Lakon Sampek Engtay merupakan tragedi romantika yang dibumbui dengan
lawakan-lawakan lucu. Saya sedikit terkejut mengetahui akhir dari kisah ini mengingat banyaknya adegan yang membuat tertawa di awal mula ceritanya. Dilihat dari properti yang digunakan, tawalnya tampak seperti setting Tionghoa, begitu pula cara berbicara beberapa tokohnya mengingatkan dengan logat kental Tionghoa. Namun kemudian dijelaskan bahwa latar teater tersebut adalah Serang, Banten dan waktu ceritanya terdengar seperti saat di zaman penjajahan Daendels. Jalan ceritanya dibuat santai dan tersisip candaan-candaan dalam adegan serius. Penokohan yang diciptakan sangat baik dan menghibur karena beberapa kali diselingi oleh narator yang bertindak seperti “dalang” yang berkomentar baik mengenai jalan cerita maupun akting dari para pemain sendiri. Namun jika dilihat dari sisi tata riasnya, saya merasa tata rias para pemain agak berlebihan, mungkin hal tersebut dimaksudkan untuk memperjelas penokohan namun saya tetap merasa hal tersebut sedikit mengganggu fokus saya untuk memerhatikan jalannya cerita alih-alih make up setiap pemainnya yang seolah-olah ditaburi tepung. Tetapi di luar hal tersebut, saya sangat menikmati dokumentasi pementasan Sampek Engtay ini.