Disusun Oleh :
Miftachul Munawaroh : Riki Hidayatullah :190106125
190106090
Mochamad Ardiansyah : Rizal Achmad Fadilah :190106129
190106091
M Iqbal Ramadhan : Rizka Anggia Murni :190106130
190106096
Muhammad Jarod : Sahda Maysarah :190106135
190106097
Nabila Azizah Yurindani : Salim Rumra :190106136
190106102
Nanda Aisyia Pontoh : Sketsa Area Dhiatama :190106141
190106103
Novaldi Fhajerin : Sofiatul Aula :190106142
190106108
Novi Yulianti Nuraeni : Syavira Salsabilah Putri N :190106147
190106109
Panji Wicaksono Aji : Tasya Reilan Cendra T :190106148
190106113
Putri Regita Cahyani : Tubagus Hari Perkasa :190106152
190106116
Raihan Rafif Apriliano S : Vilda Ardya Putri :190106155
190106119
Ricky Muhammad M : Wisnu Pramudya Wardhana :190106158
190106122
Yuni Hartati :
190106161
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT sehingga penyusunan makalah ”Abses
Hati” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Selain itu kami ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah ”Evidence Based
Practice” atas bimbingan dan motivasinya.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..............................................................................................1
KATA PENGANTAR............................................................................................2
BAB IPENDAHULUAN........................................................................................4
A.Latar Belakang............................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................5
BAB IIPEMBAHASAN.........................................................................................6
A.Definisi.......................................................................................................6
B. Etiologi.................................................................................................................9
C. Penatalaksanaan ...............................................................................................21
A. Kesimpulan .......................................................................................................26
4
ABSES HEPAR
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abses hati terutama disebabkan oleh infeksi parasit atau bakteri dan
merupakan penyebab penting rawat inap di negara berpenghasilan menengah
ke bawah (LMIC). Patofisiologi abses berbeda-beda tergantung pada etiologi
dan memerlukan strategi berbeda untuk diagnosis dan penatalaksanaan.
Makalah ini membahas patofisiologi dan epidemiologi, pendekatan diagnostik
saat ini dan keterbatasannya serta pengelolaan abses hati di rangkaian sumber
daya yang rendah.
Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik,
termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver
abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini
merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400
SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. (1)
II Rumusan Masalah
Tinjauan Pustaka
BAB II
6
peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang meliputi
seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang
disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional
organ yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati dimana diantaranya terdapat
sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus dan
sel Kupffer yang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan mampu
memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Hati
memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatika
dan dari aorta melalui arteria hepatika.(2,3,4)
B. EPIDEMIOLOGI
AHP (abses hati piogenik) memiliki distribusi global, meskipun
insiden bervariasi secara signifikan di antara berbagai negara dari lebih dari
900 kasus dalam periode 10 tahun di negara-negara Asia seperti Taiwan,
Singapura dan Korea Selatan hingga 23 kasus dalam rentang waktu yang
sama di kawasan non-Asia.2 Dalam di AS, 3 kejadian PLA adalah 2,3 per
100.000, terutama pada pria yang lebih tua dan diabetes dan kanker dianggap
sebagai faktor risiko pengembangan AHP. Patogen yang paling umum
diisolasi dalam pengaturan ini adalah Streptococcus milleri diikuti oleh
Klebsiella pneumoniae. Ini berbeda dengan Korea Selatan dan Taiwan, di
mana K. pneumoniae adalah patogen paling umum yang ditemukan di
AHP.1,4
C. ETIOLOGI
D. PATOGENESIS
Gejala :
a. Demam internitten ( 38-40oC)
b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar
hingga bahu kanan dan daerahskapula
c. Anoreksia
d. Nausea
e. Vomitus
f. Keringatmalam
g. Berat badanmenurun
h. Batuk
i. Pembengkakan perut kanan atas
j. Ikterus
k. Buang air besarberdarah
l. Kadang ditemukan riwayatdiare
m. Kadang terjadi cegukan (hiccup)
Kelainan fisis:
a. Ikterus
b. Temperaturnaik
c. Malnutrisi
d. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertaikomplikasi
e. Nyeri perut kananatas
f. Fluktuasi
Pemeriksaan fisis:
a. Hepatomegali
b. Nyeri tekan perutkanan
c. Ikterus, namun jarangterjadi
d. Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeripleura
e. Buang air besar berwarna sepertikapur
f. Buang air kecil berwarnagelap
g. Splenomegali pada AHP yang telah menjadikronik
G. DIAGNOSIS
H. PEMERIKSAANPENUNJANG
H.1 PemeriksaanLaboratorium
H.2 PemeriksaanRadiologi
Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada segmen IV. Abses lainnya terdapat
pada segmen VII dan VIII. (8)
I. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan
penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba.
Pengobatan yang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk
amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang
paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap
logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3
x750mgperhariselama5–10hari.Sedangkanuntukanakialah35-
50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole
lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800
mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari
dalam dosis tunggal selama 3-5hari.
b. Dehydroemetine(DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan
untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari
atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10
hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan
kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan
pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak
c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal
ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150
mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang
dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari
selama 20 hari.
2. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di
atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada
ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan
kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi.
Aspirasi dilakukan dengan tuntunanUSG.
3. DrainasePerkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur
atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi
campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda
perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan
berguna juga pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial.
4. DrainaseBedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil
mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis
susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah
diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi
mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami
infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila
usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga
dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya
ruptur abses amuba intraperitoneal.
Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat
abseshati piogenik yaitu dengan cara:
a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu
ataupun tumor dengan rute transhepatik atau dengan
melakukanendoskopi
b. Pemberian antibiotik pada sepsisintra-abdominal
Terapidefinitif
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang
adekuat dan menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang
berasal dari saluran cerna. Pemberian antibiotika secara intravena
sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-
2 bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiridari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan
beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya
sefalosporin generasi ketiga seperti cefoperazone 1-2
gr/12jam/IV
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk
bakteri anaerob terutama B. fragilis. Dosis metronidazole
500 mg/6jam/IV
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yangresisten.
d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-
metronidazole, aminoglikosida dansiklosporin.
Drainaseabses
Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase
terbuka terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan
konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan
drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan
abdomen ultrasound atau tomografi komputer.
Drainasebedah
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi
perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen
yang memerlukan manajemen operasi.
J. KOMPLIKASI
J.1 Abses HeparAmoeba
K. PROGNOSIS
Pada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin,
metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah
sakit dengan fasilitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan
fasilitas memadai sekitar 2% dan pada fasilitas yang kurang memadai
mortalitasnya 10%. Pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi
mortalitassekitar12%.Jikaadaperitonitisamuba,mortalitasdapatmencapai
40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan keadaan umum yang jelek,
malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian biasanya sepsis atau sindrom
hepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga dipengaruhi oleh virulensi
penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah abses dan terdapatnya
komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan infeksi
ektraintestinal, serta infeksi peritonial dan perikardium. (2,13)
Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang
akurat dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur
anaerob, pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainase
secara bedah. Faktor utama yang menentukan mortalitas antara lain umur,
jumlah abses, adanya komplikasi serta bakterimia polimikrobial dan gangguan
fungsi hati seperti ikterus atau hipoalbuminemia. Komplikasi yang berakhir
mortalitas terjadi pada keadaan sepsis abses subfrenik atau subhepatik, ruptur
abses ke rongga peritonium, ke pleura atau ke paru, kegagalan hati, hemobilia,
dan perdarahan dalam abses hati. Penyakit penyerta yang menyebabkan
mortalitas tinggi adalah DM, penyakit polikistik dan sirosis hati. Mortalitas
abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial
penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk apabila:
terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel, infeksi polimikroba, adanya
hubungan dengan keganasan atau penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis,
keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap
abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit
(1,2)
lain.
L. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS(18)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Abses hati terutama disebabkan oleh infeksi parasit atau bakteri dan
merupakan penyebab penting rawat inap di negara berpenghasilan menengah
ke bawah (LMIC). Patofisiologi abses berbeda-beda tergantung pada etiologi
dan memerlukan strategi berbeda untuk diagnosis dan penatalaksanaan.
Makalah ini membahas patofisiologi dan epidemiologi, pendekatan diagnostik
saat ini dan keterbatasannya serta pengelolaan abses hati di rangkaian sumber
daya yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sifri CD, Madoff LC. Infections of the liver and biliary system (liver abscess,
cholangitis, cholecystitis) In: Bennett JE, Dolin R, Blaser MJ (eds.). Principles and
Practice of Infectious Diseases, 8th edn. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2015,1270–9
[Google Scholar]
2. Ko WC, Paterson DL, Sagnimeni AJ, et al. . Community-acquired Klebsiella
pneumoniae bacteremia: global differences in clinical patterns. Emerg Inf Dis
2002;8:160–6. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
3. Kaplan GG, Gregson DB, Laupland KB. Population-based study of the epidemiology of
and the risk factors for pyogenic liver abscess. Clin Gastroenterol Hepatol 2004;2:1032–
8. [PubMed] [Google Scholar]
4. Chung D, Lee S, Lee H, et al. . Emerging invasive liver abscess caused by K1 serotype
Klebsiella pneumoniae in Korea. J Inf 2007;54:578–83. [PubMed] [Google Scholar]
5. Herbinger K, Fleischmann E, Weber C, et al. . Epidemiological, clinical and diagnostic
data on intestinal infections with Entamoeba histolytica and Entamoeba dispar among
returning travelers. Infection 2011;39:527–35. [PubMed] [Google Scholar]
6. Seeto RK, Rockey DC. Amoebic liver abscess: epidemiology, clinical features, and
outcome. West J Med 1999;170:104–9. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
7. Candler W, Phuphaisan S, Echeverria P, et al. . Amebiasis at an evacuation site on the
Thai-Cambodian border. Southeast Asian J Trop Med Public Health 1990;21:574–9.
[PubMed] [Google Scholar]
8. Blessmann J, Van LP, Nu PAT, et al. . Epidemiology of amebiasis in a region of high
incidence of amoebic liver abscess in Central Vietnam. Am J Trop Med Hyg
2002;66:578–83. [PubMed] [Google Scholar]
9. Priyadarshi RN, Prakash V, Anand U, et al. . Ultrasound-guided percutaneous catheter
drainage of various types of ruptured amoebic liver abscess: a report of 117 cases from a
highly endemic zone of India. Abdom Radiol 2018;44:877–85. [PubMed] [Google
Scholar]
10. De Souza Andrade-Filho J. Revista do Instituto de Medicina Tropical de São Paulo.
2012. Available from: http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0036-
46652012000400011 [PubMed]
11. Prakash V, Oliver TI. Amoebic Liver Abscess. In: Abai B, Abu-Ghosh A, Acharya AB,
et al.. Florida: StatPearls Publishing, 2019. Available
from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430832/ [Google Scholar]
12. Wuerz T, Kane JB, Boggild AK. A review of amoebic liver abscess for clinicians in a
nonendemic setting. Can J Gastroenterol 2012;26:729–33. [PMC free article] [PubMed]
[Google Scholar]
13. Tsutsumi V, Mena-Lopez R, Anaya-Velazquez F, et al. . Cellular bases of experimental
amoebic liver abscess. Am J Pathol 1984;117:81–91. [PMC free article] [PubMed]
[Google Scholar]
14. Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo,Aru W.
Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus. Setiati,Siti. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.
15. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul. Anatomi hati.
Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic resonance imaging (MRI)
hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam : Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana,
Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M. Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama. Jakarta :
Jayabadi. 2007. Hal 1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.
16. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam : Price,
Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit vol.1
edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal 472-476.
17. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku ajar fisiologi
kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008. Hal 902-906.
18. Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam : Fisiologi manusia dari sel ke sistem
edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.
19. Keshav, Satish. Structure and function. In : The gastrointestinal system at a glance.
United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter 27-28.
20. Friedman, Lawrence S. Rosenthal, Philip J. Goldsmith, Robert S. Liver, biliary tract and
pancreas. Protozoal and helminthic infections. In : Papadakis, Maxine A. McPhee,
Stephen J. Tierney, Lawrence M. Current medical diagnosis and treatment 2008 forty-
seventh edition. Jakarta : PT. Soho Industri Pharmasi. 2008. Page 596, 1304-1306.
21. Krige,J. Beckingham, I.J. Liver abscesses and hydatid disease. In : Beckingham, I.J.
ABC of Liver, Pancreas, and Gall Bladder. Spain : GraphyCems,Navarra. 2001. Chapter
40-42
22. Soedarto. Penyakit protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis. Surabaya : Airlangga
University Press. 2007. Hal 23-24, 27-29.