Anda di halaman 1dari 8

BERITA ACARA

(10 Maret 2021)

Disusun Oleh
Kelompok 4:
1. CHAIRUL ANWAR (1193311158)
2. DWI CAHYANI PUTRI (1193311041)
3. SHARFINA RAMADHANI (1193311058)
4. AYARIFAH AULIA (1193311059)

DOSEN : Drs. ROBENHART TAMBA, M.Pd


MATA KULIAH : EVALUASI PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS ILMU


PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
“Penulisan Butir Soal Hasil Belajar”

1. Natasyah Br Sitepu
Jawaban dari pertanyaan
Kesulitan-kesulitan yang pada umunya dialami oleh guru dalam membuat soal antara lain
adalah:
 Memilih konsep atau dasar teori yang akan digunakan dalam soal mengingat soal
yang hanya disajikan hanya merupakan sebagian kecil dari materi. Bisa juga
terjadi sebaliknya dalam penyusunan soal harian guru kekurangan materi/ konsep/
untuk dijadikan soal.
 Kesulitan menentukan aspek pengukuran apakah aspek kognitif, afektif, atau
psikomotor. Kegagalan yang sering terjadi karena keterbatasan yang
menyebabkan guru menekankan aspek kognitif dalam penilaian.
 Kesulitan menentukan pilihan jawaban yang homogen dan kesulitan pembuat
pengecoh pada soal berbentuk pilihan ganda.
 Esulitan mengukur tingkah kesukaran soal yaitu soal mudah, sedang, atau sukar.
 Kesulitan dalam menggunakan bahasa baku diataranya menyesuaikan bahasa
yang digunakan dalam butir soal dengan kemampuan/ pengetahuan anak sehingga
seringkali ejaan atau pilihan kata yang sulit dipahamisiswa.

Kaidah kebahasaan dalam penulisan soal yang berbentuk uraian, rumusan kalinat
soal harus komunikatif yaitumenggunakan bahasa yang sederhana, dan
menggunakan kata-kata yang sudah dikenal siswa, serta baik bagi dari segi kaidah
bahasa bahasa Indonesia dan yang tidak kalah penting sesuai juga dengan
perkembangan dan pemahaman siswa tentang bahasa. Butir soal menggunakan
bahasa Indonesia yang baik dan benar. Rumusan soal tidak menggunakan kata/
kalimat yang menimbulkan penafsiran yang berbeda (salah pengertian). Jangan
menggunakan bahasa yang berlaku setempat, jika soal peserta berasal dari
berbagai daerah. Rumusan soal tidak menggunakan kata-kata yang dapat
menyinggung perasaan teste.

2. Maysi Tiarani Damanik


Jawaban dari pertanyaan tersebut

Seorang guru dituntut untuk menguasai kemampuan memberikan penilaian kepada


peserta didiknya. Kemampuan ini adalah kemampuan terpenting dalam evaluasi
pembelajaran. Dari penilaian itulah seorang guru dapat mengetahui kemampuan yang
telah dikuasai oleh para peserta didiknya. Seorang guru harus pula mengetahui
kompetensi dasar (KD) apa saja yang telah dikuasai oleh peserta didiknya, dan segera
mengambil tindakan perbaikan ketika terjadi nilai peserta didiknya lemah atau kurang
sesuai dengan harapan. Dari penilaian yang dilakukan oleh guru itulah, guru melakukan
perenungan diri atau refleksi dari apa yang telah dilakukan. Prof. Dr. H. Arief Rachman
pernah mengatakan kepada kami para guru di Labschool Jakarta bahwa ada 4 kesadaran
yang penting bagi seorang guru atau pendidik dalam memberikan penilaian. Keempat
kesadaran itu adalah:

 Sense of goal (tujuan)


 sense of regulation (keteraturan)
 sense of achievement (berprestasi)
 sense of harmony (keselarasan)

Berangkat dari keempat kesadaran itulah seharusnya seorang guru melakukan


penilaian. Pendidik harus sudah tahu tujuan penilaian itu adalah mengukur kemampuan
atau kompetensi siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran. Bila guru
melakukan penilaian akan terlihat nanti kemampuan setiap siswa setelah guru
melaksanakan test atau ujian dan kemudian melakukan penilaian.

3. Putri Nalapraya
Jawaban dari pertanyaan
Langkah-langkah yang ditempuh untuk mengisi format kisi-kisi tes essay lebih sederhan,
yaitu:
 Tentukan lamanya waktu pelaksanaan ujian yang direncanakan, misalnya 90
menit
 Tentukan banyak butir soal yang dapat disesuaikan dalam 90 menit, misalkan
jumlah soal ada 8 butir.
 Tentukan pokok bahasan dan sub pokok bahasan. Proporsi ini tergantung pada
tingkat kepentingan pokok bahasan satu terhadap yang lain. Proporsi/ presentase
tersebut dicantumkan dalam kolom 5
 Distribusikan jumlah butir soal pada kolom 5 ke kolom 3 atau 4 menurut proporsi
yang didasarkan pada pertimbangan keterlaksanaannya yaitu uraian terbatas
dibuat lebih banyakjumlahnya dari uraian terbuka pada perkembangan.

4. Shinta Tarigan
Jawaban dari pertanyaan
Dalam menulis soal bentuk PG, penulis soal harus memperhatikan kaidah-kaidah sebagai
berikut:
 Soal harus esuia dengan indicator soal dalam kisi-kisi. Artinya, soal harus
menanyakan perlaku dan materi yang hendak diukur sesuai dengan tuntutan
indicator soal.
 Pikihan jawaban harus homogeny dan logis ditinjau dari segi materi.
 Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar atau yang laing benar.
 Pokok soal harus dirumusakan secara jelas dan tegas.
 Rumusan pokok soal jangan memberi petunjuk ke arah jawaban benar.
 Pokok soal jangan memberi petunjuk kea rah jawaban yang benar.
 Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat negative ganda.
 Panjang rumusan pilihan jawaban harus relative sama.
 Pilihan jawaban di atas salah “atau” semua pilihan jawaban “benar”.
 Pilihan jawaban yang berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan
besar kecilnya nilai angka tersebut atau kronologinya.
 Gamar, grafik, table, diagram, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas
dan berfungsi.
 Butir soal tidak boleh bergantung pada jawaban soal sebelumnya.
 Setiapn soal harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia.
 Jangan menggunakan bahasa yang berlaku setempat jika soal akan digunkaan
uantuk daerah lain atau nasional.
 Setiap soal harus menggunakan bahasa yang komunikatif.
 Setiap pilihan jawaban jangan mengulang kata atau frase yang bukan merupakan
satu kesatuan pengertian.

5. Agung Febrian Bangun


Jawaban dari pertanyaan

Non-tes adalah instrumen selain tes prestasi belajar. Alat penilaian yang dapat
digunakan antara lain adalah: lembar pengamatan/observasi (seperti catatan harian,
portofolio, life skill) dan instrumen tes sikap, minat, dsb. Pada prinsipnya, prosedur
penulisan butir soal untuk instrumen non-tes adalah sama dengan prosedur penulisan tes
pada tes prestasi belajar, yaitu menyusun kisi-kisi tes, menuliskan butir soal berdasarkan
kisi--kisinya, telaah, validasi butir, uji coba butir, perbaikan butir berdasarkan hasil uji
coba.

Namun, dalam proses awalnya, sebelum menyusun kisi-kisi tes terdapat perbedaan
dalam menentukan validitas isi/konstruknya. Dalam tes prestasi belajar, validitas isi
diperoleh melalui kurikulum dan buku pelajaran, tetapi untuk non-tes validitas
isi/konstruknya diperoleh melalui "teori". Teori adalah pendapat yang dikemukakan
sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa atau kejadian, dsb. (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 1990 : 932)

6. Alisa Fika Audri


7. Jawaban dari pertanyaan
Baik pelaksanaan tes lisan maupun tes tertulis, soal atau pertanyaan hendaknya dibuat
sedemikian rupa sehingga dapat mengukur dengan baik kemampuan peserta. Dalam tes
lisan, soal atau pertanyaan yang diajukan oleh pengajar hendaknya mencakup materi
yang telah dibahas sebelumnya dan pertanyaab yang diajukan bersifat penguatan
sehingga tidak terlalu mendalam. Berbeda dengan tes tertulis, dimana dalam pelaksanaan
tes tersebut telah dipersiapkan sebelumnya, sehingga soal atau pertanyaan yang dibuat
dapat mencakup materi secara keseluruhan dengan opertanyaan yang mendalam,
tergandung dari apa yang mau diukur.

Secara umum, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan soal:
 Mengikuti langkah-langkah dan prosedur yang benar.
 Mengikuti berbagai kaidah yang ada agar soal-soal yang dihasilkan membentuk
perangkat tes yang valid
 Mengikuti syarat-syarat dalm penyusunan soal.

8. Ratih Ayu Mustika Sari


Jawaban dari pertanyaan

Tabu pantangan atau pantang larang adalah suatu pelarangan sosial yang kuat terhadap
kata, benda, tindakan atau orang yang dianggap tidak diinginkan oleh suatu kelompok,
budaya, atau masyarakat. Tindakan tabu atau pantangan ini di masyarakat Sunda dikenal
dengan nama/sebutan pamali.

Ungkapan tabu menurut ullman dibagi 3:

 Tabu karena sesuatu yang menakutkan


 Tabu karena sesuatu yang tidak mengenakkan
 Tabu karena sesuatu yang tidak pantas

Menurut Mahmud Fasya, ungkapan tabu dibagi menjadi 2:

 Dimensi horizontal (habluminannas)yaitu sesuatu yang tidak mengenakkan dan


tidak pantas
 Dimensi vertikal (hubungannya dengan Tuhan atau yang berbau gaib) yaitu
sesuatu yang menakutkan.

Tabu karena sesuatu yang menakutkan

 Warisan dari animisme dan dinamisme


 Contoh: pada masyarakat Jawa merasa tabu menyebut kata 'tikus', sehingga harus
di sanjung dengan panggilan 'den bagus'.
 Contoh: pada masyarakat Sunda (Ciamis), kelelawar tidak boleh disebut 'lalay',
tetapi 'buah labu'.
Ungkapan tabu yang relasi manusia dengan manusia masih berlaku hingga sekarang,
kaitannya dengan sopan santun.ungkapan tabu ini berhubungan juga dengan nilai rasa
sosial. Nilai rasa sosial selalu berkembang tiap zamannya.

Contohnya:

 Kata 'cacat' dirasa tidak enak, sehingga diubah menjadi 'tuna'.


 Kata 'jamban' bernilai lebih rendah daripada 'toilet'.
 Kata 'kutang' nilai rasanya tidak lebih enak daripada 'bra'.

Kita lebih sering menggunakan kosakata asing daripada kosakata asli, karena
kosakata asli dinilai rasanya jorok.

Strategi menghindari ungkapan tabu dalam bahasa Indonesia

 Gunakan eufemisme (nilai rasanya lebih halus)


 Mengganti bunyi, contoh menyebutkan 'anjing' dengan kata 'anjrit' (bagi orang
Sunda), 'asu' dengan 'asem' (bagi orang Jawa).
 Aprrviasi (pemendekan), contoh 'Miss v' untuk 'vagina', 'sekwilda' = sekitar
wilayah dada', perek' = 'perempuan rekrutan'.
 Metafora atau kiasan, contoh untuk 'celana dalam' = segitiga pengaman', burung
untuk menyebutkan kemaluan laki-laki.
 Menggunakan kata lain (sinonim)
 Diganti dengan bahasa asing, contoh kalimat 'pantat diganti 'dubur, 'kotoran'
diganti 'feses tinja',
 Menciptakan kata dengan 'tuna', contoh tuna susila.
 Mengikuti perkembangan zaman, contoh kata 'kuli'diganti jadi 'pekerja,karyawan'.
 Ungkapan yang memberi kesan lebih baik akan menciptakan ungkapan yang baru,
contoh 'mantan anggota GAM itu kembali ke ibu Pertiwi' padahal yang dimaksud
adalah 'menyerah'.

9. Cahya Syafira
Jawaban dari pertanyaan
keunggulan tes objektif.
 Tes objektif tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir rendah sampai
dengan sedang. Bukannya tes objektif tidak dapat digunakan untuk mengukur
proses berpikir tingkat tinggi seperti analisis, evaluasi, dan kreasi tetapi untuk
menulis future soal yang seperti itu memerlukan keterampilan tersendiri.
 Dengan menggunakan tes objektif mata semua atau sebagian besar materi yang
telah diajarkan dapat ditanyakan saat ujian.
 Dengan dengan menggunakan tes objektif maka pemberian skor pada setiap siswa
dapat dilakukan dengan cepat tepat dan konsisten karena jawaban yang benar
untuk setiap butir soal sudah jelas dan pasti. Kita juga dapat menggunakan
fasilitas komputer untuk memproses hasil ujian sehingga kecepatan, ketepatan,
dan kekonsistenan nya dapat lebih terjamin.
 Dengan tes objektif khususnya pilihan ganda, akan memungkinkan untuk
dilakukan analisis butir soal. Dari hasil analisis butir soal maka akan dapat
diperoleh informasi tentang karakteristik setiap butir soal seperti tingkat
kesukaran, daya beda, efektivitas pengecoh, serta reliabilitasnya.
 Tingkat kesukaran butir soal dapat dikendalikan. Dengan menggunakan tes
objektif khususnya pilihan ganda maka kita dapat mengendalikan tingkat
kesukaran butir soal hanya dengan mengubah homogenitas alternatif jawaban.
 Informasi yang diperoleh dari tes objektif lebih kaya. Jika tes objektif di
konstruksi dengan baik maka kita akan memperoleh informasi yang banyak dari
Respon yang diberikan oleh siswa. Setiap respon siswa terhadap setiap alternatif
jawaban akan memberikan informasi kepada kita tentang penguasaan kognitif
siswa terhadap materi yang diujikan. Dengan demikian kita dapat mengetahui
kemampuan dan kelemahan siswa.

Disamping mempunyai keunggulan, tes objektif juga mempunyai beberapa


kelemahan yang perlu diperhatikan antara lain:

 Kebanyakan tes objektif hanya bisa mengukur proses berpikir rendah. Walaupun
tujuan pembelajaran yang akan diukur sebenarnya lebih tinggi dari sekedar
ingatan atau pemahaman. Hal ini semata-mata bukan karena tes objektif tidak
dapat digunakan untuk mengukur proses berpikir yang lebih tinggi dari sekedar
ingatan atau pemahaman Tetapi lebih disebabkan oleh penulis soal yang belum
dapat menulis tes objektif yang mengukur proses berpikir tinggi.
 Membuat pertanyaan tes objektif yang baik lebih sukar daripada membuat
pertanyaan tes uraian. Kesulitan dalam membuat tes objektif biasanya muncul di
saat menulis soal harus membuat alternatif jawaban yang memenuhi syarat
sebagai tes objektif yang baik, misalnya semua alternatif jawaban harus homogen
dan pengecoh menarik untuk dipilih. Oleh karena itu membuat tes obyektif yang
baik memerlukan waktu yang lama.
 Kemampuan anak dapat terganggu oleh kemampuannya dalam membaca dan
menerka. Jika tes objektif dibuat dengan kurang baik Misalnya susunan
Bahasanya kurang mudah dimengerti oleh anak, maka maksud butir soal tersebut
akan sulit dipahami oleh siswa. Jika hal ini terjadi maka kesalahan siswa dalam
menjawab butir soal dapat terjadi bukan karena siswa tidak memahami materi
yang ditanyakan tetapi karena siswa mengalami kesukaran dalam memahami
kalimat dalam butir soal. Disamping itu kemampuan siswa juga dapat dipengaruhi
karena adanya unsur tebakan. Hal ini akan terjadi apabila siswa merasa ragu atau
kehabisan waktu untuk mengerjakan soal.
 Siswa tidak dapat mengorganisasikan idenya sendiri karena semua alternatif
jawaban untuk setiap pertanyaan sudah diberikan oleh penulis soal. Dalam hal ini
siswa hanya dapat mengingat hidup orang lain yaitu itu penulis soal.

Keunggulan Tes Uraian


 Tepat digunakan untuk mengukur proses berpikir tinggi. Ini artinya kalau tujuan
pembelajaran adalah mengajarkan proses berpikir tinggi maka untuk
mengukurnya akan lebih tepat jika menggunakan tes uraian. Tentu saja dengan
tambahan pertimbangan bahwa jumlah siswa kita tidak terlalu banyak. Jika
jumlah siswa kita terlalu banyak maka kita akan menghadapi kesulitan pada saat
memeriksa hasil ujian.
 Tepat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang kompleks yang tidak dapat
diukur dengan tes objektif. Dapatkah keterampilan menulis, kemampuan dalam
menghasilkan, mengorganisasi dan mengekspresikan ide atau gagasan, serta
kemampuan dalam membuat rancangan penelitian diukur dengan tes objektif?
Inilah Salah satu keunggulan tes uraian yang tidak dimiliki oleh tes objektif. Jika
kita mempunyai tujuan pembelajaran yang seperti ini maka kita tidak dapat
mengukurnya dengan menggunakan tes objektif tetapi kita harus mengukurnya
dengan menggunakan tes uraian walaupun jumlah siswanya banyak.
 Waktu yang digunakan untuk menulis satu set tes uraian untuk satu waktu ujian
lebih cepat daripada waktu yang digunakan untuk menulis satu set tes objektif.

Namun demikian tes uraian mempunyai kelemahan antara lain:

 Reabilitasnya rendah artinya skor yang dicapai oleh peserta tes tidak konsisten
bila tes yang sama atau tesyang parallel yang diuji ulang beberapa kali. Ada
tiga hal yang menyebabkan tes uraian realibitasnya rendah yaitu pertama
keterbatasan sampel bahan yang tercakup dalam soal tes. Kedua, batas-batas
tugas yang harus dikerjakan oleh peserta tes sangat longgar, walaupun telah
diusahakan untuk menentukan batasan-batasan yang cukup ketat. Ketiga,
subjektifitas penskoran yang dilakukan oleh pemeriksa tes.
 Untuk menyelesaikan tes uraian guru dan siswa membutuhkan waktu yang
relative banyak.
 Jawaban peserta tes kadang-kadang disertai bualan-bualan.
 Kemampuan menyatakan pikiran secara tertulis menjadi hal yang paling
membedakan prestasi prestasi belajar siswa.
 Sering terjadi hallo effect, carry over effect, dan order effect.

Menaggapi

1. Dian Marisca Simanjuntak

Anda mungkin juga menyukai