BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Umum
Pengangkutan sedimen merupakan pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui
suatu sungai dalam keadaan tertentu apakah akan terjadi penggerusan (degradasi),
pengendapan atau mengalami angkutan sedimen (aquilibrium transport) dan untuk
memperkirakan kuantitas yang terangkut dalam proses tersebut.. Keadaan-keadaan yang
menentukan pengangkutan adalah sifat-sifat aliran air dan sedimen serta pengaruh timbal-
balik (inter-action).
Sungai disebut dalam keadaan seimbang jika sedimen yang melewati suatu
penampang sungai tetap dengan kata lain debit sedimen (sediment discharge) yang masuk
sama dengan debit yang keluar didalam satu satuan waktu. Keadaan dimana jumlah debit
sedimen yang masuk sama dengan yang keluar didalam satu satuan waktu disebut Debit
Sedimen Seimbang (Qse).
Suatu sungai dikatakan mengalami pengendapan jika sedimen yang masuk (Qs) lebih
besar dari debit sedimen seimbang (Qse) dalam satu satuan waktu. Proses pengendapan
(agradasi) ini akan mengurangi kemiringan dasar sungai (pendangkalan) dan mungkin akan
menyebabkan terjadinya proses pelebaran sungai.
Dan sebaliknya, sungai akan mengalami degradasi jika keadaan debit sedimen yang
masuk (Qs) lebih kecil dari debit sedimen seimbang (Qse) dalam satu satuan waktu. Proses
ini akan menyebabkan terjadinya penurunan elevasi sungai, sehingga kemiringan dasar
sungai akan menjadi curam. Peristiwa ini biasanya akan terjadi pada hilir bangunan
bendung, bendungan atau bangunan-bangunan pengatur sungai.
dapat kita lakukan apabila bentuk, kepadatan dan distribusi sedimen tidak terlalu bervariasi
dalam regime sungai. Untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat, perlu dilakukan
penggambaran sedimen yang lebih seksama.
o Roundness
Yaitu koefisien yang digunakan untuk mendefinisikan bentuk butiran
yang berdasarkan proyeksi luasan butiran. Koofisien roundness juga
digunakan untuk menunjukan keruncingan dari ujung-ujung butiran
sedimen.
o Shape Factor
Nilai Shape Factor (SF) atau Faktor Bentuk (FB) didasarkan pada
nilai-nilai sumbu triaxial yang saling tegak lurus; yaitu sumbu panjang
12
Dengan:
a : sumbu terpanjang
b : sumbu menengah
c : sumbu terpendek
a. Diameter saringan (D), adalah panjang dari sisi lubang saringan dimana suatu
partikel dapat melaluinya.
b. Diameter sedimentasi (Ds), adalah diameter bulat dari partikel dengan berat spesifik
dan kecepatan jatuh yang sama pada cairan sedimentasi dan temperatur yang sama
pula.
c. Diameter nominal (Dn), adalah diameter bulat suatu partikel dengan volume yang
sama (dimana volume=1/6Dn3).
Secara garis besar skala butiran adalah sebagai berikut:
- boulders : 4000 - 250 mm
- cobbles : 250 - 64 mm
- gravel : 64 - 2 mm
- sand : 2000 - 62
- silt : 62 - 4
- clay : 4 - 0.24
Penentuan ukuran boulders, cobbles dan gravel dilakukan dengan pengukuran
langsung dari pada isi atau beberapa diameter. Gravel dan sand dengan analisa
mikroskopik atau cara sedimentasi.
Tabel 2.1 America Geophysical Union (AGU) Grade Scale For Particle Sizes
Sizes Class
Millimetes Micros Inches
4000-2000 Very large boulders
2000-1000 Large boulders
100-500 Medium boulders
500-250 Small boulders
250-130 Large cobbles
130-64 Small cobbles
64-32 Very coarse gravel
32-16 160-80 Coarse gravel
16-8 80-40 Medium gravel
8-4 40-20 Fine gravel
4-2 20-10 Very fine gravel
2,00-1,00 2000-1000 10-5 Very coarse sand
1,00-0,50 100-500 5,0-2,5 Coarse sand
0,50-0,25 500-250 2,5-1,3 Medium sand
0,250-0,125 250-125 1,3-0,6 Fine sand
14
Pada saluran dengan dasar mobile bed (material sedimen nonkohesif yang dapat
bergerak) terjadi interaksi antara aliran dengan material dasar sehingga terjadi perubahan
konfigurasi dasar (tinggi kekasaran) dan sebaliknya, dan perubahan kekasaran akan
mempengaruhi aliran itu sendiri. Pada aliran dalam saluran terbuka, angka Froude(Fr)
sering digunakan sebagai kriteria suatu aliran. Untuk tujuan klasifikasi konfigurasi dasar
(bed form), dibedakan 3 regim aliran, yaitu :
- Lower flow regime (aliran sub kritis) Fr<1
- Transition flow regime Fr≈1
- Upper flow regime (aliran super kritis) Fr>1
Pada waktu kecepatan aliran masih relatif keci, tegangan geser dasar belum
mencapai nilai kritisτ cr , sehingga material sedimen belum bergerak dan dasar masih rata
(plane bed). Jika tegangan kritis terlampaui, maka phase ini mulai terjadi angkutan
sedimen :
- Butiran akan bergerak secara menggelinding, menggeser atau meloncat secara
random terhadap ruang (dan waktu)
- Untuk material sedimen halus, bergerak sebagai suspended load.
Dengan bertambahnya kecepatan, intensitas angkutan sedimen bertambah (secara
random), dan terbentuk konfigurasi dasar. Bentuk konfigurasi dasar yang terjadi
pada”lower flow rigme” biasanya mempunyai karakteristik seperti bukit-bukit
pasir. Bentuk bukit-bukit pasir tersebut sering dikenal sebagai “ripples” atau
”dunes”.
15
berupa pasir, yaitu sekitar 80 % dari seluruh material dasar sungai. Material suspended
yang terangkut sebagian besar juga merupakan material pasir, yaitu sekitar 90 %. Dengan
demikian material dasar sungai yang ada dapat dikatakan mempunyai agihan butiran yang
sama dengan agihan butiran material suspended yang terangkut, yaitu sebagian besar
berupa material pasir.
Borland dan Maddock dari USBR telah menyediakan sebuah tabel untuk
memperkirakan besar angkutan bed load dengan berdasarkan besar konsentrasi suspended
load.
Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa angkutan bed load untuk sungai Brantas sebesar
50 % dari jumlah suspended load yaitu 0,41 juta m3/th, sedangkan yang terjadi pada sungai
Lesti besarnya 20 % dari jumlah suspended load, sehingga jumlah bed load yang terangkut
0,27 juta m 3/th. Nilai 50 % serta 20 % kecuali berdasarkan konsentrasi sedimen suspended
load, data material dasar sungai dan material suspended nilai tersebut diambil dengan
mempertimbangkan keadaan penampang kedua sungai tersebut, pada umumnya sungai
dangkal yang lebar akan membawa bed load lebih besar dibandingkan dengan sungai
dalam yang sempit.
4. Kecepatan Endapan (Settling Velocity)
Kecepatan endap (w) sangat penting dalam masalah suspensi dan sedimentasi.
Kecepatan arus kritis untuk menggerakkan butiran di dasar serta perkembangan
konfigurasi dasar sungai sering dihubungkan dengan kecepatan endap. Kecepatan
ditentukan oleh persamaan keseimbangan antara berat butir dalam air dan hambatan
17
Dengan :
W = kecepatan jatuh butiran
CD = koefisien hambatan (drag coeffisien)
Δ = (Δs-Δw)/Δw
2.2.4. Disribusi Frekuensi Ukuran Butiran Sedimen
Dari penyaringan atau distribusi ukuran butiran sedimen yang dapat diperoleh
biasanya dinyatakan dengan hubungan distribusi antara persen berat dan ukuran butiran.
Distribusi ukuran butiran kumulatif dari hampir semua sedimen dapat digunakan
pendekatan distribusi log normal.
Distribusi log normal akan memberikan garis lurus jika kertas probabilitas logaritma
digunakan. Dari definisi ukuran komulatif dalam bentuk diameter dapat didefinisikan
(Breuser, H.N.C : 1979) :
D atau Dm
pi Di
i
pi i
Dengan:
pi = butiran dengan diameter Di
Di = rata-rata geometrik batas ukuran dari butiran yang dapat juga dinyatakan dengan Dp
bila menunjukkan diameter campuran dengan syarat P % lebih kecil Dp.
Dm = diameter tengah.
Nilai distribusi rerata geometrik diameter adalah (Breuser, H.N.C: 1979) :
Dg = D84 . D16
18
akan menyebabkan partikel atau butiran bergerak, dikatakan sebagai keadaan kritis. Bila
kondisi kritis tersebut mencapai satu nilai/besaran sebesar gaya gesek dasar saluran, maka
kecepatan rata-ratanya telah mencapai kondisi kritis. Pada kondisi ini aliran berkompeten
untuk menggerakkan butiran sedimen.
Pada awal gerak butiran gaya yang ditumbulkan oleh aliran air adalah seimbang
dengan gaya hambatan dari butiran atau sedimen dasar. Untuk butiran sedimen kohesif,
parameter penting didalam menentukan awal gerak sedimen adalah konsentrasi atau rapat
massa dari endapan dasar.
Definisi dari awal gerak sedimen :
1. Bila satu partikel telah bergerak
2. Bila sedikit partkel telah bergerak
3. Bila sebagian partikel telah bergerak
4. Bila = cr dimana penangkapan sedimen (qb) = 0
Untuk material sedimen kasar (pasir dan batuan), gaya-gaya aliran tersebut
diimbangi oleh berat butiran sedimen, sedangkan untuk sedimen halus (lanau dan
lempung) diimbangi oleh kohesif butiran. Pada waktu gaya-gaya aliran (gaya
hidrodinamik) yang bekerja pada partikel sedimen mencapai suatu harga tertentu dimana
bila gaya tersebut sedikit ditambah akan menyebabkan butiran sedimen bergerak (kondisi
kritik).
Dalam membahas gerak butiran digunakan beberapa dasar teori yang diantaranya
adalah
1. Teori White
White (1940) memberikan perumusan mengenai keseimbangan partikel (butiran) di
dasar sungai. Pernyataanya adalah bahwa gaya ganggu (disturbing force) yang merupakan
resultan gaya seret (drag force) dan gaya angkat (lift force) akan sebanding dengan
tegangan geser dasar (bottom shear stress) sungai dan luas permukaan partikel (D2), dan
gaya tahan gravitasi sebanding dengan berat partikel di dalam air.
( s w ).g.D3
partikel akan diam (seimbang) jika :
0 < C ( s w ).g.D3 …………………..(2-5)
Dengan :
0 = w .g.h.I
20
s = kerapatan butiran
w = kerapatan air
g = percepatan gravitasi
D = diameter partikel
H = tinggi air
I = kemiringan dasar sungai
C = konstanta yang tergantung dari kondisi aliran, bentuk partikel dan posisi
partikel terhadap partikel lainnya
Kondisi aliran berdekatan dengan dasar sungai sebanding dengan besarnya partikel
dan berbanding terbalik dengan viskositas lapisan aliran yang dirumuskan dengan :
U * .D
Re* = V
U 5.75 log 12h
U* ks …………………(2-6)
Dengan :
U = kecepatan rata-rata v = viskositas aie
U* = kecepatan geser sub-layer Re* = bilangan Reynold
D = diameter partikel h = tinggi air
2. Keseimbangan Kritis
Keseimbangan kritis adalah keseimbangan batas pada saat akan mulai terjadi
gerakan. Semua teori selain White didasarkan pada pertimbangan bahwa gaya seret
berkaitan dengan kecepatan aliran, dengan keseimbangan kritis yang dirumuskan dengan :
U * cr 2
cr .g .D
= …………………..(2-7)
Dengan :
cr
= gaya seret kritis
U * cr = kecepatan geser kritis
D = diameter butiran
s w
w
=
21
cr
, cr , U cr dan mendapatkan kesimpulan bahwa :
*
antara
cr
cr
= . g . D
U * cr 2
.g .D
=
U * cr .D
v
= f
= f (Re*)…………………..(2-8)
2.3.3. Analisa Sedimen Non Kohesif
Stabilitas dari partikel non kohesif pada dasar saluran tergantung pada gaya gerak
seperti : submerged weight, drag force dan lift force.
Pada kondisi equilibrium :
Fb = Ga
atau :
CF1/2. ρ . Ub2 . 0,25 π D2 . b = π/6 D2 . (ρs-ρw) . g . a
Ub proporsional dengan kecepatan geser U* = (τ0/ρw)1/2
Perbandingan ini tergantung pada kekasaran dan viskositas. Hubungan tersebut dapat
ditulis:
w.U *2
( s w). g .D
dimana Δ tergantung dari bentuk partikel, profil kecepatan dan lain sebagainya.
1/ 2
U cr 6.h
1,0 log
(.g .D) 1/ 2
D
Dengan :
U cr = kecepatan kritis rata-rata (m/dt)
h = kedalaman aliran (m)
D = diameter material (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
Δ = (Δs-Δw)/Δw
Δs = rapat massa material (kg/m3)
Δw = rapat massa air (kg/m3)
Gambar 2.5. Diagram Shield - Hunungan Antara Tegangan Geser Kritis dengan Angka
Reynolds
Sumber ; Breuser, H.N.C: 1979
2. Goncharov
Goncharov memberikan persamaan sebagai berikut :
U cr 8,8.h
0,75 log
(.g.D) 1/ 2
D untuk batuan diam
U cr 8,8.h
1,07 log
(.g .D)1/ 2
D untuk keadaan kritis
3. Levi
23
Oleh karena itu, penetapan rumus yang akan digunakan harus terlebih dahulu dibandingkan
dengan hasil observasi langsung debit sedimen di sungai yang akan ditinjau.
Intensitas angkutan sedimen total pada suatu penampang sungai atau saluran adalah
banyaknya sedimen yang lewat pada penampang tersebut per satuan waktu (dapat
dinyatakan dalam berat : N/det atau volume per satuan waktu : m 3/det). Intensitas total dari
suatu angkutan dianggap sebagai penjumlahan antara angkutan bed load dan angkutan
suspended load: Ttot = Tb + Ts
Untuk perhitungan angkutan sedimen ini kita harus mengadakan faktor koreksi yang
disebut ripple factor ( ) dimana :
' / (C / C ' )3 / 2
keterangan :
’= C’ =intensive friction factor
= C =transport friction factor
1. Angkutan material di dasar sungai (bed material transport)
Yang dimaksud bed material yang akan dibahas disini adalah bed load dan suspended
load. Kedua muatan sedimen ini dipengaruhi oleh proses erosi dan deposisi. Dari hasil
pengamatan di lapangan dan beberapa percontohan telah diketahui bahwa hubungan antara
angkutan sedimen dengan keadaan aliran di dasar sungai adalah tekanan geser dasar (bed
shear test) yang terdiri dari form drag dan roughness drag. Dari kedua pengamatan
tersebut telah diketahui pula bahwa proses pengangkutan dan keadaan aliran sangat
tergantung dari roughness drag, sedang form drag sama sekali tidak berperan.
Kedalaman air (h) dan kemiringan dasar sungai akan menghasilkan tekanan dasar
yang dirumuskan dalam bentuk : 0 = ρ w . g . h .I
Intensitas angkutan sedimen total pada suatu penampang sungai/saluran adalah banyaknya
sedimen yang lewat pada penampang tersebut per satuan waktu (dapat dinyatakan dalam
berat : N/dt atau volume pe rsatuan waktu : m 3/dt). Intensitas total dari suatu angkutan
dianggap sebagai penjumlahan antara angkutan bed load dan angkutan suspended load :
Ttotal = Tb + Ts
Untuk perhitungan angkutan sedimen ini kita harus mengadakan factor koreksi yang
disebut Ripple Faktor (μ), yaitu :
μ =λ '’/λ = (C’/C)3/2
Dengan :
λ’ = C’ = friction factor intensif
25
2. Bed load
Dalam menghitung angkutan sedimen kesulitannya tidak ada aturan tertentu, sehingga
kita mengikuti aturan-aturan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Secara umum
intensitas angkutan sedimen dirumuskan sebagai berikut :
∅= S/(g.Δ.D3)1/2
Dengan :
S = volume angkutan teoritis
D = diameter butiran
Δ = (ρs –ρw)/ρ w
Konversi total volume : S/(1- ) sebagai hasil akhir.
Dimana :
= porositas
Intensitas pengaliran : ψ= U*2 / ΔgD
ψ=ψ . μ (nilai efektif dari ψ)
Suatu formulasi yang lengkap tentang gerak bed load harus mencakup semua variabel dari
pada pengaliran dan sedimen. Akan tetapi umumnya rumus-rumus tidaklah demikian.
Sebagian besar rumus-rumus menggunakan parameter yang menentukan keadaan batas
dimana tidak terjadi angkutan, misalnya :
1. t0 – t (tegangan super kritis)
2. Q0 – Qc (debit kritis)
3. U0 – Uc (kecepatan kritis)
3. Suspended load
Suspended load dapat dicari dengan mengukur Uz dan Cz (konsentrasi suspended
load) yang dirumuskan sebagai berikut :
h
Ss Cz.Uc.dz
0
Dengan :
Cz = konsentrasi suspended load
Uz = kecepatan aliran pada z
26
Dengan :
Zo = 0.033 ks , ks = tinggi kekasaran equivalen Nikuradze
U = kecepatan aliran rata-rata
H = kedalaman aliran
Ca = konsentrasi referensi
D50 T 1,5
0,015
a D80 ,3 dengan a = ks atau a = 0,5 f
U U
2 2
0 0c
T
U 0c
2 ,4
SS U UC D50
0,012 . D
0,6
U .h g . D . s 1 h 0
50
Qs = a.Qwb
Untuk menghitung nilai sedimen muatan layang digunakan metode perhitungan
antara lain :
1. Pendekatan Einstein
30,2 y
U 5,75.U * log
ks d 65
x x
x = di dapat grafik S23.a
30,2 y
qs 11,6.U *.Ca .a.x 2,303 log .I1 I 2
1 qb
Ca .
11,6 a.U *
a 2.d 50
AE
D y
Wo
z
0,4.U *
Dengan :
Z = jarak titik penyelidikan terhadap dasar sungai
Wo = kecepatan endap butiran suspensi
U* = kecepatan geser
Untuk mencari nilai I1 dapat dilihat pada grafik S17.a dan I2 pada grafik S17.b
melalui hubungan nilai AE dan z.
2. Pendekatan Lane dan Kalinske
y y
dc Wo
a c a Es .dy
dimana :
a = batas terjadinya suspensi
Jika d = y
D
15Wo .a
qs C.U .dy q.Ca .Pl .e
a D.U *
Wo
C ( y a)
U* e s
Ca
29
C
PL
Ca
Dengan :
Ca = konsentrasi dalam satuan berat kering
C = konsentrasi sedimen suspensi
S = koefesien transfer/difusi
K1 K2
1 2
Gambar 2.6 Bed Load atau Muatan Dasar
Sumber : Priyantoro, Dwi : 1987
Beberapa metode formulasi untuk menghitung jumlah transportasi muatan dasar telah
dikembangkan oleh beberapa peneliti dari tahun ke tahun. Formula muatan dasar ini
didasarkan pada prinsip bahwa kapasitas aliran sedimen transpor sepanjang dasar
bervariasi secara langsung dengan perbedaan antara shear stress pada partikel dasar dan
shear stress (tegangan geser) kritis yang diijinkan untuk partikel yang bergerak. Beberapa
formula terdahulu, seperti Schoklitsch (1934) dan Meyer Peter Muller (1948) didasarkan
pada hasil eksperimental yang minim. Banyak formula baru seperti einstein (1950)
mempunyai latar belakang semi teoritis, teori statistik dan probabilitas yang dipakai
sebagai dasar pembentukan formula dan eksperimental dipakai guna elevasi berbagai
konstanta.
1. Formula Skotlish
G = 43,2 B
1/
Di 437 ,9 S3 / 2 q qoi
Dengan :
G = Bed load transport (ton/hari)
B = lebar sungai (feet)
Di = Diameter rata-rata geometrik dari fraksi sampel individu (mm)
S = Hidrolik gradient
q = Debit persatuan lebar (cfs/foot)
qoi = 0.00021 Di/ S4/3
Aplikasi formula ini akan menghasilkan estimasi dari rata-rata debit muatan dasar
untuk suatu debit untuk beberapa debit formula tersebut juga menghasilkan sebagian beban
pasir pada zone yang tidak terukur.
2. Rumus Meyer-Peter and Muller (MPM)
1/ 3
w .R. .I 0,047( s w ).d m 0,25 w .(q'b ) 2 / 3
g
Dengan:
= ripple factor
q’b = berat angkutan sedimen dasar dalam air per satuan waktu lebar sungai (kg/m.dt)
dm = diameter median
q 'b
V
s w
(m3/m.dt)
Dalam keadaan kritis q’b = 0, = 1 rumus MPM menjadi :
w .R.I c
0,047
( s w ).d m ( s w ).d m
c
Re* 0,055
( s w ).d m
Persamaan MPM ini diperoleh dari range data yang lebar yaitu: 0,4≤dm≤30mm;
1,25≤dm≤4,22t/m2
3. Rumus Frijlink
.d m
Tb 0, 27
.R.I
5.e
d m . g . .R.I
Frijlink mengusulkan :
3/ 2
C
Cd 90
Dengan :
C = Koefisien Chezy total
12 h
C 18 log
k
Cd90 = Koefisien Chezy karena kekasaran
12 h
C d 90 18 log
d 90
3. Hitung nilai *
.d
*
.R.I
32
Dengan :
= ripple factor = Rumus Frijlink (S10)
Tb = intensitas transpor bed load dalam berat sedimen padat / lebar / waktu
(N/m.dt)
Pendekatan Einstein :
1. Diameter yang mewakili d = d35
2. Untuk kekasaran dasar k = d65
Sehingga :
12h
C 18 log
d 65
2. Penyelesaian rumus Einstein juga bisa dengan cara grafis (S7)
Dengan :
Uo = kecepatan seketika pada permukaan butiran
Ucr = kecepatan kritis cairan pada saat butiran mulai bergerak
Distribusi normal untuk Uo diasumsikan :
f (U O ) 1 / (2 )1 / 2 exp . (U O U Cr ) 2 / 2 2
33
P = 0,35 b = 1,0
6. Rumus Shields (1937)
qb x 0 c
10 x
qxI ( s w ) xgxd
Dengan:
q = debit air / lebar
Δ = (ρs –ρw) / ρw
τ0 = tegangan gesek = ρw.g.R.I = ρw.U*2
τc = tegangan gesek kritik → S.3
7. Rumus Van Rijn
Secara empiris rumus transportasi oleh Van Rijn (1984) telah diformulasikan
dalam bentuk (Pilarczyk,1995 : 94) :
S
T 2 ,1
D g D s 1
0 ,5
Sb 0,053 dengan s
D*0,3
Dengan :
T = parameter taraf transportasi
D* = parameter partikel karakteristik
Secara sederhana Van Rijn (1984) membuat rumus sederhana untuk menghitung
transportasi sedimen bed load dalam bentuk (Pilarczyk,1995 : 95) :
2 ,5
1, 2
Sb U U D50
0,005 .
U .h g . D . s 1 h
50
Dengan kecepatan aliran rata-rata kritis dihitung dengan rumus :
12.Rb
U C 0,19. D50 log
0 ,1
U*’ =
U / 5,64 log(10 R / D50 )
Dengan :
S = volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
U* = kecepatan geser (m/dt)
U = kecepatan rata-rata (m/dt)
= kekentalan kinematis air (kg/m.dt)
Fgr = tingkat angkutan sedimen tak berdimensi
Dgr = angka mobilitas sedimen
C,A,m,n = parameter yang berhubungan dengan harga Dgr
{ 2 ,86 log10 Dgr (log10 Dgr ) 2 3, 53}
C = 10
A = 0,23/(Dgr)1/2 + 0,14
m = 9,66/Dgr + 1,34
n = 1 – 0,56 log10 Dgr
4. Kikawa – Ashida
Parameter yang digunakan :
S = (0,5297 t0 . U*)/D g rw
t0 = rw . g . R . I
U* = (g . R . I)1/2
U*2 = t0/rw = g.R.I
Dengan :
S = volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
U* = kecepatan geser (m/dt)
36
puncak atau rata-rata transportasi sedimen akibat muatan yang sangat besar terbawa selama
periode banjir.
Jika sumber limpasan berasal dari salju maupun angin ribut, hal ini perlu untuk
mengembangkan kurva rata-rata sedimen untuk tiap musim. Limpasan dari angin ribut
dapat membawa konsentrasi sedimen yang lebih besar dari kurva rata-rata musiman untuk
19 tahun.
Debit air yang tercatat pada stasiun pengukur biasanya tersedia untuk periode yang
lebih lama dan lebih lengkap daripada data sedimen. Data-data ini secara normal dipakai
untuk membuat kurva durasi aliran, yang sebenarnya merupakan frekuensi kumulatif yang
menunjukkan prosentase waktu dimana debit spesifik disamakan dalam suatu periode yang
diberikan. Kurva durasi aliran didasarkan pada satu satuan waktu yang lebih besar dari 1
hari, mempunyai harga yang kecil dalam menyiapkan estimasi muatan sedimen. Untuk
menyiapkan kurva durasi aliran, diperlukan pencatatan debit aliran harian, yang kemudian
disusun menurut besarnya dan prosentase waktu dimana debit aliran disamakan dengan
harga spesifik yang dihitung. Kurva durasi aliran hanya dipakai untuk periode dimana data
dipakai untuk mengembangkan kurva, tetapi jika data aliran mewakili aliran batas yang
panjang dari aliran, kurva tersebut harus dianggap sebagai kurva probabilitas dan dipakai
untuk mengestimasi aliran yang akan datang.
adalah er.
Bilangan acak untuk distribusi normal dapat diperoleh dari bilangan acak uniform
dengan cara sebagai berikut :
t1 = (u1 + u2 + u3 + … + u12) - 6 ; dst.
Dimana :
t1 dan t2 : bilangan acak normal
Metode lain untuk memperoleh bilangan acak normal dengan persamaan Box Muller,
yaitu :
41
1/2
t1 = (-2 ln u1) . cos (2. .u2)
1/2
t2 = (-2 ln u1) . sin (2. .u2)
Dimana :
t1 dan t2 : bilangan acak normal
q1,b X b
rb .Sd b
q X b 1 t i,b .Sd b . 1 rb 2
Sd b-1 i,b -1
Dengan :
42
n1Sd 2 2
2
S2 = variansi sampel 2 (debit sintetis) = n2 1
Dengan :
n1 = jumlah sampel 1 (debit historis)
n 1 n xi x
k 2
i 1
x
k n 2
ij xi x j x
F1 = i 1 j 1
k 1 k x j x
n 2
j 1
x
k n 2
ij xi x j x
F2 = i 1 j 1
Dimana :
Xi : harga rata-rata untuk bulan j
( N 1 1)..s12 ( N 2 1).s 22
N1 N 2 2
Dengan :
x1 = rerata dari sampel x1
x2 = rerata dari sampel x2
s1 = simpangan baku dari sampel x1
s2 = simpangan baku dari sampel x2
45
100
Q (m 3/dt)
10
1
1 10 100
P (%)
2.7. Waduk
2.7.1. Umum
Pembangunan waduk adalah salah satu wujud dari usaha memenuhi kebutuhan air.
Persediaan yang ada di waduk antara lain direncanakan untuk berbagai keperluan. Dalam
pembangunan waduk yang paling diperhatikan adalah analisa tentang produksi dan
kapasitas. Produksi adalah jumlah air yang dapat disediakan oleh waduk dalam jangka
waktu tertentu. Dari produksi waduk yang direncanakan tersebut dapat ditetapkan seberapa
47
besar kapasitas waduk yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan dengan
keandalan tertentu. Hal ini digunakan untuk keperluan perencanaan waduk.
Untuk keperluan operasi, hubungan antara kapasitas dan produksi diartikan sebagai
besarnya kebutuhan yang dapat dilayani tiap satuan waktu sesuai dengan kapasitas yang
ada. Pengkajian hubungan antara kapasitas dan produksi disebut penelaahan operasi.
Penelaahan operasi yang dapat mengungkapkan karakteristik waduk berdasarkan kondisi
musim keanekaragaman kebutuhan diperlukan suatu simulasi. Simulasi pengoperasian
waduk dipakai untuk jangka waktu tertentu berdasarkan aturan yang ditetapkan.
Metode simulasi dan kurva massa digunakan untuk mencari kebutuham air serta
melakukan analisis kapasitas waduk, sehingga dari hitungan ini dapat ditetapkan cara
operasi optimal dengan meninjau hubungan antara ketersediaan air dengan kebutuhan air.
Sungai Q (t)
Rangkaian pelepasan
Terkendali D (t)
Waduk dengan kapasitas
Tamp.aktif C
limpahan
Rangkaian dalam sungai Q (t) akan dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan air
dengan kebutuhan yang tertentu D (t), dalam hal ini mungkin periode aliran rendah (low
flow) dari sungai itu perlu diperbesar. Dengan demikian pertanyaan yang diajukan dapat
berupa berapa besarnya kapasitas waduk (C) yang harus disediakan bagi suatu pelepasan
48
atau draft yang terkendali D (t) dengan tingkat keandalan yang bisa diterima, mungkin ada
variasi lain dari pertanyaan ini misalnya menentukan pelepasan bagi suatu kapasitas
tertentu, tetapi masalah dasarnya tetap sama, yaitu hubungan antara karakteristik aliran
masuk (inflow), pelepasan yang terkendali dan keandalan harus ditemukan.
Bagian-bagian pokok sebagai ciri fisik suatu waduk adalah sebagai berikut:
1. Tampungan berguna (usefull storage), menurut Seyhan (Seyhan, 1979 : 24), adalah
volume tampungan diantara permukaan genangan normal (Normal Water Level =
NWL).
2. Tampungan tambahan (surcharge storage) adalah volume air diatas genangan
normal selama banjir. Untuk beberap saat debit meluap melalaui pelimpah. Kapasitas
tambahan ini biasanya tidak terkendali, dengan pengertian adanya hanya pada waktu
banjir dan tidak dapat dipertahankan untuk penggunaan selanjutnya (Linsey, 1985 :
65).
3. Tampungan mati (dead storage) adalah volume air yang terletak dibawah
permukaan genagan minimum, dan air ini tidak dimanfaatkan dalam pengoperasian
waduk.
4. Tampungan debit (valley storage) adalah banyaknya air yang tekandung di dalam
susunan tanah sebelumnya dari tebing dan lembah sungai. Kandungan air tersebut
tergantung dari keadaan geologi tanah.
5. Permukaan genangan normal (normal water level/NWL), adalah elevasi maksimum
yang dicapai oleh permukaan air waduk.
6. Permukaan genangan minimum (low water level/LWL), adalah elevasi terendah bila
tampungan dilepaskan pada kondisi normal, permukaan ini dapat ditentukan oleh
elevasi dari bangunan pelepasan yang terendah.
7. Permukaan genangan pada banjir rencana adalah elevasi air selama banjir
maksimum direncanakan terjadi (flood water level/FWL).
8. Pelepasan (realese), adalah volume air yang dilepaskan secara terkendali dari suatu
waduk selama kurun waktu tertentu.
9. Periode kritis (critical period), adalah periode dimana sebuah waduk berubah dari
kondisi penuh ke kondisi kosong tanpa melimpah selama periode itu. Awal periode
kritis adalah keadaan waduk penuh dan akhir periode kritis adalah ketika waduk
pertama kali kosong.
49
a. Direct Reservoir
b. Regulation reservoir
c. Pumped Storage Reservoir
d. Seogonal Reservoir (Depok)
Jenis waduk menurut tujuannya
a. Single Purpose (Tunggal guna).
b. Multi Purpose (Multi guna)
2.8.1. Umum
perlu suatu perhitungan untuk mengetahui jumlah sedimen yang terendapkan selama
waduk beroperasi untuk jangka waktu tertentu.
berkewajiban terhadap gravitasi dan turbulensi air. Partikel sedimen akan tinggal dalam
suspensi dan dipindahkan ke waduk sepanjang gaya turbulensi air sama dengan atau
melampaui gaya gravitasi. Jika aliran masuk ke waduk hasil kenaikan luas potongan
melintang menyebabkan kecepatan turun dan terjadi turbulensi sampai air menjadi tidak
efektif dalam menggerakkan sedimen dan paartikel-partikel, maka akan terjadi
pengendapan.
Distribusi sedimen dalam waduk dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling
berhubungan, meliputi tekstur sedimen, hubungan inflow-outflow ukuran dan bentuk
waduk serta pola operasi waduk.
Batasan indeks kolam banjir (flood pool indeks) atau tampungan banjir dihitung sebagai
perbandingan antara tinggi tampungan banjir dengan tinggi dibawah tampungan, dakalikan
dengan prosentase waktu muka air waduk berada dalam tampungan pengendali banjir.
Informasi ini untuk wadiuk yang diusulkan harus didapat dari studi operasi waduk. Untuk
itu dipakai beberapa metode untuk memperkirakan distribusi sedimen pada waduk antara
lain :
Vs = Ao . h
Dengan:
Vs = penambahan volume sedimen (acre-ft)
Ao = faktor koreksi luas (acre)
h = selisih pertambahan elevasi (ft)
Ap = c . Pm (1 – P) n
Dengan :
Ap = luas relatif (0.00 – 2.80)
P = kedalaman relatif
C, m dan n = konstanta karakteristik yang ditentukan atas dasar kelas waduk.
Tabel 2.7. Harga Konstanta c, m dan n
Sedimen storage
Kelas c M n
near
I 5,047 1,85 0,36 Top
II 2,487 0,57 0,41 Upper middle
III 16,967 1,15 2,32 Lower middle
IV 1,486 -0,25 1,34 Dasar
Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2018
Luas relatif untuk tiap-tiap kedalaman relatif dapat pula dilihat pada gambar reservoir
Area Design Curvest.
Lebih lanjut prosedur perhitungan area reduction method adalah sebagai berikut :
1. Menentukan kedalaman relatif pada tiap-tiap pertambahan kedalaman (dalam %)
2. Menentukan luas sedimen relatif (Ap) berdasarkan tipe standar yang sesuai untuk
setiap kedalaman relatif.
3. Memilih elevasi dasar waduk yang baru setelah terjadi sedimen dengan cara coba-
coba. Luas areal di bawah elevasi yang dipilih, dapat dilihat pada lengkung kapasitas
waduk. Luas areal di atas elevasi yang dipilih diperoleh dengan cara mengalikan konstanta
K dengan Ap. Sedangkan konstanta K didapat dari :
K = As/Ap
Dengan :
As = Luas areal pada elevasi yang dipilih
Ap = luas areal relatif pada elevasi yang dipilih
4. Volume sedimen pada tiap-tiap pertambahan elevasi diperoleh dengan cara
mengalikan luas rata-rata diatas elevasi yang dipilih dengan pertambahan elevasi.
Untuk harga K selanjutnya adalah :
K2 = K1 * (S/S`)
Dengan :
S = volume sedimen yang terjerat (m3)
S` = volume sedimen kumulatif (m3)
57
Prosedur ini (no 1-4) dilakukan berulang-ulang sehingga komulatif yang didapat sama
dengan hasil pengukuran.
Prosedur-prosedur diatas akan digunakan dan dijelaskan pada pokok bahasan data dan
pengolahannya.
Satuan besar endapan sedimen yang tinggal di waduk tiap tahun akan bertambah, dan
dinyatakan sebagai:
W = W1 + K log 10 T
Dimana:
K = Konstanta tergantung pada analisis ukuran sedimen, telah dikemukakan untuk
menentukan satuan berat endapan sedimen pada waduk setelah suatu periode operasi
waduk.
Tetapi sebagai sedimen akan mengendap di waduk dalam tiap T tahun operasi dan
endapan tiap tahun akan mempunyai waktu pemadatan yang berbeda. Miller
mengembangkan pendekatan integral untuk menentukan rata-rata satuan berat endapan
sedimen dalam T tahun operasi sebagai berikut :
Wt = W1 + 0.434 K [(T/(T-1))(logT)-1]
Dimana:
Wt = Rata rata berat jenis setelah T tahun dari operasi waduk
W1 = Berat jenis awal dari material sedimen
K = Konstanta yang tergantung dari operasi waduk dan ukuran sedimen dalam
tabel 2.8.
Tabel 2.10. Konstanta K
K
Tipe Waduk Pasir Lumpur Lempung
1 0 5.7 16
2 0 1.8 8.4
3 0 0.0 0.0
4 0 0.0 0.0
Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2018
didasarkan pada jumlah data yang terbatas dan dapat diperbaiki jika lebih banyak informasi
yang tersedia.
serta teknik-teknik yang serupa akan menghambat aliran air di permukaan tanah dan
mengurangi erosi. Bendung pengendali (Check dam) di jurang-jurang akan menambah
sejumlah sedimen dan mencegahnya masuk kedalam sungai, ataupun pembangunan Sabo
dam pada alur sungai di hulu waduk.
Penumpukan sedimen di dalam waduk dapat dikurangi dengan membuat sarana-sarana
untuk mengalirkan sejumlah sedimen. Pintu pembilas (pembuang) pada berbagai
ketinggian kadang-kadang dapat memungkinkan pengaliran sedimen yang halus untuk
terbuang sebelum mempunyai waktu untuk mengendap di dasar waduk. Pada berbagai
waduk, suatu aliran masuk yang mengandung sedimen dapat mengalir dalam bentuk arus
kerapatan, perbedaan kerapatan ini antara lain dapat diakibatkan oleh jenis sedimen,
mineral-mineral yang terlarut atau suhu. Karena perbedaan kerapatan, air dengan arus
kerapatan tidak langsung bercampur dengan air waduk yang lama. Efisiensi tangkapan
waduk dapat turun dari 2 hingga 10 persen bila ada kemungkinan untuk mengaliorkan arus
kerapatan semacam ini melalui alur pembuang. Pintu pembuang di dekat dasar bendungan
dapat memungkinkan pembilasan sejumlah sedimen kehilir, tetapi bagian yang dibuang
tidaklah akan sangat jauh di hulu bendungan.
Dimana ‘m’ adalah reciprocal dari kedalaman slope lawan kapasitas plot pada kertas
logaritma. Itu harus diingat bahwa tipe danau tidak harus di dataran atau tipe jurang harus
harus di gunung. Kadang-kadang, tipe operasi waduk atau ukuran sedimen dapat melebihi
batas klasifikasi untuk membentuknya. Jika waduk terbentuk tipe III harus dibuat kebawah
pada frekuensi interval atau sedimen didominan oleh tanah liat, dan itu diklasifikasikan
sebagai tipe IV karena bagian penting dari sedimen didepositkan pada dasar dari waduk
tipe IV. Rationalitation yang sama harus digunakan jika sebuah waduk jatuh pada garis
batas antara tipe-tipe.
Persamaan dasar digunakan untuk mengembangkan prosedur :
o
dy ady
S= o o
Dengan :
S = Total sedimen yang didepositkan pada waduk
o = Elevasi nol asli pada Dam
Yo = Elevasi nol pada Dam sesudah periode pemasukan sedimen
A = Daerah permukaan waduk
dy = Tambahan kedalaman
63