Anda di halaman 1dari 52

PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL DAN TEKNOLOGI INFORMASI

DALAM MEMINIMALKAN RISIKO TERJADINYA TINDAK KECURANGAN


PADA KOPERASI KARYAWAN
PT. INDORAMA TEKNOLOGIES COMPLEX PURWAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Memperoleh


Gelar Sarjana Pada Jurusan Akuntansi

Oleh:

WINA RAHMAWATI

175109120

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1


SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI DAN BISNIS PERDANA MANDIRI
PURWAKARTA - JAWA BARAT
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan Naskah Skripsi ini yang berjudul

“PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL DAN TEKNOLOGI


INFORMASI DALAM MEMINIMALKAN RISIKO TERJADINYA
TINDAK KECURANGAN PADA KOPERASI KARYAWAN
PT. INDORAMA TEKNOLOGIES COMPLEX PURWAKARTA”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh


gelar Sarjana Akuntansi pada Program Studi Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi dan Bisnis (STIEB) Perdana Mandiri Purwakarta.

Penulis menyadari bahwa Naskah Skripsi ini masih jauh dari


kesempurnaan, baik dari segi penulisan maupun tata bahasanya. Hal ini
disebabkan oleh terbatasnya kemampuan, pengetahuan dan wawasan yang
dimiliki oleh penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
yang membangun guna perbaikan di masa yang akan datang dan penulis berharap
Naskah Skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri umumnya bagi
pembaca.

Purwakarta, April 2021

Penulis

i
UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam penyusunan Naskah Skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan,


bimbingan, pengarahan serta dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada :

1. Ibu Nurlina dan Bapak Wawan tercinta yang telah membesarkan, mendidik,
memberikan perhatian dan kasih sayang, serta doa restunya, sehingga penulis
dapat menyelesaikan pendidikan di Jurusan Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Dan Bisnis Perdana Mandiri Purwakarta.
2. Bapak Ika Jatnika,SE., M.Sc., Ak., CA Selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Dan Bisnis Perdana Mandiri Purwakarta.
3. Bapak Agus Dodi Hermawan, SE., M.Akt. Selaku Ketua Program Studi
Akuntansi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Dan Bisnis Perdana Mandiri
Purwakarta..
4. Bapak Ika Jatnika,SE., M.Sc., Ak., CA Selaku Pembimbing Satu yang telah
memberikan bimbingan, saran serta pengarahan kepada penulis.
5. Ibu Ernie Soedarwati, SE., M.Si. Selaku Pembimbing Dua yang telah
memberikan bimbingan, saran serta pengarahan kepada penulis.
6. Ibu Dewi Widiarti, SE., M.Pd. Selaku Dosen Wali yang telah memberikan
bimbingan dan dorongan moril selama penulis menjalani perkuliahan.
7. Seluruh staf dosen pengajar serta segenap karyawan, di lingkungan Jurusan
Akuntansi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Dan Bisnis Perdana Mandiri
Purwakarta yang telah banyak membantu penulis selama studi serta
keperluan-keperluan akademik.
8. Seluruh staf koperasin PT. INDORAMA TEKNOLOGIES COMPLEX
PURWAKARTA serta segenap karyawannya terima kasih telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

ii
Akhir kata penulis ucapkan banyak terima kasih dan semoga Allah SWT
melimpahkan karunianya dalam setiap amal kebaikan kita dan diberikan balasan.
Amiin.

Purwakarta, April 2021

Penulis

iii
iv
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................................


i

DAFTAR ISI...................................................................................................
iv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ........................................................................


1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................
9
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................
9
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................
9
1.4.1 Manfaat Teoritis...........................................................
9
1.4.2 Manfaat Praktis............................................................
10
BAB II PENULISAN SKRIPSI
2.1 Tinjauan Pustaka .....................................................................
1
2.1.1 Pengendalian Internal....................................................
9
2.1.1.1 Pengertian Pengendalian Internal......................
2.1.1.2 Fungsi Pengendalian Internal............................
2.1.1.3 Definisi Pengendalian Internal..........................

iv
2.1.1.4 Tujuan Pengendalian Internal............................
2.1.1.5 Komponen Pengendalian Internal.....................
2.1.1.6 Keterbatasan Pengendalian Internal..................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
11

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah


Salah satu usaha yang dilakukan manusia untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya adalah membentuk suatu perkumpulan yang menjalankan
usaha secara bersama-sama. Perkumpulan ini diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan mereka dan juga dapat dengan mudah memperoleh kebutuhan-
kebutuhan hidup mereka. Perkumpulan ini disebut koperasi, yang artinya usaha
bersama (Syaiful , 2016). Mohammad Hatta dalam bukunya “Koperasi
Membangun dan Membangun Koperasi mendefinisikan koperasi sebagai usaha
bersama untuk memperbaiki nasib kehidupan ekonomi berdasarkan tolong-
menolong”. Beliau sangat menginginkan membangun ekonomi Indonesia dengan
basis koperasi sebab koperasi menawarkan konsep semangat kebersamaan, asas
kekeluargaan dan kegotongroyongan. Oleh karena itu, secara idiologi koperasi
dapat menjadi tulang punggung (sokoguru) perekonomian Indonesia, karena
koperasi mengisi baik tuntutan konstitusional maupun tuntutan pembangunan dan
perkembangannya (Hasanah, 2011).Koperasi adalah suatu badan usaha bersama
yang bergerak dalam bidang perekonomian, beranggotakan masyarakat yang
umumnya berekonomi lemah yang bergabung secara sukarela dan atas dasar
persamaan hak, berkewajiban melakukan suatu usaha yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya (Kurniawan , 2013).
Artinya, koperasi ingin membangun kesejahteraan anggota koperasi
ataupun masyarakat pada umumnya dan meningkatkan perekonomian masyarakat
khususnya masyarakat yang lemah. Koperasi di dalam tujuan untuk
mensejahterakan anggota dan masyarakat dengan cara memenuhi kebutuhan
anggotanya melalui layanan koperasi. Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah sebagai suatu usaha untuk membantu menyiapkan atau
mengurus apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan menurut (Sambiran, 2017)
pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang

1
2

dengan landasan faktor materi melalui sistem, prosedur dan metode


tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai dengan
haknya. Oleh karena itu, diharapkan koperasi mampu memberikan pelayanan
yang terbaik dalam memberikan manfaat yang besar dan menciptakan keunggulan
yang kompetitif di dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan khususnya untuk
anggota koperasi. Untuk memberikan manfaat dan menciptakan keunggulan yang
kompetitif di dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dan khususnya anggota
koperasi maka koperasi dapat menyediakan keunggulan biaya, keunggulan
pelayanan, atau pemenuhan kebutuhan sehingga dapat memberikan kepuasan
kepada anggota ataupun pelanggan koperasi tersebut.
Kecurangan pada beberapa organisasi sering terjadi, maka dari itu harus
dilakukan suatu pengendalian internal. Pengendalian internal itu sendiri adalah
suatu sistem yang terdiri dari berbagai unsur dan tidak terbatas pada metode
pengendalian yang dianut oleh bagian akuntansi dan keuangan, tetapi meliputi
pengendalian anggaran, biaya standar, program pelatihan pegawai dan staf
pemeriksa internal. Apabila perusahaan memiliki pengendalian internal yang kuat,
akan mengurangi terjadinya kecurangan pada perusahaan. Pengendalian internal
yang baik memungkinkan manajemen siap menghadapi perubahan ekonomi yang
cepat, persaingan, pergeseran permintaan pelanggan dan fraud serta restrukturisasi
untuk kemajuan yang akan datang (Aditya, 2017). Diperlukan upaya yang lebih
sistematis dalam menanggulangi terjadinya fraud dengan menggunakan pemikiran
yang jelas. Hal pertama yang harus diidentifikasikan adalah penyebab utama
terjadinya fraud sehingga bisa dirumuskan strategi yang tepat untuk
menghilangkan atau paling tidak mengurangi intensitas yang ditimbulkan dari
fraud tersebut. Pengendalian internal yang baik memungkinkan manajemen siap
menghadapi perubahan ekonomi yang cepat, persaingan, pergeseran permintaan
pelanggan dan fraud serta restrukturisasi untuk kemajuan yang akan datang
(Rahayu, 2017). Karena itu di dalam perusahaan dibutuhkan sistem pengendalian
internal agar kesalahan dan kecurangan dapat dihindari. Unsur sistem
pengendalian internal digunakan untuk melihat apakah sistem pengendalian yang
berjalan efektif atau tidak. Pengendalian internal adalah representasi dari
3

keseluruhan kegiatan di dalam organisasi yang harus dilaksanakan, dimana proses


yang dijalankan oleh dewan komisaris ditujukan untuk memberikan keyakinan
yang memadai tentang pencapaian tujuan pengendalian operasional yang efektif
dan efisien, keandalan laporan keuangan, dan kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku. Dengan dibangun dan diimplementasikannya
pengendalian internal, diharapkan akan meminimalisir kecurangan pada
perusahaan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan tersebut. Dan dengan
diterapkannya pengendalian internal pada perusahaan yang berorientasi pada laba
maupun non laba, dapat melindungi aset perusahaan dari fraud dan tentunya
membantu manajemen dalam melaksanakan segala aktivitasnya. Untuk itu setiap
organisasi bertanggung jawab untuk berusaha mengembangkan suatu perilaku
organisasi yang mencerminkan kejujuran dan etika yang dikomunikasikan secara
tertulis dan dapat dijadikan pegangan oleh seluruh pegawai. Kultur tersebut harus
memiliki akar dan memiliki nilai-nilai luhur yang menjadi dasar bagi etika
pengelolaan suatu organisasi atau suatu entitas (Luayyi, 2013).
Dewasa ini di era yang semakin canggih dan serba otomatis, informasi
merupakan hal yang tidak dapat terpisahkan dengan kehidupan organisasi dan
bisnis. Informasi yang cepat, tepat waktu, akurat, dan relevan merupakan faktor
penting dalam pengambilan keputusan yang tepat dan mendasar. Untuk itu,
dibutuhkan Teknologi Informasi untuk menunjang segala kebutuhan organisasi-
organisasi yang kerap menjadi semakin kompetitif dalam membenahi teknologi
sebagai fondasi pekerjaan mereka (Dharmesti, 2013). Perkembangan teknologi
informasi akan mampu memberikan dampak yang signifikan bagi organisasi di
berbagai aspek, namun salah satu aspek yang akan diangkat dalam penelitian ini
adalah bahwa teknologi informasi dengan serangkaian sistem yang telah
terintegrasi ini dapat membantu pengendalian internal untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya bentuk fraud dalam suatu organisasi. Pengendalian
internal berbasis Teknologi Informasi (IT) sudah diperkenalkan dan diterapkan
oleh banyak organisasi di seluruh dunia, terutama organisasi-organisasi yang well-
integrated. Tidak diragukan lagi bahwa perkembangan teknologi informasi
memiliki peran yang sangat siginifikan dalam memudahkan dan mengembangkan
4

pengendalian internal menjadi serangkaian pengendalian yang ketat, aman, dan


terpercaya. Teknologi informasi yang terus berkembang akan mampu
memberikan kontribusi terhadap keefektifan pengendalian internal dalam
mempersempit celah-celah terjadinya fraud.
Teknologi Informasi berbasis komputer mempunyai pengaruh yang cukup
besar dalam masyarakat modern terutama bagi organisasi perusahaan. Sekarang
ini perusahaan dihadapkan dalam lingkungan yang berubah-ubah dan sangat
kompetitif. Untuk itu peran teknologi informasi sangatlah penting bagi perusahaan
untuk membantu dalam perbaikan proses bisnis dan pengambilan keputusan.
Proses bisnis dan pengambilan keputusan akan lebih baik apabila perusahaan
menerapkan teknologi infomasi dengan baik dan benar, untuk itu dibutuhkan
proses pengendalian intern yang baik terhadap aplikasi-aplikasi teknologi
informasi yang ada dalam perusahaan dan sekaligus melakukan proses audit yang
berkesinambungan, teratur dan independen terhadap sistem informasi yang ada.
Teknologi informasi telah menjadi fasilitator utama dalam segala bentuk kegiatan
bisnis yang mampu memberikan andil besar terhadap perubahan-perubahan
mendasar bagi struktur, operasi, dan manajemen organisasi. Pada saat komputer
diperkenalkan ke dalam organisasi bisnis, risiko-risiko baru atau bertambahnya
risiko juga akan ditemui (Sujadi, 2010). Sebagai contoh, dalam lingkungan
pengolahan komputer, kesalahan sejenis dapat terulang sampai beribu kali dalam
satu hari karena adanya konsistensi dan kecepatan yang tinggi dalam pengolahan
komputer. Jadi, salah satu risiko baru yang diakibatkan oleh suatu komputer
adalah pengulangan kesalahan seperti itu. Karena adanya risiko-risiko baru atau
penambahan risiko ini, harus diperkenalkan metode audit/ pemeriksaan dan
pengendalian yang baru. Tujuan pengendalian bukanlah untuk mengubah kapan
suatu komputer diperkenalkan, tetapi metode-metode yang harus dipergunakan.
Sebagai contoh, tujuan pengendalian pengolahan data yang akurat dalam suatu
lingkungan manual maupun lingkungan yang dikomputerisasi adalah sama. Akan
tetapi, dalam suatu lingkungan yang dikomputerisasi harus diterapkan
pengendalian-pengendalian untuk mengurangi risiko pengulangan kesalahan
untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan benar-benar akurat. Perubahan
5

dalam metode pengendalian dan pengolahan ini menimbulkan metode baru dalam
audit. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan manusia dan pesatnya
perkembangan teknologi informasi dan bisnis yang semakin maju, membawa
pengaruh besar terhadap dunia usaha di indonesia. Hal tersebut dapat dilihat
dengan semakin banyaknya perusahaan-perusahaan baik dalam skala usaha makro
ataupun mikro. Banyaknya perusahaan yang berdiri maka semakin ketat
persaingan antar perusahaan. Untuk itu perusahaan selalu meningkatkan
kualitasnya baik dalam hal produktifitasnya maupun kinerja organisasi perusahaan
untuk mencapai tujuannya. Hal ini tentu ada timbal balik yang harus dilakukan,
salah satu alat pengukurnya yaitu mencegah dan mengatasi kecurangan (fraud).
Association of Certified Fraud Examiner (ACFE) mendefinsikan fraud
sebagai pemanfaatan suatu pekerjaan/jabatan untuk kekayaan seseorang melalui
penyalahgunaan yang dilakukan secara sengaja atau penyalahgunaan atas
sumberdaya atau aset organisasi. Hasil dari survey yang dilakukan oleh Pickett
(2003) dengan melibatkan 10.000 organisasi di lebih dari 15 industri menyatakan
beberapa poin yang dapat membuka mata para pelaku bisnis bahwa 82% fraud
dilakukan oleh karyawan dimana sepertiganya dilakukan oleh manager, 40%
partisipan yang mengira organisasi mereka rentan atas fraud menunjukan bahwa
organisasi mereka memiliki kekurangan kebijakan yang spesifik, dan organisasi
yang tidak melakukan review atas kerentanan fraud teridentifikasi bahwa mereka
telah menderita fraud selama 12 bulan sebelumnya. (Pickett, 2003) menegaskan
bahwa fraud muncul ketika “things go wrong” dan fraud berkaitan erat dengan
sistem pengendalian internal perusahaan yang tidak berjalan dengan baik. Survey
tersebut melaporkan bahwa fraud memiliki kecenderungan terbesar untuk
dilakukan oleh manajemen, sehingga manajemen menjadi putus asa ketika akan
investigasi dan dituntut untuk mengatasi fraud. Untuk itu, perusahaan
menyerahkan pekerjaannya kepada unit yang lebih independen, yaitu audit
internal untuk menyelidiki kasus fraud. Ketertarikan peneliti muncul pada bagian
pencegahan terjadinya kecurangan akuntansi (fraud) dengan sistem pengendalian
internal berorientasi pada kecanggihan teknologi informasi. Penelitian tersebut
tidak secara khusus menekankan aplikasi penggunaan teknologi informasi dalam
6

menunjang pengendalian internal namun hanya menjelaskan pengaruh teknologi


informasi secara umum terhadap fraud. Oleh karena itu, perbedaan yang akan
ditekankan oleh peneliti adalah pengaplikasian teknologi informasi berupa
software maupun hardware secara spesifik di dalam sistem pengendalian internal
dalam kaitannya untuk mencegah tindakan fraud. Walaupun operasi bisnis
perusahaan sudah terkomputerisasi, risiko fraud tidak serta merta berkurang,
namun juga akan menambah risiko terjadinya fraud yang disebabkan oleh
program aplikasi itu sendiri. Risiko fraud yang disebabkan oleh IT dapat berupa
kesalahan proses dari program, akses yang tidak sah, pencurian data, kerusakan
data, dan hilangnya jejak audit (Dharmesti, 2013). Risiko ini mendorong
perusahaan agar perlu mengadakan adanya kontrol yang terpogram pada sistem
teknologi informasi. Untuk mengatasi risiko-risiko yang berkaitan dengan
teknologi informasi.Sekarang ini maraknya berita mengenai indikasi
penyimpangan kecurangan atau fraud pada suatu perusahaan yang dilakukan oleh
karyawan atau pegawainya membuat sadar bahwa kita harus melakukan sesuatu
untuk membenahi ketidakberesan tersebut. Walaupun saat ini sorotan utama
sering terjadi pada manajemen pucak perusahaan, namun sebenarnya
penyimpangan perilaku tersebut bisa juga terjadi diberbagai lapisan kerja
organisasi. Permasalahan fraud dapat terjadi dimana saja. Tidak dapat dijamin
bahwa suatu organisasi atau perusahaan dapat terbebas dari kemungkinan
terjadinya fraud. Fraud dapat membawa akibat kerugian financial, rusaknya
reputasi, permasalahan hukum, hingga bangkrutnya perusahaan. Fraud berkaitan
dengan ketidakjujuran manusia. Kecurangan atau fraud menggambarkan setiap
upaya penipuan yang disengaja, yang dimaksudkan untuk mengambil harta, hak
orang atau pihak lain. Kecurangan dapat diartikan sebagai salah penyajian yang
disadari terhadap suatu kebenaran atau penyembunyian fakta material untuk
mempengaruhi orang lain melakukan perbuatan atau tindakan yang
merugikannya, biasanya merupakan kesalahan, namun dalam beberapa kasus
khusunya yang dilakukan secara disengaja mungkin merupakan suatu kejahatan.
Salah satu bentuk kecurangan yang sering terjadi di Indonesia adalah tindak
korupsi.Sekarang ini bagi kebanyakan orang korupsi bukan lagi merupakan suatu
7

pelanggaran hukum, melainkan sudah menjadi suatu kebiasaan. Korupsi


merupakan issue kecurangan yang besar di negara Indonesia.

Fraud merupakan kejahatan tersembunyi, tidak ada yang dilakukan secara


terang-terangan, tidak ada korban yang segera menyadari bahwa fraud telah
terjadi, namun fraud adalah kejahatan terstruktur yang merusak sendi-sendi tata
kelola baik di perusahaan maupun dalam pelayanan publik. Korupsi sebagai salah
satu bentuk fraud merusak kehidupan berbangsa, menyengsarakan rakyat, dan
menjadi penyebab kemiskinan. Oleh karena itu fraud harus diberantas, setidak-
tidaknya ada upaya untuk meminimalkan terjadinya fraud. Fraud yang terungkap
merupakan bagian kecil dari seluruh fraud yang sebenarnya terjadi. Seperti
menangani penyakit, lebih baik mencegah daripada mengobati. Karena itu, upaya
utama seharusnya adalah pada pencegahannya. Karena itu upaya mencegah fraud,
dimulai dari pengendalian internal. Disamping pengendalian internal, dua konsep
penting lainnya dalam pencegahan fraud, yakni menanamkan kesadaran tentang
adanya fraud (fraud awareness) dan upaya menilai risiko terjadinya fraud (fraud
risk assessment) (Sofianingsih, 2010). Jika pengendalian internal suatu
perusahaan lemah maka kemungkinan terjadinya kesalahan dan fraud sangat
besar. Sebaliknya, jika pengendalian internal kuat, maka kemungkinan terjadinya
kesalahan dan fraud dapat diperkecil. Apabila kesalahan dan fraud masih terjadi,
bisa diketahui dengan cepat dan dapat segera diambil tindakan-tindakan perbaikan
sedini mungkin. Mengingat perusahaan dalam operasinya mempunyai banyak
aktivitas termasuk pemberian kredit maka tidak menutup kemungkinan akan
menimbulkan kemudahan terhadap terjadinya kesalahan-kesalahan dalam
pencatatannya atau bahkan lebih lanjut akan menimbulkan penyelewengan dan
kecurangan dalam pengelolaan aktivitas tersebut yang dapat menimbulkan
kerugian bagi perusahaan. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, dengan
demikian pengendalian internal yang efektif dan dibantu oleh sumber daya
manusia yang berkualitas dan berdedikasi tinggi maka diperoleh keyakinan yang
memadai bahwa tujuan satuan usaha yang spesifik akan dapat tercapai.
8

Koperasi simpan pinjam PT. Indorama Teknologies Complex Tbk


merupakan koperasi simpan pinjam yang berlokasi di dalam perusahaan PT.
Indorama Teknologies Complex Tbk di jalan Cijaya, Kec. Campaka, Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat, Koperasi ini berbasis simpan pinjam yang dikhususkan
untuk masyarakat pegawai PT. Indorama Teknologies Complex Tbk, dengan pola
angota atau pegawai bisa memilih atau request barang yang diinginkan untuk bisa
dimiliki dengan cara simpan pinjam lewat koperasi tersebut, masalah yang
dihadapi oleh koperasi ini adalah pencatatan atau pembukuan yang masih ada
kekeliruan atau salah catat, beberapa barang hilang, pinjaman yang tidak sesuai
dengan pengembalian terhadap koperasi, hal ini membuat pihak koperasi
kewalahan dan membuat minim modal pada koperasi untuk memenuhui
kebutuhan anggota maupun masyarakat pegawai PT. Indorama Teknologies
Complex Tbk. Dengan masalah tersebut membuat koperasi ini hampir kewalahan
dalam mensejahterakan anggota maupun masyarakat PT. Indorama Teknologies
Complex Tbk dalam memenuhi kebutuhan tiap individunya, maka dari itu
memerlukan pengendalian internal yang baik untuk mecegah terjadinya tindak
kecurangan yang dilakukan oleh anggota maupun pegawai PT. Indorama
Teknologies Complex Tbk dan juga bisa menggiring internalnya menjadi lebih
baik juga dengan adanya pengendalian dalam penggunaan teknologi informasi
yang mumpuni bisa membuat anggota bisa lebih efisien dan membuat pegawaipun
merasakan dampak yang lebih positif dalam bertransaksi di koperasi ini. Sehingga
berdasarkan pemaparan tersebut, dengan adanya pengendalian internal yang baik
dan pengendalian teknologi informasi yang mumpuni maka akan meminimalisir
resiko terjadinya tindak kecurangan.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menyusun skripsi


dengan Judul “PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL DAN
TEKNOLOGI INFORMASI DALAM MEMINIMALKAN RISIKO
TERJADINYA TINDAK KECURANGAN KOPERASI PT. INDORAMA
TEKNOLOGIES COMPLEX PURWAKARTA”.
9

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran pengendalian internal dan teknologi informasi


pada Koperasi PT. Indorama Teknologies Complex Purwakarta?
2. Bagaimana gambaran tindak kecurangan pada Koperasi PT. Indorama
Teknologies Complex Purwakarta?
3. Bagaimana pengaruh pengendalian internal dan teknologi informasi
dalam meminimalkan risiko terjadinya tindak kecurangan pada
Koperasi PT. Indorama Teknologies Complex Purwakarta?
1.3.Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui gambaran pengendalian internal dan teknologi


informasi pada Koperasi PT. Indorama Teknologies Complex
Purwakarta.
2. Untuk mengetahui gambaran tindak kecurangan pada Koperasi PT.
Indorama Teknologies Complex Purwakarta.
3. Untuk mengetahui pengaruh pengendalian internal dan teknologi
informasi dalam meminimalkan risiko terjadinya tindak kecurangan
pada Koperasi PT. Indorama Teknologies Complex Purwakarta.

1.4.Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tempat bagi penulis yang
mengembangkan ilmu audit, khususnya Tindak Kecurangan (Fraud) tentang
pengaruh pengendalian internal dan teknologi informasi dalam meminimalkan
risiko terjadinya tindak kecurangan pada Koperasi PT. Indorama Teknologies
Complex Purwakarta.
10

1.4.2.Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengurus


dan anggota “Koperasi PT. Indorama Teknologies Complex Purwakarta”
mengenai meminimalkan risiko terjadinya tindak kecurangan melalui
pengendalian internal dan teknologi informasi.
11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN,


DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengendalian Internal

2.1.1.1 Pengertian Pengendalian Internal

Pengertian pengendalian internal yang dikemukakan oleh


(Salamun, 2007) yaitu :

“Pengendalian adalah penerapan metodologi spesifik organisasi


untuk meyakinkan bahwa tujuan yang telah ditetapkan akan dapat dicapai.
Bentuk, luasan dan kedalaman pengendalian akan tergantung pada
karakter operasi dan lingkungan dimana operasi organisasi di laksanakan.
Beberapa faktor penentu lain yang turut menentukan kedalaman dan
luasan penerapan pengendalian dapat disebut misalnya adalah tujuan
organisasi dan ukuran organisasi”

Pengertian pengendalian internal yang dikemukakan oleh Ikatan

Akuntan Indonesia, dalam Standar Profesional Akuntan Publik (2007 : 319.

2) yaitu:

“Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh


dewan komisaris, manajemen personel lain entitas yang didesain untuk
memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan
berikut ini : (a) Keandalan Pelaporan Keuangan, (b) Efektivitas dan
Efisiensi Operasi, (c) Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang
berlaku.”

2.1.1.2 Fungsi Pengendalian Internal

Adapun fungsi dalam pengendalian kredit yang dikemukakan oleh

(Priyono, 2012), yaitu sebagai berikut:


12

1) Harus ada sistem pengendalian internal yang baik dalam arti


ada pemisahan fungsi antara pejabat yang menyetujui kredit, yang
melakukan pembayaran kepada debitur, penagihan, analisis,
administrasi kredit, dan transaksi agunan.
2) Harus ada kebijakan perkreditan tertulis yang telah disetujui
direksi. Kebijakan tertulis mengenai kredit paling tidak harus memuat
ketentuan mengenai limit cabang dan limit pemberian persetujuan;
ketentuan mengenai jenis kredit yang dilarang; ketentuan mengenai
bunga dan provisi; ketentuan mengenai perbandingan antara kredit dan
jaminan; informasi keuangan yang harus diperoleh dari debitur;
konsentrasi kredit; dan pengertian kredit bermasalah dan
penanganannya.
3) Harus ada aparat yang kompeten yang akan memproses kredit.
Artinya para pengelola kredit di bank harus mengetahui pengetahuan
yang cukup serta keterampilan yang memadai dalam menanganani
permasalahan kreditnya, baik yang menyangkut pada ketentuan bank
intern, ketentuan Bank Indonesia maupun dalam hal menangani
permasalahan dengan nasabahnya.
4) Harus ada fungsi review terhadap kredit yang telah diberikan
dan manajemen harus selalu memantau pelaksanaan review tersebut.
Dalam hubungan ini, pelaksanaan review serta pemantauan tindak
lanjut atas batas masalah yang ada harus dilakukan secara terus menerus
dan dibangun sistem yang teroganisir sehingga mampu melakukan
deteksi dini atas permasalahan yang ada berikut penanganan tindak
lanjutnya”.

Untuk mendapatkan pemberian kredit yang maksimal haruslah

didukung dengan adanya pengendalian internal guna menanggulangi

kemungkinan terjadinya penyimpangan, penyelewengan yang terjadi.

Adapun persyaratan yang dipegang untuk menciptakan

pengendalian internal atas pemberian kredit menurut (Hery, Auditing 1:

Dasar - dasar Pemeriksaan Akuntansi, 2015), yaitu:

1) Perlu adanya pemisahan fungsi, yaitu :


- Fungsi pembahasan kredit pada bagian analisa kredit.
- Fungsi realisasi kredit dibagi penyelenggaraan kredit atau
administrasi kredit.
- Fungsi pengawasan kredit berada pada bagian pengawasan kredit.
13

2) Perlu disusun pencatatan dan pelaporan harian yang baik dan


tepat waktu mengenai posisi kredit.
3) Perlu penyusunan ikhtisar mutasi keuangan bulanan.
4) Perlu pelaksanaan inventarisasi fisik dalam waktu yang pendek
berikut pengawasan administrasi atas pemberian kredit.
5) Perlu dibuat peraturan-peraturan intern yang akan menjamin
keamanan atas kelayakan pemberian kredit.
6) Penanda tanganan surat-surat berharga oleh dua orang
pejabatdan lain-lain.
7) Perlu diciptakan “pararel administrasi” atau “pembukuan
ganda” antara administrasi kredit dengan bagian akuntansi.
8) Perlu diciptakan “administrasi bayangan” untuk piutang kredit.
9) Perlu disusun sistem pencatatan dan pengarsipan surat-surat dan
berkas pembahasan kredit berikut rekening-rekening kredit”.

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengendalian

internal atas pemberian kredit adalah sebagai berikut :

1) Kebijaksanaan manajemen yang menyangkut:

Orang yang bertanggung jawab atas pemberian kredit berikut

pengecekannya, sehingga apabila terjadi penyimpangan dan kesalahan

dalam pengendalian kredit dapat segera diketahui sehingga manajemen

dapat segera mengambil tindak koreksi.

2) Penetapan prosedur dalam pengendalian kredit

Selain untuk aktivitas pemberian kredit, juga diperlukan untuk

menunjang pengendalian internal pemberian kredit, juga diperlukan

untuk menunjang pengendalian intern pemberian kredit, dalam hal ini

terciptanya intern cek.

Untuk itu harus diusahakan agar :


14

(a) Tidak satu prosedur pun dari awal sampai akhir yang

hanya dilakukan oleh satu orang.

(b) Secara otomatis pekerjaan seseorang dapat diperiksa

oleh orang lain.

Fungsi pengendalian internal yang dikemukakan oleh (Salamun,

2007) yaitu:

a. Ketepatan (appropriateness) – pengendalian harus menjadi

pengendalian yang tepat pada tempat yang tepat terkait dengan risiko

yang hendak dikelola.

b. Berfungsi secara konsisten (function consistently) – meskipun tidak

harus menjadi suatu prosedur yang kaku, pengendalian harus

konsisten dan tidak membedakan peristiwa sejenis dengan perlakuan

yang berbeda.

c. Hemat (cost effective) – Harus diyakinkan bahwa tambahan biaya

akibat penerapan pengendalian tidak lebih besar dan tambahan

manfaat yang diperoleh.

d. Lengkap (comprehensive) – Pengendalian harus membahas seluruh

transaksi secara lengkap. Tidak boleh terjadi bahwa pengendalian

yang ada hanya memindahkan atau menunda risiko ke lain tempat

atau lain waktu.

2.1.1.3 Definisi Pengendalian Internal


15

Beberapa definisi tentang pengendalian internal yang dikemukakan oleh


(Salamun, 2007) adalah:

1. Pengendalian sebagai Input Pada masa-masa awal industrialisasi, ciri


pengendalian yang menonjol adalah segala bentuk peralatan yang
digunakan manajemen untuk mengarahkan proses kegiatan organisasi.
Mengikuti pemahaman bahwa pengendalian adalah sebuah sistem,
maka pada masa tersebut komponen inputnya yang lebih menonjol.
Pengendalian tidak dibedakan dari input sistem yang lain. Oleh karena
itu, pengendalian dipandang sebagai benda (device) dan didefinisikan
sebagai kumpulan alat yang digunakan penanggung jawab kegiatan.
Pandangan yang mendasarkan pada alat, membuat definisi
pengendalian sebagai:

Rancangan organisasi, metode, prosedur, cara dan alat yang


dikoordinasikan untuk mengamankan harta, menjaga dapat
dipercayanya catatan dan laporan, mendorong efisiensi dan kehematan,
serta mendorong ketaatan pada peraturan dan perundangan yang
berlaku.

Pendefinisian demikian dibuat oleh misalnya oleh the American


Institute of Certified Public Accountants (AICPA). Dinyatakan
menurut unsur-unsurnya, pengendalian internal akan disebut sebagai
pengendalian internal yang sehat, jika terdapat unsur-unsur berikut ini:
a. Struktur organisasi yang disertai dengan pemisahan fungsi
b. Uraian tugas yang disertai dengan metode pendelegasian
kewenangan
c. Prosedur yang sehat terdapat dan dilaksanakan di seluruh
organisasi
d. Pegawai yang kompeten

Uraian mengenai bagaimana unsur-unsur ini bekerja sehingga


manajemen organisasi yang menerapkannya boleh mempunyai
keyakinan yang wajar akan pencapaian tujuan, dapat dilihat dalam
bahasan mengenai Kerangka Kerja Pengendalian. Ciri pengendalian
internal yang sehat yang dibahas melalui bahasan unsur-unsurnya
dibuat misalnya oleh American Institute of Certified Public
Accountants (AICPA).
16

Menurut AICPA pengendalian internal yang sehat akan mampu


memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan tertentu akan
dapat dicapai. AICPA mendefinisikan tujuan terutama adalah tujuan
pengendalian akuntansi yang terkait dengan pernyataan manajemen
dalam laporan keuangan. Akan tetapi kerangka berpikir AICPA akan
sangat membantu manajemen atau siapapun dalam merancang,
menerapkan dan menilai pengendalian internal dalam ruang lingkup
yang lebih luas yang mencakup tujuan operasi dan ketaatan. Menurut
AICPA tujuan pengendalian internal dapat dikelompokkan dalam 7
golongan, yaitu:

a. Keberadaan (Validity) - Hanya transaksi yang sah atau


transaksi yang diotorisasi yang diproses dalam sistem,

b. Keterjadian (Cutoff) - Transaksi terjadi dalam periode yang


tepat dan/atau diproses pada waktu yang tepat,

c. Kelengkapan (Completeness) - Seluruh transaksi sudah


diproses

d. Penilaian (Valuation) - Transaksi dihitung dengan


menggunakan metodologi yang tepat atau dihitung dengan
cermat,

e. Hak dan Kewajiban (Right and Obligation) - Aktiva


menggambarkan hak dan Utang menggambarkan kewajiban
pada suatu saat.

f. Penyajian dan Pengungkapan (Presentation and


Disclosure)/ClassificationKomponen laporan keuangan atau
komponen pelaporan lain digolongkan dengan tepat, misalnya
menggunakan bagan perkiraan dan dijelaskan dengan uraian
yang cukup.

g. Kewajaran (Reasonableness) - Transaksi-transaksi atau hasil-


hasil menampakkan keterhubungan yang wajar terhadap data
lain atau data kecenderungan

Menggunakan tujuan-tujuan yang dinyatakan di depan,


merancang sasaran pengendalian menjadi lebih mudah. Contoh sasaran
pengendalian misalnya adalah: Pembayaran hanya dilakukan kepada
pemasok yang disetujui penunjukkannya untuk barang atau jasa yang
diterima. Atau sistem utang membandingkan order pembelian, laporan
17

penerimaan barang, dan tagihan (invoice) pemasok sebelum


pembayaran disetujui.

2. Pengendalian sebagai Bagian dari Proses Perkembangan kemudian,


mencatat bahwa ciri pengendalian yang terpenting bergeser dari input
ke arah proses. Pada awalnya, pengertian yang terbentuk tidak
sepenuhnya menyatakan bahwa pengendalian adalah proses, tetapi
hanya bagian dari proses. Sebagai bagian dari proses, pengendalian
memiliki kegunaan dalam mengatasi masalah keagenan dengan
penerapan secara berkesinambungan dalam proses operasi. Masalah
keagenan adalah situasi yang muncul akibat terdapatnya perbedaan
kepentingan antara pengutus (principal) dengan agen (suruhan). Agen
harus diawasi agar kepentingan pengutusnya dapat terlindungi.
Meletakkan ciri ini kedalam definisi, pengendalian didefinisikan
sebagai: Serangkaian kegiatan yang bersifat mengarahkan, yang terus
menerus dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya secara
preventif dan represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut
berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana kegiatan dan
peraturan-peraturan yang berlaku.

Pendefinisian pengendalian dengan cara demikian misalnya dapat


dijumpai dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang
pengawasan melekat yang disetarakan dengan pengendalian internal
karena komponennya persis sama.

Tahapan perkembangan terakhir yang tercatat hingga saat ini adalah


bahwa ciri yang paling berpengaruh pada efektivitas pengendalian
adalah proses. Dalam pandangan ini, pengendalian didefinisikan
sebagai: Proses yang dilakukan oleh manajemen dan personil lain
dalam organisasi, yang dirancang untuk mendapatkan keyakinan yang
wajar bahwa akan terdapat perbaikan dalam pencapaian tujuan-tujuan:
efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, dan
kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

Definisi demikian, misalnya dibuat oleh the Committe on Sponsoring


the Treadway Committe (COSO). Prosedur pengendalian, disusun dari
sekelompok unsur pengendalian yang membentuk struktur. Melalui
pengamatan bagaimana proses rangkaian unsur pengendalian tersebut
dapat memberikan keyakinan yang wajar dalam pencapaian tujuan
organisasi, berikut ini adalah ciri pengendalian yang sehat, dilihat dari
prosesnya:
18

a. Sistem pengendalian seharusnya memberikan jaminan yang layak


(reasonable assurance) bahwa sasaran sistem akan dilaksanakan.

b. Sasaran pengendalian (control objectives) seharusnya diidentifikasi


atau dikembangkan untuk setiap kegiatan dan bersifat logis, dapat
diterapkan dan lengkap.

c. Teknik pengendalian (control techniques) seharusnya dibuat efektif


dan efisien dalam rangka mencapai sasaran pengendalian
manajemen.

d. Sistem pengendalian serta semua transaksi dan kejadian penting


lainnya seharusnya didokumentasi secara baik, sehingga dokumen
itu akan tersedia pada saat dilakukan audit (documentation).

e. Transaksi dan kejadian penting lainnya seharusnya dicatat dengan


segera dan diklasifikasikan secara sepadan (recording of
transactions and events).

f. Transaksi dan kejadian penting lainnya seharusnya diotorisasi dan


dilaksanakan hanya oleh orang yang bertindak dalam lingkup
kewenangannya (execution of transactions and events).

g. Tugas dan tanggung jawab kunci dalam otorisasi, pengolahan,


pencatatan, dan reviu transaksi seharusnya dipisahkan di antara
individu (separation of duties).

h. Supervisi yang memenuhi syarat serta berkesinambungan


seharusnya dilakukan untuk menjamin bahwa sasaran sistem
pengendalian dapat dicapai (supervision). Akses terhadap sumber
daya dan catatan seharusnya terbatas hanya untuk pegawai yang
berwenang, sedangkan penjagaan dan penggunaan sumber daya
seharusnya ditugaskan dan dipelihara oleh pegawai yang terpisah.

i. Pembandingan secara berkala seharusnya dibuat di antara sumber


daya yang ada dan catatan pertanggungjawabannya, untuk
menetapkan apakah keduanya menunjukkan kesesuaian. Tingkat
keseringan pembandingan seharusnya tergantung antara lain dari
risiko misalnya hilang dan sebagainya, dari harta bersangkutan
(access to and accountability for resources).

Pembahasan pengendalian yang sehat yang menitikberatkan pada


pembahasan proses bekerjanya struktur pengendalian, dibuat misalnya
oleh GAO dalam dokumen tentang resolusi audit yang harus
19

dipedomani oleh manajemen pemerintahan. Jika pedoman tersebut


diikuti oleh manajemen instansi pemerintah, maka sasaran berikut ini
dapat dicapai:

a. Kewajiban dan biaya telah sesuai dengan peraturan perundang-


undangan yang berlaku.

b. Semua harta dilindungi dan dijaga dari pemborosan, kehilangan,


penggunaan yang tidak semestinya, dan
penyalahgunaan/penyelewengan.

c. Penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan operasi auditi


di catat dan dipertanggungjawabkan secara layak, sehingga
pembukuan dan laporan keuangan/statistik dapat dibuat serta
pertanggungjawaban atas harta dapat dijaga/dipelihara.

Sedangkan definisi pengendalian internal menurut


(Priyono, 2012) yaitu:

“Manajemen khususnya mempunyai lima kepentingan berikut


dalam merancang pengendalian internal yang efektif

(1) Keandalan pelaporan keuangan


(2) Mendorong efisiensi dan efektivitas operasional
(3) Ketaatan kepada hukum dan peraturan
(4) Keandalan pelaporan keuangan
(5) Penekanan pada pengendalian atas golongan transaksi”.

Menurut (Hery, Pengendalian Akuntansi dan Manajemen, 2014).

“Pengendalian internal mempunyai tujuan, yaitu:

(1) Mengamankan harta perusahaan


(2) Menguji ketelitian dan kebenaran data akuntansi
perusahaan
(3) Meningkatkan pada kebijakan-kebijakan yang telah
digariskan oleh pimpinan perusahaan”.
Dari beberapa tujuan pengendalian internal di atas, yang

dikemukakan dari beberapa literatur, maka dapat dibagi dua macam yaitu

pengendalian internal akuntansi dan pengendalian internal administratif.

Pengendalian internal akuntansi meliputi struktur organisasi, metode dan


20

ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk mengamankan harta perusahaan

dan pengecekkan terhadap ketelitian dan keandalan data akuntansi.

Sedangkan pengendalian internal administratif meliputi struktur organisasi,

metode dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk mendorong

efesiensi operasi perusahaan dan dipatuhinya kebijakan manajemen.

Apabila tujuan tersebut dikaitkan dengan tujuan pengendalian

internal atas pemberian kredit maka tujuan tersebut ditujukan untuk

mengamankan harta perusahaan (pemberian kredit), ketelitian dalam

pencatatan dan keandalan data transaksi pemberian kredit, penggunaan dan

pengelolaan pemberian kredit dapat dikelola seefektif mungkin sehingga

dapat mengoptimalkan tujuan yang hendak dicapai, serta kebijakan yang

dikeluarkan manajemen mengenai aktivitas pemberian kredit dapat

dikendalikan berdasar pada surat keputusan yang dikeluarkan oleh

manajemen.

2.1.1.4 Tujuan Pengendalian Internal

Seperti yang telah disebutkan dalam definisi pengendalian internal

di atas menurut (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007), maka tujuan

pengendalian internal adalah untuk memberikan keyakinan memadai dalam

pencapaian tiga golongan tujuan : (1) keandalan informasi, (2) kepatuhan

terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, (3) efektivitas dan efisiensi

operasi.

Menurut (Salamun, 2007) fungsi pengendalian internal adalah :


21

1. Empat Tujuan Pernyataan tujuan yang paling banyak dirujuk sebagai


penyederhanaan tujuan organisasi adalah pernyataan tujuan yang menyertai
kerangka kerja pengendalian AICPA. Untuk dapat mencapai keseluruhan
tujuan organisasi, 2 (dua) tujuan pengendalian harus dicapai. Masing-masing
tujuan pengendalian mempunyai lagi 2 (dua) tujuan turunan. Tujuan-tujuan ini
adalah:

a. Tujuan Pengendalian Akuntansi i. Mengamankan harta kekayaan


organisasi ii. Menjaga dapat dipercayanya catatan dan laporan

b. Tujuan Pengendalian Operasi atau Administrasi i. Mendorong efisiensi


dan kehematan ii. Mendorong kepatuhan terhadap peraturan dan
perundangan yang berlaku.

Menurut konsep tersebut, pengendalian akuntansi meliputi struktur


organisasi, semua metode dan prosedur yang berkaitan, terutama yang
berhubungan langsung dengan pengamanan harta dan dapat dipercayanya
catatan-catatan keuangan. Cakupan luas pengendalian akuntansi meliputi
sistem otorisasi, pemberian persetujuan, pemisahan tugas yang berkenaan
dengan pencatatan dan pelaporan akuntansi dari tugas operasi atau
penyimpanan harta, pengendalian fisik harta dan audit internal. Jika diterapkan
di perusahaan, mereka-mereka yang tertarik dengan tujuan pengendalian
akuntansi adalah pemangku kepentingan yang berada di luar perusahaan.
Pengendalian akuntansi diterapkan lebih banyak untuk tujuan pelaporan
eksternal.

Pengendalian operasi atau administratif mencakup struktur organisasi,


semua metode dan prosedur yang menyangkut efisiensi, operasional dan
ketaatan pada berbagai kebijakan manajerial. Pengendalian administratif
biasanya hanya berhubungan dengan catatan-catatan keuangan secara tidak
langsung, pada umumnya mencakup pengendalian-pengendalian seperti
analisis statistik, laporan kegiatan, program pelatihan pegawai dan program
pengendalian mutu. Kebanyakan hasil-hasil pengendalian operasi digunakan
oleh manajemen.

2. Lima Tujuan Kalangan profesi audit internal pernah menambahkan tujuan


efektivitas ke dalam tujuan yang setara dengan 4 (empat) tujuan yang yang
dirumuskan AICPA. Tujuan pengendalian internal yang harus diuji keberadaan
dan efektivitasnya, dinyatakan oleh the Institute of Internal Auditors (IIA)
sebagai: a. Dapat dipercaya dan integritas informasi b. Ketaatan pada
kebijakan, rencana, Prosedur, UU dan peraturan c. Pengamanan aktiva d.
22

Ekonomis dan efisiensi pengelolaan sumber-sumber daya e. Efektivitas


pencapaian tujuan

3. Tiga Tujuan COSO mengambil titik tolak pemikiran yang sedikit berbeda. Jika
the IIA menambah satu tujuan lagi, pada empat tujuan yang dirumuskan
AICPA, COSO justru menguranginya. COSO berpendapat bahwa tujuan:
Mengamankan harta kekayaan organisasi tidak lagi perlu dinyatakan sebagai
tujuan. Jika 3 (tiga) tujuan pengendalian internal yang lain sudah tercapai,
maka tujuan mengamankan harta akan tercapai dengan sendirinya. Tujuan
pengendalian internal seperti yang tercantum dalam definisi yang dibuat COSO
adalah:

a. Efektivitas dan efisiensi operasi,

b. Keandalan pelaporan keuangan, dan

c. Kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

2.1.1.5 Komponen Pengendalian Internal

Pengendalian internal yang diterapkan pada suatu perusahaan akan

memberikan manfaat yang maksimal jika pengendalian internal tersebut

dilaksanakan sebagaimana mestinya. Untuk melaksanakan pengendalian

internal tersebut dengan baik maka perlu ditunjang oleh unsur-unsur atau

elemen-elemen pengendalian internal yang efektif.

Komponen pengendalian internal menurut (Indonesia, 2007)

sebagai berikut :

“Pengendalian terdiri dari lima komponen yang saling terkait

berikut ini :

a) Lingkungan pengendalian menetapkan corak suatu

organisasi, mempengaruhi kesadaran pengendalian orang-orangnya.


23

Lingkungan pengendalian merupakan dasar untk semua komponen

pengendalian internal, menyediakan disiplin dan struktur.

b) Penaksiran resiko adalah identifikasi entitias dan analisis

terhadap resiko yang relevan untuk mencapai tujuannya, membentuk

suatu dasar untuk menentukan bagaimana resiko harus dikelola.

c) Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur

yang membantu menjamin bahwa arahan manajemen dilaksanakan.

d) Informasi dan komunikasi adalah pengidentifikasian,

penangkapan, dan pertukaran informasi dalam suatu bentuk dan waktu

yang memungkinkan orang melaksanakan tanggung jawab mereka.

e) Pemantauan adalah proses yang menentukan kualitas

kinerja pengendalian internal sepanjang waktu”.

Sedangkan menurut (Priyono, 2012) komponen pengendalian

internal yang dikutip COSO (Coommittee of Sponsoring Organization)

sebagai berikut :

“Komponen dalam pengendalian internal adalah :

1). Pengendalian lingkungan

2). Penilaian resiko

3). Pengendalian aktivitas

4). Informasi dan komunikasi

5). Monitoring.”
24

Dari lima komponen pengendalian internal di atas akan diuraikan

satu persatu secara singkat mengenai komponen pengendalian internal

sebagai berikut:

1). Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian terdiri dari tindakan, kebijakan dan

prosedur yang mencerminkan sikap menyeluruh manajemen puncak,

direktur dan komisaris, dan pemilik suatu satuan usaha terhadap

pengendalian dan pentingnya terhadap satuan usaha tersebut. (Amir

Abadi Jusuf,2003: 261).

Dari lima komponen pengendalian internal, lingkungan

pengendalian menjadi dasar yang memayungi keempat pengendalian

lainnya. Menurut (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007) lingkungan

pengendalian menetapkan corak suatu organisasi dan mempengaruhi

kesadaran pengendalian orang-orangnya. Lingkungan pengendalian

merupakan dasar untuk semua komponen pengendalian yang lain,

menyediakan disiplin dan struktur.

Lingkungan pengendalian mencakup sebagai berikut :

(a) Integritas dan nilai etika

(b) Komitmen terhadap kompetensi

(c) Partisipasi dewan komisaris atau komite audit

(d) Filosofi dan gaya operasi manajemen

(e) Struktur organisasi


25

(f) Pemberian wewenang dan tanggung jawab

(g) Kebijakan dan praktik sumber daya manusia

2). Penaksiran/penilaian atau penetapan resiko

Penetapan resiko tersebut harus relevan dengan pelaporan

keuangan, seperti yang diungkapkan oleh (Hery, Auditing 1: Dasar -

dasar Pemeriksaan Akuntansi, 2015)

“Resiko yang relevan dengan pelaporan keuangan mencakup

peristiwa dan keadaan intern maupun ekstern yang dapat terjadi dan

secara negatif mempengaruhi kemampuan entitas untuk mencatat,

mengolah, meringkas dan melaporkan data keuangan konsisten dengan

asersi manajamen dalam laporan keuangan.

Resiko dapat timbul atau berubah karena keadaan berikut ini:

(a) Perubahan dalam lingkungan operasi

(b) Personel baru

(c) Sistem informasi yang baru atau yang diperbaiki

(d) Teknologi baru

(e) Lini produk, produk, atau aktivitas baru.

(f) Restrukturisasi korporasi

(g) Operasi luar negeri

(h) Standar akuntansi baru”.

3). Aktivitas pengendalian


26

Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang

membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan.

Aktivitas tersebut membantu memastikan bahwa tindakan yang

diperlukan untuk menanggulangi resiko dalam pencapaian entitas

(Ikatan Akuntan Indonesia, 2007)

Kebijakan dan prosedur yang diterapkan pada suatu

perusahaan umumnya banyak, tetapi lazimnya dapat dipecah menjadi

lima kategori seperti yang dikemukakan oleh Arens & Loebbecke

(Amir Abadi Jusuf, 2003: 264) sebagai berikut :

 “Pemisah tugas yang cukup.

 Otorisasi yang pantas atas transaksi dan aktivitas.

 Dokumentasi dan catatan yang memadai

 Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan

 Pengecekan indpenden atas pelaksanaan”.

4). Informasi dan komunikasi

Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan

keuangan, yang meliputi mencatat, mengolah, meringkas, dan

melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) dan

untuk memelihara akuntabilitas bagi aktiva, utang, dan ekuitas yang

bersangkutan. Kualitas informasi yang dihasilkan dari sistem tersebut

berdampak terhadap kemampuan manajemen untuk membuat


27

keputusan semestinya dalam mengendalikan aktivitas entitas dan

menyeiapkan laporan keuangan yang andal.

5). Pemantauan atau monitoring

Aktivitas pemantauan berkaitan dengan penilaian efektivitas

rancangan dan operasi pengendalian internal secara periodik dan terus

menurs oleh manjamen untuk melihat apakah telah dilaksanakan

dengan semestinya dan telah diperbaiki sesuai dengan keadaan (Amir

Abadi Jusuf, 2003: 269).

Dari kelima komponen di atas pengendalian interna di atas,

terdapat hubungan yang erat diantara komponen-komponen tersebut,

sehingga apabila salah satu komponen pengendalian internal lemah,

maka kelemahannya itu akan menggagalkan suskesnya pengendalian

internal. Untuk lebih jelasnya, hubungan antara komponen

pengendalian internal dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Pengendalian
Lingkungan

Penilaian Pengendalian Informasi dan Monitoring


Komunikasi
Resiko Aktivitas
28

Sumber: Azhar Susanto (2004: 104)

Gambar 2.1

Komponen pengendalian internal

2.1.1.6 Keterbatasan Pengendalian Internal

Pengendalian internal tidak dapat sepenuhnya efektif, meskipun

telah dirancang dan disusun dengan sebaik-baiknya. Bahkan meskipun

metode yang ideal telah dirancang, keberhasilannya tetap tergantung pada

kompetensi dan keandalan dari pada pelaksanaannya. Pengendalian internal

yang bagaimanapun baiknya tidak akan dapat meniadakan semua

kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan dan penyelewengan, karena

adanya keterbatasan tertentu yang tidak memungkinkan pengendalian

internal yang sempurna tercapai. Dengan adanya pengendalian internal

yang efektif diharapkan akan dapat menekan terjadinya kesalahan-

kesalahan dan penyelewengan kedalam batas-batas yang wajar.

Adapun keterbatasan Pengendalian Internal menurut COSO yang

dikutip oleh Ichsan Setiyo Budi (2003 : 376) meliputi:

1). Kesalahan dalam Pertimbangan

Menyangkut pengambilan pertimbangan yang buruk dalam membuat

keputusan bisnis atau pelaksanaan tugas.

2). Kemacetan
29

Terjadi bila personel salah memahami intruksi, kecerobohan atau

kekeliruan, kebingungan, kelelahan.

3). Kolusi

Adanya kerjasama yang menutupi tindak kecurangan satu sama lain

sehingga sulit untuk dideteksi oleh Pengendalian Internal yang

ditetapkan.

4). Perolehan Manajemen

Manajemen mengesampingkan kebijakan atau prosedur tertulis untuk

tujuan tidak sah.

5). Biaya Versus Manfaat

Biaya yang dikeluarkan untuk Pengendalian Internal suatu entitas

seharusnya tidak melebihi manfaat yang diharapkan untuk diperoleh.

Sedangkan menurut Theodorus M. Tuanakotta (2000 : 98) hal-hal

yang dapat menimbulkan keterbatasan pengendalian internal adalah sebagai

berikut:

1). Persekongkolan

Persekongkolan (collusion) menghancurkan sistem pengendalian

internal yang bagaimanapun baiknya. Dengan adanya persekongkolan,

pemisahan tugas seperti tercermin dalam rencana dan prosedur

perusahaan merupakan tulisan di atas kertas belaka. Pengendalian

internal mengusahakan agar persekongkolan dapat dihindari sejauh


30

mungkin, misalnya dengan mengharuskan giliran bertugas, larangan

menjalankan tugas-tugas yang bertentangan oleh mereka yang

mempunyai hubungan kekeluargaan, keharusan mengambil cuti dan

seterusnya.

2). Biaya

Pengendalian juga harus mempertimbangkan biaya dan kegunaannya.

Biaya untuk mengendalikan hal-hal tertentu mungkin melebihi

kegunaannya.

3). Kelemahan manusia

Banyak kebobolan yang terjadi pada sistem pengendalian internal yang

secara teoritis adalah baik, dikarenakan pelaksanaannya adalah manusia

yang mempunyai kelemahan-kelemahan. Misalnya orang-orang yang

harus memeriksa apakah prosedur tertentu sudah atau belum

dilaksanakan, sering membubuhkan parafnya secara rutin dan otomatis

tanpa benar-benar melakukan pengawasan. Lobang-lobang kecil

semacam ini cukup bagi si pelaku kecurangannya tanpa diketahui.

Jadi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan,

selain pengendalian internal yang telah ditetapkan efektif, juga sedapat

mungkin harus dihindari keterbatasan yang dapat merusak pengendalian

internal yang dibuat dan harus diperhatikan pula penyusunan metode yang

dapat menekan sekecil mungkin terjadinya kesalahan-kesalahan,

penyelewengan dan pemborosan dalam batas-batas biaya yang layak,


31

sehingga berbagai kesalahan dan penyelewengan yang timbul akan mudah

diketahui dan dapat diatasi dengan cepat.


2.1.2 Teknologi Informasi

2.1.2.1 Pengertian Teknologi Informasi

Perkembangan peradaban manusia diiringi dengan perkembangan cara


penyampaian informasi yang saat ini dikenal dengan istilah (Teknologi
Informasi). Pada awalnya teknologi informasi dikembangkan manusia pada masa
pra sejarah yang berfungsi sebagai sistem untuk pengenalan atau penyampaian
informasi lewat gambar dan tulisan sederhana. Sampai saat ini teknologi
informasi terus berkembang tetapi penyampaian dan bentuknya sudah lebih
modern.

Oleh karenanya, berkembang teknologi informasi Sisi positifnya adalah


masyarakat yang menjadi pengguna aktif teknologi, situs-situs, serta media
komunikasi sosial, mereka dapat menyampaikan informasi dan juga
mendapatkan informasi secara lebih mudah. Komunikasi khususnya di
Indonesia terasa seakan menjadi lebih mudah seiring perkembangan
teknologi ini.Bila dilihat dari sisi negatifnya, kemajuan teknologi ini
membuat orang menjadi malas untuk berkomunikasi secara langsung. Orang
lebih memilih berinteraksi melalui handphonenya dari pada berkomunikasi
dengan orang disekitarnya. Contoh, seorang anak chatt dengan teman melalui
handphone miliknya ketimbang berbicara dengan saudaranya saat acara
keluarga sedang berlangsung.

Terkadang kemajuan teknologi ini juga membuat seseorang menjadi


kurang peka dengan ekspresi saat sedang berkomunikasi dengan lawan
bicaranya, disisi lain juga fenomena yang sedang terjadi khususnya di
Indonesia ini, sangat dikhawatirkan perkembangan teknologi itu membawa
dampak buruk terhadap kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Sehubungan
dengan perkembangan ini, dibutuhkan juga peningkatan akan kesadaran
masyarakat mengenai lingkungan sekitarnya. Perubahan karena
perkembangan teknologi yang terjadi cukup cepat ini, secara tidak sadar
maupun sadar telah merubah beberapa pola hidup masyarakat khususnya
Indonesia. Contohnya kini banyak sekali anak-anak yang mengalami
ketergantungan akan gadget mereka maupun orang tuanya.
Dan secara garis besar bahwasannya Teknologi Informasi dapat
dikelompokkan menjadi 2 bagian: perangkat lunak (Software) dan perangkat
keras (Hardware). Perangkat keras menyangkut pada peralatan-peralatan yang
bersifat fisik seperti memory, printer, dan keyboard. Perangkat lunak terkait
dengan instruksi-instruksi untuk mengatur perangkat keras agar bekerja sesuai
dengan tujuan instruksi-instruksi tersebut. Haag, dkk (2000)membagi Teknologi
Informasi menjadi 6 kelompok , yaitu:

a) Teknologi masukan
b) Teknologi keluaran
c) Teknologi perangkat lunak
d) Teknologi penyimpan
e) Teknologi telekomunikasi
f) Mesin pemroses

Teknologi masukan adalah segala perangkat yang digunakan untuk

menangkap data/informasi dari sumber asalnya. Contoh teknologi ini, antara lain

barcode scanner dan keyboard.

Dan yang perlu diketahui juga dalam peranan teknologi Informasi pada

aktivitas yang sebenarnya manusia untuk saat ini memang begitu besar. Teknologi

Informasi telah menjadi fasilitator utama bagi kegiatan-kegiatan bisnis,

memberikan andil besar terhadap perubahan-perubahan yang mendasar pada

struktur, operasi dan manjemen organisasi. Berkat teknologi ini, berbagai

kemudahan dapat dirasakan oleh manusia. Pengambilan uang melalui ATM,

transaksi melalui Internet yang dikenal dengan e-commerce, transfer uang melalui

fasilitas e-banking yang dapat dilakukan dari rumah, merupakan contoh penerapan

Teknologi Informasi. Secara garis besar, peran Teknologi Informasi adalah :

a) Teknologi informasi menggantikan peran manusia. Dalam hal ini,


teknologi informasi melakukan otomasi terhadap suatu tugas atau proses.
b) Teknologi memperkuat peran manusia, yakni dengan menyajikan
informasi terhadap suatu tugas atau proses.
c) Teknologi informasi berperan dalam restrukturisasi terhadap peran
manusia. Dalam hal ini, teknologi berperan dalam melakukan perubahan-
perubahan terhadap sekumpulan tugas atau proses.
Kemudian dalam perkembangan saat ini adalah teknologi bahkan

sejarah mengatakan teknologi informasi adalah hasil rekayasa manusia

terhadap proses penyampaian informasi dari bagian pengirim ke penerima

sehingga pengiriman informasi tersebut akan:

a) lebih cepat

b) lebih luas sebarannya, dan

c) lebih lama penyimpanannya.

d) Pada awal sejarah, manusia bertukar informasi melalui bahasa.

Maka bahasa adalah teknologi.

e) Teknologi penyampaian informasi berkembang melalui gambar.

f) Ditemukannya alfabet dan angka arabik memudahkan cara

penyampaian informasi yang lebih efisien dari cara yang

sebelumnya.

g) Teknologi pencetakan memungkinkan pengiriman informasi

lebih cepat lagi.

Makanya untuk pada saat ini Perkembangan teknologi informasi

memperlihatkan bermunculannya berbagai jenis kegiatan yang berbasis

pada teknologi ini, seperti e-government, e-commerce, eeducation, e-

medicine, e-laboratory, dan lainnya, yang kesemuanya itu berbasiskan

elektronika.

Hal ini dimaksudkan untuk disiplin ilmu saintifik yang disebut

dengan teknologi informasi adalah berbagai aspek yang melibatkan

teknologi, rekayasa dan teknik pengelolaan yang digunakan dalam

pengendalian dan pemprosesan informasi serta penggunaannya; komputer

dan hubungan mesin (komputer) dan manusia; dan hal yang berkaitan
dengan sosial, ekonomi dan kebudayaan [British Advisory Council for

applied Research and Development: Report on Information Technology;

H.M. Stationery Office. 1980).

Seharusnya pada peradaban tataran konsep dan pengertian

teknologi informasi terdiri dari semua bentuk teknologi yang terlibat dalam

pengumpulan, manipulasi, komunikasi, persembahan dan menggunakan

data (data yang ditransformasi kepada informasi) [E.W. Martin et al. 1994.

Managing Information Technology: What Managers Need to Know. New

York :Prentice Hall] Pandangan ini dan atau sebuah realita untuk Dalam

konteks yang lebih luas, teknologi informasi merangkumi semua aspek

yang berhubungan dengan mesin (komputer dan telekomunikasi) dan

teknik yang digunakan untuk menangkap (mengumpul), menyimpan,

memanipulasi, menghantar dan mempersembah suatu bentuk informasi

yang besar. Komputer yang mengendalikan semua bentuk idea dan

informasi memainkan peranan yang penting. Pengumpulan, pemprosesan,

penyimpanan dan penyebaran informasi suara, gambar, teks dan nombor

oleh gabungan pengkomputeran dan telekomunikasi yang berasaskan

mikroelektronik. Teknologi informasi adalah suatu kosa kata baru dalam

khasanah bahasa kita; teknologi informasi mengabungkan bidang teknologi

seperti pengkomputeran, telekomunikasi dan elektronik dan bidang

informasi seperti data, fakta dan proses.

Dan masyarakat di era informasi yang seluruh aktivitasnya tidak

terlepas dari penggunaan teknologi informasi memiliki beberapa ciri,

diantaranya adalah:
a) Era informasi lahir ditandai dengan meningkatnya

masyarakat dalam penguasaan informasi. Contohnya, lebih

banyak pekerja dalam masyarakat sekarang, yang

mengendalikan informasi daripada gabungan pertanian dan

industri. Masyarakat demikian bisa disebut masyarakat

berinformasi (information society.

b) Dalam era informasi, perdagangan/manajemen lebih

mengandalkan teknologi informasi (komputer dan

telekomunikasi). Contohnya, dalam urusan bank yang sangat

tergantung kepada teknologi informasi sehingga mereka

sanggup menanamkan modal yang begitu besar dalam

membangun sistem dan infrastruktur teknologi informasi.

c) Dalam era informasi, proses kerja diubah/ ditransformasi

untuk meningkatkan produktivitas. Contohnya. di era industri,

traktor, kubota digunakan di perkebunan untuk

mempercepatkan kerja. Tetapi di era informasi, pengetahuan

tentang apa, kapan, di mana tanaman dan bagaimana

memelihara tanaman adalah pekerjaan utama yang harus

diketahui sejak tanaman tersebut di tanam sampai dipanen

bahkan perlu dipikirkan pemanfaatan dan pemasarannya..

Teknologi informasi membantu meningkatkan produktivitas

petani/pekebun dan tanah.

d) Teknologi informasi menyediakan dasar untuk berfikir

lagi – iaitu rekayasa lagi (reengineering)- proses bisnes

tradisional.. Teknologi informasi juga memberikan peluang


kepada perusahaan untuk memikirkan lagi metoda tradisional

dalam menjalankan bisnes/urusan untuk menghasilkan produk

dan pelayanan yang lebik baik; mengoptimalkan sumber serta

meningkatkan kekuatan perusahaan; dan seterusnya memberi

manfaat kepada perusahaan dan pelanggan.

e) Keberhasilan dalam teknologi informasi tergantung

kepada keberkesanan penggunaan teknologi informasi. (a)

dalam era pertanian, kita mesti mengetahui kemampuan dan

menjaga kerbau/sapi; tanah; (b) dalam era industri kita juga

mesti mengetahui kemampuan dan menjaga mesin untuk

keberkesanan kerja. (c) dalam era informasi kita pasti

mengetahui bagaimana menggunakan sepenuhnya teknologi

informasi. Dengan kata lain, bagaimana teknologi informasi

meningkatkan kebahagiaan pribadi, meningkatkan kualitas

produk dan memuaskan pelayanan.

f) Teknologi informasi disadari atau tidak sudah banyak

menyatu dalam kehidupan umat manusia, produk dan

pelayanan. Contohnya dalam biro jasa perjalanan, teknologi

informasi digunakan di agen tiket, di lapangan terbang, di

hotel/tempat penginapan, agen sewa kendaraan, di dalam kapal

terbang dan lain-lain. Teknologi informasi memberi suatu nilai

tambah kepada suatu produk. Nilai tambah ini bisa berbentuk

kualitas, kepercayaan, keterampilan, menarik dan sebarang ciri

yang pengguna rasa berguna.


g) Menciptakan proses manajemen yang lebih efektif dan

efisien. Contohnya: karena TI cepat berubah maka perlua ada

pemenataan ulang perencanaan jangka panjang menjadi jangka

menengah dan pendek, TI bisa merubah kehadiran kerja fisikal

menjadi maya, merubah pekerja tetap menjadi pekerja tidak

tetap (outsourcing) dan perubahan tempat kerja dari ruang

yang besar menjadi kecil

Makanya di era yang semakin menuntut orang dalam berbagi hal,

karenanya Banyak dari pekerjaan yang masih dilakukan manusia sehingga

kini sudah tidak lagi memerlukan kemahiran yang dituntut masa silam,

atau disebut sebagai ‘disposal deskilled jobs’ sekarang. Ini termasuk

operasi pembedahan yang tertentu di rumah sakit dan juga sidang di

pengadilan kerana sudah bisa dilakukan robot dan komputer berikutan

semakin banyaknya sistem kecerdasan buatan dikembangkan nanti.

Begitulah nasib tekonologi: teknologi baru sudah menggantikan teknologi

lama. Di antara contohnya ialah cash register’ yang tidak bisa berinterasksi

dengan lingkungan informasi digital itu sudah dibuang

2.1.3 Tindak Kecurangan

2.13.1 Pengertian dan Konsep Tindak Kecurangan

Dalam dunia akuntansi pada saat ini, etika fraud merupakan tindak
kecurangan yang dilakukan secara sengaja oleh satu orang atau lebih.
Tindakan fraud ini bisa terjadi pada suatu manajemen yang dilakukan
secara langsung atau melalui pihak ketiga. Upaya ini juga bisa dilakukan
oleh pihak lain yang memiliki tanggung jawab atas pengelolaan pada suatu
perusahaan.

Dalam tindakannya, fraud akan memanfaatkan suatu kebohongan


yang bertujuan untuk mendapatkan berbagai keuntungan secara tidak adil.
Tindakan fraud tentunya bisa melanggar hukum karena didalamnya
terdapat berbagai unsur kecurangan. Jadi, jelas sudah bahwa fraud
merupakan suatu bentuk kecurangan atau upaya pelanggaran hukum.
Tentunya dalam disiplin ilmu  juga bisa berupa suatu perbuatan yang
berkaitan dengan tindakan penipuan kriminal yang bertujuan untuk
mendapatkan manfaat atau keuntungan berbentuk uang pada pihak lain
yang melakukan tindak penipuan dan kecurangan. Dalam suatu fraud,
akan terjadi suatu bentuk kesalahan, terutama dalam hal finansial
perusahaan.

Untuk proses cenderung akan lebih mudah dilakukan jika mereka


adalah orang yang berasal dari organisasi atau instansi tersebut. Hal ini
tentunya dilakukan demi mendapatkan keuntungan pribadi atau
kelompoknya dan merugikan pihak lain. Secara keseluruhan, tindakan
fraud dalam dunia akuntansi diartikan sebagai bentuk penipuan dan
penyembunyiaan atas pelanggaran terhadap suatu kepercayaan yang telah
diberikan pada orang tersebut.

Bisa diartikan tindak kecurangan ini akan berasumsi pada  berbagai


faktor yang bisa menyebabkan terjadinya fraud dalam suatu lembaga atau
instansi perusahaan. Namun, faktor utamanya adalah karena adanya
kesempatan yang mendukung mereka bisa melakukan kejahatan fraud.
Kesempatan untuk melakukan tindakan ini bisa terjadi kapan saja dan oleh
siapa saja.

Selain itu, fraud juga bisa terjadi karena penegakan hukum yang
berlaku terlalu lemah, sehingga beberapa individu akan mulai
menyepelekan sanksi hukum yang berlaku disana. Hukum yang lemah
juga mampu membuat sesorang menyalahgunakan kedudukannya untuk
melakukan berbagai tindakan kriminal seperti fraud. Selain itu, fraud juga
bisa terjadi karena ada individu yang memiliki sifat buruk, seperti tamak,
dll. Sifat tamak ini akan semakin mendorong karyawan untuk melakukan
upaya fraud ketika ada kesempatan. Sifat yang buruk ini juga bisa
membuat seseorang mencari kesempatan ataupun peluang dalam
melakukan tindakan kriminal atau tindakan yang menyimpang lainnya.
Dengan begitu untuk jenis-jenis tindak kecurangan ada berbgai hal
atau yang disebut diatas adalah fraud istilahnya. Menurut The Association
of Certified Fraud Examiners (ACFE) merupakan organisasi profesional
bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan mengklasifikasikan fraud
(kecurangan) dalam tiga tingkatan yang disebut Fraud Tree, yaitu sebagai
berikut (Albrech, 2009):

a. Penyimpangan atas asset (Asset Misappropriation)

Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian aset


atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk
fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible
atau dapat diukur/dihitung (defined value).

b. Pernyataan palsu atau salah pernyataan (Fraudulent


Statement) 

Fraudulent statement meliputi tindakan yang dilakukan oleh


pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah
untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan
melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam
penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan
atau mungkin dapat dianalogikan dengan istilah window
dressing.

c. Korupsi (Corruption)

Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut


kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana
hal ini merupakan jenis yang terbanyak terjadi di negara-negara
berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih
kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor
integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering kali
tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama
menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk
didalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery),
penerimaan yang tidak sah/illegal (illegal gratuities), dan
pemerasan secara ekonomi (economic extortion).

Ada sebuah tambahan Menurut Fuad (2015), terdapat tiga hal yang
melatarbelakangi seseorang melakukan tindakan kecurangan (fraud) yang
dikenal dengan istilah fraud triangle, yaitu tekanan (pressure), kesempatan
(opportunity) dan pembenaran atas tindakan (rationalization).

a. Pressure (tekanan), yaitu adanya


insentif/tekanan/kebutuhan untuk melakukan fraud. Tekanan
dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup,
tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non
keuangan. Terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada
pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan, yaitu financial
stability, external pressure, personal financial need, dan
financial targets.

b. Opportunity (kesempatan), yaitu situasi yang membuka


kesempatan untuk memungkinkan suatu kecurangan terjadi.
Biasanya terjadi karena pengendalian internal perusahaan yang
lemah, kurangnya pengawasan dan penyalahgunaan wewenang.
Opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan
diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan upaya
deteksi dini terhadap fraud

c. Rationalization (rasionalisasi), yaitu adanya sikap,


karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan
pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan, atau
orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup
menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud.
Rasionalisasi atau sikap (attitude) yang paling banyak digunakan
adalah hanya meminjam (borrowing) aset yang dicuri dan alasan
bahwa tindakannya untuk membahagiakan orang-orang yang
dicintainya
Dan menurut pandangan hal ini ditambahkan Wolfe dan
Hermanson (2004), sifat-sifat terkait elemen capability (kemampuan) yang
sangat penting dalam pribadi pelaku kecurangan, yaitu:

1. Positioning. Posisi seseorang atau fungsi


dalam organisasi dapat memberikan kemampuan untuk membuat
atau memanfaatkan kesempatan untuk penipuan.Seseorang dalam
posisi otoritas memiliki pengaruh lebih besar atas situasi tertentu
atau lingkungan. 
2. Intelligence and creativity. Pelaku
kecurangan ini memiliki pemahaman yang cukup dan
mengeksploitasi kelemahan pengendalian internal dan untuk
menggunakan posisi, fungsi, atau akses berwenang untuk
keuntungan terbesar.
3. Intelligence and creativity. Pelaku
kecurangan ini memiliki pemahaman yang cukup dan
mengeksploitasi kelemahan pengendalian internal dan untuk
menggunakan posisi, fungsi, atau akses berwenang untuk
keuntungan terbesar.
4. Deceit. Penipuan yang sukses
membutuhkan kebohongan efektif dan konsisten. Untuk
menghindari deteksi, individu harus mampu berbohong
meyakinkan, dan harus melacak cerita secara keseluruhan.

Persepsi yang harus dipahami untuk hal ini tndak kecurangan

diistilahkan dengan identic pada Pencegahan fraud dapat dilakukan dengan

mengaktifkan pengendalian internal. Selain itu, fraud dapat dicegah

dengan adanya kesadaran setiap individu. Berikut ini adalah beberapa cara

yang dapat dilakukan untuk pencegahan fraud, yaitu:

a) Risk Analysis. Desain kebijakan anti korupsi harus diawali dengan


melakukan analisa apa saja pola korupsi yang mungkin terjadi.
Kemudian ditindaklanjuti dengan desain program anti korupsi yang
sejalan dengan analisa tersebut. 
b) Implementasi. Melakukan sosialisasi kebijakan anti korupsi,
pelatihan anti korupsi, dan evaluasi proses bisnis untuk
menghindari korupsi.
c) Sanksi. Harus ada sosialisasi kepada seluruh karyawan mengenai
sangsi atas korupsi. Sangsi itu dapat berupa pengurangan
kompensasi, tidak naik jabatan, atau bahkan pemecatan dan/atau
proses hukum. 
d) Monitoring. Melakukan evaluasi program anti korupsi secara
berkala dan mengambil langkah perbaikan secara terus menerus.

Berdasarkan definisi-definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan

bahwa Kecenderungan Kecurangan pemahaman dalam segala hal adalah

keinginan untuk melakukan segala sesuatu untuk memperoleh keuntungan dengan

cara yang tidak jujur seperti menutupi kebenaran, penipuan, manipulasi, kelicikan

atau mengelabui yang dapat berupa salah saji atas laporan keuangan, korupsi dan

penyalahgunaan aset.

Karena pada dasarnya, untuk segala hal sebuah kecurangan merupakan

Istilah penyalahgunaan aktiva biasanya digunakan untuk mengacu pada pencurian

yang melibatkan pegawai dan orang lain dalam lain organisasi. Menurut perkiraan

Association of Certified Fraud Examiners, perusahaan ratarata kehilangan

pendapatannya akibat kecurangan, meskipun banyak dari kecurangan yang

melibatkan pihak-pihak luar, seperti pengutilan oleh pelanggan dan penipuan oleh

pemasok.

Dari perspektif secara menyeluruh dalam arti tataran pengertian tindak

kecurangan dikategorikan sebagai kejahatan kerah putih (white-collar crime).

Sutherland, sebagaimana dikutip oleh Geis dan Meier (1977) dalam Udayani dan

Sari (2017) menjelaskan bahwa kejahatan kerah putih dalam dunia usaha

diantaranya berbentuk salah saji atas laporan keuangan, manipulasi di pasar

modal, penyuapan komersial, penyuapan dan penerimaan suap oleh pejabat publik

secara langsung atau tidak langsung, kecurangan atas pajak, serta kebangkrutan.

Karena dibisa simpulkan bahwa apapun tindak kecurangan tetaplah Perlakuan

tidak semestinya terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara

termasuk penggelapan tanda terima barang uang, pencurian aktiva, atau tindakan
yang menyebabkan entitas membayar barang atau jasa yang tidak diterima oleh

entitas.

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, O. R. (2017). PENGARUH SISTEM PENGENDALIAN INTERN


TERHADAP KUALITAS LAPORAN KEUANGAN. p-ISSN: 2541-1691.
Dharmesti, A. (2013). PERAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM
MENGANTISIPASI KECURANGAN AKUNTANSI. SKRIPSI.
Hasanah, M. U. (2011). PENGARUH KEMAMPUAN PENGURUS,
PELAYANAN DAN LINGKUNGAN USAHA, KOPERASI
TERHADAP PARTISIPASI ANGGOTA. Skripsi.
Hery. (2014). Pengendalian Akuntansi dan Manajemen. Jakarta: Kencana.
Hery. (2015). Auditing 1: Dasar - dasar Pemeriksaan Akuntansi. Jakarta: Prenada
Media.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2007). Standar Profesional Akuntan Publik,
Kompartemen Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Indonesia, I. A. (2007). Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta.
Kurniawan , I. H. (2013). TINDAKAN KOPERASI SIMPAN PINJAM YANG
MENGAKIBATKAN. Skripsi.
Luayyi, S. (2013). EVALUASI SISTEM PENGENDALIAN INTERN
PERSEDIAANBAHAN BAKU UNTUK MEMPERLANCAR PROSES
PRODUKSI( STUDI KASUS PADA PR.KN JAYA SENTOSA
KEDIRI) . SSN 2338-3593.
Pickett, K. S. (2003). THE INTERNAL AUDITING HANDBOOK. USA: the
British Library.
Priyono. (2012). Teori Ekonomi. Surabaya: Dharma Ilmu.
Rahayu, S. E. (2017). PENGARUH BUDAYA KERJA, INTEGRITAS DAN
KEPERCAYAAN TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP
BEHAVIOR. E-ISSN: 2252-8490.
Salamun, S. (2007). Sistem Pengendalian Internal. Tangerang: Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara .
Sambiran, S. (2017). KINERJA LURAH DALAM MENINGKATKAN
PELAYANAN PUBLIK DI KELURAHAN MANENTE KECAMATAN
TAHUNA . Jurnal Jurusan Ilmu Pemerintahan.
Sofianingsih, D. (2010). PENGARUH KOMPONEN STRUKTUR
PENGENDALIAN INTERNAL UNTUK MENCEGAH KECURANGAN
PADA PERUSAHAAN. JURNAL.
Sujadi. (2010). DAMPAK PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI
TERHADAP PROSES AUDITING. JURNAL STIE SEMARANG, VOL 2,
NO 2, EDISI 2010.
Syaiful , M. (2016). STRATEGI KOPERASI DALAM MENINGKATKAN.
Jurnal Progres Ekonomi Pembangunan .
Zarlis, D. (2018). PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP
PENCEGAHAN FRAUD DI RUMAH SAKIT. E-ISSN 2622-0253.
http://id.wikipedia.org/wiki/Perkembangan_Teknologi_Komunikasi_di_Masy
arakat_Indonesia
http://iradewa.com/perkembangan-teknologi-informasi-dan-komunikasi.htm
IAPI. 2013. Standar Audit (SA 220)/Institut Akuntan Publik Indonesia. Jakarta:
Salemba Tunggal, Amin Widjaja. 2009. Akuntansi Manajemen. Jakarta:
Harvindo Empat
Rozmita dan Nelly. 2012. Gejala Fraud Dan Peran Auditor Internal Dalam
Pendeteksian Fraud Di Lingkungan Perguruan Tinggi (Studi Kualitatif).
Banjarmasin: Jurnal Simposium Nasional Akuntansi XV.
Pusdiklatwas BPKP. 2008. Etika dalam Fraud. Jakarta: BPKP.
Sawyer, B.Lawrence, Dittenhofer, Mortimer and James H. Scheiner.
2005. Sawyer’s Internal Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Karyono. 2013. Forensic Fraud. Yogyakarta: ANDI.
Albrecht, W. Steve. 2012. Fraud Examination. South Western: Cengage
Learning.
Fuad, Haris. 2015. Pengaruh Pengalaman, Otonomi, Profesionalisme,
ambiguitas peran, dan Motivasi terhadap Kinerja Auditor. Surakarta:
Universitas Muhamadiyah Surakarta.
Wolfe, David T., dan Hermanson, Dana R. 2004. The Fraud Diamond:
Considering the Four Elements of Fraud. CPA Journal, Dec 2004, Vol. 74, Issue
12.

Anda mungkin juga menyukai