Anda di halaman 1dari 23

CASE STUDY

KESEHATAN SPIRITUAL
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikososial dan
Budaya Dalam Keperawatan

Dosen: Endang Pertiwiwati, Ns., M.Kes.


Disusun Oleh Kelompok 5

Cahya Mustika Putri 1910913220004


Dahlia 1710913220005
Dinda Amalia Sayyidi 1910913220010
Gusti Akhmad Riqi Pujianur 1910913210031
Khofifah Erga Salsabila 1910913120002
Nanda Sylira Putri 1910913220002
Pahmi Rahman 1910913310022
Puteri Romaisha Asy-Syaffa Azra An-Nizar 1910913220027
Rina Helmina 1710913320033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
202I
LEMBAR PENGESAHAN

Dosen Pengampu : Endang Pertiwiwati, Ns., M.Kes

Nama Kelompok : 5 (lima)

Cahya Mustika Putri 1910913220004


Dahlia 1710913220005
Dinda Amalia Sayyidi 1910913220010
Gusti Akhmad Riqi Pujianur 1910913210031
Khofifah Erga Salsabila 1910913120002
Nanda Sylira Putri 1910913220002
Pahmi Rahman 1910913310022
Puteri Romaisha Asy-Syaffa Azra An-Nizar 1910913220027
Rina Helmina 1710913320033

Banjarbaru, 4 Maret 2021

Endang Pertiwiwati, Ns., M.Kes.

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah case study mata kuliah Psikososial dan Budaya
Dalam Keperawatan.

Adapun makalah case study tentang “Kesehatan Spritual” ini telah kami
usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak,
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segilainnya. Oleh
Karena itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-
lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami
sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah case study tentang “Kesehatan
spritual” ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi
terhadap pembaca.

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB I ........................................................................................................... 1

KASUS ......................................................................................................... 1

BAB II .......................................................................................................... 2

PEMBAHASAN ........................................................................................... 2

1. Tn. Idris mengatakan “……. saya tidak terlalu religius.” Apakah itu artinya Tn.
Idris bukan orang yang beragama?............................................................ 2
2. Apakah perbedaan antara spiritualitas atau keyakinan spiritual, kepercayaan,
dan agama? .............................................................................................. 3
3. Berdasarkan kasus, data manakah yang menunjukkan bahwa Tn. Idris
mengalami distress spiritual? .................................................................... 4
4. Bagaimanakah perkembangan spiritual individu dalam setiap fase kehidupan
(bayi dan toddler, prasekolah, usia sekolah, dewasa, lansia)? .................... 6
5. Bagaimana penyakit mampu memengaruhi spiritualitas atau agama seseorang?
Apakah ada faktor lain yang dapat memengaruhi spiritualitas seseorang? . 9
6. Sebagai seorang perawat, apa yang mungkin Anda katakan kepada Tn. Idris
untuk menunjukkan bahwa Anda berempati dengan kondisinya? .............. 10
7. Proses keperawatan dan kesehatan spiritual: metode pengkajian kesehatan
spiritual yang perawat gunakan serta merencanakan tindakan keperawatan yang
sesuai ....................................................................................................... 12

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 18

A. Kesimpulan ....................................................................................... 18
B. Saran ................................................................................................. 18

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 19

iii
BAB I
KASUS

KASUS 1

Tn. Idris, 40 tahun, bercerai, dirawat dengan infark miokardial, agama Islam. Tn.
Idris sering tidak bisa tidur pada malam hari dan berkata kepada perawat yang
bertugas dinas malam “Apakah Anda sering mempertanyakan keberadaan
Tuhan?” Memahami bahwa pertanyaan ini mempunyai banyak arti bagi klien,
maka perawat mengajukan pertanyaan spesifik untuk menetapkan apakah klien
mempunyai kebutuhan spiritual yang tidak terpenuhi.
Dua hari kemudian, klien tetap tidak bisa tidur dan terus membahas tentang
Tuhan. Ketika harus masuk rumah sakit, Tn. Idris tidak bisa lagi aktif dalam
kegiatan agama dan mengikuti pengajian rutin seperti biasa. Ia berkata, “Ketika
saya berpikir tentang kematian dan tidak tahu apa yang terjadi setelah
kematian…, saya merasa sangat takut.” “Apakah orang lain juga merasakan hal
yang sama seperti saya?” “Mungkin Tuhan menghukum saya karena saya tidak
terlalu religius.” Tn. Idris ingin menggali keyakinan agamanya yang selama ini
tidak terlalu dihayatinya dan berkata ingin dikunjungi oleh pemuka agama Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

KASUS 1

Diskusikan mengenai:

1. Tn. Idris mengatakan “……. saya tidak terlalu religius.” Apakah itu
artinya Tn. Idris bukan orang yang beragama?

Menurut kami, Tn. Idris adalah orang yang mempunyai agama, hanya saja
mungkin karena pasien merasa belum maksimal dalam melakukan ibadahnya
sehingga merasa cemas dan merasa bahwa apa yang sedang dialami pasien
merupakan hukuman dari Tuhan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, telah
diwajibkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Kita terkadang tidak
menjalankan secara maksimal atau khusyuk karena sangat lemah iman, merasa
waktu kita terbatas dan bahkan menyalahkan situasi yang tidak mendukung
(Hidaayah,2018).

Terbatasnya informasi yang berkaitan dengan spiritualitas pasien dan


keluarga serta adanya pandangan yang berbeda dalam menafsirkan spiritualitas
dan religiusitas menjadikan kurang optimal dalam meningkatkan kesejahteraan
spiritual pasien (Ardian,2016). Permasalahan utama klien yang dirawat di rumah
sakit sangat rentan mengalami rasa cemas dan cenderung mengalami rasa tertekan
hingga depresi. Kondisi kritis ini dapat berpengaruh terhadap penurunan imunitas
tubuh meningkatkan penderitaan yang berdampak menurunnya proses adaptasi
dan penyembuhan penyakitnya (Hidaayah,2018).

Keterkaitan antara spiritualitas, kesehatan dan sakit yaitu keyakinan


spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat
kesehatan dan perilaku perawatan diri klien.Beberapa pengaruh dari keyakinan
spiritual sebagai berikut yaitu menuntun kebiasaan hidup sehari-hari, sumber
dukungan, sumber kekuatan dan penyembuhan, sumber konflik (Hidaayah,2018).

2
2. Apakah perbedaan antara spiritualitas atau keyakinan spiritual,
kepercayaan, dan agama?

Spiritualitas merupakan hubungan yang memiliki dua dimensi, yaitu


antara dirinya, orang lain dan lingkungannya, serta dirinya dengan Tuhannya.
Spiritualitas merupakan hubungan yang memiliki dimensi-dimensi yang berupaya
menjaga keharmonisan dan keselarasan dengan dunia luar, menghadapi stres
emosional, penyakit fisik dan kematian (Naftali, et al,2017). Beberapa individu
menggambarkan spiritualitas dalam pengalaman- pengalaman hidupnya seperti
adanya perasaan terhubung/transendental yang suci dan menentramkan, sebagaian
individu yang lain merasaan kedamaian saat berada di masjid, gereja, kuil atau
tempat suci lainnya (Ardian,2016).

Kepercayaan merupakan suatu sikap percaya akan kuasa Tuhan Yang


Maha Esa yang terdapat pada wilayah tertentu, tidak diketahui banyak orang dan
cenderung bersifat abstrak. Dengan selalu mengingat Tuhan dalam hidup akan
membuat seseorang merasa damai dan tentram (Naftali, et al,2017). Kemudian,
Religion/agama mengacu pada satu set berbagai keyakinan yang terorganisir
tentang hubungan antara alam dan aspek supranatural dari realitas, dan tentang
peran manusia dalam hubungan ini. Konsep religion memiliki narasi, simbol, dan
sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau untuk
menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dari keyakinan mereka
tentang alam semesta, sifat manusia, asal usul kejadian manusia dan sistem
moralitas, etika, hukum agama atau gaya hidup. Ada banyak agama di dunia,
diperkirakan lebih dari empat ribu agama ada di dunia, dan masing-masing agama
tersebut memiliki kitab suci, tempat-tempat suci, kegiatan ritual, khotbah,
peringatan, pemujaan dan pengorbanan. Agama juga mengatur perilaku yang
diharapkan dan terorganisir dengan rapi, memiliki tokoh-tokoh agama yang
dipatuhi, praktek agama juga dapat mencakup upacara dan pemakaman jenazah,
tata cara pernikahan, meditasi, doa, musik, seni, tari, layanan publik. Beberapa
agama mungkin muncul karena faktor kebudayaan dan karena aspek mythology
(Ardian,2016).

3
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara
spiritualitas atau keyakinan spiritual, kepercayaan, dan agama yaitu Spiritualitas
merupakan hubungan yang memiliki dua dimensi, yaitu antara dirinya, orang lain
dan lingkungannya, serta dirinya dengan Tuhannya. Kemudian Kepercayaan
merupakan sikap percaya kepada Tuhan atau suatu aliran kepercayaan yang ada
pada suatu wilayah, bersifat abstrak dan tidak memiliki kitab suci, ritual, tempat
ibadah dan lain-lain. Sedangkan Agama merupakan keyakinan yang memiliki
kitab suci, tempat-tempat suci, kegiatan ritual, khotbah, peringatan, pemujaan dan
pengorbanan. Di Indonesia hanya ada 6 agama yang sudah diakui.

3. Berdasarkan kasus, data manakah yang menunjukkan bahwa Tn. Idris


mengalami distress spiritual?

Distress spiritual adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami


gangguan atau kekacauan nilai dan keyakinan yang biasanya memberikan
kekuatan, harapan dan makna hidup. Menurut Herdman & Kamitsuru (2014)
dijelaskan bahwa distress spiritual merupakan suatu keadaan penderitaan yang
terkait dengan gangguan kemampuan untuk mengalami makna dalam hidup
melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, dunia atau alam dan kekuatan
yang lebih besar dari diri sendiri. Distress spiritual atau krisis spiritual terjadi
ketika seseorang tidak dapat menemukan makna dan tujuan hidup, harapan, cinta,
kedamaian atau kekeuatan dalam hidup mereka. Krisis ini bisa terjadi saat
seseorang mengalami ketiadaan hubungan dengan hidup, sesama, alam dan ketika
situasi hidup bertentangan dengan keyakinan yang dimilikinya (Naftali, A. R
dkk,2017)

Ciri-ciri khusus dari distress spiritual meliputi hal berikut: pertanyaan


tentang implikasi moral/etis dari aturan terapeutik, perasaan tidak bernilai,
kepahitan, penolakan, rasa salah dan rasa takut, mimpi buruk, gangguan tidur,
anorexia, keluhan somatis, pengungkapan konflik dalam batin atas kepercayaan
yang dihayati, ketidakmampuan dalam berpartisipasi dalam praktik keagamaan
yang biasa diikuti, mencari bantuan spiritual, mempertanyakan makna
penderitaan, mempertanyakan makna keberadaan/eksistensi manusia, amarah

4
pada Tuhan, kekacauan dalam Universitas Sumatera Utara 17 perasaan atau
perilaku (marah, menangis, menarik diri, cemas, apatis dan sebagainya), dan
untuk yang terakhir menghindari humor (Naftali, A. R dkk,2017)

Batasan karakteristik distress spiritual dibagi berdasarkan mayor dan


minor. Karakteristik mayor adalah karakteristik yang harus ada pada distress
spiritual yaitu klien mengalami suatu gangguan dalam sistem keyakinan. Batasan
karakteristik minor yaitu karakteristik yang mungkin ada pada klien dengan
distress yaitu (Carpenito, 2013) meliputi (Young, & Koopsen,2007):

1. Mempertanyakan makna kehidupan, kematian, dan penderitaan

2. Mempertanyakan kredibilitas terhadap sistem keyakinan

3. Mendemonstrasikan keputusan atau kekecewaan

4. Memilih untuk tidak melakukan ritual keagamaan yang biasa dilakukan

5. Mempunyai perasaan ambivalen (ragu) mengenai keyakinan

6. Mengungkapkan bahwa ia tidak mempunyai alasan untuk hidup

7. Merasakan perasaan kekosongan spiritual

8. Menunjukkan keterpisahan emosional dari diri sendiri dan orang lain

9. Menunjukkan kekhawatiran-marah, dendam, ketakutanmengenai arti


kehidupan, penderitaan, kematian

10. Meminta bantuan spiritual terhadap suatu gangguan dalam sistem keyakinan.

Berdasarkan pengertian serta batasan karakteristik diatas Tn Idris


mengalami distress spritual, dimana Tn. Idris pertama mempertanyakan
kredebilitas keyakinannya dimana Tn Idris mengatakan “Apakah Anda sering
mempertanyakan keberadaan Tuhan?”. 2 hari kemudian kondisi Tn Idris tetap
menunjukkan bahwa dia menderita distress spritual dimana dia mulai menanyakan
makna dari kehidupan dan kematian serta menunjukkan ketakutan akan
kematiannya terlihat dari perkataannya “Ketika saya berpikir tentang kematian

5
dan tidak tahu apa yang terjadi setelah kematian…, saya merasa sangat takut.”
“Apakah orang lain juga merasakan hal yang sama seperti saya?”

4. Bagaimanakah perkembangan spiritual individu dalam setiap fase


kehidupan (bayi dan toddler, prasekolah, usia sekolah, dewasa, lansia)?

Perkembangan Spiritual James Fowler

James Fowler mempelajari teori Jean Piaget, Erick Erickson, dan


Lawrence Kohlberg. Dari studinya ia memulai risetnya sendiri tentang
perkembangan spritual. Fowler telah membuat studi tentang spiritual ini sebagai
fokus pekerjaan hidupnya. Ketika ia memeriksa proses perkembangan spiritual, ia
mengenali karakteristik proses yang umum di antara orang-orang dari berbagai
agama, termasuk Kristen, Yudaisme, Islam, dan humanism sekuler. Fowler
memeriksa spiritual anak-anak, orang muda, dan orang dewasa dan mengenali
perubahan khusus dalam iman ketika ia berkembang. Fowler menawarkan definisi
tiga bagian dari iman. Pandangan Fowler tentang spiritual adalah bahwa spiritual
adalah: pola dinamis dari keyakinan pribadi terhadap dan kesetiaan kepada satu
pusat atau pusat-pusat nilai, melibatkan keyakinan terhadap dan kesetiaan kepada
gambargambar dan realitas kuasa, dan melibatkan keyakinan terhadap dan
kesetiaan kepada kisah utama atau kisah inti yang sama. Lebih lanjut, Fowler juga
menyatakan bahwa keyakinan dan kesetiaan adalah dasar dan tanpa iman
kehidupan manusia menjadi kosong dan tidak berarti.

James Fowler mengajukan sebuah teori perkembangan religius yang


berfokus pada motivasi untuk menemukan makna hidup, baik di dalam maupun di
luar konteks agama. Fowler mengajukan enam tahap perkembangan iman yang
berkaitan dengan teori perkembangan Erikson, Piaget, & Kohlberg.

Tahap 1 Tahap intuitif-proyektif atau intuitive-projective faith (masa


kanak-kanak awal).

Setelah bayi belajar mempercayai pengasuhnya, mereka menemukan


gambaran intuitifnya sendiri mengenai apa yang baik dan apa yang jahat. Ketika
anak-anak mulai memasuki tahap praoperasional menurut Piaget, dunia kognitif

6
mereka mulai terbuka terhadap berbagai kemungkinan baru. Benar dan salah
dilihat menurut konsekuensi bagi dirinya. Anak-anak mulai percaya akan adanya
malaikat dan hal-hal gaib.

Tahap 2 Tahap mistis-literalatau mythicalliteral faith (masa kanak-


kanak pertengahan dan akhir).

Ketika anak-anak mulai memasuki tahap operasional konkret menurut


Piaget, mereka mulai bernalar secara lebih logis, konkret, namun tidak abstrak.
Mereka memandang dunia secara lebih teratur. Anak-anak usia sekolah
menginterpretasikan kisah-kisah religius secara literalis, dan pandangan mereka
mengenai Tuhan sangat menyerupai gambaran mereka mengenai orang tua yang
memberikan ahdiah untuk kebaikan yang dilakukan dan memberikan hukuman
untuk keburukan yang dilakukan. Pandangan mengenai kebenaran sering kali
ditinjau berdasarkan pertukaran yang adil.

Tahap 3. Tahap sintesis-konvensionalatau synthetic-conventional faith


(transisi antara masa kanak-kanak dan remaja, remaja awal).

Sekarang remaja mulai mengembangkan pemikiran operasional formal


(tahap tertinggi menurut Piaget) dan mulai mengintegrasikan hal-hal yang pernah
dipelajari mengenai agama ke dalam suatu sistem keyakinan yang koheren.
Menurut Fowler, meskipun spiritual sintetis-konvensional lebih abstrak
dibandingkan dua tahap sebelumnya, remaja muda masih cenderung patuh
terhadap keyakinan religius orang-orang lain (sebagaimana yang dinyatakan
dalam tahap moralitas konvensional menurut Kohlberg) dan belum mampu
menganalisis ideology alternative secara memadai. Benar salahnya perilaku
seseorang ditinjau menurut apakah perilaku itu membahayakan relasi atau apa
yang akan dikatakan oleh orang lain. Menurut Fowler, sebagian besar orang
dewasa terpaku pada tahap ini dan tidak pernah beralih ke tahap yang lebih tinggi
dalam perkembangan religiusnya. spiritual remaja sering kali melibatkan sebuah
relasi pribadi dengan Tuhan. Tuhan dipandang sebagai sosok yang “selalu hadir
untukku.”

7
Tahap 4. Iman individuatif-reflektif atau individuative-reflectivefaith
(transisi antara masa remaja dan masa dewasa, dewasa awal).

Menurut Fowler, di tahap ini untuk pertama kalinya individu mampu


sepenuhnya bertanggung jawab terhadap keyakinan religiusnya. Tahap ini sering
kali didahului oleh pengalaman meninggalkan-rumah, di mana orang muda mulai
bertanggung jawab terhadap kehidupannya sendiri dan mereka harus memperluas
usahanya untuk mengikuti rangkaian hidup tertentu. Individu mulai dihadapkan
pada keputusa keputusan seperti: “Apakah saya sebaiknya mendahulukan
kepentingan saya sendiri, atau sebaiknya saya mempertimbangkan kesejahteraan
orang lain terlebih dahulu?” “Apakah doktrin agama yang diajarkan kepada saya
itu bersifat mutlak atau relative sesuai dengan keyakinan saya?” Menurut Fowler,
pemikiran dan intelektual operasional formal yang menantang nilainilai dan
ideology religius individu yang sering kali muncul di kampus, merupakan hal
yang penting untuk mengembangkan iman individiatif-reflektif.

Tahap 5. Iman konjungtif atau conjunctivefaith (masa dewasa


pertengahan).

Menurut Fowler, jumlah orang dewasa yang memasuki tahap ini hanya
sedikit. Tahap ini lebih terbuka terhadap paradox dan mengandung berbagai sudut
pandang yang saling bertolak-belakang Keterbukaan ini beranjak dari kesadaran
seseorang mengenai keterbatasan mereka. Salah seorang perempuan yang berada
di tahap ini mengungkapkan pemahaman religius yang kompleks sebagai berikut,
“Tidak peduli apakah kamu menyebutnya sebagai Tuhan atau Yesus atau Aliran
Kosmik atau Realitas atau Cinta, tidak peduli bagaimana Anda menyebutnya, Ia
ada”

Tahap 6. Iman universal atau universal faith (masa dewasa


pertengahan tau masa dewasa akhir).

Menurut Fowler, tahap tertinggi dari perkembangan religius melibatkan


transendensi dari sistem keyakinan tertentu untuk mencapai penghayatan kesatuan
dengan semua keberadaan dan komitmen untuk mengatasi berbagai rintangan

8
yang memecahbelah orang-orang di planet ini. Peristiwa-peristiwa yang
menimbulkan konflik tidak lagi dipandang sebagai paradoks. Menurut Fowler,
hanya sangat sedikit orang yang berhasil mencapai tahap perkembangan iman
yang tertinggi ini. Tiga orang yang menurut Fowler berhasil mencapai tahap ini
adalah Mahatma Gandhi, Martin Luther King, Jr., dan Bunda Teresa (Carpenito,
L. J. 2013).

5. Bagaimana penyakit mampu memengaruhi spiritualitas atau agama


seseorang? Apakah ada faktor lain yang dapat memengaruhi spiritualitas
seseorang?

Seseorang yang mengalami penderitaan, stres berat atau penyakit kronis,


ketika ia telah berusaha maksimal dan tidak memperoleh hasil optimal dari
usahanya, maka dia akan mencari kenyamanan dan kekuatan dari Tuhan. Mc
Cance pada tahun1994 menjelaskan tentang keterkaitan antara kondisi stres dan
kejadian penyakit. Jay Quinlan, 2002 menyatakan bahwa apabila bagian tubuh
tertentu disentuh, akan menyangkut tubuh secara keseluruhan dan menghadirkan
berbagai kondisi mental dan emosional. Ketidakseimbangan spiritual (spirituality
disequilibrium) adalah sebuah kekacauan jiwa yang terjadi ketika kepercayaan
yang dipegang teguh tergoncang hebat. Kekacauan ini seringkali muncul ketika
penyakit yang mengancam hidup berhasil didiagnosis. Seringkali permasalahan
yang muncul pada klien ketika mengalami suatu kondisi dengan penyakit tertentu
(misalnya penyakit fisik) mengakibatkan terjadinya masalah psikososial dan
spiritual. Ketika klien mengalami penyakit, kehilangan dan stress, kekuatan
spiritual dapat membantu individu tersebut menuju penyembuhan dan
terpenuhinya tujuan dengan atau melalui pemenuhan kebutuhan spiritual. Respon
psikologis ini juga dipengaruhi oleh kondisi sosial dan spiritual seseorang. Oleh
karena itu, setiap petugas kesehatan dalam membantu mengatasi permasalahan
klien akibat penyakitnya, diharapkan dapat melakukan asuhan keperawatan secara
holistic (Saputra, D. S,2018)

6. Sebagai seorang perawat, apa yang mungkin Anda katakan kepada Tn.
Idris untuk menunjukkan bahwa Anda berempati dengan kondisinya?

9
Empati merupakan kemampuan menempatkan diri ke dalam diri orang lain
untuk memahami pandangan dan perasaan orang tersebut, sesuai dengan latar
belakang pendidikan, sosial, budaya, agama, ekonomi, etnik dan lain-lain.
Perasaan iba merupakan sesuatu yang penting untuk membantu kondisi pasien
dalam masa akut maupun kronis. Compassion care terdiri atas empat kriteria
essensial, antara lain (Yusuf, A dkk, 2016):
1. Hubungan berbasis empati, dukungan emosional, upaya untuk memahami
dan meringankan penderitaan pasien
2. Komunikasi yang efektif dalam interaksi dari waktu ke waktu
3. Menghormati dan memfasilitasi pasien dan keluarga dalam keputusan dan
pelayanan
4. Memandang pasien sebagai individu dengan hubungan di rumah dan di
masyarakat.
Enam tingkat empati yang dikodekan dalam suatu sistem menurut Bylund (The
Empathy Communication Coding System (ECCS) Levels), antara lain:

1. Level 0 Kita menolak sudut pandang pasien, mengacuhkan pendapat


pasien, membuat pernyataan yang tidak menyetujui pendapat pasien
seperti : “Kalau stress ya, mengapa datang ke sini?” atau “Ya, lebih baik
operasi saja sekarang.”
2. Level 1 Kita mengenali sudut pandang pasien, tapi kita mengerjakan hal
lain seperti menulis, membalikkan badan menyiapkan alat dan lain-lain.
3. Level 2 Kita mengenali sudut pandang pasien secara implicit. Pasien,
“Pusing saya ini membuat saya sulit bekerja” Sus, “Ya...? Bagaimana
bisnis Anda akhir-akhir ini?”
4. Level 3 Kita menghargai pendapat pasien, seperti : “Anda bilang Anda
sangat stres datang ke sini? Apa Anda mau menceritakan lebih jauh apa
yang membuat Anda stres?”
5. Level 4 Kita mengkonfirmasi kepada pasien, seperti : “Anda sepertinya
sangat sibuk, saya mengerti seberapa besar usaha Anda untuk
menyempatkan berolah raga”

10
6. Level 5 Kita berbagi perasaan dan pengalaman (sharing feelings and
experience) dengan pasien, seperti : “Ya, saya mengerti hal ini dapat
mengkhawatirkan Anda berdua. Beberapa pasien pernah mengalami aborsi
spontan, kemudian setelah kehamilan berikutnya mereka sangat, sangat,
khawatir”.

Respon empati yang dapat diaplikasikan dalam praktik kedokteran, antara lain :

1. Name the emotion (menyatakan emosi) “tampaknya sangat mengganggu


bapak”
2. Understand the emotion (memahami emosi)“saya memahami nyeri
tersebut pasti menyakitkan bapak”
3. Respect (praise) the patient (memuji pasien) “saya sangat terkesan bapak
bisa menjalani pengobatan selama ini dan menderita sakit tersebut”
4. Support the patient (mendukung pasien) “saya dan tim akan membantu
bapak mengatasi sakit kepala”
5. Explore the emotion (mendalami emosi pasien) “mohon dijelaskan bagian
sakit kepala ini yg menganggu bapak”
7. Proses keperawatan dan kesehatan spiritual: metode pengkajian
kesehatan spiritual yang perawat gunakan serta merencanakan tindakan
keperawatan yang sesuai.
Kebutuhan spiritual merupakan kebutuhan dasar yang dibutuhkan
seoarang pasien untuk membantu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha
Esa sebagai Sang Pencipta. Dalam proses keperawatannya, seorang perawat
merupakan orang pertama yang secara konsisten selama 24 jam menjalin
kontrak dengan pasien yang berperan dalam memberikan pemenuhan
kebutuhan spiritual bagi pasien (Hamid, 2008).
Asuhan keperawatan berbasis spiritual (Hamid, 2008):
1. Pengkajian Umum
Berdasarkan kasus, seorang perawat melakukan pengkajian pada pasien
Dan didapatkan data sebagai berikut:
Nama : Tn. Idris

11
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 40 Tahun
Agama : Islam

Keluhan saat ini : Pasien sering tidak bisa tidur pada malam hari dan
berkata kepada perawat yang bertugas dinas malam “Apakah Anda sering
mempertanyakan keberadaan Tuhan?” 2 hari kemudian, klien tetap tidak bisa
tidur dan terus membahas tentang Tuhan. Ia berkata, “Ketika saya berpikir
tentang kematian dan tidak tahu apa yang terjadi setelah kematian…, saya
merasa sangat takut.” “Apakah orang lain juga merasakan hal yang sama
seperti saya?” “Mungkin Tuhan menghukum saya karena saya tidak terlalu
religius.”

2. Pengkajian Spiritual

Berkaca dari kasus kita dapat mengajukan pertanyaan seperti


“Bapak..bagaimana perasaanya saat ini apakah bapak ada yang bisa saya
bantu?” ini adalah salah satu pertanyaan yang dapat digunakan untuk melihat
kemana orientasi persepsi pasien apakah orientasinya kepada pola kesehatan
yang baik seperti “Iyaa Suss.. Saya hanya tidak bisa tidur. Dan ini emebuat
saya makin lama di sini karna tidak sembuh-sembuh”. Ataukah kepada hal
yang bersifat spiritual seperti “Ketika saya berpikir tentang kematian dan tidak
tahu apa yang terjadi setelah kematian…, saya merasa sangat takut.” “Apakah
orang lain juga merasakan hal yang sama seperti saya?” “Mungkin Tuhan
menghukum saya karena saya tidak terlalu religius.” Pada dasarnya informasi
awal yang perlu digali adalah:

a. Alifiasi Nilai
• Partisipasi klien dalam kegiatan agama apakah dilakukan secara aktif
atau tidak
• Jenis partisipasi dalam kegiatan agama (misalkan yasinan rutin antar
RT/RW)
b. Keyakinan Agama dan Spititual

12
• Praktik kesehatan : diet, mencari dan menerima ritual atau upacara
agama
• Strategi koping

Pertanyaan yang dapat diajukan untuk mengetahui pola spiritual seseorang seperti:

• Apakah agama atau Tuhan merupakan hal penting dalam kehidupan


bapak?
• Kepada siapa Bapak biasanya meminta bantuan?
• Apakah Bapak merasa kepercayaan (Agama) membantu Bapak?
• Apakah sakit yang Bapak derita membuat Bapak merubah kepercayaan
Bapak terhadap Tuhan?
3. Diagnosa Keperawatan
Distress spiritual anxietas yang berhubungan dengan kepedulian tentang
hubungan dengan Tuhannya di mana investasikan melalui pembicaraan
klien.
Hasil yang diharapkan Sebelum pulang ke rumah klien akan:
1. Mengidentifikasi keyakinan agamanya
2. Menyatukan kehidupan dengan keberadaan tuhan
3. Mengungkapkan bahwa keyakinan spiritual telah menjadi sumber
kekuatan dan kedamaian bukan sebagai sumber kecemasan
4. Tidur lelap selama 6 jam tanpa gangguan

13
Intervensi Keperawatan Rasional Evaluasi
Bantu klien untuk: Pengalaman hidup Sebagai tujuan tercapai.
1. Mengidentifikasi mungkin mengancam klien menyatakan
keyakinan spiritual keyakinan agama yang bahwa ia mempunyai
yang dimilikinya tidak dapat diatasi konsep yang jelas
ketika masih kanak- ketika masih kanak- tentang Tuhan dan
kanak dan akar dari kanak. tidak lagi merasa tidak
keyakinan tersebut. akan ditolak oleh
2. mengevaluasi Tuhan karena telah
keyakinan tersebut mengabaikan Tuhan
dalam bentuk untuk waktu yang
pengalaman hidupnya. cukup lama, tetapi juga
3. Menegaskan kembali, merasa bahwa masih
modifikasi, atau tolak banyak lagi yang harus
keyakinan tersebut atau dipelajarinya.
Bina keyakinan
spiritual yang baru
(jika diperlukan).
Intervensi Keperawatan Rasional Evaluasi
Bantu klien mengkaji Karena keyakinan
Apakah keyakinan spiritual
spiritual yang baru dapat memberi
menambah semangat pengaruh positif (life-
atau mengingkari dan affirming) dan negatif
seberapa jauh (life-denying), individu
keyakinan tersebut seharusnya mempunyai
memenuhi kebutuhan kriteria yang digunakan
klien untuk ketika mengevaluasi
mendapatkan arti dan keyakinan mereka.

14
mencapai tujuan
hidupnya, mencintai,
keterikatan, dan
mengampuni,
Klien mungkin
Rujuk lain kepada merasakan
pemuka agama untuk manfaat berbicara
mendapatkan bantuan dengan pemuka agama.
sebagai mana
diperlukan
Jelaskan kepada klien Gambaran tentang Tuhan Tujuan terpenuhi.
bahwa banyak orang yang kokoh dan siap "Pemuka
yang dalam kehidupan untuk menghukum agama sangat
sehari-harinya lupa orang yang berdosa membantu saya Andai
tentang Tuhan dan ada dapat menimbulkan di saja saya sudah
yang meyakini bahwa stres spiritual dalam berbicara dengannya
Tuhan menggunakan klien. beberapa waktu yang
penyakit stresor lain lalu, saya tidak perlu
untuk mengingatkan merasa bersalah
manusia agar kembali dengan perceraian
pada keyakinan saya. Saya tadinya
spritualnya. mengira Tuhan tidak
Rujuk lain kepada Rasa bersalah sering kali akan pernah
pemuka agama untuk menghambat orang mengampuni saya.
membantu klien untuk mendapatkan Sekarang saya merasa
mengatasi rasa maaf dan pengampunan sangat tenang
bersalah (jika yang diinginkannya.
diekspresikan lain).
Intervensi Keperawatan Rasional Evaluasi
Komunikasikan kepada Banyak orang

15
klien pentingnya bagi mempunyai
manusia untuk harapan yang tidak
menerima diri mereka realistik.
sendiri dengan semua
kekuatan dan
kelemahan yang
dimilikinya.
Anjurkan klien untuk Garis besar peran Tujuan tercapai."baik
membandingkan peran keyakinan spiritual baik sekali mampu
keyakinan spiritual yang positif maupun merasakan perasaan
dalam kehidupan negatif akan sangat tentram damai tentang
sebelumnya selama menentukan titik ini apapun yang akan
dan sesudah dirawat di dapat memotivasi klien terjadi kelak. " saya
rumah sakit untuk terus mencari merasa cemas pulang
ketika ia mengkaji ke rumah menyadari
pengalaman sekarang. banyak sekali yang
ingin saya lakukan
dengan bantuan Tuhan
sepulang Saya dari
rumah sakit.
Perawat dinas malam pada Pengawasan perawat Tujuan tercapai klien
awal jam dinasnya terhadap klien pada jam semalam tidur dari
memeriksa klien untuk tidur untuk memastikan tengah malam hingga
memastikan bahwa faktor lain yang pukul jam 6.
klien merasa nyaman memungkinkan
dan siap untuk tidur. mengganggu tidur
Yakinkan klien untuk klien.
tidur" Saran yang meyakinkan
Saya yakin, pada saat mempunyai efek
saya kembali lagi ke terapeutik terhadap

16
sini anda sudah intervensi lain.
tertidur. " Dengan menurunnya
Jika masih ada gangguan Ansietas spiritual,
tidur cobalah untuk kemampuan untuk tidur
melakukan latihan akan meningkat, jika
relaksasi atau imajinasi tetap terganggu perawat
terbimbing (guided perlu menggali dan
imagery). melakukan intervensi
terhadap faktor lain.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Permasalahan utama klien yang dirawat di rumah sakit sangat
rentan mengalami rasa cemas dan cenderung mengalami rasa tertekan
hingga depresi. Kondisi kritis ini dapat berpengaruh terhadap penurunan
imunitas tubuh yang kemudian meningkatkan penderitaan yang berdampak
menurunnya proses adaptasi dan penyembuhan penyakitnya.

Spiritualitas merupakan hubungan yang memiliki dua


dimensi, yaitu antara dirinya, orang lain dan lingkungannya, serta dirinya
dengan Tuhannya. Kemudian, Religion/agama mengacu pada satu set
berbagai keyakinan yang terorganisir tentang hubungan antara alam dan
aspek supranatural dari realitas, dan tentang peran manusia dalam
hubungan ini.

Distress spiritual adalah suatu keadaan dimana seseorang


mengalami gangguan atau kekacauan nilai dan keyakinan yang biasanya
memberikan kekuatan, harapan dan makna hidup. Ciri-ciri khusus dari
distress spiritual meliputi banyak hal diantaranya: pertanyaan tentang
implikasi moral/etis dari aturan terapeutik, perasaan tidak bernilai,
kepahitan, penolakan dll.

B. Saran
Perlu banyak pembelajaran tentang spiritualitas karena spiritual
sangat penting bagi manusia dalam berbagai hal. Dalam ilmu kesehatan
juga perlu ditingkatkan agar seorang tenaga kesehatan tidak salah
mengambil sikap atau tindakan dalam menghadapi klien dengan gangguan
spiritualitas. Perhatian spiritualitas dapat menjadi dorongan yang kuat bagi
klien kearah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan
perhatian spiritualitas. Untuk itu seorang perawat tidak boleh
mangesampingkan masalah spiritualitas klien.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Hidaayah, N. (2018). Terapi Psikoreligi Dalam Meningkatkan


Kesehatan Pasien. Journal of Health Sciences, 11(1).
2. Ardian, I. (2016). Konsep spiritualitas dan religiusitas (spiritual and
religion) dalam konteks keperawatan pasien diabetes mellitus tipe
2. Jurnal keperawatan dan pemikiran Ilmiah, 2(5), 1-9.
3. Naftali, A. R., Ranimpi, Y. Y., & Anwar, M. A. (2017). Kesehatan
spiritual dan kesiapan lansia dalam menghadapi kematian. Buletin
Psikologi, 25(2), 124-135.
4. Young, & Koopsen. (2007). Spritualitas, kesehatan dan penyembuhan.
Medan: Bina Media Perintis
5. Carpenito, L. J. (2013). Diagnosa Keperawatan : Aplikasi pada Praktek
Klinik (Terjemahan). Edisi 6. Jakarta: EGC.
6. Saputra, D. S. (2018). Perkembangan spiritual remaja sma dharma
putra. Jurnal Psikologi Volume 15, 16(9), 64 of 67.
7. Yusuf, A., Nihayati, H. E., Iswari, M. F., & Okviansanti, F. (2016).
Kebutuhan spiritual: konsep dan aplikasi dalam asuhan keperawatan.
Buku Referensi, 1-316.
8. Harahap, M. A., & Graharti, R. (2018). Teknik dan Peran Empati
dalam Praktik Kedokteran. Jurnal Medula, 8(1), 102-107

19

Anda mungkin juga menyukai