Anda di halaman 1dari 3

Patofisiologi Tuberkulosis

Mycobacterium adalah bakteri berbentuk batan yang tahan asam (yaitu, bakteri tersebut
memiliki banyak kandungan lipid kompleks yang siap berikatan dengan pewarnaan Ziehl-
Neelsen (carbol fuchsin) dan resisten terhadap penghapusan warna. Sumber infeksi biasanya
ditemukan pada orang-orang dengan penyakit paru aktif. Transmisi biasanya langsung, melalui
inhalasi organisme di udara dari bulir-bulir udara yang timbul dari batu atau sekresi
terkonaminasi dari orang yang terinfeksi.1

Patogenesis tuberculosis pada orang imunokompeten dan belum terpajan sebelumnya


berpusat pada pembentukan kekebalan yang dimediasi oleh sel dengan target tertentu dan
menimbulkan daya tahan pada organisme sehingga mengakibatkan terjadinya hipersensitivitas
jaringan terhadap antigen tuberculosis. Gambaran patologis tuberculosis, seperti granuloma
kaseosa dan kavitasi, adalah akibat destruksi jaringan yang hipersensitif yang merupakan bagian
dari respons imun penjamu. Karena sel efektor untuk kedua proses tersebut sama, maka tampilan
jaringan yang hipersensitif juga member sinyal tambahan kekebalan terhadap organisme.1

Gambar 1. 1 Patofisiologi Tuberkulosis. Sumber: Kumar V, Abbas AK,


Aster JC. Robbins Basic Pathology. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2015.

Begitu mycobacterium turunan virulen masuk ke dalam endosom makrofag (suatu proses
yang dimediasi oleh beberapa reseptor makrofag, termasuk reseptor manose makrofag dan
reseptor komplemen yang mengenali beberapa komponen dinding sel mycobacterium),
organisme tersebut mampu menghambat respons mikrobisida normal dengan cara mencegah fusi
lisosom dengan vakuol fagositik. Pencegahan formasi fagolisosom memungkinkan proliferasi
mycobacterium tanpa terdeteksi. Sehingga fase paling dini dari tuberculosis primer (pada 3
minggu pertama) pada pasien yang belum tersensitisasi yang ditandai oleh proliferasi basil di
dalam makrofag alveolus paru dan rongga udara, serta terjadi bakteremia yang selanjutnya
terjadi penyemaian pada berbagai tempat. Terlepas dari bakteremia, sebagian besar pasien pada
fase ini bersifat asimptomatik atau mengalami gejala mirip flu ringan.1

Susunan gen pasien mungkin memengaruhi perjalanan penyakit. Pada beberapa orang
dengan polimorfisme gen NRAMPI (natural resistance-associated macrophage protein I),
penyakit dapat berlanjut tanpa terbentuknya respons imun yang efektif. NRAMPI adalah protein
transport ion trans-membran yang ditemukan pada endosom dan lisosom yang dipercaya
berperan dalam membunuh mikroba.1

Perkembangan imunitas yang dimediasi sel yang terjadi sekitar 3 minggu pasca pajanan.
Antigen mycobacterium yang telah diproses mencapai aliran kelenjar getah bening dan
dipresentasikan ke sel T CD4+ oleh sel dendritik dan makrofag. Di bawah pengaruh IL-12 yang
disekresi makrofag, sel T CD4+ subset sel TH 1 diproduksi dan mampu mensekresi IFN-γ.1

IFN-γ yang dilepaskan oleh sel T CD4+ subset TF41 penting dalam mengaktifkan
makrofag. Makrofag yang teraktifkan akan melepas berbagai mediator dan meningkatkan
regulasi (upregulation) gen dengan efek downstream yang penting, termasuk (1) TNF, yang
bertanggung jawab untuk menarik monosit yang kemudian menjadi aktif dan berdiferensiasi
menjadi “histiosit epiteloid” yang merupakan ciri dari reaksi granulomatosa; (2) ekspresi gen
inducible nitric oxide synthase (iNOS) yang mengakibatkan peningkatan kadar nitrat pada
tempat infeksi dengan aktivitas antibakteria yang baik; dan (3) menghasilkan jenis oksigen
reaktif, yang mempunyai sifat antibakteri. Oksida nitrat adalah zat oksidator kuat yang
mendorong produksi nitrogen reaktif dan radikal bebas lain yang mampu melakukan destruksi
oksidatif pada beberapa komponen mycobacterium dan dinding sel hingga DNA nya.1

Infeksi dengan M. tuberculosis secara khas menimbulkan hipersensitivitas tipe lambat,


yang dapat dideteksi oleh uji tuberkulin (Mantoux). Hasil uji kulit tuberkulin yang positif
membuktikan adanya hipersensitivitas yang dimedia sel terhadap antigen tuberkulosis.1

Patofisiologi Efusi Pleura akibat Tuberkulosis

Efusi pleura TB terutama disebabkan oleh proses eksudasi. Angka kejadian efusi pleura
adalah 31% dari seluruh penderita TBC paru. Hipotesis terakhir mengenasi pathogenesis efusi
pleura TB adalah adanya fokus perkejuan di daerah subpleural yang pecah ke dalam rongga
pleura dalam 6-12 minggu setelah infeksi primer. Antigen mycobacterium tuberculosis yang
masuk ke dalam rongga pleura berinteraksi dengan sel-sel T, dan segera tersensitisasi oleh
mycobacterium tuberculosis tersebut. Hal ini menyebabkan reaksi hipersensitivitas tipe lambat
dan akumulasi cairan. Cairan tersebut umumnya eksudat, namun mungkin juga berupa cairan
serous dan biasanya mengandung kuman M. tuberculosis dalam jumlah kecil.2
Referensi:

1. Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins Basic Pathology. 9th ed. Philadelphia: Elsevier;
2015.
2. Jasaputra DK, Widjaja JT, Wargasetia TL, Makangira I. Deteksi Mycobacterium
Tuberculosis dengan Teknik PCR pada Efusi Pleura Penderita Tuberkulosis Paru. JKM.
Juli 2007; 7(1): Hal 1-14.

Anda mungkin juga menyukai