Anda di halaman 1dari 1629

OPTIMA PREPARATION

WORKSHOP 1
| DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. CEMARA |
| DR. AARON | DR. CLARISSA | DR. OKTRIAN | DR. REZA |
Jakarta
Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007
Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872
WA. 081380385694/081314412212

Medan
Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung
Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a m e d i s . c o m
1
ILMU PENYAKIT
DALAM
• Laki-laki usia 40 tahun keluhan lemas dan mual sejak 1
minggu smrs.
• TD 120/90 mmHg, HR 80x/mnt, RR 22x/mnt dan suhu
38C.
• PF : ikterik dan hepatosplenomegali.
• Dokter mencurigai adanya abses hepar.
PEMERIKSAAN…
DIAGNOSIS  ABSES HEPAR
JAWABAN:
A. AMBIL SEMUA SAMPEL CAIRAN ABSES
• Laki-laki usia 40 tahun keluhan lemas dan
mual 1 minggu lalu. Suhu 38c , didapatkan
ikerik dan hepatosplenomegali  Dokter
menucrigai abses hepar
• Dalam menegakan diagnosis abses hepar
 USG guided aspiration, dan yang
diambil adalah semua cairan abses
sebagai sampel
• Untuk aspirasi cairan abses, tidak ada
istilah ambil cairan abses awal, akhir, dan
tengah
• Pilihan B, C, D  tidak tepat.
• Pilihan E  dilakukan pada kasus keganasan.
Abses Hepar
Infeksi hati oleh bakteri, parasit, jamur, atau
nekrosis steril berasal dari sistem GI yang ditandai
adanya proses supurasi dengan pus yang terdiri dari
jaringan hati nekrotik, sel inflamasi, atau sel darah
di dalam parenkim hati.

• Klasifikasi Berdasarkan Etiologi


1. Piogenik  80% kasus
 e.c. Enterobacteriaceae, Streptokokus mikroaerofili,
Streptokokus anaerobik, Klebsiella pneumoniae,
Salmonella typhii
2. Amebik  e.c. Entamoeba histolytica
3. Jamur  e.c. Candida

Wenas NT, Waleleng BJ. Abses hati ptiogenik. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 6, Jakarta: 2014.
Abses Hepar
• Diagnosis :
1. Serologi
2. Kultur darah
3. USG + Drainase
4. CT-Scan / MRI
• Identifikasi penyebab dapat dilakukan dengan
pemeriksaan sampel aspirasi (cara
melakukannya dengan seluruh isi abses)
Abses hepar
• USG Abdomen
– Liver abscesses are
typically poorly
demarcated with a variable
appearance, ranging from
predominantly hypoechoic
(still with some internal
echoes however) to
hyperechoic.
– Gas bubbles may also be
seen
– Colour Doppler will
demonstrate absence of
central perfusion.
• Liver cyst
– round or ovoid anechoic
lesion, but almost
asymptomatic
2
• Wanita usia 50 tahun, keluhan nyeri pada
punggung sejak 2 minggu smrs.
• Riwayat konsumsi steroid jangka panjang.
• Menopause sejak 1 tahun yang lalu.
• Pada pemeriksaan rontgen didapatkan fraktur
kompresi L3-L4.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  OSTEOPOROSIS
JAWABAN:
A. OSTEOPOROSIS SEKUNDER
• Wanita 50 tahun dengan nyeri pada
punggung sejak 2 minggu SMRS dan
riwayat konsumsi steroid jangka panjang
serta didapatkan adanya fraktur kompresi
L3-L4 pada pemeriksaan foto rontgen 
osteoporosis
• Primer/sekunder? Perlu digarisbawahi
pemakaian steroid jangka panjang 
terjadi bukan akibat menopause (riwayat
baru 1 tahun), sehingga terjadi
osteoporosis sekunder.
Pilihan A  osteoporosis yang terjadi akibat post
menopause atau usia tua (senilis).
Pilihan C  tidak ada istilah ini.
Pilihan D  termasuk ke dalam osteoporosis
primer.
Pilihan E  Kondisi penurunan densitas tulang
namun belum mencapai osteoporosis.
OSTEOPOROSIS
• Penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan
densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
• Compromised bone strength
• Tipe osteoporosis
– Osteoporosis tipe I  pasca menopause (defisiensi esterogen)
– Osteoporosis tipe II  senilis (gangguan absorbsi kalsium di
usus)
– Osteoporosis tipe IIIosteoporosis sekunder
• Faktor risiko osteoporosis
– Usia, genetik, lingkungan, hormon, sifat fisik tulang
• Dapat menyebabkan fraktur patologis
KLASIFIKASI

1. Osteoporosis primer 2. Osteoporosis Skunder


• bukan disebabkan penyakit
• berkurangnya masa tulang dan atau
terhentinya produksi hormon estrogen
disamping bertambahnya usia
oleh berbagai
penyakit tulang
Tipe • osteoporosis pasca
menopouse (kronik
1 • wanita berusia 50-
65 tahun rheumatoid,
artritis, TBC
spondilitis,
Tipe • istilah
osteoporesis senil
osteomalacia

2 • lebih dari 70 tahun


Osteoporosis type III (Secondary)
• Muncul pada segala usia, pada berbagai jenis kelamin
• Terdapat kehilangan tulang trabekular dan kortikal
yang signifikan
• Spine and hip fractures
• Etiology:
– Immobilization
– Medications
• anticoagulant heparin
• glucocorticoids (eg, prednisone)
• synthetic thyroid hormoneincrease osteoclasts, lower serum
calcitonin, and promote bone resorption
• Anticonvulsantsincrease metabolism of vitamin D
• cyclosporine
• Etiology
– disease
• hyperthyroid  elevated serum levels thyroid hormone and
increased urinary calcium excretion
• hyperparathyroid  increased blood parathyroid hormone
concentrations
• Cushing’s syndrome  glucocorticoid levels are high
• gastrointestinal disorders (e.g., obstructive jaundice)
calcium malabsorption and deficiency and promote
osteoporosis
– genetic predisposition
– Lifestyle
• Smokingincreasing the metabolism of sex hormones
• excessive use of alcoholnutritional deficiencies in calcium
and vitamin D
• Caffeine
urinary calcium excretion
• aluminum-containing antacids
• lack of physical activity
Osteoporosis
3
• Pria 40 tahun sering lemas sejak 2 minggu yang
lalu.
• Sering buang air kecil, banyak minum dan
makan.
• Pemeriksaan laboratorium glukosa darah
sewaktu 250 mg/dl dan IMT pasien 31,5.
TERAPI…
DIAGNOSIS  DM TIPE 2
JAWABAN:
D. BIGUANID
• Pasien diatas kemungkinan mengalami DM
dengan ditemukannya adanya gejala klasik dan
GDS 250 mg/dL.
• Pada pasien dengan DM tipe 2 yang baru
terdiagnosis dapat dilakukan modifikasi gaya
hidup dan jika tidak ada perbaikkan dapat
ditambah dengan OHO.
• OHO yang biasa menjadi first line therapy
pada DM tipe 2 adalah golongan biguanid
seperti metformin.
• Selain itu pemberian metformin pada pasien
ini juga dapat bermanfaat karena dapat juga
menurunkan berat badan.
• Pilihan A, insulin biasanya baru akan diberikan
jika didapatkan kadar HbA1c pasien > 10%.
• Pilihan B, acarbose dapat dikombinasikan
dengan metformin jika tidak ada perbaikkan
dengan monoterapi.
• Pilihan C, sitagliptin dapat diberiikan jika
dengan monoterapi belum ada perbaikkan.
• Pilhan E, glibenclamid dapat diberikan jika
dengan monoterapi belum ada perbaikkan
Diabetes Melitus
• Modifikasi Gaya hidup • Mulai
HbA1c
monoterapi oral
<7.5%

HbA1c • Modifikasi Gaya hidup • Kombinasi 2 obat


• Monoterapi oral obat Evaluasi 3 dengan mekanisme
7.5-9% golongan (a)/(b) bulan, kerja yang berbeda
bila HbA1c
• Diberikan Kombinasi >7%
2 obat lini pertama HbA1c> • Kombinasi 3 obat

HbA1c ≥9%
dan obat lain 7%
dengan mekanisme
kerja yang berbeda

Insulin basal Tidak


plus/bolus mencapai
HbA1c ≥10% atau premix target
atau • Metformin + insulin
GDS>300 dgn basal ± prandial atau
Gejala • Metformin + insulin
metabolik basal + GLP-1 RA
Perkeni. 2015
AACE Diabetes Mellitus Comprehensive Care Plan. 2015
AACE Diabetes Mellitus Comprehensive Care Plan. 2015
4
• Seorang perempuan berusia 72 tahun dengan keluhan
tidak sadar sejak 2 jam yang lalu.
• Keluhan didahului muntah dan nyeri perut sejak 3 hari
yang lalu.
• Pasien diketahui memiliki riwayat diabetes mellitus sejak 5
tahun yang lalu dan rutin minum metformin.
• TD 120/80 mmHg, denyut nadi 120 x/menit, frekuensi
napas 24x/menit, suhu 38,2°C, kulit kering.
• Kadar glukosa darah sewaktu 700 mg/dL.
PATOMEKANISME…
DIAGNOSIS  HHS
JAWABAN:
A. PENURUNAN INSULIN DAN PENINGKATAN GLUKOSA
• Pasien diatas kemungkinan mengalami
koma HHS yang ditandai dengan GDS 700
mg/dl, penurunan kesadaran dan kulit
kering.
• HHS atau KAD merupakan komplikasi akut
pada DM yang diakibatkan karena
meningkatnya kebutuhan tubuh akan
glukosa yang diakibatkan adanya infeksi
atau stress disertai dengan defisiensi
insulin absolutpilihan yang tepat A.
• Pilihan B, pada pasien tidak didapatkan
adanya intake glukosa yang berlebihan.
• Pilihan C, pada soal pasien dikatakan rajin
minum obat.
• Pilihan D, hyperinsulinemia seharusnya akan
memberikan gejala hipoglikemia. Pada
pasien DM dapat terjadi hyperinsulinemia
sebagai akibat adanya resistensi perifer
namun kadar gula darah biasanya tinggi.
• Pilhan E, pasien diketahui mempunyai
riwayat minum metformin. Obat ini tidak
mengakibatkan hiperglikemia.
Komplikasi DM Komplikasi DM

Akut Kronik

Krisis
Hipoglikemia Makroangiopati
hiperglikemia

Ketoasidosis
Mikroangiopati
diabetikum

• Istilah Koma hiperglikemia


hiperosmolar nonketotik sudah Hiperosmolar
tidak digunakan hiperglikemik
• Istilah HONK diganti dengan state
HHS dikarenakan acuan untuk
mendiagnosis adalah
osmolalitas bukan non ketosis https://emedicine.medscape.com/article/1914705-
overview
DKA and HHS

Diabetic Ketoacidosis (DKA) Hyperglycemic Hyperosmolar State (HHS)

Plasma glucose >250 mg/dL Plasma glucose >600 mg/dL

Arterial pH <7.3 Arterial pH >7.3

Bicarbonate <15 mEq/L Bicarbonate >15 mEq/L

Moderate ketonuria or ketonemia Minimal ketonuria and ketonemia

Anion gap >12 mEq/L Serum osmolality >320 mosm/L

32
Diabetic Hyperglycemic Crises

Diabetic Ketoacidosis Hyperglycemic Hyperosmolar State


(DKA) (HHS)

Younger, type 1 diabetes Older, type 2 diabetes

No hyperosmolality Hyperosmolality

Volume depletion Volume depletion

Electrolyte disturbances Electrolyte disturbances

Acidosis No acidosis

33
Pathogenesis of Hyperglycemic Crises
DKA HHS

Hyperglycemia Dehydration Lipolysis-


osmotic diuresis
Increased FFA

Increased
glucose
Increased
production
ketogenesis
Insulin Counterregulatory
Deficiency Hormones

Decreased
glucose Metabolic
uptake acidosis
Electrolyte Hypertonicity
abnormalities

Umpierrez G, Korytkowski M. Nat Rev Endocrinol. 2016;12:222-232.


5
• Laki-laki berusia 60 tahun keluhan tidak sadar sejak 2 jam
yang lalu.
• Keluhan didahului muntah dan nyeri perut sejak 3 hari
yang lalu.
• Riwayat diabetes mellitus sejak 5 tahun yang lalu
• PF : lemah, tidak sadar, tekanan darah 120/80 mmHg,
denyut nadi 120 x/menit, frekuensi napas 40x/menit,
cepat dan dalam serta suhu 38,2°C dan kulit kering.
• GDS 415 mg/dL dan keton urin 2+.
TATALAKSANA AWAL…
DIAGNOSIS  KAD
JAWABAN:
C. IVFD NS 0,9%
• Pasien diatas kemungkinan mengalami KAD
karena ditemukan adanya penurunan
kesadaran dan GDS 415 mg/dL serta keton
urin +2.
• Pada pasien KAD tatalaksana awal yang
akan diberikan adalah dengan rehidrasi
cairan menggunakan IVFD NS 0,9%.
• Pilihan A, HES tidak dipakai sebagai tatalaksana
KAD.
• Pilihan B, D10% tidak dipakai sebagai
tatalaksana KAD.
• Pilihan D, RL tidak dipakai sebagai tatalaksana
KAD.
• Pilhan E, NS 0,45% tidak dipakai sebagai
tatalaksana KAD.
KETOASIDOSIS DIABETIK
• Pencetus KAD:
– Insulin tidak
adekuat
– Infeksi
– Infark

• Diagnosis KAD:
– Kadar glukosa 250
mg/dL
– pH <7,35
– HCO3 rendah
– Anion gap tinggi
– Keton serum (+)
Harrison’s principles of internal medicine
ADA Diagnostic Criteria for
DKA and HHS
DKA
Parameter Mild Moderate Severe HHS
Plasma glucose, mg/dL >250 >250 >250 >600
Arterial pH 7.25-7.3 7.0-7.24 <7.0 >7.30
Serum bicarbonate, mmol/L 15-18 10 to <15 <10 >15
Serum ketones† Positive Positive Positive Small
Urine ketones† Positive Positive Positive Small
Effective serum osmolality,*
Variable Variable Variable >320
mOsm/kg
Alteration in sensoria or mental
Alert Alert/drowsy Stupor/coma Stupor/coma
obtundation
*Calculation: 2[measured Na+ (mEq/L)] + glucose (mg/dL)/18.
† Nitroprusside reaction method.

ADA. Diabetes Care. 2003;26:S109-S117.


40
Skema Penatalaksanaan
Ketoasidosis Diabetik Dan
Sindroma Hiperosmolar
Hiperglikemik (Perkeni
2015)
6
• Seorang laki 54 tahun diantar keluarga ke IGD
dengan penurunan kesadaran sejak 3 jam smrs.
• Riwayat DM dan rutin minum obat.
• Belum sarapan tadi pagi.
• Pasien tampak berkeringat dingin.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HIPOGLIKEMIA
JAWABAN:
B. HIPOGLIKEMIA
• Adanya keluhan berupa penurunan
kesadaran dan riwayat minum obat DM
tanpa makan terlebih dahulu dan tampak
berkeringat dingin menunjukkan bahwa
pasien kemungkinan mengalami
hipoglikemia.
• Pilihan A, pada pasien tidak ditemukan adanya
faktor risiko terjadinya stroke hemorragik.
• Pilihan C, pada KAD biasanya akan ditemukan
tanda-tanda dehidrasi dan pemicu seperti
infeksi atau sakit berat.
• Pilihan D, pada Koma HONK biasanya akan
ditemukan tanda-tanda dehidrasi dan pemicu
seperti infeksi atau sakit berat.
• Pilhan E, penurunan kesadaran dapat
ditemukan pada ensefalopati hipertensi namun
TD pasien diatas normal.
Hipoglikemia
• Hipoglikemia  kumpulan
gejala klinis karena
konsentrasi glukosa darah yg
rendah.
• Whipple triad
– Gejala hipoglikemia
– Kadar glukosa darah rendah
– Gejala berkurang dengan
pengobatan
• Batas konsentrasi glukosa
darah untuk diagnosis
hipoglikemia tdk sama untuk
setiap orang  gunakan
whipple triad
• Glukosa normal puasa 70-110
mg/dL
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
Hipoglikemia
• Respons akut hipoglikemia dimediasi oleh
glukagon & epinefrin untuk menaikkan
glukosa darah.

• Bila respons tersebut gagal, timbul gejala


neurogenik yang berasal dari impuls saraf
simpatoadrenal di SSP  adrenergik
(gemetar, palpitasi, ansietas) dan
kolinergik (sweating, hunger).
• Obat beta bloker (propranolol, atenolol)
dapat menyamarkan respon adrenergik.

• Bila glukosa darah semakin rendah,


timbul gejala neuroglikopenik
(confusion,koma) akibat efek langsung
hipoglikemia di SSP.

Pathophysiology of disease- an introduction to clinical medicine. 7th ed. 2014.


Hipoglikemia
Tanda Gejala
Autonomik Rasa lapar, berkeringat, gelisah, Pucat, takikardia, widened
paresthesia, palpitasi, Tremulousness pulse pressure
Neuroglikopenik Lemah, lesu, dizziness, pusing, Cortical-blindness,
confusion, perubahan sikap, hipotermia, kejang, koma
gangguan kognitif, pandangan kabur,
diplopia
• Probable hipoglikemia  gejala hipoglikemia tanpa pemeriksaan
GDS
• Hipoglikemia relatif  GDS>70 mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia asimtomatik  GDS<70mg/dL tanpa gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia simtomatik  GDS<70mg/dL dengan gejala
hipoglikemia
• Hipoglikemia berat  pasien membutuhkan bantuan orang lain
untuk administrasi karbohidrat, glukagon, atau resusitasi lainnya
Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015
7
• Perempuan 52 penurunan kesadaran sejak 1 jam
smrs.
• Riwayat DM dan rutin minum obat.
• Keluarga juga mengatakan tadi pagi pasien membeli
obat sendiri di apotek dan belum sarapan tadi pagi.
• Pasien tampak berkeringat dingin.
• GDS 55 mg/dL.

MEKANISME KERJA OBAT PENYEBAB KELUHAN…


DIAGNOSIS  HIPOGLIKEMIA
JAWABAN:
A. MENINGKATKAN SEKRESI INSULIN SEL BETA PANKREAS
• Adanya keluhan berupa penurunan kesadaran
dan riwayat minum obat DM (membeli obat
sndr di apotek) tanpa makan terlebih dahulu,
tampak berkeringat dingin dan GDS 55mg/dL
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan
mengalami hipoglikemia.
• Kondisi hipoglikemia dapat disebabkan oleh
konsumsi OHO terutama golongan
sulfonylurea yang bekerja dengan cara
meningkan sekresi insulin dari sel beta
pankreas.
• Pilihan B, Tidak ada obat OHO yang bekerja
dengan meningkatkan gluconeogenesis.
• Pilihan C, efek sampiing dari metformin adalah
mual, muntah dan asidosis laktat.
• Pilihan D, obat GLP-1 analog seperti exenatide
memiliki efek samping seperti mual dan
muntah.
• Pilhan E, DPP IV inhibitor memiliki efek samping
infeks ISK atau infeksi pada respirasi ringan.
Obat Antihiperglikemia Oral
Golongan Obat Cara Kerja Utama Efek Samping Utama Penurunan
HbA1C
Sulfonilurea Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 1,0-2,0%
Glinid Meningkatkan sekresi insulin BB naik, hipoglikemia 0,5-1,5%
Metformin Menurunkan glukoneogenesis di Dispepsia, diare, 1,0-2,0%
hepar, menambah sensitivitas asidosis laktat
terhadap insulin
Penghambat Menghambat absorpsi glukosa Flatulen, tinja lembek 0,5-0,8%
alfa-
glukosidase
Tiazolidindion Menambah sensitivitas terhadap Edema 0,5-1,4%
insulin
Penghambat Meningkatkan sekresi insulin, Sebah, muntah 0,5-0,8%
DPP-IV menghambat sekresi glukagon
Penghambat Menghambat penyerapan Dehidrasi, infeksi 0,8-1,0%
SGLT-2 kembali glukosa di tubuli distal saluran kemih
ginjal
Diabetes

• Glyburid Also known as


glibenklamid

PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di indonesia. 2006.
8
• Laki-laki 60 tahun diantar keluarga ke IGD dengan
penurunan kesadaran sejak 3 jam smrs.
• Punya riwayat DM dan tidak berobat teratur.
• Keluarga juga mengatakan tadi pagi pasien membeli
obat sendiri di apotek dan belum sarapan tadi pagi.
• GDS 50 mg/dL.

DERAJAT HIPOGLIKEMIA…
DIAGNOSIS  HIPOGLIKEMIA
JAWABAN:
C. BERAT
• Adanya keluhan berupa penurunan
kesadaran dan riwayat minum obat DM
tanpa makan terlebih dahul, menunjukkan
bahwa pasien kemungkinan mengalami
hipoglikemia.
• Hipoglikemia pada pasien termasuk berat
karena ditemukannya adanya penurunan
kesadaran dan GDS 50 mg/dL.
• Pilihan A, pada hipoglikemia ringan hanya
ditemukan gejala-gejala seperti bedebar-debar,
keringat dingin dan lemas.
• Pilihan B, pada hipoglikemia sedang bianya
ditemukan gejala-gejala seperti bedebar-debar,
keringat dingin dan lemas dan pasien mulai
merasa gelisah.
• Pilihan D dan E, tidak ada klasifikasi tersebut.
Severity of Hypoglycemia
• Mild
– Autonomic symptoms present
– Individual is able to self-treat

• Moderate
– Autonomic and neuroglycopenic symptoms
– Individual is able to self-treat

• Severe
– Requires the assistance of another person
– Unconsciousness may occur
– Plasma glucose is typically <2.8 mmol/L (< 50.4 mg/dL)
9
• Perempuan 50 tahun diantar keluarga ke IGD
dengan penurunan kesadaran sejak 3 jam smrs.
• Riwayat DM dan tidak berobat teratur.
• Keluarga juga mengatakan tadi pagi pasien membeli
obat sendiri di apotek dan belum sarapan tadi pagi.
• GDS 40 mg/dL.

TERAPI…
DIAGNOSIS  HIPOGLIKEMIA
JAWABAN:
A. INJEKSI IV D40% BOLUS 2 FLACON
• Adanya keluhan berupa penurunan kesadaran
dan riwayat minum obat DM tanpa makan
terlebih dahulu menunjukkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami hipoglikemia.
• Hipoglikemia pada pasien termasuk berat
karena ditemukannya adanya penurunan
kesadaran dan GDS 40 mg/dL.
• Pada hipoglikemia berat terapi yang dapat
diberikan menurut PERKENI 2015 adalah D20%
bolus sebanyak 2 flacon namun jika tidak ada
maka alternative adalah dengan pemberian
D40% bolus sebanyak 1 flacon.
• Namun dari pilihan jawaban yang paling
mendekati adalah pilihan A.
• Pilihan Jawaban lain tidak tepat.
TATALAKSANA
Hipoglikemia ringan Hipoglikemia berat
• Konsumsi makanan tinggi
karbohidrat • Terdapat gejala
• Gula murni
neuroglikopenik  dextrose
• Glukosa 15-20 g (2-3 sdm)
20% sebanyak 50 cc (jika
dilarutkan dalam air tidak ada bisa diberikan
• Pemeriksaan glukosa darah dextrose 40% 25 cc), diikuti
dengan glukometer setelah infus D5% atau D10%
15 menit upaya terapi • Periksa GD 15 menit, jika
• Kadar gula darah normal, belum mencapai target
pasien diminta untuk makan dapat diulang
atau konsumsi snack untuk
mencegah berulangnya • Monitoring GD tiap 1-2 jam
hipoglikemia.

Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Tipe 2. PERKENI 2015


10
• Laki-laki usia 45 tahun dibawa oleh keluarga dengan
keluhan kejang.
• Kejang terjadi pada seluruh tubuh, menghentak-hentak
lalu tidak sadar lebih dari 5 menit. Sebelum kejang
mengeluh leher kaku dan wajah berkedut kedut.
• Riwayat penyakit Graves 2 tahun yang lalu dan menjalani
operasi tiroidektomi 5 bulan yang lalu
• Pada pemeriksaan regio coli: tidak teraba tiroid, chovstek
sign (+), trousseau sign (+).
PENYEBAB KELUHAN…
DIAGNOSIS  HIPOPARATIROID
JAWABAN:
C. DEFISIENSI PARATIROID HORMONE
• Pasien kemungkinan mengalami hipokalsemia
yang ditandai dengan adanya kejang dan kaku
serta wajah yang berkedut-kedut. Hal ini
ditunjang dengan adanya chovstek sign (+),
trosseu (+).
• Kemungkinan penyebab dari hipokalsemia
pada pasien ini adalah akibat hipoparatiroid
yang disebabkan akibat komplikasi dari
tiroidektomi yang dijalani oleh pasien.
• Pada tiroidektomi, dapat terjadi cedera pada
kelenjar paratiroid atau kelenjar tersebut
secara tidak sengaja terangkat sehingga terjadi
penurunan hormon paratiroid.
• Pilihan A, defisiensi fosfat biasanya terjadi karena
kekurangan vitamin D dan ditandai dengan
anoreksia, kelemahan otot dan osteomalasia.
• Pilihan B, defisiensi kalsitonin dapat
mengakibatkan gangguan mineralisasi tulang.
• Pilihan C, defisiensi vit D dapat menyebabkan
hipokalsemia biasanya terjadi pada orang-orang
yang malnutrisi , pasien CKD dan orang yang jarang
terpapar sinar matahari
• Pilhan E, defisiensi tiroid biasanya akan
mengakibatkan turunnya metabolisme tubuh.
HIPOPARATHYROID
• Hypoparathyroidism may occur as
a complication of thyroidectomy
– PTH released is inadequate 
hypocalcemia.
– Proximal tubular effect of PTH to
promote phosphate excretion is
lost  hyperphosphatemia
– Low level of 1,25-(OH)2D
– Less PTH is available to act in the
distal nephron  increase
calcium excretion
– Less PTH  less Mg reabsorption
at ansa Henle.

McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction


to clinical medicine. 5th ed. McGraw-Hill; 2006.
Gejala Hipokalsemia
• Sistemik • Kardiak
– Confusion – Prolonged QT interval
– kelemahan – Perubahan gelombang T
• Neuromuskular • Okular
– Paresthesia – katarak
– Psikosis • Dental
– Kejang – Hipoplasia enamel gigi
– Chovstek sign • Pernafasan
– Depresi – Laryngospasm
– Bronkospasm
– stridor
Hipokalsemia

Chvostek sign
• Tap facial nerve 
twitching of lip and
spasm of facial muscles
11
• wanita berusia 65 tahun keluhan nyeri pada
pinggul kiri sejak 1 minggu smrs.
• Pasien sudah menopause sejak usia 55 tahun.
• Satu bulan yang lalu pasien menjalani operasi
pengambilan massa pada leher.

ZAT YANG MENGALAMI KEKURANGAN…


DIAGNOSIS  HIPOPARATIROID
JAWABAN:
D. CA
• Pasien kemungkinan mengalami fraktur
patologis (nyeri pada pinggul) yang
diakibatkan kekurangan kalsium karena
hipoparatiroid akibat komplikasi dari
operasi pengambilan massa pada leher
pasien (kemungkinan tiroidektomi)
• Pilihan A, kekurangan kalium biasanya
bermanifestasi sebagai general muscle weakness.
• Pilihan B, defisiensi fosfat biasanya terjadi karena
kekurangan vitamin D dan ditandai dengan
anoreksia, kelemahan otot dan osteomalasia
• Pilihan C, defisiensi chloride biasanya dapat terjadi
pada pasien muntah atau penggunaan diuretic.
– Gejala biasanya meliputi penurunan kesadaran, paralisis
dan spasme otot.
• Pilhan E, defisiensi magnesium dapat terjadi pada
pasien diare atau penyakit ginjal seperti ATN atau
AIN.
– Gejala meliputi penurunan kesadaran dan paralisis otot.
HIPOPARATHYROID
• Hypoparathyroidism may occur as
a complication of thyroidectomy
– PTH released is inadequate 
hypocalcemia.
– Proximal tubular effect of PTH to
promote phosphate excretion is
lost  hyperphosphatemia
– Low level of 1,25-(OH)2D
– Less PTH is available to act in the
distal nephron  increase
calcium excretion
– Less PTH  less Mg reabsorption
at ansa Henle.

McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction


to clinical medicine. 5th ed. McGraw-Hill; 2006.
12
• Laki-laki usia 35 tahun keluhan sering berdebar-debar, suka
berkeringat dan tangan gemetar sejak 1 tahun smrs.
• Pasien juga mengeluh berat badannya turun semenjak 1 tahun
terakhir ini.
• Pada PF eksoftalmus (-), tremor (+), benjolan di leher sejak 6
bulan yang lalu.
• Pada pemeriksaan leher terdapat massa berukuran 5x5x5 cm
yang ikut bergerak ketika menelan, berbenjol benjol dan
tidak nyeri.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ADENOMA TIROID
JAWABAN:
C. ADENOMA TIROID
• Pasien kemungkianan mengalami
hipertiroid karena ditemukan gejala-gejala
seperti bedebar-debar, suka berkeringat
dan tremor. Pasien juga mengalami adanya
penurunan kesadaran.
• Adanya massa pada leher yang berbenjol-
benjol dan tidak adanya eksoftalmus
menunjukkan bahwa pasien mengalami
struma nodosa toksik yang disebabkan
oleh adenoma tiroid.
• Pilihan A, grave disease ditandai dengan adanya
kondisi hipertiroid dan biasanya ditemukan gejala
berupa eksoftalmus atau edema pretibial.
• Pilihan B, Ca tiroid biasanya tidak menimbulkan
gejala-gejala hipertiroid. Hormon tiroid biasanya
normal.
• Pilihan D, pada tiroiditis hashimoto biasanya
ditemukan gejala berupa hipotiroid.
• Pilhan E, pada goiter endemik biasanya ditemukan
gejala hipotiroid dan faktor risiko seperti tinggal di
gunung atau konsumsi garam buatan sendiri.
Hipertiroid Primer & Sekunder

Human Physiology.
Human Physiology.
Guyton and Hall textbook of medical physiology.
Penyakit Endokrin
Klasifikasi Struma

Struma

Difusa Nodosa

Non Toksik Toksik Non Toksik Toksik

Konsumsi goitrogen :
Hashimoto Tiroidiitis,
PTU atau litihium dan Adenoma toksik,
Iodium Defisiensi Grave’s Disease
Iodium defisiensi (late Plummer’s Disease
(Early), Paparan radiasi
stage)
HIPERTIROID
Hipertiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine


Nodul Tiroid
• Neoplasma endokrin
paling sering ditemukan.
• Lebih sering pada wanita.
• Berdasarkan tampilan
klinis:
– Nodul soliter
– Nodul multipel
• Berdasarkan fungsi:
– Nodul hiperfungsi
– Nodul hipofungsi
– Nodul berfungsi normal
Karakteristik Nodul
Ganas Jinak
• Keluhan suara serak, susah napas, • Konsistensi lunak, rata, dan tidak
batuk, disfagia. terfiksir
• Konsistensi padat, keras, tidak rata, • Batas tegas.
terfiksir. • 80% nodul soliter bersifat jinak.
• Infiltrasi nodul ke jaringan sekitar. • Riwayat keluarga tiroiditis
• 20% nodul soliter bersifat ganas Hashimoto atau penyakit tiroid
• Muncul tiba-tiba atau cepat autoimun.
membesar. • Riwayat keluarga dengan nodul
• Limfadenopati servikal. tiroid jinak atau goiter.
• Riwayat keganasan tiroid • Gejala hipotiroidisme atau
sebelumnya. hipertiroidisme.
• Riwayat radiasi pengion pada saat • Nyeri dan kencang pada nodul.
kanak-kanak. • Struma multinodular tanpa nodul
dominan dan konsistensi sama.

Buku Ajar IPD Edisi VI.


13
• Wanita usia 38 tahun keluhan benjolan di leher.
Pasien sering berdebar-debar dan tidak tahan
panas.
• Pada leher ditemukan benjolan, bulat, dengan
ukuran 4x5cm, mengikuti gerak menelan, kenyal
serta mata eksoftalmus.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  STRUMA DIFUS TOXIC
JAWABAN:
C. STRUMA DIFUS TOXIC
• Pasien kemungkianan mengalami
hipertiroid karena ditemukan gejala-gejala
seperti bedebar-debar, suka berkeringat
dan tremor. Adanya benjolan pada leher
dan eksoftalmus menunjukkan bahwa
pasien mengalami hipertiroid akibat grave
disease yang termasuk ke dalam struma
difus toxic.
• Pilihan A, struma nodul toksik contohnya adalah Ca
tiroid dan tidak menyebabkan kelainan hormon
tiroid.
• Pilihan B, struma nodul toksik contonhya adalah
adenoma toksis dan tidak menyebabkan
eksoftalmus.
• Pilihan D, struma difus toksik contohnya adalah
goiter endemic dan tidak menyebabkan hipertiroid.
• Pilhan E, Plummer diasease merupakan toksik
multinodular goiter yang ditandai dengan gejala-
gejala hipertiroid
Klasifikasi Struma

Struma

Difusa Nodosa

Non Toksik Toksik Non Toksik Toksik

Konsumsi goitrogen :
Hashimoto Tiroidiitis,
PTU atau litihium dan Adenoma toksik,
Iodium Defisiensi Grave’s Disease
Iodium defisiensi (late Plummer’s Disease
(Early), Paparan radiasi
stage)
GRAVES DISEASE
• Tirotoksikosis: manifestasi peningkatan hormon
tiroid dalam sirkulasi.
• Hipertiroidisme: tirotoksikosis yang disebabkan
oleh kelenjar tiroid hiperaktif.

Trias:
• Hipertirioidsme: pembesaran tiroid hiperfungsional difus.
• Optalmopati infiltratif menghasilkan exophthalmos.
• Dermopati infiltratif terlokalisasi disebut mixedema pretibial.
14
• Wanita usia 38 tahun datang ke RS dengan keluhan
benjolan di leher.
• Pasien sering berdebar-debar dan tidak tahan
panas.
• Pada leher ditemukan benjolan, bulat, dengan
ukuran 4x5cm, mengikuti gerak menelan, kenyal
serta mata eksoftalmus.

SEL YANG MENYEBABKAN KELAINAN…


DIAGNOSIS  GRAVE DISEASE
JAWABAN:
B. FOLIKULAR
• Adanya keluhan benjolan di leher dan
gejala hipertiroid seperti berdebar-debar
dan tidak tahan panas serta eksoftalmus
pada mata menunjukkan bahwa pasien
mengalami hipertiroid akibat grave
disease.
• Pada grave sel yang mengalami kelainan
adalah sel folikuler tiroid yang mensintesis
hormone tiroid berlebihan akibat adanya
stimulasi dari antibodi terhadap reseptor
TSH.
• Pilihan A, sel parafolikular tiroid berfungsi untuk
menghasilkan kalsitonin.
• Pilihan C, sel chief merupakan sel yang terdapat
pada gaster yang berfungsi untuk menghasilkan
pepsin yang berguna untuk mencerna protein.
• Pilihan D, Sel parietal merupakan sel di gaster
yang menghasilkan asam lambung.
• Pilhan E, Sel leydig terdapat di testis dan
berguna untuk menghasilkan testosterone.
Pemeriksaan Histopatologi
• tall, crowded follicular epithelial cells;
scalloped colloid
15
• Pasien, 30 tahun, keluhan gangguan menelan disertai rasa tertekan
dan nyeri pada leher sejak seminggu yang lalu.
• Tiga minggu yang lalu pasien punya riwayat terkena sakit tenggorokan
dan sudah sembuh.
• PF : teraba benjolan yang ikut bergerak pada saat menelan, difus, dan
terdapat nyeri tekan.
• Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan T3 dan T4 normal dan LED
60 mm/jam.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  TIROIDITIS GRANULOMATOSA SUBAKUT
JAWABAN:
B. TIROIDITIS GRANULOMATOSA SUBAKUT
• Adanya keluhan berupa benjolan pada
leher yang disertai dengan nyeri tekan
dengan peningkatan LED menunjukkan
bahwa pasien mengalami tiroiditis.
• Adanya riwayat viral infection sebelumnya
seperti ISPA (nyeri tenggorokan)
menunjukkan bahwa pasien mengalami
tiroiditis granulomatosa subakut.
• Pilihan A, merupakan kondisis hipertiroidisme
yang memberikan gejala.
• Pilihan C, merupakan penyakit autoimun yang
menyebabkan hipotiroidisme.
• Pilihan D, kanker tiroid biasanya ditandai
dengan benjolan pada leher yang semakin
membesar dan penurunan berat badan.
• Pilhan E, pada graves disease ditemukan kondisi
hipertiroid yang ditandai dengan adanya
eksoftalmus.
Tiroiditis
• Merupakan penyakit inflamasi pada tiroid.
• It is a multifaceted disease with various
etiologies, different clinical characteristics
(depending on the stage), and distinct
histopathology.
Etiologi Tiroiditis
Tiroiditis
Terminologi
 Hashimoto’s thyroiditis:
 chronic lymphocytic thyroiditis, chronic autoimmune thyroiditis,
lymphadenoid goiter
 Painful subacute thyroiditis:
 subacute thyroiditis, giant cell thyroiditis, de Quervain’s thyroiditis,
subacute granulomatous thyroiditis, pseudogranulomatous thyroiditis
 Painless postpartum thyroiditis:
 subacute lymphocytic thyroiditis, postpartum thyroiditis
 Painless sporadic thyroiditis:
 silent sporadic thyroiditis, subacute lymphocytic thyroiditis
 Infectious thyroiditis:
 acute suppurative thyroiditis, bacterial thyroiditis, microbial
inflammatory thyroiditis, pyogenic thyroiditis
 Riedel’s thyroiditis: fibrous thyroiditis
Tiroiditis Subakut
• Didahului oleh infeksi virus
• Lebih sering terjadi pada wanita (3:1)

Patofisiologi
Adanya patchy inflammatory infiltrate pd folikel
tiroid dan multinucleated giant cell pd beberapa
folikel.
Perubahan folikular akan berkembang menjadi
granuloma yg diikuti dengan fibrosis.
Tiroiditis Subakut
Tiroiditis
Tatalaksana
 The duration of the thyrotoxic phase of thyroiditis is usually 3 to
6 wk.
 This phase is followed by a hypothyroid phase typically lasting up to
12 wk.
 Treat hypothyroid phase with levothyroxine 25 to 50 mcg/day
initially and monitor serum thyroid-stimulating hormone initially
every 6 to 8 wk.
 Control symptoms of hyperthyroidism with beta-blockers (e.g.,
propranolol 20-40 mg PO q6h).
 Control pain in patients with subacute thyroiditis with
nonsteroidal anti-inflammatory drugs. Prednisone 20 to 40 mg
qd may be used if nonsteroidals are insufficient, but it should be
gradually tapered off over several weeks.
 Use IV antibiotics and drain abscess (if present) in patients with
suppurative thyroiditis.
16
• Perempuan, lemas dan mudah lelah.
• pusing, nafsu makan menurun, mual, muntah dan sulit BAB.
Berat badan menurun sebanyak 5 kg dalam 2 bulan terakhir.
• Riwayat penyakit autoimun, diberikan steroid tetapi 2 bulan
terakhir pasien menghentikan sendiri obatnya.
• Hiperpigmentasi diwajah dengan siku, lipatan kulit, telapak
tangan dan lutut.

HORMON YANG MENGALAMI GANGGUAN…


DIAGNOSIS  ADDISON DISEASE
JAWABAN:
B. CORTISOL
• Pasien diatas kemungkinan mengalami kekurangan
hormon kortisol yang ditandai dengan mudah lelah
dan lemas dan penurunan berat badan.
• Adanya riwayat penyakit autoimun dan diberikan
steroid menunjukkan bahwa pasien kemungkinan
mengalami insufisiensi adrenal akibat addsion
disease.
• Hal ini juga diperkuat dengan keterangan adanya
hiperpigmentasi diwajah dengan siku, lipatan kulit,
telapak tangan dan lutut
• Addison disease merupakan penyakit autoimun
pada kelenjar adrenal yang menyebabkan
berkurangnya sintesis hormone kortisol sehingga
menyebabkan gejala-gejala diatas.
• Pilihan A, kelainan insulin dapat ditemukan
pada pasien DM.
• Pilihan C, kelainan TSH dapat ditemukan pada
pasien hipotiroid atau hipertiroid.
• Pilihan D, kelainan tiroiksin dapat ditemukan
pada pasien hipotiriod atau hipertiroid.
• Pilhan E, Kelainan adrenalin dapat ditemukan
pada pasien feokromositoma.
INSUFISIENSI
ADRENAL
• Klasifikasi klinis insufisiensi
adrenal:
– Insufisiensi adrenal primer
(Addison’s disease):
gangguan pada korteks
adrenal
– Insufisiensi adrenal sekunder:
sekresi ACTH menurun.
– Insufisiensi adrenal tersier:
sekresi CRH menurun.
Etiologi
• Autoimmune destruction of the adrenal glands (80% of cases)
• Tuberculosis (TB) (7%-20% of cases)
• Carcinomatous destruction of the adrenal glands, lymphoma
• Adrenal hemorrhage (anticoagulants, trauma, coagulopathies,
pregnancy, sepsis)
• Adrenal infarction (antiphospholipid syndrome, arteritis,
thrombosis)
• AIDS (adrenal insufficiency develops in 30% of patients with AIDS,
often cytomegalovirus [CMV] adrenalitis)
• Genetic causes: autoimmune polyglandular syndromes (APS) types
1 and 2, X-linked adrenoleukodystrophy, congenital adrenal
hyperplasia
• Other: sarcoidosis, amyloidosis, hemochromatosis, Wegener’s
granulomatosis, postoperative, fungal infections (candidiasis,
histoplasmosis)
Addison Disease
• Addison disease (or Addison's
disease) is adrenocortical
insufficiency due to the destruction
or dysfunction of the entire adrenal
cortex.
• Sign and symptoms:
– Hyperpigmentation of the skin and
mucous membranes
– Dizziness
– Myalgias and flaccid muscle paralysis
– Impotence and decreased libido
– progressive weakness, fatigue, poor
appetite, and weight loss
• Defisiensi kortisol  penurunan
umpan balik pada aksis
hipotalamus-pituitary
meningkatkan kadar ACTH plasma
• Defisiensi mineralokortikoid
produksi renin meningkat oleh sel
juxtaglomerular di ginjal
Hiperpigmentasi daerah
friksi

Hiperpigmentasi mukosa
17
• Wanita, lemas sejak 4 bulan yang lalu.
• Pasien juga mengeluhkan menstruasi tidak lancar sejak 1
bulan yang lalu.
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/100 mmHg, HR 80
x/menit, RR 20 x/menit. Terdapat obesitas sentral dan moon
face (+). Pasien dilakukan tes deksametason dan kadar
kortisol tidak turun esok harinya.

HORMON PENYEBAB KELUHAN…


DIAGNOSIS  CUSHING SYNDROME
JAWABAN:
B. CORTISOL
• Pasien diatas kemungkinan mengalami
cushing syndrome yang ditandai dengan
adanya menstruasi yang tidak lancar,
hipertensi, obesitas sentral dan moon face
(+). Hal ini juga ditunjang dengan tes
deksametason dan kortisol tidak turun.
• Cushing syndrome merupakan suatu
kondisi yang ditandai dengan peningakatan
kadar kortisol yang memberikan gejala-
gejala seperti diatas.
• Pilihan A, kelainan insulin dapat ditemukan
pada pasien DM.
• Pilihan C, kelainan TSH dapat ditemukan pada
pasien hipotiroid atau hipertiroid.
• Pilihan D, kelainan tiroiksin dapat ditemukan
pada pasien hipotiriod atau hipertiroid.
• Pilhan E, Kelainan adrenalin dapat ditemukan
pada pasien feokromositoma.
SINDROM CUSHING
Sindrom Cushing
(hiperadrenokortikalism/hiperkortisolism)
– Kondisi klinis yang disebabkan oleh
pajanan kronik glukokortikoid
berlebih karena sebab apapun.

• Penyebab:
– Sekresi ACTH berlebih dari hipofisis
anterior (penyakit Cushing).
– ACTH ektopik (C/: ca paru)
– Tumor adrenokortikal
– Glukokorticod eksogen (obat)

Silbernagl S, et al. Color atlas of pathophysiology. Thieme; 2000.


McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed.
McGraw-Hill; 2006.
Sindrom cushing
• Sindrom cushing  suatu kumpulan gejala dengan ciri
cushingoid akibat kondisi hiperkortisolisme
– ACTH dependent
• Cushing disease: kondisi spesifik pada sindrom cushing ketika kelenjar
hipofisis hasilkan ACTH berlebih misalnya akibat adenoma hipofisis
(ACTH dependent cortisol excess)  80% cushing syndrome
• Ectopic ACTH syndrome, kondisi adanya hormone ACTH ektopik yang
stimulasi adrenal produksi kortisol (misalnya pada kanker paru)
• Ectopic corticotropin releasing hormone syndrome
– ACTH independent
• Iatrogenik karena penggunaan glukokortikoid dari luar
• Adrenal adenoma
• Micronodular ataupun macronodular hyperplasia dari adrenal

Buku ajar IPD


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470218/?report=reader
Pemeriksaan
Low-dose dexamethasone
supression test
Dexametason Suppresion Test
• The low-dose (2 mg) dexamethasone
suppression test is useful to exclude
pseudoCushing’s syndrome if the previous
results are equivocal.
• The high-dose (8 mg) dexamethasone test
and measurement of ACTH by
radioimmunoassay are useful to determine
the etiology of Cushing’s syndrome.
Tatalaksana
• Reseksi bedah jika penyebabnya adenoma atau tumor adrenal
• Jika bedah transsphenoidal (TSS) tidak berhasil
adrenalectomydgn operasi atau dgn obat mitotane,;
ketoconazole (±metyrapone) utk ↓ kortisol
• Glucocorticoid replacement therapy
– 6–36 bulan pasca TSS
– Seumur hidup jika pasca adrenalectomy
18
• Laki-laki, usia 23 tahun, keluhan lemas dan lesu sejak 6 hari
terakhir.
• Pasien juga merasa sering haus dan sering BAK terutama
malam hari.
• Pasien mengaku setiap hari kencing bisa sampai 5-10 liter.
• Mata cekung; turgor kulit menurun.
• GDS 120 gr/dl, gukosa urin (-) dan BJ urin turun.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DIABETES INSIPIDUS
JAWABAN:
B. DIABETES INSIPIDUS
• Pasien kemungkinan mengalami polyuria
yang disebut dengan diabetes insipidus
karena ditemukan adanya keluhan lemas,
sering haus dan sering BAK. Selain itu
ditemukannya BJ urin yang turun, glukosa
urin (-) dan GDS normal mendukung
diagnosis ini.
• Pilihan A, pada DM adakan ditemukan
peningkatan GDS.
• Pilihan C, pada polydipsia primer pasien banyak
BAK yang disebabkan karena intake air yang
terlalu banyak.
• Pilihan D, tidak ada istilah ini.
• Pilhan E, SIAD ditandai dengan hyponatremia,
hipoosmolalitas dan tingginya osmolalitas urin.
Poliuria
• Definisi
 Ekskresi urin ≥ 3 liter/hari

• Patofisiologi
 Central diabetes insipidus
 rendahnya sekresi ADH (vasopresin) oleh pituitari posterior
 Nephrogenic diabetes inspidus
 Sekresi ADH normal tp tubulus tidak respon thd ADH
 Transient diabetes insipidus
 pd kehamilan terjadi peningkatan metabolisme ADH
 Primary polidipsia (psychogenic)
 intake cairan terlalu banyak sehingga BAK akan sering (respon
fisiologis)
Manifestasi Klinis Diabetes Insipidus
• Poliuria
Frekuensi berkemih 
Enuresis,
Nokturia  mengganggu tidur  lelah pada siang hari
atau somnolen
• Peningkatan osmolaritas plasma
Haus  polidipsia
• Tanda klinis dehidrasi
Tanda yang jelas jarang ditemukan kecuali pada pasien
dengan asupan air yang terganggu.

 Harrison’s principles of internal medicine


Diabetes Insipidus
19
• Laki-laki, usia 50 tahun, keluhan lemas dan lesu sejak 6 hari terakhir.
• Pasien juga merasa sering haus dan sering BAK terutama malam hari.
• mata cekung; turgor kulit menurun. P
• ada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 120 gr/dl; ureum 60;
creatinin 1.1.
• Pada hasil CT scan tampak ada space occupying lesion di area hipofisis.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DIABETES INSIPIDUS
JAWABAN:
E. DIABETES INSIPIDUS TIPE NEUROGENIC
• Pasien kemungkinan mengalami polyuria
yang disebut dengan diabetes insipidus
karena ditemukan adanya keluhan lemas,
sering haus dan sering BAK, tanpa adanya
peningkatan GDS (GDS 120mg/dL).
• Adanya SOL pada CT scan menunjukkan
bahwa penyebab DI pada pasien adalah
akibat kelainan di otak yang dikenal dengan
diabetes insipidus tipe neurogenic.
• Pilihan A, pada DM tipe 1 memiliki onset anak-
anak dan ditandai dengan peningkatan GDS.
• Pilihan B, DM tipe 2 memiliki onset dewasa
dengan peningkatan GDS.
• Pilihan C, pada AKI biasanya akan ditemukan
penurunan urin output dan peningkatan kadar
kreatinin.
• Pilhan D, pada DI tipe nefrogenik biasanya akan
ditemukan kelainan pada ginjal.
Neurogenic Diabetes Insipidus
• Idiopathic (Autoimmune hypophysitis)
• Malignancy: Neoplasms of brain or pituitary fossa
(craniopharyngiomas, metastatic neoplasms from breast or lung)
• Posttherapeutic neurosurgical procedures (e.g., hypophysectomy)
• Head trauma (e.g., basal skull fracture)
• Granulomatous disorders (sarcoidosis, granulomatosis with
polyangiitis, or tuberculosis)
• Histiocytosis (Hand-Schüller-Christian disease, eosinophilic
granuloma)
• Familial (autosomal dominant); some cases autosomal recessive
• Other: interventricular hemorrhage, aneurysms, meningitis,
postencephalitis, multiple sclerosis, Guillain-Barré syndrome, IgG4-
• related disease, lymphocytic hypophysitis
Nephrogenic diabetes insipidus
• Drugs: lithium, aminoglycosides, antivirals
(foscarnet, didanosine), amphotericin B,
demeclocycline, ifosfamide, methoxyflurane
anesthesia
• Familial: X-linked
• Metabolic: hypercalcemia or hypokalemia
• Other: sarcoidosis, urinary tract infection,
amyloidosis, Sjögren syndrome, pyelonephritis,
nephronophthisis, polycystic disease, sickle cell
nephropathy, postobstructive, lowprotein diets
(protein malnourishment)
Poliuria
20
• Laki-laki usia 25 tahun keluhan suara seperti perempuan.
• tidak tumbuh kumis dan jenggot
• Pasien juga mengeluh penis berukuran kecil dan payudaranya
membesar.
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan rambut pubis tidak tumbuh
namun payudara membesar.
• Kadar testosteron 8mg/dl.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SINDROM KLINEFELTER
JAWABAN:
A. SINDROM KLINEFELTER
• Adanya keluhan pasien laki-laki yang
memiliki suara seperti perempuan, tidak
tumbuh kumis dan jenggot serta
mengalami mikropenis dan ginekomastia
serta penurunan kadar testosterone
menunjukkan bahwa pasien mengalami
kelainan genetik yang disebut dengan
sindrom klinefelter (47XXY).
• Pilihan B, sidrom tourrette ditandai dengan adanya
tik vocal dan tik motoric.
• Pilihan C, pada Asperger ditemukan adanya
gangguan pada social dan perilaku namun
komunikasi masih baik.
• Pilihan D, pada sindorm Jacob biasanya tidak
ditemukan adanya gangguan pada seks sekunder.
• Pilhan E, pada sindrom turner pasien biasanya
berjenis kelamin perempuan namun mengalami
kelaianan pertumbuhan jaringan pada leher
(webbed neck), payudara kecil dan perawakan
pendek.
GENETIC DISORDER
Patau Mental retardation, heart defects, CNS abnormalities, microphthalmia, polydachtyly, a
Syndrome cleft lip with or without a cleft palate, coloboma iris, and hypotonia, Clenched hands
Trisomi 13 (with outer fingers on top of the inner fingers), Close-set eyes, Low-set ears, Single
noninherited palmar crease, microcephaly, Small lower jaw (micrognathia), cryptorchidism, Hernia

Many infants with trisomy 13 die within their first days or weeks of life.

Sindrom cryptorchidism, hypospadias, or micropenis, small testes, delayed or incomplete


Klinefelter puberty, gynecomastia, reduced facial and body hair, and an inability to have biological
47,XXY children (infertility).
noninherited Older children and adults tend to be taller. Increased risk of developing breast cancer
and SLE.
May have learning disabilities and delayed speech; tend to be quiet, sensitive, and
unassertive.
Sindrom Clenched hands, Crossed legs, abnormally shaped head; micrognathia, Feet with a
Edward rounded bottom (rocker-bottom feet), Low birth weight & IUGR, Low-set ears, Mental
Trisomi 18 delay, microcephaly, Undescended testicle, coloboma iris, Umbilical hernia or inguinal
Noninherited hernia, congenital heart disease (ASD, PDA, VSD), kidney problems (i.e: Horseshoe
kidney, Hydronephrosis, Polycystic kidney), severe intellectual disability

It is three times more common in girls than boys. Many individuals with trisomy 18 die
before birth or within their first month.
21
• Laki-laki usia 35 tahun datang ke IGD dengan keluhan
sesak sejak 1 jam yang lalu.
• Sesak di rasakan setelah pasien melakukan CT scan kepala
dengan bahas kontras.
• Setelah diinjeksikan bahan kontras pasien tiba tiba sesak.
• TD 80/ mmgHg, HR 120x/mnt, RR 26x/mnt dan suhu 37C.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SYOK ANAFILAKTIK
JAWABAN:
C. SYOK ANAFILAKTIK
• Adanya keluhan berupa sesak setelah
penyuntikkan bahan kontras yang ditandai
dengan penurunan tekanan darah,
takikardia dan takipneu menunjukkan
bahwa pasien kemungkinan mengalami
syok anafilaktik setelah penyuntikkan
bahan kontras.
• Pilihan A, pada syok hipovolemik biasanya akan
ditemukan adanya faktor risiko seperti diare atau
perdarahan yang menyebabkan berkurangnya cairan
vascular.
• Pilihan B, pada syok kardiogenik biasanya akan ditandai
dengan penurunan tekanan darah yang disebabkan oleh
kalainan pada jantung.
• Pilihan D, pada syok septik biasanya akan ditemukan
penurunan tekanan darah dan faktor risiko berupa
sepsis.
• Pilhan E, syok distributif ditandai dengan penurunan TD
yang diakibatkan oleh vasodilatas pembuluh darah akibat
syok neurogenic, syok sepsis atau syok anafilaktik.
Syok Anafilaksis
• Anafilaksis adalah reaksi tipe segera yang dimediasi
oleh interaksi antara alergen dengan IgE yang terikat
pada permukaan sel mast atau basofil. Interaksi
tersebut akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis
yaitu gejala sistemik.
• Susah dibedakan dengan reaksi anafilaktoid namun
anafilaktoid secara mekanisme tidak melibatkan IgE.
• Manifestasi klinis yang timbul meliputi gejala pada
kulit, pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan
gejala pada sistem organ lain seperti rinitis,
konjungtivitis.
22
• Laki-laki berusia 55 tahun keluhan bengkak
diwajah dan sulit bicara sejak 3 jam.
• riwayat makan kerang.
• TD 90/60 mmHg, RR 24x/mnt, HR 110x/mnt dan
suhu 37C.
TIPE REAKSI HIPERSENSITIVITAS…
DIAGNOSIS  SYOK ANAFILAKTIK
JAWABAN:
A. I
• Adanya keuhan bengkak, hipotensi dan
tampak bingung setelah makan kerang
menunjukkkan bahwa pasien kemungkinan
mengalami syok anafilaktik.
• Syok anafilaktik tergolong ke dalam reaksi
hipersensitivitas tipe 1.
• Pilihan B, HS (Hipersensitivitas) tipe 2
merupakan antigen antibody mediated yang
contohnya adalag grave disease, MG atau AIHA.
• Pilihan C, HS tipe 3 merupakan reaksi yang
terjadi akibat deposit antigen antibody seperti
pada GNAPS atau ENL.
• Pilihan D, HS tipe 4 merupakan limfosit T
mediated yang merupakan reaksi tipe lambat,
contohnya uji tuberculin dan reaksi reversal.
• Pilhan E, tidak ada HS tipe 5.
Reaksi hipersensitivitas
Reaksi hipersensitivitas
23
• Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke RS
dengan keluhan bengkak diwajah dan sulit bicara
sejak 3 jam.
• Riwayat makan kerang.
• TD 90/60 mmHg, RR 24x/mnt, HR 110x/mnt dan
suhu 37C.
DOSIS OBAT…
DIAGNOSIS  SYOK ANAFILAKTIK
JAWABAN:
C. 0,3 MG
• Adanya keuhan bengkak, hipotensi dan
tampak bingung setelah makan kerang
menunjukkkan bahwa pasien kemungkinan
mengalami syok anafilaktik.
• Syok anafilaktik tergolong ke dalam reaksi
hipersensitivitas tipe 1.
• Tatalaksana syok anafilatik adalah dengan
pemberian adrenalin 1:1000 IM sebanyak
0,3 mg.
• Pilihan jawaban lain tidak tepat.
Syok Anafilaksis
• Tatalaksana anafilaksis
– Segera berikan suntikan epinefrin 1:1000 0,3 ml i.m di daerah
deltoid atau vastus lateralis. Dapat diulang 15-20 mg bila
diperlukan
– Hentikan infus media kontras, antibiotika, dan zat lain yang
dicurigai sebagai alergen.
– Berikan difenhidramin 50 mg intravena, ranitidin 50 mg atau
cimetidin 300 mg intravena, oksigen, infus cairan garam,
metilprednisolon 125 mg intravena
– Intubasi bila diperlukan
– Bila terdapat hipotensi segera berikan rehidrasi dan dopamin
atau norepinefrine.
– Bila terdapat sesak napas berikan salbutamol inhalasi dan
oksigen
Anaphylactic Shock

World Allergy Organization


anaphylaxis guidelines:
Summary
Anaphylactic
Shock

World Allergy Organization


anaphylaxis guidelines:
Summary
24
• Wanita berusia 55 tahun datang ke RS dengan keluhan sesak
dan demam tinggi sejak 1 hari yang lalu.
• Keluhan dirasakan semakin memberat beserta batuk hijau
kental. Pasien juga mengeluh demam naik turun dirasa
selama 4 hari sebelumnya.
• suhu 38 C.
• Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan ronkhi di kedua
lapang paru, wheezing (-).

ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  PNEUMONIA
JAWABAN:
C. STREPTOCOCCUS PNEUMONIAE
• Pasien diatas kemungkinan mengalami
pneumonia karena ditemukan adanya
sesak yang memberat dengan batuk
kehijauan, demam dan ronchi pada kedua
lapang paru.
• Pada pemeriksaan gram dengan bakteri
berbentuk kokus gram positif yang
tersusun berderet yang merupakan
gambaran dari streptokokus pneumonia.
• Pilihan A, M. TB merupakan basil tahan asam,
tidak diwarnai dengan pewarnaan gram.
• Pilihan B, M. Pneumonia tidak dapat diwarnai
dengan pewarnaan gram.
• Pilihan D, S. Aureus merupakan bakteri kokus
gram positif yang tersusun seperti anggur.
• Pilhan E, Kleibsiella pneumonia merupakan
bakteri intrasel yang tidak dapat diwarnai
dengan pewarnaan gram.
Pneumonia
• Diagnosis pneumonia komunitas:
Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala:
1. Batuk progresif
2. Perubahan karakter dahak/purulen
3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam
4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi
5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500

• Gambaran radiologis:
– Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran
bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti.
– Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak
karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.
Berdasarkan agen penyebab, pneumonia dibagi
menjadi:
– Pneumonia bakterial atau tipikal (terjadi pada
semua usia)
– Pneumonia atipikal (disebabkan Mycoplasma,
Legionella dan Chlamydia)
– Pneumonia virus
– Pneumonia jamur (immunocompromised)
Pneumonia
MIKROORGANISME PENYEBAB
PNEUMONIA LOBARIS
Cough, particularly cough productive of sputum, is the most
consistent presenting symptom of bacterial pneumonia and
may suggest a particular pathogen, as follows:
• Streptococcus pneumoniae: Rust-colored sputum
• Pseudomonas, Haemophilus, and pneumococcal species:
May produce green sputum
• Klebsiella species pneumonia: Red currant-jelly sputum
• Anaerobic infections: Often produce foul-smelling or bad-
tasting sputum
http://emedicine.medscape.com/article/300157-overview
25
• Wanita berusia 25 tahun datang dengan keluhan batuk lama
sejak 2 minggu smrs. Pasien kemudian didiagnosis TB paru
BTA (+) oleh dokter. P
• Terapi OAT kategori 1.
• Setelah 2 bulan minum obat pasien diminta kontrol kembali.
• Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan BTA masih positif.

TERAPI…
DIAGNOSIS  TB PARU
JAWABAN:
C. LANJUTKAN OAT KATEGORI 1 FASE LANJUTAN
• Pada pasien TB paru dengan pengobatan
OAT, jika BTA masih positif pada akhir fase
intensif, maka terapi tetap dilanjutkan ke
fase lanjutan.
• Pilhan E, pemberian terapi sisipan tidak
dilakukan lagi.
26
• Seorang laki laki keluhan nyeri ulu hati.
• Pada anamnesis didapatkan riwayat konsumsi aspirin jangka
panjang (+) karena riwayat serangan jantung yang dialami
pasien.
• PF : nyeri epigastrik.
• Dokter kemudian berencana memberikan obat yang dapat
melindungi mukosa gaster.

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  GASTRITIS EROSIVE
JAWABAN:
C. SUKRALFAT
• Adanya riwayat nyeri ulu hati dengan
riwayat konsumsi aspirin jangka panjang
menunjukkan bahwa pasien kemungkinan
mengalami gastritis erosive.
• Pada gastritis erosive obat yang dapat
melindungi mukosa gaster adalah
sukralfat.
• Pilihan A, Omeprazole merupakan golongan PPI
yang bekerja dengan menurunkan produksi
asam lambung.
• Pilihan B, Ranitidine merupakan golongan H2
antagonist yang bekerja menurukan produksi
asam lambung.
• Pilihan D dan E, tetrasiklin dan klaritromisin
merupakan antibioitik yang dapat digunakan
dalam eradikasi kuman H Pylori.
Gastropati NSAID
• Patogenesis gastropati NSAID
inhibisi enzim COX-1 dan prostaglandin yang
merupakan gastroprotektif  menghambat produksi
mukus pada gaster
permeabilisasi membran  disrupsi pertahanan
epitelial
produksi mediator proinflamatorik

• Gejala dapat berupa dispepsia atau dapat


bermanifestasi sebagai ulkus peptikum
Sukralfat

• Mekanisme kerja  Bind to ulcer base,


providing physical protection and allowing
HCO3– secretion to reestablish pH gradient in
the mucous layer. Sucralfate requires acidic
environment, not given with PPIs/H2 blockers.
• Clinical use  ulcer healing, travelers’ diarrhea.
27
• Laki-laki usia 47 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
badannya terasa lemas.
• Ibunya juga mempunyai riwayat menderita DM tipe 2.
• Gula darah sewaktunya dengan hasil 254 mg/dl.
• Untuk memastikan kembali dokter melakukan cek gula darah
puasa dengan hasil 137 mg/dl dan G2PP yang hasilnya 252
mg/dl.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DM TIPE 2
JAWABAN:
B. DM TIPE 2
• Adanya keluhan badan lemas, dan hasil
G2PP ≥ 200 mg/Dl dan GDP > 126 pada
laki-laki berusia 47 tahun menunjukkan
bahwa pasien kemungkinan mengalami DM
tipe 2.
• Pilihan A, pre DM dapat dibagi menjadi TGT
yang ditandai dengan GD2PP 140-199, GDP <
100 mg/dL dan GDPT dengan GD2PP < 140
mg/dL dan GDP 100-125 mg/dL.
• Pilihan C, TGT ditandai dengan GD2PP 140-199,
GDP < 100 mg/dL.
• Pilihan D, GDPT dengan GD2PP < 140 mg/dL
dan GDP 100-125 mg/dL.
• Pilhan E, DM tipe 1 biasanya memiliki onset
pada usia anak-anak.
Diabetes Mellitus
• Kriteria diagnosis DM:
1. Glukosa darah puasa ≥126 mg/dL. Puasa adalah kondisi
tidak ada asupan kalori minimal 8 jam, atau

2. Glukosa darah-2 jam ≥200 mg/dL pada Tes Toleransi


Glukosa Oral dengan beban glukosa 75 gram, atau

3. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dL dengan


keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia, unexplained
weight loss), atau

4. Pemeriksaan HbA1C ≥6,5% dengan metode HPLC yang


terstandarisasi NGSP

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


Diabetes Mellitus
• Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi kriteria
normal atau DM digolongkan ke dalam
prediabetes (TGT & GDPT):
– Glukosa darah puasa terganggu (GDPT):
• GDP 100-125 mg/dL, dan
• TTGO-2 jam <140 mg/dL
– Toleransi glukosa terganggu (TGT):
• Glukosa darah TTGO-2 jam 140-199 mg/dL, dan
• Glukosa puasa <100 mg/dL
– Bersama-sama didapatkan GDPT dan TGT
– Diagnosis prediabetes berdasarkan HbA1C: 5,7-6,4%

Konsensus pengelolaan dan pencegahan DM tipe 2. 2015.


28
• Laki-laki berusia 45 tahun datang dengan
keluhan berat badan yang terus bertambah sejak
1 tahun terakhir.
• Sering makan dan tidak pernah merasa kenyang.
• IMT 31.14 dan lingkar perut 120 cm.
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  SINDROM METABOLIK
JAWABAN:
B. MANAJEMEN LIFE STYLE DAN DIET
• Pasien diatas kemungkinan mengalami
obesitas yang ditandai dengan IMT 31,14.
• Pada obesitas tatalaksana awal yang dapat
diberikan adalah dengan olahraga dan diet,
sehingga harus mengatur life style dan
diet.
• Pilihan A, manajemen diet saja tidak cukup.
• Pilihan C, D dan E, pada pasien belum ada bukti
ke arah DM sehingga belum perlu obat
antidiabetes.
Obesitas
• Kondisi terdapat berlebihnya lemak dalam tubuh.
• Pemeriksaan sederhana: pengukuran berat badan
dan tinggi badan  indeks masa tubuh.
• Klasifikasi menurut WHO untuk Asia-Pasifik:
Obesitas
EXAMINATION
• Physical examination should assess the degree and distribution of
body fat, signs of secondary causes of obesity, and obesity-related
comorbidities.
• Increased waist circumference is apparent
– Excess abdominal fat is clinically defined as a waist circumference >40
inches (>102 cm) in men and >35 inches (>88 cm) in women (in Asian men
and women, >36 inches and >33 inches, respectively).
• Symptoms associated with hypertension, coronary artery disease
(CAD), and diabetes (e.g., polyuria, polydipsia, acanthosis nigricans,
retinopathy, and neuropathy) may be present.
• Obesity is associated with cardiac hypertrophy, diastolic dysfunction,
and decreased aortic compliance, which are independent predictors
of cardiovascular risk.
• Joint pain and swelling are associated with degenerative joint
disease secondary to obesity.
• The physical exam and ECG often underestimate the presence and
extent of cardiac dysfunction in obese patients.
Tatalaksana
Terapi Non Farmakologis

• The NHLBI guidelines recommend an initial diet to


produce a calorie deficit of 500 to 1000 kcal/ day.
This has been shown to reduce total body weight
by an average of 8% over 3 to 12 month.
• Thirty minutes of moderate-intensity activity on
5 or more days of the week results in health
benefits for obese individuals. Moreover, several
studies indicate that 60 to 80 min of moderate to
vigorous physical activity may provide additional
benefit.
29
• Seorang laki-laki berusia 57 tahun datang ke UGD dengan
keluhan BAB berdarah sejak 2 hari yang lalu. Keluhan disertai
perut kembung dan nyeri. Pasien menderita asma sejak
remaja dan rutin mengkonsumsi steroid. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital didapatkan TD 130/90mmHg, RR 20x/mnt,
HR 80x/mnt dan suhu 36C. Terapi yang akan diberikan pada
pasien adalah

TERAPI…
DIAGNOSIS  ULKUS PEPTIKUM
JAWABAN:
C. OMEPRAZOLE 4-8 MINGGU
• Pasien kemungkinan mengalami
perdarahan saluran cerna bagian atas
akibat ulkus peptikum yang ditandai
dengan adanya BAB berdarah.
• Adanya riwayat konsumsi steroid jangka
panjang menunjukkan bahwa pasien
kemungkinan mengalami ulkus gaster.
• Pada ulkus peptikum maka tatalaksana
yang tepat adalah dengan pemberian obat
golongan PPI selama 4-8 minggu.
• Pilihan jawaban lain tidak tepat.
Characteristics
Duodenal Ulcer of DU and
Gastric UlcerGU
• May present < age 40 • Usually seen in
50-60 year olds
• Rarely associated with
NSAID use • Strong relationship to
NSAID use
• Pain often on empty • Pain usually worse after
stomach, better with food meals
or antacids • H. pylori in 70% to 90%
• H. pylori in 90% to 100%

Both
• most common symptom: diffuse epigastric pain
• may be pain free
• may be associated with dyspeptic symptoms
• can lead to bleeding, perforation, or obstruction
TATALAKSANA
• Medikamentosa:
ANTACID H2R Antagonis PPI SITOPROTEKTIF

• Memperingan • Antagonis • Inhibisi • Sukralfat:


gejala nyeri ulu reseptor H2, H+/K+ATPase. sebagai
hati/dyspepsia. sehingga • Bekerja amat protektan
• Paling umum menurunkan poten dalam • Membentuk
digunakan : sekresi asam menghambat lapisan
gabungan lambung. asam lambung pelindung yang
Al(OH)3 dan • Contoh: • Onset dalam 26 melapisi
Mg(OH)2 cimetidine, jam dengan mukosa
• Bekerja dengan ranitidine, durasi aksi 72- • Meningkatkan
menetralisir famotidine, 96 jam. proliferasi serta
asam lambung nizatidine. • Contoh obat: meningkatkan
berlebihan omeprazole, sintesis
lansoprazole, prostaglandin.
esomeprazole,
pantoprazole.
30
• Perempuan usia 35 tahun datang dengan keluhan nyeri ulu
hati.
• Riwayat pasien sering terlambat makan dan suka makanan
pedas.
• PF : nyeri epigastrik.
• Pasien kemudian diberikan obat antasida.
• Setelah meminum obat tersebut pasien mengeluh sulit BAB.

ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  DISPEPSIA
JAWABAN:
A. AL (OH)3
• Pasien diatas mengalami nyeri ulu hati dan
diberikan antasida.
• Pada obat antasida garam alkali yang dapat
menyebabkan konstipasi adalah AL (OH)3.
• Pilihan B, Mg (OH)2 menyebabkan diare.
• Pilihan D, garam kalsium karbonat akan
menyebabkan hiperkalsemia.
Acid Controlling Agents
• Types of Acid-Controlling Agents
Antacids
H2 antagonists
Proton pump inhibitors
Antacids: Drug Effects
• Reduction of pain associated with acid-related
disorders
 Raising gastric pH from 1.3 to 1.6 neutralizes 50% of the gastric
acid
 Raising gastric pH 1 point (1.3 to 2.3) neutralizes 90% of the
gastric acid
 Reducing acidity reduces pain
• Antacids DO NOT prevent the over-production of
acid
• Antacids DO neutralize the acid once it’s in the
stomach
Aluminum Salts
• Forms: carbonate, hydroxide
• Have constipating effects
• Often used with magnesium to counteract constipation
• Examples
 Aluminum carbonate: Basaljel
 Hydroxide salt: AlternaGEL
 Combination products (aluminum and magnesium): Gaviscon,
Maalox, Mylanta, Di-Gel
Magnesium Salts
• Forms: carbonate, hydroxide, oxide, trisilicate
• Commonly cause diarrhea; usually used with other agents to
counteract this effect
• Dangerous when used with renal failure —the failing kidney
cannot excrete extra magnesium, resulting in
hypermagnesemia
• Examples
– Hydroxide salt: magnesium hydroxide (MOM)
– Carbonate salt: Gaviscon (also a combination product)
– Combination products such as Maalox, Mylanta
(aluminum and magnesium)
Calcium Salts
Forms: many, but carbonate is most common
• May cause constipation
• Their use may result in kidney stones
• Long duration of acid action may cause increased gastric
acid secretion (hyperacidity rebound)
• Often advertised as an extra source of dietary calcium
– Example: Tums (calcium carbonate)
Sodium Bicarbonate
• Highly soluble
• Buffers the acidic properties of HCl
• Quick onset, but short duration
• May cause metabolic alkalosis
• Sodium content may cause problems in
patients with HF, hypertension, or renal
insufficiency (fluid retention)
ILMU BEDAH
31
• Laki-laki, 40 thn, dengan keluhan nyeri di seluruh lapang perut sejak 3
jam yang lalu
• Keluhan diawali nyeri ulu hati yang menjalar sampai ke perut kanan
bawah, disertai dengan mual, muntah, dan nafsu makan menurun
• KU: compos mentis, TD 120/80 mmHg, nadi 80x/ menit, laju napas 20x/
menit, dan suhu 38OC
• PF: defans muscular (+), distensi, nyeri tekan dan nyeri lepas (+).

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PERITONITIS
JAWABAN:
B. PERITONITIS
• Diagnosis peritonitis ditegakkan atas dasar
– Pasien dengan keluhan nyeri di seluruh lapang
perut sejak 3 jam yang lalu
– Keluhan diawali nyeri ulu hati yang menjalar
sampai ke perut kanan bawah (migrating pain),
disertai dengan demam, mual, muntah, dan nafsu
makan menurun
– PF: defans muscular (+), distensi, nyeri tekan dan
nyeri lepas (+).
• Kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah
peritonitis akibat appendisitis perforasi.
• Volvulus: gejala nyeri perut disertai muntah
hijau dan bloody stool.
• Pankreatitis: keluhan nyeri epigastrium dengan
penjalaran ke punggung, berkurang saat tidur
terlentang.
• Perforasi gaster: gejala peritonitis dengan
pneumoperitoneum.
• Kolelitiasis: nyeri perut kanan atas.
PERITONITIS

• Peritonitis
– Peradangan dari peritoneum
– Disebabkan oleh infeksi bakteri atau jamur atau reaksi inflamasi
peritoneum terhadap darah(pada kasus trauma abdomen)
• Jenis:
– Peritonitis Primer
• Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari peradaran darah dan
pembuluh limfe ke peritoneumpenyakit hati
• Cairaan terkumpul pada rongga peritoneum, menghasilkan lingkungan
yang cocok untuk pertumbuhan bakteri
• Jarang terjadi  kurang dari 1% dari seluruh kasus peritonitis
– Peritonitis Sekunder
• Lebih sering terjadi
• Terjadi ketika infeksi menyebar dari traktus bilier atau GIT

http://www.umm.edu/altmed/articles/peritonitis-000127.htm#ixzz28YAqqYSG
PERITONITIS

• Peritonitis Sekunder
– Bakteri, enzim, atau cairan empedu mencapai
peritoneum dari suatu robekan yang berasal dari
traktus bilier atau GIT
– Robekan tersebut dapat disebabkan oleh:
• Pancreatitis
• Perforasi appendiks
• Ulkus gaster
• Crohn's disease
• Diverticulitis
• Komplikasi Tifoid
Gejala dan Tanda
• Distensi dan nyeri pada Tanda
abdomen • BU berkurang atau
• Demam, menggigil absenusus tidak dapat
• Nafsu makan berkurang berfungsi
• Mual dan muntah • Perut seperti papan
• Peningkatan frekuensi • Peritonitis primerasites
napas dan nadi
• Nafas pendek
• Hipotensi
• Produksi urin berkurang
• Tidak dapat kentut atau BAB
X-Ray Normal
Gambaran radiologis pada peritonitis:
a. Adanya kekaburan pada cavum abdomen
b. Preperitonial fat dan psoas line menghilang
c. Adanya udara bebas subdiafragma atau
d. Adanya udara bebas intra peritoneal
32
• Laki-laki 26 thn, dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari
yang lalu. semakin lama semakin berat
• KU: TD 120/80 mmHg, nadi 90x/ menit, laju napas 24x/
menit, dan suhu afebris.
• PF: toraks asimetris. Paru kiri: vesikuler menurun,
hipersonor, suara napas menurun.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PNEUMOTHORAX
JAWABAN:
A. PNEUMOTHORAX KIRI
• Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah
Pneumothorax Kiri yang terjadi spontan
(etiologi tidak digambarkan pada soal).
• Diagnosis tersebut ditunjang dengan:
– Keluhan pasien yang mengalami sesak napas,
takipneua
– Gerak paru yang asimetris, dan hasil PF
hemitoraks kiri yang menunjukan suara napas
vesikuler menurun dan perkusi hipersonor
• Pada pneumonia, keluhan sesak biasanya
disertai dengan bunyi napas tambahan Ronkhi.
• Bronkiektasis merupakan penyakit kronis akibat
infeksi paru berulang/ lama. Sehingga terjadi
remodelling pada bronkus. Gejala utama
biasanya sesak disertai dengan mengi.
• Sedangkan pada kasus efusi pleura dan tumor
paru, akan didapatkan gambaran PF suara
napas menurun dengan perkusi: redup.
Pneumothorax
Definisi: Pneumotoraks udara bebas di dalam rongga pleura

KIRCHER & SWARTEL

• A.B–a.b X 100% = LUAS PNEUMOTORAK


• A.B
Jenis pneumotorak berdasarkan fistel

• Pneumotorak tertutup (Simple Pneumothorax)


– Setelah terjadi pneumotorak vistel tertutup secara
spontan
• Pneumotorak terbuka (Open Penumothorax)
– Ada hub antara pleura dengan brokus
– Ada hub antara pleura dengan dinding dada
• Pneumotorak ventil (Tension Pneumothorax)
– Berbahaya oleh karena termasuk kegawatan paru
– Sifat ventil dimana udara bisa masuk tapi tidak
bisa keluar
– Gejala mendadak dan makin lama makin berat
– Segera pasang wsd atau mini wsd ( kontra ventil )
Jenis Pneumotorak Menurut kejadian
 P. spontan
 Primer ( idio patik )

 Sekunder ( disertai py dasar )

 P. traumatik
 P. iatrogenik ( oleh karena efek samping
tindakan )
 P. katamenial
 Terapeutik
• Mekanisme pneumotorak
Diagnosis pneumotorak
 Anamnesis
o Gejala penyakit dasar
o Sesak napas mendadak
o Nyeri dada
o Tanpa atau dg penyakit paru sebelumnya
• PF ; Takipnea Taki kardi
• PF Paru
:In ;Tertinggal pada pergerakan napas
Lebih cembung , sela iga melebar
Pal ; Fremitus melemah , Deviasi trakea
Per; Hipersonor, tanda 2 pendorongan organ
Aus; Suara napas melemah / tidak terdengar
Diagnosis pneumotorak
Ro: Paru kolaps
Pleural line
Daerah avascular
Hiper radio lusen
Sela iga melebar
tanda-tanda pendorongan
Kalau kurang jelas ro torak
CT Scan Thorak
NB: tidak dilakukan pada kasus tension
pneumotoraks
PNEUMOTORAKS

WSD
33
• Bayi laki-laki berusia 10 bulan, dengan keluhan
keluar cairan kental seperti BAB dari pusar
• Status tumbuh kembang bayi dalam batas
normal.
• PF: umbilikal tampak keluar secret dan berbau
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  FISTULA ILEOUMBILICAL
JAWABAN:
C. FISTULA ILEOUMBILICAL
• Bayi laki-laki, dengan keluhan keluar cairan
kental seperti BAB dari pusar. PF: umbilikal
tampak keluar sekret dan berbau.
• Dari pilihan jawaban yang ada, jawaban yang
paling sesuai adalah fistula ileoumbilical yang
merupakan bagian dari omphalomesenteric
remnant/ vitello-intestinal duct.
• Gambaran klinis paling umum dari
omphalomesenteric remnant adalah
diverticuluim Meckel.
• Gambaran lain dapat berupa kista, sinus, atau
fistula yang menghubunkan organ dalam organ
dalam abdomen seperti ileum, gaster, atau
colon dengan umbilikal.
• Hernia umbilikal: gejala klinis berupa benjolan yang
keluar pada area umbilikal terutama saat bayi menangis/
mengedan.
• Kista umbilikal: tidak dijelaskan secara spesifik jenis kista
umbilikal yang dimaksus. Kista umbilikal sering disertai
dengan fistula. Paling sering terjadi adalah kista urachus
dan kista omphalomesenterikus.
• Sinus omphalomesenterika: merupakan bagian dari
omphalomesenteric remnant. Namun pada sinus
omphalomesenterica tidak memiliki saluran, hanya
terbentuk kantung-kantung pada dinding usus.
• Fistula vesica urinaria – umbilikal: disebut juga paten
duktus urachus. Gejala utama umbilikal mengeluarkan
sekret seperti urin.
OMPHALOMESENTERIC REMNANT
• Sinonim: Vitello-intestinal duct.
• Duktus vitello-intestinal biasanya akan
menutup pada minggu ke 5 – 9 kehamilan.
• Bentuk klinis:
– Vitello-intestinal cord
– Persistent fistula (ileum/ colon/ gaster)
– Sinus
– Kista
– Meckel’s diverticulum (paling sering).
34
• Perempuan 45 thn, dengan keluhan nyeri pada
pergelangan tangan kiri sejak 1 bulan yang lalu
• Pasien memiliki profesi sebagai penjahit yang sudah
ditekuni selama 20 tahun
• PF: didapatkan perabaan area lateral pergelangan tangan
kiri hangat dan nyeri tekan, finklestein sign (+).
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DE QUARVEIN’S SYNDROME
JAWABAN:
A. DE QUARVEIN’S SYNDROME
• Diagnosis De Quarvein’s Syndrome,
ditegakkan atas dasar:
– Perempuan, 45 tahun, dengan profesi
menjahit
– Keluhan nyeri pada pergelangan tangan kiri.
– PF: didapatkan nyeri berpusat pada area lateral
pergelangan tangan kiri, teraba hangat,
terdapat nyeri tekan, dan finklestein sign (+)
• Carpal tunnel syndrome: nyeri pergelangan
tangan menjalar hingga digiti 1-3.
• Abses cutan: tidak ada massa yang tampak
pada penjelasan soal.
• Fraktur colles: tidak ada keterangan adanya
deformitas atau krepitasi pada soal.
• Kista ganglion: gejala utama berupa benjolan
pada pergelangan tangan dapat disertai nyeri
terutama saat aktifitas berat.
De Quervain’s Tenosynovitis
• DeQuervain's Tenosynovitis
adalah peradangan
selubung tendon (disebut
Synovium) pada bagian
dasar ibu jari.
• Tendon yang menggerakkan
ibu jari menjadi terbatas
dalam tunnel (terowongan)
yang ketat.
• Peradangan berasal dari
gesekan yang ditimbulkan
saat tendon menggelincir di
sepanjang ibu jari dengan
gerakan yang berulang-
ulang.
https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/orthopaedic-surgery-sports-
medicine/dequervain-tenosynovitis
Gejala
Gejala utama yaitu rasa nyeri pada
persendian pergelangan tangan
dekat bagian bawah ibu jari. Gejala
lainnya mencakup:
• Rasa nyeri setelah terjadi
peningkatan aktivitas yang
melibatkan pergelangan dan
tangan
• Rasa nyeri berawal seperti rasa
sakit dan terus berkembang
sampai tahap ketika
menggerakkan pergelangan
tangan atau ibu jari menimbulkan
rasa nyeri yang menusuk di area
yang terpengaruh
• Area pergelangan tangan yang
sakit dapat membengkak

https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/orthopaedic-surgery-sports-
medicine/dequervain-tenosynovitis
35
• Laki-laki 35 thn, dengan keluhan nyeri pada pinggang
kanan menjalar sampai buah zakar dan penis pada sisi
yang sama
• Pasien juga mengeluh mual, ada riwayat BAK berdarah
dan berpasir
• PF: nyeri ketok CVA kanan (+).
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  BATU URETER DISTAL
JAWABAN:
C. BATU URETER DISTAL
• Dari penjelasan adanya nyeri pinggang
kanan dengan riwayat kencing berpasir
dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini
adalah urolithiasis/ batu saluran kemih.
• Nyeri yang menjalar dari pinggang kanan
hingga skrotum dan penis, menandakan
letak batu berada pada ureter distal.
• Batu ureter proksimal  nyeri alih dari area
pinggang hingga perut ipsilateral
• Batu ureter media  nyeri alih dari area
pinggang menjalar ke perut dan paha ipsilateral
• Batu kandung kemih  gejala utama biasanya
gangguan berkemih, pada pemeriksaan USG
dapat ditemukan accoustic shadow
• Batu uretra posterior  gejala utama gangguan
berkemih
Urolithiasis
• Urolitiasis  pembentukan batu
didalam sistem traktus urinarius
sehingga menimbulkan
manifestasi sesuai dengan
derajat penyumbatan yang
terjadi ginjal, ureter, kandung
kemih atau uretra.
• Gejala umum:
– Nyeri pada area flank
– Gejala iritatif saat BAK
– Nausea
– Hematuria  bila terjadi obstruksi
• Jenis batu saluran kemih:
– Kalsium Oksalat (56,3%),
– Kalsium Fosfat 9,2%,
– Batu Struvit 12,5%,
– Batu Urat 5,5% dan
– sisanya campuran.
Urolithiasis
Nyeri Alih
36
• Laki-laki 61 thn dengan keluhan berkemih tidak lampias sejak
dua bulan yang lalu
• Keluhan disertai nyeri saat berkemih dan kadang berdarah saat
berkemih
• PF: didapatkan nyeri regio suprapubik. Pada colok bubur
didapatkan pool atas prostat tidak teraba, permukaan licin,
dan tidak nyeri.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  BPH
JAWABAN:
A. PEMBESARAN PROSTAT JINAK
• Diagnosis BPH ditegakkan atas dasar:
– Laki-laki 61 thn dengan keluhan berkemih
tidak lampias sejak dua bulan yang lalu
– PF: didapatkan nyeri regio suprapubik. Pada
colok bubur didapatkan pool atas prostat tidak
teraba, permukaan licin, dan tidak nyeri.
• Keluhan disertai nyeri saat berkemih dan
kadang berdarah saat berkemih 
kemungkinan adanya infeksi saluran kemih
yang menyertai BPH.
• Pada kasus prostatitis pemeriksaan DRE yang
dapat ditemukan adalah prostat membesar
secara divergen, teraba hangat, dan terdapat
nyeri tekan.
• Vesikulolitihiasis gejala utama nyeri saat BAK/
tidak lampias disertai BAK berpasir. Pada
pemeriksaan USG buli dapat ditemukan
accoustic shadoe.
• Uretrolithiasis: gejala utama pasien tidak dapat
BAK, Jika batu terdapat pada ureter distal dapat
teraba pada ventral penis. Pemeriksaan terbaik
dengan Retrograde Urografi.
BPH
BPH

adalah pertumbuhan
berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas.
Pembesaran prostat jinak
diakibatkan sel-sel prostat
memperbanyak diri
melebihi kondisi normal,
biasanya dialami laki-laki
berusia di atas 50 tahun
yang menyumbat saluran
kemih.
NORMAL TIDAK NORMAL
Diagnosis of BPH
• Symptom assessment
– the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used
worldwide
– IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological
Association (AUA). It contains:
• seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate),
20–35 (severe)
• eighth standalone question on QoL
• Digital rectal examination(DRE)
– inaccurate for size but can detect shape and consistency
• Prostat Volume determination- ultrasonography
• Urodynamic analysis
– Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of
age
• Measurement of prostate-specific antigen (PSA)
– high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone
Volume
– men with larger prostates have higher PSA levels 1

– PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP


– as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be
used as a prognostic marker for BPH
Kategori Keparahan Penyakit BPH Berdasarkan
Gejala dan Tanda (WHO)
Keparahan Skor gejala AUA Gejala khas dan tanda-tanda
penyakit (Asosiasi Urologis
Amerika)
Ringan ≤7 • Asimtomatik (tanpa gejala)
• Kecepatan urinari puncak < 10 mL/s
• Volume urine residual setelah
pengosongan 25-50 mL
• Peningkatan BUN dan kreatinin serum

Sedang 8-19 Semua tanda di atas ditambah obstruktif


penghilangan gejala dan iritatif
penghilangan gejala (tanda dari detrusor
yang tidak stabil)
Parah ≥ 20 Semua hal di atas ditambah satu atau
lebih komplikasi BPH
Algoritma manajemen terapi BPH
BPH

Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala Menghilangkan gejala parah


ringan sedang dan komplikasi BPH

Watchful Operasi
waiting
α-adrenergik α-adrenergik
antagonis atau antagonis dan 5-α
5-α Reductace
Reductace inhibitor inhibitor

Jika respon Jika respon Jika respon Jika respon tidak


berlanjut tidak berlanjut, berlanjut berlanjut, operasi
operasi
Antagonis α Inhibitor 5α-
adrenergik reductase
• Mekanisme kerja : • Mekanisme kerja
– memblok reseptor – mengurangi volume
adrenergik α 1 sehingga prostat dengan
mengurangi faktor menurunkan kadar
dinamis pada BPH dan hormon testosteron.
akhirnya berefek • 5α-reduktase inhibitor
relaksasi pada otot polos
prostat.
digunakan jika pasien
tidak dapat mentolerir
efek samping dari alfa
blocker.
Terapi Non Farmakologi
 Pembatasan Minuman Berkafein
 Tidak mengkonsumsi alkohol
 Pemantauan beberapa obat seperti diuretik,
dekongestan, antihistamin, antidepresan
 Diet rendah lemak
 Meningkatkan asupan buah-buahan dan
sayuran
 Latihan fisik secara teratur
 Tidak merokok
37
• Bayi perempuan berumur 2 hari dengan keluhan muntah-
muntah dan tidak mau minum susu
• Muntah berwarna hijau dan sejak 2 hari belum buang air besar
• PF: Bayi tampak dehidrasi, ditemukan anus normal, perut
distensi, dan peristaltic meningkat
• RT: didapatkan tinja menyemprot

PENANGANAN AWAL YG TEPAT…


DIAGNOSIS  HIRSCHSPRUNG DISEASE
JAWABAN:
E. ABDOMINAL X-RAY DAN BARIUM ENEMA HARUS
DILAKUKAN SETELAH KONDISI AKUT DAPAT DITANGANI
• Pasien bayi usia 2 hari, muntah-muntah, tidak mau
minum ASI, tampak dehidrasi, distensi abdomen, dan
gerak peristaltik usus meningkat. Pemeriksaan colok
dubur, tinja menyemprot keluar.
• Dari penjabaran gejala diatas diagnosis pada kasus ini
mengarah pada penyakit hirschprung.
• Pilihan jawaban yang tepat adalah E. Abdominal X-ray
dan barium enema harus dilakukan setelah kondisi
akut dapat ditangani.
• Kondisi akut pada pasien ini adalah dehidrasi dan
distensi abdomen.
• Tindakan yang dapat dilakukan adalah rehidrasi
intravena dan untuk mengurangi distensi abdomen
dapat dilakukan pemasangan NGT dan menggunakan
rectal tube.
• Setelah kondisi stabil baru dapat dilakukan pemeriksaan
penunjang Abdominal X-Ray dan barium enema.
• Bayi tetap diberi ASI
• Pemeriksaan yang paling akurat untuk diagnosis
pasti adalah CT scan abdomen
• Rectal biopsy dapat dilakukan pada keadaan
acute
• Rectal biopsy harus dilakukan secepatnya untuk
diagnosis pasti

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Hirschsprung
• Suatu kelainan bawaan
berupa aganglionik usus,
mulai dari spinchter ani
interna kearah proksimal
dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu
termasuk anus dan setidak-
tidaknya sebagian rectum
dengan gejala klinis berupa
gangguan pasase usus.
• Tidak terdapat ganglion
Meisner dan Auerbach
MANIFESTASI KLINIS

KETERLAMBATAN EVAKUASI MEKONIUM

MUNTAH HIJAU

DISTENSI ABDOMEN
DIAGNOSA

GAMBARAN KLINIS

COLOK DUBUR

PEM.PENUNJANG :
BNO POLOS BARIUM
Gambaran ENEMA
hearing bone Gambaran
zona transisi
• Darm kontur: terlihatnya bentuk usus pada
abdomen
• Darm Steifung: terlihatnya gerakan peristaltik
pada abdomen
Rontgen :
• Abdomen polos
– Dilatasi usus
– Air-fluid levels.
– Empty rectum
• Contrast enema
– Transition zone
– Abnormal, irregular contractions of
aganglionic segment
– Delayed evacuation of barium
• Biopsy :
– absence of ganglion cells
– hypertrophy and hyperplasia of nerve
fibers,
PENATALAKSANAAN
• Prinsip terapi
– mengatasi obstruksi,
– mencegah terjadinya enterocolitis
– membuang segmen aganglionik
– mengembalikan kontinuitas usus
TERAPI

SEMENTARA COLOSTOMY

PEMBEDAHAN
RECTOSIGMOIDESTOMY
CARA SWENSON

DEFINITIF

ANASTOMOSE
COLOANAL CARA
DUHAMEL DAN SOAVE
38
• Laki laki, 45 thn, dengan keluhan tidak bisa buang air kecil yang
dirasakan sejak 5 jam lalu
• Saat buang air kecil awalnya tidak bisa, setelah mengedan
beberapa saat urin keluar namun terasa nyeri dan warna urin
kemerahan
• PF: nyeri ketok CVA pinggang (+)/ (+)
• Hasil USG ditemukan: accoustic shadow pada vesica

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  VESIKOLITHIASIS
JAWABAN:
A. VESIKOLITHIASIS
• Pasien laki-laki, 45 tahun, mengalami retensio
urin. Setelah mengedan urin dapat keluar
namun terasa nyeri dan berwarna kemerahan.
• Terdapat nyeri ketok CVA (+)/(+) yang
menandakan adanya kemungkinan
nefrolithiasis.
• Sedangkan gambaran USG tampak gambaran
accoustic shadow pada vesica yang
menunjukan adanya vesicolithiasis.
• Sehingga pada kasus ini bisa kemungkinan
terdapat 2 diagnosis: nefrolithiasis dan
vesicolithiasis.
• Namun pilihan jawaban yang ada, A.
Vesikolithiasis.
• Striktur uretra: pasien dengan keluhan BAK tidak lancar,
namun penyebab utama terjadinya striktur uretra adalah
riwayat uretritis sebelumnya. Pemeriksaan gold standard
dengan retrograde urography.
• BPH: faktor risiko pada laki-laki diatas usia 60 tahun. Bisa
terdapat gejala LUTS. Pada pemeriksaan Rectal Toucher
akan ditemukan pool atas prostat tidak teraba, tanpa
adanya nyeri atau benjolan.
• Uretritis: radang (paling sering disebabkan oleh infeksi
bakteri) pada dinding uretra. Biasanya pasien akan
merasakan nyeri saat BAK/ terasa panas, dapat disertai
hematuria, dan limfadenopati pada selah paha.
• Fimosis: preputium tidak dapat ditarik ke arah proksimal.
Vesikulolithiasis
• adalah masa yang berbentuk kristal yang
terbentuk atas material mineral dan protein
yang terdapat pada urin.
Vesikolithiasis
Tanda & Gejala
• Nyeri suprapubik
• Penghentian miksi tiba
tibasesuai dengan
perubahan posisi
• Poliuria
• Disuria
• Hematuria
• PF: demam, conj USG: gambaran objek hiperekoik
anemis/akral anemis, yang berbayang pada bagian
posterior
nyeri ketok CVA dapat (+).
PEMERIKSAAN PENUNJANG

LAB DARAH LAB URIN BNO polos BNO IVP


• Hb rendah +/- • BJ meningkat • Mengidentifikasi • Mengidentifikasi
• Leukositosis +/- • Ph asam/ basa masa dengan masa dengan
densitas radio- densitas radio-
• Shift to the left • Nitrit +
opak pada vesika lusen pada vesika
• Leukosit +/-
urinaria urinaria dengan
• esterase,+/-
gambaran berupa
• Darah +/- filling defect
BNO

BNO IVP
USG SISTOSKOPI CT scan
• gambaran objek • memvisualisasikan • dilakukan karena alasan
hiperekoik yang batu, menilai ukuran lain (misalnya, nyeri perut,
berbayang pada serta posisi batu massa panggul, atau
bagian posterior dicurigai abses) tetapi
mungkin juga dapat
menunjukkan vesikolitiasis
bila dilakukan tanpa
kontras.
USG

SISTOSKOPI
TATA LAKSANA
• Diet (banyak minum air)
Konservatif
• Simptomatik
<5mm • Pelarutan batu

Litotripsi
• ESWL
<20mm

• Transurethral
Cystolitholapaxy
Operasi • Precutaneus Suprapubic
Cystolitholapaxy
• Suprapubic Cystostomy
39
• Anak laki-laki, 4 thn, dengan keluhan nyeri mendadak
pada scrotum kirinya sejak 2 jam yang lalu
• PF: scrotum kiri tampak lebih pendek di banding scrotum
kontralatera
• Dilakukan pemeriksaan dengan mengangkat testis dan
testis masih terasa sakit
PEMERIKSAAN YG DILAKUKAN…
DIAGNOSIS  TORSIO TESTIS
JAWABAN:
A. PHREN SIGN
• Diagnosis Torsio Testis ditegakkan atas dasar:
– Adanya keluhan nyeri mendadak pada scrotum kirinya
sejak 2 jam yang lalu
– PF: scrotum kiri tampak lebih pendek di banding
scrotum kontralatera
– Dilakukan pemeriksaan dengan mengangkat testis dan
testis masih terasa sakit  Phren Sign (-)
• Phren sign merupakan pemeriksaan yang dilakukan
untuk membedakan epididimitis akut dan torsio
testis.
• Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengangkat
skrotum yang sakit (terasa nyeri).
– Hasil test positif apabila nyeri berkurang saat skrotum
diangkat (diagnosis epididimitis akut).
– Hasil test negatif apabila nyeri menetap/ bertambah
saat skrotum diangkat (diagnosis torsio testis).
• Psoas sign: merupakan pemeriksaan pada appendisitis akut.
Pemeriksaan positif apabila pasien merasakan nyeri perut
kanan bawah saat dilakukan hiper-ekstensi panggul kanan.
• Obturator sign: pemeriksaan pada appendistis akut.
Pemeriksaan positif apabila abdomen terasa nyeri pada
hipogastrium/ area vagina saat dilakukan fleksi + rotasi
interna panggul kanan.
• Murphy sign: manuver untuk pemeriksaan kolesistitis.
Pemeriksa memberikan tekanan dengan tangan pada margin
costa kanan di garis midklavikula kanan. Pasien diminta
inspirasi. Hasil positif apabila pasien merasa nyeri pada area
tersebut.
• Dunphy sign: pemeriksaan pada appendisitis akut. Dunphy
sign positif apabila pasien merasa nyeri pada testis saat
batuk/ mengejan/ atau bergerak.
Torsio Testis
Gejala dan tanda:
• Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak
• Pembengkakan skrotum
• Nyeri abdomen
• Mual dan muntah
• Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau
pada posisi yang tidak biasa
Phren Sign
RINGDAHL ERIKA,et al. Testicular Torsion
Am Fam Physician. 2006 Nov 15;74(10):1739-1743. Columbia, Missouri. In
http://www.aafp.org/afp/2006/1115/p1739.html
40
• Perempuan 60 thn mengeluhkan sulit BAB dalam 1 bulan
terakhir
• Setiap BAB dirasakan tidak tuntas danering terdapat bekas
kotoran pada celana dalam
• Pasien memiliki 7 anak (2 laki-laki dan 5 perempuan)
• Pada pemeriksaan tampak massa sirkumferensial yang keluar
dari anus

PENYEBAB…
DIAGNOSIS  PROLAPS RECTI
JAWABAN:
A. KELEMAHAN OTOT PANGGUL
• Massa sirkumferensial yang keluar dari
anus, mengarahkan diagnosis pada kasus
ini adalah prolaps recti.
• Terdapat pilihan jawaban etiologi pada
prolaps recti yakni: kelemahan otot dasar
panggul dan kelemahan m. sphincter ani.
• Namun pada kasus ini lebih dipilih
kelemahan otot dasar panggul, oleh karena
pasien dengan faktor risiko: wanita, geriatri
dengan riwayat multipara.
• Kelemahan otot spincter ani  pada pasien
dengan gangguan konstipasi
• Kelemahan plexus hemoroidalis interna  tidak
tepat
• Kelemahan plexus hemoridalis eksterna  tidak
tepat
• Kelemahan dinding rectum  tidak tepat
PROLAPS REKTUM (PROCIDENTIA)
• Gejala Klinik:
• Terjadi prolap pada saat tekanan
 Seluruh bagian rektum abdomen meningkat
turun melalui anus • Penonjolan massa rektum yang keluar
dari anus dengan mukosa konsentrik
(massa dapat di reposisi, inkarserasi,
 Penyebab : atau strangulasi).
• Perlu tindakan manual untuk
• Kelemahan otot dasar reposisi
panggul • Terlihat adanya sulkus antara rektum
• Tekanan abdomen yang dan lubang anus.
meningkat • Colok dubur:
• Pinggir anus beralur
• Tonus sfingter ani lemah dan
dilatasi
• Inkonentia alvi
• Posisi anus normal (tidak eversi).
• Mukosa rektum lecet, mudah
berdarah, mengeluarkan sekret
mucous Dapat disertai dengan ulkus
PROLAPS REKTUM (PROCIDENTIA)

Sulkus
Komplikasi Terapi
1. Mukosa rektum 1. Medika Mentosa
 Rapuh  Obat-obat pelunak feses
 Edema
 Ulserasi 2. PEMBEDAHAN
 Menyempitkan lubang anus
 Reseksi rektum
2. Dinding rektum
 Memasang penyangga dan
 Gangren fiksasi rektum
 Perforasi
41
• Laki-laki 30 thn, merasa kesakitan pada tungkai
kiri karena terbentur aspal
• PF: didapatkan tungkai kiri dalam posisi adduksi
dan endorotasi, serta ROM sangat terbatas

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DISLOKASI PANGGUL POSTERIOR
JAWABAN:
A. DISLOKASI PANGGUL POSTERIOR
• Diagnosis Dislokasi Panggul Posterior
ditegakkan atas dasar:
– Adanya riwayat trauma akibat kecelakaan lalu
lintas
– PF: didapatkan tungkai kiri dalam posisi
adduksi dan endorotasi, serta ROM sangat
terbatas
• Posisi pada dislokasi panggul anterior: panggul
abduksi dan eksorotasi tungkai. Secara
epidemiologis dislokasi panggul anterior juga
jarang terjadi.
• Fraktur pada kasus ini dapat disingkirkan karena
tidak adanya deformitas dari tungkai dan tidak
ditemukan krepitasi.
• Ankle sprain  tidak sesuai dengan posisi
anatomis dari gejala yang ada pada soal.
DISLOKASI SENDI PANGGUL
Posterior Hip Dislocation
soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation


Gejala
• Nyeri pada sendi
panggul
• Tidak dapat berjalan
atau melakukan
adduksi dari kaki.
• The leg is externally
rotated, abducted,
and extended at the
hip

netterimages.com
42
• Bayi laki-laki berusia 3 hari dengan keluhan sesak dan
badannya membiru
• KU: letargis, nadi 140x/ menit, laju napas 60x/ menit, dan
suhu afebris
• PF: pemeriksaan thorak kanan ditemukan ronkhi dan
tanda schapoid pada abdomen kiri
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HERNIA DIAFRAGMATICA
JAWABAN:
C. HERNIA DIAFRAGMATICA
• Diagnosis Hernia Diafragmatica ditegakkan
atas dasar:
– Bayi usia 3 hari, dengan keluhan sesak dan
badan membiru
– PF: pada abdomen kiri ditemukan tanda
scaphoid
• Tanda Scphoid adalah dinding anterior
abdomen tampak terbenam, membentuk
kontur cekung dibandingkan bentuk yang
seharusnya mencembung pada bagian
anterior abdomen
• Hernia Umbilikalis  keluhan adanya benjolan di area
umbilikal terutama muncul saat bayi mengejan atau
menangis.
• Hernia scrotalis  keluhan adanya benjolan di area
scrotum, bisa disertai nyeri/ kemerahan apabila terjadi
strangulasi.
• Volvulus  usus terpuntir, gejala utama mual/ muntah,
distensu abdomen, dapat disertai BAB berdarah.
• Invaginasi  Sebagian usus masuk ke dalam bag. Usus
yang lainobstruksi usus. Gejala: tiba-tiba menangis
kesakitan(crying spells), nyeri, Lethargy. Pada kuadran
kanan atas teraba massa berbentuk sosis dan
kekosongan pada kuadran kanan bawah (Dance sign).
Hernia Diafragmatika
Penonjolan organ perut ke dalam rongga
dada melalui suatu lubang pada diafragma.
Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam
rongga thorax melalui suatu pintu pada
diafragma. Terjadi bersamaan dengan
pembentukan sistem organ dalam rahim.
Pembagian Hernia Diafragmatika
a. Traumatica : hernia akuisita, akibat pukulan, tembakan,
tusukan
b. Non-Traumatica
1)Kongenital
› Hernia Bochdalek atau Pleuroperitoneal
Celah dibentuk pars lumbalis, pars costalis diafragma
› Hernia Morgagni atau Para sternalis
Celah dibentuk perlekatan diafragma pada costa dan
sternum
2)Akuisita
Hernia Hiatus esophagus
Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-
90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri.
Tanda dan gejala
1. Gangguan pernafasan yang berat
2. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat
kekurangan oksigen)
3. Takipneu (laju pernafasan yang cepat)
4. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak
sama (asimetris)
5. Scaphoid sign pada abdomen kiri.
6. Takikardia (denyut jantung yang cepat).
43
• Laki-laki mengalami kecelakaan lalu lintas
• Kesadaran pasien menurun serta mulut dan
hidung penuh darah.
• TD 100/70 mmHg, nadi 100x/ menit, laju napas
24x/ menit
TINDAKAN PERTAMA YG DILAKUKAN…
DIAGNOSIS  TRAUMA KEPALA DAN WAJAH
JAWABAN:
E. EVALUASI JALAN NAPAS
• Pasien pada kasus ini mengalami trauma
kepala dan wajah, atas dasar:
– Adanya riwayat KLL
– Pasien mengalami penurunan kesadaran
dengan mulut dan hidung yang penuh darah
• Dengan adanya penurunan kesadaran serta
hidung dan mulut yang penuh darah
tindakan awal yang perlu dilakukan adalah
evaluasi jalan napas.
• Pasang kateter uretra  dilakukan pada
evaluasi circulation
• Evaluasi tanda vital  pada soal sudah
dilakukan, dilakukan ulang pasca primary survey
• Beri oksigen  dilakukan setelah evaluasi
airway
• Pasang pulse oximetri  dilakukan setelah
evaluasi airway
Management of Trauma Patient
ATLS Coursed 9th Edition
Cervical in-line immobilization
Indikasi Airway definitif
44
• Perempuan 50 thn dengan keluhan bengkak tungkai
bawah kanan sejak 2 minggu yang lalu
• Keluhan disertai nyeri, kemerahan dan gatal kulit kering
• Pasien baru saja pulang dari perjalanan dinas dari Los
Angeles
• Pasien penderita diabetes sejak 5 tahun yang lalu
• PF: edem tungkai kanan, hiperemis, dan hangat.
PENUNJANG…
DIAGNOSIS  DVT
JAWABAN:
C. VENOUS ULTRASOUND
• Perempuan 50 tahun, dengan edema
tungkai, bawah kanan, teraba hangat, dan
hiperemis. Pasien memiliki riwayat DM dan
melakukan perjalanan jauh sebelumnya.
• Gambaran tersebut sesuai dengan deep
vein trombosis (DVT).
• Pemeriksaan yang sesuai pada kasus ini
adalah venous ultrasound.
• MRI
• Angiografi
• CT Scan
• Foto Polos Tungkai

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


DVT

Virchow Triads:
(1) venous stasis
(2) activation of blood coagulation
(3) vein damage

Crurales Vein is a common and


incorrect terminology
Superficial vein systems
• Signs and symptoms of
DVT include :
– Pain in the leg
– Tenderness in the calf (this
is one of the most
improtant signs )
– Leg tenderness
– Swelling of the leg
– Increased warmth of the
leg
– Redness in the leg
– Bluish skin discoloration
– Discomfort when the foot
is pulled upward (Homan’s)
http://www.medical-explorer.com/blood.php?022
American College of Emergency Physicians (ACEP)
Trombosis Vena Dalam
• Skoring Wells
– Kanker aktif (sedang terapi dalam 1-6 bulan atau paliatif) (skor 1)
– Paralisis, paresis, imobilisasi (skor 1)
– Terbaring selama > 3 hari (skor 1)
– Nyeri tekan terlokalisir sepanjang vena dalam (skor 1)
– Seluruh kaki bengkak (skor 1)
– Bengkak betis unilateral 3 cm lebih dari sisi asimtomatik (skor 1)
– Pitting edema unilateral (skor 1)
– Vena superfisial kolateral (skor 1)
– Diagnosis alternatif yang lebih mungkin dari DVT (skor -2)
• Interpretasi:
– >3: risiko tinggi (75%)
– 1-2: risiko sedang (17%)
– < 0: risiko rendah (3%)

Sudoyo A dkk. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. 2015
45
• Laki-laki, 12 thn, mengeluhkan nyeri pada kaki kanan sejak
2 minggu yang lalu
• Keluhan dirasakan memberat sejak 1 hari yang lalu. Pasien
juga mengeluhkan keterbatasan gerak oleh karena nyeri.
• Pada pemeriksaan radiologi di dapatkan gambaran brodies
abcess pada metafisis
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  OSTEOMYELITIS SUBAKUT
JAWABAN:
B. OSTEOMYELITIS SUBAKUT
• Pasien mengeluhkan nyeri pada kaki kanan
sejak 2 minggu yang lalu.
• Pada rontgen didapatkan abses brodie.
• Dari gejala tersebut dapat disimpulkan
diagnosis yang sesuai pada kasus ini adalah
osteomyelitis subakut.
• Osteomyelitis akut  gambaran X-Ray tidak
khas.
– Bisa didapatkan gambaran jaringan lunak sekitar
tulang yang edem dan detruksi tulang yang
bertambah berat seiring perjalan penyakit yang
semakin kronis.
• Osteomnyelitis kronik  gambaran X-Ray akan
tampak adanya sequestrum dan involucrum.
• Osteosarcoma  sunburst appearance.
• Ewing sarcoma moth eaten lesion, onion skin,
dan codman triangle.
Osteomyelitis
• Osteomyelitis is an inflammation of bone caused by an
infecting organism.
• It may remain localized, or it may spread through the
bone to involve the marrow, cortex, periosteum, and
soft tissue surrounding the bone.
• Based on the duration and type of symptoms:
SUBACUTE HEMATOGENOUS
OSTEOMYELITIS
• More insidious onset and lacks the severity of
symptoms
• Diagnosis typically is delayed for more than 2
weeks.
• a pathogen is identified only 60% of the time
• S. aureus and Staphylococcus epidermidis
• The diagnosis often must be established by an
open biopsy and culture
Brodie’s abcess
• Bone abscess containing pus
or jelly like granulation tissue
surrounded by a zone of
sclerosis
• Age 11-20 yrs, metaphyseal
area, usually upper tibia or
lower femur
• Deep boring pain, worse at
night, relieved by rest
• Circular or oval luscency
surrounded by zone of
sclerosis
• Treatment:
– Conservative if no doubt - rest
+ antibiotic for 6 wks.
– if no response – surgical
evacuation & curettage, if large
cavity - packed with cancellous
bone graft
46
• Laki-laki 37 thn, tangan kanan terguyur zat basa
saat bekerja
• PF: tangan kanan tampak kemerahan dan
melepuh.

TINDAKAN AWAL…
DIAGNOSIS  LUKA BAKAR KIMIA
JAWABAN:
C. DIGUYUR DENGAN AIR MENGALIR 30 MENIT
• Pasien pada soal diatas mengalami luka
bakar akibat tersiram zat basa.
• Penanganan awal yang tepat dari pilihan
jawaban yang ada adalah diguyur dengan
menggunakan air yang mengalir selama 30
menit.
• NaCl 0,9% dan RL dapat pula digunakan sebagai
cairan irigasi, namun pada kedua pilihan
jawaban tersebut tidak dijelaskan diberikan
dengan cara dialirkan dan selama 30 menit,
untuk menghilang kontak jaringan dengan zat
basa tersebut.
• Pemberian zat asam merupakan kontraindikasi.
• Dressing dilakukan setelah penanganan awal
dilakukan. Dressing pada luka bakar bermacam-
macam tidak harus salep antiobiotik.
Luka Bakar Kimia
• Kerusakan jaringan yang disebabkan kontak dengan
bahan kimia.
• Penyebab: asam, alkali, logam, fosfor, dll.
• Dapat ditemukan pada: cairan pembersih, baterai,
bahan baku produk rumah tangga dan kesehatan.
• Mekanisme  pembentukan panas + perubahan
kimiawi jaringan tubuh.
• Tingkat keparahan bergantung: pH bahan kimia,
konsentrasi, jumlah, lama kontak, bentuk fisik, tipe
kontak, trauma kejadian.
Asam
• Termasuk diantaranya: asam sulfat, nitrat,
krlorida, hidrofluorat.
• Perubahan kimiawi  denaturasi protein 
nekrosis koagulasi  eskar.
Basa/ Alkali
• Termasuk: natrium dan
kalium hidroksida, kalsium
oksida, hipoklorit, amonia.
• Mekanisme:
– Saponifikasi jaringan lemak
– Berikatan dengan protein
jaringan  gugus hidroksil
 kerusakan jaringan
– Ekstraksi air dari sel
Tatalaksana
Penangan awal  cegah kontak lebih lanjut irigasi

• Stabilisasi ABC
• Lepaskan pakaian dan cegah kontaminasi
• Irigasi minimal 30 menit.
– Asam irigasi 2-3 jam
– Alkali irigasi 12 jam

Tindakan operatif: eskarotomi, skin graft sesuai indikasi


47
• Laki-laki, 20 thn, dengan keluhan nyeri lutut sebelah kiri
sejak 1 jam yang lalu
• Pasien terjatuh saat melakukan gerakan berputar pada
pertandingan bola basket
• PF: lutut kiri nyeri, bengkak, ngilu, dan terdengar bunyi klik
saat digerakan
PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  RUPTUR MENISKUS
JAWABAN:
B. MRI
• Kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah
ruptur meniskus.
• Ditunjang dengan keluhan nyeri pada lutut saat
bermain basket. Pada PF lutut tampak bengkak,
nyeri tekan (+), dan terdengar bunyi klik saat
digerakan.
• Pada soal tidak ditemukan adanya gangguan
pergerakan ataupun instabilitas sendi yang
signifikan pada sendi lutut sehingga kemungkinan
terjadinya cedera ligamen lebih kecil.
• Terlebih pada olahraga basket banyak terjadi
gerakan pivoting/ memutar sendi lutut yang
merupakan salah satu patomekanisme cedera
meniskus.
• Tindakan radiologi yang tepat untuk mendiagnosis
kasus tersebut di atas adalah MRI.
• EMG  deteksi neuropati perifer
• CT Scan  dibandingkan MRI akurasi kurang
• USG  sangat bergantung dari pemeriksa,
akurasi tidak sebaik MRI
• Foto polos genue AP/Lat  dapat digunakan
sebagai penunjang tambahan untuk
menyingkirkan kemunginan adanya fraktur
atauun arthritis
Cedera Meniskus
• Sering terjadi pada
olahraga yang melibatkan
gerakan berputar dan
squat seperti pada bola
basket, sepak bola atau
bulu tangkis.
• Mekanisme cedera
meniskus
– akibat gerakan berputar
dari sendi lutut
– akibat gerakan squat atau
fleksi (menekuknya) sendi
lutut yang berlebihan.
Tes-tes Meniskus Pada Regio Knee (Lutut)

Tes Apley
• Posisi pasien : telungkup,
dengan lutut fleksi ± 90˚.
• Pegangan : pada kaki disertai
dengan pemberian tekanan
vertikal ke bawah
• Gerakan:
• Putar kaki ke eksorotasikompresi
pada meniscus lateralis
• Putar kaki endorotasikompresi
pada meniscus medialis
• Positif bila ada nyeri dan bunyi
“kIik”.
Tes McMurray
• Posisi pasien : telentang
dengan pancjgul ± 110˚ fIeksi,
tungkai bawah maksimal feksi.
• Pegangan : tangan pasif pada
tungkai atas sedekat mungkin
dengan lutut, tangan aktif
memegang kaki.
• Gerakan :
• Tungkai bawah ekstensi disertai
dengan tekanan ke valgus dan
eksorotasiprovokasi nyeri pada
meniscus medialis dan bunyi “kIik”
• Gerakan tungkai bawah ekstensi
disertai dengan tekanan ke varus
dan endorotasi provokasi nyeri
pada meniscus lateralis dan bunyi
“kIik”
Pemeriksaan Penunjang
• X Ray:
– tidak dapat digunakan untuk melihat struktur meniscus
– pada beberapa kasus dapat ditemukan tanda sekunder dari rupture
meniscus berupa soft tissue swelling, namun sangat jarang.
• USG:
– memiliki keterbatasan dalam diagnosis rupture meniscus, karena
struktur meniscus terletak sangat dalam.
– Namun pada beberapa studi dalam diagnosis rupture meniscus, USG
memiliki sensitifitas 83-100% dan spesifisitas 71-89%.
– Hasil pemeriksaan USG masih perlu dibandingkan dengan MRI.
• MRI:
– merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis rupture
meniscus.
– MRI dapat menentukan derajat berat rupture dan tipe rupture dari
meniscus.
– MRI juga merupakan pemeriksaan yang paling sensitive dalam
mendeteksi rupture meniscus yang sangat kecil.

https://www.uptodate.com/contents/meniscal-injury-of-the-
knee?search=meniscus%20tear&source=search_result&selectedTitle=1~55&usage_type=default&display_rank=1
USG
USG
48
• Laki-laki 23 thn, dengan keluhan benjolan di leher yang
dirasakan sejak 3-4 minggu yang lalu
• PF: benjolan soliter, diameter 3 cm, kenyal, dan terletak di
anterior M. Sternocleidomastodeus. Tidak ditemukan
nyeri (-), demam (-), batuk (-) pilek (-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  LIMFADENOPATI
JAWABAN:
B. ASPIRASI JARUM HALUS
• Pasien datang dengan keluhan adanya
benjolan di area leher. Benjolan soliter,
kenyal, dan terletak di anterior M.
Sternocleidomastoideus.
• Dari keterangan soal terseut dapat
disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah
limfadenopati colli.
• Oleh karena keterangan klinis pada soal
tidak dijelaskan secara detail makan pilihan
penunjang yang tepat pada kasus ini adalah
aspirasi jarum halus.
• Foto dada AP - Lateral
• USG leher
• Darah rutin
• Cek BTA

• Dari BJH/ FNAB dapat diketahui secara sitologi


sehingga diagnosis etiologi dapat ditegakan
secara lebih definitif dibandingkan pilihan
jawaban yang lain.
LYMPHADENOPATHY
• Findings from a Dutch study
revealed a 0.6% annual
incidence of unexplained
lymphadenopathy in the
general population.

• Of 2,556 patients in the study


who presented with
unexplained lymphadenopathy
to their family physicians, 256
(10 %) were referred to a
subspecialist and 82 (3.2 %)
required a biopsy, but only 29
(1.1 %) had a malignancy.
49
• Laki-laki 40 tahun, dengan keluhan penis ereksi yang
sudah berlangsung selama 6 jam
• Tidak disertai nyeri
• Satu bulan yang lalu pasien mengalami kecelakaan saat
menggowes sepeda, selangkangan pasien membentur
stang sepeda. Keluhan ini merupakan kali kedua.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PRIAPISMUS
JAWABAN:
A. PRIAPISMUS
• Pasien dengan keluhan ereksi penis yang
sudah berlangsung selama 6 jam tanpa
disertai rasa nyeri serta terdapat riwayat
straddle injury sebelumnya.
• Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah
high flow priapismus/ non-ischemic
priapismus.
• Erektogenik medikamentosa  obat/ zat untuk
membantu ereksi penis.
• Insufisiensi vena  fungsi yang tidak tepat dari
katup vena di kaki, yang menyebabkan
pembengkakan dan kulit berubah.
• Oklusi arteri dosalis penis  gejala utama berupa
rasa nyeri akibat jaringan hingga nekrosis yang
mengalami iskemia yang disebabkan gangguan
aliran darah.
• Paraphimosis  preputium tidak dapat kembali
seperti semula setelah ditarik ke arah proksimal
penis.
Priapism - definition/background
• Ereksi penis/klitoris yang persisten dan nyeri
tanpa keinginan seksual (purposeless
erection)
• Seringkali idiopatik
• Dapat berkaitan dengan beberapa penyakit
sistemik
• Terkadang terlihat setelah penyuntikan intra-
cavernosal
Priapism - causes
• Psychotropic drugs • calcium-channel
– phenothiazines blockers
– butyrophenones • anti-coagulants
• hydralazine • tamoxifen
• prazosin, labetolol, • omeprazole
phentolamine and • hydroxyzine
other -blockers
• cocaine, marijuana, and
• testosterone ethanol
• metoclopramide
50
• Perempuan 40 thn, dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 1
hari yang lalu
• Keluhan nyeri ulu hati disertai dengan demam, mual -
muntah, dan terkadang diare
• PF: bising usus menurun dan terdapat nyeri tekan pada
epigastrium dan titik Mc Burney.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  APPENDISITIS
JAWABAN:
A. APPENDISITIS
• Diagnosis pada kasus ini adalah
appendisitis akut ditunjang dengan adanya
keluhan nyeri pada epigastrium dan titik
Mc Burney.
• Keluhan appendisitis akut dapat disertai
mual, muntah dan diare.
• Pemeriksaan bising usus dapat menurun
pada area usus yang dekat dengan posisi
appendix sehingga menimbulkan gejala
gangguan pasase usus.
• Keluhan nyeri pada kolesistitis dan kolangitis
terdapat pada perut kanan atas.
• Pankreatitis: keluhan nyeri epigastrium dengan
penjalaran ke punggung, berkurang saat tidur
terlentang.
• Peritonitis keluhan nyeri pada seluruh lapang
abdomen disertai adanya defans muskular.
Appendisitis
Sign of Appendicitis
51
• Perempuan 35 thn, dengan keluhan nyeri punggung sejak
1 bulan yang lalu
• Pasien tersebut diketahui memiliki riwayat batuk lama.
• Dari hasil pemeriksaan dijumpai adanya gibbus, dan dari
MRI dijumpai adanya massa di Vertebra T9-11.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SPONDILITIS TUBERCULOSIS
JAWABAN:
E. SPONDILITIS TUBERCULOSIS
• Pasien dengan nyeri punggung, dengan
riwayat batuk lama.
• Pada pada pemeriksaan fisik ditemukan
gibbus dan dari MRI ditemukan massa
setinggi T9-T11.
• Dari gejala yang ada tersebut, diagnosis
pada kasus ini mengarah pada spondilitis
TB.
• Massa yang terlihat pada MRI adalah massa
abses (tuberkel).
• Osteoporosis: gambaran radiologi, fraktur
kompresi, dengan matriks tulang yang
berkurang.
• Tumor vertebrae: pada hasil MRI akan
menampakan gambaran massa pada vertebrae,
namun tidak dijumpai gibbus.
• Spondilolisthesis: pergeseran vertebra kedepan
terhadap segment yang lebih rendah, yang
biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke
5 akibat kelainan pada pars interartikularis.
• Spondilolisis: stress fracture Os. Vertebrae.
SPONDILITIS TB
• Spondilitis TB dikenal dengan Pott’s disease adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis yang mengenai
tulang belakang. Bersifat kronis destruktif yang mengenai tulang vertebra.

Gejala:
• Adanya benjolan pada tulang belakang yang disertai oleh nyeri
• Terdapat Gejala – gejala TB
• Paraparesis, rasa kebas, baal, gangguan defekasi dan miksi

405
Spondilitis TB dapat terjadi akibat penyebaran secara hematogen/limfogen.

Arteri

JALUR
Penyebaran dari abses
paravertebral yang PENYEBARAN
telah terbentuk
Vena  pleksus Batson
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Laboratorium
• Kelainan bentuk tulang belakang
• Pernapasan cepat • Hitung-jumlah lekosit dapat
• Infiltrat paru akan terdengar sebagai normal atau meningkat
ronkhi, kavitas akan terdengar sedikit, pada hitung jenis
sebagai suara amforik atau bronkial ditemukan monositosis
dengan predileksi di apeks paru
• Terdapat abses paravertebra yang • Laju Endap Darah (LED)
dapat teraba, bahkan terlihat dari biasanya meningkat
luar punggung berupa
pembengkakan • Peningkatan kadar C-
• Pada pemeriksaan neurologis bisa reactive protein (CRP)
didapatkan gangguan fungsi motorik,
sensorik, dan autonom
• Uji Mantoux positif pada
• Jika kelumpuhan sudah lama, otot sebagian besar pasien
akan atrofi , yang biasanya bilateral
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
• Radiologi hingga saat ini merupakan pemeriksaan
yang paling menunjang untuk diagnosis dini
spondilitis TB karena memvisualisasi langsung
kelainan fisik pada tulang belakang.
• Pada infeksi TB spinal, klinisi dapat menemukan
penyempitan jarak antar diskus intervertebralis,
erosi dan iregularitas dari badan vertebra, serta
massa paravertebral.
409

Foto polos lateral menunjukkan


terbentuknya gibbus oleh karena
kifosis torakolumbal

Foto lateral vertebra menunjukkan


adanya penyempitan diskus
intervertebralis dan erosi corpus
vertebra anterior
CT Scan

Gambaran CT scan tulang Gambaran CT scan non kontras


belakang dan toraks. (A) Terlihat vertebra potongan aksial tampak
fraktur kompresi pada vertebra abses pada m. psoas kiri dengan
torakal 3 dengan destruksi litik. kalsifikasi di tengah
MRI

Gambaran MRI vertebra terlihat adanya fraktur kompresi, kifosis di T5-T6, dan abses
paravertebral.
Gambaran MRI terlihat akumulasi Foto MRI menunjukkan destruksi
cairan di daerah dorsal yang korpus vertebra dan diskus
menggambarkan abses intervertebralis, serta abses
paravertebral paravertebral
Pemeriksaan Bakteriologi dan
Histopatologi
• Diperlukan pengambilan bahan melalui biopsi atau operasi.
Biopsi dapat dilakukan dengan cara fine needle aspiration
dengan tuntunan CT atau video assisted thoracoscopy.
• Pada pemeriksaan mikroskopik dapat dilakukan pewarnaan
Ziehl Nielsen, Tan Thiam Hok, Kinyoun-Gabbet atau dengan
metoda fluorokrom yang memakai pewarnaan auramine dan
rhodamine.
• Jumlah basil tuberkulosis yang didapatkan pada spondilitis
tuberkulosa lebih rendah bila dibandingkan dengan
tuberkulosis paru.
• Secara histopatologik, hasil biopsi memberi gambaran
granuloma epiteloid yang khas dan sel datia langerhans ,
suatu giant cell multinukleotid yang khas.
Pemeriksaan dengan Kultur
• Semua spesimen yang mengandung mikobakteria
harus di inokulasi melalui media kultur, karena :
kultur lebih sensitif dari pada pemeriksaan
mikroskopis.
• Kultur dapat melihat perkembangan organisme yang
diperlukan untuk identifikasi yang akurat dan dengan
pembiakan kuman dapat dilakukan resistensi tes
terhadap obat-obat anti tuberkulosa
52
• Perempuan 22 thn, dengan keluhan benjolan pada
payudara kanan sejak beberapa bulan yang lalu
• Keluhan tidak disertai rasa nyeri
• PF: didapatkan benjolan sebesar kelereng, konsistensi
kenyal, permukaan licin, dan mudah digerakkan

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  FIBROADENOMA MAMMAE
JAWABAN:
D. FIBROADENOMA MAMMAE
• Diagnosis pada kasus ini adadalah
fibroadenoma mammae, ditunjang
dengan:
– Faktor disposisi penyakit yang muncul pada
wanita dengan usia dewasa muda.
– Karakteristik benjolan bersifat kenyal, batas
tegas, permukaan licin, tidak ada nyeri dan
mudah digerakan.
• Fibrokistik: lesi non kanker, gejala berupa
perubahan pada tekstur payudara, dapat disertai
benjolan dan rasa nyeri yang dipengaruhi siklus
menstruasi.
• Ca Mammae: epidemiologi pada wanita usia 40
tahun ke atas. Benjolan dengan tepi tidak rata,
batas tidak tegas dan immobile.
• Abses Mammae: menimbulkan gejala
pembengkakan payudara, benjolan tampak
memerah disertai nyeri, dan fluktuasi (+).
• Tumor Philoides: merupakan tumor fibroepitelial
yang jarang ditemukan. Bersifat jinak. Benjolan
kenyal, dengan batas tegas, namun dengan sifat
pertumbuhan yang cepat.
Fibroadenoma
• Most common benign tumor of
breast.
• Benign tumors that represent a
hyperplastic or proliferative
process in a single terminal ductal
unit.
• Young females:15 -25yrs of age.
• Aberration in normal development
of a lobule.
• Cause -unknown.
• 10% of disappear spontaneously
each year.
• Most stop growing after they
reach 2-3 cm.
• Involute in postmenopausal womencoarse
calcifications develop.
• Conversely grow rapidly during pregnancy,
HRT or immunosuppression-(multiple or
growing fibroadenomas -related to Epstein
barr virus infn)
• Variants
• juvenile fibroadenomas
• myxoid fibroadenomas Carney complex, an
autosomal dominant neoplasia syndrome
(skin mucosal lesions, myxomas, and
endocrine disorders.)
• Clinical features • Treatment
– Painless swelling • Excision of the lump
• In pericanalicular type -
– Smooth, firm, non-
periareolar incision
tender
• Intracanalicular-
– Well-localized submammary incision
– Moves freely within the
breast tissue- breast
mouse.
– Axillary LN not enlarged.
Pemeriksaan FAM
• Fibroadenoma adalah massa payudara yang
sering diperiksa dengan fine-needle aspiration
biopsy (FNAB) atau Mammografi.

Simsir A, Waisman J, Cangiarella J. Fibroadenomas with atypia: Causes of under‐ and overdiagnosis by aspiration biopsy. Wiley Online Library.
2001. Available from
https://doi.org/10.1002/dc.2055
Fibroadenoma Mammae (FAM)
• Treatment:
– Watchfull waiting
– Traditional open excisional biopsy
• Biopsy:
– Pengambilan sampel sel atau jaringan untuk
diperiksa
– Untuk menentukan adanya suatu penyakit
53
• Anak laki-laki 8 thn, dengan keluhan patah tulang
terbuka setelah jatuh dari pohon beberapa jam
SMRS
• PF: didapatkan patah tulang terbuka femur kanan
dengan perdarahan aktif yang keluar terus menerus
TATALAKSANA AWAL…
DIAGNOSIS  FRAKTUR TERBUKA OS. FEMUR
JAWABAN:
D. BALUT TEKAN
• Pasien mengalami fraktur terbuka pada Os.
Femur dengan perdarahan aktif yang
keluar terus menerus.
• Tindakan awal yang tepat pada kasus ini
adalah balut tekan untuk menghentikan
perdarahan.
• Pasang spalk di antara 2 sendi  jika perdarahan
telah berhenti dan kondisi pasien stabil baru
diberikan spalk yang melewati 2 sendi untuk
memberikan support immbolilasis dan mengurangi
nyeri.
• Pasang spalk di atas tulang yang patah  tidak
tepat.
• Pasang spalk di bawah tulang yang patah  tidak
tepat.
• Reposisi dan traksi  reposisi dan traksi sebaiknya
dilakukan oleh expert yang sudah berpengalaman.
Fraktur Terbuka
• Dimana terjadi hubungan tulang dengan lingkungan
luar melalui kulit.
• Terdapat luka robek yang menghubungkan patahan tulang
dengan lingkungan luar kulit.
• Luka robek yang menembus kulit & otot hingga ke tulang
• Tidak termasuk
• luka lecet (abrasi)/ vulnus ekskoriasi,
• vulnus laceratum, ataupun
• luka lain yang tidak menembus ke tulang.
• Terjadi kontaminasi bakteri  komplikasi infeksi
• Luka pada kulit :
– Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit (from within)
– Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung (from
without)
Controlling External Bleeding
• Pertolongan pertama yang harus segera
dilakukan untuk menghentikan perdarahan
– Memberikan tekanan langsung
– Menekan langsung sumber perdarahan dengan
kassa steril
Pressure Bandages
• Apply over wound on
extremity to maintain
direct pressure
• Use roller bandage to
completely cover
wound and maintain
pressure

Make sure it doesn’t cut off circulation


Check victim’s fingers and toes for circulation
Kontrol Perdarahan
54
• Laki-laki 26 thn, mengalami kecelakaan lalu lintas
1 jam yang lalu
• PF: tampak deformitas pada area bahu kiri, nyeri
tekan (+), dan krepitasi (+)

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  FRAKTUR MIDCLAVICULA
JAWABAN:
A. FRAKTUR MIDCLAVICULA
• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas.
Dari pemeriksaan didapatkan deformitas
pada bahu kiri, nyeri tekan (+), dan krepitasi
(+).
• Dari gambaran foto Rontgen jelas tampak
fraktur pada Os. Clavicula di bagian tengah.
• Sehingga diagnosis yang tepat pada kasus
ini adalah fraktur midclavicula.
• Fraktur clavicular 1/3 proksimal
• Fraktur clavicula 1/3 distal
• Fraktur costae
• Fraktur humeri

PILIHAN JAWABAN LAIN TIDAK TEPAT


Fraktur Klavikula
Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3
tengah klavikula)
• Fraktur pada bagian tengah clavicula
• Lokasi yang paling sering terjadi
fraktur, paling banyak ditemui

Tipe II : Fraktur 1/3 lateral klavikula


Fraktur klavikula lateral dan ligament
korako-kiavikula, yang dapat dibagi:
– type 1: undisplaced jika ligament intak
– type 2: displaced jika ligamen korako-
kiavikula ruptur.
– type 3: fraktur yang mengenai sendi
akromioklavikularis.

Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal


clavicula. Fraktur yang paling jarang
terjadi
Pemeriksaan Radiologis
• Pemeriksaan radiologis yang biasa dilakukan
adalah foto X-ray clavicle Anteroposterior (AP) 
pilihan utama dan cephalic tilt (15-45 derajat).
– Pada kasus trauma biasa digunakan min 2 sudut
berbeda PA/ AP dan axial view.
• Kelebihan foto clavicle AP pada kasus fraktur
klavikula antara lain:
– Gambar clavicula lebih terlihat jelas secara
keseluruhan.
– Melihat struktur lain yang terlibat dalam mekanisme
trauma: fraktur scapula, fraktur iga, atau
pneumothorax.
Treatment
Broad arm sling Arm sling Figure of eight (clavicle brace)

Andersen et al showed that the sling and the figure-of-eight


wrap do not differ in terms of outcomes.
Andersen K, Jensen PO, Lauritzen J. Treatment of clavicular fractures. Figure-of-eight bandage versus a simple sling. Acta Orthop
Scand. 1987;58:71-74
http://www.aaos.org/

Penanganan Awal Cedera


Muskuloskeletal
• Survei primer (ABC) selalu didahulukan
• Setelah pasien stabil dan
diamankanperiksa fraktur/dislokasi yang
dialami
• Tatalaksana terpenting untuk fraktur dan
dislokasiPembidaian, terutama sebelum
transport/pemeriksaan
55
• Pasien usia 70 tahun dengan keluhan BAB berdarah dan keluar
benjolan sejak 2 bulan yang lalu dan memberat 5 hari ini
• Pasien sering merasa BAB nya keras dan harus mengedan agar
BAB bisa dan keluar keluar darah menetes setelah feses
• Pada pemeriksaan RT terdapat benjolan pada jam 6, benjolan
pasien saat ini menetap

FAKTOR RISIKO…
DIAGNOSIS  HEMORRHOID INTERNA
JAWABAN:
A. KONSTIPASI
• Adanya benjolan yang keluar dari anus
disertai dengan darah yang keluar menetes
setelah feses, hasil pemeriksaan RT juga
didapatkan benjolan di arah jam 6, serta
tidak ditemukan adanya tanda-tanda
keganasan, dapat disimpulkan diagnosis
pada kasus ini adalah hemoroid interna.
• Faktor risiko hemoroid interna pada plihan
jawaban yang ada, adalah konstipasi.
• Karsinoma rectum  adanya perubahan pola
BAB, terkadang diare, terkadang konstipasi.
Disertai tanda-tanda kaheksia.
• Fistula recti  biasanya tidak bergejala. Jika
fistula bermuara ke kulit, feses dapat keluar
melalui fistula tersebut.
• Fissura recti  gejala utama nyeri saat BAB.
• Abses perianal  benjolan di sekitar anus,
fluktuasi (+), dapat disertai nyeri dan
kemerahan.
Hemoroid
ACG (American College of
Gastroenterology Guideline
Treatment for internal hemorrhoids by grade:
• Grade I hemorrhoids
– conservative medical therapy and avoidance of nonsteroidal anti- inflammatory drugs
(NSAIDs) and spicy or fatty foods
– Conservative therapy:
• Increased fiber intake and adequate fluids  reducing both prolapse and bleeding
• Avoid straining and limit their time spent on the commode
• Topical and systemic analgesics; proper anal hygiene
• a short course of topical steroid cream
• Grade II or III hemorrhoids
– initially treated with nonsurgical procedures, rubber band ligation, sclerotherapy, and infrared
coagulation
– Rubber band Ligation is the treatment of choice for second- degree hemorrhoids, and it is a
reasonable first-line treatment for third-degree hemorrhoids
• Very symptomatic grade III and grade IV hemorrhoids
– surgical hemorrhoidectomy, or stapled
– Very symptomatic gr. III
 continous bleeding, intractable pain, large hemoroid gr. III
• Treatment of grade IV internal hemorrhoids or any incarcerated or gangrenous
tissue requires prompt surgical consultation

Wald A, Bharucha AE, Cosman BC, et al. ACG clinical guideline: management of benign anorectal
disorders. Am J Gastroenterol. Aug 2014
56
• Laki-laki 46 thn, dengan keluhan adanya benjolan
di sela paha kanan sejak 1 bulan yang lalu
• Benjolan tersebut dapat keluar masuk dengan
sendirinya. Benjolan keluar terutama saat pasien
batuk atau mengejan.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HERNIA INGUINALIS REPONIBEL
JAWABAN:
A. HERNIA INGUINALIS REPONIBEL
• Pasien mengeluhkan adanya benjolan pada
sela paha kanan yang keluar terutama saat
pasien batuk atau mengejan.
• Benjolan dapat keluar dan masuk dnegan
sendiri dan terkadang mencapai skrotum.
• Diagnosis yang paling tepat pada kasus ini
adalah hernia inguinalis reponible.
• Hernia inguinalis ireponible: benjolan tidak
dapat masuk kembali ke peritoneum.
• Hernia inguinalis media: dikenal juga hernia
inguinalis direk, benjolan tidak dapat mencapai
skrotum.
• Hernia femoralis: benjolan teraba di lipat paha
dibawah ligamentum inguinalis.
• Hernia scrotalis: merupakan bagian dari hernia
inguinalis lateral yang massa hernia mencapai
skrotum.
HERNIA

HERNIA HIATALHERNIA DIAFRAGMATIKA

/VENTRAL HERNIA
INGUINAL HERNIA
• Most common
• Most difficult to understand
• Congenital ~ indirect
• Acquired ~ direct or indirect
• Direk • Indirek
• usually no peritoneal sac • has peritoneal sac
• medial to epigastric vessels • lateral to epigastric vessels
• Timbul karena adanya defek atau kelemahan • mengikuti kanalis inguinalis
pada fasia transversalis dari trigonum Hesselbach • Karena adanya prosesus vaginalis persistent
• segitiga Hasselbach, daerah yang dibatasi oleh • The processus vaginalis outpouching of
• Inferior : ligamentum inguinale, peritoneum attached to the testicle that trails
• Lateral: pembuluh darah epigastrika behind as it descends retroperitoneally into the
inferior scrotum.
• Medial : tepi otot rectus
Tipe Hernia Definisi http://emedicine.medscape.com/article/

Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum


Reponible
secara manual atau spontan

Irreponible Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum


Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong
Inkarserata
hernia
Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong hernia
Strangulata
 tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah, demam

Gambaran klinik
jenis Reponibel nyeri obstruksi sakit toksik
Reponibel/ + - - - -
bebas
Ireponibel/ - - - - -
akreta
Inkarserata - + + + -
Strangulata - ++ + ++ ++
Hernia Inkarserata dengan Ileus
ILMU PENYAKIT
MATA
57
• bapak Pepeng berusia 60 tahun, sulit untuk
membaca dekat.
• Pasien memiliki hobby membaca, akhir-akhir ini
sudah mulai ditinggalkan karena masalah matanya.
• penglihatan jauh tidak ada keluhan.
• Dari pemeriksaan visus Snelen didapatkan VOD 6/6

UKURAN KACAMATA…
DIAGNOSIS  PRESBIOPIA
JAWABAN:
C. +3.00
• Laki-laki berusia 60 tahun mengeluhkan
tidak bisa membaca dekat, Penglihatan
jauh tidak ada keluhan dan pemeriksaan
visus didapatkan VOD 6/6Kecurigaan
mengalami presbyopia
• Usia 60 thn + 3.00
• PILIHAN LAIN TIDAK TEPAT
Presbiopia
Merupakan keadaan berkurangnya daya akomodasi
pada usia lanjut
• Penyebab:
– Kelemahan otot akomodasi
– Lensa mata tdk kenyal / berkurang elastisitasnya
akibat sklerosis lensa
• Diperlukan kacamata baca atau adisi :
– + 1.0 D : 40 thn
– + 1.5 D : 45 thn
– + 2.0 D : 50 thn
– + 2.5 D : 55 thn
– + 3 .0 D : 60 thn
58
• Anak 9 tahun, tidak bisa melihat tulisan di papan tulis.
Tidak terdapat riwayat penggunaan kacamata sebelumnya
serta riwayat penggunaan kacamata di keluarga.
• Pada pemeriksaan mata tampak Visus OD 1/60 OS 5/6.
Refraksi terbaik OD S-7.00 C-1.75 x 180, OS S-0.75 C-1.00 x
180.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  AMBLIOPIA ANISOMETROPIA
JAWABAN:
C. AMBLIOPIA ANISOMETROPIA
• Anak 9 tahun dengan keluhan tidak bisa
melihat tulisan di papan tulis dengan visus
OD 1/60 OS 5/6. Refraksi terbaik OD S-7.00
C-1.75 x 180, OS S-0.75 C-1.00 x 180.
• Adanya perbedaan visus mata kanan dan
kiri (1/60 dan 5/6) dengan gangguan
refraksi yang jauh berbeda (S-7.00 dengan
S-0.75) dan tidak terkoreksi mengarahkan
kepada diagnosis ambliopia anisometropia.
• Pilihan A Ambliopia Ametropia: retina tidak
dapat focus pada jarak jauh
• Pilihan C  Ambliopia deprivasi: terdapat
obstruksi pada sumbu pengelihatan.
• Pilihan D  Ambliopia strabismus: strabismus
lama yang tidak tertangani dapat menyebabkan
supresi dari mata yang terdeviasi  mata
malas.
• Pilihan EAmbliopia reverse: amblyopia terjadi
pada mata yang sehat, sebagai efek dari terapi
amblyopia dgn patching pada mata yang sehat
Amblyopia
• A unilateral or bilateral (rare) reduction in visual acuity
 the best corrected visual acuity is poorer than 20/20,
with absence of any obvious structural anomalies or
ocular disease.
• In general, it happens because of disuse from
inadequate foveal or peripheral retinal stimulation
and/or abnormal binocular interaction that causes
different visual input from the foveae.
• Classification:
– Form Deprivation Amblyopia: Caused by a physical
obstruction (e.g., congenital or traumatic cataract, corneal
opacities, prolonged uncontrolled occlusion therapy)
– Refractive Amblyopia: Isoametropic and Anisometropic
– Strabismic Amblyopia
Refractive Amblyopia
1. Isoamteropic/ametropia Amblyopia
– High, but equal, uncorrected refractive error (e.g.,
astigmatism > 2.50 D; hyperopia > than 5.00 D;
myopia > 8.00D)
2. Anisometropic Amblyopia
– Unequal, uncorrected refractive
error (e.g., astigmatism > 1.50 D;
hyperopia > 1.00 D;
myopia > than 3.00 D)
59
• Pasien keluhan mata berair dan merah sejak 3 hari yang
lalu, riwayat mata terasa mengganjal seperti kemasukan
sesuatu.
• Keluhan disertai rasa gatal pada mata.
• Terdapat injeksi konjungtiva, injeksi perikonea, infiltrate
kornea, dan sekret mukopurulen.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS KERATOKONJUNGTIVITIS
JAWABAN:
A. KERATOKONJUNGTIVITIS
• Kondisi adanya mata berair dan merah,
disertai dengan temuan injeksi konjungtiva
dan perikornea, serta infiltrate kornea dan
secret mukopurulen mengarahkan pada
keratokonjungtivitis (peradangan pada
kornea dan lapisan konjungtiva).
• Pilihan B  keratitis saja maka akan ditemukan
gangguan pada kornea saja.
• Pilihan C  Pada uveitis, pasien akan sangat
keluhkan penurunan tajam penglihatan, nyeri, dan
fotofobia, serta bisa disertai adanya floaters.
• Pilihan D  Pada vitritis atau peradangan pada
cairan vitreus, adalah uveitis posterior.
• Pilihan E  Pada iridosiklitis yakni peradangan
pada iris dan badan siliar, tanda kardinalnya adalah
injeki siliar, serta biasanya discharge minimal atau
bahkan tidak ada.
Mata merah dan Keratokonjungtivitis
ANAMNESIS

MATA MERAH MATA MERAH MATA TENANG


MATA TENANG VISUS
VISUS NORMAL VISUS TURUN VISUS TURUN
TURUN MENDADAK
• struktur yang PERLAHAN
mengenai media
bervaskuler 
refraksi (kornea, • uveitis posterior • Katarak
sklera konjungtiva •
uvea, atau perdarahan vitreous • Glaukoma
• tidak • Ablasio retina • retinopati
seluruh mata)
menghalangi • oklusi arteri atau vena penyakit sistemik
media refraksi retinal • retinitis
• neuritis optik pigmentosa
• Keratitis
• Konjungtivitis murni • neuropati optik akut • kelainan refraksi
• Keratokonjungtivitis
• Trakoma karena obat (misalnya
• Ulkus Kornea
• mata kering, etambutol), migrain,
• Uveitis
tumor otak
xeroftalmia • glaukoma akut
• Pterigium • Endoftalmitis
• Pinguekula • panoftalmitis
• Episkleritis Keratokonjungtivitis: peradangan pada
• skleritis kornea dan konjungtiva
• Keratoconjunctivitis refers to
an inflammatory process that
involves both the conjunctiva
Keratoconjunctivitis
– conjunctivitis – and the
superficial cornea – keratitis –
which can occur in association
with viral, bacterial,
autoimmune, toxic, and
allergic etiologies
• Clinical findings:
– Symptoms: eye
discomfort/irritation, pruritis,
light sensitivity, minor blurring
of vision (often intermittent),
epiphora.
– Common signs include
conjunctival injection,
conjunctival chemosis, and eye
discharge
60
• Pasien, keluhan mata kanan ada yang
mengganjal, sering terasa berair, tidak ada nyeri.
Tidak ada penurunan tajam penglihatan.
• PF: selaput yang melewati limbus hingga batas
pupil
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PTERIGIUM
JAWABAN:
D. PTERYGIUM DERAJAT 3
• Pasien dengan keluhan mata mengganjal,
terasa berair, tanpa penurunan tajam
pengihatan, disertai adanya selaput
melewati limbus sampai batas pupil dapat
mengarahkan pada kondisi pterygium
derajat 3.
• Pilihan A  Pada pseudopterigium umumnya
bisa terjadi di lokasi mana saja, tidak seperti
pterygium yang umumnya terjadi mulai dari
bagian medial (dekat hidung), menuju ke arah
pupil.
• Pilihan B  Kalau pterygium derajat 1, maka
selaput baru di konjungtiva hingga limbus.
• Pilihan C  Pada pterygium derajat 2, selaput
sudah melewati limbus 1-2 mm pada kornea.
• Pilihan E  Pada derajat 4, umumnya selaput
sudah melewati pupil.
PTERIGIUM
• Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva,
bersifat degeneratif dan invasif
• Terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang meluas
ke daerah kornea
• Mudah meradang
• Etiologi: iritasi kronis karena debu, cahaya
matahari, udara panas
• Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah,
mungkin terjadi astigmat (akibat kornea
tertarik oleh pertumbuhan pterigium), tajam
penglihatan menurun
• Tes sonde (-)  ujung sonde tidak kelihatan
pterigium
• Pengobatan : konservatif; Pada pterigium
derajat 1-2 yang mengalami inflamasi,
pasien dapat diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari
selama 5-7 hari. Pada pterigium derajat 3-4
dilakukan tindakan bedah
DERAJAT PTERIGIUM
• Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea
• Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih
dari 2 mm melewati kornea
• Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak melebihi
pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil
sekitar 3-4 mm)
• Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga
mengganggu penglihatan
PTERIGIUM – DIAGNOSIS BANDING
61
• Wanita, nyeri mata tiba-tiba sejak 3 hari yang lalu.
• Keluhan juga disertai pandangan jadi buram. Mual disertai
nyeri kepala.
• Pemeriksaan fisik: penurunan visus, injeksi konjungtiva,
edema kornea, serta pada rabaan menggunakan jari
teraba bola mata teraba keras.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  GLAUKOMA AKUT
JAWABAN:
C. PEMERIKSAAN TIO
• Pada kasus diatas, pasien tampak adanya
keluhan mata merah disertai penurunan
visus, serta disertai keluhan lain seperti
mual dan nyeri kepala.
• Disertai adanya injeksi konjungtiva dan
edema kornea serta rabaan keras pada bola
mata, maka dapat dicurigai adanya kondisi
peningkatan tekanan intraocular seperti
glaucoma akut.
• Pada kondisi ini, maka untuk memastikan
bahwa benar tekanan intraocular
meningkat, diperlukan pemeriksaan TIO.
• Pilihan A  anel test biasanya dilakukan untuk
menilai patensi ductus lakrimalis (gangguan ini
biasanya tidak sebabkan penurunan visus).
• Pilihan B Schirmer test biasanya dilakukan untuk
ketahui cukup tidaknya produski air mata, misalnya
pada kondisi dry eyes.
• Pilihan D  Tes fluoresens biasanya bilakukan
utnuk mengetahui ada tidaknya defek pada kornea
mata.
• Pilihan E  funduskopi untuk menilai kondisi bola
mata bagian posterior misalnya retina hingga
nervus optikus.
Glaukoma Akut
Glaucoma Diagnostic Criterias
Diagnostic criteria Diagnostic tests
1. Intraocular tension Tonometry
2. Optic nerve head changes Ophthalmoscopy
3. Visual field defects Perimetry
4. Angle of ant. Chamber Gonioscopy
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

Tatalaksana Glaukoma Akut


• Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila
tekanan normal dan mata tenang → operasi
• Supresi produksi aqueous humor
– Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25%
dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan
carteolol 1% dua kali sehari dan timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan
0.5% gel satu kali sehari
• bekerja dalam 20 menit, reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan
• Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma akut
sudut tertutup.
– Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
– Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
– Inhibitor karbonat anhidrase:
• DOC: Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
• Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut sudut
tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4 jam)
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Tatalaksana Glaukoma Akut


• Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
– Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan
travoprost 0.004% (1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari
– Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine
– Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari
• Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam
– Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal
– Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah
serangan
• Pengurangan volume vitreus
– Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan
20% atau urea IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50%
– isosorbide oral, urea iv
• Extraocular symptoms:
– analgesics
– antiemetics
– Placing the patient in the supine position → lens falls away from the iris
decreasing pupillary block
– Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya
62
• Pasien, nyeri pada kelopak mata kanan bagian
temporal, sejak 1 minggu yang lalu.
• PF: palpebra kanan bagian superotemporal
tampak edema, hiperemis, serta terdapat nyeri
tekan, visus ODS 6/6, segmen anterior tenang.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DAKRIOADENITIS
JAWABAN:
D. DAKRIOADENITIS
• Kasus pasien dengan nyeri serta edema dan
hiperemis (ada tanda peradangan) di
bagian superotemporal palpebra dapat
mengarahkan pada kondisi dakrioadenitis.
• Pilihan A  dacryocanaliculitis umumnya sebabkan
radang pada kanalikuli lakrimalis, sehingga tidak
sebabkan edema atau benjolan yang letaknya di
kelenjar air mata (superotemporal palpebra).
• Pilihan B  dacryostenosis akan ada kondisi
penyempitan ductus lakrimalis yang akan sebabkan
keluhan epifora bahkan sebabkan dacryocystitis.
• Pilihan C  Pada dakriosistitis biasanya benjolan
dan tanda peradangan akan ada di daerah sakus
lakrimalis dibawah ligament kantus medial.
• Pilihan E  Dacryocystostenosis  istilah yg jarang
dipakai, biasanya lebih sering disebut
dacryostenosis/ congenital nasolacrimal duct
obstruction
• Peradangan dari kelenjar
lakrimalis
• Kelenjar lakrimalis berada di Dakrioadenitis
supratemporal orbita + lobus
palpebral
• Patofisiologi masih belum • Gejala: nyeri, kemerahan, dan
dimengerti, diperkirakan akibat gejala penekanan pada unilateral
ascending infection kuman dari supratemporal orbita
duktus lakrimalis ke dalam • Tanda: Khemosis
kelenjar – Injeksi konjungtiva
• Lobus palpebral biasanya juga – Sekret mukopurulent
ikut terkena – Kelopak merah
• Penyebab: mumps, EBV, – Limfadenopati submandibular
stafilokokus, GO – Bengkak pada 1/3 lateral kelopak
mata (S-shaped lid)
– Proptosis
– Gangguan gerak bola mata
– Pembesaran kelenjar parotis
– Demam
– ISPA
– Malaise
Clinical manifestation
• Acute dacryoadenitis • Chronic dacryoadenitis
– Unilateral, – Can be bilateral,
– severe pain, redness, – painless enlargement of
and pressure in the the lacrimal gland
supratemporal region of present for more than a
the orbit month
– Rapid onset (hours to – More common than
days) acute dacryoadenitis

Emedicine.com
Dacryocanaliculitis

The punctal orifice is swollen,


red and turned outward
(pouting punctum) in the
involved eye. Tenderness may
be found over the involved
area. Pericanalicular
inflammation characterized by
edema of the canaliculus with
conjunctivitis usually is seen.
Pressing on the punctum or
canaliculi will express mucoid
discharge, often with solid
granular concretions.
63
• Pasien keluhan mata merah disertai nyeri dan gatal,
adanya penurunan tajam penglihatan, pekerjaan pasien
adalah petani.
• Satu hari yang lalu mata pasien terkena daun padi.
• Pemeriksaan: adanya injeksi konjungtiva serta infiltrate di
kornea, disertai lesi satelit.
ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  KERATITIS
JAWABAN:
D. JAMUR
• Pada kasus adanya mata merah disertai
penurunan tajam penglihatan dan didukung
adanya temuan injeksi konjungtiva,
infiltrate kornea disertai lesi satelit,
umumnya mengarahkan pada kondisi
keratitis yang bisa diakibatkan jamur.
• Hal ini bisa didukung dengan faktor resiko
trauma mata akibat tumbuh tumbuhan
yang dialami pasien.
Keratitis/ulkus Fungal
• Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama
berkurang krn saraf kornea mulai rusak.
• Pemeriksaan oftalmologi :
– Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery
borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma
– Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal
– Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas
infiltrat stroma
• Faktor risiko meliputi :
– Trauma mata (terutama akibat tumbuhan)
– Terapi steroid topikal jangka panjang
– Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases

Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.
Keratitis/ ulkus Fungal
• Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan
keratitis fungal dengan bakteri.
– Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance”
yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.
• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik
sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal
tissue biopsy).

Stromal infiltrate
Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada


keratitis jamur

Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion,
peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya
infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi).

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.


Typical clinical Feature
Bacterial Ulcer Fungal Ulcer
• 1. History of trauma to the cornea, contact lens • 1. History of trauma with vegetable matter
wear
• 2. Suspect fungal ulcer if patient reports
• 2. Pain, redness, watering,decrease in vision
agriculture as main occupation.
• 3. Lid oedema (marked in gonococcal ulcer),
purulent discharge in gonococcal ulcer and bluish • 3. Pain and redness are similar to bacterial
green discharge in pseudomonas corneal ulcer ulcer. But lid oedema is minimal even in
• 4. Round or oval in shape involving central or para severe cases unless patients have received
central part of the cornea. Rest of the cornea is native medicines or peri ocular injections.
clear. Hypopyon may or may not be present. • 4. Early fungal ulcer may appear like a
• 5. In pneumococcal ulcer the advancing border will dendritic ulcer of herpes simplex virus. The
have active infiltrate with undermined edges and feathery borders are pathognomonic clinical
the trailing edge may show signs of healing. Most of
the pneumococcal ulcers will show leveled
features. Satellite lesions, immune ring, and
hypopyon associated with Dacryocystitis. unlevelled hypopyon may aid in diagnosis.
• 6. Pseudomonas ulcer will have short duration, • 5. The surface is raised with greyish white
marked stromal oedema adjacent to the ulcer with creamy infiltrates, which may or may not
rapid progression. If untreated, will perforate within appear dry.
2-3 days. Advanced ulcer may involve the sclera
also.
• 6. Ulcer due to pigmented fungi will appear
• 7. Ulcers caused by Moraxella and Nocardia are
as brown or dark; raised, dry, rough, leathery
slowly progressive in immunocompromised hosts plaque on the surface of the cornea

WHO. Guidelines for the Management of Corneal Ulcer at Primary, Secondary & Tertiary Care health facilities in the South-East Asia Region. 2004
64
• Laki-laki, keluhan nyeri hebat pada mata disertai
mata merah, sejak 1 hari yang lalu. Mata terasa
buram, mual dan muntah.
• Pemeriksaan mata: TIO 28 mmHg, sudut bilik
mata tertutup.
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  GLAUKOMA
JAWABAN:
B. ASETAZOLAMID
• Pada kasus diatas tampak adanya kondisi glaucoma
akut dimana keluhan pasien ada nyeri hebat pada
mata, mata merah disertai penurunan visus, mual
dan muntah, serta peningkatan TIO (28 mmHg).
Temuan sudut bilik mata tertutup arahkan kondisi
pasien yakni glaucoma sudut tertutup.
• Pada kondisi ini penting pertama untuk turunkan
tekanan intraocular dengan menurunkan produksi
aqueous humour mengingat pada sudut tertutup
outflow terhambat. Asetazolamid yang merupakan
kelas carbonic anhydrase merupakan obat paling
tepat untuk menurunkan produksi aqueous humor
dan harus segera diberikan pada glaucoma sudut
tertutup.
• Pilihan A  Timolol merupakan beta bloker yang juga
menekan produksi aqueous humor, namun topical tidak
cukup efektif menurunkan TIO glaucoma akut sudut
tertutup.
• Pilihan C  antibiotic yang tidak sesuai digunakan pada
kasus ini.
• Pilihan D  Asetaminofen merupakan analgetik yang
bisa saja digunakan, namun bukan sebagai terapi utama.
• Pilihan E  Latanoprost berfungsi meningkatkan outflow
aqueous humor, dan biasanya utama digunakan sebagai
terapi awal glaucoma sudut terbuka (sementara pada
kasus ini sudut tertutup, sehingga paling penting
turunkan dulu produksi aqueous humor untuk turunkan
TIO).
Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

Tatalaksana Glaukoma Akut


• Tujuan : merendahkan tekanan bola mata secepatnya kemudian bila
tekanan normal dan mata tenang → operasi
• Supresi produksi aqueous humor
– Beta bloker topikal: Timolol maleate 0.25% dan 0.5%, betaxolol 0.25%
dan 0.5%, levobunolol 0.25% dan 0.5%, metipranolol 0.3%, dan
carteolol 1% dua kali sehari dan timolol maleate 0.1%, 0.25%, dan
0.5% gel satu kali sehari
• bekerja dalam 20 menit, reduksi maksimum TIO 1-2 jam stlh diteteskan
• Pemberian timolol topikal tidak cukup efektif dalam menurunkan TIO glaukoma
akut sudut tertutup.
– Apraclonidine: 0.5% tiga kali sehari
– Brimonidine: 0.2% dua kali sehari
– Inhibitor karbonat anhidrase:
• DOC: Topikal: Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (2-3 x/hari)
• Sistemik: Acetazolamide 500 mg iv dan 4x125-250 mg oral (pada glaukoma akut
sudut tertutup harus segera diberikan, efek mulai bekerja 1 jam, puncak pada 4 jam)
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

Tatalaksana Glaukoma Akut


• Fasilitasi aliran keluar aqueous humor
– Analog prostaglandin: bimatoprost 0.003%, latanoprost 0.005%, dan
travoprost 0.004% (1x/hari), dan unoprostone 0.15% 2x/hari
– Agen parasimpatomimetik: Pilocarpine
– Epinefrin 0,25-2% 1-2x/hari
• Pilokarpin 2% setiap menit selama 5 menit,lalu 1 jam selama 24 jam
– Biasanya diberikan satu setengah jam pasca tatalaksana awal
– Mata yang tidak dalam serangan juga diberikan miotik untuk mencegah
serangan
• Pengurangan volume vitreus
– Agen hiperosmotik: Dapat juga diberikan Manitol 1.5-2MK/kgBB dalam larutan
20% atau urea IV; Gliserol 1g/kgBB badan dalam larutan 50%
– isosorbide oral, urea iv
• Extraocular symptoms:
– analgesics
– antiemetics
– Placing the patient in the supine position → lens falls away from the iris
decreasing pupillary block
– Pemakaian simpatomimetik yang melebarkan pupil berbahaya
Pharmacologic therapy
No. Drugs class Mechanism of action
1. Prostaglandin Increase aquos humor outflow  increase in uveoscleral outflow, increase
(latanoprost, travoprost, trabecular outflow, regulate matrix metaloproteinase and remodelling of
bimatoprost) Extracellular matrix, widening connective tissue filled spaces and changes
in the shapes of cells.
Topical prostaglandin are chosen over topical beta blocker and other
class of medication as initial therapy in open angle glaucoma
2. Beta blocker (timolol, Decreasing aquos humor production --> blockade of symphatetic nerve
levobunolol, endings in the cilliary epithelium
metipranolo)
3. Alpha adrenergic Increasing aquos humor outflow and decresasing the production. Simillary
agonist effective to beta blockers but are associated with a number ocular side
effect including allergic conjunctivitis, ocular pruritus, and hyperemia
4. Carbonic anhidrase Decreasing aquos humor production. Systemic CAI have been replaced by
inhibitor newer topical drugs whic have fewer systemic side effects. Topical CAI
(Acetazolamide) don`t appear to be as effective in treating open angle glaucoma compared
to other topical drugs.
5. Cholinergic agonist Increasing aquos humor outflow. Have fewer systemic side effect
compared to beta blocker, but ocular side effect is higher (myopia, small
pupils, visual distrubance related to coexistent cataract)
65
• Bayi 3 hari, mata keluar cairan bernanah. Mata
tampak ditutupi sekret kekuningan.
• Ibu pasien tidak memiliki keluhan keputihan
• Pemeriksaan  secret mukopurulen di kedua
mata dan edema minimal pada palpebra
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KONJUNGTIVITIS CHLAMYDIA
JAWABAN:
A. KONJUNGTIVITIS CHLAMYDIA
• Pada kasus diatas, timbulnya peradangan
mata berupa kedua mata muncul secret
mukopurulen dengan edema minimal pada
papebra yang muncul pada onset>5 hari
usia anak dapat mengarahkan pada adanya
konjungtivitis neonatal yang kemungkinan
besar disebabkan oleh chlamydia.
• Pilihan C  onset gejala timbul < 5 hari setelah
lahir dan inflamasi serta edema lebih berat
daripada chlamydia.
• Pilihan B  Konjungtivitis kongenital istilah
yang tidak tepat pada kasus ini.
• Pilihan D  Konjungtivitis virus umumnya tidak
sebabkan cairan mukopurulen.
• Pilihan E  Konjungtivitis sicca atau dry eyes
juga tidak sebabkan secret mukopurulen pada
anak.
KONJUNGTIVITIS NEONATAL

• Bacterial conjunctivitis contracted by newborns during delivery


• Cause:
– Neisseria gonorrhoeae ( inkubasi 2-7 hari)
– Chlamydia trachomatis (inkubasi 5-14 hari)
– S. Aureus (inkubasi nongonokokal dan nonklamidial 5-14 hari)
• Mucopurulent discharge
• Chlamydial  less inflamed  eyelid swelling, chemosis, and
pseudomembrane formation
• Complication in chlamydia infection  pneumonia (10-20% kasus)
• Blindness in chlamydia rare and much slower to manifes than gonococcal
 caused by eyelid scarring and pannus
• Terapi konj. Klamidial  oral erythromycin (50 mg/kg/d divided qid) for 14
days (because of the significant risk for life-threatening pneumonia)

http://emedicine.medscape.com/article
Neisseria gonorrhoeae Chlamydia trachomatis

• manifests in the first five days of life • 5 to 12 days after birth


• marked bilateral purulent • Mucopurulent discharge
• discharge • less inflamed  eyelid swelling,
• local inflammation  palpebral chemosis, and
• edema • pseudomembrane formation
• Complication  diffuse epithelial
• Complication  pneumonitis
edema and ulceration, perforation of
the cornea and endophthalmitis (range 2 weeks – 19 weeks after
• Gram-negative intracellular
delivery)
diplococci on Gram stain • Blindness rare and much
• Culture  Thayer-Martin agar slower to menifest caused by
eyelid scarring and pannus
KONJUNGTIVITIS GO
• Neisseria gonorrhoeae Gram-negative intracellular diplococci on
Gram stain
• Masa inkubasi: 1-7 hari
• manifests in the first five days of life
• Marked bilateral purulent discharge
• local inflammation  palpebral edema
• Complication  diffuse epithelial edema and ulceration,
perforation of the cornea and endophthalmitis  kebutaan
• Culture  Thayer-Martin agar
• Topical erythromycin ointment and IV or IM third-generation
cephalosporin
• Nasolacrimal duct obstruction may cause ‘sticky’ eyes.
• Corneal abrasion following trauma at delivery.
NON-INFECTIOUS
• Glaucoma (watch for corneal clouding or proptosis, is associated with portwine stains in the ophthalmic region).
• Foreign body.

INFECTIOUS
AGE OF
ORGANISM CLINICAL FEATURES THERAPY
ONSET
# Uncommon, potential for
serious consequences -
severe keratitis and Staphylococcus aureus
endophthalmitis. Requires Streptococcus pneumoniae, Unilateral, crusted purulent Topical soframycin drops qds for 5
early recognition and 2-5 days
treatment. Needs blood
Haemophilus spp, discharge days
and CSF culture. Consider Enterococci
concomitant chlamydial
infection if poor response
to cephalosporin. Parents Neisseria gonorrhoeae # Ceftriaxone 50mg/kg IV/IM as a
require investigation and
screening. Infants who are positive need 3 days to 3 Bilateral, hyperaemic, chemosis, single dose (maximum 125mg),
+ Risk of rapid progression to be evaluated for weeks copious thick white discharge Saline irrigations hourly until
from purulent discharge to
denuding of corneal disseminated infections exudate resolves.
epithelium, and
perforation of cornea. The
anterior chamber can fill
with fibrinous exudate, iris
Oedema and erthyema of lid, IV anti-pseudomonal antibiotics.
Pseudomonas aeruginosa + 5-18 days
can adhere to cornea and purulent discharge. Topical Gentamicin.
later blood vessel invasion.
The late ophthalmic
complications can be
followed by bacteraemia PO erythromycin 50mg/kg/day x
and septic foci. Unilateral or bilateral, mild 14d (qid)Alternative, 5 days
* Most common pathogen,
20-50% of exposed infants
Chlamydia trachomatis * 5-14 days conjunctivitis, copious purulent Azithromycin syrup
will develop chlamydia discharge. (= pertussis dosing 10mg/kg/day
conjunctivitis, 10-20% will and 5mg/kg day 2-5)
develop pneumonia. If
relapse occurs repeat
course of erythromycin for
further 14 days. Parents Conjunctivitis with vesicles
require treatment. Acyclovir 30mg/kg/day IV tid x 14-
elsewhere
Herpes simplex 21d.
Need ophthalmology review within
Topical acyclovir 3% 5 times daily.
24 hours.

http://www.adhb.govt.nz/newborn/guidelines/infection/neonatalconjunctivitis.htm
66
• Pasien laki-laki, mata kiri terasa tidak nyaman
dan muncul merah setelah 1 jam di tinju oleh
temannya.
• Pemeriksaan visus ODS 6/6, bercak merah batas
tegas pada sklera OS.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA
JAWABAN:
E. PERDARAHAN SUBKONJUNGTIVA
• Pada kasus soal diatas dengan rasa tidak
nyaman pada mata serta mata merah
setelah trauma, disertai adanya bercak
merah batas tegas pada sklera umumnya
mengarahkan pada kondisi perdarahan
subkonjungtiva.
• Kondisi ini diakibatkan pecahnya pembuluh
darah yang terdapat dibawah konjungtiva,
seperti arteri konjungtiva dan arteri
episklera. Bisa akibat dari batu rejan,
trauma tumpul atau pada keadaan
pembuluh darah yang mudah pecah.
• Pilihan A  Skleritis umumnya yang ditemukan
adalah injeksi sklera.
• Pilihan D  Konjungtivitis flikten adalah
peradangan konjungtiva akibat alergi.
• Pilihan C  Pada pterygium yang ditemukan
adalah selaput fibrovascular dari sisi nasal
mengarah ke pupil
Subconjunctival hemorrhage
• Subconjunctival hemorrhage (or subconjunctival haemorrhage)
also known as hyposphagma, is bleeding underneath the
conjunctiva.
• Occur after sudden severe venous congestion to the head, such as
in a Valsalva maneuver, whooping cough, vomiting, sneezing,
weight lifting, crush injuries, or spontaneously
• A subconjunctival hemorrhage initially appears bright-red
underneath the transparent conjunctiva.
• Later, the hemorrhage may spread and become green or yellow, like
a bruise.
• In general a subconjunctival hemorrhage is a painless and harmless
condition
• however, it may be associated with high blood pressure, trauma to
the eye, or a base of skull fracture if there is no posterior border of
the hemorrhage visible.
Subconjunctival hemorrhage
Causes Management
• Eye trauma • Self-limiting that requires
• Whooping cough or other no treatment in the absence
extreme sneezing or coughing
• Severe hypertension of infection or significant
• Postoperative subconjunctival trauma.
bleeding • Artificial tears may be
• Acute hemorrhagic applied four to six times a
conjunctivitis (picornavirus)
• Leptospirosis day.
• Increased venous pressure • Cold compress in the 1st
(straining, vomiting, choking, hour may stop the bleeding
or coughing)Valsava
maneuver
67
• Pasien, keluhan benjolan di kelopak mata atas, awalnya
kemudian dirasa semakin kemerahan, dan terasa
mengganjal serta nyeri bila ditekan.
• PF: Tampak palpebra superior adanya benjolan ukuran 2x2
mm, eritema, tonjolan ke arah kulit kelopak mata, serta
tampak pus dari pangkal bulu mata.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HORDEOLUM EKSTERNA
JAWABAN:
C. HORDEOLUM EKSTERNA
• Benjolan pada palpebra superior dengan
tanda tanda peradangan seperti eritema,
terasa nyeri, dapat mengarahkan pada
kondisi hordeolum. Mengingat tonjolan ke
arah kulit kelopak mata, maka kemungkinan
yang dialami adalah hordeolum eksterna.
• Pilihan B  Pada hordeolum interna, umumnya
justru benjolan mengarah ke konjungtiva tarsal.
• Pilihan D  Pada kalazion tidak ditemukan
adanya tanda peradangan diatas, umumnya
benjolan kronik tanpa nyeri.
HORDEOLUM
• Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata
• Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
• Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat
bertambah berat kelopak
• Gejala
– nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau
bawah
– berwarna kemerahan.
– Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas
dengan membuka kelopak mata.
– Rasa mengganjal pada kelopak mata
– Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk.
– Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• 2 bentuk :
 Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam
tarsus. Tampak penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus
dapat keluar dari pangkal rambut
 Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.
Penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal

http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm

Hordeolum Eksterna Hordeolum Interna


Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas
• Pengobatan
– Self-limited dlm 1-2 mingu
– Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari
– Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya:
Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B,
Chloramphenicol
– Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral
(diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin,
Eritromisin, Doxycyclin
– Insisi bila pus tidak dapat keluar
• Pada hordeolum interna, insisi vertikal terhadap margo
palpebra supaya tidak memotong kelenjar meibom lainnya
• Pada hordeolum eksterna, insisi horizontal supaya kosmetik
tetap baik
68
• Laki-laki 67 tahun, mata kanannya terasa ada
yang mengganjal.
• Pemeriksaan fisik: kelopak mata bawah kanan
terlipat ke dalam dan menggores kornea. Tidak
tampak adanya jaringan parut pada mata.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ENTROPION INVOLUSIONAL
JAWABAN:
C. ENTROPION INVOLUSIONAL
• Pada pasien usia lanjut dengan keluhan
mata kanan terasa mengganjal serta
pemeriksaan mata bawah terlipat kedalam
menggores kornea mengarahkan pada
kondisi entropion. Pada usia lanjut paling
sering merupakan entropion involusional
karena lemahnya otot palpebra inferior
seiring pertambahan usia.
• Entropion umumnya dibedakan menjadi 4
yakni sikatriks, involusional, spastik, dan
kongenital.
• Pilihan A  Entropion mekanik jarang disebut,
namun biasanya menyatakan ada kondisi lain
seperti enoftalmus, tumor, hingga kalazion yang
sebabkan terlipatnya palpebra ke arah dalam
secara mekanik.
• Pilihan B  Pada entropion sikatriks umumnya
akibat jaringan parut dan umumnya ada riwayat
peradangan kronik.
• Pilihan D  Entropion spastik diakibatkan
penarikan oleh muskulus orbicularis oculi.
• Pilihan E  Entropion kongenital akan dialami
sejak lahir akibat disgenesis retractor palpebra
inferior.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470352/

Entropion
• Merupakan pelipatan palpebra ke arah dalam
• Penyebab: infeksi (ditandai dengan adanya jaringan parut), faktor usia,
kongenital
• “There are four types of entropion: congenital, involutional, acute spastic,
and cicatricial. Lower eyelids are often involutional while the upper
eyelid is cicatricial”
• Klasifikasi
– Enteropion involusional
• yang paling sering dan terjadi akibat proses penuaan
• Mengenai palpebra inferior, karena kelemahan otot palpebra
– Enteropion sikatrikal
• Mengenai palpebral inferior/ superior
• Akibat jaringan parut tarsal
• Biasanya akibat peradangan kronik seperti trakoma
– Enteropion congenital
• Terjadi disgenesis retraktor kelopak mata bawa  palpebra tertarik ke dalam
– Enteropion spastik akut
• Terjadi penutupan kelopak mata secara spastik  terjadi penarikan oleh m.orbikularis
okuli  entropion
69
• Pasien laki-laki, keluhan sulit melihat saat pencahayaan redup sejak 4
bulan, sulit mengendarai kendaraan ketika malam hari
• Tidak memiliki keluhan penglihatan saat suasana terang/siang hari.
• Riwayat operasi reseksi usus sekitar 2 tahun yang lalu.
• Visus: 6/7 bilateral
• Pada konjungtiva ditemukan adanya bintik keputihan, soliter dengan
jarak sekitar 5 mm dari limbus.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  XEROFTALMIA
JAWABAN:
C. DEFISIENSI VITAMIN A
• Pada pasien kasus diatas dengan keluhan
sulit melihat saat cahaya redup/malam hari,
lalu keluhan hilang saat suasana terang
(rabun senja), disertai adanya bintik putih
soliter 5 mm dari limbu (bitot spot), bisa
arahkan pada kondisi xerophthalmia.
• Kondisi ini diakibatkan oleh defisiensi
vitamin A.
• Pada pasien umumnya akibat operasi
reseksi usus yang dilakukan sebabkan
malabsorbsi salah satunya vitamin A.
• Pilihan B  retinitis pigmentosa bisa juga
sebabkan sulit melihat di malam hari, namun
biasanya sebabkan juga gangguan penglihatan
perifer (tunnel vision), hingga gangguan melihat
warna berbeda, maupun kondisi hilangnya
penglihatan sentral.
Defisiensi vitamin A
• Vitamin A meliputi retinol, retinil ester, retinal dan asam
retinoat. Provitamin A adalah semua karotenoid yang memiliki
aktivitas biologi β-karoten
• Fungsi: penglihatan, diferensiasi sel, keratinisasi, kornifikasi,
metabolisme tulang, perkembangan plasenta, pertumbuhan,
spermatogenesis, pembentukan mukus
• Konjungtiva normalnya memiliki sel goblet. Hilangnya/
berkurangnya sel goblet secara drastis bisa ditemukan pada
xerosis konjungtiva.
• Gejala defisiensi:
– Okular (xeroftalmia): rabun senja, xerosis konjungtiva &
kornea, keratomalasia, bercak Bitot, hiperkeratosis
folikular, fotofobia
– Retardasi mental, gangguan pertumbuhan, anemia,
hiperkeratosis folikular di kulit

Kliegman RM. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011


Xerophthalmia (Xo)
Stadium :
XN : night blindness (hemeralopia)
X1A : xerosis conjunctiva
X1B : xerosis conjunctiva (with bitot’s spot)
X2 : xerosis cornea
X3A : Ulcus cornea < 1/3
X3B : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea
XS : Corneal scar
XF : Xeroftalmia fundus
Xeroftalmia
XN. NIGHT BLINDNESS
• Vitamin A deficiency can interfere with rhodopsin
production, impair rod function, and result in
night blindness.
• Night blindness is generally the earliest
manifestation of vitamin A deficiency.
• “chicken eyes” (chickens lack rods and are thus
night-blind)
• Night blindness responds rapidly, usually within
24—48 hours, to vitamin A therapy
X1A, X1B. CONJUNCTIVAL
XEROSIS AND BITOT’S SPOT
• The epithelium of the • Conjunctival xerosis first
conjunctiva in vitamin A appears billateraly, in the
deficiency is transformed temporal quadrant, as an
from the normal columnar isolated oval or triangular
to the stratified squamous, patch adjacent to the
with loss of goblet cells, limbus in the interpalpebral
formation of a granular cell fissure.
layer, and keratinization of
the surface.
• Clinically, these changes are
expressed as marked
dryness or unwettability,
the affected area appears
roughened, with fine
droplets or bubbles on the
surface.
X1A, X1B. CONJUNCTIVAL
XEROSIS AND BITOT’S SPOT
• In some individuals, keratin • Conjunctival xerosis and
and saprophytic bacilli Bitot’s spots begin to
accumulate on the xerotic resolve within 2—5 days,
surface, giving it a foamy or most will disappear within 2
cheesy appearance, known weeks.
as Bitot’s spots and they’re
easily wiped off)
• Generalized conjunctival
xerosis, involving the
inferior and/or superior
quadrants, suggests
advanced vitamin A
deficiency.
Defisiensi vitamin A setelah reseksi usus
Low serum levels of fat-
soluble vitamins (vitamin
A, K and E) have been
found to occur after
malabsorptive procedures
(BPD and long limb RYGB).
The incidence of vitamin A
deficiency was 61%-69%
at 2-4 year after BPD, with
or without duodenal
switch. Clinical
manifestation of vitamin A
deficits are night
blindness, xerophthalmia
and dry hair.
70
• Anak 10 tahun keluhan mata merah berair dan gatal sejak 5 hari yang
lalu, memberat pada siang hari.
• Riwayat atopi pada keluarga.
• Pemeriksaan fisik: visus ODS 6/6, edema palpebra ODS (+). Pada
konjungtiva palpebra superior ODS tampak hiperemis dan ditemukan
giant papilare menyerupai cobble stone.
• Konjungtiva bulbi ODS tampak adanya injeksi konjungtiva (+), kornea
jernih.

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  KONJUNGTIVITIS VERNAL
JAWABAN:
D. SODIUM KROMOLIN 4%
• Kasus anak keluhan mata merah berair dan gatal
disertai riwayat atopi keluarga, keluhan memberat
pada waktu tertentu, serta konjungtiva palpebra
dan bulbi yang hiperemis, dapat mengarahkan pada
kondisi konjungtivitis alergi. Sangat mungkin
disebabkan oleh konjungtivitis vernal mengingat
ditemukannya giant papilare menyerupai cobble
stone.
• Pada konjungtivitis vernal, maka penanganan paling
tepat adalah pemberian mast cell stabilizer seperti
sodium kromolin.Pemberian soidum kromolin 4%
yang merupakan mast cell stabilitator bisa diberikan
bersama antihistamin topical.
• Pilihan A  Artificial tears bukan sebagai terapi
utama atasi penyebab, namun sebagai basic eye
care saja.
• Pilihan C  Steroid topical baru diberikan bila
gagal dengan terapi antihistamin+mastcell
stabilizer atau kasus refrakter.
• Pilihan E  Sementara siklosporin biasanya
digunakan untuk kasus berat dan tidak
responsive dengan pengobatan lainnya di
penanganan jangka panjang.
Etiologi Diagnosis Karakteristik
Viral Konjungtivitis folikuler Merah, berair mata, sekret minimal, folikel sangat
akut mencolok di kedua konjungtiva tarsal
Klamidia Trachoma Seringnya pd anak, folikel dan papil pd konjungtiva
tarsal superior disertai parut, perluasan pembuluh
darah ke limbus atas
Konjungtivitis inklusi Mata merah, sekret mukopurulen (pagi hari), papil
dan folikel pada kedua konjungtiva tarsal (terutama
inferior)
Alergi/hiper- Konjungtivitis Sangat gatal, sekret berserat-serat, cobblestone pd
sensitivitas vernalis konjungtiva tarsal superior, horner-trantas dots
(limbus)
Konjungtivitis atopik Sensasi terbakar, sekret berlendir, konjungtiva
putih spt susu, papil halus pada konjungtiva tarsal
inferior
Konjungtivitis Reaksi hipersensitif tersering akibat protein TB,
fliktenularis nodul keabuan di limbus atau konjungtiva bulbi,
mata merah dan berair mata
Autoimun Keratokonjungtivitis sicca Akibat kurangnya film air mata, tes shcirmer
abnormal, konjungtiva bulbi hiperemia, sekret
mukoid, semakin sakit menjelang malam dan
berkurang pagi
KONJUNGTIVITIS VERNAL
• Nama lain:
– spring catarrh/seasonal conjunctivitis/warm weather conjunctivitis
– Disebut vernal karena exaserbasi paling sering pada musim semi
(spring)
• Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit diidentifikasi)
• Epidemiologi:
– Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10 tahun sejak
awitan
– Laki-laki > perempuan
– Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah
– Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir tidak ada)
– Terkait dengan manifestasi atopi lainnya seperti asma dan rinitis alergi
pada setengah kasus

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.


• Gejala & tanda:
– Rasa gatal yang hebat, dapat
disertai fotofobia
– Sekret ropy
– Riwayat alergi pada RPD/RPK
– Tampilan seperti susu pada
konjungtiva
– Gambaran cobblestone
(papila raksasa berpermukaan
rata pada konjungtiva tarsal)
– Tanda Maxwell-Lyons (sekret
menyerupai benang &
pseudomembran fibrinosa
halus pada tarsal atas, pada • Komplikasi:
pajanan thdp panas) • Blefaritis & konjungtivitis
– Bercak Trantas (bercak stafilokokus
keputihan pada limbus saat
fase aktif penyakit)
– Dapat terjadi ulkus kornea
superfisial
Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.
Uptodate

Tatalaksana Konjuntivitis Vernal


• Dual acting agents  Topical antihistamine + mast cell stabilizers
(1st line)
– Bila tidak bisa, alternative bisa berikan kombinasi terpisah mast cell
stabilizer dan antihistamin topical, atau mast cell stabilizer saja (dual
agents lebih efektif)
– Topical antihistamine tidak digunakan sendiri sebagai monoterapi
– Contoh dual acting agents: ketotifen fumarate, oloptadine
– Contoh mast cell stabilizer saja: soidum cromolyn, lodoxamin,
nedocromil sodium
• Kortikosteroid topical
– Dibawah pengawasan SpM, bila tidak respon 2-3 minggu dengan
terapi inisial/refrakter
• Allergy immunotherapy bila tidak respon dengan 2 cara diatas
• Basic eye care dan hindari pencetus
– Hindari pemicu, jangan mengucek mata, artificial tears, kompres
dingin
• Additional: NSAIDs, antihistamine oral, calcineurin inhibitor
NEUROLOGI
71
• Perempuan 26 thn dengan keluhan mulut mencong sejak
bangun tidur
• Sebelumnya pada malam hari, pasien mengaku dibonceng
naik sepeda motor
• PF: dijumpai sudut mulut jatuh ke kiri, mata kiri tidak
dapat tertutup sempurna dan kerut kening tidak simetris
SARAF YG MENGALAMI GANGGUAN…
DIAGNOSIS BELL’S PALSY
JAWABAN:
C. NERVUS FACIALIS PERIFER
• Diagnosis Bell’s Palsy ditegakkan atas dasar:
– Adanya keluhan mulut mencong sejak bangun
tidur
– Terdapat riwayat, sebelumnya pada malam
hari, pasien mengaku dibonceng naik sepeda
motor
– PF: dijumpai sudut mulut jatuh ke kiri, mata kiri
tidak dapat tertutup sempurna dan kerut
kening tidak simetris
• Saraf yang mengalami gangguan pada kasus
ini adalah Nervus Facialis Perifer.
• Nervus trigeminus perifer  berperan sebagai
jaras aferen/ sensorik wajah.
• Nervus trigeminus sentral  susunan neuron di
batang otak yang menerima rangsang sensorik dari
area wajah.
• Nervus facialis sentral  salah satunya dapat
dijumpai pada kasus stroke, pasien tidak dapat
menggerakan satu sisi otot wajah setinggi pipi ke
bawah.
• Nervus labialis  merupakan cabang dari N.
Trogeminus, berperan sebagai jaras aferen/
sensorik.
Bell’s Palsy

• Selain itu, yang banyak diperdebatkan adalah


iritasi terus-menerus dalam durasi yang cukup
lama menyebabkan pembengkakan nervus
fasialis sehingga terjepit diduga juga sebagai
penyebab Bell’s palsy
Bell’s palsy
• Klinis
• Pemeriksan fisik:
– Paralisis N VII (facialis) tipe LMN, menyebabkan
kelemahan satu sisi wajah (atas dan bawah) 
lipatan datar di dahi dan lipatan nasolabial pada
sisi lumpuh
– Diminta tersenyum  distorsi dan lateralisasi
pada sisi berlawanan dengan yang lumpuh. Saat
diminta angkat alis  sisi dahi tampak datar

Sumber: .
PPK neurologi 2017
• Antiviral efektifitas kurang
bila dibandingkan
steroidtidak disarankan
sebagai monoterapi
• Evaluasi 2 minggu dan 4
minggu
• Rujuk bila tidak ada
perbaikan atau kekambuhan
atau komplikasi
72
• Perempuan 60 thn dengan keluhan nyeri pada pinggang
kiri yang menjalar hingga ke kaki kiri sejak 1 minggu yang
lalu
• Nyeri bertambah jika mengangkat beban berat, berkurang
jika istirahat
• PF: tes lasegue (+), Patrick (-), Contra Patrick (-).
DIAGNOSIS...
DIAGNOSIS  HNP
JAWABAN:
A. HNP
• Pasien mengeluhkan nyeri pinggang yang
menjalar hingga kaki. Nyeri memberat saat
mengangkat beban berat dan berkurang
saat istirahat. Pada pemeriksaan
didapatkan tes lasegue (+), patrick test (-),
dan contrapatrick test (-).
• Dari pilihan jawaban yang ada diagnosis
yang paling mungkin adalah HNP.
• Spondilosis: degenerasi pada sendi tulang belakang.
• Spondilolisthesis: pergeseran vertebra kedepan terhadap
segment yang lebih rendah, yang biasa terjadi pada lumbal
vertebra ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada pars
interartikularis.
• Spondilolitis: peradangan pada vertebrae.
• Spondilosis, spondilolisthesis, dan spondilolitis ditegakan
dengan X-Ray.
• Spondilitis TB: inflamasi pada vertebrae yang disebabkan oleh
infeksi TB. Gejala khas adalah adanya gibbus yang teraba pada
vertebrae.
Hernia Nukleus Pulposus
• Keluarnya nucleus
pulposus dari discus
melalui robekan annulus
fibrosus
– Keluar ke belakang/dorsal 
menekan medulla spinalis
– Mengarah ke dorsolateral 
menekan saraf spinalis
• Common causes:
– Heavy lifting
– Trauma
– Poor sitting posture
– Frequent bending forward
– Degenerative
Gejala Klinis
• Adanya nyeri di pinggang bagian bawah yang menjalar ke
bawah (mulai dari bokong, paha bagian belakang, tungkai
bawah bagian atas). Dikarenakan mengikuti jalannya N.
Ischiadicus yang mempersarafi kaki bagian belakang.
1. Nyeri mulai dari pantat, menjalar kebagian belakang lutut,
kemudian ke tungkai bawah. (sifat nyeri radikuler).
2. Nyeri semakin hebat bila penderita mengejan, batuk,
mengangkat barang berat.
3. Nyeri bertambah bila ditekan antara daerah disebelah L5 – S1
(garis antara dua krista iliaka).
4. Nyeri Spontan, sifat nyeri adalah khas, yaitu dari posisi
berbaring ke duduk nyeri bertambah hebat. Sedangkan bila
berbaring nyeri berkurang atauhilang.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Pemeriksaan
• Motoris
– Gaya jalan yang khas, membungkuk dan miring ke sisi tungkai yang nyeri dengan fleksi di sendi panggul
dan lutut, serta kaki yang berjingkat.
– Motilitas tulang belakang lumbal yang terbatas.
• Sensoris
– Lipatan bokong sisi yang sakit lebih rendah dari sisi yang sehat.
– Skoliosis dengan konkavitas ke sisi tungkai yang nyeri, sifat sementara.

Tes-tes Khusus
1. Tes Laseque (Straight Leg Raising Test = SLRT)
– Tungkai penderita diangkat secara perlahan tanpa fleksi di lutut sampai sudut 90°.
2. Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque. Caranya sama seperti tes
laseque dengan ditambah dorsofleksi kaki.
3. Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi ibu jari kaki.
4. Gangguan sensibilitas, pada bagian lateral jari ke 5 (S1), atau bagian medial dari ibu jari
kaki (L5).
5. Gangguan motoris, penderita tidak dapat dorsofleksi, terutama ibu jari kaki (L5), atau
plantarfleksi (S1).
6. Tes dorsofleksi : penderita jalan diatas tumit
7. Tes plantarfleksi : penderita jalan diatas jari kaki
8. Kadang-kadang terdapat gangguan autonom, yaitu retensi urine, merupakan indikasi
untuk segera operasi.
9. Kadang-kadang terdapat anestesia di perineum, juga merupakan indikasi untuk operasi.
Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.
Lasegue’s Test (Straight Leg Raising
Test)
• Prosdur: pasien supine.
Fleksikan sendi pinggul pasien
dengan lutut tertekuk. Jaga
pinggul tetap dalam keadaan
fleksi, kemudian ekstensikan
tungkai bawah.
• Tes positif: radikulopati sciatik
(+), jika:
– Nyeri tidak ada pada
kondisi pinggul dan lutut
fleksi.
– Nyeri muncul saat pinggul
fleksi, dan kemudian lutut
diekstensikan.
Straight Leg Raising Test

http://www.healingartscenter.info/wp-content/uploads/2010/01
Bragard’s Test
• Prosedur: pasien supine. Kaki
pasien lurus kemudian elevasi
hingga titik dimana rasa nyeri
dirasakan. Turunkan 5o dan
dorsofleksi kaki.
• Positive Test: nyeri akibat traksi
nervus sciatik.
– Nyeri dengan dorsiflexion 0° to
35° – extradural sciatic nerve
irritation.
– Nyeri dengan dorsiflexion from
35° – 70° – intradural problem
(usually IVD lesion).
– Nyeri tumpul paha posterior -
tight hamstring.
Sicard's Sign
• If the SLR is positive, lower the leg to just below the point of
pain and quickly dorsiflex the great toe.
• Mempertajam hasil lasegue test, interpretasi sama dengan
lasegue.
Valsalva Maneuver
• Increases intrathecal
pressure.
• Aggravates pain caused
by pressure on cord or
roots.
Naffziger’s Test
• Penderita dalam posisi
tegak dilakukan
penekanan pada vena
jugularis dan meminta
pasien mengejan,
positif bila terasa nyeri
radikular pada radiks
saraf yang sakit.
• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test
– Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka.
– Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua
sendi tersebut.

Patrick Test Contra-patrick Test


73
• Laki-laki 20 thn jatuh dari motor dengan
bertumpu pada lengan kanan
• Saat ini pasien lumpuh pada lengan kanan atas
dan bawah

LETAK LESI…
DIAGNOSIS  BRACHIAL PLEXUS PALSY
JAWABAN:
D. PLEXUS BRACHIALIS
• Pasien terjatuh dari motor dan mengalami
kelumpuhan kedua lengan atas dan
bawah.
• Saraf yang paling mungkin mengalami
kelumpuhan adalah plexus brachialis.
• N. medianus  Ape thumb/ monkey hand.
• N. radialis  drop hand.
• N. ulnaris  claw hand.
• Lumbosacral  pasien akan mengalami
gangguan neurologis setinggi pinggang ke
bawah.
Plexus Brachialis
• It is a network of nerves passing through the cervico-axillary
canal to reach axilla and innervates brachium (upper arm),
antebrachium (forearm) and hand.
• Brachial plexus is a somatic nerve plexus formed by the union
of anterior rami of C5,C6,C7,C8 and T1.
• The formation of brachial plexus begins just distal to the
scalenus muscles.

Function:
• The brachial plexus is responsible for cutaneous and muscular
innervation of the entire upper limb, with two exceptions:
– the trapezius muscle innervated by the spinal accessory nerve (CN
XI) and
– an area of skin near the axilla innervated by the intercostobrachial
nerve.
Epidemiology
• In most large series, motorcycle accidents are the most common
cause 70%.
• In 20% cases a/w rupture of subclavian or axillary artery.
• Spinal cord injury is reported in 2% - 5% cases.

COMMON ASSOCIATED INJURIES


• Fractures of the proximal humerus
• Scapula fractures
• Rib fractures
• Clavicle fractures
• Fracture of the transverse process of cervical vertebrae
• Dislocations of the shoulder, acromioclavicular and sternoclavicular
joints
Mechanisms of
Injury to the Brachial Plexus
A. Traction: direct blow to the
shoulder with the neck
laterally flexed toward the
unaffected shoulder
(gymnast falls on beam)
B. Direct trauma: direct blow to
the supraclavicular fossa over
Erb’s point.
C. Compression: Occurs when
the neck is flexed laterally
toward the patient’s affected
shoulder, compressing /
irritating the nerves,
resulting in point tenderness
over involved vertebrae of
affected nerve(s).
Classification on anatomical location
of injury:
• Upper plexus palsy (Erb’s Palsy)
– involves C5-C6 (+/-C7roots)
• Lower plexus palsy (Klumpke’s palsy)
– involves C8-T1 roots (and sometimes also C7)
• Total plexus lesions involve all nerve roots
C5-T1
– complete injury of Brachial Plexus
– symptoms: mix of both upper and lower plexus.
Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy
• Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and
extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”)
• Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral
rotators of shoulder and flexors & supinators of elbow
• Loss of sensation to lateral aspect of UE
• More common; better prognosis

Bayne & Costas


(1990)

Netter 1997
Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy
• Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy
• Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the
muscles working the hand: “claw hand”
• Loss of sensation to medial aspect of UE
• Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome
• Much rarer (1%) but poorer prognosis

“claw
hand”

2006 Moore & Dalley COA

Netter 1997
Total Brachial Plexus Injury
• Complete paralysis of
the shoulder, arm, and
hand, lack of sensation,
and circulatory
problems due to
damage of all brachial
plexus nerve roots.
• If there is bilateral
paralysis, spinal injury
sgould be suspected.
74
• Perempuan 20 thn, dengan keluhan nyeri pada wajah
sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu
• Nyeri panas dan terbakar
• Nyeri ini timbul ketika pasien disentuh daerah pipi dan
dagu serta ketika pasien menggosok gigi
• Pada pemeriksaan neuro dalam batas normal
DIAGNOSIS...
DIAGNOSIS  NEURALGIA TRIGEMINAL
JAWABAN:
A. ALODINIA
• Pasien dengan keluhan nyeri pada wajah
sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu.
Wajah terasa panas dan terbakar saat
daerah pipi disentuh atau saat sikat gigi.
• Diagnosis yang sesuai adalah neuralgia
trigeminal dan yang dialami pasien adalah
alodinia, yakni rangsang nyeri yang muncul
saat diberikan rangsangan yang normalnya
tidak menimbulkan nyeri, seperti raba atau
sentuhan.
• Anestesia  pasien tidak dapat merasakan rasa
nyeri.
• Hipostesia  respon pasien terhadap suatu
rangsangan sensorik berkurang.
• Parastesia  rasa tidak nyaman berupa
kesemutan.
• Hiperalgesia  saat diberikan rangsang nyeri
(mis: tusukan jarum), pasien merespon nyeri
tersebut secara berlebihan, sehingga nyeri
terasa lebih berat.
Neuralgia Trigeminal (Tic Douloureux)
75
• Perempuan 55 thn, dengan keluhan baal di kedua kaki
sejak 1 bulan yang lalu
• Pasien memiliki riwayat kencing manis sejak 5 tahun yang
lalu
• Pemeriksaan neurologi hipestesi stoking gloves kaki kanan
dan kiri
PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  NEUROPATI DM
JAWABAN:
B. EMG
• Pasien 55 tahun dengan riwayat DM sejak 5
tahun yang lalu, mengeluhkan baal di kedua
kaki sejak 1 bulan.
• Pemeriksaan status neurologis didapatkan
hipestesi pada kedua pedis.
• Diagnosis yang sesuai pada kasus ini adalah
neuropati DM.
• Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
menunjang diagnosis tersebut EMG.
• Fungsi dari EMG antara lain: lokalisasi lesi,
spesifik diagnostik Informasi, keparahan dari
lesi, dan evaluasi pengobatan
• MRI  dapat mengetahui derajat kerusakan
saraf yang dialami pasien, namun EMG memiliki
fungsi yang lebih komprehensif.
• EEG  digunakan untuk diagnosis kejang dan
epilepsi.
• CT Scan  kurang sensitif untuk mendeteksi
kerusakan saraf.
• HbA1C  untuk evaluasi dan prognosis
komplikasi DM secara umum.
Neuropati Diabetikum
• Neuropati diabetikum merupakan komplikasi yang paling sering
pada diabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari pasien dengan DM
tipe 1 dan tipe 2.
• Neuropati diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda
disfungsi pada saraf perifer pada penderita diabetes mellitus
setelah penyebablainnya disingkirkan.
• Neuropati perifer simetrik yang mengenai systemsaraf motorik
serta sensorik ekstremitas bawah yang disebabkan oleh
jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson saraf.
• Neuropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual yang
bersifat fokal (mononeuropati diabetik) paling besar
kemungkinannya disebabkan olehmakroangiopati
Faktor Resiko

• Hiperglikemia
• Kerusakan pembuluh darah
• Dislipidemia
• Hipertensi
• Penyakit kardiovaskular
• Gaya hidup

612
Klasifikasi Diabetic Neuropathy

• Peripheral simetric distal polyneuropathy


(sensoric >> motoric)

• Autonomic neuropathy

• Asymetric Mononeuropathy/ Mononeuropathy


(motoric >> sensoric)

613
614
Symmetric Polyneuropathy
• Bentuk paling lazim dari diabetic neuropathy
• Mengenai ekstremitas bawah distal dan
tangan (“stocking-glove” sensory loss)
• Gejala/tanda
– Nyeri, rasa terbakar pada feet, leg, hand, arm
– Numbness
– Tingling
– Paresthesia

615
DOC
76
• Laki-laki 20 thn, terjatuh saat naik pohon kelapa
1 jam yang lalu
• PF: didapatkan rangsang propioseptif normal
disertai dengan parestesi, kekuatan ekstremitas
atas 2/2/2/2, bawah 4/4/4/4
DIAGNOSIS...
DIAGNOSIS  CENTRAL CORD SYNDROME
JAWABAN:
C. CENTRAL CORD SYNDROME
• Pasien ini kemungkinan mengalami Central cord
syndrome karena:
– kekuatan ekstremitas atas 2/2/2/2, bawah 4/4/4/4
– rangsang propioseptif normal disertai dengan parestesi
• Central cord syndrome  Defisit neurologis
motoric dan sensorik, namun gejala pada
ekstrimitas atas lebih berat dibandingkan
ekstrimitas bawah.
• Mekanisme traum yang paling sering terjadi adalah
hiper-ekstensi cervical.
• Ekstrimitas atas dapat mengalami kelumpuhan
motoric tipe LMN disertai hilangnya rangsang suhu
dan nyeri, sedangkan ekstrimitas bawah mengalami
kelumpuhan motoric tipe UMN dengan deficit
sensorik yang lebih ringan.
• Brown-Séquard’s syndrome (BSS) terjadi
karena hemisection dari medulla spinalis akibat trauma
tembus (baik karena pisau maupun luka tembak) atau fraktur
tulang belakang
– parase motorik ipsilateral dibawah lesi, hilangnya fungsi sensorik
untuk nyeri, temperatur, dan raba pada kontralateral dari lesi, dan
hilangnya fungsi proprioseptif ipsilateral dari lesi.
• Anterior cord syndrome paralisis bilateral setinggi lesi
disertai hilangnya fungsi sensorik nyeri, suhu, serta bladder
dysfunction
– Namun pasien masih dapat merasakan fungsi proproseptif, raba,
dan tekanan.
• Posterior cord syndrome  hilangnya rangsang proprioseptif,
raba, dan tekanan setinggi lesi ke bawah.
• Cauda equina syndrome (ECS) adanya disfungsi miksi dini
dan saddle-type anesthesia, kelemahan flaccid ekstremitas
bawah yang simetris, nyeri hebat
Klasifikasi Trauma Medula Spinalis
• Berdasarkan tipe dan lokasi trauma:
– Komplit (Grade A)
• Unilevel
• Multilevel
– Inkomplit (Grade B, C, D, E)
• Cervico medullary syndrome
• Central cord syndrome
• Anterior cord syndrome
• Posterior cord syndrome
• Brown Sequard syndrome (Hemicord)
• Conus Medullary Syndrome
– Complete Cauda Equina Injury (Grade A)
– Incomplete Cauda Equina Injury (Grade B, C, D)
Chin LS. Spinal Cord injuries. Emedicine. 2018.
PERDOSKI. Konsensus nasional penanganan trauma kapitis dan trauma spinal. 2006.
Tipe-tipe
cedera
spinal

www.apparelyzed.com
Sci.Rutgers.edu
Central Cord Syndrome
• Paresis lengan > tungkai
• Otot distal > proksimal
• Gangguan sensorik bervariasi
• sembuh spontan

Sacral
sparing
GEJALA KLINIK
• Anterior Cord Syndrome
– Paralisis komplit yang
mendadak dengan
hiperestesia pada tingkat
lesi, dibawah lesi ada rasa
raba, merupakan kasus
yang harus dintervensi
operasi secara dini.
• Posterior cord syndrome
– Jarang ada, kelemahan dr
batas lesi kebawah
Gangguan proprioseptik
Brown-Sequard Syndrome
• Kausa tersering  trauma tembus,
kompresi ekstrinsik
• Gejala&Tanda:
– Gangguan ipsilateral: Motorik,
proprioseptif (raba&tekan)
– Gangguan kontralateral: eksteroseptif
(nyeri&suhu)
Conus Medullaris Syndrome Cauda Equina Syndrome

Vertebral level: L1-L2 Vertebral level: L2-sakrum


Spinal level: Segmen sacral Spinal level: Lumbosacral
cord and roots nerve roots
Tiba-tiba Gradual
Bilateral Unilateral

Nyeri radikuler tidak parah Nyeri radikuler lebih parah


LBP nyeri Jarang LBP

Motorik: simetris, paresis Motorik: paraplegia arefleks


hiperrefleks distal tungkai asimetris lebih dominan,
bawah tidak begitu dominan, atrofi, tanpa fasikulasi
fasikulasi Refleks: lutut dan ankle jerks
Refleks: hanya ankle jerks
Sensori: localized numbness Sensori: localized numbness
perianal, simetris, bilateral “saddle area”, asimetris,
unilateral
Disfungsi berupa inkontinensia Disfungsi sfingter muncul
sfingter urin dan feses di awal belakangan
Impotensi (+) Impotensi jarang
Trauma Medula Spinalis
77
• Laki-laki 60 thn, dengan keluhan lemas anggota gerak
sebelah kanan sejak 1 jam yang lalu
• Pasien compos mentis, TD 160/80 mmHg, nadi 80x/ menit,
laju napas 20x/ menit, dan suhu afebris
• Pemeriksaan status neurologis di IGD dalam batas normal

DIAGNOSIS...
DIAGNOSIS  TIA
JAWABAN:
A. TIA
• Laki-laki 60 tahun, datang dengan keluhan
anggota gerak sisi sebelah kanan
mengalami kelumpuhan 1 jam yang lalu.
Didapatkan hipertensi.
• Namun pada pemeriksaan di RS tidak
ditemukan defisit neurologis.
• Diagnosis yang paling mungkin pada kasus
ini adalah TIA.
• Stroke hemoragik dan iskemik: gejala defisit
neurologis akan menetap, dan diagnosis
ditegakan dengan CT Scan kepala.
• Perdarahan epidural: gejala khas adalah adanya
interval lucid. Hasil CT Scan: Gambaran
Biconvex Hiperdens.
• Perdarahan subdural: terjadi akibat robekan
pada bridging vein. CT Scan kepala didapatkan
hasil crescent shape hyperdens
Stroke Iskemik -- Infark
• Saat serangan stroke 
terjadi kerusakan sel otak di
daerah tertentu segera.
• Daerah yang rusak tersebut
dinamakan infark.
• Kerusakan akan terjadi
beberapa menit – jam
setelah serangan terjadi.
• Penumbra:
• Area dimana masih ada aliran
darah namun tidak mencapai
batas optimal.
• Berpotensi untuk menjadi
infark.
• Merupakan target
penanganan fase akut.
63
635
Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012)
• Transient Ischemic Attack (TIA)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan
menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.
• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
• defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung
lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.
• Stroke in Evolution (Progressing Stroke)
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai
maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.
• Stroke in ResolutionStroke in resolution:
• deficit neurologik fokal akut karena
gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan
dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.
• Completed Stroke (infark serebri):
• defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak
yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi
Manajemen TIA
• Tujuan tatalaksana TIA adalah untuk menurunkan
angka kejadian stroke setelah adanya serangan TIA.
• Tatalaksana TIA
– Modifikasi faktor risiko: tekanan darah tinggi, diabetes
mellitus, kolesterol, merokok, alkohol, konsumsi garam dan
lemak, dan aktifitas fisik.
– Antiplatelet:
• Rekomendasi Aspirin (50-325mg/ day) monoterapi atau dapat
diberikan kombinasi Aspirin 25 mg dan Dipyridamol 20mmg twice
daily. Terapi antiplatelet dapat diberikan selama 1 tahun.
• ABCD2 Score untuk menilai risiko terjadinya stroke
pasca TIA.
https://www.ahajournals.org/doi/pdf/10.1161/STR.0000000000000024
78
• Laki-laki 39 thn dengan keluhan sakit kepala sejak 5 hari yang
lalu, keluhan disertai mual dan sakit kepala berputar hingga
terjatuh, keluhan sakit kepala berputar dirasakan sudah 3
bulan terakhir
• Pemeriksaan neurologis papil edema (+), nistagmus horizontal
(+), tes rebound (+), tanda tanda vital dalam batas normal
• Pemeriksaan radiologis di temukan massa/tumor

LETAK LESI…
DIAGNOSIS  CEREBELLUM TUMOR
JAWABAN:
C. CEREBELLUM
• Pusing berputar disertai mual  vertigo
• Papil edema (+)  ada kelainan sentral 
kemungkinan vertigo tipe sentral
• Nistagmus horizontal (+), tes rebond (+) 
kemungkinan berasal dari kelainan
serebelum
• Pemeriksaan radiologis ditemukan tumor
 tumor intracranial
• Kemungkinan lokasi tumor: cerebellum
• Korteks motorik  akan menyebabkan gangguan
motorik berupa hemiparesis/ paralisis N. VII.
• Lobus frontal  pasien memiliki gangguan dalam
mengambil keputusan, mengontrol emosi, dan
gangguan afasia motorik.
• Lobus oksipital  biasanya akan mengalami
gangguan penglihata berupa pandangan ganda/
hemianopsia.
• Tumor cerebellopontine angle dapat juga
menyebabkan vertigo namun disertai tinnitus dan
hilang kemampuan mendengar
CEREBELLUM TUMOR
• Tumor pada SSP dapat diklasifikasikan sebagai jinak atau ganas, dan dapat
ditemukan pada semua usia, terutama pada dewasa.
• Tumor cerebellum diketahui merupakan tumor SSP yang paling sering terjadi pada
anak, namun jarang pada dewasa.
• Tumor pada serebellum merupakan salah satu lesi yang berbahaya karena
menyebabkan kompresi pada serebelum dan batang otak, termasuk juga
menyebabkan obstruksi cairan CSF
• Gejala klinis bergantung pada ukuran, lokasi, dan usia.
• Pada neonatus pada umumnya berupa fetal distress, sedangkan pada bayi dapat
berupa gangguan pertumbuhan dan perkembangan serta muntah.
• Pada anak dapat ditemukan adanya hidrosefalus akibat adanya obstruksi pada
aliran CSF
• Sedangkan pada remaja dan dewasa gejala yang umum ditemukan adalah
peningkatan TIK berupa nyeri kepala, mual, muntah, dan papil edema, yang
kemudian dapat berlanjut menjadi hidrosefalus sekunder akibat obstruksi CSF.
• Temuan pemeriksaan fisik yang ditemukan adalah gait and truncal ataxia,
dysmetria, dan nystagmus

Huisman TAGM, Manto M. Handbook of Clinical Neurology, 2018


Cerebellum tumor vs cerebellopontine
angle
• Cerebellopontine angle (CPA) tumors merupakan tumor SSP yang
paling sering pada regio fossa posterior.
• Sebagian besar bersifat jinak, dengan gejala yang paling sering
ditemukan dapat berupa acoustic CPA tumor (vestibular
schwannomas) atau non-acoustic CPA tumor (meningioma)
• Acoustic CPA tumor merupakan tipe yang paling sering muncul, dan
memiliki gejala berupa hilang pendengaran, tinnitus, vertigo, nyeri
kepala, hipestesia wajah, dan diplopia
• Pada tumor cerebellum, ditemukan juga adanya vertigo, namun
tidak terdapat keterlibatan N VIII seperti pada tumor CPA (tinnitus
dan hearing loss)
• Pada tumor cerebellum yang mencolok adalah ditemukannya nyeri
kepala, mual, muntah, dan papil edema, dengan temuan
pemeriksaan fisik berupa gait and truncal ataxia, dysmetria, dan
nystagmus

Huisman TAGM, Manto M. Handbook of Clinical Neurology, 2018


79
• Anak laki-laki 8 thn dengan keluhan kejang,
sering berulang sejak 1 bulan yang lalu
• Pada saat kejang pasien tidak sadar, kemudian
kaku dan dilanjutkan dengan gerakan ritmik pada
kedua tangan dan kakinya
TIPE KEJANG…
DIAGNOSIS  KEJANG TONIK KLONIK
JAWABAN:
C. TONIK KLONIK
• Kejang dengan karakteristik kaku dan
gerakan ritmik pd kedua tangan dan kakinya
 kejang generalized tipe tonik klonik
• Tonik: karena diawali kaku pada awalnya
• Klonik: terdapat gerakan ritmik pada kedua
tangan dan kaki
• Klonik  kejang kelojotan, tangan dan kaki
meronta-ronta.
• Mioklonik  kedutan – kedutan involunter
pada otot atau sekelompok otot yang terjadi
secara mendadak.
• Kejang parsial simpleks  kejang terjadi hanya
pada sebagian anggota tubuh, pasien dalam
keadaan sadar.
• Kejang parsial kompleks  diawali dengan
kejang parsial sederhana, kemudian disertai
kesadaran pasien yang menurun.
Kejang
• Kejang merupakan perubahan fungsi otak
mendadak dan sementara sebagai dari
aktivitas neuronal yang abnormal dan
pelepasan listrik serebral yang berlebihan.
(Betz & Sowden,2002)
Manifestasi Klinik
1. Kejang parsial ( fokal, lokal )
a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat
mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
– Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi .
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
– Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan jtuh dari udara, parestesia.
– Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
– Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.
b) Parsial kompleks
– Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
– Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang –
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
– Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
– Durasi >30 detik,
– frekuensi tidak menentu
– Setelah kejang pasien tampak bingung/ pingsan
2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a) Kejang absens/Absans
– Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
– Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
– Awitan dan akhiran cepat, setelah kejang, kembali waspada dan konsentrasi penuh
– Dipicu oleh hiperventilasi
b) Kejang mioklonik
– Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak.
– Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron
dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
– Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
– Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c) Kejang tonik klonik
– Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang
tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
– Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
– Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
– Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d) Kejang atonik
– Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala
menunduk,atau jatuh ke tanah.
– Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
EEG
• Elektro Enselo Grafi (EEG) adalah suatu alat yang
mempelajari gambar dari rekaman aktifitas listrik
di otak, termasuk teknik perekaman EEG dan
interpretasinya.
• Pembacaan EEG oleh dokter dijadikan acuan
untuk tindakan dan penanganan selanjutnya
kepada pasien.
• Elektroensefalogram (EEG) dipakai untuk
membantu menetapkan jenis dan focus dan
kejang.
80
• Perempuan, 28 tahun, mengalami nyeri kepala sebelah kiri sejak 3 hari
lalu
• Nyeri kepala terasa berdenyut dan terkadang menjalar ke tengkuk,
disertai mual dan muntah sehingga mengganggu pekerjaan pasien
• Fotofobia dan fonofobia positif
• Sebelum nyeri kepala muncul pasien merasa melihat bintik bintik hitam
• Tanda vital dalam batas normal. Tidak ada kelainan sentral

DIAGNOSIS...
DIAGNOSIS  MIGRAIN DENGAN AURA
JAWABAN:
C. MIGRAIN DENGAN AURA
• Nyeri kepala sebelah kiri, berdenyut dan
menjalar ke tengkuk  migrain.
• Nyeri kepala disertai mual dan muntah
sehingga mengganggu pekerjaan pasien
migrain sedang-berat.
• Melihat bintik bintik hitam  aura
• Tidak ada kelainan sentral menunjukkan
nyeri kepala primer
• Diagnosis: migrain dengan aura
• Cluster headache  nyeri kepala sebelah terutama
area periorbital yang terjadi secara episodik,
disertai gejala autonom seperti mata merah berair
dan rhinorrea.
• Migrain tanpa aura  gejala migrain yang tidak
disertai aura sebelum serangan terjadi. Disebut
juga common migrain.
• Migrain opthalmoplegi  suatu kelainan yang
jarang terjadi, yakni adanya paralisis nervus
okulomotor rekurens yang menyertai serangan
migrain.
• Tension type headache  nyeri kepala bersifat
tegang/ seperti terikat, biasanya di area belakang
kepala, hingga tengkuk.
Migrain

Olesen J et al. The International Classification of Headache Disorders 3rd edition. International Headache Society . 2013
• Migren: nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali
unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan
depresi
• Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) :
• Gangguan neurobiologis
• Perubahan sensitivitas sistem saraf
• Avikasi sistem trigeminalvaskular
• Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1.

Faktor Predisposisi Trigger Factors Percentage


• Menstruasi biasa pada hari pertama Dietary trigger; Fasting the most 90%
menstruasi atau sebelumnya/ perubahan frequent
hormonal. Sleep problems 81%
• Puasa dan terlambat makan
• Makanan misalnya akohol, coklat, susu, Emotional stress 64%
keju dan buahbuahan. Hormonal factor; period, 53%
• Cahaya kilat atau berkelip menopause, etc
• Banyak tidur atau kurang tidur
Smells 36%
• Faktor herediter
• Faktor kepribadian Physical activity 13%
Sexual activity 2,5%

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18813707
Kriteria Diagnosis Migrain
Alur Tatalaksana Migrain Akut

Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011
Tatalaksana Migrain
A. Terapi abortif migrain:
a) Abortif non spesifik : analgetik, obat anti-inflamasi non
steroid (OAINS)
b) Abortif spesifik : triptan, dihidroergotamin, ergotamin,
diberikan jika analgetik atau OAINS tidak ada respon.
B. Terapi profilaksi migrain:
– Prinsip umum :
• Obat harus dititrasi perlahan sampai dosis efektif atau maksimum
untuk meminimalkan efek samping.
• Obat harus diberikan 6 sampai 8 minggu mengikuti dosis titrasi.
• Pilihan obat harus sesuai profil efek samping dan kondisi komorbid
pasien.
• Setelah 6-12 bulan profilaksi efektif, obat dihentikan secara
bertahap.
A. Terapi Abortif Migrain
No Golongan Obat Dosis Keterangan
1. Analgetik dan OAINS
a. Aspirin 500-1000mg per 4-6 jam LOE A
b. Ibuprofen 400-800mg per 6 jam LOE A
c. Paracetamol 500-1000mg per 6-8 jam LOE B
d. Diklofenak 50-100mg Sediaan Powder
2. Antimuntah Mengurangi mual / muntah &
a. Metoklopramid 10mg per oral meningkatkan pengosongan
b. Domperidon 10mg p.o atau 30mg supp lambung (LOE B)
3. Triptan
a. Sumatriptan 30mg LOE A
b. Eletriptan 40-80 mg LOE A
c. Rizatriptan 10 mg LOE A
4. Ergotamin Ergotamin tidak
direkomendasikan untuk
migrain akut (LOE A)

NB: LOE (Level of Evidence)


PPK Neurologis 2016
B. Terapi Profilaksis Migrain
Indikasi Terapi Profilaksis (The U.S. Headache Consortium’s)
• Diberikan pada orang yang memiliki KI atau intoleransi terhadap terapiabortif
• Nyeri kepala muncul lebih dari 2 hari/minggu
• Nyeri kepala yang berat dan mempengaruhi kualitas hidup (walau telah diberi terapi abortif)
• Gejala migrain jarang including hemiplegic migraine, basilar migraine, migraine with prolonged aura, or
migrainous infarction
• Terapi preventif jangka pendek pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu
tertentu, misalnya migren menstrual.
• Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respon pasien.
No Obat Dosis Keterangan
1. Beta bloker
a. Propanolol 80-240 per hari LOE A, terapi profilaksi lini pertama
b. Timolol 10-15mg; 2x/ hari LOE A, terapi profilaksis alternatif
c. Metoprolol 45-200mg per hari LOE A, terapi profilaksis alternatif
2. Antiepilepsi
a. Topiramat 25-200mg per hari LOE A, terapi migrain episodik
b. As. Valproat 400-1000mg per hari LOE A, terapi migrain episodik
3. Antidepresi
• Amitriptilin 10-75mg LOE B
4. OAINS
• Ibuprofen 2 x 200mg per hari LOE B NB: LOE (Level of Evidence)
PPK Neurologis 2016
Terapi Non Farmakologi
• Identifikasi dan menghindari pencetus
migrain
• Meditasi
• Latiham relaksasi
• Psikoterapi
81
• Perempuan 40 thn dengan keluhan pandangan
ganda
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil seperti
di gambar di slide berikut

DIAGNOSI DAN LETAK LESI…


DIAGNOSIS  HEMIANOPSIA BITEMPORAL
JAWABAN:
A. HEMIANOPSIA BITEMPORAL DAN CHIASMA OPTIKUM
• Pandangan ganda  bisa karena kelainan
kedudukan bola mata atau gangguan
neurologi pada jaras visual.
• Pada gambar tampak lapang pandang sisi
temporal kedua mata hilang, namun sisi
medial masih ada  hemianopsia
bitemporal
• Letak lesi untuk kelainan demikian terdapat
pada chiasma opticum
• Hemianopsia bitemporal dan nervus opticus  lesi
pada nervus opticus menghasilkan hemianopsia
homonim kontralateral.
• Hemianopsia bitemporal dan traktus opticus  lesi
pada tractus opticus juga menghasilkan
hemianopsia homonim kontralateral.
• Hemianopsia homonim kontralateral dan traktus
opticus  penjelasan tepat namun tidak sesuai
dengan gambar pada soal.
• Hemianopsia homonim kotralateral dan chiasma
opticum  lesi chiasma menghasilkan
hemianopsia bitemporal
Jaras Visual
Serat serat akson sel ganglion retina

N.Optikus foramen optikum

Traktus optikus Khiasma optikum

Badan Genikulatum

Lateral Radiasio optikus

Korteks visuil sekitar fissura Calcarina


82
• Pria, 65 tahun, dirawat di RS selama 2 minggu karena
serangan stroke
• Pasien mengalami serangan stroke yang ketiga dan
mengenai hemisfer kanan
• Pasien masih dapat bercerita secara runtun namun bicara
pelo dan air liur menetes
KONDISI PD PASIEN…
DIAGNOSIS  DISARTRIA
JAWABAN:
D. DISARTRIA
• Saat ini serangan stroke yang ketiga,
mengenai hemisfer kanan.
• Riwayat sebelumnya pasien pernah terkena
serangan stroke 2 kali yang mengenai
hemisfer kiri.
• Pasien masih dapat bercerita secara runtun
namun bicara pelo dan air liur menetes 
gangguan artikulasi disartria
• Afasia adalah gangguan kemampuan berbahasa.
Para penderita afasia dapat mengalami gangguan
berbicara, memahami sesuatu, membaca, menulis,
dan berhitung.
• Disfagia atau susah menelan adalah kondisi saat
tubuh memerlukan lebih banyak waktu dan usaha
untuk memindahkan makanan atau cairan dari
mulut ke lambung.
• Disfasia adalah gangguan perkembangan bahasa
yang tidak sesuai dengan perkembangan
kemampuan anak seharusnya.
• Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk
memulai atau menghentikan suatu gerak motorik
halus
DISARTRIA
• Disartria adalah gangguan artikulasi yang disebabkan oleh
kerusakan sistem saraf pusat yang secara langsung
mengontrol aktivitas otot-otot yang berperan dalam proses
artikulasi dalam pembentukan suara pengucapan.
• Menunjukkan gangguan di dalam pelaksanaan pola – pola
motorik wicara yang mengarah kepada kelumpuhan,
kelemahan, atau kesalahan dalam mengorganisasikan otot
– otot wicara.
• Disartria Ataksia berhubungan dengan kerusakan ada
system cerebellum.
Lesi pada bagian spesifik:
• Paralisis palatum – bicara sengau
• Lesi serebelum – biacara tidak
jelas (skrining irreguler)
• Lesi ekstrapiramidal – bicara
dengan nada monoton dan
lemah Kerusakan antara saraf
• Kerusakan kortikobulbar bilateral
– bicara lambat, menggerutu, otak V, VII, IX, X dan XII
“spastic”

Kerja sama gerak antar otot lidah, bibir, pita suara dan
otot-otot yang membuka dan menutup mulut bersimpang
siur, sehingga kelancaran kalimat dan konyinuitas kalimat
yang diucapkan sangat terganggu
Keterangan

Disfagia Disfagia biasanya merujuk kepada gangguan dalam


makan sebagai gangguan dari proses menelan.
Disfagia dapat mejadi ancaman yang serius
terhadap kesehatan seseorang karena adanya
resiko pneumonia aspirasi, malnutrisi, dehidrasi,
penurunan berat badan, dan sumbatan jalan napas.

Disfasia Disfasia adalah gangguan perkembangan bahasa


yang tidak sesuai dengan perkembangan
kemampuan usia seharusnya. (biasa pada anak-
anak).
Dismetria Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk
memulai atau menghentikan suatu gerak motorik
halus. Untuk menguji adanya suatu dismetria bisa
dilakukan beberapa pemeriksaan, salah satunya
adalah finger to nose test.
83
• Pasien dengan penurunan kesadaran
• Dua jam yang lalu pasien mengeluhkan nyeri kepala yang
sangat hebat
• PF: didapatkan TD 210/110 mmHg, pupil anisokor, kaku
kuduk, dan hemiparesis sinistra
• Dokter mendiagnosis perdarahan subarachnoid
GEJALA KHAS…
DIAGNOSIS  SAH
JAWABAN:
A. KAKU KUDUK
• Penurunan kesadaran disertai hipertensi, pupil
anisokor, dan hemiparesis sinistrakhas
perdarahan intracranial
• Penurunan kesadaran akut (2 jam) mendukung
ke arah perdarahan dan didiagnosis sebagai
perdarahan subarachnoid
• Gejala klinis perdarahan subarachnoid adalah:
– Thunderclap headache (nyeri kepala yang sangat
berat)
– Tanda rangsang meningeal positif
– Gambaran star sign pada CT Scan
• Pupil anisokor  tanda peningkatan TIK.
• Penurunan kesadaran  sangat banyak
etiologinya, mulai dari defisit neurologis,
gangguan metabolik, infeksi, dsb.
• Hemiparesis sinistra  menunjukkan adanya
lesi yang mengenai jaras motorik sentral.
• Lucid interval  gejala khas pada perdarahan
epidural (EDH)
Hematoma Subarakhnoid Traumatik
• Perdarahan di rongga subarakhnoid antara arakhnoid dan
piamater yang normalnya terisi CSF
• CT scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah girus-girus
serebri daerah yang berdekatan dengan hematom.
• Gejala dan tanda:
– Tanda rangsang meningeal +, ex: Kaku kuduk
– Muntah
– Nyeri kepala hebat tiba-tiba  thunderclap
– Penurunan kesadaran secara cepat
– Fotofobia
• Penyebab tersering malformasi arteri vena, aneurisma
Berry
• Penatalaksanaan :
– perawatan dengan medikamentosa dan tidak dilakukan operasi
Konsensus nasional penanganan trauma kapitis. PERDOSSI 2006.
Siddiq F. subarachnoid hemorrhage. Uptodate. 2018
ANEURYSM

6/12/2020© 2009, American Heart Association. All rights reserved.


CT Scan non-contrast showing blood in basal
cisterns (SAH) – so called “Star-Sign”

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery

6/12/2020© 2009, American Heart Association. All rights


reserved.
84
• Laki-laki, 65 thn, dengan keluhan kelemahan pada tangan dan
tungkai kiri sejak 2 jam yang lalu
• Keluhan di awali sejak bangun tidur dan disertai baal pada
wajah, tangan dan kaki kiri
• Riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu
• PF: TD 140/90, N 100x/menit, RR 20x/menit. Hemiparesis
sinistra, parese VII dan XII lesi UMN.

DIAGNOSIS...
DIAGNOSIS  STROKE INFARK TROMBUS
JAWABAN:
B. STROKE INFARK TROMBUS
• Kelemahan pada tangan dan tungkai kiri sejak 2 jam
yang laluhemiparesis sinistra
• Keluhan di awali sejak bangun tidur seringkali
menjadi gejala dari stroke iskemik tipe thrombosis
• Disertai baal pada wajah, tangan dan kaki
kiriparaesthesia
• Riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu faktor resiko
aterosklerosis.
• Hemiparesis sinistra, parese VII dan XII lesi UMN
lokasi lesi pada SSP.
• Stroke iskemik tipe trombosis terjadi saat tidur, saat
pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika
sirkulasi menurun.
• Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini bergantung
pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di
jaringan yang terkena dan berkaitan dengan lesi
aterosklerotik
• Stroke iskemik tipe emboli  disingkirkan karena
tidak adanya riwayat aritmia dan paresis berat yang
terjadi mendadak saat aktivitas.
• Stroke hemoragik  disingkirkan karena tidak
adanya TD yang tidak termasuk krisis dan tidak ada
penurunan kesadaran.
• Perdarahan Subarachnoid  ciri khas berupa
adanya nyeri kepala hebat, disertai tanda rangsang
meningeal yang positif, dan star sign pada CT Scan.
• Perdarahan intraventrikel  perdarahan pada
sistem ventrikel yang dapat diakibatkan oleh
adanya trauma atau perdarahan intrakranial.
Stroke
“Suatu sindroma klinis yang ditandai oleh
gangguan fungsi otak fokal maupun global
mendadak berlangsung lebih dari 24 jam,
mempunyai kecenderungan perburukan bahkan
kematian yang diakibatkan oleh satu-satunya
gangguan vaskuler”

Terminologi Baru memasukkan juga stroke spinal


69
690
Jenis Stroke
Stroke Hemoragik Stroke Iskemik

Lacunar small vessel


Intracerebral disease (25%)
hemorrhage (59%)

Atherothrombotic
disease (20%)

SAH (41%)
Embolism
(20%)

691 Cryptogenic (30%)


Albers GW et al. Chest. 1998;114:683S-
698S. 691
Rosamond WD et al. Stroke. 1999;30:736-
Stroke Iskemik -- Infark
• Saat serangan stroke 
terjadi kerusakan sel otak di
daerah tertentu segera.
• Daerah yang rusak tersebut
dinamakan infark.
• Kerusakan akan terjadi
beberapa menit – jam
setelah serangan terjadi.
• Penumbra:
• Area dimana masih ada aliran
darah namun tidak mencapai
batas optimal.
• Berpotensi untuk menjadi
infark.
• Merupakan target
penanganan fase akut.
69
692
Gejala Stroke

69
693
Gejala Stroke
• Kelumpuhan mendadak wajah atau anggota badan (pada
umumnya sesisi – hemiparesis)
• Gangguan bicara/komunikasi mendadak ( disartria atau afasia)
• Gangguan sensibilitas (kebas atau kesemutan)
• Gangguan status mental (kesadaran menurun)
• Gangguan penglihatan (buta satu, dua mata atau sesisi)
• Gangguan keseimbangan (vertigo, ataksia )
• Gangguan daya ingat (amnesia,dll)

69
694
Deteksi dini Stroke:
Cincinnati Prehospital Stroke Scale (CPSS).
1. Facial droop. Suruh pasien tersenyum atau
memperlihatkan gigi.
2. Arm drift. Suruh pasien mengangkat tangan
90º dari tubuh dan tahan 10 detik.
3. Slurred speech. Suruh pasien mengulang
kalimat sederhana.
4. Time. Segera mencari RS terdekat.

FAST
69
695
ILMU PSIKIATRI
85
• Seorang perempuan 18 tahun mengamuk di kampus sejak
1 jam yang lalu.
• Sejak 3 minggu yang lalu pasien dikatakan sering terlihat
berbicara sendiri dan mendengar suara-suara yang
mengaku ingin memperkosa pasien, sehingga pasien
terlihat ketakutan.
• Sekitar 2 bulan lalu, pasien putus dengan pacarnya karena
di tinggal menikah.
TERAPINYA…
DIAGNOSIS  AGITASI
JAWABAN:
A. HALOPERIDOL IM
• Pada pasien kasus diatas tampak mengalami gaduh
gelisah dimana terdapat kondisi mengamuk sejak
1 jam yang lalu. Pasien tampak ada gejala psikotik
yakni kondisi halusinasi sejak 3 minggu lalu dan bisa
jadi dipicu stressor yakni putus ditinggal menikah
pacarnya 2 bulan yang lalu.
• Pada kondisi agitasi maupun agresi (gaduh gelisah)
yang masuk ke IGD, penting biasanya dilakukan
penilaian PANSS-EC yang akan membantu dokter
dalam memberikan penanganan awal pada pasien
untuk menenangkan pasien.
• Pada pasien dapat diberikan restrain kimiawi
berupa Haloperidol IM (namun jangan pilih
haloperidol decoanate yang sifatnya long acting).
• Benzodiazepin seperti diazepam ataupun
lorazepam bisa saja diberikan, namun biasanya
sediaan IM baik tunggal (bila tidak ada
haloperidol) ataupun kombinasi dengan
haloperidol IM (pada PANSS-EC 6-7).
• CPZ merupakan generasi pertama anti psikotik,
bisa digunakan, tapi sediaanya tidak bisa per
oral
• Risperidon dan Aripiprazole yang merupakan
antipsikotik generasi 2 tidak diberikan pada
kasus gawat darurat psikiatri
GADUH GELISAH dan AGITASI
• Definisi: Aktivitas motorik atau verbal yang berlebih yang sifatnya tidak
bertujuan.
• Agresi: bagian dari gaduh gelisah seperti agitasi, namun biasanya akan ada
tindakan/perilaki fisik maupun verbal sengaja/terencana untuk menyakiti
atau merusak
• Dapat berupa:
– Hiperaktivitas
– Menyerang
– Verbal abuse, memaki-maki
– Gerakan tubuh dan kata-kata mengancam
– Merusak barang
– Berteriak-teriak
– Gelisah, bicara berlebih
• Kondisi Berat Agitasi
– Tindakan kekerasan atau merusak
– Distres berat
– Mencelakai diri sendiri, keluarga, atau orang lain
Positive and Negative Syndrome
Scale (PANSS-EC)
• Consists of 5 items:
– excitement,
– tension,
– hostility,
– uncooperativeness, and
– poor impulse control.
• rated from 1 (not present) to 7 (extremely
severe);
• scores range from 5 to 35;
– mean scores ≥ 20 clinically correspond to severe
agitation.

http://www.medscape.com/viewarticle/744430_2
Tatalaksana Agitasi
• Bila skor PANSS-EC berkisar pada skor 2-3, maka
dilakukan persuasi dan medikasi oral.
– Haloperidol 2x5 mg untuk pasien dewasa
– Haloperidol 0,5 mg atau Lorazepam 0,5 mg untuk anak dan
remaja

• Bila skor PANSS-EC menjadi 4-5, maka dilanjutkan


dengan pemberian:
– Injeksi Haloperidol 5 mg IM untuk dewasa
– 2,5-5 mg untuk anak usia 12 tahun ke atas
– Injeksi bisa diulang setiap 30 menit. Dosis max 30 mg/hari
untuk dewasa, dan 10 mg/hari untuk anak dan remaja
Tatalaksana Agitasi
• Pilihan lain: injeksi Olanzapine 10 mg IM, dapat
diulang dalam selang 2 jam sampai dosis
maksimal 30 mg/hari.

• Dapat menggunakan injeksi Aripriprazole 9,75 mg


IM.

• Bila hanya tersedia Diazepam injeksi, maka dapat


diberikan 10 mg iv atau IM perlahan dalam 2
menit. Dapat diulang tiap 30 menit dengan dosis
max 20 mg/hari.
86
• Wanita berusia 35 tahun datang ke poli jiwa dengan keluhan selalu
merasa cemas dan gelisah.
• Pasien mengatakan tidak dapat mengendalikan dirinya untuk tidak
selalu mengecek pintu ketika keluar rumah, selalu ingin berpenampilan
dengan warna yang sama antar atasan dan bawahan, pasien menyuci
tangan hingga 3 kali sebelum mengonsumsi makanan.
• Pasien sadar hal tersebut tidak baik, namun tidak paham kenapa ini
terjadi serta dapat melawan keinginannya.

TILIKANNYA…
DIAGNOSIS  OCD
JAWABAN:
D. TILIKAN DERAJAT 4
• Pada kondisi pasien diatas dengan keluhan
selalu merasa cemas dan gelisah serta
kesulitan mengendalikan diri untuk tidak
melakukan perilaku berulang berupa obsesi
dan kompulsi (mengecek pintu berulang,
mencuci tangan berulang, berpenampilan
sama atas dan bawahan) merupakan kondisi
Obsessive Compulsive Disorder.
• Pada pasien ini, mengingat pasien menyadari
hal tersebut tidak baik namun belum dapat
melawan keinginan, serta tidak paham
penyebab hal ini biasanya termasuk dalam
tilikan 4.
• Pada tilikan 1 pasien menyangkal dirinya sakit
• Pada tilikan 2 pasien menganggap dirinya
antara sakit atau tidak sakit (ambigu)
• Pada tilikan 3 pasien menyalahkan orang lain
atau factor lain sebagai penyebab sakitnya
• Pada tilikan 5 biasanya pasien menyadari dan
tahu faktor berhubungan dengan penyakitnya
meski tidak menerapkan dalam perilaku praktis.
87
• Seorang laki-laki berusia 28 tahun. Sejak 5 hari yang lalu
penderita mengalami perubahan tingkah laku berupa sulit
tidur, sering bicara sendiri, mondar-mandir dan marah-
marah tanpa sebab.
• Penderita merasa kerasukan arwah neneknya yang sudah
meninggal, sehingga perbuatannya sering dikendalikan oleh
arwah tersebut.
• Dari pemeriksaan status psikiatri didapatkan adanya waham
kendali pikir, waham sisip pikir , dan halusinasi auditorik.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  PSIKOTIK AKUT
JAWABAN:
PSIKOTIK AKUT
• Pada kasus diatas dimana pasien tampak
dibawa dengan perubahan perilaku,
peningkatan psikomotor (pasien mondar
mandir dan marah tanpa sebab jelas),
serta adanya waham kendali pikir (pasien
merasa perbuatan dikendalikan arwah
neneknya),
• Waham sisip pikir, serta halusinasi
auditorik, mengarahkan pada kondisi
psikotik.
• Mengingat baru dialami selama 5 hari saja,
maka termasuk gangguan psikotik akut.
• Gangguan afek dapat ditemukan pada skizofrenia
herbefrenik dimana afek pasien tidak sesuai
• Pada skizofrenia, meski ada waham dan halusinasi,
namun diagnosisnya memerlukan gejala diatas terjadi
selama kurun waktu 1 bulan atau lebih. Begitu pula
gangguan waham menetap yang ditegakkan bila satu
atau lebih waham dialami selama 1 bulan atau lebih,
serta tidak memenuhi kriteria skizofrenia.
• Pada gangguan waham menetap tidak akan ditemukan
halusinasi, hanya waham selama 3 bulan
• Pada gangguan mental organic harus ada hasil
pemeriksaan otak seperti CT Scan atau MRI yang
menandakan kelainan
PSIKOTIK AKUT
• Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti
gangguan psikotik akut, harus ada setidaknya
satu dari gejala di bawah ini:
1. Halusinasi
2. Waham
3. Agitasi atau perilaku aneh (bizarre)
4. Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi)
5. Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)
Dengan lama episode >1 hari, tetapi <1 bulan.

PPDGJ-III
Gangguan Psikotik Akut (DSM 5)
Kriteria Diagnosis
A. Terdapat satu atau lebih dari gejala berikut, minimal satu harus
merupakan gejala 1, 2 atau 3:
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara tidak terkoordinasi (inkoherensia, dsb)
4. Perilaku aneh atau katatonia
B. Durasi gangguan minimal satu hari namun kurang dari 1 bulan,
dengan kembalinya kemampuan fungsional hingga normal, seperti
sebelum gejala timbul
C. Gangguan tidak disebabkan oleh gangguan depresi mayor atau
bipolar dengan gejala psikotik, atau gangguan psikotik lainnya
seperti skizofrenia atau katatonia, dan bukan merupakan efek obat-
obatan atau kondisi medis lain.
88
• Seorang laki-laki, 3 hari terakhir ini pasien tidak
mau bekerja, suka menyendiri.
• Pasien merupakan pengguna napza, nafsu makan
meningkat, mata merah dan mulut kering.

APA NAPZA YANG DIGUNAKAN…


DIAGNOSIS  INTOKSIKASI CANNABIS
JAWABAN:
C. KANABIS
• Pada kasus ini didapatkan gejala nafsu
makan meningkat, dengan mata merah
dan mulut kering.
• Gejala ini adalah tanda intoksikasi kanabis
• Pada intoksikasi opioid seperti morfin akan
didapatkan pupil mengecil dengan gambaran
somnolen, Slurred speech serta gangguan
memori
• Pada intoksikasi alkohol akan ditemukan gejala
seperti slurred speech, gangguan koordinasi dan
gerakan berjalan, nystagmus
• Pada intoksikasi kokain akan didapatkan gejala
Tachycardia, dilatasi pupil, peningkatan tekanan
darah dan menggigil.
Penyalahgunaan Zat
Zat yang sering disalahgunakan terbagi
atas golongan:
• Depressant
• Stimulant
• Hallucinogens
Hallucinogens (psyche delics)
• Zat yang merubah dan mempengaruhi persepsi, pikiran, perasaan, dan orientasi
waktu dan tempat.
• Menginduksi delusi, halusinasi, dan paranoia.
• Adverse effects sering terjadi
– Halusinasi yang menakutkan dan tidak menyenangkan (“bad trips”)
– Post-hallucinogen perception disorder or flashbacks
– Delusional disorder persepsi bahwa halusinasi yang dialami nyata, setelah gejala mereda
– mood disorder (anxiety, depression, or mania).
• Effects:
– Perubahan mood, perasaan, dan pikiran“mind expansion”
– Meningkatkan kepekaan sensorismore vivid sense of sight, smell, taste and hearing
– dissociation of body and mind
• Contoh:
– Mescaline (the hallucinogenic substance of the peyote cactus)
– Ketamine
– LSD
– psilocybin (the hallucinogenic substance of the psilocybe mushroom)
– phencyclidine (PCP)
– marijuana and hashish
Signs Of Cannabis Intoxication
In Adolescents And Adults
• Tachycardia
• Increased blood pressure or, especially in the
elderly, orthostatic hypotension
• Increased respiratory rate
• Conjunctival injection (red eye)
• Dry mouth
• Increased appetite
• Nystagmus
• Ataxia
• Slurred speech
uptodate

Cannabis Intoxication
Management
• The management of cannabis (marijuana) intoxication consists of
supportive care.
• Gastrointestinal decontamination not recommended
• Mild intoxication
– Mild intoxication with dysphoria can be a common presentation in either
naïve or chronic marijuana users after ingestion or inhalation of a high-
potency product such as an edible or concentrate.
– Most patients can be managed:
• with a dimly lit room, reassurance, and decreased stimulation.
• Short-acting benzodiazepines (eg, lorazepam) can be helpful in controlling symptoms
of anxiety and have a low side effect profile.
• Severe intoxication
– Severe physiologic effects are rare after cannabis use and their presence
should prompt the clinician to consider coingestion of other recreational drugs
including cocaine, amphetamines, and phencyclidine or coexisting mental
illness.
– Marked agitation or combativeness not responsive to reassurance and
benzodiazepines may necessitate the use of other medications, depending
upon the cause, and is rarely encountered with intoxication from cannabis
alone.
• Most symptoms after acute marijuana use in adults and adolescents
resolve within a few hours and will not require hospital admission.
89
• Seorang laki-laki dengan keluhan sesak nafas sejak 1 bulan
yang lalu,
• Pasien juga merasa khawatir, gelisah dan sering berdebar-
debar, pusing dan mual.
• Pasien sering merasa khawatir dia akan jatuh sakit berat.
• Pada pemeriksaan fisik dan laboraturim tidak ditemukan
kelainan dan dalam batas normal.
DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  GANGGUAN CEMAS MENYELURUH
JAWABAN:
E. GANGGUAN CEMAS MENYELURUH
• Pasien ini mengalami gejala kecemasan
berupa khawatir akan nasib buruk (sakit
berat) yang ditandai dengan adanya gejala
ketegangan motorik (gelisah), dan
overaktivitas otonom (mual, sesak,
berdebar-debar dan pusing).
• Berdasarkan gejala tersebut pasien dapat
digolongkan mengalami gejala gangguan
cemas menyeluruh.
• Tidak dipilih gangguan cemas/ansietas karena
terlalu luas, biasa gejalanya hanya kekhawatiran
akan suatu hal yang buruk akan segera terjadi,
biasa menyebabkan sulit konsentrasi dan insomnia
• Pada gangguan somatisasi akan ditemukan
beberapa keluhan seperti gejala nyeri,
gastrointestinal, seksual dan neurologis. Menurut
PPDGJ-III, biasa keluhan ini muncul di bawah usia
30 tahun dan kurang tepat pada kasus pasien ini
karena penyebab predominan gejalanya adalah
kecemasan.
• Depresi tidak ada kriteria yang dijelaskan.
• Pada hipokondriasis pasien memiliki keyakinan
bahwa dia memiliki sebuah penyakit.
Ansietas
Diagnosis Characteristic
Gangguan fobik (F40) Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau situasi,
antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit, cedera, dan
kematian.

Gangguan panik (F41) Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan perasaan akan
datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa adanya provokasi
dari stimulus apapun & ada keadaan yang relatif bebas dari gejala di
antara serangan panik.
Tanda fisis:Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.

Gangguan cemas Ansietas berlebih terus menerus berlangsung setiap hari sampai bbrp
menyeluruh (F42) minggu disertai Kecemasan (khawatir akan nasib buruk), ketegangan
motorik (gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).
PEDOMAN DIAGNOSIS
GANGGUAN CEMAS MENYELURUH (PPDGJ-III)
• Penderita harus menunjukan anxietas sebagai gejala primer yg harus
berlangsung setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan.

• Gejala tersebut mencakup unsur-unsur:


– Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seprti diujung tanduk dan
nasib buruk)
– Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak santai)
– Overaktivitas otonomik (kepala terasa sakit, keringatan, jantung berdebar-
debar, sesak napas, kelujhan lambung, pusing kepala)

• Pada anak-anak sering terlihat kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan &


keluhan somatik berulang yg menonjol.

• Adanya gejala lain yg sifatnya sementara, khususnya untuk depresi, tidak


membatalkan diagnosis utama gangguan cemas menyeluruh selama tidak
memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif.
90
• Seorang anak, dengan mata sering berkedip kedip sendiri.
• Gerakan berulang, cepat, dan dialami sudah lama sejak
kecil.
• Pasien merasa sedih dan malu, serta jadi akhirnya tidak
mau sekolah serta aktivitas keluar rumah.

TATALAKSANANYA…
DIAGNOSIS  CHRONIC MOTOR TIC DISORDER
JAWABAN:
E. RISPERIDON
• Pada kasus didapatkan pasien dengan gerakan
berkedip dan gerakan berulang yang lainnya yang
kemungkinan adalah ekstremitas sejak kecil
(>1tahun), kemungkinan diagnosis pada pasien ini
adalah Chronic complex motor tic disorder
• Terapi tambahan (menurut American Association of
Neurologist (AAN) Guideline 2019) bila diperlukan
adalah dopamine depleters seperti Tetrabenazine,
Central adrenergic inhibitors seperti clonidine,
injeksi botox pada otot tic atau penghambat
dopamin anti psikotik,
• Dipilih risperidone dibanding haloperidol karena
efek samping ekstrapiramidal yang lebih minim
• Tidak ada rekomendasi pemberian anti ADHD
metilfenidat menurut AAN, metilfenidat masih
memberikan hasil yang kontroversial pada tics,
begitu pula diazepam
• Sertraline dapat diberikan pada tics bila keluhan
disertai dengan OCD, yang tidak disebutkan
pada kasus ini
Tic Disorder

Simple motor tic: hanya melibatkan satu otot atau satu kelompok
otot, seperti mata berkedip-kedip
Motorik
Complex motor tic: melibatkan beberapa kelompok otot, seperti
lompat, mengocok
Tic
Simple phonic tic: hanya berupa bunyi atau vokalisasi
Phonic/vokalisasi sederhana seperti suara batuk, menelan, menghisap

Complex phonic tic: berupa vokalisasi kata-kata dan atau


frase kompleks
Simple Motor Tics Complex Motor Tics
• Winking, blinking, eye-rolling, wide eye- • Seemingly intentional movements, facial
opening expressions, gesticulations with the head,
(without moving the eyebrows) hands, arms, trunk, legs, feet
• Eyebrow-raising • Picking at clothes
• Wrinkling or turning up the nose • Hopping, jumping
• Puffing up the cheeks • Clapping, finger-tapping
• Mouth opening, pulling the corners of the • Spinning
mouth • Bending and bowing the trunk
• Lip movements • Wide arm movements
• Sticking out the tongue • Foot-stamping
• Jaw movements • Dystonic tics (rare) with slow turning
• Frowning movements
• Grimacing • Writing tics
• Tooth-chattering • Echopraxia: non-purposeful imitation of
• Head-shaking, throwing, turning, twitching, other p ersons’ observed movements
or nodding • Copropraxia: making obscene gestures such
• Shoulder-shrugging as showing the middle finger, indecent
• Arm and hand movements movements of the trunk and pelvis, crotch-
• Abdominal movements holding
• Trunk movements • Palipraxia (rare): repetition of one’s own
• Leg and foot movements movements (auto-aggressive behavior)
Tourette vs Chronic Tic vs Provisional Tic

Tourette Persistent Tic (Chronic) Provisional Tic (Sementara)


Gejala gejala motorik multipel Tic motorik ATAU vokal Tic motorik ATAU vokal saja
DAN minimal 1 gejala (salah satu); bisa (salah satu) ATAU motorik +
vocal harus ada bersifat single atau vokal (keduanya); bisa
multipel bersifat single atau multipel

Durasi > 1 tahun > 1 tahun < 1 tahun


Onset < 18 tahun < 18 tahun < 18 tahun
Tics Treatment
Kebanyakan Tics tidak memerlukan terapi, kecuali mengganggu
fungsi social. Terapi utama pada tics adalah cognitive behavior
therapy (CBT) atau Comprehensive Behavioral Intervention for
Tics (CBIT) (1st line)
Obat untuk mengurangi gejala dapat berupa:
• Dopamine Blockers, berupa Fluphenazine, atau risperidone
(Risperdal), bila tidak ada dapat dipilih haloperidol atau pimozide
(Orap)
• Botulinum (Botox) injections, pada area motor tics
• Dopamine depleters. Seperti Tetrabenazine
• Alpha Adrenergic Agonist. clonidine atau guanfacine
• Antidepressants. Fluoxetine, dipakai untuk gejala penyertatics
seperti ansietas atau OCD

American Association of Neurology. Practice Guideline: The treatment of


tics in people with tourette and chronic tic disorders.2019
Uptodate.com. Managements of tics disorder
91
• Pasien anak perempuan berusia 15 tahun dibawa
orangtuanya ke dokter karena sering ditemukan
berjalan saat dirinya terlelap tidur.
• Anak sudah alami hal ini sejak 3 bulan terakhir dan
orangtua mengkhawatirkan anak rentan alami
cedera bila ini tetap terjadi.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  SOMNABULISME
JAWABAN:
A. SOMNABULISME
• Pada kondisi anak tampak alami
somnambulisme atau sleep walking,
dimana anak ditemukan sering berjalan
saat dirinya sedang tidur.
• Banyak hal bisa sebabkan gangguan tidur
(parasomnia) ini, misalnya saja defisiensi
magnesium, stress, kurang tidur, jadwal
tidur tidak teratur atau kacau, dan lainnya.
• Pada opsi lainnya, pavor nocturnal dan sleep/night
terror adalah kondisi yang sama dimana pasien
bisa alami terbangun dari sepertiga awal tidur
malam diikuti teriakan dan kecemasan berlebihan,
namun tidak ingat terhadap episode mimpi.
• Berbeda pada nightmare yang biasanya ada kondisi
terjaga dari tidur berulang dengan ingatan
terperinci akan mimpi menakutkan.
• Pada hypersomnia, tidak dijelaskan pada kasus
diatas, dimana pasien akan alami mengantuk
berlbih pada siang hari meski tidur tidak kurang.
KLASIFIKASI GANGGUAN Insomnia

TIDUR (DSM IV)


Hipersomnia

Disomnia Narkolepsi

Gangguan tidur
berhubungan
dengan pernapasan

Gangguan tidur Gangguan tidur


primer irama sirkadian

Mimpi buruk/
nightmare
Disomnia:
Gangguan jumlah tidur
Teror tidur/ night
Parasomnia
terror
Parasomnia:
Adanya episode abnormal saat
Somnambulisme/
tidur sleep walking
F51.3 Somnambulisme (Sleepwalking)

• Somnambulisme adalah gangguan tidur sambil berjalan,


yang merupakan gangguan perilaku yang terjadi dalam
tahap mimpi dari tidur.

Penyebab
a) Kurang tidur (sleep deprivation)
b) Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep
schedules)
c) Demam (fever)
d) Stres atau tekanan (stress)
e) Kekurangan (deficiency) magnesium
f) Intoksikasi obat atau zat kimia
92
• Pasien wanita berusia 21 tahun datang ke dokter karena
keluhan merasa sedih dan putus asa sejak melahirkan anak
pertamanya.
• Keluhan dialami sudah 3 hari sejak melahirkan anaknya.
• Ibu sulit tidur dan sering menangis terus menerus karena
merasa terbebani dengan anaknya yang baru lahir ini,
• Tetapi pasien masih berusaha merawat dan menyusui anaknya.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  POST PARTUM BLUES
JAWABAN:
B. POST PARTUM BLUES
• Pasien dengan keluhan mood depresif
berupa merasa sedih dan putus asa,
menangis terus menerus, sulit tidur, yang
dialami sejak 3 hari melahirkan, dapat
mengarahkan pada kondisi post partum
blues.
• Hal ini juga didukung dengan pasien yang
tampak masih mampu mengurus anaknya
seperti menyusui dan memandikan anak.
• Berbeda pada depresi post partum yang biasanya
keluhan ini dialami menetap lebih dari 2 minggu,
dan bahkan biasanya bisa berbulan bulan, serta
akan terdapat gangguan fungsi terjadi pada pasien.

• Pada depresi mayor atau berat harus ada lebih dari


4 gejala penyerta lainnya selain kriteria mayor

• Gangguan penyesuaian setelah melahirkan


dinamakan sebagai post partum blues

• Pada post partum psikosis harus ada delusi atau


halusinasi
POST PARTUM BLUES

• Post partum blues


– Sering dikenal sebagai baby blues
– Mempengaruhi 50-75% ibu setelah proses melahirkan
– Sering menangis secara terus-menerus tanpa sebab
yang pasti dan mengalami kecemasan
– Berlangsung pada minggu pertama setelah
melahirkanbiasanya kembali normal setalah 2
minggu tanpa penanganan khusus
– Tindakan yang diperlukanmenentramkan dan
membantu ibu
Baby Blues vs Postpartum Depression
POSTPARTUM MAJOR
CHARACTERISTIC BABY BLUES DEPRESSION
Duration Less than 10 days More than two weeks

Onset Within two to three days Often within first month;


postpartum may be up to one year

Prevalence 80 percent 5 to 7 percent


Severity Mild dysfunction Moderate to severe
dysfunction

Suicidal ideation Not present May be present

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933


93
• Seorang pasien laki-laki usia 44 tahun, datang dengan
keluhan dibenci oleh teman-teman dilingkungan kerjanya.
• Pasien sering mengatur teman-temannya, pasien selalu
rapi dan teratur sehingga pasien juga memaksa teman-
temannya untuk melakukan hal yang sama.
• Hal ini sudah dialami sejak pasien masuk ke tempat kerja 2
tahun yang lalu.

GANGGUAN KEPRIBADIAN PASIEN ADALAH…


DIAGNOSIS  OCPD/ANANKASTIK
JAWABAN:
C. ANANKASTIK
• Pada pasien dengan kondisi diatas tampak
ada suatu gangguan kepribadian obsesif
kompulsif atau anankastic dimana pasien
ada preokupasi terhadap
kerapihan/keteraturan (tampak selalu rapi
dan teratur), serta mengontrol bahkan
hingga teman kerjanya untuk lakukan hal
serupa.
• Mengingat hal ini dialami pada pasien
diatas usia 18 tahun dan dialami sudah
lebih dari 1 tahun, bisa termasuk dalam
gangguan kepribadian anankastic.
• Pada gangguan kepribadian lainnya, avoidan
biasanya pasien cenderung cemas menghindar
dan hipersensitif dengan pandangan orang lain.
• Pada antisosial pasien akan cenderung
emosional dan melanggar peraturan.
• Pada schizoid biasanya pasien cenderung
introvert, suka menyendiri, dan afek terbatas.
• Sementara skizotipal biasanya pasien
berpenampilan dan memiliki kepercayaan aneh.
Gangguan Kepribadian
Gangguan Kepribadian Cluster A (ditandai dengan perilaku/ tindakan yang eksentrik):
• Paranoid: mudah curiga, sering berpikiran buruk
• Skizotipal: penampilan dan kepercayaan aneh/ magis
• Skizoid: introvert, suka menyendiri, afek terbatas

Gangguan Kepribadian Cluster B (orang yang cenderung emosional):


• Antisosial: suka melanggar peraturan, mudah marah
• Borderline/ ambang: moodnya tidak stabil, perilaku impulsive
• Histrionik: ‘drama-queen’
• Narsistik: hanya peduli diri sendiri, kurang empati

Gangguan Kepribadian Cluster C (orang yang cenderung mudah cemas):


• Avoidant/ cemas menghindar: hipersensitif terhadap pandangan negatif orang lain
• Dependen: tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus dirawat orang lain
• Anankastik: kaku, perfeksionis, sangat taat aturan
Gangguan Kepribadian Anankastik/
Obsesive Compulsive Personality Disorder (OCPD)

DSM-IV-TR
OCD vs OCPD
• OCD:
– pikiran obsesif yang bersifat ego-distonik (membuat
penderitanya tidak nyaman) dan harus segera diwujudkan
dalam perilaku supaya penderitanya merasa nyaman.
– Dasar perilaku kompulsifnya adalah karena ansietas.

• OCPD/ kepribadian anankastik:


– Bersifat ego-sintonik (pikiran obsesif dan perilaku
kompulsif sesuai dengan keinginan penderitanya)
– Biasanya bukan hanya berhubungan dengan 1 kebiasaan
saja tapi mempengaruhi seluruh kehidupannya (kaku,
mudah marah bila hal tidak sesuai yang seharusnya).
94
• Seorang laki laki berusia 34 tahun ditangkap polisi karena suka
memamerkan alat kelaminnya didepan umum.
• Pasien mengatakan hal ini sudah dilakukan sejak 1 tahun
terakhir berulang.
• Pasien merasa dengan melakukan hal ini memperoleh gairah
seksual dengan memperlihatkan genital nya pada orang asing
dan bila pasien tidak lakukan ia merasa tertekan.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  EKSHIBISIONISME
JAWABAN:
B. EKSHIBISIONISME
• Pada kasus diatas termasuk dalam
gangguan parafilia (kondisi
gangguan/penyimpangan seksual
menyangkut dorongan seksual yang intens
melibatkan objek hingga aktivitas tidak
lazim yang diperlukan untuk mengalami
gairah seksual dan orgasme), yakni
ekshibisionisme.
• Hal ini dikarenakan pasien memperoleh
gairah seksual bila memperlihatkan genital
nya pada orang asing dan bila tidak
dilakukan timbul distress.
• Pada fetishism, maka untuk memperoleh dorongan
seksual pasien akan membutuhkan objek benda
mati misalnya pakaian dalam dan lainnya.
• Sementara pada frotteurism, akan muncul gairah
seksual dengan menyentuh atau menggesekkan
kelamin pada orang lain tanpa persetujuannya.
• Voyeurism melibatkan munculnya gairah seksual
bila pasien melihat orang lain tanpa busana atau
berhubungan seksual tanpa diketahui yang
bersangkutan.
• Sementara troilism mirip voyeurism, namun
dengan menyaksikan aktivitas seksual orang lain
sepengetahuan orang tersebut.
Pedoman Diagnosis
Ekshibisionisme (DSM-IV)
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

SEXUAL DISORDER (PARAFILIA)


Diagnosis Karakteristik
Fetishism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
use of nonliving objects (e.g., female undergarments).
Frotteurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
touching and rubbing against a nonconsenting person.
Masochism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or
otherwise made to suffer.
Sadism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts
(real, not simulated) in which the psychological or physical suffering
(including humiliation) of the victim is sexually exciting to the person.
Voyeurism Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the
act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process
of disrobing, or engaging in sexual activity.
Necrophilia Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from
cadavers.
Diagnosis Karakteristik
Pedophilia Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving
sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or
younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at
least 5 years older than the child
Eksibisionis Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital
kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan
kepuasan seksual
Troilisme Kepuasan seksual didapatkan dengan menyaksikan seseorang yang
sedang melakukan aktivitas seksual dengan orang lain, orang yang
ditonton mengetahui hal tersebut
Zoophilia Preferensi seksual/keinginan untuk melakukan hubungan seksual
pada hewan
Bestiality: hubungan seksual dengan hewan (sudah melakukan)
95
• Perempuan demam sejak 2 hari yang lalu.
• Sebelumnya 3 hari yang lalu, pasien dinyatakan mengalami gangguan
psikosis serta diberikan terapi.
• Setelah mengkonsumsi obat tersebut, pasien mengalami demam 40oC.
Tangan pasien juga bergerak dengan sendirinya.
• pasien tampak apatis, denyut nadi 110x/menit, pernapasan 24x/menit.
• Pada pemeriksaan neurologis ditemukan peningkatan tonus otot dan
katatonik.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  NEUROLEPTIC MALIGNANT SYNDROME
JAWABAN:
E. NEUROLEPTIC MALIGNANT SYNDROME
• Pasien dengan kondisi diatas terdapat
riwayat penggunaan obat antipsikotik
(kemungkinan generasi pertama atau
tipikal), yang diikuti kondisi demam tinggi,
penurunan kesadaran, rigiditas otot
(katatonik dan peningkatan tonus otot),
dapat mengarahkan pada kondisi
neuroleptic malignant syndrome.
• Kondisi ini cukup jarang ditemukan, namun
bisa mengancam nyawa.
• Pada penggunaan antipsikotik tipikal, bisa
diikuti juga dengan efek samping lain seperti
gangguan dystonia, tardive dyskinesia, dan
parkinsonism.
• Namun umumnya kondisi ini tidak ada
penurunan kesadaran ataupun gejala sistemik
seperti demam seperti hal nya NMS.
SINDROM NEUROLEPTIK MALIGNA

• Rare, but life-threatening, idiosyncratic reaction


to neuroleptic medications
• Characterized by fever, muscular rigidity, altered
mental status, and autonomic dysfunction.
• Often occurs shortly after the initiation of
neuroleptic treatment, or after dose increases.
• Cardinal sign:
– Rigiditas otot berat
– Hipertermia (suhu>38°C)
– Instabilitas otonom
– Penurunan kesadaran
Tatalaksana
• Tatalaksana utama bersifat suportif

• Pasien perlu dirawat di ICU

• Yang paling penting:


– semua obat neuroleptik (antipsikotik) harus
dihentikan.
– Umumnya gejala akan hilang dalam 1-2 minggu
setelah penghentian obat neuroleptik

http://emedicine.medscape.com/article/816018-overview
96
• laki-laki berusia 67 tahun dibawa karena tidak dapat
mengingat istri dan anaknya lagi.
• Padahal, ia tinggal satu rumah bersama dengan istri dan
anaknya.
• Kegiatan sehari-hari pasien sudah terganggu dan
memerlukan pertolongan dari istri dan anaknya.
• MMSE didapatkan hasil 13.

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  DEMENSIA
JAWABAN:
C. DONEPEZIL HCL
• Pasien di atas mengalami demensia atas
dasar:
– adanya gangguan daya ingat (tidak dapat
mengingat istri dan anak yang tinggal bersama)
dan gangguan dalam melakukan kegiatan
sehari-hari,
– skor MMSE 13 yang sudah termasuk moderate
cognitive impairment.
• Terapi medikamentosa untuk demensia
adalah pemberian obat golongan inhibitor
kolinesterase yaitu donepezil.
• Quetiapin, Haloperidol,
Risperidonantipsikotik atipikal
• FluoksetinSSRI, digunakan untuk terapi
depresi dan gangguan cemas
DEMENSIA
Pedoman diagnostik demensia (PPDGJ III):
• Adanya penurunan kemampuan daya ingat dan
daya pikir, yang sampai mengganggu kegiatan
harian seseorang (personal activities of daily
living) seperti : mandi, berpakaian, makan,
kebersihan diri, buang air besar dan kecil.
• Tidak ada gangguan kesadaran (clear
consciousness)
• Gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling
sedikit 6 bulan
Klasifikasi Demensia Berdasarkan
Etiologinya
• Demensia pada penyakit Alzheimer
• Demensia vaskular
• Demensia pada penyakit Pick
• Demensia pada penyakit Creutfeld-Jacob
• Demensia pada penyakit Huntington
• Demensia pada Penyakit Parkinson
• Demensia pada Penyakit HIV/AIDS
Demensia tipe Alzheimer prevalensinya paling besar (50-
60%), disusul demensia vaskular (20-30%).
Deteksi Dini Demensia
• Dengan menggunakan mini mental state
examination (MMSE)/ Folstein test.

• Interpretasi skor MMSE:


– 24-30: kognitif normal
– 19-23: mild cognitive impairment
– 10-18: moderate cognitive impairment
Demensia
– <=9: severe cognitive impairment

Practical Guidelines for the Recognition and Diagnosis of Dementia,


J Am Board Fam Med May-June 2012 vol. 25 no. 3 367-382
Tanda dan Gejala Awal Demensia Alzheimer

American Academy of Neurology, 2012


Tatalaksana Demensia
• Kolinesterase inhibitor, contoh donepezil,
galantamine, dan rivastigmine.
• Mild to moderate dementia  Boleh
ditambahkan vitamin E
• Moderate to advaced dementia  tambahkan
memantine, selain cholinesterase inhibitor.

https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-dementia#H23
97
• Pasien laki-laki 44 tahun, sering marah marah serta tidak tidur.
• Pasien merupakan pengguna alcohol, biasa konsumsi rutin
namun sudah 2 hari tidak minum alkohol.
• Saat ini pasien tampak agitasi dan ditemukan adanya
halusinasi, dengan kondisi delirium
• TD 150/90, HR 130 bpm, dan diaphoresis, serta demam suhu
38.8 derajat Celcius.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DELIRIUM TREMENS
JAWABAN:
A. DELIRIUM TREMENS
• Pada pasien didapatkan gejala delirium,
diaphoresis (yang merupakan
hiperaktivitas otonom) , agitasi dengan
halusinasi, yang kemungkinan besar
disebabkan akibat meminum alcohol, hal
ini disebut delirium tremens
• Delirium tremens adalah gejala delirium
yang muncul secara cepat, biasa ditandai
dengan delirium, berkeringat dan
gemetaran, dan juga dapat disertai
halusinasi
• Gejala withdrawal alcohol dapat muncul awal pada 6 jam
setelah putus atau lambat diantara 10-72 jam putus
alcohol. Pada gejala putus alcohol pasien akan sadar
tidak delirium seperti pada kasus di atas
• Pada intoksikasi alkohol akan ditemukan gejala seperti
slurred speech, gangguan koordinasi dan gerakan
berjalan, nystagmus, gangguan atensi dan memori
hingga koma. Tidak dipilih karena gejala muncul setelah
meminum alkohol dalam jumlah banyak
• Tidak ada istilah penyalahgunaan alkohol di psikiatri
• Wernicke korsakoff syndrome adalah gejala yang dapat
muncul pada pasien alkoholik atau kekurangan vitamin
B1, triasnya terdiri dari opthalmoplegia/gangguan
gerakan bola mata, confusion dan ataxia
Alcohol Withdrawal Syndrome
• Alchohol withdrawal terdiri dari 4 kategori:
– Minor withdrawal
• terjadi dalam 6-24 jam setelah konsumsi alcohol terakhir,
sebabkan tremor, cemas, mual, muntah, insomnia
– Major withdrawal
• alcoholic hallucinosis, biasanya terjadi 10-72 jam setelah
konsumsi alcohol terakhir, terdapat gangguan
kesadaran/tampak bingung, halusinasi auditorik dan visual,
tremor, muntah, diaphoresis, hingga hipertensi dan
takikardia
– Withdrawal seizures
• terjadi dalam 6-48 jam setelah hentikan alcohol
– Delirium tremens
• merupakan kondisi terberat dari ethanol withdrawal, berupa
gangguan kesadaran hingga hiperaktivitas autonom yang
bisa berlanjut hingga gagal kardiovaskular
Alcohol Intoxication (DSM)
A. Recent ingestion of alcohol.
B. Clinically significant maladaptive behavioral or psychological changes
(e.g., inappropriate sexual or aggressive behavior, mood lability,
impaired judgment, impaired social or occupational functioning) that
developed during, or shortly after, alcohol ingestion.
C. One (or more) of the following signs, developing during, or shortly after,
alcohol use:
D. (1) slurred speech
(2) incoordination
(3) unsteady gait
(4) nystagmus
(5) impairment in attention or memory
(6) stupor or coma
E. The symptoms are not due to a general medical condition and are not
better accounted for by another mental disorder.
Zat Withdrawal Syndrome (Putus Obat)
 Minor withdrawal symptoms — CNS hyperactivity: insomnia, tremulousnes, mild anxiety,
Gastrointestinal upset, anorexia, headache, diaphoresis, palpitations (onset 6 to 36 hours after last
drink)
 Withdrawal seizures — Single or brief flurry of generalized tonic-clonic seizures, short postictal period;
Alkohol status epilepticus rare (onset 6 to 48 hours after last drink)
 Alcoholic hallucinosis — Visual, auditory, and/or tactile hallucinations with intact orientation and
normal vital signs (onset 12 to 48 hours after last drink)
 Delirium tremens — Delirium, agitation, tachycardia, hypertension, fever, diaphoresis,
hallucinations may present (onset 48 to 96 hours after last drink)
 Gastrointestinal distress – Abdominal cramps, diarrhea, nausea, and/or vomiting
 Flu-like symptoms – Lacrimation, rhinorrhea, diaphoresis, shivering, and piloerection (goosebumps)
 Sympathetic nerve and central nervous system arousal – Mydriasis, mild hypertension and
Opioid
tachycardia, anxiety and irritability, insomnia, agitation, restless leg syndrome, general restlessness,
tremor, and, less frequently, low grade temperature and tactile sensitivit
 Other – Yawning, sneezing, anorexia, dizziness, myalgias/arthralgias, and leg cramps
Benzodiazepin Tremors, anxiety, perceptual disturbances, dysphoria, psychosis, seizures
Kanabis/ Irritability, anger, anxiety, depression, restlessness, sleep difficulty (eg, insomnia, vivid or disturbing
ganja/ dreams), decreased appetite or weight loss, abdominal pain, shakiness or tremors, sweating, fever or chills,
marijuana headache
 Prominent psychological features, but is rarely medically serious.
Kokain -  Symptoms include dysphoric mood, depression, suicidal thoughts, anxiety, fatigue, difficulty
amfetamin concentrating, anhedonia, craving, increased appetite, increased sleep, insomnia, and increased
dreaming.
Other sign &
Toxidrome Mental status Pupils Vital signs Examples of toxic agents
Symptoms
Hyperthermia, Cocaine, amphetamines,
Hyperalert, Diaphoresis,
SYMPATHO tachycardia, ephedrine,
agitation, tremors,
-MIMETIC/ Mydriasis hypertension, widened pseudoephedrine,
hallucinations, hyperreflexia,
STIMULANT pulse pressure, phenylpropanolamine,
paranoia seizures
tachypnea, hyperpnea theophylline, caffeine
Hallucinations,
Phencyclidine, LSD,
perceptual
Hyperthermia, mescaline, psilocybin,
HALLUCINO distortions, Mydriasis
tachycardia, Nystagmus designer amphetamines
GENIC depersonaliza- (usually)
hypertension, tachypnea (eg, MDMA ["Ecstasy"],
tion, synesthesia,
MDEA)
agitation
Bradypnea, apnea Hyporeflexia, Opioids (eg, heroin,
CNS depression, characteristic; may pulmonary morphine, methadone,
OPIOID Miosis
coma develop: hypothermia, edema, needle oxycodone,
bradycardia, hypotension marks hydromorphone),
Often normal, but may
CNS depression, develop: hypothermia, Benzodiazepines,
SEDATIVE-
confusion, Variable bradycardia, Hyporeflexia barbiturates, alcohols,
HYPNOTIC
stupor, coma hypotension, apnea, zolpidem
bradypnea
98
• Seorang pria berusia 25 tahun, diantar ke poliklinik dengan
keluhan hilang ingatan secara tiba-tiba.
• Hal ini terjadi setelah mengetahui bahwa ia di PHK dari
kantornya. Dari pemeriksaan didapatkan tanda vital dalam
batas normal dan kondisi fisik umum baik.
• Pada pemeriksaan CT Scan tidak dijumpai adanya
gangguan otak yang mendasar.

DIAGNOSISNYA…
DIAGNOSIS  AMNESIA DISOSIATIF
JAWABAN:
C. GANGGUAN AMNESIA DISOSIATIF
• Pada pasien terdapat hilang ingatan atau
amnesia yang terjadi tiba tiba setelah
stressor berupa PHK, disertai pemeriksaan
CT scan kepala normal dapat mengarahkan
pada kondisi gangguan disosiatif/konversi
yakni gangguan amnesia disosiatif.
• Gangguan disosiatif biasanya merupakan
cara penanggulangan stress pada pasien ini
dan bukan hal yang secara sengaja
dilakuakan pasien (berbeda dengan
malingering).
• Pada fugue disosiatif juga umumnya akan ada
hilang ingatan, namun biasanya pasien juga
akan secara mendadak melarikan diri serta
memiliki identitas baru (fugure : melarikan diri)
• Disosiatif merupakan gangguan identitas jadi
tidak ada istilah redundan seperti gangguan
identitas disosiatif
• Tidak ada istilah gangguan motor disosiatif
Dissociative (Conversion) Disorder
• Gangguan disosiatif disebut juga dengan konversi karena
dahulu dianggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai
proses mental seperti:
– Identitas diri
– Memori
– Fungsi sensorik dan motoric
• Disosiasi adalah cara pikiran untuk menanggulangi stress
berlebih  salah satu bentuk denial.
• Didahului oleh stressor/trauma.
• DSM-V:
1. Gangguan depersonalisasi/derealisasi
2. Amnesia disosiatif
3. Fugue disosiatif
4. Gangguan identitas disosiatif
5. Gangguan disosiatif lainnya
Gangguan Konversi

DSM IV. American Psychiatric Association.


Gangguan Disosiasi (DSM-V)
Gangguan Depersonalisasi: Kehilangan/perubahan temporer dalam
depersonalisasi/de perasaan yang biasa mengenai realitas diri sendiri.
realisasi Derealisasi: Perasaan tidak nyata mengenai dunia luar.

Amnesia disosiatif Tidak bisa mengingat detail personal yang penting dan
pengalaman yang berhubungan dengan kejadian traumatis
atau sangat menekan & tidak disebabkan oleh penyebab
organik.
Fugue disosiatif “Fugure”  melarikan diri (bahasa Yunani). Individu
kehilangan seluruh ingatannya dan secara mendadak
meninggalkan rumah serta memiliki identitas baru.

Gangguan Memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda atau


identitas disosiatif kepribadian pengganti (alter)  masing-masing memiliki
persepsi dan interaksi berbeda terhadap lingkungannya
Gangguan Disosiasi (DSM-V)
Gangguan 1. Gangguan Trans: Adanya kehilangan sementara aspek
disosiatif penghayatan akan identitas diri dan kesadaran akan
lainnya lingkungannya. Dalam beberapa kejadian, individu berperilaku
seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib,
malaikat, atau “kekuatan lain”.
2. Gangguan Motorik Disosiatif: Ketidakmampuan menggerakkan
seluruh atau sebagian anggota gerak.
3. Konvulsi Disosiatif: Pseudo seizures, dapat sangat mirip dengan
kejang dalam hal gerakannya akan tetapi sangat jarang disertai
dengan lidah tergigit, mengompol, atau kehilangan kesadaran.
4. Kehilangan Sensorik Disosiatif: Gejala anestesi pada kulit
seringkali mempunyai batas-batas tegas yang menggambarkan
pemikiran pasien mengenai kondisi tubuhnya dan bukan kondisi
klinis sebenarnya.
5. Gangguan Disosiatif Campuran: Campuran dari gangguan-
gangguan disosiatif
6. Stupor Disosiatif
Perbedaan Psikosomatis, Gangguan
Konversi, Malingering, Factitious disorder
Kelainan Karakteristik
Psikosomatis Pada gangguan psikosomatis, ada keluhan dan ditemukan
keabnormalan pada pemeriksaan. Namun penyebabnya adalah
masalah psikis.
Gangguan Konversi Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta, lumpuh
anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan
medis maupun neurologis yang ada.

Malingering Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada
sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu
(misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).
Factitious disorder/ Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini
Munchhausen dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari
syndrome orang lain saja.
KULIT & PARASIT
99
• Perempuan 23 tahun keputihan warna putih
seperti gumpalan susu
• Gatal di daerah kemaluan
• Whiff test negatif

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  CANDIDIASIS VAGINALIS
JAWABAN:
B. CANDIDIASIS VAGINALIS
• Perempuan usia 23 tahun  duh tubuh
putih bergumpal + tidak berbau + gatal 
curiga infeksi jamur berupa kandidiasis
vaginalis
• Whiff test negative  menyingkirkan
kondisi akibat bacterial vaginosis
• Maka pada pasien paling mungkin alami
kandidiasis vaginalis (opsi B)
• Bacterial vaginosis  sindroma klinis akibat tergantinya
flora normal vagina menjadi bakteri anaerob batang
gram negatif (contoh Gardnerella vaginalis), duh tubuh
vagina biasanya putih homogen, melekat, berbau amis,
dan gatal
• Chancroid  ulkus genital berupa ulkus mole akibat
Haemophilus ducreyi, biasanya berupa keluhan ulkus
dasar kotor dan mudah berdarah, terdapat nyeri tekan,
dengan tepi ulkus menggaung
• Sifilis  infeksi Treponema pallidum, gejala pada sifilis
primer akan ada papul lentikuler, erosi, hingga ulkus
durum pada genitalia eksterna serta limfadenopati regio
inguinalis
• Cervicitis  kondisi adanya peradangan serviks oleh
berbagai penyebab
Kandidiasis vulvovaginalis
• Terjadi terutama karena meningkatnya pemakaian
antibiotik, pil KB, dan obat lainperubahan pH
vaginapertumbuhan candida
• Sering ditemukan pada wanita hamil, menstruasi, DM
• Gejala
- Mengenai mukosa vulva (labia minora) dan vagina.
- Bercak putih, kekuningan, hiperemia, leukore seperti
susu pecah, dan gatal hebat
- Dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih
Kandidiasis vulvovaginalis
• Anamnesis:
1. Gatal pada vulva
2. Vulva lecet, dapat timbul fisura
3. Dapat terjadi dispareunia
• Pemeriksaan klinis:
Pada vulva dan vagina tampak:
 Hiperemis
 Dapat timbul fisura
 Edema jika berat
 Duh tubuh vagina, putih seperti susu, bergumpal, tidak berbau
 Jika mengenai genitalia luar dapat dijumpai bercak/plak eritema
dengan lesi satelit
PPK PERDOSKI 2017
Kandidiasis vulvovaginalis
Kandidiasis vulvovaginalis
• Pemeriksaan Penunjang 
Bahan dari duh tubuh vagina
yang berasal dari dinding
lateral vagina, dilakukan
pemeriksaan:
1. Sediaan apus dengan pewarnaan
Gram ditemukan blastospora
dan atau pseudohifa
2. Sediaan basah dengan larutan
KOH 10% ditemukan blastospora
dan atau pseudohifa
3. Kultur jamur dengan media
Saboraud

PPK PERDOSKI 2017


100
• Perempuan 20 tahun keputihan berbau warna
putih keabuan, disertai bau amis
• Ditemukan clue cell
• Whiff test positif

FAKTOR RESIKO TERSERING…


DIAGNOSIS  BACTERIAL VAGINOSIS
JAWABAN:
C. PEMAKAIAN ANTISEPTIK DALAM ATAU VAGINAL
DOUCHE
• Pasien perempuan 20 tahun 
keputihan berbau amis + warna putih
keabuan + temuan clue cells + whiff test
positif  menunjang kearah bacterial
vaginosis (3 dari 4 kriteria Amsel)
• Faktor resiko tersering  vaginal douche
atau bilas vagina menggunakan
antiseptic  sebabkan perubaha
keseimbangan flora normal vagina 
bakteri anaerob batang Gram negative
tumbuh lebih banyak
• Berhubungan seksual  bisa jadi faktor resiko,
namun lebih tinggi resiko bila berhubungan
seksual multipartner atau semakin sering
berhubungan seksual (tidak dijelaskan di opsi A
terkait multipartner ataupun frekuensi
hubungan)
• Penggunaan KB dan diabetes mellitus lebih
sering jadi faktor resiko pada kandidiasis
vaginalis karena terjadi perubahan pH yang
sebabkan pertumbuhan Candida
Bakterial Vaginosis
Definisi :
• Sindroma klinis akibat
tergantinya flora normal vagina
menjadi bakteri anaerob batang
gram negatif:
1. Gardnerella vaginalis
2. Mycoplasma horminis
3. Mobiluncus sp
• Gejala yang dirasakan terutama
duh tubuh vagina berbau amis
• PF  duh tubuh putih homogen,
melekat, berbau amis, gatal
PPK PERDOSKI 2017
Bakterial Vaginosis
• Bakterial vaginosis: polymicrobial clinical syndromemenyebabkan
jumlah Lactobacillus sp. (flora normal vagina) menurun dan
meningkatnya jumlah bakteri anaerob.
• Etiologi utama: Gardnerella vaginalis, lainnya: Prevotella sp.,
Mobiluncus Sp., Ureaplasma, Mycoplasma, dsb
• Faktor resiko
 BV berhubungan dengan seks multipartner
 DouchingFaktor risiko yang sering berperan
 Pasien di edukasi untuk menghindari pemakaian bilas
vagina atau antiseptic (PPK Perdoski 2017)
 Jumlah lactobacillus (flora normal vagina) turun
 Semakin sering berhubungan sekssemakin beresiko
 Semakin jarang berhubungan sekssemakin rendah
resiko

PPK PERDOSKI 2017


Prinsip diagnosis
• Kriteria Amsel:
 Duh tubuh homogen putih keabuan
Sediaan basah dengan larutan Terpenuhi 3 dari 4
NaCI fisiologis atau sediaan apus
dengan pewarnaan Gram
ditemukan clue cells Bakterial Vaginosis
 pH vagina >4.5
 Whiff test (+): Duh tubuh berbau
amis (fishy odor)sebelum atau
sesudah ditetesi KOH 10%
• Gold standard: Pemeriksaan Gram
PPK PERDOSKI 2017
Prinsip terapi
Based on 2015 STD Treatment Guideline CDC

• Terapi farmakologis direkomendasikan pada wanita


dengan gejala. Asimptomatiktidak perlu terapi
• DOC: Metronidazole
Metronidazole 2 x 500 mg p.o selama 7 hari
Metronidazole 2 gram p.o single dose
– Alternatif terapi: Klindamisin 2x300 mg/hari per oral
selama 7 hari
– Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol
selama pengobatan dengan metronidazol berlangsung
sampai 48 jam sesudahnya untuk menghindari disulfiram-
like reaction
PPK PERDOSKI 2017
Jika hamil?
Based on 2015 STD Treatment Guideline CDC
• Still the same, DOC: Metronidazole 2x500 mg 7 hari
• Metronidazole melintasi sawar darah plasentatetapi
terbukti tidak teratogenik
• Clindamycin topikal (lihat slide sebelum)bisa
diberikansama superiornya dengan metronidazole
• Selain 2 obat ini tidak disarankanTinidazole harus dihindari

Jika menyusui?
• Tunda menyusui selama 12-24 jam
• Metronidazole 2 gram single dose setelahnya boleh menyusui
2015 STD Treatment Guideline CDC
101
• Laki-laki berusia 32 tahun muncul bercak kemerahan
diseluruh tubuh, awalnya muncul di lengan kemudian
menyebar ke seluruh tubuh
• Sekitar 1 minggu sebelumnya sempat flu
• Ditemukan papul eritematosa dan urtikaria, serta
ditengahnya terdapat bintik dengan gambaran lesi target
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ERITEMA MULTIFORMIS
JAWABAN:
E. ERITEMA MULTIFORMIS
• Pasien laki-laki 23 tahun  bercak
kemerahan awalnya dilengan kemudian
menyebar ke seluruh tubuh + papul
eritematosa dan urtikaria + lesi target 
Eritema Multiforme
• Pada EM khas ada target-like lesions
• Terjadi biasanya setelah infeksi virus 
pada pasien sekitar 1 minggu sebelum lesi
muncul ada gejala flu
• SJS  sindrom mengenai kulit dan selaput lendir
orifisium dan mata, variatif dari ringan sampai berat,
(bisa ada misalnya eritema, vesikel, bula, hingga
konjungtivitis). Berbeda dengan EM, pada SJS biasanya
nikolsky sign positif
• Staphylococcal Scalded Skin Syndrome (SSSS) 
kemerahan, bula cepat pecah bentuk krusta, paling
sering menyerang usia muda (bayi), berhubungan
dengan toksin stafilokokkus
• Dermatitis Kontak Alergi dan Dermatitis Kontak Iritan
(DKA dan DKI)  kumpulan gejala inflamasi/peradangan
pada kulit (gatal, eritema, vesikel, plak krusta, dan
lainnya) setelah kontak/terpajan bahan tertentu (alergen
atau iritan)
Erythema multiforme
• An acute, immune-mediated condition characterized by the
appearance of distinctive target-like lesions on the skin
• Hypersensitivity type IV
• Eritema multiforme
– EM major: EM with severe mucosal involvement (and may have
associated systemic symptoms, such as fever and arthralgias)
– EM minor: EM without (or with only mild) mucosal disease (and
without associated systemic symptoms)
• Etiology:
– Most commonly induced by infection (viral, bacterial, or fungal) for
approximately 90% of cases, with herpes simplex virus being the most
frequent precipitator
– Drugs induce EM in less than 10 percent of cases, most common
precipitators appear to be nonsteroidal anti-inflammatory drugs,
sulfonamides, antiepileptics, and antibiotics

https://www.uptodate.com/contents/erythema-multiforme-pathogenesis-clinical-features-and-
diagnosis?search=erythema%20multiforme&source=search_result&selectedTitle=1~150&usage_type=default&display_rank=1#H1
Symptoms
• Influenza like prodrome, • The hallmark of erythema
including moderate fever, multiforme (EM) is a
general discomfort, target lesion with
cough, sore throat, variable mucous
vomiting, chest pain, and membrane involvement
diarrhea • The lesions are
• Present for 1-14 days symmetrical,
before the cutaneous predominantly on the
eruption occurs acral extensor surfaces of
the extremities, and they
spread centripetally to
involve the abdomen and
back
Clinical
manifestation
• “Multiforme" describes the myriad
clinical manifestations
• EM lesions usually appear over the
course of three to five days and resolve
within approximately two weeks
• Cutaneous lesion
– Target lesions are the hallmark of the
disorder (may not always be present)
– Lesions may begin as round,
erythematous papules that evolve into
classic target lesions
– Usually asymptomatic, some patients
experience itching and burning
• Mucosal lesion
– Occurs in association with cutaneous
lesion (oral, ocular, and/or genital
mucosa)
– Erythema, painful erosions, and/or
bullae

Uptodate
Specific tests
• Nikolsky sign (-)
• Punch biopsy of target
lesions
– high density of cell
infiltrate rich in T-
lymphocytes
Management: acute episode
• Aim to improve symptoms (eg, pruritus, pain) and support resolution
because acute episodes typically spontaneously resolve within two
weeks
• Can be managed in the outpatient setting, except severe mucous
membrane in that prevents sufficient oral intake may require
hospitalization for nutrition and pain control
• Cutaneous involvement
– Topical corticosteroids medium-potency (trunk and extremities), or low-
potency (facial and intertriginous)
– Oral sedating antihistamine
• Mucous involvement
– Nondisabling oral involvement: painful oral erosions can be treated with a
high-potency topical corticosteroid gel and mouthwash (containing
lidocaine 2%, diphenhydramine, aluminum hydroxide and magnesium
hydroxide mixture)
– Disabling oral involvement: systemic glucocorticoids (adults consists of 40
to 60 mg per day of prednisone or its equivalent tapered over two to four
weeks)

Uptodate
102
• Laki-laki berusia 25 tahun, keluhan nyeri saat
berkemih serta terdapat luka di kemaluan
• Pernah berhubungan seksual dengan PSK
• Ulkus dasar kotor, mudah berdarah, serta nyeri tekan
• Pemeriksaan mikroskopik tampak gambaran school of
fish.
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  CHANCROID
JAWABAN:
C. AZITROMISIN 1 GRAM PO SINGLE DOSE
• Pada pasien laki-laki 25 tahun  nyeri saat
berkemih + luka kemaluan + riwayat hubungan
seksual berisiko (dengan PSK)  curiga IMS
• Ulkus dasar kotor + mudah berdarah + nyeri
tekan  biasanya ulkus mole atau chancroid
• Temuan gambaran mikroskopis school of fish
 mendukung gambaran ulkus mole oleh
infeksi Haemophilus ducreyi
• Tatalaksana  DOC Azitromisin 1 gram SD PO
• Ciprofloksasin  bisa menjadi pilihan
alternative tatalaksana chancroid, namun
rekomendasi B dengan dosis 2x500 mg p.o
selama 3 hari
• Eritromisin  bisa menjadi obat pilihan dnegan
dosis 4x500 mg p.o selama 7 hari (opsi B salah)
• Seftriakson  bisa menjadi obat pilihan untuk
chancroid, dosis 250 mg injeksi intramuscular
dosis tunggal (opsi D salah)
• Amoksisilin tidak digunakan dalam penanganan
kondisi chancroid
Ulkus pada IMS
Ulkus Durum Ulkus Mole (Chancroid)
• Treponema pallidum (spiral) • Haemophilus ducreyi
• Dasar bersih (kokobasil, gram negatif)
• Tidak nyeri (indolen) • Dasar kotor, mudah berdarah
• Sekitar ulkus keras (indurasi) • Nyeri tekan
• Soliter • Lunak
• Multipel
• Tepi ulkus menggaung
Ulkus Mole (Chancroid)
Ulkus Mole: Penyakit infeksi pada alat kelamin yang akut,
setempat disebabkan oleh Haemophillus ducreyi. Ulkus: kecil,
lunak, tidak ada indurasi, bergaung, kotor (tertutup jaringan
nekrotik dan granulasi)

PATOGENESIS :
• Masa inkubasi : 1-3 hari
• Port d’entrée  merah  papul  pustula  pecah  ulkus
• Ulkus :
 Multiple
 Tidak teratur
 Dinding bergaung
 Indurasi +
 Nyeri (dolen)
 Kotor
2015 STD Treatment Guideline CDC
Prinsip diagnosis
• Diagnosis definitif adalah menemukan H. ducrei
dengan medium kultur spesifikTidak tersedia di
semua negara, sensitivitas <80%kurang efisien
• Harus memenuhi semua kriteria di bawah ini:
1. Adanya 1 atau lebih ulkus genital yang nyeri
2. Limfadenopati regional tidak wajib ada
3. Terbukti tidak ada syphilis melalui
pemeriksaan lapang pandang gelap
4. HSV negatif

2015 STD Treatment Guideline CDC


Ulkus Mole
Gambaran mikroskopis

2015 STD Treatment Guideline CDC


Ulkus Mole
Gambaran mikroskopis
• Kokobasil gram negatif
• School of fish

Seperti sekelompok ikan berenang


Tatalaksana Chancroid
PERDOSKI 2017

• Pilihan DOC (rekomendasi A):


 Azitromisin 1 gram per oral dosis tunggal, atau
 Eritromisin 4x500 mg per oral selama 7 hari, atau
 Seftriakson 250 mg injeksi intramuskular dosis tunggal, atau
• Alternatif (rekomendasi B):
 Siprofloksasin 2x500 mg per oral selama 3 hari

Ulkus akan mulai mengering 3-7 hari setelah pengobatan, gejala


akan hilang total max. 2 minggu setelah terapi (CDC + European
guideline)
103
• Laki-laki berusia 48 tahun mengeluhkan hangat
dan nyeri di tungkai bawah kanan sejak 3 hari
• Merasa demam
• Makula merah terang dengan peau de orange di
permukaannya, berbatas tegas, tepi indurasi (+)
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  ERISIPELAS
JAWABAN:
B. ERISIPELAS
• Pasien laki-laki 48 tahun  hangat dan
nyeri di tungkai kanan serta demam 
proses inflamasi atau infeksi
• Temuan macula merah terang dengan peau
de orange berbatas tegas, tepi indurasi (+)
 pyoderma profunda mengingat bisa ada
gejala sistemik  gambaran sesuai dengan
erisipelas
• Selulitis  infeksi akut oleh Staphylococcus, termasuk
pyoderma profunda, biasanya berupa infiltrate difus batas
tidak tegas dengan tanda inflamasi
• Impetigo  infeksi kulit atau pyoderma superfisialis,
sehingga batas lesi tegas, biasanya berupa impetigo bulosa
maupun krustosa
• Ektima gangrenosum  lesi infeksi kulit ulseratif dimana
akan ada ulkus dangkal tertutup krusta tebal, diasosiasikan
dengan infeksi Pseudomonas aeruginosa (bacteremia)
• Pioderma gangrenosum  kondisi kulit ulseratif tanpa
etiologi yang jelas, terasa nyeri, diasosiasikan dengan kondisi
sistemik (misalnya gangguan imun)
Erisipelas
• Penyakit infeksi akut oleh Streptococcus
beta hemolyticus, menyerang
epidermis dan dermis

• Gejala: eritema berwarna merah


cerah, berbatas tegas, dengan indurasi
pada tepi lesi
• Predileksi: tungkai bawah
• Gejala konstitusi: demam, malaise

• Terdapat keterlibatan limfatik dan juga


limfadenopatimemberikan gambaran
Peau d’orange
• jika sering residif dapat menjadi
elefantiasis

• Pengobatan: elevasi tungkai, antibiotik


sistemik, diuretik (bila edema)
Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.
Peau d’orange
• Peau D’Orange is a symptom where the skin takes
on the appearance of an orange peel
• The cause is lymphatic edema, where there is
accumulation of water in the lymphoid tissue. Hair
follicles are fixedappear as pits
• Commonly related to breast tumor, but can
happened in any conditions with lymphatic
obstruction, e.g. lymphedema
Selulitis

Erisipelas
Erisipelas vs Selulitis

ERISIPELAS SELULITIS
• Infeksi akut oleh Streptococcus • Infeksi akut terutama oleh
• Menyerang lapisan kulit atas (superfisial): Staphylococcus
dermis atas dan limfatik superfisial
• Tanpa purulensi
• Menyerang lapisan kulit yang lebih
dalam deeper dermis dan lapisan
• cenderung memiliki onset akut gejala dengan
manifestasi sistemik termasuk demam dan subkutan
menggigil • Bisa dengan atau tanpa purulensi
• Eritema merah cerah, batas tegas, pinggirnya • cenderung memiliki perjalanan yang
meninggi, tanda inflamasi (+) lebih lamban dengan perkembangan
• Predileksi: tungkai bawah gejala lokal selama beberapa hari.
• Lab: leukositosis • Infiltrat difus (batas tidak tegas) di
• Jika sering residif dapat terjadi elefantiasis subkutan, tanda inflamasi (+)
• Predileksi: tungkai bawah
• Lab: leukositosis
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 58-61
https://www.icgp.ie/assets/75/73F75322-D310-AFE8-B27BF2BFD39E293F_document/derma.pdf
Tatalaksana Pioderma
• Non medikamentosa
 Mandi 2 kali sehari dengan sabun
 Mengatasi/identifikasi faktor predisposisi dan keadaan komorbid,
misalnya infestasi parasit, dermatitis atopik, edema, obesitas dan
insufisiensi vena.
• Medikamentosa
• Prinsip: pasien berobat jalan, kecuali pada erisipelas, selulitis dan flegmon
derajat berat dianjurkan rawat inap. Terdapat beberapa obat/tindakan yang
dapat dipiih sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
 Topikal
 Bila banyak pus atau krusta: kompres terbuka dengan permanganas
kalikus 1/5000, asam salisilat 0,1%, rivanol 1‰, larutan povidon
iodine 1%  dilakukan 3 kali sehari masing-masing 1/2-1 jam selama
keadaan akut.
 Bila tidak tertutup pus atau krusta: salep/krim asam fusidat 2%,
mupirosin 2%  Dioleskan 2-3 kali sehari, selama 7-10 hari.
 Apabila tidak tersedia mupirosin dan asam fusidat maka dapat
digunakan gentamisin 0.1% salep sebagai alternatif

PERDOSKI 2017
Tatalaksana Pioderma
• Sistemik: minimal selama 7 hari
• Lini pertama:
1. Kloksasilin/dikloksasilin: dewasa 4x250-500 mg/hari per
oral; anak-anak 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
2. Amoksisilin dan asam klavulanat: dewasa 3x250-500
mg/hari; anak-anak 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3
dosis
3. Sefaleksin: 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis.
• Lini kedua:
1. Azitromisin 1x500 mg/hari (hari 1), dilanjutkan 1x250 mg
(hari 2-5)
2. Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis.
3. Eritromisin: dewasa 4x250-500 mg/hari; anak-anak 20-50
mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis.

PERDOSKI 2017
Tatalaksana Pioderma
• Penyebabnya MRSA:
 Trimetoprim-sulfometoxazol 160/800 mg, 2 kali sehari.
 Doksisiklin, minosiklin 2x100 mg, tidak direkomendasikan untuk anak, usia 8 tahun.
 Klindamisin 15 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis.
• Kasus yang berat, disertai infeksi sitemik atau infeksi di daerah berbahaya (misalnya maksila),
antibiotik diberikan parenteral.
 Nafcillin 1-2 gram IV tiap 4 jam, anak 100-150 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis.
 Penisilin G 2-4 juta unit IV tiap 4-6 jam, anak: 60-100.000 unit/kgBB tiap 6 jam.
 Cefazolin IV 1 gram tiap 8 jam, anak: 50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis.
 Ceftriaxone IV 1-2 gram ,1 kali/hari.
 Apabila terdapat/dicurigai ada methycillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada
infeksi berat: vankomisin 1-2 gram/hari dalam dosis terbagi atau 15-20 mg/kgBB setiap 8-
12 jam intravena, selama 7-14 hari (A,1). Anak: vankomisin 15 mg/kgBB IV tiap 6 jam.
 Linezolid 600 mg IV atau oral 2 kali sehari selama 7-14 hari, anak-anak 10 mg/kgBB oral
atau intravena tiap 8 jam.
 Klindamisin IV 600 mg tiap 8 jam atau 10-13 mg/kgBB tiap 6-8 jam.
 Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan hasil kultur dan resistensi.

PERDOSKI 2017
Erysipelas
Algoritma
Tatalaksana ¶ Five days of antibiotic
therapy is generally sufficient;

Erisipelas extension up to 14 days may


be warranted for slow
response to therapy.
§ Penicillin and amoxicillin are
Uptodate. 2017 preferred for erysipelas. For
patients with a penicillin
allergy, cephalexin (depending
on the allergy), clindamycin,
and trimethoprim-
sulfamethoxazole are
alternatives.
104
• Laki-laki 18 tahun keluhan lemas yang memberat sejak 3 bulan,
demam dan batuk berdahak
• Sebelumnya terdapat cacing pada BAB
• Gangguan tumbuh kembang
• Lab: peningkatan eosinophil, ditemukan cacing A.
Lumbricoides pada pemeriksaan feses
• Rontgen thorax ditemukan benda asing dan gambaran larva

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  SINDROM LOFFLER
JAWABAN:
A. ALBENDAZOLE 400 MG + PREDNISON
• Anak laki-laki 18 tahun  datang dengan keluhan lemas
yang memberat sejak 3 bulan + demam + batuk
berdahak + ada cacing pada BAB + mengalami gangguan
tumbuh kembang sejak kecil + lab eosinophilia  curiga
infeksi cacing
• Temuan cacing A. Lumbricoides pada pemeriksaan feses
 Askariasis
• Mengingat ada gejala saluran napas + pada rontgen
thorax ditemukan benda asing dan gambaran larva 
Sindrom Loffler (gejala akibat transit parasite di paru-
paru)
• Tatalaksana  DOC Albendazole 400 mg SD +
kortikosteroid sistemik (prednisone)
• Pirantel pamoate  terapi alternative (bukan
DOC seperti abendazole) digunakan pada
wanita hamil atau anak usia < 2 tahun
• Prazikuantel  biasanya DOC pada taeniasis,
sistiserkosis
Askariasis (Cacing Gelang)
Gejala
• Rasa tidak enak pada perut (gangguan
lambung); kejang perut, diselingi diare;
kehilangan berat badan; dan demam; ileus
obstruktif
• Telur
– Fertilized: bulat, bile stained (coklat),
dilapisi vitelin dan unstructured
albuminoid (tidak teratur), ukuran
diameter 50 dan 75 mcm
– Unfertilized: lonjong, permukaan bisa
tidak teratur atau teratur (dekortikated),
dinding lebih tipis, ukuran diameter 43
dan 95 mcm

DOC: Albendazole 400 mg SD


Alternatif: Mebendazole 2x100mg p.o selama 3
hari atau 500 mg SD
Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11
mg/kgBB selama 3 hari
Ascariasis
Tanda&Gejala:
– Defisiensi protein, kalori, vitamin A  gangguan
pertumbuhan
– Sindrom Loeffler (ascaris pneumonitis)  10 – 16 hari
setelah menelan telur Ascaris  wheezing, dispnea,
batuk nonproduktif, hemoptisis, demam, eosinofilia
– Obstruksi intestinal  nyeri perut, distensi,
kolik, mual-muntah, anoreksia, diare
intermiten, risiko perforasi,
akut abdomen, peritonitis
– Obstruksi hepatobilier, pankreas
jaundice, kolesistitis, kolangitis, pankreatitis,
abses hepar, apendisitis
– Urtikaria
Haburchak DR. Ascariasis. Emedicine. 2018.
Sindrom Loeffler
• Eosinofil terakumulasi di paru-paru akibat reaksi
hipersensitivitas terhadap infeksi parasit

• Etiologi
– Ascaris lumbricoides (utama)
– Strongyloides stercoralis, Ancylostoma duodenale, dan Necator
americanus dan Obat pencetus hipersensitivitas  disebut
pulmonary eosinophilia

– Obat yang terlibat drug-induced eosinophilia


• Antimicrobials - Dapsone, ethambutol, isoniazid, nitrofurantoin, penicillins,
tetracyclines, clarithromycin, pyrimethamine, daptomycin[3]
• Anticonvulsants - Carbamazepines, phenytoin, valproic acid, ethambutol
• Anti-inflammatories and immunomodulators - Aspirin, azathioprine,
beclomethasone, cromolyn, gold, methotrexate, naproxen, diclofenac,
fenbufen, ibuprofen, phenylbutazone, piroxicam, tolfenamic acid
• Other agents - Bleomycin, captopril, chlorpromazine, granulocyte-
macrophage colony-stimulating factor, imipramine, methylphenidate,
sulfasalazine, sulfonamides
Sindrom Loeffler: Patofisiology

• Larva yang menembus alveolus menimbulkan


pneumonitis akibat reaksi hipersensitivitas
• Gambaran: demam, batuk, sputum, asma,
eosinofilia, dan infiltrat radiologis
Clinical Presentation
• Symptoms
• usually mild or absent and tend to spontaneously resolve
after several days or, at most, after 2-3 weeks
• Symptoms appear 10-16 days after ingestion of Ascaris eggs
• Cough  most common symptom
• usually dry and unproductive
• Bbut may be associated with production of small amounts of
mucoid sputum.
• Fever, malaise, cough, wheezing, and dyspnea
• myalgia, anorexia, and urticaria less common
• Sign:
• Usually, no abnormalities are found on physical examination
• Occasionally, crackles or wheezes
Workup
• CBC—Eosinophilia
• Stool examinationPulmonary symptoms usually resolve by the time
parasitic forms are found in the stool
• Immunoglobulin E (IgE) level This may be elevated.
• Analysis of sputum or gastric lavages
• Larvae are occasionally found in sputum and gastric aspirates at the time of
pulmonary symptoms.
• Bronchoalveolar lavage
• The eosinophilic count may be elevated
• Imaging studies
• Chest radiography
• abnormalities can be unilateral or bilateral.
• peripheral densities transient, migratory, and disappear completely within 2-4 weeks.
• Chest CT scanning:
• areas of ground-glass opacity (halo) around consolidation
Loffler Syndrome
Subtle opacity (arrows in the right
middle lung zone)

High Resolution CT Scan showing


consolidation with surrounding
ground-glass opacity in left lower
lobe.
Treatment
• In most patients, no treatment is required for
Loeffler syndrome because it will go away on its
own (spontaneous remission)
• Anthelmintic drugs is indicated for treatment GI
ascariasis:
• Prevent late GI manifestation of ascaris
• Albendazole 400mg SD
• Systemic corticosteroidsprednison

https://emedicine.medscape.com/article/1002606-medication#1
105
• Laki-laki 32 tahun keluhan kemerahan disertai bintik
nanah pada dagu dan daerah kumis sejak 1 bulan
• Meminum antibiotik keluhan belum berkurang
• Papul eritem dan pustul multiple perifolikular
• Pemeriksaan KOH didapatkan hifa panjang dan bersepta

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  TINEA BARBAE
JAWABAN:
B. TINEA BARBAE
• Laki-laki dengan kemerahan + bintik bernanah
pada dagu dan area kumis  infeksi kulit
• Tidak membaik dengan pemberian antibiotic +
adanya papul eritema dan pustule multiple
perifolikular  bisa mengarahkan pada infeksi
kulit akibat jamur maupun infeksi kulit akibat
bakteri yang resisten dengan antibiotic
diberikan
• KOH  hifa panjang dan bersepta 
menguatkan diagnosis adanya dermatofitosis
 tinea barbae pada dagu dan kumis
• Tinea korporis  lesi kulit pada badan, biasanya lesi
batas tegas, polisiklik, pinggir aktif, dan ada central
healing
• Folikulitis  infeksi folikel rambut seperti gambaran
pasien diatas. Namun pada folikulitis bacterial
disebabkan oleh infeksi bakteri (seharusnya tidak
ditemukan hifa panjang bersepta pada KOH)
• Candida  ditemukan adanya pseudohifa dan
blastospora
• Pitirosporum  gambaran biasanya hifa pendek dan
spora bulat
Tinea Barbae
• Superficial dermatophyte • Clinical manifestation (zoophilic)
infection that is limited to the • Kerion
bearded areas of the face and • Circular
neck • Scaling
• Clinically classified as • Vesicle
inflammatory and non • Ectothrix, Endothrix, Favus
inflammatory • Antropophilic
• Inflammatoryzoophilic • Active border composed of
• Non papules, vesicles, and/or crusts.
inflammatoryantropophili • Hairs are broken next to the skin,
c or they plug the hair follicle.
• In the sycosiform variety, small
follicular pustules are observed.
zoophilic antropophilic
Etiology
• Most Common
• T.v errucosum,
• T. mentagrophytes
• Cow and Cattle
• T. rubrum and T.
violaceum are the most
common anthropophilic
Tinea: Pemeriksaan KOH

KOH stain Gambaran Tinea


Adanya spora dan hifa bercabang • gambaran hifa sebagai dua
garis sejajar terbagi oleh
sekat dan bercabang
maupun spora berderet
(artrospora) pada Tinea
(Dermatofitosis)
• Terapi
Drug of Choice Dermatofita
DERMATOFITA DOC
Tinea Kapitis • Perlu terapi sistemik untuk mencapai folikel rambut
• Griseofulvin: DOC untuk spesies Microsporum maupun Trichophyton
• Terbinafin: DOC untuk spesies Trichophyton
• Griseofulvin merupakan DOC jika spesies penyebab tinea kapitis tidak
jelas

Tinea manum, Tinea • Terapi utama adalah topikal: topikal terbinafine/azole


pedis • DOC sistemik: Terbinafin, itrakonazol, flukonazol
• Griseovulfin kurang efektif dan butuh waktu yang lebih panjang
Tinea barbae • Butuh terapi sistemik untuk mencapai folikel rambut
• DOC: griseovulfin/ Terbinafin selama 2-4 minggu; alternatif:
itrakonazol, flukonazol
Tinea facialis, Tinea • Mengenai struktur kulit superfisial  terapi topikal adalah yg utama
korporis, tinea • DOC sistemik: terbinafin; alternatif griseofulvin/ketoconazole/
kruris itrakonazole
Tinea Unguium • Oral lebih baik dibanding topikal
• DOC: Terbinafin; alternatif itrakonazole
106
• Laki-laki 29 tahun keluhan bintil-bintil pada penis, tidak gatal
dan tidak nyeri
• Pasien belum disunat
• Hubungan seksual gonta ganti pasangan disangkal
• Pada regio sulcus coronarius tampak adanya papul multiple
sewarna kulit, tampak dome-shaped hingga filiformis, kering
tidak bergaung sekelilingnya, tidak tampak kemerahan

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PEARLY PENILE PAPUL
JAWABAN:
A. PEARLY PAPULE PENIS
• Pada pasien 29 tahun  keluhan bintil-bintil
area penis tidak gatal, tidak nyeri + tidak ada
riwayat promiskuitas  singkirkan
kemungkinan IMS
• Pada regio sulcus coronaries ada papul
multiple sewarna kulit (tampak dome-shaped
hingga filiformis, kering tidak bergaung
sekelilingnya, tidak tampak kemerahan) 
curiga variasi normal  pearly penile papule
• Faktor resiko  belum disunat
• Kondiloma lata  lesi eksudatif pada sifilis yang sangat
menular, biasanya berupa papul lentikuler datar dan sebagian
berkonfluensi pada daerah lipatan kulit (inguinal, skrotum,
vulva, perianal)
• Kondiloma akuminata  infeksi HPV berupa vegetasi
bertangkai dengan permukaan papilomatosa (jengger
ayam/kembang kol), biasanya tidak nyeri dan ada riwayat
kontak seksual sebelumnya
• Sifilis  infeksi oleh Treponema pallidum, bisa gambaran
papul seperti kondiloma lata diatas
• Herpes genitalis  infeksi oleh virus herpes simpleks,
terdapat vesikel berkelompok dasar eritematosa, ada riwayat
kontak seksual
Pearly Papul Penis
• Varian normal kelenjar
sebasea
• Bukan penyakit menular
seksual, berhubungan
dengan pria tidak
sirkumsisi
• Manifestasi:
– Papul putil
kekuningan/sewarna kulit
ukuran 1-2 mm (dome-
shaped hingga filiformis)
tersebar di sulkus
koronarius
– Seperti cobblestone
• Tidak perlu diobati

Brown CW. Pearly penile papules. Emedicine:2018.


Pearly Papule Penis
• Pearly penile papules
are small dome-shaped
to filiform skin-colored
papules that typically
are located on the
sulcus or corona of the
glans penis
• Benign
• Not sexually
transmitted
• Normal variant
DD/: Kondiloma akuminatum
• Infeksi menular seksual yang disebabkan oleh virus papilloma
humanus (VPH) tipe tertentu dengan kelainan pada kulit dan
mukosa anogenital.
• Sebanyak 90% disebabkan HPV tipe 6 dan tipe 11, masa
inkubasi 3 minggu sampai dengan 8 bulan, bahkan sampai
dengan 18 bulan
• Gambarab klinis:
 Benjolan di daerah genital yang tidak nyeri
 Adanya riwayat kontak seksual sebelumnya

PPK PERDOSKI 2017


DD/ Lain:

Condiloma latapink-flat papul

Herpes genitalismultiple
painful ulcer, eritematous
107
• Perempuan usia 30 tahun rambut rontok sejak 2 bulan yang
lalu
• Terasa memberat setelah melahirkan anak kedua
• Tidak ada kebotakan dalam keluarga, tidak ada kebiasaan
mencabut rambut sendiri
• Hair Pull Test didapatkan positif terdapat 10, distribusi tidak
merata, batas tidak tegas

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  TELOGEN EFFLUVIUM
JAWABAN:
E. TELOGEN EFFLUVIUM
• Perempuan usia 30 tahun rambut rontok
sejak 2 bulan yang lalu +  distribusi tidak
merata pada kerontokan  mungkin
diffuse hair loss pada pasien
• Terjadi pada wanita dan memberat setelah
melahirkan anak kedua + hair pull test
positif  telogen effluvium  terjadi
karena gangguan keseimbangan
pertumbuhan rambut (fase telogen
dominan), bisa pada kondisi postpartum
• Tidak ada kebotakan dalam keluarga 
singkrikan kemungkinan alopesia androgenic
yang herediter
• Tidak ada kebiasaan mencabut rambut sendiri
 singkirkan trikotilomania
• Alopesia areata  biasanya kebotakan
berbentuk bulat/lonjong, pada tepi daerah yang
botak ada rambut putus, ada exclamation mark,
hair pull test positif, dikaitkan dengan kondisi
autoimun
Telogen Effluvium
• A form of diffuse, nonscarring hair loss  transient
or chronic loss of hair; occurs as a result of
abnormal shift in follicular cycling that leads to
premature shedding of hair.
Telogen Effluvium
• Terjadi karena gangguan keseimbangan
pertumbuhan rambut, dimana fase telogen
rambut dominan  turn over rambut lebih
cepat
• Dapat terjadi di rambut kepala, aksila, pubis
• Hair pull test (+)
Cara: genggam 40-60 helai rambut, lakukan
penarikan rambut
• Tatalaksana
Tidak spesifik, hair regrowth terjadi setelah
rambut rontok, tatalaksana spesifik untuk
penyebab dasar.
Dd/ Anagen Effluvium:
• kerontokan rambut secara tiba-tiba pada
80-90% rambut di seluruh tubuh, terjadi
karena gangguan pada fase anagen.
Penyebab utama: kemoterapi
Pull Test
• The pull test is helpful
(positive) for diagnosis
of telogen effluvium,
anagen effluvium, and
alopecia areata. The
test is positive in whole
scalp in case of acute
telogen effluvium
108
• Laki-laki berusia 28 tahun keluhan rambut kepala makin
menipis terutama di daerah depan kepala
• Tidak ada riwayat peradangan sebelumnya, tidak merasa
gatal di area kepala
• Kebiasaan mencabuti rambut disangkal
• Ayah pasien juga mengalami hal yang sama
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  ALOPESIA ANDROGENIK
JAWABAN:
A. MINOXIDIL 2%
• Laki-laki 28 tahun  rambut kepala semakin
tipis di bagian depan kepala + ayah pasien
alami hal sama  sifat herediter  alopesia
androgenic
• Biasanya akan ada kebotakan dengan pola M,
rambut rontok bertahap dari vertex dan
frontal
• Tidak merasa gatal maupun tanpa peradangan
 singkirkan kemungkinan penyebab infeksi
• Tidak mencabuti rambut  singkirkan
trikotilomania
• Tatalaksana  Minoxidil 2% (rekomendasi A)
• Hidrokortison 1%  bisa digunakan pada
kondisi dermatitis, tidak pada alopesia
androgenik
• Permethrin 5%  bila ada sebab rontok akibat
infeksi parasite misalnya pediculosis kapitis atau
kutuan
• Ketokonazol 2%  untuk infeksi jamur
• Mupirosin 2%  untuk infeksi bakteri misalnya
pada pioderma
Alopesia androgenik
(Male & Female pattern of baldness)
- Timbul pada usia akhir 20 atau awal 30 tahun, bersifat
herediter
- Rambut rontok bertahap dari vertex dan frontal  meluas
dengan pola M
- Garis rambut anterior mundur dan dahi menjadi terlihat
lebar
- Puncak kepala tampak botak
- Folikel rambut lebih halus dan berwarna mudalama-lama
tidak terbentuk rambut terminal
- Mengenai folikel yang sensitif terhadap DHT
- Rambut parietal dan oksipital menipis
Alopesia Androgenika
• Alopesia Androgenika atau male-
pattern baldness adalah penipisan
rambut dengan bentuk khas, yaitu
berbentuk M, umumnya terjadi di
daerah temporal dan bagian kepala
atas
• Bentuk khas pada alopesia androgenika
terjadi karena distribusi folikel rambut
yang sensitif terhadap hormon
androgen. Terjadi mulai saat pubertas
• Hormon androgen akan
memperpendek fase anagen dan
meningkatkan pemendekan dari folikel
rambut, menyebabkan penipisan
rambut
• Hair pull test negatif
Alopesia Androgenika pada Wanita
• Pada wanita, Alopesia
androgenika terjadi pada
daerah sentral dan frontal
kepala tanpa ada penipisan di
daerah fronto-temporal
• Dikaitkan dengan kondisi
hiperandrogenisme (hirsuitisme,
menstruasi ireguler, jerawat,
infertilitas)
• Pemeriksaan Penunjang
(mengarah ke hiperandrogen)
– Prolactin, FSH, LH, DHEAS
Tatalaksana Alopesia Androgenika
• Minoxidile 2% topikal (pria dan wanita), Minoxidile 5% solusi (hanya
untuk pria)
Sebagai 1st line treatment baik di pria maupun wanita. Cara kerja belum
diketahui pasti. Diberika 2 kali sehari selama 1 tahun
• Finasteride (hanya untuk pria)
Menghambat 5 alfa reduktase tipe 2 menurunkan hormon
dihidrotestosteron (DHT) memperlambat penipisan rambut,
meningkatkan hair growth.
Dosis: 0,2 mg per hari. Wanita tidak disarankan karena dapat
menyebabkan kelainan kongenital pada bai laki-laki (jika sedang hamil)
• Estrogen (pada wanita)
Sebagai hormonal replacement therapy pada wanita dengan gejala
hiperandrogenisme. Dapat diberikan dalam bentuk kontrasepsi oral.
109
• Wanita 23 tahun keluhan kuku rusak sejak 6 bulan karena
kuku pasien terjepit pintu
• Kuku jari ke tiga kanan terdapat onikolisis dan
hyperkeratosis subungual distal
• Pada pemeriksaan KOH 20% dari kerokan kuku didapatkan
adanya artrospora
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  ONIKOMIKOSIS
JAWABAN:
C. DOSIS DENYUT ITRAKONAZOL 2x200 MG
• Wanita 23 tahun keluhan kuku rusak sejak 6 bulan
karena kuku pasien terjepit pintu  faktor resiko
trauma
• Kuku jari ke tiga kanan terdapat onikolisis dan
hyperkeratosis subungual distal  temuan klinis
dari infeksi jamur pada kuku atau onikomikosis
• Pada pemeriksaan KOH 20% dari kerokan kuku
didapatkan adanya artrospora  mendukung
adanya kondisi onikomikosis oleh dermatofita
• Tatalaksana  DOC Terbinafine tidak ada  bisa
gunakan Itrakonazol dosis denyut 2x200 mg/hari
selama 1 minggu tiap bulan (kuku kaki 3 bulan)
Onikomikosis
• Kelainan kuku akibat infeksi jamur

• Tinea unguium: kelainan kuku akibat infeksi dermatofita

• Faktor risiko:
• Trauma pada kuku
• Sering terendam air
• Occlusive foot wear
• Tinea pedis
• DM dan imunosupresi
• merokok

• Etiologi
• Dermatofita: T. rubrum, T. mentagrophytes, epidermophyton
• Candida sp.
• Non dermatofita lain: Aspergillus sp, Scytalidium dimidiatum, Scopulariosis
brevicaulis, dan Fusarium spp.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Onikomikosis: 5 Tipe

• Onikomikosis subungual distal (OSD)


• Onikomikosis subungual proksimal (OSP)
• Onikomikosis superfisial putih (OSPT)
• Onikomikosis endonyx
• Onikomikosis distrofi total

Uptodate 2017 | http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf


Pathogenesis of Onychomycosis

(a) Anatomical structure of the normal nail unit. (b) Pattern of fungal invasion in distal lateral
subungual onychomycosis. (c) Pattern of fungal invasion in endonyx onychomycosis. (d)
Pattern of invasion in superficial white onychomycosis. (e) Pattern of invasion in PSOM. (f)
Fungal involvement in a case of TDOM
Onikomikosis Subungual Distal
• Bantalan kuku di bawah lempeng kuku melalui
hiponikium dan bergerak kearah proksimal
• Invasi juga dapat dari lateral (onikomikosis subungual
distal dan lateral/OSDL)
• Klinis
– Hiperkeratosis subungual dan
onikilosis, descolorisasi (kekuningan)

• Etiologi
– T. rubrum (paling sering)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Onikomikosis Subungual Proksimal
• Infeksi dimulai dari lipat kuku proksimal, melalui kutikula dan
masuk ke kuku yang baru terbentuk, selanjutnya bergerak
kearah distal
• Lebih jarang terjadi dibandingkan subungual distal dan
superfisial putih; biasanya pada pasien defisiensi imun.
• Klinis
– Hiperkeratosis dan onikilosis proksimal,
destruksi lempeng
kuku proksimal
• Etiologi
– T. rubrum, Fusarium species, C. albicans
(yang disebabkan oleh kandida seringkali
juga mengenai lipatan kulit/ paronikia
kronik), and Aspergillus species

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Onikomikosis Superficial Putih
• Jarang dijumpai
• Jamur menginvasi langsung lapisan superfisial lempeng
kuku
• Klinis
– Bercak-bercak keruh berbatas
tegas yang dapat berkonfluen
– Kuku menjadi kasar, lunak dan
rapuh

• Etiologi
– T. mentagrophytes (paling
sering)
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3416/1/08E00604.pdf
Endonyx Onychomycosis
• Involves only the interior of the nail
plate, sparing involvement of the nail
bed.
• Clinically, EOM is seen as a diffuse milky-
white discoloration of the affected nail,
forming irregular wide waves with pits
and lamellar splits, with an absence of
nail bed hyperkeratosis or onycholysis.
• Nail plate surface and nail thickness are
normal.
• Penyebab utama: Trichophyton
soudanense; Trichophyton violaceum
juga bisa menyebabkan onikomikosis Milky white discoloration of the nail
jenis ini plate without surface change in
endonyx onychomycosis
Totally Dystrophic Onychomycosis

• Totally dystrophic
onychomycosis is most often
a manifestation of end-stage
distal lateral subungual or
proximal subungual
onychomycosis.
• Total destruction of the nail
with a ridged, hyperkeratotic
nail bed is present in this
patient with totally dystrophic
onychomycosis.
Onikomikosis: Pemeriksaan Penunjang

• Pemeriksaan sediaan langsung kerokan kuku


menggunakan mikroskop dan KOH 20%
– Hifa panjang dan atau artrospora
• Kultur terbaik dengan agar Sabouraud plus
(Mycosel, Mycobiotic)  pada suhu 28C
selama 1-4 minggu (bila dihubungkan dengan
pengobatan, kultur tidak harus selalu
dikerjakan kecuali pada tinea unguium)

PERDOSKI 2017
Prinsip Terapi Onikomikosis
• Onikomikosis dermatofita ringan-sedang (distal
lateral subungual onychomycosis involving ≤50%
tanpa mengenai matrix/lunula), bisa memakai terapi
topikal ataupun oral.
• Onikomikosis berat (DLSO >50%, mengenai lunula,
onikomikosis subungual proksimal, distrofi total)
harus memakai terapi oral
• Onikomikosis superfisial putih cukup menggunakan
terapi topikal karena hanya mengenai lokasi
superfisial saja.
Uptodate. 2017
Onikomikosis: Terapi
• Topikal
– Ciclopirox  berbentuk cat kuku, dipakai per hari selama 12 bulan
– Amorolfine  cat kuku konsentrasi 5%; sekali seminggu; kuku tangan selama 6
bulan, kuku kaki selama 9-12 bulan

• Sistemik
– DOC onikomikosis dermatofita: Terbinafine; DOC onikomikosis kandida/ jamur
nondermatofita lainnya: itraconazole
– Terbinafine 250 mg/hari selama 6 minggu untuk kuku tangan; 12 minggu untuk kuku
kaki efektif untuk dermatofita, kurang terhadap candida
– Itrakonazol 200 mg/hari selama 1,5 bulan utk kuku tangan atau 3 bulan untuk kuku
kaki
– Itrakonazole dosis denyut 2x200 mg/hari selama seminggu tiap bulan dalam 2 (kuku
tangan) atau 3 bulan (kuku kaki)  untuk dermatofita dan candida
– Flukonazol 150-300 mg sekali/minggu selama 6-12 bulan

Uptodate. 2017
110
• Wanita 20 tahun, keluhan gatal di pergelangan
tangan sejak 3 minggu setelah pakai jam tangan
• Riwayat gatal di perut setelah memakai ikat pinggan
• Papul dan plak eritematosa batas tidak tegas dengan
ekskoriasi dan skuama
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DERMATITIS KONTAK ALERGI
JAWABAN:
C. DERMATITIS KONTAK ALERGIKA
• Wanita 20 tahun  keluhan gatal di
pergelangan tangan sejak 3 minggu setelah
pakai jam tangan + papul dan plak eritematosa
batas tidak tegas dengan ekskoriasi dan
skuama  muncul lebih lama, ada waktu
sensitisasi  curiga dermatitis kontak alergi
• Riwayat gatal di perut setelah memakai ikat
pinggang  sekarang gatal setelah pakai jam
tangan  ada proses eksaserbasi setiap kali
setelah reexposure  cenderung pada DKA
• DKI  bisa terjadi pada siapa saja, muncul cepat
dalam waktu jam setelah paparan, bergantung
pada konsentrasi agen penyebab (diatas
threshold), biasanya seringkali batas lesi tegas
• Dermatitis atopic  biasanya sering didaerah
fleksura (antecubital atau popliteal serta bokong),
lesi xerosis, likenifikasi, eczematous lesion
• Dermatitis numularis  lokasi bisa dimana saja,
berupa coin lesion eritematosa
• Dermatitis venenata  terjadi setelah kontak
dengan tumbuhan atau serangga
Dermatitis Kontak
• Dermatitis: kumpulan gejala inflamasi/peradangan
pada kulit seperti gatal, eritema, vesikel,
mengelupas, dan plak krusta
• Dermatitis kontak (dermatitis akibat respon
terhadap pajanan bahan tertentu)
• Dermatitis Kontak Alergi (DKA): pajanan allergen luar
tubuh, diperantarai reaksi hipersensitivitas tipe 4
(allergen-specific T lymphocytes)  20% dermatitis
kontak
• Dermatitis Kontak Iritan (DKI): pajanan bahan iritan fisik
atau biologis yang kontak dengan kulit, TANPA dimediasi
respon imunologis, tidak perlu sensitisasi sebelumnya
 80% dermatitis kontak

PPK Perdoski 2017


DKI vs DKA: Perbedaan

• Terapi Terapi
– Topikal • Sistemik: Kortikosteroid
• Prednison 5-10 mg/ dosis,
• Akut & eksudatif: kompres
NaCl 0.9% 2-3x/hari
• Deksametason 0.5-1 mg, 2-
• Kronik & kering: krim
hidrokortison 3x/hari
DKI vs DKA: Patch Test
• Untuk metode diagnostik delayed contact hypersensitivity  DKA
• DKI: diagnosis berdasarkan klinis saja dan dengan menyingkirkan
DKA (hasil Patch Test negatif)
• Patch test:
– Antigen dibiarkan menempel selama 48 jam
– Pembacaan dilakukan 2 kali: pertama dilakukan 15-30 menit setelah
dilepas; kedua dilakukan 72-96 jam setelah dilepas
– Bila reaksi bertambah (crescendo) di antara kedua pembacaan,
cenderung ke respons alergi. Disesuaikan juga dengan keadaan klinis.

The eczematous area at the wrist is due to sensitivity to nickel in the watch-strap buckle. (2) The suspected allergy may be
confirmed by applying potential allergens, in the relevant concentrations and vehicles, to the patient’s upper back (patch testing).
A positive reaction causes a localized area of eczema at the site of the offending allergen 2–4 days after application.
Tatalaksana
DKA
(PERDOSKI
2017)
111
• Laki-laki 18 tahun datang ke dokter keluhan gatal pada telapak
tangan serta menyebar hingga lipat ketiak dan sela sela jari
sejak 1 minggu
• Rasa gatal terutama malam hari
• Teman sekamar pasien di Asrama juga mengeluhkan hal yang
serupa
• Lesi berupa kanalikulus dengan ujung papul

LESI TEROWONGAN SEBATAS LAPISAN KULIT…


DIAGNOSIS  SCABIES
JAWABAN:
A. STRATUM KORNEUM
• Pasien keluhan gatal telapak tangan
menyebar hingga lipat ketiak dan sela jari +
pruritus noktruna (gatal malam hari) +
teman sekamar keluhan sama (menyerang
sekelompok orang)  curiga infeksi
menular yakni Scabies
• Temuan kanalikulus dengan ujung papul 
Sarcoptes scabies membuat terowongan 
biasanya sebatas stratum korneum saja
(opsi A)
Skabies
• Penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var.
hominis
• Sarcoptes scabiei var. hominis membuat terowongan pada stratum
korneum, namun tidak pernah sampai pada lapisan yang lebih dalam
• Termasuk dalam infeksi menular seksual
• Transmisi: langsung (skin to skin) dan tidak langsung
• Kriteria diagnosis:
Menemukan 2 dari 4 tanda di bawah ini
1. Pruritus nokturnal (gatal terutama di malam hari)
2. Menyerang sekelompok orang
3. Ditemukan kanalikulus berwarna putih/keabuan, lurus/berkelok,
panjang 1 cm, di ujung terowongan ada papul/vesikel. Predileksi: sela
jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku luar, lipat ketiak
depan, areola mammae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, perut
bawah
4. Ditemukan tungau pada kerokan kulit
• Terdapat 2 tipe, yaitu Classic Scabies dan Crusted (Norwegian) Scabies
CDC Treatment Guideline for Scabies 2017
Temuan klinis

• Kanalikuli

• Sarcoptes scabiei
Modalitas pemeriksaan
• Menemukan terowongan (kedua teknik sama
sensitifnya)
1. Burrow Ink Test
- Cara kerja: tinta dioleskan pada kulit dan tinta ini akan
melakukan penetrasi ke stratum korneumdibersihkan
dengan alkoholtinta mewarnai terowongan.
- Metode ini sangat efektif terutama juga pada anak-anak dan
penderita dengan jumlah terowongan yang kecil dan sedikit
2. Tetracycline:
- Cara kerja:Tetrasiklin topikal dioleskan di kulit kemudian
dibersihkan dengan alkohollampu wood: terowongan akan
berwarna kehijauan
- Metode ini lebih disukai karena colorless dan bisa
mendeteksi area kulit yang luas
PPK PERDOSKI 2017
Modalitas pemeriksaan
(lebih advanced dan butuh tenaga terlatih)
• Skin scraping
- Cara kerja: kulit yang ada terowongan dikerok dengan
scalpeldiperiksa di mikroskopditemukan 1-2 telur atau
tungau
- Hasil sering false negative
• Adhesive tape test
- Cara kerja: beberapa tape ditaruh di kanalikuli kemudian
dilepaskan tiba-tiba dan diperiksa di bawah mikroskop
- Yang dicari sama seperti skin scraping, namun sensitivitas tes
ini lebih bagus dari skin scraping
• Dermatoscopy
- Lebih akurat dibandingkan pemeriksaan adhesive tape test,
yaitu sensitivitasnya 83%
- Butuh tenaga terlatih
PPK PERDOSKI 2017
Prinsip Tatalaksana
• Classic Scabies
- DOC: Permethrine cream 5% (anak usia<2 bulan tidak boleh) dioleskan
pada kulit dan didiamkan selama 8 jam.
- Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Tidak
boleh digunakan pada bayi, anak kecil, dan ibu hamil.
- Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-turut.
- Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3, dan 8.
- Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh
• Crusted scabies
- Ivermectin 200 µg/kgBB/pemberian, pembagian dosis berdasarkan derajat
keparahan dan perlu dikombinasi dengan topikal
- Permethrin cream 5%
- Benzyl benzoate 25%
- Keratolitic cream terapi adjuvan
PPK PERDOSKI 2017
112
• Laki-laki 20 tahun keluhan kemerahan dibadan
• Diawali lepuh pada bibir dan genitalia, pasien juga mengeluhkan mata
merah
• Riwayat minum kotrimoksazol 2 minggu lalu
• Krusta pada area mulut dan genitalia, mata tampak kemerahan, dan
eritema pada seluruh tubuh seluas <10% BSA
• Nikolsky sign positif
• Berat badan 50 kg

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  STEPHENS-JOHNSON SYNDROME
JAWABAN:
C. DEXAMETASONE 3x10 MG
• Laki-laki 20 tahun keluhan kemerahan dibadan
diawali lepuh pada bibir dan genitalia + mata
merah + riwayat minum kotrimoksazol 2
minggu lalu  reaksi alergi obat  Nikolsky
sign positif  curiga SJS/TEN
• Krusta pada area mulut dan genitalia + mata
tampak kemerahan + eritema  seluas <10%
BSA  SJS
• Tatalaksana  bisa diberikan kortikosteroid
sistemik  prednisone 1-4 mg/kgbb/hari 
pada kasus opsi berupa dexametason
• Konversi deksametason
• Deksametason = 0.15 x Prednison
• Untuk terapi SSJ:
– Prednison 1-4 mg/kgBB/hari = BB 50 kg = 50-200 mg/hari
– Deksametason = (50 mg x 0,15) sampai (200 mg x 0,15) = 7,5
mg – 30 mg/hari

• Analisis soal:
– BB 50 kg
– Dosis deksametason: 7.5 – 30 mg/hari
– Dari sumber Perdoski dan buku Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, maka dipilih opsi C deksametason 3x10 mg 
karena merupakan pilihan jawaban dengan pemberian
deksametason yang paling sering, namun dosis sesuai
SJS & TEN
• Sindrom yang mengenai kulit, selaput lendir di orifisium, dan mata
dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat
• Penyebab: alergi obat (>50%), infeksi, vaksinasi, graft vs host
disease, neoplasma, radiasi
• Reaksi hipersensitivitas tipe 4
• Trias kelainan
– Kelainan kulit: eritema, vesikel, bula
– Kelainan mukosa orifisium: vesikel/bula/pseudomembran pada
mukosa mulut (100%), genitalia (50%). Berkembang menjadi krusta
kehitaman
– Kelainan mata: konjungtivitis
• Komplikasi: bronkopneumonia, gangguan elektrolit, syok

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.
Stevens-Johnson syndrome (SJS)
Definition Physical Findings & Clinical Presentation
• Stevens-Johnson syndrome (SJS) is a • The cutaneous eruption generally occurs
rare, severe vesiculobullous form of within 8 wk of drug initiation and is
erythema multiforme (EM) affecting the generally preceded by vague, nonspecific
skin, mouth, eyes, and genitalia. symptoms of low-grade fever and fatigue
• SJS  <10% of body surface area (BSA). (influenza-like symptoms).
• SJS–toxic epidermal necrolysis (TEN) • Enlarging red-purple macules or papules
overlap syndrome  10% to 30% of and bullae generally occur on the
BSA, it is known as. conjunctiva, mucous membranes of the
• TEN affects  >30% of BSA. mouth nares, and genital regions.
• Corneal ulcerations may result in
blindness.
Etiology
• Ulcerative stomatitis results in
• Drugs hemorrhagic crusting.
• Upper respiratory tract infections (e.g.,
Mycoplasma pneumoniae) and HSV
infections have also been implicated
Ferri’s best test: a practical guide to clinical laboratory medicine and diagnostic
imaging, ed 3, Philadelphia, 2014, Elsevier
SSJ vs TEN
Clinical Features that Distinguish SJS, SJS-TEN Overlap, and TEN

Clinical entitiy SJS SJS-TEN overlap TEN


Primary lesions • Dusky red • Dusky red • Poorly
lesion lesions delineated
• Flat • Flat atypical erythematous
atypical targets plaques
targets • Epidermal
detachment
• Dusky red
lesions
• Flat atypical
targets
Distribution • Isolated • Isolated lesions • Isolated
lesions • Confluence (++) lesions (rare)
• Confluenc on face and • Confluence
e (+) on trunk (+++) on face,
face and trunk, and
trunk elsewhere
Mucosal Yes Yes Yes
involvement
Systemic Usually Always Always
symptoms
Detachment (% < 10 10-30 >30
body surface
Harr T, French LE. Toxice Epidermal Necrolysis and Steven-Johnson area)
Syndrome. Oprhanet Journal of Rare Disease. 2010.
Medications and the Risk of Epidermal Necrolysis
High Risk Lower Risk Doubtful Risk No Evidence of Risk
• Allopurinol • Acetic acid NSAIDs • Paracetamol • Paracetamol
• Sulfamethoxazole (e.g., diclofenac) (acetaminophen) (acetaminophen)
• Sulfadiazine • Aminopenicillins • Pyrazolone • Pyrazolone
• Sulfapyridine • Cephalosporins analgesics analgesics
• Sulfadoxine • Quinolones • Corticosteroids • Corticosteroids
• Sulfasalazine • Cyclins • Other NSAIDs • Other NSAIDs
• Carbamazepine • Macrolide (except aspirin) (except aspirin)
• Lamotrigine • Sertraline • Sertralin
• Phenobarbital
• Phenytoin
• Phenylbutazone
• Nevirapine
• Oxicam NSAIDs
• Thiacetazone

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012
Tatalaksana

• Topikal
– mencegah kulit terlepas lebih banyak, infeksi
mikroorganisme, dan mempercepat reepitelialisasi:
• Dapat diberikan pelembab berminyak seperti 50% gel
petroleum dengan 50% cairan parafin.

PPK Perdoski 2017


Tatalaksana
• Topikal
– mencegah kulit terlepas lebih banyak, infeksi mikroorganisme, dan
mempercepat reepitelialisasi:
• Dapat diberikan pelembab berminyak seperti 50% gel petroleum dengan 50% cairan
parafin.
• Sistemik:
- Kortikosteroid sistemik: deksametason intravena dengan dosis setara
prednisone
 1-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ.
 3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-NET
 4-6 mg/kgBB/hari untuk NET.
- Analgesik
• Pilihan lain:
- Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan segera
setelah pasien didiagnosis NET dengan dosis 1 g/kgBB/hari selama 3 hari
• Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat mempersingkat waktu
penyembuhan, tetapi tidak menurunkan angka mortalitas.
• Antibiotik sistemik sesuai indikasi
PPK Perdoski 2017
ILMU KESEHATAN
ANAK
113
• Anak 9 tahun keluhan sulit menelan dan tidur mengorok,
ada nyeri menelan dan batuk serta demam
• Tidak pernah diimunisasi
• Pada pemeriksaan ditemukan tonsil T1/T1 yang dilapisi
oleh pseudomembran yang mudah berdarah

PEMERIKSAAN MENEGAKKAN DIAGNOSIS…


DIAGNOSIS  DIFTERI
JAWABAN:
C. KULTUR PADA MEDIA LOEFFLER
• Anak 9 tahun dengan riwayat tidak pernah diimunisasi
 rentan tertular penyakit menular yang bisa dicegah
dengan imunisasi
• Nyeri menelan, tidur mengorok, batuk, serta demam 
gejala infeksi saluran napas  ditemukan adanya
pseudomembran yang mudah berdarah dan melapisi
tonsil  mengarahkan pada tonsilitis difteri
• Menegakkan diagnosis  paling baik dengan kultur
membiakkan Corynebacterium diphtheria  media
Loeffler (pilih opsi C)
• Opsi D tidak diperjelas jenis agar darah (pada difteri
diperlukan Cystein Tellurite Blood Agar)
• Kultur media blood agar  biasanya untuk biakkan
bakteri seperti Streptococcus
• Kultur media dextrose sabouraud  untuk biakkan
jamur (dermatofita hingga candida)
• IgE  antibody yang bisa diperiksakan untuk
kondisi alergi hingga infeksi parasite (misalnya
cacing)
• IgG  antibody yang cukup umum dan bisa
terbentuk setelah alami infeksi ataupun imunisasi
(butuh waktu)
Difteri
• Penyebab: Corynebacterium diphtheria (bakteri
aerob Gram positif yang memproduksi toksin), ada 3
tipe utama:
– tipe gravis (produksi eksotoksin invasive, gejala
berat)
– tipe intermedius
– tipe mitis
• Menyebabkan infeksi saluran napas atas (paling Pseudomembran difteri
sering), dengan adanya pseudo-membrane. Pada
kasus berat infeksi menyebar ke trakea hingga
sebabkan adenopati servikal yang mengancam jalan
napas.
• Inkubasi: rerata 2-5 hari (rentang 1-10 hari)
• Sering pada anak <10 tahun
• Penularan: droplet respiratorik, kontak langsung
dengan sekret respiratorik atau lesi kulit
Presentasi klinis • Gejala awal infeksi saluran
napas atas: malaise, nyeri
tenggorokan, pilek, sekret
hidung berdarah, suara serak,
batuk, nyeri menelan, demam,
cutaneous diphtheria, pada
anak anak bisa sulit menelan
liur (drooling)
• Pada kasus berat: suara napas
Cutaneous diphtheria stridor inspiratorik, sesak
napas
• Inspeksi tampak bull neck
(pembengkakan nodus limfatik
servikal), faring hiperemis
• Pseudomembran: membrane
keabuan asimetris, sulit
diangkat dan mudah berdarah
Bull-neck pada difteri
https://www.cdc.gov/diphtheria/clinicians.html

Diphteria Classification
• Respiratory diphtheria
– Nasal diphtheria
• Pilek ringan dangan atau tanpa gejala sistemik
• Sekret hidung
• Tampak pseudomembran putih pada septum nasi
– Pharyngeal and tonsillar diphtheria
• nyeri tenggorok
• Bull-neck (bengkak pada leher)
• Pseudomembran purulen berwarna putih keabuan
di faring, tonsil, uvula, palatum
– Laryngeal diphtheria
• Stridor progresif dan suara parau, batuk kering
• Demam tinggi, lemah, sianosis, pembengkakan
KGB leher
• Cutaneous diphtheria
– Any break in the skin, can became infected
with diphteria
– It made ulceration and usually covered by a
gray-brown pseudomembrane
Prinsip diagnostik
• Pemeriksaan :
– Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab
tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput
pseudomembran
– Kultur bisa menggunakan medium cystine tellurite blood
agar (CTBA), medium hoyle dan medium tinsdale 
medium selektif untuk kultur Corynebacterium diphtheriae
– Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah
telurit (Mc Leod), sebagai media selektif, setelah inkubasi
selama 24 jam koloni bakteri terlihat berwarna abu-abu tua-
hitam.
– Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan
media perbenihan Loeffler dalam tabung
Todar K. Diphtheria. http://textbookofbacteriology.net/diphtheria.html
Demirci CS. Pediatric diphtheria. http://emedicine.medscape.com/article/963334-overview
Tellurite Blood (Hoyle’s)
Agar
• A selective medium for
isolation of Corynebacterium
diphtheriae.
• Tellurite inhibits the growth of
most secondary bacteria
without an inhibitory effect on
diphtheria bacilli.
• It is also an indicator medium
as the diphtheria bacilli
produce black colonies.
• Tellurite metabolized to
tellbrism, which has black
colour.
114
• Bayi berusia 2 bulan terdapat bercak bercak putih di mulut
dan lidah selama 2 hari
• 2 minggu yang lalu sempat berobat ke Bidan dan diberikan
antibiotic
• Pada pemeriksaan terdapat plak putih dengan maserasi
jika diangkat
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  KANDIDIASIS ORAL
JAWABAN:
A. NYSTATIN TOPIKAL 4x200.000 UNIT
• Bayi 2 bulan  bercak putih di mulut dan
lidah + plak putih dengan maserasi jika
diangkat  kandidiosis oral 
mengarahkan pada kandidiosis
pseudomembranosa akut
• Penggunaan antibiotic bisa menjadi faktor
resiko karena terganggunya flora normal
• Terapi  Nystatin drops (topical) 4x200.000
unit
Kandidiosis oral
• Infeksi candida pada rongga mulut
• Spesies tersering: Candida albicans
• Terjadi akibat terganggunya flora normal atau pada kondisi
immunodefisiensi
• Terdapat beberapa jenis, yaitu
- Kandidiosis pseudomembran akut
- Kandidiasis atrofik akut (kandidiasis eritematosa)
- Kandidiosis hiperplasia kronik (leukoplakia)
- Kandidiasis atrofik kronik (denture stomatitis):
- Kelitis angularis (Keilosis Kandidal)

Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017
Jenis Gambaran klinis

Kandidiosis Plak putih pada lidah, palatum,


pseudomembranosa gusidapat diangkatsetelah
akut diangkat tampak dasar eritema

Kandidiosis Papilla lidah menipis tertutup oleh


eritematosa/ atrofik pseudomembran tipis pada
akut permukaan dorsal lidah dan dapat
disertai rasa panas atau nyeri.

Kandidiosis Plak putih atau translusen yang tidak


hiperplasia kronik dapat dilepaskan, biasanya di
mukosa bukal.
Denture related Mukosa palatum yang kontak dengan
stomatitis/ atrofik gigi tiruan tampak edematosa dan
kronik eritematosa, bersifat kronik, dan
dapat dijumpai keilitis angularis.

Kelitis Lesi berupa fissura dan eritema di


angularis/perlèche sudut mulut dan terasa perih

Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017
Candida albicans
Prinsip tatalaksana
Gejala klinis DOC Keterangan

Ringan • Nistatin drops 7-14 hari Catatan:


- Dewasa: 4x400.000-600.000 U • Mild thrush –
- 1-12 bulan: 4x200.000 U Involves <50
- 1-18 tahun: sama dengan dewasa percent of the oral
• Nystatin lozenge 200,000 units to 400,000 units mucosa and
(one to two lozenges) four times per day for 7 absence of deep,
to 14 days. erosive lesions
• Clotrimazole 10 mg (one lozenge) five or six • Moderate/severe
times per day for 7 to 14 days. thrush – Involves
- Nystatin and clotrimazole lozenges are a ≥50 percent of the
choking hazard and should not be used in oral mucosa or
children younger than four years. deep, erosive
lesions
Sedang-berat Fluconazole oral 1x100-200mg/hari selama 7-14
hari
115
• Bayi perempuan berusia 12 bulan datang dibawa
ke posyandu karena sering sakit-sakitan
• Bayi belum pernah memperoleh imunisasi
campak/MR sebelumnya
• Anak saat ini kondisi sehat
TINDAKAN ANAK TELAT IMUNISASI…
DIAGNOSIS  ANAK SEHAT BELUM DIIMUNISASI
JAWABAN:
D. TETAP MEMBERI VAKSIN MR
• Pada anak usia 12 bulan yang belum pernah
peroleh imunisasi campak/MR  biasanya
campak diberikan pada usia 9 bulan
• Saat ini dalam kondisi sehat  bisa
diberikan vaksin MR untuk melengkapi bila
anak usia 12 bulan belum vaksin campak
(sesuai rekomendasi IDAI thn 2017)
Keterlambatan Imunisasi
• Pemberian imunisasi yang tidak sesuai jadwal atau
belum lengkap tersebut bukan merupakan hambatan
untuk melanjutkan imunisasi.
• Imunisasi yang telah diberikan sudah menghasilkan
respon imunologis walaupun masih di bawah ambang
kadar proteksi atau belum mencapai perlindungan
jangka panjang (life long immunity), sehingga dokter
tetap harus melanjutkan dan melengkapi imunisasi
atau catch up immunization (imunisasi kejar) agar
tercapai kadar perlindungan yang optimal.
Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 Tahun
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2017
Usia
Imunisasi Bulan Tahun
Lahir 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 24 3 5 6 7 8 9 10 12 18
Hepatitis B 1 2 3 4
Polio 0 1 2 3 4
BCG 1 kali
DTP 1 2 3 4 5 6 (Td/Tdap) 7 (Td)
Hib 1 2 3 4
PCV 1 2 3 4
Rotavirus 1 2 3a
Influenza Ulangan 1 kali setiap tahun
Campak 1 2 3
MMR 1 2
Tifoid Ulangan setiap 3 tahun
Hepatitis A 2 kali, interval 6 – 12 bulan
Varisela 1 kali
HPV 2 atau 3 kalib
Japanese encephalitis 1 2
Dengue 3 kali, interval 6 bulan

Keterangan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan;
Cara membaca kolom usia : misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html) 6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis
a
Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan) pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir
b
Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14
setara dengan 3 dosis (lihat keterangan) minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10
Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu.
7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi
Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel pertama kali (primary immunizatio
n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4
1. Vaksin hepatiti s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL.
dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monova- 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR.
len adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit
i s B 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan
(HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka
usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. dapat diberikan vaksin MMR/MR.
2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar.
bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling se- Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
dikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja
usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib
o d i setara dengan 3 dosis.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang
DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun
tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 berikutnya.
dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.
Cara membaca kolom usia: misal 2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d 2 bulan 29 hari (89 hari)
aVaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan)

bApabila diberikan pada remaja 10-13 tahun pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12

bulan, respon antibody sama dengan 3 dosis (lihat keterangan)

optimal catchup booster daerah endemis

1. Vaksin Hepatitis B: vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam 12 jam
setelah lahir, didahului pemberian vitamin K, minimal 30 menit sebelumnya, jadwal
pemberian vaksin HB monovalen adalah usia 0, 1 dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg
positif diberikan vaksin HB dan IG hep B (HbIg) pada extremitas berbeda. Apabila
diberikan HB kombinasi dengan DTPw maka jadwal pemberian pada usia 2,3, dan 4
bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa maka jadwal pemberian pada usia 2,
4, dan 6 bulan.
2. Vaksin polio: apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana
kesehatan OPV-0 diberikan saat dipulangkan. Untuk polio 1,2, dan 3 dan booster
diberikan OPV atau IPV. Paling sedikit harus mendapat satu dosis IPV bersamaan
dengan OPV-3
3. Vaksin BCG: pemberian sebelum usia 3 bulan, optimal usia 2 bulan. Apabila diberikan
usia 3 bulan atau lebih perlu diuji tuberkulin
4. Vaksin DTP: DTP 1 paling cepat usia 6 minggu, dapat diberikan DTPW atau DTPa atau
kombinasi dengan vaksin lain. Apabila DTPa maka interval 2,4,6 bulan. Untuk usia lebih
7 tahundiberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia
10-12 tahun dan booster Td diberikan setiap 10 tahun
5. Vaksin pneumokokkus (PCV): apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2
kali dengan interval 2 bulan dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya
perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir.
Anak diatas 2 tahun PCV cukup 1 kali
6. Vaksin rotavirus. Monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama 6-14 minggu, kedua
diberikan interval minimal 4 minggu, batas akhir pemberian pada 24 minggu.
Pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama 6-14 minggu, dosis kedua dan ketiga interval
4-10 minggu, batas akhir pemberian pada 32 minggu
7. Vaksin influenza: diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulang setiap tahun. Untuk
imunisasi pertama anak kurang dari 9 tahun diberikan dua kali dengan interval minimal
4 minggu. Untuk anak usia 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. untuk anak usia 36 bulan atau
lebih, dosis 0,5 mL
8. Vaksin campak: campak kedua (18 bulan) tidak perlu diberikan bila sudah mendapat
MMR
9. MMR/MR: apabila sudah mendapatkan pada usia 9 bulan maka diberikan pada usia
15 bulan (interval minimal 6 bulan). Apabila usia 12 bulan belum vaksin campak,
dapat diberikan MMR/MR
10. Varisela: diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik sebelum masuk SD. Apabila lebih
dari 13 tahun perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu
11. HPV: diberikan mulai usia 10 tahun, bivalen jadwal 3 kali 0,1,6 bulan. Tetravalen 0,2,6
bulan. Bila diberikan usia 10-13 tahun, cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan
12. Japanese Encephalitis: diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemic atau turis
yang akan ke daerah endemic. Perlindungan jangka panjang diberikan booster 1-2
tahun berikutnya
13. Vaksin dengue: diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0,6, dan 12 bulan
116
• Anak usia 3 tahun alami kejang di rumah
• Sudah diberikan diazepam dari anus sebanyak 2x, tetapi
sampai di rumah sakit kejang tetap berlangsung
• Dokter memberikan diazepam IV, namun kejang tidak
berhenti

TATALAKSANA SELANJUTNYA…
DIAGNOSIS  KEJANG AKUT
JAWABAN:
C. FENITOIN IV
• Anak usia 3 tahun  kejang dirumah dan prehospital
sudah diberikan diazepam per rektal 2x  kejang belum
berhenti
• Saat masuk RS  diberikan diazepam IV  belum stop
kejang  sesuai algoritma lanjut dengan pemberian
fenitoin 20 mg/kgBB atau fenobarbital IV
• Pada opsi kasus lebih dipilih fenitoin IV mengingat
fenobarbital lebih sebabkan depresi status
mental/kesadaran sehingga menyulitkan investigasi
penyebab dari kejang yang dialami; juga mungkin terjadi
depresi pernapasan secara signifikan (maka itu fenitoin
lebih banyak digunakan di praktik klinis)
Status Epileptikus
• Definisi Operasional Status Epileptikus Konvulsif
• Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit,
atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara
bangkitan.

• Definisi Status Epileptikus Nonkonvulsif


• Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat aktivitas bangkitan
elektrografik memanjang (EEG status) dan memberikan gejala klinis nonmotorik
termasuk perubahan perilaku atau “ awareness”.

• Berdasarkan durasi:
– SE Dini (5-30 menit)
– SE menetap/ Established (>30 menit)
– SE Refrakter (bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis antikonvulsan
awal dengan dosis adekuat )
Tatalaksana kejang akut
• Pertahankan fungsi vital (airway, breathing,
circulation)
• Identifikasi dan terapi faktor penyebab dan faktor
presipitasi
• Menghentikan aktivitas kejang
• Evaluasi tanda vital serta penilaian airway,
breathing, circulation (ABC) harus dilakukan
seiring dengan pemberian obat anti-konvulsan.
• Pemilihan jenis obat serta dosis anti-konvulsan
pada tata laksana SE sangat bervariasi antar
institusi.
Tatalaksana kejang akut
Keterangan
• Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit, kecepatan 2 mg/menit.
Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan.
• Fenobarbital: pemberian boleh diencerkan dengan NaCl 0,9% 1:1 dengan kecepatan
yang sama
• Midazolam buccal: dapat menggunakan midazolam sediaan IV/IM, ambil sesuai dosis
yang diperlukan dengan menggunakan spuit 1 cc yang telah dibuang jarumnya, dan
teteskan pada buccal kanan, selama 1 menit. Dosis midazolam buccal berdasarkan
kelompok usia;
– 2,5 mg (usia 6 – 12 bulan)
– 5 mg (usia 1 – 5 tahun)
– 7,5 mg (usia 5 – 9 tahun)
– 10 mg (usia ≥ 10 tahun)
• Tapering midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24 jam setelah pemberian
midazolam, maka pemberian midazolam dapat diturunkan secara bertahap dengan
kecepatan 0,1 mg/jam dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas kejang.
• Midazolam: Pemberian midazolam infus kontinyu seharusnya di ICU, namun disesuaikan
dengan kondisi rumah sakit
• Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam keadaan tidak
kejang, maka dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg IV dilanjutkan dengan
pemberian rumatan bila diperlukan.
Fenitoin & Fenobarbital
• In surveys of pediatric emergency providers
and neurologists, phenytoin or fosphenytoin
remain the most-used anti-seizure
medications if status epilepticus persists after
administration of benzodiazepines.
• Phenobarbital's major disadvantages are that
it significantly depresses mental status and
causes respiratory difficulty.

Emedicine | J. Clin. Med. 2016, 5, 47; doi:10.3390


117
• Anak perempuan usia 3 tahun kejang berulang sejak 1 hari
yang lalu
• Kejang sebanyak 2 kali saat sedang demam, masing
masing sekitar 15 menit dan kejang hanya di tubuh bagian
kiri
• Suhu 39.6 derajat Celcius
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KEJANG DEMAM KOMPLEKS
JAWABAN:
A. KDK
• Anak 3 tahun dengan kejang saat
demam tanpa da adanya tanda-tanda
infeksi  Kejang demam
• Kejang berulang 2 kali sejak 1 hari lalu +
durasi 15 menit + kejang fokal (kejang
hanya di tubuh bagian kiri)  Kejang
Demam Kompleks
• KDS  kejang demam sederhana, biasanya
kejang berlangsung <15 menit, kejang umum
tonik-klonik, serta tidak berulang
• Kejang parsial menandakan kejang hanya pada
bagian tubuh tertentu, tidak dipilih karena pada
kasus ini anak kejang juga saat demam
• Epilepsi  biasanya kejang bisa terjadi diluar
demam, tidak bisa ditentukan hanya
berdasarkan keterangan pada soal
Kejang demam
• Kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh diatas 38 C yang TIDAK
disebabkan oleh proses intrakranial
• Mayoritas terjadi pada hari pertama sakit
• Bukan disebabkan infeksi SSP, gangguan metabolik, tidak pernah ada
riwayat kejang tanpa demam.
• Usia antara 6 bulan – 5 tahun, mayoritas usia 12-18 bulan.
• Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam,
namun jarang sekali.
• Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului demam,
pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat.
• Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini
melainkan termasuk dalam kejang neonatus

Rekomendasi Kejang Demam. 2016. IDAI


Klasifikasi

Kejang • Kejang kurang dari 15 menit


demam • Kejang umum tonik-klonik
• Kejang tidak berulang
sederhana

Kejang • Kejang lebih dari 15 menit


demam • Kejang fokal, fokal menjadi umum
• Kejang berulang dalam 24 jam
kompleks
KET:
1. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam
2. Sebagian besar kejang demam sederhana berlangsung kurang dari 5 menit dan berhenti sendiri.
118
• Anak 7 tahun, buang air besar cair dengan lendir dan
sedikit darah
• BAB cair dengan frekuensi 5x/hari selama 1 minggu, nyeri
perut, demam disangkal
• Pada pemeriksaan feses dijumpai adanya kista berinti 4

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  DISENTRI AMOEBA
JAWABAN:
D. DISENTRI AMOEBA
• Anak 7 tahun alami BAB cair 5x/hari selama
1 minggu + lendir + darah  disentri
• Pemeriksaan feses  kista berinti 4 
Entamoeba hystolitica
• Disentri pada anak merupakan disentri
amoeba  BAB cair tidak sesering pada
disentri basiler, bisa disertai nyeri
perut/kolik, gejala konstitusional seperti
demam lebih jarang
• Giardiasis  infeksi protozoa, bisa asimptomatik bisa juga
gejala diare steatorrhea, pada feses ditemukan kista atau
trofozoit berbentuk seperti pear dengan sepasang nucleus
dan berflagel
• Kolera  diare sekretorik profuse seperti cucian beras,
keram perut, ditemukan bakteri batang gram negative
berbentuk seperti koma
• Disentri basiler  biasanya BAB darah dan lendir dengan
frekuensi sering >10x/hari, ditemukan adanya bakteri non
motil (Shigella)
• Balantidiasis  infeksi oleh Balantidium coli, biasanya
asimptomatik namun bisa juga diare kronik dan disentri,
ditemukan kista/trofozoit pada feses (trofozoit biasanya oval ,
double nucleus, bersilia)
Disentri Sindrom
• Definisi  diare yang • Indikasi rawat inap
disertai darah – Usia < 2 bulan
• Tanda dan gejala: – Keracunan makanan
– BAB cair disertai dengan – Letargis
darah – Nyeri abdomen dominan
– Nyeri perut – Kejang
– Demam – Risiko tinggi terjadi sepsis
– Kejang • Etiologi
– Letargis – Amobiasis  E. histolitica
– Prolaps rektum – Basiller  E.coli, shigela
http://www.searo.who.int/indonesia/documents/9789791947701-buku-saku-kesehatan-anak-indonesia.pdf?ua=1
Disentri Amoeba
• Disentri adalah diare yang disertai darah
• Disentri amoeba:
– Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.
– Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler
(≤10x/hari)
– Sakit perut hebat (kolik)
– Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan
pada 1/3 kasus).
• Pemeriksaan penunjang:
– Feses rutin untuk mengidentifikasi trofozoit amuba dan giardia.
– Peningkatan jumlah leukosit lebih dari 10 per lapang pandang
mendukung etiologi bakteri invasif
• Pikirkan diagnosa invaginasi jika terdapat tanda dan gejala: Feses
dominan lendir dan darah, kesakitan dan gelisah, muntah, massa
intra-abdomen (+)

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008


CHARACTER AMOEBIC DYSENTERY BACILLARY DYSENTERY
MACROSCOPIC
Number 6-8 motions a day Over 10 motions a day
Amount (Volume) Relatively copious Small amount
Appearance and
Blood mucus, semi formed Blood mucus, mainly watery
Amount
Odour Offensive (fishy odour) Odourless
Colour Dark red (altered blood) Bright red (fresh blood)
Reaction Acidic Alkaline Charcot-Leyden crystals
Consistency Not adherent to the container Adherent to the container
MICROSCOPIC *Charcot-Leyden crystals are
Discrete, sometimes in clumps due to are hexagonal bipyramidal
RBCs In clumps
rouleaux formation structures, formed from the
Pus Cells Few Numerous breakdown of eosinophils and
Numerous, many of them contain RBCs may be seen in the stool or
Macrophages Few hence may be mistaken for E. sputum of patients with
histolytica parasitic diseases.
Eosinophils Present Scarce **Pyknotic bodies are the
Charcot-Leyden (C- nuclear remains of tissue cells
Present Absent and leukocytes, they pay
L) crystals*
Pyknotic bodies** Present Absent present in the stools of person
suffering from amoebiasis.
Ghost Cells*** Absent Present
***Ghost cell is a
Parasites Seen Trophozoites of E. histolytica Absent swollen/enlarged epithelial cell
Scanty, nonmotile (Shigella is non with only cytoplasmic outline,
Bacteria Seen Many motile bacteria
motile bacteria) but without a nucleus.
CULTURE: Growth Various intestinal flora may Pure growth of Shigella spp. may be
on MacConkey Agar grow seen
E. hystolitica
• Entamoeba histolytica is well
recognized as a pathogenic
ameba, associated with
intestinal and extraintestinal
infections
• E. histolytica may be observed
with ingested red blood cells
(erythrophagocytosis)
• Entamoeba histolytica
– cysts have 4 nuclei that
characteristically have centrally-
located karyosomes and fine,
uniformly distributed peripheral
chromatin
– trophozoites have a single
nucleus, which have a centrally
placed karyosome and uniformly
distributed peripheral
chromatin. The cytoplasm has a
granular or “ground-glass”
appearance
Treatment disentri amoeba
• All E. histolytica infections should be treated, even in the absence of
symptoms, given the potential risk of developing invasive disease and the
risk of spread to family members
• The goals of antibiotic therapy of intestinal amebiasis are to eliminate the
invading trophozoites and to eradicate intestinal carriage of the organism.
• Invasive colitis DOC: metronidazole 35 to 50 mg/kg per day in three
divided doses for 7 to 10 days in children
– alternative therapies include tinidazole, ornidazole, and nitazoxanide
• Followed by a luminal agent (such as paromomycin, diiodohydroxyquin, or
diloxanide furoate) to eliminate intraluminal cysts.
• Asymptomatic patients with E. histolytica (and not E. dispar or E.
moshkovskii) should be treated with an intraluminal agent alone.

Uptodate
119
• Anak perempuan 7 tahun keluhan menstruasi
dan tinggi badan yang melebihi teman-teman
seusianya
• Pemeriksaan fisik: terdapat pertumbuhan
payudara dan rambut pubis
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PUBERTAS PREKOKS
JAWABAN:
A. PUBERTAS PREKOKS
• Anak perempuan 7 tahun  sudah
menstruasi + tinggi badan yang melebihi
teman-teman seusianya + terdapat
pertumbuhan payudara dan rambut pubis
 terdapat tanda maturasi seksual
sebelum usia 8 tahun  pubertas prekoks
• Pada pubertas prekoks  peningkatan
hormone seks steroid  efek estrogen bisa
“tall child but short adult” karena
penutupan epifisis tulang dini
Pubertas Prekoks

• Definisi: tanda-tanda • GnRH dependent


maturasi seksual sebelum (central) : early
usia 8 tahun pada reactivation of
perempuan dan 9 tahun Hypothalamus-pitutary-
pada laki-laki gonad axis
• Lebih banyak pada • GnRH independent
perempuan (peripheral): autonom
• Perempuan  idiopatik; sex steroid , not affected
laki-laki  kelainan CNS by Hypothalamus-
pitutary-gonad axis
Gejala Klinis akibat Peningkatan Hormon
Seks Steroid
• Efek estrogen →
– ”tall child but short adult” - karena penutupan epifisis tulang dini
– ginekomastia
• Efek testosteron
– hirsutism
– Acne
– male habitus
• Efek umum
– sexual behavior
– agresif

Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan
Anamnesis

• Usia awitan saat terjadi pubertas dan progresivitas perubahan fisik


pubertal.
• Pola pertumbuhan (kecepatan tumbuh) anak sejak bayi.
• Adanya kelainan SSP atau gejala kelainan SSP
• Riwayat penyakit dahulu
– kemoterapi, radiasi, operasi, trauma atau infeksi SSP, riwayat konsumsi
obat-obatan jangka panjang (obat yang mengandung hormon steroid
seks)
• Riwayat penyakit keluarga
– riwayat pubertas anggota keluarga yang lain, tinggi badan, dan rerata
pertumbuhan orangtua dan saudara kandungnya.
• Adanya paparan kronik terhadap hormon seks steroid eksogen.
Pemeriksaan fisis
• Pengukuran tinggi badan, berat badan, rasio segmen atas/bawah
tubuh.
• Palpasi tiroid: ukuran, ada tidaknya nodul, konsistensi, dan bruit
• Status pubertas sesuai dengan skala maturasi Tanner
– Perempuan: rambut aksila (A), payudara atau mammae (M), dan
rambut pubis (P).
– Laki-laki: rambut aksila (A), rambut pubis (P), dan genital (G).
• Lesi kulit hiperpigmentasi menunjukkan neurofibromatosis atau
sindrom McCune- Albright.
• Palpasi abdomen untuk mendeteksi adanya tumor
intraabdomen.
• Pemeriksaan status neurologis, funduskopi, visus.
Stadium Tanner
120
• Anak laki-laki berusia 7 tahun mengalami perubahan suara
seperti orang dewasa serta tingginya melebihi teman-
teman seusianya
• Tampak sudah berkumis, terdapat pertumbuhan rambut
pubis lebat dan alat kelamin lebih besar dari teman
sebayanya
PENYEBAB..
DIAGNOSIS  PUBERTAS PREKOKS
JAWABAN:
E. PENINGKATAN GNRH
• Anak laki-laki berusia 7 tahun  perubahan
suara seperti orang dewasa + tingginya
melebihi anak seusianya + berkumis +
pertumbuhan rambut pubis + alat kelamin
lebih besar dari anak seusia  tanda maturasi
seksual pada anak laki-laki usia sebelum 9
tahun  pubertas prekoks
• Efek hormone seks steroid  efek
testosterone  hirsutism, acne, male habitus
pada anak
• Penyebab  Peningkatan GnRH (gonadotropin
releasing hormone)
• Peningkatan kortisol  terjadi pada kondisi
cushing syndrome
• Peningkatan TSH  terjadi pada disfungsi tiroid
• Peningkatan adrenal  hormone adrenal yang
meningkat misalnya hiperkortisolisme (cushing
syndrome)
• Peningkatan GH  terjadi peningkatan growth
hormone pada kondisi gigantism (pada anak)
dan akromegali (pada dewasa)
Etiologi Pubertas Prekoks
GnRH dependent (sentral) GnRH independent (perifer); Lelaki:
• idiopatik • (isoseksual)
• kelainan SSP – adrenal: tumor, CAH
– tumor – testes : tumor sel Leydig, familial testotoksikosis
– non-tumor: pasca infeksi, – gonadotropin-secreting tumor:
radiasi, trauma, kongenital • non SSP: hepatoma, germinoma, teratoma
• SSP: germinoma, adenoma (LH secreting)
• Iatrogenik
• Heteroseksual
• keterlambatan diagnosis
– peningkatan aromatisasi perifer
pada GIPP
GnRH independent (perifer), perempuan:
• (isoseksual)
– McCune Albright
– Hipotiroid berat
• heteroseksual
– adrenal: tumor, CAH
– Tumor ovarium: arrhenoblastoma
Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan
Gejala + Tanda
GnRH Dependent Precoccious GnRH Independent Precoccious
Puberty Puberty
• Selalu isoseksual • Isoseksual atau heteroseksual
• perkembangan tanda-tanda (late onset CAH, tumor
pubertas adrenal)
• mengikuti pola stadium • perkembangan seks sekunder
pubertas normal tidak sinkron (volume testes
• gambaran hormonal: tidak sesuai dengan stadium
peningkatan aktivitas pubertas - lebih kecil)
hormonal di seluruh poros • peningkatan kadar seks steroid
tanpa disertai peningkatan
kadar GnRH dan LH/FSH

Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas
Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan
121
• Anak perempuan 16 tahun belum menstruasi
• Anak juga tampak pendek dibanding teman
seusianya
• Pada pemeriksaan fisik tampak adanya webbed
neck, low set ears, low hair line, dan cubitus valgus
pada pasien
DIAGNOSIS..
DIAGNOSIS  SINDROM TURNER
JAWABAN:
A. SINDROM TURNER
• Anak usia 16 tahun belum menstruasi +
tubuh pendek + webbed neck + low set ears
+ low hair line + cubitus valgus 
mengarah pada gambaran pasien dengan
sindrom Turner
• Sindrom turner hanya dialami anak
perempuan  45 + XO
• Terjadi hipofungsi ovarium sehingga bisa
menyebabkan amenorrhea
• Sindrom Klinefelter  47 XXY hanya di anak laki-laki
 kriptorkidismus, hipospadia, mikropenis, delayed
puberty, ginekomastia, infertil
• Sindrom Jacob  47 XYY  hanya di anak laki-laki, tidak
ada ciri fisik khusus, bisa ada keterlambatan
perkembangan
• Sindrom Down  trisomy 21  mikrosefal, single palm
crease, wajah mongoloid (slanting eyes, flattenes nose)
• Sindrom Edward  trisomy 18  3x lebih sering di
perempuan, mikrognathia, rocker-bottom feet, low set
ears, mikrosefali, clenched hands
Turner Syndrome

• Hilangnya atau ketidaknormalan salah satu kromosom X yang


hanya terjadi pada anak perempuan.
• Pertama kali dijelaskan oleh dr. Henry Turner pada tahun 1938
 terjadi pada sekitar 1 di antara 2500 kelahiran bayi
perempuan.
• Tidak terjadi pada laki-laki (45,OY)  hilangnya satu-satunya
kromosom X maka individu tidak mungkin bertahan hidup
• Tidak dapat dicegah  penyebab hilang atau rusaknya
kromosom belum diketahui.
• Faktor risiko seperti usia kedua orang tua, konsumsi makanan
selama hamil, dll belum dapat dibuktikan.
• Peningkatan risiko keberulangan pada kehamilan berikutnya
belum ditemukan.
Clinical features
• Short stature (143-145cm tall)
• Loss of ovarian function
• Hormone imbalances( thyroid, diabetes)
• Stress and emotional deprivation
• Diseases affecting the kidneys, heart, lungs or intestines
• Bone diseases
• Learning problems( esp. in maths)
• A heart murmur, sometimes associated with narrowing of the aorta.
• A tendency to develop high blood pressure (so this should be checked regularly).
• Scoliosis occurs in 10 percent of adolescent girls
• The thyroid gland becomes under-active in about 10 percent of women who have
Turner syndrome.
• Older or over-weight women with Turner syndrome are slightly more at risk of
developing diabetes.
• Osteoporosis can develop because of a lack of estrogen.
Turner Syndrome

Beberapa anak perempuan


dapat memiliki hanya 1 atau
2 karakteristik ringan
Turner Syndrome

Diagnosis
• Kariotipe  pemeriksaan analisis kromosom
• Normal: 23 pasang kromosom  total 46
kromosom
• Kromosom seks laki-laki adalah 46XY sedangkan
perempuan 46XX.
• Pada Turner Syndrome, terjadi kehilangan
total/sebagian kromosom X pada beberapa atau
seluruh sel tubuh sehingga individu tersebut hanya
memiliki 45 kromosom (45XO, O melambangkan
kromosom yang hilang  monosomi X)
122
• Bayi 9 bulan, perempuan, keluhan demam 2 minggu, BAK
mengejan sambil menangis
• Mengganti popok 2 - 3x/hari
• Pemeriksaan lab : Hb 13 g/dl, leukosit 20.000/mm3, hitung
jenis 0/2/60/20/15/3, urin sedimen leukosit 15/lpb,
eritrosit 5/lpb, leukosit esterase (+), nitrit (+)
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  INFEKSI SALURAN KEMIH
JAWABAN:
A. ISK
• Bayi 9 bulan perempuan  keluhan demam 2
minggu + BAK mengejan sambil menangis 
curiga infeksi saluran kemih
• Mengganti popok 2 - 3x/hari  faktor resiko
memudahkan infeksi saluran kemih
• Lab leukositosis, urin sedimen leukosit 15/lpb,
eritrosit 5/lpb, leukosit esterase (+), nitrit (+) 
mendukung kondisi infeksi saluran kemih
• Gagal ginjal akut  penurunan fungsi ginjal mendadak
yang mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis, peningkatan kadar
kreatinin darah dan ureum
• Balanitis  peradangan pada glans penis, bisa akibat
infeksi
• Sepsis  disfungsi organ yang mengancam kehidupan
(life-threatening organ dysfunction) yang disebabkan
oleh disregulasi imun terhadap infeksi
• Bakteremia  bakteri masuk dalam peredaran darah,
bisa terjadi pada infeksi
Infeksi Saluran Kemih
• UTI pada anak perempuan 3-5%, laki-laki 1% (terutama yang
tidak disirkumsisi)
• Banyak disebabkan oleh bakteri usus: E. coli (75-90%),
Klebsiella, Proteus. Biasanya terjadi secara ascending.
• Gejala dan tanda klinis, tergantung pada usia pasien:
– Neonatus: Suhu tidak stabil, irritable, muntah dan diare, napas tidak
teratur, ikterus, urin berbau menyengat, gejala sepsis
– Bayi dan anak kecil: Demam, rewel, nafsu makan berkurang, gangguan
pertumbuhan, diare dan muntah, kelainan genitalia, urin berbau
menyengat
– Anak besar: Demam, nyeri pinggang atau perut bagian bawah,
mengedan waktu berkemih, disuria, enuresis, kelainan genitalia, urin
berbau menyengat
Fisher DJ. Pediatric urinary tract infection. http://emedicine.medscape.com/article/969643-overview
American Academic of Pediatrics. Urinary tract infection: clinical practice guideline for the diagnosis and
management of the initial UTI in febrile infants and children 2 to 24 months. Pediatrics 2011; 128(3).
ISK
• 3 bentuk gejala UTI:
– Pyelonefritis (upper UTI): nyeri abdomen, demam, malaise, mual,
muntah, kadang-kadang diare
– Sistitis (lower UTI): disuria, urgency, frequency, nyeri suprapubik,
inkontinensia, urin berbau
– Bakteriuria asimtomatik: kultur urin (+) tetapi tidak disertai gejala
• Pemeriksaan Penunjang :
– Urinalisis : Proteinuria, leukosituria (>5/LPB), Hematuria
(Eritrosit>5/LPB)
– Biakan urin dan uji sensitivitas
– Kreatinin dan Ureum
– Pencitraan ginjal dan saluran kemih untuk mencari kelainan
anatomis maupun fungsional
• Diagnosa pasti : Bakteriuria bermakna pada biakan urin (>10 5 koloni
kuman per ml urin segar pancar tengah (midstream urine) yang diambil
pagi hari)
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. & PPM IDAI
Tatalaksana
• Tujuan : Memberantas kuman penyebab, mencegah dan menangani komplikasi dini, mencari
kelainan yang mendasari
• Umum (Suportif)
– Masukan cairan yang cukup
– Edukasi untuk tidak menahan berkemih
– Menjaga kebersihan daerah perineum dan periurethra
– Hindari konstipasi
• Khusus
– Sebelum ada hasil biakan urin dan uji kepekaan, antibiotik diberikan secara empirik selama 7-
10 hari
– Obat rawat jalan : kotrimoksazol oral 24 mg/kgBB setiap 12 jam, alternatif ampisilin,
amoksisilin, kecuali jika :
• Terdapat demam tinggi dan gangguan sistemik
• Terdapat tanda pyelonefritis (nyeri pinggang/bengkak)
• Pada bayi muda
– Jika respon klinis kurang baik, atau kondisi anak memburuk berikan gentamisin (5-7.5 mg/kg IV
sekali sehari) + ampisilin (25-50 mg/kg IV setiap 6 jam) atau sefalosporin gen-3 parenteral
– Antibiotik profilaksis diberikan pada ISK simpleks berulang, pielonefritis akut, ISK pada
neonatus, atau ISK kompleks (disertai kelainan anatomis atau fungsional)
– Pertimbangkan komplikasi pielonefritis atau sepsis
123
• Anak 7 tahun, keluhan gelisah sejak 1 hari yang lalu
• Demam tinggi, nyeri kepala, dan mual-muntah, 1 minggu
yang lalu nyeri tenggorok
• Riwayat 2 minggu yang lalu, kaki kanan anak tergigit
binatang
• PF: hiperventilasi, hipersalivasi, hidrofobia
• Tampak vulnus morsum yang mulai mengering

PENYEBAB…
DIAGNOSIS  RABIES
JAWABAN:
A. VIRUS RNA FAMILY RHABDOVIRIDAE
• Anak 7 tahun  demam tinggi, nyeri kepala, dan
mual-muntah  curiga kondisi infeksi
• Riwayat 2 minggu yang lalu, kaki kanan anak tergigit
binatang + vulnus morsum mulai mengering 
curiga infeksi penularan melalui gigitan binatang 
rabies
• Anak gelisah + hiperventilasi, hipersalivasi,
hidrofobia (stimulasi otonom)  stadium
neurologic akut pada rabies
• Penyebab  virus RNA dari famiy rhabdoviridae.
Lyssavirus merupakan nama genus dari virus rabies,
bukan family
Rabies
• Penyakit infeksi akut pada Sistem Saraf Pusat (SSP)
yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan
melalui gigitan hewan menular rabies terutama
anjing, kucing, kera, dan kelelawar.
• Penyakit rabies atau penyakit anjing gila
– Penyakit yang bersifat fatal
– selalu diakhiri dengan kematian bila tidak ditangani dan
diobati dengan baik.
• Telah dilaporkan 98 persen kasus rabies di Indonesia
ditularkan akibat gigitan anjing dan 2 persen akibat
gigitan kucing dan kera.
Rabies Virus Taxonomy
• Order: Mononegavirales
• Family: Rhabdoviridae
• Genus: Lyssavirus
• Species: Rabies lyssavirus
• Rabies virus is a rod- or bullet-shaped, single-
stranded, negative-sense, unsegmented, enveloped
RNA virus.
• The virus genome encodes five proteins.
124
• Anak 8 tahun keluhan bengkak seluruh tubuh
• Tidak ada riwayat sakit tenggorokan ataupun demam
• BAK darah disangkal
• Ada edem anasarka (+)
• Pada pemeriksaan lab ditemukan proteinuria +++,
Kolesterol 345 mg/dL, Hb 13 g/dL

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SINDROM NEFROTIK
JAWABAN:
A. SINDROM NEFROTIK
• Anak 8 tahun  edema anasarca +
proteinuria masif + hiperkolesterolemia 
sindrom nefrotik
• Tidak ada riwayat sakit tenggorokan serta
demam dan BAK darah disangkal 
singkirkan kemungkinan sindrom nefritik
akibat GNAPS (biasanya lebih sering ada
hematuria)
• Gagal ginjal akut  penurunan fungsi ginjal mendadak yang
mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk
mempertahankan homeostasis, peningkatan kadar kreatinin
darah dan ureum
• Sindrom nefritik  ada edema, hematuria, hipertensi, dan
penurunan fungsi ginjal
• Gagal ginjal kronis  penurunan fungsi ginjal irreversible,
ada bukti abnormalitas struktur/fungsi ginjal menetap > 3
bulan
• Gagal jantung kongestif  kondisi jantung gagal memompa
darah, sebabkan gejala termasuk edema, biasanya pada anak
paling sering karena defek jantung bawaan atau gangguan
struktur jantung misalnya gangguan katup
Sindrom Nefrotik

• Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik


dengan gejala:
– Proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio
protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau
dipstik ≥ 2+)
– Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL
– Edema
– Dapat disertai hiperkolesterolemia
• Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik,
dan sekunder (mengikuti penyakit sistemik antara lain
lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch
Schonlein)

KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK.


Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Nefrotik vs Nefritik
Diagnosis

• Anamnesis : Bengkak di kedua kelopak mata, perut,


tungkai atau seluruh tubuh. Penurunan jumlah urin.
Urin dapat keruh/kemerahan
• Pemeriksaan Fisik : Edema palpebra, tungkai, ascites,
edema skrotum/labia. Terkadang ditemukan hipertensi
• Pemeriksaan Penunjang : Proteinuria masif ≥ 2+, rasio
albumin kreatinin urin > 2, dapat disertai hematuria.
Hipoalbumin (<2.5g/dl), hiperkolesterolemia (>200
mg/dl). Penurunan fungsi ginjal dapat ditemukan.
Oval Fat Bodies
• Oval fat bodies are cells with birefringent fat droplets within
their cytoplasm.
• Two Possibilities:
– the cell is an oval renal proximal tubular cell with a fat droplets
filled cytoplasm (Schumann)
– macrophages also known as foam cells (Stamey)
• Under low power magnification, oval fat bodies are often
seen as large brown spots (sometimes almost black). This
coloration is due to the yellowish brown pigmented fat
making the droplets.
• These cells are usually seen in a context of heavy
proteinuria.
• Oval fat bodies, in a high proteinuria context, are associated
with the nephrotic syndrome (nephrosis), although oval fat
bodies are not specific to the nephrotic syndrome.
• These cells are sometime seen in specimens with a normal
proteinuria.
125
• Anak 5 tahun datang benjolan di perut sejak usia 1 tahun
• Keluhan mual dan muntah serta sakit pada perut bagian
kiri, kadang tampak sesak, BAK merah
• Pemeriksaan fisik terdapat ronchi basal +/+, benjolan di
abdomen regio lumbal kiri

PENYEBAB TERSERING…
DIAGNOSIS  SUSPEK TUMOR WILMS
JAWABAN:
C. TUMOR WILMS
• Anak 5 tahun datang benjolan di perut sejak usia 1
tahun  massa perut sebelah kiri bisa dari ginjal,
hepar, dan struktur jaringan lunak lainnya
• BAK merah  hematuria  curiga massa dari ginjal
• Keluhan mual dan muntah serta sakit pada perut
bagian kiri + benjolan di abdomen regio lumbal kiri
 curiga massa ginjal  paling sering pada anak
Tumor Wilms
• Tumor Wilms merupakan tumor solid terbanyak
(5% jumlah kanker anak)
• Kadang tampak sesak + rhonki basal  curiga
metastasis paru (85-95% tumor wilms metastasis ke
paru)
Wilms tumor

• Wilms tumor • Merupakan tumor solid pada


renal terbanyak pada masa
Tumor ganas ginjal yang terjadi kanak-kanak, 5% dari jumlah
pada anak, yang terdiri dari sel kanker pada anak. (smith urology)
spindel dan jaringan lain. Disebut • Puncak usia adalah pada usia 3
juga adenomyosarcoma, tahun
embryoma of kidney, • Lebih sering unilateral ginjal
nephroblastoma,
renal carcinosarcoma . • Etiologi
– Non familial: 2 postzygotic
mutation pada single cell
– Familial : 1 preygotic mutation dan
The American Heritage® Stedman's Medical Dictionary subsequent post zygotic event
Copyright © 2002, 2001, 1995 by Houghton Mifflin Company.
Published by Houghton Mifflin Company. – Mutasi ini terjadi pada lengan
pendek kromosom 11 (11p13)
Patogenesis & Pathology Karakteristik
Prekurson wilms tumor (nephrogenic rest-NR)
tumor
• Perilobar NR dan intralobar NR
• Wilms tumor :
large, multi lobular, gray or tan in
color, focal area of hemorrhage
NR dormant untuk beberapa tahun and necrosis, biasanya terdapat
fibrous pseudocapsule
• Penyebarannya :
Renal mengalami involusi dan sclerosis 1. Direct extension  renal
capsule
2. Hematogenously  renal vein
atau vena cava
Wilms tumor 3. Lymphatic
• Metastasis : 85-95% ke paru, 10-
15% ke liver, 25% ke limf node
Histopatology : Blastemal, epithelial, regional
dan stromal element, tanpa anaplasia
Wilms tumor

Gejala Klinis Pemeriksaan penunjang


• Massa dan rasa sakit pada • Lab : Urinalisis : hematuria,
abdominal anemia, subcapsular
hemorrhage. Jika sudah
• Macroscopic haematuria metastasis ke liver terdapat
• Hypertension peningkatan creatinin
• Anorexia, nausea, vomit • CT abdominal lihat
ekstensi tumor
• Chest xray  lihat
metastasis ke paru
• Biopsi
126
• Bayi 10 hari, terdapat benjolan di tengah
punggung, ada sejak bayi lahir
• Ibu memiliki riwayat epilepsi dan minum obat
rutin

OBAT PENYEBAB KELUHAN…


DIAGNOSIS  SPINA BIFIDA
JAWABAN:
B. ASAM VALPROATE
• Benjolan ditengah punggung bayi usia 10 hari
sejak lahir  kelainan bawaan  curiga spina
bifida
• Faktor resiko  ibu konsumsi obat epilepsi 
sifat teratogen dan sebabkan spina bifida
• Dipilih asam valproate karena lebih teratogen
dibanding carbamazepine  asam valproate
sebabkan induksi apoptosis neuron
• Asam valproate dan carbamazepine  FDA
kategori D
• Lamotrigin dan etoksusimide  FDA kategori C
Spina bifida
• Spina bifida merupakan malformasi spinal cord yang
disebabkan oleh defek dari neural tube
• Penutupan neural tube berlangsung
sejak usia gestasi 17 hari dan sudah
menutup sempurna sebelum 30 hari
• Etiologimultifaktorial
 Genetik
 Faktor lingkungan (radiasi, teratogen)
 Nutrisi: defisiensi asam folat
 DM tipe 2 dan DM gestasional
 Obesitasi maternal
 Hipertermia
 Obat antiepilepsi selama kehamilan (as
valproat dan carbamazepine)as. Valproat
lebih teratogen dibandingkan CBZ
Tipe spina bifida

Terdapat 3 bentuk paling umum dari spina bifida, yaitu


1. Myelomeningocele
Merupakan bentuk paling berat dari spina bifida, karena selain meninges, spinal cord dan
cabang-cabang nervus ikut masuk ke dalam kantung dan mengalami cedera sehingga anak
akan mengalami disabilitas sedang hingga berat
2. Meningocele
Hanya meninges yang masuk ke dalam kantung
3. Spina bifida occulta
Bentuk paling ringan, hanya berupa gap pada area tulang belakang tanpa adanya
suatu kantung
Obat antiepilepsi (OAE) - NTD
• Mekanisme OAE menyebabkan NTD bisa secara langsung maupun tidak
langsung
• Secara langsung: OAE menginduksi neuronal apoptosis (kematian sel
saraf), contoh obat ini adalah clonazepam, diazepam, fenobarbital,
fenitoin, vigabatrin, dan asam valproat
• Secara tidak langsung: obat-obatan ini sangat kecil kemungkinannya
menyebabkan apoptosis neuronal saat dipakai sebagai monoterapi,
namun bisa menginduksi atau bahkan meningkatkan efek apoptosis
dari OAE lain. Contoh obat golongan ini: carbamazepine, lamotrigine,
atau topiramate
• Akan tetapi tidak semua ibu hamil yang menggunakan OAE pasti
memiliki anak dengan NTD karena sifat teratogenik ini dose
dependentartinya pada dosis tertentu saja bisa menyebabkan NTD

Gedzelman E, Meador KJ. Antiepileptic drugs in women with epilepsy during pregnancy. Ther Adv Drug Saf (2012) 3(2) 71–87
Hill DS, Wlodarczyk BJ, Palacios AM, Finnell RF. Teratogenic effects of antiepileptic drugs. Expert Rev Neurother. 2010
Long-Term Effects
• There is accumulating evidence from observational
studies that anticonvulsant treatment during
pregnancy may have deleterious effects on the
cognitive and neurologic function of the offspring that
may manifest later in life
• The evidence for this association is strongest with
valproate, which has been associated with increased
risk for lower cognitive test scores and impaired motor
development as well as an increased risk of autism
spectrum disorders.
Recommendation
• Because there are no clear data indicating that any drug is without risk in
pregnancy, we suggest that patients planning pregnancy should be managed
on the most effective antiseizure drug for their seizures (Grade 2C).
• As an exception, valproate should be avoided if an alternate effective
antiseizure drug regimen can be found (Grade 1B).
• Monotherapy and the lowest possible drug dose may limit risk of
teratogenicity.
• The antiseizure drug regimen should be optimized six months prior to planned
conception.
• We suggest NOT making changes to antiseizure drug regimen for the purpose
of reducing teratogenic risk in established pregnancy (Grade 2C).
• Folic acid supplementation (0.4 to 0.8 mg per day) is recommended for all
women of child bearing potential (Grade 1A).
• Folic acid supplementation prior to conception and during the first trimester
decreases risk for congenital neural tube defects
127
• Anak 4 tahun, keluhan BAB cair 5x/hari, nyeri perut
(+), tidak disertai darah dan lendir
• Pemeriksaan makroskopis tinja: darah (-), lemak (+)
• Mikroskopis tinja dijumpai parasit pipih simetris
bilateral dengan flagel 4
DIAGNOSIS …
DIAGNOSIS  GIARDIASIS
JAWABAN:
E. GIARDIASIS
• Anak 4 tahun  keluhan BAB cair 5x/hari +
nyeri perut + tidak disertai darah dan lendir
 infeksi saluran cerna
• Pemeriksaan makroskopis tinja: darah (-),
lemak (+)  steatorrhea  kemungkinan
Giardiasis
• Mikroskopis tinja dijumpai parasit pipih
simetris bilateral dengan flagel 4 
gambaran Giardia lamblia  anak alami
Giardiasis
• Amoebiasis biasanya BAB darah dan lendir ditemukan
ada kista Entamoeba hystolitica
• Balantidiasis  infeksi oleh Balantidium coli, biasanya
asimptomatik namun bisa juga diare kronik dan disentri,
ditemukan kista/trofozoit pada feses (trofozoit biasanya
oval , double nucleus, bersilia)
• Ascariasis  ada riwayat BAB keluar cacing dan akan
ditemukan telur Ascaria lumbricoides pada tinja
• Ulkus peptikum  keluhan lebih pada nyeri perut diarea
sekitar ulu hati, bisa ada ditemukan darah pada tinja
Giardiasis
• Etiologi: protozoa  Giardia lamblia
• Gejala klinis
– Dapat asimtomatik
– Diare dengan gambaran ekskresi lemak meningkat (steatorrhea)
• Akut  berbau, mual, distensi abdomen, demam, tidak ada darah
dalam tinja
• Kronis  nyeri dan distensi abdomen, tinja berlendir, penurunan
berat badan
• Diagnosis:
– Pemeriksaan feses untuk memeriksa stadium kista atau trofozoit
apabila sampel segar
– Bila sulit dilakukan, dapat menggunakan pemeriksaan imuno-
enzim feses untuk mendeteksi Antigen Giardia
• Terapi:
– DOC: Metronidazole 3x250 mg atau 2x500 selama 5-7 hari (anak
3x15 mg/kgBB selama 5 hari)
– Alternatif: Tinidazole 2 g PO SD (anak 50 mg/kgBB PO SD)
Giardiasis
Anerior membulat

Trofozoit
Kista

Trofozoit:
- Pear shaped
Flagel Inti - Sepasang
nukleusseperti mata
- Pada bagian ventral
Posterior tajam terdapat alat
isapuntuk menempel
di mukosa usus
128
• Anak 3 tahun, dengan kelumpuhan ekstremitas kiri
• Sebelumnya demam disertai nyeri otot selama 1 minggu
• Kelumpuhan bersifat flaccid, kelemahan otot proksimal,
reflex superfisial dan dalam (-)
• Tidak pernah diimunisasi

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  POLIOMYELITIS
JAWABAN:
B. POLIOMIELITIS
• Anak 3 tahun  kelumpuhan ekstremitas
kiri (asimetris) + flaccid paralysis +
kelemahan otot proksimal + arefleksia 
curiga poliomielitis
• Sebelumnya demam disertai nyeri otot
selama 1 minggu  biasanya onset diawal
sebelum ada kelemahan  pada pasien
polio paralitik
• Tidak pernah diimunisasi  faktor resiko
• GBS  biasanya ascending paralysis disertai dengan
gangguan sensorik stocking & gloves
• Ensefalitis  biasanya akan ada tanda infeksi berupa
demam hingga sakit kepala, lalu disertai penurunan
kesadaran pada anak
• Miastenia gravis  kelemahan otot (autoimmune),
biasanya mengenai otot-otot kecil dulu seperti palpebra
(ptosis)
• Botulism  kondisi keracunan makanan, berhubungan
dengan makanan kaleng/sayuran/ikan, bisa ada muntah,
dehidrasi, paresis okuler, hingga penurunan kesadaran
• Manifestasi
– Inapparent infection/asimptomatik
Poliomyelitis (90-95%)
– 5-10% tipe abortif/minor:
• Poliomyelitis merupakan • Demam
infeksi enterovirus oleh • Nyeri kepala, nyeri tenggorokan
poliovirus (family • Nyeri tangan dan kaki, letargi
Picornaviridae) • Gangguan saluran cerna
• Inkubasi : 5-35 hari – 1-2% major poliomyelitis:
• Transmisi: melalui rute fekal- • Non paralytic : Sindrom
meningitis
oral through atau menelan
air yang terkontaminasi • Paralytic
– Flaccid paresis dengan
• Virus akan bereplikasi dalam kelemahan proksimal asimetris
nasofaring dan saluran cerna serta arefleksia, terutama di
 ke jaringan limfoid  ekstremitas bawah
penyebaran ke dalam darah – Paresthesia tanpa hilang
 viremia  neurotropik sensorik atau disfungsi otonom
dan destruksi motor neuron – Atrofi otot
pada anterior horn PPM IDAI
Polio paralitik
• Polio paralitik diklasifikasikan menjadi 3 tipe berdasarkan
derajat keterlibatannya:
– Spinal polio  paling umum (melibatkan 79% kasus paralitik
tahun 1969–1979). Terdapat paralisis asimetrik yang umumnya
melibatkan tungkai
– Bulbar polio  menyebabkan kelemahan otot yang dinervasi
nervus kranialis (2% kasus tahun 1969-1979)
– Bulbospinal polio  gabungan paralisis spinal dan bulbar (19%
kasus tahun 1969-1979)
– Studi autopsy pada satu pasien menunjukkan adanya gliosis dan
sel inflamatorik CD8+ pada kornu anterior dengan hilangnya sel
kornu anterior (moderate)
http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/polio.pdf | Uptodate 2018
Diagnosis Poliomielitis
Pemeriksaan Penunjang
• The diagnosis of poliomyelitis is suspected based on the clinical
presentation and cerebrospinal fluid findings.
• The gold standard for confirming the diagnosis is polymerase chain
reaction (PCR) amplification of poliovirus RNA from the
cerebrospinal fluid.
• Alternatively, the diagnosis can be confirmed by virus isolation, but
this method is less sensitive than PCR.
• Poliovirus can be isolated from throat secretions in the first week of
illness and from feces for several weeks.
• It rarely can be isolated from cerebrospinal fluid.
• The diagnosis can also be made serologically, by comparing viral
titers in acute and convalescent sera, but this method is slow and
often hard to accomplish with the large number of enteroviruses
PPM IDAI | Uptodate
129
• Anak usia 3 tahun, kelumpuhan ekstremitas kiri
• Sebelumnya demam selama 1 minggu
• Kelumpuhan bersifat flaccid, kelemahan otot
proksimal, reflex superfisial dan dalam (-)

RUTE PEMBERIAN VAKSIN UNTUK PENCEGAHAN…


DIAGNOSIS  POLIOMYELITIS
JAWABAN:
A. PERORAL
• Anak 3 tahun  kelumpuhan ekstremitas kiri
(asimetris) + flaccid paralysis + kelemahan
proksimal + arefleksia  curiga poliomyelitis
• Pencegahan  pemberian vaksin polio
• 2 jenis vaksin polio : OPV (pemberian per oral)
dan IPV (pemberian IM)
• Dipilih opsi A rute peroral (rute lain tidak ada
yang tepat)  pada OPV juga memberikan
perlindungan terhadap virus polio liar
Vaksin Polio
• Ada 2 bentuk: OPV (oral polio vaccine) & IPV
(inactivated polio vaccine)
• Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0.
• Apabila lahir di sarana kesehatan OPV-0 diberikan saat
dipulangkan.
• Untuk polio 1,2, dan 3 dan booster diberikan OPV atau
IPV.
• Paling sedikit harus mendapat satu dosis IPV
bersamaan dengan OPV-3
• OPV iberikan sebanyak 2 tetes secara oral
• IPV is administered by intramuscular injection (IM) in a
dose of 0.5 ml into the outer part of the thigh
Vaksin Polio
• IPV is recommended in addition to the oral
vaccine.
• IPV does not replace the oral vaccine.
• Until polio is eradicated globally, OPV is still the
main preventative measure against polio.
• IPV is recommended in addition to OPV and does
not replace OPV.
• Why introduce IPV?
– Protection from type 2 poliovirus once OPV2 is
withdrawn
– Gives extra immunity for types 1 and 3 polioviruses
*Intradermal=Intrakutan
130
• Bayi 4 hari, tampak kejang seluruh tubuhnya dan
mulutnya mencucu
• Bayi lahir ditolong dukun beranak, tali pusat dipotong
dengan pisau bambu
• Ibu bayi tidak pernah periksa ANC di bidan
• Pada umbilicus bayi tercium bau busuk
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  TETANUS NEONATORUM
JAWABAN:
A. TETANUS NEONATORUM
• Bayi 4 hari (neonatus)  tampak kejang
seluruh tubuhnya (biasanya spasme) dan
mulutnya mencucu + umbilicus bayi tercium
bau busuk  curiga tetanus neonatorum
• Bayi lahir ditolong dukun beranak + tali pusat
dipotong dengan pisau bambu  persalinan
tidak higienis
• Ibu bayi tidak pernah periksa ANC di bidan 
kemungkinan tidak pernah vaksin TT selama
hamil untuk cegah tetanus neonatorum
• Kejang demam sederhana  tidak terjadi pada anak dibawah
usia 6 bulan, biasanya ada demam saat kejang berlangsung,
durasi <15 menit
• Tetanus sefalik  tetanus lokal yang mengenai wajah, yang
disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media
kronis, ada trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi
nervus kranial
• Tetanus local  kekakuan dan spasme yang menetap disertai
rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka
• Tetanus umum  berupa trismus, iritable, kekakuan leher,
susah menelan, kekakuan dada dan perut (opistotonus), rasa
sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang
dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara
dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik
Tetanus neonatorum

• Salah satu infeksi yang sering terjadi pada


neonatus : tetanus neonatorum (sebabkan
4.2% kematian neonatus dini, 9.5% kematian
neonatus lambat)
• Berhubungan dengan faktor resiko:
– Persalinan yang tidak bersih dan aman (persalinan
kurang higienis atau ditolong tenaga nonmedis
tidak terlatih)
– Perawatan tali pusat tidak higienus atau
penambahan zat tertentu pada tali pusat (ramuan
tradisional dan lainnya)
Manifestasi klinis

• Bayi bisa malas minum dan ada riwayat faktor resiko dari anamnesis serta bisa
pula ditemukan tali pusat kotor dan berbau dari pemeriksaan
• Spasme pada tetanus neonatorum hampir menyerupai kejang, namun
gambaran klinis bisa dibedakan dimana pada tetanus neonatorum:
- Kontraksi otot tidak terkendali paling lama beberapa detik sampai menit
- Spasme sering meski sadar, terutama bila dipicu sentuhan, suara, atau cahaya
- Bayi tetap sadar meski menangis kesakitan selama ada spasme otot berulang
- Trismus (kaku rahang, mulut tidak bisa dibuka)
- Bibir mencucu seperti mulut ikan (carper mouth)
- Perut teraba keras
- Opistotonus (ada sela antara punggung bayi dengan alas saat bayi ditidurkan)
- Gerakan tangan seperti meninju dan mengepal (spastik anggota gerak  boxing
position)
PPM IDAI 2009
Pemeriksaan penunjang
• Umumnya penegakkan diagnois bisa hanya dari
klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik) yang
cukup khas
• Bila meragukan bisa dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk membedakan dengan diagnosis
banding sepsis neonatal atau meningitis:
– Pungsi lumbal
– Pemeriksaan darah rutin
– Kultur darah dan sensitivitas antibiotik

PPM IDAI 2009


131
• Bayi 2 hari, tampak kaku seluruh tubuh dan mulutnya mencucu
• Bayi lahir ditolong dukun beranak
• Ibu mengoleskan ramuan tradisional dari daun-daunan seta
membubuhkan kopi pada pusar
• Pada umbilicus bayi tercium bau busuk dan tampak ada bercak
kopi

TATALAKSANA AWAL…
DIAGNOSIS  TETANUS NEONATORUM
JAWABAN:
A. DIAZEPAM DAN ATS
• Bayi 2 hari  tampak kaku seluruh tubuh dan
mulutnya mencucu + umbilicus bau busuk dan
ada bercak kopi  infeksi tali pusat  anak
kemungkinan alami tetanus neonatorum
• Bayi lahir ditolong dukun beranak + ibu
mengoleskan ramuan tradisional dari daun-
daunan serta membubuhkan kopi pada pusar
 faktor resiko perawatan tali pusat tidak
higienis
• Tatalaksana awal  berikan diazepam untuk
kontrol spasme dan ATS untuk netralisir toksin
Penanganan tetanus neonatorum (1)
• Pasang jalur IV dan beri cairan dosis rumatan
• Diazepam 10 mg/kgBB/hari dengan drip selama 24 jam atau bolus IV tiap
3-6 jam (dosis 0.1-0.2 mg/kgBB per kali beri), maksimal 40 mg/kgBB/hari
– Hati hati depresi napas! Kalau RR<30x/menit  stop diazepam meski bayi
spasme (terutama bila tidak ada ventilator)
– Bila pasien henti napas selama spasme atau sianosis sentral setelah spasme
 O2 kecepatan aliran sedang  belum napas  resusitasi dan rujuk ke
fasilitas NICU
– Kondisi khusus bisa gunakan muscle relaxant (vecuronium) dengan
tunjangan ventilasi mekanik untuk kontrol spasme
– Bila tidak ada akses IV  pasang OGT dan beri diazepam melalui OGT (dosis
sama dengan IV, bila perlu tambahan dosis 10 mg/kgBB tiap 6 jam)
– Setelah 5-7 hari dosis diazepam dikurangi bertahap 5-10 mg/hari dan
diberikan melalui orogastric tube

PPM IDAI 2009


http://www.ichrc.org/3123-tetanus
Penanganan tetanus neonatorum (2)
• Human tetanus immunoglobulin 500 U IM bila tersedia atau tetanus
antitoksin (equine serum) 5000 U IM
• Tetanus toksoid 0.5 ml IM pada tempat berbeda dengan pemberian
antitoksin
• Antibiotik
– 1st line: Metronidazole 30 mg/kgBB/hari dengan interval setiap 6 jam
selama 7-10 hari
– 2nd line: Penisilin prokain 100.000 U/kgBB IV dosis tunggal selama 7-10
hari
• Bila ada kemerahan atau bengkak kulit sekitar tali pusat atau keluar
nanah dari tali pusat atau bau busuk  beri penanganan infeksi
lokal tali pusat
• Beri ibu imunisasi TT 0.5 ml untuk lindungi ibu dan bayi pada
kehamilan mendatang
Tatalaksana tetanus neonatorum (3)
• Ruang isolasi karena suara dan cahaya dapat menimbulkan
serangan kejang.
• Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat
• bersihkan jalan nafas secara teratur
• Cairan infus dan diet per sonde
• Monitoring kesadaran, TTV, trismus, asupan / keluaran,
elektrolit
• Konsultasikan ke bagian lain bila perlu.
• Langkah promotif/preventif:
– Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali
pusat secara steril
– Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali
pusat
– Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat
dengan antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan
132
• Anak 4 tahun pertumbuhannya berbeda dari teman
sebayanya
• Anak sulit makan dan memilih milih makanan
• Pada pemeriksaan didapatkan rambut kemerahan
dan anak tampak edema, serta ditemukan crazy
pavement dermatosis

JENIS SUMBER ASUPAN YANG KURANG…


DIAGNOSIS  KWARSHIORKOR
JAWABAN:
B. PROTEIN
• Anak 4 tahun  gangguan pertumbuhan +
rambut kemerahan + anak tampak edema,
+ crazy pavement dermatosis  malnutrisi
 kwarshiorkor
• Anak sulit makan dan memilih milih
makanan  kurang asupan protein 
edema pada kwarshiorkor
Malnutrisi Energi Protein
• Malnutrisi: Ketidakseimbangan seluler antara asupan dan kebutuhan energi dan
nutrien tubuh untuk tumbuh dan mempertahankan fungsinya (WHO)
• Dibagi menjadi 3:
– Overnutrition (overweight, obesitas)
– Undernutrition (gizi kurang, gizi buruk)
– Defisiensi nutrien spesifik
• Malnutrisi energi protein (MEP):
– MEP derajat ringan-sedang (gizi kurang)
– MEP derajat berat (gizi buruk)
• Diagnosis ditegakkan berdasarkan:
– Klinis: terlihat sangat kurus/edema nutrisional
– Antropometri: BB/TB < -3 SD, LILA <11,5 cm
• Malnutrisi energi protein berdasarkan klinis:
– Marasmus: tubuh sangat kurus, baggy pants, iga gambang, wajah seperti orang tua
– Kwashiorkor: defisiensi protein edema, di awali di punggung kaki, dapat menyebar
ke seluruh tubuh
– Marasmik-kwashiorkor

Sjarif DR. Nutrition management of well infant, children, and adolescents.


Scheinfeld NS. Protein-energy malnutrition. http://emedicine.medscape.com/article/1104623-overview
Marasmus

 wajah seperti orang tua


 kulit terlihat longgar
 tulang rusuk tampak
terlihat jelas
 kulit paha berkeriput
 terlihat tulang belakang
lebih menonjol dan kulit
di pantat berkeriput
( baggy pant )
Kwashiorkor

 edema
 rambut kemerahan, mudah
dicabut
 kurang aktif, rewel/cengeng
 pengurusan otot
 Kelainan kulit berupa bercak
merah muda yg meluas &
berubah warna menjadi coklat
kehitaman dan terkelupas (crazy
pavement dermatosis)
Kwashiorkor
Protein 

Serum Albumin 

Tekanan osmotik koloid serum 

Edema
Marasmus
Karbohidrat 

Pemecahan lemah + pemecahan protein

Lemak subkutan 

Muscle wasting, kulit keriput

Turgor kulit berkurang


133
• Anak 8 tahun, kencing berwarna seperti cucian daging dan
buang air kecil sedikit-sedikit
• Riwayat infeksi saluran nafas serta demam diakui,
diberikan antibiotik, tetapi hanya diminum sehari
• Pemeriksaan fisik TD 140/110 mmHg, edema anasarka (+)

PEMERIKSAAN SEROLOGI…
DIAGNOSIS  GLOMERULONEFRITIS (SUSP GNAPS)
JAWABAN:
B. ASTO
• Anak 8 tahun  kencing berwarna seperti cucian
daging (hematuria gross) + kencing sedikit +
hipertensi + edema  sindrom nefritik
• Riwayat infeksi saluran nafas serta demam diakui,
diberikan antibiotik, tetapi hanya diminum sehari 
curiga infeksi Streptokokkus tidak diobati tuntas 
sindrom nefritik dan Riwayat infeksi sal napas 
suspek GNAPS
• Pemeriksaan serologi : ASTO (antibodi terhadap
streptolysin O, yang merupakan toxin yang
diproduksi oleh kuman grup A )meningkat
• MAT  microagglutination testing, merupakan
metode pemeriksaan serologi (contoh pada
diagnosis leptospirosis bisa pemeriksaan MAT
untuk deteksi marker serologi)
• Anti rheumatoid factor  antibody untuk
diagnosis rheumatoid arthritis
• ANA  antinuclear antibody, biasanya serology
untuk kondisi autoimmune seperti lupus,
rheumatoid arthritis, hingga skleroderma
• DS DNA  anti ds-DNA?  anti double stranded
DNA, biasanya bila positif kuat sangat
mengarahkan pada kondisi SLE
Glomerulonefritis akut
• Glomerulonefritis akut kondisi yang ditandai dengan edema, hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana terjadi
inflamasi pada glomerulus
• Glomerulonefritis disebabkan oleh beberapa macam kelainan yang
memiliki karakteristik berupa kerusakan glomerulus akibat inflamasi
• Glomerulonefritis akut post streptococcal merupakan salah satu bentuk
tersering dari glomerulonefritis akut
• Gejala klinis:
 Gross hematuria: urin berwarna seperti the atau coca-cola
 Oliguria
 Edema
 Nyeri kepala, merupakan gejala sekunder akibat hipertensi
 Dyspneabisa akibat edema paru atau gagal jantung yang mungkin terjadi
 Hipertensi

Niaudet P. Overview of the pathogenesis and causes of glomerulonephritis in children. UpToDate, 2016
Parmar MS. Acute glomerulonephritis. Emedicine, 2016
Glomerulonefritis akut Pasca Streptokokus

• Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema, hematuria, hipertensi dan


penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana terjadi inflamasi pada
glomerulus
• Acute poststreptococcal glomerulonephritis is the archetype of acute GN
• GNA pasca streptokokus terjadi setelah infeksi GABHS nefritogenik → deposit
kompleks imun di glomerulus
• Diagnosis
– Anamnesis: Riwayat ISPA atau infeksi kulit 1-2 minggu sebelumnya, hematuri
nyata, kejang atau penurunan kesadaran, oliguri/anuri
– PF: Edema di kedua kelopak mata dan tungkai, hipertensi, lesi bekas infeksi, gejala
hipervolemia seperti gagal jantung atau edema paru
– Penunjang: Fungsi ginjal, komplemen C3, urinalisis, ASTO
• Terapi: Antibiotik (penisilin, eritromisin), antihipertensi, diuretik

Geetha D. Poststreptococcal glomerulonephritis. http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview


Patogenesis dan Patofisiologi
Streptococcal infection

Aktivasi komplemen Komplemen serum turun

Immune injuries
Proliferasi selular
Destruksi membran basal glomerulus
Lumen kapiler menyempit
hematuria
Aliran darah glomerular menurun

GFR turun Reabsorbsi natrium distal

oliguria
Retensi air dan natrium

Volume darah meningkat

Edema dan hipertensi


Pemeriksaan penunjang
• Urinalisis
• Proteinuria, hematuria, dan adanya silinder eritrosit
• Peningkatan ureum dan kreatinin
• GNAPS:
• ASTO meningkat (ASTO: antibodi terhadap streptolysin
O, yang merupakan toxin yang diproduksi oleh kuman
grup A)
• Komplemen C3 menurun pada minggu pertama
• Hiperkalemia, asidosis metabolik, hiperfosfatemia,
dan hipokalsemia pada komplikasi gagal ginjal akut
134
• Anak 10 tahun keluhan demam sejak 3 hari
• Disertai lemas, nafsu makan turun, benjolan di leher, dan
nyeri saat mengunyah makanan
• Teraba benjolan di submandibula hingga preauricular
• Teman sebangku ada yg mengalami hal serupa

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PAROTITIS
JAWABAN:
C. PAROTITIS
• Anak 10 tahun keluhan demam sejak 3 hari
+ lemas + nafsu makan turun + benjolan di
leher + nyeri saat mengunyah makanan 
infeksi  teraba benjolan di submandibula
hingga preauricular  curiga
mumps/parotisis epidemica
• Teman sebangku ada yg mengalami hal
serupa  kondisi menular pada
mumps/parotitis
Mumps (Parotitis Epidemica)
• Acute, self-limited, systemic
viral illness characterized by the
swelling of one or more of the
salivary glands, typically the
parotid glands.
• Highly infectious to nonimmune
individuals and is the only cause
of epidemic parotitis.
• Taksonomi:
– Species: Mumps rubulavirus
– Genus: Rubulavirus
– Family: Paramyxoviridae
– Order: Mononegavirales
Mumps
• Salah satu penyebab parotitis • Penularan terjadi sejak 6 hari
• Satu-satunya penyebab parotitis sebelum timbulnya
yang mengakibatkan “occasional pembengkakan parotis sampai 9
outbreak” hari kemudian.
• Disebabkan oleh paramyxovirus, • Bisa tanpa gejala
dengan predileksi pada kelenjar • Masa inkubasi 12-25 hari, gejala
dan jaringan syaraf. prodromal tidak spesifik ditandai
• The transmission mode is person dengan mialgia, anoreksia,
to person via respiratory droplets malaise, sakit kepala dan demam
and saliva, direct contact, or ringan  Setelah itu timbul
fomites. pembengkakan
• Insidens puncak pada usia 5-9 unilateral/bilateral kelejar parotis.
tahun. • Gejala ini akan berkurang setelah
• Imunisasi dengan live attenuated 1 minggu dan biasanya
vaccine sangat berhasil (98%) menghilang setelah 10 hari.
Mumps Treatment
• Conservative, supportive medical care is indicated for
patients with mumps.
• No antiviral agent is indicated, as mumps is a self-
limited disease.
• Encouraging oral fluid intake
• Refrain from acidic foods and liquids as they may cause
swallowing difficulty, as well as gastric irritation.
• Analgesics (acetaminophen, ibuprofen)
• Topical application of warm or cold packs to the
swollen parotid may soothe the area.
135
• Anak 10 tahun, keluhan ada penglihatan ganda
• Sulit menelan dan sulit berbicara sejak 2 hari
yang lalu
• Keluhan ini dirasakan setelah anak makan
makanan kaleng yang belum dimasak
ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  BOTULISM
JAWABAN:
D. CLOSTRIDIUM BOTULINUM
• Anak 10 tahun  keluhan ada penglihatan
ganda + sulit menelan dan sulit berbicara sejak
2 hari yang lalu  gangguan neuromuskular
• Keluhan ini dirasakan setelah anak makan
makanan kaleng yang belum dimasak  curiga
keracunan makanan  Clostridium botulinum
sebabkan botulism (ada paresis nervus
kranialis akibat toksin cegah pelepasan
asetilkolin dari neuromuscular junction)
• Bacilus cereus  keracunan makanan dari nasi goreng
terkontaminasi (muntah), atau daging (diare)
• Kandida albicans  infeksi jamur candida, bisa sebabkan
kandidiasis oral atau oral thrush
• Clostridium perfringens  daging tidak dimasak
matang/umbi umbian yang kemudian dibiarkan dulu sebelum
dimakan, keram perut akut dengan diare 8-24 jam setelah
menelan makanan, jarang muntah
• Staphilococcus aureus  makanan dengan kadar garam/gula
tinggi tidak disimpan baik sebabkan pertumbuhan
stafilokokus, terkait dengan food handler, sebabkan muntah
dan BAB cair 1-4 jam setelah konsumsi makanan
FOOD POISONING

CLOSTRIDIUM BOTULINUM
• It is a gram positive anaerobic spore bearing bacilli
• Incriminated food: Most cases of botulism are associated with
home canned or bottled meat, vegetables and fish.
• Incubation period: 12-36 hours
• Clinical features: Common features include vomiting, thirst, dryness
of mouth, constipation, ocular paresis (blurred-vision), difficulty in
speaking, breathing and swallowing. Coma or delirium may occur in
some cases. Death may occur due to respiratory paralysis within 7
days.
Botulism
• Botulism is a rare disease with 4 naturally occurring syndromes:
– foodborne botulism is caused by ingestion of foods contaminated with
botulinum toxin
– wound botulism is caused by Clostridium botulinum colonization of a wound
and in situ toxin production,
– infant botulism is caused by intestinal colonization and toxin production,
– adult intestinal toxemia botulism is an even rarer form of intestinal
colonization and toxin production in adults.
• The clinical syndrome of botulism is highly distinctive, consisting of
symmetrical cranial nerve palsies, followed by symmetrical descending
flaccid paralysis that may progress to respiratory arrest
• Nausea, vomiting, and diarrhea often precede or accompany neurologic
manifestations; constipation typically follows after neurologic signs have
appeared.
• GI symptoms are more prominent in food-borne botulism and much less
pronounced in cases of wound botulism.
Botulism
136
• Anak 13 Tahun, tampak pendek dan tidak tumbuh tinggi
• Tampak lidah besar
• Tinggi badan 110 cm dan berat badan 40 kg
• Anak juga tampak cepat lelah, serta kulit kering dan sulit
ikuti pelajaran di Sekolah, bahkan tidak naik kelas

PENYEBAB MENDASARI KELAINAN…


DIAGNOSIS  KRETINISME
JAWABAN:
A. HIPOTIROID
• Anak 13 Tahun  gangguan pertumbuhan
(tampak pendek dan tidak tumbuh tinggi,
TB 110 cm) + tampak lidah besar + tampak
cepat lelah, serta kulit kering + sulit ikuti
pelajaran di Sekolah, bahkan tidak naik
kelas  kretinisme
• Pada kretinisme akibat hipotiroid berat 
sebabkan gagal pertumbuhan, retardasi
mental
Hipothyroid
• Hypothyroidism refers to an underactive thyroid
gland that does not produce enough of the active
hormones T3 and T4.
• This condition can be present at birth or can be
acquired any time during childhood or aduthood.
• Hypothyroidism is the most common disturbance
of thyroid function in children, and is most often
caused by chronic autoimmune thyroiditis.
– Occurs in about 1 in 1250 children.
• In most cases, the condition is permanent and
will require treatment for life
Hypothyroid in Children
• As in adults, acquired hypothyroidism can be caused
by:
– thyroid disease (primary hypothyroidism)
– hypothalamic-pituitary disease (central hypothyroidism)
• Primary hypothyroidism may be either subclinical (high
serum thyrotropin [TSH] and normal serum free
thyroxine [T4] concentrations) or overt (high serum
TSH and low serum free T4 concentrations).
• Whatever its cause, hypothyroidism in children can
have deleterious effects on growth, pubertal
development and school performance.
Clinical Manifestation
• The most common physical finding at presentation is a goiter (an
enlarged thyroid).
• The most common manifestation of hypothyroidism in children is
declining growth velocity, often resulting in short stature.
– The growth delay tends to be insidious in onset, and may be present
for several years before other symptoms occur, if they occur at all.
• Another common problem is altered school performance.
• Other common symptoms are sluggishness, lethargy, cold
intolerance, constipation, dry skin, brittle hair, facial puffiness, and
muscle aches and pains.
• If the cause is hypothalamic or pituitary disease, the child may
have headaches, visual symptoms, or manifestations of other
pituitary hormone deficiencies.
Physical Examination
• Abnormalities on physical examination include short stature,
apparent overweight (more fluid retention than obesity), puffy
facies with a dull, placid expression, bradycardia,
pseudohypertrophy of the muscles, and delayed deep tendon
reflexes.
• The thyroid gland may be normal in size, not palpable, or diffusely
enlarged.
• Pubertal development is delayed in most adolescent hypothyroid
children.
• However, some children have sexual precocity, characterized by
breast development in girls and macroorchidism (enlarged testes) in
boys, and slightly increased (for age) serum gonadotropin
concentrations.
Diagnosis
• Children with primary hypothyroidism have high serum TSH
concentrations and low serum free T4 values.
• Children with "subclinical hypothyroidism" have an elevated TSH
and a normal free T4 level.
• Most children with central hypothyroidism have normal or low
serum TSH concentrations and low serum free T4 values.
• Chronic autoimmune thyroiditis can be confirmed as the cause of
hypothyroidism by measuring antithyroid antibodies, best done by
measuring TPO Ab.
• Approximately 85 to 90 percent of children with chronic
autoimmune thyroiditis have high serum TPO Ab concentrations,
while 30 to 50 percent have positive Tg Ab levels.
Kretinisme
• Kretin merupakan keadaan hipotiroid berat dan ekstrim
yang terjadi pada waktu bayi dan anak yang ditandai
dengan kegagalan pertumbuhan
– Kretinisme endemik merupakan kretinisme yang terjadi pada
bayi yang lahir pada daerah dengan asupan yodium yang rendah
serta goiter endemik; sehingga mengalami kekurangan yodium
yang berat pada masa fetal
– Kretinisme sporadik merupakan kretinisme akibat hipotiroid
Kongenital di luar goiter endemik
• Seseorang dikatakan kretin endemik jika ia lahir di daerah
gondok endemik dan menunjukkan dua gejala atau lebih:
retardasi mental, tuli sensorineural nada tinggi, gangguan
neuromuskular
Manifestasi Klinis Pemeriksaan penunjang
• 3 tipe kretinisme sporadik: • Pemeriksaan kadar hormon
– Tipe nervosa: RM berat, TSH, fT4, dan T3
bisu tuli, strabismus, • Pada pemeriksaanradiologis:
paresis sistem piramidalis
– Bone age: temuan radiologis
tungkai bawah, spastik yang tipikal pada kretinisme
ataksik (motor rigidity) adalah bone age yang
– Tipe miksedema: RM terlambat. Pusat osifikasi
dengan derajat lebih ringan; sering mengalami malformasi
dan tanda hipotiroid klinis dan memiliki bentuk yang
seperti perawakan pendek, ireguler
miksedema, kulit kering, – Pemeriksaan skintigrafi kelenjar
rambut jarang, tiroid (sidik tiroid)
perkembangan seksual – USG bisa dijadikan alternatif
terhambat, spastik tungkai sidik tiroid
bawah, gangguan gaya jalan
– Tipe campuran: gabungan
antara keduanya
Dwarfism VS Cretinism
Hypopituitary Dwarfism Cretinism
Tidak ada retardasi mental Terdapat retardasi mental

Bagian-bagian tubuh proporsional Beberapa bagian tubuh tidak


proporsional
Perkembangan dari sistem saraf Abnormalitas perkembangan
normal sistem saraf
Fungsi reproduksi bisa normal Sexual infantilism
Sexual infantilism
Etiologi: defisiensi GH, kwashiokor, Etiologi: hipotioridisme
kelainan reseptor GH
137
• Anak 4 tahun keluhan kedua kaki terasa dingin dan sakit saat
berjalan
• Saat diperiksa TD 140/90 di lengan kanan, pulsasi a. dorsalis
pedis sulit teraba
• Murmur sistole di sela iga III-IV dan terdengar juga saat
punggung di auskultasi
• CT scan thoraks terdapat penyempitan aorta thorakalis
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KOARTASIO AORTA
JAWABAN:
A. KOARTASIO AORTA
• Anak 4 tahun  keluhan kedua kaki terasa dingin
dan sakit saat berjalan  klaudikasio
• Saat diperiksa TD 140/90 di lengan kanan + pulsasi
a. dorsalis pedis sulit teraba  curiga ada hambatan
aliran darah kebawah
• Murmur sistole di sela iga III-IV dan terdengar juga
saat punggung di auskultasi  ditambah
kaludikasio, hipertensi, dan pulsasi dorsalis pedis
sulit diraba  sesuai pada kondisi koartasio aorta
• CT scan thoraks terdapat penyempitan aorta
thorakalis  mendukung kondisi koartasio aorta
• VSD  biasanya ada murmur pansistolik
• PDA  biasanya ada machinery murmur
• TOF  kelainan jantung bawaan sianotik terdiri
dari stenosis pulmonal, VSD, overriding aorta,
RVH. Tampak adanya boot like heart.
• Coronary artery disease  ada penyempitan
pembuluh darah coroner oleh berbagai sebab,
bisa alami nyeri dada
Coarctation of Aorta
Coarctation of Aorta
Pathophysiology
• Narrowed aorta produces increased left ventricular
afterload and wall stress, left ventricular hypertrophy,
and congestive heart failure.
• Systemic perfusion is dependent on the ductal flow
and collateralization in severe coarctation
• Coarctation of the aorta may occur as an isolated
defect or in association with various other lesions,
most commonly bicuspid aortic valve and ventricular
septal defect (VSD)
Clinical manifestation
• Neonates — The newborn infant may remain asymptomatic if there is a
persistent patent ductus arteriosus (PDA) or if the coarctation is not
severe.
• On physical examination, a clinical diagnosis is made if there is an absent
or delayed femoral pulse (when compared with the brachial pulse).
• Differential cyanosis is seen in a neonate with severe coarctation of the
aorta, and with a large PDA with a right-to-left shunt into the descending
thoracic aorta.
• A neonate with severe coarctation may present with heart failure and/or
shock when the PDA closed.
• These patients are pale, irritable, diaphoretic, and dyspneic with absent
femoral pulses and, often, hepatomegaly.
• The pulses may be poor in all four extremities.
• In the clinical setting of neonatal shock, important diagnoses to consider
include severe coarctation, sepsis, and metabolic abnormalities.
Clinical manifestation
• Older infants and children — Diagnosis is often
delayed in older infants and children because physical
findings are subtle and because most patients are
asymptomatic.
• Some patients will report chest pain, cold extremities,
and claudication with physical exertion.
• Lower systolic blood pressure in the lower extremities
compared with upper extremities and brachial or radial
artery to femoral artery pulse delay.
• In young children, coarctation of the aorta may present
with hypertension and/or murmurs resulting from
collaterals or associated heart defects.
• Heart failure rarely occurs beyond the neonatal period.
Physical Findings
• The classic findings of coarctation of the aorta are
systolic hypertension in the upper extremities,
diminished or delayed femoral pulses (brachial-
femoral delay), and low or unobtainable arterial blood
pressure in the lower extremities
• The site of origin of the left subclavian artery and the
severity of the coarctation determine the pattern of
pulse and blood pressure findings:
– In most cases, the origin of the left subclavian artery is
proximal to the coarctation, resulting in hypertension in
both arms.
Physical Findings (cont.)
• Less often, the origin of the left subclavian artery is just
distal to the coarctation, so the left brachial pulse is
diminished and is equal to the femoral pulse.
• In approximately 3 to 4 percent of cases, both the right
and left subclavian arteries originate below the area of
coarctation, resulting in the blood pressures and pulses
that are equally decreased in all four extremities.
• In mild coarctation of the aorta, all the pulses may be
easily palpable, but there may be a delay in the femoral
pulse compared with the brachial pulse.
Cardiac Examination
• Cardiac auscultation may be normal if there are no associated
cardiac abnormalities
• The first and second heart sounds are usually normal.
• There may be an ejection systolic click and a systolic ejection
murmur from a bicuspid aortic valve, which is heard best at the
apex or left sternal border.
• A systolic murmur can extend beyond the second heart sound, at
the left paravertebral interscapular area, due to flow across the
narrow coarctation area.
• Continuous murmurs may be caused by flow through large
collateral vessels.
• Systolic murmurs may be present due to coexisting cardiac defects
(eg, PDA, VSD, or aortic stenosis )
138
• Pada bayi berusia 1 bulan ada benjolan besar
pada bagian bokong anak sejak lahir
• Bayi lahir cukup bulan, secara operasi cesarean.
Bayi aktif dan menyusu dengan baik.
• Gambar di slide selanjutnya
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  TERATOMA SACROCOCCYGEAL
JAWABAN:
A. TERATOMA SACROCOCCYGEAL
• Pada bayi berusia 1 bulan ada benjolan
besar pada bagian bokong anak sejak lahir
 tumor pada regio sakrokoksigeal 
gambaran sesuai dengan teratoma
saccrococygeal
• Spina bifida occulta  hanya berupa gap pada
area tulang belakang, tidak ada tonjolan
kantung
• Meningocele  Bagian dari spina bifida, akan
ada benjolan berisi meninges
• Lipoma  tumor jinak berisi sel sel lemak
• Myelomeningocele  bagian dari spina bifida,
ada benjolan di tulang belakang berisi
meninges, spinal cord, dan cabang nervus, bisa
sebabkan disabilitas pada anak
Teratoma sacrococcygeal

• Suatu teratoma yang berasal dari regio


sakrokoksigeal
• Insiden jarang, yaitu 1:35.000-40.000
• Lebih banyak terjadi di wanita
• Teratoma ini berasal dari sel totipoten
nodus hansen, yang berada di anterior
coccyx pada saat minggu kedua-ketiga
gestasi
• Tumor ini berisi endoderm, mesoderm,
dan ektoderm
ILMU OBSTETRI &
GINEKOLOGI
139
HINTS

• Seorang wanita sesaat setelah melahirkan dibantu untuk


melahirkan plasenta dilakukan tarikan pada tali pusat secara
paksa kemudian plasenta dilahirkan.
• Saat plasenta keluar ditemukan massa yang menonjol keluar
melalui introitus disekitar plasenta dengan permukaan yang tidak
rata.

LETAK PLASENTA YANG MENYEBABKAN KONDISI TSB…


DIAGNOSIS  INVERSIO UTERI
JAWABAN:
E. FUNDAL
• Pada pasien ini dilakukan tindakan yang tidak tepat dalam kala 3, yaitu
melakukan tarikan tali pusat ketika plasenta belum lepas.
• Padahal seharusnya dilakukan adalah dicek terlebih dulu apakah
terdapat tanda pelepasan tali pusat seperti semburan darah tiba-tiba
atau mengecek dengan perasat kustner, kemudian plasenta dilahirkan
dengan cara brandt andrew (tangan kiri menahan uterus ke arah
dorsokranial, sedangkan tangan kanan melakukan peregangan tali
pusat).
• Manuver brandt andrew dilakukan untuk menghindari inversio uteri.
Maka apabila plasenta masih melekat dan dilakukan penarikan
plasenta, maka dapat menimbukan komplikasi berupa inversio uteri.
• Adanya massa menonjol pada intoitus vagina, dan uterus tidak teraba
pada palpasi abdomen bawah pasca tarikan tali pusat dan plasenta
menguatkan dugaan kearah diagnosis inversio uteri.
• Keadaan ini paling sering terjadi apabila perlekatan plasenta adalah
pada bagian fundus uteri.
HPP: Inversio Uteri
• Etiologi
– Tonus otot rahim lemah
– Tekanan/tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan dengan tangan, tarikan
pada tali pusat, letak plasenta di fundus)
– Kanalis servikalis yang longgar
– Clinically, the principal factors that predispose to puerperal inversion are a fundally
implanted placenta, flaccidity of the myometrium around the implantation site, and a
dilated, immediately postpartum cervix

• Oleh karena servik mendapatkan pasokan darah yang sangat banyak maka inversio uteri yang
total dapat menyebabkan syok dan memicu terjadinya perdarahan pasca persalinan yang masif
akibat atonia uteri yang menyertainya.

• Jenis
– Complete: fundus uteri terdapat dalam vagina dengan selaput lendirnya berada diluar
– Incomplete: fundus hanya menekuk ke dalam dan tidak keluar ostium uteri

• Bila uterus yang berputar balik keluar dari vulva: inversio prolaps
Hemorrhagia Post Partum: Inversio Uteri
• Gejala
– Syok
– Fundus uteri tidak teraba/ teraba
lekukan
– Kadang tampak massa merah di
vulva atau teraba massa dalam
vagina dengan permukaan kasar
– Perdarahan

• Terapi
– Atasi syok
– Reposisi dalam anestesi
Akibat traksi talipusat dengan plasenta
– Bila plasenta belum lepas: reposisi yang berimplantasi dibagian fundus uteri
uterus baru dilepaskan karena dan dilakukan dengan tenaga berlebihan
dapat memicu perdarahan >> dan diluar kontraksi uterus akan
menyebabkan inversio uteri
Inversio Uteri: Terapi
• Replacement of Inverted Uterus
Inversio Uteri
• Komplikasi fatal
persalinan
• Akibat plasenta
gagal lepas dari
dinding uterus 
menarik uterus
keluar

Hoffman B, et al. William gynecology. 2012.


Repke JT. Perperal uterine inversion. 2017.
140
HINTS

• Pasien, P2A0, post partum satu hari yang lalu dengan


riwayat ketuban pecah dini dua hari sebelum persalinan.
• Saat ini, keluhan demam dan menggigil.
• Pasien juga mengeluh keluar darah dari jalan lahir yang
berbau.
• PF: S 38C.
• Pemeriksaan lokal: lokia rubra, lendir hijau, berbau.
BAKTERI ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  INFEKSI PUERPURIUM
JAWABAN:
E. E.COLI
• Wanita 32 tahun P2A0, H+1 melahirkan
dengan riwayat ketuban pecah dini dua hari
sebelum persalinan. Demam (S 38C),
menggigil, keluar darah dari jalan lahir yang
berbau (lokia rubra, lendir hijau, berbau) 
infeksi puerpurium
• Infeksi puerpurium biasa disebabkan oleh
polimikrobial, seperti E. Coli, Streptococcus
pyogenes, dan Staphylococcus aureus 
pilihan E.
• Staphylococcus pyogenes  tidak ada bakteri
jenis ini, yang ada adalah streptococcus
pyogenes
• Chlamydia  jarang terlibat dalam postpartum
endometritis, lebih sering menyebabkan non-
obstetric related endometritis
• Giardia lamblia  menyebabkan infeksi sauran
cerna berupa diare berlemak
• Bacterial vaginosis  nama penyakit, bukan
merupakan nama bakteri
Infeksi Puerpurium
• Infeksi traktus genitalis setelah melahirkan dengan
periode 42 hari setelah kelahiran janin & ekspulsi
plasenta.
141
HINTS

• Pasien P4A0
• Pemeriksaan lokal: inspekulo: tampak vesikel
berukuran 2 mm di serviks.
• Biopsi: didapatkan cairan jernih.
• Pemeriksaan histopatologi: sel silindris menipis dan
sel kubus.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KISTA NABOTHIAN
JAWABAN:
C. KISTA NABOTHIAN
• Pasien tanpa keluhan yang berarti, pada
pemeriksaan tampak vesikel berukuran 2
mm di serviks.
• Hasil biopsi: cairan jernih, dan
histopatologis sel silindris menipis dan sel
kubus. Hal tersebut mengarahkan pada
kista Nabothi.
• Pilihan A  lesi vesikel berkelompok, dasar
eritematosa, gatal nyeri, panas
• Pilihan B  kista di labia arah jam 5 dan 7,
asimtomatik hingga bergejala akibat efek massa
(iritasi akibat gesekan) hingga infeksi (bartolonitis)
• Pilihan D  massa di serviks, gejala: perdarahan,
terutama pos koital, inspekulo gambaran seperti
bunga kol, rapuh mudah berdarah
• Pilihan E  kista di anterolateral superior vagina,
gejala: asimtomatik hingga gatal, dyspareunia
Kista Nabothi
• Etiologi
– Terjadi bila kelenjar
penghasil mukus di
permukaan serviks
tersumbat epitel skuamosa
• Gejala & Tanda
– Berbentuk seperti beras
dengan permukaan licin

• Pemeriksaan
- Pemeriksaan pelvis, kadang dengan kolposkopi untuk
menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain seperti keganasan
serviks
• Terapi: observasi ; Bila simptomatik  drainase
https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001514.htm
142
HINTS

• Pasien G1P0A0 usia kehamilan 3 bulan, keluhan mual dan


muntah sejak tiga hari, hilang nafsu makan, tidak bisa
makan dan minum sama sekali, tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari
• PF: KU lemah, kesadaran somnolen, TD: 80/60 mmHg, N
120 x/menit, lemah, akral dingin
• Pemeriksaan urin: keton +3.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  HIPEREMESIS GRAVIDARUM GRADE III
JAWABAN:
C. HIPEREMESIS GRAVIDARUM GRADE III
• Pasien hamil 3 bulan datang dengan mual
dan muntah, hingga tidak mau makan sama
sekali, tidak dapat melakukan aktivitas
sehari-hari, lemah, keton +3  hiperemesis
gravidarum.
• Terdapat kesadaran somnolen, penurunan
tekanan darah, peningkatan frekuensi nadi,
akral dingin (tanda syok) sesuai dengan
hiperemesis gravidarum grade III.
Hiperemesis Gravidarum
Definisi
• Keluhan mual,muntah pada ibu hamil yang berat hingga
mengganggu aktivitas sehari-hari.
• Kondisi pada kehamilan yang ditandari dengan mual muntah yang
berat, menurunnya berat badan, dan gangguan elektrolit
• Terjadi pada trimester 1: Mulai setelah minggu ke-6 dan biasanya
akan membaik dengan sendirinya sekitar minggu ke-12

Etiologi
• Hiperemesis gravidarum berkaitan dengan peningkatan hCG, hCG
yang meningkat dapat menyebabkan hipertiroidisme intermiten
karena meningkatkan reseptor hormone TSH

Komplikasi
• Akibat mual muntah → dehidrasi → elektrolit berkurang,
hemokonsentrasi, aseton darah meningkat → kerusakan liver
RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Faktor Resiko
• Faktor resikonya adalah keadaan apapun yang
menyebabkan hCG meningkat, seperti:
– Obesitas
– Kehamilan gemeli
– Nuliparitas
– Mola hidatidosa
– Riwayat kehamilan dengan hiperemesis
gravidarum

RCOG. The Management of Nausea and Vomiting of Pregnancy and Hyperemesis Gravidarum. 2016
Hiperemesis Gravidarum
Emesis gravidarum:
• Mual muntah pada kehamilan tanpa komplikasi, frekuensi <5 x/hari
• 70% pasien: Mulai dari minggu ke-4 dan 7
• 60% : membaik setelah 12 minggu
• 99% : Membaik setelah 20 minggu

Hyperemesis gravidarum
• Mual muntah pada kehamilan dengan komplikasi
– dehidrasi
– Hiperkloremik alkalosis,
– ketosis
Grade 1 Penurunan nafsu makan, nyeri epigastrium, peningkatan nadi
>100x/menit, tekanan darah menurun, dehidrasi
Grade 2 Apatis, nadi meningkat dan lemah, ikterik, oliguria, hemokonsentrasi,
nafas bau aseton
Grade 3 Syok hipovolemik, Somnolen-Koma, Ensefalopati Wernicke
1. http://student.bmj.com/student/view-article.html?id=sbmj.c6617. 2. http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview#a0104. 3.
Bader TJ. Ob/gyn secrets. 3rd ed. Saunders; 2007. 4. Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A 1821–6.
Diagnosis

• Pasien dengan trias


klinis hyperemesis
gravidarum perlu
dilakukan pengecekan
terutama keton
urin/dipstick,
hematocrit, elektrolit,
transaminase darah dan
marker thyroid
Mylonas I, et al. Nausea and Vomiting in
Pregnancy. Dtsch Arztebl 2007; 104(25): A
1821–6
Hiperemesis Gravidarum:
Tatalaksana
Hiperemesis Gravidarum:
Tatalaksana

Buku saku Pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan. Kementerian Kesehatan RI
Terapi Cairan Pada Hiperemesis
Gravidarum Dengan Hipovolemia
• Correct hypovolemia with up to 2 L intravenous Ringer's lactate infused over
three to five hours, supplemented with appropriate electrolytes and vitamins.
• Isotonic saline is used to treat hyponatremia in hypovolemic patients with
minimal or no symptoms and serum sodium levels >120 mEq/L who are at low
risk of complications from untreated hyponatremia or from excessive rapid
correction of hyponatremia such as osmotic demyelination syndrome (cerebral
edema and neurologic symptoms).
• After initial replacement fluid therapy with Ringer's lactate, we administer
dextrose 5 percent in 0.45 percent saline with 20 mEq potassium chloride at 150
mL/hour to patients with normal potassium levels (hypokalemia is discussed
below).
– It is prudent to avoid use of dextrose in the initial replacement fluid because of the
theoretical concern of inducing Wernicke's encephalopathy from dextrose infusion in
a thiamine-deficient state
https://www.uptodate.com/contents/treatment-and-outcome-of-nausea-and-vomiting-of-
pregnancy?search=hyperemesis%20gravidarum&source=search_result&selectedTitle=1~137&usage_type=default&display_rank=1
#H21389638
143
HINTS

• Pasien, mengaku terlambat haid selama dua bulan,


keluhan keluar bercak-bercak darah dari vagina disertai
jaringan menggumpal berwarna merah gelap.
• Sebelumnya ada nyeri perut hingga ke pinggang seperti
saat haid.
• Pemeriksaan: ostium terbuka, terdapat darah dan sedikit
jaringan di vagina dan ostium.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS ABORTUS INKOMPLIT
JAWABAN:
C. ABORTUS INKOMPLIT
• Pasien terlambat haid dua bulan mengaku
keluar bercak darah dari vagina disertai
jaringan menggumpal warna merah gelap.
Ada nyeri (+)  mengarah pada abortus
• Pemeriksaan: ostium terbuka, terdapat
darah dan sedikit jaringan di vagina dan
ostium  sesuai untuk abortus inkomplit
Abortus
• Definisi:
– ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan.
– WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan
kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan
terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram
Abortus
• Diagnosis  dengan bantuan USG
– Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak)
– Perut nyeri & kaku
– Pengeluaran sebagian produk konsepsi
– Serviks dapat tertutup/ terbuka
– Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

• Faktor Predisposisi Abortus Spontan


– Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom)
– Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme,
DM), malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol,
faktor immunologis & defek anatomis seperti uterus didelfis,
inkompetensia serviks, dan sinekhiae uteri karena sindrom
Asherman
– Faktor dari ayah: Kelainan sperma
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
PERDARAHA BESAR
DIAGNOSIS SERVIKS GEJALA LAIN
N UTERUS
• Tes kehamilan +
Sesuai usia
Abortus imminens Sedikit-sedang Tertutup lunak • Nyeri perut
kehamilan
• Uterus lunak

Sesuai atau lebih • Nyeri perut >>


Abortus insipiens Sedang-banyak Terbuka lunak
kecil • Uterus lunak

• Nyeri perut >>


Lebih kecil dari usia
Abortus inkomplit Sedikit-banyak Terbuka lunak • Jaringan +
kehamilan
• Uterus lunak

• Sedikit atau tanpa


Tertutup atau Lebih kecil dari usia nyeri perut
Abortus komplit Sedikit-tidak ada
terbuka lunak kehamilan • Jaringan keluar ±
• Uterus kenyal

Perdarahan Membesar, nyeri • Demam


Abortus septik Lunak
berbau tekan • leukositosis
• Tidak terdapat gejala
nyeri perut
Lebih kecil dari usia
Missed abortion Tidak ada Tertutup • Tidak disertai
kehamilan
ekspulsi jaringan
konsepsi
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Abortus: Tatalaksana Umum
• Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu).
• Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik
<90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok
• Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan
tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena
kondisinya dapat memburuk dengan cepat
• Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi,
berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam:
– Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam
– Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
– Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam
• Segera rujuk ibu ke rumah sakit .
• Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional
dan konseling kontrasepsi pasca keguguran.
• Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus
Tatalaksana Abortus Inkomplit
• Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
• Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi isi
uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera
dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
• Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl
0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
– Lebih disarankan untuk memakai kuret tajam jika usia kehamilan >16 minggu
• Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium.
• Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi
urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil
pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang
144
HINTS

• Pasien, hamil 9 bulan datang ke IGD dirujuk karena nyeri


perut mendadak dan perdarahan pervaginam berwarna
kehitaman.
• Gerakan bayi berkurang, nyeri ulu hati, pandangan
berkunang-kunang dengan kaki bengkak.
• PF: TD 160/ 100 mmHg. Perut kaku seperti papan.
• Hb 8,5 g/dl. Proteinuria +++.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS SOLUSIO PLASENTA DAN PEB
JAWABAN:
A. SOLUTIO PLASENTA + PEB
• Pasien kemungkinan mengalami solusio
plasenta atas dasar adanya nyeri perut
mendadak disertai perdarahan berwarna
kehitaman, pada pemeriksaan ditemukan
perut seperti papan dan gerakan bayi
berkurang serta anemia.
• Pada pasien juga terdapat pandangan
berkunang, kaki bengkak, peningkatan tekanan
darah sistolik 160 mmHg, serta proteinuria
sehingga mengarahkan pada adanya PEB.
• Karena itu dipilih jawaban A, solusio plasenta
dan PEB.
Solusio Plasenta
• Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya

• Diagnosis
– Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan jumlah
darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat janin/
hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri

• Faktor Predisposisi
– Hipertensi
– Versi luar
– Trauma abdomen
– Hidramnion
– Gemelli
– Defisiensi besi
Solusio Plasenta: Gambaran Klinis
• Solusio Placenta Ringan
– Luas plasenta yang terlepas < 25% atau < 1/6 bagian (Jumlah perdarahan < 250 ml)
– kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg%
– Tumpahkan darah yang keluar terlihat seperti pada haid, sukar dibedakan dari
plasenta previa kecuali warna darah yang kehitaman
– Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada

• Solusio Placenta Sedang


– Luas plasenta yang terlepas 25-50% (Jumlah perdarahan 250 ml-1.000 ml
– Kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%
– Gejala dan tanda sudah jelas: rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut
jantung janin menjadi cepat, hipotensi dan takikardia

• Solusio Placenta Berat


– Luas plasenta yang terlepas > 50%, dan jumlah perdarahan > 1.000 ml
– Gejala dan tanda klinik jelas: keadaan umum penderita buruk disertai syok, dan
hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal
yang ditandai pada oliguri biasanya telah ada
SolusioSolusio Plasenta:
Plasenta: Tata Laksana
Tatalaksana
Tatalaksana
• Perdarahan hebat (nyata atau tersembunyi) dengan tanda- tanda awal syok pada ibu,
lakukan persalinan segera bergantung pembukaan serviks:
– Lengkap  ekstraksi vakum
– Belum ada/ lengkap  SC
– Kenyal, tebal, dan tertutup  SC

• Jika perdarahan ringan/ sedang dan belum terdapat tanda-tanda syok, tindakan
bergantung pada denyut jantung janin (DJJ):
• DJJ normal, lakukan seksio sesarea
• DJJ tidak terdengar namun nadi dan tekanan darah ibu normal: pertimbangkan
persalinan pervaginam
• DJJ tidak terdengar dan nadi dan tekanan darah ibu bermasalah:
– pecahkan ketuban dengan kokher:
– Jika kontraksi jelek, perbaiki dengan pemberian oksitosin
• DJJ abnormal (kurang dari 100 atau lebih dari 180/menit): lakukan persalinan
pervaginam segera, atau SC bila tidak memungkinkan
Hipertensi dalam Kehamilan

PREEKLAMPSIA
• HT yang baru terjadi pada kehamilan / saat usia
kehamilan >20 minggu + gangguan organ
• Proteinuria (+) 2 atau lebih, jika tidak didapatkan 
salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan
untuk menegakkan diagnosis, yaitu:
1. Trombositopenia: <100.000/mikroliter
2. Gangguan ginjal: Cr serum >1.1 mg/dL atau terdapat
peningkatan kadar Cr serum pada kondisi tidak ada
kelainan ginjal lainnya
3. Gangguan hati: Peningkatan transaminase 2x normal
dan/atau adanya nyeri di daerah epigastrik atau RUQ.
4. Edema paru
Hipertensi dalam Kehamilan
5. Gangguan neurologi: Nyeri kepala, gangguan pengelihatan,
stroke
6. Gangguan pertumbuhan janin  gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidroamnion, fetal growth restriction.

Proteiunuria ditegakkan jika didapatkan secara kuantitatif


produksi protein urin >300 mg/24 jam  jika tidak dapat
dilakukan maka dapat digantikan dengan dipstick urine > +1
Pre Eklampsia Berat
145
HINTS

• Pasien wanita keluhan nyeri pada kemaluan


terutama ketika berjalan, sejak seminggu
sebelumnya.
• Pem genital: benjolan di mulut vagina, warna sama
dengan kulit sekitar, tidak berdarah tidak teraba
hangat, bersifat kistik.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KISTA BARTHOLIN
JAWABAN:
A. KISTA BARTHOLIN
• Pasien datang dengan nyeri pada kemaluan
sejak seminggu sebelumnya, tanpa riwayat
keputihan. Pemeriksaan fisik: benjolan di
dekat mulut vagina, tanpa tanda
peradangan sehingga mengarahkan pada
diagnosis kista bartholin.
• Nyeri yang dialami oleh pasien diperkirakan
akibat gesekan kista bartolin saat berjalan
sehingga mengalami iritasi
• Pilihan C  benjolan di dalam dinding vagina
area anterolateral superior, ukuran kecil <2 cm,
bisa terdapat nyeri
• Pilihan E benjolan disertai tanda peradangan,
sangat nyeri, dan fluktuasi.
Ginekologi
Jenis Keterangan
Kista Bartholin Kista pada kelenjar bartholin yang terletak di kiri-kanan bawah vagina,di
belakang labium mayor. Terjadi karena sumbatan muara kelenjar e.c trauma
atau infeksi
Kista Nabothi Terbentuk karena proses metaplasia skuamosa, jaringan endoserviks diganti
(ovula) dengan epitel berlapis gepeng. Ukuran bbrp mm, sedikit menonjol dengan
permukaan licin (tampak spt beras)

Polip Serviks Tumor dari endoserviks yang tumbuh berlebihan dan bertangkai, ukuran
bbrp mm, kemerahan, rapuh. Kadang tangkai panjang sampai menonjol dari
kanalis servikalis ke vagina dan bahkan sampai introitus. Tangkai
mengandung jar.fibrovaskuler, sedangkan polip mengalami peradangan
dengan metaplasia skuamosa atau ulserasi dan perdarahan.

Karsinoma Tumor ganas dari jaringan serviks. Tampak massa yang berbenjol-benjol,
Serviks rapuh, mudah berdarah pada serviks. Pada tahap awal menunjukkan suatu
displasia atau lesi in-situ hingga invasif.

Mioma Geburt Mioma korpus uteri submukosa yang bertangkai, sering mengalami nekrosis
dan ulserasi.
KISTA BARTHOLIN
Kelenjar Bartholin: Kista Duktus Bartholin:
• Bulat, kelenjar seukuran kacang • Kista yang paling sering
terletak didalam perineum pintu
masuk vagina arah jam 5 & jam 7 • Disebabkan oleh obstruksi
• Normal: tidak teraba sekunder pada duktus akibat
• Duktus: panjang 2 cm & terbuka inflamasi nonspesifik atau
pada celah antara selaput himen trauma
& labia minora di dinding lateral
posterior vagina • Kebanyakan asimptomatik
Bartholin Cyst
• Bartholin cyst • Bartholin abscess
– If the orifice of the – An obstructed Bartholin
Bartholin duct becomes duct can become infected
obstructed, mucous and form an abscess
produced by the gland
accumulates, leading to
cystic dilation proximal to
the obstruction.
– Obstruction is often caused
by local or diffuse vulvar
edema.
– Bartholin cysts are usually
sterile and the gland is not
affected.

Uptodate.com
Clinical Presentation
• Bartholin cyst :
– Unilateral, 1-3 cm
– typically painless, and may be asymptomatic or mild pain
– Most Bartholin cysts are detected during a routine pelvic examination or by the woman
herself.
– Larger cysts  discomfort, typically during sexual intercourse, sitting, or ambulating.
– Patients may also find the presence of a cyst to be disfiguring, even in the absence of
symptoms.
– Cysts are likely to have clear or white fluid.

• Bartholin abscesses :
– typically present with such severe pain and swelling and patients are unable to walk, sit,
or have sexual intercourse.
– Abscesses have a purulent discharge that is typically yellow or green
– Fever - One-fifth of patients with abscess are febrile
– Unilateral, warm, tender, soft, or fluctuant mass in the lower medial labia majora or lower
vestibular area, occasionally surrounded by erythema (cellulitis) and edema
(lymphangitis).
– A large abscess, however, can expand into the upper labia.
– If the abscess is very close to the surface, pus may break through the thin layer of skin at a
point (pointing) and may drain spontaneously.
Kista & Abses Bartholin: Terapi
• Pengobatan tidak diperlukan pada wanita usia
< 40 tahun kecuali terinfeksi atau simptomatik
• Simptomatik
– Kateter Word selama 4-6 minggu
– Marsupialization: Alternatif kateter Word, biasanya
dilakukan jika rekuren tidak boleh dilakukan bila
masih terdapat abses  obati dulu dengan antibiotik
spektrum luas Kateter Word
– Eksisi: bila tidak respon terhadap terapi sebelumnya 
dilakukan bila tidak ada infeksi aktif, jarang dilakukan
karena menyebabkan disfigurasi
anatomis serta nyeri

• Pada wanita > 40 tahun


• Biopsi dilakukan untuk
menyingkirkan adenocarcinoma
kelenjar Bartholin
http://www.aafp.org/afp/2003/0701/p135.html
Treatment
• Cyst • Abscess
– No intervention is necessary – The mainstay of treatment is
for asymptomatic Bartholin I&D (Insicion and Drainage)
cysts. with placement of a Word
– A possible exception to this is catheter, under local
women age 40 years or older, anesthesia.
for whom some experts – Immediate pain relief occurs
suggest incision and drainage upon drainage of pus.
(I&D) to allow a biopsy to – Antibiotic therapy is only
exclude carcinoma. given in patients with risk
– Cysts that are disfiguring or factors or clinical findings
symptomatic are treated is indicative of a more severe
the same manner as a infection or for recurrent
Bartholin abscess. abscesses.
– Marsupialization refers to a
procedure whereby a new
ductal orifice is created.
• This is achieved by incising
the cyst/abscess and then
everting and suturing the
epithelium to the skin at the
edge of the incision.
146
HINTS

• Pasien G1P0A0 hamil 39 minggu, keluhan mulas-mulas


dan keluar lendir darah sejak sehari
• Pasien sudah 20 jam di dukun dan sejak 3 jam terakhir
anaknya mau lahir tetapi belum kunjung lahir.
• Pembukaan lengkap, ketuban (-), kepala bayi di Hodge 4

PENANGANAN…
DIAGNOSIS  PERSALINAN KALA II LAMA
JAWABAN:
E. RUJUK
• Pasien hamil 39 minggu sudah in partu dimana
terdapat mulas-mulas, keluar lendir darah, dan
kemungkinan sudah dipimpin meneran oleh dukun
sejak 3 jam terakhir, tapi tidak lahir-lahir. Pada
pemeriksaan pembukaan lengkap, ketuban (-),
kepala bayi di St+2. Hal ini menandakan pasien
mengalami persalinan kala II lama.
• Pada kondisi ini, ibu kemungkinan sudah Lelah,
sehingga tidak dapat dipimpin mengejan lagi, selain
itu bila kala II lama, dan tanpa diketahui kondisi his,
sudah lebih dari 2 jam, di Puskesmas, maka harus di
RUJUK, untuk persiapan dilakukan SC jika
diperlukan
• Pilihan A  Ekstraksi vakum tidak dipilih karena
kemungkinan kelelahan pada ibu dan masih
terdapat kemungkinan bayi memang tidak
dapat dilahirkan per vaginam (kala II sudah
selama 3 jam, tanpa diketahui kondisi His )
Persalinan Lama
• Waktu persalinan memanjang karena
kemajuan persalinan yang terhambat.

• Definisi berbeda sesuai fase


kehamilan, klasifikasi diagnosisnya:
– Distosia pada kala I fase aktif: grafik
pembukaan serviks pada partograf
antara garis waspada - garis
bertindak/ sudah memotong garis
bertindak, ATAU
– Fase ekspulsi (kala II) memanjang:
Bagian terendah janin pada persalinan
kala II tidak maju. Batasan waktu:
• Maks 2 jam untuk nulipara dan 1
jam untuk multipara, ATAU
• Maks 3 jam untuk nulipara dan 2
jam untuk multipara bila
menggunakan analgesia epidural
Kriteria Diagnosis untuk Gangguan
Proses Persalinan
Persalinan dengan Alat Bantu
• Indikasi
– Ibu: kelelahan, sudah mengedan > 20 menit
– Bayi: Bayi kekurangan oksigen

• Syarat
– Kepala janin sudah mencapai pintu bawah panggul
– Pembukaan rahim sudah lengkap
– Selaput ketuban sudah pecah/ dipecahkan
Persalinan dengan Alat Bantu:
Vakum
Alat bantu berupa cup penghisap yang menarik kepala bayi dengan
lembut

INDIKASI KONTRA INDIKASI


• Ibu • Ibu
– Kelelahan ibu  masih kooperatif – Ibu dengan resiko tinggi ruptur
dan dapat mengejan uteri
– Partus tak maju – Kondisi ibu tidak boleh
– Toksemia gravidarum mengejan
– Memperpendek persalinan kala II, – Panggul sempit (CPD)
penyakit jantung kompensasi, • Janin
penyakit fibrotik – Bayi prematur (belum memiliki
• Janin moulage yang baik  kompresi
– Adanya gawat janin (ringan) forceps  perdarahan
periventrikular)
• Waktu
– Letak lintang, presentasi muka,
– Kala persalinan lama presentasi bokong, kepala janin
menyusul
Persalinan dengan Vakum
Syarat
• Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
• Presentasi kepala
• Cukup bulan (tidak premature)
• Tidak ada kesempitan panggul
• Anak hidup dan tidak gawat janin
• Penurunan hodge III+
• Kontraksi baik/ terdapat his
• Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

Komplikasi
• perdarahan intrakranial, edema skalp, sefalhematoma,
aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin, laserasi
perineum, laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir pada ibu
Persalinan dengan Alat Bantu:
Forceps
• Janin dilahirkan dengan tarikan cunam/ forceps di kepalanya
• Forceps/cunam: Logam, terdiri dari sepasang sendok (kanan-kiri)

INDIKASI KONTRA INDIKASI


• Ibu • Ibu
– Sama dengan ekstraksi vakum, – Sama seperti pada ekstraksi
hanya ibu sudah tidak mampu vakum
mengejan/ his tidak adekuat

• Janin • Janin
– Adanya gawat janin – Sama seperti pada ekstraksi
vakum
• Waktu
– Nullipara: 3 jam dengan anelgesi
lokal, 2 jam tanpa anelgesi lokal
– Multipara: 2 jam dengan anelgesi
lokal, 1 jam tanpa anelgesi lokal
Persalinan dengan Forcep
Syarat:
• Presentasi belakang kepala atau muka dengan
dagu di depan atau kepala menyusul pada
sungsang
• Pembukaan lengkap
• Penurunan kepala minimal Hodge 3+ (St 0)
• Kontraksi baik dan ibu tidak gelisah
• Ketuban sudah pecah
• Dilakukan di rumah sakit rujukan

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di


Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan
EKSTRAKSI VAKUM VS EKSTRAKSI FORCEPS

KEUNGGULAN VAKUM KERUGIAN VAKUM

• Tehnik pelaksanaan relatif lebih • Proses persalinan


mudah membutuhkan waktu yang
• Tidak memerlukan anaesthesia lebih lama
general • Tenaga traksi pada ekstraktor
• Ukuran yang akan melewati vakum tidak sekuat ekstraksi
jalan lahir tidak bertambah cunam
(cawan penghisap tidak • Pemeliharaan instrumen
menambah ukuran besar ekstraktor vakum lebih rumit
bagian anak yang akan melwati • Ekstraktor vakum lebih sering
jalan lahir) menyebabkan icterus
• Trauma pada kepala janin relatif neonatorum
rendah
147
HINTS

• Pasien G2P1A0 hamil 32 minggu, keluhan keluar


perdarahan dari jalan lahir beberapa jam yang lalu.
• Keluhan nyeri perut disangkal
• PF: TD 100/70 mmHg, N 90 x/menit.
• Inspekulo: darah (+) pada fornix posterior, ostium
tertutup.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PLASENTA PREVIA
JAWABAN:
D. PLASENTA PREVIA
• Pasien hamil 32 minggu datang dengan
perdarahan dari jalan lahir, tidak ada nyeri
perut, pemeriksaan inspekulo darah (+) di
forniks posterior dan ostium tertutup 
mengarahkan pada perdarahan
antepartum ec plasenta previa.
• Pilihan C solusio plasenta  tidak dipilih karena
biasanya disertai nyeri perut
• Plasenta letak marginal dan letak rendah baru
bisa diketahui dari hasil USG
• Plasenta akreta  diketahui dari USG gambaran
plasenta swiss cheese, implantasi plasenta
mencapai lapisan permukaan luar miometrium.
Bisa ditemukan bersamaan dengan plasenta
previa
Plasenta Previa
• Implantasi pada tempat abnormal sehingga
menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan
lahir (OUI)

• Etiologi dan Faktor Risiko


– Endometrium di fundus belum siap menerima implantasi,
endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta
untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis
pada chorion leave yang persisten -Manuaba (1998)-
• Belum diketahui pasti tetapi
meningkat pada grademultipara,
primigravida tua, bekas SC, bekas
operasi, kelainan janin dan
leiomioma uteri -Mansjoer (2001)-
Plasenta Previa
Plasenta Previa
Klasifikasi Berdasarkan terabanya jaringan plasenta
melalui pembukaan jalan lahir (Chalik, 2002):

Totalis: menutupi seluruh OUI

Partialis: menutupi sebagian OUI

Marginalis: tepinya agak jauh letaknya


dan menutupi sebagian OUI
Letak plasenta normal Plasenta let. rendah Plasenta previa lateralis Plasenta previa totalis
Plasenta Previa
Plasenta Previa
• Gejala dan Tanda
• Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang
• Darah: merah segar
• Bagian terbawah janin belum masuk PAP dan atau disertai dengan
kelainan letak karena letak plasenta previa berada di bawah janin
(Winkjosastro, 2002).
• Pemeriksaan
• Risiko plasenta akreta >> pada
kehamilan dengan plasenta
previa
• USG: >> lakuna plasenta pada 15-
20 minggu  gambaran moth-
eaten atau swiss cheese = plasenta
akreta
http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-on-
Obstetric-Practice/Placenta-Accreta
Plasenta Previa:Previa:
Plasenta Tatalaksana
Tatalaksana

Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)

Lihat Jumlah Perdarahan

SC tanpa melihat Waktu menuju 37 minggu


masih lama  rawat jalan
usia kehamilan  kembali ke RS jika
terjadi perdarahan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Tatalaksana Plasenta Previa
Tatalaksana Umum
• PERHATIAN! Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam sebelum tersedia kesiapan untuk seksio sesarea.
Pemerik¬saan inspekulo dilakukan secara hati-hati, untuk
menentukan sumber perdarahan.
• Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan
intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat).
• Lakukan penilaian jumlah perdarahan.
• Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio
sesarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan
• Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi
prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif
Terapi Konservatif
• Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif.
• Syarat terapi ekspektatif:
– Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti dengan atau
tanpa pengobatan tokolitik
– Belum ada tanda inpartu
– Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal)
– Janin masih hidup dan kondisi janin baik
• Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis.
• Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta.
• Berikan tokolitik bila ada kontraksi:
– MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam, atau Nifedipin 3 x 20 mg/hari
– Pemberian tokolitik dikombinasikan dengan betamethason 12 mg IM dosis tunggal
selama 2 hari untuk pematangan paru janin
• Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60 mg selama 1 bulan.
• Pastikan tersedianya sarana transfusi.
• Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, ibu dapat
dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.
Terapi aktif
• Rencanakan terminasi kehamilan jika:
– Usia kehamilan cukup bulan
– Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali)
– Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
memandang usia kehamilan
– Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit, dan presentasi
kepala pemecahan selaput ketuban dan persalinan pervaginam masih
dimungkinkan. Jika tidak, lahirkan dengan seksio sesarea
• Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan
u

dari tempat plasenta:


– Jahit lokasi perdarahan dengan benang,
– Pasang infus oksitosin 10 unitin 500 ml cairan IV (NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat) dengan kecepatan 60 tetes/menit
– Jika perdarahan terjadi pascasalin, segera lakukan penanganan yang sesuai,
seperti ligasi arteri dan histerektomi
148
HINTS

• Pasien 40 tahun, keluhan keluar perdarahan dari vagina sejak


satu bulan
• Pasien mengeluh berdarah saat melakukan hubungan seksual,
memiliki tiga anak dan yang terkecil usia empat tahun.
• Pemeriksaan genital: massa 2 cm di serviks dengan permukaan
erosi, nyeri, cairan vagina berbau disertai darah.

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  KEGANASAN SERVIKS
JAWABAN:
C. BIOPSI
• Pasien dengan sosiodemografik usia 40
tahun multipara datang dengan keluhan
perdarahan usai berhubungan seksual,
ditemukan massa di serviks, permukaan
erosi, nyeri, cairan vagina berbau disertai
darah, sebaiknya dicurigai dulu pada
adanya kemungkinan keganasan di serviks.
• Dengan demikian pemeriksaan yang tepat
adalah biopsi. Cone biopsi juga berfungsi
sebagai terapeutik, selain sebagai
diagnostik.
• Pilihan A  salah satu pilihan tatalaksana untuk
kista bartholin yang rekuren
• Pilihan B  metode deteksi lesi pra kanker,
tidak digunakan pada kasus ini karena sudah
ada gejala dan tampak lesi massa di serviks 
sudah menjadi Ca cervix
Kanker Serviks
• Keganasan pada serviks Faktor Risiko :
• Perubahan sel dari normal  • HPV (faktor utama) 50% oleh
pre kanker (displasia)  HPV 16 & 18
kanker • Multipartner
• Insidens : usia 40-60 tahun • Merokok
• Riwayat penyakit menular
seksual
• Berhubungan seks pertama
pada usia muda
• Kontrasepsi oral
• Multiparitas
• Status ekonomi sosial rendah
• Riwayat Keluarga
• Imunosupresi
• Defisiensi nutrien dan vitamin
Etiologi
HPV
(Human Papilloma Virus)
Terutama tipe risiko tinggi
memiliki kemampuan
untuk menonatifkan p53
dan pRb epitel serviks
berperan sebagai
penghambat
kelangsungan siklus sel.
Kanker Serviks: Tanda dan
Gejala
• Perdarahan pervaginam
• Perdarahan menstruasi lebih lama dan lebih banyak
dari biasanya
• Perdarahan post menopause atau keputihan >>
• Perdarahan post koitus
• Nyeri saat berhubungan
• Keputihan (terutama berbau busuk + darah)
• Massa pada serviks, mudah berdarah
• Nyeri pada panggul, lumbosakral, gluteus, gangguan
berkemih, nyeri pada kandung kemih dan rektum

Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Kanker Serviks: Diagnostik

• Diagnostik
– Pelayanan primer: anamnesis dan pemeriksaan
fisik
– Pelayanan Sekunder: kuret endoserviks,
sistoskopi, IVP, foto toraks dan tulang, konisasi,
amputasi serviks
– Pelayanan Tersier: Proktoskopi

Panduan Pelayanan Klinis Kanker Serviks, Komite Penanggulangan Kanker (KPKN) 2015
Pemeriksaan
• Biopsi Cone
Prosedur diagnostik dan terapeutik
Pemeriksaan
• HPV DNA testing
 Meningkatkan sensitifitas hingga 96% bersama
dengan Pap Smear.
 HPV tidak dapat dikultur di laboratorium sehingga
digunakan teknologi molekuler untuk mendeteksi
DNA HPV dari sampel servikal, misalnya, dengan PCR.
149
HINTS

• Pasien 25 tahun keluhan benjolan pada payudara


kanan, sejak satu tahun yang lalu.
• Belum menikah, tidak menyusui
• Pemeriksaan lokalis: benjolan ukuran 2 cm, berbatas
tegas, mobile, tanda peradangan (-), pembesaran
KGB axilla (-).

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  FIBROADENOMA MAMMAE (FAM)
JAWABAN:
B. USG PAYUDARA
• Keluhan pasien 25 tahun, benjolan di
payudara kanan sejak setahun lalu,
pemeriksaan lokal benjolan 2 cm, batas
tegas, mobile, tanpa tanda peradangan dan
pembesaran KGB mengarahkan pada
diagnosis fibroadenoma mammae (FAM).
• Pemeriksaan untuk kondisi ini adalah USG
payudara untuk membedakan massa solid
dan kistik.
• Pilihan B  Mamografi digunakan untuk
skrining pada pasien yang asimtomatik,
terutama untuk pasien di atas 35 tahun.
The Breast
Tumors Onset Feature
Breast cancer 30-menopause Invasive Ductal Carcinoma , Paget’s disease (Ca Insitu),
Peau d’orange , hard, Painful, not clear border,
infiltrative, discharge/blood, Retraction of the
nipple,Axillary mass
Fibroadenoma < 30 years They are solid, round, rubbery lumps that move freely in
mammae the breast when pushed upon and are usually painless.
Fibrocystic 20 to 40 years lumps in both breasts that increase in size and
mammae tenderness just prior to menstrual bleeding.occasionally
have nipple discharge
Mastitis 18-50 years Localized breast erythema, warmth, and pain. May be
lactating and may have recently missed feedings.fever.
Philloides 30-55 years intralobular stroma . “leaf-like”configuration.Firm,
Tumors smooth-sided, bumpy (not spiky). Breast skin over the
tumor may become reddish and warm to the touch.
Grow fast.
Duct Papilloma 45-50 years occurs mainly in large ducts, present with a serous or
bloody nipple discharge
Pemeriksaan Radiologis Payudara
• USG Mamae
– Tujuan utama USG mamae adalah untuk
membedakan massa solid dan kistik
– Sebagai pelengkap pemeriksaan klinis dan
mamografi
– Merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk
wanita usia muda (<35) dan berperan dalam
penilaian hasil mamografi ‘ dense’ breast
Mammography
• Skrening wanita usia 50thn atau lebih yang
asimptomatik
• Skrening wanita usia 35 thn atau lebih yang
asimtomatik dan memiliki resiko tinggi terkena kanker
payudara :
– Wanita yang memiliki saudara dengan kanker payudara
yang terdiagnosis premenopaus
– Wanita dengan temuan histologis yang memiliki resiko
ganas pada operasi sebelumnya, spt atypical ductal
hyperplasia
• Untuk pemeriksaan wanita usia 35 thn atau lebih yang
simptomatik dengan adanya massa pada payudara
atau gejala klinis kanker payudara yang lain

www.rad.washington.edu
• Treatment FAM:
– Watchfull waiting
– Traditional open excisional biopsy
• Biopsy
– Pengambilan sampel sel atau jaringan untuk
diperiksa
– Untuk menentukan adanya suatu penyakit
150
HINTS

• Pasien, post melahirkan secara spontan di dukun dua jam


sebelumnya.
• Plasenta dikeluarkan dengan cara ditarik kencang, perdarahan
dari jalan lahir terus menerus, lalu pasien pingsan.
• TD 90/60 mmHg, N 110 x/menit, P 18 x/menit, S 350C.
• TFU teraba 2 jam bawah pusat, kontraksi uterus hilang timbul.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SISA PLASENTA
JAWABAN:
E. SISA PLASENTA
• Pasien mengalami perdarahan post partum
setelah sebelumnya plasenta dilahirkan
dengan cara ditarik kencang. Pemeriksaan
terdapat tanda syok, TFU teraba 2 jari
bawah pusat dengan kontraksi uterus
hilang timbul. Kemungkinan penyebab
perdarahan pada pasien adalah adanya sisa
plasenta.
• Kontraksi uterus yang hilang timbul terjadi
karena gangguan kontraksi uterus akibat
adanya benda asing/ massa di dalam kavum
uteri
• Pilihan A  Retensio plasenta merupakan kondisi
dimana plasenta tidak lahir, tidak tepat untuk kasus
di soal karena plasenta sudah dilahirkan.
• Pilihan B  Inversio uteri tidak dipilih karena pada
soal uterus masih teraba, sementara pada inversio
uteri tidak teraba.
• Pilihan C  Atonia uteri juga tidak tepat karena
TFU sudah dua jari di bawah pusat menandakan
uterus mengalami kontraksi yang membuat proses
involusi terjadi.
• Pilihan D  Robekan jalan lahir tidak dipilih karena
tidak ada keterangan mengenai robekan pada soal.
Hemorrhagia Post Partum

Etiologi (4T dan I) Pemeriksaan

• Tone (tonus) – atonia uteri • Palpasi uterus


– Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi
fundus uterus.
• Trauma – trauma traktus • Memeriksa plasenta dan ketuban:
– lengkap atau tidak.
genital • Melakukan eksplorasi kavum uteri
untuk mencari :
– Sisa plasenta dan ketuban.
• Tissue (jaringan)- retensi – Robekan rahim.
plasenta – Plasenta suksenturiata.
• Inspekulo :
– untuk melihat robekan pada serviks,
• Thrombin – koagulopati vagina dan varises yang pecah.
• Pemeriksaan laboratorium :
– periksa darah, hemoglobin, clot
• Inversio Uteri observation test (COT), dan lain-lain.
Hemorrhagia Post Partum: Definisi

• Definisi Lama
– Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam
– Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)

• Definisi Fungsional
– Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk
menyebabkan gangguan hemodinamik

• Insidens
– 5% dari semua persalinan
Hemorrhagia Post Partum:
Diagnosis
G E J A L A D A N TA N D A G E J A L A & TA N D A YA N G DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG ADA
• Uterus tidak berkontraksi dan lembek • Syok Atonia uteri
• Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan
pascapersalinan primer)

• Perdarahan segera • Pucat Robekan jalan


• Darah segar yang mengalir segera setelah bayi • Lemah lahir
lahir • Menggigil
• Uterus kontraksi baik
• Plasenta lengkap

• Plasenta belum lahir setelah 30 menit • Tali pusat putus akibat traksi Retensio plasenta
• Perdarahan segera (P3) berlebihan
• Uterus kontraksi baik • Inversio uteri akibat tarikan
• Perdarahan lanjutan

• Plasenta atau sebagian selaput (mengandung • Uterus berkontaksi tetapi tinggi Tertinggalnya
pembuluh darah) tidak lengkap fundus tidak berkurang sebagian plasenta
• Perdarahan segera • (kontraksi hilang-timbul)
Hemorrhagia Post Partum:
Diagnosis
GEJALA DAN
G E J A L A D A N TA N D A TA N D A YA N G
DIAGNOSIS
YA N G S E L A L U A D A KADANG-KADANG
ADA
• Uterus tidak teraba • Syok neurogenik Inversio uteri
• Lumen vagina terisi massa • Pucat dan limbung
• Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)
• Perdarahan segera
• Nyeri sedikit atau berat

• Sub-involusi uterus • Anemia Perdarahan


• Nyeri tekan perut bawah • Demam terlambat
• Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan Endometritis atau
sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau sisa plasenta
berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (terinfeksi atau
(jika disertai infeksi) tidak)

• Perdarahan segera (Perdarahan intraabdominal dan / • Syok Robekan dinding


atau pervaginam • Nyeri tekan perut uterus (Ruptura
• Nyeri perut berat atau akut abdomen • Denyut nadi ibu cepat uteri
151
HINTS

• Pasien G1P0A0 usia kehamilan 24 minggu.


• Saat ini pasien tidak ada keluhan apapun.
• TD 140/80 mmHg
• Riwayat tekanan darah tinggi sebelum kehamilan
di sangkal.
PENANGANAN…
DIAGNOSIS  HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
JAWABAN:
D. EDUKASI TENTANG MAKANAN, ISTIRAHAT
• Pasien hamil 24 minggu datang untuk kontrol,
tekanan darah 140/80 mmHg. Karena tidak ada
keterangan proteinuria dan tidak ada riwayat
hipertensi sebelum kehamilan, maka pasien dapat
dikatakan mengalami hipertensi gestasional.
• Pada pasien hipertensi dalam kehamilan (hipertensi
gestasional), tatalaksana umum adalah memantau
tekanan darah, urin, dan kondisi janin setiap
minggu.
• Oleh karena itu pilihan jawaban yang tepat adalah
D, edukasi tentang makanan dan istirahat.
• Pilihan E  Antihipertensi tidak diberikan rutin
pada hipertensi gestasional, kecuali bila
tekanan darah semakin meningkat hingga
160/100 atau menunjukkan tanda preeklampsia
berat maka tidak dipilih jawaban E.
• Segera lahirkan bayi maupun pemberian
MgSO4  tidak perlu pada kasus hipertensi
gestasional
Hipertensi dalam kehamilan
Definisi
- Tekanan darah sistolik ≥140 atau
tekanan darah diastolic ≥ 90
mmHg
- Pada 2 kali pemeriksaan dengan
jarak 4-6 jam
Faktor predisposisi hamil
- Hidroamnion - Kehamilan
- DM pertama
- Gangguan vaskuler - Kehamilan dengan
plasenta vili korionik tinggi
(kembar atau
- Faktor herediter mola)
- Riwayat - Memiliki penyakit
preeklampsia KV sebelumnya
sebelumnya
- Obesitas sebelum
Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan
dasar dan rujukan WHO, 2013
Cunningham FG, et al. William’s obstetrics. 22nd ed. McGraw-Hill.
Hipertensi pada Kehamilan: Jenis

• Hipertensi Kronik
• Hipertensi Gestasional
• PreEklampsia
• PreEklampsia Berat
• Superimposed PreEklampsia
• HELLP Syndrome
• Eklampsia

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
- Tekanan darah sistolik ≥140 atau tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah kembali
normal <12 minggu pasca salin
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Tidak ada gangguan organ
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan,
diberikan antihipertensi
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik

• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal yang terjadi akibat hipertensi kronik ini

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan

• Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg  antihipertensi

• Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed


preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia

• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu

• Pantau pertumbuhan dan kondisi janin


• Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm
• Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin
• Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
152
HINTS

• Pasien, G1P0A0 usia kehamilan 39 minggu datang dengan


keluhan nyeri perut bawah sejak beberapa jam yang lalu, keluar
darah bercampur lendir.
• TFU 37 cm, letak kepala, DJJ 144 x/menit, his 3x/10 menit selama
30 detik. Pembukaan 2 cm, effacement 25%, presentasi kepala
UUK anterior.
• Setelah 3 kali evaluasi selama 24 jam tidak ada kemajuan
persalinan.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS FASE LATEN MEMANJANG
JAWABAN:
A. FASE LATEN MEMANJANG
• Pasien hamil aterm dalam kondisi in partu
dengan pembukaan 2 cm, his 3x/10 menit
selama 30 detik, effacement 25%  kala I
fase laten.
• Setelah 3 kali evaluasi dalam 24 jam tidak
ada kemajuan persalinan, menandakan
adanya fase laten yang memanjang
sehingga jawaban yang tepat adalah opsi A.
• Disebut fase laten memanjang pada pasien
nulipara jika lama fase laten melebihi 20
jam (pada soal fase laten sudah melewati
24 jam)
• Masalah kala I:
– Gangguan His/ Power:  Masalah kala III:
• Inersia uteri  persalinan  Retensio Plasenta
lama
• Kontraksi uterus hipertonik
• Inkoordinasi kontraksi uterus
– Gangguan Passage
• Disproprosi kepala-panggul
– Gangguan Passenger  Masalah kala IV:
• Malposisi, malpresentasi  Perdarahan Post Partum
• Disproporsi kepala-panggul  Atonia uteri (Tone)
 Robekan (Tissue)
 Masalah kala II:  Jaringan (Tissue)
 Distosia Bahu  Faktor koagulasi
 Kala II lama (thrombin)
Persalinan Lama
• Waktu persalinan memanjang karena
kemajuan persalinan yang terhambat.

• Definisi berbeda sesuai fase


kehamilan, klasifikasi diagnosisnya:
– Distosia pada kala I fase aktif: grafik
pembukaan serviks pada partograf
antara garis waspada - garis
bertindak/ sudah memotong garis
bertindak, ATAU
– Fase ekspulsi (kala II) memanjang:
Bagian terendah janin pada persalinan
kala II tidak maju. Batasan waktu:
• Maks 2 jam untuk nulipara dan 1
jam untuk multipara, ATAU
• Maks 3 jam untuk nulipara dan 2
jam untuk multipara bila
menggunakan analgesia epidural
Kriteria Diagnosis untuk Gangguan proses Persalinan
Tatalaksana
a. Tatalaksana Umum
– Segera rujuk ibu ke rumah sakit yang memiliki pelayanan seksio sesarea.
b. Tatalaksana Khusus
– Tentukan penyebab persalinan lama.
• Power: His tidak adekuat (his dengan frekuensi <3x/10 menit dan durasi setiap
kontraksinya <40 detik)
• Passenger: malpresentasi, malposisi, janin besar
• Passage: panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor jalan lahir
• Gabungan dari faktor-faktor di atas
– Sesuaikan tatalaksana dengan penyebab dan situasi.
– Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio sesarea) untuk gangguan Passenger
dan/atau Passage, serta untuk gangguan Power yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi
persalinan
– Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tatalaksananya adalah seksio sesarea.
– Berikan antibiotika (kombinasi ampisilin 2 g IV tiap 6 jam dan gentamisin 5 mg/kgBB tiap 24
jam) jika ditemukan:
• Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau), ATAU
• Ketuban pecah lebih dari 18 jam, ATAU
• Usia kehamilan <37 minggu
153
HINTS

• Pasien, P1A0 pasca melahirkan 5 hari yang lalu, tidak


dapat menyusui bayinya karena putting pada
payudara tertarik ke dalam.
• PF: inverted nipple (+), teraba nyeri, tidak dapat
dikeluarkan saat pemeriksaan, payudara bengkak
dan kemerahan.

GRADE PENYAKIT…
DIAGNOSIS  INVERTED NIPPLE
JAWABAN:
C. GRADE 3
• Pasien post partum tidak dapat menyusui
bayinya karena puting tertarik ke dalam 
inverted nipple.
• Pada pemeriksaan fisik: puting tidak dapat
dikeluarkan saat pemeriksaa  sesuai
dengan grade 3.
• Akibat ASI yang tidak dikeluarkan karena
inverted nipple pasien mengalami
peradangan/mastitis yang ditandai
payudara yang nyeri, bengkak dan
kemerahan
• Pilihan A  Grade 1  dapat dikeluarkan
dengan mudah dengan tekanan jari di sekitar
areola dan terkadang dapat keluar dengan
sendirinya.
• Plihan B  Grade 2  dapat dikeluarkan
dengan tekanan jari, tetapi masuk kembali
setelah tekanan dilepas.
• Tidak ada grade 4 dan 5
Gangguan Proses Menyusui:
Inverted Nipple
• Etiologi: kongenital
(pendeknya duktus
laktiferus)

• Terapi:
– Massage dengan minyak
zaitun
– Tarik perlahan dan jepit
dengan jari selama
beberapa detik atau
menggunakan nipple
retractor
– Menggunakan nipple
shield saaat menyusui
Diagnosis
• Grade 1
– Puting tampak datar atau masuk ke dalam
– Puting dapat dikeluarkan dengan mudah dengan tekanan jari pada atau sekitar areola.
– Terkadang dapat keluar sendiri tanpa manipulasi
– Saluran ASI tidak bermasalah, dan dapat menyusui dengan biasa.

• Grade 2
– Dapat dikeluarkan dengan menekan areola, namun kembali masuk saat tekanan dilepas
– Terdapat kesulitan menyusui.
– Terdapat fibrosis derajat sedang.
– Saluran ASI dapat mengalami retraksi namun pembedahan tidak diperlukan.
– Pada pemeriksaan histologi ditemukan stromata yang kaya kolagen dan otot polos.

• Grade 3
– Puting sulit untuk dikeluarkan pada pemeriksaan fisik dan membutuhkan pembedahan untuk
dikeluarkan.
– Saluran ASI terkonstriksi dan tidak memungkinkan untuk menyusui
– Dapat terjadi infeksi, ruam, atau masalah kebersihan
– Secara histologis ditemukan atrofi unit lobuler duktus terminal dan fibrosis yang parah
154
HINTS

• Pasien, keluhan nyeri perut sejak 1 jam yang lalu,


terlambat haid dua bulan
• PF: TD 80/60 mmHg, nadi 100 x/menit lemah.
• Pemeriksaan palpasi bimanual goyang portio nyeri
(+).
• Pemeriksaan laboratorium Hb 6,8.

LOKASI TERSERING DARI KELAINAN INI…


DIAGNOSIS  KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
JAWABAN:
D. AMPULA TUBA FALOPII
• Pasien mengaku terlambat haid dua bulan
datang dengan keluhan nyeri perut, tampak
lemah, terdapat tanda syok (penurunan
tekanan darah), pemeriksaan palpasi: nyeri
goyang portio (+) dan anemia (Hb 6,8).
• Adanya nyeri perut pada pasien terlambat
haid, anemia, tanpa perdarahan jalan lahir
yang signifikan disertai nyeri goyang portio,
mengarahkan pada kehamilan ektopik
terganggu.
• Lokasi implantasi janin tersering pada kasus
KET adalah bagian ampula dari tuba falopii
Kehamilan Ektopik Terganggu
• Kehamilan yang terjadi
diluar kavum uteri

• Gejala/Tanda:
– Riwayat terlambat
haid/gejala & tanda hamil
– Akut abdomen
– Perdarahan pervaginam
(bisa tidak ada)
– Nyeri goyang porsio
– Keadaan umum: bisa baik
hingga syok dan penurunan
kesadaran
– Kadang disertai febris
Implantasi Memicu
embrio inflamasi edema

Pendesakan jaringan sekitar o/ Kantung


kantung kehamilan kehamilan
ruptur

Perangsangan pada reseptor Darah merangsang reseptor


nosiseptif mekanik (stretch nosiseptif chemical
receptor) peritoneum

Nyeri
nyeri berat
Ectopic Pregnancy
• The most common site of ectopic implantation is
the fallopian tube, accounting for approximately
98% of cases.
– Fallopian tube sites include the ampullary, isthmic,
fimbrial, and interstitial portions.
• Additional sites include the cervix, ovary,
cesarean scar, and abdominal cavity.
• Sonographic evidence of an extrauterine
pregnancy is definitive for the diagnosis of an
ectopic pregnancy but occurs in fewer than one-
third of patient
Predileksi

Sumber: Sivalingam VN, Duncan WC, Kirk E, Shephard LA, Horne AW. Diagnosis and management of ectopic pregnancy. J Fam Plann Reprod
Health Care, 2011;: 1-10
KET: Kuldosentesis

• Teknik untuk mengidentifikasi hemoperitoneum

• Serviks ditarik kearah simfisis menggunakan


tenakulum  jarum 16-18 G dimasukkan lewat
forniks posterior kearah cul-de-sac

• Cairan yang mengandung gumpalan darah, atau


cairan bercampur darah sesuai dengan diagnosis
hemoperitoneum akibat kehamilan ektopik
KET: Tatalaksana
Tatalaksana Umum
• Restorasi cairan tubuh dengan cairan kristaloid NaCl 0,9% atau RL (500 mL
dalam 15 menit pertama) atau 2 L dalam 2 jam pertama
• Segera rujuk ibu ke RS

Tatalaksana Khusus
• Laparotomi: eksplorasi kedua ovarium dan tuba fallopii
• Jika terjadi kerusakan berat pada tuba, lakukan salpingektomi (eksisi bagian tuba yang
mengandung hasil konsepsi)
• Jika terjadi kerusakan ringan pada tuba, usahakan melakukan salpingostomi untuk
mempertahankan tuba (hasil konsepsi dikeluarkan, tuba dipertahankan)
• Sebelum memulangkan pasien, berikan konseling untuk penggunaan
kontrasepsi. Jadwalkan kunjungan ulang setelah 4 minggu
• Atasi anemia dengan pemberian tablet besi sulfas ferosus 60 mg/hari
selama 6 bulan
Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO
155
HINTS

• Perempuan 20 tahun G1P0A0 usia kehamilan 9 bulan ke Puskesmas


dengan keluhan perut kencang-kencang yang semakin lama semakin
kuat sejak 8 jam
• Air ketuban belum keluar.
• PF compos mentis, TD 110/70 mmHg, N 80x/menit, R 20 x/menit, S
36,50C.
• Pemeriksaan kehamilan TFU 36 cm, His 2x/10 menit selama 40 detik.
• Portio tebal dan lunak, pembukaan 4 cm hodge III.

STRUKTUR YANG MEMBENTUK BIDANG HODGE III…


DIAGNOSIS  G1P0A0 ATERM INPARTU
JAWABAN:
C. BIDANG SETINGGI SPINA ISCHIADIKA
• Pasien hamil aterm datang dengan tanda in
partu sejak 8 jam his 2x/10 menit selama
40 detik, portio tebal dan lunak,
pembukaan 4 cm Hodge III  kala 1
persalinan fase aktif
• Hodge III merupakan bidang yang sejajar
dengan bidang-bidang hodge I dan II
terletak setinggi spina ischiadika kiri dan
kanan
Bidang Hodge
• Pemeriksaan Hodge  menentukan sejauh mana turunnya bagian terendah
janin

• Hodge adalah suatu bagian panggul yang berada pada rongga panggul yang
sifatnya antara satu dengan yang lainnya sejajar, ditentukan pada pinggir atas
symphisis

• Hodge I: Bidang yang dibentuk pada PAP dengan bagian atas sympisis dengan
promontorium

• Hodge II: Bidang ini sejajar dengan Hodge I terletak setinggi bagian bawah
sympisis

• Hodge III: Bidang ini sejajar dengan bidang-


bidang hodge I dan II terletak setinggi spina
ischiadika kiri dan kanan

• Hodge IV: Bidang ini sejajar dengan bidang-


bidang hodge I, II, dan III setinggi os coxygis
156
HINTS

• Pasien, usia kehamilan 28 minggu datang untuk


pemeriksaan kehamilan rutin
• Pemeriksaan fisik TD 150/90 mmHg, tidak ada
riw hipertensi sebelumnya
• Pemeriksaan urin: protein urin +2.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  PREEKLAMPSIA
JAWABAN:
A. PREEKLAMPSIA
• Pasien hamil 28 minggu tekanan darah 150/90
mmHg, protein urin +2, tanpa ada riwayat tekanan
darah tinggi sebelumnya sehingga tidak sesuai
untuk hipertensi kronik maupun superimposed
preeklampsia.
• Adanya proteinuria menyingkirkan opsi hipertensi
gestasional.
• Pasien belum dapat memenuhi preeklampsia berat
karena tekanan darah <160/110 mmHg dan tidak
ada gangguan fungsi organ sehingga jawaban yang
paling tepat adalah pilihan A yaitu pre eklampsia.
• Proteinuria bukan menjadi kriteria menentukan
apakah preeklamsia memiliki gejala berat
Hipertensi Kronik

• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal yang terjadi akibat hipertensi kronik ini

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Gestasional
• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan
menghilang setelah persalinan
• Diagnosis
– TD ≥140/90 mmHg
– Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah kembali
normal <12 minggu pasca salin
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Tidak ada gangguan organ
• Tatalaksana Umum
– Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu.
– Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan
– Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat,
rawat untuk penilaian kesehatan janin.
– Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan
eklampsia.
– Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Superimposed Preeklamsia

Superimposed preeklampsia
- Sudah ada hipertensi kronik sebelum hamil atau saat
usia kandungan <20 minggu disertai dengan kriteria
preeklamsia

Eklampsia
- Kejang umum dan/atau koma
- Ada tanda preeklampsia
- Tidak ada kemungkinan penyebab lain seperti
epilepsi, perdarahan subarachnoid, atau meningitis

Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
Preeklampsia
• Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi
pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya
gangguan organ.
• Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein
urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan
gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis
preeklampsia, yaitu:
– 1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
– 2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
– 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali
normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
– 4. Edema Paru

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016
– 5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri
kepala, gangguan visus
– 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi
tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta :
Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya absent or reversed end
diastolic velocity (ARDV)
Pre Eklampsia Berat
157
HINTS

• Pasien, G1P0A0 usia kehamilan 10 minggu ,


keluhan menjadi lebih sering buang air
kecil,demam selama beberapa hari terakhir.
• Pemeriksaan urin didapatkan leukosit urin +3.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  INFEKSI SALURAN KEMIH
JAWABAN:
D. INFEKSI SALURAN KEMIH
• Pasien hamil 10 minggu keluhan lebih
sering buang air kecil, demam (+),
pemeriksaan urin leukosit urin +3
mengarahkan pada infeksi saluran kemih.
• Pilihan A  Kista bartholin dan bartolinitis 
ditandai dengan benjolan di bibir vagina.
• Pilihan D dan E  Vulvitis dan vaginitis 
infeksi vulvovagina, kemerahan, iritasi,
keputihan.
Urinary tract infection in Pregnancy
• Urinary tract infections (UTIs) are common in
pregnant women.
• By convention, UTI is defined either as a
lower tract (acute cystitis) or upper tract
(acute pyelonephritis) infection
• As in nonpregnant women, Escherichia coli is
the predominant uropathogen found in both
asymptomatic bacteriuria and UTI in pregnant
women
Asymptomatic Bacteriuria
• We screen all pregnant women at least once for asymptomatic bacteriuria.
• Screening for asymptomatic bacteriuria is performed at 12 to 16 weeks
gestation with a midstream urine for culture.
• The diagnosis is made by finding high-level bacterial growth (≥105 colony
forming units [cfu]/mL or, for group B Streptococcus, ≥104 cfu/mL) on urine
culture in the absence of symptoms consistent with UTI.
• Management of asymptomatic bacteriuria :
– Antibiotic therapy tailored to culture results, which reduces the risk of
subsequent pyelonephritis and is associated with improved pregnancy
outcomes.
– Following treatment, follow-up cultures are performed to confirm sterilization
of the urine. For those women with persistent bacteriuria, prophylactic or
suppressive antibiotics may be warranted in addition to retreatment.
Acute Cystitis
• Acute cystitis should be suspected in pregnant women who
complain about new onset dysuria, frequency, or urgency.
• The diagnosis is made by finding of bacterial growth on
urine culture in this setting.
• Management of acute cystitis :
– Empiric antibiotic therapy that is subsequently tailored to
culture results.
– Potential options for empiric and directed therapy include beta-
lactams, nitrofurantoin, and fosfomycin (table 1).
– As with asymptomatic bacteriuria, follow-up cultures are
performed to confirm sterilization of the urine. For those
women with persistent bacteriuria or recurrent cystitis,
prophylactic or suppressive antibiotics may be warranted in
addition to retreatment.
Acute pyelonephritis
• Acute pyelonephritis during pregnancy is suggested by the presence of flank
pain, nausea/vomiting, fever (>38ºC), and/or costovertebral angle tenderness, with
or without the typical symptoms of cystitis, and is confirmed by the finding of
bacteriuria in the setting of these symptoms.
• Pregnant women may become quite ill and are at risk for both medical (eg, sepsis,
respiratory failure) and obstetrical complications from pyelonephritis
• Management of acute pyelonephritis :
– hospital admission for parenteral antibiotics, preferably broad spectrum beta-lactams
(table 2).
– Antibiotic therapy can be converted to an oral regimen tailored to the susceptibility
profile of the isolated organism following clinical improvement.
– Oral options are generally limited to beta-lactams or, if in the second
trimester, trimethoprim-sulfamethoxazole. Following the treatment course, suppressive
antibiotics are typically used for the remainder of the pregnancy to prevent recurrence.
• It is generally accepted that penicillins (with or without beta-lactamase inhibitors),
cephalosporins, aztreonam, and fosfomycin are safe in pregnancy. Because of
possible but uncertain associations with adverse birth outcomes, we generally
avoid nitrofurantoin during the first trimester and trimethoprim-
sulfamethoxazole during the first trimester and near term unless no other options
are available.
158
HINTS

• Wanita 25 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan


bawah.
• Sudah satu tahun ini mengalami keputihan yang berbau
busuk.
• Inspekulo ditemukan fluor albus dan terdapat erosi pada
portio cerviks.
• VT terdapat nyeri goyang portio

PENYEBARAN PENYAKIT MELALUI…


DIAGNOSIS  PENYAKIT RADANG PANGGUL
JAWABAN:
C. ASCENDIG INFECTION
• Pasien memiliki riwayat keputihan yang sudah
berlangsung selama satu tahun.
• Datang dengan keluhan nyeri perut kanan
bawah + nyeri goyang portio pada VT sehingga
perlu dicurigai telah terjadi penyakit radang
panggul akibat perluasan dari keputihan
patologis.
• Penyakit radang panggul paling sering terjadi
akibat penyebaran patogen secara ascending.
PELVIC INFLAMMATORY DISEASE
• Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan
kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium
pelvis, atau jaringan penunjangnya.
• PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus
genital bawah ke atas
• Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau
endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis)
• Faktor Risiko:
 Kontak seksual
 Riwayat penyakit menular seksual
 Multiple sexual partners
 IUD

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012


Salphingitis
• Inflamasi pada tuba fallopi

• Salphingitis akut biasanya disamakan dengan PID karena merupakan bentuk paling sering
dari PID

• Faktor Risiko
– Instrumentasi pada serviks dan uteri (IUD, biopsi, D&C)
– Perubahan hormonal selama menstruasi, menstruasi retrogard

• Gejala dan Tanda


– Spotting, dismenorea, dispareunia, demam, nyeri punggung bawah, sering BAK, mual dan muntah,
nyeri goyang serviks

• Diagnosis
• Nyeri perut bawah, nyeri adneksa bilateral, nyeri goyang serviks
• Tambahan: suhu oral > 38.3 C, keputihan abnormal, peningkatan C rekative protein, adanya bukti
keterlibatan N. gonorrhoeae atau C. trachomatis

• Terapi
– Rawat inap dengan antibiotik IV (cefoxitin dan doksisiklin)
– Rawat jalan dengan cefotixin IM dan Doksisiklin oral
– Operatif bila antibiotik gagal

http://emedicine.medscape.com/article/275463-overview#a2
PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012
PID: Pengobatan
• Harus berspektrum luas
• Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C.
trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak
menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas

• Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:


 Adanya emergensi (contoh; apendisitis)
 Pasien hamil
 Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral
 Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral
 Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi
 Pasien memiliki abses tubo-ovarian

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm
Pelvic Inflammatory Disease

http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html
Sexually active woman presenting with abnormal vaginal
discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia

Uterine tenderness, OR
Adnexal tenderness, OR
Cervical motion tenderness on pelvic exam?

YES NO

1) Perform NAAT for gonorrhea and chlamydia


2) Perform pregnancy testing See Vaginal Discharge algorithm,
3) Perform vaginal microscopy if available consider other organic causes
4) Offer HIV testing

Empiric treatment for PID* if no other organic


cause found (e.g. ectopic pregnancy, appendicitis)

Signs of severe illness (i.e. high fever, nausea/vomiting), OR


Surgical emergency (e.g. appendicitis) not excluded, OR
Suspected to have a tubo-ovarian abscess, OR
Unable to tolerate or already failed oral antibiotics, OR
Pregnant?

YES NO

Inpatient PID treatment: Outpatient PID treatment:


Cefotetan 2g IV Q12 hours OR Ceftriaxone 250mg IM x 1 dose PLUS
Cefoxitin 2g IV Q6 hours, PLUS Doxycycline 100mg PO BID x 14 days,** WITH OR WITHOUT
Doxycycline 100mg PO/IV Q12 hours** Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****) OR
Cefoxitin 2g IM x 1 dose and Probenecid 1g PO x 1dose together PLUS
Doxycycline 100mg PO BID X 14 days,** WITH OR WITHOUT
Metronidazole 500mg PO BID x 14 days***
(other regimens available****)

1) Hospitalize 24-48 hours to ensure response to treatment Response to treatment


2) Discharge on oral antibiotics to complete 14 day course 72 hours later?

NO YES

See Inpatient treatment Continue treatment for 14 days


159
HINTS

• Pasien, keluhan keluar cairan dari vagina. Cairan tersebut


berbau, nyeri saat berhubungan seksual.
• Riwayat hamil 9 tahun yang lalu dan saat ini menggunakan
AKDR.
• TTV dalam batas normal
• Inspekulo: tampak sekret berwarna kuning dan berbau.
• VT tidak didapatkan nyeri goyang portio.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  VAGINITIS
JAWABAN:
B. VAGINITIS
• Pasien keluar cairan dari vagina dan berbau,
nyeri saat berhubungan seksual,
pemeriksaan inspekulo: tampak sekret
berwarna kuning dan berbau tanpa adanya
nyeri goyang portio  mengarahkan pada
vaginitis.
• Pilihan A  Radang panggul  gejala: nyeri
perut bawah, demam, pemeriksaan: nyeri
goyang portio
• Pilihan C  Ca uteri  perdarahan di luar siklus
menstruasi, tampak massa di vagina, perut
terasa begah.
• Pilihan D  Kista bartolin  benjolan di bibir
vagina, asimtomatik
• Pilihan E  Vaginismus  nyeri saat
berhubungan seksual, akibat kontraksi otot
vagina, berhubungan dengan gangguan psikiatri
Vaginitis
• Vaginitis is the general term for disorders of the vagina caused
by infection, inflammation, or changes in the normal vaginal
flora.
• Etiology – Vaginitis is often the result of infectious agents.
– The most common infections, bacterial vaginosis, Candida
vulvovaginitis, and trichomoniasis, account for over 90 percent of
infections.
– Cervicitis, typically from sexually transmitted infections gonorrhea,
chlamydia, and mycoplasma, can also present as nonspecific
vaginal symptoms.
• Noninfectious etiologies include vaginal atrophy/atrophic
vaginitis in postmenopausal women, foreign body (eg,
retained tampon or condom), irritants and allergens (eg,
vaginal washes or douches)
Vaginitis Symptoms
• Typically present with one or more of the following nonspecific
vulvovaginal symptoms: change in the volume, color, or odor of vaginal
discharge, pruritus, burning, irritation, erythema, dyspareunia,
spotting, dysuria
• Vaginal discharge is a prominent symptom of vaginitis but may be
difficult to distinguish from normal vaginal discharge.
• Although normal discharge may be yellowish, slightly malodorous,
and accompanied by mild irritative symptoms, it is not accompanied
by pruritus, pain, burning or significant irritation, erythema, local
erosions, or cervical or vaginal friability.
• These signs and symptoms helps to distinguish normal vaginal
discharge from discharge related to a pathological process, such as
vaginitis or cervicitis.
Vaginitis: Anamnesis
• Discharge – If discharge is present, what is the quantity, color, consistency, and odor
– Bacterial vaginosis (BV) –malodorous, thin, grey (never yellow), and is a prominent complaint.
– Vaginal candidiasis –scant discharge that is thick, white, odorless, and often curd-like.
– Trichomoniasis – purulent, malodorous discharge, which may be accompanied by burning, pruritus,
dysuria, frequency, and/or dyspareunia.
• Burning, irritation, or other discomfort –
– Candida vulvovaginitis often presents with marked inflammatory symptoms (pruritus and soreness).
– BV: only minimal inflammation and minimal irritative symptoms.
• Pruritus – General pruritus is suggestive of a diffuse process such as infection, allergy, or
dermatosis.
• Vaginal bleeding –
– Vaginal bleeding is not consistent with infectious vaginitis.
– Vaginal bleeding: evaluated for erosive causes of vaginitis (eg, erosive lichen planus) or a uterine source.
• Pain – Women with predominant pain symptoms are evaluated for inflammatory causes of
vaginitis or nonvaginal sources, such as vulvodynia.
• Dysuria or dyspareunia – These symptoms can be suggestive of inflammatory disorders such
as infection or allergy as well vulvovaginal atrophy.
• Timing of symptoms – Symptoms of candidal vulvovaginitis often occur in the premenstrual
period, while symptoms of trichomoniasis and BV often occur during or immediately after
the menstrual period.
Vaginitis: Physical Examination
• Vulva – Findings of the vulvar examination can help guide further evaluation and
diagnosis.
– Normal vulva are consistent with BV or leukorrhea.
– Erythema, edema, or fissures suggest candidiasis, trichomoniasis, or dermatitis.
– Atrophic changes are caused by hypoestrogenemia and suggest the possibility of atrophic vaginitis.
• Speculum examination is performed to evaluate the vagina, any vaginal
discharge, and the cervix.
– Vaginal discharge characteristic
– Cervical inflammation with a normal vagina is suggestive of cervicitis rather than vaginitis. Two
major diagnostic signs characterize cervicitis:
• a purulent or mucopurulent endocervical exudate visible in the endocervical canal or on an endocervical
swab specimen (commonly referred to as mucopurulent cervicitis) and
• sustained endocervical bleeding easily induced by gentle passage of a cotton swab through the cervical os

• Bimanual examination is performed to assess for tenderness and/or abnormal


anatomy.
– Women with vaginitis who also have pelvic or cervical motion tenderness are further evaluated for
pelvic inflammatory disease.
– Adnexal masses could represent a cyst or malignancy
Vaginitis: Lab Studies
• Vaginal pH —
– Measurement of vaginal pH is the single most important finding that drives the
diagnostic process and should always be determined
– Vaginal secretions in premenopausal women is 4.0 to 4.5, where as BV (pH>4.5)
or trichomoniasis (pH 5 to 6), Candida vulvovaginitis (pH 4 to 4.5).
• Microscopy
– Saline wet mount to look for candidal buds or hyphae, motile trichomonads,
clue cells, and increased numbers of PMNs.
– Potassium hydroxide wet mount (KOH): identifying hyphae and budding yeast
for the diagnosis of candidal vaginitis
– Amine test for BV: detecting the fishy (amine) odor of BV
• Nucleic acid amplification test (NAAT) for candida/trichomonas/ BV if
microscopy is negative
• Culture for candida
160
HINTS

• Pasangan suami istri, ingin memiliki anak kedua.


• Sudah punya 1 anak berusia 12 tahun.
• Pasangan ini sudah melakukan hubungan intim
rutin, tetapi belum berhasil. Istri memiliki riwayat
memakai IUD selama 3 tahun.
DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  INFERTILITAS SEKUNDER
JAWABAN:
D. INFERTIL SEKUNDER 9 TAHUN
• Pasangan suami istri datang untuk
berkonsultasi karena ingin memiliki
keturunan, setelah sebelumnya anak
pertama berusia 12 tahun. Pasien ada
riwayat menggunakan IUD selama 3 tahun.
• Dengan demikian, pasien ini mengalami
infertilitas sekunder dan karena ada
riwayat pemakaian kontrasepsi selama 3
tahun, sehingga infertilitas sekundernya
berlangsung selama 9 tahun.
Infertilitas
• Infertilitas :
– kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-
kurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa
kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer.
• Infertilitas sekunder:
– ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan
kehamilannya.
• Infertilitas idiopatik :
– pasangan infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes
ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan hasil normal
• Fekunditas: kemampuan seorang perempuan untuk hamil.
• Data dari studi yang telah dilakukan pada populas, kemungkinan seorang
perempuan hamil tiap bulannya adalah sekitar 20 sampai 25%
• Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi dan pengobatan dapat
dilakukan setelah 6 bulan pernikahan.
161
HINTS

• Pasien, G1P0A0 usia kehamilan 15 minggu ,


keluhan perdarahan dari jalan lahir, keluar
jaringan seperti daging.
• Pemeriksaan speculum: OUE terbuka, darah
mengalir, tampak jaringan sisa.
TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  ABORTUS
JAWABAN:
A. KURETASE
• Pasien hamil 18 minggu dengan perdarahan
dari jalan lahir dan riwayat keluar jaringan
seperti daging  abortus.
• Pemeriksaan tampak OUE terbuka, darah
mengalir, tampak jaringan sisa
mengarahkan pada abortus inkomplit.
• Tatalaksana pada abortus inkomplit <16
minggu adalah kuretase dengan AVM 
maka dipilih kuretase sebagai
tatalaksananya.
Abortus
• Definisi:
– ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan.
– WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan
kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan
terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram
Abortus
• Diagnosis  dengan bantuan USG
– Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak)
– Perut nyeri & kaku
– Pengeluaran sebagian produk konsepsi
– Serviks dapat tertutup/ terbuka
– Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

• Faktor Predisposisi Abortus Spontan


– Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom)
– Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme,
DM), malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol,
faktor immunologis & defek anatomis seperti uterus didelfis,
inkompetensia serviks, dan sinekhiae uteri karena sindrom
Asherman
– Faktor dari ayah: Kelainan sperma
Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Jenis Abortus
Abortus Imminens Abortus Insipiens Abortus Inkomplit

Abortus Komplit Missed Abortion


Tatalaksana Abortus Inkomplit
• Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16
minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
mencuat dari serviks.
• Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi isi
uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam
sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera
dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu).
• Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl
0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu
pengeluaran hasil konsepsi.
– Lebih disarankan untuk memakai kuret tajam jika usia kehamilan >16 minggu
• Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu
baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
• Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan
patologi ke laboratorium.
• Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi
urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil
pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang
162
HINTS

• Pasien, usia kehamilan 34 minggu, keluhan keluar air-air


dari jalan lahir sejak dua hari yang lalu, demam tinggi
sejak 1 hari yang lalu. Perut mulas disangkal.
• Pemeriksaan fisik: S 390C. Inspekulo: cairan ketuban (+)
berbau busuk.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  KETUBAN PECAH DINI PRETERM +
KORIOAMNIONITIS
JAWABAN:
B. PPROM + KORIOAMNIONITIS
• Pasien hamil 34 minggu datang dengan
keluhan air-air tanpa perut mulas 
mengarahkan pada ketuban pecah dini
prematur (PPROM).
• Satu hari yang lalu, pasien demam tinggi,
cairan ketuban berbau busuk 
korioamnionitis.
• Oleh karena itu, jawaban yang paling tepat
ialah PPROM + korioamnionitis
• PROM  KPD pada kehamilan aterm
• Persalinan premature  persalinan yang terjadi
sebelum usia gestasi 37 minggu  tidak tepat
karena tidak menjelaskan adanya
koriomanionitis maupun KPD; pada soal tidak
dijelaskan ada tidaknya tanda-tanda inpartu
pada pasien
• Gawat janin  tidak ada data di soal yang
mengarahkan pada kondisi gawat janin
• Infeksi puerperal  infeksi postpartum dalam
42 hari sejak melahirkan
Korioamnionitis
• Etiologi dan Faktor Risiko
– Infeksi ascending dari vagina (IMS, BV)
– serviks pendek
– Persalinan prematur
– Persalinan lama
– Ketuban pecah lama
– Pemeriksaan dalam yang dilakukan berulang-ulang
– Alkohol
– Rokok
• Gejala dan Tanda
– Demam > 38 C (paling sering), takikardia ibu > 100 bpm, takikardia janin >
160 bpm, cairan ketuban/keputihan purulen atau berbau, nyeri fundus
saat tidak berkontraksi, leukositosis ibu > 15.000
• Bila terdapat 2 atau lebih gejala dan tanda diatas  risiko sepsis
neonatal >>>
http://emedicine.medscape.com/article/973237-medication
Tatalaksana

• Rujuk pasien ke rumah sakit.


• Beri antibiotika kombinasi: ampisilin 2 g IV tiap 6 jam
ditambah gentamisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam.
• Terminasi kehamilan. Nilai serviks untuk menentukan cara
persalinan:
– Jika serviks matang: lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
– Jika serviks belum matang: matangkan dengan prostaglandin
dan infus oksitosin, atau lakukan seksio sesarea
• Jika persalinan dilakukan pervaginam, hentikan antibiotika
setelah persalinan. Jika persalinan dilakukan dengan seksio
sesarea, lanjutkan antibiotika dan tambahkan metronidazol
500 mg IV tiap 8 jam sampai bebas demam selama 48 jam.
163
HINTS

• Pasien, P2A0, post partum 2 jam yang lalu,


keluhan keluar darah dari jalan lahir.
• PF: fundus sulit teraba, tonus uterus tidak ada.
• Pemeriksaan darah didapatkan Hb 6 g/dL.

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  ANEMIA EC POST PARTUM HEMORRHAGE
JAWABAN:
A. USG ABDOMEN
• Keluhan pasien adalah keluar darah dari
jalan lahir setelah 2 jam sebelumnya
melahirkan, dan pemeriksaan darah
didapatkan Hb 6 g/dL  anemia ec post
partum hemorrhage.
• Pada pemeriksaan fisik, fundus sulit teraba
dan tonus uterus tidak ada, mengarahkan
pada kemungkinan penyebab perdarahan
adalah atonia uteri.
• Untuk menegakkan diagnosis diperlukan
pemeriksaan USG abdomen.
Perdarahan Postpartum:
Atonia Uteri
• Merupakan penyebab tersering PPH

• Faktor Risiko dan Etiologi


– Overdistensi uterus (makrosomia, polihidramnion, gemelli, bekuan darah
dll)
– Kontraksi uterus lemah akibat persalinan lama atau induksi
– Implantasi plasenta di segmen bawah uterus
– Toksin Bakteri (korioamnionitis), hipoksia, atau hipotermia
– Penggunaan agen anestetik (agen halogen atau anastesia dengan
hipotensi)
– Persalinan terlalu cepat
– Riwayat atonia uteri sebelumnya
• Untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab perdarahan 
pemeriksaan USG abdomen.
– Pemeriksaan USG abdomen dapat membantu mengetahui kondisi uterus,
apakah terdapat gumpalan atau sisa jaringan yang berpotensi
menyebabkan perdarahan.
http://emedicine.medscape.com/article/275038-treatment#d12 | http://patient.info/doctor/postpartum-haemorrhage | Depkes RI. Buku Saku
Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Masase uterus segera setelah plasenta lahir (15 detik) ATONIA
UTERI:
TATALAKSANA
kompresi bimanual interna maks 5 menit

Identifikasi sumber
Jika terus berdarah, Kompresi bimanual eksterna + perdarahan lain
Infus oksitosin dalam NS** • Laserasi jalan
Infus untuk restorasi cairan & jalur obat esensial, kemudian
lahir
lanjutkan KBI
• Hematoma
parametrial
Tidak berhasil • Ruptur uteri
• Inversio uteri
• Sisa fragmen
plasenta
Rujuk; Selama perjalanan Kompresi
bimanual eksterna **Berikan 20-40 unitoksitosin dalam 1000 ml
Berhasil Kompresi aorta abdominalis larutan NaCl 0,9%/Ringer
Tekan segmen bawah atau aorta Laktat dengan kecepatan 60 tetes/menit dan
abdominalis; lanjutkan infus infus 20 IU 10 unitIM. Lanjutkan infus oksitosin 20
unitdalam 1000 ml larutan NaCl 0,9%/Ringer
oksitosin dalam 500 ml NS/RL/ jam Laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit
hingga perdarahan berhenti.

Terkontrol Di rumah sakit rujukan, lakukan tindakan operatif bila kontraksi uterus tidak membaik,
dimulai dari yang konservatif. pilihan tindakan operatif yang dapat dilakukan:
B-Lynch/embolisasi arteri uterina/ Ligasi a. uterina & ovarika/ histerektomi subtotal
Transfusi Rawat & Observasi
Atonia Uteri: Terapi
• Atonia Uteri - Bimanual Massage
164
HINTS

• Pasien, G1P0A0 usia kehamilan 38 minggu datang


dengan keluhan nyeri kepala dan nyeri ulu hati sejak
3 jam yang lalu.
• Ada riwayat hipertensi sebelumnya. TD: 180/100
mmHg, Denyut jantung janin (+) 138 x/menit. His (-).
Proteinuria (+).

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  SUPERIMPOSED PREEKLAMPSIA
JAWABAN:
E. SUPERIMPOSED PREEKLAMPSIA
• Pasien hamil 38 minggu datang dengan ada
riwayat hipertensi sebelumnya 
hipertensi kronik.
• Pemeriksaan tekanan darah 180/100
mmHg, DJJ (+) 138 x/menit, proteinuria (+),
nyeri kepala dan nyeri ulu hati  tanda
preeklamsia dengan gejala berat
• Adanya kondisi preeklampsia pada pasien
hipertensi kronik  sesuai dengan
superimposed preeklampsia.
Hipertensi Kronik

• Definisi
– Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul dari sebelum
kehamilan dan menetap setelah persalinan

• Diagnosis
– Tekanan darah ≥140/90 mmHg
– Sudah ada riwayat hipertensi sebelum hamil, atau
diketahui adanya hipertensi pada usia kehamilan <20
minggu
– Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
– Dapat disertai keterlibatan organ lain, seperti mata,
jantung, dan ginjal yang terjadi akibat hipertensi kronik ini

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Hipertensi Kronik: Tatalaksana
• Sebelum hamil sudah diterapi & terkontrol baik, lanjutkan pengobatan

• Sistolik >160 mmHg/diastolik > 110 mmHg  antihipertensi

• Proteinuria/ tanda-tanda dan gejala lain, pikirkan superimposed


preeklampsia dan tangani seperti preeklampsia

• Suplementasi kalsium 1,5-2 g/hari dan aspirin 75 mg/hari mulai dari usia
kehamilan 20 minggu

• Pantau pertumbuhan dan kondisi janin


• Jika tidak ada komplikasi, tunggu sampai aterm
• Jika DJJ <100 kali/menit atau >180 kali/menit, tangani seperti gawat janin
• Jika terdapat pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan terminasi
kehamilan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada
Superimposed Preeklamsia

Superimposed preeklampsia
- Sudah ada hipertensi kronik sebelum hamil atau saat
usia kandungan <20 minggu disertai dengan kriteria
preeklamsia

Eklampsia
- Kejang umum dan/atau koma
- Ada tanda preeklampsia
- Tidak ada kemungkinan penyebab lain seperti
epilepsi, perdarahan subarachnoid, atau meningitis

Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013
ILMU KEDOKTERAN
KOMUNITAS & FORENSIK
165
• Pada tahun 2019 dilakukan suatu survei tentang pemberian makanan
pendamping ASI dengan kejadian gizi buruk
• Peneliti tinggal menunggu ibu hamil yang datang ke puskesmas, dan apabila
anaknya memenuhi kriteria gizi buruk langsung diambil sebagai sampel.
• Akan tetapi, untuk memudahkan peneliti, subyek yang diambil harus bersedia
melakukan wawancara 5 kali selama 1 bulan, dan yang diambil adalah subyek
yang kontrol ke puskesmas antara hari Senin-Rabu-Jumat.

TEKNIK SAMPLING…
DIAGNOSIS  JUDGEMENTAL SAMPLING
JAWABAN:
C. JUDGEMENTAL SAMPLING
• Teknik pengambilan sampel ini mengambil
sampel secara langsung tanpa randomisasi
apabila memenuhi kriteria inklusi sampel yaitu
gizi buruk, tetapi memiliki “kriteria sampel
tambahan” yang biasanya dipakai untuk
memudahkan penelitian (dalam hal ini subyek
yang diambil harus bersedia melakukan
wawancara 5 kali selama 1 bulan, dan yang
diambil adalah subyek yang kontrol ke puskesmas
antara hari Senin-Rabu-Jumat)
• Nama sampling ini adalah judgemental atau
purposive sampling
• Simple random sampling adalah pengambilan sampel dari
semua anggota populasi secara acak tanpa pembagian
apapun sehingga setiap orang punya kesempatan sama.
• Systematic sampling yaitu teknik pemilihan berdasarkan
urutan pola tertentu misalnya kelipatan angka 10 atau 50 dan
seterusnya.
• Stratified sampling dilakukan berdasarkan pemilihan
strata/tingkatan dengan karakteristik tertentu terlebih dahulu
seperti usia atau jenis kelamin, kemudian setelah itu
dilakukan pengacakan sampel.
• Convenience Sampling adalah memilih sampel langsung
sekehendak hati peneliti
Teknik Pengambilan Sampel
Teknik Pengambilan Sampel
• Probability Sampling  pengambilan acak
Simple Random  Pengambilan sampel dari semua
anggota populasi secara acak tanpa pembagian
apapun (setiap orang punya kesempatan sama), ex:
dadu, koin, “arisan”
Systematic  Dipilih berdasarkan urutan pola
tertentu, ex: tiap kelipatan 10, genap atau ganjil saja
Stratified  Pemilihan berdasarkan strata/tingkatan
dengan karakteristik tertentu (ex: usia, jenis kelamin)
lalu setelah itu diacak sesuai kelompoknya.

Suresh K, et al. Design, data analysis, and sampling techniques for


clinical research. 2011.
Teknik Pengambilan Sampel
• Probability Sampling  pengambilan acak
Cluster  Teknik sampling yang membagi populasi
berdasarkan grup/ kluster (biasanya wilayah/daerah),
kemudian diambil kelompok secara acak, ex:
mengambil 10 kecamatan dari 1000 kecamatan di
Jakarta dan seluruh penduduk dr 10 kecamatan tsb
dijadikan sampel.
Multi-stage  gabungan 2 teknik sampling atau lebih,
ex: teknik cluster dengan mengambil 10 kecamatan di
Jakarta lalu dari tiap kecamatan dipilih 100 sampel
dengan simple random.

Suresh K, et al. Design, data analysis, and sampling techniques for


clinical research. 2011.
Teknik Pengambilan Sampel
• Non-Probability Sampling  pengambilan tidak acak
 Convenience  memilih siapapun yang ditemui sesuka
hati peneliti
 Quota  anggota sampel pada suatu tingkat dipilih
dengan jumlah tertentu (kuota) dengan ciri-ciri tertentu
 Snowball  Mencari sampel lain dari sampel sebelumnya,
“berantai”, biasanya pada kasus prevalensi sedikit

Suresh K, et al. Design, data analysis, and sampling techniques for


clinical research. 2011.
Teknik Pengambilan Sampel
• Non-Probability Sampling  pengambilan tidak acak
 Purposive/judgemental  sampel dipilih secara khusus
berdasarkan tujuan peneltian karena memenuhi
karakteristik yang diinginkan.
 Consecutive  Orang yang datang pertama dipilih sebagai
subjek

Suresh K, et al. Design, data analysis, and sampling techniques for


clinical research. 2011.
166
• Survey angka kelahiran sebanyak 290 jiwa:
– 110 bayi meninggal saat lahir
– 30 sebelum usia 1 tahun
• Ibu yg meninggal saat hamil 11 orang
• ibu yg meninggal saat melahirkan 17 orang,
• ibu yang meninggal saat nifas 10 orang
• ibu yang meninggal dengan anak usia sekolah 4 orang.

ANGKA KEMATIAN IBU PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP…


DIAGNOSIS  ANGKA MORTALITAS BERUPA AKI/MMR
JAWABAN:
C. 32/180
• Angka Kematian ibu adalah

• Jadi (11 saat hamil + 17 saat melahirkan +


10 saat nifas)/(290 – 110 kasus bayi
meninggal)
• Hasilnya 38/180 x 100.000
Ukuran Mortalitas Penyakit
Ukuran Definisi
Crude death rate/ angka angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama
kematian kasar satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

Case fatality rate persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu,
untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut.
Rumus: jumlah kematian/jumlah seluruh kasus x 100%.

Angka kematian ibu jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas
(sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup.
Rumus: jumlah kematian ibu/jumlah kelahiran hidup x 100.000

Angka kematian bayi jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran
hidup. Rumus: jumlah kematian bayi/jumlah kelahiran hidup x
1000
Angka Kematian Ibu/
Maternal Mortality Rate (MMR)
DEFINISI
• Banyaknya kematian perempuan pada saat
hamil atau selama 42 hari sejak terminasi
kehamilan tanpa memandang lama dan
tempat persalinan, yang disebabkan karena
kehamilannya atau pengelolaannya, dan
bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000
kelahiran hidup.
Angka Kematian Ibu/
Maternal Mortality Rate (MMR)
Misalnya:
• Angka Kematian Ibu atau Maternal Mortality Ratio
(MMR) di Indonesia untuk periode tahun 1998 -
2002, adalah sebesar 307.
• Artinya terdapat 307 kematian ibu yang disebabkan
karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah
melahirkan pada periode tersebut per 100.000
kelahiran hidup.
167
• Di sebuah puskesmas didapatkan kerusakan
massal vaksin akibat kerusakan lemari es tempat
penyimpanan vaksin.
• Petugas kemudian melihat vaksin yang tersimpan
apakah masih viable atau tidak.

YANG HARUS DIOBSERVASI…


DIAGNOSIS  PENANGANAN VAKSIN
JAWABAN:
C. MONITOR VIAL VAKSIN
• Untuk melihat vaksin masih dapat
digunakan atau tidak akibat masalah suhu
penyimpanan, yang harus dilihat adalah
vaccine vial monitor atau monitor vial
vaksin
• Merk Vaksin  Tidak bermanfaat pada kasus ini
• Jenis Vaksin  Vaksin hidup ataupun mati akan
rusak apabila ada kesalahan suhu penyimpanan
• Label Vaksin  Tidak spesifik apa yang
diobservasi di labelnya
• Segel Vaksin  Tidak ada hubungannya dengan
kesalahan suhu penyimpanan
Penyimpanan Vaksin
• Rangkaian sejuk (Cold Chain) sistim penyimpanan vaksin dengan
suhu antara 2 – 8 derajat Celsius, agar supaya komponen dalam
vaksin yang bersifat bioaktif tidak mengalami kerusakan karena
suhu yang tinggi atau suhu yang terlalu rendah, sehingga dengan
suhu penyimpanan yang tepat, potensi proteksi vaksin akan tetap
terjaga maksimal.
• Jika vaksin di luar temperatur yang dianjurkan maka akan
mengurangi potensi kekebalannya.
• Berdasarkan sensitivitas terhadap suhu, penggolongan vaksin
adalah sebagai berikut:
– Vaksin sensitive beku (Freeze sensitive = FS), adalah golongan vaksin
yang akan rusak terhadap suhu dingin dibawah 0ºC (beku) yaitu:
Hepatitis B, DPT, DPT-HB, DT, TT
– Vaksin sensitive panas (Heat Sensitive = HS), adalah golongan vaksin
yang akan rusak terhadap paparan panas yang berlebih yaitu: BCG,
Polio, Campak
Alat Pemantau Suhu Untuk
Mengetahui Kondisi Vaksin
• Vaccine Vial Monitor (VVM)
• Termometer Muller
• Freeze Watch
• Freeze Tag
Vaccine Vial Monitor (VVM)
• Fungsinya memantau suhu vaksin selama dalam
perjalanan maupun dalam penyimpanan.

• VVM ditempelkan pada setiap vial vaksin.

• Semua vaksin dilengkapi dengan VVM, kecuali


BCG.

• Kekurangan VVM: Tidak bisa memantau suhu


paparan dingin dibawah 0 °C.
VVM ( Vaccine Vial Monitor)
• Pada vaksin hidup.
• Menilai vaksin apakah sudah pernah terpapar suhu DIATAS
batas yg diperbolehkan. Caranya membandingkan warna
kotak dengan lingkaran disekitarnya.
• VVM A : warna kotak masih putih dari lingkaran sekitar
• VVM B : warna vaksin berubah lebih gelap tapi masih lebih
terang dari lingkaran sekitar
• VVM C : warna vaksin sama gelapnya dengan lingkarang
sekitar
• VVM D : warna vaksin lebih gelap dari lingkaran sekitar

Keterangan:
• VVM A : bila belum kadaluwarsa, boleh digunakan
• VVM B : bila belum kadaluwarsa, SEGERA gunakan vaksin
• VVM C dan D : JANGAN digunakan, segera lapor pimpinan
Vaccine Vial Monitor
Contoh VVM Vaksin Hepatitis B Dan Interpretasinya
168
• Sebuah penelitian dilakukan untuk membandingkan
efektivitas manajemen obat anti hipertensi bernama
Melodipine.
• Hasil pada penelitian ini adalah perbedaan tekanan
darah sebelum dan setelah 2 jam diberikan terapi
pada individu yang sama.

MAKA UJI HIPOTESISNYA ADALAH…


DIAGNOSIS  ANALISA STATISTIK
JAWABAN:
D. PAIRED T TEST
• Pada soal ingin didapatkan perbandingan
kadar tekanan darah sebelum dan sesudah
pemakaian obat  Variabel bebas berupa
kategorik 2 kelompok dan variabel terikat
berupa numerik  T test
• Data yang dipakai diukur sebelum dan
sesudah  matching  jadi jawabannya
adalah Paired T Test
• Freedom T test tidak ada
• Student T test adalah nama panjang dari T test,
yaitu sebuah uji membandingkan rata-rata
antara dua kategori
• One sample T test menggunakan satu nilai rata-
rata yang dibandingkan dengan nilai rata-rata
klaim sebelumnya.
Uji Statistik
• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik)

• Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah


variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila
kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah
memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan
soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa
variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi
persyaratan chi square.

• Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.


TABEL UJI HIPOTESIS
VARIABEL
U J I S TAT I S T I K U J I A LT E R N AT I F
INDEPENDEN DEPENDEN

Fisher (digunakan untuk tabel


Kategorik Kategorik Chi square 2x2)*
Kolmogorov-Smirnov
(digunakan untuk tabel bxk)*

Kategorik T-test independen Mann-Whitney**


Numerik
(2 kategori)
T-test berpasangan Wilcoxon**

One Way Anova (tdk


Kruskal Wallis**
Kategorik berpasangan)
Numerik
(>2 kategori) Repeated Anova
Friedman**
(berpasangan)
Numerik Numerik Korelasi Pearson Korelasi Spearman**
Regresi Linier
Keterangan:
* : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi
**: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal
One Sample vs Two Sample T-Test
One sample T-test Two Sample T-test
• Mengetahui perbedaan mean • Mengetahui apakah terdapat
(rerata) satu kelompok perbedaan mean antara dua
dibandingkan dengan mean kelompok populasi.
yang sudah ditetapkan peneliti
atau mean sudah diketahui di • Misalnya penelitian ingin
populasi. mengetahui apakah terdapat
perbedaan mean GDS dari
• Misalnya penelitian tentang kelompok pasien DM yang
mean gula darah sewaktu (GDS) diberi metformin dengan
pada pasien DM yang diberi kelompok pasien DM yang
metformin. Contoh pertanyaan diberi insulin?
penelitiannya adalah: apakah
mean GDS pasien DM yang
diberi metformin lebih dari 200
mg/dl?
Independent vs Paired T-Test
Independent T-test Paired T-test
• Prinsipnya adalah setiap • Prinsipnya adalah setiap
subjek hanya dilakukan 1 kali subjek dilakukan pengukuran
pengukuran. lebih dari 1 kali.

• Contoh: penelitian obat A dan • Contoh: penelitian obat A dan


obat B terhadap kadar obat B terhadap kadar
kolesterol. Subyek dibagi dua kolesterol. Subyek dibagi dua
kelompok, kelompok pertama kelompok, kelompok pertama
diberi obat A dan kelompok diberi obat A dan kelompok
kedua diberi obat B. setelah 3 kedua diberi obat B. Sebelum
bulan, tiap subyek diukur mulai penelitian, tiaap subyek
kadar kolesterolnya. diukur kadar kolesterolnya.
setelah 3 bulan, tiap subyek
diukur kadar kolesterolnya
lagi.
169
• Seorang pasien datang dengan gejala withdrawal
alkohol
• Dokter tersebut ingin melihat kejadian apa saja
yang memicu stress yg dialami oleh pasien
tersebut selama hidupnya sehingga dia menjadi
ketergantungan alkohol.
METODE YANG DIPAKAI ADALAH…
DIAGNOSIS  FAMILY LIFELINE
JAWABAN:
C. FAMILY LIFELINE
• Family lifeline menggambarkan alur
kehidupan seseorang, dan stress yang
dihadapi selama kehidupan sesorang
tersebut  paling cocok untuk menjawab
soal yang ingin menemukan berbagai
kejadian dalam hidup pasien yang menjadi
stressor
• Family circle/ life cycle, menggambarkan siklus keluarga,
seperti keluarga dengan anak balita berbeda dengan
keluarga dengan anak sudah bekerja
• Family APGAR (Adaptation, Partnership, Growth,
Affection dan Resolve) merupakan kuesioner skrining
singkat yang dirancang untuk merefleksikan kepuasan
anggota keluarga dengan status fungsional keluarga.
• APGAR hanya screening, jadi tidak bisa menggambarkan
keseluruhan Riwayat hidup pasien seperti family lifeline
• Family genogram, menggambarkan Riwayat penyakit
keturunan di keluarga tersebut dan silsilah keluarga
FAMILY ASSESSMENT TOOL
• Family dynamic  interaksi dan hubungan antar anggota keluarga
• Family assesment tools alat yang digunakan untuk menilai family dynamic

Family Lifeline Garis kehidupan menggambarkan
secara kronologis stress kehidupan,
sebagai contoh dari gambar
disamping menunjukkan tingkat
kesakitan berupa migrain yang naik
turun sesuai dengan tingkat stress
yang dialami oleh pasien
• Misal :
– pada tahun 1969 pasien berusia 22
tahun kejadian hidup yang dialami
adalah lulus dari kampus dan pasien
mengalami migrain yang cukup berat,
– sedangkan pada tahun 1972 saat
pasien berusia 25 dan menikah justru
pasien tidak mengalami migrain,
– akan tetapi pada tahun 1973 ketika
pasien berusia 26 tahun dan mulai
bekerja serta mengalami kesulitan
bekerja, pasien mengalami migrain
yang cukup berat.
Family APGAR
• APGAR Keluarga merupakan kuesioner
skrining singkat yang dirancang untuk
merefleksikan kepuasan anggota keluarga
dengan status fungsional keluarga dan untuk
mencatat anggota-anggota rumah tangga.
• APGAR ini merupakan singkatan dari;
Adaptation, Partnership, Growth, Affection
dan Resolve.
Saya puas dengan keluarga saya karena masing-masing
ADAPTATION
anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai 0-2
Adaptasi
dengan seharusnya

Saya puas dengan keluarga saya karena dapat membantu


PARTNERSHIP
memberikan solusi terhadap permasalahan yang saya 0-2
Kemitraan
hadapi

GROWTH Saya puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga saya


0-2
pertumbuhan untuk mengembangkan kemampuan yang saya miliki

AFFECTION Saya puas dengan kehangatan / kasih sayang yang


0-2
Kasih ssayang diberikan keluarga saya

RESOLVE Saya puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk


0-2
Kebersamaan menjalin kebersamaan

Interpretasi :
8-10 = Highly functional family (fungsi keluarga baik)
4-7 = Moderately dysfunctional family (disfungsi keluarga moderat)
0-3 = Severely dysfunctional family (keluarga sakit / tidak sehat)
170
• Tuan A, tinggal di rumah tersebut bersama
empat orang Istri pasien dan lima orang anaknya
yang belum menikah.

BENTUK KELUARGA PASIEN INI ADALAH…


DIAGNOSIS  BENTUK KELIARGA
JAWABAN:
D. KELUARGA KOMPOSIT
• Keluarga pasien adalah keluarga komposit
karena terdapat empat istri dalam satu
keluarga.
• Keluarga komposit adalah keluarga yang
terbentuk atas pasangan poligami atau
memiliki dua istri atau lebih
• Keluarga Extended apabila dalam sebuah keluarga
terdapat kakek, ayah dan anak (tiga generasi).
• Keluarga inti hanya berisi ayah ibu dan anak-anak
mereka.
• Keluarga orang tua tunggal (single parent family)
merupakan keluarga yang terdiri dari pria atau
wanita, mungkin karena bercerai, berpisah,
ditinggal mati atau mungkin tidak pernah menikah,
serta anak-anak mereka tinggal bersama.
• Keluarga tinggal bersama (commune family) adalah
dua atau keluarga lebih yang tinggal serumah,
biasa terdapat di lingkungan seperti kos bersama
Bentuk Keluarga
• Keluarga inti (nuclear family): Keluarga yang terdiri dari suami, istri serta anak-anak
kandung.
• Keluarga besar (extended family): Keluarga yang disamping terdiri dari suami, istri, dan
anak-anak kandung, juga sanak saudara lainnya, baik menurut garis vertikal (ibu, bapak,
kakek, nenek, mantu, cucu, cicit), maupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar)
yang berasal dari pihak suami atau pihak isteri.
• Keluarga campuran (blended family): Keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak-anak
kandung serta anak-anak tiri.
• Keluarga orang tua tunggal (single parent family): Keluarga yang terdiri dari pria atau
wanita, mungkin karena bercerai, berpisah, ditinggal mati atau mungkin tidak pernah
menikah, serta anak-anak mereka tinggal bersama.
• Keluarga hidup bersama (commune family): Keluarga yang terdiri dari pria, wanita dan
anak-anak yang tinggal bersama, berbagi hak, dan tanggung jawab serta memiliki
kekayaan bersama.
• Keluarga serial (serial family): Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita yang telah
menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi kemudian bercerai dan masing-masing
menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan pasangan masing-masing, tetapi
semuanya menganggap sebagai satu keluarga.
• Keluarga komposit ( composite family): keluarga dari perkawinan poligami dan hidup
bersama.
• Keluarga kohabitasi(Cohabitation): dua orang menjadi satu keluarga tanpa pernikahan,
bisa memiliki anak atau tidak.
171
• Desa A dengan kasus malaria tinggi bila
dibandingkan dengan desa tetangga.
• Peneliti ingin meneliti adakah hubungan antara
kejadian malaria dengan konsumsi jamu

PENELITIAN YANG DIGUNAKAN…


DIAGNOSIS  DESAIN PENELITIAN
JAWABAN:
D. CROSS SECTIONAL
• Pada soal ini hanya ingin diteliti mengenai
hubungan/korelasi, bukan hubungan sebab
akibat, penelitian yang meneliti adakah
hubungan/asosiasi/korelasi antara dua
variabel adalah cross sectional
• Penelitian ini hanya menunjukkan apakah
ada hubungan, yang berarti bisa A
menyebabkan B atau B menyebabkan A.
• Cohort dan case control adalah penelitian untuk
menentukan hubungan sebab akibat, seperti A
menyebabkan B
• Eksperimental untuk membandingkan hasil dari
dua atau lebih intervensi yang berbeda
DESAIN PENELITIAN

STUDY
DESIGNS

Analytical Descriptive

Case report (E.g. Cholera)

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial (parc vs. aspirin


in Foresterhill)
2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
DESAIN PENELITIAN
Case report

Case series
Deskriptif
Memberi deskripsi Studi ekologi
tentang kejadian
penyakit
Cross
Desain studi
sectional

Observasional Hanya melakukan pengamatan

Analitik
Memberikan perlakuan kepada
Mencari hubungan antara Eksperimental subyek penelitian (misalnya obat)
suatu pajanan dengan
penyakit
Desain Penelitian Analitik
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional
Cross-sectional
– Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu
yang bersamaan.

Cohort study
– Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti
sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome
terjadi atau tidak.

Case-control study
– Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali
riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor
risiko atau tidak.
Prinsip Desain Studi Analitik
Observasional

PAST PRESENT FUTURE


Time
Assess exposure
Cross -sectional study and outcome

Assess Known
Case -control study exposure outcome

Known Assess
Prospective cohort exposure outcome

Known Assess
Retrospective cohort exposure outcome
172
• Seorang dokter melakukan pemeriksaan pada
karyawan perusahaan A. Dari hasil pemeriksaan
ditemukan pada seluruh karyawan didapatkan 5
kasus epilepsi, 3 kasus hipertensi, dan 2 migraine.
• Kemudian dokter memutuskan untuk melaporkan
kelayakan kerja dari pasien-pasien ini pada atasan.

YANG DILAKUKAN DOKTER INI…


DIAGNOSIS  KEDOKTERAN KERJA
JAWABAN:
D. BENAR SESUAI PERATURAN DOKTER PERUSAHAAN
• Pada soal dikatakan adanya dokter
perusahaan yang melaporkan hasil
pemeriksaan kepada atasan, hal ini benar
sesuai dengan aturan peraturan dokter
perusahaan
• Berdasarkan etika kesehatan kerja, dokter
dapat melaporkan hasil pemeriksaan
kepada pihak manajemen yang berupa
apakah individu tersebut layak bekerja
atau tidak tanpa menyebut rincian
diagnosis klinis individu tersebut
TUJUAN PELAYANAN
KESEHATAN KERJA
• Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian
diri baik fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian
pekerjaan dengan tenaga kerja

• Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan


yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja

• Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan


kemampuan fisik tenaga kerja

• Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi


bagi tenaga kerja yang menderita sakit.
Etika Kesehatan Kerja
• Ketentuan etika bagi dokter perusahaan:
– Dokter perusahaan adalah profesi mandiri yang menjadi penasihat
perusahaan
– Rekam medis harus dirahasiakan oleh petugas kesehatan dan pasien
perorangan
– Rekam medis harus disimpan secara aman dan terkunci di klinik
perusahaan
– Sertifikat layak kerja atau tidak layak kerja yang diterbitkan untuk
manajemen tidak boleh mengandung rincian pemeriksaan medis, kecuali
terdapat persetujuan tertulis dari pekerja yang bersangkutan
– Hasil uji monitoring biologi harus dijelaskan kepada pekerja secara
perseorangan, namun hasil pemeriksaan secara kelompok boleh diberikan
pada manajemen dan serikat pekerja, tanpa nama pekerja yang
bersangkutan
– Tanggung jawab dokter kepada pekerja yang terpajan bahaya lebih tinggi
daripada perhatian manajemen mengenai kepentingan komersial
– Penelitian yang dilakukan harus atas persetujuan pekerja secara
perseorangan, tidak bisa berdasarkan persetujuan manajemen atau serikat
pekerja

Harrington JM, Gill FS. Kesehatan Kerja. Edisi 3. 2005.


Kategori Pekerja berdasarkan
Tes Kesehatan
• Fit to work
– Pekerja memenuhi persyaratan untuk melakukan pekerjaan dalam jabatannya tanpa
menderita penyakit kronik dan/atau mempunyai risiko terhadap kesehatannya.
• Fit with medical note, meliputi:
– Fit dengan akomodasi pekerjaan/modifikasi pekerjaan
– Risiko rendah: mempunyai penyakit kronik dengan risiko terjadi gangguan
kesehatan, tetapi terkontrol pengobatan
– Risiko menengah: mempunyai penyakit kronik dengan risiko terjadi gangguan
kesehatan yang belum terkontrol
• Temporary unfit, meliputi:
– Risiko tinggi untuk kemungkinan dilakukan evaluasi medis
– Penyakit menular yang bersifat airborne, waterborne, atau foodborne
– Membahayakan diri sendiri dan/atau orang lain karena tidak mampu mengikuti
proses evakuasi di tempat kerja
Pegawai yang termasuk golongan 3 diberi kesempatan berobat selama 1 tahun dengan
evaluasi tiap 3 bulan, jika hingga 1 tahun tidak perbaikan  termasuk kategori unfit.
• Unfit
– Tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan pekerjaan sesuai jabatannya.
173
• Sistem BPJS memiliki berbagai tipe keanggotaan
yang terbagi berdasarkan bagaimana seseorang
tersebut terdaftar dalam kepesertaan.
• Setiap peserta juga akan mendapat layanan
sesuai kelas haknya masing-masing.

YANG MUNGKIN MENJADI PESERTA PBI…


DIAGNOSIS  KEPESERTAAN BPJS
JAWABAN:
E. PEGAWAI KONTRAK < 6 BULAN
• Pada soal, pilihan TNI, Polri dan PNS akan
masuk golongan pegawai penerima upah
oleh pemerintah dan begitu pula D sebagai
pegawai swasta yang merupakan pegawai
penerima upah
• Pilihan A-D tidak memungkinkan menjadi
PBI, sehingga yang mungkin hanya yang E
• Akan tetapi golongan PBI harus ditetapkan
berdasarkan rumah tempat tinggal,
pendidikan, harta simpanan dan syarat-
syarat lainnya sebelum seseorang dapat
ditetapkan tergolong dalam PBI.
KEPESERTAAN BPJS KESEHATAN
PESERTA PBI
• Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta
Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan
orang tidak mampu sebagaimana
diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari
Pemerintah sebagai peserta program Jaminan
Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin
yang ditetapkan oleh Pemerintah dan diatur
melalui Peraturan Pemerintah.

http://www.jkn.kemkes.go.id/detailfaq.php?id=9
Siapa Yang Dianggap Miskin dan Tidak
Mampu? (9 dari 14 harus dipenuhi)
• Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
• Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
• Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
• Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.
• Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
• Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.
• Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah
• Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
• Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
• Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
• Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik
• Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh
bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
• Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD.
• Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/
non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

http://www.pasienbpjs.com/2016/04/cara-menjadi-peserta-bpjs-pbi.html
174
• Dokter menjelaskan biaya tanggungan untuk
mendapat pelayanan BPJS yang dipotong dari
total gaji masing-masing karyawan.
• Untuk karyawan dengan gaji Rp 5.000.000,-,

LAYANAN KELAS BPJSNYA…


DIAGNOSIS  LAYANAN KELAS BPJS
JAWABAN:
B. KELAS 1
• Layanan kelas BPJS bagi pegawai penerima
upah, dengan gaji di atas Rp. 4.000.000,-
adalah kelas 1
HAK KELAS PESERTA BPJS
KELAS 1
1. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

2. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang III dan golongan ruang IV beserta anggota keluarganya;

3. Veteran dan Perintis Kemerdekaan beserta anggota keluarganya;

4. Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan;

5. Peserta Pekerja Penerima Upah selain di atas (no 1-4) dan Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah di atas Rp 4.000.000,00 (empat juta rupiah) sampai
dengan Rp 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah); dan

6. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I

https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/
HAK KELAS PESERTA BPJS
KELAS 2
1. Pegawai Negeri Sipil dan penerima pensiun Pegawai Negeri Sipil golongan ruang I dan
golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

2. Anggota TNI dan penerima pensiun Anggota TNI yang setara Pegawai Negeri Sipil golongan
ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

3. Anggota Polri dan penerima pensiun Anggota Polri yang setara Pegawai Negeri Sipil
golongan ruang I dan golongan ruang II beserta anggota keluarganya;

4. Peserta Pekerja Penerima Upah selain pada poin 1 sampai dengan 3 di atas dan Pegawai
Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan Gaji atau Upah sampai dengan Rp 4.000.000,00
(empat juta rupiah); dan

5. Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.

https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/
HAK KELAS PESERTA BPJS
KELAS 3
Peserta PBI Jaminan Kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah;
dan

Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta bukan Pekerja yang membayar iuran
untuk Manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III

https://www.panduanbpjs.com/penjelasan-ruang-perawatan-masing-masing-kelas-bpjs-kesehatan/
175
• Mahasiswa kedokteran sedang mengembangkan rapid test
untuk mendeteksi dengue.
• Untuk sampel terdapat 800 penderita dengue dan 1000 orang
bukan penderita dengue. Setelah dilakukan rapid test,
• Diperoleh hasil 400 positif pada penderita dengue dan 200
positif pada bukan penderita dengue.

HASIL 200 POSITIF TERSEBUT ADALAH…


DIAGNOSIS  FALSE POSITIVE PADA UJI DIAGNOSTIK
JAWABAN:
C. FALSE POSITIVE
Gold Std (+) Gold Std (-)
Test (+) 400 200
Test (-) 400 800
• Dalam soal didapatkan ada 200 orang yang
didiagnosa positif padahal bukan penderita dengue
• Jadi kasus ini adalah false positive
UJI DIAGNOSTIK
SAKIT (+) SAKIT (-)
HASIL TEST (+) True Positive (TP) False Positive (FP)
HASIL TEST (-) False Negative (FN) True Negative (TN)

SENSITIVITAS =
Kemampuan tes untuk
mendeteksi orang yang sakit
TP
dengan benar. TP+FN
Kemampuan tes untuk TN
S P E S I F I S I TA S = mendeteksi orang yang tidak
sakit dengan benar. FP+TN
Kemampuan tes untuk TP + TN
AKURASI = mendeteksi dengan benar
dari seluruh populasi. Total
UJI DIAGNOSTIK
SAKIT (+) SAKIT (-)

HASIL TEST (+) True Positive (TP) False Positive (FP)

HASIL TEST (-) False Negative (FN) True Negative (TN)

POSITIVE Persentase pasien TP


PREDICTIVE VALUE dengan hasil test (+)
= yang benar-benar sakit TP+FP

NEGATIVE Persentase pasien


TN
PREDICTIVE VALUE dengan hasil test(-) yang
= benar-benar tidak sakit FN+TN
176
• Hubungan faktor risiko dengan TB di suatu daerah:
Faktor Resiko OR
Malnutrisi 0.9
Merokok 2.1
Status DM 0.2
Status HIV 1.0
Usia 0.5

FAKTOR RESIKO YANG PALING BERPERAN…


DIAGNOSIS  ODD RATIO
JAWABAN:
B. MEROKOK
• Pada soal di atas OR terbesar adalah
merokok, dengan nilai 2.1, jadi yang paling
berperan adalah merokok
Faktor Resiko OR
Malnutrisi 0.9
Merokok 2.1
Status DM 0.2
Status HIV 1.0
Usia 0.5
Interpretasi RR/OR/PR

RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan


dengan outcome.

RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi


paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit)  paparan
yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit.

RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat


protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan,
semakin rendah risiko mengalami penyakit)  paparan yang diteliti
merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.
INTERPRETASI OR DAN NILAI P
• Pertama, lihat dahulu nilai P-nya.
– Jika nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel
independen berhubungan dengan variabel dependennya.
– Jika nilai p>0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel
independen tidak berhubungan dengan variabel dependennya.

• Lalu lihat OR-nya.


– Jika OR >1, maka variabel independennya merupakan faktor
risiko.
– Jika OR <1, maka variabel independennya merupakan faktor
protektif.
– Jika OR =1, maka variabel independennya tidak berhubungan.
Analisis OR dan 95% CI
• Pertama-tama, yang dilihat adalah OR dan 95% confidence intervalnya. Sebagai contoh,
OR gado-gado adalah 20 (95% CI=0,4-25). Secara sederhana, hal ini artinya OR gado-gado
untuk menyebabkan diare adalah 20. Bila penelitian yang sama diulang 95 kali lagi, maka
hasil ORnya mungkin tidak tepat sama yaitu 20, tetapi ORnya pasti dalam rentang 0,4-25.

• Ingat bahwa OR>1 merupakan faktor risiko, OR<1 merupakan faktor protektif, dan OR=1
menunjukkan variabel yang diteliti tidak memiliki hubungan. Maka pada gado-gado,
karena ORnya berada dalam rentang <1 sampai >1, maka gado-gado tidak jelas
hubungannya dengan diare (apakah gado-gado adalah faktor risiko, protektif, tidak
berhubungan?).

• Hal yang sama juga didapatkan pada OR (95% CI) chicken katsu. OR chicken katsu adalah
5, tapi 95%CInya menunjukkan rentang <1 sampai >1, maka chicken katsu tidak dapat
disimpulkan sebagai penyebab diare.

• Hal berbeda pada nasi goreng, didapatkan OR 1,5 (95% CI 1,4-2,0). Dari nilai OR dan 95%
CInya yang lebih dari 1, maka jelas bahwa nasi goreng lah penyebab diarenya.
177
• Dilakukan suatu pemeriksaan kesehatan dan rokok pada
suatu perusahaan.
• Didapatkan 40% pegawai merokok dan tidak terdapat
keluhan serta tidak ingin mengubah kebiasaannya.

40% ORANG TERSEBUT DALAM TAHAP…


DIAGNOSIS  TRANS THEORETICAL MODEL OF
BEHAVIOUR CHANGE  PRECONTEMPLATION
JAWABAN:
A. PRE CONTEMPLATION
• Pada 40% ini terdapat niat yang sama
sekali tidak ada keinginan berhenti
merokok, sehingga masuk ke tahap
precontemplation
• Penjelasan tahap lainnya di slide berikutnya
TRANS THEORETICAL MODEL OF
BEHAVIOUR CHANGE
178
• Dokter ingin melakukan penelitian mengenai
merokok dengan kejadian TB di suatu daerah,
kemudian dia membaca penelitian seorang
professor mengenai persebaran data penduduk
yang merokok dan menderita TB di wilayah C.

JENIS PENELITIAN INI…


DIAGNOSIS  DESAIN PENELITIAN  DESKRIPTIF
JAWABAN:
A. DESKRIPTIF
• Pada soal dikatakan penelitian hanya
dilakukan berupa persebaran data
penduduk yang merokok dan menderita
TB, sehingga ini adalah deskriptif saja,
karena tidak ada hipotesis yang digunakan.
• Analitik bila menggunakan analisis uji hipotesis
seperti chi square atau T test
• Case report bila melaporkan satu kasus
tertentu, bila multipel dinamakan serial case
report
• Eksperimental bila ada intervensi yang
diberikan
DESAIN PENELITIAN
Secara umum dibagi menjadi 2:
• DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan
frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi
DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit
terbanyak di Puskesmas X.

• ANALITIK: mencari hubungan antara paparan


dengan penyakit. Misalnya penelitian
hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.
DESAIN PENELITIAN

STUDY
DESIGNS

Analytical Descriptive

Case report (E.g. Cholera)

Case series
Observational Experimental
Cross-sectional

1. Cross-sectional Clinical trial (parc vs. aspirin


in Foresterhill)
2. Cohort
3. Case-control Field trial (preventive
programmes )
4. Ecological
DESAIN PENELITIAN
Case report

Case series
Deskriptif
Memberi deskripsi Studi ekologi
tentang kejadian
penyakit
Cross
Desain studi
sectional

Observasional Hanya melakukan pengamatan

Analitik
Memberikan perlakuan kepada
Mencari hubungan antara Eksperimental subyek penelitian (misalnya obat)
suatu pajanan dengan
penyakit
Desain Penelitian Analitik
179
• Pasien sudah meninggal dan ditemukan di pinggir
jalan dengan kondisi kaku & sendi-sendi tidak bisa
digerakkan pada bagian panggul, lutut, dan bahu
saja.
• Sendi-sendi kecil bisa digerakkan.
• Lebam mayat sudah ditemukan menetap.

LAMANYA JENAZAH SUDAH MENINGGAL…


DIAGNOSIS  TANATOLOGI
JAWABAN:
C. 24-36 JAM
• Lebam mayat muncul sejak 30 menit setelah kematian.
Lebam mayat menetap antara 8-12 jam setelah
kematian
• Kaku mayat muncul sejak 2 jam setelah kematian. Kaku
mayat mulai menetap antara 2 – 12 jam, lalu antara 12-
24 jam kaku mayat total akan dipertahankan, dan
mulai menghilang setelah 24 jam, dan setelah 36 jam
sudah menghilang
• Jadi keadaan mayat dengan lebam mayat menetap dan
kaku mayat tidak pada seluruh tubuh dengan sendi
kecil sudah lemas, tetapi sendi besar masih kaku dapat
ditemukan pada 24-36 jam setelah kematian (jenazah
sedang mengalami relaksasi sekunder)
Tanatologi
Thanatologi adalah topik dalam ilmu kedokteran forensik yang mempelajari
hal mati serta perubahan yang terjadi pada tubuh setelah seseorang mati
Tanda Kematian tidak pasti :
1. Pernafasan berhenti lebih dari 10 menit
2. Sirkulasi berhenti lebih dari 15 menit
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan menggunakan air
Tanda Kematian Pasti
1. Lebam Mayat (Livor mortis)
2. Kaku Mayat (Rigor mortis)
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
4. Pembusukan (decomposition)

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
TANATOLOGI FORENSIK
• Livor mortis atau lebam mayat
– terjadi akibat pengendapan eritrosit sesudah
kematian akibat berentinya sirkulasi dan adanya
gravitasi bumi .
– Eritrosit akan menempati bagian terbawah badan
dan terjadi pada bagian yang bebas dari tekanan.
– Muncul pada menit ke-30 sampai dengan 2 jam.
Intensitas lebam jenazah meningkat dan menetap
8-12 jam.
Rigor mortis atau kaku mayat
• terjadi akibat hilangnya ATP.
• Rigor mortis akan mulai muncul 2 jam postmortem semakin
bertambah hingga mencapai maksimal pada 12 jam
postmortem.
• Kemudian dipertahankan selama 12 jam, setelah itu akan
berangsur-angsur menghilang sesuai dengan kemunculannya.
• Makin tinggi suhu tubuh makin cepat terjadi kaku jenazah.
• Rigor mortis diperiksa dengan cara menggerakkan sendi fleksi
dan antefleksi pada seluruh persendian tubuh.
Pembusukan mayat
(dekomposisi)
• Terjadi akibat proses degradasi jaringan karena autolisis dan kerja
bakteri.
• Mulai muncul 24 jam postmortem, berupa warna kehijauan dimulai
dari daerah sekum menyebar ke seluruh dinding perut dan berbau
busuk karena terbentuk gas seperti HCN, H2S dan lain-lain.
• RUMUS CASPER untuk perbedaan kecepatan pembusukan udara:
air: tanah = 8:2:1
• Ini disebabkan karena suhu di dalam tanah yang lebih rendah
terutama bila dikubur ditempat yang dalam, terlindung dari
predators seperti binatang dan insekta, dan rendahnya oksigen
menghambat berkembang biaknya organisme aerobik.
Thanatologi

Livor mortis Livor mortis lengkap


mulai muncul dan menetap

20 30 2 6 8 12 24 36
0 mnt mnt jam jam jam jam jam jam

Rigor mortis Pembus


Rigor mortis Pembusuk ukan
lengkap (8-10
mulai muncul an mulai tampak
jam)
tampak di di
caecum seluruh
tubuh

Budiyanto A dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Indonesia.
180
• Dokter mendapat endorse dari perusahaan facial
wash.
• Dokter mencantumkan titel dokternya di
headline post iklan produk tersebut.

PANDANGAN SECARA ETIKA KEDOKTERAN…


DIAGNOSIS  ETIKA KEDOKTERAN
JAWABAN:
A. TIDAK PATUT, TIDAK SESUAI KEMANDIRIAN PROFESI
• Soal ini dikatakan seorang dokter yang
melanggar etika karena mencantumkan
gelar untuk promosi
• Hal ini mempengaruhi kemandirian profesi
dimana seorang dokter harus independen
dalam menentukan terapi bagi pasien
• Pilihan B meski sudah terbukti klinis sekalipun,
seorang dokter tidak boleh menggunakan
jabatannya untuk mempromosikan obat/produk
apapun kepada umum
• Dokter tidak masalah punya akun medsos jadi C
salah
• Hal ini adalah pelanggaran etika bukan disiplin
atau hukum jadi D dan E salah. Pelanggaran
disiplin bila melakukan malpraktek dan hokum
bila praktek tanpa SIP
PELANGGARAN DALAM
PELAYANAN KEDOKTERAN
• Pelanggaran dapat berupa:
– Pelanggaran etik
– Pelanggaran disiplin
– Pelanggaran hukum (pidana dan perdata)
Pelanggaran Etik
• Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI), yang berisi kewajiban
umum, kewajiban terhadap pasien, dan kewajiban terhadap teman
sejawat.

• Alur: Laporan dari institusi pelayanan  komite etik di institusi


pelayanan  MKEK  ditentukan sanksi ringan/ sedang/ berat

• Sanksi dapat berupa : Penasehatan, peringatan lisan, peringatan


tertulis, pembinaan perilaku,reschooling (pendidikan/pelatihan
ulang), atau pemecatan sementara sebagai anggota IDI yang diikuti
dengan mengajukan saran tertulis kepada kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk mencabut izin praktek sementara.

PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN, IDI, 2008
Intisari KODEKI
KEWAJIBAN UMUM KEWAJIBAN THD PASIEN KEWAJIBAN THD DIRI SENDIRI & TS

menjunjung tinggi, menghayati dan ..wajib merujuk jika tidak setiap dokter harus memelihara
mengamalkan sumpah dokter (pasal mampu, atas persetujuan kesehatannya supaya dapat
1) pasien(pasal 14) bekerja dengan baik (pasal 20)

Seorang dokter wajib selalu setiap dokter wajib merahasiakan setiap dokter harus senantiasa
melakukan pengambilan keputusan segala sesuatu yang diketahuinya mengikuti perkembangan ilmu
profesional secara independen, dan tentang seorang pasien , bahkan pengetahuan dan teknologi
mempertahankan perilaku juga setelah pasien itu meninggal kedokteran/kesehatan (psl 21)
profesional dalam ukuran yang dunia (pasal 16)
tertinggi. (pasal 2) setiap dokter memperlakukan
setiap dokter wajib melakukan teman sejawat nya sebagaimana
dalam melakukan pekerjaannya pertolongan darurat sbg suatu ia sendiri ingin diperlakukan
seorang dokter tidak boleh tugas perikemanusiaan, kecuali (pasal 18)
dipengaruhi oleh sesuatu yang bila ia yakin ada orang lain
mengakibatkan hilangnya bersedia dan mampu
kebebasan & kemandirian profesi memberikannya (pasal 17)
(pasal 3)

seorang dokter hanya memberi


surat keterangan dan pendapat yang
telah diperiksa sendiri kebenarannya
(pasal7)
Pelanggaran Disiplin
• Pelanggaran terhadap standar profesi
kedokteran.

• Alur: delik aduan  MKDKI  sanksi.

• Sanksi Disiplin (Pasal 69 ayat 3, UUPK):


1. Pemberian peringatan tertulis
2. Rekomendasi pencabutan STR atau SIP
3. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kedokteran
Pelanggaran Hukum
• Dokter adalah bagian dari komunitas (publik)
sehingga berlaku kepadanya HUKUM PUBLIK.

• Hukum publik dapat berupa pidana atau


perdata.
Sanksi Pidana dalam UU No.29 Th
2004 Tentang Praktik Kedokteran
• Pasal 75  Praktik tanpa STR
• Pasal 76  praktik tanpa SIP
• Pasal 77  menggunakan gelar seolah-olah
dr/drg yang memiliki STR
• Pasal 79  tidak memasang papan praktik,
tidak membuat rekam medik, tidak sesuai
standar profesi (rasional,merujuk,dll)
• Pasal 80  mempekerjakan dr/drg tanpa STR
& SIP
181
• Seorang pasien datang dengan ulkus DM, saat
dibawa ke IGD, tampak pasien demam tinggi,
somnolen, dengan tekanan darah 90/60.
• Dokter menduga sudah ada tanda sepsis dan
dokter menyarankan op debridement amputasi,
namun sayangnya keluarga menolak.
PRINSIP YANG DITERAPKAN DOKTER…
DIAGNOSIS  KAIDAH DASAR MORAL
JAWABAN:
D. NON MALEFICIENCE
• Pada soal dikatakan adanya ulkus DM yang
menyebabkan sepsis hingga pasien
mengalami penurunan kesadaran dan
dokter menyarankan operasi debridement
dan amputasi demi menyelamatkan nyawa
pasien. Sehingga tindakan ini termasuk non
maleficience (do no harm)
• Beneficience bukan dalam kasus life saving,
lebih ke arah untuk memberikan kualitas hidup
yang lebih baik bagi pasien dan altruisme
• Justice berarti semua pasien sama di mata
dokter
• Autonomy berarti mengutamakan keinginan
pasien
• Audacity tidak termasuk dalam kaidah dasar
moral maupun turunannya
KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.
Berbuat baik (beneficence) Tidak berbuat yang merugikan
(nonmaleficence)
• Selain menghormati martabat manusia,
dokter juga harus mengusahakan agar • Praktik Kedokteran haruslah memilih
pasien yang dirawatnya terjaga keadaan pengobatan yang paling kecil risikonya dan
kesehatannya (patient welfare). paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno:
• Pengertian ”berbuat baik” diartikan first, do no harm, tetap berlaku dan harus
bersikap ramah atau menolong, lebih diikuti.
dari sekedar memenuhi kewajiban.
Keadilan (justice)
Menghormati martabat manusia (respect
• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
for person) / Autonomy ekonomi, pandangan politik, agama dan
faham kepercayaan, kebangsaan dan
• Setiap individu (pasien) harus kewarganegaraan, status perkawinan,
diperlakukan sebagai manusia yang serta perbedaan jender tidak boleh dan
tidak dapat mengubah sikap dokter
memiliki otonomi (hak untuk menentukan terhadap pasiennya.
nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain
• Setiap manusia yang otonominya kesehatan pasien yang menjadi perhatian
berkurang atau hilang perlu mendapatkan utama dokter.
perlindungan. • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya
kepentingan masyarakat sekitar pasien
yang harus dipertimbangkan
Beneficence
Kriteria
1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan
orang lain)
2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter
4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya
5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang
6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia
7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien)
8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien
9. Minimalisasi akibat buruk
10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat
11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan
12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran
13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan
14. Mengembangkan profesi secara terus menerus
15. Memberikan obat berkhasiat namun murah
16. Menerapkan golden rule principle
Beneficence (Berbuat baik)
• General beneficence
– Melindungi dan mempertahankan hak, mencegah terjadinya kerugian
– Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain
• Specific beneficence
– Menolong orang cacat, menyelamatkan dari bahaya, mengutamakan kepentingan pasien
– Memandang pasien/ keluarga/ sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter/ rumah
sakit/ pihak lain
– Maksimalisasi akibat baik
– Menjamin nilai pokok: “apa saja yang ada, pantas kita bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada
yang hidup)
• Prinsip tindakan
– Berbuat baik kepada siapa pun, termasuk yang tidak kita kenal
– Pengorbanan diri demi melindungi dan menyelamatkan pasien
– “janji” atau wajib menyejahterakan pasien dan membuat diri terpecaya
• Contoh tindakan
– Dokter bersikap profesional, bersikap jujur, dan luhur pribadi (integrity); menghormati pasien,
peduli pada kesejahteraan pasien, kasih sayang, dedikatif mempertahankan kompetensi
pengetahuan dan keterampilan teknisnya
– Memilih keputusan terbaik pada pasien yang tidak otonom (kurang mampu memutuskan
bagi dirinya), misalnya anak, pasien dengan gangguan jiwa, pasien dalam kondisi gawat
Non-maleficence
Kriteria
1. Menolong pasien emergensi :
Dengan gambaran sbb :
- pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko
kehilangan sesuatu yang penting (gawat)
- dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut
- tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
- manfaat bagi pasien > kerugian dokter
2. Mengobati pasien yang luka
3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia )
4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien
5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek
6. Mengobati secara proporsional
7. Mencegah pasien dari bahaya
8. Menghindari misrepresentasi dari pasien
9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
10. Memberikan semangat hidup
11. Melindungi pasien dari serangan
12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan
Non-Maleficence
• Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien: tidak boleh
berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien; minimalisasi
akibat buruk
• Primum non nocere: First do no harm
• Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal:
– Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang
penting dan dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut
– Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif
– Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal)
– Norma tunggal, isinya larangan
• Contoh tindakan:
– Tidak melakukan malpraktik etik, baik sengaja atau tidak; seperti dokter tidak
mempertahankan kemampuan ekspertisnya atau menganggap pasien sebagai
komoditi
– Menghentikan pengobatan yang sia-sia atau pengobatan luar biasa, yaitu
pengobatan yang tidak biasa diperoleh atau digunakan tanpa pengeluaran
amat banyak, nyeri berlebihan, atau ketidaknyamanan lainnya
– Juga membiarkan mati (letting die), bunuh diri dibantu dokter, euthanasia,
sengaja malpraktik etis
182
• Di sebuah sekolah menengah atas terjadi kehebohan. Di
gudang penyimpanan olahraga terdapat karung besar
berisi mayat perempuan tak dikenal.
• Pada jenazah terdapat banyak luka, tapi jenazah
meninggal dicurigai karena tertusuk benda tajam ke
jantung, dengan kedalaman luka 12 cm lebar 4 cm.

ALAT TAJAM YG TIDAK MUNGKIN MENYEBABKAN LUKA…


DIAGNOSIS  VULNUS PUNCTUM
JAWABAN:
A. LEBAR 5 CM DAN PANJANG 12 CM
Pada soal didapatkan luka tusuk / vulnus punctum karena
kedalaman luka melebihi lebar luka

Senjata yang mengakibatkan luka tusuk memiliki lebar


maksimal sama dengan lebar luka, senjata dapat memiliki
lebar lebih kecil karena pelaku dapat mengoyak luka pada
tubuh korban dengan senjatanya, membuat luka lebih
lebar
Panjang senjata pada luka tusuk dapat lebih panjang atau
lebih pendek dari dalam luka, tergantung dari kekuatan
tusukan dari pelaku kejahatan. Sangat mungkin kerusakan
lebih dalam dari panjang senjata karena jaringan tubuh
manusia bersifat lunak

Jadi dipilih A, karena tidak mungkin lebih lebar


senjatanya dari lebar luka
Perlukaan akibat kekerasan
Pelbagai jenis kekerasan
o Kekerasan bersifat mekanik
• Kekerasan tumpul
• Kekerasan tajam
• Tembakan senjata api

o Kekerasan bersifat alam


• Luka akibat api
• Luka akibat listrik

o Kekerasan bersifat kimiawi


• Luka akibat asam keras
• Luka akibat basa kuat
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka memar: Tampak sebagai bercak, biasanya
berbentuk bulat/lonjong. Luka memar yang baru
terjadi tampak sebagai bercak biru kemerahan dan
agak menimbul. Proses penyembuhan menyebabkan
warna bercak berubah menjadi kebiruan, kehijauan,
kecoklatan, kekuningan dan akhirnya hilang saat terjadi
penyembuhan sempurna dalam 7-10 hari.

• Luka robek: Luka terbuka tepi tidak rata, pada salah


satu sisi dapat ditemukan jejas berupa luka lecet tekan.
Luka Akibat Kekerasan Tumpul
• Luka lecet tekan: Tampak sebagai
bagian kulit yang sedikit
mencekung, berwarna kecoklatan.
Bentuknya memberikan gambaran
bentuk benda penyebab luka.

• Luka lecet geser: Bagian yang


pertama bergeser memberikan
batas yang lebih rata, dan saat
benda tumpul meningalkan kulit
yang tergeser berbatas tidak rata.
Tampak goresan epidermis yang
berjalan sejajar.
Luka Akibat Kekerasan Tajam
• Luka tusuk: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit dengan
arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit. Tepi luka rata.
– Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan.
– Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan
panjangnya pisau

• Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar dengan
permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka.

• Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian “mata” senjata


yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua sudut luka lancip
dengan luka yang cukup dalam.
183
• Dokter mau membuat surat kematian warganya
yang meninggal 1 jam lalu.
• Kebetulan warga tersebut pasien rutin dan
rumahnya tidak jauh dari tempat praktik saudara.
Pasien kemungkinan meninggal karena kanker
payudaranya
APA YANG AKAN DOKTER LAKUKAN?
DIAGNOSIS  SURAT KETERANGAN KEMATIAN
JAWABAN:
E. DATANG KE RUMAH YBS UNTUK MENENTUKAN SEBAB
KEMATIAN
• Sesuai dengan Bab I pasal 7 KODEKI,
“Setiap dokter hanya memberikan
keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya”.
• Maka dokter tetap harus memeriksa
dahulu sebab kematian sebelum membuat
surat kematian bagi pasien tersebut
PERAN DOKTER DALAM KASUS
KEMATIAN
• Jenazah dan kronologis kejadian. Jika ditemukan/dicurigai
suatu tindak pidana atas kematian korban, maka dokter
menganjurkan pengantar atau petugas rumah sakit untuk
melapor ke polisi di wilayah tempat kejadian perkara.
Selanjutnya jenazah ditahan di rumah sakit sampai penyidik
memutuskan untuk tindakan forensik selanjutnya.
– Jika ditemukan/dicurigai suatu tindak pidana atas kematian
korban, maka dokter menganjurkan pengantar atau petugas
rumah sakit untuk melapor ke polisi di wilayah tempat kejadian
perkara. Selanjutnya jenazah ditahan di rumah sakit sampai
penyidik memutuskan untuk tindakan forensik selanjutnya.
– Jika merupakan kematian wajar maka jenazah boleh dibawa
pulang
SURAT KEMATIAN
• Surat keterangan kematian adalah surat yang menyatakan
bahwa seseorang sudah meninggal.
• Surat keterangan kematian dibuat atas dasar pemeriksaan
jenazah, minimal pemeriksaan luar.
• Dalam hal kematian berkaitan dengan tindak pidana
tertentu, pastikan bahwa prosedur hukum telah dilakukan
sebelum dikeluarkan surat keterangan kematian.
• Surat keterangan kematian tidak boleh dibuat bila
seseorang yang mati diduga akibat suatu peristiwa pidana
tanpa pemeriksaan kedokteran forensik terlebih dahulu.
Dasar Hukum Surat Kematian
• Bab I pasal 7 KODEKI, “Setiap dokter hanya memberikan
keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya”.

• Bab II pasal 16 KODEKI, “Setiap dokter wajib merahasiakan


segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien
bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”.

• Pasal 267 KUHP: ancaman pidana untuk surat keterangan


palsu.

• Pasal 179 KUHAP: wajib memberikan keterangan ahli demi


pengadilan, keterangan yang akan diberikan didahului
dengan sumpah jabatan atau janji.
Manfaat Surat Kematian
• Untuk kepentingan pemakaman jenazah
• Kepentingan pengurusan asuransi, warisan,
hutang,dll
• Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus kematian
tidak wajar
• Salah satu cara pengumpulan data statistik
penentuan tren penyakit dan tren penyebab
kematian pada masyarakat
• Sumber data untuk penelitian biomedis maupun
sosiomedis
184
• Mayat bayi tersebut dibawa ke polisi dan
kemudian dibawa ke dokter forensik bernama
dokter Ceftobiprole untuk dilakukan autopsi

CARA AUTOPSI KEPALA…


DIAGNOSIS  TEKNIK OTOPSI
JAWABAN:
B. INSISI KEPALA
• Pada soal dikatakan bagaimana cara
mengotopsi kepala yang tepat, maka
jawabannya adalah insisi kepala, lalu tarik
bagian kulit kepala ke dua arah untuk
mengekspos tulang tengkorak
• Di Indonesia, Teknik ini dinamakan sebagai
Open Window
• Teknik open head seperti membelah kepala
menjadi dua tidak dibenarkan, begitu pula
dengan pembelahan kepala dengan potongan
sagittal, koronal atau basis krani. Yang
dibenarkan hanya memotong tulang tengkorak
untuk mengambil jaringan otak
Tahap Autopsy
Tindakan autopsy terdiri atas:
1. Y-Incision
2. Removal of Organs
3. Stomach Contents
4. Sample Collection
5. Head and Brain examination
6. Returning Organs and Conclusion
Y-incision digunakan untuk membuka rongga dada
dan mengakses organ seperti: heart, lungs, liver,
stomach, spleen etc.
http://www.exploreforensics.co.uk/performing-an-autopsy.html
Pemeriksaan Kepala
• Pemeriksaan kepala adalah tahap terakhir
• Pemeriksaan dimulai dengan membuat insisi
sepanjang kulit kepala dan menarik kulit ke
arah anterior dan posterior secara berlawanan
untuk mengekspos tulang tengkorak
• Tulang tengkorak dibuka untuk melihat bagian
otak dan mengambil sampel.

http://www.exploreforensics.co.uk/performing-an-autopsy.html
Teknik otopsi kepala
185
• Pasien 17 tahun belum menikah hamil 8 minggu
menjadi ketakutan dan minta saran terbaik
kepada dokter.

APA LAYANAN BAGI PASIEN INI?


DIAGNOSIS  ABORTUS PROVOKATUS
JAWABAN:
D. KIA
• Pada soal didapatkan seorang perempuan
yang sudah hamil. Tidak ada indikasi aborsi
seperti kandungan yang membahayakan
nyawa ibu atau keadaan janin yang tidak
dapat hidup di luar kandungan, sehingga
tidak boleh dilakukan aborsi
• Sehingga yang dapat diberikan adalah
konsultasi ibu anak (KIA)
• Konseling remaja lebih kearah masalah atau
gangguan pada perilaku remaja, bukan
mengenai kehamilan
ABORTUS PROVOKATUS
• Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi
dalam:
– Abortus spontan
– Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam:
Abortus provokatus terapeutikus & Abortus
provokatus kriminalis

• Abortus provokatus kriminalis sajalah yang


termasuk ke dalam lingkup pengertian
pengguguran kandungan menurut hukum.
Abortus buatan (provokatus), jika ditinjau dari aspek hukum
dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni :
• Abortus buatan legal
– Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat
dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer
juga disebut dengan abortus provocatus therapcutius/
medisinalis, karena alasan yang sangat mendasar untuk
melakukannya adalah untuk menyelamatkan
nyawa/menyembuhkan si ibu.
• Abortus buatan ilegal
– Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada
untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh
tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan
cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus
golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus
criminalis, karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau
kejahatan.
Idries A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit
Binarupa Aksara. 1997
Indikasi Medis Abortus
Provocatus
• Abortus yang mengancam (threatened • Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang
abortion) disertai dengan perdarahan mengandung, misalnya penyakit
yang terus menerus, atau jika janin jantung organik dengan kegagalan
telah meninggal (missed abortion). jantung, hipertensi, nephritis, tuberkul
• Mola Hidatidosa osis paru aktif, toksemia
• Infeksi uterus akibat tindakan abortus gravidarum yang berat.
kriminalis. • Penyakit-penyakit metabolik,
• Penyakit keganasan pada saluran jalan misalnya diabetes yang tidak terkontrol
lahir, misalnya kanker serviks atau jika yang disertaikomplikasi
dengan adanya kehamilan akan vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
menghalangi pengobatan untuk • Epilepsi yang luas dan berat.
penyakit keganasan lainnya pada tubuh • Hiperemesis gravidarum yang berat
seperti kanker payudara. dengan chorea gravidarum.
• Prolaps uterus gravid yang tidak bisa • Gangguan jiwa, disertai dengan
diatasi. kecenderungan untuk bunuh diri. Pada
• Telah berulang kali mengalami operasi kasus seperti ini, sebelum melakukan
caesar. tindakan abortus harus dikonsultasikan
dengan psikiater.
HAK HIDUP JANIN
Diatur dalam UU Hak Asasi Manusia.

Pasal 52
• Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, keluarga,
masyarakat, dan negara.
• Hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak
anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam
kandungan.

Pasal 53
• Setiap anak sejak dalam kandungan, berhak untuk hidup,
mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf kehidupannya.
• Setiap anak sejak kelahirannya, berhak atas suatu nama dan status
kewarganegaraannya.
Abortus Provokatus Menurut
UU No.36 Tahun 2009
PASAL 75
1. Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2. Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:


– indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan
bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
– kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.

3. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan PASAL 76.
Abortus Provokatus Menurut
UU No.36 Tahun 2009
PASAL 76
• Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat
dilakukan :
a) sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari
pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b) oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan
kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh
menteri;
c) dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d) dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;
e) penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang
ditetapkan oleh Menteri
186
• Seorang laki laki datang dengan luka bakar akibat
asam di wajah, laki-laki tersebut ditemani polisi
yang membawa SPV.
• Dokter melakukan penanganan sementara dan
pasien dikatakan perlu dirawat hingga 7 hari
kemudian untuk melihat respons pengobatan.
DOKUMEN DIBERIKAN KEPADA POLISI DI HARI KE 7…
DIAGNOSIS  VISUM ET REPERTUM
JAWABAN:
C. VISUM ET REPERTUM LANJUTAN
• Pada kasus ini terdapat luka yang perlu
perawatan inap lanjutan untuk melihat
hasil pengobatan, jadi dibuat VeR
sementara baru setelah hasil pengobatan
keluar dibuat VeR lanjutan
• Jadi yang diberikan ke polisi hari ke 7
adalah VeR lanjutan
VISUM ET REPERTUM
• Aspek medis: visum et repertum dibuat berdasarkan
penilaian dokter mengenai kondisi klinis pasien (dalam
hal ini korban), dapat berdasarkan pemeriksaan
langsung atau berdasarkan pemeriksaan yang tercatat
di rekam medis.

• Aspek hukum: merupakan pelayanan kedokteran yang


dilakukan untuk kepentingan hukum, dan dibuat
berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
Siapa Yang Berhak Membuat VER?
• Dalam pasal 133 KUHAP disebutkan: penyidik berwenang
untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli
kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

• Sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan dokter


spesialis forensik membuat dan mengeluarkan visum et
repertum.

• Tetapi, di dalam penjelasan pasal 133 KUHAP dikatakan


bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis
forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang
dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut
keterangan.
Visum et
Repertum

Antemortem Postmortem

Visum Pemeriksaan Pemeriksaan


sementara luar dalam (Otopsi)

Otopsi
Visum definitif anatomis

Visum lanjutan Otopsi klinis

Otopsi forensik
Jenis Visum et Repertum Korban Hidup

• Visum et repertum biasa/tetap. Visum et repertum ini


diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban
yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut.

• Visum et repertum sementara. Visum et


repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan
perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat
diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh
dibuatkan visum et repertum lanjutan.

• Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak


memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh,
pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.
187
• Seorang laki-laki ditemukan tewas di sebuah
gudang.
• Pada pemeriksaan luar ditemukan luka tepi rata,
ujung lancip, tanpa jembatan jaringan di dada kiri
dengan panjang 15cm dan terdapat patah tulang iga.

JENIS LUKANYA…
DIAGNOSIS  LUKA BACOK
JAWABAN:
C. LUKA BACOK
• Pada soal di atas terdapat kekerasan tajam
karena tepi rata dengan ujung lancip tanpa
jembatan jaringan, kemungkinan adalah
luka bacok karena menyebabkan patah
tulang iga (luka mengenai jaringan/ organ
tubuh yang lebih dalam)
• Luka sayat dan luka tusuk akan menyebabkan
luka dengan tepi rata, pada luka sayat akan
timbul luka yang lebih lebar dibandingkan
kedalamannya dibandingkan luka tusuk.
• Luka tembak akan menghasilkan luka berbentuk
bundar dengan bekas/kelim disekitarnya
• Luka memar berwarna kebiruan di kulit
Luka Akibat Kekerasan Tajam
• Luka tusuk: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit dengan
arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit. Tepi luka rata.
– Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan.
– Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan
panjangnya pisau

• Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar dengan
permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka.

• Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian “mata” senjata


yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua sudut luka lancip
dengan luka yang cukup dalam.
188
• Seorang mayat perempuan tergantung di kisi pintu
ditemukan di dalam kamar yang terkunci.
• Pada pemeriksaan didapatkan luka tekan geser di leher
berbentuk V dari depan ke belakang, wajah keunguan
karena bendungan darah, ditemukan bercak kemerahan di
balik kelopak mata, sianosis (+) pada bibir dan ujung jari.

MEKANISME KEMATIANNYA…
DIAGNOSIS  ASFIKSIA MEKANIK
JAWABAN:
A. SUMBATAN JALAN NAFAS
• Pada soal ini didapatkan adanya cyanosis
dengan warna keunguan pada bibir dan jari,
tardieu spot di mata yang menandakan
tanda asfiksia
• Kasus asfiksia pada gantung merupakan
jenis asfiksia mekanik. Jadi dipilih jawaban
A yang paling mendekati yaitu sumbatan
jalan nafas (asfiksia mekanik)
• Pilihan B merupakan tanda asfiksia
• Pada pilihan C seharusnya tidak ada tanda
asfiksia
• Pilihan D tidak dispesifikasikan di soal
• Pilihan E tidak dipilih karena jeratan lebih
menyumbat jalan nafas yang menyebabkan
asfiksia mekanik, dibandingkan menekan arteri
karotis yang hanya menyebabkan asfiksia ke
otak
Kematian akibat asfiksia
• Asfiksia (mati lemas): kondisi terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan  oksigen darah
berkurang (hipoksia) dan peningkatan karbon dioksida
(hiperkapnea)  kematian
• Penyebab:
– Asfiksia mekanik : trauma sebabkan sumbatan pada saluran
napas (pembekapan/smothering, penyumbatan/gagging dan
choking, penjeratan/strangulation, pencekikan/throttling,
gantung/hanging, penekanan dinding dada)
– Penyebab alamiah : penyakit misalnya laryngitis difteri,
fibrosis paru
– Keracunan : bahan sebabkan depresi pusat
napas/barbiturate, narkotika, karbon monoksida, hydrogen
sianida

Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI


ETIOLOGI ASFIKSIA
Mekanik • hambatan mekanik terhadap aliran udara dalam traktus respiratorik.

• Masuknya oksigen ke dalam paru dihambat oleh penyakit dari saluran


Patologis napas atas atau paru.
• Contoh: edema laring, spasme laring, tumor, abses

• Berhentinya pergerakan respiratorik akibat paralisis dari pusat


Toksik pernafasan pada kasus intoksikasi morfin atau barbiturat

• Bernafas pada lingkungan tercemar atau minim oksigen seperti


Lingkungan ketinggian, inhalasi CO2 atau gas lainnya

• Luka penetrans pada toraks yang menyebabkan pneumotoraks atau


Trauma emboli paru

• Pada pasien dengan penurunan kesadaran sehingga saluran napas


Postural tertutup

Iatrogenik • Dampak dari anestesi


ASFIKSIA MEKANIK
• Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas:
– Pembekapan (smothering)
– Penyumbatan/ penyumpalan (gagging , choking)
• Penekanan dinding saluran pernafasan:
– Penjeratan (strangulation)
– Pencekikan (manual strangulation)
– Gantung (hanging)
• External pressure of the chest yaitu penekanan dinding
dada dari luar.
• Drowning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air.
Mechanical
asphyxia

Obstructive Compressional
asphyxia asphyxia

Liquid Compressing the Compressing the


Compressing the
obstruction mouth and nose chest and
neck
(drowning) (smothering) abdomen

Solid obstruction
Strangulation:
(choking,
penjeratan
gagging)

Manual
strangulation:
pencekikan

Hanging
189
• Ditemukan mayat pria di bawah kebel listrik pada tiang
listrik yang roboh.
• Korban diduga meninggal akibat terkena listrik.
• Temuan fisik pada korban ditemukan Kerusakan jaringan
hebat pada punggung korban dimana kulit dan otot
punggung korban terkoyak hingga tulangnya terekspos.

GAMBARAN TERSEBUT ADALAH…


DIAGNOSIS  LUKA BAKAR LISTRIK
JAWABAN:
A. EXOGENOUS BURN
• Pada korban ditemukan kerusakan jaringan
massif pada punggung korban dimana kulit
dan ototnya terkoyak hingga tulangnya
terekspos akibat masuknya aliran listrik
tegangan tinggi.
• Gambaran ini adalah Exogenous Burn.
• Joule Burn ulkus dengan bagian tengahnya
menghitam, terjadi akibat kontak lama dengan
sumber listrik
• Metalisasi adalah proses yang terjadi saat aliran
listrik masuk ke tubuh, dimana badan seseorang
dapat menarik benda metal di sekitarnya
• Aborescent Mark adalah gambaran dari terkena
petir
• Current Mark adalah lesi kulit yang menggaung,
bisa berwarna kuning atau cokelat, biasanya
kecil yang merupakan tempat listrik masuk
LUKA LISTRIK
Ada 2 jenis tenaga listrik yang dapat menimbulkan
luka listrik yaitu :
• Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat.
• Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah
(DC) seperti telepon (30-50 volt) dan tram listrik
(600-1000 volt) dan arus listrik bolak-balik (AC)
seperti listrik rumah, pabrik, dll
Pemeriksaan Luar Luka Listrik
• Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat keputihan atau coklat
kehitaman atau abu-abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan
edema sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (daerah halo).
• Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak.
• Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut ikut
terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir kapur/kalk
parels terdiri dari kalsium fosfat.
• Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan tubuh lama
sehingga bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat
menjadi hitam dan hangus terbakar
• Exogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus listrik tegangan
tinggi yang sudah mengandung panas, sehingga tubuh akan hangus
terbakar dengan kerusakan yang sangat berat dan tidak jarang disertai
dengan patahnya tulang-tulang .
Gambaran Luka Bakar Listrik

Current Mark Endogenous/Joule Burn

Exogenous Burn Aborescent Mark


Luka Petir
Ada 3 efek listrik akibat sambaran petir :
• Current mark / electrik mark / electrik burn.
Efek ini termasuk salah satu tanda utama luka
listrik (electrical burn).
• Aborescent markings. Tanda ini berupa
gambaran seperti pohon gundul tanpa daun
akibat terjadinya vasodilatasi vena pada kulit
korban sebagai reaksi dari persentuhan antara
kulit dengan petir (lightning / eliksem). Tanda
ini akan hilang sendiri setelah beberapa jam.
Arborescent mark
• Magnetisasi. Logam yang terkena sambaran
petir (lightning / eliksem) akan berubah
menjadi magnet. Efek ini termasuk salah satu
tanda luka listrik (electrical burn).
190
• Seorang perempuan tua usia 65 tahun dengan kanker ovarium
stadium akhir datang ke dokter.
• Perempuan tersebut merasa resah karena sesak nafas dan
sudah sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan sudah
tidak tahan menjalani radioterapi dan kemoterapi.
• Pasien meminta tindakan euthanasia kepada dokter dan
bersedia menanda tangani inform consent.

RESPONS DOKTER…
DIAGNOSIS  EUTHANASIA
JAWABAN:
E. TIDAK MENYETUJUI KALAU EUTHANASIA AKTIF
• Dari soal didapatkan pasien yang meminta
euthanasia, dalam hal ini yang
diperbolehkan hanya euthanasia pasif
secara volunter dimana pasien meminta
penghentian pengobatan agar
mempercepat kematian
• Tidak diperbolehkan euthanasia aktif
karena melanggar KODEKI (pasal 9, bab II)
dan KUHP pasal 344
• Dalam hal ini yang paling benar adalah E.
• Pilihan A dan B memang benar, pasien punya
hak mengakhiri hidup tapi bukan dengan
tangan seorang dokter, jadi tidak dipilih
• Pilihan C dan D tidak pernah dibenarkan
sebagai alasan dokter untuk mengambil nyawa
pasien
Euthanasia
“Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup
seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek
hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk
kepentingan pasien sendiri”

• Konsep mati : Jika batang otak telah mati (brain stem death) dapat
diyakini bahwa manusia tersebut telah mati baik secara fisik maupun
sosial. Yang harus diyakini adalah proses kematian tersebut bersifat
irreversible.
• Berdasarkan cara pelaksanaanya dibagi menjadi:
– Euthanasia aktif
– Euthanasia pasif
• Berdasarkan pengambil keputusannya dibagi menjadi:
– Euthanasia volunter
– Euthanasia involunter
Garrard E, Wilkinson S. Passive euthanasia. Journal of Medical Ethics (British Medical Journal)2005;31:64-68
Euthanasia aktif
• Eutanasia aktif langsung
Dilakukannya tindakan medik secara terarah yg
diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien,
atau memperpendek hidup pasien.
• Eutanasia aktif tidak langsung
Saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan
tindakan medik untuk meringankan penderitaan
pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut
dapat memperpendek atau mengakhiri hidup
pasien
EUTHANASIA PASIF

perbuatan menghentikan atau mencabut segala


tindakan atau pengobatan yang perlu untuk
mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien
diperkirakan akan meninggal setelah tindakan
pertolongan dihentikan.

TINDAKAN DOKTER BERUPA PENGHENTIAN PENGOBATAN PASIEN


• Tidak mungkin disembuhkan
• Kondisi ekonomi pasien terbatas
Euthanasia
• Menurut KODEKI (pasal 9, bab II), dokter tidak
diperbolehkan:
– Menggugurkan kandungan
– Mengakhiri hidup seseorang yang sakit meskipun menurut
pengetahuan tidak akan sembuh lagi.

• Tapi, bila pasien telah mengalami mati batang otak, maka


secara keseluruhan pasien tersebut telah mati meskipun
jantung masih berdenyut.

• Penghentian tindakan terapeutik dilakukan dengan


mempertimbangkan keinginan pasien & keluarga pasien.
Euthanasia
• Ketentuan pidana terkait euthanasia aktif
dengan permintaan: Pasal 344 KUHP:
– Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas
permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya
dengan nyata & sungguh-sungguh, dihukum
penjara selama-lamanya dua belas tahun.

• Ketentuan pidana terkait euthanasia


aktif/pasif tanpa permintaan:
– Pasal 338, 340, 339 KUHP  dihukum penjara.
ILMU THT-KL
191
• Laki-laki bernama anak California berusia 6 tahun
dengan keluhan benjolan di leher kiri depan.
• Ukuran panjang 3 cm, berada di tepi atas anterior M.
SCM.
• Terdapat lubang di ujung, bila ditekan keluar cairan
mukoid.
• Benjolan dikatakan sudah ada sejak lahir.

ASAL BENJOLAN…
DIAGNOSIS  KISTA BRANKIAL
JAWABAN:
B. BRANCHIAL CLEFTS
• Anak usia 6 tahun dengan benjolan leher
kiri depan, benjolan berukuran 3 cm,
berada pada tepi atas anterior M.
Sternocleidomastoideus dan benjolan
dikatakan sudah ada sejak lahir 
kemungkinan besar kelainan yang
mendasari yaitu kista brankial yang berasal
dari branchial cleft
• Pilihan jawaban D  adalah lekukan sementara
yang terdapat pada bagian leher embryo, terdiri
dari arkus brankialis.
• Pada perkembangannya akan menghilang, bila
menetap, akan menjadi cervical sinus cyst, yang
dapat terdiri dari kista brankial, thyroglossal
duct cysts, dermoid cysts, dan median cervical
cleft.
Kista brankial
• Benjolan kongenital pada
leher yang berbatasan
dengan bagian posterior otot
sternokleidomastoideus
akibat gangguan celah
brankial
• Lebih sering terjadi pada usia
dewasa muda perempuan
3:2 laki-laki
• Terdapat beberapa
patofisiologi namun belum
jelas
• Tatalaksana dapat dilakukan
ekstripasi
Kista Branchial (Branchial Cleft Cyst)
• Tanda dan gejala klinis
– Massa soliter
– Tidak nyeri
– Riwayat bengkak intermiten
terutama berhubungan
dengan infeksi saluran napas.
– Karakteristik massa:
permukaan licin, kenyal,
fluktuasi (+)
– Lokasi: sepertiga bawah batas
anteromedial m.
sternocleidomastoideus.
– Bila terinfeksi, dapat tampak
sinus, pus (+)
192
• laki-laki berusia 47 thn keluhan mendengkur saat tidur.
• Saat tidur, pasien seringkali terlihat seperti tersedak dan henti
napas sementara kemudian terbangun. Keluhan berkurang
saat penderita tidur miring. Riwayat sakit menelan berulang.
• BB 94kg, TB 155cm.
• Cavum oris: tonsil T3/T3, kripta melebar, tidak tampak
hiperemis maupun detritus.

ETIOLOGI…
DIAGNOSIS  OBSTRUCTIVE SLEEP APNEA
JAWABAN:
E. OBESITAS
• Laki-laki, 47 tahun dengan keluhan mendengkur
saat tidur, seringkali seperti tersedak dan henti
napas sementara kemudian terbangun 
berkurang saat penderita tidur miring. Riwayat
sakit menelan berulang. PF: obesitas, tonsil T3/T3,
kripta melebar, tidak tampak hiperemis maupun
detritus.
• Dari anamnesis dan PF yang tertulis di atas, pasien
mengalami OSA yang paling sering disebabkan oleh
obesitas.
• Faktor risiko lain: struktur yang abnormal, riwayat
keluarga, konsumsi alcohol/sedatives, hipotiroid.
• Pilihan jawaban lain tidak tepat.
• Pada soal, terdapat kondisi hipertrofi tonsil
akibat tonsilitis.
– Ini bisa juga menjadi faktur penyebab OSA karena
menghalangi jalan napas, tetapi pilihan jawaban
tonsillitis akut salah karena pasien mengalami
tonsilitis kronis, bukan tonsillitis akut.
OSA

• Intermittent obstruction of the airflow  sleep apnea – lasts


10-30 seconds (or longer) and results in hypoxia  awake
193
• Anak perempuan, 5 tahun, keluhan keluar cairan
yang berbau dari lubang kecil di depan daun telinga
sejak 1 minggu yang lalu.
• Ibu pasien mengatakan bahwa sebelumnya pasien
pernah mengalami keluhan seperti ini, namun
belum pernah diobati sebelumnya.

DIAGNOSIS…
DIAGNOSIS  FISTUL PREAURICULAR
JAWABAN:
D. FISTUL PREAURICULAR
• Diagnosis pasien ini kemungkinan
mengarah pada Fistel Preaurikula, karena
terdapat keluhan keluar cairan berbau dari
lubang kecil di depan daun telinga dan
terdapat riwayat keluhan yang sama
sebelumnya
• Pilihan jawaban A-C, dan E tidak dipilih karena
keluhan pasien tidak berasal dari dalam liang
telinga, tapi di depan aurikula
Fistula
Preaurikula
• Fistula preaurikula terjadi bila
terdapat kegagalan
penggabungan tuberkel ke
satu dan tuberkel ke dua.
• Biasanya berupa fistula pd
kulit anterior dari helix pd
tragus bagian atas.
• Kelainan herediter yang
bersifat dominan.
• Dari muara fistel sering keluar
cairan yang berasal dari
kelenjar sebasea
• Jika terjadi infeksi 
pembentukkan abses.
Tatalaksana
• Biasanya pasien datang karena obstruksi atau
infeksi fistula sehingga terjadi pioderma atau
selulitis.
• Infeksi akut diatasi dengan pemberian antibiotik.
• Jika sudah terbentuk abses, dilakukan insisi
untuk drainase abses.
• Tindakan operasi diperlukan jika cairan keluar
berkepanjangan atau terjadi infeksi berulang
sehingga mengganggu aktivitas.
• Sewaktu operasi, fistel harus diangkat
seluruhnya untuk mencegah kekambuhan.
194
• Anak laki-laki, 13 tahun, keluhan mimisan tidak berhenti dari hidung kanan
dan kiri sejak 4 jam lalu.
• Perdarahan kurang lebih sebanyak 1/2 gelas air mineral kemasan. Sebagai
pertolongan pertama, sudah dicoba dengan menekan hidung namun tidak
berhasil.
• Pasien memiliki riwayat mimisan saat kecil namun dapat berhenti sendiri.
• Pasien terakhir mimisan 6 bulan lalu namun tidak sebanyak ini. Pasien riwayat
dirawat dengan AML satu bulan yang lalu.

TATALAKSANA…
DIAGNOSIS  EPISTAKSIS POSTERIOR
JAWABAN:
C. TAMPON BELLOCQ
• Pasien ini kemungkinan mengalami epistaksis
posterior karena datang dengan mimisan sejak 4
jam yang lalu, yang banyak (1/2 gelas air mineral),
dan tidak berhenti dengan menekan hidung.
• Epistaksis posterior yang dialami pasien ini
kemungkinan diakibatkan karena AML yang
diderita pasien
• Tatalaksana yang dapat dilakukan pada pasien ini
adalah pemasangan tampon Bellocq disertai
dengan pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui status leukemia dan status hemostasis
pasien
• Pilihan D  Tampon boorzolf tidak ada
• Pilihan E  sudah dilakukan
• Pilihan jawaban lain tidak tepat.
Epistaksis
Penatalaksanaan
• Perbaiki keadaan umum
– Nadi, napas, tekanan darah

• Hentikan perdarahan
– Bersihkan hidung dari darah &
bekuan
– Pasang tampon sementara yang
telah dibasahi adrenalin 1/5000-
1/10000 atau lidokain 2%
– Setelah 15 menit, lihat sumber
perdarahan

• Cari faktor penyebab untuk


mencegah rekurensi
– Trauma, infeksi, tumor, kelainan
kardiovaskular, kelainan darah,
kelainan kongenital
Epistaksis
Epistaksis Posterior
• Perdarahan berasal dari a.
ethmoidalis posterior atau a.
Sphenopalatina
• sering sulit dihentikan.
• Etiologi:
– Kelainan darahhemofilia, von
Willebrand
– Kelainan
hemostasisLeukemia,
pemakaian antikoagulan atau
antiplatelet
– Terjadi pada pasien dengan
hipertensi atau arteriosklerosis.
• Terapi:
– tampon bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
– Cari factor penyebab

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Epistaksis
• Epistaksis anterior:
– Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis
anterior
– Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihentikan.
– Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghentikan perdarahan.
– Jika sumber perdarahan terlihat  kauter dengan AgNO3, jika
tidak berhenti  tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


195
• Laki-laki, 55 tahun, keluhan pusing berputar sejak 30 menit
yang lalu.
• Keluhan pusing berputar dirasakan selama 10-30 detik.
• Keluhan dirasakan memberat saat pemeriksaan membuka
mata dan pada saat merubah posisi kepala.
• Pasien juga mengeluh mual dan muntah sehingga pasien sulit
untuk menjadi tidak mau makan.

PEMERIKSAAN…
DIAGNOSIS  BPPV
JAWABAN:
B. TES DIX HALLPIKE
• Kemungkinan diagnosis pada pasien adalah
vertigo perifer karena terdapat keluhan
pusing berputar, diperberat dengan
membuka mata dan perubahan posisi,
disertai mual dan muntah berat (tidak mau
makan)
• Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
memastikan vertigo perifer yang dialami
pasien adalah dengan tes Dix hallpike,
apabila positif, maka pasien mengalami
BPPV
• Tes Romberg  untuk menilai adanya gangguan
keseimbangan, dapat untuk menentukan tipe
vertigo yang dialami pasien, vertigo sentral atau
perifer, terutama dilakukan bila terdapat
kecurigaan adanya vertigo sentral
• Tes epley manuver  manuver terapi untuk BPPV,
bukan tes diagnostic
• Tes nystagmus  tes untuk melihat arah
nystagmus pada pasien, dapat digunakan untuk
menentukan vertigo perifer dan vertigo sentral
• Tes glycerine  untuk membantu diagnosis
meniere’s disease
Vertigo Perifer: BPPV vs non BPPV

BPPV Non-BPPV
Tidak selalu diprovokasi gerakan
Diprovokasi gerakan kepala
kepala
Diagnosis: Perasat Dix-Hallpike, Diagnosis: Head Thrust (Impulse) Test,
Sidelying, Roll Dynamic Visual Acuity Test
Nistagmus vestibuler pada tes posisi:
Nistagmus vestibuler pada tes posisi:
arah ke sisi telinga yang sehat, tidak
arah ke sisi telinga yang sakit, terdapat
terdapat masa laten, dapat terjadi
masa laten, dapat terjadi reverse
reverse nistagmus, tidak selalu
nistagmus, terdapat decay (fenomena
ditemukan decay (fenomena
kelelahan).
kelelahan).
Diagnosis BPPV
• BPPV is diagnosed based on medical history, physical examination, the
results of vestibular and auditory (hearing) tests, and possibly lab work to
rule out other diagnoses.
• Vestibular tests include the Dix-Hallpike maneuver and the Supine Roll
test.
– These tests allow a physician to observe the nystagmus elicited in response
to a change in head position. The problematic semicircular canal can be
identified based on the characteristics of the observed nystagmus.
• Dix-Hallpike (also referred to as the Nylen-Barany) manoeuvre is the
definitive diagnostic test for posterior canal BPPV
Tes dix-hallpike
Pemeriksaan BPPV
Interpretasi tes dix-hallpike(Untuk Kanalis
Semisirkularis Posterior & Anterior)

Interpretasi tes roll (Untuk Kanalis


Semisirkularis Horizontal)
BPPV
Manuver BPPV
Kanalis Manuver Manuver
Semisirkularis Diagnostik Terapeutik
Office treatment: Epley Maneuver, modified
Epley Maneuver, Semont Maneuver,
Dix Hallpike atau modified Semont Maneuver
Posterior
Sidelying Home treatment: Brandt-Daroff Manuever,
modified Epley Maneuver, modified Semont
Maneuver

Dix Hallpike atau Reverse Epley Manuever


Anterior
Sidelying

Supine Roll Test


Barbecue rotation (Lempert roll maneuver)
Horizontal (Pagnini-McClure)
atau Gufoni atau Vannuchi-Asprella

https://www.uptodate.com/contents/benign-paroxysmal-positional-vertigo
196
• Perempuan, 17 tahun, datang ke IGD diantar oleh kedua
orang tuanya dengan keluhan pusing disertai dengan
mual dan muntah.
• Pasien mengaku baru saja berpergian dengan
menggunakan angkutan umum sejauh 200 km karena
ingin mudik dan berlebaran di kampung halaman.

PENYEBAB KELUHAN PASIEN…


DIAGNOSIS  MOTION SICKNESS
JAWABAN:
A. MOTION SICKNESS
• Pasien ini mengalami pusing berputar
disertai dengan mual dan muntah, serta
terdapat riwayat bepergian dengan
angkutan umum.
• Dari data ini kemungkinan pasien
mengalami Motion sickness
• Pilihan B tidak dipilih karena keluhan muncul
setelah bepergian dengan angkutan umum
• Pilihan Ctidak terdapat trias meniere (vertigo,
tuli dan tinnitus)
• Pilihan Dtidak dipilih karena pada labirinitis,
gejala yang terjadi adalah vertigo yang terus
menerus, dan disertai penurunan pendengaran
• Pilihan Etidak spesifik
Motion Sickness
• Unpleasant condition that occurs when persons are
subjected to motion or the perception of motion,
considered to be physiological.
• Common symptoms:
– nausea, nonvertiginous dizziness, and malaise.
• Pathophysiology:
– conflicted input from vestibular, visual, and proprioceptive
receptors.
– Conflict causes more severe symptoms when the patient is
passively moved at certain frequencies.
• Physical signs:
– yawning, belching, perioral and facial pallor.
– Increased salivation, diaphoresis, and flushing.
Motion Sickness ada 3 macam berdasarkan ketidak
seimbangan inputnya, yaitu:
• Gerakan yang terasa tetapi tidak terlihat
• Gerakan yang terlihat tetapi tidak terasa
• Gerakan yang terlihat dan terasa tetapi tidak
cocok/sejalan satu sama lain
• Visual tips to minimize motion
sickness:
Motion – Try to see a wide horizon.
Sickness: –

Look toward motion.
Do not do any close work or read.
Management – Wear sunglasses.
– Close your eyes.
• Proprioceptive tips to minimize
NON-PHARMACOLOGICAL: motion sickness:
• Minimize motion: – Connect with steering device.
– Pick a stable vehicle – Support head
– Occupy the center/front, midline of – Avoid neck torsion
vehicle – Stand
– Choose a location at ground floor or – Recline as much as possible
waterline
• Reduce vestibular symptoms:
PHARMACOLOGICAL
– Reduce off-axis motion
– Support the head
• Skopolamin
– Recline head back 30 degree • Dimenhidrinat
• Promethazine
197
• Perempuan, usia 40 tahun, keluhan penurunan
pendengaran.
• Pasien tidak mengetahui kapan keluhan ini muncul, tapi
pasien merasa perlahan-lahan makin sulit mendengar.
• Namun, bila berada di suasana bising, pasien merasa
lebih jelas mendengar.

TERAPI…
DIAGNOSIS  OTOSKLEROSIS
JAWABAN:
D. NA FLORIDA
• Pasien ini kemungkinan mengalami
otosklerosis karena pasien wanita,
mengalami penurunan pendengaran
perlahan, dan merasa lebih jelas
mendengar di suasana bising (paracusis
willisii).
• Pada otosklerosis, terapi medikamentosa
yang dapat diberikan adalah D. Na fluoride
• Pilihan Aterapi pada rhinitis alergi dan
motion sickness
• Pilihan Bterapi pada rhinitis alergi
• Pilihan Cterapi pada rhinitis dan OMA
• Pilihan E  terapi pada infeksi bakteri
OTOSKLEROSIS
• Spongiosis tulang stapes (tersering)  rigid  tidak bisa menghantarkan
suara ke labirin
• Otosklerosis terkait faktor genetik, ¼-2/3 pasien memiliki saudara dengan
kelainan serupa.
• Rasio perempuan: laki-laki 2:1.
• Ketulian mulai timbul pada usia 10-30 tahun dan bersifat progresif.

• Gejala & tanda:


– Tuli bilateral progresif, tetapi asimetrik
– Tinnitus
– Paracusis Willisii: mendengar lebih baik pada ruangan ramai
– Schwarte sign: membran timpani eritema karena vasodilatasi
pembuluh darah promontorium.
– Tuba Eustachius intak, tidak ada riwayat trauma atau penyakit
telinga lain
Otosclerosis
• This disease is exclusive
to the otic capsule and
may affect the patency
of the cochlea by
sclerosis of the round
window membrane
• Otospongiotic bone
formation has caused
obliteration of the
round window niche
(white arrow)
Otic capsule
• Dense osseous labyrinth of the inner ear that
surrounds the cochlea, the vestibule and the
semicircular canals (blue arrow)
198
• Pasien perempuan, 39 tahun, datang ke praktek dokter
umum dengan keluhan penurunan pendengaran.
• Pasien juga mengeluhkan rasa penuh di telinga.
• Dari pemeriksaan otoskopi didapatkan Shwarte sign +
arahnya jam 6.
• Pasien akan direncanakan pemeriksaan timpanometri.

HASIL PEMERIKSAAN TIMPANOMETRI…


DIAGNOSIS  OTOSKLEROSIS
JAWABAN:
E. TIPE AS
• Pasien ini kemungkinan mengalami
otosklerosis karena pasien wanita,
mengalami penurunan pendengaran dan
pada otoskopi didapatkan Shwartze sign +
• Pada otosklerosis, hasil timpanometri yang
akan didapatkan adalah tipe AS, karena
spongiosis pada tulang stapes akan
menyebabkan kekakuan pada tulang
pendengaran.
• Tipe A Fungsi telinga tengah normal
• Tipe C keadaan membran timpani yang
retraksi dan malfungsi dari tuba Eustachius
• Tipe Bcairan di telinga tengah (kavum
timpani), misalnya pada otitis media efusi
• Tipe Adkeadaan membran timpani yang
flaksid atau diskontinuitas (kadang-kadang
sebagian) dari tulang-tulang pendengaran
Timpanometri
• Definisi:
– Pemeriksaan untuk mengetahui kondisi dan fungsi
dari telinga tengah, merupakan bagian dari
audiometri impedans
Interpretasi:
• Tipe A
• Fungsi telinga tengah normal
• Tipe As
• terdapat kekakuan pada tulang-tulang
pendengaran atau membran timpani co:
otoskresosis, membran timpani berparut
• Tipe Ad
• keadaan membran timpani yang flaksid atau
diskontinuitas (kadang-kadang sebagian) dari
tulang-tulang pendengaran
• Tipe B
• cairan di telinga tengah (kavum timpani),
misalnya pada otitis media efusi
• Tipe C
• keadaan membran timpani yang retraksi dan
malfungsi dari tuba Eustachius
Interpreting A Tympanogram
Type Interpretation Tracing
A Normal middle ear function Normal maximum height on tracing
As ■ The TM is stiffer than normal. Can result Lower than normal peak height on tracing
from:
• Reduced mobility of the TM related to
• scarring
• A small amount of fluid in the middle ear
• space
• Ossicular fixation that partially decreases
the mobility (e.g., otosclerosis)

Ad ■ The TM is more moveable than normal. Can Higher than normal peak height on tracing
result from:
• Disarticulation of the bony structures in
• the middle ear
• A TM that has healed over a previous
• perforation but is thinner and more
• mobile than expected

B ■ The TM is not moving at all. Can result from: No evidence of peak height on tracing.
• Middle ear fluid “Flat tympanogram”
• Severe scarring of the TM
• Tympanosclerosis
• Cholesteatoma or middle ear tumor
• Cerumen or obstruction in ear canal
■ A large volume (>2.0) type B could indicate:
• Perforation in the TM
• Patent tympanostomy tube
• Previous mastoidectomy

C Can result from: Pressure greater than –150 mm H2O, which


■ Eustachian tube dysfunction indicates negative peak pressure on tracing
Scott K. Quick Reference for Otolaryngology. New York:Springer; 2014
199
• Perempuan usia 25 tahun keluhan pendengaran
berkurang yang makin lama makin berat.
• Pasien cenderung bisa mendengar lebih baik
apabila berada di tempat yang ramai.
• Hasil pemeriksaan CT scan menunjukan adanya
kalsifikasi dari capsula ottica.

TATALAKSANA YANG TEPAT…


DIAGNOSIS  OTOSKLEROSIS
JAWABAN:
C. STAPEDEKTOMI
• Pasien ini kemungkinan mengalami
otosklerosis karena pasien wanita,
mengalami penurunan pendengaran
perlahan, dan merasa lebih jelas
mendengar di tempat yang ramai (paracusis
willisii), serta pada hasil CT scan
didapatkan kalsifikasi dari capsula otica
• Manajemen pembedahan pada pasien
otosklerosis adalah stapedectomy atau
stapedotomy
Otosclerosis
• This disease is exclusive
to the otic capsule and
may affect the patency
of the cochlea by
sclerosis of the round
window membrane
• Otospongiotic bone
formation has caused
obliteration of the
round window niche
(white arrow)
Otic capsule
• Dense osseous labyrinth of the inner ear that
surrounds the cochlea, the vestibule and the
semicircular canals (blue arrow)
Tatalaksana
• stapedectomy atau stapedomy; diganti
dengan prosthesis.
• Pemberian sodium fluoride
200
• Laki-laki, 40 tahun, keluhan hidung tersumbat sejak
4 bulan yang lalu.
• Keluhan disertai adanya lendir kuning kental yang
mengalir di tenggorok dan napas berbau.
• PF : secret kental kehijauan di daerah meatus nasi
media.

PEMERIKSAAN PENUNJANG…
DIAGNOSIS  SINUSITIS
JAWABAN:
B. ROENTGEN FOTO WATERS
• Diagnosis pasien ini kemungkinan adalah Sinusitis,
karena terdapat gejala hidung tersumbat sejak 4
bulan, PND (lendir kuning kental yang mengalir di
tenggorok), napas berbau, dan secret kental
kehijauan di daerah meatus nasi media.
• Pada sinusitis, pemeriksaan penunjang gold standar
adalah dengan CT scan paranasal, namun dipilihan
jawaban tidak ada
• Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan
adalah dengan foto Ro Waters, terutama untuk
sinusitis maksilaris dan frontalis
• Pilihan Auntuk kelainan pada mastoid
• Pilihan Duntuk menilai kelainan pada otak
Maxillary Sinuses
• Largest sinuses
– 3.5 cm high
– 2.5 – 3 cm wide

• Within maxilla
– Above upper teeth

• Paired & symmetric

• Communicates with middle nasal


meatus

• Clinically, in adults the most


commonly affected sinuse
followed by the ethmoid cells,
the frontal sinus, and finally
the sphenoidal sinus.

http://www.fulspecialista.hu/en/nose/maxillary-sinusitis
Copyright © 2005, Mosby, Inc.
Frontal Sinuses
• Second largest sinuses
– 2 – 2.5 cm

• Normally:
– Between tables of vertical
plate in frontal bone
– Can extend beyond frontal
bone inot the orbital
plates

• Rarely symmetrical

• Number varies
(occassionally absent)

• Drain into middle nasal


meatus
Copyright © 2005, Mosby, Inc.
Diagnosis
• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik
– rinoskopi anterior dan posterior,
– transiluminasi
• Foto polos:
• posisi waters, PA, lateral
– Tapi hanya menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal).
– Kelainan yang tampak: perselubungan, air fluid level, penebalan mukosa.
• CT scan:
– mampu menilai anatomi hidung & sinus
– adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta perluasannya
– Pemeriksaan gold standard untuk sinusitis
– Karena mahal, hanya dikerjakan utk penunjang sinusitis kronik yang tidak
membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.
• Sinuskopi
– pungsi menembus dinding medial sinus maksila atau meatus inferior
dengan alat endoskop.

Mangunkusomo E., Soetjipto D. Sinusitis dalam Soepardi E. A. et al : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. FKUI. 2007
Sinus trans-illumination test
• Performed in a dark room.

• High-intensity light source placed inside patient’s mouth


or against the cheek (for maxillary sinus) & under medial
aspect of supra-orbital ridge (for frontal sinus).

• Trans-illumination normal = no sinusitis

• Trans-illumination absent = sinus filled with pus

• Trans-illumination dull = equivocal result


Waters Caldwell

https://id.pinterest.com/yamahafreddy/skull-sinuses-facial-bones/ imageradiology.blogspot.co.id/2012/09/x-ray-pns-position-occipito-frontal.html
Modalitas X-Ray
Foto Deskripsi
Waters Maxillary, frontal, & ethmoidal sinus

Schedel PA & lateral PA: frontal sinus


Lateral: frontal, sphenoidal, & ethmoidal sinus

Schuller Lateral mastoid


Towne Posterior wall of maxillary sinus
Stenver Os Temporal
Caldwell Frontal sinus,inferior and posterior orbital rim
Rhese/oblique Posterior of ethmoidal sinus, optic canal, &
floor of orbit.
“We Build Doctors”

Anda mungkin juga menyukai