CBD Bells Palsy (Akhmad Sandy Sauqy)
CBD Bells Palsy (Akhmad Sandy Sauqy)
BELL’S PALSY
Oleh :
015.06.0001
Pembimbing :
dr. Luh Kadek Trisna Lestari, M.Biomed, Sp. S
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
penyusunan laporan kasus ini dengan judul “BELL’S PALSY”. Dimana dalam
penyusunan laporan kasus ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di bagian SMF Bagian Penyakit Saraf RSU Bangli.
Tidak lupa juga saya mengucapkan terima kasih kepada para dosen yang
menjadi tutor atau fasilitator yang membimbing saya selama melaksanakan tugas
ini, dan juga semua pihak yang telah membantu sehingga saya dapat
menyelesaikannya laporan ini.
Dalam penyusunan laporan kasus ini saya menyadari bahwa masih banyak
kekurangannya sehingga saya menginginkan saran dan kritik yang membangun
dalam menyempurnakan laporan kasus.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Nervus Fasialis.........................................................2
2.2 Definisi Bell’s Palsy......................................................................................4
2.3 Etiologi..........................................................................................................4
2.4 Patofisiologi...................................................................................................4
2.5 Gejala Klinis..................................................................................................8
2.6 Anamnesis.....................................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Fisik........................................................................................10
2.8 Kriteria Diagnosis........................................................................................11
2.9 Diagnosis Banding.......................................................................................13
2.10 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................13
2.11 Penatalaksanaan.........................................................................................14
2.12 Edukasi......................................................................................................14
2.13 Prognosis...................................................................................................15
2.14 Kewenangan Berdasarkan Tingkat Pelayanan Kesehatan.........................15
BAB III LAPORAN KASUS..........................................................................16
3.1 Indentitas Pasien..........................................................................................16
3.2 Anamnesis...................................................................................................16
3.3 Pemeriksaan Fisik........................................................................................17
3.4 Resume........................................................................................................26
3.5 Diagnosis.....................................................................................................26
3.6 Usulan Pemeriksaan Penunjang..................................................................26
3.7 Diagnosis Kerja...........................................................................................26
3.8 Penatalaksanaan...........................................................................................26
3.9 Prognosis.....................................................................................................27
iii
BAB IV PENUTUP..........................................................................................28
4.1 Kesimpulan..................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................29
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Serabut-serabut yang berkaitan dengan penutupan mata dan gerakan-gerakan
volunteer wajah berasal dari 1/3 bawah girus presentralis
3
2.2 Definisi Bell’s Palsy
Bell’s Palsy adalah paralisis fasialis idiopatik, merupakan penyebab
tersering dari paralisis fasialis unilateral. Bells’ palsy merupakan kejadian
akut, unilateral, paralisis saraf fasial type LMN (perifer), yang secara gradual
mengalami perbaikan pada 80-90% kasus.8,9
Penyebab Bells’ palsy tidak diketahui, diduga penyakit ini bentuk
polineuritis dengan kemungkinan virus, inflamasi, auto imun dan etiologi
iskemik. Peningkatan kejadian berimplikasi pada kemungkinan infeksi HSV
type I dan reaktivasi herpes zoster dari ganglia nervus kranialis.8,9
Bells’ palsy merupakan satu dari penyakit neurologis tersering yang
melibatkan saraf kranialis, dan penyebab tersering (60-75% dari kasus
paralisis fasialis unilateral akut) paralisis fasial di dunia. Bells’ palsy lebih
sering ditemukan pada usia dewasa, orang dengan DM, dan wanita hamil. 8,9
2.3 Etiologi
Secara umum etiologi Bell’s Palsy adalah idiopatik. Karena proses
yang dikenal awam sebagai “masuk angina” atau dalam Bahasa inggris “cold”,
N. fasialis bisa sembab sehingga ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus
dan menimbulkan kelumpuhan fasialis tipe lowor motor neuron (LMN).
Kelumpuhan tersebut dinamakan Bell’s Palsy : 10
Walaupun etiologinya tidak diketahui ada 4 teori yang diajukan
sebagai penyebab Bell’s palsy, yaitu :
a. Teori Iskemik Vaskuler
Teori ini sangat popular dan banyak yang menerimanya sebagai
penyebab dari bell’s palsy. Menurut teori ini terjadi regulasi sirkulasi
darah ke N. VII. Terjadi vasokontriksi arteriole yang melayani N. VII
sehingga terjadi iskemik, kemundian diikuti oleh dilatasi kapiler dan
permeabilitas kapiler yang meningkat, dengan akibat terjadi transudasi.
Cairan transudate yang keluar akan menekan dinding kapiler limfe
sehingga menutup. Selanjutnya akan menyebabkan keluar cairan lagi dan
akan lebih menekan kapiler dan venula dalam kanalis fasialis sehingga
terjadi iskemik. Dengan demikian akan terjadi keadaan/ circulus vitiosus.
4
Pada kasus-kasus berat, hal ini dapat menyebabkan saraf mengalami
nekrosis dan kontinutas yang terputus. 11
b. Teori Infeksi Virus
Menurut teori ini Bell’s Palsy disebabkan oleh virus, dengan bukti
secara tidak langsung adanya riwayat penyakit virus yang terjadi sebelum
Bell’s Palsy. Juga dikatakan dalam perjalanan klinis BP seangat
menyerupai “viral neurophaty” pada saraf perifer lainnya. 10,11
Walaupun etiologi dari Bell’s Palsy tidak diketahui, penyakit ini
dipercaya disebabkan oleh infeksi virus yang melibatkan ganglion
genikulatum. Mungkin bahwa beberapa kasus Bell’s palsy disebabkan
oleh infeksi herpes simpleks yang laten. Teori virus ini didukung oleh
Adour dkk. Dikatakan bahwa Bell’s palsy dapat terjadi karenan proses
reaktivasi dari virus herpes (khusunya simpleks tipe 1). Sesudah suatu
infeksi akut primer, virus herpes simpleks tipe 1 dalam jangka waktu yang
cukup lama dapat berdiam di dalam ganglion sensoris. Reaktivasi ini dapat
terjadi jika daya tahan tubuh menurun, sehingga terjadi neuritis / neuropati
dengan proses keradangan / edema. Menurut Adour, lokasi nyeri dapat
disepanjang kanalis fasialis. Sebaliknya sebagian ahli berpendapat bahwa
lokasi primer dari edema N. VII pada Bell’s Palsy adalah disekitar
foramen stilomastoideus. Walaupun penyebab virus dicurigai sebagai
etiologi Bell’s Palsy adalah negative, berarti tidak dapat mendukung teori
infeksi virus. 10,11
c. Teori Herediter
Willbrand, 1974, mendapatkan 6% penderita Bell’s Palsy yang
kausanya herediter yaitu autosomal dominan. Ini mungkin karena kanalis
falopii yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut sehingga
menyebabkan predisposisi untuk terjadinya paresis fasialis. 10,11
d. Teori Imunologi
Dikatakan vahwa BP terjadi akubat reaksi imunologi terhadap
infeksi virus yang timbul sebelumnya atau setelah pemberian imunisasi.
Berdasarkan teori ini maka penderita Bell’s Palsy diberikan pengobatan
5
kortikosteroid dengan tujuan untuk mengurangi inflamasi dan edema di
dalam kanalis fasialis Falopii dan juga sebagai imunosupresor. 10,11
2.4 Patofisiologi
Proses akhir yang dianggap bertanggung jawab atas gejala klinis Bell’s
Palsy adalah proses edema yang menyebabkan kompresi N. VII. Pulec
memandang BP sebagai suatu sindroma kompresi saraf fasialis atau sebagai
suatu “entrapment syndrome”12
Hingga kini belum ada persesuaian pendapat tentang pathogenesis
Bell’s Palsy, oleh George A Gates, membagai pathogenesis Bell’s Palsy
menjadi 3 tipe yaitu :
a. Tipe I
Pada tipe I mengalami paresis ringan dan sebagian mengalami
kelumpuhan komplit. Paresis maupun paralisis ini dapat mengalami
penyembuhan yang baik. Blok konduksi saraf yang reversible
(neuropraksis) adalah akibat dari kompresi yang mendadak oleh karena
edema disekitar saraf dan disebabkan oleh adanya spasme pembuluh
darah, namun teori ini belum dapat dibuktikan. 12
Teori lain yang menjelaskan adanya kerusakan endotel kapiler oleh
radang virus yang menyebabkan kebocoran cairan masuk kedalam
jaringan sekiratnya. Bila cairan ini terkumpul didalam endoneurium maka
konduksi saraf menjadi melambat. 12
6
Gambar 2.3 Konduksi normal suatu saraf (a), konduksi abnormal (b, c)
karena edema endoneurium. Lompatan salutatory listrik dihambat oleh
cairan.
b. Tipe II
Pada tipe ini ditandai dengan timbulnya sinkenesis dan gejala sisa
lain, yang mungkin akibat dari degenerasi saraf, sinkenesis ini terjadi
karena impuls dari satu akson dapat menyebar ke akson yang berdekatan
dan berakibat kontraksi otot-otot lain juga. George A Gates menjelaskan
akan terjadi penjalaran listrik pada waktu terjadi “salutatory movement”
kepada saraf yang berdekatan yang mengalami kerusakan myelin sehingga
terjadi konduksi pada dua saraf dan kontraksi dua otot pada saat
bersamaan. 13,14
c. Tipe III
Pada tipe ini penyebabnya dimulai dengan degenarasi Wallerian
yang terjadi akibat cedera akson dalam segmen labirintin dari nervus
fasialis. Ini terjadi akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh virus zoster
dalam ganglion genikulatum dan berakibat sensori 2/3 anterior lidah
7
terganggu. Selanjutnya dapat menyebar korda timpani saraf, saraf akustik
dan vestibuler dan menyebabkan hambatan pengantar akson, kemudian
terjadi paralisi dan degenerasi. 12,13
Menurut Adour dkk. yang terkenal dengan konsep teori virusnya
menerangkan virus akan memperngaruhi saraf pada sel schwan
menyebabkan peradangan, dan virus menyebabkan bertumpuknya lapisan
protein dari sel saraf, melalui membrane, merusak reaksi autoimun untul
sel membrane saraf. 12,13,14
8
wajah ipsilateral, gangguan pengecapan dan salivasi. Yang terakhir, lesi yang
terletak setinggi foramen stylomastoid akan menyebabkan kelemahan seluruh
otot wajah ipsilateral. 8,9
2.6 Anamnesis
Gejala awal:
Kelumpuhan muskulus fasialis
Tidak mampu menutup mata
Nyeri tajam pada telinga dan mastoid (60%)
Perubahan pengecapan (57%)
Hiperakusis (30%)
Kesemutan pada dagu dan mulut
9
Epiphora
Nyeri ocular
Penglihatan kabur
Onset Onset Bells’ palsy mendadak, dan gejala mencapai
puncaknya kurang dari 48 jam. Kebanyakan pasien mencatat paresis
terjadi pada pagi hari. Kebanyakan
10
Corneal exposure
Retraksi kelopak mata atas
Penurunan sekresi air mata
Hilangnya lipatan nasolabial
Erosi kornea, infeksi dan ulserasi (jarang)
Manifestasi okular lanjut
Ringan: kontraktur pada otot fasial, melibatkan fisura palpebral.
Regenerasi aberan saraf fasialis dengan sinkinesis motorik.
Sinkinesis otonom (air mata buaya-tetes air mata saat mengunyah).
Dua pertiga pasien mengeluh masalah air mata. Hal ini terjadi karena
penurunan fungsi orbicularis okuli dalam mentransport air mata.
Nyeri auricular posterior
Hiperakusis pada telinga ipsilateral paralisis, sebagai akibat kelumpuhan
sekunder otot stapedius.
Gangguan pengecapan Walaupun hanya sepertiga pasien melaporkan
gangguan pengecapan, sekitar 80% pasien menunjukkan penurunan rasa
pengecapan. Kemungkinan pasien gagal mengenal penurunan rasa, karena
sisi lidah yang lain tidak mengalami gangguan. Penyembuhan awal
pengecapan mengindikasikan penyembuhan komplit.
11
Klasifikasi Sistem grading ini dikembangkan oleh House and
Brackmann dengan skala I sampai VI.
a. Grade I adalah fungsi fasial normal.
b. Grade II disfungsi ringan. Karakteristiknya adalah sebagai berikut :
1) Kelemahan ringan saat diinspeksi mendetil.
2) Sinkinesis ringan dapat terjadi.
3) Simetris normal saat istirahat.
4) Gerakan dahi sedikit sampai baik.
5) Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan sedikit usaha.
6) Sedikit asimetri mulut dapat ditemukan.
c. Grade III adalah disfungsi moderat, dengan karekteristik:
1) Asimetri kedua sisi terlihat jelas, kelemahan minimal.
2) Adanya sinkinesis, kontraktur atau spasme hemifasial dapat ditemukan
3) Simetris normal saat istirahat.
4) Gerakan dahi sedikit sampai moderat.
5) Menutup mata sempurna dapat dilakukan dengan usaha.
6) Sedikit lemah gerakan mulut dengan usaha maksimal.
d. Grade IV adalah disfungsi moderat sampai berat, dengan tandanya sebagai
berikut:
1) Kelemahan dan asimetri jelas terlihat.
2) Simetris normal saat istirahat.
3) Tidak terdapat gerakan dahi.
4) Mata tidak menutup sempurna.
5) Asimetris mulut dilakukan dengan usaha maksimal.
e. Grade V adalah disfungsi berat. Karakteristiknya adalah sebagai berikut:
1) Hanya sedikit gerakan yang dapat dilakukan.
2) Asimetris juga terdapat pada saat istirahat.
3) Tidak terdapat gerakan pada dahi.
4) Mata menutup tidak sempurna.
5) Gerakan mulut hanya sedikit.
f. Grade VI adalah paralisis total. Kondisinya yaitu:
1) Asimetris luas.
2) Tidak ada gerakan.
12
2.9 Diagnosis Banding
a. Acoustic neuroma dan lesi cerebellopontine angle.
b. Otitis media akut atau kronik.
c. Amiloidosis.
d. Aneurisma A. vertebralis, A. basilaris, atau A. carotis.
e. Sindroma autoimun.
f. Botulismus.
g. Karsinomatosis.
h. Penyakit carotid dan stroke, termasuk fenomena emboli.
i. Cholesteatoma telinga tengah.
j. Malformasi congenital.
k. Schwannoma N. Fasialis.
l. Infeksi ganglion genikulatum
13
2.11 Penatalaksanaan
Algoritma tatalaksana Bell’s Palsy
14
Antiviral: asiklovir diberikan dengan dosis 400 mg oral 5 kali sehari
selama 10 hari. Jika virus varicella zoster dicurigai, dosis tinggi 800
mg oral 5 kali/hari.
b. Lindungi mata Perawatan mata: lubrikasi okular topikal (artifisial air
mata pada siang hari) dapat mencegah corneal exposure.
c. Fisioterapi atau akupunktur : dapat mempercepat perbaikan dan
menurunkan sequele.
2.12 Edukasi
a. Penjelasan mengenai penyakit agar pasien tidak cemas
b. Penjelasan mengenai bagaimana melakukan latihan otot wajah
c. Penjelasan mengenai bagaimana melindungi mata
2.13 Prognosis
a. Ad vitam : bonam
b. Ad Sanationam : bonam
c. Ad Fungsionam : bonam
15
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama : Wajah mencong
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poliklinik Saraf Rumah Sakit Umum Bangli
dengan kondisi sadar dengan keluhan wajah mencong. Keluhan dirasakan
pada wajah bagian kiri sudah sejak 11 hari yang lalu. Keluhan dirasakan
hanya sebelah wajah dari dahi, lipatan pipi, kelopak mata sulit menutup,
dan bibir kiri nampak lebih rendah saat pasien bercermin, keluhan terjadi
secara mendadak dan menetap sepanjang hari. Pasien mengaku keluhan
yang ia rasakan saat ini muncul secara tiba-tiba saat pasien baru bangun
tidur. Pasien mengatakan tidak ada aktifitas yang memperberat maupun
memperingan keluhan dari pasien. Pasien menyangkal adanya keluhan lain
seperti demam, nyeri, lemah separuh badan, penurunan kesadaran,
gangguan perasa pada lidah, gangguan pendengaran, mual dan muntah,
serta kelainan buang air besar dan buang air kecil.
16
c. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa ; disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
Sakit kepala sebelumnya : disangkal
Riwayat penyakit lain : Susp. HNP
d. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa ; disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat stroke : disangkal
e. Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan
Pasien adalah seorang pekerja swasta, aktifitas fisik sedang, tidak
merokok, tidak minum kopi, dan tidak mengkonsumsi alcohol.
b. Status Generalis:
Rambut : hitam, lurus, tidak mudah dicabut.
17
Kulit dan kuku : tidak ada kelainan
Kelenjer Getah Bening :
- Leher : tidak ditemukan pembesaran KGB.
- Aksila : tidak ditemukan pembesaran KGB.
- Inguinal : tidak ditemukan pembesaran KGB.
Kepala : tidak ditemukan kelainan.
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Hidung : tidak ditemukan kelainan.
Telinga : tidak ditemukan kelainan.
Leher : JVP 5-2 cmH2O
Paru
Inspeksi : simetris, kiri = kanan saat statis dan dinamis.
Palpasi : fremitus normal, kiri = kanan.
Perkusi : sonor.
Auskultasi : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-.
Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial linea mid clavicula
sinistra RIC VI.
Perkusi : batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : irama teratur, HR: 61kali/menit, regular, bising tidak
ada.
Abdomen
Inspeksi : distensi tidak ada.
Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar.
Perkusi : timpani.
Auskultasi : bising usus (+) normal.
c. Status Neurologis
Kesadaran : GCS 15 (E4 V5 M6).
a. Tanda Rangsang Meningeal
Kaku Kuduk : Negatif
Tanda Kernig : Negatif
Tanda Brudzinski I : Negatif
18
Tanda Brudzinski II : Negatif
b. Nervus Kranialis
1. Nervus I (Olfaktorius) : Cavum nasi (D) Cavum nasi (S)
Subjektif : Tidak ada Keluhan Tidak ada Keluhan
Objektif (+) : Normal Normal
4. Nervus V (Trigeminus) :
Kanan Kiri
Sensorik :
N-V1 (ophtalmicus) : Normal Normal
N-V2 (maksilaris) : Normal Normal
19
N-V3 (mandibularis): Normal Normal
(pasien dapat menunjukkan tempat rangsang
raba)
Motorik : Pasien dapat membuka mulut (-) menggerakan
rahang (-) menggigit (-) mengunyah (-)
O.D O.S
Refleks kornea : + +
Refleks maseter : -
Trismus : Tidak ada
Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada
20
Mendengar suara bisik : (+) jarak 5 m
Uji garpu tala Kanan Kiri
Rinne : Positif Positif
Schwabach : Normal Normal
Weber : Tidak ada Laterisasi
Bing : Normal
Tinitus : Tidak ada Tidak ada
Vertigo : Tidak ada
9. N XII (Hipoglosus) :
Ujung Lidah Saat Istirahat Kanan Kiri
Ujung Lidah : Simetris Simetris
Tremor lidah : Tidak ada Tidak ada
Atrofi lidah : Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi : Tidak ada Tidak ada
Ujung Lidah Saat Dijulurkan Kanan Kiri
Ujung Lidah : Simetris Simetris
Tremor lidah : Tidak ada Tidak ada
Atrofi lidah : Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi : Tidak ada Tidak ada
Disartria : Tidak ada
21
c. Pemeriksaan Motorik Anggota Gerak Atas
Kanan Kiri
Anggota gerak atas Simetris Simetris
Tenaga:
M. Deltoid (Abduksi) 5 5
M. bisep (Fleksi) 5 5
M. Trisep (Ekstensi) 5 5
Fleksi pergelangan tangan 5 5
Ekstensi pergelangan
5 5
tangan
Abduksi jari-jari tangan 5 5
Adduksi jari jari tangan 5 5
Tonus Normal Normal
Trofik Normal Normal
Refleks fisiologis :
Bisep ++ ++
Trisep ++ ++
Radius ++ ++
Ulna ++ ++
Reflex patologis :
Hoffman-Tromner - -
Menggenggam - -
Sensibilitas :
Perasa raba Normal Normal
Perasa nyeri Normal Normal
Perasa suhu Normal Normal
Perasa proprioseptif Normal Normal
Perasa vibrasi Normal Normal
Stereognosis Normal Normal
Grafestesia Normal Normal
Topognosis Normal Normal
Paresthesia Normal Normal
Koordinasi :
Uji telunjuk-hidung Normal
Uji hidung-telunjuk-
Normal
hidung
Uji diadokhokinesis Normal
Uji tepuk lutut Normal
Dismetri Normal
22
Stewart-Holmes Normal
Vegetative :
Vasomotorik Normal Normal
Sudomotorik Normal Normal
Pilo-arektor Normal Normal
Gerakan involunter :
Tremor Tidak ada Tidak ada
Khorea Tidak ada Tidak ada
Ballismus Tidak ada Tidak ada
Mioklonus Tidak ada Tidak ada
d. Pemeriksaan Badan
Keadaan tulang punggung : Normal
Keadaan otot-otot : Normal
Refleks : Kanan Kiri
Abdominal atas : + +
Abdominal bawah : + +
Kremaster : + +
Anus : Normal
Sensibilitas : Kanan Kiri
Perasa raba : Normal Normal
Perasa nyeri : Normal Normal
Perasa suhu : Normal Normal
Koordinasi :
Asinergia serebelar : Normal
Vegetatif :
Kandung kencing : Normal
Rectum : Normal
Genitalia : Normal
Gerakan involunter : Normal
Kanan Kiri
Anggota gerak bawah Simetris Simetris
Tenaga :
23
Gerakan fleksi sendi panggul 5 5
Gerakan ekstensi sendi panggul 5 5
Gerakan fleksi sendi lutut 5 5
Gerakan ekstensi sendi lutut 5 5
Gerakan dorsofleksi sendi kaki 5 5
Gerakan plantarfleksi sendi kaki 5 5
Tonus Normal Normal
Trofik Normal Normal
Reflex fisiologis :
KPR ++ ++
APR ++ ++
Plantar ++ ++
Reflex patologis :
Babinski - -
Oppenheim - -
Chaddock - -
Gordon - -
Scaeffer - -
Mendelbecterew - -
Rossolimo - -
Klonus : - -
- Paha - -
- Kaki - -
Sensibilitas :
Perasa raba Normal Normal
Perasa nyeri Normal Normal
Perasa suhu Normal Normal
Perasa proprioseptif Normal Normal
Perasa vibrasi Normal Normal
Stereognosis Normal Normal
Grafestesia Normal Normal
Topognosis Normal Normal
Paresthesia Normal Normal
Koordinasi :
Uji tumit-lutut Normal
Jalan menurut garis Normal
Romberg Normal
Tanden gait Normal
Langkah/gaya jalan Normal
Vegetatif :
Vasomotorik Normal Normal
Sudomotorik Normal Normal
Pilo-arektor Normal Normal
Gerakan involunter :
Tremor Tidak ada Tidak ada
Khorea Tidak ada Tidak ada
24
Ballismus Tidak ada Tidak ada
Mioklonus Tidak ada Tidak ada
Atetosis Tidak ada Tidak ada
Distonia Tidak ada Tidak ada
Spasmus Tidak ada Tidak ada
Laseque Tidak ada Tidak ada
3.4 Resume
Pasien laki-laki usia 46 tahun dengan keluhan wajah kiri mencong.
sejak 11 hari yang lalu. Keluhan mencong pada dahi, lipatan pipi, kelopak
mata sulit menutup, dan bibir kiri nampak lebih rendah, keluhan terjadi secara
mendadak dan menetap sepanjang hari serta keluhan awalnya muncul secara
tiba-tiba. Pasien menyangkal adanya riwayat keluhan lain. Pada pemeriksaan
didapatkan status present tidak ada kelainan, status general dalam batas
normal, status neurologis didapatkan GCS E4V5M6, tidak ada kaku kuduk,
dan paresis nervus fasialis perifer sinistra.
3.5 Diagnosis
Diagnosis klinis :
GCS E4M6V5
Meningeal Sign (-)
Paresis nervus VII perifer sinistra
Diagnosis topis : Lesi Setinggi Foramen Stylomastoideus
Diagnosis banding
Bell’s Palsy
Sindrom Ramsay Hunt
Trauma Kapitis
25
3.8 Penatalaksanaan :
a. Farmakologi
Mecobalamin 2 x 500 mg
Asam folat 1 x 1
Sohobion 1 x 1
Artificial tears 6 x 1 (OD)
b. Non-Farmakologi
Istirahat pada fase akut
Hindari faktor risiko
Fisioterapi
3.9 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanationam : bonam
Quo ad functionam : bonam
26
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Bell’s Palsy adalah paralisis fasialis idiopatik, merupakan penyebab
tersering dari paralisis fasialis unilateral. Bells’ palsy merupakan kejadian
akut, unilateral, paralisis saraf fasial type LMN (perifer), yang secara gradual
mengalami perbaikan pada 80-90% kasus. Penyebab utama dari Bell’s palsy
adalah idiopatik. Gejala klinis yang dapat ditemukan pada Bell’s palsy
bergantung dari lokasi lesi pada susunan saraf. Dapat berupa Kelumpuhan
muskulus fasialis tidak mampu menutup mata, nyeri tajam pada telinga dan
mastoid, perubahan pengecapan, hiperakusis, kesemutan pada dagu dan mulut,
epiphora, nyeri ocular penglihatan kabur. Bell’s palsy pada umumnya dapat
ditegakan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan ENMG
dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis
bell’s palsy. Penatalaksanaan bell’s palsy terbagi menjadi farmakologi yaitu
pemberian kortikosteroid dan nonfarmakologi yaitu fisioterapi.
27
DAFTAR PUSTAKA
28
10. Brackman DE. Incidence, etiology, and result of medical treatment. In:
Graham MD eds. The Otolarungologic clinics of North America. Vol. 7
Philadephia: W.B Saunders Co, 1974:357-68
11. Capildeo R. Aetiology of Bell’s palsy. In: Rose FC, eds. Clinical
neuroimunology. Oxford: Blackwell Scientific Publ, 1970: 185-200
12. Hutapea A M. Rehabilitasi Bell’s Palsy. Maj Kedok Indon 1992; 42: 43-47
13. Gates G A, Mikiten T M, idiophatic facial paralysis (Bell’s Palsy) In :
Graham MD, House W F, eds Disorder of the facial nerve, New York:
Raveb Press, 1982: 279-84
14. Adour KK. Medical management of idiophatic (Bell’s palsy). Otolaryngol
Clnics of N Am 1991; 24 : 663-72
29