pertanian. 5(2) : 51-54
PRAKTIKUM 5

UJI KANDUNGAN SEKAM (Phoroglucinol test)

Alat dan Bahan:

•Sampel bahan pakan (dedak)

•Petridish

•Pipet tetes

•Larutan phloroglucinol 1%

Prosedur:

•Aduk rata sampel yang akan diuji

•Diambil sampel secukupnya kurang lebih 1 gram dan


ratakan tipis pada petridish

•Diambil larutan phloroglucinol 1% menggunakan pipet


tetes, kemudian tetesi sampel pada petridish hingga sampel
terbasahi semua

•Ditunggu 5-10 menit maka akan terjadi perubahan warna


pada sampel, dilihat warna secara terbalik (bagian bawah
petridish)

•Diamati perubahan warna, dan samakan sampel dengan


warna gambar yang ada

•Apabila terdapat kandungan sekam maka akan muncul


warna merah pada sampel. Intensitas warna menunjukkan
kuantitas sekam
Hal ini terbukti dari hasil uji sekam dengan larutan
phloroglucinol menunjukkan bahwa kandungan sekam dalam dedak
mencapai >35%. Konsekuensi tingginya kandungan sekam
mengakibatkan kandungan serat kasar dalam dedak padi yang
digunakan menjadi tinggi (36,63%). Serat kasar tinggi yang
terkandung dalam ransum menjadi penyebab turunnya nilai gizi
ransum. (Hidayat, dkk. 2015) Dan Menurut Rauf, dkk (2019) sumber
silika sekitar 20% silika dalam sekam padi merupakan suatu sumber
silika yang cukup tinggi, silika dari sekam merupakan saingan dari
sumber silika lain seperti pasir, bentonit dan tanah diatomae tetapi
biasanya silika dari sekam padi mempunyai keuntungan karena
jumlah elemen lain (pengotor) yang tidak diinginkan adalah sangat
sedikit dibandingkan jumlah silikanya.

Sekam mengandung silica dan lignin yang dapat


menghambat pencernaan pada hewan. Hal ini sesuai pernyataan
Hartawan, dkk (2017) bahwa rendahnya kecernaan sekam padi
antara lain disebabkan oleh tingginya kandungan silika dan lignin
serta adanya ikatan lignoselulosa, dan jika dikonsumsi oleh ternak
akan sulit untuk dicerna bahkan dapat menimbulkan gangguan
pencernaan. Utama, C. S., dan Bambang, S. (2021) menyatakan
larutan phloroglucinol adalah larutan pendeteksi unsur lignin.
Kandungan sekam yang ditolerir dalam bekatul maksimal 5%. Kadar
maksimal 5% diukur dari luasan petridish yang digunakan dalam
pengujian bekatul menggunakan larutan phloroglucinol. Dan
menurut Scordino M. et al (2014) kandungan phloroglucinol
menunjukkan heterogenitas yang besar dan kualitas yang buruk dari
sampel yang digunakan.
KESIMPULAN

 Dengan uji sekam menunjukan kandungan sekam pada dedak


bisa mencapai >35%
 Sumber silica dalam sekam sekitar 20% pada dedak
 Silica dan lignin dapat menyebabkan kecernaan yang rendah
 Larutan phloroglucinol digunakan sebagai medeteksi unsur
lignin
 Kandungan phloroglucinol menunjukkan heterogenitas dan
kualitas yang buruk
Daftar Pustaka

Hartawan, I. K. B., T. G. B. Yadnya, dan T. G. O. Susila. 2017.


Pengaruh Aras Sekam Padi Terfermentasi Dalam Ransum
Disuplementasi Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L.)
Terhadap Bobot Potong Dan Komposisi Fisik Karkas Itik
Bali Jantan Umur 24 Minggu.Peternakan Tropika. 5(1) : 23-
36

Hidayat, C., Sumiati, dan Iskandar, S. 2015. Perbandingan


pertumbuhan Ayam Sentul-G3 yang Diberi Ransum
Berbasis Dedak Bersuplemen Fitase dan ZnO dengan
Ransum Komersial. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. 1-7

Rauf, J., Burhan, I., dan Iqrima, S. 2019. Uji Komperasi Sekam Padi
Sebagai Bahan Bakar Pada Alat Boiler Penghangat Ternak
Ayam. Jurnal Teknologi Pertanian Gorontalo (JTPG). 4(2) :
52-61

Scordino, M., Alfio, D. M., Amedeo, P., dan Emanuele, M. 2014.


Phloroglucinol from Phlorin Hydrolysis for Testing Quality
of Commercial Orange Juices and Beverages. Journal of
Agricultural and Food Chemistry. 52 : 7469-7474

Utama, C. S., dan Bambang, S. 2021. Kajian pemalsuan bekatul dan


tepung ikan di Wilayah Jawa Tengah. Livestock and
Animal Research. 19(1) : 32-39

Anda mungkin juga menyukai