Anda di halaman 1dari 44

PENGARUH VARIASI SUDUT KAWAT ANYAMAN BAJA TAHAN

KARAT 304 DAN PENAMBAHAN Mg TERHADAP KARAKTERISASI


KOMPOSIT Al-Mg/ANYAMAN KAWAT SS 304

PROPOSAL
SKRIPSI

Oleh
Muhammad Hilman
NIM 171910101105

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
2020
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada zaman sekarang ini perkembangan dunia industri sangatlah pesat
seiring dengan berkembangnya teknologi dan sumber daya manusia yang maju.
Berkembangnya dunia industri ini memunculkan kebutuhan manusia semakin
meningkat, terutama dibidang industri material. Banyak penelitian telah dilakukan
untuk mendapatkan kualitas material yang baik dan efisien. Diantara penelitian
tersebut terdapat penelitian mengenai material komposit.
Material komposit merupakan material yang banyak dikembangkan pada
saat ini. Telah banyak penelitian yang telah dilakukan selama beberapa tahun
belakangan. Material komposit ini minimal terdiri dari dua unsur, unsur tersebut
terdiri dari penguat (reinforcement) dan matriks, dari kombinasi bahan tersebut
menghasilkan material baru yang memiliki sifat yang berbeda dengan material
penyusunnya (Junus, 2011). Dari beberapa jenis material komposit, komposit
matriks logam atau Metal Matrix Composite (MMC) merupakan jenis komposit
banyak digunakan dalam kebutuhan industri, kebutuhan di industri memerlukan
jenis komposit ini dibeberapa sektor dan menyesuaikan kebutuhan yang ada dari
jenis komposit matriks logam (Akiniwa, 2006).
Dalam beberapa tahun belakangan komposit matriks logam telah banyak
dikembangkan dan dipelajari secara luas. Banyak sekali permintaan komposit
matriks logam dalam aplikasi di bidang otomotif, industri kedirgantaraan dan
aplikasi konstruksi. Serta penggunaan komposit berbasis Aluminium (Al) dalam
pengaplikasiannya berpotensi tumbuh dalam aplikasi teknik dan struktural
(Ezatpour , dkk., 2013). Komposit matriks aluminium atau Aluminium Metal
Matrix Composites (AMMCs) tergolong jenis komposit matriks logam, adapun
sifat yang dimiliki komposit ini bergantung pada metode pengolahan yang dapat
menghasilkan sifat yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan industri (Pawar
dan Utpat,dkk., 2014).
Untuk meningkatkan karakterisasi material MMC terutama komposit
matriks aluminium, diperlukan adanya tambahan penguat pada komposit tersebut.
Kebanyakan penguat yang digunakan dalam komposit aluminium yaitu
menggunakan material keramik untuk dijadikan penguat, penguat yang digunakan
seperti SiC, Al2O3, B4C, Ti2B dll (Ajay, 2015).. Selain menggunakan penguat
material keramik pada Aluminium Metal Matrix Composites (AMMCs), anyaman
kawat juga dipilih untuk dijadikan sebagai penguat komposit (Huang, dkk.,
2017)..
Dalam pembuatan komposit aluminium ini penambahan penguat dapat
meningkatkan tingkat porositas yang terjadi pada material komposit. Hal ini
menunjukkan bahwa sangat sulit untuk mendapatkan kekuatan mekanik yang
lebih baik pada proses peleburan aluminium dengan penguat tanpa perlakuan
tertentu. Oleh sebab itu diperlukannya penambahan magnesium (Mg) yang dapat
meningkatkan kekuatan mekanik pada komposit (Cholis, dkk., 2013).
Penambahan magnesium ini selain bertujuan untuk meningkatkan kekuatan
mekanik juga dapat meningkatkan keterbasahan antar muka campuran matriks
dengan penguat.
Penambahan penguat dalam komposit aluminium berguna untuk
meningkatkan kekuatan material, penambahan penguat ini dapat berupa serbuk,
serat ataupun anyaman. Terdapat penelitian yang telah dilakukan mengenai
penguat anyaman kawat, penelitian tentang anyaman kawat baja tahan karat
(Stainless Steel) 304 yang dijadikan sebagai penguat merupakan salah satu
alternatif penguat dalam komposit matriks alumunium, dimana anyaman kawat
baja tahan karat (Stainless Steel) 304 memiliki biaya rendah dan keterbasahan
yang baik dengan matriks aluminium. (Huang, dkk., 2017). Penelitian yang
dilakukan (Huang, dkk., 2017) juga memberikan hasil kekuatan komposit
aluminium yang diperkuat anyaman kawat baja tahan karat (Stainless Steel) 304
yang meningkat saat sudut orientasi anyaman sebesar 45 o, dimana peningkatannya
sebesar lebih dari 20% dari pada penguat anyaman kawat baja tahan karat 304
dengan sudut (0o,90o).
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti akan
melakukan penelitian tentang pembuatan komposit penguat anyaman kawat baja
tahan kawat 304 dengan menggunakan metode stir casting untuk mengetahui
pengaruh variasi sudut anyaman kawat 304 dengan sudut (0o,90o) dan (-45o,+45o)
serta penambahan fraksi Mg sebanyak 2% dan 4% terhadap karakterisasi dari
komposit Al-Mg/SS 304. Beberapa pengujian yang akan dilakukan dalam
penelitian ini yaitu uji tarik, uji densitas-porositas, pengamatan struktur mikro dan
Scanning Electron Microscopy (SEM).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh variasi sudut anyaman kawat baja tahan karat 304
dengan sudut (0o,90o) dan (+45o,-45o) serta penambahan fraksi berat Mg
sebanyak 2% dan 4% terhadap kekuatan tarik dari komposit Al-Mg/Anyaman
Kawat SS 304.
2. Bagaimana pengaruh variasi sudut anyaman kawat baja tahan karat 304
dengan sudut (0o,90o) dan (+45o,-45o) serta penambahan fraksi berat Mg
sebanyak 2% dan 4% terhadap nilai densitas-porositas dari komposit Al-
Mg/Anyaman Kawat SS 304.
3. Bagaimana pengaruh variasi sudut anyaman kawat baja tahan karat 304
dengan sudut (0o,90o) dan (+45o,-45o) serta penambahan fraksi berat Mg
sebanyak 2% dan 4% terhadap hasil pengamatan struktur mikro dari komposit
Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304.
4. Bagaimana pengaruh variasi sudut anyaman kawat baja tahan karat 304
dengan sudut (0o,90o) dan (+45o,-45o) serta penambahan fraksi berat Mg
sebanyak 2% dan 4% terhadap hasil pengamatan Scanning Electron
Microscopy (SEM) dari komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304.

1.3 Batasan Masalah


Untuk mempermudah menganalisis permasalahan diperlukan batasan
masalah dalam melakukan penelitian ini, yaitu :
1. Pengaruh waktu dan temperatur pendinginan logam coran diabaikan
2. Reaksi antara logam paduan dengan cetakan diabaikan
3. Volume penyusutan logam cair tidak dihitung
4. Tidak menghitung kecepatan penuangan.

1.4 Tujuan dan Manfaat


1.4.1 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh variasi sudut anyaman kawat baja tahan karat 304
dengan sudut (0o,90o) dan (+45o,-45o) serta penambahan fraksi berat Mg
sebanyak 2% dan 4% terhadap kekuatan tarik dari komposit Al-Mg/SS 304.
2. Mengetahui pengaruh variasi sudut anyaman kawat baja tahan karat 304
dengan sudut (0o,90o) dan (+45o,-45o) serta penambahan fraksi berat Mg
sebanyak 2% dan 4% terhadap nilai densitas-porositas dari komposit Al-
Mg/Anyaman Kawat SS 304.
3. Mengetahui pengaruh variasi sudut anyaman kawat baja tahan karat 304
dengan sudut (0o,90o) dan (+45o,-45o) serta penambahan fraksi berat Mg
sebanyak 2% dan 4% terhadap hasil pengamatan struktur mikro dari komposit
Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304.
4. Mengetahui pengaruh variasi sudut anyaman kawat baja tahan karat 304
dengan sudut (0o,90o) dan (+45o,-45o) serta penambahan fraksi berat Mg
sebanyak 2% dan 4% terhadap hasil pengamatan Scanning Electron
Microscopy (SEM) dari komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304.
1.4.2 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
1. Diharapkan dapat membantu pengembangan material komposit logam,
terutama dengan penguat anyaman kawat baja tahan karat 304.
2. Diharapkan dapat menjadi suatu landasan dalam pengembangan penelitian
yang lebih lanjut, baik didalam ataupun diluar lingkup Universitas Jember.

1.5 Hipotesa
Penambahan anyaman kawat baja tahan karat 304 sebagai penguat pada
komposit alumunium akan meningkatkan sifat mekanik pada komposit Al-
Mg/Anyaman Kawat SS 304, serta penambahan Mg dapat meningkatkan
keterbasahan antarmuka, sehingga mengurangi tingkat porositas yang terjadi pada
komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komposit
Komposit merupakan gabungan dari dua material atau lebih yang memiliki
sifat fisik dan kimiawi yang berbeda (Trinh Son N, dkk., 2016). Gabungan dari
material yang berbeda tersebut bertujuan untuk membentuk jenis material baru
yang memliki sifat yang lebih baik dari material yang sebelumnya. Terdapat tiga
komponen utama dalam suatu komposit yaitu matriks, penguat (reinforcement)
dan antarmuka (interface). Matriks adalah fase komposit kontinu atau sebagai
pengisi dan berfungsi untuk menahan penguat dalam orientasi yang telah
dilakukan. Penguat (reinforcement) adalah material yang lebih kuat yang
didistribusikan di dalam matriks yang bertujuan sebagai penguat dari komposit.
Matriks, penguat (reinforcement) dan antarmuka menentukan sifat dari
karakteristik suatu material (Trinh Son N, dkk., 2016).
Klasifikasi komposit dapat dibedakan berdasarkan jenis matriks dan
penguatnya. Untuk klasifikasi menurut matriksnya terdapat komposit matriks
logam (MMC), komposit matriks polimer (PMC), dan komposit matriks keramik
(CMC). Berdasarkan penguatnya, terdapat komposit penguat partikel, komposit
serat , dan komposit structural (Calister, dkk., 2012).

Gambar 2.1 Skema klasifikasi komposit berdasarkan penguatnya (sumber:


Callister, dkk,. 2012)
Terdapat beberapa faktor dari penguat yang dapat mempengaruhi sifat dari
material komposit yaitu konsentrasi, bentuk, ukuran, orientasi dan distribusi
(Callister, dkk,. 2007). Sesuai dengan gambar 2.2 dibawah ini:

Gambar 2.2 Skema representasi penguat pada komposit a) distribusi, b)


konsentrasi, c) orientasi, d) bentuk, e) orientasi. (sumber: Callister, dkk,. 2007)

2.1.1 Komposit Matriks Alumunium


Komposit matriks alumunium termasuk kedalam jenis komposit matriks
logam dilihat dari matriksnya. Komposit matriks logam merupakan material
logam yang diperkuat dengan logam lain, keramik atau senyawa organik sebagai
penguatnya. Pemberian penguat bertujuan memperbaiki sifat-sifat logam dasar
seperti kekuatan, kekakuan, konduktivitas, dan lain-lain (D.L. McDanels,. 1985).
Dari sekian banyak material logam yang digunakan dalam pembuatan
komposit, logam alumunium merupakan salah satu logam yang memiliki
keunggulan dari kekuatannya, densitasnya yang rendah, ketersediaan dan biaya
yang murah dari material lainnya. Beberapa keunggulan komposit alumunium
menurut (M K Surappa,. 2003) yaitu :
1. Kekuatan lebih tinggi
2. Kekakuan meningkat
3. Densiti rendah
4. Menaikan sifat tahan temperatur tinggi
5. Memperbaiki koefisien panas ekspansi
6. Memperbaiki sifat tahan gesekan dan ketahanan aus
7. Memperbaiki sifat tahan getaran.
Dalam material komposit, penguat (reinforecememt) berperan penting untuk
meningkatkan sifat dari suatu material, menurut (M K Surappa,.2003) terdapat
beberapa jenis penguat yang digunakan dalam komposit matriks alumunium
diantaranya :
1. Penguat partikel
2. Penguat whisker atau pendek
3. Penguat fiber kontinu
4. Penguat mono filamen.

2.2 Material Penyusun Komposit


2.2.1 Alumunium
Alumunium dan paduannya merupakan logam ringan yang memiliki
keuletan yang tinggi, ketahanan korosi dan daya hantar listrik dan panas yang
baik, hal tersebut dapat dilihat dari struktur kristal FCC (Face Centered Cubic)
yang dimiliki alumunium dan paduannya. Alumunium lebih ringan dibandingkan
dengan baja, massa jenis alumunium lebih rendah (2,7 g/cm3) daripada dengan
baja (7,9 g/cm3) (Callister, dkk,. 2007). Pada aplikasi material komposit matriks
alumuinium, alumunium digunakan sebagai matriks yang berfungsi untuk
mendistribusikan beban ke penguat, karena matriks hanya dapat menahan sedikit
beban yang diterima oleh komposit (Callister, dkk,. 2007) , sehingga material
matriks harus merupakan material yang ulet dan dapat melindungi penguat
(Brooks, dkk., 1982). Sifat – sifat fisik, mekanik, dan panas yang dimiliki oleh
aluminium dapat dilihat pada tabel 2.1 dibawah ini:

Tabel 2.1 Data Sifat fisik, sifat mekanik, dan sifat panas logam aluminium.
Sifat Fisik Satuan Nilai
Massa Jenis g/cm3 2,7 (Sumbe
r: Lutfi Nomor Atom - 13 S.,
2010).
Berat Atom g/mol 26,67
Warna - Putih Keperakan
Struktur Kristal - FCC
o
Titik Lebur C 660,4
o
Titik Didih C 2467
Jari-jari Atom Nm 0,143
Jari-jari Ionik Nm 0,053
Nomor Valensi - 3
Sifat Mekanis Satuan Nilai
Modulus Elastisitas Gpa 72
Poisson’s Ratio - 0,35
Kekerasan VHN 3500
Kekuatan Luluh MPa 450
Ketangguhan Mpa m 4,5
Sifat Panas Satuan Nilai
Konduktivitas Panas W/moK 237
Kapasitas Panas J/Kg.K 917

Aluminium dan paduannya dapat dilihat dari produknya, apakah hasil cast
product (produk hasil pengecoran) atau wrought product (produk hasil tempa)
(Altenpohl D., 1982). Sistem penandaan paduan aluminium berdasarkan pada
jenis unsur paduan dengan menggunakan 4 digit nomor, dimana digit pertama
menunjukkan kelompok aluminium, digit kedua menunjukkan modifikasi dari
paduan aslinya atau batas unsur pengotor dan 2 digit terakhir menunjukkan
kemurnian aluminium. Paduan aluminium diklasifikasikan dalam berbagai standar
oleh berbagai negara di dunia. Saat ini klasifikasi yang sangat terkenal dan
sempurna adalah standar Aluminium Association di Amerika (AA) yang
didasarkan atas standar terdahulu dari Alcoa (Aluminium Company of America)
Berikut klasifikasi aluminium menurut standar Aluminium Association
(AA)seperti pada Tabel 2.2 dibawah ini.
Tabel 2.2 Klasifikasi Paduan Aluminium.

Standar AA Keterangan
1001 Al murni 99,5% atau diatasnya
1100 Al murni 99,0% atau diatasnya
2010-2029 Cu merupakan unsur paduan utama
3003-3009 Mn merupakan unsur paduan utama
4030-4039 Si merupakan unsur paduan utama
5050-5086 Mg merupakan unsur paduan utama
Mg2Si merupakan unsur paduan
6061-6069
utama
7070-7079 Zn merupakan unsur paduan utama
(Sumber: Surdia, 1999)

Penambahan unsur-unsur tertentu ke dalam aluminium sangat memberikan


pengaruh besar terhadap sifat-sifat aluminium serta kegunaannya. Hal inilah yang
membuat aluminium yang digunakan untuk aplikasi memerlukan penambahan
unsur paduan lebih dari satu jenis. Berikut ini adalah pengaruh beberapa jenis
unsur terhadap sifat aluminium (Altenpohl D., 1982) :
a. Tembaga (Cu)
Tembaga adalah salah satu paduan penting pada alumininum. Melalui age-
hardening, endapan CuAl2 dapat membentuk yang dapat membantu peningkatan
kekuatan mekanik dari aluminium. Kadar Cu biasanya berkisar dari 1 – 10% pada
paduan aluminium.
b. Mangan (Mn)
Unsur mangan dianggap sebagai unsur pengotor dalam paduan Al-Si.
Kelarutan unsur Mn dalam paduan aluminium sebesar 1,82% pada temperatur
658°C. Mangan tidak akan memberikan efek yang signifikan pada coran paduan
aluminium jika tidak mendapat perlakuan pengerasan regang. Efek penambahan
unsur ini yaitu meningkatkan kekuatan dan kekerasan, meningkatkan ketahanan
terhadap temperatur tinggi.
c. Silikon (Si)
Silikon merupakan unsur yang umum digunakan dalam paduan
aluminium. Hal ini dikarenakan penambahan unsur silikon meningkatkan
karakteristikn pengecoran seperti meningkatkan mampu alir (fluiditas), ketahanan
terhadap retak panas.
d. Magnesium (Mg)
Magnesium adalah unsur yang dapat meningkatkan kekuatan dan
kekerasan pada paduan aluminium dan umumnya digunakan pada paduan Al-Si
kompleks yang mengandung Cu, Ni, dan elemen lain yang berfungsi sama.
Magnesium memiliki kelarutan 17,4% pada temperatur 450°C. Selain
meningkatkan kekuatan dan kekerasan, unsur Mg juga meningkatkan ketahanan
terhadap korosi paduannya namun menurunkan sifat mampu cor dan sebagai
unsur pengikat.
e. Seng (Zn)
Seng memiliki kelarutan pada 443°C dapat mencapai 88,8%. Jika dipadu
dengan tembaga (Cu) dan atau magnesium (Mg) dapat meningkatkan sifat
kekerasan dan kekuatan karena menghasilkan paduan yang mampu diperlakukan
panas dan terbentuknya presipitat MgZn2 dan CuAl2. Dalam kadar yang berlebih,
unsur Zn dapat meningkatkan kegetasan, menurunkan ketangguhan, dan
menurunkan ketahanan terhadap korosi. Oleh sebab itu, kandungannya dibatasi
dari0,1% sampai 1%.
f. Besi (Fe)
Besi merupakan pengotor yang sering ditemukan di aluminium. Kelarutan
unsur ini cukup kecil pada aluminium cair yaitu 0,05% pada 655°C. Efek
penambahannnya yaitu meningkatkan ketahanan terhadap retak panas,
menurunkan tingkat terjadinya die sticking atau soldering pada proses die casting.
Peningkatan kadar Fe dalam paduan akan meningkatkan kekuatan terutama pada
suhu tinggi. Namun akan menurunkan keuletan dan mampu alir. Kebanyakan
kadar Fe dalam paduan aluminium dibatasi maksimum hanya 1% saja.
2.2.2 Magnesium
Dalam pembuatan komposit, Mg digunakan sebagai wetting agent
(kemampubasahan antarmuka), tambahan Mg dapat meningkatkan pembasahan
dan mengurangi sudut kontak antara matriks dan penguat, dengan cara
menurunkan tegangan permukaan antara keduanya. Sifat-sifat fisik, mekanik, dan
panas dari magnesium secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.3 dibawah (Lutfi
S., 2010.):

Tabel 2.3 Data Sifat fisik, sifat mekanik, dan sifat panas magnesium.

Sifat Fisik Satuan Nilai


Massa Jenis g/cm3 1,74

Berat Atom g/mol 24,305

Warna - Putih Keperakan

Struktur Kristal - Hexagonal

Titik Lebur ˚C 650

Titik Didih ˚C 1090

Sifat Mekanis Satuan Nilai


Poisson‘s Ratio - 0,22

Kekuatan Luluh MPa 45

Kekerasan BHN 260

Sifat Panas Satuan Nilai


Konduktivitas Panas W/m˚K 35

Koefisien Ekspansi Panas 106/˚C 24,8


Specific Heat J/Kg.K 24,87

(Sumber: Lutfi S., 2010).


Penambahan Mg selain untuk meningkatkan kemampubasahan antar muka
material komposit juga dapat mamapengaruhi sudut kontak antar muka pada
material komposit. Semakin kecil sudut kontak yang terbentuk pembasahan yang
terjadi semakin meningkat, hal tersebut terjadi akibat adanya perbedaan energi
antarmuka pada material (Kainer, 2003)..

2.2.3 Anyaman Kawat Baja Tahan Karat SS 304


Baja tahan karat tersusun atas kromium sebagai paduan utamanya,
dibutuhkan minimal 11% konsentrasi berat dari kromium (Cr). Baja tahan karat
sangat tahan terhadap korosi (karat), kandungan kromium dalam paduan
membentuk lapisan tipis oksida dalam atmosfer yang dapat melindungi
permukaan dari korosi. Ketahan korosi juga dapat ditingkatkan dengan
penambahan nikel dan molybdenum (Callister, dkk,. 2007).
Baja tahan karat terbagi menjadi tiga kelas berdasarkan fasanya, fasa
martensitik, feritik, dan austenitik. Tabel 2.4 komposisi, sifat mekanik dan
aplikasi dari baja tahan karat austenitik, feritik, dan martensitik. Kombinasi dari
sifat mekanik yang berbeda dan ketahanan korosi yang baik membuat baja tahan
karat ini sangat banyak digunakan dan serbaguna dalam penerapannya.
Tabel 2.4 komposisi, sifat mekanik dan aplikasi dari baja tahan karat
austenitik, feritik, dan martensitik.
(Sumber: Callister, dkk,. 2007)
Pada baja tahan karat ini terbentuk tiga fasa berbeda, perbedaan tersebut
dari sifat mekanik, ketahanan korosi dan aplikasi penggunaannya (Groover,
2010), tiga fasa tersebut antara lain sebagai berikut :
1) Baja tahan karat martensitik memiliki ketahanan panas yang baik, sifat
yang kuat, keras dan tahan lelah, akan tetapi kurang tahan korosi dari pada
baja tahan karat austenitik dan feritik. Seri yang termasuk dalam baja
tahan karat ini yaitu seri 410 dan 440 A.
2) Baja tahan karat austenitik merupakan jenis baja tahan karat yang tahan
korosi paling baik dari baja tahan karat martensitik. Baja tahan karat jenis
ini bersifat non-magnetik dan sangat ulet, tetapi dapat meningkatan
kekerasan yang signifikan. Seri 301, dan 316L termasuk dari jenis baja
tahan karat austenitik.
3) Baja tahan karat feritik membentuk fasa ferit pada suhu kamar. Baja tahan
karat feritik bersifat magnetis dan kurang ulet tetapi tahan korosi
dibandingkan dengan baja tahan karat austenitik. Untuk seri yang
termasuk dalam jenis baja tahan karat feritik ini seperti seri 409 dan 446.

2.3 Pengecoran
Pengecoran adalah proses fabrikasi mencairkan logam sampai benar benar
cair dan dituangkan ke dalam suatu cetakan yang telah dibentuk sesuai dengan
yang diinginkan. Logam cair yang telah dituang akan membentuk sesuai dengan
cetakan yang telah dibuat dan logam akan mengalami penyusutan. Teknik
pengecoran akan digunakan ketika (Callister, dkk,. 2007) :
1. Bentuk yang dibuat sangat besar atau bentuk yang diinginkan rumit, dimana
metode lain kurang baik dan tidak praktis digunakan.
2. Paduan yang akan digunakan memiliki keuletan yang sangat rendah sehingga
tidak dapat menggunakan pembentukan dengan pengerjaan panas atau dingin.
3. Dibandingkan proses fabrikasi lainnya, pengecoran merupakan metode paling
ekonomis.
Berbagai metode pengecoran tersedia, sehingga menjadikannya salah satu
yang paling serbaguna dari semua proses pembuatan. Beberapa keunggulan dari
proses pengecoran antara lain :
1. Mampu digunakan untuk membuat bentuk geometri yang kompleks
sehingga tidak memerlukan proses manufaktur yang lebih lanjut
2. Mampu dilakukan untuk jenis logam apapun yang dapat dipanaskan
hingga menjadi cair
3. Cocok digunakan untuk produksi dalam jumlah massal
Namun diantara keunggulan yang dimiliki, proses pengecoran juga
memiliki beberapa kelemahan diantaranya batasan pada sifat mekanik, porositas,
akurasi dimensi dan permukaan akhir yang buruk untuk beberapa jenis
pengecoran, resiko bahaya bagi keselamatan manusia saat memproses logam cair
panas, dan dampak terhadap lingkungan (Groover,. 2010)
Pemilihan metode dan jenis cetakan dalam pengecoran juga harus
mempertimbangkan beberapa faktor, faktor tersebut digunakan untuk memilih
metode dan jenis cetakan yang akan digunakan dalam proses pengecoran,
sehingga kekurangan dan kerugian dalam pengecoran dapat diminimalisir. Faktor
tersebut diantaranya (Suprapto, W,.2017) :
1. Kompleksitas bentuk (kerumitan cetakan yang dibentuk).
2. Biaya pembuatan model atau cetakan.
3. Jumlah komponen yang diperlukan.
4. Toleransi yang diperlukan.
5. Finishing permukaan yang diperlukan.
6. Kekuatan dan berat (strength to weigh ratio)
7. Total kualitas yang diperlukan.

2.3.1 Cetakan Pengecoran


Cetakan pengecoran merupakan salah satu bagian penting dalam proses
pengecoran. Cetakan pengecoran digunakan sebagai media pembentuk dari
produk yang akan dibuat. Cetakan pengecoran harus memiliki geometri yang
sesuai keinginan. Penentuan dari bentuk geometri rongga pada cetakan
pengecoran harus dibuat lebih besar dari ukuran produk asli yang diinginkan
untuk menghindari
penyusutan yang terjadi di dalam logam selama proses pembekuan dan
pendinginan. Proses pengecoran pada cetakan dilakukan pada saat suhu logam
sudah berada dititik cair dan dalam keadaan cair, kemudian cairan dituangkan
kedalam rongga cetakan. (Groover,2010).
Pada industri pengecoran logam terdapat beberapa jenis cetakan
pengecoran yang sering digunakan, diantaranya:
a. Cetakan berbahan pasir
Cetakan pasir merupakan metode yang sangat banyak digunakan, terutama
di industri. Hampir semua jenis bahan pengecoran dapat dicetak menggunakan
cetakan pasir, baik yang logam dengan temperatur leleh rendah maupun logam
dengan temperatur leleh yang tinggi, seperti baja, nickel, dan titanium
(Groover,2010).
Proses penuangan logam cair pada cetakan dilakukan dengan menuangkan
lelehan logam kedalam cetakan pasir, membiarkannya mengeras, kemudian
menghancurkan cetakan untuk mengeluarkan benda kerja (Groover,2010).

Gambar 2.3 Cetakan pasir (Sumber: Groover,2010).


b. Cetakan berbahan logam
Cetakan berbahan logam atau yang biasa disebut dengan Permanent-mold
(cetakan permanen) cetakan ini menggunakan logam sebagai bahan dasarnya
dimana
kontruksinya terdiri dari dua bagian yang didesain dan dilakukan proses
pengerjaan dengan permesinan secara presisi dan mudah untuk dibuka dan ditutup
(Groover,2010). Sehingga cetakan ini dapat digunakan secara berulang-ulang.
Prinsip pada pengecoran ini sama halnya dengan proses pengecoran
menggunakan cetakan pasir, yaitu dengan menuangkan logam yang telah mencair
kedalam cetakan logam, kemudian membiarkannya mengeras dan membuka
cetakan untuk mengeluarkan benda kerja.

2.3.2 Metode Pengecoran


Pada proses pengecoran logam terdapat beberapa metode yang sering
digunakan, metode tersebut bergantung pada benda yang akan dibuat dan tahap
pengecoran yang akan digunakan sesuai perkembangan teknologi yang ada.
Metode yang biasa digunakan dalam proses pengecoran terdapat beberapa macam
diantaranya:
a. Die Casting
Die Casting yaitu proses pengecoran cetakan permanaen dimana logam
cair dimasukkan kedalam cetakan dengan memberikan tekanan tinggi. Tekanan
tersebut diberikan untuk membantu logam cair masuk dan memenuhi cetakan.
Tekanan yang diberikan berkisar antara 7-350 MPa, tekanan tersebut ditahan
hingga logam mengeras. Setelah logam mengeras dan dingin cetakan dibuka dan
produk cor dilepas (Groover,2010).

Gambar 2.4 Tahapan proses pengecoran Die Casting (Sumber:


Groover,2010).
b. Gravity Casting
Gravity Casting merupakan jenis metode pengecoran menggunakan
cetakan permanen, jenis cetakan yang digunkan yaitu cetakan logam. Proses
pengecoran dengan metode gravity casting yaitu dengan menuangkan logam
coran kecetakan yang telah ada dengan bantuan gaya gravitasi dan tanpa ada
tekanan yang diberikan.
Proses pengecoran menggunakan metode gravity casting dan cetakan
permanen akan menghasilkan benda hasil coran yang memiliki struktur mikro
yang lebih halus dibandingkan metode pengecoran lain dan memiliki pori-pori
yang kecil sehingga mampu untuk meningkatkan sifat mekaniknya, serta
prosesnya cukup mudah dalam peoses pengecoran (Tata surdia dan Chijiwa kenji,
1998).

Gambar 2.5 Metode Gravity casting menggunakan cetakan (sumber : Groover,


2010)
c. Squeeze Casting
Squeeze Casting merupakan jenis metode pengecoran baru, pengecoran
pada squeeze casting ini menggunakan tenaga hidrolis untuk menekan cairan
logam yang telah meleleh. Jenis pengecoran ini disebut juga penempaan logam
cair. Penekanan yang dilakukan pada logam cair bertujuan untuk membentuk
profil dan geometri produk yang dihasilkan. Perpindahan panas yang dihasilkan
cepat dan dapat mengurangi terjadinya porositas pada saat penekanan pada logam
cair (BCS., 2000).
Gambar 2.6 Skema squeeze casting (a) punch dan dies dipersiapkan (b) Al cair
dituang (c) logam cair diberi tekanan dengan punch (d) punch diangkat dan
produk dikeluarkan (Sumber: HU, dkk., 1998)
d. Centrifugal Casting
Centrifugal Casting merupakan proses pengecoran dimana cetakan diputar
dengan kecepatan tinggi. Proses putaran pada cetakan menyababkan gaya
sentrifugal dan logam cair yang dituangkan ke cetakan terdistribusi pada tepian
cetakan. Pengecoran ini tidak mempunyai core dan biasa digunakan untuk
membuat produk silinder berdinding tipis (Groover,2010).

Gambar 2.7 Metode Centrifugal casting (sumber Groover :


2010)

2.4 Stir Casting


Stir casting merupakan salah satu metode pembuatan komposit dengan
melakukan pengadukan mekanik pada logam yang berfungsi sebagai matriks
diatas temperatur leburnya kemudian dituang ke dalam cetakan (Jit, dkk., 2011).
Pada metode ini dibutuhkan baling-baling yang berfungsi sebagai pengaduk untuk
mencampurkan bahan dan juga digunakan untuk memperbaiki dispersi dan
distribusi dari partikel penguat yang ditambahkan (Sajjadi, dkk., 2011).
Gambar 2.8 Skema Metode Stir Casting (Sumber: Sajjadi, dkk., 2011)

Dalam proses pengadukan dapat mengakibatkan terperangkapnya udara


yang masuk dalam cairan logam, dimana saat udara terperangkap sulit untuk
menghilangkannya disebabkan karena viskositas cairan logam yang terus
meningkat (Hashim et. al., 1999). Kecepatan pengaduk pada proses stir casting
juga dapat mempengaruhi baik atau buruknya dispersi dari penguat, semakin cepat
putaran maka dispersi dari penguat semakin baik. Tetapi kecepatan putar yang
tinggi menyebabkan masuknya udara semakin banyak karena kontak antara udara
dengan logam leburan. Jadi kecepatan putar yang baik yaitu pada kecepatan 450
rpm dengan waktu pengadukan selama 30-45 detik (Sajjadi, dkk., 2011).

2.5 Pengujian
Pengujian material yaitu proses uji pada suatu bahan untuk mengetahui
sifat sifat bahan tersebut dengan menggunakan bantuan alat yang menghasilkan
data, nilai, maupun gambar dari proses pengujian. Proses pengujian pada material
bertujuan untuk mengaetahui sifat karakteristik dari material, sifat-sifat tersebut
meliputi sifat mekanik, sifat fisik dan sifat metalografi dari material.
Perkembangan teknologi juga memunculkan sifat baru dari material yang diuji
seperti sifat kimia dan sebagainya.
2.5.1 Pengujian Tarik
Pengujian Tarik merupakan prosedur rekayasa standar penting yang
berguna untuk mengkarakterisasi beberapa variable elastis dan plastis yang
relevan terkait dengan sifat mekanik suatu material yang diuji. Sifat tarik juga
sering digunakan untuk memprediksi perilaku material pada pembebanan selain
tegangan unaksial (Saray Onur, dkk., 2015). Pengujian tarik juga bertujuan untuk
mengetahui sifat mekanis dari suatu bahan dalam keadaan pembebanan statis.
Sifat-sifat yang diketahui meliputi tegangan luluh, tegangan ultimate, tegangan
patah, regangan dan sifat mekanis lainnya (Junus, 2006).

Gambar 2.9 Kurva Tegangan Regangan dari Benda Uji


(Sumber: Junus, 2006)

Pengujian tarik dilakukan untuk memberi beban tarik pada batang


spesimen uji secara perlahan hingga specimen mengalami patah. Penarikan pada
spesimen hingga putus dapat memberikan data profil tarikan yang lengkap dalam
bentuk kurva. Kurva yang dihasilkan menunjukkan hubungan antara tegangan
dengan reganagan seperti pada Gambar 2.9. pada kurva perubahan panjang
disebut sebagai regangan teknik yang merupakan perubahan panjang yang terjadi
akibat perubahan statik (ΔL) terhadap panjang awal (L 0). Tegangan yang
dihasilkan berupa tegangan teknik yang mana merupakan nilai pembeba
nan yang terjadi (F) pada suatu luas penampang awal (A0). Persamaan
tegangan normal akibat gaya tarik sebagai berikut (Junus, 2006) :
F
σ= (1)
A0
Dimana :
σ : Tegangan tarik (MPa)
F : Gaya tarik (N)
A0 : Luas penampang specimen awal (mm2)

Regangan akibat beban tekan statik dapat ditentukan berdasarkan

ΔL
ε= 100 % (2)
L0

Dimana :
ε : Regangan akibat daya tarik (%)
𝛥𝐿 : Perubahan panjang spesimen (mm)
L0 : Panjang spesimen awal (mm)

Hasil pengukuran pada tegangan suatu pengujian merupakan nilai teknik.


Regangan akibat gaya tarik yang diberikan akan menambah panjang dan diameter
specimen akan mengecil, dan mengalami deformasi plastis. Hubungan antara
tegangan dan regangan dirumuskan sebagai berikut :

E=σ/ε (3)

2.5.2 Pengujian Densitas-Porositas


Densitas merupakan besaran fisis yaitu perbandingan massa (m) dengan
volume benda (V). Pengukuran densitas yang materialnya berbentuk padatan atau
bulk digunakan metode Archimedes. Untuk menghitung nilai densitas aktual dan
theoritis digunakan persamaan (Surdia, dkk., 1995).
Persamaan densitas aktual :
ρm = ms /(ms – mg) x ρH2O (1)

Persamaan densitas teoritis :


ρth = ρAl . VAl + ρMg . VMg + ρSS . VSS (2)
dimana :
ρm : densitas aktual gram/cm3 )
ms : massa sampel kering (gram)
mg : massa sampel yang digantung di dalam air (gram)
ρH2O : massa jenis air = 1 gram/cm3
ρth : densitas teoritis (gram/cm3 )
ρAl : densitas Al (gram/cm3 )
ρm : densitas Mg (gram/cm3 )
ρSS : densitas Stainless Steel (gram/cm3 )
VAl : fraksi massa Al (gram)
VMg : fraksi massa Mg (gram)
VSS : fraksi massa stainless steel (gram)

Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume


ruang kosong (rongga pori) yang dimiliki oleh zat padat terhadap jumlah dari
volume zat padat itu sendiri. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan
sebagai porositas terbuka atau apparent porosity, dan dapat dinyatakan dengan
persamaan (Surdia, dkk., 1995).

ρm
Porosity = 1− (3)
ρth

Dimana:
ρm : densitas aktual (gram/cm3 )
ρth : densitas teoritis (gram/cm3 )

Dengan diketahuinya densitas aktual dan densitas teoritis, maka porositas


material dapat ditentukan dengan persamaan (3)

2.5.3 Pengujian Struktur Mikro


Mikro struktur atau metalografi adalah bentuk susunan struktur dari suatu
material logam yang terbentuk tergantung proses pengerjaan yang dilakukan,
bentuk dari strukturny sangat kecil dan tidak beraturan. Bentuk struktur dari
material dapat dilihat menggunakan mikroskop optik. Mikro struktur logam dan
paduan terbentuk terjadi selama proses padatan dari keadaan cair, sifat mekanis
yang terjadi baik berupa kekuatan, kekerasan, dan keuletan mempunyai korelasi
dengan bentuk struktur mikronya, sedangkan cacat yang terjadi pada logam dan
paduannya dikaitkan dengan ketidaknormalan struktur (ASM Handbook
Committee, 2003)
Pengamatan struktur mikro merupakan pengujian mengenai bentuk
struktur suatu material menggunakan mikroskop khusus metalografi dengan
perbesaran tertentu. Berdasarkan hasil pengujian struktur mikro kita dapat
mengamati bentuk serta ukuran krista logam, kerusakan akibat deformasi, proses
perlakuan panas dan perbedaan komposisi. Sebelum dilakuakn proses pengamatan
struktur mikro diperlukan proses metalografi. Proses metalografi dibutuhkan agar
proses pengamatan struktur mikro dapat dilakukan (ASTM Internastional, 2012).
a. Pemotongan (Sectioning)
Proses pemotongan merupakan proses merubah ukuran material dari
sampel yang besar menjadi spesimen ukuran kecil.
b. Pembingkaian (Mounting)
Pembingkaian dilakukan pada bentuk spesimen yang ukurannya kecil atau
tidak beraturan guna memudahkan dalam memegang spesimen saat proses
pengamplasan dan pemolesan. Biasanya dilakukan dengan penambahan
resin pada spesimen.
c. Gerinda, Pengamplasan dan Poles
Tahap gerinda, pengamplasan dan poles ini bertujuan untuk membentuk
permukaan spesimen supaya benar-benar rata. Pengamplasan dilakukan
dengan cara menggosok spesimen pada mesin hand grinding yang diberi
kertas gosok dengan ukuran grid yang paling kasar sampai yang paling
halus. Sedangkan pemolesan dilakukan dengan menggosokkan specimen
diatas mesin polishing yang dilengkapi dengan kain wool yang diberi
serbuk alumina (Al2O3) dengan kehalusan 1 - 0,05 mikron. Panambahan
serbuk alumina ini bertujuan untuk lebih menghaluskan permukaan
specimen sehingga akan lebih mudah melakukan metalografi.
d. Etsa (Etching)
Proses etsa merupakan proses korosi atau mengkorosikan permukaan
spesimen yang telah rata setelah dilakukan proses grinding dan polishing
menjadi tidak rata lagi. Ketidakrataan permukaan spesimen ini
dikarenakan mikrostruktur yang berbeda akan dilarutkan dengan kecepatan
yang berbeda, sehingga meninggalkan bekas permukaan dengan orientasi
sudut yang berbeda pula. Pada pelaksanaannya, proses etsa ini dilakukan
dengan cara mencelupkan spesimen pada cairan etsa dimana tiap jenis
logam mempunyai cairan etsa (etching reagent) sendiri.

2.5.4 Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM)


Scanning electron microscope (SEM) merupakan salah satu Teknik
pilihan untuk analisis permukaan dari specimen yang akan diuji. Analisis yang
dilakukan dengan mengamati struktur metalografi dari suatu material. Komponen
dari Scanning electron microscope (SEM) mencakup electron gun (sumber
elektron dan anoda percepatan), lensa elektromagnetik untuk memfokuskan
elektron, ruang vakum yang menampung tahap spesimen, dan pemilihan detector
untuk mengumpulkan sinyal yang dipancarkan dari specimen (Egerton, 2011).

Scanning electron microscope (SEM) adalah salah satu jenis mikroskop


elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk
permukaan dari sampel yang dianalisis. SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi
daripada optical microscope (OM). Hal ini disebabkan panjang gelombang de
Broglie yang memiliki elektron lebih pendek daripada gelombang OM. Karena
semakin kecil panjang gelombang yang digunakan maka semakin tinggi resolusi
mikroskop. SEM memiliki resolusi yang lebih tinggi daripada OM. Resolusi yang
mampu dihasilkan OM hanya 200 nm, sedangkan resolusi yang dapat dihasilkan
SEM mencapai 0.1 – 0.2 nm (Inkson, 2016).
Gambar 2.14 Prinsip kerja SEM (Inkson, 2016)

2.6 Diagram Fishbone


Pada penelitian ini disajikan diagram fishbone pengaruh variasi sudut kawat
anyaman baja tahan karat 304 dan penambahan Mg untuk mengetahui
karakterisasi komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304.Tahapan dan susunan
yang harus dilakukan diantaranya:
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan komposit ini yaitu :
- Aluminium murni (ingot) (Ezatpour, dkk., 2013)..
- Magnesium 2% dari fraksi berat komposit dan Magnesium 4% dari
fraksi berat komposit (ingot) (Junus, S. 2006).
2. Penguat
Penguat yang digunakan dalam pembuatan komposit menggunakan anyaman
kawat baja tahan karat (Stainless Steel) 304 dengan diameter 0,3 mm dan
variasi sudut anyaman (0o,90o) dan (-45o,+45o) (Huang, dkk., 2017).
3. Metode
Metode yang digunakan dalam pembuatan komposit ini menggunakan
metode Stir Casting.
4. Pengujian
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui karakterisasi dari komposit Al-
Mg/Anyaman Kawat SS 304 yaitu:
- Uji Tarik
- Densitas dan Porositas
- Uji Mikro
- Scanning Electron Microscopy

Gambar
2.15
BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian


Dalam penelitian ini metode yang akan digunakan yakni menggunakan
metode eksperimental, metode yang digunakan untuk menguji karakterisasi pada
komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304 dengan variasi sudut kawat anyaman
(0o,90o) dan (+45o,-45o) serta penambahan fraksi berat Mg sebanyak 2% dan 4%.

3.2. Variabel Penelitian


3.2.1 Variabel Bebas
Pada penelitian ini variabel bebas yang digunakan yaitu sudut anyaman
kawat yang digunakan yaitu (0o,90o) dan (+45o,-45o) serta penambahan fraksi berat
Mg sebanyak 2% dan 4%. Variabel bebas ini variabel yang nilainya telah
ditentukan sebelum melakukan penelitian.

3.2.2 Variabel Tetap


Variabel tetap merupakan variabel yang besar nilainya tetap dan tidak
berubah selama penelitian. Pada penelitian ini yang akan dijadikan variabel tetap
adalah temperatur furnace yang digunakan sebesar 780˚C, stirring speed 450 rpm,
waktu stirring 45 detik, dan degassing dengan gas argon dengan waktu 45 detik,
dan jenis anyaman kawat yang digunakan adalah anyaman kawat baja tahan karat
304 dengan mesh 12.

3.2.3 Variabel Terikat


Variabel terikat merupakan variabel yang nilainya ditentukan berdasarkan
variabel bebas. Pada penelitian ini yang dijadikan variabel terikat yaitu pengujian
komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304, melalui pengujian uji tarik, densitas-
porositas, struktur mikro, dan Scanning Electron Microscopy (SEM).
3.3. Waktu dan Tempat Penelitian
3.3.1 Tempat Penelitian
Tedapat dua kegiatan utama dalam penelitian yang akan dilakukan, antara
lain pembuatan spesimen uji dan pengujian komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS
304. Pembuatan komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304 ini akan dilakukan di
Laboratorium Teknologi Terapan, Jurusan Tekni Mesin, Fakultas Teknik
Universitas Jember. Untuk tempat pengujiannya dibeberapa tempat antara lain :
a. Uji tarik dilakukan di Laboratorium Pengujian Bahan, Jurusan Teknik
Mesin, Politeknik Negeri Malang
b. Pengujian densitas-porositas dilakukan di Laboratorium Material Maju,
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Jember.
c. Uji mikro dilakukan di Laboratorium Uji Material, Jurusan Teknik Mesin,
Fakultas Teknik Universitas Jember.
d. Scanning Electron Microscopy dilakukan di Laboratorium SEM,
Departemen Teknik Mesin, Institut Teknologi Sepuluh November
Surabaya.

3.3.2 Waktu Kegiatan


Tabel 3.1 Waktu Penelitian

No Kegiatan Jadwal Penelitian


Jan Feb Mar Apr Mei Jun
1 Studi Literatur
2 Pengajuan Judul
3 Penyusunan
Proposal
4 Percobaan
5 Seminar Proposal
6 Penelitian
7 Seminar Hasil
8 Ujian Tugas
Akhir
3.4. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang akan digunakan pada penelitian ini terdiri dari
peralatan untuk pembuatan komposit, peralatan untuk pengujian dan alat
pelindung diri serta bahan yang akan digunakan antara lain sebagai berikut :
3.4.1 Alat
A. Peralatan untuk pembuatan komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304 :
1) Tungku Peleburan
Tungku peleburan yang akan digunakan dalam penelitian ini seperti
gambar berikut :

Gambar 3.1 Tungku Peleburan


Untuk spesifikasi dari tungku yang akan digunakan dalam penelitian
ini, sebagai berikut :
Temperatur yang diijinkan : 900oC
Kapasitas Krusibel : 2 Kg
2) Cetakan Spesimen
Untuk cetakan specimen yang digunakan memiliki kapasitas 250 gram
dan untuk gambarnya sebagai berikut :

Gambar 3.2 Cetakan Spesimen


3) Stirrer
Stirrer atau pengaduk yang digunakan pada penelitian ini yaitu bor tuner
merk Modern mid. M-2310 dengan spesifikasi:
Merk : Modern mod. M-2310
Daya : 135 Watt
Kecepatan Tanpa Beban : 10000-35000 rpm
Kapasitas Collet Chuck : 3mm
Untuk Stirrer atau pengaduk yang digunakan seperti gambar 3.3 dibawah
ini.

Gambar 3.3 Stirrer merk Modern mod. M-2310


4) Gas argon 10) Tachometer
5) Bak Pasir 11) Torch Pemanas
6) Ampelas 12) Thermogun
7) Resin 13) Timbangan Digital
8) LPG 3 Kg 14) Gergaji Besi
9) Kuas 15) Sendok
B. Peralatan yang digunakan dalam pengujian komposit Al-Mg/Anyaman Kawat
SS 304 :
1) Mesin Bubut
2) Jangka Sorong
3) Mesin Uji Tarik
4) Gelas Beker
5) Mikroskop Optik
6) Scanning Electron Microscopy

C. Alap Pelindung Diri (APD) yang digunakan :


1) Penutup Wajah
2) Sarung Tangan
3) Apron
4) Sepatu

4.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan komposit Al-
Mg/Anyaman Kawat SS 304 :
1) Al Murni
Aluminium murni digunakan sebagai matrik dalam pembuatan komposit
Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304. Gambar 3.4 merupakan material aluminium
yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Gambar 3.4 Aluminium Murni

2) Magnesium
Magnesium dalam penelitian ini digunakan sebagai zat tambahan pada
pembuatan material komposit dan berfungsi sebagai wetting agent yang dapat
memperkuat ikatan antara matrik dan penguat. Magnesium yang digunakan dalam
bentuk ingot seperti pada gambar 3.5.
Gambar 3.5 Magnesium

3) Anyaman Kawat SS 304


Anyaman kawat baja tahan karat 304 dengan diameter 0,3 mm dan
mesh 12 digunakan sebagai penguat dalam pembuatan komposit Al-
Mg/Anyaman Kawat SS 304. Gambar 3.6 merupakan material anyaman
kawat baja tahan karat 304 yang akan digunakan pada penelitian ini.

Gambar 3.6 Anyaman Kawat Baja Tahan Karat 304

3.5. Proses Pembuatan Komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304


Pembuatan komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304 dilakukan
dengang metode stir casting. Dalam pembuatannya terdapat beberapa
proses yang dilakukan, proses pertama yaitu menentukan berat dari Al dan
berat Mg yang akan dicampurkan sebesar 2% dan 4% dari berat campuran,
serta menyiapkan potongan anyaman kawat SS 304.
Langkah proses dalam pembuatan komposit Al-Mg/Anyaman Kawat
SS 304 sebagai berikut:

3.5.1 Preparasi Spesimen


a. Penimbangan berat Al Murni yang akan digunakan.
b. Penimbangan fraksi berat Mg sebesar 2% dan 4% dari berat campuran.
c. Penyusunan Kawat Anyaman SS 304 pada cetakan dengan sudut anyaman
(00,900) dan (-450,+450).
d. Pemanasan seluruh peralatan untuk menghilangkan kandungan air.

3.5.2 Proses Peleburan dan Stir Casting


a. Menyalakan tungku peleburan dengan dipanaskan terlebih dahulu agar
kandungan air hilang dan proses pemanasan berlanjut hingga suhu 780oC.
b. Masukkan Al Murni kedalam krusibel yang suhunya terus ditingkatkan
hingga 780ºC hingga aluminium mencair.
c. Penambahan Mg dalam leburan Al Murni yang telah mencair.
d. Setelah Mg dimasukkan, dilakukan holding time selama 30 menit
e. Kemudian dilakukan stirring pada logam leburan. Stirrer dihidupkan
dengan kecepatan 450 rpm dengan waktu stirring 45 detik, disamping itu
dilakukan degassing dengan mengalirkan gas argon ke dalam krusibel.
f. Setelah proses pengadukan selesai, stirrer diangkat.
g. Pembuangan slag pada logam leburan.
e. Menuangkan spesimen kedalam cetakan, dimana cetakan telah dipanaskan
dan telah tersusun kawat anyaman SS 304 dengan sudut anyaman (00,900)
dan (-450,+450) sebagai penguat.
h. Setelah logam membeku logam dikeluarkan dari cetakan.
i. Dilakukan pengujian karakteristik kekuatan Tarik, densitas-porositas,
pengamatan struktur mikro dan SEM.

3.6. Proses Pengujian


3.6.1 Pengujian Tarik
Pengujian tarik pada komposit Al-Mg/Kawat Anyaman SS 304 ini
dilakukan menggunakan standar ASTM B 557 yang dapat dilihat pada
Gambar 3.7 berikut ini.
Gambar 3.7 Spesimen Uji Tarik ASTM B 557

Adapun tahapan pelaksanaan pengujian uji tarik antara lain sebagai


berikut:
a. Preparasi dan perisapan spesimen sesuai pengujian tarik ASTM B 557
b. Memasang spesimen pada pencekam untuk uji tarik
c. Melakukan pengujian dengan memberikan beban Tarik pada spesimen
d. Mencatat dan mengolah hasil yang dikeluarkan oleh mesin uji tarik.

3.6.2 Pengujian Densitas-Porositas


Pengujian densitas-porositas dilakukan dengan menggunakan
standar pengujian ASTM C 373-88 yang mengacu pada hukum
Archimedes. Tahapan pengujian densitas-porositas pada komposit Al-
Mg/Anyaman Kawat SS 304 adalah sebagai berikut :
a. Mempersiapkan sampel yang akan diuji
b. Mempersiapkan timbangan, beaker glass, benang dan aquadest
c. Menimbang dan mencatat berat kering sampel
d. Menimbang berat sampel dalam air dengan cara memasukkan sampel yang
digantung dengan benang ke dalam air sampai seluruh permukaan tercelup
di dalam air
e. Mencatat berat sampel dalam air kemudian menghitung berat sampel
f. Menghitung volume sampel dengan rumus :
W di fluida
Vsampel = (1)
ρ fluida
dimana,
Vsampel : Volume sampel (cm3)
Wdi fluida : Massa di fluida (gram)
ρ fluida : Densitas fluida (gram/cm3)

g. Menghitung densitas sampel hasil percobaan menggunakan rumus :

W kering
ρ sampel = (2)
V sampel
dimana,
ρ sampel = Densitas sampel (gram/cm3)
Wkering = Massa di udara (gram)
Vsampel = Volume sampel (cm3)

h. Menghitung densitas teoritis sampel menggunakan rumus :

ρkomposit = (Vf Aluminium x ρ Aluminium) + (Vf Magnesium x ρ Magnesium) + (Vf Kawat x ρ Kawat)
(3)

i. Menghitung nilai porositas sampel hasil percobaan dengan menggunakan


rumus :

ρteoritis− ρaktual
%Porositas = ( ) x 100% (4)
ρteoritis
dimana,
ρteoritis = densitas teoritis (gram/cm3)
ρaktual = densitas aktual (gram/cm3)

3.6.3 Pengujian Struktur Mikro


Pengamatan struktur mikro pada komposit Al-Mg/Anyaman Kawat
SS 304 ini dilakukan menggunakan standar ASTM E 407-7 menggunakan
Mikroskop Optik. Tahapan pelaksanaan pengamatan yang dilakuakan
antara lain sebagai berikut:
a. Pemotongan bahan sekitar 1-2 cm
b. Mounting dengan menggunakan resin
c. Pengamplasan dengan grit 100, 220, 320, 400, 600, 800, 1000, 1200, 1500,
dan 2000, dan dilakukan proses polishing menggunakan aluminium polish.
d. Etsa menggunakan media swabbing dengan larutan campuran 2,5ml
HNO3, 1,5 ml HCL, 1 ml HF dan 95 ml air. Lama proses etsa 14-17 detik.
e. Bilas atau bersihkan cairan etsa dengan air mengalir dsn keringkan sampel
menggunakan heat gun.
f. Sampel dilakukan proses pengamatan serta pengambilan data yang
diperlukan pada mikroskop optik.

3.6.4 Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM)


Pada pengujian metalografi menggunakan Scanning Electron
Microscopy pada komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304 berdasarkan
standar ASTM E 986-97 terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan,
antara lain:
a. Sampel permukaan yang telah dipersiapkan sebelumnya dimasukkan ke
dalam sample chamber
b. Ditutup dan menunggu kondisi filament siap (dinaikkan dayanya perlahan-
lahan) selama kurang lebih 20 menit
c. Setelah mesin siap kemudian ditembakkan SE sebanyak 3 kali di tempat
yang sama dengan perbesaran berbeda
d. Lalu BSE ditembakkan sebanyak 3 kali di tempat yang sama dengan
perbesaran berbeda.
3.7 Diagram Alir
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam pembuatan
komposit Al-Mg/Anyaman Kawat SS 304 disajikan pada Gambar 3.8
dibawah ini.
Gambar 3.8 Diagram Alir Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Ajay Singh Verma, Sumankant, Narender Mohan Suri, Yashpal, Material Today:
Proceedings, 2, (2015), 2840-2851.
Altenpohl, D. Aluminium Viewed from Within.Aluminium Verlag.
Dusseldrof.1982

ASTM International e407 07. Standart Practice for Microetching Metals and
Alloys tahun 2012 .

BCS. Optimization of the Squeeze Casting Process for alluminium alloy parts.
(Washington: U.S Departmen of Energi), 2000.

Brooks, Charlie. R. Heat Treatment, Structure and Properties of Nonferrous


Alloys. American Society for Metal. 1982.

Calister, jr. William D. 2003. Material Science and Engineering: an Introduction


7th Edition. John Wiley and Sons, Inc.

Callister, W Jr, Rethwisch, D. 2012. Fundamentals of Materials Science and


Engineering: An Integrated Approach. 4st ed.. John Wiley & Sons, Inc.
Hoboken. NJ.

Cholis, S. N., Suharno, dan Yadiono. 2013. Pengaruh Penambahan Unsur


Magnesium (Mg) Terhadap Kekerasan dan Struktur Mikro pada
Pengecoran Aluminium. Jurnal UNS. 6(2): 103

D.L. McDanels . Metall. Trans. A 16 (1985). 1105.

Egerton, R.F., 2011. Physical Principles of Electron Microscopy: An Introduction


to TEM, SEM, and AEM, second ed. Springer

Ezatpour, H. R., Torabi-Parizi, M., & Sajjadi, S. A. (2013). Microstructure and


mechanical properties of extruded Al/Al2O3 composites fabricated by stir-
casting process. Transactions of Nonferrous Metals Society of China,
23(5), 1262-1268.

Groover, M. P. 2010. Fundamental Of Modern Manufacturing: Materials,


Processes, and System. Fourth Edition. USA: John Wiley and Sons, Inc.

Hu, B.H., et al, Squezee Casting of Al-Si-Cu-Fe-Mn-Mg Alloy. Journal of


processing and Fabrication of Advanced Material VI, Vol. 1, 1998
Huang, Huagui, Jichao, W, Wenwen, L. 2017.  Mechanical properties and
reinforced mechanism of the stainless steel wire mesh-reinforced Al-
matrix composite plate fabricated by twin-roll casting. Adv Mech Eng ;
9: 1–9.

Inkson, B. J. (2016). Scanning electron microscopy (SEM) and transmission


electron microscopy (TEM) for materials characterization. Materials
Characterization Using Nondestructive Evaluation (NDE) Methods, 17–
43. doi:10.1016/b978-0-08-100040-3.00002-x

Jit, Nrip, Anand K Tyagi, Nirmal Singh, Dayal Chand. ―Properties of (A384.1)1-
x[(SiC)p]xKomposits by Keeping Particle Size at 0.220
Micrometer‖.Proceeding of the World Congress on Engineering Vol III.
2011. ISSN : 2078-0966.

Junus, S. 2006. Pengaruh Prosentase Magnesium dan Waktu Tahan terhadap


Karakteristik Komposit Matrik Logam Berbasis Aluminium (Al/Al2O3)
dengan Proses PRIMEX (Inflitrasi Tanpa Tekanan). Depok: Teknik
Metalurgi Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Junus, S. 2011. Komposit, Proses Fabrikasi Dan Aplikasi. Edisi 1. Jember:


Jember University Press.

Kainer, K. (2003). Metal Matrix Composites. Custom Made Materials for


Automotive and Aerospace Engineering. Weinheim: WILEY-VCH Verlag
GmbH & Co. KgaA.

K. U. Kainer, Basics of Metal Matrix Composites, Metal Matrix Composites.


Custom made Materials for Automotive and Aerospace Engineering.
WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim, 2006

Lutfi, Syukron. Pengaruh Magnesium terhadap Proses Electroless Coating pada


Partikel Penguat SiC. 2010. Departemen Teknik Metalurgi dan Material
Universitas Indonesia.
M K Surappa, Aluminium matrix composites: Challenges and Opportunities, S-
adhan a Vol. 28, Parts 1 & 2, February/April 2003, pp. 319–334, India

Pawar, P. B., dan A. A. Utpat. 2014. Development of Aluminium Based Silicon


Carbide Particulate Metal Matrix Composite for Spur Gear. Procedia
Materials Science. 6: 1150-1156.

Saray Onur, Sukhwinder Kaur BHULLAR, dan Ali Osman GÜNEY. 2015.
Tensile Testing Experiment Sheet. Bursa Technical University.

Surdia, Tata dan Shinroku Saito, 1995, Pengetahuan Bahan Teknik, PT. Pradnya
Paramita, Jakarta

Trinh, Son N. and Sastry, Shankar, "Processing and Properties of Metal Matrix
Composites" (2016). Mechanical Engineering and Materials Science
Independent Study. Paper 10

Yoshiaki Akiniwa, Shutaro Machiya, Hidehiko Kimura. (2006) Evaluation of


material properties of SiC particle reinforced aluminum alloy composite
using neutron and X-ray diffraction, Materials Science and Engineering: A
Volume 437, Issue 1, Pages 93-99

Anda mungkin juga menyukai