Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Model transportasi berawal dari tahun 1941 ketika F.L. Hitchcock
mengetengahkan suatu studi yang berjudul “The Distribution of a Product from
Several Sourceso Numerous Localities”. Presentasi ini dipertimbangkan sebagai
sumbangan penting terhadap kasus-kasus transportasi yng pertama kali.
Kemudian pada tahun 1947 T.C. Koopmans sebelum bekerja di Cowles
Commission, dia bekerja di Combined Shipping Adjustment Board in Washington
dan mengetengahkan suatu studi yang tidak berkaitan dengan studi Hitchcock dan
diberi judul “Optimum Untilization if the Transportation System”. Selanjutnya
kedua sumbangan ini sangat membantu didalam pengembangan model
transportasi.
Model transportasi adalah secara dasariah sebuah program linear yang
dapat diselesaikan oleh metode simplex reguler. Teknik transportasi dapat dan
sering dipresentasikan di dalam sebuah elementary manner yng tampak
sepenuhnya terlepas dari metode simplex. Model transportasi telah diterapkan
pada berbagai macam organisasi usaha seperti rancang bangun dan pengendalian
operasi pabrik, penentuan daerah penjualan, dan pengalokasian pusat-pusat
distribusi dan gudang. Model ini juga dapat digunakan untuk kebutuhan mesin,
lokasi plant, problematika product mix, dan masih banyak lagi, sehingga model
ini tidak terlalu terikat dengan transportasi dan distribusi. Penyelesaian kasus-
kasus tersebut dengan model transportasi telah mengakibatkan biaya yang luar
biasa.
Edward H. Bowman dari M.I.T pada tahun 1956 telah mengembangkan
model itu menjadi sebuah model transportasi dinamik yang melibatkan unsur
waktu untuk menyelesaikan masalah penjadwalan produksi. Model ini juga
menjadi inspirasi pengembangan model-model Operations Research yang lain
seperti Transhipment, Assigment, dan lain-lain.

1
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana menyelesaikan suatu masalah distribusi barang dengan Metode
Transportasi?
2. Bagaimana penerapan Metode Transportasi dengan menggunakan aplikasi
POM?

TUJUAN
1. Menjelaskan cara menyelesaikan suatu masalah distribusi barang dengan
Metode Transportasi dari tempat yang memiliki atau menghasilkan barang
tersebut dengan kapasitas tertentu ke tempat yang membutuhkan barang
tersebut dengan jumlah kebutuhan tertentu agar biaya distribusi dapat
ditekan seminimal mungkin.
2. Berguna untuk memecahkan permasalahan distribusi (alokasi).
3. Memecahkan permasalahan bisnis lainnya, seperti masalah-masalah yang
meliputi pengiklanan, pembelanjaan modal (capital financing) dan alokasi
dana untuk investasi, analisis lokasi, keseimbangan lini perakitan dan
perencanaan scheduling produksi.
4. Menjelaskan penerapan Metode Transportasi dengan menggunakan
aplikasi POM

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 MODEL DASAR TRANSPORTASI


Secara khusus model transportasi berkaitan dengan masalah
pendistribusian barang-barang dari pusat-pusat pengiriman atau sumber ke pusat-
pusat penerimaan atau tujuan. Persoalan yang ingin dipecahkan oleh model
transportasi adalah penentuan distribusi barang yang akan meminimumkan biaya
model distribusi. Sehingga model transportasi memecahkan masalah
pendistribusian barang dari sumber ke tujuan dengan biaya total distribusi
minimum.

S1 T1

S2
? T2

Sm Tn

Min

Dimana:
Si : Sumber-sumber dari mana barang akan diangkut, untuk i= 1, 2,…,m
Tj : Tujuan-tujuan hendak kemana barang akan diangkut, untuk j= 1, 2,…,n
Bij : Biaya distribusi dari Si ke Tj

Karena ada i sumber dan j tujuan maka ada i x j kemungkinan distribusi dari
sumber-sumber ke tujuan-tujuan. Di samping itu, masing-masing sumber
mempunyai kemampuan terbatas untuk menyediakan barang, sedangkan masing-
masing tujuan mempunyai tingkat permintaan tertentu untuk dipenuhi. Persoalan

3
itu menjadi lebih rumit karena biaya angkut per satuan barang dari sumber i ke
tujuan j berbeda. Oleh karena itu, model harus bisa menentukan distribusi yang
akan meminimumkan biaya total distribusi dan
1. Tidak melampaui kapasitas sumber-sumber.
2. Memenuhi permintaan tujuan-tujuan
2.1.1 Matriks Transportasi
Model transportasi menggunakan sarana sebuah matriks untuk
memberikan gambaran mengenai kasus distribusi.
Model Matematis Transportasi
Sebuah matriks transportasi memiliki m baris dan n kolom. Sumber-
sumber berjajar pada baris ke-1 hingga ke-m, sedang tujuan-tujuan berbanjar pada
kolom ke-1 hingga ke-n. Dengan demikian,
Xij : satuan barang yang akan diangkut dari sumber i ke tujuan j
bij : biaya angkut per satuan barang dari sumber i ke tujuan j
sehingga secara sistematis
∑ ∑ (2.1)

4
Matriks Transportasi
TUJUAN Kapasitas
SUMBER ……… Sumber per
T1 T2 Tn
…... periode
C11 C12 ……… C1n
S1 s1
X11 X12 ….. X1n
C21 C22 ……… C2n
S2 s2
X21 X22 ….. X2n
.
. . . ……… .
.
. . . .
….. .
. . . .
Cm2 ……… Cmn
Cm1 sm
Sm
Xm1 Xm2 ….. Xmn


Kebutuhan
……… ∑
tujuan per t1 t2 tn
…..
periode

∑ , untuk i = 1, 2,…, m (2.2)


∑ , untuk i = 1, 2,…, n (2.3)
Dimana
Penyelesaian persoalan ini akan menghasilkan optimal yaitu yang
akan memenuhi (2.2) dan (2.3) serta membuat (2.1) minimum. Dengan kata lain,
optimal adalah distribusi optimal yang akan meminimumkan biaya distribusi
total.
Distribusi optimal di dalam model transportasi adalah distribusi barang
dari sumber-sumber untuk memenuhi permintaan tujuan agar biaya total distribusi
minimum.

5
2.1.2 Masalah Keseimbangan Permintaan dan Penawaran
Di dalam model transportasi, kemampuan sumber-sumber untuk melayani
atau ∑ belum tentu sama dengan tingkat permintaan tujuan-tujuan untuk
dilayani atau ∑ . Sehingga ada tiga kemungkinan yang akan terjadi, yaitu:
1. ∑ ∑
2. ∑ ∑
3. ∑ ∑
Kemungkinan pertama akan terjadi bila seluruh kapasitas permintaan
untuk mengirim barang sama persis dengan seluruh permintaan tujuan. Dalam
kasus ini seluruh kemampuan sumber-sumber untuk melayani permintaan tepat
digunakan seluruhnya dan seluruh permintaan tujuan-tujuan tepat dipenuhi.
Kemungkinan kedua akan terjadi bila seluruh kapasitas permintaan tidak
mungkin dipenuhi oleh seluruh sumber-sumber yang tersedia. Dalam kasus ini
jelas akan ada permintaan lebih dari satu atau lebih tujuan yang akan dipenuhi
sebagian atau tidak dipenuhi sama sekali.
Kemungkinan ketiga akan terjadi bila seluruh kemampuan sumber-sumber
untuk mengirim barang melampaui tingkat permintaan yang ada. Dalam kasus ini,
satu atau lebih sumber, mungkin hanya akan mengirim barang sebagian atau tidak
mengirim sama sekali.

2.1.3 Algoritma Trasportasi


Model trasportasi, pada saat dikenalkan pertama kali, diselesaikan secara
manual dengan menggunakan algoritma yang dikenal sebagai algoritma
transportasi. Algoritma ini cukup dikenal dan masih sering diajarkan hingga tahun
90-an. Flow chart algoritma trasportasi ini bisa dilihat pada Gambar 1.
Pertama, diagnosis masalah dimulai dengan pengenalan sumber, tujuan,
parameter, dan variabel.
Kedua, seluruh informasi tersebut kemudian dituangkan ke dalam matriks
transportasi. Dalam hal ini,
 Bila kapasitas seluru sumber lebih besar dari permintaan seluruh tujuan
maka sebuah kolom semu (dummy) perlu ditambahkan untuk menampung
kelebihan kapasitas itu.

6
 Bila kapasitas seluruh sumber lebih kecil dari seluruh permintaan tujuan
maka sebuah baris semu perlu ditambahkan untuk menyediakan kapasitas
semu yang akan memenuhi kelebihan permintaan itu. Jelas sekali bahwa
kelebihan permintaan itu tidak bisa dipenuhi.
Ketiga, setelah matriks trasportasi terbentuk kemudian dimulai menyusun
tabel awal. Algoritma trasportasi mengenal empat macam metode untuk
menyusun table awal, yaitu:
1. Metode Biaya Terkecil atau Lest Cost Method.
2. Metode sudut Barat Laut atau Nort West Corner Method
3. RAM atau Russell’s Approximation Method.
4. VAM atau Vogel Aproximation Method.
Keempat metode di atas masing-masing berfungsi untuk menentukan
alokasi distribusi awal yang akan membuat seluruh kapasitas sumber
teralokasikan ke seluruh tujuan. Secara matematis, penyusunan tabel awal ini
dilakukan untuk menjamin pemenuhan kendala-kendala (2.2) dan (2.3)
Keempat, setelah penyusunan tabel awal selesai maka sebagai langkah
selanjutnya adalah pengujian optimalitas tabel untuk mengetahui apakah biaya
distribusi total telah minimum. Secara matematis, pengujian ini dilakukan untuk
menjamin bahwa nilai fungsi tujuan minimum (2.1) telah tercapai. Ada dua
macam model pengujian optimalitas algoritma trasportasi.
1. Stepping Stone Method
2. MODI atau Modified Distribution Method
Kelima, atau langkah yang terakhir adalah revisi tabel bila dalam langkah
keempat terbukti bahwa tabel belum optimal atau biaya distribusi total masih
mungkin diturunkan lagi. Dengan demikian, jelas sekali bahwa langkah kelima ini
tidak akan dilakukan apabila pada langkah keempat telah membuktikan bahwa
tabel telah optimal.

7
Awal
1. Biaya terkecil
2. Sudut Barat Laut
3. V.A.M Matriks
4. Russel Transportasi

Tabel
1. Stepping Stone
2. M.O.D.I

Test Stop

Revisi
Gambar 1
Flow chart Algoritma Transportasi

2.2 KASUS TRANSPORTASI : DENEBULA


Denebula, sebuah perusahaan penghasil suatu jenis jamur mencoba
mengembangkan usahanya di daerah Magelang dan Surakarta. Seiring semakin
berkembangnya perusahaan, semakin besar pula permintaan yang datang.
Perusahaan ini akhirnya membangun beberapa agen untuk melayani permintaan
tersebut. Berikut ini agen-agen yang dibentuk:
1. Agen di Purwokerto untuk melayani permintaan daerah Jawa Barat.
2. Agen di Semarang untuk melayani permintaan daerah luar Jawa.
3. Agen di Madiun untuk melayani permintaan daerah Jawa Timur.
Selanjutnya, permintaan untuk ketiga agen seperti yang disajikan pada
tabel di bawah ini:
Agen Permintaan
Purwokerto 5000 kg
Semarang 4500 kg
Madiun 5500 kg

8
Kemampuan produksi jamur di tiap perusahaannya adalah sebagai berikut:
Pusat Penyemaian Kapasitas
Yogyakarta 4000 kg
Magelang 5000 kg
Surakarta 6000 kg

Berikut adalah biaya angkut per unit dari pusat-pusat penyemaian ke agen-agen,
yaitu:
Agen
Pabrik
Purwokerto Semarang Madiun
Yogyakarta 4 5 7
Magelang 6 3 8
Surakarta 5 2 3

Permasalahan yang dihadapi Denebula adalah penentuan distribusi


optimal. Dalam kasus ini Denebula mempunyai Sembilan kemungkinan distribusi.
Masing-masing pusat penyemaian harus mendistribusikan jamur ke agen-agen
agar permintaan yang ada dapat dipenuhi, tetapi dengan biaya yang paling
minimum.

⌂Semarang

Purwokerto⌂ ○ ⌂Madiun
Magelang
○Surakarta
○Yogyakarta

Penyelesaian Denebula:
Kita akan menyelesaikan kasus ini dengan mengunakan algoritma
transportasi sebelum menyelesaikannya dengan menggunakan aplikasi POM.
Langkah pertama adalah dengan membentuk permasalahan di atas menjadi bentuk
matriks transportasi:

9
2.2.1 Tabel Awal Matriks Transportasi Denebula
Ada empat metode yang tersedia, yaitu dengan metode biaya terkecil,
metode sudut barat laut, Russel’s Approximation Method (RAM), dan Vogel
Approximation Method (VAM).
1. Metode Biaya Terkecil
Metode Biaya Terkecil (Least Cost Method) adalah sebuah metode untuk
menyusun table awal dengan cara pengalokasian distribusi barang dari sumber ke
tujuan mulai dari sel yang memiliki biaya distribusi terkecil (Siswanto. 2007:271).
Dari tabel awal matriks denebula di atas, sel matriks baris ke-3 kolom ke-2
memiliki biaya distribusi paling kecil, yaitu Rp2,- per kg. Karena kebutuhan
tujuan, dalam hal ini Semarang adalah 4500 kg sedangkan kapasitas Surakarta
6000kg, maka kita tulis 4500 sebagai pengganti X32. Sehingga, masih ada sisa
1500kg di pabrik Surakarta.

10
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
X11 X12 X13
Yogyakarta 4000
4 5 7
X21 X22 X23
Magelang 5000
6 3 8
X31 X32 X33
Surakarta 6000
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000

Selanjutnya, sel yang memiliki biaya terkecil selanjutnya adalah sel 33


(baris ke-3, kolom ke-3) yaitu Rp3,- per kg. Perhatikan bahwa pada sel ini, agen
Madiun membutuhkan 5500 kg jamur, tetapi sisa yang ada di sumber Surakarta
tinggal 1500 kg karena sebagian tadi telah didistribusikan ke agen Surakarta. Jadi
kita tulis 1500 di sel 33, sedangkan sisa 4000 kg kita tulis kemudian.
Sel yang memiliki biaya terkecil berikutnya adalah sel 11 (baris ke-1, kolom ke-
1). Sel ini berkaitan dengan sumber Yogyakarta yang memiliki kapasitas 4000 kg
dan agen Purwokerto yang memiliki permintaan 5000 kg. Kita tulis 4000 di sel
11, sedangkan kekurangan sebesar 1000 kg kita tulis kemudian.
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
4000 X12 X13
Yogyakarta 4000
4 5 7
X21 X22 X23
Magelang 5000
6 3 8
X31 4500 1500
Surakarta 6000
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000

11
Permasalahan sekarang adalah menentukan kekurangan permintaan agen-
agen yang ada, seperti dari agen Purwokerto yang kekurangan 1000kg, dan agen
Madiun yang masih kekurangan 4000kg lagi. Untuk memenuhi perrmintaan agen
Purwokerto, pilihan kita sebenarnya adalah dari sumber Surakarta karena
memiliki biaya yang paling kecil, yaitu Rp5,- per kg. Tetapi sumber Surakarta
sudah tidak mampu menyuplai permintaan tersebut karena seluruh kemampuan
Surakarta telah diberikan ke Semarang dan Madiun, maka pilihan selanjutnya
jatuh ke Sumber Magelang dengan biaya yang lebih tinggi, yaitu Rp6,- per kg.
Kita tulis 1000 di sel 21.
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
4000 X12 X13
Yogyakarta 4000
4 5 7
1000 X22 X23
Magelang 5000
6 3 8
X31 4500 1500
Surakarta 6000
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
Kita tahu, sumber Magelang masih memiliki sisa 4000kg sedangkan agen
Madiun masih memmbutuhkan 4000kg lagi untuk memenuhi permintaannya.
Untuk itu, kita alokasikan 4000kg tersebut untuk memenuhi kebutuhan agen
Madiun. Sejauh ini, kita sudah selesai menyelesaikan persoalan ini. Perhatikan
tabel dibawah ini yang menunjukkan tabel metode biaya terkecil denebula
lengkap.

12
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
4000 X12 X13
Yogyakarta 4000
4 5 7
1000 X22 4000
Magelang 5000
6 3 8
X31 4500 1500
Surakarta 6000
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000

Metode Biaya Terkecil ini adalah metode yang paling sederhana dan
paling awal untuk menemukan biaya distribusi total paling kecil. Tetapi, keunikan
kombinasi biaya distribusi per unit di masing-masing sel dalam sebuah matriks
transportasi sering memunculkan masalah-masalah khususyang memerlukan
penangan khusus. Pengembangan metode penentuan tabel awal setelah metode
biaya terkecil juga dimaksudkan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan
tersebut. Tetapi, kadang-kadang metode ini juga sangat efektif karena
karakteristiknya untuk memilih biaya terkecil di masing-masing sel (Siswanto.
2007:271).
Total biaya yang digunakan dengan menggukan metode ini adalah:
Sel Biaya × Beban Biaya
(1,1) 4 × 4000 Rp16.000,-
(2,1) 6 × 1000 Rp 6.000,-
(2,3) 8 × 4000 Rp32.000,-
(3,2) 2 × 4500 Rp 9.000,-
(3,3) 3 × 1500 Rp 4.500,-
Rp67.500,-
2. Metode Sudut Barat Laut
Metode Sudut Barat Laut (North West Corner Method) adalah sebuah metode
untuk menyusun tabel awal dengan cara mengalokasikan distribusi barang mulai

13
dari sel yang terletak paling kiri atas, sehingga dinamai metode barat laut
(Siswanto. 2007:271).
Langkah pertama, kita ambil sel 11 (baris ke-1, kolom ke-1) karena
menurut metode ini alokasi yang diprioritaskan adalah sel paling kiri atas.
Sumber Yogyakarta berkapasitas 4000kg, tetapi agen Purwokerto memerlukan
alokasi sebesar 5000kg, sehingga ada kekurangan 1000kg yang harus dipenuhi.
Tulis 4000kg di sel 11.
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
4000 X12 X13
Yogyakarta 4000
4 5 7
X21 X22 X23
Magelang 5000
6 3 8
X31 X32 X33
Surakarta 6000
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
Kini sel yang paling kiri atas adalah sel 21. Karena agen Purwokerto
masih memerlukan memerlukan 1000kg lagi untuk memenuhi permintaan, maka
tulis 1000 pada sel 21 dan permintaan untuk agen Purwokerto telah terpenuhi.
Sedangkan sumber Magelang masih memiliki sisa 4000kg untuk didistribusikan
ke agen-agen yang lain.

14
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
4000 X12 X13
Yogyakarta 4000
4 5 7
1000 X22 X23
Magelang 5000
6 3 8
X31 X32 X33
Surakarta 6000
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
Selanjutnya sel 22 merupakan sel yang terletak paling kiri atas (sel 12 tidak
mungkin dipilih karena seluruh kemampuan Yogyakarta sudah digunakan untuk
agen Purwokerto). Karena sumber Magelang masih memiliki 4000kg, maka
alokasi bahan tersebut digunakan sepenuhnya untuk memenuhi permintaan di
Semarang. Sehingga Semarang masih membutuhkan 500kg lagi untuk
memenuhi permintaanya. Sumber satu-satunya yang masih ada adalah dari
Semarang, sehingga suplai 500kg dialokasikan dari sumber Semarang (sel 32
ditulis 500).
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
4000 X12 X13
Yogyakarta 4000
4 5 7
1000 4000 X23
Magelang 5000
6 3 8
X31 500 X33
Surakarta 6000
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
Sel kiri atas selanjutnya adalah sel 23. Tetapi perhatikan bahwa seluruh
bahan di sumber Magelang sudah habis digunakan untuk memenuhi agen
Purwokerto dan Semarang. Satu-satunya sel yang mungkin digunakan adalah sel

15
33. Sumber Surakarta memiliki sisa bahan 5500kg sehingga cukup untuk
memenuhi kebutuhan agen Madiun.
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
4000 X12 X13
Yogyakarta 4000
4 5 7
1000 4000 X23
Magelang 5000
6 3 8
X31 500 5500
Surakarta 6000
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
Proses pengisian sel-sel menurut aturan barat laut disajikan pada tabel
berikut:
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
4000 X12 X13
Yogyakarta 4000
4 5 7
1000 4000 X23
Magelang 5000
6 3 8
X31 500 5500
Surakarta 6000
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000

16
Biaya distribusi berdasarkan alokasi beban distribusi menurut metode
sudut barat laut adalah:
Sel Biaya × Beban Biaya
(1,1) 4 × 4000 Rp16.000,-
(2,1) 6 × 1000 Rp 6.000,-
(2,3) 3 × 4000 Rp12.000,-
(3,2) 2 × 500 Rp 1.000,-
(3,3) 3 × 5500 Rp 16.500,-
Rp51.500,-
3. Russel’s Approximation Method (RAM)
Russel’s Approximation Method adalah metode penyusunan tabel awal
dengan menggunakan pendekatan selisih biaya terbesar antara biaya distribusi
masing-masing sel dengan biaya distribusi terbesar pada masing-masing baris dan
kolom dimana sel itu berada (Siswanto. 2007:271). Rumus yang digunakan:

dengan:
= Selisih biaya distribusi Russell
Bij = Biaya distribusi sel pada baris ke-i dan kolom ke-j
Ri = Biaya distribusi terbesar pada baris ke-i
Tj = Biaya distribusi terbesar pada kolom ke-j
Sel yang dipilih adalah sel yang memiliki negatif terbesar (bilangan
paling kecil) sebagai sel yang akan dialokasikan beban distribusi maksimum
yang dimungkinkan.

17
Langkah pertama hitung Ri dan Tj untuk setiap baris ke-i dan kolom ke-j.
Perhatikan tabel berikut:
Tujuan Kapasitas
Sumber Ri
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
X11 X12 X13
Yogyakarta 4000 7
4 5 7
X21 X22 X23
Magelang 5000 8
6 3 8
X31 X32 X33
Surakarta 6000 5
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
Tj 6 5 8
Langkah kedua, hitung di setiap sel. Perhatikan tabel berikut:
Tujuan Kapasitas
Sumber Ri
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
X11 X12 X13
Yogyakarta 4000 7
4 -9 5 -7 7 -8
X21 X22 X23
Magelang 5000 8
6 -7 3 -10 8 -8
X31 X32 X33
Surakarta 6000 5
5 -6 2 -8 3 -10
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
Tj 6 5 8
Langkah selanjutnya adalah menentukan yang memiliki nilai negatif
terbesar. Dalam tabel di atas, sel 22 dan sel 23 memiliki yang memenuhi,
yaitu -10. Selanjutnya, alokasikan beban (permintaan yang ada) pada kedua sel
tersebut. Perhatikan tabel berikut:

18
Tujuan Kapasitas
Sumber Ri
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
X11 X12 X13
Yogyakarta 4000 7
4 5 7
X21 4500 X23
Magelang 5000 8
6 3 8
X31 X32 5500
Surakarta 6000 5
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
Tj 6 5 8
Langkah selanjutnya adalah menentukan Ri dan Tj lagi (Ri dan Tj tahap II)
dilanjutkan dengan menghitung . Perhatikan tabel berikut:
Tujuan Kapasitas
Sumber Ri
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
X11 X12 X13
Yogyakarta 4000 4
4 -6 5 7
X21 4500 X23
Magelang 5000 6
6 -6 3 8
X31 X32 5500
Surakarta 6000 5
5 -6 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
Tj 6 - -
Perhatikan bahwa seluruh sel memiliki nilai yang sama, yaitu -6. Oleh
karena itu, kita tinggal mengalokasikan sisa beban distribusi ke seluruh sel pada
kolom pertama. Sumber Yogyakarta dialokasikan ke agen Purwokerto, sehingga
kita isi sel 11 dengan 4000. Pada tabel di atas, sumber Surakarta masih memiliki
sisa 500 kg. Tambahkan 500kg tersebut ke sel 31. Untuk memenuhi permintaan
agen Purwokerto yang sekarang tinggal 500 kg, ambil dari sumber Magelang yang
memang masih bersisa 500 kg. Sehingga diperoleh:

19
Tujuan Kapasitas
Sumber Ri
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
4000 X12 X13
Yogyakarta 4000 4
4 -6 5 7
500 4500 X23
Magelang 5000 6
6 -6 3 8
500 X32 5500
Surakarta 6000 5
5 -6 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
Tj 6 - -
Sampai sejauh ini kita telah berhasil memecahkan masalah ini dengan metode
pendekatan Russell. Selanjutnya, biaya distribusi berdasar alokasi beban distribusi
yang diperoleh dari tabel di atas adalah:
Sel Biaya × Beban Biaya
(1,1) 4 × 4000 Rp16.000,-
(2,1) 6 × 500 Rp 3.000,-
(2,3) 3 × 4500 Rp13.500,-
(3,2) 5 × 500 Rp 2.500,-
(3,3) 3 × 5500 Rp 16.500,-
Rp51.500,-
4. Vogel’s Approximation Method (VAM)
Vogel’s Approximation Method adalah metode penentuan tabel awal
algoritma transportasi (Siswanto. 2007:271). Metode ini digolongkan metode
yang rumit, karena ada beberapa langkah yang harus diperhatikan. Tetapi, dalam
metode ini tidak ada jaminan bahwa penentuan tabel awal dengan metode VAM
pasti menghasilkan penyelesaian optimal, maka pengujian tabel awal harus tetap
dilaksanakan.
Ada tiga tahap yang harus dilakukan pada setiap alokasi distribusi untuk
menentukan alokasi distribusi pada sel yang memiliki Cij terkecil dan terletak
pada baris atau kolom yang memiliki nilai terbesar dari selisih dua Cij, yaitu:

20
a. Penentuan selisih nilai Cij terkecil
Langkah pertama adalah menentukan selisih dua nilai Cij yang paling
kecil tiap baris dan kolom. Perhatikan baris 1, dimana nilai C terkecil
berturut-turut adalah 4 (yaitu C11) dan 5 (yaitu C12). Sehingga selisih kedua
nilai C tersebut adalah |4 – 5| = 1. Demikian pula untuk kolom 3, dua nilai C
terkecil berturut-turut adalah 3 (yaitu C33) dan 7 (yaitu C13), sehingga selisih
kedua nilai tersebut adalah |3 – 7| = 4. Selanjutnya dicari selisih dua Cij
terkecil tersebut tiap baris dan kolom.
b. Pemilihan nilai terbesar dari selisih dua Cij terkecil
Setelah langkah a selesai, langkah selanjutnya adalah memilih selisih
nilai terbesar sebagai dasar alokasi. Setelah dihitung, kolom 3 merupakan
kolom kunci karena memiliki selisih nilai C terkecil yang nilainya paling
besar, yaitu 7. Perhatikan tabel berikut:
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
X11 X12 X13
Yogyakarta 4000 1
4 5 7
X21 X22 X23
Magelang 5000 3
6 3 8
X31 X32 X33
Surakarta 6000 1
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
1 1 4

selisih C terbesar, sehingga kolom ini adalah kolom terpilih (kunci)

c. Alokasi pada sel dengan Cij terkecil pada kolom terpilih


Pada tabel di atas, kolom terpilih adalah kolom tiga. Oleh karena itu,
pengalokasian pertama adalah pada kolom tiga. Agen Madiun memiliki
permintaan sebesar 5.500 kg. Sumber yang dipilih untuk memnuhinya adalah
yang memiliki nilai Cij terkecil, yaitu C33 = 3. Sel tersebut merupakan sel dengan

21
sumber dari Surakarta, sehingga kita alokasikan 5.500 kg dari Surakarta ke agen
Madiun, sehingga brsisa 500 kg.
Proses ini diulang-ulang (kolom ke-3 sudah tidak lagi diperhitungkan),
sehingga hasilnya diperoleh seperti tabel di bawah ini.
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
X11 X12 X13
Yogyakarta 4000 1
4 5 7
X21 X22 X23
Magelang 5000 3
6 3 8
X31 X32 5500
Surakarta 6000 3
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
1 1 -

Kita pilih salah satu dari baris kedua dan ketiga sebagai baris kunci karena
memiliki selisih nilai terbesar. Kita pilih baris ketiga (tidak ada kriteria khusus
baris mana yang harus dipilih jika nilainya sama) sebagai baris kunci. Sumber
Surakarta masih memiliki sisa 500 kg sehingga harus didistribusikan ke agen-
agennya. Kita pilih Cij terkecil di baris ketiga. Cij terkecil tersebut adalah C32 = 2,
sehingga 500 kg tersebut didistribusikan ke agen Semarang.

22
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
X11 X12 X13
Yogyakarta 4000 1
4 5 7
X21 X22 X23
Magelang 5000 3
6 3 8
X31 500 5500
Surakarta 6000 -
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
2 2 -

Selisih terbesar selanjutnya adalah 3, yaitu baris kedua. Baris kedua kita
jadikan sebagai baris kunci. Cij terkecil dibaris kedua adalah C22, sehingga kita
alokasikan di sel 22. Kita isi sel 22 dengan 4000, sehingga sumber Magelang
masih memiliki sisa 1000 kg. Karena agen yang belum dipasok adalah agen
Purwokerto sehingga sisa tersebut dialokasikan ke agen Purwokerto.
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
X11 X12 X13
Yogyakarta 4000 1
4 5 7
1000 4000 X23
Magelang 5000 -
6 3 8
X31 500 5500
Surakarta 6000 -
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
2 2 -

Kita tinggal mengisi X11 dengan 4000 karena agen Purwokerto masih
kekurangan 4000 kg lagi. Tabel lengkap matriks transportasi Denebula dengan
menggunakan VAM disajikan sebagai berikut:

23
Tujuan Kapasitas
Sumber
Purwokerto Semarang Madiun Sumber
4000 X12 X13
Yogyakarta 4000 -
4 5 7
1000 4000 X23
Magelang 5000 -
6 3 8
X31 500 5500
Surakarta 6000 -
5 2 3
Kebutuhan 15000
5000 4500 5500
Tujuan 15000
- - -
Dengan demikian, biaya distribusi berdasarkan alokasi beban distribusi
sementara menurut VAM adalah
Sel Biaya × Beban Biaya
(1,1) 4 × 4000 Rp16.000,-
(2,1) 6 × 1000 Rp 6.000,-
(2,3) 3 × 4000 Rp12.000,-
(3,2) 2 × 500 Rp 1.000,-
(3,3) 3 × 5500 Rp 16.500,-
Rp51.500,-
Perbandingan hasil alokasi beban sementara dengan menggunakan NWC,
RAM, dan VAM menunjukkan biaya distribusi total yang sama walaupun alokasi
bebannya berbeda. Kasus ini disebut dengan multiple optimal solution. Meskipun
ketiga metode penyusunan tabel awal itu menghasilkan beban biaya distribusi
yang sama, namun biaya distribusi total yang dihasilkan dengan menggunakan
metode tersebut elum tentu minimum. Tidak ada jaminan sama sekali bahwa
pemilihan salah satu meode penyusunan tabel awal akan memberikan hasil terbaik
dalam hal biaya distribusi total minimum.

2.2.2 Optimalitas Distribusi Denebula


Tujuan dari pengujian tabel awal adalah untuk mengetahui apakah masih
ada alternative alokasi distribusi yang akan membawa beban biaya distribusi total

24
lebih rendah disbanding beban biaya distribusi total menurut alokasi distribusi
tabel awal. Perbandingan antara ketiga metode penyusunan tabel awal bisa dilihat
pada Peraga . ternyata VAM, RAM, dan metode sudut barat memiliki biaya
distribusi total yang sama dan lebih rendah disbanding metode biaya terkecil.
Oleh karena itu, kita akan menguji dua tabel awal yang menghasilkan biaya
distribusi total berbeda tersebut.
Ada dua macam metode pengujian tabel awal yang tersedia di dalam
algoritma transportasi, yaitu:
1. Modified Distribution
2. Stepping Stone
2.2.2.1 Degenerasi dan Redundasi
Degenerasi (degeneration) dan redundansi (redundancy) adalah gejala
yang mungkin muncul pada tabel awal. Tes optimalitas baik menggunakan MODI
maupun Stepping Stone baru bisa dilakukan bila jumlah sel yang terkena alokasi
distribusi pada tabel awal adalah:

Dimana, m=jumlah baris


n=jumlah kolom
Seandainya alokasi distribusi pada tabel awal tidak akan diuji untuk
mengetahui optimalitas tabel, maka masalah jumlah sel pada tabel awal tersebut
tidak perlu diperhatikan. Aturan di atas harus dipenuhi bila dan hanya bila tes
optimal akan dilakukan. Dua kemungkinan yang akan muncul sebagai
konsekuensi logis dari aturan diatas adalah degenerasi dan redundansi.
Gambar 2. perbandingan distribusi antar ketiga metode
Distribusi
Metode Unit (kg) Biaya Total
Dari Ke
Biaya Surakarta Semarang 4500 2,- 9000
terkecil Surakarta Madiun 1500 3,- 4500
Yogyakarta Purwokerto 4000 4,- 16000
Magelang Purwokerto 1000 6,- 6000
Magelang Madiun 4000 8,- 32000
67500

25
Sudut barat Yogyakarta Purwokerto 4500 4,- 16000
laut Magelang Purwokerto 1000 6,- 6000
Magelang Semarang 4000 3,- 12000
Surakarta Semarang 500 2,- 1000
Surakarta Madiun 5500 3,- 16500
51500

RAM Surakarta Purwokerto 500 5,- 2500


Surakarta Madiun 5500 3,- 16500
Magelang Semarang 4500 3,- 13500
Yogyakarta Purwokerto 4000 4,- 16000
Magelang Purwokerto 500 6,- 3000
51500

VAM Surakarta Madiun 5500 3,- 16500


Surakarta Semarang 500 2,- 1000
Magelang Semarang 4000 3,- 12000
Yogyakarta Purwokerto 4000 4,- 16000
Magelang Purwokerto 1000 6,- 6000
51500

Degenerasi
Gejala degenerasi muncul di dalam tabel awal bila jumlah sel yang terkena
alokasi distribusi lebih kecil dari aturan [m+n-1] atau terjadi kekurangan sel yang
terkena alokasi distribusi. Sebagai jalan keluar adalah alokasi distribusi semu pasa
sel yang belum terisis agar aturan [m+n-1] itu terpenuhi. Dalam hal ini, alokasi
distribusi semu itu adalah alokasi distribusi yang sangat kecil dengan notasi ε
(epsilon) di mana,

26
Redundansi
Gejala redundansi muncul di dalam tabel awal bila jumlah sel yang
terkena alokasi distribusi lebih besar dari [m+n-1] atau terjadi kelebihan sel yang
terkena alokasi distribusi. Sebagai jalan keluarnya adalah pemindahan atau
penggabungan alokasi distribusi ke sel yang lain sedemikian rupa sehingga aturan
[m+n-1], (1.2), dan (1.3) terpenuhi.
Pada kasus Denebula, diketahui bahwa m atau jumlah baris adalah tiga dan
n atau jumlah kolom adalah tiga sehingga aturan [m+n-1] akan terpenuhi bila
jumlahsel yang teralokasi pada tabel awal adalah 3+3-1=5. Secara kebetulan, dua
gejala tersebut tidak seluruhnya muncul pada keempat tabel awal yang
menggunakan metode biaya terkecil. Sudut barat laut, RAM, dan VAM, lihat pada
Gambar 2 . Dengan demikian, tes optimal segera bisa dilakukan.
2.2.3 Modified Distribution Method
MODI atau Modified Distribution menguji optimalisasi tabel dengan cara
menghitung opportunity cost pada sel-sel yang tidak terkena alokasi distribusi.
Opportunity Cost adalah biaya yang harus kita tanggung bila satu alternative
keputusan dipilih. Dalam hal ini, bila sel-sel kosong tersebut ternyata memiliki
opportunity cost positif maka menurut metode ini dikatakan bahwa tabel belum
optimal berhubung masih ada alternatif distribusi yang akan memberikan biaya
total distribusi lebih rendah. Jadi menurut metode MODI, tabel akan dikatakan
optimal bila dan hanya bila opportunity cost sel-sel kosong adalah negative atau
nol.
Bila,
: Angka kunci pada setiap baris i.
: Angka kunci pada setiap kolom j.
: Biaya distriusi yang nyata pada sel ij.
: Opportunity cost pada sel ij.
Dimana untuk seluruh sel yang telah memperoleh alokasi
distribusi. Mala untuk seluruh sel berlaku:
( )

27
Dalam hal ini, (1.4) digunakan untuk :
1. Menentukan nilai dan : untuk seluruh baris dan kolom dengan
pedoman untuk seluruh sel-sel yang terisi.
2. Menentukan opportunity cost pada seluruh sel-sel kosong.
Bila dijumpai paling sedikit satu sel kosong yang memiliki opportunity
cost positif atau maka dikatakan bahwa tabel belum optimal bila dan
hanya bila:

( )
Atau
( )

2.2.3.1 MODI Menguji Metode Biaya Terkecil Denebula


Pertama, penentuan nilai dan untuk seluruh baris da kolom dengan
menggunakan [1-4]. Peraga 3.1 menayangkan tambahan atribut dan pada
tabel awal Denebula yang disusun menggunakan metode biaya terkecil.
Dengan berpedoman pada untuk seluruh sel isi maka kita hanya
perlu menentukan sebuah angka kunci pada dan agar bisa menentukan nilai
dan yang lain. Angka kunci itu sembarang dan bisa diletakkan di mana saja,
pada baris atau kolom. Pada peraga…,angka kunci itu adalah 0, untuk tujuan
memudahkan perhitungan,dan diletakkan pada baris pertama. Karena
untuk seluruh sel isi, maka, dari (1.4),
( )

Karena dan maka menurut (1.5),

Dalam hal ini, sekali lagi perlu ditekankan bahwa angka 0 yang dipilih
untuk adalah benar-benar angka sembarang. Pilihan itu semata-mata agar
memudahkan perhitungan. Kita bisa saja memilih angka bukan 0 dan

28
menempatkannya di tempat lain; alternative semacam ini pasti akan membawa
hasil yang tidak berbeda.

Gambar MODI, untuk menentukan


Tujuan Kapasitas
Sumber Pur Sem Mad sumber
0
Yogyakarta
5 7
1000 4000
Magelang
6 3 8

4500 1500
Surakarta
2 3
Kebutuhan 15000
tujuan 15000

2 2

Gambar MODI, dan maka


Tujuan Kapasitas
Sumber Pur Sem Mad sumber
0
Yogyakarta
5 7
1000 4000
Magelang
6 3 8

4000 1500
Surakarta
2 3
Kebutuhan 15000
tujuan 15000

29
Selanjutnya, nilai digunakan untuk menentukan nilai karena sel 21
adalah sel isi di mana . Menurut (1.5), . Dengan cara yang
sama kini kita bia menentukan nilai . Karena dan sel 23 adalah sel isi
maka
Setelah diketahui, kini kita bisa menentukan karena sel 34 adalah sel
isi. Karena dan , maka menurut (1.5) . Yang
terakhir, karena telah diketahui dan sel 32 adalah sel isi maka
. Meringkas seluruh langkah diatas maka peraga menayangkan seluruh
langkah pertama MODI, yaitu penentuan seluruh nilai dan .
Ke-2. Menentukan opportunity cost seluruh sel kosong. Dalam kasus ini
ada empat buah sel kosong. Menurut (1.4)

Gambar MODI, karena maka


Tujuan Kapasitas
Sumber Pur Sem Mad sumber
33
Yogyakarta 0
5 7
1000 4000
Magelang 2
6 3 8

4000 1500
Surakarta
2 3
Kebutuhan 15000
tujuan 15000

30
Gambar MODI, karena dan
Tujuan Kapasitas
Sumber Pur Sem Mad sumber
33
Yogyakarta 0
5 7
1000 4000
Magelang 2
6 3 8

4000 1500
Surakarta
2 3
Kebutuhan 15000
tujuan 15000

4 6

Gambar MODI, karena maka


Tujuan Kapasitas
Sumber Pur Sem Mad sumber
33
Yogyakarta 0
5 7
1000 4000
Magelang 2
6 3 8

4000 1500
Surakarta -3
2 3
Kebutuhan 15000
tujuan 15000

4 6

31
Gambar MODI, karena maka
Tujuan Kapasitas
Sumber Pur Sem Mad sumber
33
Yogyakarta 0
5 7
1000 4000
Magelang 2
6 3 8

4000 1500
Surakarta -3
2 3
Kebutuhan 15000
tujuan 15000

4 5 6

atau
atau
atau belum optimal
atau
Ternyata sel 22 mempunyai opportunity cost positif 4. Ini berarti bahwa
altenatif alokasi distibusi pada sel ini akan menghasilkan biaya total distribusi
yang lebih rendah. Oleh karena itu, tabel awal Denebula yang disusun
menggunakan metode biaya terkecil harus direvisi. Apakah tabel awal yang
disusun dengan menggunakan metode sudut barat laut dan VAM juga belum
optimal? untuk mengetahuinya kita harus melakukan pengujian pada kedua
metode tersebut.

32
Gambar MODI, langkah pertama lengkap
Tujuan Kapasitas
Sumber Pur Sem Mad sumber
33
Yogyakarta 0
5 7
1000 4000
Magelang 2
6 3 8

4000 1500
Surakarta -3
2 3
Kebutuhan 15000
tujuan 15000

4 5 6

2.2.3.2 MODI Menguji Metode Sudut Barat Laut dan VAM Denebula.
Secara kebetulan bahwa tabel awal yang disusun menggunakan metode
sudut barat laut atau North West Corner (N.W.C) menghasilkan biaya total sama
dengan tabel awal yang disusun menggunakan RAM dan VAM. Dengan
demikian, kita tidak perlu mengujinya satu per satu. Kita dalam hal ini tidak akan
melakukannya dalam tahap demi tahap seperti yang telah dilakukan sebelumnya,
melainkan secara langsung. menayangkan pengujian MODI secara langsung,
mulai dari penentuan angka kunci dan hingga perhitungan opportunity cost
sel-sel kosong. Angka yang dikotaki di dalam sel kosong menunjukkan
opportunity cost sel itu. Ternyata opportunity cost seluruh sel kosong adalah
negative, ini berarti tidak ada kemungkinan untuk biaya total distribusi menjadi
lebih rendah; jadi tabel telah optimal.
2.2.4 Stepping Stone
Stepping Stone menguji optimalitas tabel awal dengan cara perhitungan Cij
sel-sel kosong yang dilewati oleh jalur stepping stone. Metode ini membuat satu
jalur tertutup untuk setiap sel kosong dimana sel-sel isi yang lain didalam jalur
tertutup itu dipandang sebagai batu untuk berpijak guna melangkah ke batu
berikutnya. Maksud pembuatan jalur tertutup ini adalah untuk membuat
percobaan guna memindahkan satu unit beban distribusi sepanjang jalur tertutup

33
itu. Penghitungan untuk memindahkan satu unit beban itu menggunakan dasar
jalur tertutup (+) atau (-) dimana tanda (+) pertama kali diberikan kepada sel
kosong dan selanjutnya tanda (-) diberikan kepada sel isi berikutnya. Pemberian
tanda itu kemudian diteruskan secara bergantian kepada sel-sel isi berikutnya
hingga kembali ke sel kosong. Tanda (+) menandai penambahan beban distribusi
satu unit yang tentu saja akan berakibat pada penambahan biaya distribusi sebesar
Cij, sedang tanda (-) menandai pengurangan beban distribusi satu unit yang akan
berakibat pada pengurangan biaya distribusi sebesar Cij.
Gambar 1, menayangkan sebuah tabel awal kasus transportasi dan sedang
diuji optimalitasnya dengan menggunakan metode stepping stone. Tabel ini telah
memenuhi syarat (m + n – 1) dimana jumlah sel kosong adalah enam. Dengan
demikian, kita harus membuat enam jalur tertutup yang saling terpisah dan
dimulai dari masing-masing sel kosong. Jalur tertutup pertama dimulai dari sel
kosong (+)21. Ibarat batu pijakan, sel-sel isi (-)11  (+)13  (-)33  (+)32 
(-)22 dilewati oleh sebuah jalur tertutup.
Jika tujuan pembuatan jalur tertutup itu untuk mengetahui perubahan biaya
yang akan terjadi bila satu unit beban dipindahkan melalui jalur tertutup itu maka
usaha untuk melibatkan lebih dari satu sel kosong dalam sebuah jalur tertutup
hanya akan menyebabkan penghitungan ganda dan meniadakan peluang untuk
mengetahui kemungkinan lain pemindahan beban yang akan membuat perubahan
biaya yang berbeda.
Pemindahan ke sel kosong 21
SUMBER TUJUAN Kapasitas
T1 T2 T3 T4 sumber
S1 12 13 4 6
- + 500
400 X12 100 X1n
S2 6 4 10 4
+ - 700
X21 700 X2n
S3 10 9 12 4
+ - 800
Xm1 200 100 500
Kebutuhan 2000
tujuan 400 900 200 500 2000

34
Bila percobaan pemindahan beban satu unit distribusi sepanjang jalur itu
menghasilkan jumlah Cij positif maka hal ini menunjukkan bahwa realokasi
distribusi pada jalur itu justru akan menambah biaya distribusi total, sebaliknya
bila pemindahan beban satu unit distribusi sepanjang jalur itu menghasilkan
jumlah Cij negative maka hal ini menunjukkan bahwa realokasi distribusi pada
jalur itu justru akan mengurangi biaya distribusi total. Oleh karena itu, jumlah Cij
negative sepanjang jalur Stepping Stone pada dasarnya menandai tabel yang
belum optimal sehingga realokasi distribusi pada jalur tersebut perlu dilakukan.
Metode Stepping Stone menguji optimalitas tabel dengan cara percobaan untuk
memindahkan satu unit beban distribusi ke sel-sel kosong agar bisa diketahui
perubahan biayanya.
Pemindahan ke sel kosong 31 dan 12
SUMBER TUJUAN Kapasitas
T1 T2 T3 T4 sumber
S1 12 13 4 6
- + 500
400 X12 + 100 - X1n
S2 6 4 10 4
700
X21 700 X2n
S3 10 9 12 4
+ - 800
Xm1 500
200 - 100 +
Kebutuhan 400 900 200 500 2000
tujuan 2000
Pemindahan ke sel kosong 23, 14, dan 24
SUMBER TUJUAN Kapasitas
T1 T2 T3 T4 sumber
S1 12 13 4 6
- + 500
400 100 X1n
S2 6 - 4 - 10 11
700
X21 700 - +
S3 6 + 9 - 12 4
+ - 800
Xm1 200 + 100 500 +
Kebutuhan 2000
tujuan 400 900 200 500 2000

35
2.2.4.1 Stepping Stone Menguji Tabel Awal Denebula
Dengan melihat tabel awal Nebula yang disusun dengan metode sudut
barat laut atau VAM, gambar 4, pertama, buat jalur tertutup (+)31  (-)21 
(+)22  (-)32. Pemindahan 1 unit distribusi sepanjang jalur tersebut ternyata akan
membuat biaya distribusi naik dengan + 5 – 6 + 3 – 2 = 0 untuk setiap unit
distribusi yang dipindahkan.
Stepping Stone, pengujian sel 31 dan 32.
SUMBER Tujuan Kapasitas
T1 T2 T3 sumber
Yogyakarta 4000 X12 X13
4000 +5
4 5 7 -6
Magelang 1000 4000 X23
- + 5000 +3
6 3 8 -2
Surakarta X31 500 5500
0
+ - 6000
5 2 3 Sel 31, 32
Kebutuhan 5000 4500 5500 1500
tujuan 15000
Kedua, buat jalur tertutup (+)12  (-)22  (+)21  (-)11. Pemindahan 1
unit distribusi sepanjang jalur tersebut ternyata akan membuat biaya distribusi
naik dengan + 5 – 2 + 5 – 4 = + 4 untuk setiap unit distribusi yang dipindahkan.
Stepping Stone
SUMBER Tujuan Kapasitas
T1 T2 T3 sumber
Yogyakarta 4000 X12 X13
+5
- + 4000
4 5 7 -3
Magelang 1000 4000 X23 +6
+ - 5000
-4
6 3 8
Surakarta X31 500 5500 +4
6000 Sel 12
5 2 3
Kebutuhan 5000 4500 5500 1500
tujuan 15000

36
Ketiga, buat jalur tertutup (+)13  (-)33  (+)31  (-)11. Pemindahan 1
unit distribusi sepanjang jalur tersebut ternyata akan membuat biaya distribusi
naik dengan + 7 – 3 + 5 – 4 = + 5 untuk setiap distribusi yang dipindahkan.
Stepping Stone, pengujian sel 13
SUMBER Tujuan Kapasitas
T1 T2 T3 sumber
Yogyakarta 4000 X12 X13
+7
- 5 4000
4 7 -3
Magelang 1000 4000 X23 +2
+ - 5000
-3
6 3 8
Surakarta X31 500 5500 +6
+ - 6000 -4
5 2 3 Sel 13
Kebutuhan 5000 4500 5500 1500
tujuan 15000
Percobaan tersebut merupakan pemindahan beban 1 unit distribusi ke sel-
sel kosong yang dilalui jalur Stepping Stone ternyata menghasilkan Cij (+) untuk
seluruh sel kosong. Hal ini jelas menunjukkan bahwa pemindahan beban
distribusi ke sel-sel itu akan berakibat pada kenaikan biaya distribusi total sebesar:
Sel 11, 4000 x 4,- = Rp. 16.000,-
Sel 21, 1000 x 6,- = Rp. 6.000,-
Sel 22, 4000 x 3,- = Rp. 12.000,-
Sel 32, 500 x 2,- = Rp. 1.000,-
Sel 33, 5500 x 3,- = Rp. 16.500,-
Rp. 51.500
Pada penghitungan sel-sel tersebut dikatakan telah optimal.
2.2.5 Revisi Denebula
Revisi di dalam algoritma transportasi bertujuan untuk merealokasi
distribusi agar biaya total distribusi menjadi rendah. Realokasi distribusi itu pada
dasarnya merupakan proses coba-coba untuk memindahkan alokasi distribusi pada
suatu sel ke sel yang lain. Dasar yang digunakan adalah pemindahan alokasi
distribusi ke sel kosong yang memiliki opportunity cost positif. Namun karena
alokasi distribusi pada sebuah matriks transportasi terikat pada kendala-kendala:

37
(1.2): ∑ , untuk i = 1, 2,…, m
(1.3): ∑ , untuk i = 1, 2,…, n
Maka realokasi distribusi itu harus memenuhi (1.2) dan (1.3). Oleh karena
itu, sebuah jalur tertutup berfungsi sebagai:
1. Pedoman realokasi distribusi
2. Penjaga (1.2) dan (1.3) agar tetap dipenuhi
Untuk memenuhi poin kedua, maka realokasi distribusi pada jalur tertutup
itu harus seimbang dimana penambahan distribusi ke suatu sel harus mengurangi
distribusi sel lain dalam jumlah yang sama.
11 12
1000

- +
21 22
700 500

+ -
Gambar 5.
Anggap bahwa sel 12 pada gambar 5 memiliki opportunity cost positif.
Pertama kali tanda (+) ditempatkan pada sel 12 yang menandakan bahwa ke sel
ini harus dialokasikan suatu distribusi. Kemudian sebagai imbangannya sel isi 22
harus diberi tanda (-), artinya harus dikurangi dengan suatu beban distribusi
sebesar tambahan alokasi distribusi ke sel 12 agar (1.3) terpenuhi. Selanjutnya
agar (1.2) terpenuhi maka sel 21 harus diberi tanda (+) yang berarti ke sel 21
harus dialokasikan tambahan distribusi sebesar yang akan dikurangkan pada sel
22 sebagai sel isi dalam jalur yang akan memiliki alokasi beban terkecil saat ini.
Agar (1.3) terpenuhi maka sel isi 11 harus diberi tanda (-) agar beban
distribusinya dikurangi sebesar tambahan distribusi ke sel kosong 12. Disini
terlihat jelas bahwa tanda (-) pada sel 11dan (+) pada sel 12 juga menjamin agar
(1.2) terpenuhi dan juga merupakan gagasan jalur tertutup sebagai dasa revisi
alokasi distribusi pada algoritma transportasi.

38
Sel kosong 12 yang memiliki opportunity cost positif memperoleh alokasi
distribusi sebesar 500, yaitu sebesar beban distribusi maksimum yang bisa
dipindahkan dari sel isi 22 yang memiliki beban alokasi terkecil saat ini. Karena
(1.2) dan (1.3) harus terpenuhi, maka beban distribusi sebesar 500 dipindahkan ke
sel 12.
11 12
500 500

- +
21 22
1200 0

+ -
Gambar 6
Dalam kasus revisi Denebula yaitu tabel awal yang disusun denagn
menggunakan metode biaya terkecil dan menghasilkan biaya total distribusi Rp
67.500,-, sel 22 adalah sel satu-satunya sel kosong yang memiliki opportunity cost
positif, yaitu +4. Oleh karena itu, jalur tertutup akan dimulai dari sel 22.
Tujuan Kapasitas
Sumber
Pur Sem Mad Sumber
4000 0 X12 -1 X13 4000
Yogyakarta
4 5 7
1000 +4 4000 X23 5000
Magelang
6 3 8
-4 X31 500 5500 6000
Surakarta
5 2 3
Kebutuhan 5000 4500 5500 1500
tujuan 15000
Gambar Opportunity Cost sel kosong
Ada beberapa alternatif jalur tertutup yang dimulai dari sel 31, namun
akan dipilih jalur tertutup 22  23  33  32. Pada dasarnya tidak ada pedoman
yang bisa digunakan secara konsisten untuk membuat jalur tertutup itu.

39
Setelah jalur tertutup dibuat, langkah selanjutnya adalah realokasi distribusi.
Beban distribusi maksimum yang bisa dipindahkan sepanjang jalur tertutup itu
adalah 4000 kg, yaitu sebesar beban distribusi terkecil pada jalur itu (sel 23). Oleh
karena itu, beban distribusi sebesar 4000 kg tersebut harus dipindahkan dari sel 23
(-) ke sel 33 (+) dan beban distribusi 400 kg juga harus dipindahkan dari sel 32 (-)
ke sel 22 (+).
Tujuan Kapasitas
Sumber
Pur Sem Mad Sumber
4000 X12 X13 4000
Yogyakarta
4 5 7
1000 4000 X23 5000

Magelang 6 + +
3 8
X31 4500 1500

Surakarta + + 6000

5 2 3
Kebutuhan 5000 4500 5500 1500
tujuan 15000
Gambar. Jalur Tertutup, revisi pertama

Tujuan Kapasitas
Sumber
Pur Sem Mad Sumber
4000 X12 X13 4000
Yogyakarta
4 5 7
1000 4000 X23 5000
Magelang
6 3 8
X31 500 5500 6000
Surakarta
5 2 3
Kebutuhan 5000 4500 5500 1500
tujuan 15000
Gambar Realokasi Distribusi

40
Dengan demikian, revisi tabel awal Denebula yang telah disusun dengan
menggunakan metode biaya terkecil itu menghasilkan tabel yang direvisi dengan
distribusi sebagai berikut:

Sel 11, 4000 x Rp 4., = Rp 16.000,


Sel 21, 1000 x Rp 4., = Rp 4.000,-
Sel 11, 4000 x Rp 3., = Rp 12.000,-
Sel 11, 500 x Rp 2., = Rp 1.000,-
Sel 11, 5500 x Rp 3., = Rp 16.500,-
Rp 51.500,.
2.2.5.1 CONTOH SOAL:
Ada tiga pabrik mebel A, B dan C masing masing memiliki kapasitas
produksi maksimal dalam satu periode waktu tertentu 100, 300, dan 300 unit
mebel. Ada tiga gudang D, E, dan F yang masing- masing dapat menampung
maksimal 300, 200 dan 200 unit mebel.
Rata-rata biaya angkut per unit mebel dari masing-masing pabrik ke
masing-masing gudang disajikan dalam Tabel 1 berikut ini:
Tabel. 1 Rata-rata biaya angkut setiap unit mebel dari masing-masing pabrik
ke tiap-tiap gudang yang berbeda
ke: Gudang D Gudang E Gudang F
dari:
Pabrik A $5 $4 $3
Pabrik B $8 $4 $3
Pabrik C $9 $7 $3

Pertanyaan: Berapa unit mebel harus diangkut dari masing-masing pabrik ke tiap-
tiap
gudang sehingga biaya transportasi total minimum?
Langkah-Langkah Penyelesaian Soal
 Jalankan program POM for Windows, pilih Module – Transportation
 Pilih menu File - New, sehingga muncul tampilan seperti Gambar 7:

41
Gambar 7 Tampilan awal modul Transportation

 Buat judul penyelesaian soal ini dengan mengisi bagian Title: “CONTOH
SOAL TRANSPORTASI”. Jika Title tidak diisi, program POM for
Windows akan membuat judul sendiri sesuai default (patokan)nya. Default

Title ini dapat dirubah dengan meng-klik . Judul dapat

diubah/edit dengan meng-klik ikon


 Isikan (set) jumlah sumber dengan 3 pada kotak Number of Sources
 Isikan (set) jumlah tujuan dengan 3 pada kotak Number of Destinations

 Pilih pada bagian Row names, kemudian isi dengan nama


“Pabrik”
 Pilih pada bagian Column names, kemudian isi dengan nama
“Gudang”

42
 Biarkan pada bagian Objective, tetap pada pilihan Minimize

 Sekarang tampilan akan seperti pada Gambar 8, lanjutkan dengan meng-klik

tombol hingga akan muncul tampilan seperti pada Gambar 9.


Gambar 8. Tampilan pada modul Transportation setelah beberapa pilihan diisikan

43
Gambar 9. Tampilan untuk mengisikan angka-angka sesuai dengan contoh soal

(perhatikan bahwa Pabrik A, B, C menjadi 1,2,3, juga Gudang D,E,F, menjadi


1,2,3)
 Isikan angka-angka yang sesuai pada kotak-kotak yang bersesuaian antara
Pabrik dan Gudang, yaitu

 Selesaikan Contoh Soal ini dengan meng-klik tombol pada toolbar


atau dari menu File – Solve, atau dengan menekan tombol F9 pada keyboard.

 Jika ternyata ada data soal yang perlu diperbaiki, klik tombol pada
toolbar atau dari menu File – Edit
 Jangan lupa simpan (save) file kerja ini dengan menu File – Save (atau
menekan tombol Ctrl+S. Pilihan untuk menyimpan file dengan format Excel
(.xls) dan html (.html) juga disediakan.
Hasil Perhitungan
Ada 6 output (tampilan) yang dihasilkan dari penyelesaian soal, dapat dipilih
untuk ditampilkan dari menu Windows yaitu
1. Transportation Shipments
2. Marginal Costs
3. Final Solution Table
4. Iterations
5. Shipments with costs
6. Shipping list

44
Output-output ini dapat ditampilkan secara bersaman dengan memilih menu
Window –Tile, atau secara bertumpuk dengan menu Window – Cascade.

Gambar 10. Output dari penyelesaian CONTOH SOAL TRANSPORTASI

45
o Tampilan Transportation Shipments menunjukkan hasil perhitungan, yaitu
jumlah mebel yang diangkut dari masing-masing Pabrik ke tiap-tiap Gudang,
dengan biaya angkut total minimum.
o Tampilan Marginal Costs menunjukkan tambahan biaya per unit muatan pada
sel-sel yang bersesuaian, seandainya muatan dialihkan ke sel-sel tersebut.
o Tampilan Final Solution Table adalah gabungan dari Transportation
Shipments dan Marginal Costs.
o Tampilan Iterations menunjukkan langkan-langkah perhitungan yang
dilakukan oleh program QS for Windows.
o Tampilan Shipments with costs menunjukkan jumlah muatan dan jumlah biaya
angkut dari masing-masing Pabrik ke tiap-tiap Gudang.
o Tampilan Shipping List menunjukkan daftar jumlah muatan, biaya per unit dan
biaya total dari masing-masing Pabrik ke tiap-tiap Gudang.

46
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Model transportasi adalah secara dasariah sebuah program linear yang
dapat diselesaikan oleh metode simplex reguler. Teknik transportasi dapat dan
sering dipresentasikan di dalam sebuah elementary manner yng tampak
sepenuhnya terlepas dari metode simplex. model transportasi memecahkan
masalah pendistribusian barang dari sumber ke tujuan dengan biaya total
distribusi minimum. Model harus bisa menentukan distribusi yang akan
meminimumkan biaya total distribusi dan
1. Tidak melampaui kapasitas sumber-sumber.
2. Memenuhi permintaan tujuan-tujuan.
Matriks Transportasi merupakan sebuah matriks transportasi yang memiliki m
baris dan n kolom. Sumber-sumber berjajar pada baris ke-1 hingga ke-m, sedang
tujuan-tujuan berbanjar pada kolom ke-1 hingga ke-n. Dengan demikian,
Xij : satuan barang yang akan diangkut dari sumber i ke tujuan j
bij : biaya angkut per satuan barang dari sumber i ke tujuan j
sehingga secara sistematis

Di dalam model transportasi, kemampuan sumber-sumber untuk melayani


atau Σsi belum tentu sama dengan tingkat permintaan tujuan-tujuan untuk
dilayani atau Σtj. Sehingga ada tiga kemungkinan yang akan terjadi, yaitu:
∑ ∑
2∑ ∑

∑ ∑

Model trasportasi bisa diselesaikan secara manual dengan menggunakan


algoritma yang dikenal sebagai algoritma transportasi. Ada 5 langkah, yaitu:
1. diagnosis masalah dimulai dengan pengenalan sumber, tujuan, parameter, dan
variabel.
2. seluruh informasi tersebut kemudian dituangkan ke dalam matriks transportasi
3. menyusun tabel awal

47
4. pengujian optimalitas tabel untuk mengetahui apakah biaya distribusi total
telah minimum
5. revisi tabel
Denebula, sebuah perusahaan penghasil suatu jenis jamur mencoba
mengembangkan usahanya di daerah Magelang dan Surakarta. Seiring semakin
berkembangnya perusahaan, semakin besar pula permintaan yang datang.
Perusahaan ini akhirnya membangun beberapa agen untuk melayani permintaan
tersebut. Berikut ini agen-agen yang dibentuk:
• Agen di Purwokerto untuk melayani permintaan daerah Jawa Barat.
• Agen di Semarang untuk melayani permintaan daerah luar Jawa.
• Agen di Madiun untuk melayani permintaan daerah Jawa Timur.
Permasalahan yang dihadapi Denebula adalah penentuan distribusi
optimal. Dalam kasus ini Denebula mempunyai Sembilan kemungkinan distribusi.
Masing-masing pusat penyemaian harus mendistribusikan jamur ke agen-agen
agar permintaan yang ada dapat dipenuhi, tetapi dengan biaya yang paling
minimum.
Table awal matriks transportasi denebula ada 4 metode yang tersedia,
yaitu pertama Metode Biaya Terkecil (Least Cost Method) adalah sebuah metode
untuk menyusun table awal dengan cara pengalokasian distribusi barang dari
sumber ke tujuan mulai dari sel yang memiliki biaya distribusi terkecil. Kedua,
Metode Sudut Barat Laut (North West Corner Method) adalah sebuah metode
untuk menyusun tabel awal dengan cara mengalokasikan distribusi barang mulai
dari sel yang terletak paling kiri atas, sehingga dinamai metode barat laut. Ketiga,
Russel’s Approximation Method adalah metode penyusunan tabel awal dengan
menggunakan pendekatan selisih biaya terbesar antara biaya distribusi masing-
masing sel dengan biaya distribusi terbesar pada masing-masing baris dan kolom
dimana sel itu berada (Siswanto. 2007:271). Rumus yang digunakan:
Δij = Bij – Ri - Tj
dengan:
Δij= Selisih biaya distribusi Russell
Bij = Biaya distribusi sel pada baris ke-i dan kolom ke-j
Ri = Biaya distribusi terbesar pada baris ke-i

48
Tj = Biaya distribusi terbesar pada kolom ke-j .
Keempat, Vogel’s Approximation Method adalah metode penentuan tabel awal
algoritma transportasi. Ada tiga tahap yang harus dilakukan pada setiap alokasi
distribusi :
• Penentuan selisih nilai Cij terkecil
• Pemilihan nilai terbesar dari selisih dua Cij terkecil
• Alokasi pada sel dengan Cij terkecil pada kolom terpilih
Ada dua macam metode pengujian tabel awal yang tersedia di dalam algoritma
transportasi, yaitu modified Distribution dan stepping stone. Degenerasi
(degeneration) dan redundansi (redundancy) adalah gejala yang mungkin muncul
pada tabel awal. Tes optimalitas baik menggunakan MODI maupun Stepping
Stone baru bisa dilakukan bila jumlah sel yang terkena alokasi distribusi pada
tabel awal adalah: m + n - 1
Dimana, m=jumlah baris
n=jumlah kolom
MODI atau Modified Distribution menguji optimalisasi tabel dengan cara
menghitung opportunity cost pada sel-sel yang tidak terkena alokasi distribusi.
Opportunity Cost adalah biaya yang harus kita tanggung bila satu alternative
keputusan dipilih.
Metode Stepping Stone menguji optimalitas tabel dengan cara percobaan
untuk memindahkan satu unit beban distribusi ke sel-sel kosong agar bisa
diketahui perubahan biayanya.
Revisi di dalam algoritma transportasi bertujuan untuk merealokasi
distribusi agar biaya total distribusi menjadi rendah. Realokasi distribusi itu pada
dasarnya merupakan proses coba-coba untuk memindahkan alokasi distribusi pada
suatu sel ke sel yang lain. Dasar yang digunakan adalah pemindahan alokasi
distribusi ke sel kosong yang memiliki opportunity cost positif.

49
DAFTAR PUSTAKA

Siswanto.2002.Operations Research jilid 1.Jakarta:Erlangga.


_______.2006. Location - Transportation Method. Salatiga: fe uksw
Model Transportasi - Pendekatan Untuk Meminimalisir Biaya Transportasi.htm

50

Anda mungkin juga menyukai