Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KURIKULUM MI/SD

POLA ORGANISASI MATERI PADA MATA PELAJARAN DI SD

Oleh:

Fadhila Afifah Qalbi

2030111040

DOSEN PENGAMPU

ZULHENDRI, M.Pd

PGMI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

IAIN BATUSANGKAR

TAHUN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
petunjuk serta karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan dalam
bentuk makalah yang berjudul Pola Organisasi materi pada Mata Pelajaran di SD.
Adapun makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kurikulum
MI/SD.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang dapat
dijadikan perbaikan untuk tulisan-tulisan yang akan datang.
Dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, kami telah banyak mendapat
bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun ingin
mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Kurikulum MI/SD yang
telah membimbing dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya serta untuk menambah pembendaharaan pengetahuan dalam memahami
perkembangan pada peserta didik.
Semoga bantuan, dorongan serta bimbingan yang telah diberikan kepada
kami dalam  penyusunan makalah ini mendapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT. Amin.

Batusangkar , April 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

1.1 Latar Belakang 4

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penulisan 5

BAB II PEMBAHASAN 6

2.1 Pengertian Pembelajaran Tematik Integratif 6

2.2 Landasan Pembelajaran Tematik Integratif 7

2.3 Karakteristik Model Pembelajaran Tematik 8

2.4 Prinsip Pembelajaran Tematik Integratif 9

2.5 Model Pembelajaran TematikIntegratif 10

2.6 Implikasi Model Pembelajaran Tematik 13

2.7 Pola Organisasi Tematik Integratif 15

2.8 Kelebihan dan Kelemahan Tematik Integratif 18

BAB III PENUTUP 21

3.1 Kesimpulan 21

3.2 Saran 21

DAFTAR PUSTAKA 23

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan dalam era global menuntut berbagai perubahan pendidikan yang


mendasar. Perubahan pendidikan dapat dilihat dari perubahan masyarakat
terhadap pandangan tentang pendidikan, perubahan sosial dan pertumbuhan
manusia. Perubahan-perubahan ini yang mendasari lahirmya kurikulum 2013
sebagai kurikulum yang menyempurnakan kurikulum KTSP dan diharapkan
mampu menjawab tantangan-tantangan yang ada di masa depan. Kurikulum 2013
menekankan terhadap proses pembelajaran yang diterapkan guru sebagai upaya
peningkatan kualitas pendidikan. Guru sebagai ujung tombak dari sebuah
keberhasilan proses pendidikan, pembelajaran yang dilakukan perlu mengajak
peserta didik untuk bersedia melakukan proses belajar tanpa adanya paksaan dan
tekanan.
Penerapan pembelajaran tematik integratif merupakan salah satu kebijakan
yang akan diterapkan secara menyeluruh baik di sekolah dasar maupun sekolah
menengah. Kebijakan tersebut, dilandasi pada permasalahan konsep pembelajaran
yang terlalu menekankan aspek kognitif dan kurang memperhatikan kebutuhan
dan pengembangan potensi peserta didik, serta cenderung bersifat sangat teoritik.
Akhirnya, proses pembelajaran yang terjadi hanya sebatas pada penyampaian
informasi saja (transfer of knowledge), kurang terkait dengan aspek lingkungan
sehingga peserta didik tidak mampu memanfaatkan konsep keilmuan dalam
proses pemecahan masalah kehidupan yang dialami peserta didik sehari-hari.
Untuk itu, pembaharuan dalam proses pembelajaran di SD sudah menjadi suatu
keharusan dengan memberikan tuntutan kepada guru-guru yang mengajar di SD
agar menerapkan pembelajaran tematik integratif.
Pembelajaran tematik peserta didik tidak lagi belajar dengan mata pelajaran
yang terpisah-pisah, namun berdasarkan tema yang merupakan gabungan dari
beberapa mata pelajaran yang relevan dan sesuai dengan kompetensi yang akan
diajarkan. Guru dalam pembelajarannya dituntut untuk memiliki pengetahuan
yang luas, karena dalam penerapannya buku yang berasal dari pemerintah harus

4
disesuaikan dengan kondisi dari sekolahan itu berada. Buku dari pemerintah
dijadikan sebagai pedoman atau bahan referensi dalam proses pembelajaran.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka


dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut.
1. Apa pengertian pembelajaran tematik integratif?
2. Apa saja landasan dari pembelajaran tematik integratif?
3. Bagaimana karakteristik model pembelajaran tematik?
4. Bagaimana prinsip pembelajaran tematik integratif?
5. Bagaimana model-model pembelajaran tematik integratif?
6. Bagaimana implikasi model pembelajaran tematik?
7. Bagaimana pola organisasi tematik intergratif?
8. Apa kelebihan dan kelemahan tematik integratif?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan yang diharapkan dari penyusunan makalah ini adalah mahapeserta


didik dapat memahami tentang pembelajaran tematik integratif, baik dari
karakteristik landasan, prinsip, model, implikasi, pola organisasi tematik integratif
dan kelebihan serta kelemahan tematik integratif. Sehingga dapat diterapkan dala
proses pembelajaran di sekolah. Serta makalah ini diharapkan mampu menjadi
referensi mengenai materi pembelajaran tematik integratif.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pembelajaran Tematik Integratif

Tematik integratif merupakan salah satu yang dianjurkan dalam implikasi kurikulum
2013 pada semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat Satuan Dasar (SD/MI) sampai
dengan Sekolah Menengah Atas (SMA/MA). Pembelajaran tematik merupakan
penyederhanaan dari pembelajaran kurikulum KTSP, penyederhanaan ini dapat dilihat dari
penyediaan buku. Kurikulum KTSP pembelajaran tematiknya menggunakan buku terpisah-
pisah pada mata pelajaran, sementara pada pembelajaran tematik integratif kurikulum 2013
penyediaan buku didasarkan pada tema yang terdiri dari beberapa subtema, guru tidak lagi
membuat tema yang akan menjadi tema saat proses pembelajaran.
Poerwati dan Amri (2013: 29) mengemukakan bahwa pembelajaran tematik integratif
atau pembelajaran tematik terpadu adalah sebuah sistem dan pendekatan pembelajaran yang
melibatkan beberapa disiplin ilmu atau mata pelajaran/ bidang studi untuk memberikan
pengalaman yang bermakna luas kepada peserta didik. Pembelajatan temati integratif bersifat
memandu peserta didik guna mencapai kemampuan berpikir tingat tinggi dengan
mengoptimalkan kecerdasan sehingga dapat mengembangkan potensi sikap, keterampilan
dan pengetahuan.
Sementara menurut Kemendikbud (2013: 193) menyatakan bahwa pembelajaran
tematik integratif menekankan pada tema sebagai pemersatu mata pelajaran yang lebih
diutamakan pada makna belajar dan keterkaitan berbagai konsep mata pelajaran. Trianto
(2011: 157) mengungkapkan bahwa penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar sangat
membantu, karena sesuai dengan tingkat peserta didik yang masih melihat segala sesuatu
secara menyeluruh atau holostik. Guru perlu merencanakan dan mengemas pembelajaran
tematik secara menyenangkan agar peserta didik dapat tertarik pada pembelajaran sehingga
peroses pembelajaran semakin bermakna.
Pendapat lain mengenai tematik integratif juga dikemukakan oleh Hartono (2013:
165-166) pembelajaran tematik adalah salah satu strategi pembelajaran terpadu yang
menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran satu dan yang lainnya
sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik.

6
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran tematik integratif adalah pembelajaran yang mengintegrasikan atau memdukan
beberapa mata pelajaran atau bidang studi menjadi sebuah tema yang diharapkan
memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran tematik peran guru sebagai fasilitator bagi peserta didik untuk
memudahkan peserta didik dalam belajar. Jadi guru diharuskan untuk lebih kreatif dan
inovatif dalam mengembangkan pembelajaran yang ada, guru juga harus banyak
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar.

2.2 Landasan Pembelajaran Tematik Integratif

Penerapan pembelajaran tematik integratif tidak bisa dipisahkan dari tiga landasan
yaitu filosofis, psikologis dan yuridis. Menurut Yusrianti (2014: 50) pembelajaran tematik -
integratif dipengaruhi oleh tiga landasan yaitu landasan filosofis, psikologis dan yuridis.
1. Landasan Filosofis
Landasan filosofis pembelajaran tematik integratif dipengaruhi oleh tiga aliran
filsafat yaitu progresivisme, konstruktivisme dan humanisme. Aliran progresivisme
memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada pembentukan kreatifitas,
pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang alamiah dan memperhatikan pengalaman
peserta didik. Sedangkan konstruktivisme melihat pengalaman langsung yang dialami
peserta didik (direct experiences) sebagai kunci dalam pembelajaran. Pengetahuan
adalah hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan
melalui interaksi dengan objek, fenomena,pengalaman dan lingkungannya. Aliran
selanjutnya humanisme, peserta didik dilihat sebagai suatu objek yang memiliki
keunikan dan kekhasannya dengan segala potensi dan motivasi yang dimilikinya. Peserta
didik selain memiliki kesamaan juga memiliki perbedaan yang khas. Oleh sebab itu,
pembelajaran di kelas harus dapat menampung segala perbedaan karakter dan
kemampuan peserta didik.

2. Landasan Psikologis
Pembelajaran tematik integratif juga didasarkan pada landasan psikologis yang
melihat pada aspek perkembangan psikologis peserta didik dan psikologi belajarnya.
Perkembangan psikologi peserta didik diperlukan untuk menentukan isi materi yang akan

7
diberikan agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan perkembangan peserta
didik.
3. Landasan Yuridis
Pembelajaran tematik integratif berkaitan dengan kebijakan atau peraturan yang
menduung pelaksanaan pembelajaran di sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah
UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menyataan bahwa setiap anak
berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadi dan
tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya (pasal 9).

2.3 Karakteristik Pembelajaran Tematik Integratif

Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, berdasarkan Kemndikbud (2013:


193) pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada anak
Pembelajaran tematik berpusat pada anak (student centered). Hal ini sesuai dengan
pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan peserta didik sebagai subjek
belajar, sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan
kemudahan-kemudahan pada peserta didik untuk melakukan aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung pada anak
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung pada peserta didik
(direct experience). Dengan pengalaman langsung ini, peserta didik dihadapkan pada
sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisah antara mata pelajaran tidak begitu jelas
Pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas.
Fokus pembelajaran diarahkan pada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan
dengan kehidupan peserta didik.
4. Menyajikkan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam satu proses pembelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran
dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, peserta didik dapat memahami
konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu peserta didik
dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel atau luwes
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) di mana guru dapat mengaitkan
bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan

8
mengaitkannya dengan kehidupan peserta didik dan keadaan di mana sekolah dan peserta
didik berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta didik
Peserta didik diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinnya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Fokus pembelajaran tematik adalah ada hubungannya dengan antara disiplin ilmu
dalam berbagai tingkatan, ide-ide, keterampilan-keterampilan dan sikap yang menjadikan
peserta didik lebih mudah melihat pola-pola dan hubungan tersebut.

2.4 Prinsip Pembelajaran Tematik Integratif

Pembelajaran tematik integratif dalam penerapannya terdapat prinsip-prinsip yang


perlu diperhatikan. Beberapa prinsip yang berkenaan dengan tematik integratif sebagai
berikut (Majid dalam Nurdin dan Adriantoni, 2016: 314):
1. Pembelajaran tematik integratif memiliki satu tema yang actual, dekat dengan dunia
peserta didik dan ada dalam kehidupan sehari-hari. Tema ini menjadi alat pemersatu
materi yang beragam dari beberapa mata pelajaran.
2. Pembelajaran tematik integratif perlu memilih materi beberapa mata pelajaran yang
mungkin saling terkait. Dengan demikian materi-materi yang dipilih dapat
mengungkapkan tema secara bermakna. Mungkin terjadi, ada materi pengayaan
horizontal dalam bentuk contoh aplikasi yang tidak termuat dalam standar isi. Tetapi
ingat, penyajian materi pengayaan seperti ini perlu dibatasi dengan mengacu pada
tujuan pembelajaran.
3. Pembelajaran tematik integratif tidak boleh bertentangan dengan tujuan kurikulum
yang berlaku tetapi sebaliknya pembelajaran tematik integratif harus mendukung
pencapaian tujuan utuh kegiatan pembelajaran yang termuat dalam kurikulum.
4. Materi pembelajaran yang dapat dipadukan dalam satu tema selalu
mempertimbangkan karakteristik peserta didik, seperti minat, kemampuan,
kebutuhan dan pengetahuan awal.
5. Materi pelajaran yang dipadukan tidak terlalu dipaksakan, artinya, materi yang tidak
mungkin dipadukan tidak perlu dipadukan.

9
2.5 Model-Model Pembelajaran Tematik Integratif

Berdasarkan pola pengintegrasian tema, menurut seorang ahli Robin Fogarty (dalam
Trianto, 2011: 110) terdapat sepuluh cara atau model dalam merencanakan pembelajaran
integratif. Kesepuluh cara atau model tersebut adalah: a. The fragmented model (model
tergambarkan), b. The connected model (model terhubung), c. The nested model (model
tersarang), d. The secuenced model (model terurut), e. The shared model (model terbagi), f.
The webbed model (model terjaring), g. The threaded model (model tertali), h. The integrated
model (model terintegrasi/terpadu), i. The immersed model (model terbenam), dan, j. The
networked model (model jaringan).
Dari sepuluh model pembelajaran tersebut, berdasarkan sifat keintegratifannya dapat
dibedakan menjadi tiga yaitu (Nurdin dan Adrianto, 2016: 315)
1. Model dalam satu desain ilmu yang meliputi model connected (keterhubungan) dan
nested (terangkai).
2. Model antarbidang studi yang meliputi model sequenced (keteruntutan), model
shared (berbagi), model webbed (jarring laba-laba), model threaded (bergalur) dan
model integrated (keintegratifan).
3. Model lintas peserta didik yang meliputi model immersed dan model network.
Ada dua pembelajaran integratif yang dipilih dan dikembangkan di program
pendidikan guru di sekolah khususnya di Indonesia, yaitu model keterhubungan, model
jaring laba-laba dan model keintegratifan.
1. Model keterhubungan (connected)
Model pembelajaran yang secara sengaja digunakan untuk menghubungkan satu
konsep dengan konsep lain, satu topik dengan topik lain, satu keterampilan dengan
keterampilan lain, tugas-tugas yang dilakukan dalam satu hari dengan tugas-tugas yang
dilakukan pada hari berikutnya, bahkan ide-ide yang dipelajari pada satu semester
dengan ide-ide yang akan dipelajari pada semester berikutnya di dalam bidang studi.
Tokoh yang mengembangkan model ini adalah Robert Maynard Hutchins.
Menurut Fogarty (dalam Trianto, 2011: 114) beberapa keunggulan pembelajaran
terpadu tipe connected antara lain sebagai berikut: (a) dengan pengintegrasian ide-ide
inter bidang studi, maka siswa mempunyai gambaran yang luas sebagaimana suatu
bidang studi yang terfokus pada suatu aspek tertentu, (b) siswa dapat mengembangkan
konsep-konsep kunci secara terus-menerus, sehingga terjadilah proses internalisasi, (c)
mengintegrasikan ide-ide dalam inter bidang studi memungkinkan siswa mengkaji,

10
mengkonseptualisasi, memperbaiki serta mengasimilasi ide-ide dalam memecahkan
masalah.
Sedangkan kelemahannya adalah (a) masih kelihatan terpisahnya inter bidang studi,
(b) tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim, sehingga isi pelajaran tetap terfokus
tanpa merentangkan konsep-konsep serta ide-ide interbidang studi, (c) dalam
memadukan ide-ide pada satu bidang studi, maka usaha untuk mengembangkan
keterhubungan antarbidang studi menjadi terabaikan (Forgaty dalam Trianto, 2011: 114).

2. Model jaring laba-laba (webbed)


Model ini merupakan model pembelajaran integratif menggunakan pendekatan
tematik. Pendekatan ini pengembangannya dimulai dengan menentukan tema. Tema bisa
ditetapkan dengan negosiasi antara guru dan peserta didik tetapi dapat pula dengan cara
diskusi sesame guru. Setelah tema disepakati, dikembangkan sub-subtemanya dengan
memerhatikan kaitannya dengan bidang-bidang studi. Dari sub-subtema ini
dikembangkan aktivitas belajar yang harus dilakukan peserta didik. Tokoh yang
mengembangkan model ini adalah Lyndon B.Johnson.
Kelebihan model jaring laba-laba (webbed), meliputi: (1) penyeleksian tema sesuai
dengan minat akan memotivasi anak untuk belajar; (2) lebih mudah dilakukan oleh guru
yang belum berpengalaman; (3) memudahkan perencanaan; (4) pendekatan tematik dapat
memotivasi peserta didik; dan (5) memberikan kemudahan bagi anak didik dalam
melihat kegiatan-kegiatan dan ide-ide berbeda yang terkait. Selain kelebihan yang
dimiliki, model webbed juga memiliki beberapa kekurangan antara lain: (1) sulit dalam
menyeleksi tema; (2) cenderung untuk merumuskan tema yang dangkal; dan (3) dalam
pembelajaran, guru lebih memusatkan perhatian pada kegiatan dari pada pengembangan
konsep (Trianto, 2011: 116).
3. Model keintegratifan (integrated)
Model ini merupakan pembelajaran integratif yang menggunakan pendekatan antar
bidang studi. Model ini diusahakan dengan cara menggabungkan bidang studi dengan
cara menetapkan prioritas kurikuler dan menemukan keterampilan, konsep, sikap yang
saling tumpang tindih di dalam beberapa bidang studi. Berbeda dengan model jaring
laba-laba yang menuntut pemilihan tema dan pengembangannya sebagai langkah awal,
maka dalam model keintegratifan yang berkaitan dan bertumpang tindih merupakan hal
yang terakhir yang ingin dicari dan dipilih oleh guru dalam tahap perencanaan program.

11
Pertama kali guru menyeleksi konsep-konsep, keterampilan, dan sikap yang
diajarkan dalam satu semester dari beberapa bidang studi. Selanjutnya dipilih beberapa
konsep keterampilan dan sikap yang memiliki keterhubungan yang erat dan tumpang
tindih di antara berbagai bidang studi. Tokoh yang mengembangkan model ini adalah
John Milton.
Tipe integrated (keterpaduan) memiliki kelebihan yaitu, (1) adanya kemungkinan
pemahaman antar bidang studi, karena dengan memfokuskan pada isi pelajaran, strategi
berpikir, keterampilan sosial, dan ide-ide penemuan lain, satu pelajaran dapat mencakup
banyak dimensi, sehingga peserta didik, pembelajaran menjadi semakin diperkaya dan
berkembang; (2) memotivasi peserta didik dalam belajar; (3) tipe terintegrasi juga
memberikan perhatian pada berbagai bidang yang penting dalam satu saat, tipe ini tidak
memerlukan penambahan waktu untuk bekerja dengan guru lain. Dalam tipe ini, guru
tidak perlu mengulang kembali materi yang tumpang tindih, sehingga tercapailah
efisiensi dan efektivitas pembelajaran.
Kekurangan tipe integrated antara lain: (1) terletak pada guru, yaitu guru harus
menguasai konsep, sikap, dan keterampilan yang diprioritaskan, (2) penerapannya, yaitu
sulitnya menerapkan tipe ini secara penuh, (3) tipe ini memerlukan tim antarbidang studi,
baik dalam perencanaannya maupun pelaksanaannya, dan (4) pengintegrasian kurikulum
dengan konsep-konsep dari masing-masing bidang studi menuntut adanya sumber belajar
yang beraneka ragam (Trianto, 2011: 118).
Dalam pembelajaran integratif terjadi kaitan-kaitan pengalaman belajar yang
bermakna. Pengalaman belajar yang lebih menunjukan kaitan unsur-unsur konseptualnya
akan meningkatkan peluang bagi terjadinya pembelajaran yang lebih efektif. Dengan kata
lain, pembelajaran integratif bertujuan agar pembelajaran di sekolah dasar menjadi lebih
efektif.
Pengorganisasian kelas di sekolah yang pada umumnya dipegang oleh guru kelas,
pengatur pembelajaran integratif model terjala (webbed) lebih memungkinkan untuk
dilaksanakan. Artinya, dengan kewenangannya mengajar semua mata pelajaran kecuali mata
pelajaran Pendidikan Agama dan Pendidikan Olahraga, sebagai guru kelas, guru dapat
mengatur sendiri cara menyajikan beberapa mata pelajarannya disesuaikan dengan
ketersediaan alat pelajaran, ketersediaan waktu, ketersediaan buku pelajaran, kondisi minat
dan kemampuan peserta didik.

12
2.6 Implikasi Pembelajaran Tematik Integratif

Penggunaan pembelajaran tematik integratif di sekolah dasar mengarah pada


peningkatan mutu pendidikan dan memberikan prospek yang sangat mendukung terhadap
pelaksanaan kurikulum 2013. Pembelajaran tematik dapat mengembangkan wawasan dan
aktivitas berpikir peserta didik melalui jaringan tema yang berisi pengatahuan, keterampilan,
nilai dan sikap yang diperoleh peserta didik dalam pembelajaran yang utuh. Penggunaan
tematik integratif ini berimplikasi pada proses penciptaan situasi belajar dan pembelajaran di
mana peserta didik mempelajari beberapa mata pelajaran secara terpadu dalam satu tema
pemersatu. Keterpaduan tersebut akan membuat konsep atau keterampilan yang ada dalam
mata pelajaran menjadi lebih bermakana bagi peserta didik. Menurut Majid (2014: 183-191)
Pembelajaran tematik di sekolah dasar juga memberi peluang untuk membangun pengetahuan
secara utuh, tidak tepecah-pecah dalam mata pelajaran.
1. Implikasi bagi guru
Sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap berhasilnya penerapan
model pembelajaran tematik di sekolah dasar, guru dituntut untuk kreatif dan memiliki
jiwa inovatif . hal pertama yang harus dilakukan guru adalah memahami model
pembelajaran tematik, baik secara konseptual maupun secara praktikal. Kebiasaan-
kebiasaan yang terjadi dalam menerima suatu bentuk inovasi dalam pembelajaran, guru
cenderung ingin langsung atau dipaksa melaksanakannya tanpa dibarengi dengan
pemahaman yang tuntas dari inovasi yang dikembangkan tersebut. Akibatnya, inovasi
tersebut jarang yang berumur panjang dan selalu kandas di tengah jalan, bukan
disebabkan karena buruknya bentuk inovasi tersebut, tetapi lebih disebabkan sifat
konservatif pada diri guru yang lebih senang dengan sesuatu yang sudah biasa dilakukan.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan guru dalam pelaksanaan pembelajaran tematik
di sekolah dasar yaitu bahwa pembelajaran tematik ini dimaksudkan agar pelaksanaan
kegiatan belajar-mengajar menjadi lebih bermakna dan utuh. Dalam pelaksanaannya
perlu mempertimbangkan antara lain alokasi waktu setiap tema, memperhitungkan
banyak sedikitnya bahan yang ada di lingkungan sekitar peserta didik. Pilihlah tema-
tema yang terdekat dan familiar dengan anak, namun demikian selalu mengutamakan
kompetensi dasar yang akan dicapai daripada tema-tema tersebut.
2. Implikasi bagi peserta didik
Peserta didik sebagai objek dan subjek merupakan faktor utama keberhasilan
pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah dasar. Penggunaan cara baru dalam

13
penyampaian isi kurikulum melalui penerapan model pembelajaran tematik perlu
diperkenalkan dan dikondisikan sejak dini agar tidak menimbulkan kerancuan-kerancuan
yang dapat mengganggu dan berpengaruh negative terhadap proses dan hasil belajarnya.
Peserta didik sendiri perlu menyadari atau disadarkan akan pentingnya pengaitan
materi/isi kurikulum pada masing-masing mata pelajaran agar pembelajaran menjadi
bermakna bagi kehidupannya kelak. Kesiapan menerima pembelajaran yang
mengharuskan adanya keterkaitan antar satu mata pelajaran dengan mata pelajaran
lainnya merupakan hal mutlak yang harus dipahami oleh peserta didik dalam
membangun pengetahuan yang lebih bermakna dan dapat dipublikasikan.
3. Implikasi terhadap buku ajar
Penerapan model pembelajaran tematik di sekolah dasar menuntut tersedianya bahan
ajar, terutama buku ajar, yang memadai dan dapat memenuhi kebutuhan pembelajaran
yang terintegrasi antar satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, bahkan
dengan kehidupan. Sekalipun, buku ajar yang sudah ada saat ini untuk masing-masing
mata pelajaran masih dapat dipergunakan dalam pelaksanaan pembelajaran tematik,
namun pada masa mendatang perlu diupayakan adanya buku suplemen khusus yang
memuat bahan ajar yang terintegrasi untuk membantu peserta didik sejak dini memahami
berbagai ilmu pengetahuan secara inter-disipliner. Bahan ajar tersebut berpangkal dari
tema-tema yang melekat dalam kehidupan peserta didik dan lingkungannya.
4. Implikasi terhadap Sarana dan Prasarana
Pembelajaran tematik diperlukan adanya berbagai sarana dan prasarana
pembelajaran yang pada dasarnya relatif sama dengan pembelajaran lainnya, hanya saja
memiliki kekhasan sendiri dalam beberapa hal. Guru harus memilih media yang akan
digunakan, media yang digunakan harus memiliki kebermanfaatan dan kesesuaian
dengan tema. Guru dalampembelajaran diharapkan dapat mengoptimalkan sarana yang
tersedia untuk mencapai tujuan dari pembelajaran.
5. Implikasi terhadap Pemilihan Metode
Karakteristik dalam pembelajaran tematik, pembelajaran berprinsip menyenangkan
sehingga dalam kegiatan pembelajaran perlu disiapkan berbagai variasi metode
pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam belajar bersifat inovasi, kreatif,
efektif dan menyenangkan.
6. Implikasi terhadap Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran merupakan suatu usaha untuk mendapatkan berbagai
informasi secara berkala,berkesinambungan dan menyeluruh tentang proses dan hasil

14
dari pertumbuhan dan pembelajaran yang telah dicapai oleh peserta didik melalui
program kegiatan pembelajaran.

2.7 Pola Organisasi Tematik Integratif

Pembelajaran tematik integratif berpusat pada peserta didik (student centered-active


learning) dengan pembelajaran yang kontekstual, khususnya terkait dengan pengembangan
tema. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik tersebut dipandu oleh guru dengan
menerapkan pembelajaran berbasis penelitian (inquiry-based learning) dan pembelajaran
berbasis project (project based learning) sebagaimana tampak dalam buku pegangan guru.
Dalam permendikbud No. 65 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah, kedua pendekatan dalam pembelajaran tersebut diterapkan guna membantu
peserta didik mencapai Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD) dan berimbas pada
ketercapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang mencakup tiga ranah belajar yakni (1)
sikap perilaku baik yang didasarkan pada nilai-nilai agama yang dirumuskan dalam KI 1 dan
didasarkan pada nilai-nilai sosial-kultural yang dinyatakan dalam KI 2; (2) pengetahuan baik
yang menyangkut pengetahuan konseptual, factual, procedural terkait dengan substansi mata
pelajaran yang terdapat dalam struktur kurikulum yang dinyatakan dalam K3; dan (3)
keterampilan menyajikan pengetahuan, baik yang menyangkut pengetahuan factual,
konseptual, maupun procedural dan keterampilan berpikir yang dibangun melalui
keterampilan menyajikan pengetahuan yang dipelajari peserta didik. Di dalamnya tercakup
pula keterampilan menggunakan metode dan alat (Sundayana, 2014: 27-28).
Model pembelajaran berbasis penelitian yang disarankan dalam kurikulum tersebut
sebagaimana dijelaskan dalam Pedoman Implementasi Kurikulum 2013 memfokuskan pada
empat tahapan pembelajaran mulai dari mengamati (observing), menanyakan (questioning),
melakukan percobaan (experimenting), mengumpulkan dan menghubungkan informasi
(collecting and asosiating), dan mengkomunikasikan (communicating).
Penerapan Kurikulum 2013 pada proses pembelajaran di sekolah dasar menggunakan
pendekatan tematik integratif. Salah satu pendukung proses pembelajaran adalah buku
tematikintigratif yang diterbitkan oleh Pemerintah. Mata pelajaran yang dapat dipadukan
adalah PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS), Seni Budaya dan Prakarya (SBdP), dan Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan (PJOK).

15
Berikut merupakan contoh pola tematik integratif yang terdapat pada kurikulum 2013. Kelas
rendah yaitu I, II dan III, sebagai contoh kelas 1 pada gambar tertera bahwa pembelajaran
terangkum pada tema 1 subtema 1 dengan mata pelajaran yang tercakup di dalamnya meliputi
Matematika, Bahasa Indonesia, PKn, SBdP, serta PJOK. Mata pelajaran matematika dan
PJOK pada kelas rendah terintegrasi dengan mata pelajaran lain yang dibentuk dalam sebuah
tema. Semua pembelajaran itu diuraikan menjadi satu kesatuan dalam satu subtema yang
memuat pembelajaran selama satu minggu/ tujuh hari pertemuan

16
Pada perkembangannya, untuk kelas tinggi (IV, V, dan VI) mata pelajaran
Matematika dan PJOK dipisahkan dari Buku Tematik Terpadu. Keputusan pemisahan mata
pelajaran tersebut ada berbagai alasan, diantaranya adalah materi/pembahasan muatan

17
Matematika pada buku tersebut terasa dangkal. Oleh karena itu, peserta didik tidak
mendapatkan pemahaman konsep matematika secara mendalam.

2.8 Kelemahan dan Kelebihan Pembelajaran Tematik Integratif

Pembelajaran tematik integratif memiliki kelebihan dibandingkan pendekatan


konvensional menurut Majid (2014: 92-94), yaitu sebagai berikut:

18
1. Pengalaman dan kegiatan belajar peserta didik akan selalu relevan dengan tingkat
perkembangan anak.
2. Kegiatan yang dipilih dapat disesuaikan dengan minat dan kebutuhan peserta didik.
3. Seluruh kegiatan belajar lebih bermakna bagi peserta didik sehingga hasil belajar akan
dapat bertahan lama.
4. Pembelajaran terpadu menumbuhkembangkan ketrampilan berpikir dan sosial peserta
didik.
5. Pembelajaran tematik menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis. Dengan
permasalahan yang sering ditemui dalam kehidupan/lingkungan riil peserta didik.
6. Jika pembelajaran tematik dirancang bersama dapat meningkatkan kerja sama antar
guru bidang kajian terkait, guru dengan peserta didik, peserta didik dengan peserta
didik, peserta didik/guru dengan narasumber sehingga belajar lebih menyenangkan,
belajar dalam situasi nyata, dan dalam konteks yang lebih bermakna.
Selain itu, pembelajaran tematik memiliki kelebihan dan arti penting, yakni sebagai
berikut.
1. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan anak didik;
2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar-mengajar yang relevan dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan anak didik;
3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna;
4. Mengembangkan ketrampilan berpikir anak didik sesuai dengan persoalan yang
dihadapi;
5. Menumbuhkan ketrampilan sosial melalui kerja sama;
6. Memiliki sikap toleransi, komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain;
7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi
dalam lingkungan anak didik.
Di samping kelebihan, pembelajaran tematik memiliki kelemahan terutama dalam
pelaksanaannya, yaitu pada perancangan dan pelaksanaan evaluasi yang lebih banyak
menuntut guru untuk melakukan evaluasi proses, dan tidak hanya evaluasi dampak
pembelajaran langsung saja. Puskur, Balitbang Diknas (tt;9) mengidentifikasi beberapa aspek
kelemahan pembelajaran tematik integratif, yaitu sebagai berikut:
1. Aspek Guru
Guru harus berwawasan luas, memiliki kreativitas tinggi, ketrampilan metodologis
yang handal, rasa percaya diri yang tinggi, dan berani mengemas dan mengembangkan
materi.

19
2. Aspek Peserta Didik
Pembelajaran terpadu menuntut kemampuan belajar peserta didik yang relatif
“baik”, baik dalam kemampuan akademik maupun kreativitasnya. Hal ini terjadi karena
model pembelajaran tematik menekankan pada kemampuan analitis (mengurai),
kemampun asosiatif (menghubung-hubungkan), kemampuan eksploratif dan elaboratif
(menemukan dan menggali).
3. Aspek Sarana dan Sumber Pembelajaran
Pembelajaran tematik memerlukan bahan bacaan atau sumber informasi yang
cukup banyak dan bervariasi, mungkin juga fasilitas internet. Semua ini akan menunjang,
memperkaya, dan mempermudah pengembangan wawasan. Jika sarana ini tidak
dipenuhi, penerapan pembelajaran terpadu juga akan terhambat.
4. Aspek Kurikulum
Kurikulum harus luwes, berorientasi pada pencapaian ketuntasan pemahaman
peserta didik (bukan pada pencapaian target penyampaian materi). Guru perlu diberi
kewenangan dalam mengembangkan materi, metode, penilaian keberhasilan
pembelajaran peserta didik.
5. Aspek Penilaian
Pembelajaran terpadu membutuhkan cara penilaian yang menyeluruh
(komperehensif), yaitu menetapkan keberhasilan belajar peserta didik dari beberapa
bidang kajian terkait yang dipadukan.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pembelajaran tematik integratif adalah pembelajaran yang mengintegrasikan atau


memdukan beberapa mata pelajaran atau bidang studi menjadi sebuah tema yang diharapkan
memberikan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik dalam proses pembelajaran.
Dalam pembelajaran tematik peran guru hanya sebagai fasilitator bagi peserta didik untuk
memudahkan peserta didik dalam belajar. Jadi guru diharuskan untuk lebih kreatif dan
inovatif dalam mengembangkan pembelajaran yang ada, guru juga harus banyak
menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar.
Penerapan pembelajaran tematik integratif tidak bisa dipisahkan dari tiga landasan yaitu
filosofis, psikologis dan yuridis. Selain itu, pembelajaran tematik integratif memiliki
beberapa karakteristik yang diantaranya berpusat pada anak, memberikan pengalaman
langsung, pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, menyajikan konsep dari berbagai mata
pelajaran, bersifat fleksibel, hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta
didik, dan menggunakan prinsip belajar sambil bermain.
Tematik integratif terdapat dua model yang dapat dikatakan cocok atau tepat diterapkan
yaitu model yang mengintegrasikan model jaring laba-laba (webbed) dengan model
keterhubungan (connected). Model pembelajaran yang ada pada buku guru khususnya
menggunakan model jaring laba-laba yaitu mengintegrasikan beberapa mata pelajaran
menjadi sebuah tema. Pada kurikulum 2013, guru perlu mengembangkan pola dari tematik
integratif dengan disesuaikan keadaan lingkungan sekolah. Sama halnya dengan
pembelajaran lainnya, tematik integratif juga memiliki kelebihan dan kelemahan dalam
penerapannya, namun kelemahan dapat diminimalisir dengan guru memberikan yang terbaik
saat proses pembelajaran.

3.2 Saran

Makalah ini masih perlu adanya revisi demi perbaikan makalah yang mencakup materi
pola organisasi tematik integratif. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran

21
yang membangun agar semakin baik dalam menyusun makalah-makalah pada kesempatan
berikutnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, Rudi. (2013). Ragam Model Mengajar yang Mudah Diterima Murid. Yogyakarta:
DIVA Press.
Kemendikbud. (2013). Materi Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan
Mutu Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Nurdin,Syafruddin., Adriantoni. (2016). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Trianto. (2011). Desain Pengembangan Pembelajaran Tematik. Jakarta: Kencana Perdana
Media Group.
. (2010). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Bumi Aksara
Poerwati, Loeloek Endah dan Sofan Amri. (2013). Panduan Memahami Kurikulum 2013.
Jakarta: PT Prestasi Pustakarya
Yusrianti, Susi. (2014). Pembelajaran Tematik pada Awal Kelas SD/MI. Yogyakarta:
Kaukaba Dipantara

23

Anda mungkin juga menyukai