Anda di halaman 1dari 22

CASE STUDY

KONSEP DIRI
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikososial dan
Budaya Dalam Keperawatan

Dosen: Endang Pertiwiwati, Ns., M.Kes.


Disusun Oleh Kelompok 6

Ani Rasyidah 1910913320026


Ario Prawiro Harjono 1910913210017
Desty Kartika Atni 1910913220009
Hendita Ristania 1910913320017
Iriana Contesa 1910913320009
Laila Munada 1910913320002
Muhammad Adam Lamattappa 1910913110003
Nurul Izatil Hasanah 1910913320025
Zahratul Zannah 1910913120012

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
202I
LEMBAR PENGESAHAN

Dosen Pengampu : Endang Pertiwiwati, Ns., M.Kes.


Nama : Ani Rasyidah 1910913320026
Ario Prawiro Harjono 1910913210017
Desty Kartika Atni 1910913220009
Hendita Ristania 1910913320017
Iriana Contesa 1910913320009
Laila Munada 1910913320002
Muhammad Adam Lamattappa 1910913110003
Nurul Izatil Hasanah 1910913320025
Zahratul Zannah 1910913120012

Banjarbaru, 26 Februari 2021

Endang Pertiwiwati, Ns., M.Kes.

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga Makalah
Case Study Konsep Diri untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikososial dan
Budaya Dalam Keperawatan ini dapat selesai tepat dengan waktu. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Ibu Endang
Pertiwiwati, Ns., M.Kes.S pada mata kuliah Psikososial dan Budaya Dalam
Keperawatan.

Terimakasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi


dengan memberikan ide-idenya sehingga Makalah ini dapat tersusun dengan baik
dan rapi. Kami menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun
demi terciptanya Makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I KASUS ........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 2
A. Konsep Diri .................................................................................................. 2
B. Komponen Konsep Diri ............................................................................... 2
1. Citra Tubuh (Body Image) ........................................................................ 2
2. Ideal Diri (Ideal Self) ............................................................................... 3
3. Harga Diri (Self Esteem) .......................................................................... 4
4. Performa Peran (Role Performance) ........................................................ 5
5. Identitas Personal (Personal Identity) ....................................................... 5
C. Perkembangan Konsep Diri ......................................................................... 8
D. Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri .................................................... 10
1. Pola asuh orang tua ................................................................................. 10
2. Teman sebaya ......................................................................................... 10
3. Peranan penampilan fisik ....................................................................... 10
4. Peranan harga diri ................................................................................... 11
E. Proses Keperawatan dan Konsep Diri ........................................................ 11
1. Pengkajian .............................................................................................. 11
2. Diagnosis Keperawatan .......................................................................... 13
3. Intervensi Keperawatan untuk meningkatkan konsep diri ..................... 13
4. Implementasi .......................................................................................... 16
5. Evaluasi .................................................................................................. 16
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 18

iii
BAB I KASUS

Andri, 20 tahun, mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi di Banjarmasin,


mengalami kecelakaan lalu lintas 3 hari yang lalu. Akibat kecelakaan tersebut
Andri harus menjalani amputasi pada kaki kirinya. Ibu Andri terus menemaninya
selama berada di rumah sakit dan selalu memberikan dukungan. Ayah Andri
jarang berada di rumah sakit karena belum percaya dengan kejadian yang
menimpa putranya. Andri adalah seorang mahasiswa yang berprestasi, ia adalah
kapten tim basket di Fakultasnya dan bulan depan Andri dijadwalkan untuk
mengikuti kompetisi basket tingkat nasional yang selama ini ia impikan.

Kondisi Andri saat ini sudah mulai stabil dan ia direncanakan menjalani program
rehabilitasi. Dokter juga merencanakan akan memasang kaki prostetik pada Andri.
Anda adalah seorang perawat yang merawat Andri dan hari ini Anda melakukan
tindakan perawatan luka amputasi. Selama tindakan, Andri tidak mau melihat
bagian kakinya yang terluka dan menolak untuk mendiskusikan program
rehabilitasi yang akan ia jalani. Ibu Andri juga mengatakan kepada Anda bahwa
putranya menjadi pemurung dan tidak banyak bicara.

1
BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Diri
Konsep diri merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu self schema.
Istilah dalam psikologi memiliki dua arti yaitu sikap dan perasaan seseorang
terhadap dirinya sendiri dan sesuatu keselurhan proses psikologi yang menguasai
tingkah laku dan penyesuaian diri (Suryabrata, 1982).
Konsep diri adalah pemahaman tentang diri sendiri yang timbul akibat
interaksi dengan orang lain. Konsep diri merupakan faktor yang menentukan
(determinan) dalam komunikasi kita dengan orang lain. Konsep diri adalah
pandangan dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini bisa bersifat
psikologis, sosial dan fisik (Widiarti, 2017).
Kebanyakan ahli-ahi tentang diri setuju, bahwa konsep diri secara jelas dapat
terdiferensiasikan dan terstruktur, yang merupakan suatu keseluruhan yang stabil.
Sepanjang kehidupan, konsep diri berkembang dan berubah secara berkelanjutan,
meskipun sulit untuk membedakan antara perkembangan dan perubahan konsep
diri. Struktur diri berkembang dan berubah seiring waktu (Widiarti, 2017).

B. Komponen Konsep Diri


1. Citra Tubuh (Body Image)
Citra tubuh adalah seperangkat sikap seseorang terhadap tubuhnya secara
sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran,
bentuk, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh saat ini dan di masa lalu yang
secara berkesinambungan dimodifikasi dengan pengalaman baru setiap individu.
Konsep individu mengenai tubuhnya adalah inti dari konsep diri seseorang.
Tubuh yang dimiliki individu merupakan bagian terbesar dari “diri” individu dan
yang dapat terlihat secara langsung. Berbagai studi dan riset membuktikan bahwa
terdapat hubungan yang erat antara citra tubuh individu dengan konsep diri
individu. Di dalam cara individu memandang tubuhnya, individu menunjukkan
hal-hal yang merupakan perasaan, kecemasan, serta nilai-nilai personal yang
dimiliki oleh individu (Yusuf et al., 2015).

2
Citra tubuh individu berkembang sesuai dengan tahapan usia. Pakaian,
mainan, perkakas, dan barang-barang pribadi mencerminkan cara individu
memandang dan memperlakukan dirinya. Individu mempergunakan hal-hal yang
ada di sekitar tubuhnya untuk memahami dirinya sendiri. Begitu pula dengan
jabatan dan harta kekayaan yang dimiliki oleh individu memiliki fungsi yang
sama, yaitu dipergunakan oleh individu untuk dapat memahami dan menjelaskan
dirinya sendiri. Citra tubuh adalah gambaran mental individu dan penilaian
terhadap tubuhnya sendiri serta merupakan bagian integral dari konsep diri. Citra
tubuh umumnya dibentuk dengan membandingkan nilai fisik dengan standar
keindahan dari suatu kebudayaan. Oleh sebab itu, citra diri yang berkembang
pada suatu masyarakat bisa berbeda dari masyarakat di kebudayaan yang berbeda.
Saat gambaran diri yang sesungguhnya mendekati citra tubuh yang ideal, individu
akan merasakan penerimaan yang positif terhadap dirinya sendiri (Yusuf et al.,
2015).

2. Ideal Diri (Ideal Self)


Ideal diri adalah persepsi individu mengenai bagaimana dirinya seharusnya
berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan dan penilaian individu terhadap
dirinya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ideal diri seseorang, antara lain
sebagai berikut:
a) Kecenderungan individu dalam menetapkan harapan pada batas
kemampuannya
b) Budaya
c) Ambisi dan keinginan untuk berhasil
d) Keinginan untuk mengklaim dirinya
e) Kebutuhan yang realistis
f) Keinginan untuk mengindari kegagalan
g) Perasaan cemas dan rendah diri Agar mampu berfungsi dan
mendemonstrasikan kesesuaian antara pencapaian prestasi yang
sebenarnya dengan ideal diri, individu hendaknya menetapkan ideal diri
yang terlalu jauh lebih tinggi daripada kemampuannya. Akan tetapi ideal
diri harus ditetapkan lebih tinggi daripada batas kemampuan individu,

3
agar hal ini tetap menjadi pendorong dan memungkinkan untuk dicapai
(Yusuf et al., 2015).

3. Harga Diri (Self Esteem)


Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan
menganalisis seberapa jauh kesesuaian ataupun penyimpangan perilaku dari ideal
diri. Harga diri (self worth) sebagai perasaan bahwa diri itu penting dan
efektifserta melibatkan kesadaran diri. Harga diri berkaitan dengan apa yang
seseorang rasakan terhadap dirinya sendiri. Dua hal yang merupakan sumber
harga diri individu adalah penilaian dari diri sendiri dan orang lain. Harga diri
berkembang pesat semasa kanak-kanak dan cenderung bersifat stabil ketika telah
memasuki usia dewasa. Coopersmith (1967) dalam Craven & Hirnle (2009)
mengungkapkan bahan baku pertama dari harga diri yang tinggi adalah
penerimaan orangtua, harapan yang jelas, batasan-batasan yang jelas, dan
kebebasan individu untuk dapat mengekspresikan pendapatnya (Yusuf et al.,
2015).
Berikut kriteria yang mendasari penilaian diri individu terhadap dirinya
menurut:
a) Power: Kemampuan untuk mempengaruhi orang maupun peristiwa, yaitu
perasaan dimana opini pribadi individu diperhitungkan dan didengarkan.
b) Meaning: Perasaan berharga dan memiliki kualitas, saat dimana
keberadaan individu dirasa penting oleh orang lain
c) Competence:Kemampuan individu untuk mencapai tujuan pribadi atau
kesuksesan pribadi.
d) Virtue: Perilaku individu selalu sesuai dengan nilai-nilai pribadi individu
yang didasarkan pada standar moral yang berlaku di masyarakat (Yusuf et
al., 2015).

Perilaku yang muncul terkait harga diri yang rendah (Yusuf et al., 2015):
a) Kritik (negatif) terhadap diri sendiri dan orang lain
b) Penurunan produktivitas
c) Self-destructive

4
d) Merasa bersalah dan kuatir
e) Menunda-nunda dalam mengambil keputusan
f) Menolak merasakan kepuasan terhadap diri sendiri
g) Hubungan yang tidak stabil dengan orang lain
h) Menghindari/menolak kenyataan
i) Perilaku destruktif lainnya.

Semakin besar ketidaksesuaian akan gambaran diri yang sebenarnya dengan


gambaran tentang seharusnya ia menjadi apa atau dapat menjadi apa (ideal diri),
akan menjadikan rasa harga diri individu semakin rendah. Individu yang hidup
sesuai dengan standar dan harapanharapan untuk dirinya sendiri; yang menyukai
siapa dirinya, apa yang sedang ia kerjakan, akan ke mana ia pergi; akan memiliki
rasa harga diri yang tinggi. Sebaliknya, individu yang hidup terlalu jauh dari
standar dan harapan-harapannya akan memiliki rasa harga diri yang rendah
(Yusuf et al., 2015).

4. Performa Peran (Role Performance)


Performa atau penampilan peran merupakan serangkaian pola sikap dan
perilaku yang diharapkan lingkungan sosial terhadap fungsi individu di dalam
kelompok-kelompok sosial. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana individu
tidak memiliki pilihan lain, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang
terpilih atau dipilih oleh individu. Peran memberikan sarana untuk berperan serta
dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas diri. Peran
adalah kedudukan sosial yang diatur oleh seperangkat norma yang menunjukkan
perilaku yang pantas (Yusuf et al., 2015).

5. Identitas Personal (Personal Identity)


Identitas terbentuk ketika individu memecahkan tiga masalah utama: pilihan
pekerjaan/karir, adopsi nilai (agama dan politik), dan keyakinan identitas seksual.
Identitas diri merupakan isu psikososial yang mendominasi perkembangan masa
remaja hingga masa dewasa awal. Identitas didefinisikan sebagai sebuah cara
yang dipilih individu untuk membedakan antara diri sendiri dan yang bukan diri
sendiri. Identitas diri mencakup rasa internal tentang individualitas, keutuhan, dan

5
konsistensi dari seorang individu sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi.
Identitas diri digunakan individu untuk membuat dirinya berbeda dan terpisah
dari orang lain yang bukan dirinya, sekaligus menjadi seseorang yang utuh dan
unik (Yusuf et al., 2015).
Berikut kategori perkembangan identitas diri:
a) Pencapaian identitas (krisis yang mengarah kepada komitmen).
Status identitas yang ditandai dengan komitmen untuk memilih melalui
sebuah krisis pencarian identitas dan merupakan periode yang dihabiskan
untuk mencari alternatif penyelesaian krisis. Sepanjang periode krisis,
remaja yang berada pada level ini mencurahkan banyak pikiran dan
pergulatan emosional terhadap berbagai isu utama dalam kehidupan
mereka. Mereka telah membuat keputusan dan menunjukkan komitmen
yang kuat terhadap keputusan mereka. Orangtua biasanya mendorong anak
untuk membuat keputusan mereka sendiri, mendengarkan idenya, dan
memberikan pandangan tanpa menekan anak untuk mengadopsi
pandangan mereka. Contoh dari kondisi ini adalah seseorang yang
mengetahui minat dan kecocokannya pada bidang kesehatan (krisis sudah
ada) dan mengambil jurusan keperawatan di perguruan tinggi dan
menjalaninya (komitmen telah ada). Riset pada pada sejumlah kultur
menemukan bahwa orang-orang yang berada dalam kategori ini lebih
matang dan kompeten dalam relasi dibandingkan orang-orang yang berada
dalam tiga kategori lainnya (Yusuf et al., 2015).
b) Foreclosure (komitmen tanpa krisis).
Status identitas di mana seseorang tidak banyak menghabiskan banyak
waktu mempertimbangkan berbagai alternatif (karenanya tidak berada di
dalam krisis) dan melaksanakan rencana yang disiapkan orang lain untuk
dirinya. Contohnya seorang remaja yang kuliah di akademi kepolisian
(komitmen ada) karena pilihan dan tuntutan dari orang tuanya yang juga
bekerja sebagai anggota kepolisian (krisis tidak ada). Anak yang berada
pada fase ini merasa bahagia dan percaya diri, bahkan mungkin puas diri,
dan menjadi dogmatis ketika pilihan hidupnya dipertanyakan. Mereka

6
memiliki ikatan keluarga yang kuat, patuh, dan cenderung mengikuti
pemimpin yang kuat (otoriter) dalam keluarga (Yusuf et al., 2015).
c) Penundaan (krisis tanpa komitmen).
Merupakan status identitas di mana seseorang sedang mempertimbangkan
berbagai alternatif (berada dalam krisis) dan tampaknya mengarah kepada
komitmen. Mereka mungkin akan keluar dari krisisnya dengan
kemampuan membuat komitmen dan mendapatkan identitas (Yusuf et al.,
2015).
d) Difusi identitas (tidak ada komitmen, tidak ada krisis).
Status identitas yang ditandai oleh ketiadaan komitmen dan kurangnya
pertimbangan serius terhadap berbagai alternatif yang tersedia. Anak
remaja yang berada pada kategori ini tidak mempertimbangkan pandangan
dan pilihan yang ada dengan serius dan menghindari komitmen. Mereka
tidak yakin akan diri sendiri dan cenderung tidak kooperatif. Orang tua
mereka tidak mendiskusikan masa depan anak dengan dirinya dan
cenderung mengungkapkan bahwa hal tersebut terserah kepada anak.
Orang-orang yang berada dalam kategori ini cenderung tidak bahagia,
biasanya merasa kesepian karena hanya memiliki relasi yang bersifat
dangkal (Yusuf et al., 2015).
Marcia mendeskripsikan krisis sebagai suatu masa perkembangan identitas di
mana remaja memilah-milah alternatif-alternatif yang berarti, dan komitmen
sebagai investasi personal dalam pekerjaan atau sistem keyakinan (ideologi).
Difusi identitas dapat berubah ke moratorium jika individu tersebut mulai
mencoba mencari tahu secara serius sejumlah alternatif yang dapat digunkannya
sebagai pilihan untuk membuat komitmen, dapat berubah lagi menjadi status
identitas foreclosure jika individu tersebut berhasil membentuk komitmen
terhadap suatu pekerjaan,adopsi nilai/keyakinan serta seksualitasnya jika tanpa
melalui proses pencarian dan pemilihan alternatif sebelum komitmen tersebut
dibuat , atau akan tetap mengalami difusi identitas jika individu tersebut tidak
pernah berusaha untuk melakukan pancarian alternatif dan membuat komitmen
terhadap suatu pilihan hidup (Yusuf et al., 2015).

7
Seseorang dengan rasa identitas yang kuat akan merasa terintegrasi (utuh) dan
tidak terbelah. Pencapaian identitas diperlukan untuk membangun hubungan yang
intim karena identitas individu diekspresikan dalam berhubungan dengan orang
lain (Yusuf et al., 2015).
Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut dapat disumpulkan bahwa
komponen konsep diri yang terganggu pada Andri adalah citra tubuh, karena
Amputasi sendiri akan berpengaruh besar pada konsep diri klien, karena amputasi
adalah tindakan memotong anggota tubuh. Kehilangan anggota tubuh dengan cara
amputasi adalah beban dalam kehidupan bermasyarakat. Anggapan tidak
lengkapnya anggota tubuh klien sangat berpengaruh pada citra tubuh Andri.

C. Perkembangan Konsep Diri


Banyak ahli teori yang mengemukakan mengenai perkembangan konsep diri
dan ada satu hal yang disetujui oleh para ahli bahwa konsep diri bukanlah
merupakan bawaan sejak lahir. Ketika seorang bayi baru lahir dan ia belum
menyadari tentang dirinya ataupun lingkungannya maka ia belum mempunyai
konsep diri. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatana James (dalam Bracken,1996)
yang mengatakan “the infant without a self at birth” (Setiawan, 2018).
Selain itu, Jersild (dalam Fitts, 1971) menyatakan bahwa perkembangan
konsep diri pada awalnya melibatkan proses differensiasi. Seorang bayi memulai
kehidupannya dan harus bergantung tidak berdaya pada orang tuanya. Pada
awalnya proses differensiasi diri ini berjalan lambat, tetapi sejalan dengan
berkembangya bahasa, proses ini berlangsung dengan cepat. Secara khusus,
kemampuan berbahasa membuat anak dapat membuat perbedaan yang tajam
antara dirinya dengan hal-hal lain yang ada pada dunianya, serta menandai dan
memahami pengalamannya. Setelah differensiasi awal dari diri dengan lingkungan
sekitarnya terjadi, proses perkembangan konsep diri selanjutnya secara umum
diyakini lebih banyak berifat sosial, termasuk identifikasi dengan orang lain,
memprroyeksikan karakteristik diri sendiri berdasaran pandangan orang lain dan
pada akhirnya perluasan dari ruang pelibatan ego (Setiawan, 2018).
Sulivan (dalam Fitts,1971) menggunakan istilah reflected appraisals yang
nantinya akan membentuk konsep diri seseorang. Melalui reflected appraisals,

8
seseorang akan menilai dan memandang dirinya sendiri melalui penilaian ataupun
perlakuan orang lain terhadap dirinya (Setiawan, 2018).
Colley (dalam Bracken, 1996) menggungapkan hal yang serupa dengan
reflected appraisals milik Sulivan yang dinamakan oleh Cooley sebagai looking
glass self. Menurut Cooley, individu memandang dirinya merupakan refleksi dari
perlakuan dan pendapat orang lain mengenai dirinya yang nantinya akan
mempengaruhi tingkah laku individu tersebut. Ada 3 hal elemen utama mengani
konsep diri yaitu: persepsi tentang penampilan individu terhadap orang lain,
persepsi tentang penilaian orang lain terhadap penampilan individu tersebut, dan
perasaan dinilai seperti bangga atau malu.Melalui elemen-elemen inilah konsep
diri akan terbentuk dan konsep diri yang terbentuperk merupakan kesesuaian
antara persepsi individu tentang dirinya dengan persepsi orang lain terhadap
individu itu sendiri (Setiawan, 2018).
Combs dan Snygg (dalam Fitts, 1971) menekankan pentingnya peran
keluarga dalam pembentukan konsep diri, karena keluarga adalah tempat pertama
seseorang menyadari dan berinteraksi. Di dalam keluargalah pertama kali
seseorang menemukan konsep dirinya dan ini akan mempengaruhi perilakunya di
masa depan (Setiawan, 2018).
Terjadinya perkembangan konsep diri menunjukan bahwa konsep diri tidak
terberi dan menetap tetapi merupakan satu proses panjang yang dapat berubah.
Simmons (dalam Fitts,1971) mengatakan bahwa perubahan konsep diri yang
terbesar terjadi pada usia 12 tahun (remaja awal), dimana pada usia ini individu
cenderung menunjukan konsep diri serta persepsi yang kurang baik pada dirinya.
Hal ini disebabkan karena perubahan fisik yang sangat cepat. Tetapi seiring
berjalannya waktu konsep diri menjadi semakin menetap. Dan konsep diri mulai
menetap dan stabil pada usia remaja akhir dan menjelang dewasa (Setiawan,
2018).

9
D. Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri
1. Pola asuh orang tua
Berdasarkan penelitian dan teori, hadirnya orang tua akan mempengaruhi
seorang anak dalam membentuk dan perkembangan konsep dirinya, hal ini sejalan
dengan penelitian bahwa anak-anak jalan cenderung memiliki konsep diri yang
negatif, karena orang tua adalah kontak sosial yang paling awal dan paling kuat.
Akibatnya, orang tua menjadi sangat penting di mata anak. Apa yang
dikomunikasikan oleh orang tua lebih menancap daripada informasi lain yang
diterima anak sepanjang hidupnya (Saraswatia et al., 2018).

2. Teman sebaya
Pengaruh teman sebaya pada pembentukan konsep diri remaja memang sangat
besar, hal ini dikarenakan pada usia remaja, kebutuhan emosional individu beralih
dari orang tua kepada teman sebaya. Masa ini, teman sebaya juga merupakan
sumber informasi. Tidak terkecuali dalam pembentukan konsep diri, sayangnya
informasi yang diberikan oleh teman sebaya cenderung salah. Remaja berusaha
menemukan konsep dirinya di dalam kelompok sebayanya. Di sini remaja dinilai
oleh teman sebayanya tanpa memperdulikan sanksi-sanksi orang dewasa.
Kelompok sebaya memberikan lingkungan, yaitu dunia tempat remaja dapat
melakukan sosialisasi di mana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan
oleh orang dewasa, melainkan oleh teman seusianya. Inilah letak berbahayanya
bagi teman sebaya memainkan peran yang signifikan dalam kehidupan remaja
(Saraswatia et al., 2018).

3. Peranan penampilan fisik


Hasil regresi logistik untuk peranan penampilan fisik mempunyai pengaruh
terhadap konsep diri remaja, hal ini dimungkinkan karena faktor tersebut tidak
mempunyai pengaruh secara langsung terhadap konsep diri remaja. Dari uji regres
logistik, faktor yang paling mempengaruhi konsep diri remaja adalah teman
sebaya dilanjutkan dengan pola asuh orang tua dan peranan harga diri. Hasil
penelitian ini berbeda dengan penelitian bahwa faktor yang yang paling
berpengaruh dalam konsep diri remaja adalah pola asuh dan dilanjutkan dengan
teman sebaya (Saraswatia et al., 2018).

10
4. Peranan harga diri
Intepretasi hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh peranan harga diri
terhadap konsep diri remaja pada siswa SMPN 13 Yogyakarta. Pernyataan ini
didukung teori yang menyatakan bahwa peranan harga diri mempengaruhi konsep
diri seseorang. Harga diri adalah deskripsi secara lebih mendalam mengenai citra
diri, yang merupakan penilaian terhadap diri sendiri. Harga diri akan berpengaruh
terhadap tingkah laku seseorang. Kepuasan hidup dan kebahagiaan mempunyai
korelasi dengan harga diri (Saraswatia et al., 2018).

Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi andri mengalami


perubahan pada konsepnya adalah faktor peranan penampilan fisik.

E. Proses Keperawatan dan Konsep Diri


1. Pengkajian
a) Aspek penting yang harus dikaji oleh perawat
1) Keluhan Utama: Keterbatasan aktivitas, gangguan sirkulasi, rasa nyeri
dan gangguan neurosensori.
2) Riwayat kesehatan sekarang: kapan timbul masalah, riwayat trauma,
penyebab, gejala (tiba tiba/perlahan), lokasi, obat yang diminum, dan
cara penanggulangan.
3) Riwayat Psikososial: reaksi emosional, citra tubuh, dan sistem
pendukung.
4) Aktifitas / Istirahat Gejala : keterbatasan actual / antisipasi yang
dimungkinkan oleh kondisi / amputasi.
5) Integritas Ego Gejala : masalah tentang antisipasi perubahan pola
hidup, situsi financial, reaksi orang lain, perasaan putus asa, tidak
berdaya Tanda : ansietas, ketakutan, peka, marah, menarik diri,
keceriaan semu.
b) Hal-hal yang harus diperhatikan oleh perawat pada saat melakukan
pengkajian konsep diri klien
1) Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini,
perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan tentang citra tubuhnya
saat ini.

11
2) Motivasi Pasien untuk melihat/meminta bantuan keluarga dan perawat
untuk melihat dan menyentuh bagian tubuh secara bertahap.
3) Diskusikan aspek positif diri.
4) Bantu Pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu
(misalnya menggunakan anus buatan dari hasil kolostomi).
5) Ajarkan Pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara:
a. Motivasi Pasien untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada
pembentukkan tubuh yang ideal.
b. Gunakan protese sesegera mungkin,gunakan pakaian yang baru.
c. Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap.
d. Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.
6) Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara:
a. Susun jadwal kegiatan sehari-hari.
b. Motivasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam
aktivitas keluarga dan sosial.
c. Motivasi untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti
atau mempunyai peran penting baginya.
d. Berikan pujian terhadap keberhasilan Pasien melakukan interaksi
c) Cara perawat membina hubungan saling percaya ketika melakukan
pengkajian dan tindakan keperawatan.
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik dengan cara:
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non-verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai.
4) Jelaskan tujuan pertemuan
5) Jujur dan menepati janji
6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien.

12
2. Diagnosis Keperawatan
Data Kemungkinan Penyebab Masalah
DS: Tidak ada Kerusakan atau Gangguan citra tubuh
kehilangan bagian tubuh, berhubungan dengan cedera
DO: Pasien terlihat tidak ingin perubahan ukuran,
melihat bagian kakinya yang bentuk dan penampilan
terluka tubuh, dan tindakan
pembedahan
DS: Ibu pasien mengatakan -Tidak komunikatif, Isolasi sosial: berhubungan
anaknya menjadi pemurung dan menarik diri dengan perubahan penampilan
tidak banyak bicara -Efek sedih, ingin fisik
menyendiri
DO: Menolak mendiskusikan
program rehabilitasi yang akan
pasien jalani

3. Intervensi Keperawatan untuk meningkatkan konsep diri


Masalah Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Gangguan citra tubuh NOC: NIC:
berhubungan dengan -Body image 1. Body Image Enhancement
cedera Indikator: - Tentukan jika terdapat
- Kesesuaian antara perasaan tidak suka
realitas tubuh dan ideal terhadap karakteristik fisik
tubuh dengan khusus yang menciptakan
penampilan tubuh fungsi paralisis sosial
- Deskripsi bagian tubuh untuk remaja dan
yang terkena dampak kelompokm dengan risiko
- Sikap terhadap tinggi lain
menyentuh bagian tubuh - Tentukan perubahan fisik
yang terkena dampak saat ini apakah
- Kepuasan dengan berkontribusi pada citra

13
penampilan tubuh tubuh pasien
- Penyesuaian terhadap - Bantu pasien memisahkan
perubahan tampilan fisik penampilan fisik dari
- Penyesuaian terhadap perasaan berharga secara
perubahan fungsi tubuh pribadi, dengan cara yang
- Penyesuaian terhadap tepat
perubahan tubuh akibat - Bantu pasien
cedera mendiskusikan stressor
- Penyesuaian terhadap yang mempengaruhi citra
perubahan tubuh akibat tubuh terkait dengan
pembedahan kondisi kongenital,
cedera, penyakit atau
pembedahan
- Identifikasi dampak dari
budaya pasien, agama, ras,
jenis kelamin terkait
dengan citra tubuh
- Monitor frekuensi dari
pernyataan mengkritis diri
- Monitor apakah pasien
bisa melihat bagian tubuh
mana yang berubah
- Tentukan persepsi pasien
dan keluarga terkait
dengan perubahan citra
tubuh
- Tentukan apakah
perubahan citra tubuh
berkontribusi pada
peningkatan isolasi sosial
- Bantu pasien untuk

14
mengidentifikasi bagian
tubuhnya yang memiliki
persepsi positif terkait
dengan tubuhnya
- Bantu pasien untuk
mengidentifikasi tindakan
yang akan meningkatkan
penampilan
Isolasi sosial: berhubungan NOC: NIC:
dengan perubahan -Social Support Socialization Increase
penampilan fisik Indikator: - Anjurkan kesabaran dalam
- Kemauan untuk pengembangan hubungan
menghubungi orang lain - Berikan umpan balik
untuk meminta bantuan mengenai perbaikan
- Dukungan emosi yang dalam perawatan
disediakan oleh orang penampilan pribadi atau
lain kegiatan lainnya
- Koneksi dukungan sosial - Anjurkan kejujuran dalam
- Jaringan sosial yang mempresentasikan diri
stabil sendiri ke orang lain
- Tingkatkan berbagai
masalah umum dengan
orang lain
- Fasilitasi masukan pasien
dan perencanaan kegiatan
di masa depan
- Anjurkan perencanaan
kelompok kecil untuk
kegiatan khusus

15
4. Implementasi
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan intervensi keperawatan.
Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah direncanakan, perawat perlu
memvalidasi kembali apakah rencana tindakan masih sesuai dan dibutuhkan
pasien saat ini (Prabowo, 2015).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan mengharuskan perawat melakukan pemeriksaan secara
kritikal dan menyatakan respon pasien terhadap intervensi yang telah diberikan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP yaitu sebagai
berikut:
a) S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dan dapat diukur misalnya dengan menanyakan “bagaimana
perasaan mas Andri setelah kita mendiskusikan aspek positif dalam diri
mas Andri?”
b) O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan dan dapat diukur dengan mengobservasi perilaku pasien pada
saat komunikasi dan tindakan dilakukan.
c) A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
masalah tersebut masih muncul atau muncul masalah baru atau ada data
yang kontradiksi dengan masalah yang ada.
d) P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisis pada respons
pasien yang terdiri dari tindakan lanjut pasien dan tindakan lanjut oleh
perawat.

Pasien dan keluarga perlu dilibatkan dalam evaluasi agar perawat dapat
melihat perubahan yang terjadi pada pasien. Pada tahap evaluasi sangat diperlukan
adanya reinforcement untuk menguatkan perubahan yang positif. Pasien dan
keluarga juga harus diberikan motivasi untuk melakukan self reinforcement
(Prabowo, 2015).

16
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Konsep diri adalah pemahaman tentang diri sendiri yang timbul akibat
interaksi dengan orang lain. Konsep diri merupakan faktor yang menentukan
(determinan) dalam komunikasi kita dengan orang lain. Konsep diri adalah
pandangan dan perasaan tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini bisa bersifat
psikologis, sosial dan fisik. Faktor yang memengaruhi konsep diri adalah pola
asuh orang tua, teman sebaya, peranan penampilan fisik, dan peranan harga diri.
Komponen konsep diri terdiri dari citra tubuh, ideal diri, harga diri, performa
peran, dan identitas personal.

B. Saran
Masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini oleh karena itu kami
mengharapkan agar para pembaca mengkritisi makalah yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, Eko. (2015). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Numed.

Saraswatia, Gita Kania, Zulpahiyana Zulpahiyana, and Siti Arifah. 2018. Faktor
Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Remaja di SMPN 13 Yogyakarta.
Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia. 3.1: 33-38

Setiawan, Andreas. 2018. Gambaran Konsep Diri. Universitas Indonesia.

Suryabrata, Sumardi. 1982. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Rajawali Press. Hal:


290

Townsend, M. C. (1998). Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan


Psikiatri. Pedoman untuk Keperawatan (Edisi 3). Alih Bahasa : Helena, N.
Jakarta :EGC.

Widiarti, P.W., 2017. Konsep diri (self concept) dan komunikasi interpersonal
dalam pendampingan pada siswa SMP se kota Yogyakarta. INFORMASI
Kajian Ilmu Komunikasi, 47(1), pp.135-148.

Yusuf, A., P.K., R. F., & Nihayati, H. E. (2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa Yogyakarta (Issue May 2015). Salemba Medika.

18

Anda mungkin juga menyukai