Anda di halaman 1dari 26

Makalah

IMPLEMENTASI PROBLEM BASED LEARNING,


PROJECT BASED LEARNING, DAN PROBLEM SOLVING
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Matakuliah : STUDI TERKINI ISU PENDIDIKAN FISIKA
Dosen Pengampu : Deo Demonta Panggabean, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh :
KELOMPOK IV
DEVI SILVIANA ( 4192421015 )
MANGASI HOLONG RAJAGUKGUK (4192421013)
SISKA DEWI TITANIA SITUMORANG (4192421027)
YUNIAR LESTARI RANGKUTI (4193321030)

PROGRAM STUDI S-1 PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya, penulis masih diberi kesempatan untuk bekerja
bersama untuk menyelesaikan makalah ini, dimana makalah ini merupakan salah
satu dari tugas mata kuliah Studi Terkini Isu Pendidikan Fisika . Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada Bapak Deo Demonta Panggabean, S.Pd., M.Pd dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak


kekurangan, oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Penulis berharap, dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan teman-teman.

Medan, April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
1.3 Tujuan ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 KARAKTERISTIK PROBLEM BASED LEARNING ............................... 3
2.1.1 PENGERTIAN PROBLEM BASED LEARNING ............................... 3
2.1.2 CIRI-CIRI PROBLEM BASED LEARNING ....................................... 3
2.1.3 LANGKAH – LANGKAH MODEL PROBLEM BASED LEARNING
......................................................................................................................... 4
2.1.4 IMPLEMENTASI PROBLEM BASED LEARNING DALAM
PEMBELAJARAN FISIKA ........................................................................... 6
2.2 KARAKTERISTIK PROJECT BASED LEARNING ............................... 10
2.2.1 PENGERTIAN PROJECT BASED LEARNING ............................... 10
2.2.2 CIRI – CIRI PROJECT BASED LEARNING .................................... 11
2.2.3 LANGKAH – LANGKAH MODEL PROJECT BASED LEARNING
....................................................................................................................... 13
2.2.4 IMPLEMENTASI PROJECT BASED LEARNING DALAM
PEMBELAJARAN FISIKA ......................................................................... 15
2.3 KARAKTERISTIK PROBLEM SOLVING .............................................. 17
2.3.1 PENGERTIAN PROBLEM SOLVING .............................................. 17
2.3.2 CIRI – CIRI PROBLEM SOLVING ................................................... 18
2.3.3 LANGKAH – LANGKAH MODEL PROBLEM SOLVING ............ 18
2.3.4 IMPLEMENTASI PROBLEM SOLVING DALAM PEMBELAJARAN
FISIKA .......................................................................................................... 19
BAB III PENUTUP ............................................................................................... 22
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 22
3.2 Saran ............................................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 23

ii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fisika adalah ilmu yang sangat penting dipelajari dikarenakan ilmu fisika
merupakan ilmu yang sudah ada ditemukan beberapa ribu tahun yang lalu dan
sampai sekarang penemuan dan pengembangan materi fisika masih dijejali oleh
ilmuwan.Fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang cara kerja alam semesta kita
yang juga dalam memahaminya membutuhkan kemampuan analitis matematis.
Fisika sangat dekat dengan kehidupan manusia begitu juga dengan siswa di sekolah
mempelajari ilmu ini.
Pembelajaran fisika memiliki fokus kajian mempelajari tentang alam dan
gejalanya dari kondisi real hingga kondisi abstrak. Pembelajaran Fisika merupakan
pembelajaran yang mempelajari ilmu alam. Secara dasar, ilmu adalah terbagi dua
yaitu ilmu fisik dengan fokus kajian zat,energi, transformasi zat dan energi., dan
ilmu biologi dengan fokus kajian makhluk hidup. Sehingga, pembelajaran fisika
dapat memacu peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang melatih
pengembangan nalar keterampilan proses sains.
Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir yang memiliki
dimensi pertanyaan, percobaan, dan keyakinan pada pengetahuan yang diperoleh
setelah melakukan keterampilan proses sains. Proses berpikir kritis membutuhkan
analisis mendalam terhadap objek permasalahan. Kemampuan berpikir kritis siswa
pada saat ini perlu dilakukan peningkatan yang memiliki pengaruh pada
kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari.
Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis langkah yang dilakukan
adalah melakukan peningkatan keterampilan proses sains siswa Keterampilan
proses sains memiliki fundamental sains didapatkan dengan melakukan proses
ilmiah.Fokus kajian pembelajaran sains berdasarkan pengalaman nyata yang
dihubungkan dalam kehidupan sehari-hari dengan alat peraga sederhana.Melalui
belajar sains siswa memiliki gagasan dan pengetahuan awal pada kondisi yang
diamati.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Implementasi Problem Based Learning dalam
Pembelajaran Fisika ?
1.2.2 Bagaimana Implementasi Project Based Learning dalam Pembelajaran
Fisika ?
1.2.3 Bagaimana Implementasi Problem Solving dalam Pembelajaran
Fisika ?
2

1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Implementasi Problem Based Learning dalam
Pembelajaran Fisika
1.3.2 Mengetahui Implementasi Project Based Learning dalam
Pembelajaran Fisika
1.3.3 Mengetahui Implementasi Problem Solving dalam Pembelajaran
Fisika
3

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 KARAKTERISTIK PROBLEM BASED LEARNING
2.1.1 PENGERTIAN PROBLEM BASED LEARNING
Menurut Duch mengemukakan bahwa pengertian dari model Problem
Based Learning adalah:
Problem Based Learning (PBL) atau pembelajaran berbasih masalah adalah
model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks
untuk para peserta didik belajar berfikir kritis dan keterampilan memecahkan
masalah serta memperoleh pengetahuan.
Finkle and Torp menyatakan bahwa: PBM merupakan pengembangan
kurikulum dan sistem pengajaran yang mengembangkan secara stimulan strategi
pemecahan masalah dan dasardasar pengetahuan dan keterampilan dengan
menempatkan para peserta didik dalam peran aktif sebagai pemecah permasalahan
sehari-hari yang tidak terstruktur dengan baik.
Dua definisi diatas mengandung arti bahwa PBL atau PBM merupakan
suasana pembelajaran yang diarahkan oleh suatu permasalahan sehari-hari. Model
Problem Based Learning diartikan sebagai sebuah model pembelajaran yang
didalamnya melibatkan siswa untuk berusaha memecahkan masalah dengan
melalui beberapa tahap metode ilmiah sehingga siswa diharapkan mampu
mempelajari pengetahuan yang berkaitan dengan masalah tersebut dan sekaligus
siswa diharapkan akan memilki keterampilan dalam memecahkan masalah.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran Problem Based Learning menjadi sebuah pendekatan pembelajaran
yang berusaha menerapkan masalah yang terjadi dalam dunia nyata sebagai sebuah
konteks bagi para siswa dalam berlatih bagaimana cara berfikir kritis dan
mendapatkan keterampilan dalam pemecahan masalah, serta tak terlupakan untuk
mendapatkan pengetahuan sekaligus konsep yang penting dari materi ajar yang
dibicarakan.
2.1.2 CIRI-CIRI PROBLEM BASED LEARNING
Berdasarkan teori yang dikembangkan Barrow, Min Liu menjelaskan
karakteristik dari PBM, yaitu:
a. Learning is student-centered
Proses pembelajaran dalam PBL lebih menitikberatkan kepada siswa
sebagai orang belajar. Oleh karena itu, PBL didukung juga oleh teori
konstruktivisme dimana siswa didorong untuk dapat mengembangkan
pengetahuannya sendiri.
b. Autenthic problems from the organizing focus for learning
4

Masalah yang disajikan kepada siswa adalah masalah yang autentik


sehingga siswa mampu dengan mudah memahami masalah tersebut serta dapat
menerapkannya dalam kehidupan profesionalnya nanti.
c. New information is acquired through self-directed learning
Dalam proses pemecahan masalah mungkin saja belum mengetahui dan
memahami semua pengetahuan prasayaratnya sehingga siswa berusaha untuk
mencari sendiri melalui sumbernya, baik dari buku atau informasi lainnya.
d. Learning occurs in small group
Agar terjadi interaksi ilmiah dan tukar pemikiran dalam usaha
mengembangkan pengetahuan secara kolaboratif, PBM dilaksanakan dalam
kelompok kecil. Kelompok yang dibuat menuntut pembagian tugas yang jelas dan
penerapan tujuan yang jelas.
e. Teachers act as facilitators
Pada pelaksanaan PBM, guru hanya berperan sebagai fasilitator. Meskipun
begitu guru harus selalu memantau perkembangan aktivitas siswa dan mendorong
mereke agar mencapai target yang hendak dicapai.
Pembelajaran dengan model Problem Based Learning dimulai oleh adanya
masalah yang dalam hal ini dapat dimunculkan oleh siswa ataupun guru, kemudian
siswa memperdalam pengetahuannya tentang apa yang mereka telah ketahui dan
dan apa yang perlu mereka ketahui untuk memecahkan masalah tersebut. Siswa
dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka
terdorong untuk berperan aktif dalam belajar
2.1.3 LANGKAH – LANGKAH MODEL PROBLEM BASED
LEARNING
Dalam model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning),
masalah yang dikaji adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari
masalah yang dikaji belumlah pasti. Setiap siswa, bahkan guru, dapat
mengembangkan kemungkinan jawaban dari permasalahan yang dikaji. Dengan
demikian PBL memberikan kesempatan kepada siswa untuk bereksplorasi
mengumpulkan dan menganalisis data secara lengkap untuk menemukan solusi
dalam rangka pemecahan masalah yang dihadapi. PBL bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis
untuk menemukan alternatif solusi pemecahan masalah melalui eksplorasi data
secara empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakikat masalah dalam PBL adalah kesenjangan antara situasi nyata dan
kondisi yang diharapkan, atau antara kenyataan yang terjadi dengan apa yang
diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa dirasakan dari adanya keluhan, keresahan,
kerisauan atau kecemasan. Oleh karena itu, maka materi atau topik pelajaran tidak
sebatas bersumber pada buku saja, tetapi juga dapat bersumber pada peristiwa-
5

peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar yang sesuai dengan topik pelajaran
yang sedang dipelajari.
Banyak ahli yang menjelaskan penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem Based Learning). John Dewey dalam Wina (2010) menjelaskan 6 langkah
PBL yang kemudian ia namakan metode pemecahan masalah, yaitu:
a. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang
akan dipecahkan.
b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara
kritis dari berbagai sudut pandang.
c. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang ia miliki.
d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan
informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa
menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian
hipotesis dan rumusan kesimpulan.
David Johnson & Johnson mengemukakan 5 langkah PBL melalui kegiatan
kelompok:
a. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa-
peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas
masalah apa yang akan dikaji. Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan
penjelasan siswa tentang isu-isu hangat yang menarik untuk dipecahkan.
b. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya
masalah, serta menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat
maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini
bisa dilakukan dalam diskusi kelompok kecil, hingga pada akhirnya siswa dapat
mengurutkan tindakan-tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis
penghambat yang diperkirakan.
c. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah
dirumuskan melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk
berpikir mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap
tindakan yang dapat dilakukan.
d. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan
keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
e. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi
proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan kegiatan; sedangkan
6

evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang
diterapkan.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa PBL
dapat dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Menyadari untuk kemudian mengidentifikasikan masalah yang ada yang
sesuai dengan topik pelajaran yang sedang dipelajari.
b. Menganalisis masalah yang telah diidentifikasi untuk kemudian
merumuskan masalah.
c. Merumuskan hipotesis.
d. Mengumpulkan data.
e. Menganalisis data.
f. Menguji hipotesis yang telah dirumuskan.
g. Merumuskan strategi pemecahan masalah.
h. Melaksanakan strategi pemecahan masalah yang dipilih.
Dalam pelaksanaan proses pembelajaran berbasis masalah, siswa dituntut
untuk berpikir secara kritis dan ilmiah dalam melaksanakan setiap langkah-langkah
pembelajaran berbasis masalah.
2.1.4 IMPLEMENTASI PROBLEM BASED LEARNING DALAM
PEMBELAJARAN FISIKA
Berdasarkan hasil penelitian Hidayah,et al (2018) implementasi problem
based learning dalam pembelajaran fisika. Keterkaitan antara model PBL dengan
tingkat keaktifan siswa dalam belajar dan kemampuan pemecahan masalah siswa
telah dibuktikan oleh beberapa penelitian. PBL merupakan suatu model
pembelajaran yang dapat melatih dan mengembangkan kemampuan untuk
menyelesaikan masalah, yang berorientasi pada masalah autentik dari kehidupan
aktual siswa demi merangsang kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan
pemecahan masalah merupakan salah satu hasil yang penting dalam PBL. PBL
membantu siswa untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa dan kemampuan
pemecahan masalah fisika siswa dengan membimbing mereka melalui suatu proses
pemecahan masalah yang mapan.
Studi awal menunjukkan aktivitas belajar dan kemampuan pemecahan
masalah fisika siswa kelas X MIPA 2 MAN Buleleng rendah. Penelitian ini
bertujuan untuk: (1) meningkatkan aktivitas belajar, (2) meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah fisika, dan (3) mendeskripsikan tanggapan siswa terhadap
penerapan model PBL dalam pembelajaran fisika. Jenis penelitian adalah penelitian
tindakan kelas. Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas X MIPA 2 (34 orang).
Objek penelitian adalah model PBL, aktivitas belajar, kemampuan pemecahan
masalah, dan tanggapan siswa. Instrumen penelitian adalah lembar observasi
7

aktivitas belajar, tes kemampuan pemecahan masalah, dan angket tanggapan siswa.
Data dianalisis secara deskriptif kualitatif dan analisis kuantitatif. Hasil penelitian
menunjukkan: (1) skor rata-rata aktivitas belajar siswa siklus I sebesar 17,7 dengan
kategori tinggi dan siklus II sebesar 19,8 dengan kategori sangat tinggi, (2) nilai
rata-rata kemampuan pemecahan masalah fisika siswa siklus I sebesar 77,5 dengan
ketuntasan klasikal 88,2% dan siklus II sebesar 85,3 dengan ketuntasan klasikal
100%, (3) skor rata-rata tanggapan siswa terhadap penerapan model PBL dalam
pembelajaran fisika sebesar 82,1 (SD = 4,2) dengan kategori positif. Simpulan
penelitian ini adalah penerapan model PBL dapat meningkatkan aktivitas belajar
dan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa kelas X MIPA 2 MAN Buleleng.
Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu pemikiran yang terarah
secara langsung untuk menemukan suatu solusi/jalan keluar untuk suatu masalah
yang spesifik (Solso, 2008). Kemampuan pemecahan masalah merupakan
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam menemukan solusi atau memperoleh
jawaban dari suatu permasalahan yang ingin diselesaikan melalui sederetan
prosedur yang dilengkapi berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya.
Ada empat indikator yang dapat dinilai dari kemampuan pemecahan
masalah menurut Docktor dan Heller (2009), yaitu: 1) kebergunaan deskripsi, 2)
pendekatan fisika dan penerapan khusus, 3) prosedur matematika, dan 4)
perkembangan logika.Kemampuan pemecahan masalah adalah suatu pemikiran
yang terarah secara langsung untuk menemukan suatu solusi/jalan keluar untuk
suatu masalah yang spesifik. Ada empat indikator yang dapat dinilai dari
kemampuan pemecahan masalah digunakan dalam penelitian ini, yaitu: 1)
kebergunaan deskripsi, 2) pendekatan fisika dan penerapan khusus, 3) prosedur
matematika, dan 4) perkembangan logika. Model PBL mampu melatih siswa agar
dapat memecahkan masalah yang sering mereka hadapi dalam kehidupan sehari-
hari melalui sintaks PBL. Adapun sintaks model PBL yaitu starting new class,
starting new problem, problem follow up, performance presentation, dan after
conclusion of problem.
Pada tahap starting new problem atau tahap penyajian masalah, siswa
diberikan apersepsi serta LKS yang berisikan gambaran mengenai fenomena yang
sering siswa jumpai dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan materi yang
akan diajarkan. Pada tahap ini siswa diajak berpikir mengenai suatu permasalahan,
siswa diminta untuk mendeskripsikan masalah yang dituliskan sehingga dapat
menunjukkan pemahaman konsep yang jelas terhadap konsep-konsep dan prinsip-
prinsip fisika yang berkaitan dengan masalah itu. Hal tersebut nantinya akan
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Pada tahap problem follow up, siswa mendiskusikan permasalahan yang
diberikan dalam LKS dengan menggunakan berbagai sumber dan keterampilan
berpikir untuk dapat memecahkan masalah. Pada tahap ini siswa melakukan
percobaan atau membuat konstruksi, dan memecahkan masalah yang diberikan oleh
guru. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan siswa dalam tahap ini dapat meningkatkan
8

kemampuan pemecahan masalah siswa khususnya dalam menentukan pendekatan


fisika yang tepat digunakan dalam memecahkan masalah yang telah diberikan.
Pada tahap performance presentation, siswa menyajikan hasil kinerja
mereka, memberikan pendapat, saran, maupun pertanyaan kepada kelompok yang
memperesentasikan hasil kinerjanya sehingga siswa dapat memeriksa
perkembangan logika mereka dalam memecahkan masalah yang telah dikerjakan
bersama dengan kelompoknya apakah benar atau masih terdapat kekeliruan. Hal
tersebut merupakan salah satu indikator dari kemampuan pemecahan masalah.
Kelima, sintaks model PBL adalah atau kesimpulan. Pada tahap terakhir,
after conclusion of problem guru memberikan evaluasi kepada siswa dalam bentuk
kuis ataupun soal-soal latihan untuk mengevaluasi pemahaman siswa. Selain itu,
pada tahap ini guru juga akan membimbing siswa dalam menyampaikan simpulan,
agar siswa dapat menyimpulkan sendiri pembelajaran yang telah dilaksanakan.
sehingga siswa dapat memeriksa perkembangan logika mereka dalam memecahkan
masalah yang telah dikerjakan bersama dengan kelompoknya apakah benar atau
masih terdapat kekeliruan.
Adapun beberapa kendala yang dihadapi selama proses pembelajaran antara
lain sebagai berikut: (1) Siswa masih belum mampu menyesuaikan diri dengan
model pembelajaran yang baru. (2) siswa masih kurang aktif dalam mengajukan
pendapat dari pernyataanpertanyaan yang diberikan peneliti. (3) beberapa siswa
masih enggan mengamati dan asyik bermain dengan alat dan bahan yang digunakan
dalam demonstrasi. Begitu halnya ketika diskusi, hanya sebagian kecil siswa yang
mau ikut terlibat aktif dalam kegiatan diskusi. Beberapa siswa juga nampak
bercanda, bahkan terkesan mengganggu teman sehingga kadang situasi kelas
kurang kondusif akibat kegiatan siswa. (4) siswa belum terbiasa untuk membuat
laporan praktikum secara sistematis, mulai dari tujuan, rumusan masalah, hipotesis,
hingga hasil, dan simpulan. (4) pengelolaan kelas yang dilakukan peneliti sebagai
peneliti belum optimal, sehingga kelas kadang tidak kondusif, dan alokasi waktu
yang digunakan kadang melewati rencana.
Berdasarkan hasil penelitian Dewi, 2019 didapatkan hasil bahwa
1. Mendeskripsikan keterlaksanaan penerapan Problem Based Learning
untuk meningkatkan ketuntasan belajar fisika pada sekolah bersistem kredit
semester berbantuan Quizizz
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa kesimpulan dapat ditarik sebagai
berikut PBL sebagai strategi pembelajaran berbasis masalah di dunia nyata dapat
digunakan untuk merangsang pemikiran kritis siswa dalam menyelesaikan masalah.
Sehingga dengan penerapan metode PBL ini ketuntasan belajar fisika siswa berhasil
dicapai. Kelompok cepat berhasil lebih cepat menyelesaikan kompetensi dasar dua
kali lebih cepat dari kelompok bawah dan sedang. Kelompok rendah terbantukan
untuk mampu mencapai kemampuan ketuntasan minimal yang distandartkan
sekolah. Kelompok sedang dapat meraih kemampuan maksimal.
9

2. Mengetahui besar prosentase perubahan yang terjadi dalam penggunaan


metode Problem Based Learning di kelas yang menggunakan sistem kredit semester
berbantuan Quizizz.
Pada awalnya, hasil belajar untuk aspek kognitif siswa adalah 29,06% dan
setelah metode PBL pada siklus pertama meningkat menjadi 56,88% dan menjadi
84,77% pada siklus kedua. Peningkatan antara siklus I dan II adalah 27,89% setelah
penerapan PBL. Ini berarti metode PBL dapat meningkatkan kegiatan belajar dan
hasil belajar dari aspek kognitif siswa. Oleh karena itu, model PBL yang didasarkan
pada lingkungan sekitar dapat digunakan oleh guru menengah atas sebagai proses
pembelajaran alternatif untuk meningkatkan hasil krtuntasan belajar fisika dari
aspek kognitif. Studi tentang PBL juga dapat dikembangkan dalam konten
pembelajaran lain atau sebagai referensi yang bermanfaat untuk penelitian masa
depan.
Berdasarkan hasil penelitian Maulidia, et al (2019) didapatkan hasil bahwa
kelima tahapan model pembelajaran problem based learning dengan pendekatan
STEM dilakukan untuk mengetahui besarnya hasil belajar siswa dengan
melakuakan pretest dan post-test. Tahap awal di lapangan pada hari pertama guru
menjelaskan materi tentang materi elastisitas dan hukum hooke, setelah materi yang
di ajarkan sudah selesai kemudian dari 28 murid nantinya akan dibagi dalam 5
kelompok dan diberikan sebuah LKS (Lembar Kerja Siswa) berupa permasalahan
yang ada dikehidupan sehari-hari tentang proyek spring bed dan sofa.
Siswa akan mendiskusikan bersama-sama terkait dengan permasalahan
pada LKS tersebut yang berhubungan dengan materi elastisitas dan hukum hooke.
Siswa merancang desain pilihan spring bed atau sofa tersebut dibalik lembar LKS.
Pada proyek yang dilakukan, bahan yang tersedia diantaranya pegas, sterofoam,
double slotip, isolasi, gunting, cutter, kertas kado, lem. Dari bahan-bahan tersebut,
siswa merancang proyek hingga selesai. Untuk hasil siswa agar dapat mengetahui
apakah pekerjaan proyek mereka dilakukan sesuai dengan desain dan perhitungan,
maka dilakukan presentasi tiap-tiap kelompok sebelum jam pembelajaran usai.
Pengaruh pelaksanaan pembelajaran fisika menggunakan model problem
based learning dengan pendekatan STEM pada pokok bahasan elastisitas dan
hukum hooke kelas XI MIPA 3 di SMA Muhammadiyah 3 Jember terhadap hasil
belajar siswa mengalami peningkatan yang tergolong sedang. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa penerapan model problem based learning dengan pendekatan
STEM dapat mempengaruhi dan meningkatkan hasil belajar siswa. Siswa dapat
lebih mudah memahami konsep materi yang diberikan karena siswa dapat langsung
terlibat aktif dalam merancang sebuah karya proyek dalam pemecahan masalah
pada LKS menggunakan konsep fisika.
Berdasarkan hasil penelitian diatas terlihat bahwa implementasi problem
based learning dalam pembelajaran fisika mendapatkan hasil yang signifikan.
Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
10

tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi
pelajaran. Guru dalam pembelajaran berbasis masalah berperan dalam menyajikan
masalah, memberikan pertanyaan, mengadakan dialog, membantu menemukan
masalah dan memberi fasilitas penelitian. Selain itu guru juga menyiapkan
dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan pertumbuhan inquiri dan
intelektual siswa.
2.2 KARAKTERISTIK PROJECT BASED LEARNING
2.2.1 PENGERTIAN PROJECT BASED LEARNING
Model pembelajaran yang dianjurkan untuk digunakan pada kurikulum
2013 adalah model pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik (student
centered) yang salah satunya adalah model pembelajaran Project Based Learning.
Dalam modul implementasi kurikulum 2013 dijelaskan bahwa Project Based
Learning adalah model pembelajaran yang menggunakan proyek/ kegiatan sebagai
inti pembelajaran. Peserta didik melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi,
sintetis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk belajar.
Model pembelajaran Project Based Learning memiliki keunggulan yang
sangat penting dan bermanfaat bagi siswa, namun model pembelajaran Project
Based Learning sangat jarang digunakan oleh guru, karena memang dalam
prakteknya memerlukan persiapan yang cukup dan pengerjaannya lama. Mulyasa
mengatakan Project Based Learning, atau PJBL adalah model pembelajaran yang
bertujuan untuk memfokuskan pserta didik pada permasalahan kompleks yang
diperlukan dalam melakukan investigasi dan memahami pelajaran melalui
investigasi. Model ini juga bertujuan untuk membimbing peserta didik dalam
sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan serbagai subyek (materi)
kurikulum, memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk menggali
konten (materi) dengan menggunakan berbagai cara bermakna bagi dirinya, dan
melakukan eksperimen secara kolaboratif.
Menurut Daryanto dan Raharjo Project Based Learning, atau PJBL adalah
model pembelajaran yang yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam
mengumpulkan dan menintegrasikan pengetahuan beru berdasarkan
pengalamannya dan beraktifitas secara nyata. PJBL dirancang untuk digunakan
pada permasalahan yang kompleks yang diperlukan peserta didik dalam melakukan
investigasi dan memahaminya.
Kemudian Sugihartono, DKK mengungkapkan metode proyek adalah
metode pembelajaran berupa penyajian kepada peserta didik materi pelajaran yang
bertitik tolak dari suatu masalah yang selanjutnya dibahas dari berbagai sisi yang
relevan sehingga diperolah pemecahan secara menyeluruh dan bermakna.metode
ini memberi kesempatan siswa untuk menganalis suatu masalah dari sudut pandang
peserta didik sesuai dengan minat dan bakatnya. Fathurrohman juga mengatakan
bahwa pembelajaran berbasis proyek merupakan model pembelajaran yang
menggunakan proyek/ Kegiatan sebagai sarana pembelajaran untuk mencapai
11

kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Pembelajaran ini adalag ganti


dari pembelajaran yang masih terpusat pada guru. Penekanan pembelajaran ini
terletak pada aktivitas perserta didik yang pada akhir pembelajaran dapat
menghasilkan produk yang bisa bermakna dan bermanfaat.
Menurut Saefudin pembelajaran berbasis proyek merupakan metode belajar
yang menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintehrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam
beraktivitas secara nyata. Pembelajaran berbasis proyek menekankan pada masalah
masalah kontekstual yang mungkin daialami oleh peserta didik secara langsung,
sehingga pelajaran berbasisi proyek membuat siswa berfikir kritis dan mampu
mengembangkan kreaktivitasnya melalui pengembangan untuk produk nyata
berupa barang atau jasa. Sedangkan menurut Isriani pembelajaran berbasis proyek
merupakan model pembelajaran yang memberikan kesempatan pada guru untuk
mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.
Berdasarkan beberapa pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran Project Based Learning adalah model pembelajaran berpusat
pada siswa yaitu berangkat dari suatu latar belakang masalah, yang kemudian
dilanjutkan dengan investigasi supaya peserta didik memperoleh pengalaman baru
dari beraktivitas secara nyata dalam proses pembelajaran dan dapat menghasilakan
suatu proyek untuk mencapai kompetensi aspektif, kognitif, dan psikomotorik.
Hasil akhir dari kerja proyek tersebut adalah suatu produk yang antara lain berupa
laporan tertulis atau lisan, presentasi atau rekomendasi.
2.2.2 CIRI – CIRI PROJECT BASED LEARNING
Menurut Fathurrohman prinsip yang mendasari pembelajaran berbasis
proyek adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas tugas
pada kehidupan nyata untuk memperkaya pelajaran
b. Tugas proyek menakankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu
tema atau topik yang telah ditentukan dalam pembelajaran.
c. Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara autentik dengan
menghasilkan produk nyata yang telah dianalisis dan dikembangkan berdasarkan
tema atatu topik yang disusun dalam bentuk produk (laporan tatu hasil karya)
d. Kurikulum. PJBL tidak seperti pada kurikulum tradisional karena
memerlukan strategi sasaran dimana proyek sebagai pusat
e. Responbility. PJBL menekankan responbility dan answerbility para
peserta didik ke diri panutannya
f. Realisme. Kegiatan peserta didik difokuskan pada pekerjaan yang serupa
dengan situasi yang sebenarnya. Aktivitas ini mengintegrasikan tugas autentik dan
menghasilkan sikap profesional
12

g. Active learning. Menumbuhkan isu yang berujung pada pertanyaan dan


keinginan peserta didik untuk menentukan jawaban yang relevan sehingga terjadi
proses pembelajaran yang mandiri
h. Umpan balik. Diskusi. Presentasi dan evaluasi terhadap peserta didik
menghasilkan umpan balik yang berharga. Hal ini mendorong ke arah pembelajaran
berdasarkan pengalaman.
i. Keterampilan umum. PJBL dilkembangkan tidak hanya pada
keterampilan pokok dan pengerahuan saja, tetapi juga mempunyai pengaruh besar
terhadap keterampilan mendasar seperti pemecahan masalah, kerja kelompok, dan
self menegement
j. Driving question. PJBL difokuskan pada pertanyaan atau permsalahan
yang memicu peserta didik untuk menyelesaikan permasalahan dengan konsep,
prinsip, dan ilmu pengetahuan yang sesuai
k. Constructive investigation. PJBL sebagai titk pusat, proyek harus
disesuaikan dengan pengetahuan peserta didik.
l. Autonomy. Proyek menjadikan aktivitas peserta didik yang penting.
Blumenfeld mendeskripsikan model pembelajaran berbasis proyek berpusat pada
prose relatif berjangka waktu, unit pembelajaran bermakna.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa prinsip
model pembelajaran PJBL (Project Based Learning) adalah Pembelajaran ini
menekankan bahwa pembelajaran harus berpuat pada peserta didik karena model
pembelajaran ini menggunakan masalah yang mungkin dialami pada kehidupan
nyata yang sudah ditentukan tema dan topiknya, kemudian dilakuakan eksperimen
atau penelitian supaya dapat menghasilkan produk nyata sesui dengan kemampuan
peserta didik tersebut, supaya peserta didik dapat menyelesaikan permasalahan
dengan konsep, prinsip, dan ilmu pengetahuan yang sesuai, sehingga menjadi lebih
bermakna.
Menurut Daryanto dan Raharjo, Model pembelajaran Project Based
Learning mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja.
b. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik.
c. Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas
permasalahan atau tantangan yang diajukan.
d. Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan
mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan.
e. Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu.
f. Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan.
13

g. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif.


h. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran PJBL (Project Based Learning) mempunyai karekteristik yaitu guru
mengajukan permasalahan yang harus diselesaikan oleh peserta didik, yang
kemudian psersta didik harus mendesain proses dan kerangka kerja untuk membuat
solusi dar permasalahan tersebut. Peserta didik harus berkerja sama mencari
informasi dan mengevaluasi hasil kerjanya supaya masalah tersebut dapat
terselesaikan, sehingga peserta didik dapat menghasilkan produk dar latar belakang
msalah tersebut
2.2.3 LANGKAH – LANGKAH MODEL PROJECT BASED
LEARNING
Langkah –langkah pelaksanaan model pembelajaran PJBL (Project Based
Learning) menurut Mulyasa adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan pertanyaan atau penugasan proyek. Tahap ini sebagai
langkah awal agar peserta didik mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang
muncul dari fenomena yang ada
b. Mendesain perencanaan proyek. Sebagai langkah nyata menjawab
pertanyaan yang ada disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan
c. Menyusun jadwal sebagai langkah nyatadari sebuah proyek. Penjadwalan
sangat penting agar proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan
sesuai dengan target
d. Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek. Peserta didik
mengevaluasi proyek yang sedang dikerjakan.
Langkah –langkah pelaksanaan model pembelajaran PJBL (Project Based
Learning) menurut modul Widiarso, E adalah sebagai berikut :

Penjelasan langkah-langkah model pembelajaran PJBL (Project Based Learning)


adalah sebagai berikut :
14

a. Penentuan pertanyaan mendasar


Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial yaitu pertanyaan yang
dapat memberi penugasan kepada peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas.
Topik penugasan sesuai dengan dunia nyata yang relevan untuk peserta didik. dan
dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
b. Mendesain perencanaan proyek
Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan peserta didik.
Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek
tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat
mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan
berbagai subjek yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses
untuk membantu penyelesaian proyek.
c. Menyusun jadwal
Guru dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam
menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain:
1) Membuat timeline (alokasi waktu) untuk menyelesaikan proyek,
2) Membuat deadline (batas waktu akhir) penyelesaian proyek,
3) Membawa peserta didik agar merencanakan cara yang baru,
4) Membimbing peserta didik ketika mereka membuat cara yang tidak
berhubungan dengan proyek, dan
5) Meminta peserta didik untuk membuat penjelasan (alasan) tentang
pemilihan.
d. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek
Guru bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas
peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara
menfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata lain guru berperan
menjadi mentor bagiaktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring,
dibuat sebuah rubrik yang dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.
e. Menguji hasil
Penilaian dilakukan untuk membantu guru dalam mengukur ketercapaian
standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik,
memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik,
membantu guru dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.
f. Mengevaluasi pengalaman
15

Pada akhir pembelajaran, guru dan peserta didik melakukan refleksi


terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan
baik secara individu maupun kelompok.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Project
Based Learning dimulai dengan pertanyaan yang dapat memberi penugasan kepada
peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Pertanyaan tersebut harus relevan
dengan masalah yang mungkin dialami oleh peserta didik di kehidupan nyata. Dari
permasalahan tersebut kemudian dibentuk kelompok kecil, dimana kelompok
tersebut akan mendesain perencanaan proyek dan menysun jawdal guna
menyelsaikan proyek tersebut. Peran guru disini adalah untuk memonitor pekerjaan
peserta didik, meguji hasil dan mengevaluasi hasil pekerjaan peserta didik
2.2.4 IMPLEMENTASI PROJECT BASED LEARNING DALAM
PEMBELAJARAN FISIKA
Berdasarkan hasil penelitian Sambite, et al (2019) Penelitian ini bertujuan
untuk meningkatkan High Order Thinking Skill (HOTS) peserta didik melalui
penerapan Project Based Learning (PjBL) berbasis alat peraga. Penelitian ini
termasuk penelitian tindakan kelas mengacu pada model Kemmis dan Taggart
dengan 2 siklus yang terdiri dari tahap perencanaan, tindakan, pengamatan dan
refleksi. Subjek penelitian adalah 14 peserta didik kelas X IPA salah satu SMA di
Manokwari Papua Barat. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi
keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan tes hasil belajar yang
berisi soal HOTS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) keterlaksanaan RPP
mengalami peningkatan, yaitu pada siklus I sebesar 50 dipertemuan I dan 60
dipertemuan kedua, menjadi pada siklus II sebesar 61 dipertemuan I dan 66
dipertemuan kedua, dan 2) rerata nilai HOTS peserta didik mengalami peningkatan,
yaitu pada siklus I sebesar 61,96 menjadi 71,49 pada siklus II. Ketuntasan klasikal
mengalami peningkatan, yaitu pada siklus I 42,86% menjadi 71,43% pada siklus II.
Dengan demikian, penerapan PjBL mampu meningkatkan HOTS peserta didik.
Terjadinya peningkatan hasil belajar peserta didik menunjukkan bahwa
peserta didik telah mengerti dan memahami proses pembelajaran yang menerapkan
model PjBL berbasis alat peraga sederhana. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
bahwa penggunaan alat peraga membuat peserta didik lebih cepat menyerap
informasi, tanggap dan mengkaitkan teori dengan aplikasinya. Penggunaan model
pembelajaran PjBL berbasis alat peraga sederhana membuat peserta didik dapat
memahami suatu materi pelajaran, karena peserta didik mampu memahami konsep-
konsep materi dari pembuatan alat yang mereka buat. Berdasarkan uraian tersebut,
menunjukkan bahwa model pembelajaran PjBL berbasis alat peraga sederhana
dapat meningkatkan HOTS peserta didik.
Berdasarkan hasil penelitian Erlinawati et al (2019) Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa siswa baik perempuan maupun laki-
laki menunjukkan respon positif dan senang terhadap penerapan model
pembelajaran PjBL berbasis STEM dalam pembelajaran. Siswa merasa senang
16

bekerja di dalam kelompok sehingga mereka memiliki keinginan agar pembelajaran


PjBL berbasis STEM dapat diterapkan kembali pada materi lain dikemudian hari.
Siswa berpendapat bahwa pembelajaran dengan model tersebut menarik dan
memotivasi serta membantu siswa dalam memahami materi ajar dan membentuk
sikap kreatif . Hasil analisis data penelitian lain yang telah dilakukan, diperoleh
hasil bahwa secara umum siswa merasa pembelajaran yang diterapkan bermanfaat
bagi mereka. Hal ini disebabkan karena dalam STEM project-based learning siswa
diajak untuk melakukan pembelajaran yang bermakna dalam memahami sebuah
konsep. Siswa diajak bereksplorasi melalui sebuah kegiatan proyek, sehingga siswa
dapat terlibat aktif dalam prosesnya. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil
penelitian lain yang menyatakan bahwa model Project Based Learning terintegrasi
STEM dapat meningkatkan penguasaan konsep siswa pada materi dengan kategori
(tinggi).
Pembelajaran fisika adalah salah satu pembelajaran sains yang mencakup
proses, sikap ilmiah, dan produk. Dalam belajar fisika siswa tidak hanya dituntut
untuk memahami teori, konsep, maupun hukum-hukum fisika, tetapi juga
diharapkan dapat memahami bagaimana gejala fisis tersebut dapat terjadi. Model
Project Based Learning adalah salah satu model pembelajaran yang mengorganisasi
kelas kedalam sebuah proyek dimana proses pembelajarannya menekankan pada
pembelajaran kontekstual melalui kegiatan yang kompleks seperti memberi
kebebasan peserta didik untuk mengeksplorasi aktivitas belajar, mengerjakan
proyek secara kolaboratif, dan akhirnya dapat menghasilkan suatu produk. Secara
tidak langsung, model Project Based Learning dapat melatih siswa untuk bertindak
dan berpikir kreatif. Pada abad 21 perkembangan teknologi di berbagai belahan
dunia semakin pesat sehingga diperlukan suatu inovasi baru dalam pendidikan agar
siswa dapat bersaing di ekonomi baru.
STEM merupakan pendekatan interdisipliner yang menggabungkan antara
science, technology, engineering, dan mathematics dimana konsep akademik
digabungkan dengan permasalahan yang ada pada dunia nyata. STEM dalam
pengaplikasiannya bertujuan untuk mengembangkan pemikiran, penalaran, kerja
tim, investigasi, serta keterampilan kreatif yang dapat digunakan oleh siswa dalam
semua bidang yang ada di kehidupan mereka. Project Based Learning berbasis
STEM adalah suatu model pembelajaran dimana siswa diberikan suatu proyek
untuk menyelesaikan permasalahan yang dilandasi aspek-aspek STEM yaitu
science, technology, engineering, dan mathematics. Kajian ini menekankan bahwa
model Project Based Learning berbasis STEM baik diaplikasikan dalam
pembelajaran fisika karena dapat membuat siswa menjadi lebih aktif, kreatif, dapat
mengeksplor kemampuan yang dimiliki, serta dapat mempersiapkan siswa agar
dapat bersaing di era kemajuan teknologi
Berdasarkan penelitian Ismarjiati, et al (2019) upaya untuk peningkatan
pemahaman konsep Titik Berat dan kemampuan siswa berpikir kritis melalui model
Projects based learning dengan media layang-layang pada siswa di kelas XI
berhasil. Hal ini terbukti dengan kenaikan nilai kognitif siswa naik secara signifikan
17

pada tingkat Cukup dengan g = 44,08% dan siswa menunjukkan berada pada taraf
berpikir Sangat Kritis Sebanyak 60%.
Dalam Pokok Bahasan Titik Berat di kelas XI SMA, siswa banyak
mengalami kesulitan untuk mengkonkretkan pemahaman konsep fisis dalam
menghitung koordinat titik berat apalagi untuk bangun geometris yang letak titik
beratnya di luar benda menjadi abstrak bagi siswa. Model Pembelajaran Berbasis
Proyek (Project Based Learning) dengan media layang-layang dipilih karena
mencakup pencapaian kompetensi kognitif, ketrampilan, dan aktivitas peserta didik
secara kreatif dalam menghasilkan produk sederhana, meneliti, menganaisis hasil
karyanya, sehingga diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa.
Pembahasan berlandaskan pada Teori perkembangan kognitif Piaget dengan Model
PBL, dan formulasi untuk menentukan koordinat Titik berat Z0 (X0 ; Y0) benda
serta menunjukkan Ciri-ciri Kemampuan Berpikir Kritis. Model penelitian yang
digunakan adalah Model desain Eksperimen dengan cara Kuantitatif Eksperimen
Semu ( Quasi Eksperimen ), melalui Uji Statistik Model Univariate dan Model
Analyzing Change/Gain Score untuk menentukan pemahaman siswa bidang
kognitif dan menentukan signifikansinya, dan penilaian ketrampilan berpikir kritis
menggunakan lembar Penilaian Ketrampilan yaitu Penilaian Produk dan Penilaian
Penugasan. Penilaian kognitif dilakukan oleh guru sedang Penilaian berpikir kritis
dilakukan oleh guru dan teman sebaya. Hasil dari penelitian ini pemahaman konsep
naik signifikan sebesar 44,08% pada kategori Cukup dan ketrampilan berpikir kritis
meningkat 60% pada peringkat Sangat Kritis.
2.3 KARAKTERISTIK PROBLEM SOLVING
2.3.1 PENGERTIAN PROBLEM SOLVING
Secara bahasa problem solving berasal dari dua kata yaitu problem dan
solves. Makna bahasa dari problem yaitu “a thing that is difficult to deal with or
understand” (suatu hal yang sulit untuk melakukannya atau memahaminya), dapat
jika diartikan “a question to be answered or solved” (pertanyaan yang butuh
jawaban atau jalan keluar), sedangkan solve dapat diartikan “to find an answer to
problem” (mencari jawaban suatu masalah).
Sedangkan secara terminologi problem solving seperti yang diartikan
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain adalah suatu cara berpikir secara ilmiah
untuk mencari pemecahan suatu masalah.Sedangkan menurut istilah Mulyasa
problem solving adalah suatu pendekatan pengajaran menghadapkan pada peserta
didik permasalahan sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara
berpikir kritis dan keterampilan permasalahan, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep esensial dari materi pembelajaran.Model problem solving
yang dimaksud adalah suatu pembelajaran yang menjadikan masalah kehidupan
nyata, dan masalah-masalah tersebut dijawab dengan Model ilmiah, rasional dan
sistematis. Mengenai bagaimana langkah-langkah dalam menjawab suatu masalah
secara ilmiah, rasional dan sistematis ini akan penulis dalam sub bab di bawah.
18

Pembelajaran dengan problem solving ini dimaksud agar siswa dapat


menggunakan pemikiran (rasio) seluas-luasnya sampai titik maksimal dari daya
tangkapnya. Sehingga siswa terlatih untuk terus berpikir dengan menggunakan
kemampuan berpikirnya.Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan
menggunakan prinsip-prinsip dan dasardasar pengertian dalam menjawab
pertanyaan dan masalah. Dalam berpikir rasional siswa dituntut menggunakan
logika untuk menentukan sebabakibat, menganalisa, menarik kesimpulan, dan
bahkan menciptakan hukum-hukum (kaidah teoritis) dan ramalan-ramalan.
Dari berbagai pendapat di atas Model problem solving atau sering juga
disebut dengan nama Model pemecahan masalah merupakan suatu cara mengajar
yang merangsang seseorang untuk menganalisa dan melakukan sintesa dalam
kesatuan struktur atau situasi di mana masalah itu berada, atas inisiatif sendiri.
Model ini menuntut kemampuan untuk dapat melihat sebab akibat atau relasi-relasi
diantara berbagai data, sehingga pada akhirnya dapat menemukan kunci pembuka
masalahnya.
2.3.2 CIRI – CIRI PROBLEM SOLVING
Adapun ciri-ciri pembelajaran problem solving Tjadimojo (2001:3) yaitu :
1. Model problem solving merupakan rangkaian pembelajaran artinya
dalam implementasi problem solving ada sejumlah kegiatan yang harusdilakukan
siswa,
2. Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah,
Modelini menempatkan sebagai dari proses pembelajaran,
3. Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatanberfikir
secara ilmiah.
2.3.3 LANGKAH – LANGKAH MODEL PROBLEM SOLVING
Model problem solving (Model pemecahan masalah) bukan hanya sekedar Model
mengajar tetapi juga merupakan suatu Model berpikir, sebab dalam problem
solving dapat menggunakan Model- Model lainnya dimulai dengan mencari data
sampai kepada menarik kesimpulan.
Langkah- langkah Model ini antara lain:
a. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh
dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya.
b. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku- buku, meneliti, bertanya,
berdiskusi, dan lain-lain.
c. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban
ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua
diatas.
19

d. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa


harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban
tersebut betul-betul cocok. Apakah sesuai dengan jawaban sementara atau sama
sekali tidak sesuai. Untuk menguji kebenaran jawaban ini tentu saja diperlukan
Model-Model lainnya seperti, demonstrasi, tugas diskusi, dan lain-lain.
e. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan
terakhir tentang jawaban dari masalah yang ada.
Langkah-langkah problem solving menurut Suryosubroto adalah:
1) Penemuan fakta,
2) penemuan masalah berdasar fakta-fakta yang telah dihimpun, ditentukan
masalah atau pertanyaan kreatif untuk dipecahkan,
3) penemuan gagasan, menjaring sebanyak mungkin alternatif jawaban,
untuk memecahkan masalah,
4) penemuan jawaban, penentuan tolok ukur atas kriteria pengujian
jawaban, sehingga ditemukan jawaban yang diharapkan,
5) penentuan penerimaan, diketemukan kebaikan dan kelemahan gagasan,
kemudian menyimpulkan dari masing-masing yang dibahas.
Secara operasional langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan adalah:
1) Pembentukan kelompok (4-5 peserta setiap kelompok)
2) Penjelasan prosedur pembelajaran (petunjuk kegiatan)
3) Pendidik menyajikan situasi problematik dan menjelaskan prosedur
solusi kreatif kepada peserta didik (memberikan pertanyaan, pertanyaan
problematis, dan tugas).
4) Pengumpulan data dan verifikasi mengenai suatu peristiwa yang dilihat
dan dialami (dilakukan dengan mengumpulkan data di lapangan)
5) Eksperimentasi alternatif pemecahan masalah dengan diperkenankan
pada elemen baru ke dalam situasi yang berbeda (diskusi dalam kelompok kecil)
6) Memformulasikan penjelasan dan menganalisis proses solusi kreatif
(dilakukan dengan diskusi kelas yang didampingi oleh pendidik). Dalam mencari
informasi dalam menyelesaikan masalah atau menjawab pertanyaan, peserta didik
diberi kesempatan untuk urun pendapat (brain storming), baik berdasarkan
pengalaman dan pengetahuan siswa, membaca referensi, maupun mencari data atau
informasi dari lapangan.
2.3.4 IMPLEMENTASI PROBLEM SOLVING DALAM
PEMBELAJARAN FISIKA
20

Berdasarkan hasil penelitian Harefa (2020) didapatkan hasil bahwa


Temuan yang diperoleh peneliti pada saat melaksanakan penelitian dengan
menggunakan model pembelajaran problem solving yaitu 1) siswa lebih mudah
memahami materi pembelajaran karena selain materi dipaparkan oleh guru, siswa
juga menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui lembar kerja siswa, dan
pekerjaan rumah (PR) setiap pertemuan, 2) melalui kerja kelompok, siswa saling
membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil bersama, 3) adanya interaksi
antarsiswa.
Peneliti juga menemukan beberapa kendala saat menggunakan model
pembelajaran problem solving yaitu temuan 1) konstribusi dari siswa berprestasi
rendah menjadi kurang. 2) membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa
sehingga sulit mencapai target kurikulum, 3) membutuhkan waktu yang lebih lama
sehingga pada umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran problem
solving Namun, untuk meminimalisir kelemahan yang ada maka peneliti
melakukan beberapa tindakan, yaitu: 1. Memotivasi dan membimbing siswa secara
individu maupun kelompok dalam melaksanakan diskusi belajar agar semua
anggota kelompok terlibat aktif dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. 2.
Memanfaatkan waktu seefektif mungkin saat pembelajaran agar tidak memakan
waktu yang lama, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. 3. Menekankan dan
menciptakan persepsi bahwa keberhasilan setiap siswa (individu) ditentukan
keberhasilan kelompoknya.
Berdasarkan hasil penelitian Kua (2018) didapatkan hasil bahwa Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengungkapkan (1) praktis tidaknya penerapan model
pembelajaran real world problem solving dalam pembelajaran fisika; (2) tingkat
kepraktisan model real world problem solving dalam penerapannya pada proses
pembelajaran fisika. Penelitian ini menggunakan 6 langkah pada model
pembelajaran problem solving dengan real world problem sebagi alternatif
pemecahan masalah. Uji coba dilaksanakan pada kelas X materi suhu dan kalor.
Pengambilan sampel menggunakan teknik cluster sampling sehingga diperoleh satu
kelas eksperimen yang terdiri dari 34 siswa.Pada saat pembelajaran berlangsung,
dilakukan observasi keterlaksanaan setiap fase model pembelajaranreal world
problem solving. Berdasarkan hasil implementasi model pembelajaran dapat
diketahui bahwa (1) real world problem solving praktis diterapkan dalam
pembelajaran fisika (2) real world problem solving memiliki tingkat kepraktisan
yang sangat baik dalam penerapannya pada proses pembelajaran fisika di SMA
Model pembelajaran Real world problem solving dengan 6 langkah
pembelajaran yng terdiri dari merumuskan masalah, menelaah masalah,
merumuskan hipotesis, mengumpulkan dan mengelompokkan data, membuktikan
hipotesis, dan menentukan pilihan penyelesaian berdasarkan hasil penelitian
memiliki tingkat kepraktisan yang sangat baik dengan nilai reliabilitas di atas 75 %.
Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran ini praktis untuk diterapkan guru
dalam proses pembelajaran. Suasana kelas yang tercipta ketika guru menerapkan
model pembelajaran ini pun termasuk dalam kategori sangat baik dengan nilai
21

reliabilitas di atas 75 %. Dengan demikian, model pembelajaran problem solving


dengan alternatif pemecahan masalah real world problem sangat baik dan efektif
diterapkan guru dalam pembelajaran karena dapat memberikan kesempatan kepada
siswa untuk membangun sendiri pemahaman konsep fisika berdasarkan
pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan hasil penelitian Hidaayatullah et al (2019) didapatkan hasil
bahwa Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan pembelajaran
dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL). Jenis penelitian pre-
eksperimental dengan desain one-grup pretest-posttest menggunakan satu kelas
eksperimen dan dua kelas replikasi. Instrumen yang digunakan adalah lembar
pengamatan keterlaksanaan pembelajaran. Keterlaksanaan pembelajaran yang
diperoleh secara keseluruhan diinterpretasikan dalam kriteria penilaian
keterlaksanaan pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran
Fisika dengan menggunakan model Problem Based Learning terlaksana dengan
kategori sangat baik dengan persentase keterlaksanaan pada kelas eksperimen
sebesar 88,47%, kelas replikasi I sebesar 85,80%, dan kelas replikasi II sebesar
87,43%.
Berdasarkan persentase dari kelima tahapan atau fase dengan menggunakan
model PBL, terlihat bahwa peserta didik memperoleh pengalaman belajar karena
setiap peserta didik ikut andil dalam kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan
problem solving. Peserta didik dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan dari
pengalaman belajar. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Tan (2003) bahwa
karateristik pembelajaran berbasis masalah adalah peserta didik secara kolaboratif,
komunikatif, dan kooperatif serta melibatkan pengalaman peserta didik dalam
proses belajar. Secara keseluruhan, keterlaksanaan model PBL sudah terlaksana
seluruhnya dan guru telah melaksanakan model PBL dengan sangat baik dari mulai
pendahuluan hingga penutup. Hal ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan
oleh Elaine (2016) mendapatkan hasil bahwa setiap fase model pembelajaran
berbasis masalah (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan
memecahkan masalah. Masalah yang digunakan dalam model PBL merupakan
masalah yang autentik atau masalah yang timbul di lingkungan sekitar
22

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Implementasi Problem Based Learning dalam Pembelajaran
Fisika
Implementasi problem based learning dalam pembelajaran fisika
mendapatkan hasil yang signifikan. Problem Based Learning (PBL) merupakan
suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai
suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan ketrampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang
esensial dari materi kuliah atau materi pelajaran
3.1.2 Implementasi Project Based Learning dalam Pembelajaran
Fisika
Penggunaan model pembelajaran PjBL berbasis alat peraga sederhana
membuat peserta didik dapat memahami suatu materi pelajaran, karena peserta
didik mampu memahami konsep-konsep materi dari pembuatan alat yang mereka
buat.
3.1.3 Implementasi Problem Solving dalam Pembelajaran Fisika
Model pembelajaran problem solving dengan alternatif pemecahan masalah
real world problem sangat baik dan efektif diterapkan guru dalam pembelajaran
karena dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun sendiri
pemahaman konsep fisika berdasarkan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-
hari.
3.2 Saran
Makalah ini direkomendasikan untuk mahasiswa semester akhir sebagai
literatur sebelum terjun dalam dunia pekerjaan yaitu sekolah.
23

DAFTAR PUSTAKA
Dewi, H. (2019). Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan
Ketuntasan Belajar Fisika Berbantuan Evaluasi Quizizz di Sekolah Bersistem
Kredit Semester. e-Jurnal Mitra Pendidikan, 3(10), 1298-1313.
Erlinawati, C. E., Bektiarso, S., & Maryani, M. (2019). Model Pembelajaran Project
Based Learning Berbasis STEM Pada Pembelajaran Fisika. Fkip E-
Proceeding, 4(1), 1-4.
Harefa, D. (2020, July). Perbedaan Hasil Belajar Fisika Melalui Model
Pembelajaran Problem Posing Dan Problem Solving Pada Siswa Kelas X-
MIA SMA Swasta Kampus Telukdalam. In SINASIS (Seminar Nasional
Sains) (Vol. 1, No. 1).
Hidayah, S. N., Pujani, N. M., & Sujanem, R. (2018). Implementasi Model Problem
Based Learning untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Kemampuan
Pemecahan Masalah Fisika Siswa Kelas X MIPA 2 MAN Buleleng Tahun
Pelajaran 2017/2018. Jurnal Pendidikan Fisika Undiksha, 8(1), 42-52.
Ismarjiati, N., & Ishafit, I. (2019). Implementasi Projects Based Learning Pada
Pokok Bahasan Titik Berat di Kelas XI SMA. Jurnal Materi dan
Pembelajaran Fisika, 9(2), 103-107.
Majid,A.2015.Strategi Pembelajaran.Bandung : PT Remaja Rosdakarya
Maulidia, A., Lesmono, A. D., & Supriadi, B. (2019). Inovasi pembelajaran Fisika
melalui penerapan model PBL (problem based learning) dengan pendekatan
stem education untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada materi elastisitas
dan hukum Hooke di SMA. Fkip E-Proceeding, 4(1), 185-190.
Ramadani, E. M., & Nana, N. (2020). Penerapan Problem Based Learning
Berbantuan Virtual Lab Phet pada Pembelajaran Fisika Guna Meningkatkan
Pemahaman Konsep Siswa SMA: Literature Review. JPFT (Jurnal
Pendidikan Fisika Tadulako Online), 8(1).
Saharsa, U., Qaddafi, M., & Baharuddin, B. (2018). Efektivitas Penerapan Model
Pembelajaran Problem Based Learning Berbantuan Video Based Laboratory
Terhadap Peningkatan Pemahaman Konsep Fisika. JPF (Jurnal Pendidikan
Fisika) Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, 6(2), 57-64.
Sakti, I. (2019, December). Implementasi Model Perangkat Pembelajaran
Berorientasi Hots (High Order Thinking Skills) Dan Pendidikan Karakter
Melalui PBL (Problem Based Learning) Pada Mata Kuliah Fisika Dasar.
In Prosiding Seminar Nasional Fisika (E-Journal) (Vol. 8, pp. SNF2019-
PE).
Sambite, F. C., Mujasam, M., Widyaningsih, S. W., & Yusuf, I. (2019). Penerapan
project based learning berbasis alat peraga sederhana untuk meningkatkan
HOTS peserta didik. Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika, 7(2), 141-147.

Anda mungkin juga menyukai