Anda di halaman 1dari 6

ANALISIS KARBOHIDRAT SECARA KUALITATIF DAN

KUANTITATIF
1. ANALISIS KUALITATIF
A. Reaksi warna
 Uji Molisch
Dilakukan pada aldosa maupun ketosa. Uji dilakukan dengan cara
menambahkan karbohidrat dengan H2SO4 melalui dinding sedikit demi
sedikit. H2SO4 menyerap air lalu terbentuk furfural. Selanjutnya, dikopling
dengan α-naftol sehingga terbentuk warna ungu yang disebabkan oleh ikatan
konjugasi yang bertambah panjang.1
 Uji Seliwanoff
Uji ini akan positif pada ketosa namun negative pada aldosa.
Pereaksi Seliwanoff dibuat dari resorsinol, HCl pekat atau asam sulfat pekat
yang diencerkan dengan aquades. Uji dilakukan dengan menambah 1 ml
larutan yang akan diuji ke dalam 5 ml pereaksi, lalu menempatkannya pada
air mendidih selama 10 menit. Adanya ketosa ditunjukkan dengan
terlihatnya warna merah.1
 Uji Antron
Uji dilakukan dengan menambahkan 0,2 ml larutan sampel dengan
larutan antron. Adanya karbohidrat dilihat dari warna hijau atau warna hijau
kebiruan pada hasil uji. Uji antron sangat sensitive dan akan memberi hasil
positif apabila kertas saring mengandung selulosa.1
 Uji Benedict
Pada gula pereduksi seperti fruktosa dan glukosa hasil uji akan
positif. Uji dilakukan dengan menambahkan gula pereduksi dengan
campuran CuSO4, Na sitrat, dan Na2CO3 lalu memanaskannya. Setelah itu
terbentuk warna merah coklat dari endapan kupro oksida. Uji Benedict
terjadi pada suasana basa karena suasana tersebut yang membuat gula dapat
mereduksi.1
 Uji Fehling
Uji dilakukan dengan menambah campuran CuSO4 pada gula
pereduksi dalam suasana basa dan menambah chelating agent kalium-
natrium tartrat, dan dipanaskan sehingga terbentuk endapan kupro oksida
warna merah coklat.1
 Uji Iodium
Menambahkan HCl agar larutan sampel menjadi asam. Larutan
iodium dibuat pada larutan kalium iodide. Menambahkan beberapa tetes
larutan iodium dan 1 tetes larutan sampel. Adanya amilosa jika timbul warna
biru kehitaman, adanya amilopektin apabila timbul warna merah lembayung.
Timbul warna merah coklat penanda adanya dekstran dan glikogen.1
B. Uji Pembentukan Osazon
Dilakukan dengan menambah larutan fenillhidrazin pada larutan
aldose/ketosa dan dipanaskan sehingga membentuk osazon yaitu kristal warna
kuning. Menambahkan 2-fenilhidrazin pada larutan dekstrosa sehingga
menghasilkan dekstrosazon, 2H2O, dan CO2. Bentuk Kristal dapat diamati
dengan mikroskop dan uji ini cukup murah.1
C. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Dilakukan dengan membandingkan nilai Rf baku karbohidrat dengan Rf
sampel. Apabila pada sampel terdapat karbohidrat, maka nilai Rf baku dan
sampel sama. Agar mendapat hasil yang lebih meyakinkan, maka seharusnya
dilakukan bersama dengan kromatografi. Karbohidrat menyerap sinar ultraviolet
sangat rendah sehingga perlu dilakukan derivatisasi agar visualisasi dan deteksi
karbohidrat memuaskan. Visualisasi dapat dilakukan dengan derivatisasi
sebelum kromatografi, derivatisasi setelah kromatografi, visualisasi dengan
suhu, dan dengan uap iodium.1
D. Kromatografi Gas
Dilakukan pada senyawa yang mudah menguap. Cara ujinya dengan
membandingkan waktu retensi sampel dengan waktu retensi baku karbohidrat.
Dikatakan terdapat karbohidrat pada sampel apabila nilai waktu retensi baku dan
sampel sama. Agar hasilnya lebih meyakinkan, maka perlu dilakukan spiking
dengan penambahan sampel dengan kandungan karbohidrat tertentu yang
diselidiki dengan karbohidrat baku pada kromatografi yang sama.1
E. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
Prinsip kerjanya identik dengan kromatografi gas, yaitu membandingkan
waktu retensi sampel dengan nilai baku karbohidrat. Kromatografi juga dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif.
2. ANALISIS KUANTITATIF
A. Metode Fisika
Metode yang sering digunakan adalah polarimetri dan telah dibuat berbagai
modifikasi sehingga dapat menunjukkan kadar gula secara langsung yang
disebut dengan sakarimeter. Pada alat polarimeter 1º skala setara dengan
0,3462ºsudut.
Satu molekul sukrosa dengan enzim invertase tau asam diubah menjadi satu
molekul levulosa dan satu molekul dekstrosa. Rotasi optic dari campuran yang
mengandung sukrosa diukur sebelum dan sesudah inversi. Perubahan rotasi
yang diukur setara dengan jumlah sukrosa.
Proses inversi pada gula invert dapat dilakukan dengan menggunakan asam
atau dengan cara enzimatis. Inversi dengan enzim invertase pada sukrosa akan
lebih spesifik karena tidak terdapat gangguan aktivitas optic dari senyawa
lainnya keuali rafinosa. Asam klorida dapat merusak levulosa.1
B. Metode Luff-Schoorl
Digunakan untuk menentukan kandungan glukosa pada bahan yang akan
diujikan (misalnya buah) yang didasari oleh reaksi titrasi iodometri dari
kelebihan Cu.2 Sukrosa tidak bereaksi dengan ion tembaga(II) komplek, tetapi
glukosa dan fruktosa mampu bereaksi dengan pereaksi Luff-Schoorl karena
adalnya gugus aldehida pada glukosa dan alfa hidroksi keton pada fruktosa.
Prosedurnya yaitu mempersiapkan sampel, menetapkan kadar gula seebelum
inversi, menetapkan kadar gula setelah inversi, dan perhitungan kadar sukrosa.1
C. Metode Dinitroalisilat (DNS)
Digunakan untuk menghitung gula pereduksi menggunakan teknik
kolorimetri. Hanya bias digunakan untuk mendeteksi satu gula pereduksi,
contohnya glukosa. Hal ini disebabkan karena gugus aldehida pada glukosa
akan dioksidasi oleh asam 3,5 dinitrosalisilat menjadi gugus karboksil.2
D. Metode Asam Fenol Sulfat
Metode ini dapat digunakan untuk pengukuran dua molekul gula pereduksi.
Metode ini disebut juga dengan metode total sugar (TS) yang dapat digunakan
untuk mengukur total gula.2
E. Metode Refraktometri
Dilakukan dengan menggunakan alat refractometer yang memanfaatkan
sinar refraksi dari sampel pangan, biasanya yang menggunakan metode ini
adalah analisis gula. Refractometer ada dua jenis yaitu Refraktometer Abbe
(membutuhkan beberapa tetes sampel) dan Refraktometer Celup (membutuhkan
sampel dengan jumlah banyak). Pada metode ini, kondisi sampel harus
dipreparasi dengan baik terlebih dahulu sudah memisahkan gula atau
karbohidrat dari komponen pangan lainnya. Metode ini bekerja melalui indeks
bias larutan gula yang dipengaruhi konsentrasi larutan gula.3
F. Metode Lane Eynon
Digunakan untuk menentukan kandungan gula pereduksi yang terdapat pada
sampel cair atau padat. Penetapan gula pereduksi dilakukan dengan titrasi secara
volumetric. Dilakukan untuk menganalisis laktosa, glukosa, fruktosa, dan
maltose. Prinsip metode ini yaitu gula pereduksi pada sampel akan mereduksi
Cu2+ menjadi Cu+ . Gula pereduksi akan berubah menjadi gula teroksidasi. Titik
akhir titrasi ditunjukkan dengan metilen biru yang warnanya akan hilang karena
kadar gula pereduksi diatas kadar yang dibutuhkan untuk mereduksi semua
tembaga.3
G. Metode Enzimatis
Bertujuan untuk menentukan gula tertentu pada suaru campuran dari
macam-macam gula. Metode ini menggunakan enzim yang akan bekerja
spesifik terhadap karbohidrat yang akan diuji. Misalnya, enzim glukosa oksidase
dan heksokinase.1
3. ANALISIS DAYA CERNA PATI SECARA IN VITRO
Prinsip analisis daya cerna patti secara in vitro adalah analisis dengan
mereaksikan sampel dengan enzim α-amilase yang akan menghidrolisis pati. Daya
cerna pati sampel akan dihitung sebagai persentase terhadap pati murni. Daya cerna
pati dapat dijadikansebagai parameter awal keberadaan pati resisten. Semakin tinggi
daya cerna pati, semakin tinggi juga pati yang diubah menjadi glukosa, sehingga
kemampuan pati untuk menaikkan glukosa darah juga semakin tinggi. Semakin
rendah daya cerna pati, pati resisten dalam sampel akan semakin tinggi dan relatif
tersuspensi lebih sempurna di dalam air dan lebih homogen.4
4. INDEKS GLIKEMIK (IG) DAN BEBAN GLIKEMIK (BG)
Indeks glikemik merupakan salah satu cara untuk mengontrol kadar gula
darah dengan pengaturan makan atau diet melalui pemilihan jumlah dan jenis
karbohidrat yang tepat. Bahan pangan dengan IG rendah akan menaikkan kadar gula
darah dengan lambat, sedangkan bahan pangan dengan IG tinggi akan menaikkan
kadar gula darah secara cepat. Indeks glikemik dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah kadar serat, daya cerna pati,perbandingan amilosa dan
amilopektin, kadar protein dan lemak, kandungan monosakarida, zat anti gizi
pangan, serta cara pengolahan. IG dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pangan IG
tinggi (>70), IG sedang (55-70), dan IG rendah (<55).5
Beban glikemik (BG) memiliki cerminan lebih dalam merespon glukosa
secara keseluruhan. Beban glikemik dapat menilai dampak konsumsi karbohidrat
yang mengandung indeks glikemik sehingga akan memberi gambaran yang lebih
lengkap disbanding hanya dengan informasi indeks glikemik. Beban glikemik
memberi informasi yang lebih lengkap mengenai pengaruh konsumsi bahan pangan
actual terhadap peningkatan kadar gula darah. Jika pada indeks glikemik, informasi
yang diperoleh hanya menggambarkan tentang kecepatan perubahan karbohidrat
menjadi gula darah, tetapi tidak ada gambaran seberapa banyak karbohidrat yang
terdapat pada bahan pangan tersebut. Beban glikemik dikategorikan menjadi tiga,
yaitu BG tinggi (≥20), BG sedang (11-19), dan BG rendah (≤10).5

DAFTAR PUSTAKA
1. Rohman, Abdul dan Sumantri. Analisis Makanan.[e-book]. UGM Press. 2018.
2. Hasanah, Izdatul. Studi Komparasi Kandungan Karbohidrat Tepung Biji
Mangga Manalagi dan Arumanis sebagai Alternatif Sumber Karbohidrat pada
Pembuatan Jenang Pelok. [skripsi]. Institut Agama Islam Negeri Walisongo
Semarang. 2014.
3. Atma, Yoni. Prinsip Analisis Komponen Pangan Makro & Mikro Nutrien. [e-
book]. Yogyakarta : Deepublish. 2018.
4. Ulfa, Maria. Efek Modifikasi Autoclaving-Cooling Pati Singkong (Manihot
esculenta Crantz) terhadap Indeks Homa-IR dan Homa-B Tikus Model
Diabetes. [skripsi]. Universitas Jember. 2017.
5. Istiqomah, Annisa dan Ninik Rustanti. Indeks Glikemik, Beban Glikemik,
Kadar Protein, Serat, dan Tingkat Kesukaan Kue Kering Tepung Garut dengan
Substitusi Tepung Kacang Merah. Journal of Nutrition College. 2015; 4(2): 620-
627.

Anda mungkin juga menyukai