Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH ANALISIS JURNAL

PERI ANESTESI PADA KASUS ABSES HATI


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Evidience Based Practic Yang Diampu Oleh Dosen Wilis
Sukmaningtyas S.ST., S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun Oleh :
Miftachul Munawaroh : Riki Hidayatullah :190106125
190106090
Mochamad Ardiansyah : Rizal Achmad Fadilah :190106129
190106091
M Iqbal Ramadhan : Rizka Anggia Murni :190106130
190106096
Muhammad Jarod : Sahda Maysarah :190106135
190106097
Nabila Azizah Yurindani : Salim Rumra :190106136
190106102
Nanda Aisyia Pontoh : Sketsa Area Dhiatama :190106141
190106103
Novaldi Fhajerin : Sofiatul Aula :190106142
190106108
Novi Yulianti Nuraeni : Syavira Salsabilah Putri N :190106147
190106109
Panji Wicaksono Aji : Tasya Reilan Cendra T :190106148
190106113
Putri Regita Cahyani : Tubagus Hari Perkasa :190106152
190106116
Raihan Rafif Apriliano S : Vilda Ardya Putri :190106155
190106119
Ricky Muhammad M : Wisnu Pramudya Wardhana :190106158
190106122
Yuni Hartati :
190106161

PRODI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


1
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA PURWOKERTO
2021

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT sehingga penyusunan makalah ”Abses
Hati” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Selain itu kami ingin mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah ”Evidence Based
Practice” atas bimbingan dan motivasinya.
Penulis menyadari akan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, karena itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.

Purwokerto, 19 April 2021

Penyusun

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..............................................................................................1

KATA PENGANTAR............................................................................................2

BAB IPENDAHULUAN........................................................................................4

A.Latar Belakang............................................................................................4

B. Rumusan Masalah ...............................................................................................4

C. Tujuan........................................................................................................5

BAB IIPEMBAHASAN.........................................................................................6

A.Definisi.......................................................................................................6

B. Etiologi.................................................................................................................9

C. Penatalaksanaan ...............................................................................................21

BAB III PENUTUP..........................................................................................................26

A. Kesimpulan .......................................................................................................26

B. Daftar Pustaka ...................................................................................................27

4
ABSES HEPAR
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Abses hati terutama disebabkan oleh infeksi parasit atau bakteri dan
merupakan penyebab penting rawat inap di negara berpenghasilan menengah
ke bawah (LMIC). Patofisiologi abses berbeda-beda tergantung pada etiologi
dan memerlukan strategi berbeda untuk diagnosis dan penatalaksanaan.
Makalah ini membahas patofisiologi dan epidemiologi, pendekatan diagnostik
saat ini dan keterbatasannya serta pengelolaan abses hati di rangkaian sumber
daya yang rendah.

Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik,
termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver
abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini
merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400
SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. (1)

Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang


jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus
urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan.
Di negara yang sedang berkembang abses hati amuba lebih sering didapatkan
secara endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Dalam beberapa
dekade terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek epidemiologis,
etiologi, bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai pengelolaan serta
prognosisnya.(2)

II Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep teori abses hepar?


2. Bagaimana kebutuhan dasar manusia pada penderita abses hepar?
3. Bagaimana metode penelitian jurnal tersebut?
5
III Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep teori penyakit Abses hati
2. Untuk mengetahui bagaimana pembentukan yang akan terjadi
3. Untuk mengetahui bagaimana metode penelitian jurnal tersebut.

Tinjauan Pustaka

BAB II

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar


1.500gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di
regio hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria
sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan.

6
peritonium terdapat jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson yang meliputi
seluruh permukaan hati. Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang
disebut sebagai lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional
organ yang terdiri atas lempeng-lempeng sel hati dimana diantaranya terdapat
sinusoid. Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh sel endotel khusus dan
sel Kupffer yang merupakan makrofag yang melapisi sinusoid dan mampu
memfagositosis bakteri dan benda asing lain dalam darah sinus hepatikus. Hati
memiliki suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui vena porta hepatika
dan dari aorta melalui arteria hepatika.(2,3,4)

Hati mempunyai fungsi yang sangat beraneka ragam. Beberapa di antaranya


(3,4,5,6)
yaitu:
 Pembentukan dan ekskresiempedu
Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam empedu
penting untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-lemak di
dalamusus.
 Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,
protein) setelah penyerapan dari saluranpencernaan
a. Metabolisme karbohidrat : menyimpan glikogen dalam jumlah besar,
konversi galaktosa dan friktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta
pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme
karbohidrat.
b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi
fungsi tubuh yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar
lipoprotein, serta sintesis lemak dari protein dankarbohidrat
c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk
mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma,
serta interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari
asamamino.

 Penimbunan vitamin danmineral


Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B 12,
tembaga, dan besi dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak
disimpan dalam hati adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan
B12 juga disimpan secara normal.
 Hati menyimpan besi dalam bentukferritin
Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang
dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi
akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam
bentuk ini di dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi
cairan tubuh mencapai kadar rendah, maka ferritin akan melepaskan besi.

 Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam


jumlah banyak
Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses koagulasi
meliputi fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan
beberapa faktor koagulasi lainnya. Vitamin K dibutuhkan oleh proses
metabolisme hati, untuk membentuk protrombin dan faktor VII, IX, dan X.

 Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormon, dan zat


lain
Medium kimia yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan
detoksifikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan meliputi sulfonamid,
penisilin, ampisilin, dan eritromisin ke dalam empedu. Beberapa hormon
yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi atau dihambat secara kimia
oleh hati meliputi tiroksin dan terutama semua hormon steroid seperti
estrogen, kortisol, danaldosteron.

 Hati berfungsi sebagai gudang darah danfiltrasi


Hati adalah organ venosa yang mampu bekerja sebagai tempat penampungan
darah yang bermakna saat volume darah berlebihan dan mampu menyuplai
darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Sinusoid hati merupakan depot
darah yang mengalir kembali dari vena cava (gagal jantung kanan). kerja
fagositik sel Kupffer membuang bakteri dan debris dari darah.

B. EPIDEMIOLOGI
AHP (abses hati piogenik) memiliki distribusi global, meskipun
insiden bervariasi secara signifikan di antara berbagai negara dari lebih dari
900 kasus dalam periode 10 tahun di negara-negara Asia seperti Taiwan,
Singapura dan Korea Selatan hingga 23 kasus dalam rentang waktu yang
sama di kawasan non-Asia.2 Dalam di AS, 3 kejadian PLA adalah 2,3 per
100.000, terutama pada pria yang lebih tua dan diabetes dan kanker dianggap
sebagai faktor risiko pengembangan AHP. Patogen yang paling umum
diisolasi dalam pengaturan ini adalah Streptococcus milleri diikuti oleh
Klebsiella pneumoniae. Ini berbeda dengan Korea Selatan dan Taiwan, di
mana K. pneumoniae adalah patogen paling umum yang ditemukan di
AHP.1,4

Entamoeba histolytica adalah protozoa yang menyebabkan amebiasis


(infeksi saluran cerna) dan penyebab paling umum dari infeksi parasit usus
pada pelancong yang kembali.5 Entamoeba histolytica tersebar secara global
dengan tingkat infeksi yang lebih tinggi di pengaturan negara berpenghasilan
menengah ke bawah (LMIC) dibandingkan dengan negara berpenghasilan
tinggi (HIC). Selain itu, sebagian besar kasus di HIC biasanya diimpor,
sedangkan kasus non-impor biasanya memengaruhi pasien yang mengalami
imunosupresi.6 Infeksi terkait dengan kondisi kehidupan yang buruk dan
kontaminasi air minum. Contoh yang baik dari hal ini ditunjukkan oleh
tingkat amoebiasis yang tinggi (63/1000 anak) pada pengungsi perbatasan
Thailand-Kamboja antara tahun 1987 dan 1989.7

Manifestasi ekstra-usus yang paling umum adalah abses hati, dengan


parasit dibawa ke hati melalui vena portal. Insiden penyakit ini tertinggi di
Asia, di mana angka ini bisa mencapai 21 per 100.000 penduduk per tahun.8
abses hatiamebik (AHA) terutama menyerang pria paruh baya (30-60 tahun).
Faktor risiko termasuk konsumsi alkohol dan malnutrisi (massa tubuh rendah
dan hipoalbuminemia).)

C. ETIOLOGI

D.1 Abses HatiAmebik

Didapatkan beberapa spesies amoeba yang dapat hidup sebagai


parasit non-patogen dalam mulut dan usus, tetapi hanya Entamoeba
histolytica yang dapat menyebabkan penyakit. Hanya sebagian kecil
individu yang terinfeksi Entamoeba histolytica yang memberikan gejala
amebiasis invasif, sehingga diduga ada 2 jenis Entamoeba histolytica yaitu
strain patogen dan non-patogen. Bervariasinya virulensi berbagai strain
Entamoeba histolytica ini berbeda berdasarkan kemampuannya
menimbulkan lesi pada hati. (2)
Amuba bentuk trofozoit dengan pseupoda ukuran besar (8)

Entamoeba histolytica adalah protozoa usus kelas Rhizopoda yang


mengadakan pergerakan menggunakan pseupodia/kaki semu. Terdapat 3
bentuk parasit, yaitu tropozoit yang aktif bergerak dan bersifat invasif,
mampu memasuki organ dan jaringan, bentuk kista yang tidak aktif
bergerak dan bentuk prakista yang merupakan bentuk antara kedua
stadium tersebut. Tropozoit adalah bentuk motil yang biasanya hidup
komensal di dalam usus. Dapat bermultiplikasi dengan cara membelah diri
menjadi 2 atau menjadi kista. Tumbuh dalam keadaan anaerob dan hanya
perlu bakteri atau jaringan untuk kebutuhan zat gizinya. Tropozoit ini
tidak penting untuk penularan karena dapat mati terpajan hidroklorida atau
enzim pencernaan. Jika terjadi diare, tropozoit dengan ukuran 10-20 um
yang berpseudopodia keluar, sampai yang ukuran 50 um.Tropozoit besar
sangat aktif bergerak, mampu memangsa eritrosit, mengandung protease
yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang mampu mengakibatkan
destruksi jaringan. Bentuk tropozoit ini akan mati dalam suasana kering
atau asam. Bila tidak diare/disentri tropozoit akan membentuk kista
sebelum keluar ke tinja.(2,9)
Kista akan berinti 4 setelah melakukan 2 kali pembelahan dan
berperan dalam penularan karena tahan terhadap perubahan lingkungan,
tahan asam lambung dan enzim pencernaan. Kista infektif mempunyai 4
inti merupakan bentuk yang dapat ditularkan dari penderita atau karier ke
manusia lainnya. Kista berbentuk bulat dengan diameter 8-20 um, dinding
kaku. Pembentukan kista ini dipercepat dengan berkurangnya bahan
makanan atau perubahan osmolaritas media. (2,9)

D.2 Abses Hati Piogenik

Etiologi AHP adalah enterobacteriaceae, microaerophilic


streptococci, anaerobic streptococci, klebsiella pneumoniae, bacteriodes,
fusobacterium, staphylococcus aureus, staphylococcus milleri, candida
albicans, aspergillus, actinomyces, eikenella corrodens, yersinia
enterolitica, salmonella typhi, brucella melitensis, dan fungal. Organisme
penyebab yang paling sering ditemukan adalah E.Coli, Klebsiella
pneumoniae, Proteus vulgaris, Enterobacter aerogenes dan spesies dari
bakteri anaerob ( contohnya Streptococcus Milleri ). Staphylococcus
aureus biasanya organisme penyebab pada pasien yang juga memiliki
penyakit granuloma yang kronik. Organisme yang jarang ditemukan
sebagai penyebabnya adalah Salmonella, Haemophillus, dan Yersinia.
Kebanyakan abses hati piogenik adalah infeksi sekunder di dalam
abdomen. Bakteri dapat mengivasi hati melalui:
1. Vena porta yaitu infeksi pelvis atau gastrointestinal atau bisa
menyebabkan fileplebitisporta
2. Arteri hepatika sehingga terjadi bakteremiasistemik
3. Komplikasi infeksi intra abdominal seperti divertikulitis,
peritonitis, dan infeksi postoperasi
4. Komplikasi dari sistem biliaris, langsung dari kantong empedu atau
saluran-saluran empedu. Obstruksi bilier ekstrahepatik
menyebabkan kolangitis. Penyebab lainnya biasanya berhubungan
dengan choledocholithiasis, tumor jinak dan ganas atau
pascaoperasistriktur.
5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan
cryoablation massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses
piogenik.
6. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
orang lanjut usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan
diabetes atau kanker metastatik.(1,7,10,11)

D. PATOGENESIS

E.1 Abses HeparAmebik

Kata abses mungkin merupakan istilah yang keliru jika digunakan


untuk mendefinisikan proses patologis yang disebabkan oleh E. histolytica
di hati. Dalam kasus AHA, ada kematian sel hepatosit baik oleh apoptosis
atau nekrosis.11,12 Secara umum disepakati bahwa tidak ada sel inflamasi
karena lisis neutrofil oleh protozoa membentuk pasta ikan teri non-purulen
yang biasanya dijelaskan 'abses.1 Kematian sel akan terus terjadi dengan
perluasan abses sampai pasien menerima pengobatan yang tepat. Sebagai
catatan, sebuah penelitian hamster mengungkapkan bahwa segera setelah
pembibitan E. histolytica ke dalam parenkim hati, sel-sel inflamasi yang
sebagian besar terdiri dari polimorfonuklear mengelilingi parasit dan
kemudian dilisis bersama dengan hepatosit.
Cara penularan umumnya fecal-oral yaitu dengan menelan kista,
baik melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi atau transmisi
langsung pada orang dengan higiene yang buruk. Kasus yang jarang
terjadi adalah penularan melalui seks oral ataupun anal.(11,12)
E. hystolitica dalam 2 bentuk, baik bentuk trofozoit yang
menyebabkan penyakit invasif maupun kista bentuk infektif yang dapat
ditemukan pada lumen usus. Bentuk kista tahan terhadap asam lambung
namun dindingnya akan diurai oleh tripsin dalam usus halus. Kemudian
kista pecah dan melepaskan trofozoit yang kemudian menginvasi lapisan
mukosa usus. Amuba ini dapat menjadi patogen dengan mensekresi enzim
cysteine protease, sehingga melisiskan jaringan maupun eritrosit dan
menyebar keseluruh organ secara hematogen dan perkontinuinatum.
Amoeba yang masuk ke submukosa memasuki kapiler darah, ikut dalam
aliran darah melalui vena porta ke hati. Di hati E.hystolitica mensekresi
enzim proteolitik yang melisis jaringan hati, dan membentuk abses. Di hati
terjadi fokus akumulasi neutrofil periportal yang disertai nekrosis dan
infiltrasi granulomatosa. Lesi membesar, bersatu, dan granuloma diganti
dengan nekrotik. Bagian nekrotik ini dikelilingi kapsul tipis seperti
jaringan fibrosa. Lokasi yang sering adalah di lobus kanan (70% - 90%)
karena lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan
vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika
inferior dan aliran limfatik. Dinding abses bervariasi tebalnya,bergantung
pada lamanya penyakit. Secara klasik, cairan abses menyerupai ”achovy
paste” dan berwarna coklat kemerahan, sebagai akibat jaringan hepar serta
sel darah merah yang dicerna. (2,8,12,13)
E.2 Abses HeparPiogenik

Abses piogenik didefinisikan sebagai kumpulan nanah yang


terdiri dari banyak sel inflamasi, terutama neutrofil dan puing-puing
jaringan.10 Infeksi berhubungan dengan nekrosis dari peradangan
jaringan di sekitarnya.
Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses.
Dari suatu studi di Amerika, didapatkan 13% abses hati dari 48% abses
viseral. Abses hati dapat berbentuk soliter maupun multipel. Hal ini
dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari
tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoneum. Hati menerima
darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini
memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang
berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid
hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Bakteri
piogenik dapat memperoleh akses ke hati dengan ekstensi langsung dari
organ-organ yang berdekatan atau melalui vena portal atau arteri
hepatika. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi
aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya
tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari
vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses
fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara
hematogen sehingga terjadi bakteremia sistemik. Penetrasi akibat
trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati
sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan
nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadinya kebocoran saluran
empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan
kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi
pembentukan pus. Lobus kanan hati lebih sering terjadi AHP dibanding
lobus kiri, kal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan
menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal
sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika inferior
dan aliran limfatik.(1,10)
F. GAMBARAN KLINIS

F.1 Abses Hepar Amebik(2,8,9,13,)

Gejala :
a. Demam internitten ( 38-40oC)
b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar
hingga bahu kanan dan daerahskapula
c. Anoreksia
d. Nausea
e. Vomitus
f. Keringatmalam
g. Berat badanmenurun
h. Batuk
i. Pembengkakan perut kanan atas
j. Ikterus
k. Buang air besarberdarah
l. Kadang ditemukan riwayatdiare
m. Kadang terjadi cegukan (hiccup)

Kelainan fisis:

a. Ikterus
b. Temperaturnaik
c. Malnutrisi
d. Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertaikomplikasi
e. Nyeri perut kananatas
f. Fluktuasi

F.2 Abses hati piogenik(1,2,8,15)

Gambaran klinis abses hati piogenik menunjukkan manifestasi sistemik yang


lebih berat dari abses hati amuba.
Keluhan :
a. Demam yang sifatnya dapat remitten, intermitten atau kontinyu yang
disertaimenggigil
b. Nyeri spontan perut kanan atas ditandai dengan jalan membungkuk ke
depan dan kedua tangan diletakkan di atasnya.
c. Mual danmuntah
d. Berkeringatmalam
e. Malaise dankelelahan
f. Berat badanmenurun
g. Berkurangnya nafsu makan
h. Anoreksia

Pemeriksaan fisis:

a. Hepatomegali
b. Nyeri tekan perutkanan
c. Ikterus, namun jarangterjadi
d. Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeripleura
e. Buang air besar berwarna sepertikapur
f. Buang air kecil berwarnagelap
g. Splenomegali pada AHP yang telah menjadikronik

G. DIAGNOSIS

G.1 Abses hati amebik(2,9)

Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi hati untuk menemukan


trofozoit amuba. Diagnosis abses hati amebik di daerah endemik dapat
dipertimbangkan jika terdapat demam, nyeri perut kanan atas,
hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan
leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang tinggi
dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes
serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan
kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria
Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock(1969)
1. Hepatomegali yang nyeritekan
2. Respon baik terhadap obatamebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasipus
6. Pada USG didapatkan rongga dalamhati
7. Tes hemaglutinasipositif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan 3 atau lebihdari:
1. Hepatomegali yangnyeri
2. Riwayatdisentri
3. Leukositosis
4. Kelainanradiologis
5. Respons terhadap terapiamebisid
c. Kriteria Lamont DanPooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yangnyeri
2. Kelainanhematologis
3. Kelainanradiologis
4. Pusamebik
5. Tes serologipositif
6. Kelainan sidikanhati
7. Respons terhadap terapiamebisid

G.2 Abses hati piogenik

Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis


dan laboratoris serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-
kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik.
Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT-Scan saja, meskipun
pada akhirnya dengan CT-Scan mempunyai nilai prediksi yang tinggi
untukdiagnosisAHP,demikianjugadengantesserologiyangdilakukan.
Tes serologi yang negatif menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun
terdapat pada sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian.
Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri
penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standar
emas untuk diagnosis. (1)

H. PEMERIKSAANPENUNJANG

H.1 PemeriksaanLaboratorium

Pada pasien abses hati amebik, pemeriksaan hematologi didapatkan


hemoglobin 10,4-11,3 g% sedangkan lekosit 15.000-16.000/mL3 . pada
pemeriksaan faal hati didapatkan albumin 2,76-3,05 g%, globulin 3,62-
3,75 g%, total bilirubin 0,9-2,44 mg%, fosfatase alkali 270,4-382,0 u/L,
SGOT 27,8-55,9 u/L dan SGPT 15,7-63,0 u/L. Jadi kelainan yang
didapatkan pada amubiasis hati adalah anemia ringan sampai sedang,
leukositosis berkisar 15.000/mL3. Sedangkan kelainan faal hati didapatkan
ringan sampai sedang. Uji serologi dan uji kulit yang positif menunjukkan
adanya Ag atau Ab yang spesifik terhadap parasit ini, kecuali pada awal
infeksi. Ada beberapa uji yang banyak digunakan antara lain
hemaglutination (IHA), countermunoelectrophoresis (CIE), dan ELISA.
Real Time PCR cocok untuk mendeteksi E.histolityca pada feses dan pus
penderita abses hepar. (2,7,9)
Pada pasien abses hati piogenik, mungkin didapatkan leukositosis
dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah,
gangguan fungsi hati seperti peninggian bilirubin, alkalin fosfatase,
peningkatan enzim transaminase, serum bilirubin, berkurangnya
konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang
menunjukkan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati. Kultur darah yang
memperlihatkan bakterial penyebab menjadi standar emas untuk
menegakkan diagnosis secara mikrobiologik. Pemeriksaan biakan pada
permulaan penyakit sering tidak ditemukan kuman. Kuman yang sering
ditemukan adalah kuman gram negatif seperti Proteusvulgaris,
Aerobacter aerogenes atau Pseudomonas aeruginosa, sedangkan kuman
anaerib Microaerofilic sp, Streptococci sp, Bacteroides sp, atau
Fusobacterium sp. (1,2)

H.2 PemeriksaanRadiologi

Pada pasien abses hati amebik, foto thoraks menunjukkan


peninggian kubah diafragma kanan dan berkurangnya pergerakan
diafragma efusi pleura kolaps paru dan abses paru. Kelainan pada foto
polos abdomen tidak begitu banyak. Mungkin berupa gambaran ileus,
hepatomegali atau gambaran udara bebas di atas hati. Jarang didapatkan
air fluid level yang jelas, USG untuk mendeteksi amubiasis hati, USG
sama efektifnya dengan CT atau MRI. Gambaran USG pada amubiasis
hati adalah bentuk bulat atau oval tidak ada gema dinding yang berarti
ekogenitas lebih rendah dari parenkim hati normal bersentuhan dengan
kapsul hati dan peninggian sonic distal. Gambaran CT scan : 85 % berupa
massa soliter relatif besar, monolokular, prakontras tampak sebagai massa
hipodens berbatas suram. Densitas cairan abses berkisar 10-20 H.U. Pasca
kontras tampak penyengatan pada dinding abses yang tebal. Septa terlihat
pada 30 % kasus. Penyengatan dinding terlihat baik pada fase porta.(2)

Gambaran CT Scan pada abses hati amebic(8)

Pada pasien abses hati piogenik, foto polos abdomen kadang-kadang


didapatkan kelainan yang tidak spesifik seperti peninggian diafragma
kanan, efusi pleura, atelektasis basal paru, empiema, atau abses paru. Pada
foto thoraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut
kostofrenikus anterior tertutup. Secara angiografik abses merupakan
daerah avaskuler. Kadang-kadang didapatkan gas atau cairan pada
subdiafragma kanan. Pemeriksaan USG, radionuclide scanning, CT scan
dan MRI mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. CT scan dan MRI dapat
menetapkan lokasi abses lebih akurat terutama untuk drainase perkutan
atau tindakan bedah. Gambaran CT scan : apabila mikroabses berupa lesi
hipodens kecil-kecil < 5 mm sukar dibedakan dari mikroabses jamur, rim
enhancement pada mikroabses sukar dinilai karena lesi terlalu kecil.
Apabila mikroabses > 10 mm atau membentuk kluster sehingga tampak
massa agak besar maka prakontras kluster piogenik abses tampak sebagai
masa low density berbatas suram. Pasca kontras fase arterial tampak
gambaran khas berupa masa dengan rim enhancement dimana hanya
kapsul abses yang tebal yang menyengat. Bagian tengah abses terlihat
hipodens dengan banyak septa-septa halus yang juga menyengat, sehingga
membentuk gambaran menyerupai jala. Fase porta penyengatan dinding
kapsul abses akan semakin menonjol dan sekitar dinding abses tampak
area yang hipodens sebagai reaksi edema di sekitar abses. Sebagian kecil
piogenik bersifat monokuler, tidak bersepta, dan menyerupai abses
amoebiasis. Pembentukan gas di dalam abses biasanya pada infeksi oleh
kuman Klebsiella. (1,2,)

Gambaran CT Scan dengan multifokal abses hati piogenik pada segmen IV. Abses lainnya terdapat
pada segmen VII dan VIII. (8)

Karateristik abses pada pemeriksaan MRI adalah lesi dengan


penyengatan kontras yang berbentuk cincin dan bagian sentral yang tidak
tampak penyengatan. Cincin penyengatan tetap terlihat pada fase tunda.(2)
Sangat sukar dibedakan gambaran USG antara abses piogenik dan amebik.
Biasanya sangat besar, kadang-kadang multilokular. Struktur eko rendah
sampai cairan ( anekoik ) dengan adanya bercak-bercak hiperekoik
(debris) di dalamnya. Tepinya tegas, ireguler yang makin lama makin
bertambah tebal.(16)

I. PENATALAKSANAAN

I.1 Abses hati amebik (2,12,14,17)

1. Medikamentosa
Abses hati amoeba tanpa komplikasi lain dapat menunjukkan
penyembuhan yang besar bila diterapi hanya dengan antiamoeba.
Pengobatan yang dianjurkan adalah:
a. Metronidazole
Metronidazole merupakan derivat nitroimidazole, efektif untuk
amubiasis intestinal maupun ekstraintestinal., efek samping yang
paling sering adalah sakit kepala, mual, mulut kering, dan rasa kecap
logam. Dosis yang dianjurkan untuk kasus abses hati amoeba adalah 3
x750mgperhariselama5–10hari.Sedangkanuntukanakialah35-
50 mg/kgBB/hari terbagi dalam tiga dosis. Derivat nitroimidazole
lainnya yang dapat digunakan adalah tinidazole dengan dosis 3 x 800
mg perhari selama 5 hari, untuk anak diberikan 60 mg/kgBB/hari
dalam dosis tunggal selama 3-5hari.
b. Dehydroemetine(DHE)
Merupakan derivat diloxanine furoate. Dosis yang direkomendasikan
untuk mengatasi abses liver sebesar 3 x 500 mg perhari selama 10 hari
atau 1-1,5 mg/kgBB/hari intramuskular (max. 99 mg/hari) selama 10
hari. DHE relatif lebih aman karena ekskresinya lebih cepat dan
kadarnya pada otot jantung lebih rendah. Sebaiknya tidak digunakan
pada penyakit jantung, kehamilan, ginjal, dan anak-anak
c. Chloroquin
Dosis klorokuin basa untuk dewasa dengan amubiasis ekstraintestinal
ialah 2x300 mg/hari pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 2x150
mg/hari selama 2 atau 3 minggu. Dosis untuk anak ialah 10
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi selama 3 minggu. Dosis yang
dianjurkan adalah 1 g/hari selama 2 hari dan diikuti 500 mg/hari
selama 20 hari.
2. Aspirasi
Apabila pengobatan medikamentosa dengan berbagai cara tersebut di
atas tidak berhasil (72 jam), terutama pada lesi multipel, atau pada
ancaman ruptur atau bila terapi dcngan metronidazol merupakan
kontraindikasi seperti pada kehamilan, perlu dilakukan aspirasi.
Aspirasi dilakukan dengan tuntunanUSG.
3. DrainasePerkutan
Drainase perkutan indikasinya pada abses besar dengan ancaman ruptur
atau diameter abses > 7 cm, respons kemoterapi kurang, infeksi
campuran, letak abses dekat dengan permukaan kulit, tidak ada tanda
perforasi dan abses pada lobus kiri hati. Selain itu, drainase perkutan
berguna juga pada penanganan komplikasi paru, peritoneum, dan
perikardial.
4. DrainaseBedah
Pembedahan diindikasikan untuk penanganan abses yang tidak berhasil
mcmbaik dengan cara yang lebih konservatif, kemudian secara teknis
susah dicapai dengan aspirasi biasa. Selain itu, drainase bedah
diindikasikan juga untuk perdarahan yang jarang tcrjadi tetapi
mengancam jiwa penderita, disertai atau tanpa adanya ruptur abses.
Penderita dengan septikemia karena abses amuba yang mengalami
infeksi sekunder juga dicalonkan untuk tindakan bedah, khususnya bila
usaha dekompresi perkutan tidak berhasil Laparoskopi juga
dikedepankan untuk kemungkinannya dalam mengevaluasi tcrjadinya
ruptur abses amuba intraperitoneal.

I.2 Abses hati piogenik(1,2,7,10)

 Pencegahan
Merupakan cara efektif untuk menurunkan mortalitas akibat
abseshati piogenik yaitu dengan cara:
a. Dekompresi pada keadaan obstruksi bilier baik akibat batu
ataupun tumor dengan rute transhepatik atau dengan
melakukanendoskopi
b. Pemberian antibiotik pada sepsisintra-abdominal
 Terapidefinitif
Terapi ini terdiri dari antibiotik, drainase abses yang
adekuat dan menghilangkan penyakit dasar seperti sepsis yang
berasal dari saluran cerna. Pemberian antibiotika secara intravena
sampai 3 gr/hari selama 3 minggu diikuti pemberian oral selama 1-
2 bulan. Antibiotik ini yang diberikan terdiridari:
a. Penisilin atau sefalosporin untuk coccus gram positif dan
beberapa jenis bakteri gram negatif yang sensitif. Misalnya
sefalosporin generasi ketiga seperti cefoperazone 1-2
gr/12jam/IV
b. Metronidazole, klindamisin atau kloramfenikol untuk
bakteri anaerob terutama B. fragilis. Dosis metronidazole
500 mg/6jam/IV
c. Aminoglikosida untuk bakteri gram negatif yangresisten.
d. Ampicilin-sulbaktam atau kombinasi klindamisin-
metronidazole, aminoglikosida dansiklosporin.
 Drainaseabses
Pengobatan pilihan untuk keberhasilan pengobatan adalah drainase
terbuka terutama pada kasus yang gagal dengan pengobatan
konservatif. Penatalaksanaan saat ini adalah dengan menggunakan
drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan
abdomen ultrasound atau tomografi komputer.
 Drainasebedah
Drainase bedah dilakukan pada kegagalan terapi antibiotik, aspirasi
perkutan, drainase perkutan, serta adanya penyakit intra-abdomen
yang memerlukan manajemen operasi.
J. KOMPLIKASI
J.1 Abses HeparAmoeba

Komplikasi yang paling sering adalah ruptur abses sebesar 5 - 5,6 %.


Ruptur dapat terjadi ke pleura, paru, perikardium, usus, intraperitoneal atau
kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi, terutama setelah aspirasi atau
drainase. Infeksi pleuropneumonal adalah komplikasi yang paling umum
terjadi. Mekanisme infeksi termasuk pengembangan efusi serosa simpatik,
pecahnya abses hati ke dalam rongga dada yang dapat menyebabkan
empiema, serta penyebaran hematogen sehingga terjadi infeksi parenkim.
Fistula hepatobronkial dapat menyebabkan batuk produktif dengan bahan
nekrotik mengandung amoeba. Fistula bronkopleural mungkin jarang terjadi.
Komplikasi pada jantung biasanya dikaitkan pecahnya abses pada lobus kiri
hati dimana ini dapat menimbulkan kematian. Pecah atau rupturnya abses
dapat ke organ-organ peritonium dan mediastinum. Kasus pseudoaneurysm
arteri hepatika telah dilaporkan terjadi sebagai komplikasi.(12,13,14)

J.2 Abses HeparPiogenik


Saat diagnosis ditegakkan, menggambarkan keadaan penyakit berat seperti
septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, ruptur abses hati disertai
peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan pleuropulmonal,
gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula
hepatobronkial, ruptur ke dalam perikard atau retroperineum. Sesudah
mendapatkan terapi, sering terjadi diatesis hemoragik, infeksi luka, abses
rekuren, perdarahan sekunder dan terjadi rekurensi atau reaktifasi abses. (1)

K. PROGNOSIS
Pada kasus AHA, sejak digunakan obat seperti dehidroemetin atau emetin,
metronidazole dan kloroquin, mortalitas menurun tajam. Mortalitas di rumah
sakit dengan fasilitas menurun tajam. Mortalitas di rumah sakit dengan
fasilitas memadai sekitar 2% dan pada fasilitas yang kurang memadai
mortalitasnya 10%. Pada kasus yang membutuhkan tindakan operasi
mortalitassekitar12%.Jikaadaperitonitisamuba,mortalitasdapatmencapai
40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan keadaan umum yang jelek,
malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian biasanya sepsis atau sindrom
hepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga dipengaruhi oleh virulensi
penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah abses dan terdapatnya
komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5% pasien dengan infeksi
ektraintestinal, serta infeksi peritonial dan perikardium. (2,13)
Prognosis abses piogenik sangat ditentukan diagnosis dini, lokasi yang
akurat dengan ultrasonografi, perbaikan dalam mikrobiologi seperti kultur
anaerob, pemberian antibiotik perioperatif dan aspirasi perkutan atau drainase
secara bedah. Faktor utama yang menentukan mortalitas antara lain umur,
jumlah abses, adanya komplikasi serta bakterimia polimikrobial dan gangguan
fungsi hati seperti ikterus atau hipoalbuminemia. Komplikasi yang berakhir
mortalitas terjadi pada keadaan sepsis abses subfrenik atau subhepatik, ruptur
abses ke rongga peritonium, ke pleura atau ke paru, kegagalan hati, hemobilia,
dan perdarahan dalam abses hati. Penyakit penyerta yang menyebabkan
mortalitas tinggi adalah DM, penyakit polikistik dan sirosis hati. Mortalitas
abses hati piogenik yang diobati dengan antibiotika yang sesuai bakterial
penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16 %. Prognosis buruk apabila:
terjadi umur di atas 70 tahun, abses multipel, infeksi polimikroba, adanya
hubungan dengan keganasan atau penyakit immunosupresif, terjadinya sepsis,
keterlambatan diagnosis dan pengobatan, tidak dilakukan drainase terhadap
abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, efusi pleural atau adanya penyakit
(1,2)
lain.

L. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS(18)

Differential Diagnosis Manifestasi Klinis


Hepatoma Merupakan tumor ganas hati primer.
Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan
atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas.
Pemeriksaaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol,
stigmata penyakit hati kronik.
Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, alkali
fosatase
USG : lesi lokal/ difus di hati
Kolesistitis akut Merupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat
infeksi bakterial akut yang disertai keluhan nyeri perut
kanan atas, nyeri tekan, dan panas badan.
Anamnesis : nyeri epigastrium atau perut kanan atas
yang dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam.
Pemeriksaan fisik : teraba massa kandung empedu,
nyeri tekan disertai tanda-tanda peritoitis lokal,
Murphy sign (+), ikterik biasanya menunjukkan
adanya batu di saluran empeduekstrahepatik.
Laboratorium: leukositosis
USG : penebalan dining kandung empedu, sering
ditemukan pula sludge atau batu.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Abses hati terutama disebabkan oleh infeksi parasit atau bakteri dan
merupakan penyebab penting rawat inap di negara berpenghasilan menengah
ke bawah (LMIC). Patofisiologi abses berbeda-beda tergantung pada etiologi
dan memerlukan strategi berbeda untuk diagnosis dan penatalaksanaan.
Makalah ini membahas patofisiologi dan epidemiologi, pendekatan diagnostik
saat ini dan keterbatasannya serta pengelolaan abses hati di rangkaian sumber
daya yang rendah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sifri CD, Madoff LC. Infections of the liver and biliary system (liver abscess,
cholangitis, cholecystitis) In: Bennett JE, Dolin R, Blaser MJ (eds.). Principles and
Practice of Infectious Diseases, 8th edn. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2015,1270–9
[Google Scholar]
2. Ko WC, Paterson DL, Sagnimeni AJ, et al. . Community-acquired Klebsiella
pneumoniae bacteremia: global differences in clinical patterns. Emerg Inf Dis
2002;8:160–6. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
3. Kaplan GG, Gregson DB, Laupland KB. Population-based study of the epidemiology of
and the risk factors for pyogenic liver abscess. Clin Gastroenterol Hepatol 2004;2:1032–
8. [PubMed] [Google Scholar]
4. Chung D, Lee S, Lee H, et al. . Emerging invasive liver abscess caused by K1 serotype
Klebsiella pneumoniae in Korea. J Inf 2007;54:578–83. [PubMed] [Google Scholar]
5. Herbinger K, Fleischmann E, Weber C, et al. . Epidemiological, clinical and diagnostic
data on intestinal infections with Entamoeba histolytica and Entamoeba dispar among
returning travelers. Infection 2011;39:527–35. [PubMed] [Google Scholar]
6. Seeto RK, Rockey DC. Amoebic liver abscess: epidemiology, clinical features, and
outcome. West J Med 1999;170:104–9. [PMC free article] [PubMed] [Google Scholar]
7. Candler W, Phuphaisan S, Echeverria P, et al. . Amebiasis at an evacuation site on the
Thai-Cambodian border. Southeast Asian J Trop Med Public Health 1990;21:574–9.
[PubMed] [Google Scholar]
8. Blessmann J, Van LP, Nu PAT, et al. . Epidemiology of amebiasis in a region of high
incidence of amoebic liver abscess in Central Vietnam. Am J Trop Med Hyg
2002;66:578–83. [PubMed] [Google Scholar]
9. Priyadarshi RN, Prakash V, Anand U, et al. . Ultrasound-guided percutaneous catheter
drainage of various types of ruptured amoebic liver abscess: a report of 117 cases from a
highly endemic zone of India. Abdom Radiol 2018;44:877–85. [PubMed] [Google
Scholar]
10. De Souza Andrade-Filho J. Revista do Instituto de Medicina Tropical de São Paulo.
2012. Available from: http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0036-
46652012000400011 [PubMed]
11. Prakash V, Oliver TI. Amoebic Liver Abscess. In: Abai B, Abu-Ghosh A, Acharya AB,
et al.. Florida: StatPearls Publishing, 2019. Available
from:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430832/ [Google Scholar]
12. Wuerz T, Kane JB, Boggild AK. A review of amoebic liver abscess for clinicians in a
nonendemic setting. Can J Gastroenterol 2012;26:729–33. [PMC free article] [PubMed]
[Google Scholar]
13. Tsutsumi V, Mena-Lopez R, Anaya-Velazquez F, et al. . Cellular bases of experimental
amoebic liver abscess. Am J Pathol 1984;117:81–91. [PMC free article] [PubMed]
[Google Scholar]
14. Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik. Dalam : Sudoyo,Aru W.
Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus. Setiati,Siti. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.
15. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul. Anatomi hati.
Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic resonance imaging (MRI)
hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam : Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana,
Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M. Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama. Jakarta :
Jayabadi. 2007. Hal 1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.
16. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas. Dalam : Price,
Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit vol.1
edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal 472-476.
17. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku ajar fisiologi
kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008. Hal 902-906.
18. Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam : Fisiologi manusia dari sel ke sistem
edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.
19. Keshav, Satish. Structure and function. In : The gastrointestinal system at a glance.
United Kingdom : Ashford Colour Press, Gosport. 2004. Chapter 27-28.
20. Friedman, Lawrence S. Rosenthal, Philip J. Goldsmith, Robert S. Liver, biliary tract and
pancreas. Protozoal and helminthic infections. In : Papadakis, Maxine A. McPhee,
Stephen J. Tierney, Lawrence M. Current medical diagnosis and treatment 2008 forty-
seventh edition. Jakarta : PT. Soho Industri Pharmasi. 2008. Page 596, 1304-1306.
21. Krige,J. Beckingham, I.J. Liver abscesses and hydatid disease. In : Beckingham, I.J.
ABC of Liver, Pancreas, and Gall Bladder. Spain : GraphyCems,Navarra. 2001. Chapter
40-42
22. Soedarto. Penyakit protozoa. Dalam : Sinopsis kedokteran tropis. Surabaya : Airlangga
University Press. 2007. Hal 23-24, 27-29.

Anda mungkin juga menyukai