Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA

Karbohidrat dan Lipid

Nama : Niken Fitria


NPM : 1806143384
Kelas : Praktikum Biokimia (A)
Kelompok :2
Asisten Praktikum : Kak Eka Munika
Rekan Kerja : Reina
Adinda Syarifa Y.
Rida Hasna Fadhilah
Indriyanti Novitasari

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA

MARET 2021
1. Karbohidrat
a. Cara Kerja dan Tabel Reaksi
1) Isolasi Karbohidrat: Isolasi Pati dari umbi-umbian
Isolasi karbohidrat dilakukan dengan cara mengekstraksi dari tanaman maupun
hewan.
Cara Kerja Reaksi

Disiapkan 50 gram umbi-umbian


yang sudah diiris kecil-kecil.

Dimasukkan ke dalam blender yang berisi


50 mL air. Blender selama 1 menit. Produk (hasil reaksi) diperoleh dalam
bentuk bubuk putih yang dapat dihitung
berat dan persen rendemannya.
Disaring homogen dengan kain tipis.
Ditambahkan 50 mL air ke filtrat yang
diperoleh.

Filtrat diaduk dan didiamkan sampai


semua tepung mengendap.

Filtrat didekantasi dan tepung Rendemen =


didekantasikan dalam 50 mL air. Ulangi 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑝𝑎𝑡𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑢𝑑𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝑥 100 %
tahap dengan 25 mL etanol 95%. 50 𝑔𝑟𝑎𝑚

Filtrat disaring kembali dengan penyaring


buchner dan dikeringkan di atas kaca arloji.

Rendemannya ditentukan.

2) Tes Kualitatif Karbohidrat


2. 1. Tes Molish
Digunakan untuk mengetahui adanya karbohidrat.
Cara Kerja Reaksi

Dituangkan 2 mL larutan karbohidrat Tes menunjukkan hasil (+) yang berarti


ke tabung reaksi bersih.
dalam sebuah sampel mengandung
karbohidrat jika larutan berubah warna
menjadi ungu.
Ditambahkan 2 tetes larutan Molish dan
tuangkan 1 mL H2SO4 pekat melalui
dinding tabung.

Diamati perubahan warna yang terjadi.

Diperoleh:
Jenis Hasil Jenis Hasil
Karbohidrat Uji Karbohidrat Uji
Glukosa + Arabinosa +
Laktosa + Maltosa +
Fruktosa + Amilum +
Sukrosa + Galaktosa +

2. 2. Tes Seliwanoff
Digunakan untuk mengidentifikasi gula ketosa dan aldose dimana terdapat
perbedaan waktu dalam mengidentifikasinya. Ketosa, pembentukkan
kompleks berwarna merah dengan cepat. Sedangkan aldose membutuhkan
waktu agak lama untuk membentuk kompleks merah.
Cara Kerja Reaksi

Dituangkan 2 mL pereaksi Resorsinol o Tes menunjukkan hasil +, jika:


(Seliwanoff) ke tabung reaksi bersih. terbentuk kompleks berwarna merah
dengan waktu pembentukkan yang
cepat.
Ditambahkan 2 tetes larutan karbohidrat
dan dipanaskan di penangas air mendidih o Tes menunjukkan hasil -, jika:
1 – 2 menit. terbentuk kompleks berwarna merah
dengan waktu pembentukkan yang
lebih lambat.
Diamati perubahan warna yang terjadi.

Diperoleh:
Jenis Hasil Jenis Hasil
Karbohidrat Uji Karbohidrat Uji
Glukosa - Arabinosa -
Laktosa - Maltosa -
Fruktosa + Amilum -
Sukrosa + Galaktosa -

2. 3. Tes Bial
Digunakan untuk membedakan pentosa dan heksosa.
Cara Kerja Reaksi

Dituangkan 2 mL pereaksi orcinol o Tes menghasilkan produk, yakni


(Bial) ke tabung reaksi bersih. larutan berwarna larutan hijau
kebiruan.
Arti: Sampel mengandung pentose.

Ditambahkan 1 mL larutan karbohidrat dan o Tes menghasilkan produk, yakni


dipanaskan di penangas air mendidih 1 – 2 larutan berwarna coklat.
menit selama 1 - 2 menit. Arti: sampel mengandung heksosa.

Diamati perubahan warna yang terjadi.


Campuran didinginkan dan ditambahkan 3
mL amil alkohol ke dalam campuran.
Kocok sampai homogen.

Diamati perubahan yang terjadi.

Diperoleh: Larutan biru


Jenis Hasil Jenis Hasil
Karbohidrat Uji Karbohidrat Uji
Glukosa + Arabinosa +
Laktosa + Maltosa +
Fruktosa + Amilum +
Sukrosa + Galaktosa +

2. 4. Tes Barfoed
Digunakan untuk uji gula pereduksi dengan temabaga sulfat.
Cara Kerja Reaksi

Dituangkan 2 mL larutan Barfoed ke


tabung reaksi bersih.

Ditambahkan 1 mL larutan karbohidrat


dan dipanaskan di penangas air mendidih
1 – 2 menit.

Diamati perubahan warna yang terjadi.

o Tes menunjukkan hasil +, jika:


terbentuk larutan berwarna merah
bata. Arti: dalam sampel mengandung
gula pereduksi monosakarida.
Diperoleh: Larutan merah bata
Jenis Hasil Jenis Hasil
Karbohidrat Uji Karbohidrat Uji
Glukosa + Arabinosa +
Laktosa - Maltosa -
Fruktosa + Amilum -
Sukrosa - Galaktosa +

2. 5. Tes Benedict
Untuk mendeteksi gula pereduksi dalam suasana basa.

Cara Kerja Reaksi

Dituangkan 1 mL larutan Benedict ke


tabung reaksi bersih.

Ditambahkan 1 mL larutan karbohidrat o Tes menunjukkan hasil +, jika:


dan dipanaskan di penangas air mendidih terbentuk larutan berwarna merah bata.
5 menit. Arti: dalam sampel mengandung gula
pereduksi.

Diamati perubahan warna yang terjadi.

Diperoleh: Larutan merah bata


Jenis Hasil Jenis Hasil
Karbohidrat Uji Karbohidrat Uji
Glukosa + Arabinosa +
Laktosa + Maltosa +
Fruktosa + Amilum -
Sukrosa - Galaktosa +

2. 6. Tes Asam Musat


Digunakan untuk membedakan galaktosa dengan monosakarida lainnya.
Cara Kerja Reaksi

Disiapkan dua tabung reaksi. o Tes menunjukkan hasil +, jika:


Monosakarida direaksikan dengan
HNO3 pekat menghasilkan produk yang
larut dalam air.
Arti: dalam sampel tidak mengandung
Tabung pertama diisi dengan 50 mg galaktosa.
glukosa dan tabung kedua diisi dengan 50
mg galaktosa. o Tes menunjukkan hasil -, jika:
Galaktosa menghasilkan asam musat
yang tidak larut dalam air.
Ditambahkan 1 mL air suling dan HNO3 Arti: dalam sampel mengandung
pekat ke setiap tabung. Kedua tabung galaktosa.
dipanaskan di penangas air dalam lemari
asam 30 - 60 menit.

Ditambahkan 1 mL H2O pada setiap


tabung dan didiamkan satu malam.

Diamati perubahan yang terjadi.


Diperoleh:
Jenis Hasil Jenis Hasil
Karbohidrat Uji Karbohidrat Uji
Glukosa - Arabinosa -
Laktosa + Maltosa -
Fruktosa - Amilum -
Sukrosa - Galaktosa +

3) Penentuan Kuantitatif Karbohidrat


3. 1. Penentuan gula pereduksi dengan metode Somogyi-Nelson
Cara Kerja Reaksi
Larutan sampel gula yang akan ditentukan
kadarnya dipipet 0,1 mL dan dimasukkan
ke tabung reaksi yang berisi 1,5 mL air.
Campuran diaduk.

Campuran dipindahkan ke tabung reaksi


yang berisi 1 ml pereaksi Ba(OH)2 0,3 M
dan 0,2 mL larutan ZnSO4 .
(Anggraini & Damayanti 2019: 35)

Campuran dikocok dan disentrifugasi.


Kemudian diperoleh hasil:
o Data absorbansi larutan standar dan
1 mL supernatan yang diperoleh o Data absorbansi sampel
dipindahkan ke tabung reaksi lain.
Ditambahkan 1 mL pereaksi
tembaga-alkali.

Tabung dipasang penutup dan dipanaskan


di dalam pengangas air 15 menit.

Tabung didinginkan dan ditambahkan 1


mL pereaksi arsenomolibdat.

Larutan di dalam tabung dibiarkan


sampai tidak timbul gelembung
udara.

Larutan biru diencerkan hingga volume


10 mL dan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 520 nm.

Kadar gula pereduksi dihitung dari kurva


absorbansi vs. konsentrasi yang dibuat
dari larutan standar gula pereduksi yang
mengandung 50 - 250 g/mL.

3. 2. Hidrolisis tepung dan penentuan secara Folin-Wu


Cara Kerja Reaksi

Disiapkan 4 buah tabung reaksi (beri


nomor 1-4), masing-masing diisi dengan
1,0 mL larutan Na2CO3 0,25 N dan 8,0 mL
air.

Dimasukkan 0,5 gram tepung kanji dalam


tabung lain dan ditambahkan 10 mL HCl
0,5 N.
Kemudian diperoleh hasil:
o Data absorbansi larutan standar dan
o Data absorbansi hasil hidrolisat pada
1 mL campuran dipipet dan dimasukkan
waktu berturut-turut 0 menit, 5
ke tabung no. 1 yang berisi larutan
menit, 10 menit, dan 20 menit.
Na2CO3 untuk waktu hidrolisis 0 menit.

Sisa dari campuran kanji dan HCl tersebut


dipanaskan di waterbath sampai
mendidih.

Campuran dipipet kembali sebanyak 1,0


mL setelah selang waktu berturut-turut 5,
10, dan 20 menit.

Dimasukkan ke setiap tabung no. 2, 3,


dan 4 (selanjutnya isi tabung nomor
1,2,3, dan 4 dinamakan hidrolisat).

Disiapkan 9 tabung Folin-Wu dan


diikuti prosedur sesuai tabel di bawah.

Semua tabung dipanaskan dalam


penangas air mendidih 6 menit lalu
didinginkan pada suhu ruang.

2 mL pereaksi asam fosfomolibdat


secara perlahan-lahan ditambahkan
ke masing-masing tabung.

Air ditambahkan sampai tanda batas.


Dikocok. Dibaca absorbansi pada
spektrofotometer pada  760 nm.
Dibuat kurva hubungan antara waktu dan
absorbansi.

Dihitung konsentrasi gula pereduksi yang


terbentuk.

b. Ringkasan Pembahasan
Pada praktikum kali ini, pemisahan dan hidrolisis karbohidrat dilakukan untuk mengetahui
karakteristik umum dari berbagai jenis karbohidrat melalui uji kuantitatif dan kualitatif.

1) Isolasi dan Tes Karbohidrat


Pada percobaan ini, dilakukan isolasi pati sebagai sumber karbohidrat yang diperoleh
dan diisolasi dari tumbuh-tumbuhan. Dalam percobaan, digunakan sampel karbohidrat
yang mengandung pati karena lebih mudah untuk dianalisa, memiliki kandungan
karbohidrat yang tinggi, dan terdapat kandungan lain di dalamnya yang dapat dianalisa
lebih lanjut.
Pati adalah bahan penyimpan energi dalam sel tumbuhan umumnya memiliki diameter
5-50 nm yang merupakan butiran kristal kecil. Pati dibentuk oleh rantai glukosa melalui
ikatan glikosidik. Pati termasuk jenis polisakarida yang dan terbagi menjadi dua fraksi,
yaitu amilosa dan amilopektin.
Pertama-tama, sampel diiris kecil-kecil dan dihaluskan menggunakan blender karena
dengan cara ini, sel penyimpan pati dapat dengan mudah diekstraksi. Ukuran sampel
diperkecil agar mudah larut. Setelah itu, ditambahkan sedikit air untuk mengubah fasa
padat menjadi bentuk suspensi cair. Hasil dari blender disaring menggunakan
menggunakan kain tipis, sehingga menghasilkan homogenate. Homogenate tersebut
didiamkan hingga membentuk endapan tepung. Campuran didekantasi agar endapan pati
terpisah dari larutan atau kotoran yang melarut di dalam pelarut kemudian dicuci
menggunakan air untuk menghilangkan pengotor polar yang terkandung di dalam endapan.
Selanjutnya, dilakukan penyucian dengan etanol karena etanol bersifat dapat menarik air
yang mungkin masih terkandung di dalam endapan. Campuran disaring kembali dengan
dan dikeringkan di kaca arloji. Terakhir, rendemannya dihitung.
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑎𝑡𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛
𝑅𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 = 𝑥 100%
𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑎𝑡𝑖 𝑎𝑤𝑎𝑙 (50 𝑔𝑟𝑎𝑚)
2) Tes Kualitatif Karbohidrat
2.1. Tes Molish
Tes Molisch adalah tes kimiawi kualitatif untuk mengetahui keberadaan
karbohidrat. Tes ini didasarkan pada reaksi karbohidrat yang mengalami dehidrasi
di bawah suasana asam (digunakan asam sulfat) dan membentuk cincin furfural
berwarna ungu. Jika cincin berwarna ungu ini muncul di permukaan antara lapisan
asam dan lapisan sampel, hal tersebut menunjukkan bhwa reaksi menghasilkan uji
positif dan menandakan di dalam sampel tersebut terkandung karbohidrat
Pertama-tama, sampel uji dicampur dengan pereaksi molisch (α-naftol terlarut
dalam etanol). Setelah tercampur, ditambahkan H2SO4 pekat secara perlahan
melalui dinding tabung reaksi karena H2SO4 merupakan asam sangat kuat dan
membuat reaksi bersifat sangat eksoterm. Penggunaan H2SO4 ditujukan untuk
menghidrolisis ikatan dalam karbohidrat untuk menghasilkan furfural. Kemudian,
furfural bereaksi dengan pereaksi α-naftol Molisch dan membentuk senyawa
kompleks berupa cincin berwarna ungu (quinoid) karena proses oksidasi dimana
warna ungu pada monosakarida akan terbentuk lebih cepat dibanding polisakarida.
Oleh karena digunakan H2SO4 dengan konsentrasi tinggi, sehingga densitas H2SO4
lebih besar daripada air. Hal ini mengakibatkan saat terbentuk 3 lapisan, H2SO4
berada pada lapisan bawah. Sementara lapisan tengah diisi dengan komplek berupa
cincin berwarna ungu dan lapisan atas diisi larutan.

2.2. Tes Seliwanoff


Uji Seliwanoff merupakan uji kualitatif karbohidrat (gula) yang digunakan
untuk mengidentifikasi gugus keton dan gugus aldehid yang menyusun
karbohidrat. Gula tersebut disebut ketosa memiliki gugus keton dan disebut aldose
ketika memiliki gugus aldehida.
Uji ini didasarkan pada prinsip reaksi dehidrasi dimana digunakan HCl pekat
untuk mendehidrasi fruktosa, sehingga menghasilkan hidroksimetilfurfural. Dalam
prosesnya, resorsinol ditambahkan untuk membentuk kompleks merah sedikit
oranye. Dalam pengamatannya, ketosa dengan cepat membentuk kompleks
berwarna merah sedikit oranye, sementara itu, aldose membutuhkan waktu lebih
lama untuk membentuk kompleks merah oranye ini (Tim KBI dosen Biokimia,
2021).

2.3. Tes Bial


Tes bial ditujukan untuk membedakan gula pentosa dan gula heksosa dengan
menggunakan pereaksi bial, yakni larutan orcinol, HCl, dan aquades. Pereaksi ini
sebagai reagen kondensasi. HCl yang terkandung dalam reagen akan mendehidrasi
gula menjadi furfural. Dalam pengamatannya, jika sampel mengandung gula
pentosa, larutan akan menunjukkan warna hijau. Sementara, jika sampel
mengandung gula heksosa, larutan akan menunjukkan warna coklat.

2.4. Tes Barfoed


Tes barfoed ditujukan untuk membedakan antara monosakarida dan disakarida
dalam suasana asam dengan pereaksi barfoed.
Dalam pengamatannya, monosakarida menunjukkan hasil (+) ketika
monosakarida teroksidasi oleh ion Cu2+ membentuk endapan Cu2O berwarna
merah bata. Endapan Cu2O yang terbentuk ini menunjukkan bahwa gula yang
diuji merupakan gula pereduksi. Sementara itu, hasil (–) ditunjukkan ketika
endapan merah tidak terbentuk. Disakarida diketahui juga dapat membentuk
endapan Cu2O, namun membutuhkan waktu pemanasan yang lebih lama dimana
disakarida terlebih dahulu dihidrolisis sebelum dioksidasi membentuk endapan
Cu2O berwarna merah.
Hasil tes barfoed:
Kiri: hasil (-)
Kanan: hasil (+)

2.5. Tes Benedict


Tes benedict ditujukan untuk memeriksa keberadaan gula pereduksi dalam
suatu sampel karbohidrat. Uji ini didasarkan pada prinsip gugus aldehida atau
keton dalam gula pereduksi pada sampel dapat mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+
dalam suasana basa.
Menurut Glory tahun 2013, proses pemanasan dalam waterbath pada uji
benedict selama 4 – 10 menit untuk mengoptimalkan reaksi menjadikan larutan
mengalami perubahan warna menjadi biru (tanpa kandungan glukosa), hijau,
kuning, oranye, merah bata, serta coklat (menunjukkan glukosa dengan
kandungan tertinggi).
Menurut Adisendjaja tahun 2014, dalam uji benedict, reagen akan bereaksi
dengan gugus aldehida (kecuali aldehida dalam gugus aromatik) dan α-hidroksi
keton. Namun, walaupun fruktosa bukan tergolong gula pereduksi, fruktosa
memberikan hasil uji (+) terhadap uji benedict. Hal ini karena fruktosa memiliki
gugus α-hidroksi keto, sehingga fruktosa akan diubah menjadi glukosa dan
manosa dalam kondisi basa.
Dalam pengamatannya, uji benedict akan menunjukkan hasil (+) jika gula
yang terkandung dalam suatu sampel karbohidrat tergolong sebagai gula
pereduksi dan membentuk endapan Cu2O berwarna merah muda atau merah bata.
Pereaksi yang digunakan dalam uji benedict harus memiliki prinsip dimana
pereaksi yang digunakan lebih mudah tereduksi daripada senyawa yang akan
diuji.

2.6. Tes Asam Musat


Tes asam musat ditujukan untuk membedakan galaktosa dari monosakarida
lainnya. Hal pertama yang dilakukan, yakni dicampurkannya larutan uji dengan
HNO3 pekat kemudian dipanaskan untuk mengoptimalkan reaksi. Dalam proses
ini, terjadi reaksi oksidasi oleh reagen HNO3 pekat. Dari hasil percobaan yang
diperoleh, laktosa dan galaktosa dapat melarut dalam asam musat karena pada
proses oksidasi, dihasilkan endapan asam musat yang tidak melarut dalam air.
Sementara itu, glukosa dan sukrosa tak dapat melarut dalam asam musat.

3) Penentuan Kuantitatif Karbohidrat


3.1. Penentuan gula pereduksi dengan metode Somogyi-Nelson
Menurut Nelson tahun 1994, metode Somogyi-Nelson menjadi salah satu
metode dalam uji kuantitatif sampel karohidrat dimana kompleks berwarna biru
kehijauan akan terbentuk ketika gula pereduksi mereduksi ion Cu2+ menjadi ion
Cu+ ketika dilakukan pemanasan. Selanjutnya, ion Cu+ mereduksi senyawa
arsenomolibdat. Warna molybdenum biru yang dihasilkan dapat diukur intensitas
warnanya menggunakan spektrofotometer, yakni pengukuran absorbansi pada
panjang gelombang 520 nm dengan menambahkan natrium sulfat ke dalam
larutan molidenum biru untuk mencegah oksigen di udara mengoksidasi ulang
Cu2O. sebelum kadar karbohidrat ditentukan dengan metode ini, protein perlu
dipisahkan terlebih dahulu dengan menambahkan Zn(OH)2 sebagai pengendap
protein. Perlu diingat juga bahwa campuran gula-gula pereduksi tidak dapat
ditentukan kadar karbohidratnya menggunakan metode ini.

3.2. Hidrolisis Tepung dan Penetuan secara Folin-Wu


Merupakan metode penentuan konsentrasi karbohidrat secara kuantitatif
yang ditujukan untuk mengamati bahwa tepung kanji (amilum) yang semula tidak
mereduksi akan berubah sifatnya saat dihidrolisis dimana akan terbentuk warna
yang dapat mengindikasikan banyaknya konsentrasi sampel karbohidrat yang
diuji.
Pertama-tama, 4 tabung reaksi disiapkan dan setiap tabung diisikan 1,0 mL
larutan Na2CO3 0,25 N dan 8,0 mL air. Keempat tabung ini disebut sebagai tabung
hidrolisat karena setelah prosesnya, tanung ini berisikan hasil hidrolisis pati yang
dilakukan oleh HCl. Pada tabung lainnya, ditambahkan tepung kanji dan HCl.
Penambahan HCl dimaksudkan sebagai katalis asam dalam proses hidrolisis pati
yang terjadi. Kemudian, dipipet langsung larutan tersebut dan dimasukkan ke
tabung yang berisi larutan Na2CO3 untuk waktu hidrolisis selama 0 menit. Hal
yang sama dilakukan untuk selang waktu 5 menit, 10 menit, dan 20 menit.
Penggunaan Na2CO3 ditujukan untuk menghentikan reaksi hidrolisis dengan
menetralkan HCl. Agar reaksi berlangsung cepat dan optimal, tabung reaksi
dipanaskan selama kurang lebih 6 menit.
Setelah itu, disiapkan tabung folin-wu. Digunakannya tabung folin-wu alih-
alih tabung reaksi biasa adalah karena tabung folin-wu memiliki bentuk di bagian
bawah seperti bola, hal ini dimanfaatkan utnuk meningkatkan efektivitas
pembentukan endapan. Kemudian, ditambahkan pereaksi asam fosfomolibdat
secara perlahan dan ditambahkan air sampai tanda batas pada tabung folin-wu.
Kadar gula pada hidrolisat dapat dihitung menggunakan kurva standar yang dibuat
berdasarkan larutan standar karbohidrat yang dibuat. Hal ini dilakukan dengan
mengukur larutan standar pada Panjang gelombang 760 nm dan diukur
absorbansinya untuk membuat kurva standar, sehingga kadar gula pada hidrolisat
dapat ditentukan. Jika kadar gula pereduksi yang terbentuk memiliki jumlah yang
banyak, maka warna biru yang dihasilkan akan semakin pekat. Sebagai informasi
tambahan, jika ditinjau secara kualitatif, pada proses ini terjadi reaksi redoks
antara gula pereduksi dan pereaksi folin-wu yang membentuk warna biru.

c. Daftar Pustaka
Tim KBI Biokimia. (2015). Diktat Penuntun Praktikum Biokimia. Depok: Departemen
Kimia FMIPA UI.

Dreywood, R., (1946). Qualitative test for carbohydrate material. Journal Industrial &
Engineering Chemistry Analytical Edition, 18, 499-499.

Adisendjaja, Y dkk. (2014). Penuntun Kegiatan Laboratorium Biokimia. Bandung:


Universitas Pendidikan Indonesia.

Poedjiadi, A. (2009). Dasar-Dasar Biokimia Edisi Revisi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Setiawan, P. P. 2015. Isolasi dan Identifikasi Karbohidrat. Universitas Pendidikan Ganesha,

Fatoni, A. (2018). Isolasi Pati dari Tepung Ubi Jalar Ungu. Jurnal Ilmiah Bakti Farmasi,
3(2), 1-6.

Dasyanti, N. L. M. (2013). Metode Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Karbohidrat.


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Politeknik Kesehatan Denpasar: Denpasar, 22.
2. Lipid
1) Isolasi Lipid
Prinsip isolasi lipid adalah berdasarkan perbedaan kelarutan lipid dengan
senyawa lain yang ada di dalam sampel.
Cara Kerja Reaksi

Dipecahkan telur dan diambil Isolasi lipid didasarkan pada perbedaan


kuning telurnya. kelarutan antara lipid dengan senyawa lain
pada sampel.

Kuning telur diletakkan di dalam gelas Diperoleh hasil pengamatan:


piala 400 mL dan ditambahkan 50 mL 1. Kuning telur + etanol = Terbentuk
etanol dan 25 mL eter endapan non lipid
2. Kuning telur + eter = Filtrat lipid
berwarna kuning
Campuran diaduk dan didiamkan 3. Filtrat diuapkan = Terbentuk
10 menit. endapan lesitin berwarna oranye
dan filtrat kolesterol berwarna
bening agak kuning
4. Filtrat dipanaskan + KOH = Terbentuk
Campuran disaring dengan kertas saring
endapan berupa sabun berwarna
yang telah dibasahkan dengan alkohol ke
kecoklatan dan filtrat kolesterol
dalam gelas piala kering.
berwarna coklat
5. Filtrat coklat diekstraksi = Terbentuk
endapan putih
Endapan pada kertas saring dibilas g
dengan 20 mL campuran alkohol-eter (2 :
1). Filtrat yang diperoleh ditampung.

Filtrat diuapkan di atas penangas air


menggunakan cawan penguap. Setelah
dingin, residu dilarutkan dalam 10 mL eter.

Struktur lesitin:
Ditambahkan 30 mL aseton
perlahan lalu diaduk.

Endapan dan filtrat dipisahkan dengan


proses penyaringan.

Diperoleh endapan berupa lesitin. Lesitin


disimpan untuk percobaan fosfolipid.
Filtrat diuapkan di atas penangas air.

Didinginkan dan ditambahkan 15 mL


larutan KOH 15% dalam alkohol. Reaksi Saponifikasi:
Campuran dipanaskan di atas penangas
air 30 menit.

Ditambahkan 50 mL eter.

Terbentuk endapan berupa sabun dimana


filtratnya mengandung kolesterol.
Keduanya dipisahkan dengan penyaringan.
Struktur kolesterol:

Filtratnya diuapkan di atas penangas air.

Endapan diekstraksi dengan 5 mL alkohol


sambil dipanaskan di atas penangas air.

Larutan alkohol dipipet dan dimasukkan


ke tabung sentrifuga.

Ekstraksi diulangi dengan 3 mL alkohol.

Larutan alkohol disentrifugasi selama 3


menit dan supernatannya dipindahkan
ke tabung sentrifuga lain.

Supernatan ditambahkan air sampai tidak


terbentuk endapan lagi dan didiamkan
selama 30 menit lalu sentrifugasi.

Larutan atasnya didekantasi dan endapan


nya direkristalisasi dalam alkohol panas.
Endapan didinginkan dan ditambahkan
beberapa tetes air guna penyempurnaan
kristalisasi.

Disentrifugasi dan kolesterol yang


diperoleh dipisahkan.

2) Tes Kualitatif Lipid


2. 1. Tes Kelarutan
Cara Kerja Reaksi

1 – 2 minyak diteteskan ke dalam 3 mL o Tes menunjukkan hasil +, jika:


air. Campuran dikocok dan diamati apa Terjadi pelarutan antara minyak dengan
yang terjadi. sampel pelarut.

o Tes menunjukkan hasil -, jika:


Campuran didiamkan beberapa saat Tidak terjadi pelarutan antara minyak
dan diamati kembali yang terjadi. dengan sampel pelarut.

Diperoleh:
Dilakukan hal yang sama dengan
menggunakan pelarut aseton,
kloroform, alkohol, dan eter.

Dilakukan hal yang sama pula untuk 5 mg


lecitin dan 5 mg kolesterol dalam pelarut-
pelarut tersebut.

2. 2. Tes Kelarutan
Umumnya lipid membentuk suatu emulsi apabila ke dalamnya ditambahkan
beberapa tetes air. Emulsi yang terbentuk mempunyai penampilan seperti susu
dan hal ini sangat sensitif untuk digunakan sebagai tes lemak.

Cara Kerja Reaksi


Dimasukkan masing-masing 3 mL air ke
Berdasarkan hasil pengamatan:
dalam 2 tabung reaksi.
o Air + minyak = tidak melarut
o Air + larutan lesitin dalam minyak
kelapa = terbentuk ememulsi
Ditambahkan 2 tetes minyak pada
tabung pertama.

Ditambahkan larutan lesitin dalam


minyak kelapa pada tabung yang lain.

Campuran pada tabung dikocok dan


diamati perubahan yang terjadi.

2. 3. Penyabunan
Apabila lemak atau minyak dipanaskan dengan penambahan alkali, maka akan
terbentuk garam asam lemak atau sabun dan gliserol. Proses ini dikenal dengan
saponifikasi.
Cara Kerja Reaksi
Reaksi penyabunan:
3 mL larutan KOH dalam alkohol
ditambahkan ke dalam tabung reaksi
yang berisi 2 tetes minyak.

Campuran dipanaskan di dalam


penangas air mendidih 1 menit.
Dari modul praktikum:

Ditambahkan HCl sedikit berlebih


setelah dingin.

Dipisahkan asam lemak bebas dengan


Berdasarkan data pengamatan: terbentuk 2
cara mengekstraksinya dengan kloroform lapisan.
atau eter. Lapisan atas: sabun
Lapisan bawah : kolesterol

2. 4. Tes Gliserol
Cara Kerja Reaksi

Ditambahkan kalium bisulfat anhidrida Terjadi dehidratasi membentuk akrolein yang


sebanyak 100 mg ke dalam tabung reaksi berbau khas, cenderung berbau tengik khas
yang berisi 1 – 2 tetes gliserol. lemak yang terbakar.
Campuran dipanaskan dan dicium bau
yang terbentuk.

2. 5. Tes fosfat dan fosfolipid


Fosfolipid jika direaksikan dengan amonium molibdat akan menghasilkan
kompleks amonium fosfomolibdat yang berwarna biru.
Cara Kerja Reaksi

Ditambahkan 1 mL air ke dalam tabung


reaksi yang berisi 10 tetes larutan lecitin.

Campuran dalam tabung reaksi dikocok


sampai homogen.

Ditambahkan 1 mL larutan amonium


molibdat 2,5% dalam asam sulfat 5 N.

Campuran dalam tabung reaksi dikocok.

Ditambahkan 5 tetes larutan asam


askorbat 5 %.

Diamati perubahan warna yang terjadi.

2. 6. Tes Liebermann-Burchard
Cara Kerja Reaksi
Akan timbul variasi warna dari merah ke biru
Ditambahkan 6 tetes asam asetat anhidrida dan hijau tergantung pada kondisi reaksinya.
dan 2 tetes asam sulfat pekat ke dalam
tabung reaksi yang berisi 10 mg kolesterol
dalam 2 mL kloroform.

Campuran dalam tabung reaksi dikocok


sampai homogen.
Campuran dibiarkan beberapa menit
dan diamati warna yang terbentuk.

2. 7. Tes Salkowski
Cara Kerja Reaksi

Ditambahkan 2 tetes asam sulfat pekat


ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 Terbentuk 2 lapisan yang terpisah.
mg kolesterol dalam 2 mL kloroform. o Lapisan atas berwarna kuning
o Lapisan bawah berwarna coklat

Campuran dalam tabung reaksi dikocok Uji menunjukkan hasil +, Ketika terbentuk
sampai homogen. cincin coklat.

Campuran dibiarkan beberapa menit dan


diamati warna yang terbentuk.

3) Penentuan Kuantitatif Lemak atau Minyak


3. 1. Penentuan Angka Asam
Angka asam adalah jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam
lemak bebas yang terdapat dalam 1 g lemak atau minyak.
Cara Kerja Reaksi

Dilarutkan 10 gram sampel dilarutkan


dalam 50 mL alkohol secara kuantitatif.

Ditambahkan indikator phenolphthalein.

Penentuan bilangan asam:


Campuran dititrasi dengan larutan
NaOH 0,1 N sampai timbul warna merah
jambu yang tidak hilang selama 30 detik. V(KOH) = Volume basa (mL)
M(KOH) = Konsentrasi basa (M)
Mr(KOH) = Massa molekul relatif basa
Dilakukan hal yang sama pada blanko. (gram/mol)
Dihitung angka asam sampel.

3. 2. Penentuan Angka Penyabunan


Angka penyabunan adalah jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam lemak yang berasal dari hidrolisis sempurna 1 g
minyak atau lemak. Angka penyabunan dapat menunjukkan keadaan
asam lemak dalam minyak atau lemak.

Cara Kerja Reaksi

Ditambahkan 25 mL larutan KOH 0,5 N


dalam alkohol ke dalam erlenmeyer
asah yang berisi 2 gram sampel.

Campuran dikocok sampai homogen.

Erlenmeyer asah dihubungkan


dengan kondensor.

Campuran direfluks hingga


mendidih selama setengah jam.

Setelah dingin, campuran dititrasi


dengan larutan HCl 0,5 N dan
phenolphthalein sebagai indikator.

Dilakukan hal yang sama pada blanko.

Dihitung angka penyabunan sampel.

3.3. Penentuan Angka Iodium


Angka iodium dapat menunjukkan indikasi seberapa banyak asam lemak tidak
jenuh yang terdapat dalam minyak atau lemak. Angka iodium adalah jumlah mg
iodium yang diserap oleh 1 g minyak atau lemak.
Cara Kerja Reaksi

Ditimbang 0,5 gram sampel dalam


erlenmeyer tertutup. Senyawa bereaksi dengan lemak melalui
reaksi adisi pada ikatan rangkap. Persamaan
reaksi:
Sampel dilarutkan dalam 10 mL kloroform.

Ditambahkan 10 mL larutan Hannus/Wijs


secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer. Rumus menghitung angka iodium:

Erlenmeyer didiamkan 30 menit


dan diletakkan di tempat gelap.

Ditambahkan 10 mL larutan KI 15 % lalu


dikocok.

Dinding erlenmeyer dan tutupnya


disemprot degan air yang telah
dididihkan.

Campuran dititrasi dengan larutan


natrium tiosulfat 0,1 N sampai larutan
berwarna kuning.

Ditambahkan dengan 1 mL larutan kanji.

Dilakukan titrasi kembali sampai warna


biru hilang.

Dilakukan hal yang sama pada blanko.

Dihitung angka iodium sampel.

3.4. Penentuan Angka Peroksida


Lipid mudah mengalami oksidasi sehingga menyebabkan tengik. Lipid bila
teroksidasi akan menghasilkan senyawa hidroperoksida.
Cara Kerja Reaksi
100 mgram sampel ditambahkan 0,5
mL larutan KI; 0,5 mL larutan AlCl3; dan
1 mL n-heksana.

Perhitungan bilangan peroksida:


Campuran diinkubasi pada 37°C
selama 5 menit.

Ditambahkan 15 mL larutan HCl 0,01 N


dan 0,5 mL larutan kanji.
Vp : volume penitar (ml)
Campuran dikocok menggunakan Vb: volume blanko (ml)
corong pisah.
Np: normalitas penitar (N)

Bst On: 8
Lapisan bawah dipisahkan dan
absorbansinya pada  = 560 nm dibaca. Bilangan peroksida: mg O2 dalam 100 gram
minyak

Dilakukan kalibrasi larutan standar KIO3.

Diukur absorbansinya pada  = 560 nm.

Berdasarkan SNI No.01 ̵ 3241 ̵ 1995


Bilangan Peroksida maksimal 1 mg O2 /
100 gram minyak.

3.5 Penentuan Bilangan TBA (Asam Tiobarbiturat)


Untuk mengetahui banyaknya aldehida dapat digunakan metode TBA.
Cara Kerja Reaksi
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh
Ditimbang 0,2 g minyak dan 1 mL kompleks berwarna merah.
heksana. Campuran dikocok.
0,5 mL campuran dipipet. Ditambahkan 4
mL larutan TCA 20% dan 2 mL larutan asam
tiobarbiturat 0,67%.

Ditambahkan 1 mL kloroform. Dikocok dan


dipisahkan dengan corong pisah.

Diukur absorbansi larutan yang berwarna


merah jernih pada  = 531,5 nm.

b. Ringkasan Pembahasan
1) Isolasi Lipid
Isolasi lipid didasarkan pada perbedaan kelarutan lipid dengan senyawa lain yang
berada di dalam sampel. Dalam prosesnya, campuran lipid akan dipisahkan
berdasarkan aspek perbedaan kelarutan dalam berbagai pelarut organik. Sampel yang
digunakan berupa kuning telur, kemudian dilakukan siolasi untuk memperoleh lesitin
dan kolesterol. Pertama-tama, kuning telur ditambahkan etanol dan eter untuk
memisahkan lipid dengan senyawa nonlipid yang terkandung di dalam kuning telur.
Karena perbedaan kelarutan, lipid akan melarut di dalam pelarut eter dan nonlipid akan
melarut dalam pelarut etanol. Penggunaan eter dan etanol sebagai pelarut
mengharuskan kita melakukan setiap tahapan dikerjakan di lemari asam karena etanol
dan eter bersifat mudah menguap. Dipilihnya kuning telur sebagai sampel dalam
pengujian isolasi lipid adalah karena di dalam kuning telur, terkandung senyawa lipid,
nonlipid, protein, dan karbohidrat, sehingga pengujiannya dapat berlangsung luas.
Setelah itu, campuran disaring dengan kertas saring. Filtrat dan endapan akan
memisah. Filrat ditampung dan endapan dibilas dengan campuran etanol dan eter
dengan perbandingan 2:1. Pencucian ini ditujukan untuk menghilangkan pengotor yang
masih terkandung di dalam endapan, sehingga diharpakan diperoleh endapan yang
murni. Kemudian, filtrat diuapkan di dalam penangas air dan dikerjakan di lemari asam
untuk menghasilkan filtrat yang lebih murni dengan menguapkan eter. Setelah dingin,
ditambahkan aseton yang ditujukan untuk memisahkan senyawa polar-nonpolar serta
mengurangi kelarutan lipid terhadap pelarut dan diperoleh endapan berupa lesitin.
Selanjutnya, filtrat ditambahkan larutan KOH 15% dalam alkohol, sehingga
kemampuan melarutnya lipid meningkat kemudian berlangsung reaksi saponifikasi.
Dalam reaksi saponifikasi, hanya trigliserida yang akan mengalami proses ini. setelah
mengendap, terbentuk sabun (lipid tersabunkan). Setelah disaring, filtrat diketahui
mengandung kolesterol. Filtrat ini diuapkan dan ditambahkan alkohol untuk ekstraksi
endapan. Terbentuklah 2 fasa setelah dilakukan ekstraksi, lapisan atas diisi oleh alkohol
dan lapisan bawah diisi oleh kolesterol. Maka, lipid yang terkandung dalam kuning
telur dapat dipisahkan (diisolasi) dengan prinsip dasar perbedaan kelarutan (kepolaran).

2) Tes Kualitatif Lipid


2.1. Tes Kelarutan
Salah satu uji kualitatif dalam mengetahui keberadaan lipid dalam suatu sampel
adalah dengan menggunakan tes kelarutan. Tes ini didasarkan pada perbedaan
kelarutan, dalam hal ini kepolaran antara pelarut dan sampel yang akan dilarutkan di
dalam pelarut. Dalam pengamatannya, minyak yang diteteskan ke dalam air tidak akan
melarut satu sama (membentuk lapisan yang saling memisah) lain karena terdapat
perbedaan kepolaran antara 2 pelarut, dimana minyak bersifat nonpolar dan air bersifat
polar. Kemudian, diamati kelarutan pada sampel lesitin dan minyak terhadap pelarut
air, aseton, kloroform, eter, dan alkohol. Hasil menunjukkan bahwa minyak akan
melarut pada pelarut kloroform, eter, dan aseton karena terdapat persamaan sifat
kepolaran. Sementara lesitin yang memiliki struktur polar dan nonpolar cenderung
melarut pada eter dan dan kloroform dimana keduanya merupakan pelarut nonpolar.

2.2. Emulsi
Emulsi adalah campuran dua cairan yang biasanya tidak saling melarut atau tidak
saling bergabung. Beberapa zat yang berperan sebagai pengemulsi harus ditambahkan
agar kedua larutan dapat melarut secara stabil dan seragam. Pada tes uji kualitatif
dengan metode pembentukkan emulsi ini, digunakan sampel minyak dan lesitin yang
berupa fosfolipid dan memiliki bagian polar (kepala) serta nonpolar (ekor) dimana
lesitin dapat berperan sebagai emulsifier. Dalam pengamatannya, satu tabung reaksi
berisi minyak dan tabung lainnya berisi lesitin, keduanya ditambahkan air untuk
mengidentifikasi adanya lipid. Diketahui bahwa terhadap pelarut air, minyak tidak akan
melarut, melainkan membentuk 2 lapisan berbeda dimana lapisan atas diisi oleh
minyak dan lapisan bawah diisi dengan air. Hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan kelarutan dan massa jenis dari kedua material. Pada pengamatan lainnya,
ditunjukkan bahwa terhadap air, lesitin yang ditambahkan akan membentuk emulsi
karena salah satu cairan pada sistem 2 fasa terdispersi dalam cairan lainnya.

2.3. Penyabunan
Reaksi penyabunan, dikenal juga sebagai reaksi saponifikasi merupakan reaksi
hidrolisis minyak dengan menggunakan basa kuat (umumnya digunakan NaOH atau
KOH) sehingga diperoleh gliserol dan sabun. Di dalam kimia, sabun merupakan garam
dari asam lemak. Minyak disusun atas komponen utama berupa trigliserida dan dengan
adanya KOH di dalam alkohol, minyak akan mengalami hidrolisis membentuk
garamnya, yakni R-COOK dan gliserol sebagai produk sampingan. Pada reaksi
saponifikasi, ditambahkan HCl untuk mengubah K+ pada R-COOK menjadi R-COOH,
dimana H pada R-COOH diperoleh dari HCl. Sabun kemudian menjadi bersifat lebih
polar dalam bentuk asam lemak bebasnya, kemudian dilakukan ekstraksi dengan
CHCl3 atau eter, sehingga terbentuklah 2 lapisan, dimana asam lemak dan campuran
terpisah. Asam lemak bebas berada di lapisan CHCl3 dan ketika ditambah NaCl
berlebih, sabun mengendap akibat dari feel salting out dari NaCl.
Reaksi penyabunan:

2.4. Tes Gliserol


Tes gliserol dapat dilakukan untuk gliserol murni maupun senyawa yang masih
mengandung gliserol, seperti trigliserida atau fosfolipid. Pada prosesnya, bila lecitin
atau gliserol dilakukan pemanasan dan ditambahkan kalium bisulfit, akan terjadi reaksi
dehidratasi membentuk acrolein dengan bau khas lipid yang dipanaskan. Uji gliserol,
dikenal juga sebagai uji akrolein dengan bantuan kalium bisulfide anhidrida yang
merupakan zat padat dan bersifat dapat menarik molekul air dalam suatu senyawa. Pada
tes gliserol, tidak digunakan penangan air, melainkan pemanasan langsung dengan
lampu spirtus agar mengahilkan panas yang maksimal. Kemudian, setelah dipanaskan,
keluar uap atau bau akrolein. Hal ini menandakan bahwa dalam sampel terdkandung
minyak atau lipid.

2.5. Tes Fosfat dan Fosfolipid


Uji fosfat dan fosfolipid ini ditujukan untuk mengidentifikasi adanya fosfat dan
fosfolipid dalam suatu sampel. Pertama-tama, lecitin pada tabung reaksi ditambahkan
air dan dikocok agar homogen. Kemudian, ditambahkan larutan ammonium molibdat
dalam asam sulfat, serta ditambahkan asam askorbat ke dalamnya. Dalam proses ini,
asam askorbat digunakan sebagai pereduksi. Hasilnya, kompleks ammonium
fosfomolibdat berwarna biru dihasilkan ketika ammonium molibdat direaksikan
dengan fosfolipid.

2.6. Tes Liebermann Burchnard


Uji Liebermann merupakan salah satu metode dalam uji kualitatif lipid untuk
menguji senyawa sterol, termasuk di dalamnya kolesterol. Uji ini dilakukan dengan
mereaksikan kolesterol di dalam kloroform, yang telah homogen karena dilakukan
pengocokan, dengan asetat anhidrida dan asam sulfat pekat dan membentuk warna
merah-hijau-kebiruan. Jika terbentuk larutan dengan rentang warna hijau-kebiruan, hal
tersebut menandakan bahwa kolesterol terkandung dalam suatu sampel yang diuji
(hasilnya +). Menurut Maulia tahun 2013, reaksi pembentukan warn aini diawali
dengan protonasi gugus hidroksi di dalam kolesterol, sehingga air lepas dan
menghasilkan ion karbonim 3,5 kolestadiena. Kemudian, dilakukan oksidasi oleh ion
sulfit, sehingga memperoleh senyawa kromofro asam kolestaheksana sulfonate.

2.7. Tes Salkowski


Uji Salkowski merupakan salah satu metode dalam uji kualitatif lipid untuk
menguji senyawa sterol, termasuk di dalamnya kolesterol. Tes ini hampir mirip dengan
tes Liebermann Burchnard, yang membedakan adalah pada tes Salkowski, asetat
anhidrida tidak ditambahkan dalam reaksi. Dalam prosesnya, kolekterol direaskikan
dengan kloroform, sehingga melarut dan ditambahkan asam sulfat yang berperan
sebagai pemutus ikatan ester dengan lipid. Hasil menunjukkan (+) ketika terbentuk 2
lapisan terpisah dimana kolesterol dalam pelarut kloroform berada di bagian atas,
mengalami perbubahan warna yakni menjadi berwarna kemerahan. Hal tersebut
menandakan bahwa kolesterol benar terkandung di dalam sampel.

3) Penentuan Kuantitatif Lemak atau Minyak


3.1. Penentuan Angka Asam
Penentuan angka asam ditujukan untuk menentukan banyaknya asam lemak bebas
yang terkandung di dalam sampel minyak. Di skala industry, hal ini berguna untuk
menentukan kualitas minyak. Kandungan asam lemak bebas dalam minyak dapat
menunjukkan umur simpan dan kualitas minyak suatu minyak. Besarnya asam lemak
bebas dalam suatu minyak ditunjukkan dengan nilai angka asam, yakni jumlah mg
KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1
gram lemak atau minyak. Menurut Winarno tahun 2004, nilai asam yang tinggi
menunjukkan kandungan asam lemak bebas dalam minyak tersebut tinggi dan hal ini
menurunkan kualitas minyak tersebut.
Minyak seharusnya berada dalam trigliserol atau trigliserida, sehingga
seharusnya asam lemak terikat pada gliserol, tetapi karena efek penyimpanan yang
lama, terdapat asam lemak yang sudah terlepas duluan dari gliserol. Hal inilah yang
ditentukan pada angka asam.
Dalam prosesnya, pertama-tama sampel dilarutkan dalam alkohol dan
ditambahkan indicator PP. selanjutnya, campuran dititrasi dengan NaOH hingga
membentuk warna merah jambu yang tetap muncul selama 30 detik. Titik akhir pada
percobaan menunjukkan warna merah muda. Ketika digunakan NaOH dalam jumlah
yang banyak untuk titrasi, asam lemak bebaspun bertambah dan hal ini menurunkan
kualitas suatu minyak. Kisaran minyak dengan kualitas yang baik di industri telah
diatur dalam SNI.

3.2. Penentuan Angka Penyabunan


Angka penyabunan merupakan jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan (menyabunkan) asam lemak (baik yang dalam bentuk bebas, maupun yang
terikat sebagai triasilgliserol) yang berasal dari hidrolisis sempurna 1 gram minyak atau
lemak. Perolehan angka penyabunan dalam suatu minyak beradasarkan KOH
direaksikan dengan minyak tersebut. Digunakannya KOH dalam alkohol, yakni untuk
mempermudah reaksi karena KOH dalam alkohol akan berkontak terus menerus, lain
halnya dengan KOH di dalam air. KOH juga dapat melarutkan minyak sekaligus
alkohol. Pada prosesnya, dilakukan beserta pemanasan untuk menghidrolisis asam
lemaknya, sehingga seluruh KOH akan membentuk sabun. Dari sabun yang
sebelumnya masih terikat pada gliserol akan terhidrolisis menjadi sabunnya. Adapun
KOH sisa yang tidak membentuk sabun dititrasi balik dengan HCl dan indicator PP.
Banyaknya HCl yang digunakan untuk titrasi menggambarkan KOH yang tersisa.
Angka penyabunan juga kerap kali digunakan untuk menentukan berat molekul
dari suatu minyak dan dijadikan pembanding antara asam lemak satu dengan yang lain.

3.3. Penentuan Angka Iodium


Uji kuantitatif penentuan angka iodium ditujukan untuk memperkirakan
banyaknya ikatan rangkap pada suatu lemak/minyak. Prinsip reaksi yang terjadi pada
proses ini merupakan reaksi adisi, dimana ikatan rangkap akan teradisi oleh iodium.
Angka iodium merupakan jumlah mgram iodium yang diserap oleh 1 gram
minyak/lemak. Jika suatu minyak mempunyai banyak ikatan rangkap, iodium akan
diserap oleh minyak lebih banyak.
Pada percobaannya, didasarkan pada reaksi redoks. Pertama-tama sampel dengan
erlenmeyer tertutup dilarutkan dalam kloroform. Erlenmeyer ditutup karena I2 bersifat
mudah menguap. Selanjutnya, ditambahkan larutan wijs dan didiamkan di tempat
gelap, hal ini untuk menghindari campuran teroksidasi terlebih dahulu. Kemudian,
dinding dan tutup Erlenmeyer disemprot oleh air untuk melarutkan I2 yang terbentuk
yang mungkin menempel pada dinding Erlenmeyer. Campuran selanjutnya dititrasi
dengan natrium tiosulfat, reaksi ini berprinsip pada reaksi redoks. Kemudian, larutan
kanji yang berperan sebagai indicator ditambahkan dan dititrasi kembali hingga warna
biru hilang. Larutan kanji menyerap iodium yang tersisa yang tidak diserap
minyak/lemak yang diuji (iodium tidak mengalami reaksi adisi).
Angka iodium dapat digunakan juga untuk memprediksi suatu minyak dapat tahan
atau tidak terhadap oksidasi. Jika angka idoium suatu minyak tinggi, artinya minyak
tersebut mempunyai ikatan rangkap yang semakin banyak di asam lemak penyusunnya,
sehingga minyak tersebut akan lebih rentan terhadap oksidasi. Minyak seperti ini tidak
baik jika digunakan untuk digunakan sebagai bahan untuk menggoreng pada suhu
tinggi dengan waktu yang lama.
3.4. Penentuan Angka Peroksida
Lipid rentan terhadap reaksi oksidasi dan menghasilkan senyawa hidroperoksida.
Banyaknya lipid yang telah teroksidasi tersebut dapat ditentukan dengan angka
peroksida. Dalam prosesnya, reaksi berlangsung pada pelarut nonpolar (n-heksana)
atau minyak yang larut dalam pelarut nonpolar. Campuran diinkubasi pada 37⁰C agar
lemak teroksidasi. Ketika angka peroksida telah ditentukan dan menunjukkan angka
yang tinggi, artinya minyak tersebut sudah teroksidasi cukup banyak dan menurunkan
kualitas minyaknya.

3.5. Penentuan Bilangan TBA


Uji kuantitatif lipid dengan penentuan bilangan TPA, yakni penentuan oksidasi
lipid/minyak yang sudah mengalami pemutusan rantai asam lemak, sehingga
membentuk aldehida. Uji ini ditujukan untuk menentukan banyaknya aldehida tersebut.
Penentuan nilai TBA dapat diaplikasikan untuk mengukur warna merah muda yang
dihasilkan oleh pereaksi TBA dan malondialdehida sebagai standar. Warna merah
muda diketahui merupakan salah satu hasil kondensasi antara dua molekul TBA dan
satu molekul dialdehida malat. Malondialdehida adalah produk oksidasi lain yang
berasal dari aldehida tidak lengkap yang merupakan hasil penguraian hidroperoksida.
Jika bilangan TBA tergolong tinggi pada suatu minyak, kualitas minyak menurun.
Hal ini ditandakan dengan bau tengik. Bilangan TBA dinyatakan dalam mgram
malonaldehid per kg sampel.

c. Daftar Pustaka
Tim KBI Biokimia. (2015). Diktat Penuntun Praktikum Biokimia. Depok: Departemen
Kimia FMIPA UI.

Poedjiadi, Anna dan Supriyanti, F.M. Titin. (2009). Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).

Christie, W.W. (1982). Lipid Analysis. Pergamon Press, New York.

Ketaren, S., (1986), Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan, UI-Press, Jakarta.

Winarno, F. G., (2002), Kimia Pangan dan Gizi, P.T. Gramedia Utama, Jakarta.

Sopianti, D.S, Herlina, Saputra, H.T. 2017. Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada
Minyak Goreng. Jurnal Katalisator. Volume 2 No 2.

Suroso, A.S. (2013). Kualitas Minyak Goreng Habis Pakai Ditinjau dari Bilangan
Peroksida, Bilangan Asam dan Kadar Air.

Winarno, F.G. (2004). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama.

Ketaren, S. (1986). Minyak dan Lemak Pangan, Penerbit Universitas Indonesia (UI Press),
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai