Anda di halaman 1dari 56

9

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Umum
Pengangkutan sedimen merupakan pengetahuan yang bertujuan untuk mengetahui
suatu sungai dalam keadaan tertentu apakah akan terjadi penggerusan (degradasi),
pengendapan atau mengalami angkutan sedimen (aquilibrium transport) dan untuk
memperkirakan kuantitas yang terangkut dalam proses tersebut.. Keadaan-keadaan yang
menentukan pengangkutan adalah sifat-sifat aliran air dan sedimen serta pengaruh timbal-
balik (inter-action).
Sungai disebut dalam keadaan seimbang jika sedimen yang melewati suatu
penampang sungai tetap dengan kata lain debit sedimen (sediment discharge) yang masuk
sama dengan debit yang keluar didalam satu satuan waktu. Keadaan dimana jumlah debit
sedimen yang masuk sama dengan yang keluar didalam satu satuan waktu disebut Debit
Sedimen Seimbang (Qse).
Suatu sungai dikatakan mengalami pengendapan jika sedimen yang masuk (Qs) lebih
besar dari debit sedimen seimbang (Qse) dalam satu satuan waktu. Proses pengendapan
(agradasi) ini akan mengurangi kemiringan dasar sungai (pendangkalan) dan mungkin akan
menyebabkan terjadinya proses pelebaran sungai.
Dan sebaliknya, sungai akan mengalami degradasi jika keadaan debit sedimen yang
masuk (Qs) lebih kecil dari debit sedimen seimbang (Qse) dalam satu satuan waktu. Proses
ini akan menyebabkan terjadinya penurunan elevasi sungai, sehingga kemiringan dasar
sungai akan menjadi curam. Peristiwa ini biasanya akan terjadi pada hilir bangunan
bendung, bendungan atau bangunan-bangunan pengatur sungai.

2.2. Karakteristik Sedimen


Proses pengangkutan sedimen dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung
pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat itu didalam
proses sedimentasi terdiri dari sifat partikelnya dan sifat sedimen secara menyeluruh.
Namun demikian sifat yang paling penting itu adalah mengenai besarnya atau ukurannya.
Dalam beberapa studi mengenai sedimen sungai diwaktu lampau menggunakan
bentuk rata-rata untuk menggambarkan karateristik sedimen secara keseluruhan. Cara ini
10

dapat kita lakukan apabila bentuk, kepadatan dan distribusi sedimen tidak terlalu bervariasi
dalam regime sungai. Untuk mendapatkan hasil yang lebih tepat, perlu dilakukan
penggambaran sedimen yang lebih seksama.

2.2.1. Klasifikasi Sedimen


Pada dasarnya sedimen yang terangkut oleh aliran dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Berdasarkan sumber/asal sedimen :
a. Angkutan material dasar, dapat dibagi lagi menjadi :
- bed load, yaitu sedimen yang bergerak didasar secara
menggelinding (rolling), menggeser (sliding), atau meloncat (jumping).
- suspended load, yaitu sedimen yang bergerak diatas dasar
secara melayang dimana berat partikel dikompensasi oleh turbulensi
aliran.
b. Wash load, yaitu sedimen yang butirannya sangat halus bergerak melayang
di bagian atas aliran dan tidak mengendap di dasar sungai.
2. Berdasarkan mekanisme transpor :
a. Bed load
b. Suspended load
2.2.2. Bentuk dan Ukuran Partikel
Bentuk partikel dari sedimen alam beraneka ragam dan tidak terbatas. Ukuran
partikel sedimen itu sendiri belum cukup untuk menjelaskan butir-butir sedimen. Sifat-sifat
yang paling penting dan berhubungan dengan angkutan sedimen adalah bentuk dan
kebulatan butir (berdasarkan pengamatan H, ). Bentuk butiran dinyatakan dalam
kebulatannya yang didefinisikan sebagai perbandingan daerah permukaan yang bulat
dengan volume yang sama dari butiran dengan daerah permukaan partikel.
Daerah permukaan sulit ditentukan dan isi butiran relatif kecil, sehingga Wadell
mengambil pendekatan untuk menyatakan kebulatan. Kebulatan dinyatakan sebagai
perbandingan diameter suatu lingkaran dengan daerah yang sama terhadap proyeksi butiran
dalam keadaan diam dan ruang terhadap muka yang paling besar kepada diameter yang
paling kecil atau dengan kata lain kebulatan digambarkan sebagai perbandingan radius
rata-rata kelengkungan setiap butir terhadap radius lingkungan yang paling besar (daerah
proyeksi atau bagian butiran melintang).
11

Untuk menyatakan bentuk butiran digunakan koofisien yang dikelompokan menjadi


tiga bagian yaitu :
 Koefisien yang didasarkan pada volume butiran
o Sphericity
Yaitu koefisien yang digunakan untuk mendefinisikan bentuk butiran
terhadap bentuk bola. Untuk butiran berbentuk bola, nilai sphericity =
1, Sedangkan untk bentuk yang lain nilai sphericity < 1.

Gambar 2.1. Koefisien Sphericity Butiran

o Roundness
Yaitu koefisien yang digunakan untuk mendefinisikan bentuk butiran
yang berdasarkan proyeksi luasan butiran. Koofisien roundness juga
digunakan untuk menunjukan keruncingan dari ujung-ujung butiran
sedimen.

Gambar 2.2. Koefisien Roundness

o Shape Factor
Nilai Shape Factor (SF) atau Faktor Bentuk (FB) didasarkan pada
nilai-nilai sumbu triaxial yang saling tegak lurus; yaitu sumbu panjang
12

atau a, sumbu menengah atau b, dan sumbu pendek atau c. Bentuk


partikel dinyatakan sebagai suatu faktor bentuk (FB), yaitu :
c
FB =
√ ab

Dengan:
a : sumbu terpanjang
b : sumbu menengah
c : sumbu terpendek

Untuk partikel berbentuk bola SF=1, sedangkan untuk pasir alam


SF=0,7. Pengaruh bentuk terhadap karakteristik hidraulis dari
partikel/butiran (yaitu kecepatan jatuh ataupun hambatan) tergantung
pada angka Reynold.

Gambar 2.3. Pengaruh F,B dan d terhadap Kecepatan Endap


Partikel-partikel sedimen alam memiliki bentuk yang tidak teratur. Oleh karena itu
setiap panjang dan diameter akan memberikan ciri kepada bentuk kelompok butiran. Tabel
2.1 memperlihatkan skala kelas pengelompokan partikel yang diusulkan oleh peraturan
geofisika Amerika (Lane, 1947).
Dalam peristilahan sedimen digunakan tiga macam diameter yaitu:
13

a. Diameter saringan (D), adalah panjang dari sisi lubang saringan dimana suatu
partikel dapat melaluinya.
b. Diameter sedimentasi (Ds), adalah diameter bulat dari partikel dengan berat spesifik
dan kecepatan jatuh yang sama pada cairan sedimentasi dan temperatur yang sama
pula.
c. Diameter nominal (Dn), adalah diameter bulat suatu partikel dengan volume yang
sama (dimana volume=1/6Dn3).
Secara garis besar skala butiran adalah sebagai berikut:
- boulders : 4000 - 250 mm
- cobbles : 250 - 64 mm
- gravel : 64 - 2 mm
- sand : 2000 - 62 
- silt : 62 - 4 
- clay : 4 - 0.24 
Penentuan ukuran boulders, cobbles dan gravel dilakukan dengan pengukuran
langsung dari pada isi atau beberapa diameter. Gravel dan sand dengan analisa
mikroskopik atau cara sedimentasi.

Tabel 2.1 America Geophysical Union (AGU) Grade Scale For Particle Sizes
Sizes Class
Millimetes Micros Inches
4000-2000 Very large boulders
2000-1000 Large boulders
100-500 Medium boulders
500-250 Small boulders
250-130 Large cobbles
130-64 Small cobbles
64-32 Very coarse gravel
32-16 160-80 Coarse gravel
16-8 80-40 Medium gravel
8-4 40-20 Fine gravel
4-2 20-10 Very fine gravel
2,00-1,00 2000-1000 10-5 Very coarse sand
1,00-0,50 100-500 5,0-2,5 Coarse sand
0,50-0,25 500-250 2,5-1,3 Medium sand
0,250-0,125 250-125 1,3-0,6 Fine sand
14

0,125-0,062 125-62 0,6-0,3 Very fine sand


0,062-0,031 62-31 0,30-0,16 Coarse silt
0,031-0,016 31-16 0,16-0,08 Medium silt
0,016-0,008 16-8 Fine silt
0,008-0,004 8-4 Very fine silt
0,004-0,002 4-2 Coarse clay
0,002-0,001 2-1 Medium clay
0,001-0,0005 1-0,5 Fine clay
0,0005-0,0025 0,5-0,24 Very fine clay
Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2018

Pada saluran dengan dasar mobile bed (material sedimen nonkohesif yang dapat
bergerak) terjadi interaksi antara aliran dengan material dasar sehingga terjadi perubahan
konfigurasi dasar (tinggi kekasaran) dan sebaliknya, dan perubahan kekasaran akan
mempengaruhi aliran itu sendiri. Pada aliran dalam saluran terbuka, angka Froude(Fr)
sering digunakan sebagai kriteria suatu aliran. Untuk tujuan klasifikasi konfigurasi dasar
(bed form), dibedakan 3 regim aliran, yaitu :
- Lower flow regime (aliran sub kritis) Fr<1
- Transition flow regime Fr≈1
- Upper flow regime (aliran super kritis) Fr>1
Pada waktu kecepatan aliran masih relatif keci, tegangan geser dasar belum
mencapai nilai kritisτ cr , sehingga material sedimen belum bergerak dan dasar masih rata
(plane bed). Jika tegangan kritis terlampaui, maka phase ini mulai terjadi angkutan
sedimen :
- Butiran akan bergerak secara menggelinding, menggeser atau meloncat secara
random terhadap ruang (dan waktu)
- Untuk material sedimen halus, bergerak sebagai suspended load.
Dengan bertambahnya kecepatan, intensitas angkutan sedimen bertambah (secara
random), dan terbentuk konfigurasi dasar. Bentuk konfigurasi dasar yang terjadi
pada”lower flow rigme” biasanya mempunyai karakteristik seperti bukit-bukit
pasir. Bentuk bukit-bukit pasir tersebut sering dikenal sebagai “ripples” atau
”dunes”.
15

Gambar 2.4. Bentuk Bukit-bukit Pasir “ripples” atau ”dunes”

2.2.3. Kerapatan, Berat Spesifik, Konsentrasi dan Kecapatan Endapan


1. Rapat Massa (Density)
Pada umumnya sedimen berasal dari desintegrasi atau dekomposisi dari batu- batuan,
baik yang diakibatkan oleh angin atau air. Suatu misal: clay adalah fragmen-fragmen dari
feldspar dan mika, silt adalah silikat, pasir adalah kwarts. Kerikil adalah pecahan-pecahan
yang cukup berarti dari batu-batu asal. Boulders adalah segala komponen dari batu asal
(batu-batu besar).
Rapat massa butiran-butiran sedimen (< 4 mm) umumnya tidak banyak berselisih.
Rapat massa rata-rata dapat diambil s = 2650 kg/m3 hal ini dikarenakan kwarts adalah
yang paling banyak terdapat dalam sedimen alam. Bila dinyatakan sebagai spesific grafity
(s), maka besarnya = 2,65. Untuk clay,  berkisar antara 2500 - 2700 kg/m3.
2. Berat Spesifik (Spesific Gravity)
Berat spesifik adalah perbandingan gaya gravitasi antara benda dan air pada volume yang
sama. Simbol berat spesifik adalah s dimana s = /w =  /w.
3. Konsentrasi
Menurut AGU (American Geophysical Union) material pasir mempunyai ukuran
butiran antara 0,062 sampai 2,000 mm. Dari data material dasar sungai serta material
suspended yang terangkut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar material dasar sungai
16

berupa pasir, yaitu sekitar 80 % dari seluruh material dasar sungai. Material suspended
yang terangkut sebagian besar juga merupakan material pasir, yaitu sekitar 90 %. Dengan
demikian material dasar sungai yang ada dapat dikatakan mempunyai agihan butiran yang
sama dengan agihan butiran material suspended yang terangkut, yaitu sebagian besar
berupa material pasir.
Borland dan Maddock dari USBR telah menyediakan sebuah tabel untuk
memperkirakan besar angkutan bed load dengan berdasarkan besar konsentrasi suspended
load.

Tabel 2.2 Jumlah Angkutan Sedimen Setahun


Sedimen Aliran masuk
Sub Suspended load Bed load Jumlah
basin ( 10 6 ) m3/th ( 10 6 ) m3/th ( 10 6 ) m3/th
s.b Brantas 0,82 0,41 1,23
s.b Lesti 1,34 0,27 1,61
Sengguruh 2,16 0,68 2,84

Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2016

Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa angkutan bed load untuk sungai Brantas sebesar
50 % dari jumlah suspended load yaitu 0,41 juta m3/th, sedangkan yang terjadi pada sungai
Lesti besarnya 20 % dari jumlah suspended load, sehingga jumlah bed load yang terangkut
0,27 juta m 3/th. Nilai 50 % serta 20 % kecuali berdasarkan konsentrasi sedimen suspended
load, data material dasar sungai dan material suspended nilai tersebut diambil dengan
mempertimbangkan keadaan penampang kedua sungai tersebut, pada umumnya sungai
dangkal yang lebar akan membawa bed load lebih besar dibandingkan dengan sungai
dalam yang sempit.
4. Kecepatan Endapan (Settling Velocity)
Kecepatan endap (w) sangat penting dalam masalah suspensi dan sedimentasi.
Kecepatan arus kritis untuk menggerakkan butiran di dasar serta perkembangan
konfigurasi dasar sungai sering dihubungkan dengan kecepatan endap. Kecepatan
ditentukan oleh persamaan keseimbangan antara berat butir dalam air dan hambatan
17

selama butir mengendap.


Berat butir di air = gaya hambatan
 3
D  s  w . g
6 = gaya berat
1 
CD  wW 2 . . D 2
2 4 = gaya hambatan
 / 6.D 3 .(  s   w ).g
W 2
C D. .1 / 2. w . / 4.D 2
g.D. 4
W2 .
CD 3
1/ 2
 4 g.D 
W   . .  ....................RumusUmum ( Re  1)
 3 C D 

Dengan :
W = kecepatan jatuh butiran
CD = koefisien hambatan (drag coeffisien)
Δ = (Δs-Δw)/Δw
2.2.4. Disribusi Frekuensi Ukuran Butiran Sedimen
Dari penyaringan atau distribusi ukuran butiran sedimen yang dapat diperoleh
biasanya dinyatakan dengan hubungan distribusi antara persen berat dan ukuran butiran.
Distribusi ukuran butiran kumulatif dari hampir semua sedimen dapat digunakan
pendekatan distribusi log normal.
Distribusi log normal akan memberikan garis lurus jika kertas probabilitas logaritma
digunakan. Dari definisi ukuran komulatif dalam bentuk diameter dapat didefinisikan
(Breuser, H.N.C : 1979) :

D atau Dm 
 pi Di
i

 pi i

Dengan:
pi = butiran dengan diameter Di
Di = rata-rata geometrik batas ukuran dari butiran yang dapat juga dinyatakan dengan Dp
bila menunjukkan diameter campuran dengan syarat P % lebih kecil Dp.
Dm = diameter tengah.
Nilai distribusi rerata geometrik diameter adalah (Breuser, H.N.C: 1979) :

Dg = D84 . D16
18

Yang nilainya menyamai Dm untuk distribusi log normal.


Standar deviasi geometri (Breuser, H.N.C: 1979) :
D84
g 
D16

Dalam literatur geologi dalam satuan 


 = - 2 log D ( D dalam mm )
 ( 1 mm ) =0
 ( 0,5 mm ) = 1 , dan lain-lain.

Sehingga standar deviasinya  g  dalam satuan  = 0,5 (  16 -  84 )


2.3. Permulaan Gerak Butiran
2.3.1. Umum
Air yang mengalir pada permukaan sedimen mengerjakan gaya pada butiran yang
cenderung menggerakkannya. Gaya yang menahan gaya yang ditimbulkan oleh air yang
mengalir berbeda-beda sesuai dengan ukuran butiran dan distribusi ukuran pada sedimen.
Untuk sedimen kasar misalnya pasir dan kerikil, gaya penahan gerakan terutama
disebabkan oleh berat partikel. Sedimen halus yang mengandung sedikit lumpur atau tanah
liat ataupun keduanya, cenderung bersifat kohesif dan menahan gerakan dengan gaya
kohesinya daripada dengan gaya berat butir secara individu.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada sekelompok sedimen atau butiran
halus akan digerakkan sebagai satu kesatuan, sedangkan pada sedimen kasar yang bersifat
non kohesif digerakkan sebagai butiran-butiran yang bebas.
Bila gaya hidrodinamik bekerja pada suatu butiran dari sedimen atau agregat dari
partikel sedimen non kohesif telah mencapai suatu nilai yang bila bertambah sedikit saja
akan menyebabkan partikel atau butiran bergerak, dikatakan sebagai keadaan kritis. Bila
kondisi kritis tersebut mencapai suatu nilai atau besaran sebesar gaya geser dasar saluran,
maka kecepatan rata-ratanya telah mencapai kondisi kritis. Pada kondisi ini aliran
berkompeten untuk menggerakkan butiran sedimen.
2.3.2. Dasar Teori
Pada sekelompok sedimen atau butiran halus akan digerakkan sebagai satu kesatuan,
sedangkan pada sedimen kasar yang bersifat non kohesif digerakkan sebagai butiran-
butiran yang bebas.
Apabila gaya hidrodinamik bekerja pada suatu butiran dari sedimen atau agregat dari
partikel sedimen non kohesif telah mencapai suatu nilai yang bila bertambah sedikit saja
19

akan menyebabkan partikel atau butiran bergerak, dikatakan sebagai keadaan kritis. Bila
kondisi kritis tersebut mencapai satu nilai/besaran sebesar gaya gesek dasar saluran, maka
kecepatan rata-ratanya telah mencapai kondisi kritis. Pada kondisi ini aliran berkompeten
untuk menggerakkan butiran sedimen.
Pada awal gerak butiran gaya yang ditumbulkan oleh aliran air adalah seimbang
dengan gaya hambatan dari butiran atau sedimen dasar. Untuk butiran sedimen kohesif,
parameter penting didalam menentukan awal gerak sedimen adalah konsentrasi atau rapat
massa dari endapan dasar.
Definisi dari awal gerak sedimen :
1. Bila satu partikel telah bergerak
2. Bila sedikit partkel telah bergerak
3. Bila sebagian partikel telah bergerak
4. Bila  = cr dimana penangkapan sedimen (qb) = 0
Untuk material sedimen kasar (pasir dan batuan), gaya-gaya aliran tersebut
diimbangi oleh berat butiran sedimen, sedangkan untuk sedimen halus (lanau dan
lempung) diimbangi oleh kohesif butiran. Pada waktu gaya-gaya aliran (gaya
hidrodinamik) yang bekerja pada partikel sedimen mencapai suatu harga tertentu dimana
bila gaya tersebut sedikit ditambah akan menyebabkan butiran sedimen bergerak (kondisi
kritik).
Dalam membahas gerak butiran digunakan beberapa dasar teori yang diantaranya
adalah
1. Teori White
White (1940) memberikan perumusan mengenai keseimbangan partikel (butiran) di
dasar sungai. Pernyataanya adalah bahwa gaya ganggu (disturbing force) yang merupakan
resultan gaya seret (drag force) dan gaya angkat (lift force) akan sebanding dengan
tegangan geser dasar (bottom shear stress) sungai dan luas permukaan partikel (D2), dan
gaya tahan gravitasi sebanding dengan berat partikel di dalam air.

(  s   w ).g.D3
partikel akan diam (seimbang) jika :
 0 < C (  s   w ).g.D3 …………………..(2-5)

Dengan :
 0 =  w .g.h.I
20

 s = kerapatan butiran

 w = kerapatan air

g = percepatan gravitasi
D = diameter partikel
H = tinggi air
I = kemiringan dasar sungai
C = konstanta yang tergantung dari kondisi aliran, bentuk partikel dan posisi
partikel terhadap partikel lainnya
Kondisi aliran berdekatan dengan dasar sungai sebanding dengan besarnya partikel
dan berbanding terbalik dengan viskositas lapisan aliran yang dirumuskan dengan :
 U * .D 
 
Re* =  V 
U 5.75 log 12h

U* ks …………………(2-6)
Dengan :
U = kecepatan rata-rata v = viskositas aie
U* = kecepatan geser sub-layer Re* = bilangan Reynold
D = diameter partikel h = tinggi air

2. Keseimbangan Kritis
Keseimbangan kritis adalah keseimbangan batas pada saat akan mulai terjadi
gerakan. Semua teori selain White didasarkan pada pertimbangan bahwa gaya seret
berkaitan dengan kecepatan aliran, dengan keseimbangan kritis yang dirumuskan dengan :

  
 U * cr 2 

 cr  .g .D 
=  …………………..(2-7)
Dengan :
 cr
= gaya seret kritis
U * cr = kecepatan geser kritis
D = diameter butiran
 s  w 
 
w
 =  
21

Shield (1936) telah mengadakan penyelidikan yang sistematis terhadap hubungan

 cr
,  cr , U cr dan mendapatkan kesimpulan bahwa :
*
antara
  cr 
 cr  
= . g . D 

 
 U * cr 2  

 .g .D 
= 

 U * cr .D 
 
 v 
= f
= f (Re*)…………………..(2-8)
2.3.3. Analisa Sedimen Non Kohesif
Stabilitas dari partikel non kohesif pada dasar saluran tergantung pada gaya gerak
seperti : submerged weight, drag force dan lift force.
Pada kondisi equilibrium :
Fb = Ga
atau :
CF1/2. ρ . Ub2 . 0,25 π D2 . b = π/6 D2 . (ρs-ρw) . g . a
Ub proporsional dengan kecepatan geser U* = (τ0/ρw)1/2
Perbandingan ini tergantung pada kekasaran dan viskositas. Hubungan tersebut dapat
ditulis:
w.U *2
 
( s  w). g .D
dimana Δ tergantung dari bentuk partikel, profil kecepatan dan lain sebagainya.

2.3.4. Stabilitas Sedimen (Butiran Dasar)


Penentuan stabilitas batuan diperlukan dalam pekerjaan seperti : pekerjaan pembuatan
dam, perlindungan dasar saluran dan lain sebagainya. Beberapa peneliti memberikan
rumus pendekatan untuk menentukan ukuran batuan guna mencapai kestabilannya, yaitu:
1. Shields
Shields memberi angka keamanan dengan parameter Δ = 0,03 dan ks = 2D yang
memperlihatkan pada kekasaran batuan yang besar (Δ = intensitas pengaliran dan
ks=kekasaran batuan). Dengan kedua parameter tersebut didapatkan hubungan sebagai
berikut :
22

1/ 2
U cr  6.h 
 1,0 log  
(.g .D) 1/ 2
 D 
Dengan :
U cr = kecepatan kritis rata-rata (m/dt)
h = kedalaman aliran (m)
D = diameter material (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
Δ = (Δs-Δw)/Δw
Δs = rapat massa material (kg/m3)
Δw = rapat massa air (kg/m3)

Gambar 2.5. Diagram Shield - Hunungan Antara Tegangan Geser Kritis dengan Angka
Reynolds
Sumber ; Breuser, H.N.C: 1979

2. Goncharov
Goncharov memberikan persamaan sebagai berikut :
U cr  8,8.h 
 0,75 log 
(.g.D) 1/ 2
 D  untuk batuan diam

U cr  8,8.h 
 1,07 log 
(.g .D)1/ 2
 D  untuk keadaan kritis

3. Levi
23

Levi memberikan persamaan sebagai berikut :


0, 2
U cr h
 1,40 log  
(.g .D )1/ 2
D
4. Isbach
Isbach (1935) memberikan hubungan empiris dengan mengabaikan harga h/D
untuk stabilitas batuan pada dasar sebagai berikut :
Ucr = 1,2 (2 Δ g D)1/2 = 1,7 (Δ g D)1/2
Sedangkan untuk kecepatan kritis batuan pada puncak dam adalah :
Ucr = 0,86 (2 Δ g D)1/2 = 1,2 (Δ g D)1/2
5. Maynord
Maynord (1978) memberikan persamaan empiris sebagai berikut :
D50 = 0,22 Fr3
Fr = U / (g.h)1/2

2.4. Metode Pengukuran dan Perhitungan Angkutan Sedimen


Setiap sungai membawa sejumlah sedimen terapung (suspended load) serta
menggerakkan partikel-partikel padat sepanjang dasar sungai sebagai muatan dasar (bed
load). Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil sedimen (sedimen yield) dari suatu daerah
aliran sungai adalah jumlah dan intensitas curah hujan, tipe tanah dan formasi geologi,
lapisan tanah, tata guna lahan dan topografi. Sedangkan jaringan sungai meliputi :
kerapatan sungai, kemiringan, bentuk, ukuran dan jenis saluran.
2.4.1 Metode Pengambilan Sampel Sedimen di Lapangan
Pengambilan sedimen di lapangan baik dilakukan saat kondisi perairan yang akan
diteliti dalam kondisi surut, Sedimen yang diambil sebaiknya pada lapisan permukaan yang
merupakan lapisan oksik sedimen pada kedalaman 0-5 cm. Sedimen yang ada kemudian
sebaiknya disimpan pada tempat seperti kantong plastik atau wadah lain.
2.4.2. Metode Pengukuran Angkutan Sedimen
Sebagaimana diketahui bahwa dalamnya air (h) dan kemiringan dasar sungai akan
menghasilkan tekanan dasar yang dirumuskan dalam bentuk : o = w .ghI.
Banyaknya rumus yang dapat digunakan untuk menghitung ankutan sedimen sejak Du
Boys (1879) menyajikan hubungan gaya seretnya (tractive forcerelation). Masalah yang
sering dihadapi adalah dalam memilih satu atau beberapa rumus yang sesuai untuk dipakai
dalam memecahkan suatu masalah. Pemilihan ini tidak dapat secara langsung dilakukan
selama hasil dari beberapa formula yang digunakan menunjukkan perbedaan yang besar.
24

Oleh karena itu, penetapan rumus yang akan digunakan harus terlebih dahulu dibandingkan
dengan hasil observasi langsung debit sedimen di sungai yang akan ditinjau.
Intensitas angkutan sedimen total pada suatu penampang sungai atau saluran adalah
banyaknya sedimen yang lewat pada penampang tersebut per satuan waktu (dapat
dinyatakan dalam berat : N/det atau volume per satuan waktu : m 3/det). Intensitas total dari
suatu angkutan dianggap sebagai penjumlahan antara angkutan bed load dan angkutan
suspended load: Ttot = Tb + Ts
Untuk perhitungan angkutan sedimen ini kita harus mengadakan faktor koreksi yang
disebut ripple factor (  ) dimana :
   ' /   (C / C ' )3 / 2
keterangan :
 ’= C’ =intensive friction factor
 = C =transport friction factor
1. Angkutan material di dasar sungai (bed material transport)
Yang dimaksud bed material yang akan dibahas disini adalah bed load dan suspended
load. Kedua muatan sedimen ini dipengaruhi oleh proses erosi dan deposisi. Dari hasil
pengamatan di lapangan dan beberapa percontohan telah diketahui bahwa hubungan antara
angkutan sedimen dengan keadaan aliran di dasar sungai adalah tekanan geser dasar (bed
shear test) yang terdiri dari form drag dan roughness drag. Dari kedua pengamatan
tersebut telah diketahui pula bahwa proses pengangkutan dan keadaan aliran sangat
tergantung dari roughness drag, sedang form drag sama sekali tidak berperan.
Kedalaman air (h) dan kemiringan dasar sungai akan menghasilkan tekanan dasar
yang dirumuskan dalam bentuk : 0 = ρ w . g . h .I
Intensitas angkutan sedimen total pada suatu penampang sungai/saluran adalah banyaknya
sedimen yang lewat pada penampang tersebut per satuan waktu (dapat dinyatakan dalam
berat : N/dt atau volume pe rsatuan waktu : m 3/dt). Intensitas total dari suatu angkutan
dianggap sebagai penjumlahan antara angkutan bed load dan angkutan suspended load :
Ttotal = Tb + Ts
Untuk perhitungan angkutan sedimen ini kita harus mengadakan factor koreksi yang
disebut Ripple Faktor (μ), yaitu :
μ =λ '’/λ = (C’/C)3/2
Dengan :
λ’ = C’ = friction factor intensif
25

 = C = friction factor angkutan

2. Bed load
Dalam menghitung angkutan sedimen kesulitannya tidak ada aturan tertentu, sehingga
kita mengikuti aturan-aturan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Secara umum
intensitas angkutan sedimen dirumuskan sebagai berikut :
∅= S/(g.Δ.D3)1/2
Dengan :
S = volume angkutan teoritis
D = diameter butiran
Δ = (ρs –ρw)/ρ w
Konversi total volume : S/(1-  ) sebagai hasil akhir.
Dimana :
 = porositas
Intensitas pengaliran : ψ= U*2 / ΔgD
ψ=ψ . μ (nilai efektif dari ψ)
Suatu formulasi yang lengkap tentang gerak bed load harus mencakup semua variabel dari
pada pengaliran dan sedimen. Akan tetapi umumnya rumus-rumus tidaklah demikian.
Sebagian besar rumus-rumus menggunakan parameter yang menentukan keadaan batas
dimana tidak terjadi angkutan, misalnya :
1. t0 – t (tegangan super kritis)
2. Q0 – Qc (debit kritis)
3. U0 – Uc (kecepatan kritis)
3. Suspended load
Suspended load dapat dicari dengan mengukur Uz dan Cz (konsentrasi suspended
load) yang dirumuskan sebagai berikut :
h
Ss   Cz.Uc.dz
0

Dengan :
Cz = konsentrasi suspended load
Uz = kecepatan aliran pada z
26

2.4.3. Metode Perhitungan Angkutan Muatan Layang (Suspended Load)


Muatan layang (Suspended load), yaitu partikel yang bergerak dalam pusaran
aliran yang cenderung terus menerus melayang bersama aliran. Ukuran partikelnya lebih
kecil dari 0,1 mm. (Priyantoro,Dwi : 1987)
Muatan layang tidak berpengaruh terhadap alterasi, tetapi dapat mengendap di
muara-muara sungai ataupun dasar waduk yang dapat menimbulkan pendangkalan dan
akhirnya menyebabkan berbagai masalah.
Transportasi Suspended load dapat dimengerti secara mudah dan dapat
digambarkan dengan metode teoritis, didasarkan pada teori turbulen dan metode yang
sangat bagus yang telah ada untuk menghitung distribusi relatif konsentrasi suspended load
yang melebihi kedalaman saluran. Kapasitas suspended load telah diformulasikan oleh Van
Rijn (1984) sebagai berikut (Pilarczyk,1995 : 92) :
z
UC  a   0 ,5h  d  z  z  z  h
 z   z  
Ss  8 a    
   ln   dz   exp  4 Z   0,5  ln  dz  pa
K h  a   a z   z0  0 ,5h  h    z0  

Pada saat transportasi suspended dengan ketidakakuratan sampai 25 dapat


digunakan rumus sebagai berikut (Pilarczyk,1995 : 92) :
 a 
0,3  Z  3 dan 0,01   0,1
Ss = F . U . h . Ca  h 
z 1, 2
 a  a
   
 h  h
F z
 a
1  h   1,2  Z '

Dengan :
Zo = 0.033 ks , ks = tinggi kekasaran equivalen Nikuradze
U = kecepatan aliran rata-rata
H = kedalaman aliran
Ca = konsentrasi referensi
D50 T 1,5
 0,015
a D80 ,3 dengan a = ks atau a = 0,5  f

U   U 
2 2
0 0c
T
U  0c

Z` = jumlah suspansi yang dimodifikasi


= Z+
Secara sederhana rumus Van Rijn diformulasikan berikut (Pilarczyk,1995 : 95):
27

2 ,4
 
SS U  UC  D50 
 0,012 .    D 
0,6

U .h  g . D . s  1   h  0
 50 

Untuk parameter partikel karakteristik (D0)


1/ 3
    g
D0  D50  S . 
  

Dalam perhitungan transportasi suspended load oleh (Pacheco – Ceballos : 1989)


diformulasikan secara empiris sebagai berikut (Pilarczyk,1995 : 97) :
KUI
SS  Q

 s  1
m  a .U b 
K
 s  1 .g .h .bf  U 
 15a 
log 
 D

Ub U
 15h 
log 
 D untuk a  2D
Dengan :
U = kecepatan aliran
I = slope dasar saluran
m = densitas sedimen dalam air (kg/m3)
 = densitas air
bf = faktor bentuk dasar saluran
Ub = kecepatan pada dasar saluran
as = ketebalan teoritis dari lapisan suspended
 = kecepatan jatuh (m/s)
u* = kecepatan geser dasar (g.h.I)0.5
k = konstanta Von Karman
Muatan layang (suspended load) dapat juga dihitung dengan menggunakan metode
USBR (United State Bureau Reclamation) dimana untuk menghitung angkutan muatan
layang, diperlukan pengukuran debit air (Qw) dalam m3/det, yang dikombinasikan dengan
konsentrasi sedimen (C) dalam mg/l, yang menghasilkan debit sedimen dalam ton/hari
dihitung dengan persamaan (Strand, 1982 : 7):
Qs = 0,0864 C.Qw
Dari perhitungan, dibuat lengkung aliran sedimen yang merupakan garis regresi
antara angkutan sedimen dan debit air dengan persamaan :
28

Qs = a.Qwb
Untuk menghitung nilai sedimen muatan layang digunakan metode perhitungan
antara lain :
1. Pendekatan Einstein
 30,2 y 
U  5,75.U * log  
  
ks d 65
 
x x
x = di dapat grafik S23.a
  30,2 y  
qs  11,6.U *.Ca .a.x 2,303 log .I1  I 2 
    
1 qb
Ca  .
11,6 a.U *
a 2.d 50
AE  
D y
Wo
z
0,4.U *
Dengan :
Z = jarak titik penyelidikan terhadap dasar sungai
Wo = kecepatan endap butiran suspensi
U* = kecepatan geser
Untuk mencari nilai I1 dapat dilihat pada grafik S17.a dan I2 pada grafik S17.b
melalui hubungan nilai AE dan z.
2. Pendekatan Lane dan Kalinske
y y
dc  Wo
a c  a Es .dy
dimana :
a = batas terjadinya suspensi
Jika d = y
D
 15Wo .a 
qs   C.U .dy  q.Ca .Pl .e 
a  D.U * 
 Wo 
C  ( y a)
U*  e  s 
Ca
29

C
PL 
Ca
Dengan :
Ca = konsentrasi dalam satuan berat kering
C = konsentrasi sedimen suspensi
S = koefesien transfer/difusi

2.4.4. Metode Perhitungan Angkutan Muatan Dasar (Bed Load)


Muatan dasar (bed load), adalah partikel yang bergerak pada dasar sungai dengan cara
berguling, meluncur,dan meloncat. (Priyantoro, Dwi : 1987).

K1 K2

1 2
Gambar 2.6 Bed Load atau Muatan Dasar
Sumber : Priyantoro, Dwi : 1987

bila K1 < K2 ------ Penggerusan


bila K1 = K2 ------ Seimbang
bila K1 > K2 ------ Pengendapan
Muatan dasar keadaannya selalu bergerak, oleh sebab itu pada sepanjang aliran dasar
sungai selalu terjadi proses degradasi dan agradasi yang disebut sebagai “ Alterasi Dasar
Sungai “.
Transportasi bed load selalu dihitung dengan rata-rata jumlah yang besar dengan
rumus yang berbeda, dimana semua rumus tersebut tanpa pengecualian yang sudah
menjadi sifat keempirisannya. Pengukuran transportasi bed load dilapangan sangat tidak
dapat dipercaya, terutama pada debit yang tinggi, saat banyak bed load yang berpindah.
Sebaliknya, tes aliran di laboratorium dengan transportasi bed load mudah
membandingkan tingkah lakunya, dan eksperimen aliran dalam jumlah sangat banyak telah
dilakukan di segala tempat. Konsekuensinya, semua rumus yang ada harus disesuaikan
atau dikalibrasi dengan tes aliran di laboratorium, tanpa menguji pada kondisi lapangan.
30

Beberapa metode formulasi untuk menghitung jumlah transportasi muatan dasar telah
dikembangkan oleh beberapa peneliti dari tahun ke tahun. Formula muatan dasar ini
didasarkan pada prinsip bahwa kapasitas aliran sedimen transpor sepanjang dasar
bervariasi secara langsung dengan perbedaan antara shear stress pada partikel dasar dan
shear stress (tegangan geser) kritis yang diijinkan untuk partikel yang bergerak. Beberapa
formula terdahulu, seperti Schoklitsch (1934) dan Meyer Peter Muller (1948) didasarkan
pada hasil eksperimental yang minim. Banyak formula baru seperti einstein (1950)
mempunyai latar belakang semi teoritis, teori statistik dan probabilitas yang dipakai
sebagai dasar pembentukan formula dan eksperimental dipakai guna elevasi berbagai
konstanta.
1. Formula Skotlish

dapat dinyatakan sebagai :

G = 43,2 B 
 1/ 
Di 437 ,9 S3 / 2  q  qoi 
Dengan :
G = Bed load transport (ton/hari)
B = lebar sungai (feet)
Di = Diameter rata-rata geometrik dari fraksi sampel individu (mm)
S = Hidrolik gradient
q = Debit persatuan lebar (cfs/foot)
qoi = 0.00021 Di/ S4/3
Aplikasi formula ini akan menghasilkan estimasi dari rata-rata debit muatan dasar
untuk suatu debit untuk beberapa debit formula tersebut juga menghasilkan sebagian beban
pasir pada zone yang tidak terukur.
2. Rumus Meyer-Peter and Muller (MPM)
1/ 3
 
 w .R. .I  0,047( s   w ).d m  0,25 w  .(q'b ) 2 / 3
 g 
Dengan:
 = ripple factor

q’b = berat angkutan sedimen dasar dalam air per satuan waktu lebar sungai (kg/m.dt)
dm = diameter median

Volume sedimen padat :


31

q 'b
V 
 s   w 
(m3/m.dt)
Dalam keadaan kritis q’b = 0,  = 1 rumus MPM menjadi :
 w .R.I c
  0,047
( s   w ).d m ( s   w ).d m
c
Re*   0,055
( s   w ).d m
Persamaan MPM ini diperoleh dari range data yang lebar yaitu: 0,4≤dm≤30mm;
1,25≤dm≤4,22t/m2
3. Rumus Frijlink
 .d m
Tb  0, 27
 .R.I
 5.e
d m . g . .R.I
Frijlink mengusulkan :
3/ 2
 C 
   
 Cd 90 
Dengan :
C = Koefisien Chezy total
12 h
C  18 log
k
Cd90 = Koefisien Chezy karena kekasaran
12 h
C d 90  18 log
d 90

Atau untuk beberapa penelitian nilai  dapat dilihat di grafik S10


Tb = Intensitas bed load dalam volume sedimen padat /lebar/waktu (m3/m.dt)
Penyelesaian rumus Frijlink juga bisa dengan cara grafis S9
Langkah-langkah perhitungan :
1. Data-data teknis (  s,  w, d, R  h, I)
2. Tentukan nilai  dengan :
.d
~
Rumus  atau grafik S10 h.I

3. Hitung nilai  *
.d
* 
 .R.I
32

4. Dari grafik S9 diperoleh nilai 


Tb

d . g. .R.I
5. Intensitas angkutan sedimen :
Tb  .d . g . .R.I
4. Rumus Einstein
Parameter tak berdimensi :
.d35

.R.I
Tb

 s . .( g.d 35 )3 / 2
1/ 2

Dengan :
 = ripple factor = Rumus Frijlink (S10)

Tb = intensitas transpor bed load dalam berat sedimen padat / lebar / waktu
(N/m.dt)
Pendekatan Einstein :
1. Diameter yang mewakili d = d35
2. Untuk kekasaran dasar k = d65
Sehingga :
12h
C  18 log
d 65
2. Penyelesaian rumus Einstein juga bisa dengan cara grafis (S7)

5. Rumus Kalinske (1947)


Kalinske mengasumsikan bahwa butiran terangkut dalam suatu lapisan dengan
ketebalan D dan kecepatan seketika pada butiran Ug, adalah :
U g  b.U O  U CR 

Dengan :
Uo = kecepatan seketika pada permukaan butiran
Ucr = kecepatan kritis cairan pada saat butiran mulai bergerak
Distribusi normal untuk Uo diasumsikan :

f (U O )  1 /  (2 )1 / 2 exp .  (U O  U Cr ) 2 / 2 2 
33

Dengan mengambil jumlah butiran per unit luas p /  / 4 D


2
  dan Ug pada
perbandingan rata-rata dari gerakan partikel dengan berat kering per unit lebar dan
waktu, maka :
Tb  2 / 3. S .g .D.U g .P
Dengan :
~
U g  b  U Cr U 0  U Cr  f (U 0 ).d .U 0

P = 0,35 b = 1,0
6. Rumus Shields (1937)
qb x 0 c
10 x
qxI (  s   w ) xgxd
Dengan:
q = debit air / lebar
Δ = (ρs –ρw) / ρw
τ0 = tegangan gesek = ρw.g.R.I = ρw.U*2
τc = tegangan gesek kritik → S.3
7. Rumus Van Rijn
Secara empiris rumus transportasi oleh Van Rijn (1984) telah diformulasikan
dalam bentuk (Pilarczyk,1995 : 94) :
S
T 2 ,1

D g D  s  1 
0 ,5
Sb  0,053 dengan s
D*0,3 
Dengan :
T = parameter taraf transportasi
D* = parameter partikel karakteristik
Secara sederhana Van Rijn (1984) membuat rumus sederhana untuk menghitung
transportasi sedimen bed load dalam bentuk (Pilarczyk,1995 : 95) :
2 ,5
  1, 2
Sb U U   D50 
 0,005 . 
U .h  g . D .  s  1   h 
 50 
Dengan kecepatan aliran rata-rata kritis dihitung dengan rumus :

 12.Rb 
U C 0,19. D50  log 
0 ,1

Dengan :  3D   0,1 D50 0,5 mm


 90 
Sb = Bed Load Sedimen
 12.Rb 
U C 8,5. D50  log 
0,6
 3D   0,5 D50 2,0 mm
 90 
34

Rb = Radius Hidrolis (m)


U = kecepatan aliran rata-rata (m/dt)
2.4.5. Metode Perhitungan Angkatan Total (Total Load)
Total load adalah jumlah dari bed load dan suspended load. Beberapa rumus
pendekatan yang telah dibuat oleh para ahli adalah sebagai berikut :
1. Shinohara dan Tsubaki (1959)
Parameter yang digunakan :
S = f (D . g . D503)1/2
f = 25 (y')1,3 (y’ – 0,038)
y = m . R . I/DD50
m = (C/C')3/2
C’= 18 log 12R/D90
C  U /( R.I )1 / 2
Dengan :
S = volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
f = intensitas angkutan sedimen
y’ = gaya geser
m = ripple factor
C = koefisien chezy (m1/2/dt)
D = diameter butiran (mm)
D = (rs – rw)/rw
2. Engelund dan Hansen
Parameter yang digunakan :
S = f (D . g . D503)1/2
f = 0,1 f-1y2,5
y' = Y' / m = R . I/DD50
m = (C/C')3/2
f = t/(1/2.r.U2) = 2 g /C2
C  U /( R.I)1 / 2
Dengan :
S = volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
U = kecepatan rata-rata (m/dt)
R = jari-jari hidrolis (m)
35

C = koefisien chezy (m1/2/dt)


I = kemiringan dasar sungai
3. Achers dan White
Parameter yang digunakan :
Ggr xU xD50 x (U / U * ) n
S =
Ggr= C (Fgr / A – 1)m
Fgr = {U*n.(U*’)1-n}/(D.g.D50)1/2
U*= (g . R . I)1/2

U*’ =
U / 5,64 log(10 R / D50 )

Dgr= D50 .{(.g ) /  2 }


2

Dengan :
S = volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
U* = kecepatan geser (m/dt)
U = kecepatan rata-rata (m/dt)
 = kekentalan kinematis air (kg/m.dt)
Fgr = tingkat angkutan sedimen tak berdimensi
Dgr = angka mobilitas sedimen
C,A,m,n = parameter yang berhubungan dengan harga Dgr
{ 2 ,86 log10 Dgr  (log10 Dgr ) 2  3, 53}
C = 10
A = 0,23/(Dgr)1/2 + 0,14
m = 9,66/Dgr + 1,34
n = 1 – 0,56 log10 Dgr

4. Kikawa – Ashida
Parameter yang digunakan :
S = (0,5297 t0 . U*)/D g rw
t0 = rw . g . R . I
U* = (g . R . I)1/2
U*2 = t0/rw = g.R.I
Dengan :
S = volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
U* = kecepatan geser (m/dt)
36

rw = kerapatan air = 1000 kg/m3


R = jari-jari hidrolis (m)
C = koefisien chezy (m1/2/dt)
I = kemiringan dasar sungai
D = (rs – rw)/rw

5. Sato – Kikawa – Ashida


Parameter yang digunakan :
S = j U*2 F (t0/tcr)/D g
j = 0,623 (untuk n > 0,025)
j = 0,623 (40 n)-3,5 (untuk n < 0,025)
t0 = rw . g . R . I
U*= (g . R . I)1/2
Dengan :
S = volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
U* = kecepatan geser (m/dt)
t0 = tegangan geser (N/m2)
tcr = tegangan geser kritis (N/m2)
n = koefisien kekasaran Manning
F (t0/tcr) = fungsi yang berhubungan dengan F dan (t0/tcr)
Total volume angkutan sedimen dalam jangka waktu tertentu pada selebar penampang
sungai dapat dihitung dengan rumus :
ST = 1/(1-  ). B . S . T
Dengan :
 = porositas (biasanya diambil = 0,4)
S = volume total angkutan sedimen (m3/dt/m)
B = lebar penampang ungai (m)
T = jangka waktu
Untuk tujuan perencanaan pendahuluan informasi pada tabel 2.3 dapat dipakai
untuk mengestimasi jumlah/besarnya koreksi muatan dasar yang dipakai untuk
melengkapi perhitungan muatan total (total load)
37

Tabel 2.3 Jumlah Koreksi Muatan Dasar


Concentration Tipe material Tekstur dari Persen muatan
dari muatan yang material yang dasar dalam
yang membentuk mengambang pengukuran
mengambang bagian sungai muatan
mengambang

Kurang dari Pasir Serupa dengan 25 sampai 150


1,000 material dasar

Kurang dari Kerikil,batu, Dengan jumlah 5 sampai 12


1,000 atau campuran sedimen pasir
lempung
1,000 sampai Pasir Serupa dengan 10 sampai 35
7,500 material dasar
1,000 sampai Kerikil,batu, 25 % pasir atau 5 sampai 12
7,5000 atau campuran kurang
lempung
Lebih dari Pasir Serupa dengan 5 sampai 15
7,500 material dasar
Lebih dari Kerikil,batu, 25 % pasir atau 2 sampai 8
7,500 atau campuran kurang
lempung
Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2018
Jika rata-rata gerakan sedimen yang tidak terukur telah ditentukan untuk beberapa
debit kurva rata-rata muatan dasar dapat digambar dan dihitung sama seperti gambar
dan hitungan yang dipakai untuk debit muatan dasar.

2.5. Permasalahan Sedimentasi di Lapangan


Permasalahan sedimentasi di lapangan dapat berasal dari erosi sungai sungai yang
bermuara ke waduk maupun dari erosi permukaan tanah di pegunungan yang terbawa oleh
aliran sungai di hulu. Seluruh sedimen dari sungai-sungai yang bermuara ke waduk
bergerak perlahan - lahan menuju pusat waduk, bahkan sedimen tersebut bergerak hingga
menuju intake yang mengganggu aliran air yang masuk ke Turbin sebagai penggerak
PLTA di suatu Bendungan.
38

Contoh permasalahan sedimentasi yaitu pada Waduk Gajahmungkur. Sumber


sedimentasi dan erosi yang masuk berasal dari erosi tanah permukaan lahan, erosi jurang,
longsoran lereng, erosi tebing sungai, dan erosi sisi badan jalan. Penebangan pohon di
daerah tangkapan air (chatment area) baik hutan rakyar, perhutani, sabuk hijau (Green
belt), lahan pertanian, ladang, akan menyebabkan erosi permukaan lahan semakin tinggi
sehingga aliran air membawa lumpur masuk ke dalam sungai yang bermuara ke waduk, hal
ini diperparah lagi dengan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) yang merupakan lahan
pertanian pasang surut yang kuasai oleh masyarakat untuk tanam padi dan palawijo pada
musim kemarau. Daerah Aliran Sungai seharusnya merupakan daerah hijau untuk
mencegah erosi tanah pada saat terjadi banjir. Laju sedimentasi ke pusat waduk semakin
tinggi jika di areal waduk dibuat lahan pasang surut untuk bercocok tanam, penggemburan
tanah selama penanaman akan mudah sekali terjadi erosi saat hujan turun. 92% sedimen
yang masuk ke waduk berasal dari erosi permukaan lahan.
Banyaknya lokasi jurang dan longsoran di daerah tangkapan air, lereng (tebing)
kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) saat musim hujan erosi menuju waduk. Pembuatan
jalan baru dengan pengerukan tebing dan penambangan batu oleh masyarakat di sekitar
lokasi waduk dan sungai juga mempermudah terjadinya sedimentasi.

2.6. Debit Inflow


Sampling merupakan metode tertentu untuk mendapatkan keakuratan sedimen yang
dibawa oleh aliran air pada lokasi tertentu, dan merupakan metode untuk menentukan
inflow sedimen ke waduk.
Ada dua macam pengumpulan data sedimen suspended (terbuang) yaitu berkala dan
harian. Koleksi dan analisis sampel sedimen merupakan proses yang mahal dan sampel
harian menghasilkan sebagian besar duplikasi pada aliran dasar. Oleh karena itulah
program pengumpulan sampel berkala dan campuran adalah lebih umum. Hasil dari
program pengumpulan jenis koleksi yang lain dipakai untuk mengembangkan koleksi
antara muatan sedimen (sediment load) dan debit air. Korelasi ini umumnya ditunjukkan
sebagai kurva rata-rata sedimen. Data secara normal diplot pada kertas logaritmis, dengan
debit sedimen sebagai absis dan debit air sebagai ordinat. Kemudian suatu garis yang
mendekati digambar melalui titik-titik yang diplot, atau dapat juga dibuat persamaan secara
matematis dengan metode-metode yang telah ada, misalnya metode least square (umumnya
persamaannya adalah Qs = a Qb), metode-metode regresi, atau juga dengan interpolasi.
Data sampel berkala sering tidak memberikan definisi yang mendekati untuk bagian
39

puncak atau rata-rata transportasi sedimen akibat muatan yang sangat besar terbawa selama
periode banjir.
Jika sumber limpasan berasal dari salju maupun angin ribut, hal ini perlu untuk
mengembangkan kurva rata-rata sedimen untuk tiap musim. Limpasan dari angin ribut
dapat membawa konsentrasi sedimen yang lebih besar dari kurva rata-rata musiman untuk
19 tahun.
Debit air yang tercatat pada stasiun pengukur biasanya tersedia untuk periode yang
lebih lama dan lebih lengkap daripada data sedimen. Data-data ini secara normal dipakai
untuk membuat kurva durasi aliran, yang sebenarnya merupakan frekuensi kumulatif yang
menunjukkan prosentase waktu dimana debit spesifik disamakan dalam suatu periode yang
diberikan. Kurva durasi aliran didasarkan pada satu satuan waktu yang lebih besar dari 1
hari, mempunyai harga yang kecil dalam menyiapkan estimasi muatan sedimen. Untuk
menyiapkan kurva durasi aliran, diperlukan pencatatan debit aliran harian, yang kemudian
disusun menurut besarnya dan prosentase waktu dimana debit aliran disamakan dengan
harga spesifik yang dihitung. Kurva durasi aliran hanya dipakai untuk periode dimana data
dipakai untuk mengembangkan kurva, tetapi jika data aliran mewakili aliran batas yang
panjang dari aliran, kurva tersebut harus dianggap sebagai kurva probabilitas dan dipakai
untuk mengestimasi aliran yang akan datang.

2.6.1. Pembangkit Data Debit Inflow


Data yang tersedia adalah hasil pengukuran inflow debit sungai bulanan selama lima
tahun. Data ini perlu diperpanjang (sampai 30 tahun) hingga cukup panjang untuk
mendapatkan data yang memenuhi syarat untuk perhitungan selanjutnya.
Untuk menghasilkan (to generate) suatu urutan nilai dari aliran sintetik suatu sungai
ditinjau aliran-aliran yang merupakan hasil dari proses acak (random process). Random
process adalah suatu proses yang hasilnya berubah menurut waktu dengan memasukkan
faktor probabilitas (Morran : 1959). Jadi kita dapat menganggap bahwa setidak-tidaknya
suatu ungkapan pendekatan dalam bentuk probabilitas di aman dalam suatu sungai pada
tahun berikutnya yang lebih kecil daripada x satuan, adalah p1. Anggapannya adalah aliran
yang tepat dapat diramal dan sebenarnya kita tidak akan mencoba untuk mengadakan
evaluasi seberapa jauh proses generasian yang sebenarnya akan mengikuti hukum
deterministik dan seberapa jauh akan memasukkan faktor probabilitas.
Sekurang-kurangnya dapat diperhitungkan bahwa sungai yang menunjukkan adanya
nilai tengah aliran sebesar 10 satuan per tahun sepanjang tahun pencatatan, dan tidak
40

pernah mengalami perubahan-perubahan petaka alami atau perubahan–perubahan yang


dibuat manusia, kemungkinan besar tidak akan memberikan aliran dengan nilai tengah
(mean) 20 satuan per tahun dalam waktu panjang. Dan kemungkinan lebih besar lagi
sungai tersebut memberikan nilai tengah aliran yang tetap dekat dengan 10 per satuan per
tahun. Lebih dari itu jika sebagian besar aliran dekat dengan 10 satuan dengan aliran-aliran
yang jarang terjadi kita dapat berharap dengan probabilitas yang tinggi bahwa aliran
berikutnya adalah akn lebih dekat dengan 10 satuan. Jadi kita dapat mengharapkan bahwa
tingkat keragaman atau variansi aliran tersebut tetap terpelihara. Karakteristik –
karakteristik urutan di masa lampau memberikan pertanda untuk aliran dimasa mendatang.
Jika aliran tahun ini kecil, meskipun belum pasti mungkin aliran berikutnya akan lebih
kecil dari pada nilai tengahnya demikian pula aliran besar cenderung mengikuti aliran
besar. Karena itu sejarah dari suatu aliran memberikan informasi yang berharga tentang
aliran yang mungkin terjadi di massa datang. Model untuk menggenerasi harus
menggunakan informasi tersebut, meskipun pada waktu yang bersamaan kita harus
memasukkan komponen acak (random commponent), untuk menggambarkan
ketidakmampuan kita untuk meramal urutan aliran di massa datang secara eksak.
1. Bilangan Random
Data debit historik dan sintetik memiliki urutan tertentu terjadi berdasarkan proses
acak, serta terletak dalam interval waktu tertentu. Urutan nilai ini sering disebut
rangkaian waktu (time series). Secara umum nilai ke-i dari variabel X yang merupakan
anggota dari suatu rangkaian waktu adalah jumlah dari 2 komponen.
Xi = di + ei
Dimana komponen deterministik diperoleh dari nilai parameter-parameternya dan nilai
sebelumnya dari proses, seperti Xi+1, Xi+2 dan seterusnya. Komponen bilangan acak

adalah er.

Bilangan acak untuk distribusi normal dapat diperoleh dari bilangan acak uniform
dengan cara sebagai berikut :
t1 = (u1 + u2 + u3 + … + u12) - 6 ; dst.

Dimana :
t1 dan t2 : bilangan acak normal

u1, u2, u3 : bilangan acak uniform

Metode lain untuk memperoleh bilangan acak normal dengan persamaan Box Muller,
yaitu :
41

1/2
t1 = (-2 ln u1) . cos (2. .u2)

1/2
t2 = (-2 ln u1) . sin (2. .u2)

Dimana :
t1 dan t2 : bilangan acak normal

u1,u2 u3 : bilangan acak uniform

2 Perpanjangan Debit Inflow Bulanan


Untuk membangkitkan data debit dapat digunakan model Thomas-Fiering. Dimana
model ini menganggap bahwa setahun terbagi menjadi m musim atau
terdiri dari 12 bulan.
Dianggap bahwa data aliran adalah x1,1, x1,2, ……, x1,12, x2,1, x2,2, …., xn,12;
contoh, indeks pertama menyatakan tahun dimana aliran terjadi dan indeks kedua berjalan
secara siklus dari 1 ke 12.
Prosedur perhitungannya :
1. Perhitungan aliran rata-rata untuk tiap bulannya
1 n
X=  Xi, b
n i 1
Dengan :
X = debit rata - rata
n = jumlah tahun
Xi,b = data debit pada tahun ke-i. dan bulan ke-b

2. Perhitungan standar deviasi


1
 1 b 2
2
Sd =   Xi  X  
 n -1 i 1 
3. Perhitungan koefisien korelasi antar aliran dalam waktu i. dan waktu i.-1
n

X i,b . X i,b-1  n.X b . X b 1


i-1
rj =
Sd b .Sd b-1. n  1

Persamaan aliran sintetis :

q1,b  X b 
rb .Sd b
 
q  X b 1  t i,b .Sd b .  1  rb 2 
Sd b-1 i,b -1

Dengan :
42

qi,b = debit hasil pembangkitan untuk bulan b tahun ke-i.

Xb , Xb-1 = rerata debit pada bulan b

rb , rb-1 = korelasi untuk bulan b dan bulan b-1

Sdb , Sdb-1 = standar deviasi bulan b dan bulan b-1

ti,b = bilangan random bulan b

qi,b-1 = debit pada tahun ke-i. dan bulan b-1

2.6.2. Uji Homogenitas Data


Perlu dipastikan tentang keandalan data sebelum dilakukan perhitungan dan analisis.
Untuk itu dilakukan pengujian-pengujian secara statistik. Pengujian dilakukan untuk
memastikan ketepatannya agar hasil perhitungan itu dapat digunakan untuik proses lebih
lanjut.
Pengujian statistik lebih ditujukan untuk menguji parameter-parameternya, antara lain
dapat dilakukan dengan membandingkan rerata, variansi, kovariansi, korelasi dan
sebagainya. Sedangkan pada pengujian suatu fungsi, diuji keandalan parameter-parameter
yang membentuk fungsi tersebut.
Hipotesa yang dirumuskan dengan harapan untuk ditolak disebut hipotesa nol atau
dinyatakan dengan Ho. Penolakan Ho mengakibatkan penerimaan hipotesa alternatif yaitu
H1. Salah satu analisa variansi yang dapat digunakan disini adalah

1. Uji F (Fisher Test).


Uji analisis pada dasarnya adalah menghitung F score, lalu membandingkan dengan F
tabel. Yang diuji adalah ketidaktergantungan (independence) atau keseragaman
(homogenitas). Uji analisa variansi dapat bersifat satu arah atau dua arah.
Prinsip uji hipotesis ini adalah membandingkan variansi gabungan antara kelompok
sampel (variance between group) dengan varian kombinasi seluruh kelompok (variance
between group).
S12
F hitung =
S2 2
,  S12 > S22 
S2 2
F hitung = 2
S1
,  S12 < S2 2 
Dengan :
n1Sd 12
2
S1 = variansi sampel 1 (debit historis) = n1  1
43

n1Sd 2 2
2
S2 = variansi sampel 2 (debit sintetis) = n2  1

Harga F kritis = (n1-1, n2-1)

Dengan :
n1 = jumlah sampel 1 (debit historis)

n2 = jumlah sampel 2 (debit sintetis)

Ho diterima jika harga F hitung < F kritis


Ho ditolak jika harga F hitung > F kritis
Untuk pengaman selanjutnya akan digunakan uji F dengan analisa variansi yang
bersifat dua arah, dengan hipotesa sebagai berikut :
Hipotesa 1 : Ho = hujan homogen dari bulan ke bulan
H1 = hujan tidak homogen dari bulan ke bulan
Hipotesa 2 : Ho = hujan homogen dari tahun ke tahun
H1 = hujan tidak homogen dari tahun ke tahun
Ada dua F score dihitung dengan rumus-rumus berikut :

 n  1  n xi  x 
k 2

i 1

  x 
k n 2
ij  xi  x j  x
F1 = i 1 j 1

 k  1  k  x j  x 
n 2

j 1

  x 
k n 2
ij  xi  x j  x
F2 = i 1 j 1

Dimana :
Xi : harga rata-rata untuk bulan j

Xj : harga rata-rata untuk tahun j


X : harga rata-rata untuk keseluruhan
Xij : pengamatan untuk bulan j pada tahun j
n : banyak pengamatan perbulan (tahun)
k : banyak bulan
44

Tabel 2.4 Nilai kritis Fc distribusi F

Sumber: (Soewarno, 1995: 80)


2. Uji T
Uji T termasuk jenis uji untuk sampel kecil. Sampel kecil adalah dimana ukuran
sampel n < 30. Untuk mengetaui apakah 2 sampel x1 dan x2 berasal dari populasi yang
sama, maka dihitung t score dengan rumus :
[ x1  x 2 ]
t
1 1
. 
N1 N 2

( N 1  1)..s12  ( N 2  1).s 22

N1  N 2  2

Dengan :
x1 = rerata dari sampel x1
x2 = rerata dari sampel x2
s1 = simpangan baku dari sampel x1
s2 = simpangan baku dari sampel x2
45

N1 = ukuran dari sampel x1


N2 = ukuran dari sampel x2
Hipotesa :
H0 : sampel x1 dan x2 berasal dari populasi yang sama
H1 : sampel x1 dan x2 tidak berasal dari populasi yang sama
Harga t tabel dicari pada tabel distribusi student's untuk derajat bebas
V =N1 +N2 -2 dan  = (Level of Significance) misal 5%. Apabila t score ,< t tabel, maka
H0 diterima, dan jika sebaliknya maka H0 ditolak.
Tabel 2.5 Nilai kritis tc untuk distribusi –t uji dua sisi

Sumber: Soewarno: 1995, 77)


46

2.6.3. Kurva Durasi Aliran


Untuk mendapatkan gambaran mengenai hubungan antara pengaliran dan waktu,
digunakan duration curve. Untuk menyusun duration curve, harga-harga pengamatan
peristiwa hidrologis disusun menurut urutan besar menurun. Persentasi waktu yang pada
tiap harga tadi disamai atau dihitung. Digambarkan pada grafik, dengan harga-harga
pengamatan sebagai ordinat dan persentasi waktu yang bersangkutan sebagai absis akan
didapatkan kurva durasi.
Dilihat dari segi statistik, kurva durasi merupakan suatu lengkung frekuensi kumulatif
dari suatu seri waktu kontinyu yang menunjukkan lama waktu relatif dari berbagai besaran.
Pada suatu kurva durasi didapatkan jumlah waktu yang menunjukkan volume aliran yang
menyamai atau kurang dari yang ditunjukkan oleh absisnya. Yang lebih baik untuk
digunakan ialah kurva durasi yang menunjukkan banyaknya peristiwa yang volume
alirannya menyamai atau melebihi suatu volume aliran tertentu. Untuk skala waktu
banyak digunakan persentasi waktu. Dengan cara ini, untuk setiap persentasi waktu dapat
segera diketahui besarnya volume aliran yang tersedia. (Ir. Iman Subarkah , Hidrologi
Untuk Perencanaan Bangunan Air, 1980).
Kurva Durasi Aliran

100
Q (m 3/dt)

10

1
1 10 100
P (%)

Gambar 2.7. Kurva Durasi Aliran


Sumber : Exel 2010 dan Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2018

2.7. Waduk

2.7.1. Umum
Pembangunan waduk adalah salah satu wujud dari usaha memenuhi kebutuhan air.
Persediaan yang ada di waduk antara lain direncanakan untuk berbagai keperluan. Dalam
pembangunan waduk yang paling diperhatikan adalah analisa tentang produksi dan
kapasitas. Produksi adalah jumlah air yang dapat disediakan oleh waduk dalam jangka
waktu tertentu. Dari produksi waduk yang direncanakan tersebut dapat ditetapkan seberapa
47

besar kapasitas waduk yang diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan dengan
keandalan tertentu. Hal ini digunakan untuk keperluan perencanaan waduk.
Untuk keperluan operasi, hubungan antara kapasitas dan produksi diartikan sebagai
besarnya kebutuhan yang dapat dilayani tiap satuan waktu sesuai dengan kapasitas yang
ada. Pengkajian hubungan antara kapasitas dan produksi disebut penelaahan operasi.
Penelaahan operasi yang dapat mengungkapkan karakteristik waduk berdasarkan kondisi
musim keanekaragaman kebutuhan diperlukan suatu simulasi. Simulasi pengoperasian
waduk dipakai untuk jangka waktu tertentu berdasarkan aturan yang ditetapkan.
Metode simulasi dan kurva massa digunakan untuk mencari kebutuham air serta
melakukan analisis kapasitas waduk, sehingga dari hitungan ini dapat ditetapkan cara
operasi optimal dengan meninjau hubungan antara ketersediaan air dengan kebutuhan air.

2.7.2. Kapasitas Tampungan Waduk


Tampungan yang dibutuhkan di suatu sungai untuk memenuhi permintaan tertentu
bergantung pada tiga faktor (Mc. Mahon : 1976), yaitu :
 Unsur-unsur aliran sungai
 Ukuran permintaan
 Tingkat keandalan dari pemenuhan permintaan
Dalam bentuknya yang paling sederhana, masalah yang di tangani dapat digambarkan
sebagai berikut : Rangkaian aliran

Sungai Q (t)
Rangkaian pelepasan
Terkendali D (t)
Waduk dengan kapasitas
Tamp.aktif C

limpahan

Gambar 2.8. Idealisasi Masalah Kapasitas Kemampuan Waduk


Sumber : Hasil Penggambaran dan Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2016

Rangkaian dalam sungai Q (t) akan dimanfaatkan untuk memenuhi permintaan air
dengan kebutuhan yang tertentu D (t), dalam hal ini mungkin periode aliran rendah (low
flow) dari sungai itu perlu diperbesar. Dengan demikian pertanyaan yang diajukan dapat
berupa berapa besarnya kapasitas waduk (C) yang harus disediakan bagi suatu pelepasan
48

atau draft yang terkendali D (t) dengan tingkat keandalan yang bisa diterima, mungkin ada
variasi lain dari pertanyaan ini misalnya menentukan pelepasan bagi suatu kapasitas
tertentu, tetapi masalah dasarnya tetap sama, yaitu hubungan antara karakteristik aliran
masuk (inflow), pelepasan yang terkendali dan keandalan harus ditemukan.
Bagian-bagian pokok sebagai ciri fisik suatu waduk adalah sebagai berikut:
1. Tampungan berguna (usefull storage), menurut Seyhan (Seyhan, 1979 : 24), adalah
volume tampungan diantara permukaan genangan normal (Normal Water Level =
NWL).
2. Tampungan tambahan (surcharge storage) adalah volume air diatas genangan
normal selama banjir. Untuk beberap saat debit meluap melalaui pelimpah. Kapasitas
tambahan ini biasanya tidak terkendali, dengan pengertian adanya hanya pada waktu
banjir dan tidak dapat dipertahankan untuk penggunaan selanjutnya (Linsey, 1985 :
65).
3. Tampungan mati (dead storage) adalah volume air yang terletak dibawah
permukaan genagan minimum, dan air ini tidak dimanfaatkan dalam pengoperasian
waduk.
4. Tampungan debit (valley storage) adalah banyaknya air yang tekandung di dalam
susunan tanah sebelumnya dari tebing dan lembah sungai. Kandungan air tersebut
tergantung dari keadaan geologi tanah.
5. Permukaan genangan normal (normal water level/NWL), adalah elevasi maksimum
yang dicapai oleh permukaan air waduk.
6. Permukaan genangan minimum (low water level/LWL), adalah elevasi terendah bila
tampungan dilepaskan pada kondisi normal, permukaan ini dapat ditentukan oleh
elevasi dari bangunan pelepasan yang terendah.
7. Permukaan genangan pada banjir rencana adalah elevasi air selama banjir
maksimum direncanakan terjadi (flood water level/FWL).
8. Pelepasan (realese), adalah volume air yang dilepaskan secara terkendali dari suatu
waduk selama kurun waktu tertentu.
9. Periode kritis (critical period), adalah periode dimana sebuah waduk berubah dari
kondisi penuh ke kondisi kosong tanpa melimpah selama periode itu. Awal periode
kritis adalah keadaan waduk penuh dan akhir periode kritis adalah ketika waduk
pertama kali kosong.
49

Gambar 2.9. Zona-zona Tampungan Waduk


Sumber: document.tips

2.7.3. Lengkung Kapasitas Waduk


Lengkung kapasitas waduk (storage capacity curve of reservoir) merupakan suatu
kurva yang menggambarkan hubungan antara luas muka air (reservoir area), volume
(storage capacity) dengan elevasi (reservoir water level). Dari lengkung kapasitas waduk
ini akan diketahui berapa besarnya tampungan pada elevasi tertentu, sehingga dapat
ditentukan ketinggian muka air yang diperlukan untuk mendapatkan besarnya volume
tampungan pada suatu elevasi tertentu, kurva ini juga dipergunakan untuk menentukan
besarnya kehilangan air akibat perkolasi yang dipengaruhi oleh luas muka air pada elevasi
tertentu.
Dari persamaan lengkung kapasitas tinggi dapat ditentukan tinggi muka air waduk
dengan persamaan :
H = Ch . S 0.5…………………..(2.1)
dengan :
A = luas muka air waduk (km2)
S = volume tampungan total (m3)
Ch = koefisien
50

Jika kehilangan turut diperhitungkan, kehilangan ini dikalikan luasan untuk


mendapatkan volume kehilangan. Persamaan lengkung kapasitas luasan waduk dapat
dinyatakan :
A = Ca . S 0.5…………………..(2.2)
Dengan :
A = luas muka air waduk (km2)
S = volume tampungan total
Ca = koefisien

2.7.4. Klasifikasi Waduk


1. Metode Lara 1962
Tabel 2.4 Klasifikasi Waduk
Tipe Rentang
Klasifikasi H (%) V (%)
waduk (m)
1 1
4.5
2.7826 100
I Lake
1 1
3.5
3.7276 100
Flood-plain
II
Foothill
1 1
3.3096 100
III Hill
1 1
21.5443 100
IV George
1 1
100 100
Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2018
Untuk mendapatkan persamaan digambar grafik hubungan antara volume waduk
sebagai absisi dan kedalam sungai sebagai ordinat.
Jenis waduk menurut pemakaiannya
a. Waduk konservasi → penampang
b. Waduk non konservasi atau Waduk distribusi
Jenis waduk menurut operasinya
a. Waduk jangka pendek → Waduk yang siklusnya kurang dari satu tahun.
b. Waduk jangka panjang → Waduk yang siklusnya lebih adri satu tahun.
Jenis waduk menurut kebutuhan pemakai dan Kondisi cuaca
51

a. Direct Reservoir
b. Regulation reservoir
c. Pumped Storage Reservoir
d. Seogonal Reservoir (Depok)
Jenis waduk menurut tujuannya
a. Single Purpose (Tunggal guna).
b. Multi Purpose (Multi guna)

2.7.5. Usia Waduk


Jika suatu waduk mempunyai suatu tampungan untuk pengendali banjir dan tidak
diharapkan muka air berada dalam tampungan ini untuk periode waktu yang penting,
sebagian akumulasi sedimen harus diendapkan dalam tampungan ini. Usia guna waduk
adalah waktu dimana waduk dapat dipergunakan untuk menampung air dan
mendistribusikannya. Usia guna waduk ditinjau dari penuhnya dead storage oleh sedimen.
Waktu pengendapan dari berbagai elevasi dikumulatifkan untuk mendapatkan asia waduk.

2.8. Pengendalian Permasalahan Sedimen di Waduk

2.8.1. Umum

Gambar 2.10 Distribusi sedimen di waduk


Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2016
Sedimen yang terangkut masuk ke dalam waduk tidak selalu diendapkan pada dasar
waduk yang paling rendah. Sedimen dengan ukuran butiran yang lebih besar akan
terendapkan pada waduk sebelah hulu dibandingkan dengan sedimen dengan butiran yang
lebih kecil. Seperti pada gambar 2.10 semakin kecil ukuran butiran maka semakin
terendapkan jauh ke dalam.
Dengan masuknya sedimen ke dalam waduk akan mengakibatkan berkurangnya
kapasitas waduk. Untuk itu mengetahui berapa besar pengurangan kapasitas dari waduk ini
52

perlu suatu perhitungan untuk mengetahui jumlah sedimen yang terendapkan selama
waduk beroperasi untuk jangka waktu tertentu.

2.8.2. Faktor – faktor yang Menentukan Hasil Sedimen


Faktor-faktor yang menentukan hasil sedimen (sediment yield) dari suatu daerah aliran
sungai dapat diringkas sebagai berikut :
1. Jumlah dan intensitas curah hujan
1. Tipe tanah dan formasi geologi
2. Lapisan tanah
3. Tata guna lahan
4. Topografi
5. Jaringan sungai, yang meliputi : kerapatan sungai, kemiringan, bentuk, ukuran dan
jenis saluran
Beberapa ilmuwan menganggapnya perlu untuk menambahkan beberapa faktor,
sebagai contoh penutup vegetasi yang berat akhirnya bergantung pada curah hujan, tetapi
kondisi penutup tanah dapat diganggu oleh praktek pembajakan, pemakaman rumput yang
berlebih oleh hewan atau api.
Sistem penanganan yang serius dari sedimen yang dipengaruhi faktor-faktor tersebut
telah dicari jalan keluarnya, antara lain sampai pada rata-rata hasil sedimen untuk daerah
aliran sungai. Analisis tipe ini seyogyanya menggunakan studi perencanaan pendahuluan
dan merupakan keadaan yang dapat dipercaya jika rata-rata hasil sedimen-hasil
perhitungan dapat dikorelasikan dengan hasil sedimen hasil pengukuran pada daerah yang
dibatasi atau sub DAS.

2.8.3. Metode Perhitungan Rendamen Jerat (Trap Efisiensi)


Trap effisiensi (efisiensi tangkapan) dari suatu waduk didefinisikan sebagai
perbandingan jumlah sedimen yang mengendap dengan inflow sedimen total dan
tergantung pada kecepatan jatuh partikel sedimen awal di atas dan rata-rata aliran yang
lewat waduk. Kecepatan jatuh partikel dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran partikel,
viskositas air dan komposisi kimia dari air. Rata-rata aliran melalui waduk ditentukan oleh
volume inflow pada tampungan yang tersedia dan rata-rata outflow.
Metode untuk mengestimasi trap effisiensi waduk secara empiris didasarkan pada
endapan sedimen yang diukur dalam jumlah yang besar terhadap waduk.
53

2.8.3.1. Metode Brunne


Gunnar Brune telah mengemukakan bahwa kurva envelope untuk penggunaan
dengan waduk normal yang memakai hubungan kapasitas waduk-waduk inflow dari
waduk (Kurva ini ditunjukkan pada gambar 2.8). Waduk-waduk yang dipakai untuk
mengembangkan hubungan ini merupakan waduk tipe tampungan (storage) dan kurva ini
tidak direkomendasikan untuk menghitung trap efissiensi dari desilting basin, flood
retarding structures, atau semi dray reservoir.

2.8.3.2. Metode Churchill


Dengan memakai data tennese valley authority presentase sedimen dari waduk. Indeks
sedimen didefinisikan sebagai perbandingan dari periode retention dengan rata-rata
kecepatan melalui waduk. Kurva “Churchill” dengan beberapa tambahan data yang
ditambahkan oleh Bureau of Reclamation. Beberapa data ini mewakili desilting basin dan
semi dray reservoir, dan kurva Churchill memperlihatkan bahwa kurva tersebut lebih
mampu mendefinisikan trap effisiensi untuk waduk jenis ini daripada hubungan yang
dibuat oleh Brune.
Batasan uraian berikut akan membantu di dalam penggunaan kurva Churchill :
- Kapasitas : kapasitas waduk pada operasi rata-rata untuk periode yang dianalisis .
- Period retention: kapasitas dibagi rata-rata inflow, kapasitas dalam Cu-feet dan
inflow dalam Cu-feet per detik.
- Panjang : panjang waduk (feet) pada permukaan operasi rata-rata.
- Kecepatan : kecepatan rata-rata (feet /detik) yang datang dengan membagi inflow
dengan rata-rata luas potongan melintang (feet/detik). Rata-rata luas potongan
melintang dapat ditentukan dari kapasitas dibagi panjangnya.
- Indeks sedimentasi : periode retention dibagi kecepatan.
Apabila akumulasi sedimen yang tidak diharapkan merupakan suatu prosentase yang besar
dari kapasitas waduk, hal ini penting untuk menganalisis trap effisiensi guna periode
tambahan dari umur waduk. Secara teoritis trap effisiensi waduk dapat mengurangi
tampungan secara kontinyu tetapi tidak praktis jika menganalisis trap effisiensi dalam
interval < 10 tahun. Variasi inflow sedimen tahunan merupakan sebab untuk tidak
memakai periode yang pendek dalam analisis.

2.8.4. Distribusi Sedimen pada Waduk


Besarnya gaya partikel sedimen yang masuk ke waduk meliputi komponen horisontal
dalam arah aliran yang berkewajiban menahan gerakan air dan komponen vertikal yang
54

berkewajiban terhadap gravitasi dan turbulensi air. Partikel sedimen akan tinggal dalam
suspensi dan dipindahkan ke waduk sepanjang gaya turbulensi air sama dengan atau
melampaui gaya gravitasi. Jika aliran masuk ke waduk hasil kenaikan luas potongan
melintang menyebabkan kecepatan turun dan terjadi turbulensi sampai air menjadi tidak
efektif dalam menggerakkan sedimen dan paartikel-partikel, maka akan terjadi
pengendapan.
Distribusi sedimen dalam waduk dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling
berhubungan, meliputi tekstur sedimen, hubungan inflow-outflow ukuran dan bentuk
waduk serta pola operasi waduk.
Batasan indeks kolam banjir (flood pool indeks) atau tampungan banjir dihitung sebagai
perbandingan antara tinggi tampungan banjir dengan tinggi dibawah tampungan, dakalikan
dengan prosentase waktu muka air waduk berada dalam tampungan pengendali banjir.
Informasi ini untuk wadiuk yang diusulkan harus didapat dari studi operasi waduk. Untuk
itu dipakai beberapa metode untuk memperkirakan distribusi sedimen pada waduk antara
lain :

2.8.4.1. Area Increment Method


Persamaan dasar :
Vs’ = Vo + Ao (H – ho)
Dengan :
Ao = Luas waduk yang baru pada elevasi dasar yang baru (acre)
Vo = Volume sedimen di bawah elevasi dasar yang baru (acer-ft)
Vs’ = Volume sedimen yang terdistribusi dalam wdauk (acre-ft)
H = Kedalaman maksimum di dekat bendungan pada muka air normal (ft)
ho = Kedalaman waduk setelah terisi sediment (ft)
Langkah-langkah perhitungan :
a. ho ditentukan dengan cara coba-coba.
b. Vs dan H diketahui dari pengukuran.
c. Dari ho diatas, didapat ao dan Vo (dari lengkung kapasitas).
d. Prosedur tersebut dilakukan berulang-ulang sampai mendapatkan Vs’ = Vs.
e. Elevasi dasar waduk yang baru didapatkan dari elevasi awal + ho.
f. Sehingga didapatkan Vs komulatif.
g.Untuk memperoleh volume sediment pada tiap penambahan elevasi digunakan
rumus:
55

Vs = Ao . h
Dengan:
Vs = penambahan volume sedimen (acre-ft)
Ao = faktor koreksi luas (acre)
h = selisih pertambahan elevasi (ft)

2.8.4.2. Emperical Area Reduction Method


Jika jumlah sedimen yang akan mengendap dibawah muka air normal telah ditentukan,
Empirical area reduction method dapat dipakai untuk mengestimasi distribusi setiap saat.
Metode ini dikembangkan dari data yang dikumpulkan dari survei ulang 30 waduk. Data
tersebut menunjukkan bahwa hubungan tertentu berada antara bentuk waduk dan
prosentase endapan sedimen pada berbagai kedalaman melalui waduk. Bentuk atau tipe
waduk didefinisikan sebagai hubungan kedalaman-kapasitas dan klasifikasi waduk, dan
secara ringkas dapat dijelaskan melalui tabel 2.6. Dimana harga “m” merupakan “lawan
kemiringan kedalaman lawan kapasitas” yang diplot pada kertas logaritmik. Harus
diperhatikan bahwa tipe danau tidak harus datar tidak juga tipe gorge di pegunungan.
Kadang-kadang tipe operasi waduk atau ukuran sedimen bertentangan dengan kapasitas
bentuk waduk. Jika bentuk waduk tipe 3 ditenggelamkan pada interval frekuensi atau
sedimen didominasi oleh lempung, ini diklasifikasikan sebagai tipe 4, karena sebagian
besar sedimen diendapkan dekat dasar waduk tipe 4. Hubungan yang sama dipakai jika
waduk jatuh pada garis batas antara dua tipe.
Tabel 2.6. Klasifikasi Waduk menurut Harga (m)
Tipe Klasifikasi Harga m
waduk
1. Lake (danau) 3.5-4.5
2. Flood plain-flood hill (banjir kaki bukit) 2.5-3.5
3. Hill (bukit) 1.5-2.5
4. Jurang 1.0-1.5
Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2018
Dengan :
m : log C / log D
C : kapasitas tampungan waduk
D : kedalaman waduk
Konversi dari kurva tipe standart terhadap kurva area rencana dirumuskan oleh
Moody, dengan persamaan sebagai berikut :
56

Ap = c . Pm (1 – P) n
Dengan :
Ap = luas relatif (0.00 – 2.80)
P = kedalaman relatif
C, m dan n = konstanta karakteristik yang ditentukan atas dasar kelas waduk.
Tabel 2.7. Harga Konstanta c, m dan n
Sedimen storage
Kelas c M n
near
I 5,047 1,85 0,36 Top
II 2,487 0,57 0,41 Upper middle
III 16,967 1,15 2,32 Lower middle
IV 1,486 -0,25 1,34 Dasar
Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2018
Luas relatif untuk tiap-tiap kedalaman relatif dapat pula dilihat pada gambar reservoir
Area Design Curvest.
Lebih lanjut prosedur perhitungan area reduction method adalah sebagai berikut :
1. Menentukan kedalaman relatif pada tiap-tiap pertambahan kedalaman (dalam %)
2. Menentukan luas sedimen relatif (Ap) berdasarkan tipe standar yang sesuai untuk
setiap kedalaman relatif.
3. Memilih elevasi dasar waduk yang baru setelah terjadi sedimen dengan cara coba-
coba. Luas areal di bawah elevasi yang dipilih, dapat dilihat pada lengkung kapasitas
waduk. Luas areal di atas elevasi yang dipilih diperoleh dengan cara mengalikan konstanta
K dengan Ap. Sedangkan konstanta K didapat dari :
K = As/Ap
Dengan :
As = Luas areal pada elevasi yang dipilih
Ap = luas areal relatif pada elevasi yang dipilih
4. Volume sedimen pada tiap-tiap pertambahan elevasi diperoleh dengan cara
mengalikan luas rata-rata diatas elevasi yang dipilih dengan pertambahan elevasi.
Untuk harga K selanjutnya adalah :
K2 = K1 * (S/S`)
Dengan :
S = volume sedimen yang terjerat (m3)
S` = volume sedimen kumulatif (m3)
57

Prosedur ini (no 1-4) dilakukan berulang-ulang sehingga komulatif yang didapat sama
dengan hasil pengukuran.
Prosedur-prosedur diatas akan digunakan dan dijelaskan pada pokok bahasan data dan
pengolahannya.

2.8.4.3. Moody’s Modification


Pada tahun 1962 Moody mengembangkan metode untuk mendapatkan elevasi dasar
waduk yang baru dengan persamaan dasar :
Dimana :
S = Total sediment yang didepositkan pada waduk
o = Elevasi nol asli pada Dam
Yo = Elevasi nol pada Dam sesudah periode pemasukan sedimen
A = Daerah permukaan waduk
Dy = Tambahan kedalaman
H = Total kedalaman waduk pada permukaan air normal
K = Konstanta bagian untuk memasukkan daerah sedimen relatif ke area yang
sebenarnya untuk waduk.
a = Area sedimen relative
Dengan integrasi dan penyederhanaan persamaan ini, hubungan berikutnya dapat
dikembangkan :
1  vo S  Vo

ao H . Ao
Dengan :
Vo = Volume relatif waduk pada kedalaman nol baru
ao = Area relatif waduk pada kedalaman nol baru
Vo = Volume total waduk pada kedalaman nol baru
H = Kedalaman asli waduk
Ao = Area total waduk pada kedalaman nol
Kemudian dengan mendefinisikan istilah baru :
1  vp S  V pH
hp  dan h' p 
ap H . A pH
Dengan :
P = Kedalaman relatif sebagai contoh beberapa bagian fraksional dari kedalaman
waduk yang diukur dari dasar sungai.
58

VpH = Volume total waduk pada kedalaman pH


ApH = Total area waduk pada kedalaman pH
Harga hp untuk masing-masing tipe waduk dapat dilihat pada gambar 2.10 harga hp
harus sama dengan h’p, yaitu dengan cara mengeplotkan grafik hp dan h’p pada kertas
semilogaritmatik sehingga dari perpotongannya didapatkan po.

2.8.5. Perubahan Karakter Angkutan Sedimen


Setiap sungai membawa sejumlah sedimen terapung (suspended sediment) serta
menggerakkan bahan-bahan padat di sepanjang dasar sungai sebagai muatan dasar (bed
load). Sedimen merupakan hasil akhir dari erosi atau penggerusan muka tanah oleh air, es
dan gaya gravitasi. Proyek pengembangan sumber daya air banyak dipengaruhi oleh
sedimen yang ditransportasi oleh air. Jumlah total erosi (on site sheet) dan erosi alur (gully
erotion) pada suatu daerah aliran sungai diketahui sebagai erosi kotor (gross erotion).
Tetapi semua material yang tererosi tidak masuk ke sistem aliran, sebagian dari material
tersimpan secara alamiah atau oleh tingkah laku manusian di dalam daerah aliran sungai
dan sebagian lagi tersimpan dalam saluran dan daerah datar yang memungkinkan
terjadinya banjir. Bagian material yang tererosi yang bergerak melalui jaringan
drainasi/sungai menuju titik kontrol/pengukur pada bagian hilir (sebagai contoh
bendungan/waduk) ditunjukkan sebagai hasil sedimen (sediment yield)

2.8.6. Satuan Berat Endapan Sedimen


Umumnya estimasi inflow sedimen ke waduk di estimasi dalam batas berat per satuan
waktu, seperti ton per hari dan harus di ubah dalam volume ekivalen dalam arti estimasi
satuan berat. Klasifikasi sedimen berdasarkan ukuran diusulkan oleh American
Geophysical Union yang dipakai disini.

Tabel 2.8. Klasifikasi Sedimen berdasarkan Ukuran


Tipe sedimen Satuan (mm)
Tanah Lempung <0.004
Endapan Lumpur 0.004-0.0625
Pasir 0.0625-2.000
Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2018
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi satuan berat sedimen yang mengendap di waduk,
beberapa diantaranya mempunyai pengaruh tertentu sebagai berikut :
1. Cara atau pola pengoperasian waduk.
2. Tekstur dan ukuran partikel sedimen.
59

3. Rata-rata pemadatan dan konsolidasi.


4. Faktor pengaruh lain yang lebih kecil seperti gaya kepadatan arus, kemiringan
aliran masuk, dan pengaruh vegetasi dalam waduk.
Pengoperasian waduk umumnya merupakan faktor pengaruh yang terbesar, sedimen
yang mengendap di saluran terpengaruh draw down yang diijinkan yang ditunjukkan untuk
periode yang lama dan dibawah konsolidasi yang besar. Operasi waduk dengan permukaan
yang stabil tidak mengijinkan endapan sedimen mengering dan mengalami konsolidasi
pada derajat yang sama.
Ukuran dari partikel sedimen yang masuk mempunyai pengaruh yang penting terhadap
satuan berat. Endapan sedimen yang terdiri dari endapan lumpur dan pasir akan
mempunyai satuan berat yang lebih tinggi dari pada yang didominasi tanah lempung.
Berdasarkan hasil satuan berat dan analisa ukuran butiran dari 1316 sampel “Lara dan
Pemberton” mengembangkan metode untuk mengestimasi satuan berat endapan sedimen
awal ketika analisa ukuran sedimen yang datang dan skema operasi waduk yang diusulkan
diketahui.
Tabel 2.8. Klasifikasi Operasi Waduk
Tipe Operasi Waduk
1 Sedimen selalu terendam atau agak terendam
2 Surut muka air sedang
3 Surut muka air waduk cukup besar
4 Waduk biasanya kosong
Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2018
Pemilihan tipe waduk biasanya dapat dipakai dari studi operasi yang disiapkan untuk
waduk yang bersangkutan. Jika tipe waduk sudah dipilih, satuan berat endapan sedimen
awal dapat diestimasi memakai persamaan berikut :
W1 = Wc Pc +Wm Pm + Ws Ps
Dimana :
W1 = Berat jenis lb/ft3
Pc, Pm, Ps = Persentase lempung, lumpur dan pasir
Wc, Wm, Ws = Koefisien lempung, lumpur dan pasir (tabel 2.3)
Tabel 2.9. Koefisien Wc, Wm, Ws
Tipe waduk Wc Wm Ws
1 26 70 97
2 35 71 97
3 40 72 97
4 60 73 97
Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2018
60

Satuan besar endapan sedimen yang tinggal di waduk tiap tahun akan bertambah, dan
dinyatakan sebagai:
W = W1 + K log 10 T
Dimana:
K = Konstanta tergantung pada analisis ukuran sedimen, telah dikemukakan untuk
menentukan satuan berat endapan sedimen pada waduk setelah suatu periode operasi
waduk.
Tetapi sebagai sedimen akan mengendap di waduk dalam tiap T tahun operasi dan
endapan tiap tahun akan mempunyai waktu pemadatan yang berbeda. Miller
mengembangkan pendekatan integral untuk menentukan rata-rata satuan berat endapan
sedimen dalam T tahun operasi sebagai berikut :
Wt = W1 + 0.434 K [(T/(T-1))(logT)-1]
Dimana:
Wt = Rata rata berat jenis setelah T tahun dari operasi waduk
W1 = Berat jenis awal dari material sedimen
K = Konstanta yang tergantung dari operasi waduk dan ukuran sedimen dalam
tabel 2.8.
Tabel 2.10. Konstanta K
K
Tipe Waduk Pasir Lumpur Lempung
1 0 5.7 16
2 0 1.8 8.4
3 0 0.0 0.0
4 0 0.0 0.0
Sumber : Tugas Besar Transportasi Sedimen, 2018

2.8.7.Akumulasi Endapan Sedimen dan Usia Guna Waduk


Akumulasi sedimen dalam waduk biasanya didistribusikan di bawah puncak
“Conservation fool” atau muka air normal. Tetapi, jika suatu waduk mempunyai suatu
tampungan untuk pengendali banjir dan tidak diharapkan muka air waduk berada dalam
tampungan ini untuk periode waktu yang penting, sebagian akumulasi sedimen harus
diendapkan dalam tampungan ini. Data dari great playin reservoir dipakai sebagai
petunjuk mengestimasi bagian akumulasi total sedimen yang akan mengendap di atas
muka air normal. Plot tersebut diharapkan sebagai petunjuk yang kasar dan estimasi yang
didapat dari sini harus dibuat mendekati dengan beberapa keputusan yang didasarkan pada
operasi waduk yang diusulkan dan sedimen yang masuk secara alamiah. Kurva ini
61

didasarkan pada jumlah data yang terbatas dan dapat diperbaiki jika lebih banyak informasi
yang tersedia.

2.8.8. Prediksi Distribusi Pengendapan Sedimen di Waduk


Fenomena lain dari pengendapan sedimen di waduk adalah pembentukan endapan
delta pada daerah head air di waduk. Akibat yang besar dari endapan delata adalah
timbulnya elevasi back water pada saluran di hulu. Prediksi bentuk delta merupakan
prosedur empiris yang didasarkan pad observasi endapan data di waduk yang telah disurvei
ulang. Kemiringan top side dapat dihitung memakai formula Peter Meyer Muller untuk
transportasi awal.
S = (1/d). 0,19 . (Q/Qb) (ns/D90 x 1/6). D
Dimana semua batasan didefinisikan seperti persamaan formula Schoklitsch untuk transpor
yang bukan bed load sebagai berikut :
S = (0,00021 x D x B/Q)3/4
Dimana :
D = diameter rata-rata material dasar, D50 (mm)
Q = debit aliran (m3/dt)
Persamaan ini akan menghasilkan kemiringan dimana material dasar tidak digerakkan
terlalu jauh, yang penting akan membentuk delta yang benar.
Ini juga akan dicari pada kebanyakan waduk dimana kemiringan top side hampir
mendekati setengah kemiringan asal. Harga ini verifikasi kemiringan yang dihitung dengan
kemiringan di atas.

2.9. Pengendalian Permasalahan Sedimentasi di Lapangan


Prosedur yang paling umum untuk menangani masalah sedimen adalah penetapan
suatu bagian dari kapasitas waduk sebagai tampungan sedimen. Ini adalah suatu
pendekatan yang sifatnya negatif, yang bagaimanapun tidak akan mengurangi penumpukan
sedimen, tetapi semata-mata hanyalah menunda saat terjadinya masalah yang serius.
Karena sedimen mengendap diseluruh panjang waduk, maka penetapan tampungan
sedimen tidaklah secara eksklusif menyangkut kapasitas mati, tetapi harus pula mencakup
bagian yang seharusnya merupakan bagian dari kapasitas berguna.
Sebenarnya pengendapan sedimen di waduk tidak dapat dicegah, tetapi dapat
dihambat atau ditunda saat terjadinya. Pengurangan aliran sedimen masuk kedalam waduk
hingga jumlah tertentu dapat diperoleh dengan metode konservasi tanah didalam DAS nya.
Teras-teras (terasering), penanaman berjalur, pembajakan tanah mengikuti garis tinggi
62

serta teknik-teknik yang serupa akan menghambat aliran air di permukaan tanah dan
mengurangi erosi. Bendung pengendali (Check dam) di jurang-jurang akan menambah
sejumlah sedimen dan mencegahnya masuk kedalam sungai, ataupun pembangunan Sabo
dam pada alur sungai di hulu waduk.
Penumpukan sedimen di dalam waduk dapat dikurangi dengan membuat sarana-sarana
untuk mengalirkan sejumlah sedimen. Pintu pembilas (pembuang) pada berbagai
ketinggian kadang-kadang dapat memungkinkan pengaliran sedimen yang halus untuk
terbuang sebelum mempunyai waktu untuk mengendap di dasar waduk. Pada berbagai
waduk, suatu aliran masuk yang mengandung sedimen dapat mengalir dalam bentuk arus
kerapatan, perbedaan kerapatan ini antara lain dapat diakibatkan oleh jenis sedimen,
mineral-mineral yang terlarut atau suhu. Karena perbedaan kerapatan, air dengan arus
kerapatan tidak langsung bercampur dengan air waduk yang lama. Efisiensi tangkapan
waduk dapat turun dari 2 hingga 10 persen bila ada kemungkinan untuk mengaliorkan arus
kerapatan semacam ini melalui alur pembuang. Pintu pembuang di dekat dasar bendungan
dapat memungkinkan pembilasan sejumlah sedimen kehilir, tetapi bagian yang dibuang
tidaklah akan sangat jauh di hulu bendungan.
Dimana ‘m’ adalah reciprocal dari kedalaman slope lawan kapasitas plot pada kertas
logaritma. Itu harus diingat bahwa tipe danau tidak harus di dataran atau tipe jurang harus
harus di gunung. Kadang-kadang, tipe operasi waduk atau ukuran sedimen dapat melebihi
batas klasifikasi untuk membentuknya. Jika waduk terbentuk tipe III harus dibuat kebawah
pada frekuensi interval atau sedimen didominan oleh tanah liat, dan itu diklasifikasikan
sebagai tipe IV karena bagian penting dari sedimen didepositkan pada dasar dari waduk
tipe IV. Rationalitation yang sama harus digunakan jika sebuah waduk jatuh pada garis
batas antara tipe-tipe.
Persamaan dasar digunakan untuk mengembangkan prosedur :
o 

 dy   ady
S= o o

Dengan :
S = Total sedimen yang didepositkan pada waduk
o = Elevasi nol asli pada Dam
Yo = Elevasi nol pada Dam sesudah periode pemasukan sedimen
A = Daerah permukaan waduk
dy = Tambahan kedalaman
63

H = Total kedalaman waduk pada permukaan air normal


K = Konstan bagian untuk memasukkan daerah sedimen relatif ke area yang
sebenarnya untuk waduk
a = Area sedimen relatif.
Dengan integrasi dan penyederhanaan persamaan ini, hubungan berikutnya dapat
dikembangkan :
1  vo S  Vo

ao o
Dengan :
vo = Volume relatif waduk pada kedalaman nol baru
ao = Area relatif waduk pada kedalaman nol baru
Vo = Volume total waduk pada kedalaman nol baru
H = Kedalaman asli waduk
Ao = Area total waduk pada kedalaman nol
Kemudian dengan mendefinisikan istilah baru :
1  vp
hp = ap
S  Vp
h1p = p
Dengan :
p = Kedalaman relatif sebagai contoh beberapa bagian fraksional dari kedalaman
waduk yang diukur dari dasar sungai
VpH = Volume total waduk pada kedalaman pH
ApH = Total area waduk pada kedalaman pH
Itu dapat dilihat dari persamaan bahwa hp sama dengan h1p pada elevasi nol, Yo.
Dengan menggunakan data yang telah diopservasi dari survei waduk, kurva desain
penyimpanan tak berdimensi digambarkan satu dari empat tipe waduk dan kurva
rancangan area yang diperoleh dari mereka.
Badan Survey Geologi Amerika Serikat telah mengembangkan prosedur yang telah
dimodifikasikan oleh Einstein untuk menghitung jumlah sedimen total yang mana
bergantung pada konsentrasi sedimen terbuang dan ukuran analisis dalam penambahan
data yang diminta oleh formula yang lain.

2.10. Soal Latihan


64

Anda mungkin juga menyukai