Anda di halaman 1dari 31

RESPIRASI SEL : MEMBUKA ENERGI YANG TERSIMPAN

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH
Fisiologi Tumbuhan
Yang dibina oleh Prof. Dra. Herawati Susilo, M.Sc, Ph.D
dan Drs. Wayan Sumberatha

Oleh
Kelompok 1/ Offering C
Putri Fitria S. 140341606007
Rifda Zulfa L. 140341603519
Safrida Hidayatul A. 140342605894
Siti Ma’rifah 140341601740
Stevany Dea S. 140341605052

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2015
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………….3

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………3

1.3 Tujuan……………………………………………………………………………..4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Proses Respirasi Seluler pada tumbuhan Aerob dan Anaerob……………………5

2.2 Proses Respirasi Seluler pada tumbuhan Aerob dan Anaerob…………………...17

2.3 Faktor- faktor yang berpengaru terhadap laju respirasi sel tumbuhan…………..22

2.4 Katabolisme Lipid dalam Biji……………………………………………………23

2.5. Siklus Glioksilat dan Siklus Glukoneogenesis………………………………….26

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………29

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Respirasi selular adalah proses perombakan molekul organik kompleks yang


kaya akan energi potensial menjadi produk limbah yang berenergi lebih rendah
(proses katabolik) pada tingkat seluler. Penyimpanan energy cahaya dalam bentuk
molekul karbon atau fotoasimilat, beserta factor-faktornya mengatur distribusi
molekul karbon tersebut menuju berbagai organ dan jaringan yang berbeda pada
tumbuhan. Gula dan fotoasimilat lain mewakili dua bahan yang idapatkan oleh
tumbuhan. Mereka menunjukkan, bahwa, pertama, penyimpanan energi fotosintesis
memiliki mobilitas yang tinggi, dan, kedua, sumber rantai karbon. Melalui respirasi,
tumbuhan dapat mengambil energi dalam bentuk yang lebih bemanfaat, dan dalam
prosesnya gula akan dimodifikasi untuk membentuk rantai karbon yang membangun
bentuk dasar struktur sel.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses respirasi seluler pada tumbuhan ?

2. Bagaimana proses dan fungsi jalur alternative oksidasi heksosa melalui


jalur pentose fosfat ?

3. Apa saja factor-faktor yang berpengaruhh terhadap laju respirasi sel


tumbuhan ?

4. Bagaimana proses katabolisme dalam biji ?

5. Bagaimana siklus glioksilat dan glukogenesis pada tumbuhan ?

3
1.3. Tujuan

1. Mengetahui proses respirasi seluler pada tumbuhan ?

2. Mengetahui proses dan fungsi jalur alternative oksidasi heksosa melalui


jalur pentose fosfat ?

3. Mengetahui factor-faktor yang berpengaruhh terhadap laju respirasi sel


tumbuhan ?

4. Mengetahui proses katabolisme dalam biji ?

5. Mengetahui siklus glioksilat dan glukogenesis pada tumbuhan ?

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Proses Respirasi Seluler pada tumbuhan Aerob dan Anaerob

Respirasi merupakan proses penguraian bahan makanan dengan tujuan untuk


menghasilkan energi. Respirasi dilakuakan oleh semua sel penyusun tubuh, baik
sel-sel tumbuhan maupun sel-sel hewan dan manusia. Respirasi dilakukan baik
pada siang hari maupun pada ,malam hari. Semua aktivitas makhluk hidup
memerlukan energi, begitu juga pada tumbuhan. Respirasi terjadi pada seluruh
bagian tubuh tumbuhan. Baik pada akar, batang, maupun daun. Pada respirasi
pembakaran glukosa dengan bantuan oksigen akan menghasilkan energi, karena
semua bagian tumbuhan tersusun atas jaringan dan jaringan tersusun atas
sel.maka respirasi terjadi pada sel. (campbell, 2002)

Semua sel aktif melakukan respirasi dengan menyerap O2 dan melepaskan


CO2 dalam volume yang sama. Respirasi lebih dari sekedar pertukaran gas
secara sederhana akan tetapi secara keseluruhan merupakan reaksi oksidasi
reduksi. Yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi
menjadi H2O. Pati, fruktan, sukrosa atau gula yang lainnya, lemak, asam organik
bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi (Salisbury dan Ross,
1995)

Respirasi pada tumbuhan menyangkut proses pembebasan energi kimia


menjadi energi yang diperlukan untuk aktivitas hidup tumbuhan seperti sintesis,
gerak, dan pertumbuhan. Respirasi yang dilakukan tumbuhan menggunakan
sebagian oksigen yang dihasilkan dari proses fotosintesis sedangkan sebagian
lainnya akan berdifusi ke udara melalui stomata pada daun.

Ditinjau dari kebutuhannya akan oksigen respirasi dapat dibedakan menjadi


respirasi aerob yaitu respirasi yang membutuhkan oksigen bebas untuk
menghasilkan energi dan respirasi anaerob yang biasanya disebut dengan

5
fermentasi yaitu respirasi yang tidak menggunakan oksigen. Namun, bahan
bakunya berupa karbohidrat, asam lemak, asam amino, sehinnga hasil respirasi
berupa CO2, H2O dan ATP.

Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel


tumbuhan tingkat tinggi. Akan tetapi, selain karbohidrat terdapat pula substrat
respirasi penting lainnya seperti glukosa, fruktosa, sukrosa, asam organik dan
protein.

Secara umum reaksi respirasi dapat dituliskan sebagai berikut:

C6H12O6 + O2  CO2 + H2O + ATP

Reaksi penguraian glukosa samapai menjadi CO2 dan H2O melalui tiga
tahap yaitu glikolisis, daur krebs dan transport elektron.

1. Glikolisis
Kata “glikolisis” memiliki arti “pemisahan gula” dan inilah yang terjadi
selama glikolisis. Glukosa (gula berkarbon enam) dipisahkan menjadi dua
buah gula berkarbon tiga. Gula yang lebih kecil ini kemudian teroksidasi dan
atom-atom yang tersisa membentuk dua molekul piruvat (piruvat merupakan
bentuk ion dari asam piruvat). Sebagaimana diringkas dalam Figure 9.8,
glikolisis dapat dipisahkan menjadi dua fase: energy invesment dan energy
payoff. Selama fase energy invesment sel menggunakan ATP. Pada fase
energy payoff, ATP didapatkan kembali dalam jumlah lebih banyak. Energi
neto yang dihasilkan dari glikolisis untuk satu molekul glukosa adalah 2
ATP ditambah 2 NADH. Selama proses glikolisis tidak ada CO2 yang
dilepaskan. Glikolisis terjadi tanpa atau dengan O2. Jika O2 tersedia maka
energi kimia yang tersimpan dalam piruvat dan NADH dapat diekstrak oleh
siklus asam sitrat dan forforilasi oksidatif. (Nasarudin, 2006)

6
Proses glikolisis mampu melepaskan maksimum seperempat energi kimia
yang tersimpan dalam glukosa, sebagian besar energi masih tersimpan di
dalam dua molekul piruvat. Apabila oksigen tersedia, maka piruvat
memasuki mitokondria (sel eukariot) dimana enzim-enzim siklus asam sitrat
akan menyempurnakan oksidasi glukosa (pada sel prokariot proses ini terjadi
dalam sitosol). Piruvat memasuki mitokondria melalui transport aktif. Pada
saat memasuki mitokondria piruvat diubah menjadi komponen asetil
koenzim A atau acetyl coA (Figure 9.10). (Nasarudin, 2006)

7
2. Siklus Krebs
Siklus asam sitrat disebut juga siklus asam trikarboksil atau siklus Krebs.
Siklus ini berfungsi sebagai pengoksidasi bahan bakar organik yang berasal
dari piruvat. Figure 9.11 memberikan gambaran ringkas input dan output
ketika piruvat dipecah menjadi tiga molekul CO2 termasuk molekul CO2
yang dilepaskan selama konversi piruvat menjadi acetyl coA. Siklus ini
menghasilkan 1 ATP setiap putaran melalui fosforilasi substrate-level, tetapi
sebagian besar energi kimia ditransfer ke NAD+dan pembawa elektron lain
yang terkait seperti coenzim FAD (berasal dari riboflavin, vitamin B) selama
reaksi redoks. Koenzim tereduksi (NADH dan FADH) membawa muatan
elektron berenergitinggi menuju rangkaian transport elektron.. (Nasarudin,
2006)

8
3. Transport elektron
Komponen protein yang disebut ATP sintase memenuhi membran internal
mitokondria (membran plasma pada sel prokariot). Enzim ini membentuk
ATP dari ADP dan fosfat inorganik. ATP sintase bekerja seperti pompa ion
(ingat bahwa pemompaan ion biasanya menggunakan ATP sebagai sumber
energi untuk memindahkan ion melawan gradien). Pada respirasi sel, ATP
sintase menggunakan energi dari gradien ion untuk melawan gradien (tidak
menghidrolisa ATP untuk memompa proton melawan gradien). Sumber

9
energi untuk ATP sintase adalah adanya perbedaan konsentrasi ion H+pada
sisi berlawanan dari membran internal motokondria (bisa dikatakan gradien
inisebagai perbedaan gradien pH karen pH dinukanakan untuk mengukur
konsentrasi H+). . (Nasarudin, 2006)

Proses ini, dimana energi disimpan dalam bentuk gradien ion hidrogen
digunakan untuk menjalankan kerja sel seperti sintesa ATP disebut
kemiosmosis. Berdasarkan struktur ATP sintase, maka diketahui bagaimana
aliran H+bergerak melalui enzim yang besar ini dan mengendalikan
pembentukan ATP. ATP sintase adalah sebuah komponen multisubunit yang
memiliki empat bagian, masing-masing tersusun atas multiple polipeptida.
Proton berpindah satu demi satu kedalam sisi pengikat pada rotor,
menyebabkan terjadinya perputaran sedemikian rupa sehingga mengkatalisa
produksi ATP dari ADP dan fosfat inorganik (Figure 9.14).

10
Fungsi dari rangkaian transport elektron (TE) adalah membangun gradien
H+seperti ditunjukkan Figure 9.16 pada membran mitokondria. Rangkaian TE
adalah pengubah energi yang menggunakan aliran eksergonik elektron dari NADH
dan FADH2 untuk memompa H+melewati membran (dari matriks menuju ruang
antar membran mitokondria). H+memiliki kecenderungan untuk kembali melewati
membran berdifusi menuju kearah gradiennya sendiri. ATP sintase adalah tempat
yang menyediakan rute kembali melalui membran bagi H+.
Pada tahapan tertentu sepanjang rangkaian, transfer elektron
menyebabkan H+

11
diambil dan dilepaskan ke dalam larutan disekitarnya. Pada sel eukariot,
pembawa elektron tersebar dalam membran sedemikian rupa sehingga H+
diterima dari matriks mitokondria dan ditumpahkan dalam ruang antar
membran (lihat gambar 9.16). Gradien H+ yang dihasilkan disebut
proton-motive force (menekankan pada kapasitas gradien dalam
melakukan kerja). Force (kekuatan) tersebut mengendalikan kembalinya
H+menyeberangi membran melewati saluran H+ yang dibentuk oleh ATP
sintase.. (Nasarudin, 2006)

Proses Akseptor ATP

Selama respirasi, sebagian besar energi mengalir melalui urutan ini: glukose
NADH rangkaian TE proton-motive force ATP. Figure 9.17 memberikan detail
penghitungan ATP yang dihasilkan pada tiap satu molekul glukosa yang teroksidasi.
Empat ATP dihasilkan secara langsung melalui fosforilasi substrate-level selama
glikolisis dan siklus asam sitrat. Setiap NADH yang mentransfer sepasang elektron
dari glukosa menuju rangkaian TE menghasilkan maksimum 3 ATP. ATP
maksimum yang dihasilkan tiap molekul glukosa berkisar antara 36 dan 38 ATP.
(Devlin, 1975)

12
a. Respirasi aerob
Pada proses respirasi aerob ini sebagian besar ATP yang dihasilkan
melalui respirasi sel adalah hasil dari proses fosforilasi oksidatif, maka ATP
yang dihasilkan dari respirasi aerobik bergantung pada suplai oksigen dalam
sel. Tanpa adanya oksigen yang bersifat elektronegatif untuk menarik elekton
dari rangkaian TE, fosforilasi oksidatif akan berhenti.

b. Respirasi anaerob
Anaerobik respirasi berlangsung pada organisme prokariot yang hidup pada
lingkungan tanpa oksigen. Organisme-organisme ini memiliki rangkaian TE
tetapi tidak menggunakan oksigen sebagai penangkap elektron terakhir pada
akhir rangkaian TE. Oksigen mampu menangkap elektron dengan sangat baik
karena sifatnya yang
elektronegatif, tetapi substansi lainpun memiliki kemampuan menangkap
elektron

13
walaupun tidak sebaik oksigen; dan substansi ini berfungsi sebagai penangkap
elektron terakhir dalam respirasi anaerobik. Sebagai contoh, bakteria sulfat
menggunakan ion sulfate (SO42-) pada akhir rangkaian TE. Rangkaian TE
membentuk proton-motive force yang digunakan untuk menghasilkan ATP
dan sebagai by-product-nya dihasilkan H2S (bukan H2O). (Nasarudin, 2006)
Fermentrasi adalah salah satu cara memanen energi kimia tanpa
menggunakan oksigen maupun rangkaian TE (dengan kata lain tanpa respirasi
sel). Bagaimanakah molekul makanan dapat dioksidasi tanpa respirasi sel?
Oksidasi merujuk pada pengertian kehilangan elektron karena diberikan
kepada penerima elektron sehingga tidak membutuhkan adanya oksigen.
Glikolisis mengoksidasi glukosa menjadi 2 molekul piruvat. Agen oksidasi
glikolisis adalah NAD+ (oksigen dan rangkaian TE tidak terlibat).
Secara umum glikolisis adalah reaksi eksergonik dan sebagian dari
energi yang dihasilkan digunakan untuk membuat 2 ATP (neto) melalui
fosforilasi substrate-level (glikolisis menghasilkan 2 ATP tanpa atau dengan
oksigen - anaerobik atau aerobik). Fermentasi merupakan ekspansi glikolisis
yang secara terus-menerus menghasilkan ATP melalui fosforilasi substrate-
level. Agar hal ini terus berlangsung, maka harus terdapat suplai NAD+ yang
mencukupi sebagai penerima elektron selama proses oksidasi dalam glikolisis.
Tanpa adanya mekanisme yang mampu mendaur ulang NAD+dari NADH,
glikolisis akan menghabislakan sumber NAD+karena diubah menjadi NADH
dan akhirnya glikolisis akan berakhir. Pada kondisi aerobik, NAD+
didaurulang dari NADH oleh transfer elektron menuju rangkaian TE.
Alternatif pada kondisi anerobik adalah dengan mentransfer elektron dari
NADH menuju piruvat (produk akhir dari glikolisis).
Fermentasi terdiri atas glikolisis ditambah dengan reaksi yang
menghasilkan
NAD+ dengan cara mentransfer elektron dari NADH menuju piruvat atau
derivat piruvat. NAD+ kemudian dapat digunakan lagi untuk mengoksidasi
gula melalui glikolisis. Terdapat bermacam-macam fermentasi tergantung

14
kepada produk akhir yang dibentuk dari piruvat. Dua tipe umum fermentasi
adalah fermentasi alkohol dan fermentasi asam laktat.
Didalam fermentasi alkohol (Figure 9.18a) piruvat diubah menjadi
ethanol (ethyl alcohol) dalam dua langkah. Langkah pertama adalah pelepasan
CO2 dari piruvat yang kemudian dirubah menjadi acetaldehyde (memiliki dua
karbon). Langkah kedua, acetaldehyde direduksi oleh NADH menjadi ethanol.
Reaksi ini juga meregenerasi suplai NA+ yang dibutuhkan untuk
kelangsungan glikolisis. Banyak bakteria yang melakukan fermentasi alkohol
pada kondisi anaerobik. Yeast (fungi) juga mampu melakukan fermentasi
alkohol, untuk fermentasi bir, wine and pembuatan roti. Gelembung CO2
yang dihasilkan oleh yeast selama fermentasi alkohol mampu
mengembangkan adonan roti. (Nasarudin, 2006)
Selama fermentasi asam laktat (Figure 9.18b), piruvat direduksi secara
langsung oleh NADH untuk membentuk laktat sebagai produk akhir tanpa
adanya pelepasan CO2 (laktat merupakan bentuk ion dari asam laktat).
Fermentasi asam laktat oleh bakteri dan fungi digunakan dalam industri
pembuatan yogurt dan keju.

15
16
2.2 Proses dan fungsi jalur alternatif oksidasi heksosa melalui jalur pentosa
fosfat
Kebanyakan organisme termasuk tumbuhan dan hewan memiliki rute
alternative untuk metabolism glukosa yakni jalur oksidasi pentose fosfat. Meskipun
jalur oksidatif ini terbatas pada sitosol hewan , jalur ini juga terdapat baik pada
kloroplas maupun sitosol pada tumbuhan . jalur oksidatif pentose fosfat bebagi
beberapa intermediet dengan glikolisis dan berintegrasi erat dengan itu. Tahap
pertama dari jalur oksidatif pentose fosfat adalah oksidasi glucosa-6-P menjadi 6-
phosphogluconate. Langkah awal ini peka terhadap tingkat NADP+, tampaknya
tingkatan tersebut menentukan langkah untuk jalur oksidatif pentose fosfat. Ini adalah
reaksi yang menetukan keseimbangan antara glikolisis dengan jalur oksidatif pentose
fosfat. Langkah kedua adalah oksidasi lain disertai dengan penghapusan kelompok
CO2 untuk membentuk ribulosa-5-P. Aseptor electron pada keduanya adalah NADP+
bukan NAD+ . Reaksi berikutnya dalam hasil jalur ini pada pembentukan
gliseraldehida-3-P dan fruktosa-6-P, yang keduanya kemudian lanjut dimetabolisme
melalui glikolisis.

17
Terdapat 2 fase pada penthosa fosfat :

1.  Fase oksidatif yang menghasilkan NADPH

Pada fase yang pertama, glukosa 6-phosphate menjalani proses dehidroginase


dan dekarboksilase untuk memberikan sebuah senyawa pentosa, yaitu ribosa 5-
phosphate.

2.  Fase nonoksidatif yang menghasilkan prekursor ribosa

Pada fase yang kedua, ribulosa 5-fosfat dikonversi kembali menjadi glukosa
6-fosfat oleh serangkaian reaksi yang terutama melibatkan dua enzim yaitu
transketolase dan transaldolase.

I.       Fase oksidatif yang menghasilkan NADPH

Reaksi dehidrogenasi glukosa 6-fosfat menjadi 6-fosfoglukonat terjadi lewat


pembentukan 6-fosfoglukonolakton yang dikatalisis oleh enzim glukosa-6-fosfat
dehidrogenase, suatu enzim yang bergantung NADP. Hidrolisis 6-
fosfoglukonolakton dilaksanakan oleh enzim glukonolakton hidrolase.

18
Tahap oksidasi yang kedua dikatalisis oleh enzim 6-fosfoglukonat
dehidrogenase, yang juga memerlukan NADP+ sebagai akseptor hidrogen.
Dekarboksilase kemudian terjadi dengan pembentukan senyawa ketopentosa ,
yaitu ribulosa 5-fosfat. Reaksi mungkin berlangsung dalam dua tahap melalui
intermediate 3-keto-6-fosfoglukonat.

II.    Fase nonoksidatif yang menghasilkan prekursor ribose

Pada fase yang kedua, ribulosa 5-fosfat dikonversi kembali menjadi glukosa
6-fosfat oleh serangkaian reaksi yang terutama melibatkan dua enzim yaitu
transketolase dan transaldolase.

Ribulosa 5-fosfat kini berfungsi sebagai substrat bagi dua enzim yang
berbeda. Ribulosa 5-fosfat 3-epimerase mengubah konfigurasi disekitar karbon 3
dari ribulosa 5 fosfat, dengan membentuk epimer xilulosa 5-pospat, yaitu senyawa
ketopentosa lainnya. Ribosa 5-fosfat ketoisomerase mengubah ribulosa 5-fosfat
menjadi senyawa aldopentosa yang bersesuaian, yaitu ribosa 5-fosfat yang
merupakan precursor bagi residu ribosa yang diperlukan dalam sintesis nukleotida
dan asam nukleat.

Transketolase memindahkan unit dua-karbon yang terdiri atas karbon 1 dan 2


dari sebuah ketosa kepada atom karbon aldehid pada gula aldosa. Oleh karena itu,
enzim ini mempengaruhi konversi gula pentosa menjadi aldosa dengan
berkurangnya dua karbon, dan sekaligus mengonversi gula aldosa menjadi ketosa
dengan bertambahnya dua atom karbon. Reaksi tersebut memerlukan vitamin B,
yaitu tiamin.

Enzim transketolase mengatalisis proses pemindahan unit dua karbon dari


xilulosa 5 fosfat kepada ribulosa 5 fosfat yang menghasilkan ketosa sedoheptulosa
7-fosfat 7 karbon dan aldosa gliseraldehid 3-fosfat. Kedua produk ini kemudian
memasuki reaksi lainnya yang dikenal sebagai reaksi transaldolasi. Enzim
transaldolase memungkinkan pemindahan moietas dihidroksiaseton tiga - karbon

19
(karbon 1-3), dari ketosa sedoheptulosa 7-fosfat kepada aldosa gliseraldehid 3-
fosfat untuk membentuk ketosa fruktosa 6-fosfat dan aldosa eritrosa 4-fosfat empat
karbon.

Kemudian berlangsung reaksi selanjutnya yang sekali lagi melibatkan enzim


transketolase dengan xilulosa 5-fosfat berfungsi sebagai donor glikoaldehid. Pada
keadaan ini, eritrosa 4-fosfat yang terbentuk di atas bertindak sebagai akseptor ,
dan hasil reaksinya adalah fruktosa 6-fosfat serta gliseraldehid 3-fosfat.

Tujuan Lintasan Pentosa Fosfat :

1. Menghasilkan metabolit untuk sintesa karbohidrat Ribulosa 5 P yang nantinya


reaksi LPF pertama melibatkan glukosa-6-fosfat, yang berasal dari
perombakan pati fosforilase di glikolisis, dari penambahan fosfat akhir pada
ATP ke glukosa atau langsung dari fotosintesis.  Senyawa ini segera dioksidasi
oleh glukosa-6-fosfat dehidrogenase menjadi 6-fosfoglukono-laktona (reaksi
1). Laktona ini secara cepat dihidrolisis oleh laktonase menjadi 6-
fosfoglukonat (reaksi 2), kemudian senyawa terakhir ini segera
didekarboksilasi secara oksidatif menjadi ribulosa-5-fosfat oleh 6-
fosfoglukonat dehidrogenase (reaksi 3). Selanjutnya LPF menghasilkan
pentosa fosfat dan dikatalisis oleh isomerase (reaksi 4) dan epimerase (reaksi
5), yang merupakan salah satu jenis isomerase. Reaksi ini dan reaksi
berikutnya serupa dengan beberapa reaksi di daur Calvin. Enzim yang penting
ialah transketolase (reaksi 6 dan 8) dan transaldolasakan diubah menjadi
RuDP, sebagai senyawa kunci dalam Fotosintesa 
2. Menghasilkan metabolit (pentosa) untuk sintesa senyawa fenol yang mudah
dioksidasi menjadi Quinon, membentuk polimer coklat bersifat racun.  Pentosa
juga merupakan prekursor lignin.
3. Memproduksi NADPH sebagai koenzim yang sangat dibutuhkan dalam
berbagai reaksi metabolisme.

20
4. Menghasilkan Ribosa untuk sintesa asam nukleat dan berbagai koenzim.
Peranan LPF sangat penting, karena dapat dianggap sebagai jalur penghubung
antara jalur perombakan dengan jalur pembentukan karbohidrat

Hubungan Pentose Phosphate Pathway (PPP) dengan Glikolisis

Hubungan Pentose Phosphate Pathway (PPP) dengan glikolisis adalah


PPP merupakan jalur alternatif reaksi tumbuhan dalam memperoleh energi dari
oksidasi gula menjadi CO2 dan air selain melalui proses glikolisis.

Reaksi PPP serupa dengan reaksi pada glikolisis. Disamping itu, glikolisis
dan PPP mempunyai pereaksi tertentu yang lazim dan keduanya terjadi terutama di
sitosol, sehingga kedua lintasan saling terjalin. Satu perbedaan penting ialah di PPP
penerima elektonnya selalu NADP+, sedangkan di glikolisis penerima elektonnya
adalah NAD+.

Peran jalur fosfat pentosa oksidatif dan kontribusinya terhadap


metabolisme karbon secara keseluruhan adalah sulit untuk menilai karena jalur
tersebut tidak mudah dipelajari dalam tanaman hijau. Hal ini terutama karena banyak
dari intermediet dan enzim dari siklus respirasi ini dibagi oleh jalur yang lebih
dominan reduktif pentosa fosfat, atau siklus PCR, dalam kloroplas. Dari penelitian
metabolisme hewan, bagaimanapun, dapat disimpulkan bahwa jalur oksidatif pentosa
fosfat memiliki dua fungsi yang signifikan. Yang pertama adalah untuk menghasilkan
potensial reduksi dalam bentuk NADPH. NADP + dibedakan dari NAD + oleh
kelompok fosforil ekstra. NADPH berfungsi utamanya sebagai donor electron bila
diperlukan untuk mendorong reaksi reduktif biosintesis normal, dangkan NADH
digunakan terutama untuk menghasilkan ATP melalui fosforilasi oksidatif. Perbedaan
ini memungkinkan sel untuk mempertahankan bagian terpisah dari NADPH dan
NAD + di tempat yang sama: rasio NADPH tinggi / NADP + adalah untuk
mendukung biosintesis reduktif dan rasio NAD tinggi + / NADH untuk mendukung
glikolisis. Jalur oksidatif pentosa fosfat karena itu dianggap sebagai sarana untuk
menghasilkan NADPH diperlukan untuk mendorong reaksi biosintesis dalam sitosol.

21
Pada hewan, misalnya, jalur oksidatif pentosa fosfat sangat aktif dalam jaringan
lemak di mana NADPH diperlukan untuk sintesis asam lemak aktif. Fungsi kedua
untuk jalur oksidatif pentosa fosfat adalah produksi pentosa fosfat, yang berfungsi
sebagai prekursor untuk ribosa dan deoksiribosa diperlukan dalam sintesis asam
nukleat. Intermediet lain dari jalur oksidatif pentose fosfat dengan signifikansi
potensial pada tanaman adalah 4-karbon erythrose-4-P, prekursor untuk biosintesis
asam amino aromatik, lignin, dan flavonoid.

2.3 Faktor- faktor yang berpengaru terhadap laju respirasi sel tumbuhan

1.    Keadaan protoplasma : Jaringan maristematik yang banyak mengandung

sitoplasma akan  memiliki laju respirasi yang tinggi.

2.    Ketersediaan subtrat terlarut

Laju respirasi akan meningkat dengan dengan meningkatnya subtrat respirasi

terlarut. Tumbuhan yang kekurangan pati, fruktan atau gulanya rendah

melakukan respirasi pada laju yang rendah.

3.    Hidrasi jaringan: Laju respirasi akan meningkat dengan meningkatnya hidrasi

jaringan.

4.    Temperatur: Sampai dengan suhu tertentu Q10 respirasi = 2-3

5.    Konsentrasi oksigen: Penurunan oksigen akan akan menurunkan dekarboksilasi

pada siklus krebs, akibatnya terjadinya hambatan pada ooksidsi NADH2,

NADPH2 dan FADH2.

6.    Konsentrasi CO2 : Meningkatnya konsentrasi CO2 akan menurunkan respirasi

dan pada konsentrasi yang tinggi akan menimbulkan keracunan.

7.    Stimulasi mekanik : Akan meningkatkan laju respirasi

8.    Pelukaan dan infeksi: akan meningkatkan laju respirasi akibat meningkatnya

metabolisme dalam meristem sekunder.


22
9.    Garam – garam organik : akan  meningkatkan laju respirasi

10. Cahaya : akan meningkatkan respirasi laju respirasi terutama pada daerah yang

berklorofil.    

11.  Jenis tumbuhan : Umumnya bakteri, fungi, dan ganggang berespirasi lebih cepat

dibandingkan dengan tumbuhan berbijji. Ini dikarenakan fungi dan bakteri

mengandung hanya sedikit cadangan  makanan dan tidak mempunyai sel

berkayu nonmetabolik.

2.4 Katabolisme Lipid dalam Biji

Meskipun lipid adalah komponen dasar dari membrane dan disimpan di


berbagai jaringan, mereka tidak sering digunakan sebagai sumber respirasi
karbon. Hal ini dapat diamati pada biji yang sedang berkecambah, yang sebagian
besar menyimpan lipid dalam jumlah besar, biasanya berupa trigliserida
dibandingkan karbon. Lipid disimpan dalam tetes minyak (disebut dengan
oleosom atau spherosomes) yang biasanya ditemukan pada sel penyimpan yaitu
kotiledon atau endosperm.
Karena lemak dan minyak tidak larut dalam air, tumbuhan tidak dapat
mentranslokasikan lemak dan minyak melalui floem dengan tekanan aliran dari
jaringan sel penyimpan menuju akar dan tunas dimana energi dibutuhkan untuk
membantu pertumbuhan. Asam lemak harus dikonversikan terlebih dahulu ke
bentuk yang lebih mudah ditranslokasikan oleh floem yang relatif berair.
Biasanya adalah sukrosa, yang dapat segera ditranslokasikan dari sel penyimpan
yang mengandung tetes lemak menuju embrio dimana metabolism sukrosa
terjadi.
Pengubahan trigliserida menjadi sukrosa merupakan proses yang kompleks,
melibatkan interaksi tetes minyak, glioksisom, mitokondria dan sitosol.

23
Tahap pertama adalah hidrolisis trigliserida menjadi asam lemak dan
gliserol. Proses ini dibantu oleh enzim lipase, yang bereaksi di permukaan tetes
minyak. Asam lemak kemudian memasuki glioksisom, sebuah organel yang
strukturnya mirip dengan peroksisom yang ditemukan pada daun tetapi dengan
berbagai enzim yang berbeda. Pada glioksisom, asam lemak mengalami β-
Oksidasi, yaitu rantai asam lemak mengalami pemutusan pada setiap karbon
kedua, menghasilkan formasi asetil-CoA. Beberapa asetil-CoA bergabung

24
dengan oksaloasetat untuk membentuk sitrat (6 karbon) yang disebut dengan
Siklus Glioksilat.
Sitrat yang dibentuk diubah menjadi isositrat, yang kemudian dirombak
menjadi satu molekul suksinat (4 karbon) dan satu molekul glioksilat (2 karbon).
Suksinat akan kembali ke mitokondria ketika memasuki siklus asam sitrat,
menghasilkan kembali oksaloasetat, yang penting untuk mempertahankan siklus
glioksilat. Glioksilat bergabung dengan asetil-CoA lain untuk memproduksi
malat. Malat kemudian masuk ke sitosol dimana pertama akan dioksidasi
menjadi oksaloasetat dan kemudian diubah menjadi PEP.
Siklus glioksilat melibatkan enzim dari glioksisom dan mitokondria. Dua
enzim adalah khas tumbuhan, yaitu isocitrate lyase yang mengubah isositrat
menjadi suksinat dan glioksilat, dan malat sintase yang mengkondensasikan
kelompok asetil dengan glioksilat untuk membentuk malat. Malat kemudian
ditranslokasikan dari glioksisom ke sitosol dimana kemudian segera dioksidasi
menjadi oksaloasetat oleh enzimmalat dihidrogenase.
Fungsi keseluruhan dari siklus glioksilat adalah untuk mengkatalis
oksaloasetat dari dua molekul asetil CoA di dalam sitosol, oksaloasetat yang
telah diperoleh dari siklus glioksilat akan dikarboksilasikan oleh enzim
phosphoenolpyruvate carboxykinase (PEPCK) untuk membentuk PEP.
Melalui serangkaian reaksi yang berlawanan dengan glikolisis, PEP diubah
menjadi glukosa.
Pengubahan PEP menjadi glukosa disebut dengan glkoneogenesis.
Glukoneogenesis memanfaatkan enzim dari glikolisis dengan berbeda. Namun,
reaksi enzim glikolitik fosfofruktokinase dan heksokinase merupakan reaksi
yang irreversible, perubahan energi bebas mereka tidak dapat digunakan dalam
arah sintesis glukosa. Selama glukoneogenesis, reaksi ini digantikan oleh reaksi
yang pembentukan glukosa yang memungkinkan secara termodinamis.
Pengubahan fruktosa-1,6-bifosfat menjadi fruktosa-6-fosfat dikatalis oleh
fruktosa-1,6-bifosfatase di sitosol dan pengubahan glukosa-6-fosfat dikatalis oleh
glukosa-6fosfatase. Perbedaan ini cukup signifikan karena memungkinkan kedua

25
arah berjalan baik secara termodinamis. satu proses dapat teraktifasi ketika
lainnya dihambat, hal ini mencegah siklus futile.
Gliserol yang dihasilkan dari reaksi lipase dalam tetes minyak juga
memasuki sitosol, dimana awalnya akan difosforilasi dengan ATP untuk
memebentuk α-glycerolphosphate dan dioksidasi menjadi dihidroksiaseton fosfat
(DHAP). DHAP juga dapat diubah menjadi sukrosa dengan reaksi yang
berlawanan dengan glikolisis. Beberapa energi yang disimpan dalam trigliserida
disimpan dalam sukrosa yang dibentuk oleh glukoneogenesis, tetapi β-oxidasi
asam lemak dalam glioksisom juga memproduksi jumlah besar NADH sehingga
glioksisom tidak bias mereoksidasi NADH langsung, tetapi dapat digunakan
untuk mereduksi oksaloasetat menjadi malat. Malat kemudian berpindah menuju
mitokondria dimana akan direoksidasi oleh malat dihidrogenase. Malat kemudian
berperan sebagai shuttle. Reoksidasi malat di dalam mitokondria menghasilkan
NADH, yang kemudian akan masuk ke rantai electron transport dan memicu
sintesis ATP.

2.5. Siklus Glioksilat dan Siklus Glukoneogenesis

26
Efek dari siklus glioksilat adalah untuk mengkatalis pembentukan oksaloasetat.

Tahap konversi Trigliserida  sukrosa

1. Hidrolisis dari triglserida  asam lemak bebas dan gliserol dengan bantuan
enzim lipase.
2. Asam lemak masuk ke Glioksisom (organel yang strukurnya mirip dengan
peroksisom yang di temukan di daun tetapi enzim nya berbeda).
3. Sedangkan Gliserol di konversi dengan bantuan phosphorylated dan ATP 
α-glycerol-P kemudian dioksidasi dengan bantun NAD+ menjadi DHAP
(dihydroxyacetone phosphatemasuk) yang nantinya masuk ke sitosol.
4. Asam lemak dalam glioksisom mengalami β-oksidasi sehingga terjadi
pemutusan rantai ikatan pada setiap 2 karbon asam lemak  Acetyl-CoA.
5. Beberapa Acetyl-CoA dikombinasikan dengan Oksaloasetat  sitrat(6
karbon) Glyoxilate Cycle.
6. Sitrat di konversi menjadi isositrat kemudian menjadi 1 molekul succinate (4
karbon) dan 1 molekul glyoxylate (2 karbon)
7. Succinate masuk ke mitokondria dan mengalami siklus asam sitrat.
8. Glyoxylat di kombinasikan dengan asetil CoA dengan bantuan enzim malate
synthase,  Malate.
9. Malate masuk ke sitosol dioksidasi menjadi oksaloasetat dengan bantuan
enzim malate dehydrogenase.
10. Glioksisom tidak dapat meng-reoksidasi NADH secara langsung tetapi
glioksisom mampu digunakan untukmereduksi oxaloasetat menjadi malat.

Glukoneogenesis merupakan sintesis glukosa yang berasal dari precursor


(piruvat, laktat, beberapa asam amino) bukan karbohidrat. (Amin, 2006)

Pada tahap Glukoneogenesis,

1. PEP (phosphoenolpyruvate) hasil dari tahap glioksilat di konversi menjadi


glukosa.

27
2. Konversi fructose-1,6-bisphosphate ke fructose-6-P dikatalis oleh enzim
cytosolic fructose-1,6-bisphosphatase sedangkan konversi glucose-6-P ke
glucose dikatalis oleh enzim glucose-6-phosphatase. Perbedaan ini terlihat
jelas karena dua jalur terjadi secara termodinamik namun juga teregulasi
secara bebas. Satu jalur akan diaktifkan jika jalur yang satunya di non aktifkan
untuk mencegah hasil yang tidakdiharapkan dalam sebuah siklus.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

28
1.    Respirasi pada tumbuhan merupakan proses pelepasan energi yang

menyediakan energi bagi keperluan sel.

2.    Respirasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

a)    Respirasi anaerob: proses respirasi tanpa menggunkan oksigen

b)    Respirasi aerob: Proses respirasi dengan membutuhkan oksigen

3.    Hasil dari respirasi:

a)    Respirasi anaerob ( fermentasi) menghasilkan asam laktat atau etanol.

b)    Respirasi aerob:

      Glikolisis : menghasilkan 2 NADH ( 1 NADH= 3 ATP) = 6 ATP

      Daur krebs : menghasilkan 2 ATP+ 8 NADH + 2 ubikuinol( 1 ubikuinol =

2 ATP) jadi jumlah total ATP= 30

Jadi jumlah total = 36 untuk satu molekul glukosa.

3. Faktor- fakor yang mempengruhi laju respirasi: Keadaan protoplasma :

,Ketersediaan subtrat terlarut, Hidrasi jaringan, Temperatur, Konsentrasi

oksigen, Konsentrasi CO2 , Stimulasi mekanik , Pelukaan dan infeksi, Garam

– garam organik , Cahaya , Jenis tumbuhan

4. Lemak tidak tidak larut dengan air, sehingga lemak berupa trigliserida harus

diubah menjadi sukrosa dahulu untuk dapat masuk ke jalur respirasi seluler.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2010.Respirasi Tumbuhan.(Online).(http:// respirasisi- tumbuhan-fix.pdf)

diakses pada 24 Oktober 2015

29
Campbell, N. A and J. B reece. 2002. Biology. Sixt edition, pearson education. Inc.
San fransisco. 802-831.

Devlin, R.M., 1975. Plant Physiology. New York D. Van Nestrand Company.

Kimball W John. Biologi ed.5 Jilid 1. Erlangga. Jakarta. p . 171- 190

Nasarudin, 2006. Fotosintesis, Respirasi, dan Analisis pertumbuhan Tanaman.


Fakultas pertanian dan Kehutanan Unhas.

Salisbury B Frank, Ross W Cleon. Fisiologi tumbuhan jilid 2. Bandung.  


           Penerbit ITB. p. 86- 100

Salisbury, F.B. dan C.W. 1955. Plant Phisiology. Wadsworth publishing company.
Belmont, california. P.540

30
31

Anda mungkin juga menyukai