Definisi
Jika transformasi Laplace suatu fungsi F(t) adalah f(s), yaitu jika L{F(t )}=f (s) maka F(t)
−1
disebut suatu transformasi Laplace Invers dari f(s). Secara simbolis ditulis F(t ) = L {f ( s)} .
−1
L disebut operator transformasi Laplace invers.
Contoh.
1. Karena
L { s−21 }=e 2t
maka
L−1 { e 2t } =
1
s−2
s s
2. Karena
L
{ }
2
s +3
= cos t √ 3 e
maka
L−1 { cos t √ 3 }= 2
s +3
1 sinh at
3. Karena
L
{ }
2
s −a 2
=
a
maka
L−1 {sinha at }= s −a1
2 2
F1 (t )=e−3 t dan
F2 (t)=¿ {0 untuk t=1¿¿¿¿
1
L−1 {F 1 (t )}=L−1 {F 2 (t )}=
Mengakibatkan s+3
Jika kita menghitung fungsi-fungsi nol, maka terlihat bahwa transformasi Laplace invers tidak
tunggal. Akan tetapi apabila kita tidak dapat memperhitungkan fungsi-fungsi nol (yang tidak
muncul dalam kasus-kasus fisika) maka ia adalah tunggal. Hasilnya dinyatakan oleh teorema
berikut.
Teorema Lerch
Jika membatasi diri pada fungi-fungsi F(t) yang kontinu secara sebagian-sebagaian dalam setiap
selang berhingga 0 ¿ t ≤N dan eksponensial berorde untuk t > N, maka inversi transformasi
−1
laplace dari f(s) yaitu L { f (s ) }=F (t ) , adalah tunggal. Jika tidak ada pernyataan lainnya,
maka kita selalu menganggap ketunggalan di atas.
Berdasarkan definisi di atas, dapat ditentukan transformasi Laplace invers beberapa fungsi
sederhana dibawah ini.
Nomor f(s) −1
L {f ( x)}=F (t )
1. 1 1
s
2. 1 t
s2
3. 1 n
, n=0,1,2,3 ,. .. t
n+1
s n!
4. 1 e at
s−a
5. 1
s +a2
2 sin at
a
6. s cos at
s +a2
2
7. 1 sinh at
s −a2
2
a
8. s cosh at
s −a2
2
9. 2 2 t cos at
s −a
(s 2 +a 2 )2
Misal c 1 dan c 2 adalah sebarang bilangan konstanta, sedangkan f 1 (s) dan f 2 (s)
=L−1 {c 1 F1 (t )}+L−1 {c 2 F 2 (t )}
−1 as
L {e f(s)}=¿ { F(t−a), untuk t>a¿¿¿
Contoh
1
L−1 { } 2
s +1
=sin t
maka
πs
{ }{
−
3
e π π
L−1 = ¿ s in(t− ),untuk t> ¿ ¿¿¿
s2−9 3 3
4) Sifat pengubahan skala
1 t
−1
Jika L {f (s)}=F (t ) maka
L−1 {f (ks )}= F
k k ()
Contoh
3s 1 t
Karena
L−1
{ }
2
s
s +1
=cos t
maka diperoleh
L−1
{ } ()
=
(3 s )2 +1 3
cos
3
5) Transformasi Laplace invers dari turunan-turunan
dn
Jika L−1 {f (s)}=F (t ) maka
−1
L {f ( s)}=L
(n ) −1
{ ds }
f ( s) =(1−)n t n F (t )
Contoh
2 d 2 −4 s
Karena
L
−1
{ }
2
s +4
=sin 2 t
dan
2 ( )
= 2
ds s + 4 ( s + 4 )2
maka diperoleh
d 2 −4 s
L
−1
{ } (
ds s + 4
2
=L
−1
2
( s +4 )2
n n
)
=(−1 ) t sin 2t=−t sin 2t
Contoh
1 1 1 1 1 1
Karena
L−1
{ }
= L−1 −
3 s(s+1) 3 {
= − e−t
s s+1 3 3 maka
}
π
1 1 1 1−e−t
diperoleh
−1
L
(∫ 3 u − 3(u+1) du = 3
0
) ( ) t
n
7) Sifat perkalian dengan s
−1 −1
Jika L {f (s)}=F (t ) maka L {sf ( s)}=F '(t )
Dengan demikian perkalian dengan s berakibat menurunkan F(t) Jika
f(t) ¿ 0 , sehingga
−1
L {sf ( s)−F (0)}=F ' (t )
−1
⇔ L {sf ( s)}=F '(t )−F(0 )δ(t ) dengan δ (t ) adalah fungsi delta Dirac atau fungsi
impuls satuan.
Contoh
5
arena
L
−1
{ 2
s + 25 }
=sin 5 t
dan sin 5 t=0 maka
5s d
L
−1
{ }
= ( sin 5 t )=5 cos 5 t
s + 25 dt
2
Jadi pembagian dengan s berakibat mengakibatkan integral F(t) dari 0 sampai dengan t.
Contoh
2
Karena
L−1 { } 2
s +4
=sin 2 t
maka diperoleh
t t
2 1 1
L−1
{ 2
=∫
s( s +4 ) 0
sin2
}
u du=
2
cos 2u (
= ( cos 2 t−1 )
0 2
)
9) Sifat konvolusi
F*G disebut konvolusi atau faltung dari F dan G, dan teoremanya dinamakan teorema
konvolusi atau sifat konvolusi.
Contoh
Karena
L−1 { s+41 }=e −4 t
L {
dan
1
s−2 }
=e −1 2t
t
1
L {
( s+4 )(s−2 ) }
−1 −4 u 2( t−u ) 2t −4 t
=∫ e e du=e +e
maka diperoleh 0