Anda di halaman 1dari 13

ESSAY

PROMOSI KESEHATAN PADA IBU NIFAS

TUGAS INDIVIDU

DISUSUN OLEH :

NAMA : Naila Isyatir Rodhiyah


KELAS : Chamomile
NIM : P1337424220033
DOSEN PENGAMPU : Ibu Herlina TD, SKM, M. Kes

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG


PRODI D-III KEBIDANAN MAGELANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
TRADISI SE’I DI KECAMATAN AMANUBAN BARAT,
KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN, PROVINSI NUSA
TENGGARA TIMUR

PENDAHULUAN

Di beberapa wilayah Indonesia masih terdapat kelompok masyarakat yang masih


mempertahankan budaya lokal. Salah satu diataranya adalah tradisi sei yang dilakukan oleh
masyarakat Timor Tengah Selatan, Provinsi NTT. Tradisi sei adalah tradisi
memanaskan/mengasapkan ibu yang baru melahirkan bersama bayinya selama 40 hari.
Tradisi ini mengharuskan ibu dan bayinya duduk dan tidur di atas tempat tidur dengan bara
api di bawahnya selam 40 hari. Bahan bakar yang dipergunakan adalah kayu bakar. Suami
atau anggota rumah tangga lain akan selalu menyediakan kayu bakar dan menjaga agar bara
api selalu menyala dan mengeluarkan asap. Masyarakat setempat meyakini bahwa tradisi ini
dapat bermanfaat untuk mempercepat pemulihan kesehatan ibu setelah melahirkan dan
bayinya menjadi lebih kuat. Selama melakukan sei, baik ibu maupun bayi akan selalu
menghirup udara tercemar karena bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar biomasa
(kayu bakar). Hasil pembakaran tidak sempurna bahan bakar biomassa (kayu bakar, jerami,
arang) biasanya mengandung partikulat debu (suspended particulate matter/SPM) yang dapat
masuk ke dalam saluran pernafasan dan berbagai senyawa organik (volatile dan non volatile),
termasuk bahan yang bersifat karsinogenik seperti benzo( , formaldehyde, dan benzene1).
Pajanan bahan-bahan pencemar hasil pembakamran tidak sempurna dari bahan bakar biomasa
dapat berdampak buruk terhadap kesehatan. Dampak yang ditimbulkan cukup beragam mulai
dari yang bersifat alergi, iritan, sampai karsinogenik, mutagenik. Mengingat bahan bakar
yang digunakan dalam tradisi sei dapat mengemisikan bahan berbahaya, ditambah dengan
kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat kesehatan; diperkirakan ibu dan bayi yang
melakukan tradisi sei akan berisiko terhadap penyakit akibat paparan bahan berbahaya
tersebut. Dalam rangka antisipasi dampak kesehatan akibat tradisi sei, tahun 2009 Pusat
Teknologi Intervensi Masyarakat melakukan penelitian tentang Kejadian Kesakitan dan
Kematian Pada Ibu Dan Bayi Yang Melakukan Budaya Sei di Kabupaten TTS, NTT. Tulisan
ini merupakan bagian dari hasil penelitian tahun 2009 dengan tujuan untuk mengetahui
kondisi kesehatan ibu dan bayi yang melakukan tradisi sei dan gambaran awal kualitas udara
Rumah Bulat (Ume ‘Kbubu) di TTS, NTT.

PEMBAHASAN

Pengertian Tradisi Se'i

Tradisi Sei adalah tradisi mengasapkan/memanaskan ibu yang baru melahirkan


bersama bayinya selama 40 hari. Tradisi ini mengharuskan ibu dan bayinya tidur dan duduk
di atas tempat tidur dengan bara api di bawahnya selama 40 hari dengan menggunakan bahan
bakar kayu. Semua anggota keluarga akan selalu menyediakan kayu bakar dan menjaga bara
api terus menyala dan mengeluarkan asap. Tradisi ini diyakini bermanfaat untuk
mempercepat pemulihan kesehatan ibu baru melahirkan dan membuat bayinya lebih kuat
(Athena, & Soerachman, 2014).

Masyarakat Timor meyakini bahwa ibu yang baru melahirkan harus dilindungi karena
kondisinya lemah dan bersifat dingin sehingga harus dihangatkan, salah satunya dengan
melakukan sei. Ketika si ibu melakukan tradisi Sei, semua anggota rumah tangga dan
masyarakat terutama suami dan orang tua sangat berperan dalam membantu dan menentukan
kesehatan serta keselamatan ibu. Pada masa kehamilan, melahirkan sampai selesai masa
nifas, ibu menjadi ‘pesakaitan’ sehingga dalam bersikap dan bertindak selalu didasarkan pada
pengetahuan dan pengalaman baik diri sendiri maupun orang lain. Dengan demikian sangat
dimungkinkan peran dari orang di sekitarnya terutama suami dan orang tua dalam mencari da
menentukan upaya kesehatan terhadap ibu tersebut (Soerachman & Wiryawan, 2013).

Tradisi Sei dilakukan di dalam rumah adat Suku Timor yang disebut dengan rumah
bulat ‘ume kbubu’. Ume kbubu merupakan bangunan berbentuk bulat dengan atap dari
material alang-alang yang hampir menyentuh tanah, lantai berbasis tanah, tidak memiliki
jendela atau ventilasi serta dilengkapi dengan perapian didalamnya, konstruksi dari ume
kbubu dirancang dengan memfokuskan asap dari kegiatan memasak agar tidak keluar melalui
pintu tetapi langsung pada para-para tempat penyimpanan jagung dalam ume kbubu sehingga
ventilasi udara hanya dari pintu masuk. Ketika memasak, biasanya pintu ume kbubu juga
ditutup rapat sehingga asap hanya bergerak di dalam ruangan (Nuban & Karwur, 2016)

Masyarakat setempat meyakini bahwa tradisi ini dapat bermanfaat untuk


Mempercepat pemulihan kesehatan ibu setelah melahirkan dan bayinya menjadi Lebih kuat.
Selama melakukan sei, ibu dan bayi akan selalu menghirup udara yang Tercemar karena
bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar biomassa (kayu Bakar). Hasil pembakaran
tidak sempurna bahan bakar biomassa (kayu bakar, Jerami, arang) biasanya mengandung
partikulat debu (suspended particulate Matter/ SPM) yang dapat masuk ke dalam saluran
pernapasan dan gas berupa Karbon dioksida (CO2), formaldehid (H2CO), oksida nitrogen
(NOx), oksida Belerang (Sox). Pajanan bahan-bahan pencemar hasil pembakaran tidak
sempurna dari bahan bakar biomassa tersebut dapat berdampak buruk terhadap kesehatan
Berupa iritasi saluran pernapasan sampai gangguan fungsi paru (Soerachman & Wiryawan,
2013)

Praktik Tradisi Se'i

Secara umum praktik tradisi sei mengandung unsur-unsur yang sangat berhubungan
dengan status kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir, yakni: pengasapan (sei), kompres
panas (tatobi), kondisi lingkungan rumah bulat (ume kbubu) tempat tradisi ini dilakukan,
pantangan makanan, dan larangan keluar rumah selama 40 hari.

 Pengasapan (se'i)
Pengasapan pada tradisi sei memberikan dampak yang buruk dapat
mengakibatkan gangguan pernapasan dan asthma bronchitis kronis. Tradisi sei
juga beresiko untuk timbulnya anemia pada ibu nifas dikarenakan banyaknya
darah yang keluar dari jalan lahir karena pemanggangan secara terus menerus
menyebabkan terjadinya pelebaran pembuluh darah sehingga perdarahan
banyak dan susah terkontrol. Kehilangan banyak darah ini akan
mengakibatkan ibu mengalami anemia (Hanifah, 2016).

 Kompres panas (tatobi)


Tatobi merupakan tradisi pengobatan ibu postpartum yang dilakukan
bersamaan dengan tradisi sei. Dalam perawatan ibu nifas pada masyarakat
Timor tradisi sei dan tatobi tidak dapat dipisahkan. Sama seperti sei tatobi juga
dilakukan selama 40 hari dan 40 malam yaitu pada pagi, siang sampai malam
hari. Alat dan bahan yang digunakan ibu saat tatobi adalah kain tenun Suku
Timor seperti kain selimut, sarung, dan selendang dengan bahan menggunakan
air mendidih dikompreskan ke seluruh tubuh ibu yang dimulai dari tubuh
bagian perut, belakang, dan berakhir pada bagian jalan lahir. Sebelum
melakukan tatobi, tubuh ibu terlebih dahulu dilumuri dengan minyak kelapa
murni untuk mengurangi efek panas yang berlebihan dari air mendidih
tersebut. Kegunaan tatobi dimaksudkan untuk mengurangi pembengkakan dan
rasa sakit di daerah vagina, mengeluarkan sisa darah kotor dari dalam tubuh,
dan menjaga supaya tubuh tetap kuat dan segar (Themone, dkk., 2016).

 Rumah bulat (ume kbubu)


Ume Kbubu atau dikenal juga dengan rumah bulat adalah rumah tradisional
orang Timor (Atoni Meto) yang merupakan pusat aktivitas keluarga. Secara
tradisional, dirumah tersebut kehidupan dimulai, aktivitas sehari-hari
berlangsung, tata-aturan keluarga dan kehidupan ekonomi rumah tangga
dikelola, pendidikan anak-anak berlangsung, serta peranan fundamental dan
otoritas ibu ditegaskan. Peranan dan nilai Ume kbubu sangat besar bagi
seorang ibu masyarakat Timor karena merupakan pusat seluruh aktivitas ibu
dan pusat otoritas ibu atas rumah tangganya sehingga tidak heran kalau
seorang ibu pada masyarakat Timor merasa lebih nyaman dan lebih memilih
untuk melahirkan serta menjalani perawatan masa nifas di dalam rumah bulat
(Karwur, Saekoko, & Tauho, 2016).
 Pantangan makanan
Selama 40 hari masa nifas ibu melahirkan tidak diperbolehkan mengkonsumsi
makanan-makanan tertentu seperti daging, telur, ikan, sayur-sayuran, buah
pepaya Dan garam (Handayani & Prasodjo, 2017). Ibu post partum hanya bisa
mengonsumsi jagung bose (makanan yang terbuat dari biji jagung tanpa kulit
ari dan direbus tanpa garam, dengan tekstur seperti bubur). Alasan ibu nifas
Diharuskan hanya mengkonsumsi jagung bose adalah untuk memberi tenaga
yang Besar agar proses pemulihan ibu lebih cepat, proses penyembuhan luka
pasca Persalinan juga lebih cepat, dan produksi Air Susu Ibu (ASI) meningkat
(Karwur, Dkk, 2016).
 Larangan keluar rumah selama 40 hari
Dalam praktik tradisi sei, ibu dan bayi tidak diperbolehkan keluar rumah bulat
selama 40 hari. Mereka boleh keluar rumah setelah diadakan upacara 40 hari
terhadap bayinya. Larangan keluar rumah selama masa nifas memberikan
dampak positif dan negatif terhadap kesehatan ibu nifas dan bayinya. Dampak
positifnya adalah ibu mempunyai kesempatan untuk istirahat yang cukup,
menyeimbangkan produksi darah dalam pemulihan kondisi badan, dan
pemberian ASI eksklusif pada bayinya. Dampak negatifnya yaitu bahwa pada
masa nifas ibu dan bayi baru lahir harus diperiksa sekurang-kurangnya dua
kali dalam bulan pertama yakni pada nol sampai tujuh hari dan delapan sampai
30 hari serta memberikan imunisasi bagi si bayi. Bila ibu ataupun bayi
mengalami kondisi yang tidak baik (sakit) sehingga membutuhkan tindakan
rujukan, larangan keluar rumah dapat menyebabkan keterlambatan
penanganan medis karena harus memperoleh persetujuan dari keluarga kedua
belah pihak.

Dampak tradisi se’i

Asap pembakaran kayu dalam rumah bulat sangat berbahaya bagi kesehatan ibu dan
bayi karena menyebabkan gangguan bagi kesehatannya secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung dapat menyebabkan sakit kepala, sesak nafas dan batuk serta
iritasi mata, hidung dan tenggorokan. Secara tidak langsung dapat mengakibatkan sakit paru-
paru, sakit jantung dan kanker paru-paru. Gangguan kesehatan akibat suhu dalam rumah
terlalu tinggi karena asap pembakaran pada manusia dapat menyebabkan kurang cairan dan
serangan panas (heat stroke). Cahaya rumah yang terlalu rendah akibat banyaknya asap
pembakaran kayu dapat berpengaruh pada kerusakan mata (Prasodjo, Musadad, Muhidin,
Pardosi & Silalahi 2015). Tradisi sei berdampak pada proses involusi uterus lebih lama, kadar
hemoglobin ibu nifas rendah dan bayi mengalami penyakit ISPA yang kemungkinan
disebabkan oleh paparan substansi kimia yang diperoleh akibat menghirup udara yang
tercemar dari proses se’i.

Teori Penyelesaian Masalah

Dalam menyelesaikan permasalahan mengenai tradisi marapi ini kita menggunakan Teori
Transtheoritical Model (TTM).

1. Precontemplation (Tidak siap)


Masyarakat belum berniat atau tidak tertarik untuk merubah kebiasaan ini sehingga
mereka masih melakukan tradisi se'i ini tanpa memperhatikan akibat yang dapat
ditimbulkan. Padahal mereka tahu apa saja akibat yang dapat terjadi pada ibu dan bayi
apabila melakukan tradisi ini akan tetapi mereka terapi saja melakukan nya karena
menganggap sudah menjadi tradisi yang turun temurun.
2. Contemplation (Mulai bersiap)
Masyarakat mulai berniat sedikit demi sedikit untuk merubah kebiasaan tradisi se'i ini
dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan pada ibu dan bayi. Mereka berniat
melakukan perilaku tersebut selama beberapa bulan kedepan.
3. Preparation (Persiapan)
Dalam hal ini masyarakat siap untuk memulai perubahan. Mereka mulai mengambil
tindakan untuk menggunakan bahan-bahan yang aman dan menggunakan cara yang
tepat, membuat ventilisasi agar asap tidak berkumpul disalam ruangan.
4. Tahap Action (aksi)
Masyarakat sudah benar-benar melakukan perubahan. mereka sudah melakukan
tradisi se'i dengan memperhatikan aspek keselamatan dan kesehatan ibu dan bayinya.
5. Tahap Maintenance (Pemeliharaan)
Masyarakat sudah menjadikan perubahan ini suatu kebiasaan. Karena tradisi se'i ini
sulit untuk dihilangkan begitu saja oleh karena itu mereka tetap melakukannya akan
tetapi selalu memperhatikan keamanan,keselamatam dan kesehatan bagi ibu dan
bayinya.
PENUTUP
Kesimpulan
Tradisi sei merupakan praktik perawatan ibu nifas yang masih banyak dilakukan oleh
masyarakat Suku Timor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi sebagai salah satu
determinan sosial masih sangat kuat mempengaruhi perilaku kesehatan masyarakat. Jenis
perawatan yang dilakukan meliputi: sei (panggang), tatobi (kompres panas), pantangan
makanan dan larangan keluar rumah sampai dilakukan acara syukuran empat puluh hari anak
bayinya yang disebut dengan kon afu (buang abu). Alasan masyarakat Timor tetap
mempertahankan tradisi sei adalah bahwa tradisi ini sudah merupakan warisan nenek moyang
atau tradisi turun-temurun, dipercaya merupakan cara perawatan yang terbaik untuk ibu nifas
dan bayi baru lahir, kepatuhan terhadap orang tua, implementasi regulasi daerah tidak efektif,
dipercaya ada hukuman non fisik (gaib) jika tidak melakukan tradisi ini. Tradisi sei sekalipun
dilakukan dengan maksud mengupayakan kesehatan ibu nifas dan bayinya, namun tradisi ini
berpotensi besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu dan anak.

Saran

Untuk mengantisipasi dampak kesehatan yang mungkin timbul, disarankan untuk


membuka pintu Rumah Bulat lebih lama (siang hari) agar udara tercemar di dalam rumah
dapat berganti dengan udara yang lebih bersih. Perlu juga intervensi tradisi sei tidak
menimbulkan dampak kesehatan baik terhadap bayi maupun ibunya.
Tenaga kesehatan juga perlu melakukan perubahan pada budaya kerja khususnya
dalam melakukan penyuluhan kepada masyarakat. Hendaknya sasaran utama kegiatan
penyuluhan adalah kualitas bukan kuantitas ataupun sebatas pencapaian target program-
program kegiatan. Tenaga kesehatan juga penting melakukan pengukuran terhadap masalah
kesehatan terkait praktik tradisi sei.
DAFTAR PUSTAKA

Hanifah Anur. 2016. PERAN BIDAN DALAM MENGHADAPI BUDAYA PANGGANG DAN
TATOBI IBU NIFAS PADA SUKU TIMOR DI KECAMATAN MOLLO TENGAH
KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN. Dipetik April 27,2021, dari
https://www.poltekkeskupang.ac.id/informasi/download/category/60-seminar-nasional-
agustus-2017.html%3Fdownload%3D337:peranbidan&ved=2ah

http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/jek/article/view/7353/5547

Athena, A.,& Soerachman, R. (2014). Kesehatan ibu dan bayi yang melakukan Tradisi sei dan
gambaran kesehatan lingkungan rumah bulat (ume‘kbubu) Di Kabupaten Timor Tengah
Selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Jurnal Kesehatan Reproduksi, 5(1), 59–66.

Handayani, K., & Prasodjo, S.R. (2017). Tradisi perawatan ibu pasca persalinan (se’i dan tatobi) di
Kecamatan Amanuban Barat, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara
Timur. Jurnal Ekologi Kesehatan,16(3), 130-139.

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/26627
LAMPIRAN

Media Promosi Kesehatan Pada Ibu Nifas

Poster
Stiker

Video

Anda mungkin juga menyukai