Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT


Dosen Pengampu: Dr.Samudro,SH,M.Hum

DISUSUN OLEH:
Nama :
Risti Nila Wijaya
Nim :
19221021
Prodi :
DIV Manajemen
Informasi
Kesehatan

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AKBIDYO


Jl. Parangtritis Km.6 Sewon, Bantul,Yogyakarta
2019/2020

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang masih memberikan kita
kesehatan, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini dengan judul
“PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT”.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila.
Dalam makalah ini mengulas tentang arti filsafat, arti pancasila, filsafat sebagai dasar filsafat
indonesia, hakikat pancasila,dll. Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini. Penulis juga
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Dengan segala kerendahan hati, kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan dari
para pembaca guna untuk meningkatkan dan memperbaiki pembuatan makalah pada tugas
yang lain dan pada waktu mendatang.

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................i
Daftar isi..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. Latar belakang ..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................2
C. Tujuan ..........................................................................................................................2
D. Manfaat ........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................3
A. Pengertian Pancasila ....................................................................................................3
B. Filsafat Pancasila Sebagai Dasar Negara.....................................................................3
C. Proses Perumusan Masalah..........................................................................................3
D. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat................................................................................9
E. Filsafat Pancasila Sebagai Filsafat Negara.................................................................11
F. Filsafat Negara Sebagai Filsafat.................................................................................11
G. Sistem Nilai-Nilai Pancasila.......................................................................................11
1. Reformasi Socio-moral...................................................................................11
H. Filsafat Pancasila........................................................................................................12
I. Arti dan Makna Filsafat Pancasila..............................................................................12
J. Landasan Ontologi, Epistomologi, dan Aksiologi......................................................12
1. Kajian Epistomologi.......................................................................................13
2. Kajian Aksiologi.............................................................................................14
3. Kajian Ontologi...............................................................................................16
BAB III PENUTUP ..............................................................................................................17
Kesimpulan .............................................................................................................................17
Saran........................................................................................................................................17
Daftar Pustaka ........................................................................................................................18
 

BAB I
PENDAHULUAN

 A. Latar Belakang

Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi
sekarang.Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 66 tahun yang lalu disambut dengan
lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu
lahirnya Pancasila.

Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang
merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap
bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai
pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah
diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.

Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka
yang tidak Pancasilais.Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945
bersama-sama dengan UUD 1945.Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres
Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.Dua, Kemanusiaan yang adil
dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr
Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa
Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu
pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa
yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.

Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-
faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut
mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena
sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan
pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan
ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan
ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.

Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk
berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan
kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta
kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan
serta agamanya.

2
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang
harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai,
menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya
pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga
baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia
tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan ulasan singkat latar belakang di atas, maka dapat
disusunlah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah sebenarnya filsafat Pancasila tersebut, dan bagaimana pancasila
tersebut muncul sebagai ideologi bangsa Indonesia?
2. Apakah fungsi dari filsafat Pancasila tersebut bagi bangsa dan Negara Indonesia?
3. Apakah yang menjadi bukti bahwa ideologi Pancasila menjadi dasar dari
filsafat Negara Indonesia?
C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain, yaitu:
1. Sebagai bahan kajian bagi para mahasiswa mengenai peranan ideology
Pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara Indonesia.
2. Sebagai kajian untuk mengetahui fungsi dan peranan ideologi Pancasila
dalam kehidupan bangsa Indonesia
D. Manfaat
Manfaat teoristis dari persiapan makalah ini antara berbaring, yaitu:
1. Disajikan informasi dan pengetahuan kepada pelajar tentang ideology Pancasila.
2. dilayani penjelasan tentang terbentuknya ideologi Pancasila sebagai
ideologi Negara Indonesia.
3. Disajikan penjelasan tentang fungsi dari saya deologi Pancasila terebut
bagibangsa Indonesia.
Manfaat pra ktisdari penyu sunanmakala hini antara lain,yaitu:
1. Menjelaskan secara singkat kepada masyarakat tentang ideology Pancasila.
2. Disajikan informasi kepada masyarakat mengenai fungsi dan peranan
ideologi Pancasila
3. Menjelaskan bagaimana munculnya ideologi pancasila sebagai ideology
Negara Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

A .Pengertian Pancasila
Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978, Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Di
samping itu, bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila
bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan
dan watak yang sudah berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia.

Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama pada saat-saat terjadi kritis nasional dan
ancaman terhadap eksistensi bangsa, merupakan bukti sejarah bahwa Pancasila memang
selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar kerohanian negara, dikehendaki
sebagai dasar negara Indonesia.

B .Filsafat Pancasila sebagai Dasar Negara


Sebagai dasar Negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Pada
dasarnya tidak berlaku dan dicabut. Sebagai dasar Negara, Pancasila telah terkait dengan
struktur kekuasaan secara formal.

Sebagai dasar Negara, Pancasila meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum yang
menguasai hukum dasar Negara, baik berupa hukum dasar tertulis yang berwujud undang-
undang dasar maupun berupa hukum dasar tertulis tidak tertulis yang tumbuh dalam praktek
penyelenggaraan Negara.

C .Proses Perumusan Pancasila

Negara Indonesia dibawah pendudukan tentara Dai Nippon atau Jepang pada tanggal 7
September 1944. Pada saat itu juga, Perdana Menteri Jepang Koiso mengumumkan
kepada seluruh dunia tentang pemberian kemerdekaan kepada Negara Indonesia dalam
waktu dekat. Bersamaan dengan itu, keberadaan tentara Jepang terus mendesak sekutu.
Tentara sekutu sudah menyerang beberapa wilayah pendudukan Jepang seperti Papua
Nugini, Kepulauan Marshal, Salamon, Ambon, Manado, Makassar, danjuga Surabaya.

4
Karena itu, pada tanggal 1 Juni 1945, Saiko Syikkan Kumakici Herada (Panglima
tertinggi bala tentara JepangMenjelang tahun 1945 Jepang mengalami kekalahan di Asia
Timur Raya, banyak cara yang digunakan Jepang untuk menarik simpati khususnya
kepada bangsa Indonesia. Salah satunya adalah janji Jepang untuk memberikan
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada
tanggal 7 Agustus 1944.

Sebagai kelanjutan dari janji tersebut, maka pada tanggal 29 April 1945, Jepang
membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Indonesia (BPUPKI atau
Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). Yang bertugas untuk menyelidiki segala sesuatu mengenai
mengenai persiapan kemerdekaan Indonesia.

BPUPKI diketuai oleh DR. Radjiman Widiodiningrat, wakil ketua R. Panji Suroso dan
Tuan Hachibangase dari Jepang dan beranggotakan 60 orang. Selama masa tugasnya
BPUPKI melakukan dua kali siding.

Sidang yang pertama mulai tanggal 29 Mei-1 Juni 1945 untuk membahas rancangan dasar
Negara. Tiga tokok rasionalis yang menyampaikan ide pokok rancangan dasar Negara,
yaitu:

 Mr. Moh. Yamin (29 Mei 1945), ide pokok yang disampaikan usul secara lisan :

 Peri Kebangsaan

 Peri Kemanusiaan

 Peri Ketuhanan

 Peri Kerakyatan

 Peri Kesejahteraan

Namun usulan tersebut mengalami perubahan disaat beliau menyampaikannya secara


tertulis, sebagaimana berikut ini:

 Ketuhanan Yang Maha Esa

 Kebangsaan Persatuan Indonesia

5
 Rasa Kemanusiaan yang adil dan beradab

 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan


perwakilan

 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

 Mr. Soepomo (31 Mei 1945), ide pokok yang disampaikan:

 Paham Negara Persatuan

 Perhubungan Negara dengan Agama

 Sistem Badan Permusyawaratan

 Sosialisasi Negara

 Hubungan Antar Bangsa

 Ir. Soekarno (1 Juni 1945), ide pokok yang disampaikan:

 Kebangsaan Indonesia

 Internasionalisme atau Perikemanusiaan

 Mufakat atau Demokrasi

 Kesejahteraan Sosial

 Ketuhanan Yang Maha Esa

Pada akhir pidatonya, Soekarno mengusulkan nama Pancasila atas saran dari teman
dekatnya yaitu Mr. Moh. Yamin. Sejak saat itulah disebut sebagai lahirnya istilah
Pancasila, sehingga Bung Karno selalu dikaitkan sebagai pencetus lahirnya istilah
Pancasila.

Panitia Kecil (22 Juni 1945), menyampaikan usulan dasar Negara, yang dikenal dengan
rumusan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) :

6
 Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi para pemeluk-
pemeluknya

 Kemanusiaan y

 Persatuan Indo

 Kerakyatan ya

 Keadilan sosia

Dengan rumusan Piagam Jakarta tersebut, terjadi kontroversi mengenai bunyi sila
pertama antara pihak Islam dengan kelompok nasionalis. Sebab sila pertama Piagam
Jakarta tidak merangkul semua pemeluk agama yang ada di Indonesia, hanya fokuskan
untuk penganut Agama Islam saja sedangkan di Indonesia terdapat berbagai macam
agama dan suku bangsa.

Untuk mengatasi hal ini dibentuk secara mendesak Panitia Sembilan pada tanggal 22
Agustus 1945 untuk mencari kesepakatan, sehingga Mohamad Hatta mengusulkann demi
persatuan dan kesatuan bangsa, maka sila pertama Piagam Jakarta diubah bunyinya
menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sidang BPUPKI yang kedua berlangsung pada tanggal 10 – 16 Juli 1945 dengan agenda
membahas rancangan hukum dasar yang kemudian kita kenal dengan Pembukaan UUD
1945 yang didalamnya terkandung bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pada
alinea keempat terkandung rumusan dasar Negara Pancasila.

Panitia perancang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarna menyetujui bahwa Pembukaan
UUD diambil dari Piagam Jakarta. Kemudian untuk merumuskan UUD, panitia
perancang membentuk lagi panitia kecil yang diketuai Prof. Dr. Hussein. Akhirnya pada
tanggal 14 Juli 1945 Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja sama Panitia Perancang UUD
kepada siding, yang menyatakan hal-hal berikut:

 Pernyataan Indonesia merdeka

 Pembukaan Undang-Undang Dasar

7
 Undang-Undang Dasar (batang tumbuhnya)

Setelah sidang BPUPKI menerima hasil kerja panitia itu. Selanjutnya setelah berhasil
menyelesaikan tugasnya, kemudian BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945.
Kemudian sebagai gantinya dibentuklah Panitia yang sesuai dengan tuntutan keadaan saat
itu, yaitu: Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

 Sidang PPKI
Pertama (18 Agustus 1945)

Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945. PPKI
melakukan sidang pertamanya yang dihadiri 27 peserta, dengan keputusan-keputusan
yang dihasilkan antara lain sebagai berikut:

 Mengesahkan Undang-Undang Dasar 1945

 Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama

 Menetapkan berdirinya Komite Nasional Indonesia Pusat sebagai Badan


Musyawarah Darurat.

 Sidang PPKI kedua


(19 Agustus 1945)

Sidang kedua PPKI menghasilkan berbagai keputusan sebagaimana berikut ini:

 Pembagian departemen-departemen yang berjumlah 12 departemen,


yang tersusun sebagai berikut:

 Departemen Dalam Negeri

 Departemen Luar Negeri

 Departemen Kehakiman

 Departemen Keuangan

 Departemen Kemakmuran

 Departemen Kesehatan
 Departemen Pengajaran Pendidikan dan Kebudayaan

 Departemen Sosial

 Departemen Pertahanan

 Departemen Penerangan

 Departemen Perhubungan

 Departemen Pekerjaan Umum

 Tentang Daerah Provinsi Indonesia, dengan pembagian sebagai berikut:

 Provinsi Sumatera

 Provinsi Jawa Barat

 Provinsi Jawa Tengah

 Provinsi Jawa Timur

 Provinsi Kalimantan

 Provinsi Sulawesi

 Provinsi Maluk

 Provinsi Sunda Kecil

 Sidang Ketiga (20 Agustus 1945)

Dalam sidang ketiga ini PPKI melakukan pembahasan tentang agenda “Badan Penolong
Keluarga Korban Perang”. Adapun keputusann yang dihasilkan terdiri atas delapan pasal.
Salah satu dari pasal tersebut yaitu: pasal 2. Untuk maksud tersebut maka dibentuklah
suatu badan yang disebut dengan “Badan Keamanan Rakyat” (BKR).
 Sidang PPKI keempat (22 Agustus 1945)

Pada sidang ini masalah yang dibahas oleh PPKI adalah pembentukan Komite Nasional,
Partai Nasional Indonesia dan Badan Keamanan Rakyat. Hal tersebut sebagaimana
ditetapkan dalam pasal (4) aturan Peralihan, bahwa inti dari keanggotaan Komite
Nasional ialah PPKI, kemudian ditambah dengan Pimpinan Rakyat dari semua golongan,
aliran dan lapisan masyarakat, seperti Pamong Praja, Alim Ulama, Kaum Cendekiawan,
Wartawan dan golongan lain yang ada di masyarakat berikutnya setelah PPKI
menyelesaikan sidang terakhir tersebut, maka bubarlah PPKI tersebut secara tidak
langsung, dan para anggotanya dilebur menjadi anggota inti dari KNIP (Komite Nasional
Indonesia Pusat), yang anggotanya berjumlah sebanyak 150 orang. Yang selanjutnya pada
Rabu tanggal 29 Agustus 1945, bertempat di gedung Kebudayaan (gedung Komidi di
Pasar Baru) seluruh anggota tersebut dilantik secara resmi oleh Presiden Soekarno.

D .Pancasila Sebagai Sistem Filsafat

Pancasila sebagai filsafat kenegaraan mempunyai fungsi sebagai pedoman yang rasional
untuk bernegara dalam melakukan penilaian secara kritis atas keadaan masyarakat yang
sedang berlaku dan perkembangan kehidupan masyarakat itu ke arah yang lebih sesuai
dengan harapan.

Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional
tentang Pancasila dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia (Syarbaini;2003). Filsafat
Pancasila adalah filsafat yang mempunyai obyek Pancasila, yaitu Pancasila yang benar
dan sah yang tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam pembangunan nasional pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia


seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Sebagai suatu sistem
nilai, sila-sila Pancasila mempunyai kedudukan (status) yang tetap dan berangkai bahwa
pengertian masing-masing sila tidak dapat dipisahkan dengan sila-sila yang lainnya.
Karena keterikatan antara sila satu dengan sila lainnya, maka nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila merupakan nilai-nilai kriteria (inti), dengan segala sesuatu penilaian
dapat dikembalikan kepada nilai inti sebagai batu uji.
Pancasila sebagai filsafat negara, berfungsi sebagai landasan dasar negara yang berada di
atasnya. Dengan demikian hakekat negara, tujuan negara, kedudukan

10

negara/penyelenggara negara dan lalin sebagainya diarahkan atau diisi oleh landasan
kerohaniannya (Pancasila sebagai filssafat negara).

Lebih terurai, bahwa Pancasila sebagai filsafat bangsa itu dapat dipilah dalam empat
makna. Yaitu filsafat dalam arti ideologis, filsafat dalam arti sebuah produk, filsafat
dalam arti sebagai pandangan hidup dan filsafat dalam arti praktis.

Secara garis besarnya dalam kedudukan Pancasila sebagai filsafat bagi bangsa Indonesia
itu terkandung abstraksi nilai berikut:

 Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai yang


terkandung dalam Pancasila itu dijadikan tuntutan dan pegangan dalam mengatur sikap
dan tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Sang Khaliq, dengan
masyarakat dan dengan alam semesta.

 Pancasila sebagai dasar negara, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung di


dalam Pancasila itu dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan
bernegara atau menata negara sebagaimana dijabarkan dalam pasal UUD NKRI Tahun
1945.

 Filsafat Pancasila yang abstrak tercermin dalam Pembukaan UUD 1945,


yang dikukuhkan keabadiannya sebagai eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 Pancasila yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 merupakan suatu


kebulatan yang utuh. Maknanya bukan semata pada teksnya, namun juga pada keabadian
sejarah, dasar negara dan tujuan negara sebagai eksistensi NKRI.

 Kesatuan tafsir sila-sila Pancasilabersumber dan berdasarkan Pembukaan


Batang Tubuh UUD 1945 yang bersifat bulat dan utuh.

Oleh karena itu secara filosofis, dalam kehidupan bangsa Indonesia diakui bahwa nilai
Pancasila adalah pandangan hidup. Pancasila dijadikan sebagai pedoman bertingkah laku,
dan berbuat dalam segala bidang kehidupan. Intinya adalah dalam aspek sosiokultural
yang luas bagi seluruh rakyat, warga negara dan Bangsa Indonesia.
11

E .Filsafat Pancasila sebagai filsafat Negara

Filsafat Pancasila sebagai filsafat negara adalah aktualisasi Pancasila dari idealism fiktif
ke dalam realitas konkrit. Sebagai suatu filsafat, fungsinya adalah memberikan suatu
kesadaran tentang pandangan hidup (way of life). Di dalam filsafat Pancasila, konsep
idealnya berorientasi pada dua dimensi yaitu natural dam super-natural, yang didasarkan
pada sikap theo-centrik dan anthropo-centrik yang dilihat dari sila pertama dan sila kedua.

F .Filsafat Pancasila sebagai filsafat

Filsafat Pancasila sebagai filsafat, merupakan suatu sistem nilai, dalam arti sila-sila
Pancasila merupakan suatu kesatuan yang bulat dan utuh. Sebagai suatu sistem nilai maka
ia akan memberikan kesadaran nilai bagi seluruh perilaku pribadi atau kelompok.

G.Sistem Nilai-Nilai Pancasila

Sistem nilai akan memberikan ideology yang jelas dan tertentu (unik), dimana ideology
itu sendiri akan memberikan tujuan, usaha dan landasan dalam suatu reformasi. Khusus
bagi ideologi yang bersumber pada filsafat Pancasila maka reformasi kita adalah bersifat
socio-moral.

1 .Reformasi Socio-moral

Reformasi socio-moral yang bersadarkan ideology Pancasila berarti akan menciptakan:

 Sistem kelembagaan
 Sistem tanggap nilai
 Sistem norma yang ideal
 Pancasila dalam masyarakat berdasarkan Pancasila. Masyarakat yang berdasarkan
Pancasila ini mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
 Bhinneka Dalam Gatra
 Tunggal Dalam Karsa
 Ika Dalam Citra
Reformasi socio moral perlu adanya tujuan, usaha (laku) dan landasan, yang merupakan
formulasi sadar akan kehendak. Peradaban Pancasila merupakan buah dari reformasi

12
social moral, harus mempunyai ujud realita, harus mempunyai suatu citra terhadap realita
dan harus merupakan realisasi daripada citra.
H .Filsafat Pancasila

Pembukaan UUD 1945 beserta Batang Tubuh UUD 1945 dan penjelasannya. Filsafat
Pancasila ialah ilmu pengetahuan yang mendalam/secara dasariah tentang Pancasila.
Pancasila sebagai ide bangsa Indonesia yang telah ditetapkan sebagai dasar dan falsafah
negara tumbuh pada suasana dan tingkat perkembangan filsafat-filsafat di dunia.

I .Arti dan Makna Filsafat Pancasila

Pancasila sebagai suatu kesatuan dan keutuhan dari kelima silanya. Pancsila merupakan
satu totalitas, senafas dan sejiwa. Ini berarti bahwa:

 Pancasila asas persatuan,


kesatuan dan kerjasama

 Pancasila sebagai cermin


pandangan hidup manusia Indonesia mempunyai kedudukan tetap, terlekat padanya.

 Pancasila sebagai konsep


filsafat yang kemudian dijadikan dasar negara mempunyai isi abstrak dan universal.

J .Fungsi dan tujuan filsafat Pancasila

 Sebagai suatu sistem filsafati yang khas Indonesia dalam hal ini terkandung unusr-
unsur yang tumbuh dan berkembang di bumi Indonesia

 Sebagai pandangan atau pedoman hidup

 Sebagai dasar dan sumber bagi perumusan ideologi, strategi serta doktrin dalam
menghadapi setiap permasalahan yang timbul dalam kehidupan bangsa dan Negara

 Sebagai landasan ideal dalam segala usaha dan upaya termasuk pembangunan
nasional.
13

J .Landasan Ontologi, Epistomologi, dan Aksiologi

1. Kajian Epistimologi

Kajian epistimologi filsafat pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari


hakekat pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan karena
epistimologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakekat ilmu pengetahuan
(ilmu tentang ilmu). Kajian epistimologi Pancasila tidak dapat dipisahkan dengan
dasar ontologisnya. Oleh karena itu dasar epistimologis Pancasila sangat berkaitan
erat dengan konsep dasarnya tentang hakekat manusia.

Menurut Titus terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistimologi yaitu :
1.tentang sumber pengetahuan manusia;
2.bn tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3. tentang watak pengetahuan manusia.
Epistimologi Pancasila sebagai suatu obyek kajian pengetahuan pada hakekatnya
meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila.
Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami bersama adalah
nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Merujuk pada pemikiran filsafat
Aristoteles, bahwa nilai-nilai tersebut sebagai kausa materialis Pancasila.
Selanjutnya susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka Pancasila
memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila
maupun isi arti dari dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila
adalah bersifat hierarkhis dan berbentuk piramidal, dimana :

1. Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya


2. Sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila ketiga, keempat
dan kelima
3. Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama, kedua serta mendasari dan menjiwai
sila keempat dan kelima
4. Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga, serta mendasari
dan menjiwai sila kelima
5. Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, dan keempat.

14

Demikianlah maka susunan Pancasila memiliki sistem logis baik yang menyangkut
kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga mennyangkut
kualitas maupun kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar rasional logis Pancasila juga
menyangkut isi arti sila-sila Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
memberilandasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia
pada hakekatnya kedudukan dan kodratnya adalah sebagai mahluk Tuhan Yang Maha
Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistimologi Pancasila juga mengakui
kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tertinggi.

Selanjutnya kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesa yang harmonis
antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa, dan kehendak manusia untuk
mendapatkan kebenaran yang tertinggi.

Selain itu dalam sila ketiga, keempat dan kelinma, maka epistimologi Pancasila mengakui
kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakekat sifat kodrat manusia
sebagai mahluk individu dan mahluk sosial.

Sebagai suatu paham epistimologi, maka Pancasila mendasarkan pandangannya bahwa


ilmu pengetahuan pada hakekatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada
kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebabnya
Pancasila secara epistimologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalam membangun
perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.

2. Kajian Aksiologi

Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakekatnya membahas tentang nilai


praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, sehingga nilai-nilai
yang terkandung dalam Pancasila pada hakekatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Selanjutnya aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat
nilai Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat dipakai untuk merujuk pada ungkapan
abstrak yang dapat juga diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan”

15

(goodnes), dan kata kerja yang artinya sesuatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai
atau melakukan penilaian ( Frankena, 229).

Di dalam Dictionary of sociology an related sciences dikemukakan bahwa nilai


adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau
kelompok. Jadi nilai itu pada hakekatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada
suatu objek. Sesuatu itu mengandung nilai, artinya ada sifat atau kualitas yang melekat
pada sesuatu itu, misalnya; bunga itu indah, perbuatan itu baik. Indah dan baik adalah
sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan perbuatan. Dengan demikian maka nilai
itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan
lainnya. Adanya nilai itu karena adanya kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai.

Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat tergantung pada titik
tolak dan sudut pandangnya masing-masing dalam menentukan pengertian nilai.
Kalangan materialis memandang bahwa hakekat nilai yang tertinggi adalah nilai material,
sementara kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi adalah nilai
kenikmatan. Namun dari berbagai macam pandangan tentang nilai dapat dikelompokan
pada dua macam sudut pandang, yaitu bahwa sesuatu itu bernilai karena berkaitan dengan
subjek pemberi nilai yaitu manusia. Hal ini bersifat subjektif, namun juga terdapat
pandangan bahwa pada hakekatnya sesuatu itu melekat pada dirinya sendiri memang
bernilai. Hal ini merupakan pandangan dari paham objektivisme.

Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila


(subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang
berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan yang berkeadilan sosial.
Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesia itulah yang menghargai, mengakui, menerima
Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan
Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak menggejala dalam sikap, tingkah
laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan atau penghargaan
itu telah menggejala dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan menusia dan bangsa
Indonesia, maka bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam
sikap, tingkah laku dan perbuatan manusia Indonesia.

16

3. Kajian Ontologis

Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya


untuk mengetahui hakekat dasar dari sila sila Pancasila. Menurut Notonagoro hakekat
dasar ontologis Pancasila adalah manusia. Mengapa ?, karena manusia merupakan subyek
hukum pokok dari sila sila Pancasila. Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berkeuhanan
Yang Maha Esa, berkemanusian yang adil dan beradab, berkesatuan indonesia,
berkerakyatan yaang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada
hakekatnya adalah manusia (Kaelan, 2005).

Jadi secara ontologis hakekat dasar keberadaan dari sila sila Pancasila adalah
manusia. Untuk hal ini Notonagoro lebih lanjut mengemukakan bahwa manusia sebagai
pendukung pokok sila sila Pancasila secara ontologi memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu
terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Juga sebagai makluk
individu dan sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makluk pribadi dan sebagai
makluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, maka secara hierarkhis sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai keempat sila sila Pancasila (Kaelan,
2005).

Selanjutnya Pancasila secagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki


susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat
dasar kesatuan yang mutlak yaitu berupa sifat kodrat monodualis, sebagai makluk
individu sekaligus juga sebagai makluk sosial, serta kedudukannya sebagai makluk
pribadi yang berdiri sendiri juga sekaligus sebagai maakluk Tuhan. Konsekuensinya
segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai nilai Pancasila yang
merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat
kodrat manusia yang monodualis tersebut.
Kemudian seluruh nilai nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan jiwa
bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek penyelenggaraan negara
harus dijabarkan dan bersumberkan pada nilai nilai Pancasila, seperti bentuk negara, sifat
negara, tujuan negara, tugas dan kewajiban negara dan warga negara, sistem hukum
negara, moral negara dan segala sapek penyelenggaraan negara lainnya.

BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan makalah “PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT” diatas,


maka diambil kesimpulan:

 Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia,


pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Di samping itu, bagi kita Pancasila
sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan
hidup, kesadaran dan cita-cita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah berakar di
dalam kebudayaan bangsa Indonesia.

 Filsafat Pancasila
dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila
dalam bangunan bangsa dan negara Indonesia (Syarbaini;2003). Filsafat Pancasila adalah
filsafat yang mempunyai obyek Pancasila, yaitu Pancasila yang benar dan sah yang
tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

 Saran

Kita harus mempelajari serta memahami betapa pentingnya nilai Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari. Jikalau para pemuda paham mengenai arti pentinn Pancasila, kelak
bangsa Indonesia akan dapat mempertahankan kesatuan sesuai dengan nilai dalam
Pancasila.
17

DAFTAR PUSTAKA

Prof.Drs.CST.Kansil, S.H.- Christine S.T. Kansil,S.H., M.H., ModulPendidikanPanncasila


Dan Kewarganegaraan, Jakarta PT PradnyaParamita, 2016 hlm.8

http://www.g-excess.com/pengertian-dan-arti-ideologi.html.Ideologi berasal dari kata


idea (Inggris), yang artinya gagasan, pengertian. Logos yang artinya pengetahuan. Jadi
ideologi mempunyai arti pengetahuan tentang gagasan-gagasan, pengetahuan-
pengetahuan dasar.
Widjaja, Pedoman Pokok-Pokok dan Materi Perkuliahan Pancasila pada Perguruan
Tinggi, Jakarta : Akademi Pressindo. Ed 1. Cet 3. 1991

Wahidin, Samsul Dasar-Dasar Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan


Yogyakarta : Pustaka Pelajar Cet 2. 2016

Darmodiharjo, Darji, 1996, Pokok-pokok Filsafat Hukum, Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta.

Poespowardoyo, Soeryanto, 1989, Filsafat Pancasila, Gramedia, Jakarta.


18

Anda mungkin juga menyukai