Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH PENGEMBANGAN KURIKULUM SD

POLA ORGANISASI TEMATIK INTEGRATIF

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Pengembangan Kurikulum SD
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Anik Ghufron, M.Pd.

Disusun Oleh:

Isralinia Vercidyar Rizka 17712251005

PENDIDIKAN DASAR – S2
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan Makalah .................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Tematik Integratif....................................... 3
B. Landasan Pembelajaran Tematik Integratif......................................... 4
C. Karakteristik Model Pembelajaran Tematik........................................ 5
D. Prinsip Pembelajaran Tematik Integratif............................................. 6
E. Model Pembelajaran TematikIntegratif............................................... 7
F. Implikasi Model Pembelajaran Tematik............................................. 11
G. Pola Organisasi Tematik Integratif...................................................... 13
H. Kelebihan dan Kelemahan Tematik Integratif.................................... 17
BAB III SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
.............................................................................................................
19
B. Saran
.............................................................................................................
20
DAFTAR PUSTAKA
..............................................................................................................................
21

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang
mendasar. Perubahan pendidikan dapat dilihat dari perubahan masyarakat
terhadap pandangan tentang pendidikan, perubahan sosial dan pertumbuhan
manusia. Perubahan-perubahan ini yang mendasari lahirmya kurikulum 2013
sebagai kurikulum yang menyempurnakan kurikulum KTSP dan diharapkan
mampu menjawab tantangan-tantangan yang ada di masa depan. Kurikulum 2013
menekankan terhadap proses pembelajaran yang diterapkan guru sebagai upaya
peningkatan kualitas pendidikan. Guru sebagai ujung tombak dari sebuah
keberhasilan proses pendidikan, pembelajaran yang dilakukan perlu mengajak
peserta didik untuk bersedia melakukan proses belajar tanpa adanya paksaan dan
tekanan.
Penerapan pembelajaran tematik integratif merupakan salah satu kebijakan
yang akan diterapkan secara menyeluruh baik di sekolah dasar maupun sekolah
menengah. Kebijakan tersebut, dilandasi pada permasalahan konsep pembelajaran
yang terlalu menekankan aspek kognitif dan kurang memperhatikan kebutuhan
dan pengembangan potensi peserta didik, serta cenderung bersifat sangat teoritik.
Akhirnya, proses pembelajaran yang terjadi hanya sebatas pada penyampaian
informasi saja (transfer of knowledge), kurang terkait dengan aspek lingkungan
sehingga peserta didik tidak mampu memanfaatkan konsep keilmuan dalam
proses pemecahan masalah kehidupan yang dialami peserta didik sehari-hari.
Untuk itu, pembaharuan dalam proses pembelajaran di SD sudah menjadi suatu
keharusan dengan memberikan tuntutan kepada guru-guru yang mengajar di SD
agar menerapkan pembelajaran tematik integratif.
Pembelajaran tematik peserta didik tidak lagi belajar dengan mata pelajaran
yang terpisah-pisah, namun berdasarkan tema yang merupakan gabungan dari
beberapa mata pelajaran yang relevan dan sesuai dengan kompetensi yang akan
diajarkan. Guru dalam pembelajarannya dituntut untuk memiliki pengetahuan
yang luas, karena dalam penerapannya buku yang berasal dari pemerintah harus

1
disesuaikan dengan kondisi dari sekolahan itu berada. Buku dari pemerintah
dijadikan sebagai pedoman atau bahan referensi dalam proses pembelajaran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut.
1. Apa pengertian pembelajaran tematik integratif?
2. Apa saja landasan dari pembelajaran tematik integratif?
3. Bagaimana karakteristik model pembelajaran tematik?
4. Bagaimana prinsip pembelajaran tematik integratif?
5. Bagaimana model-model pembelajaran tematik integratif?
6. Bagaimana implikasi model pembelajaran tematik?
7. Bagaimana pola organisasi tematik intergratif?
8. Apa kelebihan dan kelemahan tematik integratif?

C. Tujuan Makalah
Tujuan yang diharapkan dari penyusunan makalah ini adalah mahapeserta
didik dapat memahami tentang pembelajaran tematik integratif, baik dari
karakteristik landasan, prinsip, model, implikasi, pola organisasi tematik integratif
dan kelebihan serta kelemahan tematik integratif. Sehingga dapat diterapkan dala
proses pembelajaran di sekolah. Serta makalah ini diharapkan mampu menjadi
referensi mengenai materi pembelajaran tematik integratif.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembelajaran Tematik Integratif


Tematik integratif merupakan salah satu yang dianjurkan dalam implikasi
kurikulum 2013 pada semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat Satuan Dasar
(SD/MI) sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA). Pembelajaran
tematik merupakan penyederhanaan dari pembelajaran kurikulum KTSP,
penyederhanaan ini dapat dilihat dari penyediaan buku. Kurikulum KTSP
pembelajaran tematiknya menggunakan buku terpisah-pisah pada mata pelajaran,
sementara pada pembelajaran tematik integratif kurikulum 2013 penyediaan buku
didasarkan pada tema yang terdiri dari beberapa subtema, guru tidak lagi
membuat tema yang akan menjadi tema saat proses pembelajaran.
Poerwati dan Amri (2013: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran
tematik integratif atau pembelajaran tematik terpadu adalah sebuah sistem dan
pendekatan pembelajaran yang melibatkan beberapa disiplin ilmu atau mata
pelajaran/ bidang studi untuk memberikan pengalaman yang bermakna luas
kepada peserta didik. Pembelajatan temati integratif bersifat memandu peserta
didik guna mencapai kemampuan berpikir tingat tinggi dengan mengoptimalkan
kecerdasan sehingga dapat mengembangkan potensi sikap, keterampilan dan
pengetahuan.
Sementara menurut Kemendikbud (2013: 193) menyatakan bahwa
pembelajaran tematik integratif menekankan pada tema sebagai pemersatu mata
pelajaran yang lebih diutamakan pada makna belajar dan keterkaitan berbagai
konsep mata pelajaran. Trianto (2011: 157) mengungkapkan bahwa penerapan
pembelajaran tematik di sekolah dasar sangat membantu, karena sesuai dengan
tingkat peserta didik yang masih melihat segala sesuatu secara menyeluruh atau
holostik. Guru perlu merencanakan dan mengemas pembelajaran tematik secara
menyenangkan agar peserta didik dapat tertarik pada pembelajaran sehingga
peroses pembelajaran semakin bermakna.
Pendapat lain mengenai tematik integratif juga dikemukakan oleh Hartono
(2013: 165-166) pembelajaran tematik adalah salah satu strategi pembelajaran

3
terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran satu
dan yang lainnya sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi peserta
didik.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, dapat ditarik kesimpulan
bahwa pembelajaran tematik integratif adalah pembelajaran yang
mengintegrasikan atau memdukan beberapa mata pelajaran atau bidang studi
menjadi sebuah tema yang diharapkan memberikan pengalaman yang bermakna
bagi peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran tematik peran
guru sebagai fasilitator bagi peserta didik untuk memudahkan peserta didik dalam
belajar. Jadi guru diharuskan untuk lebih kreatif dan inovatif dalam
mengembangkan pembelajaran yang ada, guru juga harus banyak menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar.
B. Landasan Pembelajaran Tematik
Penerapan pembelajaran tematik integratif tidak bisa dipisahkan dari tiga
landasan yaitu filosofis, psikologis dan yuridis. Menurut Yusrianti (2014: 50)
pembelajaran tematik - integratif dipengaruhi oleh tiga landasan yaitu landasan
filosofis, psikologis dan yuridis.
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis pembelajaran tematik integratif dipengaruhi oleh tiga
aliran filsafat yaitu progresivisme, konstruktivisme dan humanisme. Aliran
progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada
pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah
dan memperhatikan pengalaman peserta didik. Sedangkan konstruktivisme
melihat pengalaman langsung yang dialami peserta didik (direct experiences)
sebagai kunci dalam pembelajaran. Pengetahuan adalah hasil konstruksi atau
bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi
dengan objek, fenomena,pengalaman dan lingkungannya. Aliran selanjutnya
humanisme, peserta didik dilihat sebagai suatu objek yang memiliki keunikan
dan kekhasannya dengan segala potensi dan motivasi yang dimilikinya.
Peserta didik selain memiliki kesamaan juga memiliki perbedaan yang khas.
Oleh sebab itu, pembelajaran di kelas harus dapat menampung segala
perbedaan karakter dan kemampuan peserta didik.

4
2. Landasan Psikologis
Pembelajaran tematik integratif juga didasarkan pada landasan psikologis
yang melihat pada aspek perkembangan psikologis peserta didik dan
psikologi belajarnya. Perkembangan psikologi peserta didik diperlukan untuk
menentukan isi materi yang akan diberikan agar tingkat keluasan dan
kedalamannya sesuai dengan perkembangan peserta didik.
3. Landasan Yuridis
Pembelajaran tematik integratif berkaitan dengan kebijakan atau
peraturan yang menduung pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar.
Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak yang menyataan bahwa setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi dan tingkat
kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9).
C. Karakteristik Pembelajaran Tematik Integratif
Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, berdasarkan
Kemndikbud (2013: 193) pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. Berpusat pada anak
Pembelajaran tematik berpusat pada anak (student centered). Hal ini
sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan
peserta didik sebagai subjek belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan
sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan pada peserta
didik untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung pada anak
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung pada
peserta didik (direct experience). Dengan pengalaman langsung ini, peserta
didik dihadapkan pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk
memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisah antara mata pelajaran tidak begitu jelas

5
Pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak
begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema-tema
yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan peserta didik.
4. Menyajikkan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam satu proses
pembelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata
pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, peserta didik
dapat memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan
untuk membantu peserta didik dalam memecahkan masalah-masalah yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel atau luwes
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana guru dapat
mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang
lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan peserta didik dan keadaan
di mana sekolah dan peserta didik berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik
Peserta didik diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang
dimilikinnya sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Fokus pembelajaran tematik adalah ada hubungannya dengan antara
disiplin ilmu dalam berbagai tingkatan, ide-ide, keterampilan-keterampilan
dan sikap yang menjadikan peserta didik lebih mudah melihat pola-pola dan
hubungan tersebut.
D. Prinsip Pembelajaran Tematik Integratif
Pembelajaran tematik integratif dalam penerapannya terdapat prinsip-
prinsip yang perlu diperhatikan. Beberapa prinsip yang berkenaan dengan tematik
integratif sebagai berikut (Majid dalam Nurdin dan Adriantoni, 2016: 314):
1. Pembelajaran tematik integratif memiliki satu tema yang actual, dekat
dengan dunia peserta didik dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Tema
ini menjadi alat pemersatu materi yang beragam dari beberapa mata
pelajaran.

6
2. Pembelajaran tematik integratif perlu memilih materi beberapa mata
pelajaran yang mungkin saling terkait. Dengan demikian materi-materi
yang dipilih dapat mengungkapkan tema secara bermakna. Mungkin
terjadi, ada materi pengayaan horizontal dalam bentuk contoh aplikasi
yang tidak termuat dalam standar isi. Tetapi ingat, penyajian materi
pengayaan seperti ini perlu dibatasi dengan mengacu pada tujuan
pembelajaran.
3. Pembelajaran tematik integratif tidak boleh bertentangan dengan tujuan
kurikulum yang berlaku tetapi sebaliknya pembelajaran tematik integratif
harus mendukung pencapaian tujuan utuh kegiatan pembelajaran yang
termuat dalam kurikulum.
4. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema selalu
mempertimbangkan karakteristik peserta didik, seperti minat,
kemampuan, kebutuhan dan pengetahuan awal.
5. Materi pelajaran yang dipadukan tidak terlalu dipaksakan, artinya, materi
yang tidak mungkin dipadukan tidak perlu dipadukan.
E. Model-Model Pembelajaran Integratif
Berdasarkan pola pengintegrasian tema, menurut seorang ahli Robin
Fogarty (dalam Trianto, 2011: 110) terdapat sepuluh cara atau model dalam
merencanakan pembelajaran integratif. Kesepuluh cara atau model tersebut
adalah: a. The fragmented model (model tergambarkan), b. The connected model
(model terhubung), c. The nested model (model tersarang), d. The secuenced
model (model terurut), e. The shared model (model terbagi), f. The webbed model
(model terjaring), g. The threaded model (model tertali), h. The integrated model
(model terintegrasi/terpadu), i. The immersed model (model terbenam), dan, j. The
networked model (model jaringan).
Dari sepuluh model pembelajaran tersebut, berdasarkan sifat
keintegratifannya dapat dibedakan menjadi tiga yaitu (Nurdin dan Adrianto, 2016:
315)
1. Model dalam satu desain ilmu yang meliputi model connected
(keterhubungan) dan nested (terangkai).

7
2. Model antarbidang studi yang meliputi model sequenced (keteruntutan),
model shared (berbagi), model webbed (jarring laba-laba), model threaded
(bergalur) dan model integrated (keintegratifan).
3. Model lintas peserta didik yang meliputi model immersed dan model
network.
Ada dua pembelajaran integratif yang dipilih dan dikembangkan di
program pendidikan guru di sekolah khususnya di Indonesia, yaitu model
keterhubungan, model jaring laba-laba dan model keintegratifan.
1. Model keterhubungan (connected)
Model pembelajaran yang secara sengaja digunakan untuk
menghubungkan satu konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik
lain, satu keterampilan dengan keterampilan lain, tugas-tugas yang dilakukan
dalam satu hari dengan tugas-tugas yang dilakukan pada hari berikutnya,
bahkan ide-ide yang dipelajari pada satu semester dengan ide-ide yang akan
dipelajari pada semester berikutnya di dalam bidang studi. Tokoh yang
mengembangkan model ini adalah Robert Maynard Hutchins.
Menurut Fogarty (dalam Trianto, 2011: 114) beberapa keunggulan
pembelajaran terpadu tipe connected antara lain sebagai berikut: (a) dengan
pengintegrasian ide-ide inter bidang studi, maka siswa mempunyai gambaran
yang luas sebagaimana suatu bidang studi yang terfokus pada suatu aspek
tertentu, (b) siswa dapat mengembangkan konsep-konsep kunci secara terus-
menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi, (c) mengintegrasikan ide-
ide dalam inter bidang studi memungkinkan siswa mengkaji,
mengkonseptualisasi, memperbaiki serta mengasimilasi ide-ide dalam
memecahkan masalah.
Sedangkan kelemahannya adalah (a) masih kelihatan terpisahnya inter
bidang studi, (b) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi
pelajaran tetap terfokus tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide
interbidang studi, (c) dalam memadukan ide-ide pada satu bidang studi, maka
usaha untuk mengembangkan keterhubungan antarbidang studi menjadi
terabaikan (Forgaty dalam Trianto, 2011: 114).

8
2. Model jaring laba-laba (webbed)
Model ini merupakan model pembelajaran integratif menggunakan
pendekatan tematik. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan
menentukan tema. Tema bisa ditetapkan dengan negosiasi antara guru dan
peserta didik tetapi dapat pula dengan cara diskusi sesame guru. Setelah tema
disepakati, dikembangkan sub-subtemanya dengan memerhatikan kaitannya
dengan bidang-bidang studi. Dari sub-subtema ini dikembangkan aktivitas
belajar yang harus dilakukan peserta didik. Tokoh yang mengembangkan
model ini adalah Lyndon B.Johnson.
Kelebihan model jaring laba-laba (webbed), meliputi: (1) penyeleksian
tema sesuai dengan minat akan memotivasi anak untuk belajar; (2) lebih
mudah dilakukan oleh guru yang belum berpengalaman; (3) memudahkan
perencanaan; (4) pendekatan tematik dapat memotivasi peserta didik; dan (5)
memberikan kemudahan bagi anak didik dalam melihat kegiatan-kegiatan dan
ide-ide berbeda yang terkait. Selain kelebihan yang dimiliki, model webbed
juga memiliki beberapa kekurangan antara lain: (1) sulit dalam menyeleksi
tema; (2) cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal; dan (3) dalam
pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian pada kegiatan dari pada
pengembangan konsep (Trianto, 2011: 116).
3. Model keintegratifan (integrated)
Model ini merupakan pembelajaran integratif yang menggunakan
pendekatan antar bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara
menggabungkan bidang studi dengan cara menetapkan prioritas kurikuler dan
menemukan keterampilan, konsep, sikap yang saling tumpang tindih di dalam
beberapa bidang studi. Berbeda dengan model jaring laba-laba yang menuntut
pemilihan tema dan pengembangannya sebagai langkah awal, maka dalam
model keintegratifan yang berkaitan dan bertumpang tindih merupakan hal
yang terakhir yang ingin dicari dan dipilih oleh guru dalam tahap perencanaan
program.
Pertama kali guru menyeleksi konsep-konsep, keterampilan, dan sikap
yang diajarkan dalam satu semester dari beberapa bidang studi. Selanjutnya
dipilih beberapa konsep keterampilan dan sikap yang memiliki

9
keterhubungan yang erat dan tumpang tindih di antara berbagai bidang studi.
Tokoh yang mengembangkan model ini adalah John Milton.
Tipe integrated (keterpaduan) memiliki kelebihan yaitu, (1) adanya
kemungkinan pemahaman antar bidang studi, karena dengan memfokuskan
pada isi pelajaran, strategi berpikir, keterampilan sosial, dan ide-ide
penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup banyak dimensi, sehingga
peserta didik, pembelajaran menjadi semakin diperkaya dan berkembang; (2)
memotivasi peserta didik dalam belajar; (3) tipe terintegrasi juga memberikan
perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu saat, tipe ini tidak
memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain. Dalam tipe
ini, guru tidak perlu mengulang kembali materi yang tumpang tindih,
sehingga tercapailah efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Kekurangan tipe integrated antara lain: (1) terletak pada guru, yaitu guru
harus menguasai konsep, sikap, dan keterampilan yang diprioritaskan, (2)
penerapannya, yaitu sulitnya menerapkan tipe ini secara penuh, (3) tipe ini
memerlukan tim antarbidang studi, baik dalam perencanaannya maupun
pelaksanaannya, dan (4) pengintegrasian kurikulum dengan konsep-konsep
dari masing-masing bidang studi menuntut adanya sumber belajar yang
beraneka ragam (Trianto, 2011: 118).
Dalam pembelajaran integratif terjadi kaitan-kaitan pengalaman belajar
yang bermakna. Pengalaman belajar yang lebih menunjukan kaitan unsur-unsur
konseptualnya akan meningkatkan peluang bagi terjadinya pembelajaran yang
lebih efektif. Dengan kata lain, pembelajaran integratif bertujuan agar
pembelajaran di sekolah dasar menjadi lebih efektif.
Pengorganisasian kelas di sekolah yang pada umumnya dipegang oleh
guru kelas, pengatur pembelajaran integratif model terjala (webbed) lebih
memungkinkan untuk dilaksanakan. Artinya, dengan kewenangannya mengajar
semua mata pelajaran kecuali mata pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan
Olahraga, sebagai guru kelas, guru dapat mengatur sendiri cara menyajikan
beberapa mata pelajarannya disesuaikan dengan ketersediaan alat pelajaran,
ketersediaan waktu, ketersediaan buku pelajaran, kondisi minat dan kemampuan
peserta didik.

10
F. Implikasi Pembelajaran Tematik Integratif
Penggunaan pembelajaran tematik integratif di sekolah dasar mengarah
pada peningkatan mutu pendidikan dan memberikan prospek yang sangat
mendukung terhadap pelaksanaan kurikulum 2013. Pembelajaran tematik dapat
mengembangkan wawasan dan aktivitas berpikir peserta didik melalui jaringan
tema yang berisi pengatahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang diperoleh
peserta didik dalam pembelajaran yang utuh. Penggunaan tematik integratif ini
berimplikasi pada proses penciptaan situasi belajar dan pembelajaran di mana
peserta didik mempelajari beberapa mata pelajaran secara terpadu dalam satu
tema pemersatu. Keterpaduan tersebut akan membuat konsep atau keterampilan
yang ada dalam mata pelajaran menjadi lebih bermakana bagi peserta didik.
Menurut Majid (2014: 183-191) Pembelajaran tematik di sekolah dasar juga
memberi peluang untuk membangun pengetahuan secara utuh, tidak tepecah-
pecah dalam mata pelajaran.
1. Implikasi bagi guru
Sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap berhasilnya
penerapan model pembelajaran tematik di sekolah dasar, guru dituntut untuk
kreatif dan memiliki jiwa inovatif . hal pertama yang harus dilakukan guru
adalah memahami model pembelajaran tematik, baik secara konseptual
maupun secara praktikal. Kebiasaan-kebiasaan yang terjadi dalam menerima
suatu bentuk inovasi dalam pembelajaran, guru cenderung ingin langsung
atau dipaksa melaksanakannya tanpa dibarengi dengan pemahaman yang
tuntas dari inovasi yang dikembangkan tersebut. Akibatnya, inovasi tersebut
jarang yang berumur panjang dan selalu kandas di tengah jalan, bukan
disebabkan karena buruknya bentuk inovasi tersebut, tetapi lebih disebabkan
sifat konservatif pada diri guru yang lebih senang dengan sesuatu yang sudah
biasa dilakukan.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan guru dalam pelaksanaan
pembelajaran tematik di sekolah dasar yaitu bahwa pembelajaran tematik ini
dimaksudkan agar pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar menjadi lebih
bermakna dan utuh. Dalam pelaksanaannya perlu mempertimbangkan antara
lain alokasi waktu setiap tema, memperhitungkan banyak sedikitnya bahan

11
yang ada di lingkungan sekitar peserta didik. Pilihlah tema-tema yang
terdekat dan familiar dengan anak, namun demikian selalu mengutamakan
kompetensi dasar yang akan dicapai daripada tema-tema tersebut.
2. Implikasi bagi peserta didik
Peserta didik sebagai objek dan subjek merupakan faktor utama
keberhasilan pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Penggunaan
cara baru dalam penyampaian isi kurikulum melalui penerapan model
pembelajaran tematik perlu diperkenalkan dan dikondisikan sejak dini agar
tidak menimbulkan kerancuan-kerancuan yang dapat mengganggu dan
berpengaruh negative terhadap proses dan hasil belajarnya. Peserta didik
sendiri perlu menyadari atau disadarkan akan pentingnya pengaitan materi/isi
kurikulum pada masing-masing mata pelajaran agar pembelajaran menjadi
bermakna bagi kehidupannya kelak. Kesiapan menerima pembelajaran yang
mengharuskan adanya keterkaitan antar satu mata pelajaran dengan mata
pelajaran lainnya merupakan hal mutlak yang harus dipahami oleh peserta
didik dalam membangun pengetahuan yang lebih bermakna dan dapat
dipublikasikan.
3. Implikasi terhadap buku ajar
Penerapan model pembelajaran tematik di sekolah dasar menuntut
tersedianya bahan ajar, terutama buku ajar, yang memadai dan dapat
memenuhi kebutuhan pembelajaran yang terintegrasi antar satu mata
pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan dengan kehidupan.
Sekalipun, buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata
pelajaran masih dapat dipergunakan dalam pelaksanaan pembelajaran
tematik, namun pada masa mendatang perlu diupayakan adanya buku
suplemen khusus yang memuat bahan ajar yang terintegrasi untuk membantu
peserta didik sejak dini memahami berbagai ilmu pengetahuan secara inter-
disipliner. Bahan ajar tersebut berpangkal dari tema-tema yang melekat dalam
kehidupan peserta didik dan lingkungannya.
4. Implikasi terhadap Sarana dan Prasarana
Pembelajaran tematik diperlukan adanya berbagai sarana dan prasarana
pembelajaran yang pada dasarnya relatif sama dengan pembelajaran lainnya,

12
hanya saja memiliki kekhasan sendiri dalam beberapa hal. Guru harus
memilih media yang akan digunakan, media yang digunakan harus memiliki
kebermanfaatan dan kesesuaian dengan tema. Guru dalampembelajaran
diharapkan dapat mengoptimalkan sarana yang tersedia untuk mencapai
tujuan dari pembelajaran.
5. Implikasi terhadap Pemilihan Metode
Karakteristik dalam pembelajaran tematik, pembelajaran berprinsip
menyenangkan sehingga dalam kegiatan pembelajaran perlu disiapkan
berbagai variasi metode pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam
belajar bersifat inovasi, kreatif, efektif dan menyenangkan.
6. Implikasi terhadap Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran merupakan suatu usaha untuk
mendapatkan berbagai informasi secara berkala,berkesinambungan dan
menyeluruh tentang proses dan hasil dari pertumbuhan dan pembelajaran
yang telah dicapai oleh peserta didik melalui program kegiatan pembelajaran.
G. Pola Organisasi Tematik Integratif
Pembelajaran tematik integratif berpusat pada peserta didik (student
centered-active learning) dengan pembelajaran yang kontekstual, khususnya
terkait dengan pengembangan tema. Pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik tersebut dipandu oleh guru dengan menerapkan pembelajaran berbasis
penelitian (inquiry-based learning) dan pembelajaran berbasis project (project
based learning) sebagaimana tampak dalam buku pegangan guru.
Dalam permendikbud No. 65 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah, kedua pendekatan dalam pembelajaran tersebut diterapkan guna
membantu peserta didik mencapai Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD)
dan berimbas pada ketercapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang
mencakup tiga ranah belajar yakni (1) sikap perilaku baik yang didasarkan pada
nilai-nilai agama yang dirumuskan dalam KI 1 dan didasarkan pada nilai-nilai
sosial-kultural yang dinyatakan dalam KI 2; (2) pengetahuan baik yang
menyangkut pengetahuan konseptual, factual, procedural terkait dengan substansi
mata pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum yang dinyatakan dalam
K3; dan (3) keterampilan menyajikan pengetahuan, baik yang menyangkut

13
pengetahuan factual, konseptual, maupun procedural dan keterampilan berpikir
yang dibangun melalui keterampilan menyajikan pengetahuan yang dipelajari
peserta didik. Di dalamnya tercakup pula keterampilan menggunakan metode dan
alat (Sundayana, 2014: 27-28).
Model pembelajaran berbasis penelitian yang disarankan dalam kurikulum
tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Pedoman Implementasi Kurikulum 2013
memfokuskan pada empat tahapan pembelajaran mulai dari mengamati
(observing), menanyakan (questioning), melakukan percobaan (experimenting),
mengumpulkan dan menghubungkan informasi (collecting and asosiating), dan
mengkomunikasikan (communicating).
Penerapan Kurikulum 2013 pada proses pembelajaran di sekolah dasar
menggunakan pendekatan tematik integratif. Salah satu pendukung proses
pembelajaran adalah buku tematikintigratif yang diterbitkan oleh Pemerintah.
Mata pelajaran yang dapat dipadukan adalah PPKn, Bahasa Indonesia,
Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Seni
Budaya dan Prakarya (SBdP), dan Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
(PJOK).
Berikut merupakan contoh pola tematik integratif yang terdapat pada
kurikulum 2013. Kelas rendah yaitu I, II dan III, sebagai contoh kelas 1 pada
gambar tertera bahwa pembelajaran terangkum pada tema 1 subtema 1 dengan
mata pelajaran yang tercakup di dalamnya meliputi Matematika, Bahasa
Indonesia, PKn, SBdP, serta PJOK. Mata pelajaran matematika dan PJOK pada
kelas rendah terintegrasi dengan mata pelajaran lain yang dibentuk dalam sebuah
tema. Semua pembelajaran itu diuraikan menjadi satu kesatuan dalam satu
subtema yang memuat pembelajaran selama satu minggu/ tujuh hari pertemuan.

14
15
Pada perkembangannya, untuk kelas tinggi (IV, V, dan VI) mata pelajaran
Matematika dan PJOK dipisahkan dari Buku Tematik Terpadu. Keputusan
pemisahan mata pelajaran tersebut ada berbagai alasan, diantaranya adalah
materi/pembahasan muatan Matematika pada buku tersebut terasa dangkal. Oleh
karena itu, peserta didik tidak mendapatkan pemahaman konsep matematika
secara mendalam.

16
H. Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Tematik Integratif
Pembelajaran tematik integratif memiliki kelebihan dibandingkan
pendekatan konvensional menurut Majid (2014: 92-94), yaitu sebagai berikut:
1. Pengalaman dan kegiatan belajar peserta didik akan selalu relevan dengan
tingkat perkembangan anak.
2. Kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan
peserta didik.
3. Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta didik sehingga hasil
belajar akan dapat bertahan lama.
4. Pembelajaran terpadu menumbuhkembangkan ketrampilan berpikir dan
sosial peserta didik.
5. Pembelajaran tematik menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis.
Dengan permasalahan yang sering ditemui dalam kehidupan/lingkungan
riil peserta didik.
6. Jika pembelajaran tematik dirancang bersama dapat meningkatkan kerja
sama antar guru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta
didik dengan peserta didik, peserta didik/guru dengan narasumber
sehingga belajar lebih menyenangkan, belajar dalam situasi nyata, dan
dalam konteks yang lebih bermakna.
Selain itu, pembelajaran tematik memiliki kelebihan dan arti penting,
yakni sebagai berikut.
1. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan anak didik;
2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar-mengajar yang relevan
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan anak didik;
3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna;
4. Mengembangkan ketrampilan berpikir anak didik sesuai dengan persoalan
yang dihadapi;
5. Menumbuhkan ketrampilan sosial melalui kerja sama;
6. Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang
lain;
7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang
dihadapi dalam lingkungan anak didik.

17
Di samping kelebihan, pembelajaran tematik memiliki kelemahan terutama
dalam pelaksanaannya, yaitu pada perancangan dan pelaksanaan evaluasi yang
lebih banyak menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya
evaluasi dampak pembelajaran langsung saja. Puskur, Balitbang Diknas (tt;9)
mengidentifikasi beberapa aspek kelemahan pembelajaran tematik integratif, yaitu
sebagai berikut:
1. Aspek Guru
Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, ketrampilan
metodologis yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas
dan mengembangkan materi.
2. Aspek Peserta Didik
Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang
relatif “baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal
ini terjadi karena model pembelajaran tematik menekankan pada kemampuan
analitis (mengurai), kemampun asosiatif (menghubung-hubungkan),
kemampuan eksploratif dan elaboratif (menemukan dan menggali).
3. Aspek Sarana dan Sumber Pembelajaran
Pembelajaran tematik memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi
yang cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini
akan menunjang, memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan.
Jika sarana ini tidak dipenuhi, penerapan pembelajaran terpadu juga akan
terhambat.
4. Aspek Kurikulum
Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan
pemahaman peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian
materi). Guru perlu diberi kewenangan dalam mengembangkan materi,
metode, penilaian keberhasilan pembelajaran peserta didik.
5. Aspek Penilaian
Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh
(komperehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari
beberapa bidang kajian terkait yang dipadukan.

18
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A. SIMPULAN
Pembelajaran tematik integratif adalah pembelajaran yang mengintegrasikan
atau memdukan beberapa mata pelajaran atau bidang studi menjadi sebuah tema
yang diharapkan memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik
dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran tematik peran guru hanya
sebagai fasilitator bagi peserta didik untuk memudahkan peserta didik dalam
belajar. Jadi guru diharuskan untuk lebih kreatif dan inovatif dalam
mengembangkan pembelajaran yang ada, guru juga harus banyak menggunakan
lingkungan sebagai sumber belajar.
Penerapan pembelajaran tematik integratif tidak bisa dipisahkan dari tiga
landasan yaitu filosofis, psikologis dan yuridis. Selain itu, pembelajaran tematik
integratif memiliki beberapa karakteristik yang diantaranya berpusat pada anak,
memberikan pengalaman langsung, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas,
menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, bersifat fleksibel, hasil
pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik, dan menggunakan
prinsip belajar sambil bermain.
Tematik integratif terdapat dua model yang dapat dikatakan cocok atau tepat
diterapkan yaitu model yang mengintegrasikan model jaring laba-laba (webbed)
dengan model keterhubungan (connected). Model pembelajaran yang ada pada
buku guru khususnya menggunakan model jaring laba-laba yaitu
mengintegrasikan beberapa mata pelajaran menjadi sebuah tema. Pada kurikulum
2013, guru perlu mengembangkan pola dari tematik integratif dengan disesuaikan
keadaan lingkungan sekolah. Sama halnya dengan pembelajaran lainnya, tematik
integratif juga memiliki kelebihan dan kelemahan dalam penerapannya, namun
kelemahan dapat diminimalisir dengan guru memberikan yang terbaik saat proses
pembelajaran.

19
B. SARAN
Makalah ini masih perlu adanya revisi demi perbaikan makalah yang
mencakup materi pola organisasi tematik integratif. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar semakin baik dalam
menyusun makalah-makalah pada kesempatan berikutnya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Rudi. (2013). Ragam Model Mengajar yang Mudah Diterima Murid.
Yogyakarta: DIVA Press.
Kemendikbud. (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan
Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Nurdin,Syafruddin., Adriantoni. (2016). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Trianto. (2011). Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik. Jakarta: Kencana
Perdana Media Group.
. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara
Poerwati, Loeloek Endah dan Sofan Amri. (2013). Panduan Memahami
Kurikulum 2013. Jakarta: PT Prestasi Pustakarya
Yusrianti, Susi. (2014). Pembelajaran Tematik pada Awal Kelas SD/MI.
Yogyakarta: Kaukaba Dipantara

21
iii

Anda mungkin juga menyukai