KURIKULUM MI/SD
Oleh:
2030111040
DOSEN PENGAMPU
ZULHENDRI, M.Pd
PGMI
IAIN BATUSANGKAR
TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
petunjuk serta karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan dalam
bentuk makalah yang berjudul Pola Organisasi materi pada Mata Pelajaran di SD.
Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kurikulum
MI/SD.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang dapat
dijadikan perbaikan untuk tulisan-tulisan yang akan datang.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami telah banyak mendapat
bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun ingin
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Kurikulum MI/SD yang
telah membimbing dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya serta untuk menambah pembendaharaan pengetahuan dalam memahami
perkembangan pada peserta didik.
Semoga bantuan, dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada
kami dalam penyusunan makalah ini mendapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT. Amin.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II PEMBAHASAN 6
3.1 Kesimpulan 21
3.2 Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 23
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
disesuaikan dengan kondisi dari sekolahan itu berada. Buku dari pemerintah
dijadikan sebagai pedoman atau bahan referensi dalam proses pembelajaran.
5
BAB II
PEMBAHASAN
Tematik integratif merupakan salah satu yang dianjurkan dalam implikasi kurikulum
2013 pada semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat Satuan Dasar (SD/MI) sampai
dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA). Pembelajaran tematik merupakan
penyederhanaan dari pembelajaran kurikulum KTSP, penyederhanaan ini dapat dilihat dari
penyediaan buku. Kurikulum KTSP pembelajaran tematiknya menggunakan buku terpisah-
pisah pada mata pelajaran, sementara pada pembelajaran tematik integratif kurikulum 2013
penyediaan buku didasarkan pada tema yang terdiri dari beberapa subtema, guru tidak lagi
membuat tema yang akan menjadi tema saat proses pembelajaran.
Poerwati dan Amri (2013: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran tematik integratif
atau pembelajaran tematik terpadu adalah sebuah sistem dan pendekatan pembelajaran yang
melibatkan beberapa disiplin ilmu atau mata pelajaran/ bidang studi untuk memberikan
pengalaman yang bermakna luas kepada peserta didik. Pembelajatan temati integratif bersifat
memandu peserta didik guna mencapai kemampuan berpikir tingat tinggi dengan
mengoptimalkan kecerdasan sehingga dapat mengembangkan potensi sikap, keterampilan
dan pengetahuan.
Sementara menurut Kemendikbud (2013: 193) menyatakan bahwa pembelajaran
tematik integratif menekankan pada tema sebagai pemersatu mata pelajaran yang lebih
diutamakan pada makna belajar dan keterkaitan berbagai konsep mata pelajaran. Trianto
(2011: 157) mengungkapkan bahwa penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar sangat
membantu, karena sesuai dengan tingkat peserta didik yang masih melihat segala sesuatu
secara menyeluruh atau holostik. Guru perlu merencanakan dan mengemas pembelajaran
tematik secara menyenangkan agar peserta didik dapat tertarik pada pembelajaran sehingga
peroses pembelajaran semakin bermakna.
Pendapat lain mengenai tematik integratif juga dikemukakan oleh Hartono (2013:
165-166) pembelajaran tematik adalah salah satu strategi pembelajaran terpadu yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran satu dan yang lainnya
sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik.
6
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran tematik integratif adalah pembelajaran yang mengintegrasikan atau memdukan
beberapa mata pelajaran atau bidang studi menjadi sebuah tema yang diharapkan
memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran tematik peran guru sebagai fasilitator bagi peserta didik untuk
memudahkan peserta didik dalam belajar. Jadi guru diharuskan untuk lebih kreatif dan
inovatif dalam mengembangkan pembelajaran yang ada, guru juga harus banyak
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar.
Penerapan pembelajaran tematik integratif tidak bisa dipisahkan dari tiga landasan
yaitu filosofis, psikologis dan yuridis. Menurut Yusrianti (2014: 50) pembelajaran tematik -
integratif dipengaruhi oleh tiga landasan yaitu landasan filosofis, psikologis dan yuridis.
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis pembelajaran tematik integratif dipengaruhi oleh tiga aliran
filsafat yaitu progresivisme, konstruktivisme dan humanisme. Aliran progresivisme
memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas,
pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah dan memperhatikan pengalaman
peserta didik. Sedangkan konstruktivisme melihat pengalaman langsung yang dialami
peserta didik (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Pengetahuan
adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan
melalui interaksi dengan objek, fenomena,pengalaman dan lingkungannya. Aliran
selanjutnya humanisme, peserta didik dilihat sebagai suatu objek yang memiliki
keunikan dan kekhasannya dengan segala potensi dan motivasi yang dimilikinya. Peserta
didik selain memiliki kesamaan juga memiliki perbedaan yang khas. Oleh sebab itu,
pembelajaran di kelas harus dapat menampung segala perbedaan karakter dan
kemampuan peserta didik.
2. Landasan Psikologis
Pembelajaran tematik integratif juga didasarkan pada landasan psikologis yang
melihat pada aspek perkembangan psikologis peserta didik dan psikologi belajarnya.
Perkembangan psikologi peserta didik diperlukan untuk menentukan isi materi yang akan
7
diberikan agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan perkembangan peserta
didik.
3. Landasan Yuridis
Pembelajaran tematik integratif berkaitan dengan kebijakan atau peraturan yang
menduung pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah
UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menyataan bahwa setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9).
8
mengaitkannya dengan kehidupan peserta didik dan keadaan di mana sekolah dan peserta
didik berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik
Peserta didik diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinnya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Fokus pembelajaran tematik adalah ada hubungannya dengan antara disiplin ilmu
dalam berbagai tingkatan, ide-ide, keterampilan-keterampilan dan sikap yang menjadikan
peserta didik lebih mudah melihat pola-pola dan hubungan tersebut.
9
2.5 Model-Model Pembelajaran Tematik Integratif
Berdasarkan pola pengintegrasian tema, menurut seorang ahli Robin Fogarty (dalam
Trianto, 2011: 110) terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan pembelajaran
integratif. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah: a. The fragmented model (model
tergambarkan), b. The connected model (model terhubung), c. The nested model (model
tersarang), d. The secuenced model (model terurut), e. The shared model (model terbagi), f.
The webbed model (model terjaring), g. The threaded model (model tertali), h. The integrated
model (model terintegrasi/terpadu), i. The immersed model (model terbenam), dan, j. The
networked model (model jaringan).
Dari sepuluh model pembelajaran tersebut, berdasarkan sifat keintegratifannya dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu (Nurdin dan Adrianto, 2016: 315)
1. Model dalam satu desain ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan
nested (terangkai).
2. Model antarbidang studi yang meliputi model sequenced (keteruntutan), model
shared (berbagi), model webbed (jarring laba-laba), model threaded (bergalur) dan
model integrated (keintegratifan).
3. Model lintas peserta didik yang meliputi model immersed dan model network.
Ada dua pembelajaran integratif yang dipilih dan dikembangkan di program
pendidikan guru di sekolah khususnya di Indonesia, yaitu model keterhubungan, model
jaring laba-laba dan model keintegratifan.
1. Model keterhubungan (connected)
Model pembelajaran yang secara sengaja digunakan untuk menghubungkan satu
konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan
keterampilan lain, tugas-tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas-tugas yang
dilakukan pada hari berikutnya, bahkan ide-ide yang dipelajari pada satu semester
dengan ide-ide yang akan dipelajari pada semester berikutnya di dalam bidang studi.
Tokoh yang mengembangkan model ini adalah Robert Maynard Hutchins.
Menurut Fogarty (dalam Trianto, 2011: 114) beberapa keunggulan pembelajaran
terpadu tipe connected antara lain sebagai berikut: (a) dengan pengintegrasian ide-ide
inter bidang studi, maka siswa mempunyai gambaran yang luas sebagaimana suatu
bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu, (b) siswa dapat mengembangkan
konsep-konsep kunci secara terus-menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi, (c)
mengintegrasikan ide-ide dalam inter bidang studi memungkinkan siswa mengkaji,
10
mengkonseptualisasi, memperbaiki serta mengasimilasi ide-ide dalam memecahkan
masalah.
Sedangkan kelemahannya adalah (a) masih kelihatan terpisahnya inter bidang studi,
(b) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi pelajaran tetap terfokus
tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide interbidang studi, (c) dalam
memadukan ide-ide pada satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan
keterhubungan antarbidang studi menjadi terabaikan (Forgaty dalam Trianto, 2011: 114).
11
Pertama kali guru menyeleksi konsep-konsep, keterampilan, dan sikap yang
diajarkan dalam satu semester dari beberapa bidang studi. Selanjutnya dipilih beberapa
konsep keterampilan dan sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan tumpang
tindih di antara berbagai bidang studi. Tokoh yang mengembangkan model ini adalah
John Milton.
Tipe integrated (keterpaduan) memiliki kelebihan yaitu, (1) adanya kemungkinan
pemahaman antar bidang studi, karena dengan memfokuskan pada isi pelajaran, strategi
berpikir, keterampilan sosial, dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup
banyak dimensi, sehingga peserta didik, pembelajaran menjadi semakin diperkaya dan
berkembang; (2) memotivasi peserta didik dalam belajar; (3) tipe terintegrasi juga
memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu saat, tipe ini tidak
memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain. Dalam tipe ini, guru
tidak perlu mengulang kembali materi yang tumpang tindih, sehingga tercapailah
efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Kekurangan tipe integrated antara lain: (1) terletak pada guru, yaitu guru harus
menguasai konsep, sikap, dan keterampilan yang diprioritaskan, (2) penerapannya, yaitu
sulitnya menerapkan tipe ini secara penuh, (3) tipe ini memerlukan tim antarbidang studi,
baik dalam perencanaannya maupun pelaksanaannya, dan (4) pengintegrasian kurikulum
dengan konsep-konsep dari masing-masing bidang studi menuntut adanya sumber belajar
yang beraneka ragam (Trianto, 2011: 118).
Dalam pembelajaran integratif terjadi kaitan-kaitan pengalaman belajar yang
bermakna. Pengalaman belajar yang lebih menunjukan kaitan unsur-unsur konseptualnya
akan meningkatkan peluang bagi terjadinya pembelajaran yang lebih efektif. Dengan kata
lain, pembelajaran integratif bertujuan agar pembelajaran di sekolah dasar menjadi lebih
efektif.
Pengorganisasian kelas di sekolah yang pada umumnya dipegang oleh guru kelas,
pengatur pembelajaran integratif model terjala (webbed) lebih memungkinkan untuk
dilaksanakan. Artinya, dengan kewenangannya mengajar semua mata pelajaran kecuali mata
pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Olahraga, sebagai guru kelas, guru dapat
mengatur sendiri cara menyajikan beberapa mata pelajarannya disesuaikan dengan
ketersediaan alat pelajaran, ketersediaan waktu, ketersediaan buku pelajaran, kondisi minat
dan kemampuan peserta didik.
12
2.6 Implikasi Pembelajaran Tematik Integratif
13
penyampaian isi kurikulum melalui penerapan model pembelajaran tematik perlu
diperkenalkan dan dikondisikan sejak dini agar tidak menimbulkan kerancuan-kerancuan
yang dapat mengganggu dan berpengaruh negative terhadap proses dan hasil belajarnya.
Peserta didik sendiri perlu menyadari atau disadarkan akan pentingnya pengaitan
materi/isi kurikulum pada masing-masing mata pelajaran agar pembelajaran menjadi
bermakna bagi kehidupannya kelak. Kesiapan menerima pembelajaran yang
mengharuskan adanya keterkaitan antar satu mata pelajaran dengan mata pelajaran
lainnya merupakan hal mutlak yang harus dipahami oleh peserta didik dalam
membangun pengetahuan yang lebih bermakna dan dapat dipublikasikan.
3. Implikasi terhadap buku ajar
Penerapan model pembelajaran tematik di sekolah dasar menuntut tersedianya bahan
ajar, terutama buku ajar, yang memadai dan dapat memenuhi kebutuhan pembelajaran
yang terintegrasi antar satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan
dengan kehidupan. Sekalipun, buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing
mata pelajaran masih dapat dipergunakan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik,
namun pada masa mendatang perlu diupayakan adanya buku suplemen khusus yang
memuat bahan ajar yang terintegrasi untuk membantu peserta didik sejak dini memahami
berbagai ilmu pengetahuan secara inter-disipliner. Bahan ajar tersebut berpangkal dari
tema-tema yang melekat dalam kehidupan peserta didik dan lingkungannya.
4. Implikasi terhadap Sarana dan Prasarana
Pembelajaran tematik diperlukan adanya berbagai sarana dan prasarana
pembelajaran yang pada dasarnya relatif sama dengan pembelajaran lainnya, hanya saja
memiliki kekhasan sendiri dalam beberapa hal. Guru harus memilih media yang akan
digunakan, media yang digunakan harus memiliki kebermanfaatan dan kesesuaian
dengan tema. Guru dalampembelajaran diharapkan dapat mengoptimalkan sarana yang
tersedia untuk mencapai tujuan dari pembelajaran.
5. Implikasi terhadap Pemilihan Metode
Karakteristik dalam pembelajaran tematik, pembelajaran berprinsip menyenangkan
sehingga dalam kegiatan pembelajaran perlu disiapkan berbagai variasi metode
pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar bersifat inovasi, kreatif,
efektif dan menyenangkan.
6. Implikasi terhadap Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran merupakan suatu usaha untuk mendapatkan berbagai
informasi secara berkala,berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil
14
dari pertumbuhan dan pembelajaran yang telah dicapai oleh peserta didik melalui
program kegiatan pembelajaran.
15
Berikut merupakan contoh pola tematik integratif yang terdapat pada kurikulum 2013. Kelas
rendah yaitu I, II dan III, sebagai contoh kelas 1 pada gambar tertera bahwa pembelajaran
terangkum pada tema 1 subtema 1 dengan mata pelajaran yang tercakup di dalamnya meliputi
Matematika, Bahasa Indonesia, PKn, SBdP, serta PJOK. Mata pelajaran matematika dan
PJOK pada kelas rendah terintegrasi dengan mata pelajaran lain yang dibentuk dalam sebuah
tema. Semua pembelajaran itu diuraikan menjadi satu kesatuan dalam satu subtema yang
memuat pembelajaran selama satu minggu/ tujuh hari pertemuan
16
Pada perkembangannya, untuk kelas tinggi (IV, V, dan VI) mata pelajaran
Matematika dan PJOK dipisahkan dari Buku Tematik Terpadu. Keputusan pemisahan mata
pelajaran tersebut ada berbagai alasan, diantaranya adalah materi/pembahasan muatan
17
Matematika pada buku tersebut terasa dangkal. Oleh karena itu, peserta didik tidak
mendapatkan pemahaman konsep matematika secara mendalam.
18
1. Pengalaman dan kegiatan belajar peserta didik akan selalu relevan dengan tingkat
perkembangan anak.
2. Kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
3. Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta didik sehingga hasil belajar akan
dapat bertahan lama.
4. Pembelajaran terpadu menumbuhkembangkan ketrampilan berpikir dan sosial peserta
didik.
5. Pembelajaran tematik menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis. Dengan
permasalahan yang sering ditemui dalam kehidupan/lingkungan riil peserta didik.
6. Jika pembelajaran tematik dirancang bersama dapat meningkatkan kerja sama antar
guru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta
didik, peserta didik/guru dengan narasumber sehingga belajar lebih menyenangkan,
belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna.
Selain itu, pembelajaran tematik memiliki kelebihan dan arti penting, yakni sebagai
berikut.
1. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan anak didik;
2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar-mengajar yang relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan anak didik;
3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna;
4. Mengembangkan ketrampilan berpikir anak didik sesuai dengan persoalan yang
dihadapi;
5. Menumbuhkan ketrampilan sosial melalui kerja sama;
6. Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain;
7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi
dalam lingkungan anak didik.
Di samping kelebihan, pembelajaran tematik memiliki kelemahan terutama dalam
pelaksanaannya, yaitu pada perancangan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak
menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak
pembelajaran langsung saja. Puskur, Balitbang Diknas (tt;9) mengidentifikasi beberapa aspek
kelemahan pembelajaran tematik integratif, yaitu sebagai berikut:
1. Aspek Guru
Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, ketrampilan metodologis
yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan
materi.
19
2. Aspek Peserta Didik
Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif
“baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena
model pembelajaran tematik menekankan pada kemampuan analitis (mengurai),
kemampun asosiatif (menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif
(menemukan dan menggali).
3. Aspek Sarana dan Sumber Pembelajaran
Pembelajaran tematik memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang
cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang,
memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Jika sarana ini tidak
dipenuhi, penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat.
4. Aspek Kurikulum
Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman
peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi
kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan
pembelajaran peserta didik.
5. Aspek Penilaian
Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh
(komperehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa
bidang kajian terkait yang dipadukan.
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Makalah ini masih perlu adanya revisi demi perbaikan makalah yang mencakup materi
pola organisasi tematik integratif. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran
21
yang membangun agar semakin baik dalam menyusun makalah-makalah pada kesempatan
berikutnya.
22
DAFTAR PUSTAKA
Hartono, Rudi. (2013). Ragam Model Mengajar yang Mudah Diterima Murid. Yogyakarta:
DIVA Press.
Kemendikbud. (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan
Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Nurdin,Syafruddin., Adriantoni. (2016). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Trianto. (2011). Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik. Jakarta: Kencana Perdana
Media Group.
. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara
Poerwati, Loeloek Endah dan Sofan Amri. (2013). Panduan Memahami Kurikulum 2013.
Jakarta: PT Prestasi Pustakarya
Yusrianti, Susi. (2014). Pembelajaran Tematik pada Awal Kelas SD/MI. Yogyakarta:
Kaukaba Dipantara
23