Anda di halaman 1dari 15

Mata Kuliah : AKUNTANSI MANAJEMEN

SESI 3 UAS
Pokok Bahasan : PENGUKURAN PRESTASI DENGAN
MENGGUNAKAN RETURN ON INVESTMENT

Di dalam bab 8 telah dibahas pengukuran prestasi bagian-bagian di dalam


perusahaan dengan cara membandingkan anggaran dengan realisasinya. Pengukuran
prestasi tersebut umumnya diterapkan terhadap pusat-pusat pertanggungjawaban
yang berupa pusat biaya dan pusat penghasilan.
Di dalam bab ini akan dibahas pengukuran prestasi pusat-pusat
pertanggungjawaban lainnya, yaitu pusat penghasil laba dan pusat investasi. Di
dalam pusat-pusat pertanggungjawaban ini prestasi menejer umumnya diukur dengan
jumlah laba yang dihasilkan dalam peri ode tertentu. Karena angka laba tidak dapat
digunakan sebagai ukuran yang berdiri sendiri, menejemen biasanya
menghubungkan angka terse but dengan investasi yang digunakan. Ratio laba dengan
investasi disehut return on investment. Bab ini akan membahas berbagai kesulitan di
dalam penggunaan return on investment sebagai pengukur pusat investasi.

RETURN ON INVESTMENT
Return on investment (ROI) dihitung dengan cara membagi laba dengan rata-
rata investasi, atau
Laba
ROI 
Rata  rata Investasi
Persamaan tersebut dapat diperiuas lebih lanjut menjadi :
Laba Hasil penjualan
ROI  
Hasil Penjualan Rata  rata Investasi
Dengan demikian rumus ROI mempunyai dua komponen : (1) return on sales
(yaitu laba dibagi hasil penjualan) dan (2) capital turnover (yaitu hasil penjualan
dibagi rata-rata investasi). Rumus ROI yang terakhir ini lebih bermanfaat untuk
analisa prestasi kerena menejemen dapat mengarahkan perhatiannya kepada tiga
faktor yang menyebabkan perubahan
return on investment. Tiga faktor tersebut adalah :
(1) Perubahan hasil penjualan
(2) Perubahan biaya.
(3) Perubahan investasi
Tabel .9.1. berikut ini memperlihatkan bagaimana pemisahan elemen-elemen return
on investment dapat mempermudah analisa prestasi suatu investasi.
PT RIMENDI
Data Operasi Tahun 19X1, 19X2, dan 19X3
(dalam ribuan rupiah)
19X1 19X2 19X3
Hasil penjualan (a) ………………… Rp 9.000,---- Rp 9.425,---- Rp 9.620,--
Biaya (b)…………………………… Rp 7.920,---- Rp 8.294,---- Rp 8.561,8
Laba (a) – (b) = (c)………………… Rp 1.080,---- Rp 1.131,---- Rp 1.058,2
Ivestasi (d) ………………………… Rp 6.000,---- Rp 7.250,---- Rp 7.400,--
Return on sales
(c) : (a) =(e)…………………… 12,0% 12,0% 11,0%
Capital turnover
(a) : (d) =(f)…………………… 1,5% 1,3% 1,3%
Return on Investment
(e) : (f) =(g)…………………… 18,0% 15,6% 14,3%
Table 9.1. Data Operasi PT Rimendi

Dari tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa return on sale PT Rimendi
adalah sama di dalam tahun 19X1 dan 19X2. Jika hanya return on sale ini dipakai
sebagai pengukur prestasi, perusahaan tersebut nampak mengalami kemajuan, karena
kenaikan hasil penjualan sebesar Rp 425.000,-- dapat menaikkan laba sebesar Rp
51.000,-. Tetapi jika ditelaah lebih lanjut return on investment perusahaan ini
mengalami penurunan dari 18 % dalam tahun 19X1 menjadi 15,6 % dalam tahun
19X2. Hal ini terjadi karena kenaikan penjualan dalam tahun pital turnover
mengalami penurunan dari 1,5 dalam tahun 19X1 menjadi 1,3 dalam tahun 19X2.
Dalam tahun 19X2 dan 19X3 capital turnover sesungguhnya tetap sama, tetapi
return on investment terus mengalami penurunan, dari 15,6% dalam tahun 19X2
menjadi 14,3% dalam tahun 19X3. Hal ini terjadi karena adanya penurunan return on
sale dari 12% dalam tahun 19X2 menjadi 11,0% dalam tahun 19X3 yang disebabkan
karena kenaikan biaya yang lebih besar dibanding dcngan ,kenaikan hasil penjualan.
Dengan melakukan analisa terhadap laponm rugi laba, menejemen dapat
menunjuk biaya mana yang mengalami kenaikan dan dapat melakukan tindakan
perbaikan.
Ada empat masalah yang timbul di dalm menggunakan return oninvestment
sebagai alat pengukur prestasi. Masalah-masalah tersebut meliputi : (1) pemilihan
konsep laba yang akan digunakan sebagai pembilang di dalam rumus perhitungan
ROI, (2) penentuan aktiva yang dimasukkan sebagai unsur investasi, (3) pemilihan
metode penilaian aktiva yang diperhitungkan di dalam unsur investasi tersebut dan
(4) alokasi aktiva kantor pusat kepada pabrik, divisi atau sektor-sektor intern lain.
PEMILIHAN KONSEP LABA
Di dalam akuntansi terdapat banyak sekali konsep laba: laba bruto, laba usaha,
laba bersih sebelum pajak, laba bersih sesudah pajak, contribution margin dan masih
banyak lagi istilah laba yang lain.
Untuk kepentingan pengukuran prestasi perlu dipilih konsep laba yang relevan
dengan pengukuran tersebut. Patokan yang dipalcai sebagai dasar pemilihan konsep
laba adalah dapat dikendalikan tidaknya unsur-unsur yang digunakan untuk
menghitung laba oleh seorang menejer. Menejer suatu pusat investasi hanya dapat
dimintai pertanggungjawaban atas laba yang dihasilkan unitnya jika ia dapat
mengendalikan semua unsur yang digunakan untuk menghitung laba tersebut.
Ada empat konsep laba yang dapat dipilih sebagai pembilang dalam rumus
perhitungan return on investment:
(1) Division net profit,
(2) Division direct profit,
(3) Division controllable profit dan
(4) Division contribution margin.
Unsur-unsur yang digunakan untuk penghitungan tiap-tiap jenis laba tersebut
dapat dilihat dalam tabel 9.2. beriktit ini.
Division Division Division Division
Contribution Controllable Direct Net Profit
Margin Profit Profit
Hasil langsung Rp 19.000,- Rp 19.000,- Rp 19.000,- Rp 19.000,-
Biaya langsung:
Biaya variable
Terkendalikan Rp 8.000,- Rp 8.000,- Rp 8.000,- Rp 8.000,-
Biay variabel
tak terkendalikan 2.500,- - 2.500,- 2.500,-
Rp 8.500,-
Biaya tetap terkendalikan 2.000,- 2.000,- 2.000,-
Rp 9.000,-
Biaya tetap tak terkendalikan 1.500,- 1.500,-
Rp 5.000,-
Biaya tak langsung :
Alokasi biaya dari kantor pusat 2.000,-
Rp 3.000,-

Table 9.2. Berbagai Konsep Laba

Berikut ini akan dibahas pengertian tiap-tiap jenis laba tersebut dengan tujuan
untuk menilai konsep laba mana yang relevan dengan penggunaan return on
investment untuk pengukuran prestasi.
1. DIVISION NET PROFIT
Division net profit adalah laba bersih sebelum pajak -yang diperoleh divisi
dalam periode tertentu. Biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan untuk
mendapatkan laba bersih adalah :
(a) Biaya variabel terkendalikan.
(b) Biaya variabel tak terkendalikan.
(c) Biaya tetap terkendalikan (controllable fixed cost).
(d) Biaya tetap tak terkendalikan (uncontrollable fixed cost).
(e) Biaya tak langsung divisi, yang merupakan alokasi biaya dari kantor pusat

Pencatuman biaya Kantor pusat sebagai pengurang penghasilan divisi


dilakukan karena adanya manfaat kegiatan Kantor pusat yang dinikmati oleh divisi.
Oleh karena itu dianggap wajar jika divisi-divisi dibebani dengan sebagian biaya
kantor pusat.
Konsep laba ini tidak relevan jika digunakan untuk mengukur prestasi divisi.
Seperti telah disebutkan di muka, agar laba dapat digunakan sebagai alat pengukur
prestasi, unaur-unsur yang digunakan untuk menghitung laba tersebut harus dapat
dikendalikan oleh menejer divisi. Di dalam konsep division net profit terscbut
terdapat unsur-unsur yang tidak terkendalikan oleh menejer divisi, yaitu biaya
variabel tak terkendalikan, biaya tetap tak terkendalikan dan alokasi biaya dari kantor
pusat. Pengalokasian biaya Kantor pusat ke divisi-divisi biasanya memakai dasar
yang bersifat sembarang, sehingga menejer divisi tidak dapat dituntut untuk
mempertanggungjawubkan biaya tersebut.

2. DIVISION DIRECT PROFIT


Division direct profit adalah laba divisi yang dihitung dengan cara mengurangi
hasil penjualan suatu divisi dengan biaya-biaya yang secara langsung dikeluarkan
oleh atau terjadi di dalam divisi terse but. Biayabiaya langsung dalam hubungannya
dengan divisi dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok : (1) biaya terkendali,
yang terdiri dari biaya variabel terkendalikan dan biaya tetap terkendalikan dan (2)
biaya tak terkendalikan yang terdiri dari biaya variabel tak terkendalikan dan biaya
tetap tak terkendalikan.
Konsep laba inipun tidak relevan jika digunakan sebagai dasar untuk mengukur
prestasi suatu divisi karena adanya unsur-unsur biaya tidak terkendalikan di dalam
perhitungan laba tersebut. Menejer divisi hanya dapat dimintai pertanggungjawaban
atas semua hal yang terkendalikan olehnya saja.

3. DIVISION CONTROLLABLE PROFIT


Division controllable profit adalah laba divisi yang dihitung dengan cara
mempertemukan semua unsur yang secara berarti (significant) dapat dipengaruhi
oleh menejer divisi terse but. Unsur-unsur yang terkendalikan oleh menejer terse but
terdiri dari hasil penjualan dan biaya-biaya yang terkendalikan yang meliputi baik
biaya variabel terkendalikan maupun biaya tetap terkendalikan. Semua biaya
terkendalikan yang di perhitungkan di dalam penghitungan division controllable
profit ini merupakan biaya langsung untuk divisi tersebut, tetapi sebaliknya tidak
semua biaya langsung divisi tersebut merupakan biaya terkendalikan oleh menejer
divisi tersebut (lihat biaya variabel tak terkendalikan).
Untuk kepentingan pengukuran prestasi, konsep laba ini adalah yang paling
cocok dan banyak digunakan di dalam praktek karena :
(1) Konsep laba ini dapat mencerminkan kema..-npuan menejer divisi di
dalam memberikan kontribusi kepada pencapaian laba perusahaan secara
keseluruhan.
(2) Unsur-unsur yang digunckan di dalam perhitungan division controllable profit
adalah terkendalikan oleh menejer divisi yang bersangkutan.
Walaupun division controllable profit merupakan dasar yang terbaik untuk
pengukuran prestasi suatu divisi, namun demikian terdapat beberapa masalah di
dalam pengetrapannya. Masalah-masalah terse but meliputi :
(1) Adanya kecendenmgan para menejer divisi untuk menaikkan laba jangka
pendeknya yang mungkin mempunyai ciampak merugikan bagi perusahaan
secara keseluruhan. Sebagai contoh, menejer suatu divisi dapat menekan biaya
divisinya dengan tidak melaksanakan pemeliharaan mesin-mesinnya. Hasil yang
didapat adalah laba divisinya naik dalam jangka pendek, dengan akibat kerugian
dalam jangka panjang karena tidak terawatnya mesin-mesin divisinya.
(2) Menejemen puncak harus menetapkan kebijaksanaan yang seragam untuk semua
divisi dan mewajibkan semua divisi rnelaksanakan kebijaksanaan tersebut secara
konsisten. Dengan demikian menejemen puncak dapat membandingkan prestasi
berbagai divisi dan membandingkan prestasi suatu divisi dengan prestasi divisi
tersebut dalam periode sebelumnya. Sebagai contoh, menejemenpuncak
menetapkan kebijaksanaan yang seragam untuk semua divisi mengenai
penetapan pengeluaran modal (capital expenditure) dan pengeluaran penghasilan
(revenue expenditure).
(3) Masalah pengakuan penghasilan. Kapan penghasilan suatu devisi dapat diakui
sebagai penghasilan dan dicatat di dalam catatan akuntansi merupakan masalah
yang harus diputuskan oleh menejemen puncak. Karakteristik usaha divisi
sangat menentukan saat pengakuan penghasilan ini. Oleh karena itu menejemen
puncak harus memilih saat pengakuan penghasilan yang sesuai dengan
karakteristik usaha tiap-tiap divisi dan mewajibkan divisi tersebut untuk
menggunakan metode pengakuan penghasilan tersebut secara konsisten.

4. DIVISION CONTRIBUTION MARGIN.


Division contribution margin adalah laba divisi yang dihitung dengan cara
mengurangi hasil penjualan dengan semua biaya variabel divisi tersebut.
Untuk pengukuran prestasi, konsep laba ini tidak relevan karena tidak
diperhitungkannya biaya-biaya yang dapat dikendalikan oleh menejer divisi. Tidak
semua biaya variabel merupakanbiaya yang dapat dikendalikan oleh menejer divisi.
Biaya iklan yang ditetapkan oleh menejemen puncak sebesar 2% dari hasil penjualan
divisi merupakan biaya variabel, tetapi sebenarnya variabilitas biaya tersebut bersifat
semu. Biaya tersebut bervariasi dengan volume kegiatan divisi bukan karena sifatnya
variabel, tetapi karena adanya kebijaksanaan menejemen. Oleh karena itu, biaya ini
sering disebut dengan istilah discretionary variable expense. Biaya ini tidak
terkendalikan oleh menejer divisi, meskipun bersifat variabel.
Di dalam perhitungan contribution margin tersebut, biaya tetap tidak ikut
diperhitungkan, padahal tidak semua biaya tetap merupakan biaya yang tak
terkendali oleh menejer suatu divisi. Gali mandor dan pengawas merupakan biaya
terkendalikan oleh menejer divisi jika baik tarif gaji maupun keputusan
mempekerjakan dan memecat karyawan tersebut sepenuhnya berada di tangan
menejer tersebut, meskipun gaji tersebut merupakan biaya yang bersifat tetap di
dalam divisi tersebut.

PENENTUAN AKTIVA YANG DIMASUKKAN DI DALAM UNSUR


INVESTASI
Di dalam perhitungan return on investment sebagai pengukur prestasi divisi
perlu dipilih aktiva-aktiva yang dimasukkan di dalam investasi. Ada dua kriteria
yang dapat digunakansebagai pedoman di dalam pememilih tersebut : (1). Aktiva
tersebut digunakan secara langsung untuk memperoleh penghasilan divisi, (2) Aktiva
tersebut di bawah pengendalian menejer divisi.
Atas dasar kriteria tersebut menejemen puncak dapat mengambil keputusan
mengenai aktiva-aktiva yang dimasukkan sebagai investasi suatu divisi sebagai
berikut :
1. Kas, pihutang dagang, persediaan dan aktiva tetap yang digunakan langsung
oleh divisi adalah contoh aktiva yang dengan mudah dapat diperhitungkan
sebagai investasi dalam suatu divisi.
2. Divisi tidak dapat dibebani dengan sebagian aktiva kantor pusat, kecuali jika
aktiva kantor pusat tersebut dapat diidentifikasikan secara langsung dengan
kegiatan divisi tersebut.
3. Aktiva divisi yang tidak digunakan seeara langsung untuk memperoleh
penghasilan divisi harus dikeluarkan dari perhitungan investasi divisi. Sebagai
contoh adalah investasi dalam bentuk surat-surat berharga baik untuk jangka
pendek maupun untuk jangka panjang. Aktiva ini merupakan kekayaan divisi
yang ditanamkan di dalam perusahaan lain. Oleh karena itu baik pendapatan
(bunga, dividen) maupun aktivanya sendiri tidak dapat diperhitungkan di dalam
penentuan return on investment. Konstruksi di dalam pelaksanaan juga tidak
dapat diperhitungkan sebagai investasi karena aktiva tersebut belum dapat
mendatangkan penghasilan divisi, begitu juga aktiva tetap yang belum
digunakan di dalam kegiatan produktif divisi (misalnya tanah yang belum
digunakan).

PEMILIHAN METODE PENILAIAN AKTIVA


Setelah ditentukan jenis aktiva yang diperhitungkan di dalam return on
investment, langkah berikutnya adalah penentuan metode penilaian terhadap aktiva
terpilih tersebut. Ada empat metode penilaian aktiva divisi (terutama untuk aktiva
tetap) berikut ini :
1. Harga perolehan.
2. Nilai buku yaitu harga perolehan dikurangi cadangan depresiasi aktiva tetap
yang bersangkutan.
3. Nilai buku dikurangi dengan jumlah hutang lanear.
4. Nilai buku dikurangi dengan jumlah se1uruh hutang.
Tiap-tiap metode penilaian aktiva tetap tersebut akan dibahas secara mendalam
berikut ini. Untuk menggambarkan dampak penggunaan berbagai metode penilaian
tersebut terhadap perhitungan return on investment, di dalam tabel 9.3. disajikan
contoh neraea dan data laba.

PT RIMENDI
Neraca 31 Desember 19X1
(dalam ribuan rupiah)
AKTIVA PASIVA
Aktiva lancar bersih Rp. 90.000 Hutang lancar Rp 30.000
Aktiva tetap Rp 100.000 Hutang jangka panjang
Dikurangi: (bunga 4%) 50.000
Akumulasi Modal saham 70.000
depresiasi 40.000
60.000
Jumlah Aktiva Rp. 150.000 Jumlah pasiva Rp 150.000
Catatan: laba bersih sebelum pajak untuk tahun 19X1 adalah Rp 10.500.000,-

Table 9.3. Neraca dan data laba PT Rimendi

1. HARGA PEROLEHAN.
Jika harga perolehan aktiva digunakan di dalam perhitungan return on
investment, akumulasi depresiasi aktiva tetap tidak diperhitungkan di dalam
perhitungan total aktiva. Di dalam eatatan di atas, jum1ah aktiva yang merupakan
investasi PT Rimendi di dalam tahun 19X1 adalah Rp 190_000.000 (Rp 150.000.000
+ Rp 40.000.000) dengan demikian return on investment yang dihitung dengan
menggunakan penilaian aktiva ini adalah sebesar 5,5% (Rp 10.500_000/Rp
190.000.000).
Dasar pikiran yang melandasi penggunaan harga perolehan untuk menilai
aktiva tetap di dalam perhitungan return on investment adalah sebagai berikut :
(a) Cara penilaian ini menjamin dapat dibandingkannya return on investment
berbagai divisi di dalam perusahaan. Divisi yang menggunakan aktiva tetap yang
tua dan yang menggunakan aktiva tetap baru akan diukur prestasinya atas dasar
nilai aktiva tetap yang dapat diperbandingkan, karena harga perolehan tidak
dipengaruhi adanya jumlah akumulasi depresiasi. Jika berbagai divisi di dalam
suatu perusahaan menggunakan metode depresiasi aktiva tetap yang berbeda-
beda, metode penilaian ini tetap dapat menjamin dapat diperbandingkannya
return on investment yang dihitung, karena metode depresiasi tidak mempunyai
pengaruh terhadap harga perolehan.
(b) Jika nilai buku aktiva tetap digunakan sebagai dasar penilaian aktiva, laba akan
dihubungkan dengan jumlah investasi yang makin lama makin menurun. Jika
jumlah laba stabil, maka return on investment akan terus menerus naik, sehingga
alat pengukur ini tidak dapat menggambarkan baik tidaknya prestasi menejer.
Oleh karena itu untuk perhitungan return on investinent-laba harus dihubungkan
dengan jumlah investasi yang relatif stabil. Dengan tidak memperhitungkan
akumulasi depresiasi di dalam penilaian aktiva tetap, jumlah investasi akan dapat
dipakai sebagai dasar pengukuran prestasi yang dapat dipercaya.
(c) Aktiva tetap di dalam perusahaan manufaktur mempunyai sifat yang berbeda
dengan aktiva tetap di dalam perusahaan pertambangan. Di dalam perusahaan
pertambangan, aktiva tetap adalah berupa wasting assets, yang lambat laun akan
habis karena kegiatan perusahaan. Sebaliknya, aktiva tetap di dalam perusa.haan
manufaktur pada urnumnya selalu dipertahankan dalam kondisi puncak untuk
produksi dengan cara mengadakan pemiliharaan terhadap aktiva tetap tersebut.
Dengan demikian akumulasi depresiasi terutama hanya merupakan cadangan
untuk keusangan karena teknologi. Oleh karena itu tidaklah adil jika menejer
divisi hanya diukur prestasinya dengan cara membandingkan laba dengan aktiva
yang dinilai pada nilai bukunya.
Meskipun semua dasar pikiran yang melandasi penggunaan harga perolehan
tersebut bermanfaat untuk mempertimbangkan metode penilaian aktiva yang akan
digunakan di dalam perhitungan return on investment, dasar pikiran yang terakhir
tidak seluruhnya meyakinkan , dengan tidak dikurangkannya akumulasi depresiasi
dari harga perolehan aktiva tetap, return on investment yang dihasilkan akan tetap
mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena laba akan
selalu menurun dengan adanya kenaikan biaya pemeliharaan untuk mempertahankan
produktifitas aktiva tetap tersebut.

2. NILAI BUKU
Di dalam metode ini, aktiva t etap dinilai sebesar nilai bukunya di dalam
perhitungan return on investment. Dari data dalam tabel 9.3. return on investment PT
Rimendi yang dihitung dengan menggunakan penilaian aktiva ini adalah sebesar 7%
(Rp 10.500.000/Rp 150.000.000).
Dasar pikiran yang melandasi penggunaan nilai buku di dalam penilaian aktiva
tetap untuk perhitungan return on investment adalah sebagai berikut :
1. Dalam keadaan di mana tidak terjadi fluktuasi nilai uang dan tidak adanya
penilaian aktiva tetap, nilai buku aktiva tetap mempunyai manfaat ekonomis
lebih besar bila dibandingkan dengan harga perolehan. Hal ini disebabkan
karena nilai buku telah memperhitungkan sebagian harga perolehan aktiva tetap
yang telah diperoleh kembali melalui pembebanan biaya depresiasi terhadap
penghasilan. Nilai buku juga mengukur adanya penurunan nilai aktiva tetap
karena adanya keausan karena pemakaian dan keusangan karena perkembangan
teknologi.
2. Penilaian aktiva tetap dengan menggunakan nilaibukunya adalah sesuai dengan
prinsip akuntansi yang lazim yang dipakai sebagai dasar penyusunan laporan
keuangan untuk pihak luar. Menejemen akan lebih mudah memahami
penggunaan nilai buku dibandingkan dengan penggunaan nilai yang lain untuk
aktiva tetap.
3. Biaya depresiasi dibebankan kepada penghasilan suatu periode untuk
mendapatkan laba bersih. Dengan, demikian, depresiasi ini disatu pihak
mengurangi nilai aktiva tetap, sedangkan di pihak lain akan menambah aktiva
lancar, karena biaya depresiasi bukan merupakan biaya yang memerlukan
pengurangan aktiva lancar. Dengan demikian depresiasi dapat dikatakan
berfungsi untuk menjaga keutuhan aktiva perusahaan, sehingga aktiva yang
digunakan di dalam perhitungan return on investment dapat relatif stabil.
4. Makin tua suatu aktiva tetap akan semakin tinggi biaya pemeliharaannya,
sehingga laba yang dihasilkan oleh aktiva terse but semakin menurun. Oleh
karena itu adalah wajar untuk mempertemukan laba yang semakin mengecil
karena semakin tingginya biaya pemeliharaan tersebut dengan nilai buku aktiva
tetap yang juga semakin menurun di dalam perhitungan return on investment.
Penggunaan nilai buku aktiva di dalam perhitungan return on investment
mempunyai kelemahan. Perbandingari return on investment antara divisi tidak dapat
dilakukan jika di antara divisi tersebut ada yang menggunakan aktiva tetap yang baru
dan ada yang menggunakan aktiva tetap yang lama atau ada yang menggunakan
aktiva tetap sewaan dan ada yang menggunakan aktiva tetap milik sendiri.
Metode penilaian ini sangat effektif digunakan untuk membandingkan prestasi
suatu divisi dengan prestasinya sendiri di dalam periode sebelumnya atau prestasi
yang telah ditetapkan sebelumnya.

3. NILAI BUKU DlKURANGI DENGAN HUTANG LANCAR


Metode penil aian ini menitikberatkan pada penghitungan return on investment
yang dihasilkan dari investasi yang dilakukan oleh kreditur jangka panjang dan
pemegang saham di dalam perusahaan. Return on Investment yang dihasilkan akan
memperlihatkan kemampuan suatu perusahaan di dalam memenuhi kewajiban-
kewajiban pembayaran dividen dan bunga hutang jangka panjang. Dari data dalam
tabel 9.3. perhitungan return on investment dilakukan dengan lebih dulu
menambahkan biaya bunga hutang jangka panjang kepada laba bersih sebelum pajak.
Sebagai hasilnya laba bersih naik dari Rp 10.500.000 menjadi Rp 12.500.000, dan
return on investment PT Rimendi dalam tahun 19X1 adalah sebesar 10,4% [Rp
12.500.000/(Rp 150.000.000 -Rp 30.000.000)].
Jika misalnya PT Rimendi merencanakan akan membagi dividen sebesar 5%
dari modal saham dari hasil usahanya dalam tahun 19X1 t ersebut, dari perhitungan
dalam tabel 9.4. dapat diketahui bahwa dari 10,4% return on investment, 5,9%
tersedia untuk pengembangan perusahaan.
Jumlah Return on Longterms
Capital
(1): Rp 120.000,--
(1) (2)
Laba bersih sebelum pajak
ditambah biaya bunga hutang
jangka panjang Rp 12.500.000,- 10,4%
Dikurangi :
Biaya bunga
4% x Rp. 50.000.000 Rp 2.000.000,- 1,7%
Dividen
5% x Rp 70.000.000 3.500.000,- 2,9%
Rp 5.500.000,- 4,6%
Rp 7.000.000,- 5,9%
Table 9.4. Perhitungan Return on Long-Term Capital

Metode penilaian aktiva ini lebih bermanfaat untuk analisa keuangan ekstern
bila dibandingkan dengan untuk pengukuran prestasi bagian-bagian dalam
perusahaan.

4. NILAI BUKU DlKURANGI DENGAN TOTAL HUTANG


Metode penilaian iui menitik beratkan pada penghitungan return on investment
yang dihasilkan dari investasi yang dilakukan oleh pemegang saham di ditlam
perusahaan. Untuk kepentingan pengukuran prestasi, metode penilaian ini tidak dapat
menghasilkan return on investment yang relevan, karena tidak semua aktiva yang
digunakan untuk menghasilkan laba diperhitungkan di dalam investasi.

Dari data dalam tabel 3., Return on investment PT Rirnendi dalam tahun 19X1
adalah sebesar 7 % (Rp 10.500.000/Rp 150.000.000) dan Rentabilitas Modal Sendiri
= 15 % (Rp.10.500.000/Rp.70.000.000).
Perhitungan return on investment dengan cara ini pada umumnya dilakukan
oleh para analis keuangan dan para investor. Mereka hanya berkepentingan terhadap
return on net capital investment, yaitu return dari nilai buku aktiva dikurangi dengan
total hutang.
Setelah diuraikan berbagai metode penilaian aktiva yang diperhitungkan di
dalam penentuan return on investment, dapat disimpulkan bagaimana sulitnya
membandingkan return on investment yang dihitung oleh berbagai perusahaan.
Perbandingan return on investment yang dihitung untuk dua perusahaan yang
berbeda hanya dapat dilakukan jika ada kesamaan dalam hal :
(1) Konsep laba yang digunakan.
(2) Komponen untuk menghitung laba.
(3) Komposisi aktiva yang diperhitungkan di dalam investasi.
(4) Penilaian aktiva.
Untuk kepentingan mengukur prestasi bagian-bagian di dalam suatu
perusahaan return on investment dapat diterapkan dengan baik karena menejemen
puncak dapat menyeragamkan perhitungannya dan menerapkan metode
perhitungannya secara konsisten, sehingga komparabilitasnya dapat dijamin, baik
antar bagian dalam perusahaan maupun antar periode akuntansi.
Di dalanm menghitung jumlah investasi yang digunakan sebagai penyebut di
dalam rumus return on investment, angka rata-rata investasi bulan, adalah yang
paling mewakili.

ALOKASI AKTIVA KANTOR PUSAT


Karena divisi-divisi yang ada di dalam suatu perusahaan mempunyai hubungan
kegiatan dengan kantor pusat, maka secara tak lansung divisi-divisi terse but
menggunakan aktiva kantor pusat. Oleh karena itu untuk kepe tingan perhitungan
return on investment divisi, aktiva kantor pusat dialokasikan kepada divisi.
Untuk pengukuran prestasi divisi, alokasi aktiva kantor pusat dapat dilakukan
asalkan ada suatu dasar alokasi yang dapat dipertanggungjawabkan.

KRITIK YANG DIALAMATKAN KEPADA RETURN ON IVESTMENT


Kritik yang dialamatkan kepada retum on investment sebagai pengukur prestasi
adalah sebagai berikut :
1. ROI terlalu menitik beratkan pada hasil-hasil jangka pendek. Karena menejer
divisi diukur prestasinya dengan ROI, ia kemungkinan menolak suatu rencana
investasi yarlg dalam jangka pendek menghasilkan laba yang rendah, karena
takut ROI nya menurun dalam tahun yang akan datang. Padahal ada
kemungkinan investasi tersebut akan mendatangkan laba yang besar setelah tiga
atau empat tahun yang akan datang.
2. ROI terlalu menitik beratkan pada laba dan mengabaikan hubungan karyawan,
mutu produk, pengembangan karyawan, bagian pasar, perencanaan produk-
produk baru.
3. Banyak pengeluaran-pengeluaran yang tidak diperhitungkan di dalam investasi
meskipun pengeluaran tersebut memberikan kontribusi di dalam memperoleh
laba perusahaan. Contohnya adalah : biaya riset, biaya pengembangan pasar,
biaya sewa aktiva, biaya latihan dan pengembangan karyawan. Biaya-biaya
tersebut dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadiny dan tidak
diperhitungkan sebagai investasi sebagai dasar perhitungan ROI. Padahal biaya
terse but secara tidak langsung akan mempunyai pengaruh terhadap laba
perusahaan.

RESIDUAL INCOME
Telah disebutkan di muka bahwa salah satu kelemahan ROI sebagai alat
pengukur prestasi divisi adalah adanya kecenderungan menejer divisi untuk menolak
kesempatan investasi yang hanya menghasilkan ROI di bawah ROI yang ditargetkan,
untuk divisi yang bersangkutan. Karena ROI merupakan persentase yang bersifat
tetap jika te1ah ditentukan oleh menejemen puncak, maka seorang menejer divisi
yang telah diberi target ROI sebesar 20 % tidak akan tertarik untuk melakukan
investasi yang hanya akan menghasilkan ROI di bawah 20 %.
Untuk mengatasi keburukan terse but, telah dicari alternatif lain untuk
mengukur prestasi pusat investasi, yaitu dengan menghitung residual income (RI).
Berbeda dengan ROI, yang berupa persentase, residual income berupa angka absolut
dalam satuan rupiah . Residual income dihitung dengan cara mengurangi laba dengan
beban modal (capital charge). Beban modal ini dihitung dengan cara mengalikan
aktiva yang digunakan dengan suatu persentase. Contoh dalam tabel 9.5.
memperlihatkan perhitungan residual income dan ROI. Di dalam perhitungan
tersebut, yang diperhitungkan sebagai investasi adalah total aktiva di mana aktiva
tetap dinilai sebesar nilai bukunya.
Jika menejer suatu divisi diukur prestasinya berdasar RI, maka kesempatan
investasi yang masih menghasilkan RI yang positiv akan tetap menarik bagi menejer
divisi yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai