Anda di halaman 1dari 33

BAB 2

OPTIMISASI EKONOMI

 MAKSIMISASI NILAI PERUSAHAAN


Dalam ekonomi manajerial, tujuan pokok manajemen adalah memaksimumkan nilai
peoisahaan. Tujuan ini, seperti yang telah di bahas pada Bab 1, ditunjukkan dalam persamaan
2.1 di bawah ini:

Laba
Nilai =
=0 (1+ )

Total Revenue −Total Cost


=
=0 (1+ )

Memaksimumkan persamaan2.1 merupakan pekerjaan yang kompleks, karena


mencakup faktor-faktor penentu penerimaan, biaya, dan tingkat dis-konto (discount rate)
untuk setiap tahun pada masa yang akan datang. Penerimaan, biaya, dan tingkat diskonto
saling berhubungan satu sama lain sehingga membuat masalah ini menjadi lebih rumit.
Penelaahan yang mendalam terhadap hubungan-hubungan dalam persamaan 2.1 tersebut akan
membantu untuk memperjelas baik konsepnya maupun kompleksitasnya. Penerimaan total
(TR) suatu perusahaan secara langsung ditentukan oleh jumlah produk yang terjual dan
hargai jualnya. Ini berarti bahwa TR adalah harga produk (P) dikalikan dengan kuantitas (Q),
atau TR = P x Q. Dalam pembuatan keputusan manajerial, hal-hal penting yang harus
diperhatikan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi harga dan kuantitas dan saling
keterkaitan antara faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor tersebut termasuk pemilihan produk
yang dirancang perusahaan, pengolahannya, dan penjualannya; strategi periklanan yang
digunakan; kebijaksanaan harga yang ditetapkan; bentuk perekonomian yang dihadapinya;
dan sifat persaingan yang dihadapinya di pasar. Singkatnya, hubungan penerimaan tersebut
mencakup baik pertimbangan-pertimbangan permintaan maupun penawaran.
Hubungan-hubungan biaya dalam proses produksi suatu produk dari suatu perusahaan
juga kompleks. Analisis biaya memerlukan penelaahan sistem-sistem produksi alternatif,
pilihan-pilihan teknologi, kemungkinan-kemungkinan input yang digunakan, dan seterusnya.
Harga faktor-faktor produksi berperanan penting dalam penentuan biaya, dan oleh karena itu

21
masalah penawaran faktor-faktor produksi juga penting untuk dipertimbangkan.
Akhirnya, ada pula hubungan antara tingkat diskonto dan product mix, aset-aset fisik,
dan struktur keuangan dari suatu perusahaan. Faktor-faktor ini mempengaruhi biaya dan
tersedianya sumberdaya keuangan bagi perusahaan tersebut, dan akhirnya menentukan
tingkat diskonto yang digunakan oleh para investor untuk menetapkan nilai dari perusahaan
tersebut.
Untuk menentukan tindakan yang optimal, maka keputusan berkenaan dengan
pemasaran, produksi, dan keuangan harus -seperti halnya dengan keputusan-keputusan yang
berhubungan dengan sumberdaya manusia (SDM), distribusi produk, dan lain-lain-
digabungkan dalam suatu sistem yang terpadu di mana setiap tindakan akan mempengaruhi
seluruh bagian perusahaan tersebut. Teori ekonomi perusahaan memberikan dasar bagi
keterpaduan ini dan prinsip-prinsip analisis ekonomi membuat setiap orang mampu untuk
menganalisis keterkaitan itu.
Kompleksitas yang ada di dalam analisis pengambilan keputusan terpadu tersebut
mengendalai penerapannya dalam pembuatan keputusan-keputusan perencanaan yang utama.
Untuk keputusan sehari-hari, teknik optimisasi parsial yang lebih sederhana sering
digunakan. Optimisasi parsial menyarikan kompleksitas dari proses pengambilan keputusan
yang terpadu itu dan hanya memusatkan kepada tujuan-tujuan yang lebih terbatas di dalam
berbagai departemen dari perusahaan tersebut. Misalnya, departemen pemasaran seringkali
diharuskan untuk menetapkan biaya periklanan minimum yang bisa mencapai tujuan
penjualan, sesuai dengan lini produk (product line) perusahaan dan kendala-kendala harga
pasar.
Sama juga halnya, departemen produksi diharapkan untuk meminimumkan biaya
produksi dengan kualitas yang sama. Disinilah, analisis ekonomis bisa membantu para
manajer untuk mencapai keputusan-keputusan yang optimal.
Proses pengambilan keputusan yang rumit lersebut, baik dalam masalah optimisasi
terpadu atau pun parsial terjadi dalam dua tahap. Pertama, seseorang harus menyajikan
hubungan ekonomi tersebut dalam suatu bentuk yang bisa dianalisis, ini berarti bahwa
penyajian masalah tersebut dalam hubungan analitis. Kedua, seseorang harus menerapkan
berbagai teknik untuk menentukan penyelesaian yang optimal. Dalam pembahasan
selanjutnya, dikenalkan sejumlah konsep yang sangat bermanfaat untuk menyajikan masalah-
masalah pengambilan keputusan dalam suatu kerangka ekonomi. Kemudian, dipelajari
beberapa hubungan ekonomi yang seringkali digunakan dalam bagian kedua dari proses
pengambilan keputusan.
22
METODA PENYAJIAN HUBUNGAN EKONOMI
Hubungan-hubungan ekonomi seringkali disajikan dalam bentuk persamaan, tabel,
dan grafik. Sebuah tabel atau grafik mungkin memadai untuk melukiskan suatu hubungan
yang sederhana, tetapi jika hubungannya kompleks maka model persamaan diperlukan agar
seseorang bisa menggunakan alat analisis matematis dan simulasi komputer dalam
memecahkan masalah tersebut.

Model Persamaan
Mungkin cara yang paling mudah untuk mempelajari hubungan ekonomi dan
memahami optimisasi ekonomi adalah dengan menelaah beberapa bentuk hubungan
fungsional yang berperan penting dalam model dasar penilaian. Perhatikan hubungan antara
jumlah produk yang teijual (Q) dengan penerimaan total (TR). Dengan menggunakan notasi
fungsional, kita bisa menunjukkan hubungan tersebut seperti berikut:
TR = f(Q) (2.2)
Persamaan 2.2 tersebut dibaca “penerimaan total (TR) merupakan fungsi dari jumlah
produkyang terjual”. Nilai dari variabel dependen (TR) ditentukan oleh variabel independen
(jumlah produk yang terjual).
Persamaan 2.2 di atas tidak menunjukkan hubungan yang khusus antara jumlah unit
yang terjual dengan penerimaan total (TR); persamaan tersebut hanya menunjukkan adanya
suatu hubungan. Suatu hubungan fungsional yang lebih khusus diberikan oleh persamaan:
TR = P x Q (2.3)
Di sini P menunjukkan harga tiap unit yang terjual, dan hubungan antara variabel
dependen dengan variabel independen ditetapkan secara tepat. Penerimaan total (TR) selalu
sama dengan harga (P) dikalikan dengan jumlah unit yang terjual. Jika, misalkan, harga
adalah konstan pada Rp150,00 tanpa memperhatikan jumlah unit yang terjual, maka
hubungan antara jumlah unit yang terjual dan penerimaan total (TR) tersebut secara tepat
ditunjukkan oleh fungsi:
TR = Rp150,00 x Q (2.4)

Model Tabel dan Grafik


Selain model persamaan, model tabel dan grafik seringkali digunakan untuk
menyajikan hubungan-hubungan ekonomi. Data pada Tabel 2.1, misalnya, menunjukkan
hubungan fungsional yang sama dengan yang ditunjukkan oleh persamaan 2.4, dan fungsi
yang sama ini secara grafik dilukiskan dalam Gambar2.1. Ketiga metoda penyajian hubungan
23
tersebut bisa membantu seseorang dalam menganalisis data untuk
untuk pengambilan keputusan
manajerial.
Tabel 2.1
Hubungan Antara TR dengan
Jumlah Unit yang Terjual (Q):
TR = Rp150,00 X Q
Jumlah unit yang Total Revenue
terjual (TR)
1 Rp150,00
2 Rp300,00
3 Rp450,00
4 Rp600,00
5 Rp750,00
6 Rp900,00

Gambar 2.1 Grafik Hubungan Antara TR dengan Q

 HUBUNGAN ANTARA NILAI TOTAL, RATA-RATA,


RATA RATA, DAN MARGINAL
Hubungan antara nilai total, rata-rata,
rata rata, dan marginal sangat berguna dalam anaiisis
optimisasi. Pengertian total dan rata-rata
rata sudah sangat umum diketahui, tetapi mungkin masih
perlu bagi kita untuk mendefinisikan istilah marginal. Hubungan marginal didefinisikan
sebagai perubahan variabel dependen dari suatu fungsi yang disebabkan oleh perubahan salah
satu variabel independen sebesar satu unit. Dalam fungsi TR, penerimaan
penerimaan marginal (MR)
adalah perubahan penerimaan total yang disebabkan oleh perubahan satu unit barang yang
dijual.

24
Oleh karena proses optimisasi mencakup analisis diferensi atau perubahan-perubahan,
maka konsep marginal ini menjadi sangat penting. Secara khusus, kita akan menganalisis
suatu fungsi tujuan dengan melihat perubahan berbagai vanabel independen serta
pengaruhnya terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, kita menyelidiki pengaruh
marginal dari perubahan variabel-variabel independen tersebut terhadap variabel
dependennya. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan nilai 'dari variabel-variabel
independen yang bisa mengoptimalkan fungsi tujuan dari para pembuat keputusan.

Hubungan Antara Nilai Total dengan Marginal


Tabel 2.2 menunjukkan hubungan antara total, marginal dan rata-rata dari suatu
fungsi laba hipotetis. Kolom 1 dan 2 menunjukkan hubungan antara output dengan laba;
kolom 3 menunjukkan laba marginal untuk setiap unit perubahan output, dan kolom 4
menunjukkan laba rata-rata pada setiap tingkat output.
Laba marginal menunjukkan perubahan laba yang disebabkan oleh perubahan satu
unit output. Laba marginal untuk unit output yang pertama adalah Rp19,00. Ini menunjukkan
perubahan dari laba Rp0,00 pada tingkat output 0 unit menjadi laba Rp19,00 yang diperoleh
ketika satu unit output diproduksikan. Begitu juga, laba marginal sebesar Rp33,00 berkaitan
dengan unit output kedua yang merupakan kenaikan laba total (Rp52,00-Rp19,00) yang
terjadi jika output dinaikkan dari satu unit menjadi dua unit.
Tabel 2.2
Hubungan Antara Nilai Total, Marginal dan Rata-rata Untuk Sebuah Fungsi Laba
Unit output yang terjual
Unit Output Laba Laba Laba
yang terjual Total Marginal Rata-rata
(Q)
0 Rp 0,00 - -
1 Rp 19,00 Rp19,00 Rp19,00
2 Rp 52,00 Rp33,00 Rp26,00
3 Rp 93,00 Rp41,00 Rp31,00
4 Rp136,00 Rp43,00 Rp34,00
5 Rp175,00 Rp39,00 Rp35,00
6 Rp210,00 Rp35,00 Rp35,00
7 Rp217,00 Rp 7,00 Rp21,00
8 Rp208,00 Rp-9,00 Rp26,00

25
Hubungan antara nilai marginal dengan nilai total dalam analisis pengambilan
keputusan berperan penting, karena jika nilai marginal tersebut positif, maka nilai total akan
meningkat, dan jika nilai marginal tersebut negatif, maka nilai total akan menurun. Data pada
Tabel 2.2 bisa juga digunakan untuk menjelaskan hal tersebut. Laba marginal pada
outputyang pertama sampai ketujuh adalahpositif, dan laba total meningkat jika output
meningkat pada kisaran output tersebut. Namun‘demikian, karena laba marginal pada output
sebesar delapan unit adalah negatif, maka laba akan menurun jika output dinaikkan mencapai
tingkat tersebut. Oleh karena, maksimisasi fungsi laba, atau fungsi apa saja, terjadi pada titik
di mana hubungan marginal bergeser dari positif ke negatif. Hubungan ini akan dibahas lebih
lanjut pada akhir bab ini.

Hubungan Antara Nilai Rata-rata dengan Marginal


Hubungan antara nilai rata-rata dengan marginal juga penting dalam analisis
pembuatan keputusan manajerial. Oleh karena nilai marginal menunjukkan perubahan dari
nilai total, maka jika nilai marginal tersebut lebih besar dari nilai rata-rata, pasti nilai rata-rata
tersebut sedang menaik. Misalnya, jika 10 pekerja secara rata-rata menghasilkan 200 unit
output per hari, dan pekerja yang ke 11 (pekerja tambahan) menghasilkan 250 unit, maka
output rata-rata dari para pekerja meningkat. Demikian juga, jika pekerja tambahan tersebut
menghasilkan lebih kecil dari 200 unit per hari, maka output rata-rata tersebut akan turun.
Data pada Tabel 2.2 bisa digunakan untuk menggambarkan hubungan antara nilai
marginal dengan rata-rata. Untuk output yang kedua sampai yang kelima, laba marginal lebih
besar dari laba rata-rata dan pada setiap tingkat output laba rata-rata meningkat. Walaupun
dari unit output yang keempat ke unit output yang kelima laba marginal turun dari Rp43,00
menjadi Rp39,00, tetapi laba marginal tersebut masih lebih besar dari laba rata-rata pada
tingkat output sebanyak 4 unit (Rp34,00). Oleh karena itu, sepanjang nilai marginal itu di atas
nilai rata-rata, maka nilai rata-rata tersebut masih akan naik. Laba marginal pada output
sebanyak 6 unit adalah Rp35,00 sama dengan laba rata-rata pada 5 unit, demikian pula laba
rata-rata tidak berubah antara output sebesar 5 unit dan 6 unit. Akhirnya, laba marginal dari
output yang ketujuh di bawah laba rata-rata pada output sebesar 6 unit dan menyebabkan laba
rata-rata turun.

Penggambaran Hubungan Antara Nilai Total, Marginal dan Rata-rata


Hubungan antara nilai total, marginal dan rata-rata juga bisa ditunjukkan secara
geometris. Gambar 2.2(a) menunjukkan sebuah grafik hubungan antara laba dengan output
26
yang ditunjukkan dalam Tabel 2.2. Setiap titik pada kurva tersebut menunjukkan kombinasi
output laba total yang diambil dari Tabel 2.2. Data laba marginal dan laba rata-rata pada
Tabel 2.2 dilukiskan pada Gambar 2.2(b).
Jika ada hubungan aritmatis antara nilai total, marginal dan rata-rata pada tabel
tersebut, maka hubungan geometrisnya akan tampak pada grafik. Untuk melihat hubungan
ini, lebih dahulu perhatikan laba rata-rata output (per unit) pada setiap titik sepanjang kurva
laba total tersebut. Laba rata-rata selalu sama dengan laba total dibagi jumlah output yang
cocok. Secara geometris hubungan ini ditunjukkan oleh slope (lereng) dari sebuah garis dari
titik asal (origin) menuju titik potong pada kurva laba total. Misalnya, perhatikan slope dari
suatu garis dari titik asal menuju titik B dalam Gambar 2.2(a).
Slope adalah suatu ukuran kemiringan dari sebuah garis, dan didefinisikan sebagai
tingginya kenaikan (atau penurunan) per unit sepanjang sumbu horisontal. Slope dari sebuah
garis lurus yang melalui titik asal ditentukan dengan pembagian koordinat Y pada setiap titik
pada garis tersebut dengan koordinat X yang cocok. Jadi, slope dari garis OB bisa dihitung
melalui pembagian Rp93,00 (koordinat Y pada titik B) dengan 3 (koordinat X pada titik B).
Namun demikian, dalam proses ini kita membagi laba total dengan jumlah output yang
cocok. Inilah pengertian laba rata-rata. Oleh karena itu, pada setiap titik sepanjang sebuah
kurva nilai total, nilai rata-rata yang cocok ditunjukkan oleh slope dari sebuah garis lurus dari
titik asal menuju titik tertentu. Gambar nilai rata-rata ini bisa secara langsung digambarkan
seperti pada Gambar 2.2(b). Di situ, setiap titik pada kurva laba rata-rata adalah sama dengan
laba total dibagi dengan kuantitas output.
Hubungan marginal mempunyai hubungan geometris yang serupa dengan kurva nilai
total. Dalam Tabel 2.2 setiap nilai marginal ditunjukkan oleh perubahan laba total yang
disebabkan oleh kenaikan satu unit output. Kenaikan (atau penurunan) laba total yang
disebabkan oleh kenaikan satu unit output tersebut merupakan slope dari kurva laba totai
pada titik tersebut.
Slope-slope kurva nonlinear dapat diperoleh melalui penggambaran sebuah garis
singgung pada kurva tersebut melalui suatu titik yang diinginkan dan kemudian menentukan
slope dari garis singgung'tersebut. Dalam Gambar 2.2(a), misalnya, laba marginal pada titik
A adalah sama dengan slope kurva laba total pada titik tersebut, yaitu sama dengan slope dari
garis singgung TAN. Oleh karena itu, pada setiap titik sepanjang sebuah kurva total, nilai
marginal yang sesuai ditunjukkan oleh sebuah garis yang digambarkan bersinggungan dengan
kurva nilai total pada titik tersebut. Slope-slope tersebut (atau nilai marginal) bisa juga
digambarkan secara langsung seperti ditunjukkan oleh kurva laba marginal dalam Gambar
27
2.2(b).
Hubungan-hubungan
hubungan geometris antara nilai total, marginal dan rata-rata,
rata rata, sekarang
bisa ditelaah lebih jauh. Pertama, perhatikan bahwa kurva laba total naik dari titik asal
menuju titik C. Oleh karena garis
ris-garis
garis yang digambarkan yang bersinggungan dengan kurva
laba total menjadi lebih cu ram jika titik singgung tersebut mendekati titik C, maka laba
marginal menaik sampai titik singgung tersebut. Ini juga dilukiskan pada Gambar 2.2(b), di
mana kurva laba marginal meningkat sampai pada tingkat output, sama dengan titik C pada
kurva laba total. Pada titik C tersebut, yang disebut titik belok (inflection point), slope kurva
laba total adalah maksimum. Oleh karena itu, laba marginal adalah maksimum pada titik
tersebut. Antara titik C dan E laba total terus meningkat karena laba marginal masih tetap
positif walaupun sudah menurun. Pada titik E kurva laba total berslope nol dan hal ini berarti
tidak terjadi kenaikan maupun penurunan laba. Oleh karena itu laba marginal
marginal pada titik E
tersebut (output Q3 dalam Gambar 2.2(b)) sama dengan nol dan laba total menjadi
maksimum. Setelah melampaui titik E kurva laba total berslope negatif dan laba marginal
menjadi negatif.
Gambar 22
Hubungan Antara Nilai Total, Marginal dan
Rata-rata
Rata Secara Geometris
(a) Laba Total

(b) Laba Marginal dan Rata-rata


Rata

28
Selain hubungan nilai total rata-rata dan total marginal, hubungan antara nilai
marginal dengan rata-rata juga ditunjukkan pada Gambar 2.2(b). Pada tingkat output yang
rendah, di mana kurva laba marginal terletak di atas kurva laba rata-rata, maka kurva laba
rata-rata sedang menaik. Walaupun laba marginal mencapai titik maksimum pada output Q1
dan kemudian menurun, tetapi kurva laba rata-rata terus meningkat sepanjang kurva laba
marginal masih di atasnya. Pada tingkat output Q2, laba marginal sama dengan laba rata-rata,
dan pada saat ini laba rata-rata mencapai nilai maksimumnya. Setelah melampaui output Q2,
kurva laba marginal terletak di bawah kurva laba rata-rata, dan kurva laba rata-rata tersebut
mulai menurun.

Penurunan Kurva Total dari Kurva Marginal Atau Rata-rata


Jika kita bisa mendapatkan kurva laba marginal dan laba rata-rata dari kurva laba total
dalam Gambar 2.2(a), kita juga bisa mencari laba total dari kurva laba marginal atau kurva
laba rata-rata pada Gambar 2.2(b). Pertama perhatikan penurunan laba total dari kurva laba
rata-rata. Laba total adalah laba rata-rata dikalikan dengan jumlah output. Laba total yang
sesuai dengan output Q, misalnya, adalah laba rata-rata (A) dikalikan output (Q1). Laba total
tersebut sama dengan luas bidang segi empat OABQ1. H ubungan ini berlaku untuk semua
titik sepanjang kurva laba rata-rata.
Hubungan yang sama terjadi antara laba marginal dengan laba total. Mengingat
bahwa laba total adalah sama dengan jumlah semua laba marginal, maka laba total untuk
setiap tingkat output adalah sama dengan jumlah laba marginal sampai dengan tingkat output
tersebut. Secara geometris, laba total tersebut ditunjukkan oleh daerah di bawah kurva laba
marginal dari sumbu Y sampai kuantitas output yang ditentukan. Pada tingkat output Q1, laba
total sama dengan bidang di bawah kurva laba marginal yaitu bidang OCQ1.
Nilai rata-rata/marginal/total ini merupakan dasar bagi prinsip-prinsip penting
ekonomi mikro. Oleh karena itu, seyogyanya hubungan-hubungan tersebut dipahami secara
mendalam. Contoh penggunaan yang paling umum adalah dalam maksimisasi laba jangka
pendek: kurva biaya marginal atau marginal cost (MC) dan kurva penerimaan marginal atau
marginal revenue (MR) diturunkan dari nilai rata-rata atau total. Laba akan maksimum jika
laba marginal (MR -MC) sama dengan nol. Jadi, laba akan maksimum jika MR = MC.

 KALKULUS DIFERENSIAL
Walaupun tabel dan grafik bermanfaat untuk menjelaskan konsep-konsep hubungan
ekonomi, tetapi persamaan seringkali lebih cocok untuk digunakan dalam proses pemecahan
29
masalah. Salah-satu alasannya adalah bahwa teknik analisis kalkulus diferensial bisa
digunakan untuk menemukan nilai maksimum dan minimum dari suatu fungsi tujuan secara
efisien melalui analisis marginal. Selain itu, konsep kalkulus dasar mudah dikembangkan
untuk masalah pengambilan keputusan di mana pilihan-pilihan yang ada bagi pembuatan
keputusan dibatasi oleh beberapa kendala. Oleh karena itu, pendekatan kalkulus ini sangat
bermanfaat bagi masalah optimisasi terkendala yang merupakan ciri dari proses pembuatan
keputusan manajerial.
Kita telah mendefinisikan nilai marginal sebagai perubahan nilai variabel dependen
yang disebabkan oleh perubahan satu unit suatu variabel independen. Perhatikan fungsi
Y=f(X). Dengan menggunakan (delta) sebagai tanda perubahan, kita bisa menunjukkan
perubahan nilai variabel independen (X) dengan notasi X dan perubahan variabel dependen
(Y) dengan notasi Y.
Perbandingan Y/X menunjukkan suatu spesifikasi umum dari konsep marginal:

Marginal Y = (2.5)

Perubahan Y yaitu AY dibagi dengan perubahan X yaitu AX menunjukkan perubahan
variabel dependen yang disebabkan oleh perubahan satu unit nilai X.
Gambar 2.3, yang merupaKan sebuah grafik dari sebuah fungsi yang menghubungkan
Y dengan X, menggambarkan hubungan ini. Untuk nilai-nilai X yang dekat dengan titik asal,
perubahan X yang relatif kecil akan menyebabkan perubahan Y yang cukup besar. Oleh
karena itu, nilai Y/ X = (Y2 -Y-))/(X2 –X1) yang relatif besar menunjukkan bahwa suatu
kenaikan kecil dari X akan menyebabkan kenaikan yang besar pada Y. Keadaan ini terbalik
jika nilai X semakin menjauhi titik asal sepanjang sumbu X. Suatu kenaikan besar dari X,
misalkan dari X3 ke X4, hanya akan menghasilkan suatu kenaikan yang kecil pada Y, dari Y3
ke Y4, maka Y/X juga menjadi kecil.
Jelas bahwa hubungan marginal antara X dengan Y, seperti ditunjukkan pada Gambar
2.3, selalu berubah pada setiap titik yang berbeda pada kurva tersebut. Jika kurva tersebut
relatif curam, maka variabel dependen Y sangat responsif terhadap perubahan variabel
independen; tetapi jika kurva tersebut relatif datar, maka respons dari variabel dependen Y
tidak begitu berarti terhadap perubahan X.
Secara konseptual,-suatu turunan (derivative) merupakan suatu spesifikasi yang tepat
dari hubungan marginal secara umum, Y/X. Untuk mendapatkan sebuah turunan kita
harus mendapatkan nilai dari rasio Y/X untuk suatu perubahan variabel independen yang

30
sangat
ngat kecil. Notasi matematis untuk sebuah turunan adalah:

Gambar 2.3 Perubahan AY/AX Sepanjang Sebuah Kurva

turunan Y pada X sama dengan limit dari Y/ X,


Notasi tersebut dibaca: “turunan X, jika X mendekati
nol”.
Konsep turunan sebagai limit dari suatu rasio adalah sama dengan slope dari sebuah
kurva pada sebuah titik. Gambar 2.4 menunjukkan konsep tersebut dengan menggunakan
kurva yang sama dengan Gambar 2.3. Perhatikan bahwa pada Gambar 2.4 slope rata
rata-rata dari
kurva tersebut antara titik
tik A dan D dihitung dengan cara berikut:

dan ditunjukkan sebagai slope dari garis yang menghubungkan kedua titik tersebut. Sama
juga halnya, slope rata-rata
rata dari kurva tersebut bisa dihitung sepanjang interval
interval-interval X
yang semakin mengecil dan ditunjukkan oleh garis-garis
garis garis penghubung lainnya, sseperti yang
menghubungkan titik B dan C dengan D. Pada limitnya, jika X mendekati nol, maka
perbandingan Y/X
X sama dengan slope dari sebuah garis yang bersinggungan dengan kurva
tersebut pada titik D. Slope dari garis singgung ini didefinisikan sebagai turunan
turunan (dY/dX)
fungsi tersebut pada titik D; slope itu menunjukkan perubahan marginal Y yang disebabkan
oleh suatu perubahan X yang sangat kecil pada titik tersebut.

31
Gambar 2.4 Penggambaran Turunan Sebagai Slope Dari Sebuah Kurva

Misalkan, variabel dependen


ependen Y adalah penerimaan total (TR), dan variabel
independennya adalah output. Maka turunan dY/dX menunjukkan bagaimana hubungan
antara penerimaan dengan output pada suatu tingkat output tertentu. Oleh karena perubahan
penerimaan yang disebabkan oleh su
suatu
atu perubahan output didefinisikan sebagai penerimaan
marginal(MR), maka turunan TR adalah sama dengan MR pada setiap
setiap tingkat output tertentu.
Keadaan yang sama terjadi untuk biaya total, atau total cost (TC): turunan fungsi TC
pada setiap tingkat output menunjukkan biaya marginal atau marginal cost (MC) pada output
tersebut.
Turunan-turunan
turunan ini merupakan informasi yang sangat berharga bagi ekonomi
manajerial. Gambaran lain mengenai kegunaannya akan dibahas belakangan, tetapi kaidah
kaidah-
kaidah untuk mendapatkann turunan-turunan
turunan dari fungsi-fungsi
fungsi yang sering dijumpai akan
dijelaskan lebih dahulu.

 KAIDAH-KAIDAH
KAIDAH PENURUNAN SUATU FUNGSI
Mencari turunan dari suatu fungsi bukanlah merupakan pekerjaan yang sulit. Rumus
Rumus-
rumus atau kaidah-kaidah
kaidah dasar untuk pendiferensiasian disajikan di bawah ini. Pembuktian
Pembuktian-
pembuktian tidak dijelaskan di sini, tetapi -kalau Anda berminat-bisa
bisa diperoleh dalam setiap
buku teks tentang kalkulus.

Kaidah Konstanta
Turunan dari sebuah konstanta selalu nol, oleh karena itu jika Y = sebuah konstanta,

maka: =0

32
Keadaan ini digambarkan pada Gambar 2.5 untuk Y = 2. Oleh karena Y didefinisikan
sebagai konstanta, maka nilainya tidak berubah-ubah
berubah ubah walaupun X berubah, dan karena itu
dY/dX pasti sama dengan nol.
Gambar 2.5 Gambar dari Sebuah Fungsi yang Konstan:
Y = Konstanta, dY/dX = 0

Kaidah Pangkat
Turunan dari fungsi pangkat seperti Y = aXb, di mana a dan b merupakan konstanta
adalah sama dengan pangkat (exponent) b dikalikan dengan koefisien a dikalikan dengan
variabel X pangkat b-1:

Y – aXb

= b.a. X(b-1)
Sebagai contoh
oh adalah fungsi berikut ini:

Y = 2X3
maka:

= 3.2X(3-1)

= 6X2
Dua contoh lagi dari fungsi
fungsi-fungsi
fungsi pangkat akan memperjelas aturan ini. Turunan dari
fungsi Y = adalah:

= 3X2
Pangkat 3 dikalikan dengan koefisien 1, dan kemudian dikalikan dengan Y pangkat 2.
Contoh lain, turunan fungsi Y = 0,5X adalah

= 1.0,5.X1-1
= 1.0.5.X0
= 0,5
33
Pangkat 1 dikalikan dengan koefisien 0,5 dan dikalikan dengan X pangkat nol. Karena
setiap bilangan
gan yang berpangkat nol sama dengan satu, maka hasilnya adalah 0,5.
Sebuah grafik bisa memperjelas konsep fungsi pangkat ini. Pada Gambar 2.6, dua
contohh fungsi pangkat di muka, Y = X3 dan Y = Q,5X dilukiskan. Pertama perhatikan Y =
0,5X. Turunan fungsi inii adalah dY/dX = 0,5, merupakan sebuah konstanta, menunjukkan
bahwa slope fungsi tersebut adalah konstan. Hal ini tampak pada gambar tersebut. Turunan
mengukur suatu tingkat perubahan. Jika tingkat perubahan tersebut konstan, jika fungsi
tersebut linear, maka konstan. Fungsi yang kedua, Y = X3,
aka turunan fungsi tersebut pasti konstan.
meningkat jika X bertambah. Turunan fungsi tersebut, dY/dX = 3X2, selalu meningkat jika X
bertambah banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa slope fungsi tersebut meningkat.

Gambar 2.6 Fungsi Pangkat

Kaidah Penjumlahan dan Selisih


Notasi berikut ini akan digunakan terus sampai akhir bab ini untuk menunjukkan
sejumlah aturan diferensiasi:
U = g(X): U adalah g fungsi X
V = h(X): V adalah h fungsi X
Turunan dari suatu penjumlahan (atau selisih) sama dengan jumlah (atau selisih) dari
turunan secara individual. Oleh karena itu, jika Y = U + V maka:

Misalkan, U = g(X) = 2X2, V = h(X) = -X3, dan


Y = U + V = 2X2 -X
X3 maka:

=4X-3X2

34
Turunan fungsi yang pertama (2X2) sama dengan 4X diperoleh melalui kaidah
pangkat; turunan fungsi yang kedua (-X3) sama dengan 3X2 diperoleh dengan cara yang
sama; dan turunan fungsi secara total merupakan jumlah dari turunan-turunan dari bagian-
bagiannya.

Kaidah Perkalian
Turunan dari perkalian antara dua fungsi adalah sama dengan fungsi yang pertama
dikalikan dengan turunan dari fungsi yang kedua, ditambah dengan fungsi yang kedua
dikalikan dengan turunan fungsi yang pertama. Oleh karena itu, jika Y = U . V, maka;

Misalnya, jika Y = 3X2 (3 -X), berarti U = 3X2 dan V = (3 -X)

2 (3 )(
3 )

=3X2 (-1) + (3 -X) (6X)


= -3X2 + 18X-6X2
= 18X-9X2
Faktor yang pertama 3X2 dikalikan dengan turunan dari faktor yang kedua -1, dan
ditambah dengan faktoryang kedua (3-X) dikalikan dengan turunan faktor yang pertama 6X.

Kaidah Hasil Bagi


Turunan dari hasil bagi dari suatu fungsi adalah sama dengan penyebut yang dikalikan
dengan turunan pembilang, dikurangi dengan pembilang dikalikan dengan turunan penyebut,
dan kemudian semuanya dibagi dengan penyebut kuadrat. Maka, jika Y = U/V, maka:

. − .

Misalnya, U = 2X -3 dan V = 6X2, maka:


2 −
Y=
6
6 .2−(2 − )12
6 4
12 −2 + 6
6 4


=

35
Penyebut 6X2 dikalikan dengan turunan dari pembilang yaitu 2. Kemudian hasil
tersebut dikurangi dengan pembilang (2X -3) dikalikan dengan turunan dari penyebut yaitu
12X. Kemudian hasil tersebut dibagi dengan penyebut kuadrat yaitu 36X4. Hasil akhirnya
merupakan turunan yang dicari.

Kaidah Rantai
Turunan sebuah fungsi dari sebuah fungsi diperoleh dengan cara. Jika Y= f (U), di
mana U = g(X), maka:

Misalkan, Y = 2U -U2, dan U = 2X3, maka kita bisa mendapatkan dY/dX dengan cara
berikut:
Langkah 1

= 2-2U
Dengan mensubstitusikan nilai U diperoleh:

2 – 2(2X3)
Langkah 2

= 6X2

Langkah 3

= (2 – 4X3) 6X2
= 12X2 – 24X5
Dua contoh berikut ini menunjukkan bagaimana penerapan kaidah rantai ini untuk
mendapatkan turunan dari berbagai fungsi.
Contoh 1:
Y=√ 2

Misalkan U = X2 -1, maka Y = √ = U1/2


1
U-1/2
2
1
= /
2

36
Dengan mensubstitusikan X2 -1 ke dalam U pada turunan tersebut maka diperoleh:

( 2 )1/2

karena U = X2-1, maka dU

Dengan menggunakan kaidah rantai,

, maka:

( 2 )1/2
1
=
√ −1
Contoh 2:
1
Y=
√ −1
Misalkan U=X2 – 2, maka Y=1/U, dengan menggunakan kaidah hasil bagi, kita
memperoleh:
. .
2

1
=-

Dengan mensubstitusikan (X2 -2) ke dalam U kita memperoleh dY 1

( 2 )2
Karena U = X2 -2, maka:

= 2X

dX
Oleh karena itu:

1
2x
( −1)

( 2 )2

37
 PENGGUNAAN TURUNAN UNTUK MEMAKSIMUMKAN/ MEMINIMUMKAN
FUNGSI
Proses optimisasi seringkali mengharuskan seseorang untuk mendapatkan nilai
maksimum atau minimum dari suatu fungsi. Jika suatu fungsi berada pada keadaan
maksimum atau minimum, maka slopenya atau nilai marginalnya pasii nol. Turunan suatu
fungsi ditunjukkan oleh slope atau nilai marginalnya pada suatu titik tertentu. Oleh karena
itu, maksimisasi atau minimisasi dari suatu fungsi terjadi jika turunannya sama dengan nol.
Untuk menjelaskan hal tersebut, perhatikan fungsi laba berikut ini:
 = - 10.000 + 400Q-2Q2
2Q2 (2.6)
Di sini  = laba total dan Q adalah jumlah output. Seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.7, jika
output sama dengan nol, maka perusahaan tersebut akan rugi sebesar Rp10.000,00 (biaya
tetap atau fixedcosf
cosf adalah Rp10.000,00). Tetapi jika output meningkat, maka laba juga akan
meningkat. Titik impas atau break even point (tingkat output yang menghasilkan laba sama
dengan nol) dicapai
ai pada saat output berjumlah 29 unit. Laba maksimum dicapai pada saat
output sebesar 100 unit dan setelah itu laba menurun.
Gambar 2.7
Laba Sebagai Fungsi dan Output

Tingkat output yang memaksimumkan laba bisa diperoleh dengan menghitung nilai
dari fungsi tersebut pada tingkat output tertentu, kemudian menggambarkannya seperti
Gambar 2.7. Laba maksimum tersebut bisa juga diperoleh dengan mendapatkan turunan
(marginal) dari fungsi laba tersebut, kemudian menentukan nilai Q yang membuat turunan
(marginal)
al) tersebut sama dengan nol.

38
Laba Marginal (MJI) = = 400 -4Q

Dengan menyamakan turunan tersebut sama dengan nol maka:


400-4Q = 0
4Q = 400
Q = 100 unit
Oleh karena itu, jika Q = 100, maka laba marginal sama dengan nol dan laba total
adalah maksimum.

Pembedaan Nilai Maksimum dengan Nilai Minimum


Masalah akan muncul jika turunan digunakan untuk menentukan nilai maksimum atau
minimum. Turunan pertama sebuah fungsi total menunjukkan suatu ukuran apakah fungsi
tersebut sedang menaik atau menurun pada titik tertentu. Agar suatu fungsi menjadi
maksimum atau minimum, maka fungsi tersebut harus tidak dalam keadaan menaik atau
menurun, oleh karena itu slopenya harus sama dengan nol. Namun demikian, karena nilai
marginal akan menjadi nol baik untuk nilai maksimum maupun minimum dari suatu fungsi,
maka analisis selanjutnya perlu untuk menentukan apakah nilai maksimum atau minimum
tersebut telah ditemukan.
Keadaan tersebut dilukiskan dalam Gambar 2.8 di mana tampak bahwa slope dari
kurva (aba total adalah nol, baik pada titik A maupun titik B. Namun demikian, titik A
menunjukkan tingkat output yang meminimumkan laba, sedangkan titik B menunjukkan
tingkat output yang memaksimumkan laba.
Konsep turunan kedua (second-order derivative) digunakan untuk membedakan nilai
maksimum dengan minimum dari suatu fungsi. Turunan kedua ini merupakan turunan dari
turunan pertama. Jika laba total ditunjukkan oleh persamaan  = a-bQ + cO2-dQ3, seperti
ditunjukkan Gambar 2.8, -maka turunan pertamanya yang merupakan fungsi laba marginal
adalah:

= M = -b + 2cQ -3dQ2 (2.7)

Turunan kedua dari fungsi laba total adalah turunan dari fungsi laba marginal (turunan
persamaan 2.7) yaitu:

= 2c-6dQ

39
Gambar 2.8 Penentuan Nilai Maksimum dan Minimum Suatu Fungsi
Fungs

Jika turunan pertama menunjukkan slope fungsi laba iotal, maka turunan kedua
tersebut menunjukkan slope dari turunan pertama tersebut yakni slope dari kurva laba
marginal. Kita bisa menggunakan turunan kedua tersebut untuk membedakan titik maksimum
dan minimum. Jika turunan kedua dari sebuah fungsi negatif maka titik yang ditentukan
adalah maksimum, demikian sebaliknya.
Alasan dari hubungan yang terbalik tersebut bisa dilihat dalam Gambar 2.8.
Perhatikan bahwa laba mencapai minimum pada titik A karena laba marginal, yang tadinya
negatif dan karena itu menyebabkan laba total turun, tiba-tiba
tiba tiba menjadi positif. Oleh karena itu
slopenya positif. Keadaan yang berlawanan terjadi pada titik maksimum; nilai laba marginal
tersebut adalah positif tetapi menurun hingga
hingga suatu titik di mana fungsi laba total mencapai
maksimum, dan negatif setelah titik tersebut. Oleh karena itu, fungsi marginal tersebut
berslope negatif pada titik maksimum fungsi total.
Sebuah contoh dengan bilangan akan memperjelas konsep ini. Misalkan
Misalkan fungsi laba
total dalam Gambar 2.8 ditunjukkan oleh fungsi berikut:
2.400Q + 350Q2 -8.333Q3 (2.8)
Laba total () = -3.000 -2.400Q
Laba marginal ditunjukkan oleh turunan pertama dari laba total tersebut:

Laba marginal (M) = = -2.400 + 700Q -25Q2 (2.9)

Laba total akan maksimum atau minimum pada titik-titik


titik titik di mana turunan pertama
tersebut (laba marginal) sama dengan nol, maka:

= -2.400+ 700Q-25Q
25Q =0 (2.10)

40
Dengan menggunakan rumus abc, kita akan menemukan nilai-nilai output yang
memenuhi persamaan 2.10 yaitu 4 dan 24. Oleh karena itu nilai-nilai tersebut merupakan
titik-titik laba maksimum atau minimum.
Pengujian terhadap turunan kedua dari fungsi laba total pada masing-masing tingkat
output tersebut akan menunjukkan apakah nilai-nilai tersebut minimum ataukah maksimum.
Turunan kedua dari fungsi laba total tersebut didapatkan dengan mencari turunan dari fungsi
laba marginal (persamaan 2.9):

= 700 -500

Pada tingkat output atau Q = 4:

= 700-50 . 4 = 500

Karena turunan kedua tersebut positif, yang menunjukkan bahwa laba marginal
sedang menaik, maka laba total adalah minimum pada tingkat output sebesar 4 unit. Dengan
kata lain, laba total pada tingkat output sebesar 4 sesuai dengan titik A.pada Gambar 2.8.
Dengan menilai turunan kedua pada tingkat output sebesar 24 unit, kita memperoleh:

= 700 -50 . 24 = -500

Karena turunan kedua tersebut adalah negatif pada tingkat output sebesar 24, yang
menunjukkan bahwa laba marginal tersebut sedang menurun, maka fungsi laba total
mencapai titik maksimum pada tingkat output sebesar 24 unit tersebut. Tingkat output ini
sesuai dengan titik B pada Gambar 2.8.

Penggunaan Turunan untuk Memaksimumkan Selisih Antara Dua Fungsi


Salah satu kaidah dalam ekonomi mikro yaitu MR harus sama dengan MC agar laba
maksimum bisa dicapai, sebenarnya timbul berdasarkan pada asas optimisasi kalkulus
tersebut. Asas tersebut timbul dari adanya kenyataan bahwa jarak antara dua fungsi akan
maksimum pada titik di mana slope kedua fungsi tersebut adalah sama. Gambar 2.9
menggambarkan titik tersebut. Di sini fungsi penerimaan dan fungsi biaya hipotetis
ditunjukkan. Laba total sama dengan TR dikurangi TC, dan oleh karena itu sama dengan
jarak vertikal antara kedua kurva tersebut pada setiap tingkat output. Jarak tersebut akan
maksimum pada tingkat output QB di mana slope dari kurva TR dan TC tersebut adalah sama.
Karena slope kurva TR dan TC masing-masing menunjukkan MR dan MC, maka MR = MC.

41
Alasan bahwa QB merupakan tingkat output yang memaksimumkan
memaksimumkan laba bisa tampak
dengan memperhatikan bentuk dari kurva TR dan TC di sebelah akan titik A. Pada titik A,
TR = TC, berarti di situ terjadi titik impas (break even point), dan oleh karena itu titik A
tersebut menunjukkan tingkat output yang mengh
menghasilkan laba sama dengan nol.

Gambar 2.9 TR, TC, dan Laba Maksimum

Pada tingkat-tingkat
tingkat output setelah QA, TR meningkat lebih cepat dari TC, dengan
kata lain, MR > MC. Jika slope TR sama dengan slope TC, maka kedua kurva tersebut akan
sdjajar. Keadaan tersebut terjadi pada tingkat output QB. Setelah melampaui Q0 slope kurva
TC lebih besarslope kurva TR (MC > MR), maka jarak antara kedua kurva tersebut mengecil
dan laba total menurun.
Suatu contoh dengan angka akan memperjelas
mempe penggunaan turunan ini. Perhatikan
fungsi-fungsi
fungsi penerimaan, biaya, dan laba berikut ini. Misalkan:
Total Revenue (TR) = 41,5Q -1,1Q2
Total Cost (TC) = 150 + 10Q -0,5Q2 + 0.02Q3
Laba Total =  =TR-TC
Tingkat output yang bisa memaksimumkan laba tersebut bisa diperoleh dengan
mensubstitusikan fungsi TR dan TC ke dalam fungsi laba, kemudian menganalisis turunan
pertama dan kedua dari persamaan tersebut:
 = TR-TC
= 41.5Q -1,1Q2 -(150
(150 + 10Q -0.5Q2 + 0.02Q3)
= 41,5Q-1,1Q2-150-10Q + 0,5Q2-0,02Q3
= -150 + 31,5Q -0.6Q2 -0,02Q
0,02Q3

42
Laba marginal atau turunan pertama dari fungsi laba tersebut adalah:

M = = 31,5-1,20 -0,06Q2

Dengan menentukan laba marginal sama dengan nol dan menggunakan rumus abc
kita bisa menemukan kedua akarnya yaitu Q1 = -35 dan Q2 = + 15. Karena output yang
negatif tidak mungkin terjadi, maka Q1 bukan merupakan tingkat output yang bisa digunakan.
Suatu pengujian terhadap turunan kedua dan fungsi laba tersebut pada tingkat 0=15
akan menunjukkan apakah ini merupakan titik laba maksimum atau titik laba minimum.
Turunan kedua tersebut adalah:

= -1,2-0,120

Dengan menguji turunan tersebut pada 0 = 15 menghasilkan nilai turunan kedua


tersebut sebesar -3, oleh karena itu Q = 15 merupakan titik laba maksimum.
Untuk melihat hubungan MR dan MC dengan maksimisasi laba, perhatikan
persamaan umum laba  = TR -TC. Dengan menggunakan kaidah penjumlahan dan selisih
dari diferensiasi, maka persamaan umum laba marginal adalah:

M =

Jika dTR/dQ merupakan MR, dan dTC/dQ merupakan MC, maka


M = MR - MC
Sekarang, karena maksimisasi setiap fungsi mengharuskan turunan pertama sama
dengan nol, maka maksimisasi laba akan terjadi jika
M = MR -MC = 0
atau
MR = MC
Meneruskan contoh kita di muka, MR dan MC diperoleh dengan penurunan fungsi
TR dan TC:

MR = = 41,5-2,20

MC = =10 – 0 + 0,06Q2

Pada tingkat output yang memaksimumkan laba, MR = MC, maka:


MR = 41,5 -2,2Q = 10 – Q + 0,06Q2 = MC

43
Dengan menggabungkan kedua persamaan tersebut, kemudian diperoleh :
-31,5 +1,2Q + 0,06Q2 =0
Akhirnya diperoleh Q1 = -35
35 dan Q2 = 15. Hal ini menunjukkan bukti bahwa MR =
MC pada tingkat output yang menghasilkan laba maksimum.
Untuk menyimpulkan contoh tersebut, Gambar 2.10 menunjukkan gambar fungsi
penerimaan, biaya dan laba. Gambar bagian atas menunjukkan fungsi penerimaan dan biaya,
pada tingkat output sebesar 15 unit, slope kedua kurva tersebut adalah sama, dan MR = MC.
Gambar bagian bawah menunjukkan fungsi laba, dan tingkat output yang memaksimumkan
memaksimumkan
/dQ = 0 dan d2/dQ2 < 0.
laba adalah 15 unit, di mana d/dQ

Gambar 2.10 Syarat-syarat


syarat Tingkat Output yang Memaksimumkan Laba

 OPTIMISASI FUNGSI DENGAN VARIABEL MAJEMUK


Oleh
eh karena hampir semua hubungan ekonomi menggunakan dua variabel atau lebih,
maka kita perlu untuk memperluas konsep diferensiasi ke dalam persamaan
persamaan-persamaan
dengan 3 variabel atau lebih. Perhatikan fungsi permintaan akan suatu produk di mana
kuantitas yang diminta (Q) ditentukan oleh harga (P) yang telah ditetapkan, tingkat
tingka
pengeluaran iklan (A). Fungsi tersebut bisa dituliskan sebagai berikut:
Q = f(P,A) (2.11)
Untuk menganalisis hubungan variabel majemuk, seperti ditunjukkan persamaan 2.11
kita perlu mengetahui pengaruh marginal dari setiap variabel independen terha
terhadap variabel
dependen. Dengan kata lain, optimisasi dalam kasus seperti ini memerlukan suaiu analisis

44
bagaimana perubahan dari setiap vanabel independen mempengaruhi variabel dependen,
dengan menganggap pengaruh seluruh variabel independen lainnya konstan. Turunan parsial
merupakan konsep kalkulus yang digunakan untuk analisis marginal seperti ini.
Dengan menggunakan fungsi permintaan pada persamaan 2.11, kita bisa memperoleh
2 turunan parsial:
1. Turunan parsial Q pada harga (P) = Q/P
2. Turunan parsial Q pada pengeluaran iklan (A) = Q/A
Kaidah untuk menentukan turunan parsial adalah sama dengan kaidah dalam turunan
yang sederhana. Karena konsep turunan parsial menggunakan suatu asumsi bahwa semua
variabel, kecuali satu variabel di mana turunan tersebut diturunkan, tidak berubah. Perhatikan
persamaan Y = 10 -4X + 3XZ -Z2. Dalam fungsi ini ada dua variabel independen, yaitu X dan
Z, oleh karena itu 2 turunan parsial bisa dihitung. Untuk menentukan turunan tersebut pada
X, maka persamaan tersebut bisa dituliskan kembali sebagai:
Y = 10 -4X + (3Z)X -Z2
Karena Z dianggap konstan, maka turunan parsial Y pada X adalah:
f)Y

= C-4 + 3Z-0

= -4 + 3Z
Dalam menentukan turunan parsial Y dan Z, X dianggap konstan, maka kita bisa tulis:
Y = 10 -4X + (3X)Z -Z2
dan turunan parsial Y pada Z adalah:

=0 - 0 + 3X - 2Z

= 3X – 2Z
Contoh lain akan memperjelas teknik diferensiasi parsial ini. Misalkan Y = 2X +
4X2Z -3XZ2 -2Z3. Maka turunan parsial Y pada X adalah:

= 2+ 8XZ - 3Z2 - 0

dan turunan parsial Y pada Z adalah:

= 0 + 4X2 - 6XZ - 6Z2

45
Maksimisasi Fungsi dengan Variabel Majemuk
Syarat maksimisasi (atau minimisasi) dari fungsi dengan variabel majemuk
merupakan perluasan secara langsung dari fungsi dengan variable tunggal. Semua turunan
parsial pertama harus sama dengan nol. Oleh karena itu, maksimisasi dari fungsi Y = f(X,Z)
mensyaratkan:

=0

dan

=0

untuk menjelaskan prosedur ini, perhatikan fungsi:


Y = 4X + Z-X2 + XZ-Z2 (2.12)
yang mempunyai turunan parsial:

= 4-2X + Z

dan

= 1 +X-2Z

Untuk memaksimumkan persamaan 2.12, turunan-turunan parsial tersebut harus


disamakan dengan nol:

= 4-2X + Z = 0

dan

= 1 + X -2Z = o

Di sini kita mempunyai dua porsamaan dengan dua bilangan anu. Penyelesaian secara
simultan akan menghasilkan nilai X = 3 dan Z=2 yang memaksimumkan fungsi tersebut.
Dengan memasukkan nilai-nilai X dan Z tersebut ke dalam persamaan 2.12, kita akan
memperoleh nilai Y = 7, dan oleh karena itu nilai maksimum dari V adalah 7.
Proses yang terjadi di sini bisa diperjelas dengan melihat Gambar 2.11, suatu gambar
tiga dimensi dari persamaan 2.12. Di sini tampak bahwa untuk I nilah X dan Z yang
positif, persamaan 2.12 membentuk suatu bidang dengan titik puncak A. Pada puncak
tersebut, permukaan dari gambar tersebut mendatar. Kemungkinan bentuk lain, bidang datar
yang bersinggungan dengan permukaan pada titik A akan sejajar dengan bidang datar XZ, ini
menunjukkan bahwa slope dari gambar tersebut sama dengan nol. Keadaan ini merupakan

46
persyaratan untuk menentukan nilai maksimum dari sebuah fungsi dengan variabel majemuk.
Gambar 2.11
Mencari Nilai Maksimum Suatu Fungsi dengan Dua
Variabel: Y = 4X + Z -X2 + XZ -Z2

 OPTIMISASI TERKENDALA
Dalam proses pengambilan keputusan yang dihadapi para manajer, ada berbagai
kendala yang membatasi pilihan
pilihan-pilihan
pilihan yang tersedia bagi para manajer tersebut. Misalnya,
seorang manajer produksi ditugaskan untuk meminimumkan biaya total (TC) dalam
memproduksi sejumlah produk
duk tertentu dari perusahaannya. Pada waktu yang lain manajer
produksi tersebut ditugaskan untuk memaksimumkan output dari suatu departemen tertentu,
dengan sejumlah sumberdaya tertentu yang tersedia.
Bidang-bidang
bidang tungsional lainnya dari suatu perusahaan juga menghadapi masalah
optimisasi terkendaia ini. Para manajer pemasaran seringkali ditugaskan untuk
memaksimumkan penjualan dengan kendala tidak boleh melebihi anggaran ikian yang telah
ditetapkan. Para pegawai keuangan dalam upayanya untuk meminimumkan biaya untuk
memperoleh modal, seringkali harus bekerja di bawah kendala-kendala
kendala kendala yang ditetapkan oleh
persyaratan pembiayaan investasi (investment financing) dan keseimbangan kas (cash
balance) dan oleh para kreditor.
Secara umum, masalah optimisasi terkendaia ini dikelompokkan menjadi 2 kelompok:
Masalah Maksimisasi Masalah Minimisasi
Maksimisasi: Minimisasi:
Laba, Penerimaan atau Output Biaya
Tunduk kepada: Tunduk kepada:
Kendala Sumberdaya Kendala Kuantitas atau Kualitas Output

47
Tampak ada kaitan yang erat sekali antara formulasi maksimisasi dan minimisasi pada
masalah optimisasi terkendaia dengan penggunaan sumberdaya yang langka secara optimal.
Masalah optimisasi terkendaia ini bisa dipecahkan dengan berbagai cara. Dalam
beberapa kasus, jika persamaan kendala tidak terlampau rumit, kita bisa memecahkan
persamaan kendala tersebut untuk salah satu dari variabel-variabel pengambilan keputusan
terlebih dahulu, kemudian mensubstitusikan variabel tersebut ke dalam fungsi tujuan, apakah
perusahaan tersebut bertujuan memaksimumkan atau meminimumkan. Cara ini mengubah
masalah tersebut menjadi maksimisasi atau minimisasi tak terkendala yang bisa diselesaikan
dengan metoda-metoda yang telah dibahas di muka.
Cara tersebut bisa diperjelas dengan melihat penerapannya di dalam masalah
minimisasi terkendala. Misalkan sebuah perusahaan memproduksi produknya dengan
menggunakan dua pabriknya dan bekerja dengan fungsi biaya total (TC) sebagai berikut:
TC = 3X2 + 6Y2 -XY
di mana X merupakan output dari pabrik yang pertama dan Y merupakan output dari pabrik
yang kedua. Manajemen akan berusaha untuk menentukan kombinasi biaya terendah (ieast-
cost combination) antara X dan Y, dengan tunduk kepada kendala bahwa produk total harus
20 unit. Masalah optimisasi terkendala tersebut bisa dituliskan sebagai berikut:
Minimumkan TC = 3X2 + 6Y2 -XY
dengan kendala: X + Y = 20
Dengan menyelesaikan kendala X dan mensubstitusikan nilai tersebut ke dalam fungsi tujuan
maka:
X = 20 -Y
dan
TC = 3(20 -Y)2 + 6Y2 -(20 -Y)Y (2.13)
2 2 2
= 3(400 -40Y + Y ) + 6Y -(20Y -Y )
= 1.200 -120Y + 3Y2 + 6Y2 -20Y + Y2
= 1.200-140Y + 10Y2
Sekarang kita bisa menganggap persamaan 2.13 di atas sebagai masalah minimisasi tak-
terkendala. Untuk menyelesaikannya harus dicari turunannya, menyamakan turunan tersebut
dengan nol, dan mendapatkan nilai Y.

= -140 + 20Y = 0

20Y = 140
Y=7

48
Suatu pengujian terhadap tanda dari turunan kedua yang ditaksir pada titik tersebut akan
membuktikan bahwa titik minimum ditemukan:

= -140 + 20Y

= +20

Karena turunan kedua tersebut adalah positif, maka Y=7 pastilah merupakan titik minimum.
Dengan memasukkan 7 ke dalam Y di dalam persamaan kendala memungkinkan kita untuk
menentukan kuantitas optimum yang diproduksikan oleh pabrik X.
X + 7 = 20
X = 13
Oleh karena itu, produksi output 13 unit pada pabrik X dan 7 unit pada pabrik Y adalah
kombinasi biaya terendah dalam menghasilkan 20 unit produk dari perusahaan tersebut.
Biaya total (TC) tersebut adalah:
TC = 3(13)2+ 6(7)2-(13x7)
= 507 + 294- 91
= 710

Angka Pengganda Lagrange


Sayangnya, teknik substitusi seperti di atas tidak selalu bisa digunakan. Kadang-
kadang kendala terlalu banyak dan terlalu kompleks untuk disubstitusikan. Dalam kasus
seperti ini, teknik angka pengganda Lagrange harus digunakan.
Teknik Lagrange untuk memecahkan masalah-masalah optimisasi terkendala
merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengoptimisasi-kan sebuah fungsi dengan caret
menggabungkan fungsi tujuan mula-mula dengan persyaratan kendala. Persamaan gabungan
ini disebut fungsi Lagrange. Fungsi ini dibuat untuk memastikan (1) bahwa jika fungsi
mencapai nilai maksimum (atau minimum), fungsi tujuan mula-muia juga akan maksimum
(atau minimum), dan (2) bahwa semua persyaratan kendala terpenuhi.
Pengujian terhadap masalah optimisasi terkendala di muka akan memperjelas
penggunaan teknik ini. Perhatikan bahwa perusahaan tersebut berusaha untuk
2 2
meminimumkan fungsi TC = 3X -6Y - XY, dengan tunduk kepada kendala X + Y = 20.
Persamaan kendala tersebut diubah sebagai berikut:
0 = 20 – X – Y
Ini merupakan langkah pertama dalam membentuk suatu fungsi Lagrange. Dengan

49
mengalikan kendala tersebut dengan sebuah faktor yang tidak diketahui “X” (lambda) dan
menambahkan hasil tersebut pada fungsi tujuan mula-mula menghasilkan persamaan
Lagrange.
Misalnya:
LTC = 3X2 + 6Y2 -XY +  (20 – X – Y)
LTC didefinisikan sebagai fungsi Lagrange untuk optimisasi terkendala.
Oleh karena fungsi Lagrange tersebut memasukkan kendala ke dalam fungsi tujuan,
maka fungsi Lagrange ini bisa dianggap sebagai masalah optimisasi tak terkendala, dan
penyelesaiannya identik dengan penyelesaian masalah optimisasi terkendala mula-mula.
Untuk menggambarkan hal ini, perhatikan masalah minimisasi dari fungsi Lagrange dalam
persamaan 2.14. Pada suatu titik minimum dari fungsi yang menggunakan variabel majemuk,
semua turunan parsial harus sama dengan nol. Turunan-turunan parsial dari persamaan 2.14
bisa dicari untuk variabel X, V dan X, sebagai berikut:

6X – Y - 

12Y – X - 1

20 – X - Y

Dengan menentukan ketiga turunan parsial tersebut sama dengan nol, kita mendapatkan tiga
persamaan dengan tiga bilangan anu:
6X-Y- =0 (2.15)
-X + 12Y - = 0 (2.16)
dan
20 – X – Y = 0 (2.17)
Perhatikan bahwa persamaan 2.17, turunan parsial fungsi Lagrange pada X, merupakan
kendala pada optimisasi mula-mula. Hasil tersebut bukanlah terjadi secara kebetulan belaka.
Fungsi Lagrange tersebut dibentuk secara khusus dan oleh karena itu turunan dari fungsi
Lagrange pada angka pengganda Lagrange (X) tersebut akan selalu merupakan kendala mula-
mula. Selama turunan tersebut sama dengan nol, yang berarti ia berada pada keadaan ekstrim
(maksimum atau minimum), maka persyaratan kendala optimisasi mula-mula tersebut akan
terpenuhi. Selain itu, jika pada persyaratan seperti itu suku terakhir dari persamaan Lagrange
harus sama dengan nol yaitu 0 = 20 -X -Y, maka fungsi Lagrange tersebut akan tetap pada
fungsi tujuan mula-mula, dan oleh karena itu penyelesaian untuk masalah optimisasi tak

50
terkendaia (Lagrange) akan selalu merupakan penyelesaian bagi masalah optimisasi
terkendaia mula-mula.
Penyempurnaan analisis dari contoh di muka akan memperjelas hubungan tersebut.
Kita mulai dengan menyelesaikan sistem persamaan tersebut untuk mendapatkan nilai X dan
Y yang optimal. Dengan mengurangkan persamaan 2.15 dengan persamaan 2.16 diperoleh:
7X – 13Y = 0
Kemudian mengalikan persamaan 2.1/ dengan 7 dan kemudian menambahkan persamaan
2.18 dengan hasil tersebut menghasilkan:
140 – 7X – 7Y = 0 7x
7X – 13Y= 0
140 - 20Y= 0
140 = 20Y
7 =Y
6 .13-7-X =0
X = +71
Di sini kita bisa menginterpretasikan X sebagai MC pada tingkat output sebesar 20
unit. Ini menunjukkan kepada kita bahwa jika perusahaan tersebut diharuskan memproduksi
hanya 19 unit output, maka TC akan turun sekitar 71. Sama juga halnya jika output
diharuskan sebesar 21 unit, maka biaya akan naik sejumlah itu (71).
Secara lebih umum, setiap angka pengganda Lagrange (X) menunjuk-kan pengaruh
marginal terhadap penyelesaian fungsi tujuan mula-mula oleh penurunan atau kenaikan
persyaratan kendala sebesar 1 unit. Seringkali, seperti dalam contoh di atas, hubungan
marginal yang dijelaskan oleh angka pengganda Lagrange itu menunjukkan data ekonomis
yang bisa membantu seorang manajer untuk mengevaluasi manfaat-manfaatpotensial dari
pengurangan sebuah kendala.

 RANGKUMAN
Optimisasi merupakan suatu proses penentuan kemungkinan pe-nyelesaian yang
terbaik dari suatu masalah. Pada awal bab ini terlebih dahulu dikenalkan metpda-metoda
yang digunakan untuk menyajikan hubungan-hubungan ekonomis dan kemudian mencoba
beberapa alat analisis yang sering digunakan dalam proses optimisasi.
Hubungan ekonomis bisa disajikan dalam bentuk tabel, grafik, atau persamaan.
Variabel-variabel kunci dalam hubungan ekonomis meliputi nilai total, rata-rata, dan
marginal. Nilai-nilai tersebut berkaitan satu sama lain berdasarkan suatu pola tertentu. Oleh
51
karena itu, jika satu variabel diketahui, maka dua variabel lainnya bisa dicari berdasarkan
pola hubungan tersebut.
Analisis optimalitas seringkali merupakan penentuan nilai maksimum atau minimum
dari sebuah fungsi. Nilai-nilai dari suatu fungsi bisa dihitung dan disajikan dalam sebuah
tabel atau pada grafik, dan titik di mana fungsi tersebut maksimum (minimum) bisa diketahui
secara langsung. Penggunaan kalkulus seringkali lebih memudahkan kita untuk menentukan
titik optimum tersebut dengan cara menghitung turunan dari suatu fungsi total dan
menyamakan turunan tersebut dengan nol (dY/dX = 0). Oleh karena itu, penggunaan turunan
untuk menentukan titik maksimum atau minimum juga dijelaskan cukup rinci dalam bab ini.
Sebuah fungsi mempunyai beberapa nilai jika turunannya sama dengan nol, di mana
beberapa titik menunjukkan keadaan maksimum dan yang lainnya menunjukkan keadaan
minimum. Untuk menentukan apakah suatu nilai maksimum atau minimum, turunan kedua
harus dihitung. Jika d Y/dX2 negatif; maka nilai maksimum-lah yang diperoleh; sedangkan
jika positif, maka nilai minimum yang diperoleh.
Jika sebuah fungsi terdiri dari lebih dari dua variabel, maka turunan parsial
digunakan. Untuk memaksimumkan suatu fungsi dengan dua variabel atau lebih, turunan
parsial pada masing-masing variabel harus dihitung, dan turunan*turunan parsial tersebut
harus disamakan dengan nol.
Optimisasi terkendala adalah suatu proses maksimisasi atau minimisasi sebuah fungsi
dengan kendala-kendala tertentu. Dalam optimisasi terkendala ini digunakan angka
pengganda Lagrange dan ditunjukkan bagaimana angka tersebut digunakan untuk
menyelesaikan masalah optimisasi terkendala. Lebih dari itu, juga dibahas interpretasi angka
pengganda Lagrange sebagai perubahan marginal dalam fungsi tujuan yang disebabkan oleh
1 unit perubahan dari kendala-kendala yang ada.
Alat-alat analisis yang dibahas dalam bab ini digunakan dalam segala bidang analisis
ekonomi, terutama sekali dalam ekonomi manajerial. Oleh karena itu, Anda akan selalu
menggunakannya untuk memahami buku materi ini.

 SOAL LATIHAN 2
1. Biaya total yang dikeluarkan oleh sebuah pabrik ditunjukkan oleh persamaan TC = Q3 -
90Q2 + 250Q + 56.500. Pada tingkat produksi berapa unit biaya marginalnya minimum?
Berapa besarnya biaya marginal minimum tersebut, berapa pula besarnya biaya total pada
tingkat produksi tersebut?
2. Seorang produsen menghadapi fungsi permintan P = 100 -4Q dan biaya totalnya TC = 50
52
+ 20Q. Hitunglah tingkat produksi yang menghasilkan laba maksimum, besarnya laba
maksimum dan harga jual barangnya per unit.
3. Buktikanlah bahwa untuk fungsi biaya total TC = 0,5Q3 -20Q + 25Q, biaya rata-rata
minimum sama dengan biaya marginal.
4. Andaikan fungsi produksi suatu macam bacang dirumuskan dengan Q = K5/8L3/8 jjka
harga input K dan input L masing-masing adalah Rp5,00 dan Rp3,00 per unit, sedangkan
produsen hanya ingin memproduksi 10 unit outpuc, carilah berapa unit masing-masing
input sebaiknya digunakan agar ia berada dalam keseimbangan (biaya produksinya
minimum).
5. Andaikan kepuasan total seorang konsumen dari mengkonsumsi barang X dan Y
dirumuskan oleh persamaan utilitas U = X3 Y2. Jika konsumen tersebut menyediakan
anggaran sebesar Rp4.000,00 untuk membeli X dan Y masing-masing Rp150,00 dan
Rp200,00 per unit, hitunglah berapa unit X dan Y seharusnya ia beli agar kepuasannya
maksimum.
6. Fungsi produksi yang dihadapi oleh seorang produsen ditunjukkan oleh Y = 150X2 -2X3,
di mana Y adalah jumlah produk yang dihasilkan dan X adalah jumlah input yang
digunakan.
a. Bentuklah fungsi produk rata-ratanya
b. Berapa produk total dan produk rata-rata jika digunakan 70 unit input?
c. Berapa produk marginal jika input ditambah 1 unit?

53

Anda mungkin juga menyukai