Disusun Oleh :
KELOMPOK IV
DEVI SILVIANA ( 4192421015 )
MANGASI HOLONG RAJAGUKGUK (4192421013)
SISKA DEWI TITANIA SITUMORANG (4192421027)
YUNIAR LESTARI RANGKUTI (4193321030)
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya, penulis masih diberi kesempatan untuk bekerja
bersama untuk menyelesaikan makalah ini, dimana makalah ini merupakan salah
satu dari tugas mata kuliah Studi Terkini Isu Pendidikan Fisika . Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada Bapak Deo Demonta Panggabean, S.Pd., M.Pd dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Penulis berharap, dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat
bagi pembaca dan teman-teman.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fisika adalah ilmu yang sangat penting dipelajari dikarenakan ilmu fisika
merupakan ilmu yang sudah ada ditemukan beberapa ribu tahun yang lalu dan
sampai sekarang penemuan dan pengembangan materi fisika masih dijejali oleh
ilmuwan.Fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang cara kerja alam semesta kita
yang juga dalam memahaminya membutuhkan kemampuan analitis matematis.
Fisika sangat dekat dengan kehidupan manusia begitu juga dengan siswa di sekolah
mempelajari ilmu ini.
Pembelajaran fisika memiliki fokus kajian mempelajari tentang alam dan
gejalanya dari kondisi real hingga kondisi abstrak. Pembelajaran Fisika merupakan
pembelajaran yang mempelajari ilmu alam. Secara dasar, ilmu adalah terbagi dua
yaitu ilmu fisik dengan fokus kajian zat,energi, transformasi zat dan energi., dan
ilmu biologi dengan fokus kajian makhluk hidup. Sehingga, pembelajaran fisika
dapat memacu peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa yang melatih
pengembangan nalar keterampilan proses sains.
Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir yang memiliki
dimensi pertanyaan, percobaan, dan keyakinan pada pengetahuan yang diperoleh
setelah melakukan keterampilan proses sains. Proses berpikir kritis membutuhkan
analisis mendalam terhadap objek permasalahan. Kemampuan berpikir kritis siswa
pada saat ini perlu dilakukan peningkatan yang memiliki pengaruh pada
kemampuan siswa untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari.
Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis langkah yang dilakukan
adalah melakukan peningkatan keterampilan proses sains siswa Keterampilan
proses sains memiliki fundamental sains didapatkan dengan melakukan proses
ilmiah.Fokus kajian pembelajaran sains berdasarkan pengalaman nyata yang
dihubungkan dalam kehidupan sehari-hari dengan alat peraga sederhana.Melalui
belajar sains siswa memiliki gagasan dan pengetahuan awal pada kondisi yang
diamati.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana Pengembangan Studi Kasus dalam Pembelajaran Fisika ?
1.2.2 Bagaimana Pengembangan Dialog Socrates dalam Pembelajaran
Fisika ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mengetahui Pengembangan Studi Kasus dalam Pembelajaran Fisika
1.3.2 Mengetahui Pengembangan Dialog Socrates dalam Pembelajaran
Fisika
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 KARAKTERISTIK STUDI KASUS
2.1.1 PENGERTIAN STUDI KASUS
Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas tentang pengertian studi kasus,
maka terlebih dahulu penulis kemukakan beberapa pendapat mengenai pengertian
studi kasus :
Menurut Depdikbud menjelaskan bahwa “studi kasus adalah suatu studi
atau analisa yang komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik, bahan dan
alat mengenai gejala atau ciri-ciri karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah
laku menyimpang baik individu maupun kelompok”.
Menurut Wibowo menjelaskan bahwa “studi kasus adalah suatu teknik
untuk mempelajari keadaan dan perkembangan seseorang secara mendalam dengan
tujuan untuk mencapai penyesuaian diri yang lebih baik”.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa
studi kasus adalah suatu teknik yang mempelajari keadaan seseorang secara detail
dan mendalam, baik fisik maupun psikisnya. Selanjutnya dapat meningkatkan
perkembangan dan upaya untuk membantu individu, sehingga mampu
menyesuaikan diri dengan baik dengan lingkungannya.
Studi kasus merupakan teknik mengadakan persiapan konseling yang
memakai ciri-ciri yaitu mengumpulkan data yang lengkap, bersifat rahasia, terus
menerus secara ilmiah, dan data diperoleh dari beberapa pihak.
2.1.2 TUJUAN STUDI KASUS
Studi kasus merupakan teknik untuk mengentaskan permasalahan siswa
melalui pendekatan yang mendalam dan melalui tahap-tahap pengamatan dan
penelitian yang digunakan untuk mengetahui penyebab permasalahan yang dialami
siswa.
Menurut Winkel “tujuan studi kasus adalah untuk memahami individu
secara mendalam tentang perkembangan individu dalam penyesuaian dengan
lingkungan.”
Menurut Suryabrata “tujuan studi kasus adalah untuk mempelajari secara
intensif tentang latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan, individu,
kelompok, lembaga, dan masyarakat.”
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis menyimpulkan bahwa tujuan studi
kasus adalah ntuk memahami individu secara mendalam guna membantu individu
mencapai penyesuaian yang lebih baik.
3
a. Studi kasus perlu difokuskan pada konsep yang paling penting yang harus
dipelajari
b. Studi kasus mungkin tidak memiliki satu jawaban yang benar, guru harus
mempertimbangkan tanggapan alternatif dan meminta siswa diskusi lebih lanjut
kasus tersebut dengan membuat pertanyaan analitis.
c. Dalam proses CBL lingkungan belajar harus kondusif untuk
memfasilitasi partisipasi siswa.
d. Semua siswa harus terlibat dalam kegiatan pembelajaran jika ukuran
kelas memungkinkan.
e. Kesimpulan dari poin kunci penting untuk memastikan bahwa siswa
mengambil konsep yang paling penting.
Untuk menjalankan prosedur tersebut tersebut dibutuhkan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Guru menyiapkan materi (dalam bentuk kasus) yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang harus dicapai oleh peserta didik, dan referensi yang sesuai
dengan pokok bahasan
b. Kasus diberikan kepada peserta didik satu minggu sebelum proses jadwal
pelaksanaan pembelajaran
c. Pembelajaran dalam bentuk diskusi kelompok kecil dan / atau diskusi
kelas
d. Guru mengamati proses diskusi dan bila perlu memberi sentuhan/
pengarahan/koreksi/ pertanyaan agar diskusi kelompok mencapai sasaran
e. Setiap peserta didik diwajibkan membuat catatan ringkas tentang materi
yang dibahas (dosen dapat memberi garis besar tentang apa saja yang perlu dicatat
/ dilaporkan oleh peserta didik)
Strategi pembelajaran berbasis kasus
1) Format kasus
Kasus dapat berupa kasus fakta yang ada endingnya, dimana kasus ini hanya
untuk analisis. Ada juga kasus yang tanpa ending, dimana siswa harus
memprediksi, membuat pilihan, dan menawarkan saran-saran yang akan
mempengaruhi hasil diskusi. Kasus bisa juga berupa kasus fiksi yang ditulis oleh
guru, bisa ada endingnya atau belum. Selain itu dapat dalam bentuk dokumen asli
misalnya: artikel berita, laporan data statistic rangkuman, kutipan penulisan sejarah,
artefak, literature, rekaman video dan audio, etnografi, dll. Dokumen ini bisa
ditampilkan dua jenis yang sama tema atau topiknya, sehingga merupakan strategi
yang baik untuk memunculkan analisa dan sintesa, dan ini akan memunculkan
banyak argumen yang menuntun pada konflik pendapat yang semakin kompleks.
7
2) Tahap Pembelajaran
a) Membuat kelompok kecil dengan anggota 3-6 siswa.
b) Menyusun narasi atau kasus yang mengarah pada siswa untuk dapat
berpendapat, memutuskan, mempertimbangkan, memprediksi, atau hasil nyata
yang lain. Jika memungkinkan, kelompok diminta berkonsensus dengan keputusan
yang dikehendaki.
c) Melaksanakan diskusi. Guru memberikan beberapa pertanyaan tertulis
untuk menuntun diskusi kelompok. Memberikan perhatian penuh pada urutan
pertanyaan. Pertanyaan awal bisa meminta siswa untuk mengamati tentang fakta
dan kasus. Pertanyaan selanjutnya bisa meminta untuk membandingkan,
membedakan, dan menganalisa pengamatan atau menduga. Pertanyaan akhir dapat
meminta siswa untuk mengambil sikap atau posisi tehadap permasalahan atau
kasus. Tujuan dari pertanyaan adalah untuk merangsang, menuntun atau
mendorong siswa untuk mengobservasi dan menganalisis. Pertanyaan diusahakan
tidak memunculkan jawaban ya atau tidak.
d) Tanya jawab dan diskusi untuk membandingkan respon tiap kelompok.
Membantu pemahaman dan interpretasi seluruh kelompok dalam mengimplikasi
solusi.
e) Mempersilakan kelompok bekerja tanpa campur tangan guru.
Atau bisa juga dengan fase berikut:
Tahap 1
Menyikapi kasus: menganalisa kasus:
1) Memberikan kasus
2) Mencari isu potensial
3) Mengidentifikasi tema pokok
4) Membuat pertanyaan spesifik melalui apa yang ingin diketahui atau
dibutuhkan untuk menganalisa apa yang akan atau ingin diketahui
Tahap 2
Pemecahan masalah:menginvestigasi pertanyaan:
1) Memperoleh referensi tambahan
2) Menentukan permasalahan dengan berbagi pandangan dan kepedulian
3) Mendesain dan melakukan investigasi secara ilmiah
8
Tahap 3.
Mempengaruhi sesama anggota kelompok: mendukung metode dan
alasannya.
1) Menghasilkan materi untuk mendukung pemahaman atas kesimpulan
yang diambil
2.1.6 KELEBIHAN DAN KELEMAHAN METODE STUDI KASUS
DALAM PEMBELAJARAN
2.1.6.1 KELEBIHAN METODE STUDI KASUS DALAM PEMBELAJARAN
a. Siswa dapat memilih data yang factual, menerapkan peralatan analisa,
mengungkapkan kasus (isu), merefleksikan pada pengalaman mereka yang relevan,
dan menggunakan kasus yang mereka hubungkan dengan situasi yang baru.
b. Siswa menerima pengetahuan sebenarnya dan mengembangkan analisa,
berkolaborasi, dan trampil berkomunikasi
c. Kasus menambah pengertian siswa dengan adanya kesempatan untuk
melihat teori dalam prakteknya
d. Siswa terlihat lebih terlibat, tertarik, dan melibatkan diri dalam
pembelajaran
e. Pembelajaran berbasis kasus mengembangkan ketrampilan siswa dalam
pembelajaran kelompok, berbicara, dan berpikir kritis
f. Karena kasus didasarkan pada masalah yang realistic dan sesuai dengan
masanya, penggunaan kasus ini di kelas membuat pelajaran lebih relevan atau
sesuai.
2.1.6.2 KELEMAHAN METODE STUDI KASUS DALAM
PEMBELAJARAN
Dibutuhkan waktu yang cukup banyak untuk mendesain dan
mengembangkan kasus yang berkualitas, khususnya kasus yang berkaitan dengan
teknologi dan multimedia. Yang lain adalah, perlu untuk mengumpulkan dan
memberikan kepada siswa sumber-sumber yang cukup untuk memahami kasus
yang dipelajari, serta mengingat pembelajaran model ini termasuk tingkat tinggi,
maka bila digunakan perlu mempertimbangkan bobot kasusnya.
2.1.7 PENERAPAN METODE STUDI KASUS DALAM
PEMBELAJARAN FISIKA
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Siswanto et al (2021) dengan
menggunakan metode yaitu kegiatan pengabdian kepada masyarat ini dilakukan di
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Fisika dan SMANU kabupaten Gresik.
Pemilihan kedua tempat tersebut didasarkan pada efisiensi koordinasi mengingat
pembina MGMP Fisika merupakan kepala sekolah di SMANU Gresik. Sekolah ini
termasuk sekolah swasta dengan siswa yang banyak di kabupaten Gresik sehingga
9
sehingga hasil belajar yang dicapai dapat lebih efektif dan efesien mungkin kearah
yang lebih baik.
Siswa yang mengikuti model pembelajaran diskusi ini, diketahui bahwa
pada umumnya siswa merasa senang, terutama jika materi tersebut membutuhkan
pemahaman yang lebih mendalam. Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh
siswa, antara lain :
1. Siswa lebih mudah mengerti terhadap materi yang disampaikan.
2. Penjelasan yang agak rumit dapat dipahami lebih mudah, sebab dipahami
secara bersama-sama.
3. Proses pembelajaran lebih menarik dan tidak menonton.
4. Siswa merasa lebih dihargai dengan memberikan penjelasan sendiri
terhadap materi yang sedang dipelajari pada siswa-siswa lain di dalam
kelompoknya.
Membelajarkan siswa melalui model pembelajaran diskusi mengarah
kepada pendekatan individu harus dilakukan tahap demi tahap agar dapat
merangsang kreasi siswa dalam memahami suatu materi pelajaran. Akan tetapi
yang perlu diperhatikan dan ditekankan kepada siswa bahwa dengan menggunakan
model pembelajaran ini dapat lebih mudah dipahami dan pembelajaran. Secara
umum siswa akhirnya menyenangi dari penggunaan model pembelajaran ini sebab
siswa lebih terarah sehinga peluang penyimpangan dalam proses pembelajaran
dapat di atasi.
Hasil belajar yang ditunjukkan dari penggunaan model pembelajaran
disuksi mengarah kepada pendekatan individual, terjadinya proses kenaikan
nilainya harian yang lebih signifikan sebelum menggunakan pendekatan individual
ini. Dimana siswa sudah lebih mudah dalam menguasai materi yang disampaikan,
sehingga siswa merasakan penggunaan model pembelajaran ini sangat cocok untuk
diterapkan sebab sangat mempermudah pemahaman mereka terhadap materi yang
sedang dipelajari.
Pembelajaran fisika pada materi pokok Listrik Statis dengan menggunakan
model pembelajaran diskusi mengarah kepada pendekatan individual mendapat
respon yang positif dikalangan siswa. Ini terbukti banyak siswa yang merasa senang
dan tertarik itu dengan model pembelajaran yang digunakan. Apabila dilihat dari
persentase ketuntasan belajar siswa terhadap materi pokok. Pada pelaksanaan siklus
I hanya 71,9 %, akan tetapi pada pelaksanaan siklus ke II persentase ketuntasan
belajar siswa ini naik menjadi 93,8 %. Dengan demikian cara tersebut sudah
dianggap berhasil dengan adanya peningkatan kemampuan atau hasil belajar siswa.
Penggunaan model Pembelajaran Diskusi mengarah kepada Pendekatan Individual
dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran fisika.
Berdasarkan hasil penelitian Wati dan Sunarti (2019) didapatkan hasil
bahwa Case Based Learning (CBL) dan penalaran ilmiah yaitu menggunakan
11
angket untuk peserta didik. Berdasarkan jawaban peserta didik 93% peserta didik
tidak pernah mendengar istilah CBL dan 7% sudah mendengar istilah tersebut.
Namun, peserta didik sudah melakukan beberapa kegiatan pembelajaran yang
mengarah ke indikator pembelajaran CBL. Hal ini seperti kegiatan diskusi 75%
peserta didik sudah melakukannya. Kemudian untuk pembelajaran fisika yang
dikaitkan dalam kehidupan sehari-hari hanya 14% dilakukan dan yang lainnya
hanya sekali atau dua kali bahkan tidak pernah. Kemudian mengidentifikasi fakta
yang ada serta menghubungkan fakta-fakta tersebut dengan konsep fisika terkait
hanya 21%.
Istilah penalaran ilmiah 95% peserta didik belum pernah mendengar istilah
tersebut. Pola penalaran ilmiah seperti menentukan correlational reasoning,
proportional reasoning dan probabilistic reasoning belum pernah diajarkan. Hal ini
terbukti dengan beberapa soal penalaran ilmiah pada materi pengukuran yang
diujikan pada peserta didik yaitu 72% peserta didik menjawab soal tersebut dengan
alasan tetapi tidak berhubungan, 24% peserta didik menjawab tanpa alasan dan
hanya 4% peserta didik menjawab pertanyaan disertai alasan yang mendukung.
Berkaitan dengan hal tersebut salah satu usaha yang dilakukan dalam proses
pembelajaran yang mampu membuat peserta didik aktif dalam proses pembelajaran
adalah dengan menggunakan model pembelajaran Case Based Learning (CBL).
CBL merupakan suatu model pembelajaran yang menggunakan kasus nyata yang
telah didokumentasikan dengan baik sebagai sarana pembelajaran. Peserta didik
harus menggali dan menemukan problem serta pemecahan dari kasus yang
diberikan tersebut dibawah pengarahan guru di dalam suatu kegiatan diskusi.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan
pembelajaran Case Based Learning (CBL) di SMA Negeri 1 Puncu. Jenis penelitian
ini pre-experimental dengan desain one-grup pretest-posttest menggunakan 2 kelas
replikasi dan 1 kelas implementasi. Instrumen yang digunakan adalah lembar
pengamatan keterlaksanaan pembelajaran. Teknik analisis data yang digunakan
adalah analisis keterlaksanaan pembelajaran dengan skala Likert. Skor rata-rata
yang diperoleh dari jumlah seluruh skor keterlaksanaan pembelajaran
dikonversikan ke kriteria penilaian keterlaksanaan pembelajaran. Hasil penelitian
yang diperoleh yaitu keterlaksanaan pembelajaran pada ketiga kelas yaitu kelas
replikasi 1, replikasi 2 dan implementasi memperoleh nilai persentase berturut-turut
yaitu 91%, 90% dan 90% dalam kategori sangat baik. Kendala yang dihadapi adalah
peserta didik belum terbiasa dengan pembelajaran CBL yang berorientasi analisa
pada kasus fisika untuk meningkatkan keterampilan penalaran ilmiah sehingga
perlu waktu ditingkatkan lagi.
2.2 KARAKTERISTIK METODE SOCRATES
2.2.1 PENGERTIAN METODE SOCRATES
Socratic diturunkan dari nama Socrates, seorang filosofi yang sangat
terkenal dan berpengaruh pada pengembangan keterampilan berpikir kritis. Selama
berabad-abad, ia dikagumi sebagai orang yang memiliki integritas dan intelektual
12
dan dianggap sebagai seorang pemikir kritis. Karena kemampuannya berpikir kritis,
namanya diabadikan sebagai pertanyaan Socratic untuk pertanyaan-pertanyaan
kritis Redhana.
Metode Socrates (Socrates Method), yaitu suatu metode pembelajaran yang
dilakukan dengan percakapan, perdebatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
yang saling berdiskusi dan dihadapkan dengan suatu deretan pertanyaan-
pertanyaan, yang dari serangkaian pertanyaan-pertanyaan itu diharapkan siswa
mampu/ dapat menemukan jawabannya, saling membantu dalam menemukan
sebuah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang sulit. Secara historis sokrates
banyak bergulat soal isu-isu yang terkait dengan kehidupan manusia yang
mempertanyakan soal-soal yang terkait dengan kebaikan, moral, dan keadilan.
Metode pembelajaran Socrates bukanlah dengan cara menjelaskan,
melainkan dengan cara mengajukan pertanyaan, menunjukkan kesalahan logika
dari jawaban, serta dengan menanyakan lebih jauh lagi, sehingga para siswanya
terlatih untuk mampu memperjelas ide-ide mereka sendiri dan dapat
mendefinisikan konsep-konsep yang mereka maksud dengan mendetail.
Metode Socratic sebagai sebuah proses diskusi yang dipimpin guru untuk
membuat peserta didik memepertanyakan validitas penalaran atau untuk mencapai
sebuah kesepakatan. Metode ini memudahkan peserta didik untuk mendapatkan
pemahaman secara berangkai dari bentuk tanya jawab yang dilakukan. Metode
Socrates Circles sebagai suatu metode pembelajaran dengan menggunakan
sederetan pertanyaan. Dari serangkaian pertanyaan itu diharapkan peserta didik
mampu menemukan jawabannya atas dasar kecerdasan dan kemampuannya sendiri.
Metode ini membangun keterampilan berpikir kritis.
Peserta didik, menjadi sarana yang baik untuk mengembangkan berbagai
keterampilan akademik, karena Socratic Circles aktif melibatkan peserta didik
dalam proses pembelajaran. Dengan demikian Peserta didik akan mempunyai rasa
percaya diri, dapat berpikir kritis, rasional dan ilmiah, mendorong peserta didik
untuk aktif belajar, menumbuhkan motivasi dan keberanian dalam megemukakan
pendapat dan pikiran sendiri. Metode socratic circles atau disebut metode seminar
merupakan kegiatan belajar sekelompok peserta didik untuk membahas topik,
masalah tertentu. Setiap anggota kelompok seminar dituntut agar berperan aktif,
dan kepada mereka dibebankan tanggung jawab untuk mendapatkan solusi dari
topik, masalah yang dipecahkannya.
Jawaban atas rangkaian pertanyaan dalam pembelajaran metode Socratic
Circles tidak ada jawaban yang benar-benar final, karena setiap jawaban selalu
terbuka untuk dipertanyakan kembali. Diskusi atau dialog Socrates berawal dari
ketidaktahuan. Plato menamakan ketidaktahuan socratesini sebagai euroneia,
artinya “pura-pura tidak mengerti”. Karena ketidak mengertian itulah maka peserta
didik cenderung terus bertanya. Dengan demikian, peserta didik lain makin lama
makin merasakan kekurangan pengertiannya dan akhirnya mengakui bahwa belum
mengerti.
13
5. Memberikan umpan balik mengenai benar atau salahnya jalan pikiran dan
jalur pemecahan masalah. Penekanan Teknik bertanya ala Socrates adalah
penjelasan konsep-konsep dan gagasan-gagasan melalui penggunaan pertanyaan-
pertanyaan pancingan. Sebagai suatu Teknik pembelajaran, ia harus dipikirkan dan
ditatar dengan baik.
6. Jika pertanyaan yang diajukan itu terjawab oleh siswa, maka guru dapat
melanjutkan atau mengalihkan pertanyaan berikutnya hingga semua soal dapat
selesai terjawab oleh siswa.
7. Jika pada setiap soal pertanyaan yang diajukan ternyata belum memenuhi
tujuan, maka guru hendaknya mengulang kembali pertanyaan tersebut. Dengan cara
memberikan sedikit ilustrasi, apersepsi, dan sekedar meningkatkan dan
memudahkan berpikir siswa, dalam menemukan jawaban yang tepat dan cermat.
2.2.5 KELEBIHAN DAN KELEMAHAN METODE SOCRATES
2.2.5.1 KELEBIHAN METODE SOCRATES
a. Membimbing Peserta didik berpikir rasional dan ilmiah
b. Mendorong Peserta didik untuk aktif belajar dan menguasai ilustrasi
pengetahuan
c. Menumbuhkan motivasi dan keberanian dalam mengemukakan pendapat
dan pikiran sendiri
d. Memupuk rasa percaya pada diri sendiri
e. Meningkatkan partisipasi Peserta didik dan berlomba-lomba dalam
belajar yang menimbulkan persaingan yang dinamis
f. Menumbuhkan disiplin
2.2.5.2 KELEMAHAN METODE SOCRATES
a. Metode Socratic circles dalam pelaksanaannya masih sulit dilaksanakan,
pada sekolah tingkat rendah. Sebab Peserta didik belum mampu berpikir secara
mandiri
b. Metode Socratic circles terlalu bersifat mekanis, dimana anak didik dapat
dipandang sebagai mesin, yang selalu siap untuk digerakkan
c. Lebih menekankan dari segi efektif (aspek berfikir) daripada kognitif
(penghayatan/perasaan). Padahal pengajaran agama sangat menonjolkan segi
perasaan dan penghayatan ini
d. Kadang-kadang tidak semua guru selalu siap memakai metode Socratic
circles, karena metode Socratic circles menuntut dari semua pihak baik guru
maupun Peserta didik sama-sama aktif untuk belajar dan menguasai bahan/ilmu
pengetahuan
16
secara keseluruhan untuk setiap butir pernyataan memperoleh respons positif dari
siswa lebih dari 75% yang artinya sebagian besar siswa sangat tertarik dan antusias
terhadap metode pembelajaran yang diterapkan sehingga metode pembelajaran
Socrates berhasil diterapkan dalam kelas X di SMA Negeri 1 Krian.
Berdasarkan hasil penelitian Ernawati dan Nasir (2018) adalah Metode
pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran
Socrates Konstektual berbasis gaya kognitif. Metode pembelajaran Socrates
Konstektual berbasis gaya kognitif ini memiliki keistimewaan antara lain siswa
dapat belajar sesuai dengan gaya kognitif yang dimiliki, siswa dapat menyimak dan
memahami materi secara maksimal. Selain itu, dengan menerapkan metode
pembelajaran Socrates Konstektual berbasis gaya kognitif dosen akan semakin
kreatif dan inovatif dalam mempersiapkan materi pelajaran sesuai dengan gaya
kognitif siswa. Juga dapat menambah wawasan dan pemikiran dosen dengan
karakter, tingkah laku dan gaya kognitif siswa yang berbeda-beda.
Metode pembelajaran Socrates Konstektual berbasis gaya kognitif
merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa. Dalam pelaksanaannya, gaya mengajar dosen disesuaikan dengan
gaya kognitif siswa sehingga siswa dapat menyerap materi pelajaran sesuai dengan
gaya kognitif masing-masing serta daya serap siswa terhadap materi pelajaran dapat
dicapai secara maksimal.
Jenis-jenis pertanyaan Socrates, contoh-contoh pertanyaan, dapat dilihat
pada table berikut.
Tipe Pertanyaan Contoh Pertanyaan
Apa yang anda maksud dengan ….? Dapatkah
Klarifikasi anda mengambil cara lain? Dapatkah anda
memberikan saya sebuah contoh?
Apa yang anda asumsikan? Bagaimana anda
Asumsi-asumsi Penyelidikan
bisa memilih asumsi-asumsi itu?
Bagaimana anda bisa tahu?
Alasan-alasan dan bukti
Mengapa anda berpikir bahwa itu benar?
Penyelidikan
Apa yang dapat mengubah pemikiran anda?
Apa yang anda bayangkan dengan hal
tersebut?
Titik pandang dan Persepsi
Efek apa yang dapat diperoleh?
Apa alternatifnya?
Bagaimana kita dapat menemukannya? Apa
Implikasi dan Konsekuensi
isu pentingnya?
Penyelidikan
Generalisasi apa yang dapat kita buat?
Apa maksudnya? Apa yang menjadi poin dari
Pertanyaan tentang pertanyaan pertanyaan ini? Mengapa anda berpikir saya
bisa menjawab pertanyaan ini?
Pada rancangan pembelajaran yang menggunakan metode Socrates siswa
dianggap mampu mengonfirmasi jawaban terhadap pertanyaan yang diberikan. dan
dengan pertanyaan atau komentar yang tepat, guru akan dapat mendapatkan
18
jawaban yang benar dari siswa, hal itu menandakan bahwa pengetahuan siswa telah
dapat diangkat ke permukaan.
Berdasarkan hasil penelitian Putri dan Sani (2015) adalah Adanya
pengaruh model pembelajaran diskusi kelas dengan metode seminar Socrates
terhadap hasil belajar siswa disebabkan oleh kelebihan model pembelajaran diskusi
kelas yaitu menekankan siswa untuk mengkonstruksikan pemahamannya sendiri
tentang materi yang dipelajari dan terlibat secara aktif dalam diskusi dan dapat
mengkomunikasikan ide-idenya kepada lingkungannya. Berbeda dengan
pembelajaran konvensional yang ada di sekolah SMA N 8 Medan yang didominasi
metode ceramah oleh guru yang membuat pembelajaran berpusat pada guru yang
menyebabkan siswa menjadi kurang aktif. Hanya siswa yang lebih pintar saja yang
aktif berinteraksi saat pembelajaran. Pada pembelajaran konvensional juga siswa
tidak terbiasa melakukan praktikum (metode eskperimen). Guru biasanya hanya
sesekali melakukan demonstrasi di depan kelas, yang membuat siswa tidak bisa
mengamati percobaan secara langsung dan terkadang tidak semua siswa dapat
melihat demonstrasi yang dilakukan guru karena keterbatasan ruang bagi guru
untuk mendemonstrasikannya.
Keterampilan siswa yang dikembangkan dalam pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran diskusi kelas dengan metode seminar Socrates
adalah keterampilan berpikir dan keterampilan berkomunikasi. Model
pembelajaran diskusi kelas guru dapat mengubah beberapa pola komunikasi yang
tidak produktif yang menjadi ciri kebanyakan kelas pada saat ini. Diskusi kelas guru
dapat mencapai paling tidak tiga tujuan instruksional penting dalam pembelajaran
yaitu: (1) pembelajaran ini meningkatkan kemampuan berpikir siswa dan
membantu siswa mengonstruksikan, (2) memberikan kesempatan kepada siswa
untuk berbicara dan memainkan ide-idenya sendiri di depan umum dan
memberikan motivasi untuk terlibat di dalam wacana di luar kelas, (3) model ini
membantu siswa melatih keterampilan komunikasi dan proses berpikir yang
penting seperti menyatakan ide-ide dengan jelas, mendengarkan orang lain,
merespons orang lain dengan cara yang baik dan mengajukan pertanyaan dengan
baik.
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan model pembelajaran diskusi
kelas dengan metode seminar Socrates dapat memberikan pengaruh yang signifikan
pada hasil belajar dan aktivitas siswa, namun dalam pembelajaran masih ada
kendala yang dihadapi. Diantaranya pada fase kedua “Memfokuskan Diskusi”, saat
melakukan praktikum, dikarenakan kurang terbiasanya siswa menggunakan metode
eksperimen, mengakibatkan peneliti memerlukan banyak waktu dalam
membimbing pelaksanaan praktikum tersebut. Kemudian kendala lainnya karena
siswa jarang melakukan pembelajaran dalam bentuk kelompok membuat siswa
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bergabung dengan kelompok-
kelompoknya.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Pengembangan Studi Kasus dalam Pembelajaran Fisika
Metode diskusi studi kasus yang diterapkan dalam membantu tingkat
pemahaman siswa agar lebih baik menjadi salah satu alternatif dari pola
pembelajaran untuk dapat mengatasi hal-hal yang dapat mempengaruhi kurangnya
motivasi belajar siswa di dalam ruangan kelas. Dengan dilaksanakannya metode
pembelajaran seperti itu diharapkan terjadinya peningkatan motivasi belajar yang
dilaksanakan sehingga hasil belajar yang dicapai dapat lebih efektif dan efesien
mungkin kearah yang lebih baik.
3.1.2 Pengembangan Dialog Socrates dalam Pembelajaran Fisika
Proses pembelajaran yang menerapkan strategi Socrates adalah
pembelajaran dibangun dengan memberikan serangkaian pertanyaan yang
tujuannya mengetahui sesuatu isi berkait yang ditanyakan materi tertentu. Metode
ini memudahkan siswa mendapatkan pemahaman secara berangkai dari bentuk
tanya jawab yang dilakukan.
3.2 Saran
Makalah ini direkomendasikan untuk mahasiswa semester akhir sebagai
literatur sebelum terjun dalam dunia pekerjaan yaitu sekolah.
20
DAFTAR PUSTAKA
Siswanto, S., Hikmawati, D., Rudyardjo, D. I., Aminatun, A., & Widiyanti, P.
(2021, December). Peningkatan Mutu Pembelajaran Fisika Melalui
Diseminasi Material Medis Pada Guru Sekolah Menengah Atas; Studi Kasus
di Kabupaten Gresik. In Prosiding Seminar Nasional Unimus (Vol. 4).
Tarihoran, H. S. (2020). UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN
PEMBELAJARAN FISIKA MATERI LISTRIK STATIS MELALUI
METODE PEMBELAJARAN STUDI KASUS PADA SISWA DI SMA
NEGERI 1 PINANGSORI. PeTeKa, 3(2), 135-140.
Wati, D. A., & Sunarti, T. (2019). Keterlaksanaan Case Based Learning (CBL)
untuk Meningkatkan Keterampilan Penalaran Ilmiah di SMA Negeri 1
Puncu. Inovasi Pendidikan Fisika, 8(2).
Abdullah, R. (2016). Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Aqib, Z., & Murtadlo, A. (2016). Kumpulan Metode Pembelajaran Kreatif dan
Inovatif. Bandung: PT. Sarana Tutorial Nurani Sejahtera
Khuluqo. (2017). Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nurdyansyah & Fariyatul. (2016). Inovasi Model Pembelajaran.Sidoarjo: Nimizal
Learning Center.
Purwanto, N. (2017). Prinsip dan Evaluasi Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakrya.
Prawiro, Bambang. 2009. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press
Yamin, M. (2013). Strategi dan Metode dalam Model Pembelajaran. Jakarta:
Referensi (GP Press Group).
Thobroni. (2017). Belajar & Pembelajaran Teori dan Praktik. Yogyakarta:
ARRUZZ Media
Yunarti. (2016). Metode Socrates Dalam Pembelajaran Berpikir Kritis.
Yogyakarta: Media Akademi
Alifiyah, N. & Nadi, S. (2014). Pengaruh penerapan pembelajaran sokrates
terhadap keterampilan berpikir kritis dalam pembelajaran fisika materi
hukum newton. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 03(02): 20-26
Khairuntika. (2016). Metode Sokrates Dalam Mengembangkan Kemampuan
Berpikir Kritis. Jurnal Penelitian Matematika, 04(02): 89-97
Meutia, K. & Ridwan, A. (2015). Pengaruh Model Pembelajaran Diskusi Kelas
Dengan Metode Seminar Socrates Terhadap Hasil Belajar Siswa Materi
Kalori Kelas X SMA Negeri 8 Medan. Jurnal Inpafi, 03(01): 129-138.
21
Pangestika, I., Ramli, M., Nurmiyati., & Sapartiwi. (2017) Hasil Belajar Siswa
Kelas XI MIPA Melalui Penerapan Dialog Socrates. Jurnal Pendidikan
Biologi, 14(1): 305-310.
Suprapto, N., & Ihsan (2014) Pengaruh metode pembelajaran socrates terhadap
kecakapan berpikir kritis rasional siswa dalam pembelajaran fisika di SMA
Muhammadiyah 2 Surabaya. Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika