Anda di halaman 1dari 1981

DAFTAR ISI

NASKAH AKADEMIS RUU CIPTA KERJA

1. BAB I: PENDAHULUAN 1
a. Latar Belakang 1
b. Identifikasi Masalah 29
c. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik 29
d. Metode 30
2. BAB II: KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS 32
3. BAB III: EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG- 125
UNDANGAN TERKAIT
a. Penataan Undang-Undang Yang Berkaitan Dengan Cipta Kerja 125
b. Analisa dan Evaluasi terkait Penyederhanaan Perizinan 145
c. Analisa dan Evaluasi terkait Persyaratan Investasi 183
d. Analisa dan Evaluasi terkait Ketenagakerjaan 187
e. Analisa dan Evaluasi terkait Riset dan Inovasi 187
f. Analisa dan Evaluasi terkait Kemudahan Berusaha 188
g. Analisa dan Evaluasi terkait Pengadaan Lahan 188
h. Analisa dan Evaluasi terkait Kawasan Ekonomi 189
i. Analisa terkait dengan Kemudahan dan Perlindungan UMK-M 196
serta Perkoperasian
j. Analisa terkait dengan Investasi dan Proyek Pemerintah 196
k. Analisa terkait dengan Administrasi Pemerintahan 197
l. Analisa terkait dengan Pengenaan Sanksi 205
4. BAB IV: LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS 208
a. Landasan Filosofis 208
b. Landasan Sosiologis 209
c. Landasan Yuridis 211
5. BAB V: JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG 213
LINGKUP MATERI MUATAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
CIPTA KERJA
a. Sasaran Yang Ingin Diwujudkan 213
b. Arah dan Jangkauan Pengaturan 213
6. BAB VI: PENUTUP 216
a. Kesimpulan 216
b. Saran 218
Daftar Pustaka 219
Matriks Analisis Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Visi Indonesia 2045, Indonesia berkehendak untuk


menjadi 5 (lima) besar kekuatan ekonomi dunia dengan menjadi negara
berpendapatan tinggi pada tahun 2040. Oleh karena itu, dalam dokumen
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Tahun 2020-2024,
Pemerintah telah menargetkan pertumbuhan ekonomi yang tumbuh rata-
rata 6 (enam) persen dalam 5 (lima) tahun dan pertumbuhan Produk
Domestik Bruto (PDB) per kapita sebesar 4 (empat) +/- 1 (satu) persen.
Dalam jangka panjang, transformasi ekonomi yang dilakukan pada tahun
2020-2024 akan membuat Indonesia keluar dari Middle Income Trap (MIT)
di tahun 2036. Dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7 (lima
koma tujuh) persen dan pertumbuhan PDB riil per Kapita sebesar 5 (lima)
persen, pada tahun 2045 Indonesia diprediksi menjadi negara maju dengan
ekonomi berelanjutan, tingkat kemiskinan mendekati 0 (nol) persen, dan
memiliki tenaga kerja yang berkualitas.
Namun pada kondisi saat ini, Indonesia menghadapi tantangan-
tantangan yang besar, baik yang bersumber dari eksternal maupun
internal. Tantangan eksternal dipicu dari kondisi perekonomian global yang
kini tengah mengalami pelemahan dan ketidakpastian. Dinamika geopolitik
di berbagai belahan dunia, serta hadirnya berbagai teknologi baru pada era
Revolusi Industri Keempat yang merubah lanskap ekonomi global
merupakan sumber ketidakpastian yang membatasi pergerakan
perekonomian global. Pertumbuhan ekonomi global yang melambat telah
memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap perekonomian
Indonesia. Dalam rangka menjaga momentum pertumbuhan ekonomi,
Pemerintah terus berupaya untuk mempertahankan daya beli masyarakat,

1
mendorong peningkatan konsumsi pemerintah, serta meningkatkan kinerja
investasi.

Gambar 1.1. Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi dalam RPJMN 2020-


2024

Sumber: Bappenas, 2019

Pertumbuhan ekonomi yang saat ini tengah mengalami perlambatan


dan hanya mencapai angka di kisaran 5 (lima) persen dinilai belum cukup
dalam menghindari ancaman MIT. Indonesia sendiri masih menjadi negara
Upper Middle Income pada tahun 2019 dengan Gross National Income (GNI)
per kapita USD 6.010.
Berpijak pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2018 sebagai
basis langkah pencapaian, pendapatan (PDB) per kapita secara nominal
Rp56,- juta per tahun, nilai PDB nominal Rp14.837,4 Triliun dan tingkat
kemiskinan 9,66 (sembilan koma enam puluh enam) persen. Sementara itu
PDB per kapita 2018 secara riil tercatat Rp39,4 juta per tahun dan
pertumbuhan ekonomi secara riil dalam satu dekade terakhir 5,4 (lima
koma empat) persen. Jika Indonesia bertumbuh dengan tren pertumbuhan

2
seperti sekarang, maka untuk melipatgandakan PDB per kapita dari Rp39,4
juta menjadi Rp78,8 juta per tahun memerlukan waktu 13 (tiga belas)
tahun. Jika tren ini berlangsung, target Indonesia untuk mencapai cita-cita
ini di tahun 2045 dengan pendapatan per kapita Rp320,- juta per tahun
belum dapat dicapai dalam waktu 39 (tiga puluh sembilan) tahun. Padahal
waktu yang tersisa dari sekarang hingga 2045 hanya 25 (dua puluh lima)
tahun. Oleh karena itu, Indonesia perlu bertumbuh jauh lebih cepat dari
rerata 5.4 (lima koma empat) persen per tahun. Dengan demikian, untuk
mengubah tren pertumbuhan dari 5.4 (lima koma empat) persen ke arah 6
(enam) persen diperlukan usaha keras sehingga Indonesia dapat mencapai
cita-citanya di tahun 2045. Perhitungan International Monetary Fund (IMF)
juga menunjukkan proyeksi yang serupa, didukung oleh grafik berikut.

Grafik 1.1. Perkembangan GDP per Kapita Indonesia dan Beberapa


Negara di Dunia

Sumber: Shekhar Aiyar, Romain Duval, Damien Puy, Yiqun Wu, and
Longmei Zhang, 2013, Growth Slowdowns and the Middle-Income Trap, IMF
Working Paper.

3
Beberapa persoalan untuk menjadikan perekonomian Indonesia maju dan
berdaya saing, antara lain persoalan daya saing yang relatif rendah,
perlambatan pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan ekonomi yang
kurang merata.
Pertama, persoalan daya saing rendah. Berdasarkan sejumlah kajian
dan pemeringkatan dunia seperti S&P Global Ratings, Fitch Ratings, dan
Moody’s yang membandingkan kemudahan berusaha dan daya saing
Indonesia dengan negara lain di dunia, menunjukkan bahwa Indonesia
masih relatif tertinggal dibandingkan dengan beberapa negara tetangga,
khususnya Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Pemerintah mengadopsi indeks kemudahan berusaha (Ease of Doing
Business/EoDB) untuk mengetahui respon pelaku usaha terhadap antara
lain perizinan, peraturan perundang-undangan, pelayanan pemerintah,
akses terhadap keuangan, dan kepastian hukum. Masukan dari dunia
usaha digunakan Pemerintah untuk melakukan pembenahan agar dapat
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pelaku usaha, sehingga
ke depan akan memudahkan masyarakat dan pelaku usaha untuk
melakukan usaha di Indonesia. Pemerintah juga didorong untuk
merancang kebijakan yang lebih efisien, mudah diakses oleh semua pihak,
dan dapat dilaksanakan dengan mudah. Pencapaian peningkatan indeks
EoDB Indonesia, diharapkan mampu menciptakan iklim investasi yang
baik dan mampu merangsang usaha baru untuk tumbuh dan lebih
berkembang di Indonesia. Perbaikan peningkatan indeks EoDB
diharapkan mampu meningkatkan investasi, produktivitas dan daya saing,
sehingga pada akhirnya akan menaikkan PDB secara berkesinambungan.1
Kedua, persoalan perlambatan pertumbuhan ekonomi. Tabel 1.1.
Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Negara Asia South East Nation

1 Doing Business Di Indonesia, Kemudahan Berusaha di Indonesia, http://www.


eodb.ekon.go.id, diakses tanggal 23 Juli 2019.

4
(ASEAN) dan Non-ASEAN Tahun 2010 sampai dengan 2018, menunjukkan
posisi perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai berikut:

Tabel 1.1. Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Negara Asean dan Non


Asean Tahun 2010 sampai dengan 2018

Sumber: World Bank, ADB, 2017 dan 2018 ADB Estimates.

Ketiga, persoalan pertumbuhan ekonomi antar daerah kurang merata.


Grafik 1.2. Data Peranan Pulau dalam Pembentukan PDB Nasional sampai
dengan Triwulan III 2019:

5
Grafik 1.2. Peranan Pulau dalam Pembentukan PDB Nasional 1983-
Triwulan III 2019

100
90
80
70
60
52,0 54,8
50 58,9 58,1 58,5 58,5 59,2
40
30
20
10
0
1983 1990 2000 2010 2017 2018 2019

Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Bali dan Nusa Tenggara Maluku dan Papua

Sumber: BPS

Ketiga persoalan di atas antara lain disebabkan oleh iklim berusaha di


Indonesia yang tidak kondusif dan investasi di Indonesia yang rendah dan
tidak merata. Pada sisi lain, Indonesia memiliki banyak potensi yang bisa
dimanfaatkan oleh investor, di antaranya: (1) Sumber Daya Alam (SDA)
yang melimpah; (2) bonus demografi yang sangat besar sehingga mampu
menyediakan jumlah tenaga kerja yang sangat produktif; (3) jumlah
penduduk yang besar adalah potensial pasar yang besar; (4) perbaikan
infrastruktur yang kian memadai untuk menjangkau seluruh wilayah
Indonesia. Hal ini pula yang diisyaratkan oleh Price Waterhouse Coopers
(PWC) maupun Bank Dunia (World Bank) tentang potensi perekonomian
Indonesia tahun 2050 berpotensi masuk 4 (empat) besar dunia.
Berdasarkan RPJMN 2020-2024, untuk mencapai target pertumbuhan
rata-rata 6 (enam) persen dalam 5 (lima) tahun maka diperlukan
sumbangan peningkatan dari tiga area utama yaitu ketenagakerjaan,

6
kapital, dan Total Factor Productivity (TFP). Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja perlu meningkat sebesar 68-70 persen, pertumbuhan investasi
meningkat sebesar 7-8,1 persen, dan pertumbuhan Total Factor Productivity
meningkat sebesar 30-40 persen dan rata-rata lama sekolah meningkat
menjadi 10 (sepuluh) tahun dalam setiap skenario. Investasi pada sektor
industri yang bernilai tambah tinggi akan membuat rata-rata pertumbuhan
investasi sepanjang 2020-2024 mencapai 7 (tujuh) persen.
Pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan investasi
seperti di atas diupayakan melalui sumber dari dalam negeri, pemerintah,
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), perbankan maupun pasar modal dalam
negeri, beserta dunia swasta, dan difasilitasi dengan pendalaman sektor
keuangan baik bank maupun non-bank, antara lain melalui peningkatan
inklusi keuangan, perluasan inovasi produk keuangan, pengembangan
infrastruktur sektor jasa keuangan, dan optimalisasi alternatif
pembiayaan. Namun demikian, pembiayaan dari dalam negeri saja tidak
cukup. Oleh karena itu dibutuhkan juga sumber pembiayaan investasi dari
luar negeri, yang kita harapkan dalam bentuk investasi langsung
(penanaman modal asing langsung). Pada akhirnya peningkatan investasi
akan ditujukan dalam meningkatkan produktivitas dan daya saing yang
akan mendorong penciptaan lapangan kerja.

7
Grafik 1.3. Peringkat Kemudahan Berusaha (EoDB) dan Daya Saing
Bisnis dan Digital Indonesia

Sumber: Laporan EoDB (2020) dan Laporan IMD World Competitiveness


Center (2019)

Peringkat kemudahan berusaha di Indonesia memang mengalami


perbaikan seperti yang terlihat di Grafik 1.3, namun masih jauh tertinggal
dibandingkan negara lain (peer group) seperti Malaysia dan Thailand, yang
mana terlihat pada Tabel 1.2. Berdasarkan peringkat kemudahan berusaha
(EoDB) pada Tahun 2020, Indonesia berada pada peringkat 73 (tujuh puluh
tiga), jauh di bawah Malaysia yang memiliki peringkat 12 (dua belas) dan
Thailand di peringkat 21 (dua puluh satu). Dari sisi daya saing berdasarkan
Global Competitiveness Index (GCI) pada tahun 2019 Indonesia berada pada
peringkat 50 (lima puluh) sementara Malaysia di peringkat 27 (dua puluh
tujuh) dan Thailand di peringkat 40 (empat puluh). Bahkan dari sisi
digitalisasi, Daya Saing Bisnis Digital Indonesia pada tahun 2019 berada
pada peringkat 56 (lima puluh enam) sementara Malaysia di peringkat 26
(dua puluh enam).
Meskipun potensi yang dimiliki Indonesia cukup banyak seperti yang
digambarkan sebelumnya, namun kenyataannya tingkat investasi di
Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia
Tenggara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Vietnam, dan Thailand.

8
Investor asing lebih memilih untuk berinvestasi di negara tersebut
dibandingkan di Indonesia. Sebagai contoh, beberapa waktu lalu 33 (tiga
puluh tiga) perusahaan asal Tiongkok memutuskan untuk menanamkan
investasi di luar negeri. Namun dari 33 (tiga puluh tiga) perusahaan
tersebut, tidak terdapat perusahaan yang berinvestasi di Indonesia.2 Hal
serupa juga terjadi pada tahun 2017, sebanyak 73 (tujuh puluh tiga)
perusahaan Jepang memilih untuk melakukan relokasi. Sebanyak 43
(empat puluh tiga) perusahaan memilih melakukan penanaman modal di
Vietnam. Sementara itu, 11 (sebelas) perusahaan memilih melakukan
penanaman modal di Thailand dan Filipina. Hanya sepuluh perusahaan
Jepang yang melakukan penanaman modal di Indonesia.3

Tabel 1.2. Peringkat EoDB 2019/2020

DB DB
DB 2020 DB 2019
Indikator EoDB 2020 2019 Change Change
Score Score
Rank Rank
Starting a
140 134 -6 81,2 79,4 +1,8
Business
Dealing with
Construction 110 112 +2 66,8 65,9 +0,9
Permits
Getting
33 33 0 87,3 86,4 +0,9
Electricity
Registering
106 100 -6 60 60,1 -0,1
Property
Getting Credit 48 44 -4 70 70 0
Protecting
Minority
37 51 +14 70 70 0
Investors

Paying Taxes 81 112 +31 75,8 68,4 +7,4


Trading across
116 116 0 67,5 66,5 +1,0
Borders

2 Ihsanuddin, "Presiden Jokowi Kecewa Calon Investor Banyak Lari ke Negara Tetangga",

https://nasional.kompas.com/read/2019/09/04/16425441/presiden-jokowi-kecewa-calon-
investor-banyak-lari-ke-negara-tetangga, diakses tanggal 10 November 2019
3 Ibid.

9
Enforcing
139 146 +7 49,1 47,2 +1,9
Contracts
Resolving
38 36 -2 68,1 67,9 +0,2
Insolvency
TOTAL 73 73 0 69,6 67,96 +1,64

Sumber: EoDB, 2020

Jika diuraikan secara detail, permasalahan yang masih menjadi


penyebab rendahnya peringkat kemudahan berusaha disebabkan oleh
beberapa indikator seperti rumitnya perizinan dalam memulai berusaha,
pengadaan lahan yang rigid, sulitnya mendapatkan akses pembiayaan, dan
rumitnya penyelesaian kepailitan. Indikator-indikator tersebut tidak hanya
memiliki peringkat yang rendah namun pada tahun 2020 mengalami
penurunan peringkat, sehingga perlu dilakukan sebuah upaya serius agar
iklim investasi dapat menjadi lebih baik.
Di sisi lain, efisiensi birokrasi di Indonesia juga masih perlu
ditingkatkan. Gambaran mengenai inefisiensi birokrasi muncul di laporan
GCI pada Pilar Institution. Indikator Burden of Government Regulation pada
sub pilar Public Sector Performance. Sub pilar ini mengalami penurunan,
baik dari segi peringkat maupun skor. Indikator ini menunjukkan bahwa
regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah ternyata justru menjadi beban.
Padahal efisiensi birokrasi adalah modal utama untuk meningkatkan
kepercayaan asing berinvestasi di Indonesia.

10
Tabel 1.3. Peringkat dan Skor Pilar Institusi pada GCI 2018/2019

Peringkat Skor
Pilar, Sub Pilar, Indikator
2018 2019 2018 2019
Pilar 1: Institution 48 51 57.9 58.1
Sub Pilar: Security 63 62 76.99 77.2
Sub Pilar: Social Capital 10 12 63 63.2
Sub Pilar: Check and
52 39 55.16 57.2
Balances
Sub Pilar: Public Sector
38 54 56.45 54.6
Performance
Burden of government
26 29 52.01 50.8
regulation
Efficiency of legal
framework to settle 46 55 51.98 51.1
disputes
E-Participation Index (0-1,
88 89 61.8 61.8
best)
Sub Pilar: Transparency 80 77 37 38,0
60
Sub Pilar: Property Rights 56,4

Sub Pilar: Future


- 68 - 68
orientation of government

Sumber: GCI 2019, World Economic Forum.

Rumit atau sulitnya berinvestasi di Indonesia berimplikasi pada


rendahnya daya saing Indonesia dibandingkan negara tetangga. Kerumitan
atau sulitnya berinvestasi, salah satunya dapat dilihat dari aspek perizinan.
Di Indonesia pada saat ini, untuk kegiatan investasi di ketenagalistrikan

11
dibutuhkan 19 (sembilan belas) instrumen izin termasuk persyaratan
pendukung, sementara untuk melakukan investasi resort dibutuhkan lebih
dari itu, yakni 22 (dua puluh dua) instrumen perizinan. Kondisi tersebut
pun semakin dipersulit dengan melibatkan berbagai kementerian, lembaga,
dan pemerintah daerah. Terlebih lagi, jika membandingkan pengaturan
Daftar Negatif Investasi (DNI) di negara ASEAN, maka DNI Indonesia saat
ini sangat membatasi karena tidak hanya diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal tetapi juga diatur dalam
berbagai undang-undang sektor. Perbandingan pengaturan DNI di
Indonesia dibandingkan dengan beberapa negara di ASEAN terlihat pada
Tabel 1.4.

Tabel 1.4. Perbandingan DNI Indonesia dengan Beberapa Negara4

Bidang usaha
tertutup

Bidang Usaha
Terbuka dengan
persyaratan

Total

Sumber: Data Badan Koordinasi Penanaman Modal

4 Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 tentang Kriteria dan Persyaratan

Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan
di Bidang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar
Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal.

12
Selanjutnya rumitnya berinvestasi dan rendahnya daya saing
Indonesia tentu menggarisbawahi perlunya langkah perbaikan di berbagai
sektor untuk mendukung terwujudnya kemudahan berusaha di Indonesia.
Perbaikan kebijakan untuk penyederhanaan prosedur termasuk
penyederhanaan persyaratan perizinan, percepatan waktu, dan penurunan
biaya untuk mendirikan, mengoperasikan, dan mengembangkan usaha
telah dilakukan pemerintah sejak tahun 2015 melalui kebijakan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP). PTSP merupakan kegiatan penyelenggaraan
suatu perizinan dan non perizinan yang berdasarkan pendelegasian atau
pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki
kewenangan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya
dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen
yang dilakukan dalam 1 (satu) tempat. Sistem ini dapat memangkas waktu
pengurusan beberapa perizinan, sehingga lebih efisien dan efektif.
Kehadiran PTSP membawa dampak yang positif dalam hal pengurusan izin,
sebagaimana diuraikan dalam Tabel 1.5.

Tabel 1.5. Perbandingan Efisiensi dan Efektivitas Pengurusan Izin


Sebelum dan Sesudah PTSP

Sektor Sebelum PTSP Sesudah PTSP

Izin Waktu Izin Waktu


Diperlukan Diperlukan Diperlukan Diperlukan

Pertanian 20 izin 751 hari 12 izin 182 hari

Perindustrian 19 izin 672 hari 11 izin 152 hari

Pariwisata 17 izin 661 hari 11 izin 188 hari

Kelistrikan 49 izin 923 hari 25 izin 256 hari

Sumber: Dirjen Anggaran Kemenkeu.5

5 PTSP dan Paket Kebijakan Ekonomi Untuk Menjaring Investasi, diakses melalui
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ptsp-dan-paket-kebijakan-ekonomi-untuk-
menjaring-investasi/ pada tanggal 31 Oktober 2019.

13
Tabel 1.5 di atas mengisyaratkan bahwa terdapat efisiensi dan
efektivitas pengurusan izin melalui PTSP. Setelah meluncurkan PTSP,
pemerintah melakukan kajian terhadap peraturan perundang-undangan di
bidang perizinan yang masih beragam dan tumpang tindih. Sepanjang
tahun 2016, terdapat kurang lebih 180 (seratus delapan puluh) peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang perizinan yang berdampak
pada banyaknya izin di daerah. Jika dilihat pada proses perizinan, pada
dasarnya sama, perbedaannya terletak pada nama atau istilah yang
digunakan.
Kerja keras Pemerintah untuk mendorong kemudahan berusaha tidak
hanya berhenti pada pembentukan PTSP saja. Pembenahan terus
dilakukan untuk meningkatkan iklim investasi di Indonesia, serta
membuka ruang bagi setiap orang yang ingin berusaha untuk dapat
bersaing secara sehat. Reformasi regulasi ditempatkan sebagai strategi
penting dalam meningkatkan daya saing. Pemerintah gencar melakukan
pemangkasan regulasi yang dianggap menghambat investasi melalui Paket
Kebijakan Ekonomi (PKE). Hal ini dilaksanakan dengan pola memunculkan
peraturan baru yang dirumuskan dalam rangka percepatan investasi, yang
berdampak pada dicabutnya beberapa peraturan terkait yang dituangkan
melalui Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan
Pelaksanaan Berusaha (Perpres 91/2017).6 Dalam Perpres 91/2017,
Pemerintah mengupayakan simplifikasi dalam hal perizinan berusaha
melalui:7
1. Bentuk pelayanan, pengawalan (end to end), dan peran aktif
penyelesaian hambatan pelaksanaan berusaha melalui pembentukan
satuan tugas pada tingkat nasional, kementerian/ lembaga, daerah

6Bagian Menimbang, Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan


Pelaksanaan Berusaha.
7 Ibid.

14
provinsi, dan daerah kabupaten/kota, dalam rangka mendukung
percepatan pembentukan iklim investasi yang baik.
2. Bentuk pemenuhan persyaratan (checklist), dalam rangka percepatan
pelaksanaan berusaha di kawasan ekonomi khusus, kawasan
perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, kawasan industri, dan/atau
kawasan pariwisata.
3. Reformasi peraturan yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
usaha, yang mana penyederhanaan lebih lanjut perlu diatur dan
ditetapkan kembali standar pelayanan pada kementerian/lembaga,
daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota, dengan tujuan agar
selaras dan tidak tumpang tindih.
4. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
(PBTSE/Online Single Submission). Penggunaan teknologi informasi
perlu diterapkan agar mempercepat dan mempermudah pelayanan
untuk melakukan kegiatan usaha.

Komitmen Pemerintah di atas dilaksanakan oleh Presiden dengan


menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (PP 24/2018)
atau dikenal dengan nama Online Single Submission (OSS). OSS merupakan
perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas
nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada
Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi. Melalui
peraturan ini, pemerintah telah memangkas izin yang semula berjumlah
537 (lima ratus tiga puluh tujuh) izin menjadi 237 (dua ratus tiga puluh
tujuh) izin dan 362 (tiga ratus enam puluh dua) non izin menjadi 215 (dua
ratus lima belas) non izin.8

8 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha


Terintegrasi Secara Elektronik.

15
Dalam kenyataannya, berbagai upaya yang dilakukan oleh Pemerintah
sebagaimana diuraikan di atas belum memberikan hasil yang signifikan
dan belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal tersebut dapat terlihat dari
masih rendahnya investasi dunia terhadap Indonesia, yaitu sebesar 1,97
persen dari rata-rata per tahun sebesar USD 1.417,8 miliar (2012-2016)
serta capaian target rasio investasi sebesar 32,7 persen (2012-2016) yang
mana di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) sebesar 38,9 persen pada tahun 2019.9
Keberadaan PP 24/2018 untuk meningkatkan kinerja realisasi
investasi yang belum mencapai target dihadapkan pada persoalan normatif,
yakni terjadinya “benturan” norma dengan berbagai norma perizinan yang
diatur dalam berbagai Undang-Undang. Sesuai dengan prinsip jenjang
norma10 atau hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur
dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU 12/2011) yang
menentukan bahwa “Kekuatan hukum Peraturan perundang-undangan
sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”, merujuk
pada Pasal 7 ayat (1) menempatkan Peraturan Pemerintah berada di bawah
undang-undang. Konsekuensi daripadanya adalah norma yang terdapat
dalam PP 24/2018 memiliki kekuatan hukum di bawah undang-undang,
sehingga PP 24/2018 tidak dapat mengesampingkan norma-norma
perizinan yang tersebar dalam berbagai undang-undang.
Berbagai uraian, penjelasan dan data di atas pada akhirnya sampai
pada satu titik persoalan, yakni persoalan rumit atau sulitnya melakukan
usaha di Indonesia disebabkan karena begitu banyaknya regulasi (over
regulated) di bidang perizinan yang substansinya tidak harmonis, tumpang
tindih bahkan bertentangan satu dengan yang lainnya. Regulasi yang
demikian menciptakan sistem perizinan yang panjang dan berbelit sehingga

9 Pradany Hayyu, “Sinyal Baik dalam Kemudahan Berusaha”, Mediakeuangan (Vol. XIII
/ No. 128 / Mei 2018), hlm. 17.
10 Asas lex superiori derogat legi inferiori.

16
berakibat pada iklim investasi di Indonesia menjadi tidak efektif, tidak
efisien serta tidak memberikan kepastian hukum. Pada akhirnya
berpengaruh terhadap turunnya minat investor asing untuk berinvestasi di
Indonesia. Upaya meningkatkan kemudahan berusaha melalui
pembentukan Perpres 91/2017 dan PP 24/2018 ternyata tidak dapat
membenahi keseluruhan sistem perizinan karena persoalan normatif yang
dihadapi lebih kompleks, yang mana bersinggungan dengan berbagai
Undang-Undang yang memiliki dimensi perizinan yang jumlahnya kurang
lebih 80 (delapan puluh) Undang-Undang.
Dalam bidang ketenagakerjaan, berbagai konsep teori pertumbuhan
menguatkan bahwa faktor produksi yang paling utama dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu
menciptakan efek pengganda ekonomi apalagi dilengkapi dengan
pengetahuan. Oleh karena itu, pembangunan SDM dengan meningkatkan
produktivitas merupakan kunci keberhasilan dalam mewujudkan
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkesinambungan, sehingga
mendorong Indonesia untuk keluar dari perangkap pendapatan kelas
menengah.
Berkaitan dengan pembangunan SDM, struktur demografi sangat
menentukan rancangan kebijakan peningkatan produktivitas. Andrew
Mason et.al (2010) dalam studinya membuktikan bahwa negara-negara
Asia termasuk Indonesia berada di tengah perubahan struktur demografi
atau transisi demografi yang digerakkan oleh penurunan angka kelahiran
(fertilitas) dan kematian (mortalitas). Transisi demografi tersebut berperan
dalam mengubah jumlah penduduk, tingkat pertumbuhan dan distribusi
usia, yang mana selanjutnya menentukan rasio ketergantungan
(dependency ratio). Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas), struktur demografi Indonesia saat ini sangat menguntungkan
bagi pengembangan SDM karena didominasi oleh usia produktif. Grafik 1.4
berikut menunjukkan hal ini.

17
Grafik 1.4. Struktur Demografi Indonesia Tahun 1971 dan 2015

Sumber: Maliki, 2018, Regional Disparity in Indonesia’s Demographic


Dividend, Bappenas and National Transfer Account.

Struktur demografi pada tahun 2015 yang didominasi oleh usia


angkatan kerja telah berubah drastis apabila dibandingkan dengan
struktur 1971. Sebagaimana yang diperlihatkan oleh struktur tersebut,
Indonesia tercatat sebagai negara dengan usia penduduk produktif terbesar
di Asia Tenggara. Era bonus demografi ini diperkirakan akan menyediakan
tenaga kerja yang efektif dengan perbandingan 60 (enam puluh) tenaga
kerja efektif mendukung 100 (seratus) penduduk. Bonus demografi ini juga
akan berkontribusi rata-rata 0,2 (nol koma dua) persen per tahun terhadap
pertumbuhan ekonomi sebelum menjadi negatif seiring dengan
berakhirnya era bonus demografi pada 2030-2034.
Namun, meskipun berada di tengah periode bonus demografi, kondisi
tenaga kerja Indonesia justru tidak menguntungkan. Menurut BPS, dari
jumlah angkatan kerja yang berjumlah 136,18 (seratus tiga puluh enam
koma delapan belas) juta orang, jumlah yang bekerja adalah 129,36
(seratus dua puluh Sembilan koma tiga puluh enam) juta orang dan 76,12
(tujuh puluh enam koma dua belas) persen dari mereka berbekal
pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) ke bawah. Tenaga kerja
dengan pendidikan SMP ke bawah rentan terhadap ancaman disrupsi

18
akibat adopsi teknologi di berbagai sektor. Kondisi Indonesia ini pun
berubah menjadi dilematis. Pada saat pembangunan ekonomi didorong
untuk memanfaatkan teknologi agar menghasilkan output dengan nilai
tambah lebih tinggi dan membenahi sektor industri manufaktur, hal ini
justru mengancam penyerapan tenaga kerja karena tingkat pendidikan
pekerja yang tidak memadai.
Sementara sejak tahun 2003 hingga saat ini regulasi ketenagakerjaan
belum cukup memacu peningkatan produktivitas yang signifikan.
Pengalaman berbagai negara membuktikan bahwa perbaikan kualitas SDM
mendongkrak produktivitas, menurunkan tingkat kemiskinan dan
akhirnya mengangkat pendapatan per kapita. Dengan populasi penduduk
yang besar, SDM yang berkualitas menjadi mesin turbo pemacu laju
pertumbuhan ekonomi seperti halnya yang terjadi di Korea Selatan dan
Taiwan.
Cipta Kerja berhubungan dengan berbagai macam aspek dalam
kehidupan masyarakat. Contohnya, hubungan antara penciptaan lapangan
kerja yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan hubungan
antara proyeksi penduduk (population projection) dengan kebutuhan
terhadap perekonomian Indonesia. Dalam kaitannya dengan hal tersebut,
proyeksi pertumbuhan penduduk berimplikasi terhadap aspek
ketenagakerjaan.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari
pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) dilaksanakan
dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan
harkat, martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan
masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata baik materiil maupun
spiritual.

19
Selanjutnya, pembangunan ketenagakerjaan memiliki berbagai
dimensi atau faktor terkait—tidak hanya menitikberatkan pada
kepentingan tenaga kerja semata tetapi berkaitan pula dengan
kepentingan ekonomi, sosial budaya, pemerintah, pelaku usaha, dan
masyarakat. Pencapaian sasaran pembangunan ketenagakerjaan yang
searah dengan pembangunan nasional membutuhkan peraturan yang
memberi keadilan, kepastian, dan kemanfaatan, sebagaimana amanat
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2), dan Pasal 33 UUD NRI 1945
yang menjadi dasar bagi Pemerintah dalam rangka mengatur sekaligus
memberikan perlindungan khususnya kepada pekerja atau buruh dan
pengusaha.
Perkembangan teknologi, kebutuhan dan kondisi saat ini, tantangan
dan persoalan ketenagakerjaan yang semakin kompleks dan beragam,
khususnya dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 dimana ke depannya
era digitalisasi menjadi lebih dominan, dan adanya bonus demografi di
Indonesia, tentunya akan membawa dampak tersendiri di bidang
ketenagakerjaan. Beberapa dampak yang muncul di antaranya,
munculnya polemik atas keberadaan dan jumlah Tenaga Kerja Asing
(TKA)—muncul anggapan bahwa TKA akan merebut tanah air; penerapan
outsourcing di masyarakat menciptakan pro kontra—memeras tenaga dan
waktu, baik terkait masalah perlakuan dan konsepsi walaupun tidak
dikenal dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (UU 13/2003); dalam penggunaan tenaga kerja tidak
terlepas dari masalah waktu kerja dan waktu istirahat dimana belum
memberi keseimbangan bagi tenaga kerja dan pelaku usaha, masalah
penentuan upah minimum di daerah masih banyak dipengaruhi faktor-
faktor non teknis sehingga tidak mencerminkan upah minimum sesuai
dengan kondisi daerah; permasalahan implementasi pemutusan
hubungan kerja dan pesangon berdasarkan UU Ketenagakerjaan baik
jangka waktu penyelesaian yang lama maupun pembayaran jumlah uang

20
pesangon yang tidak berkepastian, dan konsekuensi sanksi; serta
keberadaan serikat pekerja atau buruh dalam ketenagakerjaan dan dunia
usaha yang kondusif.
Lebih lanjut, berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik dan United
Nations Population Fund, terkait Proyeksi Penduduk Indonesia (Indonesia
Population Projection) 2010-2035, menunjukkan bahwa:

“…jumlah penduduk Indonesia selama dua puluh lima tahun


mendatang terus meningkat yaitu dari 238,5 juta pada tahun 2010
menjadi 305,6 juta pada tahun 2035. Walaupun demikian,
pertumbuhan rata-rata per tahun penduduk Indonesia selama
periode 2010-2035 menunjukkan kecenderungan terus menurun.
Dalam periode 2010-2015 dan 2030-2035 laju pertumbuhan
penduduk turun dari 1,38 persen menjadi 0,62 persen per tahun.
Turunnya laju pertumbuhan ini ditentukan oleh turunnya tingkat
kelahiran dan kematian. Tingkat penurunan karena kelahiran lebih
cepat daripada tingkat penurunan karena kematian. Angka
Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate/CBR) turun dari sekitar 21,0 per
1000 penduduk pada awal proyeksi menjadi 14,0 per 1000 penduduk
pada akhir periode proyeksi, sedangkan Angka Kematian Kasar
(Crude Dead Rate/CDR) naik dari 6,4 per 1000 penduduk menjadi
8,8 per 1000 penduduk dalam kurun waktu yang sama.”11

Asumsi tentang penurunan tingkat kelahiran dan kematian Indonesia


tersebut sangat mempengaruhi susunan umur penduduk. Proporsi anak-
anak berumur 0-14 tahun turun dari 28,6 (dua delapan koma enam) persen
pada tahun 2010 menjadi 21,5 (dua puluh satu koma lima) persen pada
tahun 2035. Dalam kurun waktu yang sama, mereka yang dalam usia
kerja, 15-64 tahun, meningkat dari 66,5 (enam puluh enam koma lima)
persen menjadi 67,9 (enam puluh tujuh koma sembilan) persen dan mereka
yang berusia 65 (enam puluh lima) tahun ke atas naik dari 5 (lima) persen
menjadi 10,6 (sepuluh koma enam) persen. Perubahan susunan ini

11 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan Pusat Statistik, dan United


Nations Population Fund, Proyeksi Penduduk Indonesia (Indonesia Population Projection) 2010-
2035, (Jakarta: 2013), hal. 23.

21
mengakibatkan rasio beban ketergantungan (dependency ratio) turun dari
50,5 (lima puluh koma lima) persen pada tahun 2010 menjadi 47,3 (empat
puluh tujuh koma tiga) persen pada tahun 2035. Menurunnya rasio beban
ketergantungan menunjukkan berkurangnya beban ekonomi bagi
penduduk umur produktif (usia kerja) yang menanggung penduduk umur
tidak produktif.12
Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa interval proyeksi
penduduk Indonesia tahun 2010-2035 berdasarkan hasil sensus
penduduk tahun 2010 akan memasuki periode di mana jumlah penduduk
usia atau sumber daya manusia (SDM) produktif (15-64 tahun) lebih besar
dibanding penduduk usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas)
atau disebut bonus demografi.13 Pada tahun 2030 angkatan usia produktif
usia 15-64 tahun diperkirakan mencapai 200 (dua ratus) juta orang.
Jumlah tersebut mewakili 68 (enam puluh delapan) persen dari total
populasi Indonesia. Sedangkan, angkatan tua usia 65 tahun ke atas hanya
sekitar sembilan persen.
Bonus demografi merupakan potensi yang jika dimanfaatkan dengan
baik dan maksimal, akan memberikan keuntungan besar bagi
perekonomian Indonesia. Namun, jika tidak dimanfaatkan dengan baik
justru dapat menimbulkan dampak negatif bagi Indonesia. Misalnya,
meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan.
Dalam hal bonus demografi tersebut dimanfaatkan secara maksimal,
pada tahun 2050, Indonesia diproyeksikan menjadi negara dengan
perekonomian terbesar keempat di dunia, sebagaimana tersaji dalam tabel
berikut:

12 Ibid., hal. 26.


13 Ibid.

22
Tabel 1.6. Proyeksi GDP pada Sepuluh Negara

Sumber: IMF for 2016 Estimates, Price Waterhouse Coopers (PWC) Analysis
for Projection to 2050

Tabel 1.6. mengisyaratkan bahwa di tahun 2016, pada 10 (sepuluh)


negara tersebut, peringkat Indonesia berada di urutan nomor 8 (delapan)
setelah China, Amerika Serikat, India, Jepang, Jerman, Rusia, dan Brazil.
Di bawah Indonesia, terdapat Negara Inggris dan Perancis. Sementara pada
tahun 2050, Indonesia berada di urutan nomor 4 (empat), setelah China,
India, Amerika Serikat.
Salah satu strategi pemerintah dalam rangka mendorong
pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi adalah melakukan
reformasi regulasi di bidang perizinan berusaha. Reformasi yang perlu
dilakukan ditujukan untuk menyelesaikan hambatan investasi, yakni
panjangnya rantai birokrasi, peraturan yang tumpang tindih, dan
banyaknya regulasi yang tidak harmonis terutama dalam regulasi pusat
dan daerah (hyper-regulation). Oleh karena itu, diperlukan deregulasi
terhadap ketentuan mengenai perizinan berusaha, persyaratan investasi,

23
ketenagakerjaan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMK-M) termasuk
koperasi, pengadaan lahan, pengembangan kawasan ekonomi,
pelaksanaan proyek pemerintah, serta ketentuan mengenai administrasi
pemerintahan dan pengenaan sanksi pidana yang diatur dalam berbagai
Undang-Undang.
Dalam hal proses deregulasi ini dilakukan secara biasa (business as
usual) yaitu dengan mengubah satu persatu Undang-Undang, maka akan
sulit untuk diselesaikan secara terintegrasi dalam waktu cepat. Maka dari
itu, diperlukan penerapan metode Omnibus Law,14 dengan membentuk 1
(satu) Undang-Undang tematik yang mengubah berbagai ketentuan yang
diatur dalam berbagai undang-undang lainnya.
Berdasarkan hasil simulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun
2020 yang telah dilakukan oleh Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian, pertumbuhan ekonomi secara alamiah hanya akan
mencapai sebesar 5,1 (lima koma satu) persen tanpa adanya extra effort.
Dalam mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 (lima koma tiga)
persen, maka investasi atau PMTB harus diakselerasi. Investasi atau PMTB
dapat diakselerasi dengan asumsi utama bahwa Omnibus Law (RUU Cipta
Kerja dan RUU Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan
Perekonomian) telah efektif berlaku pada Semester II tahun 2020 (seperti
yang ditunjukkan pada skenario optimis).

14
Omnibus Law merupakan sebuah praktik penyusunan peraturan perundang-
undangan, yang banyak dilakukan di negara-negara yang menganut sistem common law/anglo
saxon seperti Amerika, Kanada, Inggris, Filipina dan lainnya. Prosesnya disebut Omnibus
Legislating dan produknya disebut Omnibus Bill. Kata Omnibus berasal dari bahasa latin yang
artinya segalanya atau semuanya (for everything).

24
Tabel 1.7. Skenario Baseline dan Optimis Pertumbuhan Ekonomi 2020

Komponen 2020

Pengeluaran Baseline Optimis

Konsumsi RT 5,04 5,01


Konsumsi
1,56 -1,59
LNPRT
Konsumsi
3,17 4,30
Pemerintah
PMTB 5,32 6,00
Ekspor 1,03 3,70
Impor -0,71 3,20
PDB 5,10 5,30

Sumber: Perhitungan Kemenko Perekonomian, 2019

Sementara itu, Presiden Jokowi menyatakan cita-cita Indonesia Maju


2045 dalam pidato pelantikan di hadapan Sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) tanggal 20 Oktober 2019 dengan tiga indikator, yaitu:
Pertama, pendapatan per kapita mencapai Rp320 (tiga ratus dua puluh)
juta per tahun; Kedua, Produk Domestik Bruto (PDB) nominal mencapai
USD 7 (Tujuh) Triliun atau setara dengan Rp98.000,- (Sembilan Puluh
Delapan Ribu) Triliun—dengan nilai tukar Rp14.000,- (Empat Belas Ribu)
per USD; dan Ketiga, tingkat kemiskinan mendekati nol. Mengawali
langkah mewujudkan cita-cita 25 (dua puluh lima) tahun mendatang
tersebut, Presiden menyebut lima pilar pembangunan, salah satunya
pemangkasan regulasi dan penyiapan Omnibus Law Cipta Kerja.

25
Dalam melakukan penataan regulasi, teknik legislasi baru yakni
teknik Omnibus Law pun diterapkan. Dengan menggunakan teknik
Omnibus Law, persoalan dalam berbagai Undang-Undang tersebut dapat
diselesaikan tanpa harus merevisi berbagai Undang-Undang yang
substansinya terkait dengan perizinan, melainkan cukup dengan membuat
1 (satu) Undang-Undang baru yang mengamandemen pasal dalam
beberapa Undang-Undang.
Omnibus Law merupakan metode untuk membuat sebuah regulasi
atau Undang-Undang yang terdiri atas banyak subyek atau materi pokok
untuk tujuan tertentu guna menyimpangi suatu norma peraturan.
Omnibus berbeda dengan rancangan peraturan kebanyakan dalam hal
jumlah materi muatan yang dicakup, banyaknya pasal yang diatur
(ukuran), dan terakhir dari sisi kompleksitas. Dalam sebuah Undang-
Undang Omnibus mencakup hampir semua substansi materi yang
berhubungan. Undang-Undang Omnibus mencerminkan sebuah integrasi,
kodifikasi peraturan yang tujuan akhirnya adalah untuk mengefektifkan
penerapan peraturan tersebut. Teknik legislasi omnibus law dari segi
teoritis maupun praktis masih belum terlalu dikenal di Indonesia.
Omnibus Law sendiri merupakan suatu metode untuk menghasilkan
Undang-Undang yang berkualitas, bukan bentuk produk hukum. Berbagai
teknik/metode pembentukan peraturan perundang-undangan serupa yang
telah cukup populer di Indonesia contohnya adalah Regulatory Impact
Assessment (RIA) dan Rule, Opportunity, Capacity, Communication, Interest,
Process, Ideology (ROCCIPI). Merupakan suatu hal yang lazim dalam
pembentukan Undang-Undang ketika terdapat norma dalam peraturan
perundang-undangan yang dihasilkan melalui teknik legislasi yang
menghapus atau mengubah 1 (satu) norma dan mengaturnya kembali
dalam undang-undang yang dibentuk. Namun, demikian mengingat teknik
legislasi Omnibus Law yang demikian masih sangat jarang dipraktikkan di

26
Indonesia, maka dalam penyusunan RUU Cipta Kerja (RUU CK) yang akan
dibentuk, keberadaan Naskah Akademik (NA) menjadi sangat penting.
Kajian dan penelitian yang dilakukan melalui penyusunan NA tidak
saja memastikan bahwa penggunaan teknik legislasi omnibus law dalam
pembentukan RUU tentang Cipta Kerja mampu menata dan
mengharmoniskan dan menciptakan simplifikasi peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan Penciptaan Lapangan Kerja, mampu
menghasilkan, melahirkan pelayanan perizinan berusaha yang mudah,
cepat dan terintegrasi, serta memperkuat UMK-M termasuk koperasi.
Tetapi, tidak kalah penting kehadiran NA juga diharapkan untuk
memastikan bahwa penerapan teknik legislasi omnibus law tidak
memberikan dampak negatif pada sistem perundang-undangan.
Penataan regulasi berdimensi perizinan akan menciptakan
kemudahan berusaha dan meningkatkan investasi yang berkualitas di
Indonesia. Dengan investasi yang berkualitas dan efektif maka diharapkan
dapat menekan nilai Incremental Capital-Output Ratio (ICOR) agar turun
menjadi 6.2 (enam koma dua) pada tahun 2024. Selanjutnya alokasi
investasi pelu diarahkan agar lebih fokus ke sektor produktif dan
berorientasi ekspor, serta mendorong hilirisasi untuk meningkatkan nilai
tambah. Investasi yang berkualitas tersebut pada gilirannya akan
menciptakan lapangan kerja yang mampu menyerap banyak pencari kerja.
Tak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas, yang mana pekerjaan
yang diciptakan adalah pekerjaan dengan produktivitas tinggi yang akan
berdampak pada kenaikan upah yang berkesinambungan.
Cipta kerja selain melalui kemudahan berusaha juga dilakukan
melalui pemberdayaan UMK-M termasuk koperasi. Bagi pencari kerja yang
belum terserap dalam dunia kerja atau perusahaan, Pemerintah dapat
mendukung terbukanya peluang untuk tumbuh dan berkembangnya
kewirausahaan melalui upaya mengembangkan dan meningkatkan
kualitas UMK-M termasuk koperasi. Dengan mengembangkan
kewirausahaan melalui UMK-M termasuk koperasi, terdapat 2 (dua)

27
keuntungan sekaligus yang akan didapat. Di satu sisi, UMK-M termasuk
koperasi dapat menjadi pilihan bagi masyarakat untuk berusaha sendiri
dan mendapatkan penghasilan. Di sisi lain UMK-M termasuk koperasi juga
mampu menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat. Dengan dua
keuntungan tersebut, pengembangan UMK-M termasuk koperasi
memberikan dampak positif bagi persoalan sumber daya manusia
Indonesia. Seiring dengan itu, terdapat manfaat lain dalam pengembangan
kewirausahaan melalui UMK-M termasuk koperasi yakni meningkatkan
nilai tambah ekonomi yang berujung pada peningkatan PDB atau
pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, penguatan UMK-M termasuk
koperasi menjadi salah satu aspek yang penting untuk menjadi salah satu
materi yang dikaji dalam upaya menciptakan lapangan kerja.
Selanjutnya, mengingat kebijakan membangun SDM berproduktivitas
tinggi mutlak diperlukan dan menjadi fondasi bagi pembangunan ekonomi
yang berkelanjutan, perubahan kondisi ketenagakerjaan perlu diakomodir
dalam suatu regulasi yang dapat menyesuaikan dengan perkembangan.
Oleh karena itu, Pemerintah hadir dalam memberikan perlindungan
kepada tenaga kerja baik di dalam negeri maupun di luar negeri. UU
13/2003 yang berlaku selama ini dirasakan sudah tidak sesuai dengan
perkembangan kondisi dan kebutuhan pasar tenaga kerja yang ada.
Pembaharuan terhadap peraturan perundang-undangan dalam rangka
pembangunan hukum sangat diperlukan. Tanpa pembaharuan dan
pembangunan hukum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
ketimpangan bahkan hambatan bagi pembangunan nasional akan timbul.
Perubahan besar-besaran regulasi ketenagakerjaan melalui Omnibus Law
adalah upaya transformatif untuk memenuhi cita-cita Indonesia Maju 2045
dengan memanfaatkan bonus demografi, karena 25 (dua puluh lima) tahun
bukanlah masa yang panjang untuk pembangunan ekonomi.
Selain itu, perubahan regulasi pun akan diiringi dengan perluasan
program jaminan dan bantuan sosial sebagai komitmen pemerintah dalam
rangka meningkatkan daya saing dan penguatan kualitas SDM, serta

28
untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan dan ketimpangan
pendapatan. Melalui dukungan jaminan dan bantuan sosial, total manfaat
tidak hanya diterima oleh pekerja, namun juga dirasakan oleh keluarga
pekerja.

B. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah yang akan dikaji dalam NA RUU tentang


Cipta Kerja, meliputi:
1. Permasalahan apa yang dihadapi dalam pelaksanaan RUU tentang Cipta
Kerja bagi kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta
bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi?
2. Mengapa perlu RUU tentang Cipta Kerja di Indonesia?
3. Apakah yang menjadi dasar pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis dan yuridis pembentukan RUU tentang Cipta Kerja?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan
dan arah pengaturan serta materi muatan dalam penyusunan RUU tentang
Cipta Kerja?

C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik

2. Tujuan penyusunan NA RUU tentang Cipta Kerja, yaitu:


a. merumuskan permasalahan apa yang dihadapi dalam pelaksanaan
RUU tentang Cipta Kerja bagi kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi.
b. merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan
pembentukan RUU tentang Cipta Kerja.
c. merumuskan hasil evaluasi dan analisis peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan kebijakan Penciptaan Lapangan Kerja.
d. merumuskan dasar pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis
dan yuridis pembentukan RUU tentang Cipta Kerja.

29
e. merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan serta materi muatan
dalam penyusunan RUU tentang Cipta Kerja.
2. Kegunaan Naskah Akademik adalah sebagai acuan atau referensi
penyusunan dan pembahasan RUU tentang Cipta Kerja.

D. Metode

Metode penyusunan NA yang digunakan dalam penyusunan NA dan


RUU tentang Cipta Kerja adalah metode yuridis normatif yaitu dengan cara
melakukan studi pustaka yang menelaah data sekunder berupa bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer meliputi
peraturan perundang-undangan atau dokumen lainnya seperti Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan pengaturan Cipta Kerja,
kemudahan berusaha, dan UMK-M termasuk koperasi. Bahan hukum
sekunder diperoleh melalui hasil penelitian, hasil pengkajian, buku dan
jurnal ilmiah yang terkait dengan perizinan berusaha.
Data sekunder tersebut dapat dilengkapi dengan data primer dari hasil
wawancara, dan diskusi dengan narasumber yang kompeten dan
representatif yaitu pakar, akademisi maupun pelaku usaha. Wawancara
dan diskusi tersebut dilakukan dengan melakukan pencarian dan
pengumpulan data baik stakeholder di pusat maupun di daerah. Metode
yuridis normatif ini dilengkapi dengan diskusi (focus group discussion), dan
rapat dengan stakeholder terkait dalam rangka mempertajam kajian dan
analisis.
Pengolahan data dalam naskah ini dilakukan secara kualitatif. Bahan-
bahan hukum tertulis yang telah terkumpul diklasifikasikan sesuai dengan
permasalahan yang telah diidentifikasi, kemudian dilakukan content
analysis secara sistematis terhadap dokumen bahan hukum dan
dikomparasikan dengan informasi narasumber, sehingga dapat menjawab

30
permasalahan yang diajukan. Data tersebut selanjutnya disusun, dikaji,
dan dirumuskan sesuai tahapan dalam penyusunan NA.

31
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Teoritis

1. Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Lapangan Kerja


Pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja ibarat dua
sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya memiliki
hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Dalam rangka
mengakselerasi hubungan tersebut, diperlukan kebijakan stabilitas
makro ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi. Stabilitas makro ekonomi adalah prasyarat
penting untuk memastikan penciptaan lapangan kerja dan
penghasilan—termasuk upah minimum—bagi tenaga kerja di Indonesia.
Salah satu yang penting dilakukan oleh pemerintah adalah membuat
kebijakan baru yang mendorong investasi. Dalam konteks ini,
pertumbuhan ekonomi dianggap sebagai dasar untuk meningkatkan
status pekerjaan dan meningkatkan pendapatan.15
Dengan demikian, dukungan dalam bidang ketenagakerjaan perlu
untuk diterapkan lebih efektif, oleh karena kenyataan menunjukkan
bahwa Indonesia sedang memasuki periode bonus demografi dimana
berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia (Indonesia Population
Projection) 2010-2035, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia
selama dua puluh lima tahun mendatang terus meningkat yaitu dari
238,5 juta pada tahun 2010 menjadi 305,6 (tiga ratus lima koma enam)
juta pada tahun 2035. Penduduk yang dalam usia kerja, 15-64 tahun
meningkat dari 66,5 (enam puluh enam koma lima) persen menjadi 67,9
(enam puluh tujuh koma sembilan) persen.16 Peningkatan angka usia

15 Dao Ha dan Nguyen Van Ngoc, Relationship between Economic Growth and Employment
in Vietnam, October 2014, https://www.researchgate.net/publication/319126019, diakses
tanggal 23November 2019.
16 Bappenas, Ibid.

32
kerja penduduk Indonesia, memerlukan kebijakan yang berfokus pada
perluasan produksi di sektor manufaktur dan konstruksi, terutama
industri skala kecil dan padat karya, mendorong pengembangan usaha
di sektor swasta, dan mendukung wirausaha di daerah pedesaan. Selain
itu, meningkatkan penciptaan lapangan kerja juga merupakan solusi
untuk mengurangi tingkat pengangguran. Pemerintah pusat perlu fokus
pada pemberdayaan UMK-M termasuk koperasi melalui dukungan riset
dan inovasi.
Uraian tersebut di atas mengisyaratkan bahwa ketenagakerjaan
merupakan kategori makro ekonomi yang penting. Ketenagakerjaan
dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi yang luas dan intensif. Dalam
konteks pertumbuhan yang luas, lapangan kerja lebih penting daripada
kualitas angkatan kerja. Sementara itu, pembangunan ekonomi
ditentukan dengan cara memanfaatkan tenaga kerja yang menganggur,
dan pertumbuhan intensif bergantung pada pendidikan, research and
design, informasi teknologi dan inovasi. Dengan demikian untuk
mempromosikan pertumbuhan ekonomi intensif, sangat penting
meningkatkan kualitas tenaga kerja.
Berbagai model digunakan untuk menentukan hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Kapsos17 dan
Dopke18 menemukan hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi
dan penciptaan lapangan kerja yang bervariasi selama periode tertentu
pada sebuah negara. Hal ini mencerminkan reaksi yang berbeda oleh
pasar tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi. Schmid
mengemukakan bahwa model pertumbuhan yang ekstensif dan intensif

17 Kapsos, S. (2005), “The Employment Intensity of Growth: Trends and Macroeconomic


Determinants”, Labor Markets in Asia: Issues and Perspectives, 143-201, retrieved from
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@ed_emp/@emp_elm/documents/publication/wc
ms_ 143163.pdf on Sep. 15, 2013.
18 Dopke, J. (2001), “The Employment Intensity of Growth in Europe”, Kiel Working Paper,

1021, retrieved from http://www.ifw-members.ifw-kiel.de/publications/theemployment-


intensity-ofgrowth-in-europe/kap1021.pdf in September 2011.

33
adalah penting untuk kemungkinan penciptaan lapangan kerja. Dengan
demikian, pertumbuhan ekonomi sebagai reaksi terhadap peningkatan
permintaan agregat dapat dicapai dalam situasi yang berbeda, seperti
peningkatan input, produktivitas faktor atau keduanya.19 Kapos
menemukan hubungan antara tingkat pertumbuhan dan kesempatan
kerja di banyak negara-negara dan memperkirakan elastisitas
pekerjaan.20

2. Teori Hubungan Industrial


Hubungan industrial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
16 UU 13/2003 adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara
para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri
dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan
pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Hubungan industrial juga telah didefinisikan oleh beberapa sarjana,
antara lain:
a. Sondang P Siagian:
“Secara umum hubungan industrial sering diartikan sebagai
hubungan formal yang terdapat antara kelompok manajemen dan
kelompok pekerja yang terdapat dalam suatu organisasi”.21
b. Sri Haryani:
“Hubungan industrial (industrial relation) adalah hubungan yang
membahas seluruh aspek dan permasalahan ekonomi, sosial,
politik dan budaya baik secara langsung maupun tidak langsung
berkaitan dengan hubungan pekerja/buruh dengan pengusaha.”22

19 Schmid, G. (2008), Full Employment in Europe: Managing Labour Market Transitions


and Risks, MA: Edward Elgar.
20 Schmid, G. (2008), Full Employment in Europe: Managing Labour Market Transitions

and Risks, MA: Edward Elgar.


21 Sondang P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, cet.20, Bumi Aksara, Jakarta,

2002, hal. 327-328


22 Sri Haryani, Hubungan Industrial di Indonesia, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2002,

hal.3.

34
Dalam hubungan industrial muncul peran pemerintah yang disebut
tripartit.23
c. Sentanoe Kertonegoro:
“Istilah hubungan industrial memberikan kesan sempit seakan-
akan hanya menyangkut hubungan antara pengusaha dengan
pekerja. Padahal hubungan industrial mencakup aspek yang sangat
luas, yakni aspek sosial budaya, psikologi, ekonomi, politik, hukum
dan hankamnas sehingga hubungan industrial tidak hanya meliputi
pengusaha dan pekerja, namun melibatkan pemerintah dan
masyarakat dalam arti luas.”24

Berdasarkan pengertian yang disampaikan baik berdasarkan UU


13/2003 maupun para sarjana diatas, maka dapat diuraikan unsur-
unsur hubungan industrial yaitu:
a. adanya suatu sistem hubungan industrial.
b. adanya pelaku yang meliputi pengusaha, pekerja/buruh dan
pemerintah.
c. adanya proses produksi barang dan/atau jasa.

Hubungan industrial merupakan istilah pengganti dari istilah


hubungan perburuhan (labour relation). Adapun alasan penggantian
istilah hubungan perburuhan menjadi hubungan industrial, oleh karena
dalam hubungan perburuhan hanya membahas hubungan antara
pekerja/buruh dan pengusaha. Sedangkan dalam realitasnya,
hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha bukan merupakan
masalah yang berdiri sendiri karena banyak dipengaruhi oleh masalah
lain, seperti ekonomi, sosial, politik dan budaya sehingga istilah
hubungan perburuhan dianggap tidak tepat lagi dalam menggambarkan
permasalahan perburuhan yang sebenarnya.25

23 Loc. cit
24 Sentanoe Kertonegoro, Hubungan Industrial, Hubungan Antara Pengusaha dan Pekerja
(Bipartit) dan Pemerintah Tripartit, YTKI, Jakarta, tahun 1999, hal 14.
25 Hartono Widodo dan Yudiantoro, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan,

Rajawali Pers, Jakarta, 1989, hal.7.

35
Dengan demikian hubungan perburuhan tidak hanya terbatas pada
hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh, tetapi perlu adanya
campur tangan pemerintah.

3. Teori Hubungan Kerja


Dalam UU 13/2003, saat ini dikenal 2 (dua) istilah yaitu hubungan
industrial dan hubungan kerja. Hubungan industrial digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara pengusaha, pekerja/buruh dan
pemerintah. Sedangkan hubungan kerja digunakan untuk
menggambarkan hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh
dalam suatu perjanjian kerja yang mengandung unsur pekerjaan,
perintah dan upah. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka
15 UU 13/2003 yang menyebutkan bahwa Hubungan Kerja adalah
hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan
perjanjian kerja yang mempunyai unsur, pekerjaan, upah dan perintah.
a. Perjanjian Kerja
Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan
pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja. Dengan demikian,
hubungan kerja tidak mempunyai kekuatan hukum apabila tidak
disertai dengan perjanjian kerja. Demikian pula dalam Pasal 50
dikemukakan bahwa Hubungan kerja terjadi karena adanya
perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.
Pasal 1 angka 14 UU 13/2003 menyebutkan bahwa: “Perjanjian
Kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha
atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban para pihak”. Selanjutnya, Pasal 1601a KUHPer juga
merumuskan perjanjian kerja sebagai suatu perjanjian antara salah
satu pihak (pekerja/buruh) yang mengikatkan diri untuk bekerja
pada pihak lain (pengusaha), selama suatu waktu tertentu dengan
menerima upah.

36
Menurut Soepomo, rumusan perjanjian kerja sebagaimana Pasal
1601a KUHPer kurang lengkap, karena pihak pekerja/buruh saja
yang mengikatkan diri, sedangkan pihak pengusaha tidak. Kedua
pihak seharusnya saling mengikatkan diri. Soepomo menduga
rumusan perjanjian kerja yang demikian itu dipengaruhi oleh
pandangan yang menganggap kedudukan pekerja secara ekonomis
lebih rendah dibanding dengan kedudukan pengusaha.26 Oleh
karena itu, Soepomo memandang perlu untuk merumuskan
keterikatan pengusaha secara eksplisit dalam rumusan perjanjian
kerja sehingga rumusan Pasal 1601a KUHPer menjadi:

“Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang


satu (buruh) mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang
lain (majikan) selama suatu waktu tertentu dengan menerima
upah dan pihak lain (majikan) mengikatkan diri untuk
mempekerjakan pihak yang satu (buruh) dengan membayar
upah”.27

Sedangkan Subekti memberikan pengertian Perjanjian Kerja


sebagai suatu perjanjian antara seorang majikan yang ditandai
dengan ciri-ciri adanya upah atau gaji tertentu, adanya suatu
hubungan atas bawah (dietsverhouding), yakni suatu hubungan atas
dasar pihak yang satu, majikan berhak memberikan perintah yang
harus ditaati oleh pihak lainnya.28 Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa dalam perjanjian kerja setidak-tidaknya
mengandung 4 (empat) unsur yaitu ada unsur pekerjaan, upah,
perintah serta waktu tertentu.

26 Imam Soepomo, Hukum Perburuhan, Bidang Hubungan Kerja, Penerbit Djambatan,

Jakarta,1980, hal.41.
27 Imam Soepomo, Hukum Perburuhan, Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan,
Penerbit Djambatan, Jakarta, 1986, hal.39.
28 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal.46.

37
Pendapat lain tentang perjanjian kerja dikemukakan oleh
Ridwan Halim yang menggunakan istilah perjanjian perburuhan
yang diartikan sebagai perjanjian yang diadakan antara buruh dan
majikan untuk saling mengikatkan diri satu sama lain guna bekerja
sama dengan ketentuan bahwa buruh berjanji akan
menyelenggarakan perintah majikan sebagai pekerjaannya dengan
baik dan majikan akan menanggung kehidupan buruh (dan
keluarganya) dengan baik pula selaras menurut kemampuan dan
persetujuan mereka masing-masing.29
Apabila ditinjau dari syarat perjanjian, Pasal 1320 KUHPer
mengatur mengenai syarat sahnya suatu persetujuan, yakni (1)
kesepakatan para pihak yang mengikatkan diri, (2) cakap untuk
membuat perikatan, (3) suatu hal tertentu/diperjanjikan dan (4)
suatu sebab atau causa yang halal (tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pada awal perkembangannya, hukum ketenagakerjaan sendiri
termasuk dalam rumpun hukum privat/perdata yang mengenal asas
kebebasan berkontrak (pacta sunt servanda). Asas ini menegaskan
bahwa setiap orang diberi kebebasan untuk membuat perjanjian
kepada siapa saja dan kebebasan menentukan isi dan syarat-syarat
perjanjian, sebagaimana ketentuan Pasal 1338 KUHPer yang
menyebutkan bahwa semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan
undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
Pada prinsipnya, pekerja/buruh maupun pengusaha bebas
menerima atau menolak persyaratan kerja yang diajukan oleh
masing-masing pihak. Namun, pada kenyataannya pekerja/buruh

29A. Ridwan Halim seperti dikutip oleh Zainal Asikin dkk dalam Dasar-Dasar Hukum
Perburuhan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 68-69.

38
yang cenderung tidak memiliki kekuatan sosial ekonomi
dibandingkan dengan kekuatan sosial ekonomi yang dimiliki
pengusaha tidak mempunyai kebebasan untuk menerima atau
menolak syarat-syarat kerja yang diajukan oleh pengusaha pada saat
pembuatan perjanjian kerja. Berbeda kondisinya dengan pengusaha
yang mempunyai kemampuan sosial ekonomi lebih besar sebagai
pemilik perusahaan sehingga bisa lebih leluasa menekan
pekerja/buruh untuk menerima apa yang dikehendakinya dalam
proses pembuatan perjanjian kerja.30
Dalam pembuatan perjanjian kerja, pada dasarnya
pekerja/buruh memiliki kepentingan untuk mendapatkan pekerjaan
dengan imbalan jasa yang dapat memenuhi kebutuhan mereka dan
keluarganya sehingga mereka menghendaki upah yang tinggi.
Sebaliknya, pengusaha berkepentingan mengembangkan usahanya
melalui langkah-langkah efisiensi dan menekan upah pekerja/buruh
serendah-rendahnya. Pemenuhan kepentingan masing-masing pihak
ini seringkali menimbulkan konflik. Di sinilah peran hukum
ketenagakerjaan dalam menjembatani kepentingan-kepentingan
yang berbeda sehingga tercipta keseimbangan. Untuk menjembatani
kepentingan pekerja/buruh dan pengusaha, diperlukan pihak
ketiga, yaitu pemerintah yang salah satu perannya adalah menyusun
peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik di bidang
ketenagakerjaan. Keterlibatan pemerintah ini menyebabkan sifat
hukum ketenagakerjaan yang semula merupakan hukum privat
mendapat nuansa hukum publik.
Peran pemerintah dalam pelaksanaan asas kebebasan
berkontrak dalam perjanjian kerja dimungkinkan dengan beberapa

30 Maarten L. Souhaka, dkk, Analsis Yuridis Mengenai Sifat Hukum Ketenagakerjaan,


diterbitkan oleh Sesditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja –
Kemnakertrans, 2012, hal.2.

39
alasan, antara lain31 yaitu pertama , para pihak, yaitu pekerja/buruh
dan pengusaha berada dalam posisi yang tidak seimbang, dimana
pengusaha memiliki posisi yang lebih kuat. Oleh karena itu, peran
pemerintah dibutuhkan untuk menghilangkan ketimpangan yang
ada. Kedua, di era pasar bebas saat ini, negara justru harus ikut
campur tangan agar mekanisme pasar bebas dapat terlaksana.
Dalam sistem ekonomi pasar bebas, peraturan-peraturan yang
mengeliminasi hak-hak fundamental pekerja/buruh dapat
menghambat pasar bebas itu sendiri. Ketiga, Affirmative Action
menjadi landasan pembenar adanya campur tangan negara dalam
hukum ketenagakerjaan sehingga tercipta keadilan sosial.
Menurut Tamara Lothion,32 model hukum ketenagakerjaan di
Indonesia merupakan model hukum korporatis, dimana dalam model
hukum ini hubungan ketenagakerjaan diatur melalui jalan legislasi
dalam bentuk peraturan perundang-undangan sehingga hukum
ketenagakerjaan menjadi bagi dari hukum publik.
Meskipun secara formil kedudukan hukum ketenagakerjaan
berada dalam bidang hukum publik, namun secara materi atau
substansinya, selain memuat hal-hal yang bersifat memaksa
sebagaimana ciri hukum publik, hukum ketenagakerjaan juga
mengatur hal-hal yang bersifat privat, mengingat pada awalnya
hukum ketenagakerjaan merupakan bagian dari hukum privat.

b. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Perjanjian Kerja untuk


Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Jika ditinjau dari jenisnya, perjanjian kerja dibagi menjadi dua
yakni perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu

31 Tan Kamello dkk, ibid. hal.22-24.


32 Ibid. hal.8.

40
tidak tertentu.33 Kemudian PKWT dibedakan lagi antara PKWT
berdasarkan jangka waktu dan selesainya pekerjaan.34 Artinya dasar
pembuatan PKWT dititikberatkan pada jangka waktu pelaksanaan
pekerjaan dan selesainya suatu pekerjaan. Pasal 1603e ayat 1
KUHPerdata juga diatur ketentuan PKWT :

“Hubungan kerja berakhir demi hukum, jika habis waktunya


yang ditetapkan dalam perjanjian atas peraturan-peraturan
atau dalam perundang-undangan atau jika semua itu tidak ada
menurut kebiasaan”.

Berdasarkan hal tersebut, maka PKWT dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu


:35
1. perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya
ditentukan menurut perjanjian, misalnya dalam perjanjian kerja
tertulis untuk waktu 2 (dua) tahun dan sebagainya atau sampai
proyek selesai.
2. perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya
ditentukan menurut undang-undang, misalnya bila pengusaha
mempekerjakan tenaga asing, dalam perjanjian tertulis untuk
waktu sekian tahun dan sebagainya.
3. perjanjian kerja untuk waktu tertentu dimana waktu berlakunya
ditentukan menurut kebiasaan, misalnya di perkebunan kopi
terdapat pekerja pemetik kopi, jangka waktu perjanjian kerja
ditentukan oleh musim kopi yang hanya berlangsung beberapa
bulan dan setelah musim kopi selesai, maka perjanjian kerja
dianggap telah berakhir.

Waktu tertentu sendiri diartikan sebagai suatu jangka waktu


yang sudah pasti ditentukan, tetapi juga jangka waktu yang tidak

33 Lihat ketentuan Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.
34 Ibid., Pasal 56 ayat (2)
35Mochlm. Faisal Salam, op.cit. hal. 83-84.

41
ditentukan lebih dahulu yang digantungkan pada jangka waktu
sampai pekerjaan selesai. Dengan demikian, dalam perjanjian kerja
yang tidak ditentukan jangka waktunya, maka jangka waktu dalam
hal ini dikaitkan dengan lamanya pekerjaan selesai. Mengenai
pemahaman jangka waktu yang telah tertentu yang telah dipastikan
lebih dahulu dalam perjanjian kerja, dapat terjadi benar-benar
berdasarkan waktu tertentu (sehari, sebulan, setahun) dan dapat
pula dihubungkan dengan suatu jangka waktu sesuai dengan tujuan
penyelesaian kerja.36
Hubungan kerja akan dikatakan sebagai hubungan kerja untuk
waktu tertentu, jika berakhirnya tidak semata-mata bergantung pada
kehendak salah satu pihak. Apabila tidak diperjanjikan bahwa
perjanjian kerja diadakan untuk waktu tertentu, dapat disimpulkan
bahwa perjanjian kerja itu diadakan untuk waktu tidak tertentu.
Walaupun dalam praktik sangat sulit untuk menetapkan bahwa
suatu perjanjian kerja dibuat untuk masa tertentu atau untuk waktu
tidak tertentu. Terutama jika:
a. perjanjian kerja diadakan untuk waktu tertentu, namun
berakhirnya perjanjian disyaratkan adanya pernyataan
pengakhiran.
b. perjanjian kerja diadakan untuk waktu tertentu, namun hanya
dapat dinyatakan berakhir pada hari-hari tertentu.37

Payaman Simanjuntak menyatakan bahwa PKWT adalah


perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk
melaksanakan pekerjaan yang diperkirakan selesai dalam waktu
tertentu yang relatif pendek yang jangka waktunya paling lama 2
(dua) tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk paling
lama sama dengan waktu perjanjian kerja pertama, dengan

36Yahya Harahap seperti dikutip dalam Mohd. Syaufii Syamsuddin, Perjanjian-Perjanjian


Dalam Hubungan Industrial , Sarana Bhakti Husada, Jakarta, 2010, hal. 92.
37 Ibid., hlm. 92-93.

42
ketentuan seluruh (masa) perjanjian tidak boleh melebihi tiga tahun
lamanya. Lebih lanjut dikatakan, perjanjian kerja waktu tertentu
yang dibuat untuk jangka waktu satu tahun, hanya dapat
diperpanjang satu kali dengan jangka waktu (perpanjangan)
maksimum satu tahun. Jika PKWT dibuat untuk satu setengah
tahun maka dapat diperpanjang setengah tahun. Demikian juga
apabila PKWT untuk dua tahun, hanya dapat diperpanjang satu
tahun sehingga seluruhnya menjadi tiga tahun38.
a) Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain (outsourcing)
Outsourcing adalah pemanfaatan tenaga kerja untuk
memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu
perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengerah tenaga
kerja.39 Pendapat lain menyebutkan bahwa outsourcing adalah
pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis
kepada suatu badan penyedia jasa untuk melakukan proses
administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta
kriteria yang telah disepakati oleh para pihak.40 Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa outsourcing
memanfaatkan tenaga kerja yang disediakan oleh pihak ketiga
untuk melaksanakan sebagian proses bisnis berdarkan
kesepakatan atau perjanjian.
Outsourcing telah lama dipraktikkan dengan berbagai
model atau pola di banyak negara, baik negara maju maupun
berkembang. Penggunaan istilahnya pun beragam, seperti
subcontracting, external manpower, externalization, Business

38 Payaman Simanjuntak seperti dikutip Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar

Grafika, Jakarta, 2009, hlm.48-49.


39 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2003, hlm. 177.


40 Tunggal, Imam Syahputra, Pokok-pokok Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo,

Jakarta, 2009, hlm. 308

43
Process Outsourcing (BPO) dan transfer of undertaking. Namun
dalam praktiknya, tidak jauh berbeda dengan apa yang
dikenal dengan praktik hubungan kerja sistem outsourcing
pemborongan pekerjaan di Indonesia.
Praktik hubungan kerja sistem outsourcing telah menjadi
kebutuhan yang tidak terelakkan dan telah meluas mengikuti
perkembangan ekonomi global. Sejak dekade pertengahan
tahun 1990-an, perkembangan praktik hubungan kerja
sistem outsourcing telah menyebar sangat cepat di banyak
negara terutama negara-negara maju seperti Jepang, Inggris,
Jerman, Amerika Serikat dan Prancis. Praktik hubungan kerja
sistem outsourcing telah menjadi bagian dari perkembangan
sektor-sektor perekonomian di negara-negara tersebut
terutama di sektor industri pengolahan dan jasa, seperti jasa
perbankan, asuransi, pelayanan kesehatan, transportasi, dan
jasa perdagangan.41 Pelaksanaan hubungan kerja sistem
outsourcing di Indonesia awalnya merupakan bagian dari
insentif kemudahan usaha kepada perusahaan-perusahaan
yang beroperasi di kawasan berikat (export processing zones).
Kajian akademis Perguruan Tinggi terhadap UU 13/2003
memaparkan beberapa isu utama yang berkaitan dengan
hubungan kerja outsourcing. Isu pertama, mengenai
pembatasan pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa
pekerja/buruh. Pihak pengusaha menginginkan tidak adanya
pembatasan pekerjaan-pekerjaan yang dapat diborongkan
kepada pihak lain. Sebaliknya, pekerja/buruh menuntut
adanya pembatasan secara ketat seperti yang telah diatur
dalam UU 13/2003. Isu kedua, terkait dengan penentuan

41 Hasil Kajian Tim Peneliti LIPI terhadap UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, 2010.

44
pekerjaan-pekerjaan yang termasuk kompetensi (atau dapat
saja disebut kegiatan) inti dan bukan inti. Keragaman lintas
sektor dan lintas perusahaan menyebabkan sangat sulit
untuk menentukan pekerjaan-pekerjaan yang boleh di-
outsourcing-kan atau diborongkan secara rinci dan tegas. Isu
ketiga, menyangkut perbedaan antara PKWT dan outsourcing
pekerja. Perbedaan ini didasarkan pada penggunaan agen
penyedia jasa tenaga kerja (APJT). Isu keempat adalah tentang
pengaturan hubungan kerja – apakah hubungan kerja secara
hukum terjadi antara buruh dan perusahaan yang melakukan
outsourcing pekerja/buruh atau antara pekerja/buruh dan
penyedia jasa pekerja/buruh.42

4. Regulasi, Inovasi, dan Daya Saing


Regulasi pemerintah dapat memberikan dampak yang positif dan
negatif pada proses inovasi dan daya saing. Titik tekan reformasi
regulasi, dilakukan untuk memberikan pengaruh atau dampak positif
terhadap inovasi dan daya saing. Reformasi regulasi diharapkan
membantu memastikan bahwa peraturan perundang-undangan di
semua bidang kegiatan sepenuhnya responsif terhadap perubahan
kondisi ekonomi, sosial, dan teknologi yang mengelilinginya. Proses
pengaturan memperhitungkan dampak dari regulasi yang berkaitan
dengan inovasi serta implikasi dari perubahan teknologi untuk alasan
dan desain regulasi. Regulasi dan reformasi regulasi dapat
mempengaruhi teknologi serta dapat mempengaruhi proses inovasi.43
Regulasi secara langsung memengaruhi proses inovasi, sementara
inovasi dan perubahan teknis memiliki dampak signifikan terhadap
regulasi. Keberhasilan dapat dicapai melalui upaya reformasi regulasi

42 Kajian akdemis Independen Perguruan Tinggi, op.cit. hlm.3-43.


43 Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Regulatory Reform
and Innovation, https://www.oecd.org/sti/inno/2102514.pdf, hlm. 3.

45
dengan memperhitungkan keterkaitan antara regulasi dan inovasi.
Regulasi ekonomi (economic regulation) dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi pasar dalam mengirimkan barang dan jasa yang
mempengaruhi proses inovasi. Regulasi sosial (social regulation)
melindungi lingkungan dan keselamatan dan kesehatan masyarakat
luas—desainnya dapat mendorong atau menghambat inovasi. Regulasi
administratif (administrative regulation) mengatur fungsi praktis
masyarakat dan sektor swasta—mengatur beberapa kondisi dasar untuk
kemajuan teknologi.44
Reformasi regulasi diarahkan untuk memastikan bahwa regulasi ini
benar sepenuhnya responsif terhadap perubahan kondisi ekonomi,
sosial, dan teknis yang mengelilinginya. Banyak reformasi didorong oleh
perkembangan teknologi yang telah mengubah biaya pokok dan struktur
kompetitif dalam industri mulai dari telekomunikasi, perbankan hingga
bioteknologi. Pada saat yang sama, reformasi regulasi adalah stimulus
yang kuat untuk inovasi.45
Reformasi peningkatan daya saing di sektor manufaktur dan jasa
penting untuk pengembangan dan difusi teknologi baru, seperti internet,
mesin teller otomatis dan pemindai optik di supermarket. Desain ulang
pendekatan untuk regulasi lingkungan, keselamatan, dan kesehatan
telah meningkatkan fleksibilitas perusahaan dalam mengembangkan
solusi inovatif untuk masalah sosial dengan penekanan pada
pencegahan dan bukan hanya pengawasan. Simplifikasi regulasi telah
mengurangi beban kumulatif pada bisnis, membebaskan sumber daya
untuk penelitian dan pengembangan teknologi. Reformasi regulasi ini
telah meluncurkan putaran baru perubahan teknis, efek samping yang
tak terduga, dan dampak teknologi yang berbeda mengenai perlunya
dilakukan perubahan regulasi.46

44 Ibid., hlm. 7.
45 Ibid.
46 Ibid.

46
Peningkatan pengaruh positif regulasi terhadap inovasi dilakukan
melalui upaya: (1) memahami hubungan regulasi atau teknologi. Proses
pengaturan regulasi di bidang ekonomi, sosial maupun administratif,
memiliki kewaspadaan terhadap dampak perubahan teknologi; (2)
memperkenalkan daya saing. Di semua sektor ekonomi, daya saing antar
perusahaan penting untuk inovasi; (3) melakukan perampingan regulasi,
untuk kepentingan efisiensi ekonomi dan inovasi, reformasi regulasi
berupaya menghapuskan duplikasi, regulasi yang menghambat, dan
tidak efisien, khususnya terhadap UMK-M termasuk koperasi; (4)
menggunakan pendekatan teknologi; (5) harmonisasi secara
internasional dimana negara mengejar kompatibilitas yang lebih besar
dari regulasi untuk menghilangkan ketidakpastian, inefisiensi, dan
hambatan pasar yang dapat memperlambat inovasi.47
Terdapat 3 (tiga) tipe umum regulasi, yang mana ketiganya
berpengaruh terhadap inovasi. Pertama, economic regulation,
dimaksudkan untuk memastikan efisiensi pasar, sebagian melalui
promosi daya saing yang memadai di antara para pelaku usaha. Kedua,
social regulation, dimaksudkan untuk mempromosikan internalisasi
semua biaya yang relevan oleh aktor. Ketiga, administrative regulation,
bertujuan untuk memastikan berfungsinya operasi sektor publik dan
swasta. Hal ini sebagaimana tersaji dalam sebagai berikut:

Tabel. 2.1.Tipe-Tipe Regulasi

Tipe Regulasi Keterangan


Economic Economic regulation pada umumnya
Regulation dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi
pasar dalam mengirimkan barang dan jasa,
termasuk pembatasan yang diberlakukan
pemerintah pada keputusan perusahaan

47 Ibid., hlm. 8.

47
Tipe Regulasi Keterangan
terhadap harga, kuantitas, layanan masuk dan
keluar.
Social Social regulation dimaksudkan untuk
Regulation melindungi kesejahteraan dan hak-hak
masyarakat luas. Mencakup perlindungan
lingkungan, kesehatan dan keselamatan di
tempat kerja, perlindungan hak-hak pekerja,
dan perlindungan pembeli dari perilaku
penipuan atau tidak kompetennya penjual.
Administrative Administrative regulation berkaitan dengan
Regulation manajemen pemerintah dari kegiatan pada
sektor publik dan swasta. Mencakup peraturan
yang berkaitan dengan pajak, pengoperasian
bisnis, sistem distribusi, administrasi perawatan
kesehatan dan hak kekayaan intelektual.

Sumber: OECD, Regulatory Reform and Innovation48

Reformasi regulasi diarahkan untuk memastikan bahwa regulasi ini


tetap sepenuhnya responsif terhadap perubahan kondisi ekonomi,
sosial, dan teknologi yang mengelilinginya. Reformasi regulasi memiliki
beberapa tipe. Dalam economic regulation, reformasi dapat berarti
deregulasi, privatisasi, atau pembukaan pasar untuk meningkatkan
persaingan dan dalam hal social regulation, reformasi pada umumnya
berarti meningkatkan fleksibilitas dan efektivitas biaya regulasi,
sedangkan administrative regulation, reformasi biasanya diarahkan ke
perampingan dan peningkatan efisiensi regulasi. Dalam beberapa kasus,
reformasi regulasi dapat berarti peningkatan daripada penurunan
tingkat regulasi atau pengawasan pemerintah.

48 https://www.oecd.org/sti/inno/2102514.pdf, hlm. 11.

48
Regulasi berpengaruh terhadap inovasi, baik pengaruh positif
maupun negatif. Di bidang ekonomi, regulasi dapat mempertahankan
tingkat tertentu keterbukaan atau persaingan. Di bidang sosial, regulasi
dapat menempatkan tuntutan teknis pada industri. Regulasi juga telah
melahirkan penciptaan industri baru dan produk seperti dalam kasus
“industri lingkungan”49. Sementara di bidang administratif, regulasi
memastikan terdapat “aturan dasar” yang adil untuk semua aktor
ekonomi dalam proses inovatif, seperti halnya perlindungan hak atas
kekayaan intelektual.50
Lebih lanjut, hubungan antara macro-level governance institutions
dan inovasi cenderung mengabaikan interaksi antara market structure
dan governance. Keefer dan Knack (1997: 591) berpandangan bahwa
perusahaan cenderung untuk menginvestasikan lebih sedikit teknologi
baru jika hukum yang mengaturnya lemah dan risiko terhadap
pengambilalihan tinggi. Temuan ini didukung oleh Clarke, Lundvall,
Dakhi and de Clercq dan Gimenez and Sanau yang melaporkan bahwa
innovation performance cenderung lebih rendah pada negara dimana
risiko pengambilalihan lebih tinggi dan rule of law lemah.51
Oleh karena itu, daya saing, inovasi, dan performa perusahaan
sangat bergantung pada sejauh mana lembaga pemerintahan efektif
dalam membina inovasi sebagai hasil dari pengambilan risiko,
menyelesaikan dan meminimalisir permasalahan, memitigasi kegagalan
pasar, dan menyelaraskan kepentingan dari berbagai aktor seperti
perusahaan dan pembuat kebijakan. Performa inovasi bergantung
kepada tingkat daya saing, dimana tingkatan pre dan post keberhasilan
inovasi dapat disesuaikan oleh inovator.

49 OECD, The Global Environmental Goods and Services Industry, Paris.


50 OECD, Regulatory Reform and Innovation, op.cit., hlm. 12.
51 Mehmet Ugur, Governance, Regulation and Innovation, Theory and Evidence From

Firmas and Nations, UK: Edward Elgar Publishing Limited, 2013, hlm. 3

49
Governance institutions dapat dipertimbangan sebagai “the rules of
the game” dan terdiri atas kelembagaan formal dan informal.
Kelembagaan formal terdiri dari hukum tertulis, regulasi, hukum dan
kontrak serta kelembagaan informal terdiri atas norma, nilai dan trust
(kepercayaan) dimana masyarakat mengembangkan dan terinternalisasi
sepanjang waktu. Dixit berpandangan bahwa governance institutions
berpengaruh terhadap economic outcomes secara umum karena good
governance sangat penting untuk melindungi tiga esensi prasyarat untuk
ekonomi pasar: (1) perlindungan terhadap hak milik; (2) penegakan
hukum kontrak; (3) resolusi terhadap permasalahan dalam tindakan
kolektif. Relevansi persyaratan ini untuk inovasi menjadi bukti.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, beberapa pertanyaan yang
timbul antara lain: Apakah governance berpengaruh terhadap inovasi di
tingkatan negara atau perusahaan? Bagaimana governance dan struktur
pasar berinteraksi dan berpengaruh terhadap inovasi? Apakah struktur
pasar dan dimensi governance melengkapi atau berpengaruh terhadap
inovasi? Jika good governance menumbuhkan inovasi, bagaimana
inovasi mempengaruhi reformasi kebijakan (policy reform) bertujuan
untuk meningkatkan governance? Jika regulasi berpengaruh terhadap
inovasi, bagaimana investasi dalam bidang inovasi berpengaruh
terhadap regulatory outcomes?52

5. Dinamika Perkembangan Administrasi Publik


Dalam perkembangannya telah terjadi proses evolusi dari konsep
dan bentuk bangsa—negara dari waktu ke waktu. Berawal dari bentuk
negara sebagai penjaga malam (night watcher state atau police state),
berkembang menjadi bentuk negara kesejahteraan (welfare state), yang
kemudian berkembang lagi menjadi bentuk negara madani atau disebut
juga civil society yang lebih memberikan ruang bagi pelaku usaha,

52 Ibid., hlm. 5-6.

50
masyarakat dan pasar, atau pada sisi yang lain disebut juga nation
wealth creation. Peranan tiga unsur penting yaitu pemerintah (state),
pelaku usaha (private sector) dan masyarakat (civil society) menjadi
penentu dalam terciptanya penyelenggaraan negara yang baik dalam
kerangka negara hukum modern.
Konsep civil society ataupun national wealth creation tidak jauh
berbeda dengan karakteristik negara kesejahteraan. Pemerintah tetap
ditugaskan untuk melakukan campur tangan atau interverensi demi
mensejahterakan bangsa namun tetap dengan memperhatikan
keberadaan pasar. Dalam pola yang ketiga ini, masyarakat dan bangsa
diharapkan lebih aktif dalam melakukan kegiatan tersebut, sementara
pemerintah diharapkan sebagai fasilitator saja. Namun, dengan melihat
faktanya pemerintah tetap dituntut oleh publik untuk tidak lepas tangan
dari suatu kondisi yang meskipun disukai pelaku usaha namun ternyata
merugikan kepentingan umum, maka konsep welfare state tetap tidak
dapat dipisahkan bagi bangsa ini.
Konsep welfare state dimana negara yang direpresentasikan oleh
pemerintah (administrasi negara) sebagai pengurus tugas pemerintah
tidak hanya membuat dan mempertahankan hukum, atau hanya
menjaga ketertiban dan ketentraman saja, melainkan lebih luas dari
pada itu yakni menyelenggarakan kepentingan umum seperti kesehatan
rakyat, pendidikan, perumahan, dan lain sebagainya. Pemerintah juga
diberikan tugas dan kewenangan untuk dapat bertindak atas inisiatif
dirinya sendiri dalam menyelesaikan segala permasalahan yang ada
pada warga masyarakat demi melindungi kepentingan umum itu sendiri.
Dalam menyelenggarakan kepentingan umum tersebut, secara garis
besar menurut Stelinga, administrasi negara mempunyai kewenangan
antara lain: (a) melakukan penetapan kebijakan, (b) melakukan
pengaturan/regeling, (c) melakukan pengamanan, (d) melakukan

51
peradilan, dan (e) melakukan pelayanan kepada warga negara.53
Sementara menurut Brown, kegiatan kepentingan umum adalah
dilakukan dengan melakukan layanan publik yang merupakan kegiatan
yang menggunakan kewenangan publik, dan dilakukan untuk
memenuhi kepuasan kebutuhan publik.54
Berkaitan dengan hal tersebut, dikenal dua teori tentang hak
mengatur administrasi negara, yakni Red Light Theory dan Green Light
Theory, sebagaimana yang dikemukakan oleh Harlow dan Rawling.55
a. Red Light Theory
Red light theory berasal dari suatu tradisi politik di abad ke-19
yang menjunjung tinggi paham “laissez-faire” yang menghendaki
peran pemerintah dilakukan seminimal mungkin terhadap hak dan
kegiatan individu. Tidak terdapat perbedaan status dan kedudukan
hukum antara individu warga negara (citizen) dengan pejabat
administrasi negara. Penganut teori ini menghendaki adanya
kepastian mekanisme ‘judicial review’ terhadap putusan
administrasi negara sekiranya bertentangan dengan hukum
dan/atau adanya mekanisme sanksi hukum terhadap administrasi
negara apabila telah terjadi penyalahgunaan kekuasaan.
Prinsip kebebasan pengadilan dan prinsip tidak memihak
dipegang teguh, dimana pengadilan bebas (otonom) dari pengaruh
politik dan moral. Dalam red light theory, sangat terasa penerapan
aliran berpikir positivisme dan formalism, dimana dalam lingkup
hukum publik maka seharusnya terdapat keseimbangan
konstitusional (balanced constitution) antara hak individual warga
negara dengan kekuasaan birokrasinya, dimana suatu putusan

53 Prajudi Atmosodirjo, Hukum Administrasi Negara, cetakan kesepuluh, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1983), hlm.213.


54 Safri Nugraha et. al., Hukum Administrasi Negara, edisi revisi., (Depok: Center for Law

and Good Governance Studies FHUI, 2007), hlm.83.


55 Carol Harlow and Richard Rawlings, Law and Administration, 2nd ed., (London:

Butterworths, 1997), hlm.29-90.

52
administrasi negara (administrative decision-making) dilakukan
sesuai dengan persyaratan prosedural yang ketat dan didasari oleh
kewenangan tertentu (formalist) sesuai hukum yang berlaku
(lawful/intravires) serta dilandasi oleh pertimbangan yang rasional.
b. Green Light Theory
Green light theory yang berasal dari tradisi utilitarian (Bentham,
Mill, dan Fabian 1884) berpendapat bahwa pengaruh politik dan
sosiologis terhadap hukum tidak mungkin dapat dihindari. Dalam
teori ini, sangat terasa penerapan aliran pemikiran orang-orang
yang ‘realist’ dan ‘functionalist’ dimana hukum hidup sesuai
dinamika masyarakat. Perbedaannya dengan red light theory adalah
pengembangan suatu model government yang lebih dinamis dan
bersahabat (more congenial). Jika dalam red-light, lebih
memperhatikan judicial control dari executive power, pada green-
light justru lebih dipercayakan (incline to pin their hopes) kepada
proses politik yang mendasari perkembangan hukum. Dalam teori
ini, dapat dikatakan bahwa kewenangan pemerintah diperluas
untuk membuat peraturan sendiri, maupun pengawasan sendiri,
karena pembuat undang-undang (legislatif) dalam kenyataannya
dianggap gagal untuk itu. Paling tidak, secara substansial setiap
Undang-Undang adalah produk politik yang sulit untuk
menjabarkan ketentuan yang lebih teknis, oleh karena itu
pemerintah perlu mendapatkan ruang untuk melakukan
pengaturan demi kepentingan umum sesuai kewenangannya.
Dalam hal ini, setelah dilakukan pengamatan maupun
pencermatan mengenai apa yang dikerjakan atau dijalankan oleh
aparatur/administrasi negara, terlihat jelas apa yang menjadi hak,
kewajiban dan tanggung jawab administratur negara digunakan
untuk menjawab kepentingan umum tersebut. Hak seorang
aparatur negara antara lain adalah: (a) melaksanakan

53
kewenangannya sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku; (b) membuat kebijakan sesuai dengan ruang lingkup dan
kewenangan yang dimiliki, dan (c) hak-hak lain sesuai peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pada sisi yang lain, kewajiban
yang dijalankan oleh seorang aparatur administrasi negara yaitu,
seorang aparatur negara wajib taat pada peraturan perundang-
undangan dan seorang aparatur negara wajib membuat suatu
kebijakan terhadap suatu hal walaupun tidak terdapat peraturan
yang mengaturnya.

Selanjutnya, kajian, dan praktik administrasi publik di berbagai


negara terus berkembang. Berbagai perubahan terjadi seiring dengan
berkembangnya kompleksitas persoalan yang dihadapi oleh
administrator publik. Kompleksitas ini ditanggapi oleh para teoritis
dengan terus mengembangkan ilmu administrasi publik. Terdapat tiga
perspektif dalam administrasi publik, yaitu (a) Old Public Administration
(OPA), New Public Managemen (NPM), dan New Public Service (NPS).56
Penjelasan atas tiga prespektif tersebut sebagai berikut:

a. Old Public Administration (OPA)


Old Public Administration pertama kali dikemukan oleh
Woodrow Wilson. Prinsip dari Old Public Administration yakni fokus
pemerintah adalah pada pemberian layanan langsung melalui
agensi-agensi pemerintah yang eksis atau melalui otoritas baru.
Kebijakan memfokuskan pada tujuan tunggal yang terdefinisi
secara politis, administrator publik memainkan sebuah peran
terbatas dalam pengambilan kebijakan dan penyelenggaraan
pemerintahan mereka bertanggung jawab terhadap implementasi
kebijakan publik.

56Septiana Eka Silviana, “Perjalanan Old Public Administration (OPA), New Public
Management (NPM) Hingga New Public Sevice”, hlm.1.

54
Dalam hal ini, menurut pengalaman Wilson, negara terlalu
memberi peluang bagi para administrator untuk mempraktikkan
sistem nepotisme dan spoil. Karenanya ia mengeluarkan doktrin
untuk melakukan pemisahan antara dunia legislatif (politik) dengan
dunia eksekutif, dimana para legislator hanya merumuskan
kebijakan dan para administrator hanya mengeksekusi atau
mengimplementasikan kebijakan.
Birokrasi yang ditawarkan Wilson ini sejalan dengan jiwa atau
semangat bisnis. Wilson menuntut agar para administrator publik
selalu mengutamakan nilai efisiensi dan ekonomis sehingga mereka
harus diangkat berdasarkan kecocokan dan kecakapan dalam
bekerja ketimbang keanggotaan atau kedudukan dalam suatu
partai politik. Ajakan Wilson untuk meniru dunia bisnis ini
membawa suatu implikasi penting dalam pemerintahan yaitu
bahwa prinsip-prinsip dalam dunia bisnis.

b. New Public Management (NPM)


Melihat gagalnya konsep Old Public Administration, maka
muncul suatu sistem baru yakni New Public Management. Konsep
New Public Management juga memiliki keterkaitan dengan
permasalahan manajemen kinerja sektor publik karena
pengukuran kinerja menjadi salah satu prinsip yang utama. Prinsip
New Public Management yakni mencoba menggunakan pendekatan
bisnis di sektor publik, penggunaan terminologi dan mekanisme
pasar, administrasi ditantang untuk dapat menemukan dan
mengembangkan cara baru yang inovatif untuk mencapai hasil dan
fungsi-fungsi yang dijalankan pemerintah, “steer not row” artinya
birokrat tidak mesti menjalankan sendiri tugas pelayanan publik.
New Public Management menekankan akuntabilitas pada
customer dan kinerja yang tinggi dan restruktuasi birokrasi

55
kemudian perumusan kembali misi organisasi, perampingan
prosedur dan desentralisasi dalam pengambilan keputusan. Dalam
era New Public Management menjadikan birokrasi menjadi semakin
mahal, dimana para birokrat menjual birokrasi kepada “pelanggan”
dimana dampaknya adalah birokrasi hanya melayani orang yang
berduit, sementara syarat yang ekonomi rendah kurang
diprioritaskan. Kemudian, di sisi lain dalam pandangan organisasi
pemerintah diibaratkan sebagai sebuah kapal.
Menurut Osborne dan Gaebler, peran pemerintah di atas kapal
tersebut hanya sebagai nahkoda yang mengarahkan (steer) lajunya
kapal bukan mengayuh (row) kapal tersebut. Paradigma steering
rather than rowing ala New Public Management dikritik oleh
Denhardt sebagai paradigma yang melupakan siapa sebenarnya
pemilik kapal (who owned the boat). Seharusnya, pemerintah
memfokuskan usahanya untuk melayani dan memberdayakan
warga negara karena merekalah pemilik “kapal”.

c. New Public Sevice (NPS)


New Public Service merupakan konsep yang dimunculkan
melalui tulisan Janet V. Dernhart dan Robert B. Dernhart yang
berjudul “The New Public Service, Serving not Steering” Gagasan
Denhardt tentang pelayanan publik baru menegaskan bahwa
pemerintah seharusnya tidak dijalankan seperti layaknya sebuah
perusahaan tetapi melayani masyarakat secara demokratis, adil,
merata, tidak diskriminatif, jujur dan akuntabel. Di sini,
pemerintah harus menjamin hak-hak warga masyarakat, dan
memenuhi tanggungjawabnya kepada masyarakat dengan
mengutamakan kepentingan warga masyarakat. Menurut
Denhardt, administrasi publik dalam New Public Service memenuhi
kriteria yakni melayani warga masyarakat, bukan pelanggan,

56
mengutamakan kepentingan publik, lebih menghargai
kewarganegaraan daripada kewirausahaan, berpikir strategis dan
bertindak demokratis, menyadari bahwa akuntabilitas bukan
merupakan suatu yang mudah, lebih menitikberatkan pada
pelayanan daripada mengendalikan, menghargai publik bukan dari
produktivitas semata.

6. Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Hukum

Era globalisasi, terutama di bidang ekonomi, memengaruhi semua


segi kehidupan masyarakat. Globalisasi ekonomi menyebabkan
terjadinya globalisasi hukum. Globalisasi hukum tersebut tidak hanya
didasarkan pada kesepakatan internasional, tetapi juga memerlukan
pemahaman perbedaan tradisi hukum dan budaya antara barat dan
timur serta mengarah pada adanya integrasi antarnegara. Stiglitz
menyatakan bahwa:

“Globalization entails the closer integration of the countries of the


world and that means there is going to be more interdependence. Our
welfare, our well being, will depend on others, and it will depend on
how globalization is managed”.57

Hal itu menunjukkan bahwa globalisasi bagi suatu negara dapat


menjadi bermanfaat atau merugikan tergantung bagaimana pemimpin
negara yang bersangkutan mengelolanya. Oleh karena itu, aturan
hukum sangat penting untuk mengatur agar globalisasi bermanfaat
positif bagi negara. Keterkaitan dengan standar-standar internasional
perlu menjadi perhatian agar perusahaan atau industri nasional
mempunyai daya saing di era globalisasi. Reformasi di bidang hukum
harus memperhatikan tuntutan-tuntutan globalisasi, seperti

57Joseph Stiglitz, “We have to make globalization work to all”, The Jakarta Post, 22
Oktober 2003, hlm. 7.

57
keterbukaan hukum nasional terhadap norma-norma hukum yang
berlaku secara internasional. Dalam kegiatan ekonomi inilah justru
hukum sangat diperlukan karena sumber-sumber ekonomi yang
terbatas, di satu pihak, dan tidak terbatasnya permintaan atau
kebutuhan akan sumber ekonomi, di pihak lain. Dampaknya, akan
sering terjadi konflik antarwarga dalam memperebutkan sumber-sumber
ekonomi tersebut.58

7. Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi


Faktor yang utama bagi hukum untuk dapat berperan dalam
pembangunan ekonomi adalah apakah hukum mampu menciptakan
stabilitas, dapat diprediksi, dan adil. Dua hal yang pertama adalah
prasyarat bagi sistem ekonomi untuk berfungsi. Termasuk dalam
lingkup stabilitas, bahwa potensi hukum untuk menyeimbangkan dan
mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang saling bersaing.
Kebutuhan akan hukum yang dapat diprediksi dinilai penting bagi negeri
yang sebagian besar rakyatnya, untuk pertama kali, memasuki
hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang
tradisional.
Aspek keadilan, seperti perlakuan yang sama dan standar pola
tingkah laku Pemerintah, diperlukan untuk menjaga mekanisme pasar
dan mencegah birokrasi yang berlebihan.59 Infrastruktur hukum bagi
investor menjadi instrumen penting dalam menjamin investasi mereka.
Hukum memberikan keamanan, kepastian, dan prediksi atas investasi
para investor. Semakin baik kondisi hukum dan undang-undang yang

Gunarto Suhardi. Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi, (Yogyakarta:


58

Universitas Atmajaya, 2002), hlm. v.


59 Leonard J. Theberge, "Law and Economic Development", Journal of lnternational Law

and Politics, vol. 9(1989), hlm. 232.

58
melindungi investasi mereka, maka iklim investasi negara tersebut
dianggap semakin kondusif.60
Peran Pemerintah dalam menciptakan iklim investasi diperlukan
untuk mengatasi kegagalan pasar atau kegagalan mencapai efisiensi.
Untuk mengatasi kegagalan tersebut, Pemerintah melakukan intervensi
melalui hukum dan pengaturan.61 Terkait dengan kegiatan ekonomi
maka pelaku-pelaku usaha memerlukan adanya kepastian untuk
mengambil keputusan-keputusan ekonomi. Para pelaku usaha akan
selalu berpikir pentingnya kepastian.
Hal tersebut sebagaimana dikatakan oleh seorang ahli ekonomi:

"In the context of uncertainty risk cannot be quantified. It is


therefore presence or lack of credible information, which
distinguishes risk which is not a problem, from uncertainty, which
is a problem. In theory, a firm will invest in a high - medium – or
low risk enterprise where there is high degree of certainty (such
that the risk surrounding an investment can be quantified and
costed) but the higher the uncertainty, the less likely it is that any
investment will be made”. 62

Agar tercapai efisiensi ekonomi, prioritas perlu diberikan pada


undang-undang yang berkaitan dengan peningkatan akumulasi modal
untuk pembiayaan pembangunan dan demokratisasi ekonomi. Dalam
hal ini hukum berfungsi sebagai fasilitator perkembangan bisnis.
Optimalisasi sumber pembiayaan pembangunan memerlukan
pembaharuan undang-undang yang terkait dengan penanaman modal,
Perseroan Terbatas (PT), dan pasar modal. Di samping itu, Indonesia juga

60 Hikmahanto Juwana, “Arah Kebijakan Pembangunan Hukum Di Bidang


Perekonomian dan Investasi”, Majalah Hukum Nasional, No. 2, (Jakarta: BPHN, 2008), hlm.
71
61 Zulkarnain Sitompul, “Investasi Asing di Indonesia Memetik Manfaat Liberalisasi”,

Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8, (Jakarta: Ditjen Peraturan Perundang-undangan


Departemen Hukum dan HAM, 2008), hlm. 84.
62 Amanda J. Perry, "The Relationship Between Legal Systems and Economic Development:

Integrating Economic and Cultural Approaches," Journal of Law and Society, Vol. 29, No. 2 (2002),
hlm. 295

59
harus menerapkan peraturan terkait dengan tindak pidana pencucian
uang dengan konsekuen. Ekonomi pasar menjadi tidak efisien serta
cenderung mendorong ketidakadilan dan pemerasan jika didominasi
oleh aktivitas pasar yang ilegal.63

8. Investasi
Sejarah ekonomi modern telah memposisikan investasi sebagai
sektor yang paling berpengaruh dalam setiap perekonomian suatu
negara. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan merujuk pada besaran
investasi, maka kita dapat memperkirakan tingkat pertumbuhan
ekonomi yang dicapai negara yang bersangkutan. Investasi yang
diharapkan bukan hanya dari dalam negeri, melainkan juga dari luar
negeri dalam bentuk penanaman modal asing. Secara teoretis, faktor
eksternal yang dipelajari investor asing adalah bagaimana tingkat daya
saing negara tersebut (misalnya Indonesia) dibandingkan dengan
negara-negara lainnya. Tingkat daya saing suatu negara merefleksikan
risiko berinvestasi di negara tersebut. Perhitungan tingkat daya saing
negara-negara di dunia biasanya dilakukan oleh lembaga-lembaga
internasional terkemuka seperti Center of International Development
(CID), yang bermarkas di Jenewa, Swiss, dan International Institute for
Management (IIM) yang bermarkas di Lausanne, Swiss. Setiap tahun
kedua lembaga tersebut menerbitkan tingkat daya saing dari negara-
negara yang menjadi tujuan investasi seluruh dunia, yang sekaligus
menjadi acuan bagi investor asing di seluruh dunia. Metode penentuan
tingkat daya saing tersebut dilakukan melalui sebuah analisis tentang
bagaimana kemampuan suatu negara mengembangkan diri sebagai
tempat yang memberikan daya saing kepada berbagai jenis usaha. Salah
satu faktor daya saing kompetitif adalah kemudahan dalam perizinan

63 Frank B, Cross, "Law and Economic Growth", Texas Law Review, Vol. 80 (2002).

60
pendirian perusahaan. Waktu, prosedur, dan biaya sangat
mempengaruhi. Waktu yang panjang dengan prosedur berbelit-belit
serta biaya yang tidak pasti akan mempengaruhi investor dalam
menanamkan modalnya di suatu negara. Investor akan selalu
memperbandingkan kemudahan investasi suatu negara dengan negara
lain. Semakin mudah, tertib, dan pasti aturan berinvestasi, maka
investor akan cenderung berinvestasi ke negara tersebut. Indonesia
sebagai negara yang membutuhkan investasi untuk membiayai
pembangunannya harus memperbaiki waktu, prosedur, dan pembiayaan
pendirian usaha bisnis terutama melalui kebijakan dan regulasinya.

9. Regulasi Responsif Hak Konstitusi Implisit Presiden dalam Mengeola


Negara dan Pemerintahan

a. Regulasi Responsif
Regulasi responsif memiliki salah satu kriteria dalam
pembentukannya melibatkan, mendengarkan banyak pemangku
kepentingan dan membuat pilihan dan fleksibel (responsif) terhadap
strategi regulasi yang dapat diatur secara konseptual. Regulasi yang
responsif terhadap gerakan yang dilakukan oleh pelaku usaha,
terhadap konteks industri dan lingkungan menampilkan tugas yang
kompleks. Regulasi responsif dibedakan (dari strategi tata kelola pasar
lainnya) baik apa yang memicu respons regulasi dan seperti apa
respons regulasi tersebut. Regulasi responsif terhadap struktur
industri, dimana struktur yang berbeda, konduktif pada tingkat dan
bentuk regulasi yang berbeda. Pemerintah dalam hal ini seyogyanya
mampu menyelaraskan motivasi yang berbeda dari aktor yang diatur.
Responsif dalam hal ini mengisyaratkan tidak saja pandangan
baru mengenai apa yang memicu intervensi regulasi, tetapi juga
mengarahkan pada gagasan inovatif tentang apa yang seharusnya
menjadi respons. Regulasi publik dapat mempromosikan tata kelola

61
private sector melalui delegasi fungsi regulasi. Di bawah regulasi
responsif, pelaku usaha menyadari manfaat lebih bagi ekosistem
investasi dibandingkan dengan rezim regulasi yang tidak responsif.64
Regulasi rensponsif diharapkan mampu menginduksi pelaku usaha
untuk meningkatkan investasinya.
Braithwaite, mengemukakan pandangan mengenai regulasi
rensponsive sebagai tripartisme dalam regulasi—dengan titik tekan
pada batasan regulasi sebagai transaksi antara negara dan bisnis,
kecuali terdapat pihak ketiga dalam permainan regulasi, regulasi akan
dikorupsi oleh kekuatan uang. Regulasi responsif melibatkan banyak
pemangku kepentingan dan membuat pilihan yang responsif dari
strategi regulasi yang tersusun dalam piramida. Di bagian paling
bawah piramida, lebih sering digunakan sebagai strategi pilihan
pertama yang kurang koersif, kurang intervensi, dan lebih murah.

b. Self-Regulatings System
Konsep “self-regulatings system” merupakan konsep yang digunakan
pada bentuk pemerintahan presidensial, sebagaimana Amerika
Serikat dan Indonesia. Self-regulating system dalam praktiknya
memberikan kewenangan yang tinggi kepada presiden untuk
mengatur regulasi bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini kekuasaan
presiden dalam membuat regulasi, dilakukan untuk melakukan
pengaturan baik pada economic regulation, social regulation maupun
administrative regulation.

c. Harmonisasi Hukum
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Harmonis
diartikan sebagai bersangkut paut dengan (mengenai) harmoni, seia

64 Lyon & Maxwell 2004, hlm. 133

62
sekata. sedangkan mengharmoniskan diartikan menjadikan
harmonis, Pengharmonisan adalah proses, cara, perbuatan
mengharmoniskan dan keharmonisan diartikan sebagai perihal
(keadaan) harmonis; keselarasan; keserasian. Harmonisasi peraturan
perundang-undangan adalah proses penyerasian dan penyelarasan
antar peraturan perundang-undangan sebagai suatu bagian integral
atau subsistem dari sistem hukum guna mencapai tujuan hukum.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diatur mengenai
sistem peraturan perundang-undangan yang tersusun secara
hierarkis. Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 yang berbunyi Pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum negara, selanjutnya Pasal 3 ayat (1), yang berbunyi “Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan
hukum dasar dalam Peraturan perundang-undangan”, Pasal 7 ayat
(1), yang bebunyi:

“Jenis dan hierarki Peraturan perundang-undangan adalah


sebagai berikut :
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah;
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.”

Kemudian, Pasal 8 ayat (2) berbunyi:

“Jenis Peraturan perundang-undangan selain sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh
Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk
berdasarkan kewenangan”.

63
Hierarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di
bawah Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah sesuai dengan
ketentuan Pasal 7 ayat (1) tersebut di atas. Hierarki atau tata urutan
peraturan perundang-undangan tersebut mempunyai arti penting
dalam hal kekuatan hukum peraturan perundang-undangan tersebut.
Materi peraturan perundang-undangan tidak boleh
mengandung substansi yang bertentangan dengan peraturan yang
lebih tinggi. Materi peraturan perundang-undangan hanya dapat
membuat aturan yang bersifat merinci dan melaksanakan peraturan
perundangan di atasnya. Dalam hal ini berlaku asas lex superiori
delogat legi inferiori, yang berarti Peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi mengesampingkan/ mengalahkan peraturan
perundang-undangan yang lebih rendah. Sehingga, dalam
penyusunannya pembentuk peraturan perundang-undangan harus
memastikan bahwa materi yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan di atasnya.
Pembentuk peraturan perundang-undangan wajib menyusun
suatu peraturan perundang-undangan secara selaras dengan pasal-
pasal dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang
merupakan pasal yang menjadi dasar pembentukan peraturan
perundang-undangan tersebut. Hal inilah yang disebut dengan
harmonisasi vertikal peraturan perundang-undangan, yakni
harmonisasi peraturan perundang-undangan dengan peraturan
perundang-undangan lain dalam hierarki yang berbeda.
Di samping harmonisasi vertikal tersebut di atas, di dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan harus diperhatikan pula
harmonisasi yang dilakukan terhadap peraturan perundang-
undangan dalam struktur hierarki yang sama atau sederajat. Jenis
harmonisasi ini disebut dengan Harmonisasi Horinzontal peraturan
perundang-undangan. Harmonisasi horizontal berangkat dari asas lex

64
posterior delogat legi priori yang artinya adalah suatu peraturan
perundang-undangan yang baru mengesampingkan/ mengalahkan
peraturan perundang-undangan yang lama dan asas lex specialist
delogat legi generalis yang berarti suatu peraturan perundang-
undangan yang bersifat khusus mengenyampingkan/mengalahkan
peraturan perundang-undangan yang bersifat umum.
Harmonisasi Horizontal peraturan perundang-undangan yang
dilandasi kedua asas tersebut sangat penting artinya dalam
penyusunan suatu peraturan perundang-undangan dikarenakan
pada hakikatnya suatu peraturan perundang-undangan merupakan
bentuk pengaturan yang lintas sektoral dan tidak dapat berdiri
sendiri. Di dalam peraturan perundang-undangan tersebut terdapat
berbagai sektor dan bidang hukum yang berbeda-beda namun saling
kait mengkait dan terhubung satu sama lain sehingga dibutuhkan
suatu pengaturan yang komprehensif, bulat dan utuh.
Harmonisasi Horisontal peraturan perundang-undangan
tersebut dilakukan berdasarkan asas Lex Posterior Delogat Legi Priori
terhadap suatu peraturan perudang-undangan yang berada dalam
hierarki yang sama dan sederajat dan dalam praktiknya diatur dalam
ketentuan penutup pada suatu peraturan perundang-undangan.
Dalam ketentuan penutup suatu peraturan perundang-undangan
diatur status peraturan perundang-undangan yang sudah ada apakah
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
dinyatakan tidak berlaku sama sekali. Ketentuan ini sangat penting
guna mengatur dan menata berbagai aspek dan bidang hukum yang
terkait dengan peraturan perundang-undangan tersebut sehingga
tidak terjadi dualisme pengaturan suatu aturan hukum yang sama
dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Sedangkan
penerapan Lex Specialist Delogat legi Generalis dalam Harmonisasi
Horisontal diperlukan guna membentuk suatu peraturan perundang-

65
undangan yang mempunyai bentuk dan karakteristik khusus dan
berbeda (sui generis) dengan peraturan perundang-undangan yang
lain guna mencapai tujuan tertentu.

d. Konsep Hak Prerogatif Presiden


Hak prerogatif presiden meskipun secara eksplisit tidak
disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 (UUD 1945), namun dalam pembahasan perubahan UUD
1945 isu tentang hak prerogatif presiden menjadi perdebatan semua
fraksi dan secara garis besar hampir semua fraksi setuju adanya hak
prerogatif presiden dengan tetap dibatasi oleh mekanisme checks and
balances dalam rangka untuk membatasi besarnya dominasi dan
peran seorang presiden. Kontrol terhadap presiden secara
kelembagaan dapat dilakukan oleh DPR.
Dalam ketatanegaraan Indonesia yang terdapat dalam Pasal 10
UUD NRI Tahun 1945, dinyatakan bahwa Presiden memegang
kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara. Kemudian, dalam Pasal 11 ayat (1), dinyatakan
bahwa Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang,
membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain. Lebih lanjut
pada ayat (2) dinyatakan bahwa Presiden dalam membuat perjanjian
internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan
negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan
undang-undang, harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat. Lalu, Pasal 12 menyatakan bahwa Presiden menyatakan
keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya
ditetapkan dengan Undang-Undang. Pasal 13 ayat (1) menyatakan
bahwa Presiden mengangkat duta dan konsul. Pada ayat (2) diatur
bahwa dalam hal pengangkatan duta, presiden memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Kemudian, pada ayat (3),

66
Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 14
ayat (1) menyatakan bahwa Presiden memberi grasi dan rehabilitasi
dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung. Kemudian
pada ayat (2) diatur bahwa jika Presiden memberi amnesti dan abolisi
dengan memperhatikan Dewan Perwakilan Rakyat. Yang terakhir
yaitu pada Pasal 15 diatur bahwa Presiden memberi gelar, tanda jasa,
dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan Undang-Undang.
Selain Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, dan Pasal
15 dalam UUD NRI 1945 juga ada pasal-pasal lain yang masih dapat
dikategorikan sebagai kekuasaan prerogatif. Hak atau kewenangan
prerogatif presiden menurut UUD NRI 1945 tersebut selanjutnya lebih
tepat disebut sebagai kewenangan konstitusional (constitutional
power).

e. Diskresi
Pengaturan diskresi pejabat pemerintahan dalam Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,
dimaksudkan tidak hanya sebagai payung hukum bagi
penyelenggaraan pemerintahan, tetapi juga sebagai instrumen hukum
untuk meningkatkan pelayanan pemerintahan kepada masyarakat,
dan dapat mewujudkan pemerintahan yang baik bagi semua badan
atau pejabat pemerintahan di pusat maupun di daerah.
Pelayanan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir
(1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
menyebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau
rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.

67
Penyelenggara pelayanan publik dalam bertindak diwajibkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Aturan
ini membatasi keleluasan pejabat pemerintahan dalam mewujudkan
pelayanan publik. Tindakan diskresi pejabat pemerintahan
merupakan instrumen yang dapat menyelesaikan persoalan dalam
bertindak untuk melakukan inovasi pelayanan publik, dengan ruang
lingkup dan batasan diskresi yang telah diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Diskresi pejabat pemerintahan telah diatur dalam Pasal 1 angka
(9) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan. Diskresi adalah keputusan dan/atau
tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat
pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkrit yang dihadapi
dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan
perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur,
tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi
pemerintahan.
Ruang lingkup diskresi diatur dalam Pasal 23 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
menyatakan Diskresi Pejabat Pemerintahan meliputi:
1) Pengambilan keputusan dan/atau tindakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang memberikan
suatu pilihan keputusan dan/atau tindakan.
2) Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan
perundang-undangan tidak mengatur;
3) Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan
perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas; dan
4) Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena adanya
stagnasi pemerintahan guna kepentingan yang lebih luas.

68
f. Penataan Kewenangan
Penataan kewenangan merupakan hal penting untuk dievaluasi
dengan meletakkan kedudukan Presiden dalam sistem
ketatanegaraan Indonesia yang pengaturan awalnya ada dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD
NRI 1945)—sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia yang
mencakup dasar-dasar normatif yang mengatur kehidupan berbangsa
dan bernegara termasuk penyelenggaraan pemerintahan.
Berdasarkan UUD NRI 1945, kewenangan tertinggi eksekutif berada
di tangan Presiden. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD NRI
1945 yaitu “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia”. Pasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa
Presiden Indonesia sebagai pemegang kekuasan pemerintahan
tertinggi, menjalankan beberapa kekuasaan berdasarkan amanat dari
UUD NRI 1945.
Philipus M. Hadjon berpandangan bahwa terdapat tiga
kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden berdasarkan UUD NRI 1945,
yaitu kekuasaan dalam bidang pemerintahan (eksekutif), kekuasaan
dalam bidang perundang-undangan, dan kekuasaan dalam bidang
kekuasaan kehakiman.65 Pada teori pembagian kekuasaan disebutkan
bahwa kekuasaan pemerintahan merupakan kekuasaan eksekutif
yang menjalankan pemerintahan itu sendiri. Penyelenggaraan
pemerintahan sehari-hari mencakup semua lapangan administrasi
negara, baik yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan,
ketentuan-ketentuan tidak tertulis maupun berdasarkan kebebasan
bertindak untuk mencapai tujuan pembentukan pemerintahan seperti
diamanatkan oleh Pembukaan UUD NRI 1945. Kebebasan bertindak

65 Philipus M. Hadjon,[et.,al.], Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada

University Press, 2005, hlm. 85-89.

69
yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut dalam hukum
administrasi disebut freis ermessen. Selanjutnya, untuk menjalankan
tugas, Presiden dapat mengangkat menteri. 66

Presiden sebagai pemegang kekuasaan Pemerintahan sesuai


dengan Pasal 4 ayat (1) UUD NRI 1945 dapat bermakna tiga hal yaitu:
a. Presiden sebagai penguasa eksekutif umum yang
menyelenggarakan administrasi negara,;
b. Presiden sebagai penguasa eksekutif khusus yang
menyelenggarakan administrasi negara yang luas terkait setiap
perbuatan administrasi negara;
c. Presiden sebagai pemegang kuasa dan wewenang administrasi
pemerintah.

Salah satu bentuk wewenang Presiden sebagai penguasa yang


berwenang dalam administrasi pemerintahan adalah wewenang dalam
bidang pengaturan untuk menghadapi hal yang individual dan konkrit
berupa perizinan. Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge, izin
merupakan suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-
Undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan (izin
dalam arti sempit).67 Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat
dipahami bahwa suatu pihak tidak dapat melakukan sesuatu kecuali
diizinkan. Dengan adanya izin, Pemerintah dapat mengendalikan dan
mengontrol kegiatan masyarakat.
Presiden sebagai puncak kekuasaan eksekutif memiliki
kewenangan untuk mengatur tata kelola dalam berbagai aspek
perizinan berusaha maupun administrasi pemerintahan pada
umumnya. Tindakan Presiden dalam melakukan kegiatan mengatur
dan mengurus dilegitimasi melalui kebijakan yang tertuang dalam

66Indonesia, Undang-Undang NRI 1945, Ps. 17 ayat (1)


67N.M. Spelt dan J.B.J.M ten berge, ed. Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan,
(Surabaya : Yuridika, 1993), hlm. 2-3.

70
Peraturan perundang-undangan yang tersusun secara hierarkis. Akan
tetapi, selama ini permasalahan regulasi perizinan di Indonesia dipicu
oleh delegasi peraturan perundang-undangan yang diwarnai dengan
ego sektoral. Permasalahan tersebut terjadi karena terdapat peraturan
perundang-undangan yang menjadi dasar pendelegasian kewenangan
pengaturan perizinan kepada Menteri.
Dalam hal kewenangan pemerintahan, beberapa ketentuan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, yang menjadi landasan bagi pemerintahan dan pembagian
wilayah, antara lain: (1) Presiden memegang kekuasaan Pemerintahan
(Pasal 4); (2) Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara (Pasal 17);
(3) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah Provinsi
yang terdiri atas Kabupaten dan Kota (Pasal 18); dan (4) Pemerintah
Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan yang susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang (Pasal 18). Dalam
hal ini landasan bagi pemerintahan dan pembagian wilayah dapat
digambarkan sebagai berikut:

UUD 1945

Legislatif Eksekutif Yudikatif

Presiden &
Wakil Presiden

Kementerian/
Lembaga

Pemda
KDH DPRD

71
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

Presiden sebagai kepala Pemerintahan sebagai pemegang


kekuasaan pemerintahan, melakukan penyelenggaraan pemerintahan
dengan dibantu oleh menteri-menteri negara. Dalam ketatanegaraan
Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas Daerah
Provinsi yang terdiri atas Kabupaten dan Kota. Pemerintah Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan yang
susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur
dalam Undang-Undang.
Prinsip dasar susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Pemerintahan Daerah
mengatur mengenai Kekuasaan Pemerintahan sebagai berikut:
Pasal 5 menyebutkan bahwa:

1. “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan


pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Kekuasaan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diuraikan dalam berbagai Urusan Pemerintahan.
3. Dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Presiden dibantu oleh menteri yang
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan tertentu.
4. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) di Daerah dilaksanakan berdasarkan
asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.”

Pasal 6 menyebutkan bahwa:

“Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan sebagai dasar dalam


menyelenggarakan Urusan Pemerintahan.”

Pasal 7 menyebutkan bahwa:

72
(1) “Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh
Daerah.
(2) Presiden memegang tanggung jawab akhir atas
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.”

Pasal 8 menyebutkan bahwa:

(1) “Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terhadap
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Daerah provinsi
dilaksanakan oleh menteri/kepala lembaga pemerintah
nonkementerian.
(2) Pembinaan dan pengawasan oleh Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terhadap
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Daerah
kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat.
(3) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) secara nasional dikoordinasikan oleh
Menteri.”

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, Presiden Republik


Indonesia memegang kekuasan pemerintahan sesuai dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kekuasan
Pemerintahan tersebut diuraikan dalam berbagai Urusan
Pemerintahan, yang didefinisikan dalam Pasal 1 angka 5 Undang-
Undang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan:

“Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang


menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan
oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan
Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat.”

Ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Pemerintahan


Daerah mengisyaratkan bahwa urusan pemerintahan adalah
kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden.
Kemudian urusan pemerintahan tersebut dilaksanakan oleh

73
kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah.
Pemerintahan Daerah dimaksud, didefinisikan oleh Pasal 1 angka
angka 2 UU Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa:

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan


pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.”
Dalam hal ini Presiden memiliki kewenangan untuk menetapkan
kebijakan penyelenggaraan urusan pemerintahan (Pasal 6),
melakukan pembinaan dan pengawasan (Pasal 7 ayat 1), dan
memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan urusan
pemerintahan (Pasal 7 ayat 2). Lebih lanjut, Pasal 16 Undang-Undang
Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa:

(1) “Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan


pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Pasal
9 ayat (3) berwenang untuk:
a. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria
dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan;
dan
b. melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah.
(2) Norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa ketentuan peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat
sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Daerah.
(3) Kewenangan Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga
pemerintah nonkementerian.
(4) Pelaksanaan kewenangan yang dilakukan oleh lembaga
pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) harus dikoordinasikan dengan kementerian terkait.
(5) Penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan

74
paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak peraturan
pemerintah mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan
konkuren diundangkan.”

Pasal 16 ini mengisyaratkan bahwa Pemerintah Pusat berwenang


menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria serta
melaksanakan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
kewenangan daerah. Hubungan Pemerintah Pusat dengan Daerah
dapat dirunut dari alinea ketiga dan keempat Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Alinea ketiga
memuat pernyataan kemerdekaan bangsa Indonesia.68 Sedangkan
alinea keempat memuat pernyataan bahwa setelah menyatakan
kemerdekaan, yang pertama kali dibentuk adalah Pemerintah Negara
Indonesia yaitu Pemerintah Nasional yang bertanggung jawab
mengatur dan mengurus bangsa Indonesia.69 Lebih lanjut dinyatakan
bahwa tugas Pemerintah Negara Indonesia adalah melindungi seluruh
bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara
ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.70
Selanjutnya Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai
Negara kesatuan adalah dibentuknya pemerintah Negara Indonesia
sebagai pemerintah nasional untuk pertama kalinya dan kemudian
pemerintah nasional tersebutlah yang kemudian membentuk Daerah
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.71 Kemudian Pasal
18 ayat (2) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik

68 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Penjelasan.


69 Ibid.
70 Ibid.
71 Ibid.

75
Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Pemerintahan Daerah
berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan
Pemerintahan menurut Asas Otonomi dan Tugas Pembantuan dan
diberikan otonomi yang seluas-luasnya.72

g. Penguatan good governance


Presiden dalam menjalankan kewenangannya untuk melakukan
pengelolaan negara dan pemerintahan sebagaimana tersebut di atas
sejalan dengan pandangan Atmosudirdjo bahwa:

“Administrasi negara dapat dilihat dari tiga dimensi: Pertama,


dimensi institusional, yaitu admin istrasi negara terdiri atas
berbagai organ yang berada di bawah Presiden. Kedua, dimensi
fungsional yaitu administrasi negara berfungsi menerapkan
Undang-Undang, serta ketiga, dimensi prosesual yaitu
administrasi negara merupakan suatu proses tata kerja
penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan”.

Pendapat Atmosudirdjo menunjukkan bahwa berbagai organ di


bawah Presiden menjalankan fungsi menerapkan Undang-Undang
dengan dan melalui proses tata kerja yang diatur dalam Undang-
Undang. Namun fungsi dan proses dimaksud baru terjadi apabila
dalam Administrasi Negara terdapat para administrator dalam
berbagai perbuatannya baik perbuatan materiil maupun perbuatan
hukum.
Leyland dan Woods menyebut beberapa fungsi Hukum
Administrasi Negara, antara lain control function dan command
function. Kedua fungsi tersebut memiliki kaitan yang erat dengan good
governance. Fungsi pertama, Hukum Administrasi Negara sebagai rem
agar perbuatan dan Keputusan Administrasi Negara tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan Asas-Asas

72 Ibid.

76
Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), tidak melampaui dan
menyalahgunakan wewenang, serta tidak sewenang-wenang.
Fungsi kedua, Hukum Administrasi Negara mewajibkan para
administrator melakukan setiap perbuatan dan pengambilan
keputusannya didasarkan hukum sesuai dengan asas legalitas. Kedua
fungsi tersebut seperti dua sisi dari mata uang.
Secara eksplisit dan implisit kedua fungsi Hukum Administrasi
Negara tersebut mengisyaratkan bahwa setiap tindakan pemerintahan
baik dalam pengaturan maupun pengurusan didasarkan pada
hukum, baik hukum tertulis khususnya maupun hukum tidak
tertulis.
Menurut Kelsen, hukum tertulis tersebut tersusun secara
hierarkis (stufentheorie). Pendapat Kelsen yang diterjemahkan oleh
Indrati menyatakan: “norma hukum itu berjenjang dalam suatu tata
susunan hierarki. Suatu norma yang lebih rendah berlaku dan
bersumber atas dasar norma yang lebih tinggi, serta norma yang lebih
tinggi itu, berlaku dan bersumber kepada norma yang lebih tinggi lagi.
Demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat
ditelusuri, yang bersifat hipotetis dan fiktif, yaitu yang dikenal dengan
istilah grundnorm (norma dasar).73
Teori hierarki hukum dimaksud dimanifestasikan dalam tata
urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
perundang-undangan. Keputusan Administrasi Negara selain
berdasarkan hukum, proses pembuatannya juga menjunjung tinggi
prinsip good governance. Good governance dapat dilihat sebagai salah
satu dari tiga pilar dalam negara selain rule of law dan democracy.74

73 Maria Farida, 2007: 41


74 (Asia Link, Source Book: Human Rights and Governance:2010).

77
Pilar pertama, rule of law, pada dasarnya adalah ide bahwa setiap
tindakan penguasa berdasarkan hukum dan subyek hukum tidak
akan terkena perbuatan sewenang-wenang penguasa. Terdapat
perbedaan antara tradisi common law (rule of law) di negara Anglo
Saxon dan Civil Law (Rechtsstaat) di negara Eropa Kontinental.
Tradisi yang berbeda memiliki interpretasi yang berbeda terhadap
istilah rule of law. Menurut Dicey, konsep rule of law ditandai oleh tiga
unsur utama, yaitu (1) supremacy of law (supremasi hukum); (2)
equality before the law (persamaan di depan hukum); dan (3) the
constitution based on individual rights (konstitusi yang didasarkan
pada hak-hak perorangan). Sementara Stahl merumuskan empat
unsur pokok rechtsstaat, yaitu (1) grondrechten (pengakuan dan
perlindungan terhadap hak asasi manusia); (2) scheiding van machten
(negara didasarkan pada teori trias politika); (3) wetmatigheid van het
bestuur (pemerintahan diselenggarakan berdasarkan Undang-
Undang); dan (4) administrative rechtspraak (peradilan administrasi
negara) yang bertugas menangani kasus perbuatan melanggar hukum
oleh pemerintah.
Pilar kedua, democracy (demokrasi) mengisyaratkan pengaruh
rakyat dalam kebijakan dan tindakan pemerintah baik dilakukan
secara langsung oleh rakyat (demokrasi langsung) atau melalui wakil-
wakil terpilih dari rakyat (demokrasi perwakilan). Terakhir, pilar
ketiga, good governance adalah norma bagi pemerintah dan hak dari
warga negara, yang dirumuskan secara spesifik. Konsep good
governance terkadang diperluas mengandung norma untuk semua
kekuasaan di negara, namun konsep good governance terkadang juga
dirumuskan dengan cara yang lebih terbatas dalam arti bahwa hanya
berlaku untuk administrasi negara. Dalam perspektif yang lebih luas,
dibedakan antara tiga jenis prinsip dari tiap-tiap tiga kekuatan yaitu
(1) untuk legislatif berlaku Principles of Good Legislation; (2) untuk

78
eksekutif (administrasi negara) berlaku Principles of Good
Administration; (3) untuk yudikatif, berlaku Principles of Good
Procedures.
Konsep good governance telah dikembangkan pada tingkat
nasional, regional dan internasional, karena tiap-tiap tingkatan
memiliki masalah yang berbeda dalam hubungan antara pemerintah
dan masyarakat. Pada tingkat internasional, masalah muncul dalam
konteks kondisi keuangan negara, dimana lembaga keuangan
internasional merumuskan aturan dalam kaitannya dengan
pemberian bantuan keuangan. Sementara itu di tingkat regional,
misalnya di Uni Eropa, terdapat masalah terkait kualitas administrasi,
karena itu dilakukan upaya preventif dengan mengembangkan
peraturan, serta upaya represif dengan cara ombudsman dan
mahkamah audit mengembangkan aturan tata pemerintahan yang
baik.
Masalah terbesar ditemukan di tingkat nasional, dimana banyak
ditemukan masalah bad governance, dengan munculnya sejumlah
penyimpangan seperti korupsi, penyalahgunaan wewenang (abuse of
power), pelampauan batas kekuasaan (excess of power). Upaya
preventif untuk mencegah terjadinya penyimpangan melalui hukum
administrasi negara adalah dengan good governance, yaitu
penggunaan kekuasaan pemerintah secara transparan dan
partisipatif. Pada intinya good governance menyangkut pemenuhan
tiga tugas pokok pemerintah yaitu (1) menjamin keamanan individu
dan masyarakat, (2) mengelola sektor publik secara efektif dan
bertanggung jawab, (3) mendorong tercapainya tujuan ekonomi dan
sosial negara sesuai dengan keinginan masyarakat.
Salah satu bentuk penerapan good governance adalah penerapan
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Asas Umum
Pemerintahan yang Baik (AUPB) merupakan terjemahan dari

79
‘Algemene Beginselen van Beboorlijk Bestuur (ABBB)’, sebuah istilah
dalam Bahasa Belanda. Menurut L.P Suetens, ABBB diartikan sebagai
prinsip-prinsip umum pemerintahan yang baik (AUPB) yang pada
dasarnya merupakan aturan hukum publik yang wajib diikuti oleh
Administrator dalam melaksanakan hukum positif.
Menurut doktrin hukum, prinsip ABBB dibedakan menjadi dua
yaitu prinsip-prinsip yang bersifat prosedural dan bersifat
substansial. Prinsip yang bersifat prosedural berhubungan dengan
proses pengambilan kebijakan, misalnya kewajiban penyelenggara
pemerintahan untuk bertindak imparsial atau tidak memihak
(obligation of impartiality) dalam membuat kebijakan, pengakuan hak
untuk membela diri, dan kewajiban pembuat kebijakan untuk
memberikan alasan-alasan. Sedangkan prinsip yang bersifat
substansial berkaitan dengan materi atau isi dari kebijakan tersebut.
Materi atau isi dari kebijakan yang dibuat hendaknya
memperhatikan prinsip persamaan (principle of equality), prinsip
kepastian hukum (legal certainty), pelarangan penyalahgunaan
wewenang (prohibition of ‘machtsafwending’), kewajiban untuk
berhati-hati (duty of care) dan prinsip berdasarkan alasan (principle of
reasonableness). (Cekli Setya Pratiwi, Penjelasan Hukum Asas-Asas
Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB).
Di Belanda, penerapan prinsip AUPB dipengaruhi oleh konsep
welfare state yang menempatkan penyelenggara pemerintahan sebagai
pihak yang bertanggungjawab terhadap tercapainya kesejahteraan
umum warga masyarakat. Untuk mewujudkannya, Pemerintah diberi
wewenang campur tangan dalam segala urusan yang menyangkut
kehidupan masyarakat. Wewenang ini tidak hanya bersumber dari
peraturan perundang-undangan, tetapi dalam keadaan tertentu
Pemerintah dapat menggunakan wewenang bebas (diskresi). Namun,
adakalanya pelanggaran masih dilakukan oleh Pemerintah dalam

80
menjalankan perintah Undang-Undang. Apalagi, jika kewenangan itu
didasarkan oleh inisiatif sendiri. Hal inilah yang menimbulkan
kekhawatiran di kalangan warga masyarakat karena potensi
terjadinya benturan kepentingan antara pemerintah dengan rakyat
semakin tinggi.
Berbagai bentuk penyimpangan tindakan pemerintah seperti
onrechmatige overbeidsdaad (perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan oleh pemerintah), detournement de pouvoir (penyalagunaan
kekuasaan), atau willekeur (kesewenang-wenangan), dapat terjadi dan
menyebabkan Hak Asasi warga negara terlanggar atau terabaikan.
Oleh karenanya, Belanda dan beberapa negara Eropa lainnya
menjamin dan mengakui hak atas penerapan prinsip pemerintahan
yang baik, sebagai bagian dari HAM yang bersifat fundamental
(fundamental rights).75
Sejarah perkembangan AUPB di Indonesia dapat dilihat dari
perkembangan prinsip AUPB dalam berbagai peraturan perundang-
undangan, praktik penerapan AUPB dalam putusan pengadilan atau
yurisprudensi serta doktrin. Pada tahun 1986, Indonesia
mengesahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara, yang kemudian diubah melalui Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2004, dengan pokok perubahan
dimasukkannya prinsip AUPB di Pasal 53 ayat (2) sebagai dasar
gugatan.76
Pada tahun 1990-an, United Nations Development Program
(UNDP) memperkenalkan konsep good governance yang terdiri dari
delapan karakteristik yang saling terkait dalam perbuatan hukum
pemerintah. Delapan karakteristik good governance yaitu Participation,

75 (Jens-Peter Bonde, The Eropean Union Constitution: Art 107-Art 109).


76 Risalah Rapat Panitia Kerja Badan Legislasi DPR RI dengan Pemerintah c.q. Dirjen
Peraturan Perundang-undangan DEPKEH HAM dalam rangka pembahasan 5 (lima) RUU
Integrated System: 358).

81
Rule of Law, Transparency, Consensus Orientation, Equity,
Effectiveness and efficiency, Accountability, dan Strategic vision.
Konsep good governance tersebut diadopsi lebih lanjut dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang bersih dan Bebas dari KKN dengan nama Asas-asas
Umum Penyelenggaraan Negara (AUPN). Perkembangan pengaturan
prinsip AUPB semakin kuat dengan disahkannya Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

2. Konsep Pendekatan Regulasi (License Approach) dan Pendekatan


Berbasis Risiko (Risk Based Approach)
Dalam praktik yang terjadi di Indonesia saat ini, Pemerintah
menempatkan perizinan sebagai bentuk kewajiban yang harus
dipenuhi oleh pelaku usaha untuk dapat melakukan kegiatan usaha
secara legal (license approach). Pelaku usaha dihadapkan dengan begitu
banyaknya jumlah atau jenis perizinan usaha yang diwajibkan sehingga
membebani kegiatan usaha serta mengakibatkan proses bisnis menjadi
tidak efektif dan efisien.
Pemerintah menggunakan pengaturan (regulasi) sebagai kontrol
terhadap segala risiko yang memiliki dampak terhadap ekonomi,
masyarakat dan lingkungan. Sistem regulasi tersebar dan berlaku
untuk berbagai aktivitas usaha, oleh karenanya mempengaruhi hampir
seluruh aspek kegiatan usaha.
Regulasi yang dirancang dan diberlakukan dengan tidak baik
memberikan dampak sebagai berikut: (a) membebani dunia usaha dan
konsumen, misalnya: terdapatnya duplikasi persyaratan di berbagai
level Pemerintahan yang berujung pada meningkatnya biaya dari
penerapan regulasi tersebut, menargetkan inisiatif regulasi dan
pelaksanaan yang tidak proporsional terhadap ukuran bisnis, risiko
hasil pengaturan dan bentuk dari ketidakpatuhan; (b) mengurangi

82
kinerja regulator dengan mengalokasikan sumber daya terbatas untuk
inisiatif yang tidak mencapai pengurangan risiko yang sepadan.
Pada dasarnya, Pemerintah dapat melakukan kontrol terhadap
segala risiko yang terjadi dalam dunia usaha dengan menetapkan
pengaturan penerapan standar untuk melakukan suatu kegiatan
usaha. Menggunakan Standar akan dapat diidentifikasi
kemungkinan/probabilitas terjadinya risiko dari suatu kegiatan usaha.
Dengan menggunakan konsep penerapan standar berbasis risiko (risk
based approach), Pemerintah menetapkan jenis perizinan yang wajib
dimiliki oleh suatu kegiatan usaha serta kualitas dan kuantitas
inspeksi yang harus dilakukan dalam rangka pengawasan pelaksanaan
kegiatan usaha.
Dengan menerapkan regulasi berbasis risiko sebagai acuan
penetapan jenis perizinan berusaha yang disertai dengan pelaksanaan
inspeksi untuk kontrol yang efektif, akan menyederhanakan
mekanisme perizinan berusaha dan pada akhirnya akan memberikan
manfaat bagi perekonomian, sosial dan lingkungan. Namun diperlukan
komitmen yang kuat dari Pemerintah untuk penerapan dan penegakan
regulasi tersebut.

a. Pengertian Pendekatan Berbasis Risiko (Risk-Based Approach)


Risk Based Approach adalah sebuah pendekatan dimana tingkat
risiko menjadi sebuah pertimbangan atas setiap tindakan atau usaha
yang dilakukan. Semakin tinggi potensi risiko yang ditimbulkan oleh
aktivitas bisnis tertentu, semakin ketat kontrol dari Pemerintah dan
semakin banyak perizinan yang dibutuhkan atau inspeksi yang
dilakukan. Sedangkan untuk kegiatan berisiko rendah, perizinan dan
inspeksi umumnya tidak diperlukan. Konsep terkait risiko dapat
didefinisikan sebagai:

Tabel 3.2.

83
Konsep terkait Risiko
Konsep Pengertian
Risiko Kemungkinan dan konsekuensi dari
bahaya yang menyebabkan hasil yang
menyimpang dari apa yang diharapkan
Bahaya Potensi sumber bahaya
Kemungkinan Peluang terjadinya bahaya
Konsekuensi Jumlah kerugian jika terjadinya bahaya

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

Risiko harus dapat dipahami sebagai kombinasi dari kemungkinan


terjadinya peristiwa yang merugikan (seperti bahaya, kerugian) dan
potensi besarnya kerusakan yang disebabkan oleh peristiwa tersebut
(merupakan kombinasi dari jumlah orang yang terdampak serta
keseriusan dari kerusakan yang terjadi).
Metodologi atau alat yang tepat dibutuhkan untuk dapat
melakukan klasifikasi atas risiko tiap-tiap usaha atau kegiatan yaitu
melalui Matriks risiko. Matriks risiko adalah instrumen fundamental
yang digunakan untuk mengklasifikasikan pendirian tergantung pada
tingkat risiko usaha dan menyesuaikannya dengan respons regulasi
(misalnya inspeksi dan perizinan yang benar-benar dibutuhkan). Hal
ini bertujuan agar sumber daya yang dimiliki dapat digunakan secara
lebih efektif dan efisien, dan beban administrasi Pemerintah dapat
diminimalkan.

Tingkat risiko = besarnya kerusakan x probabilitas

Berikut merupakan contoh matriks berbasis pendekatan risiko di


Inggris adalah sebagai berikut:
Tabel 3.3.
Contoh Matriks Pendekatan Risiko di Inggris

84
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

Dalam matriks ini, tingkat "bahaya" (hazard) setara dengan "besarnya


kerusakan." Di Inggris, kemungkinan kepatuhan lebih digunakan dari
pada kemungkinan pelanggaran atau kejadian merugikan. Faktor yang
dapat menyebabkan risiko dalam matriks pada tabel diatas, umumnya
diterjemahkan dalam aspek berikut ini:
1) Jenis kegiatan (beberapa jenis kegiatan secara fakta lebih
berbahaya daripada yang lain, karena lebih mungkin dapat terjadi;
Juga, beberapa dapat menyebabkan kerusakan sangat parah, yang
berarti keseriusan dampak lebih tinggi) yang mempengaruhi
besarnya dan probabilitas;
2) Ukuran pendirian (pendirian yang lebih besar akan memiliki efek
negatif lebih tinggi secara proporsional jika terjadi kecelakaan) yang
mempengaruhi besarnya;
3) Lokasi pendirian (isolasi berarti akan memiliki efek negatif pada
lingkungan; kedekatan dengan sumber daya alam yang sensitif atau
ke daerah padat penduduk akan meningkatkan risiko) yang
mempengaruhi besarnya;
4) Sejarah (pelanggaran yang sering atau diulang, atau sebaliknya
adalah "model pendirian," yang berarti dalam kasus pertama bahwa

85
kecelakaan lebih mungkin dan sebaliknya) yang mempengaruhi
probabilitas.

Matriks risiko adalah instrumen fundamental yang digunakan


untuk mengklasifikasikan pendirian perusahaan yang tergantung pada
tingkat risiko usaha yang akan dilakukannya dan mengkaitkannya
dengan respons regulasi (yaitu perizinan yang benar-benar dibutuhkan
dan inspeksi yang harus dilakukan). Hal ini bertujuan agar sumber
daya yang dimiliki dapat digunakan secara lebih efektif dan efisien, dan
beban administrasi Pemerintah dapat diminimalkan.

b. Manfaat Penggunaan RBA


Penerapan Risk Based Approach dalam regulasi memberikan
manfaat, antara lain:77
1) Bagi Institusi Pemerintah:
a) penyelarasan perencanaan strategis dan operasional yang
lebih baik diantara institusi atau lembaga Pemerintahan;
b) keterlibatan yang lebih efektif dengan pemangku kepentingan
internal dan eksternal dengan menunjukkan bagaimana
inisiatif regulasi berdampak pada hasil;
c) meningkatkan akuntabilitas internal untuk hasil melalui
penanaman kerangka kerja ke dalam strategi perencanaan
dan manajemen kinerja;
d) fleksibilitas yang lebih besar melalui peningkatan informasi
untuk menanggapi perubahan keadaan; dan
e) peningkatkan produktivitas melalui pemahaman yang lebih
baik, efisiensi dan efektivitas.

77 Organization for Economic Cooperation and Development (OECD), “Risk and


Regulatory Policy. Improving the Governance of Risk”, hlm..25

86
f) efektifitas penggunaan sumber daya, dimana sumber daya
yang dipergunakan akan dialokasikan kepada kegiatan yang
memiliki risiko yang tinggi atau sepadan;
2) Bagi Pelaku Usaha:
a) mengurangi izin usaha;
b) memangkas perizinan komersial/operasional berdasarkan
pendekatan risiko;
c) memangkas biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan
kepatuhan, dimana aktivitas dengan risiko yang lebih rendah
akan membutuhkan standar, perizinan dan inspeksi yang lebih
ringan dari Pemerintah;
d) meningkatkan capaian kepatuhan terhadap hal-hal yang
memiliki risiko lebih tinggi.
3) Bagi konsumen akhir atau masyarakat:
Risk Based Approach meminimalisir risiko ketika membeli produk
atau jasa tertentu.

c. Faktor-Faktor Utama dalam Menentukan Risiko


Faktor-faktor yang dapat menyebabkan risiko, umumnya
diterjemahkan dalam aspek berikut ini:
1) Jenis Kegiatan
Semakin berbahaya suatu kegiatan atau semakin parah suatu
kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan, tingkat
keseriusannya semakin tinggi. Hal ini mempengaruhi tingkat
besarnya kerusakan dan probabilitas.
2) Ukuran Pendirian
Pendirian yang lebih besar akan memiliki efek negatif lebih tinggi
secara proporsional jika terjadi kecelakaan. Hal ini mempengaruhi
tingkat besarnya kerusakan.
3) Lokasi Pendirian

87
Lokasi yang berdekatan dengan sumber daya alam yang sensitif
atau ke daerah padat penduduk akan meningkatkan risiko. Hal ini
mempengaruhi tingkat besarnya kerusakan.
4) Sejarah Kepatuhan
Seringnya terjadi pelanggaran dalam suatu aktivitas menjadi
indikator terjadinya risiko. Hal ini mempengaruhi tingkat
probabilitas.

d. Tahapan Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Risiko (Risk-Based


Approach)
Tahapan Pelaksanaan Pendekatan Berbasis Risiko (Risk-Based
Approach) terdiri atas:
1) Mengidentifikasi Cakupan Risiko dan Mendefinisikan Level
Risiko
Risiko yang tidak teridentifikasi dapat berdampak buruk
terhadap hasil regulasi dan dapat merusak kepercayaan publik
terhadap Pemerintah. Pemerintah harus mampu untuk
mengidentifikasi risiko baik risiko historis maupun risiko saat
ini dengan menggunakan data dan analisis. Pemerintah dapat
bekerjasama dengan beberapa lembaga lainnya, dengan
akuntabilitas yang jelas, untuk mengidentifikasi sebanyak-
banyaknya kemungkinan risiko. Untuk dapat membedakan
antara risiko historis dan saat ini, Pemerintah dapat
mengidentifikasinya melalui:
a) pemindaian data yang berkesinambungan dan
terkoordinasi dengan K/L Lainnya;
b) bersifat kualitatif dan kuantitatif melihat keterbatasan
data dan pengalaman;

88
c) mengadakan diskusi dengan para ahli terkait; dan
d) membuat forum diskusi publik.
2) Menilai Risiko Menurut Potensi dan Probabilitas Kerusakan
(Damage) Kegiatan
Penilaian Risiko bertujuan untuk memahami tingkat risiko
melalui estimasi dengan mengidentifikasikan ketidakpatuhan
seperti kemungkinan terjadinya risiko terhadap kegiatan usaha
tertentu dalam satu waktu serta konsekuensi dari dampak risiko
tersebut. Kemungkinan dan konsekuensi ditentukan dengan
kombinasi data kuantitatif dan kualitatif serta analisis dan
penilaian Pemerintah. Selain itu Pemerintah perlu
mengelompokkan dan memprioritaskan entitas dan perilaku yang
diatur menurut potensi dan probabilitas kerusakan dari kegiatan
usaha yang dilakukan. Untuk memungkinkan dilakukannya
penilaian risiko yang efektif dan menyeluruh, Pemerintah perlu
mempertimbangkan berbagai bukti empiris dan mekanisme kontrol
internal yang baik.
Data kuantitatif dan kualitatif adalah input fundamental untuk
penilaian risiko. Kualitas dan kuantitas data dapat bervariasi dan
biasanya tergantung pada: (1) sifat dari entitas yang diatur; dan (b)
sumber daya dan tenaga teknis yang dimiliki oleh Pemerintah
Data kuantitatif dan kualitatif yang telah dikumpulkan akan
digabungkan dengan cara yang konsisten dan transparan untuk
menentukan skor keseluruhan. Proses ini disebut ‘analisis semi-
kuantitatif’ dan melibatkan: (1) data kuantitaif dan kualitatif yang
dapat dikelompokan dan diklasifikasikan, dan (2) menggunakan
penilaian subjektif dari Pemerintah.

3) Mengurutkan (Ranking) Kegiatan sesuai dengan Level Risiko


Output penilaian risiko merupakan ukuran subyektif
berdasarkan kombinasi data kuantitatif, kualitatif, dan

89
berdasarkan penilaian Pemerintah sendiri. Salah satu cara untuk
mengurutkan ranking sesuai dengan level risiko adalah dengan peta
risiko yang berisi kategori subjektif untuk peringkat kemungkinan
dan konsekuensi dari risiko aktivitas usaha tersebut.

Tabel 3.4.
Simulasi Risiko Potensi dan Probabilitas Kerusakan Kegiatan

Kemungkinan
Jarang Mungkin Sering
Besar
Dampak Menengah
Kecil

Penting bagi regulator untuk mengembangkan dan


menanamkan mekanisme untuk mendukung konsistensi penilaian
risiko dan transparansi. Hal ini penting untuk:
1) menerapkan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan;
2) menanamkan pemahaman proses dan prosedur penilaian yang
konsisten; dan
3) meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
Pemerintah.

4) Mengalokasikan dan Menentukan Sumber Daya untuk


Penegakan dan Inpeksi sesuai dengan Urutan Kegiatan
Berdasarkan Level Risiko

90
Prinsip dasar dari pendekatan berbasis risiko untuk
kepatuhan dan penegakan hukum adalah bahwa Pemerintah harus
memfokuskan proporsi yang signifikan dari sumber daya yang ada
terhadap entitas yang memiliki risiko tinggi dan memiliki cara
pendekatan terstruktur untuk membatu dan menegakan entitas
terkait.
Setelah inisiatif perizinan dirancang, Pemerintah perlu
mengalokasikan dan menetapkan sumber daya secara tepat dan
cepat. Alokasi sumber daya disesuaikan menurut prioritas yang
lebih tinggi dan berkontribusi terhadap dampak yang lebih besar,
tanpa menghilangkan fokus terhadap entitas dengan prioritas
rendah. Oleh sebab itu regulator perlu membuat jalur komunikasi
yang jelas dengan setiap entitas dengan prioritas yang berbeda.
Dalam penerapannya, regulator melakukan berbagai pekerjaan
proaktif dan reaktif dengan mempromosikan dan menegakan
kepatuhan entitas terkait yang mencakup audit, inspeksi
terencana, kampanye Pendidikan, insentif keuangan,
pemberitahuan yang berkelanjutan dan tanggapan atas pengaduan
yang diterima melalui pusat panggilan.

e. Peralihan Tata Laksana Perizinan Berusaha Dari Pendekatan


Perizinan (License Approach) ke Pendekatan Berbasis Risiko (Risk
Based Approach) Di Indonesia
1) Implementasi Tahapan Pelaksanaan Pendekatan Berbasis
Risiko Di Indonesia
Dalam rangka melaksanakan konsep perizinan berusaha
dengan pendekatan berbasis risk (risk-based approach),
Pemerintah merujuk pada tahapan-tahapan praktik terbaik
(best practice) sebagaimana yang telah diuraikan diatas.
Langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menerapkan
pendekatan berbasis risiko di Indonesia adalah sebagai berikut:

91
a) Identifikasi Cakupan/Ruang Lingkup Risiko Kegiatan Usaha
dan Definisi Level Risiko yang akan Diterapkan di Indonesia
Merujuk pada pelaksanaan praktik terbaik (best practices)
sebagaimana yang telah diuraikan diatas, cakupan/ruang
lingkup risiko kegiatan usaha yang akan diterapkan di
Indonesia adalah risiko terhadap Kesehatan, Keamanan dan
Keselamatan, Lingkungan, Moral dan Budaya, dan Finansial.
Uraian mengenai aspek dari masing-masing risiko diatas
sebagai berikut:

a) Aspek Lingkungan
Uraian mengenai risiko aspek lingkungan dapat
mengadopsi ketentuan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor 38 Tahun 2019 yang terdiri
dari:
1) Kegiatan/usaha yang mengubah bentuk lahan dan
bentang alam;
2) Kegiatan/usaha mengeksploitasi Sumber Daya Alam
(SDA) Terbarukan dan/atau Tidak Terbarukan;
3) Kegiatan/usaha yang sangat berpotensi mencemari
dan/atau merusak Lingkungan Hidup dan mengurangi
jumlah Sumber Daya Alam (SDA) dalam
pemanfaatannya;
4) Kegiatan/usaha yang mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, dan lingkungan sosial-budaya;
5) Kegiatan/usaha yang mempengaruhi pelestarian
kawasan konservasi Sumber Daya Alam (SDA)
dan/atau cagar budaya;
6) Kegiatan/usaha yang melakukan introduksi flora,
fauna, dan jasad renik;

92
7) Kegiatan/usaha yang membuat dan menggunakan
bahan hayati dan bahan non-hayati;
8) Kegiatan/usaha yang berisiko tinggi dan/atau
berpengaruh terhadap pertahanan negara; dan/atau
9) Kegiatan/usaha yang menggunakan teknologi dengan
potensi besar terhadap lingkungan hidup.

b) Aspek Kesehatan
Uraian mengenai risiko kesehatan dapat mengadopsi pada
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
kesehatan, obat dan makanan serta praktik terbaik (best
practice) di negara Malaysia dan Inggris.78 Risiko aspek
kesehatan terdiri dari:
1) Kegiatan/usaha yang membudidayakan,
memproduksi, dan/atau menyajikan bahan pangan,
pangan segara, pangan olahan, pangan produk
rekayasa, dan/atau pangan siap saji;
2) Kegiatan/usaha yang memproduksi dan/atau
memperdagangkan bahan obat, obat, obat tradisional,
obat herbal, precursor, narkotika, dan/atau
psikotropika;
3) Kegiatan/usaha yang menimbulkan zat/produk kimia,
uap air, serbuk, debu, kabut, gas, gas yang
menimbulkan sesak nafas (asphyxiating gas), kuman
(germs) penyebar penyakit, virus dan/atau jamur;

78 PP 66/2014, PP 28/2004, PerBPOM 27/2017, PP 72/1998, PP 44/2010, Perka BPOM

00.05.41.1384, Control of Substances Hazardous to Health (Health and Safety Executive, United
Kingdom), dan Guidelines for Hazard Identification, Risk Assesment, and Risk Control
(Department of Occupational Safety and Health Malaysia).

93
4) Kegiatan/usaha yang berkaitan dan menimbulkan
dampak terhadap air minum, air hygiene, dan sanitasi,
air kolam renang dan/atau pemandian umum.

c) Aspek Keamanan dan Keselamatan


Uraian mengenai risiko keamanan dan keselamatan
mengadopsi pada ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang penyelenggaraan jaminan sosial dan
praktik terbaik (best practice) di negara Malaysia.79 Risiko
aspek keamanan dan keselamatan terdiri dari:
1) Kegiatan/usaha yang berpotensi menimbulkan
kebisingan, getaran, gangguan penerangan, dampak
terhadap arus listrik, dan radiasi;
2) Kegiatan/usaha yang memiliki potensi kecelakaan
kerja.

d) Aspek Moral dan Budaya


Uraian mengenai risiko moral dan budaya mengadopsi
pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perfilman. Aspek risiko moral dan budaya diperuntukkan
bagi kegiatan usaha perfilman dan/atau penyediaan
konten audio dan/atau visual yang dapat dikonsumsi oleh
publik. Risiko moral dan budaya terdiri dari:
1) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual, dialog,
dan/atau monolog), dan/atau substansi/konten yang
mengandung perbuatan kekerasan sadis terhadap
manusia dan hewan;
2) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual, dialog,
dan/atau monolog), dan/atau substansi/konten yang

79 PP 24/2011

94
meliputi pelaksanaan judi berulang-ulang dan teknis
berjudi;
3) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual, dialog,
dan/atau monolog), dan/atau substansi/konten yang
mengandung teknik penggunaan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya secara vulgar dan
mudah ditiru;
4) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual, dialog,
dan/atau monolog), dan/atau substansi/konten yang
mengandung perbuatan nafsu, seks, dan perbuatan
sejenis yang vulgar;
5) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual, dialog,
dan/atau monolog), dan/atau substansi/konten yang
mengandung potensi perseteruan komunitas politik
dan komunitas sosial, serta berpotensi memberikan
kesan merendahkan/ mendiskreditkan suku, ras,
kelompok, agama dan/atau golongan;
6) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual, dialog,
dan/atau monolog), dan/atau substansi/konten yang
mengandung perbuatan melawan hukum, anarkisme,
dan perbuatan-perbuatan lain yang berkaitan dengan
Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, Negara
Kesatuan Republik Indonesia, dan/atau lambing
negara;
7) Kegiatan/usaha dengan judul, adegan (visual, dialog,
dan/atau monolog), dan/atau substansi/konten yang
mengandung potensi perbuatan pelanggaraan hak
asasi manusia.

e) Aspek Risiko Finansial

95
Uraian mengenai risiko finansial mengadopsi pada praktik
terbaik (best practices) di Australia.80 Aspek risiko finansial
diperuntukkan bagi kegiatan usaha perbankan dan
industri jasa keuangan. Risiko finansial terdiri dari :
1) Kegiatan/usaha dengan risiko likuiditas (liquidity risk)
81;

2) Kegiatan/usaha dengan risiko operasional (operational


risk)82;
3) Kegiatan/usaha dengan risiko kredit (credit risk)83;
4) Kegiatan/usaha dengan risiko pasar dan investasi
(market and investment risk)84; dan/atau
5) Kegiatan/usaha dengan risiko asuransi (insurance
risk).85
Atas aspek-aspek risiko sebagaimana yang telah diuraikan
diatas, akan dilakukan analisa dan perhitungan untuk
menemukan hasil akhir kategori level risiko yang terdiri
dari rendah, menengah, dan tinggi.

80 Australian Prudential Regulation Authority (APRA), Probability and Impact Rating

System (PAIRS), 2018.


81 Liquidity risk adalah kemungkinan risiko suatu entitas usaha tidak mampu

menjalankan kewajiban finansialnya dan pada saat jatuh tempo, menimbulkan biaya tak
terduga yang signifikan. Kondisi ini tercermin pada potensi jumlah arus kas keluar yang dapat
melebihi potensi jumlah arus kas masuk dalam periode waktu tertentu.
82 Operational Risk adalah risiko kerugian yang dapat disebabkan oleh kegagalan/tidak

memadainya proses manajemen internal, manajemen sumber daya manusia (SDM) dan sistem,
serta faktor eksternal. Risiko ini dapat disebabkan oleh gangguan tata kelola proses dan SDM,
kegagalan teknologi, human-error, penipuan, dan peristiwa eksternal (bencana alam).
83 Credit risk berkaitan dengan risiko gagal bayar (default) dan risiko hilangnya nilai

asset karena, penurunan kualitas kredit.


84 Market risk adalah risiko kerugian yang dapat timbul dari pergerakan atau volatilitas

harga pasar atau harga lainnya (suku bunga, nilai tukar mata uang asing, ekuitas, komoditas,
properti dan/atau harga kredit). Investment risk refers to the risk of an adverse movement in the
value of on-balance sheet assets and/ or off-balance sheet obligations and is derived from a
number of sources, including market risk and investment concentration risk
85 Insurance risk is the risk that for any class of risk insured, the present value of actual

claims payable, will exceed the present value of actual premium revenues generated (net of
reinsurance). When assessing the inherent risk associated with insurance, APRA considers the
gross risk underwritten by an entity for each class of business, less reinsurance, to determine
the level of risk retained.

96
f. Mengevaluasi Potensi dan Probabilitas Kerusakan (Damage)
Kegiatan Usaha Di Indonesia
Kementerian/Lembaga mengidentifikasi tingkat/level risiko suatu
kegiatan usaha (kode 5 digit klasifikasi baku lapangan usaha
Indonesia/KBLI) berdasarkan uraian aspek-aspek risiko sebagaimana
yang telah diuraikan diatas. Tingkat/level risiko yang dapat
ditimbulkan oleh suatu kegiatan diidentifikasi secara kuantitatif dan
obyektif berdasarkan rumusan sebagai berikut:

Tabel 3.5
Identifikasi Risiko Kegiatan Berusaha berdasarkan Aspek Risiko

Nama Kegiatan Usaha (Kode 5 Digit KBLI


Jenis Risiko Penilaian Dampak
(Damage Value)
Kesehatan
Keamanan dan
Keselamatan 0 – 30 = Berdampak Rendah
Lingkungan 40 – 70 = Berdampak Menengah
Moral dan 80 – 100 = Berdampak Tinggi
Budaya
Finansial
Total

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

97
Setelah mengidentifikasi dan menilai dampak berdasarkan aspek
risiko sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka, Pemerintah
kemudian mengidentifikasi potensi/probabilitas kerusakan (damage)
yang dapat terjadi.
Cara/metode yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat
kerusakan diantaranya adalah:86
a. Any hazardous occurrence investigation reports;
b. First aid records and minor injury records;
c. Work place health protection programs;
d. Any results of work place inspections;
e. Any employee complaints and comments;
f. Any government or employer reports, studies and tests concerning the
health and safety of employees;
g. Any reports made under the regulation of Occupational Safety and
Health
h. The record of hazardous substances.

Cara/metode yang digunakan untuk mengukur tingkat kerusakan


akan menghasilkan gambaran mengenai potensi/probabilitas
kerusakan (damage) yang dapat terjadi pada suatu kegiatan usaha:

Tabel 3.6
Cara Mengukur Tingkat Kerusakan
Nama Kegiatan Usaha (Kode 5 Digit KBLI)
Jenis Risiko Penilaian Potensi/Probabilitas
(Probability Value)
Kesehatan
0 – 30 = Jarang Terjadi
Keamanan dan
40 – 70 = Mungkin Terjadi
Keselamatan
80 – 100 = Seringkali Terjadi
Lingkungan

86 Risk and Regulatory Policy: Improving the Governance of Risk, OECD Reviews of
Regulatory Reform, OECD, 2010.

98
Moral dan
Budaya
Finansial
Total
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

Berdasarkan hasil identifikasi potensi/probabilitas terjadinya


kerusakan (damage) yang dilakukan dengan cara/metode sebagaimana
yang telah diuraikan diatas maka, kategori/level risiko terhadap suatu
kegiatan usaha dapat ditentukan dengan rumus:

Risiko = Dampak x Potensi/Probabilitas

Hasil dari perhitungan antara tingkat dampak dan tingkat


potensi/probabilitas terjadinya dampak suatu kegiatan usaha tingkat
dampak suatu kegiatan dapat menentukan level risiko suatu kegiatan
usaha:
Tabel 3.7
Simulasi Level Risiko Kegiatan Usaha

Tingkat Seringkali Mungkin Jarang Terjadi


Dampak/Potensi Terjadi Terjadi
Terjadinya
Dampak
Berdampak Risiko Risiko Risiko
Tinggi Tinggi Tinggi Menengah
Berdampak Risiko Risiko Risiko Rendah
Menengah Tinggi Menengah
Berdampak Risiko Risiko Risiko Rendah
Rendah Menengah Rendah
Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

1) Mengurutkan Kegiatan Usaha (Kode 5 Digit KBLI) sesuai dengan


Level Risiko

99
Pemeriksaan dan penilaian level risiko dari setiap kegiatan usaha
(kode 5 digit KBLI) di Indonesia akan diurutkan (ranking) sehingga,
Pemerintah memiliki gambaran mengenai pemetaan kegiatan usaha
berdasarkan risiko dari masing-masing kegiatan usaha. Pemetaan ini
berfungsi untuk menentukan instrumen yang dapat dikeluarkan
Pemerintah dalam mengendalikan suatu kegiatan usaha dan
menentukan frekuensi inspeksi/pengawasan terhadap pelaku usaha.

Tabel 3.8
Urutan Kegiatan Usaha berdasarkan Level Risiko

Kegiatan Usaha
Level Risiko
(Kode 5 Digit KBLI)
00000 Risiko Rendah
00001 Risiko Rendah
00002 Risiko Menengah
12345 Risiko Menengah
54321 Risiko Menengah
23234 Risiko Tinggi
32325 Risiko Tinggi

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

2) Menentukan Instrumen Pengendalian Pemerintah Dan Frekuensi


Inspeksi Terhadap Kegiatan Usaha Berdasarkan Ranking Level
Risiko

100
Pemetaan setiap kegiatan usaha (kode 5 digit KBLI) menjadi acuan
bagi Pemerintah untuk dapat menentukan instrumen dalam
mengendalikan suatu kegiatan usaha dan menentukan frekuensi
pelaksanaan inspeksi/pengawasan.
Dalam konteks pengendalian kegiatan usaha di Indonesia yang
menerapkan pendekatan berbasis risiko, instrumen pengendalian
kegiatan berusaha yang digunakan adalah pemberian perizinan
berusaha dalam rangka operasional, dan pelaksanaan inspeksi secara
berkala.
Kualifikasi/jenis produk perizinan berusaha, meliputi:
a. Izin, diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang memiliki dampak
tinggi;
b. Standar87, diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang memiliki
dampak tinggi dan/atau menengah; dan
c. Registrasi, diperuntukkan bagi kegiatan usaha yang memiliki
dampak rendah.

Sedangkan, proses pelaksanaan inspeksi diperuntukkan bagi


setiap kegiatan usaha, dengan frekuensi pelaksanaan inspeksi
ditentukan sesuai dengan level risiko suatu kegiatan usaha.

Tabel 3.9
Pengendalian Pemerintah dan Frekuensi Inspeksi terhadap
Kegaiatan Berusaha
Kegiatan Usaha
Level Instrumen Frekuensi
(Kode 5 Digit
Risiko Pengendalian Inspeksi
KBLI)
00000 Rendah Registrasi Jarang
00001 Rendah Registrasi Jarang
00002 Menengah Standar Cukup

87 Standar merupakan pedoman/ ketentuan baku pelaksanaan kegiatan usaha yang


dilakukan tanpa didahului proses evaluasi (standar) ataupun yang dilakukan dengan didahului
proses evaluasi (sertifikat/lisensi).

101
12345 Menengah Standar Cukup
54321 Menengah Standar Cukup
Izin dan/atau Sering
23234 Tinggi
Standar
Izin dan/atau Sering
32325 Tinggi
Standar

Sumber: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, 2019

2. Sanksi Pidana Administrasi (Administrative Penal Law)


Dalam konteks penyelenggaraan administrasi pemerintahan, tidak
dapat dipungkiri munculnya “administrative penal law” atau yang dikenal
dengan hukum pidana administrasi—yaitu hukum pidana mengenai
pengaturan atau hukum pidana dari aturan-aturan.88 Hukum pidana
administrasi merupakan perwujudan dari kebijakan menggunakan
hukum pidana sebagai sarana untuk menegakkan atau melaksanakan
norma yang terdapat dalam hukum administrasi. Kebijakan ini perlu
memperhatikan bahwa penggunaan sanksi pidana dalam hukum
administrasi pada hakikatnya termasuk bagian dari “kebijakan hukum
pidana” (penal policy), artinya rambu-rambu penggunaan hukum pidana
berlaku juga pada hukum pidana administrasi.89
Menurut Sudarto bahwa peraturan perundang-undangan pidana
dapat dibagi menurut sifatnya, yaitu: a. Undang-Undang Pidana dalam

88 Maroni, Pengantar Hukum Pidana Administrasi, (Bandar Lampung, Anugrah Utama

Raharja (AURA), 2015), hlm. 27.


89 Barda Nawawi Arief, Penggunaan Sanksi Pidana Dalam Hukum Administrasi, Makalah

yang disampaikan pada Penataran Nasional Hukum Pidana dan Kriminologi, Diselenggarakan
oleh ASPEHUPIKI bekersama dengan Fakultas Hukum Universitas Surabaya, Hotel Surya Prigen
– Pasuruan, Tanggal 13 – 19 Januari 2002, hlm. 2-3.

102
‘arti sesungguhnya’, yaitu Undang-Undang yang menurut tujuannya,
bermaksud mengatur hak memberi pidana dari negara, jaminan dari
ketertiban hukum’, (wetten die, naar algemene strekking en aanleg,
beogenhet strafrecht van de staat, waarborg der rechtsorde, teregelen),
misalnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang
Lalu Lintas; b. peraturan-peraturan hukum pidana dalam Undang-
Undang tersendiri, ialah peraturan-peraturan yang hanya dimaksudkan
untuk memberi sanksi pidana terhadap aturan-aturan mengenai salah
satu bidang yang terletak di luar hukum pidana (bepalingen, enkel
dienende ter strafrechtelijke sanctionnering van voorschriften welke de
regeling beogen van enig onderwerp van staatszorg dat buiten het gebiet
van het strafrechtligt), misalnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.90 Berdasarkan uraian di atas, dapat
diidentifikasi atas karakteristik hukum pidana administrasi, antara lain:
(1) Kriminalisasinya berkaitan dengan adanya modernisasi dan
perkembangan teknologi;
(2) Norma/aturannya menyimpang dari asas umum dalam KUHP;
(3) Kejahatannya lebih bersifat terselubung (white collor crime);
(4) Pada umumnya tindak pidananya berkualifikasi pelanggaran, namun
ada juga kejahatan;
(5) Subyek hukumnya pada umumnya bersifat badan hukum/korporasi
selain manusia pribadi;
(6) Sanksinya dapat lebih berat dari sanksi tindak pidana umum karena
bersifat kumulatif;
(7) Pengaturan hukum pidana materiill dan formilnya dalam satu
Undang-Undang.91

90 Bambang Suheryadi, Kedudukan Sanksi Pidana dan Sanksi/Tindakan Administrasi


Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan di Indonesia. Tesis Program Magister Ilmu Hukum Undip,
2002, hlm. 11
91
Maroni, op.cit., hlm. 28-29.

103
Pedoman Penggunaan Ketentuan Pidana Dalam Peraturan
Perundang-Undangan Administrasi sejak berlakunya Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, penggunaan ketentuan pidana dalam perundang-undangan
telah ditentukan secara limitatif. Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1)
UU No. 12 Tahun 2011 ditentukan bahwa materi muatan mengenai
ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam: (a) Undang-Undang; (b)
Peraturan Daerah Provinsi; (c) Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
Sedangkan ketentuan umum tentang jenis pidana (strafsoort) dan
lamanya sanksi pidana (strafmaat) yang dibolehkan diatur dalam
Peraturan Daerah Provinsi maupun Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota,
menurut ketentuan Pasal 15 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 yaitu berupa
ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda
paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pengecualian
ketentuan tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (3) UU No.12
Tahun 2011, yaitu Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana
denda selain dimaksud pada Pasal 15 ayat (2), sepanjang ada rujukannya
yaitu seperti yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Pedoman tata cara penggunaan ketentuan pidana dalam perundang-
undangan, telah ditentukan secara limitatif dalam Lampiran II sub C.3
butir 112 sampai dengan butir 126 UU Nomor 12 Tahun 2011, yaitu:

Tabel 2.2. Pedoman Tata Cara Penggunaan Ketentuan Pidana dalam


Peraturan Perundang-Undangan
Butir Ketentuan
112 Ketentuan pidana memuat rumusan yang menyatakan
penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan
yang berisi norma larangan atau norma perintah.
113 Dalam merumuskan ketentuan pidana perlu diperhatikan
asas-asas umum ketentuan pidana yang terdapat dalam

104
Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena
ketentuan dalam Buku Kesatu berlaku juga bagi perbuatan
yang dapat dipidana menurut peraturan perundang-
undangan lain, kecuali jika oleh Undang- Undang ditentukan
lain (Pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana).
114 Dalam menentukan lamanya pidana atau banyaknya denda
perlu dipertimbangkan mengenai dampak yang ditimbulkan
oleh tindak pidana dalam masyarakat serta unsur kesalahan
pelaku.
115 Ketentuan pidana ditempatkan dalam bab tersendiri, yaitu
bab ketentuan pidana yang letaknya sesudah materi pokok
yang diatur atau sebelum bab ketentuan peralihan. Jika bab
ketentuan peralihan tidak ada, letaknya adalah sebelum bab
ketentuan penutup.
116 Jika di dalam Peraturan Perundang-undangan tidak
diadakan pengelompokan bab per bab, ketentuan pidana
ditempatkan dalam pasal yang terletak langsung sebelum
pasal atau beberapa pasal yang berisi ketentuan peralihan.
Jika tidak ada pasal yang berisi ketentuan peralihan,
ketentuan pidana diletakkan sebelum pasal atau beberapa
pasal yang berisi ketentuan penutup.
117 Ketentuan pidana hanya dimuat dalam Undang-Undang,
Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.
118 Rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara
tegas norma larangan atau norma perintah yang dilanggar
dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat
norma tersebut. Dengan demikian, perlu dihindari yakni: a.
pengacuan kepada ketentuan pidana Peraturan Perundang-
undangan lain.

Sumber: Lampiran II sub C.3 butir 112 sampai dengan butir 126 UU
Nomor 12 Tahun 2011.

Banyaknya Undang-Undang khusus tersebut juga memiliki


konsekuensi terhadap perkembangan hukum pidana karena Undang-
Undang khusus tersebut pada satu bagiannya mengatur tentang
ketentuan pidana. Undang-undang yang sebelumnya diadakan untuk
keperluan birokrasi pemerintahan yang bercorak administratif
dirumuskan untuk ditegakkan dengan bantuan hukum pidana. Dari
sinilah bermula satu konsep tentang pidana administrasi karena hukum

105
pidana didayagunakan untuk membantu menegakkan hukum
administrasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya.92
Adanya aspek pidana di dalam Undang-Undang Administrasi,
menimbulkan konsekuensi bahwa penegakan hukum terhadap Undang-
Undang tersebut harus tunduk dengan prinsip-prinsip yang berlaku di
dalam penegakan hukum pidana. Hal ini mengingat semua aspek pidana
yang terdapat di dalam Undang-Undang Administrasi tersebut tunduk
juga terhadap ketentuan umum hukum yang terdapat di dalam Buku I
KUHP sebagaimana amanat yang telah digariskan secara tegas di dalam
ketentuan Pasal 103 KUHP. Berdasarkan alasan seperti tersebut di atas,
wajar apabila Barda Nawawi Arief selaku salah seorang Pakar Hukum
Pidana Indonesia mempertanyakan apakah penggunaan hukum pidana
dalam bidang administrasi di Indonesia dapat disamakan dengan
administratif penal law.93 Undang Nomor 31 Tahun 1964 tentang Tenaga
Atom mencantumkan sanksi sampai pidana mati.
Dengan demikian, apabila dibandingan dengan Belanda, di
Indonesia dalam mengimplementasikan kebijakan hukum pidana (penal
policy) di bidang hukum administrasi dapat dikatakan tidak terdapat
perbedaan dengan peraturan perundang-undangan pidana. Bahkan
sekarang terdapat kecenderungan untuk mencantumkan ketentuan
ancaman pidana yang tinggi, baik pidana penjara maupun denda. Jadi,
lebih berorientasi kepada potential victim daripada actual victim, atau
dengan kata lain lebih ditujukan kepada perlindungan masyarakat dan
pelaku daripada ditujukan kepada perlindungan korban nyata atau
direct victim.94

92Ibid., hlm. 37.


93 M. Arief Amrullah, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Undang-Undang Tentang
Perkawinan, Makalah disampaikan sebagai bahan masukan atas Rancangan Perubahan
Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 yang diusulkan oleh Badan Legislasi DPR-RI, tanggal 17
Desember 2002 di Universitas Jember. hlm. 5

94 M. Arief Amrullah, op.cit.

106
Penggunaan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan
administrasi, perlu juga memperhatikan “prinsip-prinsip pembatas” (the
limiting principles) dalam menggunakan sarana penal (hukum pidana),
sebagaimana pendapat Nigel Walker yakni antara lain: (a) jangan hukum
pidana digunakan semata-mata untuk tujuan pembalasan; (b) jangan
menggunakan hukum pidana untuk memidana perbuatan yang tidak
merugikan atau membahayakan; (c) jangan menggunakan hukum
pidana untuk mencapai suatu tujuan yang dapat dicapai secara lebih
efektif dengan sarana-sarana lain yang lebih ringan; (d) jangan
menggunakan hukum pidana apabila kerugian atau bahaya yang timbul
dari pidana lebih besar daripada kerugian atau bahaya dari perbuatan
atau tindak pidana itu sendiri; (e) larangan-larangan hukum pidana
jangan mengandung sifat lebih berbahaya daripada perbuatan yang
akan dicegah; (f) hukum pidana jangan memuat larangan-larangan yang
tidak mendapat dukungan kuat dari publik.95

B. Kajian terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma.

1. Prinsip good governance


Upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyimpangan melalui
hukum administrasi negara adalah dengan good governance, yaitu
penggunaan kekuasaan pemerintah secara transparan dan
partisipatif. Prinsip ini pada dasarnya merupakan aturan hukum
publik yang wajib diikuti oleh Administrator dalam melaksanakan
hukum positif. Pengaturan kedepannya akan terkait dengan prinsip
yang bersifat prosedural berhubungan dengan proses pengambilan
kebijakan dan prinsip yang bersifat substansial berkaitan dengan
materi atau isi dari kebijakan tersebut. Materi atau isi dari kebijakan

95Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan
 Pengembangan


Hukum Pidana, (Semarang: PT. Citra Aditya Bakti, 1998), hlm.48.

107
yang dibuat hendaknya memperhatikan prinsip persamaan (principle
of equality), prinsip kepastian hukum (legal certainty), pelarangan
penyalahgunaan wewenang (prohibition of ‘machtsafwending’),
kewajiban untuk berhati-hati (duty of care) dan prinsip berdasarkan
alasan (principle of reasonableness).
2. Asas Kepastian Hukum, adalah asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-
undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan pemerintahan.
3. Asas Kemanfaatan, adalah manfaat yang harus diperhatikan secara
seimbang antara: (1) kepentingan individu yang satu dengan
kepentingan individu yang lain; (2) kepentingan individu dengan
masyarakat; (3) kepentingan Warga Masyarakat dan masyarakat
asing; (4) kepentingan kelompok masyarakat yang satu dan
kepentingan kelompok masyarakat yang lain; (5) kepentingan
pemerintah dengan Warga Masyarakat; (6) kepentingan generasi yang
sekarang dan kepentingan generasi mendatang; (7) kepentingan
manusia dan ekosistemnya; (8) kepentingan pria dan wanita
4. Asas Ketidakberpihakan, adalah asas yang mewajibkan Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam menetapkan dan/atau
melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dengan
mempertimbangkan kepentingan para pihak secara keseluruhan dan
tidak diskriminatif.
5. Asas Kecermatan, adalah asas yang mengandung arti bahwa suatu
Keputusan dan/atau Tindakan harus didasarkan pada informasi dan
dokumen yang lengkap untuk mendukung legalitas penetapan
dan/atau pelaksanaan Keputusan dan/atau Tindakan sehingga
Keputusan dan/atau Tindakan yang bersangkutan dipersiapkan
dengan cermat sebelum Keputusan dan/atau Tindakan tersebut
ditetapkan dan/atau dilakukan.

108
6. Asas tidak menyalahgunakan kewenangan, adalah asas yang
mewajibkan setiap Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak
menggunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi atau
kepentingan yang lain dan tidak sesuai dengan tujuan pemberian
kewenangan tersebut, tidak melampaui, tidak menyalahgunakan,
dan/atau tidak mencampuradukkan kewenangan.
7. Asas keterbukaan, adalah asas yang melayani masyarakat untuk
mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur,
dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi,
golongan, dan rahasia negara.
8. Asas kepentingan umum, adalah asas yang mendahulukan
kesejahteraan dan kemanfaatan umum dengan cara yang aspiratif,
akomodatif, selektif, dan tidak diskriminatif.
9. Asas pelayanan yang baik, adalah asas yang memberikan pelayanan
yang tepat waktu, prosedur dan biaya yang jelas, sesuai dengan
standar pelayanan, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
10. Prinsip Most-Favoured-Nation (MFN), Asas ini menegaskan bahwa
pemerintah harus menerapkan perlakuan yang sama dan tidak
membedakan asal negara terhadap investor. Maksudnya adalah asas
perlakuan pelayanan non diskriminasi baik terhadap investor
domestik maupun investor asing bahkan terhadap investor asing dari
satu negara dengan investor asing dari negara lainnya. Jadi pada
prinsipnya, semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama
dan semua negara menikmati keuntungan dari suatu kebijaksanaan
perdagangan. Maka berdasarkan prinsip tersebut. Namun dalam hal
pelaksanaannya, prinsip ini mendapat pengecualian-pengecualian,
khususnya menyangkut kepentingan negara berkembang. Maka di
Indonesia pelaksanaan prinsip ini didasarkan pada peraturan
perundang-undangan dan dengan tetap memperhatikan kepentingan
nasional.

109
11. Prinsip National Treatment, Menurut prinsip ini, produk dari suatu
negara yang diimpor ke ke Indonesia harus diperlakukan sama
seperti halnya produk dalam negeri. Prinsip ini juga berlaku terhadap
segala macam pajak dan pungutan-pungutan lainnya. Selain itu
berlaku pula terhadap berbagai persyaratan dan peraturan yang
mempengaruhi aktivitas perdagangan ataupun penggunaan produk
di pasar dalam negeri. Prinsip ini juga memberikan perlindungan
yang setara terhadap proteksionisme sebagai akibat upaya-upaya
atau kebijakan administratif atau legislatif.

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, Serta


Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat dalam Penciptaan Lapangan
Kerja di Indonesia.

Indonesia sejak 2010 sampai dengan 2035 memasuki periode di


mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar
dibanding penduduk usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke
atas). Pada tahun 2030 angkatan usia produktif usia 15-64 tahun
diperkirakan mencapai 200 juta orang. Jumlah tersebut mewakili 68
(enam puluh delapan) persen dari total populasi Indonesia. Sedangkan,
angkatan tua usia 65 tahun ke atas hanya sekitar 9 (sembilan) persen.
Dengan potensi tersebut, Indonesia harus mengambil manfaat dari
bonus demografi tersebut. Tingginya angka penduduk usia produktif jika
dapat dimanfaatkan sebaik mungkin, maka akan memberikan
keuntungan besar bagi negara terutama di sektor perekonomian.
Namun, jika tidak maka dapat menimbulkan dampak negatif bagi
Indonesia, seperti tingkat kemiskinan akan meningkat dengan pesat
yang disebabkan oleh lapangan pekerjaan yang kurang atau tenaga kerja
yang kualitasnya masih rendah sehingga masyarakat banyak yang
menjadi pengangguran. Hal ini mengakibatkan tenaga kerja tersebut

110
menjadi tidak produktif sehingga angka beban tanggungan menjadi
tinggi.
Indonesia pada saat ini tengah dihadapkan pada kondisi
pertumbuhan jumlah usia produktif tidak diimbangi dengan
peningkatan kualitas SDM dan ketersediaan lapangan pekerjaan.
Akibatnya, banyak masyarakat Indonesia tidak memiliki pekerjaan.
Rendahnya kualitas SDM membuat pencari kerja tidak dapat bersaing
pada formasi-formasi yang dibutuhkan oleh dunia kerja atau
perusahaan. Di sisi lain, harus diakui ketersediaan lapangan pekerjaan
sangat terbatas.
Selama ini, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
menciptakan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tingginya
tenaga kerja di Indonesia, namun belum menunjukkan hasil sesuai
dengan harapan. Hal tersebut dikarenakan upaya selama ini dilakukan
masih bersifat Parsial.
Berbagai upaya menciptakan lapangan kerja selama ini terus
dilakukan, salah satunya dengan mendorong peningkatan investasi.
Namun, hal tersebut tidak memberikan pengaruh yang signifikan karena
investor enggan berinvestasi di Indonesia. Salah satunya karena
persoalan sulitnya berusaha di Indonesia. Untuk itu, pemerintah
Indonesia melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kemudahan
berusaha di Indonesia terakhir dengan Presiden mengeluarkan Presiden
Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.96
Dalam Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 pemerintah
mengupayakan simplifikasi dalam hal perizinan dan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan
Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau dikenal dengan nama
Online Single Submission (OSS). Berbagai upaya yang dilakukan oleh

96Bagian Menimbang, Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan


Pelaksanaan Berusaha.

111
Pemerintah sebagaimana diuraikan di atas belum menunjukkan hasil
yang signifikan dan belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal tersebut
dapat terlihat dari investasi dunia terhadap Indonesia masih rendah
(1,97 persen) dari rata-rata per tahun (2012-2016) sebesar USD 1.417,8
miliar serta capaian target rasio investasi sebesar 32,7 persen (2012-
2016) yaitu di bawah target Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) sebesar 38,9 persen pada tahun 2019.97
Kondisi tersebut disebabkan oleh: pertama, tumpang tindih
peraturan. Rumitnya pengurusan perizinan berusaha di Indonesia
disebabkan oleh obesitas regulasi perizinan, yang selanjutnya memicu
terjadinya tumpang tindih peraturan antara peraturan pusat dan
peraturan pelaksana di tingkat daerah. Permasalahan tumpang tindih
ini, menjadi faktor penyebab terhambatnya investasi di Indonesia karena
masih tingginya superioritas kewenangan pejabat pemberi izin dan ego
sektoral masing – masing kementerian/lembaga/daerah (K/L/D).
Kedua, disharmoni materi regulasi (bertentangan antara satu dan yang
lain). Acap kali, terdapat perbedaan pengaturan antara pemerintah
daerah dan pemerintah pusat dalam menentukan persyaratan yang
harus dipenuhi untuk mendapatkan izin kegiatan berusaha. Hal ini
menyebabkan adanya benturan persyaratan izin dan kesulitan bagi para
calon pelaku usaha di Indonesia. Ketiga, prosedur perizinan berusaha
yang berbelit-belit. Mekanisme kerja pelayanan berusaha di Indonesia
dinilai memakan waktu lama, tidak transparan, kurang informatif,
sarana dan prasarana pelayanan yang terbatas sehingga membutuhkan
biaya yang tinggi. Realitas tersebut, menjadi pertimbangan terhadap
urgensi mengintegrasikan peraturan perundang-undangan sektor
berusaha untuk mewujudkan ketertiban, serta menjamin kepastian dan
perlindungan hukum.

97 Pradany Hayyu, “Sinyal Baik dalam Kemudahan Berusaha”, Mediakeuangan (VOL.


XIII / NO. 128 / Mei 2018), hlm. 17.

112
Perizinan berusaha yang semakin kompleks, saling tumpang tindih,
dualisme pengaturan, tidak harmonis dan prosedur yang berbelit-belit
mendesak pemerintah untuk menciptakan langkah masif dan progresif
yaitu me-redesain perizinan berusaha di Indonesia. Selain penyebab
yang telah dipaparkan di atas, urgensi redesain perizinan berusaha
dilatarbelakangi oleh lemahnya daya saing investasi dan pertumbuhan
sektor swasta di Indonesia. Agenda besar membangun ekonomi berbasis
investasi produktif terancam kandas atau bergerak lambat jika segala
sumbatan di ranah administrasi dan kebijakan tersebut tak kunjung
dilakukan rekonstruksi.
Persoalan lainnya adalah dunia usaha atau industri dihadapkan
pada persoalan pencari kerja (tenaga kerja) di Indonesia masih belum
memiliki kemampuan atau skill yang dibutuhkan oleh mereka. Hal
tersebut menyebabkan menjadi salah satu pertimbangan bagi investor
untuk berinvestasi di Indonesia. Di sisi lain, hal tersebut menyebabkan
banyaknya investor yang harus menggunakan tenaga kerja dari luar
Indonesia, sehingga memperkecil jumlah lapangan pekerjaan bagi tenaga
kerja di Indonesia. Persoalan inilah yang sekiranya ke depan perlu
menjadi perhatian serius untuk meningkatkan kualitas SDM yang
memiliki keahlian atau skill sesuai kebutuhan dunia usaha.
Upaya penciptaan lapangan kerja dengan mendorong
pengembangan UMK-M termasuk koperasi juga dilakukan oleh
Pemerintah. UMK-M termasuk koperasi merupakan salah satu pilar
perekonomian penting di Indonesia. Data Kementerian Koperasi dan
UKM menunjukkan 62 (enam puluh dua) juta atau 99 (sembilan puluh
sembilan) persen usaha yang di Indonesia adalah UMK-M termasuk
koperasi dengan serapan tenaga kerja sebesar 97 (sembilan puluh tujuh)
persen. Hal ini menggambarkan bahwa lanskap skala usaha yang
terdapat di Indonesia adalah mayoritas merupakan UMK-M termasuk
koperasi. Namun, dengan jumlah unit usaha yang begitu besar, UMK-M
dinilai belum mampu mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat,

113
utamanya masyarakat menengah ke bawah, ke arah yang lebih tinggi.
Linear dengan kondisi tersebut, berimplikasi pula terhadap penyerapan
jumlah tenaga kerja di Indonesia yang tidak signifikan dari sektor UMK-
M dan koperasi. Hal ini tentunya menjadi perhatian khusus karena
mayoritas masyarakat Indonesia bergantung pada UMK-M dan koperasi.
a. Pengaturan Penyederhanaan Perizinan
Penyederhanaan Perizinan dikelompokkan ke dalam dua bagian
yaitu Perizinan Dasar dan Perizinan Sektor. Perizinan dasar
dikelompokkan dalam 3 (tiga) bagian yaitu Perizinan Lokasi,
Perizinan Lingkungan, dan Perizinan Bangunan Gedung (Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF)).
1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Permasalahan pokok yang dihadapi pelaku usaha dalam
memulai usaha di Indonesia adalah tentang sulitnya mengurus
perizinan untuk melakukan usaha, pelaku usaha dihadapkan
kepada prosedur perizinan berusaha yang berbelit-belit,
banyaknya jenis dan jumlah perizinan yang harus dimiliki,
membutuhkan waktu lama untuk memproses perizinan, serta
biaya yang tinggi untuk memulai dan menjalankan usaha di
Indonesia. Kondisi ini diperburuk dengan rendahnya kualitas
dan konsistensi regulasi serta maraknya korupsi yang
mengakibatkan tingginya biaya untuk mendapatkan perizinan
usaha.
Sistem OSS masih menghadapi banyak kendala dalam
implementasinya, permasalahan krusial dalam implementasi
sistem OSS mencakup masih banyaknya regulasi yang bersifat
tumpang tindih, belum terintegrasinya sistem OSS secara utuh
dengan sistem Kementerian/Lembaga dan Daerah serta kendala
masih beragamnya pengaturan tata laksana (bisnis proses)
perizinan yang diatur dalam NSPK Kementerian/Lembaga.
Permasalahan ini yang mengakibatkan keberadaan sistem OSS

114
dalam proses perizinan berusaha di Indonesia belum dapat
mewujudkan mekanisme perizinan berusaha yang ideal.
2) Kondisi yang diharapkan
Menyederhanakan perizinan berusaha, dimana perizinan
berusaha dilakukan dengan waktu yang relatif singkat,
prosedur yang tidak rumit, dan biaya yang murah. Dengan
menerapkan regulasi berbasis risiko sebagai acuan penetapan
jenis perizinan berusaha yang disertai dengan pelaksanaan
inspeksi untuk kontrol yang efektif, akan menyederhanakan
mekanisme perizinan berusaha dan pada akhirnya akan
memberikan manfaat bagi perekonomian, sosial dan
lingkungan.
b. Pengaturan Persyaratan Investasi
1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Pembatasan jumlah besaran modal dan bidang usaha investasi
yang diatur dalam berbagai Peraturan perundang-undangan
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan investasi di
Indonesia. Berkaitan dengan persyaratan investasi, terdapat
permasalahan berkaitan dengan (1) Daftar Negatif Investasi
(DNI) dan Portofolio; (2) Perubahan UU Sektor yang mengatur
DNI & Pembatasan Investasi; (3) Perlindungan UMK-M
termasuk koperasi; (4) Penyelenggaraan Urusan Penanaman
Modal; (5) Sengketa Penanaman Modal. Berbagai Undang-
Undang sektor mengatur sendiri-sendiri ketentuan investasi
dan perizinannya, sehingga tidak sinkron dan saling mengunci
baik dari segi kewenangan, persyaratan, prosedur.
Kementerian/Lembaga/Daerah dengan kewenangan dari
Undang-Undang sektor menetapkan peraturan teknis yang
lebih rigid tanpa memperhatikan sektor lain dan ekosistem
investasi.
2) Kondisi yang diharapkan

115
Pembatasan DNI cukup diatur dalam UU Penanaman Modal;
bidang usaha tertutup yang perlu diatur di UU yaitu: produksi
senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang; bidang usaha
tertutup lainnya cukup diatur di dalam Peraturan Presiden,
diusulkan untuk empat bidang usaha yaitu: budidaya ganja,
perjudian kasino, ketentuan CITES, dan pengambilan karang
/koral dari alam; Bidang usaha terbuka dengan persyaratan:
hanya untuk UMK-M (perlu mempertimbangkan koperasi tidak
masuk dalam DNI), batasan maksimal PMA: 49 (empat puluh
sembilan) persen, 67 (enam puluh tujuh) persen, 75 (tujuh
puluh lima) persen (memperhatikan ketentuan UU Perseroan
Terbatas); dan DNI tidak berlaku terhadap penanaman modal
melalui melalui portofolio (pasar modal). Muatan yang akan
diatur adalah mengubah UU Penanaman Modal yang mengatur
ketentuan DNI dan portofolio dan mencabut ketentuan DNI pada
15 (lima belas) UU sektor: UU Pelayaran, UU Penerbangan, UU
Hortikultura , UU Perkebunan, UU Peternakan dan Kesehatan
Hewan, UU Jasa Konstruksi, UU Penyiaran, UU Pos, UU Minyak
dan Gas Bumi, UU Pendidikan Tinggi, UU Sistem Pendidikan
Nasional, UU Perbankan, UU Lembaga Keuangan Mikro, UU
Industri Pertahanan, UU Pers.

c. Pengaturan Ketenagakerjaan
1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Ketentuan mengenai upah minimum, outsourcing, Tenaga Kerja
Asing (TKA), Pesangon PHK, definisi kerja dan jam kerja serta
sanksi pidana dinilai masih memberatkan pelaku usaha
maupun tenaga kerja.
2) Kondisi yang diharapkan
Dilakukan pengaturan dengan melakukan perubahan ketentuan
yang mengatur mengenai upah minimum, outsourcing, Tenaga

116
Kerja Asing (TKA), Pesangon PHK, definisi kerja dan jam kerja
serta sanksi pidana.

d. Pengaturan Kemudahan Berusaha


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Masih sulitnya kemudahan berusaha di Indonesia, termasuk
diantaranya kemudahan untuk mendapatkan visa untuk
kegiatan maintenance, vokasi, start up, kunjungan bisnis/
business meeting dan lain sebagainya.
2) Kondisi yang diharapkan
Perubahan dalam Kemudahan Berusaha, diantaranya: (1)
Investasi yang dapat dijadikan sebagai jaminan untuk Izin
Tinggal Sementara (ITAS)/Izin Tinggal Tetap (ITAP) dan
kemudahan untuk mendapatkan visa untuk kegiatan
maintenance, vokasi, start up, kunjungan bisnis/ business
meeting; (2) fleksibilitas kewajiban membuat produk atau
menggunakan proses paten di Indonesia; (3) jaminan Impor
bahan baku & bahan penolong industri: Pengaturan dan
penetapan hanya oleh sektor industri; (4) Penghapusan biaya
untuk Usaha Mikro Kecil/UMK (Produsen); (5) Penghapusan
persyaratan modal Rp50 juta untuk pendirian PT; (6) pendirian
badan usaha oleh 1 pihak yang disahkan oleh Pemerintah:
Khusus untuk UMK; (8) penghapusan terhadap Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2002 tentang Wajib Daftar Perusahaan; (9)
perubahan kewajiban mendaftar melalui OSS; dan (10)
Mencabut Hinder Ordonantie Stb. 1926 No. 226 juncto Stb. 1940
No.450.

e. Pengaturan Riset dan Inovasi


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya

117
Permasalahan dalam perlindungna terhadap produk inovasi
nasional dalam pengendalian kebijakan perdagangan luar
negeri.
2) Kondisi yang diharapkan
Dalam konteks ini perlu dilakukan perlindungan terhadap
produk inovasi nasional dalam pengendalian kebijakan
perdagangan luar negeri. Lebih lanjut dapat dilakukan
penugasan khusus kepada BUMN untuk riset, pengembangan
dan inovasi. Terakhir, penyediaan anggaran khusus untuk
pembiayaan produk inovasi strategis.

f. Pengaturan Pengadaan Lahan


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Masih sulitnya memperoleh lahan dalam melakukan investasi di
Indonesia, terdapat ketidakharmonisan antara Undang-Undang
Penataan Ruang, UU Pokok-Pokok Agraria, UU Kehuatanan dan
UU sektor lainnya.
2) Kondisi yang diharapkan
Kemudahan pengurusan lahan perlu diciptakan untuk
meningkatkan iklim investasi dan penciptaan lapangan kerja.
Salah satunya dengan mengubah ketentuan Undang-Undang
Penataan Ruang mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
sebelum jangka waktu 5 tahun untuk kegiatan investasi dengan
kriteria dan persyaratan yang ketat penyusunan dan penetapan
Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) digital dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun.
Kemudahan perlu untuk mengubah ketentuan Undang-Undang
Penataan Ruang dan Undang-Undang Kehutanan mengenai

118
batas maksimal 30 (tiga puluh) persen kawasan hutan yang
harus dipertahankan dari luas daerah aliran sungai atau pulau.
Pengaturan dalam UU Pokok Agraria atau dalam RUU tentang
Pertanahan mengenai kemudahan dan percepatan proses
pengadaan tanah dan proses perpanjangan dan pembaharuan
Hak Atas Tanah (HGU, HGB, Hak Pakai) dapat dilakukan di
depan setelah kegiatan usaha mulai beroperasi (tana menunggu
jangka waktu HGU dan HGB selesai/habis).

g. Pengaturan Kawasan Ekonomi


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Penyelenggaraan KEK tidak terlepas dari hambatan dan
tantangan kedepan diantaranya: Pertama, regulasi syarat dan
prosedur terlalu banyak dan berbelit-belit, pengaturan fasilitas
fiskal banyak yang multi tafsir, akibat K/L sering kembali
mengacu kepada UU sektor. Kedua, kelembagaan keterbatasan
kapasitas koordinasi Sekretariat Dewan Nasional, rentan kendali
K/L dan daerah. Profesionalisme Administrator KEK,
keterbatasan anggaran dan prasarana yang diperoleh dari
Pemerintah Daerah. Ketiga, developer profesionalitas
pengembang kurang memadai, khususnya dalam menggali
sumber pembiayaan, ketidak pastian besarnya fasilitas fiskal
menimbulkan keraguan pengembang. Keempat. perluasan
lingkup tuntutan agar KEK juga dikembangkan untuk sektor
non-industri memerlukan penyesuaian regulasi. Kelima, daya
saing keunggulan kawasan sejenis di negara tetangga: fasilitas
fiskal lebih pasti, Prosedur lebih sederhana, proses lebih cepat.
Keenam, pelayanan Investasi Administrator sebagai ujung
tombak pelayanan harus diberi kebebasan menghadapi
dinamika dunia usaha, Sinkronisasi kebijakan sektoral harus

119
mampu dilaksanakan oleh Sekretariat Dewan Nasional. Selain
itu juga terdapat permasalahan berkaitan dengan Kawasan
Industri dan Kawasan Ekonomi (Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas).
2) Kondisi yang diharapkan
Perubahan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang
Kawasan Ekonomi Khusus, sebagai penutup dapat disimpulkan
bahwa, penyelenggaraan kawasan ekonomi khusus memelukan
pentauran yang khusus pula, tidak dirujuk kepada pengaturan
yang umum kembali, pengaturan penyelenggaraan kawasan
ekonomi khusus perlu adanya kebijakan yang bersifat strategis
dan terintegasi yang tidak memakan waktu dan birokratisasi
yaitu dapat dilakukan oleh Dewan Nasional. Arah perubahan
dalam Rancangan Undang-Undang Tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 39 tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus ini, diharapkan mampu menjawab perubahan ekonomi
yang tidak menentu dan cepat berkembang. Perubahan terhadap
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
dan Undang-Undang 44 Tahun 2007 tentang Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas yang mengakselerasi penyelesaian
hambatan regulasi.

h. Pengaturan Kemudahan dan Perlindungan UMK-M serta


Perkoperasian
1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
UMK-M termasuk koperasi masih menghadapi permasalahan
berkaitan dengan kriteria UMK-M, Basis Data Tunggal,
Collaborative Processing Kemitraan, Perizinan, Insentif Fiskal
dan Pembiayaan dan Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang
UMK-M dan Perkoperasian sehingga dalam penyelenggaraannya
masih tidak efektif dan efisien.

120
2) Kondisi yang diharapkan
Perubahan berkaitan dengan pengaturan mengenai kriteria
UMK-M termasuk koperasi, Basis Data Tunggal, Collaborative
Processing Kemitraan, Perizinan, Insentif Fiskal dan Pembiayaan
dan Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang UMK-M dan
Perkoperasian.

i. Pengaturan Investasi dan Proyek Pemerintah


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Masih menghadapi kendala dalam hal pengaturan investasi dan
kemudahan proyek pemerintah terutama berkaitan dengan
tanggung jawab Pemerintah untuk menyediakan lahan bagi
proyek prioritas Pemerintah.

2) Kondisi yang diharapkan


Melakukan perubahan terhadap Undang-Undang existing yang
mengatur mengenai investasi dan proyek pemerintah terutama
berkaitan dengan pengadaan lahan.

j. Pengaturan Administrasi Pemerintahan


1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Masih banyaknya permasalahan terkait dengan administrasi
pemerintahan di Indonesia, terutama berkaitan dengan
kewenangan, diskresi yang mengakibatkan hambatan dalam
pelaksanaan administrasi pemerintahan.
2) Kondisi yang diharapkan
Perubahan UU Administrasi Pemerintahan, UU Pemerintahan
Daerah berkaitan dengan penataan kewenangan, diskresi dan
lain sebagainya.

121
k. Pengaturan Pengenaan Sanksi
1) Kondisi saat ini dan permasalahannya
Pemberlakuan sanksi pidana dalam UU Administrasi,
menjadikan ketidakefektifan dalam penyelenggaraan
administrasi pemerintahan, penjara yang semakin penuh akibat
adanya pelanggaran pidana dalam UU Administrasi.
2) Kondisi yang diharapkan
Perlunya adanya perubahan terkait dengan beberapa
pengenaaan sanksi pidana di dalam UU Administrasi.
Pendekatan dilakukan dengan pemberlakuan sanksi
administrasi dan sanksi keperdataan dibandingkan dengan
sanksi pidana.

D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam
Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan
masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara.

1. Implikasi Penerapan Sistem Baru yang Akan Diatur Dalam


Rancangan Undang-Undang Terhadap Kehidupan Masyarakat.

Pada pokoknya RUU Cipta Kerja merupakan 1 (satu) paket


reformasi mengenai kebijakan penciptaan lapangan pekerjaan yang
meliputi 2 (dua) kebijakan utama, yakni:
1) mendorong peningkatan investasi di Indonesia melalui
kemudahan berusaha yang lebih ramah investasi,
meningkatkan daya saing dan menciptakan lapangan kerja;
dan
2) mengembangkan sektor UMK-M termasuk koperasi melalui
dukungan riset dan inovasi sehingga UMK-M termasuk
koperasi dapat berkembang dan mampu bersaing di dunia
usaha.

122
Kebijakan utama di atas selain meningkatkan jumlah investasi
Indonesia juga meningkatkan jumlah UMK-M termasuk koperasi,
pada akhirnya akan berimplikasi terhadap penciptaan lapangan
kerja yang seluas-luasnya.

2. Implikasi Penerapan Sistem Baru yang akan diatur dalam Undang-


Undang terhadap Aspek Beban dan Pendapatan Keuangan Negara

Pemberlakuan RUU tentang Cipta Kerja ini akan berimplikasi


terhadap aspek keuangan negara, baik pada penambahan beban
keuangan negara maupun terhadap peningkatan pendapatan
negara.
Penambahan beban negara terjadi sebagai konsekuensi
membangun sistem yang mampu mendukung kemudahan
berusaha (termasuk sarana dan pendukungnya), memperkuat
UMK-M termasuk koperasi, membangun sistem pendidikan yang
mampu memiliki keterhubungan dan keselarasan (link and match)
antara dunia pendidikan dengan dunia usaha atau industri serta
untuk menyusun berbagai peraturan pelaksana maupun sosialisasi
Undang-Undang Penciptaan Lapangan Kerja maupun peraturan
pelaksanaannya.
Penambahan pendapatan negara dapat terjadi karena RUU
tentang Cipta Kerja sebagai efek dari meningkatnya investasi di
Indonesia. Peningkatan investasi akan berdampak pula pada
bertambahnya jumlah perusahaan yang berinvestasi di Indonesia.
Dalam rangka memulai kegiatan membangun kegiatan berusaha,
maka siklus perputaran dana akan sangat meningkat, transaksi
jual beli akan banyak. Berbagai transaksi tersebut pada akhirnya
akan berkontribusi pada pendapatan negara dari sektor pajak. Di
sisi lain, semakin banyaknya perusahaan di Indonesia, maka akan
membuka lapangan pekerjaan. Sehingga, jumlah penduduk

123
Indonesia yang bekerja akan semakin meningkat. Hal tersebut tentu
akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat Indonesia secara
nasional. Akumulasi dari hal tersebut akan berdampak pada
pendapatan negara dari sektor pajak pendapatan maupun
pertambahan nilai.

124
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT

A. PENATAAN UNDANG-UNDANG YANG BERKAITAN DENGAN CIPTA


KERJA
1. Klaster Undang-Undang yang Dilakukan Penataan dalam Rangka
Penciptaan Lapangan Kerja (RUU tentang Cipta Kerja)
Bab ini menguraikan hasil evaluasi dan analisis terhadap
peraturan perundang-undangan terkait, yang memuat kondisi hukum
yang ada dengan kebutuhan hukum untuk melaksanakan tiga
kebijakan pokok dalam menciptakan lapangan kerja yaitu:
1. Investasi, yaitu menciptakan ekosistem investasi melalui
pengaturan:
a. Penyederhanaan Perizinan Berusaha—yang meliputi 18
sektor (Klaster 1);
b. Persyaratan Investasi (Klaster 2);
c. Ketenagakerjaan (Klaster 3);
d. Kemudahan Berusaha (Klaster 5);
e. Dukungan Riset dan Inovasi (Klaster 6);
f. Pengadaan Lahan (Klaster 9);
g. Kawasan Ekonomi (Klaster 11);
2. UMK-M termasuk koperasi, yaitu menciptakan kemudahan dan
perlindungan UMK-M termasuk koperasi melalui pengaturan:
a. Kriteria UMK-M (Klaster 4);
b. Basis Data Tunggal (Klaster 4);
c. Collaborative Processing (Klaster 4);
d. Kemudahan Perizinan Tunggal (Klaster 4);
e. Kemitraan, Insentif dan Pembiayaan (Klaster 4);
3. Pemerintah, yaitu Investasi dan Proyek Pemerintah yang menjadi
sumber penciptaan lapangan kerja melalui pengaturan:

125
a. Investasi Pemerintah (Klaster 10);
b. Kemudahan Proyek Pemerintah (Klaster 10);
Klaster tersebut di atas merupakan klaster pokok dalam Penciptaan
Lapangan Kerja. Di luar itu, masih terdapat dua klaster pendukung
dari klaster pokok yaitu:
c. Administrasi Pemerintahan (Klaster 7); dan
d. Pengenaan Sanksi (Klaster 8).
Dalam kaitannya dengan hal tersebut di atas, evaluasi dan
analisis dilakukan terhadap 81 (delapan puluh satu) Undang-Undang
dengan penyajian analisis yang dikelompokkan dalam 11 (sebelas)
klaster, dengan sistematika bahasan sebagai berikut:

Tabel 3.1
Pengklasteran Undang-Undang Terkait
Urutan Nama Klaster
Klaster
1. Penyederhanaan Perizinan Berusaha
a. Perizinan Lokasi
b. Perizinan Lingkungan
c. Perizinan Bangunan Gedung (IMB dan SLF)
d. Perizinan Sektor Pertanian
e. Perizinan Sektor Kehutanan
f. Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan
g. Perizinan Sektor ESDM
h. Perizinan Sektor Ketenaganukliran
i. Perizinan Sektor Perindustrian
j. Perizinan Sektor Perdagangan
k. Perizinan Sektor Kesehatan, Obat, dan Makanan
l. Perizinan Sektor Pariwisata
m. Perizinan Sektor Pendidikan dan Kebudayaan
n. Perizinan Sektor Keagamaan
o. Perizinan Sektor Transportasi
p. Perizinan Sektor PUPR
q. Perizinan Sektor Pos, Telekomunikasi, dan
Penyiaran
r. Perizinan Sektor Pertahanan dan Keamanan

2. Persyaratan Investasi
3. Ketenagakerjaan

126
Urutan Nama Klaster
Klaster
4. Kemudahan dan Perlindungan UMKM
a. Kriteria UMK-M;
b. Basis Data Tunggal;
c. Collaborative Processing;
d. Kemudahan Perizinan Tunggal;
e. Kemitraan;
f. Perizinan/Kemudahan Perizinan Tunggal;
g. Insentif Fiskal dan Pembiayaan; dan
h. Pembagian Urusan Pemerintah Bidang UMK-M
5. Kemudahan Berusaha
6. Dukungan Riset dan Inovasi
7. Administrasi Pemerintahan
8. Pengenaan Sanksi
9. Pengadaan Lahan
10. Investasi dan Proyek Pemerintah
a. Investasi Pemerintah;
b. Kemudahan Proyek Pemerintah;
11. Kawasan Ekonomi
a. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
b. Kawasan Industri (KI)
c. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas (KPBPB)

2. Daftar Undang-Undang yang Dilakukan Penataan dalam Rangka


Penciptaan Lapangan Kerja (RUU tentang Cipta Kerja)
1) Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
3) Undang-Undang Nomor 32 tahun 2014 tentang Kelautan
4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial
5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
6) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan

127
7) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung
8) Undang-Undang 6 Tahun 2017 tentang Arsitek
9) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
10) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
11) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman
12) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi
Daya Pertanian Berkelanjutan
13) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Petani.
14) Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura.
15) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan
16) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
17) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan
18) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan
Batubara
19) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas
Bumi
20) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
21) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan
22) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 Tentang
Ketenaganukliran
23) Undang-Undang 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
24) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
25) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal
26) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal

128
27) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi
dan Penilaian Kesesuian
28) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman
29) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
30) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
31) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya
Air
32) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
33) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
34) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
35) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
36) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
37) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
38) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
39) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan
40) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
41) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi
42) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen
43) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan
Kedokteran
44) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
45) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
46) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
47) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan
Ibadah Haji dan Umrah
48) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos
49) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

129
50) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
51) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan
52) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
53) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal
54) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
55) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah
56) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
57) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
58) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional
59) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
60) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro
Kecil dan Menengah
61) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
62) Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
63) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
64) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
65) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas;
66) Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 jo. Staatsblad Tahun 1940
Nomor 450 tentang Undang-Undang Gangguan
(Hinderordonnantie);
67) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah

130
68) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak
Garam
69) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar
Perusahaan
70) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
71) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
72) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara
73) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
74) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
75) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus
76) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang
77) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang
78) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan
79) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.

131
3. Pengelompokan Klaster Undang-Undang yang Dilakukan Penataan
dalam Rangka Kemudahan Berusaha
a. Klaster Penyederhanaan Perizinan
Penyederhanaan Perizinan dikelompokkan ke dalam dua bagian
yaitu Perizinan Dasar dan Perizinan Sektor. Perizinan dasar
dikelompokkan dalam tiga bagian yaitu Perizinan Lokasi, Perizinan
Lingkungan, dan Perizinan Bangunan Gedung (Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF)), sebagaimana
diuraikan di bawah ini:
1) Perizinan Lokasi
Perizinan lokasi diatur dalam 4 (empat) Undang Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang;
b) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil;
c) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan;
dan
d) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi
Geospasial.

2) Perizinan Lingkungan
Perizinan Lingkungan diatur dalam 2 (dua) Undang-Undang,
yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan
b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan.

132
3) Perizinan Bangunan Gedung (Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF)
Perizinan Bangunan Gedung (Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
dan Sertifikat Layak Fungsi (SLF) diatur dalam dua Undang-
Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung; dan
b) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek.

Kemudian Perizinan Sektor dikelompokkan dalam 5 (lima) belas


sektor yaitu:
4) Perizinan Sektor Pertanian
Pengaturan perizinan sektor pertanian terdapat dalam enam
undang-undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan;
b) Undang–Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura;
c) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem
Budidaya Pertanian Berkelanjutan;
d) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan jo. Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2014;
e) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan
Varietas Tanaman; dan
f) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Petani.

133
5) Perizinan Sektor Kehutanan
Peizinan Sektor Kehutanan terdiri atas 2 (dua) Undang-Undang,
yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
dan
b) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

6) Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan


Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan terdiri atas 4 (empat)
Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor
45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan;
b) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan
Petambak Garam;
c) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan;
dan
d) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil.

134
7) Perizinan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Perizinan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
diatur dalam 4 (empat) Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara;
b) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi;
c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi;
dan
d) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan.

8) Perizinan Sektor Ketenaganukliran


Perizinan Sektor Ketenaganukliran terdiri atas 1 (satu) Undang-
Undang yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran.

9) Perizinan Sektor Perindustrian


Perizinan Sektor Perindustrian terdiri atas 1 (satu) Undang-
Undang yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Perindustrian.

10) Perizinan Sektor Perdagangan


Perizinan Sektor Perdagangan terdiri atas 3 (tiga) Undang-
Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan;
b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi
Legal; dan
c) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan
Produk Halal.

135
11) Perizinan Sektor Kesehatan, Obat dan Makanan
Perizinan Sektor Kesehatan, Obat dan Makanan terdiri atas 5
(lima) Undang- Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;
b) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
c) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
d) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika;
dan
e) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

12) Perizinan Sektor Pariwisata


Perizinan Sektor Pariwisata terdiri atas 1 (satu) Undang-
Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan.

13) Perizinan Sektor Pendidikan dan Kebudayaan


Perizinan Sektor Pendidikan dan Kebudayaan terdiri atas 6
(enam) Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
b) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi;
c) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman;
d) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen;
e) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan;
dan
f) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem
Pendidikan Kedokteran.

136
14) Perizinan Sektor Keagamaan
Perizinan Sektor Keagamaan terdiri atas 1 (satu) Undang-
Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Ibadah Haji dan Umrah.

15) Perizinan Sektor Transportasi


Perizinan Sektor Transportasi terdiri atas 4 (empat) Undang-
Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
b) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
c) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan; dan
d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian.

16) Perizinan Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat


(PUPR)
Perizinan Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) terdiri 4 (empat) Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber
Daya Air;
b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2007 tentang Jasa
Konstruksi;
c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman; dan
d) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun.

137
17) Perizinan Sektor Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran
Perizinan Sektor Pos, Telekomunikasi dan Penyairan terdiri atas
3 (tiga) Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang
Telekomunikasi;
b) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;
dan
c) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos.

18) Perizinan Sektor Pertahanan dan Keamanan


Perizinan Sektor Pertahanan dan Keamanan terdiri atas 2 (dua)
Undang-Undang, yaitu:
a) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan; dan
b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.

b. Klaster Persyaratan Investasi


Klaster Persyaratan Investasi terdiri atas 14 (empat belas) Undang-
Undang yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal;
2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura;
3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan;
4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan jo Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2017;
5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;
6) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos;
7) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;
8) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
9) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;

138
10) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri
Pertahanan;
11) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;
12) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan;
13) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah; dan
14) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2014.

c. Klaster Ketenagakerjaan
Klaster Ketenagakerjaan terdiri atas 1 (satu) Undang-Undang, yaitu
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

d. Klaster Kemudahan Berusaha


Klaster Kemudahan Berusaha terdiri atas 7 (tujuh) Undang-
Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian;
2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten;
3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak
Garam;
4) Staatblad Tahun 1926 Nomor 226 jo. Staatblad Tahun 1940
Nomor 450 tentang Undang-Undang Gangguan
(Hinderordonnantie);
5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas;
6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah;

139
7) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; dan

e. Klaster Dukungan Riset dan Inovasi


Klaster Dukungan Riset dan Inovasi terdiri atas 2 (dua) Undang-
Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan;
dan
2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha
Milik Negara.

f. Klaster Pengadaan Lahan


Klaster Pengadaan Lahan terdiri atas 5 (lima) Undang-Undang,
yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;
2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi
Daya Pertanian Berkelanjutan;
4) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Berkelanjutan; dan
5) RUU Pertanahan.

g. Klaster Kawasan Ekonomi


Klaster Kawasan Ekonomi dibagi menjadi 3 (tiga) sub klaster yaitu
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), dan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB).
Kawasan Ekonomi Khusus dan Kawasan Industri, terdiri atas 4
(empat) Undang-Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan
Ekonomi Khusus;

140
2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebabas (KPBPB) jo
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000;
3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan
Perpu 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan
Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi Undang-Undang; dan
4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.

h. Klaster Kemudahan dan Perlindungan UMK-M serta


Perkoperasian
Klaster Kemudahan dan Perlindungan UMK-M serta Perkoperasian
terdiri atas 4 (empat) Undang-Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro
Kecil dan Menengah;
2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;
3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura;
dan
4) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.

i. Klaster Investasi dan Proyek Pemerintah


Klaster Investasi dan Proyek Pemerintah meliputi Investasi
Pemerintah dan Kemudahan Proyek Pemerintah dimana terdapat
norma-norma baru yang dibentuk berkaitan dengan kedua
substansi tersebut.

j. Klaster Administrasi Pemerintahan


Klaster Administrasi Pemerintahan terdiri atas 2 (dua) Undang-
Undang, yaitu:
1) Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan; dan

141
2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah jis Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 dan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015.

k. Klaster Pengenaan Sanksi


Klaster sanksi terdiri atas 49 (empat puluh sembilan) Undang-
Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang;
2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan;
4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung;
6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Arsitek;
7) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan;
8) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura;
9) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem
Budidaya Pertanian Berkelanjutan;
10) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 sebagaimana telah
diubah Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan;
11) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Petani;
12) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
13) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45

142
Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2004 tentang Perikanan;
14) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan
dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak
Garam;
15) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara;
16) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan
Gas Bumi;
17) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi;
18) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang
Ketenagalistrikan;
19) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 Tentang
Ketenaganukliran;
20) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;
21) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan;
22) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Jaminan
Produk Halal;
23) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan;
24) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika;
25) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
26) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
27) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan;
28) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
29) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi;
30) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah;
31) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;

143
32) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
33) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan;
34) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian;
35) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi;
36) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman;
37) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah
Susun;
38) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya
Air;

39) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang


Telekomunikasi;

40) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;

41) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos;

42) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri


Pertahanan;

43) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi


dan Penilaian Kesesuaian;

44) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem


Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;

45) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Praktek


Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

46) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;

47) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang


Ketenagakerjaan;

144
48) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; dan

49) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan


dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

B. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT PENYEDERHANAAN PERIZINAN

Berdasarkan praktik internasional, perizinan digunakan sebagai


pengecualian untuk aktivitas usaha yang terbatas, dimana terdapat
kepentingan publik yang terdampak karena timbulnya risiko terhadap
kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan. Jaminan kepastian
berusaha merupakan prasyarat utama untuk melakukan kegiatan usaha
di suatu negara. Dalam konteks itu, perizinan merupakan pintu masuk
untuk meyakinkan pelaku usaha bahwa modal yang ditanam akan tumbuh
dan berkembang dalam suatu lingkungan usaha yang kondusif. Dengan
kondisi ideal tersebut, pelaku usaha dapat memperoleh layanan dengan
mudah, efisien dan berkepastian tanpa harus mengorbankan aspek
keselamatan lingkungan dan proteksi sosial yang menjadi bagian penting
dari setiap kegiatan perekonomian.
Dalam beberapa dekade terakhir permasalahan pokok yang dihadapi
pelaku usaha dalam memulai usaha di Indonesia adalah tentang sulitnya
mengurus perizinan untuk melakukan usaha, pelaku usaha dihadapkan
kepada prosedur perizinan berusaha yang berbelit-belit, banyaknya jenis
dan jumlah perizinan yang harus dimiliki, membutuhkan waktu lama
untuk memproses perizinan, serta biaya yang tinggi untuk memulai dan
menjalankan usaha di Indonesia. Kondisi ini diperburuk dengan
rendahnya kualitas dan konsistensi regulasi serta maraknya korupsi yang
mengakibatkan tingginya biaya untuk mendapatkan perizinan usaha.
Kehadiran sistem OSS sebagai mekanisme baru dalam bisnis proses
perizinan berusaha di Indonesia, sangat diharapkan sebagai satu
terobosan untuk mengatasi hambatan pelaksanaan kegiatan usaha di

145
Indonesia. Sistem OSS yang memanfaatkan teknologi informasi dalam
penyelenggaraan layanannya merupakan reformasi layanan perizinan
usaha di Indonesia, dimana sistem OSS hadir dengan semangat untuk
memberikan kemudahan dan kepastian berusaha.
Namun demikian OSS masih menghadapi banyak kendala dalam
implementasinya, permasalahan krusial dalam implementasi sistem OSS
mencakup masih banyaknya regulasi yang bersifat tumpang tindih, belum
terintegrasinya sistem OSS secara utuh dengan sistem
Kementerian/Lembaga dan Daerah serta kendala masih beragamnya
pengaturan tata laksana (bisnis proses) perizinan yang diatur dalam NSPK
Kementerian/Lembaga. Permasalahan ini yang mengakibatkan
keberadaan sistem OSS dalam proses perizinan berusaha di Indonesia
belum dapat mewujudkan mekanisme perizinan berusaha yang ideal.
1. Perizinan Dasar
Analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan terkait
perizinan dasar meliputi 3 (tiga) perizinan, yakni: (a) Perizinan Lokasi;
(b) Perizinan Lingkungan; dan (c) Perizinan Bangunan Gedung (IMB dan
SLF).
a. Perizinan Lokasi
Saat ini iklim investasi dan kemudahan berusaha di Indonesia
mengalami kendala, antara lain disebabkan oleh kondisi peraturan
perundang-undangan yang melingkupinya. Proses atau alur
perizinan dan starting bussiness di Indonesia dibentuk dari
berbagai peraturan perundang-undangan tersebut. Setiap usaha
memerlukan lokasi atau tempat berusaha.
Berikut ini terdapat beberapa isu terkait lokasi tersebut, yaitu:
(1) kesesuaian ruang antara lokasi kegiatan usaha dengan
rencana tata ruang dan kesesuaian pemanfaatan lahan, baik
di darat maupun di laut;

146
(2) kepastian penguasaan, pemanfaatan, pemilikan, dan
penggunaan tanah oleh investor; dan
(3) kepastian pengadaan tanah bagi investor, termasuk di dalam
kawasan hutan.

Kesesuaian rencana lokasi usaha dengan rencana tata ruang


memerlukan kriteria kepastian dan kecepatan dalam pemberian
rekomendasi kesesuaiannya. Untuk itu diperlukan ketersediaan
rencana tata ruang yang menyeluruh dan komprehensif, serta
tidak membingungkan investor dalam pemenuhan kesesuaian
terhadap rencana tata ruang dan kesesuaian pemanfaatan lahan.
Disamping itu, kecepatan pemberian kepastian kesesuaian lokasi
menjadi sangat penting untuk kemudahan berinvestasi. Untuk itu,
seluruh pengaturan terkait kecepatan dan pemenuhan kepastian
terkait kesesuaian lokasi tanah dan ruang terhadap suatu rencana
investasi atau usaha perlu ditinjau.
Terdapat dua aspek terkait pemenuhan kepastian tersebut,
yaitu pertama, segi ketersediaan rencana tata ruang/rencana tata
guna tanah sebagai dasar, termasuk kepastian akan kesesuaian
dalam kawasan hutan, kesesuaian pemanfaatan ruang di dalam
bumi, di atas bumi, atau di perairan (aspek substansi), dan kedua,
segi tata cara pemenuhan kepastian kesesuaian rencana tata
ruang/tata guna tanah dengan lokasi investasi (aspek formal).
Sementara itu, kepastian terkait Penguasaan, Pemanfaatan,
Pemilikan, dan Penggunaan Tanah (P4T) oleh investor adalah
terkait kepastian terhadap keberlangsungan usaha dan investasi
dalam melakukan pemanfaatan dan penggunaan tanah. Untuk
itu, pengaturan terkait P4T itu haruslah dapat menjamin terhadap
hal-hal tersebut. Kepastian terkait P4T tersebut termasuk juga
pemenuhan kepastian dalam rangka pengadaan tanah bagi
kepentingan investasi dan usaha.

147
Undang-Undang yang dianalisis terkait kesesuaian lokasi
dengan rencana tata ruang, adalah:

1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan


Ruang

Dalam kaitan dengan omnibus law terhadap Undang-


Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UU
Penataan Ruang) terdapat ketentuan yang dilakukan
perubahan.
Pertama, penyederhanaan hierarki Rencana Tata Ruang,
terkait dengan dihapuskannya ketentuan mengenai:
 Rencana Tata Ruang Kawaan Strategis Provinsi (RTR KSP),
dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten/Kota
(RTR KS Kab/Kota);
 Rencana Tata Ruang Kawasan Megapolitan (RTR Kaw
Metropolitan);
 Rencana Tata Ruang Kawasan Perdesaan (RTR Kaw
Perdesaan);
 Rencana Tata Ruang Kawasan Agropolitan (RTR Kaw
Agropolitan).

Hal ini dilakukan dalam rangka menyederhanakan


hierarki peraturan perundang-undangan, sehingga rencana
tata ruang di daerah difokuskan pada RTRW dan RDTR saja.
Dengan demikian hal ini berimplikasi terhadap pemerintah
yang fokus terhadap penyelesaian RTR yang memang wajib
disediakan yaitu RTRW dan RDTR.
Dengan adanya perubahan tersebut, maka ketentuan
dalam UU Penataan Ruang yang mengatur mengenai RTR KSP,
RTR KS Kab/Kota, RTR Kaw Metropolitan, RTR Kaw Perdesaan,
RTR Kaw Agropolitan diubah atau dicabut sebagaimana

148
terlampir dalam Naskah Akademis Rancangan Undang-
Undang ini.
Kedua, khusus untuk RRTR/RDTR mempertimbangkan
hal tersebut di atas, dan cakupan wilayahnya juga tidak terlalu
besar, sehingga dapat dipertimbangkan bahwa penetapan
rencana rinci tata ruang di daerah ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Daerah dengan tetap memperhatikan
aspirasi publik, misalnya melalui Konsultasi Publik. Dalam
konteks ini, diarahkan bahwa sudah dilakukan konsultasi
publik termasuk dengan DPRD sebelum pengajuan
persetujuan substansi ke Menteri ATR/BPN. Dalam hal telah
diberikan persetujuan substansi Menteri ATR/BPN,
Pemerintah Kabupaten/Kota wajib menetapkan Peraturan
Kepala Daerah.
Apabila Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang
RDTR yang telah mendapatkan persetujuan substansi menteri
tidak ditetapkan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan maka
maka Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang RDTR
ditetapkan dalam bentuk Peraturan Menteri oleh menteri yang
membidangi penataan ruang.
Perubahan di atas berimplikasi pada waktu penetapan
RDTR lebih cepat, sehingga penyediaan dasar kesesuaian
lokasi usaha dengan rencana tata ruang menjadi lebih cepat
dan biaya yang murah. Dalam konteks kurangnya legitimasi
publik, dapat diantisipasi dengan tetap melakukan konsultasi
publik yang dilakukan sesuai dengan Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik (AAUPB). Oleh karena itu diusulkan
untuk penambahan pengaturan melalui Omnibus Law ini,
antara lain:

149
 Sebelum diajukan persetujuan substansi kepada Menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
penataan ruang, Rancangan Peraturan Kepala Daerah
Kabupaten/Kota tentang RDTR kabupaten/kota terlebih
dahulu dilakukan konsultasi publik termasuk dengan
DPRD. Dalam hal telah diberikan persetujuan subtansi
Menteri, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib
menetapkan Peraturan Kepala Daerah Kabupaten/Kota
tentang RDTR tersebut.
 Apabila bupati/walikota tidak menetapkan RDTR dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan, maka RDTR ditetapkan dengan
Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang penataan ruang.

Lebih lanjut, dalam rangka mendukung upaya percepatan


penyusunan Rencana Tata Ruang yang disusun oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dan pembinaannya oleh
Kementerian ATR/BPN secara terkoordinasi lintas K/L, maka
diperlukan penyederhaaan dan pengintegrasian proses validasi
KLHS, rekomendasi Peta Dasar dan Peta Tematik. Dengan
demikian diusulkan untuk penambahan pengaturan melalui
Omnibus Law ini, antara lain:
 Pelaksanaan penyusunan rencana tata ruang dilakukan
dengan tetap memperhatikan aspek daya dukung dan daya
tampung lingkungan hidup sebagai suatu kajian lingkungan
hidup strategis serta kesesuaian ketelitian peta rencana tata
ruang.
 Pemenuhan kajian lingkungan strategis dilakukan melalui
analisis daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup
dalam proses penyusunan rencana tata ruang.

150
 Pemenuhan kesesuaian ketelitian peta rencana tata ruang
dilakukan melalui penyusunan peta rencana tata ruang
berdasarkan peta Rupabumi Indonesia yang ditetapkan oleh
kementerian/ lembaga yang membidangi informasi
geospasial.
 Dalam hal peta Rupabumi Indonesia tidak tersedia, maka
penyusunan rencana tata ruang mempergunakan peta
format digital dengan ketelitian detail informasi sesuai
dengan skala perencanaan rencana tata ruang; dan/atau
peta tematik pertanahan.

Lebih lanjut, beberapa perubahan yang dilakukan


terhadap Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang (UU Penataan Ruang) berkaitan dengan
perizinan lokasi dengan Pasal terdampak sebagaimana
tercantum Lampiran Naskah Akademik Rancangan Undang-
Undang ini.

2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan


Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil
Dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil (UU Pengelolaan Wilayan Pesisir dan Pulau-Pulau

151
Kecil) terdapat beberapa ketentuan yang diubah atau dicabut,
antara lain:
Perubahan dilakukan dengan melakukan integrasi
rencana tata ruang darat, laut, udara dan dalam bumi.
Pengelolaan ruang meliputi perencanaan, pemanfaatan, dan
pengendalian pemanfaatan ruang, sehingga dengan demikian
pengelolaan ruang di laut sebaiknya terintegrasi dengan
pengelolaan ruang di darat dan udara. Dengan demikian,
pengaturan pemanfaatan ruang laut tidak tepat jika diatur
dalam UU ini tetapi sebaiknya diatur dalam UU Penataan
Ruang.
UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
dan UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (UU Kelautan)
seyogyanya dalam rangka pemanfaatan sumber daya laut, dan
dalam rangka diperlukan untuk pengelolaan sumber daya
kelautan, sehingga tata kelola pemanfaatan sumber daya
kelautan tersebut dapat dilaksanakan dengan menerapkan
kriteria berdasarkan Risk Based Approach (RBA). UU ini
sebaiknya hanya memuat pengaturan terkait pemanfaatan
sumber daya kelautan saja tetapi tidak mengatur pemanfaatan
ruang, sehingga lebih tepat jika izin yang diatur adalah terkait
izin pengelolaan yang terintegrasi dengan izin lingkungan.
Izin pengelolaan diubah menjadi perizinan berusaha
pemanfaatan laut dengan metode RBA, yang akan dijadikan
izin, standar, atau registrasi. Perizinan tersebut dapat
dijadikan standar yang dapat dilakukan bersamaan dengan
standar lingkungan hidup. Selanjutnya izin pengelolaan akan
disebut perizinan berusaha pemanfaatan laut.
Lebih lanjut, perubahan yang dilakukan terhadap
Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil berkaitan dengan perizinan lokasi dengan Pasal

152
terdampak sebagaimana tercantum dalam Lampiran Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang ini.

3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan

Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 (UU


Kelautan) ini perlu dilakukan perubahan. Pengelolaan ruang
meliputi perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian
pemanfaatan ruang, sehingga pengelolaan ruang di laut
sebaiknya terintegrasi dengan pengelolaan ruang di darat dan
udara.
Dengan demikian, pengaturan pemanfaatan ruang laut
tidak tepat jika diatur dalam UU ini tetapi sebaiknya diatur
dalam UU Penataan ruang. UU ini sebaiknya hanya memuat
pengaturan terkait pemanfaatan sumber daya kelautan saja
tetapi tidak mengatur pemanfaatan ruang. Disamping itu,
kesesuaian perencanaan kegiatan dengan rencana tata ruang
tidak dilakukan melalui izin lokasi dan/atau izin pengelolaan
tetapi melalui mekanisme konfirmasi.
Lebih lanjut, beberapa ketentuan dalam UU Kelautan
yang diubah atau dicabut sebagai tercantum dalam Lampiran
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang ini.

4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi


Geospasial
Dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang
Informasi Geospasial (UU Informasi Geospasial) dilakukan
perubahan dengan menyederhanakan peta dasar yang menjadi
rujukan penyusunan peta tematik. Lebih lanjut, beberapa
ketentuan dalam UU Informasi Geospasial yang diubah atau

153
dicabut sebagai tercantum dalam Lampiran Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang ini.

b. Perizinan Lingkungan
Berkaitan dengan Perizinan Lingkungan, penataan terhadap Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU
Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (UU Lalu Lintas Angkutan Jalan) perlu
untuk dilakukan.
1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UU Pengelolaan Lingkungan Hidup)
Perubahan mengenai izin lingkungan perlu dilakukan dengan tidak
lagi menggunakan terminologi izin lingkungan, sebagaimana konsepsi
yang akan dibangun dalam RUU Cipta Kerja. Dengan demikian
terminologi izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka
(35) dihapus.
Dalam praktik pelaksanaannya, usaha/kegiatan yang wajib amdal
ataupun UKL-UPL membutuhkan waktu maupun biaya yang cukup
besar untuk menyelesaikan dokumen lingkungan tersebut. Standar yang
dimaksud dalam usulan perubahan pasal adalah:
Standar pengelolaan lingkungan berdasarkan risiko dampak
terhadap lingkungan (penting, sedang, maupun rendah). Usaha dengan
dampak penting terhadap lingkungan membutuhkan mekanisme
penilaian (assessment) atas kajian kelayakan pengelolaan lingkungan
yang selanjutnya diikuti dengan persetujuan hingga diterbitkan izin
lingkungan. Usaha dengan dampak lingkungan sedang menggunakan
mekanisme pernyataan pemenuhan standar pengelolaan dampak
lingkungan sebagaimana yang telah ditetapkan pemerintah. Mekanisme
ini dapat dilaksanakan sepanjang telah ditetapkan standar pengelolaan
dampak lingkungan per-usaha dan/atau kegiatan. Usaha dengan

154
dampak lingkungan rendah menggunakan mekanisme pernyataan
pengelolaan lingkungan atas usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan.
Dengan demikian, perlu dilakukan perubahan terhadap ketentuan Pasal
1 angka (12) berkaitan dengan Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan
upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-
UPL, sebagai standar dalam pengelolaan dan pemantauan terhadap
usaha dan/atau kegiatan yang berdampak kurang penting terhadap
lingkungan hidup.
Perubahan dalam bentuk standar ini membutuhkan syarat perlu,
yaitu:
(1) Tersedianya daftar usaha/kegiatan yang diklasifikasikan ke dalam tiga
kelompok berdasarnya potensi dampak lingkungan, sebagaimana
disebutkan di atas untuk dapat diberlakukan secara seragam di seluruh
wilayah Indonesia.
(2) Tersedianya standar pengelolaan dampak lingkungan baik dengan risiko
dampak penting, sedang maupun rendah.
Beberapa ketentuan Undang-Undang terkait Izin Lingkungan yang
diubah dan dihapus dengan alasan penyederhanaan perizinan dan
penyederhanaan perizinan berusaha, sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang ini.
Pemerintah dalam hal ini memegang kendali terhadap kebijakan
penyelengaraan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup
dalam rangka percepatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. Oleh
karena itu, beberapa ketentuan lebih lanjut berkaitan dengan:
 kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup, sosial, ekonomi, dan budaya;
 jenis kegiatan usaha;
 pelaksanaan uji kelayakan;

155
 proses pelibatan masyarakat terkena dampak langsung terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan dalam penyusunan dokumen
amdal;
 sertifikasi dan kriteria kompetensi penyusun amdal;
 pengintegrasian antara perizinan lingkungan dan pengelolaan limbah
B3;
 Tim Penilai.
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Berkaitan dengan dokumen amdal merupakan dasar uji kelayakan
lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dilakukan
perubahan. Uji kelayakan dapat dilakukan sebelum atau pada saat
sudah dimulainya kegiatan usaha (commisioning) tergantung pada
dampak lingkungan. Jika berisiko tinggi (wajib amdal) maka uji
kelayakan dilakukan sebelum kegiatan berusaha. Pemerintah dalam
melakukan Uji Kelayakan dapat menunjuk lembaga dan/atau ahli
bersertifikat. Secara keseluruhan, perizinan berusaha dapat diterbitkan
sebelum atau setelah diterbitkannya surat keputusan kelayakan
lingkungan.
Selanjutnya perubahan juga dilakukan terhadap ketentuan Pasal
25 huruf c, saran masukan serta tanggapan masyarakat diberikan hanya
dari masyarakat yang terkena dampak secara langsung dan relevan
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan. Perubahan juga dilakukan
terhadap Pasal 26 ayat (2) dan (3), dimana keterlibatan masyarakat
adalah faktor fundamental dalam penyusunan Amdal.
Keterlibatan masyarakat oleh sebagian pihak dianggap menjadi
faktor penghambat investasi, sehingga perlu kehati-hatian dalam
perumusan pasal ini agar hak masyarakat tidak sertamerta hilang.
Dalam konteks ini, perubahan Pasal 26 ayat (2) dan (3) berpotensi
mempercepat penyelesaian izin lingkungam, namun demikian risiko
yang mungkin timbul adalah potensi penolakan dari lembaga pemerhati

156
lingkungan. Pasal 32 ayat (1) dan (3) juga mengalami perubahan, dimana
frasa “kegiatan golongan ekonomi lemah” diganti dengan frasa “Usaha
Mikro dan Kecil”. Penyesuian ketentuan ini masih perlu memperhatikan
mengenai ada atau tidaknya kegiatan usaha skala UMK dikenai
kewajiban amdal atau dalam arti lain memiliki risiko tinggi.
Perubahan terhadap Pasal 34, dilakukan dengan alasan bahwa
pengklasifikasian usaha dan/atau kegiatan berdasarkan risiko dampak
terhadap lingkungan dilakukan oleh pemerintah pusat, dengan
memperhatikan masukan dari pemerintah daerah, baik provinsi
maupun kabupaten/kota. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan
transparansi mengenai Kegiatan Berusaha Berbasis Risiko bagi pelaku
usaha dan memudahkan penyelesaian izin lingkungan. Lebih lanjut,
ketentuan Pasal 59 ayat (3) perlu untuk dilakukan perubahan, Pasal ini
untuk mengakomodir integrasi izin pengelolaan limbah B3 maupun
limbah cair dengan izin lingkungan. Integrasi dengan izin lingkungan
dilakukan melalui mekanisme perubahan izin lingkungan. Dalam hal
Limbah B3 merupakan bagian dari hasil kegiatan usaha, Pengelolaan
Limbah B3 tersebut dinyatakan dalam Amdal atau UKL-UPL.
Adapun berkaitan dengan beberapa ketentuan Pasal yang dihapus,
dikarenakan sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah, seperti kriteria
mengenai penyusun amdal dan sertifikat kompetensi penyusun amdal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dan (3). Penghapusan
ketentuan Pasal 29, Pasal 30 dan Pasal 31, dilakukan dengan alasan Tim
Penilai diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 36 dihapus dengan alasan berdasarkan pengalaman saat ini,
usaha/kegiatan yang wajib amdal ataupun UKL-UPL membutuhkan
waktu maupun biaya yang cukup besar untuk menyelesaikan dokumen
lingkungan tersebut. Hal ini dilakukan untuk memberikan kemudahan
penyelesaian izin lingkungan serta kemudahan dalam melakukan
pengawasan, tanpa mengurangi esensi dari perizinan lingkungan itu
sendiri. Pasal 40 dihapus dengan alasan Izin Lingkungan tidak menjadi

157
prasyarat penerbitan izin usaha. Dengan demikian kegiatan dapat
dilakukan saat izin lingkungan belum diterbitkan dan masih diproses.
Apabila dari hasil kajian amdal kegiatan dinyatakan tidak layak
lingkungan, maka Izin Usaha dicabut, pendekatan ini menimbulkan
konsekuensi ketidakpastian hukum bagi pelaku usaha. Penghapusan
Pasal 40 dilakukan berimplikasi meningkatkan transparansi mengenai
Kegiatan Berusaha Berbasis Risiko bagi pelaku usaha.
Dengan demikian beberapa perubahan yang dilakukan terhadap
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup) berkaitan dengan perizinan lingkungan hidup
dengan Pasal terdampak sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang ini.

2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan


Jalan (UU Lalu Lintas Angkutan Jalan)
Perlu dilakukan perubahan terhadap ketentuan Pasal 40 UU Lalu
Lintas Angkutan Jalan yang menyebutkan bahwa Pembangunan
Terminal harus dilengkapi dengan: a. rancang bangun; b. buku kerja
rancang bangun; c. rencana induk Terminal; d. analisis dampak Lalu
Lintas; dan e. analisis mengenai dampak lingkungan. UU Lalu Lintas
Angkutan Jalan telah mengamanatkan bahwa Analisis mengenai
Dampak Lingkungan Hidup dengan Analisis Dampak Lalu Lintas dapat
diintegrasikan. Pun menjadi suatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Namun dalam permasalahannya, implementasi ini tidak
dapat dilakukan akibat dari kompetensi kementerian terkait. Pasal ini
perlu direvisi sehingga terdapat pengintegrasian antara amdal dan
andalalin.
Perubahan dilakukan dengan memformulasi kembali Pasal 40
huruf (d) dan (e), dengan menambahkan perizinan lingkungan yang
telah mencakup analisis mengenai dampak lalu lintas. Dengan

158
demikian berkaitan dengan pengintegrasian amdal dan amdalalin
maka Kementerian Perhubungan dan Kementerian Lingkungan Hidup
perlu berkoordinasi terkait dengan adanya pengintegrasian Amdal dan
Andalalin ini. Berikut tabel ketentuan Undang-Undang dan pasal yang
mengalami perubahan dalam klaster perizinan (sebagaimana
terlampir):

c. Perizinan Bangunan Gedung (Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan


Sertifikat Layak Fungsi (SLF)

Ketentuan yang mengatur Perizinan Bangunan Gedung (Izin Mendirikan


Bangunan dan Sertifikat Laik Fungsi) dilakukan perubahan, di mana perizinan
bangunan gedung berdasarkan Standar Teknis Bangunan Gedung. Bisnis
proses perizinan bangunan gedung prototype dengan menggunakan standar
dan konsultasi bersifat sukarela. Di sisi lain, bisnis proses perizinan bangunan
gedung dan SLF untuk bangunan gedung non prototype yang memerlukan
konsultasi pengawasan melalui inspeksi per tahapan dalam proses konstruksi.
Selanjutnya perubahan dilakukan dengan penggunaan jasa profesional
bersertifikat. Pengaturan mengenai standar teknis bangunan gedung dan
proses detail mengenai perizinan diatur melalui Peraturan Pemerintah. Adapun
penerbitan lisensi arsitek oleh Pemerintah Pusat (sebelumnya pemerintah
daerah), namun pengaturan mengenai persyaratannya yang dapat
mengandung unsur lokal (misal tinggi bangunan di Bali tidak boleh melebihi
ketinggian tertentu) di setiap daerah akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Lebih lanjut, beberapa ketentuan diatur dalam Peraturan Pemerintah,
antara lain: kewajiban profesi ahli menyampaikan pernyataan profesionalnya
untuk setiap hasil pekerjaannya; kewajiban Pelaku Usaha menyampaikan
penunjukan kontraktor, arsitek dan insinyur bangunan gedung yang ditunjuk
dalam pelaksanaan kontruksi bangunan gedung; kewajiban Pelaku Usaha
melaporkan jika terjadi perubahan pihak yang bertanggungjawab sebagai
kontraktor, arsitek dan insinyur bangunan gedung dalam proses konstruksi.

159
Terakhir, penerbitan SLF secara otomatis berdasarkan pernyataan
pemenuhan kelaikan fungsi oleh Manajemen Konstruksi atau Pengawas.
Ketentuan yang mengatur terkait Perizinan Bangunan Gedung (Izin
Mendirikan Bangunan dan Sertifikat Laik Fungsi) terdapat dalam beberapa
Undang-Undang, yaitu:

5) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.


Perizinan dalam rangka mendirikan bangunan gedung merupakan
salah satu perizinan yang dibutuhkan di semua sektor usaha apabila akan
dilakukan pembangunan fasilitas bangunan gedung untuk mendukung
kegiatan usaha. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (UU Bangunan Gedung) telah mengatur penyelenggaraan bangunan
gedung. Namun, landasan hukum sebagaimana dimaksud, sudah tidak
memadai dalam mendukung peningkatan daya saing dan kemudahan
berusaha.
Berdasarkan implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2018 melalui OSS, dapat diketahui bahwa perizinan bangunan gedung
dilakukan melalui sistem terintegrasi secara elektronik. Namun dalam
perkembangannya, implementasi di lapangan belum menghasilkan
kemudahan dan kecepatan proses sebagaimana diharapkan. Oleh karena
itu, belajar dari negara-negara lain dengan peringkat terbaik pada indikator
perizinan melakukan konstruksi dalam survei kemudahan berusaha oleh
Bank Dunia, perlu dilakukan penyesuaian pada Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Prinsip-prinsip praktik terbaik di
negara lain yaitu penggunaan atau adaptasi standar dan pedoman
bangunan gedung yang sudah berlaku di negara lain, menitikberatkan pada
peran dan tanggungjawab profesi ahli konstruksi yang bersertifikat,
pembinaan oleh Pemerintah dalam memenuhi standar kompetensi profesi,
dan pengawasan kepatuhan terhadap standar dan pedoman oleh
Pemerintah dalam seluruh tahapan pembangunan, serta pembinaan dan

160
pengawasan terhadap kepatuhan praktik professional oleh organisasi
profesi.
Selanjutnya dilakukan pencabutan terhadap Pasal 8 sampai dengan
Pasal 14; Pasal 16 sampai dengan Pasal 24; Pasal 26 sampai dengan Pasal
33; Pasal 36; dengan alasan untuk penyederhanaan perizinan berusaha,
dan alasan diantaranya sudah didelegasikan dalam Pasal Pasal 7 ayat (5)
dan untuk persyaratan administratif dihapus dan persyaratan teknis sudah
didelegasikan dalam Peraturan Pemerintah.
Kemudian, dilakukan penambahan rumusan ketentuan dalam Pasal 1
mengenai definisi operasional, yaitu mengenai Penyedia Jasa Konstruksi,
Profesi Ahli, dan Pemilik Bangunan Gedung. Penambahan ketentuan Norma
juga perlu dilakukan terhadap Pasal 36 (dengan menambahkan Pasal 36 A
dan 36 B), Pasal 37 A (dengan menambahkan Pasal 37A), Pasal 41 (dengan
menambahkan huruf f pada ayat (2) dan ayat (3), serta penambahan
ketentuan peralihan.

6) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 Tentang Arsitek


Salah satu aspek yang menjadi fokus utama analis terhadap materi
dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek (UU Arsitek)
berkaitan dengan profesi arsitek. Profesi Arsitek merupakan salah satu
profesi yang berperan penting dalam pelaksanaan pembangunan yang
dalam kaitannya dengan kemudahan berusaha adalah pembangunan
fasilitas bangunan gedung untuk kegiatan usaha. UU Arsitek telah
mengatur penyelenggaraan jasa arsitekur dengan baik. Namun dalam
perkembangan kondisi terkini landasan hukum sebagaimana dimaksud,
perlu disesuaikan dalam mendukung proses pembangunan yang efektif dan
efisien untuk meningkatkan daya saing dan kemudahan berusaha. Oleh
karena itu, belajar dari praktik terbaik di negara lain dengan peringkat
terbaik pada indikator perizinan melakukan konstruksi dalam survei
kemudahan berusaha oleh Bank Dunia, maka perlu dilakukan penyesuaian

161
terhadap penyelenggaraan praktik Arsitek dalam pelaksanaan penyusunan
rencana teknis bangunan gedung.
Prinsip-prinsip praktik terbaik di negara lain yaitu penggunaan atau
adaptasi standar dan pedoman bangunan gedung yang sudah berlaku di
negara lain, menitikberatkan pada peran dan tanggungjawab profesi
arsitek yang bersertifikat, pembinaan oleh Pemerintah dalam memenuhi
standar kompetensi profesi, dan pengawasan kepatuhan terhadap standar
dan pedoman oleh Pemerintah dalam seluruh tahapan pembangunan,
serta pembinaan dan pengawasan terhadap kepatuhan praktik profesional
oleh organisasi profesi.
Beberapa ketentuan dilakukan perubahan, antara lain:
(1) mengenai definisi arsitek dalam Pasal 1 sehingga berbunyi “Arsitek
adalah seseorang yang telah memenuhi syarat dan ditetapkan oleh
Dewan untuk melakukan Praktik Arsitek”;
(2) penambahan pengaturan mengenai Dewan Arsitek, yang didefinisikan
sebagai: Dewan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi dengan tugas dan
fungsi membantu Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan keprofesian
Arsitek;
(3) penambahan rumusan juga dilakukan dengan menambahkan Pasal
baru yaitu Pasal 6A yang berbunyi: “Dalam hal penyelenggaraan
kegiatan untuk menghasilkan karya Arsitektur berupa bangunan
gedung sederhana dan bangunan gedung adat tidak wajib dilakukan
oleh Arsitek”. Berikut tabel ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang
mengalami perubahan atau pencabutan (sebagaimana terlampir).

2. Perizinan Sektor,
a. Perizinan Sektor Pertanian
Perubahan perizinan sektor pertanian dilakukan antara lain:
(1) Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor
pertanian
(2) Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan sektor

162
pertanian
(3) Kepemilikan modal asing ataupun kerja sama modal akan
diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Penanaman
Modal (Batasan kepemilikan akan dimuat dalam Perpres
mengenai Daftar Negatif Investasi)
(4) Klasifikasi kegiatan usaha dan non kegiatan usaha
(5) Penetapan sanksi administrasi ataupun sanksi pidana
(6) Pengawasan Sumber Daya Genetik (SDG).
(7) Ketentuan mengenai:
(a) Usaha pengolahan hasil perkebunan yang
mensyaratkan minimal 20% bahan baku harus
berasal dari kebun sendiri;
(b) Izin usaha perkebunan (termasuk budidaya) wajib
memfasilitasi kebun masyarakat minimal 20%;
(c) Unit pengolahan hasil perkebunan tertentu yang
berbahan baku impor wajib membangun kebun
maksimal 3 tahun;
yang semula diatur dalam undang-undang dihapus untuk
selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Selain itu, perubahan yang dilakukan dalam beberapa
peraturan perundang-undangan terkait perizinan sektor pertanian
juga tidak terlepas dari adanya ratifikasi perjanjian pembentukan
World Trade Organization (WTO) yang telah disahkan dengan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan
Pembentukan Oorganisasi Perdagangan Dunia). Adanya ratifikasi
tersebut mengharuskan segala ketentuan yang terkait dengan
perdagangan disesuaikan dengan aturan WTO.
Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan hukum yang
ada di masyarakat serta perdagangan dunia, sebagai bagian dari
masyarakat internasional yang telah mengikatkan dirinya dengan

163
beberapa organisasi internasional seperti WTO melalui
pengesahan beberapa perjanjian internasional tentang
perdagangan internasional, Negara Indonesia perlu
memperhatikan instrumen internasional dalam penentuan
kebijakan dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Adapun beberapa undang-undang sektor pertanian yang
terkait yang terkena dampak perlunya penyelerasan dengan
aturan perdagangan internasional tersebut antara lain Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Petani, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2014, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan.
Pertama, dalam kaitannya dengan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2010 tentang Hortikultura, pengaturan impor produk
hortikultura yang terdapat dalam UU Hortikultura perlu
diselaraskan dengan perjanjian pembentukan World Trade
Organization (WTO). Peraturan dalam undang-undang tersebut
dianggap tidak konsisten dengan aturan WTO khususnya Article
XI.1 General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) 1994. Hal
tersebut disebabkan adanya beberapa persyaratan impor yang
diatur dalam UU Hortikultura yaitu wajib dilakukan dengan
memperhatikan aspek ketersediaan produk hortikultura dalam
negeri (self suffiency).
Kebijakan importasi produk hortikultura Indonesia mendapat
perhatian dari sebagian negara anggota WTO.98 Adapun negara

98 Indonesia yang telah meratifikasi Agreement Establishing World Trade Organization (WTO
Agreement) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994, sehingga Indonesia merupakan
anggota WTO dan tunduk kepada ketentuan yang ada dalam perjanjian tersebut.

164
Anggota WTO yang memberikan perhatian terhadap kebijakan
impor pangan, khususnya produk hortikultura dan hewan dan
produk hewan yaitu Selandia Baru dan Amerika Serikat. Kedua
negara ini telah mengajukan keberatannya terhadap kebijakan ini
ke Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB)
WTO.
Sehubungan dengan hal tersebut, Amerika Serikat dan
Selandia Baru mengajukan gugatan ke Appellate Body terhadap
ketentuan Pasal 88 dalam UU Hortikultura dengan pertimbangan
ketentuan tersebut dianggap menghambat perdagangan
komoditas pertanian secara internasional dalam Kasus Nomor
WT/DS477/AB/R dan WT/DS478/AB/R. Appelatte Body
mengambil putusan Nomor WT/DS477/AB/R dan
WT/DS478/AB/R tanggal 22 November 2017 yang menyatakan
bahwa Indonesia harus melakukan penyesuaian 18 measures yang
antara lain merekomendasikan adanya perubahan substansi UU
Hortikultura khususnya yang mengatur mengenai persyaratan
impor.
Maksud pemerintah untuk melindungi petani hortikultura
dalam negeri ternyata menimbulkan masalah dalam hal tata cara
perdagangan internasional dan distribusi produk hortikultura di
pasar domestik. Adanya gugatan WTO DS 477/478 terhadap
pengaturan importasi produk hortikultura oleh Selandia Baru dan
Amerika Serikat yang disampaikan ke WTO tersebut menjadi
faktor utama untuk meninjau kembali pengaturan importasi
produk hortikultura.
Hasil rekomendasi dari panel yang dikuatkan Appellate Body
menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Indonesia
bertentangan dengan ketentuan aturan WTO dan oleh karena itu
Indonesia harus menyesuaikan kebijakan tersebut. Salah satu

165
kebijakan yang harus disesuaikan adalah pengaturan mengenai
self sufficiency yang diatur dalam beberapa undang-undang, salah
satunya UU Hortikultura.99
Kedua, perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013
tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani juga tidak
terlepas dari adanya gugatan DS477/DS478 sebagaimana yang
telah dijelaskan sebelumnya. Harga produk pangan di dalam
negeri selalu terpengaruh oleh situasi dan kondisi harga pangan
internasional. Hal tersebut tidak lepas dari kenyataan bahwa
sistem perdagangan dunia semakin terbuka. Selain itu, Negara
Indonesia juga masih mengalami permasalahan ketersediaan serta
sistem distribusi, harga produk pangan terutama pangan strategis
seperti beras, kedelai, daging sapi, cabai dan bawang merah yang
fluktuatif. Hampir sebagian besar perdagangan produk pangan
masih distortif karena tidak banyak tersentuh oleh komitmen
liberalisasi perdagangan.
Permasalahan lainnya adalah masih banyaknya jumlah petani
kecil yang memerlukan dukungan dari pemerintah. Menurut
survey BPS pada tahun 2016, dari total 27,76 juta penduduk
miskin di Indonesia sebanyak 62,24% atau 17,28 juta orang
berada dikawasan perdesaan sementara sisanya 37,76 % atau
10,49 juta penduduk miskin berada di perkotaan. Sebagai negara
agraria, sebagian besar penduduk Indonesia memiliki mata
pencaharian dari pertanian dan tinggal di wilayah pedesaan.
Negara Indonesia mampu menghasilkan berbagai macam
produk pangan dan bahkan beberapa produk tertentu mengalami
surplus. Agar produksi dapat berkelanjutan, maka pemerintah
harus melindungi masyarakat dan petani dari gejolak harga.

99
Putusan Appelatte Body Nomor WT/DS477/AB/R dan WT/DS478/AB/R tanggal
12 Oktober 2017,

166
Bahwa ketahanan pangan nasional tidak mensyaratkan untuk
melakukan swasembada produksi pangan karena hal tersebut
tergantung pada sumber daya yang dimiliki. Sementara itu,
Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam yang
melimpah.
Dalam rangka memberikan jaminan stabilitas harga komoditas
pertanian, maka perlu dibuat suatu kebijakan yang dapat
mengakomodir kepentingan nasional dalam memberikan
perlindungan kepada petani untuk mencapai ketahanan pangan,
meningkatkan pendapatan, dan kesejahteraan petani, memenuhi
kepentingan konsumen serta menciptakan stabilitas ekonomi
nasional. Pemerintah seharusnya hadir untuk memberikan
perlindungan kepada petani. Tanggung jawab negara yang besar
akan kesejahteraan rakyat khususnya petani perlu dilaksanakan
melalui perlindungan dan pemberdayaan petani. Padahal,
pelaksanaannya dalam Pasal 101 Undang-Undang Perlindungan
dan Pemberdayaan Petani terkait dengan larangan impor
komoditas pertanian pada saat ketersediaan komoditas pertanian
dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan konsumsi dan/atau
cadangan pangan Pemerintah belum pernah terjadi. Kasus
importasi komoditas pertanian ditindaklanjuti sesuai dengan
undang-undang masing-masing komoditas pertanian. Oleh karena
itu, perlu dibuat suatu kebijakan yang bertujuan untuk mencapai
ketahanan pangan, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
petani, kepentingan masyarakat serta menciptakan stabilitas
ekonomi nasional.

Ketiga, dalam rangka memanfaatkan dan melestarikan


keanekaragaman hayati di Indonesia, maka perlu dilakukan
perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah

167
diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 (UU
Nakeswan). Pada saat diundangkan, UU Nakeswan masih
dianggap belum mempertimbangkan aspek perdagangan
internasional. Sama seperti sebelumnya, aturan dalam beberapa
peraturan perundang-undangan di Indonesia mengalami sengketa
di dunia internasional, terutama yang berkaitan dengan aturan
self-sufficiency. Oleh karena itu, aturan terkait penyediaan benih
dan/atau bibit serta pemasukan ternak dan produk hewan di
dalam UU Nakeswan perlu dikaji kembali.
Keempat, salah satu undang-undang yang juga mengalami
perubahan berkaitan dengan gugatan WTO DS 477/478 terhadap
pengaturan importasi produk hortikultura adalah Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Pengaturan impor pangan
yang terdapat dalam kebijakan ketahanan pangan perlu
diselaraskan dengan Persetujuan Pembentukan WTO. Guna
memenuhi ketersediaan pangan yang cukup, harga terjangkau
dan tersedia setiap saat dan menjaga stabilitas pasokan dan harga
pangan, perlu adanya impor pangan disamping usaha pemerintah
lainnya untuk meningkatkan produksi pangan. Pemenuhan
pangan melalui impor dilakukan dengan kebijakan pemerintah
melalui pengaturan impor.
Pemenuhan ketersediaan pangan tidak selalu dapat dipenuhi
dari produksi dalam negeri. Dengan era perkembangan globalisasi,
seharusnya upaya pemenuhan ketersediaan pangan nasional
dapat dipenuhi dari pasar internasional. Secara global, produksi
pangan dunia memang terus mengalami surplus, namun masih
terdapat krisis pangan yang melanda negara-negara di Asia Pasifik
dan Afrika yang disebabkan bencana alam maupun kondisi
geografis yang tidak mendukung. Selain itu, krisis pangan juga
pernah dialami negara produsen pangan seperti Thailand dan

168
India. Dengan demikian, persoalan krisis pangan berupa
kelaparan dan malnutrisi yang melanda dunia tidak hanya
disebabkan masalah produksi, tetapi juga bahkan karena sistem
distribusi yang tidak berjalan dengan baik.100 Oleh karena itu,
dalam menerapkan sistem ketahanan pangan, Indonesia
seharusnya memiliki kebijakan yang dapat menjaga ketersediaan
pangan tertentu yang merupakan pangan strategis yang dapat
mempengaruhi inflasi.
Penyelenggaraan pangan di Indonesia dilaksanakan
berdasarkan kedaulatan pangan, ketahanan pangan, dan
kemandirian pangan. Penyelenggaran pangan yang diatur dalam
UU Pangan mengedepankan pada kebebasan Negara dalam
mengatur dan mewujudkan pemenuhan pangan bagi masyarakat.
Pemenuhan pangan berdasarkan UU Pangan tersebut lebih
mengutamakan produksi dalam negeri.
Namun, sejak Indonesia mengesahkan Perjanjian
Pembentukan WTO melalui UU Nomor 7 Tahun 1994 dan UU
Nomor 17 Tahun 2017 tentang Protocol Amending The Marrakesh
Agreement Establishing The World Trade Organization (Protokol
Perubahan Persetujuan Marrakesh Mengenai Pembentukan
Organisasi Perdagangan Dunia), Indonesia perlu menyeleraskan
peraturan dan kebijakannya dengan aturan perdagangan
internasional di dalam Perjanjian WTO yang salah satunya adalah
penyelarasan terhadap UU Pangan.
Adapaun beberapa ketentuan terkait impor dalam UU Pangan
yang melanggar ketentuan di dalam Perjanjian WTO antara lain
adalah:

100Hendri Saparini dan Muhamad Ishak, Stabilitas Pangan Global dan Domestik serta
Implikasinya terhadap Perekonomian, Jurnal Diplomasi Pusdiklat Kementerian Luar Negeri,
September 2011, hal 121.

169
1. Pasal 14 yaitu mengenai sumber penyediaan pangan berasal
dari produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan
nasional. Impor pangan yang dilakukan apabila produksi
pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional belum
mencukupi.
2. Pasal 36 yaitu mengenai impor pangan yang hanya dapat
dilakukan apabila produksi pangan dalam negeri tidak
mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri.
Selain itu impor pangan pokok hanya dapat dilakukan apabila
produksi pangan dalam negeri dan cadangan pangan nasional
tidak mencukupi.

Putusan Appelatte Body WT/DS477/AB/R dan


WT/DS478/AB/R yang ditandatangani oleh Presiding Member (Mr.
Ujal Singh Bhatia), Member (Mr. Thomas Graham), Member (Mr.
Ricardo Ramirez-Hernandez), merekomendasikan bahwa DSB
meminta Indonesia untuk menyesuaikan langkah-langkahnya,
agar aturan-aturan yang tidak konsisten dengan GATT 1994
disesuaikan dengan kewajibannya dalam perjanjian tersebut. Jika
Indonesia masih menerapkan kebijakan yang tidak sesuai dengan
WTO, Indonesia akan menghadapi konsekuensi retaliasi.
Berkaitan dengan perubahan yang dilakukan dalam Omnibus
Law, maka berikut daftar Undang-Undang dan Pasal yang
mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

b. Perizinan Sektor Kehutanan


Perubahan dilakukan dalam perizinan sektor kehutanan dengan
penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor kehutanan.
Selanjutnya Izin hanya diwajibkan untuk aktivitas pemanfaatan
hutan kayu, sedangkan untuk usaha pemanfaatan hutan non kayu
dan pemanfaatan jasa lingkungan hanya menggunakan standar.

170
Perlunya percepatan proses pengukuhan kawasan hutan dengan
melalui percepatan kegiatan tata batas kawasan hutan, kesesuaian
dengan tata ruang, dan mendorong pengintegrasian pemetaan
kawasan hutan ke dalam One Map Policy.
Selain itu dilakukan penegasan kewenangan Pemerintah dalam
menentukan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan serta
penggunaan kawasan hutan (melalui izin pinjam pakai). Adapun
analisa mengenai ketentuan kewajiban mempertahankan luas
kawasan hutan minimal 30% dari luas daratan secara nasional untuk
mendukung investasi dan pembangunan serta penyediaan lahan
pengganti. Ketentuan terkait luasan minimal kawasan hutan, secara
rinci akan diatur di dalam Peraturan Pemerintah. Terakhir,
pembatasan izin usaha pemanfaatan hutan dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek kelestarian hutan dan aspek kepastian
usaha.
Beberapa perubahan yang dilakukan terhadap Undang-Undang
yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU
Kehutanan) berkaitan dengan perizinan sektor kehutanan, dengan
Pasal terdampak sebagaimana tercantum dalam Lampiran Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang ini.

c. Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan


Perubahan dilakukan terhadap perizinan sektor kelautan dan
perikanan dengan menerapkan Risk Based Approach untuk perizinan
sektor kelautan dan perikanan. Selanjutnya dilakukan penetapan
kriteria pelaku usaha nelayan kecil, juga dilakukan perubahan Surat
Izin Usaha Perikanan (SIUP), Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), dan
Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) sebagai perizinan berusaha
dengan tingkat risiko yang berbeda.
Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan terdiri atas empat

171
Undang-Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan
2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak
Garam
3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan
4) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang
mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

d. Perizinan Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)


Perubahan terhadap perizinan sektor Energi dan Sumber Daya
Mineral dilakukan antara lain:

(1) Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor ESDM.


(2) Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan ESDM.
(3) Perubahan materi pengaturan pada subsektor Mineral dan
Batubara, meliputi:
a. Pengintegrasian Perizinan Tambang dengan Perizinan
Industri;
b. Kegiatan pertambangan yang terintegrasi dengan
pengolahan dan pemurnian, mengikuti perizinan tambang
(Izin Usaha Pertambangan sekaligus berlaku sebagai Izin
Usaha Industri);

172
c. Kegiatan usaha pemurnian (smelter) yag dapat berdiri
sendiri atau tidak terintegrsi dengan kegiatan pertambangan
(nikel atau bouksit) mengikuti perizinan industri (Izin Usaha
Industri tanpa tanpa disyaratkan Izin Usaha Pertambangan
Khusus Operasi Produksi (IUPK OP)/Izin Usaha
Pertambangan Khusus Pengolahan dan Pemurnian);
d. Pengaturan kewajiban peningkatan nilai tambah mineral
dan batubara untuk mendorong hilirisasi;
e. Pemegang PKP2B dan IUP/IUPK batubara yang melakukan
hilirisasi dipertimbangkan untuk:
i. tidak dikenai kewajiban Domestic Market Obligation
(DMO)
ii. diberikan insentif berupa pengenaan royalti batubara
sebesar 0 %
iii. diberikan jangka waktu izin selama umur tambang
f. Luas wilayah IUPK OP Perpanjangan diberikan sesuai
dengan rencana kegiatan pada seluruh wilayah perjanjian
yang telah disetujui;
g. Wilayah Kontrak Karya (KK) dan PK2B yang sudah berakhir
ditetapkan menjadi Wilayah Pencadangan Nasional (WPN)
yang pengusahaannya dilakukan oleh Pemerintah melalui
BUMN/BUMD (sejalan putusan MK Nomor 25/PUU-
VIII/2010 Juncto Putusan MK Nomor 001-021-022/PUU-
I/2003).
(4) Perubahan materi pengaturan pada subsektor Panas Bumi,
meliputi:
a. Perizinan berusaha untuk kegiatan panas bumi diberikan
oleh Pemerintah hanya untuk pemanfaatan tidak langsung;
b. Penghapusan kewenangan pemberian izin panas bumi
secara langsung oleh pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten (diubah menjadi standar);
c. Ketentuan pemberian perizinan berusaha panas bumi untuk

173
pemanfaatan tidak langsung diatur melalui Norma, Standar,
Prosedur, dan Kriteria yang diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
(5) Perubahan materi pengaturan pada subsektor Ketenagalistrikan,
meliputi:
a. Penyederhanaan perizinan kelistrikan menjadi satu izin
dengan berbagai hak kegiatan usaha (usaha penyediaan
tenaga listrik untuk kepentingan umum, usaha penyediaan
tenaga listrik untuk kepentingan sendiri dan usaha jasa
penunjang tenaga listrik);
b. Penetapan tarif tenaga listrik untuk konsumen tanpa
melalui persetujuan DPR;
c. Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional tanpa melalui
konsultasi ke DPR.
Perubahan materi pengaturan pada subsektor Minyak dan
Gas Bumi, yakni Pemerintah sebagai pemegang Kuasa
Pertambangan membentuk BUMN Khusus untuk
melakukan kegiatan usaha hulu Minyak dan Gas Bumi.

Lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang


mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

e. Perizinan Sektor Ketenaganukliran


Perubahan terhadap perizinan sektor ketenaganukliran
dilakukan antara lain:

1. Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor


ketenganukliran.
2. Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan sektor
ketenaganukliran
3. Perizinan ketenaganukliran dilaksanakan oleh Badan Pengawas
(BAPETEN), sementara kegiatan usaha ketenaganukliran
dilaksanakan oleh Badan Pelaksana.

174
4. Cakupan kegiatan pertambangan bahan galian nuklir meliputi:
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, Konstruksi,
penambangan, pengolahan, penyimpanan, pengalihan; dan/atau
reklamasi dan pascatambang.
5. Bahan Galian Nuklir meliputi bahan yang mengandung unsur
uranium dan thorium yang dikuasai oleh negara. Pemerintah
menetapkan wilayah usaha pertambangan Bahan Galian Nuklir.
6. Badan Pelaksana dapat menugaskan BUMN untuk melakukan
kegitan pertambangan bahan galian nuklir.
7. Petugas tertentu yang bekerja pada pertambangan Bahan Galian
Nuklir wajib memiliki sertifikat.
8. Produksi dan/atau pengadaan bahan baku untuk pembuatan
bahan bakar nuklir hanya dilaksanakan oleh Badan Pelaksana
yang dapat bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara,
koperasi, dan/atau badan swasta.

Lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang


mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

f. Perizinan Sektor Perindustrian


Perubahan terhadap perizinan sektor Perindustrian dilakukan
antara lain:

1. Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan berusaha sektor


2. Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan sektor
perindustrian. Kewenangan di sektor perindustrian yang
sebelumnya merupakan kewenangan Menteri direformulasi
menjadi kewenangan Pemerintah.
3. Pengawasan terhadap penerapan SNI dilakukan oleh Pemerintah
Pusat serta dapat melibatkan Lembaga terakreditasi yang
berkompeten untuk melakukan pengawasan.
4. Penghapusan kriteria industri kecil, menengah, dan besar yang
akan diatur dalam bagian UMK-M dan Perkoperasian pada RUU
Cipta Kerja.

175
Lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang
mengalami perubahan (sebagaimana terlampir)

g. Perizinan Sektor Perdagangan


Perubahan perizinan sektor perdagangan dengan menerapkan
Risk Based Approach (RBA). Pengaturan kriteria barang yang dilarang
dan dibatasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah dan
mengatur detail jenis barangnya diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Menteri. Perizinan Sektor Perdagangan terdiri atas tiga Undang-
Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal
3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk
Halal

Lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang


mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

h. Perizinan Sektor Kesehatan, Obat dan Makanan


Perubahan perizinan sektor kesehatan, obat dan makanan
dilakukan dengan perubahan nomenklatur izin dalam Undang-
Undang menjadi perizinan berusaha. Hal ini untuk merubah konsepsi
kegiatan usaha yang sebelumnya berbasis izin (license approach)
menjadi penerapan standar dan berbasis risiko (Risk-Based
Approach/RBA). Izin hanya untuk kegiatan usaha yang memiliki risiko
tinggi terhadap: kesehatan (health), keselamatan (safety), dan
lingkungan (environment) serta kegiatan pengelolaan sumber daya
alam. Kegiatan usaha dengan risiko rendah hanya mendatarkan,
sedangkan kegiatan usaha dengan risiko menengah menggunakan
standar.

176
Perizinan Sektor Kesehatan, Obat dan Makanan terdiri atas lima
Undang- Undang, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan


2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang


mengalami perubahan (sebagaimana terlampir)

i. Perizinan Sektor Pariwisata


Perubahan dilakukan pada perizinan sektor pariwisata, dengan
mengubah konsepsi kegiatan usaha dari berbasis izin (license
approach) menjadi penerapan standar dan berbasis risiko (Risk-Based
Approach/RBA). Izin hanya untuk kegiatan usaha yang memiliki risiko
tinggi terhadap: kesehatan (health), keselamatan (safety), dan
lingkungan (environment) serta kegiatan pengelolaan sumber daya
alam. Kegiatan usaha dengan risiko rendah hanya mendaftarkan,
sedangkan kegiatan usaha dengan risiko menengah menggunakan
standar dimana penilaian standar (comply) dilakukan oleh profesi
bersertifikat.
Adapun jenis usaha pariwisata ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah. Sebagian besar perizinan usaha di sektor pariwisata
sudah masuk ke OSS, kecuali perizinan lintas provinsi. Ketentuan
perizinan berusaha (pendaftaran, standar, izin) akan diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Penghapusan ketentuan mengenai
pendaftaran, pencatatan, dan pendataan pendaftaran usaha
pariwisata oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
karena sudah diatur dalam OSS. Memberikan kesempatan kepada

177
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengelola secara
professional potensi pariwisata dari cagar budaya seperti Borobudur
dan Prambanan. Perizinan Sektor Pariwisata terdiri atas dua Undang-
Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya

Lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang


mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

j. Perizinan Sektor Pendidikan


Perubahan perizinan sektor Pendidikan, dilakukan dengan penerapan
Risk Based Approach (RBA). Perizinan Sektor Pendidikan terdiri atas
tujuh Undang-Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional;
2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi;
3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman;
4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya;
5) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen;
6) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan; dan
7) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan
Kedokteran.

Lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang


mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

k. Perizinan Sektor Keagamaan


Perizinan sektor keagamaan dilakukan dengan penerapan Risk Based
Approach untuk perizinan sektor keagamaan. Pasal yang diubah
dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Ibadah Haji dan Umrah hanya

178
pasal-pasal terkait Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus dan Ibadah
Umrah. Perizinan Sektor Keagamaan terdiri atas satu Undang-
Undang, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Ibadah
Haji dan Umrah (UU Ibadah Haji dan Umrah) dengan perubahan
berkaitan dengan perizinan sektor keagamaan dengan Pasal
terdampak sebagaimana tercantum dalam Lampiran Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang ini.

l. Perizinan Sektor Transportasi


Perubahan dilakukan pada perizinan sektor perhubungan
dengan penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor
perhubungan. Perizinan yang telah sesuai dengan ketentuan
Internasional mengenai keselamatan dan keamanan di sektor
perhubungan antara lain International Civil Aviation Organization,
Solas 1974, Marpol, Load Line 1966, MLC 2006, BWM Convention, dan
Fal Convention tetap berlaku namun prosedurnya dapat
disederhanakan. Kerjasama penyediaan dan pemeliharaan fasilitas
utama dan fasilitas penunjang dengan pihak ketiga.
Perizinan Sektor Perhubungan terdiri atas empat Undang-
Undang, yaitu:
1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
Angkutan Jalan;
4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

Lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang


mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

m. Perizinan Sektor Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)


Perubahan perizinan sektor pertanian dilakukan antara lain:

179
(1) Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor
pertanian;
(2) Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan sektor
pertanian;
(3) Kepemilikan modal asing ataupun kerja sama modal akan diatur
lebih lanjut dalam Undang-Undang Penanaman Modal (Batasan
kepemilikan akan dimuat dalam Perpres mengenai Daftar Negatif
Investasi);
(4) Klasifikasi kegiatan usaha dan non kegiatan usaha;
(5) Penetapan sanksi administrasi ataupun sanksi pidana;
(6) Pengawasan Sumber Daya Genetik (SDG);
(7) Ketentuan mengenai:
(a) Usaha pengolahan hasil perkebunan yang mensyaratkan
minimal 20% bahan baku harus berasal dari kebun sendiri;
(b) Izin usaha perkebunan (termasuk budidaya) wajib
memfasilitasi kebun masyarakat minimal 20%;
(c) Unit pengolahan hasil perkebunan tertentu yang berbahan
baku impor wajib membangun kebun maksimal 3 tahun;
yang semula diatur dalam undang-undang dihapus untuk selanjutnya
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang
mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

n. Perizinan Sektor Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran


Perubahan perizinan sektor pos, telekomunikasi, dan penyiaran
dilakukan antara lain:
1. Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor pos,
telekomunikasi, dan penyiaran;
2. Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan sektor pos,
telekomunikasi, dan penyiaran;

180
3. Perubahan materi pengaturan pada bidang Pos, yakni menghapus
izin menteri untuk menjadi perusahan publik sehingga mendorong
kemudahan berusaha;
4. Perubahan materi pengaturan pada bidang Telekomunikasi, yakni:
a) Pemerintah dapat menetapkan penggunaan bersama spektrum
frekuensi radio;
b) Kewajiban membayar biaya hak penggunaan spektrum
frekuensi radio oleh pemegang perizinan berusaha penggunaan
spektrum frekuensi radio, diperlukan untuk menjamin
kepastian berusaha;
c) Penggunaan bersama infrastruktur pasif telekomunikasi
untuk memberikan kemudahan investasi penyelenggaraan
telekomunikasi;
d) Pemerintah dapat menetapkan tarif batas atas dan/atau batas
bawah penyelenggaraan telekomunikasi;
5. Perubahan materi pengaturan pada bidang Penyiaran, yakni:
a) Perizinan berusaha lembaga penyiaran disepakati kewenangan
Pemerintah, sedangkan KPI hanya mengawasi isi/konten
siaran (sesuai kesepakatan MK);
b) Penyesuaian kewajiban membayar biaya hak penyelenggaraan
penyiaran dari persentase pendapatan penyelenggaraan
penyiaran;
c) Fleksibilitas bagi badan usaha lembaga penyiaran swasta dan
lembaga penyiaran berlangganan untuk menyelenggarakan
lebih dari satu jenis bidang usaha, khususnya dengan
memperhatikan perkembangan telekomunikasi, penyiaran,
dan internet;
d) Kewajiban migrasi dari analog ke digital diperlukan untuk
efisiensi penggunaan spektrum frekuensi. Hasil efisiensi yang
digunakan kembali untuk internet broadband akan
menghasilkan multiplier effect untuk ekonomi digital.

181
6. Penghapusan pembatasan penambahan modal asing pada
perusahaan pers yang harus dilakukan melalui pasar modal tidak
boleh mencapai mayoritas.

Berikut tabel ketentuan undang-undang dan pasal yang mengalami


perubahan (sebagaimana terlampir).

o. Perizinan Sektor Pertahanan dan Keamanan


Perubahan perizinan sektor pertanian dilakukan antara lain:

1. Penerapan Risk Based Approach untuk perizinan sektor


pertahanan dan keamanan;
2. Penataan dan pengaturan kewenangan perizinan sektor
pertahanan dan keamanan;
3. Persyaratan kepemilikan modal industri pertahanan atas industri
alat utama tidak diatur dalam udang-undang, tetapi diatur dalam
Peraturan Pemerintah;
4. Cakupan wajib izin pada industri pertahanan hanya untuk
industri alat utama dan inovasi baru sedangkan industri
komponen utama dan/atau pendukung tidak termasuk cakupan
izin;
5. Penambahan ayat 4A, 4B dan 4C pada Pasal 38 yang berisi “Izin
yang dimaksud dilakukan menggunakan sistem perizinan yang
dikelola Pemerintah (OSS)” serta kategori Alpahankam yang
bersifat strategis;
6. Kegiatan mengekspor dan/atau melakukan transfer Alpahankam
yang bersifat strategis dan dengan standar Alpahankam Indonesia
wajib mendapat izin dari Pemerintah;
7. Pengaturan mengenai besaran modal dalam Peraturan Presiden
tentang Daftar Negatif Investasi untuk:
a. industri alat utama;
b. industri komponen utama dan/atau penunjang;
c. industri komponen dan/atau pendukung (perbekalan); dan

182
d. industri bahan baku.
8. Surat keterangan Pemerintah kelaikan Alpahankam hanya
diberlakukan bagi Alpahankam yang bersifat strategis atau inovasi
baru;
9. Penegasan pemberian Izin Operasional untuk bidang jasa
pengamanan dilakukan melalui OSS (Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia).
Lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang dan pasal yang
mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

C. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT PERSYARATAN INVESTASI

Salah satu persoalan mendasar dalam mendorong kemudahan


berusaha atau meningkatkan investasi di Indonesia yakni terkait dengan
persyaratan investasi. Untuk keperluan tersebut, maka pada subbagian ini
akan dianalisis Undang-Undang yang mengatur persyaratan investasi.
Pembatasan jumlah besaran modal dan bidang usaha investasi yang
diatur dalam berbagai Peraturan perundang-undangan mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan investasi di Indonesia. Berkaitan dengan
persyaratan investasi, terdapat permasalahan berkaitan dengan (1) Daftar
Negatif Investasi (DNI) dan Portofolio; (2) Perubahan UU Sektor yang
mengatur DNI & Pembatasan Investasi; (3) Perlindungan UMK; (4)
Penyelenggaraan Urusan Penanaman Modal; (5) Sengketa Penanaman
Modal.
Pengembangan ekosistem investasi yang lebih menarik dan berdaya
saing, menjadikan perlunya dilakukan perubahan (reformasi regulasi)
melalui Omnibus Law. Hal ini dilakukan mengingat banyaknya ketentuan
mengenai investasi dan perizinan yang diatur dalam berbagai Undang-
Undang, antara lain:
1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;
2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura;

183
3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan;
4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan;
5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;
6) Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos;
7) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;
8) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
9) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
10) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2002 tentang Industri Pertahanan;
dan
11) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Berbagai Undang-Undang sektor tersebut mengatur sendiri-sendiri


ketentuan investasi dan perizinannya, sehingga tidak sinkron dan saling
mengunci baik dari segi kewenangan, persyaratan, prosedur.
Kementerian/Lembaga/Daerah dengan kewenangan dari Undang-Undang
sektor menetapkan peraturan teknis yang lebih rigid tanpa memperhatikan
sektor lain dan ekosistem investasi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan
ekosistem investasi yang lebih ramah investasi dan meningkatkan daya
saing, diperlukan perubahan (mencabut atau mengganti) ketentuan yang
terdapat dalam Undang-Undang sektor dan Undang-Undang yang
berkaitan dengan administrasi pemerintahan dan penegakan hukum, yang
mencakup bidang: Penataan Kewenangan, Persyaratan Investasi, Kegiatan
Berusaha Berbasis Risiko, Pendukung Ekosistem, Pembinaan dan
Pengawasan dan Sanksi. Perubahan Undang-Undang sektor dan Undang-
Undang terkait lainnya dilakukan dengan Omnibus Law.
Dalam kaitan dengan Persyaratan Investasi, DNI saat ini sangat
restricted dibandingkan negara lain di ASEAN karena tidak hanya diatur
dalam UU Penanaman Modal tetapi juga diatur dalam berbagai UU sektor
(batasan PMA dan bentuk kerjasama PMA dengan PMDN). Daftar Negatif
Investasi (DNI) dalam hal ini, setelah dilakukan kajian menunjukkan

184
bahwa pembatasan DNI cukup diatur dalam UU Penanaman Modal; bidang
usaha tertutup yang perlu diatur di UU yaitu: produksi senjata, mesiu,
alat peledak dan peralatan perang; bidang usaha tertutup lainnya cukup
diatur di dalam Peraturan Presiden, diusulkan untuk empat bidang usaha
yaitu: budidaya ganja, perjudian kasino, ketentuan CITES, dan
pengambilan karang/koral dari alam; Bidang usaha terbuka dengan
persyaratan: hanya untuk UMK (perlu mempertimbangkan koperasi tidak
masuk dalam DNI), batasan maksimal PMA: 49%, 67%,75%
(memperhatikan ketentuan UU Perseroan Terbatas); dan DNI tidak berlaku
terhadap penanaman modal melalui melalui portofolio (pasar modal).
Muatan yang akan diatur adalah mengubah UU Penanaman Modal yang
mengatur ketentuan DNI dan portofolio dan mencabut ketentuan DNI pada
15 UU sektor: UU Pelayaran, UU Penerbangan, UU Hortikultura , UU
Perkebunan, UU Peternakan dan Kesehatan Hewan, UU Jasa Konstruksi,
UU Penyiaran, UU Pos, UU Minyak dan Gas Bumi, UU Pendidikan Tinggi,
UU Sistem Pendidikan Nasional, UU Perbankan, UU Lembaga Keuangan
Mikro, UU Industri Pertahanan, UU Pers.
Dalam kaitan dengan Kegiatan Berusaha Berbasis Risiko,
perizinan saat ini berdasarkan License Approach yang kewenangannya
terbagi antara Pemerintah Pusat dan Pemda. Kemudahan perizinan dapat
dilakukan dengan penerapan Risk Based License Approach dan penerapan
standar serta menata ulang pelaksanaan kewenangan perizinan. Muatan
yang akan diatur adalah: Menerapkan perizinan berbasis risiko (risk
based). Izin hanya untuk kegiatan usaha yang berkaitan dengan K3L
(Kesehatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan) dan pengelolaan
Sumber Daya Alam (SDA) tertentu. Kegiatan usaha yang tidak termasuk
K3L dan pengelolaan SDA tertentu dilaksanakan berdasarkan standar
sektor (tidak memerlukan izin dan hanya pernyataan untuk memenuhi
standar sektor). Oleh karena itu, beberapa hal yang perlu dilakukan antara
lain:

185
a. menghapus/menyederhanakan ketentuan mengenai: rekomendasi,
persyaratan, standar, persetujuan, sertifikasi dan pendaftaran yang
diperlukan untuk kegiatan berusaha.
b. menata kelola kewenangan perizinan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (menghapus tumpang tindih kewenangan
perizinan).
c. penyederhanaan peraturan teknis pelaksanaan UU sektor dalam
rangka menghapus obesitas: Peraturan Menteri, Peraturan Kepala
Lembaga, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah (cukup dengan
NSPK sektor).
d. menegaskan penerapan diskresi untuk penyelesaian hambatan
pelaksanaan berusaha.
e. penegasan penerapan keputusan elektronik dan legalisasi dokumen
elektronik.
f. penerapan asas fiktif positif dengan beban pembuktian pada
pemerintah.
g. penegasan kewenangan pengawasan pelaksanaan kegiatan berusaha
oleh K/L dan OPD Teknis (Pengawasan tidak dikaitkan dengan
pemberian izin).

Muatan yang akan diatur antara lain: (1) mengubah ketentuan pada
tujuh puluh empat sektor mengenai: (a) perizinan dan bisnis proses
perizinan dalam rangka penerapan perizinan berdasarkan risiko (risk
based); (b) penghapusan atau penyederhanaan rekomendasi, persyaratan,
standar, persetujuan, sertifikasi dan pendaftaran (dalam bentuk standar
dan tidak bersifat transaksional); (2) mengubah ketentuan UU
Pemerintahan Daerah (Pemda) dan UU Adminisrasi Pemerintahan
mengenai kewenangan Presiden dalam perizinan yang di delegasikan
kepada Menteri/Kepala Lembaga, Gubernur dan Bupati/Walikota.
(perubahan UU Pemda sekaligus mengatur kembali kewenangan Presiden
dalam mencabut Perda); (3) mengubah ketentuan pada UU sektor, UU

186
Pemda dan UU Administrasi Pemerintahan mengenai: (a) pengaturan teknis
pelaksanaan UU sektor (executive order)); (b) pelaksanaan pengawasan; (4)
Mengubah ketentuan UU Administrasi Pemerintahan mengenai: (a)
persyaratan diskresi yang harus sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan (dihapus); (b) keputusan dalam bentuk elektronik,
kriteria izin, asas fiktif positif, dan legalisasi dokumen dalam bentuk
elektronik.
Lebih lanjut mengenai Undang-Undang dan Pasal terkait dengan
Persyaratan Investasi yang mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

D. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT KETENAGAKERJAAN

Beberapa ketentuan yang perlu dilakukan perubahan terkait dengan


Ketenagakerjaan mengenai Upah Minimum, Pesangon Pemutusan
Hubungan Kerja, Izin Kerja Tenaga Kerja Asing, Definisi Kerja dan Jam
Kerja, Penyerahan Sebagian Pekerjaan/Alih Daya, serta Jaminan
Kehilangan Pekerjaan bagi Pekerja.
Lebih lanjut mengenai Undang-Undang dan Pasal terkait dengan
Ketenagakerjaan yang mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

E. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT RISET DAN INOVASI

Analisa dan evaluasi dilakukan terkait dengan riset dan inovasi.


Dalam konteks ini perlu dilakukan perlindungan terhadap produk inovasi
nasional dalam pengendalian kebijakan perdagangan luar negeri. Lebih
lanjut dapat dilakukan penugasan khusus kepada BUMN untuk riset,
pengembangan dan inovasi. Terakhir, penyediaan anggaran khusus untuk
pembiayaan produk inovasi strategis.
Lebih lanjut mengenai Undang-Undang dan Pasal terkait dengan
Dukungan Riset dan Teknologi yang mengalami perubahan (sebagaimana
terlampir).

187
F. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT KEMUDAHAN BERUSAHA

Beberapa ketentuan yang perlu dilakukan perubahan dalam


Kemudahan Berusaha, diantaranya: (1) Investasi yang dapat dijadikan
sebagai jaminan untuk Izin Tinggal Sementara (ITAS)/Izin Tinggal Tetap
(ITAP) dan kemudahan untuk mendapatkan visa untuk kegiatan
maintenance, vokasi, start up, kunjungan bisnis/ business meeting; (2)
fleksibilitas kewajiban membuat produk atau menggunakan proses paten
di Indonesia; (3) jaminan Impor bahan baku & bahan penolong industri:
Pengaturan dan penetapan hanya oleh sektor industri; (4) Penghapusan
biaya untuk Usaha Mikro Kecil/UMK (Produsen); (5) Penghapusan
persyaratan modal Rp 50 juta untuk pendirian PT; (6) Penyederhanaan
bentuk badan usaha: menghapus CV & UD dan perubahan firma dalam
bentuk limited liability partnership; (7) pendirian badan usaha oleh 1 pihak
yang disahkan oleh Pemerintah: Khusus untuk UMK; (8) perubahan
terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Wajib Daftar
Perusahaan; (9) perubahan kewajiban mendaftar melalui OSS; dan (10)
Mencabut Hinder Ordonantie Stb. 1926 No. 226 juncto Stb. 1940 No.450.
Berikut Undang-Undang dan Pasal yang terkait dengan Kemudahan
Berusaha yang mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

G. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT PENGADAAN LAHAN

Lahan menjadi salah satu isu utama dalam kegaiatan berusaha.


Kemudahan pengurusan lahan perlu diciptakan untuk meningkat iklim
investasi dan penciptaan lapangan kerja. Salah satunya dengan mengubah
ketentuan Undang-Undang Penataan Ruang mengenai Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) sebelum jangka waktu 5 tahun untuk kegiatan
investasi dengan kriteria dan persyaratan yang ketat penyusunan dan
penetapan Rencana Detai Tata Ruang (RDTR) digital dalam jangka waktu

188
paling lama 1 (satu) tahun. Kemudian perlu untuk mengubah ketentuan
Undang-Undang Penataan Ruang dan Undang-Undang Kehutanan
mengenai batas maksimal 30% kawasan hutan yang harus dipertahankan
dari luas daerah aliran sungai atau pulau. Pengaturan dalam UU Pokok
Agraria atau dalam RUU tentang Pertanahan mengenai kemudahan dan
percepatan proses pengadaan tanah dan proses perpanjangan dan
pembaharuan Hak Atas Tanah (HGU, HGB, Hak Pakai) dapat dilakukan di
depan setelah kegiatan usaha mulai beroperasi (tana menunggu jangka
waktu HGU dan HGB selesai/habis). Selain itu, mengubah ketentuan
Undang-Undang Kehutanan mengenai: 1) Perubahan peruntukan kawasan
hutan yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai
strategis oleh pemerintah; 2) Penyusunan peta digital kawasan hutan; 3)
Kemudahan dan percepatan perizinan; (IPKH, IPPKH, Pelepasan Kawasan
Hutan). Berikut adalah Undang-Undang dan Pasal terkait dengan
Pengadaan Lahan yang mengalami perubahan (sebagaimana terlampir)

H. ANALISA DAN EVALUASI TERKAIT KAWASAN EKONOMI


Klaster Kawasan Ekonomi dibagi menjadi tiga sub klaster yaitu
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), Kawasan Industri (KI), dan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Kawasan Ekonomi
Khusus dan Kawasan Industri, terdiri atas 3 (tiga) Undang-Undang, yaitu:
1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus;
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2000 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan

189
Bebas Menjadi Undang-Undang Menjadi Undang-Undang (UU
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas).
Pemikiran tentang konsepsi kawasan ekonomi khusus secara umum
berangkat dari pengalaman empirik beberapa negara yang telah mengenal dan
menerapkan kawasan ekonomi khusus. Istilah Kawasan Ekonomi (Economic
Zone) atau Kawasan Ekonomi Khusus (Special Economic Zone) umum
digunakan untuk menunjuk suatu kawasan tertentu dalam suatu negara yang
dibuat untuk tujuan ekonomi atau mendukung kegiatan perekonomian negara
yang bersangkutan. Ide dasar pengembangan kawasan khusus terkait dengan
pemberian perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan perlakuan yang dapat
dinikmati kawasan lainnya seperti pemberian insentif di bidang perpajakan,
kepabeanan, dan berbagai bentuk insentif lainnya.
Faktor yang utama bagi hukum untuk dapat berperan dalam
pembangunan ekonomi adalah apakah hukum mampu menciptakan stabilitas,
dapat diprediksi, dan adil. Dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi sistem
ekonomi untuk berfungsi. Termasuk dalam lingkup stabilitas, bahwa potensi
hukum untuk menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan
yang saling bersaing. Kebutuhan akan hukum yang dapat diprediksi dinilai
penting bagi negeri yang sebagian besar rakyatnya, untuk pertama kali,
memasuki hubungan-hubungan ekonomi melampaui lingkungan sosial yang
tradisional. Aspek keadilan, seperti perlakuan yang sama dan standar pola
tingkah laku Pemerintah, diperlukan untuk menjaga mekanisme pasar dan
mencegah birokrasi yang berlebihan.101
Hukum menjadi instrumen penting bagi investor dalam menjamin
investasi mereka. Hukum memberikan keamanan, kepastian, dan prediksi atas
investasi para investor. Semakin baik kondisi hukum dan undang-undang yang
melindungi investasi mereka, maka iklim investasi negara tersebut dianggap

101 Hikmahanto Juwana, “Arah Kebijakan Pembangunan Hukum Di Bidang


Perekonomian dan Investasi”, Majalah Hukum Nasional, No. 2, (Jakarta: BPHN, 2008), hlm. 71.

190
semakin kondusif.102 Agar tercapai pengembangan suatu wilayah dengan batas
tertentu menjadi kawasan ekonomi khusus, dipelukan kekhususan pengaturan
perundang-undangan yang memberikan kepastian hukum, dan memberikan
kenyamanan bagi investasi dalam rangka pengembangan ekonomi wilayah yang
memberikan dampak positif kepada pertumbuhan ekonomi nasional.
Dorongan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus sejalan dengan arah
pemerintah, sebagaimana Pidato Bapak Presiden Joko Widodo, pada Pidato Visi
Misi Indonesia di Sentul 14 Juli 2019, yang pada pokoknya disampaikan sebagai
berikut:
“PERTAMA, pembangunan infrastruktur akan terus kita lanjutkan!
Infrastruktur yang besar-besar sudah kita bangun. Ke depan, kita
akan lanjutkan dengan lebih cepat dan menyambungkan
infrastruktur-infrastruktur besar tersebut, seperti jalan tol, kereta
api, pelabuhan, dan bandara dengan kawasan-kawasan produksi
rakyat. Kita sambungkan dengan kawasan industri kecil,
sambungkan dengan Kawasan Ekonomi Khusus, sambungkan
dengan kawasan pariwisata. Kita juga harus menyambungkan
infrastruktur besar dengan kawasan persawahan, kawasan
perkebunan, dan tambak-tambak perikanan”.

Sejalan dengan hal tersebut, Indonesia harus siap menghadapi


persaingan perekonomian global sehingga perlu diciptakan iklim penanaman
modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan, dan
efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional. Menyikapi
hal tersebut, pemerintah perlu melakukan upaya yang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi, antara lain menciptakan kemudahan memulai usaha
yang merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengukur
peringkat kemudahan berusaha.

102 Zulkarnain Sitompul, “Investasi Asing di Indonesia Memetik Manfaat Liberalisasi”,


Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 8, (Jakarta: Ditjen Peraturan Perundang-undangan Departemen
Hukum dan HAM, 2008), hlm. 84.

191
Kemudahan berusaha yang pemerintah proyeksikan memerlukan strategi
tertentu yang sesuai dengan karakteristik dan model terobosan, untuk memicu
pertumbuhan ekonomi dan memfokuskan kebijakan investasi, pemerintah
terus menetapkan Kawasan Ekonomi Khusus di berbagai daerah. Salah satu
cara mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah adalah dengan membentuk
Kawasan Ekonomi Khusus. Dalam pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus
hal tersebut terus didorong untuk berbenah dengan berbagai pemberian
fasilitas dan kemudahan, karena hadirnya Kawasan Ekonomi Khusus
merupakan daya dorong untuk membuka pasar global sekaligus lokomotif
percepatan pertumbuhan ekonomi daerah dan khususnya menyumbangkan
peningkatan ekonomi secara nasional.
Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi
Khusus (KEK) telah berusia 10 (sepuluh) tahun dan dalam perjalannnya
implementasi UU tersebut dapat di evaluasi dari beberapa variabel. Variabel
pertama adalah mengenai implementasi peraturan pelaksanaan, bahwa
peraturan perlaksanan UU tersebut baru diselesaikan pada tahun 2016, selain
dari rentan waktu terselesaikannya peraturan pelaksaan tersebut terdapat
narasi yang multi tafsir, dan K/L menerapkan aturan sektor masing-masing.
Variabel Kedua Penetapan Kawasan Ekonomi Khusus saat ini telah di tetapkan
13 Kawasan Ekonomi Khusus yang diantaranya diusulkan oleh 5 usulan dari
Badan Usaha, 3 Usulan dari BUMN dam 5 Usulan dari Pemerintah Daerah,
Variabel Ketiga KEK yang beroperasi saat ini 11 KEK telah diresmikan
beroperasi (siap menerima investasi) oleh pemerintah, sementara 2 KEK akan
diresmikan pengoperasiannya pada tahun 2021. Variabel Keempat Manfaat
Ekonomin KEK, dapat diinformasikan elemen besar diantaranya Komitmen
investasi saat ini telah mencapai 74 trilyun dan untuk serapan tenaga kerja saat
ini sekitar 8.700 orang.
Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional
yang dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia, diperlukan suatu terobosan
model pengembangan wilayah. Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus

192
adalah terobosan pengembangan wilayah yang mempunyai sasaran
peningkatan penanaman modal, optimalisasi industri yang berdaya saing,
percepatan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain
pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata,
energi; dan/atau ekonomi lain sehingga dapat meningkatkan lapangan
pekerjaan.
Penyelenggaraan KEK tidak terlepas dari hambatan dan tantangan
kedepan diantaranya Pertama regulasi syarat dan prosedur terlalu banyak dan
berbelit-belit, pengaturan fasilitas fiskal banyak yang multi tafsir, akibat K/L
sering kembali mengacu kepada UU sektor. Kedua kelembagaan keterbatasan
kapasitas koordinasi Sekretariat Dewan Nasional untuk rentan kendali K/L dan
daerah. profesionalisme Administrator KEK, keterbatasan anggaran dan
prasarana yang diperoleh dari Pemerintah Daerah. Ketiga devlover
profesionalitas pengembang kurang memadai, khususnya dalam menggali
sumber pembiayaan, ketidak pastian besarnya fasilitas fiskal menimbulkan
keraguan pengembang. Keempat perluasan lingkup tuntutan agar KEK juga
dikembangkan untuk sektor non-industri memerlukan penyesuaian regulasi.
Kelima daya saing keunggulan kawasan sejenis di negara tetangga: fasilitas
fiskal lebih pasti, Prosedur lebih sederhana, proses lebih cepat. Keenam
pelayanan Investasi Administrator sebagai ujung tombak pelayanan harus
diberi kebebasan menghadapi dinamika dunia usaha, Sinkronisasi kebijakan
sektoral harus mampu dilaksanakan oleh Sekretariat Dewan Nasional.
Sejak ditetapkannya UU KEK, saat ini Pemerintah telah menetapkan 15
kawasan yang tersebar di berbagai wilayah sebagai KEK. Tujuan yang ingin
dicapai melalui pembentukan KEK adalah untuk mewujudkan suatu kawasan
sebagai lokasi penanaman modal, antara lain untuk:
a. memaksimalkan kegiatan industri, ekspor dan impor;
b. mempercepat perkembangan daerah;
c. menjadikan model terobosan pengembangan kawasan; dan
d. pembukaan lapangan kerja.

193
Evaluasi terhadap kinerja KEK yang telah ditetapkan berdasarkan nilai
penanaman modal masih belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan.
Catatan sampai dengan pertengahan tahun 2019, besarnya nilai investasi yang
ditanamkan di 13 lokasi KEK baru mencapai nilai sekitar Rp. 95 triliun.
Dibandingkan dengan nilai target investasi yang ditetapkan oleh Badan
Koordinasi Penanaman Modal pada tahun 2019 sekitar Rp. 800 trilyun, nilai
investasi di KEK masih belum sesuai harapan.
Oleh karenanya, setelah berlangsung selama 10 tahun, diperlukan
langkah evaluasi terhadap UU KEK yang selama ini dipakai sebagai ujung
tombak upaya menarik penanaman modal. Perubahan model bisnis serta
pergeseran pusat perekonomian global perlu diantisipasi guna menetapkan
kebijakan dan strategi yang tepat dalam menjaring penanaman modal.
Arah perubahan UU KEK difokuskan untuk menghilangkan kendala yang
dihadapi saat ini serta meningkatkan daya tarik investasi melalui: (1)
penghilangan ketentuan yang multitafsir; (2) menambahkan sektor-sektor yang
dapat memperoleh status KEK sesuai dengan perkembangan dunia usaha; (3)
peningkatan kelembagaan pelayanan investasi, termasuk peningkatan kualitas
sumber daya manusianya; dan (4) peningkatan kapasitas koordinasi dari Dewan
Nasional.
Selanjutnya, evaluasi terhadap seluruh KEK tersebut juga menyimpulkan
beberapa kendala yang mengakibatkan rendahnya pencapaian nilai investasi di
KEK, yaitu:
1. Landasan Peraturan yang Belum Mampu Memberikan Kepastian
kepada Penanam Modal
Salah satu kendala utama adalah lamanya penerbitan peraturan
pelaksanaan dari UU KEK yang menyebabkan ketidakpastian serta
keraguan di kalangan penanam modal. Sejak UU KEK ditetapkan,
Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas dan Kemudahan baru terbit pada
tahun 2015 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2015 tentang
Fasilitas dan Kemudahan Di Kawasan Ekonomi Khusus, atau 6 tahun
sejak UU ditetapkan. Penerbitan PP tersebut kemudian diikuti dengan

194
penerbitan aturan pelaksanaan tentang berbagai insentif fiskal melalui
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 104/PMK.010/2016 tentang
Perlakuan Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai pada Kawasan Ekonomi
Khusus.
Dalam pelaksanaannya, peraturan tentang fasilitas dan
kemudahan juga masih menghadapi kendala, antara lain: (1) prosedur
memperoleh fasilitas masih relatif panjang; (2) besaran fasilitas fiskal
tidak ditetapkan secara pasti, sehingga penanam modal sulit untuk
mengambil keputusan; (3) detail pengaturan masih belum tegas dan multi
tafsir, sehingga sering menimbulkan perbedaan penafsiran oleh aparat di
lapangan.
2. Pelayanan Perizinan Investasi Masih Birokratis dan Berlarut-Larut
Dalam proses pemberian perizinan, belum seluruh tahapan
perizinan dilimpahkan kepada administrator, sehingga penyederhanaan
proses tidak terjadi. Belum tegasnya pengaturan yang ada mengakibatkan
terjadinya kecenderungan untuk kembali menerapkan ketentuan sektoral
yang berlaku umum, di mana hal tersebut seharusnya menjadi
pengecualian di KEK.
3. Dukungan Pemerintah Daerah Belum Optimal
Sebagaimana diatur dalam UU KEK, pemerintah daerah memiliki
kewajiban dalam mendukung keberhasilan KEK yang ada di wilayahnya,
antara lain membangun prasarana yang menjadi kewenangannya,
memberikan fasilitas dan kemudahan terkait dengan pajak dan retribusi
daerah, serta mendukung biaya operasional administrator yang memang
merupakan petugas pemerintah daerah. Dalam kenyataannya, dukungan
pemerintah daerah masih belum optimal akibat: (1) keterbatasan APBD
pembangunan prasarana; (2) pembahasan berlarut-larut dengan DPRD
dalam pembahasan fasilitas perpajakan dan retribusi daerah; dan (3)
tidak mencukupinya dukungan pembiayaan bagi operasional
administrator.
4. Koordinasi Lintas Sektoral Belum Optimal

195
Dewan Nasional KEK selaku institusi yang bertanggung jawab atas
evaluasi pengusulan serta pengawasan berjalannya KEK belum didukung
oleh organisasi yang memiliki kapasitas mengkoordinasikan
kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota,
serta dunia usaha.
Kebutuhan adanya rentang kendali koordinasi yang kuat akan
menjamin konsistensi kebijakan dari pusat ke daerah. Berbagai kondisi
yang dihadapi tersebut mengakibatkan menurunnya daya tarik dan daya
saing KEK dibanding dengan kawasan di luar KEK, apalagi apabila
dibandingkan dengan kawasan di negara tetangga. Akibatnya, penanam
modal di KEK kurang merasakan kelebihan serta keunggulan pelayanan
di KEK dan pada gilirannya penanam modal akan membatalkan keinginan
berinvestasi di KEK.

Berikut ketentuan dalam Undang-Undang dan Pasal yang dilakukan


perubahan (sebagaimana terlampir).

I. ANALISA TERKAIT DENGAN KEMUDAHAN DAN PERLINDUNGAN UMK-


M SERTA PERKOPERASIAN

Perubahan UU UMKM diperlukan dalam hal menyangkut Kriteria


UMK, Basis Data Tunggal, Collaborative Processing Kemitraan, Perizinan,
Insentif Fiskal dan Pembiayaan Dan Pembagian Urusan Pemerintahan
Bidang UMKM. Lebih lanjut mengenai Undang-Undang dan Pasal yang
terkait dengan Kemudahan dan Perlindungan UMK-M serta Perkoperasian
yang mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

J. ANALISA TERKAIT DENGAN INVESTASI DAN PROYEK PEMERINTAH

Klaster Investasi dan Proyek Pemerintah meliputi Investasi Pemerintah


dan Kemudahan Proyek Pemerintah. Perubahan dilakukan dengan
mengatur rumusan baru sebagaimana tercantum dalam Lampiran Naskah
Akademik Rancangan Undang-Undang ini. Lebih lanjut mengenai Undang-
Undang dan pasal yang mengalami perubahan (sebagaimana terlampir).

196
K. ANALISA TERKAIT DENGAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

Analisa dan evaluasi terkait administrasi pemerintahan meliputi tiga


aspek penting: Pertama, kewenangan pemerintahan; Kedua, analisa dan
evaluasi terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan; dan Ketiga, analisa dan evaluasi terhadap
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ketiga hal ini menjadi dasar
bagi perlunya dilakukan penataan kembali kewenangan Presiden dalam
pemerintahan.
Pada tataran implementatif, pengaturan kewenangan dalam Undang-
Undang Pemerintahan Daerah ini menimbulkan permasalahan. Pertama,
banyak Undang-Undang sektoral yang mendelegasikan langsung
kewenangan pelaksanaan Undang-Undang kepada Kementerian/Lembaga
atau Badan dan/atau Pemerintah Daerah. Ketentuan tersebut
menimbulkan fenomena ego sektoral pada Kementerian/Lembaga atau
Badan dan/atau Pemerintah Daerah. Kedua, Undang-Undang
mengamanatkan pengaturan pelaksanaan Undang-Undang yang mengikat
publik kepada Kementerian/Lembaga atau Badan dan/atau Pemerintah
Daerah. Ketentuan tersebut, mendorong Kementerian/Lembaga atau
Badan dan/atau Pemerintah Daerah menciptakan berbagai pengaturan
pelaksana Undang-Undang hingga terjadi obesitas regulasi yang saling
tumpang tindih dan tidak sinkron.
Untuk mengatasi hal tersebut, Presiden sebagai sumber kewenangan
Pemerintah Daerah sebagaimana yang tertuang pada Pasal 1 angka 5 UU
Pemerintahan Daerah memiliki kewenangan untuk mereformasi pemberian
kewenangan kepada Kementerian/Lembaga atau Badan dan/atau
Pemerintah Daerah dalam konteks perizinan berusaha. Beberapa
pendelegasian peraturan kepada Kementerian/Lembaga/Daerah seperti

197
dikeluarkannya Peraturan Menteri, Peraturan Kepala Lembaga/Badan,
Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah perlu ditinjau kembali
efektivitasnya, dengan menimbang kembali pelaksanaan kewenangan
Presiden secara otonom.
Permasalahan selanjutnya, konteks pelaksanaan Pasal 16 UU
Pemerintahan Daerah dimana Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan konkuren memiliki wewenang untuk menetapkan
norma, standar, prosedur, dan kriteria (“NSPK”) dalam penyelenggaraan
urusan pemerintahan yang selanjutnya dilaksanakan oleh kementerian
dan lembaga pemerintah non kementerian. Akan tetapi, pada ayat (2)
dijelaskan bahwa norma, standar, prosedur, dan kriteria yang berupa
ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan pemerintah
tersebut hanya menjadi pedoman dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan
daerah. Dengan adanya reformasi penataan kewenangan, norma, standar,
prosedur, dan kriteria tersebut tidak hanya dijadikan sebagai pedoman
melainkan akan menjadi aturan pelaksanaan yang nantinya dapat
didelegasikan oleh pemerintah pusat kepada kepala daerah yang
ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Selain itu, wewenang
penetapan NSPK tersebut tidak lagi dilaksanakan melainkan hanya
dibantu oleh kementerian dan lembaga pemerintah non kementerian.
Dampak dari adanya pendelegasian kewenangan tersebut
diantaranya Presiden menjadi terkunci dalam melaksanakan
kewenangannya sebagai kepala pemerintahan, karena tidak adanya kontrol
Presiden dalam penyusunan peraturan perundang-undangan yang
didelegasikan tersebut. Selain itu, pendelegasian kewenangan yang
diberikan kepada berbagai kementerian/lembaga dan pemerintah daerah
juga pada akhirnya menyebabkan timbulnya obesitas regulasi khususnya
di bidang perizinan berusaha, ketidakharmonisan regulasi, tumpang tindih
regulasi sehingga menjadikan permasalahan krusial dalam regulasi di
Indonesia.

198
Oleh karena itu, diperlukan terobosan kebijakan yang mampu
menata ulang kembali kewenangan Presiden sesuai dengan sistem
ketatanegaraan Indonesia agar tercipta regulasi yang responsif terhadap
kemudahan berusaha. Presiden dalam melakukan kewenangan mengurus
tidak lagi diserahkan kepada Menteri atau Kepala Lembaga dan Pemerintah
Daerah. Mengurus dalam hal ini diartikan melakukan penerbitan perizinan
berusaha antara lain izin, standar, dan pendaftaran. Adapun kegiatan
mengurus yang dilakukan oleh Menteri atau Kepala Lembaga dan
Pemerintah Daerah dalam hal menerbitkan izin, standar, pendafataran,
rekomendasi, sertifikasi perlu di tata ulang dengan meletakkan kembali
kewenangan kepada Presiden yaitu:
a. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
b. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan berwenang
untuk melaksanakan urusan pemerintahan yang berdasarkan
Undang-Undang dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga dan
Pemerintah Daerah.
c. Pelaksanaan urusan oleh Presiden bertujuan untuk: percepatan
pelayanan; percepatan perizinan; pelaksanaan program strategis
nasional dan kebijakan Pemerintah Pusat.
d. Pelaksanaan urusan oleh Presiden diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
e. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan menjalankan
Undang-Undang.
f. Peraturan pelaksanaan Undang-Undang diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
g. Presiden dapat mendelegasikan kewenangan pembentukan peraturan
pelaksanaan Undang-Undang kepada menteri atau kepala lembaga.

199
h. Menteri atau kepala lembaga dalam rangka pelaksanaan peraturan
pemerintah dapat menetapkan ketentuan teknis yang bersifat
internal.
i. Kewenangan menteri atau kepala lembaga yang telah ditetapkan
dalam Undang-Undang untuk menjalankan atau membentuk
peraturan perundang-undangan harus dimaknai sebagai pelaksanaan
kewenangan Presiden.

Adapun beberapa ketentuan dalam UU Pemerintahan Daerah yang


perlu dilakukan perubahan berkaitan dengan penambahan ketentuan yang
mengatur mengenai penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria
mengacu atau mengadopsi praktik yang baik (good practices). Praktik yang
baik (good practices) sesuai standar atau ketentuan yang berlaku secara
internasional.
Norma, standar, prosedur, dan kriteria berupa ketentuan peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai
aturan pelaksanaan dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan
konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi
kewenangan Daerah. Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan peraturan
pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria kepada Kepala Daerah
yang ditetapkan dengan Perkada. Kewenangan Pemerintah Pusat tersebut
dibantu oleh kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian.
Diberlakukannya norma, standar, prosedur, dan kriteria atau disebut
dengan NSPK, memerlukan penyempurnaan dalam beberapa ketentuan,
dengan menambahkan frasa norma, standar, prosedur, dan kriteria dan
kebijakan Pemerintah Pusat dalam beberapa ketentuan, antara lain Pasal
68 ayat (1); Pasal 349 ayat (1); Pasal 350; Frasa “kebijakan Pemerintah
Pusat” perlu ditambahkan dalam Pasal 250 ayat (1). Kebijakan Pemerintah
Pusat adalah kebijakan Presiden yang diputuskan dalam sidang kabinet
atau rapat terbatas atau pelaksanaan dari Instruksi Presiden. Kebijakan
Pemerintah Pusat berkaitan dengan (a) pelaksanaan program

200
pembangunan; (b) perizinan dan kemudahan berusaha; (c) pelayanan;
dan/atau (d) pembebanan biaya atas pelayanan.
Selanjutnya perlu dilakukan perubahan pengaturan mengenai
“executive review” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 ayat (1), dimana
Perda Provinsi dan peraturan gubernur dan/atau Perda Kabupaten/Kota
dan peraturan bupati/wali kota, yang bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum,
kebijakan Pemerintah Pusat, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh
Presiden. Pembatalan Perda Provinsi dan peraturan gubernur dan/atau
Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Paling
lama 7 (tujuh) Hari setelah pembatalan dengan Peraturan Presiden, kepala
daerah harus menghentikan pelaksanaan Perda dan/atau Perkada dan
selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut Perda dimaksud.
Selanjutnya ketentuan Pasal 251 ayat (2), ayat (3), ayat (6), ayat (7) dan
ayat (8) perlu dipertimbangkan untuk dihapus. Tentunya, ketentuan
berkaitan dengan kewenangan Presiden untuk melakukan pembatalan
Perda, mengubah norma yang terdapat dalam Pasal 252 ayat (1) bahwa
Penyelenggara Pemerintahan Daerah provinsi atau kabupaten/kota yang
masih memberlakukan Perda yang dibatalkan oleh Presiden dikenai
sanksi.
Pelayanan perizinan wajib menggunakan sistem perizinan terintegrasi
secara elektronik yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Adapun Kepala
Daerah dapat mengembangkan sistem untuk mendukung pelaksanaan
sistem perizinan terintegrasi secara elektronik sesuai standar yang
ditetapkan Pemerintah Pusat.Sistem pendukung adalah sistem untuk
membantu proses penyelesaian perizinan dan pengawasan. Dalam hal ini
Kepala daerah yang tidak memberikan pelayanan perizinan dan
penggunaan sistem perizinan terintegrasi secara elektronik dikenai sanksi
administratif.

201
Disamping UU Pemerintahan Daerah, juga dilakukan penataan
kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan (UU Administrasi Pemerintahan).
Dalam hal ini perlu dilakukan perubahan terhadap ketentuan umum, yang
sebelumnya tidak mengenal mengenai Tindakan Administrasi
Pemerintahan yang bersifat sepihak, yaitu Standar. Penambahan konsepsi
mengenai Standar penting untuk dilakukan dalam UU Administrasi
Pemerintahan, mengingat Standar merupakan Keputusan Pejabat
Pemerintahan yang berwenang sebagai wujud persetujuan atas pernyataan
untuk pemenuhan seluruh persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Adapun pengaturan mengenai pendelegasian kewenangan yang
ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perlu
dilakukan perubahan, dalam hal menyangkut ketentuan Pasal 13 ayat (2)
huruf b yang berbunyi:

“Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh Wewenang


melalui Delegasi apabila: b. ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan Daerah; dan…”

Perlu dilakukan penambahan frasa Undang-Undang sebagai sumber


delegasi dalam hal Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan memperoleh
wewenang, disamping Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
dan/atau Peraturan Daerah. Selanjutnya pengaturan mengenai diskresi
juga perlu dilakukan perubahan, mengenai persyaratan penggunaan
diskresi sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UU Administrasi
Pemerintahan, yang menyebutkan bahwa:

“Pejabat Pemerintahan yang menggunakan Diskresi harus memenuhi


syarat:
a. sesuai dengan tujuan Diskresi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 22 ayat (2);
b. tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;

202
c. sesuai dengan AUPB;
d. berdasarkan alasan-alasan yang objektif;
e. tidak menimbulkan Konflik Kepentingan; dan
f. dilakukan dengan iktikad baik.”

Pengaturan kembali mengenai persyaratan diskresi perlu dilakukan


mengingat persyaratan diskresi sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UU
Administrasi Pemerintahan menimbulkan ketidakefektifan, padahal
sesungguhnya Presiden memiliki kewenangan diskresi—kebebasan
bertindak. Namun demikian, dengan persyaratan seperti tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 UU Administrasi Pemerintahan tersebut,
membuat ruang kebebasan bertindak menjadi kurang efektif. Oleh karena
itu perlu dilakukan penataan ulang persyaratan diskresi menjadi lebih
baik, yang mana diusulkan bahwa Pejabat Pemerintahan yang
menggunakan diskresi harus memenuhi syarat: (a) sesuai dengan tujuan
Diskresi; (b) diumumkan secara terbuka; (c) sesuai dengan Asas-Asas
Umum Pemerintahan Yang Baik; (d) berdasarkan alasan-alasan yang
objektif; (e) tanpa menimbulkan Konflik Kepentingan; dan (f) dilakukan
dengan itikad baik.
Lebih lanjut Pasal 38 ayat (2) UU Administrasi Pemerintahan perlu
dilakukan perubahan. Ketentuan Pasal 38 ayat (2) UU Administrasi
Pemerintahan menyebutkan bahwa: “Keputusan Berbentuk Elektronis wajib
dibuat atau disampaikan apabila Keputusan tidak dibuat atau tidak
disampaikan secara tertulis.” Selain itu Pasal 38 ayat (4) UU Administrasi
Pemerintahan yang menyebutkan bahwa: “Jika Keputusan dalam bentuk
tertulis tidak disampaikan, maka yang berlaku adalah Keputusan dalam
bentuk elektronis” perlu dilakukan perubahan. Selanjutnya Pasal 38 ayat
(5) dan Pasal 38 ayat (6) perlu untuk dihapus, berkaitan dengan:

Pasal 38 ayat (5):

203
Dalam hal terdapat perbedaan antara Keputusan dalam bentuk
elektronis dan Keputusan dalam bentuk tertulis, yang berlaku adalah
Keputusan dalam bentuk tertulis.

Pasal 38 ayat (6):

Keputusan yang mengakibatkan pembebanan keuangan negara wajib


dibuat dalam bentuk tertulis.

Penataan ulang ketentuan Pasal 38 berkaitan dengan Keputusan


Berbentuk Elektronis perlu dilakukan mengingat dimungkinkannya bagi
Pejabat dan/atau Badan Pemerintahan dapat membuat Keputusan
Berbentuk Elektronis. Keputusan Berbentuk Elektronis berkekuatan
hukum sama dengan Keputusan yang tertulis dan berlaku sejak
diterimanya Keputusan tersebut oleh pihak yang bersangkutan. Dalam hal
ini Keputusan Berbentuk Elektronis tidak perlu lagi mewajibkan kepada
Pejabat dan/atau Badan Pemerintahan yang membuatnya untuk
menyampaikan secara tertulis. Keputusan Berbentuk Elektronis wajib
dibuat atau disampaikan terhadap Keputusan yang diproses oleh sistem
elektronik yang ditetapkan pemerintah pusat. Keputusan dalam bentuk
tertulis tidak dibuat jika Keputusan dibuat dalam bentuk elektronis.
Setelah di bagian Ketentuan Umum perlu ditambahkan mengenai apa
yang dimaksud dengan Standar, maka dalam pengaturan batang tubuh UU
Administrasi Pemerintahan perlu dilakukan perubahan dengan
menambahkan frasa Standar dalam ketentuan Pasal 39 ayat (1). Selain
menambahkan frasa Standar, juga diatur mengenai Keputusan Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan berbentuk Standar apabila: (a) diterbitkan
persetujuan sebelum kegiatan dilaksanakan; dan (b) kegiatan yang akan
dilaksanakan merupakan kegiatan telah terstandardisasi. Standar berlaku
sejak pemohon menyatakan komitmen pemenuhan elemen standar.
Selanjutnya perlu juga penambahan mengenai kewajiban Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan dalam melakukan pengawasan atas
pelaksanaan Standar. Pengawasan terhadap Standar dapat bekerjasama

204
atau dilakukan oleh profesi yang memiliki sertifikat keahlian sesuai bidang
pengawasan. Jenis, bentuk dan mekanisme pengawasan atas Standar yang
dapat dilakukan oleh profesi yang memiliki keahlian sesuai bidang
pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Dalam penataan kewenangan ini tidak hanya terkait dengan UU
Pemerintahan Daerah dan UU Administrasi Pemerintahan, namun juga
berkaitan dengan kewenangan dalam menerbitkan perizinan dasar dan
perizinan sektor yang terdapat dalam beberapa Undang-Undang.
Berikut adalah Undang-Undang dan Pasal yang mengalami perubahan
(sebagaimana terlampir).

L. ANALISA TERKAIT DENGAN PENGENAAN SANKSI

Perubahan dilakukan berkaitan dengan pengenaan sanksi, dimana


upaya agar noma hukum administrasi dalam Undang-Undang dipatuhi,
maka fungsi sanksi pidana sebagai ‘obat terakhir’ apabila sanksi
administrasi dan sanksi keperdataan sudah tidak dapat berlaku efektif,
sebagaimana fungsi sanksi pidana sebagai “ultimum remedium”, yang
dilakukan melalui:
1) Pengaturan sanksi dilakukan dengan pembedaan secara ketat dan
cermat dengan membedakan sanksi pidana administrasi
(administrative penal law) dengan hukum pidana (criminal penal law)
dalam penyelenggaraan perizinan berusaha dan dalam pelaksanaan
kegiatan berusaha.
2) Pengaturan sanksi pidana dalam rangka mendukung RUU Cipta Kerja
dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. setiap kegiatan yang menimbulkan dampak yang memenuhi
kategori pidana dan tidak termasuk dalam kegiatan administrasi
tetap dikenakan pidana;

205
b. bagi setiap kegiatan yang tidak termasuk ke kegiatan administrasi,
sanksi pidana yang telah ada saat ini (selain sanksi pidana denda)
diubah bentuk sanksinya menjadi pidana denda;
c. dalam hal korporasi apabila tidak melakukan pembayaran pidana
denda maka dapat dipailitkan atau diambilalih kepemilikan
asetnya;
d. sanksi pidana penjara kurang dari 1 (satu) tahun yang terdapat
dalam berbagai Undang-Undang sektor diubah menjadi pidana
denda;
e. pemberatan sanksi pidana pada Undang-Undang sektor dihapus.
3) Pengaturan sanksi administrasi dilakukan dengan memperhatikan
sebagai berikut:
a. perumusan sanksi administasi diatur dengan memperhatikan
bentuk pelanggaran yang muncul dari hubungan antara
pemerintah dengan warga negara/badan hukum perdata;
b. perumusan dan penerapan sanksi administrasi untuk
memperbaiki penyimpangan atas kewajiban atau larangan dalam
hubungan hukum administrasi negara;
c. perumusan sanksi administrasi terlebih dahulu menginventarisir
seluruh ketentuan sanksi (baik pidana maupun administrasi)
yang ada selama ini dan mengkaji kembali rumusan sanksi yang
ada saat ini lebih tepat dan efektif apabila rumuskan sebagai
sanki administrasi atau perdata.
d. Sanksi administrasi dalam kegiatan berusaha meliputi:
1) peringatan;
2) penghentian sementara kegiatan berusaha;
3) pengenaan denda administratif;
4) pencabutan perizinan berusaha;
5) pembubaran;
6) daya paksa polisional; dan
7) sanksi lain sesuai kebutuhan.

206
e. ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi administrasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Klaster sanksi terdiri atas 51 (lima puluh satu) Undang-Undang,
Berikut ketentuan Undang-Undang dan Pasal yang mengalami perubahan
(sebagaimana terlampir)

207
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. LANDASAN FILOSOFIS

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 (UUD 1945) menetapkan bahwa tujuan pembentukan Negara
Republik Indonesia untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil,
makmur, yang merata, baik materiil maupun spiritual. Sejalan dengan
tujuan tersebut, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menentukan bahwa “Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan” oleh karena itu, negara perlu melakukan berbagai upaya
atau tindakan untuk memenuhi hak-hak warga negara untuk memperoleh
pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Pemenuhan hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak pada
prinsipnya merupakan salah satu aspek penting dalam Pembangunan
nasional yang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya
untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang
merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Memperhatikan kondisi Indonesia saat ini yang menunjukkan bahwa
pertumbuhan jumlah usia produktif yang sangat tinggi tidak diimbangi
dengan peningkatan kualitas SDM dan ketersediaan lapangan pekerjaan.
Akibatnya, banyak masyarakat Indonesia tidak memiliki pekerjaan.
Rendahnya kualitas SDM membuat pencari kerja tidak dapat bersaing
pada formasi-formasi yang dibutuhkan oleh dunia kerja atau perusahaan.
Di sisi lain, harus diakui ketersediaan lapangan pekerjaan sangat terbatas.
Bertitik tolak dari kondisi tersebut, maka Pemerintah harus melakukan
berbagai upaya stategis dalam rangka memenuhi hak-hak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.

208
Upaya strategis yang dilakukan dalam rangka penciptaan lapangan
pekerjaan secara garis besar dilakukan melalui 3 (tiga) upaya, yakni: (a)
peningkatan investasi; (b) penguatan UMKM; dan (c) peningkatan kualitas
SDM (ketenagakerjaan) Indonesia yang dirumuskan dalam Rancangan
Undang-Undang tentang Cipta Kerja. Pembentukan Rancangan Undang-
Undang tentang Cipta Kerja disusun dengan pertimbangan filosofis untuk
mewujudkan Pembangunan nasional dan pembangunan pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya berdasarkan Pancasila dan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

B. LANDASAN SOSIOLOGIS

Indonesia dimulai tahun 2010 sampai dengan 2035 memasuki periode


di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar
dibanding penduduk usia non produktif (0-14 tahun dan 65 tahun ke atas).
Pada tahun 2030 angkatan usia produktif usia 15-64 tahun diperkirakan
mencapai 200 juta orang. Jumlah tersebut mewakili 68 persen dari total
populasi Indonesia. Sedangkan, angkatan tua usia 65 tahun ke atas hanya
sekitar 9 persen. Dengan potensi tersebut, Indonesia harus mengambil
manfaat dari bonus demografi tersebut. Tingginnya angka penduduk usia
produktif jika dapat dimanfaatkan sebaik mungkin, maka akan
memberikan keuntungan besar bagi negara terutama di sektor
perekonomian. Namun, jika tidak maka dapat menimbulkan dampak
negatif bagi Indonesia, seperti tingkat kemiskinan akan meningkat dengan
pesat yang disebabkan oleh lapangan pekerjaan yang kurang atau tenaga
kerja yang kualitasnya masih rendah sehingga masyarakat banyak yang
menjadi pengangguran. Hal ini mengakibatkan tenaga kerja tersebut
menjadi tidak produktif sehingga angka beban tanggungan menjadi tinggi.
Kondisi Indonesia saat ini menunjukkan bahwa Pertumbuhan jumlah
usia produktif tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas SDM dan
ketersediaan lapangan pekerjaan. Akibatnya, banyak masyarakat

209
Indonesia tidak memiliki pekerjaan. Rendahnya kualitas SDM membuat
pencari kerja tidak dapat bersaing pada formasi-formasi yang dibutuhkan
oleh dunia kerja atau perusahaan. Di sisi lain, harus diakui ketersediaan
lapangan pekerjaan sangat terbatas.
Selama ini, Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk
menciptakan lapangan pekerjaan yang mampu menyerap tingginya tenaga
kerja di Indonesia, namun belum menunjukkan hasil sesuai dengan
harapan. Hal tersebut dikarenakan berbagai upaya selama ini dilakukan
masih bersifat Parsial. Sementara persoalan penciptaan lapangan kerja
bersifat kompleks dan multi aspek antara lain: investasi, usaha mikro kecil
dan menengah, pendidikan dan ketenagakerjaan itu sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka untuk menciptakan lapangan
pekerjaan yang mampu menyerap tingginya jumlah tenaga kerja sebagai
dampak bonus demografi yang diperoleh Indonesia diperlukan upaya yang
sesuai dengan karakteristik persoalan yang dihadapi dalam peciptaan
lapangan pekerjaan. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk
menciptakan lapangan pekerjaan tersebut dilakukan melalui upaya
meningkatkan investasi dan kemudahan dan perlindungan UMK.
Data Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan 62 juta atau
99% usaha yang di Indonesia adalah UMKM dengan serapan tenaga kerja
sebesar 97%. Hal ini menggambarkan bahwa lanskap skala usaha yang
terdapat di Indonesia adalah mayoritas merupakan UMKM. Namun,
dengan jumlah unit usaha yang begitu besar, UMKM dinilai belum mampu
mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat, utamanya masyarakat
menengah ke bawah, ke arah yang lebih tinggi. Hal ini tentunya menjadi
perhatian khusus karena mayoritas masyarakat Indonesia bergantung
pada UMKM. Untuk itu, upaya pengembangan UMKM harus
diprioritaskan.
Upaya penciptaan lapangan pekerjaan melalui peningkatan investasi
dan kemudahan dan perlindungan UMK harus diikuti dengan kebijakan
peningkatan kualitas SDM sehingga tenaga kerja (pencari kerja) dapat

210
bersaing pada formasi-formasi yang dibutuhkan oleh dunia kerja atau
perusahaan.
Solusi atau upaya penciptaan lapangan pekerjaan melalui pendekatan
di atas sangat sesuai dengan karakteristik permasalahan yang dihadapi
oleh Indonesia. Dengan demikian, pembentukan Rancangan Undang-
Undang Cipta Kerja yang memuat berbagai kebijakan solutif sebagaimana
diuraikan di atas sangat dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia, dunia
usaha dan Pemerintah Indonesia.

C. LANDASAN YURIDIS

Upaya penciptaan lapangan pekerjaan secara garis besar dilakukan


melalui: (1) mendorong peningkatan investasi di Indonesia; dan (b)
mengembangkan sektor UMK melalui dukungan riset dan inovasi sehingga
UMK dapat berkembang dan mampu bersaing di dunia usaha. Upaya
dimaksud perlu dilakukan secara komprehensif dan menyeluruh
mengingat berbagai kebijakan terkait investasi, UMK yang tertuang dalam
berbagai peraturan perundang-undangan, terutamanya dalam undang-
undang. Berbagai undang-undang yang mengatur investasi dan UMK
dihadapkan pada beberapa persoalan, yaitu:
1. tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan
kebutuhan masyarakat;
2. terdapat disharmonisasi atau tumpang tindih antara undang-undang
satu dengan yang lain karena pengaturan investasi, UMK yang diatur
dalam banyak sekali undang-undang. Berbagai peraturan perundang-
undangan tersebut tidak sedikit yang disharmonisasi atau tumpang
tindih. Sehingga dengan terdapatnya berbagai undang-undang tersebut
ternyata menjadi penyebab persoalan rumitnya proses berusaha di

211
Indonesia103 yang pada akhirnya menjadi menjadi penghambat
penciptaan lapangan.
3. peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai sehingga daya
berlakunya lemah.

Ketiga persoalan di atas dapat digolongkan sebagai persoalan hukum.


Masalahnya kemudian adalah persoalan hukum tersebut berkaitan dengan
undang-undang dalam jumlah yang sangat banyak. Pembentukan
kebijakan penciptaan lapangan kerja. Perubahan secara konvensional
dengan cara mengubah satu persatu undang-undang seperti yang selama
ini dilakukan tentu sangat tidak efektif dan efisien serta membutuhkan
waktu yang lama. Oleh karena itu, pembentukan kebijakan Penciptaan
Lapangan Kerja harus dilakukan melalui teknik Legislasi omnibus law.
Undang-Undang Omnibus mencerminkan sebuah integrasi, kodifikasi
peraturan dimana tujuan akhirnya adalah untuk mengefektifkan
penerapan peraturan tersebut. Pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja
melalui teknik omnibus law diyakini dapat mengatasi berbagai persoalan
hukum sebagaimana diuraikan di atas. Dengan demikian, pembentukan
Undang-Undang Cipta Kerja memiliki dasar yuridis.

Persoalan disharmonisasi, tumpang tindih dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman
103

dan perkembangan kebutuhan masyarakat dapat dilihat dalam Bab III Naskah Akademik ini

212
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA

A. SASARAN YANG INGIN DIWUJUDKAN

Sasaran yang ingin diwujudkan dalam Pembentukan RUU tentang Cipta


Kerja, yakni:
1. Melaksanakan reformasi regulasi dalam rangka penciptaan lapangan
kerja yang mampu menyerap tingginya pertumbuhan penduduk
Indonesia dengan: (1) mendorong peningkatan investasi di Indonesia;
dan (b) mengembangkan sektor UMK-M termasuk koperasi melalui
dukungan riset dan inovasi sehingga UMK-M termasuk koperasi dapat
berkembang dan mampu bersaing di dunia usaha; (c) mendorong
percepatan dan kelancaran Investasi Pemerintah dan Proyek
Pemerintah yang menjadi sumber penciptaan lapangan kerja.
2. Meningkatkan laju pertumbuhan produksi nasional sehingga
berimplikasi signifikan pada pertumbuhan ekonomi

B. ARAH DAN JANGKAUAN PENGATURAN

1. Arah Pengaturan
Untuk mewujudkan sasaran pembentukan RUU Cipta Kerja maka
arah pengaturan RUU Cipta kerja meliputi penyederhanaan perizinan
dengan berbasis risiko termasuk di dalamnya perizinan dasar,
menciptakan kemudahan dan perlindungan UMK-M termasuk
koperasi, serta pengaturan kembali agar investasi dan Proyek
Pemerintah yang menjadi sumber penciptaan lapangan kerja. Arah
pengaturan tersebut dilakukan dengan mencabut dan/atau
mengubah pasal-pasal dalam sejumlah undang-undang serta
membentuk norma baru dalam RUU Cipta Kerja.

213
2. Jangkauan Pengaturan
Dalam rangka penciptaan lapangan kerja, RUU Cipta Kerja mengatur
3 (tiga) kebijakan strategis (utama) Penciptaan Lapangan Kerja, yaitu:
Pertama, perbaikan ekosistem investasi dengan menciptakan
ekosistem investasi yang mendukung kemudaan berusaha melalui
pengaturan:
a. Penyederhanaan Perizinan Berusaha
b. Persyaratan Investasi
c. Ketenagakerjaan
d. Kemudahan Berusaha
e. Riset dan Inovasi
f. Pengadaan Lahan
g. Kawasan Ekonomi
Kedua, UMK-M termasuk koperasi yaitu menciptakan
Kemudahan, Pemberdayaan dan Perlindungan Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMK-M) serta Perkoperasian melalui pengaturan:
a. Kriteria UMK-M
b. Basis Data Tunggal
c. Collaborative Processing/Pengelolaan Terpadu UMK-M
d. Kemudahan Perizinan Tunggal
e. Kemitraan, Insentif dan Pembiayaan
Ketiga, Mendorong peningkatan dan kemudahan Investasi dan
Proyek Pemerintah yang menjadi sumber penciptaan lapangan kerja.

Aspek-aspek di atas merupakan kebijakan strategis dalam Penciptaan


Lapangan Kerja. Kebijakan Strategis tersebut, terdapat kebijakan
pendukung, yakni Administrasi Pemerintahan dan pengaturan Sanksi
terhadap pelanggaran atas RUU Cipta Kerja. Dari uraian di atas terlihat
bahwa jangkauan pengaturan RUU mencakup keseluruhan sistem
penciptaan lapangan kerja.

214
Terhadap kebijakan strategis dan pendukung tersebut perlu
ditindaklanjuti oleh:
1. Kementerian/lembaga yang terkait, antara lain:
a. kementerian yang menjalankan urusan pemerintahan di bidang luar
negeri, dalam negeri, dan pertahanan, agama, hukum, keuangan,
keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan,
sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan,
energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi,
komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan,
kelautan, perikanan, perencanaan pembangunan nasional, aparatur
negara, badan usaha milik negara, pertanahan, kependudukan,
lingkungan hidup, ilmu pengetahuan, teknologi, investasi, koperasi,
usaha kecil dan menengah, pariwisata, dan perumahan;
b. lembaga yang melaksanakan fungsi pengawas obat dan makanan,
standarisasi nasional, penyelenggaraan jaminan sosial, mengelola
jaminan produk halal,penyelengaraan ibadah haji dan umroh;
2. Pelaku usaha barang dan/atau jasa;
3. Tenaga kerja;
4. Pemerintah Daerah.

215
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat memerlukan investasi


yang mampu menyerap tenaga kerja, namun, terkait hal tersebut,
masyarakat ataupun pemerintah menghadapi berbagai masalah yang
menghambat upaya dimaksud, antara lain :
a. Perizinan berusaha yang banyak jenisnya dan berbelit-belit serta
ditambah dengan proses yang memerlukan waktu lama
b. Persyaratan investasi yang memberatkan
c. Dukungan riset industry yang rendah dan belum begitu tepat dalam
dunia usaha
d. Pengadaan lahan yang sulit dan lama serta tidak pasti
e. Perlindungan pemberdayaan UMK-M termasuk koperasi yang
belum optimal
f. Pengadaan proyek-proyek pemerintah yang kurang efisien
g. Administrasi/birokrasi pemerintah yang lamban
h. Ketenagakerjaan yang belum produktif dibandingkan dengan
negara tetangga
i. Pengenaan sanksi pada investasi/pengusaha yang banyak berupa
sanksi pidana
j. Kwasan ekonomi khusus yang belum optimal untuk mendorong
investasi di kawasan
k. Peningkatan berusaha bagi para investor yang mampu menyerap
tenaga kerja.
2. Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja sangat penting
untuk disusun/dibuat agar menjawab dan mengatasi permasalahan
berusaha yang jika permasalahan tersebut dapat teratasi maka akan
berdampak positif bagi peningkatan dan perbaikan ekosistem investasi

216
di tengah-tengah persaingan ekonomi dunia yang yang semakin
kompetitif.
3. Landasan filosofis RUU Cipta Kerja adalah sebagai upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur
melaui pemenuhan ihwal atas pekerjaan dan kehidupan yang layak
dengan mendorong investasi. Sedangkan secara sosiologis adalah
peningkatan jumlah tenaga kerja yang tinggi sementara penyerapan
dan lowongan tenaga kerja masih rendah. Sementara untuk investasi
sebagai sarana penyerapan tenaga kerja mengalami kesulitan untuk
memulai kegiatan usaha dan perizinannya yang berbelit-belit hingga
prosesnya yang memakan waktu lama. Selanjutnya, secara yuridis
peraturan perundang-undangan yang ada saling tumpang tindih dan
mengunci satu sama lain, sehingga tidak efiktif dan efisien serta
menimbulkan biaya yang tinggi.
4. Sasaran yang akan dicapai adalah mewujudkan ekosistem investasi
yang bersahabat dan mendukung penciptaan lapangan kerja yang
memadai untuk mendukung bonus demografi yang saat ini sedang
dialami oleh Indonesia. Adapun pengaturan diarahkan pada
peningkatan tenaga kerja, kemudahan berusaha dan penyederhanaan
peraturan perundang-undangan yang saling tumpang tindih. Adapun
materi muatan pengaturan meliputi :
1) Ketentuan Umum
2) Maksud dan Tujuan
3) Peningkatan Ekosistem Investasi Dan Kegiatan Berusaha
Persyaratan Investasi
4) Ketenagakerjaan
5) Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan UMK-M serta
Perkoperasian
6) Kemudahan Berusaha
7) Dukungan Riset Dan Inovasi
8) Pengadaan Lahan

217
9) Kawasan Ekonomi
10) Investasi Pemerintah Pusat Dan Kemudahan Proyek Pemerintah
11) Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan Untuk Mendukung
Cipta Lapangan Kerja
12) Pengenaan Sanksi
13) Ketentuan Lain-Lain
14) Ketentuan Peralihan
15) Ketentuan Penutup

B. SARAN

1. Perlu pemilahan substansi naskah akademik yang akan menjadi


materi muatan dalam undang-undang atau peraturan pelaksana.
2. Agar masing-masing Kementerian/Lembaga atau Stakeholders
menyepakati apa yang sudah disepakati bersama dan komitmen
terhadap substansi yang sudah disepakati, agar supaya
mempermudah proses pembahasan.
3. Mengingat substansi yang begitu banyak, maka perlu sosialisasi baik
itu administrative maupun teknisnya terhadap implementasi dari
undang-undang ini.
4. Perlunya komitmen terhadap implementasi substansi Undang-
Undang ini oleh Kementerian/Lembaga atapun stakeholders yang ada.
5. Perlu disiapkan peraturan pelaksananya dengan segera. Rancangan
Undang-Undang Cipta Kerja perlu dipercepat pembuatannya karena
keterkaitan dengan persaingan perekonomian global yang semakin
kompetitif dalam menyaring dan menciptakan iklim investasi yang
bersahabat, efektif dan efisien.
6. Agar RUU tentang Cipta Kerja dimasukkan dalam Program Legislasi
Nasional Prioritas Tahun 2020 dan dibahas serta ditetapkan dalam
tahun 2020.

218
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Atmosodirjo, Prajudi. Hukum Administrasi Negara, cetakan kesepuluh, Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1983.
Hadjon, Philipus M. et.,al. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta
: Gadjah Mada University Press, 2005.
Harlow, Carol and Richard Rawlings. Law and Administration. Ed.Kedua.
London: Butterworths, 1997.
Nugraha, Safri et. al. Hukum Administrasi Negara, edisi revisi. Depok: Center for
Law and Good Governance Studies FHUI, 2007.
OECD. The Global Environmental Goods and Services Industry, Paris.
OECD. Regulatory Reform and Innovation.
Silviana, Septiana Eka. Perjalanan Old Public Administration (OPA), New Public
Management (NPM) Hingga New Public Sevice.
Spelt, N.M. dan J.B.J.M ten berge, ed. Philipus M. Hadjon. Pengantar Hukum
Perizinan. Surabaya : Yuridika, 1993.
Ugur, Mehmet. Governance, Regulation and Innovation, Theory and Evidence
From Firmas and Nations. UK: Edward Elgar Publishing Limited, 2013.

B. Jurnal/Makalah/Laporan
Australian Prudential Regulation Authority (APRA). Probability and Impact Rating
System (PAIRS). 2018.
Department of Occupational Safety and Health Malaysia. Control of Substances
Hazardous to Health (Health and Safety Executive, United Kingdom),
dan Guidelines for Hazard Identification, Risk Assesment, and Risk
Control.
Pradany Hayyu. “Sinyal Baik dalam Kemudahan Berusaha”. Mediakeuangan
VOL. XIII (Mei 2018).

219
Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Risk and
Regulatory Policy. Improving the Governance of Risk.
World Bank Group. Introducing a risk based approach to regulate businesses:
How to build a risk matrix to classify enterprises or activities.

C. Skripsi/Tesis/Disertasi
Suriadinata, Vincent. “Penyusunan Undang-Undang di Bidang Investasi: Kajian
Pembentukan Omnibus Law di Indonesia.” Tesis Magister Fakultas
Hukum Universitas Indonesia. Jakarta, 2019.

D. Kamus
Bryan A. Garner, ed. Black’s Law Dictionary. Minnesota: West Publishing Co,
2004.

E. Peraturan Perundang-Undangan
Indonesia. Undang – Undang Dasar NRI 1945 Amandemen IV. LN. No. 14 Tahun
2006.
________. Undang-Undang tentang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan. UU No. 12 Tahun 2011. LN No. 82 Tahun 2011, TLN No.
5234.
________. Undang-Undang tentang Administrasi Pemerintahan. UU No. 30 Tahun
2014. LN No. 292 Tahun 2014 TLN No. 5601
________. Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. UU No. 9 Tahun 2015.
LN No. 58 Tahun 2015 TLN No. 5679

________. Undang-Undang tentang Penanaman Modal. UU No. 25 Tahun 2007. LN


No. 67 Tahun 2007 TLN No. 4724

________. Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7


Tahun 1992 tentang Perbankan. UU No. 10 Tahun 1998. LN No. 182
Tahun 1992, TLN No. 3790

220
________. Undang-Undang tentang Perbankan Syariah. UU No. Nomor 21 Tahun
2008. LN No. 94 Tahun 2008, TLN No. 4867

________. Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro. UU No. 1 Tahun


2013. LN No. 12 Tahun 2013 TLN No. 5394

________. Undang-Undang tentang Penataan Ruang. UU No. 26 Tahun 2007. LN


No. 68 Tahun 2007. TLN No. 4725

________. Undang-Undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau


Kecil Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2014. UU No. 27 Tahun 2007. LN No. 84 Tahun 2007. TLN No.
4739

________. Undang-Undang tentang Kelautan; UU No. 32 Tahun 2014. LN No. 294


Tahun 2014 TLN No. 5603

________. Rancangan Undang-Undang tentang Pertanahan.

________. Undang-Undang Nomor tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup. UU No.32 Tahun 2009. LN No. 140 Tahun 2009,
TLN No. 5059.

________. Undang-Undang tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. UU No.22 Tahun


2009. LN No. 96 Tahun 2009 TLN No. 5025

________. Undang-Undang tentang Bangunan Gedung. UU No. 28 Tahun 2002. LN


No. 134 Tahun 2002, TLN No. 4247

________. Undang-Undang tentang Arsitek. UU No.6 Tahun 2017. LN No. 179


Tahun 2017. TLN No. 6108

________. Undang-Undang tentang Minyak dan Gas Bumi. UU No.22 Tahun 2001.
LN No. 136 Tahun 2001, TLN No. 4152

________. Undang-Undang tentang Panas Bumi. UU No.21 Tahun 2014. LN No.


217 Tahun 2014 TLN No. 5586

221
________. Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. UU No.4
Tahun 2009. LN No. 4 Tahun 2009 TLN No. 4959

________. Undang-Undang tentang Ketenaganukliran ; UU No. 10 Tahun 1997. LN


No. 23 Tahun 1997 TLN No. 3676

________. Undang-Undang tentang Ketenagalistrikan. UU No. 30 Tahun 2009. LN


No. 133 Tahun 2009, TLN No. 2009

________. Undang–Undang tentang Hortikultura. UU No. 13 Tahun 2010. LN No.


76 Tahun 2010 TLN No. 5137

________. Undang-Undang tentang Pangan. UU No.18 Tahun 2012. LN No. 117


Tahun 2012, TLN No. 5316

________. Undang-Undang tentang Perkebunan. UU No.39 Tahun 2014. LN No.


308 Tahun 2014, TLN No. 5613

________. Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan,


Pembudidaya Ikan, dan Pertambak Garam. UU No. 7 Tahun 2016. LN
No. 68 Tahun 2016, TLN No. 5870

________. Undang-Undang tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. UU No. 18


Tahun 2009. LN No. 84 Tahun 2009 , TLN No. 5015

________. Undang-Undang tentang Sistem Budidaya Tanaman. Nomor 12 Tahun


1992. LN No. 46 Tahun 1992, TLN No. 3478

________. Undang-Undang tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan


Kehutanan. UU No.16 Tahun 2006. LN No. 92 Tahun 2006, TLN No.
4660

________. Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor


31 Tahun 2004 tentang Perikanan. UU No. 45 Tahun 2019. LN No. 154
Tahun 2019 TLN No. 5073

222
________. Undang-Undang tentang Kepariwisataan. UU No.10 Tahun 2009. LN
No. 11 Tahun 2009, TLN No. 4966

________. Undang-Undang tentang Pelayaran. UU No.17 Tahun 2008. LN No. 64


Tahun 2008, TLN No. 4894

________. Undang-Undang tentang Penerbangan. UU No.1 Tahun 2009. LN No. 1


Tahun 2009, TLN No. 4956

________. Undang-Undang tentang Perkeretaapian. UU No.23 Tahun 2007. LN No.


65 Tahun 2007, TLN No. 4722

________. Undang-Undang tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. UU


No.1 Tahun 2011. LN No. 7 Tahun 2011, TLN No. 5188

________. Undang-Undang tentang Rumah Susun. UU No.20 Tahun 2011. LN No.


108 Tahun 2011, TLN No. 5252

________. Undang-Undang tentang Penyiaran. UU No.32 Tahun 2002. LN No. 139


Tahun 2002, TLN No. 4252

________. Undang-Undang tentang Pos. UU No.38 Tahun 2009. LN No. 146 Tahun
2009, TLN No. 5065

________. Undang-Undang tentang Telekomunikasi. UU No.36 Tahun 1999. LN


No. 36 Tahun 1999, TLN No. 3881

________. Undang-Undang tentang Koperasi. UU No.25 Tahun 1992. LN No. 75


Tahun 1992, TLN No. 3502

________. Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, Menengah. UU No.20


Tahun 2008. LN No. 93 Tahun 2008, TLN No. 4866

________. Undang-Undang tentang Lembaga Keuangan Mikro. UU No.1 Tahun


2013. LN No. 12 Tahun 2008, TLN No. 5394

________. Undang-Undang tentang Perdagangan. UU No.7 Tahun 2014. LN No. 45


Tahun 2014, TLN No. 5512

223
________. Undang-Undang tentang Perindustrian. UU No.3 Tahun 2014. LN No. 4
Tahun 2014, TLN No. 5492

________. Undang-Undang tentang Metrologi Legal. UU No.2 Tahun 1981. LN No.


11 Tahun 1981, TLN No. 3193

________. Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal. UU No.33 Tahun 2014.


LN No. 295 Tahun 2014, TLN No. 5604

________. Undang-Undang tentang Kesehatan. UU No.36 Tahun 2009. LN No. 144


Tahun 2009, TLN No. 5063

________. Undang-Undang tentang Narkotika. UU No.35 Tahun 2009. LN No. 143


Tahun 2009, TLN No. 5062

________. Undang-Undang tentang Rumah Sakit. UU No.44 Tahun 2009. LN No.


153 Tahun 2009, TLN No. 5072

________. Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. UU No.20 Tahun


2003. LN No. 78 Tahun 2003, TLN No. 4301

________. Undang-Undang tentang Pendidikan Tinggi. UU No.12 Tahun 2012. LN


No. 82 Tahun 2012, TLN No. 5233

________. Undang-Undang tentang Industri Pertahanan. UU No.16 Tahun 2012.


LN No. 183 Tahun 2012, TLN No. 5343

________. Undang-Undang tentang Kepolisian. UU No.2 Tahun 2002. LN No. 2


Tahun 2002, TLN No. 4168

________. Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Perizinan Berusaha


Terintegrasi Secara Elektronik. UU No.24 Tahun 2018.
________. Peraturan Presiden tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.
Peraturan Pemerintah No.91 Tahun 2017.

224
F. Website
Doing Business Di Indonesia : Kemudahan Berusaha di Indonesia, http://www.
http://eodb.ekon.go.id, diakses tanggal 23 Juli 2019
Yuniartha, Lidya Sri Mulyani: Indonesia punya banyak daya tarik untuk menarik
investasi, https://nasional.kontan.co.id/news/sri-mulyani-
indonesia-punya-banyak-daya-tarik-untuk-menarik-investasi,
diakses 23 Juli 2019
Ihsanuddin. Presiden Jokowi Kecewa Calon Investor Banyak Lari ke Negara
Tetangga,
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/04/16425441/preside
n-jokowi-kecewa-calon-investor-banyak-lari-ke-negara-tetangga,
diakses 23 Juli 2019
Ihsanuddin. Presiden Jokowi Kecewa Calon Investor Banyak Lari ke Negara
Tetangga.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/04/16425441/preside
n-jokowi-kecewa-calon-investor-banyak-lari-ke-negara-tetangga,
diakses 23 Juli 2019
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Regulatory
Reform and Innovation, https://www.oecd.org/sti/inno/2102514.pdf ,
diakses 23 Juli 2019
PTSP dan Paket Kebijakan Ekonomi Untuk Menjaring Investasi.
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/ptsp-dan-paket-
kebijakan-ekonomi-untuk-menjaring-investasi/, diakses 23 Juli 2019
Erric Permana. Banyak UU Hambat Usaha, Pemerintah Akan Buat Omnibus Law,
https://www.aa.com.tr/id/ekonomi/banyak-uu-hambat-usaha-
pemerintah-akan-buat-omnibus-law/1101481, diakses pada 22 Juli
2019.
Briana Bierscbach. Everything You Need to Know About Omnibus Bills, and Why
They‟re So Popular at The Minnesota Legislature,
https://www.minnpost.com/politics-policy/2017/03/everything-you-

225
need-know-about-omnibus-bills-and-why-theyre-so-popular-minne,
diakses pada 22 Juli 2019.
Mayasari, Ima. Menggagas Omnibus Law. https://kumparan.com/dr-ima-
mayasari-m-h/menggagas-omnibus-law-1542018891459839175,
diakses pada 22 Juli 2019.
Usfunan, Jimmy. Menimbang Konsep Omnibus Law Bila Diterapkan di
Indonesia.https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt58a6fc84b8
ec3/menimbang-konsep-omnibus-law-bila-diterapkan-di-indonesia,
diakses pada 22 Juli 2019.
Rantai Birokrasi Masih Jadi Kendala Investor Berinvestasi di Indonesia.
https://economy.okezone.com/read/2018/02/12/320/1858267/ran
tai-birokrasi-masih-jadi-kendala-investor-berinvestasi-di-indonesia,
diakses pada 22 Juli 2019.
Rahayu, Yayu Agustini. Regulasi Masih Menjadi Kendala Investasi di Indonesia.
https://www.merdeka.com/uang/regulasi-masih-jadi-kendala-
investasi-di-indonesia.html, diakses pada 22 Juli 2019.

226
Draf RUU Cipta Kerja 11 Februari 2020

MATRIKS ANALISIS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
CIPTA KERJA
1a. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA - IZIN LOKASI

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
1. Pasal 1 angka 23 Pasal 1 angka 23 Dimaksudkan dalam Penyederhanaan Penyederhanaan
rangka Penyederhanaan rencana tata ruang, Perizinan
23. Kawasan perdesaan adalah Dihapus.
Hirarki Rencana Tata sehingga lebih Berusaha
wilayah yang mempunyai
Ruang, yaitu menghapus efisien dimana RTR
kegiatan utama pertanian,
rencana tata ruang Kawasan Pedesaan
termasuk pengelolaan
kawasan strategis diintegrasikan
sumber daya alam dengan
provinsi dan rencana tata kedalam RDTR.
susunan fungsi kawasan
ruang kawasan strategis
sebagai tempat
kabupaten/kota, RTR
permukiman perdesaan,
Kawasan Metropolita,
pelayanan jasa
RTR Kawasan Perdesaan,
pemerintahan, pelayanan
dan RTR Kawasan
sosial, dan kegiatan
Agropolitan dengan
ekonomi.
merevisi atau menghapus
pasal-pasal yang
mengatur terkait RTR
KSP, RTR KSK, RTR
Kawasan Perdesaan, dan
RTR Kawasan Agropolitan
dalam rangka
menyederhanakan hirarki
peraturan perundang-
undangan, sehingga
rencana tata ruang di
daerah akan difokuskan
pada RTRW dan RDTR
saja.
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
2. Pasal 1 angka 24 Pasal 1 angka 24 Dimaksudkan dalam Penyederhanaan Penyederhanaan
rangka penyederhanaan rencana tata ruang, Perizinan
24. Kawasan agropolitan adalah Dihapus.
Hirarki Rencana Tata sehingga lebih Berusaha
kawasan yang terdiri atas
Ruang, yaitu menghapus efisien dimana RTR
satu atau lebih pusat
rencana tata ruang Kawasan
kegiatan pada wilayah
kawasan strategis agropolitan
perdesaan sebagai sistem
provinsi dan rencana tata diintegrasikan
produksi pertanian dan
ruang kawasan strategis kedalam RDTR.
pengelolaan sumber daya
kabupaten/kota, RTR
alam tertentu yang
Kawasan Metropolitam,
ditunjukkan oleh adanya
RTR Kawasan Perdesaan,
keterkaitan fungsional dan
dan RTR Kawasan
hierarki keruangan satuan
Agropolitan dengan
sistem permukiman dan
merevisi atau menghapus
sistem agrobisnis.
pasal-pasal yang
mengatur terkait RTR
KSP, RTR KSK, RTR
Kawasan Perdesaan, dan
RTR Kawasan Agropolitan
dalam rangka
menyederhanakan hirarki
peraturan perundang-
undangan, sehingga
rencana tata ruang di
daerah akan difokuskan
pada RTRW dan RDTR
saja.
3. Pasal 1 angka 29 Pasal 1 Angka 29 Dimaksudkan dalam Penyederhanaan Penyederhanaan
rangka Penyederhanaan rencana tata ruang, Perizinan
29. Kawasan strategis provinsi Dihapus.
adalah wilayah yang Hirarki Rencana Tata sehingga lebih Berusaha
Ruang, yaitu menghapus efisien dimana RTR
penataan ruangnya
rencana tata ruang Kawasan strategis
diprioritaskan karena
kawasan strategis provinsi
mempunyai pengaruh
diintegrasikan
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sangat penting dalam provinsi dan rencana tata kedalam RTR
lingkup provinsi terhadap ruang kawasan strategis provinsi.
ekonomi, sosial, budaya, kabupaten/kota, RTR
dan/atau lingkungan. Kawasan Metropolitam,
RTR Kawasan Perdesaan, Pemerintah
dan RTR Kawasan Provinsi atau
Agropolitan dengan Pemerintah
merevisi atau menghapus Kab/Kota perlu
pasal-pasal yang menetapkan RTR
mengatur terkait RTR Kawasan Strategis
KSP, RTR KSK, RTR Provinsi dan
Kawasan Perdesaan, dan Kab/Kota.
RTR Kawasan Agropolitan
dalam rangka
menyederhanakan hirarki
peraturan perundang-
undangan, sehingga
rencana tata ruang di
daerah akan difokuskan
pada RTRW dan RDTR
saja.
4. Pasal 1 angka 30 Pasal 1 angka 30 Dimaksudkan dalam Penyederhanaan Penyederhanaan
rangka Penyederhanaan rencana tata ruang, Perizinan
30. Kawasan strategis Dihapus.
Hirarki Rencana Tata sehingga lebih Berusaha
kabupaten/kota adalah
Ruang, yaitu menghapus efisien dimana RTR
wilayah yang penataan
rencana tata ruang Kawasan strategis
ruangnya diprioritaskan
kawasan strategis kabupaten/kota
karena mempunyai
provinsi dan rencana tata diintegrasikan
pengaruh sangat penting
ruang kawasan strategis kedalam RDTR
dalam lingkup
kabupaten/kota, RTR kabupaten/kota.
kabupaten/kota terhadap
Kawasan Metropolitam,
ekonomi, sosial, budaya,
RTR Kawasan Perdesaan,
dan/atau lingkungan. Pemerintah
dan RTR Kawasan
Agropolitan dengan Provinsi atau
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
merevisi atau menghapus Pemerintah
pasal-pasal yang Kab/Kota perlu
mengatur terkait RTR menetapkan RTR
KSP, RTR KSK, RTR Kawasan Strategis
Kawasan Perdesaan, dan Provinsi dan
RTR Kawasan Agropolitan Kab/Kota.
dalam rangka
menyederhanakan hirarki
peraturan perundang-
undangan, sehingga
rencana tata ruang di
daerah akan difokuskan
pada RTRW dan RDTR
saja.
5. Pasal 1 angka 32 Pasal 1 angka 32 a. Pengendalian Fleksibilitas Penyederhanaan
kesesuaian regulasi terkait Perizinan
32. Izin pemanfaatan ruang 32. Kesesuaian Kegiatan
pemanfaatan ruang dengan Perizinan Berusaha
adalah izin yang Pemanfaatan Ruang
dengan rencana tata Pemanfaatan
dipersyaratkan dalam adalah kesesuaian antara
kegiatan pemanfaatan rencana kegiatan ruang dapat Ruang.
diwujudkan dalam
ruang sesuai dengan pemanfaatan ruang
bentuk konfirmasi
ketentuan peraturan dengan rencana tata
kesesuaian dengan Perlu diantisipasi
perundang-undangan. ruang.
rencana tata ruang. perubahan rezim
Hal tersebut perizinan lokasi
memerlukan menjadi kesesuaian
beberapa kondisi pemanfaatan ruang
tertentu: terutama terkait
mekanisme
1) Ketersediaan konfirmasi
rencana rinci tata kesesuaian
ruang/rencana pemanfaatan
detail tata ruang ruang.
(RRTR/RDTR)
atau Rencana
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Tata Ruang
Wilayah yang
telah
mengakomodasi
aspek daya
dukung daya
tampung
lingkungan secara
detail.
2) RTRW atau RDTR
tersebut telah
berwujud data
digital sehingga
dapat langsung
diakses dan
diaplikasikan
secara online.
3) Perlunya
pengaturan
kelembagaan
yang menetapkan
konfirmasi
kesesuaian
dengan rencana
tata ruang, yang
dilakukan sesuai
dengan
kewenangan dan
dilaksanakan
terintegrasi
dengan sistem
OSS.
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. Berdasarkan hal
tersebut, kami
berpendapat: izin
lokasi dapat
dilakukan tidak
dalam bentuk izin
tetapi dalam bentuk
konfirmasi tata ruang
apabila kondisi
tertentu sebagaimana
dimaksud pada poin a
angka 1), angka 2),
dan angka 3)
terpenuhi.
6. Pasal 5 Pasal 5 Dimaksudkan dalam Penyederhanaan Penyederhanaan
rangka Penyederhanaan rencana tata ruang, Perizinan
(1) Penataan ruang (1) Penataan ruang
Hirarki Rencana Tata sehingga lebih Berusaha
berdasarkan sistem terdiri berdasarkan sistem terdiri
Ruang, yaitu menghapus efisien dimana RTR
atas sistem wilayah dan atas sistem wilayah dan
sistem internal perkotaan. sistem internal perkotaan. rencana tata ruang Kawasan strategis
kawasan strategis provinsi dan RTR
(2) Penataan ruang (2) Penataan ruang provinsi dan rencana tata kawasan strategis
berdasarkan fungsi utama berdasarkan fungsi utama ruang kawasan strategis kabupaten/kota
kawasan terdiri atas kawasan terdiri atas kabupaten/kota. diintegrasikan
kawasan lindung dan kawasan lindung dan kedalam RTRW
Sehingga rencana tata
kawasan budi daya. kawasan budi daya. RDTR provinsi dan
ruang di daerah akan
(3) Penataan ruang (3) Penataan ruang kabupaten/kota.
difokuskan pada RTRW
berdasarkan wilayah berdasarkan wilayah dan RDTR saja.
administratif terdiri atas administratif terdiri atas
Pemerintah
penataan ruang wilayah penataan ruang wilayah
Provinsi atau
nasional, penataan ruang nasional, penataan ruang
Pemerintah
wilayah provinsi, dan wilayah provinsi, dan
Kab/Kota perlu
penataan ruang wilayah penataan ruang wilayah
menetapkan RTR
kabupaten/kota. kabupaten/kota.
Kawasan Strategis
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Penataan ruang (4) Penataan ruang Provinsi dan
berdasarkan kegiatan berdasarkan kegiatan Kab/Kota.
kawasan terdiri atas kawasan terdiri atas
penataan ruang kawasan penataan ruang kawasan
perkotaan dan penataan perkotaan dan penataan
ruang kawasan perdesaan. ruang kawasan perdesaan.

(5) Penataan ruang (5) Penataan ruang


berdasarkan nilai strategis berdasarkan nilai strategis
kawasan terdiri atas kawasan strategis
penataan ruang kawasan nasional.
strategis nasional,
penataan ruang kawasan
strategis provinsi, dan
penataan ruang kawasan
strategis kabupaten/kota.
7. Pasal 6 Pasal 6 Prinsip berjenjang dan Memberikan Penyederhanaan
komplementer, masih kejelasan mengenai Perizinan
(1) Penataan ruang (1) Penataan ruang
dirasakan belum jelas prinsip berjenjang Berusaha
diselenggarakan dengan diselenggarakan dengan
dalam implementasinya. dan komplementer
memperhatikan: memperhatikan:
Hal ini dapat dilihat pada dalam penataan
a. Kondisi fisik wilayah a. kondisi fisik wilayah tahap penyusunan ruang.
Negara Kesatuan Negara Kesatuan rencana tata ruang dan
Republik Indonesia Republik Indonesia pemanfaatan ruang.
yang rentan terhadap yang rentan terhadap
Untuk menghindari
bencana; bencana;
pertentangan pengaturan
b. Potensi sumber daya b. potensi sumber daya peruntukan ruang
alam, sumber daya alam, sumber daya maupun dalam rencana
manusia, dan sumber manusia, dan sumber struktur ruang, antara
daya buatan; kondisi daya buatan, kondisi yang diatur di dalam RTR
ekonomi, sosial, ekonomi, sosial, KSN, RTRW Provinsi
budaya, politik, hukum, budaya, politik, maupun yang diatur di
pertahanan keamanan, hukum, pertahanan
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lingkungan hidup, serta keamanan, dan dalam RTRW Kab/kota
ilmu pengetahuan dan lingkungan hidup serta diperlukan penegasan
teknologi sebagai satu ilmu pengetahuan dan terkait cakupan
kesatuan; dan teknologi sebagai satu pengaturan yang diatur
c. geostrategi, geopolitik, kesatuan; dan dalam RTR Nasional,
dan geoekonomi. provinsi, maupun
c. geostrategi, geopolitik,
kabupaten/kota, serta
(2) Penataan ruang wilayah dan geoekonomi.
dalam hal terjadi
nasional, penataan ruang
(2) Penataan ruang wilayah pertentangan perlu
wilayah provinsi, dan nasional, penataan ruang penegasan pengaturan
penataan ruang wilayah wilayah provinsi, dan bahwa rencana tata
kabupaten/kota dilakukan penataan ruang wilayah ruang yang secara hirarki
secara berjenjang dan kabupaten/kota lebih tinggi menafikan
komplementer. dilakukan secara yang lebih rendah.
(3) Penataan ruang wilayah berjenjang dan
Definisi “berjenjang” pada
nasional meliputi ruang komplementer.
Pasal 6 ayat (2) tersebut
wilayah yurisdiksi dan (3) Penataan ruang wilayah belum diatur secara jelas
wilayah kedaulatan nasional
secara berjenjang kriterianya.
yang mencakup ruang darat, sebagaimana dimaksud
ruang laut, dan ruang udara, pada ayat (2) dilakukan Pada Penjelasan, hanya
termasuk ruang di dalam dijelaskan
dengan cara rencana tata
bumi sebagai satu kesatuan. “komplementer” dalam
ruang wilayah nasional
hal terjadinya kondisi
(4) Penataan ruang wilayah dijadikan acuan dalam
ideal, belum diatur dalam
provinsi dan kabupaten/kota penyusunan rencana tata
hal terjadinya tumpang
meliputi ruang darat, ruang ruang wilayah provinsi
tindih.
laut, dan ruang udara, dan kabupaten/kota, dan
termasuk ruang di dalam rencana tata ruang Rekomendasi:
bumi sesuai dengan wilayah provinsi menjadi 1. Guna terjaganya
ketentuan peraturan acuan bagi penyusunan keserasian dan
perundangundangan. rencana tata ruang keterpaduan
kabupaten/kota.
(5) Ruang laut dan ruang udara, penataan ruang
pengelolaannya diatur (4) Penataan ruang wilayah nasional provinsi, dan
secara komplementer kabupaten/kota,
sebagaimana dimaksud perlu adanya bridging
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dengan undang-undang pada ayat (2) merupakan kriteria kedalaman
tersendiri. penataan ruang wilayah substansi/materi
nasional, penataan ruang muatan masing-
wilayah provinsi, dan masing rencana
penataan ruang wilayah umum tata ruang
kabupaten/kota yang yang selanjutnya
disusun saling melengkapi dirincikan ke dalam
satu sama lain dan Permen tentang
bersinergi sehingga tidak Pedoman
terjadi tumpang tindih Penyusunan rencana
pengaturan rencana tata tata ruang.
ruang. 2. Dalam hal terdapat
(5) Dalam hal terjadi tumpang pertentangan
tindih antara rencana tata pengaturan rencana
ruang dengan kawasan tata ruang pada tahap
hutan, izin dan/atau hak penyusunannya,
atas tanah, penyelesaian yang menjadi acuan
tumpang tindih tersebut adalah peraturan
diatur dalam Peraturan yang lebih tinggi.
Presiden 3. Dalam hal terdapat
(6) Penataan ruang wilayah pertentangan antara
nasional meliputi ruang peraturan yang lebih
wilayah yurisdiksi dan tinggi dan yang lebih
wilayah kedaulatan rendah maka yang
nasional yang mencakup digunakan dalam
ruang darat, ruang laut, pemberian izin
dan ruang udara, pemanfaatan ruang
termasuk ruang di dalam adalah yang lebih
bumi sebagai satu tinggi.
kesatuan.
(7) Penataan ruang wilayah
provinsi dan
kabupaten/kota meliputi
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam
bumi sebagai satu
kesatuan.
(8) Ruang laut dan ruang
udara, pengelolaannya
diatur dengan undang-
undang tersendiri.
8. Pasal 8 Pasal 8 Usulan ini untuk Memberikan ruang Penyederhanaan
Pemerintah memberikan justifikasi agar Pemerintah Perizinan
(1) Wewenang Pemerintah (1) Wewenang
kepada pemerintah pusat Pusat dapat Berusaha
dalam penyelenggaraan Pusat dalam
penyelenggaraan penataan agar dapat memberikan mempercepat
penataan ruang meliputi:
bantuan teknis dalam penetapan RTRW
ruang meliputi:
a. pengaturan, kegiatan penyusunan dan RDTR dalam
pembinaan, dan a. pengaturan, RTRW Provinsi, hal diperlukan
pengawasan terhadap pembinaan, dan Kabupaten/Kota, dan percepatan dengan
pelaksanaan penataan pengawasan terhadap RDTR sehingga dapat memberikan
ruang wilayah nasional, pelaksanaan penataan mempercepat bantuan teknis (+)
provinsi, dan ruang wilayah penetapannya.
kabupaten/kota, serta nasional, provinsi, dan
terhadap pelaksanaan kabupaten/kota, serta
penataan ruang terhadap pelaksanaan Berdasarkan evaluasi
kawasan strategis penataan ruang selama ini masih terdapat
nasional, provinsi, dan kawasan strategis beberapa kendala dalam
kabupaten/kota; nasional; penyusunan RTRW
provinsi dan
b. pelaksanaan penataan b. pemberian bantuan
kabupaten/kota dan
ruang wilayah nasional; teknis bagi
RDTR.
penyusunan rencana
c. pelaksanaan penataan
tata ruang wilayah
ruang kawasan strategis
provinsi, wilayah
nasional; dan
kabupaten/kota, dan
rencana detail tata
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. kerja sama penataan ruang dalam rangka
ruang antar negara dan percepatan
pemfasilitasan kerja pelaksanaan program
sama penataan ruang strategis nasional;
antar provinsi. c. pembinaan teknis
(2) Wewenang Pemerintah dalam kegiatan
dalam pelaksanaan penyusunan rencana
penataan ruang nasional tata ruang wilayah
meliputi: provinsi, rencana tata
ruang wilayah
a. perencanaan tata ruang
kabupaten/kota, dan
wilayah nasional;
rencana detail tata
b. pemanfaatan ruang ruang;
wilayah nasional; dan
d. pelaksanaan penataan
c. pengendalian ruang wilayah
pemanfaatan ruang nasional;
wilayah nasional.
e. pelaksanaan penataan
(3) Wewenang Pemerintah ruang kawasan
dalam pelaksanaan strategis nasional; dan
penataan ruang kawasan
f. kerja sama penataan
strategis nasional meliputi:
ruang antarnegara dan
a. penetapan kawasan memfasilitasi kerja
strategis nasional; sama penataan ruang
b. perencanaan tata ruang antarprovinsi.
kawasan strategis (2) Wewenang Pemerintah
nasional; Pusat dalam pelaksanaan
c. pemanfaatan ruang penataan ruang nasional
kawasan strategis meliputi:
nasional; dan a. perencanaan tata
d. pengendalian ruang wilayah
pemanfaatan ruang nasional;
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kawasan strategis b. pemanfaatan ruang
nasional. wilayah nasional; dan
(4) Pelaksanaan pemanfaatan c. pengendalian
ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
pemanfaatan ruang wilayah nasional.
kawasan strategis nasional (3) Wewenang Pemerintah
sebagaimana dimaksud Pusat dalam pelaksanaan
pada ayat (3) huruf c dan
penataan ruang kawasan
huruf d dapat dilaksanakan strategis nasional meliputi:
pemerintah daerah melalui
dekonsentrasi dan/atau a. penetapan kawasan
tugas pembantuan. strategis nasional;
(5) Dalam rangka b. perencanaan tata
penyelenggaraan penataan ruang kawasan
ruang, Pemerintah strategis nasional;
berwenang menyusun dan c. pemanfaatan ruang
menetapkan pedoman kawasan strategis
bidang penataan ruang. nasional; dan
(6) Dalam pelaksanaan d. pengendalian
wewenang sebagaimana pemanfaatan ruang
dimaksud pada ayat (1), kawasan strategis
ayat (2), ayat (3), ayat (4), nasional.
dan ayat (5), Pemerintah:
(4) Dalam rangka
a. menyebarluaskan penyelenggaraan penataan
informasi yang ruang, Pemerintah Pusat
berkaitan dengan: berwenang menyusun dan
1) rencana umum dan menetapkan pedoman
rencana rinci tata bidang penataan ruang.
ruang dalam rangka (5) Dalam pelaksanaan
pelaksanaan wewenang sebagaimana
penataan ruang dimaksud pada ayat (1),
wilayah nasional;
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
2) arahan peraturan ayat (2), ayat (3), dan ayat
zonasi untuk sistem (4), Pemerintah Pusat:
nasional yang a. menyebarluaskan
disusun dalam informasi yang
rangka berkaitan dengan:
pengendalian
pemanfaatan ruang 1) rencana umum dan
wilayah nasional; rencana rinci tata
dan ruang dalam
rangka
3) pedoman bidang pelaksanaan
penataan ruang; penataan ruang
b. menetapkan standar wilayah nasional;
pelayanan minimal 2) arahan peraturan
bidang penataan ruang. zonasi untuk
sistem nasional
yang disusun
dalam rangka
pengendalian
pemanfaatan ruang
wilayah nasional;
dan
3) pedoman pedoman
bidang penataan
ruang; dan
b. menetapkan standar
pelayanan minimal
bidang penataan
ruang.
(6) Pemerintah Pusat dalam
melaksanakan kewenangan
pembinaan kepada provinsi
dan kabupaten/kota
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a
termasuk pemberian
bantuan teknis bagi
program yang bersifat
strategis nasional dan
pembinaan teknis dalam
kegiatan penyusunan
rencana tata ruang wilayah
provinsi, rencana tata ruang
wilayah kabupaten/kota,
dan rencana detail tata
ruang.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kewenangan
penyelenggaraan penataan
ruang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
9. Pasal 9 Pasal 9 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Penyelenggaraan penataan (1) Penyelenggaraan penataan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
ruang dilaksanakan oleh ruang dilaksanakan oleh
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
seorang Menteri. Pemerintah Pusat
Menteri/pimpinan kebijakan
(2) Tugas dan tanggung jawab (2) Ketentuan lebih lanjut Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
Menteri dalam mengenai tugas dan tau bupati/walikota perlu dinamika
penyelenggaraan penataan tanggung jawab ditata kembali masyarakat dan
ruang sebagaimana penyelenggaraan penataan berdasarkan prinsip global yang
dimaksud pada ayat (1) ruang sebagaimana perizinan berusaha semakin cepat.
mencakup: dimaksud pada ayat (1) berbasis risiko dan
a. pengaturan, diatur dengan Peraturan menerapkan penggunaan
Pemerintah. teknologi informasi dalam Konsekuensinya
pembinaan, dan
pemberian perizinan adalah
pengawasan penataan
(misalnya perizinan kementerian/lemba
ruang;
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. pelaksanaan penataan berusaha secara ga dan pemerintah
ruang nasional; dan elektronik). daerah perlu
memahami
c. koordinasi
penataan
penyelenggaraan Pengaturan lebih lanjut kewenangan dalam
penataan ruang lintas didelegasikan melalui rangka fleksibilitas
sektor, lintas wilayah, Peraturan Pemerintah dan memenangkan
dan lintas pemangku agar memberikan persaingan global.
kepentingan.
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat dalam
mengambil kebijakan RPP mengenai
mengikuti dinamika penataan kembali
masyarakat dan global kewenangan dalam
yang semakin cepat. Jika penyelenggaraan
tidak didelegasikan penataan ruang
melalui PP maka perlu segera
dikhawatirkan Indonesia diterbitkan setelah
akan kesulitan dalam RUU ini ditetapkan.
menyesuaikan kebijakan
regulasi perizinan dan
kesulitan berkompetisi
dengan negara tetangga.
10. Pasal 10 Pasal 10 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Wewenang pemerintah Dihapus.
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
daerah provinsi dalam
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
penyelenggaraan penataan
Menteri/pimpinan kebijakan
ruang meliputi:
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
(2) pengaturan, pembinaan, tau bupati/walikota perlu dinamika
dan pengawasan terhadap ditata kembali masyarakat dan
pelaksanaan penataan berdasarkan prinsip global yang
ruang wilayah provinsi, dan perizinan berusaha semakin cepat.
kabupaten/kota, serta berbasis risiko dan
terhadap pelaksanaan menerapkan penggunaan
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penataan ruang kawasan teknologi informasi dalam Konsekuensinya
strategis provinsi dan pemberian perizinan adalah
kabupaten/kota; (misalnya perizinan kementerian/lemba
berusaha secara ga dan pemerintah
(3) pelaksanaan penataan
elektronik). daerah perlu
ruang wilayah provinsi;
memahami
(4) pelaksanaan penataan penataan
ruang kawasan strategis Pengaturan lebih lanjut kewenangan dalam
provinsi; dan kerja sama didelegasikan melalui rangka fleksibilitas
penataan ruang Peraturan Pemerintah dan memenangkan
antarprovinsi dan agar memberikan persaingan global.
pemfasilitasan kerja sama fleksibilitas bagi
penataan ruang Pemerintah Pusat dalam
antarkabupaten/kota. mengambil kebijakan RPP mengenai
mengikuti dinamika penataan kembali
masyarakat dan global kewenangan dalam
yang semakin cepat. Jika penyelenggaraan
tidak didelegasikan penataan ruang
melalui PP maka perlu segera
dikhawatirkan Indonesia diterbitkan setelah
akan kesulitan dalam RUU ini ditetapkan.
menyesuaikan kebijakan
regulasi perizinan dan
kesulitan berkompetisi
dengan negara tetangga.
11. Pasal 11 Pasal 11 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Wewenang pemerintah Dihapus.
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
daerah kabupaten/kota
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
dalam penyelenggaraan
Menteri/pimpinan kebijakan
penataan ruang meliputi:
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
a. pengaturan, tau bupati/walikota perlu dinamika
pembinaan, dan ditata kembali masyarakat dan
pengawasan terhadap berdasarkan prinsip
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pelaksanaan penataan perizinan berusaha global yang
ruang wilayah berbasis risiko dan semakin cepat.
kabupaten/kota dan menerapkan penggunaan
kawasan strategis teknologi informasi dalam
kabupaten/kota; pemberian perizinan Konsekuensinya
(misalnya perizinan adalah
b. pelaksanaan penataan
berusaha secara kementerian/lemba
ruang wilayah
elektronik). ga dan pemerintah
kabupaten/kota;
daerah perlu
c. pelaksanaan penataan memahami
ruang kawasan strategis Pengaturan lebih lanjut penataan
kabupaten/kota; dan didelegasikan melalui kewenangan dalam
Peraturan Pemerintah rangka fleksibilitas
d. kerja sama penataan
agar memberikan dan memenangkan
ruang antarkabupaten/
fleksibilitas bagi persaingan global.
kota.
Pemerintah Pusat dalam
(2) Wewenang pemerintah mengambil kebijakan
daerah kabupaten/kota mengikuti dinamika RPP mengenai
dalam pelaksanaan masyarakat dan global penataan kembali
penataan ruang wilayah yang semakin cepat. Jika kewenangan dalam
kabupaten/kota tidak didelegasikan penyelenggaraan
sebagaimana dimaksud melalui PP maka penataan ruang
pada ayat (1) huruf b dikhawatirkan Indonesia perlu segera
meliputi: akan kesulitan dalam diterbitkan setelah
menyesuaikan kebijakan RUU ini ditetapkan.
a. perencanaan tata ruang
wilayah kabupaten/ regulasi perizinan dan
kota; kesulitan berkompetisi
dengan negara tetangga.
b. pemanfaatan ruang
wilayah
kabupaten/kota; dan
c. pengendalian
pemanfaatan ruang
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
wilayah
kabupaten/kota.
(3) Dalam pelaksanaan
penataan ruang kawasan
strategis kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c,
pemerintah daerah
kabupaten/kota
melaksanakan:
a. penetapan kawasan
strategis
kabupaten/kota;
b. perencanaan tata ruang
kawasan strategis
kabupaten/kota;
c. pemanfaatan ruang
kawasan strategis
kabupaten/kota; dan
d. pengendalian
pemanfaatan ruang
kawasan strategis
kabupaten/kota.
(4) Dalam melaksanakan
kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), pemerintah daerah
kabupaten/kota mengacu
pada pedoman bidang
penataan ruang dan
petunjuk pelaksanaannya.
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Dalam pelaksanaan
wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4), pemerintah daerah
kabupaten/kota:
a. menyebarluaskan
informasi yang
berkaitan dengan
rencana umum dan
rencana rinci tata ruang
dalam rangka
pelaksanaan penataan
ruang wilayah
kabupaten/kota; dan
b. melaksanakan standar
pelayanan minimal
bidang penataan ruang.
(6) Dalam hal pemerintah
daerah kabupaten/kota
tidak dapat memenuhi
standar pelayanan minimal
bidang penataan ruang,
pemerintah daerah provinsi
dapat mengambil langkah
penyelesaian sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan
12. Pasal 14 Pasal 14 Dimaksudkan dalam Penyederhanaan Penyederhanaan
rangka Penyederhanaan rencana tata ruang, Perizinan
(1) Perencanaan tata ruang (1) Perencanaan tata ruang
Hirarki Rencana Tata sehingga lebih Berusaha
dilakukan untuk dilakukan untuk
Ruang, yaitu menghapus efisien dimana RTR
menghasilkan: menghasilkan:
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. rencana umum tata a. rencana umum tata rencana tata ruang Kawasan strategis
ruang; dan ruang; dan kawasan strategis provinsi dan RTR
provinsi dan rencana tata kawasan strategis
b. rencana rinci tata b. rencana rinci tata
ruang kawasan strategis kabupaten/kota
ruang. ruang.
kabupaten/kota. diintegrasikan
(2) Rencana umum tata ruang (2) Rencana umum tata ruang kedalam RTRW
Sehingga rencana tata
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud RDTR provinsi dan
ruang di daerah akan
pada ayat (1) huruf a secara pada ayat (1) huruf a kabupaten/kota.
difokuskan pada RTRW
berhierarki terdiri atas: secara berhierarki terdiri
dan RDTR saja.
atas:
a. Rencana Tata Ruang
Pemerintah
Wilayah Nasional; a. rencana tata ruang
Provinsi atau
wilayah nasional;
b. rencana tata ruang Pemerintah
wilayah provinsi; dan b. rencana tata ruang Kab/Kota perlu
wilayah provinsi; dan menetapkan RTR
c. rencana tata ruang
wilayah kabupaten dan c. rencana tata ruang Kawasan Strategis
rencana tata ruang wilayah kabupaten dan Provinsi dan
wilayah kota. rencana tata ruang Kab/Kota.
wilayah kota.
(3) Rencana rinci tata ruang
sebagaimana dimaksud (3) Rencana rinci tata ruang
pada ayat (1) huruf b terdiri sebagaimana dimaksud
atas: pada ayat (1) huruf b
terdiri atas:
a. rencana tata ruang
pulau/kepulauan dan a. rencana tata ruang
rencana tata ruang pulau/kepulauan dan
kawasan strategis rencana tata ruang
nasional; kawasan strategis
nasional; dan
b. rencana tata ruang
kawasan strategis b. rencana detail tata
provinsi; dan ruang
kabupaten/kota.
c. rencana detail tata
ruang kabupaten/kota (4) Rencana rinci tata ruang
dan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kawasan strategis pada ayat (1) huruf b
kabupaten/kota. disusun sebagai perangkat
operasional rencana
(4) Rencana rinci tata ruang
umum tata ruang.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b (5) Rencana rinci tata ruang
disusun sebagai perangkat sebagaimana dimaksud
operasional rencana umum pada ayat (3) huruf a
tata ruang. disusun apabila:
(5) Rencana rinci tata ruang a. rencana umum tata
sebagaimana dimaksud ruang belum dapat
pada ayat (3) huruf a dan dijadikan dasar dalam
huruf b disusun apabila: pelaksanaan
pemanfaatan ruang
a. rencana umum tata
dan pengendalian
ruang belum dapat
pemanfaatan ruang;
dijadikan dasar dalam
dan/atau
pelaksanaan
pemanfaatan ruang dan b. rencana umum tata
pengendalian ruang yang mencakup
pemanfaatan ruang; wilayah perencanaan
dan/atau yang luas dan skala
peta dalam rencana
b. rencana umum tata
umum tata ruang
ruang mencakup
tersebut memerlukan
wilayah perencanaan
perincian sebelum
yang luas dan skala peta
dioperasionalkan.
dalam rencana umum
tata ruang tersebut (6) Rencana detail tata ruang
memerlukan perincian sebagaimana dimaksud
sebelum pada ayat (3) huruf b
dioperasionalkan. dijadikan dasar bagi
penyusunan peraturan
(6) Rencana detail tata ruang
zonasi.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dijadikan dasar bagi (7) Ketentuan lebih lanjut
penyusunan peraturan mengenai ketelitian peta
zonasi. rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud
(7) Ketentuan lebih lanjut
pada ayat (5) huruf b
mengenai tingkat ketelitian
diatur dengan Peraturan
peta rencana tata ruang
Pemerintah.
diatur dengan peraturan
pemerintah.
13. Norma Baru Pasal 14A Ketentuan iniLingkungan hidup Penyederhanaan
dimaksudkan untuk tetap terjaga dan Perizinan
(1) Pelaksanaan penyusunan
mempertegas bahwa memberikan Berusaha
rencana tata ruang
penyusunan RTR harus pedoman yang jelas
sebagaimana dimaksud
tetap memperhatikan dalam dalam
dalam Pasal 14 dilakukan
aspek lingkungan hidup. penyusunan tata
dengan tetap
memperhatikan aspek Selain itu penyusunan ruang.
daya dukung dan daya peta rencana tata ruang
tampung lingkungan harus berdasarkan peta Perlu pengaturan
hidup yang disusun dalam Rupabumi Indonesia. RTR yang mudah
suatu kajian lingkungan dan komprehensif,
hidup strategis serta termasuk terkait
kesesuaian ketelitian peta peta, KLHS, dan
rencana tata ruang. kawasan hutan.
(2) Penyusunan kajian
lingkungan strategis
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan
melalui analisis daya
dukung dan daya tampung
lingkungan hidup dalam
proses penyusunan
rencana tata ruang.
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Pemenuhan kesesuaian
ketelitian peta rencana
tata ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui
penyusunan peta rencana
tata ruang berdasarkan
peta Rupabumi Indonesia.
(4) Dalam hal peta Rupabumi
Indonesia sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
tidak tersedia,
penyusunan rencana tata
ruang mempergunakan:
a. peta format digital
dengan ketelitian detail
informasi sesuai
dengan skala
perencanaan rencana
tata ruang; dan/atau
b. peta tematik
pertanahan.
14. Pasal 17 Pasal 17 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
yang diterapkan dalam fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Muatan rencana tata ruang (1) Muatan rencana tata
penyusunan RUU Cipta Pemerintah Pusat Berusaha
mencakup rencana ruang mencakup:
Kerja adalah menghindari dalam mengambil
struktur ruang dan rencana a. rencana struktur pengaturan yang bersifat kebijakan
pola ruang. ruang; dan teknis dan/atau detail mengikuti
(2) Rencana struktur ruang b. rencana pola dalam setiap Undang- dinamika
sebagaimana dimaksud ruang. Undang. Hal ini masyarakat dan
pada ayat (1) meliputi (2) Rencana struktur ruang dimaksudkan guna global yang
rencana sistem pusat sebagaimana dimaksud memberikan fleksibilitas semakin cepat.
pada ayat (1) huruf a
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
permukiman dan rencana meliputi rencana sistem bagi Pemerintah Pusat
sistem jaringan prasarana. pusat permukiman dan dalam mengambil
rencana sistem jaringan kebijakan mengikuti
(3) Rencana pola ruang
prasarana. dinamika masyarakat
sebagaimana dimaksud
dan global yang semakin
pada ayat (1) meliputi (3) Rencana pola ruang
cepat.
peruntukan kawasan sebagaimana dimaksud
lindung dan kawasan budi pada ayat (1) huruf b
daya. meliputi peruntukan
Ketentuan yang sifatnya
kawasan lindung dan
(4) Peruntukan kawasan teknis dan/atau detail
kawasan budi daya.
lindung dan kawasan budi akan diatur lebih lanjut
daya sebagaimana (4) Peruntukan kawasan dengan Peraturan
dimaksud pada ayat (3) lindung dan kawasan budi Pemerintah.
meliputi peruntukan ruang daya sebagaimana
untuk kegiatan pelestarian dimaksud pada ayat (3)
lingkungan, sosial, budaya, meliputi peruntukan
ekonomi, pertahanan, dan ruang untuk kegiatan
keamanan. pelestarian lingkungan,
sosial, budaya, ekonomi,
(5) Dalam rangka pelestarian
lingkungan sebagaimana pertahanan, dan
keamanan.
dimaksud pada ayat (4),
dalam rencana tata ruang (5) Dalam rangka pelestarian
wilayah ditetapkan lingkungan sebagaimana
kawasan hutan paling dimaksud pada ayat (4),
sedikit 30 (tiga puluh) pada rencana tata ruang
persen dari luas daerah wilayah ditetapkan luas
aliran sungai. kawasan hutan dan
penutupan hutan untuk
(6) Penyusunan rencana tata
setiap pulau, DAS,
ruang harus
provinsi, kabupaten/kota,
memperhatikan keterkaitan
berdasarkan kondisi
antarwilayah, antarfungsi
biogeofisik, iklim,
kawasan, dan antar
penduduk, dan keadaan
kegiatan kawasan.
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(7) Ketentuan lebih lanjut sosial ekonomi
mengenai tata cara masyarakat setempat.
penyusunan rencana tata (6) Penyusunan rencana tata
ruang yang berkaitan ruang harus
dengan fungsi pertahanan memperhatikan
dan keamanan sebagai keterkaitan antarwilayah,
subsistem rencana tata antarfungsi kawasan, dan
ruang wilayah diatur antarkegiatan kawasan.
dengan peraturan
pemerintah. (7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
penyusunan rencana tata
ruang yang berkaitan
dengan fungsi pertahanan
dan keamanan sebagai
subsistem rencana tata
ruang wilayah diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
15. Pasal 18 Pasal 18 1. Sesuai dengan (1) Memberikan Penyederhanaan
arahan Presiden, fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Penetapan rancangan (1) Penetapan rencana tata Pemerintah
politik hukum dalam Berusaha
peraturan daerah provinsi ruang wilayah provinsi Pusat dalam
penyusunan RUU
tentang rencana tata ruang atau kabupaten/kota dan mengambil
Cipta Kerja
wilayah provinsi dan rencana detil tata ruang kebijakan
kewenangan
rencana rinci tata ruang terlebih dahulu harus mengikuti
Menteri/pimpinan
terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dinamika
Lembaga,gubernur,da
mendapat persetujuan substansi dari Pemerintah masyarakat dan
n/atau
substansi dari Menteri. Pusat. global yang
bupati/walikota perlu
(2) Penetapan rancangan (2) Sebelum diajukan ditata kembali semakin cepat.
peraturan daerah persetujuan substansi berdasarkan prinsip
kabupaten/kota tentang kepada Pemerintah Pusat, perizinan berusaha Konsekuensinya
rencana tata ruang wilayah rencana detil tata ruang berbasis risiko dan adalah
kabupaten/kota dan kabupaten/kota yang menerapkan kementerian/le
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
rencana rinci tata ruang dituangkan dalam penggunaan teknologi mbaga dan
terlebih dahulu harus rancangan Peraturan informasi dalam pemerintah
mendapat persetujuan Kepala Daerah pemberian perizinan daerah perlu
substansi dari Menteri Kabupaten/Kota terlebih (misalnya perizinan memahami
setelah mendapatkan dahulu dilakukan berusaha secara penataan
rekomendasi Gubernur. konsultasi publik elektronik). kewenangan
termasuk dengan DPRD. dalam rangka
(3) Ketentuan mengenai
Pengaturan lebih fleksibilitas dan
muatan, pedoman, dan tata (3) Bupati/walikota wajib
lanjut didelegasikan memenangkan
cara penyusunan rencana menetapkan rancangan
melalui Peraturan persaingan
tata ruang wilayah provinsi peraturan kepala daerah
Pemerintah agar global.
sebagaimana dimaksud kabupaten/kota tentang
memberikan
pada ayat (1) dan rencana detil tata ruang
fleksibilitas bagi (2) Memberikan
penyusunan rencana tata paling lama 1 (satu) bulan
Pemerintah Pusat kepastian
ruang wilayah setelah mendapat
dalam mengambil hukum dalam
kabupaten/kota persetujuan substansi dari
kebijakan mengikuti penyusunan dan
sebagaimana dimaksud Pemerintah Pusat.
dinamika masyarakat penetapan
pada ayat (2) diatur dengan (4) Dalam hal bupati/walikota dan global yang RDTR
Peraturan Menteri. tidak menetapkan rencana semakin cepat. Jika kabupaten/kota
detil tata ruang setelah tidak didelegasikan yang memiliki
jangka waktu melalui PP maka keterkaitan yang
sebagaimana yang dikhawatirkan signifikan dalam
dimaksud pada ayat (3), Indonesia akan perizinan
rencana detil tata ruang kesulitan dalam berusaha.
ditetapkan oleh menyesuaikan
Pemerintah Pusat. kebijakan regulasi (3) RPP mengenai
(5) Ketentuan lebih lanjut perizinan dan penataan
mengenai muatan, kesulitan kembali
pedoman, dan tata cara berkompetisi dengan kewenangan
penyusunan rencana tata negara tetangga. dalam
ruang wilayah provinsi 2. Berdasarkan evaluasi penyelenggaraa
atau kabupaten/kota dan selama ini terdapat n penataan
rencana detil tata ruang kendala dalam ruang perlu
sebagaimana dimaksud penyusunan dan segera
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) diatur penetapan RDTR diterbitkan
dengan Peraturan kabupaten/kota. setelah RUU ini
Pemerintah. Untuk itu, perlu ditetapkan.
ditambahkan
pengaturan
Pemerintah Pusat
diberikan kewenangan
untuk menetapkan
RDTR apabila Pemda
tidak menetapkannya.
16. Pasal 20 Pasal 20 Dimaksudkan dalam Memberikan dasar Penyederhanaan
rangka menambahkan hukum yang Perizinan
(1) Rencana Tata Ruang (1) Rencana Tata Ruang
pengaturan yang menjadi semakin kuat bagi Berusaha
Wilayah Nasional memuat: Wilayah Nasional memuat:
dasar hukum bagi perubahan rencana
a. tujuan, kebijakan, dan a. tujuan, kebijakan, dan perubahan rencana tata tata ruang wilayah
strategi penataan ruang strategi penataan ruang wilayah nasional nasional yang
wilayah nasional; ruang wilayah yang disebabkan adanya disebabkan adanya
nasional; perubahan kebijakan perubahan
b. rencana struktur ruang
wilayah nasional yang b. rencana struktur nasional yang bersifat kebijakan nasional
meliputi sistem ruang wilayah nasional strategis. yang bersifat
perkotaan nasional yang yang meliputi sistem strategis.
terkait dengan kawasan perkotaan nasional
Hal ini mengingat
perdesaan dalam yang terkait dengan
terdapat kendala dalam
wilayah pelayanannya kawasan perdesaan
mengimplementasikan
dan sistem jaringan dalam wilayah
perubahan kebijakan
prasarana utama; pelayanannya dan
nasional yang bersifat
sistem jaringan
c. rencana pola ruang strategis dalam RTRWN.
prasarana utama;
wilayah nasional yang
meliputi kawasan c. rencana pola ruang
lindung nasional dan wilayah nasional yang
kawasan budi daya yang meliputi kawasan
memiliki nilai strategis lindung nasional dan
nasional; kawasan budi daya
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. penetapan kawasan yang memiliki nilai
strategis nasional; strategis nasional;
e. arahan pemanfaatan d. penetapan kawasan
ruang yang berisi strategis nasional;
indikasi program utama e. arahan pemanfaatan
jangka menengah lima ruang yang berisi
tahunan; dan indikasi program
f. arahan pengendalian utama jangka
pemanfaatan ruang menengah lima
wilayah nasional yang tahunan; dan
berisi indikasi arahan f. arahan pengendalian
peraturan zonasi sistem pemanfaatan ruang
nasional, arahan wilayah nasional yang
perizinan, arahan berisi indikasi arahan
insentif dan disinsentif, peraturan zonasi
serta arahan sanksi. sistem nasional,
(2) Rencana Tata Ruang arahan Kesesuaian
Wilayah Nasional menjadi Kegiatan Pemanfaatan
pedoman untuk: Ruang, arahan insentif
dan disinsentif, serta
a. penyusunan rencana
arahan sanksi.
pembangunan jangka
panjang nasional; (2) Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional menjadi
b. penyusunan rencana
pedoman untuk:
pembangunan jangka
menengah nasional; a. penyusunan rencana
pembangunan jangka
c. pemanfaatan ruang dan
panjang nasional;
pengendalian
pemanfaatan ruang di b. penyusunan rencana
wilayah nasional; pembangunan jangka
menengah nasional;
d. mewujudkan
keterpaduan,
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
keterkaitan, dan c. pemanfaatan ruang
keseimbangan dan pengendalian
perkembangan pemanfaatan ruang di
antarwilayah provinsi, wilayah nasional;
serta keserasian antar d. mewujudkan
sektor; penetapan lokasi keterpaduan,
dan fungsi ruang untuk keterkaitan, dan
investasi; keseimbangan
e. penataan ruang perkembangan
kawasan strategis antarwilayah provinsi,
nasional; dan serta keserasian
antarsektor;
f. penataan ruang wilayah
penetapan lokasi dan
provinsi dan
fungsi ruang untuk
kabupaten/kota.
investasi;
(3) Jangka waktu Rencana
e. penataan ruang
Tata Ruang Wilayah
kawasan strategis
Nasional adalah 20 (dua
nasional; dan
puluh) tahun.
f. penataan ruang
(4) Rencana Tata Ruang
wilayah provinsi dan
Wilayah Nasional
kabupaten/kota.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditinjau (3) Jangka waktu Rencana
kembali 1 (satu) kali dalam Tata Ruang Wilayah
5 (lima) tahun. Nasional adalah 20 (dua
puluh) tahun.
(5) Dalam kondisi lingkungan
strategis tertentu yang (4) Rencana Tata Ruang
berkaitan dengan bencana Wilayah Nasional ditinjau
alam skala besar yang kembali 1 (satu) kali dalam
ditetapkan dengan setiap periode 5 (lima)
peraturan perundang- tahunan.
undangan dan/atau (5) Peninjauan kembali
perubahan batas teritorial rencana tata ruang dapat
- 30 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
negara yang ditetapkan dilakukan lebih dari 1
dengan Undang-Undang, (satu) kali dalam periode 5
Rencana Tata Ruang (lima) tahun apabila terjadi
Wilayah Nasional ditinjau perubahan lingkungan
kembali lebih dari 1 (satu) strategis berupa:
kali dalam 5 (lima) tahun. a. bencana alam skala
(6) Rencana Tata Ruang besar yang ditetapkan
Wilayah Nasional diatur dengan Peraturan
dengan peraturan Perundang undangan;
pemerintah. b. perubahan batas
teritorial negara yang
ditetapkan dengan
undang-undang;
c. perubahan batas
wilayah daerah yang
ditetapkan dengan
undang-undang; dan
d. perubahan kebijakan
nasional yang bersifat
strategis.
Penjelasan huruf d:
Termasuk kebijakan
nasional yang bersifat
strategis antara lain
pengembangan
infrastuktur,
pengembangan wilayah,
dan pengembangan
ekonomi.
(6) Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional
- 31 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.

17. Pasal 22 Pasal 22 Dimaksudkan dalam Penyederhanaan Penyederhanaan


rangka Penyederhanaan rencana tata ruang, Perizinan
(1) Penyusunan rencana tata (1) Penyusunan rencana tata
Hirarki Rencana Tata sehingga lebih Berusaha
ruang wilayah provinsi ruang wilayah provinsi
Ruang, yaitu menghapus efisien dimana RTR
mengacu pada: mengacu pada:
rencana tata ruang Kawasan strategis
a. Rencana Tata Ruang a. RTRWN; kawasan strategis provinsi dan RTR
Wilayah Nasional; provinsi dan rencana tata kawasan strategis
b. pedoman bidang
b. pedoman bidang penataan ruang; dan ruang kawasan strategis kabupaten/kota
penataan ruang; dan kabupaten/kota. diintegrasikan
c. rencana pembangunan kedalam RTRW
c. rencana pembangunan jangka panjang Sehingga rencana tata
RDTR provinsi dan
jangka panjang daerah. daerah. ruang di daerah akan
kabupaten/kota.
difokuskan pada RTRW
(2) Penyusunan rencana tata (2) Penyusunan RTRW dan RDTR saja.
ruang wilayah provinsi Provinsi harus
harus memperhatikan: memperhatikan:
a. perkembangan a. perkembangan
permasalahan nasional permasalahan
dan hasil pengkajian nasional dan hasil
implikasi penataan pengkajian implikasi
ruang provinsi; penataan ruang
provinsi;
b. upaya pemerataan
pembangunan dan b. upaya pemerataan
pertumbuhan ekonomi pembangunan dan
provinsi; pertumbuhan ekonomi
provinsi;
c. keselarasan aspirasi
pembangunan provinsi c. keselarasan aspirasi
pembangunan provinsi
- 32 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan pembangunan dan
kabupaten/kota; pembangunan
kabupaten/kota;
d. daya dukung dan daya
tampung lingkungan d. daya dukung dan daya
hidup; tampung lingkungan
hidup;
e. rencana pembangunan
jangka panjang daerah; e. rencana pembangunan
jangka panjang
f. rencana tata ruang
daerah;
wilayah provinsi yang
berbatasan; f. rencana tata ruang
wilayah provinsi yang
g. rencana tata ruang
berbatasan; dan
kawasan strategis
provinsi; dan g. rencana tata ruang
wilayah
h. rencana tata ruang
kabupaten/kota.
wilayah
kabupaten/kota.
18. Pasal 23 Pasal 23 Dimaksudkan dalam Penyederhanaan Penyederhanaan
rangka Penyederhanaan rencana tata ruang, Perizinan
(1) Rencana tata ruang wilayah (1) Rencana tata ruang
Hirarki Rencana Tata sehingga lebih Berusaha
provinsi memuat: wilayah provinsi memuat:
Ruang, yaitu menghapus efisien dimana RTR
a. tujuan, kebijakan, dan a. tujuan, kebijakan, dan rencana tata ruang Kawasan strategis
strategi penataan ruang strategi penataan kawasan strategis provinsi dan RTR
wilayah provinsi; ruang wilayah provinsi; provinsi dan rencana tata kawasan strategis
b. rencana struktur ruang b. rencana struktur ruang kawasan strategis kabupaten/kota
wilayah provinsi yang ruang wilayah provinsi kabupaten/kota. diintegrasikan
meliputi sistem yang meliputi sistem kedalam RTRW
Sehingga rencana tata
perkotaan dalam perkotaan dalam RDTR provinsi dan
ruang di daerah akan
wilayahnya yang wilayahnya yang kabupaten/kota.
difokuskan pada RTRW
berkaitan dengan berkaitan dengan dan RDTR saja.
kawasan perdesaan kawasan perdesaan
dalam wilayah dalam wilayah
- 33 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pelayanannya dan pelayanannya dan
sistem jaringan sistem jaringan
prasarana wilayah prasarana wilayah
provinsi; provinsi;
c. rencana pola ruang c. rencana pola ruang
wilayah provinsi yang wilayah provinsi yang
meliputi kawasan meliputi kawasan
lindung dan kawasan lindung dan kawasan
budi daya yang memiliki budi daya yang
nilai strategis provinsi; memiliki nilai strategis
provinsi;
d. penetapan kawasan
strategis provinsi; d. arahan pemanfaatan
ruang wilayah provinsi
e. arahan pemanfaatan
yang berisi indikasi
ruang wilayah provinsi
program utama jangka
yang berisi indikasi
menengah lima
program utama jangka
tahunan; dan
menengah lima
tahunan; dan e. arahan pengendalian
pemanfaatan ruang
f. arahan pengendalian
wilayah provinsi yang
pemanfaatan ruang
berisi indikasi arahan
wilayah provinsi yang
peraturan zonasi
berisi indikasi arahan
sistem provinsi,
peraturan zonasi sistem
arahan Kesesuaian
provinsi, arahan
Kegiatan Pemanfaatan
perizinan, arahan
Ruang, arahan insentif
insentif dan disinsentif,
dan disinsentif, serta
serta arahan sanksi.
arahan sanksi.
(2) Rencana tata ruang wilayah
provinsi menjadi pedoman (2) Rencana tata ruang
wilayah provinsi menjadi
untuk:
pedoman untuk:
- 34 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. penyusunan rencana a. penyusunan rencana
pembangunan jangka pembangunan jangka
panjang daerah; panjang daerah;
b. penyusunan rencana b. penyusunan rencana
pembangunan jangka pembangunan jangka
menengah daerah; menengah daerah;
c. pemanfaatan ruang dan c. pemanfaatan ruang
pengendalian dan pengendalian
pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang
dalam wilayah provinsi; dalam wilayah
d. mewujudkan provinsi;
keterpaduan, d. mewujudkan
keterkaitan, dan keterpaduan,
keseimbangan keterkaitan, dan
perkembangan keseimbangan
antarwilayah perkembangan
kabupaten/kota, serta antarwilayah
keserasian antar sektor; kabupaten/kota, serta
e. penetapan lokasi dan keserasian
fungsi ruang untuk antarsektor;
investasi; e. penetapan lokasi dan
f. penataan ruang fungsi ruang untuk
kawasan strategis investasi; dan
provinsi; dan f. penataan ruang
g. penataan ruang wilayah wilayah
kabupaten/kota. kabupaten/kota.
(3) Jangka waktu rencana tata (3) Jangka waktu rencana
ruang wilayah provinsi tata ruang wilayah
adalah 20 (dua puluh) provinsi adalah 20 (dua
tahun. puluh) tahun.
- 35 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Rencana tata ruang wilayah (4) RTRW Provinsi ditinjau
provinsi sebagaimana kembali 1 (satu) kali dalam
dimaksud pada ayat (1) setiap periode 5 (lima)
ditinjau kembali 1 (satu) tahunan.
kali dalam 5 (lima) tahun. (5) Peninjauan kembali RTRW
(5) Dalam kondisi lingkungan Provinsi dapat dilakukan
strategis tertentu yang lebih dari 1 (satu) kali
berkaitan dengan bencana dalam periode 5 (lima)
alam skala besar yang tahun apabila terjadi
ditetapkan dengan perubahan lingkungan
peraturan perundang- strategis berupa:
undangan dan/atau a. bencana alam skala
perubahan batas teritorial besar yang ditetapkan
negara dan/atau wilayah dengan peraturan
provinsi yang ditetapkan perundang-undangan;
dengan Undang-Undang,
rencana tata ruang wilayah b. perubahan batas
provinsi ditinjau kembali territorial negara yang
lebih dari 1 (satu) kali ditetapkan dengan
dalam 5 (lima) tahun. undang-undang;
(6) Rencana tata ruang wilayah c. perubahan batas
provinsi ditetapkan dengan wilayah daerah yang
peraturan daerah provinsi. ditetapkan dengan
undang-undang; dan
d. perubahan kebijakan
nasional yang bersifat
strategis.
Penjelasan huruf d:
Termasuk kebijakan
nasional yang bersifat
strategis antara lain
pengembangan
- 36 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
infrastuktur,
pengembangan wilayah,
dan pengembangan
ekonomi.
(6) RTRW Provinsi ditetapkan
dengan Peraturan Daerah
Provinsi.
(7) Peraturan Daerah Provinsi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) wajib
ditetapkan paling lama 2
(dua) bulan terhitung
sejak mendapat
persetujuan substansi dari
Pemerintah Pusat.
(8) Dalam hal Peraturan
Daerah Provinsi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) belum
ditetapkan, Gubernur
menetapakan RTRW
Provinsi paling lama 3
(tiga) bulan terhitung sejak
mendapat persetujuan
substansi dari Pemerintah
Pusat.
(9) Dalam hal RTRW Provinsi
Peraturan Daerah Provinsi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (8) belum
ditetapkan oleh Gubernur,
RTRW Provinsi ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat
- 37 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
paling lama 4 (empat)
bulan terhitung sejak
mendapat persetujuan
substansi dari Pemerintah
Pusat.
19. Pasal 24 Pasal 24 Telah digabung dalam Mengefisiensikan Penyederhanaan
Pasal 23 pengaturan Perizinan
(1) Rencana rinci tata ruang Dihapus.
mengenai rinci tata Berusaha
sebagaimana dimaksud
ruang provinsi.
dalam Pasal 14 ayat (3)
huruf b ditetapkan dengan
peraturan daerah provinsi.
(2) Ketentuan mengenai
muatan, pedoman, dan tata
cara penyusunan rencana
rinci tata ruang
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
peraturan Menteri.
20. Pasal 25 Pasal 25 Dimaksudkan dalam Penyederhanaan Penyederhanaan
rangka Penyederhanaan rencana tata ruang, Perizinan
(1) Penyusunan rencana tata (1) Penyusunan rencana tata
Hirarki Rencana Tata sehingga lebih Berusaha
ruang wilayah kabupaten ruang wilayah kabupaten
Ruang, yaitu menghapus efisien dimana RTR
mengacu pada: mengacu pada:
rencana tata ruang Kawasan strategis
a. Rencana Tata Ruang a. Rencana Tata Ruang kawasan strategis provinsi dan RTR
Wilayah Nasional dan Wilayah Nasional dan provinsi dan rencana tata kawasan strategis
rencana tata ruang rencana tata ruang ruang kawasan strategis kabupaten/kota
wilayah provinsi; wilayah provinsi; kabupaten/kota. diintegrasikan
b. pedoman dan petunjuk b. pedoman dan petunjuk kedalam RTRW
Sehingga rencana tata
pelaksanaan bidang pelaksanaan bidang RDTR provinsi dan
ruang di daerah akan
penataan ruang; dan penataan ruang; dan kabupaten/kota.
difokuskan pada RTRW
dan RDTR saja.
- 38 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. rencana pembangunan c. rencana pembangunan Pemerintah
jangka panjang daerah. jangka panjang Provinsi atau
daerah. Pemerintah
(2) Penyusunan rencana tata
Kab/Kota perlu
ruang wilayah kabupaten (2) Penyusunan rencana tata
menetapkan RTR
harus memperhatikan: ruang wilayah kabupaten
Kawasan Strategis
harus memperhatikan:
a. perkembangan Provinsi dan
permasalahan provinsi a. perkembangan Kab/Kota.
dan hasil pengkajian permasalahan provinsi
implikasi penataan dan hasil pengkajian
ruang kabupaten; implikasi penataan
ruang kabupaten;
b. upaya pemerataan
pembangunan dan b. upaya pemerataan
pertumbuhan ekonomi pembangunan dan
kabupaten; pertumbuhan ekonomi
kabupaten;
c. keselarasan aspirasi
pembangunan c. keselarasan aspirasi
kabupaten; pembangunan
kabupaten;
d. daya dukung dan daya
tampung lingkungan d. daya dukung dan daya
hidup; tampung lingkungan
hidup;
e. rencana pembangunan
jangka panjang daerah; e. rencana pembangunan
jangka panjang
f. rencana tata ruang
daerah; dan
wilayah kabupaten yang
berbatasan; dan f. rencana tata ruang
wilayah kabupaten
g. rencana tata ruang
yang berbatasan.
kawasan strategis
kabupaten.
- 39 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster

21. Pasal 26 Pasal 26 Dimaksudkan dalam Penyederhanaan Penyederhanaan


rangka Penyederhanaan rencana tata ruang, Perizinan
(1) Rencana tata ruang wilayah (1) RTRW kabupaten memuat:
Hirarki Rencana Tata sehingga lebih Berusaha
kabupaten memuat: a. tujuan, kebijakan, dan Ruang, yaitu menghapus efisien dimana RTR
a. tujuan, kebijakan, dan strategi penataan rencana tata ruang Kawasan strategis
strategi penataan ruang ruang wilayah kawasan strategis provinsi dan RTR
wilayah kabupaten; kabupaten; provinsi dan rencana tata kawasan strategis
b. rencana struktur ruang b. rencana struktur ruang kawasan strategis kabupaten/kota
wilayah kabupaten yang ruang wilayah kabupaten/kota. diintegrasikan
meliputi sistem kabupaten yang kedalam RTRW
Sehingga rencana tata
perkotaan di wilayahnya meliputi sistem RDTR provinsi dan
ruang di daerah akan
yang terkait dengan perkotaan di kabupaten/kota.
difokuskan pada RTRW
kawasan perdesaan dan wilayahnya yang dan RDTR saja. Pemerintah
sistem jaringan terkait dengan Provinsi atau
prasarana wilayah kawasan perdesaan Pemerintah
kabupaten; dan sistem jaringan Kab/Kota perlu
prasarana wilayah menetapkan RTR
c. rencana pola ruang
kabupaten; Kawasan Strategis
wilayah kabupaten yang
meliputi kawasan c. rencana pola ruang Provinsi dan
lindung kabupaten dan wilayah kabupaten Kab/Kota.
kawasan budi daya yang meliputi kawasan
kabupaten; lindung kabupaten dan
kawasan budi daya
d. penetapan kawasan
kabupaten;
strategis kabupaten;
d. arahan pemanfaatan
e. arahan pemanfaatan
ruang wilayah
ruang wilayah
kabupaten yang berisi
kabupaten yang berisi
indikasi program
indikasi program utama
utama jangka
- 40 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
jangka menengah lima menengah lima
tahunan; dan tahunan; dan
f. ketentuan pengendalian e. ketentuan
pemanfaatan ruang pengendalian
wilayah kabupaten yang pemanfaatan ruang
berisi ketentuan umum wilayah kabupaten
peraturan zonasi, yang berisi ketentuan
ketentuan perizinan, umum peraturan
ketentuan insentif dan zonasi, ketentuan
disinsentif, serta arahan Kesesuaian Kegiatan
sanksi. Pemanfaatan Ruang,
ketentuan insentif dan
(2) Rencana tata ruang wilayah
disinsentif, serta
kabupaten menjadi
arahan sanksi.
pedoman untuk:
rencana (2) RTRW kabupaten menjadi
a. penyusunan
pedoman untuk:
pembangunan jangka
panjang daerah; a. penyusunan rencana
pembangunan jangka
b. penyusunan rencana
panjang daerah;
pembangunan jangka
menengah daerah; b. penyusunan rencana
pembangunan jangka
c. pemanfaatan ruang dan
menengah daerah;
pengendalian
pemanfaatan ruang di c. pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten; dan pengendalian
pemanfaatan ruang di
d. mewujudkan
wilayah kabupaten;
keterpaduan,
keterkaitan, dan d. mewujudkan
keseimbangan keterpaduan,
antarsektor; keterkaitan, dan
keseimbangan
antarsektor;
- 41 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. penetapan lokasi dan e. penetapan lokasi dan
fungsi ruang untuk fungsi ruang untuk
investasi; dan investasi;
f. penataan ruang (3) RTRW kabupaten menjadi
kawasan strategis dasar untuk Kesesuaian
kabupaten. Kegiatan Pemanfaatan
Ruang dan administrasi
(3) Rencana tata ruang wilayah
pertanahan.
kabupaten menjadi dasar
untuk penerbitan perizinan (4) Jangka waktu rencana
lokasi pembangunan dan tata ruang wilayah
administrasi pertanahan. kabupaten adalah 20 (dua
puluh) tahun.
(4) Jangka waktu rencana tata
ruang wilayah kabupaten (5) RTRW kabupaten ditinjau
adalah 20 (dua puluh) kembali 1 (satu) kali pada
tahun. setiap periode 5 (lima)
tahunan.
(5) Rencana tata ruang wilayah
kabupaten sebagaimana (6) Peninjauan kembali RTRW
dimaksud pada ayat (1) kabupaten dapat
ditinjau kembali 1 (satu) dilakukan lebih dari 1
kali dalam 5 (lima) tahun. (satu) kali dalam periode 5
(lima) tahun apabila terjadi
(6) Dalam kondisi lingkungan
perubahan lingkungan
strategis tertentu yang
strategis berupa:
berkaitan dengan bencana
alam skala besar yang a. bencana alam skala
ditetapkan dengan besar yang ditetapkan
peraturan perundang- dengan peraturan
undangan dan/atau perundang-undangan;
perubahan batas teritorial b. perubahan batas
negara, wilayah provinsi, territorial negara yang
dan/atau wilayah ditetapkan dengan
kabupaten yang ditetapkan undang-undang;
dengan Undang-Undang,
- 42 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
rencana tata ruang wilayah c. perubahan batas
kabupaten ditinjau kembali wilayah daerah yang
lebih dari 1 (satu) kali ditetapkan dengan
dalam 5 (lima) tahun. undang-undang; dan
d. perubahan kebijakan
nasional yang bersifat
(7) Rencana tata ruang wilayah
strategis.
kabupaten ditetapkan
dengan peraturan daerah Penjelasan huruf d:
kabupaten. Termasuk kebijakan
nasional yang bersifat
strategis antara lain
pengembangan
infrastuktur,
pengembangan wilayah,
dan pengembangan
ekonomi.
(7) RTRW Kabupaten
ditetapkan dengan
Peraturan Daerah
Kabupaten.
(8) Peraturan Daerah
Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (6)
wajib ditetapkan paling
lama 2 (dua) bulan setelah
mendapat persetujuan
substansi dari Pemerintah
Pusat.
(9) Dalam hal Peraturan
Daerah Kabupaten
sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) belum
- 43 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ditetapkan, Bupati
menetapakan RTRW
Kabupaten paling lama 3
(tiga) bulan setelah
mendapat persetujuan
substansi dari Pemerintah
Pusat.
(10) Dalam hal RTRW
Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (9)
belum ditetapkan oleh
Bupati, Rencana tata
ruang wilayah kabupaten
ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat paling
lama 4 (empat) bulan
setelah mendapat
persetujuan substansi dari
Pemerintah Pusat.
22. Pasal 27 Pasal 27 Telah digabung dalam Mengefisiensikan Penyederhanaan
Pasal 26 pengaturan Perizinan
(1) Rencana rinci tata ruang Dihapus.
mengenai rinci tata Berusaha
sebagaimana dimaksud
ruang
dalam Pasal 14 ayat (3)
kabupaten/kota.
huruf c ditetapkan dengan
peraturan daerah
kabupaten.
(2) Ketentuan mengenai
muatan, pedoman, dan tata
cara penyusunan rencana
rinci tata ruang
sebagaimana dimaksud
- 44 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
23. Norma Baru Pasal 34A Dalam rangka Memberikan dasar Penyederhanaan
mengakomodasi kegiatan hukum yang kuat Perizinan
(1) Dalam hal terdapat
pemanfaatan ruang dalam rangka Berusaha
perubahan kebijakan
akibat adanya dinamika mengakomodasi
nasional yang bersifat
pembangunan dan kegiatan
strategis sebagaimana
kebijakan nasional baru pemanfaatan ruang
dimaksud dalam Pasal 21
yang dapat memberikan akibat adanya
ayat (5) huruf d dan Pasal
manfaat bagi dinamika
26 ayat (6) huruf d belum
kepentingan umum, perlu pembangunan dan
dimuat dalam rencana tata
dibuka kebijakan nasional.
ruang dan/atau rencana
kemungkinan dapat
zonasi, pemanfaatan
dilaksanakannya
ruang tetap dapat
kegiatan pemanfaatan
dilaksanakan.
ruang yang belum
(2) Pelaksanaan kegiatan terakomodasi dalam
pemanfaatan ruang rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dengan kriteria dan
pada ayat (l), dilakukan persyaratan tertentu.
dengan atau tanpa
rekomendasi pemanfaatan
ruang dari Pemerintah
Pusat
24. Pasal 35 Pasal 35 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Pengendalian pemanfaatan Pengendalian pemanfaatan
Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
ruang dilakukan melalui ruang dilakukan melalui:
menyesuaikan dalam mengambil
penetapan peraturan zonasi, a. penetapan peraturan nomenklatur perizinan kebijakan
perizinan, pemberian insentif zonasi; yang ada dalam setiap mengikuti
dan disinsentif, serta pengenaan
Undang-Undang dengan dinamika
sanksi.
rumusan yang berisifat masyarakat dan
general, sehingga
- 45 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. ketentuan Kesesuaian memberikan fleksibiltas global yang
Kegiatan Pemanfaatan pemerintah dalam rangka semakin cepat.
Ruang; mengantisipasi dinamika
masyarakat dan global.
c. pemberian insentif dan
disinsentif;dan
d. pengenaan sanksi.
25. Pasal 37 Pasal 37 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Ketentuan perizinan (1) Persetujuan Kesesuaian
Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
sebagaimana dimaksud Kegiatan Pemanfaatan
menyesuaikan dalam mengambil
dalam Pasal 35 diatur oleh Ruang sebagaimana
nomenklatur perizinan kebijakan
Pemerintah dan pemerintah dimaksud dalam Pasal 35
yang ada dalam setiap mengikuti
daerah menurut diterbitkan oleh
Undang-Undang dengan dinamika
kewenangan masing- Pemerintah Pusat.
rumusan yang berisifat masyarakat dan
masing sesuai dengan (2) Persetujuan Kesesuaian general, sehingga global yang
ketentuan peraturan Kegiatan Pemanfaatan memberikan fleksibiltas semakin cepat.
perundang-undangan.
Ruang yang tidak sesuai pemerintah dalam rangka
(2) Izin pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang mengantisipasi dinamika
yang tidak sesuai dengan wilayah dibatalkan oleh masyarakat dan global.
rencana tata ruang wilayah Pemerintah Pusat.
dibatalkan oleh Pemerintah (3) Persetujuan Kesesuaian
dan pemerintah daerah Kegiatan Pemanfaatan
menurut kewenangan Ruang yang dikeluarkan
masing-masing sesuai dan/atau diperoleh
dengan ketentuan dengan tidak melalui
peraturan perundang-
prosedur yang benar, batal
undangan. demi hukum.
(3) Izin pemanfaatan ruang (4) Persetujuan Kesesuaian
yang dikeluarkan dan/atau Kegiatan Pemanfaatan
diperoleh dengan tidak Ruang yang diperoleh
melalui prosedur yang melalui prosedur yang
benar, batal demi hukum. benar tetapi kemudian
- 46 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Izin pemanfaatan ruang terbukti tidak sesuai
yang diperoleh melalui dengan rencana tata ruang
prosedur yang benar tetapi wilayah, dibatalkan oleh
kemudian terbukti tidak Pemerintah Pusat.
sesuai dengan rencana tata (5) Terhadap kerugian yang
ruang wilayah, dibatalkan ditimbulkan akibat
oleh Pemerintah dan pembatalan persetujuan
pemerintah daerah sesuai sebagaimana dimaksud
dengan kewenangannya. pada ayat (2) dan ayat (4),
(5) Terhadap kerugian yang dapat dimintakan ganti
ditimbulkan akibat kerugian yang layak
pembatalan izin kepada instansi pemberi
sebagaimana dimaksud persetujuan.
pada ayat (4), dapat (6) Kegiatan pemanfaatan
dimintakan penggantian ruang yang tidak sesuai
yang layak kepada instansi lagi akibat adanya
pemberi izin. perubahan rencana tata
(6) Izin pemanfaatan ruang ruang wilayah dapat
yang tidak sesuai lagi dibatalkan oleh
akibat adanya perubahan Pemerintah Pusat dengan
rencana tata ruang wilayah memberikan ganti
dapat dibatalkan oleh kerugian yang layak.
Pemerintah dan pemerintah (7) Setiap pejabat pemerintah
daerah dengan memberikan yang berwenang dilarang
ganti kerugian yang layak. menerbitkan Persetujuan
(7) Setiap pejabat pemerintah Kesesuaian Kegiatan
yang berwenang Pemanfaatan Ruang yang
menerbitkan izin tidak sesuai dengan
pemanfaatan ruang rencana tata ruang.
dilarang menerbitkan izin (8) Ketentuan lebih lanjut
yang tidak sesuai dengan mengenai prosedur
rencana tata ruang. perolehan Persetujuan
Kesesuaian Kegiatan
- 47 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(8) Ketentuan lebih lanjut Pemanfaatan Ruang dan
mengenai prosedur tata cara pemberian ganti
perolehan izin dan tata cara rugi yang layak
penggantian yang layak sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6)
pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan Peraturan
diatur dengan peraturan Pemerintah.
pemerintah.
26. Pasal 48 Pasal 48 Dimaksudkan dalam Penyederhanaan Penyederhanaan
rangka Penyederhanaan rencana tata ruang, Perizinan
(1) Penataan ruang kawasan Dihapus.
Hirarki Rencana Tata sehingga lebih Berusaha
perdesaan diarahkan
Ruang, yaitu menghapus efisien dimana RTR
untuk:
rencana tata ruang Kawasan Pedesaan
a. Pemberdayaan kawasan strategis diintegrasikan
masyarakat perdesaan; provinsi dan rencana tata kedalam RDTR.
b. pertahanan kualitas ruang kawasan strategis
lingkungan setempat kabupaten/kota, RTR
dan wilayah yang Kawasan Metropolita,
didukungnya; RTR Kawasan Perdesaan,
dan RTR Kawasan
c. konservasi sumber daya Agropolitan dengan
alam; merevisi atau menghapus
d. pelestarian warisan pasal-pasal yang
budaya lokal; mengatur terkait RTR
KSP, RTR KSK, RTR
e. pertahanan kawasan
Kawasan Perdesaan, dan
lahan abadi pertanian
RTR Kawasan Agropolitan
pangan untuk
dalam rangka
ketahanan pangan; dan
menyederhanakan hirarki
f. penjagaan peraturan perundang-
keseimbangan undangan, sehingga
pembangunan rencana tata ruang di
perdesaan-perkotaan. daerah akan difokuskan
- 48 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Ketentuan lebih lanjut pada RTRW dan RDTR
mengenai pelindungan saja.
terhadap kawasan lahan
abadi pertanian pangan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e diatur
dengan Undang-Undang.
(3) Penataan ruang kawasan
perdesaan diselenggarakan
pada:
a. kawasan perdesaan
yang merupakan bagian
wilayah kabupaten;
atau
b. kawasan yang secara
fungsional berciri
perdesaan yang
mencakup 2 (dua) atau
lebih wilayah kabupaten
pada satu atau lebih
wilayah provinsi.
(4) Kawasan perdesaan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat
berbentuk kawasan
agropolitan.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penataan ruang
kawasan agropolitan diatur
dengan peraturan
pemerintah.
- 49 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penataan ruang
kawasan perdesaan diatur
dengan peraturan
pemerintah.
27. Pasal 49 Pasal 49 Alasan perubahan Potensi Implikasi Penyederhanaan
mengacu pada Pasal 48. mengacu pada Perizinan
Rencana tata ruang kawasan Dihapus.
Pasal 48. Berusaha
perdesaan yang merupakan
bagian wilayah kabupaten
adalah bagian rencana tata
ruang wilayah kabupaten.
28. Pasal 50 Pasal 50 Alasan perubahan Potensi Implikasi Penyederhanaan
mengacu pada Pasal 48. mengacu pada Perizinan
(1) Penataan ruang kawasan Dihapus.
Pasal 48. Berusaha
perdesaan dalam 1 (satu)
wilayah kabupaten dapat
dilakukan pada tingkat
wilayah kecamatan atau
beberapa wilayah desa atau
nama lain yang disamakan
dengan desa yang
merupakan bentuk detail
dari penataan ruang
wilayah kabupaten.
(2) Rencana tata ruang
kawasan perdesaan yang
mencakup 2 (dua) atau
lebih wilayah kabupaten
merupakan alat koordinasi
dalam pelaksanaan
pembangunan yang bersifat
lintas wilayah.
- 50 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berisi struktur
ruang dan pola ruang yang
bersifat lintas wilayah
administratif.
29. Pasal 51 Pasal 51 Alasan perubahan Potensi Implikasi Penyederhanaan
mengacu pada Pasal 48. mengacu pada Perizinan
(1) Rencana tata ruang Dihapus.
Pasal 48. Berusaha
kawasan agropolitan
merupakan rencana rinci
tata ruang 1 (satu) atau
beberapa wilayah
kabupaten.
(2) Rencana tata ruang
kawasan agropolitan
memuat:
a. tujuan, kebijakan, dan
strategi penataan ruang
kawasan agropolitan;
b. rencana struktur ruang
kawasan agropolitan
yang meliputi sistem
pusat kegiatan dan
sistem jaringan
prasarana kawasan
agropolitan;
c. rencana pola ruang
kawasan agropolitan
yang meliputi kawasan
lindung dan kawasan
budi daya;
- 51 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. arahan pemanfaatan
ruang kawasan
agropolitan yang berisi
indikasi program utama
yang bersifat
interdependen
antardesa; dan
e. ketentuan pengendalian
pemanfaatan ruang
kawasan agropolitan
yang berisi arahan
peraturan zonasi
kawasan agropolitan,
arahan ketentuan
perizinan, arahan
ketentuan insentif dan
disinsentif, serta arahan
sanksi.
30. Pasal 52 Pasal 52 Alasan perubahan Potensi Implikasi Penyederhanaan
mengacu pada Pasal 48. mengacu pada Perizinan
(1) Pemanfaatan ruang Dihapus.
Pasal 48. Berusaha
kawasan perdesaan yang
merupakan bagian wilayah
kabupaten merupakan
bagian pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten.
(2) Pemanfaatan ruang
kawasan perdesaan yang
merupakan bagian dari 2
(dua) atau lebih wilayah
kabupaten dilaksanakan
melalui penyusunan
program pembangunan
- 52 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
beserta pembiayaannya
secara terkoordinasi
antarwilayah kabupaten
terkait.
31. Pasal 53 Pasal 53 Alasan perubahan Potensi Implikasi Penyederhanaan
mengacu pada Pasal 48. mengacu pada Perizinan
(1) Pengendalian pemanfaatan Dihapus.
Pasal 48. Berusaha
ruang kawasan perdesaan
yang merupakan bagian
wilayah kabupaten
merupakan bagian
pengendalian pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten.
(2) Pengendalian pemanfaatan
ruang kawasan perdesaan
yang mencakup 2 (dua)
atau lebih wilayah
kabupaten dilaksanakan
oleh setiap kabupaten.
(3) Untuk kawasan perdesaan
yang mencakup 2 (dua)
atau lebih wilayah
kabupaten yang
mempunyai lembaga kerja
sama antarwilayah
kabupaten,
pengendaliannya dapat
dilaksanakan oleh lembaga
dimaksud.
32. Pasal 54 Pasal 54 Alasan perubahan Potensi Implikasi Penyederhanaan
mengacu pada Pasal 48. mengacu pada Perizinan
(1) Penataan ruang kawasan Dihapus.
Pasal 48. Berusaha
perdesaan yang mencakup
- 53 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
2 (dua) atau lebih wilayah
kabupaten dilaksanakan
melalui kerja sama
antardaerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penataan ruang
kawasan perdesaan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) untuk
kawasan agropolitan yang
berada dalam 1 (satu)
kabupaten diatur dengan
peraturan daerah
kabupaten, untuk kawasan
agropolitan yang berada
pada 2 (dua) atau lebih
wilayah kabupaten diatur
dengan peraturan daerah
provinsi, dan untuk
kawasan agropolitan yang
berada pada 2 (dua) atau
lebih wilayah provinsi
diatur dengan peraturan
pemerintah.
(3) Penataan ruang kawasan
perdesaan diselenggarakan
secara terintegrasi dengan
kawasan perkotaan sebagai
satu kesatuan pemanfaatan
ruang wilayah
kabupaten/kota.
(4) Penataan ruang kawasan
agropolitan diselenggarakan
- 54 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam keterpaduan sistem
perkotaan wilayah dan
nasional.
(5) Keterpaduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
mencakup keterpaduan
sistem permukiman,
prasarana, sistem ruang
terbuka, baik ruang terbuka
hijau maupun ruang
terbuka nonhijau.
33. Pasal 60 Pasal 60 Alasan perubahan Potensi implikasi Penyederhanaan
Dalam penataan ruang, setiap Dalam penataan ruang, setiap mengacu pada pasal 37. mengacu pada Perizinan
pasal 37. Berusaha
orang berhak untuk: orang berhak untuk:
a. mengetahui rencana tata a. mengetahui rencana tata
ruang; ruang;
b. menikmati pertambahan b. menikmati pertambahan
nilai ruang sebagai akibat nilai ruang sebagai akibat
penataan ruang; penataan ruang;
c. memperoleh penggantian c. memperoleh penggantian
yang layak atas kerugian yang layak atas kerugian
yang timbul akibat yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pelaksanaan kegiatan
pembangunan yang sesuai pembangunan yang sesuai
dengan rencana tata ruang; dengan rencana tata ruang;
d. mengajukan keberatan d. mengajukan tuntuan kepada
kepada pejabat berwenang pejabat berwenang terhadap
terhadap pembangunan pembangunan yang tidak
yang tidak sesuai dengan sesuai dengan rencana tata
rencana tata ruang di ruang di wilayahnya;
wilayahnya;
- 55 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. mengajukan tuntutan e. mengajukan tuntutan
pembatalan izin dan pembatalan persetujuan
penghentian pembangunan kegiatan penataan ruang
yang tidak sesuai dengan dan/atau penghentian
rencana tata ruang kepada pembangunan yang tidak
pejabat berwenang; dan sesuai dengan rencana tata
ruang kepada pejabat
f. mengajukan gugatan ganti
berwenang; dan
kerugian kepada
pemerintah dan/atau f. mengajukan gugatan ganti
pemegang izin apabila kerugian kepada Pemerintah
kegiatan pembangunan Pusat, Pemerintah Daerah
yang tidak sesuai dengan dan/atau kepada pelaksana
rencana tata ruang kegiatan pemanfaatan ruang
menimbulkan kerugian. apabila kegiatan
pembangunan yang tidak
sesuai dengan rencana tata
ruang menimbulkan
kerugian.
34. Pasal 61 Pasal 61 Alasan perubahan Potensi implikasi Penyederhanaan
ruang, mengacu pada pasal 37. mengacu pada Perizinan
Dalam pemanfaatan ruang, Dalam pemanfaatan
pasal 37. Berusaha
setiap orang wajib: setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang a. menaati rencana tata ruang
yang telah ditetapkan yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang b. memanfaatkan ruang
sesuai dengan izin sesuai dengan rencana tata
pemanfaatan ruang dari ruang;
pejabat yang berwenang; c. mematuhi ketentuan yang
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam
ditetapkan dalam persyaratan Kesesuaian
persyaratan izin Kegiatan Pemanfaatan
pemanfaatan ruang; dan Ruang; dan
- 56 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. memberikan akses d. memberikan akses
terhadap kawasan yang terhadap kawasan yang
oleh ketentuan peraturan oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik dinyatakan sebagai milik
umum. umum.
35. Pasal 65 Pasal 65 Menambahkan pengaturan Memberikan dasar Penyederhanaan
guna mempertegas peran hukum yang tegas Perizinan
(1) Penyelenggaraan (1) Penyelenggaraan penataan
masyarakat terdiri atas mengenai peran Berusaha.
penataan ruang dilakukan ruang dilakukan oleh
orang perseorangan dan masyarakat yang
oleh pemerintah dengan Pemerintah dengan
pelaku usaha. terdiri atas orang
melibatkan peran melibatkan peran
masyarakat. masyarakat. perseorangan dan
(2) Peran masyarakat dalam (2) Peran masyarakat dalam pelaku usaha.
penataan ruang penataan ruang
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan, pada ayat (1) dilakukan,
antara lain, melalui: antara lain, melalui:
a. Partisipasi dalam a. partisipasi dalam
penyusunan tata penyusunan tata
ruang; ruang;
b. Partisipasi dalam b. partisipasi dalam
pemanfaatan ruang; pemanfaatan ruang;
dan dan
c. Partisipasi dalam c. partisipasi dalam
pengendalian pengendalian
pemanfaatan ruang pemanfaatan ruang
(3) Masyarakat sebagaimana
(3) Ketentuan lebih lanjut dimaksud pada ayat (1)
mengenai tata cara dan dan (2) terdiri atas orang
bentuk peran masyarakat perseorangan dan pelaku
dalam penataan ruang usaha.
sebagaimana dimaksud (4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan
- 57 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) dengan bentuk peran masyarakat
Peraturan Pemerintah. dalam penataan ruang
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dengan
Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
1. Pasal 1 angka 14 Pasal 1 angka 14 a. Perizinan berusaha Rencana tata ruang Penyederhanaan
merupakan menjadi Perizinan
14. Rencana Zonasi adalah 14. Rencana Zonasi yang
penyederhanaan/pen terintegrasi antara Berusaha
rencana yang menentukan selanjutnya disingkat RZ
ggabungan perizinan darat, laut, udara,
arah penggunaan sumber adalah rencana yang
di ruang laut dari: dan dalam bumi,
daya tiap-tiap satuan menentukan arah
Lokasi sehingga lebih
perencanaan disertai penggunaan sumber daya 1) Izin
efisien dalam
dengan penetapan struktur setiap satuan perencanaan Perairan
regulasi maupun
dan pola ruang pada disertai dengan penetapan (termasuk izin
Kawasan perencanaan yang struktur dan pola ruang lokasi di perairan pembiayaan.
memuat kegiatan yang pada Kawasan sekitar pulau
boleh dilakukan dan tidak perencanaan yang memuat kecil); Perlu diantisipasi
boleh dilakukan serta kegiatan yang boleh 2) Izin Pengelolaan perubahan rezim
kegiatan yang hanya dapat dilakukan dan tidak boleh Perairan/izin perizinan lokasi
dilakukan setelah dilakukan serta kegiatan usaha, dan menjadi kesesuaian
memperoleh izin. yang hanya dapat
dilakukan setelah 3) Izin Lokasi di pemanfaatan ruang
terutama terkait
memperoleh Perizinan Laut,
mekanisme
Berusaha terkait b. Menggabungkan konfirmasi
Pemanfaatan Laut. ketentuan dalam UU kesesuaian
Nomor 27 Tahun pemanfaatan
2007 jo. UU Nomor 1 ruang.
Tahun 2014 dan UU
Nomor 32 Tahun
2014.
- 58 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster

2. Pasal 1 angka 17 Pasal 1 angka 17 Selain menyederhanakan Memberikan Penyederhanaan


definisi Rencana Zonasi fleksibilitas bagi Perizinan
17. Rencana Zonasi Rinci 17. Rencana Zonasi Rinci adalah
Rinci, penyempurnaan juga Pemerintah Pusat Berusaha
adalah rencana detail dalam rencana detail dalam 1 (satu)
dimaksudkan sebagai dalam mengambil
1 (satu) Zona berdasarkan Zona berdasarkan arahan
salah satu politik hukum kebijakan
arahan pengelolaan di pengelolaan di dalam Rencana
dalam penyusunan RUU mengikuti
dalam Rencana Zonasi yang Zonasi dengan memperhatikan
Cipta Kerja adalah dinamika
dapat disusun oleh daya dukung lingkungan dan
menyesuaikan masyarakat dan
Pemerintah Daerah dengan teknologi yang dapat diterapkan
nomenklatur perizinan global yang
memperhatikan daya serta ketersediaan sarana.
semakin cepat.
dukung lingkungan dan yang ada dalam setiap
teknologi yang dapat Undang-Undang dengan
diterapkan serta rumusan yang bersifat
ketersediaan sarana yang general, sehingga
pada gilirannya memberikan fleksibiltas
menunjukkan jenis dan pemerintah dalam rangka
jumlah surat izin yang
mengantisipasi dinamika
dapat diterbitkan oleh
masyarakat dan global.
Pemerintah Daerah.

3. Pasal 1 angka 18 Pasal 1 angka 18 salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
18. Izin Lokasi adalah izin yang Dihapus.
Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
diberikan untuk
menyesuaikan dalam mengambil
memanfaatkan ruang dari
nomenklatur perizinan kebijakan
sebagian Perairan Pesisir
yang ada dalam setiap mengikuti
yang mencakup permukaan
laut dan kolom air sampai Undang-Undang dengan dinamika
rumusan yang bersifat masyarakat dan
dengan permukaan dasar
general, sehingga global yang
laut pada batas keluasan
memberikan fleksibiltas semakin cepat.
tertentu dan/atau untuk
pemerintah dalam rangka
- 59 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
memanfaatkan sebagian mengantisipasi dinamika
pulau-pulau kecil. masyarakat dan global.
4. Pasal 1 angka 18A Pasal 1 angka 18A salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
18A. Izin Pengelolaan adalah izin Dihapus.
Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
yang diberikan untuk
menyesuaikan dalam mengambil
melakukan kegiatan
nomenklatur perizinan kebijakan
pemanfaatan sumber daya
yang ada dalam setiap mengikuti
Perairan Pesisir dan
Undang-Undang dengan dinamika
perairan pulau-pulau kecil.
rumusan yang bersifat masyarakat dan
general, sehingga global yang
memberikan fleksibiltas semakin cepat.
pemerintah dalam rangka
mengantisipasi dinamika
masyarakat dan global. Perlu diantisipasi
perubahan rezim
perizinan lokasi
menjadi kesesuaian
pemanfaatan ruang
terutama terkait
mekanisme
konfirmasi
kesesuaian
pemanfaatan
ruang.

5. Pasal 7 Pasal 7 1. Dimaksudkan dalam 1. Penyederhanaan Penyederhanaan


rangka rencana tata Perizinan
(1) Perencanaan Pengelolaan (1) Perencanaan Pengelolaan
Penyederhanaan ruang, sehingga Berusaha
Wilayah Pesisir dan Pulau- Wilayah Pesisir dan Pulau-
Rencana Tata Ruang lebih efisien
Pulau Kecil sebagaimana Pulau Kecil sebagaimana
Wilayah Pesisir dan dimana RTR
- 60 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud dalam Pasal 5, dimaksud dalam Pasal 5, Pulau-Pulau Kecil dan Wilayah Pesisir
terdiri atas: terdiri atas: mengintegrasikannya dan Pulau-Pulau
dengan rencana tata Kecil
a. Rencana Strategis a. Rencana Zonasi
ruang nasional diintegrasikan
Wilayah Pesisir dan Wilayah Pesisir dan
(wilayah darat); kedalam RTR
Pulau-Pulau Kecil yang Pulau-Pulau Kecil yang
2. Dimaksudkan dalam Nasional;
selanjutnya disebut selanjutnya disebut
rangka menambahkan 2. Memberikan
RSWP-3-K; dengan RZWP-3-K;
pengaturan yang dasar hukum
b. Rencana Zonasi Wilayah b. Rencana Zonasi menjadi dasar hukum yang semakin
Pesisir dan Pulau-Pulau Kawasan Strategis bagi perubahan kuat bagi
Kecil yang selanjutnya Nasional yang rencana tata ruang perubahan
disebut RZWP-3-K; selanjutnya disebut Wilayah Pesisir dan rencana tata
dengan RZ KSN; dan Pulau-Pulau Kecil l ruang wilayah
c. Rencana Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan c. Rencana Zonasi yang disebabkan nasional yang
Pulau-Pulau Kecil yang Kawasan Strategis adanya perubahan disebabkan
selanjutnya disebut Nasional yang disebut kebijakan nasional adanya
RPWP-3-K; dan sebagai RZ KSNT; yang bersifat strategis. perubahan
kebijakan
d. Rencana Aksi (2) Batas wilayah nasional yang
Pengelolaan Wilayah perencanaan RZWP-3-K bersifat
Pesisir dan Pulau-Pulau sebagaimana dimaksud strategis.
Kecil yang selanjutnya pada ayat (1) huruf a, RZ
disebut RAPWP-3-K. KSN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
(2) Norma, standar, dan
huruf b, RZ KSNT
pedoman penyusunan
sebagaimana dimaksud
perencanaan Pengelolaan
pada ayat (1) huruf c,
Wilayah Pesisir dan Pulau-
ditetapkan oleh
Pulau Kecil diatur dengan
Pemerintah Pusat.
Peraturan Menteri.
Pemerintah Daerah wajib (3) Jangka waktu berlakunya
(3)
Perencanaan Pengelolaan
menyusun semua rencana
Wilayah Pesisir dan Pulau-
sebagaimana dimaksud
Pulau Kecil sebagaimana
pada ayat (1) sesuai dengan
dimaksud pada ayat (1)
- 61 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kewenangan masing- selama 20 (dua puluh)
masing. tahun dan dapat ditinjau
kembali setiap 5 (lima)
(4) Pemerintah Daerah
tahun.
menyusun rencana
Pengelolaan Wilayah Pesisir (4) Peninjauan kembali
dan Pulau-Pulau Kecil Perencanaan Pengelolaan
dengan melibatkan Wilayah Pesisir dan Pulau-
masyarakat berdasarkan Pulau Kecil sebagaimana
norma, standar, dan dimaksud pada ayat (3)
pedoman sebagaimana dapat dilakukan lebih dari
dimaksud pada ayat (2). 1 (satu) kali dalam periode
5 (lima) tahun apabila
(5) Pemerintah Daerah
terjadi perubahan
Kabupaten/Kota menyusun
lingkungan strategis
Rencana Zonasi rinci di
berupa:
setiap Zona Kawasan
Pesisir dan Pulau-Pulau a. bencana alam skala
Kecil tertentu dalam besar yang ditetapkan
wilayahnya. dengan Peraturan
Perundang undangan;
b. perubahan batas
teritorial negara yang
ditetapkan dengan
undang-undang;
c. perubahan batas
wilayah daerah yang
ditetapkan dengan
undang-undang; dan
d. perubahan kebijakan
nasional yang bersifat
strategis.
Penjelasan huruf d:
- 62 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Termasuk kebijakan
nasional yang bersifat
strategis antara lain
pengembangan
infrastuktur,
pengembangan wilayah,
dan pengembangan
ekonomi.
(5) RZWP-3-K sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf a ditetapkan dengan
Peraturan Daerah
Provinsi.
(6) RZ KSN sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf b dan RZ KSNT
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf
ditetapkan dengan
Peraturan Presiden.
(7) Perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dengan melibatkan
masyarakat.
(8) Peraturan Daerah Provinsi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) wajib
ditetapkan paling lama 2
(dua) bulan setelah
mendapat persetujuan
- 63 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
substansi dari Pemerintah
Pusat.
(9) Dalam hal Pemerintah
Daerah tidak menetapkan
RZWP-3-K dalam jangka
waktu paling lama 3 bulan
setelah mendapat
persetujuan substansi
dari Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud
pada ayat (8), RZWP-3-K
ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
3. Norma Baru Pasal 7A Menambahkan Integrasi dan Penyederhanaan
pengaturan guna keselarasan RTR Perizinan
(1) RZWP-3-K sebagaimana
menjabarkan RZWP-3-K, darat dan RTR laut. Berusaha
dimaksud dalam Pasal 7
RZ KSN, RZ KSNT yang
ayat (1) huruf a
harus diintegrasikan
diintegrasikan ke dalam
dengan Kawasan RTR
Rencana Tata Ruang
darat. Hal ini
Wilayah Provinsi.
dimaksudkan guna
(2) RZ KSN sebagaimana menyelaraskan RTR darat
dimaksud dalam Pasal 7 dan RTR laut.
ayat (1) huruf b
diintegrasikan ke dalam
Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis
Nasional.
(3) RZ KSNT sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf c diserasikan,
diselaraskan, dan
diseimbangkan dengan
- 64 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
rencana tata ruang,
rencana zonasi kawasan
antarwilayah, dan rencana
tata ruang laut.
(4) Dalam hal RZWP-3-K
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sudah
ditetapkan, pengintegrasian
dilakukan pada saat
peninjauan kembali
Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi.
(5) Dalam hal RZ KSN
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sudah
ditetapkan, pengintegrasian
dilakukan pada saat
peninjauan kembali
Rencana Tata Ruang
Kawasan Strategis
Nasional.
4. Norma Baru Pasal 7B Mereposisi substansi Prinsip Penyederhanaan
Pasal 9 ayat (3) UU Nomor Perencanaan Perizinan
Perencanaan Pengelolaan
27 Tahun 2007. Pengelolaan Berusaha
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Wilayah Pesisir dan
Kecil sebagaimana dimaksud
Pulau-Pulau Kecil
dalam Pasal 7 ayat (1) dilakukan
tetap
dengan mempertimbangkan:
dipertahankan.
a. keserasian, keselarasan,
dan keseimbangan dengan
daya dukung ekosistem,
fungsi pemanfaatan dan
fungsi perlindungan,
- 65 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimensi ruang dan waktu,
dimensi teknologi dan sosial
budaya, serta fungsi
pertahanan dan keamanan;
b. keterpaduan pemanfaatan
berbagai jenis sumber daya,
fungsi, estetika lingkungan,
dan kualitas ruang perairan
dan sumber daya pesisir
dan pulau-pulau kecil; dan
c. kewajiban untuk
mengalokasikan ruang dan
akses Masyarakat dalam
pemanfaatan ruang
perairan dan sumber daya
pesisir dan pulau-pulau
kecil yang mempunyai
fungsi sosial dan ekonomi.

5. Norma Baru Pasal 7C Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan


hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
Perencanaan Pengelolaan
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
Kecil sebagaimana dimaksud
Peraturan Pemerintah. mengikuti
dalam Pasal 7, Pasal 7A dan
dinamika
Pasal 7B diatur dengan
masyarakat dan
Peraturan Pemerintah.
global yang
semakin cepat.
- 66 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
6. Pasal 8 Pasal 8 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) RSWP-3-K merupakan Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
bagian yang tidak
terpisahkan dari rencana bersifat detail dan teknis dalam mengambil
pembangunan jangka diatur lebih lanjut dengan kebijakan
panjang setiap Pemerintah Peraturan Pemerintah. mengikuti
Daerah. dinamika
(2) RSWP-3-K sebagaimana masyarakat dan
dimaksud pada ayat (1) global yang
wajib mempertimbangkan semakin cepat.
kepentingan Pemerintah
dan Pemerintah Daerah.
(3) Jangka waktu RSWP-3-K
Pemerintah Daerah selama
20 (dua puluh) tahun dan
dapat ditinjau kembali
sekurangkurangnya 5 (lima)
tahun sekali.
7. Pasal 9 Pasal 9 a. Substansi sudah Penyederhanaan
diatur dalam Pasal 1 Perizinan
(1) RZWP-3-K merupakan Dihapus.
angka 14. Berusaha
arahan pemanfaatan
sumber daya di Wilayah b. Substansi sudah
Pesisir dan Pulau-Pulau diatur dalam Pasal
Kecil pemerintah provinsi 7A.
dan/atau pemerintah c. Substansi sudah
kabupaten/kota.
diatur dalam Pasal
(2) RZWP-3-K diserasikan, 7B.
diselaraskan, dan d. Substansi sudah
diseimbangkan dengan diatur dalam usulan
Rencana Tata Ruang perubahan Pasal 7
Wilayah (RTRW) pemerintah ayat (8).
- 67 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
provinsi atau pemerintah e. Substansi sudah
kabupaten/kota. diatur dalam usulan
perubahan Pasal 7
(3) Perencanaan RZWP-3-K
ayat (5).
dilakukan dengan
mempertimbangkan:
a. keserasian,
keselarasan, dan
keseimbangan dengan
daya dukung ekosistem,
fungsi pemanfaatan dan
fungsi perlindungan,
dimensi ruang dan
waktu, dimensi
teknologi dan sosial
budaya, serta fungsi
pertahanan dan
keamanan;
b. keterpaduan
pemanfaatan berbagai
jenis sumber daya,
fungsi, estetika
lingkungan, dan
kualitas lahan pesisir;
dan
c. kewajiban untuk menga
lokasikan ruang dan
akses Masyarakat
dalam pemanfaatan
Wilayah Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil yang
mempunyai fungsi
sosial dan ekonomi.
- 68 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Jangka waktu berlakunya
RZWP-3-K selama 20 (dua
puluh) tahun dan dapat
ditinjau kembali setiap 5
(lima) tahun.
(5) RZWP-3-K ditetapkan
dengan Peraturan Daerah.
8. Pasal 10 Pasal 10 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
RZWP-3-K Provinsi sebagaimana Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
dimaksud dalam Pasal 9, terdiri
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
atas:
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
a. pengalokasian ruang dalam Peraturan Pemerintah. mengikuti
Kawasan Pemanfaatan dinamika
Umum, Kawasan masyarakat dan
Konservasi, Kawasan global yang
Strategis Nasional Tertentu, semakin cepat.
dan alur laut;
b. keterkaitan antara
Ekosistem darat dan
Ekosistem laut dalam suatu
Bioekoregion;
c. penetapan pemanfaatan
ruang laut; dan
d. penetapan prioritas
Kawasan laut untuk tujuan
konservasi, sosial budaya,
ekonomi, transportasi laut,
industri strategis, serta
pertahanan dan keamanan.
- 69 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
9. Pasal 11 Pasal 11 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) RZWP-3-K Kabupaten/Kota Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
berisi arahan tentang:
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
(2) alokasi ruang dalam diatur lebih lanjut dengan kebijakan
Rencana Kawasan Peraturan Pemerintah. mengikuti
Pemanfaatan Umum, dinamika
rencana Kawasan masyarakat dan
Konservasi, rencana global yang
Kawasan Strategis Nasional semakin cepat.
Tertentu, dan rencana alur;
(3) keterkaitan antarekosistem
Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil dalam suatu
Bioekoregion.
(4) Penyusunan RZWP-3-K
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diwajibkan
mengikuti dan memadukan
rencana Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dengan
memperhatikan Kawasan,
Zona, dan/atau Alur Laut
yang telah ditetapkan
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
10. Pasal 12 Pasal 12 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) RPWP-3-K berisi: Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
a. kebijakan tentang bersifat detail dan teknis dalam mengambil
pengaturan serta diatur lebih lanjut dengan kebijakan
prosedur administrasi Peraturan Pemerintah. mengikuti
penggunaan sumber dinamika
- 70 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
daya yang diizinkan dan masyarakat dan
yang dilarang; global yang
semakin cepat.
b. skala prioritas
pemanfaatan sumber
daya sesuai dengan
karakteristik Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil;
c. jaminan
terakomodasikannya
pertimbanganpertimban
gan hasil konsultasi
publik dalam penetapan
tujuan pengelolaan
Kawasan serta revisi
terhadap penetapan
tujuan dan perizinan;
d. mekanisme pelaporan
yang teratur dan
sistematis untuk
menjamin tersedianya
data dan informasi yang
akurat dan dapat
diakses; serta
e. ketersediaan sumber
daya manusia yang
terlatih untuk
mengimplementasikan
kebijakan dan
prosedurnya.
(2) RPWP-3-K berlaku selama 5
(lima) tahun dan dapat
- 71 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ditinjau kembali sekurang-
kurangnya 1 (satu) kali.
11. Pasal 13 Pasal 13 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) RAPWP-3-K dilakukan Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
dengan mengarahkan
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
Rencana Pengelolaan dan
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
Rencana Zonasi sebagai
Peraturan Pemerintah. mengikuti
upaya mewujudkan
dinamika
rencana strategis.
masyarakat dan
(2) RAPWP-3-K berlaku 1 (satu) global yang
sampai dengan 3 (tiga) semakin cepat.
tahun
12. Pasal 14 Pasal 14 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Usulan penyusunan RSWP- Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
3-K, RZWP-3-K, RPWP-3-K,
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
dan RAPWP-3-K dilakukan
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
oleh Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah. mengikuti
serta dunia usaha.
dinamika
(2) Mekanisme penyusunan masyarakat dan
RSWP-3-K, RZWP-3-K, global yang
RPWP-3- K, dan RAPWP-3- semakin cepat.
K pemerintah provinsi dan
pemerintah
kabupaten/kota dilakukan
dengan melibatkan
Masyarakat.
(3) Pemerintah Daerah
berkewajiban
menyebarluaskan konsep
RSWP-3-K, RZWP-3-K,
RPWP-3-K, dan RAPWP-3-
- 72 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
K untuk mendapatkan
masukan, tanggapan, dan
saran perbaikan.
(4) Bupati/walikota
menyampaikan dokumen
final perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan PulauPulau Kecil
kabupaten/kota kepada
gubernur dan Menteri
untuk diketahui.

(5) Gubernur menyampaikan


dokumen final perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil
provinsi kepada Menteri
dan bupati/walikota di
wilayah provinsi yang
bersangkutan.
(6) Gubernur atau Menteri
memberikan tanggapan
dan/atau saran terhadap
usulan dokumen final
perencanaan Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari
kerja.
(7) Dalam hal tanggapan
dan/atau saran
sebagaimana dimaksud
- 73 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (6) tidak
dipenuhi, maka dokumen
final perencanaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan PulauPulau Kecil
dimaksud diberlakukan
secara definitif.
13. Pasal 16 Pasal 16 a. Seluruh kegiatan Memberikan Penyederhanaan
pemanfaatan ruang fleksibilitas bagi Perizinan
(1) (Setiap Orang yang (1) Pemanfaatan ruang dari
perairan dan Sumber Pemerintah Pusat Berusaha.
melakukan pemanfaatan Perairan Pesisir wajib sesuai
Daya Pesisir dan dalam mengambil
ruang dari sebagian dengan rencana tata ruang
Pulau-Pulau Kecil kebijakan
Perairan Pesisir dan dan/atau rencana zonasi.
menjadi kewenangan mengikuti
pemanfaatan sebagian (2) Setiap Orang yang
Pemerintah untuk dinamika
pulau-pulau kecil secara melakukan pemanfaatan
menerbitkan masyarakat dan
menetap wajib memiliki Izin ruang dari Perairan Pesisir
Perizinan Berusaha global yang
Lokasi. sebagaimana dimaksud
Pemanfaatan di Laut; semakin cepat.
(2) Izin Lokasi sebagaimana pada ayat (1) wajib
dimaksud pada ayat (1) memenuhi Perizinan b. Daftar kegiatan
menjadi dasar pemberian Berusaha terkait pemanfaatan ruang
Izin Pengelolaan. Pemanfaatan di Laut dari perairan dan Sumber
Pemerintah Pusat. Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
dalam usulan
perubahan Pasal 16
ayat (2) merupakan
kegiatan
pemanfaatan ruang
perairan dan Sumber
Daya Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil
secara menetap yang
dapat teridentifikasi
hingga saat ini.
- 74 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
14. Pasal 17 Pasal 17 a. Di wilayah perairan 0
Memberikan Penyederhanaan
s.d. 12 mil laut fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Izin Lokasi sebagaimana (1) Pemberian Perizinan
terdapat kewenangan Pemerintah Pusat Berusaha.
dimaksud dalam Pasal 16 Berusaha terkait
pemerintah pusat di dalam mengambil
ayat (1) diberikan Pemanfaatan di Laut
perairan KSN, KSNT kebijakan
berdasarkan rencana sebagaimana dimaksud
dan Kawasan mengikuti
zonasi wilayah pesisir dan dalam Pasal 16 wajib
Konservasi Nasional;dinamika
pulau-pulau kecil. mempertimbangkan
masyarakat dan
kelestarian Ekosistem b. Menyesuaikan
(2) Pemberian Izin Lokasi
dengan penambahan global yang
sebagaimana dimaksud perairan pesisir,
semakin cepat.
Masyarakat, nelayan substansi dalam
pada ayat (1) wajib
tradisional, kepentingan Pasal 7 yang
mempertimbangkan
nasional, dan hak lintas mengatur bahwa
kelestarian Ekosistem
damai bagi kapal asing. perencanaan
pesisir dan pulau-pulau
pengelolaan Wilayah
kecil, Masyarakat, nelayan (2) Perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan di Laut tidak Pesisir dan Pulau-
tradisional, kepentingan
dapat diberikan pada zona Pulau Kecil meliputi
nasional, dan hak lintas
inti di kawasan konservasi. Rencana Zonasi
damai bagi kapal asing.
Kawasan Strategis
(3) Izin Lokasi sebagaimana Nasional, Rencana
dimaksud pada ayat (1) Zonasi Kawasan
diberikan dalam luasan dan Strategis Nasional
waktu tertentu. Tertentu, dan RZWP-
(4) Izin Lokasi tidak dapat 3-K.
diberikan pada zona inti di c. Rencana zonasi akan
kawasan konservasi, alur berbentuk peta digital
laut, kawasan pelabuhan, sehingga akan ada
dan pantai umum. arahan pemanfaatan
ruang laut mana yang
diperbolehkan,
diperbolehkan
dengan syarat, dan
dilarang.
- 75 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
15. Norma Baru Pasal 17A Memberikan dasar Penyederhanaan
(1) Dalam hal terdapat hukum bagi kebijakan Perizinan
kebijakan nasional yang nasional yang bersifat Berusaha
bersifat strategis yang strategis agar tetap dapat
belum terdapat dalam diimplementasikan .
alokasi ruang dan/atau
pola ruang dalam rencana
tata ruang dan/atau
rencana zonasi, Perizinan
Berusaha terkait
Pemanfaatan di Laut
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1)
diberikan oleh Pemerintah
Pusat berdasarkan rencana
tata ruang wilayah
nasional dan/atau rencana
tata ruang laut.
(2) Dalam hal terdapat
kebijakan nasional yang
bersifat strategis tetapi
rencana tata ruang
dan/atau rencana zonasi
belum ditetapkan oleh
Pemerintah atau
Pemerintah Daerah,
Perizinan Berusaha terkait
Pemanfaatan di Laut
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1)
diberikan oleh Pemerintah
Pusat berdasarkan rencana
tata ruang wilayah
- 76 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
nasional dan/atau rencana
tata ruang laut.
(3) Dalam hal terdapat
perubahan ketentuan
peraturan perundangan-
undangan yang menjadi
acuan dalam penetapan
lokasi untuk kebijakan
nasional yang bersifat
strategis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), lokasi untuk
kebijakan nasional yang
bersifat strategis tersebut
dalam rencana tata ruang
laut dan/atau rencana
zonasi dilaksanakan sesuai
dengan perubahan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
16. Pasal 18 Pasal 18 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Dalam hal pemegang Izin Lokasi Dalam hal pemegang Perizinan
Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha.
sebagaimana dimaksud dalam Berusaha terkait Pemanfaatan di
menyesuaikan dalam mengambil
Pasal 16 ayat (1) tidak Laut sebagaimana dimaksud nomenklatur perizinan kebijakan
merealisasikan kegiatannya dalam Pasal 16 ayat (1) tidak yang ada dalam setiap mengikuti
dalam jangka waktu paling lama merealisasikan kegiatannya Undang-Undang dengan dinamika
2 (dua) tahun sejak izin dalam jangka waktu paling lama rumusan yang berisifat masyarakat dan
diterbitkan, dikenai sanksi 2 (dua) tahun sejak Perizinan general, sehingga global yang
administratif berupa Berusaha Pemanfaatan di Laut memberikan fleksibiltas semakin cepat.
pencabutan Izin Lokasi. diterbitkan, dikenai sanksi pemerintah dalam rangka
administratif. mengantisipasi dinamika
masyarakat dan global.
- 77 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
17. Pasal 19 Pasal 19 a. Izin Pengelolaan Memberikan Penyederhanaan
digabung dengan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap Orang yang Dihapus.
Perizinan Berusaha Pemerintah Pusat Berusaha.
melakukan pemanfaatan
Pemanfaatan di Laut; dalam mengambil
sumber daya Perairan
Pesisir dan perairan b. Sudah diakomodasi kebijakan
pulaupulau kecil untuk dalam Pasal 16 ayat mengikuti
dinamika
kegiatan: (2).
masyarakat dan
a. produksi garam; c. Untuk global yang
mengakomodasi daftar semakin cepat.
b. biofarmakologi laut;
kegiatan pemanfaatan
c. bioteknologi laut; ruang perairan dan
d. pemanfaatan air laut Sumber Daya Pesisir
selain energi; dan Pulau-Pulau Kecil
yang belum tercantum
e. wisata bahari; dalam daftar
f. pemasangan pipa dan sebagaimana diatur
kabel bawah laut; dalam Pasal 16 ayat
dan/atau (2).
g. pengangkatan benda
muatan kapal
tenggelam, wajib
memiliki Izin
Pengelolaan.
(2) Izin Pengelolaan untuk
kegiatan selain
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(3) Dalam hal terdapat
kegiatan pemanfaatan
- 78 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sumber daya Perairan
Pesisir dan perairan pulau-
pulau kecil yang belum
diatur berdasarkan
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
18. Pasal 20 Pasal 20 1. Salah satu politik 1. Memberikan Penyederhanaan
hukum dalam fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemerintah dan Pemerintah (1) Pemerintah Pusat wajib
penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha.
Daerah wajib memfasilitasi memfasilitasi Perizinan
Cipta Kerja adalah dalam mengambil
pemberian Izin Lokasi dan Berusaha terkait
menyesuaikan kebijakan
Izin Pengelolaan kepada Pemanfaatan di Laut kepada
nomenklatur mengikuti
Masyarakat Lokal dan Masyarakat Lokal dan
perizinan yang ada dinamika
Masyarakat Tradisional. Masyarakat Tradisional.
dalam setiap Undang- masyarakat dan
(2) Izin sebagaimana dimaksud (2) Perizinan Berusaha
Undang dengan global yang
pada ayat (1) diberikan sebagaimana dimaksud
rumusan yang semakin cepat.
kepada Masyarakat Lokal pada ayat (1) diberikan
berisifat general, 2. Jaminan
dan Masyarakat kepada Masyarakat Lokal
sehingga memberikan
dan Masyarakat keperpihakan bagi
Tradisional, yang fleksibiltas
Tradisional, yang Masyarakat Lokal
melakukan pemanfaatan pemerintah dalam dan Masyarakat
ruang dan sumber daya melakukan pemanfaatan
rangka mengantisipasi Tradisional.
Perairan Pesisir dan sumber daya perairan
dinamika masyarakat
perairan pulau-pulau kecil, pesisir, untuk pemenuhan
dan global;
untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-
2. RUU Cipta Kerja tetap
kebutuhan hidup sehari- hari.
memberikan
hari. keberpihakan bagi
Masyarakat Lokal dan
Masyarakat
Tradisional.
- 79 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
19. Pasal 22 Pasal 22 3. Salah satu politik 1. Memberikan Penyederhanaan
hukum dalam fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kewajiban memiliki izin (1) Kewajiban memenuhi penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha.
sebagaimana dimaksud Perizinan Berusaha terkait Cipta Kerja adalah dalam mengambil
dalam Pasal 16 ayat (1) dan Pemanfaatan di Laut menyesuaikan kebijakan
Pasal 19 ayat (1) sebagaimana dimaksud nomenklatur mengikuti
dikecualikan bagi dalam Pasal 16 ayat (1) perizinan yang ada dinamika
Masyarakat Hukum Adat. dikecualikan bagi dalam setiap Undang- masyarakat dan
(2) Masyarakat Hukum Adat Masyarakat Hukum Adat di Undang dengan global yang
sebagaimana dimaksud pada wilayah kelola Masyarakat rumusan yang semakin cepat.
ayat (1) ditetapkan Hukum Adat. berisifat general,
pengakuannya sesuai dengan (2) Masyarakat Hukum Adat 2. Jaminan
sehingga memberikan
ketentuan peraturan sebagaimana dimaksud keperpihakan bagi
fleksibiltas Masyarakat Hukum
perundang-undangan. pada ayat (1) ditetapkan pemerintah dalam Adat.
pengakuannya sesuai rangka mengantisipasi
dengan ketentuan dinamika masyarakat
peraturan perundang- dan global;
undangan. 4. RUU Cipta Kerja tetap
memberikan
keberpihakan bagi
Masyarakat Hukum
Adat.
20. Pasal 22A Pasal 22A Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Izin Lokasi sebagaimana (1) Perizinan Berusaha Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha.
dimaksud dalam Pasal 16 ayat sebagaimana dimaksud menyesuaikan dalam mengambil
(1) dan Izin Pengelolaan
dalam Pasal 16 diberikan nomenklatur perizinan kebijakan
sebagaimana dimaksud dalam kepada: yang ada dalam setiap mengikuti
Pasal 19 ayat (1) diberikan
a. orang perseorangan Undang-Undang dengan dinamika
kepada: warga negara rumusan yang berisifat masyarakat dan
a. orang perseorangan warga Indonesia; general, sehingga global yang
negara Indonesia; b. korporasi yang memberikan fleksibiltas semakin cepat.
didirikan berdasarkan Pemerintah Pusat dalam
hukum Indonesia;
- 80 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. korporasi yang didirikan c. koperasi yang dibentuk rangka mengantisipasi
berdasarkan hukum oleh Masyarakat; atau dinamika masyarakat
Indonesia; atau d. Masyarakat Lokal. dan global.
koperasi yang dibentuk oleh (2) Pemanfaatan ruang
c.
perairan pesisir yang
Masyarakat
dilakukan oleh instansi
pemerintah dan tidak
termasuk dalam kebijakan
nasional yang bersifat
strategis diberikan dalam
bentuk konfirmasi
kesesuaian ruang laut.

21. Pasal 22 B Pasal 22B Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Orang perseorangan warga
Orang perseorangan warga Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha.
Negara Indonesia atau korporasi
Negara Indonesia atau korporasi menyesuaikan dalam mengambil
yang didirikan berdasarkan
yang didirikan berdasarkan nomenklatur perizinan kebijakan
hukum Indonesia dan koperasi
yang dibentuk oleh Masyarakat hukum Indonesia dan koperasi yang ada dalam setiap mengikuti
yang dibentuk oleh Masyarakat Undang-Undang dengan dinamika
yang mengajukan Izin
yang mengajukan pemanfaatan rumusan yang berisifat masyarakat dan
Pengelolaan harus memenuhi
laut wajib memenuhi Perizinan general, sehingga global yang
syarat teknis, administratif, dan
Berusaha terkait Pemanfaatan di memberikan fleksibiltas semakin cepat.
operasional.
Pemerintah Pusat dalam
laut dari Pemerintah Pusat.
rangka mengantisipasi
dinamika masyarakat
dan global.
22. Pasal 22C Pasal 22C Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha.
syarat, tata cara pemberian,
mengenai Perizinan Berusaha mengenai hal-hal yang dalam mengambil
pencabutan, jangka waktu, terkait Pemanfaatan di laut
bersifat detail dan teknis kebijakan
luasan, dan berakhirnya Izin
akan diatur lebih lanjut mengikuti
- 81 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Lokasi dan Izin Pengelolaan diatur dengan Peraturan melalui Peraturan dinamika
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah. masyarakat dan
Pemerintah. global yang
semakin cepat.

23. Pasal 50 Pasal 50 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan


Pemerintah Pusat berwenang Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Menteri berwenang
memberikan dan mencabut dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha.
memberikan dan mencabut
Perizinan Berusaha terkait Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
Izin Lokasi sebagaimana
Pemanfaatan di Laut di wilayah Menteri/pimpinan kebijakan
dimaksud dalam Pasal 16
Perairan Pesisir Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
ayat (1) dan Izin
tau bupati/walikota perlu dinamika
Pengelolaan sebagaimana
ditata kembali masyarakat dan
dimaksud dalam Pasal 19
berdasarkan prinsip global yang
ayat (1) di wilayah Perairan
perizinan berusaha semakin cepat.
Pesisir dan pulau-pulau
berbasis risiko dan
kecil lintas provinsi,
menerapkan penggunaan
Kawasan Strategis
teknologi informasi dalam
Nasional, Kawasan
pemberian perizinan
Strategis Nasional Tertentu,
(misalnya perizinan
dan Kawasan Konservasi
berusaha secara
Nasional.
elektronik).
(2) Gubernur berwenang
memberikan dan mencabut
Izin Lokasi sebagaimana Pengaturan lebih lanjut
dimaksud dalam Pasal 16 didelegasikan melalui
ayat (1) dan Izin Peraturan Pemerintah
Pengelolaan sebagaimana agar memberikan
dimaksud dalam Pasal 19 fleksibilitas bagi
ayat (1) di wilayah Perairan Pemerintah Pusat dalam
Pesisir dan pulau-pulau mengambil kebijakan
kecil sesuai dengan mengikuti dinamika
kewenangannya. masyarakat dan global
- 82 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Bupati/wali kota yang semakin cepat. Jika
berwenang memberikan tidak didelegasikan
dan mencabut Izin Lokasi melalui PP maka
sebagaimana dimaksud dikhawatirkan Indonesia
dalam Pasal 16 ayat (1) dan akan kesulitan dalam
Izin Pengelolaan menyesuaikan kebijakan
sebagaimana dimaksud regulasi perizinan dan
dalam Pasal 19 ayat (1) di kesulitan berkompetisi
wilayah Perairan Pesisir dan dengan negara tetangga.
pulau-pulau kecil sesuai
dengan kewenangannya.
24. Pasal 51 Pasal 51 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Menteri berwenang: (1) Pemerintah Pusat
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha.
a. menerbitkan dan berwenang menetapkan
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
mencabut izin perubahan status zona inti
Menteri/pimpinan kebijakan
pemanfaatan pulau- pada Kawasan Konservasi
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
pulau kecil dan Nasional.
tau bupati/walikota perlu dinamika
pemanfaatan perairan (2) Ketentuan lebih lanjut
ditata kembali masyarakat dan
di sekitarnya yang mengenai perubahan status
berdasarkan prinsip global yang
menimbulkan Dampak zona inti sebagaimana
perizinan berusaha semakin cepat.
Penting dan Cakupan dimaksud pada ayat (1)
berbasis risiko dan
yang Luas serta Bernilai diatur dengan Peraturan
menerapkan penggunaan
Strategis terhadap Pemerintah.
teknologi informasi dalam
perubahan lingkungan; pemberian perizinan
dan (misalnya perizinan
b. menetapkan perubahan berusaha secara
status zona inti pada elektronik).
Kawasan Konservasi
Nasional.
Pengaturan lebih lanjut
(2) Ketentuan mengenai tata didelegasikan melalui
cara penerbitan dan Peraturan Pemerintah
pencabutan izin serta agar memberikan
- 83 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perubahan status zona inti fleksibilitas bagi
sebagaimana dimaksud Pemerintah Pusat dalam
pada ayat (1) diatur dengan mengambil kebijakan
Peraturan Menteri. mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat. Jika
tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan Indonesia
akan kesulitan dalam
menyesuaikan kebijakan
regulasi perizinan dan
kesulitan berkompetisi
dengan negara tetangga.
25. Pasal 60 Pasal 60 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Dalam Pengelolaan Wilayah (1) Dalam Pengelolaan Wilayah
Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha.
Pesisir dan Pulau Pulau Pesisir dan Pulau Pulau
menyesuaikan dalam mengambil
Kecil, Masyarakat Kecil, Masyarakat
mempunyai hak untuk: nomenklatur perizinan kebijakan
mempunyai hak untuk:
yang ada dalam setiap mengikuti
a. memperoleh akses a. memperoleh akses
Undang-Undang dengan dinamika
terhadap bagian terhadap bagian
rumusan yang berisifat masyarakat dan
Perairan Pesisir yang Perairan Pesisir yang
general, sehingga global yang
sudah diberi Izin Lokasi sudah mendapat
memberikan fleksibiltas semakin cepat.
dan Izin Pengelolaan; Perizinan Berusaha
pemerintah dalam rangka
terkait pemanfaatan di
b. mengusulkan wilayah mengantisipasi dinamika
laut;
penangkapan ikan masyarakat dan global.
b. mengusulkan wilayah
secara tradisional ke penangkapan ikan
dalam RZWP-3-K; secara tradisional ke
c. mengusulkan wilayah dalam RZWP-3-K;
Masyarakat Hukum c. mengusulkan wilayah
Adat ke dalam RZWP-3- kelola Masyarakat
K;
- 84 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. melakukan kegiatan Hukum Adat ke dalam
pengelolaan Sumber RZWP-3-K;
Daya Pesisir dan Pulau- d. melakukan kegiatan
Pulau Kecil berdasarkan pengelolaan Sumber
hukum adat yang Daya Pesisir dan Pulau-
berlaku dan tidak Pulau Kecil
bertentangan dengan berdasarkan hukum
ketentuan peraturan adat yang berlaku dan
perundang-undangan; tidak bertentangan
dengan ketentuan
e. memperoleh manfaat
peraturan perundang-
atas pelaksanaan
undangan;
Pengelolaan Wilayah
e. memperoleh manfaat
Pesisir dan Pulau-Pulau
atas pelaksanaan
Kecil;
Pengelolaan Wilayah
f. memperoleh informasi Pesisir dan Pulau-
berkenaan dengan Pulau Kecil;
Pengelolaan Wilayah f. memperoleh informasi
Pesisir dan Pulau-Pulau berkenaan dengan
Kecil; Pengelolaan Wilayah
g. mengajukan laporan Pesisir dan Pulau-
dan pengaduan kepada Pulau Kecil;
pihak yang berwenang g. mengajukan laporan
atas kerugian yang dan pengaduan kepada
menimpa dirinya yang pihak yang berwenang
berkaitan dengan atas kerugian yang
pelaksanaan menimpa dirinya yang
Pengelolaan Wilayah berkaitan dengan
Pesisir dan Pulau-Pulau pelaksanaan
Kecil; Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-
h. menyatakan keberatan Pulau Kecil;
terhadap rencana h. menyatakan keberatan
pengelolaan yang sudah terhadap rencana
- 85 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diumumkan dalam pengelolaan yang
jangka waktu tertentu; sudah diumumkan
dalam jangka waktu
i. melaporkan kepada
tertentu;
penegak hukum akibat
i. melaporkan kepada
dugaan pencemaran,
penegak hukum akibat
pencemaran, dan/atau
dugaan pencemaran,
perusakan Wilayah
pencemaran, dan/atau
Pesisir dan Pulau-Pulau
perusakan Wilayah
Kecil yang merugikan
Pesisir dan Pulau-
kehidupannya;
Pulau Kecil yang
j. mengajukan gugatan merugikan
kepada pengadilan kehidupannya;
terhadap berbagai j. mengajukan gugatan
masalah Wilayah Pesisir kepada pengadilan
dan Pulau-Pulau Kecil terhadap berbagai
yang merugikan masalah Wilayah
kehidupannya; Pesisir dan Pulau-
k. memperoleh ganti rugi; Pulau Kecil yang
dan merugikan
kehidupannya;
l. bantuan hukum k. memperoleh ganti rugi;
terhadap permasalahan dan
yang dihadapi dalam l. mendapat
Pengelolaan Wilayah pendampingan dan
Pesisir dan Pulau-Pulau bantuan hukum
Kecil sesuai dengan terhadap
ketentuan peraturan permasalahan yang
perundang-undangan. dihadapi dalam
(2) Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah
Pengelolaan Wilayah Pesisir Pesisir dan Pulau-
dan Pulau-Pulau Kecil Pulau Kecil sesuai
berkewajiban: dengan ketentuan
- 86 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. memberikan informasi peraturan perundang-
berkenaan dengan undangan.
Pengelolaan Wilayah (2) Masyarakat dalam
Pesisir dan Pulau-Pulau Pengelolaan Wilayah
Kecil; Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil berkewajiban:
b. menjaga, melindungi,
a. memberikan informasi
dan memelihara
berkenaan dengan
kelestarian Wilayah
Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau
Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil;
Kecil;
c. menyampaikan laporan b. menjaga, melindungi,
terjadinya bahaya, dan memelihara
pencemaran, dan/atau kelestarian Wilayah
kerusakan lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau
di Wilayah Pesisir dan Kecil;
Pulau-Pulau Kecil; c. menyampaikan laporan
d. memantau pelaksanaan terjadinya bahaya,
rencana Pengelolaan pencemaran, dan/atau
Wilayah Pesisir dan kerusakan lingkungan
Pulau-Pulau Kecil; di Wilayah Pesisir dan
dan/atau Pulau-Pulau Kecil;
d. memantau pelaksanaan
e. melaksanakan program rencana Pengelolaan
Pengelolaan Wilayah Wilayah Pesisir dan
Pesisir dan Pulau-Pulau Pulau-Pulau Kecil;
Kecil yang disepakati di dan/atau
tingkat desa. e. melaksanakan program
Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang disepakati di
tingkat desa.
- 87 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
26. Pasal 78A Pasal 78A Alasan perubahan Potensi implikasi Penyederhanaan
Kawasan konservasi di Wilayah mengacu pada Pasal 51 mengacu pada Perizinan
Kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 51 Berusaha
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah ditetapkan melalui
yang telah ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan
peraturan perundang-undangan sebelum Undang-Undang ini
sebelum Undang-Undang ini berlaku adalah menjadi
berlaku adalah menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
kewenangan Menteri.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan


1. Pasal 1 angka 9 Pasal 1 angka 9 Seyogyanya pengelolaan Rencana tata ruang Penyederhanaan
ruang laut terintegrasi menjadi Perizinan
Pengelolaan Ruang Laut adalah Pengelolaan Ruang Laut adalah
dengan pengelolaan terintegrasi antara Berusaha
perencanaan, pemanfaatan, perencanaan, pemanfaatan,
ruang darat dan udara darat, laut, udara,
pengawasan, dan pengendalian pengawasan, dan pengendalian
sebagaimana diatur dan dalam bumi
ruang Laut. ruang laut yang merupakan
dalam UU 26/2007
bagian integral dari pengelolaan
tentang Penataan Ruang
tata ruang.
Pasal 6 Ayat (3) bahwa
Penataan ruang wilayah
nasional meliputi ruang
wilayah yurisdiksi dan
wilayah kedaulatan
nasional yang mencakup
ruang darat, ruang laut,
dan ruang udara,
termasuk ruang di dalam
bumi sebagai satu
kesatuan.
Pengaturan bahwa ruang
laut dan ruang udara,
pengelolaannya diatur
dengan undang-undang
- 88 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tersendiri (Pasal 6 Ayat (5)
dalam UU 26/2007)
dalam pandangan kami
adalah terkait
pengelolaan sumber daya
dan bukan pengelolaan
ruang (amanat Pasal 6
Ayat (5) dalam UU
26/2007 tersebut
dituangkan dalam UU
27/2007 tentang
Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang hanya
mengatur pengelolaan
Sumber Daya di wilayah
pesisir dan pulau-pulau
kecil.
Rekomendasi:
Muatan Rencana Tata
Ruang Laut
diintegrasikan dengan
Rencana Tata Ruang
Nasional yaitu dengan
menyatukan RZWP3K
dengan RTRW Provinsi
dan RZ KSN dengan RTR
KSN.
2. Pasal 1 angka 12 Pasal 1 angka 12 Penyesuaian definisi Penyederhanaan
Pemerintah Pusat dengan Perizinan
Pemerintah Pusat yang Pemerintah Pusat adalah
selanjutnya disebut Pemerintah Presiden Republik Indonesia mengacu pada Undang- Berusaha.
adalah Presiden Republik yang memegang kekuasaan
- 89 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Indonesia yang memegang pemerintahan negara Republik Undang Pemerintahan
kekuasaan pemerintahan Indonesia yang dibantu oleh Daerah
negara Republik Indonesia yang Wakil Presiden dan menteri
dibantu oleh Wakil Presiden dan sebagaimana dimaksud dalam
menteri sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara
dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
3. Pasal 32 Pasal 32 Sesuai dengan politik izin/perizinan yang Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU bersifat non Perizinan
(1) Dalam rangka keselamatan (1) Dalam rangka keselamatan Cipta Kerja, komersial harus Berusaha
pelayaran semua bentuk pelayaran semua bentuk izin/perizinan yang diubah menjadi
bangunan dan instalasi di bangunan dan instalasi di bersifat non komersial persetujuan.
Laut tidak mengganggu, Laut tidak mengganggu, diubah menjadi
baik Alur Pelayaran baik Alur Pelayaran “persetujuan” guna
maupun Alur Laut maupun Alur Laut membedakan dengan
Kepulauan Indonesia. Kepulauan Indonesia. perizinan yang bersifat
(2) Dalam rangka keselamatan (2) Area operasi dari bangunan komersial.
pelayaran semua bentuk dan instalasi di Laut tidak
bangunan dan instalasi di melebihi daerah
Laut tidak mengganggu, keselamatan yang telah
baik Alur Pelayaran ditentukan.
maupun Alur Laut (3) Penggunaan area
Kepulauan Indonesia. operasional dari bangunan
(3) Penggunaan area dan instalasi di Laut yang
operasional dari bangunan melebihi daerah
dan instalasi di Laut yang keselamatan yang telah
melebihi daerah ditentukan sebagaimana
keselamatan yang telah dimaksud pada ayat (2)
ditentukan sebagaimana harus mendapatkan
dimaksud pada ayat (2) persetujuan dari pihak yang
harus mendapatkan izin berwenang.
dari pihak yang berwenang. (4) Pendirian dan/atau
penempatan bangunan Laut
- 90 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Pendirian dan/atau wajib mempertimbangkan
penempatan bangunan kelestarian sumber daya
Laut wajib pesisir dan pulau-pulau
mempertimbangkan kecil.
kelestarian sumber daya (5) Ketentuan lebih lanjut
pesisir dan pulau-pulau mengenai kriteria,
kecil. persyaratan, dan
(5) Ketentuan mengenai mekanisme pendirian
kriteria, persyaratan, dan dan/atau penempatan
mekanisme pendirian bangunan di Laut diatur
dan/atau penempatan dengan Peraturan
bangunan di Laut diatur Pemerintah.
dalam Peraturan
Pemerintah.
4. Pasal 42 Pasal 42 Penegasan bahwa Terintegrasinya Penyederhanaan
pengelolaan ruang laut rencana tata ruang Perizinan
(1) Pengelolaan ruang Laut (1) Pengelolaan ruang laut
harus bagian yang nasional pada Berusaha
dilakukan untuk: dilakukan untuk:
integral dengan rencana wilayah laut dan
a. melindungi sumber a. melindungi sumber tata ruang nasional. darat.
daya dan lingkungan daya dan lingkungan
dengan berdasar pada dengan berdasar pada
daya dukung daya dukung
lingkungan dan kearifan lingkungan dan
lokal; kearifan lokal;
b. memanfaatkan potensi b. memanfaatkan potensi
sumber daya dan/atau sumber daya dan/atau
kegiatan di wilayah Laut kegiatan di wilayah
yang berskala nasional Laut yang berskala
dan internasional; dan nasional dan
c. mengembangkan internasional; dan
kawasan potensial c. mengembangkan
menjadi pusat kegiatan kawasan potensial
menjadi pusat
- 91 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
produksi, distribusi, kegiatan produksi,
dan jasa. distribusi, dan jasa.
(2) Pengelolaan ruang Laut (2) Pengelolaan ruang laut
meliputi perencanaan, meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, pemanfaatan, pengawas
dan pengendalian. an, dan pengendalian
ruang laut yang
(3) Pengelolaan ruang Laut
merupakan bagian integral
sebagaimana dimaksud
dari pengelolaan tata
pada ayat (2) dilaksanakan
ruang.
dengan berdasarkan
karakteristik Negara (3) Pengelolaan ruang laut
Kesatuan Republik sebagaimana dimaksud
Indonesia sebagai negara pada ayat (2)
kepulauan dan dilaksanakan dengan
mempertimbangkan potensi berdasarkan karakteristik
sumber daya dan Negara Kesatuan
lingkungan Kelautan. Republik Indonesia
sebagai negara
kepulauan dan
mempertimbangkan
potensi sumberdaya dan
lingkungan Kelautan.
5. Pasal 43 Pasal 43 Penegasan bahwa Terintegrasinya Penyederhanaan
pengelolaan ruang laut rencana tata ruang Perizinan
(1) Perencanaan ruang Laut (1) Perencanaan ruang Laut
dimaksud harus bagian yang nasional pada Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana
integral dengan rencana wilayah laut dan
dalam Pasal 42 ayat (2) dalam Pasal 42 ayat (2)
tata ruang nasional. darat.
meliputi: meliputi:
a. perencanaan tata ruang a. perencanaan tata ruang
Laut nasional; laut nasional;
- 92 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. perencanaan zonasi b. perencanaan zonasi
wilayah pesisir dan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil; dan pulau-pulau kecil; dan
c. perencanaan zonasi c. perencanaan zonasi
kawasan Laut. kawasan laut.
(2) Perencanaan tata ruang (2) Perencanaan tata ruang
Laut nasional sebagaimana laut nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
huruf a merupakan proses huruf a merupakan proses
perencanaan untuk perencanaan untuk
menghasilkan rencana tata menghasilkan rencana tata
ruang Laut nasional. ruang laut nasional yang
diintegrasikan ke dalam
(3) Perencanaan zonasi wilayah
perencanaan tata ruang
pesisir dan pulau-pulau
wilayah nasional.
kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) (3) Perencanaan zonasi wilayah
huruf b dilaksanakan pesisir dan pulau-pulau
sesuai dengan ketentuan kecil sebagaimana
peraturan perundang- dimaksud pada ayat (1)
undangan. huruf b dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan
(4) Perencanaan zonasi
peraturan perundang-
kawasan Laut sebagaimana
undangan.
dimaksud pada ayat (1)
huruf c merupakan (4) Perencanaan zonasi
perencanaan untuk kawasan laut sebagaimana
menghasilkan rencana dimaksud pada ayat (1)
zonasi kawasan strategis huruf c merupakan
nasional, rencana zonasi perencanaan untuk
kawasan strategis nasional menghasilkan rencana
tertentu, dan rencana zonasi kawasan strategis
zonasi kawasan nasional, rencana zonasi
antarwilayah. kawasan strategis nasional
tertentu, dan rencana
- 93 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Ketentuan lebih lanjut zonasi kawasan
mengenai perencanaan antarwilayah.
ruang Laut sebagaimana (5) Rencana zonasi kawasan
dimaksud pada ayat (1) strategis nasional
diatur dengan Peraturan diintegrasikan ke dalam
Pemerintah. rencana tata ruang
kawasan strategis nasional.
(6) Dalam hal Perencanaan tata
ruang laut nasional
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a sudah
ditetapkan, pengintegrasian
dilakukan pada saat
peninjauan kembali
Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional.
(7) Dalam hal rencana zonasi
kawasan strategis nasional
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) sudah
ditetapkan, pengintegrasian
dilakukan pada saat
peninjauan kembali
rencana zonasi kawasan
strategis nasional.
(8) Ketentuan lebih lanjut
mengenai perencanaan
ruang laut sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
- 94 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
6. Norma Baru Pasal 43A Menegaskan prinsip yang Memberikan Penyederhanaan
berlaku bagi perencanaan penguatan bahwa Perizinan
(1) Perencanaan ruang Laut
ruang laut dan darat yang setiap rencana tata Berusaha
sebagaimana dimaksud
sama yaitu prinsip ruang dan/atau
dalam Pasal 43 ayat (1)
berjenjang dan rencana zonasi agar
dilakukan secara
komplementer. saling terintegrasi.
berjenjang dan
komplementer.
(2) Penyusunan perencanaan Sehingga perencanaan
ruang laut yang dilakukan ruang laut saling
secara berjenjang dan melengkapi dan saling
komplementer mengacu antar rencana
sebagaimana dimaksud tata ruang dan/atau
pada ayat (1) merupakan rencana zonasi.
proses penyusunan
antara:
a. rencana tata ruang
laut;
b. RZ KAW, RZ KSN, serta
RZ KSNT; dan
c. RZ WP-3-K.
(3) Perencanaan ruang laut
secara berjenjang
dilakukan dengan cara
rencana tata ruang laut
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a
dijadikan acuan dalam
penyusunan RZ KAW, RZ
KSN, RZ KSNT, dan RZ
WP-3-K.
- 95 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) RZ KAW, RZ KSN dan RZ
KSNT sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
huruf b menjadi acuan
bagi penyusunan RZ WP-
3-K.
(5) Perencanaan ruang laut
secara komplementer
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan
penataan Rencana Tata
Ruang Laut, RZ KAW, RZ
KSN, RZ KSNT, dan RZ
WP-3-K sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
disusun saling melengkapi
satu sama lain dan
bersinergi sehingga tidak
terjadi tumpang tindih
pengaturan.
Penjelasan Pasal 43A
Perencanaan Ruang Laut
menggunakan sifat
komplementer antar hasil
perencanaan ruang. Apabila
dalam dokumen perencanaan
ruang yang lebih rinci tidak
terdapat alokasi ruang atau pola
ruang untuk suatu kegiatan
pemanfaatan ruang laut, maka
menggunakan rencana tata
ruang atau rencana zonasi
Kawasan Antarwilayah.
- 96 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
7. Norma Baru Pasal 47A a. Seluruh kegiatan Memberikan Penyederhanaan
pemanfaatan ruang kepastian hukum Perizinan
(1) Perizinan Berusaha Laut secara menetap kegiatan usaha di Berusaha
Pemanfaatan di Laut di Wilayah Perairan sektor kelautan
sebagaimana dimaksud dan Wilayah yang diberikan
dalam Pasal 47 diberikan Yurisdiksi menjadi perizinan berusaha
berdasarkan rencana tata kewenangan
ruang dan/atau rencana Pemerintah untuk
zonasi. menerbitkan
(2) Perizinan Berusaha Perizinan Berusaha di
Pemanfaatan di Laut Pemanfaatan Laut;
sebagaimana dimaksud b. Daftar kegiatan
pada ayat (1) diberikan pemanfaatan ruang
untuk kegiatan: Laut secara menetap
a. biofarmakologi laut di Wilayah Perairan
b. bioteknologi laut dan Wilayah
c. pemanfaatan air laut Yurisdiksi dalam
selain energi. usulan perubahan
d. wisata bahari; Pasal 47 ayat (2)
e. pengangkatan benda merupakan kegiatan
muatan kapal tenggelam pemanfaatan ruang
f. telekomunikasi; Laut secara menetap
g. instalasi di Wilayah Perairan
ketenagalistrikan; dan Wilayah
h. perikanan; Yurisdiksi secara
i. perhubungan menetap yang dapat
j. kegiatan usaha minyak teridentifikasi hingga
dan gas bumi; saat ini;
k. kegiatan usaha c. Ayat (2) huruf a
pertambangan mineral sampai dengan huruf
dan batubara; q mengakomodasi
l. pengumpulan data dan pengaturan mengenai
penelitian; fungsi bangunan dan
- 97 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
m. pertahanan dan instalasi di laut dalam
keamanan; Pasal 32 UU Nomor
n. penyediaan sumber daya 2014 tentang
air; Kelautan dan
o. pulau buatan; peraturan
p. dumping; pelaksanaannya.
q. mitigasi bencana; dan d. Untuk
r. kegiatan pemanfaatan mengakomodasi
ruang laut lainnya. daftar kegiatan
(3) Ketentuan lebih lanjut pemanfaatan ruang
mengenai kegiatan Laut secara menetap
pemanfaatan ruang laut di Wilayah Perairan
sebagaimana dimaksud dan Wilayah
dalam ayat (2) diatur dengan Yurisdiksi yang
Peraturan Pemerintah. belum tercantum
dalam daftar
sebagaimana diatur
dalam Pasal 47A ayat
(2).
8. Pasal 48 Pasal 48 Penegasan pemberian Memberikan Penyederhanaan
insentif dapat diberikan kepastian hukum Perizinan
Setiap orang yang melakukan Setiap orang yang melakukan
bagi Setiap orang yang pemberian insentif. Berusaha
pemanfaatan ruang Laut sesuai pemanfaatan sumber daya
melakukan pemanfaatan
dengan rencana zonasi dapat kelautan sesuai dengan rencana
sumber daya kelautan
diberi insentif sesuai dengan tata ruang dan/atau rencana
sesuai dengan rencana
ketentuan peraturan zonasi dapat diberi insentif
tata ruang dan/atau
perundang-undangan. sesuai dengan ketentuan
rencana zonasi.
peraturan perundang-undangan.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial
1. Pasal 1 angka 12 Pasal 1 angka 12 Diakomodir dalam Pasal 7 Penyederhanaan Penyederhanaan
rumusan baru pengaturan Perizinan
12. Peta Rupabumi Indonesia Dihapus.
Berusaha
adalah peta dasar yang
- 98 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
memberikan informasi
secara khusus untuk
wilayah darat.
2. Pasal 1 angka 13 Pasal 1 angka 13 Diakomodir dalam Pasal 7 Penyederhanaan Penyederhanaan
rumusan baru pengaturan Perizinan
13. Peta Lingkungan Pantai Dihapus.
Berusaha
Indonesia adalah peta dasar
yang memberikan informasi
secara khusus untuk
wilayah pesisir.
3. Pasal 1 angka 14 Pasal 1 angka 14 Diakomodir dalam Pasal 7 Penyederhanaan Penyederhanaan
rumusan baru pengaturan Perizinan
14. Peta Lingkungan Laut Dihapus.
Berusaha
Nasional adalah peta dasar
yang memberikan informasi
secara khusus untuk
wilayah laut.
4. Pasal 7 Pasal 7 Rumusan ini Penyederhanaan Penyederhanaan
mengintegrasikan pengaturan Perizinan
Peta dasar sebagaimana (1) Peta dasar sebagaimana
substansi pasal 1 angka Berusaha
dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dimaksud dalam Pasal 5
12, angka 13, dan angka
huruf b terdiri atas:
berupa: 14, Pasal 7 dan Pasal 12.
a. garis pantai;
a. Peta Rupabumi Indonesia;
b. hipsografi;
b. Peta Lingkungan Pantai
Indonesia; dan c. perairan;
c. Peta Lingkungan Laut d. nama rupabumi;
Nasional. e. batas wilayah;
f. transportasi dan
utilitas;
g. bangunan dan fasilitas
umum; dan
- 99 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
h. penutup lahan.
(2) Peta dasar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berupa Peta Rupabumi
Indonesia.
(3) Peta Rupabumi Indonesia
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) mencakup
wilayah darat dan wilayah
laut, termasuk wilayah
pantai.
5. Pasal 12 Pasal 12 Diakomodir dalam Pasal 7 Penyederhanaan Penyederhanaan
rumusan baru pengaturan Perizinan
Peta dasar sebagaimana Dihapus.
Berusaha
dimaksud dalam Pasal 5 huruf b
terdiri atas:
a. garis pantai;
b. hipsografi;
c. perairan;
d. nama rupabumi;
e. batas wilayah;
f. transportasi dan utilitas;
g. bangunan dan fasilitas
umum; dan
h. penutup lahan.
6. Pasal 13 Pasal 13 Mengingat peta dasar Menyederhanakan Penyederhanaan
sudah diintegrasikan peta dasar yang Perizinan
(1) Garis pantai sebagaimana (1) Garis pantai sebagaimana
dalam satu peta menjadi rujukan Berusaha
dimaksud dalam Pasal 12 dimaksud dalam Pasal 7
rupabumi, dan masing-
- 100 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
huruf a merupakan garis huruf a merupakan garis masing jenis garis pantai penyusunan peta
pertemuan antara daratan pertemuan antara daratan diperlukan untuk tematik.
dengan lautan yang dengan lautan yang memenuhi berbagai
dipengaruhi oleh pasang dipengaruhi oleh pasang penggunaan telah
surut air laut. surut air laut. diakomodasi dalam peta
Rupabumi Indonesia
(2) Garis pantai sebagaimana (2) Garis pantai sebagaimana
secara terintegrasi.
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas: terdiri atas: Contoh penggunaan:
a. garis pantai surut a. garis pantai pasang a. garis pantai pasang
terendah; tertinggi; tertinggi digunakan
sebagai acuan untuk
b. garis pantai pasang b. garis pantai tinggi
batas wilayah
tertinggi; dan muka air laut rata-
administrasi.
rata; dan
c. garis pantai tinggi muka
b. Garis pantai surut
air laut rata-rata. c. garis pantai surut
terendah digunakan
terendah.
(3) Pada Peta Rupabumi sebagai acuan dalam
Indonesia, garis pantai penentuan batas
(3) Garis pantai sebagaimana
ditetapkan berdasarkan maritim (teritorial,
dimaksud pada ayat (1)
garis kedudukan muka air ZEE, dsb) serta
ditentukan dengan
laut rata-rata. sebagai acuan
mengacu pada Jaringan
(4) Pada Peta Lingkungan Kontrol Vertikal Naional kedalaman untuk
Pantai Indonesia dan Peta (JKVN) . keperluan navigasi
Lingkungan Laut Nasional, pelayaran.
garis pantai ditetapkan c. Garis pantai tinggi
berdasarkan kedudukan mua air laut rata2
muka air laut surut digunakan sebagai
terendah. acuan tinggi tinggi di
(5) Garis pantai sebagaimana darat dan kedalaman
dimaksud pada ayat (2) di laut (untuk
ditentukan dengan keperluan rekayasa
mengacu pada JKVN. dan integrasi darat
dan laut).
- 101 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Maka Ayat (3) dan (4)
pada pasal 13 UU 4 Thn
2011 dihapus karena
sudah diakomodasi
dalam tidak diperlukan
lagi.
7. Pasal 17 Pasal 17 Mengingat IGD Memberikan Penyederhanaan
diperlukan sebagai dasar kepastian terhadap Perizinan
(1) IGD diselenggarakan secara (1) IGD diselenggarakan
penyusunan peta tematik sumber peta yang Berusaha
bertahap dan sistematis secara bertahap dan
baik oleh pemerintah menjadi rujukan
untuk seluruh wilayah sistematis untuk seluruh
maupun badan usaha, dalam penyusunan
Negara Kesatuan Republik wilayah Negara Kesatuan
diperlukan pengaturan IGT
Indonesia dan wilayah Republik Indonesia dan
penetapan IGD oleh
yurisdiksinya. wilayah yurisdiksinya.
Kepala BIG, sehingga
(2) IGD sebagaimana (2) IGD sebagaimana terdapat kepastian
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) sumber peta (IGD) mana
dimutakhirkan secara dimutakhirkan secara yang menjadi dasar
periodik dalam jangka periodik dalam jangka penyusunan.
waktu tertentu. waktu tertentu atau
sewaktu-waktu apabila
(3) Dalam hal terjadi bencana
diperlukan.
alam, perang, pemekaran
atau perubahan wilayah (3) Pemutakhiran IGD
administratif, atau kejadian sewaktu-waktu apabila
lainnya yang berakibat diperlukan sebagaimana
berubahnya unsur IGD dimaksud pada ayat (2)
sebagaimana dimaksud dalam hal terjadi bencana
dalam Pasal 5 sehingga alam, perang, pemekaran
mempengaruhi pola dan atau perubahan wilayah
struktur kehidupan administratif, atau
masyarakat, pemutakhiran kejadian lainnya yang
IGD harus dilakukan tanpa berakibat berubahnya
menunggu pemutakhiran unsur IGD sebagaimana
secara periodik dimaksud dalam Pasal 5
- 102 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud sehingga mempengaruhi
pada ayat (2). pola dan struktur
kehidupan masyarakat.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai norma, standar, (4) IGD ditetapkan oleh
prosedur, dan kriteria Pemerintah Pusat.
pemutakhiran IGD diatur (5) Ketentuan lebih lanjut
dengan Peraturan Kepala mengenai norma, standar,
Badan.
prosedur, kriteria, dan
(5) Ketentuan lebih lanjut jangka waktu
mengenai jangka waktu pemutakhiran IGD diatur
pemutakhiran IGD diatur dengan Peraturan
dalam Peraturan Pemerintah.
Pemerintah.
8. Pasal 18 Pasal 18 Penyederhanaan Peta Penyederhanaan Penyederhanaan
Dasar membawa peta dasar yang Perizinan
(1) Peta Rupabumi Indonesia (1) Peta Rupabumi Indonesia
implikasi pada perlu dijadikan Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
penyederhanaan ragam rujukan dan agar
dalam Pasal 7 huruf a dalam Pasal 7 ayat (2)
peta skala dasar yang fokus dalam
diselenggarakan pada skala diselenggarakan pada
diperlukan, sehingga BIG penyediaan peta
1:1.000.000, 1:500.000, skala 1:1.000, 1:5.000,
akan focus dalam dasar tertentu.
1:250.000, 1:100.000, 1:25.000, dan 1:250.000.
penyediaan peta dasar
1:50.000, 1:25.000, (2) Peta Rupabumi Indonesia skala tertentu dalam hal
1:10.000, 1:5.000, 1:2.500, skala 1:1.000 ini peta 1:5.000 (skala
dan 1:1.000. diselenggarakan pada besar), 1:25.000 (skala
(2) Peta Lingkungan Pantai wilayah tertentu sesuai menengah), 1:250.000
Indonesia sebagaimana dengan kebutuhan. (skala kecil), mencakup
dimaksud dalam Pasal 7 (3) seluruh wilayah NKRI.
Peta Rupabumi Indonesia
huruf b diselenggarakan selain pada skala Sementara itu,
pada skala 1:250.000, sebagaimana tercantum penyediaan peta dasar
1:50.000, 1:25.000, dan pada ayat (1) dapat 1:1.000 dilakukan pada
1:10.000. diselenggarakan pada wilayah tertentu sesuai
(3) Peta Lingkungan Laut prioritas kebutuhan,
Nasional sebagaimana
- 103 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud dalam Pasal 7 skala lain sesuai dengan terutama kawasan
huruf c diselenggarakan kebutuhan. metropolitan dan kota-
pada skala 1:500.000, kota besar, kawasan dg
1:250.000, dan 1:50.000. pertumbuhan ekonomi
tinggi, wilayah rawan
bencana (terutama
tsunami, gempa bumi,
dan banjir).
Peta Rupabumi Indonesia
pada skala selain yg
tersebut masih dapat
dibuat sesuai dengan
kebutuhan.
9. Norma Baru Pasal 22A Dalam mempercepat Diperlukan untuk Penyederhanaan
penyediaan IGD kiranya mendorong Perizinan
(1) Penyelenggaraan IGD
dapat dilakukan alternatif percepatan Berusaha
sebagaimana dimaksud
kerjasama penyediaan peta
dalam Pasal 22 ayat (1)
penyediaannya dengan dasar.
dapat dilakukan melalui
menggunakan
kerjasama antara
mekanisme KPBU, untuk
Pemerintah dengan Badan
mengurangi beban
Usaha.
pembiayaan pemerintah
(2) Ketentuan lebih lanjut dan mendorong
mengenai kerjasama tumbuhnya industri
Pemerintah dengan Badan informasi geospasial di
Usaha sebagaimana Indonesia yang dapat
dimaksud pada ayat (1) memberikan kontribusi
diatur dengan Peraturan yang cukup signifikan
Presiden. terhadap GDP (Gross
Domestic Product). Hal ini
dilakukan dengan
menambahkan
pengaturan Pasal 22A.
- 104 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Selain itu, diperlukan
pula pengaturan bahwa
kegiatan pengumpulan
Data Geospasial sejenis
IGD yang dilakukan
pihak selain BIG, wajib
melaporkan dan
menyerahkan Salinan
data tersebut kepada BIG
untuk dilakukan validasi
dan ditetapkan sebagai
IGD.
10. Pasal 28 Pasal 28 menambahkan ketentuan Menjamin Penyederhanaan
terkait pemanfaatan kepastian dalam Perizinan
(1) Pengumpulan Data (1) Pengumpulan Data
tenaga asing dalam pengumpulan Data Berusaha
Geospasial harus Geospasial harus
rangka pengumpulan Geospasial.
memperoleh izin apabila: memperoleh persetujuan
data geospasial, yang
dari Pemerintah Pusat
a. dilakukan di daerah perlu dilakukan dengan
apabila:
terlarang; mekanisme izin. Hal ini
a. dilakukan di daerah dimaksudkan agar dalam
b. berpotensi
terlarang; pelaksanaan
menimbulkan bahaya;
atau b. berpotensi pengumpulan data
menimbulkan bahaya; geospasial tersebut dapat
c. menggunakan wahana terlaksana dengan baik
atau
milik asing selain yang melingkupi
satelit. c. menggunakan tenaga perlindungan keamanan
asing dan wahana dan keselamatan
(2) Izin sebagaimana dimaksud
milik asing selain pengumpul data tersebut.
pada ayat (1) dimaksudkan
satelit.
untuk menjamin
keselamatan dan keamanan (2) Persetujuan sebagaimana
bagi pengumpul data dan dimaksud pada ayat (1)
bagi masyarakat. dimaksudkan untuk
menjamin keselamatan
dan keamanan bagi
- 105 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Ketentuan lebih lanjut pengumpul data dan bagi
mengenai tata cara masyarakat.
memperoleh izin (3) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud mengenai tata cara
pada ayat (1) diatur dengan memperoleh persetujuan
Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

11. Pasal 55 Pasal 55 Untuk menjamin Menjamin kualitas Penyederhanaan


ketersediaan dan akses IG yang diproduksi Perizinan
(1) Pelaksanaan IG (1) Pelaksanaan IG
terhadap IG yang dapat melalui sertifikasi. Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dipertanggung jawabkan
dalam Pasal 54 yang dalam Pasal 54 yang
sebagaimana dimaksud
dilakukan oleh orang dilakukan oleh:
pada pasal 3 UU 4/2011,
perseorangan wajib
a. orang perseorangan maka pelaksanaan
memenuhi Kualifikasi wajib memenuhi penyelenggara an IG
kompetensi yang kualifikasi sebagai harus dilakukan oleh
dikeluarkan oleh lembaga tenaga profesional tenaga profesional yang
yang berwenang sesuai yang tersertifikasi di tersertifikasi. Hal ini
dengan ketentuan bidang IG; dimaksudkan pula untuk
peraturan perundang-
b. kelompok orang wajib memberikan pelindungan
undangan.
memenuhi klasifikasi dan kepastian hukum
(2) Pelaksanaan IG yang kepada Surveyor dan
dan kualifikasi sebagai
dilakukan oleh kelompok tenaga profesional bidang
penyedia jasa di bidang
orang wajib memenuhi IG lainnya, pengguna jasa
IG serta memiliki
kualifikasi sebagai Surveyor, dan pemanfaat
tenaga profesional
kelompok yang bergerak di informasi geospasial
yang tersertifikasi di
bidang IG sesuai dengan dalam pelaksanaan
bidang IG.
ketentuan peraturan penyelenggaraan
perundang-undangan. c. badan usaha wajib informasi geospasial.
memenuhi persyaratan Dalam UU 4/2011,
- 106 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
administratif dan tenaga profesional
persyaratan teknis. tersertifikasi bidang IG
hanya diwajibkan pada
(2) Ketentuan lebih lanjut
badan usaha sebagai
mengenai pelaksanaan IG
pelaksana (pasal 56 ayat
yang dilaksanakan oleh
(3) huruf b), namun tidak
orang perseorangan,
diwajibkan pada orang
kelompok orang, dan
perseorangan maupun
badan usaha sebagaimana
kelompok orang, padahal
dimaksud pada ayat (1)
pada prakteknya banyak
diatur dengan Peraturan
pelaksana terdiri dari
Pemerintah.
orang perseorangan
maupun kelompok orang,
sehingga membuka
peluang penyelenggaraan
IG tidak dilaksanakan
oleh tenaga profesional
yang tersertifikasi yang
mengakibatkan hasil IG
yang dihasilkan memiliki
kualitas yg rendah.
Pengaturan dan
penyiapan tenaga
profesional bidang IG
menjadi penting untuk
mendukung visi Presiden
RI 2019-2024 dalam
mewujudkan
‘pembangunan SDM
sebagai kunci Indonesia
maju di masa depan’.
- 107 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
12. Pasal 56 Pasal 56 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pelaksanaan IG yang Dihapus.
Cipta Kerja adalah hal- Pemerintah Pusat Berusaha
dilakukan oleh badan
hal yang bersifat detail dalam mengambil
usaha wajib memenuhi:
dan teknis akan diatur kebijakan
a. persyaratan lebih lanjut dengan mengikuti
administratif; dan Peraturan Pemerintah. dinamika
b. persyaratan teknis. masyarakat dan
global yang
(2) Persyaratan administratif semakin cepat.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a paling
sedikit meliputi:
a. akta pendirian badan
hukum Indonesia; dan
b. izin usaha sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(3) Persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b
meliputi:
a. memiliki sertifikat yang
memenuhi klasifikasi
dan kualifikasi sebagai
penyedia jasa di bidang
IG; dan
b. memiliki tenaga
profesional yang
tersertifikasi di bidang
IG.
- 108 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Sertifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
huruf a dilakukan oleh
lembaga independen yang
telah mendapat akreditasi
dari Badan.
(5) Sertifikat tenaga profesional
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b
diterbitkan oleh lembaga
yang berwenang sesuai
dengan ketentuan
Peraturan Kepala Badan.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
sertifikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
diatur dengan Peraturan
Kepala Badan
1b. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA - IZIN LINGKUNGAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
1. Pasal 1 angka 11 Pasal 1 angka 11 Menegaskan amdal Diperlukan Penyederhanaan
termuat dalam Perizinan pemahaman publik Perizinan
11. Analisis mengenai dampak 11. Analisis mengenai dampak
Berusaha, serta amdal baik pusat maupun Berusaha
lingkungan hidup, yang lingkungan hidup, yang
menjadi dasar daerah mengenai
selanjutnya disebut Amdal, selanjutnya disebut Amdal,
pertimbangan keputusan pelaksaaan
adalah kajian mengenai adalah Kajian mengenai
tentang penyelenggaraan perizinan
dampak penting suatu dampak penting pada
usaha dan/atau kegiatan. lingkungan,
usaha dan/atau kegiatan lingkungan hidup dari
dimana RUU tidak
yang direncanakan pada suatu usaha dan/atau
menghapuskan
lingkungan hidup yang kegiatan yang direncanakan Penegasan keterkaitan amdal maupun
diperlukan bagi proses untuk digunakan sebagai antara amdal dan UKL-UPL, serta
pengambilan keputusan pertimbangan pengambilan Perizinan Berusaha ini
tidak
tentang penyelenggaraan keputusan tentang menegaskan bahwa menghilangkan
usaha dan/atau kegiatan. penyelenggaraan usaha konsep Perizinan esensi kewajiban
dan/atau kegiatan. Berusaha tetap menjamin untuk melakukan
pengelolaan lingkungan pengelolaan dan
hidup. pemantauan
dampak
lingkungan yang
diakibatkan dari
adanya suatu
rencana usaha
dan/atau kegiatan.

2. Pasal 1 angka 12 Pasal 1 angka 12 Berdasarkan pengalaman Perubahan dalam Penyederhanaan


saat ini, usaha/kegiatan bentuk standar ini Perizinan
12. Upaya pengelolaan 12. Upaya pengelolaan
yang wajib amdal membutuhkan Berusaha
lingkungan hidup dan lingkungan hidup dan
ataupun UKL-UPL syarat perlu, yaitu:
upaya pemantauan upaya pemantauan
membutuhkan waktu
lingkungan hidup, yang lingkungan hidup, yang
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
selanjutnya disebut UKL- selanjutnya disebut UKL- maupun biaya yang a. Tersedianya
UPL, adalah pengelolaan UPL, adalah standar dalam cukup besar untuk daftar
dan pemantauan terhadap pengelolaan dan menyelesaikan dokumen usaha/kegiatan
usaha dan/atau kegiatan pemantauan terhadap lingkungan tersebut. yang
yang tidak berdampak usaha dan/atau kegiatan diklasifikasikan
Di sisi lain, saat ini juga
penting terhadap yang tidak berdampak ke dalam tiga
belum tersedia standar
lingkungan hidup yang penting terhadap kelompok
pengelolaan lingkungan
diperlukan bagi proses lingkungan hidup. berdasarnya
berdasarkan kegiatan
pengambilan keputusan potensi dampak
sebagai pedoman bagi
tentang penyelenggaraan lingkungan,
usaha/kegiatan atas
usaha dan/atau kegiatan. sebagaimana
kemungkinan dampak
disebutkan di
lingkungan yang muncul.
atas untuk
Untuk itu, dalam
dapat
melakukan
diberlakukan
penyederhanaan
secara seragam
perizinan lingkungan
di seluruh
namun tetap menjaga
wilayah
kualitas pengelolaan
Indonesia.
lingkungan hidup
diperlukan penyusunan b. Tersedianya
standar pengelolaan standar
lingkungan hidup. pengelolaan
Konteks penyederhanaan dampak
perizinan disini adalah lingkungan
penerapan jenis kajian baik dengan
lingkungan secara efisien resiko dampak
dan proporsional. penting, sedang
maupun
Standar yang dimaksud
rendah.
dalam usulan perubahan
pasal adalah Standar Dalam PP akan
pengelolaan lingkungan diatur lebih lanjut
berdasarkan resiko daftar usaha
dampak terhadap dan/atau kegiatan
yang wajib UKL-
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lingkungan (penting, UPL/standar.
sedang, maupun rendah). Usaha/kegiatan
a. Usaha dengan yang tidak masuk
dampak penting ke dalam wajib
terhadap lingkungan UKL/UPL maka
tetap wajib
membutuhkan
mekanisme penilaian mengelola dampak
atas lingkungan yg
(assessment)
kajian kelayakan dihasilkannya. Hal
ini dapat
pengelolaan
lingkungan yang dinyatakan dalam
selanjutnya diikuti dokumen Perizinan
dengan persetujuan Berusaha
hingga diterbitkan
Keputusan Kelayakan
Lingkungan.
(Jika kita telah
sepakat dengan
menghilangkan
terminologi Izin
Lingkungan)
b. Usaha dengan
dampak lingkungan
sedang menggunakan
mekanisme
pernyataan
pemenuhan standar
pengelolaan dampak
lingkungan
sebagaimana yang
telah ditetapkan
pemerintah.
Mekanisme ini dapat
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dilaksanakan
sepanjang telah
ditetapkan standar
pengelolaan dampak
lingkungan per-
usaha dan/atau
kegiatan.
c. Usaha dengan
dampak lingkungan
rendah menggunakan
mekanisme
pernyataan
pengelolaan
lingkungan atas
usaha dan/atau
kegiatan yang
dilakukan.
3. Pasal 1 angka 35 Pasal 1 angka 35 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
35. Izin lingkungan adalah izin Persetujuan Lingkungan adalah Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
yang diberikan kepada Keputusan Kelayakan menyesuaikan dalam mengambil
setiap orang yang Lingkungan Hidup atau nomenklatur perizinan kebijakan
melakukan usaha dan/atau Pernyataan Kesanggupan yang ada dalam setiap mengikuti
kegiatan yang wajib amdal Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang dengan dinamika
atau UKL-UPL dalam
rumusan yang berisifat masyarakat dan
rangka perlindungan dan
general, sehingga global yang
pengelolaan lingkungan
memberikan fleksibiltas semakin cepat.
hidup sebagai prasyarat
pemerintah dalam rangka
untuk memperoleh izin
mengantisipasi dinamika
usaha dan/atau kegiatan.
masyarakat dan global.
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
4. Pasal 20 Pasal 20 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Penentuan terjadinya (1) Penentuan terjadinya
dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha
pencemaran lingkungan pencemaran lingkungan
Cipta Kerja kewenangan Pusat dalam
hidup diukur melalui baku hidup diukur melalui baku
Menteri/pimpinan mengambil
mutu lingkungan hidup. mutu lingkungan hidup.
Lembaga,gubernur,dan/a kebijakan
(2) Baku mutu lingkungan (2) Baku mutu lingkungan tau bupati/walikota perlu mengikuti
hidup meliputi: a. baku hidup meliputi: ditata kembali dinamika
mutu air; b. baku mutu air berdasarkan prinsip masyarakat dan
a. baku mutu air;
limbah; c. baku mutu air perizinan berusaha global yang
laut; d. baku mutu udara b. baku mutu air limbah; berbasis risiko dan semakin cepat.
ambien; e. baku mutu c. baku mutu air laut; menerapkan penggunaan 2. Diperlukan
emisi; f. baku mutu teknologi informasi dalam
d. baku mutu udara identifikasi,
gangguan; dan g. baku pemberian perizinan
ambien; inventarisasi
mutu lain sesuai dengan (misalnya perizinan dan kaji ulang
perkembangan ilmu e. baku mutu emisi; berusaha secara baku mutu
pengetahuan dan teknologi. elektronik).
f. baku mutu gangguan; lingkungan.
(3) Setiap orang diperbolehkan dan
3. Integrasi
untuk membuang limbah
g. baku mutu lain sesuai Pengaturan lebih lanjut pengelolaan B3
ke media lingkungan hidup
dengan perkembangan didelegasikan melalui dan baku mutu
dengan persyaratan: a.
ilmu pengetahuan dan Peraturan Pemerintah lingkungan
memenuhi baku mutu
teknologi. agar memberikan dalam
lingkungan hidup; dan b.
fleksibilitas bagimekanisme
mendapat izin dari Menteri, (3) Setiap orang diperbolehkan
untuk membuang limbah Pemerintah Pusat dalam penyederhanaan
gubernur, atau
ke media lingkungan hidup mengambil kebijakan perizinan.
bupati/walikota sesuai
dengan persyaratan: mengikuti dinamika 4. Penyiapan
dengan kewenangannya.
masyarakat dan global
a. memenuhi baku mutu sarana
(4) Ketentuan lebih lanjut yang semakin cepat. Jika
lingkungan hidup; dan pendukung
mengenai baku mutu tidak didelegasikan
lingkungan hidup b. mendapat persetujuan melalui PP maka
sebagaimana dimaksud dari Pemerintah Pusat. dikhawatirkan Indonesia
pada ayat (2) huruf a, huruf akan kesulitan dalam
c, huruf d, dan huruf g (4) Ketentuan lebih lanjut menyesuaikan kebijakan
mengenai baku mutu
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diatur dalam Peraturan lingkungan hidup regulasi perizinan dan
Pemerintah. sebagaimana dimaksud kesulitan berkompetisi
pada ayat (2) diatur dengan dengan negara tetangga.
(5) Ketentuan lebih lanjut
Peraturan Pemerintah.
mengenai baku mutu
lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, huruf
e, dan huruf f diatur dalam
peraturan menteri.
5. Pasal 23 Pasal 23 1. Salah satu politik Untuk mendorong Penyederhanaan
hukum dalam efektifitas reformasi Perizinan
(1) Kriteria usaha dan/atau (1) Kriteria usaha dan/atau penyusunan RUU perizinan Berusaha
kegiatan yang berdampak kegiatan yang wajib Cipta Kerja adalah lingkungan melalui
penting yang wajib dilengkapi dengan Amdal hal-hal yang bersifat RUU ini,
dilengkapi dengan amdal merupakan proses dan detail dan teknis akan Pemerintah perlu
terdiri atas: kegiatan yang berdampak diatur lebih lanjut segera menyiapkan
penting terhadap dengan Peraturan
a. pengubahan bentuk PP untuk mengatur
lingkungan hidup, sosial, Pemerintah.
lahan dan bentang hal-hal yang
ekonomi, dan budaya;
alam; bersifat lebih teknis
(2) Ketentuan lebih lanjut 2. Perubahan ini terkait perizinan
b. eksploitasi sumber
mengenai kriteria usaha memberikan lingkungan.
daya alam, baik yang
dan/atau kegiatan yang fleksibilitas bagi
terbarukan maupun
berdampak penting Pemerintah Pusat
yang tidak terbarukan;
sebagaimana dimaksud dalam mengambil
c. proses dan kegiatan pada ayat (1), diatur dalam kebijakan mengikuti
yang secara potensial Peraturan Pemerintah. dinamika masyarakat
dapat menimbulkan dan global yang
pencemaran dan/atau semakin cepat.
kerusakan lingkungan
hidup serta
pemborosan dan
kemerosotan sumber
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
daya alam dalam
pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan
yang hasilnya dapat
mempengaruhi
lingkungan alam,
lingkungan buatan,
serta lingkungan sosial
dan budaya;
e. proses dan kegiatan
yang hasilnya akan
mempengaruhi
pelestarian kawasan
konservasi sumber
daya alam dan/atau
perlindungan cagar
budaya;
f. introduksi jenis
tumbuh-tumbuhan,
hewan, dan jasad
renik;
g. pembuatan dan
penggunaan bahan
hayati dan nonhayati;
h. kegiatan yang
mempunyai risiko
tinggi dan/atau
mempengaruhi
pertahanan negara;
dan/atau
i. penerapan teknologi
yang diperkirakan
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mempunyai potensi
besar untuk
mempengaruhi
lingkungan hidup.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai jenis usaha
dan/atau kegiatan yang
wajib dilengkapi dengan
amdal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan
Menteri.
6. Pasal 24 Pasal 24 Amdal dikembalikan 1. Pemerintah Penyederhanaan
kedudukan/posisinya perlu segera Perizinan
Dokumen amdal sebagaimana (1) Dokumen Amdal
seperti pada konsep menyusun Berusaha
dimaksud dalam Pasal 22 merupakan dasar uji
awalnya yaitu sebagai mekanisme
merupakan dasar penetapan kelayakan lingkungan
studi kelayakan dari pelaksanaan uji
keputusan kelayakan hidup.
aspek lingkungan kelayakan,
lingkungan hidup. (2) Uji Kelayakan sebagaimana terhadap suatu rencana sistem
dimaksud pada ayat (1) usaha dan/atau kegiatan sertifikasi,
dilakukan oleh Pemerintah yang akan dilakukan. maupun standar
Pusat. kompetensi bagi
(3) Pemerintah Pusat dalam lembaga atau
Uji kelayakan untuk ahli tersertifikasi
melakukan Uji Kelayakan
usaha dan/atau kegiatan untuk dapat
sebagaimana dimaksud
wajib amdal atau yang melaksanakan
pada ayat (2) dapat
berisiko tinggi dilakukan uji kelayakan
menunjuk lembaga
sebelum dimulainya sebagaimana
dan/atau ahli bersertifikat
kegiatan. dimaksud dalam
(4) Pemerintah Pusat RUU ini.
menetapkan Keputusan
kelayakan lingkungan Untuk usaha dan/atau 2. Izin lingkungan
kegiatan berisiko tinggi yang sudah ada
atau wajib amdal, menjadi bagian
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
hidup berdasarkan uji Perizinan Berusaha atau syarat
kelayakan lingkungan diterbitkan setelah perizinan
kelayakan diterbitkannya berusaha.
(5) Keputusan
keputusan kelayakan
lingkungan hidup 3. Izin lingkungan
sebagaimana dimaksud lingkungan. yang sedang
pada ayat (4) sebagai Jenis kegiatan usaha berproses akan
persyaratan penerbitan diatur di PP dikeluarkan
Perizinan Berusaha keputusan
Pemerintah dapat
kelayakan
(6) Terhadap kegiatan yang menunjuk lembaga
lingkungan atau
dilakukan oleh instansi dan/atau ahli
persetujuan
Pemerintah, keputusan tersertifikasi untuk
pemerintah.
kelayakan lingkungan melakukan uji kelayakan.
hidup sebagaimana Pada dasarnya
dimaksud pada ayat (4) kebutuhan untuk
sebagai dasar pelaksanaan lembaga dan/atau ahli
kegiatan. yang bersertifikat adalah
(7) Ketentuan lebih lanjut untuk membantu
mengenai pelaksanaan uji Pemerintah dalam
kelayakan diatur dengan melakukan Uji Kelayakan
Peraturan Pemerintah. dalam rangka apabila
terdapat keterbatasan
sumber daya di
Pemerintah.
7. Pasal 25 Pasal 25 1. Agar pembahasan Pemerintah Penyederhanaan
Amdal itu fokus dan menegaskan bahwa Perizinan
Dokumen amdal memuat: Dokumen Amdal memuat:
tidak melebar, maka masyarakat tetap Berusaha
a. pengkajian mengenai a. pengkajian mengenai saran masukan serta dapat memberikan
dampak rencana usaha dampak rencana usaha tanggapan masukan
dan/atau kegiatan; dan/atau kegiatan; masyarakat hanya sepanjang yang
b. evaluasi kegiatan di sekitar b. evaluasi kegiatan di sekitar dari masyarakat yang terkena dampak
lokasi rencana usaha lokasi rencana usaha terkena dampak langsung dan
dan/atau kegiatan; dan/atau kegiatan; secara langsung dan relevan terhadap
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. saran masukan serta c. saran masukan serta relevan terhadap rencana dan/atau
tanggapan masyarakat tanggapan masyarakat rencana usaha kegiatan
terhadap rencana usaha terkena dampak langsung dan/atau kegiatan.
dan/atau kegiatan; yang relevan terhadap 2. Hal ini juga ditujukan
rencana usaha dan/atau agar Amdal tepat
d. prakiraan terhadap
kegiatan; sasaran untuk
besaran dampak serta sifat
mengkaji dampak
penting dampak yang d. prakiraan terhadap
lingkungan dari suatu
terjadi jika rencana usaha besaran dampak serta sifat
usaha dan/atau
dan/atau kegiatan penting dampak yang
kegiatan, serta tidak
tersebut dilaksanakan; terjadi jika rencana usaha
dimanfaatkan oleh
dan/atau kegiatan
e. evaluasi secara holistik pihak-pihak lain yang
tersebut dilaksanakan;
terhadap dampak yang berkepentingan.
terjadi untuk menentukan e. evaluasi secara holistik 3. Perizinan berusaha
kelayakan atau terhadap dampak yang tetap memperhatikan
ketidaklayakan lingkungan terjadi untuk menentukan lingkungan hidup
hidup; dan kelayakan atau dengan
ketidaklayakan lingkungan mengutamakan
f. rencana pengelolaan dan
hidup; dan masyarakat yang
pemantauan lingkungan
hidup. f. rencana pengelolaan dan terkena dampak
pemantauan lingkungan secara langsung dan
hidup. relevan.

8. Pasal 26 Pasal 26 1. Keterlibatan Pemerintah perlu Penyederhanaan


masyarakat adalahmenegaskan bahwa Perizinan
(1) Dokumen amdal (1) Dokumen Amdal
faktor fundamentalmasyarakat tetap Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam penyusunan dapat memberikan
dalam Pasal 22 disusun dalam Pasal 22 disusun
Amdal. masukan sepanjang
oleh pemrakarsa dengan oleh pemrakarsa.
yang terkena dampak
melibatkan masyarakat. 2. Keterlibatan
(2) Penyusunan dokumen langsung dan relevan
masyarakat oleh
(2) Pelibatan masyarakat Amdal dilakukan dengan terhadap rencana
sebagian pihak dan/atau kegiatan.
harus dilakukan melibatkan masyarakat
dianggap menjadi
berdasarkan prinsip terkena dampak langsung
faktor penghambat
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemberian informasi yang terhadap rencana usaha investasi, sehingga
transparan dan lengkap dan/atau kegiatan. perlu kehati-hatian
serta diberitahukan dalam perumusan
(3) Ketentuan lebih lanjut
sebelum kegiatan pasal ini agar hak
mengenai proses pelibatan
dilaksanakan. masyarakat tidak
masyarakat sebagaimana
serta merta hilang.
(3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan 3. Salah satu politik
meliputi: Pemerintah. hukum dalam
penyusunan RUU
a. yang terkena dampak;
Cipta Kerja adalah
b. pemerhati lingkungan hal-hal yang bersifat
hidup; dan/atau detail dan teknis akan
c. yang terpengaruh atas diatur lebih lanjut
segala bentuk dengan Peraturan
keputusan dalam Pemerintah.
proses amdal. 4. Perubahan ini
(4) Masyarakat sebagaimana diharapkan dapat
dimaksud pada ayat (1) mempercepat
dapat mengajukan penyelesaian
keberatan terhadap perizinan berusaha
dokumen amdal. pada sektor
lingkungan.

9. Pasal 27 Pasal 27 1. Penegasan bahwa 1. Menciptakan Penyederhanaan


penyusunan dokumen lapangan Perizinan
Dalam menyusun dokumen Dalam menyusun dokumen
Amdal dapat pekerjaan Berusaha
amdal, pemrakarsa Amdal, pemrakarsa sebagaimana
dilakukan oleh pihak
sebagaimana dimaksud dalam dimaksud dalam Pasal 26 ayat
lain yang ditunjuk 2. Diperlukan
Pasal 26 ayat (1) dapat meminta (1) dapat menunjuk pihak lain.
bantuan kepada pihak lain. oleh pemrakarsa. sosialisasi baik
pusat maupun
2. Perubahan pasal ini daerah untuk
ditujukan untuk pelaksanaan
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
memperjelas penunjukan
pelaksanaan pihak lain dalam
penyusunan amdal penyusunan
dalam menjamin Amdal.
kualitas dari kajian
mengenai analisis
dampak lingkungan.

10. Pasal 28 Pasal 28 1. Salah satu politik Untuk mendorong Penyederhanaan


hukum dalam efektifitas reformasi Perizinan
(1) Penyusun amdal (1) Penyusun Amdal
penyusunan RUU perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
Cipta Kerja adalah lingkungan melalui
dalam Pasal 26 ayat (1) dan dalam Pasal 26 ayat (1) dan
hal-hal yang bersifat RUU ini,
Pasal 27 wajib memiliki Pasal 27 wajib memiliki
detail dan teknis akan Pemerintah perlu
sertifikat kompetensi sertifikat kompetensi
diatur lebih lanjut segera menyiapkan
penyusun amdal. penyusun Amdal.
dengan Peraturan PP untuk mengatur
(2) Kriteria untuk memperoleh (2) Ketentuan lebih lanjut Pemerintah. hal-hal yang
sertifikat kompetensi mengenai sertifikasi dan 2. Memberikan bersifat lebih teknis
penyusun amdal kriteria kompetensi fleksibilitas bagi terkait Amdal dan
sebagaimana dimasud pada penyusun Amdal diatur Pemerintah Pusat UKL-UPL.
ayat (1) meliputi: a. dengan Peraturan dalam mengambil
penguasaan metodologi Pemerintah. kebijakan mengikuti
penyusunan amdal; b. dinamika masyarakat
kemampuan melakukan dan global yang
pelingkupan, prakiraan, semakin cepat.
dan evaluasi dampak serta
pengambilan keputusan;
dan c. kemampuan
menyusun rencana
pengelolaan dan
pemantauan lingkungan
hidup.
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Sertifikat kompetensi
penyusun amdal
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterbitkan
oleh lembaga sertifikasi
kompetensi penyusun
amdal yang ditetapkan oleh
Menteri sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai sertifikasi dan
kriteria kompetensi
penyusun amdal diatur
dengan Peraturan Menteri.
11. Pasal 29 Pasal 29 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Dokumen amdal dinilai oleh Dihapus. Pemerintah
hukum dalam Berusaha
Komisi Penilai Amdal yang Pusat dalam
penyusunan RUU
dibentuk oleh Menteri, mengambil
Cipta Kerja
gubernur, atau kebijakan
kewenangan
bupati/walikota sesuai mengikuti
Menteri/pimpinan
dengan kewenangannya. dinamika
Lembaga,gubernur,da
(2) Komisi Penilai Amdal wajib n/atau masyarakat dan
memiliki lisensi dari bupati/walikota perlu global yang
Menteri, gubernur, atau ditata kembali semakin cepat.
bupati/walikota sesuai berdasarkan prinsip
dengan kewenangannya. perizinan berusaha
(3) Persyaratan dan tatacara berbasis risiko dan 2. Konsekuensi
menerapkan dari perubahan
lisensi sebagaimana ini adalah
dimaksud pada ayat (2) penggunaan teknologi
informasi dalam diperlukannya
diatur dengan Peraturan mekanisme
Menteri. pemberian perizinan
maupun
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(misalnya perizinan pengaturan
berusaha secara mengenai
elektronik). pelaksanaan uji
kelayakan yang
Pengaturan lebih menggantikan
lanjut didelegasikan pelaksanaan
melalui Peraturan tugas komisi
Pemerintah agar penilai amdal,
memberikan berikut dengan
fleksibilitas bagi sistem
Pemerintah Pusat sertifikasi,
dalam mengambil kompetensi bagi
kebijakan mengikuti lembaga atau
dinamika masyarakat ahli
dan global yang tersertifikasi,
semakin cepat. Jika penyusunan
tidak didelegasikan kurikulum,
melalui PP maka training of
dikhawatirkan trainers (TOT)
Indonesia akan dan pelatihan.
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan
kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.

2. Tujuan dari
perubahan pengatuan
ini adalah
memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam mengambil
kebijakan mengikuti
dinamika masyarakat
dan global yang
semakin cepat.
3. Pasal 30 Pasal 30 1. Salah satu politik 1. Memberikan Penyederhanaan
hukum dalam fleksibilitas Perizinan
(1) Keanggotaan Komisi Penilai Dihapus. bagi
penyusunan RUU Berusaha
Amdal sebagaimana Pemerintah
Cipta Kerja adalah
dimaksud dalam Pasal 29 Pusat dalam
hal-hal yang bersifat
terdiri atas wakil dari mengambil
detail dan teknis akan
unsur: kebijakan
diatur lebih lanjut
a. instansi lingkungan dengan Peraturan mengikuti
hidup; Pemerintah. dinamika
masyarakat
b. instansi teknis terkait;
2. Tujuan dari dan global yang
c. pakar di bidang perubahan pengatuan semakin cepat.
pengetahuan yang ini adalah
terkait dengan jenis memberikan 2. Konsekuensi
usaha dan/atau fleksibilitas bagi dari perubahan
kegiatan yang sedang Pemerintah Pusat ini adalah
dikaji; dalam mengambil diperlukannya
d. pakar di bidang kebijakan mengikuti mekanisme
pengetahuan yang dinamika masyarakat maupun
terkait dengan dampak dan global yang pengaturan
yang timbul dari suatu semakin cepat. mengenai
usaha dan/atau pelaksanaan uji
kegiatan yang sedang kelayakan yang
dikaji; menggantikan
pelaksanaan
e. wakil dari masyarakat tugas komisi
yang berpotensi terkena penilai amdal,
dampak; dan berikut dengan
sistem
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
f. organisasi lingkungan sertifikasi,
hidup. kompetensi
bagi lembaga
(2) Dalam melaksanakan
atau ahli
tugasnya, Komisi Penilai
tersertifikasi,
Amdal dibantu oleh tim
penyusunan
teknis yang terdiri atas
kurikulum,
pakar independen yang
training of
melakukan kajian teknis
trainers (TOT)
dan sekretariat yang
dan pelatihan.
dibentuk untuk itu.
(3) Pakar independen dan
sekretariat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri,
gubernur, atau
bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya.

4. Pasal 31 Pasal 31 1. Salah satu politik 1. Memberikan Penyederhanaan


hukum dalam fleksibilitas bagi Perizinan
Berdasarkan hasil penilaian Dihapus. Pemerintah
penyusunan RUU Berusaha
Komisi Penilai Amdal, Menteri, Pusat dalam
Cipta Kerja adalah
gubernur, atau bupati/walikota mengambil
hal-hal yang bersifat
menetapkan keputusan kebijakan
detail dan teknis akan
kelayakan atau ketidaklayakan mengikuti
diatur lebih lanjut
lingkungan hidup sesuai dengan dinamika
dengan Peraturan
kewenangannya. masyarakat dan
Pemerintah.
2. Tujuan dari global yang
perubahan pengatuan semakin cepat.
ini adalah
memberikan
fleksibilitas bagi 2. Konsekuensi
dari perubahan
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah Pusat ini adalah
dalam mengambil diperlukannya
kebijakan mengikuti mekanisme
dinamika masyarakat maupun
dan global yang pengaturan
semakin cepat. mengenai
pelaksanaan uji
kelayakan yang
menggantikan
pelaksanaan
tugas komisi
penilai amdal,
berikut dengan
sistem
sertifikasi,
kompetensi bagi
lembaga atau
ahli
tersertifikasi,
penyusunan
kurikulum,
training of
trainers (TOT)
dan pelatihan.

3. Pasal 32 Pasal 32 Salah satu politik hukum UMK semakin Penyederhanaan


RUU Cipta Kerja adalah berperan dalam Perizinan
(1) Pemerintah dan (1) Pemerintah Pusat dan
memberikan jaminan perekonomian. Berusaha
pemerintah daerah pemerintah daerah
keberpihakan pemerintah
membantu penyusunan membantu penyusunan
terhadap kegiatan usaha
amdal bagi usaha Amdal bagi usaha
UMK. Penyesuaian
dan/atau kegiatan dan/atau kegiatan Usaha nomenklatur ini
golongan ekonomi lemah Mikro dan Kecil yang mendorong
yang berdampak penting berdampak penting
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
terhadap lingkungan terhadap lingkungan kelancaran
hidup. hidup. pelaksanaan
berusaha dan
(2) Bantuan penyusunan (2) Bantuan penyusunan
konsistensi
amdal sebagaimana Amdal sebagaimana
kebijakan
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
pemerintah.
berupa fasilitasi, biaya, berupa fasilitasi, biaya,
Pengaturan ini
dan/atau penyusunan dan/atau penyusunan
akan ber-implikasi
amdal. Amdal.
pada alokasi
(3) Kriteria mengenai usaha (3) Penentuan mengenai pendanaan/
dan/atau kegiatan usaha dan/atau kegiatan pembiayaan untuk
golongan ekonomi lemah Usaha Mikro dan Kecil dapat melakukan
diatur dengan peraturan sebagaimana dimaksud fasilitasi tersebut.
perundang-undangan. pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan kriteria sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
4. Pasal 34 Pasal 34 1. Pengklasifikasian 1. Meningkatkan Penyederhanaan
usaha dan/atau transparansi Perizinan
Gubernur atau bupati/walikota (1) Setiap usaha dan/atau kegiatan berdasarkan mengenai Berusaha
menetapkan jenis usaha kegiatan yang tidak resiko dampak Kegiatan
dan/atau kegiatan yang wajib berdampak penting terhadap lingkungan Berusaha
dilengkapi dengan UKL-UPL. terhadap lingkungan wajib dilakukan oleh Berbasis Risiko
memenuhi standar UKL- pemerintah pusat, bagi pelaku
UPL. dengan usaha dan
(2) Pemenuhan standar UKL- memperhatikan memudahkan
UPL dinyatakan dalam masukan dari penyelesaian
pernyataan kesanggupan pemerintah daerah, izin lingkungan.
pengelolaan lingkungan baik provinsi maupun 2. Untuk
hidup. kabupaten/kota. mendorong
2. Sesuai dengan arahan efektifitas
(3) Berdasarkan pernyataan
Presiden, politik reformasi
kesanggupan pengelolaan
hukum dalam perizinan
lingkungan hidup
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud penyusunan RUU lingkungan
pada ayat (1), Pemerintah Cipta Kerja melalui RUU
Pusat menerbitkan kewenangan ini, Pemerintah
Perizinan Berusaha. Menteri/pimpinan Pusat perlu
Lembaga,gubernur,da segera
(4) Pemerintah Pusat
n/atau menetapkan
menetapkan jenis usaha
bupati/walikota perlu daftar jenis
dan/atau kegiatan yang
ditata kembali usaha
wajib UKL-UPL.
berdasarkan prinsip dan/atau
(5) Ketentuan lebih lanjut perizinan berusaha kegiatan yang
mengenai jenis usaha/dan berbasis risiko dan wajib UKL-UPL,
atau kegiatan yang wajib menerapkan dimana
UKL-UPL sebagaimana penggunaan teknologi sebelumnya
dimaksud pada ayat (1) informasi dalam pemerintah
diatur dengan Peraturan pemberian perizinan daerah
Pemerintah. (misalnya perizinan memiliki
berusaha secara kewenangan
elektronik). untuk
3. Pengaturan lebih menetapkanny
lanjut didelegasikan a.
melalui Peraturan 3. Terdapat
Pemerintah agar tantangan bagi
memberikan Pemerintah
fleksibilitas bagi Pusat dalam
Pemerintah Pusat menyusun
dalam mengambil daftar ini untuk
kebijakan mengikuti daerah-daerah
dinamika masyarakat yang memiliki
dan global yang kekhususan
semakin cepat. atau
4. Perubahan ini untuk karakteristik
meningkatkan tersendiri.
transparansi 4. Izin lingkungan
mengenai Kegiatan yang sudah ada
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Berusaha Berbasis menjadi bagian
Risiko bagi pelaku atau syarat
usaha dan perizinan
memudahkan berusaha.
penyelesaian izin
lingkungan.

5. Pasal 35 Pasal 35 1. Salah satu politik Pemerintah perlu Penyederhanaan


hukum dalam menyiapkan PP Perizinan
(1) Usaha dan/atau kegiatan Dihapus.
penyusunan RUU mengenai Berusaha
yang tidak wajib dilengkapi
Cipta Kerja adalah pengaturan perizinan
UKL-UPL sebagaimana
hal-hal yang bersifat lingkungan,
dimaksud dalam Pasal 34
detail dan teknis akan khususnya untuk
ayat (2) wajib membuat
diatur lebih lanjut usaha tidak
surat pernyataan
dengan Peraturan berdampak penting
kesanggupan pengelolaan terhadap lingkungan
Pemerintah
dan pemantauan serta bukan wajib
sebagaimana amanat
lingkungan hidup. UKL-UPL.
Pasal 34 ayat (4) RUU
(2) Penetapan jenis usaha Cipta Kerja.
dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud 2. Tujuan perubahan ini
pada ayat (1) dilakukan adalah untuk
berdasarkan kriteria: memberikan
a. tidak termasuk dalam fleksibilitas bagi
kategori berdampak Pemerintah Pusat
penting sebagaimana dalam mengambil
dimaksud dalam Pasal kebijakan mengikuti
23 ayat (1); dan dinamika masyarakat
dan global yang
b. kegiatan usaha mikro semakin cepat.
dan kecil.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai UKL-UPL dan
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
surat pernyataan
kesanggupan pengelolaan
dan pemantauan
lingkungan hidup diatur
dengan peraturan Menteri.
6. Pasal 36 Pasal 36 1. Penghapusan Izin 1. Reformasi dalam Penyederhanaan
Lingkungan perizinan Perizinan
(1) Setiap usaha dan/atau Dihapus.
merupakan bagian lingkungan Berusaha
kegiatan yang wajib
dari penyederhanaan membutuhkan
memiliki amdal atau UKL-
perizinan, tanpa tersedianya
UPL wajib memiliki izin
mengurangi esensi standar
lingkungan.
dari pengelolaan pengelolaan
(2) Izin lingkungan lingkungan dari suatu lingkungan
sebagaimana dimaksud usaha/kegiatan. hidup untuk
pada ayat (1) diterbitkan Amdal dan standar setiap
berdasarkan keputusan UKL-UPL tetap ada usaha/kegiatan
kelayakan lingkungan untuk memastikan yang perlu
hidup sebagaimana pengelolaan dampak disiapkan oleh
dimaksud dalam Pasal 31 lingkungan hidup dari setiap sektor
atau rekomendasi UKL- suatu dalam waktu
UPL. usaha/kegiatan. yang tidak
(3) Izin lingkungan terlalu lama
2. Salah satu politik
sebagaimana dimaksud setelah RUU
hukum dalam
pada ayat (1) wajib ditetapkan.
penyusunan RUU
mencantumkan 2. Diperlukan
Cipta Kerja adalah hal-
persyaratan yang dimuat mekanisme
hal yang bersifat detail
dalam keputusan untuk
dan teknis akan diatur
kelayakan lingkungan mengantisipasi
lebih lanjut dengan
hidup atau rekomendasi adanya masa
Peraturan Pemerintah
UKL-UPL. sebagaimana amanat penyiapan
standar sebagai
(4) Izin lingkungan diterbitkan Pasal 34 ayat (4) RUU
pedoman bagi
oleh Menteri, gubernur, Cipta Kerja.
pelaku
atau bupati/walikota usaha/kegiatan
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sesuai dengan 3. Dihapuskannya pasal setelah
kewenangannya. ini serta memberikan ditetapkannya
ruang bahwa RUU.
pengaturan yang lebih
detil dan teknis dalam
PP memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat
dalam mengambil
kebijakan mengikuti
dinamika masyarakat
dan global yang
semakin cepat.

7. Pasal 37 Pasal 37 Sesuai dengan arahan Untuk mendorong Penyederhanaan


Presiden, politik hukum efektifitas reformasi Perizinan
(1) Menteri, gubernur, atau Perizinan Berusaha dapat
dalam penyusunan RUU perizinan lingkungan Berusaha
bupati/walikota sesuai dibatalkan apabila:
Cipta Kerja kewenangan melalui RUU ini,
dengan kewenangannya a. persyaratan yang diajukan Pemerintah perlu
wajib menolak permohonan Menteri/pimpinan
dalam permohonan segera menyiapkan
izin lingkungan apabila Lembaga,gubernur,dan/a
Perizinan Berusaha PP untuk mengatur
permohonan izin tidak tau bupati/walikota perlu
mengandung cacat hukum, hal-hal yang bersifat
dilengkapi dengan amdal ditata kembali
kekeliruan, lebih teknis terkait
atau UKL-UPL. berdasarkan prinsip
penyalahgunaan, serta perizinan lingkungan
(2) Izin lingkungan ketidakbenaran dan/atau perizinan berusaha dan perizinan
sebagaimana dimaksud pemalsuan data, dokumen, berbasis risiko dan berusaha.
dalam Pasal 36 ayat (4) dan/atau informasi; menerapkan penggunaan
dapat dibatalkan apabila: teknologi informasi dalam
b. penerbitannya tanpa
a. persyaratan yang memenuhi syarat pemberian perizinan
diajukan dalam sebagaimana tercantum (misalnya perizinan
permohonan izin dalam keputusan berusaha secara
mengandung cacat kelayakan lingkungan elektronik).
hukum, kekeliruan, hidup atau pernyataan
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penyalahgunaan, serta kesanggupan pengelolaan
ketidakbenaran lingkungan hidup; atau
Pengaturan lebih lanjut
dan/atau pemalsuan c. kewajiban yang ditetapkan didelegasikan melalui
data, dokumen, dalam dokumen Amdal atau Peraturan Pemerintah
dan/atau informasi; UKL-UPL tidak agar memberikan
b. penerbitannya tanpa dilaksanakan oleh fleksibilitas bagi
memenuhi syarat penanggung jawab usaha
Pemerintah Pusat dalam
sebagaimana tercantum dan/atau kegiatan.
mengambil kebijakan
dalam keputusan
komisi tentang mengikuti dinamika
kelayakan lingkungan masyarakat dan global
hidup atau rekomendasi yang semakin cepat. Jika
UKL-UPL; atau tidak didelegasikan
melalui PP maka
c. kewajiban yang
ditetapkan dalam dikhawatirkan Indonesia
dokumen amdal atau akan kesulitan dalam
UKL-UPL tidak menyesuaikan kebijakan
dilaksanakan oleh regulasi perizinan dan
penanggung jawab kesulitan berkompetisi
usaha dan/atau dengan negara tetangga.
kegiatan.
8. Pasal 38 Pasal 38 Perizinan berusaha di Diperlukan Penyederhanaan
sektor lingkungan hidup sosialisasi dan Perizinan
Selain ketentuan sebagaimana Dihapus.
merupakan keputusan upaya penyamaan Berusaha
dimaksud dalam Pasal 37 ayat
TUN sehingga tidak perlu pemahaman bagi
(2), izin lingkungan dapat
diatur pembatalannya publik, baik pusat
dibatalkan melalui keputusan
melalui keputusan maupun daerah.
pengadilan tata usaha negara.
pengadilan tata usaha
negara. Hal ini
merupakan bagian dari
penyederhanaan
pengaturan.
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
9. Pasal 39 Pasal 39 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Menteri, gubernur, atau (1) Keputusan kelayakan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
bupati/walikota sesuai lingkungan hidup
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
dengan kewenangannya diumumkan kepada
Menteri/pimpinan kebijakan
wajib mengumumkan masyarakat.
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
setiap permohonan dan (2) Pengumuman sebagaimana dinamika
keputusan izin lingkungan. tau bupati/walikota perlu
dimaksud pada ayat (1) masyarakat dan
(2) Pengumuman sebagaimana dilakukan melalui sistem ditata kembali
global yang
dimaksud pada ayat (1) elektronik dan atau cara berdasarkan prinsip semakin cepat.
dilakukan dengan cara lain yang ditetapkan oleh perizinan berusaha
yang mudah diketahui oleh Pemerintah Pusat. berbasis risiko dan
masyarakat. menerapkan penggunaan Untuk mendorong
teknologi informasi dalam efektifitas reformasi
pemberian perizinan perizinan
(misalnya perizinan lingkungan melalui
berusaha secara RUU ini,
elektronik). Pemerintah perlu
segera menyiapkan
PP untuk mengatur
hal-hal yang
Pengaturan lebih lanjut
bersifat lebih teknis
didelegasikan melalui
terkait perizinan
Peraturan Pemerintah lingkungan dan
agar memberikan perizinan berusaha.
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat dalam
mengambil kebijakan
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat. Jika
tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan Indonesia
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
akan kesulitan dalam
menyesuaikan kebijakan
regulasi perizinan dan
kesulitan berkompetisi
dengan negara tetangga.

10. Pasal 40 Pasal 40 1. Perubahan pasal ini Untuk mendorong Penyederhanaan


dilakukan mengingat efektifitas reformasi Perizinan
(1) Izin lingkungan merupakan Dihapus.
sudah tidak perizinan Berusaha
persyaratan untuk
digunakannya lingkungan melalui
memperoleh izin usaha
terminologi izin RUU ini,
dan/atau kegiatan.
lingkungan. Pemerintah perlu
(2) Dalam hal izin lingkungan 2. Dihapuskannya pasal segera menyiapkan
dicabut, izin usaha ini mengingat PP untuk mengatur
dan/atau kegiatan substansi pengaturan hal-hal yang
dibatalkan. sudah diakomodir bersifat lebih teknis
(3) Dalam hal usaha dan/atau dalam Pasal 24 (terkait terkait perizinan
kegiatan mengalami Amdal) dan Pasal 34 lingkungan dan
perubahan, penanggung (terkait standar UKL- perizinan berusaha.
jawab usaha dan/atau UPL).
kegiatan wajib 3. Perubahan ini
memperbarui izin menegaskan peran
lingkungan. Amdal dan standar
UKL-UPL sebagai
substansi pengelolaan
dampak lingkungan,
bukan dokumen
administrasi berupa
Izin Lingkungan.
4. Secara prinsip
walaupun persyaratan
izin lingkungan
dihapuskan namun
substansi konsep izin
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lingkungan yang
berupa pemenuhan
persyaratan dan
kewajiban aspek
lingkungan hidup
tetap menjadi
persyaratan Perizinan
Berusaha.

11. Pasal 55 Pasal 55 1. Salah satu politik Untuk mendorong Penyederhanaan


hukum dalam efektifitas reformasi Perizinan
(1) Pemegang izin lingkungan (1) Pemegang Perizinan
penyusunan RUU perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud Berusaha wajib
Cipta Kerja adalah lingkungan melalui
dalam Pasal 36 ayat (1) menyediakan dana
menyesuaikan RUU ini,
wajib menyediakan dana penjaminan untuk
nomenklatur Pemerintah perlu
penjaminan untuk pemulihan fungsi
perizinan yang ada segera menyiapkan
pemulihan fungsi lingkungan hidup.
dalam setiap Undang- PP untuk mengatur
lingkungan hidup. (2) Dana penjaminan disimpan Undang dengan hal-hal yang
(2) Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang rumusan yang bersifat lebih teknis
di bank pemerintah yang ditunjuk oleh Pemerintah berisifat general, terkait perizinan
ditunjuk oleh Menteri, Pusat. sehingga memberikan lingkungan dan
gubernur, atau (3) fleksibiltas perizinan berusaha.
Pemerintah Pusat dapat
bupati/walikota sesuai pemerintah dalam
menetapkan pihak ketiga
dengan kewenangannya. rangka mengantisipasi
untuk melakukan
(3) Menteri, gubernur, atau pemulihan fungsi dinamika masyarakat
bupati/walikota sesuai lingkungan hidup dengan dan global.
dengan kewenangannya menggunakan dana 2. Sesuai dengan arahan
dapat menetapkan pihak penjaminan. Presiden, politik
ketiga untuk melakukan (4) hukum dalam
Ketentuan lebih lanjut penyusunan RUU
pemulihan fungsi mengenai dana penjaminan Cipta Kerja
lingkungan hidup dengan sebagaimana dimaksud kewenangan
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menggunakan dana pada ayat (1), ayat (2), dan Menteri/pimpinan
penjaminan. ayat (3) diatur dengan Lembaga,gubernur,da
Peraturan Pemerintah. n/atau
(4) Ketentuan lebih lanjut
bupati/walikota perlu
mengenai dana penjaminan
ditata kembali
sebagaimana dimaksud
berdasarkan prinsip
pada ayat (1) sampai
perizinan berusaha
dengan ayat (3) diatur
berbasis risiko dan
dalam Peraturan
menerapkan
Pemerintah.
penggunaan teknologi
informasi dalam
pemberian perizinan
(misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).
3. Pengaturan lebih
lanjut didelegasikan
melalui Peraturan
Pemerintah agar
memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat
dalam mengambil
kebijakan mengikuti
dinamika masyarakat
dan global yang
semakin cepat. Jika
tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perizinan dan
kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
12. Pasal 59 Pasal 59 1. Salah satu politik Memberikan Penyederhanaan
hukum dalam fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang
penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
menghasilkan limbah B3 menghasilkan limbah B3
Cipta Kerja adalah dalam mengambil
wajib melakukan wajib melakukan
menyesuaikan kebijakan
pengelolaanlimbah B3 yang pengelolaan limbah B3 yang
nomenklatur mengikuti
dihasilkannya. dihasilkannya.
perizinan yang ada dinamika
(2) Dalam hal B3 sebagaimana (2) Dalam hal B3 sebagaimana dalam setiap Undang- masyarakat dan
dimaksud dalam Pasal 58 dimaksud dalam Pasal 58 Undang dengan global yang
ayat (1) telah kedaluwarsa, ayat (1) telah kedaluwarsa, rumusan yang semakin cepat.
pengelolaannya mengikuti pengelolaannya mengikuti berisifat general,
ketentuan pengelolaan ketentuan pengelolaan sehingga memberikan
limbah B3. limbah B3. fleksibiltas
(3) Dalam hal setiap orang (3) Dalam hal setiap orang pemerintah dalam
tidak mampu melakukan tidak mampu melakukan rangka mengantisipasi
sendiri pengelolaan limbah sendiri pengelolaan limbah dinamika masyarakat
B3, pengelolaannya B3, pengelolaannya dan global.
diserahkan kepada pihak diserahkan kepada pihak 2. Sesuai dengan arahan
lain. lain. Presiden, politik
hukum dalam
(4) Pengelolaan limbah B3 (4) Pengelolaan limbah B3 penyusunan RUU
wajib mendapat izin dari wajib mendapat Perizinan Cipta Kerja
Menteri, gubernur, atau Berusaha dari Pemerintah kewenangan
bupati/walikota sesuai Pusat. Menteri/pimpinan
dengan kewenangannya. Lembaga,gubernur,da
(5) Pemerintah Pusat wajib
(5) Menteri, gubernur, atau mencantumkan n/atau
bupati/walikota wajib persyaratan lingkungan bupati/walikota perlu
mencantumkan hidup yang harus dipenuhi ditata kembali
persyaratan lingkungan dan kewajiban yang harus berdasarkan prinsip
hidup yang harus dipenuhi dipatuhi pengelola limbah perizinan berusaha
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan kewajiban yang harus B3 dalam Perizinan berbasis risiko dan
dipatuhi pengelola limbah Berusaha. menerapkan
B3 dalam izin. penggunaan teknologi
(6) Keputusan pemberian
informasi dalam
(6) Keputusan pemberian izin Perizinan Berusaha wajib
pemberian perizinan
wajib diumumkan. diumumkan.
(misalnya perizinan
(7) Ketentuan lebih lanjut (7) Pemerintah Pusat atau berusaha secara
mengenai pengelolaan Pemerintah Daerah elektronik).
limbah B3 diatur dalam memfasilitasi pengelolaan 3. Substansi pasal tetap
Peraturan Pemerintah. berupa pengumpulan, dipertahankan dengan
pengangkutan, dan menyesuaikan
pemanfaatan, pengolahan nomenklatur
dan/atau penimbunan Perizinan Berusaha.
limbah B3.
(8) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengelolaan
limbah B3 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
13. Pasal 61 Pasal 61 Sesuai dengan politik Untuk mendorong Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU efektifitas reformasi Perizinan
(1) Dumping sebagaimana (1) Dumping sebagaimana
Cipta Kerja, perizinan lingkungan Berusaha
dimaksud dalam Pasal 60 dimaksud dalam Pasal 60
izin/perizinan yang melalui RUU ini,
hanya dapat dilakukan hanya dapat dilakukan
Pemerintah perlu
dengan izin dari Menteri, dengan persetujuan bersifat non komersial
segera menyiapkan
gubernur, atau Pemerintah Pusat. diubah menjadi
PP untuk mengatur
bupati/walikota sesuai (2) “persetujuan” guna
Dumping sebagaimana hal-hal yang bersifat
dengan kewenangannya. membedakan dengan
dimaksud pada ayat (1) lebih teknis terkait
(2) Dumping sebagaimana hanya dapat dilakukan di perizinan yang bersifat perizinan lingkungan
dimaksud pada ayat (1) lokasi yang telah komersial. dan perizinan
hanya dapat dilakukan di ditentukan. berusaha.
lokasi yang telah (3) Ketentuan lebih lanjut
ditentukan. mengenai tata cara dan
persyaratan dumping
- 30 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Ketentuan lebih lanjut limbah atau bahan diatur
mengenai tata cara dan dalam Peraturan
persyaratan dumping Pemerintah.
limbah atau bahan diatur
dalam Peraturan
Pemerintah.
14. Norma Baru Pasal 61A 1. Pasal ini untuk Untuk mendorong Penyederhanaan
mengakomodir efektifitas reformasi Perizinan
Dalam hal Pelaku Usaha
integrasi izin perizinan Berusaha
melakukan kegiatan dan/atau
pengelolaan limbah B3 lingkungan melalui
usaha yang dalam kegiatannya:
maupun limbah cair RUU ini,
a. menghasilkan, dengan izin Pemerintah perlu
mengangkut, mengedarkan, lingkungan segera menyiapkan
menyimpan, (Penyederhanaan PP untuk mengatur
memanfaatkan, membuang, perizinan). Integrasi hal-hal yang
mengolah, dan/atau dengan izin bersifat lebih teknis
menimbun bahan lingkungan dilakukan terkait perizinan
berbahaya dan beracun; melalui mekanisme lingkungan dan
b. menghasilkan, perubahan izin perizinan berusaha,
mengangkut, menyimpan, lingkungan. terutama mengenai
mengumpulkan, 2. Mengenai mekanisme
memanfaatkan, mengolah, pengintegrasian pengintegrasian
dan/atau menimbun antara perizinan substansi
limbah bahan berbahaya lingkungan dan pengelolaan limbah
dan beracun; pengelolaan limbah B3 B3 maupun limbah
diatur dalam cair.
c. pembuangan air limbah ke Peraturan Pemerintah.
laut;
d. pembuangan air limbah ke
sumber air; dan/atau
e. memanfaatkan air limbah
untuk aplikasi ke tanah
- 31 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
merupakan bagian dari kegiatan
usaha, pengelolaan tersebut
dinyatakan dalam Amdal dan
UKL-UPL.

15. Pasal 63 Pasal 63 Sesuai dengan arahan Untuk mendorong Penyederhanaan


Presiden, politik hukum efektifitas reformasi Perizinan
(1) Dalam perlindungan dan Dalam perlindungan dan
dalam penyusunan RUU perizinan Berusaha
pengelolaan lingkungan pengelolaan lingkungan hidup,
Cipta Kerja kewenangan lingkungan melalui
hidup, Pemerintah bertugas Pemerintah Pusat bertugas dan
Menteri/pimpinan RUU ini,
dan berwenang: berwenang:
Lembaga,gubernur,dan/a Pemerintah perlu
a. menetapkan kebijakan a. menetapkan kebijakan tau bupati/walikota perlu segera menyiapkan
nasional; nasional; ditata kembali PP untuk mengatur
b. menetapkan norma, b. menetapkan norma, berdasarkan prinsip hal-hal yang
standar, prosedur, dan standar, prosedur, dan perizinan berusaha bersifat lebih teknis
kriteria; kriteria; berbasis risiko dan terkait perizinan
menerapkan penggunaan lingkungan dan
c. menetapkan dan c. menetapkan dan teknologi informasi dalam perizinan
melaksanakan melaksanakan kebijakan pemberian perizinan
kebijakan mengenai mengenai RPPLH nasional; (misalnya perizinan
RPPLH nasional; berusaha secara
d. menetapkan dan
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan elektronik).
melaksanakan mengenai KLHS;
kebijakan mengenai e. menetapkan dan Pengaturan lebih lanjut
KLHS; melaksanakan kebijakan didelegasikan melalui
e. menetapkan dan mengenai amdal dan UKL- Peraturan Pemerintah
melaksanakan UPL; agar memberikan
kebijakan mengenai f. fleksibilitas bagi
menyelenggarakan
amdal dan UKL-UPL; inventarisasi sumber daya Pemerintah Pusat dalam
f. menyelenggarakan alam nasional dan emisi gas mengambil kebijakan
inventarisasi sumber rumah kaca; mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat. Jika
- 32 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
daya alam nasional dan g. mengembangkan standar tidak didelegasikan
emisi gas rumah kaca; kerja sama; melalui PP maka
g. mengembangkan h. mengoordinasikan dan dikhawatirkan Indonesia
akan kesulitan dalam
standar kerja sama; melaksanakan
pengendalian pencemaran menyesuaikan kebijakan
h. mengoordinasikan dan
dan/atau kerusakan regulasi perizinan dan
melaksanakan kesulitan berkompetisi
lingkungan hidup;
pengendalian dengan negara tetangga.
pencemaran dan/atau i. menetapkan dan
kerusakan lingkungan melaksanakan kebijakan
hidup; mengenai sumber daya
alam hayati dan nonhayati,
i. menetapkan dan
keanekaragaman hayati,
melaksanakan
sumber daya genetik, dan
kebijakan mengenai
keamanan hayati produk
sumber daya alam
rekayasa genetik;
hayati dan nonhayati,
keanekaragaman j. menetapkan dan
hayati, sumber daya melaksanakan kebijakan
genetik, dan keamanan mengenai pengendalian
hayati produk rekayasa dampak perubahan iklim
genetik; dan perlindungan lapisan
ozon;
j. menetapkan dan
melaksanakan k. menetapkan dan
kebijakan mengenai melaksanakan kebijakan
pengendalian dampak mengenai B3, limbah, serta
perubahan iklim dan limbah B3;
perlindungan lapisan l. menetapkan dan
ozon; melaksanakan kebijakan
k. menetapkan dan mengenai perlindungan
melaksanakan lingkungan laut;
kebijakan mengenai B3, m. menetapkan dan
limbah, serta limbah melaksanakan kebijakan
B3; mengenai pencemaran
- 33 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
l. menetapkan dan dan/atau kerusakan
melaksanakan lingkungan hidup lintas
kebijakan mengenai batas negara;
perlindungan n. melakukan pembinaan dan
lingkungan laut; pengawasan terhadap
m. menetapkan dan pelaksanaan kebijakan
melaksanakan nasional, peraturan daerah,
kebijakan mengenai dan peraturan kepala
pencemaran dan/atau daerah;
kerusakan lingkungan o. melakukan pembinaan dan
hidup lintas batas pengawasan ketaatan
negara; penanggung jawab usaha
n. melakukan pembinaan dan/atau kegiatan terhadap
dan pengawasan ketentuan persetujuan
terhadap pelaksanaan lingkungan dan peraturan
kebijakan nasional, perundangundangan;
peraturan daerah, dan
p. mengembangkan dan
peraturan kepala menerapkan instrumen
daerah; lingkungan hidup;
o. melakukan pembinaan q. mengoordinasikan dan
dan pengawasan memfasilitasi kerja sama
ketaatan penanggung dan penyelesaian
jawab usaha dan/atau perselisihan antardaerah
kegiatan terhadap serta penyelesaian
ketentuan perizinan sengketa;
lingkungan dan
peraturan r. mengembangkan dan
perundangundangan; melaksanakan kebijakan
pengelolaan pengaduan
p. mengembangkan dan masyarakat;
menerapkan instrumen
lingkungan hidup; s. menetapkan standar
pelayanan minimal;
- 34 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
q. mengoordinasikan dan t. menetapkan kebijakan
memfasilitasi kerja mengenai tata cara
sama dan penyelesaian pengakuan keberadaan
perselisihan masyarakat hukum adat,
antardaerah serta kearifan lokal, dan hak
penyelesaian sengketa; masyarakat hukum adat
yang terkait dengan
r. mengembangkan dan
perlindungan dan
melaksanakan
pengelolaan lingkungan
kebijakan pengelolaan
hidup;
pengaduan masyarakat;
standar u. mengelola informasi
s. menetapkan
lingkungan hidup nasional;
pelayanan minimal;
t. menetapkan kebijakan v. mengoordinasikan,
mengembangkan, dan
mengenai tata cara
menyosialisasikan
pengakuan keberadaan
pemanfaatan teknologi
masyarakat hukum
ramah lingkungan hidup;
adat, kearifan lokal, dan
hak masyarakat hukum w. memberikan pendidikan,
adat yang terkait pelatihan, pembinaan, dan
dengan perlindungan penghargaan;
dan pengelolaan x. mengembangkan sarana
lingkungan hidup; dan standar laboratorium
u. mengelola informasi lingkungan hidup;
lingkungan hidup y. menerbitkan Perizinan
nasional; Berusaha;
v. mengoordinasikan, z. menetapkan wilayah
mengembangkan, dan ekoregion; dan
menyosialisasikan
pemanfaatan teknologi aa. melakukan penegakan
ramah lingkungan hukum lingkungan hidup.
hidup;
- 35 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
w. memberikan
pendidikan, pelatihan,
pembinaan, dan
penghargaan;
x. mengembangkan
sarana dan standar
laboratorium
lingkungan hidup;
y. menerbitkan izin
lingkungan;
z. menetapkan wilayah
ekoregion; dan
aa. melakukan penegakan
hukum lingkungan
hidup.
(2) Dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup, pemerintah provinsi
bertugas dan berwenang
a. menetapkan kebijakan
tingkat provinsi;
b. menetapkan dan
melaksanakan KLHS
tingkat provinsi;
c. menetapkan dan
melaksanakan
kebijakan mengenai
RPPLH provinsi;
d. menetapkan dan
melaksanakan
- 36 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kebijakan mengenai
amdal dan UKL-UPL;
e. menyelenggarakan
inventarisasi sumber
daya alam dan emisi gas
rumah kaca pada
tingkat provinsi;
f. mengembangkan dan
melaksanakan kerja
sama dan kemitraan;
g. mengoordinasikan dan
melaksanakan
pengendalian
pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan
hidup lintas
kabupaten/kota;
h. melakukan pembinaan
dan pengawasan
terhadap pelaksanaan
kebijakan, peraturan
daerah, dan peraturan
kepala daerah
kabupaten/kota;
i. melakukan pembinaan
dan pengawasan
ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap
ketentuan perizinan
lingkungan dan
peraturan perundang-
- 37 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
undangan di bidang
perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup;
j. mengembangkan dan
menerapkan instrumen
lingkungan hidup;
k. mengoordinasikan dan
memfasilitasi kerja
sama dan penyelesaian
perselisihan
antarkabupaten/antark
ota serta penyelesaian
sengketa;
l. melakukan pembinaan,
bantuan teknis, dan
pengawasan kepada
kabupaten/kota di
bidang program dan
kegiatan;
m. melaksanakan standar
pelayanan minimal;
n. menetapkan kebijakan
mengenai tata cara
pengakuan keberadaan
masyarakat hukum
adat, kearifan lokal, dan
hak masyarakat hukum
adat yang terkait
dengan perlindungan
dan pengelolaan
- 38 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lingkungan hidup pada
tingkat provinsi;
o. mengelola informasi
lingkungan hidup
tingkat provinsi;
p. mengembangkan dan
menyosialisasikan
pemanfaatan teknologi
ramah lingkungan
hidup;
q. memberikan
pendidikan, pelatihan,
pembinaan, dan
penghargaan;
r. menerbitkan izin
lingkungan pada tingkat
provinsi; dan
s. melakukan penegakan
hukum lingkungan
hidup pada tingkat
provinsi.
(3) Dalam perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup, pemerintah
kabupaten/kota bertugas
dan berwenang:
a. menetapkan kebijakan
tingkat
kabupaten/kota;
b. menetapkan dan
melaksanakan KLHS
- 39 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tingkat
kabupaten/kota;
c. menetapkan dan
melaksanakan
kebijakan mengenai
RPPLH
kabupaten/kota;
d. menetapkan dan
melaksanakan
kebijakan mengenai
amdal dan UKL-UPL;
e. menyelenggarakan
inventarisasi sumber
daya alam dan emisi gas
rumah kaca pada
tingkat
kabupaten/kota;
f. mengembangkan dan
melaksanakan kerja
sama dan kemitraan;
g. mengembangkan dan
menerapkan instrumen
lingkungan hidup;
h. memfasilitasi
penyelesaian sengketa;
i. melakukan pembinaan
dan pengawasan
ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau
kegiatan terhadap
ketentuan perizinan
- 40 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lingkungan dan
peraturan
perundangundangan;
j. melaksanakan standar
pelayanan minimal;
k. melaksanakan
kebijakan mengenai tata
cara pengakuan
keberadaan masyarakat
hukum adat, kearifan
lokal, dan hak
masyarakat hukum
adat yang terkait
dengan perlindungan
dan pengelolaan
lingkungan hidup pada
tingkat
kabupaten/kota;
l. mengelola informasi
lingkungan hidup
tingkat
kabupaten/kota;
m. mengembangkan dan
melaksanakan
kebijakan sistem
informasi lingkungan
hidup tingkat
kabupaten/kota;
n. memberikan
pendidikan, pelatihan,
pembinaan, dan
penghargaan;
- 41 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
o. menerbitkan izin
lingkungan pada tingkat
kabupaten/kota; dan
p. melakukan penegakan
hukum lingkungan
hidup pada tingkat
kabupaten/kota.
16. Pasal 69 Pasal 69 Menghapus pengecualian Perlu sosialisasi Penyederhanaan
larangan pembukaan yang intens Perizinan
(1) Setiap orang dilarang: Setiap orang dilarang:
lahan dengan cara mengenai Berusaha
a. melakukan perbuatan a. melakukan perbuatan
membakar dengan alasan penghapusan
yang mengakibatkan yang mengakibatkan
memperhatikan dengan ketentuan Pasal 69
pencemaran dan/atau pencemaran dan/atau
sungguh-sungguh ayat (2).
perusakan lingkungan perusakan lingkungan
hidup; hidup; kearifan lokal di daerah
b. memasukkan B3 yang b. memasukkan B3 yang masing-masing. Hal ini
dilarang menurut dilarang menurut mengingat ketentuan ini
peraturan perundang- peraturan perundang- menjadi moral hazard.
undangan ke dalam undangan ke dalam
wilayah Negara wilayah Negara Pemerintah mendorong
Kesatuan Republik Kesatuan Republik penerapan pembukaan
Indonesia; Indonesia; lahan tanpa api dimana
c. memasukkan limbah c. memasukkan limbah lebih efisien dan ramah
yang berasal dari luar yang berasal dari luar lingkungan hidup.
wilayah Negara wilayah Negara
Kesatuan Republik Kesatuan Republik
Indonesia ke media Indonesia ke media
lingkungan hidup lingkungan hidup
Negara Kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia; Republik Indonesia;
d. memasukkan limbah B3 d. memasukkan limbah B3
ke dalam wilayah ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Negara Kesatuan
Republik Indonesia; Republik Indonesia;
- 42 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. membuang limbah ke e. membuang limbah ke
media lingkungan media lingkungan
hidup; hidup;
f. membuang B3 dan f. membuang B3 dan
limbah B3 ke media limbah B3 ke media
lingkungan hidup; lingkungan hidup;
g. melepaskan produk g. melepaskan produk
rekayasa genetik ke rekayasa genetik ke
media lingkungan hidup media lingkungan hidup
yang bertentangan yang bertentangan
dengan peraturan dengan peraturan
perundang-undangan perundang-undangan
atau izin lingkungan; atau persetujuan
h. melakukan pembukaan lingkungan;
lahan dengan cara h. melakukan pembukaan
membakar; lahan dengan cara
i. menyusun amdal tanpa membakar;
memiliki sertifikat i. menyusun amdal tanpa
kompetensi penyusun memiliki sertifikat
amdal; dan/atau kompetensi penyusun
j. memberikan informasi amdal; dan/atau
palsu, menyesatkan, j. memberikan informasi
menghilangkan palsu, menyesatkan,
informasi, merusak menghilangkan
informasi, atau informasi, merusak
memberikan keterangan informasi, atau
yang tidak benar. memberikan keterangan
(2) Ketentuan sebagaimana yang tidak benar.
dimaksud pada ayat (1)
huruf h memperhatikan
dengan sungguh-sungguh
kearifan lokal di daerah
masing-masing.
- 43 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
17. Pasal 71 Pasal 71 Sesuai dengan arahan 1. Untuk Penyederhanaan
Presiden, politik hukum mendorong Perizinan
(1) Menteri, gubernur, atau (1) Pemerintah Pusat
dalam penyusunan RUU efektifitas Berusaha
bupati/walikota sesuai melakukan pengawasan
Cipta Kerja kewenangan reformasi
dengan kewenangannya terhadap ketaatan
Menteri/pimpinan perizinan
wajib melakukan penanggung jawab usaha
Lembaga,gubernur,dan/a lingkungan
pengawasan terhadap dan/atau kegiatan atas
tau bupati/walikota perlu melalui RUU ini,
ketaatan penanggung jawab ketentuan yang ditetapkan
ditata kembali Pemerintah
usaha dan/atau kegiatan dalam peraturan
berdasarkan prinsip perlu segera
atas ketentuan yang perundang-undangan di
perizinan berusaha menyiapkan PP
ditetapkan dalam peraturan bidang perlindungan dan
berbasis risiko dan untuk mengatur
perundang-undangan di pengelolaan lingkungan
menerapkan penggunaan hal-hal yang
bidang perlindungan dan hidup.
teknologi informasi dalam bersifat lebih
pengelolaan lingkungan (2) Pemerintah Pusat dapat pemberian perizinan teknis terkait
hidup. mendelegasikan (misalnya perizinan perizinan
(2) Menteri, gubernur, atau kewenangannya dalam berusaha secara lingkungan dan
bupati/walikota dapat melakukan pengawasan elektronik). perizinan
mendelegasikan kepada pejabat/instansi berusaha serta
Pengaturan lebih lanjut
kewenangannya dalam teknis yang bertanggung mekanisme
melakukan pengawasan jawab di bidang didelegasikan melalui
pengawasannya.
kepada pejabat/instansi perlindungan dan Peraturan Pemerintah
teknis yang bertanggung pengelolaan lingkungan agar memberikan 2. Sanksi yang
fleksibilitas bagi terkait dengan
jawab di bidang hidup.
Pemerintah Pusat dalam pelanggaran
perlindungan dan (3) Dalam melaksanakan administrasi
pengelolaan lingkungan mengambil kebijakan
pengawasan, Pemerintah diatur dalam
hidup. mengikuti dinamika
menetapkan pejabat RUU Cipta
(3) Dalam melaksanakan pengawas lingkungan hidup masyarakat dan global Kerja.
pengawasan, Menteri, yang merupakan pejabat yang semakin cepat. Jika
gubernur, atau fungsional. tidak didelegasikan
bupati/walikota melalui PP maka
(4) Ketentuan lebih lanjut
menetapkan pejabat dikhawatirkan Indonesia
mengenai pejabat pengawas
pengawas lingkungan akan kesulitan dalam
lingkungan hidup diatur
menyesuaikan kebijakan
- 44 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
hidup yang merupakan dengan Peraturan regulasi perizinan dan
pejabat fungsional. Pemerintah. kesulitan berkompetisi
dengan negara tetangga.

18. Pasal 72 Pasal 72 Alasan perubahan Potensi implikasi Penyederhanaan


mengacu pada Pasal 71. mengacu pada Perizinan
Menteri, gubernur, atau Dihapus.
Pasal 71. Berusaha
bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya wajib
melakukan pengawasan
ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan
terhadap izin lingkungan.
19. Pasal 73 Pasal 73 Alasan perubahan Potensi implikasi Penyederhanaan
mengacu pada Pasal 71. mengacu pada Perizinan
Menteri dapat melakukan Dihapus.
Pasal 71. Berusaha
pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan yang izin
lingkungannya diterbitkan oleh
pemerintah daerah jika
Pemerintah menganggap terjadi
pelanggaran yang serius di
bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup.

20. Pasal 74 Pasal 74 1. Salah satu politik Untuk mendorong Penyederhanaan


hukum dalam efektifitas reformasi Perizinan
(1) Pejabat pengawas Dihapus.
penyusunan RUU perizinan Berusaha
lingkungan hidup
Cipta Kerja adalah lingkungan melalui
sebagaimana dimaksud
hal-hal yang bersifat RUU ini,
dalam Pasal 71 ayat (3)
detail dan teknis akan Pemerintah perlu
berwenang:
diatur lebih lanjut segera menyiapkan
PP untuk mengatur
- 45 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. melakukan dengan Peraturan hal-hal yang
pemantauan; Pemerintah. bersifat lebih teknis
2. Memberikan terkait perizinan
b. meminta keterangan;
fleksibilitas bagi lingkungan dan
c. membuat salinan dari Pemerintah Pusat perizinan berusaha.
dokumen dan/atau dalam mengambil
membuat catatan yang kebijakan mengikuti
diperlukan; dinamika masyarakat
d. memasuki tempat dan global yang
tertentu; semakin cepat.

e. memotret;
f. membuat rekaman
audio visual;
g. mengambil sampel;
h. memeriksa peralatan;
i. memeriksa instalasi
dan/atau alat
transportasi; dan/atau
j. menghentikan
pelanggaran tertentu.
5. Dalam melaksanakan
tugasnya, pejabat pengawas
lingkungan hidup dapat
melakukan koordinasi
dengan pejabat penyidik
pegawai negeri sipil.
6. Penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan dilarang
menghalangi pelaksanaan
- 46 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tugas pejabat pengawas
lingkungan hidup.
21. Pasal 75 Pasal 75 1. Salah satu politik Untuk mendorong Penyederhanaan
hukum dalam efektifitas reformasi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dihapus.
penyusunan RUU perizinan Berusaha
tata cara pengangkatan pejabat
Cipta Kerja adalah lingkungan melalui
pengawas lingkungan hidup dan
hal-hal yang bersifat RUU ini,
tata cara pelaksanaan
detail dan teknis akan Pemerintah perlu
pengawasan sebagaimana
diatur lebih lanjut segera menyiapkan
dimaksud dalam Pasal 71 ayat
dengan Peraturan PP untuk mengatur
(3), Pasal 73, dan Pasal 74 diatur
Pemerintah. hal-hal yang
dalam Peraturan Pemerintah.
2. Memberikan bersifat lebih teknis
fleksibilitas bagi terkait perizinan
Pemerintah Pusat lingkungan dan
dalam mengambil perizinan berusaha.
kebijakan mengikuti
dinamika masyarakat
dan global yang
semakin cepat.

22. Pasal 82 Pasal 82 Sesuai dengan arahan Untuk mendorong Penyederhanaan


Presiden, politik hukum efektifitas reformasi Perizinan
(1) Menteri, gubernur, atau (1) Pemerintah Pusat
dalam penyusunan RUU perizinan Berusaha
bupati/walikota berwenang berwenang untuk
Cipta Kerja kewenangan lingkungan melalui
untuk memaksa memaksa penanggung
Menteri/pimpinan RUU ini,
penanggung jawab usaha jawab usaha dan/atau
Lembaga,gubernur,dan/a Pemerintah perlu
dan/atau kegiatan untuk kegiatan untuk melakukan
segera menyiapkan
melakukan pemulihan pemulihan lingkungan tau bupati/walikota perlu
PP untuk mengatur
lingkungan hidup akibat hidup akibat pencemaran ditata kembali
hal-hal yang
pencemaran dan/atau dan/atau perusakan berdasarkan prinsip bersifat lebih teknis
perizinan berusaha terkait perizinan
- 47 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perusakan lingkungan lingkungan hidup yang berbasis risiko dan lingkungan dan
hidup yang dilakukannya. dilakukannya. menerapkan penggunaan perizinan berusaha.
(2) Menteri, gubernur, atau (2) Pemerintah Pusat teknologi informasi dalam
bupati/walikota berwenang berwenang atau dapat pemberian perizinan
atau dapat menunjuk pihak menunjuk pihak ketiga (misalnya perizinan
ketiga untuk melakukan untuk melakukan berusaha secara
pemulihan lingkungan pemulihan lingkungan elektronik).
hidup akibat pencemaran hidup akibat pencemaran
dan/atau perusakan dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang lingkungan hidup yang Pengaturan lebih lanjut
dilakukannya atas beban dilakukannya atas beban didelegasikan melalui
biaya penanggung jawab biaya penanggung jawab Peraturan Pemerintah
usaha dan/atau kegiatan. usaha dan/atau kegiatan agar memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat dalam
mengambil kebijakan
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat. Jika
tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan Indonesia
akan kesulitan dalam
menyesuaikan kebijakan
regulasi perizinan dan
kesulitan berkompetisi
dengan negara tetangga.

23. Pasal 88 Pasal 88 1. Menghapus frasa Diperlukan Penyederhanaan


“tanpa perlu sosialisasi dan upaya Perizinan
Setiap orang yang tindakannya, Setiap orang yang tindakannya, pembuktian unsur penyamaan Berusaha
usahanya, dan/atau usahanya, dan/atau kesalahan” karena pemahaman bagi
kegiatannya menggunakan B3, kegiatannya menggunakan B3, setiap pidana harus
- 48 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menghasilkan dan/atau menghasilkan dan/atau dijatuhkan karena publik, baik pusat
mengelola limbah B3, dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau adanya pembuktian. maupun daerah.
yang menimbulkan ancaman yang menimbulkan ancaman 2. Perubahan pasal ini
serius terhadap lingkungan serius terhadap lingkungan ditujukan untuk
hidup bertanggung jawab hidup bertanggung jawab atas memberikan
mutlak atas kerugian yang kerugian yang terjadi kepastian hukum.
terjadi tanpa perlu pembuktian berdasarkan pembuktian yang
unsur kesalahan. sah.

24. Pasal 93 Pasal 93 1. Setiap orang Diperlukan Penyederhanaan


mempunyai hak sosialisasi dan Perizinan
(1) Setiap orang dapat Dihapus.
untuk mengajukan upaya penyamaan Berusaha
mengajukan gugatan
gugatan TUN, pemahaman bagi
terhadap keputusan tata
sehingga ketentuan publik, baik pusat
usaha negara apabila:
Pasal 93 dinilai dapat maupun daerah.
a. badan atau pejabat tata membatasi.
usaha negara
menerbitkan izin
lingkungan kepada 2. Perubahan pasal ini
usaha dan/atau ditujukan untuk
kegiatan yang wajib memberikan
amdal tetapi tidak kepastian hukum.
dilengkapi dengan
dokumen amdal;
b. badan atau pejabat tata
usaha negara
menerbitkan izin
lingkungan kepada
kegiatan yang wajib
UKL-UPL, tetapi tidak
dilengkapi dengan
- 49 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dokumen UKLUPL;
dan/atau
c. badan atau pejabat tata
usaha negara yang
menerbitkan izin usaha
dan/atau kegiatan yang
tidak dilengkapi dengan
izin lingkungan.
(2) Tata cara pengajuan
gugatan terhadap
keputusan tata usaha
negara mengacu pada
Hukum Acara Peradilan
Tata Usaha Negara.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan
1. Pasal 40 Pasal 40 UU LLAJ telah Kementerian Penyederhaaan
mengamanatkan bahwa Perhubungan dan Perizinan
(1) Pembangunan Terminal (1) Pembangunan Terminal
Analisis mengenai Kementerian Berusaha
harus dilengkapi dengan: a. harus dilengkapi dengan:
Dampak Lingkungan Lingkungan Hidup
rancang bangun; b. buku a. rancang bangun; Hidup atau UKL-UPL perlu berkoordinasi
kerja rancang bangun; c.
dengan Analisis Dampak terkait dengan
rencana induk Terminal; d. b. buku kerja rancang
Lalu Lintas dapat adanya
analisis dampak Lalu bangun;
diintegrasikan. Pun pengintegrasian
Lintas; dan e. analisis c. rencana induk AMDAL atau UKL-
menjadi suatu kesatuan
mengenai dampak Terminal; dan UPL dan ANDALALIN
yang tidak dapat
lingkungan. ini.
d. dokumen Amdal atau dipisahkan. Namun
(2) Pengoperasian Terminal UKL-UPL yang telah dalam permasalahannya,
meliputi kegiatan: mencakup analisis implementasi ini tidak
a. perencanaan; mengenai dampak lalu dapat dilakukan akibat
lintas. dari kompetensi
b. pelaksanaan; dan kementerian terkait.
(2) Pembangunan Terminal
c. pengawasan. Pasal ini perlu direvisi
sebagaimana dimaksud
- 50 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) dapat sehingga pengintegrasian
dikerjasamakan dengan antara AMDAL atau UKL-
pihak ketiga sesuai UPL dan ANDALALIN
dengan ketentuan dapat terimplementasi.
peraturan perundang-
undangan.
(3) Pengoperasian Terminal
meliputi kegiatan:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan; dan
c. pengawasan
operasional Terminal.
(4) Pembangunan terminal
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) serta
perencanaan dan
pelaksanaan dalam
pengoperasian terminal
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a dan
huruf b dapat
dikerjasamakan dengan
pihak ketiga sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
2. Pasal 99 Pasal 99 Alasan Perubahan Potensi implikasi Penyederhaan
(1) Setiap rencana (1) Setiap rencana mengacu pada Pasal 40. mengacu pada Perizinan
Pasal 40. Berusaha
pembangunan pusat pembangunan pusat
kegiatan, permukiman, dan kegiatan, permukiman,
infrastruktur yang akan dan infrastruktur yang
- 51 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menimbulkan gangguan akan menimbulkan
Keamanan, Keselamatan, gangguan Keamanan,
Ketertiban, dan Kelancaran Keselamatan, Ketertiban,
Lalu Lintas dan Angkutan dan Kelancaran Lalu
Jalan wajib dilakukan Lintas dan Angkutan Jalan
analisis dampak Lalu wajib dilakukan analisis
Lintas. mengenai dampak Lalu
Lintas yang terintegrasi
(2) Analisis dampak Lalu
dengan Amdal atau UKL-
Lintas sebagaimana
UPL.
dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya (2) Ketentuan lebih lanjut
memuat: a. analisis mengenai analisis
bangkitan dan tarikan Lalu mengenai dampak lalu
Lintas dan Angkutan Jalan; lintas sebagaimana
b. simulasi kinerja Lalu dimaksud pada ayat (1)
Lintas tanpa dan dengan diatur dengan Peraturan
adanya pengembangan; c. Pemerintah.
rekomendasi dan rencana
implementasi penanganan
dampak; d. tanggung jawab
Pemerintah dan
pengembang atau
pembangun dalam
penanganan dampak; dan
e. rencana pemantauan dan
evaluasi.
(3) Hasil analisis dampak Lalu
Lintas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
merupakan salah satu
syarat bagi pengembang
untuk mendapatkan izin
Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah
- 52 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menurut peraturan
perundang-undangan.
3. Pasal 100 Pasal 100 Alasan Perubahan Potensi implikasi Penyederhaan
mengacu pada Pasal 40. mengacu pada Perizinan
(1) Analisis dampak Lalu Dihapus.
Pasal 40. Berusaha
Lintas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99
ayat (1) dilakukan oleh
lembaga konsultan yang
memiliki tenaga ahli
bersertifikat.
(2) Hasil analisis dampak Lalu
Lintas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99
ayat (3) harus mendapatkan
persetujuan dari instansi
yang terkait di bidang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan.
4. Pasal 101 Pasal 101 Alasan Perubahan Potensi implikasi Penyederhaan
mengacu pada Pasal 40. mengacu pada Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dihapus.
Pasal 40. Berusaha
pelaksanaan analisis dampak
Lalu Lintas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99 dan
Pasal 100 diatur dengan
peraturan pemerintah.
1c. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA - IMB DAN SLF

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek
1. Pasal 1 angka 3 Pasal 1 angka 3 Dalam UU 6/2017 belum Peningkatan Penyederhanaan
diatur mengenai institusi kualitas praktik Perizinan
3. Arsitek adalah seseorang 3. Arsitek adalah seseorang
yang berwenang Arsitektur dan Berusaha
yang melakukan Praktik yang telah memenuhi
menetapkan seseorang jaminan
Arsitek. syarat dan ditetapkan oleh
sebagai Arsitek. kehandalan hasil
Dewan untuk melakukan
Sementara dalam pasal 6 karya Arsitektur
Praktik Arsitek.
diatur bahwa syarat kepada masyarakat
menjadi Arsitek adalah pengguna.
memiliki Surat Tanda
Registrasi Arsitek.
Sehingga dalam Pasal 1
angka 3 diatur kembali
mengenai definisi Arsitek
sebagai seseorang yang
memenuhi syarat dan
ditetapkan oleh Dewan
untuk melakukan Praktik
Arsitek. Dewan sebagai
lembaga/institusi yang
dikukuhkan oleh
pemerintah untuk
membantu pemerintah
dalam melaksanakan
pembinaan profesi
Arsitek (diatur dalam
Pasal 35 baru).
2. Pasal 1 angka 12 Pasal 1 angka 12 Terminologi Pemerintah Memberikan Penyederhanaan
Daerah hanya satu kali penegasan sesuai Perizinan
12. Pemerintah Daerah adalah Dihapus.
digunakan dalam UU Berusaha
kepala daerah sebagai
Arsitek yaitu dalam
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
unsur penyelenggara bagian penjelasan Pasal dengan UU No
Pemerintahan Daerah yang 19 ayat (2) huruf c. 12/2011.
memimpin pelaksanaan Berdasarkan UU No
urusan pemerintahan yang 12/2011, pengertian yang
menjadi kewenangan dicantumkan dalam Pasal
daerah otonom. 1 suatu Undang-Undang
adalah suatu istilah yang
berulang kali digunakan
dalam UU tersebut.
3. Norma Baru Pasal 1 angka 14 Dalam UU 6/2017, Terdapat kejelasan Penyederhanaan
definisi dewan telah mengenai lembaga Perizinan
Dewan Arsitek Indonesia yang
diatur dalam Pasal 34 atau institusi yang Berusaha
selanjutnya disebut Dewan
ayat (2) beserta tugas dan diberi kewenangan
adalah dewan yang dibentuk oleh
fungsi, pembentukan dan oleh pemerintah
Organisasi Profesi dengan tugas
pengukuhan Dewan dalam
dan fungsi membantu
dalam ayat (1), (3) dan (4). penyelenggaraan
Pemerintah Pusat dalam
keprofesian Arsitek
penyelenggaraan keprofesian Sementara itu, dalam
yang secara lebih
Arsitek. Pasal 1 angka 10, telah
diatur mengenai spesifik diatur
dalam Pasal 35
Organsasi Profesi dengan
yaitu untuk
menyebut satu
melakukan
nomenklatur tertentu
pembinaan kepada
yaitu Ikatan Arsitek
profesi Arsitek. Hal
Indonesia.
ini berpotensi
Mengadopsi hal yang meningkatkan
sama, maka definisi kualitas Arsitek
dewan dalam Pasal 34 Indonesia dan
ayat (2) dipindahkan ke mampu
Pasal 1 angka 14 dengan melaksanakan
menyebutkan satu praktik keprofesian
nomenklatur tertentu yang memenuhi
standar teknis
bangunan gedung
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yaitu Dewan Arsitek sehingga dapat
Indonesia. menghasilkan
bangunan gedung
yang handal dan
mempercepat
persetujuan
bangunan gedung.
4. Pasal 5 Pasal 5 1. Memberikan Penyederhanaan
fleksibilitas Perizinan
(1) Pemberian layanan Praktik (1) Pemberian layanan Praktik 1. Salah satu politik
bagi Berusaha
Arsitek wajib memenuhi Arsitek wajib memenuhi hukum dalam
Pemerintah
standar kinerja Arsitek. standar kinerja Arsitek. penyusunan RUU
Pusat dalam
Cipta Kerja adalah
(2) Standar kinerja Arsitek (2) Standar kinerja Arsitek mengambil
hal-hal yang bersifat
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud kebijakan
detail dan teknis akan
pada ayat (l) mempakan pada ayat (l) merupakan mengikuti
diatur lebih lanjut
tolok ukur yang menjamin tolok ukur yang menjamin dinamika
dengan Peraturan
elisiensi, efektivitas, dan efisiensi, efektivitas, dan masyarakat
Pemerintah.
syarat mutu yang syarat mutu yang dan global yang
dipergunakan sebagai dipergunakan sebagai semakin cepat.
pedoman dalam pedoman dalam 2. Perubahan pada ayat 2. Peningkatan
(3), dikarenakan tolok
pelaksanaan Praktik pelaksanaan Praktik kualitas
ukur kinerja arsitek
Arsitek. Arsitek. penilaian
tidak terbatas pada
(3) Standar kinerja Arsitek (3) Ketentuan lebih lanjut kinerja arsitek
dokumen akhir hasil
sebagaimana dimaksud mengenai standar kinerja yang akan
pekerjaan, dimana
pada ayat (1) mencakup Arsitek sebagaimana mendorong
dimungkinkan suatu
kemampuan Arsitek dalam dimaksud pada ayat (1) kualitas hasil
dokumen hasil
menyediakan hasil: diatur dengan Peraturan pekerjaan
pekerjaan dikerjakan
Pemerintah. Arsitek.
a. dokumen gambar oleh lebih dari satu
perancangan; Arsitek dengan
pembagian tugas dan
b. dokumen rencana kerja tanggungjawab yang
dan syarat-syarat; berbeda. Oleh karena
itu pengaturan lebih
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. dokumen rencana detail mengenai
perhitungan volume standar kinerja
pekerjaan; dan/atau Arsitek akan diatur
dalam Peraturan
d. dokumen pengawasan
Pemerintah.
berkala.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai standar kinerja
Arsitek sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Menteri.
5. Pasal 6 Pasal 6 Ketentuan Pasal 6 ayat (2) Tidak ada potensi Penyederhanaan
Praktik dipindahkan menjadi implikasi karena Perizinan
(1) Untuk menjadi Arsitek, Untuk melakukan
seseorang wajib memiliki Arsitek, seseorang wajib memiliki Pasal 6A. hanya dilakukan Berusaha
sinkronisasi
Surat Tanda Registrasi Surat Tanda Registrasi Arsitek.
pengaturan.
Arsitek.
(2) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan untuk
seseorang yang merancang
bangunan gedung
sederhana dan bangunan
gedung adat.
6. Norma Baru Pasal 6A Pasal 6A sebelumnya Pengaturan Penyederhanaan
telah diatur dalam Pasal 6 menjadi lebih jelas Perizinan
Dalam hal penyelenggaraan
kegiatan untuk menghasilkan ayat (2). bahwa untuk karya Berusaha
arsitektur
karya Arsitektur berupa
bangunan gedung
bangunan gedung sederhana dan
sederhana dan adat
bangunan gedung adat tidak
maka tidak perlu
wajib dilakukan oleh Arsitek.
dilakukan oleh
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Arsitek, sehingga
tidak menghambat
persetujuan
bangunan gedung
sederhana dan
adat.
7. Pasal 13 Pasal 13 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan mengenai tata, cara Ketentuan lebih lanjut mengenai
Cipta Kerja adalah hal- Pemerintah Pusat Berusaha
penerbitan dan pencabutan tata cara penerbitan dan
hal yang bersifat detail dalam mengambil
Surat Tanda Registrasi Arsitek pencabutan Surat Tanda
dan teknis akan diatur kebijakan
sebagaimana dimaksud dalam Registrasi Arsitek sebagaimana
lebih lanjut dengan mengikuti
Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, Pasal dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7,
Peraturan Pemerintah. dinamika
10, dan Pasal 12 diatur dengan Pasal 9, Pasal 10, dan Pasal 12
masyarakat dan
Peraturan Menteri. diatur dengan Peraturan
global yang
Pemerintah.
semakin cepat.
8. Pasal 14 Pasal 14 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap Arsitek dalam (1) Setiap Arsitek dalam
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
penyelenggaraan bangunan penyelenggaraan bangunan
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
gedung wajib memiliki gedung wajib memiliki
Menteri/pimpinan kebijakan
Lisensi. Lisensi.
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
(2) Dalam hal Arsitek (2) Dalam hal Arsitek tau bupati/walikota perlu dinamika
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud ditata kembali masyarakat dan
pada ayat (1) tidak memiliki pada ayat (1) belum berdasarkan prinsip global yang
Lisensi, Arsitek wajib memiliki Lisensi, Arsitek perizinan berusaha semakin cepat.
bekerja sama dengan wajib bekerja sama dengan berbasis risiko dan
Arsitek yang memiliki Arsitek yang memiliki menerapkan penggunaan
Lisensi. Lisensi. teknologi informasi dalam
(3) Lisensi sebagaimana (3) Lisensi sebagaimana pemberian perizinan
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) (misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diterbitkan oleh pemerintah diterbitkan oleh Pemerintah
provinsi. Pusat. Pengaturan lebih lanjut
(4) Ketentuan mengenai tata (4) Ketentuan lebih lanjut didelegasikan melalui
cara penerbitan Lisensi mengenai tata cara Peraturan Pemerintah
diatur dengan Peraturan penerbitan Lisensi diatur agar memberikan
Pemerintah. dengan Peraturan fleksibilitas bagi
Pemerintah. Pemerintah Pusat dalam
mengambil kebijakan
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat. Jika
tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan Indonesia
akan kesulitan dalam
menyesuaikan kebijakan
regulasi perizinan dan
kesulitan berkompetisi
dengan negara tetangga.
9. Pasal 19 Pasal 19 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Arsitek Asing harus (1) Arsitek Asing harus
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
melakukan alih keahlian melakukan alih keahlian
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
dan alih pengetahuan. dan alih pengetahuan.
Menteri/pimpinan kebijakan
(2) Alih keahlian dan alih (2) Alih keahlian dan alih Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
pengetahuan sebagaimana pengetahuan sebagaimana tau bupati/walikota perlu dinamika
dimaksud pada ayat (i) dimaksud pada ayat (1) ditata kembali masyarakat dan
dilakukan dengan: dilakukan dengan: berdasarkan prinsip global yang
a. mengembangkan dan a. mengembangkan dan perizinan berusaha semakin cepat.
meningkatkan jasa meningkatkan jasa berbasis risiko dan
Praktik Arsitek pada Praktik Arsitek pada menerapkan penggunaan
kantor tempatnya kantor tempatnya teknologi informasi dalam
bekerja; bekerja; pemberian perizinan
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. mengalihkan b. mengalihkan (misalnya perizinan
pengetahuan dan pengetahuan dan berusaha secara
kemampuan profe kemampuan elektronik).
sionalnya kepada profesionalnya kepada
Arsitek; dan Arsitek; dan/atau
Pengaturan lebih lanjut
c. memberikan pendidikan c. memberikan pendidikan didelegasikan melalui
dan/atau pelatihan dan/atau pelatihan Peraturan Pemerintah
kepada lembaga kepada lembaga
agar memberikan
pendidikan, lembaga pendidikan, lembaga fleksibilitas bagi
penelitian, dan/atau penelitian, dan/atau Pemerintah Pusat dalam
lembaga pengembangan lembaga pengembangan mengambil kebijakan
dalam bidang Arsitektur dalam bidang Arsitektur mengikuti dinamika
tanpa dipungut biaya. tanpa dipungut biaya. masyarakat dan global
(3) Pengawasan terhadap (3) Pengawasan terhadap yang semakin cepat. Jika
pelaksanaan kegiatan alih pelaksanaan kegiatan alih tidak didelegasikan
keahlian dan alih keahlian dan alih melalui PP maka
pengetahuan sebagafunana pengetahuan sebagaimana dikhawatirkan Indonesia
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) akan kesulitan dalam
dilaksanakan oleh Menteri. dilaksanakan oleh menyesuaikan kebijakan
Pemerintah Pusat. regulasi perizinan dan
(4) Ketentuan lebih lanjut
lanjut kesulitan berkompetisi
mengenai tata cara alih (4) Ketentuan lebih
keahlian dan alih mengenai tata cara alih dengan negara tetangga.
pengetahuan sebagaimana keahlian dan alih
dimaksud pada ayat (2) dan pengetahuan sebagaimana
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
dimaksud pada ayat (3) pengawasan sebagaimana
diatur dengan Peraturan dimaksud pada ayat (3)
Menteri. diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
10. Pasal 28 Pasal 28 Perubahan pada huru f. Memberikan
Organisasi Profesi bertugas : Organisasi Profesi bertugas : Sesuai dengan arahan fleksibilitas bagi
Presiden, politik hukum Pemerintah Pusat
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. melakukan pembinaan a. melakukan pembinaan dalam penyusunan RUU dalam mengambil
anggota; anggota; CK kewenangan kebijakan
b. menetapkan dan b. menetapkan dan menegakkan Menteri/pimpinan mengikuti
menegakkan kode etik profesi kode etik profesi Arsitek; Lembaga,gubernur,dan/a dinamika
Arsitek; c. menyelenggarakan dan tau bupati/walikota perlu masyarakat dan
c. menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan ditata kembali global yang
memantau pelaksanaan Pengembangan Keprofesian berdasarkan prinsip
semakin cepat.
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan; perizinan berusaha
Berkelanjutan; d. melakukan komunikasi, berbasis risiko dan
d. melakukan komunikasi, pengaturan, dan promosi menerapkan penggunaan
Konsekuensinya
pengaturan, dan promosi tentang kegiatan Praktik teknologi informasi dalam
adalah
tentang kegiatan Praktik Arsitek; pemberian perizinan
kementerian/lemba
Arsitek; e. memberikan masukan kepada (misalnya perizinan
ga dan pemerintah
e. memberikan masukan pendidikan tinggi Arsitektur berusaha secara
daerah perlu
kepada pendidikan tinggi tentang perkembangan elektronik).
memahami
Arsitektur tentang Praktik Arsitek;
penataan
perkembangan Praktik f. memberikan masukan kepada
Pengaturan lebih lanjut kewenangan dalam
Arsitek; Pemerintah Pusat mengenai
didelegasikan melalui rangka fleksibilitas
f. memberikan masukan lingkup layanan Praktik
Peraturan Pemerintah dan memenangkan
kepada Menteri mengenai Arsitek;
agar memberikan persaingan global.
lingkup layanan Praktik g. mengembangkan Arsitektur
Arsitek; dan melestarikan nilai budaya fleksibilitas bagi
g. mengembangkan Arsitektur Indonesia; dan Pemerintah Pusat dalam
dan melestarikan nilai h. melindungi Pengguna Jasa mengambil kebijakan
budaya Indonesia; dan Arsitek. mengikuti dinamika
h. melindungi Pengguna Jasa masyarakat dan global
Arsitek. yang semakin cepat. Jika
tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan Indonesia
akan kesulitan dalam
menyesuaikan kebijakan
regulasi perizinan dan
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kesulitan berkompetisi
dengan negara tetangga.
11. Pasal 34 Pasal 34 1. Salah satu politik Memberikan Penyederhanaan
hukum dalam fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Dalam mendukung (1) Dalam mendukung
penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
keprofesian Arsitek, keprofesian Arsitek,
Cipta Kerja adalah dalam mengambil
Organisasi Profesi Organisasi Profesi
hal-hal yang bersifat kebijakan
membentuk dewan yang membentuk dewan yang
detail dan teknis akan mengikuti
bersifat mandiri dan bersifat mandiri dan
diatur lebih lanjut dinamika
independen. independen.
dengan Peraturan masyarakat dan
(2) Dewan sebagaimana Penjelasan Pasal 34 ayat (1): Pemerintah. global yang
dimaksud pada ayat (1) 2. Penjelasan Pasal 34 semakin cepat.
dicabut dan dinyatakan
memiliki tugas dan fungsi ayat (1) dicabut
tidak berlaku.
untuk membantu karena telah diatur
Pemerintah Pusat dalam (2) Dewan sebagaimana kembali dalam Pasal
penyelenggaraan dimaksud pada ayat (1) 1 angka 14.
keprofesian Arsitek. beranggotakan 9 (sembilan)
orang yang terdiri atas
(3) Dewan sebagaimana unsur:
dimaksud pada ayat (1)
beranggotakan 9 (sembilan) a. anggota Organisasi
orang yang terdiri atas Profesi;
unsur: b. Pengguna Jasa Arsitek;
dan
a. anggota Organisasi c. perguruan tinggi.
Profesi;
(3) Dewan sebagaimana
b. Pengguna Jasa Arsitek; dimaksud pada ayat (1)
dan dikukuhkan oleh
c. perguruan tinggi. Pemerintah Pusat.
(4) Dewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dikukuhkan oleh Menteri.
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
12. Pasal 35 Pasal 35 Guna mengatur secara Memberikan Penyederhanaan
Pusat tegas kewenangan kepastian hukum Perizinan
(1) Pemerintah Pusat (1) Pemerintah
pembinaan pemerintah untuk mengenai Berusaha
melakukan pembinaan melakukan
mengatur pembinaan kewenangan
terhadap profesi Arsitek. terhadap profesi Arsitek.
terhadap profesi arsitek. Pemerintah
(2) Dalam melakukan (2) Pembinaan sebagaimana terhadap profesi
pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) arsitek.
dirnaksud pada ayat (1), dilakukan dengan:
Hal ini berpotensi
Pemerintah Pusat bekerja a. menetapkan kebijakan meningkatkan
sarna dengan Organisasi pengembangan profesi kualitas Arsitek
Profesi. Arsitek dan Praktik Indonesia dan
Arsitek; mampu
b. melakukan melaksanakan
pemberdayaan Arsitek; praktik keprofesian
dan yang memenuhi
standar teknis
c. melakukan pengawasan bangunan gedung.
terhadap kepatuhan
Arsitek dalam Selain itu, Arsitek
pelaksanaan peraturan Indonesia dapat
dan standar penataan memperoleh
bangunan dan pengakuan di
lingkungan. negara lain
sehingga dapat
(3) Pemerintah Pusat dalam memberikan jasa
melakukan fungsi Arsitektur di negara
pengaturan, luar negeri.
pemberdayaan, dan
pengawasan Praktik Arsitek
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibantu oleh
Dewan.
Penjelasan Pasal 35 ayat (3):
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Yang dimaksud dengan
“pengaturan” antara lain
peraturan terkait
penyelenggaraan profesi
Arsitek

Yang dimaksud dengan


“pemberdayaan” antara lain
berupa penetapan gelar
profesi Arsitek (Ar.),
penetapan standar
pendidikan Arsitektur, dan
penetapan standar Praktik
Arsitek.

Yang dimaksud dengan


“pengawasan” antara lain
pengendalian Praktik
Arsitek.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembinaan
Arsitek sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
13. Pasal 36 Pasal 36 Ketentuan Pasal 36 Penyederhanaan Penyederhanaan
Pembinaan Arsitek sebagaimana Dihapus. digabungkan ke Pasal 35 pengaturan. Perizinan
ayat (2). Berusaha
dimaksud dalam Pasal 35
dilaksanakan dengan:
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. menetapkan kebijakan
pengembangan profesi
Arsitek dan Praktik Arsitek;
b. melakukan pemberdayaan
Arsitek; dan
c. melakukan pengawasan
terhadap kepatuhan Arsitek
dalam pelaksanaan
peraturan dan standar
penataan bangunan dan
lingkungan.
14. Pasal 37 Pasal 37 Ketentuan Pasal 36 Penyederhanaan Penyederhanaan
digabungkan ke Pasal 35 pengaturan. Perizinan
Ketentuan mengenai pembinaan Dihapus.
ayat (4). Berusaha
Arsitek sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 dan Pasal 36
diatur dengan Peraturan
Menteri.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
1. Pasal 1 angka 11 Pasal 1 angka 11 Penambahan beberapa Memberikan Penyederhanaan
definisi baru dan relaksasi Perizinan
11. Pengkaji teknis adalah 11. Pengkaji Teknis adalah
perubahan definisi pengaturan bagi Berusaha
orang perorangan, atau orang perseorangan atau
Pengkaji Teknis karena badan usaha non
badan hukum yang badan usaha, baik yang
penambahan dan badan hukum
mempunyai sertifikat berbadan hukum maupun
perubahan sesuai konsep sebagai pengkaji
keahlian untuk tidak berbadan hukum,
bisnis baru. teknis.
melaksanakan pengkajian yang mempunyai sertifikat
teknis atas kelaikan fungsi kompetensi kerja kualifikasi Praktek selama ini dan di
bangunan gedung sesuai ahli atau sertifikat badan berbagai negara banyak
dengan ketentuan usaha untuk melaksanakan kantor arsitek berbentuk
perundang-undangan yang pengkajian teknis atas firma yang bukan badan
berlaku. hukum.
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kelaikan fungsi Bangunan
Gedung.
2. Pasal 1 angka 15 Pasal 1 angka 15 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
15. Pemerintah Daerah adalah Dihapus.
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
kepala daerah kabupaten
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
atau kota beserta perangkat
Menteri/pimpinan kebijakan
daerah otonom yang lain
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
sebagai badan eksekutif
tau bupati/walikota perlu dinamika
daerah, kecuali untuk
ditata kembali masyarakat dan
Provinsi Daerah Khusus
berdasarkan prinsip global yang
Ibukota Jakarta adalah
perizinan berusaha semakin cepat.
gubernur.
berbasis risiko dan
menerapkan penggunaan
teknologi informasi dalam
pemberian perizinan
(misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).

Pengaturan lebih lanjut


didelegasikan melalui
Peraturan Pemerintah
agar memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat dalam
mengambil kebijakan
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat. Jika
tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan Indonesia
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
akan kesulitan dalam
menyesuaikan kebijakan
regulasi perizinan dan
kesulitan berkompetisi
dengan negara tetangga.
3. Norma Baru Pasal 1 angka 16 Berhubung Penyedia Jasa Konsistensi dengan Penyederhanaan
16. Penyedia Jasa Konstruksi Konstruksi berulang kali UU No 12/2011. Perizinan
digunakan dalam UU Berusaha
adalah pemberi layanan
Bangunan Gedung maka
Jasa Konstruksi.
sesuai dengan UU No
12/2011 perlu diatur
dalam Pasal 1 (ketentuan
umum).
4. Norma Baru Pasal 1 angka 17 Berhubung Profesi Ahli Konsistensi dengan Penyederhanaan
berulang kali digunakan UU No 12/2011. Perizinan
17. Profesi Ahli adalah
dalam UU Bangunan Berusaha
seseorang yang telah
Gedung maka sesuai
memenuhi standar
dengan UU No 12/2011
kompetensi dan ditetapkan
perlu diatur dalam Pasal
oleh lembaga yang
1 (ketentuan umum).
diakreditasi oleh
Pemerintah Pusat.
5. Norma Baru Pasal 1 angka 18 Berhubung Penilik Konsistensi dengan Penyederhanaan
Bangunan Gedung UU No 12/2011. Perizinan
18. Penilik Bangunan Gedung
berulang kali digunakan Berusaha
yang selanjutnya disebut
dalam UU Bangunan
Penilik adalah orang
Gedung maka sesuai
perseorangan yang memiliki
dengan UU No 12/2011
kompetensi, yang diberi
perlu diatur dalam Pasal
tugas oleh Pemerintah
1 (ketentuan umum).
Pusat untuk melakukan
inspeksi terhadap
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penyelenggaraan Bangunan
Gedung.
6. Pasal 5 Pasal 5 1. Kebutuhan 1. Memberika Penyederhanaan
identifikasi fungsi dan kemudahan Perizinan
(1) Fungsi bangunan gedung (1) Setiap bangunan gedung dalam
juga klasifikasi Berusaha
meliputi fungsi hunian, memiliki fungsi dan mengadopsi
bangunan gedung
keagamaan, usaha, sosial klasifikasi bangunan standar
untuk menggunakan
dan budaya, serta fungsi gedung. internasional.
standar teknis. Selain
khusus. 2. Memberikan
(2) Ketentuan lebih lanjut itu adanya kebutuhan
(2) Bangunan gedung fungsi mengenai fungsi dan untuk mengadopsi fleksibilitas
hunian sebagaimana klasifikasi bangunan fungsi dan klasifikasi bagi
dimaksud dalam ayat (1) gedung sebagaimana bangunan Pemerintah
meliputi bangunan untuk dimaksud ayat (1) diatur berdasarkan standar Pusat dalam
rumah tinggal tunggal, dengan Peraturan internasional. mengambil
rumah tinggal deret, rumah Pemerintah. kebijakan
susun, dan rumah tinggal mengikuti
sementara. 2. Salah satu politik dinamika
hukum dalam masyarakat
(3) Bangunan gedung fungsi
penyusunan RUU dan global yang
keagamaan sebagaimana
Cipta Kerja adalah semakin cepat.
dimaksud dalam ayat (1)
hal-hal yang bersifat
meliputi masjid, gereja,
detail dan teknis akan
pura, wihara, dan
diatur lebih lanjut
kelenteng.
dengan Peraturan
(4) Bangunan gedung fungsi Pemerintah.
usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
meliputi bangunan gedung
untuk perkantoran,
perdagangan,
perindustrian, perhotelan,
wisata dan rekreasi,
terminal, dan
penyimpanan.
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Bangunan gedung fungsi
sosial dan budaya
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi
bangunan gedung untuk
pendidikan, kebudayaan,
pelayanan kesehatan,
laboratorium, dan
pelayanan umum.
(6) Bangunan gedung fungsi
khusus sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
meliputi bangunan gedung
untuk reaktor nuklir,
instalasi pertahanan dan
keamanan, dan bangunan
sejenis yang diputuskan
oleh menteri.
(7) Satu bangunan gedung
dapat memiliki lebih dari
satu fungsi.
7. Pasal 6 Pasal 6 1. Perubahan Memberikan Penyederhanaan
nomenklatur IMB fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Fungsi bangunan gedung (1) Fungsi bangunan gedung
menjadi Perizinan Pemerintah Pusat Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
Bangunan Gedung. dalam mengambil
dalam Pasal 5 harus sesuai dalam Pasal 5 harus sesuai
kebijakan
dengan peruntukan lokasi dengan peruntukan lokasi
mengikuti
yang diatur dalam yang diatur dengan RDTR. 2. Salah satu politikdinamika
Peraturan Daerah tentang (2) Fungsi bangunan gedung hukum dalam masyarakat dan
Rencana Tata Ruang sebagaimana dimaksud penyusunan RUU global yang
Wilayah Kabupaten/Kota. pada ayat (1) dicantumkan Cipta Kerja adalah semakin cepat.
(2) Fungsi bangunan gedung dalam Persetujuan menyesuaikan
sebagaimana dimaksud bangunan gedung. nomenklatur
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam ayat (1) ditetapkan (3) Perubahan fungsi perizinan yang ada
oleh Pemerintah Daerah bangunan gedung harus dalam setiap Undang-
dan dicantumkan dalam mendapatkan persetujuan Undang dengan
izin mendirikan bangunan. kembali dari Pemerintah rumusan yang
Pusat. berisifat general,
(3) Perubahan fungsi
sehingga memberikan
bangunan gedung yang (4) Ketentuan lebih lanjut
fleksibiltas
telah ditetapkan mengenai tata cara
pemerintah dalam
sebagaimana dimaksud memperoleh persetujuan
rangka mengantisipasi
dalam ayat (2) harus bangunan gedung
dinamika masyarakat
mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud
dan global.
dan penetapan kembali oleh pada ayat (2) dan ayat (3)
Pemerintah Daerah. diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(4) Ketentuan mengenai tata
cara penetapan dan
perubahan fungsi
bangunan gedung
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
8. Pasal 7 Pasal 7 Penggunaan standar 1. Memberikan Penyederhanaan
teknis bangunan gedung fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap bangunan gedung (1) Setiap bangunan gedung
sebagai acuan utama Pemerintah Berusaha
harus memenuhi harus memenuhi standar
dalam proses Pusat dalam
persyaratan administratif teknis bangunan gedung
perencanaan, mengambil
dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi dan
pelaksanaan dan kebijakan
sesuai dengan fungsi klasifikasi bangunan
pengawasan bangunan mengikuti
bangunan gedung. gedung.
gedung dan dinamika
(2) Persyaratan administratif (2) Penggunaan ruang di atas penghabpusan masyarakat dan
bangunan gedung dan/atau di bawah tanah persyaratan administratif global yang
sebagaimana dimaksud dan/atau air untuk sesuai konsep proses semakin cepat.
dalam ayat (1) meliputi bangunan gedung harus bisnis baru. 2. Perlu
persyaratan status hak atas sesuai dengan ketentuan penyediaan
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tanah, status kepemilikan peraturan perundang- standar teknis
bangunan gedung, dan izin undangan. bangunan
mendirikan bangunan. gedung oleh
(3) Dalam hal bangunan
Pemerintah.
(3) Persyaratan teknis gedung merupakan
bangunan gedung bangunan gedung adat dan
sebagaimana dimaksud cagar budaya, bangunan
dalam ayat (1) meliputi gedung mengikuti
persyaratan tata bangunan ketentuan khusus sesuai
dan persyaratan keandalan dengan ketentuan
bangunan gedung. peraturan perundang-
undangan.
(4) Penggunaan ruang di atas
dan/atau di bawah tanah (4) Ketentuan lebih lanjut
dan/atau air untuk mengenai standar teknis
bangunan gedung harus sebagaimana dimaksud
memiliki izin penggunaan pada ayat (1) diatur dengan
sesuai ketentuan yang Peraturan Pemerintah.
berlaku.
(5) Persyaratan administratif
dan teknis untuk bangunan
gedung adat, bangunan
gedung semi permanen,
bangunan gedung darurat,
dan bangunan gedung yang
dibangun pada daerah
lokasi bencana ditetapkan
oleh Pemerintah Daerah
sesuai kondisi sosial dan
budaya setempat.
9. Pasal 8 Pasal 8 Salah satu politik hukum 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap bangunan gedung Dihapus.
Cipta Kerja adalah hal-hal Pemerintah Berusaha
harus memenuhi
yang bersifat detail dan Pusat dalam
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
persyaratan administratif teknis akan diatur lebih mengambil
yang meliputi: lanjut dengan Peraturan kebijakan
Pemerintah. mengikuti
a. status hak atas tanah,
dinamika
dan/atau izin
masyarakat dan
pemanfaatan dari
global yang
pemegang hak atas
semakin cepat.
tanah;
2. Perlu
b. status kepemilikan penyediaan
bangunan gedung; dan standar teknis
c. izin mendirikan bangunan
bangunan gedung gedung oleh
sesuai ketentuan Pemerintah.
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(2) Setiap orang atau badan
hukum dapat memiliki
bangunan gedung atau
bagian bangunan gedung.
(3) Pemerintah Daerah wajib
mendata bangunan gedung
untuk keperluan tertib
pembangunan dan
pemanfaatan.
(4) Ketentuan mengenai izin
mendirikan bangunan
gedung, kepemilikan, dan
pendataan bangunan
gedung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
10. Pasal 9 Pasal 9 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5). fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Persyaratan tata bangunan Dihapus. Pemerintah Berusaha
sebagaimana dimaksud Pusat dalam
2. Salah satu politik
dalam Pasal 7 ayat (3) mengambil
hukum dalam
meliputi persyaratan kebijakan
penyusunan RUU
peruntukan dan intensitas mengikuti
Cipta Kerja adalah
bangunan gedung, dinamika
hal-hal yang bersifat
arsitektur bangunan masyarakat dan
detail dan teknis akan
gedung, dan persyaratan global yang
diatur lebih lanjut
pengendalian dampak semakin cepat.
dengan Peraturan
lingkungan. 2. Perlu
Pemerintah.
(2) Persyaratan tata bangunan penyediaan
sebagaimana dimaksud standar teknis
dalam ayat (1) ditetapkan bangunan
lebih lanjut dalam rencana gedung oleh
tata bangunan dan Pemerintah.
lingkungan oleh Pemerintah
Daerah. (3) Ketentuan
mengenai tata cara
penyusunan rencana tata
bangunan dan lingkungan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.

11. Pasal 10 Pasal 10 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan


dalam Pasal 7 ayat (5). fleksibilitas Perizinan
(1) Persyaratan peruntukan Dihapus.
bagi Berusaha
dan intensitas bangunan
Pemerintah
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
gedung sebagai-mana 2. Salah satu politik Pusat dalam
dimaksud dalam Pasal 9 hukum dalam mengambil
ayat (1) meliputi penyusunan RUU kebijakan
persyaratan peruntukan Cipta Kerja adalah mengikuti
lokasi, kepadatan, hal-hal yang bersifat dinamika
ketinggian, dan jarak bebas detail dan teknis akan masyarakat
bangunan gedung yang diatur lebih lanjut dan global yang
ditetapkan untuk lokasi dengan Peraturan semakin cepat.
yang bersangkutan. Pemerintah. 2. Perlu
penyediaan
(2) Pemerintah Daerah wajib
standar teknis
menyediakan dan
bangunan
memberikan informasi
gedung oleh
secara terbuka tentang
Pemerintah.
persyaratan peruntukan
dan intensitas bangunan
gedung bagi masyarakat
yang memerlukannya.
12. Pasal 11 Pasal 11 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5). fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Persyaratan peruntukan Dihapus. Pemerintah Berusaha
lokasi sebagaimana Pusat dalam
2. Salah satu politik
dimaksud dalam Pasal 10 mengambil
hukum dalam
ayat (1) dilaksanakan kebijakan
penyusunan RUU
berdasarkan ketentuan mengikuti
Cipta Kerja adalah
tentang tata ruang. dinamika
hal-hal yang bersifat
(2) Bangunan gedung yang detail dan teknis akan masyarakat dan
dibangun di atas, dan/atau diatur lebih lanjut global yang
di bawah tanah, air, dengan Peraturan semakin cepat.
dan/atau prasarana dan Pemerintah. 2. Perlu
sarana umum tidak boleh penyediaan
mengganggu keseimbangan standar teknis
lingkungan, fungsi lindung bangunan
kawasan, dan/atau fungsi
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
prasarana dan sarana gedung oleh
umum yang bersangkutan. Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai
pembangunan bangunan
gedung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
13. Pasal 12 Pasal 12 1. Sudah 1. Memberikan Penyederhanaan
didelegasikan dalam fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Persyaratan kepadatan dan Dihapus. Pemerintah
Pasal 7 ayat (5). Berusaha
ketinggian bangunan Pusat dalam
sebagaimana dimaksud mengambil
2. Salah satu politik
dalam Pasal 10 ayat (1) kebijakan
hukum dalam
meliputi koefisien dasar mengikuti
penyusunan RUU
bangunan, koefisien lantai dinamika
Cipta Kerja adalah
bangunan, dan ketinggian masyarakat dan
hal-hal yang bersifat
bangunan sesuai dengan global yang
detail dan teknis
ketentuan yang ditetapkan semakin cepat.
akan diatur lebih
untuk lokasi yang
lanjut dengan 2. Perlu
bersangkutan. penyediaan
Peraturan
(2) Persyaratan jumlah lantai Pemerintah. standar teknis
maksimum bangunan bangunan
gedung atau bagian gedung oleh
bangunan gedung yang Pemerintah.
dibangun di bawah
permukaan tanah harus
mempertimbangkan
keamanan, kesehatan, dan
daya dukung lingkungan
yang dipersyaratkan.
(3) Bangunan gedung tidak
boleh melebihi ketentuan
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
maksimum kepadatan dan
ketinggian yang ditetapkan
pada lokasi yang
bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tata
cara perhitungan dan
penetapan kepadatan dan
ketinggian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
14. Pasal 13 Pasal 13 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5) fleksibilitas Perizinan
(1) Persyaratan jarak bebas Dihapus. bagi Berusaha
bangunan gedung Pemerintah
2. Salah satu politik
sebagaimana dimaksud Pusat dalam
hukum dalam
dalam Pasal 10 ayat (1) mengambil
penyusunan RUU
meliputi: kebijakan
Cipta Kerja adalah
a. garis sempadan hal-hal yang bersifat mengikuti
bangunan gedung detail dan teknis akan dinamika
dengan as jalan, tepi diatur lebih lanjut masyarakat
sungai, tepi pantai, dengan Peraturan dan global yang
jalan kereta api, Pemerintah. semakin cepat.
dan/atau jaringan 2. Perlu
tegangan tinggi; penyediaan
b. jarak antara bangunan standar teknis
gedung dengan batas- bangunan
batas persil, dan jarak gedung oleh
antara as jalan dan Pemerintah.
pagar halaman yang
diizinkan pada lokasi
yang bersangkutan.
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Persyaratan jarak bebas
bangunan gedung atau
bagian bangunan gedung
yang dibangun di bawah
permukaan tanah harus
mempertimbangkan batas-
batas lokasi, keamanan,
dan tidak mengganggu
fungsi utilitas kota, serta
pelaksanaan
pembangunannya.
(3) Ketentuan mengenai
persyaratan jarak bebas
bangunan gedung
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
15. Pasal 14 Pasal 14 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5). fleksibilitas Perizinan
(1) Persyaratan arsitektur Dihapus.
bagi Berusaha
bangunan gedung
Pemerintah
sebagaimana dimaksud 2. Salah satu politik Pusat dalam
dalam Pasal 9 ayat (1) hukum dalam mengambil
meliputi persyaratan penyusunan RUU kebijakan
penampilan bangunan Cipta Kerja adalah mengikuti
gedung, tata ruang dalam,
hal-hal yang bersifat dinamika
keseimbangan, keserasian, detail dan teknis akan masyarakat
dan keselarasan bangunan diatur lebih lanjut dan global yang
gedung dengan dengan Peraturan semakin cepat.
lingkungannya, serta Pemerintah. 2. Perlu
pertimbangan adanya
penyediaan
keseimbangan antara nilai-
standar teknis
nilai sosial budaya
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
setempat terhadap bangunan
penerapan berbagai gedung oleh
perkembangan arsitektur Pemerintah.
dan rekayasa.
(2) Persyaratan penampilan
bangunan gedung
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus
memperhatikan bentuk dan
karakteristik arsitektur dan
lingkungan yang ada di
sekitarnya.
(3) Persyaratan tata ruang
dalam bangunan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus
memperhatikan fungsi
ruang, arsitektur bangunan
gedung, dan keandalan
bangunan gedung.
(4) Persyaratan keseimbangan,
keserasian, dan
keselarasan bangunan
gedung dengan
lingkungannya
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus
mempertimbangkan
terciptanya ruang luar
bangunan gedung, ruang
terbuka hijau yang
seimbang, serasi, dan
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
selaras dengan
lingkungannya.
(5) Ketentuan mengenai
penampilan bangunan
gedung, tata ruang dalam,
keseimbangan, dan
keselarasan bangunan
gedung dengan
lingkungannya
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
16. Pasal 15 Pasal 15 Menghapus kata 1. Memberikan Penyederhanaan
Persyaratan karena kepastian Perizinan
(1) Penerapan persyaratan (1) Penerapan pengendalian
penggunaan standar hukum. Berusaha
pengendalian dampak dampak lingkungan hanya
termasuk di dalamnya 2. Penggunaan
lingkungan hanya berlaku berlaku bagi bangunan
terkait dampak satu sumber
bagi bangunan gedung yang gedung yang dapat
lingkungan. tunggal terkait
dapat menimbulkan menimbulkan dampak
pengendalian
dampak penting terhadap penting terhadap
dampak
lingkungan. lingkungan.
lingkungan
(2) Persyaratan pengendalian (2) Pengendalian dampak yaitu standar
dampak lingkungan pada lingkungan pada bangunan yang ditetapkan
bangunan gedung gedung sebagaimana oleh
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (1) Pemerintah.
dalam ayat (1) sesuai dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan dengan ketentuan
peraturan perundang- peraturan perundang-
undangan yang berlaku undangan.
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
17. Pasal 16 Pasal 16 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5). fleksibilitas Perizinan
(1) Persyaratan keandalan Dihapus.
bagi Berusaha
bangunan gedung
Pemerintah
sebagaimana dimaksud 2. Salah satu politik Pusat dalam
dalam Pasal 7 ayat (3), hukum dalam mengambil
meliputi persyaratan penyusunan RUU kebijakan
keselamatan, kesehatan, Cipta Kerja adalah mengikuti
kenyamanan, dan
hal-hal yang bersifat dinamika
kemudahan. detail dan teknis akan masyarakat
(2) Persyaratan keandalan diatur lebih lanjut dan global yang
bangunan gedung dengan Peraturan semakin cepat.
sebagaimana dimaksud Pemerintah. 2. Perlu
dalam ayat (1) ditetapkan penyediaan
berdasarkan fungsi standar teknis
bangunan gedung. bangunan
gedung oleh
Pemerintah.

18. Pasal 17 Pasal 17 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan


dalam Pasal 7 ayat (5). fleksibilitas Perizinan
(1) Persyaratan keselamatan Dihapus.
bagi Berusaha
bangunan gedung
Pemerintah
sebagaimana dimaksud 2. Salah satu politik Pusat dalam
dalam Pasal 16 ayat (1) hukum dalam mengambil
meliputi persyaratan penyusunan RUU kebijakan
kemampuan bangunan Cipta Kerja adalah mengikuti
gedung untuk mendukung hal-hal yang bersifat dinamika
beban muatan, serta detail dan teknis akan masyarakat
kemampuan bangunan diatur lebih lanjut dan global yang
gedung dalam mencegah dengan Peraturan semakin cepat.
dan menanggulangi bahaya Pemerintah. 2. Perlu
penyediaan
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kebakaran dan bahaya standar teknis
petir. bangunan
gedung oleh
(2) Persyaratan kemampuan
Pemerintah.
bangunan gedung untuk
mendukung beban
muatannya sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
merupakan kemampuan
struktur bangunan gedung
yang stabil dan kukuh
dalam mendukung beban
muatan.
(3) Persyaratan kemampuan
bangunan gedung dalam
mencegah dan
menanggulangi bahaya
kebakaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
merupakan kemampuan
bangunan gedung untuk
melakukan pengamanan
terhadap bahaya kebakaran
melalui sistem proteksi
pasif dan/atau proteksi
aktif.
(4) Persyaratan kemampuan
bangunan gedung dalam
mencegah bahaya petir
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan
kemampuan bangunan
gedung untuk melakukan
pengamanan terhadap
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
bahaya petir melalui sistem
penangkal petir.
19. Pasal 18 Pasal 18 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5). fleksibilitas Perizinan
(1) Persyaratan kemampuan Dihapus.
bagi Berusaha
struktur bangunan gedung
Pemerintah
yang stabil dan kukuh 2. Salah satu politik Pusat dalam
dalam mendukung beban hukum dalam mengambil
muatan sebagaimana penyusunan RUU kebijakan
dimaksud dalam Pasal 17 Cipta Kerja adalah mengikuti
ayat (2) merupakan hal-hal yang bersifat dinamika
kemampuan struktur detail dan teknis akan masyarakat
bangunan gedung yang diatur lebih lanjut dan global yang
stabil dan kukuh sampai dengan Peraturan semakin cepat.
dengan kondisi Pemerintah. 2. Perlu
pembebanan maksimum
penyediaan
dalam mendukung beban
standar teknis
muatan hidup dan beban
bangunan
muatan mati, serta untuk
daerah/zona tertentu gedung oleh
Pemerintah.
kemampuan untuk
mendukung beban muatan
yang timbul akibat perilaku
alam.
(2) Besarnya beban muatan
dihitung berdasarkan
fungsi bangunan gedung
pada kondisi pembebanan
maksimum dan variasi
pembebanan agar bila
terjadi keruntuhan
pengguna bangunan
- 30 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
gedung masih dapat
menyelamatkan diri.

(3) Ketentuan mengenai


pembebanan, ketahanan
terhadap gempa bumi
dan/atau angin
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
20. Pasal 19 Pasal 19 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5) fleksibilitas Perizinan
(1) Pengamanan terhadap Dihapus.
bagi Berusaha
bahaya kebakaran
Pemerintah
dilakukan dengan sistem 2. Salah satu politik Pusat dalam
proteksi pasif sebagaimana
hukum dalam mengambil
dimaksud dalam Pasal 17 penyusunan RUU kebijakan
ayat (3) meliputi Cipta Kerja adalah mengikuti
kemampuan stabilitas hal-hal yang bersifat dinamika
struktur dan elemennya, detail dan teknis akan masyarakat
konstruksi tahan api, diatur lebih lanjut dan global yang
kompartemenisasi dan dengan Peraturan semakin cepat.
pemisahan, serta proteksi Pemerintah. 2. Perlu
pada bukaan yang ada
penyediaan
untuk menahan dan
standar teknis
membatasi kecepatan
bangunan
menjalarnya api dan asap
gedung oleh
kebakaran.
Pemerintah.
(2) Pengamanan terhadap
bahaya kebakaran
dilakukan dengan sistem
proteksi aktif sebagaimana
- 31 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud dalam Pasal 17
ayat (3) meliputi
kemampuan peralatan
dalam mendeteksi dan
memadamkan kebakaran,
pengendalian asap, dan
sarana penyelamatan
kebakaran.
(3) Bangunan gedung, selain
rumah tinggal, harus
dilengkapi dengan sistem
proteksi pasif dan aktif.
(4) Ketentuan mengenai sistem
pengamanan bahaya
kebakaran sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) diatur
lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
21. Pasal 20 Pasal 20 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5). fleksibilitas Perizinan
(1) Pengamanan terhadap Dihapus.
bagi Berusaha
bahaya petir melalui sistem
Pemerintah
penangkal petir 2. Salah satu politik Pusat dalam
sebagaimana dimaksud hukum dalam mengambil
dalam Pasal 17 ayat (4) penyusunan RUU kebijakan
merupakan kemampuan Cipta Kerja adalah mengikuti
bangunan gedung untuk hal-hal yang bersifat dinamika
melindungi semua bagian detail dan teknis akan masyarakat
bangunan gedung, diatur lebih lanjut dan global yang
termasuk manusia di dengan Peraturan semakin cepat.
dalamnya terhadap bahaya Pemerintah. 2. Perlu
sambaran petir.
penyediaan
- 32 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Sistem penangkal petir standar teknis
sebagaimana dimaksud bangunan
dalam ayat (1) merupakan gedung oleh
instalasi penangkal petir Pemerintah.
yang harus dipasang pada
setiap bangunan gedung
yang karena letak, sifat
geografis, bentuk, dan
penggunaannya
mempunyai risiko terkena
sambaran petir.
(3) Ketentuan mengenai sistem
penangkal petir
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
22. Pasal 21 Pasal 21 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5) fleksibilitas Perizinan
Persyaratan kesehatan Dihapus.
bagi Berusaha
bangunan gedung sebagaimana
Pemerintah
dimaksud dalam Pasal 16 ayat 2. Salah satu politik Pusat dalam
(1) meliputi persyaratan sistem hukum dalam mengambil
penghawaan, pencahayaan, penyusunan RUU kebijakan
sanitasi, dan penggunaan bahan Cipta Kerja adalah mengikuti
bangunan gedung. hal-hal yang bersifat dinamika
detail dan teknis akan masyarakat
diatur lebih lanjut dan global yang
dengan Peraturan semakin cepat.
Pemerintah. 2. Perlu
penyediaan
standar teknis
bangunan
- 33 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
gedung oleh
Pemerintah.
23. Pasal 22 Pasal 22 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5) fleksibilitas Perizinan
(1) Sistem penghawaan Dihapus.
bagi Berusaha
sebagaimana dimaksud
Pemerintah
dalam Pasal 21 merupakan 2. Salah satu politik Pusat dalam
kebutuhan sirkulasi dan hukum dalam mengambil
pertukaran udara yang penyusunan RUU kebijakan
harus disediakan pada Cipta Kerja adalah mengikuti
bangunan gedung melalui hal-hal yang bersifat dinamika
bukaan dan/atau ventilasi detail dan teknis akan masyarakat
alami dan/atau ventilasi diatur lebih lanjut dan global yang
buatan. dengan Peraturan semakin cepat.
(2) Bangunan gedung tempat Pemerintah. 2. Perlu
tinggal, pelayanan penyediaan
kesehatan, pendidikan, dan standar teknis
bangunan pelayanan bangunan
umum lainnya harus gedung oleh
mempunyai bahan untuk Pemerintah.
ventilasi alami.
(3) Ketentuan mengenai sistem
penghawaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
24. Pasal 23 Pasal 23 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
(1) Sistem pencahayaan Dihapus. dalam Pasal 7 ayat (5) fleksibilitas bagi Perizinan
Pemerintah Berusaha
sebagaimana dimaksud
Pusat dalam
dalam Pasal 21 merupakan 2. Salah satu politik mengambil
kebutuhan pencahayaan hukum dalam kebijakan
- 34 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yang harus disediakan pada penyusunan RUU mengikuti
bangunan gedung melalui Cipta Kerja adalah dinamika
pencahayaan alami hal-hal yang bersifat masyarakat dan
dan/atau pencahayaan detail dan teknis akan global yang
buatan, termasuk diatur lebih lanjut semakin cepat.
pencahayaan darurat. dengan Peraturan 2. Perlu
Pemerintah. penyediaan
(2) Bangunan gedung tempat
standar teknis
tinggal, pelayanan
bangunan
kesehatan, pendidikan, dan
gedung oleh
bangunan pelayanan
Pemerintah.
umum lainnya harus
mempunyai bukaan untuk
pencahayaan alami.
(3) Ketentuan mengenai sistem
pencahayaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
25. Pasal 24 Pasal 24 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5). fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Sistem sanitasi Dihapus.
Pemerintah Berusaha
sebagaimana dimaksud
Pusat dalam
dalam Pasal 21 merupakan 2. Salah satu politik mengambil
kebutuhan sanitasi yang hukum dalam kebijakan
harus disediakan di dalam penyusunan RUU mengikuti
dan di luar bangunan Cipta Kerja adalah dinamika
gedung untuk memenuhi hal-hal yang bersifat masyarakat dan
kebutuhan air bersih, detail dan teknis akan global yang
pembuangan air kotor diatur lebih lanjut semakin cepat.
dan/atau air limbah, dengan Peraturan 2. Perlu
kotoran dan sampah, serta Pemerintah. penyediaan
penyaluran air hujan.
standar teknis
- 35 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Sistem sanitasi pada bangunan
bangunan gedung dan gedung oleh
lingkungannya harus Pemerintah.
dipasang sehingga mudah
dalam pengoperasian dan
pemeliharaannya, tidak
membahayakan serta tidak
mengganggu lingkungan.
(3) Ketentuan mengenai sistem
sanitasi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
26. Pasal 25 Pasal 25 Pasal 21 sudah Memberikan Penyederhanaan
dihapuskan dan akan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Penggunaan bahan Dihapus.
diatur dalam standar Pemerintah Pusat Berusaha
bangunan gedung
teknis bangunan gedung. dalam mengambil
sebagaimana dimaksud
kebijakan
dalam Pasal 21 harus aman
mengikuti
bagi kesehatan pengguna
dinamika
bangunan gedung dan tidak
masyarakat dan
menimbulkan dampak
global yang
negatif terhadap
semakin cepat.
lingkungan.
(2) Ketentuan mengenai
penggunaan bahan
bangunan gedung
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
- 36 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
27. Pasal 26 Pasal 26 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5) fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Persyaratan kenyamanan Dihapus.
Pemerintah Berusaha
bangunan gedung
Pusat dalam
sebagaimana dimaksud 2. Salah satu politik mengambil
dalam Pasal 16 ayat (1) hukum dalam kebijakan
meliputi kenyamanan penyusunan RUU mengikuti
ruang gerak dan hubungan Cipta Kerja adalah dinamika
antarruang, kondisi udara
hal-hal yang bersifat masyarakat dan
dalam ruang, pandangan, detail dan teknis akan global yang
serta tingkat getaran dan diatur lebih lanjut semakin cepat.
tingkat kebisingan. dengan Peraturan 2. Perlu
(2) Kenyamanan ruang gerak Pemerintah. penyediaan
sebagaimana dimaksud standar teknis
dalam ayat (1) merupakan bangunan
tingkat kenyamanan yang gedung oleh
diperoleh dari dimensi Pemerintah.
ruang dan tata letak ruang
yang memberikan
kenyamanan bergerak
dalam ruangan.
(3) Kenyamanan hubungan
antarruang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
merupakan tingkat
kenyamanan yang diperoleh
dari tata letak ruang dan
sirkulasi antarruang dalam
bangunan gedung untuk
terselenggaranya fungsi
bangunan gedung.
(4) Kenyamanan kondisi udara
dalam ruang sebagaimana
- 37 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud dalam ayat (1)
merupakan tingkat
kenyamanan yang diperoleh
dari temperatur dan
kelembaban di dalam ruang
untuk terselenggaranya
fungsi bangunan gedung.
(5) Kenyamanan pandangan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan
kondisi dimana hak pribadi
orang dalam melaksanakan
kegiatan di dalam
bangunan gedungnya tidak
terganggu dari bangunan
gedung lain di sekitarnya.
(6) Kenyamanan tingkat
getaran dan kebisingan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) merupakan
tingkat kenyamanan yang
ditentukan oleh suatu
keadaan yang tidak
mengakibatkan pengguna
dan fungsi bangunan
gedung terganggu oleh
getaran dan/atau
kebisingan yang timbul
baik dari dalam bangunan
gedung maupun
lingkungannya.
(7) Ketentuan mengenai
kenyamanan ruang gerak,
- 38 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tata hubungan antarruang,
tingkat kondisi udara dalam
ruangan, pandangan, serta
tingkat getaran dan
kebisingan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5),
dan ayat (6) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
28. Pasal 27 Pasal 27 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5). fleksibilitas Perizinan
(1) Persyaratan kemudahan Dihapus.
bagi Berusaha
sebagaimana dimaksud
Pemerintah
dalam Pasal 16 ayat (1) 2. Salah satu politik Pusat dalam
meliputi kemudahan hukum dalam mengambil
hubungan ke, dari, dan di penyusunan RUU kebijakan
dalam bangunan gedung,
Cipta Kerja adalah mengikuti
serta kelengkapan hal-hal yang bersifat dinamika
prasarana dan sarana detail dan teknis akan masyarakat
dalam pemanfaatan diatur lebih lanjut dan global yang
bangunan gedung. dengan Peraturan semakin cepat.
(2) Kemudahan hubungan ke, Pemerintah. 2. Perlu
dari, dan di dalam penyediaan
bangunan gedung standar teknis
sebagaimana dimaksud bangunan
dalam ayat (1) meliputi gedung oleh
tersedianya fasilitas dan Pemerintah.
aksesibilitas yang mudah,
aman, dan nyaman
termasuk bagi penyandang
cacat dan lanjut usia.
- 39 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Kelengkapan prasarana dan
sarana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
pada bangunan gedung
untuk kepentingan umum
meliputi penyediaan
fasilitas yang cukup untuk
ruang ibadah, ruang ganti,
ruangan bayi, toilet, tempat
parkir, tempat sampah,
serta fasilitas komunikasi
dan informasi.
(4) Ketentuan mengenai
kemudahan hubungan ke,
dari, dan di dalam
bangunan gedung, serta
kelengkapan prasarana dan
sarana sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2)
dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
29. Pasal 28 Pasal 28 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5) fleksibilitas Perizinan
(1) Kemudahan hubungan Dihapus.
bagi Berusaha
horizontal antarruang
Pemerintah
dalam bangunan gedung
2. Salah satu politik Pusat dalam
sebagaimana dimaksud hukum dalam mengambil
dalam Pasal 27 ayat (2) penyusunan RUU kebijakan
merupakan keharusan Cipta Kerja adalah mengikuti
bangunan gedung untuk hal-hal yang bersifat dinamika
menyediakan pintu detail dan teknis akan masyarakat
diatur lebih lanjut
- 40 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan/atau koridor antar dengan Peraturan dan global yang
ruang. Pemerintah. semakin cepat.
2. Perlu
(2) Penyediaan mengenai
penyediaan
jumlah, ukuran dan
standar teknis
konstruksi teknis pintu dan
bangunan
koridor disesuaikan dengan
gedung oleh
fungsi ruang bangunan
Pemerintah.
gedung.
(3) Ketentuan mengenai
kemudahan hubungan
horizontal antarruang
dalam bangunan gedung
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
30. Pasal 29 Pasal 29 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5) fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kemudahan hubungan Dihapus.
Pemerintah Berusaha
vertikal dalam bangunan
Pusat dalam
gedung, termasuk sarana 2. Salah satu politik mengambil
transportasi vertikal hukum dalam kebijakan
sebagaimana dimaksud penyusunan RUU mengikuti
dalam Pasal 27 ayat (2) Cipta Kerja adalah dinamika
berupa penyediaan tangga, hal-hal yang bersifat masyarakat dan
ram, dan sejenisnya serta detail dan teknis akan global yang
lift dan/atau tangga diatur lebih lanjut semakin cepat.
berjalan dalam bangunan dengan Peraturan 2. Perlu
gedung. Pemerintah. penyediaan
(2) Bangunan gedung yang standar teknis
bertingkat harus bangunan
menyediakan tangga yang
menghubungkan lantai
- 41 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yang satu dengan yang gedung oleh
lainnya dengan Pemerintah.
mempertimbangkan
kemudahan, keamanan,
keselamatan, dan
kesehatan pengguna.
(3) Bangunan gedung untuk
parkir harus menyediakan
ram dengan kemiringan
tertentu dan/atau sarana
akses vertikal lainnya
dengan mempertimbangkan
kemudahan dan keamanan
pengguna sesuai standar
teknis yang berlaku.
(4) Bangunan gedung dengan
jumlah lantai lebih dari 5
(lima) harus dilengkapi
dengan sarana transportasi
vertikal (lift) yang dipasang
sesuai dengan kebutuhan
dan fungsi bangunan
gedung.
(5) Ketentuan mengenai
kemudahan hubungan
vertikal dalam bangunan
gedung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan
Pemerintah.
- 42 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
31. Pasal 30 Pasal 30 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5) fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Akses evakuasi dalam Dihapus.
Pemerintah Berusaha
keadaan darurat
Pusat dalam
sebagaimana dimaksud 2. Salah satu politik mengambil
dalam Pasal 27 ayat (2) hukum dalam kebijakan
harus disediakan di dalam penyusunan RUU mengikuti
bangunan gedung meliputi Cipta Kerja adalah dinamika
sistem peringatan bahaya
hal-hal yang bersifat masyarakat dan
bagi pengguna, pintu keluar detail dan teknis akan global yang
darurat, dan jalur evakuasi diatur lebih lanjut semakin cepat.
apabila terjadi bencana dengan Peraturan 2. Perlu
kebakaran dan/atau Pemerintah. penyediaan
bencana lainnya, kecuali
standar teknis
rumah tinggal.
bangunan
(2) Penyediaan akses evakuasi gedung oleh
sebagaimana dimaksud Pemerintah.
dalam ayat (1) harus dapat
dicapai dengan mudah dan
dilengkapi dengan
penunjuk arah yang jelas.
(3) Ketentuan mengenai
penyediaan akses evakuasi
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
32. Pasal 31 Pasal 31 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5). fleksibilitas Perizinan
(1) Penyediaan fasilitas dan Dihapus.
aksesibilitas bagi bagi Berusaha
Pemerintah
penyandang cacat dan 2. Salah satu politik Pusat dalam
lanjut usia sebagaimana hukum dalam mengambil
dimaksud dalam Pasal 27 penyusunan RUU kebijakan
- 43 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ayat (2) merupakan Cipta Kerja adalah mengikuti
keharusan bagi semua hal-hal yang bersifat dinamika
bangunan gedung, kecuali detail dan teknis akan masyarakat
rumah tinggal. diatur lebih lanjut dan global yang
dengan Peraturan semakin cepat.
(2) Fasilitas bagi penyandang
Pemerintah. 2. Perlu
cacat dan lanjut usia
penyediaan
sebagaimana dimaksud
standar teknis
dalam ayat (1), termasuk
bangunan
penyediaan fasilitas
gedung oleh
aksesibilitas dan fasilitas
Pemerintah.
lainnya dalam bangunan
gedung dan lingkungannya.
(3) Ketentuan mengenai
penyediaan aksesibilitas
bagi penyandang cacat dan
lanjut usia sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
33. Pasal 32 Pasal 32 1. Sudah didelegasikan 1. Memberikan Penyederhanaan
dalam Pasal 7 ayat (5) fleksibilitas Perizinan
(1) Kelengkapan prasarana dan Dihapus.
bagi Berusaha
sarana sebagaimana
Pemerintah
dimaksud dalam Pasal 27 2. Salah satu politik Pusat dalam
ayat (3) merupakan hukum dalam mengambil
keharusan bagi semua penyusunan RUU kebijakan
bangunan gedung untuk Cipta Kerja adalah mengikuti
kepentingan umum. hal-hal yang bersifat dinamika
(2) Ketentuan mengenai detail dan teknis akan masyarakat
kelengkapan prasarana dan diatur lebih lanjut dan global yang
sarana sebagaimana dengan Peraturan semakin cepat.
dimaksud dalam ayat (1) Pemerintah.
- 44 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diatur lebih lanjut dengan 2. Perlu
Peraturan Pemerintah. penyediaan
standar teknis
bangunan
gedung oleh
Pemerintah.

34. Pasal 33 Pasal 33 1. Untuk persyaratan Memberikan Penyederhanaan


administratif dihapus fleksibilitas bagi Perizinan
Persyaratan administratif dan Dihapus.
dan persyaratan Pemerintah Pusat Berusaha
teknis untuk bangunan gedung
teknis sudah dalam mengambil
fungsi khusus, selain harus
didelegasikan dalam kebijakan
memenuhi ketentuan dalam
Peraturan Pemerintah. mengikuti
Bagian Kedua, Bagian Ketiga,
dan Bagian Keempat pada Bab dinamika
ini, juga harus memenuhi 2. Salah satu politik masyarakat dan
persyaratan administratif dan hukum dalam global yang
teknis khusus yang dikeluarkan penyusunan RUU semakin cepat.
oleh instansi yang berwenang. Cipta Kerja adalah
hal-hal yang bersifat
detail dan teknis akan
diatur lebih lanjut
dengan Peraturan
Pemerintah.

35. Pasal 34 Pasal 34 a. Mengganti Penyelenggaraan Penyederhanaan


persyaratan
teknis bangunan gedung Perizinan
(1) Penyelenggaraan bangunan (1) Penyelenggaraan bangunan
menjadi standar (perencanaan, Berusaha
gedung meliputi kegiatan gedung meliputi kegiatan
teknis pelaksanaan,
pembangunan, pembangunan,
pengawasan dan
pemanfaatan, pelestarian, pemanfaatan, pelestarian, b. Menambahkan
pemanfaatan) yang
dan pembongkaran. dan pembongkaran. profesi ahli, penilik
lebih efektif dan
bangunan dan
- 45 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Dalam penyelenggaraan (2) Dalam penyelenggaraan pengkaji teknis efisien karena
bangunan gedung bangunan gedung sebagai pihak yang mengacu hanya
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud juga ikut terlibat kepada standar
dalam ayat (1) pada ayat (1) penyelenggara dalam teknis bangunan
penyelenggara berkewajiban memenuhi penyelenggaraan gedung dan
berkewajiban memenuhi standar teknis bangunan bangunan gedung keterlibatan profesi
persyaratan bangunan gedung. dalam proses bisnis ahli yang
gedung sebagaimana (3) yang baru memenuhi standar
Penyelenggara bangunan
dimaksud dalam Bab IV kompetensi yang
gedung terdiri atas pemilik c. Memperjelas bahwa
undangundang ini. ditetapkan baik
bangunan gedung, penyedia pemenuhan secara
sebagai penyedia
(3) Penyelenggara bangunan jasa konstruksi, profesi bertahap berlaku
jasa perencana,
gedung terdiri atas pemilik ahli, penilik, pengkaji pada kondisi adanya
pelaksana, penilik
bangunan gedung, teknis, dan pengguna perubahan standar
dan pengkaji
penyedia jasa konstruksi, bangunan gedung. teknis bangunan
teknis.
dan pengguna bangunan (4) gedung
Dalam hal terdapat
gedung. Meningkatkan
perubahan standar teknis
lapangan pekerjaan
(4) Pemilik bangunan gedung bangunan gedung, pemilik
bagi profesi ahli di
yang belum dapat bangunan gedung yang
bidang konstruksi.
memenuhi persyaratan belum memenuhi standar
sebagaimana dimaksud teknis sebagaimana Perlu penyediaan
dalam Bab IV undang- dimaksud pada ayat (2) standar teknis
undang ini, tetap harus tetap harus memenuhi bangunan gedung
memenuhi ketentuan ketentuan standar teknis oleh Pemerintah.
tersebut secara bertahap. secara bertahap. Memberikan
kepastian hukum
jika terjadi
perubahan standar
teknis.
36. Pasal 35 Pasal 35 a. Menambahkan Meningkatkan Penyederhanaan
kriteria penyedia jasa kualitas Perizinan
(1) Pembangunan bangunan (1) Pembangunan bangunan
perencana konstruksi perencanaan Berusaha
gedung diselenggarakan gedung diselenggarakan
yang mampu bangunan gedung,
melalui tahapan melalui tahapan
- 46 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perencanaan dan perencanaan, pelaksanaan, mendukung konsep karena keterlibatan
pelaksanaan beserta dan pengawasan. proses bisnis baru profesi dan
pengawasannya. agar dapat mencapai penyedia jasa
(2) Pembangunan bangunan
tujuan yaitu perencana yang
(2) Pembangunan bangunan gedung dapat dilakukan,
penyederhanaan memenuhi standar
gedung dapat dilakukan baik di tanah milik sendiri
proses perizinan, kompetensi yang
baik di tanah milik sendiri maupun di tanah milik
peningkatan ditetapkan serta
maupun di tanah milik pihak lain.
pengawasan mampu memenuhi
pihak lain.
(3) Pembangunan bangunan pelaksanaan standar teknis
(3) Pembangunan bangunan gedung di atas tanah milik bangunan gedung bangunan gedung.
gedung di atas tanah milik pihak lain sebagaimana serta pemenuhan Selain itu,
pihak lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) K3L. pemeriksaan
dimaksud dalam ayat (2) dilakukan berdasarkan
perjanjian tertulis antara b. Menambahkan rencana bangunan
dilakukan berdasarkan
ketentuan pengujian gedung dilakukan
perjanjian tertulis antara pemilik tanah dan pemilik
untuk rencana teknis berdasarkan
pemilik tanah dan pemilik bangunan gedung.
yang tidak sesuai standar teknis yang
bangunan gedung. (4) Perencanaan sebagaimana dengan standar juga diacu oleh
(4) Pembangunan bangunan dimaksud pada ayat (1) teknis yang berlaku perencana.
gedung dapat dilaksanakan harus dilakukan oleh untuk
setelah rencana teknis penyedia jasa perencana Sehingga akhirnya
mengakomodasi proses persetujuan
bangunan gedung disetujui konstruksi yang memenuhi rencana teknis yang bangunan gedung
oleh Pemerintah Daerah syarat dan standar mengadopsi standar dapat berlangsung
dalam bentuk izin kompetensi sesuai dengan yang belum lebih cepat.
mendirikan bangunan, ketentuan peraturan diberlakukan di
kecuali bangunan gedung perundang-undangan. Indonesia atau Perubahan juga
fungsi khusus. inovasi yang dapat memberikan ruang
dibuktikan secara bagi inovasi dan
(5) Penyedia jasa perencana ilmiah atau melalui pemanfaatan
konstruksi sebagaimana analisis atau kemajuan teknologi
dimaksud pada ayat (4) simulasi. dalam perencanaan
harus merencanakan bangunan gedung.
bangunan gedung dengan c. Menyesuaikan
dengan proses bisnis Penggunaan
acuan standar teknis
baru. prototipe akan
bangunan gedung
mempercepat
- 47 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud proses persetujuan
dalam Pasal 7 ayat (1). bangunan gedung
dan mengurangi
Penjelasan Pasal 35 ayat (5):
biaya yang
Yang dimaksud dengan dikeluarkan
penyedia jasa perencana masyarakat untuk
konstruksi antara lain menyusun rencana
Arsitek, Ahli Struktur dan teknis bangunan
Ahli Mechanical, Electrical gedung.
and Plumbing.
Pemerintah perlu
(6) Dalam hal bangunan menyediakan
gedung direncanakan tidak prototipe bangunan
sesuai standar teknis gedung dengan
sebagaimana dimaksud jumlah
dalam Pasal 7 ayat (1), permohonan yang
harus dilengkapi hasil tinggi.
pengujian untuk
mendapatkan persetujuan
rencana teknis dari
Pemerintah Pusat.
(7) Hasil perencanaan harus
dikonsultasikan dengan
Pemerintah Pusat untuk
mendapatkan pernyataan
pemenuhan standar teknis
bangunan gedung.
Penjelasan Pasal 35 ayat (7):
Yang dimaksud dengan
“pengujian” antara lain
berupa hasil uji
laboratorium, simulasi,
dan/atau analisis.
- 48 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(8) Dalam hal perencanaan
bangunan gedung yang
menggunakan prototipe
yang ditetapkan Pemerintah
Pusat, perencanaan
bangunan gedung tidak
memerlukan kewajiban
konsultasi dan tidak
memerlukan pemeriksaan
pemenuhan standar.
Penjelasan Pasal 35 ayat (8):
Prototipe telah
menyesuaikan dengan
kondisi geografis pada
rencana lokasi bangunan
gedung.
37. Pasal 36 Pasal 36 Diatur baru dengan Pasal Penyederhanaan Penyederhanaan
36A. Peraturan. Perizinan
(1) Pengesahan rencana teknis Dihapus.
Berusaha
bangunan gedung untuk
kepentingan umum
ditetapkan oleh Pemerintah
Daerah setelah mendapat
pertimbangan teknis dari
tim ahli.
(2) Pengesahan rencana teknis
bangunan gedung fungsi
khusus ditetapkan oleh
pemerintah setelah
mendapat pertimbangan
teknis tim ahli.
(3) Keanggotaan tim ahli
bangunan gedung
- 49 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2)
bersifat ad hoc terdiri atas
para ahli yang diperlukan
sesuai dengan kompleksitas
bangunan gedung.
(4) Ketentuan mengenai tata
cara pengesahan rencana
teknis bangunan gedung
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2)
dan keanggotaan tim ahli
bangunan gedung
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
38. Norma Baru Pasal 36A Perencanaan dan Meningkatkan Penyederhanaan
pelaksanaan bangunan kualitas Perizinan
(1) Pelaksanaan konstruksi
gedung mengacu hanya perencanaan dan Berusaha
sebagaimana dimaksud
pada standar teknis pelaksanaan
dalam Pasal 35 ayat (1)
bangunan gedung. bangunan gedung,
dilakukan setelah
Sehingga terdapat karena keterlibatan
mendapatkan persetujuan
kepastian dan kejelasan profesi dan
bangunan gedung.
baik kepada pemilik, penyedia jasa
(2) Persetujuan sebagaimana penyedia jasa konstruksi, konstruksi yang
dimaksud pada ayat (1) maupun pemerintah. memenuhi standar
diperoleh setelah kompetensi yang
Pelaksanaan perizinan
mendapatkan pernyataan ditetapkan serta
secara elektronik untuk
pemenuhan standar teknis mampu memenuhi
meningkatkan kecepatan
bangunan gedung dari standar teknis
dan transparansi layanan
Pemerintah Pusat. bangunan gedung.
perizinan.
Pada akhirnya
- 50 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Persetujuan sebagaimana dapat
dimaksud pada ayat (1) meningkatkan
dimohonkan kepada kecepatan dan
Pemerintah Pusat melalui transparansi
sistem elektronik yang layanan perizinan.
diselenggarakan oleh
Pemerintah Pusat.
Penjelasan Pasal 36A ayat
(3):
Yang dimaksud dengan
“sistem elektronik yang
diselenggarakan oleh
Pemerintah” merupakan
Sistem Informasi
Manajemen Bangunan
Gedung yang
diperuntukkan bagi
bangunan gedung non-
berusaha, dan pelayanan
perizinan berusaha
terintegrasi secara
elektronik yang
diperuntukkan bagi
bangunan gedung
berusaha.
39. Norma Baru Pasal 36B Untuk meningkatnkan 1. Perizinan Penyederhanaan
kualitas pelaksanaan berusaha tidak Perizinan
(1) Pelaksanaan bangunan
bangunan gedung dengan mengabaikan Berusaha
gedung dilakukan oleh
menggunakan penyedia keamanan dan
penyedia jasa pelaksana
jasa pelaksana yang kesalamatan
konstruksi yang memenuhi
memenuhi standar publik.
syarat dan standar
kompetensi. Selain itu,
kompetensi sesuai dengan
pelaporan pada setiap
- 51 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ketentuan peraturan tahapan konstruksi 2. Mendorong
perundang-undangan. bertujuan untuk penciptaan
Penyedia jasa pengawasan meningkatkan lapangan kerja
(2)
pengawasan terhadap dimana kegiatan
atau manajemen konstruksi
kegiatan pelaksanaan bangunan pengawasan
melakukan
gedung karena setiap konstruksi
pengawasan dan
bertanggung jawab untuk laporan akan bangunan
diinspeksi/periksa di gedung
melaporkan setiap tahapan
lapangan. Pemeriksaan dilakukan oleh
pekerjaan.
mengacu pada rencana Penyedia jasa
(3) Pemerintah Pusat teknis bangunan gedung pengawasan
melakukan inspeksi pada yang telah disetujui atau manajemen
setiap tahapan dalam persetujuan konstruksi.
sebagaimana dimaksud bangunan gedung. Setiap
pada ayat (2) sebagai perubahan dari rencana 3. Meningkatnya
pengawasan yang dapat teknis tetap dievaluasi kualitas hasil
menyatakan lanjut atau berdasarkan pemenuhan konstruksi
tidaknya pekerjaan standar teknis bangunan bangunan
konstruksi ke tahap gedung. Hal ini untuk gedung yang
berikutnya. meningkatkan lebih lebih
(4) Tahapan sebagaimana pemenuhan hasil memenuhi
dimaksud pada ayat (3) pelaksanaan konstruksi standar
meliputi: bangunan gedung keamanan,
terhadap standar keselamatan,
a. pekerjaan struktur keamanan, keselamatan, kesehatan dan
bawah; kesehatan dan kelestarian
b. pekerjaan basemen jika kelestarian lingkungan. lingkungan.
ada;
c. pekerjaan struktur atas;
dan
d. pengujian.
Penjelasan Pasal 36B ayat
(4):
- 52 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Yang dimaksud dengan
“pengujian” adalah
pelaksanaan pengetesan
instalasi mekanis dan
elektrik bangunan gedung.
(5) Dalam melaksanakan
inspeksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
Pemerintah Pusat
menugaskan Penilik.
(6) Dalam hal proses
pelaksanaan diperlukan
adanya perubahan
dan/atau penyesuaian
terhadap rencana teknis,
penyedia jasa perencana
wajib melaporkan kepada
Pemerintah Pusat untuk
mendapatkan persetujuan
sebelum pelaksanaan
perubahan dapat
dilanjutkan.
40. Pasal 37 Pasal 37 1. Menyesuaikan dengan Mempercepat Penyederhanaan
proses bisnis baru. proses penerbitan Perizinan
(1) Pemanfaatan bangunan (1) Pemanfaatan bangunan
SLF tanpa Berusaha
gedung dilakukan oleh gedung dilakukan oleh
2. Dengan adanya mengorbankan
pemilik atau pengguna pemilik dan/atau pengguna
peningkatan pemenuhan
bangunan gedung setelah bangunan gedung setelah
pengawasan melalui standar keamanan,
bangunan gedung tersebut bangunan gedung tersebut
inspeksi pada empat keselamatan,
dinyatakan memenuhi mendapatkan sertifikat laik
tahapan konstruksi, kesehatan dan
persyaratan laik fungsi. fungsi.
maka proses kelestarian
(2) Bangunan gedung (2) Sertifikat laik fungsi penerbitan SLF lingkungan.
dinyatakan memenuhi sebagaimana dimaksud disederhanakan yaitu
- 53 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
persyaratan laik fungsi pada ayat (1) diterbitkan berdasarkan
apabila telah memenuhi oleh Pemerintah Pusat pernyataan kelaikan
persyaratan teknis, berdasarkan surat fungsi yang dibuat
sebagaimana dimaksud pernyataan kelaikan fungsi oleh Manajemen
dalam Bab IV undang- yang diajukan oleh Konstruksi atau
undang ini. Penyedia Jasa Pengawasan Pengawas setelah
atau Manajemen bangunan gedung
(3) Pemeliharaan, perawatan,
Konstruksi kepada telah melalui tahap
dan pemeriksaan secara
Pemerintah Pusat melalui inspeksi keempat.
berkala pada bangunan
sistem elektronik yang
gedung harus dilakukan
diselenggarakan oleh
agar tetap memenuhi
Pemerintah Pusat.
persyaratan laik fungsi.
pemanfaatan (3) Surat pernyataan kelaikan
(4) Dalam
fungsi sebagaimana
bangunan gedung, pemilik
dimaksud pada ayat (2)
atau pengguna bangunan
diterbitkan setelah inspeksi
gedung mempunyai hak
tahapan terakhir
dan kewajiban
sebagaimana dimaksud
sebagaimana diatur dalam
dalam Pasal 36B ayat (4)
undang-undang ini.
huruf d yang menyatakan
(5) Ketentuan mengenai tata bangunan gedung
cara pemeliharaan, memenuhi standar teknis
perawatan, dan bangunan gedung.
pemeriksaan secara berkala
gedung (4) Penerbitan sertifikat laik
bangunan
fungsi bangunan gedung
sebagaimana dimaksud
dilakukan bersamaan
dalam ayat (3) diatur lebih
dengan penerbitan surat
lanjut dengan Peraturan
bukti kepemilikan
Pemerintah.
bangunan gedung.
(5) Pemeliharaan, perawatan,
dan pemeriksaan secara
berkala pada bangunan
gedung harus dilakukan
- 54 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
untuk memastikan
bangunan gedung tetap
memenuhi persyaratan laik
fungsi.
(6) Dalam pemanfaatan
bangunan gedung, pemilik
dan/atau pengguna
bangunan gedung
mempunyai hak dan
kewajiban sebagaimana
diatur dengan undang-
undang ini.
41. Norma Baru Pasal 37A 1. Menyesuaikan dengan Memberikan Penyederhanaan
proses bisnis baru. fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Pemerintah Pusat Berusaha
perencanaan, pelaksanaan,
dalam mengambil
pengawasan dan pemanfaatan 2. Salah satu politik kebijakan
bangunan gedung diatur dengan hukum dalam mengikuti
Peraturan Pemerintah. penyusunan RUU dinamika
Cipta Kerja adalah masyarakat dan
hal-hal yang bersifat global yang
detail dan teknis akan semakin cepat.
diatur lebih lanjut
dengan Peraturan
Pemerintah.
42. Pasal 39 Pasal 39 1. Menambahkan Mencegah sejak Penyederhanaan
ketentuan dini proses Perizinan
(1) Bangunan gedung dapat (1) Bangunan gedung dapat
pembongkaran pada pelaksanaan Berusaha
dibongkar apabila: dibongkar apabila:
ayat (1) poin (d) untuk konstruksi yang
a. tidak laik fungsi dan a. tidak laik fungsi dan mengakomodir pada akhirnya
tidak dapat diperbaiki; tidak dapat diperbaiki; pembongkaran menghasilkan
bangunan yang masih bangunan gedung
dalam proses yang tidak dapat
- 55 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. dapat menimbulkan b. berpotensi konstruksi namun dimanfaatkan
bahaya dalam menimbulkan bahaya tidak sesuai standar karena tidak
pemanfaatan bangunan dalam pemanfaatan teknis. memenuhi standar
gedung dan/atau bangunan gedung 2. Sesuai dengan arahan keamanan,
lingkungannya; dan/atau Presiden, politik keselamatan,
lingkungannya; hukum dalam kesehatan dan
c. tidak memiliki izin
penyusunan RUU kelestarian
mendirikan bangunan. c. tidak memiliki
Cipta Kerja lingkungan.
persetujuan bangunan
(2) Bangunan gedung yang kewenangan
gedung; atau
dapat dibongkar Menteri/pimpinan
sebagaimana dimaksud d. ditemukan Lembaga,gubernur,da
dalam ayat (1) huruf a dan ketidaksesuaian antara n/atau
huruf b ditetapkan oleh pelaksanaan dengan bupati/walikota perlu
Pemerintah Daerah rencana teknis ditata kembali
berdasarkan hasil bangunan gedung yang berdasarkan prinsip
pengkajian teknis. tercantum dalam perizinan berusaha
persetujuan saat berbasis risiko dan
(3) Pengkajian teknis
dilakukan inspeksi menerapkan
bangunan gedung
bangunan gedung. penggunaan teknologi
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), kecuali (2) Bangunan gedung yang informasi dalam
untuk rumah tinggal, dapat dibongkar pemberian perizinan
dilakukan oleh pengkaji sebagaimana dimaksud
teknis dan pengadaannya pada ayat (1) huruf a dan
menjadi kewajiban pemilik huruf b ditetapkan oleh
bangunan gedung. Pemerintah Pusat
berdasarkan hasil
(4) Pembongkaran bangunan
pengkajian teknis.
gedung yang mempunyai
dampak luas terhadap (3) Pengkajian teknis
keselamatan umum dan bangunan gedung
lingkungan harus sebagaimana dimaksud
dilaksanakan berdasarkan pada ayat (2), kecuali untuk
rencana teknis rumah tinggal, dilakukan
pembongkaran yang telah oleh pengkaji teknis.
- 56 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
disetujui oleh Pemerintah (4) Pembongkaran bangunan
Daerah. gedung yang mempunyai
dampak luas terhadap
(5) Ketentuan mengenai tata
keselamatan umum dan
cara pembongkaran
lingkungan harus
bangunan gedung
dilaksanakan berdasarkan
sebagaimana dimaksud
rencana teknis
dalam ayat (1), ayat (2), ayat
pembongkaran yang telah
(3), dan ayat (4) diatur lebih
disetujui oleh Pemerintah
lanjut dengan Peraturan
Pusat.
Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pembongkaran bangunan
gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
43. Pasal 40 Pasal 40 Menambahkan kewajiban Meningkatkan Penyederhanaan
menggunakan penyedia kualitas Perizinan
(1) Dalam penyelenggaraan (1) Dalam penyelenggaraan
jasa perencana, perencanaan, Berusaha
bangunan gedung, pemilik bangunan gedung, pemilik
pelaksana, pengawas, pelaksanaan,
bangunan gedung bangunan gedung
dan pengkajian teknis pelaksanaan, dan
mempunyai hak: mempunyai hak:
yang memenuhi syarat pengkajian teknis
a. mendapatkan a. mendapatkan sesuai ketentuan bangunan gedung,
pengesahan dari pengesahan dari peraturan perundang- karena keterlibatan
Pemerintah Daerah atas Pemerintah Pusat atas undangan untuk profesi dan
rencana teknis rencana teknis melaksanakan pekerjaan penyedia jasa
bangunan gedung yang bangunan gedung yang terkait bangunan gedung. konstruksi yang
telah memenuhi telah memenuhi memenuhi standar
persyaratan; persyaratan; kompetensi yang
b. melaksanakan b. melaksanakan ditetapkan serta
pembangunan pembangunan mampu memenuhi
- 57 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
bangunan gedung bangunan gedung standar teknis
sesuai dengan perizinan sesuai dengan bangunan gedung.
yang telah ditetapkan persetujuan yang telah
oleh Pemerintah ditetapkan oleh
Daerah; Pemerintah Pusat;
c. mendapatkan surat c. mendapatkan surat
ketetapan bangunan ketetapan bangunan
gedung dan/atau gedung dan/atau
lingkungan yang lingkungan yang
dilindungi dan dilindungi dan
dilestarikan dari dilestarikan dari
Pemerintah Daerah; Pemerintah Pusat;
d. mendapatkan insentif d. mendapatkan insentif
sesuai dengan sesuai dengan
peraturan perundang- peraturan perundang-
undangan dari undangan di bidang
Pemerintah Daerah Cagar Budaya;
karena bangunannya e. mengubah fungsi
ditetapkan sebagai bangunan setelah
bangunan yang harus mendapat persetujuan
dilindungi dan dari Pemerintah Pusat;
dilestarikan; dan
e. mengubah fungsi f. mendapatkan ganti rugi
bangunan setelah sesuai dengan
mendapat izin tertulis ketentuan peraturan
dari Pemerintah
perundang-undangan
Daerah; dalam hal bangunan
f. mendapatkan ganti rugi gedung dibongkar oleh
sesuai dengan Pemerintah Pusat
peraturan perundang- bukan karena
undangan apabila kesalahan pemilik
bangunannya bangunan gedung.
dibongkar oleh
- 58 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah Daerah atau (2) Dalam penyelenggaraan
pihak lain yang bukan bangunan gedung, pemilik
diakibatkan oleh bangunan gedung
kesalahannya. mempunyai kewajiban:
(2) Dalam penyelenggaraan a. menyediakan rencana
bangunan gedung, pemilik teknis bangunan
bangunan gedung gedung yang memenuhi
mempunyai kewajiban: standar teknis
bangunan gedung yang
a. menyediakan rencana
ditetapkan sesuai
teknis bangunan
dengan fungsinya;
gedung yang memenuhi
persyaratan yang b. memiliki persetujuan
ditetapkan sesuai bangunan gedung;
dengan fungsinya; c. melaksanakan
b. memiliki izin pembangunan
mendirikan bangunan bangunan gedung
(IMB); sesuai dengan rencana
teknis;
c. melaksanakan
pembangunan d. mendapat pengesahan
bangunan gedung dari Pemerintah Pusat
sesuai dengan rencana atas perubahan rencana
teknis yang telah teknis bangunan
disahkan dan dilakukan gedung yang terjadi
dalam batas waktu pada tahap pelaksanaan
berlakunya izin bangunan; dan
mendirikan bangunan; e. menggunakan penyedia
d. meminta pengesahan jasa perencana,
dari Pemerintah Daerah pelaksana, pengawas,
atas perubahan rencana dan pengkajian teknis
teknis bangunan yang memenuhi syarat
gedung yang terjadi sesuai ketentuan
peraturan perundang-
- 59 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada tahap undangan untuk
pelaksanaan bangunan. melaksanakan
pekerjaan terkait
bangunan gedung.
44. Pasal 41 Pasal 41 1. Menyesuaikan 1. Memberikan Penyederhanaan
nomenklatur fleksibilitas Perizinan
(1) Dalam penyelenggaraan (1) Dalam penyelenggaraan bagi
persyaratan Berusaha
bangunan gedung, pemilik bangunan gedung, pemilik Pemerintah
keandalan bangunan
dan pengguna bangunan dan/atau pengguna Pusat dalam
gedung menjadi
gedung mempunyai hak : bangunan gedung mengambil
standar teknis
mempunyai hak : kebijakan
a. mengetahui tata bangunan gedung.
cara/proses a. mengetahui tata cara mengikuti
2. Menambahkan dalam dinamika
penyelenggaraan penyelenggaraan
ayat (2) poin f masyarakat
bangunan gedung bangunan gedung;
ketentuan tambahan dan global yang
b. mendapatkan keterangan b. mendapatkan kriteria semakin cepat.
tentang peruntukan keterangan tentang pembongkaran 2. Mencegah sejak
lokasi dan intensitas peruntukan lokasi dan sebagaimana yang dini proses
bangunan pada lokasi intensitas bangunan ditambahkan dalam pelaksanaan
dan/atau ruang tempat pada lokasi dan/atau Pasal 39 ayat (1) poin konstruksi
bangunan akan ruang tempat bangunan d. yang pada
dibangun; akan dibangun;
3. Salah satu politik akhirnya
c. mendapatkan keterangan c. mendapatkan hukum dalam menghasilkan
tentang ketentuan keterangan mengenai penyusunan RUU bangunan
persyaratan keandalan standar teknis Cipta Kerja adalah gedung yang
bangunan gedung; bangunan gedung; menyesuaikan tidak dapat
dan/atau nomenklatur dimanfaatkan
d. mendapatkan keterangan
tentang ketentuan d. mendapatkan perizinan yang ada karena tidak
bangunan gedung yang keterangan mengenai dalam setiap Undang- memenuhi
laik fungsi; bangunan gedung Undang dengan standar
dan/atau lingkungan rumusan yang keamanan,
e. mendapatkan keterangan bersifat general, keselamatan,
yang harus dilindungi
tentang bangunan sehingga memberikan kesehatan dan
dan dilestarikan.
gedung dan/atau fleksibiltas
- 60 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lingkungan yang harus (2) Dalam penyelenggaraan pemerintah dalam kelestarian
dilindungi dan bangunan gedung, pemilik rangka lingkungan.
dilestarikan. dan/atau pengguna mengantisipasi
bangunan gedung dinamika masyarakat
(2) Dalam penyelenggaraan
mempunyai kewajiban: dan global.
bangunan gedung, pemilik
dan pengguna bangunan a. memanfaatkan
gedung mempunyai bangunan gedung
kewajiban: sesuai dengan
fungsinya;
a. memanfaatkan bangunan
gedung sesuai dengan b. memelihara dan/atau
fungsinya; merawat bangunan
gedung secara berkala;
b. memelihara dan/atau
merawat bangunan c. melengkapi
gedung secara berkala; pedoman/petunjuk
pelaksanaan
c. melengkapi
pemanfaatan dan
pedoman/petunjuk
pemeliharaan bangunan
pelaksanaan pemanfaatan
gedung;
dan pemeliharaan
bangunan gedung; d. melaksanakan
pemeriksaan secara
d. melaksanakan
berkala atas kelaikan
pemeriksaan secara
fungsi bangunan
berkala atas kelaikan
gedung;
fungsi bangunan gedung.
e. memperbaiki bangunan
e. memperbaiki bangunan
gedung yang telah
gedung yang telah
ditetapkan tidak laik
ditetapkan tidak laik
fungsi;
fungsi;
f. membongkar bangunan
f. membongkar bangunan
gedung dalam hal:
gedung yang telah
ditetapkan tidak laik 1. telah ditetapkan
fungsi dan tidak dapat tidak laik fungsi dan
- 61 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diperbaiki, dapat tidak dapat
menimbulkan bahaya diperbaiki;
dalam pemanfaatannya, 2. berpotensi
atau tidak memiliki izin menimbulkan
mendirikan bangunan, bahaya dalam
dengan tidak mengganggu pemanfaatannya;
keselamatan dan
ketertiban umum. 3. tidak memiliki
persetujuan
bangunan gedung;
atau
4. ditemukan
ketidaksesuaian
antara pelaksanaan
dengan rencana
teknis bangunan
gedung yang
tercantum dalam
persetujuan saat
dilakukan inspeksi
bangunan gedung.
(3) Kewajiban membongkar
bangunan gedung
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf f
dilaksanakan dengan tidak
menganggu keselamatan
dan ketertiban umum.
45. Pasal 43 Pasal 43 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemerintah (1) Pemerintah Pusat Presiden, politik hukum
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
menyelenggarakan menyelenggarakan
dalam mengambil
pembinaan bangunan pembinaan bangunan Cipta Kerja kewenangan
kebijakan
gedung secara nasional gedung secara nasional Menteri/pimpinan
- 62 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
untuk meningkatkan untuk meningkatkan Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
pemenuhan persyaratan pemenuhan persyaratan tau bupati/walikota perlu dinamika
dan tertib penyelenggaraan dan tertib penyelenggaraan ditata kembali masyarakat dan
bangunan gedung. bangunan gedung. berdasarkan prinsip global yang
perizinan berusaha semakin cepat.
(2) Pemerintah Daerah (2) Sebagian penyelenggaraan
melaksanakan pembinaan dan pelaksanaan berbasis risiko dan
penyelenggaraan bangunan pembinaan sebagaimana menerapkan penggunaan
gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) teknologi informasi dalam
dimaksud dalam ayat (1) di dilakukan bersama-sama pemberian perizinan
daerah. dengan masyarakat yang (misalnya perizinan
terkait dengan bangunan berusaha secara
(3) Sebagian penyelenggaraan
gedung.
dan pelaksanaan elektronik).
pembinaan sebagaimana (3) Ketentuan lebih lanjut
dimaksud dalam ayat (1) mengenai pembinaan
dan ayat (2) dilakukan bangunan gedung Pengaturan lebih lanjut
bersama-sama dengan sebagaimana dimaksud didelegasikan melalui
masyarakat yang terkait pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
dengan bangunan gedung. Peraturan Pemerintah. agar memberikan
fleksibilitas bagi
(4) Pemerintah Daerah dan
Pemerintah Pusat dalam
masyarakat dalam
mengambil kebijakan
melaksanakan pembinaan
mengikuti dinamika
sebagaimana dimaksud
masyarakat dan global
dalam ayat (2) dan ayat (3)
yang semakin cepat. Jika
melakukan pemberdayaan
tidak didelegasikan
masyarakat yang belum
melalui PP maka
mampu untuk memenuhi
dikhawatirkan Indonesia
persyaratan sebagaimana
akan kesulitan dalam
dimaksud dalam
menyesuaikan kebijakan
(5) Ketentuan mengenai regulasi perizinan dan
pembinaan bangunan kesulitan berkompetisi
gedung sebagaimana dengan negara tetangga.
dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat
- 63 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan
Pemerintah.
46. Norma Baru Pasal 47A Sebagai penugasan bagi 1. Memberikan Penyederhanaan
Pusat pemerintah untuk kepastian Perizinan
(1) Pemerintah
prototipe menyediakan prototipe hukum terkait Berusaha
menetapkan
bangunan gedung yang prototipe
bangunan gedung sesuai
dapat dipergunakan oleh bangunan
kebutuhan.
masyarakat. gedung.
(2) Prototipe bangunan gedung 2. Penyediaan
sebagaimana dimaksud proptotipe
pada ayat (1) diutamakan bangunan
untuk bangunan gedung gedung oleh
sederhana yang umum Pemerintah.
digunakan masyarakat.
(3) Prototipe bangunan gedung
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan
paling lama 6 bulan sejak
Undang-Undang ini
diundangkan.
1d. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA – SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan
1. Pasal 1 angka 11 Pasal 1 angka 11 Perlu diharmonisasikan Penyederhanaan
11. Nelayan Kecil adalah orang 11. Nelayan Kecil adalah orang dengan: Perizinan
Berusaha.
yang mata pencahariannya yang mata pencahariannya a. UU Nomor 7 Tahun
melakukan penangkapan melakukan penangkapan 2016 tentang
ikan untuk memenuhi ikan untuk memenuhi Perlindungan
kebutuhan hidup sehari- kebutuhan hidup sehari- Nelayan, Pembudi
hari yang menggunakan hari, baik yang Daya Ikan, dan
kapal perikanan berukuran menggunakan kapal Petambak Garam
paling besar 5 (lima) gross penangkap Ikan maupun (Nelayan kecil adalah
ton (GT). yang tidak menggunakan yang menggunakan
kapal penangkap Ikan. kapal berukuran
paling besar 10GT);
b. UU Nomor 17 Tahun
2015 tentang
Pelayaran, (Kapal
yang dapat didaftar di
Indonesia dengan
ukuran tonnage kotor
sekurang-kurangnya
7GT dan untuk kapal
berukuran kurang
dari 7GT diberikan
pas kecil).
2. Pasal 1 angka 16 Pasal 1 angka 16 a. Karena tidak dikenali Penyederhanaan
adanya SIUP, namun Perizinan
16. Surat Izin usaha perikanan, Dihapus.
perizinan secara Berusaha.
yang selanjutnya disebut
SIUP, adalah izin tertulis
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yang harus dimiliki global yaitu perizinan
perusahaan perikanan berusaha;
untuk melakukan usaha b. Adapun jenis-jenis
perikanan dengan perizinan akan diatur
menggunakan sarana dalam Peraturan
produksi yang tercantum Pemerintah.
dalam izin tersebut.
3. Pasal 1 angka 17 Pasal 1 angka 17 a. Karena tidak dikenali Penyederhanaan
adanya SIPI, namun Perizinan
17. Surat izin penangkapan Dihapus.
perizinan secara Berusaha.
ikan, yang selanjutnya di
global yaitu perizinan
sebut SIPI, adalah izin
berusaha;
tertulis yang harus dimiliki
setiap kapal perikanan b. Adapun jenis-jenis
untuk melakukan perizinan akan diatur
penangkapan ikan yang dalam Peraturan
merupakan bagian tidak Pemerintah.
terpisahkan dari SIUP.
4. Pasal 1 angka 18 Pasal 1 angka 18 a. Karena tidak dikenali Penyederhanaan
adanya SIKPI, namun Perizinan
18. Surat izin kapal Dihapus.
perizinan secara Berusaha.
pengangkut ikan, yang
global yaitu perizinan
selanjutnya disebut SIKPI,
berusaha;
adalah izin tertulis yang
harus dimiliki setiap kapal b. Adapun jenis-jenis
perikanan untuk perizinan akan diatur
melakukan penangkapan dalam Peraturan
ikan. Pemerintah.
5. Pasal 1 angka 24 Pasal 1 angka 24 Penyederhanaan
Menteri adalah menteri yang Menteri adalah menteri yang Perizinan
Berusaha.
membidangi urusan perikanan. menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
perikanan.
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster

6. Pasal 1 angka 26 Pasal 1 angka 26 Penyederhanaan


Perizinan
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah adalah
Berusaha.
pemerintah provinsi dan/atau kepala daerah sebagai unsur
pemerintah kabupaten/kota. penyelenggara Pemerintahan
Daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah otonom.

7. Pasal 7 Pasal 7 a. Pemerintah dalam hal Penyederhanaan


ini Presiden Perizinan
(1) Dalam rangka mendukung (1) Dalam rangka mendukung
merupakan Berusaha.
kebijakan pengelolaan kebijakan pengelolaan
pemegang
sumber daya ikan, Menteri sumber daya ikan,
kekuasaaan
menetapkan: Pemerintah Pusat
pemerintahan,
menetapkan:
a. rencana pengelolaan termasuk penerbitan
perikanan; a. rencana pengelolaan perizinan berusaha;
perikanan;
b. potensi dan alokasi b. Semula ditetapkan
sumber daya ikan di b. potensi dan alokasi oleh Menteri diubah
wilayah pengelolaan sumber daya ikan di menjadi ditetapkan
perikanan Republik wilayah pengelolaan oleh Pemerintah,
Indonesia; perikanan Negara karena kewenangan
Republik Indonesia; perizinan akan ditarik
c. jumlah tangkapan yang
diperbolehkan di c. jumlah tangkapan yang ke Presiden, sehingga
wilayah pengelolaan diperbolehkan di tidak ada lagi dari UU
perikanan Negara wilayah pengelolaan mendelegasikan
Republik Indonesia; perikanan Negara kewenangan
Republik Indonesia; perizinan langsung
d. potensi dan alokasi kepada Menteri
lahan pembudidayaan d. potensi dan alokasi
ikan di wilayah lahan pembudidayaan
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengelolaan perikanan ikan di wilayah c. Menghapus ayat (1)
Negara Republik pengelolaan perikanan huruf n, karena
Indonesia; Negara Republik perlindungan
Indonesia; pembudi daya ikan
e. potensi dan alokasi
sudah diatur dalam
induk serta benih ikan e. potensi dan alokasi
UU Nomor 7 Tahun
tertentu di wilayah induk serta benih ikan
2016 tentang
pengelolaan perikanan tertentu di wilayah
Perlindungan
Negara Republik pengelolaan perikanan
Nelayan, Pembudi
Indonesia; Negara Republik
Daya Ikan, dan
Indonesia;
f. jenis, jumlah, dan Petambak Garam.
ukuran alat f. jenis, jumlah, dan
penangkapan ikan; ukuran alat d. Mengubah ayat (1)
huruf u, menjadi
penangkapan ikan;
g. jenis, jumlah, ukuran, “jenis ikan dan
dan penempatan alat g. jenis, jumlah, ukuran, genetik ikan yang
bantu penangkapan dan penempatan alat dilindungi” karena
ikan; bantu penangkapan penetapan oleh
ikan; Pemerintah tidak
h. daerah, jalur, dan
waktu atau musim h. daerah, jalur, dan waktu terbatas pada jenis
penangkapan ikan; atau musim ikan saja, tetapi juga
penangkapan ikan; genetik ikan.
i. persyaratan atau
standar prosedur i. persyaratan atau e. Menghapus ayat (2)
operasional standar prosedur huruf h,
penangkapan ikan; operasional menyesuaikan
penangkapan ikan; dengan perubahan
j. pelabuhan perikanan; pada ayat (1) huruf n;
j. pelabuhan perikanan;
k. sistem pemantauan f. Mengubah ayat (2)
kapal perikanan; k. sistem pemantauan huruf n,
kapal perikanan; menyesuaikan
l. jenis ikan baru yang
akan dibudidayakan; l. jenis ikan baru yang perubahan pada ayat
akan dibudidayakan; (1) huruf u.
m. jenis ikan dan wilayah
penebaran kembali m. jenis ikan dan wilayah g. Komisi nasional
penebaran kembali dihapus, karena
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
serta penangkapan ikan serta penangkapan ikan kewenangan
berbasis budi daya; berbasis budi daya; penetapan ditarik ke
Pemerintah.
n. pembudidayaan ikan n. pencegahan
dan perlindungannya; pencemaran dan h. Menyesuaikan
kerusakan sumber daya perubahan pada ayat
o. pencegahan
ikan serta (4).
pencemaran dan
lingkungannya;
kerusakan sumber daya
ikan serta o. rehabilitasi dan
lingkungannya; peningkatan sumber
daya ikan serta
p. rehabilitasi dan
lingkungannya;
peningkatan sumber
daya ikan serta p. ukuran atau berat
lingkungannya; minimum jenis ikan
yang boleh ditangkap;
q. ukuran atau berat
minimum jenis ikan q. kawasan konservasi
yang boleh ditangkap; perairan;
r. kawasan konservasi r. wabah dan wilayah
perairan; wabah penyakit ikan;
s. wabah dan wilayah s. jenis ikan yang dilarang
wabah penyakit ikan; untuk diperdagangkan,
dimasukkan, dan
t. jenis ikan yang dilarang
dikeluarkan ke dan dari
untuk diperdagangkan,
wilayah Negara
dimasukkan, dan
Republik Indonesia; dan
dikeluarkan ke dan dari
wilayah Negara t. jenis ikan dan genetik
Republik Indonesia; dan ikan yang dilindungi.
u. jenis ikan yang (2) Setiap orang yang
dilindungi. melakukan usaha dan/atau
kegiatan pengelolaan
(2) Setiap orang yang
perikanan wajib mematuhi
melakukan usaha dan/atau
ketentuan sebagaimana
kegiatan pengelolaan
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perikanan wajib mematuhi dimaksud pada ayat (1)
ketentuan sebagaimana mengenai:
dimaksud pada ayat (1) a. jenis, jumlah, dan
mengenai: ukuran alat
a. jenis, jumlah, dan penangkapan ikan;
ukuran alat b. jenis, jumlah, ukuran,
penangkapan ikan; dan penempatan alat
b. jenis, jumlah, ukuran, bantu penangkapan
dan penempatan alat ikan;
bantu penangkapan c. daerah, jalur, dan waktu
ikan; atau musim
c. daerah, jalur, dan penangkapan ikan;
waktu atau musim d. persyaratan atau
penangkapan ikan; standar prosedur
d. persyaratan atau operasional
standar prosedur penangkapan ikan;
operasional e. sistem pemantauan
penangkapan ikan; kapal perikanan;
e. sistem pemantauan f. jenis ikan baru yang
kapal perikanan; akan dibudidayakan;
f. jenis ikan baru yang g. jenis ikan dan wilayah
akan dibudidayakan; penebaran kembali
g. jenis ikan dan wilayah serta penangkapan ikan
penebaran kembali berbasis budi daya;
serta penangkapan ikan h. dihapus;
berbasis budi daya;
i. pencegahan
h. pembudidayaan ikan pencemaran dan
dan perlindungannya; kerusakan sumber daya
i. pencegahan ikan serta
pencemaran dan lingkungannya;
kerusakan sumber daya
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ikan serta j. ukuran atau berat
lingkungannya; minimum jenis ikan
yang boleh ditangkap;
j. ukuran atau berat
minimum jenis ikan k. kawasan konservasi
yang boleh ditangkap; perairan;
k. kawasan konservasi l. wabah dan wilayah
perairan; wabah penyakit ikan;
l. wabah dan wilayah m. jenis ikan yang dilarang
wabah penyakit ikan; untuk diperdagangkan,
dimasukkan, dan
m. jenis ikan yang dilarang
dikeluarkan ke dan dari
untuk diperdagangkan,
wilayah Negara
dimasukkan, dan
Republik Indonesia; dan
dikeluarkan ke dan dari
wilayah Negara n. jenis ikan dan genetik
Republik Indonesia; dan ikan yang dilindungi.
n. jenis ikan yang (3) Kewajiban mematuhi
dilindungi. ketentuan mengenai sistem
pemantauan kapal
(3) Kewajiban mematuhi
perikanan sebagaimana
ketentuan mengenai sistem
dimaksud pada ayat (2)
pemantauan kapal
huruf e, tidak berlaku bagi
perikanan sebagaimana
nelayan kecil dan/atau
dimaksud pada ayat (2)
pembudi daya-ikan kecil.
huruf e, tidak berlaku bagi
nelayan kecil dan/atau (4) Pemerintah Pusat
pembudi daya-ikan kecil. menetapkan potensi dan
jumlah tangkapan yang
(4) Menteri menetapkan
diperbolehkan sebagaimana
potensi dan jumlah
dimaksud pada ayat (1)
tangkapan yang
huruf b dan huruf c.
diperbolehkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf b dan huruf c setelah
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mempertimbangkan
rekomendasi dari komisi
nasional yang mengkaji
sumber daya ikan.
(5) Komisi nasional
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dibentuk oleh
Menteri dan beranggotakan
para ahli di bidangnya yang
berasal dari lembaga
terkait.
(6) Menteri menetapkan jenis
ikan yang dilindungi dan
kawasan konservasi
perairan untuk
kepentingan ilmu
pengetahuan, kebudayaan,
pariwisata, dan/atau
kelestarian sumber daya
ikan dan/atau
lingkungannya.
8. Pasal 25A Pasal 25A a. Mengubah kata Penyederhanaan
“memperhatikan”, Perizinan
(1) Pelaku usaha perikanan (1) Pelaku usaha perikanan
menjadi memenuhi, Berusaha.
dalam melaksanakan bisnis dalam melaksanakan
untuk menjamin
perikanan harus bisnis perikanan harus
standar mutu atas
memperhatikan standar memenuhi standar mutu
hasil perikanan.
mutu hasil perikanan. hasil perikanan.
b. Menghapus frase
(2) Pemerintah dan pemerintah (2) Pemerintah membina dan
daerah membina dan memfasilitasi “Pemerintah Daerah”,
karena kewenangan
memfasilitasi pengembangan usaha
ditarik ke
pengembangan usaha perikanan agar memenuhi
Pemerintah.
perikanan agar memenuhi
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
standar mutu hasil standar mutu hasil c. Mengubah “Peraturan
perikanan. perikanan. Menteri” menjadi
“Peraturan
(3) Ketentuan lebih lanjut (3) Ketentuan lebih lanjut
Pemerintah” karena
mengenai standar mutu mengenai standar mutu
kewenangan ditarik
hasil perikanan diatur hasil perikanan diatur
ke Pemerintah.
dalam Peraturan Menteri. dengan Peraturan
Pemerintah.
9. Pasal 26 Pasal 26 a. Karena tidak dikenali Perbaikan dan Penyederhanaan
adanya SIUP, namun percepatan Perizinan
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang
perizinan secara terhadap proses Berusaha
melakukan usaha melakukan usaha
global yaitu perizinan perizinan.
perikanan di bidang perikanan di wilayah
berusaha;
penangkapan, pengelolaan perikanan
pembudidayaan, Negara Republik Indonesia b. Adapun jenis-jenis
pengangkutan, pengolahan, wajib memenuhi perizinan perizinan akan diatur
dan pemasaran ikan di berusaha dari Pemerintah. dalam Peraturan
wilayah pengelolaan (2) Pemerintah.
Jenis usaha Perikanan
perikanan Republik sebagaimana dimaksud
Indonesia wajib memiliki pada ayat (1) terdiri dari
SIUP. usaha:
(2) Kewajiban memiliki SIUP a. penangkapan Ikan;
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), tidak berlaku b. pembudidayaan Ikan;
bagi nelayan kecil dan/atau c. pengangkutan Ikan;
pembudi daya-ikan kecil.
d. pengolahan Ikan; dan
e. pemasaran Ikan.
10. Pasal 27 Pasal 27 Menyesuaikan redaksi Penyederhanaan
(1) Setiap orang yang memiliki (1) Setiap orang yang memiliki dengan mengubah Perizinan
nomenklatur SIPI Berusaha
dan/atau mengoperasikan dan/atau mengoperasikan
menjadi Perizinan
kapal penangkap ikan kapal penangkap ikan
Berusaha.
berbendera Indonesia yang berbendera Indonesia yang
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
digunakan untuk digunakan untuk
melakukan penangkapan melakukan penangkapan
ikan di wilayah pengelolaan ikan di wilayah
perikanan Negara Republik pengelolaan perikanan
Indonesia dan/atau laut Negara Republik Indonesia
lepas wajib memiliki SIPI. dan/atau laut lepas wajib
memenuhi perizinan
(2) Setiap orang yang memiliki
berusaha dari Pemerintah
dan/atau mengoperasikan
Pusat.
kapal penangkap ikan
berbendera asing yang (2) Setiap orang yang memiliki
digunakan untuk dan/atau mengoperasikan
melakukan penangkapan kapal penangkap ikan
ikan di ZEEI wajib memiliki berbendera asing yang
SIPI. digunakan untuk
melakukan penangkapan
(3) Setiap orang yang
ikan di ZEEI wajib memiliki
mengoperasikan kapal
perizinan berusaha dari
penangkap ikan berbendera
Pemerintah Pusat.
Indonesia di wilayah
pengelolaan perikanan (3) Setiap orang yang
Negara Republik Indonesia mengoperasikan kapal
atau mengoperasikan kapal penangkap ikan
penangkap ikan berbendera berbendera Indonesia di
asing di ZEEI wajib wilayah pengelolaan
membawa SIPI asli. perikanan Negara Republik
Indonesia atau
(4) Kapal penangkap ikan
mengoperasikan kapal
berbendera Indonesia yang
penangkap ikan
melakukan penangkapan
berbendera asing di ZEEI
ikan di wilayah yurisdiksi
wajib membawa dokumen
negara lain harus terlebih
dahulu mendapatkan Perizinan Berusaha.
persetujuan dari (4) Kapal penangkap ikan
Pemerintah. berbendera Indonesia yang
melakukan penangkapan
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Kewajiban memiliki SIPI ikan di wilayah yurisdiksi
sebagaimana dimaksud negara lain harus terlebih
pada ayat (1) dan/atau dahulu mendapatkan
membawa SIPI asli persetujuan dari
sebagaimana dimaksud Pemerintah Pusat.
pada ayat (3), tidak berlaku (5) Kewajiban memiliki
bagi nelayan kecil. perizinan berusaha
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan/atau
membawa dokumen
perizinan berusaha
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), tidak berlaku
bagi nelayan kecil.

11. Pasal 28 Pasal 28 Menyesuaikan redaksi Perbaikan dan Penyederhanaan


dengan mengubah percepatan Perizinan
(1) Setiap orang yang memiliki (1) Setiap orang yang memiliki
nomenklatur SIKPI terhadap proses Berusaha.
dan/atau mengoperasikan dan/atau mengoperasikan
menjadi Perizinan perizinan.
kapal pengangkut ikan kapal pengangkut ikan
Berusaha.
berbendera Indonesia di berbendera Indonesia di
wilayah pengelolaan wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik perikanan Negara Republik
Indonesia wajib memiliki Indonesia wajib memenuhi
SIKPI. Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
(2) Setiap orang yang memiliki
dan/atau mengoperasikan (2) Setiap orang yang memiliki
kapal pengangkut ikan dan/atau mengoperasikan
berbendera asing yang kapal pengangkut ikan
digunakan untuk berbendera asing yang
melakukan pengangkutan digunakan untuk
ikan di wilayah pengelolaan melakukan pengangkutan
perikanan Negara Republik ikan di wilayah
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Indonesia wajib memiliki pengelolaan perikanan
SIKPI. Negara Republik Indonesia
wajib memenuhi Perizinan
(3) Setiap orang yang
Berusaha dari Pemerintah
mengoperasikan kapal
Pusat.
pengangkut ikan di wilayah
pengelolaan perikanan (3) Setiap orang yang
Negara Republik Indonesia mengoperasikan kapal
wajib membawa SIKPI asli. pengangkut ikan di
wilayah pengelolaan
(4) Kewajiban memiliki SIKPI
perikanan Negara Republik
sebagaimana dimaksud
Indonesia wajib membawa
pada ayat (1) dan/atau
dokumen perizinan
membawa SIKPI asli
berusaha.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), tidak berlaku
bagi nelayan kecil dan/atau (4) Kewajiban memenuhi
pembudi daya-ikan kecil. perizinan berusaha
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan/atau
membawa dokumen
perizinan berusaha.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), tidak berlaku
bagi nelayan kecil
dan/atau pembudi daya-
ikan kecil.
12. Pasal 28A Pasal 28A a. Mengubah SIUP, SIPI, Penyederhanaan
dan SIKPI, menjadi Perizinan
Setiap orang dilarang: Setiap orang dilarang:
perizinan berusaha, Berusaha
a. memalsukan SIUP, SIPI, dan a. memalsukan dokumen menyesuaikan
SIKPI; dan/atau Perizinan Berusaha; redaksi jenis
b. menggunakan SIUP, SIPI, b. menggunakan Perizinan perizinan tersebut
dan SIKPI palsu. Berusaha palsu;
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. menggunakan Perizinan menjadi perizinan
Berusaha milik kapal lain berusaha;
atau orang lain; dan/atau b. Menambahkan huruf
d. menggandakan Perizinan c, pengaturan
Berusaha untuk digunakan larangan
oleh kapal lain dan/atau menggunakan
kapal milik sendiri. perizinan berusaha
milik kapal atau
orang lain, dengan
pertimbangan selama
ini terjadi kapal
menggunakan
dokumen milik kapal
lain atau orang lain;
dan
c. Menambahkan huruf
d, larangan
menggandakan
perizinan berusaha
untuk digunakan
oleh kapal lain
dan/atau kapal milik
sendiri, mengingat
selama ini terjadi
penggandaan
perizinan berusaha.
13. Pasal 30 Pasal 30 a. Mengubah “surat izin Penyederhanaan
usaha perikanan” Perizinan
(1) Pemberian surat izin usaha (1) Pemberian perizinan
menjadi perizinan Berusaha.
perikanan kepada orang berusaha kepada orang
berusaha,
dan/atau badan hukum dan/atau badan hukum
menyesuaikan
asing yang beroperasi di asing yang beroperasi di
redaksi jenis
ZEEI harus didahului ZEEI harus didahului
perizinan tersebut
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dengan perjanjian dengan perjanjian menjadi perizinan
perikanan, pengaturan perikanan, pengaturan berusaha.
akses, atau pengaturan akses, atau pengaturan b. Mengubah “izin
lainnya antara Pemerintah lainnya antara Pemerintah usaha perikanan”
Republik Indonesia dan Republik Indonesia dan menjadi perizinan
pemerintah negara bendera pemerintah negara bendera berusaha,
kapal. kapal. menyesuaikan
(2) Perjanjian perikanan yang (2) Perjanjian perikanan yang redaksi jenis
dibuat antara Pemerintah dibuat antara Pemerintah perizinan tersebut
Republik Indonesia dan Republik Indonesia dan menjadi perizinan
pemerintah negara bendera pemerintah negara bendera berusaha.
kapal sebagaimana kapal sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dimaksud pada ayat (1),
harus mencantumkan harus mencantumkan
kewajiban pemerintah kewajiban pemerintah
negara bendera kapal negara bendera kapal untuk
untuk bertanggung jawab bertanggung jawab atas
atas kepatuhan orang atau kepatuhan orang atau
badan hukum negara badan hukum negara
bendera kapal untuk bendera kapal dalam
mematuhi perjanjian mematuhi pelaksanaan
perikanan tersebut. perjanjian perikanan
tersebut.
(3) Pemerintah menetapkan
pengaturan mengenai (3) Pemerintah menetapkan
pemberian izin usaha pengaturan mengenai
perikanan kepada orang pemberian perizinan
dan/atau badan hukum berusaha kepada orang
asing yang beroperasi di dan/atau badan hukum
ZEEI, perjanjian perikanan, asing yang beroperasi di
pengaturan akses, atau ZEEI, perjanjian perikanan,
pengaturan lainnya antara pengaturan akses, atau
Pemerintah Republik pengaturan lainnya antara
Pemerintah Republik
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Indonesia dan pemerintah Indonesia dan pemerintah
negara bendera kapal. negara bendera kapal.
14. Pasal 31 Pasal 31 Menyesuaikan redaksi Penyederhanaan
dengan mengubah Perizinan
(1) Setiap kapal perikanan (1) Setiap kapal perikanan
nomenklatur SIPI dan Berusaha.
yang dipergunakan untuk yang dipergunakan untuk
SIKPI menjadi Perizinan
menangkap ikan di wilayah menangkap ikan di wilayah
Berusaha.
pengelolaan perikanan pengelolaan perikanan
Republik Indonesia wajib Negara Republik Indonesia
dilengkapi SIPI. wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah
(2) Setiap kapal perikanan
Pusat.
yang dipergunakan untuk
mengangkut ikan di wilayah (2) Setiap kapal perikanan
pengelolaan perikanan yang dipergunakan untuk
Republik Indonesia wajib mengangkut ikan di wilayah
dilengkapi SIKPI. pengelolaan perikanan
Negara Republik Indonesia
wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
15. Pasal 32 Pasal 32 Karena sudah dimuat Penyederhanaan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai dalam Pasal 26 ayat (3). Perizinan
Berusaha.
penerbitan, tata cara, dan Perizinan Berusaha diatur
syarat-syarat pemberian SIUP, dengan Peraturan Pemerintah.
SIPI, dan SIKPI diatur dengan
Peraturan Menteri.
16. Pasal 33 Pasal 33 a. Menambahkan ayat Penyederhanaan
baru, yakni ayat (1) Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai (1) Kegiatan penangkapan ikan
dan ayat (2), untuk Berusaha.
penangkapan ikan dan/atau dan/atau pembudidayaan
memperjelas
pembudidayaan ikan di wilayah ikan di wilayah pengelolaan
pengaturan mengenai
pengelolaan perikanan Republik perikanan Negara Republik
penangkapan ikan
Indonesia yang bukan untuk Indonesia yang bukan
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tujuan komersial diatur dengan untuk tujuan komersial dan/atau
Peraturan Menteri harus mendapatkan pembudidayaan ikan
persetujuan dari di wilayah
Pemerintah. pengelolaan
perikanan Republik
(2) Jenis penangkapan ikan
Indonesia yang bukan
dan/atau pembudidayaan
untuk tujuan
ikan sebagaimana
komersial.
dimaksud pada ayat (1)
meliputi kegiatan yang b. Mandat semula diatur
dilakukan oleh setiap orang dengan Peraturan
dalam rangka pendidikan, Menteri, diubah
penyuluhan, penelitian menjadi Peraturan
atau kegiatan ilmiah Pemerintah.
lainnya, kesenangan dan
wisata.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penangkapan
ikan dan/atau
pembudidayaan ikan di
wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik
Indonesia yang bukan
untuk tujuan komersial
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
17. Pasal 35 Pasal 35 a. Semula wajib Penyederhanaan
mendapat Perizinan
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang
persetujuan Menteri, Berusaha.
membangun, mengimpor, membangun, mengimpor,
diubah menjadi
atau memodifikasi kapal atau memodifikasi kapal
persetujuan
perikanan wajib terlebih perikanan wajib terlebih
Pemerintah.
dahulu mendapat dahulu mendapat
persetujuan Menteri.
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pembangunan atau persetujuan Pemerintah b. Mengubah laik
modifikasi kapal perikanan Pusat. berlayar menjadi laik
sebagaimana dimaksud (2) laut, mengingat laik
Pembangunan atau
pada ayat (1) dapat berlayar merupakan
modifikasi kapal perikanan
dilakukan, baik di dalam kelaikan kapal, awak,
sebagaimana dimaksud
maupun di luar negeri, beserta muatan;
pada ayat (1) dapat
setelah mendapat dilakukan, baik di dalam c. Semula pertimbangan
pertimbangan teknis laik maupun di luar negeri, teknis laik berlayar
berlayar dari Menteri yang setelah mendapat dari menteri yang
bertanggung jawab di pertimbangan teknis laik bertanggung jawab di
bidang pelayaran. laut dari Pemerintah Pusat. bidang pelayaran,
diubah mejadi
pertimbangan teknis
laik laut dari
pemerintah.

18. Pasal 35A Pasal 35A


(1) Kapal perikanan
(1) Kapal perikanan
berbendera Indonesia yang
berbendera Indonesia yang
melakukan penangkapan
melakukan penangkapan
ikan di wilayah pengelolaan
ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik
perikanan Negara Republik
Indonesia wajib
Indonesia wajib
menggunakan nakhoda
menggunakan nakhoda dan
dan anak buah kapal
anak buah kapal
berkewarganegaraan
berkewarganegaraan
Indonesia.
Indonesia.
(2) Kapal perikanan
(2) Kapal perikanan
berbendera asing yang
berbendera asing yang
melakukan penangkapan
melakukan penangkapan
ikan di ZEEI wajib
ikan di ZEEI wajib
menggunakan anak buah
menggunakan anak buah
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kapal berkewarganegaraan kapal berkewarganegaraan
Indonesia paling sedikit Indonesia paling sedikit
70% (tujuh puluh persen) 70% (tujuh puluh persen)
dari jumlah anak buah dari jumlah anak buah
kapal. kapal.
(3) Pelanggaran terhadap (3) Pelanggaran terhadap
ketentuan penggunaan ketentuan penggunaan
anak buah kapal anak buah kapal
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dikenakan pada ayat (1) atau ayat (2)
sanksi administratif berupa dikenai sanksi
peringatan, pembekuan administratif.
izin, atau pencabutan izin. (4) Ketentuan lebih lanjut
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi
mengenai pengenaan administratif sebagaimana
sanksi administratif dimaksud pada ayat (3)
sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan
pada ayat (3) diatur dalam Pemerintah.
Peraturan Menteri.

19. Pasal 36 Pasal 36 a. Mengubah surat Perbaikan dan Penyederhanaan


tanda kebangsaan percepatan Perizinan
(1) Kapal perikanan milik (1) Kapal perikanan milik orang
menjadi buku kapal terhadap proses Berusaha.
orang Indonesia yang Indonesia yang
perikanan, mengingat perizinan.
dioperasikan di wilayah dioperasikan di wilayah
saat melakukan
pengelolaan perikanan pengelolaan perikanan
pendaftaran kapal
Negara Republik Indonesia Negara Republik Indonesia
sudah dilengkapi
dan laut lepas wajib dan laut lepas wajib
dengan surat tanda
didaftarkan terlebih dahulu didaftarkan terlebih dahulu
kebangsaan.
sebagai kapal perikanan sebagai kapal perikanan
Indonesia. Indonesia. b. Dihapus, karena
sudah diakomodasi
(2) Pendaftaran kapal (2) Kapal perikanan yang telah
dalam Pasal 40.
perikanan sebagaimana terdaftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1),
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dilengkapi dengan diberikan Perizinan
dokumen yang berupa: Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
a. bukti kepemilikan;
b. identitas pemilik; dan
c. surat ukur.
(3) Pendaftaran kapal
perikanan yang dibeli atau
diperoleh dari luar negeri
dan sudah terdaftar di
negara asal untuk didaftar
sebagai kapal perikanan
Indonesia, selain dilengkapi
dengan dokumen
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus
dilengkapi pula dengan
surat keterangan
penghapusan dari daftar
kapal yang diterbitkan oleh
negara asal.
(4) Kapal perikanan yang telah
terdaftar sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
diberikan surat tanda
kebangsaan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pendaftaran
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri.
20. Pasal 38 Pasal 38 a. Mengubah izin Penyederhanaan
menjadi perizinan Perizinan
(1) Setiap kapal penangkap (1) Setiap kapal penangkap
berusaha, mengingat Berusaha.
ikan berbendera asing yang ikan berbendera asing yang
setiap jenis izin
tidak memiliki izin tidak memiliki perizinan
diubah menjadi
penangkapan ikan selama berusaha untuk melakukan
perizinan berusaha;
berada di wilayah penangkapan ikan selama
pengelolaan perikanan berada di wilayah b. Menambahkan frase
Republik Indonesia wajib pengelolaan perikanan “untuk melakukan”,
menyimpan alat Negara Republik Indonesia sebagai
penangkapan ikan di dalam wajib menyimpan alat penyempurnaan
palka. penangkapan ikan di dalam redaksi.
palka.
(2) Setiap kapal penangkap
ikan berbendera asing yang (2) Setiap kapal penangkap
telah memiliki izin ikan berbendera asing yang
penangkapan ikan dengan telah memiliki perizinan
1 (satu) jenis alat berusaha untuk melakukan
penangkapan ikan tertentu penangkapan ikan dengan 1
pada bagian tertentu di (satu) jenis alat
ZEEI dilarang membawa penangkapan ikan tertentu
alat penangkapan ikan pada bagian tertentu di
lainnya ZEEI dilarang membawa
alat penangkapan ikan
(3) Setiap kapal penangkap
lainnya.
ikan berbendera asing yang
telah memiliki izin (3) Setiap kapal penangkap
penangkapan ikan wajib ikan berbendera asing yang
menyimpan alat telah memiliki perizinan
penangkapan ikan di dalam berusaha untuk melakukan
palka selama berada di luar penangkapan ikan wajib
daerah penangkapan ikan menyimpan alat
yang diizinkan di wilayah penangkapan ikan di dalam
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengelolaan perikanan palka selama berada di luar
Republik Indonesia daerah penangkapan ikan
yang diizinkan di wilayah
pengelolaan perikanan
Negara Republik Indonesia.
21. Pasal 40 Pasal 40 Mengubah Peraturan Penyederhanaan
Menteri menjadi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai
Peraturan Pemerintah, Berusaha.
mengenai membangun, kegiatan membangun,
karena kewenangan
mengimpor, memodifikasi mengimpor, memodifikasi kapal,
kapal, pendaftaran, pendaftaran, pengukuran kapal ditarik ke Pemerintah.
pengukuran kapal perikanan, perikanan, pemberian tanda
pemberian tanda pengenal pengenal kapal perikanan, serta
kapal perikanan, serta penggunaan 2 (dua) jenis alat
penggunaan 2 (dua) jenis alat penangkapan ikan secara
penangkapan ikan secara bergantian sebagaimana
bergantian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35, Pasal
dimaksud dalam Pasal 35, 36, Pasal 37, Pasal 38, dan Pasal
Pasal 36, Pasal 37, Pasal 38, 39 diatur dengan Peraturan
dan Pasal 39 diatur dengan Pemerintah.
Peraturan Menteri.
22. Pasal 41 Pasal 41 Mengubah ayat (2), Penyederhanaan
Pusat semula ditetapkan Perizinan
(1) Pemerintah (1) Pemerintah
dan Menteri, diubah menjadi Berusaha.
menyelenggarakan dan menyelenggarakan
melakukan pembinaan melakukan pembinaan ditetapkan Pemerintah.
pengelolaan pelabuhan pengelolaan pelabuhan
perikanan. perikanan.
(2) Penyelenggaraan dan (2) Pemerintah Pusat dalam
pembinaan pengelolaan menyelenggarakan dan
pelabuhan perikanan melakukan pembinaan
sebagaimana dimaksud pengelolaan pelabuhan
perikanan sebagaimana
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1), Menteri dimaksud pada ayat (1)
menetapkan: menetapkan:
a. rencana induk a. rencana induk
pelabuhan perikanan pelabuhan perikanan
secara nasional; secara nasional;
b. klasifikasi pelabuhan b. klasifikasi pelabuhan
perikanan; perikanan;
c. pengelolaan pelabuhan c. pengelolaan pelabuhan
perikanan; perikanan;
d. persyaratan dan/atau d. persyaratan dan/atau
standar teknis dalam standar teknis dalam
perencanaan, perencanaan,
pembangunan, pembangunan,
operasional, operasional,
pembinaan, dan pembinaan, dan
pengawasan pelabuhan pengawasan pelabuhan
perikanan; perikanan;
e. wilayah kerja dan e. wilayah kerja dan
pengoperasian pengoperasian
pelabuhan perikanan pelabuhan perikanan
yang meliputi bagian yang meliputi bagian
perairan dan daratan perairan dan daratan
tertentu yang menjadi tertentu yang menjadi
wilayah kerja dan wilayah kerja dan
pengoperasian pengoperasian
pelabuhan perikanan; pelabuhan perikanan;
dan dan
f. pelabuhan perikanan f. pelabuhan perikanan
yang tidak dibangun yang tidak dibangun
oleh Pemerintah. oleh Pemerintah.
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Setiap kapal penangkap (3) Setiap kapal penangkap
ikan dan kapal pengangkut ikan dan kapal pengangkut
ikan harus mendaratkan ikan harus mendaratkan
ikan tangkapan di ikan tangkapan di
pelabuhan perikanan yang pelabuhan perikanan yang
ditetapkan atau pelabuhan ditetapkan atau pelabuhan
lainnya yang ditunjuk. lainnya yang ditunjuk.
(4) Setiap orang yang memiliki (4) Setiap orang yang memiliki
dan/atau mengoperasikan dan/atau mengoperasikan
kapal penangkap ikan kapal penangkap ikan
dan/atau kapal pengangkut dan/atau kapal pengangkut
ikan yang tidak melakukan ikan yang tidak melakukan
bongkar muat ikan bongkar muat ikan
tangkapan di pelabuhan tangkapan di pelabuhan
perikanan yang ditetapkan perikanan yang ditetapkan
atau pelabuhan lainnya atau pelabuhan lainnya
yang ditunjuk sebagaimana yang ditunjuk dikenai
dimaksud pada ayat (3) sanksi administrasi.
dikenai sanksi administratif (5) Ketentuan lebih lanjut
berupa peringatan, mengenai pengenaan sanksi
pembekuan izin, atau administratif sebagaimana
pencabutan izin. dimaksud pada ayat (4)
(5) Ketentuan lebih lanjut diatur dnegan Peraturan
mengenai pengenaan Pemerintah.
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan Menteri.

23. Pasal 42 Pasal 42


(1) Dalam rangka keselamatan (1) Dalam rangka keselamatan
operasional kapal operasional kapal perikanan,
perikanan, ditunjuk
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
syahbandar di pelabuhan ditunjuk syahbandar di
perikanan. pelabuhan perikanan.
(2) Syahbandar di pelabuhan (2) Syahbandar di pelabuhan
perikanan mempunyai perikanan mempunyai tugas
tugas dan wewenang: dan wewenang:
a. menerbitkan Surat
Persetujuan Berlayar; a. menerbitkan persetujuan
b. mengatur kedatangan berlayar;
dan keberangkatan b. mengatur kedatangan dan
kapal perikanan; keberangkatan kapal
c. memeriksa ulang perikanan;
kelengkapan dokumen
kapal perikanan; c. memeriksa ulang
d. memeriksa teknis dan kelengkapan dokumen
nautis kapal perikanan kapal perikanan;
dan memeriksa alat d. memeriksa teknis dan
penangkapan ikan, dan nautis kapal perikanan
alat bantu penangkapan dan memeriksa alat
ikan; penangkapan ikan, dan
e. memeriksa dan alat bantu penangkapan
mengesahkan perjanjian ikan;
kerja laut;
e. memeriksa dan
f. memeriksa log book
mengesahkan perjanjian
penangkapan dan
kerja laut;
pengangkutan ikan;
g. mengatur olah gerak dan f. memeriksa log book
lalulintas kapal penangkapan dan
perikanan di pelabuhan pengangkutan ikan;
perikanan; g. mengatur olah gerak dan
h. mengawasi pemanduan; lalulintas kapal perikanan
i. mengawasi pengisian di pelabuhan perikanan;
bahan bakar;
h. mengawasi pemanduan;
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
j. mengawasi kegiatan i. mengawasi pengisian
pembangunan fasilitas bahan bakar;
pelabuhan perikanan; j. mengawasi kegiatan
k. melaksanakan bantuan pembangunan fasilitas
pencarian dan pelabuhan perikanan;
penyelamatan;
l. memimpin k. melaksanakan bantuan
penanggulangan pencarian dan
pencemaran dan penyelamatan;
pemadaman kebakaran l. memimpin
di pelabuhan perikanan; penanggulangan
m. mengawasi pelaksanaan pencemaran dan
perlindungan pemadaman kebakaran di
lingkungan maritim; pelabuhan perikanan;
n. memeriksa pemenuhan
persyaratan pengawakan m. mengawasi pelaksanaan
kapal perikanan; perlindungan lingkungan
o. menerbitkan Surat maritim;
Tanda Bukti Lapor n. memeriksa pemenuhan
Kedatangan dan persyaratan pengawakan
Keberangkatan Kapal kapal perikanan;
Perikanan; dan
o. menerbitkan Surat Tanda
p. memeriksa sertifikat
Bukti Lapor Kedatangan
ikan hasil tangkapan.
dan Keberangkatan Kapal
(3) Setiap kapal perikanan
Perikanan; dan
yang akan berlayar
melakukan penangkapan p. memeriksa sertifikat ikan
ikan dan/atau hasil tangkapan.
pengangkutan ikan dari (3) Setiap kapal perikanan yang
pelabuhan perikanan wajib akan berlayar melakukan
memiliki Surat Persetujuan penangkapan ikan dan/atau
Berlayar yang dikeluarkan pengangkutan ikan dari
oleh syahbandar di pelabuhan perikanan wajib
pelabuhan perikanan. memiliki persetujuan
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Syahbandar di pelabuhan berlayar yang dikeluarkan
perikanan sebagaimana oleh syahbandar di
dimaksud pada ayat (1) pelabuhan perikanan.
diangkat oleh menteri yang (4) Syahbandar di pelabuhan
membidangi urusan perikanan sebagaimana
pelayaran. dimaksud pada ayat (1)
(5) Dalam melaksanakan diangkat oleh menteri yang
tugasnya, syahbandar di membidangi urusan
pelabuhan perikanan pelayaran.
dikoordinasikan oleh
pejabat yang bertanggung (5) Dalam melaksanakan
jawab di pelabuhan tugasnya, syahbandar di
perikanan setempat. pelabuhan perikanan
(6) Ketentuan lebih lanjut dikoordinasikan oleh pejabat
mengenai kesyahbandaran yang bertanggung jawab di
di pelabuhan perikanan pelabuhan perikanan
dilaksanakan sesuai setempat.
dengan ketentuan (6) Ketentuan lebih lanjut
peraturan perundang- mengenai kesyahbandaran
undangan. di pelabuhan perikanan
dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.

24. Pasal 43 Pasal 43 a.


Mengubah surat Perbaikan dan Penyederhanaan
menjadi standar; percepatan Perizinan
Setiap kapal perikanan yang Setiap kapal perikanan yang
melakukan kegiatan perikanan b. Standar laik operasi terhadap proses Berusaha
melakukan kegiatan perikanan
wajib memiliki surat laik operasi wajib memenuhi standar laik untuk kapal perizinan
kapal perikanan dari pengawas operasi kapal perikanan dari perikanan akan
perikanan tanpa dikenai biaya. pengawas perikanan tanpa diatur lebih lanjut
dikenai biaya. dalam peraturan
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemerintah yang
mengatur NSPK.
25. Pasal 44 Pasal 44 a. Mengubah surat Penyederhanaan
persetujuan berlayar Perizinan
(1) Surat Persetujuan Berlayar (1) Persetujuan Berlayar
menjadi persetujuan Berusaha.
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
berlayar;
dalam pasal 42 ayat (2) dalam pasal 42 ayat (2)
huruf a dikeluarkan oleh huruf a dikeluarkan oleh b. Surat laik operasi
syahbandar setelah kapal syahbandar setelah kapal diubah menjadi
perikanan mendapatkan perikanan memenuhi standar laik operasi.
surat laik operasi. standar laik operasi. c. Surat laik operasi
(2) Surat laik operasi (2) Pemenuhan standar laik diubah menjadi
sebagaimana dimaksud operasi sebagaimana standar laik operasi.
pada ayat (1) dikeluarkan dimaksud pada ayat (1) d. Mandat semula diatur
oleh pengawas perikanan dikeluarkan oleh pengawas dengan Peraturan
setelah dipenuhi perikanan setelah dipenuhi Menteri, diubah
persyaratan administrasi persyaratan administrasi menjadi diatur
dan kelayakan teknis. dan kelayakan teknis. dengan Peraturan
(3) Ketentuan lebih lanjut (3) Ketentuan lebih lanjut Pemerintah.
mengenai persyaratan mengenai persyaratan
administrasi dan kelayakan administrasi dan kelayakan
teknis sebagaimana teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2)
diatur dalam Peraturan diatur dalam Peraturan
Menteri. Pemerintah.
26. Pasal 45 Pasal 45 Mengubah izin berlayar Penyederhanaan
menjadi persetujuan Perizinan
Dalam hal kapal perikanan Dalam hal kapal perikanan
berlayar, menyesuaikan Berusaha.
berada dan/atau berpangkalan berada dan/atau berpangkalan
di luar pelabuhan perikanan, di luar pelabuhan perikanan, dengan substansi dalam
Pasal 42.
surat izin berlayar diterbitkan Persetujuan berlayar diterbitkan
oleh syahbandar setempat oleh syahbandar setempat
setelah diperoleh surat laik setelah memenuhi standar laik
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
operasi dari pengawas operasi dari pengawas perikanan
perikanan yang ditugaskan pada yang ditugaskan pada pelabuhan
pelabuhan setempat. setempat.
27. Pasal 49 Pasal 49 a. Mengubah kata izin Penyederhanaan
menjadi perizinan Perizinan
Setiap orang asing yang Setiap orang asing yang
berusaha, Berusaha.
mendapat izin penangkapan mendapat Perizinan Berusaha
menyesuaikan
ikan di ZEEI dikenakan untuk melakukan penangkapan
dengan perubahan
pungutan perikanan. ikan di ZEEI dikenakan
jenis izin menjadi
pungutan perikanan.
perizinan berusaha;
b. Menambahkan frase
“untuk melakukan”
sebagai
penyempurnaan
redaksi.
1e. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA - SEKTOR PERTANIAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
1. Pasal 14 Pasal 14 1. Mengembalikan Kemudahan dalam Penyederhaan
kewenangan proses pengajuan Perizinan
(1) Pemerintah Pusat (1) Pemerintah Pusat
penetapan Batasan perizinan berusaha Berusaha
menetapkan batasan luas menetapkan batasan luas
luasan penggunaan (simplifikasi
maksimum dan luas maksimum dan luas
lahan usaha pengaturan).
minimum penggunaan minimum penggunaan
perkebunan pada
lahan untuk Usaha lahan untuk Usaha
Pemerintah Pusat.
Perkebunan. Perkebunan.
2. Pengaturan teknis
(2) Penetapan batasan luas (2) Ketentuan lebih lanjut terkait batasan luas
sebagaimana dimaksud mengenai penetapan lahan usaha
pada ayat (1) harus batasan luas diatur dengan perkebunan
mempertimbangkan: Peraturan Pemerintah. diturunkan dalam
a. jenis tanaman; peraturan
pelaksanaan RUU
b. ketersediaan lahan yang Cipta Kerja.
sesuai secara
agroklimat;
c. modal;
d. kapasitas pabrik;
e. tingkat kepadatan
penduduk;
f. pola pengembangan
usaha;
g. kondisi geografis;
h. perkembangan
teknologi; dan
i. pemanfaatan lahan
berdasarkan fungsi
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ruang sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan di
bidang tata ruang.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penetapan
batasan luas diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
2. Pasal 15 Pasal 15 Mengembalikan Kemudahan dalam Penyederhaan
kewenangan penetapan proses pengajuan Perizinan
Perusahaan Perkebunan Dihapus.
Batasan luasan perizinan berusaha. Berusaha
dilarang memindahkan hak atas
penggunaan lahan usaha
tanah Usaha Perkebunan yang
perkebunan pada
mengakibatkan terjadinya
Pemerintah Pusat.
satuan usaha yang kurang dari
luas minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14.
3. Pasal 16 Pasal 16 Mengembalikan Kemudahan dalam Penyederhaan
kewenangan persyaratan proses pengajuan Perizinan
(1) Perusahaan Perkebunan Dihapus.
usaha perkebunan pada perizinan berusaha. Berusaha
wajib mengusahakan Lahan
Pemerintah Pusat.
Perkebunan:
a. paling lambat 3 (tiga)
tahun setelah
pemberian status hak
atas tanah, Perusahaan
Perkebunan wajib
mengusahakan Lahan
Perkebunan paling
sedikit 30% (tiga puluh
perseratus) dari luas
hak atas tanah; dan
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. paling lambat 6 (enam)
tahun setelah
pemberian status hak
atas tanah, Perusahaan
Perkebunan wajib
mengusahakan seluruh
luas hak atas tanah
yang secara teknis
dapat ditanami
Tanaman Perkebunan.
(2) Jika Lahan Perkebunan
tidak diusahakan sesuai
dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), bidang Tanah
Perkebunan yang belum
diusahakan diambil alih
oleh negara sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan
4. Pasal 17 Pasal 17 1. Simplifikasi perizinan Pengakuan Penyederhaan
berusaha di bidang terhadap Perizinan
(1) Pejabat yang berwenang (1) Pejabat yang berwenang
perkebunan. masyarakat hukum Berusaha
dilarang menerbitkan izin dilarang menerbitkan
2. Menyesuaikan dengan adat (hak ulayat
Usaha Perkebunan di atas Perizinan Berusaha terkait
rezim pengaturan masyarakat hukum
Tanah Hak Ulayat perkebunan di atas Tanah
berbasis risiko (Risk adat).
Masyarakat Hukum Adat. Hak Ulayat Masyarakat
Based Approach)
Hukum Adat.
(2) Ketentuan larangan
sebagaimana dimaksud (2) Ketentuan larangan
pada ayat (1) dikecualikan sebagaimana dimaksud
dalam hal telah dicapai pada ayat (1) dikecualikan
persetujuan antara dalam hal telah dicapai
Masyarakat Hukum Adat persetujuan antara
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan Pelaku Usaha Masyarakat Hukum Adat
Perkebunan mengenai dan Pelaku Usaha
penyerahan Tanah dan Perkebunan mengenai
imbalannya sebagaimana penyerahan Tanah dan
dimaksud dalam Pasal 12 imbalannya sebagaimana
ayat (1). dimaksud dalam Pasal 12
ayat (1).
5. Pasal 24 Pasal 24 1. Simplifikasi perizinan Perizinan menjadi Penyederhaan
berusaha di bidang cepat, efisien, Perizinan
(1) Pemerintah Pusat (1) Pemerintah Pusat
perkebunan. murah dan pasti Berusaha
menetapkan jenis benih menetapkan jenis benih
2. Mengembalikan apabila dilakukan
Tanaman Perkebunan yang Tanaman Perkebunan yang
kewenangan secara online.
pengeluaran dari dan/atau pengeluaran dari dan/atau
pengeluaran benih
pemasukannya ke dalam pemasukannya ke dalam
tanaman perkebunan
wilayah Negara Kesatuan wilayah Negara Kesatuan
pada Pemerintah
Republik Indonesia Republik Indonesia
Pusat.
memerlukan izin. memerlukan persetujuan.
(2) Pengeluaran benih dari (2) Pengeluaran benih dari
dan/ atau pemasukannya dan/atau pemasukannya
ke dalam wilayah Negara ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Kesatuan Republik
Indonesia wajib Indonesia wajib
mendapatkan izin Menteri. mendapatkan persetujuan
dari Pemerintah Pusat.
(3) Pemasukan benih dari luar
negeri harus memenuhi (3) Pemasukan Benih dari luar
standar mutu atau negeri harus memenuhi
persyaratan teknis minimal. standar mutu atau
persyaratan teknis minimal.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai standar mutu (4) Ketentuan lebih lanjut
atau persyaratan teknis mengenai standar mutu
minimal sebagaimana dan persyaratan teknis
dimaksud pada ayat (3) minimal sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diatur dalam Peraturan diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Pemerintah.
6. Pasal 30 Pasal 30 1. Pemerintah dalam hal Mempermudah Penyederhaan
ini Presiden investasi dan Perizinan
(1) Varietas hasil pemuliaan (1) Varietas hasil pemuliaan
merupakan pemegang penyederhanaan Berusaha
atau introduksi dari luar atau introduksi dari luar
kekuasaaan perizinan.
negeri sebelum diedarkan negeri sebelum diedarkan
pemerintahan,
terlebih dahulu harus terlebih dahulu harus
termasuk penerbitan
dilepas oleh Pemerintah dilepas oleh Pemerintah
perizinan berusaha.
Pusat atau diluncurkan Pusat atau diluncurkan
oleh pemilik varietas. oleh pemilik varietas. 2. Namun dalam
melaksanakan
(2) Ketentuan lebih lanjut (2) Varietas yang telah dilepas
kekuasaannya,
mengenai syarat-syarat dan atau diluncurkan
Pemerintah dapat
tata cara pelepasan atau sebagaimana dimaksud
mendelegasikan
peluncuran diatur dengan pada ayat (1) dapat
kewenangan kepada
Peraturan Menteri. diproduksi dan diedarkan.
pemerintah daerah.
(3) Varietas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) 3. Lebih lanjut, perizinan
yang dilakukan secara
sebelum diedarkan harus
elektronik memberikan
memenuhi Perizinan
kemudahan, kepastian
Berusaha dari Pemerintah
dan percepatan proses
Pusat.
perizinan.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai syarat-syarat dan
tata cara pelepasan atau
peluncuran serta Perizinan
Berusaha diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
7. Pasal 31 Pasal 31 Materi muatan Pasal 31 Penyederhaan
telah diatur dalam Pasal Perizinan
(1) Varietas yang telah dilepas Dihapus.
30. Berusaha
atau diluncurkan
sebagaimana dimaksud
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam Pasal 30 ayat (I)
dapat diproduksi dan
diedarkan.
(2) Varietas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
sebelum diedarkan harus
dilakukan sertifikasi dan
diberi label.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai produksi,
sertifikasi, pelabelan, dan
peredaran diatur dengan
Peraturan Menteri.
8. Pasal 35 Pasal 35 Ketentuan standar Kemudahan dalam Penyederhaan
minimum sarana dan berusaha. Perizinan
(1) Dalam rangka pengendalian (1) Dalam rangka pengendalian
prasarana pengendalian Berusaha
organi sme pengganggu organisme pengganggu
organisme pengganggu
tumbuhan, setiap Pelaku tumbuhan, setiap Pelaku
Tanaman Perkebunan
Usaha Perkebunan Usaha Perkebunan
akan diatur lebih lanjut
berkewajiban memiliki berkewajiban memenuhi
dalam peraturan
standar minimum sarana persyaratan minimum
pemerintah yang
dan prasarana sarana dan prasarana
mengatur NSPK.
pengendalian organisme pengendalian organisme
pengganggu Tanaman pengganggu Tanaman
Perkebunan. Perkebunan.
(2) Ketentuan mengenai (2) Ketentuan mengenai
standar minimum sarana persyaratan minimum
dan prasarana sarana dan prasarana
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
9. Pasal 42 Pasal 42 Ketentuan mengenai 1. Kemudahan Penyederhaan
Perizinan Berusaha akan dalam berusaha. Perizinan
Kegiatan usaha budi daya (1) Kegiatan usaha budi daya
diatur lebih lanjut dalam 2. Kepastian Berusaha
Tanaman Perkebunan dan/atau Tanaman Perkebunan
peraturan pemerintah hukum dalam
usaha Pengolahan Hasil dan/atau usaha
yang mengatur NSPK. melakukan
Perkebunan sebagaimana Pengolahan Hasil
usaha
dimaksud dalam Pasal 41 ayat Perkebunan sebagaimana
perkebunan.
(1) hanya dapat dilakukan oleh dimaksud dalam Pasal 41
Perusahaan Perkebunan apabila ayat (1) hanya dapat
telah mendapatkan hak atas dilakukan oleh Perusahaan
tanah dan/atau izin Usaha Perkebunan apabila telah
Perkebunan. mendapatkan hak atas
tanah dan memenuhi
Perizinan Berusaha terkait
Perkebunan dari
Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
10. Pasal 43 Pasal 43 Ketentuan mengenai 1. Kemudahan Penyederhaan
Perizinan Berusaha akan dalam berusaha. Perizinan
Kegiatan usaha Pengolahan Kegiatan usaha Pengolahan
diatur lebih lanjut dalam 2. Kepastian Berusaha
Hasil Perkebunan dapat Hasil Perkebunan dapat
peraturan pemerintah hukum dalam
didirikan pada wilayah didirikan pada wilayah
yang mengatur NSPK. melakukan
Perkebunan swadaya Perkebunan swadaya
usaha
masyarakat yang belum ada masyarakat yang belum ada
perkebunan.
usaha Pengolahan Hasil usaha Pengolahan Hasil
Perkebunan setelah Perkebunan setelah memperoleh
memperoleh hak atas tanah dan hak atas tanah dan Perizinan
izin Usaha Perkebunan. Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
11. Pasal 45 Pasal 45 Karena berdasarkan Kemudahan dalam Penyederhaan
Pasal 42 RUU Cipta Kerja proses pengajuan Perizinan
(1) Untuk mendapatkan izin Dihapus.
diatur dengan Peraturan perizinan berusaha. Berusaha
Usaha Perkebunan
Pemerintah.
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 harus
memenuhi persyaratan:
a. izin lingkungan;
b. kesesuaian dengan
rencana tata ruang
wilayah; dan
c. kesesuaian dengan
rencana Perkebunan.
(2) Selain persyaratan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1):
a. usaha budi daya
Perkebunan harus
mempunyai sarana,
prasarana, sistem, dan
sarana pengendalian
organisme pengganggu
tumbuhan; dan
b. usaha Pengolahan Hasil
Perkebunan harus
memenuhi sekurang-
kurangnya 20% (dua
puluh perseratus) dari
keseluruhan bahan
baku yang dibutuhkan
berasal dari kebun yang
diusahakan sendiri.
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
12. Pasal 47 Pasal 47 Ketentuan mengenai 1. Kemudahan Penyederhaan
Perizinan Berusaha akan dalam proses Perizinan
(1) Perusahaan Perkebunan (1) Perusahaan Perkebunan
diatur lebih lanjut dalam pengajuan Berusaha
yang melakukan usaha yang melakukan usaha
peraturan pemerintah perizinan
budi daya Tanaman budi daya Tanaman
yang mengatur NSPK. berusaha.
Perkebunan dengan Perkebunan dengan luasan
2. Kepastian
luasan skala tertentu skala tertentu dan/atau
hukum dalam
dan/atau usaha usaha Pengolahan Hasil
melakukan
Pengolahan Hasil Perkebunan dengan
usaha
Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu
perkebunan.
kapasitas pabrik tertentu wajib memenuhi Perizinan
wajib memiliki izin Usaha Berusaha dari Pemerintah
Perkebunan. Pusat.
(2) Izin Usaha Perkebunan (2) Ketentuan lebih lanjut
diberikan dengan mengenai Perizinan
mempertimbangkan: Berusaha sebagaimana
pada ayat (1) diatur dalam
a. jenis tanaman;
Peraturan Pemerintah.
b. kesesuaian Tanah
dan agroklimat;
c. teknologi;
d. tenaga kerja; dan
e. modal.
13. Pasal 48 Pasal 48 1. Pemerintah dalam hal Perizinan menjadi Penyederhaan
ini Presiden cepat, efisien, Perizinan
(1) Izin Usaha Perkebunan Dihapus.
merupakan pemegang murah dan pasti Berusaha
sebagaimana dimaksud
kekuasaaan apabila dilakukan
dalam Pasal 47 ayat (1)
pemerintahan, secara online.
diberikan oleh:
termasuk penerbitan
a. gubernur untuk wilayah perizinan berusaha.
lintas kabupaten/kota; 2. Namun dalam
dan melaksanakan
kekuasaannya,
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. bupati/wali kota untuk Pemerintah dapat
wilayah dalam suatu mendelegasikan
kabupaten/kota. kewenangan kepada
(2) Dalam hal lahan Usaha pemerintah daerah.
Perkebunan berada pada 3. Lebih lanjut, perizinan
wilayah lintas provinsi, yang dilakukan secara
izin diberikan oleh elektronik memberikan
Menteri. kemudahan, kepastian
dan percepatan proses
(3) Perusahaan Perkebunan
perizinan.
yang telah mendapat izin
Usaha Perkebunan wajib
menyampaikan laporan
perkembangan usahanya
secara berkala sekurang-
kurangnya 1 (satu) tahun
sekali kepada pemberi izin
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2).
(4) Laporan perkembangan
usaha secara berkala
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) juga
disampaikan kepada
Menteri.
14. Pasal 49 Pasal 49 Ketentuan mengenai 1. Kemudahan Penyederhaan
Perizinan Berusaha akan dalam proses Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dihapus.
diatur lebih lanjut dalam pengajuan Berusaha
syarat dan tata cara pemberian
peraturan pemerintah perizinan
izin Usaha Perkebunan, luasan
yang mengatur NSPK. berusaha.
lahan tertentu untuk usaha budi
2. Kepastian
daya Tanaman Perkebunan, dan
hukum dalam
kapasitas pabrik tertentu untuk
melakukan
usaha Pengolahan Hasil
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Perkebunan sebagaimana usaha
dimaksud dalam Pasal 41 perkebunan.
sampai dengan Pasal 48 diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
15. Pasal 50 Pasal 50 1. Pemerintah dalam hal 1. Kemudahan Penyederhaan
ini Presiden dalam proses Perizinan
Menteri, gubernur, dan Dihapus. pengajuan
merupakan pemegang Berusaha
bupati/walikota yang perizinan
kekuasaaan
berwenang menerbitkan izin berusaha.
pemerintahan,
Usaha Perkebunan dilarang: 2. kepastian
termasuk penerbitan
a. menerbitkan izin yang tidak perizinan berusaha. hukum dalam
sesuai peruntukkan; melakukan
2. Namun dalam usaha
dan/atau
melaksanakan perkebunan.
b. menerbitkan izin yang tidak
kekuasaannya, 3. Perizinan
sesuai dengan syarat dan
Pemerintah dapat menjadi cepat,
ketentuan peraturan
mendelegasikan efisien, murah
perundang-undangan.
kewenangan kepada dan pasti apabila
pemerintah daerah. dilakukan secara
3. Lebih lanjut, perizinan online.
yang dilakukan secara
elektronik memberikan
kemudahan, kepastian
dan percepatan proses
perizinan.
16. Pasal 58 Pasal 58 Persyaratan Izin Usaha Kemudahan dalam Penyederhanaan
Perkebunan akan diatur proses pengajuan Perizinan
(1) Perusahaan Perkebunan (1) Perusahaan Perkebunan
lebih lanjut dalam perizinan berusaha Berusaha
yang memiliki izin Usaha yang melakukan kegiatan
peraturan pemerintah
Perkebunan atau izin usaha Perkebunan dan
yang mengatur NSPK.
Usaha Perkebunan untuk kegiatan usaha Perkebunan
budi daya wajib budi daya wajib
memfasilitasi memfasilitasi
pembangunan kebun
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
masyarakat sekitar paling pembangunan kebun
rendah seluas 20% (dua masyarakat.
puluh perseratus) dari (2) Fasilitasi pembangunan
total luas areal kebun kebun masyarakat
yang diusahakan oleh sebagaimana dimaksud
Perusahaan Perkebunan. pada ayat (1) dapat
(2) Fasilitasi pembangunan dilakukan melalui pola
kebun masyarakat kredit, bagi hasil, bentuk
sebagaimana dimaksud kemitraan lainnya atau
pada ayat (1) dapat bentuk pendanaan lain
dilakukan melalui pola yang disepakati sesuai
kredit, bagi hasil, atau dengan ketentuan
bentuk pendanaan lain peraturan perundang-
yang disepakati sesuai undangan.
dengan ketentuan (3) Kewajiban memfasilitasi
peraturan perundang- pembangunan kebun
undangan. sebagaimana dimaksud
(3) Kewajiban memfasilitasi pada ayat (1) harus
pembangunan kebun dilaksanakan dalam jangka
sebagaimana dimaksud waktu paling lambat 3 (tiga)
pada ayat (1) harus tahun sejak hak guna
dilaksanakan dalam usaha diberikan.
jangka waktu paling (4) Fasilitasi pembangunan
lambat 3 (tiga) tahun sejak kebun masyarakat
hak guna usaha sebagaimana dimaksud
diberikan. pada ayat (1) harus
(4) Fasilitasi pembangunan dilaporkan kepada
kebun masyarakat Pemerintah Pusat.
sebagaimana dimaksud (5) Ketentuan lebih lanjut
pada ayat (1) harus mengenai fasilitasi
dilaporkan kepada pembangunan kebun
Pemerintah Pusat dan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah Daerah sesuai diatur dengan Peraturan
dengan kewenangannya. Pemerintah.
17. Pasal 59 Pasal 59 Kewajiban fasilitasi Kemudahan dalam Penyederhaan
pembangunan kebun proses pengajuan Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dihapus.
masyarakat akan diatur perizinan berusaha Berusaha
fasilitasi pembangunan kebun
lebih lanjut dalam
masyarakat sebagaimana
peraturan pemerintah
dimaksud dalam Pasal 58 diatur
yang mengatur NSPK.
dalam Peraturan Pemerintah.
(Merujuk pada catatan
Pasal 58)
18. Pasal 67 Pasal 67 Kewajiban bagi pemegang Kemudahan dalam Penyederhaan
(1) Setiap Pelaku Usaha (1) Setiap Pelaku Usaha Izin Usaha Perkebunan proses pengajuan Perizinan
Perkebunan wajib Perkebunan wajib akan diatur lebih lanjut perizinan berusaha Berusaha
kelestarian dalam peraturan
memelihara kelestarian memelihara
pemerintah yang
fungsi lingkungan hidup. fungsi lingkungan hidup.
mengatur NSPK.
(2) Kewajiban memelihara (2) Ketentuan lebih lanjut
kelestarian fungsi mengenai kewajiban
lingkungan hidup memelihara kelestarian
sebagaimana dimaksud diatur dalam Peraturan
pada ayat (1) dilakukan Pemerintah.
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(3) Untuk memelihara
kelestarian fungsi
lingkungan hidup
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), sebelum
memperoleh izin Usaha
Perkebunan, Perusahaan
Perkebunan harus:
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. membuat analisis
mengenai dampak
lingkungan hidup atau
upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan
upaya pemantauan
lingkungan hidup;
b. memiliki analisis dan
manajemen risiko bagi
yang menggunakan
hasil rekayasa genetik;
dan
c. membuat pernyataan
kesanggupan untuk
menyediakan sarana,
prasarana, dan sistem
tanggap darurat yang
memadai untuk
menanggulangi
terjadinya kebakaran.
(4) Setiap Perusahaan
Perkebunan yang tidak
memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditolak
permohonan izin
usahanya.
19. Pasal 68 Pasal 68 Persyaratan Izin Usaha Kemudahan dalam Penyederhaan
Setelah memperoleh izin usaha Dihapus. Perkebunan akan diatur proses pengajuan Perizinan
lebih lanjut dalam perizinan berusaha Berusaha
perkebunan sebagaimana
peraturan pemerintah
dimaksud dalam Pasal 67 ayat
yang mengatur NSPK.
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3), Pelaku Usaha Perkebunan
wajib menerapkan:
a. analisis mengenai dampak
lingkungan hidup atau
upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan
upaya pemantauan
lingkungan hidup;
b. analisis risiko lingkungan
hidup; dan
c. pemantauan lingkungan
hidup.
20. Pasal 74 Pasal 74 Ketentuan ini tetap Kemudahan dalam Penyederhaan
dipertahankan dengan proses pengajuan Perizinan
(1) Setiap unit Pengolahan (1) Setiap unit Pengolahan
mengubah jangka waktu, perizinan berusaha Berusaha
Hasil Perkebunan tertentu Hasil Perkebunan tertentu
yang akan diatur dalam
yang berbahan baku impor yang berbahan baku impor
Peraturan Pemerintah
wajib membangun kebun wajib membangun kebun
sesuai dengan komoditas
dalam jangka waktu paling dalam jangka waktu
secara teknis.
lambat 3 (tiga) tahun tertentu setelah unit
setelah unit pengolahannya pengolahannya beroperasi.
beroperasi. (2) Ketentuan mengenai jenis
(2) Ketentuan mengenai jenis Pengolahan Hasil
Pengolahan Hasil Perkebunan tertentu dan
Perkebunan tertentu jangka waktu tertentu
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah.
21. Pasal 86 Pasal 86 Karena telah diatur dalam 1. mempermudah Penyederhanaan
Pasal 102 Undang- investasi; Perizinan
(1) Pemerintah Pusat dan/atau Dihapus.
Undang Nomor 22 Tahun 2. mempermudah Berusaha
Pemerintah Daerah sesuai
2019 tentang Sistem Budi perolehan data;
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dengan kewenangannya Daya Pertanian dan
berkewajiban membangun, Berkelanjutan. 3. Penyerdehanaan
menyusun, dan kepastian
mengembangkan, dan hukum dalam
menyediakan sistem data melakukan
dan informasi Perkebunan usaha
yang terintegrasi. perkebunan.
(2) Sistem data dan informasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit
digunakan untuk
keperluan:
a. perencanaan;
b. pemantauan dan
evaluasi;
c. pengelolaan pasokan
dan permintaan produk
Perkebunan; dan
d. pertimbangan
penanaman modal.
(3) Pengembangan dan
penyediaan sistem data dan
informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh unit
kerja yang
menyelenggarakan fungsi di
bidang data dan informasi
Perkebunan.
(4) Data dan informasi
sebagaimana dimaksud
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (3) paling sedikit
berupa:
a. letak dan luas wilayah,
kawasan, dan budi daya
Perkebunan;
b. ketersediaan sarana
dan prasarana
Perkebunan;
c. prakiraan iklim;
d. izin Usaha Perkebunan
dan status hak Lahan
Perkebunan;
e. varietas tanaman;
f. peluang dan tantangan
pasar;
g. permintaan pasar;
h. perkiraan produksi;
i. perkiraan pasokan; dan
j. perkiraan harga.
(5) Data dan informasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilakukan
pemutakhiran data dan
informasi secara berkala.
(6) Data dan informasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) harus dapat
diakses dengan mudah dan
cepat oleh Pelaku Usaha
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Perkebunan dan
masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
22. Pasal 93 Pasal 93 Penghimpunan dana dan Kemudahan dalam Penyederhanaan
Badan Pengelola Dana proses pengajuan Perizinan
(1) Pembiayaan Usaha (1) Pembiayaan Usaha
Perkebunan akan diatur perizinan berusaha. Berusaha
Perkebunan yang dilakukan Perkebunan yang dilakukan
lebih lanjut dalam
oleh Pemerintah Pusat oleh Pemerintah Pusat
peraturan pemerintah
bersumber dari anggaran bersumber dari anggaran
yang mengatur NSPK.
pendapatan dan belanja pendapatan dan belanja
negara. negara.
(2) Pembiayaan (2) Pembiayaan
penyelenggaraan penyelenggaraan
Perkebunan yang dilakukan Perkebunan yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah oleh Pemerintah Daerah
sesuai dengan sesuai dengan
kewenangannya bersumber kewenangannya bersumber
dari anggaran pendapatan dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah. dan belanja daerah.
(3) Pembiayaan Usaha (3) Pembiayaan Usaha
Perkebunan yang dilakukan Perkebunan yang dilakukan
oleh Pelaku Usaha oleh Pelaku Usaha
Perkebunan bersumber dari Perkebunan bersumber dari
penghimpunan dana Pelaku penghimpunan dana Pelaku
Usaha Perkebunan, dana Usaha Perkebunan, dana
lembaga pembiayaan, dana lembaga pembiayaan, dana
masyarakat, dan dana lain masyarakat, dan dana lain
yang sah. yang sah.
(4) Penghimpunan dana
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) digunakan
untuk pengembangan
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sumber daya manusia,
penelitian dan
pengembangan, promosi
Perkebunan, peremajaan
Tanaman Perkebunan,
sarana dan prasarana
Perkebunan,
pengembangan
perkebunan, dan/atau
pemenuhan hasil
Perkebunan untuk
kebutuhan pangan, bahan
bakar nabati, dan hilirisasi
Industri Perkebunan.
(5) Dana yang dihimpun oleh
pelaku usaha perkebunan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dikelola oleh
badan pengelola dana
perkebunan, yang
berwenang untuk
menghimpun,
mengadministrasikan,
mengelola, menyimpan dan
menyalurkan dana
tersebut.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penghimpunan
dana sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan
badan pengelola dana
perkebunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5)
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
23. Pasal 96 Pasal 96 Semua kewenangan 1. mempermudah Penyederhaan
Usaha Pemerintah Pusat dan dalam Perizinan
(1) Pembinaan Usaha (1) Pembinaan
Pemerintah Daerah pengawasan; Berusaha
Perkebunan dilakukan oleh Perkebunan dilakukan oleh
ditarik terlebih dahulu 2. mempermudah
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Pusat.
menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah sesuai (2) investasi; dan
Pembinaan sebagaimana Pemerintah (Presiden).
dengan kewenangannya. dimaksud pada ayat (1) 3. kepastian
Dalam Pengaturan
(2) Pembinaan sebagaimana meliputi: hukum dalam
pelaksanaan di Peraturan
dimaksud pada ayat (1) melakukan
a. perencanaan; Pemerintah yg menjadi
meliputi: usaha
b. pelaksanaan Usaha amanat UU Cipta Kerja perkebunan.
a. perencanaan; kewenangan Pemerintah
Perkebunan;
b. pelaksanaan Usaha di delegasikan kepada
c. pengolahan dan Pemerintah Pusat dan
Perkebunan; pemasaran Hasil Pemerintah.
c. pengolahan dan Perkebunan;
pemasaran Hasil Apabila Pemerintah
d. penelitian dan Daerah tidak
Perkebunan;
pengembangan; melaksanakan
d. penelitian dan e. pengembangan sumber kewajibannya maka
pengembangan; kewenangan tersebut
daya manusia;
e. pengembangan sumber ditarik menjadi
f. pembiayaaan Usaha
daya manusia; kewenangan Pemerintah
Perkebunan; dan
Pusat.
f. pembiayaaan Usaha g. pemberian rekomendasi
Perkebunan; dan penanaman modal.
g. pemberian rekomendasi (3) Ketentuan lebih lanjut
penanaman modal. mengenai pembinaan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
24. Pasal 97 Pasal 97 Semua kewenangan 1. mempermudah Penyederhaan
Pemerintah Pusat dan dalam Perizinan
(1) Pembinaan teknis untuk (1) Pembinaan teknis untuk
Pemerintah Daerah pengawasan; Berusaha
Perusahaan Perkebunan Perusahaan Perkebunan
ditarik terlebih dahulu 2. mempermudah
milik negara, swasta milik negara, swasta
menjadi kewenangan
dan/atau Pekebun dan/atau Pekebun investasi; dan
Pemerintah (Presiden).
dilakukan oleh Menteri. dilakukan oleh Pemerintah 3. kepastian
Pusat. Dalam Pengaturan
(2) Evaluasi atas kinerja hukum dalam
pelaksanaan di Peraturan
Perusahaan Perkebunan (2) Evaluasi atas kinerja melakukan
Pemerintah yg menjadi
milik negara dan/atau Perusahaan Perkebunan usaha
amanat UU Cipta Kerja
swasta dilaksanakan milik negara dan/atau perkebunan.
kewenangan Pemerintah
melalui penilaian Usaha swasta dilaksanakan
di Delegasikan kepada
Perkebunan secara rutin melalui penilaian Usaha
Pemerintah Pusat dan
dan/atau sewaktu-waktu. Perkebunan secara rutin
Pemerintah.
dan/atau sewaktu-waktu.
(3) Ketentuan lebih lanjut
Apabila Pemerintah
mengenai pembinaan (3) Ketentuan lebih lanjut
Daerah tidak
teknis dan penilaian Usaha mengenai pembinaan teknis
melaksanakan
Perkebunan diatur dalam dan penilaian Usaha
kewajibannya maka
Peraturan Pemerintah. Perkebunan diatur dalam
kewenangan tersebut
Peraturan Pemerintah.
ditarik menjadi
kewenangan Pemerintah
Pusat.
25. Pasal 99 Pasal 99 Semua kewenangan 1. mempermudah Penyederhaan
Pengawasan sebagaimana Pemerintah Pusat dan dalam Perizinan
(1) Pengawasan sebagaimana (1)
Pemerintah Daerah pengawasan; Berusaha
dimaksud dalam Pasal 98 dimaksud dalam Pasal 98
ditarik terlebih dahulu 2. mempermudah
dilakukan melalui: dilakukan melalui:
menjadi kewenangan investasi; dan
a. pelaporan dari Pelaku a. pelaporan dari Pelaku Pemerintah (Presiden).
Usaha Perkebunan; Usaha Perkebunan; 3. kepastian
Dalam Pengaturan
dan/atau dan/atau hukum dalam
pelaksanaan di Peraturan melakukan
b. pemantauan dan b. pemantauan dan Pemerintah yg menjadi
evaluasi terhadap evaluasi terhadap amanat UU Cipta Kerja
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pelaksanaan dan hasil pelaksanaan dan hasil kewenangan Pemerintah usaha
Usaha Perkebunan. Usaha Perkebunan. di Delegasikan kepada perkebunan.
(2) Dalam hal tertentu (2) Dalam hal tertentu Pemerintah Pusat dan
pengawasan dapat pengawasan dapat Pemerintah.
dilakukan melalui dilakukan melalui Apabila Pemerintah
pemeriksaan terhadap pemeriksaan terhadap Daerah tidak
proses dan Hasil proses dan Hasil melaksanakan
Perkebunan. Perkebunan. kewajibannya maka
kewenangan tersebut
(3) Pelaporan sebagaimana (3) Pelaporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditarik menjadi
dimaksud pada ayat (1)
kewenangan Pemerintah
huruf a merupakan huruf a merupakan
informasi publik yang informasi publik yang Pusat.
diumumkan dan dapat diumumkan dan dapat
diakses secara terbuka oleh diakses secara terbuka oleh
masyarakat sesuai dengan masyarakat sesuai dengan
ketentuan peraturan ketentuan peraturan
perundang-undangan. perundang-undangan.
(4) Pemantauan dan evaluasi (4) Pemantauan dan evaluasi
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b pada ayat (1) huruf b
dilakukan dengan dilakukan dengan
mengamati dan memeriksa mengamati dan memeriksa
kesesuaian laporan dengan kesesuaian laporan dengan
pelaksanaan di lapangan. pelaksanaan di lapangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut (5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan dan mengenai persyaratan dan
tata cara pengawasan tata cara pengawasan
diatur dengan Peraturan diatur dengan Peraturan
Menteri. Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
1. Pasal 15 Pasal 15 Mengintegrasikan Simplifikasi Penyederhaan
pengaturan pengaturan dalam Perizinan
(1) Pelaku usaha wajib (1) Pelaku Usaha di bidang
ketenagakerjaan dalam bidang Berusaha
mengutamakan Hortikultura dapat
satu peraturan ketenagakerjaan.
pemanfaatan sumber daya memanfaatkan sumber
perundang-undangan.
manusia dalam negeri. daya manusia dalam negeri
dan luar negeri.
(2) Sumber daya manusia dari
luar negeri dapat (2) Pemanfaatan Sumber daya
dimanfaatkan dalam hal manusia sebagaimana
tidak tersedianya sumber dimaksud pada ayat (1)
daya manusia dalam negeri sesuai dengan ketentuan
yang mempunyai keahlian peraturan perundang-
dan kemampuan tertentu di undangan.
bidang hortikultura.
(3) Sumber daya manusia dari
luar negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
dimanfaatkan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan setelah
mendapatkan rekomendasi
dari asosiasi pelaku usaha.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kualifikasi
keahlian dan kemampuan
tertentu di bidang
hortikultura sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Menteri.
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
2. Pasal 33 Pasal 33 Komitmen Indonesia di Kemudahan dalam Penyederhaan
WTO khususnya dalam mendapatkan Perizinan
(1) Usaha hortikultura (1) Sarana hortikultura
Perjanjian GATT 1994 sarana Berusaha
dilaksanakan dengan sebagaimana dimaksud
Indonesia tidak dapat hortikultura.
mengutamakan dalam pasal 32 berasal dari
penggunaan sarana dalam negeri dan/atau luar melakukan pembatasan
hortikultura dalam negeri. negeri. pemasukan atau
(2) Dalam hal sarana (2) Sarana hortikultura pengeluaran barang yang
hortikultura dalam negeri sebagaimana dimaksud terkait dengan
tidak mencukupi atau tidak pada ayat (1) yang perdagangan
tersedia, dapat digunakan diedarkan, harus internasional.
sarana hortikultura yang memenuhi Perizinan
berasal dari luar negeri. Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
(3) Sarana hortikultura yang
berasal dari luar negeri (3) Dalam hal sarana
sebagaimana dimaksud hortikultura merupakan
pada ayat (2) harus: atau mengandung hasil
rekayasa genetik, selain
a. lebih efisien;
memenuhi ketentuan
b. ramah lingkungan; dan sebagaimana dimaksud
c. diutamakan yang pada ayat (2), peredarannya
mengandung komponen wajib mengikuti ketentuan
hasil produksi dalam peraturan perundang-
negeri. undangan di bidang
keamanan hayati.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan
Berusaha terkait sarana
hortikultura diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
3. Pasal 35 Pasal 35 Substansi akan diatur Penyederhaan
lebih lanjut dalam Perizinan
(1) Sarana hortikultura yang Dihapus.
Peraturan Pemerintah Berusaha
diedarkan wajib memenuhi
sebagaimana terdapat
standar mutu dan terdaftar.
dalam Pasal 33 ayat (4).
(2) Dalam hal sarana
hortikultura merupakan
atau mengandung hasil
rekayasa genetik, selain
memenuhi ketentuan ayat
(1), peredarannya wajib
mengikuti ketentuan
peraturan perundang-
undangan di bidang
keamanan hayati.
(3) Apabila standar mutu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) belum
ditetapkan, Menteri
menetapkan persyaratan
teknis minimal.
(4) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3) dikecualikan untuk
sarana hortikultura
produksi lokal yang
diedarkan secara terbatas
dalam satu kelompok.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara uji mutu
dan pendaftaran diatur
dengan Peraturan Menteri.
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
4. Pasal 49 Pasal 49 Dalam RUU Cipta Kerja Perizinan menjadi Penyederhaan
Klaster UMKM, ketentuan cepat, efisien, Perizinan
(1) Unit usaha budidaya (1) Unit usaha budidaya
Pasal 48 dan Pasal 51 murah dan pasti Berusaha
hortikultura mikro dan hortikultura mikro dan kecil
dihapus sehingga tidak apabila dilakukan
kecil sebagaimana wajib didata oleh
ada lagi ketentuan Unit secara online.
dimaksud dalam Pasal 48 Pemerintah Pusat.
usaha budidaya
ayat (1) huruf a dan huruf b (2) Unit usaha budidaya hortikultura mikro, kecil,
wajib didata oleh hortikultura menengah dan menengah dan besar.
pemerintah daerah.
unit usaha budidaya
Pemerintah dalam hal ini
(2) Unit usaha budidaya hortikultura besar harus
Presiden merupakan
hortikultura menengah memenuhi Perizinan
pemegang kekuasaaan
sebagaimana dimaksud Berusaha dari Pemerintah
pemerintahan, termasuk
dalam Pasal 48ayat (1) Pusat.
penerbitan perizinan
huruf c dan unit usaha
berusaha.
budidaya hortikultura
besar sebagaimana Lebih lanjut, perizinan
dimaksud dalam Pasal 48 yang dilakukan secara
ayat (1) huruf d harus elektronik memberikan
dilengkapi izin usaha yang kemudahan, kepastian
diterbitkan oleh Pemerintah dan percepatan proses
dan pemerintah daerah perizinan.
sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Selain harus dilengkapi izin
usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
unit usaha budidaya
hortikultura menengah dan
besar yang menggunakan
lahan yang dikuasai oleh
negara harus dilengkapi
hak guna usaha sesuai
dengan ketentuan
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
peraturan perundang-
undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pendataan dan
perizinan unit usaha
budidaya hortikultura
diatur dengan Peraturan
Menteri.
5. Pasal 52 Pasal 52 1. Untuk memudahkan Perizinan menjadi Penyederhaan
proses perizinan cepat, efisien, Perizinan
(1) Usaha hortikultura (1) Usaha hortikultura
berusaha di bidang murah dan pasti Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
hortikultura. apabila dilakukan
dalam Pasal 50 wajib dalam Pasal 50 wajib
secara online.
didaftar. memenuhi Perizinan 2. Pemerintah dalam hal
Berusaha dari Pemerintah ini Presiden
(2) Pendaftaran sebagaimana
Pusat. merupakan pemegang
dimaksud pada ayat (1)
kekuasaan
dilakukan oleh Pemerintah (2) Ketentuan lebih lanjut
pemerintahan,
dan/atau pemerintah mengenai perizinan
termasuk penerbitan
daerah. berusaha sebagaimana
perizinan berusaha.
dimaksud pada ayat (1)
(3) Ketentuan lebih lanjut
diatur dengan Peraturan 3. Lebih lanjut, perizinan
mengenai pendaftaran
Pemerintah. yang dilakukan secara
usaha hortikultura diatur
elektronik memberikan
dengan Peraturan Menteri.
kemudahan, kepastian
dan percepatan proses
perizinan.
6. Pasal 54 Pasal 54 Mengembalikan Produk Penyederhaan
kewenangan penetapan hortikultura yang Perizinan
(1) Pelaku usaha dalam (1) Pelaku usaha dalam
melaksanakan usaha melaksanakan usaha standar mutu dan beredar di Berusaha
keamanan pangan pada masyarakat
hortikultura wajib hortikultura wajib
Pemerintah Pusat. terjamin mutunya
memenuhi standar proses memenuhi standar proses
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
atau persyaratan teknis atau persyaratan teknis dan keamanan
minimal. minimal. pangan.
(2) Pelaku usaha dalam (2) Pelaku usaha dalam
memproduksi produk memproduksi produk
hortikultura wajib hortikultura wajib
memenuhi standar mutu memenuhi standar mutu
dan keamanan pangan dan keamanan pangan
produk hortikultura. produk hortikultura.
(3) Pemerintah dan/atau (3) Pemerintah Pusat membina
pemerintah daerah dan memfasilitasi
membina dan memfasilitasi pengembangan usaha
pengembangan usaha hortikultura untuk
hortikultura agar memenuhi standar mutu,
memenuhi standar proses dan keamanan pangan
dan persyaratan teknis produk hortikultura.
minimal, standar mutu, (4) Ketentuan lebih lanjut
dan keamanan pangan
mengenai standar mutu
produk hortikultura. dan keamanan pangan
(4) Ketentuan lebih lanjut produk hortikultura
mengenai penerapan sebagaimana dimaksud
standar proses dan pada ayat (1) diatur dengan
persyaratan teknis minimal Peraturan Pemerintah.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), standar mutu
dan keamanan pangan
produk hortikultura
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dan
pembinaan dan fasilitasi
pengembangan usaha
hortikultura sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diatur dengan Peraturan
Menteri.
7. Pasal 56 Pasal 56 1. Mengembalikan Memudahkan Penyederhaan
kewenangan investasi melalui Perizinan
(1) Usaha hortikultura dapat (1) Usaha hortikultura dapat
pengaturan kemitraan relaksasi pada Berusaha
dilakukan dengan pola dilakukan dengan pola
usaha hortikultura kewajiban pelaku
kemitraan. kemitraan.
pada Pemerintah usaha besar untuk
(2) Pola kemitraan (2) Pola kemitraan Pusat. bermitra dengan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pelaku usaha
pada ayat (1) melibatkan 2. Mencegah adanya
pada ayat (1) melibatkan menengah, kecil
praktik monopoli
pelaku usaha hortikultura pelaku usaha hortikultura dan mikro.
dalam usaha
mikro, kecil, menengah, mikro, kecil, menengah, dan
hortikultura, dengan
dan besar. besar.
kewajiban kemitraan
(3) Pelaku usaha besar (3) Kemitraan sebagaimana antara pelaku usaha
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (2) besar dengan pelaku
pada ayat (2) wajib dilaksanakan dengan pola: usaha menengah, kecil
melakukan kemitraan dan mikro, terdapat
a. inti-plasma;
dengan pelaku usaha kemungkinan
mikro, kecil, dan b. subkontrak; terjadinya praktik
menengah. c. waralaba; persaingan usaha
(4) Kemitraan sebagaimana tidak sehat (monopoli
d. perdagangan umum;
dimaksud pada ayat (2) dan konglomerasi).
dilaksanakan dengan pola: e. distribusi dan
keagenan; dan;
a. inti-plasma;
f. bentuk kemitraan
b. subkontrak; lainnya.
c. waralaba; (4) Ketentuan lebih lanjut
d. perdagangan umum; mengenai pola kemitraan
sebagaimana dimaksud
e. distribusi dan pada ayat (1) diatur dengan
keagenan; dan Peraturan Pemerintah.
- 30 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
f. bentuk-bentuk
kemitraan lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pola kemitraan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
8. Pasal 57 Pasal 57 Mengembalikan Simplifikasi Penyederhaan
kewenangan pengaturan pengaturan Perizinan
(1) Usaha perbenihan meliputi (1) Usaha perbenihan meliputi
mengenai perbenihan perbenihan Berusaha
pemuliaan, produksi benih, pemuliaan, produksi benih,
hortikultura pada hortikultura.
sertifikasi, peredaran benih, sertifikasi, peredaran benih,
Pemerintah Pusat.
serta pengeluaran dan serta pengeluaran benih
pemasukan benih dari dan dari dan pemasukan benih
ke wilayah negara Republik ke dalam wilayah Negara
Indonesia. Republik Indonesia.
(2) Dalam hal pemuliaan (2) Dalam hal pemuliaan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dapat pada ayat (1), dapat
dilakukan introduksi dalam dilakukan introduksi dalam
bentuk benih atau materi bentuk benih atau materi
induk yang belum ada di induk yang belum ada di
wilayah negara Republik wilayah Negara Republik
Indonesia. Indonesia.
(3) Usaha perbenihan hanya (3) Usaha perbenihan hanya
dapat dilakukan oleh dapat dilakukan oleh
pelaku usaha yang memiliki pelaku usaha yang memiliki
sertifikat kompetensi atau sertifikat kompetensi atau
badan usaha yang badan usaha yang
bersertifikat dalam bidang bersertifikat dalam bidang
perbenihan dengan wajib perbenihan dengan wajib
menerapkan jaminan mutu menerapkan jaminan mutu
- 31 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
benih melalui penerapan benih melalui penerapan
sertifikasi. sertifikasi.
(4) Ketentuan sertifikat (4) Ketentuan sertifikat
kompetensi atau badan kompetensi atau badan
usaha yang bersertifikat usaha yang bersertifikat
dan kewajiban menerapkan dan kewajiban menerapkan
jaminan mutu benih jaminan mutu benih
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), dikecualikan pada ayat (3), dikecualikan
bagi pelaku usaha bagi pelaku usaha
perseorangan atau perseorangan atau
kelompok yang melakukan kelompok yang melakukan
usaha perbenihan untuk usaha perbenihan untuk
dipergunakan sendiri dipergunakan sendiri
dan/atau terbatas dalam 1 dan/atau terbatas dalam 1
(satu) kelompok. (satu) kelompok.
(5) Ketentuan lebih lanjut (5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai produksi benih, mengenai produksi benih,
sertifikasi, peredaran benih, sertifikasi, peredaran benih,
serta pengeluaran dan serta pengeluaran dan
pemasukan benih pemasukan benih
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), introduksi pada ayat (1), introduksi
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), sertifikasi pada ayat (2), sertifikasi
kompetensi, sertifikasi kompetensi, sertifikasi
badan usaha dan jaminan badan usaha dan jaminan
mutu sebagaimana mutu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), dimaksud pada ayat (3),
serta pengecualian serta pengecualian
kewajiban penerapan kewajiban penerapan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
- 32 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (4) diatur dengan pada ayat (4) diatur dengan
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.
9. Pasal 63 Pasal 63 Diatur dalam Pasal 102 Simplifikasi dan Penyederhaan
UU Sistem Budidaya harmonisasi Perizinan
(1) Pemasukan dan Dihapus.
Pertanian Berkelanjutan pengaturan Berusaha
pengeluaran benih ke dan
(UU 22/2019) pemasukan dan
dari wilayah negara
pengeluaran benih
Republik Indonesia wajib
hortikultura.
mendapatkan izin.
(2) Pemasukan benih ke dalam
wilayah negara Republik
Indonesia untuk
kepentingan komersial
harus memenuhi
persyaratan mutu yang
ditetapkan.
(3) Pemasukan benih ke dalam
wilayah negara Republik
Indonesia untuk
kepentingan komersial
hanya diperbolehkan bila
tidak dapat diproduksi
dalam negeri atau
kebutuhan dalam negeri
belum tercukupi.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemasukan dan
pengeluaran benih ke dan
dari wilayah negara
Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan
- 33 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri.
10. Pasal 68 Pasal 68 Mengembalikan 1. Kemudahan Penyederhaan
kewenangan pengaturan dalam proses Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
mengenai usaha pengajuan Berusaha
usaha budidaya sebagaimana usaha budidaya sebagaimana
budidaya hortikultura perizinan
dimaksud dalam Pasal 65, tata dimaksud dalam Pasal 65, tata
pada Pemerintah Pusat. berusaha.
cara pendataan dan pelaporan cara pendataan dan pelaporan
2. Simplifikasi dan
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
harmonisasi
Pasal 66, dan persyaratan izin Pasal 66, serta persetujuan
pengaturan
khusus sebagaimana dimaksud khusus sebagaimana dimaksud
mengenai usaha
dalam Pasal 67 ayat (2) diatur dalam Pasal 67 ayat (2) diatur
budidaya
dengan Peraturan Menteri. dengan Peraturan Pemerintah.
hortikultura.
11. Pasal 73 Pasal 73 1. Mengembalikan Memudahkan Penyederhaan
kewenangan investasi. Perizinan
(1) Usaha perdagangan produk (1) Usaha perdagangan produk
pengaturan mengenai Berusaha
hortikultura mengatur hortikultura mengatur
usaha budidaya
proses jual beli antara proses jual beli
hortikultura pada
pedagang dengan antarpedagang dan antara
Pemerintah Pusat.
pedagang, dan pedagang pedagang dengan
2. Komitmen Indonesia di
dengan konsumen. konsumen.
WTO khususnya dalam
(2) Dalam hal proses jual beli (2) Pelaku usaha perdagangan Perjanjian GATT 1994
sebagaimana dimaksud produk hortikultura harus Indonesia tidak boleh
pada ayat (1), pelaku usaha menerapkan sistem melakukan perbedaan
perdagangan produk pengkelasan produk perlakuan antara
hortikultura pasar modern berdasarkan standar mutu barang sejenis yang
wajib memperdagangkan dan standar harga secara diperdagangkan di
produk hortikultura dalam transparan. dalam negeri.
negeri. (3) Ketentuan lebih lanjut
(3) Pelaku usaha perdagangan mengenai kewajiban sistem
produk hortikultura harus pengkelasan produk
menerapkan sistem berdasarkan standar mutu
pengkelasan produk dan standar harga secara
- 34 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berdasarkan standar mutu transparan sebagaimana
dan standar harga secara dimaksud pada ayat (2)
transparan. diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kewajiban
memperdagangkan produk
hortikultura dalam negeri
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dan
kewajiban sistem
pengkelasan produk
berdasarkan standar mutu
dan standar harga secara
transparan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan
Menteri.
12. Pasal 88 Pasal 88 1. Pemerintah dalam hal Perizinan menjadi Penyederhaan
ini Presiden cepat, efisien, Perizinan
(1) Impor produk hortikultura1. Impor produk hortikultura
merupakan pemegang murah dan pasti Berusaha
wajib memperhatikan wajib memperhatikan
kekuasaaan apabila dilakukan
aspek: aspek:
pemerintahan, secara online.
a. keamanan pangan a. keamanan pangan termasuk penerbitan
produk hortikultura; produk hortikultura; perizinan berusaha.
b. ketersediaan produk b. persyaratan kemasan 2. Lebih lanjut, perizinan
hortikultura dalam dan pelabelan; yang dilakukan secara
negeri; elektronik memberikan
c. standar mutu; dan
c. penetapan sasaran kemudahan, kepastian
d. ketentuan keamanan dan percepatan proses
produksi dan konsumsi dan perlindungan
produk hortikultura; perizinan.
terhadap kesehatan
d. persyaratan kemasan manusia, hewan, 3. Komitmen Indonesia di
dan pelabelan; WTO khususnya dalam
- 35 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. standar mutu; dan tumbuhan, dan Perjanjian GATT 1994
lingkungan. Indonesia tidak boleh
f. ketentuan keamanan
melakukan pelarangan
dan perlindungan2. Impor produk hortikultura
dan pembatasan
terhadap kesehatan dapat dilakukan setelah
perdagangan barang.
manusia, hewan, memenuhi Perizinan
tumbuhan, dan Berusaha dari Pemerintah
lingkungan. Pusat.
(2) Impor produk hortikultura3. Impor produk hortikultura
dapat dilakukan setelah sebagaimana dimaksud
mendapat izin dari menteri pada ayat (1) dilakukan
yang bertanggungjawab di melalui pintu masuk yang
bidang perdagangan setelah ditetapkan.
mendapat rekomendasi dari4. Ketentuan lebih lanjut
Menteri. mengenai Perizinan
(3) Impor produk hortikultura Berusaha sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (2)
pada ayat (1) dilakukan diatur dengan Peraturan
melalui pintu masuk yang Pemerintah.
ditetapkan.
(4) Setiap orang dilarang
mengedarkan produk segar
hortikultura impor tertentu
yang tidak memenuhi
standar mutu dan/atau
keamanan pangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pemberian rekomendasi
dari Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
tata cara penetapan pintu
masuk sebagaimana
- 36 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud pada ayat (3),
dan produk segar
hortikultura impor tertentu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dengan
Peraturan Menteri.
13. Pasal 90 Pasal 90 Komitmen Indonesia di Mencegah praktik Penyederhaan
persaingan usaha Perizinan
Pemerintah dan/atau Pemerintah Pusat dalam WTO khususnya dalam
tidak sehat Berusaha
pemerintah daerah bersama meningkatkan pemasaran Perjanjian GATT 1994
(monopoli).
pelaku usaha menjaga hortikultura memberikan Indonesia tidak
keseimbangan pasokan dan informasi pasar. diperbolehkan
kebutuhan produk hortikultura melakukan pengaturan
setiap saat sampai di tingkat yang menyebabkan
lokal dengan: distorsi pasar yang
a. memberikan informasi menguntungkan pihak
produksi dan konsumsi tertentu.
yang akurat; atau
b. mengendalikan impor dan
ekspor.

14. Pasal 92 Pasal 92 Komitmen Indonesia di Diversifikasi Penyederhaan


WTO khususnya dalam produk Perizinan
(1) Penyelenggara pasar dan (1) Penyelenggara pasar dan
Perjanjian GATT 1994 hortikultura untuk Berusaha
tempat lain untuk tempat lain untuk
Indonesia tidak boleh pasar dalam negeri.
perdagangan produk perdagangan produk
melakukan perbedaan
hortikultura wajib hortikultura dapat
perlakuan antara barang
mengutamakan penjualan menyelenggarakan
sejenis yang
produk hortikultura lokal. penjualan produk
diperdagangkan di dalam
hortikultura lokal dan asal
(2) Penyelenggara pasar dan negeri.
impor.
tempat lain untuk
perdagangan produk
- 37 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
hortikultura sebagaimana (2) Penyelenggara pasar dan
dimaksud pada ayat (1), tempat lain untuk
wajib menyediakan fasilitas perdagangan produk
pemasaran yang memadai. hortikultura sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
wajib menyediakan fasilitas
pemasaran yang memadai.
15. Pasal 101 Pasal 101 Komitmen Indonesia di Memudahkan Penyederhaan
hortikultura WTO khususnya dalam investasi. Perizinan
Penanam modal asing dalam Pelaku usaha
besar wajib Agreement on Trade- Berusaha
usaha hortikultura wajib menengah dan
Related Investment
memberikan kesempatan memberikan kesempatan
Measures, Indonesia
pemagangan dan melakukan pemagangan.
tidak boleh mengatur
alih teknologi bagi pelaku usaha
kewajiban yang berbeda
dalam negeri.
antara pemodal asing
dengan pemodal dalam
negeri.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan
1. Pasal 32 Pasal 32 Mengembalikan Penataan perizinan Penyederhanaan
kewenangan pengadaan berusaha Perizinan
(1) Pengadaan benih unggul (1) Pengadaan benih unggul
(pemasukan dan (simplifikasi Berusaha
melalui pemasukan dari melalui pemasukan dari
pengeluaran) benih perizinan).
luar negeri sebagaimana luar negeri sebagaimana
unggul pada Pemerintah
dimaksud dalam Pasal 31 dimaksud dalam Pasal 31
Pusat.
ayat (1) dilakukan setelah ayat (1) dilakukan setelah
mendapat izin dari Menteri. mendapat Perizinan
Berusaha dari Pemerintah
(2) Pengeluaran benih unggul
Pusat.
dari wilayah negara
Republik Indonesia dapat (2) Pengeluaran benih unggul
dilakukan oleh instansi dari wilayah negara
pemerintah, Petani, atau Republik Indonesia dapat
dilakukan oleh Pelaku
Usaha berdasarkan
- 38 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pelaku Usaha berdasarkan Perizinan Berusaha dari
izin. Pemerintah Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut (3) Dalam hal pemasukan dari
mengenai izin pemasukan luar negeri sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (1) dan
pada ayat (1) dan izin pengeluaran benih unggul
pengeluaran sebagaimana dari wilayah Negara
dimaksud pada ayat (21 Republik Indonesia
diatur dengan Peraturan sebagaimana dimaksud
Menteri. pada ayat (2) dilakukan oleh
instansi pemerintah, harus
mendapatkan persetujuan
Pemerintah Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Pasal 43 Pasal 43 Mengembalikan Penataan perizinan Penyederhanaan
kewenangan pengeluaran berusaha Perizinan
Pengeluaran Tanaman, Benih Pengeluaran Tanaman, Benih
Tanaman, Benih (simplifikasi Berusaha
Tanaman, Benih Hewan, Bibit Tanaman, Benih Hewan, Bibit
Tanaman, Benih Hewan, perizinan).
Hewan, dan hewan dari wilayah Hewan, dan hewan dari wilayah
Bibit Hewan, dan hewan
negara Republik Indonesia oleh negara Republik Indonesia oleh
pada Pemerintah Pusat.
Setiap Orang dapat dilakukan Setiap Orang dapat dilakukan
jika keperluan dalam negeri jika keperluan dalam negeri telah
telah terpenuhi dengan terpenuhi setelah mendapat
memperoleh izin dari Menteri. Perizinan Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
- 39 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
3. Pasal 44 Pasal 44 Mengembalikan Penataan perizinan Penyederhanaan
kewenangan pemasukan berusaha Perizinan
(1) Pemasukan Tanaman, (1) Pemasukan Tanaman,
Tanaman, Benih (simplifikasi Berusaha
Benih Tanaman, Benih Benih Tanaman, Benih
Tanaman, Benih Hewan, perizinan).
Hewan, Bibit Hewan, dan Hewan, Bibit Hewan, dan
Bibit Hewan, dan hewan
hewan dari luar negeri hewan dari luar negeri
pada Pemerintah Pusat.
dapat dilakukan untuk: dapat dilakukan untuk:
a. meningkatkan mutu a. meningkatkan mutu
dan keragaman genetik; dan keragaman genetik;
b. mengembangkan ilmu b. mengembangkan ilmu
pengetahuan dan pengetahuan dan
teknologi; dan/atau teknologi; dan/atau
c. memenuhi keperluan di c. memenuhi keperluan di
dalam negeri. dalam negeri.
(2) Pemasukan sebagaimana (2) Pemasukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
wajib memenuhi standar wajib memenuhi
mutu. persyaratan.
(3) Setiap Orang yang (3) Setiap Orang yang
melakukan pemasukan melakukan pemasukan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib pada ayat (1) wajib
memperoleh izin dari memenuhi Perizinan
Menteri. Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
(4) Dalam hal pemasukan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh
pemerintah, harus
mendapatkan persetujuan
dari Pemerintah Pusat
- 40 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
4. Pasal 86 Pasal 86 Mengembalikan Pengakuan Penyederhanaan
Setiap Orang sebagaimana kewenangan izin usaha terhadap Perizinan
(1) Setiap Orang sebagaimana (1)
dimaksud dalam Pasal 84 budi daya pertanian pada masyarakat hukum Berusaha
dimaksud dalam Pasal 84
ayat (1) yang melakukan Pemerintah Pusat. adat (hak ulayat
ayat (1) yang melakukan
masyarakat hukum
Usaha Budi Daya Pertanian Usaha Budi Daya Pertanian
adat).
di atas skala tertentu wajib di atas skala tertentu wajib
memiliki izin. memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah
(2) Pemerintah Pusat dan
Pusat.
Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya (2) Pemerintah Pusat dilarang
dilarang memberikan izin memberikan Perizinan
Usaha Budi Daya Pertanian Berusaha terkait Usaha
sebagaimana dimaksud Budi Daya Pertanian
pada ayat (1) di atas tanah sebagaimana dimaksud
hak ulayat masyarakat pada ayat (1) di atas tanah
hukum adat. hak ulayat masyarakat
hukum adat .
(3) Ketentuan larangan
sebagaimana dimaksud (3) Ketentuan larangan
pada ayat (2) dikecualikan sebagaimana dimaksud
dalam hal telah dicapai pada ayat (2) dikecualikan
persetujuan antara dalam hal telah dicapai
masyarakat hukum adat persetujuan antara
dan Pelaku Usaha. masyarakat hukum adat
dan Pelaku Usaha.

5. Pasal 102 Pasal 102 Mengembalikan Memudahkan Penyederhanaan


Sistem informasi Pertanian kewenangan pengelolaan dalam Integrasi Perizinan
(1) Sistem informasi Pertanian (1)
mencakup pengumpulan, dan penggunaan sistem Data secara Berusaha
mencakup pengumpulan,
informasi pertanian pada terpusat.
pengolahan, pengolahan,
Pemerintah Pusat.
penganalisisan, penganalisisan,
penyimpanan, penyajian, penyimpanan, penyajian,
- 41 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
serta penyebaran data serta penyebaran data
Sistem Budi Daya Pertanian Sistem Budi Daya Pertanian
Berkelanjutan. Berkelanjutan.
(2) Pemerintah Pusat dan (2) Pemerintah Pusat
Pemerintah Daerah sesuai berkewajiban membangun,
dengan kewenangannya menyusun, dan
berkewajiban membangun, mengembangkan sistem
menyusun, dan informasi Pertanian yang
mengembangkan sistem terintegrasi.
informasi Pertanian yang (3) Sistem informasi
terintegrasi. sebagaimana dimaksud
(3) Sistem informasi pada ayat (1) paling sedikit
sebagaimana dimaksud digunakan untuk
pada ayat (1) paling sedikit keperluan:
digunakan untuk a. perencanaan
keperluan:
b. pemantauan dan
a. perencanaan evaluasi;
b. pemantauan dan c. pengelolaan pasokan
evaluasi; dan permintaan produk
c. pengelolaan pasokan Pertanian; dan
dan permintaan produk d. pertimbangan
Pertanian; dan penanaman modal.
d. pertimbangan (4) Kewajiban Pemerintah
penanaman modal. Pusat sebagaimana
(4) Kewajiban Pemerintah dimaksud pada ayat (2)
Fusat dan Pemerintah dilaksanakan oleh pusat
Daerah sebagaimana data dan informasi.
dimaksud pada ayat (2) (5) Pusat data dan informasi
dilaksanakan oleh pusat sebagaimana dimaksud
data dan informasi. pada ayat (4) berkewajiban
melakukan pemutakhiran
- 42 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Pusat data dan informasi data dan informasi Sistem
sebagaimana dimaksud Budi Daya Pertanian
pada ayat (4) berkewajiban Berkelanjutan secara
melakukan pemutakhiran akurat dan dapat diakses
data dan informasi Sistem oleh masyarakat.
Budi Daya Pertanian (6) Data dan informasi
Berkelanjutan secara sebagaimana dimaksud
akurat dan dapat diakses pada ayat (5) dapat diakses
oleh masyarakat. dengan mudah dan cepat
(6) Data dan informasi oleh Pelaku Usaha dan
sebagaimana dimaksud masyarakat.
pada ayat (5) dapat diakses (7) Ketentuan lebih lanjut
dengan mudah dan cepat mengenai sistem informasi
oleh Pelaku Usaha dan diatur dengan Peraturan
masyarakat. Pemerintah.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai sistem informasi
diatur dengan Peraturan
Menteri.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
1. Pasal 6 Pasal 6 1. Pemerintah Pusat Bertambahnya Penyederhanaan
dapat menetapkan padang Perizinan
(1) Lahan yang telah (1) Lahan yang telah lahan penggembalaan penggembalaan Berusaha
ditetapkan sebagai ditetapkan sebagai kawasan umum jika Pemerintah umum yang akan
kawasan penggembalaan penggembalaan umum Daerah tidak dapat meningkatkan
umum harus harus dipertahankan menetapkan yang
- 43 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dipertahankan keberadaan keberadaan dan disebabkan ketiadaan kemampuan
dan kemanfaatannya kemanfaatannya secara anggaran. masyarakat dalam
secara berkelanjutan. berkelanjutan. 2. Penetapan tersebut melakukan
dilakukan di daerah budidaya ternak.
(2) Kawasan penggembalaan (2) Kawasan penggembalaan
yang memiliki potensi
umum sebagaimana umum sebagaimana
budidaya ternak yang
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
tinggi.
berfungsi sebagai: a. berfungsi sebagai:
3. Penetapan tersebut
penghasil tumbuhan
a. penghasil tumbuhan dilakukan untuk
pakan; b. tempat pakan; menjaga ketersediaan
perkawinan alami, seleksi,
b. tempat perkawinan pangan yang berasal
kastrasi, dan pelayanan
alami, seleksi, kastrasi, dari hewan.
inseminasi buatan; c.
tempat pelayanan dan pelayanan
kesehatan hewan; inseminasi buatan;
dan/atau d. tempat atau c. tempat pelayanan
objek penelitian dan kesehatan hewan;
pengembangan teknologi dan/atau
peternakan dan kesehatan
hewan. d. tempat atau objek
penelitian dan
(3) Pemerintah daerah pengembangan
kabupaten/kota yang di teknologi peternakan
daerahnya mempunyai dan kesehatan hewan.
persediaan lahan yang
memungkinkan dan (3) Pemerintah daerah
memprioritaskan budi daya kabupaten/kota yang di
ternak skala kecil daerahnya mempunyai
diwajibkan menetapkan persediaan lahan yang
lahan sebagai kawasan memungkinkan dan
penggembalaan umum. memprioritaskan budi daya
ternak skala kecil
(4) Pemerintah daerah diwajibkan menetapkan
kabupaten/kota membina lahan sebagai kawasan
bentuk kerja sama antara penggembalaan umum.
pengusahaan peternakan
- 44 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan pengusahaan tanaman (4) Pemerintah daerah
pangan, hortikultura, kabupaten/kota membina
perikanan, perkebunan, bentuk kerja sama antara
dan kehutanan serta bidang pengusahaan peternakan
lainnya dalam dan pengusahaan tanaman
memanfaatkan lahan di pangan, hortikultura,
kawasan tersebut sebagai perikanan, perkebunan,
sumber pakan ternak dan kehutanan serta bidang
murah. lainnya dalam
memanfaatkan lahan di
(5) Ketentuan lebih lanjut
kawasan tersebut sebagai
mengenai penyediaan dan
sumber pakan ternak
pengelolaan kawasan
murah.
penggembalaan umum
sebagaimana dimaksud (5) Dalam hal pemerintah
pada ayat (3) ditetapkan daerah kabupaten/kota
dengan peraturan daerah tidak menetapkan lahan
kabupaten/kota. sebagai kawasan
penggembalaan umum
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Pemerintah
Pusat dapat menetapkan
lahan sebagai kawasan
penggembalaan umum.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyediaan dan
pengelolaan kawasan
penggembalaan umum
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan
dengan Peraturan
Pemerintah.
- 45 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
2. Pasal 13 Pasal 13 1. Memudahkan 1. Dapat Penyederhanaan
Investasi dan Usaha meningkatkan Perizinan
(1) Penyediaan dan (1) Penyediaan dan mutu dan
di bidang Peternakan. Berusaha
pengembangan benih, bibit, pengembangan benih kualitas bibit
dan/atau bibit dilakukan dan/atau bibit dilakukan 2. Menyesuaikan dan/atau benih
dengan mengutamakan untuk memenuhi dengan ketentuan dalam negeri
produksi dalam negeri. kebutuhan penyediaan internasional melalui
benih dan/atau bibit. khususnya yang sertifikasi.
(2) Pemerintah dan/atau
terkait dengan 2. Mendukung
Pemerintah Daerah sesuai (2) Pemerintah berkewajiban
komitmen Indonesia berkembangnya
dengan kewenangannya untuk melakukan
di dalam WTO. lembaga
berkewajiban untuk pengembangan usaha
melakukan Pemuliaan, pembenihan dan/atau sertifikasi
pengembangan usaha pembibitan dengan benih/atau bibit.
pembenihan dan/atau melibatkan peran serta
pembibitan dengan masyarakat untuk
melibatkan peran serta menjamin ketersediaan
masyarakat untuk benih, bibit, dan/atau
menjamin ketersediaan bakalan.
Benih dan/atau Bibit. (3) Dalam hal usaha
(3) Kewajiban Pemerintah pembenihan dan/atau
dan/atau Pemerintah pembibitan oleh
Daerah sesuai dengan masyarakat belum
kewenangannya untuk berkembang, Pemerintah
melakukan pengembangan Pusat membentuk unit
usaha pembenihan pembenihan dan/atau
dan/atau pembibitan pembibitan.
sebagaimana dimaksud
(4) Setiap benih atau bibit yang
pada ayat (2) dilakukan beredar wajib memiliki
dengan mendorong sertifikat layak benih atau
penerapan teknologi
bibit yang memuat
reproduksi. keterangan mengenai
(4) Dalam hal usaha silsilah dan ciri-ciri
pembenihan dan/atau keunggulan tertentu.
- 46 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pembibitan oleh (5) Sertifikat layak benih atau
masyarakat belum bibit sebagaimana
berkembang, Pemerintah dimaksud pada ayat (4)
dan/atau Pemerintah dikeluarkan oleh lembaga
Daerah sesuai dengan sertifikasi benih atau bibit
kewenangannya yang terakreditasi.
membentuk unit
pembenihan dan/atau
pembibitan.
(5) Pembentukan unit
pembenihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
ditujukan untuk
pemurnian Ternak tertentu
atau produksi.
(6) Setiap benih atau bibit yang
beredar wajib memiliki
sertifikat layak benih atau
bibit yang memuat
keterangan mengenai
silsilah dan ciri-ciri
keunggulan tertentu.
(7) Sertifikat Benih atau Bibit
sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) dikeluarkan
oleh lembaga sertifikasi
benih atau bibit yang
terakreditasi atau yang
ditunjuk oleh Menteri.
(8) Setiap orang dilarang
mengedarkan Benih atau
Bibit yang tidak memiliki
- 47 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sertifikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (6).
3. Pasal 15 Pasal 15 Kemudahan dalam proses 1. Meningkatkan Penyederhanaan
Benih pengajuan perizinan mutu dan Perizinan
(1) Pemasukan Benih (1) Pemasukan
berusaha. keragaman Berusaha
dan/atau Bibit dari luar dan/atau Bibit dari luar
genetik ternak
negeri ke dalam wilayah negeri ke dalam wilayah
di Indonesia
Negara Kesatuan Republik Negara Kesatuan Republik
contohnya Sapi
Indonesia dapat dilakukan Indonesia dapat dilakukan
Belgian Blue.
untuk: untuk:
2. Menjaga
a. meningkatkan mutu a. meningkatkan mutu
ketersediaan
dan keragaman genetik; dan keragaman genetik;
benih/bibit
b. mengembangkan ilmu b. mengembangkan ilmu ternak di
pengetahuan dan pengetahuan dan Indonesia.
teknologi; teknologi;
c. mengatasi kekurangan c. mengatasi kekurangan
Benih dan/ atau Bibit di Benih dan/ atau Bibit di
dalam negeri; dan/atau dalam negeri; dan/atau
d. memenuhi keperluan d. memenuhi keperluan
penelitian dan penelitian dan
pengembangan. pengembangan.
(2) Pemasukan Benih (2) Setiap Orang yang
dan/atau Bibit dari luar melakukan pemasukan
negeri sebagaimana Benih dan/atau Bibit
dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud
harus: pada ayat (1) wajib
memenuhi Perizinan
a. memenuhi persyaratan
Berusaha dari Pemerintah
mutu;
Pusat.
b. memenuhi persyaratan
Kesehatan (3) Ketentuan lebih lanjut
teknis
mengenai Perizinan
Hewan;
Berusaha sebagaimana
- 48 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. bebas dari Penyakit dimaksud pada ayat (3)
Hewan Menular yang diatur dengan Peraturan
dipersyaratkan oleh Pemerintah.
otoritas veteriner;
d. memenuhi ketentuan
peraturan
perundangundangan di
bidang karantina
Hewan; dan
e. memerhatikan
kebijakan pewilayahan
sumber Bibit
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14.
(3) Setiap Orang yang
melakukan pemasukan
Benih dan/atau Bibit
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib
memperoleh izin dari
Menteri.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai persyaratan
mutu dan persyaratan
teknis Kesehatan Hewan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dan
huruf b diatur dengan
Peraturan Menteri.
4. Pasal 16 Pasal 16 1. Kemudahan dalam Menjaga Penyederhanaan
proses pengajuan kelestarian Perizinan
(1) Pengeluaran Benih dan/ (1) Pengeluaran Benih dan/ perizinan berusaha. benih/bibit Berusaha
atau Bibit dari wilayah atau Bibit dari wilayah
- 49 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Negara Kesatuan Republik Negara Kesatuan Republik 2. Ayat (2) disarankan (sumber daya
Indonesia ke luar negeri Indonesia ke luar negeri dihapus, substansi genetik) ternak asli
dapat dilakukan apabila dapat dilakukan apabila diturunkan dalam Indonesia.
kebutuhan dalam negeri kebutuhan dalam negeri ketentuan peraturan
telah terpenuhi dan telah terpenuhi dan perundang-undangan
kelestarian Ternak local kelestarian Ternak local di bawahnya
terjamin. terjamin. (klasifikasi
benih/bibit).
(2) Pengeluaran sebagaimana (2) Pengeluaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) 3. Komitmen Indonesia di
WTO khususnya dalam
dilarang dilakukan dilarang dilakukan
Perjanjian GATT 1994
terhadap Benih dan/atau terhadap Benih dan/atau
Indonesia tidak dapat
Bibit yang terbaik di dalam Bibit yang terbaik di dalam
melakukan pelarangan
negeri. negeri.
pemasukan atau
(3) Setiap Orang yang (3) Setiap Orang yang pengeluaran barang
melakukan kegiatan melakukan kegiatan yang terkait dengan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud perdagangan
pada ayat (1) wajib pada ayat (1) wajib internasional.
memperoleh izin dari memenuhi Perizinan
Menteri. Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
5. Pasal 22 Pasal 22 Kemudahan dalam proses Dengan adanya Penyederhanaan
yang pengajuan perizinan kemudahan Perizinan
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang
memproduksi pakan memproduksi pakan berusaha perizinan, maka Berusaha
diperlukan
dan/atau bahan pakan dan/atau bahan pakan
pengawasan untuk
untuk diedarkan secara untuk diedarkan secara
menjamin
komersial wajib memenuhi
- 50 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
komersial wajib Perizinan Berusaha dari terpenuhinya mutu
memperoleh izin usaha. Pemerintah Pusat. dan keamanan
pakan.
(2) Pakan yang dibuat untuk (2) Pakan yang dibuat untuk
diedarkan secara komersial diedarkan secara komersial
harus memenuhi standar harus memenuhi standar
atau persyaratan teknis atau persyaratan teknis
minimal dan keamanan minimal dan keamanan
pakan serta memenuhi pakan serta memenuhi
ketentuan cara pembuatan ketentuan cara pembuatan
pakan yang baik yang pakan yang baik yang
ditetapkan dengan ditetapkan dengan
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.
(3) Pakan sebagaimana (3) Pakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2)
harus berlabel sesuai harus berlabel sesuai
dengan peraturan dengan ketentuan
perundang-undangan. peraturan perundang-
undangan.
(4) Setiap orang dilarang:
(4) Setiap orang dilarang:
a. mengedarkan pakan
a. mengedarkan pakan
yang tidak layak
yang tidak layak
dikonsumsi;
dikonsumsi;
b. menggunakan dan/atau
b. menggunakan dan/atau
mengedarkan pakan
mengedarkan pakan
ruminansia yang
ruminansia yang
mengandung bahan
mengandung bahan
pakan yang berupa
pakan yang berupa
darah, daging, dan/atau
darah, daging, dan/atau
tulang; dan/atau
tulang; dan/atau
c. menggunakan pakan
c. menggunakan pakan
yang dicampur hormon
yang dicampur hormon
tertentu dan/atau
- 51 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tertentu dan/atau antibiotik imbuhan
antibiotik imbuhan pakan.
pakan. (5) Ketentuan lebih lanjut
(5) Ketsentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c
pada ayat (4) huruf c ditetapkan dengan
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Menteri.
6. Pasal 29 Pasal 29 Kemudahan dalam proses Perlu dilakukan Penyederhanaan
pengajuan perizinan pengawasan agar Perizinan
(1) Budidaya ternak hanya (1) Budidaya ternak hanya
dapat dilakukan oleh dapat dilakukan oleh berusaha. tidak terjadi Berusaha
peternak, perusahaan peternak, perusahaan penularan atau
peternakan, serta pihak peternakan, serta pihak penyebaran
tertentu untuk kepentingan tertentu untuk kepentingan penyakit hewan.
khusus. khusus.
(2) Peternak yang melakukan (2) Peternak yang melakukan
budi daya ternak dengan budi daya ternak dengan
jenis dan jumlah ternak di jenis dan jumlah ternak di
bawah skala usaha tertentu bawah skala usaha tertentu
diberikan tanda daftar diberikan Perizinan
usaha peternakan oleh Berusaha oleh Pemerintah
pemerintah daerah Pusat.
kabupaten/kota. (3) Perusahaan peternakan
(3) Perusahaan peternakan yang melakukan budi daya
yang melakukan budi daya ternak dengan jenis dan
ternak dengan jenis dan jumlah ternak di atas skala
jumlah ternak di atas skala usaha tertentu wajib
usaha tertentu wajib memiliki Perizinan
memiliki izin usaha Berusaha dari Pemerintah
peternakan dari pemerintah Pusat.
daerah kabupaten/kota. (4) Peternak, perusahaan
peternakan, dan pihak
- 52 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Peternak, perusahaan tertentu yang
peternakan, dan pihak mengusahakan ternak
tertentu yang dengan skala usaha
mengusahakan ternak tertentu wajib mengikuti
dengan skala usaha tata cara budi daya ternak
tertentu wajib mengikuti yang baik dengan tidak
tata cara budi daya ternak mengganggu ketertiban
yang baik dengan tidak umum sesuai dengan
mengganggu ketertiban pedoman yang ditetapkan
umum sesuai dengan oleh Pemerintah Pusat.
pedoman yang ditetapkan (5) Pemerintah Pusat
oleh Menteri. berkewajiban untuk
(5) Pemerintah berkewajiban melindungi usaha
untuk melindungi usaha peternakan dalam negeri
peternakan dalam negeri dari persaingan tidak sehat
dari persaingan tidak sehat di antara pelaku usaha.
di antara pelaku pasar.
7. Pasal 36B Pasal 36B Komitmen Indonesia di 1. Indonesia dapat Penyederhanaan
WTO khususnya dalam mencukupi Perizinan
(1) Pemasukan Ternak dan (1) Pemasukan Ternak dan
Perjanjian GATT 1994 kebutuhan Berusaha
Produk Hewan dari luar Produk Hewan dari luar
Indonesia tidak dapat pangan asal
negeri ke dalam wilayah negeri ke dalam wilayah
melakukan pembatasan ternak.
Negara Kesatuan Republik Negara Kesatuan Republik
terhadap pemasukan dan 2. Pemasukan
Indonesia dilakukan Indonesia dilakukan untuk
ternak diatur
apabila produksi dan memenuhi konsumsi pengeluaran barang
sesuai dengan
pasokan Ternak dan masyarakat. terkait dengan
persyaratan
Produk Hewan di dalam perdagangan
(2) Setiap Orang yang kesehatan
negeri belum mencukupi internasional.
melakukan pemasukan hewan
kebutuhan konsumsi ternak sebagaimana (sebagaimana
masyarakat. dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
(2) Pemasukan Ternak wajib memenuhi Perizinan ketentuan
sebagaimana dimaksud Berusaha dari Pemerintah Agreement on
Pusat. Sanitary and
- 53 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) harus berupa (3) Pemasukan Ternak dari Phytosanitary
Bakalan. luar negeri harus: Measures WTO).
(3) Pemasukan Ternak a. memenuhi persyaratan
ruminansia besar Bakalan teknis Kesehatan
tidak boleh melebihi berat Hewan;
tertentu. b. bebas dari Penyakit
(4) Setiap Orang yang Hewan Menular yang
melakukan pemasukan dipersyaratkan oleh
Bakalan sebagaimana Otoritas Veteriner; dan
dimaksud pada ayat (2) c. memenuhi ketentuan
wajib memperoleh izin dari peraturan perundang-
Menteri. undangan di bidang
(5) Setiap Orang yang Karantina Hewan.
memasukkan Bakalan dari (4) Ketentuan lebih lanjut
luar negeri sebagaimana mengenai pemasukan
dimaksud pada ayat (2) Ternak dan Produk Hewan
wajib melakukan sebagaimana dimaksud
penggemukan di dalam pada ayat (1) diatur dengan
negeri untuk memperoleh Peraturan Pemerintah.
nilai tambah dalam jangka
waktu paling cepat 4
(empat) bulan sejak
dilakukan tindakan
karantina berupa
pelepasan.
(6) Pemasukan Ternak dari
luar negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) harus:
a. memenuhi persyaratan
teknis Kesehatan
Hewan;
- 54 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. bebas dari Penyakit
Hewan Menular yang
dipersyaratkan oleh
Otoritas Veteriner; dan
c. memenuhi ketentuan
peraturan perundang-
undangan di bidang
karantina Hewan.
(7) Pemasukan Ternak dari
luar negeri untuk
dikembangbiakan di
Indonesia harus:
a. memenuhi persyaratan
teknis Kesehatan
Hewan;
b. bebas dari Penyakit
Hewan Menular yang
dipersyaratkan oleh
Otoritas Veteriner; dan
c. memenuhi ketentuan
peraturan perundang-
undangan di bidang
karantina Hewan.
(8) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemasukan
Ternak dan Produk Hewan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) serta berat
tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
- 55 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diatur dengan Peraturan
Menteri.
8. Pasal 36C Pasal 36C 1. Kemudahan dalam 1. Perlu dilakukan Penyederhanaan
Berusaha khususnya pengawasan Perizinan
(1) Pemasukan Ternak (1) Pemasukan Ternak terhadap resiko Berusaha
Perizinan.
Ruminansia Indukan ke Ruminansia Indukan ke penularan atau
dalam wilayah Negara dalam wilayah Negara 2. Komitmen Indonesia di penyebaran
Kesatuan Republik Kesatuan Republik WTO khususnya dalam penyakit hewan
Indonesia dapat berasal Indonesia dapat berasal Perjanjian GATT 1994 di Indonesia.
dari suatu negara atau zona dari suatu negara atau zona Indonesia tidak dapat 2. Pemasukan
dalam suatu negara yang dalam suatu negara yang melakukan ternak diatur
telah memenuhi telah memenuhi pembatasan terhadap sesuai dengan
persyaratan dan tata cara persyaratan dan tata cara pemasukan atau persyaratan
pemasukannya. pemasukannya. pengeluaran barang kesehatan
yang terkait dengan hewan
(2) Persyaratan dan tata cara (2) Persyaratan dan tata cara
perdagangan (sebagaimana
pemasukan Ternak pemasukan ternak
internasional. diatur dalam
Ruminansia Indukan dari ruminansia indukan dari
luar negeri ke dalam luar negeri ke dalam ketentuan
wilayah Negara Kesatuan wilayah Negara Kesatuan Agreement on
Republik Indonesia Republik Indonesia Sanitary and
ditetapkan berdasarkan ditetapkan berdasarkan Phytosanitary
analisis risiko di bidang analisis risiko di bidang Measures WTO).
Kesehatan Hewan oleh Kesehatan Hewan oleh
Otoritas Veteriner dengan Otoritas Veteriner.
mengutamakan (3) Pemasukan Ternak
kepentingan nasional. Ruminansia Indukan yang
(3) Pemasukan Ternak berasal dari zona
Ruminansia Indukan yang sebagaimana dimaksud
berasal dari zona pada ayat (1), selain harus
sebagaimana dimaksud memenuhi ketentuan
pada ayat (1), selain harus sebagaimana dimaksud
memenuhi ketentuan pada ayat (2) juga harus
sebagaimana dimaksud terlebih dahulu:
- 56 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (2) juga harus a. dinyatakan bebas
terlebih dahulu: Penyakit Hewan
Menular di negara asal
a. dinyatakan bebas
oleh otoritas veteriner
Penyakit Hewan
negara asal sesuai
Menular di negara asal
dengan ketentuan yang
oleh otoritas veteriner
ditetapkan badan
negara asal sesuai
kesehatan hewan dunia
dengan ketentuan yang
dan diakui oleh Otoritas
ditetapkan badan
Veteriner Indonesia;
kesehatan hewan dunia
dan diakui oleh Otoritas b. dilakukan penguatan
Veteriner Indonesia; sistem dan pelaksanaan
surveilan di dalam
b. dilakukan penguatan
negeri; dan
sistem dan pelaksanaan
surveilan di dalam c. ditetapkan tempat
negeri; dan pemasukan tertentu.
c. ditetapkan tempat (4) Setiap Orang yang
pemasukan tertentu. melakukan pemasukan
Ternak Ruminansia
Indukan sebagaimana
(4) Setiap Orang yang dimaksud pada ayat (l)
melakukan pemasukan wajib memenuhi Perizinan
Ternak Ruminansia Berusaha dari Pemerintah.
Indukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (l) (5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemasukan
wajib memperoleh izin dari
Ternak Ruminansia
Menteri.
Indukan ke dalam wilayah
(5) Ketentuan lebih lanjut Negara Kesatuan Republik
mengenai pemasukan Indonesia dan perizinan
Ternak Ruminansia berusaha diatur dengan
Indukan ke dalam wilayah Peraturan Pemerintah.
Negara Kesatuan Republik
- 57 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Indonesia diatur dengan
Peraturan Menteri.
9. Pasal 37 Pasal 37 1. Kemudahan dalam Dengan adanya Penyederhanaan
(1) Pemerintah membina dan Berusaha khususnya pembinaan dan Perizinan
Pemerintah Pusat membina dan
memfasilitasi Perizinan. fasilitasi dari Berusaha
memfasilitasi berkembangnya
berkembangnya industri industri pengolahan produk 2. Komitmen Indonesia di Pemerontah Pusat,
pengolahan produk hewan hewan dengan penggunaan WTO khususnya dalam Industri
dengan mengutamakan pengolahan produk
bahan baku yang memenuhi Perjanjian GATT 1994
penggunaan bahan baku standar. Indonesia tidak dapat hewan yang sesuai
dari dalam negeri. dengan standar
melakukan
dapat berkembang.
(2) Pemerintah membina pembatasan terhadap
terselenggaranya kemitraan pemasukan atau
yang sehat antara industri pengeluaran barang
pengolahan dan Peternak yang terkait dengan
dan/atau koperasi yang perdagangan
menghasilkan Produk internasional.
Hewan yang digunakan
sebagai bahan baku
industri.
(2A)Kemitraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat
berupa kerja sama:
a. Permodalan atau
pembiayaan;
b. pengolahan;
c. pemasaran;
d. pendistribusian;
dan/atau
e. rantai pasok.

(3) Ketentuan lebih lanjut


mengenai pembinaan dan
- 58 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
fasilitasi berkembangnya
industri pengolahan produk
Hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan
peraturan
perundangundangan di
bidang industri, kecuali
untuk hal-hal yang diatur
dalam Undang-Undang ini.
10. Pasal 52 Pasal 52 Kemudahan dalam proses Diperlukan Penyederhanaan
Setiap orang yang berusaha pengajuan perizinan pengawasan Perizinan
(1) Setiap orang yang berusaha (1)
berusaha. peredaran obat Berusaha
di bidang pembuatan, di bidang pembuatan,
hewan agar obat
penyediaan, dan/atau penyediaan, dan/atau
hewan yang
peredaran obat hewan wajib peredaran obat hewan wajib
beredar di
memiliki izin usaha sesuai memenuhi Perizinan
Indonesia aman
dengan ketentuan Berusaha dari Pemerintah
bagi hewan,
peraturan perundang- Pusat.
undangan. manusia dan
(2) Setiap orang dilarang lingkungan.
(2) Setiap orang dilarang membuat, menyediakan,
membuat, menyediakan, dan/atau mengedarkan
dan/atau mengedarkan obat hewan yang:
obat hewan yang: a. berupa sediaan biologik
a. berupa sediaan biologik yang penyakitnya tidak
yang penyakitnya tidak ada di Indonesia;
ada di Indonesia; b. tidak memiliki nomor
b. tidak memiliki nomor pendaftaran;
pendaftaran; c. tidak diberi label dan
c. tidak diberi label dan tanda; dan
tanda; dan d. tidak memenuhi
standar mutu.
- 59 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. tidak memenuhi (3) Ketentuan lebih lanjut
standar mutu. mengenai peizinan
berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
11. Pasal 54 Pasal 54 1. Kemudahan dalam Obat hewan yang Penyederhanaan
Berusaha khususnya beredar di Perizinan
(1) Penyediaan obat hewan (1) Penyediaan obat hewan
Perizinan dan Indonesia aman Berusaha
dilakukan dengan dilakukan untuk memenuhi
memberikan bagi hewan,
mengutamakan produksi kebutuhan obat hewan.
kesempatan yang manusia dan
dalam negeri. (2) Penyediaan obat hewan sama. lingkungan.
(2) Dalam hal obat hewan sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal 2. Komitmen Indonesia di
WTO khususnya dalam
pada ayat (1) belum dapat dari produksi dalam negeri
Perjanjian GATT 1994
diproduksi atau belum atau dari luar negeri.
Indonesia tidak dapat
mencukupi kebutuhan (3) Pemasukan obat hewan melakukan
dalam negeri, untuk diedarkan ke dalam pembatasan terhadap
penyediaannya dapat wilayah Negara Kesatuan pemasukan atau
dipenuhi melalui produk Republik Indonesia harus pengeluaran barang
luar negeri. memenuhi persyaratan yang terkait dengan
(3) Pemasukan obat hewan peredaran obat hewan perdagangan
untuk diedarkan ke dalam sebagaimana dimaksud internasional.
wilayah Negara Kesatuan dalam Pasal 50 ayat (1) dan
Republik Indonesia harus peraturan perundang-
memenuhi persyaratan undangan di bidang
peredaran obat hewan karantina
sebagaimana dimaksud (4) Pengeluaran obat hewan
dalam Pasal 50 ayat (1) dan produksi dalam negeri ke
peraturan perundang- luar negeri harus sesuai
undangan di bidang standar.
karantina.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemasukan dan
- 60 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Pengeluaran obat hewan pengeluaran dari dan ke
produksi dalam negeri ke luar negeri sebagaimana
luar negeri harus dimaksud pada ayat (2),
mengutamakan ayat (3) dan ayat (4) diatur
kepentingan nasional. dengan Peraturan
Pemerintah.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemasukan dan
pengeluaran dari dan ke
luar negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
ayat (3) dan ayat (4) diatur
dengan Peraturan Menteri.
12. Pasal 59 Pasal 59 Kemudahan dalam proses Produk hewan yang Penyederhanaan
Setiap Orang yang akan pengajuan perizinan masuk ke Indonesia Perizinan
(1) Setiap Orang yang akan (1)
Produk berusaha. aman bagi manusia Berusaha
memasukkan Produk memasukkan
(menjamin
Hewan ke dalam wilayah Hewan ke dalam wilayah
kemanan pangan)
Negara Kesatuan Republik Negara Kesatuan Republik
dan tidak
Indonesia wajib Indonesia wajib memenuhi
menyebarkan
memperoleh izin Perizinan Berusaha dari
penyakit hewan.
pemasukan dari menteri Pemerintah Pusat.
yang menyelenggarakan (2) Persyaratan dan tata cara
urusan pemerintahan di pemasukan produk Hewan
bidang perdagangan setelah dari luar negeri ke dalam
memperoleh rekomendasi wilayah Negara Kesatuan
dari: Republik Indonesia
a. Menteri untuk Produk sebagaimana dimaksud
Hewan segar; atau pada ayat (1) mengacu pada
ketentuan yang berbasis
b. pimpinan lembaga
bidang pengawasan analisis risiko di bidang
Kesehatan Hewan dan
obat dan makanan
Kesehatan Masyarakat
untuk produk pangan
Veteriner.
olahan asal Hewan.
- 61 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Produk Hewan segar yang (3) Ketentuan lebih lanjut
dimasukkan ke dalam mengenai Perizinan
wilayah Negara Kesatuan Berusaha sebagaimana
Repubtik Indonesia dimaksud pada ayat (1)
sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan
pada ayat (l) huruf a harus Pemerintah.
berasal dari unit usaha
Produk Hewan pada suatu
negara yang telah
memenuhi persyaratan dan
tatacara pemasukan
Produk Hewan.
(3) Dalam hal produk pangan
olahan asal Hewan yang
akan dimasukkan ke dalam
wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b yang
mempunyai risiko
penyebaran Zoonosis yang
dapat mengancam
kesehatan manusia,
Hewan, dan lingkungan
budi daya, sebelum
diterbitkan rekomendasi
oleh pimpinan lembaga
pemerintah yang
melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang
pengawasan obat dan
makanan harus
mendapatkan persetujuan
teknis dari Menteri.
- 62 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Persyaratan dan tata cara
pemasukan produk Hewan
dari luar negeri ke dalam
wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud
pada ayat (21 dan ayat (3)
mengacu pada ketentuan
yang berbasis analisis risiko
di bidang Kesehatan Hewan
dan Kesehatan Masyarakat
Veteriner serta
mengutamakan
kepentingan nasional.
13. Pasal 60 Pasal 60 Kemudahan dalam proses Menjaga Higiene Penyederhanaan
yang pengajuan perizinan Sanitasi produk Perizinan
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang
berusaha. hewan yang Berusaha
mempunyai unit usaha mempunyai unit usaha
beredar.
produk hewan wajib produk hewan wajib
mengajukan permohonan memenuhi Perizinan
untuk memperoleh nomor Berusaha berupa nomor
kontrol veteriner kepada kontrol veteriner yang
pemerintah daerah provinsi diterbitkan oleh Pemerintah
berdasarkan pedoman yang Pusat.
ditetapkan oleh Menteri. (2) Ketentuan lebih lanjut
(2) Pemerintah daerah mengenai Perizinan
kabupaten/kota Berusaha sebagaimana
melakukan pembinaan unit dimaksud pada ayat (1)
usaha yang memproduksi diatur dengan Peraturan
dan/atau mengedarkan Pemerintah.
produk hewan yang
dihasilkan oleh unit usaha
skala rumah tangga yang
belum memenuhi
- 63 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
persyaratan nomor kontrol
veteriner.
14. Pasal 62 Pasal 62 Kemudahan dalam proses 1. Mendorong Penyederhanaan
daerah pengajuan perizinan pemotongan Perizinan
(1) Pemerintah daerah (1) Pemerintah
berusaha hewan dilakukan Berusaha
kabupaten/kota wajib kabupaten/kota wajib
di RPH.
memiliki rumah potong memiliki rumah potong
2. Pemotongan
hewan yang memenuhi hewan yang memenuhi
hewan yang
persyaratan teknis. persyaratan teknis.
dilakukan di
(2) Rumah potong hewan (2) Rumah potong hewan RPH akan sesuai
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dengan tata cara
pada ayat (1) dapat pada ayat (1) dapat pemotongan
diusahakan oleh setiap diusahakan oleh setiap hewan yang baik
orang setelah memiliki izin orang setelah memenuhi sehingga produk
usaha dari bupati/walikota. Perizinan Berusaha dari hewan yang
Pemerintah Pusat. beredar Aman,
(3) Usaha rumah potong hewan
sebagaimana dimaksud (3) Usaha rumah potong hewan Sehat, Utuh dan
pada ayat (2) harus sebagaimana dimaksud Halal bagi yang
dilakukan di bawah pada ayat (2) harus dipersyaratkan
pengawasan dokter hewan dilakukan di bawah (ASUH).
berwenang di bidang pengawasan dokter hewan
pengawasan kesehatan berwenang di bidang
masyarakat veteriner. pengawasan kesehatan
masyarakat veteriner.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan
Berusaha rumah potong
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
- 64 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
15. Pasal 69 Pasal 69 Kemudahan dalam proses Pelayanan Penyederhanaan
pengajuan perizinan kesehatan hewan Perizinan
(1) Pelayanan kesehatan (1) Pelayanan kesehatan
hewan meliputi pelayanan berusaha. dapat diakses oleh Berusaha
hewan meliputi pelayanan
masyarakat secara
jasa laboratorium veteriner, jasa laboratorium veteriner,
lebih luas.
pelayanan jasa pelayanan jasa
laboratorium pemeriksaan laboratorium pemeriksaan
dan pengujian veteriner, dan pengujian veteriner,
pelayanan jasa medik pelayanan jasa medik
veteriner, dan/atau veteriner, dan/atau
pelayanan jasa di pusat pelayanan jasa di pusat
kesehatan hewan atau pos kesehatan hewan atau pos
kesehatan hewan. kesehatan hewan.
(2) Setiap orang yang berusaha (2) Setiap orang yang berusaha
di bidang pelayanan di bidang pelayanan
kesehatan hewan kesehatan hewan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memiliki pada ayat (1) wajib
izin usaha dari memenuhi Perizinan
bupati/walikota. Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan
Berusaha pelayanan
kesehatan hewan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
16. Pasal 72 Pasal 72 Kemudahan dalam proses Meningkatkan Penyederhanaan
Tenaga kesehatan hewan pengajuan perizinan transfer teknologi di Perizinan
(1) Tenaga kesehatan hewan (1)
yang melakukan pelayanan berusaha. kedokteran hewan. Berusaha
yang melakukan pelayanan
kesehatan hewan wajib kesehatan hewan wajib
memiliki surat izin praktik memenuhi Perizinan
- 65 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kesehatan hewan yang Berusaha dari Pemerintah
dikeluarkan oleh Pusat.
bupati/walikota. (2) Tenaga asing kesehatan
(2) Untuk mendapatkan surat hewan dapat melakukan
izin praktik kesehatan praktik pelayanan
hewan sebagaimana kesehatan hewan di wilayah
dimaksud pada ayat (1), Negara Kesatuan Republik
tenaga kesehatan hewan Indonesia berdasarkan
yang bersangkutan perjanjian bilateral atau
mengajukan surat multilateral antara pihak
permohonan untuk Indonesia dan negara atau
memperoleh surat izin lembaga asing sesuai
praktik kepada dengan ketentuan
bupati/walikota disertai peraturan perundang-
dengan sertifikat undangan.
kompetensi dari organisasi (3) Ketentuan lebih lanjut
profesi kedokteran hewan. mengenai Perizinan
(3) Tenaga asing kesehatan Berusaha sebagaimana
hewan dapat melakukan dimaksud pada ayat (1)
praktik pelayanan diatur dengan Peraturan
kesehatan hewan di wilayah Pemerintah.
Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan
perjanjian bilateral atau
multilateral antara pihak
Indonesia negara atau
lembaga asing sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman
- 66 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
1. Pasal 11 Pasal 11 1. Memudahkan proses Penataan peraturan Penyederhanaan
perizinan hak PVT. perundang- Perizinan
(1) Permohonan hak PVT1. Permohonan hak PVT
diajukan kepada Kantor diajukan kepada Kantor 2. Menyesuaikan dengan undangan. Berusaha
PVT secara tertulis dalam PVT secara tertulis dalam ketentuan perundang-
bahasa Indonesia dengan bahasa Indonesia dengan undangan di bidang
membayar biaya yang membayar biaya sesuai Penerimaan Negara
besarnya ditetapkan oleh dengan ketentuan
Bukan Pajak (yang
Menteri. peraturan perundang-
undangan di bidang diatur dalam
(2) Surat permohonan hak PVT Peraturan Pemerintah
Penerimaan Negara Bukan
harus memuat:
Pajak. Nomor 35 Tahun 2016
a. tanggal, bulan, dan Tentang Jenis dan
surat2. Dalam hal permohonan hak
tahun Tarif atas jenis
PVT diajukan oleh:
permohonan;
Penerimaan negara
a. orang atau badan
b. nama dan alamat Bukan Pajak yang
hukum selaku kuasa
lengkap pemohon; Berlaku pada
pemohon harus disertai
c. nama, alamat lengkap, surat kuasa khusus Kementerian
dan kewarganegaraan dengan mencantumkan Pertanian).
pemulia serta nama ahli nama dan alamat
waris yang ditunjuk; lengkap kuasa yang
d. nama varietas; berhak;

e. deskripsi varietas yang b. ahli waris harus disertai


mencakup asal-usul dokumen bukti
atau silsilah, ciri-ciri ahli waris.
morfologi, dan sifat-sifat3. Ketentuan lebih lanjut
penting lainnya; mengenai permohonan hak
f. gambar dan/atau foto PVT diatur dengan
yang disebut dalam Peraturan Pemerintah.
deskripsi, yang
diperlukan untuk
- 67 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
memperjelas
deskripsinya.
(3) Dalam hal permohonan hak
PVT diajukan oleh:
a. orang atau badan
hukum selaku kuasa
pemohon harus disertai
surat kuasa khusus
dengan mencantumkan
nama dan alamat
lengkap kuasa yang
berhak;
b. ahli waris harus disertai
dokumen bukti ahli
waris.
(4) Dalam hal varietas
transgenik, maka
deskripsinya harus juga
mencakup uraian mengenai
penjelasan molekuler
varietas yang bersangkutan
dan stabilitas genetik dari
sifat yang diusulkan, sistem
reproduksi tetuanya,
keberadaan kerabat liarnya,
kandungan senyawa yang
dapat mengganggu
lingkungan, dan kesehatan
manusia serta cara
pemusnahannya apabila
terjadi penyimpangan;
dengan disertai surat
pernyataan aman bagi
- 68 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lingkungan dan kesehatan
manusia dari instansi yang
berwenang.
(5) Ketentuan mengenai
permohonan hak PVT
diatur lebih lanjut oleh
Pemerintah.
2. Pasal 29 Pasal 29 Menyesuaikan dengan Penataan peraturan Penyederhanaan
ketentuan perundang- perundang- Perizinan
(1) Permohonan pemeriksaan (1) Permohonan pemeriksaan
undangan di bidang undangan. Berusaha
substantif atas substantif atas permohonan
Penerimaan Negara
permohonan hak PVT harus hak PVT harus diajukan ke
Bukan Pajak (yang diatur
diajukan ke Kantor PVT Kantor PVT secara tertulis
dalam Peraturan
secara tertulis selambat- selambat-lambatnya satu
Pemerintah Nomor 35
lambatnya satu bulan bulan setelah berakhirnya
Tahun 2016 Tentang
setelah berakhirnya masa masa pengumuman dengan
Jenis dan Tarif atas jenis
pengumuman dengan membayar biaya
Penerimaan negara
membayar biaya pemeriksaan tersebut.
Bukan Pajak yang
pemeriksaan tersebut (2) Besarnya biaya Berlaku pada
(2) Besarnya biaya pemeriksaan substantif Kementerian Pertanian).
pemeriksaan substantif ditetapkan sesuai dengan
ditetapkan oleh Menteri. ketentuan peraturan
perundang-undangan di
bidang Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
3. Pasal 40 Pasal 40 Menyesuaikan dengan Penataan peraturan Penyederhanaan
ketentuan perundang- perundang- Perizinan
(1) Hak PVT dapat beralih atau (1) Hak PVT dapat beralih atau
undangan di bidang undangan. Berusaha
dialihkan karena: dialihkan karena:
Penerimaan Negara
a. pewarisan; a. pewarisan; Bukan Pajak (yang diatur
b. hibah; b. hibah; dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 35
c. wasiat; c. wasiat; Tahun 2016 Tentang
- 69 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. perjanjian dalam d. perjanjian dalam bentuk Jenis dan Tarif atas jenis
bentuk akta notaris; akta notaris; atau Penerimaan negara
atau yang Bukan Pajak yang
e. sebab lain
Berlaku pada
e. sebab lain yang dibenarkan oleh
Kementerian Pertanian).
dibenarkan oleh undang-undang.
undang-undang. (2) Pengalihan hak PVT
(2) Pengalihan hak PVT sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a, b, dan
pada ayat (1) butir a, b, dan c harus disertai dengan
c harus disertai dengan dokumen PVT berikut hak
dokumen PVT berikut hak lain yang berkaitan dengan
lain yang berkaitan dengan itu
itu (3) Setiap pengalihan hak PVT
(3) Setiap pengalihan hak PVT wajib dicatatkan pada
wajib dicatatkan pada Kantor PVT dan dicatat
Kantor PVT dan dicatat dalam Daftar Umum PVT
dalam Daftar Umum PVT dengan membayar biaya
dengan membayar biaya yang besarnya ditetapkan
yang besarnya ditetapkan sesuai dengan ketentuan
oleh Menteri. peraturan perundang-
undangan di bidang
(4) Syarat dan tata cara
Penerimaan Negara Bukan
pengalihan hak PVT diatur
Pajak
lebih lanjut oleh Pemerintah
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai syarat dan tata
cara pengalihan hak PVT
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
4. Pasal 43 Pasal 43 Menyesuaikan dengan Penataan peraturan Penyederhanaan
ketentuan perundang- perundang- Perizinan
(1) Perjanjian lisensi harus (1) Perjanjian lisensi harus
dicatatkan pada Kantor PVT undangan di bidang undangan. Berusaha
dicatatkan pada Kantor PVT
Penerimaan Negara
dan dimuat dalam Daftar dan dimuat dalam Daftar
- 70 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Umum PVT dengan Umum PVT dengan Bukan Pajak (yang diatur
membayar biaya yang membayar biaya yang dalam Peraturan
besarnya ditetapkan oleh besarnya ditetapkan sesuai Pemerintah Nomor 35
Menteri. dengan ketentuan Tahun 2016 Tentang
peraturan perundang- Jenis dan Tarif atas jenis
(2) Dalam hal perjanjian lisensi
undangan di bidang Penerimaan negara
tidak dicatatkan di Kantor
Penerimaan Negara Bukan Bukan Pajak yang
PVT sebagaimana
Pajak. Berlaku pada
dimaksud pada ayat (1),
maka perjanjian lisensi (2) Dalam hal perjanjian lisensi Kementerian Pertanian).
tersebut tidak mempunyai tidak dicatatkan di Kantor
akibat hukum terhadap PVT sebagaimana dimaksud
pihak ketiga. pada ayat (1), maka
perjanjian lisensi tersebut
(3) Ketentuan mengenai
tidak mempunyai akibat
perjanjian lisensi diatur
hukum terhadap pihak
lebih lanjut dengan
ketiga.
Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai perjanjian lisensi
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
5. Pasal 63 Pasal 63 Menyesuaikan dengan Penataan peraturan Penyederhanaan
ketentuan perundang- perundang- Perizinan
(1) Untuk kelangsungan (1) Untuk kelangsungan
undangan di bidang undangan. Berusaha
berlakunya hak PVT, berlakunya hak PVT,
Penerimaan Negara
pemegang hak PVT wajib pemegang hak PVT wajib
Bukan Pajak (yang diatur
membayar biaya tahunan. membayar biaya tahunan.
dalam Peraturan
(2) Untuk setiap pengajuan (2) Untuk setiap pengajuan Pemerintah Nomor 35
permohonan hak PVT, permohonan hak PVT, Tahun 2016 Tentang
permintaan pemeriksaan, permintaan pemeriksaan, Jenis dan Tarif atas jenis
petikan Daftar Umum PVT, petikan Daftar Umum PVT, Penerimaan negara
salinan surat PVT, salinan salinan surat PVT, salinan Bukan Pajak yang
dokumen PVT, pencatatan dokumen PVT, pencatatan
pengalihan hak PVT, pengalihan hak PVT,
- 71 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pencatatan surat perjanjian pencatatan surat perjanjian Berlaku pada
lisensi, pencatatan Lisensi lisensi, pencatatan Lisensi Kementerian Pertanian).
Wajib, serta lain-lainnya Wajib, serta lain-lainnya
yang ditentukan yang ditentukan
berdasarkan undang- berdasarkan undang-
undang ini wajib membayar undang ini wajib membayar
biaya biaya
(3) Ketentuan mengenai besar (3) Ketentuan mengenai besar
biaya, persyaratan dan tata biaya, persyaratan dan tata
cara pembayaran biaya cara pembayaran biaya
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut oleh diatur sesuai dengan
Menteri. ketentuan peraturan
perundang-undangan di
bidang Penerimaan Negara
Bukan Pajak.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani
1. Pasal 15 Pasal 15 Komitmen Indonesia di Mendorong Penyederhanaan
WTO khususnya dalam investasi dan Perizinan
(1) Pemerintah berkewajiban (1) Pemerintah Pusat
Perjanjian GATT 1994 memperlancar arus Berusaha
mengutamakan produksi melakukan upaya
Indonesia tidak dapat barang.
Pertanian dalam negeri peningkatan produksi
untuk memenuhi pertanian dalam negeri. melakukan pembatasan
kebutuhan pangan (2) pemasukan atau
Peningkatan produksi
nasional. pengeluaran barang yang
pertanian dalam negeri
(2) Kewajiban mengutamakan sebagaimana dimaksud terkait dengan
produksi Pertanian dalam pada ayat (1) dilakukan perdagangan
negeri sebagaimana melalui strategi internasional.
dimaksud pada ayat (1) perlindungan petani
dilakukan melalui sebagaimana dimaksud
pengaturan impor dalam Pasal 7 ayat (2).
Komoditas Pertanian sesuai
- 72 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dengan musim panen
dan/atau kebutuhan
konsumsi dalam negeri.
2. Pasal 30 Pasal 30 Komitmen Indonesia di Mendorong Penyederhanaan
WTO khususnya dalam investasi dan Perizinan
(1) Setiap Orang dilarang (1) Ketersediaan kebutuhan
Perjanjian GATT 1994 memperlancar arus Berusaha
mengimpor Komoditas konsumsi dan/atau
Indonesia tidak dapat barang.
Pertanian pada saat cadangan pangan
ketersediaan Komoditas pemerintah berasal dari melakukan pelarangan
Pertanian dalam negeri produksi dalam negeri dan pemasukan atau
sudah mencukupi melalui impor. pengeluaran barang yang
kebutuhan konsumsi (2) terkait dengan
Kecukupan kebutuhan
dan/atau cadangan pangan perdagangan
konsumsi dan/atau
Pemerintah. internasional.
cadangan pangan
(2) Kecukupan kebutuhan Pemerintah sebagaimana
konsumsi dan cadangan dimaksud pada ayat (1)
pangan Pemerintah ditetapkan oleh Pemerintah
sebagaimana dimaksud Pusat.
pada ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri.
1f. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA – SEKTOR KEHUTANAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
1. Pasal 26 Pasal 26 1. Ketentuan Pasal 26 1. Memberikan Penyederhanaan
s.d Pasal 29 UU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemanfaatan hutan (1) Pemanfaatan hutan dapat
Kehutanan perlu Pemerintah Berusaha.
lindung dapat berupa dilakukan di hutan
dirumuskan ulang, Pusat dalam
pemanfaatan kawasan, lindung dan hutan
karena pasal-pasal mengambil
pemanfaatan jasa produksi dengan
tersebut mengatur kebijakan
lingkungan, dan pemberian perizinan
jenis-jenis perizinan terkait usaha
pemungutan hasil hutan berusaha dari Pemerintah
yang jumlahnya pemanfaatan
bukan kayu. Pusat.
banyak, setidaknya hutan lindung
(2) Pemanfaatan hutan (2) Ketentuan lebih lanjut terdapat 8 izin yang dan hutan
lindung dilaksanakan mengenai Perizinan disebutkan dalam UU produksi
melalui pemberian izin Berusaha diatur dengan Kehutanan. Sisanya mengikuti
usaha pemanfaatan Peraturan Pemerintah. diatur dalam dinamika dalam
kawasan, izin usaha peraturan investasi (dunia
pemanfaatan jasa pelaksanaan UU usaha)
lingkungan, dan izin kehutanan (sekitar 2. Membuka
pemungutan hasil hutan 48 izin yang tercatat peluang usaha
bukan kayu. dalam Lampiran pemanfaatan
OSS).
2. Pasal 27 Pasal 27 hutan produksi
2. Untuk itu perlu ada dan hutan
(1) Izin usaha pemanfaatan Dihapus.
penyederhanaan lindung melalui
kawasan sebagaimana
jumlah perizinan izin usaha,
dimaksud dalam Pasal 26
untuk efisiensi biaya kerjasama
ayat (2) dapat diberikan
dan waktu bagi pemanfaatan
kepada:
Pelaku Usaha untuk dan perhutanan
a. perorangan, mendapatkan suatu social.
b. koperasi. perizinan. Diusulkan 3. Perlu penataan
dari 9 perizinan
(2) Izin usaha pemanfaatan kewenangan
disederhanakan
jasa lingkungan antara K/L dan
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud menjadi 1 izin yaitu Pemerintah
dalam Pasal 26 ayat (2), Izin Usaha Daerah untuk
dapat diberikan kepada: Pemanfaatan Hasil peningkatan
Hutan. efesiensi dan
a. perorangan,
daya
3. Sedangkan sisanya
b. koperasi, saingMengakom
menjadi jenis
c. badan usaha milik odasi
kegiatan yang
swasta Indonesia, perubahan
dilakukan dengan
kebijakan
d. badan usaha milik pemenuhan standar.
nasional untuk
negara atau badan 4. Hutan lindung peningkatan
usaha milik daerah. memiliki fungsi investasi yang
(3) Izin pemungutan hasil sebagai tata air sangat
hutan bukan kayu sehingga harus lebih diperlukan dan
sebagaimana dimaksud hati-hati dalam bersifat
dalam Pasal 26 ayat (2), pemanfaatannya. mendesak. (+)
dapat diberikan kepada: 5. Standar harus 4. Penyederhanaan
a. perorangan, melekat dengan jumlah
regulasinya. “NSPK perizinan
b. koperasi. diatur dalam aturan berdampak
3. Pasal 28 Pasal 28 pemerintah”. pada efisiensi
6. Kriteria usaha juga biaya dan waktu
(1) Pemanfaatan hutan Dihapus. yang ditempuh
produksi dapat berupa harus diatur bersama
NSPK. Pelaku Usaha
pemanfaatan kawasan, (+)
pemanfaatan jasa
lingkungan, pemanfaatan 5. Perlu
hasil hutan kayu dan penyesuaian
bukan kayu, serta terhadap alur
pemungutan hasil hutan proses
kayu dan bukan kayu. pemberian
perizinan
(2) Pemanfaatan hutan dan/atau
produksi dilaksanakan standar serta
melalui pemberian izin
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
usaha pemanfaatan perbaikan
kawasan, izin usaha sistem informasi
pemanfaatan jasa yang lebih
lingkungan, izin usaha sederhana
pemanfaatan hasil hutan 6. Perlu
kayu, izin usaha penyesuaian
pemanfaatan hasil hutan terhadap alur
bukan kayu, izin proses
pemungutan hasil hutan pemberian
kayu, dan izin pemungutan perizinan
hasil hutan bukan kayu. dan/atau
4. Pasal 29 Pasal 29 standar serta
perbaikan
(1) Izin usaha pemanfaatan Dihapus. sistem informasi
kawasan sebagaimana yang lebih
dimaksud dalam Pasal 28 sederhana
ayat (2) dapat diberikan
kepada: 7. penyederhanaan
nomenkaltur
a. perorangan, izin
b. koperasi, pemanfaatan
hutan lindung
(2) Izin usaha pemanfaatan
dan hutan
jasa lingkungan
produksi
sebagaimana dimaksud
memberi
dalam Pasal 28 ayat (2)
peluang
dapat diberikan kepada:
dikembangkany
a. perorangan, a multi usaha
b. koperasi, pemanfaatan
hutan produksi
c. badan usaha milik dan hutan
swasta Indonesia, lindung
d. badan usaha milik 8. Pengembangan
negara atau badan Multiusaha
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
usaha milik daerah. mendorong
produktivitas
(3) Izin usaha pemanfaatan
hutan produksi
hasil hutan bukan kayu
dan hutan
sebagaimana dimaksud
lindung serta
dalam Pasal 28 ayat (2)
peningkatan
dapat diberikan kepada:
PNBP sector
a. perorangan, kehutanan
b. koperasi, 9. perlu
c. badan usaha milik pengaturan
swasta Indonesia, ulang terkait
jenis dan tariff
d. badan usaha milik PNBP sector
negara atau badan Kehutanan
usaha milik daerah.
10. Izin – izin yang
(4) Izin usaha pemanfaatan telah berlaku
hasil hutan kayu dan dapat
sebagaimana dimaksud diperpanjang
dalam Pasal 28 ayat (2) akan
dapat diberikan kepada: memerlukan
a. perorangan, penyesuaian
terhadap
b. koperasi,
peraturan yang
c. badan usaha milik baru.
swasta Indonesia,
d. badan usaha milik
negara atau badan
usaha milik daerah.
(5) Izin pemungutan hasil
hutan kayu dan bukan
kayu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28
ayat (2) dapat diberikan
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kepada:
a. Perorangan;
b. koperasi.
5. Pasal 30 Pasal 30 Penyesuaian 1. BUMDes akan Penyederhanaan
nomenklatur izin menjadi dapat ikut Perizinan
Dalam rangka pemberdayaan Dalam rangka memberdayakan
Perizinan Berusaha dan berkembang Berusaha
ekonomi masyarakat, setiap ekonomi masyarakat, setiap
penegasan kewenangan bersama Pelaku
badan usaha milik negara, badan usaha milik negara,
ada pada Pemerintah Usaha
badan usaha milik daerah, dan badan usaha milik daerah, dan
(Presiden)
badan usaha milik swasta badan usaha milik swasta yang 2. Kelompok
Indonesia yang memperoleh izin memperoleh Perizinan Berusaha masyarakat
usaha pemanfaatan jasa dari Pemerintah Pusat dapat
lingkungan, izin usaha diwajibkan bekerjasama dengan mengajukan
pemanfaatan hasil hutan kayu koperasi atau badan usaha milik Perizinan
dan bukan kayu, diwajibkan desa yang dikelola masyarakat Berusaha.
bekerjasama dengan koperasi setempat. 3. Diperlukan rule
masyarakat setempat.
based
kerjasama
antara BUMN,
BUMD atau
BUMS dengan
koperasi atau
BUMDes.

6. Pasal 31 Pasal 31 1. Penyesuaian 1. Perlu elaborasi Penyederhanaan


nomenklatur izin di dalam PP Perizinan
(1) Untuk menjamin asas (1) Untuk menjamin asas
menjadi Perizinan terkait perizinan Berusaha
keadilan, pemerataan, dan keadilan, pemerataan, dan
Berusaha dan berusaha
lestari, maka izin usaha lestari, Perizinan Berusaha
penegasan bagaimana
pemanfaatan hutan terkait pemanfaatan hutan
kewenangan ada batasan
dibatasi dengan dibatasi dengan
pada Pemerintah perizinan
mempertimbangkan aspek mempertimbangkan aspek
berusaha di
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kelestarian hutan dan kelestarian hutan dan (Presiden) sektor hutanan
aspek kepastian usaha. aspek kelestarian usaha. dimaksud.
2. Dalam penjelasan UU
(2) Pembatasan sebagaimana (2) Ketentuan lebih lanjut disebutkan bahwa 2. Dapat
dimaksud pada ayat (1) mengenai pembatasan untuk mewujudkan mengurangi
diatur dengan Peraturan sebagaimana dimaksud asas keadilan, praktek
Pemerintah. pada ayat (1) diatur dengan pemerataan dan monopoli dan
Peraturan Pemerintah. lestari, serta aglomerasi
kepastian usaha, usaha
maka perlu diadakan 3. Perlu kajian
penataan ulang kelayakan
terhadap izin usaha luasan untuk
pemanfaatan hutan. berusaha
3. Selain itu, Peraturan
Pemerintah harus
memuat pembatasan
luas, pembatasan
jumlah izin usaha,
dan penataan lokasi
usaha.
7. Pasal 32 Pasal 32 Penyesuaian 1. Perlu Penyederhanaan
Pemegang Perizinan Berusaha nomenklatur izin menjadi elaborasi Perizinan
Pemegang izin sebagaimana
berkewajiban untuk menjaga, Perizinan Berusaha dan dalam PP di Berusaha
diatur dalam pasal 27 dan pasal
memelihara dan melestarikan penegasan kewenangan bidang
29 berkewajiban untuk
ada pada Pemerintah kehutanan
menjaga, memelihara dan hutan tempat usahanya.
(Presiden) bagaimana
melestarikan hutan tempat
kewajiban
usahanya.
pemegang
izin berusaha
dalam
menjaga,
memelihara
dan
melestarikan
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
hutan tempat
usahanya
2. Perlu
mekanisme
pembinaan,
pengawasan
dan evaluasi
yang
dituangkan
dalam PP.
8. Pasal 33 Pasal 33 Penyesuaian 1. Perlu elaborasi Penyederhanaan
nomenklatur izin menjadi dalam PP Perizinan
(1) Usaha pemanfaatan hasil (1) Usaha pemanfaatan hasil dibidang
Perizinan Berusaha dan Berusaha
hutan meliputi kegiatan hutan meliputi kegiatan kehutanan
penegasan kewenangan
penanaman, pemeliharaan, penanaman, pemeliharaan, terkait
ada pada Pemerintah
pemanenan, pengolahan, pemanenan, pengolahan, pengolahan
(Presiden)
dan pemasaran hasil dan pemasaran hasil hasil hutan
hutan. hutan. dimaksud
(2) Pemanenan dan (2) Pemanenan dan 2. Perlu rule based
pengolahan hasil hutan pengolahan hasil hutan untuk usaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud hulu dan hilir
pada ayat (1) tidak boleh pada ayat (1) tidak boleh yang terintegrasi
melebihi daya dukung melebihi daya dukung dan
hutan secara lestari. hutan secara lestari. menguntungkan
kedua belah
(3) Pengaturan, pembinaan (3) Ketentuan lebih lanjut
pihak.
dan pengembangan mengenai pengolahan hasil
3. Ketentuan
pengolahan hasil hutan hutan sebagaimana
Sistem
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (2)
Verifikasi
pada ayat (2) diatur oleh diatur dengan Peraturan
legalitas Kayu
Menteri. Pemerintah.
(SVLK) perlu
disesuaikan
9. Pasal 35 Pasal 35 Penyederhanaan Penyederhanaan
nomenklatur iuran, Perizinan
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(1) Setiap pemegang izin (1) Setiap pemegang Perizinan provisi, dan dana di 1. Perlunya Berusaha
usaha pemanfaatan hutan Berusaha terkait sektor kehutanan yang penyesuaian
sebagaimana dimaksud pemanfaatan hutan sebenarnya adalah PNBP nomenklatur
dalam Pasal 27 dan Pasal dikenakan Penerimaan yang diatur
29, dikenakan iuran izin Negara Bukan Pajak dalam PP PNBP
usaha, provisi, dana dibidang kehutanan. dan/atau
reboisasi, dan dana peraturan
(2) Setiap pemegang Perizinan
jaminan kinerja. menteri di
Berusaha terkait
sektor
(2) Setiap pemegang izin pemanfaatan hutan wajib
kehutanan
usaha pemanfaatan hutan menyediakan dana
2. Terdapat
sebagaimana dimaksud investasi untuk biaya
potensi
dalam Pasal 27 dan Pasal pelestarian hutan.
penambahan
29 wajib menyediakan (3) Setiap pemegang Perizinan penerimaan
dana investasi untuk biaya Berusaha terkait PNBP
pelestarian hutan. pemungutan hasil hutan 3. Prosentase
(3) Setiap pemegang izin hanya dikenakan pembagian
pemungutan hasil hutan Penerimaan Negara Bukan penerimaan
sebagaimana dimaksud Pajak dibidang kehutanan sektor
dalam Pasal 27 dan Pasal berupa provisi. kehutanan
29 hanya dikenakan untuk pusat
(4) Ketentuan lebih lanjut
provisi. (4) dan daerah
mengenai pungutan
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud perlu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan disesuaikan
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah.
10. Pasal 48 Pasal 48 Penegasan Pemerintah 1. K/L dan Penyederhanaan
pemerintah
Pusat yang dimaksud adalah Perizinan
(1) Pemerintah mengatur (1) Pemerintah daerah perlu Berusaha
perlindungan hutan, baik mengatur perlindungan Pemerintah Pusat
memahami
di dalam maupun di luar hutan, baik di dalam penataan
kawasan hutan. maupun di luar kawasan kewenangan
hutan. dalam rangka
(2) Perlindungan hutan pada
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
hutan negara dilaksanakan (2) Perlindungan hutan pada fleksibilitas dan
oleh Pemerintah. hutan negara dilaksanakan memenangkan
oleh Pemerintah Pusat. persaingan
(3) Pemegang izin usaha
global
pemanfaatan hutan (3) Pemegang Perizinan
2. Perlu
sebagaimana dimaksud Berusaha terkait
pembagian
dalam Pasal 27 dan Pasal pemanfaatan hutan
tugas antara
29, serta pihak-pihak yang serta pihak-pihak yang
Pusat dan
menerima wewenang menerima wewenang
Daerah untuk
pengelolaan hutan pengelolaan hutan
penyelenggaraa
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
n dan evaluasi
dalam Pasal 34, diwajibkan dalam Pasal 34, diwajibkan
perlindungan
melindungi hutan dalam melindungi hutan dalam
hutan
areal kerjanya. areal kerjanya.
(4) Perlindungan hutan pada (4) Perlindungan hutan pada
hutan hak dilakukan oleh hutan hak dilakukan oleh
pemegang haknya. pemegang haknya.
(5) Untuk menjamin (5) Untuk menjamin
pelaksanaan perlindungan pelaksanaan perlindungan
hutan yang sebaik- hutan yang sebaik-baiknya,
baiknya, masyarakat masyarakat diikutsertakan
diikutsertakan dalam dalam upaya perlindungan
upaya perlindungan hutan. hutan.
(6) Ketentuan lebih lanjut (6) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4), dan ayat (5) (3), ayat (4), dan ayat (5)
diatur dengan Peraturan diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Pemerintah.
11. Pasal 49 Pasal 49
Penyesuaian 1. Perlu elaborasi Penyederhanaan
di dalam PP di Perizinan
Pemegang hak atau izin Pemegang hak atau Perizinan nomenklatur izin menjadi bidang
melakukan perizinan berusaha Berusaha
bertanggung jawab atas Berusaha wajib kehutanan
terjadinya kebakaran hutan di upaya pencegahan dan
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
areal kerjanya. pengendalian kebakaran hutan perluasan peran
di areal kerjanya. Pelaku Usaha
dalam mencegah
dan
mengendalikan
karhutla di area
kerjanya
2. Perlunya
penguatan
pengawasan di
lapangan terkait
langkah-langkah
yang dilakukan
Pelaku Usaha
untuk mencegah
dan
mengendalikan
kebakaran hutan
di areal
kerjanya. (+)

12. Pasal 50 Pasal 50 Penyelenggaraan dengan Memberikan Penyederhanaan


(1) Setiap orang dilarang (1) Setiap orang UU 18 Tahun 2013
yang kepastian hukum Perizinan
merusak prasarana dan diberikan tentang Pencegahan dan
Perizinan dan penyelesaian Berusaha
sarana perlindungan Berusaha di kawasanPemberantasan tumpang tindih
hutan. hutan dilarang melakukan Perusakan Hutan: ketentuan antara
(2) Setiap orang yang kegiatan yang 1. Penghapusan Pasal UU Kehutanan dan
menimbulkan kerusakan 50 ayat (1) karena UU No 18 Tahun
diberikan izin usaha
hutan. telah diatur di UU 2013 ini. (+)
pemanfaatan kawasan, izin
usaha pemanfaatan jasa (2) Setiap orang dilarang: No. 18 Tahun 2013
lingkungan, izin usaha tentang Pencegahan
a. merambah kawasan
pemanfaatan hasil hutan dan Pemberantasan
hutan;
kayu dan bukan kayu, Perusakan Hutan.
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
serta izin pemungutan b. melakukan penebangan 2. Penghapusan
hasil hutan kayu dan pohon dalam kawasan Penjelasan Pasal 50
bukan kayu, dilarang hutan dengan radius ayat (3) huruf d
melakukan kegiatan yang atau jarak sampai karena
menimbulkan kerusakan dengan : dikhawatirkan
hutan. menjadi alasan
1. 500 (lima ratus)
adanya pembakaran
(3) Setiap orang dilarang : meter dari tepi
hutan sehingga
waduk atau danau;
a. mengerjakan dan atau mencegah kebakaran
menggunakan dan atau 2. 200 (dua ratus) hutan yang sering
menduduki kawasan meter dari tepi mata terjadi.
hutan secara tidak sah; air dan kiri kanan
sungai di daerah
b. merambah kawasan
rawa;
hutan;
3. 100 (seratus) meter
c. melakukan penebangan
dari kiri kanan tepi
pohon dalam kawasan
sungai;
hutan dengan radius
atau jarak sampai 4. 50 (lima puluh)
dengan: meter dari kiri
kanan tepi anak
1. 500 (lima ratus)
sungai;
meter dari tepi
waduk atau danau; 5. 2 (dua) kali
kedalaman jurang
2. 200 (dua ratus)
dari tepi jurang;
meter dari tepi mata
air dan kiri kanan 6. 130 (seratus tiga
sungai di daerah puluh) kali selisih
rawa; pasang tertinggi dan
pasang terendah
3. 100 (seratus) meter
dari tepi pantai.
dari kiri kanan tepi
sungai; c. membakar hutan;
4. 50 (lima puluh) Penjelasan Pasal 50
meter dari kiri ayat (3) huruf d:
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kanan tepi anak Dihapus.
sungai; d. menebang pohon atau
5. 2 (dua) kali memanen atau
kedalaman jurang memungut hasil hutan
dari tepi jurang; di dalam hutan tanpa
memiliki hak atau
6. 130 (seratus tiga
persetujuan dari
puluh) kali selisih
pejabat yang
pasang tertinggi dan
berwenang;
pasang terendah
dari tepi pantai. e. menggembalakan
ternak di dalam
d. membakar hutan;
kawasan hutan yang
Penjelasan pasal 50 tidak ditunjuk secara
ayat (3) huruf d:
khusus untuk maksud
pembakaran hutan tersebut oleh pejabat
secara terbatas yang berwenang;
diperkenankan hanya
untuk tujuan khusus f. membuang benda-
atau kondisi yang tidak benda yang dapat
dapat dielakan antara menyebabkan
lain 1) pengendalian kebakaran dan
kebakaran hutan, kerusakan serta
pembasmian hama dan membahayakan
penyakit, serta keberadaan atau
pembinaan habitat kelangsungan fungsi
tumbuhan dan satwa. hutan ke dalam
Pelaksanaan kawasan hutan; dan
pembakaran secara g. mengeluarkan,
terbatas tersebut harus membawa, dan
mendapat izin dari mengangkut tumbuh-
pejabat berwenang”, tumbuhan dan satwa
menebang pohon atau liar yang tidak
memanen atau dilindungi undang-
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
memungut hasil hutan undang yang berasal
di dalam hutan tanpa dari kawasan hutan
memiliki hak atau tanpa persetujuan
persetujuan dari pejabat yang
pejabat yang berwenang.
berwenang; (3) Ketentuan tentang
e. menebang pohon atau mengeluarkan, membawa,
memanen atau dan atau mengangkut
memungut hasil hutan tumbuhan dan atau satwa
di dalam hutan tanpa yang dilindungi, diatur
memiliki hak atau izin sesuai dengan ketentuan
dari pejabat yang peraturan perundang-
berwenang; undangan.
f. menerima, membeli
atau menjual,
menerima tukar,
menerima titipan,
menyimpan, atau
memiliki hasil hutan
yang diketahui atau
patut diduga berasal
dari kawasan hutan
yang diambil atau
dipungut secara tidak
sah;
g. melakukan kegiatan
penyelidikan umum
atau eksplorasi atau
eksploitasi bahan
tambang di dalam
kawasan hutan, tanpa
izin Menteri;
h. mengangkut,
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menguasai, atau
memiliki hasil hutan
yang tidak dilengkapi
bersama-sama dengan
surat keterangan
sahnya hasil hutan;
i. menggembalakan
ternak di dalam
kawasan hutan yang
tidak ditunjuk secara
khusus untuk maksud
tersebut oleh pejabat
yang berwenang;
j. membawa alat-alat
berat dan atau alat-alat
lainnya yang lazim atau
patut diduga akan
digunakan untuk
mengangkut hasil
hutan di dalam
kawasan hutan, tanpa
izin pejabat yang
berwenang;
k. membawa alat-alat
yang lazim digunakan
untuk menebang,
memotong, atau
membelah pohon di
dalam kawasan hutan
tanpa izin pejabat yang
berwenang;
l. membuang benda-
benda yang dapat
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menyebabkan
kebakaran dan
kerusakan serta
membahayakan
keberadaan atau
kelangsungan fungsi
hutan ke dalam
kawasan hutan; dan
m. mengeluarkan,
membawa, dan
mengangkut tumbuh-
tumbuhan dan satwa
liar yang tidak
dilindungi undang-
undang yang berasal
dari kawasan hutan
tanpa izin pejabat yang
berwenang.
(4) Ketentuan tentang
mengeluarkan, membawa,
dan atau mengangkut
tumbuhan dan atau satwa
yang dilindungi, diatur
sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
1g. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA – SEKTOR ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
1. Pasal 1 angka 7 Pasal 1 angka 7
Izin Usaha Pertambangan, yang Dihapus.
selanjutnya disebut IUP, adalah
izin untuk melaksanakan usaha
pertambangan
2. Pasal 1 angka 8 Pasal 1 angka 8
IUP Eksplorasi adalah izin Dihapus.
usaha yang diberikan untuk
melakukan tahapan kegiatan
penyelidikan unium,
eksplorasi, dan studi kelayakan.
3. Pasal 1 angka 9 Pasal 1 angka 9
IUP Operasi Produksi adalah Dihapus.
izin usaha yang dlberikan
setelah selesai pelaksanaan IUP
Eksplorasi untuk
melakukan tahapan kegiatan
operasi produl.:si.
4. Pasal 1 angka 10 Pasal 1 angka 10
Izin Pertambangan Rakyat, yang Dihapus.
selanjutnya disebut IPR,
adalah izin untuk
melaksanakan usaha
pertambangan
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam wilayah pertambangan
rakyat dengan luas wilayah
dan investasi terbatas.
5. Pasal 1 angka 11 Pasal 1 angka 11
Izin Usaha Pertambangan Dihapus.
Khusus, yang selanjutnya
disebut dengan IUPK, adalah
izin untuk melaksanakan
usaha pertambangan di wilayah
izin usaha pertambangan
khusus.
6. Pasal 1 angka 12 Pasal 1 angka 12
IUPK Eksplorasi adalah izin Dihapus.
usaha yang diberikan untuk
melakukan tahapan kegiatan
penyelidikan umum,
eksplorasi, dan studi kelayakan
di wilayah izEn usaha
pertambangan khusus.
7. Pasal 1 angka 13 Pasal 1 angka 13
IUPK Operasi Produksi adalah Dihapus.
izin usaha yang diberikan
setelah selesai pelaksanaan
IUPIC Eksplorasi untuk
melakukan tahapan kegiatan
operasi produksi di wilayah
izin usaha pertambangan
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
khusus.
8. Pasal 1 angka 20 Pasal 1 angka 20 1. Pengolahan dan Perizinan akan Penyederhanaan
pemurnian lebih efektif dan Perizinan
20. Pengolahan dan Pemurnian 20. Pengolahan mineral adalah
merupakan dua jelas batasannya, Berusaha
adalah kegiatan usaha upaya meningkatkan mutu
hal/kegiatan yang sehingga
pertambangan untuk komoditas tambang
berbeda, sehingga memudahkan
meningkatkan mutu mineral untuk
diperlukan investor.
mineral dan/ atau menghasilkan produk
pendefinisian/
batubara serta untuk dengan sifat fisik dan kimia
pembatasan yang
memanfaatkan dan yang tidak berubah dari
jelas di dalam
memperoleh mineral sifat komoditas tambang
Undang-Undang.
iltutan. asal untuk dilakukan
pemurnian atau menjadi 2. Untuk memudahkan
bahan baku industri. pengaturan perizinan
berusaha.

9. Norma Baru Pasal 1 angka 20A 1. Pengolahan dan Perizinan akan Penyederhanaan
pemurnian lebih efektif dan Perizinan
20A. Pemurnian mineral adalah
merupakan dua jelas batasannya, Berusaha
upaya untuk meningkatkan
hal/kegiatan yang sehingga
mutu komoditas tambang
berbeda, sehingga memudahkan
melalui proses ekstraksi
diperlukan investor.
serta proses peningkatan
pendefinisian/
kemurnian lebih lanjut
pembatasan yang
untuk menghasilkan
jelas di dalam
produk dengan sifat fisik
Undang-Undang.
dan kimia yang berbeda
dari komoditas tambang 2. Untuk memudahkan
asal sampai dengan produk pengaturan perizinan
logam sebagai bahan baku berusaha.
industri.

10. Pasal 4 Pasal 4 1. Sesuai dengan Pasal 1. Memberikan Penyederhanaan


4 ayat (1) UUD NRI fleksibilitas Perizinan
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(1) Mineral dan batubara (1) Mineral dan batubara 1945, Presiden bagi Berusaha
sebagai sumber daya alam sebagai sumber daya alam sebagai pemegang Pemerintah
yang tak terbarukan yang tak terbarukan kekuasaan Pusat dalam
merupakan kekayaan merupakan kekayaan pemerintahan mengambil
nasional yang dikuasai oleh nasional yang dikuasai oleh menempatkan kebijakan
negara untuk sebesar- negara untuk sebesar-besar Presiden secara mengikuti
besar kesejahteraan rakyat. kesejahteraan rakyat. atribusi memiliki dinamika
kewenangan masyarakat
(2) Penguasaan mineral dan (2) Penguasaan mineral dan
penyelenggaraan dan global yang
batubara oleh negara batubara oleh negara
penguasaan mineral semakin cepat.
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dan batubara. 2. Kebijakan
pada ayat (1) pada ayat (1)
penyelenggara-
diselenggarakan oleh diselenggarakan oleh 2. Kewenangan
an minerba
Pemerintah dan/atau Pemerintah Pusat. penyelenggaraan
terintegrasi,
pemerintah daerah. penguasaan negara
(3) Ketentuan lebih lanjut termasuk
yang awalnya juga
mengenai penyelenggaraan kebijakan
secara atribusi
penguasaan mineral dan perizinan yang
diberikan ke
batubara diatur dengan cepat, murah,
pemerintah daerah
Peraturan Pemerintah. efektif, dan
berubah menjadi
efisien.
penyerahan atau
diserahkan oleh
Pemerintah kepada
pemerintah daerah.
3. Sumber daya mineral
dan batubara,
khususnya mieraral
logam dan batubara
merupakan sumber
daya alam yang vital
dan strategis harus
dikuasai oleh negara
untuk kepentingan
nasional yang lebih
besar, tidak hanya
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
terbatas pada
pengelolaan di
tingkat provinsi.
11. Pasal 6 Pasal 6 1. Seluruh perizinan 1. Sistem Penyederhanaan
diberikan oleh perizinan Perizinan
(1) Kewenangan Pemerintah Kewenangan Pemerintah dalam dikendalikan
Pemerintah, dalam Berusaha
dalam pengelolaan pengelolaan pertambangan secara terpusat
hal ini oleh Presiden
pertambangan mineral dan mineral dan batubara, meliputi: dan terintegrasi
sebagai pemegang
batubara, antara lain, oleh
a. penetapan kebijakan kekuasaan
adalah: Pemerintah.
nasional; pemerintahan.
a. penetapan kebijakan 2. Pembinaan dan
b. pembuatan peraturan 2. Perizinan yang
nasional; pengawasan
perundang-undangan; diberikan oleh yang terpusat
b. pembuatan peraturan Pemerintah berlaku
c. penetapan norma, standar, di Pemerintah.
perundang-undangan; untuk seluruh
pedoman, dan kriteria;
c. penetapan standar wilayah hukum
d. penetapan sistem perizinan pertambangan
nasional, pedoman, dan pertambangan mineral dan Indonesia, tidak
kriteria; batubara nasional; berlaku lagi asas
d. penetapan sistem teritorial, misal
e. pemberian perizinan
perizinan pertambangan wilayah
pertambangan mineral dan
mineral dan batubara kabupaten/kota
batubara di seluruh
nasional; diberikan oleh
wilayah pertambangan;
e. penetapan WP yang bupati/walikota dan
f. penetapan WP yang
dilakukan setelah wilayah lintas
dilakukan setelah
berkoordinasi dengan kabupaten/kota
berkoordinasi dengan
pemerintah daerah dan diberikan oleh
pemerintah daerah;
berkonsultasi dengan gubernur dalam UU
Dewan Perwakilan g. pembinaan, penyelesaian Nomor 4 Tahun
Rakyat Republik konflik masyarakat, dan 2009, atau perizinan
Indonesia; pengawasan usaha pertambangan
pertambangan; mineral untuk
f. pemberian IUP,
h. penetapan kebijakan pemerintah daerah
pembinaan,
produksi, pemasaran, yang diberikan oleh
penyelesaian konflik
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
masyarakat, dan pemanfaatan, dan gubernur
pengawasan usaha konservasi; sebagaimana diatur
pertambangan yang i. dalam UU No. 23
penetapan kebijakan kerja
berada pada lintas Tahun 2014 tentang
sama, kemitraan, dan
wilayah provinsi Pemerintah Daerah.
pemberdayaan masyarakat;
dan/atau wilayah laut
perumusan dan penetapan 3. Perizinan yang
lebih dari 12 (dua belas) j. diberikan oleh
mil dari garis pantai; penerimaan negara bukan
Pemerintah untuk
pajak dari hasil usaha
g. pemberian IUP, seluruh wilayah
pertambangan mineral dan
pembinaan, hukum
batubara;
penyelesaian konflik pertambangan
masyarakat, dan k. penginventarisasian, Indonesia dapat
pengawasan usaha penyelidikan, dan didelegasikan kepada
pertambangan yang penelitian serta eksplorasi pemerintah daerah.
lokasi penambangannya dalam rangka memperoleh
data dan informasi mineral 4. Pendelagasian ini
berada pada lintas dimaksudkan untuk
wilayah provinsi dan batubara sebagai
memberikan
dan/atau wilayah laut bahan penyusunan wilayah
kesempatan kepada
lebih dari 12 (dua belas) pertambangan;
pemerintah daerah
mil dari garis pantai; l. pengelolaan informasi tetap memiliki
h. pemberian IUP, geologi, informasi potensi kewenangan
pembinaan, sumber daya mineral dan penyelenggaraan
penyelesaian konflik batubara, serta informasi pertambangan
masyarakat, dan pertambangan pada mineral dan
pengawasan usaha wilayah hukum batubara, seperi
pertambangan operasi pertambangan; perizinan
produksi yang Penjelasan Pasal 6 huruf l: pertambangan untuk
berdampak lingkungan batuan skala kecil.
langsung lintas provinsi Yang dimaksud dengan
dan/atau dalam wilayah “Wilayah Hukum
laut lebih dari 12 (dua Pertambangan” adalah
belas) mil dari garis Seluruh ruang darat, ruang
pantai; laut, termasuk ruang
dalam bumi sebagai satu
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
i. pemberian IUPK kesatuan wilayah yakni
Eksplorasi dan IUPK kepulauan Indonesia,
Operasi Produksi; tanah di bawah perairan
dan paparan benua.
j. pengevaluasian IUP
Operasi Produksi, yang m. pembinaan dan
dikeluarkan oleh pengawasan terhadap
pemerintah daerah, reklamasi dan pasca
yang telah menimbulkan tambang;
kerusakan lingkungan n. penyusunan neraca
serta yang tidak sumber daya mineral dan
menerapkan kaidah batubara pada wilayah
pertambangan yang hukum pertambangan;
baik;
Penjelasan Pasal 6 huruf n:
k. penetapan kebijakan
produksi, pemasaran, Yang dimaksud dengan
pemanfaatan, dan “Wilayah Hukum
konservasi; Pertambangan” adalah
Seluruh ruang darat, ruang
l. penetapan kebijakan laut, termasuk ruang
kerja sama, kemitraan, dalam bumi sebagai satu
dan pemberdayaan kesatuan wilayah yakni
masyarakat; kepulauan Indonesia,
m. perumusan dan tanah di bawah perairan
penetapan penerimaan dan paparan benua.
negara bukan pajak dari o. pengembangan dan
hasil usaha peningkatan nilai tambah
pertambangan mineral kegiatan usaha
dan batubara; pertambangan; dan
n. pembinaan dan p. peningkatan kemampuan
pengawasan aparatur Pemerintah Pusat
penyelenggaraan dan Pemerintah Daerah
pengelolaan dalam penyelenggaraan
pertambangan mineral pengelolaan usaha
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan batubara yang pertambangan.
dilaksanakan oleh
pemerintah daerah;
o. pembinaan dan
pengawasan
penyusunan peraturan
daerah di bidang
pertambangan;
p. penginventarisasian,
penyelidikan, dan
penelitian serta
eksplorasi dalam rangka
memperoleh data dan
informasi mineral dan
batubara sebagai bahan
penyusunan WUP dan
WPN;
q. pengelolaan informasi
geologi, informasi
potensi sumber daya
mineral dan batubara,
serta informasi
pertambangan pada
tingkat nasional;
r. pembinaan dan
pengawasan terhadap
reklamasi lahan
pascatambang;
s. penyusunan neraca
sumber daya mineral
dan batubara tingkat
nasional;
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
t. pengembangan dan
peningkatan nilai
tambah kegiatan usaha
pertambangan; dan
u. peningkatan
kemampuan aparatur
Pemerintah, pemerintah
provinsi, dan
pemerintah
kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan
pengelolaan usaha
pertambangan.
(2) Kewenangan Pemerintah
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
12. Pasal 7 Pasal 7 Seluruh kewenangan a. Pemerintah Penyederhanaan
pengelolaan memiliki Perizinan
(1) Kewenangan pemerintah Dihapus.
pertambangan mineral kewenangan Berusaha
provinsi dalam pengelolaan
dan batubara oleh penuh untuk
pertambangan mineral dan
pemerintah provinsi menyelenggara-
batubara, antara lain,
bersifat delegasian dari kan
adalah:
Pemerintah. pengelolaan
a. pembuatan peraturan pertambangan
perundang-undangan minerba.
daerah;
b. Pemerintah
b. pemberian IUP, dalam
pembinaan, menyelenggara-
penyelesaian konflik kan sendiri
masyarakat dan
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengawasan usaha atau
pertambangan pada mendelegasi-
lintas wilayah kan
kabupaten/kota kewenangan
dan/atau wilayah laut 4 kepada Pemda
(empat) mil sampai sesuai dengan
dengan 12 (dua belas) situsional dan
mil; fleksibilitas
kebijakan
c. pemberian IUP,
Pemerintah.
pembinaan,
penyelesaian konflik
masyarakat dan
pengawasan usaha
pertambangan operasi
produksi yang
kegiatannya berada
pada lintas wilayah
kabupaten/kota
dan/atau wilayah laut 4
(empat) mil sampai
dengan 12 (dua belas)
mil;
d. pemberian IUP,
pembinaan,
penyelesaian konflik
masyarakat dan
pengawasan usaha
pertambangan yang
berdampak lingkungan
langsung lintas
kabupaten/kota
dan/atau wilayah laut 4
(empat) mil sampai
dengan 12 (dua belas)
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mil;
e. penginventarisasian,
penyelidikan dan
penelitian serta
eksplorasi dalam
rangka memperoleh
data dan informasi
mineral dan batubara
sesuai dengan
kewenangannya;
f. pengelolaan informasi
geologi, informasi
potensi sumber daya
mineral dan batubara,
serta informasi
pertambangan pada
daerah/wilayah
provinsi;
g. penyusunan neraca
sumber daya mineral
dan batubara pada
daerah/wilayah
provinsi;
h. pengembangan dan
peningkatan nilai
tambah kegiatan usaha
pertambangan di
provinsi;
i. pengembangan dan
peningkatan peran
serta masyarakat dalam
usaha pertambangan
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dengan memperhatikan
kelestarian lingkungan;
j. pengoordinasian
perizinan dan
pengawasan
penggunaan bahan
peledak di wilayah
tambang sesuai dengan
kewenangannya;
k. penyampaian informasi
hasil inventarisasi,
penyelidikan umum,
dan penelitian serta
eksplorasi kepada
Menteri dan
bupati/walikota;
l. penyampaian informasi
hasil produksi,
penjualan dalam negeri,
serta ekspor kepada
Menteri dan
bupati/walikota;
m. pembinaan dan
pengawasan terhadap
reklamasi lahan
pascatambang; dan
n. peningkatan
kemampuan aparatur
pemerintah provinsi
dan pemerintah
kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengelolaan usaha
pertambangan.
(2) Kewenangan pemerintah
provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
13. Pasal 8 Pasal 8 a. Dalam UU No. 23 1. Memberikan Penyederhanaan
Tahun 2014 tentang fleksibilitas Perizinan
1. Kewenangan pemerintah Dihapus.
Pemerintahan bagi Berusaha
kabupaten/kota dalam
Daerah, kewenangan Pemerintah
pengelolaan pertambangan
perizinan oleh Pusat dalam
mineral dan batubara,
bupati/walikota mengambil
antara lain, adalah:
diambil-alih oleh kebijakan
a. pembuatan peraturan gubernur. mengikuti
perundang-undangan dinamika
b. Seluruh kewenangan
daerah; masyarakat
pengelolaan
b. pemberian IUP dan IPR, dan global yang
pertambangan
pembinaan, semakin cepat.
mineral dan batubara
penyelesaian konflik oleh pemerintah 2. Pemerintah
masyarakat, dan provinsi bersifat memiliki
pengawasan usaha delegasian dari kewenangan
pertambangan di Pemerintah. penuh untuk
wilayah menyelenggara-
kabupaten/kota kan
dan/atau wilayah laut pengelolaan
sampai dengan 4 pertambangan
(empat) mil; minerba.
c. pemberian IUP dan IPR, 3. Pemerintah
pembinaan, dalam
penyelesaian konflik
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
masyarakat dan menyelenggara
pengawasan usaha kan sendiri
pertambangan operasi atau
produksi yang mendelegasi-
kegiatannya berada di kan
wilayah kewenangan
kabupaten/kota kepada Pemda
dan/atau wilayah laut sesuai dengan
sampai dengan 4 situsional dan
(empat) mil; fleksibilitas
kebijakan
d. penginventarisasian,
Pemerintah.
penyelidikan dan
penelitian, serta
eksplorasi dalam
rangka memperoleh
data dan informasi
mineral dan batubara;
e. pengelolaan informasi
geologi, informasi
potensi mineral dan
batubara, serta
informasi
pertambangan pada
wilayah
kabupaten/kota;
f. penyusunan neraca
sumber daya mineral
dan batubara pada
wilayah
kabupaten/kota;
g. pengembangan dan
pemberdayaan
masyarakat setempat
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam usaha
pertambangan dengan
memperhatikan
kelestarian lingkungan;
h. pengembangan dan
peningkatan nilai
tambah dan manfaat
kegiatan usaha
pertambangan secara
optimal;
i. penyampaian informasi
hasil inventarisasi,
penyelidikan umum,
dan penelitian, serta
eksplorasi dan
eksploitasi kepada
Menteri dan gubernur;
j. penyampaian informasi
hasil produksi,
penjualan dalam negeri,
serta ekspor kepada
Menteri dan gubernur;
k. pembinaan dan
pengawasan terhadap
reklamasi lahan
pascatambang; dan
l. peningkatan
kemampuan aparatur
pemerintah
kabupaten/kota dalam
penyelenggaraan
pengelolaan usaha
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pertambangan.
2. Kewenangan pemerintah
kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
14. Pasal 35 Pasal 35 1. Perizinan Perizinan yang Penyederhanaan
pertambangan lebih sederhana, Perizinan
Usaha pertambangan (1) Usaha pertambangan disederhanakan cepat dan efektif. Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam dilaksanakan berdasarkan hanya menjadi satu
Pasal 34 dilaksanakan dalam Perizinan Berusaha dari jenis izin dengan
bentuk: Pemerintah. beberapa kegiatan
a. IUP; (2) Usaha pertambangan usaha.
sebagaimana dimaksud 2. Penyesuaian
b. IPR; dan
pada ayat (1) terdiri atas : nomenklatur izin.
c. IUPK. 3. Sesuai dengan politik
a. Kegiatan usaha
hukum penyusunan
Pertambangan;
RUU Cipta Kerja hal-
b. Kegiatan usaha hal yang bersifat
Pertambangan Rakyat; detail dan teknis
dan diatur lebih lanjut
c. Kegiatan usaha dengan Peraturan
Pertambangan Khusus. Pemerintah

(3) Ketentuan lebih lanjut


mengenai Perizinan
Berusaha terkait usaha
pertambangan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah.
15. Pasal 36 Pasal 36 1. Dalam rangka Perizinan akan Penyederhanaan
penyederhanaan lebih cepat dan Perizinan
(1) IUP terdiri atas dua tahap: (1) Kegiatan usaha perizinan, kegiatan efektif. Berusaha
Pertambangan dan usaha
a. IUP Eksplorasi meliputi
kegiatan pertambangan pertambangan
kegiatan penyelidikan
khusus terdiri atas dua hanya terdapat 1
umum, eksplorasi, dan
tahap kegiatan: (satu) izin usaha
studi kelayakan;
a. Eksplorasi yang untuk seluruh
b. IUP Operasi Produksi
meliputi kegiatan kegiatan eksplorasi
meliputi kegiatan
penyelidikan umum, dan operasi
konstruksi,
eksplorasi, dan studi produksi.
penambangan,
kelayakan; 2. Sesuai dengan
pengolahan dan
politik hukum
pemurnian, serta b. Operasi Produksi yang
penyusunan RUU
pengangkutan dan meliputi kegiatan
Cipta Kerja hal-hal
penjualan. konstruksi,
yang bersifat detail
penambangan,
(2) Pemegang IUP Eksplorasi dan teknis diatur
pengolahan dan/atau
dan pemegang IUP Operasi lebih lanjut dengan
pemurnian,
Produksi dapat melakukan Peraturan
pengangkutan dan
sebagian atau seluruh Pemerintah
penjualan, serta
kegiatan sebagaimana
reklamasi dan pasca
dimaksud pada ayat (1).
tambang.
(2) Pelaku usaha yang
memiliki Perizinan
Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dapat melakukan sebagian
atau seluruh kegiatan
usaha pertambangan
mineral dan batubara.
(3) Pelayanan perizinan
berusaha sebagaimana
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud pada ayat (2)
wajib menggunakan sistem
perizinan terintegrasi
secara elektronik yang
dikelola oleh Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35
ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
16. Pasal 37 Pasal 37 a. Seluruh kewenangan 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan fleksibilitas Perizinan
IUP diberikan oleh: Dihapus.
pertambangan bagi Berusaha
a. bupati/walikota apabila mineral dan batubara Pemerintah
WIUP berada di dalam satu oleh pemerintah Pusat dalam
wilayah kabupaten/kota; provinsi bersifat mengambil
b. gubernur apabila WIUP delegasian dari kebijakan
berada pada lintas wilayah Pemerintah. mengikuti
kabupaten/kota dalam 1 dinamika
b. Perizinan dilakukan
(satu) provinsi setelah masyarakat
dengan
mendapatkan rekomendasi dan global yang
menggunakan
dari bupati/walikota semakin cepat.
perizinan terintegrasi
setempat sesuai dengan secara elektronik 2. Perizinan
ketentuan peraturan yang dikelola dilakukan
perundang-undangan; dan Pemerintah. secara online
c. Menteri apabila WIUP 3. Perizinan
berada pada lintas wilayah menjadi cepat,
provinsi setelah efisien, murah,
mendapatkan rekomendasi dan pasti (+)
dari gubernur dan
bupati/walikota setempat
sesuai dengan ketentuan
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
peraturan perundang-
undangan.
17. Pasal 39 Pasal 39 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) IUP Eksplorasi Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
sebagaimana dimaksud
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
dalam Pasal 36 ayat (1)
diatur lebih lanjut kebijakan
huruf a wajib memuat
dengan Peraturan mengikuti
ketentuan sekurang-
Pemerintah dinamika
kurangnya:
masyarakat dan
a. nama perusahaan; global yang
b. lokasi dan luas wilayah; semakin cepat

c. rencana umum tata


ruang;
d. jaminan kesungguhan;
e. modal investasi;
f. perpanjangan waktu
tahap kegiatan;
g. hak dan kewajiban
pemegang IUP;
h. jangka waktu
berlakunya tahap
kegiatan;
i. jenis usaha yang
diberikan;
j. rencana pengembangan
dan pemberdayaan
masyarakat di sekitar
wilayah pertambangan;
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
k. perpajakan;
l. penyelesaian
perselisihan;
m. iuran tetap dan iuran
eksplorasi; dan
n. amdal.
(2) IUP Operasi Produksi
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 ayat (1)
huruf b wajib memuat
ketentuan sekurang-
kurangnya:
a. nama perusahaan;
b. luas wilayah;
c. lokasi penambangan;
d. lokasi pengolahan dan
pemurnian;
e. pengangkutan dan
penjualan;
f. modal investasi;
g. jangka waktu
berlakunya IUP;
h. jangka waktu tahap
kegiatan;
i. penyelesaian masalah
pertanahan;
j. lingkungan hidup
termasuk reklamasi
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan pascatambang;
k. dana jaminan reklamasi
dan pascatambang;
l. perpanjangan IUP;
m. hak dan kewajiban
pemegang IUP;
n. rencana pengembangan
dan pemberdayaan
masyarakat di sekitar
wilayah pertambangan;
o. perpajakan;
p. penerimaan negara
bukan pajak yang
terdiri atas iuran tetap
dan iuran produksi;
q. penyelesaian
perselisihan;
r. keselamatan dan
kesehatan kerja;
s. konservasi mineral atau
batubara;
t. pemanfaatan barang,
jasa, dan teknologi
dalam negeri;
u. penerapan kaidah
keekonomian dan
keteknikan
pertambangan yang
baik;
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
v. pengembangan tenaga
kerja Indonesia;
w. pengelolaan data
mineral atau batubara;
dan
x. penguasaan,
pengembangan, dan
penerapan teknologi
pertambangan mineral
atau batubara.
18. Pasal 43 Pasal 43 Penyesuaian dengan Penyederhanaan Penyederhanaan
penyederhanaan izin. perizinan Perizinan
(1) Dalam hal kegiatan Dihapus.
Hanya dengan satu subsektor mineral Berusaha
eksplorasi dan kegiatan
perizinan berusaha dan batubara
studi kelayakan, pemegang
untuk semua kegiatan
IUP Eksplorasi yang
pertambangan.
mendapatkan mineral atau
batubara yang tergali wajib
melaporkan kepada
pemberi IUP.
(2) Pemegang IUP Eksplorasi
yang ingin menjual mineral
atau batubara
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib
mengajukan izin sementara
untuk melakukan
pengangkutan dan
penjualan.
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
19. Pasal 44 Pasal 44 Penyesuaian dengan Penyederhanaan Penyederhanaan
penyederhanaan izin. perizinan Perizinan
Izin sementara sebagaimana Dihapus.
Hanya dengan satu subsektor mineral Berusaha
dimaksud dalam Pasal 43 ayat
perizinan berusaha dan batubara
(2) diberikan oleh Menteri,
untuk semua kegiatan
gubernur, atau bupati/walikota
pertambangan.
sesuai dengan kewenangannya.

20. Pasal 45 Pasal 45 Penyesuaian dengan Penyederhanaan Penyederhanaan


penyederhanaan izin. perizinan Perizinan
Mineral atau batubara yang Dihapus.
Hanya dengan satu subsektor mineral Berusaha
tergali sebagaimana dimaksud
perizinan berusaha dan batubara
dalam Pasal 43 dikenai iuran untuk semua kegiatan
produksi. pertambangan.
21. Pasal 47 Pasal 47 a. Penyesuaian dengan Penyederhanaan Penyederhanaan
(1) IUP Operasi Produksi (1) Kegiatan Operasi Produksi penyederhanaan izin perizinan Perizinan
usaha pertambangan subsektor mineral Berusaha
untuk pertambangan pertambangan terdiri atas:
untuk semua dan batubara
mineral logam dapat a. mineral logam; kegiatan usaha
diberikan dalam jangka
b. mineral bukan logam; pertambangan
waktu paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan dapat c. mineral bukan logam b. Insentif bagi pelaku
diperpanjang 2 (dua) kali jenis tertentu; usaha pertambangan
masingmasing 10 (sepuluh) batubara yang
tahun. d. batuan; dan melakukan
e. batubara. peningkatan nilai
(2) IUP Operasi Produksi
tambah
untuk pertambangan (2) Kegiatan Operasi Produksi
mineral bukan logam dapat pertambangan mineral
diberikan dalam jangka logam sebagaimana
waktu paling lama 10 dimaksud pada ayat (1)
(sepuluh) tahun dan dapat huruf a dapat diberikan
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diperpanjang 2 (dua) kali dalam jangka waktu paling
masing-masing 5 (lima) lama 20 (dua puluh) tahun
tahun. dan dapat diperpanjang 2
(dua) kali masing-masing
(3) IUP Operasi Produksi
10 (sepuluh) tahun.
untuk pertambangan
mineral bukan logam jenis (3) Kegiatan Operasi Produksi
tertentu dapat diberikan pertambangan mineral
dalam jangka waktu paling bukan logam sebagaimana
lama 20 (dua puluh) tahun dimaksud ayat (1) huruf b
dan dapat diperpanjang 2 dapat diberikan dalam
(dua) kali masing-masing jangka waktu paling lama
10 (sepuluh) tahun. 10 (sepuluh) tahun dan
dapat diperpanjang 2 (dua)
(4) IUP Operasi Produksi
kali masing-masing 5 (lima)
untuk pertambangan
tahun.
batuan dapat diberikan
dalam jangka waktu paling (4) Kegiatan Operasi Produksi
lama 5 (lima) tahun dan pertambangan mineral
dapat diperpanjang 2 (dua) bukan logam jenis tertentu
kali masing-masing 5 (lima) sebagaimana dimaksud
tahun. ayat (1) huruf c dapat
diberikan dalam jangka
(5) IUP Operasi Produksi
waktu paling lama 20 (dua
untuk Pertambangan
puluh) tahun dan dapat
batubara dapat diberikan
diperpanjang 2 (dua) kali
dalam jangka waktu paling
masing-masing 10
lama 20 (dua puluh) tahun
(sepuluh) tahun.
dan dapat diperpanjang.
(5) Kegiatan Operasi Produksi
pertambangan batuan
sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf d dapat
diberikan dalam jangka
waktu paling lama 5 (lima)
tahun dan dapat
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diperpanjang 2 (dua) kali
masing-masing 5 (lima)
tahun.
(6) Kegiatan Operasi Produksi
pertambangan batubara
sebagaimana dimaksud
ayat (1) huruf e dapat
diberikan dalam jangka
waktu paling lama 20 (dua
puluh) tahun dan dapat
diperpanjang 2 (dua) kali
masing-masing 10
(sepuluh) tahun.
(7) Kegiatan Operasi Produksi
yang melakukan kegiatan
penambangan yang
terintegrasi dengan
kegiatan pengolahan dan
pemurnian mineral
sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini dapat
diberikan jangka waktu
selama 30 (tiga puluh)
tahun dan dapat
diperpanjang setiap 10
(sepuluh) tahun sampai
dengan seumur tambang.
(8) Kegiatan Operasi Produksi
yang melakukan kegiatan
pengembangan dan
pemanfaatan batubara
yang terintegrasi
sebagaimana diatur pada
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
undang-undang ini dapat
diberikan jangka waktu
selama 30 (tiga puluh)
tahun dan dapat
diperpanjang setiap 10
(sepuluh) tahun sampai
dengan seumur tambang.
(9) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kegiatan
penambangan yang
terintegrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) dan
ayat (8) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

22. Pasal 48 Pasal 48 a. Pemberian perizinan 1. Memberikan Penyederhanaan


dilakukan oleh fleksibilitas bagi Perizinan
IUP Operasi Produksi diberikan Dihapus. Pemerintah
Pemerintah. Berusaha
oleh: Pusat dalam
b. Namun demikian, mengambil
a. bupati/walikota apabila
pemerintah daerah kebijakan
lokasi penambangan, lokasi
dapat menerima mengikuti
pengolahan dan
delegasian dinamika
pemurnian, serta
kewenangan masyarakat dan
pelabuhan berada di dalam
pemberian izin dari global yang
satu wilayah
Pemerintah. semakin cepat.
kabupaten/kota;
c. Perizinan dilakukan 2. Perizinan
b. gubernur apabila lokasi
secara elektronik. dilakukan
penambangan, lokasi
secara online.
pengolahan dan
3. Perizinan
pemurnian, serta
menjadi cepat,
pelabuhan berada di dalam
efisien, murah,
wilayah kabupaten/kota
dan pasti.
yang berbeda setelah
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mendapatkan rekomendasi
dari bupati/walikota
setempat sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
c. Menteri apabila lokasi
penambangan, lokasi
pengolahan dan
pemurnian, serta
pelabuhan berada di dalam
wilayah provinsi yang
berbeda setelah
mendapatkan rekomendasi
dari gubernur dan
bupati/walikota setempat
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
23. Pasal 67 Pasal 67 Seluruh perizinan 1. Memberikan Penyederhanaan
diberikan oleh fleksibilitas Perizinan
(1) Bupati/walikota Dihapus.
Pemerintah, dalam hal bagi Berusaha
memberikan IPR terutama
ini oleh Presiden sebagai Pemerintah
kepada penduduk
pemegang kekuasaan Pusat dalam
setempat, baik
pemerintahan. mengambil
perseorangan maupun
kebijakan
kelompok masyarakat
mengikuti
dan/atau koperasi.
dinamika
(2) Bupati/walikota dapat masyarakat
melimpahkan kewenangan dan global yang
pelaksanaan pemberian semakin cepat.
IPR sebagaimana dimaksud
2. Perizinan
pada ayat (1) kepada camat
dilakukan
sesuai dengan ketentuan
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
peraturan perundang- secara online.
undangan. 3. Perizinan
(3) Untuk memperoleh IPR menjadi cepat,
sebagaimana dimaksud efisien, murah,
pada ayat (1), pemohon dan pasti.
wajib menyampaikan surat
permohonan kepada
bupati/walikota.
24. Pasal 72 Pasal 72 Penyesuaian dengan Penyederhanaan
ketentuan di UU Perizinan
Ketentuan lebih lanjut Dihapus.
23/2014 tentang Berusaha
mengenai tata cara pemberian
Pemerintahan Daerah.
IPR diatur dengan peraturan
daerah kabupaten/kota.
25. Pasal 73 Pasal 73 Penyesuaian dengan Penyederhanaan
ketentuan di UU Perizinan
(1) Pemerintah kabupaten/ Dihapus.
23/2014 tentang Berusaha
kota melaksanakan
Pemerintahan Daerah.
pembinaan dibidang
pengusahaan, teknologi
pertambangan, serta
permodalan dan
pemasaran dalam usaha
meningkatkan kemampuan
usaha pertambangan
rakyat.
(2) Pemerintah kabupaten/
kota bertanggung jawab
terhadap pengamanan
teknis pada usaha
pertambangan rakyat yang
meliputi:
a. keselamatan dan
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kesehatan kerja;
b. pengelolaan
lingkungan hidup; dan
c. pascatambang.
(3) Untuk melaksanakan
pengamanan teknis
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pemerintah
kabupaten/kota wajib
mengangkat pejabat
fungsional inspektur
tambang sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundangundangan.
(4) Pemerintah kabupaten/
kota wajib mencatat hasil
produksi dari seluruh
kegiatan usaha
pertambangan rakyat yang
berada dalam wilayahnya
dan melaporkannya secara
berkala kepada Menteri
dan gubernur setempat.
26. Pasal 74 Pasal 74 Seluruh perizinan Memberikan Penyederhanaan
diberikan oleh fleksibilitas bagi Perizinan
(1) IUPK diberikan oleh Dihapus.
Pemerintah, dalam hal Pemerintah Berusaha
Menteri dengan
ini oleh Presiden sebagai Pusat dalam
memperhatikan
pemegang kekuasaan mengambil
kepentingan daerah.
pemerintahan. kebijakan
(2) IUPK sebagaimana mengikuti
dimaksud pada ayat (1) dinamika
diberikan untuk 1 (satu) masyarakat dan
- 30 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
jenis mineral logam atau global yang
batubara dalam 1 (satu) semakin cepat.
WIUPK.
(3) Pemegang IUPK
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang
menemukan mineral lain di
dalam WIUPK yang dikelola
diberikan prioritas untuk
mengusahakannya.
(4) Pemegang IUPK yang
bermaksud mengusahakan
mineral lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
wajib mengajukan
permohonan IUPK baru
kepada Menteri.
(5) Pemegang IUPK
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dapat
menyatakan tidak berminat
untuk mengusahakan
mineral lain yang
ditemukan tersebut.
(6) Pemegang IUPK yang tidak
berminat untuk
mengusahakan mineral
lain yang ditemukan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), wajib
menjaga mineral lain
tersebut agar tidak
- 31 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimanfaatkan pihak lain.
(7) IUPK untuk mineral lain
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan ayat (5)
dapat diberikan kepada
pihak lain oleh Menteri.
27. Pasal 76 Pasal 76 Penyederhanaan Penyederhanaan Penyederhanaan
perizinan menjadi satu perizinan Perizinan
(1) IUPK terdiri atas dua Dihapus.
izin untuk semua subsektor Berusaha
tahap:
kegiatan pertambangan mineral dan
a. IUPK Eksplorasi (substansinya telah batubara
meliputi kegiatan dimuat dalam Pasal 36)
penyelidikan umum,
eksplorasi, dan studi
kelayakan;
b. IUPK Operasi Produksi
meliputi kegiatan
konstruksi,
penambangan,
pengolahan dan
pemurnian, serta
pengangkutan dan
penjualan.
(2) Pemegang IUPK Eksplorasi
dan pemegang IUPK
Operasi Produksi dapat
melakukan sebagian atau
seluruh kegiatan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
- 32 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
memperoleh IUPK
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
peraturan pemerintah.
28. Pasal 78 Pasal 78 Penyederhanaan Penyederhanaan Penyederhanaan
perizinan menjadi satu perizinan Perizinan
IUPK Eksplorasi sebagaimana Dihapus.
izin untuk semua subsektor mineral Berusaha
dimaksud dalam Pasal 76 ayat
kegiatan pertambangan dan batubara
(1) huruf a sekurang-kurangnya
(substansinya telah
wajib memuat:
dimuat dalam Pasal 36)
a. nama perusahaan;
b. luas dan lokasi wilayah;
c. rencana umum tata ruang;
d. jaminan kesungguhan;
e. modal investasi;
f. perpanjangan waktu tahap
kegiatan;
g. hak dan kewajiban
pemegang IUPK;
h. jangka waktu tahap
kegiatan;
i. jenis usaha yang diberikan;
j. rencana pengembangan
dan pemberdayaan
masyarakat di sekitar
wilayah pertambangan;
k. perpajakan;
l. penyelesaian perselisihan
masalah pertanahan;
- 33 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
m. iuran tetap dan iuran
eksplorasi; dan
n. amdal.
29. Pasal 79 Pasal 79 Penyederhanaan Penyederhanaan Penyederhanaan
perizinan menjadi satu perizinan Perizinan
IUPK Operasi Produksi Dihapus.
izin untuk semua subsektor mineral Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam
kegiatan pertambangan dan batubara
Pasal 76 ayat (1) huruf b
(substansinya telah
sekurang-kurangnya wajib
dimuat dalam Pasal 36)
memuat:
a. nama perusahaan;
b. luas wilayah;
c. lokasi penambangan;
d. lokasi pengolahan dan
pemurnian;
e. pengangkutan dan
penjualan;
f. modal investasi;
g. jangka waktu tahap
kegiatan;
h. penyelesaian masalah
pertanahan;
i. lingkungan hidup,
termasuk reklamasi dan
pascatambang;
j. dana jaminan reklamasi
dan jaminan
pascatambang;
k. jangka waktu berlakunya
- 34 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
IUPK;
l. perpanjangan IUPK;
m. hak dan kewajiban;
n. pengembangan dan
pemberdayaan masyarakat
di sekitar wilayah
pertambangan;
o. perpajakan;
p. iuran tetap dan iuran
produksi serta bagian
pendapatan
negara/daerah, yang terdiri
atas bagi hasil dari
keuntungan bersih sejak
berproduksi;
q. penyelesaian perselisihan;
r. keselamatan dan
kesehatan kerja;
s. konservasi mineral atau
batubara;
t. pemanfaatan barang, jasa,
teknologi serta kemampuan
rekayasa dan rancang
bangun dalam negeri;
u. penerapan kaidah
keekonomian dan
keteknikan pertambangan
yang baik;
v. pengembangan tenaga
- 35 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kerja Indonesia;
w. pengelolaan data mineral
atau batubara;
x. penguasaan,
pengembangan dan
penerapan teknologi
pertambangan mineral atau
batubara; dan
y. divestasi saham.
30. Pasal 81 Pasal 81 Penyederhanaan Penyederhanaan Penyederhanaan
perizinan menjadi satu perizinan Perizinan
(1) Dalam hal kegiatan Dihapus.
izin untuk semua subsektor mineral Berusaha
eksplorasi dan kegiatan
kegiatan pertambangan dan batubara
studi kelayakan, pemegang
(substansinya telah
IUPK Eksplorasi yang
dimuat dalam Pasal 36)
mendapatkan mineral
logam atau batubara yang
tergali wajib melaporkan
kepada Menteri.
(2) Pemegang IUPK Eksplorasi
yang ingin menjual mineral
logam atau batubara
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib
mengajukan izin sementara
untuk melakukan
pengangkutan dan
penjualan.
(3) Izin sementara
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diberikan oleh
Menteri.
- 36 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
31. Pasal 82 Pasal 82 Penyederhanaan Penyederhanaan Penyederhanaan
perizinan menjadi satu perizinan Perizinan
Mineral atau batubara yang Dihapus.
izin untuk semua subsektor mineral Berusaha
tergali sebagaimana dimaksud
kegiatan pertambangan dan batubara
dalam Pasal 81 dikenai iuran
(substansinya telah
produksi.
dimuat dalam Pasal 36)
32. Pasal 83 Pasal 83 1. Luas wilayah untuk 1. Kepastian Penyederhanaan
WIUPK untuk tahap berusaha bagi Perizinan
Persyaratan luas wilayah dan Persyaratan luas wilayah dan kegiatan operasi pelaku usaha Berusaha
jangka waktu sesuai dengan jangka waktu sesuai dengan produksi 2. insentif non
kelompok usaha pertambangan kelompok usaha pertambangan disesuaikan dengan fiskal bagi
yang berlaku bagi pemegang yang berlaku bagi pelaku usaha rencana kerja pelaku usaha
IUPK meliputi: pertambangan khusus meliputi: perusahaan yang yang melakukan
a. luas 1 (satu) WIUPK untuk a. luas 1 (satu) WIUPK untuk dievaluasi oleh pengembangan
tahap kegiatan eksplorasi tahap kegiatan eksplorasi pemerintah dan
pertambangan mineral pertambangan mineral 2. memberikan pemanfaatan
logam diberikan dengan logam diberikan dengan luas perlakuan yang batubara
luas paling banyak 100.000 paling banyak 100.000 sama bagi luas
(seratus ribu) hektare. (seratus ribu) hektare. WIUPK tahap
kegiatan operasi
b. luas 1 (satu) WIUPK untuk b. luas 1 (satu) WIUPK untuk
produksi yang
tahap kegiatan operasi tahap kegiatan eksplorasi
berasal dari wilayah
produksi pertambangan pertambangan batubara
eks KK/PKP2B
mineral logam diberikan diberikan dengan luas paling
3. Memberikan insentif
dengan luas paling banyak banyak 50.000 (lima puluh
non fiskal bagi
25.000 (dua puluh lima ribu) hektare.
pelaku usaha
ribu) hektare. c. Luas 1 (satu) WIUPK untuk batubara yang
c. luas 1 (satu) WIUPK untuk tahap kegiatan Operasi melakukan kegiatan
tahap kegiatan eksplorasi Produksi pertambangan peningkatan nilai
pertambangan batubara mineral logam dan batubara tambah mineral dan
diberikan dengan luas diberikan berdasarkan hasil batubara dalam
paling banyak 50.000 (lima evaluasi Pemerintah Pusat bentuk pengolahan
puluh ribu) hektare. terhadap rencana kerja dan pemurnian
seluruh wilayah yang mineral secara
- 37 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. luas 1 (satu) WIUPK untuk diusulkan oleh pelaku usaha terintegrasi serta
tahap kegiatan operasi pertambangan khusus. kegitan
produksi pertambangan pengembangan dan
d. jangka waktu kegiatan
batubara diberikan dengan pemanfaatan
usaha pertambangan
luas paling banyak 15.000 batubara secara
khusus untuk kegiatan
(lima belas ribu) hektare. terintegrasi
Eksplorasi pertambangan
e. jangka waktu IUPK mineral logam dapat
Eksplorasi pertambangan diberikan paling lama 8
mineral logam dapat (delapan) tahun.
diberikan paling lama 8 e. jangka waktu kegiatan
(delapan) tahun. usaha pertambangan
f. jangka waktu IUPK khusus untuk kegiatan
Eksplorasi pertambangan Eksplorasi pertambangan
batubara dapat diberikan batubara dapat diberikan
paling lama 7 (tujuh) paling lama 7 (tujuh) tahun.
tahun. f. jangka waktu kegiatan
g. jangka waktu IUPK Operasi usaha pertambangan
Produksi mineral logam khusus untuk kegiatan
atau batubara dapat Operasi Produksi mineral
diberikan paling lama 20 logam atau batubara dapat
(dua puluh) tahun dan diberikan paling lama 20
dapat diperpanjang 2 (dua) (dua puluh) tahun dan dapat
kali masing-masing 10 diperpanjang 2 (dua) kali
(sepuluh) tahun. masing-masing 10 (sepuluh)
tahun.
g. Jangka waktu kegiatan
usaha pertambangan
khusus mineral logam
untuk tahap kegiatan
operasi produksi yang
melaksanakan pengolahan
dan pemurnian mineral
logam yang terintegrasi
- 38 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana diatur dalam
undang-undang ini dapat
diberikan jangka waktu
selama 30 (tiga puluh) tahun
dan dapat diperpanjang
setiap 10 (sepuluh) tahun
sampai dengan seumur
tambang
h. Jangka waktu kegiatan
usaha pertambangan
khusus batubara untuk
tahap kegiatan operasi
produksi yang
melaksanakan
pengembangan dan
pemanfatan batubara yang
terintegrasi sebagaimana
diatur dalam undang-
undang ini dapat diberikan
jangka waktu selama 30
(tiga puluh) tahun dan dapat
diperpanjang setiap 10
(sepuluh) tahun sampai
dengan seumur tambang.

33. Pasal 102 Pasal 102 Percepatan hilirisasi Memperjelas Penyederhanaan


mineral dan batubara pelaksanaan Perizinan
Pemegang IUP dan IUPK wajib (1) Pelaku usaha yang
diperlukan dalam rangka kewajiban Berusaha
meningkatkan nilai tambah melakukan kegiatan usaha
meningkatkan perusahaan dalam
sumber daya mineral dan/atau pertambangan mineral dan
penerimaan negara, peningkatan nilai
batubara dalam pelaksanaan batubara wajib
penciptaan lapangan tambah mineral
penambangan, pengolahan dan meningkatkan nilai tambah
kerja, pemenuhan dan batubara
pemurnian, serta pemanfaatan sumber daya Mineral
kebutuhan industri dan
- 39 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mineral dan batubara. dan/atau Batubara sumber energi di dalam
melalui: negeri.
a. pengolahan dan
Pemurnian Mineral
logam;
b. pengolahan Mineral
bukan logam;
c. pengolahan batuan;
dan/atau
d. pengembangan dan
pemanfatan batubara.
Penjelasan Pasal 102 ayat
(1) huruf d:
Pengembangan dan
pemanfaatan batubara
antara lain:
a. pembuatan kokas
(coking)
b. pencairan batubara
(coal liquefaction)
c. gasifikasi batubara
(coal gasification)
termasuk underground
coal gasification;
dan/atau
d. coal slurry/coal water
mixture.
(2) Pelaku usaha yang
melakukan kegiatan
pemanfaatan dan
- 40 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengembangan batubara
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d dapat
dikecualikan dari
kewajiban pemenuhan
kebutuhan batubara di
dalam negeri.
Penjelasan Pasal 102 ayat
(2):
Kewajiban pemenuhan
kebutuhan dalam negeri
ditujukan untuk
pemenuhan kebutuhan
energi untuk pembangkit
listrik atau industri lainnya
yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
34. Pasal 104 Pasal 104 1. Terjadi tumpang Memperjelas Penyederhanaan
tindih perizinan antar pelaksanaan perizinan
(1) Untuk pengolahan dan (1) Pelaku Usaha Kegiatan sektor (pertambangan kewajiban Berusaha
pemurnian, pemegang IUP Operasi Produksi untuk dan perindustrian), perusahaan dalam
Operasi Produksi dan IUPK kegiatan usaha sehingga perlu peningkatan nilai
Operasi Produksi pertambangan dan mengakomodir tambah mineral
sebagaimana dimaksud kegiatan usaha keberadaan pihak dan batubara
dalam Pasal 103 dapat pertambangan khusus lain (Izin Usaha
melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud Industri) yang telah
dengan badan usaha, dalam Pasal 103 dapat mendapatkan izin
koperasi, atau melakukan kerjasama untuk melakukan
perseorangan yang telah pengolahan dan/atau kegiatan usaha
mendapatkan IUP atau pemurnian dengan Pelaku pengolahan dan/atau
IUPK. Usaha Kegiatan Operasi pemurnian secara
Produksi untuk kegiatan terpisah dengan
(2) IUP yang didapat badan
usaha pertambangan dan kegiatan
usaha sebagaimana
- 41 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud pada ayat (1) kegiatan usaha pertambangan
adalah IUP Operasi pertambangan khusus mineral logam (stand
Produksi Khusus untuk lainnya, atau pihak lain alone), termasuk juga
pengolahan dan pemurnian yang melakukan kegiatan pihak lain yang
yang dikeluarkan oleh usaha pengolahan melakukan kegiatan
Menteri, gubernur, dan/atau pemurnian. pengembangan dan
bupati/walikota sesuai (2) pemanfaatan
Pelaku Usaha Kegiatan
dengan kewenangannya. batubara yang
Operasi Produksi untuk
terpisah dari kegiatan
kegiatan usaha
pertambangan
pertambangan dan
batubara
kegiatan usaha
khusus 2. Pihak lain yang
pertambangan
dimaksud hanya
sebagaimana dimaksud
dapat menerima
dalam Pasal 103 dapat
sumber bahan baku
melakukan kerjasama
dari tambang legal.
pengembangan
pemanfaatan batubara
dengan Pelaku Usaha
Kegiatan Operasi Produksi
untuk kegiatan usaha
pertambangan dan
kegiatan usaha
pertambangan khusus
lainnya, atau pihak lain
yang melakukan kegiatan
usaha pengembangan dan
pemanfaatan batubara.
35. Norma Baru Pasal 128A 1. Pemberian insentif Memberikan daya Penyederhanaan
fiskal kepada pelaku tarik dan kepastian Perizinan
(1) Pelaku usaha yang
usaha yang investasi bagi Berusaha
melakukan peningkatan
melakukan perusahaan dalam
nilai tambah mineral dan
peningkatan nilai peningkatan nilai
batubara yang terintegrasi
tambah batubara tambah mineral
sebagaimana dimaksud
- 42 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam pasal 103, dapat secara terintegrasi. dan batubara
diberikan perlakuan Pemberian insentif
tertentu terhadap diantaranya
kewajiban penerimaan bertujuan untuk
negara sebagaimana meningkatkan
dimaksud dalam pasal 128. keekonomian dari
kegiatan peningkatan
(2) Pemberian perlakuan
nilai tambah
tertentu terhadap
dimaksud
kewajiban penerimaan
2. Sesuai dengan politik
negara sebagaimana
hukum penyusunan
dimaksud pada ayat (1)
RUU Cipta Kerja hal-
untuk kegiatan
hal yang bersifat
peningkatan nilai tambah
detail dan teknis
batubara dapat berupa
diatur lebih lanjut
pengenaan royalti sebesar
dengan Peraturan
0%.
Pemerintah
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai perlakuan
tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Penjelasan Pasal 128A:
Yang dimaksud dengan
peningkatan nilai tambah
batubara dalam ketentuan ini
antara lain:
a. pembuatan kokas (coking);
b. pencairan batubara (coal
liquefaction);
c. gasifikasi batubara (coal
- 43 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
gasification) termasuk
underground coal
gasification; dan/atau
d. coal slurry/coal water
mixture.

36. Pasal 134 Pasal 134 Dalam rangka Memberikan


mempercepat kepastian hukum
(1) Hak atas WIUP, WPR, atau (1) Hak atas WIUP, WPR, atau
penyelesaian bagi pelaku usaha
WIUPK tidak meliputi hak WIUPK tidak meliputi hak
permasalahan tumpang
atas tanah permukaan atas tanah permukaan
tindih pemanfaatan
bumi. bumi.
lahan antara kegiatan
(2) Kegiatan usaha (2) Kegiatan usaha pertambangan dengan
pertambangan tidak dapat pertambangan tidak dapat kegiatan non
dilaksanakan pada tempat dilaksanakan pada tempat pertambangan
yang dilarang untuk yang dilarang untuk
melakukan kegiatan usaha melakukan kegiatan usaha
pertambangan sesuai pertambangan sesuai
dengan ketentuan dengan ketentuan
peraturan perundang- peraturan perundang-
undangan. undangan.
(3) Kegiatan usaha (3) Kegiatan usaha
pertambangan pertambangan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada aat (2) dapat pada aat (2) dapat
dilaksanakan setelah dilaksanakan setelah
mendapat izin dari instansi mendapat izin dari instansi
Pemerintah sesuai dengan Pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan ketentuan peraturan
perundang-undangan. perundang-undangan.
(4) Dalam hal terjadi tumpang
- 44 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tindih antara kegiatan
usaha pertambangan
dengan kawasan hutan,
rencana tata ruang, izin
dan/atau hak atas tanah,
penyelesaian tumpang
tindih dimaksud diatur
dengan Peraturan Presiden.
37. Norma Baru Pasal 138A 1. Diperlukannya Memberikan Penyederhanaan
payung hukum bagi kepastian hokum Perizinan
1. Pemerintah Pusat pemerintah untuk bagi pelaku usaha Berusaha
melakukan penyelesaian menyelesaikan
permasalahan hak atas permasalahan/sengk
tanah untuk kegiatan eta yang berkaitan
usaha pertambangan dengan hak atas
sebagaimana dimaksud tanah.
dalam Pasal 134, Pasal 2. Sesuai dengan politik
135, Pasal 136, Pasal 137. hukum penyusunan
2. Ketentuan lebih lanjut RUU Cipta Kerja hal-
mengenai penyelesaian hak hal yang bersifat
atas tanah sebagaimana detail dan teknis
dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
diatur dengan Peraturan dengan Peraturan
Pemerintah. Pemerintah

38. Norma Baru Pasal 169A 1. Untuk memberikan Memberikan daya Penyederhanaan
kepastian hukum tarik dan kepastian Perizinan
(1) Kontrak Karya dan bagi pemegang KK investasi bagi Berusaha
perjanjian karya dan PKP2B yang perusahaan dalam
pengusahaan akan berakhir masa peningkatan nilai
pertambangan batubara: kontraknya. tambah mineral
a. yang belum 2. Mendorong dan batubara
memperoleh terwujudnya
perpanjangan dapat hilirisasi batubara
- 45 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diperpanjang menjadi oleh pemegang
Perizinan Berusaha Perizinan Berusaha
terkait Pertambangan Pertambangan
Khusus perpanjangan Khusus yang
pertama sebagai berasal dari eks
kelanjutan operasi PKP2B
tanpa melalui lelang 3. Sesuai dengan
setelah berakhirnya politik hukum
kontrak karya atau penyusunan RUU
perjanjian karya Cipta Kerja hal-hal
pengusahaan yang bersifat detail
pertambangan batubara dan teknis diatur
dengan lebih lanjut dengan
mempertimbangkan Peraturan
peningkatan Pemerintah
penerimaan negara;
dan
b. yang telah memperoleh
perpanjangan pertama
dapat diperpanjang
menjadi Perizinan
Berusaha terkait
Pertambangan Khusus
perpanjangan kedua
sebagai kelanjutan
operasi tanpa melalui
lelang setelah
berakhirnya
perpanjangan pertama
kontrak karya atau
perjanjian karya
pengusahaan
pertambangan batubara
dengan
- 46 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mempertimbangkan
peningkatan
penerimaan negara.
(2) Peningkatan penerimaan
negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
untuk Perizinan Berusaha
terkait Pertambangan
Khusus perpanjangan
sebagai kelanjutan operasi
setelah berakhirnya
kontrak karya dan
perjanjian karya
pengusahaan
pertambangan batubara
dilakukan dengan:
a. pengaturan kembali
pengenaan pajak dan
penerimaan negara
bukan pajak;
b. pemberian luas wilayah
sesuai dengan rencana
kegiatan pada seluruh
wilayah perjanjian yang
telah disetujui oleh
Pemerintah sebelum
Undang-Undang ini
berlaku; dan
c. kewajiban peningkatan
nilai tambah mineral
dan batubara.
(3) Ketentuan lebih lanjut
- 47 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mengenai tata cara
pemberian perpanjangan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
39. Norma Baru Pasal 170A Penguatan terhadap Menjamin sumber Penyederhanaan
BUMN dalam pengelolaan daya mineral dan Perizinan
Bagi pemegang perizinan
mineral dan batubara batubara dapat Berusaha
berusaha pertambangan hasil
dengan memberikan luas bermanfaat bagi
penyesuaian dari Kuasa
wilayah perizinan kepentingan
Pertambangan yang diberikan
berusaha pertambangan Negara dan
kepada Badan Usaha Milik
yang lebih besar masyarakat melalui
Negara dapat diberikan luas
dibandingkan dengan BUMN
wilayah sesuai dengan luas
luas wilayah perizinan
wilayah kegiatan usaha
berusaha pertambangan
pertambangan yang telah
yang diatur dalam UU
diberikan sebelumnya.
ini.
40. Norma Baru Pasal 172A 1. untuk memberikan Kebijakan Penyederhanaan
batasan peralihan penyelenggara-an Perizinan
(1) IUP, IPR dan IUPK yang
kekuasaan dariminerba Berusaha
telah diterbitkan oleh
Pemerintah Daerah terintegrasi,
Menteri atau Pemerintah
ke Pusat termasuk
Daerah sebelum
berlakunya undang- 2. untuk memberikan kebijakan perizinan
undang ini tetap berlaku batasan peralihan yang cepat, murah,
sampai dengan jangka dari sistem perizinan efektif, dan efisien.
waktunya berakhir dan lama ke sistem
kewenangan perizinan baru (satu
pengelolaannya berada izin untuk semua
pada Pemerintah Pusat. kegiatan
pertambangan)
(2) Jangka waktu dan luas
wilayah IUP atau IUPK 3. Pemberian insentif
sebagaimana dimaksud non fiscal yang
- 48 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) yang langsung dapat
melakukan peningkatan diberlakukan kepada
nilai tambah mineral dan pemegang IUP/IUPK
batubara secara yang melakukan
terintegrasi disesuaikan kegiatan peningkatan
dengan ketentuan dalam nilai tambah mineral
Undang-Undang ini. dan batubara

41. Norma Baru Pasal 172B Untuk mengakomodir Untuk Penyederhanaan


perubahan semua mengakomodir Perizinan
(1) Semua frasa wilayah izin
usaha pertambangan, dan nomenklatur perizian perubahan Berusaha
berusaha. nomenklatur
wilayah pertambangan
kewilayahan dan
rakyat dalam undang-
perizinan dalam
undang yang mengatur
UU Nomor 4 Tahun
tentang Pertambangan
2009 sehingga
Mineral dan Batubara
dapat langsung
diubah menjadi wilayah
menyesuaikan
kegiatan usaha
dengan ketentuan
pertambangan sesuai
undang-undang
dengan ketentuan dalam
ini.
Undang-Undang ini.
(2) Semua frasa izin usaha
pertambangan, dan izin
pertambangan rakyat
dalam undang-undang
yang mengatur tentang
Pertambangan Mineral dan
Batubara diubah menjadi
Perizinan Berusaha sesuai
dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
- 49 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
1. Pasal 1 angka 21 Pasal 1 angka 21 a. Definisi Pemerintah a. Mempertegas Penyederhanaan
Pusat yang kekuasaan Perizinan
21. Pemerintah Pusat, 21. Pemerintah Pusat,
selanjutnya disebut Presiden Berusaha
selanjutnya disebut selanjutnya disebut
Pemerintah hanya b.
Pemerintah, adalah Pemerintah, adalah Kekuasaan
ditujukan kepada
perangkat Negara Kesatuan Presiden sebagai pemegang Presiden tidak
pemegang kekuasaan
Republik Indonesia yang kekuasaan pemerintahan terdegradasi
pemerintahan negara
terdiri dari Presiden beserta negara sesuai Undang- oleh Menteri
sesuai Pasal 4 ayat
para Menteri. Undang Dasar Negara
(1) UUD NRI 1945
Republik Indonesia Tahun
yaitu Presiden.
1945.
b. Selama ini, kata
“Pemerintah”
dimaknai sebagai
“Menteri”, padahal
berdasarkan
ketentuan Pasal 17
UUD NRI 1945,
Menteri merupakan
pembantu Presiden,
sehingga kekusaan
pemerintahan tidak
boleh terdegradasai
oleh Menteri.
2. Pasal 4 Pasal 4 Mahkamah Konstitusi a. Tata kelola Persepsi investasi
Nomor Nomor 36/PUU- migas lebih
(1) Minyak dan Gas Bumi (1) Minyak dan Gas Bumi
X/2012 dinyatakan professional
sebagai sumber daya alam sebagai sumber daya alam
bahwa dalam b.
strategis tak terbarukan strategis tak terbarukan Tata kelola
yang terkandung di dalam menjalankan penguasan lebih efisien
yang terkandung di dalam
negara atas sumber daya
Wilayah Hukum Wilayah Hukum dan efektif
alam Migas, Pemerintah
Pertambangan Indonesia Pertambangan Indonesia karena dikelola
melakukan tindakan
merupakan kekayaan merupakan kekayaan secara good
- 50 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
nasional yang dikuasai oleh nasional yang dikuasai oleh pengurusan atas sumber corporate
negara. negara. daya alam Migas dengan governance
memberikan konsesi c.
(2) Penguasaan oleh negara (2) Penguasaan oleh negara Kontrak yang
kepada satu atau
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud telah eksis dan
beberapa BUMN untuk
dalam ayat (1) pada ayat (1) akan tetap
oleh mengelola kegiatan
diselenggarakan oleh diselenggarakan memiliki
usaha Migas pada sektor
Pemerintah sebagai Pemerintah melalui kepastian
hulu. Badan Usaha Milik
pemegang Kuasa kegiatan usaha minyak dan hukum.
Negara itulah yang akan
Pertambangan. gas bumi.
melakukan KKS dengan
(3) Pemerintah sebagai (3) Kegiatan usaha minyak BUMD, Koperasi, Usaha
pemegang Kuasa dan gas bumi sebagaimana Kecil, badan hukum
Pertambangan membentuk dimaksud pada ayat (2) swasta, atau BUT.
Badan Pelaksana terdiri atas kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud hulu minyak dan gas bumi
dalam Pasal 1 angka 23. dan kegiatan usaha hilir
minyak dan gas bumi.
3. Norma Baru Pasal 4A a. Sesuai Putusan a. Meminimalisasi Penyederhanaan
Mahkamah tumpeng tindih Perizinan
(1) Kegiatan usaha hulu
Konstitusi Nomor kewenangan Berusaha
minyak dan gas bumi
Nomor 36/PUU- lintas sektor
diselenggarakan oleh
X/2012 dinyatakan sehingga
Pemerintah sebagai
bahwa dalam memberian
Pemegang Kuasa
menjalankan kepastian
Pertambangan.
penguasan negara hukum bagi
(2) Pemerintah Pusat sebagai atas sumber daya investor.
pemegang Kuasa alam Migas,
b. Tata kelola
Pertambangan dapat Pemerintah lebih efisien
membentuk atau melakukan tindakan dan efektif
menugaskan Badan Usaha pengurusan atas
Milik Negara Khusus karena dikelola
sumber daya alam secara good
sebagai pelaksana kegiatan Migas dengan corporate
usaha hulu minyak dan memberikan konsesi
governance.
gas bumi. kepada satu atau
- 51 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Badan Usaha Milik Negara beberapa BUMN c. Kontrak yang
Khusus sebagaimana untuk mengelola telah eksis dan
dimaksud pada ayat (2) kegiatan usaha Migas akan tetap
bertanggung jawab kepada pada sektor hulu. memiliki
Pemerintah Pusat. Badan Usaha Milik kepastian
Negara itulah yang hukum.
(4) Badan Usaha Milik Negara
akan melakukan KKS d.
Khusus sebagaimana Terjadi potensi
dengan BUMD,
dimaksud pada ayat (3) kegagalan
Koperasi, Usaha
melakukan kegiatan usaha perubahan
Kecil, badan hukum
hulu minyak dan gas bumi struktur
swasta, atau BUT.
melalui kerja sama dengan kelembagaan
Badan Usaha atau Bentuk b. Mengacu pada yang telah ada,
Usaha Tetap. pertimbangan dalam SKK Migas, PT
Putusan MK, Konsesi Pertamina, PT
(5) Pemerintah Pusat
diutamakan PGN.
menetapkan Badan Usaha
diberikan kepada
atau Bentuk Usaha Tetap
BUMN.
yang akan bekerjasama
dengan Badan Usaha Milik c. Pengutamaan
Negara Khusus pengusahaan sumber
sebagaimana dimaksud daya alam migas
pada ayat (4). kepada BUMN
eksisting dan
(6) Kerja sama antara Badan
pembagian risiko
Usaha Milik Negara Khusus
pengusahaan kepada
dengan Badan Usaha atau
BUMNK.
Bentuk Usaha Tetap
sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dilakukan
berdasarkan Kontrak Kerja
Sama.
(7) Kontrak Kerja Sama
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (6) wajib
memuat paling sedikit
- 52 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ketentuan-ketentuan pokok
yaitu:
a. penerimaan negara;
b. Wilayah Kerja dan
pengembaliannya;
c. kewajiban pengeluaran
dana;
d. perpindahan
kepemilikan hasil
produksi atas Minyak
dan Gas Bumi;
e. jangka waktu dan
kondisi perpanjangan
kontrak;
f. penyelesaian
perselisihan;
g. kewajiban pemasokan
Minyak Bumi dan/atau
Gas Bumi untuk
kebutuhan dalam
negeri;
h. berakhirnya kontrak;
i. kewajiban pascaoperasi
pertambangan;
j. keselamatan dan
kesehatan kerja;
k. pengelolaan lingkungan
hidup;
l. pengalihan hak dan
- 53 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kewajiban;
m. pelaporan yang
diperlukan;
n. rencana pengembangan
lapangan;
o. pengutamaan
pemanfaatan barang
dan jasa dalam negeri;
p. pengembangan
masyarakat sekitarnya
dan jaminan hak-hak
masyarakat adat; dan
q. pengutamaan
penggunaan tenaga
kerja Indonesia.
4. Pasal 5 Pasal 5 Penyederhanaan izin Untuk kegiatan Penyederhanaan
hanya dengan 1 izin usaha hulu *) Perizinan
Kegiatan usaha Minyak dan Gas (1) Kegiatan usaha minyak
dan gas bumi dilaksanakan dengan berbagai hak Berusaha
Bumi terdiri atas :
berdasarkan Perizinan usaha.
(1) Kegiatan Usaha Hulu yang Untuk kegiatan
Berusaha dari Pemerintah
mencakup : usaha hilir:
Pusat.
a. Eksplorasi; 1. Penyederhanaa
(2) Kegiatan usaha minyak n perizinan.
b. Eksploitasi. dan gas bumi terdiri atas: 2. Pengawasan
(2) Kegiatan Usaha Hilir yang a. Kegiatan usaha hulu yang dilakukan
mencakup : minyak dan gas bumi; harus lebih
a. Pengolahan; dan ketat.
b. Pengangkutan; b. Kegiatan usaha hilir
minyak dan gas bumi.
c. Penyimpanan;
(3) Kegiatan usaha hulu
- 54 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. Niaga. minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a terdiri
atas:
a. Eksplorasi; dan
b. Eksploitasi.
(4) Kegiatan usaha hilir
minyak dan gas bumi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b terdiri
atas:
a. pengolahan;
b. pengangkutan;
c. penyimpanan; dan
d. niaga.
5. Pasal 11 Pasal 11 Sesuai Putusan 1. Tata kelola Penyederhanaan
Mahkamah Konstitusi migas lebih Perizinan
(1) Kegiatan Usaha Hulu (1) Pemerintah selaku
Nomor Nomor 36/PUU- professional. Berusaha
sebagaimana dimaksud pemegang Kuasa
X/2012 dinyatakan 2.
dalam Pasal 5 angka 1 Pertambangan Tata kelola
bahwa dalam
dilaksanakan oleh Badan sebagaimana dimaksud lebih efisien
menjalankan penguasan
Usaha atau Bentuk Usaha dalam Pasal 4 ayat (2) dan efektif
negara atas sumber daya
Tetap berdasarkan Kontrak memberikan Perizinan karena dikelola
alam Migas, Pemerintah
Kerja Sama dengan Badan Berusaha pada setiap secara good
melakukan tindakan
Pelaksana. Wilayah Kerja kepada corporate
pengurusan atas sumber
Badan Usaha Milik Negara governance.
(2) Setiap Kontrak Kerja Sama daya alam Migas dengan
Khusus untuk
yang sudah ditandatangani memberikan konsesi 3. Kontrak yang
melaksanakan kegiatan
harus diberitahukan secara kepada satu atau telah eksis dan
usaha hulu minyak dan
tertulis kepada Dewan beberapa BUMN untuk akan tetap
gas bumi.
Perwakilan Rakyat mengelola kegiatan memiliki
(2) Perizinan Berusaha kepada usaha Migas pada sektor kepastian
- 55 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Republik Indonesia. Badan Usaha Milik Negara hulu. Badan Usaha Milik hukum.
Khusus sebagaimana Negara itulah yang akan 4.
(3) Kontrak Kerja Sama Terjadi potensi
dimaksud pada ayat (1) melakukan KKS dengan
sebagaimana dimaksud kegagalan
diberikan untuk BUMD, Koperasi, Usaha
dalam ayat (1) wajib perubahan
melaksanakan kegiatan Kecil, badan hukum
memuat paling sedikit struktur
usaha hulu yang swasta, atau BUT.
ketentuan-ketentuan pokok kelembagaan
operasinya dilakukan
yaitu : yang telah ada,
secara sendiri. SKK Migas, PT
a. penerimaan negara;
Pertamina, PT
b. Wilayah Kerja dan PGN.
pengembaliannya;
c. kewajiban pengeluaran
dana;
d. perpindahan
kepemilikan hasil
produksi atas Minyak
dan Gas Bumi;
e. jangka waktu dan
kondisi perpanjangan
kontrak;
f. penyelesaian
perselisihan;
g. kewajiban pemasokan
Minyak Bumi dan/atau
Gas Bumi untuk
kebutuhan dalam
negeri;
h. berakhirnya kontrak;
i. kewajiban pascaoperasi
pertambangan;
j. keselamatan dan
- 56 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kesehatan kerja;
k. pengelolaan lingkungan
hidup;
l. pengalihan hak dan
kewajiban;
m. pelaporan yang
diperlukan;
n. rencana pengembangan
lapangan;
o. pengutamaan
pemanfaatan barang
dan jasa dalam negeri;
p. pengembangan
masyarakat sekitarnya
dan jaminan hak-hak
masyarakat adat;
q. pengutamaan
penggunaan tenaga
kerja Indonesia.
6. Pasal 12 Pasal 12 a. Kewenangan 1. Kebijakan Penyederhanaan
penetapan wilayah penetapan Kemudahan
(1) Wilayah Kerja yang akan (1) Wilayah Kerja yang akan
kerja secara atribusi wilayah kerja Berusaha
ditawarkan kepada Badan ditawarkan kepada Badan
berada dalam disesuaikan
Usaha atau Bentuk Usaha Usaha Milik Negara Khusus
kewenangan dengan
Tetap ditetapkan oleh ditetapkan oleh Pemerintah
Presiden. Namun kebijakan
Menteri setelah Pusat.
demikian, Presiden Presiden secara
berkonsultasi dengan (2) Ketentuan lebih lanjut dapat langsung.
Pemerintah Daerah. mengenai tata cara mendelegasikan 2. Presiden secara
(2) Penawaran Wilayah Kerja penetapan Wilayah Kerja kewengan penawaran penuh
sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan wilayah kerja kepada bewenang
dalam ayat (1) dilakukan
- 57 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
oleh Menteri. Pemerintah. Menteri. menentukan
wilayah kerja.
(3) Menteri menetapkan Badan Badan Usaha Khusus
Usaha atau Bentuk Usaha sebagai agen negara 3. Peluang
Tetap yang diberi diberikan kewenangan penyimpangan
wewenang melakukan menetapkan pihak yang oleh BUK atas
kegiatan usaha Eksplorasi melakukan kegiatan kewenangan
dan Eksploitasi pada usaha Eksplorasi dan yang sangat
Wilayah Kerja sebagaimana Eksploitasi pada Wilayah besar.
dimaksud dalam ayat (2). Kerja.

7. Pasal 23 Pasal 23 1. Perizinan usaha 1. Penyerdahanaan Penyederhanaan


kegiatan usaha hilir perizinan. Kemudahan
(1) Kegiatan Usaha Hilir (1) Kegiatan Usaha Hilir
hanya terdapat 1 2. Pengawasan Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
(satu) izin usaha
dalam Pasal 5 angka 2, dalam Pasal 5 angka 2, yang dilakukan
untuk seluruh
dapat dilaksanakan oleh dapat dilaksanakan oleh harus lebih
kegiatan usaha
Badan Usaha setelah Badan Usaha setelah ketat.
pengelolaan,
mendapat Izin Usaha dari mendapat Perizinan
pengangkutan,
Pemerintah. Berusaha dari Pemerintah
penyimpanan, dan
Pusat.
(2) Izin Usaha yang niaga.
diperlukan untuk kegiatan (2) Badan Usaha yang
usaha Minyak Bumi memperoleh perizinan 2. Pengaturan
penegasan Izin Usaha
dan/atau kegiatan usaha berusaha sebagaimana
Hilir dilaksanakan
Gas Bumi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sesuai dengan
dimaksud dalam ayat (1) dapat melakukan kegiatan:
kegiatan yang
dibedakan atas :
a. usaha Pengolahan; diberikan izin
a. Izin Usaha Pengolahan; b. usaha Pengangkutan; pengusahaannya
b. Izin Usaha c. usaha Penyimpanan; 3. Kegiatan usaha
Pengangkutan; dan/atau pengelolaan,
c. Izin Usaha pengangkutan,
d. usaha Niaga. penyimpanan, dan
Penyimpanan;
(3) Perizinan Berusaha yang niaga dapat
- 58 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. Izin Usaha Niaga. telah diberikan dilakukan secara
sebagaimana dimaksud terintegrasi atau
(3) Setiap Badan Usaha dapat
pada ayat (1) hanya dapat tidak teritegrasi.
diberi lebih dari 1 (satu)
digunakan sesuai dengan 4. Pelayanan perizinan
Izin Usaha sepanjang tidak
peruntukan kegiatan
bertentangan dengan wajib dilakukan
usahanya.
ketentuan peraturan melalui sistem
perundang-undangan yang (4) Permohonan Perizinan elektronik.
berlaku. Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
wajib dilakukan
menggunakan sistem
perizinan terintegrasi
secara elektronik yang
dikelola oleh Pemerintah
Pusat.
8. Norma Baru Pasal 64A Untuk mengakomodir Untuk kegiatan Penyederhanaan
peralihan kewenangan usaha hulu Kemudahan
(1) Sebelum terbentuknya
bari Pemerintah. Berusaha
Badan Usaha Milik Negara
Khusus:
a. Kegiatan usaha hulu
migas tetap
dilaksanakan
berdasarkan kontrak
kerja sama antara
Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak
dan Gas Bumi dengan
Badan Usaha dan
Bentuk Usaha Tetap;
b. Kegiatan usaha hulu
migas berdasarkan
- 59 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kontrak kerja sama
antara Satuan Kerja
Khusus Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi
dengan Badan Usaha
dan Bentuk Usaha
Tetap tetap berlaku;
c. Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak
dan Gas Bumi tetap
melaksanakan tugas
dan fungsi
penyelenggaraan
pengelolaan kegiatan
usaha hulu Minyak
dan Gas Bumi.
(2) Dengan terbentuknya
Badan Usaha Milik Negara
Khusus:
a. semua hak dan
kewajiban serta akibat
yang timbul terhadap
Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak
dan Gas Bumi dari
Kontrak Kerja Sama,
beralih kepada Badan
Usaha Milik Negara
Khusus;
b. kontrak lain yang
- 60 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berkaitan dengan
Kontrak Kerja Sama
sebagaimana
dimaksud pada huruf
a antara Satuan Kerja
Khusus Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu
Minyak dan Gas Bumi
dan pihak lain beralih
kepada Badan Usaha
Milik Negara Khusus.
(3) Semua kontrak
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dinyatakan
tetap berlaku sampai
dengan berakhirnya
kontrak.
(4) Hak, kewajiban, dan
akibat yang timbul dari
kontrak, perjanjian, atau
perikatan selain
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tetap
dilaksanakan oleh
Satuan Kerja Khusus
Pelaksana Kegiatan Usaha
Hulu Minyak dan Gas
Bumi sampai dengan
terbentuknya Badan
Usaha Milik Negara
Khusus.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
- 61 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
1. Pasal 4 Pasal 4 1. Sesuai dengan Pasal a. Perizinan Penyederhanaan
4 ayat (1) UUD NRI mudah Perizinan
(1) Panas Bumi merupakan (1) Panas Bumi merupakan
1945, Presiden terkontrol Berusaha
kekayaan nasional yang kekayaan nasional yang
sebagai pemegang Pemerintah
dikuasai oleh negara dan dikuasai oleh negara dan
kekuasaan
dipergunakan untuk dipergunakan untuk b. Penolakan dari
pemerintahan
sebesar- besar sebesar- besar Pemda
menempatkan
kemakmuran rakyat. kemakmuran rakyat.
Presiden secara
(2) Penguasaan Panas Bumi (2) Penguasaan Panas Bumi atribusi memiliki
oleh negara sebagaimana oleh negara sebagaimana kewenangan
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) penyelenggaraan
diselenggarakan oleh diselenggarakan oleh penguasaan panas
Pemerintah, pemerintah Pemerintah Pusat. bumi.
provinsi, dan pemerintah
2. Kewenangan
kabupaten/kota sesuai
penyelenggaraan
dengan kewenangannya
panas bumi untuk
dan berdasarkan prinsip
pemanfaatan tidak
pemanfaatan.
langsung tidak
didelegasikan kepada
pemda dan sesuai
dengan UU 21 Tahun
2014 tentang Panas
Bumi.
2. Pasal 5 Pasal 5 1. Kewenangan 1. Pemerintah Penyederhanaan
Pemerintah dalam memiliki Perizinan
(1) Penyelenggaraan Panas (1) Pemerintah Pusat
penyelenggaraan kewenangan Berusaha
Bumi oleh Pemerintah menyelenggarakan kegiatan
kegiatan usaha penuh untuk
sebagaimana dimaksud panas bumi di seluruh
panas bumi menyelenggara
dalam Pasal 4 ayat (2) wilayah hukum panas
dipertegas dengan an pengelolaan
dilakukan terhadap: bumi.
kewenangan panas bumi
a. Panas Bumi untuk (2) Wilayah hukum panas Pemerintah di 2. Pemerintah
Pemanfaatan Langsung bumi sebagaimana seluruh wilayah dalam
yang berada pada: dimaksud pada ayat (1) NKRI. menyelenggara
- 62 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
1. lintas wilayah meliputi seluruh wilayah 2. Kewenangan kan sendiri
provinsi termasuk Negara Kesatuan Republik penyelenggaraan atau
Kawasan Hutan Indonesia, termasuk panas bumi untuk mendelegasi-
produksi dan didalamnya kawasan hutan pemanfaatan tidak kan
Kawasan Hutan dan wilayah perairan langsung tidak kewenangan
lindung; Indonesia. didelegasikan kepada kepada Pemda
pemda sesuai dengan
2. Kawasan Hutan
situsional dan
konservasi;
fleksibilitas
3. kawasan konservasi kebijakan
di perairan; dan Pemerintah
4. wilayah laut lebih 3. Penolakan dari
dari 12 (dua belas) pemerintah
mil diukur dan garis daerah
pantai ke arah laut
lepas di seluruh
Indonesia.
b. Panas Bumi untuk
Pemanfaatan Tidak
Langsung yang berada
di seluruh wilayah
Indonesia, termasuk
Kawasan Hutan
produksi, Kawasan
Hutan lindung,
Kawasan Hutan
konservasi, dan wilayah
laut.
(2) Penyelenggaraan Panas
Bumi oleh pemerintah
provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4
ayat (2) dilakukan untuk
- 63 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemanfaatan Langsung
yang berada pada:
a. lintas wilayah
kabupaten/kota dalam
satu provinsi termasuk
Kawasan Hutan
produksi dan Kawasan
Hutan lindung; dan
b. wilayah laut paling jauh
12 (dua belas) mil
diukur dari garis pantai
ke arah laut lepas
dan/atau ke arah
perairan kepulauan.
(3) Penyelenggaraan Panas
Bumi oleh pemerintah
kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2)
dilakukan untuk
Pemanfaatan Langsung
yang berada pada:
a. wilayah
kabupaten/kota
termasuk Kawasan
Hutan produksi dan
Kawasan Hutan
lindung; dan
b. wilayah laut paling jauh
1/3 (satu per tiga) dari
wilayah laut
kewenangan provinsi.
- 64 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
3. Pasal 6 Pasal 6 1. Seluruh perizinan a. Perizinan Penyederhanaan
diberikan oleh mudah Perizinan
(1) Kewenangan Pemerintah (1) Kewenangan Pemerintah
Pemerintah, dalam terkontrol Berusaha
dalam penyelenggaraan dalam penyelenggaraan
hal ini oleh Presiden Pemerintah
Panas Bumi sebagaimana Panas Bumi sebagaimana
sebagai pemegang b.
dimaksud dalam Pasal 5 dimaksud dalam Pasal 5 Penolakan dari
kekuasaan
ayat (1) meliputi: ayat (1) meliputi: Pemda
pemerintahan.
a. pembuatan kebijakan a. pembuatan kebijakan
2. Perizinan yang
nasional; nasional;
diberikan oleh
b. pengaturan di bidang b. pengaturan di bidang Pemerintah berlaku
Panas Bumi; Panas Bumi; untuk seluruh
c. pemberian Izin Panas c. Perizinan Berusaha wilayah panas bumi
Bumi; terkait Panas Bumi; Indonesia, tidak
berlaku lagi asas
d. pemberian Izin d. pembuatan norma, 64enteri64ial,
Pemanfaatan Langsung standar, pedoman, dan 64enter wilayah
pada wilayah yang kriteria untuk kegiatan kabupaten/kota
menjadi pengusahaan Panas diberikan oleh
kewenangannya; Bumi untuk bupati/walikota dan
pemanfaatan langsung; wilayah lintas
e. pembinaan dan
pengawasan; e. pembinaan dan kabupaten/kota
pengawasan; diberikan oleh
f. pengelolaan data dan
gubernur dalam UU
informasi geologi serta f. pengelolaan data dan
Panas Bumi, atau
potensi Panas Bumi; informasi geologi serta
perizinan
potensi Panas Bumi;
g. inventarisasi dan pertambangan
penyusunan neraca g. inventarisasi dan mineral untuk
sumber daya dan penyusunan neraca pemerintah daerah
cadangan Panas Bumi; sumber daya dan yang diberikan oleh
h. pelaksanaan cadangan Panas Bumi; gubernur
Eksplorasi, Eksploitasi, h. pelaksanaan Eksplorasi, sebagaimana diatur
dan/atau pemanfaatan Eksploitasi, dan/atau dalam UU No. 23
Panas Bumi; dan pemanfaatan Panas Tahun 2014 tentang
- 65 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
i. pendorongan kegiatan Bumi; dan Pemerintah Daerah.
penelitian, i. pendorongan kegiatan 3. Kewenangan
pengembangan dan penelitian, penyelenggaraan
kemampuan pengembangan, dan panas bumi untuk
perekayasaan. kemampuan pemanfaatan tidak
(2) Kewenangan Pemerintah perekayasaan. langsung tidak
dalam penyelenggaraan (2) Dihapus. didelegasikan kepada
Panas Bumi sebagaimana pemda.
dimaksud pada ayat (1) 4. Pengusahaan Panas
dilaksanakan dan/atau Bumi Pemanfaatan
dikoordinasikan oleh Langsung diusulkan
Menteri. tidak berupa izin
dengan
mempertimbangkan
kriteria pengusahaan
Panas Bumi untuk
pemanfaatan langsung
merupakan kegiatan
pengusahaan yang
medium risk atau low
risk.
4. Pasal 7 Pasal 7 1. Seluruh perizinan a. Perizinan Penyederhanaan
diberikan oleh mudah Perizinan
Kewenangan pemerintah Dihapus.
Pemerintah, dalam terkontrol Berusaha
provinsi dalam penyelenggaraan
hal ini oleh Pemerintah
Panas Bumi sebagaimana
Presiden sebagai
dimaksud dalam Pasal 5 ayat b. Penolakan dari
pemegang
(2) meliputi: Pemda
kekuasaan
1. pembentukan peraturan pemerintahan.
perundang-undangan 2. Kewenangan
daerah provinsi di bidang penyelenggaraan
Panas Bumi untuk panas bumi untuk
Pemanfaatan Langsung; pemanfaatan tidak
- 66 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
2. pemberian Izin langsung tidak
Pemanfaatan Langsung didelegasikan
pada wilayah yang menjadi kepada pemda.
kewenangannya;
3. pembinaan dan
pengawasan;
4. pengelolaan data dan
informasi geologi serta
potensi Panas Bumi pada
wilayah provinsi; dan
5. inventarisasi dan
penyusunan neraca
sumber daya dan cadangan
Panas Bumi pada wilayah
provinsi.

5. Pasal 8 Pasal 8 1. Seluruh perizinan 1. Perizinan Penyederhanaan


diberikan oleh mudah Perizinan
Kewenangan pemerintah Dihapus.
Pemerintah, dalam terkontrol Berusaha
kabupaten/kota dalam
hal ini oleh Presiden Pemerintah
penyelenggaraan Panas Bumi
sebagai pemegang 2. Penolakan dari
sebagaimana dimaksud dalam
kekuasaan
Pasal 5 ayat (3) meliputi: Pemda
pemerintahan.
1. pembentukan peraturan
2. Kewenangan
perundang-undangan
penyelenggaraan
daerah kabupaten/ kota di
panas bumi untuk
bidang Panas Bumi untuk
pemanfaatan tidak
Pemanfaatan Langsung;
langsung tidak
2. pemberian Izin didelegasikan kepada
Pemanfaatan Langsung Pemda.
pada wilayah yang menjadi
- 67 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kewenangannya;
3. pembinaan dan
pengawasan;
4. pengelolaan data dan
informasi geologi serta
potensi Panas Bumi pada
wilayah kabupaten/kota;
dan
5. inventarisasi dan
penyusunan neraca
sumber daya dan cadangan
Panas Bumi pada wilayah
kabupaten/kota.
6. Pasal 11 Pasal 11 Konsistensi atas usulan 1. Perizinan Penyederhanaan
untuk menghapuskan mudah Perizinan
(1) Setiap Orang yang (1) Setiap Orang yang
izin pemanfaatan terkontrol Berusaha
melakukan pengusahaan melakukan pengusahaan
langsung menjadi hanya Pemerintah
Panas Bumi untuk Panas Bumi untuk
memenuhi Norma, 2. Penolakan dari
Pemanfaatan Langsung Pemanfaatan Langsung
Standar, Prosedur, dan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud Pemda
Kriteria.
dalam Pasal 9 ayat (1) dalam Pasal 9 ayat (1)
huruf a wajib terlebih huruf a wajib memenuhi
dahulu memiliki Izin norma, standar, prosedur
Pemanfaatan Langsung. dan krititeria.
(2) Izin Pemanfaatan Langsung (2) Dihapus.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan oleh
Menteri untuk
Pemanfaatan Langsung
yang berada pada:
a. lintas wilayah provinsi
termasuk Kawasan
- 68 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Hutan produksi dan
Kawasan Hutan
lindung;
b. Kawasan Hutan
konservasi;
c. 68enteri konservasi di
perairan; dan
d. wilayah laut lebih dari
12 (dua belas) mil
diukur dari garis pantai
68enteri laut lepas di
seluruh Indonesia.
(3) Izin Pemanfaatan Langsung
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan oleh
gubernur untuk
Pemanfaatan Langsung
yang berada pada:
a. lintas wilayah
kabupaten/kota dalam
satu provinsi termasuk
Kawasan Hutan
produksi dan Kawasan
Hutan lindung; dan
b. wilayah laut paling jauh
12 (dua belas) mil
diukur dan garis pantai
68enteri laut lepas
dan/atau 68enteri
perairan kepulauan.
(4) Izin Pemanfaatan Langsung
- 69 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan oleh
bupati/wali kota untuk
Pemanfaatan Langsung
yang berada pada:
a. wilayah
kabupaten/kota
termasuk Kawasan
Hutan produksi dan
Kawasan Hutan
lindung; dan
b. wilayah laut paling jauh
1/3 (satu per tiga) dari
wilayah laut
kewenangan provinsi.
(5) Izin Pemanfaatan Langsung
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) diberikan
berdasarkan permohonan
dari Setiap Orang.
(6) Izin Pemanfaatan
Langsung diberikan setelah
Setiap Orang sebagaimana
dimaksud pada ayat (5)
mendapat izin lingkungan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan di bidang
perlindungan dan
pengelolaan lingkungan
hidup.
- 70 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(7) Dalam hal kegiatan
pengusahaan Panas Bumi
untuk Pemanfaatan
Langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4)
berada di Kawasan Hutan,
pemegang Izin
Pemanfaatan Langsung
wajib mendapatkan izin
dari 70enteri yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
kehutanan.
7. Pasal 12 Pasal 12 Pemerintah memiliki 1. Perizinan Penyederhanaan
kewenangan mudah Perizinan
(1) Dalam hal pengusahaan Dihapus.
pemanfaatan langsung di terkontrol Berusaha
Panas Bumi untuk
seluruh wilayah, Pemerintah
Pemanfaatan Langsung
dilakukan pada wilayah termasuk Wilayah Kerja. 2. Penolakan dari
Hal ini sebagaimana
yang ditetapkan sebagai Pemda
telah diformulasi dalam
Wilayah Kerja, gubernur
rumusan perubahan
atau bupati/wali kota
Pasal 11.
sebelum memberikan Izin
Pemanfaatan Langsung
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (3) dan
ayat (4) wajib mendapatkan
persetujuan Menteri.
(2) Dalam hal akan
dilaksanakan pengusahaan
Panas Bumi untuk
Pemanfaatan Langsung
pada wilayah yang belum
- 71 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ditetapkan sebagai Wilayah
Kerja, gubernur atau
bupati/wali kota sebelum
memberikan Izin
Pemanfaatan Langsung
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (3) dan
ayat (4) harus
berkoordinasi dengan
Menteri.
8. Pasal 13 Pasal 13 Konsistensi atas usulan 1. Perizinan Penyederhanaan
untuk menghapuskan mudah Perizinan
(1) Setiap Orang yang Dihapus.
izin pemanfaatan terkontrol Berusaha
memegang Izin
langsung menjadi hanya Pemerintah
Pemanfaatan Langsung
memenuhi Norma,
wajib melakukan 2. Penolakan dari
Standar, Prosedur, dan
pengusahaan Panas Bumi Pemda
Kriteria.
untuk Pemanfaatan
Langsung pada lokasi yang
ditetapkan dalam izin.
(2) Setiap Orang yang
memegang Izin
Pemanfaatan Langsung
wajib melakukan
pengusahaan Panas Bumi
sesuai dengan
peruntukannya.
9. Pasal 14 Pasal 14 Pengenaan harga energi 1. Perizinan Penyederhanaan
Panas Bumi untuk mudah Perizinan
Harga energi Panas Bumi untuk Dihapus.
pemanfaatan langsung terkontrol Berusaha
Pemanfaatan Langsung diatur
akan berpotensi Pemerintah
oleh Pemerintah.
memunculkan 2. Penolakan dari
pemungutan PNBP ganda
- 72 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
untuk satu obyek. Pemda
10. Pasal 15 Pasal 15 Konsisten dengan usulan a. Perizinan Penyederhanaan
pemanfaatan panas bumi mudah Perizinan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai
langsung tidak berupa terkontrol Berusaha
mengenai pengusahaan Panas norma, standar, prosedur dan
izin, tetapi hanya wajib Pemerintah
Bumi untuk Pemanfaatan kriteria pengusahaan Panas
memenuhi norma,
Langsung sebagaimana Bumi untuk Pemanfaatan b. Penolakan dari
standar, prosedur, dan
dimaksud dalam Pasal 11 dan Langsung sebagaimana Pemda
kriteria.
Pasal 12 serta pengaturan dimaksud dalam Pasal 11 diatur
harga energi Panas Bumi dengan Peraturan Pemerintah.
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
11. Pasal 23 Pasal 23 1. Kewenangan 1. Perizinan Penyederhanaan
pemberian izin panas mudah Perizinan
(1) Badan Usaha yang (1) Badan Usaha yang
bumi untuk terkontrol Berusaha
melakukan pengusahaan melakukan pengusahaan
pemanfaatan tidak Pemerintah
Panas Bumi untuk Panas Bumi untuk
langsung, yang
Pemanfaatan Tidak Pemanfaatan Tidak 2. Penolakan dari
sebelumnya
Langsung sebagaimana Langsung sebagaimana Pemda
diberikan oleh
dimaksud dalam Pasal 9 dimaksud dalam Pasal 9
Menteri direformulasi
ayat (1) huruf b wajib ayat (1) huruf b wajib
dengan pemberian
terlebih dahulu memiliki terlebih dahulu memiliki
izin pemanfaatan
Izin Panas Bumi. Perizinan Berusaha di
tidak langsung oleh
bidang Panas Bumi.
(2) Izin Panas Bumi Pemerintah.
sebagaimana dimaksud (2) Perizinan Berusaha di
Bumi 2. Pelaksanaan lebih
pada ayat (1) diberikan oleh bidang Panas
lanjut dari perizinan
Menteri kepada Badan sebagaimana dimaksud
diatur dalam NSPK.
Usaha berdasarkan hasil pada ayat (1) diberikan oleh
(telah diatur dalam
penawaran Wilayah Kerja. Pemerintah Pusat kepada
PP Nomor 7 Tahun
Badan Usaha berdasarkan
2017).
hasil penawaran Wilayah
Kerja.
- 73 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemberian
Perizinan Berusaha di
bidang Panas Bumi untuk
Pemanfaatan Tidak
Langsung diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

12. Pasal 24 Pasal 24 Format Izin Panas Bumi 1. Perizinan Penyederhanaan


menyesuaikan dengan mudah Perizinan
(1) Izin Panas Bumi Dihapus.
NSPK yang telah diatur terkontrol Berusaha
sebagaimana dimaksud
dalam PP Nomor 7 Tahun Pemerintah
dalam Pasal 23 ayat (2)
2017.
harus memuat ketentuan 2. Penolakan dari
paling sedikit: Pemda
a. nama Badan Usaha;
b. nomor pokok wajib
pajak Badan Usaha;
c. jenis kegiatan
pengusahaan;
d. jangka waktu
berlakunya Izin Panas
Bumi;
e. hak dan kewajiban
pemegang Izin Panas
Bumi;
f. Wilayah Kerja; dan
g. tahapan pengembalian
Wilayah Kerja.
(2) Dalam hal kegiatan
- 74 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengusahaan Panas Bumi
untuk Pemanfaatan Tidak
Langsung berada di
Kawasan Hutan, pemegang
Izin Panas Bumi wajib:
a. mendapatkan:
1. izin pinjam pakai
untuk
menggunakan
Kawasan Hutan
produksi atau
Kawasan Hutan
lindung; atau
2. izin untuk
memanfaatkan
Kawasan Hutan
konservasi,
dari menteri yang
menyelenggarakan
urusan pemerintahan
di bidang kehutanan;
dan
b. melaksanakan kegiatan
pengusahaan Panas
Bumi dengan
memperhatikan tujuan
utama pengelolaan
hutan lestari sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(3) Izin memanfaatkan
- 75 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
75enteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
huruf a angka 2 dilakukan
melalui izin pemanfaatan
jasa lingkungan.
13. Pasal 25 Pasal 25 1. IPB berlaku Penyederhanaan
juga untuk Perizinan
Dalam hal kegiatan Dihapus.
kegiatan Berusaha
pengusahaan Panas Bumi
pemanfaatan
untuk Pemanfaatan Tidak
panas bumi
Langsung berada pada wilayah
tidak langsung
konservasi di perairan,
yang berada di
pemegang Izin Panas Bumi
wilayah
wajib mendapatkan izin dari
konservasi
menteri yang menyelenggarakan
perairan/tidak
urusan pemerintahan di bidang
double
kelautan.
perizinan.
2. Penolakan dari
KKP
14. Pasal 36 Pasal 36 1. Kewenangan 1. Perizinan Penyederhanaan
menerbitkan izin ada mudah Perizinan
(1) Menteri dapat mencabut (1) Pemerintah Pusat dapat
di Pemerintah maka terkontrol Berusaha
Izin Panas Bumi mencabut Perizinan
kewenangan untuk Pemerintah
sebagaimana dimaksud Berusaha Panas Bumi
mencabut dan 2. Penolakan dari
dalam Pasal 33 huruf c jika sebagaimana dimaksud
membatalkan izin
pemegang Izin Panas Bumi: dalam Pasal 33 huruf c jika Pemda
panas bumi
pelaku usaha Panas Bumi:
a. melakukan pelanggaran seharusnya menjadi
terhadap salah satu a. melakukan pelanggaran kewenangan
ketentuan yang terhadap salah satu Pemerintah.
tercantum dalam Izin ketentuan yang
dalam 2. Dalam hal
Panas Bumi; dan/atau tercantum
kewenangan
Perizinan Berusaha
b. tidak memenuhi mencabut dan
terkait Panas Bumi;
- 76 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ketentuan peraturan dan/atau membatalkan
perundang-undangan. didelegasikan kepada
b. tidak memenuhi
Menteri perlu diatur
(2) Sebelum melaksanakan ketentuan peraturan
di dalam Peraturan
pencabutan Izin Panas perundang-undangan.
Pemerintah sebagai
Bumi sebagaimana (2) Sebelum melaksanakan turunan dari UU ini.
dimaksud pada ayat (1), pencabutan Perizinan
Menteri terlebih dahulu Berusaha Panas Bumi
memberikan kesempatan
sebagaimana dimaksud
dalam jangka waktu 6 pada ayat (1), Pemerintah
(enam) bulan kepada Pusat terlebih dahulu
pemegang Izin Panas Bumi memberikan kesempatan
untuk memenuhi dalam jangka waktu 6
ketentuan yang ditetapkan. (enam) bulan kepada
pelaku usaha Panas Bumi
untuk memenuhi
kewajiban sesuai dengan
ketentuan yang diatur
dalam Undang-Undang ini.
15. Pasal 37 Pasal 37 1. Kewenangan 1. Perizinan Penyederhanaan
menerbitkan izin ada mudah Perizinan
Menteri dapat membatalkan Pemerintah dapat membatalkan
di Pemerintah maka terkontrol Berusaha
Izin Panas Bumi sebagaimana Perizinan Berusaha di bidang
kewenangan untuk Pemerintah
dimaksud dalam Pasal 33 huruf Panas Bumi sebagaimana
mencabut dan 2.
d jika: dimaksud dalam Pasal 33 huruf Penolakan
membatalkan izin
pemegang Izin Panas Bumi d jika: dari Pemda
a. panas bumi
memberikan data, a. Pelaku usaha Panas Bumi seharusnya menjadi
informasi, atau keterangan memberikan data, informasi, kewenangan
yang tidak benar dalam atau keterangan yang tidak Pemerintah.
permohonan; atau benar dalam permohonan;
atau 2. Dalam hal
b. Izin Panas Bumi kewenangan
dinyatakan batal b. Perizinan Berusaha terkait membatalkan
berdasarkan putusan Panas Bumi dinyatakan didelegasikan kepada
batal berdasarkan putusan
- 77 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengadilan. pengadilan. Menteri perlu diatur
di dalam Peraturan
Pemerintah sebagai
turunan dari UU ini
16. Pasal 38 Pasal 38 1. Kewenangan 1. Perizinan Penyederhanaan
menerbitkan izin ada mudah Perizinan
(1) Dalam hal Izin Panas Bumi (1) Dalam hal Perizinan
di Pemerintah maka terkontrol Berusaha
berakhir karena alasan Berusaha terkait Panas
kewenangan untuk Pemerintah
sebagaimana dimaksud Bumi berakhir karena
mencabut dan 2. Penolakan dari
dalam Pasal 33, pemegang alasan sebagaimana
membatalkan izin
Izin Panas Bumi wajib dimaksud dalam Pasal 33, Pemda
panas bumi
memenuhi dan pelaku usaha Panas Bumi
seharusnya menjadi
menyelesaikan segala wajib memenuhi dan
kewenangan
kewajibannya sesuai menyelesaikan segala
Pemerintah.
dengan ketentuan kewajibannya sesuai
peraturan perundang- dengan ketentuan 2. Dalam hal
undangan. peraturan perundang- kewenangan
undangan. mencabut dan
(2) Kewajiban pemegang Izin
membatalkan
Panas Bumi sebagaimana (2) Kewajiban pelaku usaha
didelegasikan kepada
dimaksud pada ayat (1) Panas Bumi sebagaimana
Menteri perlu diatur
dinyatakan telah terpenuhi dimaksud pada ayat (1)
di dalam Peraturan
setelah mendapatkan dinyatakan telah terpenuhi
Pemerintah.
persetujuan dari Menteri. setelah mendapatkan
persetujuan dari
(3) Menteri menetapkan
Pemerintah.
persetujuan pengakhiran
lzin Panas Bumi setelah (3) Pemerintah Pusat
pemegang Izin Panas Bumi menetapkan persetujuan
melaksanakan pemulihan pengakhiran Perizinan
fungsi lingkungan di Berusaha terkait Panas
Wilayah Kerjanya serta Bumi setelah pelaku usaha
kewajiban lainnya Panas Bumi melaksanakan
sebagaimana dimaksud pemulihan fungsi
pada ayat (1). lingkungan di Wilayah
- 78 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Kerjanya serta kewajiban
lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
17. Pasal 42 Pasal 42 1. Konsisten dengan 1. Perizinan Penyederhanaan
usulan pemanfaatan mudah Perizinan
(1) Dalam hal akan Dalam hal pelaku usaha
panas bumi langsung terkontrol Berusaha
menggunakan bidang- pemanfaatan langsung atau
tidak berupa izin, Pemerintah
bidang tanah negara, hak pelaku usaha Panas Bumi akan
tetapi hanya wajib
atas tanah, tanah ulayat, menggunakan bidang tanah 2. Penolakan dari
memenuhi norma,
dan/atau Kawasan Hutan negara, hak atas tanah, tanah Pemda
standar, prosedur,
di dalam Wilayah Kerja, ulayat, dan/atau Kawasan
dan kriteria.
pemegang Izin Pemanfaatan Hutan di dalam Wilayah Kerja,
Langsung atau pemegang harus terlebih dahulu 2. Tidak ada lagi
Izin Panas Bumi harus melakukan penyelesaian terminilogi pemegang
terlebih dahulu melakukan penggunaan lahan dengan izin pemanfaatan
penyelesaian penggunaan pemakai tanah di atas tanah langsung sehingga
laban dengan pemakai negara atau pemegang hak atau diganti menjadi
tanah di atas tanah negara izin di bidang kehutanan sesuai pelaku usaha
atau pemegang hak atau dengan ketentuan peraturan
izin di bidang kehutanan perundang-undangan.
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(2) Dalam hal Menteri
melakukan Eksplorasi
untuk menetapkan Wilayah
Kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1), sebelum
melakukan Eksplorasi,
Menteri melakukan
penyelesaian penggunaan
lahan dengan pemakai
tanah di atas tanah negara
- 79 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
atau pemegang hak atau
izin di bidang kehutanan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(3) Penyelesaian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan secara
musyawarah dan mufakat
dengan cara jual beli,
tukar-menukar, ganti rugi
yang layak, pengakuan atau
bentuk penggantian lain
kepada pemakai tanah di
atas tanah negara atau
pemegang hak.
(4) Dalam hal kegiatan
pengusahaan Panas Bumi
dilakukan oleh badan
usaha milik negara yang
mendapat penugasan
khusus dari Pemerintah,
penyediaan tanah
dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
18. Pasal 43 Pasal 43 Konsisten dengan usulan 1. Perizinan Penyederhanaan
pemanfaatan panas bumi mudah Perizinan
(1) Pemegang Izin Dihapus.
langsung tidak berupa terkontrol Berusaha
Pemanfaatan Langsung
izin, tetapi hanya wajib Pemerintah
atau Pemegang Izin Panas
memenuhi norma, 2. Penolakan dari
Bumi sebelum melakukan
standar, prosedur, dan
pengusahaan Panas Bumi Pemda
- 80 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
di atas tanah negara, hak kriteria.
atas tanah, tanah ulayat,
dan/ atau Kawasan Hutan
harus:
a. memperlihatkan:
1. Izin Pemanfaatan
Langsung atau
salinan yang sah;
atau
2. Izin Panas Bumi
atau salinan yang
sah;
b. memberitahukan
maksud dan tempat
kegiatan yang akan
dilakukan; dan
c. melakukan
penyelesaian atau
jaminan penyelesaian
yang disetujui oleh
pemakai tanah di atas
tanah negara dan/atau
pemegang hak
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42.
(2) Jika pemegang Izin
Pemanfaatan Langsung
atau pemegang Izin Panas
Bumi telah memenuhi
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
pemakai tanah di atas
- 81 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tanah negara dan/ atau
pemegang hak wajib
mengizinkan pemegang Izin
Pemanfaatan Langsung
atau pemegang Izin Panas
Bumi untuk melaksanakan
pengusahaan · Panas Bumi
di atas tanah yang
bersangkutan.
19. Pasal 46 Pasal 46 1. Konsisten dengan Penolakan dari Penyederhanaan
usulan pemanfaatan Pemda Perizinan
Setiap Orang dilarang Setiap Orang dilarang
panas bumi langsung Berusaha
menghalangi atau merintangi menghalangi atau merintangi
tidak berupa izin,
pengusahaan Panas Bumi yang pengusahaan Panas Bumi yang
tetapi hanya wajib
telah memegang: telah memegang Perizinan
memenuhi norma,
a. Izin Pemanfaatan Berusaha terkait Panas Bumi standar, prosedur,
dan telah menyelesaikan
Langsung; atau dan kriteria
kewajiban sebagaimana
b. Izin Panas Bumi dimaksud dalam Pasal 42. 2. Menghapuskan
dan telah menyelesaikan ketentuan pidana
kewajiban sebagaimana terkait upaya
dimaksud dalam Pasal 42. menghalangi atau
merintangi terhadap
kegiatan
pemanfataan
langsung yang bukan
berupa izin.
20. Pasal 47 Pasal 47 1. Konsisten dengan 1. Perizinan Penyederhanaan
usulan pemanfaatan mudah Perizinan
Pemegang Izin Pemanfaatan Dihapus.
Langsung berhak melakukan panas bumi langsung terkontrol Berusaha
tidak berupa izin, Pemerintah
pengusahaan Panas Bumi
tetapi hanya wajib 2. Penolakan dari
sesuai dengan izin yang
memenuhi norma,
diberikan. Pemda
standar, prosedur,
- 82 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan kriteria
2. Penyesuaian
nomenklatur.
21. Pasal 48 Pasal 48 1. Konsisten dengan Penolakan dari Penyederhanaan
usulan pemanfaatan Pemda Perizinan
Pemegang Izin Pemanfaatan Pelaku Usaha Pemanfaatan
panas bumi langsung Berusaha
Langsung wajib: Langsung wajib:
tidak berupa izin,
a. memahami dan menaati a. memahami dan menaati tetapi hanya wajib
peraturan perundang- peraturan perundang- memenuhi norma,
undangan di bidang undangan di bidang standar, prosedur,
keselamatan dan keselamatan dan dan kriteria
kesehatan kerja serta kesehatan kerja serta
perlindungan dan perlindungan dan 2. Penyesuaian
nomenklatur.
pengelolaan lingkungan pengelolaan lingkungan
hidup dan memenuhi hidup dan memenuhi
standar yang berlaku; standar yang berlaku;
b. melakukan pengendalian b. melakukan pengendalian
pencemaran dan/atau pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi hidup yang meliputi
kegiatan pencegahan, kegiatan pencegahan,
penanggulangan, dan penanggulangan, dan
pemulihan fungsi pemulihan fungsi
lingkungan hidup; lingkungan hidup;
c. menyampaikan rencana c. Dihapus.
kerja dan rencana d. Dihapus.
anggaran kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/wali
kota sesuai dengan
kewenangannya; dan
d. menyampaikan laporan
tertulis secara berkala atas
- 83 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pelaksanaan rencana kerja
dan rencana anggaran
serta kegiatan
pengusahaan Panas Bumi
untuk Pemanfaatan
Langsung kepada Menteri,
gubernur, atau bupati/wali
kota sesuai dengan
kewenangannya
22. Pasal 49 Pasal 49 1. Konsisten dengan 1. Perizinan Penyederhanaan
usulan pemanfaatan mudah Perizinan
(1) Pemegang Izin (1) Pelaku Usaha Pemanfaatan
panas bumi langsung terkontrol Berusaha
Pemanfaatan Langsung Langsung wajib memenuhi
tidak berupa izin, Pemerintah (+)
wajib memenuhi kewajiban kewajiban berupa:
tetapi hanya wajib 2. Penolakan dari
berupa: a. pajak daerah; dan memenuhi norma, Pemda (-)
a. iuran produksi; standar, prosedur,
b. retribusi daerah.
b. pajak daerah; dan dan kriteria
(2) Kewajiban pemenuhan
c. retribusi daerah. pajak daerah sebagaimana 2. Penyesuaian
dimaksud pada ayat (1) nomenklatur.
(2) Kewajiban pemenuhan
huruf b dan retribusi 3. Konsitensi dengan
pajak daerah sebagaimana
daerah sebagaimana usulan penghapusan
dimaksud pada ayat (1)
dimaksud pada ayat (1) Pasal 14
huruf b dan retribusi
huruf c dilaksanakan
daerah sebagaimana
sesuai dengan ketentuan
dimaksud pada ayat (1)
peraturan perundang-
huruf c dilaksanakan
undangan.
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
23. Pasal 59 Pasal 59 Pasal 59 1. Kepatuhan atas Penyederhanaan
penyelenggara- Perizinan
(1) Menteri melakukan (1) Pemerintah melakukan 1. Kewenangan
an panas bumi Berusaha
pembinaan dan pembinaan dan pembinaan dan
- 84 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengawasan terhadap pengawasan terhadap pengawasan dilakukan lebih baik
penyelenggaraan Panas penyelenggaraan Panas oleh Pemerintah 2. Beban kerja
Bumi untuk Pemanfaatan Bumi untuk pemanfaatan sebagai pemberi izin. membina dan
Langsung yang langsung. 2. Pembinaan dan mengawasi oleh
dilaksanakan oleh (2) Ketentuan lebih lanjut pengawasan dilakukan Pemerintah
pemerintah provinsi dan mengenai pembinaan dan oleh Menteri. tinggi
pemerintah pengawasan
kabupaten/kota. penyelenggaraan Panas
(2) Menteri dapat Bumi untuk Pemanfaatan
melimpahkan kepada Langsung diatur dengan
gubernur untuk Peraturan Pemerintah.
melakukan pembinaan dan
pengawasan
penyelenggaraan Panas
Bumi untuk Pemanfaatan
Langsung yang
dilaksanakan oleh
pemerintah
kabupaten/kota.

24. Pasal 60 Pasal 60 Disesuaikan dengan 1. Perizinan Penyederhanaan


kewenangan pemberian mudah Perizinan
(1) Menteri, gubernur atau Dihapus.
izin yang diselenggarakan terkontrol Berusaha
bupati/wali kota sesuai
oleh Pemerintah. Pemerintah
dengan kewenangannya
melakukan pembinaan dan 2. Penolakan dari
pengawasan atas Pemda
pelaksanaan pengusahaan
Panas Bumi untuk
Pemanfaatan Langsung
yang dilakukan oleh
pemegang Izin
Pemanfaatan Langsung.
- 85 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Gubernur dan bupati/wali
kota sesuai dengan
kewenangannya wajib
melaporkan pelaksanaan
penyelenggaraan Panas
Bumi untuk Pemanfaatan
Langsung setiap tahun
kepada Menteri.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan
1. Pasal 1 angka 10 Pasal 1 angka 10 Izin terlalu rumit dan 1. Penyederhana- Penyederhanaan
banyak, perlu an jumlah izin Perizinan
10. Izin usaha penyediaan 10. Perizinan Berusaha terkait
disederhanakan menjadi 2. Pengawasan Berusaha
tenaga listrik adalah izin ketenagalistrikan adalah
satu izin dengan berbagai
untuk melakukan usaha perizinan untuk melakukan yang lebih
hak kegiatan usaha.
penyediaan tenaga listrik kegiatan usaha penyediaan ketat karena
untuk kepentingan umum. tenaga listrik untuk potensi hazard
kepentingan umum, usaha tinggi
penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan sendiri,
dan/atau usaha jasa
penunjang tenaga listrik.
2. Pasal 1 angka 11 Pasal 1 angka 11 Izin terlalu rumit dan 1. Penyederhana- Penyederhanaan
banyak, perlu an jumlah izin Perizinan
11. Izin operasi adalah izin Dihapus.
disederhanakan menjadi 2. Pengawasan Berusaha
untuk melakukan
satu izin dengan berbagai
penyediaan tenaga listrik yang lebih
hak kegiatan usaha.
untuk kepentingan sendiri. ketat karena
potensi hazard
tinggi
3. Pasal 1 angka 12 Pasal 1 angka 12 Izin terlalu rumit dan 1. Penyederhana- Penyederhanaan
adalah banyak, perlu an jumlah izin Perizinan
12. Wilayah usaha adalah 12. Wilayah usaha
disederhanakan menjadi Berusaha
wilayah yang ditetapkan wilayah yang ditetapkan 2. Pengawasan
satu izin dengan berbagai
- 86 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah sebagai tempat Pemerintah sebagai tempat hak kegiatan usaha. yang lebih
badan usaha melakukan badan usaha melakukan ketat karena
usaha distribusi dan/atau usaha distribusi dan/atau potensi hazard
penjualan tenaga listrik penjualan tenaga listrik. tinggi
melakukan usaha
penyediaan tenaga listrik.
4. Pasal 3 Pasal 3 1. Sesuai dengan Pasal 1. Kebijakan Penyederhanaan
4 ayat (1) UUD NRI penyelenggara- Perizinan
(1) Penyediaan tenaga listrik (1) Penyediaan tenaga listrik
1945, Presiden an Berusaha
dikuasai oleh negara yang dikuasai oleh negara yang
sebagai pemegang ketenagalistri-
penyelenggaraannya penyelenggaraannya
kekuasaan kan
dilakukan oleh Pemerintah dilakukan oleh Pemerintah.
pemerintahan terintegrasi,
dan pemerintah daerah (2) Ketentuan lebih lanjut menempatkan termasuk
berlandaskan prinsip mengenai penyelenggaraan Presiden secara kebijakan
otonomi daerah. penyediaan tenaga listrik atribusi memiliki perizinan yang
(2) Untuk penyelenggaraan diatur dengan Peraturan kewenangan cepat, murah,
penyediaan tenaga listrik Pemerintah. penyelenggaraan efektif, dan
sebagaimana dimaksud penguasaan efisien
pada ayat (1), Pemerintah ketenagalistrikan. 2. Penolakan dari
dan pemerintah daerah
2. Kewenangan pemerintah
sesuai dengan
penyelenggaraan daerah.
kewenangannya
penguasaan negara
menetapkan kebijakan,
yang awalnya juga
pengaturan, pengawasan,
secara atribusi
dan melaksanakan usaha
diberikan ke
penyediaan tenaga listrik.
pemerintah daerah
berubah menjadi
delegasian atau
didelegasikan oleh
Pemerintah kepada
pemerintah daerah.
3. Ketenegalistrikan
merupakan sumber
- 87 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
daya alam yang vital
dan strategis harus
dikuasai oleh negara
untuk kepentingan
nasional yang lebih
besar, tidak hanya
terbatas pada
pengelolaan di
tingkat provinsi.
5. Pasal 4 Pasal 4 Konsistensi atas usulan Penolakan dari Penyederhanaan
penyelenggaraan usaha pemerintah daerah. Perizinan
(1) Pelaksanaan usaha (1) Pelaksanaan usaha
penyediaan tenaga listrik Berusaha
penyediaan tenaga listrik penyediaan tenaga listrik
hanya dilakukan oleh
oleh Pemerintah dan oleh Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat.
pemerintah daerah dilakukan oleh badan
dilakukan oleh badan usaha milik negara.
usaha milik negara dan (2) Badan usaha milik daerah,
badan usaha milik daerah.
Badan usaha swasta,
(2) Badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya
koperasi, dan swadaya masyarakat dapat
masyarakat dapat berpartisipasi dalam usaha
berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik.
penyediaan tenaga listrik. (3) Untuk penyediaan tenaga
(3) Untuk penyediaan tenaga listrik sebagaimana
listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), Pemerintah Pusat
ayat (1), Pemerintah dan dan pemerintah daerah
pemerintah menyediakan dana untuk:
daerahmenyediakan dana a. kelompok masyarakat
untuk: tidak mampu;
a. kelompok masyarakat b. pembangunan sarana
tidak mampu; penyediaan tenaga
b. pembangunan sarana listrik di daerah yang
- 88 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penyediaan tenaga belum berkembang;
listrik di daerah yang c. pembangunan tenaga
belum berkembang; listrik di daerah
c. pembangunan tenaga terpencil dan
listrik di daerah perbatasan; dan
terpencil dan d. pembangunan listrik
perbatasan; dan perdesaan.
d. pembangunan listrik (4) Ketentuan lebih lanjut
perdesaan. mengenai penyediaan dana
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
6. Pasal 5 Pasal 5 Dalam rangka 1. Kebijakan Penyederhanaan
menjalankan Pasal 4 ayat penyelenggara- Perizinan
(1) Kewenangan Pemerintah di (1) Kewenangan Pemerintah
(1) UUD NRI 1945, yang an Berusaha
bidang ketenagalistrikan Pusat di bidang
penyelenggaraannya ketenagalistri-
meliputi: ketenagalistrikan meliputi:
dapat didelegasikan kan
a. penetapan kebijakan a. penetapan kebijakan kepada Pemda. Untuk terintegrasi,
ketenagalistrikan ketenagalistrikan itu, kewenangan ini perlu termasuk
nasional; nasional; dipertegas menjadi kebijakan
b. penetapan peraturan b. penetapan peraturan kewenangan Presiden perizinan yang
perundang-undangan di perundang-undangan di yang tidak didegradasi cepat, murah,
bidang bidang langsung melalui efektif, dan
ketenagalistrikan; ketenagalistrikan; pemberian kewenangan efisien
kepada Pemda.
c. penetapan pedoman, c. penetapan standar, 2. Penolakan dari
standar, dan kriteria di pedoman, dan kriteria pemerintah
bidang di bidang daerah.
ketenagalistrikan; ketenagalistrikan;
d. penetapan pedoman d. penetapan pedoman
penetapan tarif tenaga penetapan tarif tenaga
listrik untuk listrik untuk
- 89 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
konsumen; konsumen;
e. penetapan rencana e. penetapan rencana
umum umum
ketenagalistrikan ketenagalistrikan
nasional; nasional;
f. penetapan wilayah f. pengesahan rencana
usaha; usaha penyediaan
tenaga listrik;
g. penetapan izin jual beli
tenaga listrik lintas g. penetapan wilayah
negara; usaha;
h. penetapan izin usaha h. Perizinan Berusaha
penyediaan tenaga penyediaan tenaga
listrik untuk badan listrik;
usaha yang: i. penetapan tarif tenaga
1. wilayah usahanya listrik untuk konsumen
lintas provinsi; dari pemegang
Perizinan Berusaha
2. dilakukan oleh
penyediaan tenaga
badan usaha milik
listrik untuk
negara; dan
kepentingan umum;
3. menjual tenaga
j. penetapan persetujuan
listrik dan/atau
harga jual tenaga listrik
menyewakan
dan sewa jaringan
jaringan tenaga
tenaga listrik dari
listrik kepada
pemegang Perizinan
pemegang izin
Berusaha penyediaan
usaha penyediaan
tenaga listrik untuk
tenaga listrik yang
kepentingan umum;
ditetapkan oleh
Pemerintah; k. penetapan persetujuan
penjualan kelebihan
i. penetapan izin operasi
tenaga listrik dari
yang fasilitas
- 90 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
instalasinya mencakup pemegang Perizinan
lintas provinsi; Berusaha penyediaan
tenaga listrik untuk
j. penetapan tarif tenaga
kepentingan sendiri;
listrik untuk konsumen
dari pemegang izin l. penetapan Perizinan
usaha penyediaan Berusaha untuk
tenaga listrik yang kegiatan jasa
ditetapkan oleh penunjang tenaga
Pemerintah; listrik;
k. penetapan persetujuan m. pembinaan dan
harga jual tenaga listrik pengawasan kepada
dan sewa jaringan badan usaha di bidang
tenaga listrik dari ketenagalistrikan;
pemegang izin usaha n. pengangkatan
penyediaan tenaga inspektur
listrik yang ditetapkan ketenagalistrikan;
oleh Pemerintah;
o. pembinaan jabatan
l. penetapan persetujuan fungsional inspektur
penjualan kelebihan ketenagalistrikan untuk
tenaga listrik dari seluruh tingkat
pemegang izin operasi pemerintahan; dan
yang ditetapkan oleh
Pemerintah; p. penetapan sanksi
administratif.
m. penetapan izin usaha
jasa penunjang tenaga (2) Dihapus.
listrik yang dilakukan (3) Dihapus.
oleh badan usaha milik
negara atau penanam
modal asing/mayoritas
sahamnya dimiliki oleh
penanam modal asing;
n. penetapan izin
- 91 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemanfaatan jaringan
tenaga listrik untuk
kepentingan
telekomunikasi,
multimedia, dan
informatika pada
jaringan milik
pemegang izin usaha
penyediaan tenaga
listrik atau izin operasi
yang ditetapkan oleh
Pemerintah;
o. pembinaan dan
pengawasan kepada
badan usaha di bidang
ketenagalistrikan yang
izinnya ditetapkan oleh
Pemerintah;
p. pengangkatan
inspektur
ketenagalistrikan;
q. pembinaan jabatan
fungsional inspektur
ketenagalistrikan untuk
seluruh tingkat
pemerintahan; dan
r. penetapan sanksi
administratif kepada
badan usaha yang
izinnya ditetapkan oleh
Pemerintah.
(2) Kewenangan pemerintah
- 92 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
provinsi di bidang
ketenagalistrikan meliputi:
a. penetapan peraturan
daerah provinsi di
bidang
ketenagalistrikan;
b. penetapan rencana
umum
ketenagalistrikan
daerah provinsi;
c. penetapan izin usaha
penyediaan tenaga
listrik untuk badan
usaha yang wilayah
usahanya lintas
kabupaten/kota;
d. penetapan izin operasi
yang fasilitas
instalasinya mencakup
lintas kabupaten/kota;
e. penetapan tarif tenaga
listrik untuk konsumen
dari pemegang izin
usaha penyediaan
tenaga listrik yang
ditetapkan oleh
pemerintah provinsi;
f. penetapan persetujuan
harga jual tenaga listrik
dan sewa jaringan
tenaga listrik untuk
badan usaha yang
- 93 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menjual tenaga listrik
dan/atau menyewakan
jaringan tenaga listrik
kepada badan usaha
yang izinnya ditetapkan
oleh pemerintah
provinsi;
g. penetapan persetujuan
penjualan kelebihan
tenaga listrik dari
pemegang izin operasi
yang izinnya ditetapkan
oleh pemerintah
provinsi;
h. penetapan izin
pemanfaatan jaringan
tenaga listrik untuk
kepentingan
telekomunikasi,
multimedia, dan
informatika pada
jaringan milik
pemegang izin usaha
penyediaan tenaga
listrik atau izin operasi
yang ditetapkan oleh
pemerintah provinsi;
i. pembinaan dan
pengawasan kepada
badan usaha di bidang
ketenagalistrikan yang
izinnya ditetapkan oleh
pemerintah provinsi;
- 94 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
j. pengangkatan
inspektur
ketenagalistrikan untuk
provinsi; dan
k. penetapan sanksi
administratif kepada
badan usaha yang
izinnya ditetapkan oleh
pemerintah provinsi.
(3) Kewenangan pemerintah
kabupaten/kota di bidang
ketenagalistrikan meliputi:
a. penetapan peraturan
daerah kabupaten/kota
di bidang
ketenagalistrikan;
b. penetapan rencana
umum
ketenagalistrikan
daerah
kabupaten/kota;
c. penetapan izin usaha
penyediaan tenaga
listrik untuk badan
usaha yang wilayah
usahanya dalam
kabupaten/kota;
d. penetapan izin operasi
yang fasilitas
instalasinya dalam
kabupaten/kota;
- 95 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. penetapan tarif tenaga
listrik untuk konsumen
dari pemegang izin
usaha penyediaan
tenaga listrik yang
ditetapkan oleh
pemerintah
kabupaten/kota;
f. penetapan persetujuan
harga jual tenaga listrik
dan sewa jaringan
tenaga listrik untuk
badan usaha yang
menjual tenaga listrik
dan/atau menyewakan
jaringan tenaga listrik
kepada badan usaha
yang izinnya ditetapkan
oleh pemerintah
kabupaten/kota;
g. penetapan izin usaha
jasa penunjang tenaga
listrik bagi badan usaha
yang mayoritas
sahamnya dimiliki oleh
penanam modal dalam
negeri;
h. penetapan persetujuan
penjualan kelebihan
tenaga listrik dari
pemegang izin operasi
yang izinnya ditetapkan
oleh pemerintah
- 96 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kabupaten/kota;
i. penetapan izin
pemanfaatan jaringan
tenaga listrik untuk
kepentingan
telekomunikasi,
multimedia, dan
informatika pada
jaringan milik
pemegang izin usaha
penyediaan tenaga
listrik atau izin operasi
yang ditetapkan oleh
pemerintah
kabupaten/kota;
j. pembinaan dan
pengawasan kepada
badan usaha di bidang
ketenagalistrikan yang
izinnya ditetapkan oleh
pemerintah
kabupaten/kota;
k. pengangkatan
inspektur
ketenagalistrikan untuk
kabupaten/kota; dan
l. penetapan sanksi
administratif kepada
badan usaha yang
izinnya ditetapkan oleh
pemerintah
kabupaten/kota.
- 97 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
7. Pasal 7 Pasal 7 1. Mekanisme Penolakan dari Penyederhanaan
konsultasi tidak pemerintah daerah Perizinan
(1) Rencana umum (1) Rencana umum
dikenal di DPR, yang Berusaha
ketenagalistrikan nasional ketenagalistrikan nasional
ada adalah
disusun berdasarkan pada disusun berdasarkan
persetujuan dan
kebijakan energi nasional kebijakan energi nasional
penetapan.
dan ditetapkan oleh dan ditetapkan oleh
Pemerintah setelah Pemerintah Pusat. 2. Dokumen RUKN
berkonsultasi dengan maupun RUKD
(2) Rencana umum
Dewan Perwakilan Rakyat sudah dibahas
ketenagalistrikan nasional
Republik Indonesia. dengan stakeholder
sebagaimana dimaksud
terkait.
(2) Rencana umum pada ayat (1) disusun
ketenagalistrikan nasional dengan mengikutsertakan
sebagaimana dimaksud pemerintah daerah.
pada ayat (1) disusun (3) Ketentuan mengenai
dengan mengikutsertakan pedoman penyusunan
pemerintah daerah. rencana umum
(3) Rencana umum ketenagalistrikan
ketenagalistrikan daerah sebagaimana dimaksud
disusun berdasarkan pada pada ayat (1) diatur dengan
rencana umum Peraturan Pemerintah.
ketenagalistrikan nasional
dan ditetapkan oleh
pemerintah daerah setelah
berkonsultasi dengan
Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
(4) Pedoman penyusunan
rencana umum
ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri.
- 98 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
8. Pasal 10 Pasal 10 Pada prinsipnya untuk Memperjelas hal Penyederhanaan
memperjelas wilayah yang terkait Perizinan
(1) Usaha penyediaan tenaga (1) Usaha penyediaan tenaga
usaha yang meliputi dengan wilayah Berusaha
listrik untuk kepentingan listrik untuk kepentingan
usaha distribusi dan usaha.
umum sebagaimana umum sebagaimana
penjualan, sehingga
dimaksud dalam Pasal 9 dimaksud dalam Pasal 9
dalam hal usaha
huruf a meliputi jenis huruf a meliputi jenis
penyediaan secara
usaha: usaha:
terintegrasi,
a. pembangkitan tenaga a. pembangkitan tenaga pembangkitan dan
listrik; listrik; transmisi dapat
b. transmisi tenaga b. transmisi tenaga listrik; dilakukan di luar wilayah
listrik; usahanya.
c. distribusi tenaga listrik;
c. distribusi tenaga dan/atau
listrik; dan/atau d. penjualan tenaga
d. penjualan tenaga listrik.
listrik. (2) Usaha penyediaan tenaga
(2) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
listrik untuk kepentingan umum sebagaimana
umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
dapat dilakukan secara terintegrasi.
terintegrasi. (3) Usaha penyediaan tenaga
(3) Usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
listrik untuk kepentingan umum secara terintegrasi
umum sebagaimana sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (2) pada ayat (2) dilakukan
dilakukan oleh 1 (satu) oleh 1 (satu) badan usaha
badan usaha dalam 1 dalam 1 (satu) wilayah
(satu) wilayah usaha. usaha.
(4) Pembatasan wilayah usaha (4) Dalam hal usaha
sebagaimana dimaksud pembangkitan, transmisi,
pada ayat (3) juga berlaku distribusi, dan penjualan
- 99 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
untuk usaha penyediaan dilakukan secara
tenaga listrik untuk terintegrasi, usaha
kepentingan umum yang pembangkitan dan/atau
hanya meliputi distribusi transmisi dapat dilakukan
tenaga listrik dan/atau di luar wilayah usahanya.
penjualan tenaga listrik. (5) Usaha penyediaan tenaga
(5) Wilayah usaha listrik untuk kepentingan
sebagaimana dimaksud umum dengan jenis usaha
pada ayat (3) dan ayat (4) distribusi tenaga listrik
ditetapkan oleh Pemerintah dan/atau penjualan tenaga
listrik dilakukan oleh 1
(satu) badan usaha dalam
1 (satu) Wilayah Usaha.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Wilayah Usaha
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), ayat (4) dan
ayat (5) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

9. Pasal 11 Pasal 11 Disesuaikan dgn Penolakan dari Penyederhanaan


menghapus kewenangan pemerintah daerah. Perizinan
(1) Usaha penyediaan tenaga (1) Usaha penyediaan tenaga
Pemda dan Berusaha
listrik untuk kepentingan listrik untuk kepentingan
memaksimalkan potensi
umum sebagaimana umum sebagaimana
dalam negeri.
dimaksud dalam Pasal 10 dimaksud dalam Pasal 10
ayat (1) dilaksanakan oleh ayat (1) dilaksanakan oleh
badan usaha milik negara, badan usaha milik negara,
badan usaha milik daerah, badan usaha milik daerah,
badan usaha swasta, badan usaha swasta,
koperasi, dan swadaya koperasi, dan swadaya
masyarakat yang berusaha masyarakat yang berusaha
- 100 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
di bidang penyediaan di bidang penyediaan
tenaga listrik. tenaga listrik.
(2) Badan usaha milik negara (2) Badan usaha milik negara
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberi pada ayat (1) diberi
prioritas pertama prioritas pertama
melakukan usaha melakukan usaha
penyediaan tenaga listrik penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan umum. untuk kepentingan umum.
(3) Untuk wilayah yang belum (3) Badan usaha milik negara,
mendapatkan pelayanan badan usaha milik daerah,
tenaga listrik, Pemerintah badan usaha swasta,
atau pemerintah daerah koperasi, dan swadaya
sesuai masyarakat dalam
kewenangannyamemberi melakukan usaha
kesempatan kepada badan penyediaan tenaga listrik
usaha milik daerah, badan untuk kepentingan umum
usaha swasta, atau wajib mengutamakan
koperasi sebagai produk dan potensi dalam
penyelenggara usaha negeri.
penyediaan tenaga listrik (4) Untuk wilayah yang belum
terintegrasi. mendapatkan pelayanan
(4) Dalam hal tidak ada badan tenaga listrik, Pemerintah
usaha milik daerah, badan memberi kesempatan
usaha swasta, atau kepada badan usaha milik
koperasi yang dapat daerah, badan usaha milik
menyediakan tenaga listrik swasta, atau koperasi
di wilayah tersebut, sebagai penyelenggara
Pemerintah wajib menugasi usaha penyediaan tenaga
badan usaha milik negara listrik terintegrasi.
untuk menyediakan tenaga (5) Dalam hal tidak ada badan
listrik. usaha milik daerah, badan
usaha swasta, atau
- 101 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
koperasi yang dapat
menyediakan tenaga listrik
di wilayah tersebut,
Pemerintah wajib menugasi
badan usaha milik negara
untuk menyediakan tenaga
listrik.
10. Pasal 13 Pasal 13 Memaksimalkan potensi Meningkatkan Penyederhanaan
Usaha penyediaan tenaga dalam negeri. penggunaan Perizinan
Usaha penyediaan tenaga listrik (1)
komponen dalam Berusaha
untuk kepentingan sendiri listrik untuk kepentingan
negeri
sebagaimana dimaksud dalam sendiri sebagaimana
Pasal 12 dapat dilaksanakan dimaksud dalam pasal 12
oleh instansi pemerintah, dilaksanakan hanya untuk
pemerintah daerah, badan pemakaian sendiri beserta
usaha milik negara, badan afiliasinya.
usaha milik daerah, badan (2) Usaha penyediaan tenaga
usaha swasta, koperasi,
listrik untuk kepentingan
perseorangan, dan sendiri dapat dilaksanakan
lembaga/badan usaha lainnya. oleh instansi pemerintah,
pemerintah daerah, badan
usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, badan
usaha swasta, koperasi,
perseorangan, dan
lembaga/badan usaha
lainnya.
(3) Instansi pemerintah pusat,
pemerintah daerah, badan
usaha milik negara, badan
usaha milik daerah, badan
usaha swasta, koperasi,
perseorangan, dan
- 102 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lembaga/badan usaha
lainnya dalam
melaksanakan usaha
penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan sendiri
wajib mengutamakan
produk dan potensi dalam
negeri.
11. Pasal 16 Pasal 16 1. Menambahkan jenis Memperluas pelaku Penyederhanaan
usaha jasa usaha. Perizinan
(1) Usaha jasa penunjang (1) Usaha jasa penunjang
penunjang, yakni Berusaha
tenaga listrik sebagaimana tenaga listrik sebagaimana
sertifikasi badan
dimaksud dalam Pasal 15 dimaksud dalam Pasal 15
usaha (sudah diatur
huruf a meliputi: huruf a meliputi:
dalam Peraturan
a. konsultansi dalam a. konsultansi dalam Pemerintah dan
bidang instalasi bidang instalasi tenaga Peraturan Menteri,
penyediaan tenaga listrik; dan sudah berjalan).
listrik; b. pembangunan dan 2. Memperluas pelaku
b. pembangunan dan pemasangan instalasi usaha jasa penunjang
pemasangan instalasi tenaga listrik; tenaga listrik, yakni
penyediaan tenaga BLU.
c. pemeriksaan dan
listrik; pengujian instalasi
c. pemeriksaan dan tenaga listrik;
pengujian instalasi d. pengoperasian instalasi
tenaga listrik; tenaga listrik;
d. pengoperasian instalasi e. pemeliharaan instalasi
tenaga listrik; tenaga listrik;
e. pemeliharaan instalasi f. penelitian dan
tenaga listrik; pengembangan;
f. penelitian dan g. pendidikan dan
pengembangan; pelatihan;
- 103 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
g. pendidikan dan h. laboratorium pengujian
pelatihan; peralatan dan
pemanfaat tenaga
h. laboratorium pengujian
listrik;
peralatan dan
pemanfaat tenaga i. sertifikasi peralatan
listrik; dan pemanfaat tenaga
listrik;
i. sertifikasi peralatan
dan pemanfaat tenaga j. sertifikasi kompetensi
listrik; tenaga teknik
ketenagalistrikan; atau
j. sertifikasi kompetensi
tenaga teknik k. sertifikasi badan usaha
ketenagalistrikan; atau jasa penunjang tenaga
listrik; dan
k. usaha jasa lain yang
secara langsung l. usaha jasa lain yang
berkaitan dengan secara langsung
penyediaan tenaga berkaitan dengan
listrik. penyediaan tenaga
listrik.
(2) Usaha jasa penunjang
tenaga listrik sebagaimana (2) Usaha jasa penunjang
dimaksud pada ayat (1) tenaga listrik sebagaimana
dilaksanakan oleh badan dimaksud pada ayat (1)
usaha milik negara, badan dilaksanakan oleh badan
usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan
usaha swasta, dan koperasi usaha milik daerah, badan
yang memiliki sertifikasi, usaha swasta, badan
klasifikasi, dan kualifikasi layanan umum dan
sesuai dengan ketentuan koperasi yang memiliki
peraturan perundang- sertifikasi, klasifikasi, dan
undangan. kualifikasi.
(3) Badan usaha milik negara, (3) Ketentuan lebih lanjut
badan usaha milik daerah, mengenai sertifikasi,
badan usaha swasta, dan klasifikasi, dan kualifikasi
- 104 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
koperasi dalam melakukan usaha jasa penunjang
usaha jasa penunjang tenaga listrik diatur dengan
tenaga listrik wajib Peraturan Pemerintah.
mengutamakan produk dan
potensi dalam negeri.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai sertifikasi,
klasifikasi, dan kualifikasi
usaha jasa penunjang
tenaga listrik diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
12. Pasal 18 Pasal 18 Penyesuaian Perizinan menjadi Penyederhanaan
Usaha penyediaan tenaga listrik nomenklatur. lebih sederhana, Perizinan
Usaha penyediaan tenaga listrik
cepat dan efektif Berusaha
dan usaha penunjang tenaga dan usaha penunjang tenaga
listrik sebagaimana dimaksud listrik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dilaksanakan dalam Pasal 8 dilaksanakan
setelah mendapatkan izin setelah mendapatkan Perizinan
usaha. Berusaha.
13. Pasal 19 Pasal 19 Izin terlalu rumit dan 1. Penyederhana- Penyederhanaan
banyak, perlu an jumlah izin Perizinan
(1) Izin usaha untuk (1) Perizinan Berusaha
disederhanakan menjadi 2. Pengawasan Berusaha
menyediakan tenaga listrik sebagaimana dimaksud
satu izin dengan berbagai
terdiri atas: dalam Pasal 18, diberikan yang lebih
hak kegiatan usaha.
kepada badan usaha untuk ketat karena
a. Izin usaha penyediaan
kegiatan: potensi hazard
tenaga listrik; dan
tinggi
a. usaha penyediaan
b. Izin operasi.
tenaga listrik untuk
(2) Setiap orang yang kepentingan umum;
menyelenggarakan
b. usaha penyediaan
penyediaan tenaga listrik
tenaga listrik untuk
untuk kepentingan umum
kepentingan sendiri;
wajib memiliki izin usaha
- 105 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penyediaan tenaga listrik. dan/atau
c. usaha jasa penunjang
tenaga listrik.
(2) Perizinan Berusaha untuk
kegiatan penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan
umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf a termasuk untuk
kegiatan jual beli lintas
negara.
(3) Setiap orang yang
menyelenggarakan kegiatan
usaha penyediaan tenaga
listrik untuk kepentingan
umum, usaha penyediaan
tenaga listrik untuk
kepentingan sendiri, dan
usaha jasa penunjang
tenaga listrik wajib
memiliki Perizinan
Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
14. Pasal 20 Pasal 20 Sudah diatur pada Pasal 1. Penyederhana- Penyederhanaan
10 s.d. 19 an jumlah izin Perizinan
Izin usaha penyediaan tenaga Dihapus.
Berusaha
listrik sebagaimana dimaksud 2. Pengawasan
dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a yang lebih
ditetapkan sesuai dengan jenis ketat karena
usahanya sebagaimana potensi hazard
dimaksud dalam Pasal 10 ayat tinggi
(1).
- 106 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
15. Pasal 21 Pasal 21 Dalam rangka 1. Kebijakan Penyederhanaan
menjalankan Pasal 4 ayat penyelenggara- Perizinan
Pemerintah atau pemerintah (1) Pemerintah Pusat
(1) UUD NRI 1945, yang an Berusaha
daerah sesuai dengan menetapkan Perizinan
penyelenggaraannya ketenagalistri-
kewenangannya menetapkan Berusaha.
dapat didelegasikan kan
izin usaha penyediaan tenaga (2) Pemerintah Pusat kepada Pemda. Untuk terintegrasi,
listrik. menetapkan norma, itu, kewenangan ini perlu termasuk
standar, prosedur, dan dipertegas menjadi kebijakan
kriteria berkaitan dengan kewenangan Presiden perizinan yang
Perizinan Berusaha. yang tidak didegradasi cepat, murah,
langsung melalui efektif, dan
pemberian kewenangan efisien
kepada Pemda. 2. Penolakan dari
pemerintah
daerah.
16. Pasal 22 Pasal 22 Penyesuaian Perizinan yang Penyederhanaan
Perizinan Berusaha penyediaan nomenklatur izin. lebih sederhana, Perizinan
(1) Usaha penyediaan tenaga
cepat dan efektif. Berusaha
listrik untuk kepentingan tenaga listrik untuk kepentingan
sendiri sebagaimana sendiri sebagaimana dimaksud
dimaksud dalam Pasal 19 dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b
ayat (1) huruf b diwajibkan diwajibkan untuk pembangkit
memiliki izin usaha tenaga listrik dengan kapasitas
penyediaan tenaga listrik tertentu yang diatur dengan
untuk kepentingan sendiri. Peraturan Pemerintah.
(2) Dalam hal usaha
penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan sendiri
pada pembangkit listrik
dengan kapasitas tertentu
yang terinterkoneksi
dengan pemegang izin
usaha untuk kegiatan
- 107 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan umum,
izin usaha untuk kegiatan
penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan sendiri
berupa laporan.
(3) Dalam hal usaha
penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan sendiri,
tidak terinterkoneksi
dengan pemegang izin
usaha untuk kegiatan
penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan umum,
izin usaha untuk kegiatan
penyediaan tenaga listrik
untuk kepentingan sendiri
berupa laporan.
(4) Kapasitas tertentu dan
laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri.
17. Pasal 23 Pasal 23 Dalam rangka 1. Kebijakan Penyederhanaan
menjalankan Pasal 4 ayat penyelenggara- Perizinan
(1) Izin operasi sebagaimana (1) Pelaku usaha untuk
(1) UUD NRI 1945, yang an Berusaha
dimaksud dalam Pasal 22 kegiatan penyediaan tenaga
penyelenggaraannya ketenagalistri-
ditetapkan oleh Pemerintah listrik untuk kepentingan
dapat didelegasikan kan
atau pemerintah daerah sendiri dapat menjual
kepada Pemda. Untuk terintegrasi,
sesuai dengan kelebihan tenaga listrik
itu, kewenangan ini perlu termasuk
kewenangannya. untuk dimanfaatkan bagi
dipertegas menjadi kebijakan
kepentingan umum setelah
(2) Izin operasi sebagaimana kewenangan Presiden perizinan yang
mendapat persetujuan dari
dimaksud pada ayat (1) yang tidak didegradasi cepat, murah,
- 108 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ditetapkan setelah Pemerintah. langsung melalui efektif, dan
memenuhi persyaratan (2) pemberian kewenangan efisien
Penjualan kelebihan tenaga
administratif, teknis, dan listrik untuk kepentingan kepada Pemda. 2. Penolakan dari
lingkungan. umum sebagaimana pemerintah
(3) Pemegang izin operasi dimaksud pada ayat (1) daerah.
dapat menjual kelebihan dapat dilakukan dalam hal
tenaga listrik untuk wilayah tersebut belum
dimanfaatkan bagi terjangkau oleh pemegang
kepentingan umum setelah Perizinan Berusaha untuk
mendapat persetujuan dari kegiatan penyediaan tenaga
Pemerintah atau listrik.
pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya.
18. Pasal 24 Pasal 24 Penyesuaian Perizinan menjadi Penyederhanaan
Ketentuan lebih lanjut mengenai nomenklatur izin. lebih sederhana, Perizinan
Ketentuan lebih lanjut
cepat dan efektif Berusaha
mengenai izin usaha Perizinan Berusaha untuk
penyediaan tenaga listrik dan kegiatan usaha penyediaan
izin operasi diatur dengan tenaga listrik untuk kepentingan
Peraturan Pemerintah. umum dan usaha penyediaan
tenaga listrik untuk kepentingan
sendiri diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
19. Pasal 25 Pasal 25 Tetap diperlukan 1. Penyederhana- Penyederhanaan
pengaturan mengenai an jumlah izin Perizinan
(1) Usaha jasa penunjang Penetapan Perizinan Berusaha
perizinan usaha industri 2. Pengawasan Berusaha
tenaga listrik sebagaimana industri jasa penunjang tenaga
penunjang diatur dalam
dimaksud dalam Pasal 15 listrik untuk industri yang lebih
peraturan perundang-
huruf a dan Pasal 16 ayat dilaksanakan sesuai dengan ketat karena
undangan lain.
(2) dilaksanakan setelah ketentuan peraturan potensi hazard
mendapatkan izin usaha perundang-undangan di bidang tinggi
jasa penunjang tenaga perindustrian.
listrik dari Pemerintah atau
pemerintah daerah sesuai
- 109 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dengankewenangannya.
(2) Penetapan izin usaha jasa
penunjang tenaga listrik
dan izin usaha industri
penunjang tenaga listrik
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
20. Pasal 27 Pasal 27 1. Penyesuaian Perizinan menjadi Penyederhanaan
nomenklatur izin lebih sederhana, Perizinan
(3) Untuk kepentingan umum, (1) Pelaku usaha untuk
cepat dan efektif Berusaha
pemegang izin usaha kegiatan penyediaan tenaga 2. Banyak izin lain yang
penyediaan tenaga listrik listrik untuk kepentingan terkait dengan izin di
dalam melaksanakan umum dalam sektor
usaha penyediaan tenaga melaksanakan usaha ketenagalistrikan
listrik sebagaimana penyediaan tenaga listrik yang mengenakan
dimaksud dalam Pasal 10 sebagaimana dimaksud pungutan di luar
ayat (1) berhak untuk: dalam Pasal 10 ayat (1) pajak yang nantinya
berhak untuk: akan menambah cost
a. melintasi sungai atau
dan akan di-
danau baik di atas a. melintasi sungai atau
passthrough ke BPP.
maupun di bawah danau, baik di atas
permukaan; maupun di bawah Contoh: sektor LHK
permukaan; dan PUPR
b. melintasi laut baik di
atas maupun di bawah b. melintasi laut, baik di
permukaan; atas maupun di bawah
permukaan;
c. melintasi jalan umum
dan jalan kereta api; c. melintasi jalan umum
d. masuk ke tempat dan jalan kereta api;
umum atau perorangan d. masuk ke tempat
dan menggunakannya umum atau perorangan
untuk sementara dan menggunakannya
- 110 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
waktu; untuk sementara
waktu;
e. menggunakan tanah
dan melintas di atas e. menggunakan tanah
atau di bawah tanah; dan melintas di atas
atau di bawah tanah;
f. melintas di atas atau di
bawah bangunan yang f. melintas di atas atau di
dibangun di atas atau bawah bangunan yang
di bawah tanah; dan dibangun di atas atau
di bawah tanah; dan
g. memotong dan/atau
menebang tanaman g. memotong dan/atau
yang menghalanginya. menebang tanaman
yang menghalanginya;
(4) Dalam pelaksanaan
kegiatan sebagaimana (2) Dalam pelaksanaan
dimaksud pada ayat (1), kegiatan sebagaimana
pemegang izin usaha dimaksud pada ayat (1),
penyediaan tenaga listrik pelaku usaha untuk
harus melaksanakannya kegiatan penyediaan tenaga
berdasarkan peraturan listrik harus
perundang-undangan. melaksanakannya
berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
21. Pasal 28 Pasal 28 Penyesuaian Perizinan menjadi Penyederhanaan
Pelaku usaha untuk kegiatan nomenklatur izin. lebih sederhana, Perizinan
Pemegang izin usaha
cepat dan efektif Berusaha
penyediaan tenaga listrik wajib: penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan umum wajib:
a. menyediakan tenaga listrik
yang memenuhi standar a. menyediakan tenaga listrik
mutu dan keandalan yang yang memenuhi standar
berlaku; mutu dan keandalan yang
berlaku;
b. memberikan pelayanan
yang sebaik-baiknya b. memberikan pelayanan yang
- 111 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kepada konsumen dan sebaik-baiknya kepada
masyarakat; konsumen dan masyarakat;
c. memenuhi ketentuan c. memenuhi ketentuan
keselamatan keselamatan
ketenagalistrikan; dan ketenagalistrikan; dan
d. mengutamakan produk dan d. mengutamakan produk dan
potensi dalam negeri. potensi dalam negeri.
22. Pasal 29 Pasal 29 Penyesuaian Perizinan menjadi Penyederhanaan
nomenklatur izin. lebih sederhana, Perizinan
(1) Konsumen berhak untuk: (1) Konsumen berhak untuk:
cepat dan efektif Berusaha
a. mendapat pelayanan a. mendapat pelayanan
yang baik; yang baik;
b. mendapat tenaga listrik b. mendapat tenaga listrik
secara terus-menerus secara terus-menerus
dengan mutu dan dengan mutu dan
keandalan yang baik; keandalan yang baik;
c. memperoleh tenaga c. memperoleh tenaga
listrik yang menjadi listrik yang menjadi
haknya dengan harga haknya dengan harga
yang wajar; yang wajar;
d. mendapat pelayanan d. mendapat pelayanan
untuk perbaikan untuk perbaikan
apabila ada gangguan apabila ada gangguan
tenaga listrik; dan tenaga listrik; dan
e. mendapat ganti rugi e. mendapat ganti rugi
apabila terjadi apabila terjadi
pemadaman yang pemadaman yang
diakibatkan kesalahan diakibatkan kesalahan
dan/atau kelalaian dan/atau kelalaian
pengoperasian oleh pengoperasian oleh
pemegang izin usaha pelaku usaha untuk
- 112 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penyediaan tenaga penyediaan tenaga
listrik sesuai syarat listrik untuk
yang diatur dalam kepentingan umum
perjanjian jual beli sesuai syarat yang
tenaga listrik. diatur dalam perjanjian
jual beli tenaga listrik.
(2) Konsumen wajib:
(2) Konsumen wajib:
a. Melaksanakan
pengamanan terhadap a. melaksanakan
bahaya yang mungkin pengamanan terhadap
timbul akibat bahaya yang mungkin
pemanfaatan tenaga timbul akibat
listrik; pemanfaatan tenaga
listrik;
b. menjaga keamanan
instalasi tenaga listrik b. menjaga keamanan
milik konsumen; instalasi tenaga listrik
milik konsumen;
c. memanfaatkan tenaga
listrik sesuai dengan c. memanfaatkan tenaga
peruntukannya; listrik sesuai dengan
peruntukannya;
d. membayar tagihan
pemakaian tenaga d. membayar tagihan
listrik; dan pemakaian tenaga
listrik; dan
e. menaati persyaratan
teknis di bidang e. menaati persyaratan
ketenagalistrikan. teknis di bidang
ketenagalistrikan.
(3) Konsumen bertanggung
jawab apabila karena (3) Konsumen bertanggung
kelalaiannya jawab apabila karena
mengakibatkan kerugian kelalaiannya
pemegang izin usaha mengakibatkan kerugian
penyediaan tenaga listrik. pelaku usaha untuk
kegiatan penyediaan tenaga
(4) Ketentuan lebih lanjut
- 113 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mengenai tanggung jawab listrik.
konsumen sebagaimana (4) Ketentuan lebih lanjut
dimaksud pada ayat (3) mengenai tanggung jawab
diatur dengan Peraturan konsumen sebagaimana
Menteri. dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
23. Pasal 30 Pasal 30 Penyesuaian Perizinan menjadi Penyederhanaan
Penggunaan tanah oleh nomenklatur izin. lebih sederhana, Perizinan
(1) Penggunaan tanah oleh (1)
cepat dan efektif Berusaha
pemegang izin usaha pelaku usaha untuk
penyediaan tenaga listrik kegiatan penyediaan tenaga
untuk melaksanakan listrik untuk melaksanakan
haknya sebagaimana haknya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 dimaksud dalam Pasal 27
dilakukan dengan dilakukan dengan
memberikan ganti rugi hak memberikan ganti rugi hak
atas tanah atau atas tanah atau
kompensasi kepada kompensasi kepada
pemegang hak atas tanah, pemegang hak atas tanah,
bangunan, dan tanaman bangunan, dan tanaman
sesuai dengan ketentuan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- peraturan perundang-
undangan. undangan.
(2) Ganti rugi hak atas tanah (2) Ganti rugi hak atas tanah
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan pada ayat (1) diberikan
untuk tanah yang untuk tanah yang
dipergunakan secara dipergunakan secara
langsung oleh pemegang langsung oleh pemegang
izin usaha penyediaan Perizinan Berusaha untuk
tenaga listrik dan kegiatan penyediaan tenaga
bangunan serta tanaman di listrik dan bangunan serta
- 114 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
atas tanah. tanaman di atas tanah.
(3) Kompensasi sebagaimana (3) Kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
diberikan untuk diberikan untuk
penggunaan tanah secara penggunaan tanah secara
tidak langsung oleh tidak langsung oleh pelaku
pemegang izin usaha usaha untuk kegiatan
penyediaan tenaga listrik penyediaan tenaga listrik
yang mengakibatkan yang mengakibatkan
berkurangnya nilai berkurangnya nilai
ekonomis atas tanah, ekonomis atas tanah,
bangunan, dan tanaman bangunan, dan tanaman
yang dilintasi transmisi yang dilintasi transmisi
tenaga listrik. tenaga listrik.
(4) Ketentuan lebih lanjut (4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai perhitungan mengenai perhitungan
kompensasi sebagaimana kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dimaksud pada ayat (3)
diaturdengan Peraturan diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Pemerintah.
(5) Dalam hal tanah yang (5) Dalam hal tanah yang
digunakan pemegang izin digunakan pelaku usaha
usaha penyediaan tenaga untuk kegiatan penyediaan
listrik terdapat bagian- tenaga listrik terdapat
bagian tanah yang dikuasai bagian tanah yang dikuasai
oleh pemegang hak atas oleh pemegang hak atas
tanah atau pemakai tanah tanah atau pemakai tanah
negara, sebelum memulai negara, sebelum memulai
kegiatan, pemegang izin kegiatan, pelaku usaha
usaha penyediaan tenaga untuk kegiatan penyediaan
listrik wajib menyelesaikan tenaga listrik wajib
masalah tanah tersebut menyelesaikan masalah
sesuai dengan ketentuan tanah tersebut sesuai
- 115 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
peraturan perundang- dengan ketentuan
undangan di bidang peraturan perundang-
pertanahan. undangan di bidang
pertanahan.
(6) Dalam hal tanah yang
digunakan pemegang izin (6) Dalam hal tanah yang
usaha penyediaan tenaga digunakan pelaku usaha
listrik terdapat tanah untuk kegiatan penyediaan
ulayat, penyelesaiannya tenaga listrik terdapat
dilakukan berdasarkan tanah ulayat,
peraturan perundang- penyelesaiannya dilakukan
undangan di bidang berdasarkan peraturan
pertanahan dengan perundang-undangan di
memperhatikan ketentuan bidang pertanahan dengan
hukum adat setempat. memperhatikan ketentuan
hukum adat setempat.

24. Pasal 32 Pasal 32 Penyesuaian Perizinan menjadi Penyederhanaan


Penetapan dan tata cara nomenklatur izin. lebih sederhana, Perizinan
(1) Penetapan dan tata cara (1)
cepat dan efektif Berusaha
pembayaran ganti rugi hak pembayaran ganti rugi hak
atas tanah atau atas tanah atau
kompensasi sebagaimana kompensasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 dimaksud dalam Pasal 30
dilakukan sesuai dengan dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan ketentuan peraturan
perundang-undangan. perundang-undangan.
(2) Ganti rugi hak atas tanah (2) Ganti rugi hak atas tanah
atau kompensasi atau kompensasi
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 dibebankan dalam Pasal 30 dibebankan
kepada pemegang izin kepada pelaku usaha
usaha penyediaan tenaga untuk kegiatan penyediaan
listrik. tenaga listrik.
- 116 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
25. Pasal 33 Pasal 33 Disesuaikan dgn Penolakan dari Penyederhanaan
menghapus kewenangan pemerintah daerah Perizinan
(1) Harga jual tenaga listrik (1) Harga jual tenaga listrik
dan sewa jaringan tenaga Pemda. (-) Berusaha
dan sewa jaringan tenaga
listrik ditetapkan listrik ditetapkan
berdasarkan prinsip usaha berdasarkan prinsip usaha
yang sehat. yang sehat.
(2) Pemerintah atau (2) Pemerintah Pusat
pemerintah daerah sesuai memberikan persetujuan
dengan kewenangannya atas harga jual tenaga
memberikan persetujuan listrik dan sewa jaringan
atas harga jual tenaga tenaga listrik.
listrik dan sewa jaringan (3) Dihapus.
tenaga listrik.
(3) Pemegang izin usaha
penyediaan tenaga listrik
dilarang menerapkan harga
jual tenaga listrik dan sewa
jaringan tenaga listrik
tanpa persetujuan
Pemerintah atau
pemerintah daerah.
26. Pasal 34 Pasal 34 Disesuaikan dgn Penolakan dari Penyederhanaan
(1) Pemerintah sesuai dengan (1) Pemerintah Pusat menghapus kewenangan pemerintah daerah Perizinan
menetapkan tarif tenaga Pemda. Berusaha
kewenangannya
menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen.
listrik untuk konsumen (2) Tarif tenaga listrik untuk
dengan persetujuan Dewan konsumen sebagaimana
Perwakilan Rakyat dimaksud pada ayat (1),
Republik Indonesia. ditetapkan dengan
(2) Pemerintah daerah sesuai memperhatikan
dengan kewenangannya keseimbangan kepentingan
- 117 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menetapkan tarif tenaga nasional, daerah,
listrik untuk konsumen konsumen, dan pelaku
dengan persetujuan Dewan usaha penyediaan tenaga
Perwakilan Rakyat Daerah listrik.
berdasarkan pedoman yang (3) Tarif tenaga listrik untuk
ditetapkan oleh konsumen sebagaimana
Pemerintah. dimaksud pada ayat (1)
(3) Dalam hal pemerintah dapat ditetapkan secara
daerah tidak dapat berbeda di setiap daerah
menetapkan tarif tenaga dalam suatu wilayah
listrik sebagaimana usaha.
dimaksud pada ayat (2),
Pemerintah menetapkan
tarif tenaga listrik untuk
daerah tersebut dengan
persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia.
(4) Tarif tenaga listrik untuk
konsumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3)
ditetapkan dengan
memperhatikan
keseimbangan kepentingan
nasional, daerah,
konsumen, dan pelaku
usaha penyediaan tenaga
listrik.
(5) Tarif tenaga listrik untuk
konsumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dapat ditetapkan
- 118 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
secara berbeda di setiap
daerah dalam suatu
wilayah usaha.
27. Pasal 35 Pasal 35 a. Disesuaikan dgn Penolakan dari Penyederhanaan
menghapus pemerintah daerah Perizinan
Pemegang izin usaha Pelaku usaha untuk kegiatan
kewenangan Pemda Berusaha
penyediaan tenaga listrik penyediaan tenaga listrik
dilarang menerapkan tarif dilarang menerapkan tarif b. Penyesuaian
tenaga listrik untuk konsumen tenaga listrik untuk konsumen nomenklatur izin
yang tidak sesuai dengan yang tidak sesuai dengan
penetapan Pemerintah atau penetapan Pemerintah Pusat
pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34.
Pasal 34.
28. Pasal 37 Pasal 37 Penyesuaian Perizinan menjadi Penyederhanaan
Jual beli tenaga listrik lintas nomenklatur izin. lebih sederhana, Perizinan
Jual beli tenaga listrik lintas
cepat dan efektif Berusaha
negara dilakukan oleh negara dilakukan oleh pelaku
pemegang izin usaha usaha untuk kegiatan
penyediaan tenaga listrik penyediaan tenaga listrik
berdasarkan izin Pemerintah. berdasarkan Perizinan
Berusaha.
29. Pasal 44 Pasal 44 Dalam rangka Perizinan menjadi Penyederhanaan
melakukan lebih sederhana, Perizinan
(1) Setiap kegiatan usaha (1) Setiap kegiatan usaha
penyeragaman terhadap cepat dan efektif Berusaha
ketenagalistrikan wajib ketenagalistrikan wajib
besaran kapasitas
memenuhi ketentuan memenuhi ketentuan
pembangkit yang
keselamatan keselamatan
memerlukan SLO
ketenagalistrikan. ketenagalistrikan.
(Perizinan berusaha) atau
(2) Ketentuan keselamatan (2) Ketentuan keselamatan standar.
ketenagalistrikan ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bertujuan pada ayat (1) bertujuan
untuk mewujudkan untuk mewujudkan
- 119 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kondisi: kondisi:
a. andal dan aman bagi a. andal dan aman bagi
instalasi; instalasi;
b. aman dari bahaya bagi b. aman dari bahaya bagi
manusia dan makhluk manusia dan makhluk
hidup lainnya; dan hidup lainnya; dan
c. ramah lingkungan. c. ramah lingkungan.
(3) Ketentuan keselamatan (3) Ketentuan keselamatan
ketenagalistrikan ketenagalistrikan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi: pada ayat (1) meliputi:
d. pemenuhan a. pemenuhan
standardisasi peralatan standardisasi peralatan
dan pemanfaat tenaga dan pemanfaat tenaga
listrik; listrik;
e. pengamanan instalasi b. pengamanan instalasi
tenaga listrik; dan tenaga listrik; dan
f. pengamanan pemanfaat c. pengamanan pemanfaat
tenaga listrik. tenaga listrik.
(4) Setiap instalasi tenaga (4) Setiap instalasi tenaga
listrik yang beroperasi listrik yang beroperasi
wajib memiliki sertifikat wajib memiliki sertifikat
laik operasi. laik operasi.
(5) Setiap peralatan dan (5) Setiap peralatan dan
pemanfaat tenaga listrik pemanfaat tenaga listrik
wajib memenuhi ketentuan wajib memenuhi ketentuan
standar nasional Indonesia. standar nasional Indonesia.
(6) Setiap tenaga teknik dalam (6) Setiap tenaga teknik dalam
usaha ketenagalistrikan usaha ketenagalistrikan
wajib memiliki sertifikat wajib memiliki sertifikat
- 120 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kompetensi. kompetensi.
(7) Ketentuan mengenai (7) Ketentuan mengenai
keselamatan keselamatan
ketenagalistrikan, sertifikat ketenagalistrikan, sertifikat
laik operasi, standar laik operasi, standar
nasional Indonesia, dan nasional Indonesia, dan
sertifikat kompetensi sertifikat kompetensi
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai pada ayat (1) sampai
dengan ayat (6) diatur dengan ayat (6) diatur
dengan Peraturan dengan Peraturan
Pemerintah Pemerintah.
30. Pasal 45 Pasal 45 Pengaturan mengenai 1. Pemanfaatan Penyederhanaan
izin pemanfaatan untuk Perizinan
(1) Pemanfaatan jaringan (1) Pemanfaatan jaringan
jaringan mempersulit kepentingan Berusaha
tenaga listrik untuk tenaga listrik untuk
kepentingan kepentingan telekomunikasi,
kepentingan kepentingan
telekomunikasi, multimedia,
telekomunikasi, telekomunikasi,
multimedia, dan dan
multimedia, dan multimedia, dan
informatika. informatika
informatika hanya dapat informatika hanya dapat
lebih mudah
dilakukan sepanjang tidak dilakukan sepanjang tidak
mengganggu kelangsungan mengganggu kelangsungan 2. Potensi hazard
penyediaan tenaga listrik. penyediaan tenaga listrik. tinggi
(2) Pemanfaatan jaringan (2) Pemanfaatan jaringan
tenaga listrik sebagaimana tenaga listrik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dilakukan hanya dapat dilakukan
dengan persetujuan pemilik dengan persetujuan pemilik
jaringan. jaringan.
(3) Pemanfaatan jaringan (3) Pemilik jaringan
tenaga listrik sebagaimana sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (1) pada ayat (2)
dilakukan berdasarkan izin menyampaikan laporan
- 121 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemanfaatan jaringan yang kepada Pemerintah.
diberikan oleh Pemerintah (4) Ketentuan lebih lanjut
atau pemerintah daerah mengenai pemanfaatan
sesuai dengan jaringan tenaga listrik
kewenangannya. sebagaimana dimaksud
(4) Ketentuan lebih lanjut pada ayat (1), ayat (2), dan
mengenai pemanfaatan ayat (3) diatur dengan
jaringan tenaga listrik Peraturan Pemerintah
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
31. Pasal 46 Pasal 46 a. Kewenangan 1. Kendali Penyederhanaan
pembinaan dan Pemerintah Perizinan
(1) Pemerintah atau (1) Pemerintah melakukan
pengawasan lebih besar Berusaha
pemerintah daerah sesuai pembinaan dan
diselenggarakan oleh dalam
dengan kewenangannya pengawasan terhadap
Pemerintah. pembinaan dan
melakukan pembinaan dan usaha penyediaan tenaga
pengawasan
pengawasan terhadap listrik dalam hal: b. Pemerintah dapat
usaha penyediaan tenaga mendelegasikan 2. Beban
a. penyediaan dan
listrik dalam hal: kewenangan pembinaan dan
pemanfaatan sumber
pembinaan dan pengawasan
a. penyediaan dan energi untuk
pengawasan kepada oleh
pemanfaatan sumber pembangkit tenaga
pemerintah daerah. Pemerintah
energi untuk listrik;
tinggi
pembangkit tenaga b. pemanfaatan jaringan
listrik; tenaga listrik untuk
b. pemenuhan kecukupan kepentingan
pasokan tenaga listrik; telekomunikasi,
multimedia, dan
c. pemenuhan persyaratan
informatika;
keteknikan;
c. pemenuhan kecukupan
d. pemenuhan aspek
pasokan tenaga listrik;
perlindungan
- 122 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lingkungan hidup; d. pemenuhan
persyaratan
e. pengutamaan
keteknikan;
pemanfaatan barang
dan jasa dalam negeri; e. pemenuhan aspek
perlindungan
f. penggunaan tenaga
lingkungan hidup;
kerja asing;
f. pengutamaan
g. pemenuhan tingkat
pemanfaatan barang
mutu dan keandalan
dan jasa dalam negeri;
penyediaan tenaga
listrik; g. penggunaan tenaga
kerja asing;
h. pemenuhan persyaratan
perizinan; h. pemenuhan tingkat
mutu dan keandalan
i. penerapan tarif tenaga
penyediaan tenaga
listrik; dan
listrik;
j. pemenuhan mutu jasa
i. pemenuhan
yang diberikan oleh
persyaratan perizinan;
usaha penunjang
tenaga listrik. j. penerapan tarif tenaga
listrik; dan
(2) Dalam melakukan
pengawasan sebagaimana k. pemenuhan mutu jasa
dimaksud pada ayat (1), yang diberikan oleh
Pemerintah dan usaha penunjang
pemerintah daerah dapat: tenaga listrik.
a. melakukan inspeksi (2) Dalam melakukan
pengawasan di pengawasan sebagaimana
lapangan; dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah Pusat dapat:
b. meminta laporan
pelaksanaan usaha di a. melakukan inspeksi
bidang pengawasan di
ketenagalistrikan; lapangan;
- 123 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. melakukan penelitian b. meminta laporan
dan evaluasi atas pelaksanaan usaha di
laporan pelaksanaan bidang
usaha di bidang ketenagalistrikan;
ketenagalistrikan; dan c. melakukan penelitian
d. memberikan sanksi dan evaluasi atas
administratif terhadap laporan pelaksanaan
pelanggaran ketentuan usaha di bidang
perizinan. ketenagalistrikan; dan
(3) Dalam melaksanakan d. memberikan sanksi
pengawasan keteknikan administratif terhadap
sebagaimana dimaksud pelanggaran ketentuan
pada ayat (1), Pemerintah perizinan berusaha.
dan pemerintah daerah (3) Dalam melaksanakan
dibantu oleh inspektur pengawasan keteknikan
ketenagalistrikan dan/atau sebagaimana dimaksud
Penyidik Pegawai Negeri
pada ayat (1), Pemerintah
Sipil. Pusat dibantu oleh
(4) Ketentuan lebih lanjut inspektur ketenagalistrikan
mengenai pembinaan dan dan/atau Penyidik Pegawai
pengawasan diatur dengan Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah. (4) Pemerintah Pusat dapat
mendelegasikan
kewenangan pembinaan
dan pengawasan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada
pemerintah daerah.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembinaan dan
pengawasan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
- 124 -
1h. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA - SEKTOR KETENAGANUKLIRAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 10 Tahun1997 tentang Ketenaganukliran
1. Norma Baru Pasal 2A Penyederhanaan
Perizinan
Pemerintah Pusat berwenang
Berusaha
memberikan Fperizinan
Berusaha terkait
ketenaganukliran.
2. Pasal 4 Pasal 4 Perizinan dan 1. Kegiatan usaha Penyederhanaan
pengawasan ketenaganuk- Perizinan
(1) Pemerintah membentuk (1) Pemerintah Pusat
pemanfaatan liran jelas dan Berusaha
Badan Pengawas yang membentuk Badan
ketenaganukliran pasti.
berada di bawah dan Pengawas yang berada di
dilaksanakan oleh Badan 2. Pemanfaatan
bertanggung jawab bawah dan bertanggung
Pengawas (BAPETEN).
langsung kepada Presiden, jawab langsung kepada tenaga nuklir
yang bertugas Presiden. Kewenangan lain yang demi
melaksanakan pengawasan (2) dimaksud misalnya kepentingan
Untuk melaksanakan tugas
terhadap segala kegiatan melakukan inspeksi nasional dapat
sebagaimana dimaksud
pemanfaatan tenaga nuklir. terhadap pemanfaatan berjalan.
pada ayat (1), Badan
tenaga nuklir.
(2) Untuk melaksanakan tugas Pengawas 3. Risiko negatif
sebagaimana dimaksud menyelenggarakan pemanfaatan
pada ayat (1), Badan peraturan dan kewenangan tenaga nuklir
Pengawas lain yang ditugaskan oleh bagi K3L.
menyelenggarakan Presiden. 4. Konsep
peraturan, perizinan, dan pemberian izin
inspeksi. kepada petugas
tertentu yang
bekerja di
sektor
ketenaganuklir-
an menunggu
perkembangan
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pembentukan
SKKNI untuk
masing-masing
petugas
tertentu
tersebut.
3. Pasal 9 Pasal 9 Penyederhanaan Penyederhanaan
Perizinan
(1) Penyelidikan umum, (1) Bahan Galian Nuklir pengaturan Bahan
Galian Nuklir dan Berusaha
eksplorasi, dan eksploitasi dikuasai oleh negara.
bahan galian nuklir hanya (2) sinkronisasi dengan
Pemerintah Pusat
dilaksanakan oleh Badan Undang-Undang Minerba
menetapkan wilayah usaha
Pelaksana. pertambangan Bahan
(2) Badan Pelaksana Galian Nuklir sesuai
sebagaimana dimaksud dengan ketentuan
pada ayat (1) dapat bekerja peraturan perundang-
sama dengan Badan Usaha undangan.
Milik Negara, koperasi, (3) Ketentuan lebih lanjut
badan swasta, dan/atau mengenai bahan galian
badan lain. nuklir diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
4. Norma Baru Pasal 9A Bahan galian nuklir Penyederhanaan
adalah sumber daya Perizinan
(1) Pemerintah Pusat dapat
alam yang dikuasai Berusaha
menetapkan badan usaha
negara karena
yang melakukan kegiatan
merupakan mineral yang
pertambangan Bahan
strategis untuk energi
Galian Nuklir sebagaimana
masa depan.
dimaksud dalam Pasal 9.
(2) Badan usaha sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
wajib memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pusat.
(3) Pertambangan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) termasuk
pertambangan yang
menghasilkan mineral
ikutan radioaktif.
(4) Badan usaha pemegang
Perizinan Berusaha
pertambangan mineral dan
batubara yang
menghasilkan Mineral
Ikutan Radioaktif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib
mengolah dan/atau
menyimpan sementara
Mineral Ikutan Radioaktif
sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan
Berusaha diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Pasal 10 Pasal 10 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Produksi dan/atau Dihapus.
Berusaha
pengadaan bahan baku
untuk pembuatan bahan
bakar nuklir hanya
dilaksanakan oleh Badan
Pelaksana.
(2) Badan Pelaksana
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat bekerja
sama dengan Badan Usaha
Milik Negara, koperasi,
dan/atau badan swasta.
(3) Penggunaan spektrum
frekuensi radio dan orbit
satelit harus sesuai dengan
peruntukannya dan tidak
saling mengganggu.
(4) Pemerintah melakukan
pengawasan dan
pengendalian penggunaan
spektrum frekuensi radio
dan orbit satelit.
(5) Ketentuan penggunaan
spektrum frekuensi radio
dan orbit satelit yang
digunakan dalam
penyelenggaraan
telekomunikasi diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
6. Pasal 14 Pasal 14 Pengawasan untuk jenis Penyederhanaan
terhadap obyek ketenaganukliran Perizinan
(1) Pengawasan terhadap (1) Pengawasan
pemanfaatan tenaga nuklir dengan risiko rendah Berusaha
pemanfaatan tenaga nuklir
dilaksanakan oleh Badan dilaksanakan oleh dapat dikoordinasikan/
Pengawas. Pemerintah Pusat. dilakukan oleh pihak lain
(2) Pengawasan sebagaimana (2) Pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan melalui dilaksanakan melalui
peraturan, perizinan, dan peraturan, perizinan, dan
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
inspeksi. inspeksi.
7. Pasal 17 Pasal 17 Menyesuaikan dengan 1. Memastikan Penyederhanaan
UU No 24 Tahun 2018 integrasi dengan Perizinan
(1) Setiap pemanfaatan tenaga (1) Setiap kegiatan UU No 24 Tahun Berusaha
nuklir wajib memiliki izin, pemanfaatan tenaga nuklir 2018.
kecuali dalam hal-hal wajib memenuhi Perizinan 2. Diperlukan
tertentu yang diatur lebih Berusaha dari Pemerintah penyelarasan/re
lanjut dengan Peraturan Pusat, kecuali dalam hal visi Peraturan
Pemerintah. tertentu yang diatur Pemerintah di
dengan Peraturan bidang
(2) Pembangunan dan
Pemerintah. ketenaganuklira
pengoperasian reaktor
nuklir dan instalasi nuklir (2) Pembangunan dan n seperti PP No
lainnya serta pengoperasian reaktor 29 Tahun 2008
dekomisioning reaktor nuklir dan instalasi nuklir dan PP No 2
nuklir wajib memiliki izin. lainnya serta Tahun 2014.
dekomisioning reaktor
(3) Syarat-syarat dan tata cara
nuklir wajib memenuhi
perizinan sebagaimana
Perizinan Berusaha dari
dimaksud pada ayat (1) dan
Pemerintah Pusat.
ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan (3) Dalam hal kegiatan
Pemerintah. pemanfaatan tenaga nuklir
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1),
pembangunan,
pengoperasian reactor
nuklir sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh instansi
Pemerintah Pusat harus
memperoleh persetujuan
dari Pemerintah Pusat.
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Syarat-syarat dan tata cara
Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
8. Pasal 18 Pasal 18 Setiap Perizinan Penyederhanaan
Berusaha dikenakan Perizinan
(1) Setiap izin sebagaimana Dihapus.
biaya dan masuk PNBP. Berusaha
dimaksud dalam Pasal 17
dikenakan biaya.
(2) Besar biaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan
Keputusan Menteri
Keuangan.
9. Pasal 20 Pasal 20 Pemerintah Pusat Penyederhanaan
mendelegasikan Perizinan
(1) Inspeksiterhadap instalasi (1) Inspeksi terhadap instalasi
wewenangnya kepada Berusaha
nuklir dan instalasi yang nuklir dan instalasi yang
Badan Pengawas yang
memanfaatkan radiasi memanfaatkan radiasi
selama ini sudah
pengion dilaksanakan oleh pengion dilaksanakan oleh
melaksanakan inspeksi
Badan Pengawas dalam Pemerintah Pusat.
melalui inspektur yang
rangka pengawasan Penjelasan Pasal 20 ayat diangkat dan
terhadap ditaatinya syarat- (1): diberhentikan oleh
syarat dalam perizinan dan
Inspeksi dalam rangka Badan Pengawas.
peraturan
perundangundangan di pengawasan terhadap
bidang keselamatan nuklir. ditaatinya syarat-syarat
dalam perizinan dan
(2) Inspeksi sebagaimana peraturan Perundang-
dimaksud pada ayat undangan di bidang
dilaksanakan oleh keselamatan nuklir.
inspektur yang diangkat
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan diberhentikan oleh
Badan Pengawas. (2) Ketentuan lebih lanjut
(3) Inspeksi sebagaimana mengenai inspeksi
dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud
dilaksanakan secara pada ayat (1) diatur dengan
berkala dan sewaktu- Peraturan Pemerintah.
waktu.
10. Pasal 25 Pasal 25 Konsisten dengan Pasal Penyederhanaan
13 yang hanya Perizinan
(1) Badan Pelaksana (1) Pemerintah Pusat
berkonsultasi dengan Berusaha
menyediakan tempat menyediakan tempat
DPR bukan sebuah
penyimpanan lestari penyimpanan lestari
persetujuan.
limbah radioaktif tingkat limbah radioaktif tingkat
tinggi. tinggi.
(2) Penentuan tempat (2) Penentuan tempat
penyimpanan lestari penyimpanan lestari
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan pada ayat (1) ditetapkan
oleh Pemerintah setelah oleh Pemerintah Pusat.
mendapat persetujuan Penjelasan Pasal 25 Ayat
Dewan Perwakilan Rakyat (1) dan ayat (2):
Republik Indonesia.
Penentuan tempat
penyimpanan lestari
limbah radioaktif tingkat
tinggi perlu konsultasi
Dewan Perwakilan Rakyat
Republik Indonesia karena
menyangkut perubahan
suatu daerah yang semula
dapat dimanfaatkan
menjadi suatu daerah yang
sama sekali tidak dapat
dimanfaatkan untuk
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kepentingan lain. Limbah
radioaktif yang berasal dari
luar negeri tidak diizinkan
disimpan di wilayah
hukum Republik Indonesia.
1i. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA – SEKTOR PERINDUSTRIAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
1. Pasal 50 Pasal 50 1. Sesuai dengan arahan Pelaksanaan Penyederhanaan
Presiden, bahwa standardisasi Perizinan
(1) MenterSi melakukan (1) Pemerintah Pusat
politik hukum dalam industri khususnya Berusaha
perencanaan, pembinaan, melakukan perencanaan,
penyusunan RUU dalam rangka
pengembangan, dan pembinaan, pengembangan,
Cipta Kerja salah perizinan berusaha
pengawasan Standardisasi dan pengawasan
satunya adalah terkait mudah terkontrol
Industri. Standardisasi Industri.
penataan oleh Pemerintah
(2) Standardisasi Industri (2) Standardisasi Industri kewenangan. karena Presiden
diselenggarakan dalam diselenggarakan dalam wujud Kewenangan selaku Pemerintah
wujud SNI, spesifikasi SNI, spesifikasi teknis, Menteri/pimpinan memiliki
teknis, dan/atau pedoman dan/atau pedoman tata cara. Lembaga,gubernur,da kewenangan untuk
tata cara. n/atau menentukan arah
(3) SNI, spesifikasi teknis,
(3) SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata cara bupati/walikota perlu kebijakan dalam
dan/atau pedoman tata berlaku di seluruh wilayah ditata kembali rangka percepatan
cara berlaku di seluruh Negara Kesatuan Republik berdasarkan prinsip investasi dan
wilayah Negara Kesatuan Indonesia. perizinan berusaha pertumbuhan
Republik Indonesia. berbasis risiko dan ekonomi.
menerapkan
penggunaan teknologi
informasi dalam
pemberian perizinan
(misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).
2. Sehingga Pasal 50 ini
perlu disesuaikan
dengan mengubah
kewenangan
melakukan
perencanaan,
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pembinaan,
pengembangan, dan
pengawasan
Standardisasi Industri
yang sebelumnya
merupakan
kewenangan Menteri
direformulasi menjadi
kewenangan
Pemerintah.
2. Pasal 57 Pasal 57 1. Politik Hukum dalam 1. Memberikan Penyederhanaan
penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Penerapan SNI secara (1) Penerapan SNI secara
Cipta Kerja salah Pemerintah Berusaha
sukarela sebagaimana sukarela sebagaimana
satunya adalah terkait Pusat dalam
dimaksud dalam Pasal 51 dimaksud dalam Pasal 51
penataan mengambil
dan pemberlakuan SNI, dan pemberlakuan SNI,
kewenangan. kebijakan
spesifikasi teknis, dan/atau spesifikasi teknis, dan/atau
mengikuti
pedoman tata cara secara pedoman tata cara secara 2. Sehingga Pasal 57 ini
dinamika
wajib sebagaimana wajib sebagaimana perlu disesuaikan
dimaksud dalam Pasal 52 dimaksud dalam Pasal 52 dengan mengubah masyarakat dan
global yang
dilakukan melalui penilaian dilakukan melalui penilaian Kewenangan
semakin cepat.
kesesuaian. kesesuaian. pembinaan dan
pengawasan terhadap 2. Perizinan
(2) Penilaian kesesuaian SNI (2) Penilaian kesesuaian SNI
lembaga penilaian mudah
yang diterapkan secara yang diterapkan secara
kesesuaian yang terkontrol oleh
sukarela sebagaimana sukarela sebagaimana
sebelumnya Pemerintah
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
merupakan karena Presiden
dilakukan oleh lembaga dilakukan oleh lembaga
kewenangan Menteri selaku
penilaian kesesuaian yang penilaian kesesuaian yang
direformulasi menjadi Pemerintah
telah terakreditasi. telah terakreditasi.
kewenangan memiliki
(3) Penilaian kesesuaian SNI, (3) Penilaian kesesuaian SNI, Pemerintah Pusat. kewenangan
spesifikasi teknis, dan/atau spesifikasi teknis, dan/atau untuk
pedoman tata cara yang pedoman tata cara yang 3. Selanjutnya di ayat (3) menentukan
diubah menjadi
diberlakukan secara wajib diberlakukan secara wajib arah kebijakan
“dilakukan oleh
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada lembaga penilaian khususnya
pada ayat (1) dilakukan oleh ayat (1) dilakukan oleh kesesuaian yang telah dalam dalam
lembaga penilaian lembaga penilaian terakreditasi dan rangka
kesesuaian yang telah kesesuaian yang telah ditunjuk oleh percepatan
terakreditasi dan ditunjuk terakreditasi dan terdaftar Pemerintah Pusat”. investasi dan
oleh Menteri. oleh pemerintah pusat. Hal ini karena sesuai pertumbuhan
dengan prinsip RUU ekonomi.
(4) Pembinaan dan (4) Ketentuan lebih lanjut
Cipta Kerja bahwa
pengawasan terhadap mengenai pembinaan dan
penilaian terhadap
lembaga penilaian pengawasan terhadap
standar, spesifikasi
kesesuaian sebagaimana lembaga penilaian
teknis dan sebagainya
dimaksud pada ayat (3) kesesuaian diatur dalam
dapat dilakukan oleh
dilakukan oleh Menteri. Peraturan Pemerintah.
pihak yang
berkompeten
menangani hal
tersebut.
4. Pengaturan lebih
lanjut didelegasikan
melalui Peraturan
Pemerintah agar
memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat
dalam mengambil
kebijakan mengikuti
dinamika masyarakat
dan global yang
semakin cepat. Jika
tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan
kesulitan berkompetisi
dengan negara
tetangga.

3. Pasal 59 Pasal 59 1. Selain dilakukan oleh Pengawasan akan Penyederhanaan


Menteri, pengawasan berjalan lebih Perizinan
Menteri mengawasi pelaksanaan (1) Pemerintah Pusat
atas pelaksanaan efektif karena Berusaha
seluruh rangkaian penerapan mengawasi pelaksanaan
seluruh rangkaian dilakukan oleh
SNI sebagaimana dimaksud seluruh rangkaian
penerapan SNI lembaga yang
dalam Pasal 51 ayat (2) dan ayat penerapan SNI sebagaimana
seharusnya dapat berkompeten dalam
(3) dan pemberlakuan SNI, dimaksud dalam Pasal 51
menangani
spesifikasi teknis, dan/atau ayat (2) dan ayat (3) dan dilakukan oleh
kegiatan tersebut.
pedoman tata cara secara wajib pemberlakuan SNI, lembaga yang
sebagaimana dimaksud dalam spesifikasi teknis, dan/atau berkompeten yang
Pasal 52. pedoman tata cara secara diberikan tugas dan
wajib sebagaimana wewenang untuk
dimaksud dalam Pasal 52.
melakukan penilaian
(2) Dalam melaksanakan kesesuaian.
kewenangan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada 2. Tujuannya agar
ayat (1), Pemerintah Pusat pengawasan terhadap
dapat bekerjasama dengan penerapan SNI dapat
lembaga terakreditasi. berjalan lebih efektif
karena dilakukan oleh
lembaga yang
berkompeten yang
memang diberikan
wewenang untuk
melakukan kegiatan
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana
disebutkan.
3. Sehingga pasal ini
diusulkan untuk
diubah dan
disesuaikan dengan
konsep penerapan
OSS dalam rangka
kemudahan perizinan
berusaha dan
terjaganya kestabilan
iklim berusaha.

4. Pasal 84 Pasal 84 1. Politik hukum dalam 1. Memberikan Penyederhanaan


(1) Industri Strategis dikuasai (1) Industri Strategis dikuasai penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Cipta Kerja salah Pemerintah Berusaha
oleh negara. oleh negara.
satunya adalah terkait Pusat dalam
(2) Industri Strategis (2) Industri Strategis
penataan mengambil
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada
kewenangan. kebijakan
pada ayat (1) terdiri atas ayat (1) terdiri atas Industri
Industri yang: yang: mengikuti
2. Kewenangan
dinamika
a. memenuhi kebutuhan a. memenuhi kebutuhan sebagaimana disebut
masyarakat dan
yang penting bagi yang penting bagi pada ayat (6) yang
global yang
kesejahteraan rakyat kesejahteraan rakyat sebelumnya
semakin cepat.
atau menguasai hajat atau menguasai hajat merupakan
hidup orang banyak; hidup orang banyak; kewenangan Menteri 2. Pemerintah
b. meningkatkan atau b. meningkatkan atau direformulasi menjadi dapat
menghasilkan nilai menghasilkan nilai kewenangan mengontrol
tambah sumber daya tambah sumber daya Pemerintah Pusat. kebijakan sektor
alam strategis; alam strategis; dan/atau 3. Selain perindustrian
itu, politik
dan/atau dalam rangka
c. mempunyai kaitan hukum dalam
dengan kepentingan percepatan
penyusunan RUU
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. mempunyai kaitan pertahanan serta Cipta Kerja antara lain investasi dan
dengan kepentingan keamanan negara. juga menyesuaikan kemudahan
pertahanan serta (3) Penguasaan nomenklatur perizinan berusaha.
Industri
keamanan negara. yang ada dalam setiap
Strategis oleh negara
(3) Penguasaan Industri sebagaimana dimaksud pada Undang-Undang
Strategis oleh negara ayat (1) dilakukan melalui: dengan rumusan yang
sebagaimana dimaksud bersifat general yakni
a. pengaturan kepemilikan;
pada ayat (1) dilakukan Perizinan Berusaha,
melalui: b. penetapan kebijakan; sehingga memberikan
a. pengaturan c. pengaturan perizinan fleksibiltas pemerintah
kepemilikan; berusaha; dalam rangka
b. penetapan kebijakan; d. pengaturan produksi, mengantisipasi
distribusi, dan harga; dinamika masyarakat
c. pengaturan perizinan; dan global.
dan
d. pengaturan produksi, e. pengawasan.
distribusi, dan harga;
dan (4) Pengaturan kepemilikan
Industri Strategis
e. pengawasan.
sebagaimana dimaksud pada
(4) Pengaturan kepemilikan ayat (3) huruf a dilakukan
Industri Strategis melalui:
sebagaimana dimaksud a. penyertaan modal
pada ayat (3) huruf a seluruhnya oleh
dilakukan melalui: Pemerintah;
a. penyertaan modal b. pembentukan usaha
seluruhnya oleh
patungan antara
Pemerintah; Pemerintah dan swasta;
b. pembentukan usaha atau
patungan antara c. pembatasan kepemilikan
Pemerintah dan swasta; oleh penanam modal
atau asing sesuai ketentuan
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. pembatasan peraturan perundang-
kepemilikan oleh undangan.
penanam modal asing. (5) Penetapan kebijakan
(5) Penetapan kebijakan Industri Strategis
Industri Strategis sebagaimana dimaksud pada
sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf b paling sedikit
pada ayat (3) huruf b paling meliputi:
sedikit meliputi:
a. penetapan jenis Industri
a. penetapan jenis Industri Strategis;
Strategis; b. pemberian fasilitas; dan
b. pemberian fasilitas; dan c. pemberian kompensasi
c. pemberian kompensasi kerugian.
kerugian. (6) Perizinan Berusaha terkait
(6) Izin usaha Industri Industri Strategis
Strategis sebagaimana sebagaimana dimaksud pada
dimaksud pada ayat (3) ayat (3) huruf c diberikan
huruf c diberikan oleh oleh Pemerintah Pusat.
Menteri. (7) Pengaturan produksi,
(7) Pengaturan produksi, distribusi, dan harga
distribusi, dan harga sebagaimana dimaksud pada
sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf d dilakukan
pada ayat (3) huruf d paling sedikit dengan
dilakukan paling sedikit menetapkan jumlah
dengan menetapkan jumlah produksi, distribusi, dan
produksi, distribusi, dan harga produk.
harga produk. (8) Pengawasan sebagaimana
(8) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dimaksud pada ayat (3) huruf e meliputi penetapan
huruf e meliputi penetapan Industri Strategis sebagai
Industri Strategis sebagai objek vital nasional dan
pengawasan distribusi.
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
objek vital nasional dan (9) Ketentuan lebih lanjut
pengawasan distribusi. mengenai Industri Strategis
sebagaimana dimaksud pada
(9) Ketentuan lebih lanjut
ayat (1) diatur dengan
mengenai Industri Strategis
Peraturan Pemerintah.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Pasal 101 Pasal 101 1. Politik hukum dalam 1. Perizinan Penyederhanaan
penyusunan RUU mudah Perizinan
(1) Setiap kegiatan Industri (1) Setiap kegiatan Industri
wajib memiliki Izin Usaha wajib memenuhi Perizinan Cipta Kerja salah terkontrol oleh Berusaha
Industri. Berusaha dari Pemerintah satunya adalah terkait Pemerintah
penataan karena Presiden
(2) Kegiatan usaha Industri (2) Kegiatan usaha Industri
kewenangan. selaku
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada
pada ayat (1) meliputi: ayat (1) meliputi: Pemerintah
2. Kewenangan
memiliki
a. Industri kecil; a. Industri kecil; penerbitan izin yang
kewenangan
sebelumnya
b. Industri menengah; dan b. Industri menengah; dan untuk
merupakan
c. Industri besar. c. Industri besar. kewenangan Menteri menentukan
arah kebijakan
(3) Izin usaha Industri (3) Perusahaan Industri yang direformulasi menjadi
khususnya
sebagaimana dimaksud telah memperoleh Perizinan kewenangan
dalam dalam
pada ayat (1) diberikan oleh Berusaha sebagaimana Pemerintah Pusat.
rangka
Menteri. dimaksud pada ayat (1) 3. Selanjutnya, sesuai
wajib: percepatan
(4) Menteri dapat melimpahkan dengan prinsp RUU investasi dan
sebagian kewenangan a. melaksanakan kegiatan Cipta Kerja bahwa pertumbuhan
pemberian izin usaha usaha Industri sesuai nomenklatur Izin di ekonomi.
Industri kepada gubernur dengan Perizinan dalam undang –
dan bupati/walikota. Berusaha yang dimiliki; undang sektor 2. Perizinan
dan dilakukan
(5) Izin usaha Industri dihapus dan diganti
sebagaimana dimaksud b. menjamin keamanan dan secara online
dengan nomenklatur
pada ayat (1) meliputi: keselamatan alat, proses, sehingga dapat
Perizinan Berusaha.
hasil produksi, lebih cepat,
Oleh karena itu,
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. Izin Usaha Industri penyimpanan, serta nomenklatur Izin efisien, murah,
Kecil; pengangkutan. Usaha Industri dan pasti.
b. Izin Usaha Industri sebagaimana
Menengah; dan dimaksud pada Pasal
101 diubah dan
c. Izin Usaha Industri
direformulasi menjadi
Besar.
Perizinan Berusaha
(6) Perusahaan Industri yang
telah memperoleh izin 4. Pengaturan lebih
sebagaimana dimaksud detailnya akan diatur
pada ayat (5) wajib: di dalam Peraturan
Pemerintah yang
a. melaksanakan kegiatan
usaha Industri sesuai mengatur mengenai
dengan izin yang pelaksanaan Perizinan
dimiliki; dan Berusaha berbasis
Risiko (RBA).
b. menjamin keamanan
Berdasarkan konsep
dan keselamatan
Perizinan Berusaha
alat,proses, hasil
produksi, penyimpanan, RBA, nanti akan
serta pengangkutan. ditentukan kriteria
Perizinan berdasarkan
level risikonya.
Penentuan kriteria
Perizinan di dasarkan
atas K3L
(Keselamatan,
Keamanan,
Kesehatan, dan
Lingkungan).

6. Pasal 104 Pasal 104 1. Prinsip RUU Cipta 1. Perizinan Penyederhanaan


Kerja mengubah mudah Perizinan
(1) Setiap Perusahaan Industri (1) Setiap Perusahaan Industri
yang memiliki izin usaha yang memiliki Perizinan nomenklatur Izin terkontrol oleh Berusaha
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Industri sebagaimana Berusaha sebagaimana menjadi Perizinan Pemerintah
dimaksud dalam Pasal 101 dimaksud dalam Pasal 101 Berusaha. karena Presiden
ayat (6) dapat melakukan ayat (3) dapat melakukan selaku
perluasan. perluasan sesuai dengan 2. Selanjutnya di ayat (2) Pemerintah
ketentuan peraturan dihapus karena dalam
(2) Perusahaan Industri yang memiliki
perundang-undangan Perizinan Berusaha
melakukan perluasan kewenangan
Berbasis Risiko (RBA),
dengan menggunakan (2) Dihapus. untuk
kriteria penentuan
sumber daya alam yang menentukan
RBA di dasarkan atas
diwajibkan memiliki arah kebijakan
Analisis Mengenai Dampak K3L, yakni Kesehatan,
khususnya
Lingkungan wajib memiliki Keamanan,
dalam dalam
izin perluasan. Keselamatan, dan
rangka
Lingkungan. Nantinya
percepatan
berdasarkan kriteria
investasi dan
tersebut, akan
pertumbuhan
ditentukan apakah
ekonomi.
suatu Perizinan
Berusaha outputnya 2. Perizinan
hanya berupa dilakukan
pendaftaran atau secara online
memerlukan izin. sehingga dapat
lebih cepat,
3. Pengaturan lebih
efisien, murah,
detailnya akan diatur
dan pasti.
di dalam Peraturan
Pemerintah.

7. Pasal 105 Pasal 105 1. Politik hukum dalam 1. Perizinan Penyederhanaan


penyusunan RUU mudah Perizinan
(1) Setiap kegiatan usaha (1) Setiap kegiatan usaha
Cipta Kerja salah terkontrol oleh Berusaha
Kawasan Industri wajib Kawasan Industri wajib
satunya adalah terkait Pemerintah
memiliki izin usaha memenuhi Perizinan
penataan karena Presiden
Kawasan Industri. Berusaha dari Pemerintah
kewenangan. selaku
Pusat.
Pemerintah
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Izin usaha Kawasan (2) Perusahaan Kawasan 2. Kewenangan memiliki
Industri sebagaimana Industri wajib memenuhi penerbitan izin yang kewenangan
dimaksud pada ayat (1) standar Kawasan Industri sebelumnya untuk
diberikan oleh Menteri; yang ditetapkan oleh merupakan menentukan
Pemerintah Pusat. kewenangan Menteri arah kebijakan
(3) Menteri dapat melimpahkan
direformulasi menjadi khususnya
sebagian kewenangan (3) Perusahaan Kawasan
dalam dalam
pemberian izin usaha Industri dapat melakukan kewenangan
rangka
Kawasan Industri kepada perluasan sesuai dengan Pemerintah Pusat.
percepatan
gubernur dan ketentuan peraturan
3. Selanjutnya, sesuai investasi dan
bupati/walikota. perundang-undangan.
dengan prinsip RUU pertumbuhan
(4) Perusahaan Kawasan Cipta Kerja bahwa ekonomi.
Industri wajib memenuhi
nomenklatur Izin di 2. Perizinan
standar Kawasan Industri
dalam undang – dilakukan
yang ditetapkan oleh
undang sektor secara online
Menteri.
dihapus dan diganti sehingga dapat
(5) Setiap Perusahaan dengan nomenklatur lebih cepat,
Kawasan Industri yang Perizinan Berusaha. efisien, murah,
melakukan perluasan wajib dan pasti.
Oleh karena itu,
memiliki izin perluasan
nomenklatur Izin
Kawasan Industri.
Usaha Industri
sebagaimana
dimaksud pada Pasal
105 diubah dan
direformulasi menjadi
Perizinan Berusaha
4. Pengaturan lebih
detailnya akan diatur
di dalam Peraturan
Pemerintah yang
mengatur mengenai
pelaksanaan Perizinan
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Berusaha berbasis
Risiko (RBA).
Berdasarkan konsep
Perizinan Berusaha
RBA, nanti akan
ditentukan kriteria
Perizinan berdasarkan
level risikonya.
Penentuan kriteria
Perizinan di dasarkan
atas K3L
(Keselamatan,
Keamanan,
Kesehatan, dan
Lingkungan).

8. Pasal 106 Pasal 106 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan


Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Perusahaan Industri yang (1) Perusahaan Industri yang
akan menjalankan Industri akan menjalankan Industri dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
Cipta Kerja salah satunya dalam mengambil
wajib berlokasi di Kawasan wajib berlokasi di Kawasan
adalah terkait penataan kebijakan
Industri. Industri.
kewenangan. mengikuti
(2) Kewajiban berlokasi di (2) Kewajiban berlokasi di Kewenangan dinamika
Kawasan Industri Kawasan Industri Menteri/pimpinan masyarakat dan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada Lembaga,gubernur,dan/a global yang
pada ayat (1) dikecualikan ayat (1) dikecualikan bagi tau bupati/walikota perlu semakin cepat.
bagi Perusahaan Industri Perusahaan Industri yang ditata kembali
yang akan menjalankan akan menjalankan Industri berdasarkan prinsip
Industri dan berlokasi di dan berlokasi di daerah perizinan berusaha
daerah kabupaten/kota kabupaten/kota yang: berbasis risiko dan
yang: menerapkan penggunaan
a. belum memiliki Kawasan
a. belum memiliki Industri; teknologi informasi dalam
Kawasan Industri; pemberian perizinan
(misalnya perizinan
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. telah memiliki Kawasan b. telah memiliki Kawasan berusaha secara
Industri tetapi seluruh Industri tetapi seluruh elektronik).
kaveling Industri dalam kaveling Industri dalam
Kawasan Industrinya Kawasan Industrinya
telah habis; telah habis;
(3) Pengecualian terhadap c. zona industri dalam
kewajiban berlokasi di kawasan ekonomi
Kawasan Industri khusus.
sebagaimana dimaksud (3) Pengecualian terhadap
pada ayat (1) juga berlaku kewajiban berlokasi di
bagi: Kawasan Industri
sebagaimana dimaksud pada
a. Industri kecil dan
ayat (1) juga berlaku bagi:
Industri menengah yang
tidak berpotensi a. Industri kecil dan
menimbulkan Industri menengah yang
pencemaran lingkungan tidak berpotensi
hidup yang berdampak menimbulkan
luas; atau pencemaran lingkungan
b. Industri yang hidup yang berdampak
luas; atau
menggunakan Bahan
Baku khusus dan/atau b. Industri yang
proses produksinya menggunakan Bahan
memerlukan lokasi Baku khusus dan/atau
khusus. proses produksinya
memerlukan lokasi
(4) Perusahaan Industri yang
khusus.
dikecualikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan (4) Perusahaan Industri yang
Perusahaan Industri dikecualikan sebagaimana
menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan
dimaksud pada ayat (3) Perusahaan Industri
huruf a wajib berlokasi di menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
huruf a wajib berlokasi di
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kawasan peruntukan kawasan peruntukan
Industri. Industri.
(5) Industri sebagaimana (5) Industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri. ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
9. Pasal 108 Pasal 108 Pengaturan lebih lanjut Memberikan Penyederhanaan
didelegasikan melalui fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
Peraturan Pemerintah Pemerintah Pusat Berusaha
pemberian izin usaha Industri pemberian Perizinan Berusaha
agar memberikan dalam mengambil
sebagaimana dimaksud dalam untuk Usaha Industri
fleksibilitas bagi kebijakan
Pasal 101, izin perluasan sebagaimana dimaksud dalam
Pemerintah Pusat dalam mengikuti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101, Pasal 104, Pasal 105
mengambil kebijakan dinamika
Pasal 104, izin usaha Kawasan dan kewajiban berlokasi di
mengikuti dinamika masyarakat dan
Industri sebagaimana dimaksud Kawasan Industri sebagaimana
masyarakat dan global global yang
dalam Pasal 105 dan kewajiban dimaksud dalam Pasal 106 serta
yang semakin cepat. Jika semakin cepat.
berlokasi di Kawasan Industri tata cara pengenaan sanksi
tidak didelegasikan
sebagaimana dimaksud dalam administratif dan besaran denda
melalui PP maka
Pasal 106 serta tata cara administratif sebagaimana
dikhawatirkan Indonesia
pengenaan sanksi administratif dimaksud dalam Pasal 107
akan kesulitan dalam
dan besaran denda administratif diatur dengan Peraturan
menyesuaikan kebijakan
sebagaimana dimaksud dalam Pemerintah.
regulasi perizinan dan
Pasal 107 diatur dalam
kesulitan berkompetisi
Peraturan Pemerintah.
dengan negara tetangga.
10. Pasal 115 Pasal 115 1. Berkaitan denga ayat Memberikan Penyederhanaan
(3), sesuai dengan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Masyarakat dapat berperan (1) Masyarakat dapat berperan
politik hukum RUU Pemerintah Pusat Berusaha
serta dalam perencanaan, serta dalam perencanaan,
Cipta Kerja bahwa dalam mengambil
pelaksanaan, dan pelaksanaan, dan
pengawasan pembangunan pengawasan pembangunan pengaturan lebih kebijakan
lanjut didelegasikan mengikuti
Industri. Industri.
dinamika
(2) Peran serta masyarakat (2) Peran serta masyarakat melalui Peraturan
masyarakat dan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada Pemerintah.
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) diwujudkan ayat (1) diwujudkan dalam 2. Hal ini agar global yang
dalam bentuk: bentuk: memberikan semakin cepat.
a. pemberian saran, a. pemberian saran, fleksibilitas bagi
pendapat, dan usul; pendapat, dan usul; Pemerintah Pusat
dan/atau dan/atau dalam mengambil
kebijakan mengikuti
b. penyampaian informasi b. penyampaian informasi
dan/atau laporan. dan/atau laporan. dinamika masyarakat
dan global yang
(3) Ketentuan lebih lanjut (3) Ketentuan lebih lanjut semakin cepat. Jika
mengenai peran serta mengenai peran serta
tidak didelegasikan
masyarakat dalam masyarakat dalam
melalui PP maka
pembangunan Industri pembangunan Industri
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada dikhawatirkan
pada ayat (1) diatur dengan ayat (1) diatur dengan Indonesia akan
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah. kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan
kesulitan berkompetisi
dengan negara
tetangga.

11. Pasal 117 Pasal 117 1. Pengawasan menjadi 1. Memberikan Pembinaan dan
(1) Menteri melaksanakan (1) Pemerintah Pusat poin penting dalam fleksibilitas bagi Pengawasan
pengawasan dan melaksanakan pengawasan pelaksanaan Perizinan Pemerintah
pengendalian terhadap dan pengendalian terhadap Berusaha, karena di Pusat dalam
kegiatan usaha Industri dan kegiatan usaha Industri dan dalam konsep mengambil
kegiatan usaha Kawasan kegiatan usaha Kawasan perizinan berusaha kebijakan
Industri. Industri. terintegrasi secara mengikuti
(2) Pengawasan dan (2) Pengawasan dan elektronik (OSS), dinamika
pengendalian sebagaimana pengendalian sebagaimana Pelaku Usaha akan masyarakat dan
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) dimudahkan diawal global yang
dilakukan untuk dilakukan untuk mengetahui dalam hal untuk semakin cepat.
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mengetahui pemenuhan pemenuhan dan kepatuhan mendapatkan 2. Dapat
dan kepatuhan terhadap terhadap peraturan di bidang Perizinan Berusaha. menciptakan
peraturan di bidang Perindustrian yang Namun tindak ketertiban iklim
Perindustrian yang dilaksanakan oleh lanjutnya adalah usaha
dilaksanakan oleh Perusahaan Industri dan pengawasan harus bersamaan
Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan dilakukan lebih ketat dengan
Perusahaan Kawasan Industri.
dan lebih tegas oleh kemudahan
Industri. (3) Pemenuhan dan kepatuhan Pemerintah Pusat. berusaha bagi
(3) Pemenuhan dan kepatuhan terhadap peraturan di bidang pelaku usaha.
terhadap peraturan di Perindustrian yang 2. Kondisi eksisting
Sehingga
bidang Perindustrian yang dilaksanakan oleh sekarang, pengawasan
kegiatan usaha
dilaksanakan oleh Perusahaan Industri dan yang dilakukan oleh
yang dijalankan
Perusahaan Industri dan Perusahaan Kawasan Pemerintah
oleh pelaku
Perusahaan Kawasan Industri sebagaimana khususnya berkaitan
Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) usaha tetap
dengan perizinan
dimaksud pada ayat (2) paling sedikit meliputi: sesuai dan tidak
berusaha sangatlah
paling sedikit meliputi: menyimpang
a. sumber daya manusia minim. Setelah pelaku
pada ketentuan
a. sumber daya manusia Industri; usaha mendapatkan
peraturan
Industri; izin yang diproses
b. pemanfaatan sumber perundang-
dalam jangka waktu
b. pemanfaatan sumber daya alam; undangan yang
daya alam; yang lama, maka
c. manajemen energi; telah
Pemerintah cenderung
c. manajemen energi; ditetapkan.
d. manajemen air; mengabaikan tugas
d. manajemen air; dan fungsinya untuk
e. SNI, spesifikasi teknis,
e. SNI, spesifikasi teknis, dan/atau pedoman tata melakukan
dan/atau pedoman tata cara; pengawasan
cara; pelaksanaan
f. Data Industri dan Data
perizinan. Akibatnya
f. Data Industri dan Data Kawasan Industri;
Kawasan Industri; banyak pelaku usaha
g. standar Industri Hijau; yang setelah usahanya
g. standar Industri Hijau; berjalan ternyata tidak
h. standar Kawasan
Industri; sesuai dengan
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
h. standar Kawasan i. perizinan Industri dan dokumen izin yang ia
Industri; perizinan Kawasan dapatkan pada saat
Industri; dan pemrosesan izin.
i. perizinan Industri dan
perizinan Kawasan j. keamanan dan 3. Berdasarkan kondisi
Industri; dan keselamatan alat, proses, tersebut, maka
hasil produksi, pengaturan mengenai
j. keamanan dan
penyimpanan, dan
keselamatan alat, pengawasan harus
pengangkutan.
proses, hasil produksi, diatur lebih ketat dan
penyimpanan, dan (4) Dalam pelaksanaan tegas lagi. Pengaturan
pengangkutan. pengawasan dan mengenai tata cara
pengendalian sebagaimana pengawasan dan
(4) Pelaksanaan pengawasan
dimaksud pada ayat (1),
dan pengendalian pengendalian usaha
Pemerintah dapat
sebagaimana dimaksud Industri dan Usaha
bekerjasama dengan
pada ayat (1) dilakukan oleh Kawasan Industri
lembaga terakreditasi
pejabat dari unit kerja di akan diatur secara
bawah Menteri dan/atau (5) Dihapus. tegas.
lembaga terakreditasi yang (6) Ketentuan lebih lanjut 4. Sesuai dengan politik
ditunjuk oleh Menteri. mengenai tata cara
hukum penyusunan
(5) Pemerintah, Pemerintah pengawasan dan
RUU Cipta Kerja hal-
Daerah provinsi, dan pengendalian usaha Industri
Pemerintah Daerah dan usaha Kawasan Industri hal yang bersifat detail
kabupaten/kota secara diatur dengan Peraturan dan teknis diatur lebih
bersama sama atau sesuai Pemerintah. lanjut dengan
dengan kewenangan Peraturan Pemerintah.
masing-masing 5. Sehingga terkait
melaksanakan pengawasan
pendelegasian
dan pengendalian sesuai
kewenangan
dengan ketentuan
peraturan perundang- pengawasan dan tata
undangan. cara pengawasan akan
diatur lebih lanjut
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengawasan dan dalam Peraturan
pengendalian usaha Pemerintah.
Industri dan usaha
Kawasan Industri diatur
dengan Peraturan Menteri.
1j. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA - SEKTOR PERDAGANGAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
1. Pasal 6 Pasal 6 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
(1) Setiap Pelaku Usaha wajib (1) Setiap Pelaku Usaha wajib konsep pengaturan di memiliki Perizinan
menggunakan atau menggunakan atau RUU Cipta Kerja kewenangan penuh Berusaha
melengkapi label berbahasa melengkapi label atas pengaturan
Indonesia pada Barang berbahasa Indonesia pada tersebut dan wajib
yang diperdagangkan di Barang yang mengatur dalam
dalam negeri. diperdagangkan di dalam bentuk NSPK
(2) Ketentuan lebih lanjut negeri. berupa Peraturan
mengenai penggunaan atau (2) Setiap Pelaku Usaha yang Pemerintah.
kelengkapan label tidak memenuhi
berbahasa Indonesia diatur ketentuan sebagaimana
dengan Peraturan Menteri. dimaksud pada ayat (1)
dikenakan sanksi
administratif.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penggunaan
atau kelengkapan label
berbahasa Indonesia
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

2. Pasal 11 Pasal 11 Disesuaikan denganPemerintah Pusat Penyederhanaan


Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai konsep pengaturan di memiliki Perizinan
mengenai Distribusi Barang Distribusi Barang diatur dengan RUU Cipta Kerja kewenangan penuh Berusaha
diatur dengan Peraturan Peraturan Pemerintah. atas pengaturan
Menteri. tersebut dan wajib
mengatur dalam
bentuk NSPK
berupa Peraturan
Pemerintah.
3. Pasal 14 Pasal 14 Disesuaikan dengan Penyederhanaan
(1) Pemerintah dan/atau (1) Pemerintah Pusat konsep pengaturan di Perizinan
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah Daerah sesuai melakukan pengaturan RUU Cipta Kerja Berusaha
dengan kewenangannya tentang pengembangan,
melakukan pengaturan penataan dan pembinaan
tentang pengembangan, yang setara dan
penataan dan pembinaan berkeadilan terhadap pasar
yang setara dan rakyat, pusat perbelanjaan,
berkeadilan terhadap Pasar toko swalayan, dan
rakyat, pusat perbelanjaan, perkulakan untuk
toko swalayan, dan menciptakan kepastian
perkulakan untuk berusaha dan hubungan
menciptakan kepastian kerja sama yang seimbang
berusaha dan hubungan antara pemasok dan
kerja sama yang seimbang pengecer dengan tetap
antara pemasok dan memperhatikan
pengecer dengan tetap keberpihakan kepada
memperhatikan koperasi serta usaha
keberpihakan kepada mikro, kecil, dan
koperasi serta usaha menengah.
mikro, kecil, dan menengah Pengembangan, penataan,
(2) Pengembangan, penataan, dan pembinaan
dan pembinaan sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
pada ayat (1) dilakukan melalui pengaturan
melalui pengaturan Perizinan Berusaha, tata
perizinan, tata ruang, ruang, zonasi dengan
zonasi dengan memperhatikan jarak dan
memperhatikan jarak dan lokasi pendirian kemitraan,
lokasi pendirian, dan kerja sama usaha.
kemitraan, dan kerja sama (2) Ketentuan lebih lanjut
usaha mengenai Perizinan
(3) Ketentuan lebih lanjut Berusaha, tata ruang, dan
mengenai pengaturan zonasi sebagaimana
perizinan, tata ruang, dan dimaksud pada ayat (2)
zonasi sebagaimana diatur dengan Peraturan
dimaksud pada ayat (2) Pemerintah.
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan
Presiden.
4. Pasal 17 Pasal 17 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
(1) Setiap pemilik, pengelola, (1) Setiap pemilik, pengelola, konsep pengaturan di memiliki Perizinan
atau penyewa Gudang yang atau penyewa Gudang yang RUU Cipta Kerja kewenangan penuh Berusaha
melakukan penyimpanan melakukan penyimpanan atas pengaturan
Barang yang ditujukan Barang yang ditujukan tersebut dan wajib
untuk diperdagangkan untuk diperdagangkan mengatur dalam
harus menyelenggarakan harus menyelenggarakan bentuk NSPK
pencatatan administrasi pencatatan administrasi berupa Peraturan
paling sedikit berupa paling sedikit berupa Pemerintah.
jumlah Barang yang jumlah Barang yang
disimpan dan jumlah disimpan dan jumlah
Barang yang masuk dan Barang yang masuk dan
yang keluar dari Gudang. yang keluar dari Gudang.
(2) Setiap pemilik, pengelola, (2) Setiap pemilik, pengelola,
atau penyewa Gudang yang atau penyewa Gudang yang
tidak menyelenggarakan tidak menyelenggarakan
pencatatan administrasi pencatatan administratif
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai pada ayat (1) dikenai sanksi
sanksi administrative administratif .
berupa pencabutan (3) Ketentuan lebih lanjut
perizinan di bidang mengenai pencatatan
Perdagangan. administrasi Barang
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud
mengenai pencatatan pada ayat (1) diatur dengan
administrasi Barang Peraturan Pemerintah.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Menteri.
5. Pasal 24 Pasal 24 Penjelasan ayat (3) Penghapusan Penyederhanaan
(1) Pelaku Usaha yang (1) Setiap Pelaku Usaha yang mengenai pengecualian golongan SIUP Perizinan
melakukan kegiatan usaha melakukan kegiatan usaha IUMK untuk memiliki mikro dan Berusaha
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Perdagangan wajib Perdagangan wajib perizinan di bidang merubah IUMK
memiliki perizinan di memenuhi Perizinan perdagangan perlu menjadi
bidang Perdagangan yang Berusaha dari Pemerintah dinaikan menjadi satu pendaftaran atau
diberikan oleh Menteri. Pusat. pasal tersendiri sehingga pendataan akan
(2) Menteri dapat (2) Pemerintah Pusat dapat tegas bahwa untuk berdampak masif
melimpahkan atau memberikan pengecualian usaha mikro tidak terhadap
mendelegasikan pemberian terhadap kewajiban diperlukan perizinan berkurangnya
perizinan kepada pemenuhan Perizinan melainkan hanya IUMK pemasukan daerah
Pemerintah Daerah atau Berusaha sebagaimana yang bersifat karena selama ini
instansi teknis tertentu. dimaksud pada ayat (1). pendaftaran. Hal ini SIUP usaha mikro
(3) Menteri dapat memberikan (3) Setiap Pelaku Usaha yang sejalan dengan tujuan maupun kecil
pengecualian terhadap tidak melakukan penyederhanaan dan hanya mengenal
kewajiban memiliki pemenuhan Perizinan membantu kemudahan SIUP yang
perizinan di bidang Berusaha sebagaimana perizinan mikro. diperoleh melalui
Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecamatan,
dimaksud pada ayat (1). dikenai sanksi kelurahan atau
administratif. pemerintah
(4) Ketentuan lebih lanjut kab/kota dengan
mengenai Perizinan sejumlah tarif.
Berusaha di bidang Perlu sosialisasi
Perdagangan sebagaimana yang luas tidak
pada ayat (1) dan ayat (2) hanya kepada
diatur dengan Peraturan jajaran pemerintah
Pemerintah. dan pelaku usaha,
namun juga
perbankan dengan
adanya perubahan
ini agar usaha
mikro yang
mengajukan kredit
tidak lagi
dipersyaratkan
SIUP.
6. Pasal 30 Pasal 30 Disesuaikan dengan Penyederhanaan
(1) Menteri dapat meminta (1) Pemerintah Pusat dapat konsep pengaturan di Perizinan
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
data dan/atau informasi meminta data dan/atau RUU Cipta Kerja Berusaha
kepada Pelaku Usaha informasi kepada Pelaku
mengenai persediaan Usaha mengenai
Barang kebutuhan pokok persediaan Barang
dan/atau Barang penting. kebutuhan pokok
(2) Pelaku Usaha dilarang dan/atau Barang penting.
melakukan manipulasi (2) Pelaku Usaha dilarang
data dan/atau informasi melakukan manipulasi
mengenai persediaan data dan/atau informasi
Barang kebutuhan pokok mengenai persediaan
dan/atau Barang penting. Barang kebutuhan pokok
dan/atau Barang penting.
7. Pasal 42 Pasal 42 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
(1) Ekspor Barang dilakukan (1) Ekspor Barang dilakukan konsep pengaturan di memiliki Perizinan
oleh Pelaku Usaha yang oleh Pelaku Usaha yang RUU Cipta Kerja kewenangan penuh Berusaha
telah terdaftar dan telah memenuhi perizinan atas pengaturan
ditetapkan sebagai berusaha dari Pemerintah tersebut dan wajib
Eksportir,kecuali Pusat. mengatur dalam
ditentukan lain oleh (2) Ketentuan lebih lanjut bentuk NSPK
Menteri. mengenai perizinan berupa Peraturan
(2) Ketentuan mengenai berusaha sebagaimana Pemerintah.
penetapan sebagai dimaksud pada ayat (1)
Eksportir sebagaimana diatur dengan Peraturan
dimaksud pada ayat (1) Pemerintah.
diatur dengan Peraturan
Menteri.
8. Pasal 45 Pasal 45 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
(1) Impor Barang hanya dapat (1) Impor Barang hanya dapat konsep pengaturan di memiliki Perizinan
dilakukan oleh Importir dilakukan oleh Importir RUU Cipta Kerja kewenangan penuh Berusaha
yang memiliki pengenal yang memenuhi perizinan atas pengaturan
sebagai Importir berusaha dari Pemerintah tersebut dan wajib
berdasarkan penetapan Pusat. mengatur dalam
Menteri. (2) Dalam hal Impor tidak bentuk NSPK
(2) Dalam hal tertentu, Impor dilakukan untuk kegiatan berupa Peraturan
Barang dapat dilakukan usaha, importir tidak Pemerintah.
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
oleh Importir yang tidak memerlukan Perizinan
memiliki pengenal sebagai Berusaha.
Importir. (3) Ketentuan lebih lanjut
(3) Ketentuan mengenai mengenai Perizinan
pengenal sebagai Importir Berusaha diatur dengan
sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah.
pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Menteri.
9. Pasal 47 Pasal 47 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
(1) Setiap Importir wajib (1) Setiap Importir wajib konsep pengaturan di memiliki Perizinan
mengimpor Barang dalam mengimpor Barang dalam RUU Cipta Kerja kewenangan penuh Berusaha
keadaan baru. keadaan baru. atas pengaturan
(2) Dalam hal tertentu Menteri (2) Dalam hal tertentu tersebut dan wajib
dapat menetapkan Barang Pemerintah Pusat dapat mengatur dalam
yang diimpor dalam menetapkan Barang yang bentuk NSPK
keadaan tidak baru. diimpor dalam keadaan berupa Peraturan
(3) Penetapan sebagaimana tidak baru. Pemerintah.
dimaksud pada ayat (2) (3) Ketentuan lebih lanjut
disampaikan kepada mengenai penetapan
menteri yang Barang yang diimpor dalam
menyelenggarakan urusan keadaan tidak baru
pemerintahan di bidang sebagaimana dimaksud
keuangan. pada ayat (2) diatur dengan
(4) Ketentuan lebih lanjut Peraturan Pemerintah.
mengenai penetapan
Barang yang diimpor dalam
keadaan tidak baru
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
10. Pasal 49 Pasal 49 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
(1) Untuk kegiatan Ekspor dan Dihapus. konsep pengaturan di memiliki Perizinan
Impor, Menteri mewajibkan RUU Cipta Kerja kewenangan penuh Berusaha
Eksportir dan Importir atas pengaturan
untuk memiliki perizinan tersebut dan wajib
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yang dapat berupa mengatur dalam
persetujuan, pendaftaran, bentuk NSPK
penetapan, dan/atau berupa Peraturan
pengakuan. Pemerintah.
(2) Menteri mewajibkan
Eksportir dan Importir
untuk memiliki perizinan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dalam
melakukan Ekspor
sementara dan Impor
sementara.
(3) Menteri dapat
melimpahkan atau
mendelegasikan pemberian
perizinan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
kepada Pemerintah Daerah
atau instansi teknis
tertentu.
(4) Dalam rangka peningkatan
daya saing nasional
Menteri dapat
mengusulkan keringanan
atau penambahan
pembebanan bea masuk
terhadap Barang Impor
sementara.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai perizinan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Menteri.
11. Pasal 51 Pasal 51 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(1) Eksportir dilarang (1) Eksportir dilarang konsep pengaturan di memiliki Perizinan
mengekspor Barang yang mengekspor Barang yang RUU Cipta Kerja. kewenangan penuh Berusaha
ditetapkan sebagai Barang ditetapkan sebagai Barang atas pengaturan
yang dilarang untuk yang dilarang untuk tersebut dan wajib
diekspor. diekspor. mengatur dalam
(2) Importir dilarang (2) Importir dilarang bentuk NSPK
mengimpor Barang yang mengimpor Barang yang berupa Peraturan
ditetapkan sebagai Barang ditetapkan sebagai Barang Pemerintah.
yang dilarang untuk yang dilarang untuk
diimpor. diimpor.
(3) Barang yang dilarang (3) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud mengenai kriteria barang
pada ayat (1) dan ayat (2) yang dilarang sebagaimana
ditetapkan dengan dimaksud pada ayat (1) dan
Peraturan Menteri. ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.
12. Pasal 52 Pasal 52 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
(1) Eksportir dilarang (1) Eksportir dilarang konsep pengaturan di memiliki Perizinan
mengekspor Barang yang mengekspor Barang yang RUU Cipta Kerja kewenangan penuh Berusaha
tidak sesuai dengan tidak sesuai dengan atas pengaturan
ketentuan pembatasan ketentuan pembatasan tersebut dan wajib
Barang untuk diekspor. Barang untuk diekspor. mengatur dalam
(2) Importir dilarang (2) Importir dilarang bentuk NSPK
mengimpor Barang yang mengimpor Barang yang berupa Peraturan
tidak sesuai dengan tidak sesuai dengan Pemerintah.
ketentuan pembatasan ketentuan pembatasan
Barang untuk diimpor. Barang untuk diimpor.
(3) Barang yang dibatasi (3) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud mengenai kriteria barang
pada ayat (1) dan ayat (2) yang dibatasi sebagaimana
ditetapkan dengan dimaksud pada ayat (1) dan
Peraturan Menteri. ayat (2) diatur dengan
(4) Setiap Eksportir yang Peraturan Pemerintah.
mengekspor Barang yang
tidak sesuai dengan
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ketentuan pembatasan
Barang untuk diekspor
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dikenai
sanksi administratif
dan/atau sanksi lainnya
yang diatur dalam
peraturan perundang-
undangan.
(5) Setiap Importir yang
mengimpor Barang yang
tidak sesuai dengan
ketentuan pembatasan
Barang untuk diimpor
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dikenai
sanksi administratif
dan/atau sanksi lainnya
yang diatur dalam
peraturan perundang-
undangan.
(6) Ketentuan mengenai
pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
dan ayat (5) diatur dengan
Peraturan Menteri.
13. Pasal 53 Pasal 53 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
(1) Eksportir yang dikenai (1) Eksportir yang dikenai konsep pengaturan di memiliki Perizinan
sanksi administratif sanksi administratif RUU Cipta Kerja. kewenangan penuh Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud atas pengaturan
dalam Pasal 52 ayat (4) dalam Pasal 52 ayat (4) tersebut dan wajib
terhadap Barang ekspornya terhadap Barang ekspornya mengatur dalam
dikuasai oleh negara sesuai dikuasai oleh negara sesuai bentuk NSPK
dengan ketentuan dengan ketentuan berupa Peraturan
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
peraturan perundang- peraturan perundang- Pemerintah.
undangan. undangan.
(2) Importir yang dikenai (2) Importir yang dikenai
sanksi administratif sanksi administratif
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 52 ayat (5) dalam Pasal 52 ayat (5)
terhadap Barang impornya terhadap Barang impornya
wajib diekspor kembali, wajib diekspor kembali,
dimusnahkan oleh dimusnahkan oleh
Importir, atau ditentukan Importir, atau ditentukan
lain oleh Menteri. lain oleh Pemerintah Pusat.
14. Pasal 57 Pasal 57 Disesuaikan dengan Pemerintah Penyederhanaan
(1) Barang yang (1) Barang yang konsep pengaturan di berkewajiban Perizinan
diperdagangkan di dalam diperdagangkan di dalam RUU Cipta Kerja. mengkoordinasikan Berusaha
negeri harus memenuhi: negeri harus memenuhi: kewajiban
a. SNI yang telah a. SNI yang telah pengaturan dan
diberlakukan secara diberlakukan secara detail ketentuan
wajib; atau wajib; atau mengenai SNI
b. persyaratan teknis yang b. persyaratan teknis yang antar Kementerian
telah diberlakukan telah diberlakukan dalam 1 (satu)
secara wajib. secara wajib. produk hukum
(2) Pelaku Usaha dilarang (2) Pelaku Usaha dilarang sehingga
memperdagangkan Barang memperdagangkan Barang pengaturannya
di dalam negeri yang tidak di dalam negeri yang tidak tidak terpisah-
memenuhi SNI yang telah memenuhi SNI yang telah pisah.
diberlakukan secara wajib diberlakukan secara wajib
atau persyaratan teknis atau persyaratan teknis
yang telah diberlakukan yang telah diberlakukan
secara wajib. secara wajib.
(3) Pemberlakuan SNI atau (3) Pemberlakuan SNI atau
persyaratan teknis persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan pada ayat (1) ditetapkan
oleh Menteri atau menteri oleh Pemerintah Pusat.
sesuai dengan urusan (4) Pemberlakuan SNI atau
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemerintahan yang persyaratan teknis
menjadi tugas dan sebagaimana dimaksud
tanggung jawabnya pada ayat (3) dilakukan
(4) Pemberlakuan SNI atau dengan
persyaratan teknis mempertimbangkan aspek:
sebagaimana dimaksud a. keamanan,
pada ayat (3) dilakukan keselamatan,
dengan kesehatan, dan
mempertimbangkan aspek: lingkungan hidup;
a. keamanan, b. daya saing produsen
keselamatan, nasional dan
kesehatan, dan persaingan usaha yang
lingkungan hidup; sehat;
b. daya saing produsen c. kemampuan dan
nasional dan kesiapan dunia usaha
persaingan usaha yang nasional; dan/atau
sehat; d. kesiapan infrastruktur
c. kemampuan dan lembaga penilaian
kesiapan dunia usaha kesesuaian.
nasional; dan/atau (5) Barang yang telah
d. kesiapan infrastruktur diberlakukan SNI atau
lembaga penilaian persyaratan teknis secara
kesesuaian. wajib sebagaimana
(5) Barang yang telah dimaksud pada ayat (1)
diberlakukan SNI atau wajib dibubuhi tanda SNI
persyaratan teknis secara atau tanda kesesuaian atau
wajib sebagaimana dilengkapi sertifikat
dimaksud pada ayat (1) kesesuaian yang diakui
wajib dibubuhi tanda SNI oleh Pemerintah Pusat.
atau tanda kesesuaian (6) Barang yang
atau dilengkapi sertifikat diperdagangkan dan belum
kesesuaian yang diakui diberlakukan SNI secara
oleh Pemerintah. wajib dapat dibubuhi tanda
(6) Barang yang SNI atau tanda kesesuaian
diperdagangkan dan belum sepanjang telah dibuktikan
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diberlakukan SNI secara dengan sertifikat produk
wajib dapat dibubuhi tanda penggunaan tanda SNI
SNI atau tanda kesesuaian atau sertifikat kesesuaian.
sepanjang telah dibuktikan (7) Pelaku Usaha yang
dengan sertifikat produk memperdagangkan Barang
penggunaan tanda SNI yang telah diberlakukan
atau sertifikat kesesuaian. SNI atau persyaratan
(7) Pelaku Usaha yang teknis secara wajib, tetapi
memperdagangkan Barang tidak membubuhi tanda
yang telah diberlakukan SNI, tanda kesesuaian,
SNI atau persyaratan atau tidak melengkapi
teknis secara wajib, tetapi sertifikat kesesuaian
tidak membubuhi tanda sebagaimana dimaksud
SNI, tanda kesesuaian, pada ayat (5) dikenai
atau tidak melengkapi sanksi administratif.
sertifikat kesesuaian
sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dikenai
sanksi administratif berupa
penarikan Barang dari
Distribusi.
15. Pasal 61 Pasal 61 Disesuaikan dengan Pemerintah Penyederhanaan
(1) Tanda SNI, tanda (1) Tanda SNI, tanda konsep pengaturan di berkewajiban Perizinan
kesesuaian, atau sertifikat kesesuaian, atau sertifikat RUU Cipta Kerja. mengatur detail Berusaha
kesesuaian sebagaimana kesesuaian sebagaimana ketentuan
dimaksud dalam Pasal 60 dimaksud dalam Pasal 60 mengenai Lembaga
ayat (4) diterbitkan oleh ayat (4) diterbitkan oleh Penilaian
lembaga penilaian lembaga penilaian Kesesuaian dalam
kesesuaian yang kesesuaian yang 1 (satu) produk
terakreditasi oleh lembaga terakreditasi sesuai dengan hukum
akreditasi sesuai dengan ketentuan peraturan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
perundang-undangan. (2) Dalam hal lembaga
(2) Dalam hal lembaga penilaian kesesuaian
penilaian kesesuaian sebagaimana dimaksud
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum ada
pada ayat (1) belum ada yang terakreditasi,
yang terakreditasi, Menteri Pemerintah Pusat dapat
atau menteri sesuai dengan menunjuk lembaga
urusan pemerintahan yang penilaian kesesuaian
menjadi tugas dan dengan persyaratan dan
tanggung jawabnya dapat dalam jangka waktu
menunjuk lembaga tertentu.
penilaian kesesuaian (3) Lembaga penilaian
dengan persyaratan dan kesesuaian sebagaimana
dalam jangka waktu dimaksud pada ayat (1) dan
tertentu. ayat (2) harus terdaftar di
(3) Lembaga penilaian lembaga yang ditetapkan
kesesuaian sebagaimana oleh Pemerintah Pusat.
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) harus terdaftar
di lembaga yang ditetapkan
oleh Menteri.
16. Pasal 74 Pasal 74 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
(1) Pemerintah melakukan (1) Pemerintah Pusat konsep pengaturan di memiliki Perizinan
pembinaan terhadap melakukan pembinaan RUU Cipta Kerja. kewenangan penuh Berusaha
Pelaku Usaha dalam terhadap Pelaku Usaha atas pengaturan
rangka pengembangan dalam rangka tersebut dan wajib
Ekspor untuk perluasan pengembangan Ekspor mengatur dalam
akses Pasar bagi Barang untuk perluasan akses bentuk NSPK
dan Jasa produksi dalam Pasar bagi Barang dan Jasa berupa Peraturan
negeri. produksi dalam negeri. Pemerintah.
(2) Pembinaan sebagaimana (2) Pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa pemberian dapat berupa pemberian
insentif, fasilitas, informasi insentif, fasilitas, informasi
peluang Pasar, bimbingan peluang Pasar, bimbingan
teknis, serta bantuan teknis, serta bantuan
promosi dan pemasaran promosi dan pemasaran
untuk pengembangan untuk pengembangan
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Ekspor. Ekspor.
(3) Menteri dapat (3) Pemerintah Pusat dapat
mengusulkan insentif mengusulkan insentif
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berupa pada ayat (2) berupa
insentif fiskal dan/atau insentif fiskal dan/atau
nonfiskal dalam upaya nonfiskal dalam upaya
meningkatkan daya saing meningkatkan daya saing
Ekspor Barang dan/atau Ekspor Barang dan/atau
Jasa produksi dalam Jasa produksi dalam
negeri. negeri.
(4) Pemerintah dalam (4) Pemerintah Pusat dalam
melakukan pembinaan melakukan pembinaan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat bekerja pada ayat (1) dapat bekerja
sama dengan pihak lain. sama dengan pihak lain.
(5) Ketentuan lebih lanjut (5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan mengenai pelaksanaan
pembinaan sebagaimana pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan diatur dengan Peraturan
Menteri. Pemerintah.
17. Pasal 77 Pasal 77 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
(1) Setiap Pelaku Usaha yang (1) Setiap Pelaku Usaha yang konsep pengaturan di memiliki Perizinan
menyelenggarakan menyelenggarakan RUU Cipta Kerja. kewenangan penuh Berusaha
pameran dagang dan pameran dagang dan atas pengaturan
peserta pameran dagang peserta pameran dagang tersebut dan wajib
wajib memenuhi Standar wajib memenuhi Perizinan mengatur dalam
penyelenggaraan dan Berusaha dari Pemerintah bentuk NSPK
keikutsertaan dalam Pusat. berupa Peraturan
pameran dagang. (2) Setiap Pelaku Usaha yang Pemerintah.
(2) Setiap Pelaku Usaha yang menyelenggarakan
menyelenggarakan pameran dagang dengan
pameran dagang dengan mengikutsertakan peserta
mengikutsertakan peserta dan/atau produk yang
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan/atau produk yang dipromosikan berasal dari
dipromosikan berasal dari luar negeri wajib
luar negeri wajib memperoleh persetujuan
mendapatkan izin dari dari Pemerintah Pusat.
Menteri. (3) Setiap Pelaku Usaha yang
(3) Ketentuan lebih lanjut menyelenggarakan
mengenai Standar pameran dagang dan
penyelenggaraan dan peserta pameran dagang
keikutsertaan dalam yang tidak memenuhi
pameran dagang Standar penyelenggaraan
sebagaimana dimaksud dan keikutsertaan dalam
pada ayat (1) diatur dengan pameran dagang
Peraturan Menteri. sebagaimana dimaksud
(4) Setiap Pelaku Usaha yang pada ayat (1) dikenai
menyelenggarakan sanksi administratif.
pameran dagang dan (4) Ketentuan lebih lanjut
peserta pameran dagang mengenai Perizinan
yang tidak memenuhi Berusaha sebagaimana
Standar penyelenggaraan dimaksud pada ayat (1)
dan keikutsertaan dalam diatur dengan Peraturan
pameran dagang Pemerintah.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenai
sanksi administratif berupa
penghentian kegiatan.
18. Pasal 81 Pasal 81 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai konsep pengaturan di memiliki Perizinan
mengenai tata cara tata cara penyelenggaraan, RUU Cipta Kerja. kewenangan penuh Berusaha
penyelenggaraan, kemudahan, kemudahan dan keikutsertaan atas pengaturan
dan keikutsertaan dalam dalam Promosi Dagang dalam tersebut dan wajib
Promosi Dagang dalam rangka rangka kegiatan pencitraan mengatur dalam
kegiatan pencitraan Indonesia Indonesia diatur dalam bentuk NSPK
diatur dengan Peraturan Peraturan Pemerintah. berupa Peraturan
Menteri. Pemerintah.
19. Pasal 98 Pasal 98 Pengawasan menjadi a. Perlu Penyederhanaan
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(1) Pemerintah dan (1) Pemerintah Pusat salah satu kunci pokok pembagian Perizinan
Pemerintah Daerah mempunyai wewenang dalam pengembangan tugas yang Berusaha
mempunyai wewenang melakukan pengawasan proses bisnis baru yang jelas dan tegas
melakukan pengawasan terhadap kegiatan akan dilakukan dimana mengenai
terhadap kegiatan Perdagangan. kemudahan perizinan pengawasan
Perdagangan. (2) Dalam melaksanakan diberikan yang perlu pada setiap
(2) Dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana diimbangi dengan unit atau
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengawasan dari bagian di
dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Pusat Pemerintah terhadap Pemerintahan
Pemerintah menetapkan menetapkan kebijakan pelaksanaan perizinan, Pusat maupun
kebijakan pengawasan di pengawasan di bidang sehingga perlu dijelaskan Daerah serta
bidang Perdagangan. Perdagangan. lebih lanjut mengenai dukungan
(3) Kebijakan pengawasan di lingkup kegiatan peran aktif
bidang Perdagangan diatur pengawasan. satgas sangat
dalam Peraturan diperlukan.
Pemerintah. b. Perlu dicatat
bahwa
pengawasan
yang dimaksud
disini bersifat
aktif. Pada
beberapa
bagian,
mungkin akan
diperlukan
restrukturisasi
lembaga untuk
menjalankan
pengawasan.

20. Pasal 99 Pasal 99 Mengingat pengawasan Perlu koordinasi Penyederhanaan


(1) Pengawasan oleh (1) Pengawasan sebagaimana menjadi salah satu poin yang baik antar Perizinan
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 penting dari kemudahan instansi dalam hal Berusaha
dimaksud dalam Pasal 98 dilakukan oleh Pemerintah perizinan, maka terhadap informasi
dilakukan oleh Menteri. Pusat. anomali kegiatan yang pengawasan dan
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Menteri dalam melakukan (2) Pemerintah Pusat dalam tidak sesuai dan perlu sanksi agar tidak
pengawasan sebagaimana melakukan pengawasan ditindaklanjuti dengan terjadi tumpang
dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud sanksi maka diatur tindih sanksi yang
mempunyai wewenang pada ayat (1) mempunyai dengan jenis sanksi diberikan kepada
melakukan: wewenang melakukan: bertingkat yang variatif satu kegiatan
a. pelarangan mengedarkan a. pelarangan namun terstandar, usaha.
untuk sementara waktu mengedarkan untuk sehingga terdapat
dan/atau perintah untuk sementara waktu kesamaan tingkatan
menarik Barang dari dan/atau perintah sanksi pada setiap
Distribusi atau untuk menarik Barang kegiatan. Hal ini
menghentikan kegiatan dari Distribusi atau kemudian perlu diatur
Jasa yang menghentikan kegiatan oleh lebih detail oleh
diperdagangkan tidak Jasa yang masing-masing sektor
sesuai dengan ketentuan diperdagangkan tidak yaitu kegiatan apa saja
peraturan perundang- sesuai dengan yang dapat dikenakan
undangan di bidang ketentuan peraturan sanksi tertentu secara
Perdagangan; dan/atau; perundang-undangan di bertahap. Adapun tujuan
b. pencabutan perizinan di bidang Perdagangan; dari hal ini adalah untuk
bidang Perdagangan. dan/atau; menciptakan ketertiban
b. pencabutan perizinan iklim usaha bersamaan
berusaha. dengan kemudahan
berusaha.
21. Pasal 100 Pasal 100 Penyederhanaan
(1) Dalam melaksanakan (1) Dalam melaksanakan Perizinan
pengawasan sebagaimana pengawasan sebagaimana Berusaha
dimaksud dalam Pasal 99 dimaksud dalam Pasal 99
ayat (1), Menteri menunjuk ayat (1), Pemerintah Pusat
petugas pengawas di menunjuk petugas
bidang Perdagangan. pengawas di bidang
(2) Petugas pengawas di Perdagangan.
bidang Perdagangan dalam (2) Petugas pengawas di
melaksanakan pengawasan bidang Perdagangan dalam
harus membawa surat melaksanakan pengawasan
tugas yang sah dan resmi. harus membawa surat
(3) Petugas Pengawas tugas yang sah dan resmi.
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud (3) Petugas Pengawas
pada ayat (2) dalam sebagaimana dimaksud
melaksanakan pada ayat (2) dalam
kewenangannya paling melaksanakan
sedikit melakukan kewenangannya paling
pengawasan terhadap: sedikit melakukan
a. perizinan di bidang pengawasan terhadap:
Perdagangan; a. Perizinan berusaha di
b. Perdagangan Barang bidang Perdagangan;
yang diawasi, dilarang, b. Perdagangan Barang
dan/atau diatur; yang diawasi, dilarang,
c. Distribusi Barang dan/atau diatur;
dan/atau Jasa; c. Distribusi Barang
d. pendaftaran Barang dan/atau Jasa;
Produk Dalam Negeri d. pendaftaran Barang
dan asal Impor yang Produk Dalam Negeri
terkait dengan dan asal Impor yang
keamanan, terkait dengan
keselamatan, keamanan,
kesehatan, dan keselamatan,
lingkungan hidup; kesehatan, dan
e. pemberlakuan SNI, lingkungan hidup;
persyaratan teknis, e. pemberlakuan SNI,
atau kualifikasi secara persyaratan teknis,
wajib; atau kualifikasi secara
f. pendaftaran Gudang; wajib;
dan f. perizinan berusaha
g. penyimpanan Barang terkait gudang; dan
kebutuhan pokok g. penyimpanan Barang
dan/atau Barang kebutuhan pokok
penting. dan/atau Barang
(4) Petugas Pengawas penting.
sebagaimana dimaksud (4) Petugas Pengawas
pada ayat (3) dalam hal sebagaimana dimaksud
menemukan dugaan pada ayat (3) dalam hal
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pelanggaran kegiatan di menemukan dugaan
bidang Perdagangan dapat: pelanggaran kegiatan di
a. merekomendasikan bidang Perdagangan dapat:
penarikan Barang dari a. merekomendasikan
Distribusi dan/atau penarikan Barang dari
pemusnahan Barang; Distribusi dan/atau
b. merekomendasikan pemusnahan Barang;
penghentian kegiatan b. merekomendasikan
usaha Perdagangan; penghentian kegiatan
atau usaha Perdagangan;
c. merekomendasikan atau
pencabutan perizinan c. merekomendasikan
di bidang Perdagangan. pencabutan Perizinan
(5) Dalam hal melaksanakan Berusaha di bidang
pengawasan sebagaimana Perdagangan.
dimaksud pada ayat (3) (5) Dalam hal melaksanakan
ditemukan bukti awal pengawasan sebagaimana
dugaan terjadi tindak dimaksud pada ayat (3)
pidana di bidang ditemukan bukti awal
Perdagangan, petugas dugaan terjadi tindak
pengawas melaporkannya pidana di bidang
kepada penyidik untuk Perdagangan, petugas
ditindaklanjuti. pengawas melaporkannya
(6) Petugas Pengawas kepada penyidik untuk
sebagaimana dimaksud ditindaklanjuti.
pada ayat (1) dalam (6) Petugas Pengawas
melaksanakan sebagaimana dimaksud
kewenangannya dapat pada ayat (1) dalam
berkoordinasi dengan melaksanakan
instansi terkait. kewenangannya dapat
berkoordinasi dengan
instansi terkait.
22. Pasal 102 Pasal 102 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai konsep pengaturan di memiliki Perizinan
mengenai pelaksanaan pelaksanaan pengawasan RUU Cipta Kerja. kewenangan penuh Berusaha
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengawasan kegiatan kegiatan Perdagangan dan atas pengaturan
Perdagangan dan pengawasan pengawasan terhadap Barang tersebut dan wajib
terhadap Barang yang yang ditetapkan sebagai Barang mengatur dalam
ditetapkan sebagai Barang dalam pengawasan diatur bentuk NSPK
dalam pengawasan diatur dengan Peraturan Pemerintah. berupa Peraturan
dengan Peraturan Menteri. Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal
1. Pasal 13 Pasal 13 Disesuaikan dengan Pemerintah Pusat Penyederhanaan
Menteri mengatur tentang: Pemerintah Pusat mengatur konsep pengaturan di memiliki Perizinan
a. pengujian dan pemeriksaan tentang: RUU Cipta Kerja. kewenangan penuh Berusaha
alat-alat ukur, takar, a. pengujian dan pemeriksaan atas pengaturan
timbang dan alat ukur, takar, timbang tersebut dan wajib
perlengkapannya; dan perlengkapannya; mengatur dalam
b. pelaksanaan serta jangka b. pelaksanaan serta jangka bentuk NSPK
waktu dilakukan tera dan waktu dilakukan tera dan berupa Peraturan
tera ulang; tera ulang; Pemerintah.
c. tempat-tempat dan daerah- c. tempat dan daerah dimana
daerah dimana dilaksanakan tera dan tera
dilaksanakan tera dan tera ulang alat-alat ukur, takar,
ulang alat-alat ukur, takar, timbang dan
timbang dan perlengkapannya untuk
perlengkapannya untuk jenis tertentu.
jenisjenis tertentu.
2. Pasal 17 Pasal 17 Karena penggunaan alat- Penyederhanaan
Untuk membuat dan atau (1) Setiap Pelaku Usaha yang alat ukur takar, timbang Perizinan
memperbaiki alat-alat ukur, membuat dan/atau dari perlengkapannya Berusaha
takar, timbang dan memperbaiki alat-alat berada di bawah
perlengkapannya harus ukur, takar, timbang dan pengawasan instansi
memperoleh izin Menteri. perlengkapannya wajib Pemerintah Pusat yang
memenuhi Perizinan bertanggungjawab di
Berusaha dari Pemerintah bidang metrologi maka
Pusat. seharusnyalah
(2) Setiap Pelaku Usaha yang pembuatan alat-alat
melakukan impor alat-alat tersebut dengan
ukur, takar, timbang dan Perizinan Berusaha dari
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perlengkapannya ke dalam Pemerintah Pusat supaya
wilayah Republik Indonesia mudah mengawasi dan
harus memenuhi Perizinan membina, sehingga alat-
Berusaha dari Pemerintah alat itu dibuat oleh
Pusat. orang-orang yang benar-
benar mempunyai
keahlian. Demikian pula
untuk memperbaiki
alatalat ukur, takar,
timbang dan
perlengkapannya
misalnya memperbaiki
timbangan perlu
mendapat Perizinan
Berusaha dari
Pemerintah Pusat, yaitu
supaya mudah
mengawasi dan
membimbingnya.
Dengan demikian
diharapkan bahwa
pekerjaan memperbaiki
timbangan dilakukan
oleh orang-orang yang
benar-benar mempunyai
keahlian dalam bidang
itu dan dengan rasa
penuh tanggungjawab,
sehingga para pemilik
timbangan tidak akan
terperdaya oleh orang-
orang yang mengaku
sebagai reparatir
timbangan padahal tidak
mempunyai keahlian
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam pekerjaan tersebut
dan hanya semata-mata
mencari keuntungan
untuk dirinya saja diri
saja.
3. Pasal 18 Pasal 18 Perizinan Berusaha dari Penyederhanaan
Setiap pemasukan alat-alat Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemerintah Pusat Perizinan
ukur, takar, timbang dan perizinan berusaha sebagaimana diperlukan untuk Berusaha
perlengkapannya ke dalam dimaksud pada pasal 17 diatur menghindari masuk dan
wlayah Republik Indonesia dengan Peraturan Pemerintah. beredarnya alat-alat
harus dengan izin Menteri. ukur, takar, timbang dan
perlengkapannya yang
tidak memenuhi
persyaratan, sebab jika
ini terjadi akan
menyulitkan dalam
melaksanakan undang-
undang ini.
4. Norma Baru Pasal 24 Penyederhanaan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan
barang dalam keadaan Berusaha
terbungkus sebagai mana
dimaksud dalam Pasal 22 dan
Pasal 23 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal
1. Pasal 1 angka 10 Pasal 1 angka 10 1. Mempercepat proses Adanya penolakan Penyederhanaan
10. Sertifikat Halal adalah penetapan fatwa halal dari MUI sebagai Perizinan
10. Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu tidak hanya oleh MUI. satu-satunya Berusaha
pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan 2. Tidak terjadi monopoli pemegang
Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkan dalam penetapan keputusan
oleh BPJPH berdasarkan fatwa halal. fatwa halal. penetapan fatwa
fatwa halal tertulis yang 3. Meningkatkan peran halal produk.
dikeluarkan oleh MUI. Ormas Islam lain
yang berbadan
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
hukum
2. Norma Baru Pasal 4A 1. UMK perlu diberi Regulasi yang Penyederhanaan
(1) Untuk Pelaku Usaha Mikro kemudahan dan terkait harus Perizinan
dan Kecil, kewajiban difasilitasi sehingga menyesuaikan. Berusaha
bersertifikat halal UMK tetap bisa
sebagaimana dimaksud tumbuh dan
dalam Pasal 4 didasarkan berkembang
pernyataan pelaku usaha 2. Jumlah UMK sangat
Mikro dan Kecil. besar sehingga
(2) Pernyataan pelaku usaha dengan pernyataan
Usaha Mikro dan Kecil pelaku UMK ini
sebagaimana dimaksud melalui negative
pada ayat (1) berdasarkan confirmation akan
standar yang ditetapkan sangat membantu
oleh BPJPH. UMK.

3. Pasal 7 Pasal 7 Meningkatkan peran Perlu penetapan


Dalam melaksanakan (1) Dalam melaksanakan Ormas Islam standar dan
wewenang sebagaimana wewenang sebagaimana kriteria ormas
dimaksud dalam Pasal 6, dimaksud dalam Pasal 6, Islam berbadan
BPJPH bekerja sama dengan: BPJPH bekerja sama hukum yang dapat
a. kementerian dan/atau dengan: mengadakan kerja
lembaga terkait; a. kementerian dan/atau sama penetapan
b. LPH; dan lembaga terkait; fatwa halal dengan
b. c. MUI. b. LPH; dan BPJPH
c. MUI.
(2) Selain bekerja sama
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BPJPH dapat
bekerja sama dengan Ormas
Islam yang berbadan
Hukum.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kerja sama
sebagaimana dimaksud
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

4. Pasal 10 Pasal 10 1. Menempatkan MUI Ada kemungkinan Penyederhanaan


(1) Kerja sama BPJPH dengan (1) Kerja sama BPJPH dengan sesuai dengan terjadinya Perizinan
MUI sebagaimana MUI dan Ormas Islam yang marwahnya sebagai penolakan/resisten Berusaha
dimaksud dalam Pasal 7 berbadan hukum ulama yang si dari MUI karena
huruf c dilakukan dalam sebagaimana dimaksud menetapkan fatwa selama ini MUI
bentuk: dalam Pasal 7 a/yat (1) kehalalan produk merupakan satu-
a. sertifikasi Auditor huruf c dan ayat (2) 2. Untuk menumbuhkan satunya lembaga
Halal; dilakukan dalam bentuk partisipasi Ormas keagamaan Islam
b. penetapan kehalalan penetapan kehalalan Islam berbadan yang memiliki
Produk; dan Produk. hukum. kewenangan dalam
c. akreditasi LPH. (2) Penetapan kehalalan3. Mempercepat waktu penetapan fatwa
(2) Penetapan kehalalan Produk sebagaimana layanan dan kehalalan produk.
Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengurangi beban
dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan MUI dan biaya dalam
huruf b dikeluarkan MUI Ormas Islam yang sertifikasi auditor
dalam bentuk Keputusan berbadan hukum dalam halal dan akreditasi
Penetapan Halal Produk. bentuk Keputusan LPH.
Penetapan Halal Produk. 4. Sertifikasi auditor
halal dan akreditasi
LPH seyogyanya
dikembalikan kepada
Pemerintah.
5. Pasal 13 Pasal 13 Mempercepat proses Perlu komunikasi Penyederhanaan
(1) Untuk mendirikan LPH (1) Untuk mendirikan LPH pendirian LPH dengan KAN Perizinan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud Berusaha
dalam Pasal 12, harus dalam Pasal 12, harus
dipenuhi persyaratan: dipenuhi persyaratan:
a. memiliki kantor sendiri a. memiliki kantor sendiri
dan perlengkapannya; dan perlengkapannya;
b. memiliki akreditasi dari b. memiliki Auditor Halal
BPJPH; paling sedikit 3 (tiga)
c. memiliki Auditor Halal orang; dan
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
paling sedikit 3 (tiga) c. memiliki laboratorium
orang; dan atau kesepakatan kerja
d. memiliki laboratorium sama dengan lembaga
atau kesepakatan kerja lain yang memiliki
sama dengan lembaga laboratorium.
lain yang memiliki (2) Dalam hal LPH
laboratorium. sebagaimana dimaksud
(2) Dalam hal LPH pada ayat (1) didirikan oleh
sebagaimana dimaksud masyarakat, LPH harus
pada ayat (1) didirikan oleh diajukan oleh lembaga
masyarakat, LPH harus keagamaan Islam berbadan
diajukan oleh lembaga hukum.
keagamaan Islam berbadan (3) Ketentuan lebih lanjut
hukum. mengenai pendirian LPH
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
6. Pasal 14 Pasal 14 1. Aturan pasal 14 Perlu menyusun Penyederhanaan
(4) Auditor Halal sebagaimana Dihapus. existing dalam UU standar baru Perizinan
dimaksud dalam Pasal 13 terlalu teknis terkait kompetensi Berusaha
huruf c diangkat dan sehingga cukup auditor halal, agar
diberhentikan oleh LPH. diatur dalam PP kemampuan
(5) Pengangkatan Auditor sebagaimana auditor halal
Halal oleh LPH diusulkan dalam Indonesia dapat
sebagaimana dimaksud pasal 16. terukur dan
pada ayat (1) harus 2. Membuka peluang memiliki
memenuhi persyaratan: cipta lapangan kerja kompetensi yang
a. warga negara dan mempercepat baik
Indonesia; waktu layanan.
b. beragama Islam;
c. berpendidikan paling
rendah sarjana strata 1
(satu) di bidang pangan,
kimia, biokimia, teknik
industri, biologi, atau
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
farmasi;
d. memahami dan
memiliki wawasan luas
mengenai kehalalan
produk menurut syariat
Islam;
e. mendahulukan
kepentingan umat di
atas kepentingan
pribadi dan/atau
golongan; dan
f. memperoleh sertifikat
dari MUI.
7. Pasal 15 Pasal 15 Hanya merubah rujukan
Auditor Halal sebagaimana (1) Auditor Halal bertugas: pasal dan tidak merubah
dimaksud dalam Pasal 14 a. memeriksa dan substansi existing UU
bertugas: mengkaji Bahan yang (rumusan UU)
a. memeriksa dan mengkaji digunakan;
Bahan yang digunakan; b. memeriksa dan
b. memeriksa dan mengkaji mengkaji proses
proses pengolahan Produk; pengolahan Produk;
c. memeriksa dan mengkaji c. memeriksa dan
sistem penyembelihan; mengkaji sistem
d. meneliti lokasi Produk; penyembelihan;
e. meneliti peralatan, ruang d. meneliti lokasi Produk;
produksi, dan e. meneliti peralatan,
f. penyimpanan; ruang produksi, dan
g. memeriksa pendistribusian penyimpanan;
dan penyajian Produk; f. memeriksa
h. memeriksa sistem jaminan pendistribusian dan
halal Pelaku Usaha; dan penyajian Produk;
i. melaporkan hasil g. memeriksa sistem
pemeriksaan dan/atau jaminan halal Pelaku
pengujian Usaha; dan
j. kepada LPH. h. melaporkan hasil
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemeriksaan dan/atau
pengujian kepada LPH.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Auditor Halal
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

8. Pasal 16 Pasal 16 Tidak merubah substansi


Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai existing UU (rumusan
mengenai LPH diatur dalam LPH diatur dalam Peraturan UU)
Peraturan Pemerintah Pemerintah.

9. Pasal 28 Pasal 28 Membuka peluang cipta Pemerintah Pusat Penyederhanaan


(1) Penyelia Halal sebagaimana (1) Penyelia Halal sebagaimana lapangan kerja dan memiliki Perizinan
dimaksud dalam Pasal 24 dimaksud dalam Pasal 24 mempercepat waktu kewenangan penuh Berusaha
huruf c bertugas: huruf c bertugas: layanan atas pengaturan
a. mengawasi PPH di a. mengawasi PPH di tersebut dan wajib
perusahaan; perusahaan; mengatur dalam
b. menentukan tindakan b. menentukan tindakan bentuk NSPK
perbaikan dan perbaikan dan berupa Peraturan
pencegahan; pencegahan; Pemerintah.
c. mengoordinasikan PPH; c. mengoordinasikan PPH;
dan dan
d. mendampingi Auditor d. mendampingi Auditor
Halal LPH pada saat Halal LPH pada saat
pemeriksaan. pemeriksaan.
(2) Penyelia Halal harus (2) Penyelia Halal ditetapkan
memenuhi persyaratan: oleh pimpinan perusahaan
a. beragama Islam; dan dan dilaporkan kepada
b. memiliki wawasan luas BPJPH.
dan memahami syariat (3) Ketentuan lebih lanjut
tentang kehalalan. mengenai Penyelia Halal
(3) Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Peraturan
mengenai Penyelia Halal Pemerintah.
diatur dalam Peraturan
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Menteri.
10. Pasal 29 Pasal 29 Mempercepat waktu Pemerintah Pusat Penyederhanaan
(1) Permohonan Sertifikat (1) Permohonan Sertifikat layanan dan memutus memiliki Perizinan
Halal diajukan oleh Pelaku Halal diajukan oleh Pelaku rantai birokrasi yang kewenangan penuh Berusaha
Usaha secara tertulis Usaha secara tertulis terlalu panjang. atas pengaturan
kepada BPJPH. kepada BPJPH. tersebut dan wajib
(2) Permohonan Sertifikat (2) Permohonan Sertifikat mengatur dalam
Halal harus dilengkapi Halal harus dilengkapi bentuk NSPK
dengan dokumen: a. data dengan dokumen: berupa Peraturan
Pelaku Usaha; b. nama dan a. data Pelaku Usaha Pemerintah.
jenis Produk; c. daftar b. nama dan jenis Produk;
Produk dan Bahan yang c. daftar Produk dan
digunakan; dan d. proses Bahan yang digunakan;
pengolahan Produk. da
(3) Ketentuan lebih lanjut d. proses pengolahan
mengenai tata cara Produk.
pengajuan permohonan (3) Jangka waktu verifikasi
Sertifikat Halal diatur permohonan sertifikat halal
dalam Peraturan Menteri. dilaksanakan paling lama 2
(dua) hari kerja.

(4) Ketentuan lebih lanjut


mengenai tata cara
pengajuan permohonan
Sertifikat Halal diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

11. Pasal 30 Pasal 30 Mempercepat waktu Pemerintah Pusat Penyederhanaan


(1) BPJPH menetapkan LPH (1) BPJPH menetapkan LPH layanan dan memutus memiliki Perizinan
untuk melakukan untuk melakukan rantai birokrasi yang kewenangan penuh Berusaha
pemeriksaan dan/atau pemeriksaan dan/atau terlalu panjang. atas pengaturan
pengujian kehalalan pengujian kehalalan Produk tersebut dan wajib
Produk. berdasarkan permohonan mengatur dalam
(2) Penetapan LPH Pelaku Usaha. bentuk NSPK
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud (2) Penetapan LPH sebagaimana berupa Peraturan
pada ayat (1) dilakukan dimaksud pada ayat (1) Pemerintah
dalam jangka waktu paling dilakukan dalam jangka
lama 5 (lima) hari kerja waktu paling lama 1 (satu)
terhitung sejak dokumen hari kerja terhitung sejak
permohonan sebagaimana dokumen permohonan
dimaksud dalam Pasal 29 sebagaimana dimaksud
ayat (2) dinyatakan dalam Pasal 29 ayat (2)
lengkap. dinyatakan lengkap.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
penetapan LPH diatur
dalam Peraturan Menteri.
12. Pasal 31 Pasal 31 Mempercepat waktu Perlu penyesuaian Penyederhanaan
(1) Pemeriksaan dan/atau (1) Pemeriksaan dan/atau layanan dan memutus dengan regulasi Perizinan
pengujian kehalalan pengujian kehalalan rantai birokrasi yang yang telah Berusaha
Produk sebagaimana Produk sebagaimana terlalu panjang. disahkan
dimaksud dalam Pasal 30 dimaksud dalam Pasal 30 sebelumnya
ayat (1) dilakukan oleh ayat (1) dilakukan oleh
Auditor Halal. Auditor Halal paling lama
(2) Pemeriksaan terhadap 15 (lima belas) hari kerja.
Produk dilakukan di lokasi (2) Pemeriksaan terhadap
usaha pada saat proses Produk dilakukan di lokasi
produksi. usaha pada saat proses
(3) Dalam hal pemeriksaan produksi.
Produk sebagaimana (3) Dalam hal pemeriksaan
dimaksud pada ayat (1) Produk sebagaimana
terdapat Bahan yang dimaksud pada ayat (1)
diragukan kehalalannya, terdapat Bahan yang
dapat dilakukan pengujian diragukan kehalalannya,
di laboratorium. dapat dilakukan pengujian
(4) Dalam pelaksanaan di laboratorium.
pemeriksaan di lokasi (4) Dalam pelaksanaan
usaha sebagaimana pemeriksaan di lokasi
dimaksud pada ayat (2), usaha sebagaimana
- 30 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pelaku Usaha wajib dimaksud pada ayat (2),
memberikan informasi Pelaku Usaha wajib
kepada Auditor Halal. memberikan informasi
kepada Auditor Halal.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemeriksaan
dan/atau pengujian
kehalalan produk diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
13. Pasal 32 Pasal 32 Menyesuaikan usulan Ada kemungkinan Penyederhanaan
(1) LPH menyerahkan hasil (1) LPH menyerahkan hasil perubahan pada Pasal 1 terjadinya Perizinan
pemeriksaan dan/atau pemeriksaan dan/atau angka 7. penolakan/resisten Berusaha
pengujian kehalalan pengujian kehalalan Produk si dari MUI karena
Produk kepada BPJPH. kepada MUI atau Ormas selama ini MUI
(2) BPJPH menyampaikan Islam yang berbadan merupakan satu-
hasil pemeriksaan hukum dengan tembusan satunya lembaga
dan/atau pengujian yang dikirimkan kepada keagamaan Islam
kehalalan Produk kepada BPJPH. yang memiliki
MUI untuk memperoleh (2) Dalam hal hasil kewenangan dalam
penetapan kehalalan pemeriksaan dan/atau penetapan fatwa
Produk. pengujian kehalalan Produk kehalalan produk
tidak sesuai standar yang
dimiliki oleh BPJPH, BPJPH
menyampaikan
pertimbangan kepada MUI
atau Ormas Islam yang
berbadan hukum yang
ditunjuk untuk
mengeluarkan fatwa.

14. Pasal 33 Pasal 33 Menyesuaikan usulan Ada kemungkinan Penyederhanaan


(1) Penetapan kehalalan (1) Penetapan kehalalan perubahan pada Pasal 1 terjadinya Perizinan
Produk dilakukan oleh Produk dilakukan oleh MUI angka 7. penolakan/resisten Berusaha
MUI. dan dapat dilakukan oleh si dari MUI karena
- 31 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Penetapan kehalalan Ormas Islam yang selama ini MUI
Produk sebagaimana berbadan hukum. merupakan satu-
dimaksud pada ayat (1) (2) Penetapan kehalalan satunya lembaga
dilakukan dalam Sidang Produk sebagaimana keagamaan Islam
Fatwa Halal. dimaksud pada ayat (1) yang memiliki
(3) Sidang Fatwa Halal MUI dilakukan dalam Sidang kewenangan dalam
sebagaimana dimaksud Fatwa Halal. penetapan fatwa
pada ayat (2) (3) Sidang Fatwa Halal kehalalan produk
mengikutsertakan pakar, memutuskan kehalalan
unsur Produk paling lama 3 (tiga)
kementerian/lembaga, hari kerja sejak MUI atau
dan/atau instansi terkait. Ormas Islam yang
(4) Sidang Fatwa Halal berbadan hukum menerima
sebagaimana dimaksud hasil pemeriksaan
pada ayat (3) memutuskan dan/atau pengujian Produk
kehalalan Produk paling dari BPJH.
lama 30 (tiga puluh) hari (4) Penetapan kehalalan
kerja sejak MUI menerima Produk sebagaimana
hasil pemeriksaan dimaksud pada ayat (2)
dan/atau pengujian disampaikan kepada
Produk dari BPJPH. BPJPH sebagai dasar
(5) Keputusan Penetapan penerbitan Sertifikat Halal.
Halal Produk sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
ditandatangani oleh MUI.
15. Norma Baru Pasal 34A Agar memberikan Ada kemungkinan Penyederhanaan
Dalam hal produk yang dibuat kemudahan bagi pelaku terjadinya Perizinan
berasal dari bahan yang sudah usaha serta percepatan penolakan/resisten Berusaha
bersertifikat halal dan dalam penerbitan si dari MUI karena
memenuhi standar proses sertifikat halal tanpa MUI tetap
produk halal berdasarkan mengabaikan proses beranggapan masih
pemeriksaan oleh LPH, BPJPH pemeriksaan kehalalan perlu ada fatwa.
langsung menerbitkan sertifikat produk.
halal.
16. Pasal 35 Pasal 35 Menyesuaikan usulan Penyederhanaan
- 32 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Sertifikat Halal sebagaimana Sertifikat Halal sebagaimana perubahan pada Pasal 1 Perizinan
dimaksud dalam Pasal 34 ayat dimaksud dalam Pasal 34 ayat angka 7. Berusaha
(1) diterbitkan oleh BPJPH (1) diterbitkan oleh BPJPH
paling lama 7 (tujuh) hari kerja paling lama 1 (satu) hari kerja
terhitung sejak keputusan terhitung sejak penetapan
kehalalan Produk diterima dari kehalalan Produk.
MUI.

17. Norma Baru Pasal 35A Mempercepat waktu Ada kemungkinan


(1) Dalam hal LPH dan/atau layanan dan memutus terjadinya
MUI atau Ormas Islam yang rantai birokrasi yang penolakan/resisten
berbadan hukum tidak terlalu panjang si dari MUI karena
dapat memenuhi batas MUI tetap
waktu yang telah ditetapkan beranggapan masih
dalam proses sertifikasi perlu ada fatwa.
halal, BPJPH mempunyai
wewenang mengambil alih
proses sertifikasi halal.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kewenangan
BPJPH sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
18. Pasal 40 Pasal 40 Adanya satu label halal Pemerintah Pusat Penyederhanaan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai Indonesia yang memiliki memiliki Perizinan
mengenai Label Halal diatur Label Halal diatur dalam legalitas negara. kewenangan penuh Berusaha
dalam Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah. atas pengaturan
tersebut dan wajib
mengatur dalam
bentuk NSPK
berupa Peraturan
Pemerintah.
19. Pasal 42 Pasal 42 Pemerintah Pusat Penyederhanaan
(1) Sertifikat Halal berlaku (1) Sertifikat Halal berlaku memiliki Perizinan
- 33 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
selama 4 (empat) tahun selama 4 (empat) tahun kewenangan penuh Berusaha
sejak diterbitkan oleh sejak diterbitkan oleh atas pengaturan
BPJPH, kecuali terdapat BPJPH, kecuali terdapat tersebut dan wajib
perubahan komposisi perubahan komposisi mengatur dalam
Bahan. Bahan. bentuk NSPK
(2) Sertifikat Halal wajib (2) Sertifikat Halal wajib berupa Peraturan
diperpanjang oleh Pelaku diperpanjang oleh Pelaku Pemerintah.
Usaha dengan mengajukan Usaha dengan mengajukan
pembaruan Sertifikat Halal pembaruan Sertifikat Halal
paling lambat 3 (tiga) bulan paling lambat 3 (tiga) bulan
sebelum masa berlaku sebelum masa berlaku
Sertifikat Halal berakhir. Sertifikat Halal berakhir.
(3) Ketentuan lebih lanjut (3) Apabila dalam pengajuan
mengenai pembaruan perpanjangan sebagaimana
Sertifikat Halal diatur dimaksud pada ayat (2),
dalam Peraturan Menteri. Pelaku Usaha
mencantumkan pernyataan
memenuhi produksi halal
dan tidak mengubah
komposisi, BPJH dapat
langsung menerbitkan
perpanjangan sertifikat
halal.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
perpanjangan Sertifikat
Halal diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
20. Pasal 44 Pasal 44 Memberikan kemudahan Jumlah Penyederhanaan
(1) Biaya Sertifikasi Halal (1) Biaya Sertifikasi Halal dan keringanan permohonan Perizinan
dibebankan kepada Pelaku dibebankan kepada Pelaku pembiayaan dalam sertfikasi halal Berusaha
Usaha yang mengajukan Usaha yang mengajukan pengurusan sertifikasi yang berasal dari
permohonan Sertifikat permohonan Sertifikat halal UMK meningkat
Halal. Halal. drastis dan
(2) Dalam hal Pelaku Usaha (2) Dalam hal permohonan jumlahnya akan
- 34 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
merupakan usaha mikro Sertifikasi halal sangat besar.
dan kecil, biaya Sertifikasi sebagaimana dimaksud ayat
Halal dapat difasilitasi oleh (1) diajukan oleh Pelaku
pihak lain. Usaha Mikro dan Kecil,
(3) Ketentuan lebih lanjut tidak dikenai biaya.
mengenai biaya sertifikasi (3) Ketentuan lebih lanjut
halal diatur dalam mengenai biaya sertifikasi
Peraturan Pemerintah. halal diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

21. Pasal 55 Pasal 55 Pemerintah Pusat Penyederhanaan


Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai memiliki Perizinan
mengenai tata cara peran serta tata cara peran serta kewenangan penuh Berusaha
masyarakat dan pemberian masyarakat dan pemberian atas pengaturan
penghargaan diatur dalam penghargaan diatur dalam tersebut dan wajib
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah. mengatur dalam
bentuk NSPK
berupa Peraturan
Pemerintah.
1p. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA – PERIZINAN SEKTOR PUPR

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
1. Pasal 5 Pasal 5 1. Sesuai dengan Pasal 4 Pemerintah Penyederhanaan
ayat (1) UUD 1945 memegang kendali Perizinan
(1) Untuk mencapai tujuan (1) Untuk mencapai tujuan yang menyebutkan terhadap kebijakan Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud bahwa Presiden penyelengaraan
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf dalam Pasal 4 ayat (1) huruf sebagai pemegang urusan
a, Pemerintah Pusat a, Pemerintah Pusat memiliki kekuasaan pemerintahan di
memiliki kewenangan: kewenangan: pemerintahan, bidang jasa
a. mengembangkan a. mengembangkan menempatkan kontruksi dalam
struktur usaha Jasa struktur usaha Jasa Presiden secara rangka
Konstruksi; Konstruksi; atribusi memiliki memberikan
kewenangan kemudahan bagi
b. mengembangkan sistem b. mengembangkan sistem
menyelenggarakan badan usaha untuk
persyaratan usaha Jasa persyaratan usaha Jasa
urusan pemerintahan berinvestasi dalam
Konstruksi; Konstruksi;
antara lain dalam penyediaan
c. menyelenggarakan c. menyelenggarakan bidang jasa kontruksi. infrastruktur.
registrasi badan usaha Perizinan Berusaha 2. Kewenangan
Jasa Konstruksi; dalam rangka registrasi penyelenggaraan
badan usaha Jasa penguasaan negara
d. menyelenggarakan
Konstruksi; yang awalnya
akreditasi bagi asosiasi
perusahaan Jasa d. menyelenggarakan diberikan secara
Konstruksi dan asosiasi Perizinan Berusaha atribusi kepada
yang terkait dengan terkait Jasa Konstruksi; pemerintah pusat
rantai pasok Jasa dan/atau pemerintah
e. menyelenggarakan daerah, berubah
Konstruksi;
pemberian lisensi bagi menjadi bersifat
e. menyelenggarakan lembaga yang pendelegasian atau
pemberian lisensi bagi melaksanakan sertifikasi didelegasikan oleh
lembaga yang badan usaha; Presiden kepada
melaksanakan sertifikasi Pemerintah dan/atau
f. mengembangkan sistem
badan usaha; Pemerintah Daerah.
rantai pasok Jasa
Konstruksi;
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
f. mengembangkan sistem g. mengembangkan sistem
rantai pasok Jasa permodalan dan sistem
Konstruksi; penjaminan usaha Jasa
Konstruksi;
g. mengembangkan sistem
permodalan dan sistem h. memberikan dukungan
penjaminan usaha Jasa dan pelindungan bagi
Konstruksi; pelaku usaha Jasa
Konstruksi nasional
h. memberikan dukungan
dalam mengakses pasar
dan pelindungan bagi
Jasa Konstruksi
pelaku usaha Jasa
internasional;
Konstruksi nasional
dalam mengakses pasar i. mengembangkan sistem
Jasa Konstruksi pengawasan tertib usaha
internasional; Jasa Konstruksi;
i. mengembangkan sistem j. menyelenggarakan
pengawasan tertib usaha penerbitan Perizinan
Jasa Konstruksi; Berusaha dalam rangka
penanaman modal asing;
j. menyelenggarakan
penerbitan izin k. menyelenggarakan
perwakilan badan usaha pengawasan tertib usaha
asing dan Izin Usaha Jasa Konstruksi asing
dalam rangka dan Jasa Konstruksi
penanaman modal asing; kualifikasi besar;
k. menyelenggarakan l. menyelenggarakan
pengawasan tertib usaha pengembangan layanan
Jasa Konstruksi asing usaha Jasa Konstruksi;
dan Jasa Konstruksi m. mengumpulkan dan
kualifikasi besar; mengembangkan sistem
l. menyelenggarakan informasi yang terkait
pengembangan layanan dengan pasar Jasa
usaha Jasa Konstruksi; Konstruksi di negara yang
potensial untuk pelaku
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
m. mengumpulkan dan usaha Jasa Konstruksi
mengembangkan sistem nasional;
informasi yang terkait n. mengembangkan sistem
dengan pasar Jasa kemitraan antara usaha
Konstruksi di negara Jasa Konstruksi nasional
yang potensial untuk dan internasional;
pelaku usaha Jasa
Konstruksi nasional; o. menjamin terciptanya
persaingan yang sehat
n. mengembangkan sistem dalam pasar Jasa
kemitraan antara usaha Konstruksi;
Jasa Konstruksi nasional
dan internasional; p. mengembangkan
segmentasi pasar Jasa
o. menjamin terciptanya Konstruksi nasional;
persaingan yang sehat
dalam pasar Jasa q. memberikan pelindungan
Konstruksi; hukum bagi pelaku usaha
Jasa Konstruksi nasional
p. mengembangkan yang mengakses pasar
segmentasi pasar Jasa Jasa Konstruksi
Konstruksi nasional; internasional; dan
q. memberikan r. menyelenggarakan
pelindungan hukum bagi registrasi pengalaman
pelaku usaha Jasa badan usaha.
Konstruksi nasional yang
mengakses pasar Jasa (2) Untuk mencapai tujuan
Konstruksi internasional; sebagaimana dimaksud
dan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
b, Pemerintah Pusat
r. menyelenggarakan memiliki kewenangan:
registrasi pengalaman
badan usaha. a. mengembangkan sistem
pemilihan Penyedia Jasa
(2) Untuk mencapai tujuan dalam penyelenggaraan
sebagaimana dimaksud Jasa Konstruksi;
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b, Pemerintah Pusat b. mengembangkan Kontrak
memiliki kewenangan: Kerja Konstruksi yang
menjamin kesetaraan hak
a. mengembangkan sistem
dan kewajiban antara
pemilihan Penyedia Jasa
Pengguna Jasa dan
dalam penyelenggaraan
Penyedia Jasa;
Jasa Konstruksi;
c. mendorong
b. mengembangkan
digunakannya alternatif
Kontrak Kerja Konstruksi
penyelesaian sengketa
yang menjamin
penyelenggaraan Jasa
kesetaraan hak dan
Konstruksi di luar
kewajiban antara
pengadilan; dan
Pengguna Jasa dan
Penyedia Jasa; d. mengembangkan sistem
kinerja Penyedia Jasa
c. mendorong
dalam penyelenggaraan
digunakannya alternatif
Jasa Konstruksi.
penyelesaian sengketa
penyelenggaraan Jasa (3) Untuk mencapai tujuan
Konstruksi di luar sebagaimana dimaksud
pengadilan; dan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
c, Pemerintah Pusat
d. mengembangkan sistem
memiliki kewenangan:
kinerja Penyedia Jasa
dalam penyelenggaraan a. mengembangkan Standar
Jasa Konstruksi. Keamanan, Keselamatan,
Kesehatan, dan
(3) Untuk mencapai tujuan
Keberlanjutan dalam
sebagaimana dimaksud
penyelenggaraan Jasa
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
Konstruksi;
c, Pemerintah Pusat
memiliki kewenangan: b. menyelenggarakan
pengawasan penerapan
a. mengembangkan
Standar Keamanan,
Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan,
Keselamatan, Kesehatan,
dan Keberlanjutan dalam
dan Keberlanjutan dalam
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penyelenggaraan Jasa penyelenggaraan dan
Konstruksi; pemanfaatan Jasa
Konstruksi oleh badan
b. menyelenggarakan
usaha Jasa Konstruksi;
pengawasan penerapan
Standar Keamanan, c. menyelenggarakan
Keselamatan, Kesehatan, registrasi penilai ahli; dan
dan Keberlanjutan dalam d. menetapkan penilai ahli
penyelenggaraan dan
yang teregistrasi dalam
pemanfaatan Jasa hal terjadi Kegagalan
Konstruksi oleh badan Bangunan.
usaha Jasa Konstruksi;
(4) Untuk mencapai tujuan
c. menyelenggarakan sebagaimana dimaksud
registrasi penilai ahli; dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
dan d, Pemerintah Pusat
d. menetapkan penilai ahli memiliki kewenangan:
yang teregistrasi dalam a. mengembangkan standar
hal terjadi Kegagalan kompetensi kerja dan
Bangunan. pelatihan Jasa
(4) Untuk mencapai tujuan Konstruksi;
sebagaimana dimaksud b. memberdayakan lembaga
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf pendidikan dan pelatihan
d, Pemerintah Pusat kerja konstruksi nasional;
memiliki kewenangan:
c. menyelenggarakan
a. mengembangkan standar pelatihan tenaga kerja
kompetensi kerja dan konstruksi strategis dan
pelatihan Jasa percontohan;
Konstruksi;
d. mengembangkan sistem
b. memberdayakan lembaga sertifikasi kompetensi
pendidikan dan pelatihan tenaga kerja konstruksi;
kerja konstruksi
nasional;
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. menyelenggarakan e. menetapkan standar
pelatihan tenaga kerja remunerasi minimal bagi
konstruksi strategis dan tenaga kerja konstruksi;
percontohan; f. menyelenggarakan
d. mengembangkan sistem pengawasan sistem
sertifikasi kompetensi sertifikasi, pelatihan, dan
tenaga kerja konstruksi; standar remunerasi
minimal bagi tenaga kerja
e. menetapkan standar
konstruksi;
remunerasi minimal bagi
tenaga kerja konstruksi; g. menyelenggarakan
akreditasi bagi asosiasi
f. menyelenggarakan
profesi dan lisensi bagi
pengawasan sistem
lembaga sertifikasi
sertifikasi, pelatihan, dan
profesi;
standar remunerasi
minimal bagi tenaga kerja h. menyelenggarakan
konstruksi; registrasi tenaga kerja
konstruksi;
g. menyelenggarakan
akreditasi bagi asosiasi i. menyelenggarakan
profesi dan lisensi bagi registrasi pengalaman
lembaga sertifikasi profesional tenaga kerja
profesi; konstruksi serta lembaga
pendidikan dan pelatihan
h. menyelenggarakan
kerja di bidang
registrasi tenaga kerja
konstruksi;
konstruksi;
j. menyelenggarakan
i. menyelenggarakan
penyetaraan tenaga kerja
registrasi pengalaman
konstruksi asing; dan
profesional tenaga kerja
konstruksi serta lembaga k. membentuk lembaga
pendidikan dan pelatihan sertifikasi profesi untuk
kerja di bidang melaksanakan tugas
konstruksi; sertifikasi kompetensi
kerja yang belum dapat
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
j. menyelenggarakan dilakukan lembaga
penyetaraan tenaga kerja sertifikasi profesi yang
konstruksi asing; dan dibentuk oleh asosiasi
profesi atau lembaga
k. membentuk lembaga
pendidikan dan
sertifikasi profesi untuk
pelatihan.
melaksanakan tugas
sertifikasi kompetensi (5) Untuk mencapai tujuan
kerja yang belum dapat sebagaimana dimaksud
dilakukan lembaga dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
sertifikasi profesi yang e, Pemerintah Pusat
dibentuk oleh asosiasi memiliki kewenangan:
profesi atau lembaga a. mengembangkan standar
pendidikan dan material dan peralatan
pelatihan. konstruksi, serta inovasi
(5) Untuk mencapai tujuan teknologi konstruksi;
sebagaimana dimaksud b. mengembangkan skema
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
kerja sama antara
e, Pemerintah Pusat institusi penelitian dan
memiliki kewenangan: pengembangan dan
a. mengembangkan standar seluruh pemangku
material dan peralatan kepentingan Jasa
konstruksi, serta inovasi Konstruksi;
teknologi konstruksi; c. menetapkan
b. mengembangkan skema pengembangan teknologi
kerja sama antara prioritas;
institusi penelitian dan d. mempublikasikan
pengembangan dan material dan peralatan
seluruh pemangku konstruksi serta teknologi
kepentingan Jasa konstruksi dalam negeri
Konstruksi; kepada seluruh
pemangku kepentingan,
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. menetapkan baik nasional maupun
pengembangan teknologi internasional;
prioritas; e. menetapkan dan
d. mempublikasikan meningkatkan
material dan peralatan penggunaan standar
konstruksi serta mutu material dan
teknologi konstruksi peralatan sesuai dengan
dalam negeri kepada Standar Nasional
seluruh pemangku Indonesia;
kepentingan, baik f. melindungi kekayaan
nasional maupun intelektual atas material
internasional; dan peralatan konstruksi
e. menetapkan dan serta teknologi konstruksi
meningkatkan hasil penelitian dan
penggunaan standar pengembangan dalam
mutu material dan negeri; dan
peralatan sesuai dengan
g. membangun sistem rantai
Standar Nasional pasok material, peralatan,
Indonesia; dan teknologi konstruksi.
f. melindungi kekayaan (6) Untuk mencapai tujuan
intelektual atas material sebagaimana dimaksud
dan peralatan konstruksi dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
serta teknologi f, Pemerintah Pusat memiliki
konstruksi hasil kewenangan:
penelitian dan
pengembangan dalam a. meningkatkan partisipasi
negeri; dan masyarakat yang
berkualitas dan
g. membangun sistem bertanggung jawab dalam
rantai pasok material, pengawasan
peralatan, dan teknologi penyelenggaraan Jasa
konstruksi. Konstruksi;
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(6) Untuk mencapai tujuan b. meningkatkan kapasitas
sebagaimana dimaksud kelembagaan masyarakat
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf Jasa Konstruksi;
f, Pemerintah Pusat c. memfasilitasi
memiliki kewenangan: penyelenggaraan forum
a. meningkatkan partisipasi Jasa Konstruksi sebagai
masyarakat yang media aspirasi
berkualitas dan masyarakat Jasa
bertanggung jawab Konstruksi;
dalam pengawasan d. memberikan dukungan
penyelenggaraan Jasa pembiayaan terhadap
Konstruksi; penyelenggaraan
b. meningkatkan kapasitas Sertifikasi Kompetensi
kelembagaan masyarakat Kerja; dan
Jasa Konstruksi; e. meningkatkan partisipasi
c. memfasilitasi masyarakat yang
penyelenggaraan forum berkualitas dan
Jasa Konstruksi sebagai bertanggung jawab dalam
media aspirasi Usaha Penyediaan
masyarakat Jasa Bangunan.
Konstruksi; (7) Dukungan pembiayaan
d. memberikan dukungan sebagaimana dimaksud pada
pembiayaan terhadap ayat (6) huruf d dilakukan
penyelenggaraan dengan mempertimbangkan
Sertifikasi Kompetensi kemampuan keuangan
Kerja; dan negara.
e. meningkatkan partisipasi (8) Untuk mencapai tujuan
masyarakat yang sebagaimana dimaksud
berkualitas dan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
bertanggung jawab g, Pemerintah Pusat memiliki
dalam Usaha Penyediaan kewenangan:
Bangunan.
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(7) Dukungan pembiayaan a. mengembangkan sistem
sebagaimana dimaksud informasi Jasa
pada ayat (6) huruf d Konstruksi nasional; dan
dilakukan dengan b. mengumpulkan data dan
mempertimbangkan informasi Jasa
kemampuan keuangan Konstruksi nasional dan
negara. internasional.
(8) Untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
g, Pemerintah Pusat
memiliki kewenangan:
a. mengembangkan sistem
informasi Jasa
Konstruksi nasional; dan
b. mengumpulkan data dan
informasi Jasa
Konstruksi nasional dan
internasional.
2. Pasal 6 Pasal 6 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Untuk mencapai tujuan Dihapus.
Berusaha
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
a, gubernur sebagai wakil
pemerintah Pusat di daerah
memiliki kewenangan:
a. memberdayakan badan
usaha Jasa Konstruksi;
b. menyelenggarakan
pengawasan proses
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemberian lzin Usaha
nasional;
c. menyelenggarakan
pengawasan tertib usaha
Jasa Konstruksi di
provinsi;
d. menyelenggarakan
pengawasan sistem
rantai pasok konstruksi
di provinsi; dan
e. memfasilitasi kemitraan
antara badan usaha Jasa
Konstruksi di provinsi
dengan badan usaha dari
luar provinsi.
(2) Untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
b, gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat di daerah
memiliki kewenangan:
a. Menyelenggarakan
pengawasan pemilihan
penyedia Jasa dalam
penyelenggaraan Jasa
Konstruksi;
b. Menyelenggarakan
pengawasan Konstruksi;
dan
c. Menyelenggarakan
pengawasan tertib
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penyelenggaraan dan
tertib pemanfaatan Jasa
Konstruksi di provinsi.
(3) Untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
c, gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat di daerah
memiliki kewenangan
menyelenggarakan
pengawasan penerapan
Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan,
dan Keberlanjutan dalam
penyelenggaraan dan
pemanfaatan Jasa
Konstruksi oleh badan
usaha Jasa Konstruksi
kualifikasi kecil dan
menengah.
(4) Untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
d, gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat di daerah
memiliki kewenangan
menyelenggarakan
pengawasan:
a. sistem Sertifikasi
Kompetensi Kerja;
b. pelatihan tenaga kerja
konstruksi; dan
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. upah tenaga kerja
konstruksi.
(5) Untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
e, gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat di daerah
memiliki kewenangan:
a. menyelenggarakan
pengawasan penggunaan
material, peralatan, dan
teknologi konstruksi;
b. memfasilitasi kerja sama
antara institusi
penelitian dan
pengembangan Jasa
Konstruksi dengan
seluruh pemangku
kepentingan Jasa
Konstruksi;
c. memfasilitasi
pengembangan teknologi
prioritas;
d. menyelenggarakan
pengawasan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber
material konstruksi; dan
e. meningkatkan
penggunaan standar
mutu material dan
peralatan sesuai dengan
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Standar Nasional
Indonesia.
(6) Untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
f, gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat di daerah
memiliki kewenangan:
a. memperkuat kapasitas
kelembagaan masyarakat
Jasa Konstruksi provinsi;
b. meningkatkan partisipasi
masyarakat Jasa
Konstruksi yang
berkualitas dan
bertanggung jawab
dalam pengawasan
penyelenggaraan usaha
Jasa Konstruksi; dan
c. meningkatkan partisipasi
masyarakat Jasa
Konstruksi yang
berkualitas dan
bertanggung jawab
dalam usaha penyediaan
bangunan.
(7) Untuk mencapai tujuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf
g, gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat di daerah
memiliki kewenangan
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mengumpulkan data dan
informasi Jasa Konstruksi
di provinsi.
3. Pasal 7 Pasal 7 Penyederhanaan
Perizinan
Kewenangan Pemerintah Dihapus.
Berusaha
Daerah provinsi pada sub-
urusan Jasa Konstruksi
meliputi:
a. penyelenggaraan pelatihan
tenaga ahli konstruksi; dan
b. penyelenggaraan sistem
informasi Jasa Konstruksi
cakupan daerah provinsi.
4. Pasal 8 Pasal 8 1. Sesuai dengan Pasal 4 Pemerintah Penyederhanaan
ayat (1) UUD 1945 memegang kendali Perizinan
Kewenangan Pemerintah Dihapus.
yang menyebutkan terhadap kebijakan Berusaha
Daerah kabupaten/kota pada
bahwa Presiden penyelengaraan
suburusan Jasa Konstruksi
sebagai pemegang urusan
meliputi:
kekuasaan pemerintahan di
a. penyelenggaraan pelatihan pemerintahan, bidang jasa
tenaga terampil konstruksi; menempatkan kontruksi dalam
b. penyelenggaraan sistem Presiden secara rangka
informasi Jasa Konstruksi atribusi memiliki memberikan
cakupan daerah kewenangan kemudahan bagi
kabupaten/kota; menyelenggarakan badan usaha untuk
urusan pemerintahan berinvestasi dalam
c. penerbitan Izin Usaha antara lain dalam penyediaan
nasional kualifikasi kecil, bidang jasa kontruksi. infrastruktur.
menengah, dan besar; dan 2. Kewenangan
d. pengawasan tertib usaha, penyelenggaraan
tertib penyelenggaraan, dan penguasaan negara
yang awalnya
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tertib pemanfaatan Jasa diberikan secara
Konstruksi. atribusi kepada
pemerintah pusat
dan/atau pemerintah
daerah, berubah
menjadi bersifat
pendelegasian atau
didelegasikan oleh
Presiden kepada
Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.
3. Diakomodir sebagai
NSPK.
5. Pasal 9 Pasal 9 Penyederhanaan
Perizinan
Dalam melaksanakan Dalam melaksanakan
Berusaha
kewenangan sebagaimana kewenangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 dimaksud dalam Pasal 5,
sampai dengan Pasal 8, Pemerintah Pusat dapat
Pemerintah Pusat dan/atau melibatkan masyarakat Jasa
Pemerintah Daerah dapat Konstruksi.
melibatkan masyarakat Jasa
Konstruksi.
6. Pasal 10 Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut
mengenai tanggung jawab dan mengenai tanggung jawab dan
kewenangan sebagaimana kewenangan serta Perizinan
dimaksud dalam Pasal 4 Berusaha sebagaimana
sampai dengan Pasal 9 diatur dimaksud dalam Pasal 4, Pasal
dalam Peraturan Pemerintah. 5, dan Pasal 9 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
7. Pasal 20 Pasal 20 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Kualifikasi usaha bagi (1) Kualifikasi usaha bagi badan
Berusaha
badan usaha sebagaimana usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 dimaksud dalam Pasal 19
terdiri atas: a. kecil; b. terdiri atas:
menengah; dan c. besar. a. kecil;
(2) Penetapan kualifikasi b. menengah; dan
usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) c. besar.
dilaksanakan melalui (2) Penetapan kualifikasi usaha
penilaian terhadap: a. sebagaimana dimaksud pada
penjualan tahunan; b. ayat (1) dilaksanakan melalui
kemampuan keuangan; c. penilaian terhadap:
ketersediaan tenaga kerja
konstruksi; dan d. a. penjualan tahunan;
kemampuan dalam b. kemampuan keuangan;
penyediaan peralatan
c. ketersediaan tenaga kerja
konstruksi.
konstruksi; dan
(3) Kualifikasi usaha
d. kemampuan dalam
sebagaimana dimaksud
penyediaan peralatan
pada ayat (1) menentukan
konstruksi.
batasan kemampuan usaha
dan segmentasi pasar (3) Kualifikasi usaha
usaha Jasa Konstruksi. sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) menentukan batasan
(4) Ketentuan lebih lanjut
kemampuan usaha dan
mengenai penetapan
segmentasi pasar usaha Jasa
kualifikasi usaha
Konstruksi.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam (4) Ketentuan lebih lanjut
Peraturan Menteri. mengenai penetapan
kualifikasi usaha
sebagaimana dimaksud pada
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
8. Pasal 26 Pasal 26 Kualifikasi Badan Usaha Pemerintah Penyederhanaan
tetap menjadi perhatian memegang kendali Perizinan
(1) Setiap usaha orang (1) Setiap usaha orang
utama dalam terhadap kebijakan Berusaha
perseorangan sebagaimana perseorangan dan badan
penyelenggaraan jasa penyelengaraan
dimaksud dalam Pasal 19 usaha jasa konstruksi
konstruksi, sehingga urusan
yang akan memberikan sebagaimana dimaksud
untuk pemenuhan pemerintahan di
layanan Jasa Konstruksi dalam Pasal 19 yang akan
kualifikasi tersebut bidang jasa
wajib memiliki Tanda Daftar memberikan layanan Jasa
seyogyanya perlu disusun kontruksi dalam
Usaha Perseorangan. Konstruksi wajib memenuhi
standar kualifikasi untuk rangka
Perizinan Berusaha dari
(2) Setiap badan usaha Jasa penyelenggaraan jasa memberikan
Pemerintah Pusat.
Konstruksi sebagaimana konstruksi. Standar kemudahan bagi
dimaksud dalam Pasal 19 (2) Ketentuan lebih lanjut tersebut tetap badan usaha untuk
yang akan memberikan mengenai Perizinan Berusaha membedakan kategori berinvestasi dalam
layanan Jasa Konstruksi sebagaimana dimaksud pada usaha jasa konstruksi penyediaan
wajib memiliki Izin Usaha. ayat (1) diatur dengan untuk tetap menjaga infrastruktur.
Peraturan Pemerintah. kualitas dan segmentasi
pasar jasa kontruksi.
9. Pasal 27 Pasal 27 Pasal 27 s.d 29 dihapus
karena merupakan
Tanda Daftar Usaha Dihapus.
penjabaran dari pasal 26
Perseorangan sebagaimana
yang telah diubah.
dimaksud dalam Pasal 26 ayat
(1) diberikan oleh Pemerintah
Daerah kabupaten/kota
kepada usaha orang
perseorangan yang berdomisili
di wilayahnya sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
10. Pasal 28 Pasal 28 Pasal 27 s.d 29 dihapus Penyederhanaan
karena merupakan Perizinan
Izin Usaha sebagaimana Dihapus.
penjabaran dari pasal 26 Berusaha
dimasud dalam Pasal 26 ayat
yang telah diubah.
(2) diberikan oleh Pemerintah
Daerah kabupaten/kota
kepada badan usaha yang
berdomisili di wilayahnya
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
11. Pasal 29 Pasal 29 Pasal 27 s.d 29 dihapus
karena merupakan
(1) Izin Usaha dan Tanda Dihapus.
penjabaran dari pasal 26
Daftar Usaha Perseorangan
yang telah diubah.
berlaku untuk
melaksanakan kegiatan
usaha Jasa Konstruksi di
seluruh wilayah Republik
Indonesia.
(2) Pemerintah Daerah
kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 dan Pasal
28 membentuk peraturan di
daerah mengenai Izin
Usaha dan Tanda Daftar
Usaha Perseorangan.
12. Pasal 30 Pasal 30 Reformulasi kewenangan Pemerintah Penyederhanaan
(1) Setiap badan usaha yang (1) Setiap badan usaha yang yang sebelumnya ada di memegang kendali Perizinan
Menteri menjadi terhadap kebijakan Berusaha
mengerjakan Jasa mengerjakan Jasa
Pemerintah, agar penyelengaraan
Konstruksi wajib memiliki Konstruksi wajib memiliki
penerbitan izin juga urusan
Sertifikat Badan Usaha. Sertifikat Badan Usaha.
pemerintahan di
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Sertifikat Badan Usaha (2) Sertifikat Badan Usaha melibatkan stakeholder bidang jasa
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada terkait guna menjamin kontruksi dalam
pada ayat (1) diterbitkan ayat (1) diterbitkan melalui kualitas badan usaha. rangka
melalui suatu proses suatu proses sertifikasi dan memberikan
sertifikasi dan registrasi registrasi oleh Pemerintah kemudahan bagi
oleh Menteri. Pusat. badan usaha untuk
berinvestasi dalam
(3) Sertifikat Badan Usaha (3) Ketentuan lebih lanjut
penyediaan
sebagaimana dimaksud mengenai sertifikasi dan
infrastruktur.
pada ayat (1) paling sedikit registrasi badan usaha
memuat: sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan
a. jenis usaha;
Peraturan Pemerintah.
b. sifat usaha;
c. klasifikasi usaha; dan
d. kualifikasi usaha.
(4) Untuk mendapatkan
Sertifikat Badan Usaha
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), badan usaha
Jasa Konstruksi
mengajukan permohonan
kepada Menteri melalui
lembaga Sertifikasi Badan
Usaha yang dibentuk oleh
asosiasi badanusaha
terakreditasi.
(5) Akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
diberikan oleh Menteri
kepada asosiasi badan
usaha yang memenuhi
persyaratan:
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. jumlah dan sebaran
anggota;
b. pemberdayaan kepada
anggota;
c. pemilihan pengurus
secara demokratis;
d. sarana dan prasarana di
tingkat pusat dan
daerah; dan
e. pelaksanaan kewajiban
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan-
undangan.
(6) Setiap asosiasi badan
usaha yang mendapatkan
akreditasi wajib
menjalankan kewajiban
yang diatur dalam
Peraturan Menteri.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai sertifikasi dan
registrasi badan usaha
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan akreditasi
asosiasi badan usaha
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan Menteri.
13. Pasal 31 Pasal 31 Pengakuan pengalaman Pemerintah Penyederhanaan
dapat dilakukan dalam memegang kendali Perizinan
(1) Untuk mendapatkan Dihapus.
rangka pemenuhan terhadap kebijakan Berusaha
pengakuan pengalaman
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
usaha, setiap badan usaha kualifikasi sebagai badan penyelengaraan
Jasa Konstruksi kualifikasi usaha penyelenggara jasa urusan
menengah dan besar harus konstruksi, sehingga pemerintahan di
melakukan registrasi tidak dalam kapasitas bidang jasa
pengalaman kepada Menteri untuk memeriksa kontruksi dalam
Menteri. pengalaman badan rangka
usaha. memberikan
(2) Registrasi pengalaman
kemudahan bagi
sebagaimana dimaksud
badan usaha untuk
pada ayat (1) dibuktikan
berinvestasi dalam
dengan tanda daftar
penyediaan
pengalaman.
infrastruktur.
(3) Tanda daftar pengalaman
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) paling sedikit
memuat:
a. nama paket pekerjaan;
b. Pengguna Jasa;
c. tahun pelaksanaan
pekerjaan;
d. nilai pekerjaan; dan
e. kinerja Penyedia Jasa.
(4) Pengalaman yang
diregistrasi ke dalam tanda
daftar pengalaman
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) merupakan
pengalaman
menyelenggarakan Jasa
Konstruksi yang sudah
melalui proses serah terima.
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai registrasi
pengalaman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan
Menteri.
14. Pasal 34 Pasal 34 Tidak berhubungan Pemerintah Penyederhanaan
langsung dengan filosofi memegang kendali Perizinan
(1) Ketentuan mengenai kerja Dihapus.
uu jasa konstruksi, yang terhadap kebijakan Berusaha
sama modal sebagaimana
seharusnya hanya penyelengaraan
dimaksud dalam Pasal 32
mengatur norma urusan
huruf b dilaksanakan
keamanan dan pemerintahan di
sesuai dengan ketentuan
keselamatan bidang jasa
peraturan perundang-
penyelenggaraan jasa kontruksi dalam
undangan.
konstruksi, bukan rangka
(2) Badan usaha Jasa mengatur persyaratan memberikan
Konstruksi yang dibentuk investasi di bidang jasa kemudahan bagi
dalam rangka kerja sama konstruksi. badan usaha untuk
modal sebagaimana berinvestasi dalam
dimaksud dalam Pasal 32 penyediaan
huruf b harus memenuhi infrastruktur.
persyaratan kualifikasi
besar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20
ayat (1) huruf c.
(3) Badan usaha Jasa
Konstruksi yang dibentuk
dalam rangka kerja sama
modal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
wajib memiliki Izin Usaha.
(4) Izin Usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diberikan oleh Menteri
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
15. Pasal 35 Pasal 35 Penyederhanaan
Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dihapus.
Berusaha
pemberian izin perwakilan, tata
cara kerja sama operasi, dan
penggunaan lebih banyak
tenaga kerja Indonesia,
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 33 ayat (1) huruf b, huruf
c, huruf d, dan pemberian Izin
Usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (4) diatur
dalam Peraturan Menteri.
16. Pasal 36 Pasal 36 Usaha penyediaan Penyederhanaan
bangunan bukan Perizinan
(1) Pengembangan jenis usaha Dihapus.
merupakan jenis usaha Berusaha
Jasa Konstruksi
jasa konstruksi namun
sebagaimaa dimaksud
termasuk investasi.
dalam Pasal 12 dapat
dilakukan melalui
UsahanPenyediaan
Bangunan.
(2) Usaha Penyediaan
Bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas Usaha
Penyediaan Bangunan
gedung dan Usaha
Penyediaan Bangunan sipil.
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Usaha Penyediaan
Bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dibiayai melalui investasi
yang bersumber dari:
a. Pemerintah Pusat;
b. Pemerintah Daerah;
c. badan usaha; dan/atau
d. masyarakat.
(4) Perizinan Usaha
Penyediaan Bangunan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Usaha
Penyediaan Bangunan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sampai
dengan ayat (3) diatur
dalam Peraturan Presiden.
17. Pasal 38 Pasal 38 Mengubah Pasal 38 ayat Penyederhanaan
(1) dan ayat (4), Perizinan
(1) Penyelenggaraan Jasa (1) Penyelenggaraan Jasa
menghapus Pasal 38 Ayat Berusaha
Konstruksi terdiri atas Konstruksi dilakukan melalui
(4) khususnya terkait
penyelenggaraan usaha penyelenggaraan usaha Jasa
usaha penyediaan
Jasa Konstruksi dan Konstruksi.
bangunan.
penyelenggaraan Usaha (2) Penyelenggaraan Usaha Jasa
Penyediaan Bangunan. Konstruksi sebagaimana
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Penyelenggaraan usaha dimaksud pada ayat (1) dapat
Jasa Konstruksi dikerjakan sendiri atau
sebagaimana dimaksud melalui pengikatan Jasa
pada ayat (1) dapat Kontruksi. Catatan:
dikerjakan sendiri atau Perlu penegasan
(3) Ketentuan lebih lanjut
melalui pengikatan Jasa pengaturan dalam PP,
mengenai penyelenggaraan
Kontruksi. bahwa untuk
usaha Jasa Konstruksi yang
(3) Penyelenggaraan Usaha dikerjakan sendiri atau penyelenggaraan jasa
Penyediaan Bangunan melalui pengikatan Jasa konstruksi APBN dengan
sebagaimana dimaksud Kontruksi sebagaimana ketentuan Peraturan
pada ayat (1) dapat dimaksud pada ayat (2) Perundang-Undangan
dikerjakan sendiri atau diatur dengan Peraturan tersendiri (Perpres).
melalui perjanjian Pemerintah.
penyediaan bangunan.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyelenggaraan
usaha Jasa Konstruksi
yang dikerjakan sendiri
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan
penyelenggaraan Usaha
Penyediaan Bangunan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Presiden.
18. Pasal 42 Pasal 42 Sistem pengadaan cukup Penyederhanaan
diatur dalam Peraturan Perizinan
(1) Pemilihan Penyedia Jasa Dihapus.
Presiden untuk Berusaha
sebagaimana dimaksud
pengadaan jasa
dalam Pasal 41 yang
konstruksi pemerintah,
menggunakan sumber
sedangkan untuk non-
pembiayaan dari keuangan
pemerintah dilakukan
Negara dilakukan dengan
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
cara tender atau seleksi, dengan sistem bisnis
pengadaan secara yang baik dan mapan.
elektronik, penunjukan
langsung, dan pengadaan
langsung sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Tender atau seleksi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat
dilakukan melalui
prakualifikasi,
pascakualifikasi, atau
tender cepat.
(3) Pengadaan secara
elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
merupakan metode
pemilihan Penyedia Jasa
yangsudah tercantum
dalam katalog.
(4) Penunjukan langsung
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat
dilakukan dalam hal:
a. penanganan darurat
untuk keamanan dan
keselamatan
masyarakat;
b. pekerjaan yang kompleks
yang hanya dapat
dilaksanakan oleh
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Penyedia Jasa yang
sangat terbatas atau
hanya dapat dilakukan
oleh pemegang hak;
c. pekerjaan yang perlu
dirahasiakan yang
menyangkut keamanan
dan keselamatan negara;
d. pekerjaan yang berskala
kecil; dan/atau kondisi
tertentu.
(5) Pengadaan langsung
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan
untuk paket dengan nilai
tertentu.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kondisi tertentu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf e dan
nilai tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (5)
diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
19. Pasal 44 Pasal 44 Penyederhanaan
Perizinan
Pengguna Jasa sebagaimana Pengguna Jasa sebagaimana
Berusaha
dimaksud dalam Pasal 39 ayat dimaksud dalam Pasal 39 ayat
(2) dilarang menggunakan (2) dilarang menggunakan
Penyedia Jasa yang terafiliasi Penyedia Jasa yang terafiliasi
pada pembangunan untuk pada pembangunan untuk
kepentingan umum tanpa kepentingan umum tanpa
melalui tender, atau seleksi,
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
atau pengadaan secara melalui tender, seleksi, atau
elektronik. katalog elektronik.
20. Pasal 57 Pasal 57 1. Sistem pengadaan Penyederhanaan
cukup diatur dalam Perizinan
(1) Dalam pemilihan Penyedia Dihapus.
Peraturan Presiden Berusaha
Jasa sebagaimana
untuk pengadaan jasa
dimaksud dalam Pasal 42,
konstruksi
Penyedia Jasa
pemerintah,
menyerahkan jaminan
sedangkan untuk non-
kepada Pengguna Jasa
pemerintah dilakukan
untuk memenuhi kewajiban
dengan sistem bisnis
sebagaimana
yang baik dan mapan.
dipersyaratkan dalam
2. Ketentuan ini lebih
dokumen pemilihan
tepat diatur dalam
Penyedia Jasa.
perpres pengadaan
(2) Jaminan sebagaimana barag dan jasa.
dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas: a. jaminan
penawaran; b. jaminan
pelaksanaan; c. jaminan
uang muka; d. jaminan
pemeliharaan; dan/atau e.
jaminan sanggah banding.
(3) Jaminan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
harus dapat dicairkan
tanpa syarat sebesar nilai
yang dijaminkan dan dalam
batas waktu tertentu
setelah pernyataan
Pengguna Jasa atas
wanprestasi yang dilakukan
oleh Penyedia Jasa.
- 30 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Jaminan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
dapat dikeluarkan oleh
lembaga perbankan,
perusahaan asuransi,
dan/atau perusahaan
penjaminan dalam bentuk
bank garansi dan/atau
perjanjian terikat sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(5) Perubahan atas jaminan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan
dengan memperhatikan
dinamika perkembangan
penyelenggaraan Jasa
Konstruksi baik nasional
maupun internasional.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai jaminan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan
perubahan atas jaminan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) diatur dalam
Peraturan Presiden.
21. Pasal 58 Pasal 58 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Usaha Penyediaan Dihapus.
Berusaha
Bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36
- 31 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ayat (1) dapat dikerjakan
sendiri atau oleh pihak lain.
(2) Dalam hal dikerjakan oleh
pihak lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
penyelenggaraan Usaha
Penyediaan Bangunan
dilakukan melalui
perjanjian penyediaan
bangunan.
(3) Para pihak dalam perjanjian
penyediaan bangunan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri atas:
a. pihak pertama sebagai
pemilik bangunan; dan
b. pihak kedua sebagai
penyedia bangunan.
(4) Para pihak sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
terdiri atas:
a. orang perseorangan; atau
b. badan.
(5) Penyediaan bangunan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat
dilakukan melalui kerja
sama Pemerintah Pusat
dan/atau Pemerintah
Daerah dengan badan
- 32 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
usaha dan/atau
masyarakat.
(6) Dalam perjanjian
penyediaan bangunan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2),
penyelenggaraan Jasa
Konstruksi harus
dilakukan oleh Penyedia
Jasa.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai perjanjian
penyediaan bangunan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Presiden.
22. Pasal 59 Pasal 59 Pemerintah Penyederhanaan
memegang kendali Perizinan
(1) Dalam setiap (1) Dalam setiap penyelenggaraan
terhadap kebijakan Berusaha
penyelenggaraan Jasa Jasa Konstruksi, Pengguna
penyelengaraan
Konstruksi, Pengguna Jasa Jasa dan Penyedia Jasa wajib
urusan
dan Penyedia Jasa wajib memenuhi Standar
pemerintahan di
memenuhi Standar Keamanan, Keselamatan,
bidang jasa
Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan
kontruksi dalam
Kesehatan, dan Keberlanjutan.
rangka
Keberlanjutan. (2) Ketentuan lebih lanjut memberikan
(2) Dalam memenuhi Standar mengenai penyelenggaraan kemudahan bagi
Keamanan, Keselamatan, Jasa Konstruksi, Pengguna badan usaha untuk
Kesehatan, dan Jasa dan Penyedia Jasa wajib berinvestasi dalam
Keberlanjutan sebagaimana memenuhi standar penyediaan
dimaksud pada ayat (1) Keamanan, Keselamatan, infrastruktur.
Pengguna Jasa dan/atau Kesehatan, dan Keberlanjutan
Penyedia Jasa harus sebagaimana dimaksud pada
- 33 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
memberikan pengesahan ayat (1) diatur dalam
atau persetujuan atas: Peraturan Pemerintah.
a. hasil pengkajian,
perencanaan, dan/atau
perancangan;
b. rencana teknis proses
pembangunan,
pemeliharaan,
pembongkaran,
dan/atau pembangunan
kembali;
c. pelaksanaan suatu
proses pembangunan,
pemeliharaan,
pembongkaran,
dan/atau pembangunan
kembali;
d. penggunaan material,
peralatan dan/atau
teknologi; dan/atau
e. hasil layanan Jasa
Konstruksi.
(3) Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan,
dan Keberlanjutan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit
meliputi:
a. standar mutu bahan;
b. standar mutu peralatan;
- 34 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. standar keselamatan dan
kesehatan kerja;
d. standar prosedur
pelaksanaan Jasa
Konstruksi;
e. standar mutu hasil
pelaksanaan Jasa
Konstruksi;
f. standar operasi dan
pemeliharaan;
g. pedoman pelindungan
sosial tenaga kerja dalam
pelaksanaan Jasa
Konstruksi sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan; dan
h. standar pengelolaan
lingkungan hidup sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(4) Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan,
dan Keberlanjutan untuk
setiap produk Jasa
Konstruksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur oleh menteri teknis
terkait sesuai dengan
kewenangannya.
- 35 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Dalam menyusun Standar
Keamanan, Keselamatan,
Kesehatan, dan
Keberlanjutan untuk setiap
produk Jasa Konstruksi,
menteri teknis terkait
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4)
memperhatikan kondisi
geografis yang rawan gempa
dan kenyamanan
lingkungan terbangun.

23. Pasal 69 Pasal 69 Reformulasi kewenangan Pemerintah Penyederhanaan


yang sebelumnya ada di memegang kendali Perizinan
(1) Pelatihan tenaga kerja (1) Pelatihan tenaga kerja
Menteri menjadi terhadap kebijakan Berusaha
konstruksi diselenggarakan konstruksi diselenggarakan
Pemerintah, agar penyelengaraan
dengan metode pelatihan dengan metode pelatihan kerja
penerbitan izin juga urusan
kerja yang relevan, efektif, yang relevan, efektif, dan
melibatkan stakeholder pemerintahan di
dan efisien sesuai dengan efisien sesuai dengan Standar
terkait guna menjamin bidang jasa
Standar Kompetensi Kerja. Kompetensi Kerja.
kualitas badan usaha. kontruksi dalam
(2) Pelatihan sebagaimana (2) Pelatihan sebagaimana rangka
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) memberikan
ditujukan untuk ditujukan untuk kemudahan bagi
meningkatkan meningkatkan produktivitas badan usaha untuk
produktivitas kerja. kerja. berinvestasi dalam
(3) Standar Kompetensi Kerja (3) Standar Kompetensi Kerja penyediaan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada infrastruktur.
pada ayat (1) ditetapkan ayat (1) ditetapkan sesuai
sesuai dengan ketentuan dengan ketentuan peraturan
peraturan perundang- perundang-undangan.
undangan. (4) Pelatihan tenaga kerja
konstruksi sebagaimana
- 36 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Pelatihan tenaga kerja dimaksud pada ayat (1)
konstruksi sebagaimana diselenggarakan oleh lembaga
dimaksud pada ayat (1) pendidikan dan pelatihan
diselenggarakan oleh kerja sesuai dengan ketentuan
lembaga pendidikan dan peraturan perundang-
pelatihan kerja sesuai undangan.
dengan ketentuan (5) Lembaga pendidikan dan
peraturan perundang- pelatihan kerja sebagaimana
undangan. dimaksud pada ayat (4)
(5) Lembaga pendidikan dan diregistrasi oleh Pemerintah
pelatihan kerja Pusat.
sebagaimana dimaksud (6) Pemerintah Pusat
pada ayat (4) diregistrasi sebagaimana dimaksud pada
oleh Menteri. ayat (5) melakukan registrasi
(6) Menteri sebagaimana terhadap lembaga pendidikan
dimaksud pada ayat (5) dan pelatihan kerja yang
melakukan registrasi telah memiliki perizinan
terhadap lembaga berusaha dan/atau
pendidikan dan pelatihan terakreditasi sesuai dengan
kerja yang telah memiliki ketentuan peraturan
izin dan/atau terakreditasi perundang-undangan.
sesuai dengan ketentuan (7) Ketentuan lebih lanjut
peraturan perundang- mengenai tata cara registrasi
undangan. lembaga pendidikan dan
(7) Ketentuan lebih lanjut pelatihan kerja sebagaimana
mengenai tata cara dimaksud pada ayat (5)
registrasi lembaga diatur dalam Peraturan
pendidikan dan pelatihan Pemerintah.
kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (5)
diatur dalam Peraturan
Menteri.
- 37 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
24. Pasal 72 Pasal 72
(1) Untuk mendapatkan (1) Untuk mendapatkan
pengakuan pengalaman pengakuan pengalaman
profesional, setiap tenaga profesional, setiap tenaga
kerja konstruksi harus kerja konstruksi harus
melakukanregistrasi melakukan registrasi kepada
kepada Menteri. Pemerintah Pusat.
(2) Registrasi sebagaimana (2) Registrasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan tanda dibuktikan dengan tanda
daftar pengalaman daftar pengalaman
profesional. profesional.
(3) Tanda daftar pengalaman (3) Ketentuan lebih lanjut
profesional sebagaimana mengenai registrasi
dimaksud pada ayat (2) sebagaimana dimaksud pada
paling sedikit memuat: a. ayat (1) diatur dengan
jenis layanan profesional Peraturan Pemerintah.
yang diberikan; b. nilai
pekerjaan konstruksi yang
terkait dengan hasil
layanan profesional; c.
tahun pelaksanaan
pekerjaan; dan d. nama
Pengguna Jasa.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai registrasi dan
tata cara pemberian tanda
daftar pengalaman
profesional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.
- 38 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
25. Pasal 74 Pasal 74 Norma dalam Pasal ini Pemerintah Penyederhanaan
seharusnya ada dalam memegang kendali Perizinan
(1) Pemberi kerja tenaga kerja Dihapus.
peraturan perundang- terhadap kebijakan Berusaha
konstruksi asing wajib
undangan di bidang penyelengaraan
memiliki rencana
ketenagakerjaan, karena urusan
penggunaan tenaga kerja
seharusnya uu jasa pemerintahan di
asing dan izin
konstruksi hanya bidang jasa
mempekerjakan tenaga
mengatur norma kontruksi dalam
kerja asing.
Keamanan, Keselamatan, rangka
(2) Tenaga kerja konstruksi Kesehatan, dan memberikan
asing dapat melakukan Keberlanjutan dalam kemudahan bagi
pekerjaan konstruksi di penyelenggaraan jasa badan usaha untuk
Indonesia hanya pada konstruksi. berinvestasi dalam
jabatan tertentu sesuai penyediaan
dengan ketentuan infrastruktur.
peraturan perundang-
undangan.
(3) Tenaga kerja konstruksi
asing pada jabatan ahli
yang akan dipekerjakan
oleh pemberi kerja
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus
memiliki surat tanda
registrasi dari Menteri.
(4) Surat tanda registrasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diberikan
berdasarkan sertifikat
kompetensi tenaga kerja
konstruksi asing menurut
hukum negaranya.
- 39 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Tenaga kerja konstruksi
asing pada jabatan ahli
wajib melaksanakan alih
pengetahuan dan alih
teknologi kepada tenaga
kerja pendamping sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(6) Pengawasan penggunaan
tenaga kerja konstruksi
asing dilakukan oleh
pengawas ketenagakerjaan
sesuai denganketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
registrasi bagi tenaga kerja
konstruksi asing
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan Menteri.
26. Pasal 84 Pasal 84 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Penyelenggaraan sebagian (1) Penyelenggaraan sebagian
Berusaha
kewenangan Pemerintah kewenangan Pemerintah
Pusat sebagaimana Pusat sebagaimana dimaksud
dimaksud dalam Pasal 5 dalam Pasal 5
mengikutsertakan mengikutsertakan
masyarakat Jasa masyarakat Jasa Konstruksi.
Konstruksi. (2) Keikutsertaan masyarakat
Jasa Konstruksi sebagaimana
- 40 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Keikutsertaan masyarakat dimaksud pada ayat (1)
Jasa Konstruksi dilakukan melalui satu
sebagaimana dimaksud lembaga yang dibentuk oleh
pada ayat (1) dilakukan Pemerintah Pusat.
melalui satu lembaga yang (3) Unsur pengurus lembaga
dibentuk oleh Menteri. sebagaimana dimaksud pada
(3) Unsur pengurus lembaga ayat (2) dapat diusulkan dari:
sebagaimana dimaksud a. asosiasi perusahaan yang
pada ayat (2) dapat terakreditasi; b. asosiasi
diusulkan dari: a. asosiasi profesi yang terakreditasi; c.
perusahaan yang institusi pengguna Jasa
terakreditasi; b. asosiasi Konstruksi yang memenuhi
profesi yang terakreditasi; c. kriteria; d. perguruan tinggi
institusi pengguna Jasa atau pakar yang memenuhi
Konstruksi yang memenuhi kriteria; dan e. asosiasi terkait
kriteria; dan d. perguruan rantai pasok konstruksi yang
tinggi atau pakar yang terakreditasi.
memenuhi kriteria. (4) Penyelenggaraan sebagian
(4) Selain unsur sebagaimana kewenangan yang dilakukan
dimaksud pada ayat (3), oleh lembaga sebagaimana
pengurus lembaga dapat dimaksud pada ayat (1)
diusulkan dari asosiasi dibiayai dengan anggaran
terkait rantai pasok pendapatan dan belanja
konstruksi yang negara dan/atau sumber lain
terakreditasi. yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan
(5) Pengurus lembaga
perundang-undangan.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditetapkan (5) Biaya yang diperoleh dari
oleh Menteri setelah masyarakat atas layanan
mendapatkan persetujuan dalam penyelenggaraan
dari Dewan Perwakilan sebagian kewenangan yang
Rakyat. dilakukan lembaga
sebagaimana dimaksud pada
- 41 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(6) Asosiasi yang terakreditasi ayat (3) merupakan
sebagaimana dimaksud penerimaan negara bukan
pada ayat (3) diberikan oleh pajak sesuai dengan
Menteri kepada yang ketentuan peraturan
memenuhi persyaratan: perundang-undangan.
a. jumlah dan sebaran (6) Ketentuan lebih lanjut
anggota; mengenai penyelenggaraan
sebagian kewenangan
b. pemberdayaan kepada
Pemerintah Pusat yang
anggota;
mengikutsertakan
c. pemilihan pengurus masyarakat Jasa Konstruksi
secara demokratis; dan pembentukan lembaga
d. sarana dan prasarana di diatur dengan Peraturan
tingkat pusat dan Pemerintah.
daerah; dan
e. pelaksanaan kewajiban
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(7) Penyelenggaraan sebagian
kewenangan yang
dilakukan oleh lembaga
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dibiayai
dengan anggaran
pendapatan dan belanja
negara dan/atau sumber
lain yang sah sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(8) Biaya yang diperoleh dari
masyarakat atas layanan
- 42 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam penyelenggaraan
sebagian kewenangan yang
dilakukan lembaga
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) merupakan
penerimaan negara bukan
pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(9) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan sebagian
kewenangan Pemerintah
Pusat yang
mengikutsertakan
masyarakat Jasa
Konstruksi dan
pembentukan lembaga
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Menteri.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

1. Pasal 26 Pasal 26 IMB menunggu kajian Penyederhanaan


lebih lanjut, sesuai Perizinan
(1) Hasil perencanaan dan (1) Hasil perencanaan dan
arahan Menko. Berusaha
perancangan rumah harus perancangan rumah harus
memenuhi persyaratan memenuhi standar.
teknis, administratif, tata (2) Standar sebagaimana
ruang, dan ekologis. dimaksud pada ayat (1)
(2) Persyaratan sebagaimana diatur dengan Peraturan
dimaksud pada ayat (1) Pemerintah.
merupakan syarat bagi
- 43 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diterbitkannya izin
mendirikan bangunan.
2. Pasal 29 Pasal 29 1. Norma pemenuhan Pemerintah Penyederhanaan
standar akan memegang kendali Perizinan
(1) Perencanaan prasarana, (1) Perencanaan prasarana, dituangkan dalam terhadap kebijakan Berusaha
sarana, dan utilitas umum sarana, dan utilitas umum NSPK. penyelengaraan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud 2. Rujukan pasal perlu urusan
dalam Pasal 28 harus dalam Pasal 28 harus diperhatikan pemerintahan di
memenuhi persyaratan memenuhi standar. mengingat semua bidang perumahan
administratif, teknis, dan rumusan perubahan
(2) Ketentuan lebih lanjut dan permukiman
ekologis. akan dimuat dalam
mengenai standar dalam rangka
(2) Perencanaan prasarana, sebagaimana dimaksud pada satu naskah RUU. memberikan
sarana, dan utilitas umum ayat (1) diatur dengan kemudahan
yang telah memenuhi Peraturan Pemerintah. masyarakat
persyaratan wajib dan/atau badan
mendapat pengesahan dari usaha untuk
pemerintah daerah. menyediakan
perumahan dan
permukiman yang
layak.
3. Pasal 33 Pasal 33 Ayat (2) dihapus karena Penyederhanaan
penataan kewenangan Perizinan
(1) Pemerintah daerah wajib (1) Pemerintah Pusat wajib
Pemerintah Daerah serta Berusaha
memberikan kemudahan memberikan kemudahan
akan diatur dalam Klaster
perizinan bagi badan Perizinan Berusaha bagi
Pengenaan Sanksi.
hukum yang mengajukan badan hukum yang
rencana pembangunan mengajukan rencana
perumahan untuk MBR. pembangunan perumahan
untuk MBR.
(2) Pemerintah daerah
berwenang mencabut izin (2) Ketentuan lebih lanjut
pembangunan perumahan mengenai kemudahan
terhadap badan hukum Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud pada
- 44 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yang tidak memenuhi ayat (1) diatur dengan
kewajibannya. Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai bentuk
kemudahan perizinan dan
tata cara pencabutan izin
pembangunan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Menteri.
4. Pasal 35 Pasal 35 Mengenai kemudahan Penyederhanaan
akses sebagaimana Perizinan
(1) Pembangunan perumahan Pembangunan perumahan
dimaksud pada Pasal 35 Berusaha
skala besar dengan hunian skala besar dengan hunian
dan 36 ayat (4) Akan
berimbang meliputi rumah berimbang meliputi rumah didelegasikan di PP. Hal
sederhana, rumah sederhana, rumah menengah, ini untuk dilakukan
menengah, dan rumah dan rumah mewah. untuk pengaturan
mewah.
penataan kembali
(2) Ketentuan mengenai mengenai pembangunan
hunian berimbang diatur perumahan hunian
dengan Peraturan Menteri. berimbang.
5. Pasal 36 Pasal 36 Mengenai kemudahan Penyederhanaan
akses sebagaimana Perizinan
(1) Dalam hal pembangunan (1) Dalam hal pembangunan
dimaksud pada Pasal 35 Berusaha
perumahan dengan hunian perumahan dengan hunian
dan 36 ayat (4) Akan
berimbang tidak dalam satu berimbang tidak dalam satu
didelegasikan di PP. Hal
hamparan, pembangunan hamparan sebagaimana
ini untuk dilakukan
rumah umum harus dimaksud pada Pasal 34 ayat
dilaksanakan dalam satu (2), pembangunan rumah untuk pengaturan
penataan kembali
daerah kabupaten/kota. umum:
mengenai pembangunan
(2) Pembangunan rumah
umum sebagaimana
- 45 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud pada ayat (1) a. dilaksanakan dalam satu perumahan hunian
harus mempunyai akses daerah kabupaten/kota berimbang.
menuju pusat pelayanan yang sama;
atau tempat kerja. b. dilaksanakan dalam satu
(3) Kemudahan akses daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud yang berbatasan.
pada ayat (2) diatur dengan (2) Dalam hal rumah sederhana
peraturan daerah.
tidak dapat dibangun dalam
(4) Pembangunan perumahan bentuk rumah tunggal atau
dengan hunian berimbang rumah deret, dapat
sebagaimana dimaksud dikonversi dalam bentuk
pada ayat (1) dilakukan oleh rumah susun umum.
badan hukum yang sama. (3) Pembangunan rumah umum
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus mempunyai
akses menuju pusat
pelayanan atau tempat kerja.
(4) Pembangunan perumahan
dengan hunian berimbang
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh badan
hukum yang sama.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembangunan
perumahan dengan hunian
berimbang diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
6. Pasal 42 Pasal 42 Kepemilikan IMB masih Pemerintah Penyederhanaan
belum diputuskan. memegang kendali Perizinan
(1) Rumah tunggal, rumah (1) Rumah tunggal, rumah deret,
terhadap kebijakan Berusaha
deret, dan/atau rumah dan/atau rumah susun yang
penyelengaraan
susun yang masih dalam masih dalam tahap proses
urusan
- 46 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tahap proses pembangunan pembangunan dapat pemerintahan di
dapat dipasarkan melalui dipasarkan melalui sistem bidang perumahan
sistem perjanjian perjanjian pendahuluan jual dan permukiman
pendahuluan jual beli beli sesuai dengan ketentuan dalam rangka
sesuai dengan ketentuan peraturan memberikan
peraturan perundangundangan. kemudahan
perundangundangan. masyarakat
(2) Perjanjian pendahuluan jual
dan/atau badan
(2) Perjanjian pendahuluan beli sebagaimana dimaksud
usaha untuk
jual beli sebagaimana pada ayat (1) dilakukan
menyediakan
dimaksud pada ayat (1) setelah memenuhi
perumahan dan
dilakukan setelah persyaratan kepastian atas:
permukiman yang
memenuhi persyaratan a. status pemilikan tanah; layak.
kepastian atas:
b. hal yang diperjanjikan;
a. status pemilikan tanah;
c. persetujuan bangunan
b. hal yang diperjanjikan; gedung;
c. kepemilikan izin d. ketersediaan prasarana,
mendirikan bangunan sarana, dan utilitas
induk; umum; dan
d. ketersediaan prasarana, e. keterbangunan
sarana, dan utilitas perumahan.
umum; dan
(3) Ketentuan lebih lanjut
e. keterbangunan mengenai sistem perjanjian
perumahan paling sedikit pendahuluan jual beli
20% (dua puluh persen). sebagaimana dimaksud pada
(3) Ketentuan lebih lanjut ayat (1) diatur dengan
mengenai sistem perjanjian Peraturan Pemerintah.
pendahuluan jual beli
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
- 47 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
7. Pasal 53 Pasal 53 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Pengendalian perumahan (1) Pengendalian perumahan
Berusaha
dimulai dari tahap: a. dilakukan mulai dari tahap:
perencanaan; b. a. perencanaan;
pembangunan; dan c.
pemanfaatan. b. pembangunan; dan
(2) Pengendalian perumahan c. pemanfaatan.
sebagaimana dimaksud (2) Pengendalian perumahan
pada ayat (1) dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada
oleh Pemerintah dan/atau ayat (1) dilaksanakan oleh
pemerintah daerah dalam Pemerintah dalam bentuk:
bentuk: a. perizinan; b.
penertiban; dan/atau c. a. perizinan;
penataan. b. penertiban; dan/atau
(3) Ketentuan lebih lanjut c. penataan.
mengenai pengendalian
(3) Ketentuan lebih lanjut
perumahan sebagaimana
mengenai pengendalian
dimaksud pada ayat (1) dan
perumahan sebagaimana
ayat (2) diatur dengan
dimaksud pada ayat (1) dan
Peraturan Pemerintah.
ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
8. Pasal 107 Pasal 107 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Tanah yang langsung (1) Tanah yang langsung
Berusaha
dikuasai oleh negara dikuasai oleh negara
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 huruf a dalam Pasal 106 huruf a yang
yang digunakan untuk digunakan untuk
pembangunan rumah, pembangunan rumah,
perumahan, dan/atau perumahan, dan/atau
kawasan permukiman kawasan permukiman
diserahkan melalui diserahkan melalui
- 48 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemberian hak atas tanah pemberian hak atas tanah
kepada setiap orang yang kepada setiap orang yang
melakukan pembangunan melakukan pembangunan
rumah, perumahan, dan rumah, perumahan, dan
kawasan permukiman. kawasan permukiman.
(2) Pemberian hak atas tanah (2) Pemberian hak atas tanah
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada
pada ayat (1) didasarkan ayat (1) didasarkan pada
pada keputusan gubernur tentang penetapan lokasi
atau bupati/walikota atau Kesesuaian Kegiatan
tentang penetapan lokasi Pemanfaatan Ruang .
atau izin lokasi. (3) Dalam hal tanah yang
(3) Dalam hal tanah yang langsung dikuasai negara
langsung dikuasai negara sebagaimana dimaksud pada
sebagaimana dimaksud ayat (1) terdapat garapan
pada ayat (1) terdapat masyarakat, hak atas tanah
garapan masyarakat, hak diberikan setelah pelaku
atas tanah diberikan pembangunan perumahan
setelah pelaku dan permukiman selaku
pembangunan perumahan pemohon hak atas tanah
dan permukiman selaku menyelesaikan ganti rugi atas
pemohon hak atas tanah seluruh garapan masyarakat
menyelesaikan ganti rugi berdasarkan kesepakatan.
atas seluruh garapan (4) Dalam hal tidak ada
masyarakat berdasarkan kesepakatan tentang ganti
kesepakatan. (4) Dalam hal rugi sebagaimana dimaksud
tidak ada kesepakatan pada ayat (3),
tentang ganti rugi penyelesaiannya
sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan
pada ayat (3), ketentuan peraturan
penyelesaiannya perundang-undangan.
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
- 49 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
peraturan perundang-
undangan.
9. Pasal 109 Pasal 109 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Konsolidasi tanah (1) Konsolidasi tanah
Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 106 huruf b dalam Pasal 106 huruf b
dapat dilaksanakan bagi dapat dilaksanakan bagi
pembangunan rumah pembangunan rumah
tunggal, rumah deret, atau tunggal, rumah deret, atau
rumah susun. rumah susun.
(2) Penetapan lokasi (2) Penetapan lokasi konsolidasi
konsolidasi tanah tanah dilakukan oleh
dilakukan oleh bupati/walikota.
bupati/walikota. (3) Khusus untuk DKI Jakarta,
(3) Khusus untuk DKI Jakarta, penetapan lokasi konsolidasi
penetapan lokasi tanah ditetapkan oleh
konsolidasi tanah gubernur.
ditetapkan oleh gubernur. (4) Lokasi konsolidasi tanah
(4) Lokasi konsolidasi tanah yang sudah ditetapkan
yang sudah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada
sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) tidak
pada ayat (2) dan ayat (3) memerlukan Kesesuaian
tidak memerlukan izin Kegiatan Pemanfaatan
lokasi. Ruang.
10. Pasal 114 Pasal 114 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Peralihan atau pelepasan (1) Peralihan atau pelepasan hak
Berusaha
hak atas tanah atas tanah sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 106
dalam Pasal 106 huruf c huruf c dilakukan setelah
dilakukan setelah badan badan hukum memperoleh
- 50 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
hukum memperoleh izin Kesesuaian Kegiatan
lokasi. Pemanfaatan Ruang .
(2) Peralihan hak atas tanah (2) Peralihan hak atas tanah
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada
pada ayat (1) dibuat di ayat (1) dibuat di hadapan
hadapan pejabat pembuat pejabat pembuat akta tanah
akta tanah setelah ada setelah tercapai kesepakatan
kesepakatan bersama. bersama.
(3) Pelepasan hak atas tanah (3) Pelepasan hak atas tanah
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada
pada ayat (1) dilakukan di ayat (1) dilakukan di hadapan
hadapan pejabat yang pejabat yang berwenang.
berwenang. (4) Peralihan hak atau pelepasan
(4) Peralihan hak atau hak atas tanah sebagaimana
pelepasan hak atas tanah dimaksud pada ayat (2) dan
sebagaimana dimaksud ayat (3) wajib didaftarkan
pada ayat (2) dan ayat (3) pada kantor pertanahan
wajib didaftarkan pada kabupaten/kota sesuai
kantor pertanahan dengan ketentuan peraturan
kabupaten/kota sesuai perundang-undangan.
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
11. Pasal 134 Pasal 134 1. Perlu ada standar Pemerintah Penyederhanaan
dalam NSPK yang memegang kendali Perizinan
Setiap orang dilarang Setiap orang dilarang
dituangkan dalam terhadap kebijakan Berusaha
menyelenggarakan menyelenggarakan
Peraturan Pemerintah. penyelengaraan
pembangunan perumahan, pembangunan perumahan yang
2. Pasal ini urusan
yang tidak membangun tidak sesuai dengan kriteria,
perumahan sesuai dengan spesifikasi, persyaratan, menyesuaiakan pemerintahan di
rumusan Pasal 26 dan bidang perumahan
kriteria, spesifikasi, prasana, sarana, dan utilitas
Pasal 29 Undang- dan permukiman
persyaratan, prasana, sarana, umum yang diperjanjikan, dan
Undang Nomor 1 dalam rangka
standar.
- 51 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan utilitas umum yang Tahun 2011 tentang memberikan
diperjanjikan. Perumahan dan kemudahan
Kawasan masyarakat
Permukiman. dan/atau badan
usaha untuk
menyediakan
perumahan dan
permukiman yang
layak.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

1. Pasal 16 Pasal 16 Catatan: Penyederhanaan


Perizinan
(1) Pembangunan rumah (1) Pelaku pembangunan rumah Sedang dibahas juga RPP
Berusaha
susun komersial susun komersial Penyelenggaraan Rumah
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud Susun.
dalam Pasal 13 ayat (2) dalam Pasal 13 ayat (2) dapat
dapat dilaksanakan oleh dilaksanakan oleh setiap Kiranya dalam
setiap orang. orang. penyususnan RPP,
disesuaikan/diharmonisa
(2) Pelaku pembangunan (2) Pelaku pembangunan rumah
sikan dengan RPP
rumah susun komersial susun komersial
tersebut.
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada
pada ayat (1) wajib ayat (1) wajib menyediakan
menyediakan rumah susun rumah susun umum
umum sekurang- sekurang-kurangnya 20%
kurangnya 20% (dua puluh (dua puluh persen) dari total
persen) dari total luas lantai luas lantai rumah susun
rumah susun komersial komersial yang dibangun.
yang dibangun. (3) Dalam hal pembangunan
(3) Kewajiban sebagaimana rumah susun umum
dimaksud pada ayat (2) sebagaimana dimaksud pada
dapat dilakukan di luar ayat (2), tidak dalam satu
lokasi kawasan rumah lokasi kawasan rumah susun
susun komersial pada
- 52 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kabupaten/kota yang komersial, pembangunan
sama. rumah susun umum:
(4) Ketentuan lebih lanjut a. dilaksanakan dalam satu
mengenai kewajiban daerah kabupaten/kota
menyediakan rumah susun yang sama;
umum sebagaimana b. dilaksanakan dalam satu
dimaksud pada ayat (2) dan daerah kabupaten/kota
ayat (3) diatur dalam
yang berbatasan.
peraturan pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kewajiban
menyediakan rumah susun
umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

2. Pasal 24 Pasal 24 Perlu ada standar dalam Pemerintah Penyederhanaan


NSPK yang dituangkan memegang kendali Perizinan
Persyaratan pembangunan (1) Standar pembangunan
dalam Peraturan terhadap kebijakan Berusaha.
rumah susun meliputi: rumah susun meliputi:
Pemerintah. penyelengaraan
a. persyaratan administratif; a. persyaratan administratif; urusan
b. persyaratan teknis; dan b. persyaratan teknis; dan pemerintahan di
bidang rumah
c. persyaratan ekologis. c. persyaratan ekologis. sususn dalam
(2) Ketentuan lebih lanjut rangka
mengenai standar memberikan
pembangunan rumah susun kemudahan
sebagaimana dimaksud pada masyarakat
ayat (1) diatur dengan dan/atau badan
Peraturan Pemerintah. usaha untuk
- 53 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menyediakan
dan/atau memiliki
unit rumah susun
yang layak.
3. Pasal 26 Pasal 26 1. Kewenangan Pemerintah Penyederhanaan
Bupati/Walikota memegang kendali Perizinan
(1) Pemisahan rumah susun (1) Pemisahan rumah susun
termasuk Gubernur terhadap kebijakan Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
DKI Jakarta menjadi penyelengaraan
dalam Pasal 25 ayat (1) dalam Pasal 25 ayat (1) wajib
kewenangan urusan
wajib dituangkan dalam dituangkan dalam bentuk
pemerintah pusat, pemerintahan di
bentuk gambar dan uraian. gambar dan uraian.
yang diatur kemudian bidang rumah
(2) Gambar dan uraian (2) Gambar dan uraian dalam NSPK. susun dalam
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada 2. Pasal 26 dan 29 rangka
pada ayat (1) menjadi dasar ayat (1) dibuat sebelum Dusulkan menjadi 1 memberikan
untuk menetapkan NPP, pelaksanaan pembangunan produk izin yaitu IMB kemudahan
SHM sarusun atau SKBG rumah susun. dikarenakan masyarakat
sarusun, dan perjanjian persyaratan yang dan/atau badan
(3) Gambar dan uraian
pengikatan jual beli. sama. usaha untuk
sebagaimana dimaksud pada
(3) Gambar dan uraian ayat (2) dituangkan dalam menyediakan
sebagaimana dimaksud bentuk akta pemisahan yang dan/atau memiliki
pada ayat (1) dibuat disahkan oleh Pemerintah unit rumah susun
sebelum pelaksanaan Pusat. yang layak.
pembangunan rumah
susun.
(4) Gambar dan uraian
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dituangkan
dalam bentuk akta
pemisahan yang disahkan
oleh bupati/walikota.
(5) Khusus untuk Provinsi DKI
Jakarta, akta pemisahan
sebagaimana dimaksud
- 54 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (4) disahkan oleh
Gubernur.
4. Pasal 28 Pasal 28 Penyederhanaan
Perizinan
Dalam melakukan Dalam melakukan
Berusaha
pembangunan rumah susun, pembangunan rumah susun,
pelaku pembangunan harus pelaku pembangunan harus
memenuhi ketentuan memenuhi ketentuan
administratif yang meliputi: administratif yang meliputi:
a. status hak atas tanah; dan a. status hak atas tanah; dan
b. izin mendirikan bangunan b. persyaratan bangunan
(IMB). gedung.
5. Pasal 29 Pasal 29 Izin atas rencana fungsi Pemerintah Penyederhanaan
dan pemanfaatan rumah memegang kendali Perizinan
(1) Pelaku pembangunan (1) Pelaku pembangunan harus
susun merupakan terhadap kebijakan Berusaha
harus membangun rumah membangun rumah susun
tahapan dari pengesahan penyelengaraan
susun dan lingkungannya dan lingkungannya sesuai
pertelaan, yang urusan
sesuai dengan rencana dengan rencana fungsi dan
berdasarkan PP OSS pemerintahan di
fungsi dan pemanfaatannya pemanfaatannya.
merupakan izin bidang rumah
(2) Dalam hal pembangunan
(2) Rencana fungsi dan operasional/komersial sususn dalam
dilakukan oleh Pemerintah,
pemanfaatan sebagaimana sehingga perlu rangka
rencana fungsi dan
dimaksud pada ayat (1) penyederhanaan memberikan
pemantaatan sebagaimana
harus mendapatkan izin perizinan berusaha. kemudahan
dimaksud pada ayat (1)
dari bupati/walikota masyarakat
harus mendapat persetujuan
(3) Khusus untuk Provinsi DKI dan/atau badan
dari Pemerintah Pusat.
Jakarta, rencana fungsi dan usaha untuk
(3) Ketentuan lebih lanjut
pemanfaatan sebagaimana menyediakan
mengenai rencana fungsi
dimaksud pada ayat (2) dan/atau memiliki
dan pemanfaatan
harus mendapatkan izin pembangunan Rumah unit rumah susun
Gubernur. yang layak.
Susun diatur dalam
(4) Permohonan izin Peraturan Pemerintah.
sebagaimana dimaksud
- 55 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (2) dan ayat (3)
diajukan oleh pelaku
pembangunan dengan
melampirkan persyaratan
sebagai berikut:
a. sertifikat hak atas tanah;
b. surat keterangan
rencana
kabupaten/kota;
c. gambar rencana tapak;
d. gambar rencana
arsitektur yang memuat
denah, tampak, dan
potongan rumah susun
yang menunjukkan
dengan jelas batasan
secara vertikal dan
horizontal dari sarusun;
e. gambar rencana struktur
beserta perhitungannya;
f. gambar rencana yang
menunjukkan dengan
jelas bagian bersama,
benda bersama, dan
tanah bersama; dan
g. gambar rencana utilitas
umum dan instalasi
beserta
perlengkapannya.
(5) Dalam hal rumah susun
dibangun di atas tanah
- 56 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sewa, pelaku pembangunan
harus melampirkan
perjanjian tertulis
pemanfaatan dan
pendayagunaan tanah
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1).
6. Pasal 30 Pasal 30 Pengesahan pertelaan Penyederhanaan
berdasarkan PP OSS Perizinan
Pelaku pembangunan setelah Dihapus.
merupakan izin Berusaha
mendapatkan izin
operasional/komersial
sebagaimana dimaksud dalam
sehingga perlu
Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3)
penyederhanaan
wajib meminta pengesahan
perizinan berusaha.
dari pemerintah daerah
tentang pertelaan yang
menunjukkan batas yang jelas
dari setiap sarusun, bagian
bersama, benda bersama, dan
tanah bersama beserta uraian
NPP.
7. Pasal 31 Pasal 31 Kewenangan Pemerintah Penyederhanaan
Bupati/Walikota menjadi memegang kendali Perizinan
(1) Pengubahan rencana fungsi (1) Pengubahan rencana fungsi
kewenangan pemerintah terhadap kebijakan Berusaha
dan pemanfaatan rumah dan pemanfaatan rumah
pusat, yang diatur penyelengaraan
susun sebagaimana susun sebagaimana
kemudian dalam NSPK. urusan
dimaksud dalam Pasal 29 dimaksud dalam Pasal 29
pemerintahan di
ayat (2) harus mendapatkan ayat (2) harus memenuhi
bidang rumah
izin dari bupati/walikota. Perizinan Berusaha dari
sususn dalam
Pemerintah Pusat.
(2) Khusus untuk Provinsi DKI rangka
Jakarta, pengubahan (2) Pengubahan rencana fungsi memberikan
rencana fungsi dan dan pemanfaatan rumah kemudahan
pemanfaatan rumah susun susun sebagaimana masyarakat
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (1) tidak dan/atau badan
- 57 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) harus mengurangi fungsi bagian usaha untuk
mendapatkan izin dari bersama, benda bersama, menyediakan
Gubernur. dan fungsi hunian. dan/atau memiliki
unit rumah susun
(3) Pengubahan rencana fungsi
yang layak.
dan pemanfaatan rumah
susun sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
tidak mengurangi fungsi
bagian bersama, benda
bersama, dan fungsi
hunian.
(4) Dalam hal pengubahan
rencana fungsi dan
pemanfaatan rumah susun
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
mengakibatkan
pengubahan NPP,
pertelaannya harus
mendapatkan pengesahan
kembali dari
bupati/walikota.
(5) Khusus Provinsi DKI
Jakarta pengubahan
rencana fungsi dan
pemanfaatan rumah susun
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) mendapatkan
pengesahan dari Gubernur.
(6) Untuk mendapatkan izin
pengubahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
pelaku pembangunan
- 58 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
harus mengajukan alasan
dan usulan pengubahan
dengan melampirkan:
a. gambar rencana tapak
beserta pengubahannya;
b. gambar rencana
arsitektur beserta
pengubahannya;
c. gambar rencana struktur
dan penghitungannya
beserta pengubahannya;
d. gambar rencana yang
menunjukkan dengan
jelas bagian bersama,
benda bersama, dan
tanah bersama beserta
pengubahannya; dan
e. gambar rencana utilitas
umum dan instalasi serta
perlengkapannya beserta
pengubahannya.
(7) Pengajuan izin pengubahan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dan ayat (5)
dikenai retribusi.
- 59 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
8. Pasal 32 Pasal 32 Penyederhanaan Penyederhanaan
perizinan berusaha dan Perizinan
Pedoman permohonan izin Ketentuan lebih lanjut
penataan kewenangan. Berusaha
rencana fungsi dan mengenai Perizinan Berusaha
pemanfaatan serta terkait rencana fungsi dan
pengubahannya diatur dengan pemanfaatan serta
peraturan Menteri. pengubahannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
9. Pasal 33 Pasal 33 Telah diakomodir dalam Penyederhanaan
Pasal 32. Perizinan
Ketentuan lebih lanjut Dihapus.
Berusaha
mengenai permohonan izin
rencana fungsi dan
pemanfaatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 serta
permohonan izin pengubahan
rencana fungsi dan
pemanfaatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31
diatur dengan peraturan
daerah.
10. Pasal 39 Pasal 39 Kewenangan Pemerintah Penyederhanaan
Bupati/Walikota menjadi memegang kendali Perizinan
(1) Pelaku pembangunan wajib (1) Pelaku pembangunan wajib
kewenangan pemerintah terhadap kebijakan Berusaha
mengajukan permohonan mengajukan permohonan
pusat, yang diatur penyelengaraan
sertifikat laik fungsi kepada sertifikat laik fungsi kepada
kemudian dalam NSPK. urusan
bupati/walikota setelah Pemerintah setelah
pemerintahan di
menyelesaikan seluruh menyelesaikan seluruh atau
bidang rumah
atau sebagian sebagian pembangunan
sususn dalam
pembangunan rumah rumah susun sepanjang
rangka
susun sepanjang tidak tidak bertentangan dengan
memberikan
bertentangan dengan IMB. Persetujuan Bangunan
kemudahan
Gedung
(2) Khusus untuk Provinsi DKI masyarakat
Jakarta, permohonan dan/atau badan
- 60 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sertifikat laik fungsi (2) Pemerintah Pusat usaha untuk
sebagaimana dimaksud menerbitkan sertifikat laik menyediakan
pada ayat (1) diajukan fungsi setelah melakukan dan/atau memiliki
kepada Gubernur. pemeriksaan kelaikan fungsi unit rumah susun
bangunan rumah susun yang layak.
(3) Pemerintah daerah
sesuai dengan ketentuan
menerbitkan sertifikat laik
peraturan perundang-
fungsi setelah melakukan
undangan.
pemeriksaan kelaikan
fungsi bangunan rumah
susun sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
11. Pasal 40 Pasal 40 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Pelaku pembangunan wajib (1) Pelaku pembangunan wajib
Berusaha
melengkapi lingkungan melengkapi lingkungan
rumah susun dengan rumah susun dengan
prasarana, sarana, dan prasarana, sarana, dan
utilitas umum. utilitas umum.
(2) Prasarana, sarana, dan (2) Prasarana, sarana, dan
utilitas umum sebagaimana utilitas umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) harus
harus mempertimbangkan: mempertimbangkan:
a. kemudahan dan a. kemudahan dan
keserasian hubungan keserasian hubungan
dalam kegiatan sehari- dalam kegiatan sehari-
hari; hari;
b. pengamanan jika terjadi b. pengamanan jika terjadi
hal-hal yang hal-hal yang
membahayakan; dan membahayakan; dan
c. struktur, ukuran, dan c. struktur, ukuran, dan
kekuatan sesuai dengan kekuatan sesuai dengan
- 61 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
fungsi dan fungsi dan
penggunaannya. penggunaannya.
(3) Prasarana, sarana, dan (3) Prasarana, sarana, dan
utilitas umum sebagaimana utilitas umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) harus
harus memenuhi standar memenuhi standar
pelayanan minimal. pelayanan minimal.
(4) Ketentuan lebih lanjut (4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai standar mengenai standar pelayanan
pelayanan minimal minimal prasarana, sarana,
prasarana, sarana, dan dan utilitas umum diatur
utilitas umum diatur dengan Peraturan
dengan Peraturan Menteri. Pemerintah.
12. Pasal 43 Pasal 43 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Proses jual beli sarusun (1) Proses jual beli sarusun
Berusaha
sebelum pembangunan sebelum pembangunan
rumah susun selesai dapat rumah susun selesai dapat
dilakukan melalui PPJB dilakukan melalui PPJB yang
yang dibuat di hadapan dibuat di hadapan notaris.
notaris. (2) PPJB sebagaimana dimaksud
(2) PPJB sebagaimana pada ayat (1) dilakukan
dimaksud pada ayat (1) setelah memenuhi
dilakukan setelah persyaratan kepastian atas:
memenuhi persyaratan a. status kepemilikan tanah;
kepastian atas:
b. persetujuan bangunan
a. status kepemilikan gedung;
tanah;
c. ketersediaan prasarana,
b. kepemilikan IMB; sarana, dan utilitas
umum;
- 62 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. ketersediaan prasarana, d. keterbangunan rumah
sarana, dan utilitas susun;
umum; e. hal yang diperjanjikan.
d. keterbangunan paling
sedikit 20% (dua puluh
persen); dan
e. hal yang diperjanjikan.
13. Pasal 56 Pasal 56 Penyesuaian standar atas Pemerintah Penyederhanaan
izin usaha. memegang kendali Perizinan
(1) Pengelolaan rumah susun (1) Pengelolaan rumah susun
terhadap kebijakan Berusaha
meliputi kegiatan meliputi kegiatan
penyelengaraan
operasional, pemeliharaan, operasional, pemeliharaan,
urusan
dan perawatan bagian dan perawatan bagian
pemerintahan di
bersama, benda bersama, bersama, benda bersama,
bidang rumah
dan tanah bersama. dan tanah bersama.
sususn dalam
(2) Pengelolaan rumah susun (2) Pengelolaan rumah susun rangka
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada memberikan
pada ayat (1) harus ayat (1) harus dilaksanakan kemudahan
dilaksanakan oleh oleh pengelola yang berbadan masyarakat
pengelola yang berbadan hukum, kecuali rumah dan/atau badan
hukum, kecuali rumah susun umum sewa, rumah usaha untuk
susun umum sewa, rumah susun khusus, dan rumah menyediakan
susun khusus, dan rumah susun negara. dan/atau memiliki
susun negara. unit rumah susun
(3) Badan hukum sebagaimana
(3) Badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib yang layak.
dimaksud pada ayat (2) memenuhi Perizinan
harus mendaftar dan Berusaha dari Pemerintah
mendapatkan izin usaha Pusat.
dari bupati/walikota. (4) Ketentuan lebih lanjut
(4) Khusus untuk Provinsi DKI mengenai perizinan berusaha
Jakarta, badan hukum sebagaimana dimaksud pada
sebagaimana dimaksud
- 63 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (3) harus ayat (3) diatur dengan
mendaftar dan Peraturan Pemerintah
mendapatkan izin usaha
dari Gubernur.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air
1. Pasal 1 angka 21 Pasal 1 angka 21 Penyederhanaan
Perizinan
Pengelola Sumber Daya Air Pengelola Sumber Daya Air
Berusaha
adalah institusi yang diberi adalah institusi yang diberi tugas
tugas dan tanggung jawab oleh dan tanggung jawab oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Pusat dalam
Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Sumber Daya Air
Pengelolaan Sumber Daya Air berdasarkan ketentuan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
peraturan perundang-
undangan.
2. Pasal 8 Pasal 8 1. Izin penggunaan Penyederhanaan
Sumber Daya Air Perizinan
(1) Hak rakyat atas Air yang (1) Hak rakyat atas Air yang untuk kebutuhan Berusaha
dijamin pemenuhannya dijamin pemenuhannya oleh usaha (komersial)
oleh negara sebagaimana negara sebagaimana diganti dengan
dimaksud dalam Pasal 6 dimaksud dalam Pasal 6 perizinan berusaha.
merupakan kebutuhan merupakan kebutuhan pokok 2. Kewenangan urutan
pokok minimal sehari-hari. minimal sehari-hari. prioritas pemenuhan
(2) Selain hak rakyat atas Air (2) Selain hak rakyat atas Air Air diubah menjadi
yang dijamin yang dijamin pemenuhannya kewenangan
pemenuhannya oleh negara oleh negara sebagaimana Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (1) negara terlebih dulu,
pada ayat (1) negara memprioritaskan hak rakyat nantyinya dapat
memprioritaskan hak atas Air sebagai berikut: didelegasikan kepada
rakyat atas Air sebagai Pemda melalui PP.
a. kebutuhan pokok sehari
berikut: hari;
- 64 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. kebutuhan pokok sehari b. pertanian rakyat; dan
hari; c. penggunaan Sumber
b. pertanian rakyat; dan Daya Air untuk
kebutuhan usaha guna
c. penggunaan Sumber
memenuhi kebutuhan
Daya Air untuk
pokok sehari-hari melalui
kebutuhan usaha guna
Sistem Penyediaan Air
memenuhi kebutuhan
Minum.
pokok sehari-hari melalui
Sistem Penyediaan Air (3) Dalam hal ketersediaan Air
Minum. tidak mencukupi untuk
prioritas pemenuhan
(3) Dalam hal ketersediaan Air
sebagaimana dimaksud pada
tidak mencukupi untuk
ayat (2) pemenuhan Air
prioritas pemenuhan
untuk kebutuhan pokok
sebagaimana dimaksud
sehari-hari lebih
pada ayat (2) pemenuhan
diprioritaskan dari yang
Air untuk kebutuhan pokok
lainnya.
sehari-hari lebih
diprioritaskan dari yang (4) Dalam hal ketersediaan Air
lainnya. mencukupi, setelah urutan
prioritas pemenuhan
(4) Dalam hal ketersediaan Air
sebagaimana dimaksud pada
mencukupi, setelah urutan
ayat (2) urutan prioritas
prioritas pemenuhan
selanjutnya adalah:
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) urutan a. penggunaan Sumber
prioritas selanjutnya Daya Air guna memenuhi
adalah: kegiatan bukan usaha
untuk kepentingan
a. penggunaan Sumber
publik; dan
Daya Air guna memenuhi
kegiatan bukan usaha b. penggunaan Sumber Daya
untuk kepentingan Air untuk kebutuhan
publik; dan usaha lainnya yang telah
ditetapkan Perizinan
- 65 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. penggunaan Sumber Berusaha yang
Daya Air untuk menggunakan Sumber
kebutuhan usaha Daya Air.
lainnya yang telah (5) Pemerintah Pusat
ditetapkan izinnya. menetapkan urutan prioritas
(5) Pemerintah Pusat atau pemenuhan Air pada Wilayah
Pemerintah Daerah Sungai berdasarkan
menetapkan urutan ketentuan sebagaimana
prioritas pemenuhan Air dimaksud pada ayat (2), ayat
pada Wilayah Sungai sesuai (3), dan ayat (4).
dengan kewenangannya (6) Dalam menetapkan prioritas
berdasarkan ketentuan pemenuhan Air sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (5)
pada ayat (2), ayat (3), dan Pemerintah Pusat terlebih
ayat (4). dahulu memperhitungkan
(6) Dalam menetapkan keperluan Air untuk
prioritas pemenuhan Air pemeliharaan Sumber Air dan
sebagaimana dimaksud lingkungan hidup.
pada ayat (5) Pemerintah (7) Hak rakyat atas Air bukan
Pusat atau Pemerintah merupakan hak kepemilikan
Daerah terlebih dahulu atas Air, tetapi hanya terbatas
memperhitungkan pada hak untuk memperoleh
keperluan Air untuk dan menggunakan sejumlah
pemeliharaan Sumber Air kuota Air sesuai dengan
dan lingkungan hidup. alokasi yang penetapannya
(7) Hak rakyat atas Air bukan diatur dengan Peraturan
merupakan hak Pemerintah.
kepemilikan atas Air, tetapi (8) Ketentuan lebih lanjut
hanya terbatas pada hak mengenai penggunaan Sumber
untuk memperoleh dan Daya Air untuk memenuhi
menggunakan sejumlah kebutuhan pokok sehari-hari,
kuota Air sesuai dengan pertanian rakyat, dan
alokasi yang penetapannya kebutuhan usaha guna
- 66 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diatur dengan Peraturan memenuhi kebutuhan pokok
Pemerintah. sehari-hari melalui Sistem
Penyediaan Air Minum,
(8) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud pada
mengenai penggunaarn
ayat (2), serta untuk
Sumber Daya Air untuk
memenuhi kegiatan bukan
memenuhi kebutuhan
usaha untuk kepentingan
pokok sehari-hari,
publik dan kebutuhan . usaha
pertanian rakyat, dan
lainnya sebagaimana
kebutuhan usaha guna
dimaksud pada ayat (4) diatur
memenuhi kebutuhan
dengan Peraturan Pemerintah.
pokok sehari-hari melalui
Sistem Penyediaan Air
Minum, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
serta untuk memenuhi
kegiatan bukan usaha
untuk kepentingan publik
dan kebutuhan . usaha
lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
3. Pasal 9 Pasal 9 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Atas dasar penguasaan (1) Atas dasar penguasaan negara
Berusaha
negara terhadap Sumber terhadap Sumber Daya Air
Daya Air sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam Pasal 5 Pasal 5 Pemerintah Pusat
Pemerintah Pusat dan/atau diberi tugas dan wewenang
Pemerintah Daerah diberi untuk mengatur dan
tugas dan wewenang untuk mengelola Sumber Daya Air
mengatur dan mengelola (2) Penguasaan Sumber Daya Air
Sumber Daya Air. sebagaimana dimaksud pada
- 67 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Penguasaan Sumber Daya ayat (l) diselenggarakan oleh
Air sebagaimana dimaksud Pemerintah Pusat dengan
pada ayat (l) tetap mengakui Hak Ulayat
diselenggarakan oleh Masyarakat Adat setempat
Pemerintah Pusat dan/atau dan hak yang serupa dengan
Pemerintah Daerah dengan itu, sepanjang tidak
tetap mengakui Hak Ulayat bertentangan dengan
Masyarakat Adat setempat kepentingan nasional dan
dan hak yang serupa ketentuan peraturan
dengan itu, sepanjang tidak perundang-undangan.
bertentangan dengan
kepentingan nasional dan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Pasal 10 Pasal 10 UU hanya mengatur Penyederhanaan
tugas dan wewenang Perizinan
Dalam mengatur dan mengelola Dalam mengatur dan mengelola
Pemerintah Pusat dalam Berusaha
Sumber Daya Air, Pemerintah Sumber Daya Air, Pemerintah
pengelolaan Sumber Daya
Pusat sebagaimana dimaksud Pusat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) bertugas: dalam Pasal 9 ayat (1) bertugas: Air, sedangkan tugas dan
wewenang Pemerintah
a. menyusun kebijakan a. menyusun kebijakan nasional Daerah tidak diatur
nasional Sumber Daya Air; Sumber Daya Air; dalam Undang-Undang.
b. menyusun Pola Pengelolaan b. menyusun Pola Pengelolaan Nantinya pengaturan
Sumber Daya Air pada Sumber Daya Air, termasuk tersebut akan diatur
Wilayah Sungai lintas Cekungan Air Tanah pada dalam PP.
negara, Wilayah Sungai Wilayah Sungai tersebut;
lintas provinsi, dan Wilayah c. menyusun Rencana
Sungai strategis nasional, Pengelolaan Sumber Daya Air,
termasuk Cekungan Air termasuk Cekungan Air
Tanah pada Wilayah Sungai Tanah pada Wilayah Sungai
tersebut; tersebut;
c. menyusun Rencana d. melaksanakan Pengelolaan
Pengelolaan Sumber Daya Sumber Daya Air, termasuk
Air pada Wilayah Sungai
- 68 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lintas negara, Wilayah Cekungan Air Tanah pada
Sungai lintas provinsi, dan Wilayah Sungai tersebut;
Wilayah Sungai strategis e. mengelola kawasan lindung
nasional, termasuk Sumber Air;
Cekungan Air Tanah pada f. menyelenggarakan proses
Wilayah Sungai tersebut; perizinan penggunaan
d. melaksanakan Pengelolaan Sumber Daya Air;
Sumber Daya Air pada g. mengembangkan dan
Wilayah Sungai lintas mengelola Sistem Penyediaan
negara, Wilayah Sungai Air Minum;
lintasprovinsi, dan Wilayah h. menjamin penyediaan Air
Sungai strategis nasional, baku yang memenuhi
termasuk Cekungan Air kualitas untuk pemenuhan
Tanah pada Wilayah Sungai kebutuhan pokok minimal
tersebut; sehari-hari masyarakat;
e. mengelola kawasan lindung i. mengembangkan dan
Sumber Air pada Wilayah mengelola sistem irigasi
Sungai lintas negara, sebagai satu kesatuan sistem;
Wilayah Sungai lintas j. menjaga efektivitas, efisiensi,
provinsi, dan Wilayah Sungai kualitas, dan ketertiban
strategis nasional; pelaksanaan Pengelolaan
f. menyelenggarakan proses Sumber Daya Air;
perizinan penggunaan k. memberikan bantuan teknis
Sumber Daya Air pada dan bimbingan teknis dalam
Wilayah Sungai lintas Pengelolaan Sumber Daya Air
negara, Wilayah Sungai kepada Pemerintah Daerah;
lintas provinsi, dan Wilayah l. mengembangkan teknologi. di
Sungai strategis nasional; bidang Sumber Daya Air;
g. mengembangkan dan m. melakukan pengawasan
mengelola Sistem Penyediaan terhadap pelaksanaan tugas
Air Minum lintas daerah dan wewenang Pengelolaan
provinsi dan Sistem Sumber Daya Air oleh
Penyediaan Air Minum untuk Pemerintah Daerah;
- 69 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kepentingan strategis n. melakukan pengawasan
nasional; terhadap pelaksanaan tugas
h. menjamin penyediaan Air dan wewenang
baku yang memenuhi pengembangan dan
kualitas untuk pemenuhan pengelolaan Sistem
kebutuhan pokok minimal Penyediaan Air Minum;
sehari-hari masyarakat pada o. melakukan pengawasan
Wilayah Sungai lintas terhadap pelaksanaan tugas
negara, Wilayah Sungai dan wewenang
lintas provinsi, dan Wilayah pengembangan dan
Sungai strategis nasional; pengelolaan sistem irigasi;
i. mengembangkan dan dan
mengelola sistem irigasi p. memfasilitasi penyelesaian
sebagai satu kesatuan sistem sengketa antar daerah dalam
pada daerah irigasi yang Pengelolaan Sumber Daya Air.
menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat;
j. menjaga efektivitas, efisiensi,
kualitas, dan ketertiban
pelaksanaan Pengelolaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai lintas
negara, Wilayah Sungai
lintas provinsi, dan Wilayah
Sungai strategis nasional;
k. memberikan bantuan teknis
dan bimbingan teknis dalam
Pengelolaan Sumber Daya
Air kepada Pemerintah
Daerah provinsi dan
Pemerintah Daerah
kabupaten/kota;
l. mengembangkan teknologi di
bidang Sumber Daya Air;
- 70 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
m. melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas
dan wewenang Pengelolaan
Sumber Daya Air Pemerintah
Daerah provinsi dan/ atau
Pemerintah Daerah
kabupaten/kota;
n. melakukan
pengawasanterhadap
pelaksanaan tugas dan
wewenang pengembangan
dan pengelolaan Sistem
Penyediaan Air Minum lintas
daerah provinsi;
o. melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas
dan wewenang
pengembangan dan
pengelolaan sistem irigasi
pada daerah irigasi
kewenangan Pemerintah
Daerah provinsi dan
Pemerintah Daerah
kabupaten/kota; dan
p. memfasilitasi penyelqsaian
sengketa antarprovinsi
dalam Pengelolaan Sumber
Daya Air.
5. Pasal 12 Pasal 12 Penyederhanaan
Tugas dan wewenang Dihapus. Perizinan
Berusaha
Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) meliputi tugas
- 71 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan wewenang Pemerintah
Daerah provinsi dan/atau
Pemerintah Daerah kabupaten/
kota.
6. Pasal 11 Pasal 11 UU hanya mengatur Penyederhanaan
tugas dan wewenang Perizinan
Dalam mengatur dan mengelola Dalam mengatur dan mengelola
Pemerintah Pusat dalam Berusaha
Sumber Daya Air, Pemerintah Sumber Daya Air, Pemerintah
pengelolaan Sumber Daya
Pusat sebagaimana dimaksud Pusat sebagaimana dimaksud
Air, sedangkan tugas dan
dalam Pasal 9 ayat (l) dalam Pasal 9 ayat (l) berwenang:
wewenang Pemerintah
berwenang: a. menetapkan kebijakan Daerah tidak diatur
a. menetapkan kebijakan nasional Sumber Daya Air; dalam Undang-Undang.
nasional Sumber Daya Air; b. menetapkan status wilayah Nantinya pengaturan
b. menetapkan Pola sungai; tersebut akan diatur
Pengelolaan Sumber Daya c. menetapkan Pola Pengelolaan dalam PP.
Air pada Wilayah Sungai Sumber Daya Air;
lintas negara, Wilayah d. menetapkan Rencana
Sungai lintas provinsi, dan Pengelolaan Sumber Daya Air;
Wilayah Sungai strategis e. menetapkan kawasan lindung
nasional; Sumber Air;
c. menetapkan Rencana f. menetapkan zona konservasi
Pengelolaan Sumber Daya Air Tanah pada Cekungan Air
Air pada Wilayah Sungai Tanah;
lintas negara, Wilayah g. menetapkan status daerah
Sungai lintas provinsi, dan irigasi;
Wilayah Sungai strategis h. mengatur, menetapkan, dan
nasional; memberi persetujuan
d. menetapkan kawasan penggunaan Sumber Daya Air
lindung Sumber Air pada untuk kebutuhan bukan
Wilayah Sungai lintas usaha dan Perizinan Berusaha
negara, Wilayah Sungai yang menggunakan Sumber
lintas provinsi, dan Wilayah Daya Air;
Sungai strategis nasional; i. membentuk wadah koordinasi
Pengelolaan Sumber Daya Air;
- 72 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. menetapkan zona konservasi j. menetapkan norma, standar,
Air Tanah pada Cekungan Air prosedur, dan kriteria
Tanah di Wilayah Sungai Pengelolaan Sumber Daya Air;
lintas negara, Wilayah k. membentuk Pengelola Sumber
Sungai lintas provinsi, dan Daya Air;
Wilayah Sungai strategis l. menetapkan nilai satuan
nasional; BJPSDA dengan melibatkan
f. menetapkan status daerah para pemangku kepentingan
irigasi; terkait;
g. mengatur, menetapkan, dan m. menetapkan kebijakan dan
memberi izin penggunaan strategi nasional dalam
Sumber Daya Air untuk penyelenggaraan Sistem
kebutuhan bukan usaha dan Penyediaan Air Minum; dan
izin penggunaan Sumber n. memungut, menerima, dan
Daya Air untuk kebutuhan menggunakan BJPSDA.
usaha pada lokasi tertentu di
Wilayah Sungai lintas
negara, Wilayah Sungai
lintas provinsi, dan Wilayah
Sungai strategis nasional;
h. membentuk wadah
koordinasi Pengelolaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai lintas
negara, Wilayah Sungai
lintas provinsi, dan Wilayah
Sungai strategis nasional;
i. menetapkan norma, standar,
prosedur, dan kriteria
Pengelolaan Sumber Daya
Air;
j. membentuk Pengelola
Sumber Daya Air;
- 73 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
k. menetapkan nilai satuan
BJPSDA dengan melibatkan
para pemangku kepentingan
terkait;
l. menetapkan kebijakan dan
strategi nasional dalam
penyelenggaraan Sistem
Penyediaan Air Minum; dan
m. memungut, menerima, dan
menggunakan BJPSDA pada
Wilayah Sungai lintas
negara, Wilayah Sungai
lintas provinsi, dan Wilayah
Sungai strategis nasional.
7. Pasal 13 Pasal 13 UU hanya mengatur Penyederhanaan
tugas dan wewenang Perizinan
Dalam mengatur dan mengelola Dihapus.
Pemerintah Pusat dalam Berusaha
Sumber Daya Air, Pemerintah
pengelolaan Sumber Daya
Daerah provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 12 Air, sedangkan tugas dan
wewenang Pemerintah
bertugas:
Daerah tidak diatur
a. menyusun kebijakan dalam Undang-Undang.
Pengelolaan Sumber Daya Nantinya pengaturan
Air provinsi berdasarkan tersebut akan diatur
kebljakan nasional Sumber dalam PP.
Daya Air dengan
memperhatikan kepentingan
provinsi sekitarnya;
b. menyusun Pola Pengelolaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai lintas
kabupaten/ kota;
c. menyusun Rencana
Pengelolaan Sumber Daya
- 74 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Air pada Wilayah Sungai
lintas kabupaten/kota;
d. melaksanakan Pengelolaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai lintas
kabupaten/kota, termasuk
Cekungan Air Tanah pada
Wilayah Sungai tersebut;
e. mengelola, kawasan lindung
Sumber Air pada Wilayah
Sungai lintas kabupaten/
kota;
f. menyelenggarakan proses
perizinan penggunaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai lintas
kabupaten lkota;
g. menjamin penyediaan Air
baku yang memenuhi
kualitas untuk pemenuhan
kebutuhan pokok minimal
sehari-hari masyarakat pada
Wilayih Sungai lintas
kabupaten / kota;
h. mengembangkan dan
mengelola sistem irigasi
sebagai satu kesatuan sistem
pada daerah irigasi yang
menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah provinsi;
i. mengembangkan dan
mengelola Sistem Penyediaan
Air Minum lintas daerah
kabupaterr/ kota;
- 75 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
j. menjaga efektivitas, efisiensi,
kualitas, dan ketertiban
pelaksanaan Pengelolaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai lintas
kabupaten/ kota;
k. memberikan bantuan teknis
dan bimbingan teknis dalam
Pengelolaan Sumber Daya
Air kepada Pemerintah
Daerah kabupaten/ kota;
l. memfasilitasi penyelesaian
sengketa antarkabupaten
dan/atau antarkota dalam
Pengelolaan Sumber Daya
Air; dan
m. melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas
dan wewenang Pengelolaan
Sumber Daya Air Pemerintah
Daerah kabupaten/ kota.
8. Pasal 14 Pasal 14 UU hanya mengatur Penyederhanaan
tugas dan wewenang Perizinan
Dalam mengatur dan mengelola Dihapus.
Pemerintah Pusat dalam Berusaha
Sumber Daya Air, Pemerintah
pengelolaan Sumber Daya
Daerah Provinsi sebagaimana
Air, sedangkan tugas dan
dimaksud dalam Pasal 12
wewenang Pemerintah
berwenang:
Daerah tidak diatur
a. menetapkan kebijakan dalam Undang-Undang.
Pengelolaan Sumber Daya Nantinya pengaturan
Air di wilayahnya tersebut akan diatur
berdasarkan kebijakan dalam PP.
nasional Sumber Daya Air
dengan memperhatikan
- 76 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kepentingan provinsi
sekitarnya;
b. menetapkan Pola
Pengelolaan Sumber Daya
Air pada Wilayah Sungai
lintas kabupaten/ kota;
c. menetapkan Rencana
Pengelolaan Sumber Daya
Air pada Wilayah Sungai
lintas kabupaten / kota
dengan memperhatikan
kepentingan provinsi
sekitarnya;
d. menetapkan kawasan
lindung Sumber Air pada
Wilayah Sungai lintas
kabupaten/kota;
e. menetapkan zona konservasi
Air Tanah'pada Cekungan Air
Tanah di Wilayah Sungai
lintas kabupaten;/kota;
f. menetapkan kebijakan dan
strategi provinsi dalam
penyelenggaraan Sistem
Penyediaan Air Minum;
g. mengatur, menetapkan, dan
memberi izin penggunaan
Sumber Daya Air untuk
kebutuhan bukan usaha dan
izin penggunaan Sumber
Daya Air untuk kebutuhan
usaha pada lokasi tertentu di
Wilayah Sungai lintas
kabupaten/ kota;
- 77 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
h. membentuk wadah
koordinasi Pengelolaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai lintas daerah
kabupaten/kota;
i. menetapkan nilai satuan
BJPSDA dengan melibatkan
para pemangku kepentingan
terkait; dan
j. memungut, menerima, dan
menggunalan BJPSDA pada
Wilayah Sungai lintas
kabupaten/ kota.
9. Pasal 15 Pasal 15 UU hanya mengatur Penyederhanaan
tugas dan wewenang Perizinan
Dalam mengatur dan mengelola Dihapus.
Pemerintah Pusat dalam Berusaha
Sumber Daya Air, Pemerintah
pengelolaan Sumber Daya
Daerah kabupaten/kota
Air, sedangkan tugas dan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 bertugas: wewenang Pemerintah
Daerah tidak diatur
a. menyusun kebijakan dalam Undang-Undang.
Pengelolaan Sumber Daya Nantinya pengaturan
Air kabupaten,/ kota tersebut akan diatur
berdasarkan kebijakan dalam PP.
nasional Sumber Daya Air
dan kebijakan Pengelolaan
Sumber Daya Air provinsi
dengan memperhatikan
kepentingan kabupaten/
kota sekitarnya;
b. menyusun Pola Pengelolaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten / kota;
- 78 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. menyusun Rencana
Pengelolaan Sumber Daya
Air pada Wilayah Sungai
dalam satu kabupaten/kota;
d. mengembangkan dan
mengelola sistem irigasi
sebagai satu kesatuan sistem
pada daerah irigasi yang
menjadi kewenangan
Pemerintah Daerah
kabupaten/kota;
e. mengelola kawasan lindung
Sumber Air pada Wilayah
Sungai dalam satu
kabupaten/ kota;
f. menyelenggarakan proses
perizinan penggunaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota
g. menjamin penyediaan Air
baku yang memenuhi
kualitas untuk pemenuhan
kebutuhan pokok minimal
sehari-hari masyarakat pada
Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota;
h. mengupayakan penyediaan
air untuk pertanian ralryat,
kegiatan bukan usaha, dan/
atau kegiatan usaha pada
wilayah sungai dalam satu
kabupaten/kota;
- 79 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
i. memenuhi kebutuhan pokok
minimal sehari-hari atas Air
bagi masyarakat di wilayah
kabupaten / kota;
j. melaksanakan Pengelolaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota, termasuk
Cekungan Air Tanah pada
Wilayah Sungai tersebut;
k. mengembangkan dan
mengelola Sistem Penyediaan
Air Minum di daerah
kabupaten/ kota;
l. menjaga efektivitas, efisiensi,
kualitas, dan ketertiban
pelaksanaan Pengelolaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/ kota;
m. memberikan bantuan teknis
dan bimbingan teknis dalam
Pengelolaan Sumber Daya
Air kepada pemerintah desa;
dan
n. memfasilitasi penyelesaian
sengketa dalam satu
kabupaten/kota dalam
Pengelolaan Sumber Daya
Air.
- 80 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
10. Pasal 16 Pasal 16 UU hanya mengatur Penyederhanaan
tugas dan wewenang Perizinan
Dalam mengatur.dan mengelola Dihapus.
Pemerintah Pusat dalam Berusaha
Sumber Daya Air, Pemerintah
pengelolaan Sumber Daya
Daerah kabupaten/kota
Air, sedangkan tugas dan
sebagaimana dimaksud dalam
wewenang Pemerintah
Pasal 12 berwenang:
Daerah tidak diatur
a. menetapkan kebijakan dalam Undang-Undang.
Pengelolaan Sumber Daya Air Nantinya pengaturan
diwilayahnya berdasarkan tersebut akan diatur
kebijakan nasional Sumber dalam PP.
Daya Air dan kebijakan
Pengelolaan Sumber Daya Air
provinsi dengan
memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
b. menetapkan Pola Pengelolaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota dengan
memperhatikan kepentingan
kabupaten/ kota sekitarnya;
c. menetapkan Rencana
Pengelolaan Sumber Daya Air
pada Wilayah Sungai dalam
satu kabupaten/ kota dengan
memperhatikan kepentingan
kabupaten/kota sekitarnya;
d. menetapkan kawasan lindung
Sumber Air pada Wilayah
Sungai dalam satu
kabupaten/ kota;
- 81 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. mengatur, menetapkan, dan
rnemberi izin penggunaan
Sumber Daya Air untuk
kebutuhan bukan usaha dan
izin penggunaan Sumber
Daya Air untuk kebutuhan
usaha pada lokasi tertentu di
Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota;
f. membentuk wadah
koordinasi Pengelolaan
Sumber Daya Air pada
Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/ kota;
g. menetapkan nilai satuan
BJPSDA dengan melibatkan
para pemangku kepentingan
terkait;
h. memungut, menerima, dan
menggunakan BJPSDA pada
Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota; dan
i. menetapkan kebllakan dan
strategi kabupaten / kota
dalam penyelenggaraan
Sistem Penyediaan Air
Minum.
11. Pasal 17 Pasal 17 UU hanya mengatur Penyederhanaan
tugas dan wewenang Perizinan
Pemerintah desa atau yang Dihapus.
Pemerintah Pusat dalam Berusaha
disebut dengan nama lain
pengelolaan Sumber Daya
memiliki tugas meliputi:
Air, sedangkan tugas dan
- 82 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. membantu Pemerintah wewenang Pemerintah
Pusat dan/ atau Pemerintah Daerah tidak diatur
Daerah dalam mengelola dalam Undang-Undang.
Sumber Daya Air di wilayah Nantinya pengaturan
desa berdasarkan asas tersebut akan diatur
kemanfaatan umum dan dalam PP.
dengan memperhatikan
kepentingan desa lain;
b. mendorong prakarsa dan..
partisipasi masyarakat desa
dalam Pengelolaan Sumber
Daya Air di wilayahnya;
c. ikut serta dalam menjaga
efektivitas, efisiensi,
kualitas, dan ketertiban
pelaksanaan Pengelolaan
Sumber Daya Air; dan
d. membantu Pemerintah
Daerah kabupaten/kota
dalam memenuhi
kebutuhan pokok minimal
sehari-hari atas Air bagi
warga desa.
12. Pasal 19 Pasal 19 UU hanya mengatur Penyederhanaan
tugas dan wewenang Perizinan
(1) Sebagian tugas dan (1) Sebagian tugas dan wewenang
Pemerintah Pusat dalam Berusaha
wewenang Pemerintah Pemerintah Pusat
pengelolaan Sumber Daya
Pusat dan/atau Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Air, sedangkan tugas dan
Daerah sebagaimana Pasal 10, dan Pasal 11, dapat
dimaksud dalam Pasal 10, ditugaskan kepada Pengelola wewenang Pemerintah
Daerah tidak diatur
Pasal 11, Pasal 13, Pasal 14, Sumber Daya Air.
dalam Undang-Undang.
Pasal 15, dan Pasal 16 (2) Pengelola Sumber Daya Air Nantinya pengaturan
dalam mengelola Sumber sebagaimana dimaksud pada
- 83 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Daya Air yang meliputi satu ayat (1) dapat berupa unit tersebut akan diatur
Wilayah Sungai dapat pelaksana teknis dalam PP.
ditugaskan kepada kementerian/unit pelaksana Selain itu, ketentuan
Pengelola Sumber Daya Air. teknis daerah atau badan lebih lanjut mengenai
usaha milik negara/ badan
(2) Pengelola Sumber Daya Air Badan usaha milik
usaha milik daerah di bidang
sebagaimana dimaksud negara/ badan usaha
Pengelolaan Sumber Daya Air.
pada ayat (1) dapat berupa milik daerah di bidang
unit pelaksana teknis (3) Sebagian tugas dan wewenang Pengelolaan Sumber Daya
kementerian/unit sebagaimana dimaksud pada Air nantinya diatur
pelaksana teknis daerah ayat (1) tidak termasuk: dengan Peraturan
atau badan usaha milik Pemerintah
a. menetapkan kebijakan;
negara/ badan usaha milik
daerah di bidang b. menetapkan Pola
Pengelolaan Sumber Daya Pengelolaan Sumber Daya
Air. Air;
(3) Sebagian tugas dan c. menetapkan Rencana
wewenang sebagaimana Pengelolaan Sumber Daya
dimaksud pada ayat (1) Air;
tidak termasuk: d. menetapkan kawasan
a. menetapkankebijakan; lindung Sumber Air;
b. menetapkan Pola e. menetapkan izin;
Pengelolaan Sumber f. membentuk wadah
Daya Air; kooordinasi;
c. menetapkan Rencana g. menetapkan norma,
Pengelolaan Sumber standar, prosedur, dan
Daya Air; kriteria;
d. menetapkan kawasan h. membentuk Pengelola
lindung Sumber Air; Sumber Daya Air; dan
e. menetapkan izin; i. menetapkan.nilai satuan
f. membentuk wadah BJPSDA.
kooordinasi;
- 84 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
g. menetapkan norma, (4) Ketentuan lebih lanjut
standar, prosedur, dan mengenai Badan usaha milik
kriteria; negara/ badan usaha milik
daerah di bidang Pengelolaan
h. membentuk Pengelola
Sumber Daya Air
Sumber Daya Air; dan
sebagaimana dimaksud pada
i. menetapkan.nilai satuan ayat (2) diatur dengan
BJPSDA. Peraturan Pemerintah.
(4) Badan usaha milik negara/
badan usaha milik daerah
di bidang Pengelolaan
Sumber Daya Air
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus
memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. memiliki tugas
menyelenggarakan
sebagian fungsi
Pengelolaan Sumber
Daya Air, yaitu
pembangunan,
pengoperasian, dan
pemeliharaan;
b. memiliki tugas
penggunaan Sumber
Daya Air untuk
kebutuhan usaha hanya
pada wilayah kerjanya;
c. melakukan pelayanan
yang berkualitas dengan
- 85 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
prinsip pengelolaan
perusahaan yang sehat;
d. memiliki tugas
memungut, menerima,
dan menggunakan
BJPSDA;
e. mendapat tugas khusus
yang diberikan oleh
Pemerintah Pusat
dan/atau Pemerintah
Daerah; dan
f. tidak semata-mata
berorientasi untuk
mengejar keuntungan.
(5) Penugasan Pemerintah
Pusat kepada badan usaha
milik negara di bidang
Pengelolaan Sumber Daya
Air sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(6) Penugasan Pemerintah
Daerah kepada badan
usaha milik daerah di
bidang Pengelolaan Sumber
Daya Air sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan peraturan
kepala daerah.
13. Pasal 20 Pasal 20 Penyederhanaan
Dihapus. Perizinan
Berusaha
- 86 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(1) Dalam hal Pemerintah
Daerah provinsi dan/atau
Pemerintah Daerah
kabupaten/kota belum
dapat melaksanakan
sebagian tugas dan
wewenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13
sampai dengan Pasal 16,
Pemerintah Daerah provinsi
dan/atau Pemerintah
Daerah kabupaten/kota
dapat menyerahkannya
kepada pemerintah di
atasnya sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pelaksanaan sebagian
tugas dan wewenang
Pengelolaan Sumber Daya
Air oleh Pemerintah Daerah
provinsi dan/ atau
Pemerintah Daerah
kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 sampai
dengan Pasal 16, wajib
diambil alih oleh
pemerintah di atasnya
dalam hal:
a. Pemerintah Daerah
provinsi dan/atau
Pemerintah Daerah
kabupaten/kota tidak
- 87 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
melaksanakan sebagian
tugas dan wewenang
Pengelolaan Sumber
Daya Air sehingga dapat
membahayakan
kepentingan umum;
b. Pemerintah Daerah
provinsi dan/atau
Pemerintah Daerah
kabupaten/kota tidak
melaksanakan sebagian
tugas dan wewenang
Pengelolaan Sumber
Daya Air sehingga dapat
mengganggu pelayanan
umum; dan/atau
c. adanya sengketa
antarprovinsi atau
antarkabupaten
dan/atau antarkota yang
tidak dapat diselesaikan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyerahan dan
pengambilalihan tugas dan
wewenang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
14. Pasal 24 Pasal 24 Menghapus kewenangan Penyederhanaan
pemerintah daerah. Perizinan
(1) Konservasi Sumber Daya (1) Konservasi Sumber Daya Air Namun, pendelegasian Berusaha
Air ditujukan untuk ditujukan untuk menjaga kewenangan -pemerintah
menjaga kelangsungan kelangsungan keberadaan, daerah akan diatur
keberadaan, daya dukung, daya dukung, daya tampung, melalui Peraturan
dan fungsi Sumber Daya Air. Pemerintah.
- 88 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
daya tampung, dan fungsi (2) Konservasi Sumber Daya Air
Sumber Daya Air. sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan Pemerintah
(2) Konservasi Sumber Daya
Pusat sesuai dengan
Air sebagaimana dimaksud
kewenangannya berdasarkan
pada ayat (1) dilakukan
ketentuan peraturan
Pemerintah Pusat dan/atau
perundang-undangan.
Pemerintah Daerah sesuai
dengan kewenangannya (3) Konservasi Sumber Daya Air
berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada
peraturan ayat (1) dilakukan dengan
perundang-undangan. mengacu pada Rencana
Pengelolaan Sumber Daya Air
(3) Konservasi Sumber Daya
melalui kegiatan:
Air sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan a. pelindungan dan
dengan mengacu pada pelestarian Sumber Air;
Rencana Pengelolaan b. pengawetan Air;
Sumber Daya Air melalui
kegiatan: c. pengelolaan kualitas Air;
a. pelindungan dan d. pengendalian pencemaran
pelestarian Sumber Air; Air.
b. pengawetan Air; (4) Pelindungan dan pelestarian
Sumber Air sebagaimana
c. pengelolaan kualitas Air; dimaksud pada ayat (3) huruf
d. pengendalian a ditujukan untuk
pencemaran Air. melindungi dan melestarikan
Sumber Air beserta
(4) Pelindungan dan
lingkungan keberadaannya
pelestarian Sumber Air
terhadap kerusakan atau
sebagaimana dimaksud
gangguan yang disebabkan
pada ayat (3) huruf a
oleh daya alam dan yang
ditujukan untuk
disebabkan oleh tindakan
melindungi dan
manusia.
melestarikan Sumber Air
- 89 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
beserta lingkungan (5) Pengawetan Air sebagaimana
keberadaannya terhadap dimaksud pada ayat (3) huruf
kerusakan atau b ditujukan untuk
gangguan yang disebabkan memelihara
oleh daya alam dan yang keberadaan dan ketersediaan
disebabkan oleh tindakan Air atau kuantitas Air sesuai
manusia. dengan fungsi dan
manfaatnya.
(5) Pengawetan Air
sebagaimana dimaksud (6) Pengelolaan kualitas Air
pada ayat (3) huruf b sebagaimana dimaksud pada
ditujukan untuk ayat (3) huruf c dilakukan
memelihara dengan cara
keberadaan dan memperbaiki kualitas Air pada
ketersediaan Air atau Sumber Air dan Prasarana
kuantitas Air sesuai dengan Sumber Daya Air.
fungsi dan manfaatnya. (7) Pengendalian pencemaran Air
(6) Pengelolaan kualitas Air sebagaimana dimaksud pada
sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf d dilakukan
pada ayat (3) huruf c dengan cara
dilakukan dengan cara mencegah masuknya
memperbaiki kualitas Air pencemaran Air pada Sumber
pada Sumber Air dan Air dan Prasarana Sumber
Prasarana Sumber Daya Daya Air.
Air. (8) Kegiatan Konservasi Sumber
(7) Pengendalian pencemaran Daya Air sebagaimana
Air sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (3)
pada ayat (3) huruf d menjadi salah satu acuan
dilakukan dengan cara dalam Perencanaan tata
mencegah masuknya ruang.
pencemaran Air pada
Sumber Air dan Prasarana
Sumber Daya Air.
- 90 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(8) Kegiatan Konservasi
Sumber Daya Air
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) menjadi salah
satu acuan dalam
Perencanaan tata ruang.

15. Pasal 31 Pasal 31 Menghapus kewenangan Penyederhanaan


pemerintah daerah. Perizinan
Dalam keadaan memaksa, Dalam keadaan memaksa, Berusaha
Namun, pendelegasian
Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Pusat mengatur dan
kewenangan -pemerintah
Pemerintah Daerah mengatur menetapkan penggunaan
daerah akan diatur
dan menetapkan penggunaan Sumber Daya Air sebagaimana
melalui Peraturan
Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat
Pemerintah.
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c untuk kepentingan
(2) huruf c untuk kepentingan konservasi, persiapan
konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan
pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas
pemenuhan prioritas penggunaan Sumber Daya Air.
penggunaan Sumber Daya Air.
16. Pasal 39 Pasal 39 Menghapus kewenangan Penyederhanaan
pemerintah daerah. Perizinan
(1) Pemerintah Pusat dan/atau (1) Pemerintah Pusat menyusun Berusaha
Namun, pendelegasian
Pemerintah Daerah sesuai Pola Pengelolaan Sumber Daya
kewenangan -pemerintah
dengan kewenangannya Air untuk terselenggaranya
daerah akan diatur
menyusun Pola Pengelolaan Pengelolaan Sumber Daya Air
melalui Peraturan
Sumber Daya Air untuk yang dapat
Pemerintah.
terselenggaranya memberikan manfaat yang
Pengelolaan Sumber Daya sebesar-besarnya bagi
Air yang dapat kepentingan masyarakat.
memberikan manfaat yang (2) Pola Pengelolaan Sumber Daya
sebesar-besarnya bagi Air sebagaimana dimaksud
kepentingan masyarakat. pada ayat (1) disusun
- 91 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pola Pengelolaan Sumber berdasarkan Wilayah Sungai
Daya Air sebagaimana dengan prinsip keterpaduan
dimaksud pada ayat (1) antarsektor dan antarwilayah
disusun berdasarkan serta keterkaitan penggunaan
Wilayah Sungai dengan antara Air Permukaan dan Air
prinsip keterpaduan Tanah.
antarsektor dan (3) Pola Pengelolaan Sumber Daya
antarwilayah serta Air sebagaimana dimaksud
keterkaitan pada ayat (2) diuraikan lebih
penggunaan antara Air lanjut dalam Rencana
Permukaan dan Air Tanah. Pengelolaan Sumber Daya Air
(3) Pola Pengelolaan Sumber sebagai acuan pelaksanaan
Daya Air sebagaimana Pengelolaan Sumber Daya Air
dimaksud pada ayat (2) jangka panjang.
diuraikan lebih lanjut (4) Rencana Pengelolaan Sumber
dalam Daya Air sebagaimana
Rencana Pengelolaan dimaksud pada ayat (3)
Sumber Daya Air sebagai merupakan acuan
acuan pelaksanaan penyusunan program
Pengelolaan Sumber Daya Pengelolaan Sumber Daya Air
Air dan program kementerian atau
jangka panjang. lembaga pemerintah
(4) Rencana Pengelolaan nonkementerian yang terkait.
Sumber Daya Air (5) Rencana Pengelolaan Sumber
sebagaimana dimaksud Daya Air merupakan dasar
pada ayat (3) merupakan dan salah satu unsur dalam
acuan penyusunan penyusunan, peninjauan
program Pengelolaan kembali, dan/atau
Sumber Daya Air dan penyempurnaan rencana tata
program kementerian atau ruang wilayah.
lembaga pemerintah
nonkementerian yang (6) Program Pengelolaan Sumber
terkait. Daya Air sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
- 92 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Rencana Pengelolaan merupakan acuan dalam
Sumber Daya Air penyusunan rencana kegiatan
merupakan dasar dan salah Pengelolaan Sumber Daya Air
satu unsur dalam dan rencana kegiatan
penyusunan, kementerian atau lembaga
peninjauan kembali, pemerintah nonkementerian
dan/atau penyempurnaan yang terkait.
rencana tata ruang wilayah. (7) Pelaksanaan rencana kegiatan
(6) Program Pengelolaan Pengelolaan Sumber Daya Air
Sumber Daya Air meliputi kegiatan konstruksi
sebagaimana dimaksud Prasarana Sumber Daya Air,
pada ayat (4) merupakan kegiatan nonkonstruksi, serta
acuan kegiatan Operasi dan
dalam penyusunan rencana Pemeliharaan Sumber Daya
kegiatan Pengelolaan Air.
Sumber Daya Air dan (8) Ketentuan lebih lanjut
rencana kegiatan mengenai penyusunan Pola
kementerian atau lembaga Pengelolaan Sumber Daya
pemerintah Air, Rencana Pengelolaan
nonkementerian yang Sumber Daya Air, program
terkait. Pengelolaan Sumber Daya
(7) Pelaksanaan rencana Air, dan rencana kegiatan
kegiatan Pengelolaan Pengelolaan Sumber Daya Air
Sumber Daya Air meliputi sebagaimana dimaksud pada
kegiatan konstruksi ayat (2) sampai dengan ayat
Prasarana Sumber Daya (6), diatur dengan Peraturan
Air, kegiatan Pemerintah.
nonkonstruksi, serta
kegiatan Operasi dan
Pemeliharaan Sumber Daya
Air.
(8) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyusunan Pola
- 93 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pengelolaan Sumber Daya
Air, Rencana Pengelolaan
Sumber Daya Air, program
Pengelolaan Sumber Daya
Air, dan rencana kegiatan
Pengelolaan Sumber Daya
Air sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sampai
dengan ayat (6), diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
17. Pasal 40 Pasal 40 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Pelaksanaan konstruksi (1) Pelaksanaan konstruksi
Berusaha
Prasarana Sumber Daya Air Prasarana Sumber Daya Air
dan pelaksanaan dan pelaksanaan
nonkonstruksi dilakukan nonkonstruksi dilakukan oleh
oleh Pemerintah Pusat dan/ Pemerintah Pusat dan/ atau
atau Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah sesuai
sesuai dengan dengan kewenangannya
kewenangannya berdasarkan program dan
berdasarkan program dan rencana kegiatan.
rencana kegiatan. (2) Pelaksanaan konstruksi
(2) Pelaksanaan konstruksi Prasarana Sumber Daya Air
Prasarana Sumber Daya Air dan pelaksanaan
dan pelaksanaan nonkonstruksi sebagaimana
nonkonstruksi dimaksud pada ayat (1) dapat
sebagaimana dimaksud dilakukan dengan melibatkan
pada ayat (1) dapat peran serta masyarakat.
dilakukan dengan (3) Setiap Pelaku Usaha atas
melibatkan peran serta prakarsa sendiri dapat
masyarakat. melaksanakan kegiatan
konstruksi Prasarana Sumber
- 94 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Setiap Orang atau Daya Air dan pelaksanaan
kelompok masyarakat atas nonkonstruksi setelah
prakarsa sendiri dapat memenuhi Perizinan Berusaha
melaksanakan kegiatan untuk menggunakan sumber
konstruksi Prasarana daya air dari Pemerintah
Sumber Daya Air dan Pusat.
pelaksanaan nonkonstruksi (4) Dalam hal kegiatan konstruksi
untuk kepentingan sendiri prasarana Sumber Daya Air
berdasarkan izin dari dan pelaksanaan
Pemerintah Pusat dan/atau nonkonstruksi sebagaimana
Pemerintah Daerah sesuai dimaksud pada ayat (3)
dengan kewenangannya. dilakukan oleh Instansi
(4) Pelaksanaan konstruksi Pemerintah, Orang atau
Prasarana Sumber Daya Air Kelompok Masyarakat yang
dan pelaksanaan bersifat nonkomersial harus
nonkonstruksi dilakukan memenuhi persetujuan
dengan: a. mengikuti penggunaan sumber daya air
norma, standar, prosedur, dari Pemerintah Pusat.
dan kriteria; b. (5) Pelaksanaan konstruksi
memanfaatkan teknologi Prasarana Sumber Daya Air
dan sumber daya lokal; dan dan pelaksanaan
c. mengutamakan nonkonstruksi dilakukan
keselamatan, keamanan dengan: a. mengikuti norma,
kerja, dan keberlanjutan standar, prosedur, dan
fungsi ekologis sesuai kriteria; b. memanfaatkan
dengan ketentuan teknologi dan sumber daya
peraturan
lokal; dan c. mengutamakan
perundangundangan keselamatan, keamanan kerja,
(5) Kewajiban memperoleh izin dan keberlanjutan fungsi
sebagaimana ekologis sesuai dengan
dimaksud'pada ayat (3) ketentuan peraturan
dikecualikan bagi kegiatan perundangundangan
nonkonstruksi yang tidak
- 95 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mengakibatkan perubahan (6) Kewajiban memperoleh
fisik pada Sumber Air. Perizinan Berusaha untuk
menggunakan sumber daya air
(6) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud pada
mengenai izin sebagaimana
ayat (3) dan persetujuan
dimaksud pada ayat (3)
penggunaan sumber daya air
diatur dengan Peraturan
sebagaimana dimaksud pada
Pemerintah.
ayat (4) dikecualikan bagi
kegiatan nonkonstruksi yang
tidak mengakibatkan
perubahan fisik pada Sumber
Air.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan Berusaha
untuk menggunakan sumber
daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan
persetujuan penggunaan
sumber daya air sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
18. Pasal 41 Pasal 41 Menghapus kewenangan Penyederhanaan
pemerintah daerah. Perizinan
(1) Pelaksanaan Operasi dan (1) Pelaksanaan Operasi dan
Namun, pendelegasian Berusaha
Pemeliharaan Sumber Daya Pemeliharaan Sumber Daya
kewenangan -pemerintah
Air terdiri atas Air terdiri atas pemeliharaan
daerah akan diatur
pemeliharaan Sumber Air Sumber Air serta operasi dan
melalui Peraturan
serta operasi dan pemeliharaan Prasarana
Pemerintah.
pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air.
Sumber Daya Air. (2) Pelaksanaan Operasi dan
(2) Pelaksanaan Operasi dan Pemeliharaan Sumber Daya
Pemeliharaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
- 96 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) meliputi pengaturan, pelaksanaan,
pengaturan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi
pemantauan, dan evaluasi untuk menjamin kelestarian
untuk menjamin fungsi serta manfaat Sumber
kelestarian fungsi serta Daya Air dan prasarananya.
manfaat Sumber Daya Air (3) Pelaksanaan Operasi dan
dan prasarananya. Pemeliharaan Sumber Daya
(3) Pelaksanaan Operasi dan Air dilakukan oleh Pemerintah
Pemeliharaan Sumber Daya Pusat sesuai dengan
Air dilakukan oleh kewenangannya dan dapat
Pemerintah Pusat dan/atau melibatkan peran serta
Pemerintah Daerah sesuai masyarakat.
dengan kewenangannya (4) Pelaksanaan operasi dan
dan dapat melibatkan peran pemeliharaan Prasarana
serta masyarakat. Sumber Daya Air yang
(4) Pelaksanaan operasi dan dibangun oleh Setiap Orang
pemeliharaan Prasarana atau kelompok masyarakat
Sumber Daya Air yang menjadi tugas dan tanggung
dibangun oleh Setiap Orang jawab pihak yang
atau kelompok masyarakat membangun.
menjadi tugas dan (5) Ketentuan lebih lanjut
tanggung jawab pihak- mengenai pelaksanaan
pihak yang membangun. Operasi dan Pemeliharaan
(5) Ketentuan lebih lanjut Sumber Daya Air diatur
mengenai pelaksanaan dengan Peraturan Pemerintah.
Operasi dan Pemeliharaan
Sumber Daya Air diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
19. Pasal 43 Pasal 43 Menghapus kewenangan Penyederhanaan
pemerintah daerah. Perizinan
Namun, pendelegasian Berusaha
- 97 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(1) Pemantauan Pengelolaan (1) Pemantauan Pengelolaan kewenangan -pemerintah
Sumber Daya Air dilakukan Sumber Daya Air dilakukan daerah akan diatur
terhadap: terhadap: melalui Peraturan
Pemerintah.
a. Perencanaan Pengelolaan a. Perencanaan Pengelolaan
Sumber Daya Air; Sumber Daya Air;
b. pelaksanaan konstruksi b. pelaksanaan konstruksi
Prasarana Sumber Daya Prasarana Sumber Daya
Air dan pelaksanaan Air dan pelaksanaan
nonkonstruksi; dan nonkonstruksi; dan
c. pelaksanaan Operasi dan c. pelaksanaan Operasi dan
Pemeliharaan Sumber Pemeliharaan Sumber
Daya Air. Daya Air.
(2) Evaluasi Pengelolaan (2) Evaluasi Pengelolaan Sumber
Sumber Daya Air dilakukan Daya Air dilakukan
berdasarkan hasil berdasarkan hasil
pemantauan Sumber Daya pemantauan Sumber Daya Air
Air sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada
pada ayat (1) terhadap ayat (1) terhadap tujuan
tujuan Pengelolaan Sumber Pengelolaan Sumber Daya Air.
Daya Air. (3) Hasil evaluasi Pengelolaan
(3) Hasil evaluasi Pengelolaan Sumber Daya Air digunakan
Sumber Daya Air sebagai bahan pertimbangan
digunakan sebagai bahan dalam melakukan perbaikan
pertimbangan dalam penyelenggaraan Pengelolaan
melakukan perbaikan Sumber Daya Air.
penyelenggaraan (4) Pelaksanaan pemantauan dan
Pengelolaan Sumber Daya evaluasi Pengelolaan Sumber
Air. Daya Air sebagaimana
(4) Pelaksanaan pemantauan dimaksud pada ayat (1) dan
dan evaluasi Pengelolaan ayat (2) dilakukan oleh
Sumber Daya Air
sebagaimana dimaksud
- 98 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) dan ayat (2) Pemerintah Pusat sesuai
dilakukan oleh Pemerintah dengan kewenangannya.
Pusat dan/atau Pemerintah (5) Ketentuan lebih lanjut
Daerah sesuai dengan mengenai pemantauan dan
kewenangannya. evaluasi Pengelolaan Sumber
(5) Ketentuan lebih lanjut Daya Air diatur dengan
mengenai pemantauan dan Peraturan Pemerintah.
evaluasi Pengelolaan
Sumber Daya Air diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
20. Pasal 44 Pasal 44 Penyederhanaan
Perizinan
(1) Penggunaan Sumber Daya (1) Penggunaan Sumber Daya Air
Berusaha
Air sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 29 ayat (2) Pasal 29 ayat (2) huruf c untuk
huruf c untuk kebutuhan kebutuhan usaha dan
usaha dan kebutuhan kebutuhan bukan usaha
bukan usaha dilakukan dilakukan setelah memenuhi
berdasarkan izin. Perizinan Berusaha untuk
menggunakan sumber daya air
(2) Izin penggunaan Sumber
atau persetujuan penggunaan
Daya Air sebagaimana
sumber daya air dari
dimaksud pada ayat (1)
Pemerintah Pusat.
diberikan dengan
memperhatikan fungsi (2) Perizinan Berusaha untuk
kawasan dan kelestarian menggunakan sumber daya air
lingkungan hidup. atau persetujuan penggunaan
sumber daya air sebagaimana
(3) Izin penggunaan Sumber
dimaksud pada ayat (1) tidak
Daya Air sebagaimana
dimaksud pada ayat (l) dapat disewakan atau
dipindahtangankan, baik
diberikan oleh Pemerintah
sebagian maupun seluruhnya.
Pusat dan/atau Pemerintah
- 99 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Daerah sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Izin penggunaan Sumber
Daya Air sebagaimana
dimaksud pada ayat (21
tidak dapat disewakan atau
dipindahtangankan, baik
sebagian maupun
seluruhnya.
21. Pasal 45 Pasal 45 Penyederhanaan
Perizinan
Izin penggunaan Sumber Daya Persetujuan penggunaan
Berusaha
Air untuk kebutuhan bukan Sumber Daya Air untuk
usaha terdiri atas: kebutuhan bukan usaha terdiri
atas:
a. izin penggunaan Sumber
Daya Air untuk pemenuhan a. Persetujuan penggunaan
kebutuhan pokok seharihari Sumber Daya Air untuk
diperlukan jika: pemenuhan kebutuhan pokok
1) cara penggunaannya seharihari diperlukan jika:
dilakukan dengan 1) cara penggunaannya
mengubah kondisi alami dilakukan dengan
Sumber Air; dan/atau mengubah kondisi alami
2) penggunaannya Sumber Air; dan/atau
ditujukan untuk 2) penggunaannya ditujukan
keperluan kelompok yang untuk keperluan
memerlukan Air dalam kelompok yang
jumlah yang besar. memerlukan Air dalam
b. izin penggunaan Sumber jumlah yang besar.
Daya Air untuk pemenuhan b. Persetujuan penggunaan
kebutuhan pertanian rakyat Sumber Daya Air untuk
diperlukan jika: pemenuhan kebutuhan
- 100 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
1) cara penggunannya pertanian rakyat diperlukan
dilakukan dengan jika:
mengubah kondisi alami 1) cara penggunannya
Sumber Air; dan/atau dilakukan dengan
2) penggunaannya untuk mengubah kondisi alami
pertanian rakyat di luar Sumber Air; dan/atau
sistem irigasi yang sudah 2) penggunaannya untuk
ada.
pertanian rakyat di luar
c. izin penggunaan Sumber sistem irigasi yang sudah
Daya Air untuk pemenuhan ada.
kebutuhan bagi kegiatan c. Izin penggunaan Sumber
selain untuk memenuhi Daya Air untuk pemenuhan
kebutuhan pokok sehari-hari kebutuhan bagi kegiatan
dan pertanian rakyat yang selain untuk memenuhi
bukan merupakan kegiatan kebutuhan pokok sehari-hari
usaha. dan pertanian rakyat yang
bukan merupakan kegiatan
usaha.
22. Pasal 49 Pasal 49 Ketentuan ini Penyederhanaan
diselaraskan dengan Perizinan
(1) Penggunaan Sumber Daya (1) Pemberian Persetujuan atau
putusan Mahkamah Berusaha
Air untuk kebutuhan usaha Perizinan Berusaha untuk
Konstitusi. Namun, hal-
sebagaimana dimaksud menggunakan Sumber Daya
hal yang sifatnya teknis
dalam Pasal 47 dapat Air dilakukan secara ketat
akan diatur dalam PP.
berupa penggunaan: dengan urutan prioritas:
a. Sumber Daya Air sebagai a. pemenuhan kebutuhan
media; pokok sehari-hari bagi
kelompok yang
b. Air dan Daya Air sebagai
materi; memerlukan Air dalam
jumlah yang besar;
c. Sumber Air sebagai
b. pemenuhan kebutuhan
media; dan/atau
pokok sehari-hari yang
- 101 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. Air, Sumber Air, mengubah kondisi alami
dan/atau Daya Air Sumber Air;
sebagai media dan c. pertanian rakyat di luar
materi. sistem irigasi yang sudah
(2) Penggunaan Sumber Daya ada;
Air untuk kebutuhan usaha d. penggunaan Sumber Daya
sebagaimana dimaksud Air untuk kebutuhan
pada ayat (1) wajib memiliki
usaha guna memenuhi
izin. kebutuhan pokok sehari-
(3) Pemberian izin dilakukan hari melalui Sistem
secara ketat dengan urutan Penyediaan Air Minum;
prioritas: e. kegiatan bukan usaha
a. pemenuhan kebutuhan untuk kepentingan publik;
pokok sehari-hari bagi f. penggunaan Sumber Daya
kelompok yang Air untuk kebutuhan
memerlukan Air dalam usaha oleh badan usaha
jumlah yang besar; milik negara, badan usaha
b. pemenuhan kebutuhan milik daerah, atau badan
pokok sehari-hari yang usaha milik desa; dan
mengubah kondisi alami g. penggunaan Sumber Daya
Sumber Air; Air untuk kebutuhan
c. pertanian rakyat di luar usaha oleh badan usaha
sistem irigasi yang sudah swasta atau perseorangan.
ada; (2) Ketentuan lebih lanjut
d. penggunaan Sumber mengenai Persetujuan atau
Daya Air untuk Perizinan Berusaha untuk
kebutuhan usaha guna menggunakan Sumber Daya
memenuhi kebutuhan Air diatur dengan Peraturan
pokok sehari-hari melalui Pemerintah.
Sistem Penyediaan Air
Minum;
- 102 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. kegiatan bukan usaha
untuk kepentingan
publik;
f. penggunaan Sumber
Daya Air untuk
kebutuhan usaha oleh
badan usaha milik
negara, badan usaha
milik daerah, atau badan
usaha milik desa; dan
g. penggunaan Sumber
Daya Air untuk
kebutuhan usaha oleh
badan usaha swasta atau
perseorangan.
(4) Izin penggunaan Sumber
Daya Air untuk kebutuhan
usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
dapat diberikan untuk:
a. titik atau tempat tertentu
pada Sumber Air;
b. ruas tertentu pada
Sumber Air; atau
c. bagian tertentu dari
Sumber Air.
(5) Izin penggunaan Sumber
Daya Air untuk kebutuhan
usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
dapat diberikan kepada:
- 103 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. badan usaha milik
negara;
b. badan usaha milik
daerah;
c. badan usaha milik desa;
d. koperasi;
e. badan usaha swasta;
atau
f. perseorangan.
23. Pasal 50 Pasal 50 Akan diatur dalam PP Penyederhanaan
amanat Pasal 46 ayat (2). Perizinan
Izin penggunaan Sumber Daya Perizinan Berusaha untuk
Berusaha
Air untuk kebutuhan usaha menggunakan Sumber Daya Air
dengan menggunakan Air dan yang menghasilkan produk
Daya Air sebagai materi berupa Air minum untuk
sebagaimana, dimaksud dalam kebutuhan pokok sehari-hari
Pasal 49 ayat (1) huruf b yang diberikan kepada badan usaha
menghasilkan produk berupa milik negara, badan usaha milik
Air minum untuk kebutuhan daerah, atau badan usaha milik
pokok sehari-hari diberikan desa penyelenggara Sistem
kepada badan usaha milik Penyediaan Air Minum.
negara, badan usaha milik
daerah, atau badan usaha
milik desa penyelenggara
Sistem Penyediaan Air Minum.
24. Pasal 51 Pasal 51 Pihak swasta dapat Penyederhanaan
diberikan Perizinan Perizinan
lzin penggunaan Sumber Daya (1) Penggunaan Sumber Daya Air
Air untuk kebutuhan usaha untuk kebutuhan usaha Berusaha dari Berusaha
Pemerintah Pusat.
dapat diberikan kepada pihak dapat diberikan kepada pihak
Selanjutnya, perizinan
swasta setelah memenuhi swasta setelah memenuhi
syarat tertentu dan ketat syarat tertentu dan ketat
- 104 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud dalam dalam Perizinan Berusaha berusaha tersebut akan
Pasal 46 ayat ( 1) huruf f paling untuk menggunakan Sumber diatur dengan PP.
sedikit: Daya Air dari Pemerintah
Pusat.
a. sesuai dengan Pola
Pengelolaan Sumber Daya (2) Ketentuan lebih lanjut
Air dan Rencana mengenai Perizinan Berusaha
Pengelolaan Sumber Daya untuk menggunakan Sumber
Air; Daya Air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
b. memenuhi persyaratan
dengan Peraturan Pemerintah.
teknis administratif;
c. mendapat persetujuan dari
para pemangku kepentingan
di kawasan Sumber Daya
Air; dan
d. memenuhi kewajiban biaya
Konservasi Sumber Daya Air
yang merupakan komponen
dalam BJPSDA dan
kewajiban keuangan lainnya
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
25. Pasal 52 Pasal 52 Menghapus kewenangan Penyederhanaan
pemerintah daerah. Perizinan
(1) Penggunaan Sumber Daya (1) Penggunaan Sumber Daya Air
Namun, pendelegasian Berusaha
Air untuk negara lain untuk negara lain dilarang,
kewenangan -pemerintah
dilarang, kecuali untuk kecuali untuk tujuan
daerah akan diatur
tujuan kemanusiaan. kemanusiaan.
melalui Peraturan
(2) Pengecualian sebagaimana (2) Pengecualian sebagaimana Pemerintah.
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) harus
harus memenuhi memenuhi persyaratan telah
persyaratan telah dapat dapat terpenuhinya
- 105 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
terpenuhinya kebutuhan kebutuhan penggunaan
penggunaan Sumber Daya Sumber Daya Air di Wilayah
Air di Wilayah Sungai yang Sungai yang bersangkutan
bersangkutan serta daerah serta daerah sekitarnya.
sekitarnya. (3) Penggunaan Sumber Daya Air
(3) Penggunaan Sumber Daya untuk negara lain
Air untuk negara lain sebagaimana dimaksud pada
sebagaimana dimaksud ayat (1) harus didasarkan
pada ayat (1) harus pada Pola Pengelolaan Sumber
didasarkan pada Pola Daya Air dan Rencana
Pengelolaan Sumber Daya Pengelolaan Sumber Daya Air
Air dan Rencana pada Wilayah Sungai yang
Pengelolaan Sumber Daya bersangkutan dan
Air memperhatikan kepentingan
pada Wilayah Sungai yang daerah di sekitarnya.
bersangkutan dan (4) Rencana penggunaan
memperhatikan Sumber Daya Air untuk
kepentingan daerah di negara lain dilakukan melalui
sekitarnya. proses konsultasi publik oleh
(4) Rencana penggunaan Pemerintah Pusat sesuai
Sumber Daya Air untuk dengan kewenangannya.
negara lain dilakukan (5) Penggunaan Sumber Daya
melalui proses konsultasi Air untuk negara lain
publik sebagaimana dimaksud pada
oleh Pemerintah Pusat ayat (3) dan ayat (4) wajib
dan/atau Pemerintah mendapat izin dari
Daerah sesuai dengan Pemerintah Pusat
kewenangannya.
(5) Penggunaan Sumber Daya
Air untuk negara lain
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan ayat (4)
wajib mendapat izin dari
- 106 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah Pusat
berdasarkan rekomendasi
dari Pemerintah Daerah dan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
26. Pasal 56 Pasal 56 Menghapus kewenangan Penyederhanaan
pemerintah daerah. Perizinan
(1) Pengawasan Pengelolaan (1) Pengawasan Pengelolaan
Namun, pendelegasian Berusaha
Sumber Daya Air dilakukan Sumber Daya Air dilakukan
kewenangan -pemerintah
oleh Pemerintah Pusat oleh Pemerintah Pusat
daerah akan diatur
dan/atau Pemerintah terhadap Pengelolaan Sumber
melalui Peraturan
Daerah sesuai dengan Daya Air.
Pemerintah.
kewenangannya terhadap (2) Pengawasan Pengelolaan
Pengelolaan Sumber Daya Sumber Daya Air sebagaimana
Air. dimaksud pada ayat (1) dapat
(2) Pengawasan Pengelolaan dilakukan
Sumber Daya Air dengan melibatkan peran
sebagaimana dimaksud masyarakat.
pada ayat (1) dapat (3) Ketentuan lebih lanjut
dilakukan mengenai pengawasan
dengan melibatkan peran Pengelolaan Sumber Daya Air
masyarakat. diatur dengan Peraturan
(3) Ketentuan lebih lanjut Pemerintah.
mengenai pengawasan
Pengelolaan Sumber Daya
Air diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
27. Pasal 58 Pasal 58 Menghapus kewenangan Penyederhanaan
(1) Pengguna Sumber Daya Air pemerintah daerah. Perizinan
(1) Pengguna Sumber Daya Air
Namun, pendelegasian Berusaha
tidak dibebani BJPSDA jika tidak dibebani BJPSDA jika
kewenangan -pemerintah
daerah akan diatur
- 107 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menggunakan Sumber menggunakan Sumber Daya melalui Peraturan
Daya Air untuk: Air untuk: Pemerintah.
a. pemenuhan kebutuhan a. pemenuhan kebutuhan
pokok sehari-hari; pokok sehari-hari;
b. pertanian rakyat; b. pertanian rakyat;
c. kegiatan selain untuk c. kegiatan selain untuk
memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari dan pokok sehari-hari dan
pertanian rakyat yang pertanian rakyat yang
bukan bukan
merupakan kegiatan merupakan kegiatan
usaha; dan usaha; dan
d. kegiatan konstruksi pada d. kegiatan konstruksi pada
Sumber Air yang tidak Sumber Air yang tidak
menggunakan Air. menggunakan Air.
(2) Pengguna Sumber Daya Air (2) Pengguna Sumber Daya Air
selain sebagaimana selain sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (1) pada ayat (1) menanggung
menanggung BJPSDA. BJPSDA.
(3) Pemerintah Pusat dan/atau (3) Pemerintah Pusat berhak atas
Pemerintah Daerah sesuai hasil
dengan kewenangannya penerimaan BJPSDA yang
berhak atas hasil dipungut dari para pengguna
penerimaan BJPSDA yang Sumber Daya Air.
dipungut dari para
(4) BJPSDA sebagaimana
pengguna Sumber Daya Air. dimaksud pada ayat (2)
(4) BJPSDA sebagaimana dipergunakan untuk
dimaksud pada ayat (3) keberlanjutan Pengelolaan
dipergunakan untuk Sumber Daya Air pada Wilayah
keberlanjutan Pengelolaan Sungai yang bersangkutan.
Sumber Daya Air pada
- 108 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Wilayah Sungai yang (5) Ketentuan lebih lanjut
bersangkutan. mengenai BJPSDA
sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
1l. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA – SEKTOR TRANSPORTASI

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
1. Pasal 13 Pasal 13 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pesawat udara, mesin (1) Pesawat udara, mesin Pemerintah
Menteri/pimpinan Berusaha
pesawat udara, dan baling- pesawat udara, dan baling- Pusat dalam
Lembaga, gubernur,
baling pesawat terbang baling pesawat terbang mengambil
dan/atau
yang akan dibuat untuk yang akan dibuat untuk kebijakan
bupati/walikota perlu
digunakan secara sah digunakan secara sah mengikuti
ditata kembali
(eligible) harus memiliki (eligible) harus memiliki perkembangan
berdasarkan prinsip
rancang bangun. rancang bangun. teknologi,
perizinan berusaha
(2) Rancang bangun pesawat (2) Rancang bangun pesawat berbasis risiko dan dinamika
udara, mesin pesawat udara, mesin pesawat menerapkan masyarakat dan
udara, dan baling-baling udara, dan baling-baling penggunaan teknologi global yang
pesawat terbang pesawat terbang informasi dalam semakin cepat.
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pemberian perizinan 2. Tata cara dan
pada ayat (1) harus pada ayat (1) harus (misalnya perizinan prosedur
mendapat surat mendapat persetujuan dari berusaha secara mendapatkan
persetujuan setelah Pemerintah Pusat. elektronik). persetujuan
dilakukan pemeriksaan dan Pemerintah
2. Pemeriksaan dan Pusat untuk
pengujian sesuai dengan
pengujian tetap rancang
standar kelaikudaraan.
dilakukan untuk bangun
(3) Pemeriksaan dan pengujian rancang bangun pesawat udara,
sebagaimana dimaksud pesawat udara, mesin mesin pesawat
pada ayat (2) harus pesawat udara, dan udara, dan
memenuhi standar baling-baling pesawat baling-baling
kelaikudaraan dan terbang sesuai pesawat
ketentuan perundang- dengan standar terbang dalam
undangan. kelaikudaraan. Peraturan
3. Tata cara dan Pemerintah.
prosedurmendapatka
n persetujuan
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah Pusat
diatur melalui
Peraturan Pemerintah
sebagaimana diatur
dalam Pasal 18 agar
memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat
dalam mengambil
kebijakan mengikuti
dinamika masyarakat
dan global yang
semakin cepat.
2. Pasal 14 Pasal 14 Setiap orang diberikan Meningkatkan Kegiatan
kebebasan untuk kreatifitas dari Berusaha
Setiap orang yang melakukan Dihapus.
berkreasi, dalam hal ini masyarakat dalam Berbasis Resiko
kegiatan rancang bangun
dalam melakukan perkembangan
pesawat udara, mesin pesawat
kegiatan rancang bangun teknologi rancang
udara, dan baling-baling
bangun pesawat
pesawat terbang sebagaimana pesawat udara, mesin
udara, mesin
dimaksud dalam Pasal 13 harus pesawat udara dan pesawat udara, dan
mendapat surat persetujuan. baling-baling pesawat baling-baling
udara. pesawat terbang.
Dengan demikian
pemerintah tidak perlu
mengintervensi dalam
bentuk persetujuan,
tetapi cukup yang
disertifikasi adalah hasil
dari rancang bangun
pesawat udara, mesin
pesawat udara dan
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
baling-baling pesawat
udara.

3. Pasal 15 Pasal 15 Simplifikasi pengaturan, 1. Pemeriksaan Penyederhanaan


dimana pengaturan yang kesesuaian Perizinan
(1) Pesawat udara, mesin Pesawat udara, mesin pesawat
bersifat teknis, seperti terhadap Berusaha
pesawat udara, atau udara, atau baling-baling
pemeriksaan untuk tidak standar
baling-baling pesawat pesawat terbang yang dibuat
diatur dalam Undang- kelaikudaraan
terbang yang dibuat berdasarkan rancang bangun
Undang. rancang
berdasarkan rancang sebagaimana dimaksud dalam
bangun (initial
bangun sebagaimana Pasal 13 untuk diproduksi harus
airworthiness)
dimaksud dalam Pasal 13 memiliki sertifikat tipe.
untuk diproduksi harus dan telah
memenuhi uji
memiliki sertifikat tipe.
tipe tetap
(2) Sertifikat tipe menjadi syarat
sebagaimana dimaksud untuk
pada ayat (1) diberikan memperoleh
setelah dilakukan sertifikat tipe.
pemeriksaan kesesuaian 2. Pengaturan
terhadap standar mengenai
kelaikudaraan rancang pemeriksaan
bangun (initial sebagai bagian
airworthiness) dan telah dari tata cara
memenuhi uji tipe. dan prosedur
memperoleh
sertifikat
tipeakan diatur
lebih lanjut
dalam
Peraturan
Pemerintah,
sebagaimana
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diatur dalam
pasal 18 RUU.
4. Pasal 16 Pasal 16 Simplifikasi pengaturan, 1. Pemeriksaan Penyederhanaan
dimana pengaturan yang dan Perizinan
(1) Setiap pesawat udara, (1) Setiap pesawat udara,
bersifat teknis, seperti pengujianpesaw Berusaha
mesin pesawat udara, dan mesin pesawat udara, dan
pemeriksaan untuk tidak at udara, mesin
baling-baling pesawat baling-baling pesawat
diatur dalam Undang- pesawat udara,
terbang yang dirancang terbang yang dirancang
Undang. dan baling-
dan diproduksi di luar dan diproduksi di luar
baling pesawat
negeri dan diimpor ke negeri dan diimpor ke
terbang yang
Indonesia harus mendapat Indonesia harus mendapat
dirancang dan
sertifikat validasi tipe. sertifikat validasi tipe.
diproduksi di
(2) Sertifikasi validasi tipe (2) Sertifikasi validasi tipe luar negeri dan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud diimpor ke
pada ayat (1) dilaksanakan pada ayat (1) dilaksanakan Indonesia tetap
berdasarkan perjanjian berdasarkan perjanjian menjadi syarat
antarnegara di bidang antarnegara di bidang untuk
kelaikudaraan. kelaikudaraan. memperoleh
(3) Sertifikat validasi tipe sertifikat
sebagaimana dimaksud validasi tipe.
pada ayat (1) diberikan 2. Pengaturan
setelah lulus pemeriksaan mengenai
dan pengujian. pemeriksaan
sebagai bagian
dari tata cara
dan prosedur
memperoleh
sertifikat
validasi tipe
akan diatur
lebih lanjut
dalam
Peraturan
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah,
sebagaimana
diatur dalam
pasal 18 RUU.
3. Pasal 17 Pasal 17 Sesuai dengan arahan Pemerintah akan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan memberikan Perizinan
(1) Setiap perubahan Setiap perubahan terhadap
Menteri/pimpinan kemudahan Berusaha
terhadap rancang bangun rancang bangun pesawat udara,
Lembaga, gubernur, berusaha dalam
pesawat udara, mesin mesin pesawat udara, atau
dan/atau proses perizinan
pesawat udara, atau baling-baling pesawat terbang
bupati/walikota perlu bagi pelaku usaha,
baling-baling pesawat yang telah mendapat sertifikat
ditata kembali hal tersebut dapat
terbang yang telah tipe sebagaimana dimaksud
berdasarkan prinsip cepat dilakukan
mendapat sertifikat tipe dalam Pasal 15 harus mendapat
perizinan berusaha karena cukup
sebagaimana dimaksud persetujuan dari Pemerintah
berbasis risiko dan melalui instrumen
dalam Pasal 15 harus Pusat.
menerapkan penggunaan Peraturan
mendapat surat peran.
teknologi informasi dalam Pemerintah.
(2) Peran perubahan rancang pemberian perizinan
bangun sebagaimana (misalnya perizinan
dimaksud pada ayat (1) berusaha secara
diberikan setelah elektronik).
dilakukan pemeriksaan
Untuk itu, surat
kesesuaian rancang
persetujuan dalam Pasal
bangun dan uji tipe
17 diganti dengan
sebagaimana dimaksud
persetujuan yang
dalam Pasal 15 ayat (2).
diberikan oleh
(3) Peran perubahan rancang Pemerintah Pusat.
bangun sebagaimana
Ketentuan ayat (2) dan
dimaksud pada ayat (1)
ayat (3) bersifat teknis,
berupa:
sehingga diusulkan
(1) peran perubahan untuk tidak diatur dalam
(modification); Undang-Undang.
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) sertifikat tipe
tambahan
(supplement); atau
(3) amendemen sertifikat
tipe (amendment).

4. Pasal 18 Pasal 18 1. Sesuai dengan arahan Tata cara dan Penyederhanaan


Presiden, kewenangan prosedurmendapat Perizinan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai
Menteri/pimpinan kan tata cara dan Berusaha
mengenai tata cara dan tata cara dan prosedur
Lembaga, gubernur, prosedurmendapat
prosedur mendapatkan surat mendapatkan persetujuan
dan/atau kan surat peran
peran rancang bangun, rancang bangun, kegiatan
bupati/walikota perlu rancang bangun,
kegiatan rancang bangun, dan rancang bangun, dan perubahan
ditata kembali kegiatanrancang
perubahan rancang bangun rancang bangun pesawat udara,
berdasarkan prinsip bangun, dan
pesawat udara, sertifikat tipe, sertifikat tipe, serta sertifikat
perizinan berusaha perubahan rancang
serta sertifikat validasi tipe validasi tipe diatur dengan
berbasis risiko dan bangun
diatur dengan Peraturan Peraturan Pemerintah.
menerapkan pesawatudara,
Menteri.
penggunaan teknologi sertifikat tipe, serta
informasi dalam sertifikat validasi
pemberian perizinan tipe, diatur dalam
(misalnya perizinan Peraturan
berusaha secara Pemerintah.
elektronik).
2. Untuk itu, tata cara
dan prosedur
mendapatkan
persetujuan rancang
bangun,
kegiatanrancang
bangun, dan
perubahan rancang
bangun
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pesawatudara,
sertifikat tipe, serta
sertifikat validasi tipe
diatur melalui
Peraturan
Pemerintah.
5. Pasal 19 Pasal 19 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap badan hukum (1) Setiap badan hukum Pemerintah
Menteri/pimpinan Berusaha
Indonesia yang melakukan Indonesia yang melakukan Pusat dalam
Lembaga, gubernur,
kegiatan produksi kegiatan produksi mengambil
dan/atau
dan/atau perakitan dan/atau perakitan kebijakan
bupati/walikota perlu
pesawat udara, mesin pesawat udara, mesin mengikuti
ditata kembali
pesawat udara, dan/atau pesawat udara, dan/atau perkembangan
berdasarkan prinsip
baling-baling pesawat baling-baling pesawat teknologi,
perizinan berusaha
terbang wajib memiliki terbang wajib memiliki dinamika
berbasis risiko dan
sertifikat produksi. sertifikat produksi. masyarakat dan
menerapkan
(2) Untuk memperoleh (2) Ketentuan lebih lanjut penggunaan teknologi global yang
sertifikat produksi mengenai sertifikasi informasi dalam semakin cepat.
sebagaimana dimaksud produksi sebagaimana pemberian perizinan 2. Tata cara dan
pada ayat (1), badan dimaksud pada ayat (1) (misalnya perizinan prosedurmenda
hukum Indonesia harus diatur dengan Peraturan berusaha secara patkan tata cara
memenuhi persyaratan: Pemerintah. elektronik). dan
prosedurmenda
a. memiliki sertifikat tipe 2. Simplifikasi patkan surat
(type certificate) atau pengaturan, dimana peran rancang
memiliki lisensi pengaturan bangun,
produksi pembuatan persyaratan kegiatanrancang
berdasarkan sebagaimana bangun, dan
perjanjian dengan dimaksud pada ayat perubahan
pihak lain; (2) Undang-Undang rancang bangun
b. fasilitas dan peralatan bersifat teknis, pesawatudara,
produksi; sehingga diusulkan sertifikat tipe,
tidak perlu diatur serta sertifikat
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. struktur organisasi dalam Undang- validasi tipe,
sekurang-kurangnya Undang. diatur dalam
memiliki bidang Peraturan
produksi dan kendali Pemerintah.
mutu;
d. personel produksi dan
kendali mutu yang
kompeten;
e. sistem jaminan kendali
mutu; dan
f. sistem pemeriksaan
produk dan pengujian
produksi.
(3) Sertifikat produksi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan
setelah dilakukan
pemeriksaan dan
pengujian yang hasilnya
memenuhi standar
kelaikudaraan.
6. Pasal 20 Pasal 20 Pengaturan ini telah Penyederhanaan
diatur dalam Pasal 19 Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dihapus.
ayat (2) RUU. Berusaha
tata cara dan prosedur
memperoleh sertifikat produksi
pesawat udara diatur dalam
Peraturan Menteri.
7. Pasal 21 Pasal 21 Dihapus karena Penyederhanaan
sertifikasi menjadi Perizinan
Proses sertifikasi pesawat udara, Dihapus.
Berusaha
mesin pesawat udara, dan
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
baling-baling pesawat terbang kewenangan dari
sebagaimana dimaksud dalam Pemerintah Pusat.
Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17, dan
Pasal 19 dilaksanakan oleh
lembaga penyelenggara
pelayanan umum.
8. Pasal 22 Pasal 22 Pengaturan ini telah Penyederhanaan
diatur dalam Pasal 19 Perizinan
Proses sertifikasi sebagaimana Dihapus.
ayat (2) RUU. Berusaha
dimaksud dalam Pasal 21
dikenakan biaya.
9. Pasal 26 Pasal 26 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pendaftaran pesawat Pesawat udara yang telah
Menteri/pimpinan Pemerintah Berusaha
udara sebagaimana didaftarkan dan memenuhi
Lembaga, gubernur, Pusat dalam
dimaksud dalam Pasal 25 persyaratan sebagaimana
dan/atau mengambil
diajukan oleh pemilik atau dimaksud dalam Pasal 25,
bupati/walikota perlu kebijakan
yang diberi kuasa dengan diterbitkan sertifikat
ditata kembali mengikuti
persyaratan: pendaftaran.
berdasarkan prinsip perkembangan
a. menunjukkan bukti perizinan berusaha teknologi,
kepemilikan atau berbasis risiko dan dinamika
penguasaan pesawat menerapkan masyarakat dan
udara; penggunaan teknologi global yang
b. menunjukkan bukti informasi dalam semakin cepat.
penghapusan pemberian perizinan 2. Tata cara dan
pendaftaran atau tidak (misalnya perizinan prosedur
didaftarkan di negara berusaha secara pendaftaran
lain; elektronik). pesawat dalam
c. memenuhi ketentuan 2. Pengaturan dalam Peraturan
persyaratan batas usia Undang-Undang agar Pemerintah,
pesawat udara yang tidak bersifat teknis sebagaimana
dan detail. Sehingga, diatur dalam
tata cara dan Pasal 30 RUU.
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ditetapkan oleh prosedurpendaftaran
Menteri; pesawat udara diatur
melalui Peraturan
d. bukti asuransi pesawat
Pemerintah
udara; dan
sebagaimana diatur
e. bukti terpenuhinya dalam Pasal 30.
persyaratan
pengadaan pesawat
udara.
(2) Pesawat udara yang telah
memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberi
sertifikat pendaftaran.
(3) Sertifikat pendaftaran
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berlaku
selama 3 (tiga) tahun.
10. Penjelasan Pasal 27 ayat (1) Penjelasan Pasal 27 ayat (1) Penyederhanaan
Perizinan
Yang dimaksud dengan “tanda Yang dimaksud dengan “tanda
Berusaha
kebangsaan Indonesia” adalah kebangsaan Indonesia” adalah
pemberian identitas di pesawat
pemberian identitas di pesawat
udara yang digunakan negara
udara yang saat ini digunakan
kesatuan Republik Indonesia.
Negara Kesatuan Republik
Untuk itu tidak semua pesawat
Indonesia terdiri dari 2 (dua)
udara yang telah di daftarkan
huruf yaitu PK. Untuk itu,
harus diberikan tanda
tidak semua pesawat udara
kebangsaan.
yang telah didaftarkan harus
diberikan tanda kebangsaan. Tanda kebangsaan Indonesia
melekat pada sertifikat.
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Tanda Kebangsaan Indonesia
melekat pada sertifikat
pendaftaran.

11. Pasal 30 Pasal 30 Sesuai dengan arahan 1. Tata cara dan Penyederhanaan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai Presiden, kewenangan prosedurpengh Perizinan
mengenai tata cara dan tata cara dan prosedur Menteri/pimpinan apusan tanda Berusaha
prosedur pendaftaran dan pendaftaran dan penghapusan Lembaga, gubernur, pendaftaran
penghapusan tanda pendaftaran tanda pendaftaran dan tanda dan/atau dan tanda
dan tanda kebangsaan kebangsaan Indonesia serta bupati/walikota perlu kebangsaan
Indonesia serta pemberian pemberian sanksi administratif ditata kembali. Indonesia serta
sanksi administratif diatur diatur dengan Peraturan pemberian
Pengaturan dalam
dengan Peraturan Menteri. Pemerintah. sanksi
Undang-Undang agar
administratif
tidak bersifat teknis dan
dalam
detail. Sehingga, tata cara
Peraturan
dan prosedur
Pemerintah.
pendaftaran pesawat
udara diatur melalui 2. Kewenangan
Peraturan Pemerintah Menteri dalam
pelaksanaan
substansi Pasal
30 yang diatur
dalam
Peraturan
Pemerintah
merupakan
bentuk
pendelegasian
kewenangan
Presiden.
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
12. Pasal 31 Pasal 31 Dihapus karena Penyederhanaan
sertifikasi pendaftaran Perizinan
Proses sertifikasi pendaftaran Dihapus.
pesawat udara menjadi Berusaha
pesawat udara sebagaimana
kewenangan dari
dimaksud dalam Pasal 26 ayat
Pemerintah Pusat
(2) dan penghapusan tanda
pendaftaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29
dilaksanakan oleh lembaga
penyelenggara pelayanan
umum.
13. Pasal 32 Pasal 32 Pengaturan ini telah Penyederhanaan
diatur dalam Pasal 30 Perizinan
Proses sertifikasi pendaftaran Dihapus.
RUU. Berusaha
pesawat udara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31
dikenakan biaya.
14. Pasal 33 Pasal 33 1. Dihapus karena Penyederhanaan
sertifikasi menjadi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dihapus.
kewenangan dari Berusaha
lembaga penyelenggara
Pemerintah Pusat.
pelayanan umum, serta proses
2. Pengaturan ini telah
dan biaya sertifikasi diatur
diatur dalam Pasal 30
dalam Peraturan Menteri.
RUU.
15. Pasal 37 Pasal 37 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Sertifikat kelaikudaraan Sertifikat kelaikudaraan standar
Menteri/pimpinan Pemerintah Berusaha
standar sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam
Lembaga, gubernur, Pusat dalam
dimaksud dalam Pasal 36 Pasal 36 terdiri atas:
dan/atau mengambil
terdiri atas: a. sertifikat kelaikudaraan bupati/walikota perlu kebijakan
a. sertifikat standar pertama (initial ditata kembali mengikuti
kelaikudaraan standar airworthiness certificate) perkembangan
2. Pengaturan dalam
pertama (initial yang diberikan untuk teknologi,
Undang-Undang agar
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
airworthiness pesawat udara pertama kali tidak bersifat teknis dinamika
certificate) yang dioperasikan oleh setiap dan detail. Sehingga, masyarakat dan
diberikan untuk orang; dan tata cara dan global yang
pesawat udara prosedur memperoleh semakin cepat.
b. sertifikat kelaikudaraan
pertama kali sertifikat
standar lanjutan (continous 2. Tata cara dan
dioperasikan oleh kelaikudaraan
airworthiness certificate) prosedur
setiap orang; dan standar diatur melalui
yang diberikan untuk memperoleh
Peraturan Pemerintah
b. sertifikat pesawat udara setelah sertifikat
sebagaimana diatur
kelaikudaraan standar sertifikat kelaikudaraan kelaikudaraan
dalam Pasal 40 agar
lanjutan (continous standar pertama dan akan standar dalam
memberikan
airworthiness dioperasikan secara terus Peraturan
fleksibilitas bagi
certificate) yang menerus. Pemerintah.
Pemerintah Pusat
diberikan untuk
dalam mengambil
pesawat udara setelah
kebijakan mengikuti
sertifikat
dinamika masyarakat
kelaikudaraan standar
dan global yang
pertama dan akan
semakin cepat.
dioperasikan secara
terus menerus.
(2) Untuk memperoleh
sertifikat kelaikudaraan
standar pertama
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a,
pesawat udara harus:
a. memiliki sertifikat
pendaftaran yang
berlaku;
b. melaksanakan proses
produksi dari rancang
bangun, pembuatan
komponen, pengetesan
komponen, perakitan,
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemeriksaan kualitas,
dan pengujian terbang
yang memenuhi
standar dan sesuai
dengan kategori tipe
pesawat udara;
c. telah diperiksa dan
dinyatakan sesuai
dengan sertifikat tipe
atau sertifikat validasi
tipe atau sertifikat
tambahan validasi
Indonesia; dan
d. memenuhi persyaratan
standar kebisingan
dan standar emisi gas
buang.
(3) Untuk memperoleh
sertifikat kelaikudaraan
standar lanjutan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b,
pesawat udara harus:
a. memiliki sertifikat
pendaftaran yang
masih berlaku;
b. memiliki sertifikat
kelaikudaraan yang
masih berlaku;
c. melaksanakan
perawatan sesuai
dengan standar
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perawatan yang telah
ditetapkan;
d. telah memenuhi
instruksi
kelaikudaraan yang
diwajibkan
(airworthiness
directive);
e. memiliki sertifikat tipe
tambahan apabila
terdapat penambahan
kemampuan pesawat
udara;
f. memenuhi ketentuan
pengoperasian; dan
g. memenuhi ketentuan
standar kebisingan
dan standar emisi gas
buang.
16. Pasal 40 Pasal 40 Sesuai dengan arahan 1. Tata cara dan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan prosedur untuk Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
Menteri/pimpinan memperoleh Berusaha
tata cara dan prosedur untuk tata cara dan prosedur untuk
Lembaga, gubernur, sertifikat
memperoleh sertifikat memperoleh sertifikat
dan/atau kelaikudaraan
kelaikudaraan dan pemberian kelaikudaraan dan pemberian
bupati/walikota perlu dan pemberian
sanksi administratif diatur sanksi administratif diatur
ditata kembali. sanksi
dengan Peraturan Menteri. dengan Peraturan Pemerintah.
administratif
Pengaturan dalam
dalam
Undang-Undang agar
Peraturan
tidak bersifat teknis dan
Pemerintah.
detail. Sehingga, tata cara
dan prosedur 2. Kewenangan
memperoleh sertifikat Menteri dalam
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kelaikudaraan dan pelaksanaan
pemberian sanksi substansi Pasal
administratif diatur 40 yang diatur
melalui Peraturan dalam
Pemerintah. Peraturan
Pemerintah
merupakan
bentuk
pendelegasian
kewenangan
Presiden.
17. Pasal 41 Pasal 41 1. Sesuai dengan arahan Tata cara dan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan prosedur Perizinan
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang
Menteri/pimpinan memperoleh Berusaha
mengoperasikan pesawat mengoperasikan pesawat
Lembaga, gubernur, sertifikat dalam
udara untuk kegiatan udara untuk kegiatan
dan/atau Peraturan
angkutan udara wajib angkutan udara wajib
bupati/walikota perlu Pemerintah,
memiliki sertifikat. memiliki sertifikat.
ditata kembali. sehingga kewajiban
(2) Sertifikat sebagaimana (2) Sertifikat sebagaimana untuk memenuhi
2. Pengaturan dalam
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) pemeriksaan dan
Undang-Undang agar
terdiri atas: terdiri atas: pengujian tetap
tidak bersifat teknis
a. sertifikat operator a. sertifikat operator dilakukan.
dan detail. Sehingga
pesawat udara (air pesawat udara (air tata cara dan prosedur
operator certificate), operator certificate), untuk memperoleh
yang diberikan kepada yang diberikan kepada sertifikat dimaksud
badan hukum Indonesia badan hukum diatur melalui
yang mengoperasikan Indonesia yang Peraturan Pemerintah
pesawat udara sipil mengoperasikan sebagaimana diatur
untuk angkutan udara pesawat udara sipil dalam Pasal 45.
niaga; atau untuk angkutan udara
niaga; atau
b. sertifikat pengoperasian
b. sertifikat pengoperasian
pesawat udara
pesawat udara
(operating certificate),
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yang diberikan kepada (operating certificate),
orang atau badan yang diberikan kepada
hukum Indonesia yang orang atau badan
mengoperasikan hukum Indonesia yang
pesawat udara sipil mengoperasikan
untuk angkutan udara pesawat udara sipil
bukan niaga. untuk angkutan udara
bukan niaga.
(3) Sertifikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) (3) Ketentuan lebih lanjut
diberikan setelah lulus mengenai sertifikasi
pemeriksaan dan pengujian operator pesawat udara dan
serta pemohon sertifikat pengoperasian
mendemonstrasikan pesawat udara diatur
kemampuan pengoperasian dengan Peraturan
pesawat udara. Pemerintah.
18. Pasal 42 Pasal 42 Pengaturan dalam 1. Memberikan Penyederhanaan
Undang-Undang agar fleksibilitas bagi Perizinan
Untuk mendapatkan sertifikat Dihapus.
tidak bersifat teknis dan Pemerintah Berusaha
operator pesawat udara
detail. Sehingga, tata cara Pusat dalam
sebagaimana dimaksud dalam
dan proseduruntuk mengambil
Pasal 41 ayat (2) huruf a
memperoleh sertifikat kebijakan
operator harus:
operator pesawat udara mengikuti
a. memiliki izin usaha cukup diatur dalam perkembangan
angkutan udara niaga; Peraturan Pemerintah teknologi,
b. memiliki dan menguasai sebagaimana diatur dinamika
pesawat udara sesuai dalam Pasal 45. masyarakat dan
dengan izin usaha yang global yang
dimiliki; semakin cepat.

c. memiliki dan/atau 2. Tata cara dan


menguasai personel prosedur
pesawat udara yang memperoleh
kompeten dalam jumlah sertifikat
rasio yang memadai untuk operator
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mengoperasikan dan pesawat udara
melakukan perawatan dalam
pesawat udara; Peraturan
Pemerintah.
d. memiliki struktur
organisasi paling sedikit di
bidang operasi, perawatan,
keselamatan, dan jaminan
kendali mutu;
e. memiliki personel
manajemen yang kompeten
dengan jumlah memadai;
f. memiliki dan/atau
menguasai fasilitas
pengoperasian pesawat
udara;
g. memiliki dan/atau
menguasai persediaan suku
cadang yang memadai;
h. memiliki pedoman
organisasi pengoperasian
(company operation manual)
dan pedoman organisasi
perawatan (company
maintenance manual);
i. memiliki standar keandalan
pengoperasian pesawat
udara (aircraft operating
procedures);
j. memiliki standar perawatan
pesawat udara;
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
k. memiliki fasilitas dan
pedoman pendidikan
dan/atau pelatihan
personel pesawat udara
(company training manuals);
l. memiliki sistem jaminan
kendali mutu (company
quality assurance manuals)
untuk mempertahankan
kinerja operasi dan teknik
secara terus menerus; dan
m. memiliki pedoman sistem
manajemen keselamatan
(safety management system
manual).
19. Pasal 43 Pasal 43 Pengaturan dalam 1. Memberikan Penyederhanaan
Undang-Undang agar fleksibilitas bagi Perizinan
Untuk memperoleh sertifikat Dihapus.
tidak bersifat teknis dan Pemerintah Berusaha
pengoperasian pesawat udara
detail. Sehingga, tata cara Pusat dalam
sebagaimana dimaksud dalam
dan proseduruntuk mengambil
Pasal 41 ayat (2) huruf b,
memperoleh sertifikat kebijakan
operator harus memenuhi
pengoperasian pesawat mengikuti
persyaratan:
udara cukup diatur perkembangan
a. memiliki izin kegiatan dalam Peraturan teknologi,
angkutan udara bukan Pemerintah sebagaimana dinamika
niaga; diatur dalam Pasal 45. masyarakat dan
b. memiliki dan menguasai global yang
pesawat udara sesuai semakin cepat.
dengan izin kegiatan yang 2. Tata cara dan
dimiliki; prosedur
c. memiliki dan/atau memperoleh
menguasai personel operasi sertifikat
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pesawat udara dan personel pengoperasian
ahli perawatan pesawat pesawat udara
udara; dalam
Peraturan
d. memiliki standar
Pemerintah.
pengoperasian pesawat
udara; dan
e. memiliki standar perawatan
pesawat udara.
20. Pasal 45 Pasal 45 Sesuai dengan arahan 1. Tata cara dan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan prosedurmempe Perizinan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai
Menteri/pimpinan roleh sertifikat Berusaha
mengenai tata cara dan tata cara dan prosedur
Lembaga, gubernur, operator
prosedur memperoleh sertifikat memperoleh sertifikat operator
dan/atau pesawat udara
operator pesawat udara atau pesawat udara atau sertifikat
bupati/walikota perlu atau
sertifikat pengoperasian pengoperasian pesawat udara
ditata kembali. sertifikatpengop
pesawat udara dan pemberian dan pengenaan sanksi
erasian pesawat
sanksi administratif diatur administratif diatur dengan
udara dan
dengan Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.
pengenaan
sanksiadministr
atif dalam
Peraturan
Pemerintah.
2. Kewenangan
Menteri dalam
pelaksanaan
substansi Pasal
45 RUU yang
diatur dalam
Peraturan
Pemerintah
merupakan
bentuk
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pendelegasian
kewenangan
Presiden.
21. Pasal 46 Pasal 46 Sesuai dengan arahan Kewenangan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan Menteri dalam Perizinan
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang
Menteri/pimpinan pelaksanaan Berusaha
mengoperasikan pesawat mengoperasikan pesawat
Lembaga, gubernur, substansi Pasal 46
udara wajib merawat udara wajib merawat
dan/atau RUU merupakan
pesawat udara, mesin pesawat udara, mesin
bupati/walikota perlu bentuk
pesawat udara, balingbaling pesawat udara, baling-
ditata. pendelegasian
pesawat terbang, dan baling pesawat terbang, dan
kewenangan
komponennya untuk komponennya untuk
Presiden.
mempertahankan mempertahankan
keandalan dan keandalan dan
kelaikudaraan secara kelaikudaraan secara
berkelanjutan. berkelanjutan.
(2) Dalam perawatan pesawat (2) Dalam perawatan pesawat
udara, mesin pesawat udara, mesin pesawat
udara, baling-baling udara, baling-baling
pesawat terbang, dan pesawat terbang, dan
komponennya sebagaimana komponennya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
setiap orang harus setiap orang harus
membuat program membuat program
perawatan pesawat udara perawatan pesawat udara
yang disahkan oleh Menteri. yang disahkan oleh
Pemerintah Pusat.
22. Pasal 47 Pasal 47 Pengaturan dalam 1. Pemeriksaan Penyederhanaan
Undang-Undang agar dan pengujian Perizinan
(1) Perawatan pesawat udara, Perawatan pesawat udara, mesin
tidak bersifat teknis dan tetap menjadi Berusaha
mesin pesawat udara, pesawat udara, serta baling-
detail. Sehingga, tata cara syarat untuk
balingbaling pesawat baling pesawat terbang dan
dan prosedur memperoleh
terbang dan komponennya komponennya sebagaimana
memperolehsertifikat sertifikat
sebagaimana dimaksud
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam Pasal 46 hanya dapat dimaksud dalam Pasal 46 hanya organisasi perawatan organisasi
dilakukan oleh: dapat dilakukan oleh: pesawat udara dan lisensi perawatan
ahli perawatan pesawat pesawat udara
a. perusahaan angkutan
udara diatur melalui dan lisensi ahli
udara yang telah a. perusahaan angkutan Peraturan Pemerintah perawatan
memiliki sertifikat udara yang telah memiliki sebagaimana diatur pesawat udara.
operator pesawat udara; sertifikat operator pesawat dalam Pasal 51.
2. Tata cara dan
b. badan hukum udara; dan
prosedur
organisasi perawatan b. badan hukum organisasi
memperoleh
pesawat udara yang perawatan pesawat udara sertifikat
telah memiliki sertifikat yang telah memiliki organisasi
organisasi perawatan sertifikat organisasi perawatan
pesawat udara perawatan pesawat udara pesawat udara
(approved maintenance (approved maintenance dan lisensi ahli
organization); atau organization); atau perawatan
c. personel ahli perawatan pesawat
c. personel ahli perawatan
pesawat udara yang udaradiatur
pesawat udara yang telah
telah memiliki lisensi dalam
memiliki lisensi ahli
ahli perawatan pesawat Peraturan
perawatan pesawat udara
udara (aircraft Pemerintah,
(aircraft maintenance
maintenance engineer sebagaimana
engineer license).
license). diatur dalam
(3) Sertifikat organisasi Pasal 51 RUU.
perawatan pesawat udara
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan
lisensi ahli perawatan
pesawat udara
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c
diberikan setelah lulus
pemeriksaan dan
pengujian.
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster

23. Pasal 48 Pasal 48 Pengaturan dalam 1. Memberikan Penyederhanaan


Undang-Undang agar fleksibilitas bagi Perizinan
Untuk mendapatkan sertifikat Dihapus.
tidak bersifat teknis dan Pemerintah Berusaha
organisasi perawatan pesawat
detail. Sehingga, tata cara Pusat dalam
udara sebagaimana dimaksud
dan prosedur mengambil
dalam pasal 47 ayat (1) huruf b
memperolehsertifikat kebijakan
harus memenuhi persyaratan:
organisasi perawatan mengikuti
a. memiliki atau menguasai pesawat udara dan lisensi perkembangan
fasilitas dan peralatan ahli perawatan pesawat teknologi,
pendukung perawatan udara diatur melalui dinamika
secara berkelanjutan; Peraturan Pemerintah masyarakat dan
b. memiliki atau menguasai sebagaimana diatur global yang
personel yang telah dalam Pasal 51. semakin cepat.
mempunyai lisensi ahli 2. Tata cara dan
perawatan pesawat udara prosedur
sesuai dengan lingkup memperoleh
pekerjaannya; sertifikat
c. memiliki pedoman organisasi
perawatan dan perawatan
pemeriksaaan; pesawat udara
dan lisensi ahli
d. memiliki pedoman perawatan
perawatan dan pemeriksaan pesawat udara
(maintenance manuals) dalam
terkini yang dikeluarkan Peraturan
oleh pabrikan sesuai dengan Pemerintah.
jenis pesawat udara yang
dioperasikan;
e. memiliki pedoman jaminan
mutu (quality assurance
manuals) untuk menjamin
dan mempertahan kinerja
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perawatan pesawat udara,
mesin, baling-baling, dan
komponen secara
berkelanjutan;
f. memiliki atau menguasai
suku cadang untuk
mempertahankan
keandalan dan
kelaikudaraan
berkelanjutan; dan memiliki
pedoman sistem manajemen
keselamatan.
24. Pasal 49 Pasal 49 Perubahan ketentuan ini Penyederhanaan
Sertifikat organisasi perawatan mengacu pada perubahan Perizinan
Sertifikat organisasi perawatan
pesawat udara sebagaimana Pasal 47 RUU (tidak ada Berusaha
pesawat udara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat dimaksud dalam Pasal 47 huruf lagi ayat (1)).
(1) huruf b dapat diberikan b dapat diberikan kepada
kepada organisasi perawatan organisasi perawatan pesawat
pesawat udara di luar negeri udara di luar negeri yang
yang memenuhi persyaratan memenuhi persyaratan setelah
setelah memiliki sertifikat memiliki sertifikat organisasi
organisasi perawatan pesawat perawatan pesawat udara yang
udara yang diterbitkan oleh diterbitkan oleh otoritas
otoritas penerbangan negara penerbangan negara yang
yang bersangkutan. bersangkutan.
25. Pasal 51 Pasal 51 Sesuai dengan arahan 1. Tata cara, Penyederhanaan
Presiden, kewenangan prosedur, dan Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
Menteri/pimpinan pemberian Berusaha
tata cara, prosedur, dan tata cara, prosedur, dan
Lembaga, gubernur, sertifikat
pemberian sertifikat organisasi pemberian sertifikat organisasi
dan/atau organisasi
perawatan pesawat udara dan perawatan pesawat udara dan
bupati/walikota perlu perawatan
lisensi ahli perawatan pesawat lisensi ahli perawatan pesawat
ditata kembali. pesawat udara
udara dan pemberian sanksi udara dan pengenaan sanksi
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
administratif diatur dengan administratif diatur dengan dan lisensi ahli
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah. perawatan
pesawat udara
dan pengenaan
sanksi
administratif
dalam
Peraturan
Pemerintah.
2. Kewenangan
Menteri dalam
pelaksanaan
substansi Pasal
51 yang diatur
lebih lanjut
dalam
Peraturan
Pemerintah
merupakan
bentuk
pendelegasian
kewenangan
Presiden.
26. Pasal 58 Pasal 58 Pengaturan dalam 1. Pendidikan Penyederhanaan
Undang-Undang agar dan/atau Perizinan
(1) Setiap personel pesawat (1) Setiap personel pesawat
tidak bersifat teknis dan pelatihan tetap Berusaha
udara wajib memiliki lisensi udara wajib memiliki lisensi
detail. Sehingga, tata cara dilakukan
atau sertifikat kompetensi. atau sertifikat kompetensi.
dan untuk
(2) Personel pesawat udara (2) Personel pesawat udara yang prosedurmendapatkan memperoleh
yang terkait langsung terkait langsung dengan lisensi atau sertifikat sertifikat
dengan pelaksanaan pelaksanaan pengoperasian kompetensi diatur kompetensi.
pengoperasian pesawat pesawat udara wajib melalui Peraturan 2. Tata cara dan
udara wajib memiliki lisensi
prosedurmenda
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yang sah dan masih memiliki lisensi yang sah dan Pemerintah sebagaimana patkan
berlaku. masih berlaku. diatur dalam Pasal 61. persetujuan
Pemerintah
(3) Lisensi sebagaimana
Pusat untuk
dimaksud pada ayat (2)
memperoleh
diberikan oleh Menteri
lisensi atau
setelah memenuhi
sertifikat
persyaratan:
kompetensidiat
a. administratif; ur lebih lanjut
b. sehat jasmani dan dalam
rohani; Peraturan
Pemerintah,
c. sertifikat kompetensi di sebagaimana
bidangnya; dan diatur dalam
d. lulus ujian. Pasal 61.
(4) Sertifikat kompetensi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c
diperoleh melalui
pendidikan dan/atau
pelatihan yang
diselenggarakan lembaga
yang telah diakreditasi.
27. Pasal 60 Pasal 60 Sesuai dengan arahan Kewenangan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan Menteri dalam Perizinan
Lisensi personel pesawat udara Lisensi personel pesawat udara
Menteri/pimpinan pelaksanaan Berusaha
yang diberikan oleh negara lain yang diberikan oleh negara lain
Lembaga, gubernur, substansi Pasal 60
dapat diakui melalui proses dapat diakui melalui proses
dan/atau yang diatur dalam
pengesahan oleh Menteri. pengesahan oleh Pemerintah
bupati/walikota perlu Peraturan
Pusat.
ditata kembali. Pemerintah
merupakan bentuk
pendelegasian
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kewenangan
Presiden.
28. Pasal 61 Pasal 61 Sesuai dengan arahan 1. Persyaratan, Penyederhanaan
Presiden, kewenangan tata cara Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
Menteri/pimpinan danprosedur Berusaha
persyaratan, tata cara dan persyaratan, tata cara dan
Lembaga, gubernur, memperoleh
prosedur memperoleh lisensi, prosedur memperoleh lisensi,
dan/atau lisensi, atau
atau sertifikat kompetensi dan atau sertifikat kompetensi dan
bupati/walikota perlu sertifikat
lembaga pendidikan dan/atau lembaga pendidikan dan/atau
ditata kembali. kompetensi
pelatihan diatur dengan pelatihan diatur dengan
danlembaga
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.
pendidikan
dan/atau
pelatihan diatur
lebih lanjut
dengan
Peraturan
Pemerintah.
2. Kewenangan
Menteri dalam
pelaksanaan
substansi Pasal
61 yang diatur
lebih lanjut
dalam
Peraturan
Pemerintah
merupakan
bentuk
pendelegasian
kewenangan
Presiden.
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
29. Pasal 63 Pasal 63 Untuk Pasal 63 ayat (2) Kewenangan Penyederhanaan
dan ayat (6) Undang- Menteri dalam Perizinan
(1) Pesawat udara yang dapat (1) Pesawat udara yang dapat
Undang Penerbangan, pelaksanaan Berusaha
dioperasikan di wilayah dioperasikan di wilayah
sesuai dengan arahan substansi Pasal 63
Negara Kesatuan Republik Negara Kesatuan Republik
Presiden, kewenangan yang diatur dalam
Indonesia hanya pesawat Indonesia hanya pesawat
Menteri/pimpinan Peraturan
udara Indonesia. udara Indonesia.
Lembaga, gubernur, Pemerintah
(2) Dalam keadaan tertentu (2) Dalam keadaan tertentu dan/atau merupakan bentuk
dan dalam waktu terbatas dan dalam waktu terbatas bupati/walikota perlu pendelegasian
pesawat udara asing dapat pesawat udara asing dapat ditata kembali. kewenangan
dioperasikan setelah dioperasikan setelah Presiden.
mendapat izin dari Menteri. mendapat persetujuan dari
Pemerintah Pusat.
(3) Pesawat udara sipil asing
dapat dioperasikan oleh (3) Pesawat udara sipil asing
perusahaan angkutan dapat dioperasikan oleh
udara nasional untuk perusahaan angkutan
penerbangan ke dan dari udara nasional untuk
luar negeri setelah adanya penerbangan ke dan dari
perjanjian antarnegara. luar negeri setelah adanya
perjanjian antarnegara.
(4) Pesawat udara sipil asing
yang akan dioperasikan (4) Pesawat udara sipil asing
sebagaimana dimaksud yang akan dioperasikan
pada ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana dimaksud
harus memenuhi pada ayat (1) dan ayat (2)
persyaratan kelaikudaraan. harus memenuhi
persyaratan kelaikudaraan
(5) Setiap orang yang
yang ditetapkan oleh
melanggar ketentuan
Pemerintah Pusat.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (5) Setiap orang yang
(3), dan ayat (4) dikenakan melanggar ketentuan
sanksi administratif sebagaimana dimaksud
berupa: pada ayat (1), ayat (2), ayat
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. Peringatan; (3), dan ayat (4) dikenai
sanksi administratif.
b. pembekuan sertifikat;
dan/atau (6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengoperasian
c. pencabutan sertifikat.
pesawat udara sipil dan
(6) Ketentuan lebih lanjut pengenaan sanksi
mengenai pengoperasian administratif sebagaimana
pesawat udara sipil dan dimaksud pada ayat (5)
pemberian sanksi diatur dengan Peraturan
administratif sebagaimana Pemerintah.
dimaksud pada ayat (5)
diatur dengan Peraturan
Menteri.
30. Pasal 64 Pasal 64 Dihapus karena 1. Memberikan Penyederhanaan
proses sertifikasi fleksibilitas bagi Perizinan
Proses sertifikasi kelaikudaraan Dihapus.
dalam Pasal ini Pemerintah Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam
menjadi Pusat dalam
Pasal 34 ayat (2), sertifikasi
kewenangan dari mengambil
operator pesawat udara dan
Pemerintah Pusat kebijakan
sertifikasi pengoperasian
mengikuti
pesawat udara sebagaimana
dinamika
dimaksud dalam Pasal 41 ayat
masyarakat dan
(2), sertifikasi organisasi
global yang
perawatan pesawat udara
semakin cepat.
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 48, sertifikasi organisasi 2. Tata cara dan
perawatan pesawat udara di luar prosedur
negeri sebagaimana dimaksud pelaksanaan
dalam Pasal 49, dan lisensi sertifikasilebih
personel pesawat udara lanjut diatur
sebagaimana dimaksud dalam dalam
Pasal 58 ayat (1) dilaksanakan Peraturan
oleh lembaga penyelenggara Pemerintah,
pelayanan umum. sebagaimana
- 30 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud
dalam Pasal 66.
31. Pasal 66 Pasal 66 Sesuai dengan 1. Kewenangan Penyederhanaan
arahan Presiden, Menteri dalam Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
kewenangan pelaksanaan Berusaha
lembaga penyelenggara proses dan biaya sertifikasi
Menteri/pimpinan substansi Pasal
pelayanan umum, serta proses diatur dengan Peraturan
Lembaga, 66 yang diatur
dan biaya sertifikasi diatur Pemerintah.
gubernur, lebih lanjut
dalam Peraturan Menteri.
dan/atau dalam
bupati/walikota Peraturan
perlu ditata Pemerintah
kembali. merupakan
bentuk
pendelegasian
kewenangan
Presiden.
2. Tata cara dan
prosedur
pelaksanaan
sertifikasidiatur
lebih lanjut
dalam
Peraturan
Pemerintah.
32. Pasal 67 Pasal 67 Sesuai dengan arahan Kewenangan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan Menteri dalam Perizinan
(1) Setiap pesawat udara (1) Setiap pesawat udara
Menteri/pimpinan pelaksanaan Berusaha
negara yang dibuat dan negara yang dibuat dan
Lembaga, gubernur, substansi Pasal 67
dioperasikan harus dioperasikan harus
memenuhi standar rancang memenuhi standar rancang dan/atau merupakan bentuk
bupati/walikota perlu pendelegasian
bangun, produksi, dan bangun, produksi, dan
ditata kembali. kewenangan
kelaikudaraan. kelaikudaraan yang
Presiden.
- 31 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pesawat udara negara ditetapkan oleh Pemerintah
sebagaimana dimaksud Pusat.
pada ayat (1) wajib memiliki (2) Pesawat udara negara
tanda identitas. sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib memiliki
tanda identitas.
33. Pasal 84 Pasal 84 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
Angkutan udara niaga dalam Angkutan udara niaga dalam
Menteri/pimpinan Pemerintah Pusat Berusaha
negeri hanya dapat dilakukan negeri hanya dapat dilakukan
Lembaga, gubernur, dalam mengambil
oleh badan usaha angkutan oleh badan usaha angkutan
dan/atau kebijakan
udara nasional yang telah udara nasional yang telah
bupati/walikota perlu mengikuti
mendapat izin usaha angkutan memenuhi Perizinan Berusaha
ditata kembali dinamika
udara niaga. dari Pemerintah Pusat.
berdasarkan prinsip masyarakat dan
perizinan berusaha global yang
berbasis risiko dan semakin cepat.
menerapkan penggunaan
teknologi informasi dalam
pemberian perizinan
(misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).
34. Pasal 85 Pasal 85 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Angkutan udara niaga (1) Angkutan udara niaga
Menteri/pimpinan Pemerintah Pusat Berusaha
berjadwal dalam negeri berjadwal dalam negeri
Lembaga, gubernur, dalam mengambil
hanya dapat dilakukan oleh hanya dapat dilakukan oleh
dan/atau kebijakan
badan usaha angkutan badan usaha angkutan
bupati/walikota perlu mengikuti
udara nasional yang telah udara nasional yang telah
mendapat izin usaha mendapat perizinan ditata kembali dinamika
berdasarkan prinsip masyarakat dan
angkutan udara niaga berusaha terkait angkutan
perizinan berusaha global yang
berjadwal. udara niaga berjadwal.
berbasis risiko dan semakin cepat.
menerapkan penggunaan
- 32 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Badan usaha angkutan (2) Badan usaha angkutan teknologi informasi dalam
udara niaga berjadwal udara niaga berjadwal pemberian perizinan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud (misalnya perizinan
pada ayat (1) dalam pada ayat (1) dalam berusaha secara
keadaan tertentu dan keadaan tertentu dan elektronik).
bersifat sementara dapat bersifat sementara dapat
melakukan kegiatan melakukan kegiatan
angkutan udara niaga tidak angkutan udara niaga tidak
berjadwal setelah mendapat berjadwal setelah mendapat
peran dari Menteri. peran dari Pemerintah
Pusat.
(3) Kegiatan angkutan udara
niaga tidak berjadwal yang (3) Kegiatan angkutan udara
bersifat sementara niaga tidak berjadwal yang
sebagaimana dimaksud bersifat sementara
pada ayat (2) dapat sebagaimana dimaksud
dilakukan atas inisiatif pada ayat (2) dapat
instansi Pemerintah dilakukan atas inisiatif
dan/atau atas permintaan instansi Pemerintah
badan usaha angkutan dan/atau atas permintaan
udara niaga nasional. badan usaha angkutan
udara niaga nasional.
(4) Kegiatan angkutan udara
niaga tidak berjadwal yang (4) Kegiatan angkutan udara
dilaksanakan oleh badan niaga tidak berjadwal yang
usaha angkutan udara dilaksanakan oleh badan
niaga berjadwal usaha angkutan udara
sebagaimana dimaksud niaga berjadwal
pada ayat (2) tidak sebagaimana dimaksud
menyebabkan pada ayat (2) tidak
terganggunya pelayanan menyebabkan
pada rute yang menjadi terganggunya pelayanan
tanggung jawabnya dan pada rute yang menjadi
pada rute yang masih tanggung jawabnya dan
dilayani oleh badan usaha pada rute yang masih
dilayani oleh badan usaha
- 33 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
angkutan udara niaga angkutan udara niaga
berjadwal lainnya. berjadwal lainnya.
35. Pasal 91 Pasal 91 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Angkutan udara niaga tidak (1) Angkutan udara niaga tidak
Menteri/pimpinan Pemerintah Pusat Berusaha
berjadwal dalam negeri berjadwal dalam negeri
Lembaga, gubernur, dalam mengambil
hanya dapat dilakukan oleh hanya dapat dilakukan oleh
dan/atau kebijakan
badan usaha angkutan badan usaha angkutan
bupati/walikota perlu mengikuti
udara nasional yang telah udara nasional yang telah
ditata kembali dinamika
mendapat izin usaha memenuhi Perizinan
berdasarkan prinsip masyarakat dan
angkutan udara niaga tidak Berusaha dari Pemerintah
perizinan berusaha global yang
berjadwal. Pusat.
berbasis risiko dan semakin cepat.
(2) Angkutan udara niaga tidak (2) Angkutan udara niaga tidak menerapkan penggunaan
berjadwal dalam negeri berjadwal dalam negeri teknologi informasi dalam
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pemberian perizinan
pada ayat (1) dilaksanakan pada ayat (1) dilaksanakan (misalnya perizinan
berdasarkan peran terbang berdasarkan peran terbang berusaha secara
(flight approval). (flight approval). elektronik).
(3) Badan usaha angkutan (3) Badan usaha angkutan
udara niaga tidak berjadwal udara niaga tidak berjadwal
dalam negeri dalam dalam negeri dalam
keadaan tertentu dan keadaan tertentu dan
bersifat sementara dapat bersifat sementara dapat
melakukan kegiatan melakukan kegiatan
angkutan udara niaga angkutan udara niaga
berjadwal setelah mendapat berjadwal setelah mendapat
peran Menteri. persetujuan dari
Pemerintah Pusat.
(4) Kegiatan angkutan udara
niaga berjadwal yang (4) Kegiatan angkutan udara
bersifat sementara niaga berjadwal yang
sebagaimana dimaksud bersifat sementara
pada ayat (3) dapat sebagaimana dimaksud
dilakukan atas inisiatif pada ayat (3) dapat
- 34 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
instansi Pemerintah, dilakukan atas inisiatif
pemerintah daerah instansi Pemerintah,
dan/atau badan usaha pemerintah daerah
angkutan udara niaga dan/atau badan usaha
nasional. angkutan udara niaga
nasional.
(5) Kegiatan angkutan udara
niaga berjadwal (5) Kegiatan angkutan udara
sebagaimana dimaksud niaga berjadwal
pada ayat (3) tidak sebagaimana dimaksud
menyebabkan pada ayat (3) tidak
terganggunya pelayanan menyebabkan
angkutan udara pada rute terganggunya pelayanan
yang masih dilayani oleh angkutan udara pada rute
badan usaha angkutan yang masih dilayani oleh
udara niaga berjadwal badan usaha angkutan
lainnya. udara niaga berjadwal
lainnya.
36. Pasal 93 Pasal 93 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kegiatan angkutan udara (1) Kegiatan angkutan udara
Menteri/pimpinan Pemerintah Pusat Berusaha
niaga tidak berjadwal luar niaga tidak berjadwal luar
Lembaga, gubernur, dalam mengambil
negeri yang dilakukan oleh negeri yang dilakukan oleh
dan/atau kebijakan
badan usaha angkutan badan usaha angkutan
bupati/walikota perlu mengikuti
udara niaga nasional wajib udara niaga nasional wajib
ditata kembali dinamika
mendapatkan peran mendapatkan persetujuan
berdasarkan prinsip masyarakat dan
terbang dari Menteri. terbang dari Pemerintah
perizinan berusaha global yang
Pusat.
(2) Kegiatan angkutan udara berbasis risiko dan semakin cepat.
niaga tidak berjadwal luar (2) Kegiatan angkutan udara menerapkan penggunaan
negeri yang dilakukan oleh niaga tidak berjadwal luar teknologi informasi dalam
perusahaan angkutan negeri yang dilakukan oleh pemberian perizinan
udara niaga asing wajib perusahaan angkutan (misalnya perizinan
mendapatkan peran udara niaga asing wajib berusaha secara
terbang dari Menteri setelah mendapatkan persetujuan elektronik).
- 35 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mendapat peran dari terbang dari Pemerintah
menteri terkait. Pusat.
37. Pasal 94 Pasal 94 1. Usulan Memberikan Penyederhanaan
penyempurnaan kemudahan dalam Perizinan
(1) Perusahaan angkutan (1) Kegiatan angkutan udara
narasi larangan pengawasan Berusaha
udara niaga tidak berjadwal niaga tidak berjadwal oleh
bukan untuk kegiatan angkutan
asing yang melayani rute ke perusahaan angkutan
perusahaan akan udara niaga tidak
Indonesia dilarang udara asing yang melayani
tetapi untuk berjadwal
mengangkut penumpang rute ke Indonesia dilarang
kegiatannya.
dari wilayah Indonesia, mengangkut penumpang
2. Ketentuan lebih
kecuali penumpangnya dari wilayah Indonesia,
lanjut terkait
sendiri yang diturunkan kecuali penumpangnya
pengenaan sanksi
pada penerbangan sendiri yang diturunkan
administratif diatur
sebelumnya (in-bound pada penerbangan
dengan Peraturan
traffic). sebelumnya (in-bound
Pemerintah sesuai
traffic).
(2) Perusahaan angkutan Pasal 96.
udara niaga tidak berjadwal (2) Perusahaan angkutan
asing yang melanggar udara asing yang melanggar
ketentuan sebagaimana ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
dikenakan sanksi dikenai sanksi
administratif berupa denda administratif.
administratif.
(3) Prosedur dan tata cara
pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah
mengenai penerimaan
negara bukan pajak.
- 36 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
38. Pasal 95 Pasal 95 1. Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Perusahaan angkutan (1) Perusahaan angkutan Menteri/pimpinan Pemerintah Pusat Berusaha
udara niaga tidak berjadwal udara niaga tidak berjadwal Lembaga, gubernur, dalam mengambil
asing khusus pengangkut asing khusus pengangkut dan/atau kebijakan
kargo yang melayani rute ke kargo yang melayani rute ke bupati/walikota perlu mengikuti
Indonesia dilarang Indonesia dilarang ditata kembali dinamika
mengangkut kargo dari mengangkut kargo dari berdasarkan prinsip masyarakat dan
wilayah Indonesia, kecuali wilayah Indonesia, kecuali perizinan berusaha global yang
dengan izin Menteri. dengan persetujuan berbasis risiko dan semakin cepat.
Pemerintah Pusat. menerapkan
(2) Perusahaan angkutan
udara niaga tidak berjadwal (2) Perusahaan angkutan penggunaan teknologi
asing khusus pengangkut udara niaga tidak berjadwal informasi dalam
kargo yang melanggar asing khusus pengangkut pemberian perizinan
ketentuan sebagaimana kargo yang melanggar (misalnya perizinan
dimaksud pada ayat (1) ketentuan sebagaimana berusaha secara
dikenakan sanksi dimaksud pada ayat (1) elektronik).
administratif berupa denda dikenakan sanksi 2. Ketentuan lebih
administratif. administratif berupa denda lanjut terkait
administratif. pengenaan sanksi
(3) Besaran denda
administratif diatur
administratif sebagaimana
dengan Peraturan
dimaksud pada ayat (2)
Pemerintah sesuai
diatur dalam Peraturan
Pasal 96.
Pemerintah mengenai
penerimaan negara bukan
pajak.
39. Pasal 96 Pasal 96 Sesuai dengan arahan 1. Tata cara dan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan prosedur Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
Menteri/pimpinan angkutan udara Berusaha
angkutan udara niaga, kerja angkutan udara niaga,
Lembaga, gubernur, niaga,
sama angkutan udara dan kerjasama angkutan udara dan
dan/atau kerjasama
prosedur pengenaan sanksi sanksi administratif termasuk
bupati/walikota perlu angkutan udara
prosedur dan tata cara
ditata kembali dan pengenaan
- 37 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
administratif diatur dengan pengenaan diatur dengan berdasarkan prinsip sanksiadministr
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah. perizinan berusaha atif diatur
berbasis risiko dan dalam
menerapkan penggunaan Peraturan
teknologi informasi dalam Pemerintah.
pemberian perizinan 2. Kewenangan
(misalnya perizinan Menteri dalam
berusaha secara pelaksanaan
elektronik). substansi Pasal
96 merupakan
bentuk
pendelegasian
kewenangan
Presiden.
40. Pasal 97 Pasal 97 Sesuai dengan politik 1. Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pelayanan yang diberikan (1) Pelayanan yang diberikan
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Berusaha
badan usaha angkutan badan usaha angkutan
bersifat detail dan teknis Pusat dalam
udara niaga berjadwal udara niaga berjadwal
diatur lebih lanjut dengan mengambil
dalam menjalankan dalam menjalankan
Peraturan Pemerintah. kebijakan
kegiatannya dapat kegiatannya dapat
mengikuti
dikelompokkan paling dikelompokkan paling Sehingga, kegiatan
dinamika
sedikit dalam: sedikit dalam: pelayanan yang diberikan
masyarakat dan
a. pelayanan dengan a. pelayanan dengan badan usaha angkutan global yang
standar maksimum (full standar maksimum (full udara niaga berjadwal semakin cepat.
services); services); diatur melalui Peraturan
2. Kegiatan
b. pelayanan dengan b. pelayanan dengan Pemerintah sebagaimana
pelayanan yang
standar menengah standar menengah diatur dalam Pasal 100.
diberikan
(medium services); atau (medium services); atau
badan usaha
c. pelayanan dengan c. pelayanan dengan
angkutan udara
standar minimum (no standar minimum (no
niaga berjadwal
frills). frills).
diatur lebih
lanjut dalam
- 38 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pelayanan sebagaimana (2) Badan usaha angkutan Peraturan
dimaksud pada ayat (1) udara niaga berjadwal Pemerintah,
huruf a adalah bentuk dalam menyediakan sebagaimana
pelayanan maksimum yang pelayanan sebagaimana dimaksud pada
diberikan kepada dimaksud pada ayat (1) Pasal 100.
penumpang selama harus memberitahukan
penerbangan sesuai dengan kepada pengguna jasa
jenis kelas pelayanan tentang kondisi dan
penerbangan. spesifikasi pelayanan yang
disediakan.
(3) Pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah bentuk
pelayanan sederhana yang
diberikan kepada
penumpang selama
penerbangan.
(4) Pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf c adalah bentuk
pelayanan minimum yang
diberikan kepada
penumpang selama
penerbangan.
(5) Badan usaha angkutan
udara niaga berjadwal
dalam menetapkan kelas
pelayanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
harus memberitahukan
kepada pengguna jasa
tentang kondisi dan
spesifikasi pelayanan yang
disediakan.
- 39 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
41. Pasal 99 Pasal 99 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Badan usaha angkutan Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
udara niaga berjadwal yang
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
berbasis biaya operasi
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
rendah sebagaimana
Peraturan Pemerintah. mengikuti
dimaksud dalam Pasal 98
dinamika
harus mengajukan
masyarakat dan
permohonan izin kepada
global yang
Menteri.
semakin cepat.
(2) Menteri menetapkan badan
Untuk
usaha angkutan udara
melaksanakan
niaga berjadwal
pelayanan berbasis
sebagaimana dimaksud
biaya operasi
pada ayat (1) setelah
rendah (LCC)
memenuhi persyaratan
cukup memenuhi
yang ditetapkan.
standar pelayanan.
(3) Terhadap badan usaha
angkutan udara niaga
berjadwal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
harus dilakukan evaluasi
secara periodik.
42. Pasal 100 Pasal 100 Sesuai dengan politik 1. Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Berusaha
pelayanan badan usaha pelayanan badan usaha
bersifat detail dan teknis Pusat dalam
angkutan udara niaga berjadwal angkutan udara niaga berjadwal
diatur lebih lanjut dengan mengambil
diatur dengan Peraturan diatur dengan Peraturan
Peraturan Pemerintah. kebijakan
Menteri. Pemerintah.
mengikuti
dinamika
masyarakat dan
- 40 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
global yang
semakin cepat.

2. Perlu
diantisipasi agar
penyusunan
Peraturan
Pemerintah
dimaksud dalam
waktu tidak
terlalu lama
setelah RUU
Cipta Kerja
ditetapkan.
43. Pasal 109 Pasal 109 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Untuk mendapatkan izin Kegiatan angkutan udara niaga
Menteri/pimpinan Pemerintah Berusaha
usaha angkutan udarasebagaimana dimaksud dalam
Lembaga, gubernur, Pusat dalam
niaga sebagaimana Pasal 108 dilakukan oleh badan
dimaksud dalam Pasal 108,usaha di bidang angkutan udara dan/atau mengambil
bupati/walikota perlu kebijakan
paling sedikit harusniaga nasional setelah
ditata kembali mengikuti
memenuhi persyaratan: memenuhi Perizinan Berusaha
berdasarkan prinsip dinamika
a. akta pendirian badan dari Pemerintah Pusat. perizinan berusaha masyarakat dan
usaha Indonesia yang berbasis risiko dan global yang
usahanya bergerak di menerapkan semakin cepat.
bidang angkutan udara penggunaan teknologi 2. Tata cara, dan
niaga berjadwal atau informasi dalam
prosedur
angkutan udara niaga pemberian perizinan memperoleh
tidak berjadwal dan (misalnya perizinan Perizinan
disahkan oleh Menteri berusaha secara Berusaha
yang berwenang; elektronik). terkait
b. nomor pokok wajib 2. Pengaturan dalam angkutan udara
pajak (NPWP); Undang-Undang agar niagadiatur
- 41 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. surat keterangan tidak bersifat teknis lebih lanjut
domisili yang dan detail. Sehingga, dalam
diterbitkan oleh instansi persyaratan, tata Peraturan
yang berwenang; cara, dan prosedur Pemerintah,
memperoleh Perizinan sebagaimana
d. surat peran dari
Berusaha terkait dimaksud
instansi yang
angkutan udara niaga dalam Pasal
bertanggung jawab di
diatur melalui 114.
bidang penanaman
Peraturan
modal apabila yang
Pemerintah,
bersangkutan
sebagaimana diatur
menggunakan fasilitas
dalam Pasal 114.
penanaman modal;
e. tanda bukti modal yang
disetor;
f. garansi/jaminan bank;
dan
g. rencana bisnis untuk
kurun waktu paling
singkat 5 (lima) tahun.
(2) Dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, dan huruf e
diserahkan dalam bentuk
salinan yang telah
dilegalisasi oleh instansi
yang mengeluarkan, dan
dokumen aslinya
ditunjukkan kepada
Menteri.
- 42 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
44. Pasal 110 Pasal 110 Sesuai dengan politik 1. Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Rencana bisnis Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Berusaha
sebagaimana dimaksud
bersifat detail dan teknis Pusat dalam
dalam Pasal 109 ayat (1)
diatur lebih lanjut dengan mengambil
huruf g paling sedikit
Peraturan Pemerintah. kebijakan
memuat:
mengikuti
Sehingga, pengaturan
a. jenis dan jumlah dinamika
rencana bisnis cukup
pesawat udara yang masyarakat dan
diatur melalui Peraturan
akan dioperasikan; global yang
Pemerintah, sebagaimana
b. rencana pusat kegiatan semakin cepat.
diatur dalam Pasal 114.
operasi penerbangan 2. Pengaturan
dan rute penerbangan rencana
bagi badan usaha bisnisdiatur
angkutan udara niaga lebih lanjut
berjadwal; dalam
c. rencana pusat kegiatan Peraturan
operasi penerbangan Pemerintah,
bagi badan usaha sebagaimana
angkutan udara niaga dimaksud
tidak berjadwal; dalam Pasal
114.
d. aspek pemasaran dalam
bentuk potensi
permintaan pasar
angkutan udara;
e. sumber daya manusia
yang terdiri dari
manajemen, teknisi,
dan personel pesawat
udara;
f. kesiapan atau
kelayakan operasi; dan
- 43 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
g. analisis dan evaluasi
aspek ekonomi dan
keuangan.
(2) Penentuan dan penetapan
lokasi pusat kegiatan
operasi penerbangan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b
dilakukan oleh Menteri
paling sedikit dengan
mempertimbangkan:
a. rencana tata ruang
nasional;
b. pertumbuhan kegiatan
ekonomi; dan
c. keseimbangan jaringan
dan rute penerbangan
nasional.

45. Pasal 111 Pasal 111 Sesuai dengan politik 1. Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Orang perseorangan dapat Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Berusaha
diangkat menjadi direksi
bersifat detail dan teknis Pusat dalam
badan usaha angkutan
diatur lebih lanjut dengan mengambil
udara niaga, dengan
Peraturan Pemerintah. kebijakan
memenuhi persyaratan:
mengikuti
Sehingga, persyaratan
a. memiliki kemampuan dinamika
untuk menjadi direksi
operasi dan manajerial masyarakat dan
badan usaha angkutan
pengelolaan usaha global yang
udara niaga diatur
angkutan udara niaga; semakin cepat.
melalui Peraturan
- 44 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. telah dinyatakan lulus Pemerintah, sebagaimana 2. Persyaratan
uji kepatutan dan uji diatur dalam Pasal 114. untuk menjadi
kelayakan oleh Menteri; direksi diatur
Selain itu, persyaratan
lebih lanjut
c. tidak pernah terlibat dalam Pasal 111 pada
dalam
tindak pidana prinsipnya telah diatur
Peraturan
berdasarkan putusan menjadi bagian
Pemerintah,
pengadilan yang persyaratan untuk
sebagaimana
mempunyai kekuatan menjadi direksi
dimaksud
hukum tetap yang sebagaimana diatur
dalam Pasal
terkait dengan dalam Undang-Undang
114.
penyelenggaraan Perseroan Terbatas.
angkutan udara; dan
d. pada saat memimpin
badan usaha angkutan
udara niaga, badan
usahanya tidak pernah
dinyatakan pailit sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi direktur
utama badan usaha
angkutan udara niaga.
46. Pasal 112 Pasal 112 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Izin usaha angkutan udara Perizinan Berusaha sebagaimana
Menteri/pimpinan Pemerintah Berusaha
niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109
Lembaga, gubernur, Pusat dalam
dimaksud dalam Pasal 109 berlaku selama pemegang
ayat (1) berlaku selama Perizinan Berusaha masih dan/atau mengambil
bupati/walikota perlu kebijakan
pemegang izin masih menjalankan kegiatan angkutan
ditata kembali mengikuti
menjalankan kegiatan udara secara nyata dengan terus
berdasarkan prinsip dinamika
angkutan udara secara menerus mengoperasikan
- 45 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
nyata dengan terus pesawat udara sesuai dengan perizinan berusaha masyarakat dan
menerus mengoperasikan Perizinan Berusaha yang berbasis risiko dan global yang
pesawat udara sesuai diberikan. menerapkan semakin cepat.
dengan izin yang diberikan. penggunaan teknologi 2. Pengaturan
(2) Izin sebagaimana dimaksud informasi dalam evaluasi untuk
pada ayat (1) dievaluasi pemberian perizinan kelanjutan
setiap tahun. (misalnya perizinan kegiatan usaha
(3) Hasil evaluasi sebagaimana berusaha secara diatur lebih
dimaksud pada ayat (2) elektronik). lanjut dalam
digunakan sebagai 2. Pengaturan dalam Peraturan
pertimbangan untuk tetap Undang-Undang agar Pemerintah,
diperbolehkan menjalankan tidak bersifat teknis sebagaimana
kegiatan usahanya. dan detail. Sehingga, dimaksud
pengaturan evaluasi dalam Pasal
untuk kelanjutan 114.
kegiatan usaha diatur
melalui Peraturan
Pemerintah
sebagaimana diatur
dalam Pasal 114.

47. Pasal 114 Pasal 114 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
Menteri/pimpinan Pemerintah Berusaha
persyaratan, tata cara, dan persyaratan, tata cara, dan
Lembaga, gubernur, Pusat dalam
prosedur memperoleh izin usaha prosedur memperoleh Perizinan
dan/atau mengambil
angkutan udara niaga dan Berusaha terkait angkutan
bupati/walikota perlu kebijakan
pengangkatan direksi udara niaga diatur dengan
ditata kembali mengikuti
perusahaan angkutan udara Peraturan Pemerintah.
berdasarkan prinsip dinamika
niaga diatur dengan Peraturan
perizinan berusaha masyarakat dan
Menteri.
berbasis risiko dan global yang
menerapkan penggunaan semakin cepat.
teknologi informasi dalam
- 46 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemberian perizinan 2. Tata cara, dan
(misalnya perizinan prosedur
berusaha secara memperoleh
elektronik). Perizinan
Berusaha
Kemudian hal-hal yang
terkait
bersifat detail dan teknis
angkutan udara
diatur lebih lanjut dengan
niaga dalam
Peraturan Pemerintah.
Peraturan
Pemerintah.
3. Kewenangan
Menteri dalam
pelaksanaan
substansi Pasal
114 merupakan
bentuk
pendelegasian
kewenangan
Presiden.
48. Pasal 118 Pasal 118 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, kewenangan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemegang izin usaha (1) Pemegang Perizinan
Menteri/pimpinan Pemerintah Berusaha
angkutan udara niaga Berusaha angkutan udara
Lembaga, gubernur, Pusat dalam
wajib: niaga wajib:
dan/atau mengambil
a. melakukan kegiatan a. melakukan kegiatan bupati/walikota perlu kebijakan
angkutan udara secara angkutan udara secara ditata kembali mengikuti
nyata paling lambat 12 nyata paling lambat 12 berdasarkan prinsip dinamika
(dua belas) bulan sejak (dua belas) bulan sejak perizinan berusaha masyarakat dan
izin diterbitkan dengan izin diterbitkan dengan berbasis risiko dan global yang
mengoperasikan mengoperasikan minimal menerapkan semakin cepat.
minimal jumlah pesawat jumlah pesawat udara penggunaan teknologi 2. Pengaturan
udara yang dimiliki dan yang dimiliki dan informasi dalam mengenai
dikuasai sesuai dengan dikuasai sesuai dengan pemberian perizinan kewajiban
- 47 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lingkup usaha atau lingkup usaha atau (misalnya perizinan pemegang
kegiatannya; kegiatannya; berusaha secara perizinan
elektronik). berusaha dalam
b. memiliki dan menguasai b. memiliki dan menguasai
Peraturan
pesawat udara dengan pesawat udara dengan 2. Ketentuan terkait
Pemerintah,
jumlah tertentu; jumlah tertentu; jumlah kepemilikan
sebagaiamana
dan penguasaan
c. mematuhi ketentuan c. mematuhi ketentuan diatur dalam
pesawat udara
wajib angkut, wajib angkut, Pasal 120.
dihapus, dalam
penerbangan sipil, dan penerbangan sipil, dan
rangka memudahkan
ketentuan lain sesuai ketentuan lain sesuai
perizinan berusaha.
dengan peraturan dengan peraturan
perundang–undangan; perundang-undangan;
d. menutup asuransi d. menutup asuransi
tanggung jawab tanggung jawab
pengangkut dengan pengangkut dengan nilai
nilai pertanggungan pertanggungan sebesar
sebesar santunan santunan penumpang
penumpang angkutan angkutan udara niaga
udara niaga yang yang dibuktikan dengan
dibuktikan dengan perjanjian penutupan
perjanjian penutupan asuransi;
asuransi; e. melayani calon
e. melayani calon penumpang secara adil
penumpang secara adil tanpa diskriminasi atas
tanpa diskriminasi atas dasar suku, agama, ras,
dasar suku, agama, ras, antargolongan, serta
antargolongan, serta strata ekonomi dan
strata ekonomi dan sosial;
sosial; f. menyerahkan laporan
f. menyerahkan laporan kegiatan angkutan
kegiatan angkutan udara, termasuk
udara, termasuk keterlambatan dan
keterlambatan dan pembatalan
- 48 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pembatalan penerbangan, setiap
penerbangan, setiap jangka waktu tertentu
bulan paling lambat kepada Pemerintah
tanggal 10 (sepuluh) Pusat;
bulan berikutnya g. menyerahkan laporan
kepada Menteri; kinerja keuangan yang
g. menyerahkan laporan telah diaudit oleh kantor
kinerja keuangan yang akuntan publik terdaftar
telah diaudit oleh kantor yang sekurang-
akuntan publik kurangnya memuat
terdaftar yang neraca, laporan rugi laba,
sekurang-kurangnya arus kas, dan rincian
memuat neraca, laporan biaya, setiap tahun paling
rugi laba, arus kas, dan lambat akhir bulan April
rincian biaya, setiap tahun berikutnya kepada
tahun paling lambat Pemerintah Pusat;
akhir bulan April tahun h. melaporkan apabila
berikutnya kepada terjadi perubahan
Menteri; penanggung jawab atau
h. melaporkan apabila pemilik badan usaha
terjadi perubahan angkutan udara niaga,
penanggung jawab atau domisili badan usaha
pemilik badan usaha angkutan udara niaga
angkutan udara niaga, dan pemilikan pesawat
domisili badan usaha udara kepada Pemerintah
angkutan udara niaga Pusat; dan
dan pemilikan pesawat i. memenuhi standar
udara kepada Menteri; pelayanan yang
dan ditetapkan.
i. memenuhi standar (2) Pemegang izin kegiatan
pelayanan yang angkutan udara bukan
ditetapkan. niaga yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah
- 49 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pesawat udara dengan daerah, badan usaha, dan
jumlah tertentu lembaga tertentu
sebagaimana dimaksud diwajibkan:
pada ayat (1) huruf b, a. mengoperasikan pesawat
untuk: udara paling lambat 12
a. angkutan udara niaga (dua belas) bulan setelah
berjadwal memiliki izin kegiatan diterbitkan;
paling sedikit 5 (lima)
b. mematuhi peraturan
unit pesawat udara dan perundang-undangan di
menguasai paling bidang penerbangan sipil
sedikit 5 (lima) unit dan peraturan
pesawat udara dengan perundang-undangan
jenis yang mendukung lain yang berlaku;
kelangsungan usaha
sesuai dengan rute yang c. menyerahkan laporan
dilayani; kegiatan angkutan udara
setiap bulan paling
b. angkutan udara niaga
lambat tanggal 10
tidak berjadwal memiliki (sepuluh) bulan
paling sedikit 1 (satu) berikutnya kepada
unit pesawat udara dan Pemerintah Pusat; dan
menguasai paling
sedikit 2 (dua) unit d. melaporkan apabila
pesawat udara dengan terjadi perubahan
jenis yang mendukung penanggung jawab,
kelangsungan usaha kepemilikan pesawat
sesuai dengan daerah udara, dan/atau domisili
operasi yang dilayani; kantor pusat kegiatan
dan kepada Pemerintah
Pusat.
c. angkutan udara niaga
khusus mengangkut (3) Pemegang izin kegiatan
kargo memiliki paling angkutan udara bukan
sedikit 1 (satu) unit niaga yang dilakukan oleh
pesawat udara dan
- 50 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menguasai paling orang perseorangan
sedikit 2 (dua) unit diwajibkan:
pesawat udara dengan a. mengoperasikan pesawat
jenis yang mendukung udara paling lambat 12
kelangsungan usaha (dua belas) bulan setelah
sesuai dengan rute atau izin kegiatan diterbitkan;
daerah operasi yang
dilayani. b. mematuhi peraturan
perundang-undangan di
(3) Pemegang izin kegiatan bidang penerbangan sipil
angkutan udara bukan dan peraturan
niaga yang dilakukan oleh perundang-undangan
Pemerintah, pemerintah lain;
daerah, badan usaha, dan
lembaga tertentu c. menyerahkan laporan
diwajibkan: kegiatan angkutan udara
setiap bulan paling
a. mengoperasikan lambat tanggal 10
pesawat udara paling
(sepuluh) bulan
lambat 12 (dua belas) berikutnya kepada
bulan setelah izin Pemerintah Pusat; dan
kegiatan diterbitkan;
d. melaporkan apabila
b. mematuhi peraturan terjadi perubahan
perundang-undangan di penanggung jawab,
bidang penerbangan kepemilikan pesawat
sipil dan peraturan udara, dan/atau domisili
perundang-undangan pemegang izin kegiatan
lain yang berlaku;
kepada Pemerintah
c. menyerahkan laporan Pusat.
kegiatan angkutan
udara setiap bulan
paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan
- 51 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berikutnya kepada
Menteri; dan
d. melaporkan apabila
terjadi perubahan
penanggung jawab,
kepemilikan pesawat
udara, dan/atau
domisili kantor pusat
kegiatan kepada
Menteri.
(4) Pemegang izin kegiatan
angkutan udara bukan
niaga yang dilakukan oleh
orang perseorangan
diwajibkan:
a. mengoperasikan
pesawat udara paling
lambat 12 (dua belas)
bulan setelah izin
kegiatan diterbitkan;
b. mematuhi peraturan
perundang-undangan di
bidang penerbangan
sipil dan peraturan
perundang-undangan
lain;
c. menyerahkan laporan
kegiatan angkutan
udara setiap bulan
paling lambat tanggal 10
(sepuluh) bulan
- 52 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berikutnya kepada
Menteri; dan
d. melaporkan apabila
terjadi perubahan
penanggung jawab,
kepemilikan pesawat
udara, dan/atau
domisili pemegang izin
kegiatan kepada
Menteri.
49. Pasal 119 Pasal 119 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemegang izin usaha (1) Pemegang Perizinan
hukum dalam Pemerintah Berusaha
angkutan udara niaga dan Berusaha angkutan udara
penyusunan RUU Pusat dalam
pemegang izin kegiatan niaga dan pemegang izin
Cipta Kerja mengambil
angkutan udara bukan kegiatan angkutan udara
kewenangan kebijakan
niaga yang tidak melakukan bukan niaga yang tidak
Menteri/pimpinan mengikuti
kegiatan angkutan udara melakukan kegiatan
Lembaga, gubernur, dinamika
secara nyata dengan angkutan udara secara
dan/atau masyarakat dan
mengoperasikan pesawat nyata dengan
bupati/walikota perlu global yang
udara selama 12 (dua belas) mengoperasikan pesawat
ditata kembali semakin cepat.
bulan berturut-turut udara selama 12 (dua belas)
berdasarkan prinsip 2. Pemerintah
sebagaimana dimaksud bulan berturut-turut
perizinan berusaha
dalam Pasal 118 ayat (1) sebagaimana dimaksud segera
berbasis risiko dan
huruf a, ayat (3) huruf a, dalam Pasal 118 ayat (1) menerbitkan
menerapkan
dan ayat (4) huruf a, izin huruf a, ayat (2) huruf a dan NSPK terkait
penggunaan teknologi
usaha angkutan udara ayat (3) huruf a, Perizinan kewajiban
informasi dalam
niaga atau izin kegiatan Berusaha angkutan udara pemegang
pemberian perizinan
angkutan udara bukan niaga atau izin kegiatan perizinan
(misalnya perizinan
niaga yang diterbitkan tidak angkutan udara bukan niaga berusaha.
berusaha secara
berlaku dengan sendirinya. yang diterbitkan tidak
elektronik).
berlaku dengan sendirinya.
(2) Pemegang izin usaha
(2) Pemegang Perizinan 2. Pengaturan dalam
angkutan udara niaga yang
Berusaha angkutan udara Undang-Undang agar
- 53 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
melanggar ketentuan niaga yang melanggar tidak bersifat teknis
sebagaimana dimaksud ketentuan sebagaimana dan detail. Sehingga,
dalam Pasal 118 ayat (1) dimaksud dalam Pasal 118 kewajiban pemegang
huruf c dikenakan sanksi ayat (1) huruf c dikenakan perizinan berusaha
administratif berupa sanksi administratif. diatur melalui
peringatan dan/atau Peraturan Pemerintah
pencabutan izin serta (3) Pemegang Perizinan Berusaha sebagaimana diatur
denda. angkutan udara niaga dan dalam Pasal 120 agar
pemegang izin kegiatan memberikan
(3) Pemegang izin usaha
angkutan udara bukan niaga fleksibilitas bagi
angkutan udara niaga dan
yang melanggar ketentuan Pemerintah Pusat
pemegang izin kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam mengambil
angkutan udara bukan
dalam Pasal 118 ayat (1) huruf kebijakan mengikuti
niaga yang melanggar
d dikenakan sanksi dinamika masyarakat
ketentuan sebagaimana
administratif. dan global yang
dimaksud dalam Pasal 118
semakin cepat.
ayat (1) huruf d dikenakan
sanksi administratif berupa
peringatan dan/atau
pencabutan izin.
(4) Pemegang izin kegiatan
angkutan udara bukan
niaga yang melanggar
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 118
ayat (3) huruf b dan ayat (4)
huruf b dikenakan sanksi
administratif berupa
peringatan dan/atau
pencabutan izin serta
denda.
- 54 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
50. Pasal 120 Pasal 120 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha
kewajiban pemegang izin kewajiban pemegang Perizinan
Cipta Kerja kewenangan Pusat dalam
angkutan udara, persyaratan, Berusaha, persyaratan, dan
Menteri/pimpinan mengambil
tata cara, dan prosedur sanksi administratif termasuk
Lembaga, gubernur, kebijakan
pengenaan sanksi diatur dengan prosedur dan tata cara
dan/atau mengikuti
Peraturan Menteri. pengenaan sanksi diatur dengan
bupati/walikota perlu dinamika
Peraturan Pemerintah.
ditata kembali masyarakat dan
berdasarkan prinsip global yang
perizinan berusaha semakin cepat.
berbasis risiko dan 2. Pemerintah
menerapkan penggunaan perlu
teknologi informasi dalam mempersiapkan
pemberian perizinan Peraturan
(misalnya perizinan Pemerintah
berusaha secara pelaksanaan
elektronik).
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
51. Pasal 131 Pasal 131 1. Kegiatan usaha 1. Kemudahan Penyederhanaan
penunjang angkutan berusaha bagi Perizinan
(1) Untuk menunjang kegiatan Dihapus.
udara, seperti pelaku usaha. Berusaha
angkutan udara niaga,
kegiatan sistem
dapat dilaksanakan 2. Kementerian
reservasi
kegiatan usaha penunjang Perhubungan
melaluikomputer
angkutan udara. segera
(computerized
(2) Kegiatan usaha penunjang menetapkan
reservation system), standar
angkutan udara pemasaran dan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud penjualan tiket jasa penunjang
pesawat atau
- 55 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) harus agenpenjualan umum angkutan
mendapat izin dari Menteri. (ticket marketing and udara.
selling) pada
prinsipnya telah
dapat dilakukan
sepanjang pelaku
usaha telah memiliki
Surat Izin Usaha
Pariwisata atau Tanda
Daftar Usaha
Pariwisata.
2. Dengan demikian,
kewajiban untuk
memperoleh izin dari
Menteri menyebabkan
duplikasi perizinan.
3. Dalam hal diperlukan
pengaturan untuk
kegiatan usaha
penunjang angkutan
udara niaga, kiranya
cukup diterbitkan
standar oleh
Kementerian
Perhubungan sebagai
pedoman bagi
penerbitan
SIUP/TDP.
4. Sedangkan kegiatan
usaha angkutan
udara niaga berupa
jasa penunjang
pelayanan di darat
- 56 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
untuk penumpang
dan kargo (ground
handling), pada
prinsipnya telah telah
tercakup dalamPasal
232, yakni jasa terkait
bandar udara.

52. Pasal 132 Pasal 132 Konsekuensi dari Penyederhanaan


penghapusan Pasal 131 Perizinan
Untuk mendapatkan izin usaha Dihapus.
RUU. Berusaha
penunjang angkutan udara
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 131 ayat (2) wajib
memenuhi persyaratan
memiliki:
a. akta pendirian badan usaha
yang telah disahkan oleh
menteri yang berwenang
dan salah satu usahanya
bergerak di bidang
penunjang angkutan udara;
b. nomor pokok wajib pajak
(NPWP);
c. surat keterangan domisili
yang diterbitkan oleh
instansi yang berwenang;
d. surat peran dari badan
koordinasi penanaman
modal atau badan
koordinasi penanaman
modal daerah apabila
- 57 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menggunakan fasilitas
penanaman modal;
e. tanda bukti modal yang
disetor;
f. garansi/jaminan bank;
serta
g. kelayakan teknis dan
operasi.
53. Pasal 133 Pasal 133 Konsekuensi dari Penyederhanaan
penghapusan Pasal 131 Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dihapus.
RUU. Berusaha
persyaratan, tata cara, dan
prosedur pemberian izin
kegiatan usaha penunjang
angkutan udara diatur dengan
Peraturan Menteri.
54. Pasal 205 Pasal 205 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Daerah lingkungan (1) Daerah lingkungan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
kepentingan bandar udara kepentingan bandar udara
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
Menteri/pimpinan kebijakan
dalam Pasal 202 huruf g dalam Pasal 202 huruf g
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
merupakan daerah di luar merupakan daerah di luar
tau bupati/walikota perlu dinamika
lingkungan kerja bandar lingkungan kerja bandar
ditata kembali masyarakat dan
udara yang digunakan udara yang digunakan
berdasarkan prinsip global yang
untuk menjamin untuk menjamin
perizinan berusaha semakin cepat.
keselamatan dan keamanan keselamatan dan keamanan
berbasis risiko dan
penerbangan, serta penerbangan, serta
menerapkan penggunaan
kelancaran aksesibilitas kelancaran aksesibilitas
teknologi informasi dalam
penumpang dan kargo. penumpang dan kargo.
pemberian perizinan
(2) Pemanfaatan daerah (2) Pemanfaatan daerah (misalnya perizinan
lingkungan kepentingan lingkungan kepentingan
- 58 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
bandar udara harus bandar udara harus berusaha secara
mendapatkan peran dari mendapatkan persetujuan elektronik).
Menteri. dari Pemerintah Pusat.
55. Pasal 215 Pasal 215 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Izin mendirikan bangunan Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
bandar udara ditetapkan
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
oleh Pemerintah setelah
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
berkoordinasi dengan
Peraturan Pemerintah. mengikuti
pemerintah daerah.
dinamika
(2) Izin mendirikan bangunan masyarakat dan
bandar udara sebagaimana global yang
dimaksud pada ayat (1) semakin cepat.
diterbitkan setelah
memenuhi persyaratan:
a. bukti kepemilikan
dan/atau penguasaan
lahan;
b. rekomendasi yang
diberikan oleh instansi
terkait terhadap utilitas dan
aksesibilitas dalam
penyelenggaraan bandar
udara;
c. bukti penetapan lokasi
bandar udara;
d. rancangan teknik terinci
fasilitas pokok bandar
udara; dan
e. kelestarian lingkungan.
- 59 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
56. Pasal 221 Pasal 221 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha.
pengoperasian fasilitas bandar pengoperasian fasilitas bandar
Cipta Kerja kewenangan Pusat dalam
udara serta tata cara dan udara serta sanksi administratif
Menteri/pimpinan mengambil
prosedur pengenaan sanksi termasuk prosedur dan tata cara
Lembaga,gubernur,dan/a kebijakan
administratif diatur dengan pengenaan diatur dengan
mengikuti
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah. tau bupati/walikota perlu
dinamika
ditata kembali
masyarakat dan
berdasarkan prinsip global yang
perizinan berusaha semakin cepat.
berbasis risiko dan
2. Pemerintah
menerapkan penggunaan
perlu
teknologi informasi dalam
mempersiapkan
pemberian perizinan Peraturan
(misalnya perizinan Pemerintah
berusaha secara pelaksanaan
elektronik). RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
57. Pasal 222 Pasal 222 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
bandar (1) Setiap personel bandar udara hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap personel
wajib memiliki lisensi atau Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
udara wajib memiliki lisensi
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
atau sertifikat kompetensi. sertifikat kompetensi.
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
(2) Personel bandar udara yang (2) Sertifikat kompetensi Peraturan Pemerintah. mengikuti
terkait langsung dengan sebagaimana dimaksud pada dinamika
pelaksanaan pengoperasian ayat (1) diperoleh melalui masyarakat dan
dan/atau pemeliharaan pendidikan dan/atau global yang
fasilitas bandar udara wajib pelatihan yang semakin cepat.
diselenggarakan lembaga
- 60 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
memiliki lisensi yang sah yang telah diakreditasi oleh
dan masih berlaku. Pemerintah Pusat.
(3) Lisensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
diberikan oleh Menteri
setelah memenuhi
persyaratan:
a. Administratif
b. sehat jasmani dan
rohani;
c. memiliki sertifikat
kompetensi di
bidangnya; dan
d. lulus ujian.
(4) Sertifikat kompetensi
sebagaimana dimaksud
pada
ayat (3) huruf c diperoleh
melalui pendidikan
dan/atau pelatihan yang
diselenggarakan lembaga
yang telah diakreditasi oleh
Menteri.
58. Pasal 224 Pasal 224 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Lisensi personel bandar udara Lisensi personel bandar udara
dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha.
yang diberikan oleh negara lain yang diberikan oleh negara lain
Cipta Kerja kewenangan Pusat dalam
dinyatakan sah melalui proses dinyatakan sah melalui proses
Menteri/pimpinan mengambil
pengesahan atau validasi oleh pengesahan atau validasi oleh
Lembaga,gubernur,dan/a kebijakan
Menteri. Pemerintah Pusat.
mengikuti
tau bupati/walikota perlu
dinamika
ditata kembali
- 61 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berdasarkan prinsip masyarakat dan
perizinan berusaha global yang
berbasis risiko dan semakin cepat.
menerapkan penggunaan 2. Pemerintah
teknologi informasi dalam perlu
pemberian perizinan mempersiapkan
(misalnya perizinan Peraturan
berusaha secara Pemerintah
elektronik). pelaksanaan
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
59. Pasal 225 Pasal 225 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha.
persyaratan, tata cara dan persyaratan, tata cara dan
Cipta Kerja kewenangan Pusat dalam
prosedur memperoleh lisensi, prosedur memperoleh lisensi,
Menteri/pimpinan mengambil
lembaga pendidikan dan/atau lembaga pendidikan dan/atau
Lembaga,gubernur,dan/a kebijakan
pelatihan, serta pengenaan pelatihan, serta pengenaan
mengikuti
sanksi administratif diatur sanksi administratif diatur tau bupati/walikota perlu
dinamika
dengan Peraturan Menteri. dengan Peraturan Pemerintah. ditata kembali
masyarakat dan
berdasarkan prinsip global yang
perizinan berusaha semakin cepat.
berbasis risiko dan
2. Pemerintah
menerapkan penggunaan
perlu
teknologi informasi dalam
mempersiapkan
pemberian perizinan Peraturan
(misalnya perizinan Pemerintah
berusaha secara pelaksanaan
elektronik). RUU dalam
jangka waktu
- 62 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tidak lama
setelah
disahkan.
60. Pasal 233 Pasal 233 Sesuai dengan politik 1. Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pelayanan jasa (1) Pelayanan jasa
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Berusaha.
kebandarudaraan kebandarudaraan
bersifat detail dan teknis Pusat dalam
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
diatur lebih lanjut dengan mengambil
dalam Pasal 232 ayat (2) dalam Pasal 232 ayat (2)
Peraturan Pemerintah. kebijakan
dapat diselenggarakan oleh: dapat diselenggarakan oleh:
mengikuti
a. badan usaha bandar a. badan usaha bandar dinamika
udara untuk bandar udara untuk bandar masyarakat dan
udara yang diusahakan udara yang diusahakan global yang
secara komersial setelah secara komersial setelah semakin cepat.
memperoleh izin dari memenuhi Perizinan 2. Pemerintah
Menteri; atau Berusaha dari perlu
Pemerintah Pusat; atau mempersiapkan
b. unit penyelenggara
b. unit penyelenggara Peraturan
bandar udara untuk
bandar udara untuk Pemerintah
bandar udara yang
bandar udara yang pelaksanaan
belum diusahakan
belum diusahakan RUU dalam
secara komersial yang
secara komersial yang jangka waktu
dibentuk oleh dan
dibentuk oleh dan tidak lama
bertanggung jawab
bertanggung jawab setelah
kepada pemerintah
kepada Pemerintah disahkan.
dan/atau pemerintah
Pusat.
daerah.
(2) Badan usaha bandar udara
(2) Izin Menteri sebagaimana yang memindahtangankan
dimaksud pada ayat (1) Perizinan Berusaha
huruf a diberikan setelah sebagaimana dimaksud
memenuhi persyaratan pada ayat (1) dikenai sanksi
administrasi, keuangan, administratif.
dan manajemen.
c.
- 63 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Izin Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf a tidak dapat
dipindahtangankan.
(4) Pelayanan jasa terkait
dengan bandar udara
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 232 ayat (3)
dapat diselenggarakan oleh
orang perseorangan warga
negara Indonesia dan/atau
badan hukum Indonesia.
(5) Badan usaha bandar udara
yang memindahtangankan
izin sebagaimana dimaksud
ayat (3) dikenakan sanksi
administratif berupa
pencabutan izin.
61. Pasal 247 Pasal 247 1. Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Dalam rangka menunjang (1) Dalam rangka menunjang
hukum dalam Pemerintah Pusat Berusaha.
kegiatan tertentu, kegiatan tertentu, instansi
penyusunan RUU dalam mengambil
Pemerintah, pemerintah pemerintah Pusat,
Cipta Kerja kebijakan
daerah, dan/atau badan pemerintah daerah,
kewenangan mengikuti
hukum Indonesia dapat dan/atau badan hukum
Menteri/pimpinan dinamika
membangun bandar udara Indonesia dapat
Lembaga, gubernur, masyarakat dan
khusus setelah mendapat membangun bandar udara
dan/atau global yang
izin pembangunan dari khusus setelah mendapat
bupati/walikota perlu semakin cepat.
Menteri. persetujuan dari
ditata kembali
(2) Izin pembangunan bandar Pemerintah Pusat
berdasarkan prinsip
udara khusus sebagaimana (2) Ketentuan keselamatan dan perizinan berusaha
dimaksud pada ayat (1) keamanan penerbangan berbasis risiko dan
pada bandar udara khusus menerapkan
- 64 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
harus memenuhi berlaku sebagaimana penggunaan teknologi
persyaratan: ketentuan pada bandar informasi dalam
udara. pemberian perizinan
a. bukti kepemilikan
(misalnya perizinan
dan/atau penguasaan
berusaha secara
lahan;
elektronik).
b. rekomendasi yang
2. Pengaturan dalam
diberikan oleh
Undang-Undang agar
pemerintah daerah
tidak bersifat teknis
setempat;
dan detail. Sehingga,
c. rancangan teknik terinci persyaratan
fasilitas pokok; dan pembangunan bandar
d. kelestarian lingkungan. udara khusus diatur
melalui Peraturan
(3) Ketentuan keselamatan dan Pemerintah
keamanan penerbangan sebagaimana diatur
pada bandar udara khusus dalam Pasal 252.
berlaku sebagaimana
ketentuan pada bandar
udara.
62. Pasal 249 Pasal 249 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Bandar udara khusus dilarang Bandar udara khusus dilarang
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha.
melayani penerbangan langsung melayani penerbangan langsung
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
dari dan/atau ke luar negeri dari dan/atau ke luar negeri
Menteri/pimpinan kebijakan
kecuali dalam keadaan tertentu kecuali dalam keadaan tertentu
Lembaga, gubernur, mengikuti
dan bersifat sementara, setelah dan bersifat sementara, setelah
dan/atau dinamika
memperoleh izin dari Menteri. memperoleh persetujuan dari
bupati/walikota perlu masyarakat dan
Pemerintah Pusat.
ditata kembali. global yang
semakin cepat.
- 65 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
63. Pasal 250 Pasal 250 Izin dikembalikan kepada Penyederhanaan
Bandar udara khusus dilarang pemerintah pusat/ Perizinan
Bandar udara khusus dilarang
digunakan untuk kepentingan Presiden. Berusaha.
digunakan untuk kepentingan
umum kecuali dalam keadaan umum kecuali dalam keadaan
tertentu dengan izin Menteri, tertentu dengan persetujuan dari
dan bersifat sementara. Pemerintah Pusat.
64. Pasal 252 Pasal 252 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha.
izin pembangunan dan persetujuan pembangunan dan
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
pengoperasian bandar udara pengoperasian bandar udara
Menteri/pimpinan kebijakan
khusus, serta perubahan status khusus, serta perubahan status
Lembaga, gubernur, mengikuti
menjadi bandar udara yang menjadi bandar udara yang
dan/atau dinamika
dapat melayani kepentingan dapat melayani kepentingan
bupati/walikota perlu masyarakat dan
umum diatur dengan Peraturan umum diatur dengan Peraturan
ditata kembali. global yang
Menteri. Pemerintah.
semakin cepat.
65. Pasal 253 Pasal 253 Pembangunan tempat 1. Memberikan Penyederhanaan
pendaratan dan lepas fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Tempat pendaratan dan Tempat pendaratan dan lepas
landas helikopter Pemerintah Berusaha.
lepas landas helikopter landas helikopter (heliport) terdiri
(heliport) akan Pusat dalam
(heliport) terdiri atas: atas: menggunakan standar mengambil
a. tempat pendaratan dan a. tempat pendaratan dan yang ditetapkan oleh kebijakan
lepas landas helikopter lepas landas helikopter di Pemerintah. mengikuti
di daratan (surface level daratan (surface level dinamika
heliport); heliport); masyarakat dan
b. tempat pendaratan dan b. global yang
tempat pendaratan dan
lepas landas helikopter semakin cepat.
lepas landas helikopter di
di atas gedung (elevated atas gedung (elevated 2. Pemerintah
heliport); dan heliport); dan perlu
mempersiapkan
Peraturan
Pemerintah
- 66 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. tempat pendaratan dan c. tempat pendaratan dan pelaksanaan
lepas landas helikopter lepas landas helikopter di RUU dalam
di perairan (helideck). perairan (helideck). jangka waktu
tidak lama
(2) Izin mendirikan bangunan
setelah
tempat pendaratan dan
disahkan.
lepas landas helikopter
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan oleh
pemerintah daerah
setempat setelah
memperoleh pertimbangan
teknis dari Menteri.
(3) Pertimbangan teknis
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) meliputi
aspek:
a. penggunaan ruang
udara;
b. rencana jalur
penerbangan ke dan
dari tempat pendaratan
dan lepas landas
helikopter; serta
c. standar teknis
operasional
keselamatan dan
keamanan
penerbangan.
66. Pasal 254 Pasal 254 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Setiap tempat pendaratan Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap tempat pendaratan (1)
dan lepas landas helikopter dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha.
dan lepas landas helikopter
Cipta Kerja kewenangan Pusat dalam
- 67 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yang dioperasikan wajib yang dioperasikan wajib Menteri/pimpinan mengambil
memenuhi ketentuan memenuhi ketentuan Lembaga,gubernur,dan/a kebijakan
keselamatan dan keamanan keselamatan dan keamanan tau bupati/walikota perlu mengikuti
penerbangan. penerbangan. ditata kembali dinamika
berdasarkan prinsip masyarakat dan
(2) Tempat pendaratan dan (2) Tempat pendaratan dan
perizinan berusaha global yang
lepas landas helikopter lepas landas helikopter
berbasis risiko dan semakin cepat.
yang telah memenuhi yang telah memenuhi
menerapkan penggunaan 2. Pemerintah
ketentuan keselamatan ketentuan keselamatan
teknologi informasi dalam
penerbangan sebagaimana penerbangan sebagaimana perlu
pemberian perizinan
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) mempersiapkan
(misalnya perizinan
diberikan register oleh diberikan tanda Peraturan
berusaha secara
Menteri. pendaftaran oleh Pemerintah
elektronik).
Pemerintah Pusat. pelaksanaan
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
67. Pasal 255 Pasal 255 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai
dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha.
mengenai tata cara dan tata cara dan prosedur
Cipta Kerja kewenangan Pusat dalam
prosedur pemberian izin pemberian persetujuan
Menteri/pimpinan mengambil
pembangunan dan pembangunan dan
Lembaga,gubernur,dan/a kebijakan
pengoperasian tempat pengoperasian tempat
tau bupati/walikota perlu mengikuti
pendaratan dan lepas landas pendaratan dan lepas landas
ditata kembali dinamika
helikopter diatur dengan helikopter diatur dengan
berdasarkan prinsip masyarakat dan
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.
perizinan berusaha global yang
berbasis risiko dan semakin cepat.
menerapkan penggunaan 2. Pemerintah
teknologi informasi dalam perlu
pemberian perizinan mempersiapkan
(misalnya perizinan Peraturan
- 68 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berusaha secara Pemerintah
elektronik). pelaksanaan
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
68. Pasal 275 Pasal 275 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Lembaga penyelenggara (1) Lembaga penyelenggara
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha.
pelayanan navigasi pelayanan navigasi
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
penerbangan sebagaimana penerbangan sebagaimana
Menteri/pimpinan kebijakan
dimaksud dalam Pasal 271 dimaksud dalam Pasal 271
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
ayat (2) wajib memiliki ayat (2) wajib memiliki
tau bupati/walikota perlu
sertifikat pelayanan sertifikat pelayanan dinamika
ditata kembali
navigasi penerbangan yang navigasi penerbangan yang masyarakat dan
berdasarkan prinsip
ditetapkan oleh Menteri. ditetapkan oleh Pemerintah global yang
perizinan berusaha
Pusat. semakin cepat.
(2) Sertifikat sebagaimana berbasis risiko dan
dimaksud pada ayat (1) (2) Sertifikat sebagaimana menerapkan penggunaan
diberikan kepada masing- dimaksud pada ayat (1) teknologi informasi dalam
masing unit pelayanan diberikan kepada masing- pemberian perizinan
penyelenggara navigasi masing unit pelayanan (misalnya perizinan
penerbangan. penyelenggara navigasi berusaha secara
penerbangan. elektronik).
(3) Unit pelayanan
penyelenggara navigasi (3) Unit pelayanan
penerbangan sebagaimana penyelenggara navigasi
dimaksud pada ayat (2) penerbangan sebagaimana
terdiri atas: dimaksud pada ayat (2)
terdiri atas:
a. unit pelayanan navigasi
penerbangan di bandar a. unit pelayanan navigasi
udara; penerbangan di bandar
udara;
- 69 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. unit pelayanan navigasi b. unit pelayanan navigasi
pendekatan; dan pendekatan; dan
c. unit pelayanan navigasi c. unit pelayanan navigasi
penerbangan jelajah. penerbangan jelajah.

69. Pasal 277 Pasal 277 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha.
tata cara dan prosedur tata cara dan prosedur
Cipta Kerja kewenangan Pusat dalam
pembentukan dan sertifikasi pembentukan dan sertifikasi
Menteri/pimpinan mengambil
lembaga penyelenggara lembaga penyelenggara
Lembaga,gubernur,dan/a kebijakan
pelayanan navigasi pelayanan navigasi
tau bupati/walikota perlu mengikuti
penerbangan, serta biaya penerbangan, serta biaya
ditata kembali dinamika
pelayanan jasa navigasi pelayanan jasa navigasi
berdasarkan prinsip masyarakat dan
penerbangan diatur dengan penerbangan diatur dengan
perizinan berusaha global yang
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.
berbasis risiko dan semakin cepat.
menerapkan penggunaan 2. Pemerintah
teknologi informasi dalam perlu
pemberian perizinan mempersiapkan
(misalnya perizinan Peraturan
berusaha secara Pemerintah
elektronik). pelaksanaan
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
70. Pasal 292 Pasal 292 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
Setiap personel navigasi hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap personel navigasi (1)
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
penerbangan wajib memiliki penerbangan wajib memiliki
- 70 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lisensi atau sertifikat lisensi atau sertifikat bersifat detail dan teknis dalam mengambil
kompetensi. kompetensi. diatur lebih lanjut dengan kebijakan
navigasi Peraturan Pemerintah. mengikuti
(2) Personel navigasi (2) Personel
dinamika
penerbangan yang terkait penerbangan yang terkait
masyarakat dan
langsung dengan langsung dengan
global yang
pelaksanaan pengoperasian pelaksanaan pengoperasian
semakin cepat.
dan/atau pemeliharaan dan/atau pemeliharaan
fasilitas navigasi fasilitas navigasi
penerbangan wajib memiliki penerbangan wajib memiliki
lisensi yang sah dan masih lisensi yang sah dan masih
berlaku. berlaku.
(3) Lisensi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
diberikan oleh Menteri
setelah memenuhi
persyaratan:
a. administratif;
b. sehat jasmani dan
rohani;
c. memiliki sertifikat
kompetensi di
bidangnya; dan
d. lulus ujian.
(4) Sertifikat kompetensi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c
diperoleh melalui
pendidikan dan/atau
pelatihan yang
diselenggarakan lembaga
- 71 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yang telah diakreditasi oleh
Menteri.
71. Pasal 294 Pasal 294 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Lisensi personel navigasi Lisensi personel navigasi
dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha.
penerbangan yang diberikan penerbangan yang diberikan oleh
Cipta Kerja kewenangan Pusat dalam
oleh negara lain dinyatakan sah negara lain dinyatakan sah
Menteri/pimpinan mengambil
melalui proses pengesahan atau melalui proses pengesahan atau
Lembaga,gubernur,dan/a kebijakan
validasi oleh Menteri. validasi oleh Pemerintah Pusat.
tau bupati/walikota perlu mengikuti
ditata kembali dinamika
berdasarkan prinsip masyarakat dan
perizinan berusaha global yang
berbasis risiko dan semakin cepat.
menerapkan penggunaan 2. Pemerintah
teknologi informasi dalam perlu
pemberian perizinan mempersiapkan
(misalnya perizinan Peraturan
berusaha secara Pemerintah
elektronik). pelaksanaan
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
72. Pasal 295 Pasal 295 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha.
persyaratan, tata cara dan persyaratan, tata cara dan
Cipta Kerja kewenangan Pusat dalam
prosedur memperoleh lisensi, prosedur memperoleh lisensi,
lembaga pendidikan dan/atau dan pengenaan sanksi Menteri/pimpinan mengambil
Lembaga,gubernur,dan/a kebijakan
pelatihan, dan pengenaan administratif diatur dengan
tau bupati/walikota perlu mengikuti
sanksi administratif diatur Peraturan Pemerintah.
ditata kembali dinamika
dengan Peraturan Menteri.
berdasarkan prinsip masyarakat dan
- 72 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perizinan berusaha global yang
berbasis risiko dan semakin cepat.
menerapkan penggunaan 2. Pemerintah
teknologi informasi dalam perlu
pemberian perizinan mempersiapkan
(misalnya perizinan Peraturan
berusaha secara Pemerintah
elektronik). pelaksanaan
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
73. Pasal 389 Pasal 389 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Setiap personel di bidang Setiap personel di bidang
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha.
penerbangan yang telah penerbangan yang telah memiliki
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
memiliki sertifikat kompetensi sertifikat kompetensi
Menteri/pimpinan kebijakan
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
Pasal 388 dapat diberi lisensi Pasal 388 dapat diberi lisensi
tau bupati/walikota perlu
oleh Menteri setelah memenuhi oleh Pemerintah Pusat setelah dinamika
ditata kembali
persyaratan. memenuhi persyaratan. masyarakat dan
berdasarkan prinsip
perizinan berusaha global yang
berbasis risiko dan semakin cepat.
menerapkan penggunaan
teknologi informasi dalam
pemberian perizinan
(misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).
- 73 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
74. Pasal 392 Pasal 392 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha.
sertifikat kompetensi dan lisensi sertifikat kompetensi dan lisensi
Cipta Kerja kewenangan Pusat dalam
serta penyusunan program serta penyusunan program
Menteri/pimpinan mengambil
pelatihan diatur dengan pelatihan diatur dengan
Lembaga,gubernur,dan/a kebijakan
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.
tau bupati/walikota perlu mengikuti
ditata kembali dinamika
berdasarkan prinsip masyarakat dan
perizinan berusaha global yang
berbasis risiko dan semakin cepat.
menerapkan penggunaan 2. Pemerintah
teknologi informasi dalam perlu
pemberian perizinan mempersiapkan
(misalnya perizinan Peraturan
berusaha secara Pemerintah
elektronik). pelaksanaan
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

1. Pasal 19 Pasal 19 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan


dikelompokkan hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Jalan dikelompokkan (1) Jalan
kelas Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
dalam beberapa kelas dalam beberapa
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
berdasarkan: berdasarkan:
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
a. fungsi dan intensitas a. fungsi dan intensitas Peraturan Pemerintah. mengikuti
Lalu Lintas guna Lalu Lintas guna dinamika
kepentingan pengaturan kepentingan pengaturan masyarakat dan
penggunaan Jalan dan penggunaan Jalan dan
Kelancaran Lalu Lintas Kelancaran Lalu Lintas
- 74 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan Angkutan Jalan; dan Angkutan Jalan; global yang
dan dan semakin cepat.
b. daya dukung untuk b. daya dukung untuk
menerima muatan menerima muatan
sumbu terberat dan sumbu terberat dan
dimensi Kendaraan dimensi Kendaraan
Bermotor. Bermotor.
(2) Pengelompokan Jalan (2) Ketentuan lebih lanjut
menurut kelas Jalan mengenai pengelompokan
sebagaimana dimaksud jalan menurut kelas jalan
pada ayat (1) terdiri atas: diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
a. jalan kelas I, yaitu jalan
arteri dan kolektor yang
dapat dilalui Kendaraan
Bermotor dengan
ukuran lebar tidak
melebihi 2.500 (dua ribu
lima ratus) milimeter,
ukuran panjang tidak
melebihi 18.000
(delapan belas ribu)
milimeter, ukuran
paling tinggi 4.200
(empat ribu dua ratus)
milimeter, dan muatan
sumbu terberat 10
(sepuluh) ton;
b. jalan kelas II, yaitu jalan
arteri, kolektor, lokal,
dan lingkungan yang
dapat dilalui Kendaraan
Bermotor dengan
ukuran lebar tidak
- 75 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
melebihi 2.500 (dua ribu
lima ratus) milimeter,
ukuran panjang tidak
melebihi 12.000 (dua
belas ribu) milimeter,
ukuran paling tinggi
4.200 (empat ribu dua
ratus) milimeter, dan
muatan sumbu terberat
8 (delapan) ton;
c. jalan kelas III, yaitu
jalan arteri, kolektor,
lokal, dan lingkungan
yang dapat dilalui
Kendaraan Bermotor
dengan ukuran lebar
tidak melebihi 2.100
(dua ribu seratus)
milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi
9.000 (sembilan ribu)
milimeter, ukuran
paling tinggi 3.500 (tiga
ribu lima ratus)
milimeter, dan muatan
sumbu terberat 8
(delapan) ton; dan
d. jalan kelas khusus,
jalan arteri yang dapat
dilalui Kendaraan
Bermotor dengan
ukuran lebar melebihi
2.500 (dua ribu lima
ratus) milimeter,
- 76 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ukuran panjang
melebihi 18.000
(delapan belas ribu
milimeter, ukuran
paling tinggi 4.200
(empat ribu dua ratus)
milimeter, dan muatan
sumbu terberat lebih
dari 10 (sepuluh) ton.
(3) Dalam keadaan tertentu
daya dukung jalan kelas III
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c dapat
ditetapkan muatan sumbu
terberat kurang dari 8
(delapan) ton.
(4) Kelas jalan berdasarkan
spesifikasi penyediaan
prasarana jalan diatur
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan di bidang Jalan.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai jalan kelas
khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
huruf d diatur dengan
peraturan pemerintah.
2. Pasal 36 Pasal 36 salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
Setiap Kendaraan Bermotor Setiap Kendaraan Bermotor dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Umum dalam trayek wajib Umum dalam trayek wajib Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
singgah di Terminal yang sudah singgah di Terminal yang sudah menyesuaikan dalam mengambil
- 77 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ditentukan, kecuali ditetapkan ditentukan, kecuali ditetapkan nomenklatur perizinan kebijakan
lain dalam izin trayek. lain dalam trayek yang telah yang ada dalam setiap mengikuti
disetujui dalam Perizinan Undang-Undang dengan dinamika
Berusaha. rumusan yang bersifat masyarakat dan
general, sehingga global yang
memberikan fleksibiltas semakin cepat.
pemerintah dalam rangka
mengantisipasi dinamika Trayek yang telah
masyarakat dan global. disetujui oleh
Pemerintah
merupakan trayek
yang diberikan
dalam izin
penyelenggaraan
angkutan orang
dalam trayek.
Dengan demikian,
pelaku usaha tidak
perlu lagi
mengurus izin
trayek secara
terpisah (duplikasi
izin).

3. Pasal 38 Pasal 38 Membuka kesempatan Mengurangi beban Penyederhanaan


berusaha bagi pihak APBN/APBD. Perizinan
(1) Setiap penyelenggara (1) Setiap penyelenggara
ketiga dalam penyediaan Berusaha
Terminal wajib Terminal wajib Menciptakan
dan pemeliharaan faslitas
menyediakan fasilitas menyediakan fasilitas lapangan kerja.
Terminal yang memenuhi Terminal yang memenuhi utama dan fasilitas
penunjang terminal. Perlu pemahaman
persyaratan keselamatan persyaratan keselamatan dari Pemerintah
dan keamanan. dan keamanan. Daerah tentang
(2) Fasilitas Terminal (2) Fasilitas Terminal rencana
- 78 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud penyelenggara
pada ayat (1) meliputi pada ayat (1) meliputi terminal oleh pihak
fasilitas utama dan fasilitas fasilitas utama dan fasilitas ketiga.
penunjang. penunjang.
(3) Untuk menjaga kondisi (3) Untuk menjaga kondisi
fasilitas Terminal fasilitas Terminal
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), pada ayat (2),
penyelenggara Terminal penyelenggara Terminal
wajib melakukan wajib melakukan
pemeliharaan. pemeliharaan.
(4) Penyediaan dan
pemeliharaan fasilitas
utama dan fasilitas
penunjang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3) dapat
dikerjasamakan dengan
pihak ketiga sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
4. Pasal 39 Pasal 39 Membuka kesempatan 1. Mengurangi Penyederhanaan
Lingkungan kerja Terminal berusaha bagi pihak lain beban Perizinan
(1) Lingkungan kerja Terminal (1)
dalam penyelenggaraan APBN/APBD. Berusaha
merupakan daerah yang merupakan daerah yang
diperuntukkan bagi fasilitas terminal. 2. Menciptakan
diperuntukkan bagi fasilitas
lapangan
Terminal. Terminal.
pekerjaan baru.
(2) Lingkungan kerja Terminal (2) Lingkungan kerja Terminal 3. Perlu
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pemahaman
pada ayat (1) dikelola oleh pada ayat (1) dikelola oleh dari Pemerintah
penyelenggara Terminal dan penyelenggara Terminal dan Daerah tentang
digunakan untuk digunakan untuk rencana
pelaksanaan pelaksanaan penyelenggara
- 79 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pembangunan, pembangunan, terminal oleh
pengembangan, dan pengembangan, dan pihak ketiga.
pengoperasian fasilitas pengoperasian fasilitas
Terminal. Terminal.
(3) Lingkungan kerja Terminal (3) Dalam hal Pemerintah
sebagaimana dimaksud Pusat sebagai
pada ayat (1) ditetapkan penyelenggara terminal
dengan peraturan daerah sebagaimana dimaksud
kabupaten/kota, khusus pada ayat (2),
Provinsi Daerah Khusus pelaksanaannya dapat
Ibukota Jakarta ditetapkan dikerjasamakan dengan
dengan Peraturan Daerah pihak lain.
Provinsi.
5. Pasal 43 Pasal 43 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
(1) Penyediaan fasilitas Parkir (1) Penyediaan fasilitas Parkir Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
untuk umum hanya dapat untuk umum hanya dapat dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
diselenggarakan di luar diselenggarakan di luar Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
Ruang Milik Jalan sesuai Ruang Milik Jalan setelah Menteri/pimpinan kebijakan
dengan izin yang diberikan. memenuhi Perizinan Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
Berusaha dari Pemerintah tau bupati/walikota perlu dinamika
(2) Penyelenggaraan fasilitas
Pusat. ditata kembali masyarakat dan
Parkir di luar Ruang Milik
Jalan sebagaimana (2) Penyelenggaraan fasilitas berdasarkan prinsip global yang
dimaksud pada ayat (1) Parkir di luar Ruang Milik perizinan berusaha semakin cepat.
dapat dilakukan oleh Jalan sebagaimana berbasis risiko dan
perseorangan warga negara dimaksud pada ayat (1) menerapkan penggunaan
Indonesia atau badan dapat dilakukan oleh teknologi informasi dalam
hukum Indonesia berupa: perseorangan warga negara pemberian perizinan
Indonesia atau badan (misalnya perizinan
a. usaha khusus
perparkiran; atau hukum Indonesia berupa: berusaha secara
a. usaha khusus elektronik).
b. penunjang usaha
perparkiran; atau
pokok.
- 80 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Fasilitas Parkir di dalam b. penunjang usaha
Ruang Milik Jalan hanya pokok.
dapat diselenggarakan di (3) Fasilitas Parkir di dalam
tempat tertentu pada jalan Ruang Milik Jalan hanya
kabupaten, jalan desa, atau dapat diselenggarakan di
jalan kota yang harus tempat tertentu pada jalan
dinyatakan dengan Rambu kabupaten, jalan desa, atau
Lalu Lintas, dan/atau jalan kota yang harus
Marka Jalan. dinyatakan dengan Rambu
(4) Ketentuan lebih lanjut Lalu Lintas, dan/atau
mengenai Pengguna Jasa Marka Jalan.
fasilitas Parkir, perizinan, (4) Ketentuan lebih lanjut
persyaratan, dan tata cara mengenai Pengguna Jasa
penyelenggaraan fasilitas fasilitas Parkir, Perizinan
dan Parkir untuk umum Berusaha, persyaratan, dan
diatur dengan peraturan tata cara penyelenggaraan
pemerintah. fasilitas dan Parkir untuk
umum diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
6. Pasal 50 Pasal 50 Membuka kesempatan uji 1. Efesiensi Penyederhanaan
sebagaimana tipe kendaraan bermotor penggunaan Perizinan
(1) Uji tipe sebagaimana (1) Uji tipe
dapat dikerjasamakan APBN. Berusaha
dimaksud dalam Pasal 49 dimaksud dalam Pasal 49
ayat (2) huruf a wajib ayat (2) huruf a wajib denga pihak lainnya. 2. Menciptakan
dilakukan bagi setiap dilakukan bagi setiap lapangan kerja
Kendaraan Bermotor, Kendaraan Bermotor, baru dengan
kereta gandengan, dan kereta gandengan, dan dapatnya
kereta tempelan, yang kereta tempelan, yang dikerjasamakan
diimpor, dibuat dan/atau diimpor, dibuat dan/atau uji tipe dengan
dirakit di dalam negeri, dirakit di dalam negeri, pihak ketiga.
serta modifikasi Kendaraan serta modifikasi Kendaraan 3. Pengujian
Bermotor yang Bermotor yang disesuaikan
menyebabkan perubahan menyebabkan perubahan perkembangan
- 81 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tipe. tipe. teknologi dan
dapat bersaing
(2) Uji tipe sebagaimana (2) Uji tipe sebagaimana
dengan negara
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
tetangga.
terdiri atas: dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat yang
a. pengujian fisik untuk
pelaksanaannya dapat
pemenuhan persyaratan
dikerjasamakan dengan
teknis dan laik jalan
pihak lain.
yang dilakukan
terhadap landasan (3) Ketentuan lebih lanjut
Kendaraan Bermotor mengenai uji tipe dan unit
dan Kendaraan pelaksana sebagaimana
Bermotor dalam dimaksud pada ayat (1) dan
keadaan lengkap; dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
b. penelitian rancang
bangun dan rekayasa
Kendaraan Bermotor
yang dilakukan
terhadap rumah-
rumah, bak muatan,
kereta gandengan,
kereta tempelan, dan
Kendaraan Bermotor
yang dimodifikasi
tipenya.
(3) Uji tipe sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh unit
pelaksana uji tipe
Pemerintah.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai uji tipe dan unit
pelaksana sebagaimana
- 82 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (3) diatur dengan
peraturan pemerintah.
7. Pasal 53 Pasal 53 Memberikan kesempatan 1. Efisiensi Penyederhanaan
bagi pihak ke-3 untuk penggunaan Perizinan
(1) Uji berkala sebagaimana (1) Uji berkala sebagaimana
membangun dan APBD; Berusaha
dimaksud dalam Pasal 49 dimaksud dalam Pasal 49
menyelenggarakan uji 2. Menciptakan
ayat (2) huruf b diwajibkan ayat (2) huruf b diwajibkan
berkala bagi mobil lapangan kerja;
untuk mobil penumpang untuk mobil penumpang
penumpang umum, mobil 3. Meningkatkan
umum, mobil bus, mobil umum, mobil bus, mobil
bus, mobil barang, kereta kompetensi
barang, kereta gandengan, barang, kereta gandengan,
gandengan, dan kereta SDM;
dan kereta tempelan yang dan kereta tempelan yang
tempelan yang 4. Perlu
dioperasikan di Jalan. dioperasikan di Jalan.
dioperasikan di Jalan. pemahaman
(2) Pengujian berkala (2) Pengujian berkala dari Pemerintah
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud Daerah
pada ayat (1) meliputi pada ayat (1) meliputi mengenai
kegiatan: kegiatan: penataan
a. pemeriksaan dan a. pemeriksaan dan kewenangan
pengujian fisik pengujian fisik dan dlam
Kendaraan Bermotor; Kendaraan Bermotor; rangka
dan dan fleksibilitas
dalam
b. pengesahan hasil uji. b. pengesahan hasil uji. persaingan
(3) Kegiatan pemeriksaan dan (3) Kegiatan pemeriksaan dan global
pengujian fisik Kendaraan pengujian fisik Kendaraan
Bermotor sebagaimana Bermotor sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2)
huruf a dilaksanakan oleh: huruf a dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat dan
a. unit pelaksana
pengujian pemerintah dapat dikerjasamakan
dengan pihak ketiga.
kabupaten / kota;
b. unit pelaksana agen
tunggal pemegang
- 83 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
merek yang mendapat
izin dari Pemerintah;
atau
c. unit pelaksana
pengujian swasta yang
mendapatkan izin dari
Pemerintah.
8. Pasal 60 Pasal 60 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Bengkel umum Kendaraan (1) Bengkel umum Kendaraan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
Bermotor berfungsi untuk Bermotor yang berfungsi
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
memperbaiki, dan merawat untuk memperbaiki dan
Menteri/pimpinan kebijakan
Kendaraan Bermotor, wajib merawat Kendaraan
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
memenuhi persyaratan Bermotor wajib memenuhi
tau bupati/walikota perlu dinamika
teknis dan laik jalan. persyaratan teknis dan laik
ditata kembali masyarakat dan
jalan.
(2) Bengkel umum yang berdasarkan prinsip global yang
mempunyai akreditasi dan (2) Bengkel umum yang perizinan berusaha semakin cepat.
kualitas tertentu dapat mempunyai akreditasi dan berbasis risiko dan
melakukan pengujian kualitas tertentu dapat menerapkan penggunaan
berkala Kendaraan melakukan pengujian teknologi informasi dalam
Bermotor. berkala Kendaraan pemberian perizinan
Bermotor. (misalnya perizinan
(3) Penyelenggaraan bengkel
umum sebagaimana (3) Penyelenggaraan bengkel berusaha secara
dimaksud pada ayat (1) umum sebagaimana elektronik).
wajib memenuhi dimaksud pada ayat (1)
persyaratan yang wajib memenuhi
ditetapkan oleh Menteri persyaratan yang
yang bertanggung jawab di ditetapkan oleh Pemerintah
bidang industri. Pusat.
(4) Penyelenggaraan bengkel (4) Penyelenggaraan bengkel
umum sebagaimana umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2)
harus mendapatkan izin harus memenuhi Perizinan
- 84 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dari pemerintah Berusaha dari Pemerintah
kabupaten/kota Pusat.
berdasarkan rekomendasi (5) Pengawasan terhadap
dari Kepolisian Negara bengkel umum Kendaraan
Republik Indonesia. Bermotor sebagaimana
(5) Pengawasan terhadap dimaksud pada ayat (1)
bengkel umum Kendaraan dilaksanakan oleh
Bermotor sebagaimana Pemerintah Pusat.
dimaksud pada ayat (1) (6) Ketentuan lebih lanjut
dilaksanakan oleh mengenai persyaratan dan
pemerintah tata cara penyelenggaraan
kabupaten/kota. bengkel umum diatur
(6) Ketentuan lebih lanjut dengan Peraturan
mengenai persyaratan dan Pemerintah.
tata cara penyelenggaraan
bengkel umum dengan
peraturan pemerintah.
9. Pasal 78 Pasal 78 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pendidikan dan pelatihan (1) Pendidikan dan pelatihan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
mengemudi mengemudi
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
diselenggarakan oleh diselenggarakan oleh
Menteri/pimpinan kebijakan
lembaga yang mendapat lembaga yang mendapat
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
izin dan terakreditasi dari Perizinan Berusaha dari
tau bupati/walikota perlu dinamika
Pemerintah. Pemerintah Pusat.
ditata kembali masyarakat dan
(2) Izin penyelenggaraan (2) Ketentuan lebih lanjut berdasarkan prinsip global yang
pendidikan dan pelatihan mengenai Perizinan perizinan berusaha semakin cepat.
mengemudi yang diberikan Berusaha sebagaimana berbasis risiko dan
oleh Pemerintah dimaksud pada ayat (1) menerapkan penggunaan
sebagaimana dimaksud diatur dengan Peraturan teknologi informasi dalam
pada ayat (1) dilaksanakan Pemerintah. pemberian perizinan
oleh Pemerintah Daerah. (misalnya perizinan
(3) Izin penyelenggaraan
- 85 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pendidikan dan pelatihan berusaha secara
mengemudi yang diberikan elektronik).
oleh Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilaksanakan
berdasarkan norma,
standar, prosedur, dan
kriteria yang ditetapkan
oleh Menteri yang
membidangi sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan serta
Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
(4) Akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pemerintah
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
10. Pasal 126 Pasal 126 Menegaskan bahwa izin Trayek yang telah Penyederhanaan
trayek sama dengan izin disetujui oleh Perizinan
Pengemudi Kendaraan Bermotor Pengemudi Kendaraan
penyelenggaraan Pemerintah Berusaha
Umum angkutan orang dilarang: Bermotor Umum angkutan
angkutan orang dalam merupakan trayek
orang dilarang:
a. memberhentikan trayek. yang diberikan
Kendaraan selain di tempat a. memberhentikan
dalam izin
Kendaraan selain di
yang telah ditentukan; penyelenggaraan
tempat yang telah
b. mengetem selain di tempat angkutan orang
ditentukan;
yang telah ditentukan; dalam trayek.
menurunkan Penumpang b. mengetem selain di
c.
tempat yang telah Dengan demikian,
selain di tempat
ditentukan; pelaku usaha tidak
pemberhentian dan / atau
c. menurunkan Penumpang perlu lagi
di tempat tujuan tanpa
selain di tempat mengurus izin
- 86 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
alasan yang patut dan pemberhentian dan/atau trayek secara
mendesak; dan/atau di tempat tujuan tanpa terpisah (duplikasi
d. melewati jaringan jalan alasan yang patut dan izin).
selain yang ditentukan mendesak; dan/atau
dalam izin trayek. d. melewati jaringan jalan
selain yang ditentukan
dalam trayek yang telah
disetujui dalam Perizinan
Berusaha.
11. Pasal 162 Pasal 162 Simplifikasi perizinan, Memberikan Penyederhanaan
Kendaraan Bermotor yang dimana persyaratan kemudahan Perizinan
(1) Kendaraan Bermotor yang (1)
untuk mendapatkan berusaha bagi Berusaha
mengangkut barang khusus mengangkut barang khusus
rekomendasi dihapus. pelaku usaha.
wajib: wajib:
a. memenuhi persyaratan a. memenuhi persyaratan
keselamatan sesuai keselamatan sesuai
dengan sifat dan bentuk dengan sifat dan bentuk
barang yang diangkut; barang yang diangkut;
b. diberi tanda tertentu b. diberi tanda tertentu
sesuai dengan barang sesuai dengan barang
yang diangkut; yang diangkut;
c. memarkir Kendaraan di c. memarkir Kendaraan di
tempat yang ditetapkan; tempat yang ditetapkan;
d. membongkar dan d. membongkar dan
memuat barang di memuat barang di
tempat yang ditetapkan tempat yang ditetapkan
dan dengan dan dengan
menggunakan alat menggunakan alat
sesuai dengan sifat dan sesuai dengan sifat dan
bentuk barang yang bentuk barang yang
diangkut; diangkut; dan
e. beroperasi pada waktu e. beroperasi pada waktu
yang tidak mengganggu yang tidak mengganggu
- 87 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Keamanan, Keamanan,
Keselamatan, Keselamatan,
Kelancaran, dan Kelancaran, dan
Ketertiban Lalu Lintas Ketertiban Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan; dan Angkutan Jalan.
dan (2) Kendaraan Bermotor
f. mendapat rekomendasi Umum yang mengangkut
dari instansi terkait. alat berat dengan dimensi
yang melebihi dimensi yang
(2) Kendaraan Bermotor
ditetapkan sebagaimana
Umum yang mengangkut
dimaksud dalam Pasal 19
alat berat dengan dimensi
harus mendapat
yang melebihi dimensi yang
pengawalan dari Kepolisian
ditetapkan sebagaimana
Negara Republik Indonesia.
dimaksud dalam Pasal 19
harus mendapat (3) Pengemudi dan pembantu
pengawalan dari Kepolisian Pengemudi Kendaraan
Negara Republik Indonesia. Bermotor Umum yang
mengangkut barang khusus
(3) Pengemudi dan pembantu
Pengemudi Kendaraan wajib memiliki kompetensi
tertentu sesuai dengan sifat
Bermotor Umum yang
dan bentuk barang khusus
mengangkut barang khusus
yang diangkut.
wajib memiliki kompetensi
tertentu sesuai dengan sifat
dan bentuk barang khusus
yang diangkut.

12. Pasal 165 Pasal 165 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Angkutan umum di Jalan (1) Angkutan umum di Jalan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
yang merupakan bagian yang merupakan bagian
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
angkutan multimoda angkutan multimoda
Menteri/pimpinan kebijakan
dilaksanakan oleh badan dilaksanakan oleh badan
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
hukum angkutan
- 88 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
multimoda. hukum angkutan tau bupati/walikota perlu dinamika
multimoda. ditata kembali masyarakat dan
(2) Kegiatan angkutan umum
Kegiatan angkutan umum berdasarkan prinsip global yang
dalam angkutan multimoda (2)
perizinan berusaha semakin cepat.
dilaksanakan berdasarkan dalam angkutan multimoda
dilaksanakan berdasarkan berbasis risiko dan
perjanjian yang dibuat
menerapkan penggunaan
antara badan hukum perjanjian yang dibuat
angkutan Jalan dan badan antara badan hukum teknologi informasi dalam
angkutan Jalan dan badan pemberian perizinan
hukum angkutan
angkutan (misalnya perizinan
multimoda dan/atau badan hukum
berusaha secara
hukum moda lain. multimoda dan/atau badan
elektronik).
hukum moda lain.
(3) Pelayanan angkutan
multimoda harus terpadu (3) Pelayanan angkutan
secara sistem dan multimoda harus terpadu
mendapat izin dari secara sistem dan
Pemerintah. memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah
(4) Ketentuan lebih lanjut
Pusat.
mengenai angkutan
multimoda, persyaratan, (4) Ketentuan lebih lanjut
dan tata cara memperoleh mengenai angkutan
izin sebagaimana dimaksud multimoda, persyaratan,
pada ayat (1) diatur dengan dan tata cara memperoleh
peraturan pemerintah. Perizinan Berusaha
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

13. Pasal 170 Pasal 170 Membuka kesempatan Menciptakan Penyederhanaan


pengoperasian dan lapangan kerja Perizinan
(1) Alat penimbangan yang (1) Alat penimbangan yang
tetap perawatan alat baru dengan Berusaha
dipasang secara tetap dipasang secara
penimbangan yang dapatnya
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dipasang secara tetap dikerjasamakan
- 89 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam Pasal 169 ayat (4) dalam Pasal 169 ayat (4) serta sistem informasi pengoperasian dan
huruf a dipasang pada huruf a dipasang pada manajemen dapat perawatan alat
lokasi tertentu. lokasi tertentu. dikerjakasamakan penimbangan yang
lokasi, dengan pihak lain. dipasang secara
(2) Penetapan lokasi, (2) Penetapan
tetap serta sistem
pengoperasian, dan pengoperasian, dan
informasi
penutupan alat penutupan alat
manajemen dengan
penimbangan yang penimbangan yang
pihak ketiga.
dipasang secara tetap pada dipasang secara tetap pada
Jalan sebagaimana Jalan sebagaimana Mengurangi beban
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) APBN.
dilakukan oleh Pemerintah. dilakukan oleh Pemerintah
Pusat.
(3) Pengoperasian dan
perawatan alat (3) Pengoperasian dan
penimbangan yang perawatan alat
dipasang secara tetap penimbangan yang
dilakukan oleh unit dipasang secara tetap serta
pelaksana penimbangan sistem informasi
yang ditunjuk oleh manajemen dilakukan oleh
Pemerintah. Pemerintah Pusat dan
dapat dikerjasamakan
(4) Petugas alat penimbangan
dengan pihak ketiga sesuai
yang dipasang secara tetap
dengan ketentuan
wajib mendata jenis barang
peraturan perundang-
yang diangkut, berat
undangan.
angkutan, dan asal tujuan.
(4) Petugas alat penimbangan
yang dipasang secara tetap
wajib mendata jenis barang
yang diangkut, berat
angkutan, dan asal tujuan.
14. Pasal 173 Pasal 173 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Perusahaan Angkutan (1) Perusahaan Angkutan Presiden, politik hukum
Umum yang Umum yang dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
- 90 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menyelenggarakan menyelenggarakan Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
angkutan orang dan/atau angkutan orang dan/atau Menteri/pimpinan kebijakan
barang wajib memiliki: barang wajib memenuhi Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
Perizinan Berusaha dari tau bupati/walikota perlu dinamika
a. izin penyelenggaraan
Pemerintah Pusat. ditata kembali masyarakat dan
angkutan orang dalam
berdasarkan prinsip global yang
trayek; (2) Kewajiban memiliki
semakin cepat.
Perizinan Berusaha perizinan berusaha
b. izin penyelenggaraan
sebagaimana dimaksud berbasis risiko dan
angkutan orang tidak
pada ayat (1) tidak berlaku menerapkan penggunaan
dalam trayek; dan/atau
untuk: teknologi informasi dalam
c. izin penyelenggaraan
a. pengangkutan orang pemberian perizinan
angkutan barang
sakit dengan (misalnya perizinan
khusus atau alat berat.
menggunakan berusaha secara
(2) Kewajiban memiliki izin ambulans; atau elektronik).
sebagaimana dimaksud
b. pengangkutan jenazah.
pada ayat (1) tidak berlaku
untuk: (3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai perizinan
a. pengangkutan orang
berusaha sebagaimana
sakit dengan
dimaksud pada ayat (1)
menggunakan
diatur dengan Peraturan
ambulans; atau
Pemerintah.
b. pengangkutan jenazah.
15. Pasal 174 Pasal 174 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Izin sebagaimana dimaksud Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
dalam Pasal 173 ayat (1)
dalam mengambil
bersifat detail dan teknis
berupa dokumen kontrak
kebijakan
diatur lebih lanjut dengan
dan/atau kartu elektronik
Peraturan Pemerintah. mengikuti
yang terdiri atas surat
dinamika
keputusan, surat
Konsekuensi dari masyarakat dan
pernyataan, dan kartu
pengaturan Pasal 173, global yang
pengawasan.
sehingga substansi Pasal semakin cepat.
- 91 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pemberian izin 174 bersifat terlalu
sebagaimana dimaksud teknis.
pada ayat (1) dilaksanakan
melalui seleksi atau
pelelangan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundangan-undangan.
(3) Izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa
izin pada 1 (satu) trayek
atau pada beberapa trayek
dalam satu kawasan.
16. Pasal 175 Pasal 175 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Izin penyelenggaraan Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
angkutan umum berlaku
dalam mengambil
bersifat detail dan teknis
untuk jangka waktu
kebijakan
diatur lebih lanjut dengan
tertentu.
Peraturan Pemerintah. mengikuti
(2) Perpanjangan izin harus dinamika
melalui proses seleksi atau Konsekuensi dari masyarakat dan
pelelangan sebagaimana pengaturan Pasal 173, global yang
dimaksud dalam Pasal 174 sehingga substansi Pasal semakin cepat.
ayat (2). 176 akan diatur dalam
Peraturan Pemerintah.

17. Pasal 176 Pasal 176 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Izin penyelenggaraan angkutan Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
orang dalam trayek
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
sebagaimana dimaksud dalam
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
Pasal 173 ayat (1) huruf a
Peraturan Pemerintah. mengikuti
diberikan oleh:
dinamika
masyarakat dan
- 92 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. Menteri yang bertanggung Konsekuensi dari global yang
jawab di bidang sarana dan pengaturan Pasal 173, semakin cepat.
Prasarana Lalu Lintas dan sehingga substansi Pasal
Angkutan Jalan untuk 176 akan diatur dalam
penyelenggaraan angkutan Peraturan Pemerintah.
orang yang melayani:
1. trayek lintas batas
negara sesuai dengan
perjanjian antarnegara;
2. trayek
antarkabupaten/kota
yang melampaui
wilayah 1 (satu)
provinsi;
3. trayek angkutan
perkotaan yang
melampaui wilayah 1
(satu) provinsi; dan
4. trayek perdesaan yang
melewati wilayah 1
(satu) provinsi.
b. gubernur untuk
penyelenggaraan angkutan
orang yang melayani:
1. trayek antarkota yang
melampaui wilayah 1
(satu) kabupaten/kota
dalam 1 (satu) provinsi;
2. trayek angkutan
perkotaan yang
melampaui wilayah 1
- 93 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(satu) kabupaten/kota
dalam satu provinsi;
dan
3. trayek perdesaan yang
melampaui wilayah 1
(satu) kabupaten dalam
satu provinsi.
c. Gubernur Daerah Khusus
Ibukota Jakarta untuk
penyelenggaraan angkutan
orang yang melayani trayek
yang seluruhnya berada
dalam wilayah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
d. Bupati untuk
penyelenggaraan angkutan
orang yang melayani:
1. trayek perdesaan yang
berada dalam 1 (satu)
wilayah kabupaten; dan
2. trayek perkotaan yang
berada dalam 1 (satu)
wilayah kabupaten.
e. walikota untuk
penyelenggaraan angkutan
orang yang melayani trayek
perkotaan yang berada
dalam 1 (satu) wilayah kota.
- 94 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
18. Pasal 177 Pasal 177 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Pemegang izin penyelenggaraan Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
angkutan orang dalam trayek
bersifat detail dan teknisdalam mengambil
wajib:
diatur lebih lanjut dengankebijakan
a. melaksanakan ketentuan mengikuti
Peraturan Pemerintah.
yang ditetapkan dalam izin dinamika
yang diberikan; dan Konsekuensi dari masyarakat dan
b. mengoperasikan Kendaraan pengaturan Pasal 173, global yang
Bermotor Umum sesuai sehingga substansi Pasal semakin cepat.
dengan standar pelayanan 177 bersifat terlalu
minimal sebagaimana teknis.
dimaksud dalam Pasal 141
ayat (1).
19. Pasal 178 Pasal 178 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
izin penyelenggaraan angkutan
bersifat detail dan teknisdalam mengambil
orang dalam trayek diatur
diatur lebih lanjut dengankebijakan
dengan peraturan Menteri yang
Peraturan Pemerintah. mengikuti
bertanggung jawab di bidang
dinamika
sarana dan Prasarana Lalu
Konsekuensi dari masyarakat dan
Lintas dan Angkutan Jalan.
pengaturan Pasal 173, global yang
sehingga substansi Pasal semakin cepat.
178 bersifat terlalu
teknis.

20. Pasal 179 Pasal 179 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Izin penyelenggaraan Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
angkutan orang tidak dalam
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
trayek sebagaimana
kebijakan
dimaksud dalam Pasal 173
mengikuti
- 95 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ayat (1) huruf b diberikan diatur lebih lanjut dengan dinamika
oleh: Peraturan Pemerintah. masyarakat dan
global yang
a. Menteri yang Konsekuensi dari semakin cepat.
bertanggung jawab di pengaturan Pasal 173,
bidang sarana dan sehingga substansi Pasal
Prasarana Lalu Lintas 179 akan diatur dalam
dan Angkutan Jalan
Peraturan Pemerintah.
untuk angkutan orang
yang melayani:
1. angkutan taksi yang
wilayah operasinya
melampaui 1 (satu)
daerah provinsi;
2. angkutan dengan
tujuan tertentu;
atau
3. angkutan
pariwisata.
b. gubernur untuk
angkutan taksi yang
wilayah operasinya
melampaui lebih dari 1
(satu) daerah
kabupaten/kota dalam
1 (satu) provinsi;
c. Gubernur Daerah
Khusus Ibukota Jakarta
untuk angkutan taksi
dan angkutan kawasan
tertentu yang wilayah
operasinya berada
dalam wilayah Provinsi
- 96 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Daerah Khusus Ibukota
Jakarta; dan
d. bupati/walikota untuk
taksi dan angkutan
kawasan tertentu yang
wilayah operasinya
berada dalam wilayah
kabupaten/kota.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan
persyaratan pemberian izin
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
peraturan Menteri yang
bertanggung jawab di
bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
21. Pasal 180 Pasal 180 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Izin penyelenggaraan Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
angkutan barang khusus
dalam mengambil
bersifat detail dan teknis
sebagaimana dimaksud
kebijakan
diatur lebih lanjut dengan
dalam Pasal 173 ayat (1)
Peraturan Pemerintah. mengikuti
huruf c diberikan oleh
dinamika
Menteri yang bertanggung
Konsekuensi dari masyarakat dan
jawab di bidang sarana dan
pengaturan Pasal 173, global yang
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan dengan sehingga substansi Pasal semakin cepat.
rekomendasi dari instansi 180 akan diatur dalam
terkait. Peraturan Pemerintah.
(2) Izin penyelenggaraan
angkutan alat berat
- 97 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173 ayat (1)
huruf c diberikan oleh
Menteri yang bertanggung
jawab di bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan
persyaratan pemberian izin
penyelenggaraan angkutan
barang khusus dan alat
berat diatur dengan
peraturan Menteri yang
bertanggung jawab di
bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
22. Pasal 185 Pasal 185 Subsidi diberikan untuk Meningkatkan Penyederhanaan
angkutan penumpang perekonomian di Perizinan
(1) Angkutan penumpang (1) Pemerintah Pusat dan/atau
umum dan barang dalam daerah. Berusaha
umum dengan tarif kelas Pemerintah Daerah dapat
rangka memperlancar
ekonomi pada trayek memberikan subsidi Memperlancar arus
arus penumpang dan
tertentu dapat diberi angkutan pada trayek atau barang.
barang, guna mengurangi
subsidi oleh Pemerintah lintas tertentu.
disparitas harga.
dan/atau Pemerintah (2) Ketentuan lebih lanjut
Daerah. Mendukung program
mengenai pemberian
kewajiban pelayanan
(2) Ketentuan lebih lanjut subsidi angkutan
publik untuk daerah
mengenai pemberian sebagaimana dimaksud
terpencil, tertinggal,
subsidi angkutan pada ayat (1) diatur dengan
terluar serta perbatasan.
Penumpang umum peraturan pemerintah.
sebagaimana dimaksud
- 98 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) diatur dengan
peraturan pemerintah.
23. Pasal 220 Pasal 220 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pengembangan rancang (1) Rancang bangun
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
bangun Kendaraan Kendaraan Bermotor
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
Bermotor sebagaimana sebagaimana dimaksud
Menteri/pimpinan kebijakan
dimaksud dalam Pasal 219 dalam Pasal 219 ayat (1)
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
ayat (1) huruf a dan huruf a dan pengembangan
tau bupati/walikota perlu dinamika
pengembangan riset riset dan rancang bangun
ditata kembali masyarakat dan
rancang bangun sebagaimana dimaksud
berdasarkan prinsip global yang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
perizinan berusaha semakin cepat.
pada ayat (2) huruf a dilakukan oleh:
berbasis risiko dan
dilakukan oleh: a. Pemerintah Pusat; menerapkan penggunaan
a. Pemerintah; teknologi informasi dalam
b. Pemerintah Daerah;
b. Pemerintah Daerah; pemberian perizinan
c. badan hukum; (misalnya perizinan
c. badan hukum; berusaha secara
d. lembaga penelitian;
d. lembaga penelitian; dan/atau elektronik).
dan/atau e. perguruan tinggi.
e. perguruan tinggi. (2) Dihapus.
(2) Pengembangan rancang (3) Rancang bangun
bangun Kendaraan sebagaimana dimaksud
Bermotor sebagaimana pada ayat (1) harus
dimaksud pada ayat (1) mendapatkan pengesahan
wajib memperhatikan:
dari Pemerintah Pusat.
a. dimensi utama dan
konstruksi Kendaraan
Bermotor;
b. kesesuaian material;
- 99 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. kesesuaian motor
penggerak;
d. kesesuaian daya
dukung jalan;
e. bentuk fisik Kendaraan
Bermotor;
f. dimensi, konstruksi,
posisi, dan jarak tempat
duduk;
g. posisi lampu;
h. jumlah tempat duduk;
i. dimensi dan konstruksi
bak muatan/volume
tangki;
j. peruntukan Kendaraan
Bermotor; dan
k. fasilitas keluar darurat.
(3) Rancang bangun
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus
mendapatkan pengesahan
dari Menteri yang
bertanggung jawab di
bidang sarana dan
Prasarana Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan.
24. Pasal 222 Pasal 222 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Pemerintah Pusat wajib Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemerintah wajib (1)
mengembangkan industri dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
mengembangkan industri
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
- 100 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan teknologi prasarana dan teknologi prasarana Menteri/pimpinan kebijakan
yang menjamin Keamanan, yang menjamin Keamanan, Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
Keselamatan, Ketertiban, Keselamatan, Ketertiban, tau bupati/walikota perlu dinamika
dan Kelancaran Lalu Lintas dan Kelancaran Lalu Lintas ditata kembali masyarakat dan
dan Angkutan Jalan. dan Angkutan Jalan. berdasarkan prinsip global yang
perizinan berusaha semakin cepat.
(2) Pengembangan industri dan (2) Pengembangan industri dan
berbasis risiko dan
teknologi Prasarana Lalu teknologi Prasarana Lalu
menerapkan penggunaan
Lintas dan Angkutan Jalan Lintas dan Angkutan Jalan
teknologi informasi dalam
dilakukan secara terpadu dilakukan secara terpadu
pemberian perizinan
dengan dukungan semua dengan dukungan semua
(misalnya perizinan
sektor terkait. sektor terkait.
berusaha secara
(3) Pengembangan industri dan (3) Pengembangan industri dan elektronik).
teknologi sebagaimana teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (2)
meliputi modernisasi harus mendapatkan
fasilitas: pengesahan dari
Pemerintah Pusat.
a. pengatur Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan;
b. penegakan hukum;
c. uji kelaikan Kendaraan;
d. Keamanan,
Keselamatan,
Ketertiban, serta
Kelancaran Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan;
e. pengawasan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan;
f. registrasi dan
identifikasi Kendaraan
Bermotor dan
Pengemudi;
- 101 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
g. Sistem Informasi dan
Komunikasi Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan;
dan
h. keselamatan Pengemudi
dan/atau Penumpang.
(4) Metode pengembangan
industri dan teknologi
meliputi:
a. pemahaman teknologi;
b. pengalihan teknologi;
dan
c. fasilitasi riset teknologi.
(5) Pengembangan industri dan
teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
harus mendapatkan
pengesahan dari instansi
terkait.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran


1. Pasal 5 Pasal 5 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
(1) Pelayaran dikuasai oleh (1) Pelayaran dikuasai oleh Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
negara dan pembinaannya negara dan pembinaannya dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
dilakukan oleh Pemerintah. dilakukan oleh Pemerintah Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
Pusat. Menteri/pimpinan kebijakan
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
tau bupati/walikota perlu dinamika
- 102 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pembinaan pelayaran (2) Pembinaan pelayaran ditata kembali masyarakat dan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud berdasarkan prinsip global yang
pada ayat (1) meliputi: pada ayat (1) meliputi: perizinan berusaha semakin cepat.
a. pengaturan; a. pengaturan; berbasis risiko dan
menerapkan penggunaan
b. pengendalian; dan b. pengendalian; dan
teknologi informasi dalam
c. pengawasan. c. pengawasan. pemberian perizinan
(3) Pengaturan sebagaimana (3) Ketentuan lebih lanjut (misalnya perizinan
dimaksud pada ayat (2) mengenai pembinaan berusaha secara
huruf a meliputi penetapan pelayaran sebagaimana elektronik).
kebijakan umum dan dimaksud pada ayat (2)
teknis, antara lain, huruf a, huruf b dan huruf
penentuan norma, standar, c diatur dengan Peraturan
pedoman, kriteria, Pemerintah.
perencanaan, dan prosedur
termasuk persyaratan
keselamatan dan keamanan
pelayaran serta perizinan.
(4) Pengendalian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
huruf b meliputi pemberian
arahan, bimbingan,
pelatihan, perizinan,
sertifikasi, serta bantuan
teknis di bidang
pembangunan dan
pengoperasian.
(5) Pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
huruf c meliputi kegiatan
pengawasan pembangunan
dan pengoperasian agar
sesuai dengan peraturan
- 103 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perundangundangan
termasuk melakukan
tindakan korektif dan
penegakan hukum.
(6) Pembinaan pelayaran
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan
dengan memperhatikan
seluruh aspek kehidupan
masyarakat dan diarahkan
untuk :
a. memperlancar arus
perpindahan orang
dan/atau barang secara
massal melalui perairan
dengan selamat, aman,
cepat, lancar, tertib dan
teratur, nyaman, dan
berdaya guna, dengan
biaya yang terjangkau
oleh daya beli
masyarakat;
b. meningkatkan
penyelenggaraan
kegiatan angkutan di
perairan,
kepelabuhanan,
keselamatan dan
keamanan, serta
perlindungan
lingkungan maritim
sebagai bagian dari
keseluruhan moda
- 104 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
transportasi secara
terpadu dengan
memanfaatkan
perkembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi;
c. mengembangkan
kemampuan armada
angkutan nasional yang
tangguh di perairan
serta didukung industri
perkapalan yang andal
sehingga mampu
memenuhi kebutuhan
angkutan, baik di dalam
negeri maupun dari dan
ke luar negeri;
d. mengembangkan usaha
jasa angkutan di
perairan nasional yang
andal dan berdaya saing
serta didukung
kemudahan
memperoleh
pendanaan, keringanan
perpajakan, dan
industri perkapalan
yang tangguh sehingga
mampu mandiri dan
bersaing;
e. meningkatkan
kemampuan dan
peranan kepelabuhanan
- 105 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
serta keselamatan dan
keamanan pelayaran
dengan menjamin
tersedianya
alurpelayaran, kolam
pelabuhan, dan Sarana
Bantu Navigasi-
Pelayaran yang
memadai dalam rangka
menunjang angkutan di
perairan;
f. mewujudkan sumber
daya manusia yang
berjiwa bahari,
profesional, dan mampu
mengikuti
perkembangan
kebutuhan
penyelenggaraan
pelayaran; dan
g. memenuhi
perlindungan
lingkungan maritim
dengan upaya
pencegahan dan
penanggulangan
pencemaran yang
bersumber dari kegiatan
angkutan di perairan,
kepelabuhanan, serta
keselamatan dan
keamanan.
- 106 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(7) Pemerintah daerah
melakukan pembinaan
pelayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (6)
sesuai dengan
kewenangannya.
2. Norma Baru Pasal 8A 1. Mendukung kegiatan 1. Mewujudkan Penyederhanaan
angkutan laut dalam konektivitas Perizinan
(1) Kapal Asing dapat melakukan negeri, mengingat antar pulau. Berusaha
kegiatan lain yang tidak terbatasnya 2. Perlu
termasuk kegiatan ketersediaan kapal diantisipasi
mengangkut penumpang berbendera Indonesia resistensi pelaku
dan/atau barang dalam untuk kegiatan usaha.
kegiatan angkutan laut dalam tertentu.
negeri di wilayah perairan 2. Selama ini
Indonesia sepanjang kapal persetujuan
berbendera Indonesia belum penggunaan kapal
tersedia atau belum cukup asing sebagaimana
tersedia. dimaksud dalam Pasal
(2) Ketentuan lebih lanjut 8A RUU telah
mengenai penggunaan kapal diberikan berdasarkan
asing sebagaimana dimaksud PP Nomor 20 Tahun
pada ayat (1) diatur dengan 2010 tentang
Peraturan Pemerintah. Angkutan di Perairan.
3. Pasal 9 Pasal 9 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kegiatan angkutan laut (1) Kegiatan angkutan laut
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
dalam negeri disusun dan dalam negeri disusun dan
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
dilaksanakan secara dilaksanakan secara
Menteri/pimpinan kebijakan
terpadu, baik intra maupun terpadu, baik intra maupun
antarmoda yang antarmoda yang Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
tau bupati/walikota perlu dinamika
merupakan satu kesatuan merupakan satu kesatuan
ditata kembali masyarakat dan
sistem transportasi sistem transportasi
berdasarkan prinsip
nasional. nasional.
perizinan berusaha
- 107 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Kegiatan angkutan laut (2) Kegiatan angkutan laut berbasis risiko dan global yang
dalam negeri sebagaimana dalam negeri sebagaimana menerapkan penggunaan semakin cepat.
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) teknologi informasi dalam
dilaksanakan dengan dilaksanakan dengan pemberian perizinan
trayek tetap dan teratur trayek tetap dan teratur (misalnya perizinan
(liner) serta dapat (liner) serta dapat dilengkapi berusaha secara
dilengkapi dengan trayek dengan trayek tidak tetap elektronik).
tidak tetap dan tidak teratur dan tidak teratur (tramper).
(tramper). (3) Kegiatan angkutan laut
(3) Kegiatan angkutan laut dalam negeri yang melayani
dalam negeri yang melayani trayek tetap dan teratur
trayek tetap dan teratur dilakukan dalam jaringan
dilakukan dalam jaringan trayek.
trayek. (4) Jaringan trayek tetap dan
(4) Jaringan trayek tetap dan teratur sebagaimana
teratur angkutan laut dimaksud pada ayat (3)
dalam negeri disusun ditetapkan oleh Pemerintah
dengan memperhatikan: Pusat.
a. pengembangan pusat (5) Pengoperasian kapal pada
industri, perdagangan, trayek tidak tetap dan tidak
dan pariwisata; teratur sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
b. pengembangan wilayah
dilakukan oleh perusahaan
dan/atau daerah;
angkutan laut nasional dan
c. rencana umum tata wajib dilaporkan kepada
ruang; Pemerintah Pusat.
d. keterpaduan intra-dan
antarmoda transportasi;
dan
e. perwujudan Wawasan
Nusantara.
- 108 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Penyusunan jaringan
trayek tetap dan teratur
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dilakukan
bersama oleh Pemerintah,
pemerintah daerah, dan
asosiasi perusahaan
angkutan laut nasional
dengan memperhatikan
masukan asosiasi
pengguna jasa angkutan
laut.
(6) Jaringan trayek tetap dan
teratur sebagaimana
dimaksud pada ayat (5)
ditetapkan oleh Menteri.
(7) Pengoperasian kapal pada
jaringan trayek tetap dan
teratur sebagaimana
dimaksud pada ayat (5)
dilakukan oleh perusahaan
angkutan laut nasional
dengan
mempertimbangkan:
a. kelaiklautan kapal;
b. menggunakan kapal
berbendera Indonesia
dan diawaki oleh warga
negara Indonesia;
c. keseimbangan
permintaan dan
tersedianya ruangan;
- 109 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. kondisi alur dan fasilitas
pelabuhan yang
disinggahi; dan
e. tipe dan ukuran kapal
sesuai dengan
kebutuhan.
(8) Pengoperasian kapal pada
trayek tidak tetap dan tidak
teratur sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh perusahaan
angkutan laut nasional dan
wajib dilaporkan kepada
Pemerintah.
4. Pasal 13 Pasal 13 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kegiatan angkutan laut (1) Kegiatan angkutan laut
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
khusus dilakukan oleh khusus dilakukan oleh
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
badan usaha untuk badan usaha untuk
Menteri/pimpinan kebijakan
menunjang usaha pokok menunjang usaha pokok
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
untuk kepentingan sendiri untuk kepentingan sendiri
tau bupati/walikota perlu dinamika
dengan menggunakan kapal dengan menggunakan
ditata kembali masyarakat dan
berbendera Indonesia yang kapal berbendera Indonesia
berdasarkan prinsip global yang
memenuhi persyaratan yang memenuhi
perizinan berusaha semakin cepat.
kelaiklautan kapal dan persyaratan kelaiklautan
berbasis risiko dan
diawaki oleh Awak Kapal kapal dan diawaki oleh
menerapkan penggunaan
berkewarganegaraan Awak Kapal
teknologi informasi dalam
Indonesia. berkewarganegaraan
pemberian perizinan
Indonesia.
(2) Kegiatan angkutan laut (misalnya perizinan
khusus sebagaimana (2) Kegiatan angkutan laut berusaha secara
dimaksud pada ayat (1) khusus sebagaimana elektronik).
dilakukan berdasarkan izin dimaksud pada ayat (1)
operasi dari Pemerintah. dilakukan berdasarkan
- 110 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Kegiatan angkutan laut Perizinan Berusaha dari
khusus sebagaimana Pemerintah Pusat.
dimaksud pada ayat (1)
diselenggarakan dengan
menggunakan kapal
berbendera Indonesia yang
laik laut dengan kondisi dan
persyaratan kapal sesuai
dengan jenis kegiatan usaha
pokoknya.
(4) Kegiatan angkutan laut
khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilarang mengangkut
muatan atau barang milik
pihak lain dan/atau
mengangkut muatan atau
barang umum kecuali dalam
hal keadaan tertentu
berdasarkan izin
Pemerintah.
(5) Keadaan tertentu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) berupa:
a. tidak tersedianya kapal;
dan
b. belum adanya
perusahaan angkutan
yang mampu melayani
sebagian atau seluruh
permintaan jasa
angkutan yang ada.
- 111 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(6) Pelaksana kegiatan
angkutan laut asing yang
melakukan kegiatan
angkutan laut khusus ke
pelabuhan Indonesia yang
terbuka bagi perdagangan
luar negeri wajib menunjuk
perusahaan angkutan laut
nasional atau pelaksana
kegiatan angkutan laut
khusus sebagai agen umum.
(7) Pelaksana kegiatan
angkutan laut khusus
hanya dapat menjadi agen
bagi kapal yang melakukan
kegiatan yang sejenis
dengan usaha pokoknya.
5. Pasal 27 Pasal 27 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
Untuk melakukan kegiatan Untuk melakukan kegiatan dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
angkutan di perairan orang angkutan di perairan, orang Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
perseorangan warga negara perseorangan warga negara menyesuaikan dalam mengambil
Indonesia atau badan usaha Indonesia atau badan usaha nomenklatur perizinan kebijakan
wajib memiliki izin usaha. wajib memenuhi Perizinan yang ada dalam setiap mengikuti
Berusaha. Undang-Undang dengan dinamika
rumusan yang bersifat masyarakat dan
general, sehingga global yang
memberikan fleksibiltas semakin cepat.
pemerintah dalam rangka
mengantisipasi dinamika
masyarakat dan global.
- 112 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
6. Pasal 28 Pasal 28 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Izin usaha angkutan laut (1) Perizinan Berusaha terkait
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
diberikan oleh: angkutan di perairan
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
diberikan oleh Pemerintah
a. bupati/walikota yang Menteri/pimpinan kebijakan
Pusat.
bersangkutan bagi Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
badan usaha yang (2) Selain memiliki Perizinan tau bupati/walikota perlu dinamika
berdomisili dalam Berusaha sebagaimana ditata kembali masyarakat dan
wilayah dimaksud pada ayat (1) berdasarkan prinsip global yang
kabupaten/kota dan untuk angkutan sungai dan perizinan berusaha semakin cepat.
beroperasi pada lintas danau kapal yang berbasis risiko dan
pelabuhan dalam dioperasikan wajib memiliki menerapkan penggunaan
wilayah persetujuan trayek. teknologi informasi dalam
kabupaten/kota; pemberian perizinan
(3) Selain memiliki Perizinan
b. gubernur provinsi yang Berusaha sebagaimana (misalnya perizinan
bersangkutan bagi dimaksud pada ayat (1) berusaha secara
badan usaha yang untuk angkutan elektronik).
berdomisili dalam penyeberangan, kapal yang
wilayah provinsi dan dioperasikan wajib memiliki
beroperasi pada lintas persetujuan pengoperasian
pelabuhan kapal.
antarkabupaten/kota (4) Ketentuan lebih lanjut
dalam wilayah provinsi; mengenai Perizinan
atau Berusaha sebagaimana
c. Menteri bagi badan dimaksud pada ayat (1)
usaha yang melakukan diatur dengan Peraturan
kegiatan pada lintas Pemerintah.
pelabuhan
antarprovinsi dan
internasional.
(2) Izin usaha angkutan laut
pelayaran-rakyat diberikan
oleh:
- 113 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. bupati/walikota yang
bersangkutan bagi
orang perseorangan
warga negara Indonesia
atau badan usaha yang
berdomisili dalam
wilayah
kabupaten/kota dan
beroperasi pada lintas
pelabuhan dalam
wilayah
kabupaten/kota; atau
b. gubernur yang
bersangkutan bagi
orang perseorangan
warga negara Indonesia
atau badan usaha yang
berdomisili dan
beroperasi pada lintas
pelabuhan
antarkabupaten/kota
dalam wilayah provinsi,
pelabuhan
antarprovinsi, dan
pelabuhan
internasional.
(3) Izin usaha angkutan sungai
dan danau diberikan oleh:
a. bupati/walikota sesuai
dengan domisili orang
perseorangan warga
negara Indonesia atau
badan usaha; atau
- 114 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. Gubernur Provinsi
Daerah Khusus Ibukota
Jakarta untuk orang
perseorangan warga
negara Indonesia atau
badan usaha yang
berdomisili di Daerah
Khusus Ibukota
Jakarta.
(4) Selain memiliki izin usaha
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) untuk
angkutan sungai dan danau
kapal yang dioperasikan
wajib memiliki izin trayek
yang diberikan oleh:
a. bupati/walikota yang
bersangkutan bagi
kapal yang melayani
trayek dalam wilayah
kabupaten/kota;
b. gubernur provinsi yang
bersangkutan bagi
kapal yang melayani
trayek
antarkabupaten/kota
dalam wilayah provinsi;
atau
c. Menteri bagi kapal yang
melayani trayek
antarprovinsi dan/atau
antarnegara.
- 115 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Izin usaha angkutan
penyeberangan diberikan
oleh:
a. bupati/walikota sesuai
dengan domisili badan
usaha; atau
b. Gubernur Provinsi
Daerah Khusus Ibukota
Jakarta untuk badan
usaha yang berdomisili
di Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
(6) Selain memilik izin usaha
sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) untuk
angkutan penyeberangan,
kapal yang dioperasikan
wajib memiliki peran
pengoperasian kapal yang
diberikan oleh:
a. bupati/walikota yang
bersangkutan bagi
kapal yang melayani
lintas pelabuhan dalam
wilayah
kabupaten/kota;
b. gubernur provinsi yang
bersangkutan bagi
kapal yang melayani
lintas pelabuhan
antarkabupaten/kota
dalam provinsi; dan
- 116 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. Menteri bagi kapal yang
melayani lintas
pelabuhan
antarprovinsi dan/atau
antarnegara.

7. Pasal 30 Pasal 30 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan


hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
tata cara dan persyaratan
bersifat detail dan teknis
dalam mengambil
perizinan angkutan di perairan
diatur lebih lanjut dengan
kebijakan
diatur dengan Peraturan
Peraturan Pemerintah. mengikuti
Pemerintah.
dinamika
masyarakat dan
Telah diatur dalam Pasal global yang
28 ayat (4). semakin cepat.
8. Pasal 31 Pasal 31 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
(1) Untuk kelancaran kegiatan Untuk kelancaran kegiatan hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
angkutan di perairan angkutan di perairan
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
dalam Pasal 6 dapat Pasal 6 dapat diselenggarakan
Peraturan Pemerintah. mengikuti
diselenggarakan usaha jasa usaha jasa terkait dengan
dinamika
terkait dengan angkutan di angkutan di perairan.
masyarakat dan
perairan.
global yang
(2) Usaha jasa terkait semakin cepat.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berupa:
a. bongkar muat barang;
b. jasa pengurusan
transportasi;
- 117 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. angkutan perairan
pelabuhan;
d. penyewaan peralatan
angkutan laut atau
peralatan jasa terkait
dengan angkutan laut;
e. tally mandiri;
f. depo peti kemas;
g. pengelolaan kapal (ship
management);
h. perantara jual beli
dan/atau sewa kapal
(ship broker);
i. keagenan Awak Kapal
(ship manning agency);
j. keagenan kapal; dan
k. perawatan dan
perbaikan kapal (ship
repairing and
maintenance).
9. Pasal 32 Pasal 32 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Usaha jasa terkait (1) Usaha jasa terkait
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
dalam Pasal 31 ayat (2) dalam Pasal 31 dilakukan
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
dilakukan oleh Badan oleh Badan Usaha yang
Peraturan Pemerintah. mengikuti
Usaha yang didirikan didirikan khusus untuk
dinamika
khusus untuk itu. penyelenggaraan usaha
masyarakat dan
jasa terkait dengan
(2) Selain Badan Usaha yang global yang
angkutan di perairan.
didirikan khusus untuk itu semakin cepat.
- 118 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud (2) Selain Badan Usaha yang
pada ayat (1) kegiatan didirikan khusus untuk itu
bongkar muat dapat sebagaimana dimaksud
dilakukan oleh perusahaan pada ayat (1) kegiatan
angkutan laut nasional angkutan perairan
hanya untuk kegiatan pelabuhan dapat dilakukan
bongkar muat barang oleh perusahaan angkutan
tertentu untuk kapal yang laut nasional.
dioperasikannya.
(3) Selain Badan Usaha yang
didirikan khusus untuk itu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kegiatan
angkutan perairan
pelabuhan dapat dilakukan
oleh perusahaan angkutan
laut nasional.
(4) Kegiatan tally yang bukan
tally mandiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31
ayat (2) huruf e dapat
dilakukan oleh perusahaan
angkutan laut nasional,
perusahaan bongkar muat,
atau perusahaan jasa
pengurusan transportasi,
terbatas hanya untuk
kegiatan cargodoring,
receiving/delivery, stuffing,
dan stripping peti kemas
bagi kepentingannya
sendiri.
- 119 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
10. Pasal 33 Pasal 33 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Setiap badan usaha yang Badan Usaha yang didirikan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
didirikan khusus untuk usaha khusus untuk usaha jasa terkait
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
jasa terkait sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam
Menteri/pimpinan kebijakan
dimaksud dalam Pasal 32 ayat Pasal 32 ayat (1), wajib
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
(1) wajib memiliki izin usaha. memenuhi Perizinan Berusaha
dinamika
dari Pemerintah Pusat. tau bupati/walikota perlu
masyarakat dan
ditata kembali
global yang
berdasarkan prinsip semakin cepat.
perizinan berusaha
berbasis risiko dan
menerapkan penggunaan
teknologi informasi dalam
pemberian perizinan
(misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).

11. Pasal 34 Pasal 34 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan


dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
tata cara dan persyaratan tata cara dan persyaratan
menyesuaikan dalam mengambil
perizinan usaha jasa terkait Perizinan Berusaha jasa terkait
nomenklatur perizinan kebijakan
dengan angkutan di perairan dengan angkutan di perairan
yang ada dalam setiap mengikuti
diatur dengan Peraturan diatur dengan Peraturan
Undang-Undang dengan
Pemerintah. Pemerintah. dinamika
rumusan yang bersifat
masyarakat dan
general, sehingga
memberikan fleksibiltas global yang
pemerintah dalam rangka semakin cepat.
mengantisipasi dinamika
masyarakat dan global.
- 120 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
12. Pasal 51 Pasal 51 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Angkutan multimoda (1) Angkutan multimoda
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
dilakukan oleh badan dilakukan oleh badan
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
usaha yang telah mendapat usaha yang telah memenuhi
Menteri/pimpinan kebijakan
izin khusus untuk perizinan berusaha untuk
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
melakukan angkutan melakukan angkutan
dinamika
multimoda dari Pemerintah. multimoda dari Pemerintah tau bupati/walikota perlu
masyarakat dan
Pusat. ditata kembali
(2) Badan usaha sebagaimana global yang
dimaksud pada ayat (1) (2) Badan usaha sebagaimana berdasarkan prinsip semakin cepat.
bertanggung jawab (liability) dimaksud pada ayat (1) perizinan berusaha
terhadap barang sejak bertanggung jawab berbasis risiko dan
diterimanya barang sampai terhadap barang sejak menerapkan penggunaan
diserahkan kepada diterimanya barang sampai teknologi informasi dalam
penerima barang. diserahkan kepada pemberian perizinan
penerima barang. (misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).

13. Pasal 52 Pasal 52 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan


hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Pelaksanaan angkutan Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
multimoda dilakukan
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
berdasarkan 1 (satu) dokumen
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
yang diterbitkan oleh penyedia
Peraturan Pemerintah. mengikuti
jasa angkutan multimoda.
dinamika
masyarakat dan
global yang
semakin cepat.
14. Pasal 53 Pasal 53 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Tanggung jawab penyedia Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
jasa angkutan multimoda
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
sebagaimana dimaksud
- 121 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam Pasal 51 ayat (2) diatur lebih lanjut dengan kebijakan
meliputi kehilangan atau Peraturan Pemerintah. mengikuti
kerusakan yang terjadi dinamika
pada barang serta masyarakat dan
keterlambatan penyerahan global yang
barang. semakin cepat.
(2) Tanggung jawab
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat
dikecualikan dalam hal
penyedia jasa angkutan
multimoda dapat
membuktikan bahwa
dirinya atau agennya secara
layak telah melaksanakan
segala tindakan untuk
mencegah terjadinya
kehilangan, kerusakan
barang, serta
keterlambatan penyerahan
barang.
(3) Tanggung jawab penyedia
jasa angkutan multimoda
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) bersifat
terbatas.
15. Pasal 90 Pasal 90 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kegiatan pengusahaan di (1) Kegiatan pengusahaan di
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
pelabuhan terdiri atas pelabuhan terdiri atas
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
penyediaan dan/atau penyediaan dan/atau
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
pelayanan jasa pelayanan jasa
Peraturan Pemerintah. mengikuti
kepelabuhanan dan jasa kepelabuhanan dan jasa
dinamika
- 122 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
terkait dengan terkait dengan masyarakat dan
kepelabuhanan. kepelabuhanan. global yang
semakin cepat.
(2) Penyediaan dan/atau (2) Penyediaan dan/atau
pelayanan jasa pelayanan jasa
kepelabuhanan kepelabuhanan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi pada ayat (1) meliputi
penyediaan dan/atau penyediaan dan/atau
pelayanan jasa kapal, pelayanan jasa kapal,
penumpang, dan barang. penumpang, dan barang.
(3) Penyediaan dan/atau
pelayanan jasa kapal,
penumpang, dan barang
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) terdiri atas:
a. penyediaan dan/atau
pelayanan jasa dermaga
untuk bertambat;
b. penyediaan dan/atau
pelayanan pengisian
bahan bakar dan
pelayanan air bersih;
c. penyediaan dan/atau
pelayanan fasilitas naik
turun penumpang
dan/atau kendaraan;
d. penyediaan dan/atau
pelayanan jasa dermaga
untuk pelaksanaan
kegiatan bongkar muat
barang dan peti kemas;
- 123 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. penyediaan dan/atau
pelayanan jasa gudang
dan tempat
penimbunan barang,
alat bongkar muat, serta
peralatan pelabuhan;
f. penyediaan dan/atau
pelayanan jasa terminal
peti kemas, curah cair,
curah kering, dan Ro-
Ro;
g. penyediaan dan/atau
pelayanan jasa bongkar
muat barang;
h. penyediaan dan/atau
pelayanan pusat
distribusi dan
konsolidasi barang;
dan/atau
i. penyediaan dan/atau
pelayanan jasa
penundaan kapal.
(4) Kegiatan jasa terkait
dengan kepelabuhanan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi
kegiatan yang menunjang
kelancaran operasional dan
memberikan nilai tambah
bagi pelabuhan.
- 124 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
16. Pasal 91 Pasal 91 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kegiatan penyediaan (1) Kegiatan penyediaan
Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
dan/atau pelayanan jasa dan/atau pelayanan jasa
menyesuaikan dalam mengambil
kepelabuhanan kepelabuhanan
nomenklatur perizinan kebijakan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
yang ada dalam setiap mengikuti
dalam Pasal 90 ayat (1) dalam Pasal 90 ayat (1)
Undang-Undang dengan
pada pelabuhan yang pada pelabuhan yang dinamika
rumusan yang bersifat
diusahakan secara diusahakan secara masyarakat dan
general, sehingga
komersial dilaksanakan komersial dilaksanakan global yang
memberikan fleksibiltas
oleh Badan Usaha oleh Badan Usaha semakin cepat.
pemerintah dalam rangka
Pelabuhan sesuai dengan Pelabuhan setelah
mengantisipasi dinamika
jenis izin usaha yang memenuhi Perizinan
masyarakat dan global.
dimilikinya. Berusaha dari Pemerintah
Pusat.
(2) Kegiatan pengusahaan yang
dilakukan oleh Badan (2) Kegiatan pengusahaan yang
Usaha Pelabuhan dilakukan oleh Badan
sebagaimana dimaksud Usaha Pelabuhan
pada ayat (1) dapat sebagaimana dimaksud
dilakukan untuk lebih dari pada ayat (1) dapat
satu terminal. dilakukan untuk lebih dari
satu terminal.
(3) Kegiatan penyediaan
dan/atau pelayanan jasa (3) Kegiatan penyediaan
kepelabuhanan dan/atau pelayanan jasa
sebagaimana dimaksud kepelabuhanan
dalam Pasal 90 ayat (1) sebagaimana dimaksud
pada pelabuhan yang dalam Pasal 90 ayat (1)
belum diusahakan secara pada pelabuhan yang belum
komersial dilaksanakan diusahakan secara
oleh Unit Penyelenggara komersial dilaksanakan
Pelabuhan. oleh Unit Penyelenggara
Pelabuhan.
(4) Dalam keadaan tertentu,
terminal dan fasilitas
- 125 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pelabuhan lainnya pada (4) Dalam keadaan tertentu,
pelabuhan yang terminal dan fasilitas
diusahakan Unit pelabuhan lainnya pada
Penyelenggara Pelabuhan pelabuhan yang
dapat dilaksanakan oleh diusahakan Unit
Badan Usaha Pelabuhan Penyelenggara Pelabuhan
berdasarkan perjanjian. dapat dilaksanakan oleh
Badan Usaha Pelabuhan
(5) Kegiatan jasa terkait
berdasarkan perjanjian.
dengan kepelabuhanan
sebagaimana dimaksud (5) Kegiatan jasa terkait
dalam Pasal 90 ayat (1) dengan kepelabuhanan
dapat dilakukan oleh orang sebagaimana dimaksud
perseorangan warga negara dalam Pasal 90 ayat (1)
Indonesia dan/atau Badan dapat dilakukan oleh orang
Usaha. perseorangan warga negara
Indonesia dan/atau Badan
Usaha.

17. Pasal 96 Pasal 96 Pengaturan ini sudah Pembangunan dan Penyederhanaan


tidak relevan, mengingat pengoperasian Perizinan
(1) Pembangunan pelabuhan (1) Pelabuhan laut atau
dalam prakteknya tidak memerlukan Berusaha
laut dilaksanakan Pelabuhan sungai dan
pembangunan pelabuhan izin, melainkan
berdasarkan izin dari: danau dapat dioperasikan
laut dilakukan melalui cukup
setelah selesai dibangun dan
a. Menteri untuk skema pengadaan yang pemberitahuan dan
memenuhi persyaratan
pelabuhan utama dan dilakukan oleh pelaksanaannya
teknis dari Pemerintah
pelabuhan pengumpul; Pemerintah/Pemerintah sesuai dengan
Pusat.
dan Daerah. persyaratan teknis
b. gubernur atau (2) Pembangunan dan yang telah
pengoperasian pelabuhan ditetapkan.
bupati/walikota untuk
laut yang dilaksanakan oleh
pelabuhan pengumpan.
instansi pemerintah, harus
- 126 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pembangunan pelabuhan mendapatkan persetujuan
laut sebagaimana dimaksud dari Pemerintah Pusat.
pada ayat (1) harus
memenuhi persyaratan
teknis kepelabuhanan,
kelestarian lingkungan, dan
memperhatikan
keterpaduan intradan
antarmoda transportasi.
18. Pasal 97 Pasal 97 Telah diatur dalam Pasal Penyederhanaan
96. Perizinan
(1) Pelabuhan laut hanya dapat Dihapus.
Berusaha
dioperasikan setelah selesai
dibangun dan memenuhi
persyaratan operasional
serta memperoleh izin.
(2) Izin mengoperasikan
pelabuhan laut diberikan
oleh:
a. Menteri untuk
pelabuhan utama dan
pelabuhan pengumpul;
dan
b. gubernur atau
bupati/walikota untuk
pelabuhan pengumpan.
19. Pasal 98 Pasal 98 Pengaturan ini sudah Pembangunan dan Penyederhanaan
tidak relevan, mengingat pengoperasian Perizinan
(1) Pembangunan pelabuhan (1) Pelabuhan sungai dan
dalam prakteknya tidak memerlukan Berusaha
sungai dan danau wajib danau dapat dioperasikan
pembangunan pelabuhan izin, melainkan
memperoleh izin dari setelah selesai dibangun dan
sungai dan danau cukup
bupati/walikota. memenuhi persyaratan
dilakukan melalui skema pemberitahuan dan
- 127 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pembangunan pelabuhan teknis dari Pemerintah pengadaan yang pelaksanaannya
sungai dan danau Pusat. dilakukan oleh sesuai dengan
sebagaimana dimaksud (2) Pembangunan dan Pemerintah/Pemerintah persyaratan teknis
pada ayat (1) dilaksanakan pengoperasian pelabuhan Daerah. yang telah
berdasarkan persyaratan sungai dan danau yang ditetapkan.
teknis kepelabuhanan, dilaksanakan oleh instansi
kelestarian lingkungan, pemerintah, harus
dengan memperhatikan mendapatkan persetujuan
keterpaduan intra- dan dari Pemerintah Pusat.
antarmoda transportasi.
(3) Pelabuhan sungai dan
danau hanya dapat
dioperasikan setelah selesai
dibangun dan memenuhi
persyaratan operasional
serta memperoleh izin.
(4) Izin mengoperasikan
pelabuhan sungai dan
danau diberikan oleh
bupati/walikota.
20. Pasal 99 Pasal 99 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
perizinan pembangunan dan jenis kegiatan pengusahaan di
menyesuaikan dalam mengambil
pengoperasian pelabuhan diatur pelabuhan, Perizinan Berusaha
nomenklatur perizinan kebijakan
dengan Peraturan Pemerintah. terkait pembangunan dan
yang ada dalam setiap mengikuti
pengoperasian pelabuhan diatur
Undang-Undang dengan
dengan Peraturan Pemerintah. dinamika
rumusan yang bersifat
masyarakat dan
general, sehingga
memberikan fleksibiltas global yang
pemerintah dalam rangka semakin cepat.
- 128 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mengantisipasi dinamika Kemudahan
masyarakat dan global. berusaha, dimana
pembangunan dan
pengoperasian
pelabuhan tidak
lagi memerlukan
izin.

21. Pasal 103 Pasal 103 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Terminal khusus sebagaimana Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
dimaksud dalam Pasal 102 ayat
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
(1):
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
a. ditetapkan menjadi bagian Peraturan Pemerintah. mengikuti
dari pelabuhan terdekat; dinamika
b. wajib memiliki Daerah masyarakat dan
Lingkungan Kerja dan global yang
Daerah Lingkungan semakin cepat.
Kepentingan tertentu; dan
c. ditempatkan instansi
Pemerintah yang
melaksanakan fungsi
keselamatan dan keamanan
pelayaran, serta instansi
yang melaksanakan fungsi
pemerintahan sesuai
dengan kebutuhan.
22. Pasal 104 Pasal 104 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
(1) Terminal khusus (1) Terminal khusus Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
dalam Pasal 102 ayat (1) dalam Pasal 102 ayat (1) Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
- 129 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
hanya dapat dibangun dan hanya dapat dibangun dan Menteri/pimpinan kebijakan
dioperasikan dalam hal: dioperasikan dalam hal: Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
a. pelabuhan terdekat a. pelabuhan terdekat tau bupati/walikota perlu dinamika
tidak dapat menampung tidak dapat menampung ditata kembali masyarakat dan
kegiatan pokok kegiatan pokok berdasarkan prinsip global yang
tersebut; dan tersebut; atau perizinan berusaha semakin cepat.
b. berdasarkan b. berdasarkan berbasis risiko dan
pertimbangan ekonomis pertimbangan ekonomis menerapkan penggunaan
dan teknis operasional dan teknis operasional teknologi informasi dalam
akan lebih efektif dan akan lebih efektif dan pemberian perizinan
efisien serta lebih efisien serta lebih (misalnya perizinan
menjamin keselamatan menjamin keselamatan berusaha secara
dan keamanan dan keamanan elektronik).
pelayaran apabila pelayaran apabila
membangun dan membangun dan
mengoperasikan mengoperasikan
terminal khusus. terminal khusus.
(2) Untuk membangun dan (2) Untuk membangun dan
mengoperasikan terminal mengoperasikan terminal
khusus sebagaimana khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
wajib dipenuhi persyaratan wajib memenuhi perizinan
teknis kepelabuhanan, berusaha dari Pemerintah
keselamatan dan keamanan Pusat.
pelayaran, dan kelestarian
lingkungan dengan izin dari
Menteri.
(3) Izin pengoperasian terminal
khusus diberikan untuk
jangka waktu maksimal 5
(lima) tahun dan dapat
diperpanjang selama
memenuhi persyaratan
- 130 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berdasarkan Undang-
Undang ini.
23. Pasal 106 Pasal 106 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Terminal khusus yang sudah Terminal khusus yang sudah
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
tidak dioperasikan sesuai tidak dioperasikan sesuai
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
dengan izin yang telah diberikan dengan Perizinan Berusaha yang
Menteri/pimpinan kebijakan
dapat diserahkan kepada telah diberikan dapat diserahkan
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
Pemerintah atau dikembalikan kepada Pemerintah Pusat atau
tau bupati/walikota perlu dinamika
seperti keadaan semula atau dikembalikan seperti keadaan
ditata kembali masyarakat dan
diusulkan untuk perubahan semula atau diusulkan untuk
berdasarkan prinsip global yang
status menjadi terminal khusus perubahan status menjadi
perizinan berusaha semakin cepat.
untuk menunjang usaha pokok terminal khusus untuk
berbasis risiko dan
yang lain atau menjadi menunjang usaha pokok yang
menerapkan penggunaan
pelabuhan. lain atau menjadi pelabuhan.
teknologi informasi dalam
pemberian perizinan
(misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).
24. Pasal 107 Pasal 107 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Terminal khusus Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
sebagaimana dimaksud
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
dalam Pasal 106 yang
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
diserahkan kepada
Peraturan Pemerintah. mengikuti
Pemerintah dapat berubah
dinamika
statusnya menjadi
masyarakat dan
pelabuhan setelah
global yang
memenuhi persyaratan:
semakin cepat.
a. sesuai dengan Rencana
Induk Pelabuhan
Nasional;
- 131 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. layak secara ekonomis
dan teknis operasional;
c. membentuk atau
mendirikan Badan
Usaha Pelabuhan;
d. mendapat konsesi dari
Otoritas Pelabuhan;
e. keamanan, ketertiban,
dan keselamatan
pelayaran; dan
f. kelestarian lingkungan.
(2) Dalam hal terminal khusus
berubah status menjadi
pelabuhan, tanah daratan
dan/atau perairan, fasilitas
penahan gelombang, kolam
pelabuhan, alur-pelayaran,
dan Sarana Bantu Navigasi-
Pelayaran yang dikuasai
dan dimiliki oleh pengelola
terminal khusus
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diserahkan
dan dikuasai oleh negara.
25. Pasal 111 Pasal 111 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kegiatan pelabuhan untuk (1) Kegiatan pelabuhan untuk
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
menunjang kelancaran menunjang kelancaran
perdagangan yang terbuka perdagangan yang terbuka bersifat detail dan teknis dalam mengambil
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
bagi perdagangan luar bagi perdagangan luar
Peraturan Pemerintah. mengikuti
negeri dilakukan oleh negeri dilakukan oleh
dinamika
pelabuhan utama. pelabuhan utama.
masyarakat dan
- 132 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Penetapan pelabuhan (2) Penetapan pelabuhan global yang
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud semakin cepat.
pada ayat (1) dilakukan pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan pertimbangan: berdasarkan pertimbangan:
a. pertumbuhan dan a. pertumbuhan dan
pengembangan ekonomi
pengembangan ekonomi
nasional;
b. kepentingan nasional;
perdagangan b. kepentingan
internasional; perdagangan
c. kepentingan internasional;
pengembangan
kemampuan angkutan c. kepentingan
laut nasional; pengembangan
d. posisi geografis yang kemampuan angkutan
terletak pada lintasan laut nasional;
pelayaran internasion
e. Tatanan d. posisi geografis yang
Kepelabuhanan terletak pada lintasan
Nasional; pelayaran internasional;
f. fasilitas pelabuhan
g. keamanan dan e. Tatanan Kepelabuhanan
kedaulatan negara; dan Nasional;
h. kepentingan nasional
f. fasilitas pelabuhan;
lainnya.
(3) Terminal khusus tertentu g. keamanan dan
dapat digunakan untuk kedaulatan negara; dan
melakukan kegiatan
perdagangan luar negeri. h. kepentingan nasional
(4) Terminal khusus tertentu lainnya.
sebagaimana dimaksud
(3) Terminal khusus tertentu
pada ayat (2) wajib
dapat digunakan untuk
memenuhi persyaratan:
a. aspek administrasi;
- 133 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. aspek ekonomi; melakukan kegiatan
c. aspek keselamatan dan perdagangan luar negeri.
keamanan pelayaran; (4) Terminal khusus tertentu
d. aspek teknis fasilitas sebagaimana dimaksud
kepelabuhanan; pada ayat (2) wajib
e. fasilitas kantor dan memenuhi persyaratan:
peralatan penunjang bagi
instansi pemegang fungsi a. aspek administrasi;
keselamatan dan keamanan
b. aspek ekonomi;
pelayaran, instansi bea
cukai, imigrasi, dan c. aspek keselamatan dan
karantina; dan keamanan pelayaran;
f. jenis komoditas khusus.
(5) Pelabuhan dan terminal d. aspek teknis fasilitas
khusus yang terbuka bagi kepelabuhanan;
perdagangan luar negeri
ditetapkan oleh Menteri. e. fasilitas kantor dan
peralatan penunjang
bagi instansi pemegang
fungsi keselamatan dan
keamanan pelayaran,
instansi bea cukai,
imigrasi, dan karantina;
dan
f. jenis komoditas khusus.
(5) Pelabuhan dan terminal
khusus yang terbuka bagi
perdagangan luar negeri
ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
- 134 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
26. Pasal 124 Pasal 124 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap pengadaan,
Setiap pengadaan,
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
pembangunan, dan
pembangunan, dan pengerjaan
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
pengerjaan kapal termasuk
kapal termasuk
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
perlengkapannya serta
perlengkapannya serta
Peraturan Pemerintah. mengikuti
pengoperasian kapal di pengoperasian kapal di perairan
dinamika
perairan Indonesia harusIndonesia harus memenuhi Sehingga, pengaturan
masyarakat dan
memenuhi persyaratan
persyaratan keselamatan kapal. terkait persyaratan
global yang
keselamatan kapal. keselamatan diatur
semakin cepat.
melalui Peraturan
(2) Persyaratan keselamatan
Pemerintah sebagaimana
kapal sebagaimana
diatur dalam Pasal 133.
dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. material;
b. konstruksi;
c. bangunan;
d. perlistrikan;
e. stabilitas;
f. tata susunan serta
perlengkapan termasuk
perlengkapan alat
penolong dan radio; dan
g. elektronika kapal.
27. Pasal 125 Pasal 125 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Sebelum pembangunan dan (1) Sebelum pembangunan dan
pengerjaan kapal termasuk pengerjaan kapal termasuk dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
perlengkapannya, pemilik perlengkapannya, pemilik
Menteri/pimpinan kebijakan
atau galangan kapal wajib atau galangan kapal wajib
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
membuat perhitungan dan membuat perhitungan dan
dinamika
- 135 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
gambar rancang bangun gambar rancang bangun tau bupati/walikota perlu masyarakat dan
serta data kelengkapannya. serta data kelengkapannya. ditata kembali global yang
(2) Pembangunan atau (2) Pembangunan atau berdasarkan prinsip semakin cepat.
pengerjaan kapal yang pengerjaan kapal yang perizinan berusaha
merupakan perombakan merupakan perombakan berbasis risiko dan
harus sesuai dengan harus sesuai dengan menerapkan penggunaan
gambar rancang bangun gambar rancang bangun teknologi informasi dalam
dan data yang telah dan data yang telah pemberian perizinan
mendapat pengesahan dari memenuhi perizinan (misalnya perizinan
Menteri. berusaha dari Pemerintah berusaha secara
Pusat. elektronik).
(3) Pengawasan terhadap
pembangunan dan (3) Pengawasan terhadap
pengerjaan perombakan pembangunan dan
kapal dilakukan oleh pengerjaan perombakan
Menteri. kapal dilakukan oleh
Pemerintah Pusat.
28. Pasal 126 Pasal 126 1. Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kapal yang dinyatakan (1) Kapal yang dinyatakan hukum dalam Pemerintah Pusat Berusaha
memenuhi persyaratan memenuhi persyaratan penyusunan RUU dalam mengambil
keselamatan kapal diberi keselamatan kapal diberi Cipta Kerja kebijakan
sertifikat keselamatan oleh sertifikat keselamatan oleh kewenangan mengikuti
Menteri. Pemerintah Pusat. Menteri/pimpinan dinamika
(2) Sertifikat keselamatan (2) Sertifikat keselamatan Lembaga,gubernur,da masyarakat dan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud n/atau global yang
pada ayat (1) terdiri atas: pada ayat (1) terdiri atas: bupati/walikota perlu semakin cepat.
ditata kembali
a. sertifikat keselamatan a. sertifikat keselamatan
berdasarkan prinsip
kapal penumpang; kapal penumpang;
perizinan berusaha
b. sertifikat keselamatan b. sertifikat keselamatan berbasis risiko dan
kapal barang; dan kapal barang; dan menerapkan
penggunaan teknologi
informasi dalam
- 136 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. sertifikat kelaikan dan c. sertifikat kelaikan dan pemberian perizinan
pengawakan kapal pengawakan kapal (misalnya perizinan
penangkap ikan. penangkap ikan. berusaha secara
elektronik).
(3) Keselamatan kapal
ditentukan melalui
pemeriksaan dan 2. Sesuai dengan politik
pengujian. hukum penyusunan
(4) Terhadap kapal yang telah RUU Cipta Kerja hal-
memperoleh sertifikat hal yang bersifat detail
sebagaimana dimaksud dan teknis diatur lebih
pada ayat (1) dilakukan lanjut dengan
penilikan secara terus- Peraturan Pemerintah.
menerus sampai kapal
tidak digunakan lagi. 3. Sehingga, pengaturan
terkait persyaratan
(5) Pemeriksaan dan pengujian
keselamatan kapal
serta penilikan
diatur melalui
sebagaimana dimaksud
Peraturan Pemerintah
pada ayat (3) dan ayat (4)
wajib dilakukan oleh sebagaimana diatur
dalam Pasal 133.
pejabat pemerintah yang
diberi wewenang dan
memiliki kompetensi.
29. Pasal 127 Pasal 127 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Sertifikat kapal tidak Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
berlaku apabila:
bersifat detail dan teknisdalam mengambil
a. masa berlaku sudah diatur lebih lanjut dengankebijakan
berakhir; Peraturan Pemerintah. mengikuti
b. tidak melaksanakan Sehingga, pengaturan dinamika
terkait seritifikat kapal masyarakat
pengukuhan sertifikat dan
(endorsement); global yang
diatur melalui Peraturan
semakin cepat.
- 137 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. kapal rusak dan Pemerintah sebagaimana
dinyatakan tidak diatur dalam Pasal 133.
memenuhi persyaratan
keselamatan kapal;
d. kapal berubah nama;
e. kapal berganti bendera;
f. kapal tidak sesuai lagi
dengan data-data teknis
dalam sertifikat
keselamatan kapal;
g. kapal mengalami
perombakan yang
mengakibatkan
perubahan konstruksi
kapal, perubahan
ukuran utama kapal,
perubahan fungsi atau
jenis kapal;
h. kapal tenggelam atau
hilang; atau
i. kapal ditutuh
(scrapping).
(2) Sertifikat kapal dibatalkan
apabila:
a. keterangan dalam
dokumen kapal yang
digunakan untuk
penerbitan sertifikat
ternyata
- 138 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. tidak sesuai dengan
keadaan sebenarnya;
c. kapal sudah tidak
memenuhi persyaratan
keselamatan kapal; atau
d. sertifikat diperoleh
secara tidak sah.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pembatalan sertifikat
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
30. Pasal 129 Pasal 129 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kapal berdasarkan jenis (1) Kapal berdasarkan jenis dan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
dan ukuran tertentu wajib ukuran tertentu wajib
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
diklasifikasikan pada badan diklasifikasikan pada badan
Menteri/pimpinan kebijakan
klasifikasi untuk keperluan klasifikasi untuk keperluan
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
persyaratan keselamatan persyaratan keselamatan
tau bupati/walikota perlu dinamika
kapal. kapal.
ditata kembali masyarakat dan
(2) Badan klasifikasi nasional (2) Badan klasifikasi nasional berdasarkan prinsip global yang
atau badan klasifikasi asing atau badan klasifikasi asing perizinan berusaha semakin cepat.
yang diakui dapat ditunjuk yang diakui dapat ditunjuk berbasis risiko dan
melaksanakan pemeriksaan melaksanakan pemeriksaan menerapkan penggunaan
dan pengujian terhadap dan pengujian terhadap teknologi informasi dalam
kapal untuk memenuhi kapal untuk memenuhi pemberian perizinan
persyaratan keselamatan persyaratan keselamatan (misalnya perizinan
kapal. kapal. berusaha secara
(3) Pengakuan dan (3) Pengakuan dan penunjukan elektronik).
penunjukan badan badan klasifikasi
klasifikasi sebagaimana sebagaimana dimaksud pada
- 139 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud pada ayat (2) ayat (2) dilakukan oleh
dilakukan oleh Menteri. Pemerintah Pusat.
(4) Badan klasifikasi yang (4) Badan klasifikasi yang
ditunjuk sebagaimana ditunjuk sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2) wajib
wajib melaporkan melaporkan kegiatannya
kegiatannya kepada kepada Pemerintah Pusat.
Menteri.
31. Pasal 130 Pasal 130 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap kapal yang
Setiap kapal yang memperoleh
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
memperoleh sertifikat
sertifikat sebagaimana dimaksud
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
sebagaimana dimaksuddalam Pasal 126 ayat (1) wajib
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
dalam Pasal 126 ayat (1) dipelihara sehingga tetap
Peraturan Pemerintah. mengikuti
wajib dipelihara sehingga memenuhi persyaratan
dinamika
tetap memenuhi keselamatan kapal. Sehingga, pengaturan
masyarakat dan
persyaratan keselamatan terkait persyaratan
global yang
kapal. keselamatan kapal diatur
semakin cepat.
melalui Peraturan
(2) Pemeliharaan kapal
Pemerintah sebagaimana
sebagaimana dimaksud
diatur dalam Pasal 133.
pada ayat (1) dilakukan
secara berkala dan
sewaktu-waktu.
(3) Dalam keadaan tertentu
Menteri dapat memberikan
pembebasan sebagian
persyaratan yang
ditetapkan dengan tetap
memperhatikan
keselamatan kapal.
- 140 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
32. Pasal 133 Pasal 133 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
tata cara pengesahan gambar tata cara pengesahan gambar
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
dan pengawasan pembangunan dan pembangunan kapal serta
Menteri/pimpinan kebijakan
kapal, serta pemeriksaan dan pemeriksaan dan sertifikasi
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
sertifikasi keselamatan kapal keselamatan kapal diatur dengan
tau bupati/walikota perlu dinamika
diatur dengan Peraturan Peraturan Pemerintah.
ditata kembali masyarakat dan
Menteri.
berdasarkan prinsip global yang
perizinan berusaha semakin cepat.
berbasis risiko dan
menerapkan penggunaan
teknologi informasi dalam
pemberian perizinan
(misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).
33. Pasal 155 Pasal 155 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
(1) Setiap kapal sebelum (1) Setiap kapal sebelum Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
dioperasikan wajib dioperasikan wajib
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
dilakukan pengukuran oleh dilakukan pengukuran
Menteri/pimpinan kebijakan
pejabat pemerintah yang oleh pejabat pemerintah
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
diberi wewenang oleh yang diberi wewenang oleh
tau bupati/walikota perlu dinamika
Menteri. Pemerintah Pusat.
ditata kembali masyarakat dan
(2) Pengukuran kapal (2) Berdasarkan pengukuran berdasarkan prinsip global yang
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud perizinan berusaha semakin cepat.
pada ayat (1) dapat pada ayat (1) diterbitkan berbasis risiko dan
dilakukan menurut 3 (tiga) Surat Ukur untuk kapal. menerapkan penggunaan
metode, yaitu: teknologi informasi dalam
a. pengukuran dalam pemberian perizinan
negeri untuk kapal yang (misalnya perizinan
berukuran panjang
- 141 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kurang dari 24 (dua berusaha secara
puluh empat) meter; elektronik).
b. pengukuran
internasional untuk Sehingga, pengaturan
kapal yang berukuran terkait pengukuran kapal
panjang 24 (dua puluh (metode, ukuran kapal,
empat) meter atau lebih; dan tata cara penerbitan
dan
surat ukur) cukup diatur
c. pengukuran khusus melalui Peraturan
untuk kapal yang akan Pemerintah sebagaimana
melalui terusan diatur dalam Pasal 168.
tertentu.
(3) Berdasarkan pengukuran
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterbitkan
Surat Ukur untuk kapal
dengan ukuran tonase
kotor sekurang-kurangnya
GT 7 (tujuh Gross Tonnage).
(4) Surat Ukur sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
diterbitkan oleh Menteri
dan dapat dilimpahkan
kepada pejabat yang
ditunjuk.
- 142 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
34. Pasal 156 Pasal 156 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pada kapal yang telah Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
diukur dan mendapat Surat
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
Ukur wajib dipasang Tanda
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
Selar.
Peraturan Pemerintah. mengikuti
(2) Tanda Selar harus tetap dinamika
Sehingga, pengaturan
terpasang di kapal dengan masyarakat dan
terkait Tanda Selar cukup
baik dan mudah dibaca. global yang
diatur melalui Peraturan
semakin cepat.
Pemerintah sebagaimana
diatur dalam Pasal 168.
35. Pasal 157 Pasal 157 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemilik, operator kapal, Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
atau Nakhoda harus segera
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
melaporkan secara tertulis
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
kepada Menteri apabila
Peraturan Pemerintah. mengikuti
terjadi perombakan kapal
dinamika
yang menyebabkan Sehingga, pengaturan
masyarakat dan
perubahan data yang ada terkait perombakan kapal
global yang
dalam Surat Ukur. cukup diatur melalui
semakin cepat.
Peraturan Pemerintah
(2) Apabila terjadi perubahan
sebagaimana diatur
data sebagaimana
dalam Pasal 168.
dimaksud pada ayat (1),
pengukuran ulang kapal
harus segera dilakukan.
36. Pasal 158 Pasal 158 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kapal yang telah diukur dan (1) Kapal yang telah diukur dan
mendapat Surat Ukur dapat mendapat Surat Ukur dapat dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
didaftarkan di Indonesia didaftarkan di Indonesia
Menteri/pimpinan kebijakan
oleh pemilik kepada Pejabat oleh pemilik kepada Pejabat
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
Pendaftar dan Pencatat Pendaftar dan Pencatat
tau bupati/walikota perlu dinamika
- 143 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Balik Nama Kapal yang Balik Nama Kapal yang ditata kembali masyarakat dan
ditetapkan oleh Menteri. ditetapkan oleh Pemerintah berdasarkan prinsip global yang
Pusat. perizinan berusaha semakin cepat.
(2) Kapal yang dapat didaftar di
berbasis risiko dan
Indonesia yaitu: (2) Kapal yang dapat didaftar di
menerapkan penggunaan
Indonesia yaitu:
a. kapal dengan ukuran teknologi informasi dalam
tonase kotor a. kapal dengan ukuran pemberian perizinan
sekurangkurangnya GT tonase kotor tertentu (misalnya perizinan
7 tujuh Gross Tonnage); dan berusaha secara
b. kapal milik warga b. kapal milik warga elektronik).
negara Indonesia atau negara Indonesia atau Sehingga, pengaturan
badan hukum yang badan hukum yang terkait batasan ukuran
didirikan berdasarkan didirikan berdasarkan kapal yang didaftarkan
hukum Indonesia dan hukum Indonesia dan sebagaimana dimaksud
berkedudukan di berkedudukan di pada ayat (2) huruf a
Indonesia; dan Indonesia. cukup diatur melalui
c. kapal milik badan (3) Pendaftaran kapal Peraturan Pemerintah
hukum Indonesia yang dilakukan dengan sebagaimana diatur
merupakan usaha pembuatan akta dalam Pasal 168.
patungan yang pendaftaran dan dicatat
mayoritas sahamnya dalam daftar kapal
dimiliki oleh warga Indonesia.
negara Indonesia. (4) Sebagai bukti kapal telah
(3) Pendaftaran kapal terdaftar, kepada pemilik
dilakukan dengan diberikan grosse akta
pembuatan akta pendaftaran kapal yang
pendaftaran dan dicatat berfungsi pula sebagai
dalam daftar kapal bukti hak milik atas kapal
Indonesia. yang telah didaftar.
(4) Sebagai bukti kapal telah (5) Pada kapal yang telah
terdaftar, kepada pemilik didaftar wajib dipasang
diberikan grosse akta Tanda Pendaftaran.
pendaftaran kapal yang
- 144 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berfungsi pula sebagai
bukti hak milik atas kapal
yang telah didaftar.
(5) Pada kapal yang telah
didaftar wajib dipasang
Tanda Pendaftaran.
37. Pasal 159 Pasal 159 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pendaftaran kapal Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
dilakukan di tempat yang
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
ditetapkan oleh Menteri.
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
(2) Pemilik kapal bebas Peraturan Pemerintah. mengikuti
memilih salah satu tempat dinamika
Sehingga, pengaturan
pendaftaran kapal masyarakat dan
terkait pendaftaran kapal
sebagaimana dimaksud global yang
cukup diatur melalui
pada ayat (1) untuk semakin cepat.
Peraturan Pemerintah
mendaftarkan kapalnya.
sebagaimana diatur
dalam Pasal 168.
38. Pasal 161 Pasal 161 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Grosse akta pendaftaran Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
kapal yang rusak, hilang,
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
atau musnah dapat
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
diberikan grosse akta baru
Peraturan Pemerintah. mengikuti
sebagai pengganti.
Sehingga, pengaturan dinamika
(2) Grosse akta pengganti
terkait grosse akta diatur masyarakat dan
sebagaimana dimaksud global yang
melalui Peraturan
pada ayat (1) hanya dapat semakin cepat.
diberikan oleh pejabat Pemerintah sebagaimana
diatur dalam Pasal 168.
pendaftar dan pencatat
balik nama kapal pada
tempat kapal didaftarkan
- 145 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berdasarkan penetapan
pengadilan negeri.
39. Pasal 162 Pasal 162 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pengalihan hak milik atas Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha.
kapal wajib dilakukan
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
dengan cara balik nama di
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
tempat kapal tersebut
Peraturan Pemerintah. mengikuti
semula didaftarkan.
dinamika
Sehingga, pengaturan
(2) Balik nama sebagaimana masyarakat dan
terkait pengalihan hak
dimaksud pada ayat (1) global yang
milik atas kapal cukup
dilaksanakan dengan semakin cepat.
diatur melalui Peraturan
membuat akta balik nama
Pemerintah sebagaimana
dan dicatat dalam daftar
diatur dalam Pasal 168.
induk kapal yang
bersangkutan.
(3) Sebagai bukti telah terjadi
pengalihan hak milik atas
kapal kepada pemilik yang
baru diberikan grosse akta
balik nama kapal.
40. Pasal 163 Pasal 163 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
(1) Kapal yang didaftar di (1) Kapal yang didaftar di Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Indonesia dan berlayar di Indonesia dan berlayar di dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
laut diberikan Surat Tanda laut diberikan Surat Tanda Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
Kebangsaan Kapal Kebangsaan Kapal Indonesia Menteri/pimpinan kebijakan
Indonesia oleh Menteri. oleh Pemerintah Pusat. Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
(2) Surat Tanda Kebangsaan (2) Kapal yang hanya berlayar di tau bupati/walikota perlu dinamika
Kapal Indonesia perairan sungai dan danau ditata kembali masyarakat dan
sebagaimana dimaksud diberikan pas sungai dan berdasarkan prinsip global yang
danau. perizinan berusaha semakin cepat.
berbasis risiko dan
- 146 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) diberikan menerapkan penggunaan
dalam bentuk: teknologi informasi dalam
a. Surat Laut untuk kapal pemberian perizinan
berukuran GT 175 (misalnya perizinan
(seratus tujuh puluh berusaha secara
lima Gross Tonnage) elektronik).
atau lebih;
Sehingga, pengaturan
b. Pas Besar untuk kapal terkait bentuk surat
berukuran GT 7 (tujuh tanda kebangsaan cukup
Gross Tonnage) sampai diatur melalui Peraturan
dengan ukuran kurang Pemerintah sebagaimana
dari GT 175 (seratus
diatur dalam Pasal 168.
tujuh puluh lima Gross
Tonnage); atau
c. Pas Kecil untuk kapal
berukuran kurang dari
GT 7 (tujuh Gross
Tonnage).
(3) Kapal yang hanya berlayar
di perairan sungai dan
danau diberikan pas sungai
dan danau.
41. Pasal 168 Pasal 168 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
tata cara pengukuran dan tata cara pengukuran dan
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
penerbitan surat ukur, tata cara, penerbitan surat ukur, tata cara,
Menteri/pimpinan kebijakan
persyaratan, dan dokumentasi persyaratan, dan dokumentasi
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
pendaftaran kapal, serta tata pendaftaran kapal, serta tata
dinamika
cara dan persyaratan penerbitan cara dan persyaratan penerbitan tau bupati/walikota perlu
masyarakat dan
Surat Tanda Kebangsaan Kapal Surat Tanda Kebangsaan Kapal ditata kembali
global yang
berdasarkan prinsip semakin cepat.
- 147 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diatur dengan Peraturan diatur dengan Peraturan perizinan berusaha
Menteri. Pemerintah. berbasis risiko dan
menerapkan penggunaan
teknologi informasi dalam
pemberian perizinan
(misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).

42. Pasal 169 Pasal 169 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemilik atau operator kapal (1) Pemilik atau operator kapal
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
yang mengoperasikan kapal yang mengoperasikan kapal
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
untuk jenis dan ukuran untuk jenis dan ukuran
Menteri/pimpinan kebijakan
tertentu harus memenuhi tertentu harus memenuhi
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
persyaratan manajemen persyaratan manajemen
tau bupati/walikota perlu dinamika
keselamatan dan keselamatan dan
ditata kembali masyarakat dan
pencegahan pencemaran pencegahan pencemaran
berdasarkan prinsip global yang
dari kapal. dari kapal.
perizinan berusaha semakin cepat.
(2) Kapal yang telah memenuhi (2) Kapal yang telah memenuhi berbasis risiko dan
persyaratan manajemen persyaratan manajemen menerapkan penggunaan
keselamatan dan keselamatan dan teknologi informasi dalam
pencegahan pencemaran pencegahan pencemaran pemberian perizinan
dari kapal sebagaimana dari kapal sebagaimana (misalnya perizinan
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) berusaha secara
diberi sertifikat. diberi sertifikat. elektronik).
(3) Sertifikat manajemen (3) Sertifikat manajemen
keselamatan dan keselamatan dan
pencegahan pencemaran pencegahan pencemaran
dari kapal sebagaimana dari kapal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2)
berupa Dokumen berupa Dokumen
Penyesuaian Manajemen Penyesuaian Manajemen
Keselamatan (Document of Keselamatan (Document of
- 148 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Compliance/DOC) untuk Compliance/DOC) untuk
perusahaan dan Sertifikat perusahaan dan Sertifikat
Manajemen Keselamatan Manajemen Keselamatan
(Safety Management (Safety Management
Certificate/SMC) untuk Certificate/SMC) untuk
kapal. kapal.
(4) Sertifikat sebagaimana (4) Sertifikat sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dimaksud pada ayat (3)
diterbitkan setelah diterbitkan setelah
dilakukan audit eksternal dilakukan audit eksternal
oleh pejabat pemerintah oleh pejabat pemerintah
yang memiliki kompetensi yang memiliki kompetensi
atau lembaga yang atau lembaga yang
diberikan kewenangan oleh diberikan kewenangan oleh
Pemerintah. Pemerintah Pusat.
(5) Sertifikat Manajemen (5) Sertifikat Manajemen
Keselamatan dan Keselamatan dan
Pencegahan Pencemaran Pencegahan Pencemaran
diterbitkan oleh pejabat diterbitkan oleh pejabat
yang ditunjuk oleh Menteri. yang ditunjuk oleh
Pemerintah Pusat.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara audit
dan penerbitan sertifikat
manajemen keselamatan
dan pencegahan
pencemaran diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

43. Pasal 170 Pasal 170 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Pemilik atau operator kapal Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemilik atau operator kapal (1)
Pemerintah Pusat Berusaha
yang mengoperasikan kapal yang mengoperasikan kapal dalam penyusunan RUU
- 149 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
untuk ukuran tertentu untuk ukuran tertentu Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
harus memenuhi harus memenuhi Menteri/pimpinan kebijakan
persyaratan manajemen persyaratan manajemen Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
keamanan kapal. keamanan kapal. tau bupati/walikota perlu dinamika
(2) Kapal yang telah memenuhi ditata kembali masyarakat dan
(2) Kapal yang telah memenuhi
persyaratan manajemen berdasarkan prinsip global yang
persyaratan manajemen
keamanan kapal semakin cepat.
keamanan kapal perizinan berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud berbasis risiko dan
pada ayat (1) diberi pada ayat (1) diberi menerapkan penggunaan
sertifikat. sertifikat. teknologi informasi dalam
(3) Sertifikat Manajemen
Keamanan Kapal (3) Sertifikat Manajemen pemberian perizinan
sebagaimana dimaksud Keamanan Kapal (misalnya perizinan
pada ayat (2) berupa sebagaimana dimaksud berusaha secara
Sertifikat Keamanan Kapal pada ayat (2) berupa elektronik).
Internasional (International Sertifikat Keamanan Kapal
Ship Security Internasional (International
Certificate/ISSC). Ship Security
(4) Sertifikat sebagaimana Certificate/ISSC).
dimaksud pada ayat (3) (4) Sertifikat sebagaimana
diterbitkan setelah dimaksud pada ayat (3)
dilakukan audit eksternal diterbitkan setelah
oleh pejabat pemerintah dilakukan audit eksternal
yang memiliki kompetensi oleh pejabat pemerintah
atau lembaga yang yang memiliki kompetensi
diberikan kewenangan oleh atau lembaga yang
Pemerintah. diberikan kewenangan oleh
(5) Sertifikat Manajemen Pemerintah Pusat.
Keamanan Kapal
diterbitkan oleh pejabat (5) Sertifikat Manajemen
berwenang yang ditunjuk Keamanan Kapal
oleh Menteri. diterbitkan oleh pejabat
berwenang yang ditunjuk
oleh Pemerintah Pusat.
- 150 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara audit
dan penerbitan sertifikat
manajemen keamanan
kapal diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
44. Pasal 197 Pasal 197 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Untuk kepentingan (1) Untuk kepentingan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
keselamatan dan keamanan keselamatan dan keamanan
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
pelayaran, desain dan pelayaran, desain dan
Menteri/pimpinan kebijakan
pekerjaan pengerukan pekerjaan pengerukan alur-
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
alurpelayaran dan kolam pelayaran dan kolam
dinamika
pelabuhan, serta reklamasi pelabuhan, serta reklamasi tau bupati/walikota perlu
masyarakat dan
wajib mendapat izin wajib memenuhi Perizinan ditata kembali
global yang
Pemerintah. Berusaha Pemerintah berdasarkan prinsip semakin cepat.
(2) Pekerjaan pengerukan alur- Pusat. perizinan berusaha
pelayaran dan kolam berbasis risiko dan
(2) Pekerjaan pengerukan alur-
pelabuhan serta reklamasi pelayaran dan kolam menerapkan penggunaan
dilakukan oleh perusahaan pelabuhan serta reklamasi teknologi informasi dalam
yang mempunyai dilakukan oleh perusahaan pemberian perizinan
kemampuan dan yang mempunyai (misalnya perizinan
kompetensi dan dibuktikan kemampuan dan berusaha secara
dengan sertifikat yang kompetensi dan dibuktikan elektronik).
diterbitkan oleh instansi dengan sertifikat yang
yang berwenang sesuai diterbitkan oleh instansi
dengan ketentuan yang berwenang sesuai
peraturan perundang- dengan ketentuan
undangan. peraturan perundang-
(3) Ketentuan lebih lanjut undangan.
mengenai desain dan
pekerjaan pengerukan alur- (3) Ketentuan lebih lanjut
pelayaran, kolam mengenai desain dan
pelabuhan, dan reklamasi pekerjaan pengerukan alur-
- 151 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
serta sertifikasi pelaksana pelayaran, kolam
pekerjaan diatur dengan pelabuhan, dan reklamasi
Peraturan Menteri. serta sertifikasi pelaksana
pekerjaan diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
45. Pasal 204 Pasal 204 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kegiatan salvage dilakukan (1) Kegiatan salvage dilakukan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
terhadap kerangka kapal terhadap kerangka kapal
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
dan/atau muatannya yang dan/atau muatannya yang
Menteri/pimpinan kebijakan
mengalami kecelakaan atau mengalami kecelakaan atau
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
tenggelam. tenggelam.
tau bupati/walikota perlu dinamika
(2) Setiap kegiatan salvage dan (2) Setiap kegiatan salvage dan ditata kembali masyarakat dan
pekerjaan bawah air harus pekerjaan bawah air harus berdasarkan prinsip global yang
memperoleh izin dan memenuhi perizinan perizinan berusaha semakin cepat.
memenuhi persyaratan berusaha dari Pemerintah berbasis risiko dan
teknis keselamatan dan Pusat. menerapkan penggunaan
keamanan pelayaran dari teknologi informasi dalam
Menteri. pemberian perizinan
(misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).
46. Pasal 213 Pasal 213 Respon dari Penyerahan Penyederhanaan
perkembangan zaman, dokumen saat Perizinan
(1) Pemilik, Operator Kapal, (1) Pemilik, Operator Kapal, atau
dimana penyampaian masuk/clearance in Berusaha
atau Nakhoda wajib Nakhoda wajib
dokumen dapat tidak hanya secara
memberitahukan memberitahukan kedatangan
dilakukan secara online. fisik tetapi juga
kedatangan kapalnya di kapalnya di pelabuhan melalui online agar
pelabuhan kepada
kepada Syahbandar. mempermudah
Syahbandar.
pengawasan dan
(2) Setiap kapal yang (2) Setiap kapal yang memasuki
mempercepat
memasuki pelabuhan wajib pelabuhan wajib
pelayanan.
menyerahkan surat, menyerahkan surat,
dokumen, dan warta kapal
- 152 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kepada Syahbandar dokumen, dan warta Kapal
seketika pada saat kapal kepada Syahbandar seketika
tiba di pelabuhan untuk pada saat kapal tiba di
dilakukan pemeriksaan.
pelabuhan dan/atau
(3) Setelah dilakukan
pemeriksaan sebagaimana menyampaikan secara online
dimaksud pada ayat (2) sebelum kapal tiba untuk
surat, dokumen, dan warta dilakukan pemeriksaan.
kapal disimpan oleh (3) Setelah dilakukan
Syahbandar untuk pemeriksaan sebagaimana
diserahkan kembali
dimaksud pada ayat (2) surat,
bersamaan dengan
diterbitkannya Surat dokumen, dan warta kapal
Persetujuan Berlayar. disimpan oleh Syahbandar
(4) Ketentuan lebih lanjut untuk diserahkan kembali
mengenai tata cara bersamaan dengan
pemberitahuan kedatangan diterbitkannya Surat
kapal, pemeriksaan,
Persetujuan Berlayar.
penyerahan, serta
penyimpanan surat, (4) Ketentuan lebih lanjut
dokumen, dan warta kapal mengenai tata cara
sebagaimana dimaksud pemberitahuan kedatangan
pada ayat (1), ayat (2), dan kapal, pemeriksaan,
ayat (3) diatur dengan penyerahan, serta
Peraturan Menteri.
penyimpanan surat,
dokumen, dan warta kapal
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian
- 153 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
1. Pasal 24 Pasal 24 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Badan Usaha yang (1) Badan Usaha yang
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
menyelenggarakan menyelenggarakan
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
prasarana perkeretaapian prasarana perkeretaapian
Menteri/pimpinan kebijakan
umum sebagaimana umum sebagaimana
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
dimaksud dalam Pasal 23 dimaksud dalam Pasal 23
dinamika
ayat (1) wajib memiliki: ayat (1) wajib memenuhi tau bupati/walikota perlu
masyarakat dan
Perizinan Berusaha ditata kembali
a. izin usaha; global yang
prasarana perkeretapian berdasarkan prinsip
b. izin pembangunan; dan semakin cepat.
umum dari Pemerintah perizinan berusaha
c. izin operasi. Pusat. berbasis risiko dan
(2) Izin usaha penyelenggaraan (2) Ketentuan lebih lanjut menerapkan penggunaan
prasarana perkeretaapian tentang Perizinan Berusaha teknologi informasi dalam
umum sebagaimana prasarana perkeretaapian pemberian perizinan
dimaksud pada ayat (1) umum diatur dengan (misalnya perizinan
huruf a diterbitkan oleh Peraturan Pemerintah. berusaha secara
pemerintah. elektronik).
(3) Izin pembangunan
prasarana perkeretaapian
umum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf b diterbitkan setelah
dipenuhinya persyaratan
teknis prasarana
perkeretaapian.
(4) Izin operasi prasarana
perkeretaapian umum
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c
diterbitkan setelah
dipenuhinya persyaratan
- 154 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kelaikan operasi prasarana
perkeretaapian.
(5) Izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dan
huruf c diberikan oleh :
a. Pemerintah untuk
penyelenggaraan
prasarana
perkeretaapian umum
yang jaringan jalurnya
melintasi batas wilayah
provinsi;
b. pemerintah provinsi
untuk penyelenggaraan
prasarana
perkeretaapian umum
yang jaringan jalurnya
melintasi batas wilayah
kabupaten/kota dalam
satu provinsi setelah
mendapat peran dari
Pemerintah; dan
c. pemerintah kabupaten/
kota untuk
penyelenggaraan
perkeretaapian umum
yang jaringan jalurnya
dalam wilayah
kabupaten/kota setelah
mendapat rekomendasi
pemerintah provinsi dan
- 155 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
persetujuan
Pemerintah.
2. Pasal 32 Pasal 32 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Badan Usaha yang (1) Badan Usaha yang
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
menyelenggarakan sarana menyelenggarakan sarana
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
perkeretaapian umum perkeretaapian umum wajib
Menteri/pimpinan kebijakan
sebagaimana dimaksud memenuhi Perizinan
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
dalam Pasal 25 wajib Berusaha dari Pemerintah
tau bupati/walikota perlu dinamika
memiliki: Pusat.
ditata kembali masyarakat dan
a. izin usaha; dan (2) Ketentuan lebih lanjut berdasarkan prinsip global yang
mengenai Perizinan perizinan berusaha semakin cepat.
b. izin operasi.
Berusaha terkait berbasis risiko dan
(2) Izin usaha penyelenggara penyelenggaraan sarana menerapkan penggunaan
sarana perkeretaapian perkeretaapian umum teknologi informasi dalam
umum sebagaimana diatur dengan Peraturan pemberian perizinan
dimaksud pada ayat (1) Pemerintah. (misalnya perizinan
huruf a diterbitkan oleh berusaha secara
Pemerintah. elektronik).
(3) Izin operasi sarana
perkeretaapian umum
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b
diterbitkan oleh:
a. Pemerintah untuk
pengoperasian sarana
perkeretaapian umum
yang jaringan jalurnya
melintasi batas wilayah
provinsi dan batas
wilayah negara;
b. pemerintah provinsi
untuk pengoperasian
- 156 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sarana perkeretaapian
umum yang jaringan
jalurnya melintasi batas
wilayah
kabupaten/kota dalam
satu provinsi; dan
c. pemerintah
kabupaten/kota untuk
pengoperasian sarana
perkeretaapian umum
yang jaringan jalurnya
dalam wilayah
kabupaten/kota.
3. Pasal 33 Pasal 33 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Penyelenggaraan (1) Penyelenggaraan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
perkeretaapian khusus perkeretaapian khusus
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
Menteri/pimpinan kebijakan
dalam Pasal 17 ayat (2) dalam Pasal 17 ayat (2)
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
dilakukan oleh badan dilakukan oleh badan
tau bupati/walikota perlu dinamika
usaha untuk menunjang usaha untuk menunjang
ditata kembali masyarakat dan
kegiatan pokoknya. kegiatan pokoknya.
berdasarkan prinsip global yang
(2) Badan usaha sebagaimana (2) Badan usaha sebagaimana perizinan berusaha semakin cepat.
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) berbasis risiko dan
wajib memiliki: wajib memenuhi perizinan menerapkan penggunaan
berusaha dari Pemerintah teknologi informasi dalam
a. izin pengadaan atau
Pusat. pemberian perizinan
pembangunan; dan
(3) Ketentuan lebih lanjut (misalnya perizinan
b. izin operasi. berusaha secara
mengenai perizinan
(3) Perkeretaapian khusus berusaha perkeretaapian elektronik).
sebagaimana dimaksud khusus diatur dengan Sehingga, perizinan
pada ayat (1) wajib Peraturan Pemerintah. berusaha terkait
memenuhi persyaratan perkeretaapian khusus
- 157 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
teknis prasarana dan diatur melalui Peraturan
sarana perkeretaapian. Pemerintah.
(4) Izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diberikan oleh:
a. Pemerintah untuk
penyelenggaraan
perkeretaapian khusus
yang jaringan jalurnya
melintasi batas wilayah
provinsi dan batas
wilayah negara;
b. pemerintah provinsi
untuk penyelenggaraan
perkeretaapian khusus
yang jaringan jalurnya
melintasi batas wilayah
kabupaten/kota dalam
satu provinsi setelah
mendapat peran dari
Pemerintah; dan
c. pemerintah
kabupaten/kota untuk
penyelenggaraan
perkeretaapian khusus
yang jaringan jalurnya
dalam wilayah
kabupaten/kota setelah
mendapat rekomendasi
pemerintah provinsi dan
peran Pemerintah.
1m. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA – SEKTOR KESEHATAN, OBAT, DAN MAKANAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
1. Pasal 5 Pasal 5 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
Psikotropika hanya dapat Psikotropika hanya dapat Pemerintah Berusaha
diproduksi oleh pabrik obat yang diproduksi oleh pabrik obat yang 2. Sesuai dengan arahan Pusat dalam
telah memiliki izin sesuai telah memenuhi perizinan Presiden, politik hukum mengambil
dengan ketentuan peraturan berusaha dari Pemerintah Pusat. dalam penyusunan RUU kebijakan
perundang-undangan yang Cipta Kerja kewenangan mengikuti
berlaku. Menteri/pimpinan dinamika
Lembaga,gubernur,dan masyarakat dan
/atau bupati/walikota global yang
perlu ditata kembali semakin cepat.
berdasarkan prinsip 2. Konsekuensinya
perizinan berusaha adalah
berbasis risiko dan kementerian/le
menerapkan mbaga dan
penggunaan teknologi pemerintah
informasi dalam daerah perlu
pemberian perizinan memahami
(misalnya perizinan penataan
berusaha secara kewenangan
elektronik). dalam rangka
fleksibilitas dan
memenangkan
persaingan
global.
2. Pasal 9 Pasal 9 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Psikotropika yang berupa (1) Psikotropika dalam bentuk 2. Sesuai dengan arahan Pemerintah Berusaha
obat hanya dapat diedarkan obat jadi hanya dapat Presiden, politik hukum Pusat dalam
setelah terdaftar pada diedarkan setelah memenuhi dalam penyusunan RUU mengambil
departemen yang
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
bertanggung jawab di Perizinan Berusaha dari Cipta Kerja kebijakan
bidang kesehatan. Pemerintah Pusat. kewenangan mengikuti
(2) Menteri menetapkan (2) Ketentuan lebih lanjut Menteri/pimpinan dinamika
persyaratan dan tata cara mengenai Perizinan Berusaha Lembaga,gubernur,dan masyarakat dan
pendaftaran psikotropika sebagaimana dimaksud pada /atau bupati/walikota global yang
yang berupa obat. ayat (1) diatur dengan perlu ditata kembali semakin cepat.
Peraturan Pemerintah. berdasarkan prinsip 2. Konsekuensinya
perizinan berusaha adalah
berbasis risiko dan kementerian/le
menerapkan mbaga dan
penggunaan teknologi pemerintah
informasi dalam daerah perlu
pemberian perizinan memahami
(misalnya perizinan penataan
berusaha secara kewenangan
elektronik). dalam rangka
3. Pengaturan lebih lanjut fleksibilitas dan
didelegasikan melalui memenangkan
Peraturan Pemerintah persaingan
agar memberikan global
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat dalam
mengambil kebijakan
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat.
Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berkompetisi dengan
negara tetangga.
3. Pasal 16 Pasal 16 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Ekspor psikotropika hanya (1) Ekspor psikotropika hanya 2. Sesuai dengan arahan Pemerintah Berusaha
dapat dilakukan oleh pabrik dapat dilakukan oleh industri Presiden, politik hukum Pusat dalam
obat atau pedagang besar farmasi atau pedagang besar dalam penyusunan RUU mengambil
farmasi yang telah memiliki farmasi yang telah memenuhi Cipta Kerja kewenangan kebijakan
izin sebagai eksportir sesuai perizinan berusaha dari Menteri/pimpinan mengikuti
dengan ketentuan Pemerintah. Lembaga,gubernur,dan dinamika
peraturan perundang- (2) /atau bupati/walikota masyarakat dan
Impor psikotropika hanya
undangan yang berlaku. perlu ditata kembali global yang
dapat dilakukan oleh:
(2) Impor psikotropika hanya berdasarkan prinsip semakin cepat.
a. Industri farmasi atau
dapat dilakukan oleh pabrik perizinan berusaha 2. Konsekuensinya
pedagang besar farmasi
obat atau pedagang besar berbasis risiko dan adalah
yang telah memenuhi
farmasi yang telah memiliki menerapkan kementerian/le
perizinan berusaha dari
izin sebagai importir sesuai penggunaan teknologi mbaga dan
Pemerintah Pusat;
dengan ketentuan informasi dalam pemerintah
peraturan perundang- b. Lembaga penelitian atau pemberian perizinan daerah perlu
undangan yang berlaku, lembaga pendidikan. (misalnya perizinan memahami
serta lembaga penelitian (3) Lembaga penelitian dan/atau berusaha secara penataan
atau lembaga pendidikan. lembaga pendidikan elektronik). kewenangan
sebagaimana dimaksud pada 3. Pengaturan lebih lanjut dalam rangka
(3) Lembaga penelitian
ayat (2) huruf b dilarang didelegasikan melalui fleksibilitas dan
dan/atau lembaga
untuk mengedarkan Peraturan Pemerintah memenangkan
pendidikan sebagaimana
psikotropika yang diimpornya. agar memberikan persaingan
dimaksud pada ayat (2)
fleksibilitas bagi global
dilarang untuk (4) Ketentuan lebih lanjut Pemerintah Pusat dalam
mengedarkan psikotropika mengenai perizinan berusaha mengambil kebijakan
yang diimpornya. diatur dengan Peraturan mengikuti dinamika
Pemerintah. masyarakat dan global
yang semakin cepat.
Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
4. Pasal 18 Pasal 18 1. Sesuai dengan arahan 1. Menciptakan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum kemudahan Perizinan
(1) Untuk dapat memperoleh (1) Untuk dapat memperoleh dalam penyusunan RUU perizinan Berusaha
surat persetujuan impor surat persetujuan ekspor atau Cipta Kerja berusaha.
psikotropika, eksportir atau surat persetujuan impor, kewenangan 2. Memberikan
importir sebagaimana eksportir atau importir Menteri/pimpinan fleksibilitas bagi
dimaksud dalam Pasal 17 sebagaimana dimaksud dalam Lembaga,gubernur,dan Pemerintah
mengajukan permohonan Pasal 17 mengajukan /atau bupati/walikota Pusat dalam
secara tertulis kepada permohonan kepada perlu ditata kembali mengambil
menteri. Pemerintah Pusat. berdasarkan prinsip kebijakan
(2) Permohonan secara tertulis (2) Permohonan untuk perizinan berusaha mengikuti
untuk memperoleh surat memperoleh surat berbasis risiko dan dinamika
persetujuan ekspor persetujuan ekspor menerapkan masyarakat dan
psikotropika dilampiri psikotropika dilampiri dengan penggunaan teknologi global yang
dengan surat persetujuan surat persetujuan Impor informasi dalam semakin cepat.
impor psikotropika yang psikotropika yang telah pemberian perizinan 3. Konsekuensinya
telah mendapat mendapat persetujuan dari (misalnya perizinan adalah
persetujuan dari dan/atau dan/atau dikeluarkan oleh berusaha secara kementerian/le
dikeluarkan oleh pemerintah negara pengimpor elektronik). mbaga dan
pemerintah negara psikotropika. 2. Pengaturan lebih lanjut pemerintah
pengimpor psikotropika. didelegasikan melalui daerah perlu
(3) Ketentuan lebih lanjut
Peraturan Pemerintah memahami
(3) Menteri menetapkan mengenai surat persetujuan
agar memberikan penataan
persyaratan yang wajib ekspor dan surat persetujuan
fleksibilitas bagi kewenangan
dicantumkan dalam impor diatur dengan
Pemerintah Pusat dalam dalam rangka
permohonan tertulis untuk Peraturan Pemerintah.
mengambil kebijakan fleksibilitas dan
memperoleh surat
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
persetujuan ekspor atau mengikuti dinamika memenangkan
surat persetujuan impor masyarakat dan global persaingan
psikotropika. yang semakin cepat. global.
Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga
3. Alasan tetap
menggunakan
nommenklatur Surat
Persetujuan Ekspor
karena dikhawatirkan
akan menimbulkan
multipersepsi terkait
perizinan berusaha
yang transaksional dan
perizinan sarana.
4. Tetap menggunakan
nomneklatur surat
persetujuan ekspor atau
impor karena ketentuan
konvensi Internasional.
5. Pasal 19 Pasal 19 1. Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
Menteri menyampaikan salinan Pemerintah Pusat menyampaikan Pemerintah Pusat Berusaha
dalam penyusunan RUU
surat persetujuan impor surat persetujuan impor terkait dalam mengambil
Cipta Kerja
psikotropika kepada pemerintah impor psikotropika kepada kebijakan
kewenangan
negara pengekspor psikotropika. mengikuti
Menteri/pimpinan
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemerintah negara pengekspor Lembaga,gubernur,dan dinamika
psikotropika. /atau bupati/walikota masyarakat dan
perlu ditata kembali global yang
berdasarkan prinsip semakin cepat.
perizinan berusaha
berbasis risiko dan
menerapkan
penggunaan teknologi
informasi dalam
pemberian perizinan
(misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).
2. Pengaturan lebih lanjut
didelegasikan melalui
Peraturan Pemerintah
agar memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat dalam
mengambil kebijakan
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat.
Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
3. Alasan tetap
menggunakan
nommenklatur Surat
Persetujuan impor
karena dikhawatirkan
akan menimbulkan
multipersepsi terkait
perizinan berusaha
yang transaksional dan
perizinan sarana.
4. Tetap menggunakan
nomneklatur surat
persetujuan impor
karena ketentuan
konvensi Internasional.
6. Pasal 20 Pasal 20 Pengaturan lebih lanjut Memberikan Penyederhanaan
Ketentuan lebih lanjut yang Ketentuan lebih lanjut mengenai didelegasikan melalui fleksibilitas bagi Perizinan
Peraturan Pemerintah agar Pemerintah Pusat Berusaha
diperlukan bagi kegiatan ekspor kegiatan ekspor atau impor
dengan memberikan fleksibilitas dalam mengambil
atau impor psikotropika diatur psikotropika diatur
bagi Pemerintah Pusat kebijakan
oleh Menteri. Peraturan Pemerintah.
dalam mengambil mengikuti
kebijakan mengikuti dinamika
dinamika masyarakat dan masyarakat dan
global yang semakin cepat. global yang
Jika tidak didelegasikan semakin cepat.
melalui PP maka
dikhawatirkan Indonesia
akan kesulitan dalam
menyesuaikan kebijakan
regulasi perizinan dan
kesulitan berkompetisi
dengan negara tetangga
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
7. Pasal 21 Pasal 21 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap pengangkutan (1) Setiap pengangkutan ekspor dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha
ekspor psikotropika wajib psikotropika wajib dilengkapi Cipta Kerja Pusat dalam
dilengkapi dengan surat dengan surat persetujuan kewenangan mengambil
persetujuan ekspor ekspor psikotropika yang Menteri/pimpinan kebijakan
psikotropika yang dikeluarkan oleh Pemerintah Lembaga,gubernur,dan mengikuti
dikeluarkan oleh Menteri. Pusat. /atau bupati/walikota dinamika
(2) Setiap pengangkutan impor (2) Setiap pengangkutan impor perlu ditata kembali masyarakat dan
psikotropika wajib psikotropika wajib dilengkapi berdasarkan prinsip global yang
dilengkapi dengan surat dengan Surat Persetujuan perizinan berusaha semakin cepat.
persetujuan ekspor Ekspor Psikotropika yang berbasis risiko dan 2. Konsekuensinya
psikotropika yang dikeluarkan oleh pemerintah menerapkan adalah
dikeluarkan oleh negara pengekspor. penggunaan teknologi kementerian/le
pemerintah negara informasi dalam mbaga dan
pengekspor. pemberian perizinan pemerintah
(misalnya perizinan daerah perlu
berusaha secara memahami
elektronik). penataan
2. Tetap menggunakan kewenangan
nomneklatur surat dalam rangka
persetujuan ekspor fleksibilitas dan
karena ketentuan memenangkan
konvensi Internasional. persaingan
global.
8. Pasal 22 Pasal 22 1. Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Eksportir psikotropika (1) Eksportir psikotropika wajib dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
wajib memberikan surat memberikan surat Cipta Kerja dalam mengambil
persetujuan ekspor persetujuan ekspor kewenangan kebijakan
psikotropika dari Menteri psikotropika yang diterbitkan Menteri/pimpinan mengikuti
dan surat persetujuan oleh Pemerintah Pusat dan Lembaga,gubernur,dan dinamika
impor psikotropika dari surat persetujuan impor /atau bupati/walikota masyarakat dan
pemerintah negara psikotropika yang diterbitkan perlu ditata kembali
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengimpor kepada orang oleh pemerintah negara berdasarkan prinsip global yang
yang bertanggung jawab pengimpor kepada orang yang perizinan berusaha semakin cepat.
atas perusahaan bertanggung jawab atas berbasis risiko dan
pengangkutan ekspor. perusahaan pengangkutan menerapkan
ekspor. penggunaan teknologi
(2) Orang yang bertanggung
informasi dalam
jawab atas perusahaan (2) Orang yang bertanggung
pemberian perizinan
pengangkutan ekspor wajib jawab atas perusahaan
(misalnya perizinan
memberikan surat pengangkutan ekspor wajib
berusaha secara
persetujuan ekspor memberikan surat
elektronik).
psikotropika dari Menteri persetujuan ekspor
psikotropika yang diterbitkan 2. Tetap menggunakan
dan surat persetujuan
nomneklatur surat
impor psikotropika dari oleh Pemerintah Pusat dan
persetujuan ekspor dan
pemerintah negara surat persetujuan impor
impor karena ketentuan
pengimpor kepada psikotropika yang diterbitkan
konvensi Internasional.
penanggung jawab oleh Pemerintah negara
pengangkut. pengimpor kepada
penanggung jawab
(3) Penanggung jawab
pengangkut.
pengangkut ekspor
psikotropika wajib (3) Penanggung jawab
membawa dan bertanggung pengangkut ekspor
jawab atas kelengkapan psikotropika wajib membawa
surat persetujuan ekspor dan bertanggung jawab atas
psikotropika dari Menteri kelengkapan surat
dan surat persetujuan persetujuan ekspor
impor psikotropika dari psikotropika yang diterbitkan
pemerintah negara oleh Pemerintah Pusat dan
pengimpor. surat persetujuan impor
psikotropika yang diterbitkan
(4) Penanggung jawab
oleh pemerintah negara
pengangkut impor
psikotropika yang pengimpor.
memasuki wilayah (4) Penanggung jawab
Republik Indonesia wajib pengangkut impor
membawa dan bertanggung psikotropika yang memasuki
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
jawab atas kelengkapan wilayah Republik Indonesia
surat persetujuan impor wajib membawa dan
psikotropika dari Menteri bertanggung jawab atas
dan surat persetujuan kelengkapan surat
ekspor psikotropika dari persetujuan impor
pemerintah negara psikotropika yang diterbitkan
pengekspor. oleh Pemerintah Pusat dan
surat persetujuan ekspor
psikotropika yang diterbitkan
oleh pemerintah negara
pengekspor.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan


1. Pasal 1 angka 7 Pasal 1 angka 7 1. Kemudahan dalam Menyesuaikan Penyederhanaan
Berusaha khususnya dengan ketentuan Perizinan
7. Ketersediaan Pangan 7. Ketersediaan Pangan adalah Perizinan dan internasional. Berusaha
adalah kondisi tersedianya kondisi tersedianya Pangan memberikan
Pangan dari hasil produksi dari hasil produksi dalam kesempatan yang sama.
dalam negeri dan Cadangan negeri, Cadangan Pangan 2. Usulan Baru WTO.
Pangan Nasional serta Nasional, dan Impor Pangan.
impor apabila kedua
sumber utama tidak dapat
memenuhi kebutuhan.
2. Pasal 14 Pasal 14 1. Kemudahan dalam Menyesuaikan Penyederhanaan
Berusaha khususnya dengan ketentuan Perizinan
(1) Sumber penyediaan Pangan Sumber penyediaan Pangan berasal
Perizinan dan internasional. Berusaha
berasal dari Produksi dari Produksi Pangan dalam negeri,
memberikan
Pangan dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional, dan
kesempatan yang
Cadangan Pangan Nasional. Impor Pangan.
sama.
(2) Dalam hal sumber
2. Usulan Baru WTO.
penyediaan Pangan
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) belum
mencukupi, Pangan dapat
dipenuhi dengan Impor
Pangan sesuai dengan
kebutuhan.
3. Pasal 15 Pasal 15 1. Kemudahan dalam Menyesuaikan Penyederhanaan
Berusaha khususnya dengan ketentuan Perizinan
(1) Pemerintah mengutamakan (1) Produksi pangan dalam negeri
Perizinan dan internasional. Berusaha
Produksi Pangan dalam digunakan untuk memenuhi
memberikan
negeri untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan.
kesempatan yang
kebutuhan konsumsi (2) Dalam hal Ketersediaan sama.
Pangan. Pangan untuk kebutuhan
(2) Dalam hal Ketersediaan konsumsi dan cadangan 2. Usulan Baru WTO.
Pangan untuk kebutuhan Pangan sudah tercukupi,
konsumsi dan cadangan kelebihan Produksi Pangan
Pangan sudah tercukupi, dalam negeri dapat digunakan
kelebihan Produksi Pangan untuk keperluan lain.
dalam negeri dapat
digunakan untuk keperluan
lain.
4. Pasal 36 Pasal 36 1. Kemudahan dalam Menyesuaikan Penyederhanaan
Berusaha khususnya dengan ketentuan Perizinan
(1) Impor Pangan hanya dapat (1) Impor Pangan dilakukan
Perizinan dan internasional. Berusaha
dilakukan apabila Produksi untuk memenuhi kebutuhan
memberikan
Pangan dalam negeri tidak dalam negeri.
kesempatan yang
mencukupi dan/atau tidak
(2) Impor Pangan Pokok sama.
dapat diproduksi di dalam
dilakukan untuk memenuhi
negeri. kebutuhan konsumsi dan 2. Usulan Baru WTO.
(2) Impor Pangan Pokok hanya cadangan pangan di dalam
dapat dilakukan apabila negeri.
Produksi Pangan dalam (3) Kebutuhan konsumsi pangan
negeri dan Cadangan dan cadangan pangan di
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pangan Nasional tidak dalam negeri sebagaimana
mencukupi. dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh Pemerintah
(3) Kecukupan Produksi
Pusat.
Pangan Pokok dalam negeri
dan Cadangan Pangan
Pemerintah ditetapkan oleh
menteri atau lembaga
pemerintah yang
mempunyai tugas
melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang
Pangan.
5. Pasal 39 Pasal 39 1. Kemudahan dalam Menyesuaikan Penyederhanaan
Berusaha khususnya dengan ketentuan Perizinan
Pemerintah menetapkan Pemerintah Pusat menetapkan
Perizinan dan internasional. Berusaha
kebijakan dan peraturan Impor kebijakan dan peraturan Impor
memberikan
Pangan yang tidak berdampak Pangan dalam rangka
kesempatan yang
negatif terhadap keberlanjutan keberlanjutan usaha tani.
sama
usaha tani, peningkatan
produksi, kesejahteraan Petani, 2. Usulan Baru WTO.
Nelayan, Pembudi Daya Ikan,
dan Pelaku Usaha Pangan mikro
dan kecil.
6. Pasal 68 Pasal 68 1. Memperjelas bahwa 1. Untuk Penyederhanaan
Keamanan Pangan memberikan Perizinan
(1) Pemerintah dan Pemerintah (1) Pemerintah Pusat menjamin
dimaksudkan pula kejelasan dan Berusaha
Daerah menjamin terwujudnya penyelenggaraan
untuk mencakup hal kepastian
terwujudnya Keamanan Pangan di setiap
yang terkait dengan kepada pelaku
penyelenggaraan rantai Pangan secara terpadu.
mutu pangan. usaha, dengan
Keamanan Pangan di setiap (2) Pemerintah Pusat 2. Persyaratan di bidang penyederhanaan
rantai Pangan secara menetapkan norma, standar, pangan yang harus nomenklatur.
terpadu. prosedur, dan kriteria dipenuhi ditetapkan 2. Perlu persamaan
Keamanan Pangan. sebagai standar. konsepsi di
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pemerintah menetapkan (3) Pelaku Usaha Pangan antara
norma, standar, prosedur, termasuk Usaha Mikro dan Kementerian/
dan kriteria Keamanan Kecil wajib menerapkan Lembaga terkait.
Pangan. norma, standar, prosedur, dan
kriteria Keamanan Pangan
(3) Petani, Nelayan, Pembudi
sebagaimana dimaksud pada
Daya Ikan, dan Pelaku
ayat (2).
Usaha Pangan wajib
menerapkan norma, (4) Penerapan norma, standar,
standar, prosedur, dan prosedur, dan kriteria
kriteria Keamanan Pangan Keamanan Pangan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada
pada ayat (2). ayat (3) dilakukan secara
bertahap berdasarkan jenis
(4) Penerapan norma, standar,
Pangan dan skala usaha
prosedur, dan kriteria
Pangan.
Keamanan Pangan
sebagaimana dimaksud (5) Pemerintah Pusat wajib
pada ayat (3) dilakukan membina dan mengawasi
secara bertahap pelaksanaan penerapan
berdasarkan jenis Pangan norma, standar, prosedur dan
dan skala usaha Pangan. kriteria Keamanan Pangan
sebagaimana dimaksud pada
(5) Pemerintah dan/atau
ayat (3).
Pemerintah Daerah wajib
membina dan mengawasi (6) Ketentuan lebih lanjut
pelaksanaan penerapan mengenai norma, standar,
norma, standar, prosedur, prosedur, dan kriteria
dan kriteria Keamanan keamanan Pangan termasuk
Pangan sebagaimana pentahapannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dan dimaksud pada ayat (4) diatur
ayat (4). dengan Peraturan Pemerintah.
7. Pasal 74 Pasal 74 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemerintah berkewajiban (1) Pemerintah Pusat
Pemerintah Berusaha
memeriksa keamanan berkewajiban memeriksa
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
bahan yang akan keamanan bahan yang akan 2. Sesuai dengan arahan Pusat dalam
digunakan sebagai bahan digunakan sebagai bahan Presiden, politik hukum mengambil
tambahan Pangan yang tambahan Pangan yang belum dalam penyusunan RUU kebijakan
belum diketahui diketahui dampaknya bagi Cipta Kerja mengikuti
dampaknya bagi kesehatan kesehatan manusia dalam kewenangan dinamika
manusia dalam kegiatan kegiatan atau proses Produksi Menteri/pimpinan masyarakat dan
atau proses Produksi Pangan untuk diedarkan. Lembaga,gubernur,dan global yang
Pangan untuk diedarkan. /atau bupati/walikota semakin cepat.
(2) Pemeriksaan keamanan
perlu ditata kembali 2. Konsekuensinya
(2) Pemeriksaan keamanan bahan tambahan
berdasarkan prinsip
bahan tambahan sebagaimana dimaksud pada adalah
perizinan berusaha
sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan dalam kementerian/le
berbasis risiko dan
pada ayat (1) dilakukan rangka pemenuhan Perizinan mbaga dan
menerapkan
untuk mendapatkan izin Berusaha dari Pemerintah pemerintah
penggunaan teknologi
peredaran. Pusat. daerah perlu
informasi dalam memahami
pemberian perizinan penataan
(misalnya perizinan kewenangan
berusaha secara
dalam rangka
elektronik). fleksibilitas dan
memenangkan
persaingan
global.
8. Pasal 77 Pasal 77 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap Orang dilarang 1. Setiap Orang dilarang
2. Sesuai dengan arahan Pemerintah Berusaha
memproduksi Pangan yang memproduksi Pangan yang
Presiden, politik hukum Pusat dalam
dihasilkan dari Rekayasa dihasilkan dari Rekayasa
dalam penyusunan RUU mengambil
Genetik Pangan yang belum Genetik Pangan yang belum
Cipta Kerja kebijakan
mendapatkan persetujuan memenuhi Perizinan
kewenangan mengikuti
Keamanan Pangan sebelum Berusaha dari Pemerintah
Menteri/pimpinan dinamika
diedarkan. Pusat.
Lembaga,gubernur,dan masyarakat dan
(2) Setiap Orang yang Penjelasan ayat (1): /atau bupati/walikota global yang
melakukan kegiatan atau perlu ditata kembali semakin cepat.
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
proses Produksi Pangan Salah satu persyaratan yang harus berdasarkan prinsip 2. Konsekuensinya
dilarang menggunakan dipenuhi dalam Perizinan Berusaha perizinan berusaha adalah
bahan baku, bahan adalah dari aspek keamanan berbasis risiko dan kementerian/le
tambahan Pangan, pangan. menerapkan mbaga dan
dan/atau bahan lain yang penggunaan teknologi pemerintah
2. Setiap Orang yang melakukan
dihasilkan dari Rekayasa informasi dalam daerah perlu
kegiatan atau proses Produksi
Genetik Pangan yang belum pemberian perizinan memahami
Pangan dilarang
mendapatkan persetujuan (misalnya perizinan penataan
menggunakan bahan baku,
Keamanan Pangan sebelum berusaha secara kewenangan
bahan tambahan Pangan,
diedarkan. elektronik). dalam rangka
dan/atau bahan lain yang
Rekayasa 3. Pengaturan lebih lanjut fleksibilitas dan
(3) Persetujuan Keamanan dihasilkan dari
didelegasikan melalui memenangkan
Pangan sebagaimana Genetik Pangan yang belum
Peraturan Pemerintah persaingan
dimaksud pada ayat (1) dan memenuhi perizinan berusaha
agar memberikan global.
ayat (2) diberikan oleh dari Pemerintah Pusat.
fleksibilitas bagi
Pemerintah. 3. Ketentuan lebih lanjut Pemerintah Pusat dalam
(4) Ketentuan mengenai tata mengenai perizinan berusaha mengambil kebijakan
cara memperoleh sebagaimana dimaksud pada mengikuti dinamika
persetujuan Keamanan ayat (1) dan ayat (2) diatur masyarakat dan global
Pangan sebagaimana dengan Peraturan Pemerintah. yang semakin cepat.
dimaksud pada ayat (3) Jika tidak didelegasikan
diatur dalam Peraturan melalui PP maka
Pemerintah. dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
9. Pasal 81 Pasal 81 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Iradiasi Pangan 1. Iradiasi Pangan sebagaimana
2. Sesuai dengan arahan Pemerintah Berusaha
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 80 ayat
Presiden, politik hukum Pusat dalam
dalam Pasal 80 ayat (1) (1) dilakukan berdasarkan
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dilakukan berdasarkan izin Perizinan Berusaha dari dalam penyusunan RUU mengambil
Pemerintah. Pemerintah Pusat. Cipta Kerja kebijakan
kewenangan mengikuti
(2) Izin Pemerintah 2. Ketentuan lebih lanjut
Menteri/pimpinan dinamika
sebagaimana dimaksud mengenai Perizinan Berusaha
Lembaga,gubernur,dan masyarakat dan
pada ayat (1) diberikan sebagaimana dimaksud pada
/atau bupati/walikota global yang
setelah memenuhi: ayat (1) diatur dengan
perlu ditata kembali semakin cepat.
Peraturan Pemerintah.
a. persyaratan kesehatan; berdasarkan prinsip 2. Konsekuensinya
b. prinsip pengolahan; perizinan berusaha adalah
berbasis risiko dan
c. dosis; kementerian/le
menerapkan mbaga dan
d. teknik dan peralatan; penggunaan teknologi pemerintah
informasi dalam
e. penanganan limbah dan daerah perlu
pemberian perizinan
penanggulangan memahami
(misalnya perizinan
bahaya zat radioaktif; penataan
berusaha secara kewenangan
f. keselamatan kerja; dan elektronik). dalam rangka
g. kelestarian lingkungan. 3. Pengaturan lebih lanjut
fleksibilitas dan
didelegasikan melalui
(3) Ketentuan mengenai memenangkan
Peraturan Pemerintah
pemenuhan izin Pemerintah persaingan
agar memberikan
sebagaimana dimaksud global.
fleksibilitas bagi
pada ayat (2) diatur dalam Pemerintah Pusat dalam
Peraturan Pemerintah. mengambil kebijakan
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat.
Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
10. Pasal 87 Pasal 87 1. Salah satu politik Memberikan Penyederhanaan
hukum dalam fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemerintah dapat Dihapus.
penyusunan RUU Cipta Pemerintah Pusat Berusaha
menetapkan persyaratan
Kerja adalah dalam mengambil
agar Pangan diuji di
menyesuaikan kebijakan
laboratorium sebelum
nomenklatur perizinan mengikuti
diedarkan.
yang ada dalam setiap dinamika
(2) Pengujian sebagaimana Undang-Undang masyarakat dan
dimaksud pada ayat (1) dengan rumusan yang global yang
dilakukan di laboratorium bersifat general, semakin cepat.
yang ditunjuk oleh sehingga memberikan
dan/atau yang telah fleksibiltas pemerintah
memperoleh akreditasi dari dalam rangka
Pemerintah. mengantisipasi
(3) Ketentuan mengenai dinamika masyarakat
persyaratan pengujian dan global.
laboratorium diatur dalam 2. Pasal ini dihapus
Peraturan Pemerintah. karena sudah menjadi
bagian dalam
pemenuhan standar
dan sejalan dengan
konsep risk based
approach.
3. Substansi ini akan
ditampung di PP
sebagaimana amanat
dalam Pasal 86 ayat (3)
(UU Existing).
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
11. Pasal 88 Pasal 88 1. Untuk memberikan 1. Memberikan Penyederhanaan
kemudahan berusaha fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Petani, Nelayan, Pembudi (1) Pelaku Usaha Pangan di
kepada pelaku usaha. Pemerintah Berusaha
Daya Ikan, dan Pelaku bidang Pangan Segar harus
2. Konsistensi dengan Pusat dalam
Usaha Pangan di bidang memenuhi standar Keamanan
pasal 68, alasan untuk mengambil
Pangan Segar harus dan Mutu Pangan Segar.
penambahan ayat 2 kebijakan
memenuhi persyaratan (2) Pemerintah Pusat wajib karena, mengingat profil mengikuti
Keamanan Pangan dan membina, mengawasi, dan pelaku UMKM pangan dinamika
Mutu Pangan Segar.
memfasilitasi pengembangan segar sangat beragam masyarakat dan
(2) Pemerintah dan Pemerintah usaha Pangan Segar untuk dalam penerapan global yang
Daerah wajib membina, memenuhi persyaratan teknis standar sehingga dibuat semakin cepat.
mengawasi, dan minimal Keamanan Pangan bertahap. 2. Konsekuensinya
memfasilitasi dan Mutu Pangan.
adalah
pengembangan usaha (3) Penerapan standar Keamanan kementerian/le
Pangan Segar untuk Pangan dan Mutu Pangan mbaga dan
memenuhi persyaratan Segar sebagaimana dimaksud pemerintah
teknis minimal Keamanan pada ayat (1) dilakukan secara daerah perlu
Pangan dan Mutu Pangan.
bertahap sesuai dengan jenis memahami
(3) Penerapan persyaratan Pangan Segar serta jenis penataan
teknis Keamanan Pangan dan/atau skala usaha. kewenangan
dan Mutu Pangan Segar dalam rangka
sebagaimana dimaksud fleksibilitas dan
pada ayat (2) dilakukan memenangkan
secara bertahap sesuai persaingan
dengan jenis Pangan Segar global.
serta jenis dan/atau skala
usaha.
12. Pasal 91 Pasal 91 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Dalam hal pengawasan (1) Dalam hal pengawasan
2. Sesuai dengan arahan Pemerintah Berusaha
keamanan, mutu, dan Gizi, keamanan, mutu, dan Gizi,
Presiden, politik hukum Pusat dalam
setiap Pangan Olahan yang setiap Pangan Olahan yang
dalam penyusunan RUU mengambil
dibuat di dalam negeri atau dibuat di dalam negeri atau
Cipta Kerja kebijakan
yang diimpor untuk yang diimpor untuk
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diperdagangkan dalam diperdagangkan dalam kewenangan mengikuti
kemasan eceran, Pelaku kemasan eceran, Pelaku Menteri/pimpinan dinamika
Usaha Pangan wajib Usaha Pangan wajib Lembaga,gubernur,dan masyarakat dan
memiliki izin edar. memenuhi Perizinan /atau bupati/walikota global yang
Berusaha dari Pemerintah perlu ditata kembali semakin cepat.
(2) Kewajiban memiliki izin
Pusat. berdasarkan prinsip 2. Konsekuensinya
edar sebagaimana
perizinan berusaha
dimaksud pada ayat (1) (2) Kewajiban memenuhi adalah
berbasis risiko dan
dikecualikan terhadap Perizinan Berusaha kementerian/le
menerapkan
Pangan Olahan tertentu sebagaimana dimaksud pada mbaga dan
penggunaan teknologi
yang diproduksi oleh ayat (1) dikecualikan terhadap pemerintah
informasi dalam
industri rumah tangga. produk Pangan Olahan daerah perlu
pemberian perizinan
tertentu yang diproduksi oleh memahami
(3) Ketentuan mengenai (misalnya perizinan
Usaha Mikro dan Kecil. penataan
kewajiban memiliki izin berusaha secara kewenangan
edar sebagaimana (3) Ketentuan lebih lanjut elektronik). dalam rangka
dimaksud pada ayat (1) dan mengenai Perizinan Berusaha 3. Pengaturan lebih lanjut
fleksibilitas dan
ayat (2) dilaksanakan sebagaimana dimaksud pada didelegasikan melalui memenangkan
sesuai dengan ketentuan ayat (1) dan ayat (2) diatur Peraturan Pemerintah
persaingan
peraturan perundang- dengan Peraturan Pemerintah. agar memberikan global.
undangan. fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat dalam
mengambil kebijakan
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat.
Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berkompetisi dengan
negara tetangga.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
1. Pasal 11 Pasal 11 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Menteri memberi izin (1) Industri farmasi tertentu
2. Sesuai dengan arahan Pemerintah Berusaha
khusus untuk dapat memproduksi narkotika
Presiden, politik hukum Pusat dalam
memproduksi Narkotika setelah memenuhi perizinan
dalam penyusunan RUU mengambil
kepada Industri Farmasi berusaha dari Pemerintah
Cipta Kerja kebijakan
tertentu yang telah memiliki Pusat.
kewenangan mengikuti
izin sesuai dengan (2) Pemerintah Pusat melakukan Menteri/pimpinan dinamika
ketentuan peraturan pengendalian terhadap Lembaga,gubernur,dan masyarakat dan
perundang-undangan produksi Narkotika sesuai /atau bupati/walikota global yang
setelah dilakukan audit dengan rencana kebutuhan perlu ditata kembali semakin cepat.
oleh Badan Pengawas Obat tahunan Narkotika berdasarkan prinsip 2. Konsekuensinya
dan Makanan. sebagaimana dimaksud dalam perizinan berusaha adalah
(2) Menteri melakukan Pasal 9. berbasis risiko dan
kementerian/le
pengendalian terhadap (3) menerapkan
Pemerintah Pusat melakukan mbaga dan
produksi Narkotika sesuai penggunaan teknologi
pengawasan terhadap bahan pemerintah
dengan rencana kebutuhan informasi dalam
baku, proses produksi, dan daerah perlu
tahunan Narkotika pemberian perizinan
hasil akhir dari produksi memahami
sebagaimana dimaksud (misalnya perizinan
Narkotika sesuai dengan penataan
dalam Pasal 9. berusaha secara
rencana kebutuhan tahunan kewenangan
(3) Badan Pengawas Obat dan Narkotika sebagaimana elektronik). dalam rangka
Makanan melakukan dimaksud dalam Pasal 9. 3. Pengaturan lebih lanjut fleksibilitas dan
pengawasan terhadap (4) didelegasikan melalui
Ketentuan lebih lanjut memenangkan
bahan baku, proses Peraturan Pemerintah
mengenai tata cara pemberian persaingan
produksi, dan hasil akhir agar memberikan
Perizinan Berusaha, global.
dari produksi Narkotika fleksibilitas bagi
pengendalian, dan Pemerintah Pusat dalam
sesuai dengan rencana pengawasan sebagaimana mengambil kebijakan
kebutuhan tahunan dimaksud pada ayat (1), ayat mengikuti dinamika
Narkotika sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9. masyarakat dan global
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2), dan ayat (3) diatur dengan yang semakin cepat.
Peraturan Pemerintah. Jika tidak didelegasikan
(4) Ketentuan lebih lanjut
melalui PP maka
mengenai tata cara
dikhawatirkan
pemberian izin dan
Indonesia akan
pengendalian sebagaimana
kesulitan dalam
dimaksud pada ayat (1) dan
menyesuaikan
ayat (2) diatur dengan
kebijakan regulasi
Peraturan Menteri.
perizinan dan kesulitan
(5) Ketentuan lebih lanjut berkompetisi dengan
mengenai tata cara negara tetangga.
pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
diatur dengan Peraturan
Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan.
2. Pasal 15 Pasal 15 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Menteri memberi izin 1. Industri farmasi dan/atau
2. Sesuai dengan arahan Pemerintah Berusaha
kepada 1 (satu) perusahaan Perusahaan pedagang besar
Presiden, politik hukum Pusat dalam
pedagang besar farmasi farmasi milik negara dapat
dalam penyusunan RUU mengambil
milik negara yang telah melaksanakan impor
Cipta Kerja kebijakan
memiliki izin sebagai narkotika setelah memenuhi
kewenangan mengikuti
importir sesuai dengan perizinan berusaha dari
Menteri/pimpinan dinamika
ketentuan peraturan Pemerintah Pusat.
Lembaga,gubernur,dan masyarakat dan
perundang-undangan 2. Dalam keadaan tertentu, /atau bupati/walikota global yang
untuk melaksanakan impor Pemerintah Pusat dapat perlu ditata kembali semakin cepat.
Narkotika. memberi Perizinan Berusaha berdasarkan prinsip 2. Konsekuensinya
(2) Dalam keadaan tertentu, kepada perusahaan selain perizinan berusaha adalah
Menteri dapat memberi izin perusahaan milik negara berbasis risiko dan
kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada kementerian/le
menerapkan mbaga dan
dari perusahaan milik ayat (1) yang memenuhi penggunaan teknologi pemerintah
negara sebagaimana Perizinan Berusaha. informasi dalam daerah perlu
dimaksud pada ayat (1) pemberian perizinan
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yang memiliki izin sebagai 3. Ketentuan lebih lanjut (misalnya perizinan memahami
importir sesuai dengan mengenai Perizinan Berusaha berusaha secara penataan
ketentuan peraturan sebagaimana dimaksud pada elektronik). kewenangan
perundang-undangan ayat (1) dan ayat (2) diatur 3. Pengaturan lebih lanjut dalam rangka
untuk melaksanakan impor dengan Peraturan Pemerintah. didelegasikan melalui fleksibilitas dan
Narkotika. Peraturan Pemerintah memenangkan
agar memberikan persaingan
fleksibilitas bagi global.
Pemerintah Pusat dalam
mengambil kebijakan
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat.
Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
3. Pasal 16 Pasal 16 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Importir Narkotika harus (1) Importir Narkotika harus Pemerintah
dalam penyusunan RUU Berusaha
memiliki Surat Persetujuan memiliki Surat Persetujuan Pusat dalam
Cipta Kerja
Impor dari Menteri untuk Impor yang diterbitkan oleh mengambil
kewenangan
setiap kali melakukan Pemerintah Pusat untuk kebijakan
Menteri/pimpinan
impor Narkotika. setiap kali melakukan impor mengikuti
Lembaga,gubernur,dan
(2) Surat Persetujuan Impor Narkotika. dinamika
/atau bupati/walikota
Narkotika sebagaimana (2) Surat Persetujuan Impor perlu ditata kembali masyarakat dan
dimaksud pada ayat (1) Narkotika sebagaimana berdasarkan prinsip global yang
diberikan berdasarkan hasil dimaksud pada ayat (1) perizinan berusaha semakin cepat.
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
audit Kepala Badan diberikan berdasarkan hasil berbasis risiko dan 2. Konsekuensinya
Pengawas Obat dan Pemerintah Pusat terhadap menerapkan adalah
Makanan terhadap rencana rencana kebutuhan dan penggunaan teknologi kementerian/le
kebutuhan dan realisasi realisasi produksi dan/atau informasi dalam mbaga dan
produksi dan/atau penggunaan Narkotika. pemberian perizinan pemerintah
penggunaan Narkotika. (misalnya perizinan daerah perlu
(3) Surat Persetujuan Impor
berusaha secara memahami
(3) Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam
elektronik). penataan
Narkotika Golongan I dalam jumlah yang sangat terbatas
hanya dapat diberikan untuk 2. Pengaturan lebih lanjut kewenangan
jumlah yang sangat
didelegasikan melalui dalam rangka
terbatas hanya dapat kepentingan pengembangan
Peraturan Pemerintah fleksibilitas dan
diberikan untuk ilmu pengetahuan dan
agar memberikan memenangkan
kepentingan teknologi.
fleksibilitas bagi persaingan
pengembangan ilmu (4) Surat Persetujuan Impor Pemerintah Pusat dalam global.
pengetahuan dan teknologi. sebagaimana dimaksud pada mengambil kebijakan
ayat (1) disampaikan kepada mengikuti dinamika
pemerintah negara masyarakat dan global
(4) Surat Persetujuan Impor
pengekspor. yang semakin cepat.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disampaikan Jika tidak didelegasikan
kepada pemerintah negara melalui PP maka
pengekspor. dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
3. Alasan tetap
menggunakan
nomenklatur Surat
persetujuan Impor
Narkotika Golongan I
dan menjelaskan bahwa
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Surat Persetujuan
Impor Narkotika
Golongan I dalam
jumlah yang sangat
terbatas hanya dapat
diberikan untuk
kepentingan
pengembangan ilmu
pengetahuan dan
teknologi harus
dibunyikan di UU bukan
di PP, karena hal ini
sesuai konvensi
internasional.
4. Pasal 18 Pasal 18 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Menteri memberi izin 1. Industri Farmasi atau Pemerintah
Perusahaan pedagang besar 2. Sesuai dengan arahan Berusaha
kepada 1 (satu) perusahaan Pusat dalam
Presiden, politik hukum
pedagang besar farmasi farmasi dapat melaksanakan mengambil
dalam penyusunan RUU
milik negara yang telah ekspor narkotika setelah kebijakan
Cipta Kerja
memiliki izin sebagai memenuhi perizinan berusaha mengikuti
kewenangan
eksportir sesuai dengan dari Pemerintah Pusat. dinamika
Menteri/pimpinan
ketentuan peraturan masyarakat dan
Penjelasan: Lembaga,gubernur,dan
perundang undangan global yang
Perusahaan pedagang besar /atau bupati/walikota
untuk melaksanakan semakin cepat.
farmasi dalam ketentuan ini perlu ditata kembali
ekspor Narkotika.
baik BUMN maupun swasta. berdasarkan prinsip 2. Konsekuensinya
perizinan berusaha adalah
2. Ketentuan lebih lanjut berbasis risiko dan kementerian/le
(2) Dalam keadaan tertentu, mengenai perizinan berusaha menerapkan mbaga dan
Menteri dapat memberi izin sebagaimana dimaksud pada penggunaan teknologi pemerintah
kepada perusahaan lain ayat (1) diatur dengan informasi dalam daerah perlu
dari perusahaan milik Peraturan Pemerintah. pemberian perizinan memahami
negara sebagaimana
(misalnya perizinan penataan
dimaksud pada ayat (1)
kewenangan
yang memiliki izin sebagai
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
eksportir sesuai dengan berusaha secara dalam rangka
ketentuan peraturan elektronik). fleksibilitas dan
perundang-undangan 3. Pengaturan lebih lanjut memenangkan
untuk melaksanakan didelegasikan melalui persaingan
ekspor Narkotika. Peraturan Pemerintah global.
agar memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat dalam
mengambil kebijakan
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat.
Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
5. Pasal 19 Pasal 19 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Eksportir Narkotika harus (1) Eksportir Narkotika harus Pemerintah
dalam penyusunan RUU Berusaha
memiliki Surat Persetujuan memiliki Surat Persetujuan Pusat dalam
Cipta Kerja
Ekspor dari Menteri untuk Ekspor yang diterbitkan oleh mengambil
kewenangan
setiap kali melakukan Pemerintah Pusat untuk kebijakan
Menteri/pimpinan
ekspor Narkotika. setiap kali melakukan ekspor mengikuti
Lembaga,gubernur,dan
Narkotika. dinamika
(2) Untuk memperoleh Surat /atau bupati/walikota
Persetujuan Ekspor (2) Untuk memperoleh Surat perlu ditata kembali masyarakat dan
Narkotika sebagaimana Persetujuan Ekspor Narkotika berdasarkan prinsip global yang
dimaksud pada ayat (1), sebagaimana dimaksud pada perizinan berusaha semakin cepat.
pemohon harus ayat (1), pemohon harus berbasis risiko dan
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
melampirkan surat melampirkan surat menerapkan 2. Konsekuensinya
persetujuan dari negara persetujuan yang diterbitkan penggunaan teknologi adalah
pengimpor. oleh negara pengimpor. informasi dalam kementerian/le
pemberian perizinan mbaga dan
(3) Ketentuan lebih lanjut
(misalnya perizinan pemerintah
mengenai Surat Persetujuan
berusaha secara daerah perlu
Ekspor Narkotika
elektronik). memahami
sebagaimana dimaksud pada
2. Pengaturan lebih lanjut penataan
ayat (1) dan ayat (2) diatur
didelegasikan melalui kewenangan
dengan Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah dalam rangka
agar memberikan fleksibilitas dan
fleksibilitas bagi memenangkan
Pemerintah Pusat dalam persaingan
mengambil kebijakan global.
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat.
Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
3. Alasan tetap
menggunakan
nomenklatur Surat
Persetujuan Ekspor
Narkotika karena hal ini
sesuai konvensi
internasional.
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
6. Pasal 22 Pasal 22 Pengaturan lebih lanjut 1. Memberikan Penyederhanaan
didelegasikan melalui fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
Peraturan Pemerintah agar Pemerintah Berusaha
syarat dan tata cara memperoleh syarat dan tata cara memperoleh
memberikan fleksibilitas Pusat dalam
Surat Persetujuan Impor dan Surat Persetujuan Impor dan Surat
bagi Pemerintah Pusat mengambil
Surat Persetujuan Ekspor diatur Persetujuan Ekspor diatur dengan
dalam mengambil kebijakan
dengan Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.
kebijakan mengikuti mengikuti
dinamika masyarakat dan dinamika
global yang semakin cepat. masyarakat dan
Jika tidak didelegasikan global yang
melalui PP maka semakin cepat.
dikhawatirkan Indonesia 2. Konsekuensinya
akan kesulitan dalam adalah
menyesuaikan kebijakan kementerian/le
regulasi perizinan dan mbaga dan
kesulitan berkompetisi pemerintah
dengan negara tetangga. daerah perlu
memahami
penataan
kewenangan
dalam rangka
fleksibilitas dan
memenangkan
persaingan
global.
7. Pasal 24 Pasal 24 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap pengangkutan impor 1. Setiap pengangkutan impor Pemerintah
2. Sesuai dengan arahan Berusaha
Narkotika wajib dilengkapi Narkotika wajib dilengkapi Pusat dalam
Presiden, politik hukum
dengan dokumen atau dengan dokumen atau surat mengambil
surat persetujuan ekspor persetujuan ekspor Narkotika dalam penyusunan RUU
Cipta Kerja kebijakan
Narkotika yang sah sesuai yang sah sesuai dengan mengikuti
kewenangan
dengan ketentuan ketentuan peraturan dinamika
Menteri/pimpinan
peraturan perundang- perundang-undangan di masyarakat dan
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
undangan di negara negara pengekspor dan Surat Lembaga,gubernur,dan global yang
pengekspor dan Surat Persetujuan Impor Narkotika /atau bupati/walikota semakin cepat.
Persetujuan Impor yang diterbitkan oleh perlu ditata kembali 2. Konsekuensinya
Narkotika yang dikeluarkan Pemerintah Pusat. berdasarkan prinsip adalah
oleh Menteri. perizinan berusaha kementerian/le
2. Setiap pengangkutan ekspor
berbasis risiko dan mbaga dan
(2) Setiap pengangkutan Narkotika wajib dilengkapi
menerapkan pemerintah
ekspor Narkotika wajib dengan surat persetujuan
penggunaan teknologi daerah perlu
dilengkapi dengan Surat ekspor Narkotika yang
informasi dalam memahami
Persetujuan Ekspor diterbitkan oleh Pemerintah
pemberian perizinan penataan
Narkotika yang dikeluarkan Pusat dan dokumen atau
(misalnya perizinan kewenangan
oleh Menteri dan dokumen perizinan berusaha terkait
berusaha secara dalam rangka
atau surat persetujuan impor Narkotika yang sah
elektronik). fleksibilitas dan
impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan
perundang- 3. Alasan tetap memenangkan
sesuai dengan ketentuan peraturan
menggunakan persaingan
peraturan perundang- undangan di negara
nomenklatur Surat global.
undangan di negara pengimpor.
Persetujuan Ekspor
pengimpor. 3. Ketentuan lebih lanjut Narkotika karena hal ini
mengenai dokumen atau surat sesuai konvensi
persetujuan ekspor dan impor internasional.
narkotika sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
8. Pasal 26 Pasal 26 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Eksportir Narkotika wajib (1) Eksportir Narkotika wajib
dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha
memberikan Surat memberikan Surat
Cipta Kerja kewenangan Pusat dalam
Persetujuan Ekspor Persetujuan Ekspor Narkotika
Menteri/pimpinan mengambil
Narkotika dari Menteri dan yang diterbitkan oleh
Lembaga,gubernur,dan/at kebijakan
dokumen atau Surat Pemerintah Pusat dan
au bupati/walikota perlu mengikuti
Persetujuan Impor dokumen atau Surat
ditata kembali dinamika
Narkotika yang sah sesuai Persetujuan Impor Narkotika
berdasarkan prinsip masyarakat dan
dengan ketentuan yang sah sesuai dengan
perizinan berusaha
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
peraturan perundang- ketentuan peraturan berbasis risiko dan global yang
undangan di negara perundang-undangan di menerapkan penggunaan semakin cepat.
pengimpor kepada orang negara pengimpor kepada teknologi informasi dalam 2. Konsekuensinya
yang bertanggung jawab orang yang bertanggung jawab pemberian perizinan adalah
atas perusahaan atas perusahaan (misalnya perizinan kementerian/le
pengangkutan ekspor. pengangkutan ekspor. berusaha secara mbaga dan
bertanggung elektronik). pemerintah
(2) Orang yang bertanggung (2) Orang yang
daerah perlu
jawab atas perusahaan jawab atas perusahaan
memahami
pengangkutan ekspor wajib pengangkutan ekspor wajib
penataan
memberikan Surat memberikan Surat
kewenangan
Persetujuan Ekspor Persetujuan Ekspor Narkotika
yang diterbitkan oleh dalam rangka
Narkotika dari Menteri dan
Pemerintah Pusat dan fleksibilitas dan
dokumen atau Surat
dokumen atau Surat memenangkan
Persetujuan Impor
Persetujuan Impor Narkotika persaingan
Narkotika yang sah sesuai
yang sah sesuai dengan global.
dengan ketentuan
peraturan perundang- ketentuan peraturan
undangan di negara perundang-undangan di
pengimpor kepada negara pengimpor kepada
penanggung jawab penanggung jawab
pengangkut. pengangkut.
(3) Penanggung jawab (3) Penanggung jawab
pengangkut ekspor pengangkut ekspor Narkotika
Narkotika wajib membawa wajib membawa dan
dan bertanggung jawab atas bertanggung jawab atas
kelengkapan Surat kelengkapan Surat
Persetujuan Ekspor Persetujuan Ekspor Narkotika
Narkotika dari Menteri dan yang diterbitkan oleh
dokumen atau Surat Pemerintah Pusat dan
Persetujuan Impor dokumen atau Surat
Narkotika yang sah sesuai Persetujuan Impor Narkotika
dengan ketentuan yang sah sesuai dengan
peraturan perundang- ketentuan peraturan
- 30 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
undangan di negara perundang-undangan di
pengimpor. negara pengimpor.

9. Pasal 36 Pasal 36 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan


perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Narkotika dalam bentuk (1) Narkotika dalam bentuk obat Pemerintah
2. Sesuai dengan arahan Berusaha
obat jadi hanya dapat jadi hanya dapat diedarkan Pusat dalam
Presiden, politik hukum
diedarkan setelah setelah memenuhi Perizinan mengambil
dalam penyusunan RUU
mendapatkan izin edar dari Berusaha dari Pemerintah kebijakan
Cipta Kerja
Menteri. Pusat. mengikuti
kewenangan
(2) Ketentuan lebih lanjut (2) Ketentuan lebih lanjut Menteri/pimpinan dinamika
mengenai syarat dan tata mengenai syarat dan tata cara Lembaga,gubernur,dan masyarakat dan
cara perizinan peredaran perizinan berusaha /atau bupati/walikota global yang
Narkotika dalam bentuk sebagaimana dimaksud pada perlu ditata kembali semakin cepat.
obat jadi sebagaimana ayat (1) diatur dengan berdasarkan prinsip 2. Konsekuensinya
dimaksud pada ayat (1) Peraturan Pemerintah. perizinan berusaha adalah
diatur dengan Peraturan berbasis risiko dan kementerian/le
Menteri. menerapkan mbaga dan
penggunaan teknologi pemerintah
(3) Untuk mendapatkan izin
informasi dalam daerah perlu
edar dari Menteri,
pemberian perizinan memahami
Narkotika dalam bentuk
(misalnya perizinan penataan
obat jadi sebagaimana
berusaha secara kewenangan
dimaksud pada ayat (1)
elektronik). dalam rangka
harus melalui pendaftaran
3. Pengaturan lebih lanjut fleksibilitas dan
pada Badan Pengawas Obat
didelegasikan melalui memenangkan
dan Makanan.
Peraturan Pemerintah persaingan
(4) Ketentuan lebih lanjut agar memberikan global.
mengenai syarat dan tata fleksibilitas bagi
cara pendaftaran Narkotika Pemerintah Pusat dalam
dalam bentuk obat jadi mengambil kebijakan
sebagaimana dimaksud mengikuti dinamika
pada ayat (3) diatur dengan masyarakat dan global
Peraturan Kepala Badan
- 31 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pengawas Obat dan yang semakin cepat.
Makanan. Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
10. Pasal 39 Pasal 39 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Narkotika hanya dapat (1) Narkotika hanya dapat Pemerintah
2. Sesuai dengan arahan Berusaha
disalurkan oleh Industri disalurkan oleh Industri Pusat dalam
Presiden, politik hukum
Farmasi, pedagang besar Farmasi, pedagang besar mengambil
dalam penyusunan RUU
farmasi, dan sarana farmasi, dan sarana kebijakan
Cipta Kerja
penyimpanan sediaan penyimpanan sediaan farmasi mengikuti
kewenangan
farmasi pemerintah sesuai pemerintah sesuai dengan dinamika
Menteri/pimpinan
dengan ketentuan dalam ketentuan dalam Undang- masyarakat dan
Lembaga,gubernur,dan
Undang-Undang ini. Undang ini. global yang
/atau bupati/walikota
(2) Industri Farmasi, pedagang (2) Industri Farmasi, pedagang perlu ditata kembali semakin cepat.
besar farmasi, dan sarana besar farmasi, dan sarana berdasarkan prinsip 2. Konsekuensinya
penyimpanan sediaan penyimpanan sediaan farmasi perizinan berusaha adalah
farmasi pemerintah pemerintah sebagaimana berbasis risiko dan kementerian/le
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (1) wajib menerapkan mbaga dan
pada ayat (1) wajib memiliki memenuhi Perizinan penggunaan teknologi pemerintah
izin khusus penyaluran Berusaha dari Pemerintah informasi dalam daerah perlu
Narkotika dari Menteri Pusat. pemberian perizinan memahami
(misalnya perizinan penataan
(3) Ketentuan lebih lanjut
berusaha secara kewenangan
mengenai perizinan berusaha
elektronik). dalam rangka
sebagaimana dimaksud pada
3. Pengaturan lebih lanjut fleksibilitas dan
didelegasikan melalui memenangkan
- 32 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah persaingan
Peraturan Pemerintah. agar memberikan global.
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat dalam
mengambil kebijakan
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat.
Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
1. Pasal 24 Pasal 24 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi perizinan
(1) Dalam rangka (1) Pemerintah menetapkan Pemerintah berusaha.
penyelenggaraan pelayanan klasifikasi rumah sakit 2. Pengaturan lebih lanjut Pusat dalam
kesehatan secara berjenjang berdasarkan kemampuan didelegasikan melalui mengambil
dan fungsi rujukan, rumah pelayanan. Peraturan Pemerintah kebijakan
sakit umum dan rumah sakit agar memberikan mengikuti
Penjelasan ayat (1):
khusus diklasifikasikan fleksibilitas bagi dinamika
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan antara Pemerintah Pusat dalam masyarakat dan
kemampuan pelayanan lain ditentukan oleh sumber mengambil kebijakan global yang
Rumah Sakit. daya manusia, bangunan, mengikuti dinamika semakin cepat.
(2) Klasifikasi Rumah Sakit sarana, dan peralatan. masyarakat dan global 2. Konsekuensinya
umum sebagaimana (2) Ketentuan lebih lanjut yang semakin cepat. adalah
dimaksud pada ayat (1) mengenai klasifikasi rumah Jika tidak didelegasikan kementerian/le
terdiri atas : sakit sebagaimana dimaksud melalui PP maka mbaga dan
- 33 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. Rumah Sakit umum kelas pada ayat (1) diatur dengan dikhawatirkan pemerintah
A; Peraturan Pemerintah. Indonesia akan daerah perlu
b. Rumah Sakit umum kelas kesulitan dalam memahami
B menyesuaikan penataan
c. Rumah Sakit umum kelas kebijakan regulasi kewenangan
C; perizinan dan kesulitan dalam rangka
d. Rumah Sakit umum kelas berkompetisi dengan fleksibilitas dan
D. negara tetangga. memenangkan
(3) Klasifikasi Rumah Sakit persaingan
khusus sebagaimana global.
dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas :
a. Rumah Sakit khusus kelas
A;
b. Rumah Sakit khusus kelas
B;
c. Rumah Sakit khusus kelas
C.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai klasifikasi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
2. Pasal 25 Pasal 25 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap penyelenggara (1) Setiap penyelenggara Rumah Pemerintah
2. Sesuai dengan arahan Berusaha
Rumah Sakit wajib memiliki Sakit wajib memperoleh Pusat dalam
Presiden, politik hukum
izin. perizinan berusaha dari mengambil
dalam penyusunan RUU
Pemerintah Pusat. kebijakan
(2) Izin sebagaimana dimaksud Cipta Kerja
pada ayat (1) terdiri dari izin kewenangan mengikuti
mendirikan dan izin Menteri/pimpinan dinamika
operasional. Lembaga,gubernur,dan masyarakat dan
/atau bupati/walikota global yang
perlu ditata kembali semakin cepat.
- 34 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Izin mendirikan berdasarkan prinsip 2. Konsekuensinya
sebagaimana dimaksud perizinan berusaha adalah
pada ayat (2) diberikan berbasis risiko dan kementerian/le
untuk jangka waktu 2 (dua) menerapkan mbaga dan
tahun dan dapat penggunaan teknologi pemerintah
diperpanjang untuk 1 (satu) informasi dalam daerah perlu
tahun. pemberian perizinan memahami
(misalnya perizinan penataan
(4) Izin operasional
berusaha secara kewenangan
sebagaimana dimaksud
elektronik). dalam rangka
pada ayat (2) diberikan
3. Pengaturan lebih lanjut fleksibilitas dan
untuk jangka waktu 5 (lima)
didelegasikan melalui memenangkan
tahun dan dapat
Peraturan Pemerintah persaingan
diperpanjang kembali
agar memberikan global.
selama memenuhi
fleksibilitas bagi
persyaratan.
Pemerintah Pusat dalam
(5) Izin sebagaimana dimaksud mengambil kebijakan
pada ayat (2) diberikan mengikuti dinamika
setelah memenuhi masyarakat dan global
persyaratan sebagaimana yang semakin cepat.
diatur dalam Undang- Jika tidak didelegasikan
Undang ini. melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
3. Pasal 26 Pasal 26 Salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Izin Rumah Sakit kelas A Dihapus. Pemerintah Pusat Berusaha
Cipta Kerja adalah
dan Rumah Sakit dalam mengambil
menyesuaikan
penanaman modal asing
- 35 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
atau penanaman modal nomenklatur perizinan kebijakan
dalam negeri diberikan oleh yang ada dalam setiap mengikuti
Menteri setelah Undang-Undang dengan dinamika
mendapatkanrekomendasi rumusan yang bersifat masyarakat dan
dari pejabat yang general, sehingga global yang
berwenang di bidang memberikan fleksibiltas semakin cepat.
kesehatan pada Pemerintah pemerintah dalam rangka
Daerah Provinsi. mengantisipasi dinamika
masyarakat dan global.
(2) Izin Rumah Sakit
penanaman modal asing
atau penanaman modal
dalam negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diberikan setelah mendapat
rekomendasi dari instansi
yang melaksanakan urusan
penanaman modal asing
atau penanaman modal
dalam negeri.
(3) Izin Rumah Sakit kelas B
diberikan oleh Pemerintah
Daerah Provinsi setelah
mendapatkan rekomendasi
dari pejabat yang
berwenang di bidang
kesehatan pada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota.
(4) Izin Rumah Sakit kelas C
dan kelas D diberikan oleh
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota setelah
mendapat rekomendasi dari
pejabat yang berwenang di
- 36 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
bidang kesehatan pada
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
4. Pasal 27 Pasal 27 1. Penyeragaman konsepsi Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
Izin Rumah Sakit dapat dicabut Perizinan Berusaha terkait Rumah Pemerintah Pusat Berusaha
2. Salah satu politik
jika: Sakit sebagaimana dimaksud dalam mengambil
hukum dalam
dengan Pasal 25, dapat dicabut kebijakan
a. habis masa berlakunya; penyusunan RUU Cipta
b. tidak lagi memenuhi jika: Kerja adalah mengikuti
persyaratan dan standar; a. habis masa berlakunya; menyesuaikan dinamika
c. terbukti melakukan b. tidak lagi memenuhi nomenklatur perizinan masyarakat dan
pelanggaran terhadap persyaratan dan standar; yang ada dalam setiap global yang
peraturan perundang- c. terbukti melakukan Undang-Undang dengan semakin cepat.
undangan; dan/atau pelanggaran terhadap rumusan yang bersifat
d. atas perintah pengadilan ketentuan peraturan general, sehingga
dalam rangka penegakan perundang-undangan; memberikan fleksibiltas
hukum. dan/atau pemerintah dalam
d. atas perintah pengadilan rangka mengantisipasi
dalam rangka penegakan dinamika masyarakat
hukum. dan global.

5. Pasal 28 Pasal 28 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan


perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemerintah
dengan Perizinan Berusaha terkait rumah 2. Pengaturan lebih lanjut Berusaha
perizinan diatur Pusat dalam
didelegasikan melalui
Peraturan Menteri. sakit diatur dengan Peraturan mengambil
Peraturan Pemerintah
Pemerintah. kebijakan
agar memberikan
fleksibilitas bagi mengikuti
Pemerintah Pusat dalam dinamika
mengambil kebijakan masyarakat dan
mengikuti dinamika global yang
masyarakat dan global semakin cepat.
yang semakin cepat.
- 37 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Jika tidak didelegasikan 2. Konsekuensinya
melalui PP maka adalah
dikhawatirkan kementerian/le
Indonesia akan mbaga dan
kesulitan dalam pemerintah
menyesuaikan daerah perlu
kebijakan regulasi memahami
perizinan dan kesulitan penataan
berkompetisi dengan kewenangan
negara tetangga. dalam rangka
fleksibilitas dan
memenangkan
persaingan
global.
6. Pasal 29 Pasal 29 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap Rumah Sakit 1. Setiap Rumah Sakit
dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha
mempunyai kewajiban : mempunyai kewajiban:
Cipta Kerja Pusat dalam
a. memberikan informasi a. memberikan informasi kewenangan mengambil
yang benar tentang yang benar tentang Menteri/pimpinan kebijakan
pelayanan Rumah Sakit pelayanan Rumah Sakit Lembaga,gubernur,dan mengikuti
kepada masyarakat; kepada masyarakat; /atau bupati/walikota dinamika
b. memberi pelayanan b. memberi pelayanan perlu ditata kembali masyarakat dan
kesehatan yang aman, kesehatan yang aman, berdasarkan prinsip global yang
bermutu, bermutu, perizinan berusaha semakin cepat.
antidiskriminasi, dan antidiskriminasi, dan berbasis risiko dan 2. Konsekuensinya
efektif dengan efektif dengan menerapkan adalah
mengutamakan mengutamakan penggunaan teknologi kementerian/le
kepentingan pasien kepentingan pasien sesuai informasi dalam mbaga dan
sesuai dengan standar dengan standar pelayanan pemberian perizinan pemerintah
pelayanan Rumah Rumah Sakit; (misalnya perizinan daerah perlu
Sakit; berusaha secara memahami
c. memberikan pelayanan elektronik). penataan
gawat darurat kepada kewenangan
- 38 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. memberikan pelayanan pasien sesuai dengan 2. Pengaturan lebih lanjut dalam rangka
gawat darurat kepada kemampuan didelegasikan melalui fleksibilitas dan
pasien sesuai dengan pelayanannya; Peraturan Pemerintah memenangkan
kemampuan agar memberikan persaingan
d. berperan aktif dalam
pelayanannya; fleksibilitas bagi global.
memberikan pelayanan
Pemerintah Pusat dalam
d. berperan aktif dalam kesehatan pada bencana,
mengambil kebijakan
memberikan pelayanan sesuai dengan
mengikuti dinamika
kesehatan pada kemampuan
masyarakat dan global
bencana, sesuai dengan pelayanannya;
yang semakin cepat.
kemampuan e. menyediakan sarana dan Jika tidak didelegasikan
pelayanannya; pelayanan bagi melalui PP maka
e. menyediakan sarana masyarakat tidak mampu dikhawatirkan
dan pelayanan bagi atau miskin; Indonesia akan
masyarakat tidak kesulitan dalam
f. melaksanakan fungsi
mampu atau miskin; menyesuaikan
sosial antara lain dengan
f. melaksanakan fungsi memberikan fasilitas kebijakan regulasi
sosial antara lain pelayanan pasien tidak perizinan dan kesulitan
dengan memberikan mampu/miskin, berkompetisi dengan
fasilitas pelayanan pelayanan gawat darurat negara tetangga.
pasien tidak tanpa uang muka,
mampu/miskin, ambulan gratis, pelayanan
pelayanan gawat korban bencana dan
darurat tanpa uang kejadian luar biasa, atau
muka, ambulan gratis, bakti sosial bagi misi
pelayanan korban kemanusiaan;
bencana dan kejadian
g. membuat, melaksanakan,
luar biasa, atau bakti dan menjaga standar
sosial bagi misi mutu pelayanan
kemanusiaan; kesehatan di Rumah Sakit
g. membuat, sebagai acuan dalam
melaksanakan, dan melayani pasien;
menjaga standar mutu
pelayanan kesehatan di
- 39 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Rumah Sakit sebagai h. menyelenggarakan rekam
acuan dalam melayani medis;
pasien; i. menyediakan sarana dan
h. menyelenggarakan prasarana umum yang
rekam medis; layak antara lain sarana
ibadah, parkir, ruang
i. menyediakan sarana
tunggu, sarana untuk
dan prasarana umum
orang cacat, wanita
yang layak antara lain
menyusui, anak-anak,
sarana ibadah, parkir,
lanjut usia;
ruang tunggu, sarana
untuk orang cacat, j. melaksanakan sistem
wanita menyusui, anak- rujukan;
anak, lanjut usia; k. menolak keinginan pasien
j. melaksanakan sistem yang bertentangan dengan
rujukan; standar profesi dan etika
serta peraturan
k. menolak keinginan
perundang-undangan;
pasien yang
bertentangan dengan l. memberikan informasi
standar profesi dan yang benar, jelas dan jujur
etika serta peraturan mengenai hak dan
perundang-undangan; kewajiban pasien;
l. memberikan informasi m. menghormati dan
yang benar, jelas dan melindungi hak-hak
jujur mengenai hak dan pasien;
kewajiban pasien; n. melaksanakan etika
m. menghormati dan Rumah Sakit;
melindungi hak-hak o. memiliki sistem
pasien; pencegahan kecelakaan
n. melaksanakan etika dan penanggulangan
Rumah Sakit; bencana;
- 40 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
o. memiliki sistem p. melaksanakan program
pencegahan kecelakaan pemerintah di bidang
dan penanggulangan kesehatan baik secara
bencana; regional maupun nasional;
p. melaksanakan program q. membuat daftar tenaga
pemerintah di bidang medis yang melakukan
kesehatan baik secara praktik kedokteran atau
regional maupun kedokteran gigi dan tenaga
nasional; kesehatan lainnya;
q. membuat daftar tenaga r. menyusun dan
medis yang melakukan melaksanakan peraturan
praktik kedokteran internal Rumah Sakit
atau kedokteran gigi (hospital by laws);
dan tenaga kesehatan s. melindungi dan
lainnya; memberikan bantuan
r. menyusun dan hokum bagi semua
melaksanakan petugas Rumah Sakit
peraturan internal dalam melaksanakan
Rumah Sakit (hospital tugas; dan
by laws); t. memberlakukan seluruh
s. melindungi dan lingkungan rumah sakit
memberikan bantuan sebagai kawasan tanpa
hokum bagi semua rokok.
petugas Rumah Sakit 2. Pelanggaran atas kewajiban
dalam melaksanakan sebagaimana dimaksud pada
tugas; dan ayat (1) dikenakan sanksi
t. memberlakukan admisnistratif
seluruh lingkungan 3. Ketentuan lebih lanjut
rumah sakit sebagai mengenai kewajiban Rumah
kawasan tanpa rokok. Sakit sebagaimana dimaksud
(2) Pelanggaran atas kewajiban pada ayat (1) dan pengenaan
sebagaimana dimaksud sanksi administratif
- 41 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) dikenakan sebagaimana pada ayat (2)
sanksi admisnistratif diatur dengan Peraturan
berupa: Pemerintah.
a. teguran;
b. teguran tertulis; atau
c. denda dan pencabutan
izin Rumah Sakit.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kewajiban
Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Menteri.
7. Pasal 40 Pasal 40 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Dalam upaya peningkatan (1) Dalam upaya peningkatan Pemerintah
dalam penyusunan RUU Berusaha
mutu pelayanan Rumah mutu pelayanan Rumah Sakit Pusat dalam
Cipta Kerja
Sakit wajib dilakukan wajib dilakukan akreditasi mengambil
kewenangan
akreditasi secara berkala secara berkala. kebijakan
Menteri/pimpinan
menimal 3 (tiga) tahun (2) mengikuti
Akreditasi Rumah Sakit Lembaga,gubernur,dan
sekali. dinamika
sebagaimana dimaksud pada /atau bupati/walikota
(2) Akreditasi Rumah Sakit ayat (1) dilakukan oleh suatu perlu ditata kembali masyarakat dan
sebagaimana dimaksud lembaga independen, baik dari berdasarkan prinsip global yang
pada ayat (1) dilakukan oleh dalam maupun dari luar perizinan berusaha semakin cepat.
suatu lembaga independen negeri, berdasarkan standar berbasis risiko dan 2. Konsekuensinya
baik dari dalam maupun akreditasi yang berlaku. menerapkan adalah
dari luar negeri (3) penggunaan teknologi kementerian/le
Lembaga independen
berdasarkan standar informasi dalam mbaga dan
sebagaimana dimaksud pada
akreditasi yang berlaku. pemberian perizinan pemerintah
ayat (2) ditetapkan oleh
(misalnya perizinan daerah perlu
(3) Lembaga independen Pemerintah Pusat.
berusaha secara memahami
sebagaimana dimaksud
elektronik). penataan
- 42 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (2) ditetapkan (4) Ketentuan lebih lanjut 2. Pengaturan lebih lanjut kewenangan
oleh Menteri. mengenai akreditasi Rumah didelegasikan melalui dalam rangka
Sakit sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah fleksibilitas dan
(4) Ketentuan lebih lanjut
pada ayat (1), dan ayat (2) agar memberikan memenangkan
mengenai akreditasi Rumah
diatur dengan Peraturan fleksibilitas bagi persaingan
Sakit sebagaimana
Pemerintah. Pemerintah Pusat dalam global.
dimaksud pada ayat (1),
mengambil kebijakan
dan ayat (2) diatur dengan
mengikuti dinamika
Peraturan Menteri.
masyarakat dan global
yang semakin cepat.
Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
8. Pasal 54 Pasal 54 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemerintah dan Pemerintah 1. Pemerintah Pusat melakukan Pemerintah
dalam penyusunan RUU Berusaha
Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan Pusat dalam
Cipta Kerja
pembinaan dan terhadap Rumah Sakit dengan mengambil
kewenangan
pengawasan terhadap melibatkan organisasi profesi, kebijakan
Menteri/pimpinan
Rumah Sakit dengan asosiasi perumahsakitan, dan mengikuti
Lembaga,gubernur,dan
melibatkan organisasi organisasi kemasyaratan dinamika
/atau bupati/walikota
profesi, asosiasi lainnya sesuai dengan tugas masyarakat dan
perlu ditata kembali
perumahsakitan, dan dan fungsi masing-masing. global yang
berdasarkan prinsip
organisasi kemasyaratan 2. Pembinaan dan pengawasan semakin cepat.
perizinan berusaha
lainnya sesuai dengan 2. Konsekuensinya
sebagaimana dimaksud pada berbasis risiko dan
tugas dan fungsi masing- adalah
ayat (1) diarahkan untuk: menerapkan
masing. kementerian/le
penggunaan teknologi
- 43 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pembinaan dan a. pemenuhan kebutuhan informasi dalam mbaga dan
pengawasan sebagaimana pelayanan kesehatan pemberian perizinan pemerintah
dimaksud pada ayat (1) yang terjangkau oleh (misalnya perizinan daerah perlu
diarahkan untuk: masyarakat; berusaha secara memahami
elektronik). penataan
a. pemenuhan kebutuhan b. peningkatan mutu
2. Pengaturan lebih lanjut kewenangan
pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan;
didelegasikan melalui dalam rangka
yang terjangkau oleh c. keselamatan pasien ; Peraturan Pemerintah fleksibilitas dan
masyarakat;
d. pengembangan agar memberikan memenangkan
b. peningkatan mutu fleksibilitas bagi persaingan
jangkauan pelayanan;
pelayanan kesehatan; Pemerintah Pusat dalam global.
dan
c. keselamatan pasien ; mengambil kebijakan
e. peningkatan kemampuan mengikuti dinamika
d. pengembangan kemandirian Rumah masyarakat dan global
jangkauan pelayanan; Sakit. yang semakin cepat.
dan Jika tidak didelegasikan
3. Dalam melaksanakan tugas
e. peningkatan pengawasan, Pemerintah melalui PP maka
kemampuan Pusat mengangkat tenaga dikhawatirkan
kemandirian Rumah pengawas sesuai kompetensi Indonesia akan
Sakit. dan keahliannya. kesulitan dalam
menyesuaikan
(3) Dalam melaksanakan tugas 4. Tenaga pengawas
kebijakan regulasi
pengawasan, Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
perizinan dan kesulitan
dan Pemerintah Daerah ayat (3) melaksanakan
berkompetisi dengan
mengangkat tenaga pengawasan yang bersifat
negara tetangga.
pengawas sesuai teknis medis dan teknis
kompetensi dan perumahsakitan.
keahliannya.
5. Dalam rangka pembinaan dan
(4) Tenaga pengawas pengawasan, Pemerintah
sebagaimana dimaksud Pusat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) melaksanakan pada ayat (1) dan ayat (2) dapat
pengawasan yang bersifat mengenakan sanksi
teknis medis dan teknis administratif.
perumahsakitan.
- 44 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Dalam rangka pembinaan 6. Ketentuan lebih lanjut
dan pengawasan mengenai pembinaan dan
sebagaimana dimaksud pengawasan sebagaimana
pada ayat (1) dan ayat (2) dimaksud pada ayat (1), ayat
Pemerintah dan Pemerintah (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat
Daerah dapat mengambil (5) diatur dengan Peraturan
tindakan administratif Pemerintah.
berupa:

a. teguran;
b. teguran tertulis;
dan/atau
c. denda dan pencabutan
izin.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembinaan dan
pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), ayat (4),
dan ayat (5) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
1. Pasal 30 Pasal 30 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Fasilitas pelayanan (1) Fasilitas pelayanan kesehatan, Pemerintah
dalam penyusunan RUU Berusaha
kesehatan, menurut jenis menurut jenis pelayanannya Pusat dalam
pelayanannya terdiri atas: terdiri atas: Cipta Kerja
kewenangan mengambil
a. pelayanan kesehatan a. pelayanan kesehatan Menteri/pimpinan kebijakan
perseorangan; dan perseorangan; dan Lembaga,gubernur,dan mengikuti
dinamika
- 45 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. pelayanan kesehatan b. pelayanan kesehatan /atau bupati/walikota masyarakat dan
masyarakat. masyarakat. perlu ditata kembali global yang
berdasarkan prinsip semakin cepat.
(2) Fasilitas pelayanan (2) Fasilitas pelayanan kesehatan
perizinan berusaha 2. Konsekuensinya
kesehatan sebagaimana sebagaimana dimaksud pada
berbasis risiko dan adalah
dimaksud pada ayat (1) ayat (1)meliputi:
menerapkan kementerian/le
meliputi: a. pelayanan kesehatan penggunaan teknologi mbaga dan
a. pelayanan kesehatan tingkat pertama; informasi dalam pemerintah
tingkat pertama; pemberian perizinan daerah perlu
b. pelayanan kesehatan
b. pelayanan kesehatan tingkat kedua; dan (misalnya perizinan memahami
tingkat kedua; dan berusaha secara penataan
c. pelayanan kesehatan elektronik). kewenangan
c. pelayanan kesehatan tingkat ketiga. 2. Penambahan pasal dalam rangka
tingkat ketiga. karena fasyankes salah fleksibilitas dan
(3) Fasilitas pelayanan kesehatan
(3) Fasilitas pelayanan sebagaimana dimaksud pada satunya termasuk RS. memenangkan
kesehatan sebagaimana ayat (1) dilaksanakan oleh persaingan
dimaksud pada ayat (1) pihak Pemerintah, pemerintah global.
dilaksanakan oleh pihak daerah, dan swasta.
Pemerintah, pemerintah (4) Setiap fasilitas pelayanan
daerah, dan swasta. kesehatan wajib memiliki
(4) Ketentuan persyaratan perizinan berusaha dari
fasilitas pelayanan Pemerintah Pusat.
kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) ditetapkan oleh
Pemerintah sesuai
ketentuan yang berlaku.
(5) Ketentuan perizinan
fasilitas pelayanan
kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan
ayat (3) ditetapkan oleh
- 46 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah dan pemerintah
daerah.
2. Pasal 35 Pasal 35 1. Memberikan fleksibilitas 1. Memberikan Penyederhanaan
bagi Pemerintah Pusat fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pemerintah daerah dapat Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemerintah
dalam mengambil Berusaha
menentukan jumlah dan fasilitas pelayanan kesehatan dan Pusat dalam
kebijakan mengikuti
jenis fasilitas pelayanan Perizinan Berusaha diatur dengan mengambil
dinamika masyarakat
kesehatan serta pemberian Peraturan Pemerintah. kebijakan
dan global yang semakin
izin beroperasi di mengikuti
cepat.
daerahnya. dinamika
2. Konsekuensinya adalah
(2) Penentuan jumlah dan jenis kementerian/lembaga masyarakat dan
fasilitas pelayanan dan pemerintah daerah global yang
kesehatan sebagaimana perlu memahami semakin cepat.
dimaksud pada ayat (1) penataan kewenangan 2. Konsekuensinya
dilakukan oleh pemerintah dalam rangka adalah
daerah dengan fleksibilitas dan kementerian/le
mempertimbangkan: memenangkan mbaga dan
persaingan global. pemerintah
a. luas wilayah;
3. Pengaturan lebih lanjut daerah perlu
b. kebutuhan kesehatan; didelegasikan melalui memahami
c. jumlah dan persebaran Peraturan Pemerintah penataan
penduduk; agar memberikan kewenangan
fleksibilitas bagi dalam rangka
d. pola penyakit; fleksibilitas dan
Pemerintah Pusat dalam
e. pemanfaatannya; mengambil kebijakan memenangkan
mengikuti dinamika persaingan
f. fungsi sosial; dan global.
masyarakat dan global
g. kemampuan dalam yang semakin cepat.
memanfaatkan Jika tidak didelegasikan
teknologi. melalui PP maka
(3) Ketentuan mengenai dikhawatirkan
jumlah dan jenis fasilitas Indonesia akan
pelayanan kesehatan serta kesulitan dalam
menyesuaikan
- 47 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemberian izin beroperasi kebijakan regulasi
sebagaimana dimaksud perizinan dan kesulitan
pada ayat (1) berlaku juga berkompetisi dengan
untuk fasilitas pelayanan negara tetangga.
kesehatan asing. 4. Substansi penentuan
jumlah dan jenis
(4) Ketentuan mengenai
fasilitas pelayanan
jumlah dan jenis fasilitas
kesehatan diatur dalam
pelayanan kesehatan
Peraturan Pemerintah.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak berlaku
untuk jenis rumah sakit
khusus karantina,
penelitian, dan asilum.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyelenggaraan
fasilitas pelayanan
kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
3. Pasal 60 Pasal 60 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang melakukan dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha
melakukan pelayanan pelayanan kesehatan Cipta Kerja Pusat dalam
kesehatan tradisional yang tradisional yang kewenangan mengambil
menggunakan alat dan menggunakan alat dan Menteri/pimpinan kebijakan
teknologi harus mendapat teknologi wajib memenuhi Lembaga,gubernur,dan mengikuti
izin dari lembaga kesehatan Perizinan Berusaha dari /atau bupati/walikota dinamika
yang berwenang. Pemerintah Pusat. perlu ditata kembali masyarakat dan
(2) Penggunaan alat dan (2) Ketentuan lebih lanjut berdasarkan prinsip global yang
teknologi sebagaimana mengenai perizinan berusaha perizinan berusaha semakin cepat.
dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud pada berbasis risiko dan 2. Konsekuensinya
harus dapat menerapkan adalah
- 48 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dipertanggungjawabkan ayat (1) diatur dengan penggunaan teknologi kementerian/le
manfaat dan keamanannya Peraturan Pemerintah. informasi dalam mbaga dan
serta tidak bertentangan pemberian perizinan pemerintah
dengan norma agama dan (misalnya perizinan daerah perlu
kebudayaan masyarakat. berusaha secara memahami
elektronik). penataan
2. Pengaturan lebih lanjut kewenangan
didelegasikan melalui dalam rangka
Peraturan Pemerintah fleksibilitas dan
agar memberikan memenangkan
fleksibilitas bagi persaingan
Pemerintah Pusat dalam global.
mengambil kebijakan
mengikuti dinamika
masyarakat dan global
yang semakin cepat.
Jika tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
4. Pasal 106 Pasal 106 1. Sesuai dengan arahan 1. Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Sediaan farmasi dan alat 1. Setiap orang yang dalam penyusunan RUU Pemerintah Berusaha
kesehatan hanya dapat memproduksi dan/atau Cipta Kerja Pusat dalam
diedarkan setelah mengedarkan sediaan farmasi kewenangan mengambil
mendapat izin edar. dan alat kesehatan harus Menteri/pimpinan kebijakan
memenuhi Perizinan Lembaga,gubernur,dan mengikuti
(2) Penandaan dan informasi
sediaan farmasi dan alat /atau bupati/walikota dinamika
- 49 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kesehatan harus memenuhi Berusaha dari Pemerintah perlu ditata kembali masyarakat dan
persyaratan objektivitas pusat. berdasarkan prinsip global yang
dan kelengkapan serta perizinan berusaha semakin cepat.
2. Sediaan farmasi dan alat
tidak menyesatkan. berbasis risiko dan 2. Konsekuensinya
kesehatan hanya dapat
menerapkan adalah
(3) Pemerintah berwenang diedarkan setelah memenuhi
penggunaan teknologi kementerian/le
mencabut izin edar dan perizinan berusaha dari
informasi dalam mbaga dan
memerintahkan penarikan Pemerintah Pusat.
pemberian perizinan pemerintah
dari peredaran sediaan
3. Pemerintah Pusat berwenang (misalnya perizinan daerah perlu
farmasi dan alat kesehatan mencabut Perizinan Berusaha berusaha secara memahami
yang telah memperoleh izin dan memerintahkan elektronik). penataan
edar, yang kemudian penarikan dari peredaran 2. Pengaturan lebih lanjut kewenangan
terbukti tidak memenuhi sediaan farmasi dan alat didelegasikan melalui dalam rangka
persyaratan mutu kesehatan yang telah Peraturan Pemerintah fleksibilitas dan
dan/atau keamanan memperoleh Perizinan agar memberikan memenangkan
dan/atau kemanfaatan, Berusaha, yang terbukti tidak fleksibilitas bagi persaingan
dapat disita dan memenuhi persyaratan mutu Pemerintah Pusat dalam global.
dimusnahkan sesuai dan/atau keamanan mengambil kebijakan
dengan ketentuan dan/atau kemanfaatan, dapat mengikuti dinamika
peraturan perundang- disita dan dimusnahkan masyarakat dan global
undangan. sesuai dengan ketentuan yang semakin cepat.
peraturan perundang- Jika tidak didelegasikan
undangan. melalui PP maka
4. Ketentuan lebih lanjut dikhawatirkan
mengenai perizinan berusaha Indonesia akan
sebagaimana dimaksud pada kesulitan dalam
ayat (1) dan ayat (2) diatur menyesuaikan
dengan Peraturan Pemerintah kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
5. Pasal 111 Pasal 111 1. Memberikan fleksibilitas 1. Memberikan Penyederhanaan
bagi Pemerintah Pusat fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Makanan dan minuman 1. Makanan dan minuman yang dalam mengambil Pemerintah Berusaha
yang dipergunakan untuk dipergunakan untuk
- 50 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
masyarakat harus masyarakat harus didasarkan kebijakan mengikuti Pusat dalam
didasarkan pada standar pada standar dan/atau dinamika masyarakat mengambil
dan/atau persyaratan persyaratan kesehatan. dan global yang semakin kebijakan
kesehatan. cepat. mengikuti
2. Makanan dan minuman
diedarkan 2. Konsekuensinya adalah dinamika
(2) Makanan dan minuman hanya dapat
kementerian/lembaga masyarakat dan
hanya dapat diedarkan setelah memenuhi perizinan
dan pemerintah daerah global yang
setelah mendapat izin edar berusaha dari Pemerintah
perlu memahami semakin cepat.
sesuai dengan ketentuan Pusat.
penataan kewenangan 2. Konsekuensinya
peraturan perundang- 3. Makanan dan minuman yang dalam rangka adalah
undangan. tidak memenuhi ketentuan fleksibilitas dan kementerian/le
(3) Setiap makanan dan standar, persyaratan memenangkan mbaga dan
minuman yang dikemas kesehatan, dan/atau persaingan global. pemerintah
wajib diberi tanda atau membahayakan kesehatan 3. Sesuai dengan arahan daerah perlu
label yang berisi: sebagaimana dimaksud pada Presiden, politik hukum memahami
ayat (1) dilarang untuk dalam penyusunan RUU penataan
a. Nama produk;
diedarkan, ditarik dari Cipta Kerja kewenangan
b. Daftar bahan yang
peredaran, dicabut Perizinan kewenangan dalam rangka
digunakan;
Berusaha dan disita untuk Menteri/pimpinan fleksibilitas dan
c. Berat bersih atau isi
bersih; dimusnahkan sesuai dengan Lembaga,gubernur,dan memenangkan
ketentuan peraturan /atau bupati/walikota persaingan
d. Nama dan alamat pihak
perundang-undangan. perlu ditata kembali global.
yang memproduksi atau
memasukan makanan 4. Ketentuan lebih lanjut berdasarkan prinsip
dan minuman kedalam mengenai perizinan berusaha perizinan berusaha
wilayah Indonesia; dan sebagaimana dimaksud pada berbasis risiko dan
e. Tanggal, bulan dan ayat (2) dan ayat (3) diatur menerapkan
tahun kadaluwarsa. dengan Peraturan Pemerintah. penggunaan teknologi
informasi dalam
(4) Pemberian tanda atau label pemberian perizinan
sebagaimana dimaksud (misalnya perizinan
pada ayat (1) harus berusaha secara
dilakukan secara benar dan elektronik).
akurat. 4. Pengaturan lebih lanjut
didelegasikan melalui
- 51 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Ketentuan lebih lanjut Peraturan Pemerintah
mengenai tata cara agar memberikan
pemberian label fleksibilitas bagi
sebagaimana dimaksud Pemerintah Pusat dalam
pada ayat (3) dilakukan mengambil kebijakan
sesuai dengan ketentuan mengikuti dinamika
peraturan perundang- masyarakat dan global
undangan. yang semakin cepat.
Jika tidak didelegasikan
(6) Makanan dan minuman
melalui PP maka
yang tidak memenuhi
dikhawatirkan
ketentuan standar,
Indonesia akan
persyaratan kesehatan,
kesulitan dalam
dan/atau membahayakan
menyesuaikan
kesehatan sebagaimana
kebijakan regulasi
dimaksud pada ayat (1)
perizinan dan kesulitan
dilarang untuk diedarkan,
berkompetisi dengan
ditarik dari peredaran,
negara tetangga.
dicabut izin edar dan disita
untuk dimusnahkan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
6. Pasal 182 Pasal 182 1. Penyeragaman konsepsi 1. Memberikan Penyederhanaan
perizinan berusaha. fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Menteri melakukan 1. Pemerintah Pusat melakukan 2. Sesuai dengan arahan Pemerintah Berusaha
pengawasan terhadap pengawasan terhadap Presiden, politik hukum Pusat dalam
masyarakat dan setiap masyarakat dan setiap dalam penyusunan RUU mengambil
penyelenggara kegiatan penyelenggara kegiatan yang Cipta Kerja kebijakan
yang berhubungan dengan berhubungan dengan sumber kewenangan mengikuti
sumber daya di bidang daya di bidang kesehatan dan Menteri/pimpinan dinamika
kesehatan dan upaya upaya kesehatan. Lembaga,gubernur,dan masyarakat dan
kesehatan. /atau bupati/walikota global yang
2. Pemerintah Pusat dalam
melakukan pengawasan dapat perlu ditata kembali semakin cepat.
- 52 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Menteri dalam melakukan memberikan perizinan berdasarkan prinsip 2. Konsekuensinya
pengawasan dapat berusaha terhadap setiap perizinan berusaha adalah
memberikan izin terhadap penyelengaraan upaya berbasis risiko dan kementerian/le
setiap penyelengaraan kesehatan. menerapkan mbaga dan
upaya kesehatan. penggunaan teknologi pemerintah
3. Pemerintah Pusat dalam
informasi dalam daerah perlu
(3) Menteri dalam melaksanakan pengawasan
pemberian perizinan memahami
melaksanakan pengawasan mengikut sertakan
(misalnya perizinan penataan
sebagaimana dimaksud masyarakat.
berusaha secara kewenangan
pada ayat (1) dan ayat (2)
elektronik). dalam rangka
dapat mendelegasikan
3. Pengaturan lebih lanjut fleksibilitas dan
kepada lembaga
didelegasikan melalui memenangkan
pemerintah non
Peraturan Pemerintah persaingan
kementerian, kepala dinas
agar memberikan global.
di provinsi, dan
fleksibilitas bagi
kabupaten/kota yang tugas
Pemerintah Pusat dalam
pokok dan fungsinya di
mengambil kebijakan
bidang kesehatan.
mengikuti dinamika
(4) Menteri dalam masyarakat dan global
melaksanakan pengawasan yang semakin cepat.
mengikutsertakan Jika tidak didelegasikan
masyarakat. melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
1n. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA – SEKTOR PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
1. Pasal 28 Pasal 28 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pendidikan anak usia dini (1) Pendidikan anak usia dini
RUU Cipta Kerja hal-hal Pemerintah Pusat Berusaha
diselenggarakan sebelum diselenggarakan sebelum
yang bersifat detail dan dalam mengambil
jenjang pendidikan dasar. jenjang pendidikan dasar.
teknis diatur lebih lanjut
kebijakan
(2) Pendidikan anak usia dini (2) Pendidikan anak usia dini dengan Peraturanmengikuti
dapat diselenggarakan dapat diselenggarakan Pemerintah. dinamika
melalui jalur pendidikan melalui jalur pendidikan
Fleksibilitas pengaturan masyarakat dan
formal, formal,
jenis satuan pendidikan global yang
nonformal,dan/atau nonformal,dan/atau semakin cepat.
formal dan non formal,
informal. informal.
sehingga mendorong
(3) Pendidikan anak usia dini (3) Ketentuan mengenai kemudahan berusaha.
pada jalur pendidikan pendidikan anak usia dini
formal berbentuk Taman diatur lebih lanjut dengan
Kanak-kanak (TK), Peraturan Pemerintah.
Raudatul Athfal (RA), atau
bentuk lain yang sederajat.
(4) Pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan
nonformal berbentuk
Kelompok Bermain (KB),
Taman Penitipan Anak
(TPA), atau bentuk lain
yang sederajat.
(5) Pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan
informal berbentuk
pendidikan keluarga atau
pendidikan yang
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diselenggarakan oleh
lingkungan.
(6) Ketentuan mengenai
pendidikan anak usia dini
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur
lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Pasal 35 Pasal 35 Dalam rangka Penyederhanaan
nasional sinkronisasi UU Perizinan
(1) Standar nasional (1) Standar
Sisdiknas dan UU Dikti. Berusaha
pendidikan terdiri atas pendidikan terdiri atas
standar isi, proses, standar isi, proses, Ditambahkan ayat (3a)
kompetensi lulusan, tenaga kompetensi lulusan, tenaga untuk menyinkronkan
kependidikan, sarana dan kependidikan, sarana dan dengan Pasal 1 angka 18
prasarana, pengelolaan, prasarana, pengelolaan, UU No 12 Tahun 2012
pembiayaan, dan penilaian pembiayaan, dan penilaian tentang Pendidikan
pendidikan yang harus pendidikan yang harus Tinggi.
ditingkatkan secara ditingkatkan secara
berencana dan berkala. berencana dan berkala.
(2) Standar nasional (2) Standar nasional
pendidikan digunakan pendidikan digunakan
sebagai acuan sebagai acuan
pengembangan kurikulum, pengembangan kurikulum,
tenaga kependidikan, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, sarana dan prasarana,
pengelolaan, dan pengelolaan, dan
pembiayaan. pembiayaan.
(3) Pengembangan standar (3) Pengembangan standar
nasional pendidikan serta nasional pendidikan serta
pemantauan dan pelaporan pemantauan dan pelaporan
pencapaiannya secara pencapaiannya secara
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
nasional dilaksanakan oleh nasional dilaksanakan oleh
suatu badan standardisasi, suatu badan standardisasi,
penjaminan, dan penjaminan, dan
pengendalian mutu pengendalian mutu
pendidikan. pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai (4) Selain standar nasional
standar nasional pendidikan sebagaimana
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dimaksud dalam ayat (1), pendidikan tinggi juga
ayat (2), dan ayat (3) diatur harus memiliki standar
lebih lanjut dengan penelitian dan standar
Peraturan Pemerintah. pengabdian kepada
masyarakat.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai standar nasional
pendidikan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
3. Pasal 51 Pasal 51 Penegasan satuan Penyederhanaan
Pendidikan formal untuk Perizinan
(1) Pengelolaan satuan (1) Pengelolaan satuan
paud, pendidikan dasar Berusaha
pendidikan anak usia dini, pendidikan formal
dan pendidikan
pendidikan dasar, dan dilakukan oleh Pemerintah
menengah yang hanya
pendidikan menengah Pusat, Pemerintah Daerah,
berdasarkan Standar
dilaksanakan berdasarkan dan/atau masyarakat.
Pelayanan Minimal
standar pelayanan minimal (2) Pengelolaan satuan dengan prinsip
dengan prinsip manajemen pendidikan anak usia dini, Manajemen Berbasis
berbasis pendidikan dasar, dan Sekolah. Sedangkan
sekolah/madrasah. pendidikan menengah pendidikan nonformal
(2) Pengelolaan satuan dilaksanakan berdasarkan tidak.
pendidikan tinggi standar pelayanan minimal
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dilaksanakan berdasarkan dengan prinsip manajemen
prinsip otonomi, berbasis
akuntabilitas, jaminan sekolah/madrasah.
mutu, dan evaluasi yang (3) Pengelolaan satuan
transparan. pendidikan tinggi
(3) Ketentuan mengenai dilaksanakan berdasarkan
pengelolaan satuan prinsip otonomi,
pendidikan sebagaimana akuntabilitas, jaminan
dimaksud dalam ayat (1) mutu, dan evaluasi yang
dan ayat (2) diatur lebih transparan.
lanjut dengan Peraturan (4) Ketentuan lebih lanjut
Pemerintah. mengenai pengelolaan
satuan pendidikan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
4. Pasal 53 Pasal 53 a. Ayat (1) hanya Penyederhanaan
mengatur didirikan Perizinan
(1) Penyelenggara dan/atau (1) Penyelenggara satuan
oleh masyarakat, Berusaha
satuan pendidikan formal pendidikan formal dan
bukan oleh
yang didirikan oleh nonformal yang didirikan
pemerintah.
Pemerintah atau oleh masyarakat berbentuk
masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan. b. Ayat (3) tidak jadi
badan hukum pendidikan. (2) dihapus, namun
Badan hukum pendidikan
ditambahkan kata
(2) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud
“dapat” untuk
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi
menjadi norma
dalam ayat (1) berfungsi memberikan pelayanan
fakultatif serta
memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta
pendidikan kepada peserta didik. mengakomodir
satuan pendidikan
didik. (3) Badan hukum pendidikan yang sudah
(3) Badan hukum pendidikan sebagaimana dimaksud berbentuk yayasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam ayat (1) berprinsip berprinsip nirlaba dan dan non-yayasan,
nirlaba dan dapat dapat mengelola dana seperti Perkumpulan
mengelola dana secara secara mandiri untuk Muhammadiyah.
mandiri untuk memajukan memajukan satuan c. Pengaturan mengenai
satuan pendidikan. pendidikan. dapat berprinsip
(4) Ketentuan tentang badan (4) Ketentuan lebih lanjut nirlaba untuk
hukum pendidikan diatur mengenai dapat berprinsip membuka investasi
dengan Undang-undang nirlaba dan pengelolaan pada sektor
tersendiri dana secara mandiri diatur Pendidikan yang
dengan Peraturan mengakomodir
Pemerintah satuan Pendidikan
dapat berprinsip non-
nirlaba.
d. Mengingat banyak
masyarakat
Indonesia yang
bersekolah di luar
negeri.
5. Pasal 62 Pasal 62 Sesuai dengan arahan a. Efisiensi Penyederhanaan
Presiden, politik hukum Perizinan Perizinan
(1) Setiap satuan pendidikan (1) Penyelenggaraan satuan
dalam penyusunan RUU Berusaha Berusaha
formal dan nonformal yang pendidikan formal dan
Cipta Kerja kewenangan setiap satuan
didirikan wajib memperoleh nonformal yang
Menteri/pimpinan pendidikan
izin Pemerintah atau diselenggarakan oleh
Lembaga,gubernur,dan/a formal dan
Pemerintah Daerah. masyarakat wajib
nonformal
memenuhi Perizinan tau bupati/walikota
(2) Syarat-syarat untuk terpusat ke
Berusaha dari Pemerintah perlu ditata kembali
memperoleh izin meliputi pemerintah.
Pusat. berdasarkan prinsip
isi pendidikan, jumlah dan Hal ini
kualifikasi pendidik dan (2) Syarat untuk memperoleh perizinan berusaha menghemat
tenaga kependidikan, Perizinan Berusaha berbasis risiko dan waktu dan
sarana dan prasarana meliputi isi pendidikan, menerapkan penggunaan biaya. Diatur
pendidikan, pembiayaan jumlah dan kualifikasi teknologi informasi lebih lanjut
pendidikan, sistem evaluasi pendidik dan tenaga dalam pemberian dalam
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan sertifikasi, serta kependidikan, sarana dan perizinan (misalnya Peraturan
manajemen dan proses prasarana pendidikan, perizinan berusaha Pemerintah.
pendidikan. pembiayaan pendidikan, secara elektronik). b. Konskuensi
sistem evaluasi dan
(3) Pemerintah atau dengan ayat (3)
sertifikasi, serta
Pemerintah Daerah bertentangan
manajemen dan proses
memberi atau mencabut dengan
pendidikan.
izin pendirian satuan kewenangan
pendidikan sesuai dengan (3) Pemerintah Pusat pemerintah
peraturan perundang- menerbitkan atau pusat dalam
undangan yang berlaku. mencabut Perizinan lampiran
Berusaha terkait pendirian konkuren akan
satuan pendidikan yang diatur dalam
diselenggarakan oleh Peraturan
masyarakat sebagaimana Pemerintah.
dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan
Berusaha terkait satuan
pendidikan formal dan non
formal yang
diselenggarakan oleh
masyarakat diatur dengan
Peraturan Pemerintah
6. Pasal 65 Pasal 65 1. Kata “wajib Penyederhanaan
bekerjasama” diubah Perizinan
(1) Lembaga pendidikan asing (1) Lembaga pendidikan asing
menjadi “dapat Berusaha
yang terakreditasi atau dapat menyelenggarakan
bekerjasama” agar
yang diakui di negaranya pendidikan di wilayah
memberikan
dapat menyelenggarakan Negara Kesatuan Republik
kesempatan yang
pendidikan di wilayah Indonesia sesuai dengan
lebih luas untuk
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Negara Kesatuan Republik ketentuan peraturan investasi di
Indonesia sesuai dengan perundang-undangan. Indonesia, serta
peraturan mengantisipasi
(2) Lembaga pendidikan asing
perundangundangan yang keberadaan SPK yang
pada tingkat pendidikan
berlaku. sudah ada di
dasar dan menengah wajib
Indonesia yang
(2) Lembaga pendidikan asing memberikan muatan
bekerjasama.
pada tingkat pendidikan pendidikan agama, bahasa
dasar dan menengah wajib Indonesia, dan 2. Menambahkan
memberikan pendidikan kewarganegaraan bagi bahasa Indonesia
agama dan peserta didik Warga Negara untuk warga negara
kewarganegaraan bagi Indonesia Indonesia.
peserta didik Warga Negara (3) Kegiatan pendidikan yang 3. Membuka
Indonesia. menggunakan sistem kesempatan untuk
(3) Penyelenggaraan pendidikan negara lain warga negara asing
pendidikan asing wajib yang diselenggarakan di untuk turut menjadi
bekerja sama dengan wilayah Negara Kesatuan tenaga pendidik dan
lembaga pendidikan di Republik Indonesia pengelola SPK.
wilayah Negara Kesatuan dilakukan sesuai dengan
Republik Indonesia dengan ketentuan peraturan
mengikutsertakan tenaga perundang-undangan
pendidik dan pengelola (4) Ketentuan mengenai
Warga Negara Indonesia. penyelenggaraan
(4) Kegiatan pendidikan yang pendidikan asing
menggunakan sistem sebagaimana dimaksud
pendidikan negara lain dalam ayat (1), ayat (2),
yang diselenggarakan di dan ayat (4) diatur lebih
wilayah Negara Kesatuan lanjut dengan Peraturan
Republik Indonesia Pemerintah
dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
(5) Ketentuan mengenai
penyelenggaraan
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pendidikan asing
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2),
ayat (3), dan ayat (4) diatur
lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
1. Pasal 1 angka 2 Pasal 1 angka 2 1. Pendidikan Tinggi di Penyederhanaan
Indonesia perlu Perizinan
Pendidikan Tinggi adalah Pendidikan Tinggi adalah
untuk dikembangkan Berusaha
jenjang pendidikan setelah jenjang pendidikan setelah
secara luas, sehingga
pendidikan menengah yang pendidikan menengah yang
mampu memiliki
mencakup program diploma, mencakup program diploma,
daya saing global.
program sarjana, program program sarjana, program
magister, program doktor, dan magister, program doktor, dan 2. Hal tersebut secara
program profesi, serta program program profesi, serta program tidak langsung akan
spesialis, yang diselenggarakan spesialis, yang diselenggarakan meningkatkan
oleh perguruan tinggi oleh perguruan tinggi. kualitas pendidikan
berdasarkan kebudayaan tinggi di Indonesia
bangsa Indonesia. serta menarik peserta
didik asing untuk
ikut hadir mencari
dan mengembangkan
ilmu di Indonesia.
3. Pemerintah atau
pihak asing dapat
memberikan
suntikan permodalan
bagi pendidikan
tinggi di Indonesia.
2. Pasal 7 Pasal 7 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
(1) Menteri bertanggung jawab (1) Pemerintah Pusat Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
dalam penyusunan RUU
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
atas penyelenggaraan bertanggung jawab atas Cipta Kerja kewenangan Pemerintah Pusat
Pendidikan Tinggi. penyelenggaraan Menteri/pimpinan dalam mengambil
Pendidikan Tinggi. Lembaga,gubernur,dan/a kebijakan
(2) Tanggung jawab Menteri
atas penyelenggaraan (2) Tanggung jawab tau bupati/walikota perlu mengikuti
atas ditata kembali dinamika
Pendidikan Tinggi Pemerintah Pusat
berdasarkan prinsip masyarakat dan
sebagaimana dimaksud penyelenggaraan
Tinggi perizinan berusaha
pada ayat (1) mencakup Pendidikan global yang
berbasis risiko dan
pengaturan, perencanaan, sebagaimana dimaksud semakin cepat.
pengawasan, pemantauan, pada ayat (1) mencakup menerapkan penggunaan
dan evaluasi serta pengaturan, perencanaan, teknologi informasi dalam
pengawasan, pemantauan, pemberian perizinan
pembinaan dan koordinasi.
serta (misalnya perizinan
dan evaluasi
(3) Tugas dan wewenang berusaha secara
pembinaan dan koordinasi.
Menteri atas elektronik).
penyelenggaraan (3) Tugas dan wewenang
Pendidikan Tinggi meliputi: Pemerintah Pusat atas
penyelenggaraan
a. kebijakan umum
Pendidikan Tinggi meliputi:
dalam pengembangan
dan koordinasi a. kebijakan umum dalam
Pendidikan Tinggi pengembangan dan
sebagai bagian dari koordinasi Pendidikan
sistem pendidikan Tinggi sebagai bagian
nasional untuk dari sistem pendidikan
mewujudkan tujuan nasional untuk
Pendidikan Tinggi; mewujudkan tujuan
Pendidikan Tinggi;

b. penetapan kebijakan
umum nasional dan b. penetapan kebijakan
penyusunan rencana umum nasional dan
pengembangan jangka penyusunan rencana
panjang, menengah, pengembangan jangka
dan tahunan panjang, menengah,
Pendidikan Tinggi yang dan tahunan
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berkelanjutan; Pendidikan Tinggi yang
berkelanjutan;
c. peningkatan
penjaminan mutu, c. peningkatan
relevansi, penjaminan mutu,
keterjangkauan, relevansi,
pemerataan yang keterjangkauan,
berkeadilan, dan akses pemerataan yang
Pendidikan Tinggi berkeadilan, dan akses
secara berkelanjutan; Pendidikan Tinggi
secara berkelanjutan;
d. pemantapan dan
peningkatan kapasitas d. pemantapan dan
pengelolaan akademik peningkatan kapasitas
dan pengelolaan pengelolaan akademik
sumber daya dan pengelolaan
Perguruan Tinggi; sumber daya Perguruan
Tinggi;
e. pemberian dan
pencabutan izin yang e. pemberian dan
berkaitan dengan pencabutan perizinan
penyelenggaraan berusaha yang
Perguruan Tinggi berkaitan dengan
kecuali pendidikan penyelenggaraan
tinggi keagamaan; Perguruan Tinggi
f. kebijakan umum f. kebijakan umum dalam
dalam penghimpunan penghimpunan dan
dan pendayagunaan pendayagunaan seluruh
seluruh potensi potensi masyarakat
masyarakat untuk untuk mengembangkan
mengembangkan Pendidikan Tinggi;
Pendidikan Tinggi; g. pembentukan dewan,
g. pembentukan dewan, majelis, komisi,
majelis, komisi, dan/atau konsorsium
dan/atau konsorsium yang melibatkan
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yang melibatkan Masyarakat untuk
Masyarakat untuk merumuskan kebijakan
merumuskan pengembangan
kebijakan Pendidikan Tinggi; dan
pengembangan h. pelaksanaan tugas lain
Pendidikan Tinggi; dan untuk menjamin
h. pelaksanaan tugas lain pengembangan dan
untuk menjamin pencapaian tujuan
pengembangan dan Pendidikan Tinggi.
pencapaian tujuan (4) Ketentuan lebih lanjut
Pendidikan Tinggi. mengenai tanggung jawab
(4) Dalam hal penyelenggaraan atas penyelenggaraan
pendidikan tinggi Pendidikan Tinggi
keagamaan, tanggung sebagaimana dimaksud
jawab, tugas, dan pada ayat (2) serta tugas
wewenang dilaksanakan dan wewenang
oleh menteri yang sebagaimana dimaksud
menyelenggarakan urusan pada ayat (3) diatur dengan
pemerintahan di bidang Peraturan Pemerintah.
agama.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tanggung jawab
Menteri atas
penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), tugas dan
wewenang Menteri
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
3. Pasal 33 Pasal 33 1. Salah satu politik Memberikan Penyederhanaan
hukum dalam fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Program pendidikan (1) Program pendidikan
penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
dilaksanakan melalui dilaksanakan melalui
Cipta Kerja adalah dalam mengambil
Program Studi. Program Studi.
menyesuaikan kebijakan
(2) Program Studi memiliki (2) Program Studi memiliki nomenklatur mengikuti
kurikulum dan metode kurikulum dan metode perizinan yang ada dinamika
pembelajaran sesuai pembelajaran sesuai dalam setiap masyarakat dan
dengan program dengan program Undang-Undang global yang
Pendidikan. Pendidikan. dengan rumusan semakin cepat.
(3) Program Studi (3) Program Studi dikelola oleh yang bersifat general,
diselenggarakan atas izin suatu satuan unit sehingga
Menteri setelah memenuhi pengelola yang ditetapkan memberikan
persyaratan minimum oleh Perguruan Tinggi. fleksibiltas
akreditasi. pemerintah dalam
(4) Ketentuan lebih lanjut rangka
(4) Program Studi dikelola oleh mengenai program studi mengantisipasi
suatu satuan unit dan Perizinan Berusaha dinamika masyarakat
pengelola yang ditetapkan diatur dengan Peraturan dan global.
oleh Perguruan Tinggi. Pemerintah.
2. Sesuai dengan politik
(5) Program studi sebagaimana hukum penyusunan
dimaksud pada ayat (1) RUU Cipta Kerja hal-
mendapatkan akreditasi hal yang bersifat
pada saat memperoleh izin detail dan teknis
penyelenggaraan. diatur lebih lanjut
(6) Program Studi wajib dengan Peraturan
diakreditasi ulang pada Pemerintah.
saat jangka waktu
akreditasinya berakhir.
(7) Program Studi yang tidak
diakreditasi ulang
sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) dapat dicabut
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
izinnya oleh Menteri.
(8) Ketentuan lebih lanjut
mengenai metode
pembelajaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
pemberian izin Program
Studi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
dan pencabutan izin
Program Studi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) diatur dalam
Peraturan Menteri.
4. Pasal 35 Pasal 35 1. Apabila Pasal 35 ayat 1. Penyediaan Penyederhanaan
(3) tetap berlaku, jasa Pendidikan Perizinan
(1) Kurikulum pendidikan (1) Kurikulum pendidikan
banyak lembaga di dalam dunia Berusaha
tinggi merupakan tinggi merupakan
pendidikan yang internasional
seperangkat rencana dan seperangkat rencana dan
memiliki mutu serta mengenal
pengaturan mengenai pengaturan mengenai
pengakuan konsep cross
tujuan, isi, dan bahan ajar tujuan, isi, dan bahan ajar
internasional berpikir border supply
serta cara yang digunakan serta cara yang digunakan
ulang dalam ikut dan
sebagai pedoman sebagai pedoman
serta consumption
penyelenggaraan kegiatan penyelenggaraan kegiatan
mengembangkan abroad,
pembelajaran untuk pembelajaran untuk
pendidikan di sehingga
mencapai tujuan mencapai tujuan
Indonesia. Sebagai mahasiswa
Pendidikan Tinggi. Pendidikan Tinggi.
contoh Universitas internasional
(2) Kurikulum Pendidikan (2) Kurikulum Pendidikan Harvard atau dan lembaga
Tinggi sebagaimana Tinggi sebagaimana Universitas Columbia pendidikan
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) apabila membuka internasional
dikembangkan oleh setiap dikembangkan oleh setiap cabang di Indonesia dapat
Perguruan Tinggi dengan Perguruan Tinggi dengan diwajibkan untuk mengembang-
mengacu pada Standar mengacu pada Standar memberikan materi kan mutu
Nasional Pendidikan Tinggi Nasional Pendidikan Tinggi Pancasila dan bahasa pendidikan
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
untuk setiap Program Studi untuk setiap Program Studi Indonesia. Lebih secara baik
yang mencakup yang mencakup lanjut, mahasiswa tanpa
pengembangan kecerdasan pengembangan kecerdasan asing juga segan menghambat
intelektual, akhlak mulia, intelektual, akhlak mulia, untuk mengambil metode
dan keterampilan dan keterampilan. Pendidikan di penyediaan
Indonesia. jasa
(3) Kurikulum Pendidikan (3) Warga negara Indonesia
pendidikan.
Tinggi sebagaimana pada Pendidikan Tinggi 2. Sementara di sisi
dimaksud pada ayat (1) Indonesia sebagaimana lain, apabila 2. Dalam hal
wajib memuat mata kuliah: dimaksud pada ayat (1) mahasiswa Indonesia tersebut,
wajib mengikuti Kurikulum mengambil studi di Indonesia
a. agama;
Pendidikan Tinggi yang luar negeri tidak sebagai salah
b. Pancasila; memuat mata kuliah: diwajibkan untuk satu negara
c. kewarganegaraan; dan a. agama; mengambil mata yang tertinggal
kuliah yang sifatnya dari para
d. bahasa Indonesia. b. Pancasila;
ideologi suatu bangsa negara
c. kewarganegaraan; dan di mana mahasiswa tetangga yang
(4) Kurikulum Pendidikan
Tinggi sebagaimana d. bahasa Indonesia. tersebut mengenyam notabene
dimaksud pada ayat (1) (4) Kurikulum Pendidikan pendidikan. membuka
dilaksanakan melalui Tinggi sebagaimana kesempatan
kegiatan kurikuler, dimaksud pada ayat (1) lembaga
kokurikuler, dan dilaksanakan melalui pendidikan
ekstrakurikuler. (5) Mata kegiatan kurikuler, asing turut
kuliah sebagaimana kokurikuler, dan berperan serta
dimaksud pada ayat (3) ekstrakurikuler. mengembang-
dilaksanakan untuk kan pendidikan
dan (5) Mata kuliah sebagaimana dengan konsep
program sarjana
dimaksud pada ayat (3) borderless.
program diploma.
dilaksanakan untuk
program sarjana dan
program diploma.

5. Pasal 54 Pasal 54 1. Ketentuan mengenai a. Pengembalian Penyederhanaan


Standar Pendidikan kewenangan Perizinan
(1) Standar Pendidikan Tinggi Dihapus.
Tinggi dipindahkan pada Berusaha
terdiri atas:
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. Standar Nasional ke Pasal 35 UU pemerintah
Pendidikan Tinggi yang Sisdiknas. pusat dalam
ditetapkan oleh Menteri menetapkan
2. Standar Pendidikan
atas usul suatu badan standar
Tinggi akan diatur
yang bertugas nasional
dalam Peraturan
menyusun dan pendidikan
Pemerintah
mengembangkan tinggi dan
sebagaimana
Standar Nasional evaluasi
diamanatkan dalam
Pendidikan Tinggi; dan pelaksanaan
Pasal 35 UU
standar
b. Standar Pendidikan Sisdiknas.
tersebut.
Tinggi yang ditetapkan
oleh setiap Perguruan b. Ketentuan
Tinggi dengan mengacu mengenai
pada Standar Nasional perizinan
Pendidikan Tinggi. berusaha
seperti standar
(2) Standar Nasional
diatur lebih
Pendidikan Tinggi
lanjut dalam
sebagaimana dimaksud
Peraturan
pada ayat (1) huruf a
Pemerintah.
merupakan satuan standar
Hal ini untuk
yang meliputi standar
kepastian
nasional pendidikan,
hukum dan
ditambah dengan standar
penyederhana-
penelitian, dan standar
an perizinan
pengabdian kepada
berusaha
masyarakat.
berbasis risiko
(3) Standar Nasional
Pendidikan Tinggi
dikembangkan dengan
memperhatikan kebebasan
akademik, kebebasan
mimbar akademik, dan
otonomi keilmuan untuk
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mencapai tujuan
Pendidikan Tinggi.
(4) Standar Pendidikan Tinggi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b
terdiri atas sejumlah
standar dalam bidang
akademik dan
nonakademik yang
melampaui Standar
Nasional Pendidikan Tinggi.
(5) Dalam mengembangkan
Standar Pendidikan Tinggi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b
Perguruan Tinggi memiliki
keleluasaan mengatur
pemenuhan Standar
Nasional Pendidikan Tinggi.
(6) Menteri melakukan
evaluasi pelaksanaan
Standar Pendidikan Tinggi
secara berkala.
(7) Menteri mengumumkan
hasil evaluasi dan
penilaian Standar
Pendidikan Tinggi kepada
Masyarakat.
(8) Ketentuan mengenai
evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (6)
diatur dalam Peraturan
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Menteri.
6. Pasal 60 Pasal 60 1.Ayat (2) mengenai 1. Ketentuan Penyederhanaan
nirlaba tidak jadi mengenai Perizinan
(1) PTN didirikan oleh (1) PTN didirikan oleh
dihapus tapi Perizinan Berusaha
Pemerintah. Pemerintah Pusat.
ditambahkan kata Berusaha
(2) PTS didirikan oleh (2) PTS yang didirikan oleh “dapat” untuk pendirian PTS
Masyarakat dengan Masyarakat wajib menjadi norma diatur lebih
membentuk badan memenuhi Perizinan fakultatif, serta lanjut dalam
penyelenggara berbadan Berusaha dari Pemerintah mengakomodir Peraturan
hukum yang berprinsip Pusat dan dapat berprinsip satuan pendidikan Pemerintah.
nirlaba dan wajib nirlaba. yang sudah 2. Hal ini dinilai
memperoleh izin Menteri. berbentuk yayasan
(3) Perguruan Tinggi wajib akan
(3) Badan penyelenggara memiliki Statuta. dan non-yayasan. menghemat
sebagaimana dimaksud (4) 2. Ayat (5) ini biaya dan
Ketentuan lebih lanjut
pada ayat (2) dapat dihidupkan kembali waktu, serta
mengenai pendirian PTN
berbentuk yayasan, karena perguruan menimbulkan
dan PTS diatur dengan
perkumpulan, dan bentuk tinggi sebaiknya tetap kepastian
Peraturan Pemerintah.
lain sesuai dengan diwajibkan memiliki hukum
ketentuan peraturan Statuta, namun
perundang-undangan. NSPK-nya diatur
(4) Perguruan Tinggi yang dalam Pemerintah
didirikan harus memenuhi Pemerintah.
standar minimum
akreditasi.
(5) Perguruan Tinggi wajib
memiliki Statuta.
(6) Perubahan atau
pencabutan izin PTS
dilakukan oleh menteri
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pendirian PTN
dan PTS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
sampai dengan ayat (5)
serta perubahan atau
pencabutan izin PTS
sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
7. Pasal 63 Pasal 63 Ketentuan Pasal 63 yang Penyederhanaan
Otonomi pengelolaan Perguruan Otonomi pengelolaan Perguruan mengatur kata nirlaba Perizinan
dihapus agar konsisten Berusaha
Tinggi dilaksanakan Tinggi dilaksanakan
dengan rumusan pasal
berdasarkan prinsip: berdasarkan prinsip:
sebelumnya.
a. akuntabilitas; a. akuntabilitas;
b. transparansi; b. transparansi;
c. nirlaba; c. penjaminan mutu; dan
d. penjaminan mutu; dan d. efektivitas dan efisiensi.
e. efektivitas dan efisiensi.
8. Pasal 90 Pasal 90 Tetap diperlukan adanya 1. Izin kerja warga Penyederhanaan
Perguruan Tinggi lembaga Perizinan Berusaha negara asing Perizinan
(1) Perguruan Tinggi lembaga (1)
harus Berusaha
negara lain dapat negara lain dapat
dipermudah
menyelenggarakan menyelenggarakan
(Peraturan
Pendidikan Tinggi di Pendidikan Tinggi di
Presiden Nomor
wilayah Negara Kesatuan wilayah Negara Kesatuan
20 Tahun 2018
Republik Indonesia sesuai Republik Indonesia.
tentang
dengan ketentuan (2) Perguruan Tinggi Lembaga Penggunaan
peraturan perundang- negara lain sebagaimana Tenaga Kerja
undangan. dimaksud pada ayat (1) Asing)
(2) Perguruan Tinggi lembaga wajib memenuhi Perizinan
2. Mengkaji ulang
negara lain sebagaimana Berusaha dari Pemerintah
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud pada ayat (1) Pusat. uu sisnas iptek
sudah terakreditasi (3) yang
Ketentuan lebih lanjut
dan/atau diakui di mewajibkan
mengenai Perguruan Tinggi
negaranya. peneliti asing
lembaga negara lain diatur
mempunyai izin
(3) Pemerintah menetapkan dengan Peraturan
penelitian
daerah, jenis, dan Program Pemerintah.
untuk
Studi yang dapat
melakukan
diselenggarakan Perguruan
penelitian, jika
Tinggi lembaga negara lain
tidak memiliki
sebagaimana dimaksud
izin diancam
pada ayat (1).
pidana
(4) Perguruan Tinggi Lembaga
3. Prinsip nirlaba
negara lain sebagaimana
perlu
dimaksud pada ayat (1)
dipertimbang-
wajib:
kan kembali,
a. memperoleh izin mungkin
pemerintah; diperbolehkan
b. berprinsip nirlaba; berorientasi
pada
c. bekerja sama dengan keuntungan
Perguruan Tinggi dengan
Indonesia atas izin pengawasan
Pemerintah; dan yang ketat.
d. mengutamakan dosen
dan tenaga
kependidikan warga
negara Indonesia.
(5) Perguruan Tinggi lembaga
negara lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
wajib mendukung
kepentingan nasional.
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perguruan Tinggi
lembaga negara lain
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sampai
dengan ayat (5) diatur
dalam Peraturan Menteri.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman
1. Pasal 14 Pasal 14 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum bahwa RUU Cipta fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Jenis usaha perfilman (1) Jenis usaha perfilman
Kerja tidak mengatur Pemerintah Pusat Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
mengenai nomenklatur dalam mengambil
dalam Pasal 8 ayat (2) dalam pasal 8 ayat (2) wajib
perizinan dan perizinan kebijakan
huruf a, huruf b, dan huruf memenuhi Perizinan
berusaha dikeluarkan mengikuti
f wajib didaftarkan kepada Berusaha dari Pemerintah
oleh Pemerintah Pusat. dinamika
Menteri tanpa dipungut Pusat
usaha masyarakat dan
biaya dan diproses dalam (2) Jenis-jenis
Perizinan Berusaha
perfilman diatur dengan global yang
jangka waktu paling lama 5 sebagaimana dimaksud semakin cepat.
(lima) hari kerja. Peraturan Pemerintah
pada ayat (1) tidak
agar lebih fleksibel.
(2) Jenis usaha perfilman termasuk Perizinan
sebagaimana dimaksud Berusaha terkait
dalam Pasal 8 ayat (2) pertunjukan film yang
huruf c, huruf d, huruf e, dilakukan melalui
huruf g, dan huruf h wajib penyiaran televisi atau
memiliki izin usaha, jaringan teknologi
kecuali usaha penjualan informatika.
film dan/atau penyewaan (3) Ketentuan lebih lanjut
film oleh pelaku usaha mengenai Perizinan
perseorangan. berusaha diatur dengan
(3) Izin usaha sebagaimana Peraturan Pemerintah.
dimaksud pada ayat (2)
diberikan oleh Menteri
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
untuk setiap jenis usaha:
a. usaha pengedaran film;
b. usaha ekspor film;
dan/atau
c. usaha impor film.
(4) Izin usaha diberikan oleh
bupati atau walikota untuk
setiap jenis usaha:
a. usaha penjualan
dan/atau penyewaan
film; dan/atau
b. usaha pertunjukan
film.
(5) Izin usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
huruf b tidak termasuk izin
usaha pertunjukan film
yang dilakukan melalui
penyiaran televisi atau
jaringan teknologi
informatika.
(6) Izin usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4) diterbitkan
tanpa dipungut biaya dan
dalam jangka waktu paling
lama 7 (tujuh) hari kerja.
(7) Izin usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (5)
bagi usaha pertunjukan
film yang dilakukan
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
melalui penyiaran televisi
atau jaringan teknologi
informatika diberikan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(8) Izin usaha tidak dapat
diberikan kepada pelaku
usaha perfilman yang
dapat mengakibatkan
terjadinya integrasi vertikal
baik secara langsung
maupun tidak langsung
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1).
(9) Ketentuan lebih lanjut
mengenai syarat dan tata
cara pendaftaran usaha
dan permohonan izin
usaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), ayat (4),
ayat (5), ayat (6), dan ayat
(8) diatur dalam Peraturan
Menteri.

2. Pasal 17 Pasal 17 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan


Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pembuatan film oleh (1) Pembuatan film oleh
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
pelaku usaha pembuatan pelaku usaha pembuat film
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
film sebagaimana sebagaimana dimaksud
Menteri/pimpinan kebijakan
dimaksud dalam Pasal 16 dalam Pasal 16 ayat (3)
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ayat (3) harus didahului harus memiliki Perizinan Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
dengan menyampaikan Berusaha dari Pemerintah tau bupati/walikota dinamika
pemberitahuan pembuatan Pusat. perlu ditata kembali masyarakat dan
film kepada Menteri dengan (2) berdasarkan prinsip global yang
Ketentuan lebih lanjut
disertai judul film, isi Perizinan perizinan berusaha semakin cepat.
mengenai
cerita, dan rencana berbasis risiko dan
Berusaha terkait
pembuatan film. pembuatan film diatur menerapkan penggunaan
Peraturan teknologi informasi
(2) Pemberitahuan dengan
dalam pemberian
sebagaimana dimaksud Pemerintah.
perizinan (misalnya
pada ayat (1) dilaksanakan
perizinan berusaha
tanpa dipungut biaya dan
secara elektronik).
dicatat dalam jangka waktu
paling lama 3 (tiga) hari
kerja.
(3) Menteri wajib:
a. melindungi pembuatan
film yang telah dicatat
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) agar tidak
ada kesamaan judul
dan isi cerita.
b. mengumumkan secara
berkala kepada publik
data judul-judul film
yang tercatat.
(4) Pelaku usaha pembuatan
film sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
wajib melaksanakan
pembuatan film yang
dicatat paling lama 3 (tiga)
bulan sejak tanggal
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pencatatan pembuatan
film.
(5) Dalam hal rencana
pembuatan film
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak
dilaksanakan sesuai
ketentuan sebagaimana
dimaksud ayat (4),
pemberitahuannya
dinyatakan batal.
3. Pasal 22 Pasal 22 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pembuatan film oleh pihak (1) Pembuatan film oleh pihak
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
asing yang menggunakan asing yang menggunakan
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
lokasi di Indonesia lokasi di Indonesia
Menteri/pimpinan kebijakan
dilakukan dengan izin dilakukan berdasarkan
Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
Menteri. persetujuan dari
tau bupati/walikota dinamika
Pemerintah Pusat tanpa
(2) Pembuatan film yang perlu ditata kembali masyarakat dan
dipungut biaya.
menggunakan insan berdasarkan prinsip global yang
perfilman asing dilakukan (2) Pembuatan film yang perizinan berusaha semakin cepat.
sesuai peraturan menggunakan insan berbasis risiko dan
perundang-undangan. perfilman asing dilakukan menerapkan penggunaan
sesuai dengan ketentuan teknologi informasi
(3) Izin Menteri sebagaimana
peraturan perundang- dalam pemberian
dimaksud pada ayat (1)
undangan. perizinan (misalnya
diterbitkan tanpa dipungut
biaya dan dalam jangka (3) Ketentuan lebih lanjut perizinan berusaha
waktu paling lama 7 (tujuh) mengenai persetujuan secara elektronik).
hari kerja. penggunaan lokasi dan
insan perfilman asing
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
1. Pasal 1 angka 1 Pasal 1 angka 1 1. Ketentuan umum Penyederhanaan
saat ini menyulitkan Perizinan
Guru adalah pendidik Guru adalah pendidik
penciptaan lapangan Berusaha
profesional dengan tugas profesional dengan tugas utama
kerja karena
utama mendidik, mengajar, mendidik, mengajar,
menghasilkan
membimbing, mengarahkan, membimbing, mengarahkan,
berbagai
melatih, menilai, dan melatih, menilai, dan
nomenklatur
mengevaluasi peserta didik mengevaluasi peserta didik.
pendidik yang
pada pendidikan anak usia dini
sebenarnya guru tapi
jalur pendidikan formal,
tidak bisa disebut
pendidikan dasar, dan
sebagai guru.
pendidikan menengah.
2. Selain itu, ketentuan
umum terkait guru
tidak perlu
menyebutkan jalur
pendidikan karena
sudah diatur dalam
Pasal 2.
3. Ketentuan umum
terkait guru yang
tanpa menyebutkan
jalur pendidikan juga
konsisten dengan
ketentuan umum
terkait dosen.
2. Pasal 2 Pasal 2 1. Pendidik PAUD Penyederhanaan
banyak yang tidak Perizinan
(1) Guru mempunyai (1) Guru mempunyai
terakomodasi dengan Berusaha
kedudukan sebagai tenaga kedudukan sebagai tenaga
pengaturan bahwa
profesional pada jenjang profesional pada jenjang
guru hanya
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pendidikan dasar, pendidikan dasar, merupakan tenaga
pendidikan menengah, dan pendidikan menengah, dan profesional pada jalur
pendidikan anak usia dini pendidikan anak usia dini pendidikan formal.
pada jalur pendidikan yang diangkat sesuai 2. Profesionalisme
formal yang diangkat dengan ketentuan bukan hanya
sesuai dengan peraturan peraturan perundang- didasarkan pada
perundang-undangan. undangan. sertifikat pendidik.
(2) Pengakuan kedudukan (2) Pengakuan kedudukan
guru sebagai tenaga guru sebagai tenaga
profesional sebagaimana profesional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan dapat dibuktikan dengan
sertifikat pendidik. sertifikat pendidik.

3. Pasal 3 Pasal 3 Profesionalisme bukan Penyederhanaan


mempunyai hanya didasarkan pada Perizinan
(1) Dosen mempunyai (1) Dosen
kedudukan sebagai tenaga sertifikat pendidik. Berusaha
kedudukan sebagai tenaga
profesional pada jenjang profesional pada jenjang
pendidikan tinggi yang pendidikan tinggi yang
diangkat sesuai dengan diangkat sesuai dengan
peraturan perundang- ketentuan peraturan
undangan. perundang-undangan.
(2) Pengakuan kedudukan (2) Pengakuan kedudukan
dosen sebagai tenaga dosen sebagai tenaga
profesional sebagaimana profesional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan dapat dibuktikan dengan
sertifikat pendidik. sertifikat pendidik.
4. Pasal 8 Pasal 8 1. Frasa “serta memiliki Penyederhanaan
kemampuan untuk Perizinan
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Guru wajib memiliki kualifikasi (1) Guru wajib memiliki mewujudkan tujuan Berusaha
akademik, kompetensi, kualifikasi akademik, pendidikan nasional”
sertifikat pendidik, sehat kompetensi, sertifikat terlalu umum dan
jasmani dan rohani, serta pendidik, sehat jasmani dan tidak jelas
memiliki kemampuan untuk rohani, serta memiliki definisinya.
mewujudkan tujuan pendidikan kemampuan untuk 2. Untuk kepentingan
nasional. mewujudkan tujuan penciptaan lapangan
pendidikan nasional. kerja, ketentuan
lebih lanjut tentang
(2) Sertifikat pendidik
kualifikasi guru
sebagaimana dimaksud
diatur dalam
pada ayat (1) tidak wajib
Peraturan
dimiliki oleh guru yang
Pemerintah, bukan
berasal dari lulusan
Undang-Undang.
perguruan tinggi lembaga
negara lain yang
terakreditasi.

5. Pasal 9 Pasal 9 Sesuai dengan usulan Penyederhanaan


Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan Pasal 9, Perizinan
Kualifikasi akademik
akademik, diatur dalam Peraturan Berusaha
sebagaimana dimaksud dalam kualifikasi
Pasal 8 diperoleh melalui kompetensi, dan sertifikat Pemerintah.
pendidikan tinggi program pendidik sebagaimana dimaksud
sarjana atau program diploma dalam Pasal 8 diatur dengan
empat. Peraturan Pemerintah.
6. Pasal 10 Pasal 10 Sesuai dengan usulan Penyederhanaan
perubahan Pasal 9, Perizinan
(1) Kompetensi guru Dihapus.
diatur dalam Peraturan Berusaha
sebagaimana dimaksud
Pemerintah.
dalam Pasal 8 meliputi
kompetensi pedagogik,
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan
kompetensi profesional
yang diperoleh melalui
pendidikan profesi.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kompetensi guru
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
7. Pasal 11 Pasal 11 Sesuai dengan usulan Penyederhanaan
perubahan Pasal 9, Perizinan
(1) Sertifikat pendidik Dihapus.
diatur dalam Peraturan Berusaha
sebagaimana dimaksud
Pemerintah.
dalam Pasal 8 diberikan
kepada guru yang telah
memenuhi persyaratan.
(2) Sertifikasi pendidik
diselenggarakan oleh
perguruan tinggi yang
memiliki program
pengadaan tenaga
kependidikan yang
terakreditasi dan
ditetapkan oleh
Pemerintah.
(3) Sertifikasi pendidik
dilaksanakan secara
objektif, transparan, dan
akuntabel.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai sertifikasi
pendidik sebagaimana
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
8. Pasal 12 Pasal 12 Sesuai dengan usulan Penyederhanaan
perubahan Pasal 9, Perizinan
Setiap orang yang telah Dihapus.
diatur dalam Peraturan Berusaha
memperoleh sertifikat pendidik
Pemerintah.
memiliki kesempatan yang
sama untuk diangkat menjadi
guru pada satuan pendidikan
tertentu.
9. Pasal 35 Pasal 35 1. Ayat (2) diatur dalam Penyederhanaan
Peraturan Perizinan
(1) Beban kerja guru (1) Beban kerja guru
Pemerintah agar Berusaha
mencakup kegiatan pokok mencakup kegiatan pokok
pengaturan tentang
yaitu merencanakan yaitu merencanakan
beban kerja
pembelajaran, pembelajaran,
konsisten dengan UU
melaksanakan melaksanakan
ASN.
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing pembelajaran, membimbing 2. Ketentuan ini juga
dan melatih peserta didik, dan melatih peserta didik, tidak sesuai dengan
serta melaksanakan tugas serta melaksanakan tugas kurikulum. Pada
tambahan. tambahan. umumnya, beban
kerja guru mapel
(2) Beban kerja guru (2) Ketentuan lebih lanjut
matematika tidak
sebagaimana dimaksud mengenai beban kerja guru
akan sama dengan
pada ayat (1) adalah sebagaimana dimaksud
beban kerja guru
sekurang-kurangnya 24 pada ayat (1) diatur dengan
mapel agama. Saat
(dua puluh empat) jam Peraturan Pemerintah.
ini beban kerja yang
tatap muka dan sebanyak-
diatur dalam
banyaknya 40 (empat
Undang-Undang
puluh) jam tatap muka
membuat jumlah
dalam 1 (satu) minggu.
guru yang direkrut
(3) Ketentuan lebih lanjut tidak fleksibel dan
- 30 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mengenai beban kerja guru tidak sesuai
sebagaimana dimaksud kebutuhan.
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
10. Pasal 45 Pasal 45 Penyederhanaan
Perizinan
Dosen wajib memiliki kualifikasi (1) Dosen wajib memiliki
Berusaha
akademik, kompetensi, kualifikasi akademik,
sertifikat pendidik, sehat kompetensi, sertifikat
jasmani dan rohani, dan pendidik, sehat jasmani
memenuhi kualifikasi lain yang dan rohani, dan memenuhi
dipersyaratkan satuan kualifikasi lain yang
pendidikan tinggi tempat dipersyaratkan satuan
bertugas, serta memiliki pendidikan tinggi tempat
kemampuan untuk bertugas, serta memiliki
mewujudkan tujuan pendidikan kemampuan untuk
nasional. mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.
(2) Sertifikat pendidik
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak wajib
dimiliki oleh dosen yang
berasal dari lulusan
Perguruan Tinggi Lembaga
negara lain yang
terakreditasi.
11. Pasal 46 Pasal 46 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kualifikasi akademik dosen Ketentuan lebih lanjut mengenai
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
sebagaimana dimaksud kualifikasi akademik,
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
dalam Pasal 45 diperoleh kompetensi, sertifikat pendidik,
diatur lebih lanjut kebijakan
melalui pendidikan tinggi sehat jasmani dan rohani, dan
dengan Peraturan mengikuti
program pascasarjana yang kualifikasi lain diatur dengan
- 31 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
terakreditasi sesuai dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah. dinamika
bidang keahlian. Ketentuan lebih lanjut masyarakat dan
kualifikasi global yang
(2) Dosen memiliki kualifikasi mengenai
semakin cepat.
akademik minimum: a. akademik, kompetensi,
lulusan program magister sertifikat pendidik, sehat
untuk program diploma jasmani dan rohani, dan
atau program sarjana; dan memenuhi kualifikasi
b. lulusan program doktor lain diatur dengan
untuk program Peraturan Pemerintah.
pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki
keahlian dengan prestasi
luar biasa dapat diangkat
menjadi dosen.
(4) Ketentuan lain mengenai
kualifikasi akademik
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
dan keahlian dengan
prestasi luar biasa
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) ditentukan
oleh masing-masing senat
akademik satuan
pendidikan tinggi.
12. Pasal 47 Pasal 47 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Sertifikat pendidik untuk Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
dosen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 bersifat detail dan teknis dalam mengambil
diatur lebih lanjut kebijakan
diberikan setelah
dengan Peraturan mengikuti
memenuhi syarat sebagai
Pemerintah. dinamika
berikut:
- 32 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. memiliki pengalaman masyarakat dan
kerja sebagai pendidik global yang
Sesuai dengan norma
pada perguruan tinggi Pasal 46 diatur lebih semakin cepat.
sekurang-kurangnya 2 lanjut dengan Peraturan
(dua) tahun; Pemerintah.
b. memiliki jabatan
akademik sekurang-
kurangnya asisten ahli;
dan
c. lulus sertifikasi yang
dilakukan oleh
perguruan tinggi yang
menyelenggarakan
program pengadaan
tenaga kependidikan
pada perguruan tinggi
yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
(2) Pemerintah menetapkan
perguruan tinggi yang
terakreditasi untuk
menyelenggarakan program
pengadaan tenaga
kependidikan sesuai
dengan kebutuhan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai sertifikat
pendidik untuk dosen
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan
penetapan perguruan tinggi
yang terakreditasi
sebagaimana dimaksud
- 33 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan
1. Pasal 21 Pasal 21 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Setiap Bidan yang akan (1) Setiap Bidan yang akan
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
menjalankan Praktik menjalankan Praktik
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
Kebidanan wajib memiliki Kebidanan wajib memiliki
diatur lebih lanjut kebijakan
STR. STR.
dengan Peraturan mengikuti
(2) STR sebagaimana (2) STR sebagaimana Pemerintah. dinamika
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) masyarakat dan
diberikan oleh Konsil diberikan oleh Konsil global yang
kepada Bidan yang kepada Bidan yang semakin cepat.
memenuhi persyaratan. memenuhi persyaratan.
(3) Persyaratan sebagaimana (3) Ketentuan lebih lanjut
dimaksud pada ayat (2) mengenai STR diatur
meliputi: dengan Peraturan
Pemerintah.
a. memiliki ijazah dari
perguruan tinggi yang
menyelenggarakan
pendidikan Kebidanan
sesuai
b. dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan;
c. memiliki Sertifikat
Kompetensi atau
Sertifikat Profesi;
d. memiliki surat
keterangan sehat fisik
dan mental;
- 34 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. memiliki surat
pernyataan telah
mengucapkan
sumpah/janji profesi;
dan
f. membuat pernyataan
tertulis untuk
mematuhi dan
melaksanakan
ketentuan etika profesi.
2. Pasal 22 Pasal 22 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) STR berlaku selama 5 Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
(lima) tahun dan dapat
bersifat detail dan teknis
dalam mengambil
diregistrasi ulang setelah
diatur lebih lanjut
kebijakan
memenuhi persyaratan.
dengan Peraturan
mengikuti
(2) Persyaratan untuk Pemerintah. dinamika
Registrasi ulang masyarakat dan
sebagaimana dimaksud global yang
pada ayat (1) meliputi: Sesuai dengan Pasal 21 semakin cepat.
ketentuan lebih lanjut
a. memiliki STR lama;
mengenai STR
b. memiliki Sertifikat sebagaimana diatur
Kompetensi atau dalam Peraturan
Sertifikat Profesi; Pemerintah.
c. memiliki surat
keterangan sehat fisik
dan mental;
d. membuat pernyataan
tertulis mematuhi dan
melaksanakan
ketentuan etika profesi;
- 35 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. telah mengabdikan diri
sebagai tenaga profesi
atau vokasi; dan
f. memenuhi kecukupan
dalam kegiatan
pelayanan, pendidikan,
pelatihan, dan/atau
kegiatan ilmiah lainnya.
3. Pasal 23 Pasal 23 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Konsil harus menerbitkan STR Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
paling lama 30 (tiga puluh) hari
bersifat detail dan teknis
dalam mengambil
kerja terhitung sejak pengajuan
diatur lebih lanjut
kebijakan
STR diterima.
dengan Peraturan
mengikuti
Pemerintah. dinamika
masyarakat dan
global yang
Sesuai dengan Pasal 21 semakin cepat.
ketentuan lebih lanjut
mengenai STR
sebagaimana diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
4. Pasal 24 Pasal 24 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut Dihapus.
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
mengenai tata cara Registrasi
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
dan Registrasi ulang
diatur lebih lanjut kebijakan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 sampai dengan Pasal dengan Peraturan mengikuti
Pemerintah. dinamika
23 diatur dalam Peraturan
masyarakat dan
Konsil.
global yang
Sesuai dengan Pasal 21
- 36 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ketentuan lebih lanjut semakin cepat.
mengenai STR
sebagaimana diatur
dengan Peraturan
Pemerintah

5. Pasal 25 Pasal 25 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan


hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Bidan yang akan (1) Bidan yang akan
Cipta Kerja hal-hal yangPemerintah Pusat Berusaha
menjalankan Praktik menjalankan Praktik
bersifat detail dan teknis
dalam mengambil
Kebidanan wajib memiliki Kebidanan wajib memiliki
diatur lebih lanjut
kebijakan
izin praktik. persetujuan praktik.
dengan Peraturan
mengikuti
(2) Izin praktik sebagaimana (2) Ketentuan lebih lanjut Pemerintah. dinamika
dimaksud pada ayat (1) mengenai persetujuan masyarakat dan
diberikan dalam bentuk praktik dalam ayat (1) global yang
SIPB. diatur dengan Peraturan Ketentuan teknis diatur semakin cepat.
Pemerintah. melalui Peraturan
(3) SIPB sebagaimana
Pemerintah agar lebih
dimaksud pada ayat (2)
fleksibel.
diberikan oleh Pemerintah
Daerah kabupaten/kota
atas rekomendasi pejabat
kesehatan yang berwenang
di kabupaten/kota tempat
Bidan menjalankan
praktiknya.
(4) Pemerintah Daerah
kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) harus
menerbitkan SIPB paling
lama 15 (lima belas) hari
kerja sejak pengajuan SIPB
- 37 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diterima.
(5) Untuk mendapatkan SIPB
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Bidan harus
memiliki:
a. STR yang masih
berlaku; dan
b. tempat praktik.
(6) SIPB berlaku apabila:
a. STR masih berlaku; dan
b. Bidan berpraktik di
tempat sebagaimana
tercantum dalam SIPB.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran
1. Pasal 9 Pasal 9 Dalam rangka Penyederhanaan
(1) Program studi kedokteran Dihapus. kemudahan berusaha Perizinan
perlu ditinjau kembali Berusaha
dan program studi
ketentuan yang dinilai
kedokteran gigi hanya
membatasi.
dapat menerima
Mahasiswa sesuai dengan
kuota nasional.
(2) Ketentuan mengenai kuota
nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Menteri setelah
berkoordinasi dengan
menteri yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
- 38 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kesehatan.
2. Pasal 13 Pasal 13 1. Frasa atau ketentuan Penyederhanaan
“persyaratan lain Perizinan
(1) Pendidikan Profesi di (1) Pendidikan Profesi di
sesuai dengan Berusaha
rumah sakit dilaksanakan rumah sakit dilaksanakan
ketentuan peratruran
setelah rumah sakit setelah rumah sakit
perundang-
ditetapkan menjadi Rumah ditetapkan menjadi Rumah
undangan”
Sakit Pendidikan. Sakit Pendidikan.
menimbulkan
(2) Penetapan rumah sakit (2) Penetapan rumah sakit ambiguitas serta
menjadi Rumah Sakit menjadi Rumah Sakit dapat menimbulkan
Pendidikan sebagaimana Pendidikan sebagaimana interpretasi yang
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) membuat rumit
harus memenuhi harus memenuhi dalam peraturan
persyaratan dan standar. persyaratan dan standar. perundang-undangan
(3) Persyaratan sebagaimana (3) Penetapan rumah sakit di bawahnya harus
dimaksud pada ayat (2) menjadi Rumah Sakit sejalan dengan
paling sedikit sebagai Pendidikan dilakukan oleh semngat RUU Cipta
berikut: Pemerintah Pusat. Kerja.
a. mempunyai Dosen (4) Ketentuan lebih lanjut 2. Hal tersebut untuk
dengan kualifikasi mengenai Persyaratan dan menghindari
Dokter dan/atau standar penetapan rumah munculnya berbagai
Dokter Gigi sesuai sakit pendidikan diatur persyaratan
dengan ketentuan dengan Peraturan tambahan yang rumit
Peraturan Perundang- Pemerintah. bagi pengembangan
undangan; penyelenggaraan
Pendidikan
b. memiliki teknologi
kedokteran di rumah
kedokteran dan/atau
sakit.
kedokteran gigi yang
sesuai dengan Standar 3. Usulan Kementerian
Nasional Pendidikan Dikbud tidak
Kedokteran; diakomodir karena
sesuai dengan
konsep RUU Cipta
- 39 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Kerja, kewenangan
penetapan RS
c. mempunyai program
merupakan
penelitian secara rutin;
kewenangan
dan
Pemerintah Pusat
d. persyaratan lain sesuai dan hal-hal yang
dengan ketentuan teknis diatur dalam
Peraturan Perundang- Peraturan
undangan. Pemerintah.
(4) Penetapan rumah sakit
menjadi Rumah Sakit
Pendidikan dilakukan oleh
menteri yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
kesehatan setelah
berkoordinasi dengan
Menteri.
3. Pasal 49 Pasal 49 Usulan dikbud tidak Membuka Penyederhanaan
dapat diterima karena kesempatan Perizinan
(1) Biaya investasi untuk (1) Biaya investasi untuk
pasal ini perlu diatur invetasi dari pihak Berusaha
Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran dan
dalam RUU terutama swasta atau pihak
Fakultas Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
terkait biaya investasi asing yang
milik Pemerintah menjadi milik instansi pemerintah
yang dapat memiliki
tanggung jawab Menteri. menjadi tanggung jawab
dikerjasamakan dengan kemampuan dan
Pemerintah Pusat.
(2) Biaya investasi untuk pihak lain. pengalaman terkait
Rumah Sakit Pendidikan (2) Biaya investasi untuk di bidangnya untuk
milik Pemerintah menjadi Rumah Sakit Pendidikan turut serta
tanggung jawab Menteri milik instansi pemerintah membantu
dan/atau menteri yang menjadi tanggung jawab Pemerintah dalam
menyelenggarakan urusan Pemerintah Pusat. mengembangkan
pemerintahan di bidang (3) pendidikan
Biaya investasi
kesehatan. program studi
sebagaimana dimaksud
- 40 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) dan (2) dapat kedokteran dan
dikerjasamakan dengan program studi
pihak lain. kedokteran gigi di
Indonesia.
1o. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA – SEKTOR KEPARIWISATAAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
1. Pasal 14 Pasal 14 Pengaturan eksisting Pemerintah Pariwisata
memberi kewenangan memegang kendali
(1) Usaha pariwisata meliputi, (1) Usaha pariwisata meliputi,
yang tidak terbatas terhadap kebijakan
antara lain: antara lain:
kepada Menteri untuk penyelengaraan
a. daya tarik wisata; a. daya tarik wisata; mengatur produk izin, urusan
b. kawasan pariwisata; b. kawasan pariwisata; persyaratan, dan tata pemerintahan di
kelola perizinan. Hal bidang
c. jasa transportasi wisata; c. jasa transportasi wisata; tersebut berpotensi kepariwisataan
d. jasa perjalanan wisata; d. jasa perjalanan wisata; memunculkan dalam rangka
komplikasi dalam mencipatakan
e. jasa makanan dan e. jasa makanan dan
perizinan berusaha di kemudahan iklim
minuman; minuman;
bidang pariwisata. Untuk usaha di bidang
f. penyediaan akomodasi; f. penyediaan akomodasi; kewenangan Menteri pariwisata dan
g. penyelenggaraan g. penyelenggaraan perlu dibatasi pada meberikan
kegiatan hiburan dan kegiatan hiburan dan penetapan standard dan kemudahan bagi
rekreasi; rekreasi; kriteria. Bahwa prinsip badan usaha
RUU Cipta Kerja dalam berinvestasi
h. penyelenggaraan h. penyelenggaraan mengembalikan di bidang
pertemuan, perjalanan pertemuan, perjalanan kewenangan kepada pariwisata.
insentif, konferensi, dan insentif, konferensi,dan Presiden.
pameran; pameran;
i. jasa informasi i. jasa informasi
pariwisata; pariwisata;
j. jasa konsultan j. jasa konsultasi
pariwisata; pariwisata;
k. jasa pramuwisata; k. jasa pramuwisata;
l. wisata tirta; dan l. wisata tirta; dan
m. spa. m. spa
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Usaha pariwisata selain (2) Usaha pariwisata selain
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.
2. Pasal 15 Pasal 15 Mekanisme pendaftaran Pemerintah Pariwisata
berusaha dinilai tidak memegang kendali
(1) Untuk dapat (1) Untuk dapat
substantif. Dengan terhadap kebijakan
menyelenggarakan usaha menyelenggarakan usaha
konsep pengaturan penyelengaraan
pariwisata sebagaimana pariwisata sebagaimana
dalam PP 24/2018 urusan
dimaksud dalam Pasal 14, dimaksud dalam Pasal 14,
menegaskan bahwa tidak pemerintahan di
pengusaha pariwisata wajib pengusaha pariwisata wajib
ada lagi mekanisme bidang
mendaftarkan usahanya memenuhi Perizinan
perizinan dan produk izin kepariwisataan
terlebih dahulu kepada Berusaha dari Pemerintah
diluar apa yang dalam rangka
Pemerintah atau Pusat.
ditetapkan dalam mencipatakan
Pemerintah Daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut Peraturan Pemerintah. kemudahan iklim
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perizinan usaha di bidang
mengenai tata cara Berusaha sebagaimana pariwisata dan
pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meberikan
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan kemudahan bagi
diatur dengan Peraturan Pemerintah. badan usaha
Menteri. dalam berinvestasi
di bidang
pariwisata.
3. Pasal 16 Pasal 16 Pariwisata
Pemerintah atau Pemerintah Dihapus.
Daerah dapat menunda atau
meninjau kembali pendaftaran
usaha pariwisata apabila tidak
sesuai dengan ketentuan tata
cara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 15.
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
4. Pasal 26 Pasal 26 Pariwisata
Setiap pengusaha pariwisata (1) Setiap pengusaha
berkewajiban: pariwisata berkewajiban:
a. menjaga dan menghormati a. menjaga dan
norma agama, adat istiadat, menghormati norma
budaya, dan nilai-nilai yang agama, adat istiadat,
hidup dalam masyarakat budaya, dan nilai-nilai
setempat; yang hidup dalam
masyarakat setempat;
b. memberikan informasi yang
akurat dan bertanggung b. memberikan informasi
jawab; yang akurat dan
bertanggung jawab;
c. memberikan pelayanan
yang tidak diskriminatif; c. memberikan pelayanan
yang tidak diskriminatif;
d. memberikan kenyamanan,
keramahan, perlindungan d. memberikan
keamanan, dan kenyamanan,
keselamatan wisatawan; keramahan,
perlindungan
e. memberikan perlindungan
keamanan, dan
asuransi pada usaha
keselamatan wisatawan;
pariwisata dengan kegiatan
yang berisiko tinggi; e. memberikan
perlindungan asuransi
f. mengembangkan kemitraan
pada usaha pariwisata
dengan usaha mikro, kecil,
dengan kegiatan yang
dan koperasi setempat
berisiko tinggi;
yang saling memerlukan,
memperkuat, dan f. mengembangkan
menguntungkan; kemitraan dengan
usaha mikro, kecil, dan
g. mengutamakan
koperasi setempat yang
penggunaan produk
saling memerlukan,
masyarakat setempat,
memperkuat, dan
produk dalam negeri, dan
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
memberikan kesempatan menguntungkan;
kepada tenaga kerja lokal; g. mengutamakan
h. meningkatkan kompetensi penggunaan produk
tenaga kerja melalui masyarakat setempat,
pelatihan dan pendidikan; produk dalam negeri,
dan memberikan
i. berperan aktif dalam upaya
kesempatan kepada
pengembangan prasarana
tenaga kerja lokal;
dan program pemberdayaan
masyarakat; h. meningkatkan
kompetensi tenaga kerja
j. turut serta mencegah
melalui pelatihan dan
segala bentuk perbuatan
pendidikan;
yang melanggar kesusilaan
dan kegiatan yang i. berperan aktif dalam
melanggar hukum di upaya pengembangan
lingkungan tempat prasarana dan program
usahanya; pemberdayaan
masyarakat;
k. memelihara lingkungan
yang sehat, bersih, dan j. turut serta mencegah
asri; segala bentuk
perbuatan yang
l. memelihara kelestarian
melanggar kesusilaan
lingkungan alam dan
dan kegiatan yang
budaya;
melanggar hukum di
m. menjaga citra negara dan lingkungan tempat
bangsa Indonesia melalui usahanya;
kegiatan usaha
k. memelihara lingkungan
kepariwisataan secara
yang sehat, bersih, dan
bertanggung jawab; dan
asri;
n. menerapkan standar usaha
l. memelihara kelestarian
dan standar kompetensi
lingkungan alam dan
sesuai dengan ketentuan
budaya;
peraturan perundang-
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
undangan. m. menjaga citra negara
dan bangsa Indonesia
melalui kegiatan usaha
kepariwisataan secara
bertanggung jawab; dan
n. memenuhi Perizinan
Berusaha dari
Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf n diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Pasal 29 Pasal 29 karena sudah diatur Pariwisata
dalam OSS, sehingga
Pemerintah provinsi berwenang: Dihapus.
sudah tercatat, terdaftar,
a. menyusun dan menetapkan dan terdata.
rencana induk
pembangunan
kepariwisataan provinsi;
b. mengoordinasikan
penyelenggaraan
kepariwisataan di
wilayahnya;
c. melaksanakan pendaftaran,
pencatatan, dan pendataan
pendaftaran usaha
pariwisata;

d. menetapkan destinasi
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pariwisata provinsi;
e. menetapkan daya tarik
wisata provinsi;
f. memfasilitasi promosi
destinasi pariwisata dan
produk pariwisata yang
berada di wilayahnya;
g. memelihara aset provinsi
yang menjadi daya tarik
wisata provinsi; dan
h. mengalokasikan anggaran
kepariwisataan.
6. Pasal 30 Pasal 30 karena sudah diatur Pariwisata
dalam OSS, sehingga
Pemerintah kabupaten/kota Dihapus.
sudah tercatat, terdaftar,
berwenang:
dan terdata.
a. menyusun dan menetapkan
rencana induk
pembangunan
kepariwisataan
kabupaten/kota;
b. menetapkan destinasi
pariwisata kabupaten/kota;
c. menetapkan daya tarik
wisata kabupaten/kota;
d. melaksanakan pendaftaran,
pencatatan, dan pendataan
pendaftaran usaha
pariwisata;
e. mengatur penyelenggaraan
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan pengelolaan
kepariwisataan di
wilayahnya;
f. memfasilitasi dan
melakukan promosi
destinasi pariwisata dan
produk pariwisata yang
berada di wilayahnya;
g. memfasilitasi
pengembangan daya tarik
wisata baru;
h. menyelenggarakan
pelatihan dan penelitian
kepariwisataan dalam
lingkup kabupaten/kota;
i. memelihara dan
melestarikan daya tarik
wisata yang berada di
wilayahnya;
j. menyelenggarakan
bimbingan masyarakat
sadar wisata; dan
k. mengalokasikan anggaran
kepariwisataan.
7. Pasal 54 Pasal 54 Standar usaha bidang Pemerintah Pariwisata
pariwisata sudah diatur memegang kendali
(1) Produk, pelayanan, dan (1) Produk, pelayanan, dan
usaha dalam PP 24/2018. terhadap kebijakan
pengelolaan usaha pengelolaan
pariwisata memiliki standar pariwisata memiliki standar Standar adalah standar penyelengaraan
usaha. usaha. minimal dengan acuan urusan
pemerintahan di
(2) Standar usaha (2) Standar usaha K3L. bidang
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud kepariwisataan
pada ayat (1) dilakukan pada ayat (1) dilakukan dalam rangka
melalui sertifikasi usaha. dengan memenuhi mencipatakan
ketentuan Perizinan kemudahan iklim
(3) Sertifikasi usaha
Berusaha dari Pemerintah usaha di bidang
sebagaimana dimaksud
Pusat. pariwisata dan
pada ayat (2) dilakukan
meberikan
oleh lembaga mandiri yang (3) Ketentuan lebih lanjut
kemudahan bagi
berwenang sesuai dengan mengenai Perizinan
badan usaha
ketentuan peraturan Berusaha sebagaimana
dalam berinvestasi
perundang-undangan. dimaksud pada ayat (1) dan
di bidang
ayat (2) diatur dengan
pariwisata.
Peraturan Pemerintah.
8. Pasal 56 Pasal 56 Pariwisata
(1) Pengusaha pariwisata dapat Dihapus.
mempekerjakan tenaga
kerja ahli warga negara
asing sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Tenaga kerja ahli warga
negara asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
terlebih dahulu mendapat
rekomendasi dari organisasi
asosiasi pekerja profesional
kepariwisataan.
1p. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA – SEKTOR KEAGAMAAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah
1. Pasal 1 angka 11 Pasal 1 angka 11 salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Penyelenggara Ibadah Haji Penyelenggara Ibadah Haji
adalah menyesuaikan Pemerintah Pusat Berusaha
Khusus yang selanjutnya Khusus yang selanjutnya
nomenklatur perizinan dalam mengambil
disingkat PIHK adalah badan disingkat PIHK adalah badan
yang ada dalam setiap kebijakan
hukum yang memiliki hukum yang memiliki Perizinan
Undang-Undang dengan mengikuti
izin dari Menteri untuk Berusaha untuk melaksanakan
rumusan yang bersifat
melaksanakan Ibadah Haji Ibadah Haji khusus dinamika
general, sehingga
khusus. masyarakat dan
memberikan fleksibiltas
pemerintah dalam global yang
rangka mengantisipasi semakin cepat.
dinamika masyarakat
dan global.
2. Pasal 1 angka 19 Pasal 1 angka 19 salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Penyelenggara Perjalanan Penyelenggara Perjalanan
Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
Ibadah Umrah yang Ibadah Umrah yang selanjutnya
menyesuaikan dalam mengambil
selanjutnya disingkat PPIU disingkat PPIU adalah biro
nomenklatur perizinan kebijakan
adalah biro perjalanan perjalanan wisata yang memiliki
yang ada dalam setiap mengikuti
wisata yang memiliki izin dari Perizinan Berusaha untuk
Undang-Undang dengan
Menteri untuk menyelenggarakan perjalanan dinamika
rumusan yang bersifat
menyelenggarakan perjalanan Ibadah Umrah masyarakat dan
general, sehingga
Ibadah Umrah. global yang
memberikan fleksibiltas
pemerintah dalam rangka semakin cepat.
mengantisipasi dinamika
masyarakat dan global.
3. Pasal 20 Pasal 20 a. Sesuai dengan Memberikan Penyederhanaan
arahan Presiden, fleksibilitas bagi Perizinan
Menteri melakukan pengawasan Pemerintah Pusat melakukan
politik hukum dalam Pemerintah Pusat Berusaha
terhadap PIHK yang pengawasan terhadap PIHK
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
memberangkatkan warga yang memberangkatkan warga penyusunan RUU dalam mengambil
negara Indonesia yang negara Indonesia yang Cipta Kerja kebijakan
mendapatkan undangan visa mendapatkan undangan visa kewenangan mengikuti
haji mujamalah dari pemerintah haji mujamalah dari pemerintah menteri/pimpinan dinamika
Kerajaan Arab Saudi. Kerajaan Arab Saudi. lembaga,gubernur,da masyarakat dan
n/atau global yang
bupati/walikota perlu
semakin cepat.
ditata kembali
berdasarkan prinsip
perizinan berusaha
Konsekuensinya
berbasis risiko dan
adalah
menerapkan
kementerian/lemba
penggunaan teknologi
ga dan pemerintah
informasi dalam
daerah perlu
pemberian perizinan
memahami
(misalnya perizinan
penataan
berusaha secara
kewenangan dalam
elektronik).
rangka fleksibilitas
b. Pengaturan lebih dan memenangkan
lanjut didelegasikan persaingan global.
melalui Peraturan
Pemerintah agar
memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat
dalam mengambil
kebijakan mengikuti
dinamika masyarakat
dan global yang
semakin cepat. Jika
tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan
kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
4. Pasal 58 Pasal 58 salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan
dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Untuk mendapatkan izin Untuk mendapatkan Perizinan
Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
menjadi PIHK, badan hukum Berusaha menjadi PIHK, badan
menyesuaikan dalam mengambil
harus memenuhi persyaratan : hukum harus memenuhi
nomenklatur perizinan kebijakan
persyaratan:
a. dimiliki dan dikelola oleh yang ada dalam setiap mengikuti
warga negara Indonesia a. dimiliki dan dikelola oleh Undang-Undang dengan
yang beragama Islam; warga negara Indonesia dinamika
rumusan yang bersifat
yang beragama Islam; masyarakat dan
b. terdaftar sebagai PPIU general, sehingga
memberikan fleksibiltas global yang
yang terakreditasi; b. terdaftar sebagai PPIU
pemerintah dalam semakin cepat.
yang terakreditasi;
c. memiliki kemampuan rangka mengantisipasi
teknis, kompetensi c. memiliki kemampuan dinamika masyarakat
personalia, dan teknis, kompetensi dan global.
kemampuan finansial personalia, dan
untuk menyelenggarakan kemampuan finansial
Ibadah Haji khusus yang untuk menyelenggarakan
dibuktikan dengan Ibadah Haji khusus yang
jaminan bank; dan dibuktikan dengan
jaminan bank; dan
d. memiliki komitmen untuk
meningkatkan kualitas d. memiliki komitmen untuk
Penyelenggaraan Ibadah meningkatkan kualitas
Haji Khusus. Penyelenggaraan Ibadah
Haji Khusus.
5. Pasal 59 Pasal 59 a. Sesuai dengan Memberikan Penyederhanaan
arahan Presiden, fleksibilitas bagi Perizinan
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(1) Pelaksanaan Ibadah Haji (1) Pelaksanaan Ibadah Haji politik hukum dalam Pemerintah Pusat Berusaha
khusus dilakukan oleh khusus dilakukan oleh penyusunan RUU dalam mengambil
PIHK setelah mendapat PIHK setelah memenuhi Cipta Kerja kebijakan
izin dari Menteri. Perizinan Berusaha dari kewenangan mengikuti
Pemerintah Pusat. menteri/pimpinan dinamika
(2) lzin sebagaimana
lembaga,gubernur,da masyarakat dan
dimaksud pada ayat (1) (2) Perizinan Berusaha
n/atau global yang
berlaku selama PIHK sebagaimana dimaksud
bupati/walikota perlu semakin cepat.
menjalankan kegiatan pada ayat (1) berlaku
ditata kembali
usaha Penyelenggaraan selama PIHK menjalankan
berdasarkan prinsip
Ibadah Haji Khusus. kegiatan usaha
perizinan berusaha
Penyelenggaraan Ibadah
berbasis risiko dan
Haji Khusus.
menerapkan
(3) Ketentuan lebih lanjut penggunaan teknologi
mengenai Perizinan informasi dalam
Berusaha sebagaimana pemberian perizinan
dimaksud pada ayat (1) (misalnya perizinan
diatur dengan Peraturan berusaha secara
Pemerintah. elektronik)
b. hal-hal yang bersifat
detail dan teknis
diatur lebih lanjut
dengan Peraturan
Pemerintah.
6. Pasal 61 Pasal 61 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
mengenai persyaratan PIHK, persyaratan PIHK dan
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
izin PIHK, dan pembukaan pembukaan kantor cabang PIHK
diatur lebih lanjut kebijakan
kantor cabang PIHK sebagaimana dimaksud dalam
dengan Peraturan mengikuti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60
Pemerintah. dinamika
Pasal 58 sampai dengan Pasal diatur dengan Peraturan
masyarakat dan
60 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
global yang
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Menteri. semakin cepat.
7. Pasal 83 Pasal 83 a. Sesuai dengan Memberikan Penyederhanaa
arahan Presiden, fleksibilitas bagi n Perizinan
(1) Menteri melakukan (1) Pemerintah Pusat
politik hukum dalam Pemerintah Pusat Berusaha
pengawasan dan evaluasi melakukan pengawasan
penyusunan RUU dalam mengambil
terhadap PIHK paling lama dan evaluasi terhadap PIHK
Cipta Kerja kebijakan
60 (enam puluh) Hari paling lama 60 (enam
kewenangan mengikuti
terhitung sejak selesainya puluh) Hari terhitung sejak
menteri/pimpinan
Penyelenggaraan Ibadah selesainya Penyelenggaraan dinamika
lembaga,gubernur,da
Haji Khusus. Ibadah Haji Khusus. masyarakat dan
n/atau
(2) Hasil pengawasan dan (2) Hasil pengawasan dan bupati/walikota perlu global yang
evaluasi sebagaimana evalusi sebagaimana ditata kembali semakin cepat.
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) berdasarkan prinsip
dilaporkan kepada DPR RI. dilaporkan kepada DPR RI. perizinan berusaha
berbasis risiko dan Konsekuensinya
menerapkan adalah
penggunaan teknologi kementerian/lemba
informasi dalam ga dan pemerintah
pemberian perizinan daerah perlu
(misalnya perizinan memahami
berusaha secara penataan
elektronik). kewenangan dalam
rangka fleksibilitas
b. Pengaturan lebih dan memenangkan
lanjut didelegasikan persaingan global.
melalui Peraturan
Pemerintah agar
memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat
dalam mengambil
kebijakan mengikuti
dinamika masyarakat
dan global yang
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
semakin cepat. Jika
tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan
kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
8. Pasal 84 Pasal 84 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan mengenai tata cara Ketentuan lebih lanjut mengenai
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
pengawasan dan evaluasi oleh tata cara pengawasan dan
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
Menteri sebagaimana dimaksud evaluasi oleh Pemerintah Pusat
diatur lebih lanjut kebijakan
dalam Pasal 83 ayat (1) diatur sebagaimana dimaksud dalam
dengan Peraturan mengikuti
dengan Peraturan Menteri. Pasal 83 ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah. Pemerintah. dinamika
masyarakat dan
global yang
semakin cepat.
9. Pasal 85 Pasal 85 a. Sesuai dengan Memberikan Penyederhanaan
arahan Presiden, fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Menteri melaksanakan (1) Pemerintah Pusat
politik hukum dalam Pemerintah Pusat Berusaha
akreditasi PIHK. melaksanakan akreditasi
penyusunan RUU dalam mengambil
PIHK.
(2) Akreditasi sebagaimana Cipta Kerja kebijakan
dimaksud pada ayat (1) (2) Akreditasi sebagaimana kewenangan mengikuti
dilakukan untuk menilai dimaksud pada ayat (1) menteri/pimpinan dinamika
kinerja dan kualitas dilakukan untuk menilai lembaga,gubernur,da masyarakat dan
pelayanan PIHK. kinerja dan kualitas n/atau global yang
pelayanan PIHK. bupati/walikota perlu semakin cepat.
(3) Akreditasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) (3) Pemerintah Pusat ditata kembali
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dilaksanakan setiap 3 (tiga) menetapkan standar berdasarkan prinsip
tahun. akreditasi PIHK. perizinan berusaha
berbasis risiko dan
(4) Menteri menetapkan (4) Pemerintah Pusat
menerapkan
standar akreditasi PIHK. memublikasikan hasil
penggunaan teknologi
akreditasi PIHK
(5) Menteri memublikasikan informasi dalam
sebagaimana dimaksud
hasil akreditasi PIHK pemberian perizinan
pada ayat (1) kepada
sebagaimana dimaksud (misalnya perizinan
masyarakat secara
pada ayat (1) kepada berusaha secara
elektronik dan/atau
masyarakat secara elektronik)
nonelektronik
elektronik dan/atau
nonelektronik (5) Ketentuan lebih lanjut b. hal-hal yang bersifat
detail dan teknis
mengenai akreditasi PIHK
(6) Ketentuan lebih lanjut diatur lebih lanjut
diatur dengan Peraturan
mengenai akreditasi PIHK dengan Peraturan
Pemerintah.
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menteri.
10. Pasal 89 Pasal 89 Ketentuan Pasal 89 Memberikan Penyederhanaan
dihapus karena terlalu fleksibilitas bagi Perizinan
Untuk mendapatkan izin Untuk mendapatkan Perizinan
teknis diatur dalam Pemerintah Pusat Berusaha
menjadi PPIU, biro perjalanan Berusaha menjadi PPIU, biro
Undang-Undang, dalam mengambil
wisata harus memenuhi perjalanan wisata harus
sehingga pengaturannya kebijakan
persyaratan: memenuhi persyaratan yang
didelegasikan melalui mengikuti
ditetapkan Pemerintah Pusat.
a. dimiliki dan dikelola oleh Peraturan Pemerintah. dinamika
warga negara Indonesia masyarakat dan
beragama Islam; global yang
b. terdaftar sebagai biro semakin cepat.
perjalanan wisata yang
sah;
c. memiliki kemampuan
manajerial, teknis,
kompetensi personalia,
dan kemampuan finansial
untuk menyelenggarakan
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Ibadah Umrah yang
dibuktikan dengan
jaminan bank;
d. memiliki mitra biro
penyelenggara Ibadah
Umrah di Arab Saudi yang
memperoleh izin resmi
dari pemerintah Kerajaan
Arab Saudi;
e. memiliki rekam jejak
sebagai biro perjalanan
wisata yang berkualitas
dengan memiliki
pengalaman
memberangkatkan dan
melayani
perjalanan ke luar negeri;
dan
f. memiliki komitmen untuk
memenuhi pakta integritas
menyelenggarakan
perjalanan Ibadah Umrah
sesuai dengan standar
pelayanan minimum yang
ditetapkan oleh Menteri
dan selalu meningkatkan
kualitas penyelenggaraan
Ibadah Umrah.
11. Pasal 90 Pasal 90 a. Sesuai dengan Memberikan Penyederhanaan
arahan Presiden, fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Pelaksanaan Ibadah (1) Pelaksanaan Ibadah Umrah
politik hukum dalam Pemerintah Pusat Berusaha
Umrah dilakukan oleh dilakukan oleh PPIU setelah
penyusunan RUU dalam mengambil
PPIU setelah mendapat izin mendapat Perizinan
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dari Menteri. Berusaha dari Pemerintah Cipta Kerja kebijakan
Pusat. kewenangan mengikuti
(2) Izin sebagaimana
menteri/pimpinan dinamika
dimaksud pada ayat (1) (2) Perizinan sebagaimana
lembaga,gubernur,da masyarakat dan
berlaku selama PPIU dimaksud pada ayat (1)
n/atau global yang
menjalankan kegiatan berlaku selama PPIU
bupati/walikota perlu semakin cepat.
usaha penyelenggaraan menjalankan kegiatan
ditata kembali
Ibadah Umrah. usaha penyelenggaraan
berdasarkan prinsip
Ibadah Umrah.
perizinan berusaha Konsekuensinya
berbasis risiko dan adalah
menerapkan kementerian/lemba
penggunaan teknologi ga dan pemerintah
informasi dalam daerah perlu
pemberian perizinan memahami
(misalnya perizinan penataan
berusaha secara kewenangan dalam
elektronik). rangka fleksibilitas
a. Pengaturan lebih dan memenangkan
lanjut didelegasikan persaingan global.
melalui Peraturan
Pemerintah agar
memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat
dalam mengambil
kebijakan mengikuti
dinamika
masyarakat dan
global yang semakin
cepat. Jika tidak
didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan
kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
12. Pasal 91 Pasal 91 a. Sesuai dengan Memberikan Penyederhanaan
arahan Presiden, fleksibilitas bagi Perizinan
(1) PPIU dapat membuka (1) PPIU dapat membuka
politik hukum dalam Pemerintah Pusat Berusaha
kantor cabang PPIU di luar kantor cabang PPIU di luar
penyusunan RUU dalam mengambil
domisili perusahaan. domisili perusahaan.
Cipta Kerja kebijakan
(2) Pembukaan kantor cabang (2) Pembukaan kantor cabang kewenangan mengikuti
PPIU sebagaimana PPIU sebagaimana menteri/pimpinan
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) dinamika
lembaga,gubernur,da
harus dilaporkan kepada harus dilaporkan kepada masyarakat dan
n/atau
kantor Kementerian Agama Pemerintah Pusat. bupati/walikota perlu global yang
di kabupaten/kota ditata kembali semakin cepat.
setempat. berdasarkan prinsip
perizinan berusaha
berbasis risiko dan Konsekuensinya
menerapkan adalah
penggunaan teknologikementerian/lemba
informasi ga dan pemerintah
dalam
pemberian perizinan daerah perlu
(misalnya memahami
perizinan
berusaha penataan
secara
elektronik). kewenangan dalam
rangka fleksibilitas
b. Pengaturan lebih dan memenangkan
lanjut didelegasikan persaingan global.
melalui Peraturan
Pemerintah agar
memberikan
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat
dalam mengambil
kebijakan mengikuti
dinamika masyarakat
dan global yang
semakin cepat. Jika
tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
kebijakan regulasi
perizinan dan
kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
13. Pasal 92 Pasal 92 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih lanjut mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
pemberian izin dan pembukaan pemberian Perizinan Berusaha
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
kantor cabang PPIU dan pembukaan kantor cabang
diatur lebih lanjut kebijakan
sebagaimana dimaksud dalam PPIU sebagaimana dimaksud
dengan Peraturan mengikuti
Pasal 90 dan Pasal 91 diatur dalam Pasal 89, Pasal 90, dan
Pemerintah. dinamika
dengan Peraturan Menteri. Pasal 91 diatur dengan
masyarakat dan
Peraturan Pemerintah.
global yang
semakin cepat.
14. Pasal 99 Pasal 99 a. Sesuai dengan Memberikan Penyederhanaan
arahan Presiden, fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Menteri mengawasi dan (1) Pemerintah Pusat
politik hukum dalam Pemerintah Pusat Berusaha
mengevaluasi mengawasi dan
penyusunan RUU dalam mengambil
penyelenggaraan Ibadah mengevaluasi
Cipta Kerja kebijakan
penyelenggaraan Ibadah
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Umrah. Umrah. kewenangan mengikuti
menteri/pimpinan dinamika
(2) Pengawasan dan evaluasi (2) Pengawasan dan evaluasi
lembaga,gubernur,da masyarakat dan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
n/atau global yang
pada ayat (1) dilaksanakan pada ayat (1) dilaksanakan
bupati/walikota perlu semakin cepat.
oleh aparatur tingkat pusat oleh aparatur Pemerintah
ditata kembali
dan/atau daerah terhadap Pusat terhadap
berdasarkan prinsip
pelaksanaan, pembinaan, pelaksanaan, pembinaan,
perizinan berusaha
pelayanan, dan pelayanan, dan
berbasis risiko dan
pelindungan yang pelindungan yang
menerapkan
dilakukan oleh PPIU dilakukan oleh PPIU
penggunaan teknologi
kepada Jemaah Umrah. kepada Jemaah Umrah.
informasi dalam
(3) Dalam melaksanakan (3) Dalam melaksanakan pemberian perizinan
fungsi pengawasan dan fungsi pengawasan dan (misalnya perizinan
evaluasi pelaksanaan evaluasi pelaksanaan berusaha secara
Ibadah Umrah, Menteri Ibadah Umrah, Pemerintah elektronik).
dapat membentuk tim Pusat dapat membentuk
a. Pengaturan lebih
koordinasi pencegahan, tim koordinasi
lanjut didelegasikan
pengawasan, dan pencegahan, pengawasan,
melalui Peraturan
penindakan permasalahan dan penindakan
Pemerintah agar
penyelenggaraan Ibadah permasalahan
memberikan
Umrah. penyelenggaraan Ibadah
fleksibilitas bagi
Umrah.
(4) Ketentuan lebih lanjut Pemerintah Pusat
mengenai tim koordinasi dalam mengambil
diatur dengan Peraturan kebijakan mengikuti
Menteri. dinamika masyarakat
dan global yang
semakin cepat. Jika
tidak didelegasikan
melalui PP maka
dikhawatirkan
Indonesia akan
kesulitan dalam
menyesuaikan
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kebijakan regulasi
perizinan dan
kesulitan
berkompetisi dengan
negara tetangga.
15. Pasal 101 Pasal 101 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Hasil pengawasan dan (1) Hasil pengawasan dan
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
evaluasi pelaksanaan evaluasi pelaksanaan
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
Ibadah Umrah digunakan Ibadah Umrah digunakan
diatur lebih lanjut kebijakan
untuk dasar akreditasi dan sebagai dasar akreditasi
dengan Peraturan mengikuti
pengenaan sanksi. dan pengenaan sanksi.
Pemerintah. dinamika
(2) Ketentuan lebih lanjut (2) Ketentuan lebih lanjut masyarakat dan
mengenai pengawasan dan mengenai pengawasan dan global yang
evaluasi diatur dengan evaluasi diatur dengan semakin cepat.
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.

16. Pasal 103 Pasal 103 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Menteri menetapkan standar Pemerintah Pusat menetapkan Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
akreditasi PPIU. standar akreditasi PPIU.
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
menteri/pimpinan kebijakan
lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
tau bupati/walikota
dinamika
perlu ditata kembali
masyarakat dan
berdasarkan prinsip
perizinan berusaha global yang
berbasis risiko dan semakin cepat.
menerapkan penggunaan
teknologi informasi
dalam pemberian
perizinan (misalnya
perizinan berusaha
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
secara elektronik).

17. Pasal 104 Pasal 104 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Menteri melakukan (1) Pemerintah Pusat
dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
akreditasi PPIU. melakukan akreditasi
Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
PPIU.
(2) Akreditasi sebagaimana menteri/pimpinan kebijakan
dimaksud pada ayat (1) (2) Akreditasi sebagaimana lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
dilakukan untuk menilai dimaksud pada ayat (1) tau bupati/walikota
kinerja dan kualitas dilakukan untuk menilai dinamika
perlu ditata kembali
pelayanan PPIU. kinerja dan kualitas masyarakat dan
berdasarkan prinsip
pelayanan PPIU. perizinan berusaha global yang
(3) Akreditasi terhadap PPIU
berbasis risiko dan semakin cepat.
dilakukan setiap 3 (tiga)
tahun. menerapkan penggunaan
teknologi informasi
dalam pemberian
perizinan (misalnya
perizinan berusaha
secara elektronik).
18. Pasal 106 Pasal 106 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
lanjut Ketentuan lebih lanjut mengenai hukum penyusunan fleksibilitas bagi Perizinan
Ketentuan lebih
mengenai akreditasi terhadap akreditasi terhadap PPIU diatur RUU Cipta Kerja hal-hal Pemerintah Pusat Berusaha
yang bersifat detail dan dalam mengambil
PPIU diatur dengan Peraturan dengan Peraturan Pemerintah.
teknis diatur lebih kebijakan
Menteri.
lanjut dengan Peraturan mengikuti
Pemerintah. dinamika
masyarakat dan
global yang
semakin cepat.
1q. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA – SEKTOR POS, TELEKOMUNIKASI, DAN PENYIARAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi
1. Pasal 28 Pasal 28 1. Pemerintah dapat Penyederhanaan
menerapkan tarif Perizinan
Besaran tarif penyelenggaraan (1) Besaran tarif
batas bawah untuk Berusaha
jaringan telekomunikasi dan penyelenggaraan jaringan
layanan
atau jasa telekomunikasi telekomunikasi dan atau
telekomunikasi
ditetapkan oleh penyelenggara jasa telekomunikasi
tertentu.
jaringan telekomunikasi dan ditetapkan oleh
atau jasa telekomunikasi penyelenggara jaringan 2. Penetapan tarif batas
dengan berdasarkan formula telekomunikasi dan atau bawah dilakukan
yang ditetapkan oleh jasa telekomunikasi dalam rangka:
Pemerintah. dengan berdasarkan a. menjaga
formula yang ditetapkan kesehatan
oleh Pemerintah Pusat. industri yang saat
(2) Pemerintah Pusat dapat ini sering kali
menetapkan tarif batas terjadi perang
atas dan/atau tarif batas tarif yang
bawah penyelenggaraan mengarah kepada
telekomunikasi dengan ketidaksehatan
memperhatikan industri dan
kepentingan masyarakat dapat berdampak
dan persaingan usaha yang pada
sehat. berkurangnya
kemampuan
operator untuk
berinvestasi
dalam penetrasi
dan
pengembangan
teknologi dan
layanan kepada
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
masyarakat.
b. dibutuhkan
dalam hal terjadi
monopoli alamiah
dimana dalam
satu wilayah
layanan tertentu
hanya ada satu
operator yang
menyediakan
layanan
komunikasi
sehingga
berpotensi
menetapkan tarif
yang tidak
terjangkau
masyarakat,
khususnya pada
wilayah-wilayah
yang tidak
menarik secara
komersial (non-
comercially
viable).
c. menyediakan
layanan yang baik
kepada
pengguna.
d. membutuhkan
investasi
tambahan dalam
penyediaannya.
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
2. Pasal 11 Pasal 11 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
(1) Penyelenggaraan (1) Penyelenggaraan Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
telekomunikasi telekomunikasi dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
dalam Pasal 7 ayat (1) dapat dalam Pasal 7 ayat (1) dapat Menteri/pimpinan kebijakan
diselenggarakan setelah dilaksanakan setelah Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
mendapat izin dari Menteri. memenuhi Perizinan tau bupati/walikota perlu dinamika
Berusaha dari Pemerintah ditata kembali masyarakat dan
(2) Izin sebagaimana dimaksud
Pusat. berdasarkan prinsip global yang
pada ayat (1) diberikan
dengan memperhatikan: (2) Ketentuan lebih lanjut perizinan berusaha semakin cepat.
mengenai Perizinan berbasis risiko dan
a. tata cara yang
Berusaha sebagaimana menerapkan penggunaan
sederhana;
dimaksud pada ayat (1) teknologi informasi dalam
b. proses yang transparan, diatur dengan Peraturan pemberian perizinan
adil dan tidak Pemerintah. (misalnya perizinan
diskriminatif; serta
berusaha secara
c. penyelesaian dalam elektronik).
waktu yang singkat.
(3) Ketentuan mengenai
perizinan penyelenggaraan
telekomunikasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

3. Pasal 30 Pasal 30 salah satu politik hukum Memberikan Penyederhanaan


(1) Dalam hal penyelenggara (1) Dalam hal penyelenggara dalam penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
jaringan telekomunikasi jaringan telekomunikasi Cipta Kerja adalah Pemerintah Pusat Berusaha
dan atau penyelenggara dan atau penyelenggara menyesuaikan dalam mengambil
jasa telekomunikasi belum jasa telekomunikasi belum nomenklatur perizinan kebijakan
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dapat menyediakan akses di dapat menyediakan akses di yang ada dalam setiap mengikuti
daerah tertentu, maka daerah tertentu, Undang-Undang dengan dinamika
penyelenggara penyelenggara rumusan yang bersifat masyarakat dan
telekomunikasi khusus telekomunikasi khusus general, sehingga global yang
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud memberikan fleksibiltas semakin cepat.
dalam Pasal 9 ayat (3) huruf dalam Pasal 9 ayat (3) huruf pemerintah dalam rangka
a, dapat menyelenggarakan a dapat menyelenggarakan
mengantisipasi dinamika
jaringan telekomunikasi jaringan telekomunikasi
masyarakat dan global.
dan atau jasa dan/atau jasa
telekomunikasi telekomunikasi
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) huruf dalam Pasal 7 ayat (1) huruf
a dan huruf b setelah a dan huruf b setelah
mendapat izin Menteri. memenuhi Perizinan
Berusaha dari Pemerintah
(2) Dalam hal penyelenggara
Pusat.
jaringan telekomunikasi
dan atau jasa (2) Dalam hal penyelenggara
telekomunikasi sudah jaringan telekomunikasi
dapat menyediakan akses di dan/atau jasa
daerah sebagaimana telekomunikasi sudah
dimaksud pada aya (1), dapat menyediakan akses di
maka penyelenggara daerah sebagaimana
telekomunikasi khusus dimaksud pada ayat (1),
dimaksud tetap dapat penyelenggara
melakukan telekomunikasi khusus
penyelenggaraan jaringan tetap dapat melakukan
telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jaringan
jasa telekomunikasi. telekomunikasi dan /atau
jasa telekomunikasi
(3) Syarat-syarat untuk
mendapatkan izin (3) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud mengenai Perizinan
pada ayat (1) diatur dengan Berusaha sebagaimana
Peraturan Pemerintah. dimaksud pada ayat (1)
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
4. Pasal 32 Pasal 32 Memberikan Dalam rangka Penyederhanaan
Penyederhanaan mengendalikan Perizinan
(1) Perangkat telekomunikasi (1) Setiap alat dan/atau
Perizinan Berusaha jumlah impor yang Berusaha
yang diperdagangkan, perangkat telekomunikasi
dengan menghapus akan membebani
dibuat, dirakit, dimasukkan yang dibuat, dirakit,
kewajiban memiliki izin neraca
dan atau digunakan di dimasukkan untuk
dan cukup memenuhi perdagangan (yang
wilayah Negara Republik diperdagangkan dan/atau
standar teknis. menyebabkan
Indonesia wajib digunakan di wilayah
defisit neraca
memperhatikan Negara Republik Indonesia
perdagangan) di
persyaratan teknis dan wajib memenuhi standar
Indonesia.
berdasarkan izin sesuai teknis.
dengan peraturan (2) Ketentuan mengenai
perundang-undangan yang standar teknis alat
berlaku. dan/atau perangkat
(2) Ketentuan mengenai telekomunikasi
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud
perangkat telekomunikasi pada ayat (1) diatur dengan
sebagaimana dimaksud Peraturan Pemerintah.
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Pasal 33 Pasal 33 1. Sesuai dengan 1. Memberikan Penyederhanaan
arahan Presiden, fleksibilitas Perizinan
(1) Penggunaan spektrum (1) Penggunaan spektrum bagi
politik hukum dalam Berusaha
frekuensi radio dan orbit frekuensi radio dan orbit Pemerintah
penyusunan RUU
satelit wajib mendapatkan satelit oleh Pelaku Usaha Pusat dalam
Cipta Kerja
izin Pemerintah. wajib memenuhi Perizinan mengambil
kewenangan
Berusaha dari Pemerintah kebijakan
(2) Penggunaan spektrum Menteri/pimpinan
frekuensi radio dan orbit Pusat. mengikuti
Lembaga,gubernur,d
satelit harus sesuai dengan (2) Penggunaan spektrum an/atau dinamika
peruntukannya dan tidak frekuensi radio dan orbit bupati/walikota perlu masyarakat
saling mengganggu. satelit oleh selain Pelaku ditata kembali
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Pemerintah melakukan Usaha wajib mendapatkan berdasarkan prinsip dan global yang
pengawasan dan Persetujuan dari perizinan berusaha semakin cepat.
pengendalian penggunaan Pemerintah Pusat. berbasis risiko dan 2. Efisiensi
spektrum frekuensi radio (3) menerapkan penggunaan
Penggunaan spektrum
dan orbit satelit. penggunaan teknologi frekuensi radio.
frekuensi radio dan orbit
informasi dalam 3. Ayat (4), ayat
(4) Ketentuan penggunaan satelit sebagaimana
pemberian perizinan (5), dan ayat (6)
spektrum frekuensi radio dimaksud pada ayat (1) dan
(misalnya perizinan diperlukan
dan orbit satelit yang ayat (2) harus sesuai
berusaha secara khususnya
digunakan dalam dengan peruntukannya.
elektronik). terkait
penyelenggaraan (4) Dalam hal penggunaan pemanfaatan
telekomunikasi diatur spektrum frekuensi radio 2. Spektrum frekuensi
frekuensi untuk
dengan Peraturan radio tidak dapat
tidak optimal dan/atau persinyalan
Pemerintah. dibatasi oleh wilayah
dinilai terdapat kepentingan kereta cepat
administratif dan
umum yang lebih besar, Jakarta –
manajemen spektrum
Pemerintah Pusat dapat Bandung (PT.
frekuensi radio
mencabut Perizinan KCIC).
dilakukan melalui
Berusaha atau persetujuan
sistem nasional.
penggunaan spektrum
frekuensi radio. 3. Khusus untuk
pengawasan dan
(5) Pemerintah Pusat dapat
pengendalian
menetapkan penggunaan
penggunaan
bersama spektrum
spektrum frekuensi
frekuensi radio.
radio dan orbit satelit
(6) Pemegang Perizinan dilaksanakan oleh
Berusaha terkait Kementerian Kominfo
penggunaan spektrum melalui Unit
frekuensi radio Pelaksana Teknis
sebagaimana dimaksud (UPT) Monitoring
pada ayat (1) untuk Spektrum Frekuensi
penyelenggaraan Radio yang terdapat
telekomunikasi dapat di setiap provinsi
melakukan : yang wilayah
kerjanya sudah
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. kerjasama penggunaan mencakup seluruh
spektrum frekuensi wilayah NKRI.
radio; dan/atau Penggunaan
Spektrum frekuensi
b. pengalihan penggunaan
radio diatur secara
spektrum frekuensi
internasional melalui
radio,
ITU sebagai badan
dengan penyelenggara PBB yang
telekomunikasi lainnya. membidangi
(7) Kerjasama dan/atau telekomunikasi
pengalihan penggunaan termasuk sprektum
spektrum frekuensi radio frekuensi radio. ITU
sebagaimana dimaksud hanya mengakui 1
pada ayat (6) wajib terlebih entitas administrasi
dahulu mendapatkan telekomunikasi di
persetujuan dari masing-masing
Pemerintah Pusat. negara, dalam hal ini
untuk Indonesia
(8) Pembinaan, Pengawasan, adalah Kementerian
dan Pengendalian Komunikasi dan
penggunaan spektrum Informatika.
frekuensi radio dan orbit
satelit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat.
(9) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan
Berusaha terkait
Penggunaan spektrum
frekuensi radio dan orbit
satelit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Persetujuan Penggunaan
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
spektrum frekuensi radio
dan orbit satelit
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1a), penggunaan
bersama spektrum
frekuensi radio, kerja sama
penggunaan spektrum
frekuensi radio, dan
pengalihan penggunaan
spektrum frekuensi radio
sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dan ayat (6)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
6. Penjelasan Pasal 33 ayat (1) Penjelasan Pasal 33 ayat (1)
Pemberian izin penggunaan Pemberian Perizinan Berusaha
spektrum frekuensi radio orbit terkait penggunaan spektrum
satelit didasarkan kepada frekuensi radio didasarkan pada
ketersediaan spektrum ketersediaan spektrum frekuensi
frekuensi radio yang telah radio dan hasil analisis teknis.
dialokasikan untuk keperluan Slot orbit satelit bukan
penyelenggaraan merupakan aset nasional.
telekomunikasi termasuk siaran
sesuai peruntukannya. Pemberian perizinan berusaha
penggunaan spektrum frekuensi
Tabel alokasi frekuensi radio radio dilakukan melalui
disebarluaskan dan dapat
mekanisme seleksi atau evaluasi.
diketahui oleh masyarakat
secara transparan.
Apabila ketersediaan spektrum
frekuensi radio dan orbit satelit
tidak memenuhi permintaan
atau kebutuhan
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penyelenggaraan
telekomunikasi, maka perolehan
izinnya antara lain
dimungkinkan melalui
mekanisme pelelangan.
7. Penjelasan 33 ayat (2) Penjelasan Pasal 33 ayat (2)
Frekuensi radio adalah jumlah Pemberian Persetujuan terkait
getaran elektromagnetik untuk 1 penggunaan spektrum frekuensi
(satu) periode, sedangkan radio didasarkan pada
spektrum frekuensi radio adalah ketersediaan spektrum frekuensi
kumpulan frekuensi radio. radio dan hasil analisis teknis.
Penggunaan frekuensi radio Pemberian Persetujuan terkait
didasarkan pada ruang, jumlah penggunaan spektrum frekuensi
getaran, dan lebar pita, yang radio dilakukan melalui
hanya dapat digunakan oleh 1 mekanisme evaluasi.
(satu) pihak. Penggunaan secara
bersamaan pada ruang, jumlah
getaran, dan lebar yang sama
atau berhimpitan akan saling
mengganggu.
Frekuensi dalam telekomunikasi
digunakan untuk membawa
atau menyalurkan informasi.
Dengan demikian agar informasi
dapat dibawa atau disalurkan
dengan baik tanpa gangguan
maka penggunaan frekuensinya
harus diatur. Pengaturan
frekuensi antara lain mengenai
pengalokasian pita frekuensi
dan peruntukannya.
Orbit satelit adalah suatu
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lintasan di angkasa yang dilalui
oleh suatu pusat masa satelit.
Orbit satelit terdiri atas orbit
satelit geostasioner, orbit satelit
rendah, dan orbit satelit
menengah. Orbit satelit
geostasioner adalah suatu
lintasan yang dilalui oleh suatu
pusat masa satelit yang
disebabkan oleh gaya gravitasi
bumi yang mempunyai
kedudukan tetap terhadap
bumi.
Orbit satelit geostasioner berada
di atas khatulistiwa dengan
ketinggian 36.000 km. Orbit
satelit rendah dan menengah
adalah suatu lintasan yang
dilalui oleh suatu pusat masa
satelit yang kedudukannya tidak
tetap terhadap bumi. Ketinggian
orbit satelit rendah sekitar 1.500
km dan orbit satelit menengah
sekitar 11.000 km.
8. Penjelasan 33 ayat (3) Penjelasan 33 ayat (3)
Cukup Jelas Yang dimaksud dengan “sesuai
dengan peruntukan” adalah
penggunaan spektru frekuensi
radio wajib sesuai dengan
perencanaan spektrum frekuensi
radio dan ketentuan teknis
penggunaan spektrum frekuensi
radio yang ditetapkan oleh
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah Pusat.

9. Pasal 34 Pasal 34 Memberikan kepastian Untuk menghindari Penyederhanaan


hukum terkait terulangnya kasus Perizinan
(1) Pengguna spektrum (1) Pemegang Perizinan
pembayaran biaya hak IM2, sehingga Berusaha
frekuensi radio wajib Berusaha dan Persetujuan
penggunaan spektrum menjamin
membayar biaya untuk penggunaan
frekuensi radio yang kepastian
penggunaan frekuensi, spektrum frekuensi radio
wajib dibayar oleh Pelaku berusaha.
yang besarannya sebagaimana dimaksud
Usha.
didasarkan atas dalam Pasal 33 ayat (1) dan
penggunaan jenis dan lebar ayat (2) wajib membayar
pita frekuensi. biaya hak penggunaan
spektrum frekuensi radio,
yang besarannya
(2) Pengguna orbit satelit wajib didasarkan atas
membayar biaya hak penggunaan jenis dan lebar
penggunaan orbit satelit. pita frekuensi radio.
(3) Ketentuan mengenai biaya (2) Dihapus.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) (3) Ketentuan mengenai biaya
hak penggunaan spektrum
diatur dengan Peraturan
frekuensi radio
Pemerintah.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
10. Norma Baru Pasal 34A Memberikan pengaturan Penggunaan Penyederhanaan
terkait pembangunan dan infrastrukstur Perizinan
(1) Pemerintah Pusat dan
penggunaan Menara Berusaha
Pemerintah Daerah
infrastruktur telekomunikasi
memberikan fasilitasi
telekomunikasi secara secara Bersama
dan/atau kemudahan
bersama. mendorong
kepada penyelenggara
estetika daerah
telekomunikasi untuk
karena tidak perlu
melakukan pembangunan
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
infrastruktur terlalu banyak
telekomunikasi secara menara pemancar
transparan, akuntabel, dan telekomunikasi.
efisien. Bahkan
(2) Dalam penyelenggaraan pengaturan ini pun
telekomunikasi, Pemerintah dapat menekan
Pusat dan Pemerintah silih bergantinya
Daerah dapat berperan galian kabel yang
serta untuk menyediakan sering dikeluhkan
fasilitas bersama oleh pengguna
infrastrukur pasif jalan/trotoar.
telekomunikasi untuk
digunakan oleh
penyelenggara
telekomunikasi secara
bersama dengan biaya
terjangkau.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai peran Pemerintah
Pusat dan Pemerintah
Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
11. Penjelasan Norma Baru Penjelasan Pasal 34A ayat (2):
Yang dimaksud dengan
infrastruktur pasif antara lain:
gorong-gorong (ducting), tower,
dan tiang yang dapat digunakan
untuk penggelaran jaringan
telekomunikasi.
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
12. Norma Baru Pasal 34B Untuk percepatan Penggunaan Penyederhanaan
penetrasi dan persebaran infrastrukstur Perizinan
(1) Pelaku usaha yang memiliki
jaringan dan jasa menara Berusaha
infrastruktur yang dapat
telekomunikasi telekomunikasi
digunakan untuk keperluan
diperlukan kebijakan secara Bersama
telekomunikasi wajib
yang mendukung efisiensi mendorong
membuka akses
penggunaan infrastrukur estetika daerah
pemanfaatan infrastruktur
pasif (tower, ducting, pole) karena tidak perlu
pasif dimaksud kepada
secara bersama dengan terlalu banyak
penyelenggara
prinsip kerjasama. menara pemancar
telekomunikasi.
telekomunikasi.
(2) Pelaku Usaha yang memiliki
Bahkan
infrastruktur selain
pengaturan ini pun
sebagaimana dimaksud
dapat menekan
pada ayat (1) di bidang
silih bergantinya
telekomunikasi dan/atau
galian kabel yang
penyiaran dapat membuka
sering dikeluhkan
akses pemanfaatan
oleh pengguna
infrastruktur dimaksud
kepada penyelenggara jalan/trotoar.
telekomunikasi dan/atau
penyelenggara penyiaraan.
(3) Pemanfaatan infrastruktur
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
dilakukan berdasarkan
kerja sama kedua belah
pihak secara adil, wajar,
dan non diskriminatif.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemanfaatan
infrastruktur pasif
sebagaimana dimaksud
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos
1. Pasal 10 Pasal 10 Sesuai dengan arahan Memberikan Penyederhanaan
(1) Badan usaha sebagaimana (1) Penyelenggaraan Pos dapat Presiden, politik hukum fleksibilitas bagi Perizinan
dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan setelah dalam penyusunan RUU Pemerintah Pusat Berusaha
ayat (1) wajib mendapat izin memenuhi Perizinan Cipta Kerja kewenangan dalam mengambil
penyelenggaraan Pos dari Berusaha dari Pemerintah Menteri/pimpinan kebijakan
Menteri. Pusat. Lembaga,gubernur,dan/a mengikuti
(2) Ketentuan lebih lanjut (2) Ketentuan lebih lanjut tau bupati/walikota perlu dinamika
mengenai persyaratan dan mengenai Perizinan ditata kembali masyarakat dan
tata cara pemberian izin Berusaha sebagaimana berdasarkan prinsip global yang
diatur dalam Peraturan dimaksud pada ayat (1) perizinan berusaha semakin cepat.
Pemerintah. diatur dengan Peraturan berbasis risiko dan
Pemerintah. menerapkan penggunaan
teknologi informasi dalam
pemberian perizinan
(misalnya perizinan
berusaha secara
elektronik).

2. Pasal 13 Pasal 13 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan


hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Kerja sama Penyelenggara Dihapus.
Pos dengan Penyelenggara Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
Pos asing sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 diatur lebih lanjut dengan kebijakan
Peraturan Pemerintah. mengikuti
dan Pasal 12 dilaksanakan
dinamika
sesuai dengan ketentuan
masyarakat dan
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
peraturan perundang- global yang
undangan. semakin cepat.
(2) Penyelenggara pos dapat
menjadi perusahaan publik
atau perusahaan terbuka
setelah mendapat izin dari
Menteri
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
1. Pasal 16 Pasal 16 Menyempurnakan Tetap membatasi Penyederhanaan
Lembaga Penyiaran Swasta rumusan subjek yang peran warga negara Perizinan
(1) Lembaga Penyiaran Swasta (1)
dimaksud menjadi pengurus asing dalam Berusaha
sebagaimana dimaksud sebagaimana
dalam Pasal 13 ayat (2) Lembaga Penyiaran. Lembaga
dalam Pasal 13 ayat (2)
Penyiaran.
huruf b adalah lembaga huruf b adalah lembaga
penyiaran yang bersifat penyiaran yang bersifat
komersial berbentuk badan komersial berbentuk badan
hukum indonesia, yang hukum Indonesia, yang
bidang usahanya hanya bidang usahanya
menyelenggarakan jasa menyelenggarakan jasa
penyiaran radio atau penyiaran radio atau
televisi. televisi.
(2) Warga negara asing (2) Warga negara asing dapat
dilarang menjadi pengurus menjadi pengurus Lembaga
Lembaga Penyiaran Swasta, Penyiaran Swasta
kecuali untuk bidang sebagaimana dimaksud
keuangan dan bidang pada ayat (1), hanya untuk
teknik. bidang keuangan dan
bidang teknik.
2. Norma Baru Pasal 60A 1. Migrasi teknologi 1. Melakukan Penyederhanaan
televisi terestrial dari efisiensi frekuensi Perizinan
(1) Penyelenggaraan penyiaran
analog ke digital radio dan sekaligus Berusaha
dilaksanakan dengan
mendesak dilakukan berpotensi
mengikuti perkembangan
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
teknologi termasuk migrasi untuk efisiensi meningkatkan
penyiaran dari teknologi penggunaan PNBP yang berasal
analog ke teknologi digital. spektrum frekuensi. dari Pita frekuensi
Pita frekuensi 700 700 MHz (yang
(2) Migrasi penyiaran televisi
MHz yang saat ini sebelumnya
terestrial dari teknologi
digunakan untuk digunakan oleh TV
analog ke teknologi digital
penyiaran televisi, Analog)
sebagaimana dimaksud
merupakan pita
pada ayat (1) dan 2. Memberikan
frekuensi “emas” yang
penghentian siaran analog kepastian hukum
seluruh dunia
(analog switch off) migrasi TV analog
mengupayakan
diselesaikan paling lambat ke digital.
pemanfaatannya
2 (dua) tahun sejak mulai
untuk meningkatkan 3. Frekuensi radio
berlakunya undang-undang
layanan akses merupakan salah
ini.
internet broadband. satu sumber daya
(3) Ketentuan lebih lanjut alam yang sangat
mengenai migrasi penyiaran 2. Dengan pemanfaatan terbatas, sehingga
teknologi digital
dari teknologi analog ke pemanfaatannya
untuk penyiaran
teknologi digital perlu dilakukan
televisi, maka akan
sebagaimana dimaksud bagi masyarakat
dihasilkan
pada ayat (1) dan ayat (2) luas.
penggunaan efisiensi
diatur dengan Peraturan
spektrum sebesar
Pemerintah.
112 MHz (Digital
Dividen) dari 320 MHz
yang saat ini
seluruhnya
diperuntukan bagi
penyiaran televisi
dengan teknologi
analog.
3. Hasil kajian Boston
Consulting Group
untuk Kementerian
Kominfo di tahun
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
2017, hasil efisiensi
yang digunakan
kembali untuk
internet broadband
akan menghasilkan
multiplier effect untuk
ekonomi digital di
Indonesia (total
antara tahun 2020-
2026):
a. 181 ribu kegiatan
usaha baru
b. 232 ribu lapangan
pekerjaan baru
c. US$ 5,5 miliar
pendapatan negara
dalam bentuk pajak
dan PNBP
d. US$ 31.7 milliar
kontribusi PDB
nasional
4. Sebaliknya
penundaan migrasi
tersebut akan
berdampak pada
kehilangan peluang
ekonomi digital,
sementara Singapura
(Desember 2018) dan
Malaysia (Oktober
2019) telah
menghentikan siaran
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
televisi analog dan
bersiap
memanfaatkan
internet broadband
5G.
5. Sebagaimana
putusan Mahkamah
Agung yang telah in-
kracht, bahwa migrasi
teknologi televisi
terrestrial ke digital
dan batas akhir
penggunaan teknologi
analog (Analog Switch
Off) harus diatur
dalam Revisi Undang-
undang Penyiaran.
3. Penjelasan Norma Baru Penjelasan Pasal 60A
Ayat (1)
Penyelenggaraan penyiaran
harus mengikuti perkembangan
teknologi untuk meningkatkan
efisiensi pemanfaatan spektrum
frekuensi radio dan spektrum
elektromagnetik lainnya,
kualitas penerimaan dan pilihan
program siaran radio dan televisi
bagi masyarakat, efisiensi dalam
operasional penyelenggaraan
jasa penyiaran radio dan televisi
dan pertumbuhan industri-
industri yang terkait dengan
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
bidang penyiaran.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan migrasi
penyiaran televisi terestrial dari
teknologi analog ke teknologi
digital adalah proses yang
dimulai dengan penerapan
sistem penyiaran berteknologi
digital untuk penyiaran televisi
yang diselenggarakan melalui
media transmisi terestrial dan
dilakukan secara bertahap, serta
diakhiri dengan penghentian
penggunaan teknologi analog
dalam lingkup nasional.

Ayat (3)
Cukup jelas.
4. Pasal 33 Pasal 33 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Sebelum menyelenggarakan (1) Penyelenggaraan penyiaran
Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
kegiatannya lembaga dapat diselenggarakan
bersifat detail dan teknis dalam mengambil
penyiaran wajib setelah memenuhi
diatur lebih lanjut dengan kebijakan
memperoleh izin Perizinan Berusaha dari
Peraturan Pemerintah. mengikuti
penyelenggaraan penyiaran. Pemerintah Pusat.
dinamika
(2) Pemohon izin wajib (2) Dihapus. masyarakat dan
mencantumkan nama, visi, global yang
(3) Dihapus.
misi, dan format siaran semakin cepat.
yang akan diselenggarakan (4) Dihapus.
serta memenuhi (5) Dihapus.
persyaratan sesuai dengan
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ketentuan undangundang (6) Lembaga penyiaran wajib
ini. membayar biaya Perizinan
Berusaha terkait
(3) Pemberian izin
penyelenggaraan penyiaran
penyelenggaraan penyiaran
dari persentase pendapatan
sebagaimana dimaksud
penyelenggaraan penyiaran.
dalam ayat (1) berdasarkan
minat, kepentingan dan (7) Dihapus.
kenyamanan publik.
(8) Dihapus.
(4) Izin dan perpanjangan izin (9) Ketentuan lebih lanjut
penyelenggaraan penyiaran mengenai Perizinan
diberikan oleh negara Berusaha sebagaimana
setelah memperoleh: dimaksud pada ayat (1)
a. masukan dan hasil diatur dengan Peraturan
evaluasi dengar pendapat Pemerintah.
antara pemohon dan KPI;
b. rekomendasi kelayakan
penyelenggaraan
penyiaran dari KPI;
c. hasil kesepakatan dalam
forum rapat bersama
yang diadakan khusus
untuk perizinan antara
KPI dan Pemerintah; dan
d. izin alokasi dan
penggunaan spektrum
frekuensi radio oleh
Pemerintah atas usul KPI.
(5) Atas dasar hasil
kesepakatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4)
huruf c, secara
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
administratif izin
penyelenggaraan penyiaran
diberikan oleh Negara
melalui KPI.
(6) Izin penyelenggaraan dan
perpanjangan izin
penyelenggaraan penyiaran
wajib diterbitkan paling
lambat 30 (tiga puluh) hari
kerja setelah ada
kesepakatan dari forum
rapat bersama sebagaimana
dimaksud dalam ayat (4)
huruf c.
(7) Lembaga penyiaran wajib
membayar izin
penyelenggaraan penyiaran
melalui kas negara.
(8) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan
persyaratan perizinan
penyelenggaraan penyiaran
disusun oleh KPI bersama
Pemerintah.
5. Pasal 34 Pasal 34 Sesuai dengan politik Memberikan Penyederhanaan
hukum penyusunan RUU fleksibilitas bagi Perizinan
(1) Izin penyelenggaraan Dihapus. Cipta Kerja hal-hal yang Pemerintah Pusat Berusaha
penyiaran diberikan sebagai bersifat detail dan teknis dalam mengambil
berikut: diatur lebih lanjut dengan
kebijakan
a. izin penyelenggaraan Peraturan Pemerintah.
mengikuti
penyiaran radio dinamika
masyarakat dan
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diberikan untuk jangka global yang
waktu 5 (lima) tahun; semakin cepat.
b. izin penyelenggaraan
penyiaran televisi
diberikan untuk jangka
waktu 10 (sepuluh)
tahun.
(2) Izin sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a dan
huruf b masing-masing
dapat diperpanjang.
(3) Sebelum memperoleh izin
tetap penyelenggaraan
penyiaran, lembaga
penyiaran radio wajib
melalui masa uji coba
siaran paling lama 6 (enam)
bulan dan untuk lembaga
penyiaran televisi wajib
melalui masa uji coba
siaran paling lama 1 (satu)
tahun.
(4) Izin penyelenggaraan
penyiaran dilarang
dipindahtangankan kepada
pihak lain.
(5) Izin penyelenggaraan
penyiaran dicabut karena :
a. tidak lulus masa uji
coba siaran yang telah
ditetapkan;
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. melanggar penggunaan
spektrum frekuensi
radio dan/atau wilayah
jangkauan siaran yang
ditetapkan;
c. tidak melakukan
kegiatan siaran lebih
dari 3 (tiga) bulan tanpa
pemberitahuan kepada
KPI;
d. dipindahtangankan
kepada pihak lain;
e. melanggar ketentuan
rencana dasar teknik
penyiaran dan
persyaratan teknis
perangkat penyiaran;
atau
f. melanggar ketentuan
mengenai standar
program siaran setelah
adanya putusan
pengadilan yang
memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(6) Izin penyelenggaraan
penyiaran dinyatakan
berakhir karena habis masa
izin dan tidak diperpanjang
kembali.
1r. PENYEDERHANAAN PERIZINAN BERUSAHA – SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan
1. Pasal 38 Pasal 38 1. Pasal 38 perlu Penataan Penyederhanaan
disempurnakan agar kewenangan Perizinan
(1) Kegiatan produksi (1) Kegiatan produksi
izin dari Pemerintah mengenai perizinan Berusaha
merupakan pembuatan merupakan pembuatan
hanya berlaku bagi berusaha di bidang
produk oleh Industri produk oleh Industri
alat peralatan
Pertahanan sesuai dengan Pertahanan sesuai dengan
pertahanan dan
perencanaan produksi perencanaan produksi
keamanan yang
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
bersifat strategis,
dalam Pasal 37 ayat (1). dalam Pasal 37 ayat (1).
atau tidak diwajibkan
(2) Dalam kegiatan produksi (2) Dalam kegiatan produksi untuk setiap alat
Industri Pertahanan wajib Industri Pertahanan wajib peralatan pertahanan
mengutamakan mengutamakan dan keamanan.
penggunaan bahan penggunaan bahan
mentah, bahan baku, dan mentah, bahan baku, dan 2. Jika tidak diubah
maka produsen
komponen dalam negeri. komponen dalam negeri.
pentungan, pakaian
(3) Dalam kegiatan produksi (3) Dalam kegiatan produksi polisi/ tentara, pisau
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud komando, bahkan
pada ayat (1) dapat pada ayat (1) dapat cuma sempritan
dikembangkan 2 (dua) dikembangkan 2 (dua) polisi pun harus izin
fungsi produksi Industri fungsi produksi Industri terlebih dulu,
Pertahanan Pertahanan sehingga
(4) Industri Pertahanan dalam (4) Industri Pertahanan dalam menghambat
kegiatan produksi harus kegiatan produksi harus kegiatan usaha dan
terlebih dahulu terlebih dahulu memenuhi investasi.
memperoleh izin produksi Perizinan Berusaha dari 3. Dari aspek
dari kementerian yang Pemerintah Pusat. pertahanan/
menyelenggarakan urusan (5) keamanan, kewajiban
Ketentuan lebih lanjut
pemerintahan di bidang memperoleh izin pada
mengenai kegiatan
pertahanan. sektor industri
produksi sebagaimana
(5) Ketentuan lebih lanjut dimaksud pada ayat (1) dan pertahanan masih
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mengenai kegiatan Perizinan Berusaha diperlukan alat
produksi sebagaimana sebagaimana dimaksud peralatan pertahanan
dimaksud pada ayat (1) pada ayat (4) diatur dengan dan keamanan yang
diatur dengan Peraturan Peraturan Pemerintah. bersifat strategis.
Presiden.

2. Pasal 55 Pasal 55 1. Pasal 55 perlu Dampak positif: Penyederhanaan


disempurnakan agar Perizinan
Setiap orang yang mengekspor Setiap orang yang mengekspor Semakin
izin dari Pemerintah Berusaha
dan/atau melakukan transfer dan/atau melakukan transfer memberikan
terkait ekspor atau
alat peralatan yang digunakan alat peralatan yang digunakan kemudahan
transfer Alpahankam
untuk pertahanan dan untuk pertahanan dan perizinan dan
hanya berlaku bagi
keamanan negara lain wajib keamanan negara lain wajib investasi di sektor
Alpahankam yang
mendapat izin menteri yang memenuhi Perizinan Berusaha industri
bersifat strategis,
menyelenggarakan urusan dari Pemerintah Pusat. pertahanan.
atau tidak diwajibkan
pemerintahan di bidang
untuk setiap
pertahanan dan sesuai dengan
Alpahankam.
ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang 2. Merujuk Pasal 38
kepabeanan.

3. Pasal 56 Pasal 56 Perlu disempurnakan Dampak positif: Penyederhanaan


agar izin dari Pemerintah Perizinan
(1) Pemasaran Alat Peralatan (1) Pemasaran Alat Peralatan Semakin
terkait pemasaran Berusaha
Pertahanan dan Keamanan Pertahanan dan Keamanan memberikan
Alpahankam hanya
dilakukan dengan izin dilakukan dengan kemudahan
berlaku bagi Alpahankam
menteri yang memenuhi Perizinan perizinan dan
yang bersifat strategis,
menyelenggarakan urusan Berusaha dari Pemerintah investasi di sektor
atau tidak diwajibkan
pemerintahan di bidang Pusat. industri
untuk setiap
pertahanan atas pertahanan.
(2) Dalam rangka pertimbangan Alpahankam.
pertimbangan KKIP. kepentingan strategis
(2) Dalam rangka nasional, DPR dapat
pertimbangan kepentingan melarang atau memberikan
strategis nasional, DPR pengecualian penjualan
dapat melarang atau produk Alat Peralatan
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
memberikan pengecualian Pertahanan dan Keamanan
penjualan produk Alat tertentu sesuai dengan
Peralatan Pertahanan dan politik luar negeri yang
Keamanan tertentu sesuai dijalankan Pemerintah
dengan politik luar negeri Pusat.
yang dijalankan (3) Alat Peralatan Pertahanan
Pemerintah. (3) Ketentuan dan Keamanan sebagaimana
mengenai tata cara dimaksud pada ayat (1)
pemberian izin pemasaran. diatur dengan Peraturan
(3) Alat Peralatan Pertahanan Pemerintah.
dan Keamanan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
4. Pasal 67 Pasal 67 Pasal 67 perlu Dampak positif: Penyederhanaan
disempurnakan agar Perizinan
Setiap orang dilarang Setiap orang dilarang Semakin
larangan produksi Berusaha
memproduksi Alat Peralatan memproduksi Alat Peralatan memberikan
Alpahankam tanpa izin
Pertahanan dan Keamanan Pertahanan dan Keamanan kemudahan
dari Pemerintah hanya
tanpa mendapat izin menteri tanpa memenuhi Perizinan perizinan dan
berlaku bagi Alpahankam
yang menyelenggarakan urusan Berusaha dari Pemerintah investasi di sektor
yang bersifat strategis,
pemerintahan di bidang Pusat. industri
atau tidak diwajibkan
pertahanan. pertahanan.
untuk setiap
Alpahankam.
5. Pasal 68 Pasal 68 Menyesuaikan ketentuan Dampak positif: Penyederhanaan
Pasal 68 UU, dengan
Setiap orang dilarang menjual, Setiap orang dilarang menjual, Kepastian hukum Perizinan
memberikan pemahaman Berusaha
mengekspor, dan/atau mengekspor, dan/atau perizinan
melakukan transfer Alat melakukan transfer Alat bahwa otoritas pemberi berusaha.
izin adalah Presiden,
Peralatan Pertahanan dan Peralatan Pertahanan dan
sedangkan para menteri
Keamanan yang bersifat Keamanan yang bersifat
tersebut mendapatkan
strategis tanpa mendapat izin strategis tanpa memenuhi
kewenangan memberikan
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menteri yang menyelenggarakan Perizinan Berusaha dari izin berdasakan
urusan pemerintahan di bidang Pemerintah Pusat. pendelegasian dari
pertahanan. Presiden.
6. Pasal 69 Pasal 69 Menyesuaikan ketentuan Dampak positif: Penyederhanaan
Pasal 68 UU, dengan
Setiap orang dilarang membeli Setiap orang dilarang membeli Kepastian hukum Perizinan
memberikan pemahaman Berusaha
dan/atau mengimpor Alat dan/atau mengimpor Alat perizinan
bahwa otoritas pemberi
Peralatan Pertahanan dan Peralatan Pertahanan dan berusaha.
izin adalah Presiden,
Keamanan yang bersifat Keamanan yang bersifat
sedangkan para menteri
strategis tanpa mendapat izin strategis tanpa memenuhi
tersebut mendapatkan
menteri yang menyelenggarakan Perizinan Berusaha dari
kewenangan memberikan
urusan pemerintahan di bidang Pemerintah Pusat.
izin berdasakan
pertahanan.
pendelegasian dari
Presiden.
7. Norma Baru. Pasal 69A
(1) Dalam hal kegiatan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55, Pasal 56,
Pasal 67, Pasal 68, dan
Pasal 69 dilakukan oleh
instansi pemerintah wajib
mendapatkan persetujuan
dari Pemerintah Pusat.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Perizinan
Berusaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 38,
Pasal 39, dan Pasal 56
serta persetujuan dari
Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55, Pasal 56,
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pasal 67, Pasal 68, dan
Pasal 69 dan Persetujuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
1. Pasal 15 Pasal 15 Ketentuan Pasal 15 ayat Penyederhanaan
(2) huruf f perlu Perizinan
(1) Dalam rangka (1) Dalam rangka
direformasi, walaupun Berusaha
menyelenggarakan tugas menyelenggarakan tugas
saat ini Kepolisian telah
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
menerapkan Sistem OSS
dalam Pasal 13 dan 14 dalam Pasal 13 dan 14
terkait izin operasional
Kepolisian Negara Republik Kepolisian Negara Republik
terhadap badan usaha di
Indonesia secara umum Indonesia secara umum
bidang jasa pengamanan.
berwenang: berwenang:
Namun hal ini perlu
a. menerima laporan a. menerima laporan dilakukan guna
dan/atau pengaduan; dan/atau pengaduan; memberikan kepastian
b. membantu b. membantu hukum
menyelesaikan menyelesaikan
perselisihan warga perselisihan warga
masyarakat yang dapat masyarakat yang dapat
mengganggu ketertiban mengganggu ketertiban
umum; umum;
c. mencegah dan c. mencegah dan
menanggulangi menanggulangi
tumbuhnya penyakit tumbuhnya penyakit
masyarakat; masyarakat;
d. mengawasi aliran yang d. mengawasi aliran yang
dapat menimbulkan dapat menimbulkan
perpecahan atau perpecahan atau
mengancam persatuan mengancam persatuan
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan kesatuan bangsa; dan kesatuan bangsa;
e. mengeluarkan e. mengeluarkan
peraturan kepolisian peraturan kepolisian
dalam lingkup dalam lingkup
kewenangan kewenangan
administratif kepolisian; administratif kepolisian;
f. melaksanakan f. melaksanakan
pemeriksaan khusus pemeriksaan khusus
sebagai bagian dari sebagai bagian dari
tindakan kepolisian tindakan kepolisian
dalam rangka dalam rangka
pencegahan; pencegahan;
g. melakukan tindakan g. melakukan tindakan
pertama di tempat pertama di tempat
kejadian; kejadian;
h. mengambil sidik jari h. mengambil sidik jari
dan identitas lainnya dan identitas lainnya
serta memotret serta memotret
seseorang; seseorang;
i. mencari keterangan dan i. mencari keterangan dan
barang bukti; barang bukti;
j. menyelenggarakan j. menyelenggarakan
Pusat Informasi Pusat Informasi
Kriminal Nasional; Kriminal Nasional;
k. mengeluarkan surat izin k. mengeluarkan surat izin
dan/atau surat dan/atau surat
keterangan yang keterangan yang
diperlukan dalam diperlukan dalam
rangka pelayanan rangka pelayanan
masyarakat; masyarakat;
l. memberikan bantuan l. memberikan bantuan
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengamanan dalam pengamanan dalam
sidang dan pelaksanaan sidang dan pelaksanaan
putusan pengadilan, putusan pengadilan,
kegiatan instansi lain, kegiatan instansi lain,
serta kegiatan serta kegiatan
masyarakat; masyarakat;
m. menerima dan m. menerima dan
menyimpan barang menyimpan barang
temuan untuk temuan untuk
sementara waktu. sementara waktu.
(2) Kepolisian Negara Republik (2) Kepolisian Negara Republik
Indonesia sesuai dengan Indonesia sesuai dengan
peraturan perundang- ketentuan peraturan
undangan lainnya perundang-undangan
berwenang : berwenang :
a. memberikan izin dan a. memberikan izin dan
mengawasi kegiatan mengawasi kegiatan
keramaian umum dan keramaian umum dan
kegiatan masyarakat kegiatan masyarakat
lainnya; lainnya;
b. menyelenggarakan b. menyelenggarakan
registrasi dan registrasi dan
identifikasi kendaraan identifikasi kendaraan
bermotor; bermotor;
c. memberikan surat izin c. memberikan surat izin
mengemudi kendaraan mengemudi kendaraan
bermotor; bermotor;
d. menerima d. menerima
pemberitahuan tentang pemberitahuan tentang
kegiatan politik; kegiatan politik;
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. memberikan izin dan e. memberikan izin dan
melakukan pengawasan melakukan pengawasan
senjata api, bahan senjata api, bahan
peledak, dan senjata peledak, dan senjata
tajam; tajam;
f. memberikan izin f. memberikan perizinan
operasional dan berusaha dan
melakukan pengawasan melakukan pengawasan
terhadap badan usaha terhadap badan usaha
di bidang jasa di bidang jasa
pengamanan; pengamanan sesuai
dengan ketentuan
g. memberikan petunjuk,
perundang-undangan di
mendidik, dan melatih
bidang Perizinan
aparat kepolisian
Berusaha;
khusus dan petugas
pengamanan swakarsa g. memberikan petunjuk,
dalam bidang teknis mendidik, dan melatih
kepolisian; aparat kepolisian
h. melakukan kerja sama khusus dan petugas
pengamanan swakarsa
dengan kepolisian
dalam bidang teknis
negara lain dalam
kepolisian;
menyidik dan
memberantas kejahatan h. melakukan kerja sama
internasional; dengan kepolisian
negara lain dalam
i. melakukan pengawasan
menyidik dan
fungsional kepolisian
memberantas kejahatan
terhadap orang asing
internasional;
yang berada di wilayah
Indonesia dengan i. melakukan pengawasan
koordinasi terkait; fungsional kepolisian
terhadap orang asing
j. mewakili pemerintah
yang berada di wilayah
Republik Indonesia
Indonesia dengan
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam organisasi koordinasi terkait;
kepolisian j. mewakili pemerintah
internasional; dan Republik Indonesia
k. melaksanakan dalam organisasi
kewenangan lain yang kepolisian
termasuk dalam internasional; dan
lingkup tugas k. melaksanakan
kepolisian.
kewenangan lain yang
termasuk dalam lingkup
tugas kepolisian.
(3) Tata cara pelaksanaan
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2)
huruf a dan d diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
2. PERSYARATAN INVESTASI

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
1. Pasal 2 Pasal 2 Dalam kaitan dengan hal 1. Pengaturan Persyaratan
ini perlu penegasan persyaratan Investasi.
Ketentuan dalam Undang- Ketentuan dalam Undang-
dengan menambahkan penanaman
Undang ini berlaku bagi Undang ini berlaku dan menjadi
frasa menjadi acuan modal
penanaman modal di semua acuan utama bagi penanaman
utama, dimana Undang- dikonsolidasikan
sektor di wilayah negara modal di semua sektor di wilayah
Undang Nomor 25 Tahun
Republik Indonesia. negara kesatuan Republik secara utuh di
2007 tentang Penanaman
Indonesia. dalam UUPM.
Modal (UU Penanaman
Modal) menjadi acuan 2. Memberikan
utama bagi penanaman kemudahan bagi
modal di semua sektor di Pemerintah
wilayah negara Republik untuk membuat
Indonesia sehingga tidak kebijakan
ada lagi pengaturan
penanaman
persyaratan penanaman
modal selain dari modal dan
ketentua pada undang- memberikan
undang ini. kepastian
hukum bagi
pelaku usaha
dalam rangka
penanaman
modal.
2. Pasal 12 Pasal 12 Sesuai dengan politik 1. Memberikan Persyaratan
hukum penyusunan RUU sentimen positif Investasi
(1) Semua bidang usaha atau (1) Semua bidang usaha
jenis usaha terbuka bagi terbuka bagi kegiatan Cipta Kerja arah kebijakan kepada pelaku
kegiatan penanaman penanaman modal, kecuali Pemerintah adalah : usaha bahwa
modal, kecuali bidang bidang usaha yang 1. mengedepankan kebijakan
usaha atau jenis usaha dinyatakan tertutup untuk pendekatan terbuka Pemerintah
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
yang dinyatakan tertutup penanaman modal atau dan prioritas dalam adalah sangat
dan terbuka dengan kegiatan yang hanya dapat mempromosikan terbuka untuk
persyaratan. dilakukan oleh Pemerintah investasi Indonesia.. penanaman
Pusat.
(2) Bidang usaha yang tertutup Ketentuan bidang modal di
bagi penanam modal asing usaha yang tertutup Indonesia.
adalah: bagi penanaman modal 2. Pengaturan
Penjelasan Pasal 12 ayat (1):
a. produksi senjata, mesiu, dengan kriteria bidang usaha
Kegiatan yang hanya dapat
alat peledak, dan kepatutan dan tertutup untuk
dilakukan oleh Pemerintah
peralatan perang; dan mengikuti penanaman
Pusat merupakan kegiatan
b. bidang usaha yang secara yang bersifat pelayanan kesepakatan konvensi modal sudah
eksplisit dinyatakan atau dalam rangka internasional serta sangat jelas
tertutup berdasarkan pertahanan dan keamanan, diatur detail di UU karena diatur
undang-undang. mencakup antara lain:
untuk memberikan secara khusus
(3) Pemerintah berdasarkan Alat utama sistem kepastian kepada dalam UUPM ini,
Peraturan Presiden persenjataan, museum dunia usaha karena sehingga tidak
menetapkan bidang usaha pemerintah, peninggalan
kemungkinan untuk membuka
yang tertutup untuk sejarah dan purbakala,
penanaman modal, baik penyelenggaraan navigasi dilakukan perubahan2 peluang lagi
asing maupun dalam penerbangan, kebijakan menjadi untuk
negeri, dengan berdasarkan telekomunikasi/sarana sangat kecil. mengubah
kriteria kesehatan, moral, bantu navigasi pelayaran 2. Menerapkan konsep kebijakan
kebudayaan, lingkungan dan vessiel. pendekatan berbasis penutupan
hidup, pertahanan dan (2) Bidang usaha yang tertutup risiko sebagai konsep bidang usaha
keamanan nasional, serta untuk penanaman modal perizinan berusaha di dengan
kepentingan nasional sebagaimana dimaksud Indonesia yaitu konsep Peraturan
lainnya. pada ayat (1) meliputi:
mempermudah/ Pelaksanaan UU.
(4) Kriteria dan persyaratan a. budi daya dan industri menyederhanakan 3. Mengubah
bidang usaha yang tertutup narkotika golongan I; proses perizinan konsep perizinan
dan yang terbuka dengan
persyaratan serta daftar b. segala bentuk kegiatan namun memperkuat berusaha di
bidang usaha yang tertutup perjudian dan/atau pelaksanaan Indonesia
dan yang terbuka dengan kasino; pengawasan. menjadi berbasis
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
persyaratan masing-masing c. penangkapan Spesies risiko sebagai
akan diatur dengan Ikan yang tercantum upaya untuk
Peraturan Presiden. dalam Appendix I menyederhanak
Convention On
(5) Pemerintah menetapkan an proses
International Trade In
bidang usaha yang terbuka perizinan
Endangered Species Of
dengan persyaratan berusaha yang
Wild Fauna And Flora
berdasarkan kriteria
(CITES); sebelumnya
kepentingan nasional, yaitu
perlindungan sumber daya d. pemanfaatan atau sangat over
alam, perlindungan, pengambilan koral dan regulated karena
pengembangan usaha pemanfaatan atau jumlah izin yang
mikro, kecil, menengah, pengambilan karang terlalu banyak
dan koperasi, pengawasan dari alam yang namun tidak
produksi dan distribusi, digunakan untuk bahan diikuti dengan
peningkatan kapasitas bangunan/kapur/kalsi
konsep
teknologi, partisipasi modal um, akuarium, dan
dalam negeri, serta kerja souvenir/perhiasan, pengawasan
sama dengan badan usaha serta koral hidup atau yang ketat.
yang ditunjuk Pemerintah. koral mati (recent death 4. Memberikan
coral) dari alam; kepastian
e. industri Pembuatan hukum dan
Senjata Kimia; keluar dari
f. Industri bahan kimia kondisi tumpang
industri dan industri tindihnya
bahan perusak lapisan perundangan
ozon. yang mengatur
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang
mengenai persyaratan persyaratan
penanaman modal investasi.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diatur dengan Peraturan
Presiden.
3. Pasal 13 Pasal 13 1. Untuk 1. Perlindungan Persyaratan
mengsinkronkan kepada untuk Investasi
(1) Pemerintah wajib (1) Pemerintah Pusat
menetapkan bidang usaha memberikan kemudahan, kebijakan Pemerintah usaha mikro,
yang dicadangkan untuk pemberdayaan, dan pada Pasal 12 yaitu kecil, menengah,
usaha mikro, kecil, perlindungan bagi usaha keterbukaan dan dan koperasi
menengah, dan koperasi mikro, kecil, menengah, dan prioritas, maka tidak diatur di
serta bidang usaha yang koperasi dalam didalam Pasal 13 ini UU dalam
terbuka untuk usaha besar pelaksanaan penanaman Pemerintah bentuk
dengan syarat harus modal.
menunjukkan pencadangan
bekerja sama dengan usaha (2) Perlindungan sebagaimana keberpihakannya bidang usaha,
mikro, kecil, menengah, dimaksud pada ayat (1)
dan koperasi. kepada usaha mikro, hal ini
berupa pembinaan dan
(2) Pemerintah melakukan pengembangan usaha kecil, menengah, dan dimaksudkan
pembinaan dan mikro, kecil, menengah, dan koperasi. untuk
pengembangan usaha koperasi melalui program 2. Pasal ini mengatur memberikan
mikro, kecil, menengah, kemitraan, pelatihan jelas komitmen fleksibilitas
dan koperasi melalui sumber daya manusia, Pemerintah untuk kepada
program kemitraan, peningkatan daya saing, memberikan Pemerintah
peningkatan daya saing, pemberian dorongan inovasi
perlindungan kepada untuk
pemberian dorongan dan perluasan pasar, akses
inovasi dan perluasan pembiayaan, serta usaha mikro, kecil, melakukan
pasar, serta penyebaran penyebaran informasi yang menengah, dan inovasi
informasi yang seluas- seluas-luasnya. koperasi dalam kebijakan
luasnya. pelaksanaan kegiatan perlindungan
(3) Kemitraan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) usaha di Indonesia dan kepada usaha
merupakan kemitraan mendorong agar usaha mikro, kecil,
dalam rantai pasok atas mikro, kecil, menengah, dan
dasar prinsip saling menengah, dan koperasi.
memerlukan, mempercayai, koperasi dapat 2. Memberikan
memperkuat, dan
tumbuh berkembang kepastian ruang
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menguntungkan selama melalui berbagai upaya lingkup
kegiatan usaha pembinaan. kemitraan dan
dilaksanakan. 3. Pasal ini juga periode waktu
Penjelasan Pasal 13 ayat (3): memberikan kepastian pelaksanaan
Yang dimaksud bisnis inti atas bentuk dan kemitraan.
adalah kegiatan yang periode waktu 3. Meningkatnya
terkait langsung dengan pelaksanaan jumlah UMKM
proses produksi, termasuk kemitraan antara dan Koperasi di
rantai pasok (supply chain). usaha skala besar Indonesia
dengan usaha mikro, dengan
kecil, menengah, dan kompetensi yang
koperasi , sehingga berkualitas,
kedua belah pihak (win menjadi target
win solusion) dari pengaturan
diharapkan dapat di Pasal ini.
mengambil manfaat
dari pelaksanaan
kegiatan kemitraan.
4. Pasal 18 Pasal 18 1. Sesuai dengan usulan 1. Pemberian Persyaratan
Kementerian insentif Investasi
(1) Pemerintah memberikan (1) Pemerintah memberikan
fasilitas kepada penanam fasilitas kepada penanam Pariwisata pada rapat merupakan
modal yang melakukan modal yang melakukan tanggal 18 November sweeteners yang
penanaman modal. penanaman modal. 2019 di Hotel bisa kita
(2) Fasilitas penanaman modal (2) Fasilitas penanaman modal Borobudur. Usulan: tawarkan kepada
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 UU para calon
pada ayat (1) dapat pada ayat (1) dapat Penanaman Modal investor.
diberikan kepada diberikan kepada agar diberikan 2. Kepastian
penanaman modal yang: penanaman modal yang: perluasan terhadap hukum dan
a. Melakukan perluasan a. melakukan perluasan industri pionir yaitu kemudahan
usaha; atau, usaha; atau, industri pariwisata. berusaha dalam
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. Melakukan b. melakukan penanaman 2. Sesuai dengan hasil penyelenggaraan
penanaman modal modal baru. rapat tanggal 17 kegiatan
baru. Januari 2020 di Hotel penanaman
(3) Penanaman modal yang
(3) Penanaman modal yang mendapat fasilitas JS Luwansa, ayat (4) modal juga
mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud diubah dan ayat (5), (6) diperlukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit dan (7) dihapus karena untuk
pada ayat (2) adalah yang memenuhi kriteria:
sudah ada di dalam melengkapi
sekurang-kurangnya
a. menyerap banyak Omnibus Law insentif.
memenuhi salah satu tenaga kerja; Perpajakan.
kriteria berikut ini:
b. termasuk skala prioritas 3. Kementerian
a. menyerap banyak tinggi; Pariwisata dan
tenaga kerja;
c. termasuk Ekonomi Kreatif
b. termasuk skala prioritas pembangunan menyetujui usulan
tinggi; infrastruktur; penambahan pada
c. termasuk poin (k), dengan
d. melakukan alih
pembangunan teknologi; justifikasi sebagai
infrastruktur;
e. melakukan industri berikut:
d. melakukan alih a. bahwa
pionir;
teknologi;
f. berada di daerah pengembangan
e. melakukan industri usaha pariwisata
terpencil, daerah
pionir; tertinggal, daerah yang dimaksud
f. berada di daerah perbatasan, atau daerah pada huruf k
terpencil, daerah lain yang dianggap mencakup kegiatan
tertinggal, daerah perlu;
ekonomi kreatif
perbatasan, atau daerah g. menjaga kelestarian b. ditetapkannya
lain yang dianggap lingkungan hidup; pariwisata dan
perlu;
h. melaksanakan kegiatan ekonomi kreatif
g. menjaga kelestarian penelitian, sebagai sektor
lingkungan hidup; pengembangan, dan prioritas oleh
h. melaksanakan kegiatan inovasi;
penelitian,
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengembangan, dan i. bermitra dengan usaha Presiden Joko
inovasi; mikro, kecil, menengah Widodo;
atau koperasi; c. dalam RPJMN
i. bermitra dengan usaha
mikro, kecil, menengah j. industri yang tahun 2020 – 2024
atau koperasi; atau menggunakan barang sektor pariwisata
modal atau mesin atau dan ekonomi kreatif
j. industri yang
peralatan yang
menggunakan barang masuk dalam fokus
diproduksi di dalam
modal atau mesin atau pembangunan
negeri; dan/atau
peralatan yang ekonomi;
diproduksi di dalam k. termasuk
d. penetapan 5
negeri. pengembangan usaha
pariwisata Destinasi Super
(4) Bentuk fasilitas yang Prioritas, 10
diberikan kepada (4) Bentuk fasilitas yang
Destinasi
penanaman modal diberikan kepada
sebagaimana dimaksud penanaman modal Pariwisata
pada ayat (2) dan ayat (3) sebagaimana dimaksud Prioritas, dan 88
dapat berupa: pada ayat (2) dan ayat (3) Kawasan Strategis
sesuai dengan ketentuan Pariwisata Nasional
a. pajak penghasilan
peraturan perundang- memerlukan
melalui pengurangan
undangan di bidang investasi amenitas,
penghasilan netto
perpajakan.
sampai tingkat tertentu atraksi, dan
terhadap jumlah aksesibilitas
penanaman modal yang
sehingga usaha
dilakukan dalam waktu
tertentu; pariwisata dan
ekonomi kreatif
b. pembebasan atau
layak untuk
keringanan bea masuk
atas impor barang diberikan insentif;
modal, mesin, atau e. katalisator
peralatan untuk pencapaian target
keperluan produksi devisa untuk sektor
yang belum dapat pariwisata pada
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
diproduksi di dalam tahun 2024 yaitu
negeri sebesar USD 32
c. pembebasan atau Miliar;
keringanan bea masuk f. Rata-rata selama 5
bahan baku atau bahan tahun terakhir
penolong untuk kontribusi realisasi
keperluan produksi
investasi sektor
untuk jangka waktu
tertentu dan pariwisata
persyaratan tertentu; terhadap investasi
nasional sebesar
d. pembebasan atau
penangguhan Pajak 2,75% untuk itu
Pertambahan Nilai atas diperlukan
impor barang modal peningkatan
atau mesin atau kontribusi sebesar
peralatan untuk 7%;
keperluan produksi g. Hingga tahun 2019,
yang belum dapat
investasi sektor
diproduksi di dalam
negeri selama jangka pariwisata tidak
waktu tertentu; pernah diberikan
fasilitas kepada
e. penyusutan atau
amortisasi yang penanam modal.
dipercepat; dan Hal ini membuat
f. keringanan Pajak Bumi rendahnya minat
dan Bangunan, investasi oleh
khususnya untuk PMDN sehingga
bidang usaha tertentu, dengan adanya
pada wilayah atau poin (k) semakin
daerah atau kawasan meningkatkan
tertentu.
minat investasi
sektor pariwisata;
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Pembebasan atau h. Dengan
pengurangan pajak meningkatnya
penghasilan badan dalam realisasi investasi
jumlah dan waktu tertentu
kedepan, akan
hanya dapat diberikan
kepada penanaman modal semakin membuka
baru yang merupakan peluang usaha
industri pionir, yaitu pendukung
industri yang memiliki pariwisata seperti
keterkaitan yang luas, UMKM
memberi nilai tambah dan dikarenakan sektor
eksternalitas yang tinggi,
pariwisata memiliki
memperkenalkan teknologi
baru, serta memiliki nilai multiplier effect
strategis bagi perekonomian yang luas serta
nasional. meningkatkan
(6) Bagi penanaman modal jumlah tenaga
yang sedang berlangsung kerja.
yang melakukan i. Menurut survei
penggantian mesin atau khusus ekonomi
barang modal lainnya, kreatif tahun 2016
dapat diberikan fasilitas yang dilakukan
berupa keringanan atau
BPS dan Bekraf,
pembebasan bea masuk
diketahui 92,37%
(7) Ketentuan lebih lanjut
unit usaha ekonomi
mengenai pemberian
fasilitas fiskal sebagaimana kreatif
dimaksud pada ayat (4) menjalankan
sampai dengan ayat (6) usahanya dengan
diatur dengan Peraturan modal sendiri,
Menteri Keuangan. sehingga sulit
untuk berkembang
lebih jauh. Untuk
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
itu, diperlukan
kemudahan
investasi dan akses
pembiayaan di
sektor ekonomi
kreatif.
5. Pasal 25 Pasal 25 1. Sesuai politik hukum 1. Penyelenggaraan Persyaratan
dalam penyusunan layanan Investasi
(1) Penanam modal yang (1) Penanam modal yang
RUU Cipta Kerja perizinan
melakukan penanaman melakukan penanaman
modal di Indonesia harus modal di Indonesia harus kewenangan berusaha perlu
sesuai dengan ketentuan sesuai dengan ketentuan Menteri/pimpinan diatur lebih
Pasal 5 Undang-Undang ini. sebagaimana dimaksud Lembaga,gubernur,da fleksible didalam
dalam Pasal 5. n/atau UU karena
(2) Pengesahan pendirian
badan usaha penanaman (2) Pengesahan pendirian bupati/walikota perlu sangat dinamis
modal dalam negeri yang badan usaha penanaman ditata kembali. mengikuti
berbentuk badan hukum modal dalam negeri yang 2. Kebijakan kewajiban dinamika global.
atau tidak berbadan hukum berbentuk badan hukum izin yang saat ini 2. Konsep
dilakukan sesuai dengan atau tidak berbadan hukum
diterapkan di pelayanan
ketentuan peraturan dilakukan sesuai dengan
perundang-undangan. ketentuan peraturan Indonesia tidak terpadu satu
perundang-undangan. memperhitungkan pintu akan lebih
(3) Pengesahan pendirian
tingkat risiko sehingga fleksible diatur
badan usaha penanaman (3) Pengesahan pendirian
modal asing yang badan usaha penanaman semua kegiatan dalam peraturan
berbentuk perseroan modal asing yang berbentuk diperlakukan sama pelaksanaan UU
terbatas dilakukan sesuai perseroan terbatas wajib memiliki Izin. untuk terus
dengan ketentuan dilakukan sesuai dengan 3. Dengan kewajiban Izin dapat
peraturan perundang- ketentuan peraturan tersebut pada saat ini dikembangkan
undangan. perundang-undangan. mengakibatkan agar elebih
(4) Perusahaan penanaman (4) Perusahaan penanaman kualitas pengawasan efektif dan
modal yang akan modal yang akan menjadi sangat efisien.
melakukan kegiatan usaha melakukan kegiatan usaha
rendah, karena
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
wajib memperoleh izin wajib memenuhi Perizinan dianggap sudah 3. Menciptakan
sesuai dengan ketentuan Berusaha dari Pemerintah memiliki legalitas, kepastian
peraturan perundang- Pusat meskipun kadang hukum dalam
undangan dari instansi
realisasi dilapangan penyelenggaraan
yang memiliki kewenangan,
kecuali ditentukan lain tidak sama dengan kegiatan
dalam undang-undang. substansi perizinan. penanaman
4. Pemenerintah modal.
(5) Izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diperoleh menerapkan kebijakan
melalui pelayanan terpadu baru perizinan
satu pintu. berusaha dengan
menerapkan perizinan
berbasis risiko serta
mendorong
pemanfaatan
penggunaan sistim
elektronik.
5. Pengaturan
penyelenggaraan
layanan perizinan
berusaha tidak diatur
khusus melalui
pelayanan terpadu
satu pintu
dimaksudkan untuk
memberikan
fleksibilitas bagi
Pemerintah Pusat
dalam mengambil
kebijakan mengikuti
dinamika masyarakat
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan global yang
semakin cepat.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura
1. Pasal 100 Pasal 100 1. Sesuai konsep bahwa Memberikan Persyaratan
(1) Pemerintah mendorong (1) Pemerintah semua persyaratan fleksibilitas bagi Investasi
Pusat
penanaman modal dengan investasi Pemerintah Pusat
mendorong penanaman
mengutamakan penanaman dikonsolidasikan dalam membuat
modal dalam usaha
modal dalam negeri. pengaturannya hanya kebijakan investasi
hortikultura.
untuk sektor
(2) Penanaman modal asing (2) Pelaksanaan penanaman dalam UUPM, maka
hortikultura
hanya dapat dilakukan modal sebagaimana didalam UU mengikuti
dalam usaha besar dimaksud pada ayat (1) Hortikultura tidak dinamika
hortikultura. sesuai ketentuan peraturan diatur persyaratan masyarakat dan
(3) Besarnya penanaman perundang-undangan di investasi global yang
modal asing dibatasi paling bidang penanaman modal. semakin cepat.
2. Pengaturan tentang
banyak 30% (tiga puluh investasi yang hanya
persen).
dibuat secara umum
(4) Penanam modal asing yang mengacu kepada
sebagaimana dimaksud pengaturan di UUPM
pada ayat (2) dan ayat (3)
merupakan konsep
wajib menempatkan dana di
bank dalam negeri sebesar bahwa pengaturan
kepemilikan modalnya. pelaksanaan
penanaman modal
(5) Penanam modal asing
sebagaimana dimaksud dilakukan secara utuh
pada ayat (2) dilarang dalam UUPM dan hal
menggunakan kredit dari ini untuk
bank atau lembaga menghindarkan dari
keuangan milik Pemerintah terjadinya tumpang
dan/atau pemerintah
tindih pengaturan.
daerah.
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster

2. Pasal 131 Pasal 131 1. Pengaturan yang 1. Memberikan Persyaratan


(1) Pada saat Undang-Undang Dihapus. bersifat retroaktif tidak kepastian Investasi
ini mulai berlaku, memberikan kepastian berusaha
persetujuan penanaman hukum dalam khususnya
modal asing untuk usaha melakukan investasi di kepada pelaku
hortikultura yang izin Indonesia usaha yang telah
pelaksanaannya telah
2. Penghapusan ada (existing),
diberikan oleh Pemerintah
dinyatakan tetap berlaku, pengaturan pasal ini sehingga
kecuali untuk penambahan dimaksudkan untuk mendorong
modal baru disesuaikan memberikan sinyal pelaku usaha
dengan ketentuan dalam bahwa pemerintah existing untuk
Undang-Undang ini. menjadi kepastian mengembangkan
(2) Dalam jangka waktu 4 berusaha di Indonesia investasinya di
(empat) tahun sesudah 3. Kepastian berusaha Indonesia.
UndangUndang ini mulai merupakan komponen 2. Pengaturan yang
berlaku, penanam modal utama dalam bersifat
asing yang sudah
menciptakan iklim mengikat kepada
melakukan penanaman
modal dan mendapatkan investasi yang pelaku usaha
izin usaha wajib memenuhi kondusif. lebih diarahkan
ketentuan dalam Pasal 100 kepada pelaku
ayat (2), ayat (3), ayat (4), usaha baru dan
dan ayat (5). tidak berlaku
surut yang akan
berdampak
kepada pelaku
usaha existing.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
1. Pasal 39 Pasal 39 1. Perubahan atas pasal 1. Pengaturan Persyaratan
ini dimaksudkan detail terkait Investasi
(1) Usaha Perkebunan dapat Pelaku Usaha Perkebunan
dilakukan di seluruh dapat melakukan Usaha untuk memberikan kepemilikan
wilayah Negara Kesatuan Perkebunan di seluruh wilayah ssinyal positif kepada modal usaha
Republik Indonesia oleh Negara Kesatuan Republik pelaku usaha, bahwa akan diatur
Pelaku Usaha Perkebunan Indonesia sesuai dengan konsep pemerintah dalam peraturan
dalam negeri atau penanam ketentuan peraturan adalah membuka pelaksanaan.
modal asing. perundang-undangan di bidang peluang usaha di 2. Memberikan
(2) Penanam modal asing penanaman modal. seluruh Indonesia. fleksibilitas bagi
sebagaimana dimaksud 2. Tidak membedakan Pemerintah
pada ayat (1) terdiri atas: a. kepemilikan usaha Pusat dalam
badan hukum asing; atau b.
perseorangan warga negara namun lebih menitik menentukan
asing. beratkan kepada kebijakan
kewajiban pemenuhan mengikuti
(3) Penanam modal asing
sebagaimana dimaksud ketentuan dinamika
pada ayat (2) yang perundangan atas masyarakat dan
melakukan Usaha kegiatan usaha yang global yang
Perkebunan harus bekerja dilakukan. semakin cepat.
sama dengan Pelaku Usaha 3. Lokasi usaha
Perkebunan dalam negeri ditentukan
dengan membentuk badan
berdasarkan
hukum Indonesia.
ketentuan tata ruang
yang disiapkan
Pemerintah sehingga
akan bisa mewujudkan
tujuan Pemerintah
untuk pemerataan
investasi.
2. Pasal 40 Pasal 40 1. Pengaturan terkait 1. Pengaturan Persyaratan
tatacara pengalihan detail terkait Investasi
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(1) Pengalihan kepemilikan Dihapus. kepemilikan usaha tatacara
Perusahaan Perkebunan telah diatur dalam UU perubahan
kepada penanam modal terkait badan kepemilikan l
asing dapat dilakukan
hukum/badan usaha usaha
setelah memperoleh
persetujuan Menteri. 2. Apabila setiap sektor dikonsolidasikan
melakukan dalam peraturan
(2) Menteri dalam memberikan
pengaturan tersendiri terkait bahan
persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) akan berdampak hukum/badan
dilakukan berdasarkan terjadinya tumpang usaha.
kepentingan nasional. tindih pengaturan. 2. Sehingga
3. Dengan demikian pengaturan
pasal ini diusulkan bahan
untuk dihapus. hukum/badan
usaha tidak
berbeda untuk
setiap sektor
usaha.
3. Pasal 95 Pasal 95 1. Sesuai konsep bahwa Memberikan Persyaratan
semua persyaratan fleksibilitas bagi Investasi
(1) Pemerintah Pusat (1) Pemerintah Pusat
investasi Pemerintah Pusat
mengembangkan Usaha mengembangkan Usaha
dikonsolidasikan dalam membuat
Perkebunan melalui Perkebunan melalui
pengaturannya hanya kebijakan investasi
penanaman modal dalam penanaman modal.
untuk sektor
negeri dan penanaman (2) Pelaksanaan dalam UUPM, maka
penanaman perkebunan
modal asing. didalam UU
modal sebagaimana mengikuti
(2) Pengembangan Usaha dimaksud pada ayat (1) Perkebunan tidak dinamika
Perkebunan sebagaimana sesuai dengan ketentuan diatur persyaratan masyarakat dan
dimaksud pada ayat (1) peraturan perundang- investasi global yang
diutamakan melalui undnagan di bidang semakin cepat.
2. Pengaturan tentang
penanaman modal dalam penanaman modal.
negeri. investasi yang hanya
dibuat secara umum
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Besaran penanaman modal yang mengacu kepada
asing sebagaimana pengaturan di UUPM
dimaksud pada ayat (1) merupakan konsep
wajib dibatasi dengan
bahwa pengaturan
memperhatikan
kepentingan nasional dan pelaksanaan
Pekebun. penanaman modal
dilakukan secara utuh
(4) Pembatasan penananmam
modal asing sebagaimana dalam UUPM dan hal
dimaksud pada ayat (3) ini untuk
dilakukan berdasarkan menghindarkan dari
jenis Tanaman Perkebunan, terjadinya tumpang
skala usaha, dan kondisi tindih pengaturan.
wilayah tertentu.
(5) Ketentuan mengenai besara
penanaman modal asing,
jenis Tanaman Perkebunan,
skala usaha, dan kondisi
wilayah tertentu diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
1. Pasal 30 Pasal 30 1. Sesuai konsep bahwa 1. Kebijakan dalam Persyaratan
semua persyaratan rangka Investasi
(1) Budi daya hanya dapat (1) Pemerintah Pusat
diselenggarakan oleh mengembangkan Usaha investasi pelaksanaan
perorangan warga negara Budi Daya melalui dikonsolidasikan penanaman
Indonesia atau korporasi, penanaman modal oleh pengaturannya hanya modal dalam
baik yang berbadan hukum perorangan warga negara dalam UUPM, maka negeri dan asing,
maupun yang tidak Indonesia atau korporasi didalam UU sektor diatur sesuai
yang berbadan hukum. dengan
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berbadan hukum (2) Pelaksanaan penanaman tidak diatur ketentuan
Indonesia. modal sebagaimana persyaratan investasi. peraturan
dimaksud pada ayat (1) 2. Pengaturan tentang perundangan di
(2) Perorangan warga negara
dilakukan sesuai dengan
Indonesia atau badan investasi yang hanya bidang
ketentuan peraturan
hukum Indonesia dibuat secara umum penanaman
perundang-undangan di
sebagaimana dimaksud yang mengacu kepada modal.
bidang penanaman modal.
pada ayat (1) dapat
pengaturan di UUPM 2. Pengaturan
melakukan kerja sama
dengan pihak asing sesuai merupakan konsep detail terkait
dengan peraturan bahwa pengaturan tatacara
perundangundangan di pelaksanaan kepemilikan
bidang penanaman modal penanaman modal usaha
dan peraturan perundang- dilakukan secara utuh dikonsolidasikan
undangan lainnya yang dalam UUPM dan hal dalam peraturan
terkait.
ini untuk terkait bahan
menghindarkan dari hukum/badan
terjadinya tumpang usaha.
tindih pengaturan. 3. Sehingga
pengaturan
bahan
hukum/badan
usaha tidak
berbeda untuk
setiap sektor
usaha.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan


1. Pasal 52 Pasal 52 1. Perubahan pengaturan Industri Persyaratan
terbatas untuk Pertahanan Investasi
(1) Kepemilikan modal atas (1) Kepemilikan modal atas
memberikan khususnya industri
industri alat utama industri alat utama
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
seluruhnya dimiliki oleh seluruhnya dimiliki kesempatan
oleh kepada alat utama adalah
negara. negara. dunia usaha bagian dari industri
(2) Kepemilikan modal atas (2) melakukan kegiatan nasional dan
Pemerintah Pusat
industri komponen utama tergolong dalam
mengembangkan industri investasi di industri
dan/atau penunjang, kelompok industri
komponen utama dan/atau komponen utama
industri komponen strategis nasional,
penunjang, industri dan/atau komponen
dan/atau pendukung yang harus dimiliki
komponen dan/atau
(perbekalan), dan industri penunjang. oleh Pemerintah
pendukung (perbekalan),
bahan baku yang dan tidak dibuka
dan industri bahan baku 2. Hal ini dimaksudkan
merupakan badan usaha untuk bisa men supply untuk penanaman
melalui penanaman modal
milik negara, paling rendah kebutuhan bahan modal asing.
sesuai dengan ketentuan
51% (lima puluh satu peraturan perundang- baku dalam industri
persen) modalnya dimiliki undangan di bidang alat utama yang
oleh negara. penanaman modal. sepenuhnya tetap
merupakan kegiatan
Pemerintah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran


1. Pasal 17 Pasal 17 1. Sesuai konsep bahwa 1. Pengaturan Persyaratan
semua persyaratan persyaratan Investasi
(1) Lembaga Penyiaran Swasta (1) Lembaga Penyiaran Swasta
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud investasi penanaman
dalam Pasal 16 ayat (1) dalam Pasal 16 ayat (1) dikonsolidasikan modal
didirikan dengan modal didirikan dengan modal pengaturannya hanya dikonsolidasikan
awal yang seluruhnya awal yang seluruhnya dalam UUPM, maka secara utuh di
dimiliki oleh warga negara dimiliki oleh warga negara didalam UU sektor dalam UUPM.
Indonesia dan/atau badan Indonesia. tidak diatur 2. Menciptakan
hukum Indonesia. (2) Pemerintah Pusat persyaratan investasi. kepastian
(2) Lembaga Penyiaran Swasta mengembangkan bidang 2. Pengaturan tentang hukum bagi
dapat melakukan usaha Lembaga Penyiaran investasi yang hanya pelaku usaha
penambahan dan Swasta sebagaimana
pengembangan dalam dimaksud dalam Pasal 16 dibuat secara umum dalam rangka
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
rangka pemenuhan modal ayat (1) melalui penanaman yang mengacu kepada kegiatan
yang berasal dari modal modal sesuai dengan pengaturan di UUPM penanaman
asing, yang jumlahnya ketentuan peraturan merupakan konsep modal untuk
tidak lebih dari 20% (dua perundang-undangan di
bahwa pengaturan sektor
puluh per seratus) dari bidang penanaman modal.
seluruh modal dan (3) pelaksanaan komunikasi,
Lembaga Penyiaran Swasta penanaman modal teknologi dan
minimum dimiliki oleh 2 wajib memberikan
(dua) pemegang saham. dilakukan secara utuh informatika di
kesempatan kepada
(3) Lembaga Penyiaran Swasta karyawan untuk memiliki dalam UUPM dan hal Indonesia sesuai
wajib memberikan saham perusahaan dan ini untuk dengan
kesempatan kepada mendapatkan bagian laba menghindarkan dari ketentuan
karyawan untuk memiliki perusahaan. terjadinya tumpang Peraturan
saham perusahaan dan tindih pengaturan. Perundang-
memberikan bagian laba Undangan di
perusahaan.
Bidang
Penanaman
Modal.

2. Pasal 25 Pasal 25 Persyaratan


Investasi.
(1) Lembaga Penyiaran (1) Lembaga Penyiaran
Berlangganan sebagaimana Berlangganan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2) huruf d merupakan ayat (2) huruf d merupakan
lembaga penyiaran lembaga penyiaran
berbentuk badan hukum berbentuk badan hukum
Indonesia, yang bidang Indonesia, yang bidang
usahanya hanya usahanya
menyelenggarakan jasa menyelenggarakan jasa
penyiaran berlangganan penyiaran berlangganan.
dan wajib terlebih dahulu (2) Pemerintah Pusat
memperoleh izin mengembangkan bidang
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penyelenggaraan penyiaran usaha Lembaga Penyiaran
berlangganan. Berlangganan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
(2) Lembaga Penyiaran
melalui penanaman modal
Berlangganan sebagaimana
sesuai dengan ketentuan
dimaksud dalam ayat (1)
peraturan perundang-
memancarluaskan atau
undangan di bidang
menyalurkan materi
penanaman modal.
siarannya secara khusus
kepada pelanggan melalui (3) Lembaga Penyiaran
radio, televisi, multi-media, Berlangganan sebagaimana
atau media informasi dimaksud pada ayat (1)
lainnya. memancarluaskan atau
menyalurkan materi
siarannya secara khusus
kepada pelanggan melalui
radio, televisi, multi-media,
atau media informasi
lainnya.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang Pos


1. Pasal 12 Pasal 12 1. Sesuai konsep bahwa 1. Menciptakan Persyaratan
semua persyaratan kepastian Investasi.
(1) Penyelenggara Pos asing (1) Pemerintah Pusat
dapat menyelenggarakan mengembangkan usaha investasi hukum dan
pos di Indonesia dengan penyelenggara Pos melalui dikonsolidasikan kemudahan
syarat: penanaman modal sesuai pengaturannya hanya berusaha dalam
dengan ketentuan dalam UUPM, maka penyelenggaraan
a. wajib bekerja sama
peraturan perundnag- didalam UU sektor kegiatan
dengan Penyelenggara
Pos dalam negeri; undangan di bidang tidak diatur penanaman
penanaman modal.
b. melalui usaha patungan persyaratan investasi. modal
mayoritas (2) Penyelenggara Pos asing 2. Pengaturan tentang khususnya
dengan
yang telah memenuhi
saham dimiliki investasi yang hanya untuk bidang
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Penyelenggara Pos persyaratan dapat dibuat secara umum usaha
dalam negeri; menyelenggarakan pos di yang mengacu kepada penyelenggara
Indonesia. pengaturan di UUPM pos.
c. Penyelenggara Pos
dalam negeri yang akan (3) Ketentuan lebih lanjut merupakan konsep 2. Ketentuan
bekerja sama sahamnya mengenai persyaratan bahwa pengaturan Penyelenggara
tidak boleh dimiliki oleh penyelenggara Pos asing pelaksanaan Pos Asing diatur
warga negara atau sebagaimana dimaksud
penanaman modal lebih lanjut
badan usaha asing yang pada ayat (2) diatur
berafiliasi dengan dengan Peraturan dilakukan secara utuh dalam Peraturan
Penyelenggara Pos Pemerintah. dalam UUPM dan hal Perundang-
dalam negeri; ini untuk Undangan di
d. Penyelenggara Pos asing menghindarkan dari Bidang
dan afiliasinya hanya terjadinya tumpang Penanaman
dapat bekerja sama tindih pengaturan. Modal.
dengan satu
Penyelenggara Pos
dalam negeri; dan
e. kerja sama
Penyelenggara Pos asing
dengan Penyelenggara
Pos dalam negeri
dibatasi wilayah
operasinya pada
ibukota provinsi yang
telah memiliki
pelabuhan udara
dan/atau pelabuhan
laut internasional.
(2) Pengiriman antarkota
dilaksanakan oleh
Penyelenggara Pos dalam
negeri bukan usaha
patungan sebagaimana
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dimaksud pada ayat (1)
huruf b.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
1. Pasal 237 Pasal 237 1. Sesuai konsep bahwa 1. Usaha bandar Persyaratan
semua persyaratan udara modalnya Investasi
(1) Pengusahaan bandar udara Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud mengembangkan usaha investasi dapat dimiliki
dalam Pasal 232 ayat (1) kebandarudaraan melalui dikonsolidasikan badan hukum
yang dilakukan oleh badan penanaman modal sesuai dengan pengaturannya hanya Indonesia, WNI,
usaha bandar udara, ketentuan peraturan perundang- dalam UUPM, maka dan asing. Hal
seluruh atau sebagian undangan di bidang penanaman didalam UU sektor ini memberikan
besar modalnya harus modal
tidak diatur sentimen positif
dimiliki oleh badan hukum
persyaratan investasi. kepada pelaku
Indonesia atau warga
negara Indonesia. 2. Pengaturan tentang usaha bahwa
investasi yang hanya kebijakan
(2) Dalam hal modal badan
dibuat secara umum Pemerintah
usaha bandar udara yang
dimiliki oleh badan hukum yang mengacu kepada adalah sangat
Indonesia atau warga pengaturan di UUPM terbuka untuk
negara Indonesia merupakan konsep penanaman
sebagaimana dimaksud bahwa pengaturan modal di
pada ayat (1) terbagi atas pelaksanaan Indonesia.
beberapa pemilik modal,
penanaman modal 2. Pengaturan
salah satu pemilik modal
nasional harus tetap lebih dilakukan secara utuh persyaratan
besar dari keseluruhan dalam UUPM dan hal penanaman
pemegang modal asing. ini untuk modal
menghindarkan dari dikonsolidasikan
terjadinya tumpang secara utuh di
tindih pengaturan. dalam UUPM.
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi
1. Pasal 33 Pasal 33 1. Ketentuan tentang 1. Pemerintah Persyaratan
Kantor Perwakilan memegang Investasi
(1) Kantor perwakilan Dihapus.
sebagaimana dimaksud didalam UU 2/2017 kendali terhadap
dalam Pasal 32 huruf a bersifat teknis yang kebijakan
wajib: pada akhirnya penyelengaraan
a. berbentuk badan menyulitkan urusan
usaha dengan Pemerintah untuk pemerintahan di
kualifikasi yang setara mengikuti bidang jasa
dengan kualifikasi perkembangan kontruksi dalam
besar; dinamika global. rangka
b. memiliki izin 2. Pengaturan teknis di memberikan
perwakilan badan Peraturan Pelaksanaan kemudahan bagi
usaha Jasa Konstruksi UU akan memberikan badan usaha
asing;
fleksibilitas kepada untuk
c. membentuk kerja Pemerintah. berinvestasi
sama operasi dengan dalam
badan usaha Jasa
penyediaan
Konstruksi nasional
berkualifikasi besar infrastruktur.
yang memiliki Izin 2. Menciptakan
Usaha dalam setiap kepastian
kegiatan usaha Jasa hukum bagi
Konstruksi di pelaku usaha
Indonesia; dalam rangka
d. mempekerjakan lebih kegiatan
banyak tenaga kerja penanaman
Indonesia daripada modal di
tenaga kerja asing;
Indonesia sesuai
e. menempatkan warga dengan
negara Indonesia
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagai pimpinan ketentuan
tertinggi kantor Peraturan
perwakilan; Perundang-
f. mengutamakan Undangan di
penggunaan material Bidang
dan teknologi Penanaman
konstruksi dalam
Modal.
negeri;
g. memiliki teknologi
tinggi, mutakhir,
efisien, berwawasan
lingkungan, serta
memperhatikan
kearifanlokal;
h. melaksanakan proses
alih teknologi; dan
i. melaksanakan
kewajiban lain sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(2) Izin perwakilan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b
diberikan oleh Menteri
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(3) Kerja sama operasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c
dilakukan dengan prinsip
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kesetaraan kualifikasi,
kesamaan layanan, dan
tanggung renteng.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tetang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tetang Perbankan
1. Pasal 22 Pasal 22 Merujuk ke UU OJK Pasal 9 Menciptakan Persyaratan
huruf h tentang kepastian hukum Investasi
(1) Bank Umum hanya dapat (1) Bank Umum dapat kewenangan OJK yang bagi pelaku usaha
didirikan oleh: didirikan oleh: menetapkan persyaratan dalam rangka
a. warga negara a. warga negara Indonesia; pendirian Bank Umum
kegiatan
Indonesia dan atau adalah OJK.
b. badan hukum penanaman modal
badan hukum di Indonesia sesuai
Indonesia; dan/atau
Indonesia; atau dengan ketentuan
c. badan hukum asing Peraturan
b. Warga negara secara kemitraan. Perundang-
Indonesia dan atau
badan hukum (2) Ketentuan lebih lanjut Undangan di
Indonesia dengan mengenai persyaratan Bidang Penanaman
warga negara asing pendirian yang wajib Modal.
dan atau badan dipenuhi pihak-pihak
hukum asing secara sebagaimana dimaksud
kemitraan. dalam ayat (1) ditetapkan
oleh Otoritas Jasa
Keuangan.
(2) Ketentuan mengenai
persyaratan pendirian
yang wajib dipenuhi
pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
1. Pasal 9 Pasal 9 1. Pengaturan Persyaratan
persyaratan Investasi
(1) Bank Umum Syariah hanya (1) Bank Umum Syariah hanya
dapat didirikan dan/atau dapat didirikan dan/atau penanaman
dimiliki oleh: dimiliki oleh: modal
a. warga negara Indonesia dikonsolidasikan
a. warga negara Indonesia;
dan/atau badan hukum secara utuh di
Indonesia; b. badan hukum dalam UUPM.
b. warga negara Indonesia Indonesia;
2. Menciptakan
dan/atau badan hukum c. pemerintah daerah; kepastian
Indonesia dengan warga dan/atau
negara asing dan/atau hukum bagi
badan hukum asing d. badan hukum asing pelaku usaha
secara kemitraan; atau secara kemitraan. dalam rangka
c. pemerintah daerah. (2) Bank Pembiayaan Rakyat kegiatan
(2) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah hanya dapat penanaman
Syariah hanya dapat didirikan dan/atau dimiliki modal di
didirikan dan/atau dimiliki oleh:
oleh: Indonesia sesuai
a. warga negara Indonesia dengan
a. warga negara Indonesia
dan/atau badan hukum ketentuan
dan/atau badan hukum
Indonesia yang seluruh
Indonesia yang seluruh Peraturan
pemiliknya warga
pemiliknya warga Perundang-
negara Indonesia;
negara Indonesia; Undangan di
b. pemerintah daerah; b. pemerintah daerah;
Bidang
atau atau
c. dua pihak atau lebih Penanaman
c. dua pihak atau lebih Modal.
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan dalam huruf a dan
huruf b. huruf b.
(3) Maksimum kepemilikan
Bank Umum Syariah oleh (3) Maksimum kepemilikan
warga negara asing Bank Umum Syariah oleh
dan/atau badan hukum badan hukum asing sesuai
dengan ketentuan
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
asing diatur dalam peraturan perundang-
Peraturan Bank Indonesia. undangan di bidang
penanaman modal.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers


1. Pasal 11 Pasal 11 1. Sesuai konsep bahwa 1. Pengaturan Persyaratan
semua persyaratan persyaratan Investasi
Penambahan modal asing pada Pemerintah Pusat
perusahaan pers dilakukan mengembangkan usaha pers investasi penanaman
melalui pasar modal. melalui penanaman modal dikonsolidasikan modal
sesuai dengan ketentuan pengaturannya hanya dikonsolidasikan
peraturan perundang-undangan dalam UUPM, maka secara utuh di
di bidang penanaman modal. didalam UU sektor dalam UUPM.
tidak diatur 2. Menciptakan
persyaratan investasi. kepastian
2. Pengaturan tentang hukum bagi
investasi yang hanya pelaku usaha
dibuat secara umum dalam rangka
yang mengacu kepada kegiatan
pengaturan di UUPM penanaman
merupakan konsep modal di
bahwa pengaturan Indonesia sesuai
pelaksanaan dengan
penanaman modal ketentuan
dilakukan secara utuh Peraturan
dalam UUPM dan hal Perundangan di
ini untuk Bidang
menghindarkan dari Penanaman
terjadinya tumpang Modal.
tindih pengaturan.
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
1. Pasal 26A Pasal 26A 1. Pengaturan kembali 1. Memberikan Persyaratan
tentang konsep kepastian Investasi
(1) Pemanfaatan pulau-pulau Dalam rangka penanaman modal
kecil dan pemanfaatan asing, pemanfaatan pulau-pulau perizinan berusaha berusaha
perairan di sekitarnyakecil dan pemanfaatan perairan disemua sektor. khususnya
dalam rangka penanaman di sekitarnya harus memenuhi 2. Detail pengaturan kepada pelaku
modal asing harusPerizinan Berusaha dari perizinan berusaha usaha sesuai
mendapat izin Menteri. Pemerintah Pusat dan sesuai akan diatur dalam PP. dengan
(2) Penanaman modal asing dengan ketentuan peraturan ketentuan
sebagaimana dimaksud perundang-undangan di bidang peraturan
pada ayat (1) harus penanaman modal. perundang-
mengutamakan
undangan di
kepentingan nasional.
bidang
(3) Izin sebagaimana dimaksud penanaman
pada ayat (1) diberikan
modal.
setelah mendapat
rekomendasi dari 2. Memberikan
bupati/wali kota. sentimen positif
kepada pelaku
(4) Izin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus usaha bahwa
memenuhi persyaratan kebijakan
sebagai berikut: Pemerintah
a. badan hukum yang adalah sangat
berbentuk perseroan terbuka untuk
terbatas; penanaman
b. menjamin akses publik; modal di
Indonesia.
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. tidak berpenduduk;
d. belum ada pemanfaatan
oleh Masyarakat Lokal;
e. bekerja sama dengan
peserta Indonesia;
f. melakukan pengalihan
saham secara bertahap
kepada peserta
Indonesia;
g. melakukan alih
teknologi; dan
h. memperhatikan aspek
ekologi, sosial, dan
ekonomi pada luasan
lahan.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengalihan
saham dan luasan lahan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) huruf f dan
huruf h diatur dengan
Peraturan Presiden.
3. Ketenagakerjaan

NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER


UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
 Tenaga Kerja Asing Tenaga Kerja Asing
1 Pasal 42 Pasal 42 Perubahan mendasar dalam 1. Kepastian hukum
(1) Setiap pemberi kerja yang (1) Setiap pemberi kerja yang penggunaan tenaga kerja bagi pemberi kerja
mempekerjakan tenaga mempekerjakan tenaga kerja asing yang dilakukan antara TKA.
kerja asing wajib memiliki asing wajib memiliki pengesahan lain: 2. Kemudahan
izin tertulis dari Menteri rencana penggunaan tenaga 1. Berdasarkan Peraturan perizinan bagi
atau pejabat yang ditunjuk. kerja asing dari Pemerintah Presiden Nomor 20 tahun Pemberi Kerja TKA.
(2) Pemberi kerja orang Pusat. 2018, Pasal 7 ayat (1) 3. Mendukung
perseorangan dilarang (2) Pemberi kerja orang menyatakan bahwa setiap pertumbuhan dan
mempekerjakan tenaga perseorangan dilarang Pemberi Kerja TKA yang kemudahan
kerja asing. mempekerjakan tenaga kerja menggunakan TKA harus investasi yang
(3) Kewajiban memiliki izin asing. memiliki RPTKA yang melibatkan
sebagaimana dimaksud (3) Ketentuan sebagaimana disahkan oleh Menteri penggunaan tenaga
dalam ayat (1), tidak dimaksud pada ayat (1) tidak atau pejabat yang kerja asing;
berlaku bagi perwakilan berlaku bagi: ditunjuk. Selain itu Pasal 4. Penggunaan tenaga
negara asing yang a. anggota direksi atau 17 ayat (1), setiap TKA kerja asing secara
mempergunakan tenaga anggota dewan komisaris harus mempunyai VITAS. selektif dengan
kerja asing sebagai pegawai dengan kepemilikan saham Sehingga dalam perpres mengutamakan
diplomatik dan konsuler. sesuai dengan ketentuan ini tidak lagi dikenal Izin penggunaan tenaga
(4) Tenaga kerja asing dapat peraturan perundang- Mempekerjakan Tenaga kerja Indonesia;
dipekerjakan di Indonesia undangan; Kerja Asing (IMTA). 5. Mendorong investasi
hanya dalam hubungan b. pegawai diplomatik dan Pemberi Kerja TKA cukup yang mampu
kerja untuk jabatan konsuler pada kantor memiliki RPTKA yang menciptakan
tertentu dan waktu perwakilan negara asing; disahkan Menteri. kesempatan kerja
tertentu. atau 2. Pengecualian RPTKA bagi: yang sebesar-
(5) Ketentuan mengenai c. tenaga kerja asing yang a. direksi/komisaris besarnya bagi
jabatan tertentu dan waktu dibutuhkan oleh Pemberi dengan kepemilikan tenaga kerja
tertentu sebagaimana Kerja pada jenis kegiatan saham tertentu karena Indonesia;
dimaksud dalam ayat (4) pemeliharaan mesin direksi/komisaris 6. Memberikan
ditetapkan dengan produksi untuk keadaan merupakan pemilik kemudahan
Keputusan Menteri. darurat, vokasi, start-up, perusahaan atau penerbitan

1
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
(6) Tenaga kerja asing kunjungan bisnis, dan pemberi kerja kepada perizinan tenaga
sebagaimana dimaksud penelitian untuk jangka TKA dan telah diatur kerja asing dengan
dalam ayat (4) yang masa waktu tertentu. dalam Pasal 10 tetap
kerjanya habis dan tidak (4) Tenaga kerja asing dapat Peraturan Presiden memprioritaskan
dapat di perpanjang dapat dipekerjakan di Indonesia hanya Nomor 20 tahun 2018. penggunaan tenaga
kerja indonesia.
digantikan oleh tenaga kerja dalam hubungan kerja untuk b. pegawai diplomatik dan
asing lainnya. jabatan tertentu dan waktu konsuler pada kantor
tertentu serta memiliki perwakilan negara
kompetensi sesuai dengan asing; atau
jabatan yang akan diduduki. c. tenaga kerja asing
(5) Tenaga kerja asing dilarang pada jenis pekerjaan
menduduki jabatan yang yang dibutuhkan oleh
mengurusi personalia. instansi pemerintah.
(6) Ketentuan mengenai jabatan d. jabatan tertentu yang
tertentu dan waktu tertentu dibutuhkan oleh
sebagaimana dimaksud pada pemberi kerja kurang
ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan dari 1 (satu) bulan
dengan Peraturan Presiden. yang ditetapkan oleh
Pemerintah.
3. Untuk penggunaan tenaga
kerja asing diatur lebih
lanjut dalam Peraturan
Presiden
4. Melalui pengaturan
penggunaan tenaga kerja
asing ini diharapkan
mampu memberikan
kontribusi positip dalam
mendorong pertumbuhan
investasi yang mampu
menciptakan dan
memperluas kesempatan
kerja bagi tenaga kerja
Indonesia.

2
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
2 Pasal 43 Pasal 43 Telah terakomodir dalam 1. Kepastian hukum
(1) Pemberi kerja yang Dihapus. perubahan pasal 42 bagi pemberi kerja
menggunakan tenaga kerja TKA.
asing harus memiliki 2. Kemudahan
rencana penggunaan tenaga perizinan bagi
kerja asing yang disahkan Pemberi Kerja TKA.
oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk.
(2) Rencana penggunaan
tenaga kerja asing
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) sekurang-
kurangnya memuat
keterangan :
a. alasan penggunaan tenaga
kerja asing;
b. jabatan dan/atau kedudukan
tenaga kerja asing dalam
struktur organisasi
perusahaan yang
bersangkutan;
c. jangka waktu penggunaan
tenaga kerja asing; dan
d. penunjukan tenaga kerja
warga negara Indonesia
sebagai pendamping
tenaga kerja asing yang
dipekerjakan.
(3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
tidak berlaku bagi instansi
pemerintah, badan-badan
internasional dan
perwakilan negara asing.
(4) Ketentuan mengenai tata

3
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
cara pengesahan rencana
penggunaan tenaga kerja
asing diatur dengan Keputu
san Menteri.

3 Pasal 44 Pasal 44 Telah terakomodir dalam 1. Kepastian hukum


(1) Pemberi kerja tenaga kerja Dihapus. perubahan pasal 42 bagi pemberi kerja
asing wajib menaati TKA.
ketentuan mengenai jabatan 2. Kemudahan
dan standar kompetensi perizinan bagi
yang berlaku. Pemberi Kerja TKA.
(2) Ketentuan mengenai jabatan
dan standar kompetensi
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur
dengan Keputusan Menteri

4 Pasal 45 Pasal 45 Sanksi administrasi


(1) Pemberi kerja tenaga kerja (1) Pemberi kerja tenaga kerja asing
asing wajib : wajib:
a. menunjuk tenaga kerja a. menunjuk tenaga kerja
warga negara Indonesia warga negara Indonesia
sebagai tenaga sebagai tenaga pendamping
pendamping tenaga tenaga kerja asing yang
kerja asing yang dipekerjakan untuk alih
dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian
teknologi dan alih dari tenaga kerja asing;
keahlian dari tenaga b. melaksanakan pendidikan
kerja asing; dan dan pelatihan kerja bagi
b. melaksanakan tenaga kerja Indonesia
pendidikan dan sebagaimana dimaksud

4
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pelatihan kerja bagi pada huruf a yang sesuai
tenaga kerja Indonesia dengan kualifikasi jabatan
sebagaimana dimaksud yang diduduki oleh tenaga
pada huruf a yang kerja asing; dan
sesuai dengan c. memulangkan tenaga kerja
kualifikasi jabatan yang asing ke negara asalnya
diduduki oleh tenaga setelah hubungan kerjanya
kerja asing. berakhir.
(2) Ketentuan sebagaimana (2) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dimaksud pada ayat (1) huruf a
tidak berlaku bagi tenaga dan huruf b tidak berlaku bagi
kerja asing yang menduduki tenaga kerja asing yang
ja batan direksi dan/atau menduduki jabatan tertentu.
komisaris.

5 Pasal 46 Pasal 46 Telah terakomodir dalam 1. Kepastian hukum


(1) Tenaga kerja asing dilarang Dihapus. perubahan pasal 42 bagi pemberi kerja
menduduki jabatan yang TKA.
mengurusi personalia 2. Kemudahan
dan/atau jabatan-jabatan perizinan bagi
ter tentu. Pemberi Kerja TKA.
(2) Jabatan-jabatan tertentu
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur
dengan Keputusan Menteri.

6 Pasal 47 Pasal 47
(1) Pemberi kerja wajib (1) Pemberi kerja wajib membayar
membayar kompensasi kompensasi atas setiap tenaga
atas setiap tenaga kerja kerja asing yang dipekerjakannya.
asing yang (2) Kewajiban membayar kompensasi
dipekerjakannya. sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) Kewajiban membayar (1) tidak berlaku bagi instansi
kompensasi sebagaimana pemerintah, perwakilan negara

5
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
dimaksud dalam ayat (1) asing, badan internasional,
tidak berlaku bagi instansi lembaga sosial, lembaga
pe merintah, perwakilan keagamaan, dan jabatan tertentu
negara asing, badan- di lembaga pendidikan.
badan internasional, (3) Ketentuan mengenai besaran dan
lembaga sosial, lembaga penggunaan kompensasi
keagamaan, dan jabatan- sebagaimana dimaksud pada ayat
jabatan tertentu di (1) diatur sesuai ketentuan
lembaga pendidikan. peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan mengenai
jabatan-jabatan tertentu di
lembaga pendidikan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur
dengan Keputusan
Menteri.
(4) Ketentuan mengenai
besarnya kompensasi dan
penggunaannya diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

7 Pasal 48 Pasal 48 Telah terakomodir dalam Kepastian hukum bagi Kegiatan


Pemberi kerja yang Dihapus. perubahan pasal 42 pemberi kerja TKA (+) Berusaha
mempekerjakan tenaga kerja Kemudahan perizinan Berbasis
asing wajib memulangkan bagi Pemberi Kerja Resiko
tenaga kerja asing ke negara TKA (+) (Perizinan
asalnya setelah hubungan Sektor)
kerjanya berakhir.
8 Pasal 49 Pasal 49 Nomenklatur judul dengan
Ketentuan mengenai Ketentuan lebih lanjut mengenai Perpres 20 Tahun 2018
penggunaan tenaga kerja asing penggunaan tenaga kerja asing diatur
serta pelaksanaan pendidikan dengan Peraturan Presiden.
dan pelatihan tenaga kerja

6
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pendamping diatur dengan
Keputusan Presiden.

 Perjanjian Kerja Waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu


Tertentu (PKWT) (PKWT)
9 Pasal 56 Pasal 56 Penambahan ayat (3) dan 1. Peningkatan
(1) Perjanjian kerja dibuat (1) Perjanjian kerja dibuat untuk ayat (4): perluasan
untuk waktu tertentu atau waktu tertentu atau untuk waktu 1. Perkembangan dunia kesempatan kerja.
untuk waktu tidak tertentu. tidak tertentu. usaha dan teknologi yang 2. Peningkatan tingkat
(2) Perjanjian kerja untuk waktu (2) Perjanjian kerja untuk waktu dinamis membutuhkan partisipasi
tertentu sebagaimana tertentu sebagaimana dimaksud pekerja/buruh dengan angkatan kerja
dimaksud dalam ayat (1) pada ayat (1) didasarkan atas: kompetensi tertentu (TPAK), khususnya
didasarkan atas: a. jangka waktu; atau untuk dapat memenuhi perempuan karena
a. jangka waktu; atau b. selesainya suatu pekerjaan kebutuhan tenaga kerja pekerja perempuan
b. selesainya suatu pekerjaan tertentu. dalam menyelesaikan dapat bekerja di
tertentu. (3) Jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan untuk waktu tertentu
suatu pekerjaan tertentu waktu tertentu. sehingga dapat
sebagaimana dimaksud pada ayat 2. Keleluasaan dalam meningkatkan
(2) ditentukan berdasarkan mengatur jangka waktu ekonomi keluarga.
kesepakatan para pihak. PKWT berdasarkan 3. Pengusaha lebih
kesepakatan diharapkan mudah
akan memperluas mendapatkan
kesempatan kerja bagi pekerja/buruh
pencari kerja dan dengan kompetensi
pekerja/buruh. yang diinginkan.
4. Adanya keleluasaan
pengusaha dan
pekerja/buruh
untuk menyepakati
jangka waktu
PKWT.
5. Harus ada
aksesibilitas
sertifikasi yang lebih
mudah bagi

7
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pekerja/buruh, baik
yang dilakukan
secara mandiri
maupun yang
difasilitasi oleh
perusahaan atau
pemerintah.

10 Pasal 57 Pasal 57 Perlu penegasan bahwa Penguatan


(1) Perjanjian kerja untuk (1) Perjanjian kerja untuk waktu dalam hal PKWT dibuat perlindungan kepada
waktu tertentu dibuat tertentu dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan pekerja/buruh PKWT.
secara tertulis serta harus serta harus menggunakan bahasa bahasa asing, apabila
menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin. terdapat perbedaan
Indonesia dan huruf latin. (2) Dalam hal perjanjian kerja waktu penafsiran antara keduanya,
(2) Perjanjian kerja untuk tertentu dibuat dalam bahasa maka yang berlaku adalah
waktu tertentu yang dibuat Indonesia dan bahasa asing, perjanjian kerja waktu
tidak tertulis bertentangan apabila kemudian terdapat tertentu yang dibuat dalam
dengan ketentuan sebagai perbedaan penafsiran antara bahasa Indonesia.
mana dimaksud dalam ayat keduanya, maka yang berlaku
(1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja waktu tertentu
perjanjian kerja untuk yang dibuat dalam bahasa
waktu tidak tertentu. Indonesia.
(3) Dalam hal perjanjian kerja
dibuat dalam bahasa
Indonesia dan bahasa asing,
apabila kemudian terdapat
perbedaan penafsiran
antara keduanya, maka
yang berlaku perjanjian
kerja yang dibuat dalam
bahasa Indonesia

11 Pasal 58 Pasal 58 Perubahan ayat (2): Penguatan


(1) Perjanjian kerja untuk waktu (1) Perjanjian kerja untuk waktu Larangan masa percobaan perlindungan kerja
tertentu tidak dapat tertentu tidak dapat kerja pada PKWT untuk bagi pekerja/buruh

8
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
mensyaratkan adanya masa mensyaratkan adanya masa memberikan perlindungan PKWT.
percobaan kerja. percobaan kerja. bagi pekerja/buruh PKWT
(2) Dalam hal disyaratkan masa (2) Dalam hal disyaratkan masa dan kepastian masa kerja
percobaan kerja dalam percobaan kerja sebagaimana PKWT.
perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masa
dimaksud dalam ayat (1), percobaan kerja yang disyaratkan
masa percobaan kerja yang tersebut batal demi hukum dan
disyaratkan batal demi masa kerja tetap dihitung.
hukum.

12 Pasal 59 Pasal 59 Pasal 59 dihapus sebagai Pelaksanaan PKWT


(1) Perjanjian kerja untuk waktu Dihapus. konsekuensi perubahan lebih fleksibel.
tertentu hanya dapat dibuat ketentuan Pasal 56 dimana
untuk pekerjaan tertentu jenis dan sifat pekerjaan
yang menurut jenis dan sifat PKWT yang semula bersifat
atau kegiatan pekerjaannya terbatas diubah menjadi
akan selesai dalam waktu terbuka untuk semua jenis
tertentu, yaitu: dan sifat pekerjaan.
a. pekerjaan yang sekali
selesai atau yang
sementara sifatnya;
b. pekerjaaan yang
diperkirakan
penyelesaiannya dalam
waktu yang tidak terlalu
lama dan paling lama 3
(tiga) tahun;
c. pekerjaan yang bersifat
musiman; atau
d. pekerjaan yang
berhubungan dengan

9
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
produk baru, kegiatan
baru, atau produk
tambahan yang masih
dalam percobaan atau
penjajakan.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu tidak dapat
diadakan untuk pekerjaan
yang bersifat tetap.
(3) Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu dapat diperpanjang
atau diperbaharui.
(4) Perjanjian kerja waktu
tertentu yang didasarkan
atas jangka waktu tertentu
dapat diadakan untuk paling
lama 2 (dua) tahun dan
hanya boleh diperpanjang 1
(satu) kali untuk jangka
waktu paling lama 1 (satu)
tahun.
(5) Pengusaha yang bermaksud
memperpanjang perjanjian
kerja waktu tertentu
tersebut, paling lama 7
(tujuh) hari sebelum
perjanjian kerja waktu
tertentu berakhir telah
memberitahukan maksudnya
secara tertulis kepada
pekerja/buruh yang
bersangkutan.
(6) Pembaruan perjanjian kerja
waktu tertentu hanya dapat
diadakan setelah melebihi

10
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
masa tenggang waktu 30
(tiga puluh) hari berakhirnya
perjanjian kerja waktu
tertentu yang lama,
pembaruan perjanjian kerja
waktu tertentu ini hanya
boleh dilakukan 1 (satu) kali
dan paling lama 2 (dua)
tahun.
(7) Perjanjian kerja untuk waktu
tertentu yang tidak
memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat
(4), ayat (5), dan ayat (6)
maka demi hukum menjadi
perjanjian kerja waktu tidak
tertentu.
(8) Hal-hal lain yang belum
diatur dalam pasal ini akan
diatur lebih lanjut dengan
Keputusan Menteri.

13 Pasal 61 Pasal 61 Berakhirnya PKWT harus Perlindungan kepada


(1) Perjanjian kerja berakhir (1) Perjanjian kerja waktu tertentu diatur sehingga hal-hal yang pengusaha maupun
apabila : berakhir apabila: timbul, termasuk pekerja/buruh
a. pekerja meninggal a. pekerja meninggal dunia; pemenuhan hak dan menjadi jelas.
dunia; b. berakhirnya jangka waktu kewajiban para pihak
b. berakhirnya jangka perjanjian kerja; menjadi jelas.
waktu perjanjian kerja; c. selesainya suatu pekerjaan
c. adanya putusan tertentu;

11
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pengadilan dan/atau d. adanya putusan pengadilan
putusan atau dan/atau putusan lembaga
penetapan lembaga penyelesaian perselisihan
penyelesaian hubungan industrial yang telah
perselisihan hubungan mempunyai kekuatan hukum
industrial yang telah tetap; atau
mempunyai kekuatan e. adanya keadaan atau kejadian
hukum tetap; atau tertentu yang dicantumkan
d. adanya keadaan atau dalam perjanjian kerja,
kejadian tertentu yang peraturan perusahaan, atau
dicantumkan dalam perjanjian kerja bersama yang
perjanjian kerja, dapat menyebabkan
peraturan perusahaan, berakhirnya hubungan kerja.
atau perjanjian kerja (2) Perjanjian kerja tidak berakhir
bersama yang dapat karena meninggalnya pengusaha
menyebabkan atau beralihnya hak atas
berakhirnya hubungan perusahaan yang disebabkan
kerja. penjualan, pewarisan, atau hibah.
(2) Perjanjian kerja tidak (3) Dalam hal terjadi pengalihan
berakhir karena perusahaan maka hak-hak
meninggalnya pengusaha pekerja/buruh menjadi tanggung
atau beralihnya hak atas jawab pengusaha baru, kecuali
perusahaan yang disebabkan ditentukan lain dalam perjanjian
penjualan, pewarisan, atau pengalihan yang tidak mengurangi
hibah. hak-hak pekerja/buruh.
(3) Dalam hal terjadi pengalihan (4) Dalam hal pengusaha, orang
perusahaan maka hak-hak perseorangan, meninggal dunia,
pekerja/buruh menjadi ahli waris pengusaha dapat
tanggung jawab pengusaha mengakhiri perjanjian kerja setelah
baru, kecuali ditentukan lain merundingkan dengan
dalam perjanjian pengalihan pekerja/buruh.
yang tidak mengurangi hak- (5) Dalam hal pekerja/buruh
hak pekerja/buruh. meninggal dunia, ahli waris
(4) Dalam hal pengusaha, orang pekerja/buruh berhak
perseorangan, meninggal mendapatkan hak-haknya sesuai

12
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
dunia, ahli waris pengusaha dengan peraturan perundang-
dapat mengakhiri per-janjian undangan atau hak-hak yang telah
kerja setelah merundingkan diatur dalam perjanjian kerja,
dengan pekerja/buruh. peraturan perusahaan, atau
(5) Dalam hal pekerja/buruh perjanjian kerja bersama.
meninggal dunia, ahli waris
pekerja/ buruh berhak
mendapatkan hak haknya
se-suai dengan peraturan
perundang- undangan yang
berlaku atau hak hak yang
telah diatur dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja
bersama.

14 Pasal 61A Keleluasaan dalam mengatur 1. Peningkatan


(1) Dalam hal perjanjian kerja waktu jangka waktu PKWT perlindungan bagi
tertentu berakhir sebagaimana berdasarkan kesepakatan pekerja/buruh pada
dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1) antara pengusaha dan saat PKWT
huruf b dan huruf c, pengusaha pekerja/buruh harus berakhir.
wajib memberikan uang diimbangi dengan 2. Perusahaan harus
kompensasi kepada peningkatan perlindungan mencadangkan/me-
pekerja/buruh. bagi pekerja/buruh pada nyediakan dana
(2) Uang kompensasi sebagaimana saat berakhirnya PKWT. Hal kompensasi bagi
dimaksud pada ayat (1) diberikan ini diwujudkan dengan pengakhiran
kepada pekerja/buruh yang mewajibkan pengusaha hubungan kerja
mempunyai masa kerja paling memberikan kompensasi PKWT yang
sedikit 1 tahun pada perusahaan kepada pekerja/buruh pada pengelolaannya
yang bersangkutan. saat berakhirnya PKWT yang misalnya dapat
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungannya akan dilakukan oleh
besaran uang kompensasi diatur diatur lebih lanjut dalam lembaga keuangan.
dalam Peraturan Pemerintah. Peraturan Pmerintah.

13
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
15 Pasal 62 Pasal 62 Mengacu pada prinsip Adanya atas
Apabila salah satu pihak Apabila salah satu pihak mengakhiri perjanjian pada umumnya, perlindungan atas
mengakhiri hubungan kerja hubungan kerja sebelum berakhirnya apabila salah satu pihak perjanjian kerja, baik
sebelum berakhirnya jangka jangka waktu yang ditetapkan dalam tidak dapat memenuhi bagi pengusaha
waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu atau klausul perjanjian sebelum maupun bagi
perjanjian kerja waktu berakhirnya hubungan kerja bukan jangka waktu berakhirnya pekerja/buruh.
tertentu, atau berakhirnya karena ketentuan sebagaimana perjanjian, maka pihak yang
hubungan kerja bukan karena dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), mengakhiri dikenakan
ketentuan sebagaimana pihak yang mengakhiri hubungan pembayaran berupa ganti
dimaksud dalam Pasal 61 ayat kerja diwajibkan membayar ganti rugi rugi.
(1), pihak yang mengakhiri kepada pihak lainnya sebesar upah
hubungan kerja diwajibkan pekerja/buruh sampai batas waktu
membayar ganti rugi kepada berakhirnya jangka waktu perjanjian
pihak lainnya sebesar upah kerja.
pekerja/buruh sampai batas
waktu berakhirnya jangka
waktu perjanjian kerja.

 Penyerahan Sebagian Perlindungan pekerja/buruh pada


Pelaksanaan Pekerjaan/Alih perusahaan alih daya
Daya
16 Pasal 64 Pasal 64 1. Dalam konteks bisnis 1. Bisnis alih daya
Perusahaan dapat menyerahkan Dihapus. alih daya ini, terkait akan meningkat
sebagian pelaksanaan pekerjaan hubungan bisnisnya dan diperkirakan
kepada perusahaan lainnya seharusnya diatur dalam akan dapat
melalui perjanjian pemborongan peraturan perundang- memperluas
pekerjaan atau penyediaan jasa undangan sector di luar kesempatan kerja.
pekerja/buruh yang dibuat peraturan perundang- 2. Akan banyak
secara tertulis. undangan tentang pekerja/buruh
ketenagakerjaan. yang dipekerjakan
2. Peraturan perundang- dengan status
undangan hubungan kerja
ketenagakerjaan hanya berdasarkan
mengatur terkait hal-hal PKWT, mengingat

14
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
yang berhubungan perjanjian bisnis
dengan hubungan kerja antara perusahaan
antara perusahaan alih pemberi pekerjaan
daya dan pekerja/ (user) dengan
buruh, sehingga perusahaan alih
perlindungan yang daya bersifat
diberikan kepada sementara atau
pekerja/buruh dapat dalam jangka
optimal. waktu tertentu.
Berkaitan dengan
hal ini perlu dibuat
peraturan yang
lebih baik
mengenai PKWT.

17 Pasal 65 Pasal 65 Berkaitan ketentuan Pelaksanaan pekerjaan


(1) Penyerahan sebagian Dihapus. pemborongan pekerjaan kepada perusahaan
pelaksanaan pekerjaan dalam pasal ini, sudah lain melalui perjanjian
kepada perusahaan lain diatur dalam KUH Perdata pemborongan tunduk
dilaksanakan melalui Buku III Bab 7-A Bagian VI pada hukum perdata
perjanjian pemborongan yang menekankan pada umum atau peraturan
pekerjaan yang dibuat secara hubungan bisnis antara perundang-undangan
tertulis. perusahaan pemberi sector terkait.
(2) Pekerjaan yang dapat pekerjaan dengan
diserahkan kepada perusahaan pemborongan,
perusahaan lain sehingga tidak perlu diataur
sebagaimana dimaksud kembali.
dalam ayat (1) harus
memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a. dilakukan secara terpisah
dari kegiatan utama;
b. dilakukan dengan perintah
langsung atau tidak

15
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
langsung dari pemberi
pekerjaan;
c. merupakan kegiatan
penunjang perusahaan
secara keseluruhan; dan
d. tidak menghambat proses
produksi secara langsung.
(3) Perusahaan lain
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus
berbentuk badan hukum.
(4) Perlindungan kerja dan
syarat-syarat kerja bagi
pekerja/buruh pada
perusahaan lain
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) sekurang-
kurangnya sama dengan
perlindungan kerja dan
syarat-syarat kerja pada
perusahaan pemberi
pekerjaan atau sesuai
dengan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
(5) Perubahan dan/atau
penambahan syarat-syarat
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur lebih
lanjut dengan Keputusan
Menteri.
(6) Hubungan kerja dalam
pelaksanaan pekerjaan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dalam

16
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
perjanjian kerja secara
tertulis antara perusahaan
lain dan pekerja/buruh yang
dipekerjakannya.
(7) Hubungan kerja
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (6) dapat
didasarkan atas perjanjian
kerja waktu tidak tertentu
atau perjanjian kerja waktu
tertentu apabila memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59.
(8) Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), dan ayat (3),
tidak terpenuhi, maka demi
hukum status hubungan
kerja pekerja/buruh dengan
perusahaan penerima
pemborongan beralih
menjadi hubungan kerja
pekerja/buruh dengan
perusahaan pemberi
pekerjaan.
(9) Dalam hal hubungan kerja
beralih ke perusahaan
pemberi pekerjaan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (8), maka
hubungan kerja
pekerja/buruh dengan
pemberi pekerjaan sesuai
dengan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud

17
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
dalam ayat (7).

18 Pasal 66 Pasal 66 1. Terkait ketenagakerjaan, 1. Usaha penyediaan


(1) Pekerja/buruh dari (1) Hubungan kerja antara yang diatur hanya hal-hal jasa pekerja/buruh
perusahaan penyedia jasa perusahaan alih daya dengan yang berhubungan akan dilaksanakan
pekerja/buruh tidak boleh pekerja/buruh yang dengan hubungan kerja oleh perusahaan
digunakan oleh pemberi dipekerjakannya didasarkan pada antara perusahaan alih yang dapat
kerja untuk melaksanakan perjanjian kerja waktu tertentu daya dengan dipertanggung-
kegiatan pokok atau kegiatan atau perjanjian kerja waktu tidak pekerja/buruhnya. jawabkan
yang berhubungan langsung tertentu. 2. Izin usaha penyediaan eksistensinya dan
dengan proses produksi, (2) Perlindungan upah dan jasa pekerja/buruh atau di sisi lain terdapat
kecuali untuk kegiatan jasa kesejahteraan, syarat-syarat kerja alih daya diperlukan ketenangan bekerja
penunjang atau kegiatan serta perselisihan yang timbul sebagai alat pemantauan bagi pekerja/buruh
yang tidak berhubungan menjadi tanggung jawab pelaksanaan penyediaan karena ada sarana
langsung dengan proses perusahaan alih daya. jasa pekerja/buruh, pemantauan oleh
produksi. (3) Perusahaan alih daya mengingat didalamnya pemerintah melalui
(2) Penyedia jasa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud pada ayat tidak hanya sekedar izin usaha
untuk kegiatan jasa (2) berbentuk badan hukum dan menyangkut usaha tersebut.
penunjang atau kegiatan wajib memenuhi Perizinan penggunaan jasa 2. Dengan izin usaha
yang tidak berhubungan Berusaha. pekerja/buruh namun yang diterbitkan
langsung dengan proses (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai juga kepastian atas oleh Menteri, maka
produksi harus memenuhi pelindungan pekerja/buruh pelaksanaan hubungan wilayah usahanya
syarat sebagai berikut: sebagaimana dimaksud pada ayat kerja yang sesuai dengan dapat mencakup
a. adanya hubungan kerja (2) dan Perizinan Berusaha prinsip-prnsip kerja layak. seluruh Indonesia
antara pekerja/buruh dan sebagaimana dimaksud pada ayat 3. Hal-hal yang bersifat dan hal ini
perusahaan penyedia jasa (3) diatur dengan Peraturan teknis cukup diatur memberikan
pekerja/buruh; Pemerintah. dalam peraturan keleluasaan bagi
b. perjanjian kerja yang pelaksana, yaitu perusahaan untuk
berlaku dalam hubungan Peraturan Pemerintah. menjalankan
kerja sebagaimana usahanya.
dimaksud pada huruf a 3. Kesempatan kerja
adalah perjanjian kerja lebih terbuka.
untuk waktu tertentu yang
memenuhi persyaratan

18
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 dan/atau
perjanjian kerja waktu
tidak tertentu yang dibuat
secara tertulis dan
ditandatangani oleh kedua
belah pihak;
c. perlindungan upah dan
kesejahteraan, syarat-
syarat kerja, serta
perselisihan yang timbul
menjadi tanggung jawab
perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh; dan
d. perjanjian antara
perusahaan pengguna jasa
pekerja/buruh dan
perusahaan lain yang
bertindak sebagai
perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh dibuat
secara tertulis dan wajib
memuat pasal-pasal
sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang ini.
(3) Penyedia jasa pekerja/buruh
merupakan bentuk usaha
yang berbadan hukum dan
memiliki izin dari instansi
yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan.
(4) Dalam hal ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2) huruf
a, huruf b, dan huruf d serta

19
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
ayat (3) tidak terpenuhi,
maka demi hukum status
hubungan kerja antara
pekerja/buruh dan
perusahaan penyedia jasa
pekerja/buruh beralih
menjadi hubungan kerja
antara pekerja/buruh dan
perusahaan pemberi
pekerjaan.

 Waktu Kerja dan Waktu Waktu Kerja dan Waktu Istirahat


Istirahat
19 Pasal 77 Pasal 77 Perubahan ayat (2): Waktu pelaksanaan
(1) Setiap pengusaha wajib (1) Setiap Pengusaha wajib 1. Untuk memberikan pekerjaan lebih
melaksanakan ketentuan melaksanakan ketentuan waktu keleluasaan bagi fleksibel sehingga
waktu kerja. kerja. pengusaha dan pekerja dapat lebih produktif.
(2) Waktu kerja sebagaimana (2) Waktu kerja sebagaimana dalam menyepakati
dimaksud dalam ayat (1) dimaksud pada ayat (1) paling lamanya waktu kerja,
meliputi: lama 8 (delapan) jam 1 (satu) hari sekaligus juga untuk
a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) memberikan perlindungan
dan 40 (empat puluh) jam minggu. dari aspek kesehatan
1 (satu) minggu untuk 6 (3) Pelaksanaan jam kerja bagi kerja.
(enam) hari kerja dalam 1 pekerja/buruh di perusahaan 2. Untuk mengakomodir
(satu) minggu; atau diatur dalam perjanjian kerja, implementasi pekerjaan
b. 8 (delapan) jam 1 (satu) peraturan perusahaan, atau yang dilaksanakan secara
hari dan 40 (empat puluh) perjanjian kerja bersama. paruh waktu (kurang dari
jam 1 (satu) minggu untuk 8 jam 1 hari).
5 (lima) hari kerja dalam 1
(satu) minggu. Penambahan ayat (3):
(3) Ketentuan waktu kerja Untuk memberikan jaminan
sebagaimana dimaksud keleluasaan bagi perusahaan

20
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
dalam ayat (2) tidak berlaku dalam mengatur jam
bagi sektor usaha atau kerjanya sesuai kebutuhan.
pekerjaan tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu
kerja pada sektor usaha atau
pekerjaan tertentu
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) diatur dengan
Keputusan Menteri.

20 Pasal 77A Pengaturan waktu kerja lain 1. Kesempatan kerja


(1) Pengusaha dapat memberlakukan yang melebihi waktu kerja lebih terbuka.
waktu kerja yang melebihi pada umumnya untuk 2. Pelaksanaan waktu
ketentuan sebagaimana dimaksud mengakomodir jenis kerja lebih fleksibel
dalam Pasal 77 ayat (2) untuk jenis pekerjaan dan sektor sehingga akan lebih
pekerjaan atau sektor usaha tertentu yang mempunyai produktif.
tertentu. karekteristik tertentu dalam
(2) Waktu kerja sebagaimana pelaksanaan pekerjaannya
dimaksud pada ayat (1) yang membutuhkan
dilaksanakan berdasarkan skema pengaturan waktu kerja
periode kerja. secara khusus.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
jenis pekerjaan atau sektor usaha
tertentu serta skema periode kerja
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

21 Pasal 78 Pasal 78 1. Perubahan waktu kerja Dapat meningkatkan


(1) Pengusaha yang (1) Pengusaha yang mempekerjakan lembur dari semula paling produktivitas
mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu banyak 3 jam dalam 1 perusahaan dan
pekerja/buruh melebihi kerja sebagaimana dimaksud hari dan 14 jam dalam 1 sekaligus tetap
waktu kerja sebagaimana dalam Pasal 77 ayat (2) harus minggu menjadi paling menjaga kesehatan
dimaksud dalam Pasal 77 memenuhi syarat: banyak 4 jam dalam 1 kerja bagi
ayat (2) harus memenuhi a. ada persetujuan pekerja/buruh hari dan 18 jam dalam 1 pekerja/buruh.

21
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
syarat: yang bersangkutan; dan (satu) minggu diperlukan
a. ada persetujuan b. waktu kerja lembur hanya untuk memenuhi
pekerja/buruh yang dapat dilakukan paling banyak kebutuhan dunia usaha
bersangkutan; 4 (empat) jam dalam 1 (satu) dalam meningkatkan
b. waktu kerja lembur hanya hari dan 18 (delapan belas) jam produksi dan
dapat dilakukan paling dalam 1 (satu) minggu. mengakomodir pola
banyak 3 (tiga) jam dalam (2) Pengusaha yang mempekerjakan hubungan kerja yang
1 (satu) hari dan 14 pekerja/buruh melebihi waktu dinamis.
(empat belas) jam dalam 1 kerja sebagaimana dimaksud 2. Adanya syarat kesepakatan
(satu) minggu. pada ayat (1) wajib membayar dari pekerja/buruh
(2) Pengusaha yang upah kerja lembur. dimaksudkan untuk
mempekerjakan (3) Ketentuan waktu kerja lembur memberikan perlindungan
dari aspek kesehatan kerja
pekerja/buruh melebihi sebagaimana dimaksud pada ayat
karena kondisi kekuatan
waktu kerja sebagaimana (1) huruf b tidak berlaku bagi masing-masing
dimaksud dalam ayat (1) pekerjaan atau sektor usaha pekerja/buruh yang
wajib membayar upah kerja tertentu. berbeda-beda.
lembur. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
(3) Ketentuan waktu kerja waktu kerja lembur dan upah
lembur sebagaimana kerja lembur diatur dengan
dimaksud dalam ayat (1) Peraturan Pemerintah.
huruf b tidak berlaku bagi
sektor usaha atau pekerjaan
tertentu.
(4) Ketentuan mengenai waktu
kerja lembur dan upah kerja
lembur sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) dan
ayat (3) diatur dengan
Keputusan Menteri.

22 Pasal 79 Pasal 79 1. Fleksibilitas pelaksanaan 1. Perusahaan dapat

22
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
(1) Pengusaha wajib memberi (1) Pengusaha wajib memberi: waktu kerja harus mengatur waktu
waktu istirahat dan cuti a. waktu istirahat; dan diimbangi dengan pelaksanaan cuti
kepada pekerja/buruh. b. cuti. peningkatan pelindungan sesuai kebutuhan
(2) Waktu istirahat sebagaimana bagi pekerja/buruh, dan kemampuan
dimaksud pada ayat (1) huruf a dalam bentuk: perusahaan.
(2) Waktu istirahat dan cuti wajib diberikan kepada a. pemberian waktu 2. Tidak semua
sebagaimana dimaksud pekerja/buruh paling sedikit istirahat dan cuti yang perusahaan akan
dalam ayat (1), meliputi: meliputi: optimal; menerapkan cuti
a. istirahat antara jam kerja, a. istirahat antara jam kerja, b. prinsip perlindungan panjang.
sekurang-kurangnya paling sedikit setengah jam kesehatan dan
setengah jam setelah setelah bekerja selama 4 keselamatan kerja bagi
bekerja selama 4 (empat) (empat) jam terus menerus dan pekerja/buruh sesuai
jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak dengan konvensi dan
waktu istirahat tersebut termasuk jam kerja; dan standar ilo; dan
tidak termasuk jam kerja; b. istirahat mingguan 1 (satu) c. pemenuhan hak-hak
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dasar pekerja/buruh.
hari untuk 6 (enam) hari dalam 1 (satu) minggu. 2. Pelaksanaan cuti
kerja dalam 1 (satu) (3) Cuti sebagaimana dimaksud pada tahunan dan cuti panjang
minggu atau 2 (dua) hari ayat (1) huruf b yang wajib diatur dalam perjanjian
untuk 5 (lima) hari kerja diberikan kepada pekerja/buruh kerja, peraturan
dalam 1 (satu) minggu; yaitu cuti tahunan, paling sedikit perusahaan dan
c. cuti tahunan, sekurang- 12 (dua belas) hari kerja setelah perjanjian kerja bersama
kurangnya 12 (dua belas) pekerja/buruh yang bersangkutan dimaksudkan agar dapat
hari kerja setelah bekerja selama 12 (dua belas) disesuaikan dengan
pekerja/buruh yang bulan secara terus menerus. kebutuhan dan
bersangkutan bekerja (4) Pelaksanaan cuti tahunan kemampuan perusahaan.
selama 12 (dua belas) sebagaimana dimaksud pada ayat
bulan secara terus (3) diatur dalam perjanjian kerja,
menerus; dan peraturan perusahaan, atau
d. istirahat panjang perjanjian kerja bersama.
sekurang-kurangnya 2 (5) Selain waktu istirahat dan cuti
(dua) bulan dan sebagaimana dimaksud pada ayat
dilaksanakan pada tahun (1), ayat (2), dan ayat (3),
ketujuh dan kedelapan perusahaan dapat memberikan
masing-masing 1 (satu) cuti panjang yang diatur dalam

23
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
bulan bagi pekerja/buruh perjanjian kerja, peraturan
yang telah bekerja selama perusahaan atau perjanjian kerja
6 (enam) tahun secara bersama.
terusmenerus pada
perusahaan yang sama
dengan ketentuan
pekerja/buruh tersebut
tidak berhak lagi atas
istirahat tahunannya
dalam 2 (dua) tahun
berjalan dan selanjutnya
berlaku untuk setiap
kelipatan masa kerja 6
(enam) tahun.
(3) Pelaksanaan waktu istirahat
tahunan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2)
huruf c diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian
kerja bersama.
(4) Hak istirahat panjang
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf d hanya
berlaku bagi pekerja/buruh
yang bekerja pada
perusahaan tertentu.
(5) Perusahaan tertentu
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4) diatur dengan
Keputusan Menteri.

 Pengupahan Pengupahan
23 Pasal 88 Pasal 88 1. Perubahan ayat (1) dan Kebijakan pengupahan

24
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
(1) Setiap pekerja/buruh berhak (1) Setiap pekerja/buruh berhak atas ayat (2) merujuk Pasal 27 nasional diharapkan
memperoleh penghasilan penghidupan yang layak bagi ayat (2) UUD 1945 yang dapat menjaga
yang memenuhi kemanusiaan. mengatur bahwa “tiap- keseimbangan antara
penghidupan yang layak bagi (2) Pemerintah Pusat menetapkan tiap warga negara berhak kepentingan
kemanusiaan. kebijakan pengupahan nasional atas pekerjaan dan pengusaha dan
(2) Untuk mewujudkan sebagai salah satu upaya penghidupan yang layak pekerja/buruh yaitu
penghasilan yang memenuhi mewujudkan hak pekerja/buruh bagi kemanusiaan”. untuk kelangsungan
penghidupan yang layak bagi atas penghidupan yang layak bagi Pekerja/ buruh sebagai usaha bagi pengusaha
kemanusiaan sebagaimana kemanusiaan. bagian dari warga negara dan kelangsungan
dimaksud dalam ayat (1), (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai juga berhak atas bekerja bagi
pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan nasional penghidupan yang layak pekerja/buruh serta
kebijakan pengupahan yang diatur dalam Peraturan bagi kemanusiaan. membuka kesempatan
melindungi pekerja/buruh. Pemerintah. 2. Cakupan penghidupan kerja yang lebih luas.
(3) Kebijakan pengupahan yang yang layak bagi
melindungi pekerja/buruh kemanusiaan sangat luas,
sebagaimana dimaksud tidak semata-mata
dalam ayat (2) meliputi: diperoleh dari
a. upah minimum; penghasilan, tapi dapat
b. upah kerja lembur; juga diperoleh dari
c. upah tidak masuk kerja jaminan sosial, fasilitas
karena berhalangan; kesejahteraan, kesehatan
d. upah tidak masuk kerja dan keselamatan kerja
karena melakukan dan lain sebagainya.
kegiatan lain di luar 3. UU cukup mengatur
pekerjaannya; materi muatan bersifat
e. upah karena menjalankan prinsip, sedangkan hal-
hak waktu istirahat hal teknis yang
kerjanya; menyangkut pelaksanaan
f. bentuk dan cara kebijakan pengupahan
pembayaran upah; diatur dalam Peraturan
g. denda dan potongan upah; Pemerintah (PP).
h. hal-hal yang dapat
diperhitungkan dengan
upah;
i. struktur dan skala

25
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pengupahan yang
proporsional;
j. upah untuk pembayaran
pesangon; dan
k. upah untuk perhitungan
pajak penghasilan.
(4) Pemerintah menetapkan
upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (3)
huruf a berdasarkan
kebutuhan hidup layak dan
dengan memperhatikan
produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi.

24 Pasal 88A Penegasan prinsip-prinsip  Pelanggaran


(1) Hak pekerja/buruh atas upah pengupahan terkait: terhadap Pasal 88A
timbul pada saat terjadi 1. timbul dan berakhirnya ayat (2) dikenakan
hubungan kerja antara hak atas upah; sanksi pidana
pekerja/buruh dengan pengusaha 2. prinsip pembayaran karena hak atas
dan berakhir pada saat putusnya upah berdasarkan upah merupakan
hubungan kerja. kesepakatan atau hak asasi manusia.
(2) Pengusaha wajib membayar upah peraturan perundang-  Tidak terjadi multi
kepada pekerja/buruh sesuai undangan; tafsir terhadap
kesepakatan atau sesuai 3. prinsip kesetaraan pelaksanaan
ketentuan peraturan perundang- pekerja/buruh dalam prinsip-prinsip
undangan. mendapatkan hak atas pengupahan.
(3) Setiap pekerja/buruh berhak upah sesuai Konvensi
memperoleh upah yang sama ILO No. 100.

26
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
untuk pekerjaan yang sama
nilainya.

25 Pasal 88B Ketentuan ini semula diatur Terdapat acuan yang


Upah ditetapkan berdasarkan: dalam PP 78/2015 tentang jelas di tingkat UU
a. satuan waktu; dan/atau Pengupahan. Oleh karena yang digunakan
b. satuan hasil. ketentuan ini merupakan sebagai dasar
prinsip umum dalam penjabaran secara
pengupahan, maka harus teknis dalam PP.
diatur dalam UU.
26 Pasal 88C 1. Kepentingan
(1) Gubernur menetapkan upah Pada prinsipnya makna pengusaha
minimum sebagai jaring “minimum” berarti hanya termasuk usaha
pengaman. ada satu angka, sehingga mikro dan kecil dan
(2) Upah minimum sebagaimana upah minimum pekerja/buruh akan
dimaksud pada ayat (1) seharusnya hanya ada terlindungi.
merupakan upah minimum satu angka (tidak 2. Upaya
provinsi. berjenjang). mengembalikan
konsep upah
minimum menjadi
safety net
kemungkinan akan
menyebabkan
penurunan nilai UM
dari yang berlaku
saat ini. Berkaitan
hal ini, maka
dengan
mempertimbangkan
aspek keadilan bagi
pekerja/buruh yang
telah menerima UM
seperti saat ini,
ketentuan yang

27
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
baru tersebut dapat
diatur hanya
berlaku untuk
pekerja/buruh yang
baru bekerja.

27 Pasal 88D 1. Ketentuan ini telah diatur ---


(1) Upah minimum sebagaimana sebelumnya dalam
dimaksud dalam Pasal 88C ayat Peraturan Menteri
(2) dihitung dengan 15/2018.
menggunakan formula 2. Oleh karena ketentuan ini
perhitungan upah minimum termasuk prinsip dasar
sebagai berikut: dalam penerapan upah
UMt+1 = UMt + (UMt x %PEt) minimum, maka harus
(2) Untuk pertama kali setelah diatur dalam UU.
berlakunya Undang-Undang ini,
UMt sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan upah
minimum yang ditetapkan
berdasarkan ketentuan peraturan
pelaksanaan Undang-Undang
Ketenagakerjaan terkait
pengupahan.
(3) Data yang digunakan untuk
menghitung upah minimum
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan data yang
bersumber dari lembaga yang
berwenang di bidang statistik.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
upah minimum diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
28 Pasal 88E Pengaturan upah Harus ada pengaturan
(1) Untuk menjaga keberlangsungan minimum bagi industri upah minimum bagi

28
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
usaha dan memberikan padat karya diperlukan industri padat karya
perlindungan kepada untuk menjaga
pekerja/buruh industri padat keberlangsungan usaha
karya, pada industri padat karya dan memberikan
ditetapkan upah minimum perlindungan kepada
tersendiri. pekerja/buruh pada
(2) Upah minimum pada industri industri padat karya.
padat karya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib
ditetapkan oleh Gubernur.
(3) Upah minimum pada industri
padat karya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dihitung
dengan menggunakan formula
tertentu.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
upah minimum industri padat
karya dan formula tertentu diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

29 Pasal 88F 1. Agar upah minimum yang Pelanggaran


(1) Upah minimum sebagaimana diterima oleh terhadap Pasal 88F
dimaksud dalam Pasal 88C ayat pekerja/buruh dapat ayat (2) dikenakan
(2) dan Pasal 88E ayat (1) memenuhi kebutuhan sanksi pidana
berlaku bagi pekerja/buruh pekerja/buruh untuk karena hak atas
dengan masa kerja kurang dari layak bekerja. upah merupakan
1 (satu) tahun pada perusahaan 2. Secara filosofis fungsi hak asasi manusia.
yang bersangkutan. upah minimum yaitu  Pengusaha dilarang
(2) Pengusaha dilarang membayar sebagai jaring pengaman membayar di bawah
upah lebih rendah dari upah (safety net) yang Upah Minimum.
minimum sebagaimana merupakan batas nilai
dimaksud dalam Pasal 88C ayat upah terendah yang dapat
(2) dan Pasal 88E ayat (1). dibayarkan oleh
pengusaha untuk

29
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
melindungi pekerja/
buruh dan kelangsungan
dunia usaha
Pasal 88G Penetapan upah
minimum menjadi
(1) Dalam hal gubernur : kewajiban Gubernur
a. tidak menetapkan upah
minimum dan/atau upah
minimum industri padat
karya; atau
b. menetapkan upah minimum
dan/atau upah minimum
industri padat karya tidak
sesuai dengan ketentuan,
dikenai sanksi sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
di bidang pemerintahan daerah.
(2) Dalam hal gubernur dikenakan
sanksi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), upah minimum
yang berlaku yaitu upah
minimum tahun sebelumnya.

30 Pasal 89 Pasal 89 Menyesuaikan dengan


(1) Upah minimum sebagaimana Dihapus. perubahan Pasal 88C, 88D,
dimaksud dalam Pasal 88 88E dan 88F.
ayat (3) huruf a dapat terdiri
atas:
a. upah minimum
berdasarkan wilayah
provinsi atau
kabupaten/kota;
b. upah minimum

30
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
berdasarkan sektor pada
wilayah provinsi atau
kabupaten/kota;
(2) Upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
diarahkan kepada
pencapaian kebutuhan hidup
layak.
(3) Upah minimum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan oleh Gubernur
dengan memperhatikan
rekomendasi dari Dewan
Pengupahan Provinsi
dan/atau Bupati/Walikota.
(4) Komponen serta pelaksanaan
tahapan pencapaian
kebutuhan hidup layak
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) diatur dengan
Keputusan Menteri.

31 Pasal 90 Pasal 90 1. Dengan mengembalikan 1. Pengusaha dilarang


(1) Pengusaha dilarang Dihapus. fungsi upah minimum membayar upah
membayar upah lebih rendah sebagai jaringan lebih rendah dari
dari upah minimum pengaman safety net, upah minimum.
sebagaimana dimaksud semestinya tidak ada lagi 2. Tidak ada
dalam Pasal 89. penangguhan upah penangguhan
(2) Bagi pengusaha yang tidak minimum bagi terhadap
mampu membayar upah perusahaan. pembayaran upah
minimum sebagaimana 2. Pasal 90 ayat (2) ini sesuai upah
dimaksud dalam Pasal 89 pernah beberapa kali diuji minimum.
dapat dilakukan materiil di Mahkamah

31
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
penangguhan. Konstitusi. Dalam
(3) Tata cara penangguhan Putusan No.61/PUU-
sebagaimana dimaksud VIII/2010, Mahkamah
dalam ayat (2) diatur dengan Konstitusi menolak
Keputusan Menteri. permohonan pemohon.
3. Selanjutnya dalam
Putusan No. 72/PUU-
XIII/2015, permohonan
terhadap Pasal 90 ayat (2)
dinyatakan tidak dapat
diterima. Namun terhadap
Penjelasan Pasal 90 ayat
(2) sepanjang frasa “tetapi
tidak wajib membayar
pemenuhan ketentuan
upah minimum yang
berlaku pada waktu
diberikan penangguhan”
dinyatakan bertentangan
dengan UUD 1945 dan
tidak mempunyai
kekuatan hukum
mengikat.

32 Pasal 90A 1. Pada prinsipnya


Upah di atas upah minimum penetapan upah
ditetapkan berdasarkan kesepakatan didasarkan pada
antara pengusaha dengan kesepakatan antara
pekerja/buruh di perusahaan. pengusaha dan
pekerja/buruh. Namun
untuk melindungi
pekerja/buruh akibat
posisi tawarnya yang

32
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
lemah, maka pemerintah
menetapkan upah
minimum sebagai standar
minimal upah.
2. Penetapan upah
minimum akan lebih
efektif apabila cukup
ditetapkan 1 (satu) jenis
berdasarkan wilayah,
yaitu upah minimum
provinsi (UMP).
Sedangkan upah diatas
upah minimum UMP
ditetapkan berdasarkan
mekanisme kesepakatan
antara pengusaha dan
pekerja/buruh.

33 Pasal 90B Mempertimbangkan aspek Urusan mengenai


(1) Ketentuan upah minimum kemampuan keuangan, kriteria usaha mikro
sebagaimana dimaksud dalam maka ketentuan upah dan usaha kecil perlu
Pasal 88C ayat (2) dan Pasal 88E minimum dikecualikan dikoordinasikan
ayat (1) dikecualikan bagi usaha bagi usaha mikro dan dengan K/L lainnya
mikro dan kecil. kecil. (UMKM dan BPS). RUU
(2) Upah pada usaha mikro dan Cipta Kerja diharapkan
usaha kecil ditetapkan dapat menjadi payung
berdasarkan kesepakatan antara hukum.
pengusaha dengan
pekerja/buruh di perusahaan.

33
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
(3) Ketentuan mengenai kriteria
usaha mikro dan usaha kecil
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
34 Pasal 91 Pasal 91
(1) Pengaturan pengupahan Dihapus.
yang ditetapkan atas
kesepakatan antara
pengusaha dan
pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh tidak
boleh lebih rendah dari
ketentuan pengupahan yang
ditetapkan peraturan
perundang-undangan yang
berlaku.
(2) Dalam hal kesepakatan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) lebih rendah
atau bertentangan dengan
peraturan perundang-
undangan, kesepakatan
tersebut batal demi hukum,
dan pengusaha wajib
membayar upah
pekerja/buruh menurut
peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

35 Pasal 92 Pasal 92 Ketentuan mengenai Penyusunan struktur


(1) Pengusaha menyusun (1) Pengusaha menyusun struktur struktur dan skala upah dan skala upah
struktur dan skala upah dan skala upah di perusahaan. tidak perlu diatur secara memperhatikan upah
dengan memperhatikan (2) Struktur dan skala upah rigid (standar baku), karena minimum dan

34
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
golongan, jabatan, masa sebagaimana dimaksud pada ayat dalam prakteknya kemampuan serta
kerja, pendidikan, dan (1) digunakan sebagai pedoman perusahaan menetapkan kebutuhan
kompetensi. untuk penetapan upah sendiri struktur dan skala perusahaan.
(2) Pengusaha melakukan berdasarkan satuan waktu. upah berdasarkan jenis
peninjauan upah secara pekerjaan dan kebutuhan
berkala dengan keterampilan yang berbeda-
memperhatikan kemampuan beda.
perusahaan dan
produktivitas.
(3) Ketentuan mengenai
struktur dan skala upah
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan
Keputusan Menteri.

36 Pasal 92A Peninjauan upah diperlukan


Pengusaha melakukan peninjauan untuk mengetahui
upah secara berkala dengan sejauhmana efektifitas
memperhatikan kemampuan pembayaran upah di suatu
perusahaan dan produktivitas. perusahaan.

37 Pasal 93 Pada prinsipnya upah tidak Ketentuan mengenai


(1) Upah tidak dibayar apabila Pasal 93 diberikan kepada pembayaran upah
pekerja/buruh tidak (1) Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh yang tidak kepada pekerja/buruh
melakukan pekerjaan. pekerja/buruh tidak melakukan melakukan pekerjaan sesuai yang tidak melakukan
pekerjaan. dengan asas “No Work No pekerjaan diatur
(2) Ketentuan sebagaimana (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud Pay”. Namun untuk kondisi dalam Peraturan
dimaksud dalam ayat (1) pada ayat (1) tidak berlaku dan tertentu, tetap perlu ada Pemerintah.
tidak berlaku, dan pengusaha wajib membayar upah ketentuan yang mengatur
pengusaha wajib membayar apabila: pengecualian dimana
upah apabila: a. pekerja/buruh tidak masuk pekerja/buruh harus tetap
a. pekerja/buruh sakit kerja dan/atau tidak dibayarkan upahnya .
sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan karena
melakukan pekerjaan; berhalangan;

35
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
b. pekerja/buruh perempuan b. pekerja/buruh tidak masuk
yang sakit pada hari kerja dan/atau tidak
pertama dan kedua masa melakukan pekerjaan karena
haidnya sehingga tidak melakukan kegiatan lain diluar
dapat melakukan pekerjaannya dan telah
pekerjaan; mendapatkan persetujuan
c. pekerja/buruh tidak pengusaha;
masuk bekerja karena c. pekerja/buruh bersedia
pekerja/buruh menikah, melakukan pekerjaan yang
menikahkan, telah dijanjikan tetapi
mengkhitankan, pengusaha tidak
membaptiskan anaknya, mempekerjakannya karena
isteri melahirkan atau kesalahan pengusaha sendiri
keguguran kandungan, atau halangan yang
suami atau isteri atau seharusnya dapat dihindari
anak atau menantu atau pengusaha; atau
orang tua atau mertua d. pekerja/buruh tidak masuk
atau anggota keluarga kerja dan/atau tidak
dalam satu rumah melakukan pekerjaan karena
meninggal dunia; menjalankan hak waktu
d. pekerja/buruh tidak dapat istirahat atau cutinya.
melakukan pekerjaannya (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
karena sedang pembayaran upah sebagaimana
menjalankan kewajiban dimaksud pada ayat (2) diatur
terhadap negara; dalam Peraturan Pemerintah.
e. pekerja/buruh tidak dapat
melakukan pekerjaannya
karena menjalankan
ibadah yang diperintahkan
agamanya;
f. pekerja/buruh bersedia
melakukan pekerjaan yang
telah dijanjikan tetapi
pengusaha tidak
mempekerjakannya, baik

36
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
karena kesalahan sendiri
maupun halangan yang
seharusnya dapat
dihindari pengusaha;
g. pekerja/buruh
melaksanakan hak
istirahat;
h. pekerja/buruh
melaksanakan tugas
serikat pekerja/serikat
buruh atas persetujuan
pengusaha; dan
i. pekerja/buruh
melaksanakan tugas
pendidikan dari
perusahaan.
(3) Upah yang dibayarkan
kepada pekerja/buruh yang
sakit sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf a
sebagai berikut :
a. untuk 4 (empat) bulan
pertama, dibayar 100%
(seratus perseratus) dari
upah;
b. untuk 4 (empat) bulan
kedua, dibayar 75% (tujuh
puluh lima perseratus)
dari upah;
c. untuk 4 (empat) bulan
ketiga, dibayar 50% (lima
puluh perseratus) dari
upah; dan
d. untuk bulan selanjutnya
dibayar 25% (dua puluh

37
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
lima perseratus) dari upah
sebelum pemutusan
hubungan kerja dilakukan
oleh pengusaha.
(4) Upah yang dibayarkan
kepada pekerja/buruh yang
tidak masuk bekerja
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) huruf c
sebagai berikut:
a. pekerja/buruh menikah,
dibayar untuk selama 3
(tiga) hari;
b. menikahkan anaknya,
dibayar untuk selama 2
(dua) hari;
c. mengkhitankan anaknya,
dibayar untuk selama 2
(dua) hari;
d. membaptiskan anaknya,
dibayar untuk selama 2
(dua) hari;
e. isteri melahirkan atau
keguguran kandungan,
dibayar untuk selama 2
(dua) hari;
f. suami/isteri, orang
tua/mertua atau anak
atau menantu meninggal
dunia, dibayar untuk
selama 2 (dua) hari; dan
g. anggota keluarga dalam
satu rumah meninggal
dunia, dibayar untuk
selama 1 (satu) hari.

38
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
(5) Pengaturan pelaksanaan
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2)
ditetapkan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja
bersama.

38 Pasal 94 Pasal 94 Tidak ada perubahan karena Perlindungan upah


Dalam hal komponen upah Dalam hal komponen upah terdiri atas ketentuan ini merupakan pekerja/buruh
terdiri dari upah pokok dan upah pokok dan tunjangan tetap prinsip dalam perlindungan menjadi lebih tegas
tunjangan tetap maka besarnya besarnya upah pokok paling sedikit 75 upah bagi pekerja/buruh
upah pokok sedikit – dikitnya 75 % (tujuh puluh lima perseratus) dari sehingga tetap harus diatur Perlu diatur lebih
% ( tujuh puluh lima perseratus jumlah upah pokok dan tunjangan dalam UU. lanjut dalam Peraturan
) dari jumlah upah pokok dan tetap. Pemerintah.
tunjangan tetap.

39 Pasal 95 Pasal 95 1. Ayat (1), ayat (2) dan ayat Dalam hal perusahaan
(1) Pelanggaran yang dilakukan (1) Dalam hal perusahaan (3) dihapus dan akan pailit, maka upah dan
oleh pekerja/buruh karena dinyatakan pailit atau dilikuidasi diatur kembali dalam hak-hak
kesengajaan atau berdasarkan ketentuan peraturan Peraturan Pemerintah. pekerja/buruh harus
kelalaiannya dapat perundang-undangan, upah dan 2. Ayat (4), ayat (5), dan ayat didahulukan
dikenakan denda. hak lainnya yang belum diterima (6) menyesuaikan pembayarannya.
(2) Pengusaha yang karena oleh pekerja/buruh merupakan Putusan MK No. 67/PUU-
kesengajaan atau utang yang didahulukan XI/2013 yang
kelalaiannya mengakibatkan pembayarannya. menyatakan bahwa Pasal
keterlambatan pembayaran (2) Upah pekerja/buruh sebagaimana 95 ayat (4) bertentangan
upah, dikenakan denda dimaksud pada ayat (4) dengan UUD 1945 dan
sesuai dengan persentase didahulukan pembayarannya tidak mempunyai
tertentu dari upah sebelum pembayaran kepada para kekuatan hukum
pekerja/buruh. kreditur pemegang hak jaminan mengikat sepanjang tidak
(3) Pemerintah mengatur kebendaan. dimaknai “Pembayaran
pengenaan denda kepada (3) Hak lainnya dari pekerja/buruh upah pekerja/buruh yang
pengusaha dan/atau sebagaimana dimaksud pada ayat terhutang didahulukan

39
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pekerja/buruh, dalam (4) didahulukan pembayarannya atas semua jenis kreditur
pembayaran upah. setelah pembayaran kepada para termasuk atas tagihan
(4) Dalam hal perusahaan kreditur pemegang hak jaminan kreditur separatis,
dinyatakan pailit atau kebendaan. tagihan hak negara,
dilikuidasi berdasarkan kantor lelang, dan badan
peraturan perundang- umum yang dibentuk
undangan yang berlaku, Pemerintah, sedangkan
maka upah dan hak-hak pembayaran hak-hak
lainnya dari pekerja/buruh pekerja/buruh lainnya
merupakan utang yang didahulukan atas semua
didahulukan tagihan termasuk tagihan
pembayarannya. hak negara, kantor lelang,
dan badan umum yang
dibentuk Pemerintah,
kecuali tagihan dari
kreditur separatis”.

40 Pasal 96 Pasal 96 Menyesuaikan Putusan MK Tidak ada pembatasan


Tuntutan pembayaran upah Dihapus. No 100/PUU-X/2012 yang daluarsa terhadap hak
pekerja/buruh dan segala menyatakan Pasal 96 pekerja/buruh untuk
pembayaran yang timbul dari bertentangan dengan UUD menuntut pembayaran
hubungan kerja menjadi 1945 dan tidak mempunyai upah yang belum
kedaluwarsa setelah melampaui kekuatan hukum mengikat. dibayarkan
jangka waktu 2 (dua) tahun Dengan demikian pasal ini pengusaha.
sejak timbulnya hak. tidak berlaku.

41 Pasal 97 Pasal 97 Menyesuaikan perubahan


Ketentuan mengenai Dihapus. Pasal sebelumnya
penghasilan yang layak,
kebijakan pengupahan,
kebutuhan hidup layak, dan
perlindungan pengupahan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 88, penetapan upah

40
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
minimum sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89, dan
pengenaan denda sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 95 ayat
(1), ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

42 Pasal 98 Pasal 98 UU cukup mengatur hal-hal Pengaturan mengenai


(1) Untuk memberikan saran, (1) Untuk memberikan saran dan pokok mengenai peran dan tata cara
pertimbangan, dan pertimbangan kepada Pemerintah tugas Dewan Pengupahan. pembentukan,
merumuskan kebijakan Pusat dalam rangka perumusan Sedangkan hal teknis yang komposisi
pengupahan yang akan kebijakan pengupahan serta berkaitan dengan tata cara keanggotaan, tata cara
ditetapkan oleh pemerintah, pengembangan sistem pembentukan, komposisi pengangkatan dan
serta untuk pengembangan pengupahan nasional dibentuk keanggotaan, tata cara pemberhentian
sistem pengupahan nasional dewan pengupahan. pengangkatan dan keanggotaan, serta
dibentuk Dewan Pengupahan (2) Dewan pengupahan terdiri atas pemberhentian keanggotaan, tugas dan tata kerja
Nasional, Provinsi, dan unsur Pemerintah, organisasi serta tugas dan tata kerja dewan pengupahan
Kabupaten/Kota. pengusaha, serikat dewan pengupahan diatur diatur dalam
(2) Keanggotaan Dewan pekerja/serikat buruh, pakar dan dalam peraturan pelaksana. Peraturan Presiden.
Pengupahan sebagaimana akademisi.
dimaksud dalam ayat (1) (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
terdiri dari unsur tata cara pembentukan,
pemerintah, organisasi komposisi keanggotaan, tata cara
pengusaha, serikat pengangkatan dan pemberhentian
pekerja/serikat buruh, keanggotaan, serta tugas dan tata
perguruan tinggi, dan pakar. kerja dewan pengupahan, diatur
(3) Keanggotaan Dewan dengan Peraturan Pemerintah.
Pengupahan tingkat Nasional
diangkat dan diberhentikan
oleh Presiden, sedangkan
keanggotaan Dewan
Pengupahan Provinsi,
Kabupaten/Kota diangkat
dan diberhentikan oleh

41
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
Gubenur/Bupati/ Walikota.
(4) Ketentuan mengenai tata
cara pembentukan,
komposisi keanggotaan, tata
cara pengangkatan dan
pemberhentian keanggotaan,
serta tugas dan tata kerja
Dewan Pengupahan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2),
diatur dengan Keputusan
Presiden.

 Pemutusan Hubungan Kerja Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)


(PHK)
43 Pasal 150 Pasal 150 Perlunya penegasan bahwa Kejelasan mengenai
Ketentuan mengenai pemutusan Pemutusan hubungan kerja dalam ketentuan mengenai pemberlakuan
hubungan kerja dalam undang- undang-undang ini meliputi pemutusan hubungan kerja ketentuan pemutusan
undang ini meliputi pemutusan pemutusan hubungan kerja yang diberlakukan kepada entitas hubungan kerja.
hubungan kerja yang terjadi di terjadi di badan usaha yang berbadan pengusaha sesuai dengan
badan usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang bentuk dan jenis usaha.
hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan atau
perseorangan, milik persekutuan milik badan hukum, baik milik swasta
atau milik badan hukum, baik maupun milik negara, maupun usaha-
milik swasta maupun milik usaha sosial dan usaha-usaha lain
negara, maupun usaha-usaha yang mempunyai pengurus dan
sosial dan usaha-usaha lain mempekerjakan orang lain dengan
yang mempunyai pengurus dan membayar upah atau imbalan dalam
mempekerjakan orang lain bentuk lain.
dengan membayar upah atau
imbalan dalam bentuk lain.

42
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER

44 Pasal 151 Pasal 151 Hubungan kerja dibuat Proses penyelesaian


(1) Pengusaha, pekerja/buruh, (1) Pemutusan hubungan kerja berdasarkan kesepakatan, PHK menjadi tidak
serikat pekerja/serikat dilaksanakan berdasarkan sehingga apabila terjadi PHK berlarut-larut.
buruh, dan pemerintah, kesepakatan antara pengusaha seharusnya dilakukan
dengan segala upaya harus dengan pekerja/buruh. melalui mekanisme
mengusahakan agar jangan (2) Dalam hal kesepakatan kesepakatan antara
terjadi pemutusan hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat pekerja/buruh dengan
kerja. (1) tidak tercapai, penyelesaian pengusaha. Apabila PHK tidak
(2) Dalam hal segala upaya telah pemutusan hubungan kerja dapat disepakati, barulah
dilakukan, tetapi pemutusan dilakukan melalui prosedur ditempuh melalui mekanisme
hubungan kerja tidak dapat penyelesaian perselisihan penyelesaian perselisihan
dihindari, maka maksud hubungan industrial sesuai hubungan industrial.
pemutusan hubungan kerja dengan ketentuan peraturan
wajib dirundingkan oleh perundang-undangan.
pengusaha dan serikat
pekerja/serikat buruh atau
dengan pekerja/buruh
apabila pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak menjadi
anggota serikat
pekerja/serikat buruh.
(3) Dalam hal perundingan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) benar-benar
tidak menghasilkan
persetujuan, pengusaha
hanya dapat memutuskan
hubungan kerja dengan
pekerja/buruh setelah
memperoleh penetapan dari
lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan
industrial.

43
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER

45 Pasal 151A Konsekuensi dari perubahan


Kesepakatan dalam pemutusan Pasal 151.
hubungan kerja sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) Untuk pekerja/buruh yang
tidak diperlukan dalam hal: dalam masa percobaan
a. pekerja/buruh masih dalam masa kerja, PKWT nya telah
percobaan kerja; berakhir, mengundurkan diri
b. pekerja/buruh melakukan atas kemauan sendiri,
pelanggaran ketentuan yang diatur memasuki usia pensiun,
dalam perjanjian kerja, peraturan atau meninggal dunia,
perusahan, atau perjanjian kerja perusahaan tutup karena
bersama dan telah diberikan surat keadaan force majeur dan
peringatan pertama, kedua dan perusahaan dinyatakan
ketiga secara berturut-turut; pailit, alasan PHK tersebut
c. pekerja/buruh mengundurkan diri demi hukum tidak
atas kemauan sendiri; diperlukan kesepakatan.
d. pekerja/buruh dan pengusaha
berakhir hubungan kerjanya
sesuai perjanjian kerja waktu
tertentu;
e. pekerja/buruh mencapai usia
pensiun sesuai dengan perjanjian
kerja, peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama;
f. pekerja/buruh meninggal dunia;
g. perusahaan tutup yang
disebabkan karena keadaan
memaksa (force majeur); atau
h. perusahaan dinyatakan pailit
berdasarkan putusan pengadilan
niaga.

46 Pasal 152 Dihapus. Konsekuensi dari perubahan ---

44
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
(1) Permohonan penetapan Pasal 151.
pemutusan hubungan kerja
diajukan secara tertulis
kepada lembaga
penyelesaian perselisihan
hubungan industrial disertai
alasan yang menjadi
dasarnya.
(2) Permohonan penetapan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat diterima
oleh lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan
industrial apabila telah
dirundingkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151
ayat (2).
(3) Penetapan atas permohonan
pemutusan hubungan kerja
hanya dapat diberikan oleh
lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan
industrial jika ternyata
maksud untuk memutuskan
hubungan kerja telah
dirundingkan, tetapi
perundingan tersebut tidak
menghasilkan kesepakatan.

47 Pasal 153 Pasal 153 Ketentuan ini mengakomodir Pekerja/buruh boleh


(1) Pengusaha dilarang (1) Pengusaha dilarang melakukan Putusan MK No. 13/PUU- mempunyai pertalian
melakukan pemutusan pemutusan hubungan kerja XV/2017. darah dan/atau ikatan
hubungan kerja dengan dengan alasan: perkawinan dengan
alasan: a. pekerja/buruh berhalangan pekerja/buruh lainnya

45
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
a. pekerja/buruh masuk kerja karena sakit di dalam satu
berhalangan masuk kerja menurut keterangan dokter perusahaan tanpa
karena sakit menurut selama waktu tidak melampaui harus diatur dalam
keterangan dokter selama 12 (dua belas) bulan secara perjanjian kerja,
waktu tidak melampaui 12 terus-menerus; peraturan perusahaan
(dua belas) bulan secara b. pekerja/buruh berhalangan atau perjanjian kerja
terus-menerus; menjalankan pekerjaannya bersama.
b. pekerja/buruh karena memenuhi kewajiban
berhalangan menjalankan terhadap negara sesuai dengan
pekerjaannya karena ketentuan peraturan
memenuhi kewajiban perundang-undangan yang
terhadap negara sesuai berlaku;
dengan ketentuan c. pekerja/buruh menjalankan
peraturan perundang- ibadah yang diperintahkan
undangan yang berlaku; agamanya;
c. pekerja/buruh d. pekerja/buruh menikah;
menjalankan ibadah yang e. pekerja/buruh perempuan
diperintahkan agamanya; hamil, melahirkan, gugur
d. pekerja/buruh menikah; kandungan, atau menyusui
e. pekerja/buruh perempuan bayinya;
hamil, melahirkan, gugur f. Pekerja/buruh mempunyai
kandungan, atau pertalian darah dan/atau ikatan
menyusui bayinya; perkawinan dengan
f. pekerja/buruh mempunyai pekerja/buruh lainnya di dalam
pertalian darah dan/atau satu perusahaan;
ikatan perkawinan dengan g. pekerja/buruh mendirikan,
pekerja/buruh lainnya di menjadi anggota dan/atau
dalam satu perusahaan, pengurus serikat
kecuali telah diatur dalam pekerja/serikat buruh,
perjanjian kerja, peraturan pekerja/buruh melakukan
perusahan, atau kegiatan serikat pekerja/serikat
perjanjian kerja bersama; buruh di luar jam kerja, atau di
g. pekerja/buruh dalam jam kerja atas
mendirikan, menjadi kesepakatan pengusaha, atau
anggota dan/atau berdasarkan ketentuan yang

46
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pengurus serikat diatur dalam perjanjian kerja,
pekerja/serikat buruh, peraturan perusahaan, atau
pekerja/buruh melakukan perjanjian kerja bersama;
kegiatan serikat h. pekerja/buruh mengadukan
pekerja/serikat buruh di pengusaha kepada pihak yang
luar jam kerja, atau di berwajib mengenai perbuatan
dalam jam kerja atas pengusaha yang melakukan
kesepakatan pengusaha, tindak pidana kejahatan;
atau berdasarkan i. pekerja/buruh berbeda paham,
ketentuan yang diatur agama, aliran politik, suku,
dalam perjanjian kerja, warna kulit, golongan, jenis
peraturan perusahaan, kelamin, kondisi fisik, atau
atau perjanjian kerja status perkawinan;
bersama; j. pekerja/buruh dalam keadaan
h. pekerja/buruh yang cacat tetap, sakit akibat
mengadukan pengusaha kecelakaan kerja, atau sakit
kepada yang berwajib karena hubungan kerja yang
mengenai perbuatan menurut surat keterangan
pengusaha yang dokter yang jangka waktu
melakukan tindak pidana penyembuhannya belum dapat
kejahatan; dipastikan.
i. karena perbedaan paham, (2) Pemutusan hubungan kerja yang
agama, aliran politik, dilakukan dengan alasan
suku, warna kulit, sebagaimana dimaksud pada ayat
golongan, jenis kelamin, (1) batal demi hukum dan
kondisi fisik, atau status pengusaha wajib mempekerjakan
perkawinan; kembali pekerja/buruh yang
j. pekerja/buruh dalam bersangkutan.
keadaan cacat tetap, sakit
akibat kecelakaan kerja,
atau sakit karena
hubungan kerja yang
menurut surat keterangan
dokter yang jangka waktu
penyembuhannya belum

47
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
dapat dipastikan.
(2) Pemutusan hubungan kerja
yang dilakukan dengan
alasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
batal demi hukum dan
pengusaha wajib
mempekerjakan kembali
pekerja/buruh yang
bersangkutan.

48 Pasal 154 Pasal 154 Menyesuaikan dengan Pasal ---


Penetapan sebagaimana Dihapus. 151A.
dimaksud dalam Pasal 151 ayat
(3) tidak diperlukan dalam hal:
a. pekerja/buruh masih dalam
masa percobaan kerja,
bilamana telah dipersyaratkan
secara tertulis sebelumnya;
b. pekerja/buruh mengajukan
permintaan pengunduran diri,
secara tertulis atas kemauan
sendiri tanpa ada indikasi
adanya tekanan/intimidasi
dari pengusaha, berakhirnya
hubungan kerja sesuai
dengan perjanjian kerja waktu
tertentu untuk pertama kali;
c. pekerja/buruh mencapai usia
pensiun sesuai dengan

48
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
ketetapan dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan,
perjanjian kerja bersama, atau
peraturan
perundangundangan; atau
d. pekerja/buruh meninggal
dunia.

49 Pasal 154A 1. UU cukup mengatur hal- Dibuat Peraturan


(1) Pemutusan hubungan kerja dapat hal pokok terkait alasan Pemerintah yang
terjadi karena alasan: PHK. Sedangkan hal-hal mengatur tentang tata
a. perusahaan melakukan teknis, termasuk tata cara cara PHK dan besaran
penggabungan, peleburan, PHK dan besaran Kompensasi PHK.
pengambilalihan, atau kompensasi PHK diatur
pemisahan perusahaan; dalam Peraturan
b. perusahaan melakukan efisiensi; Pemerintah.
c. perusahaan tutup yang
disebabkan perusahaan 2. Ketentuan PHK karena
mengalami kerugian secara alasan kesalahan berat
terus menerus selama 2 (dua) tidak dimasukkan. Hal ini
tahun; menyesuaikan putusan
d. perusahaan tutup yang MK No.012/PUU-I/2003.
disebabkan karena keadaan
memaksa (force majeur) 3. Ketentuan huruf f sesuai
e. perusahaan dalam keadaan dengan putusan MK
penundaan kewajiban No.19/PUU-IX/2011.
pembayaran utang;
f. perusahaan dinyatakan pailit 4. Ketentuan huruf k sesuai
berdasarkan putusan dengan putusan MK
pengadilan niaga; No.58/PUU-IX/2011.
g. perusahaan melakukan
perbuatan yang merugikan 5. Ketentuan huruf l sesuai
pekerja/buruh; dengan putusan MK

49
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
h. pekerja/buruh mengundurkan No.42/PUU-XVI/2018.
diri atas kemauan sendiri;
i. pekerja/buruh mangkir selama
5 (lima) hari kerja atau lebih
berturut-turut tanpa keterangan
secara tertulis;
j. pekerja/buruh melakukan
pelanggaran ketentuan yang
diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama;
k. pekerja/buruh ditahan pihak
yang berwajib;
l. pekerja/buruh mengalami sakit
berkepanjangan atau cacat
akibat kecelakaan kerja dan
tidak dapat melakukan
pekerjaannya setelah melampaui
batas 12 (dua belas) bulan;
m. pekerja/buruh memasuki usia
pensiun; atau
n. pekerja/buruh meninggal dunia.
(2) Ketentuan mengenai tata cara
pemutusan hubungan kerja diatur
dalam Peraturan Pemerintah.

50 Pasal 155 Pasal 155


(1) Pemutusan hubungan kerja Dihapus.
tanpa penetapan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 151 ayat (3)
batal demi hukum.
(2) Selama putusan lembaga
penyelesaian perselisihan

50
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
hubungan industrial belum
ditetapkan, baik pengusaha
maupun pekerja/buruh
harus tetap melaksanakan
segala kewajibannya.
(3) Pengusaha dapat melakukan
penyimpangan terhadap
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2)
berupa tindakan skorsing
kepada pekerja/buruh yang
sedang dalam proses
pemutusan hubungan kerja
dengan tetap wajib
membayar upah beserta hak-
hak lainnya yang biasa
diterima pekerja/buruh.

51 Pasal 156 Pasal 156 UPH dihilangkan dengan ---


(1) Dalam hal terjadi pemutusan (1) Dalam hal terjadi pemutusan alasan sbb:
hubungan kerja, pengusaha hubungan kerja, pengusaha wajib a. Pengganti perumahan
diwajibkan membayar uang membayar uang pesangon sudah ada dalam
pesangon dan atau uang dan/atau uang penghargaan masa manfaat Jaminan Hari
penghargaan masa kerja dan kerja. Tua.
uang penggantian hak yang (2) Perhitungan uang pesangon b. Pengganti pengobatan
seharusnya diterima. sebagaimana dimaksud pada ayat dan kesehatan sudah
(2) Perhitungan uang pesangon (1) paling sedikit ditentukan ada dalam program
sebagaimana dimaksud berdasarkan: Jaminan Kesehatan
dalam ayat (1) paling sedikit a. masa kerja kurang dari 1 (satu) Nasional.
sebagai berikut: tahun, 1 (satu) bulan upah; c. Pengganti ongkos
a. masa kerja kurang dari 1 b. masa kerja 1 (satu) tahun atau pulang dan sisa cuti
(satu) tahun, 1 (satu) lebih tetapi kurang dari 2 (dua) dapat diatur di dalam
bulan upah; tahun, 2 (dua) bulan upah; Perjanjian Kerja (PK),
b. masa kerja 1 (satu) tahun c. masa kerja 2 (dua) tahun atau Peraturan Perusahaan

51
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
atau lebih tetapi kurang lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) (PP) atau Perjanjian
dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) tahun, 3 (tiga) bulan upah; Kerja Bersama (PKB).
bulan upah; d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau d. Secara faktual, banyak
c. masa kerja 2 (dua) tahun lebih tetapi kurang dari 4 perusahaan telah
atau lebih tetapi kurang (empat) tahun, 4 (empat) bulan mengatur UPH dalam
dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) upah; PK, PP atau PKB.
bulan upah; e. masa kerja 4 (empat) tahun atau
d. masa kerja 3 (tiga) tahun lebih tetapi kurang dari 5
atau lebih tetapi kurang (lima) tahun, 5 (lima) bulan
dari 4 (empat) tahun, 4 upah;
(empat) bulan upah; f. masa kerja 5 (lima) tahun atau
e. masa kerja 4 (empat) lebih, tetapi kurang dari 6
tahun atau lebih tetapi (enam) tahun, 6 (enam) bulan
kurang dari 5 (lima) tahun, upah;
5 (lima) bulan upah; g. masa kerja 6 (enam) tahun atau
f. masa kerja 5 (lima) tahun lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh)
atau lebih, tetapi kurang tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
dari 6 (enam) tahun, 6 h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau
(enam) bulan upah; lebih tetapi kurang dari 8
g. masa kerja 6 (enam) tahun (delapan) tahun, 8 (delapan)
atau lebih tetapi kurang bulan upah;
dari 7 (tujuh) tahun, 7 i. masa kerja 8 (delapan) tahun
(tujuh) bulan upah. atau lebih, 9 (sembilan) bulan
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun upah.
atau lebih tetapi kurang (3) Perhitungan uang penghargaan
dari 8 (delapan) tahun, 8 masa kerja sebagaimana dimaksud
(delapan) bulan upah; pada ayat (1) ditetapkan sebagai
i. masa kerja 8 (delapan) berikut:
tahun atau lebih, 9 a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau
(sembilan) bulan upah. lebih tetapi kurang dari 6 (enam)
(3) Perhitungan uang tahun, 2 (dua) bulan upah;
penghargaan masa kerja b. masa kerja 6 (enam) tahun atau
sebagaimana dimaksud lebih tetapi kurang dari 9
dalam ayat (1) ditetapkan (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan
sebagai berikut: upah;

52
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
a. masa kerja 3 (tiga) tahun c. masa kerja 9 (sembilan) tahun
atau lebih tetapi kurang atau lebih tetapi kurang dari 12
dari 6 (enam) tahun, 2 (dua belas) tahun, 4 (empat)
(dua) bulan upah; bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun d. masa kerja 12 (duabelas) tahun
atau lebih tetapi kurang atau lebih tetapi kurang dari 15
dari 9 (sembilan) tahun, 3 (lima belas) tahun, 5 (lima)
(tiga) bulan upah; bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) e. masa kerja 15 (lima belas) tahun
tahun atau lebih tetapi atau lebih tetapi kurang dari 18
kurang dari 12 (dua belas) (delapan belas) tahun, 6 (enam)
tahun, 4 (empat) bulan bulan upah;
upah; f. masa kerja 18 (delapan belas)
d. masa kerja 12 (duabelas) tahun atau lebih tetapi kurang
tahun atau lebih tetapi dari 21 (dua puluh satu) tahun,
kurang dari 15 (lima belas) 7 (tujuh) bulan upah;
tahun, 5 (lima) bulan g. masa kerja 21 (dua puluh satu)
upah; tahun atau lebih, 8 (delapan)
e. masa kerja 15 (lima belas) bulan upah.
tahun atau lebih tetapi (4) Pengusaha dapat memberikan
kurang dari 18 (delapan uang penggantian hak yang diatur
belas) tahun, 6 (enam) dalam perjanjian kerja, peraturan
bulan upah; perusahaan atau perjanjian kerja
f. masa kerja 18 (delapan bersama.
belas) tahun atau lebih (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tetapi kurang dari 21 (dua besaran uang pesangon serta uang
puluh satu) tahun, 7 penghargaan masa kerja dalam hal
(tujuh) bulan upah; terjadi pemutusan hubungan kerja
g. masa kerja 21 (dua puluh sebagaimana dimaksud dalam
satu) tahun atau lebih Pasal 154A ayat (1) diatur dengan
tetapi kurang dari 24 (dua Peraturan Pemerintah.
puluh empat) tahun, 8
(delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh
empat) tahun atau lebih,

53
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
10 (sepuluh) bulan upah.
(4) Uang penggantian hak yang
seharusnya diterima
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi:
a. cuti tahunan yang belum
diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang
untuk pekerja/buruh dan
keluarganya ketempat
dimana pekerja/buruh
diterima bekerja;
c. penggantian perumahan
serta pengobatan dan
perawatan ditetapkan 15%
(lima belas perseratus) dari
uang pesangon dan/atau
uang penghargaan masa
kerja bagi yang memenuhi
syarat;
d. hal-hal lain yang
ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
(5) Perubahan perhitungan uang
pesangon, perhitungan uang
penghargaan masa kerja,
dan uang penggantian hak
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.

54
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER

52 Pasal 157 Pasal 157


(1) Komponen upah yang (1) Komponen upah yang digunakan 1. Konsekuensi dari Tidak ada lagi
digunakan sebagai dasar sebagai dasar perhitungan uang perubahan Pasal 156. pembayaran pesangon
perhitungan uang pesangon, pesangon dan uang penghargaan 2. Upah harus dibayarkan yang diperhitungkan
uang penghargaan masa masa kerja, terdiri atas: dalam bentuk uang, dengan nilai barang
kerja, dan uang pengganti a. upah pokok; sehingga ketentuan (catu).
hak yang seharusnya b. tunjangan tetap yang diberikan mengenai catu
diterima yang tertunda, kepada pekerja/buruh dan dihilangkan.
terdiri atas: keluarganya. 3. Penghitungan upah
a. upah pokok; (2) Dalam hal penghasilan sebulan untuk
b. segala macam bentuk pekerja/buruh dibayarkan atas pekerja/buruh yang
tunjangan yang bersifat dasar perhitungan harian, upah dibayar dengan upah
tetap yang diberikan sebulan sama dengan 30 kali berdasarkan satuan
kepada pekerja/buruh dan penghasilan sehari. hasil, didasarkan pada
keluarganya, termasuk (3) Dalam hal upah pekerja/buruh pertimbangan
harga pembelian dari catu dibayarkan atas dasar perhitungan produktivitas selama 12
yang diberikan kepada satuan hasil, upah sebulan sama (dua belas) bulan. Hal
pekerja/buruh secara dengan penghasilan rata-rata ini sejalan dengan
cuma-cuma, yang apabila selama 12 (dua belas) bulan penggunaan komponen
catu harus dibayar terakhir, dengan ketentuan tidak faktor produktivitas
pekerja/buruh dengan boleh kurang dari ketentuan upah dalam upah minimum.
subsidi, maka sebagai minimum.
upah dianggap selisih
antara harga pembelian
dengan harga yang harus
dibayar oleh
pekerja/buruh.
(2) Dalam hal penghasilan
pekerja/buruh dibayarkan
atas dasar perhitungan
harian, maka penghasilan
sebulan adalah sama dengan
30 kali penghasilan sehari.

55
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
(3) Dalam hal upah
pekerja/buruh dibayarkan
atas dasar perhitungan
satuan hasil,
potongan/borongan atau
komisi, maka penghasilan
sehari adalah sama dengan
pendapatan rata-rata per
hari selama 12 (dua belas)
bulan terakhir, dengan
ketentuan tidak boleh
kurang dari ketentuan upah
minimum provinsi atau
kabupaten/kota.
(4) Dalam hal pekerjaan
tergantung pada keadaan
cuaca dan upahnya
didasarkan pada upah
borongan, maka perhitungan
upah sebulan dihitung dari
upah rata-rata 12 (dua belas)
bulan terakhir.

53 Pasal 157A Menyesuaikan dengan


(1) Selama proses penyelesaian perubahan Pasal 151 yang
perselisihan hubungan industrial, menyatakan bahwa PHK
pengusaha dan pekerja/buruh dapat dilakukan melalui:
harus tetap melaksanakan a. Kesepakatan antara
kewajibannya. pekerja/buruh dan
(2) Pengusaha dapat melakukan pengusaha
tindakan skorsing kepada b. Lembaga penyelesaian
pekerja/buruh yang sedang dalam perselisihan hubungan
proses penyelesaian perselisihan industrial dalam hal tidak
hubungan industrial dengan tetap disepakati antara

56
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
membayar upah beserta hak pengusaha dan
lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh.
pekerja/buruh.
Ketentuan ayat (2)
mengakomodir putusan MK
nomor 37/PUU-IX/2011
54 Pasal 158 Pasal 158 Mengakomodir putusan MK
(1) Pengusaha dapat Dihapus. No.012/PUU-I/2003.
memutuskan hubungan
kerja terhadap
pekerja/buruh dengan
alasan pekerja/buruh telah
melakukan kesalahan berat
sebagai berikut:
a. melakukan penipuan,
pencurian, atau
penggelapan barang
dan/atau uang milik
perusahaan;
b. memberikan keterangan
palsu atau yang
dipalsukan sehingga
merugikan perusahaan;
c. mabuk, meminum
minuman keras yang
memabukkan, memakai
dan/atau mengedarkan
narkotika, psikotropika,
dan zat adiktif lainnya di
lingkungan kerja;
d. melakukan perbuatan
asusila atau perjudian di
lingkungan kerja;
e. menyerang, menganiaya,

57
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
mengancam, atau
mengintimidasi teman
sekerja atau pengusaha di
lingkungan kerja;
f. membujuk teman sekerja
atau pengusaha untuk
melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan
peraturan perundang-
undangan;
g. dengan ceroboh atau
sengaja merusak atau
membiarkan dalam
keadaan bahaya barang
milik perusahaan yang
menimbulkan kerugian
bagi perusahaan;
h. dengan ceroboh atau
sengaja membiarkan
teman sekerja atau
pengusaha dalam keadaan
bahaya di tempat kerja;
i. membongkar atau
membocorkan rahasia
perusahaan yang
seharusnya dirahasiakan
kecuali untuk kepentingan
negara; atau
j. melakukan perbuatan
lainnya di lingkungan
perusahaan yang diancam
pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih.
(2) Kesalahan berat
sebagaimana dimaksud

58
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
dalam ayat (1) harus
didukung dengan bukti
sebagai berikut:
a. pekerja/buruh tertangkap
tangan;
b. ada pengakuan dari
pekerja/buruh yang
bersangkutan; atau
c. bukti lain berupa laporan
kejadian yang dibuat oleh
pihak yang berwenang di
perusahaan yang
bersangkutan dan
didukung oleh sekurang-
kurangnya 2 (dua) orang
saksi.
(3) Pekerja/buruh yang diputus
hubungan kerjanya
berdasarkan alasan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), dapat
memperoleh uang
penggantian hak sebagai
dimaksud dalam Pasal 156
ayat (4).
(4) Bagi pekerja/buruh
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) yang tugas
dan fungsinya tidak mewakili
kepentingan pengusaha
secara langsung, selain uang
penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4)
diberikan uang pisah yang
besarnya dan

59
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pelaksanaannya diatur
dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.

55 Pasal 159 Pasal 159 Mengakomodir putusan MK ---


Apabila pekerja/buruh tidak Dihapus. No.012/PUU-I/2003, dan
menerima pemutusan hubungan Putusan MK No.114/PUU-
kerja sebagaimana dimaksud VIII/2015.
dalam Pasal 158 ayat (1),
pekerja/buruh yang
bersangkutan dapat mengajukan
gugatan ke lembaga
penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.

56 Pasal 160 Pasal 160 1. Mengakomodir Putusan Besaran kompensasi


(1) Dalam hal pekerja/buruh (1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan MK No. 012/PUU-I/2003 PHK diatur dalam
ditahan pihak yang berwajib pihak yang berwajib karena diduga (Pasal 160 ayat (1)) dan Peraturan Pemerintah.
karena diduga melakukan melakukan tindak pidana, maka Putusan MK No. 61/PUU-
tindak pidana bukan atas pengusaha tidak wajib membayar VIII/2010 (Pasal 160 ayat
pengaduan pengusaha, maka upah tetapi wajib memberikan (3) dan ayat (6)).
pengusaha tidak wajib bantuan kepada keluarga 2. Ketentuan mengenai
membayar upah tetapi wajib pekerja/buruh yang menjadi bantuan kepada keluarga
memberikan bantuan kepada tanggungannya dengan ketentuan pekerja/buruh masih
keluarga pekerja/buruh yang sebagai berikut: tetap dipertahankan,
menjadi tanggungannya a. untuk 1 (satu) orang karena dalam masa
dengan ketentuan sebagai tanggungan, 25% (dua puluh penahanan pekerja/buruh
berikut: lima perseratus) dari upah; yang bersangkutan tidak
a. untuk 1 (satu) orang b. untuk 2 (dua) orang diberikan upah meskipun
tanggungan : 25% (dua tanggungan, 35% (tiga puluh hubungan kerja belum
puluh lima perseratus) lima perseratus) dari upah; berakhir. Hal ini sejalan

60
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
dari upah; c. untuk 3 (tiga) orang dengan prinsip no work no
b. untuk 2 (dua) orang tanggungan, 45% (empat puluh pay. Dengan demikian
tanggungan: 35% (tiga lima perseratus) dari upah; bantuan tersebut
puluh lima perseratus) d. untuk 4 (empat) orang dimaksudkan agar
dari upah; tanggungan atau lebih, 50% keluarga yang menjadi
c. untuk 3 (tiga) orang (lima puluh perseratus) dari tanggungan
tanggungan: 45% (empat upah. pekerja/buruh tetap dapat
puluh lima perseratus) (2) Bantuan sebagaimana dimaksud melangsungkan hidupnya.
dari upah; pada ayat (1) diberikan untuk
d. untuk 4 (empat) orang paling lama 6 (enam) bulan
tanggungan atau lebih: terhitung sejak hari pertama
50% (lima puluh pekerja/buruh ditahan oleh pihak
perseratus) dari upah. yang berwajib.
(2) Bantuan sebagaimana (3) Pengusaha dapat melakukan
dimaksud dalam ayat (1) pemutusan hubungan kerja
diberikan untuk paling lama terhadap pekerja/buruh yang
6 (enam) bulan takwin setelah 6 (enam) bulan tidak dapat
terhitung sejak hari pertama melakukan pekerjaan
pekerja/buruh ditahan oleh sebagaimana mestinya karena
pihak yang berwajib. dalam proses perkara pidana
(3) Pengusaha dapat melakukan sebagaimana dimaksud pada ayat
pemutusan hubungan kerja (1).
terhadap pekerja/buruh (4) Dalam hal pengadilan
yang setelah 6 (enam) bulan memutuskan perkara pidana
tidak dapat melakukan sebelum masa 6 (enam) bulan
pekerjaan sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat
mestinya karena dalam (3) berakhir dan pekerja/buruh
proses perkara pidana dinyatakan tidak bersalah, maka
sebagaimana dimaksud pengusaha wajib mempekerjakan
dalam ayat (1). pekerja/buruh kembali.
(4) Dalam hal pengadilan (5) Dalam hal pengadilan
memutuskan perkara pidana memutuskan perkara pidana
sebelum masa 6 (enam) sebelum masa 6 (enam) bulan
bulan sebagaimana berakhir dan pekerja/buruh
dimaksud dalam ayat (3) dinyatakan bersalah, pengusaha

61
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
berakhir dan pekerja/buruh dapat melakukan pemutusan
dinyatakan tidak bersalah, hubungan kerja kepada
maka pengusaha wajib pekerja/buruh yang bersangkutan.
mempekerjakan
pekerja/buruh kembali.
(5) Dalam hal pengadilan
memutuskan perkara pidana
sebelum masa 6 (enam)
bulan berakhir dan
pekerja/buruh dinyatakan
bersalah, maka pengusaha
dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja kepada
pekerja/buruh yang
bersangkutan.
(6) Pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) dan ayat (5)
dilakukan tanpa penetapan
lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan
industrial.
(7) Pengusaha wajib membayar
kepada pekerja/buruh yang
mengalami pemutusan
hubungan kerja
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) dan ayat (5),
uang penghargaan masa
kerja 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai
ketentuan dalam Pasal 156
ayat (4).

62
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER

57 Pasal 161 Pasal 161 Menyesuaikan Pasal 157 B Akan disusun


(1) Dalam hal pekerja/buruh Dihapus Peraturan Pemerintah.
melakukan pelanggaran
ketentuan yang diatur dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian
kerja bersama, pengusaha
dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja, setelah
kepada pekerja/buruh yang
bersangkutan diberikan
surat peringatan pertama,
kedua, dan ketiga secara
berturut-turut.
(2) Surat peringatan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) masing-
masing berlaku untuk paling
lama 6 (enam) bulan, kecuali
ditetapkan lain dalam
perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian
kerja bersama.
(3) Pekerja/buruh yang
mengalami pemutusan
hubungan kerja dengan
alasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
memperoleh uang pesangon
sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2),
uang penghargaan masa
kerja sebesar 1 (satu) kali

63
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
ketentuan Pasal 156 ayat (3)
dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (4).

58 Pasal 162 Pasal 162 Menyesuaikan Pasal 157 B Akan disusun


(1) Pekerja/buruh yang Dihapus. Peraturan Pemerintah.
mengundurkan diri atas
kemauan sendiri,
memperoleh uang
penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Bagi pekerja/buruh yang
mengundurkan diri atas
kemauan sendiri, yang tugas
dan fungsinya tidak mewakili
kepentingan pengusaha
secara langsung, selain
menerima uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4) diberikan uang
pisah yang besarnya dan
pelaksanaannya diatur
dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
(3) Pekerja/buruh yang
mengundurkan diri
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus
memenuhi syarat:
a. mengajukan permohonan
pengunduran diri secara
tertulis selambat-

64
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
lambatnya 30 (tiga puluh)
hari sebelum tanggal
mulai pengunduran diri;
b. tidak terikat dalam ikatan
dinas; dan
c. tetap melaksanakan
kewajibannya sampai
tanggal mulai
pengunduran diri.
(4) Pemutusan hubungan kerja
dengan alasan pengunduran
diri atas kemauan sendiri
dilakukan tanpa penetapan
lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan
industrial.

59 Pasal 163 Pasal 163 Menyesuaikan Pasal 157 B Akan disusun


(1) Pengusaha dapat melakukan Dihapus. Peraturan Pemerintah.
pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh
dalam hal terjadi perubahan
status, penggabungan,
peleburan, atau perubahan
kepemilikan perusahaan dan
pekerja/buruh tidak bersedia
melanjutkan hubungan
kerja, maka pekerja/buruh
berhak atas uang pesangon
sebesar 1 (satu) kali sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (2),
uang perhargaan masa kerja
1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang

65
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
penggantian hak sesuai
ketentuan dalam Pasal 156
ayat (4).
(2) Pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh
karena perubahan status,
penggabungan, atau
peleburan perusahaan, dan
pengusaha tidak bersedia
menerima pekerja/buruh di
perusahaannya, maka
pekerja/buruh berhak atas
uang pesangon sebesar 2
(dua) kali ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja 1
(satu) kali ketentuan dalam
Pasal 156 ayat (3), dan uang
penggantian hak sesuai
ketentuan dalam Pasal 156
ayat (4).

60 Pasal 164 Pasal 164 Menyesuaikan Pasal 157 B Akan disusun


(1) Pengusaha dapat melakukan Dihapus. Peraturan Pemerintah.
pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan tutup
yang disebabkan perusahaan
mengalami kerugian secara
terus menerus selama 2
(dua) tahun, atau keadaan
memaksa (force majeur),
dengan ketentuan

66
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pekerja/buruh berhak atas
uang pesangon sebesar 1
(satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (2) uang
penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3)
dan uang penggantian hak
sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (4).
(2) Kerugian perusahaan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) harus
dibuktikan dengan laporan
keuangan 2 (dua) tahun
terakhir yang telah diaudit
oleh akuntan publik.
(3) Pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh
karena perusahaan tutup
bukan karena mengalami
kerugian 2 (dua) tahun
berturut-turut atau bukan
karena keadaan memaksa
(force majeur) tetapi
perusahaan melakukan
efisiensi, dengan ketentuan
pekerja/buruh berhak atas
uang pesangon sebesar 2
(dua) kali ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja
sebesar 1 (satu) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (3)

67
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
dan uang penggantian hak
sesuai sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).

61 Pasal 165 Pasal 165 Menyesuaikan Pasal 157 B Akan disusun


Pengusaha dapat melakukan Dihapus. Peraturan Pemerintah.
pemutusan hubungan kerja
terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan pailit, dengan
ketentuan pekerja/buruh
berhak atas uang pesangon
sebesar 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja sebesar
1 (satu) kali ketentuan Pasal 156
ayat (3) dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (4).

62 Pasal 166 Pasal 166 Menyesuaikan Pasal 157 B Akan disusun


Dalam hal hubungan kerja Dihapus. Peraturan Pemerintah.
berakhir karena pekerja/buruh
meninggal dunia, kepada ahli
warisnya diberikan sejumlah
uang yang besar perhitungannya
sama dengan perhitungan 2
(dua) kali uang pesangon sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (2), 1
(satu) kali uang penghargaan
masa kerja sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (3), dan uang
penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).

68
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER

63 Pasal 167 Pasal 167 Menyesuaikan Pasal 157 B pelanggaran Pasal 167
(1) Pengusaha dapat melakukan Dihapus. ayat (5) tidak dapat
pemutusan hubungan kerja dikenakan sanksi
terhadap pekerja/buruh pidana karena
karena memasuki usia pengaturan Pasal 167
pensiun dan apabila ayat (5) akan diatur
pengusaha telah dalam Peraturan
mengikutkan pekerja/buruh Pemerintah
pada program pensiun yang
iurannya dibayar penuh oleh
pengusaha, maka
pekerja/buruh tidak berhak
mendapatkan uang pesangon
sesuai ketentuan Pasal 156
ayat (2), uang penghargaan
masa kerja sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (3), tetapi
tetap berhak atas uang
penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Dalam hal besarnya jaminan
atau manfaat pensiun yang
diterima sekaligus dalam
program pensiun
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ternyata lebih
kecil daripada jumlah uang
pesangon 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2)
dan uang penghargaan masa
kerja 1 (satu) kali ketentuan

69
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
Pasal 156 ayat (3), dan uang
penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4),
maka selisihnya dibayar oleh
pengusaha.
(3) Dalam hal pengusaha telah
mengikutsertakan
pekerja/buruh dalam
program pensiun yang
iurannya/preminya dibayar
oleh pengusaha dan
pekerja/buruh, maka yang
diperhitungkan dengan uang
pesangon yaitu uang pensiun
yang premi/iurannya dibayar
oleh pengusaha.
(4) Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) dapat
diatur lain dalam perjanjian
kerja, peraturan perusahaan,
atau perjanjian kerja
bersama.
(5) Dalam hal pengusaha tidak
mengikutsertakan
pekerja/buruh yang
mengalami pemutusan
hubungan kerja karena usia
pensiun pada program
pensiun maka pengusaha
wajib memberikan kepada
pekerja/buruh uang
pesangon sebesar 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2),
uang penghargaan masa

70
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
kerja 1 (satu) kali ketentuan
Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(6) Hak atas manfaat pensiun
sebagaimana yang dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) tidak
menghilangkan hak
pekerja/buruh atas jaminan
hari tua yang bersifat wajib
sesuai dengan peraturan
perundangundangan yang
berlaku.

64 Pasal 168 Pasal 168 Menyesuaikan Pasal 157 B Akan disusun


(1) Pekerja/buruh yang mangkir Dihapus. Peraturan Pemerintah.
selama 5 (lima) hari kerja
atau lebih berturut-turut
tanpa keterangan secara
tertulis yang dilengkapi
dengan bukti yang sah dan
telah dipanggil oleh
pengusaha 2 (dua) kali
secara patut dan tertulis
dapat diputus hubungan
kerjanya karena
dikualifikasikan
mengundurkan diri.
(2) Keterangan tertulis dengan
bukti yang sah sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
harus diserahkan paling
lambat pada hari pertama

71
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pekerja/buruh masuk
bekerja.
(3) Pemutusan hubungan kerja
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) pekerja/buruh
yang bersangkutan berhak
menerima uang penggantian
hak sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (4) dan diberikan
uang pisah yang besarnya
dan pelaksanaannya diatur
dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan, atau
perjanjian kerja bersama.

65 Pasal 169 Pasal 169 Menyesuaikan Pasal 157 B Akan disusun


(1) Pekerja/buruh dapat Dihapus. Peraturan Pemerintah.
mengajukan permohonan
pemutusan hubungan kerja
kepada lembaga
penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dalam
hal pengusaha melakukan
perbuatan sebagai berikut:
a. menganiaya, menghina
secara kasar atau
mengancam
pekerja/buruh;
b. membujuk dan/atau
menyuruh pekerja/buruh
untuk melakukan

72
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
perbuatan yang
bertentangan dengan
peraturan perundang-
undangan;
c. tidak membayar upah
tepat pada waktu yang
telah ditentukan selama 3
(tiga) bulan berturut-turut
atau lebih;
d. tidak melakukan
kewajiban yang telah
dijanjikan kepada
pekerja/buruh;
e. memerintahkan
pekerja/buruh untuk
melaksanakan pekerjaan
di luar yang diperjanjikan;
atau
f. memberikan pekerjaan
yang membahayakan jiwa,
keselamatan, kesehatan,
dan kesusilaan
pekerja/buruh sedangkan
pekerjaan tersebut tidak
dicantumkan pada
perjanjian kerja.
(2) Pemutusan hubungan kerja
dengan alasan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
pekerja/buruh berhak
mendapat uang pesangon 2
(dua) kali ketentuan Pasal
156 ayat (2), uang
penghargaan masa kerja 1
(satu) kali ketentuan Pasal

73
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
156 ayat (3), dan uang
penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(3) Dalam hal pengusaha
dinyatakan tidak melakukan
perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) oleh
lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan
industrial maka pengusaha
dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja tanpa
penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dan
pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak berhak
atas uang pesangon sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (2),
dan uang penghargaan masa
kerja sesuai ketentuan Pasal
156 ayat (3).

66 Pasal 170 Pasal 170 Menyesuaikan Pasal 151, ---


Pemutusan hubungan kerja Dihapus. Pasal 160 Pasal 168, Pasal
yang dilakukan tidak memenuhi 158, Pasal 162 dan Pasal
ketentuan Pasal 151 ayat (3) dan 169.
Pasal 168, kecuali Pasal 158
ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal
162, dan Pasal 169 batal demi
hukum dan pengusaha wajib

74
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
mempekerjakan pekerja/buruh
yang bersangkutan serta
membayar seluruh upah dan
hak yang seharusnya diterima.

67 Pasal 171 Pasal 171 Sesuai dengan putusan MK ---


Pekerja/buruh yang mengalami Dihapus. No.61/PUU-VIII/2010
pemutusan hubungan kerja
tanpa penetapan lembaga
penyelesaian perselisihan
hubungan industrial yang
berwenang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 158 ayat
(1), Pasal 160 ayat (3), dan Pasal
162, dan pekerja/buruh yang
bersangkutan tidak dapat
menerima pemutusan hubungan
kerja tersebut, maka
pekerja/buruh dapat
mengajukan gugatan ke lembaga
penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dalam
waktu paling lama 1 (satu)
tahun sejak tanggal dilakukan
pemutusan hubungan kerjanya.

68 Pasal 172 Pasal 172 Menyesuaikan Pasal 157 B Akan disusun


Pekerja/buruh yang mengalami Dihapus. Peraturan Pemerintah.
sakit berkepanjangan,
mengalami cacat akibat
kecelakaan kerja dan tidak
dapat melakukan pekerjaannya
setelah melampaui batas 12
(dua belas) bulan dapat

75
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
mengajukan pemutusan
hubungan kerja dan diberikan
uang pesangon 2 (dua) kali
ketentuan Pasal 156 ayat (2),
uang penghargaan masa kerja 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156
ayat (3), dan uang pengganti hak
1 (satu) kali ketentuan Pasal 156
ayat (4).

UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL


 Perlindungan Jaminan Sosial Jenis Program Jaminan Sosial
Atas Kehilangan Pekerjaan
Pasal 18 Pasal 18
Jenis program jaminan sosial Jenis program jaminan sosial
meliputi: meliputi:
a. jaminan kesehatan; a. jaminan kesehatan;
b. jaminan kecelakaan kerja; b. jaminan kecelakaan kerja;
c. jaminan hari tua; c. jaminan hari tua;
d. jaminan pensiun; dan d. jaminan pensiun;
e. jaminan kematian; e. jaminan kematian; dan
f. jaminan kehilangan pekerjaan.

69 Norma Baru Pasal 46A 1. Data World Bank Revisi UU 40/2004


(1) Pekerja/buruh yang mengalami menyebutkan bahwa untuk mengatur
pemutusan hubungan kerja perusahaan yang program jaminan
berhak mendapatkan jaminan memenuhi pembayaran sosial atas kehilangan
kehilangan pekerjaan. kompensasi pada saat pekerjaan dan Revisi
(2) Jaminan kehilangan pekerjaan terjadi PHK hanya sekitar UU 24/2011 untuk
diselenggarakan oleh badan 40%. Hal ini disebabkan mengatur bahwa
penyelenggara jaminan sosial karena tingginya program JKP

76
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
ketenagakerjaan. kompensasi PHK di diselenggarakan oleh
Indonesia. BPJS.
2. Hal ini ditambah lagi
dengan besarnya iuran
yang harus dikeluarkan
perusahaan untuk
mendaftarkan
pekerja/buruh dalam
program jaminan sosial.
Sementara pekerja/buruh
yang ter-PHK tetap tidak
dapat terjamin
kelangsungan bekerjanya
secara optimal.
3. Agar pemenuhan
kompensasi PHK dapat
lebih optimal, maka perlu
penyesuaian kompensasi
PHK yang direposisi
dengan program jaminan
sosial baru.

70 Norma Baru Pasal 46B Prinsip asuransi sosial


(1) Jaminan kehilangan pekerjaan dalam jaminan hari tua
diselenggarakan secara nasional didasarkan pada mekanisme
berdasarkan prinsip asuransi asuransi dengan
sosial. pembayaran iuran antara
(2) Jaminan kehilangan pekerjaan pekerja dan pemberi kerja.
diselenggarakan untuk
mempertahankan derajat Derajat kehidupan yang
kehidupan yang layak pada saat layak yang dimaksud dalam
pekerja/buruh kehilangan ketentuan ini adalah
pekerjaan. besaran jaminan program
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kehilangan pekerjaan

77
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
tata cara pemberian jaminan mampu memenuhi
kehilangan pekerjaan diatur kebutuhan pokok pekerja
dengan Peraturan Pemerintah. dan keluarganya

71 Norma Baru Pasal 46C Hal ini selaras dengan


Peserta Jaminan Kehilangan prinsip kepesertaan wajib
Pekerjaan adalah setiap orang yang yang mengharuskan seluruh
telah membayar iuran. penduduk menjadi peserta
jaminan sosial, yang
dilaksanakan secara
bertahap. Selain itu, iuran
juga menjadi bagian dari
prinsip asuransi sosial

72 Norma Baru Pasal 46D Dalam praktek program


(1) Manfaat jaminan kehilangan employment insurance di
pekerjaan berupa pelatihan dan beberapa negara, komponen
sertifikasi, uang tunai serta program jaminan sosial yang
fasilitasi penempatan. diperlukan bagi
(2) Manfaat sebagaimana dimaksud pekerja/buruh yang ter-PHK
pada ayat (1) diatur dengan adalah bantuan uang
Peraturan Pemerintah. sementara, pelatihan,
sertifikasi dan penempatan.

73 Norma Baru Pasal 46E


(1) Besaran iuran jaminan Penerapan dari prinsip
kehilangan pekerjaan sebesar asuransi sosial.
persentase tertentu dari upah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
besaran iuran jaminan
kehilangan pekerjaan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

78
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER

UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL


74 Pasal 6 Pasal 6
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana (1) BPJS Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
(2) huruf a menyelenggarakan huruf a menyelenggarakan
program jaminan kesehatan. program jaminan kesehatan.
(2) BPJS Ketenagakerjaan (2) BPJS Ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b Pasal 5 ayat (2) huruf b
menyelenggarakan program: menyelenggarakan program:
a. jaminan kecelakaan kerja; a. jaminan kecelakaan kerja;
b. jaminan hari tua; b. jaminan hari tua;
c. jaminan pensiun; dan c. jaminan pensiun;
d. jaminan kematian. d. jaminan kematian; dan
e. jaminan kehilangan
pekerjaan.
75 Pasal 9 Pasal 9
(1) BPJS Kesehatan sebagaimana (1) BPJS Kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2)
(2) huruf a berfungsi huruf a berfungsi
menyelenggarakan program menyelenggarakan program
jaminan kesehatan. jaminan kesehatan.
(2) BPJS Ketenagakerjaan (2) BPJS Ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 5 ayat (2) huruf b Pasal 5 ayat (2) huruf b
berfungsi menyelenggarakan berfungsi menyelenggarakan
program jaminan kecelakaan program jaminan kecelakaan
kerja, program jaminan kerja, program jaminan
kematian, program jaminan kematian, program jaminan
pensiun, dan jaminan hari 79ension, jaminan hari tua dan
tua. jaminan kehilangan pekerjaan.

79
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
Penambahan Norma Baru
76 Norma Baru Bagian Kelima
Penghargaan Lainnya

Pasal AA
(1) Untuk meningkatkan
kesejahteraan pekerja, pemberi
kerja berdasarkan Undang-
Undang ini memberikan
penghargaan lainnya kepada
pekerja/buruh.
(2) Penghargaan lainnya
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan dengan
ketentuan:
a. pekerja/buruh yang
memiliki masa kerja kurang
dari 3 (tiga) tahun, sebesar 1
(satu) kali upah;
b. pekerja/buruh yang
memiliki masa kerja 3 (tiga)
tahun atau lebih tetapi
kurang dari 6 (enam) tahun,
sebesar 2 (dua) kali upah;
c. pekerja/buruh yang
memiliki masa kerja 6
(enam) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 9
(sembilan) tahun, sebesar 3
(tiga) kali upah;
d. pekerja/buruh yang
memiliki masa kerja 9
(sembilan) tahun atau lebih
tetapi kurang dari 12 (dua

80
NO RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
belas) tahun, sebesar 4
(empat) kali upah; atau
e. pekerja/buruh yang
memiliki masa kerja 12 (dua
belas) tahun atau lebih,
sebesar 5 (lima) kali upah.
(3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berlaku
bagi pekerja/buruh yang
bekerja sebelum berlakunya
Undang-Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai
penghargaan lainnya
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak berlaku bagi
usaha mikro dan kecil.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pemberian
penghargaan lainnya
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

81
4. KEMUDAHAN, PERLINDUNGAN, DAN PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH SERTA PERKOPERASIAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Penambahan Norma Baru
1. Norma Baru Bagian 1. Pendataan UMK 1. K/L Kemudahan,
masih tersebar mempunyai Perlindungan dan
Basis Data Tunggal
diantara sektor- rujukan data Pemberdayaan
sektor usaha, yang sama UMKM serta
sehingga sulit untuk dalam Perkoperasian
Pasal AA
mengumpulkan data menyusun
(1) Pemerintah Pusat UMKM. program dan
melakukan pendataan regulasi terkait
2. Belum terdapat
Usaha Mikro, Kecil, dan UMK.
penegasan mengenai
Menengah.
basis data tunggal 2. Kebijakan
(2) Hasil pendataan sebagai sebagai pertimbangan pembinaan
basis data tunggal Usaha dalam mengeluarkan terhadap UMK
Mikro, Kecil, dan kebijakan terkait lebih tepat
Menengah. UMKM, sehingga sasaran.
(3) Basis data tunggal setiap sektor 3. Pemerintah
sebagaimana dimaksud mempunyai dapat
pada ayat (1) wajib menjadi pertimbangan data memastikan
bahan pertimbangan dalam yang berbeda-beda. ketepatan
menentukan kebijakan 3. Pendataan UMKM sasaran
mengenai Usaha Mikro, yang dilakukan oleh program/kebija
Kecil, dan Menengah. beberapa K/L dan kan pemerintah
(4) Ketentuan lebih lanjut tersebar pada terhadap
mengenai basis data berbagai sektor UMKM.
tunggal diatur dengan menyulitkan dalam 4. Menjadi dasar
Peraturan Pemerintah. pengumpulan data pelaksanaan
UMKM. program/kebija
4. Belum terdapat kan agar
penegasan mengenai kebijakan yang
basis data tunggal dibuat lebih
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagai efektif dan
pertimbangan dalam terintegrasi.
mengeluarkan
kebijakan terkait
UMKM, sehingga
setiap K/L
mempunyai
pertimbangan data
yang berbeda-beda.
2. Norma Baru Bagian 1. Sesuai arahan 1. K/L mempunyai Kemudahan,
Presiden pada Ratas landasan untuk Perlindungan dan
Pengelolaan Terpadu Usaha
tanggal 11 November mensinergikan Pemberdayaan
Mikro dan Kecil
2019, program program UMKM serta
pemberdayaan UMKM pembinaan Perkoperasian
cenderung monoton UMK.
Pasal BB dan sering terjadi 2. Melalui
(1) Pemerintah Pusat pengulangan antara pendekatan
mendorong implementasi K/L dan BUMN. klaster program
pengelolaan terpadu Usaha 2. Program masing- K/L lebih fokus
Mikro dan Kecil dalam masing K/L dalam dibandingkan
penataan klaster melalui pembinaan maupun apabila berjalan
sinergi Pemerintah Pusat, pemberian bantuan masing-masing.
Pemerintah Daerah, dan terhadap UMK belum 3. Pemerintah
pemangku kepentingan tersinergi.
terkait. Pusat dan
3. Belum terbentuk Daerah perlu
(2) Pengelolaan Terpadu Usaha klaster yang memahami
Mikro dan Kecil mengakomodir kewenangan
sebagaimana dimaksud kebutuhan dari UMK. masing-masing
pada ayat (1) merupakan dan mempunyai
kumpulan kelompok Usaha 4. Belum adanya
rujukan untuk
Mikro dan Kecil yang regulasi yang
membuat dan
terkait dalam suatu rantai menguatkan
menganggarkan
produk umum, pengembangan
untuk klaster
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ketergantungan atas konsep klaster UMK UMK.
keterampilan tenaga kerja yang terpadu dengan
yang serupa atau program pembinaan
menggunkaan teknologi antar K/L.
yang serupa dan saling
melengkapi secara
terintegrasi mulai dari
tahap pendirian/legalisasi,
pembiayaan, penyediaan
bahan baku, proses
produksi, kurasi, dan
pemasaran produk Usaha
Mikro dan Kecil melalui
perdagangan
elektronik/non elektronik.
(3) Penentuan lokasi Klaster
Usaha Mikro dan Kecil
disusun dalam program
Pemerintah dengan
memperhatikan strategi
penentuan lokasi usaha.
(4) Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah
melaksanakan
pendampingan bagi Usaha
Mikro dan Kecil dalam
menyediakan Sumber Daya
Manusia, anggaran, serta
sarana dan prasarana.
(5) Pemerintah dalam
menyediakan Sumber Daya
Manusia, anggaran, serta
sarana dan prasarana
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) memberikan
fasilitas yang meliputi
aspek produksi,
infrastruktur, rantai nilai,
pendirian badan hukum,
sertifikasi dan
standardisasi, promosi,
pemasaran, digitalisasi,
serta penelitian dan
pengembangan.
(6) Pemerintah Pusat
mengkoordinasikan
pengelolaan terpadu Usaha
Mikro dan Kecil dalam
penataan klaster
(7) Pemerintah Pusat
melakukan evaluasi
perencanaan pengelolaan
terpadu Usaha Mikro dan
Kecil dalam penataan
klaster.
(8) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengelolaan
terpadu Usaha Mikro dan
Kecil diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

3. Norma Baru Bagian Kelima 1. Selama ini pola 1. Regulasi Kemudahan,


kemitraan dinilai tesebut mampu Perlindungan dan
Kemitraan
tidak menjembatani Pemberdayaan
berkesinambungan terciptanya UMKM serta
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan belum kemitraan Perkoperasian
menyentuh pada antara UMK
Pasal CC
bisnis inti (core dengan
(1) Pemerintah Pusat business) maupun perusahaan
memfasilitasi kemitraan dalam proses besar dan
usaha menengah dan produksi, bersifat asing.
besar dengan Usaha Mikro sektoral dan 2. Pemerintah
dan Kecil dalam rantai dilakukan secara menjadi lebih
pasok parsial. aktif dalam
(2) Pemerintah Pusat dan 2. Pasal diatas untuk memberikan
Pemerintah Daerah menguatkan konsep informasi
memberikan insentif dan kemitraan pada UU terkait program
kemudahan berusaha sebagaimana kemitraan pada
dalam rangka kemitraan tertuang dalam UU Usaha Besar.
sesuai dengan ketentuan No. 20/2008, UU No.
peraturan perundang- 7/2014, dan UU No.
undangan. 3/2014.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kemitraan diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
4. Norma Baru Bagian 1. Untuk meningkatkan 1. Proses Kemudahan,
daya saing UMK-M di pendaftaran Perlindungan dan
Kemudahan Perizinan Berusaha
tengah pasar global menjadi lebih Pemberdayaan
maka diperlukan izin efektif, efisien, UMKM serta
yang harus dipenuhi murah, dan Perkoperasian
Pasal DD
oleh pelaku UMK lebih mudah.
(1) Dalam rangka kemudahan seperti SIUP, IUMK, 2. Diperlukan
perizinan berusaha, dan IUI anggaran
Pemerintah Pusat berperan
2. Secara regulasi khusus bagi
aktif melakukan
Perpres No. 98/2014 Pemerintah
pembinaan dan
tentang IUMK Pusat untuk
pendaftaran bagi Usaha
bertentangan dengan melakukan
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Mikro dan Kecil. PP No. 17/2013 pendaftaran
tentang pelaksana usaha mikro.
(2) Pendaftaran sebagaimana
UU No. 20/2008 3. Proses
dimaksud pada ayat (1)
tentang UMKM yaitu
dilakukan dengan pendaftaran
pada Pasal 36.
pemberian nomor induk perizinan
berusaha melalui Perizinan 3. Sementara untuk berusaha,
Berusaha secara elektronik. penerbitan IUMK sertifikasi,
tidak memenuhi standardisasi,
(3) Nomor induk berusaha
target awal. dan Hak atas
sebagaimana dimaksud
Kekayaan
pada ayat (2) merupakan 4. IUMK belum dapat
Intelektual bagi
perizinan tunggal yang disetarakan dengan
UMK menjadi
berlaku untuk semua izin usaha yang
lebih mudah dan
kegiatan usahanya dikeluarkan K/L
sederhana dan
teknis misalnya Izin
(4) Perizinan tunggal tanpa biaya.
Usaha Industri (IUI)
sebagaimana dimaksud
dan Surat Izin Usaha 4. Dengan
pada ayat (3) meliputi
Perdagangan (SIUP) dibentuknya
perizinan berusaha, izin
pasal tersebut
edar, standar nasional 5. Pelaku UMK
Indonesia, dan sertifikasi terbebani oleh proses maka akan
mengintegrasika
jaminan produk halal. pendaftaran perizinan
n izin bagi UMK
usaha, sertifikasi dan
(5) Pemerintah Pusat dari sektor
standardisasi yang
melakukan pembinaan perindustrian,
rumit dan mahal.
terhadap pemenuhan perdagangan,
standar izin edar, SNI, dan dan sektor
sertifikasi jaminan produk lainnya.
halal.
5. Perpres No.
(6) Dalam hal kegiatan usaha 98/2014 tentang
sebagaimana dimaksud IUMK dicabut
pada ayat (3) memiliki dan IUMK
kriteria risiko tinggi diubah menjadi
terhadap kesehatan, NIB.
keamanan, dan
6. Pasal 9 UU No.
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
keselamatan serta 3/1982 tentang
lingkungan, selain memiliki Wajib Daftar
nomor induk berusaha, Perusahaan
Usaha Mikro dan Kecil dinyatakan
wajib memiliki sertifikasi dicabut, karena
standar dan/atau izin. tidak sesuai
dengan UU No.
(7) Pemerintah Pusat
23/2014 tentang
memfasilitasi sertifikasi
Pemerintahan
standar dan/atau izin
Daerah, dimana
sebagaimana dimaksud
sudah mengenal
pada ayat (4).
desentralisasi
(8) Ketentuan lebih lanjut dan pengurusan
mengenai perizinan tunggal perizinan berada
sebagaimana dimaksud dalam ranah
pada ayat (3) dan fasilitasi daerah (PTSP).
sertifikasi standar
dan/atau izin sebagaimana
dimaksud pada ayat (7)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
5. Norma Baru Bagian 1. Kondisi saat ini setiap 1. UMK menjadi Kemudahan,
pelaku UMK wajib lebih bankable. Perlindungan dan
Insentif Fiskal dan Pembiayaan
memiliki NPWP. Pemberdayaan
2. Akan lebih
UMKM serta
2. Kondisi tersebut bagi banyak UMK
Pasal EE Perkoperasian
sebagian pelaku UMK yang
(1) Dalam rangka pengajuan menjadi kendala mendapatkan
fasilitas pembiayaan dari dalam mengajukan falilitas
pemerintah, usaha mikro pembiayaan ke pembiayaan dari
diberikan lembaga keuangan. pemerintah
kemudahan/penyederhana seperti KUR
3. Biaya yang
an administrasi perpajakan karena syarat
dikeluarkan untuk
sesuai dengan ketentuan administrasinya
memperoleh
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
peraturan perundang- perizinan menjadi lebih mudah.
undangan di bidang beban bagi Usaha 3. UMK dapat
perpajakan. Mikro dan Kecil. menambah
(2) Perizinan Berusaha yang modal kerja
diterbitkan untuk Usaha sehingga dapat
Mikro dan Kecil dapat meningkatkan
diberikan insentif berupa skala produksi.
tidak dikenakan biaya atau
4. Beban Usaha
diberikan keringanan biaya. Mikro dan Kecil
berkurang
karena
mendapatkan
insentif berupa
tidak dikenakan
biaya atau
diberikan
keringanan
biaya.
6. Norma Baru Pasal FF 1. Saat ini UMK Wajib 1. UMK menjadi Kemudahan,
memiliki agunan lebih bankable. Perlindungan dan
Kegiatan usaha Mikro dan Kecil
untuk mengajukan 2. Akan Pemberdayaan
dapat dijadikan jaminan untuk lebih
pembiayaan kepada UMKM serta
memperoleh kredit program. banyak UMK
perbankan Perkoperasian
yang
2. Kondisi tersebut bagi mendapatkan
sebagian pelaku UMK falilitas
menjadi kendala pembiayaan dari
dalam mengajukan pemerintah
pembiayaan ke seperti KUR
lembaga keuangan. karena kegiatan
usaha dapat
menjadi agunan.
3. UMK dapat
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menambah
modal kerja
sehingga dapat
meningkatkan
skala produksi.
7. Norma Baru Pasal GG Banyak pelaku UMK a. Memberikan Kemudahan,
yang terbebani oleh perlindungan Perlindungan dan
(1) Pemerintah mempermudah
proses pendaftaran Hak dan kepastian Pemberdayaan
dan menyederhanakan
atas Kekayaan hukum UMKM serta
proses pendaftaran dan
Intelektual yang rumit terhadap Perkoperasian
pembiayaan Hak atas
dan mahal, sulitnya produk UMK
Kekayaan Intelektual,
impor bahan baku dan dari pengakuan
kemudahan impor bahan
bahan penolong industri, pihak lain baik
baku dan bahan penolong
dan rumitnya mekanisme pelaku usaha
industri, dan/atau fasilitasi
ekspor. lokal maupun
ekspor.
asing.
(2) Ketentuan lebih lanjut
b. Meningkatkan
mengenai kemudahan dan
Daya saing
penyederhanaan proses
UMK.
pendaftaran dan
pembiayaan Hak atas c. Mendorong
Kekayaan Intelektual, UMK agar naik
kemudahan impor bahan kelas.
baku dan bahan penolong
industri, dan/atau fasilitasi
ekspor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

8. Norma Baru Bagian 1. Selama ini belum ada 1. Meningkatkan Kemudahan,


dasar hukum bagi kegiatan Perlindungan dan
Dana Alokasi Khusus, Bantuan
Pemerintah untuk pemberdayaan Pemberdayaan
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan Perlindungan Hukum, meyalurkan dana dan UMKM serta
Pengadaan Barang dan Jasa, alokasi khusus untuk pengembangan Perkoperasian
dan Sistem/Aplikasi pemberdayaan dan UMKM di
Pembukuan/Pencatatan pengembangan daerah yang
keuangan UMKM. memiliki
Pendapatan
Pasal HH 2. Tidak semua
Asli Daerah
Pemerintah Daerah
Pemerintah mengalokasikan (PAD) yang
memiliki alokasi
penggunaan Dana Alokasi rendah.
anggaran untuk
Khusus untuk mendanai
pemberdayaan dan 2. Meningkatkan
kegiatan pemberdayaan dan
pengembangan kontribusi
pengembangan usaha mikro,
UMKM karena UMKM
kecil, dan menengah.
Pendapatan Asli terdahadap
Daerah (PAD) perekonomian
tersebut masih daerah.
rendah

9. Norma Baru Pasal II Usaha Mikro dan Kecil Adanya kepastian Kemudahan,
Pemerintah memfasilitasi kesulitan mengakses dan perlindungan Perlindungan dan
layanan perlindungan hukum bagi Usaha Pemberdayaan
tersedianya layanan bantuan
dan pendampingan hukum bagi hukum. Mikro dan Kecil. UMKM serta
Perkoperasian
Usaha Mikro dan Usaha Kecil.
10. Norma Baru Pasal JJ Selama ini produk Usaha 1. Meningkatkan Kemudahan,
Mikro dan Kecil (UMK) peran serta Perlindungan dan
Pemerintah Pusat dan
belum mendapatkan UMK, Pemberdayaan
Pemerintah Daerah
peluang dan kesempatan khususnya UMKM serta
memprioritaskan produk/jasa
dalam pengadaan dalam Perkoperasian
Usaha Mikro dan Kecil dalam
barang/jasa pemerintah. pengadaan
pengadaan barang/jasa
pemerintah sesuai dengan barang dan jasa
di lingkungan
peraturan perundang-
Pemerintah dan
undangan.
Pemerintah
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Daerah.
2. Meningkatkan
penggunaan dan
pemasaran
produk UMK
dalam kegiatan
Pemerintah
11. Norma Baru Pasal KK Banyak Usaha Mikro 1. Terwujudnya Kemudahan,
dan Kecil (UMK) yang standar Perlindungan dan
Pemerintah memfasilitasi
belum menerapkan pembukuan/pe Pemberdayaan
pemanfaatan sistem/aplikasi
standar pembukuan ncatatan UMKM serta
pembukuan/pencatatan
yang baik sehingga keuangan bagi Perkoperasian
keuangan yang memberi
sulit untuk UMK.
kemudahan bagi Usaha Mikro
mengajukan
dan Kecil. 2. Dengan
pembiayaan ke pembukuan/pe
lembaga keuangan. ncatatan
keuangan yang
baik, UMK
memilki laporan
keuangan yang
standar yang
dapat
digunakan
untuk
keperluan
pengembangan
bisnis dan
mengakses
pembiayaan le
lembaga
keuangan.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
1. Pasal 6 Pasal 6 1. Dengan ditetapkannya 1. Pemberian Kemudahan,
jumlah nominal dalam program Perlindungan dan
(1) Kriteria Usaha Mikro (1) Kriteria Usaha Mikro, Kecil,
kriteria Usaha Mikro, pemberdayaan Pemberdayaan
adalah sebagai berikut: dan Menengah paling
Kecil, dan Menengah UMK menjadi UMKM serta
sedikit memuat indikator
a. memiliki kekayaan di tingkat UU (UU lebih mudah Perkoperasian
kekayaan bersih, hasil
bersih paling banyak 20/2008), akan sulit karena
penjualan tahunan, atau
Rp50.000.000,00 (lima untuk dirubah mempunyai
nilai investasi, dan jumlah
puluh juta rupiah) tidak mengikuti perubahan rujukan kriteria
tenaga kerja sesuai dengan
termasuk tanah dan ekonomi terutama UMKM yang
kriteria setiap sektor
bangunan tempat karena mekanisme bersifat
usaha.
usaha; atau perubahan regulasi tunggal.
hasil (2) Ketentuan lebih lanjut tingkat UU. Kriteria
b. memiliki 2. Rujukan
mengenai Kriteria Usaha sebaiknya diputuskan
penjualan tahunan tunggal dapat
Mikro, Kecil, dan Menengah di tingkat Peraturan
paling banyak menjadi
diatur dengan Peraturan Presiden sehingga
Rp300.000.000,00 (tiga masalah
Pemerintah. mudah untuk direvisi.
ratus juta rupiah). apabila
(2) Kriteria Usaha Kecil adalah 2. Berbagai sektor kebutuhan
sebagai berikut: mempunyai kriteria UMK per-sektor
Usaha Mikro Kecil berbeda.
a. memiliki kekayaan Menengahnya masing- Dengan
bersih lebih dari masing. Dengan berlakunya
Rp50.000.000,00 (lima penegasan rujukan Pasal ini maka
puluh juta rupiah) tunggal, diharapkan rujukan kriteria
sampai dengan paling seluruh pemangku UMKM menjadi
banyak kepentingan dapat seragam.
Rp500.000.000,00 (lima mempunyai landasan
ratus juta rupiah) tidak 3. Dengan
kriteria yang jelas
termasuk tanah dan berlakunya
terutama terkait
bangunan tempat pasal ini maka
program-program
usaha; atau Pasal 102
pemberdayaan, Undang-
b. memiliki hasil investasi dan insentif Undang Nomor
penjualan tahunan bagi UMK. 3 Tahun 2014
lebih dari Tentang
Rp300.000.000,00 (tiga
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ratus juta rupiah) Perindustrian
sampai dengan paling dicabut dan
banyak dinyatakan
Rp2.500.000.000,00 tidak berlaku.
(dua milyar lima ratus
juta rupiah).
(3) Kriteria Usaha Menengah
adalah sebagai berikut:
a. memiliki kekayaan
bersih lebih dari
Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah)
sampai dengan paling
banyak
Rp10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah)
tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat
usaha; atau
b. memiliki hasil
penjualan tahunan
lebih dari
Rp2.500.000.000,00
(dua milyar lima ratus
juta rupiah) sampai
dengan paling banyak
Rp50.000.000.000,00
(lima puluh milyar
rupiah).

(4) Kriteria sebagaimana


dimaksud pada ayat (1)
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
huruf a, huruf b, dan ayat
(2) huruf a, huruf b, serta
ayat (3) huruf a, huruf b
nilai nominalnya dapat
diubah sesuai dengan
perkembangan
perekonomian yang diatur
dengan Peraturan Presiden.
2. Pasal 35 Pasal 35 Dalam ketentuan pasal Memberikan Kemudahan,
35 UU No. 20 Tahun kepastian hukum Perlindungan dan
(1) Usaha Besar dilarang Ketentuan Pasal 35 tidak
2008 dan ketentuan kepada pelaku Pemberdayaan
memiliki dan/atau diubah. Namun, penjelasan
pelaksanaannya tidak usaha sehingga UMKM serta
menguasai Usaha Mikro, Pasal 35 diubah.
dijelaskan mengenai pelaku usaha Perkoperasian
Kecil, dan/atau Menengah Penjelasan Pasal 35 ayat (1) dan konsep memiliki dapat melakukan
sebagai mitra usahanya ayat (2): dan/atau menguasai ekspansi usaha
dalam pelaksanaan
(1) yang dimaksud “memiliki” sehingga di dalam dan melakukan
hubungan kemitraan
adalah adanya peralihan praktik menimbulkan kerjasama sesuai
sebagaimana dimaksud
kepemilikan secara yuridis permasalahan peraturan
dalam Pasal 26.
atas badan usaha/ sebagaimana contoh perundang-
(2) Usaha Menengah dilarang beberapa kasus yang undangan yang
perusahaan dan/atau aset
memiliki dan/atau ditangani oleh KPPU. berlaku.
atau kekayaan yang
menguasai Usaha Mikro dimiliki Usaha Mikro, Kecil,
dan/atau Usaha Kecil dan/atau Menengah oleh
mitra usahanya. Usaha Besar sebagai mitra
Penjelasan Pasal 35: usahanya dalam
pelaksanaan hubungan
Cukup Jelas
kemitraan.
(2) Yang dimaksud
“menguasai” adalah adanya
peralihan penguasaan
secara yuridis atas kegiatan
usaha yang dijalankan
dan/atau aset atau
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kekayaan dimiliki Usaha
Mikro, Kecil, dan/atau
Menengah oleh Usaha
Besar sebagai mitra
usahanya dalam
pelaksanaan hubungan
kemitraan.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan
1. Undang-Undang Nomor 3 Undang-Undang Nomor 3 Tahun Selama ini UMKM Menyederhanakan Kemudahan,
Tahun 1982 tentang Wajib 1982 tentang Wajib Daftar termasuk yang berbadan pendaftaran dalam Perlindungan dan
Daftar Perusahaan. Perusahaan. Dicabut dan hukum, persekutan dan Daftar Perusahaan Pemberdayaan
dinyatakan tidak berlaku perseorangan wajib menjadi Perizinan UMKM serta
melakukan pendaftaran Berusaha secara Perkoperasian
dalam Daftar elektronik dalam
Perusahaan, padahal bentuk Nomor
dengan berlakunya Induk Berusaha
Perizinan Berusaha (NIB).
secara elektronik sudah
tidak diperlukan lagi
pendaftaran dalam Wajib
Perusahaan.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
1. Pasal 102 Pasal 102 Sektor Industri Memudahkan Kemudahan,
mempunyai kriteria kriteria dan Perlindungan dan
(1) Industri kecil sebagaimana Dihapus.
Usaha Mikro, Kecil, dan klasifikasi UMKM Pemberdayaan
dimaksud dalam Pasal 101
Menengah (UMKM) dalam untuk seluruh UMKM serta
ayat (2) huruf a ditetapkan
bentuk klasifikasi sektor usaha. Perkoperasian
berdasarkan jumlah tenaga
kerja dan nilai investasi Industri Kecil dan
Menengah, padahal
tidak termasuk tanah dan
sudah terdapat
bangunan tempat usaha.
pengaturan Kriteria
(2) Industri menengah UMKM yang berlaku
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud umum dalam UU Nomor
dalam Pasal 101 ayat (2) 20 Tahun 2008 tentang
huruf b ditetapkan Usaha Mikro, Kecil, dan
berdasarkan jumlah tenaga Menengah.
kerja dan/atau nilai Pasal 102 pada UU
investasi. Nomor 3 Tahun 2014
(3) Industri besar sebagaimana tentang Perindustrian
dimaksud dalam Pasal 101 dinyatakan dihapus, dan
ayat (2) huruf c ditetapkan kriteria UMKM akan di
berdasarkan jumlah tenaga atur dalam UU Omnibus
kerja dan/atau nilai Law sehingga hanya ada
investasi. satu Kriteria UMKM yang
berlaku untuk semua
(4) Besaran jumlah tenaga
sektor.
kerja dan nilai investasi
untuk Industri kecil,
Industri menengah, dan
Industri besar ditetapkan
oleh Menteri.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura
1. Pasal 48 Pasal 48 Sektor Hortikultura Memudahkan Kemudahan,
mempunyai kriteria kriteria dan Perlindungan dan
(1) Klasifikasi unit usaha Dihapus.
Usaha Mikro, Kecil, dan klasifikasi UMKM Pemberdayaan
budidaya hortikultura
Menengah (UMKM) dalam untuk seluruh UMKM serta
terdiri atas:
bentuk klasifikasi unit sektor usaha. Perkoperasian
a. unit usaha budidaya usaha budidaya
hortikultura mikro; hortikultura dan usaha
b. unit usaha budidaya hortikultura dengan
hortikultura kecil; kalsifikasi Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah
c. unit usaha budidaya (UMKM), padahal sudah
hortikultura terdapat pengaturan
menengah; dan Kriteria UMKM yang
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
d. unit usaha budidaya berlaku umum dalam
hortikultura besar; UU Nomor 20 Tahun
2008 tentang Usaha
(2) Ketentuan lebih lanjut
Mikro, Kecil, dan
mengenai klasifikasi unit
Menengah.
usaha budidaya
hortikultura sebagaimana Pasal 48 pada UU Nomor
dimaksud pada ayat (1) 13 Tahun 2010 tentang
diatur dengan Peraturan Hortikultura dinyatakan
Menteri. dihapus, dan kriteria
UMKM akan di atur
dalam UU Omnibus Law
sehingga hanya ada satu
Kriteria UMKM yang
berlaku untuk semua
sektor.
2. Pasal 51 Pasal 51 Sektor Hortikultura Memudahkan Kemudahan,
mempunyai kriteria kriteria dan Perlindungan dan
(1) Usaha hortikultura Dihapus.
Usaha Mikro, Kecil, dan klasifikasi UMKM Pemberdayaan
dibedakan atas usaha
Menengah (UMKM) dalam untuk seluruh UMKM serta
mikro, usaha kecil, usaha
bentuk klasifikasi unit sektor usaha. Perkoperasian
menengah, dan usaha
usaha budidaya
besar.
hortikultura dan usaha
(2) Ketentuan lebih lanjut hortikultura dengan
mengenai kriteria usaha kalsifikasi Usaha Mikro,
mikro, usaha kecil, usaha Kecil dan Menengah
menengah, dan usaha besar (UMKM), padahal sudah
diatur dengan Peraturan terdapat pengaturan
Menteri. Kriteria UMKM yang
berlaku umum dalam
UU Nomor 20 Tahun
2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan
Menengah.
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pasal Pasal 51 pada UU
Nomor 13 Tahun 2010
tentang Hortikultura
dinyatakan dihapus, dan
kriteria UMKM akan di
atur dalam UU Omnibus
Law sehingga hanya ada
satu Kriteria UMKM yang
berlaku untuk semua
sektor.

Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan


1 Norma Baru. Pasal 53A 1. Mengakomodasi 1. Mempermudah Kemudahan,
kepentingan UMK agar pelaku UMKM Perlindungan dan
(1) Jalan Tol antarkota harus
dapat berusaha di yang ingin Pemberdayaan
dilengkapi dengan Tempat
ruas jalan tol. berusaha dan UMKM serta
Istirahat dan Pelayanan
memasarkan Perkoperasian
untuk kepentingan 2. Tempat istirahat (rest
produknya di
pengguna Jalan Tol. area) saat ini terkesan
tempat istirahat
diisi oleh merchant dan
(2) Pengusahaan Tempat (rest area) jalan
Istirahat dan Pelayanan waralaba yang dimiliki
tol.
oleh usaha besar,
sebagaimana dimaksud
sehingga belum 2. Membuka
pada ayat (1) dilakukan
memasarkan produk lapangan
dengan partisipasi Usaha
UMKM. pekerjaan bagi
Mikro dan Kecil melalui pola
masyarakat di
kemitraan.
sekitar jalan
tol.

Undang–Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.


1. Pasal 6 Pasal 6 1. Pedoman persyaratan 1. Mengembalikan Kemudahan,
minimal jumlah eksistensi dari
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(1) Koperasi Primer dibentuk (1) Koperasi Primer dibentuk anggota 20 orang bagi Koperasi Perlindungan dan
oleh sekurang-kurangnya paling sedikit 3 (tiga) orang. pendirian koperasi karena Pemberdayaan
20 (duapuluh) orang. (2) Koperasi Sekunder dibentuk Primer yang disepakati mendorong UMKM serta
(2) Koperasi Sekunder oleh paling sedikit 3 (tiga) pada Pasal 6 UU kaum milenial Perkoperasian
dibentuk oleh sekurang- Koperasi. Nomor 25 Tahun 1992 untuk memilih
kurangnya 3 (tiga) Koperasi. tentang Perkoperasian, mendirikan
dinilai terlalu banyak badan hukum
dan sudah tidak berbentuk
relevan dengan koperasi.
dinamika 2. Dipilihnya
perekonomian. jumlah anggota
2. Perubahan sebanyak 3
persyaratan anggota (tiga) orang
badan usaha sebagai untuk
wujud kemudahan mempermudah
pendirian Koperasi, pengambilan
mengingat badan keputusan bila
usaha PT Perorangan anggota
pada rancangan Koperasi
Omnibus Law dapat memiliki
didirikan oleh 1 (satu) jumlah ganjil.
orang atau lebih.
2. Penjelasan Pasal 17 Penjelasan Pasal 17 Koperasi memerlukan 1. Proses Kemudahan,
rebranding melalui dokumentasi Perlindungan dan
Ayat (1) Ayat (1) modernisasi, salah satu administrasi Pemberdayaan
Sebagai pemilik dan Sebagai pemilik dan upaya modernisasi dapat lebih UMKM serta
pengguna jasa Koperasi, pengguna jasa Koperasi, koperasi adalah teratur dan Perkoperasian
anggota berpartisipasi anggota berpartisipasi aktif digitalisasi buku daftar tersimpan
aktif dalam kegiatan dalam kegiatan Koperasi. anggota dalam
Koperasi. Sekalipun Sekalipun demikian, dokumen
demikian, sepanjang tidak sepanjang tidak merugikan elektronik yang
merugikan kepentingannya, Koperasi tidak
kepentingannya, Koperasi dapat pula memberikan terdepresiasi.
dapat pula memberikan pelayanan kepada bukan 2. Manajemen
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pelayanan kepada bukan anggota sesuai dengan sifat koperasi
anggota sesuai dengan kegiatan usahanya, dengan menjadi lebih
sifat kegiatan usahanya, maksud untuk menarik yang modern
dengan maksud untuk bukan anggota menjadi mengikuti era
menarik yang bukan anggota Koperasi. digitalisasi.
anggota menjadi anggota
Koperasi.
Ayat (2)
Ayat (2)
Cukup jelas
Buku daftar anggota koperasi
dapat berbentuk dokumen
tertulis atau dokumen
elektronik.
3. Pasal 22 Pasal 22 Selama ini kehadiran 1. Pengambilan Kemudahan,
anggota dalam rapat keputusan cepat Perlindungan dan
(1) Rapat Anggota merupakan (1) Rapat Anggota merupakan dan tepat sesuai Pemberdayaan
anggota tidak boleh
pemegang kekuasaan pemegang kekuasaan dengan
diwakilkan sehingga UMKM serta
tertinggi dalam Koperasi. tertinggi dalam Koperasi kebutuhan
pengambilan keputusan Perkoperasian
(2) Rapat Anggota dihadiri oleh (2) Rapat Anggota dihadiri anggota.
anggota yang menjadi tertunda dan
oleh anggota. 2. Rebranding
pelaksanaannya diatur (3) kurang efektif apabila
Kehadiran anggota koperasi melalui
dalam Anggaran Dasar. beberapa anggota
sebagaimana dimaksud perbaruan
pada ayat (2) dapat berhalangan hadir sistem rapat
dilakukan melalui sistem sehingga tidak memenuhi anggota
perwakilan. syarat jumlah minimal koperasi.
(4) Ketentuan mengenai rapat anggota yang hadir.
anggota diatur dalam
Anggaran Dasar/Rumah
Tangga.

4. Pasal 43 Pasal 43 Selama ini kehadiran 1. Terdapat payung Kemudahan,


anggota dalam rapat hukum yang Perlindungan dan
(1) Usaha Koperasi adalah (1) Usaha Koperasi adalah
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
usaha yang berkaitan usaha yang berkaitan anggota tidak boleh kuat dalam Pemberdayaan
langsung dengan langsung dengan diwakilkan sehingga pelaksanaan UMKM serta
kepentingan anggota untuk kepentingan anggota pengambilan keputusan kegiatan usaha Perkoperasian
meningkatkan usaha dan untuk meningkatkan menjadi tertunda dan berdasarkan
kesejahteraan anggota. usaha dan kesejahteraan kurang efektif apabila prinsip syariah.
(2) Kelebihan kemampuan anggota. beberapa anggota 2. Aspirasi dan
pelayanan Koperasi dapat (2) Kelebihan kemampuan
berhalangan hadir kebutuhan
digunakan untuk memenuhi pelayanan Koperasi dapat
sehingga tidak memenuhi masyarakat
kebutuhan masyarakat yang digunakan untuk
syarat jumlah minimal terpenuhi dalam
bukan anggota Koperasi. memenuhi kebutuhan
anggota yang hadir. melaksanakan
(3) Koperasi menjalankan masyarakat yang bukan kegiatan
kegiatan usaha dan anggota Koperasi. Koperasi
berperan utama di segala (3) Koperasi menjalankan berdasarkan
bidang kehidupan ekonomi kegiatan usaha dan prinsip syariah.
rakyat. berperan utama di segala
bidang kehidupan ekonomi
rakyat.
(4) Koperasi dapat
melaksanakan usaha
berdasarkan prinsip
syariah
5. KEMUDAHAN BERUSAHA

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Staatsblad Tahun 1926 Nomor 226 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad Tahun 1940 Nomor 450 tentang Undang-Undang
Gangguan (Hinderordonnantie)
1. Ketentuan Staatsblad Tahun Dicabut dan dinyatakan tidak a. Izin Gangguan atau Dengan Kemudahan
1926 Nomor 226 jo. Staatblad berlaku. HO adalah produk dihapusnya Izin Berusaha
Tahun 1940 Nomor 450 tentang perizinan zaman Gangguan/HO
Undang-Undang Gangguan kolonial, tepatnya akan akan
(Hinderordonnantie) termaktub dalam meningkatkan
Staatblad Tahun kemudahan
1926 Nomor 226 jo. berusaha
Staatblad Tahun
1940 Nomor 450
tentang Undang-
Undang Gangguan
(Hinderordonnantie).
b. Izin Gangguan/HO
awalnya dibentuk
sebagai alat kendali
bagi industri/pabrik
yang berpotensi
menimbulkan
keributan/kebisingan
bagi lingkungan
sekitar, bahkan erat
kaitannya dengan
pembatasan usaha
yang dilakukan oleh
Golongan
Bumiputera. Dalam
konteks kekinian, Izin
Gangguan/HO tidak
lagi relevan
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mengingat sudah
tidak sejalan dengan
semangat
kemudahan berusaha
sehingga harus
dihapus.
c. Izin Gangguan/HO
sudah menjadi
concern Pemerintah
sejak diterbitkannya
PKE XII. Izin
Gangguan/HO
dianggap menjadi
penghambat investasi
sehingga perlu untuk
dihapus.
d. Produk dari PKE XII
adalah lahirnya
Permendagri Nomor
19/2017 guna
mencabut Izin
Gangguan/HO,
namun hal tersebut
belum cukup
mengingat staatblad
sebagai dasar
pengaturan Izin
Gangguan/HO masih
belum dicabut.
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
1. Pasal 141 Pasal 141 Sebagaimana arahan Kemudahan
kebijakan untuk Izin Berusaha
Jenis Retribusi Perizinan Jenis Retribusi Perizinan
Gangguan yang dihapus
Tertentu adalah: Tertentu meliputi:
melalui pencabutan
a. Retribusi Izin Mendirikan a. Retribusi Perizinan Staatblad Tahun 1926
Bangunan; Berusaha terkait pendirian Nomor 226 jo. Staatblad
bangunan yang selanjutnya Tahun 1940 Nomor 450
b. Retribusi Izin Tempat
disebut Retribusi Izin tentang Undang-Undang
Penjualan Minuman
Mendirikan Bangunan; Gangguan
Beralkohol;
b. Retribusi Perizinan (Hinderordonnantie) maka
c. Retribusi Izin Gangguan; pada Undang-Undang
Berusaha terkait tempat
d. Retribusi Izin Trayek; dan penjualan minuman Nomor 28 Tahun 2009
beralkohol yang selanjutnya tentang Pajak Daerah dan
e. Retribusi Izin Usaha
disebut Izin Tempat Retribusi Daerah juga
Perikanan
Penjualan Minuman harus diseleraskan.
Beralkohol;
c. Retribusi Perizinan
Berusaha terkait trayek
yang selanjutnya disebut
Izin Trayek; dan
d. Retribusi Perizinan
Berusaha terkait perikanan
yang selanjutnya disebut
Izin Usaha Perikanan.
2. Pasal 144 Pasal 144 Sebagaimana arahan Kemudahan
kebijakan untuk Izin Berusaha
(1) Objek Retribusi Izin Dihapus.
Gangguan sebagaimana Gangguan yang dihapus
melalui pencabutan
dimaksud dalam Pasal 141
Staatblad Tahun 1926
huruf c adalah pemberian
Nomor 226 jo. Staatblad
izin tempat usaha/kegiatan
Tahun 1940 Nomor 450
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kepada orang pribadi atau tentang Undang-Undang
Badan yang dapat Gangguan
menimbulkan ancaman (Hinderordonnantie)
bahaya, kerugian dan/atau maka pada Undang-
gangguan, termasuk Undang Nomor 28 Tahun
pengawasan dan 2009 tentang Pajak
pengendalian kegiatan Daerah dan Retribusi
usaha secara terus- Daerah juga harus
menerus untuk mencegah diseleraskan.
terjadinya gangguan
ketertiban, keselamatan,
atau kesehatan umum,
memelihara ketertiban
lingkungan, dan memenuhi
norma keselamatan dan
kesehatan kerja.
(2) Tidak termasuk objek
Retribusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
adalah tempat
usaha/kegiatan yang telah
ditentukan oleh Pemerintah
atau Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
1. Pasal 7 Pasal 7 Memberikan ruang Kemudahan
pengecualian untuk Berusaha
(1) Perseroan didirikan oleh 2 (1) Perseroan didirikan oleh 2
(dua) orang atau lebih (dua) orang atau lebih Perseroan Terbatas untuk
dengan akta notaris yang dengan akta notaris yang UMK di UU 40/2007
dibuat dalam bahasa dibuat dalam Bahasa
Indonesia. Indonesia.
(2) Setiap pendiri Perseroan (2) Setiap pendiri Perseroan
wajib mengambil bagian wajib mengambil bagian
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
saham pada saat Perseroan saham pada saat Perseroan
didirikan. didirikan.
(3) Ketentuan sebagaimana (3) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dimaksud pada ayat (2)
tidak berlaku dalam rangka tidak berlaku dalam rangka
Peleburan. Peleburan.
(4) Perseroan memperoleh (4) Perseroan memperoleh
status badan hukum pada status badan hukum pada
tanggal diterbitkannya tanggal diterbitkannya
keputusan menteri Keputusan Menteri
mengenai pengesahan mengenai pengesahan
badan hukum Perseroan. badan hukum Perseroan.
(5) Setelah Perseroan (5) Setelah Perseroan
memperoleh status badan memperoleh status badan
hukum dan pemegang hukum dan pemegang
saham menjadi kurang dari saham menjadi kurang dari
2 (dua) orang, dalam jangka 2 (dua) orang, dalam jangka
waktu paling lama 6 (enam) waktu paling lama 6 (enam)
bulan terhitung sejak bulan terhitung sejak
keadaan tersebut pemegang keadaan tersebut pemegang
saham yang bersangkutan saham yang bersangkutan
wajib mengalihkan wajib:
sebagian sahamnya kepada a. mengalihkan sebagian
orang lain atau Perseroan sahamnya kepada orang
mengeluarkansaham baru lain; atau
kepada orang lain.
b. Perseroan mengeluarkan
(6) Dalam hal jangka waktu saham baru kepada
sebagaimana dimaksud orang lain.
pada ayat (5) telah (6) Dalam hal jangka waktu
dilampaui, pemegang sebagaimana dimaksud
saham tetap kurang dari 2 pada ayat (5) telah
(dua) orang, pemegang dilampaui, pemegang
saham bertanggung jawab
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
secara pribadi atas segala saham tetap kurang dari 2
perikatan dan kerugian (dua) orang:
Perseroan, dan atas a. pemegang saham
permohonan pihak yang bertanggung jawab
berkepentingan, pengadilan secara pribadi atas
negeri dapat membubarkan segala perikatan dan
Perseroan tersebut. kerugian Perseroan; dan
(7) Ketentuan yang b. atas permohonan pihak
mewajibkan Perseroan yang berkepentingan,
didirikan oleh 2 (dua) orang pengadilan negeri dapat
atau lebih sebagaimana membubarkan
dimaksud pada ayat (1), Perseroan tersebut.
dan ketentuan pada ayat (7) Ketentuan yang
(5), serta ayat (6) tidak mewajibkan Perseroan
berlaku bagi: didirikan oleh 2 (dua) orang
a. Persero yang seluruh atau lebih sebagaimana
sahamnya dimiliki oleh dimaksud pada ayat (1), dan
negara; atau ketentuan pada ayat (5),
b. Perseroan yang serta ayat (6) tidak berlaku
bagi:
mengelola bursa efek,
lembaga kliring dan a. Persero yang seluruh
penjaminan, lembaga sahamnya dimiliki oleh
penyimpanan dan negara;
penyelesaian, dan b. Perseroan yang
lembaga lain mengelola bursa efek,
sebagaimana diatur
lembaga kliring dan
dalam undangundang penjaminan, lembaga
tentang Pasar Modal. penyimpanan dan
penyelesaian, dan
lembaga lain sesuai
dengan Undang-Undang
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tentang Pasar Modal;
atau
c. Perseroan yang
memenuhi kriteria
untuk usaha mikro dan
kecil.
(8) Usaha mikro dan kecil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) huruf c
merupakan usaha mikro
dan kecil sebagaimana
diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-
undangan di bidang usaha
mikro, kecil, dan menengah.
2. Pasal 30 Pasal 30 Kewenangan Kemudahan
mengumumkan pengumuman BN/TBN Berusaha
(1) Menteri mengumumkan (1) Direksi
dalam Tambahan Berita dalam Tambahan Berita dilakukan oleh Direksi.
Negara Republik Indonesia: Negara Republik Indonesia:
a. akta pendirian a. akta pendirian
Perseroan beserta Perseroan beserta
keputusan menteri keputusan menteri
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (4); dalam Pasal 7 ayat (4);
b. akta perubahan b. akta perubahan
anggaran dasar anggaran dasar
Perseroan beserta Perseroan beserta
keputusan menteri keputusan menteri
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (1); dalam Pasal 21 ayat (1);
dan/atau
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. akta perubahan c. akta perubahan
anggaran dasar yang anggaran dasar yang
telah diterima telah diterima
pemberitahuannya oleh pemberitahuannya oleh
Menteri. Menteri.
(2) Pengumuman sebagaimana (2) Pengumuman sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Menteri dilakukan oleh Direksi
dalam waktu paling lambat dalam waktu paling lambat
14 (empat belas) hari 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal terhitung sejak tanggal
diterbitkannya keputusan diterbitkannya keputusan
Menteri sebagaimana Menteri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
huruf a dan huruf b atau huruf a dan huruf b atau
sejak diterimanya sejak diterimanya
pemberitahuan pemberitahuan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c. pada ayat (1) huruf c.
(3) Ketentuan lebih lanjut (3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara mengenai tata cara
pengumuman dilaksanakan pengumuman dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- peraturan perundang-
undangan. undangan.
3. Pasal 32 Pasal 32 a. Ketentuan mengenai Ketentuan ini akan Kemudahan
jumlah modal dasar meningkatkan nilai Berusaha
(1) Modal dasar Perseroan (1) Perseroan wajib memiliki
perlu disesuaikan kemudahan
paling sedikit modal dasar perseroan.
sebagaimana berusaha
Rp50.000.000,00 (lima (2) Besaran modal dasar substansi pengaturan Indonesia.
puluh juta rupiah). perseroan sebagaimana yang ada di PP
(2) Undang-undang yang dimaksud pada ayat (1) 29/2016.
mengatur kegiatan usaha ditentukan berdasarkan
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tertentu dapat menentukan keputusan para pendiri b. Besaran modal awal
jumlah minimum modal perseoran. disetor sudah banyak
Perseroan yang lebih besar (3) tidak ditemukan di
Ketentuan lebih lanjut
daripada ketentuan modal Negara lain, termasuk
mengenai modal dasar
dasar sebagaimana Malaysia. Malaysia
perseroan diatur dengan
dimaksud pada ayat (1). merujuk pada
Peraturan Pemerintah.
Companies Act 2016
(3) Perubahan besarnya modal
dasar sebagaimana (Act 777) Article 9
huruf (b) modal dasar
dimaksud pada ayat (1),
tidak disebutkan
ditetapkan dengan
sebagai dasar
peraturan pemerintah.
pendirian perseroan,
selain itu komponen
ini dinilai
menghambat proses
starting business
sebagai salah satu
komponen penilaian
di EODB.
c. Selain Malaysia,
Vietnam dalam Law
on Enterprises
Number
68/2014/QH13
Article 36
menyebutkan Modal
Awal yang dimaksud
dalam pendirian PT
hanya terkait modal
yang memang
dibutuhkan dalam
pendirian
perusahaan misalnya
tanah yang dimiliki
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pendiri yang
dikonversi menjadi
modal dasar
perusahaan.
d. Jika memang
penghapusan modal
dasar dianggap
terlalu ekstrim maka
dapat diatur bahwa
nominalnya
dibebaskan
tergantung pendiri.
4. Pasal 153 Pasal 153 Disempurnakan karena Ketentuan ini akan Kemudahan
biaya ketentuan mengenai meningkatkan nilai Berusaha
Ketentuan mengenai biaya Ketentuan mengenai
Perseoran sebagai badan hukum biaya akan diatur dalam kemudahan
untuk:
ketentuan Peraturan Pemerintah berusaha
persetujuan sesuai dengan
a. memperoleh sesuai amanat UU PNBP. Indonesia.
pemakaian nama peraturan perundang-undangan
dibidang penerimaan negara
Perseroan;
bukan pajak.
b. memperoleh keputusan
pengesahan badan hukum
Perseroan;
c. memperoleh keputusan
persetujuan perubahan
anggaran dasar;
d. memperoleh informasi
tentang data Perseroan
dalam daftar Perseroan;
e. Pengumuman yang
diwajibkan dalam undang-
undang ini dalam Berita
Negara Republik Indonesia
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia;
dan
f. Memperoleh menteri
keputusan menteri
mengenai pengesahan
badan hukum Perseroan
atau persetujuan
perubahan anggaran dasar
Perseroan diatur dengan
peraturan pemerintah.
5. Norma Baru Pasal 153A Untuk memberikan Ketentuan ini akan Kemudahan
Perseroan yang memenuhi pengaturan khusus meningkatkan nilai Berusaha
(1)
mengenai Perseroan kemudahan
kriteria usaha mikro dan
kecil dapat didirikan oleh 1 Terbatas untuk UMK. berusaha
Indonesia.
(satu) orang.
(2) Pendirian Perseroan untuk
usaha mikro dan kecil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan
berdasarkan surat
pernyataan pendirian yang
dibuat dalam Bahasa
Indonesia.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pendirian
Perseroan untuk usaha
mikro dan kecil diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
6. Norma Baru Pasal 153B a. Untuk memberikan
Ketentuan ini akan Kemudahan
pengaturan khusus
meningkatkan nilai Berusaha
(1) Kepemilikan saham
mengenai Perseroan
kemudahan
Perseroan untuk usaha
Terbatas untuk UMK.
berusaha
mikro dan kecil yang
didirikan oleh 1 (satu) orang b. Akan diatur dengan Indonesia.
sebagaimana dimaksud Peraturan
dalam Pasal 153A ayat (2) Pemerintah.
dapat dialihkan kepada
pihak lain.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengalihan
saham sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
7. Norma Baru Pasal 153C Untuk memberikan Ketentuan ini akan Kemudahan
pengaturan khusus meningkatkan nilai Berusaha
(1) Pernyataan pendirian
dimaksud mengenai Perseroan kemudahan
sebagaimana
Terbatas untuk UMK berusaha
dalam Pasal 153 A ayat (2)
Indonesia.
memuat maksud, tujuan,
dan keterangan lain
berkaitan dengan pendirian
Perseroan.
(2) Pernyataan pendiran
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) didaftarkan
secara elektronik kepada
Menteri dengan mengisi
format isian.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai materi
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pernyataan pendirian
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan format
isian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
8. Norma Baru Pasal 153D Untuk memberikan Ketentuan ini akan Kemudahan
pengaturan khusus meningkatkan nilai Berusaha
(1) Perubahan pernyataan
pendirian Perseroan untuk mengenai Perseroan kemudahan
Terbatas untuk UMK berusaha
usaha mikro dan kecil
Indonesia.
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 153A
ditetapkan oleh pemegang
saham dan diberitahukan
secara elektronik kepada
Menteri.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai materi dan format
isian perubahan
pernyataan pendirian
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
9. Norma Baru Pasal 153E Untuk memberikan Ketentuan ini akan Kemudahan
Direktur Perseroan untuk pengaturan khusus meningkatkan nilai Berusaha
(1)
mengenai Perseroan kemudahan
usaha mikro dan kecil
dimaksud Terbatas untuk UMK berusaha
sebagaimana
Indonesia.
dalam Pasal 153A
menjalankan pengurusan
Perseroan untuk usaha
mikro dan kecil bagi
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kepentingan Perseroan,
sesuai dengan maksud dan
tujuan Perseroan.
(2) Direktur berwenang
menjalankan pengurusan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan
kebijakan yang dianggap
tepat, dalam batas yang
ditentukan dalam Undang-
Undang ini, dan/atau
pernyataan pendirian
Perseroan.
10. Norma Baru Pasal 153F Untuk memberikan Ketentuan ini akan Kemudahan
Pemegang Saham Perseroan pengaturan khusus meningkatkan nilai Berusaha
(1)
mengenai Perseroan kemudahan
untuk usaha mikro dan
Terbatas untuk UMK. berusaha
kecil sebagaimana
Indonesia.
dimaksud dalam Pasal
153A merupakan orang
perseorangan.
Penjelasan Pasal 153I ayat
(1):
Saham Perseroan Terbatas
untuk Usaha Mikro dan
Kecil tidak dapat dimiliki
oleh badan hukum maupun
selain badan hukum.
(2) Pendiri Perseroan hanya
dapat mendirikan
Perseroan Terbatas untuk
Usaha Mikro dan Kecil
sejumlah 1 (satu) Perseroan
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
untuk usaha mikro dan
kecil dalam 1 (satu) tahun.
11. Norma Baru Pasal 153G
(1) Direktur atau direksi
Perseroan untuk usaha
mikro dan kecil
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 153A wajib
membuat laporan
keuangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kewajiban
membuat laporan keuangan
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
12. Norma Baru Pasal 153H Untuk memberikan Ketentuan ini akan Kemudahan
Perseroan pengaturan khusus meningkatkan nilai Berusaha
(1) Pembubaran
mengenai Perseroan kemudahan
untuk usaha mikro dan
sebagaimana Terbatas untuk UMK berusaha
kecil
Indonesia.
dimaksud dalam Pasal
153A dilakukan oleh
pemegang saham yang
dituangkan dalam
pernyataan pembubaran
dan diberitahukan secara
elektronik kepada Menteri.
(2) Pembubaran Perseroan
untuk usaha mikro dan
kecil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
terjadi:
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. berdasarkan keputusan
Pemegang Saham;
b. karena jangka waktu
berdirinya yang
ditetapkan dalam
anggaran dasar telah
berakhir;
c. berdasarkan penetapan
pengadilan;
d. dengan dicabutnya
kepailitan berdasarkan
putusan pengadilan
niaga yang telah
mempunyai kekuatan
hukum tetap, harta
pailit Perseroan tidak
cukup untuk membayar
biaya kepailitan;
e. karena harta pailit
Perseroan yang telah
dinyatakan pailit berada
dalam keadaan
insolvensi sebagaimana
diatur dalam undang-
undang tentang
Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang;
atau
f. karena dicabutnya
Perizinan Berusaha
Perseroan sehingga
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mewajibkan Perseroan
melakukan likuidasi
sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.

13. Norma Baru Pasal 153I Untuk memberikan Ketentuan ini akan Kemudahan
pengaturan khusus meningkatkan nilai Berusaha
(1) Dalam hal modal Perseroan
untuk usaha mikro dan mengenai Perseroan kemudahan
Terbatas untuk UMK. berusaha
kecil sebagaimana
Indonesia.
dimaksud dalam Pasal
153A melebihi ketentuan
kriteria usaha mikro dan
kecil sebagaimana
dimaksud peraturan
perundang-undangan di
bidang usaha mikro, kecil,
dan menengah, Perseroan
untuk usaha mikro dan
kecil harus mengubah
statusnya menjadi
Perseroan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7
ayat (1).
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengubahan
status Perseroan untuk
usaha mikro dan kecil
menjadi Perseroan diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
14. Norma Baru Pasal 153J Untuk memberikan Ketentuan ini akan Kemudahan
pengaturan khusus meningkatkan nilai Berusaha
(1) Perseroan untuk usaha
mikro dan kecil dibebaskan mengenai Perseroan kemudahan
Terbatas untuk UMK. berusaha
dari segala biaya terkait
Indonesia.
pendirian badan hukum.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pembebasan
biaya Perseroan untuk
usaha mikro dan kecil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan dibidang
penerimaan negara bukan
pajak.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian
1. Pasal 63 Pasal 63 Ketentuan yang terdapat Akan menjadi Kemudahan
di Pasal 63 ini insentif bagi Pelaku Berusaha
(1) Orang Asing tertentu yang (1) Orang Asing tertentu yang
menyulitkan bagi investor Usaha yang ingin
berada di Wilayah Indonesia berada di Wilayah Indonesia
yang ingin menanamkan menanamkan
wajib memiliki Penjamin wajib memiliki Penjamin yang
modalnya di Indonesia, modalnya di
yang menjamin menjamin keberadaannya.
oleh karenanya perlu Indonesia sehingga
keberadaannya. (2) Penjamin bertanggung jawab
dibuat pengecualian atau dapat menarik
atas keberadaan dan kegiatan
(2) Penjamin bertanggung relaksasi bagi Investor serta
Orang Asing yang dijamin
jawab atas keberadaan dan yang ingin menanamkan meningkatkan
selama tinggal di Wilayah
kegiatan Orang Asing yang modalnya di Indonesia, tingkat investasi di
Indonesia serta berkewajiban
dijamin selama tinggal di dimana penjamin atau Indonesia.
Wilayah Indonesia serta melaporkan setiap perubahan
sponsor dapat digantikan
status sipil, status
berkewajiban melaporkan dengan nilai investasi
Keimigrasian, dan perubahan
setiap perubahan status yang akan ditanamkan di
alamat.
Indonesia.
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sipil, status Keimigrasian, (3) Penjamin wajib membayar
dan perubahan alamat. biaya yang timbul untuk
memulangkan atau
(3) Penjamin wajib membayar
mengeluarkan Orang Asing
biaya yang timbul untuk
yang dijaminnya dari Wilayah
memulangkan atau
Indonesia apabila Orang Asing
mengeluarkan Orang Asing
yang bersangkutan:
yang dijaminnya dari
a. telah habis masa berlaku
Wilayah Indonesia apabila
Izin Tinggalnya; dan/atau
Orang Asing yang
b. dikenai Tindakan
bersangkutan:
Administratif Keimigrasian
a. telah habis masa berupa Deportasi.
berlaku Izin Tinggalnya; (4) Ketentuan mengenai
dan/atau penjaminan tidak berlaku
b. dikenai Tindakan bagi:
Administratif a. Orang Asing yang kawin
Keimigrasian berupa secara sah dengan warga
Deportasi. negara Indonesia; dan
b. Pelaku Usaha dengan
(4) Ketentuan mengenai kewarganegaraan asing
penjaminan tidak berlaku yang menanamkan modal
bagi Orang Asing yang sebagai investasinya di
kawin secara sah dengan Indonesia sebagaimana
warga negara Indonesia. dimaksud dalam
(5) Ketentuan sebagaimana ketentuan peraturan
dimaksud dalam Pasal 62 perundang-undangan
ayat (2) huruf g tidak mengenai penanaman
berlaku dalam hal modal.
pemegang Izin Tinggal Tetap (5) Ketentuan sebagaimana
tersebut putus hubungan dimaksud dalam Pasal 62
perkawinannya dengan ayat (2) huruf g tidak berlaku
warga negara Indonesia dalam hal pemegang Izin
memperoleh penjaminan Tinggal Tetap tersebut putus
yang menjamin hubungan perkawinannya
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
keberadaannya dengan warga negara
sebagaimana dimaksud Indonesia memperoleh
pada ayat (1) penjaminan yang menjamin
keberadaannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(6) Orang Asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf
b, menyetorkan jaminan
keimigrasian sebagai
pengganti penjamin selama
berada di Wilayah Indonesia.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara jaminan
keimigrasian bagi Orang
Asing diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
2. Pasal 71 Pasal 71 Ketentuan yang terdapat Akan menjadi Kemudahan
di Pasal 71 ini insentif bagi Pelaku Berusaha.
Setiap Orang Asing yang berada (1) Setiap Orang Asing yang
di Wilayah Indonesia wajib: berada di Wilayah Indonesia menyulitkan bagi investor Usaha yang ingin
yang ingin menanamkan menanamkan
wajib:
a. memberikan segala modalnya di Indonesia, modalnya di
keterangan yang diperlukan a. memberikan segala oleh karenanya perlu Indonesia sehingga
mengenai identitas diri keterangan yang dibuat pengecualian atau dapat menarik
dan/atau keluarganya serta diperlukan mengenai relaksasi bagi Investor serta
melaporkan setiap identitas diri dan/atau yang ingin menanamkan meningkatkan
perubahan status sipil, keluarganya serta modalnya di Indonesia, tingkat investasi di
kewarganegaraan, melaporkan setiap Pelaku Usaha cukup Indonesia.
pekerjaan, Penjamin, atau perubahan status sipil, memperlihatkan tanpa
perubahan alamatnya kewarganegaraan, harus menyerahkan
kepada Kantor Imigrasi pekerjaan, Penjamin, Dokumen Perjalanan
setempat; atau atau perubahan atau Izin Tinggal yang
alamatnya kepada dimilikinya.
b. memperlihatkan dan
menyerahkan Dokumen
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Perjalanan atau Izin Tinggal Kantor Imigrasi
yang dimilikinya apabila setempat; atau
diminta oleh Pejabat b. memperlihatkan
Imigrasi yang bertugas dan/atau menyerahkan
dalam rangka pengawasan Dokumen Perjalanan
Keimigrasian. atau Izin Tinggal yang
dimilikinya apabila
diminta oleh Pejabat
Imigrasi yang bertugas
dalam rangka
pengawasan
Keimigrasian.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pemenuhan
kewajiban keimigrasian
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten
1. Pasal 20 Pasal 20 a. Perlu adanya Meningkatkan Kemudahan
fleksibelitas kepastian terhadap Berusaha.
(1) Pemegang Paten wajib Dihapus.
kewajiban membuat mekanisme
membuat produk atau
produk atau pemberian paten di
menggunakan proses di
menggunakan proses Internasional dan
Indonesia.
paten di Indonesia. di Indonesia.
(2) Membuat produk atau
b. Pasal 20 UU Paten
menggunakan proses
dinilai melanggar
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus ketentuan Pasal 27
TRIPS Agreement yang
menunjang transfer
telah diratifikasi oleh
teknologi, penyerapan
Pemerintah melalui
Undang-Undang
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
investasi dan/atau Nomor 7 Tahun 1994
penyediaan lapangan kerja. tentang Pengesahan
Agreement
Establishing The
World Trade
Organization
(Persetujuan
Pembentukan
Organisasi
Perdagangan Dunia).
Pasal 20 UU Paten
dinilai diskriminatif.
Usul kami untuk
dihapus.
c. Pasal 20 UU Paten
memberi kewajiban
bagi pemegang paten
untuk memproduksi
barang yang telah
memiliki paten atau
menggunakan proses
atas paten yang telah
didaftarkan di
Indonesia, yang
dimana apabila tidak
melaksanakan
kewajiban tersebut
dapat berakibat pada
pencabutan paten.
d. Kewajiban ini tidak
dapat dilakukan
untuk setiap
teknologi karena
pertimbangan biaya,
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penguasaan
teknologi, SDM dll.
yang tidak mungkin
dilaksanakan.
e. Kewajiban ini menjadi
salah satu faktor yang
dapat menurunkan
investasi asing.
f. Dalam prakteknya
kewajiban ini sulit
untuk dijalankan.
g. Transfer teknologi
susah dipraktekkan
industri dalam negeri
karena masih
kesulitan dalam
memperoleh bahan
baku.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam
1. Pasal 1 angka 4 Pasal 1 angka 4 Perlu diharmonisasikan Penyederhanaan
Nelayan Kecil adalah orang dengan
Nelayan Kecil adalah Nelayan yang 4. Perizinan
melakukan Penangkapan Ikan Berusaha.
yang mata pencahariannya a. UU Nomor 31 Tahun
untuk memenuhi kebutuhan hidup melakukan penangkapan 2004 jo. UU Nomor 45
sehari-hari, baik yang tidak ikan untuk memenuhi Tahun 2009 tentang
menggunakan kapal penangkap
kebutuhan hidup sehari- Perikanan yang
Ikan maupun yang menggunakan
hari, baik yang mengatur bahwa
kapal penangkap Ikan berukuran
paling besar 10 (sepuluh) gros ton menggunakan kapal ukuran kapal Nelayan
(GT). penangkap Ikan maupun kecil 5 GT;
yang tidak menggunakan
kapal penangkap Ikan.
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. UU Nomor 17 Tahun
2015 tentang
Pelayaran
1) Kapal yang dapat
didaftarkan di
Indonesia dengan
tonase kotor
sekurang-
kuranya 7GT;
Kurang dari 7 GT diberikan
pas kecil.

2. Pasal 37 Pasal 37 Untuk mempermudah Kemudahan


Pusat ketersediaan bahan baku Berusaha
(1) Pemerintah Pusat (1) Pemerintah
mengendalikan impor mengendalikan impor impor yang ditetapkan
Komoditas Perikanan dan Komoditas Perikanan dan sektor industri.
Komoditas Pergaraman. Komoditas Pergaraman.
(2) Pengendalian impor (2) Ketentuan lebih lanjut
Komoditas Perikanan dan mengenai pengendalian
Komoditas Pergaraman impor Perikanan dan
sebagaimana dimaksud Komoditas Pergaraman
pada ayat (1) dilakukan sebagaimana dimaksud
melalui penetapan tempat pada ayat (1) diatur dengan
pemasukan, jenis dan Peraturan Pemerintah.
volume, waktu pemasukan,
serta pemenuhan
persyaratan administratif
dan standar mutu.
(3) Dalam hal impor Komoditas
Perikanan dan Komoditas
Pergaraman, menteri terkait
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
harus mendapatkan
rekomendasi dari Menteri.
3. Pasal 38 Pasal 38 Untuk mempermudah Kemudahan
dilarang ketersediaan bahan baku Berusaha
Setiap Orang dilarang (1) Setiap Orang
mengimpor Komoditas mengimpor Komoditas impor yang ditetapkan
Perikanan dan Komoditas Perikanan dan Komoditas sektor industri.
Pergaraman yang tidak sesuai Pergaraman yang tidak
dengan tempat pemasukan, sesuai dengan tempat
jenis, waktu pemasukan, pemasukan, jenis, waktu
dan/atau standar mutu wajib pemasukan, dan/atau
yang ditetapkan oleh Menteri. standar mutu wajib yang
ditetapkan.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tempat
pemasukan, jenis, waktu
pemasukan, dan/atau
standar mutu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan


1. Undang-Undang Nomor 3 Tahun Dicabut dan dinyatakan tidak Ketentuan mengenai Dengan adanya Kemudahan
1982 tentang Wajib Daftar berlaku. Tanda Daftar Perusahaan penghapusan TDP Berusaha.
Perusahaan. (TDP) sudah diakomodir maka perlu ada
dalam Nomor Induk penyesuaian di
Berusaha (NIB) dalam PP Nomor 24
sebagaimana diatur Tahun 2018
dalam PP Nomor 24 dimana didalamnya
Tahun 2018 tentang masih tercakup
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Perizinan Berusaha bahwa NIB berlaku
Terintegrasi Secara sebagai TDP.
Elektronik.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa


1. Pasal 1 angka 6 Pasal 1 angka 6 Kemudahan
Berusaha
6. Badan Usaha Milik Desa, 6. Badan Usaha Milik Desa,
yang selanjutnya disebut yang selanjutnya disebut
BUM Desa, adalah badan BUM Desa, adalah badan
usaha yang seluruh atau usaha berbentuk badan
sebagian besar modalnya hukum yang seluruh atau
dimiliki oleh Desa melalui sebagian besar modalnya
penyertaan secara langsung dimiliki oleh Desa melalui
yang berasal dari kekayaan penyertaan secara
Desa yang dipisahkan guna langsung yang berasal dari
mengelola aset, jasa kekayaan Desa yang
pelayanan, dan usaha dipisahkan guna
lainnya untuk sebesar- mengelola aset, jasa
besarnya kesejahteraan pelayanan, dan usaha
masyarakat Desa. lainnya untuk sebesar-
besarnya kesejahteraan
masyarakat Desa.

2. Pasal 87 Pasal 87 Kemudahan


Berusaha
(1) Desa dapat mendirikan (1) Desa dapat mendirikan
Badan Usaha Milik Desa BUM Desa.
yang disebut BUM Desa. (2) BUM Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) BUM Desa dikelola dengan dikelola dengan semangat
semangat kekeluargaan kekeluargaan dan
dan kegotongroyongan. kegotongroyongan.
(3) BUM Desa dapat (3) BUM Desa didirikan melalui
menjalankan usaha di penyertaan modal yang
bidang ekonomi dan/atau seluruh atau sebagian besar
pelayanan umum sesuai dimiliki oleh Desa melalui
dengan ketentuan penyertaan secara langsung
peraturan perundang- yang berasal dari kekayaan
undangan. Desa yang dipisahkan.
(4) BUM Desa dapat
menjalankan usaha di
bidang ekonomi dan/atau
pelayanan umum sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(5) BUM Desa sebagaimana
dimaksud dalam ayat 4
dapat membentuk unit-unit
usaha berbadan hukum
sesuai dengan kebutuhan
dan tujuan.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai BUM Desa
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), ayat (4) dan ayat (5)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
- 28 -
6. DUKUNGAN RISET DAN INOVASI

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
1. Pasal 38 Pasal 38 1. Memberikan peluang 1. Terwujudnya Dukungan Riset
yang lebih luas dan peningkatan dan Inovasi
(1) Pemerintah mengatur (1) Pemerintah Pusat
optimal terhadap penerapan,
kegiatan Perdagangan Luar mengatur kegiatan
penerapan, penggunaan,
Negeri melalui kebijakan Perdagangan Luar Negeri
penggunaan, dan/atau
dan pengendalian di bidang melalui kebijakan dan
dan/atau pemanfaatan
Ekspor dan Impor. pengendalian di bidang
pemanfaatan produk produk invensi
Ekspor dan Impor.
(2) Kebijakan dan invensi dan inovasi dan inovasi
pengendalian Perdagangan (2) Kebijakan dan nasional di luar nasional di luar
Luar Negeri sebagaimana pengendalian Perdagangan negeri; negeri;
dimaksud pada ayat (1) Luar Negeri sebagaimana
2. Memberikan 2. Terlindunginya
diarahkan untuk: dimaksud pada ayat (1)
pelindungan yang produk inovasi
diarahkan untuk:
a. peningkatan daya saing optimal dan nasional untuk
produk Ekspor a. peningkatan daya saing konstruktif terhadap memperoleh
Indonesia; produk Ekspor produk inovasi dan/atau
Indonesia; nasional untuk mengembang-
b. peningkatan dan
perluasan akses Pasar b. peningkatan dan memperoleh kan akses pasar
di luar negeri; dan perluasan akses Pasar dan/atau luar negeri; dan
di luar negeri; mengembangkan
c. peningkatan 3. Terjaminnya
akses pasar di luar
kemampuan Eksportir c. peningkatan pemanfaatan
negeri; dan
dan Importir sehingga kemampuan Eksportir hasil invensi
menjadi Pelaku Usaha dan Importir sehingga 3. Menjamin dan inovasi
yang andal. menjadi Pelaku Usaha pemanfaatan hasil untuk
yang andal; dan invensi dan inovasi pembangunan
(3) Kebijakan Perdagangan untuk pembangunan nasional.
Luar Negeri paling sedikit d. peningkatan dan nasional.
meliputi: pengembangan produk
invensi dan inovasi
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
a. peningkatan jumlah dan nasional yang diekspor
jenis serta nilai tambah ke luar negeri.
produk ekspor; Penjelasan Pasal 38 ayat
b. pengharmonisasian (2) huruf d:
Standar dan prosedur Yang dimaksud dengan
kegiatan Perdagangan “invensi dan inovasi”
dengan negara mitra adalah sebagaimana diatur
dagang;
dalam Undang-Undang
c. penguatan mengenai Sistem Nasional
kelembagaan di sektor Ilmu Pengetahuan dan
Perdagangan Luar Teknologi.
Negeri; (3) Kebijakan Perdagangan
d. pengembangan sarana Luar Negeri paling sedikit
dan prasarana meliputi:
penunjang Perdagangan a. peningkatan jumlah
Luar Negeri; dan dan jenis serta nilai
e. pelindungan dan tambah produk ekspor;
pengamanan b. pengharmonisasian
kepentingan nasional Standar dan prosedur
dari dampak negatif kegiatan Perdagangan
Perdagangan Luar dengan negara mitra
Negeri. dagang;
(4) Pengendalian Perdagangan c. penguatan
Luar Negeri meliputi: kelembagaan di sektor
a. perizinan; Perdagangan Luar
Negeri;
b. Standar; dan
d. pengembangan sarana
c. pelarangan dan
pembatasan. dan prasarana
penunjang
Perdagangan Luar
Negeri; dan
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. pelindungan dan
pengamanan
kepentingan nasional
dari dampak negatif
Perdagangan Luar
Negeri.
(4) Pengendalian Perdagangan
Luar Negeri meliputi:
a. perizinan;
b. Standar; dan
c. pelarangan dan
pembatasan.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
1. BAB V BAB V Menyesuaikan dengan Terwujudnya Dukungan Riset
substansi perubahan peningkatan dan Inovasi.
KEWAJIBAN PELAYANAN KEWAJIBAN PELAYANAN
Pasal 66 ayat (1) pelaksanaan
UMUM. UMUM, PENELITIAN,
penelitian dan
PENGEMBANGAN DAN
pengembangan,
INOVASI
serta inovasi oleh
BUMN.
2. Pasal 66 Pasal 66 1. Dukungan BUMN 1. Terwujudnya Dukungan Riset
untuk kepentingan peningkatan dan Inovasi.
(1) Pemerintah dapat (1) Pemerintah Pusat dapat
penelitian dan pelaksanaan
memberikan penugasan memberikan penugasan
pengembangan; dan penelitian dan
khusus kepada BUMN khusus kepada BUMN
pengembangan,
untuk menyelenggarakan untuk menyelenggarakan 2. Sinergi dan
serta inovasi
fungsi kemanfaatan umum fungsi kemanfaatan kolaborasi riset dan
dengan tetap umum, penelitian dan inovasi. oleh BUMN;
dan
memperhatikan maksud pengembangan, serta
dan tujuan kegiatan BUMN. inovasi dengan tetap 2. Terwujudnya
memperhatikan maksud sinergi dan
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Setiap penugasan dan tujuan kegiatan BUMN kolaborasi
sebagaimana dimaksud serta mempertimbangkan pelaksanaan
pada ayat (1) harus terlebih kemampuan BUMN. penelitian dan
dahulu mendapatkan (2) pengembangan,
Setiap penugasan
persetujuan RUPS/Menteri. serta inovasi
sebagaimana dimaksud
dengan
pada ayat (1) harus terlebih
lembaga
dahulu mendapatkan
penelitian dan
persetujuan RUPS/
pengembangan,
Menteri.
lembaga
pengkajian dan
penerapan,
perguruan
tinggi dengan
BUMN.
7. PENGADAAN LAHAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
1. Pasal 8 Pasal 8 1. Apabila obyek Dalam rangka Pengadaan Lahan
pengadaaan tanah memperkuat tahap
Pihak yang Berhak dan pihak (1) Pihak yang Berhak dan pihak
masuk dalam persiapan, maka
yang menguasai Objek yang menguasai Objek
Kawasan Hutan, rencana pengadaan
Pengadaan Tanah untuk Pengadaan Tanah untuk
Tanah Kas Desa tanah dibahas
Kepentingan Umum wajib Kepentingan Umum wajib
(TKD), Tanah Wakaf bersama oleh
mematuhi ketentuan dalam mematuhi ketentuan dalam
dan/atau Tanah seluruh
Undang-Undang ini. Undang-Undang ini.
Aset Pemerintah/ stakeholders
(2) Dalam hal objek pengadaan Pemerintah terkait.
tanah masuk dalam kawasan Daerah/BUMN/
hutan, tanah kas desa, tanah BUMD, maka status
wakaf dan/atau tanah aset tanahnya berubah
Pemerintah Pusat, saat Penetapan
Pemerintah Daerah, Badan Lokasi.
Usaha Milik Negara, atau
Badan Usaha Milik Desa 2. Perubahan status
tanah sesuai dengan
status tanahnya berubah
peruntukannya
pada saat penetapan lokasi.
pada saat Penetapan
(3) Perubahan status tanah Lokasi.
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berubah menjadi 3. Terkait dengan
Pengadaan Tanah
kawasan yang sesuai dengan
untuk seluruh
peruntukannya pada saat
proyek prioritas
penetapan lokasi.
Pemerintah yang
(4) Perubahan obyek pengadaan ditetapkan melalui
tanah yang masuk dalam peraturan
kawasan hutan sebagaimana perundang-
dimaksud pada ayat (2) undangan,
khususnya untuk proyek dilakukan melalui
prioritas Pemerintah Pusat, mekanisme
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dilakukan melalui Perubahan
mekanisme: Peruntukan atau
Pelepasan Kawasan
a. pelepasan Kawasan
Hutan (bukan IPPKH
Hutan, dalam hal
atau Izin Pinjam
pengadaan tanah
Pakai Kawasan
dilakukan oleh instansi;
Hutan).
b. pelepasan Kawasan
4. Pelepasan kawasan
Hutan atau Pinjam Pakai
hutan dalam hal
Kawasan Hutan, dalam
pengadaan tanah
pengadaan tanah
dilakukan oleh
dilakukan oleh swasta.
instansi sedangkan
jika pengadaan
tanah dilakukan
oleh swasta dapat
diberikan pelepasan
kawasan hutan atau
pinjam pakai
kawasan hutan.
2. Pasal 10 Pasal 10 Dalam rangka 1. Peraturan akan Pengadaan Lahan
mewujudkan lebih berfungsi
Tanah untuk Kepentingan (1) Tanah untuk Kepentingan
kemandirian energi dan untuk
Umum sebagaimana dimaksud Umum sebagaimana
terlepas dari beban peningkatan
dalam pasal 4 ayat (1) dimaksud dalam Pasal 4 ayat
import BBM. ekonomi.
digunakan untuk (1) digunakan untuk
pembangunan: pembangunan: 2. Proses
pengadaan
a. Pertanahan dan keamanan a. pertahanan dan
tanah menjadi
nasional; keamanan nasional;
lebih cepat
b. Jalan umum, jalan tol b. jalan umum, jalan tol karena
terowongan, jalur kereta terowongan, jalur kereta dilakukan oleh
api, stasiun kereta api dan api, stasiun kereta api Pemerintah
fasilitas operasi kereta api; dan fasilitas operasi melalui prinsip
kereta api; UU 2/2012.
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. waduk, bendungan, c. waduk, bendungan, sehingga
bendung, irigasi, saluran air bendung, irigasi, saluran merarik
dan sanitasi dan bangunan air dan sanitasi, dan investor lebih
pengairan lainnya; bangunan pengairan mudah.
lainnya;
d. pelabuhan, bandar udara 3. Status tanah
dan terminal; d. pelabuhan, bandar menjadi
udara, dan terminal; BMN/BMD.
e. infrastruktur minyak, gas
dan panas bumi; e. infrastruktur minyak, gas
dan panas bumi;
f. pembangkit, transmisi,
gardu, jaringan, dan f. pembangkit, transmisi,
distribusi tenaga listrik; gardu, jaringan, dan
distribusi tenaga listrik;
g. jaringan telekomunikasi
dan informatika g. jaringan telekomunikasi
pemerintah; dan informatika
pemerintah;
h. tempat pembuangan dan
pengolahan sampah; h. tempat pembuangan dan
pengolahan sampah;
i. rumah sakit pemerintah/
pemerintah daerah ; i. rumah sakit Pemerintah
Pusat atau pemerintah
j. fasilitas keselamatan daerah;
umum;
j. fasilitas keselamatan
k. tempat pemakaman umum umum;
pemerintah/pemerintah
daerah; k. tempat pemakaman
umum Pemerintah Pusat
l. fasilias sosial, fasilitas atau pemerintah daerah;
umum dan ruang terbuka
hijau publik; l. fasilias sosial, fasilitas
umum dan ruang
m. cagar alam dan cagar terbuka hijau publik;
budaya;
m. cagar alam dan cagar
budaya;
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
n. Kantor Pemerintah/ n. Kantor Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah/Desa; Pemerintah Daerah, atau
Desa;
o. penataan pemukiman
kumuh perkotaan dan/ o. penataan pemukiman
atau konsolidasi tanah kumuh perkotaan
serta perumahan untuk dan/atau konsolidasi
masyarakat berpenghasilan tanah serta perumahan
rendah dengan status sewa; untuk masyarakat
berpenghasilan rendah
p. prasarana pendidikan atau
dengan status sewa
sekolah Pemerintah/
termasuk untuk
Pemerintah Daerah;
pembangunan rumah
q. prasarana olahraga umum dan rumah
Pemerintah/Pemerintah khusus;
Daerah;
p. prasarana pendidikan
r. pasar umum dan lapangan atau sekolah Pemerintah
parkir umum. Pusat/ Pemerintah
Daerah;
q. prasarana olahraga
Pemerintah Pusat/
Pemerintah Daerah;
r. pasar umum dan
lapangan parkir umum;
s. Kawasan Industri Hulu
dan Hilir Minyak dan
Gas;
t. Kawasan Ekonomi
Khusus yang diprakarsai
dan dikuasai oleh
Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah,
Badan Usaha Milik
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Negra, atau Badan Usaha
Milik Desa;
u. Kawasan Industri yang
diprakarsai dan dikuasai
oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah,
Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan
Usaha Milik Desa;
v. Kawasan Pariwisata yang
diprakarsai dan dikuasai
oleh Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah,
Badan Usaha Milik
Negara, atau Badan
Usaha Milik Desa; dan
w. Kawasan lainnya yang
diprakarsai dan/atau
dikuasai oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah
Daerah, Badan Usaha
Milik Negara, atau Badan
Usaha Milik Desa.
(2) Kawasan lainnya
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf w, ditetapkan
dengan Peraturan Presiden.
3. Pasal 14 Pasal 14 1. Penyertaan Bila penyusunan Pengadaan Lahan
kementerian yang DPPT lebih baik,
(1) Instansi yang memerlukan (1) Instansi yang memerlukan
membidangi urusan maka proses
tanah membuat tanah membuat
pemerintahan di pengadaan tanah
perencanaan Pengadaan perencanaan Pengadaan
bidang pertanahan lebih cepat dan
Tanah untuk Kepentingan Tanah untuk Kepentingan
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Umum menurut ketentuan Umum dengan melibatkan dimaksudkan untuk kontruksi proyek
peraturan perundang- kementerian/lembaga yang penyempurnaan isi dapat selesai tepat
undangan. menyelenggarakan urusan dari dokumen waktu.
pemerintahan di bidang perencanaan dan
pertanahan sesuai dengan dapat dilaksanakan
(2) Perencanaan Pengadaan ketentuan peraturan dengan baik.
Tanah untuk Kepentingan perundang-undangan. 2. Selama ini secara
Umum sebagaimana
(2) Perencanaan Pengadaan program dan
dimaksud pada ayat (1)
Tanah untuk Kepentingan anggaran tanggung
didasarkan atas Rencana
Umum sebagaimana jawab penyusunan
Tata Ruang Wilayah dan
dimaksud pada ayat (1) DPPT (Dokumen
prioritas pembangunan
didasarkan atas Rencana Perencanaan
yang tercantum dalam
Tata Ruang Wilayah dan Pengadaan Tanah)
Rencana Pembangunan
prioritas pembangunan yang dilakukan secara
Jangka Menengah, Rencana
tercantum dalam Rencana mandiri oleh
Strategis, Rencana Kerja
Pembangunan Jangka instansi yang
Pemerintah Instansi yang
Menengah, Rencana memerlukan tanah.
bersangkutan.
Strategis, Rencana Kerja Walaupun dalam
Pemerintah/instansi yang pelaksanaannya
bersangkutan instansi tersebut
dapat meminta
batuan BPN
setempat, namun
karena tidak
tertuang dalam
aturan maka
tanggung jawab
program dan
anggaran tidak
dapat diberikan
kepada BPN secara
langsung.
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
4. Pasal 19 Pasal 19 Perlu adanya norma Apabila konsultasi Pengadaan Lahan
tambahan pasal yang publik berjalan
(1) Konsultasi Publik rencana (1) Konsultasi Publik rencana
mengamanatkan adanya efektif dan efisien,
pembangunan sebagaimana pembangunan sebagaimana
Standar Umum maka seluruh
dimaksud dalam Pasal 18 dimaksud dalam Pasal 18
sosialisasi yang wajib masyarakat yang
ayat (3) dilaksanakan untuk ayat (3) dilaksanakan untuk
dilakukan agar berjalan terkena dampak
mendapatkan kesepakatan mendapatkan kesepakatan
efektif dan efisien, memperloleh
lokasi rencana lokasi rencana
dengan pemahaman yang
pembangunan dari Pihak pembangunan dari:
mempertimbangkan utuh terkait proyek
yang Berhak. a. Pihak yang Berhak; luasan wilayah proyek pembangunan dan
(2) Konsultasi Publik dan jumlah Kepala rencana ganti rugi,
b. Pengelola; dan
sebagaimana dimaksud Keluarga terdampak. sehingga potensi
pada ayat (1) dilakukan c. pengguna Barang Milik penolakan warga
dengan melibatkan Pihak Negara/Barang Milik saat tahap
yang Berhak dan Daerah. pelaksanaan dapat
masyarakat yang terkena Penjelasan Pasal 19 ayat (1) dimimalisir.
dampak serta dilaksanakan huruf c:
di tempat rencana
pembangunan Kepentingan Yang dimaksud dengan
Umum atau di tempat yang “pengelola dan pengguna
disepakati. Barang Milik Negara/ Barang
Milik Daerah” adalah
(3) Pelibatan Pihak yang sebagaimana diatur dalam
Berhak sebagaimana ketentuan peraturan
dimaksud pada ayat (2) perundang-undang di bidang
dapat dilakukan melalui perbendaharaan Negara.
perwakilan dengan surat
kuasa dari dan oleh Pihak (2) Konsultasi Publik
yang Berhak atas lokasi sebagaimana dimaksud pada
rencana pembangunan ayat (1) dilakukan dengan
melibatkan Pihak yang
(4) Kesepakatan sebagaimana Berhak, Pengelola, pengguna
dimaksud pada ayat (1) Barang Milik Negara/Barang
dituangkan dalam bentuk Milik Daerah dan
berita acara kesepakatan masyarakat yang terkena
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(5) Atas dasar kesepakatan dampak serta dilaksanakan
sebagaimana dimaksud di tempat rencana
pada ayat (7), Instansi yang pembangunan untuk
memerlukan tanah Kepentingan Umum atau di
mengajukan permohonan tempat yang disepakati.
penetapan lokasi kepada
gubernur.
(3) Pelibatan Pihak yang Berhak,
(6) Gubernur menetapkan
Pengelola, dan pengguna
lokasi sebagaimana Barang Milik Negara/Barang
dimaksud pada ayat (5) Milik Daerah sebagaimana
dalam waktu paling lama 14 dimaksud pada ayat (2) dapat
(empat belas) hari kerja dilakukan melalui
terhitung sejak diterimanya perwakilan dengan surat
pengajuan permohonan kuasa dari dan oleh Pihak
penetapan oleh Instansi yang Berhak, Pengelola, dan
yang memerlukan tanah. pengguna Barang Milik
Negara/Barang Milik Daerah
atas lokasi rencana
pembangunan.
(4) Kesepakatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam bentuk
berita acara kesepakatan.
(5) Atas dasar kesepakatan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), Instansi yang
memerlukan tanah
mengajukan permohonan
penetapan lokasi kepada
gubernur.
(6) Gubernur menetapkan lokasi
sebagaimana dimaksud pada
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ayat (5) dalam waktu paling
lama 14 (empat belas) hari
kerja terhitung sejak
diterimanya pengajuan
permohonan penetapan oleh
Instansi yang memerlukan
tanah.
(7) Dalam hal Pihak yang
Berhak, pengelola, dan
pengguna Barang Milik
Negara/ Barang Milik Daerah
tidak menghadiri konsultasi
publik setelah diundang 3
(tiga) kali secara patut,
dianggap menyetujui
rencana pembangunan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(8) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Konsultasi Publik
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Norma Baru Pasal 19A Sebagai alternatif dalam efisiensi dan Pengadaan Lahan
pengadaan tanah bagi efektivitas
(1) Dalam rangka efisiensi dan
pembangunan untuk pengadaan tanah
efektifitas, pengadaan tanah
kepentingan umum bagi pembangunan
untuk kepentingan umum
skala kecil ≤ 5 Ha dapat untuk kepentingan
yang luasnya tidak lebih dari
dilakukan melalui jual umum skala kecil
5 (lima) hektar, dapat
beli lahan secara (+)
dilakukan langsung oleh
langsung atau dilakukan
instansi yang memerlukan
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tanah dengan pihak yang berdasarkan UU
berhak. 2/2012.
(2) Pengadaan tanah untuk
kepentingan umum yang
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus sesuai dengan
kesesuaian tata ruang
wilayah.
6. Norma Baru Pasal 19B Pengadaan Lahan
Dalam hal pengadaan tanah
untuk kepentingan umum yang
luasnya kurang dari 5 (lima)
hektar antara pihak yang berhak
dengan instansi yang memerlukan
tanah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19A ayat (1),
penetapan lokasi dilakukan oleh
Bupati/Walikota.
7. Norma Baru Pasal 19C Hambatan yang Pengadaan Lahan
selama ini ditemui
Setelah penetapan lokasi
dalam pelaksanaan
pengadaan tanah tidak
pengadaan tanah
diperlukan lagi persyaratan
dapat
a. kesesuaian kegiatan diminimalisir.
pemanfaatan ruang;
b. pertimbangan teknis;
c. di luar kawasan hutan dan di
luar kawasan pertambangan;
d. di luar kawasan
gambut/sepadan pantai; dan
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
e. analisis mengenai dampak
lingkungan hidup
8. Pasal 24 Pasal 24 1. Jangka waktu Jangka waktu Pengadaan Lahan
berlakunya Penlok berlakunya Penlok
Penetapan lokasi pembangunan (1) Penetapan lokasi
sekaligus diberikan lebih panjang,
untuk Kepentingan Umum pembangunan untuk
3 (tiga) tahun. sehinnga dapat
sebagaimana dimaksud dalam Kepentingan Umum
memperlancar
Pasal 19 ayat (6) atau Pasal 22 sebagaimana dimaksud 2. dapat diberikan
proses
ayat (1) diberikan dalam waktu 2 dalam Pasal 19 ayat (6) atau perpanjangan waktu
pelaksanaan
(dua) tahun dan dapat Pasal 22 ayat (1) diberikan tanpa memulai
proyek.
diperpanjang paling lama 1 untuk jangka waktu 3 (tiga) proses dari awal.
(satu) tahun. tahun dan dapat
diperpanjang 1 (satu) kali
untuk jangka waktu 1 (satu)
tahun.
(2) Permohonan Perpanjangan
waktu penetapan lokasi
disampaikan sekurang-
kurangnya 6 (enam) bulan
sebelum masa berlaku
penetapan lokasi berakhir.
9. Pasal 28 Pasal 28 Selama ini terdapat Mempercepat Pengadaan Lahan
kendala sumber daya proses pengadaan
(1) Inventarisasi dan (1) Inventarisasi dan identifikasi
dalam melakukan tanah.
identifikasi penguasaan, penguasaan, pemilikan,
pengumpulan data-data
pemilikan, penggunaan, penggunaan, dan
yuridis baik terkait
dan pemanfaatan tanah pemanfaatan tanah
subyek maupun obyek
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pengadaan tanah,
dalam Pasal 27 ayat (2) dalam Pasal 27 ayat (2) huruf
sehingga diperlukan
huruf a meliputi kegiatan: a meliputi kegiatan:
dukungan dari surveyor
a. pengukuran dan a. pengukuran dan berlisensi dalam
pemetaan bidang per pemetaan bidang per melakukan
bidang tanah; dan bidang tanah; dan
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. pengumpulan data b. pengumpulan data Pihak pengumpulan data-data
Pihak yang Berhak dan yang Berhak dan Objek tersebut.
Objek Pengadaan Pengadaan Tanah.
Tanah. (2) Inventarisasi dan identifikasi
(2) Inventarisasi dan penguasaan, pemilikan,
identifikasi penguasaan, penggunaan, dan
pemilikan, penggunaan, pemanfaatan tanah
dan pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud pada
sebagaimana ayat (1) dilaksanakan dalam
dimaksud pada ayat (1) waktu paling lama 30 (tiga
dilaksanakan dalam waktu puluh) hari kerja.
paling lama 30 (tiga puluh) (3) Pengumpulan data Pihak
hari kerja. yang Berhak dan Objek
Pengadaan Tanah
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan oleh
surveyor berlisensi.
10. Pasal 34 Pasal 34 1. Dengan hadirnya 1. Tercapainya Pengadaan Lahan
penilai pada saat asas
(1) Nilai Ganti Kerugian yang (1) Nilai Ganti Kerugian yang
musyawarah maka keterbukaan
dinilai oleh Penilai dinilai oleh Penilai
diharapkan dapat dalam
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
memberikan pelaksanaan
dalam Pasal 33 merupakan dalam Pasal 33 merupakan
informasi dasar pengadaan
nilai pada saat nilai pada saat pengumuman
penilaian besarnya tanah.
pengumuman penetapan penetapan lokasi
nilai ganti rugi, hal 2. Lebih
lokasi pembangunan untuk pembangunan untuk
ini dapat
Kepentingan Umum Kepentingan Umum mencerminkan
menimbulkan efek
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud keadilan dan
psikologis yang baik
dalam Pasal 26. dalam Pasal 26. transparan.
dalam rangka untuk
(2) Besarnya nilai Ganti (2) Besarnya nilai Ganti mendukung
Kerugian berdasarkan hasil Kerugian berdasarkan hasil pelaksanaan
penilaian Penilai penilaian Penilai
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (1) disampaikan ayat (1) disampaikan kepada pemberian ganti
kepada Lembaga Lembaga Pertanahan disertai kerugian.
Pertanahan dengan berita dengan berita acara. 2. Memberikan
acara. (3) Besarnya nilai ganti kerugian pendampingan
(3) Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada ketua pelaksana
berdasarkan hasil penilaian ayat (2), dijadikan dasar pengadaan tanah
Penilai sebagaimana untuk menetapkan bentuk apabila terdapat
dimaksud pada ayat (2) ganti kerugian. pertanyaan terkait
menjadi dasar musyawarah penilaian ganti
penetapan Ganti Kerugian. kerugian dari
(4) Musyawarah penetapan masyarakat.
Ganti Kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
dilaksanakan oleh Ketua
Pelaksana Pengadaan Tanah
bersama dengan Penilai
dengan para pihak yang
berhak.
11. Pasal 36 Pasal 36 Perlu didorong adanya 1. Melalui Pengadaan Lahan
Pemberian Ganti Kerugian regulasi yang mengatur kepemilikan
Pemberian Ganti Kerugian dapat (1)
dalam mengenai penggantian saham atau
diberikan dalam bentuk: dapat diberikan
rugi berupa kepemilikan lahan
bentuk:
a. uang; saham dan lahan pengganti, atau
a. uang; pengganti. bentuk lainnya
b. tanah pengganti;
b. tanah pengganti; yang
c. permukiman kembali; disepakati,
c. pemukiman kembali; diharapkan
d. kepemilikan saham; atau
d. kepemilikan saham; atau masyarakat
e. bentuk lain yang disetujui
lebih
oleh kedua belah pihak. e. bentuk lain yang
mendukung
disetujui oleh kedua
untuk
belah pihak.
percepatan
pengadaan
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Ketentuan lebih lanjut tanah guna
mengenai Pemberian Ganti kepentingan
Kerugian dalam bentuk umum.
tanah pengganti, pemukiman 2. Melalui
kembali, kepemilikan saham kepemikan
atau bentuk lainnya saham,
sebagaimana dimaksud pada masyarakat
ayat (1) diatur dengan juga diberikan
Peraturan Pemerintah. kesempatan
untuk ikut
terlibat
membangun
infrastruktur
melalui skema
trust fund.
12. Penjelasan Pasal 40 huruf f Penjelasan Pasal 40 huruf fMengikuti rumusan Pengadaan Lahan
Peraturan Pemerintah
Subjek hak yang dapat diganti Pemberian Ganti Kerugian pada
rugi adalah prinsipnya harus diserahkan 24/1997
langsung kepada Pihak yang
a. pemegang hak atas tanah;
Berhak atas ganti kerugian.
b. pemegang hak pengelolaan; Apabila berhalangan, pihak yang
c. nadzir, untuk tanah wakaf; Berhak karena hukum dapat
memberikan kuasa kepada pihak
d. pemilik tanah bekas milik lain atau ahli waris. Penerima
adat; kuasa hanya dapat menerima
e. masyarakat hukum adat; kuasa dari satu orang yang
berhak atas Ganti Kerugian. Yang
f. pihak yang menguasai
berhak antara lain:
tanah negara dengan itikad
baik antara lain tanah a. pemegang hak atas tanah;
terlantar, tanah bekas hak b. pemegang hak pengelolaan;
barat;
c. nadzir, untuk tanah wakaf;
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
g. pemegang dasar d. pemilik tanah bekas milik
penguasaan atas tanah; adat;
dan/atau e. masyarakat hukum adat;
pemilik bangunan, tanaman f. pihak yang menguasai tanah
atau benda lain yang negara dengan itikad baik antara
berkaitan dengan tanah. lain tanah terlantar, tanah bekas
hak barat.
g. pemegang dasar penguasaan
atas tanah; dan/atau
h. pemilik bangunan, tanaman
atau benda lain yang berkaitan
dengan tanah.
Yang dimaksud dengan “pihak
yang menguasai tanah negara
dengan itikad baik” adalah:
1. penguasaan tanah yang
diakui oleh peraturan perundang-
undangan;
2. tidak ada keberatan dari
Masyarakat Hukum Adat,
kelurahan/desa atau yang
disebut dengan nama lain, atau
pihak lain atas penguasaan Tanah
baik sebelum maupun selama
pengumuman berlangsung; dan
3. penguasaan dibuktikan
dengan kesaksian dari 2 (dua)
orang saksi yang dapat dipercaya;
Pada ketentuannya, Ganti
Kerugian diberikan kepada
pemegang Hak atas Tanah. Untuk
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
hak guna bangunan atau hak
pakai yang berada di atas tanah
yang bukan miliknya, Ganti
Kerugian diberikan kepada
pemegang hak guna bangunan
atau hak pakai atas bangunan,
tanaman, atau benda lain yang
berkaitan dengan tanah yang
dimiliki atau dipunyainya,
sedangkan Ganti Kerugian atas
tanahnya diberikan kepada
pemegang hak milik atau hak
pengelolaan. Ganti Kerugian atas
tanah hak ulayat diberikan dalam
bentuk tanah pengganti,
permukiman kembali, atau
bentuk lain yang disepakati oleh
masyarakat hukum adat yang
bersangkutan. Pihak yang
menguasai tanah negara yang
dapat diberikan Ganti Kerugian
adalah pemakai tanah negara
yang sesuai dengan atau tidak
melanggar ketentuan peraturan
perundang-undangan. Misalnya,
bekas pemegang hak yang telah
habis jangka waktunya yang
masih menggunakan atau
memanfaatkan tanah yang
bersangkutan, pihak yang
menguasai tanah negara
berdasarkan sewa-menyewa, atau
pihak lain yang menggunakan
atau memanfaatkan tanah negara
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
bebas dengan tidak melanggar
ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Yang dimaksud dengan
"pemegang dasar penguasaan
atas tanah" adalah pihak yang
memiliki alat bukti yang
diterbitkan oleh pejabat yang
berwenang yang membuktikan
adanya penguasaan yang
bersangkutan atas tanah yang
bersangkutan, misalnya
pemegang akta jual beli atas Hak
atas Tanah yang belum dibalik
nama, pemegang akta jual beli
atas hak milik adat yang belum
diterbitkan sertifikat, dan
pemegang surat izin menghuni.
Bangunan, tanaman, atau benda
lain yang berkaitan dengan tanah
yang belum atau tidak dipunyai
dengan Hak atas Tanah, Ganti
Kerugian diberikan kepada
pemilik bangunan, tanaman, atau
benda lain yang berkaitan dengan
tanah.
13. Pasal 42 Pasal 42 Banyak pengadilan Aturan Pengadaan Pengadaan Lahan
negeri yang tidak Tanah menjadi
(1) Dalam hal Pihak yang (1) Dalam hal Pihak yang berhak
bersedia menerima lebih pasti.
berhak menolak bentuk menolak bentuk dan/atau
penitipan uang ganti
dan/atau besarnya ganti besarnya ganti kerugian
kerugian.
kerugian berdasarkan hasil berdasarkan hasil
musyawarah sebagaimana musyawarah sebagaimana
dimaksud dalam pasal 37, dimaksud dalam Pasal 37,
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
atau putusan pengadilan atau putusan pengadilan
negeri / Mahkamah Agung negeri/Mahkamah Agung
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam pasal 38, ganti dalam Pasal 38, ganti
kerugian dititipkan di kerugian dititipkan di
pengadilan negeri setempat. pengadilan negeri setempat.
(2) Penitipan ganti kerugian (2) Penitipan ganti kerugian
selain sebagaimana selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dimaksud pada ayat (1), juga
juga dilakukan terhadap: dilakukan juga terhadap:
a. Pihak yang berhak a. Pihak yang berhak
menerima ganti menerima ganti kerugian
kerugian tidak diketahui tidak diketahui
keberadaannya, atau keberadaannya; atau
b. Obyek pengadaan tanah b. Obyek pengadaan tanah
yang akan diberikan yang akan diberikan
ganti kerugian: ganti kerugian:
1. sedang menjadi obyek
1. sedang menjadi perkara di
obyek perkara di pengadilan;
pengadilan. 2. masih
2. masih dipersengketakan
dipersengketakan kepemilikannya;
kepemilikannya. 3. diletakkan sita oleh
3. diletakkan sita oleh pejabat yang
pejabat yang berwenang; atau
berwenang, atau 4. menjadi jaminan di
4. menjadi jaminan di Bank;
Bank. (3) Pengadilan negeri paling
lama dalam jangka waktu 14
(empat belas) hari kerja wajib
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menerima penitipan ganti
kerugian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2).
14. Pasal 46 Pasal 46 1. Khusus untuk 1. Waktu Pengadaan Lahan
Ruislag Tanah pelaksanaan
(1) Pelepasan Objek Pengadaan (1) Pelepasan Objek Pengadaan
Wakaf tetap Pengadaan
Tanah sebagaimana Tanah sebagaimana
menggunakan Tanah akan
dimaksud dalam Pasal 45 dimaksud dalam Pasal 45
tanah/bangunan lebih cepat.
ayat (1) dan ayat (2) tidak ayat (1) dan ayat (2) tidak
pengganti
diberikan Ganti Kerugian, diberikan Ganti Kerugian, 2. Pemerintah
sebagaimana diatur
kecuali: kecuali: Desa lokasi
dalam UU 41/2004 Pengadaan
a. Objek Pengadaan Tanah a. Objek Pengadaan Tanah dan PP 25/2018. Hal Tanah lebih
yang telah berdiri yang dipergunakan ini ditolak karena mudah dalam
bangunan yang sesuai dengan tugas dan khawatir menginvestasi-
dipergunakan secara fungsi pemerintahan; menimbulkan kan untuk
aktif untuk resistensi dan
b. Objek Pengadaan Tanah kemakmuran
penyelenggaraan tugas keresahan
yang dimiliki/dikuasai desa.
pemerintahan; organisasi
oleh Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha keagamaan.
b. Objek Pengadaan Tanah Milik Daerah; dan/atau 2. Pelepasan Tanah
yang dimiliki/dikuasai c. Objek Pengadaan Tanah Kas Desa bisa
oleh Badan Usaha Milik kas desa. diberikan dalam
Negara/Badan Usaha bentuk uang (bukan
Milik Daerah; dan/atau (2) Ganti Kerugian atas Objek tanah pengganti)
Pengadaan Tanah untuk percepatan
c. Objek Pengadaan Tanah sebagaimana dimaksud pada proyek prioritas
kas desa. ayat (1) huruf a diberikan Pemerintah.
(2) Ganti Kerugian atas Objek dalam bentuk tanah
Pengadaan Tanah dan/atau bangunan atau
sebagaimana dimaksud relokasi.
pada ayat (1) huruf a dan (3) Ganti Kerugian atas objek
huruf c diberikan dalam Pengadaan Tanah
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
bentuk tanah dan/atau sebagaimana dimaksud pada
bangunan atau relokasi. ayat (1) huruf b dapat
diberikan dalam bentuk
(3) Ganti Kerugian atas objek
sebagaimana dimaksud
Pengadaan Tanah
dalam Pasal 36.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dapat (4) Ganti Kerugian atas Objek
diberikan dalam bentuk Pengadaan Tanah Kas Desa
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada
dalam Pasal 36. ayat (1) huruf c dapat
diberikan dalam bentuk
(4) Nilai Ganti Kerugian
sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36;
pada ayat (2) dan ayat (3)
didasarkan atas hasil (5) Nilai Ganti Kerugian
penilaian Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud pada
sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3)
dalam Pasal 34 ayat (2). didasarkan atas hasil
penilaian Ganti Kerugian
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (2).
(6) Nilai Ganti Kerugian atas
objek pengadaan tanah
berupa harta benda wakaf
ditentukan sama dengan
nilai hasil penilaian Penilai
atas harta benda wakaf yang
diganti.
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
1. Pasal 15 Pasal 15 a. Terdapat isu berupa: Pengadaan Lahan
(1) Pengukuhan kawasan (1) Pengukuhan kawasan hutan 1. Proses
hutan sebagaimana sebagaimana dimaksud pengukuhan
dimaksud dalam Pasal 14 /penetapan
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dilakukan melalui proses dalam Pasal 14 dilakukan kawasan hutan
sebagai berikut: melalui proses: lama dan rumit.
a. penunjukan kawasan a. penunjukan kawasan 2. Belum
hutan; hutan; terintegrasinya
peta kawasan
b. penataan batas b. penataan batas kawasan
hutan dengan
kawasan hutan; hutan;
kebijakan tata
c. pemetaan kawasan c. pemetaan kawasan ruang nasional.
hutan; dan hutan; dan
3. Tata ruang
d. penetapan kawasan d. penetapan kawasan nasional belum
hutan. hutan. menjadi tujuan
(2) Pengukuhan kawasan Penjelasan Pasal 15 ayat (1): utama dari
hutan sebagaimana penetapan
Dihapus. kawasan hutan.
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan (2) Pengukuhan kawasan hutan b. Hal tersebut akan
memperhatikan rencana sebagaimana dimaksud pada memberikan dampak
tata ruang wilayah. ayat (1) dilakukan dengan berupa:
memperhatikan rencana tata
ruang wilayah. 1. Tidak memberikan
kepastian hukum
(3) Pengukuhan kawasasn berupa kepastian
hutan dilakukan dengan lokasi usaha bagi
memanfaatkan teknologi investor yang akan
informasi dan koordinat berusaha dengan
geografis atau satelit. memanfaatkan
(4) Pemerintah Pusat kawasan hutan.
memprioritaskan percepatan 2. Tidak memberikan
pengukuhan kawasan hutan kepastian hukum
sebagaimana dimaksud pada bagi pemerintah
ayat (1) daerah strategis. dalam hal alokasi
(5) Ketentuan lebih lanjut kebutuhan
mengenai prioritas kawasan hutan
percepatan pengukuhan untuk program
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kawasan hutan sebagaimana prioritas nasional
dimaksud pada ayat (3) dan
diatur dengan Peraturan pengembangan
Pemerintah. daerah.
(6) Dalam hal terjadi tumpang 3. Menghambat
tindih antara kawasan hutan proses pemberian
dengan rencana tata ruang, izin pinjam pakai
izin, dan/atau hak atas kawasan hutan
tanah, penyelesaian dan pelepasan
tumpang tindih dimaksd kawasan hutan
diatur dengan Peraturan c. Percepatan proses
Presiden. pengukuhan/
penetapan kawasan
hutan yang
mengedepankan
prinsip-prinsip cepat
dan sederhana
dengan
memanfaatkan
teknologi, koordinat
geografis/satelit.
d. Proses ini tanpa
menunggu tata batas
(menghilangkan
proses penunjukan
dan penataan batas)
e. Mengatur ulang
definisi hutan dan
kawasan hutan.
f. Elaborasi agar kelapa
sawit dapat termasuk
sebagai tanaman
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
hutan masih belum
dapat dilakukan
sehingga perlu ada
pembahasan di high
level internal (isu ini
penting karena
menentukan kebun
sawit merupakan
deforestasi)
2. Pasal 18 Pasal 18 1. Pemerintah Pengadaan Lahan
menetapkan luas
(1) Pemerintah menetapkan (1) Pemerintah Pusat
kawasan hutan untuk
dan mempertahankan menetapkan dan
setiap propinsi dan
kecukupan luas kawasan mempertahankan
kabupaten/kota
hutan dan penutupan kecukupan luas kawasan
berdasarkan kondisi
hutan untuk setiap daerah hutan dan penutupan hutan
biofisik, iklim,
aliran sungai, dan atau untuk setiap daerah aliran
penduduk, dan
pulau guna optimalisasi sungai, dan/atau pulau guna
keadaan sosial
manfaat lingkungan, optimalisasi manfaat
manfaat sosial, dan manfaat lingkungan, manfaat sosial, ekonomi masyarakat
setempat.
ekonomi masyarakat dan manfaat ekonomi
setempat. masyarakat setempat. 2. Kewajiban
mempertahankan
(2) Luas kawasan hutan yang (2) Pemerintah Pusat mengatur
kawasan hutan
harus dipertahankan luas kawasan yang harus
minimal 30% (tiga
sebagaimana dimaksud dipertahankan sesuai
puluh persen) ini
pada ayat (1) minimal 30% kondisi fisik dan geografis
sudah tidak relevan
(tiga puluh persen) dari luas DAS dan/atau pulau.
dengan
daerah aliran sungai dan (3) Ketentuan lebih lanjut perkembangan saat
atau pulau dengan sebaran mengenai luas kawasan ini mengingat di
yang proporsional. hutan yang harus Pulau Jawa sendiri,
dipertahankan diatur dengan kawasan hutan sudah
Peraturan Pemerintah. kurang dari 30%.
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
3. Perlu dipikirkan
adanya penetapan
luasan kawasan
hutan dari
Kementerian LHK
untuk setiap provinsi
sehingga tidak
berpatokan pada
kewajiban 30%
(kawasan hutan
mengikuti kebutuhan
masing-masing
provinsi)
4. PP akan mengatur
mengenai:
Pemerintah mengatur
pengecualian atas
kewajiban
mempertahankan
kecukupan luas
kawasan hutan
sebagaimana
dimaksud ayat (2)
untuk kepentingan
infrastruktur yang
merupakan proyek
strategis nasional.
3. Pasal 19 Pasal 19 1. Untuk memberikan Pengadaan Lahan
keleluasaan
(1) Perubahan peruntukan dan (1) Perubahan peruntukan dan
Pemerintah untuk
fungsi kawasan hutan fungsi kawasan hutan
memutuskan
ditetapkan oleh Pemerintah ditetapkan oleh Pemerintah
perubahan
Pusat dengan
peruntukan.
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dengan didasarkan pada mempertimbangkan hasil 2. Untuk menegaskan
hasil penelitian terpadu. penelitian terpadu. kewenangan masalah
ini cukup sampai
(2) Perubahan peruntukan (2) Ketentuan mengenai tata
Pemeritah saja.
kawasan hutan cara perubahan peruntukan
sebagaimana dimaksud kawasan hutan dan 3. Selain itu, perubahan
pada ayat (1) yang perubahan fungsi kawasan peruntukan dan
berdampak penting dan hutan sebagaimana fungsi kawasan hutan
cakupan yang luas serta dimaksud pada ayat (1) serta penggunaan
bernilai strategis, diatur dengan Peraturan kawasan hutan yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pemerintah. berdampak penting,
dengan persetujuan Dewan cakupan luas, dan
Perwakilan Rakyat. bernilai strategis
cukup sampai
(3) Ketentuan tentang tata cara
Pemeritah saja (tidak
perubahan peruntukan
sampai DPR).
kawasan hutan dan
perubahan fungsi kawasan 4. Disepakati adanya
hutan sebagaimana tambahan klausul
dimaksud pada ayat (1) dan pengecualian
ayat (2) diatur dengan terhadap ketentuan
Peraturan Pemerintah. ini untuk mendukung
Proyek Strategis
Nasional.
4. Pasal 38 Pasal 38 Pengadaan Lahan
(1) Penggunaan kawasan (1) Penggunaan kawasan hutan
hutan untuk kepentingan untuk kepentingan
pembangunan di luar pembangunan di luar
kegiatan kehutanan hanya kegiatan kehutanan hanya
dapat dilakukan di dalam dapat dilakukan di dalam
kawawan hutan produksi kawawan hutan produksi
dan kawasan hutan dan kawasan hutan lindung.
lindung. (2) Penggunaan kawasan hutan
sebagaimana dimaksud pada
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Penggunaan kawasan ayat (1) dapat dilakukan
hutan sebagaimana tanpa mengubah fungsi
dimaksud pada ayat (1) pokok kawsan hutan.
dapat dilakukan tanpa (3) Penggunaan kawasan hutan
mengubah fungsi pokok dilakukan melalui pinjam
kawsan hutan. pakai oleh Pemerintah Pusat
(3) Penggunaan kawasan dengan mempertimbangkan
hutan untuk kepentingan batasan luas dan jangka
pertambangan dilakukan waktu tertentu serta
melalui pemberian izin kelestarian lingkungan.
pinjam pakai oleh Menteri (4) Pada kawasan hutan lindung
dengan mempertimbangkan dilarang melakukan
batasan luas dan jangka penambangan dengan pola
waktu tertentu serta pertambangan terbuka.
kelestarian lingkungan.
(4) Pada kawasan hutan
lindung dilarang melakukan
penambangan dengan pola
pertambangan terbuka.
(5) Pemberian izin pinjam pakai
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yang
berdampak penting dan
cakupan yang luas serta
bernilai strategis dilakukan
oleh Menteri atas
persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Pertanahan
1. Norma Baru Paragraf 1 Pembentukan Bank Pengadaan Tanah
Tanah dalam rangka
Bank Tanah
mempercepat proses
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pasal AA pengadaan tanah dalam
Pusat rangka pembangunan
(1) Pemerintah
membentuk badan bank infrastruktur.
tanah.
(2) Badan bank tanah
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) merupakan badan
khusus yang mengelola
tanah.
(3) Kekayaan badan bank tanah
merupakan kekayaan negara
yang dipisahkan.
(4) Badan bank tanah berfungsi
melaksanakan perencanaan,
perolehan, pengadaan,
pengelolaan, pemanfaatan,
dan pendistribusian tanah.
2. Norma Baru Pasal BB Pengadaan Tanah
Badan bank tanah menjamin
ketersediaan Tanah dalam rangka
ekonomi berkeadilan, untuk:
a. kepentingan umum;
b. kepentingan sosial;
c. kepentingan pembangunan;
d. pemerataan ekonomi;
e. konsolidasi lahan; dan
f. Reforma Agraria.
3. Norma Baru Pasal CC Pengadaan Tanah
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Badan bank tanah dalam
melaksanakan tugas dan
wewenangnya bersifat transparan
dan akuntabel.
4. Norma Baru Pasal DD Pengadaan Tanah
Sumber kekayaan badan bank
tanah dapat berasal dari:
a. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara;
b. pendapatan sendiri;
c. penyertaan modal; dan
d. sumber lain yang sah sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
5. Norma Baru Pasal EE Pengadaan Tanah
(1) Tanah yang dikelola badan
bank tanah diberikan hak
pengelolaan.
(2) Hak atas tanah diatas hak
pengelolaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan hak guna usaha,
hak guna bangunan dan hak
pakai.
(3) Jangka waktu hak atas tanah
diatas hak pengelolaan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diberikan jangka
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
waktu selama 90 (Sembilan
puluh) tahun.
(4) Dalam rangka mendukung
investasi, pemegang hak
pengelolaan badan bank
tanah diberikan kewenangan
untuk:
a. melakukan penyusunan
rencana zonasi;
b. membantu memberikan
kemudahan perizinan
berusaha/persetujuan;
c. melakukan pengadaan
tanah baik; dan
d. menentukan tarif
pelayanan.
6. Norma Baru Pasal FF Pengadaan Tanah
Ketentuan lebih lanjut mengenai
pembentukan badan bank tanah
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
7. Norma Baru Paragraf 2 Penguatan Hak Pengadaan Tanah
Pengelolaan
Penguatan Hak Pengelolaan

Pasal GG
Hak Pengelolaan adalah Hak
Menguasai dari Negara yang
kewenangan pelaksanaannya
- 30 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagian dilimpahkan kepada
pemegang haknya.
8. Norma Baru Pasal HH Pengadaan Tanah
(1) Sebagian kewenangan Hak
Menguasai dari Negara
berupa Tanah dapat
diberikan Hak Pengelolaan
kepada:
a. instansi Pemerintah
Pusat;
b. Pemerintah Daerah;
c. Badan bank tanah;
d. Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha
Milik Daerah,
e. Badan hukum milik
negara/daerah; atau
f. Badan Hukum yang
ditunjuk oleh Pemerintah
Pusat.
(2) Hak Pengelolaan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memberikan
kewenangan untuk:
a. menyusun rencana
peruntukan,
penggunaan, dan
pemanfaatan Tanah
- 31 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sesuai dengan rencana
tata ruang;
b. menggunakan dan
memanfaatkan seluruh
atau sebagian Tanah Hak
Pengelolaan untuk
digunakan sendiri atau
dikerjasamakan dengan
pihak ketiga; dan
c. menentukan tarif dan
menerima uang
pemasukan/ganti rugi
dan/atau uang wajib
tahunan dari pihak ketiga
sesuai dengan perjanjian.
(3) Pemberian Hak Pengelolaan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan atas Tanah
Negara dengan keputusan
pemberian hak di atas Tanah
Negara.
(4) Hak Pengelolaan dapat
dilepaskan kepada pihak
yang memenuhi syarat.
9. Norma Baru Pasal II Pengadaan Tanah
(1) Penyerahan pemanfaatan
bagian Tanah Hak
Pengelolaan kepada pihak
ketiga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal HH
ayat (2) dilakukan dengan
- 32 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perjanjian pemanfaatan
Tanah.
(2) Di atas Tanah Hak
Pengelolaan yang
pemanfaatannya diserahkan
kepada pihak ketiga baik
sebagian atau seluruhnya,
dapat diberikan Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan,
dan/atau Hak Pakai sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Dalam keadaan tertentu,
pemegang Hak Pengelolaan
dapat memberikan
rekomendasi pemberian Hak
Atas Tanah pertama kali dan
perpanjangan diberikan
sekaligus atas persetujuan
Pemerintah Pusat.
(4) Dalam hal Hak Atas Tanah
yang berada di atas Hak
Pengelolaan telah berakhir,
tanahnya kembali menjadi
Tanah Hak Pengelolaan.
10. Norma Baru Pasal JJ Pengadaan Tanah
(1) Dalam keadaan tertentu,
Pemerintah Pusat dapat
membatalkan dan/atau
mencabut Hak Pengelolaan
sebagian atau seluruhnya.
- 33 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Tata cara pembatalan Hak
Pengelolaan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan
peraturan-perundang-
undangan.
11. Norma Baru Pasal KK Pengadaan Tanah
(1) Dalam hal bagian bidang
Tanah Hak Pengelolaan
diberikan dengan Hak Milik,
bagian bidang Tanah Hak
Pengelolaan tersebut hapus
dengan sendirinya.
(2) Hak Milik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
hanya diberikan untuk
keperluan rumah umum dan
keperluan transmigrasi.
12. Norma Baru Pasal LL Pengadaan Tanah
Dalam rangka pengendalian
pemanfaatan hak atas tanah di
atas Hak Pengelolaan, dalam
waktu tertentu dilakukan evaluasi
pemanfaatan hak atas tanah.
13. Norma Baru Pasal MM Pengadaan Tanah
Ketentuan mengenai Hak
Pengelolaan diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
14. Norma Baru Paragraf 3 Pengadaan Tanah
- 34 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Satua Rumah Susun untuk
Orang Asing

Pasal NN
Hak Milik atas Satuan Rumah
Susun yang selanjutnya disebut
Hak Milik Sarusun adalah hak
kepemilikan atas satuan rumah
susun yang bersifat perseorangan
yang terpisah dengan hak
bersama atas bagian bersama,
benda bersama, dan tanah
bersama.
15. Norma Baru Pasal OO Pengadaan Tanah
(1) Hak Milik Sarusun dapat
diberikan kepada:
a. warga negara Indonesia;
b. badan hukum Indonesia;
c. warga negara asing yang
mempunyai izin sesuai
ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. badan hukum asing yang
mempunyai perwakilan di
Indonesia; atau
e. perwakilan negara asing
dan lembaga
internasional yang berada
- 35 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
atau mempunyai
perwakilan di Indonesia
(2) Hak Milik Sarusun dapat
beralih atau dialihkan dan
dijaminkan.
(3) Hak Milik Sarusun
sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dapat dijaminkan
dengan dibebani hak
tanggungan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
16. Norma Baru Pasal PP
(1) Rumah susun dapat
dibangun di atas Tanah:
a. Hak Guna Bangunan
atau Hak Pakai di atas
Tanah Negara; atau
b. Hak Guna Bangunan
atau Hak Pakai di atas
Tanah Hak Pengelolaan.
(2) Pemberian Hak Guna
Bangunan bagi rumah susun
dapat diberikan sekaligus
dengan perpanjangan
haknya, setelah mendapat
sertifikat laik fungsi.

(3) Norma Baru Paragraf 4 Pengadaan Tanah


- 36 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemberian Hak Atas Tanah/Hak
Pengelolaan pada Ruang Atas
Tanah dan Ruang Bawah Tanah
Pasal QQ
(1) Tanah atau ruang yang
terbentuk pada ruang atas
dan/atau bawah Tanah dan
digunakan untuk kegiatan
tertentu dapat diberikan hak
guna bangunan, hak pakai,
atau hak pengelolaan.
(2) Batas kepemilikan Tanah
pada ruang atas Tanah oleh
pemegang hak atas tanahnya
diberikan sesuai dengan
koefisien dasar bangunan,
koefisien lantai bangunan,
dan rencana tata ruang yang
ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Batas kepemilikan Tanah
pada ruang bawah Tanah
oleh pemegang hak atas
tanahnya diberikan sesuai
dengan batas kedalaman
pemanfaatan yang diatur
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(4) Penggunaan dan
pemanfaatan Tanah pada
- 37 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
ruang atas dan/atau bawah
Tanah oleh pemegang hak
yang berbeda, dapat
diberikan Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai, atau
Hak Pengelolaan.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai penggunaan Tanah
pada ruang atas Tanah
dan/atau ruang di bawah
Tanah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4)
diatur dengan Peraturan
Presiden.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 Tentang Sistem Budi Daya Pertanian Berkelanjutan
1. Pasal 19 Pasal 19 Pengadaan Tanah
(1) Setiap Orang dilarang (1) Setiap Orang dilarang
mengalihfungsikan Lahan mengalihfungsikan Lahan
yang sudah ditetapkan yang sudah ditetapkan
sebagai Lahan budi daya sebagai Lahan budi daya
Pertanian. Pertanian.
(2) Dalam hal untuk (2) Dalam hal untuk
kepentingan umum, Lahan kepentingan umum
budi daya Pertanian dan/atau proyek strategis
sebagaimana dimaksud nasional, Lahan budi daya
pada ayat (1) dapat Pertanian sebagaimana
dialihfungsikan dan dimaksud pada ayat (1) dapat
dilaksanakan sesuai dengan dialihfungsikan dan
ketentuan peraturan dilaksanakan sesuai dengan
perundang-undangan.
- 38 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(3) Pengalihfungsian Lahan ketentuan peraturan
budi daya Pertanian untuk perundang-undangan.
kepentingan umum (3) Alih fungsi Lahan budi daya
sebagaimana dimaksud Pertanian untuk kepentingan
pada ayat (2) hanya dapat umum dan/atau proyek
dilakukan dengan syarat: strategis nasional
a. dilakukan kajian sebagaimana dimaksud pada
strategis; ayat (2) yang dilaksanakan
pada Lahan Pertanian yang
b. disusun rencana alih
telah memiliki jaringan
fungsi lahan;
pengairan lengkap wajib
c. dibebaskan kepemilikan menjaga fungsi jaringan
haknya dari pemilik; pengairan lengkap.
dan
d. disediakan Lahan
pengganti terhadap
Lahan budi daya
Pertanian.
(4) Alih fungsi Lahan budi daya
Pertanian untuk
kepentingan umum
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dikecualikan
pada Lahan Pertanian yang
telah memiliki jaringan
pengairan lengkap.

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
- 39 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
1. Pasal 44 Pasal 44 Pengadaan Tanah
(1) Lahan yang sudah (1) Lahan yang sudah
ditetapkan sebagai Lahan ditetapkan sebagai Lahan
Pertanian Pangan Pertanian Pangan
Berkelanjutan dilindungi Berkelanjutan dilindungi dan
dan dilarang dilarang dialihfungsikan.
dialihfungsikan. (2) Dalam hal untuk
(2) Dalam hal untuk kepentingan umum
kepentingan umum, Lahan dan/atau Proyek Strategis
Pertanian Pangan Nasional, Lahan Pertanian
Berkelanjutan sebagaimana Pangan Berkelanjutan
dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud pada
dapat dialihfungsikan, dan ayat (1) dapat
dilaksanakan sesuai dialihfungsikan, dan
dengan ketentuan dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang- ketentuan peraturan
undangan. perundang-undangan.
(3) Pengalihfungsian Lahan (3) Penyediaan lahan pengganti
yang sudah ditetapkan terhadap Lahan Pertanian
sebagai Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang
Pangan Berkelanjutan dialihfungsikan untuk
untuk kepentingan umum infrastruktur akibat bencana
sebagaimana dimaksud dilakukan paling lama 24
pada ayat (2) hanya dapat (dua puluh empat) bulan
dilakukan dengan syarat: setelah alih fungsi dilakukan.
a. dilakukan kajian
kelayakan strategis;
b. disusun rencana alih
fungsi lahan;
- 40 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
c. dibebaskan
kepemilikan haknya dari
pemilik; dan
d. disediakan lahan
pengganti terhadap
Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan yang
dialihfungsikan.
(4) Dalam hal terjadi bencana
sehingga pengalihan fungsi
lahan untuk infrastruktur
tidak dapat ditunda,
persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
huruf a dan huruf b tidak
diberlakukan.
(5) Penyediaan lahan pengganti
terhadap Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan yang
dialihfungsikan untuk
infrastruktur akibat
bencana sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
dilakukan paling lama 24
(dua puluh empat) bulan
setelah alih fungsi
dilakukan.
(6) Pembebasan kepemilikan
hak atas tanah yang
dialihfungsikan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf c
dilakukan dengan
- 41 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemberian ganti rugi sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
8a. KAWASAN EKONOMI KHUSUS

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus
1. Pasal 1 angka 4 Pasal 1 angka 4 a. Revitalisasi Administrator KEK Kawasan Ekonomi
Administrator KEK yang profesional. Khusus
4. Dewan Kawasan adalah 4. Dewan Kawasan adalah
langsung di bawah
dewan yangs dibentuk di dewan yang dibentuk di
Dewan Nasional.
tingkat provinsi untuk tingkat provinsi, atau lebih
membantu Dewan Nasional dari satu provinsi, untuk b. Penyederhanaan
dalam penyelenggaraan membantu Dewan Nasional rumusan.
KEK. dalam penyelenggaraan
KEK.
2. Pasal 1 angka 5 Pasal 1 angka 5 a. Revitalisasi Administrator KEK Kawasan Ekonomi
Administrator KEK yang profesional. Khusus
5. Administrator adalah 5. Administrator adalah unit
langsung di bawah
bagian dari Dewan kerja yang bertugas
Dewan Nasional.
Kawasan yang dibentuk menyelenggarakan
untuk setiap KEK guna perizinan berusaha, b. Penyederhanaan
membantu Dewan perizinan lainnya, rumusan.
Kawasan dalam pelayanan, dan
penyelenggaraan KEK. pengawasan di KEK.
3. Pasal 1 angka 6 Pasal 1 angka 6 a. Revitalisasi Administrator KEK Kawasan Ekonomi
Administrator KEK yang profesional. Khusus
6. Badan Usaha adalah 6. Badan Usaha adalah badan
langsung di bawah
perusahaan berbadan usaha yang
Dewan Nasional.
hukum yang berupa Badan menyelenggarakan
Usaha Milik Negara, Badan kegiatan usaha KEK. b. Penyederhanaan
Usaha Milik Daerah, rumusan.
koperasi, swasta, dan
usaha patungan untuk
menyelenggarakan
kegiatan usaha KEK.
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
4. Pasal 1 angka 7 Pasal 1 angka 7 a. Revitalisasi Administrator KEK Kawasan Ekonomi
Administrator KEK yang profesional. Khusus
7. Pelaku Usaha adalah 7. Pelaku Usaha adalah
langsung di bawah
perusahaan yang pelaku usaha yang
Dewan Nasional.
berbentuk badan hukum, menjalankan kegiatan
tidak berbadan hukum usaha di KEK. b. Penyederhanaan
atau usaha orang rumusan.
perseorangan yang
melakukan kegiatan usaha
di KEK.
5. Norma Baru Pasal 1 angka 8 Penambahan definisi Administrator KEK Kawasan Ekonomi
Penyelenggara KEK adalah Penyelenggara KEK. yang profesional Khusus
8.
Pemerintah, Pemerintah
Daerah, atau Badan Usaha
yang membangun
dan/atau mengelola KEK.
6. Pasal 3 Pasal 3 Membuka lingkup Cakupan kegiatan Kawasan Ekonomi
Kegiatan usaha di KEK kegiatan di KEK sesuai usaha di KEK Khusus
(1) KEK terdiri atas satu atau (1)
perkembangan. menjadi lebih luas
beberapa Zona: terdiri atas:
seperti industri
a. pengolahan ekspor; a. Produksi dan digital, industri
pengolahan; kreatif, Pendidikan,
b. logistik;
b. Logistik dan distribusi; Kesehatan.
c. industri;
c. pengembangan
d. pengembangan
teknologi;
teknologi;
d. pariwisata;
e. pariwisata;
e. pendidikan;
f. energi; dan/atau
f. kesehatan;
g. ekonomi lain.
g. energi; dan/atau
(2) Di dalam KEK dapat
dibangun fasilitas h. ekonomi lain.
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pendukung dan (2) Kegiatan ekonomi lain
perumahan bagi pekerja. sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf h
(3) Di dalam setiap KEK
ditetapkan oleh Dewan
disediakan lokasi untuk
Nasional.
usaha mikro, kecil,
menengah (UMKM), dan (3) Pelaksanaan Kegiatan
koperasi, baik sebagai usaha sebagaimana
Pelaku Usaha maupun dimaksud pada ayat (1)
sebagai pendukung sesuai dengan zonasi di
kegiatan perusahaan yang KEK.
berada di dalam KEK. (4) Di dalam KEK dapat
dibangun fasilitas
pendukung dan
perumahan bagi pekerja.
Penjelasan Pasal 3 ayat (4):
Yang dimaksud dengan
“perumahan bagi pekerja”
adalah pembangunan
perumahan terpisah dari
kegiatan usaha yang ada di
KEK.
(5) Di dalam setiap KEK
disediakan lokasi untuk
usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi,
baik sebagai Pelaku Usaha
maupun sebagai
pendukung kegiatan
perusahaan yang berada di
dalam KEK.
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
7. Pasal 4 Pasal 4 a. Penyederhanaan
Dokumen usulan Kawasan Ekonomi
kriteria lokasi.
menjadi lebih Khusus
Lokasi yang dapat diusulkan Lokasi yang dapat diusulkan
untuk menjadi KEK harus untuk menjadi KEK memenuhi b. Penambahan syarat sederhana namun
dapat memberi
memenuhi kriteria: kriteria: penguasaan lahan.
kepastian
a. sesuai dengan Rencana a. sesuai dengan Rencana keberhasilan KEK
Tata Ruang Wilayah dan Tata Ruang Wilayah dan
tidak berpotensi tidak berpotensi
mengganggu kawasan mengganggu kawasan
lindung; lindung;
b. pemerintah b. mempunyai batas yang
provinsi/kabupaten/kota jelas; dan
yang bersangkutan Penjelasan Pasal 4 huruf d:
mendukung KEK;
Yang dimaksud dengan
c. terletak pada posisi yang “mempunyai batas yang
dekat dengan jalur jelas” adalah batas alam
perdagangan internasional
(sungai atau laut) atau
atau dekat dengan jalur batas buatan (pagar atau
pelayaran internasional di tembok).
Indonesia atau terletak
pada wilayah potensi c. lahan yang diusulkan
sumber daya unggulan; menjadi KEK telah dikuasai
dan sebagian atau seluruhnya.
d. mempunyai batas yang Penjelasan Pasal 4 huruf e:
jelas. luasan lahan yang harus
dikuasai terlebih dahulu
ditetapkan berdasarkan
pertimbangan Dewan
Nasional KEK.
8. Pasal 5 Pasal 5 Penyederhanaan Proses pengusulan Kawasan Ekonomi
KEK prosedur pengusulan menjadi lebih Khusus
(1) Pembentukan KEK (1) Pembentukan
tidak lagi berjenjang. sederhana.
diusulkan kepada Dewan diusulkan kepada Dewan
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Nasional oleh: Nasional oleh:
a. Badan Usaha; a. Badan Usaha; atau
b. pemerintah b. Pemerintah Daerah.
kabupaten/kota; atau (2) Badan Usaha sebagaimana
c. pemerintah provinsi. dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas:
(2) Dalam hal usulan diajukan
oleh Badan Usaha a. Badan Usaha Milik
sebagaimana dimaksud Negara;
pada ayat (1) huruf a, b. Badan Usaha Milik
usulan disampaikan Daerah;
melalui pemerintah
provinsi setelah c. koperasi;
memperoleh persetujuan d. badan usaha swasta
pemerintah berbentuk perseroan
kabupaten/kota. terbatas; atau
(3) Dalam hal usulan diajukan e. badan usaha patungan
oleh pemerintah atau konsorsium.
kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud (3) Pemerintah daerah
pada ayat (1) huruf b, sebagaimana dimaksud
usulan disampaikan pada ayat (1) huruf b terdiri
melalui pemerintah atas:
provinsi. a. pemerintah provinsi;
(4) Dalam hal usulan diajukan atau
oleh pemerintah provinsi b. pemerintah
sebagaimana dimaksud kabupaten/kota.
pada ayat (1) huruf c,
usulan disampaikan
setelah mendapat
persetujuan pemerintah
kabupaten/kota.
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
9. Pasal 6 Pasal 6 Memperjelas persyaratan Memberi kepastian Kawasan Ekonomi
yang harus dilengkapi bagi pengusul Khusus
(1) Usulan sebagaimana (1) Usulan sebagaimana dalam pengusulan
dimaksud dalam Pasal 5 dimaksud dalam Pasal 5
ayat (1) harus memenuhi ayat (1) harus memenuhi
kriteria sebagaimana kriteria sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4. dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Usulan sebagaimana (2) Usulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
dilengkapi persyaratan dilengkapi persyaratan
paling sedikit: paling sedikit:
a. peta lokasi a. peta lokasi
pengembangan serta pengembangan serta
luas area yang luas area yang
diusulkan yang diusulkan yang terpisah
terpisah dari dari permukiman
permukiman penduduk;
penduduk;
b. rencana tata ruang KEK
b. rencana tata ruang KEK yang diusulkan
yang diusulkan dilengkapi dengan
dilengkapi dengan pengaturan zonasi;
peraturan zonasi;
Penjelasan Pasal 6 ayat
c. rencana dan sumber (2) huruf b:
pembiayaan;
Bahwa yang dimaksud
d. analisis mengenai dengan “pengaturan
dampak lingkungan zonasi” adalah rencana
yang sesuai dengan pengembangan KEK
ketentuan peraturan yang ditetapkan oleh
perundang-undangan; Badan Usaha,
e. hasil studi kelayakan pemerintah daerah,
ekonomi dan finansial; Pemerintah atau Badan
dan Usaha Pengelola KEK;
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
f. jangka waktu suatu c. rencana dan sumber
KEK dan rencana pembiayaan;
strategis. d. persetujuan
Lingkungan;
e. hasil studi kelayakan
ekonomi dan finansial;
f. jangka waktu suatu
KEK dan rencana
strategis; dan
g. penguasaan lahan atas
sebagian atau seluruh
dari lahan usulan KEK.
10. Norma Baru Pasal 8A Kewajiban Pemerintah Memberikan Kawasan Ekonomi
wajib Daerah untuk kepastian kepada Khusus
Pemerintah Daerah
mendukung KEK yang investor
mendukung KEK yang telah
ditetapkan sebagaimana telah ditetapkan
dimaksud dalam Pasal 7 dan
Pasal 8.
11. Pasal 10 Pasal 10 Memperjelas penetapan Memberikan Kawasan Ekonomi
Badan Usaha untuk kepastian Khusus
(1) Berdasarkan penetapan Setelah KEK ditetapkan:
melakukan
sebagaimana dimaksud a. Badan Usaha yang pembangunan di KEK
dalam Pasal 7 ayat (4), mengusulkan KEK
pemerintah provinsi atau ditetapkan sebagai
pemerintah pembangun dan pengelola
kabupaten/kota KEK;
menetapkan Badan Usaha
untuk membangun KEK b. Pemerintah Pusat atau
sesuai dengan ketentuan Pemerintah Daerah sebagai
peraturan perundang- pengusul menetapkan Badan
undangan. Usaha untuk membangun
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Penetapan sebagaimana dan mengelola KEK.
dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh:
a. pemerintah provinsi
dalam hal lokasi KEK
berada pada lintas
kabupaten/kota; dan
b. pemerintah
kabupaten/kota dalam
hal lokasi KEK berada
pada satu
kabupaten/kota.
12. Pasal 11 Pasal 11 Telah diatur di dalam Penyederhanaan Kawasan Ekonomi
pasal 10 peraturan Khusus
Dalam hal usulan berasal dari Dihapus.
Badan Usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5 ayat
(1) huruf a, pemerintah provinsi
atau pemerintah
kabupaten/kota menunjuk
langsung Badan Usaha
pengusul untuk membangun
KEK.
13. Pasal 13 Pasal 13 Pengelolaan aset hasil Membuka opsi Kawasan Ekonomi
kerjasama Pemerintah kerjasama yang Khusus
(1) Pembiayaan untuk (1) Pembiayaan untuk
dan swasta tidak lagi lebih luas.
pembangunan dan pembangunan dan
diatur dalam Undang-
pemeliharaan infrastruktur pemeliharaan infrastruktur
undang ini.
di dalam KEK dapat di dalam KEK dapat
berasal dari: bersumber dari:
a. Pemerintah dan/atau a. Pemerintah Pusat
pemerintah daerah; dan/atau Pemerintah
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
b. swasta; Daerah;
c. kerja sama antara b. swasta;
Pemerintah, pemerintah c. kerja sama antara
daerah, dan swasta; Pemerintah Pusat,
atau Pemerintah Daerah,
d. sumber lain yang sah dan swasta; dan/atau
sesuai dengan d. sumber lain yang sah
ketentuan peraturan sesuai dengan
perundang-undangan. ketentuan peraturan
(2) Dewan Nasional dapat perundang-undangan.
menetapkan kebijakan (2) Dewan Nasional dapat
tersendiri dalam kerja menetapkan kebijakan
sama antara Pemerintah, tersendiri dalam kerja
pemerintah daerah, dan sama antara Pemerintah
swasta dalam Pusat, Pemerintah Daerah,
pembangunan dan dan swasta dalam
pemeliharaan infrastruktur pembangunan dan
di dalam KEK. pemeliharaan infrastruktur
(3) Pengelolaan aset hasil kerja di dalam KEK.
sama Pemerintah,
pemerintah daerah, dan
swasta dapat dilakukan
sesuai dengan analisis
kelayakan ekonomi dan
finansial.

14. Pasal 16 Pasal 16 Peningkatan kapasitas Sekretariat Dewan Kawasan Ekonomi


(1) Dewan Nasional diketuai (1) Dewan Nasional diketuai Sekretariat Dewan Nasional dapat Khusus
yang Nasional lebih efektif dalam
oleh menteri yang oleh menteri
mendukung Dewan
menangani urusan mengoordinasikan urusan
Nasional dan
pemerintahan di bidang pemerintahan di bidang
Administrator
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perekonomian dan perekonomian dan dalam
beranggotakan menteri dan beranggotakan menteri dan pengembangan dan
kepala lembaga pemerintah kepala lembaga pemerintah pengoperasian KEK
nonkementerian. nonkementerian.
(2) Dalam melaksanakan (2) Untuk membantu
tugas, Dewan Nasional pelaksanaan tugas Dewan
sebagaimana dimaksud Nasional sebagaimana
pada ayat (1) membentuk dimaksud pada ayat (1)
Sekretariat Dewan dibentuk Sekretariat
Nasional. Jenderal Dewan Nasional.
(3) Ketentuan mengenai (3) Ketentuan mengenai
keanggotaan, tata kerja, Dewan Nasional dan
dan kesekretariatan Dewan Sekretariat Jenderal Dewan
Nasional diatur dengan Nasional diatur dengan
Peraturan Presiden. Peraturan Presiden.
15. Pasal 17 Pasal 17 Penajaman rumusan Pelaksanaan tugas Kawasan Ekonomi
tugas Dewan Nasional. Dewan Nasional Khusus
Dewan Nasional bertugas: Dewan Nasional bertugas:
lebih optimal.
a. menyusun Rencana Induk a. menetapkan strategi dan
Nasional KEK; kebijakan umum
pembentukan dan
b. menetapkan kebijakan
pengembangan KEK;
umum serta langkah
strategis untuk b. membentuk Administrator;
mempercepat c. menetapkan standar
pembentukan dan pengelolaan di KEK;
pengembangan
KEK;
c. menetapkan standar Penjelasan Pasal 17 huruf
infrastruktur dan c:
pelayanan minimal dalam Standar pengelolaan di
KEK; KEK mengatur antara lain
d. melakukan pengkajian atas standar infrastruktur dan
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
usulan suatu wilayah pelayanan
untuk dijadikan KEK; d. melakukan pengkajian atas
e. memberikan rekomendasi usulan suatu wilayah
pembentukan KEK; untuk dijadikan KEK;
f. mengkaji dan e. memberikan rekomendasi
merekomendasikan pembentukan KEK;
langkah pengembangan di f. mengkaji dan
wilayah yang potensinya merekomendasikan
belum berkembang; langkah pengembangan di
g. menyelesaikan wilayah yang potensinya
permasalahan strategis belum berkembang;
dalam pelaksanaan, g. menyelesaikan
pengelolaan, dan permasalahan strategis
pengembangan KEK; dan dalam pelaksanaan,
h. memantau dan pengelolaan, dan
mengevaluasi pengembangan KEK; dan
keberlangsungan KEK serta h. memantau dan
merekomendasikan mengevaluasi
langkah tindak lanjut hasil keberlangsungan KEK serta
evaluasi kepada Presiden, merekomendasikan
termasuk mengusulkan langkah tindak lanjut hasil
pencabutan status KEK. evaluasi kepada Presiden,
termasuk mengusulkan
pencabutan status KEK.

16. Pasal 19 Pasal 19 Perubahan pengaturan Memperjelas. Kawasan Ekonomi


dapat tata kerja Dewan Khusus
(1) Dewan Kawasan dibentuk (1) Dewan Kawasan
Kawasan.
pada setiap provinsi yang dibentuk pada setiap
sebagian wilayahnya provinsi yang sebagian
ditetapkan sebagai KEK. wilayahnya ditetapkan
sebagai KEK sesuai
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Dewan Kawasan kebutuhan.
sebagaimana dimaksud (2) Dalam hal suatu KEK
pada ayat (1) diusulkan wilayahnya mencakup lebih
oleh Dewan Nasional dari 1 (satu) provinsi dapat
kepada Presiden untuk dibentuk satu Dewan
ditetapkan dengan Kawasan.
Keputusan Presiden.
(3) Dewan Kawasan
(3) Dewan Kawasan
sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
pada ayat (1) bertanggung diusulkan oleh Dewan
jawab kepada Dewan Nasional kepada Presiden
Nasional. untuk ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
(4) Dewan Kawasan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
bertanggung jawab kepada
Dewan Nasional.
(5) Untuk membantu
pelaksanaan tugas Dewan
Kawasan, dibentuk
Sekretariat Dewan
Kawasan.
17. Pasal 20 Pasal 20 Telah tercakup di Pasal Penyederhanaan Kawasan Ekonomi
19 pengaturan Khusus
(1) Dewan Kawasan terdiri Dihapus.
atas ketua, yaitu gubernur,
wakil ketua, yaitu
bupati/walikota, dan
anggota, yaitu unsur
Pemerintah di provinsi,
unsur pemerintah provinsi,
dan unsur pemerintah
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kabupaten/kota.
(2) Dalam melaksanakan
tugas, Dewan Kawasan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) membentuk
Sekretariat Dewan
Kawasan.
(3) Ketentuan mengenai
keanggotaan, tata kerja,
dan kesekretariatan Dewan
Kawasan diatur dengan
Peraturan Presiden.
18. Pasal 21 Pasal 21 Sinkronisasi tugas Menjamin Kawasan Ekonomi
Dewan Kawasan dengan konsistensi Khusus
Dewan Kawasan bertugas: Dewan Kawasan bertugas:
Dewan Nasional. kebijakan Dewan
a. melaksanakan kebijakan a. melaksanakan strategi dan Nasional di daerah.
umum yang telah kebijakan umum yang
ditetapkan oleh Dewan telah ditetapkan oleh
Nasional untuk mengelola Dewan Nasional dalam
dan mengembangkan KEK pembentukan dan
di wilayah kerjanya; pengembangan KEK;
b. membentuk Administrator b. mengawasi pelaksanaan
KEK di setiap KEK; tugas Administrator KEK;
c. mengawasi, c. menetapkan langkah
mengendalikan, strategis penyelesaian
mengevaluasi, dan permasalahan dalam
mengoordinasikan pelaksanaan kegiatan KEK
pelaksanaan tugas di wilayah kerjanya;
Administrator KEK dalam d. menyampaikan laporan
penyelenggaraan sistem pengelolaan KEK kepada
pelayanan terpadu satu Dewan Nasional setiap
pintu dan operasionalisasi
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
KEK; akhir tahun; dan
d. menetapkan langkah e. menyampaikan laporan
strategis penyelesaian insidental dalam hal
permasalahan dalam terdapat permasalahan
pelaksanaan kegiatan KEK strategis kepada Dewan
di wilayah kerjanya; Nasional.
e. menyampaikan laporan
pengelolaan KEK kepada
Dewan Nasional setiap
akhir tahun; dan
f. menyampaikan laporan
insidental dalam hal
terdapat permasalahan
strategis kepada Dewan
Nasional.
19. Pasal 22 Pasal 22 a. Menyesuaikan Efektivitas Kawasan Ekonomi
dengan aturan pelayanan Khusus
Dalam melaksanakan tugas (1) Dalam melaksanakan tugas
perizinan berusaha . perizinan.
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud
Pasal 21, Dewan Kawasan dalam Pasal 21, Dewan b. Peraturan
dapat: Kawasan dapat: pelaksanaan dari
undang-undang.
a. meminta penjelasan a. meminta penjelasan
Administrator KEK Administrator KEK
mengenai pelaksanaan mengenai
sistem pelayanan terpadu penyelenggaraan
satu pintu serta Perizinan Berusaha,
pengawasan dan perizinan lainnya
pengendalian pelayanan, dan
operasionalisasi KEK; pengawasan di KEK;
b. meminta masukan b. meminta masukan
dan/atau bantuan kepada dan/atau bantuan
instansi kepada instansi
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah atau para ahli Pemerintah Pusat atau
sesuai dengan kebutuhan; para ahli sesuai dengan
dan/atau kebutuhan; dan/atau
c. melakukan kerja sama c. melakukan kerja sama
dengan pihak lain sesuai dengan pihak lain
dengan kebutuhan. sesuai dengan
kebutuhan.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Dewan Kawasan
diatur dengan Peraturan
Presiden.
20. Pasal 23 Pasal 23 Reformulasi tugas Dewan Nasional Kawasan Ekonomi
Administrator sebagai dapat memonitor Khusus
(1) Administrator KEK (1) Administrator bertugas
unit di bawah Dewan penyelenggaraan
bertugas: untuk menyelenggarakan:
Nasional. tugas
a. melaksanakan a. Perizinan Berusaha dan Administrator.
pemberian izin usaha perizinan lainnya yang
dan izin lain diperlukan oleh Badan
yang diperlukan bagi Usaha dan Pelaku
Pelaku Usaha yang Usaha;
mendirikan,menjalanka Penjelasan Pasal 23 ayat
n, dan mengembangkan (1) huruf a:
usaha di KEK;
Dengan ketentuan ini,
b. melakukan pengawasan penyelesaian perizinan
dan pengendalian dan non perizinan yang
operasionalisasi KEK; diajukan oleh Badan
dan Usaha dan Pelaku Usaha
di KEK cukup
c. menyampaikan laporan diselesaikan di
operasionalisasi KEK Administrator dan tidak
secara berkala dan perlu diselesaikan di
insidental kepada Kementerian/Lembaga
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Dewan Kawasan. atau Pemerintah daerah.
(2) Pelaksanaan pemberian b. pelayanan non perizinan
izin sebagaimana dimaksud yang diperlukan oleh
pada ayat (1) huruf a Badan Usaha dan
dilakukan melalui Pelaku Usaha; dan
pelayanan terpadu satu c. pengawasan dan
pintu. pengendalian
operasionalisasi KEK.
(2) Pelaksanaan tugas
Administrator sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan
kriteria yang ditetapkan
oleh Pemerintah Pusat.
(3) Dalam hal Administrator
belum mampu
menyelenggarakan perizinan
dan/atau non perizinan,
Administrator dibantu oleh
pejabat atau petugas dari
kementerian, lembaga
pemerintah non
kementerian, pemerintah
provinsi, dan/atau
pemerintah kabupaten/kota
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(4) Dalam melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) Administrator
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
menyampaikan laporan
kepada Dewan Nasional
melalui Dewan Kawasan.
(5) Laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
disampaikan juga kepada
menteri, kepala lembaga
pemerintah non
kementerian, gubernur,
dan/atau bupati/walikota
yang terkait sesuai dengan
kewenangannya.
21. Pasal 24 Pasal 24 Kewenangan Meningkatnya Kawasan Ekonomi
Administrator untuk kewenangan Khusus
Dalam melaksanakan tugas Dalam melaksanakan
mendapatkan laporan Administrator.
sebagaimana dimaksud dalam pengawasan dan pengendalian
atau penjelasan dari
Pasal 23, Administrator KEK: operasionalisasi KEK
Badan Usaha dan/atau
sebagaimana dimaksud dalam
a. memperoleh pendelegasian Pelaku Usaha mengenai
atau pelimpahan wewenang Pasal 23 ayat (1) huruf c, kegiatannya.
di bidang perizinan dari Administrator berwenang untuk
dan mendapatkan laporan atau
Pemerintah
penjelasan dari Badan Usaha
pemerintah daerah; dan
dan/atau Pelaku Usaha
b. dapat meminta penjelasan mengenai kegiatannya.
kepada Badan Usaha
dan/atau Pelaku Usaha di
KEK mengenai kegiatan
usahanya.
22. Norma Baru Pasal 24A Pengaturan kualifikasi Meningkatnya Kawasan Ekonomi
tugas Administrator. kapastitas Khusus
(1) Pelaksanaan
pelayanan
Administrator dilakukan
Administrator.
sesuai dengan tata kelola
pemerintahan dan asas-
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
asas umum pemerintahan
yang baik sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Administrator dapat dijabat
oleh aparatur sipil negara
atau non aparatur sipil
negara yang memiliki
kompetensi, kualifikasi,
dan persyaratan lain yang
dipilih secara selektif
sesuai dengan kriteria dan
kualifikasi yang ditentukan
oleh Dewan Nasional.
23. Norma Baru Pasal 24B Peraturan Pelaksanaan Kawasan Ekonomi
dari undang-undang. Khusus
Ketentuan mengenai
Administrator sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23, Pasal
24, dan Pasal 24A diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
24. Norma Baru Pasal 24C Pengaturan pola Meningkatnya Kawasan Ekonomi
pengelolaan keuangan kapasitas Khusus
(1) Administrator dapat
pola Administrator. pelayanan
menerapkan
Administrator.
pengelolaan keuangan
Badan Layanan Umum.

(2) Penerapan pola


pengelolaan keuangan
Badan Layanan Umum
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Peraturan Pemerintah.
25. Pasal 25 Pasal 25 Penambahan APBN Pelaksanaan tugas Kawasan Ekonomi
sebagai sumber Sekretariat Khusus
(1) Dewan Nasional, Dewan (1) Dewan Nasional,
pembiayaan Sekretariat Jenderal Dewan
Kawasan, dan Sekretariat Jenderal Dewan
Jenderal Dewan Nasional Nasional dan
Administrator Nasional; Dewan Kawasan,
dan Administrator. Administrator lebih
KEK memperoleh dan Administrator KEK
terjamin.
pembiayaan yang berasal memperoleh pembiayaan
dari: yang bersumber dari:
a. Pemerintah dan/atau a. Anggaran Pendapatan
pemerintah daerah; dan dan Belanja Negara;
b. sumber lain yang tidak b. Anggaran Pendapatan
bertentangan dengan dan Belanja Daerah;
ketentuan peraturan dan/atau
perundang-undangan. c. sumber lain sesuai
(2) Ketentuan lebih lanjut dengan ketentuan
mengenai pembiayaan peraturan perundang-
sebagaimana dimaksud undangan yang sah.
pada ayat (1) diatur dengan (2) Ketentuan lebih lanjut
Peraturan Pemerintah. mengenai sumber
pembiayaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

26. Pasal 26 Pasal 26 KEK lebih cepat Kawasan Ekonomi


berfungsi dalam Khusus
(1) Penyelenggaraan kegiatan (1) Badan Usaha yang Telah diatur di Pasal 10
menarik invstasi
usaha di KEK dilaksanakan melakukan pembangunan Mempertegas tugas
oleh Badan Usaha yang dan pengelolaan KEK Badan Usaha Pengelola
ditetapkan sebagai sebagaimana dimaksud
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengelola KEK. dalam Pasal 10, bertugas: agar profesional dalam
(2) Badan Usaha sebagaimana a. membangun dan mengelola kawasan
dimaksud pada ayat (1) mengembangkan
berupa: sarana dan prasarana
di dalam KEK;
a. Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha b. menyelenggarakan
Milik pengelolaan pelayanan
Daerah; sarana dan prasarana
kepada pelaku usaha;
b. Badan Usaha koperasi;
c. menyelenggarakan
c. Badan Usaha swasta;
promosi.
atau
d. Badan Usaha patungan (2) Penyelenggaraan promosi
sebagaimana dimaksud
antara swasta dan/atau
pada ayat (2) huruf c, dapat
koperasi dengan
dilakukan secara terpadu
Pemerintah, dan/atau
dengan promosi yang
pemerintah
dilaksanakan oleh
provinsi, dan/atau
kementerian/lembaga
pemerintah
pemerintah non
kabupaten/kota.
kementerian dan/atau
Pemerintah Daerah terkait.

27. Pasal 27 Pasal 27 Mempertegas belum Lalu lintas barang Kawasan Ekonomi
(1) Ketentuan larangan atau (1) Di dalam KEK berlaku berlakunya pembatasan dari dan ke KEK Khusus
pembatasan impor dan ketentuan larangan impor impor di KEK. lebih lancar.
ekspor yang diatur dan ekspor yang diatur
berdasarkan peraturan berdasarkan ketentuan
perundang-undangan peraturan perundang-
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berlaku di KEK. undangan.
(2) Barang yang terkena (2) Atas impor barang ke KEK
ketentuan pembatasan belum diberlakukan
impor dan ekspor dapat ketentuan pembatasan.
diberikan pengecualian (3) Bagi barang yang
dan/atau kemudahan membahayakan Kesehatan,
sesuai dengan ketentuan Keselamatan, Keamanan
peraturan
dan Lingkungan (K3L)
perundang-undangan. dapat dikenakan
(3) Lalu lintas barang ke KEK pembatasan apabila barang
dan dari KEK berlaku dimaksud bukan
ketentuan peraturan merupakan bahan baku
perundang-undangan. bagi kegiatan usaha dan
institusi teknis terkait
secara khusus
memberlakukan ketentuan
pembatasan di KEK.
(4) Pelaksanaan ketentuan
mengenai impor dan ekspor
dilakukan melalui sistem
elektronik yang
terintegrasi secara
nasional.

Penjelasan Pasal 27 ayat


(4):
Yang dimaksud dengan
“sistem elektronik
terintegrasi secara
nasional” adalah sistem
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
elektronil yang
mengintegrasikan sistem
dan/atau informasi
berkaitan dengan proses
penanganan dokumen
kepabeanan, dokumen
kekarantinaan, dokumen
perizinan, dokumen
kepelabuhanan/kebandaru
daraan, dan dokumen lain,
yang terkait dengan ekspor
dan atau impor.
(5) Pemerintah Pusat
mengembangkan sistem
yang terintegrasi secara
nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (4).
28. Pasal 30 Pasal 30 Penyederhanaan Menghindarkan Kawasan Ekonomi
Setiap wajib pajak yang ketentuan fasilitas Pajak multitafsir. Khusus
(1) Setiap wajib pajak yang (1)
melakukan kegiatan usaha melakukan kegiatan usaha Penghasilan.
di KEK diberikan fasilitas di KEK diberikan fasilitas
Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Penghasilan.
(2) Selain fasilitas PPh (2) Selain fasilitas Pajak
sebagaimana dimaksud Penghasilan sebagaimana
pada ayat (1), dapat dimaksud pada ayat (1),
diberikan tambahan dapat diberikan tambahan
fasilitas PPh sesuai dengan fasilitas Pajak Penghasilan
karakteristik Zona. sesuai dengan jenis
(3) Fasilitas sebagaimana kegiatan usaha di KEK.
dimaksud pada ayat (1) (3) Ketentuan lebih lanjut
dan ayat (2) diberikan mengenai pemberian
sesuai dengan ketentuan fasilitas Pajak Penghasilan
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
peraturan perundang sebagaimana dimaksud
undangan. pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan atau
(4) Ketentuan lebih lanjut
berdasarkan Peraturan
mengenai pemberian
Pemerintah.
fasilitas PPh sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.ssssssssssssss
ss
29. Pasal 31 Pasal 31 Fasilitas dan kemudahan Perbaikan Kawasan Ekonomi
PBB dan BPHTB sistematika Khusus
Fasilitas perpajakan juga dapat Dihapus.
dimasukkan ke dalam undang-undang.
diberikan dalam waktu tertentu
Pajak Daerah.
kepada penanam modal berupa
pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
30. Pasal 32 Pasal 32 Perumusan kembali Memperjelas dan Kawasan Ekonomi
fasilitas bagi barang dan menghindarkan Khusus
(1) Impor barang ke KEK dapat (1) Impor barang ke KEK
jasa di KEK. multitafsir.
diberikan fasilitas berupa: diberikan fasilitas berupa:
a. penangguhan bea a. pembebasan atau
masuk; penangguhan bea
masuk;
b. pembebasan cukai,
sepanjang barang b. pembebasan cukai,
tersebut merupakan sepanjang barang
bahan baku atau bahan tersebut merupakan
penolong produksi; bahan baku atau bahan
penolong produksi;
c. tidak dipungut Pajak
Pertambahan Nilai c. tidak dipungut Pajak
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai atau
Pertambahan Nilai Pajak Pertambahan
(PPN) dan Pajak Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM) untuk Mewah untuk barang
barang kena pajak; dan kena pajak; dan
d. tidak dipungut PPh d. tidak dipungut Pajak
impor. Penghasilan impor.
(2) Penyerahan barang kena (2) Penyerahan Barang Kena
pajak dari tempat lain di Pajak berwujud dari
dalam daerah pabean ke Tempat Lain Dalam Daerah
KEK dapat diberikan Pabean, Kawasan
fasilitas tidak dipungut Perdagangan Bebas dan
PPN dan PPnBM Pelabuhan Bebas, dan
berdasarkan ketentuan Tempat Penimbunan
peraturan perundang- Berikat ke KEK diberikan
undangan. fasilitas tidak dipungut
Pajak Pertambahan Nilai
(3) Penyerahan barang kena
pajak dari KEK ke tempat atau Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan
lain di dalam daerah
atas Barang Mewah.
pabean sepanjang tidak
ditujukan kepada pihak (3) Pemanfaatan Barang Kena
yang mendapatkan fasilitas Pajak tidak berwujud serta
PPN dikenakan PPN atau Jasa Kena Pajak di KEK
PPN dan PPnBM sesuai diberikan fasilitas tidak
dengan ketentuan dipungut Pajak
peraturan perundang- Pertambahan Nilai atau
undangan. Pajak Pertambahan Nilai
dan Pajak Penjualan atas
(4) Ketentuan lebih lanjut
Barang Mewah.
mengenai pemberian
fasilitas sebagaimana Penjelasan Pasal 32 ayat
dimaksud pada ayat (1), (3):
ayat (2), dan ayat (3) diatur
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dengan Peraturan Yang dimaksud dengan
Pemerintah. “pemanfaatan Barang Kena
Pajak tidak berwujud serta
Jasa Kena Pajak di KEK”
adalah pemanfaatan baik
yang berasal dari dalam
KEK sendiri ataupun yang
berasal dari KEK lainnya,
Luar Daerah Pabean,
Tempat Lain Dalam Daerah
Pabean, Kawasan Bebas,
dan Tempat Penimbunan
Berikat
(4) Penyerahan Barang Kena
Pajak berwujud, Barang
Kena Pajak tidak berwujud,
dan Jasa Kena Pajak dari
KEK ke Tempat Lain Dalam
Daerah Pabean dikenai
Pajak Pertambahan Nilai
atau Pajak Pertambahan
Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah kecuali
ditujukan ke Kawasan atau
pihak yang mendapatkan
fasilitas Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak
Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas
Barang Mewah.
(5) Ketentuan mengenai
kriteria dan rincian Barang
Kena Pajak berwujud,
Barang Kena Pajak tidak
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berwujud dan/atau Jasa
Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3), diatur
dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
31. Norma Baru Pasal 32A Penambahan fasilitas Memberikan Kawasan Ekonomi
untuk barang konsumsi penegasan dan Khusus
(1) Impor barang konsumsi ke
di KEK non industri. kejelasan kepada
KEK yang kegiatan
Investor.
utamanya bukan produksi
dan pengolahan diberikan
fasilitas:
a. bagi barang konsumsi
yang bukan Barang
Kena Cukai dengan
jumlah dan jenis
tertentu sesuai dengan
bidang usahanya
diberikan fasilitas
pembebasan bea masuk
dan tidak dipungut
pajak dalam rangka
impor; dan
b. bagi barang konsumsi
yang berupa Barang
Kena Cukai dikenakan
cukai dan diberikan
fasilitas pembebasan bea
masuk dan tidak
dipungut pajak dalam
rangka impor.
(2) Barang konsumsi asal
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
impor yang dikeluarkan ke
tempat lain dalam daerah
pabean, dilunasi bea
masuk, pajak dalam rangka
impor, dan/atau cukai bagi
Barang Kena Cukai.
32. Norma Baru Pasal 33A Penambahan tugas Meningkatnya Kawasan Ekonomi
Administrator dalam kapastitas Khusus
(1) Administrator dapat
pelayanan kepabeanan pelayanan
ditetapkan untuk
kegiatan mandiri. Administrator.
melakukan
pelayanan kepabeanan
mandiri berdasarkan
kriteria yang ditetapkan
oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
keuangan.
Penjelasan Pasal 33A ayat
(1):
Yang dimaksud dengan
“pelayanan kepabeanan
mandiri” meliputi antara
lain pelekatan dan/atau
pelepasan tanda
pengaman, pelayanan
pemasukan barang,
pelayanan pembongkaran
barang, pelayanan
penimbunan barang,
pelayanan pemuatan
barang, pelayanan
pengeluaran barang;
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan/atau pelayanan
lainnya
(2) Pengawasan dan pelayanan
atas perpindahan barang di
dalam KEK, menggunakan
teknologi informasi yang
terhubung dengan
kementerian yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
keuangan.
33. Pasal 35 Pasal 35 Memperjelas rumusan Memberikan Kawasan Ekonomi
Setiap wajib pajak yang insentif pajak daerah. kepastian kepada Khusus
(1) Setiap wajib pajak yang (1)
investor.
melakukan usaha di KEK melakukan usaha di KEK
diberikan insentif berupa diberikan insentif berupa
pembebasan atau pengurangan, pembebasan,
keringanan pajak daerah atau keringanan pajak
dan retribusi daerah sesuai daerah dan retribusi
dengan ketentuan daerah sesuai dengan
peraturan perundang- ketentuan peraturan
undangan. perundang-undangan.
(2) Selain insentif pajak (2) Insentif sebagaimana
daerah dan retribusi dimaksud pada ayat (1)
daerah sebagaimana dapat berupa pengurangan
dimaksud pada ayat (1), Bea Perolehan Hak Atas
pemerintah daerah dapat Tanah dan Bangunan dan
memberikan kemudahan pengurangan Pajak Bumi
lain. dan Bangunan.
(3) Selain insentif pajak
daerah dan retribusi
daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
- 29 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah Daerah dapat
memberikan fasilitas dan
kemudahan lain.
34. Pasal 36 Pasal 36 Memperjelas dan Memberikan Kawasan Ekonomi
mempertegas fasilitas kepastian kepada Khusus
Di KEK diberikan kemudahan (1) Di KEK diberikan
pertanahan di KEK. investor.
untuk memperoleh hak atas kemudahan, percepatan,
tanah sesuai dengan ketentuan dan prosedur khusus
peraturan perundang- dalam memperoleh hak
undangan. atas tanah, pemberian
perpanjangan, dan/atau
pembaharuannya.
(2) Ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan peraturan
menteri yang
menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang
agraria/pertanahan setelah
mendapat persetujuan dari
Dewan Nasional.
35. Norma Baru Pasal 37A Penambahan ketentuan Memberikan Kawasan Ekonomi
penetapan harga lahan kepastian kepada Khusus
(1) Tanah di KEK dapat
ditetapkan sebagai insentif oleh Dewan Nasional. investor.
kepada Pelaku Usaha.

(2) Dewan Nasional dapat


menetapkan acuan harga
jual atau sewa tanah di
KEK.
- 30 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
36. Pasal 38 Pasal 38 Perbaikan rumusan Memberikan Kawasan Ekonomi
diberikan mengenai peraturan kepastian dan Khusus
(1) Di KEK diberikan (1) Di KEK
dan pelaksanaan undang- penyederhanaan
kemudahan dan kemudahan
bidang undang. peraturan.
keringanan di bidang keringanan di
perizinan usaha, kegiatan perizinan berusaha,
usaha, perindustrian, perizinan lainnya, kegiatan
perdagangan, kepelabuhan, usaha, perindustrian,
dan keimigrasian bagi perdagangan, kepelabuhan,
orang asing pelaku bisnis, dan keimigrasian bagi
serta diberikan fasilitas orang asing, serta
keamanan. diberikan fasilitas
keamanan.
(2) Kemudahan dan
keringanan sebagaimana (2) Ketentuan mengenai
dimaksud pada ayat (1) kemudahan dan
ditetapkan sesuai dengan keringanan sebagaimana
ketentuan peraturan dimaksud pada ayat (1)
perundang-undangan. diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
37. Norma Baru Pasal 38A Pemangkasan izin yang Memberikan Kawasan Ekonomi
tumpang tindih. kepastian dan Khusus
Terhadap KEK yang
penyederhanaan
menyelenggarakan kegiatan
peraturan.
usaha yang terkait dengan
perindustrian, penetapan KEK
sekaligus sebagai penetapan
kawasan industri sebagaimana
dimaksud dalam undang-
undang tentang perindustrian.
38. Pasal 40 Pasal 40 Penegasan wewenang Daya saing KEK Kawasan Ekonomi
Selain pemberian fasilitas Dewan Nasional dalam akan lebih Khusus
(1) Selain pemberian fasilitas (1)
memberikan tambahan meningkat.
dan kemudahan dan kemudahan
- 31 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana diatur dalam sebagaimana diatur dalam fasilitas.
Pasal 30 sampai dengan Pasal 30 sampai dengan
Pasal 39, Zona yang berada Pasal 39, Badan Usaha dan
di dalam KEK dapat Pelaku Usaha di KEK dapat
diberikan fasilitas dan diberikan fasilitas dan
kemudahan lain. kemudahan lain yang
ditetapkan oleh Dewan
(2) Ketentuan mengenai
Nasional.
fasilitas dan kemudahan
lain sebagaimana (2) Ketentuan mengenai
dimaksud pada ayat (1) bentuk fasilitas dan
diatur oleh instansi yang kemudahan lain
berwenang sesuai dengan sebagaimana dimaksud
ketentuan peraturan pada ayat (1) dan tata cara
perundang-undangan. pemberiannya diatur oleh
instansi yang berwenang.
39. Pasal 41 Pasal 41 Fasilitas ketenagakerjaan Memberikan Kawasan Ekonomi
untuk direksi dan kepastian kepada Khusus
Izin mempekerjakan tenaga Pengesahan rencana
komisaris. investor.
kerja asing (TKA) yang penggunaan tenaga kerja asing
mempunyai jabatan sebagai yang mempunyai jabatan
direksi atau komisaris diberikan sebagai direksi atau komisaris
sekali dan berlaku selama TKA diberikan sekali dan berlaku
yang bersangkutan menjadi selama TKA yang bersangkutan
direksi atau komisaris. menjadi direksi atau komisaris.
40. Pasal 43 Pasal 43 Penyederhanaan Memberikan Kawasan Ekonomi
dapat dibentuk rumusan. kepastian kepada Khusus
(1) Di KEK dibentuk Lembaga (1) Di KEK
investor.
Kerja Sama Tripartit Lembaga Kerja Sama
Khusus oleh gubernur yang Tripartit Khusus oleh
mempunyai tugas: gubernur.
a. melakukan komunikasi
dan konsultasi (2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai berbagai mengenai Lembaga Kerja
- 32 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
masalah Sama sebagaimana
ketenagakerjaan; dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
b. melakukan deteksi dini
Pemerintah.
terhadap kemungkinan
timbulnya
permasalahan
ketenagakerjaan; dan
c. memberikan saran dan
pertimbangan mengenai
langkah penyelesaian
permasalahan.
(2) Keanggotaan lembaga
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas
unsur Pemerintah, unsur
pemerintah daerah, unsur
serikat pekerja/serikat
buruh, dan unsur asosiasi
pengusaha.
(3) Di dalam melakukan tugas
dan fungsinya, lembaga
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berkoordinasi
dengan lembaga lain.
41. Pasal 44 Pasal 44 a. Efisiensi anggaran Penyederhanaan Kawasan Ekonomi
dan efektivitas peraturan. Khusus
(1) Di KEK dibentuk Dewan Dihapus.
kelembagaan.
Pengupahan oleh gubernur
yang tugas dan fungsinya b. Fungsi Dewan
sebagai berikut: Pengupahan KEK
dapat digabung
a. memberikan masukan
dengan Dewan
dan saran untuk
Pengupahan Provinsi
- 33 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
penetapan pengupahan; atau Dewan
dan Pengupahan
Kabupaten/Kota.
b. membahas
permasalahan
pengupahan.
(2) Keanggotaan Dewan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas
unsur Pemerintah, unsur
pemerintah daerah, unsur
serikat pekerja/serikat
buruh, unsur asosiasi
pengusaha, tenaga ahli,
dan perguruan tinggi.
(3) Di dalam melakukan tugas
dan fungsinya, Dewan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berkoordinasi
dengan lembaga lain.
42. Pasal 45 Pasal 45 Ketentuan mengenai Penyederhanaan Kawasan Ekonomi
Upah Minimum diatur peraturan. Khusus
(1) Penetapan dan Dihapus.
secara nasional yaitu
pemberlakuan upah
sebagai jaring pengaman,
minimum ditetapkan dan
sehingga tidak perlu ada
diatur oleh gubernur.
kekhususan ketentuan
(2) Penetapan upah minimum upah minimum bagi
mempertimbangkan paling kawasan ekonomi
sedikit: khusus.
a. upah minimum sebagai
jaring pengaman;
b. kemampuan UMKM
- 34 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan koperasi; dan
c. kebutuhan hidup layak
(KHL).

43. Pasal 47 Pasal 47 Ketentuan mengenai isi Memberikan Kawasan Ekonomi


PKB dan persyaratan kepastian kepada Khusus
(1) Pada perusahaan yang Pada perusahaan yang telah
PKWT telah diubah lebih investor
telah terbentuk serikat terbentuk serikat
fleksible dan berlaku
pekerja/serikat buruh pekerja/serikat buruh dibuat
secara umum, sehingga
dibuat perjanjian kerja perjanjian kerja bersama antara
tidak perlu diatur
bersama (PKB) antara serikat pekerja/serikat buruh
kembali dalam Undang-
serikat pekerja/serikat dan pengusaha.
Undang KEK.
buruh dan pengusaha.
(2) Dalam PKB disepakati:
a. jenis pekerjaan yang
dapat diserahkan
kepada
perusahaan lain; dan
b. bentuk hubungan kerja
yang didasarkan
perjanjian kerja untuk
waktu tertentu dan
untuk waktu tidak
tertentu.
(3) Dalam hal perusahaan
melakukan pekerjaan yang
berhubungan dengan
produk baru, kegiatan
baru, atau produk
tambahan yang masih
dalam percobaan atau
penjajakan, dapat
- 35 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dilakukan dengan
perjanjian kerja waktu
tertentu untuk jangka
waktu paling lama 2 (dua)
tahun dan dapat
diperpanjang untuk sekali
paling lama 1 (satu) tahun.
(4) Perjanjian kerja waktu
tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
tidak dapat dilakukan
pembaruan.
44. Pasal 48 Pasal 48 Menampung opsi Transformasi Kawasan Ekonomi
Pada saat Undang-Undang transformasi KPBPB KPBPB menjadi Khusus
(1) Pada saat Undang-Undang (1)
ini berlaku, sebagian atau menjadi KEK. KEK dapat
ini berlaku, Kawasan
dilakukan secara
Perdagangan Bebas dan seluruh Kawasan
bertahap.
Pelabuhan Bebas, yaitu Perdagangan Bebas dan
Batam, Bintan, dan Pelabuhan Bebas, yaitu
Karimun, yang dibentuk Batam, Bintan, dan
berdasarkan Undang- Karimun, yang dibentuk
Undang Nomor 36 Tahun berdasarkan Undang-
2000 tentang Penetapan Undang Nomor 36 Tahun
Peraturan Pemerintah 2000 tentang Penetapan
Pengganti Undang-Undang Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2000 Pengganti Undang-Undang
tentang Kawasan Nomor 1 Tahun 2000
Perdagangan Bebas dan tentang Kawasan
Pelabuhan Bebas Menjadi Perdagangan Bebas dan
Undang-Undang (Lembaran Pelabuhan Bebas Menjadi
Negara Republik Indonesia Undang-Undang (Lembaran
Tahun 2000 Nomor 251, Negara Republik Indonesia
Tambahan Lembaran Tahun 2000 Nomor 251,
Negara Republik Indonesia Tambahan Lembaran
- 36 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Nomor 4053) sebagaimana Negara Republik Indonesia
telah diubah dengan Nomor 4053) sebagaimana
Undang-Undang Nomor 44 telah diubah dengan
Tahun 2007 tentang Undang-Undang Nomor 44
Penetapan Peraturan Tahun 2007 tentang
Pemerintah Pengganti Penetapan Peraturan
Undang-Undang Nomor 1 Pemerintah Pengganti
Tahun 2007 tentang Undang-Undang Nomor 1
Perubahan atas Undang- Tahun 2007 tentang
Undang Nomor 36 Tahun Perubahan atas Undang-
2000 tentang Penetapan Undang Nomor 36 Tahun
Peraturan Pemerintah 2000 tentang Penetapan
Pengganti Undang-Undang Peraturan Pemerintah
Nomor 1 Tahun 2000 Pengganti Undang-Undang
tentang Kawasan Nomor 1 Tahun 2000
Perdagangan Bebas dan tentang Kawasan
Pelabuhan Bebas Menjadi Perdagangan Bebas dan
Undang-Undang Menjadi Pelabuhan Bebas Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Undang-Undang Menjadi
Negara Republik Indonesia Undang-Undang (Lembaran
Tahun 2007 Nomor 130, Negara Republik Indonesia
Tambahan Lembaran Tahun 2007 Nomor 130,
Negara Republik Indonesia Tambahan Lembaran
Nomor 4775), sebelum atau Negara Republik Indonesia
sesudah jangka waktu Nomor 4775), sebelum atau
yang ditetapkan berakhir, sesudah jangka waktu yang
dapat diusulkan menjadi ditetapkan berakhir, dapat
KEK sesuai dengan ditetapkan menjadi KEK.
ketentuan Undang-Undang (2) Penetapan sebagian atau
ini dan ketentuan seluruh Kawasan
peraturan perundang- Perdagangan Bebas dan
undangan lain. Pelabuhan Bebas Batam,
Bintan, dan Karimun
menjadi KEK sebagaimana
(2) Dalam hal Kawasan
- 37 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Perdagangan Bebas dan dimaksud pada ayat (1)
Pelabuhan Bebas berdasarkan usulan Dewan
sebagaimana dimaksud Kawasan Perdagangan
pada ayat (1) tidak Bebas dan Pelabuhan
diusulkan menjadi KEK, Bebas Batam, Bintan, dan
Kawasan Perdagangan Karimun.
Bebas dan Pelabuhan (3) Dalam hal Kawasan
Bebas berakhir sesuai Perdagangan Bebas dan
dengan jangka waktu yang Pelabuhan Bebas
telah ditetapkan. sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak
ditetapkan menjadi KEK,
Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan
Bebas berakhir sesuai
dengan jangka waktu yang
telah ditetapkan.
(4) Ketentuan mengenai
pengusulan dan penetapan
KEK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(5) Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan
Bebas yang tidak
ditetapkan menjadi KEK
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) yang
lokasinya terpisah dari
permukiman penduduk,
dapat diterapkan
ketentuan lalu lintas
- 38 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
barang dan/atau diberikan
fasilitas dan kemudahan
KEK.
(6) Ketentuan mengenai
pengusulan dan penetapan
KEK sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan
penerapan ketentuan lalu
lintas barang dan/atau
pemberian fasilitas dan
kemudahan KEK
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
8b. KAWASAN INDUSTRI DAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian
1. Norma Baru Pasal 105A a. Pengelola kawasan Memangkas beban Kawasan Industri
industri di KEK perizinan pengusul
Perizinan Berusaha untuk
adalah Badan Usaha KEK yang
kegiatan usaha kawasan
Pengelola KEK, dalam kemudian menjadi
industri yang berada di
rezim KEK Badan Pengelola Kawasan
kawasan ekonomi khusus
Usaha yang menjadi Industri.
dilakukan sesuai dengan
Badan Usaha
ketentuan peraturan
Pembangun dan
perundang-undangan di bidang
Pengelola di tetapkan
kawasan ekonomi khusus.
oleh Bupati/
Walikota.
b. Perlu ada
pengkhususan
pengaturan, agar
tidak tidak terdapat
tambahan birokrasi
perizinan.
c. Pasal ini perlu
dicantumkan dalam
Peraturan
Pemerintah.
2. Pasal 106 Pasal 106 Kawasan Industri
(1) Perusahaan Industri yang (1) Perusahaan Industri yang
akan menjalankan Industri akan menjalankan Industri
wajib berlokasi di Kawasan wajib berlokasi di Kawasan
Industri. Industri.
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Kewajiban berlokasi di (2) Kewajiban berlokasi di
Kawasan Industri Kawasan Industri
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikecualikan pada ayat (1) dikecualikan
bagi Perusahaan Industri bagi perusahaan industri
yang akan menjalankan yang akan menjalankan
industri dan berlokasi di industri dan berlokasi di
daerah kabupaten/kota daerah kabupaten/kota
yang: yang:
a. belum memiliki a. belum memiliki
Kawasan Industri; kawasan industri
b. telah memiliki Kawasan b. telah memiliki Kawasan
Industri tetapi seluruh Industri tetapi seluruh
kaveling Industri dalam kaveling industri dalam
Kawasan Industrinya Kawasan Industrinya
telah habis; telah habis
(3) Pengecualian terhadap c. zona industri dalam
kewajiban berlokasi di kawasan ekonomi
Kawasan Industri khusus.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) juga berlaku
bagi:
a. Industri kecil dan
Industri menengah
yang tidak berpotensi
menimbulkan
pencemaran lingkungan
hidup yang berdampak
luas; atau
b. Industri yang
menggunakan Bahan
Baku khusus dan/atau
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
proses produksinya
memerlukan lokasi
khusus.
(4) Perusahaan Industri yang
dikecualikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
dan Perusahaan Industri
menengah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
huruf a wajib berlokasi di
kawasan peruntukan
industri.
(5) Industri sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
ditetapkan oleh Menteri.

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
UU Nomor 36 Tahun 2000 tentang KPBPB jo. UU Nomor 44 Tahun 2007 tentang Perubahan UU Nomor 36 Tahun 2000
1. Pasal 6 Pasal 6
(1) Presiden menetapkan (1) Presiden menetapkan Dewan Perlu mempertegas dan
Dewan Kawasan Kawasan Perdagangan mengatur mekanisme
Perdagangan Bebas dan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan tata kelola
Pelabuhan Bebas didaerah, di daerah, yang selanjutnya pengusulan dan
yang selanjutnya disebut disebut Dewan Kawasan. pembentukan Dewan
Dewan Kawasan. Kawasan.
(2) Ketentuan lebih lanjut
(2) Ketua dan anggota Dewan megenai pentepan Dewan KPBPB adalah fasilitas
Kawasan ditetapkan oleh Kawasan sebagaimana Pemerintah Pusat, agar
Presiden atas usul dimaksud pada ayat (1) pelaksaaannya efektif
Gubernur bersama-sama diatur dengan Peraturan perlu di kelola dengan
Dewan Perwakilan Rakyat Pemerintah. baik oleh Pemerintah
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Daerah. melalui Dewan Kawasan.
(3) Masa kerja Ketua dan
Anggota Dewan Kawasan
selama 5 (lima) tahun dan
dapat diangkat kembali
untuk 1 (satu) kali masa
jabatan.
2. Pasal 7 Pasal 7 Perlu mempertegas dan
mengatur mekanisme
(1) Dewan Kawasan (1) Dewan Kawasan membentuk
dan tata kelola
membentuk Badan Badan Pengusahaan
pengusulan dan
Pengusahaan Kawasan Kawasan Perdagangan Bebas
pembentukan Badan
Perdagangan Bebas dan dan Pelabuhan Bebas yang
Pengusahaan, termasuk
Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Badan
pengaturan bentuk
selanjutnya disebut Badan Pengusahaan.
kelembagaan, SDM, dan
Pengusahaan. (2) Kepala dan Anggota Badan sumber perbiyaaannya.
(2) Kepala dan Anggota Badan Pengusahaan ditetapkan oleh
Fungsi Badan
Pengusahaan ditetapkan Dewan Kawasan.
Pengusahaan lebih
oleh Dewan Kawasan. (3) Badan Pengusahaan ditujukan untuk
(3) Masa kerja Kepala dan bertanggung jawab kepada pegelolaan dibanding
Anggota Badan Dewan Kawasan. sebagai lembaga birokrsi,
Pengusahaan selama 5 (4) Ketentuan lebih lanjut sehingga masa jabatan
(lima) tahun dan dapat mengenai pembentukan tidak perlu diatur di
diangkat kembali untuk 1 Badan Pengusahaan dan, dalam UU cukup diatur
(satu) kali masa jabatan. penetapan Kepala dan dalam Peraturan
(4) Badan Pengusahaan Anggota Badan Pengusahaan Presiden.
bertanggung jawab kepada diatur dengan Peraturan
Dewan Kawasan. Pemerintah.
(5) Ketentuan mengenai
struktur organisasi, tugas
dan wewenang Kepala,
Wakil Kepala, dan Anggota
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Badan Pengusahaan, diatur
lebih lanjut dengan
Keputusan Ketua Dewan
Kawasan.
3. Pasal 10 Pasal 10 Perlu mempertegas
pelaksanaan kewenangan
Untuk memperlancar kegiatan (1) Untuk memperlancar
perizinan oleh Badan
Kawasan Perdagangan Bebas kegiatan Kawasan
Pengusahaan dan
dan Pelabuhan Bebas, Badan Perdagangan Bebas dan
menghindari tumpang
Pengusahaan diberi wewenang Pelabuhan Bebas, Badan
tindih kewenangan
mengeluarkan izin-izin usaha Pengusahaan diberi
dengan K/L/D.
dan izin usaha lainnya yang wewenang mengeluarkan
diperlukan bagi para Perizinan Berusaha dan Badan Pengusahaan
pengusaha yang mendirikan perizinan lainnya yang diberi kewenangan untuk
dan menjalankan usaha di diperlukan bagi para menjalankan seluruh
Kawasan Perdagangan Bebas pengusaha yang mendirikan perizinan yang berkaitan
dan Pelabuhan Bebas melalui dan menjalankan usaha di dengan pengusahaan
pelimpahan wewenang sesuai Kawasan Perdagangan Bebas KPBPB, namun sesuai
dengan peraturan perundang- dan Pelabuhan Bebas. dengan NSPK yang
undangan yang berlaku. ditetapkan.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pelaksanaan
wewenang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
4. Pasal 11 Pasal 11 Sesuai dengan ketentuan
UU Cukai, bahwa barang
(1) Barang-barang yang (1) Barang yang terkena
kena cukai untuk
terkena ketentuan ketentuan larangan, dilarang
konsumsi tidak diberikan
larangan, dilarang dimasukkan ke Kawasan
pembebasan, hal ini
dimasukkan ke Kawasan Perdagangan Bebas dan
sejalan dengan tujuan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
cukai untuk
Pelabuhan Bebas. (2) Pemasukan dan pengeluaran pengendalian.
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pemasukan dan barang ke dan dari Kawasan
pengeluaran barang ke dan Perdagangan Bebas dan
dari Kawasan Perdagangan Pelabuhan Bebas hanya
Bebas dan Pelabuhan dapat dilakukan oleh
Bebas hanya dapat pengusaha yang telah
dilakukan oleh pengusaha memenuhi Perizinan
yang telah mendapat izin Berusaha dari Badan
usaha dari Badan Pengusahaan.
Pengusahaan. (3) Pengusaha sebagaimana
(3) Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat memasukkan
hanya dapat memasukkan barang ke Kawasan
barang ke Kawasan Perdagangan Bebas dan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang
Pelabuhan Bebas yang berhubungan dengan
berhubungan dengan kegiatan usahanya.
kegiatan usahanya. (4) Pemasukan dan pengeluaran
(4) Pemasukan dan barang ke dan dari Kawasan
pengeluaran barang ke dan Perdagangan Bebas dan
dari Kawasan Perdagangan Pelabuhan Bebas melalui
Bebas dan Pelabuhan pelabuhan dan bandar udara
Bebas melalui pelabuhan yang ditunjuk dan berada di
dan bandar udara yang bawah pengawasan pabean
ditunjuk dan berada di diberikan fasilitas bea
bawah pengawasan pabean masuk, pembebasan pajak
diberikan pembebasan bea pertambahan nilai, dan
masuk, pembebasan pembebasan pajak penjualan
pajakpertambahan nilai, atas barang mewah.
pembebasan pajak (4a) fasilitas sebagaimanan
penjualan atas barang dimaksud ayat (4) termasuk
mewah, dan pembebasan juga pembebasan cukai
cukai. sesuai dengan ketentuan
(5) Pemasukan dan perundang-undangan
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pengeluaran barang ke dan dibidang cukai.
dari Kawasan Perdagangan (5) Pemasukan dan
Bebas dan Pelabuhan pengeluaran barang ke dan
Bebas ke Daerah Pabean dari Kawasan Perdagangan
diberlakukan tata laksana Bebas dan Pelabuhan Bebas
kepabeanan di bidang ke Daerah Pabean
impor dan ekspor dan diberlakukan tata laksana
ketentuan di bidang cukai. kepabeanan di bidang impor
(6) Pemasukan barang dan ekspor dan ketentuan di
konsumsi dari luar Daerah bidang cukai.
Pabean untuk kebutuhan (6) Pemasukan barang
penduduk di Kawasan konsumsi dari luar Daerah
Perdagangan Bebas dan Pabean untuk kebutuhan
Pelabuhan Bebas diberikan penduduk di Kawasan
pembebasan bea masuk, Perdagangan Bebas dan
pajak pertambahan nilai, Pelabuhan Bebas diberikan
pajak penjualan atas pembebasan bea masuk,
barang mewah, dan cukai. pajak pertambahan nilai,
(7) Jumlah dan jenis barang dan pajak penjualan atas
yang diberikan fasilitas barang mewah.
sebagaimana dimaksud (7) Jumlah dan jenis barang
dalam ayat (6) ditetapkan yang diberikan fasilitas
oleh Badan Pengusahaan. sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) ditetapkan oleh
Badan Pengusahaan.
UU Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Perpu 2 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Sabang
Menjadi Undang-Undang
1. Pasal 9 Pasal 9 Sesuai dengan ketentuan
UU Cukai, bahwa barang
(1) Barang-barang yang terkena (1) Barang-barang yang
kena cukai untuk
ketentuan larangan, terkena ketentuan
konsumsi tidak diberikan
dilarang dimasukkan ke larangan, dilarang pembebasan, hal ini
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Kawasan Sabang. dimasukkan ke Kawasan sejalan dengan tujuan
Sabang. cukai untuk
(2) Pemasukan dan
pengendalian.
pengeluaran barang ke dan (2) Pemasukan dan
dari Kawasan Sabang hanya pengeluaran barang ke
dapat dilakukan oleh
dan dari Kawasan Sabang
pengusaha yang telah
hanya dapat dilakukan
mendapat izin usaha dari
Badan Pengusahaan oleh pengusaha yang telah
Kawasan Sabang. mendapat izin usaha dari
Badan Pengusahaan
(3) Pengusaha sebagaimana
Kawasan Sabang.
dimaksud dalam ayat (2)
hanya dapat memasukan (3) Pengusaha sebagaimana
barang ke Kawasan Sabang dimaksud dalam ayat (2)
yang berhubungan dengan hanya dapat memasukan
kegiatan usahanya. barang ke Kawasan
(4) Pemasukan dan Sabang yang
pengeluaran barang ke dan berhubungan dengan
dari Kawasan Sabang kegiatan usahanya.
melalui pelabuhan dan
bandar Udara yang ditunjuk (4) Pemasukan dan
dan berada di bawah pengeluaran barang ke
pengawasan pabean dan dari Kawasan Sabang
diberikan pembebasan bea melalui pelabuhan dan
masuk, pembebasan pajak bandar Udara yang
pertambahan nilai, ditunjuk dan berada di
pembebasan pajak bawah pengawasan
penjualan atas barang pabean diberikan
mewah, dan pembebasan pembebasan bea masuk,
cukai.
pembebasan pajak
pertambahan nilai, dan
pembebasan pajak
penjualan atas barang
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mewah.
(4a)fasilitas sebagaimanan
dimaksud ayat (4)
termasuk juga
pembebasan cukai sesuai
dengan ketentuan
perundang-undangan
dibidang cukai

(5) Pemasukan dan (5) Pemasukan dan


pengeluaran barang ke dan pengeluaran barang ke
dari Kawasan Sabang ke dan dari Kawasan Sabang
Daerah Pabean ke Daerah Pabean
diberlakukan tata laksana diberlakukan tata laksana
kepabeanan di bidang impor kepabeanan di bidang
dan ekspor dan ketentuan di impor dan ekspor dan
bidang cukai. ketentuan di bidang cukai.
(6) Pemasukan barang
(6) Pemasukan barang
konsumsi dari luar Daerah
konsumsi dari luar
Pabean untuk kebutuhan
penduduk di Kawasan Daerah Pabean untuk
Sabang diberikan kebutuhan penduduk di
pembebasan bea masuk, Kawasan Sabang
pajak pertambahan nilai, diberikan pembebasan bea
pajak penjualan atas barang masuk, pajak
mewah, dan cukai. pertambahan nilai, dan
(7) Jumlah dan jenis barang pajak penjualan atas
yang diberikan fasilitas barang mewah.
sebagaimana dimaksud (7) Jumlah dan jenis barang
dalam ayat (6) ditetapkan
yang diberikan fasilitas
oleh Badan Pengusahaan
sebagaimana dimaksud
Kawasan Sabang.
dalam ayat (6) ditetapkan
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
oleh Badan Pengusahaan
Kawasan Sabang.
9. INVESTASI PEMERINTAH PUSAT DAN KEMUDAHAN PROYEK PEMERINTAH

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
SWF
1. Norma Baru Bagian Kesatu Memberikan tambahan a. Implikasi positif Investasi
fleksibilitas bagi negara dengan Pemerintah
Investasi Pemerintah Pusat
untuk melakukan memberikan
pengelolaan investasi. keleluasaan
Paragraf 1 dalam
membentuk
Umum skema
pelaksanaan
investasi
Pasal 1
pemerintah
(1) Investasi Pemerintah Pusat melalui
sebagaimana dimaksud pembentukan
dalam Pasal 4 ayat (6) huruf suatu lembaga
a dilakukan untuk yang memiliki
meningkatkan investasi dan suatu
penguatan perekonomian fleksibilitas
dalam rangka mendukung baik dari sisi
kebijakan strategis tata kelola
penciptaan lapangan kerja. maupun
Penjelasan Pasal 1ayat (1): permodalan,
dengan
Dalam melakukan demikian
investasi, Pemerintah Pusat diharapkan
melakukan pengelolaan dan terjadi
penempatan sejumlah dana percepatan
dan/atau aset untuk pertumbuhan
memperoleh manfaat ekonomi dan
ekonomi, sosial, dan/atau penciptaan
manfaat lainnya. lapangan kerja
baru melalui
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Investasi Pemerintah Pusat lembaga
sebagaimana dimaksud dimaksud.
pada ayat (1) dilakukan b. Mitigasi risiko,
oleh: yaitu
a. Pemerintah Pusat pendalaman
diwakili oleh Menteri perubahan
Keuangan selaku regulasi
Bendahara Umum sektoral untuk
Negara sesuai dengan penguatan
ketentuan peraturan lembaga
perundang-undangan khusus
terkait investasi dimaksud.
Pemerintah Pusat;
b. lembaga yang bersifat
sui generis dan
diberikan kewenangan
khusus dalam rangka
pengelolaan investasi,
yang selanjutnya
disebut Lembaga.
(3) Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara
dan Lembaga dalam
melaksanakan investasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berwenang
untuk:
a. melakukan penempatan
dana dalam bentuk
instrumen keuangan;
b. melakukan kegiatan
pengelolaan aset;
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Penjelasan Pasal 1 ayat
(3) huruf b:
Yang dimaksud dengan
kegiatan pengelolaan
aset antara lain namun
tidak terbatas pada
kegiatan divestasi,
akuisisi, pengelolaan,
restrukturisasi
perusahaan (saham)
maupun aset tetap dan
lain-lain yang dilakukan
secara langsung
maupun secara tidak
langsung baik
dilakukan sendiri atau
melalui kerjasama
dengan pihak ketiga
atau melalui
pembentukan entitas
khusus baik berbentuk
badan hukum Indonesia
maupun badan hukum
asing.
c. melakukan kerja sama
dengan entitas dana
perwalian (trust fund);
Penjelasan Pasal 1 ayat
(3) huruf c:
Dalam melakukan kerja
sama dengan entitas
dana perwalian (trust
fund), penyedia dana
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(settlor) harus
memberikan kuasa
kepada entitas dana
perwalian (trust fund)
dalam rangka
melakukan pengelolaan
investasi dengan
lembaga
d. menentukan calon mitra
investasi;
Penjelasan Pasal 1 ayat
(3) huruf d:
Yang dimaksud dengan
berwenang menentukan
calon mitra investasi
adalah menunjuk mitra
secara langsung dengan
pertimbangan antara
lain mengikuti praktik
bisnis yang berlaku
secara internasional dan
dalam rangka
percepatan proses
penentuan calon mitra,
dengan tetap menjaga
tata kelola yang sehat
e. memberikan dan
menerima pinjaman;
dan/atau
f. menatausahakan aset
yang dimilikinya.
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
2. Norma Baru Pasal 2 Investasi
Pemerintah
(1) Menteri Keuangan dalam
melaksanakan investasi
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (2) huruf
a dapat menetapkan
dan/atau menunjuk badan
layanan umum, badan
usaha milik negara,
dan/atau badan hukum
lainnya.
(2) Menteri Keuangan untuk
menampung dana investasi
pemerintah, membentuk
Rekening Investasi
Bendahara Umum Negara.
(3) Dana yang ditampung
dalam Rekening Investasi
Bendahara Umum Negara
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dapat
digunakan kembali secara
langsung untuk
mendapatkan manfaat
ekonomi, sosial, dan/atau
manfaat lainnya.
(4) Tata kelola investasi
pemerintah oleh Menteri
Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara
sepanjang tidak diatur
secara khusus berdasarkan
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Undang-Undang ini
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
3. Norma Baru Pasal 3
(1) Dalam melaksanakan
investasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1
ayat (2) huruf b, Pemerintah
membentuk Lembaga
untuk mengelola investasi
pemerintah.
(2) Lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
merupakan badan hukum
Indonesia yang sepenuhnya
dimiliki oleh Pemerintah
Indonesia.
(3) Lembaga bertanggung
jawab kepada Presiden
melalui Dewan Pengarah.
4. Norma Baru Pasal 4
(1) Investasi Pemerintah Pusat
yang dilakukan oleh
Lembaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1
ayat (2) huruf b dapat
bersumber dari aset negara,
aset badan usaha milik
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
negara, dan/atau sumber
lainnya.
(2) Aset negara dan aset badan
usaha milik negara yang
dijadikan investasi
Pemerintah Pusat oleh
Lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dipindahtangankan
menjadi aset Lembaga yang
selanjutnya menjadi milik
dan tanggung jawab
Lembaga.
(3) Pemindahtanganan aset
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
Penjelasan Pasal 4 ayat (3):
Yang dimaksud dengan
ketentuan perundang-
undangan misalnya:
peralihan Hak Milik Atas
Saham dilakukan dengan
Akta Jual Beli atau Akta
Hibah atas saham;
pengalihan hak milik atas
tanah dan/atau bangunan
dilakukan dengan Akta
Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Aset negara yang
dipindahtangankan
menjadi aset Lembaga
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak dalam
sengketa dan tidak terdapat
kepemilikan atas hak
istimewa pihak manapun.
(5) Aset badan usaha milik
negara yang
dipindahtangankan
menjadi aset Lembaga
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) tidak dalam
sengketa, tidak sedang
dilakukan sita pidana atau
perdata, tidak terdapat
kepemilikan atau hak
istimewa pihak manapun
atas aset dan/atau tidak
sedang diikat sebagai
jaminan hutang.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai
pemindahtanganan aset
negara kepada Lembaga
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai
pemindahtanganan aset
negara kepada Lembaga
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
5. Norma Baru Pasal 5 Investasi
Pemerintah
(1) Untuk meningkatkan nilai
atas aset Lembaga
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (2),
Lembaga dapat
melakukan pengelolaan
aset melalui kerja sama
dengan pihak ketiga.
(2) Kerja sama dengan pihak
ketiga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Lembaga
melalui:
a. kuasa kelola;
b. membentuk
perusahaan patungan;
atau
c. bentuk kerja sama
lainnya.
(3) Dalam hal kerja sama
dilakukan melalui
pembentukan perusahaan
patungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
huruf b, aset Lembaga
dapat dipindahtangankan
untuk dijadikan modal
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kedalam perusahaan
patungan untuk dikelola
dengan memperhatikan
prinsip usaha yang sehat.
(4) Pemindahtanganan aset
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
Penjelasan Pasal 5 ayat (4):
Yang dimaksud ketentuan
perundang-undangan
misalnya: membentuk
perusahaan patungan yang
modalnya berasal dari
pengalihan aset berupa hak
tagih atas piutang
dilakukan dengan Akta
Inbreng piutang sebagai
saham membeli aset dengan
akta jual beli; peralihan Hak
Milik Atas Saham dengan
jual beli atau dijadikan
inbreng saham; pengalihan
hak milik atas tanah
dan/atau bangunan
dilakukan dengan Akta
Pejabat Pembuat Akta
Tanah.
(5) Lembaga dilarang
memindahtangankan aset
sebagaimana dimaksud
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (4) yang dalam
keadaan:
a. sengketa;
b. dilakukan sita, baik
sita pidana maupun
sita perdata;
c. terdapat kepemilikan
atau hak istimewa
pihak manapun atas
aset dan/atau
d. sedang dalam
pengikatan sebagai
jaminan hutang.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengelolaan aset Lembaga
diatur dengan peraturan
Dewan Pengarah.
6. Norma Baru Pasal 6
(1) Modal Lembaga
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (2)
huruf b dapat berasal dari
penyertaan modal negara
dan/atau sumber lainnya.
(2) Setiap perubahan
penyertaan modal negara
pada Lembaga, baik
berupa pengurangan
maupun penambahan
modal Lembaga yang
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
berasal dari sumber
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan
dengan Peraturan
Pemerintah.
(3) Lembaga dapat
melaksanakan investasi,
baik secara langsung
maupun tidak langsung,
melakukan kerjasama
dengan pihak ketiga, atau
melalui pembentukan
entitas khusus yang
berbentuk badan hukum
Indonesia atau badan
hukum asing.
(4) Keuntungan atau kerugian
yang dialami Lembaga
dalam melaksanakan
investasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
merupakan keuntungan
atau kerugian Lembaga.
(5) Dalam hal Lembaga
mengalami keuntungan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), sebagian
keuntungan ditetapkan
sebagai surplus Lembaga
yang merupakan laba
bagian Pemerintah Pusat
untuk disetorkan ke kas
negara, setelah dilakukan
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pencadangan untuk
menutup/menanggung
risiko kerugian dalam
berinvestasi dan/atau
melakukan akumulasi
modal.
(6) Penyertaan modal negara
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang menjadi
kekayaan Lembaga dicatat
dalam Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat senilai
penyertaan yang
disetorkan ke Lembaga.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai bagian
keuntungan yang
ditetapkan sebagai surplus
Lembaga diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
7. Norma Baru Pasal 7 Investasi
Pemerintah
(1) Aset lembaga dapat berasal
dari:
a. penyertaan modal
negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1);
b. hasil pengembangan
usaha dan
pengembangan aset
Lembaga;
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Penjelasan huruf b:
Hasil pengembangan
usaha dan
pengembangan aset
Lembaga dapat berupa
keuntungan atau aset
tetap yang dibeli
Lembaga selama masa
operasional.
c. aset badan usaha milik
negara;
Penjelasan huruf c:
Aset badan usaha milik
negara dapat menjadi
aset Lembaga antara
lain melalui
mekanisme transaksi
jual beli.
d. hibah; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
Penjelasan huruf e:
Sumber lain yang sah
antara lain aset yang
dibeli dari pinjaman
atau aset yang berasal
dari barang yang
diperoleh sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan di bidang
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
barang milik
negara/daerah
(2) Aset Lembaga dapat
dijaminkan dalam rangka
penarikan pinjaman.
(3) Pihak manapun dilarang
melakukan penyitaan aset
Lembaga, kecuali atas aset
yang telah dijaminkan
dalam rangka pinjaman.
(4) Pengelolaan aset Lembaga
sepenuhnya dilakukan
oleh pengurus
berdasarkan prinsip tata
kelola yang baik dan
akuntabel.
8. Norma Baru Pasal 8 Investasi
Pemerintah
Pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan
Lembaga dilakukan oleh
akuntan publik yang terdaftar
pada Badan Pemeriksa
Keuangan.
9. Norma Baru Pasal 9
(1) Pengurus dan pegawai
Lembaga bukan
merupakan penyelenggara
negara, kecuali yang
berasal dari pejabat negara
atau ex-officio.
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Pengurus Lembaga
menetapkan sistem
kepegawaian, sistem
penggajian, penghargaan,
program pensiun dan
tunjangan hari tua, serta
penghasilan lainnya bagi
pegawai Lembaga.
(3) Pengurus/pegawai
Lembaga tidak dapat
dituntut, baik secara
perdata maupun pidana,
atas pelaksanaan tugas
dan kewenangannya
sepanjang pelaksanaan
tugas dan kewenangannya
dilakukan dengan itikad
baik dan dalam
melaksanakan tugasnya
berdasarkan prinsip tata
kelola yang baik,
akuntabel, dan tidak
menyalahgunakan
kewenangan.
Penjelasan ayat (3):
Perlindungan atas
tuntutan perdata maupun
pidana diberikan termasuk
kepada pengurus/pegawai
Lembaga yang tidak lagi
menjabat/bekerja namun
tuntutan perdata maupun
pidana berkaitan dengan
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pelaksanaan tugas dan
kewenangan pada saat
pengurus/pegawai
Lembaga yang
bersangkutan
menjabat/bekerja.
(4) Lembaga tidak dapat
dipailitkan kecuali dapat
dibuktikan dalam kondisi
insolven.
10. Norma Baru Pasal 10
(1) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata kelola
Lembaga diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Penjelasan ayat (1):
Tata kelola memuat antara
lain:
a. Struktur organisasi
Lembaga;
b. Syarat-syarat
pengangkatan dan
pemberhentian
pengurus Lembaga;
c. Pembagian tugas
pengurus Lembaga;
d. Rincian sumber modal
dari Lembaga yang
berasal dari penyertaan
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
modal negara dan/atau
sumber lainnya;
e. Mekanisme pengalihan
aset sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
7 termasuk pengalihan
aset dari badan usaha
milik negara kepada
Lembaga;
f. Pemanfaatan surplus
Lembaga termasuk
untuk bagian laba
pemerintah; dan
g. Pihak yang
menyatakan jika terjadi
kondisi insolven.
(2) Sepanjang diatur secara
khusus dalam Undang-
Undang ini, ketentuan
peraturan perundang-
undangan terkait yang
mengatur pengelolaan
keuangan
negara/kekayaan
negara/Badan Usaha Milik
Negara, tidak berlaku
untuk Lembaga yang
diatur berdasarkan
Undang-Undang ini.
11. Norma Baru Paragraf 2
Lembaga Pengelola Investasi
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster

Pasal 11
(1) Berdasarkan Undang-
Undang ini dibentuk
Lembaga Pengelola
Investasi.
(2) Pengurus Lembaga
Pengelola Investasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri atas:
a. Dewan Pengarah; dan
b. Dewan Komisioner.
12. Norma Baru Pasal 12
(1) Dewan Pengarah
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (4)
huruf a terdiri atas:
a. menteri yang
menyelenggarakan
urusan pemerintahan
di bidang keuangan
sebagai ketua
merangkap anggota;
dan
b. menteri yang
menyelenggarakan
urusan pemerintahan
di bidang badan usaha
milik negara sebagai
anggota.
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(2) Dewan Pengarah
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) memiliki
kewenangan:
a. mengusulkan
pengangkatan dan
pemberhentian Dewan
Komisioner kepada
Presiden melalui Ketua
Dewan Pengarah;
b. menetapkan modal
awal Lembaga
Pengelola Investasi
sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. menyampaikan laporan
pertanggungjawaban
Dewan Pengarah dan
Dewan Komisioner
kepada Presiden;
d. memberikan arahan
dan menetapkan
kebijakan bagi
Lembaga Pengelola
Investasi;
e. menetapkan
remunerasi Dewan
Pengarah dan Dewan
Komisioner;
f. menetapkan rencana
kerja dan anggaran
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
tahunan beserta key
performance indicator;
g. memberikan arahan
dan/atau memutuskan
hal yang bersifat
strategis termasuk
yang berkaitan dengan
struktur modal, dengan
didukung data dan
kajian yang memadai
yang dikoordinasikan
oleh Dewan
Komisioner;
h. memberhentikan
sementara anggota
Dewan Komisioner dan
mengangkat pelaksana
tugas sementara
Dewan Komisioner;
i. membentuk sekretariat
dan komite; dan
j. melakukan
pengawasan atas
pengelolaan yang
dilakukan oleh Dewan
Komisioner
13. Norma Baru Pasal 13
(1) Dewan Komisioner
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (2)
huruf b berjumlah paling
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
sedikit 5 (lima) orang
dengan komposisi:
a. 3 (tiga) orang yang
berasal dari unsur
profesional dan salah
satunya menjadi Ketua
Dewan Komisioner;
b. 1 (satu) orang pejabat
ex-officio minimal
setingkat eselon I
Kementerian Keuangan
yang ditunjuk Menteri
Keuangan; dan
c. 1 (satu) orang pejabat
ex-officio minimal
setingkat eselon I
Kementerian Badan
Usaha Milik Negara
yang ditunjuk Menteri
Badan Usaha Milik
Negara,
(2) Penambahan jumlah
dewan komisioner
dilakukan sesuai dengan
kebutuhan Lembaga
Pengelola Investasi.
(3) Dewan komisioner
merupakan organ tunggal
dalam melaksanakan
pengelolaan dan
pengurusan LPI yang
bersifat kolektif kolegial.
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(4) Dewan Komisioner
memiliki tanggung jawab:
a. merumuskan dan
menetapkan kebijakan
operasional,
menetapkan
remunarasi pegawai
Lembaga Pengelola
Investasi, serta
melakukan
pengawasan
pengurusan dalam
rangka pelaksanaan
tugas dan wewenang
Lembaga Pengelola
Investasi;
b. melaksanakan
kebijakan dan
melakukan
pengurusan dalam
rangka pelaksanaan
tugas dan wewenang
Lembaga Pengelola
Investasi, serta
mendukung
kelancaran
pelaksanaan tugas dan
fungsi Dewan Pengarah
sesuai ketentuan
peraturan perundang-
undangan;
c. menyusun struktur
organisasi Lembaga
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pengelola Investasi;
dan
d. bertindak untuk dan
atas nama Lembaga
Pengelola Investasi di
dalam dan di luar
pengadilan.
(5) Modal awal Lembaga
Pengelola Investasi
ditetapkan berdasarkan
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1), yang dapat
bersumber dari:
a. Penyertaan modal
negara, yang dapat
berupa:
1. dana segar;
2. barang milik
negara;
3. piutang negara
pada badan usaha
milik negara atau
perseroan terbatas;
dan/atau
4. saham milik negara
pada badan usaha
milik negara atau
perseroan terbatas;
b. sumber lainnya.
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
(6) Pembinaan dan
pengawasan Lembaga
Pengelola Investasi
dilaksanakan oleh Menteri
Keuangan.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Lembaga
Pengelola Investasi diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

14. Norma Baru Pasal 14


(1) Dalam hal diperlukan,
Pemerintah dapat
membentuk Lembaga selain
Lembaga Pengelola Investasi
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (1).
(2) Lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dibentuk dengan Peraturan
Pemerintah.
15. Norma Baru Paragraf 3
Pertanggungjawaban
Pemerintah/Pengurus Lembaga

Pasal 15
Dalam hal terjadi penurunan
nilai investasi dalam rangka
pelaksanaan investasi
- 26 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pemerintah Pusat, Pemerintah
Pusat/pengurus Lembaga
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (2) tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas
kerugian investasi dan/atau
kerugian negara apabila dapat
membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan
karena kesalahan atau
kelalaiannya;
b. telah melakukan
pengurusan dengan itikad
baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan dan
sesuai dengan maksud dan
tujuan
Pemerintah/Lembaga;
c. tidak mempunyai
benturan kepentingan,
baik langsung maupun
tidak langsung atas
tindakan pengurusan yang
mengakibatkan kerugian;
dan
d. telah mengambil tindakan
untuk mencegah timbul
atau berlanjutnya
kerugian tersebut.
16. Norma Baru Bagian Kedua
Proyek Pemerintah
- 27 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster

Pasal 15
(1) Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah
bertanggung jawab dalam
menyediakan lahan dan
Perizinan Berusaha bagi
proyek strategis nasional.
(2) Dalam hal pengadaan
lahan belum dapat
dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah,
pengadaan lahan untuk
proyek strategis nasional
dapat dilakukan oleh
badan usaha.
Penjelasan Pasal 15 ayat
(2):
Yang dimaksud dengan
badan usaha antara lain
Badan Usaha Milik
Negara dan/atau Badan
Usaha Milik Daerah.
(3) Pengadaan lahan untuk
proyek strategis nasional
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan dengan
mempertimbangkan
prinsip kemampuan
- 28 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
keuangan negara dan
kesinambungan fiskal.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengadaan
lahan dan Perizinan
Berusaha bagi proyek
strategis nasional diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
10. ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
USULAN TAMBAHAN PENGATURAN/NORMA
1. Norma Baru Pasal AA Administrasi
Pemerintahan
(1) Presiden Republik Indonesia
memegang kekuasaan
pemerintahan sesuai
dengan Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
(2) Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berwenang
untuk melaksanakan
urusan pemerintahan yang
berdasarkan undang-
undang dilaksanakan oleh
menteri atau kepala
lembaga dan Pemerintah
Daerah.
(3) Pelaksanaan urusan oleh
Presiden sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
bertujuan untuk:
a. percepatan pelayanan;
b. percepatan perizinan;
c. pelaksanaan program
strategis nasional dan
kebijakan Pemerintah
Pusat.
(4) Ketentuan lebih lanjut
-2-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
mengenai pelaksanaan
urusan oleh Presiden
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

2. Norma Baru Pasal BB


(1) Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan
menjalankan undang-
undang.
(2) Peraturan pelaksanaan
undang-undang diatur
dengan Peraturan
Pemerintah dan/atau
Peraturan Presiden.
(3) Presiden dapat
mendelegasikan kewenangan
pembentukan peraturan
pelaksanaan undang-undang
kepada menteri atau kepala
lembaga atau Pemerintah
Daerah.
3. Norma Baru Pasal CC Administrasi
Pemerintahan
Dengan berlakunya Undang-
Undang ini, kewenangan
menteri/kepala lembaga atau
pemerintah daerah yang telah
ditetapkan dalam undang-
undang untuk menjalankan
atau membentuk peraturan
-3-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perundang-undangan harus
dimaknai sebagai pelaksanaan
kewenangan Presiden.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
4. Pasal 16 Pasal 16 Administrasi
Pemerintahan
(1) Pemerintah Pusat dalam (1) Pemerintah Pusat dalam
menyelenggarakan urusan menyelenggarakan urusan
pemerintahan konkuren pemerintahan konkuren
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (3) dalam Pasal 9 ayat (3)
berwenang untuk: berwenang untuk:
a. menetapkan norma, a. menetapkan norma,
standar, prosedur, dan standar, prosedur, dan
kriteria dalam rangka kriteria dalam rangka
penyelenggaraan Urusan penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan; dan Pemerintahan; dan
b. melaksanakan b. melaksanakan
pembinaan dan pembinaan dan
pengawasan terhadap pengawasan terhadap
penyelenggaraan Urusan penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang Pemerintahan yang
menjadi kewenangan menjadi kewenangan
Daerah. Daerah.
(2) Norma, standar, prosedur, (2) Penetapan norma, standar,
dan kriteria sebagaimana prosedur, dan kriteria
dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud
huruf a berupa ketentuan pada ayat (1) huruf a
peraturan perundang- mengacu atau mengadopsi
undangan yang ditetapkan praktek yang baik (good
-4-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
oleh Pemerintah Pusat practices).
sebagai pedoman dalam Penjelasan Pasal 16 ayat (2):
penyelenggaraan urusan
pemerintahan konkuren Praktek yang baik (good
yang menjadi kewenangan practices) sesuai standar
Pemerintah Pusat dan yang atau ketentuan yang
menjadi kewenangan berlaku secara
Daerah. internasional.
(3) Kewenangan Pemerintah (3) Norma, standar, prosedur,
Pusat sebagaimana dan kriteria sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan oleh huruf a berupa ketentuan
kementerian dan lembaga peraturan perundang-
pemerintah undangan yang ditetapkan
nonkementerian. oleh Pemerintah Pusat
sebagai aturan pelaksanaan
(4) Pelaksanaan kewenangan
dalam penyelenggaraan
yang dilakukan oleh
urusan pemerintahan
lembaga pemerintah
konkuren yang menjadi
nonkementerian kewenangan Pemerintah
sebagaimana dimaksud Pusat dan yang menjadi
pada ayat (3) harus
kewenangan Daerah.
dikoordinasikan dengan
kementerian terkait. (4) Pemerintah Pusat dapat
mendelegasikan
(5) Penetapan norma, standar, pembentukan peraturan
prosedur, dan kriteria pelaksanaan Norma,
sebagaimana dimaksud
standar, prosedur, dan
pada ayat (1) huruf a kriteria sebagaimana
dilakukan paling lama 2 dimaksud pada ayat (2)
(dua) tahun terhitung sejak
kepada Kepala Daerah yang
peraturan pemerintah ditetapkan dengan
mengenai pelaksanaan
Peraturan Kepala Daerah.
urusan pemerintahan
konkuren diundangkan. (5) Kewenangan Pemerintah
-5-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
huruf b dapat dilksanakan
oleh kementerian dan
lembaga pemerintah
nonkementerian.
(6) Pelaksanaan kewenangan
yang dilakukan oleh
lembaga pemerintah
nonkementerian
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) harus
dikoordinasikan dengan
kementerian terkait.
(7) Penetapan norma, standar,
prosedur, dan kriteria
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a
dilakukan paling lama 2
(dua) tahun terhitung sejak
peraturan pemerintah
mengenai pelaksanaan
urusan pemerintahan
konkuren diundangkan.
5. Pasal 250 Pasal 250 Administrasi
Pemerintahan
(1) Perda dan Perkada Perda dan Perkada sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 249 ayat
dalam Pasal 249 ayat (1) (1) dan ayat (3) dilarang
dan ayat (3) dilarang bertentangan dengan ketentuan
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
ketentuan peraturan yang lebih tinggi, dan asas-asas
perundang-undangan yang pembentukan peraturan
-6-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lebih tinggi, kepentingan perundang-undangan yang baik.
umum, dan/atau
kesusilaan.
(2) Bertentangan dengan
kepentingan umum
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. terganggunya
kerukunan antarwarga
masyarakat;
b. terganggunya akses
terhadap pelayanan
publik;
c. terganggunya
ketenteraman dan
ketertiban umum;
d. terganggunya kegiatan
ekonomi untuk
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat; dan/atau
e. diskriminasi terhadap
suku, agama dan
kepercayaan, ras, antar-
golongan, dan gender.
6. Pasal 251 Pasal 251 Administrasi
Pemerintahan
(1) Perda Provinsi dan (1) Perda Provinsi dan
peraturan gubernur yang peraturan gubernur
bertentangan dengan dan/atau Perda
ketentuan peraturan Kabupaten/Kota dan
perundang-undangan yang peraturan bupati/wali kota,
-7-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lebih tinggi, kepentingan yang bertentangan dengan
umum, dan/atau ketentuan peraturan
kesusilaan dibatalkan oleh perundang-undangan yang
Menteri. lebih tinggi dan asas-asas
pembentukan peraturan
(2) Perda Kabupaten/Kota dan
perundang-undangan yang
peraturan bupati/wali kota
baik dapat dibatalkan.
yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan (2) Perda Provinsi dan
perundangundangan yang peraturan gubernur
lebih tinggi, kepentingan dan/atau Perda
umum, dan/atau Kabupaten/Kota dan
kesusilaan dibatalkan oleh peraturan bupati/wali kota
gubernur sebagai wakil sebagaimana dimaksud
Pemerintah Pusat. pada ayat (1) dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku
(3) Dalam hal gubernur sebagai
dengan Peraturan Presiden.
wakil Pemerintah Pusat
tidak membatalkan Perda (3) Dihapus.
Kabupaten/Kota dan/atau (4) Dihapus.
peraturan bupati/wali kota
yang bertentangan dengan (5) Dihapus.
ketentuan peraturan (6) Dihapus.
perundang-undangan yang
lebih tinggi, kepentingan (7) Dihapus.
umum, dan/atau (8) Dihapus.
kesusilaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2),
Menteri membatalkan Perda
Kabupaten/Kota dan/atau
peraturan bupati/wali kota.
(4) Pembatalan Perda Provinsi
dan peraturan gubernur
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan
-8-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dengan keputusan Menteri
dan pembatalan Perda
Kabupaten/Kota dan
peraturan bupati/wali kota
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditetapkan
dengan keputusan
gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat.
(5) Paling lama 7 (tujuh) Hari
setelah keputusan
pembatalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4),
kepala daerah harus
menghentikan pelaksanaan
Perda dan selanjutnya
DPRD bersama kepala
daerah mencabut Perda
dimaksud.
(6) Paling lama 7 (tujuh) Hari
setelah keputusan
pembatalan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4),
kepala daerah harus
menghentikan pelaksanaan
Perkada dan selanjutnya
kepala daerah mencabut
Perkada dimaksud.
(7) Dalam hal penyelenggara
Pemerintahan Daerah
provinsi tidak dapat
menerima keputusan
pembatalan Perda Provinsi
-9-

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dan gubernur tidak dapat
menerima keputusan
pembatalan peraturan
gubernur sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
dengan alasan yang dapat
dibenarkan oleh ketentuan
peraturan perundang-
undangan, gubernur dapat
mengajukan keberatan
kepada Presiden paling
lambat 14 (empat belas)
Hari sejak keputusan
pembatalan Perda atau
peraturan gubernur
diterima.
(8) Dalam hal penyelenggara
Pemerintahan Daerah
kabupaten/kota tidak dapat
menerima keputusan
pembatalan Perda
Kabupaten/Kota dan
bupati/wali kota tidak
dapat menerima keputusan
pembatalan peraturan
bupati/wali kota
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dengan alasan
yang dapat dibenarkan oleh
ketentuan peraturan
perundang-undangan,
bupati/wali kota dapat
mengajukan keberatan
kepada Menteri paling
- 10 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
lambat 14 (empat belas)
Hari sejak keputusan
pembatalan Perda
Kabupaten/Kota atau
peraturan bupati/wali kota
diterima.
7. Pasal 252 Pasal 252 Administrasi
Pemerintahan
(1) Penyelenggara (1) Penyelenggara
Pemerintahan Daerah Pemerintahan Daerah
provinsi atau provinsi atau
kabupaten/kota yang masih kabupaten/kota yang masih
memberlakukan Perda yang memberlakukan Perda yang
dibatalkan oleh Menteri dicabut sebagaimana
atau oleh gubernur sebagai dimaksud dalam Pasal 251
wakil Pemerintah Pusat ayat (2), dikenai sanksi.
sebagaimana dimaksud (2) Sanksi sebagaimana
dalam Pasal 251 ayat (4),
dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi. berupa:
a. sanksi administratif;
(2) Sanksi sebagaimana dan/atau
dimaksud pada ayat (1)
berupa: b. sanksi penundaan
evaluasi rancangan
a. sanksi administratif; Perda.
dan/atau
(3) Sanksi administratif
b. sanksi penundaan sebagaimana dimaksud
evaluasi rancangan pada ayat (2) huruf a
Perda. dikenai kepada kepala
(3) Sanksi administratif Daerah dan anggota DPRD
sebagaimana dimaksud berupa tidak dibayarkan
pada ayat (2) huruf a hak keuangan selama 3
dikenai kepada kepala (tiga) bulan yang diatur
- 11 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Daerah dan anggota DPRD dalam ketentuan peraturan.
berupa tidak dibayarkan (4) Dihapus.
hak-hak keuangan yang
diatur dalam ketentuan (5) Dalam hal penyelenggara
peraturan perundang- Pemerintahan Daerah
undangan selama 3 (tiga) provinsi atau
bulan. kabupaten/kota masih
memberlakukan Perda
(4) Sanksi sebagaimana
mengenai pajak daerah
dimaksud pada ayat (2) dan/atau retribusi daerah
tidak diterapkan pada saat yang telah dicabut oleh
penyelenggara Presiden, dikenai sanksi
Pemerintahan Daerah penundaan atau
masih mengajukan pemotongan DAU dan/atau
keberatan kepada Presiden DBH bagi Daerah
untuk Perda Provinsi dan bersangkutan.
kepada Menteri untuk
Perda Kabupaten/Kota.
(5) Dalam hal penyelenggara
Pemerintahan Daerah
provinsi atau
kabupaten/kota masih
memberlakukan Perda
mengenai pajak daerah
dan/atau retribusi daerah
yang dibatalkan oleh
Menteri atau dibatalkan
oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat, dikenai
sanksi penundaan atau
pemotongan DAU dan/atau
DBH bagi Daerah
bersangkutan.
- 12 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
8. Pasal 300 Pasal 300 a. Perubahan Pasal 300 Administrasi
ayat (2). Pemerintahan
(1) Daerah dapat melakukan (1) Daerah dapat melakukan
pinjaman yang bersumber pinjaman yang bersumber b. Hal ini untuk
dari Pemerintah Pusat, dari Pemerintah Pusat, memberikan landasan
Daerah lain, lembaga Daerah lain, lembaga hukum bagi daerah
keuangan bank, lembaga keuangan bank, lembaga yang ingin membiayai
keuangan bukan bank, dan keuangan bukan bank, dan pembangunan
masyarakat. masyarakat. infrastruktur dengan
cara menerbitkan
(2) Kepala Daerah dengan (2) Kepala Daerah dapat
sukuk daerah.
persetujuan DPRD dapat menerbitkan Obligasi
menerbitkan Obligasi Daerah dan/atau Sukuk c. Menguatkan landasan
Daerah untuk membiayai Daerah untuk membiayai hukum Menteri
infrastruktur dan/atau infrastruktur dan/atau Dalam Negeri
investasi yang investasi berupa kegiatan memberikan
menghasilkan penerimaan penyediaan pelayanan pertimbangan dan
daerah setelah memperoleh publik yang menjadi urusan Menteri Keuangan
pertimbangan dari Menteri Pemerintah Daerah setelah memberikan
Dalam Negeri dan memperoleh pertimbangan persetujuan kepada
persetujuan dari Menteri dari Menteri Dalam Negeri daerah yang
yang menyelenggarakan dan persetujuan dari memenuhi syarat
urusan pemerintahan Menteri yang untuk menerbitkan
bidang keuangan. menyelenggarakan urusan sukuk daerah.
pemerintahan bidang d. Menghilangkan kata
keuangan. “Persetujuan Dewan
perwakilan Rakyat
Daerah”. Proses
pembahasan dan
persetujuan obligasi
daerah dan/atau
sukuk daerah sebagai
bagian dalam
pembahasan KUA-
- 13 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
PPAS.
e. Di dalam PP No.56
Tahun 2018 tentang
Pinjaman Daerah
Pasal 16 dan Pasal
33, Persetujuan
Dewan perwakilan
Rakyat Daerah
dilakukan bersamaan
pada saat
pembahasan
kebijakan umum
Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah
sedangkan
persetujuan atas nilai
bersih maksimal
Obligasi Daerah
dan/atau sukuk
daerah yang akan
diterbitkan pada saat
penetapan Anggaran
Pendapatan dan
Belanja Daerah.
f. Dengan adanya
penerbitan sukuk
daerah untuk
membiayai
pembangunan
infrastruktur di
daerah diharapkan
dapat menciptakan
lapangan kerja dan
multiplier effect
- 14 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
kegiatan ekonomi di
daerah.
9. Pasal 349 Pasal 349 Administrasi
Pemerintahan
(1) Daerah dapat melakukan (1) Daerah dapat melakukan
penyederhanaan jenis dan penyederhanaan jenis dan
prosedur pelayanan publik prosedur pelayanan publik
untuk meningkatkan mutu untuk meningkatkan mutu
pelayanan dan daya saing pelayanan dan daya saing
Daerah. Daerah dan sesuai dengan
norma, standar, prosedur,
(2) Penyederhanaan
dan kriteria, serta kebijakan
sebagaimana dimaksud
Pemerintah Pusat.
pada ayat (1) ditetapkan
dengan Perda. (2) Penyederhanaan
sebagaimana dimaksud
(3) Pemerintah Daerah dapat
pada ayat (1) ditetapkan
memanfaatkan teknologi
dengan Peraturan daerah.
informasi dan komunikasi
dalam penyelenggaraan (3) Pemerintah Daerah dapat
pelayanan publik. memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi
dalam penyelenggaraan
pelayanan publik.
10. Pasal 350 Pasal 350
(1) Kepala daerah wajib (1) Kepala daerah wajib
memberikan pelayanan memberikan pelayanan
perizinan sesuai dengan perizinan sesuai dengan
ketentuan peraturan ketentuan peraturan
perundang-undangan. perundang-undangan dan
norma, standar, prosedur,
(2) Dalam memberikan
dan kriteria.
pelayanan perizinan
sebagaimana dimaksud (2) Dalam memberikan
pada ayat (1) Daerah pelayanan perizinan
- 15 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
membentuk unit pelayanan sebagaimana dimaksud
terpadu satu pintu. pada ayat (1), Daerah
membentuk unit pelayanan
(3) Pembentukan unit
terpadu satu pintu.
pelayanan terpadu satu
pintu sebagaimana yang (3) Pembentukan unit
dimaksudkan pada ayat (2) pelayanan terpadu satu
berpedoman pada pintu sebagaimana yang
ketentuan peraturan dimaksudkan pada ayat (2)
perundang-undangan. berpedoman pada
ketentuan peraturan
(4) Kepala daerah yang tidak
perundang-undangan.
memberikan pelayanan
perizinan sebagaimana (3a) Pelayanan perizinan
dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud
dikenai sanksi pada ayat (1) wajib
administratif. menggunakan sistem
perizinan elektronik yang
(5) Sanksi administratif
dikelola oleh Pemerintah
sebagaimana dimaksud
Pusat.
pada ayat (4) berupa
teguran tertulis kepada (4) Kepala daerah dapat
gubernur oleh Menteri dan mengembangkan sistem
kepada bupati/wali kota untuk mendukung
oleh gubernur sebagai wakil pelaksanaan sistem
Pemerintah Pusat untuk perizinan elektronik
pelanggaran yang bersifat sebagaimana dimaksud
administrasi. pada ayat (3a) sesuai
standar yang ditetapkan
(6) Dalam hal teguran tertulis
Pemerintah Pusat.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) telah Penjelasan Pasal 350 ayat
disampaikan 2 (dua) kali (4):
berturut-turut dan tetap Yang dimaksud dengan
tidak dilaksanakan oleh “sistem pendukung” adalah
kepala daerah, Menteri sistem untuk membantu
mengambil alih pemberian
- 16 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
izin yang menjadi proses penyelesaian
kewenangan gubernur dan perizinan dan pengawasan).
gubernur sebagai wakil (5) Kepala daerah yang tidak
Pemerintah Pusat memberikan pelayanan
mengambil alih pemberian perizinan sebagaimana
izin yang menjadi dimaksud pada ayat (1) dan
kewenangan bupati/wali penggunaan sistem
kota. perizinan terintegrasi secara
elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (3a)
dikenai sanksi
administratif.
(6) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) berupa
teguran tertulis kepada
gubernur oleh Menteri dan
kepada bupati/wali kota
oleh gubernur sebagai wakil
Pemerintah Pusat untuk
pelanggaran yang bersifat
administrasi.
(7) Teguran tertulis
sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dapat
diberikan oleh menteri atau
kepala lembaga yang
membina dan mengawasi
perizinan sektor setelah
berkoordinasi dengan
Menteri.
(8) Dalam hal teguran tertulis
sebagaimana dimaksud
- 17 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pada ayat (5) dan ayat (5a)
telah disampaikan 2 (dua)
kali berturut-turut dan
tetap tidak dilaksanakan
oleh kepala daerah, Menteri
atau kepala lembaga yang
membina dan mengawasi
perizinan sektor mengambil
alih pemberian izin yang
menjadi kewenangan
gubernur dan gubernur
sebagai wakil Pemerintah
Pusat mengambil alih
pemberian izin yang
menjadi kewenangan
bupati/wali kota.
(9) Pengambilalihan pemberian
izin oleh menteri atau
kepala lembaga yang
membina dan mengawasi
perizinan sektor
sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) setelah
berkoordinasi dengan
Menteri.
11. Norma baru Pasal 402A Administrasi
Pemerintahan
Pembagian urusan
pemerintahan konkuren antara
Pemerintah Pusat dan Daerah
Provinsi serta Daerah
Kabupaten/Kota sebagaimana
tercantum dalam Lampiran
Undang-Undang Nomor 23
- 18 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah jis
Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2015 dan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015, harus di
baca dan dimaknai sesui degan
ketentuan Undang-Undang ini.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
1. Norma Baru. Pasal 1 angka 19A Administrasi
Pemerintahan
19A. Standar adalah Keputusan
Pejabat Pemerintahan yang
berwenang sebagai wujud
persetujuan atas
pernyataan untuk
pemenuhan seluruh
persyaratan yang
ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan.

2. Pasal 24 Pasal 24 Administrasi


Pemerintahan
Pejabat Pemerintahan yang Pejabat Pemerintahan yang
menggunakan Diskresi harus menggunakan Diskresi harus
memenuhi syarat: memenuhi syarat:
a. sesuai dengan tujuan a. sesuai dengan tujuan
Diskresi sebagaimana Diskresi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22 dimaksud dalam Pasal 22
ayat (2); ayat (2);
b. tidak bertentangan dengan b. dihapuskan;
ketentuan peraturan
- 19 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
perundang-undangan; c. sesuai dengan AUPB;
c. sesuai dengan AUPB; d. berdasarkan alasan-alasan
yang objektif;
d. berdasarkan alasan-alasan
yang objektif; e. tidak menimbulkan Konflik
Kepentingan; dan dilakukan
e. tidak menimbulkan Konflik
dengan iktikad baik.
Kepentingan; dan
dilakukan dengan iktikad baik.
3. Pasal 38 Pasal 38 Administrasi
Pemerintahan
(1) Pejabat dan/atau Badan (1) Pejabat dan/atau Badan
Pemerintahan dapat Pemerintahan dapat
membuat Keputusan membuat Keputusan
Berbentuk Elektronis. Berbentuk Elektronis.
(2) Keputusan Berbentuk (2) Keputusan Berbentuk
Elektronis wajib dibuat atau Elektronis wajib dibuat atau
disampaikan apabila disampaikan terhadap
Keputusan tidak dibuat Keputusan yang diproses
atau tidak disampaikan oleh sistem elektronik yang
secara tertulis. ditetapan Pemerintah Pusat.

(3) Keputusan Berbentuk (3) Keputusan Berbentuk


Elektronis berkekuatan Elektronis berkekuatan
hukum sama dengan hukum sama dengan
Keputusan yang tertulis dan Keputusan yang tertulis
berlaku sejak diterimanya dan berlaku sejak
Keputusan tersebut oleh diterimanya Keputusan
pihak yang bersangkutan. tersebut oleh pihak yang
bersangkutan.
(4) Jika Keputusan dalam
bentuk tertulis tidak (4) Keputusan dalam bentuk
disampaikan, maka yang tertulis tidak dibuat jika
berlaku adalah Keputusan Keputusan dalam dibuat
- 20 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
dalam bentuk elektronis. bentuk elektronis.
(5) Dalam hal terdapat (5) Dihapus.
perbedaan antara (6) Dihapus.
Keputusan dalam bentuk
elektronis dan Keputusan
dalam bentuk tertulis, yang
berlaku adalah Keputusan
dalam bentuk tertulis.
(6) Keputusan yang
mengakibatkan
pembebanan keuangan
negara wajib dibuat dalam
bentuk tertulis.
4. Pasal 39 Pasal 39 Administrasi
Pemerintahan
(1) Pejabat Pemerintahan yang (1) Pejabat Pemerintahan yang
berwenang dapat berwenang dapat
menerbitkan Izin, menerbitkan Izin, Standar,
Dispensasi, dan/atau Dispensasi, dan/atau
Konsesi dengan Konsesi dengan
berpedoman pada AUPB berpedoman pada AUPB
dan berdasarkan ketentuan dan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang- peraturan perundang-
undangan. undangan.
(2) Keputusan Badan dan/atau (2) Keputusan Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan Pejabat Pemerintahan
berbentuk Izin apabila: berbentuk Izin apabila:
a. diterbitkan persetujuan a. diterbitkan persetujuan
sebelum kegiatan sebelum kegiatan
dilaksanakan; dan dilaksanakan; dan
b. kegiatan yang akan b. kegiatan yang akan
dilaksanakan dilaksanakan
- 21 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
merupakan kegiatan merupakan kegiatan
yang memerlukan yang memerlukan
perhatian khusus perhatian khusus
dan/atau memenuhi dan/atau memenuhi
ketentuan peraturan ketentuan peraturan
perundang-undangan. perundang-undangan.
(3) Keputusan Badan dan/atau (3) Keputusan Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan Pejabat Pemerintahan
berbentuk Dispensasi berbentuk Standar apabila:
apabila: a. diterbitkan persetujuan
a. diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan
sebelum kegiatan dilaksanakan; dan
dilaksanakan; dan b. kegiatan yang akan
b. kegiatan yang akan dilaksanakan
dilaksanakan merupakan kegiatan
merupakan kegiatan telah terstandardisasi.
pengecualian terhadap (4) Keputusan Badan dan/atau
suatu larangan atau Pejabat Pemerintahan
perintah. berbentuk Dispensasi
(4) Keputusan Badan dan/atau apabila:
Pejabat Pemerintahan
berbentuk Konsesi apabila:
a. diterbitkan persetujuan
a. diterbitkan persetujuan sebelum kegiatan
sebelum kegiatan dilaksanakan; dan
dilaksanakan;
b. kegiatan yang akan
b. persetujuan diperoleh dilaksanakan
berdasarkan merupakan kegiatan
kesepakatan Badan pengecualian terhadap
dan/atau Pejabat suatu larangan atau
Pemerintahan dengan perintah.
pihak Badan Usaha
Milik Negara, Badan (5) Keputusan Badan dan/atau
- 22 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Usaha Milik Daerah, Pejabat Pemerintahan
dan/atau swasta; dan berbentuk Konsesi apabila:
c. kegiatan yang akan a. diterbitkan persetujuan
dilaksanakan sebelum kegiatan
merupakan kegiatan dilaksanakan;
yang memerlukan b. persetujuan diperoleh
perhatian khusus. berdasarkan
(5) Izin, Dispensasi, atau kesepakatan Badan
Konsesi yang diajukan oleh dan/atau Pejabat
pemohon wajib diberikan Pemerintahan dengan
persetujuan atau penolakan pihak Badan Usaha
oleh Badan dan/atau Milik Negara, Badan
Pejabat Pemerintahan Usaha Milik Daerah,
paling lama 10 (sepuluh) dan/atau swasta; dan
hari kerja sejak diterimanya c. kegiatan yang akan
permohonan, kecuali dilaksanakan
ditentukan lain dalam
merupakan kegiatan
ketentuan peraturan yang memerlukan
perundang-undangan. perhatian khusus.
(6) Izin, Dispensasi, atau (6) Izin, Dispensasi, atau
Konsesi tidak boleh Konsesi yang diajukan oleh
menyebabkan kerugian pemohon wajib diberikan
negara. persetujuan atau penolakan
oleh Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan
paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak diterimanya
permohonan, kecuali
ditentukan lain dalam
ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(7) Standar berlaku sejak
- 23 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
pemohon menyatakan
komitmen pemenuhan
elemen standar.
(8) Izin, Dispensasi, atau
Konsesi tidak boleh
menyebabkan kerugian
negara.
5. Norma baru Pasal 39A Administrasi
Pemerintah
(1) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan wajib
melakukan pengawasan
atas pelaksanaan Izin,
Standar, Dispensasi,
dan/atau Konsesi.
(2) Pengawasan terhadap Izin,
Standar, Dispensasi,
dan/atau Konsesi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat
bekerjasama dengan atau
dilakukan oleh profesi yang
memiliki sertifikat keahlian
sesuai bidang pengawasan.
(3) Ketentuan mengenai jenis,
bentuk, dan mekanisme
pengawasan atas Izin,
Standar, Dispensasi,
dan/atau Konsesi yang
dapat dilakukan oleh
profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan
- 24 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
Presiden.
6. Pasal 53 Pasal 53 Administrasi
Pemerintahan
(1) Batas waktu kewajiban (1) Batas waktu kewajiban
untuk untuk menetapkan
menetapkandan/atau dan/atau melakukan
melakukan Keputusan Keputusan dan/atau
dan/atau Tindakan sesuai Tindakan sesuai dengan
dengan ketentuan ketentuan peraturan
peraturan perundang- perundang-undangan.
undangan. (2) Jika ketentuan peraturan
(2) Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
perundang-undangan tidak menentukan batas waktu
menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana
kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dimaksud pada ayat (1), Badan dan/atau Pejabat
maka Badan dan/atau Pemerintahan wajib
Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau
menetapkan dan/atau melakukan Keputusan
melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam
dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 5 (lima)
waktu paling lama 10 hari kerja setelah
(sepuluh) hari kerja setelah permohonan diterima
permohonan diterima secara lengkap oleh Badan
secara lengkap oleh Badan dan/atau Pejabat
dan/atau Pejabat Pemerintahan.
Pemerintahan.
(3) Dalam hal permohonan
(3) Apabila dalam batas waktu diproses melalui sistem
sebagaimana dimaksud elektronik dan seluruh
pada ayat (2), Badan persyaratan dalam sistem
dan/atau Pejabat elektronik telah terpenuhi,
Pemerintahan tidak sistem elektronik langsung
menetapkan dan/atau menetapkan Keputusan
- 25 -

No. Rumusan Undang-Undang Usulan Rumusan Perubahan Alasan Perubahan Potensi Implikasi Klaster
melakukan Keputusan dan/atau Tindakan.
dan/atau Tindakan, maka (4) Apabila dalam batas waktu
permohonan tersebut sebagaimana dimaksud
dianggap dikabulkan secara pada ayat (2), Badan
hukum. dan/atau Pejabat
(4) Pemohon mengajukan Pemerintahan tidak
permohonan kepada menetapkan dan/atau
Pengadilan untuk melakukan Keputusan
memperoleh putusan dan/atau Tindakan, maka
penerimaan permohonan permohonan tersebut
sebagaimana dimaksud dianggap dikabulkan secara
pada ayat (3). hukum.
(5) Pengadilan wajib (4a) Ketentuan lebih lanjut
memutuskan permohonan mengenai bentuk penetapan
sebagaimana dimaksud Keputusan dan/atau
pada ayat (4) paling lama 21 Tindakan yang dianggap
(dua puluh satu) hari kerja dikabulkan secara hukum
sejak permohonan sebagaimana dimaksud
diajukan. pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Presiden.
(6) Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan wajib (5) Dihapus.
menetapkan Keputusan (6) Dihapus.
untuk melaksanakan
putusan Pengadilan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) paling lama 5
(lima) hari kerja sejak
putusan Pengadilan
ditetapkan
11. SANKSI

USULAN RUMUSAN POTENSI


RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG KELAUTAN
Pasal 47 Pasal 47
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang
melakukan pemanfaatan melakukan pemanfaatan
ruang Laut secara ruang Laut secara
menetap di wilayah menetap di wilayah
perairan dan wilayah perairan dan wilayah
yurisdiksi wajib memiliki yurisdiksi wajib memiliki
izin lokasi. Perizinan Berusaha
(2) Izin lokasi yang berada di Pemanfaatan di Laut.
wilayah pesisir dan (2) Perizinan Berusaha
pulaupulau kecil terkait Pemanfaatan di
dilakukan sesuai dengan Laut dilakukan sesuai
ketentuan peraturan dengan ketentuan
perundang-undangan. peraturan perundang-
(3) Setiap orang yang undangan.
melakukan pemanfaatan (3) Setiap orang yang
ruang Laut secara melakukan pemanfaatan
menetap di wilayah ruang Laut secara
perairan dan wilayah menetap di wilayah
yurisdiksi yang tidak perairan dan wilayah
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sesuai dengan izin yang yurisdiksi yang tidak
diberikan dikenai sanksi sesuai dengan Perizinan
administratif berupa: a. Berusaha terkait
peringatan tertulis; b. Pemanfaatan di Laut
penghentian sementara yang diberikan dikenai
kegiatan; c. penutupan sanksi administratif.
lokasi; d. pencabutan izin; (4) Ketentuan mengenai
e. pembatalan izin; Perizinan Berusaha
dan/atau f. denda terkait Pemanfaatan di
administratif. Laut yang berada di
(4) Ketentuan mengenai izin wilayah perairan dan
lokasi di Laut yang berada wilayah yurisdiksi
di wilayah perairan dan sebagaimana dimaksud
wilayah yurisdiksi pada ayat (1) dan tata
sebagaimana dimaksud cara pengenaan sanksi
pada ayat (1) dan tata cara administratif
pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud
administratif sebagaimana pada ayat (3) diatur
dimaksud pada ayat (3) dengan Peraturan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah.
Pasal 49 Pasal 49 Diusulkan untuk Merupakan
dikenai sanksi pidana pelanggaran
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Setiap orang yang melakukan (1) Setiap orang yang dengan pertimbangan terhadap
pemanfaatan ruang Laut melakukan bahwa pemanfaatan RDTR dan
pemanfaatan ruang
secara menetap yang tidak Laut secara menetap ruang laut di Wilayah ketentuan
memiliki izin lokasi yang tidak memiliki Perairan dan Wilayah yang telah
sebagaimana dimaksud Perizinan Berusaha Yurisdiksi yang ditetapkan.
terkait Pemanfaatan di
dalam Pasal 47 ayat (1) dilaksanakan tanpa Izin Sanksi
Laut sebagaimana
dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal Pemanfaatan Laut akan administratif
penjara paling lama 6 (enam) 47 ayat (1) dikenai berdampak terhadap dapat berupa
tahun dan pidana denda sanksi administratif kelestarian dan denda, pidana
berupa denda paling
paling banyak banyak keberlanjutan Sumber dan pemulihan
Rp20.000.000.000,00 (dua Rp20.000.000.000,00 Daya Kelautan. kawasan
puluh miliar rupiah). (dua puluh miliar dalam hal
rupiah).
(2) Jika tindakan pengurusan
sebagaimana dimaksud perizinan
pada ayat (1) ditolak.
mengakibatkan
kerugian terhadap harta
benda atau kerusakan
barang, pelaku selain
dikenai sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) juga
dikenai sanksi
penggantian kerugian
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
atas harta benda atau
kerusakan barang.
(3) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6
(enam) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
UU NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG
Pasal 62 Pasal 62 Pelanggaran di Membedakan
Setiap orang yang Setiap orang yang tidak bidang perizinan secara jelas
melanggar ketentuan menaati rencana tata pada dasarnya penerapan
sebagaimana dimaksud ruang yang telah bersifat administratif administrative
dalam Pasal 61, dikenai ditetapkan yang sehingga apabila ada law dengan
sanksi administratif mengakibatkan perubahan orang/badan hukum criminal law
fungsi ruang sebagaimana yang melakukan dalam bidang
dimaksud dalam Pasal 61, pelanggaran di perizinan
dikenai sanksi bidang perizinan,
administratif. maka seyogyanya
hanya dikenai sanksi
administratif.

Izin pemanfaatan
ruang diperlukan
apabila kegiatan
pembangunan
mempunyai dampak
yang luas dan
strategis (luas,
dampak dan lain-lain)
Pasal 68 Pasal 68
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
(1) Selain pejabat penyidik (1) Pejabat Penyidik
kepolisian negara Pegawai Negeri Sipil
Republik Indonesia, tertentu di lingkungan
pegawai negeri sipil instansi pemerintah
tertentu di lingkungan yang lingkup tugas
instansi pemerintah dan
yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya
tanggung jawabnya di dibidang penataan
ruang diberi
bidang penataan ruang
wewenang khusus
diberi wewenang
sebagai Penyidik
khusus sebagai
Pegawai Negeri Sipil
penyidik untuk
sebagaimana
membantu pejabat
dimaksud dalam Kitab
penyidik kepolisian
Undang-Undang
negara Republik Hukum Acara Pidana
Indonesia sebagaimana untuk melakukan
dimaksud dalam Kitab penyidikan tindak
Undang-Undang pidana.
Hukum Acara Pidana. (2) Pejabat Pegawai Negeri
(2) Penyidik pegawai Sipil tertentu
negeri sipil sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat
pada ayat (1) (1) diberi kewenangan
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
berwenang: a. untuk:
melakukan a. meneliti, mencari,
pemeriksaan atas dan
kebenaran laporan mengumpulkan
atau keterangan yang keterangan
berkenaan dengan sehubungan
tindak pidana dalam dengan tindak
bidang penataan pidana;
ruang; b. melakukan b. menerima laporan
pemeriksaan terhadap atau keterangan
tentang adanya
orang yang diduga
tindak pidana;
melakukan tindak
c. memanggil orang
pidana dalam bidang
untuk didengar dan
penataan ruang; c.
diperiksa sebagai
meminta keterangan
saksi dan/atau
dan bahan bukti dari
tersangka tindak
orang sehubungan
pidana;
dengan peristiwa d. melakukan
tindak pidana dalam penangkapan dan
bidang penataan ruang penahanan
d. melakukan terhadap orang
pemeriksaan atas yang diduga
dokumen-dokumen melakukan tindak
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
yang berkenaan pidana;
dengan tindak pidana e. meminta
dalam bidang penataan keterangan dan
ruang; e. melakukan bukti dari orang
pemeriksaan di tempat yang diduga
tertentu yang diduga melakukan tindak
terdapat bahan bukti pidana;
dan dokumen lain serta f. memotret dan/atau
merekam melalui
melakukan penyitaan
media elektronik
dan penyegelan
terhadap orang,
terhadap bahan dan
barang, pesawat
barang hasil
udara, atau hal
pelanggaran yang
yang dapat
dapat dijadikan bukti
dijadikan bukti
dalam perkara tindak adanya tindak
pidana dalam bidang pidana;
penataan ruang; dan f. g. memeriksa
meminta bantuan dokumen yang
tenaga ahli dalam terkait dengan
rangka pelaksanaan tindak pidana;
tugas penyidikan h. mengambil sidik
tindak pidana dalam jari dan identitas
bidang penataan orang;
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
ruang. i. menggeledah
(3) Penyidik pegawai tempat-tempat
negeri sipil tertentu yang
sebagaimana dimaksud dicurigai adanya
pada ayat (1) tindak pidana;
memberitahukan j. menyita benda
dimulainya penyidikan yang diduga kuat
kepada pejabat merupakan barang
yang digunakan
penyidik kepolisian
untuk melakukan
negara Republik
tindak pidana;
Indonesia.
k. mengisolasi dan
(4) Apabila pelaksanaan
mengamankan
kewenangan
barang dan/atau
sebagaimana dimaksud
dokumen yang
pada ayat (2) dapat dijadikan
memerlukan tindakan sebagai alat bukti
penangkapan dan sehubungan
penahanan, penyidik dengan tindak
pegawai negeri sipil pidana;
melakukan koordinasi l. mendatangkan
dengan pejabat saksi ahli yang
penyidik kepolisian diperlukan dalam
negara Republik hubungannya
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
Indonesia sesuai dengan
dengan ketentuan pemeriksaan
peraturan perkara tindak
perundangundangan. pidana;
(5) Penyidik pegawai m. menghentikan
negeri sipil proses penyidikan;
sebagaimana dimaksud n. meminta bantuan
pada ayat (1) polisi Negara
Republik Indonesia
menyampaikan hasil
atau instansi lain
penyidikan kepada
untuk melakukan
penuntut umum
penanganan tindak
melalui pejabat
pidana; dan
penyidik kepolisian
o. melakukan
negara Republik
tindakan lain
Indonesia. menurut hukum
(6) Pengangkatan pejabat yang berlaku.
penyidik pegawai (3) Kedudukan Pejabat
negeri sipil dan tata Pegawai Negeri Sipil
cara serta proses Tertentu sebagaimana
penyidikan dimaksud pada ayat
dilaksanakan sesuai (2) berada di bawah
dengan ketentuan koordinasi dan
peraturan pengawasan Penyidik
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
perundangundangan. Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3), memberitahukan
dimulainya
penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian
penyidikan kepada
Penuntut Umum
dengan tembusan
kepada pejabat Polisi
Negara Republik
Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), Penyidik Pegawai
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
Negeri Sipil Tertentu
dapat meminta
bantuan kepada
aparat penegak
hukum.

Pasal 69 Pasal 69
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang tidak
tidak menaati menaati rencana tata
rencana tata ruang ruang yang telah
yang telah ditetapkan ditetapkan
sebagaimana sebagaimana dimaksud
dimaksud dalam dalam Pasal 61 huruf a
Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan
yang mengakibatkan perubahan fungsi
perubahan fungsi ruang, dikenai sanksi
administratif berupa
ruang, dipidana
denda paling banyak
dengan pidana
Rp2.000.000.000,00
penjara paling lama 3
(dua miliar rupiah).
(tiga) tahun dan
(2) Jika tindakan
denda paling banyak
sebagaimana dimaksud
Rp500.000.000,00
pada ayat (1)
(lima ratus juta
mengakibatkan
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
rupiah). kerugian terhadap
(2) Jika tindak pidana harta benda atau
sebagaimana kerusakan barang,
dimaksud pada ayat pelaku selain dikenai
(1) mengakibatkan sanksi administratif
kerugian terhadap sebagaimana dimaksud
harta benda atau pada ayat (1) juga
kerusakan barang, dikenai sanksi
penggantian kerugian
pelaku dipidana
atas harta benda atau
dengan pidana
kerusakan barang.
penjara paling lama 8
(3) Dalam hal pelaku tidak
(delapan) tahun dan
melaksanakan
denda paling banyak
kewajiban pemenuhan
Rp1.500.000.000,00
sanksi sebagaimana
(satu miliar lima dimaksud pada ayat (1)
ratus juta rupiah). dan/atau ayat (2),
(3) Jika tindak pidana dipidana dengan pidana
sebagaimana penjara paling lama 8
dimaksud pada ayat (delapan) tahun.
(1) mengakibatkan (4) Jika tindakan
kematian orang, sebagaimana dimaksud
pelaku dipidana pada ayat (1)
dengan pidana mengakibatkan
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
penjara paling lama kematian orang, pelaku
15 (lima belas) tahun dipidana dengan pidana
dan denda paling penjara paling lama 15
banyak (lima belas) tahun dan
Rp5.000.000.000,00 denda paling banyak
(lima miliar rupiah). Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 70 Pasal 70
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang
memanfaatkan ruang memanfaatkan ruang
tidak sesuai dengan
tidak sesuai dengan
Kesesuaian
izin pemanfaatan Pemanfaatan Tata
ruang dari pejabat Ruang dari pejabat
yang berwenang yang berwenang
sebagaimana dimaksud
sebagaimana dalam Pasal 61 huruf b,
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
dimaksud dalam dikenai sanksi
Pasal 61 huruf b, administratif berupa
denda paling banyak
dipidana dengan Rp 2.000.000.000,00
pidana penjara paling (dua miliar rupiah).
lama 3 (tiga) tahun (2) Jika tindak pidana
sebagaimana dimaksud
dan denda paling
pada ayat (1)
banyak mengakibatkan
Rp500.000.000,00 perubahan fungsi
(lima ratus juta ruang, dikenai sanksi
administratif berupa
rupiah). denda paling banyak
(2) Jika tindak pidana Rp 4.000.000.000,00
sebagaimana (dua miliar rupiah).
(3) Jika tindak pidana
dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud
(1) mengakibatkan pada ayat (1)
perubahan fungsi mengakibatkan
kerugian terhadap
ruang, pelaku
harta benda atau
dipidana dengan kerusakan barang,
pidana penjara paling pelaku selain dikenai
lama 5 (lima) tahun sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
dan denda paling pada ayat (1) juga
banyak dikenai sanksi
Rp1.000.000.000,00 penggantian kerugian
atas harta benda atau
(satu miliar rupiah). kerusakan barang.
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
(3) Jika tindak pidana (4) Dalam hal pelaku tidak
sebagaimana melaksanakan
kewajiban pemenuhan
dimaksud pada ayat sanksi sebagaimana
(1) mengakibatkan dimaksud pada ayat (1),
kerugian terhadap ayat (2) dan/atau ayat
(3), dipidana dengan
harta benda atau
pidana penjara paling
kerusakan barang, lama 5 (lima) tahun.
pelaku dipidana (5) Jika tindak pidana
dengan pidana sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
penjara paling lama 5 mengakibatkan
(lima) tahun dan kematian orang, pelaku
denda paling banyak dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15
Rp1.500.000.000,00 (lima belas) tahun dan
(satu miliar lima denda paling banyak
ratus juta rupiah). Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(4) Jika tindak pidana
(6) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana mengenai pengenaan
dimaksud pada ayat sanksi administratif
(1) mengakibatkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
kematian orang, dengan Peraturan
pelaku dipidana Pemerintah.
dengan pidana
penjara paling lama
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
15 (lima belas) tahun
dan denda paling
banyak
Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah)
Pasal 71 Pasal 71
Setiap orang yang tidak (1) Setiap orang yang tidak
mematuhi ketentuan yang mematuhi ketentuan
yang ditetapkan dalam
ditetapkan dalam persyaratan Kesesuaian
persyaratan izin Kegiatan Pemanfaatan
pemanfaatan ruang Ruang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
sebagaimana dimaksud
61 huruf c, dikenai
dalam Pasal 61 huruf c, sanksi administratif
dipidana dengan pidana berupa denda paling
penjara paling lama 3 banyak Rp
2.000.000.000,00 (dua
(tiga) tahun dan denda miliar rupiah).
paling banyak (2) Dalam hal pelaku tidak
Rp500.000.000,00 (lima melaksanakan
kewajiban pemenuhan
ratus juta rupiah). sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3
(tiga) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 72 Pasal 72
Setiap orang yang tidak (1) Setiap orang yang tidak
memberikan akses memberikan akses
terhadap kawasan yang terhadap kawasan yang
oleh peraturan perundang- oleh peraturan
undangan dinyatakan perundang-undangan
sebagai milik umum dinyatakan sebagai
sebagaimana dimaksud milik umum
dalam Pasal 61 huruf d, sebagaimana dimaksud
dipidana dengan pidana dalam Pasal 61 huruf d,
penjara paling lama 1 dikenai sanksi
(satu) tahun dan denda administratif berupa
paling banyak denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus Rp 1.000.000.000,00
juta rupiah). (satu miliar rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
(satu) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO 27 TAHUN 2007 TENTANG
PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Pasal 70 Pasal 70
(1) Selain pejabat penyidik (1) Pejabat Penyidik
Kepolisian Negara Pegawai Negeri Sipil
Republik Indonesia, Tertentu di
pejabat pegawai negeri Lingkungan Instansi
sipil tertentu yang lingkup Pemerintah yang
tugas dan tanggung lingkup tugas dan
jawabnya di bidang tanggung jawabnya
Pengelolaan Wilayah dibidang pengelolaan
Pesisir dan Pulau-Pulau wilayah pesisir dan
Kecil, dapat diberi pulau-pulau kecil
wewenang khusus sebagai diberi wewenang
penyidik sebagaimana khusus sebagai
dimaksud dalam Kitab Penyidik Pegawai
Undang-Undang Hukum Negeri Sipil
Acara Pidana. sebagaimana
(2) Pejabat pegawai negeri dimaksud dalam
sipil tertentu sebagaimana Kitab Undang-
dimaksud pada ayat (1) Undang Hukum Acara
adalah penyidik pegawai Pidana untuk
negeri sipil. melakukan
(3) Penyidik pegawai negeri penyidikan tindak
sipil sebagaimana pidana.
dimaksud pada ayat (2) (2) Pejabat Pegawai
berwenang: Negeri Sipil Tertentu
a. menerima laporan atau sebagaimana
pengaduan dari seseorang dimaksud pada ayat
tentang adanya tindak
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
pidana bidang kelautan (1) diberi kewenangan
dan perikanan di Wilayah untuk:
Pesisir dan Pulau-Pulau a. meneliti, mencari,
Kecil; dan
mengumpulkan
keterangan
sehubungan
dengan tindak
pidana;
b. menerima laporan
atau keterangan
tentang adanya
tindak pidana;
c. memanggil orang
untuk didengar
dan diperiksa
sebagai saksi
dan/atau
tersangka tindak
pidana;
d. melakukan
penangkapan dan
penahanan
terhadap orang
yang diduga
melakukan tindak
pidana;
e. meminta
keterangan dan
bukti dari orang
yang diduga
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
melakukan tindak
pidana;
f. memotret
dan/atau
merekam melalui
media elektronik
terhadap orang,
barang, pesawat
udara, atau hal
yang dapat
dijadikan bukti
adanya tindak
pidana;
g. memeriksa
dokumen yang
terkait dengan
tindak pidana;
h. mengambil sidik
jari dan identitas
orang;
i. menggeledah
tempat-tempat
tertentu yang
dicurigai adanya
tindak pidana;
j. menyita benda
yang diduga kuat
merupakan barang
yang digunakan
untuk melakukan
tindak pidana;
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
k. mengisolasi dan
mengamankan
barang dan/atau
dokumen yang
dapat dijadikan
sebagai alat bukti
sehubungan
dengan tindak
pidana;
l. mendatangkan
saksi ahli yang
diperlukan dalam
hubungannya
dengan
pemeriksaan
perkara tindak
pidana;
m. menghentikan
proses penyidikan;
n. meminta bantuan
polisi Negara
Republik Indonesia
atau instansi lain
untuk melakukan
penanganan
tindak pidana; dan
o. melakukan
tindakan lain
menurut hukum
yang berlaku.
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
(3) Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) berada di bawah
koordinasi dan
pengawasan Penyidik
Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri
SipilTertentu
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3), memberitahukan
dimulainya
penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian
penyidikan kepada
Penuntut Umum
dengan tembusan
kepada pejabat Polisi
Negara Republik
Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
(1), Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
dapat meminta
bantuan kepada
aparat penegak
hukum.

Pasal 71 Pasal 71 Pengaturan rinci


terkait sanksi
(1) Pemanfaatan ruang (1) Pemanfaatan ruang administrasi akan
dari sebagian Perairan perairan dan sumber diatur didalam PP.
Pesisir dan daya pesisir dan
pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil
pulau-pulau kecil yang yang tidak memenuhi
tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha
Izin Lokasi yang terkait Pemanfaatan
diberikan sebagaimana di Laut yang diberikan
dimaksud dalam Pasal sebagaimana
16 ayat (1) dikenai dimaksud dalam
sanksi administratif. Pasal 16 dikenai
(2) Sanksi administratif sanksi administratif.
sebagaimana (2) Ketentuan lebih
dimaksud pada ayat (1) lanjut mengenai
berupa peringatan, sanksi administratif
pembekuan sementara, sebagaimana
dan/atau pencabutan dimaksud pada ayat
Izin Lokasi. (1) diatur dengan
(3) Pemanfaatan sumber Peraturan Pemerintah
daya Perairan Pesisir
dan perairan pulau-
pulau kecil yang tidak
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
sesuai dengan Izin
Pengelolaan yang
diberikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
19 ayat (1) dikenai
sanksi administratif.
(4) Sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian
sementara kegiatan;
c. penutupan lokasi;
d. pencabutan izin;
e. pembatalan izin;
dan/ atau
f. denda administratif.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (4) diatur
dalam Peraturan
Pemerintah
Norma Baru Pasal 73A 1) Terdapat
kewajiban
Setiap Orang yang memiliki izin
memanfaatkan pulau kecil pemanfaatan
dalam rangka penanaman pulau-pulau
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
modal asing yang tidak kecil dan
memiliki Perizinan perairan di
Berusaha sebagaimana sekitarnya
dimaksud dalam Pasal 26A dalam rangka
dipidana dengan pidana penanaman
penjara paling lama 4 modal asing
(empat) tahun dan denda dalam Pasal
paling banyak 26A UU Nomor
Rp2.000.000.000,00 (dua 1 Tahun 2014,
miliar rupiah). namun belum
ada rumusan
sanksinya
apabila tidak
memiliki izin
tersebut.
2) Diusulkan
untuk dikenai
sanksi pidana
dengan
pertimbangan
bahwa
3) pemanfaatan
Pulau kecil
merupakan
satu kesatuan
dengan
perairan di
sekitarnya,
sehingga
apabila
terdapat
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
kerusakan
sumber daya di
pulau kecil
akan
berdampak
pada
kelestarian
ekosistem
perairan di
sekitar pulau
kecil tersebut;
4) pulau kecil
termasuk
perbatasan
negara yang
perlu
dipertahankan
dari aspek
kedaulatan
negara;
5) mencegah
penguasaan
oleh orang
asing di pulau
kecil.
6)
Pasal 75 Pasal 75 Diusulkan untuk Diusulkan untk
Setiap Orang yang (1) Setiap Orang yang dikenai sanksi pidana diubah menjadi
memanfaatkan ruang dari memanfaatkan ruang dengan pertimbangan sanksi
sebagian Perairan Pesisir dan perairan dan Sumber bahwa pemanfaatan administratif
pemanfaatan sebagian Daya Pesisir dan Pulau- ruang perairan dan
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
pulau-pulau kecil yang tidak Pulau Kecil yang tidak Sumber Daya Pesisir Merupakan
memiliki Izin Lokasi memenuhi Perizinan dan Pulau-Pulau Kecil pelanggaran
sebagaimana dimaksud Berusaha Pemanfaatan akan berdampak terhadap RDTR
dalam Pasal 16 ayat (1) Ruang di Laut terhadap kelestarian dan ketentuan
dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud dan keberlanjutan yang telah
penjara paling lama 3 (tiga) dalam Pasal 16, dikenai Sumber Daya Pesisir ditetapkan. Sanksi
tahun dan denda paling sanksi administratif dan Pulau-Pulau Kecil administratif dapat
banyak Rp500.000.000,00 berupa denda paling sehingga kepemilikan berupa denda dan
(lima ratus banyak Rp Izin Pemanfaatan pemulihan
juta rupiah). 500.000.000,00 (lima Laut sangat penting. kawasan dalam hal
ratus juta rupiah). (Penyesuaian dengan pengurusan
(2) Jika tindakan Pasal 16) perizinan ditolak.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
mengakibatkan
kerugian terhadap harta
benda atau kerusakan
barang, pelaku selain
dikenai sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) juga
dikenai sanksi
penggantian kerugian
atas harta benda atau
kerusakan barang.
(3) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
USULAN RUMUSAN ALASAN POTENSI
RUMUSAN UU KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN IMPLIKASI
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3
(tiga) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 75 A Pasal 75A Substansi sanksi Diusulkan tetap


Setiap Orang yang Dihapus. untuk izin Memiliki dampak
memanfaatkan sumber daya pengelolaan sudah K3L dan
Perairan Pesisir dan perairan masuk dalam merupakan
pulau-pulau kecil yang tidak substansi sanksi pemanfaatan SDA,
memiliki Izin Pengelolaan untuk Izin Pasal 75 bicara
sebagaimana dimaksud Pemanfaatan Laut terkait
dalam Pasal 19 ayat (1) Pasal 75. pemanfaatan
dipidana dengan pidana ruang, sedangkan
penjara paling lama 4 (empat) pasal 75a bicara
tahun dan denda paling terkadi
banyak Rp2.000.000.000,00 pemanfaatan
(dua miliar rupiah sumber daya.
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pasal 76 Pasal 76 Mengingat pengawasan Penerapan sanksi Sanksi:
1) Menteri, gubernur, atau (1) Pemerintah Pusat menjadi salah satu poin bertingkat yang Administratif dan
bupati/walikota menerapkan sanksi penting dalam kemudahan variatif namun Pidana
menerapkan sanksi administratif kepada berusaha, maka terhadap terstandar, dan sesuai
administratif kepada penanggung jawab usaha kegiatan usaha yang tidak dengan konsep
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam sesuai dengan ketentuan perizinan terintegrasi
dan/atau kegiatan jika pengawasan ditemukan perundang-undangan perlu secara elektronik,
dalam pengawasan pelanggaran terhadap ditindaklanjuti dengan diharapkan dapat
ditemukan pelanggaran Persetujuan Lingkungan. pemberian sanksi. Pemberian menciptakan
terhadap izin lingkungan. (2) Ketentuan lebih lanjut sanksi ini dapat dilakukan kemudahan berusaha
2) Sanksi administratif terdiri mengenai tata cara dengan cara mengatur jenis yang diimbangi
atas: a. teguran tertulis; b. pengenaan sanksi diatur sanksi bertingkat yang dengan ketertiban
paksaan pemerintah; c. dengan Peraturan variatif namun terstandar, iklim berusaha.
pembekuan izin Pemerintah. sehingga terdapat kesamaan
lingkungan; atau d. tingkatan sanksi pada setiap
pencabutan izin kegiatan.
lingkungan. Ayat (2) dihapus karena telah
dicantumkan dalam Pasal
Umum, terkait perincian dan
tata cara pengenaannya akan
dilakukan pengaturan lebih
lanjut di PP
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Pasal 77 Pasal 77 Sanksi:
Menteri dapat menerapkan sanksi Pemerintah Pusat dapat Administratif dan
administratif terhadap penanggung menerapkan sanksi administratif Pidana
jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap penanggung jawab
jika Pemerintah menganggap usaha dan/atau kegiatan dalam
pemerintah daerah secara sengaja hal Pemerintah Pusat
tidak menerapkan sanksi menganggap Pemerintah Daerah
administratif terhadap pelanggaran secara sengaja tidak menerapkan
yang serius di bidang perlindungan sanksi administratif terhadap
dan pengelolaan lingkungan hidup. pelanggaran yang serius di bidang
perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Pasal 79 Pasal 79
Pengenaan sanksi administratif Dihapus.
berupa pembekuan atau
pencabutan izin lingkungan
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 ayat (2) huruf c dan huruf
d dilakukan apabila penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan
tidak melaksanakan paksaan
pemerintah
Pasal 82 Pasal 82 Sanksi:
(1) Menteri, gubernur, atau (1) Pemerintah Pusat berwenang Administratif &
bupati/walikota berwenang untuk memaksa penanggung Pidana
untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/atau
jawab usaha dan/atau kegiatan kegiatan untuk melakukan
untuk melakukan pemulihan pemulihan lingkungan hidup
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
lingkungan hidup akibat akibat pencemaran dan/atau
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup
perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya.
yang dilakukannya. (2) Pemerintah Pusat berwenang
(2) Menteri, gubernur, atau atau dapat menunjuk pihak
bupati/walikota berwenang ketiga untuk melakukan
atau dapat menunjuk pihak pemulihan lingkungan hidup
ketiga untuk melakukan akibat pencemaran dan/atau
pemulihan lingkungan hidup perusakan lingkungan hidup
akibat pencemaran dan/atau yang dilakukannya atas beban
perusakan lingkungan hidup biaya penanggung jawab
yang dilakukannya atas beban usaha dan/atau kegiatan.
biaya penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan
Pasal 98 Pasal 98
(1) Setiap orang yang dengan (1) Setiap orang yang dengan
sengaja melakukan perbuatan sengaja melakukan
yang mengakibatkan perbuatan yang
dilampauinya baku mutu udara mengakibatkan dilampauinya
ambien, baku mutu air, baku baku mutu udara ambien,
mutu air laut, atau kriteria baku mutu air, baku mutu air
baku kerusakan lingkungan laut, atau kriteria baku
hidup dipidana dengan pidana kerusakan lingkungan hidup
penjara paling singkat 3 (tiga) dikenai sanksi administratif
tahun dan paling lama 10 berupa denda paling sedikit
(sepuluh) tahun dan denda Rp3.000.000.000,00 (tiga
paling sedikit miliar rupiah) dan paling
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
rupiah) dan paling banyak banyak Rp10.000.000.000,00
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh (sepuluh miliar rupiah).
miliar rupiah). (2) Dalam hal pelaku tidak
(2) Apabila perbuatan sebagaimana melaksanakan kewajiban
dimaksud pada ayat (1) pemenuhan sanksi
mengakibatkan orang luka sebagaimana dimaksud pada
dan/atau bahaya kesehatan ayat (1), dipidana dengan
manusia, dipidana dengan paling singkat 3 (tiga) tahun
pidana penjara paling singkat 4 dan paling lama 10 (sepuluh)
(empat) tahun dan paling lama tahun.
12 (dua belas) tahun dan denda (3) Apabila perbuatan
paling sedikit sebagaimana dimaksud pada
Rp4.000.000.000,00 (empat ayat (1) mengakibatkan orang
miliar rupiah) dan paling luka dan/atau bahaya
banyak Rp12.000.000.000,00 kesehatan manusia, dipidana
(dua belas miliar rupiah). dengan pidana penjara paling
(3) Apabila perbuatan sebagaimana singkat 4 (empat) tahun dan
dimaksud pada ayat (1) paling lama 12 (dua belas)
mengakibatkan orang luka tahun dan denda paling
berat atau mati, dipidana sedikit Rp4.000.000.000,00
dengan pidana penjara paling (empat miliar rupiah) dan
singkat 5 (lima) tahun dan paling banyak
paling lama 15 (lima belas) Rp12.000.000.000,00 (dua
tahun dan denda paling sedikit belas miliar rupiah).
Rp5.000.000.000,00 (lima (4) Apabila perbuatan
miliar rupiah) dan paling sebagaimana dimaksud pada
banyak Rp15.000.000.000,00 ayat (1) mengakibatkan orang
(lima belas miliar rupiah). luka berat atau mati,
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan
denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah) dan paling
banyak Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 99 Pasal 99
(1) Setiap orang yang karena (1) Setiap orang yang karena
kelalaiannya mengakibatkan kelalaiannya mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara dilampauinya baku mutu
ambien, baku mutu air, baku udara ambien, baku mutu
mutu air laut, atau kriteria air, baku mutu air laut, atau
baku kerusakan lingkungan kriteria baku kerusakan
hidup, dipidana dengan pidana lingkungan hidup, dikenai
penjara paling singkat 1 (satu) sanksi administratif berupa
tahun dan paling lama 3 (tiga) denda paling sedikit
tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
miliar rupiah) dan paling
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
banyak Rp3.000.000.000,00 banyak Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah). (tiga miliar rupiah).
(2) Apabila perbuatan sebagaimana (2) Dalam hal pelaku tidak
dimaksud pada ayat (1) melaksanakan kewajiban
mengakibatkan orang luka pemenuhan sanksi
dan/atau bahaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada
manusia, dipidana dengan ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 2 pidana penjara paling singkat
(dua) tahun dan paling lama 6 1 (satu) tahun dan paling
(enam) tahun dan denda paling lama 3 (tiga) tahun.
sedikit Rp2.000.000.000,00 (3) Apabila perbuatan
(dua miliar rupiah) dan paling sebagaimana dimaksud pada
banyak Rp6.000.000.000,00 ayat (1) dan ayat (2)
(enam miliar rupiah). mengakibatkan orang luka
(3) Apabila perbuatan sebagaimana dan/atau bahaya kesehatan
dimaksud pada ayat (1) manusia, dipidana dengan
mengakibatkan orang luka pidana penjara paling singkat
berat atau mati, dipidana 2 (dua) tahun dan paling lama
dengan pidana penjara paling 6 (enam) tahun dan denda
singkat 3 (tiga) tahun dan paling paling sedikit
lama 9 (sembilan) tahun dan Rp2.000.000.000,00 (dua
denda paling sedikit miliar rupiah) dan paling
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar banyak Rp6.000.000.000,00
rupiah) dan paling banyak (enam miliar rupiah).
Rp9.000.000.000,00 (sembilan (4) Apabila perbuatan
miliar rupiah). sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2)
mengakibatkan orang luka
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
berat atau mati, dipidana
dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 9 (sembilan)
tahun dan denda paling
sedikit Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah) dan paling
banyak Rp9.000.000.000,00
(sembilan miliar rupiah).
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 102 Pasal 102


Setiap orang yang melakukan (1) Setiap orang yang melakukan
pengelolaan limbah B3 tanpa izin pengelolaan limbah B3 tanpa
sebagaimana dimaksud dalam Perizinan Berusaha
Pasal 59 ayat (4) dipidana dengan sebagaimana dimaksud
pidana penjara paling singkat 1 dalam Pasal 59 ayat (4)
(satu) tahun dan paling lama 3 dikenai sanksi administratif
(tiga) tahun dan denda paling berupa denda denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu sedikit Rp1.000.000.000,00
miliar rupiah) dan paling banyak (satu miliar rupiah) dan
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar paling banyak
rupiah).
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 103 Pasal 103


Setiap orang yang menghasilkan (1) Setiap orang yang
limbah B3 dan tidak melakukan menghasilkan limbah B3 dan
pengelolaan sebagaimana tidak melakukan pengelolaan
dimaksud dalam Pasal 59 dipidana sebagaimana dimaksud
dengan pidana penjara paling dalam Pasal 59 dikenai
singkat 1 (satu) tahun dan paling sanksi administratif berupa
lama 3 (tiga) tahun dan denda denda denda paling sedikit
paling sedikit Rp1.000.000.000,00 Rp1.000.000.000,00 (satu
(satu miliar rupiah) dan paling miliar rupiah) dan paling
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga banyak Rp3.000.000.000,00
miliar rupiah). (tiga miliar rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 104 Pasal 104


Setiap orang yang melakukan (1) Setiap orang yang melakukan
dumping limbah dan/atau bahan dumping limbah dan/atau
ke media lingkungan hidup tanpa bahan ke media lingkungan
izin sebagaimana dimaksud dalam hidup tanpa izin
Pasal 60 dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dalam Pasal 60 dikenai
dan denda paling banyak sanksi administratif berupa
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar denda paling banyak
rupiah). Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 109 Pasal 109 Pasal Acuan Dicabut
Setiap orang yang melakukan (1) Setiap orang yang melakukan
usaha dan/atau kegiatan tanpa usaha dan/atau kegiatan
memiliki izin lingkungan tanpa memiliki Persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam Lingkungan sebagaimana
Pasal 36 ayat (1) dipidana dengan dimaksud dalam Pasal 24
pidana penjara paling singkat 1 ayat (5) dan Pasal 34, dikenai
(satu) tahun dan paling lama 3 sanksi administratif berupa
(tiga) tahun dan denda paling denda paling sedikit
sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling banyak miliar rupiah) dan paling
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar banyak Rp3.000.000.000,00
rupiah) (tiga miliar rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan kewajiban
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
pemenuhan sanksi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat
1 (satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 110 Pasal 110


Setiap orang yang menyusun amdal (1) Setiap orang yang menyusun
tanpa memiliki sertifikat amdal tanpa memiliki
kompetensi penyusun amdal sertifikat kompetensi
sebagaimana dimaksud dalam penyusun amdal
Pasal 69 ayat (1) huruf i dipidana sebagaimana dimaksud
dengan pidana penjara paling lama dalam Pasal 69 ayat (1) huruf
3 (tiga) tahun dan denda paling i dikenai sanksi administratif
banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga berupa denda paling banyak
miliar rupiah). Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana dimaksud pada
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah

Pasal 111 Pasal 111 Ayat (2) dihapus karena Pasal


(1) Pejabat pemberi izin lingkungan Pejabat pemberi persetujuan acuan dicabut.
yang menerbitkan izin lingkungan yang menerbitkan
lingkungan tanpa dilengkapi persetujuan lingkungan tanpa
dengan amdal atau UKL-UPL dilengkapi dengan Amdal atau
sebagaimana dimaksud dalam UKL-UPL sebagaimana dimaksud
Pasal 37 ayat (1) dipidana dalam Pasal 37 dipidana dengan
dengan pidana penjara paling pidana penjara paling lama 3
lama 3 (tiga) tahun dan denda (tiga) tahun dan denda paling
paling banyak banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar miliar rupiah
rupiah).
(2) Pejabat pemberi izin usaha
dan/atau kegiatan yang
menerbitkan izin usaha
dan/atau kegiatan tanpa
dilengkapi dengan izin
lingkungan sebagaimana
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
dimaksud dalam Pasal 40 ayat
(1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar
rupiah)
Pasal 112 Pasal 112 Pasal Acuan 72 dicabut,
Setiap pejabat berwenang yang Setiap pejabat berwenang yang
dengan sengaja tidak melakukan dengan sengaja tidak melakukan
pengawasan terhadap ketaatan pengawasan terhadap ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau penanggung jawab usaha
kegiatan terhadap peraturan dan/atau kegiatan terhadap
perundang-undangan dan izin peraturan perundang-undangan
lingkungan sebagaimana dimaksud dan persetujuan lingkungan
dalam Pasal 71 dan Pasal 72, yang sebagaimana dimaksud dalam
mengakibatkan terjadinya Pasal 71 yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau kerusakan terjadinya pencemaran dan/atau
lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan yang
hilangnya nyawa manusia, mengakibatkan hilangnya nyawa
dipidana dengan pidana penjara manusia, dipidana dengan pidana
paling lama 1 (satu) tahun atau penjara paling lama 1 (satu) tahun
denda paling banyak atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta Rp500.000.000,00 (lima ratus
rupiah) juta rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG ARSITEK
Pasal 38 Pasal 38
Setiap Arsitek yang (1) Setiap Arsitek yang
melanggar ketentuan melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (1) dalam Pasal 5 ayat (1),
dikenai sanksi administratif Pasal 6, Pasal 18 ayat (2),
berupa: Pasal 19, dan Pasal 20
a. peringatan tertulis; dikenai sanksi
administratif.
b. penghentian sementara
(2) Sanksi sebagaimana
Praktik Arsitek;
dimaksud pada ayat (1)
c. pembekuan Surat Tanda
dikenai oleh Organisasi
Registrasi Arsitek;
Profesi Arsitek.
dan/atau
d. pencabutan Surat Tanda
Registrasi Arsitek.
Pasal 39 Pasal 39 Digabung dengan Pasal
Setiap Arsitek yang Dihapus. 38. Sanksi
melanggar ketentuan administratif yang
sebagaimana dimaksud dikenakan dapat
dalam Pasal 6 dikenai dirinci didalam PP.
sanksi administratif berupa
penghentian Praktik
Arsitek.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pasal 40 Pasal 40 Digabung dengan Pasal
Setiap Arsitek Asing yang Dihapus. 38. Sanksi
melanggar ketentuan administratif yang
sebagaimana dimaksud dikenakan dapat
dalam Pasal 18 ayat (2) dirinci didalam PP.
dikenai sanksi administratif
berupa penghentian Praktik
Arsitek.
Pasal 41 Pasal 41 Digabung dengan
Setiap Arsitek Asing yang Dihapus. Pasal 38. Sanksi
melanggar ketentuan administratif yang
sebagaimana dimaksud dikenakan dapat
dalam Pasal 19 dan Pasal 20 dirinci didalam PP.
dikenai sanksi administratif
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara
Praktik Arsitek;
dan/atau
c. pembekuan surat
registrasi.
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2002 TENTANG BANGUNAN GEDUNG
Pasal 44 Pasal 44 Sanksi pidana tidak perlu Diusulkan untuk
Setiap pemilik dan/atau pengguna Setiap pemilik bangunan gedung, diatur dan cukup menghapus ayat (2)
yang tidak memenuhi kewajiban penyedia jasa konstruksi, profesi mengikuti ketentuan karena sanksi
pemenuhan fungsi, dan/atau ahli, penilik bangunan, pengkaji KUHP. Selain itu terhadap
persyaratan, dan/atau teknis, dan/atau pengguna menambahkan semua pemerintah telah
penyelenggaraan bangunan gedung bangunan gedung pemilik pihak yang terlibat dalam diatur dalam UU
sebagaimana dimaksud dalam dan/atau pengguna yang tidak penyelenggaraan ASN dan penyalah
undang-undang ini dikenai sanksi memenuhi kewajiban pemenuhan bangunan gedung. gunaan
administratif dan/atau sanksi fungsi, dan/atau persyaratan, Penjabaran sanksi kewenangan.
pidana. dan/atau penyelenggaraan administrasi dapat
bangunan gedung sebagaimana dicantumkan didalam PP
dimaksud dalam undang-undang
ini dikenai sanksi administratif.
Pasal 45 Pasal 45 (1) mengikuti ketentuan
(1) Sanksi administratif Ketentuan mengenai jenis dan tata sanksi administrasi.
sebagaimana dimaksud dalam cara pengenaan sanksi Dalam hal diperlukan
Pasal 44 dapat berupa: administratif sebagaimana perincian sanksi
a. peringatan tertulis, dimaksud dalam Pasal 44 diatur administrasi dapat diatur
b. pembatasan kegiatan dengan Peraturan Pemerintah. lebih lanjut dalam PP.
pembangunan,
c. penghentian sementara atau
tetap pada pekerjaan
pelaksanaan pembangunan,
d. penghentian sementara atau
tetap pada pemanfaatan
bangunan gedung;
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
e. pembekuan izin mendirikan
bangunan gedung;
f. pencabutan izin mendirikan
bangunan gedung;
g. pembekuan sertifikat laik
fungsi bangunan gedung;
h. pencabutan sertifikat laik
fungsi bangunan gedung; atau
i. perintah pembongkaran
bangunan gedung.
(2) Selain pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat
dikenai sanksi denda paling
banyak 10% (sepuluh per
seratus) dari nilai bangunan
yang sedang atau telah
dibangun.
(3) Jenis pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) ditentukan
oleh berat dan ringannya
pelanggaran yang dilakukan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara
pengenaan sanksi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
Pasal 46 Pasal 46 Sanksi pidana tidak perlu
(1) Setiap pemilik dan/atau (1) Setiap pemilik dan/atau diatur dan cukup
pengguna bangunan gedung pengguna bangunan gedung mengikuti ketentuan
yang tidak memenuhi ketentuan yang tidak memenuhi KUHP
dalam undang-undang ini, ketentuan dalam undang-
diancam dengan pidana penjara undang ini, diancam dengan
paling lama 3 (tiga) tahun pidana denda paling banyak
dan/atau denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus)
10% (sepuluh per seratus) dari dari nilai bangunan.
nilai bangunan, jika karenanya (2) Jika tindakan sebagaimana
mengakibatkan kerugian harta dimaksud pada ayat (1)
benda orang lain. mengakibatkan kerugian
(2) Setiap pemilik dan/atau terhadap harta benda atau
pengguna bangunan gedung kerusakan barang, pelaku
yang tidak memenuhi ketentuan selain dikenai sanksi
dalam undang-undang ini, administratif sebagaimana
diancam dengan pidana penjara dimaksud pada ayat (1) juga
paling lama 4 (empat) tahun dikenai sanksi penggantian
dan/atau denda paling banyak kerugian atas harta benda
15% (lima belas per seratus) dari atau kerusakan barang.
nilai bangunan gedung, jika (3) Dalam hal pelaku tidak
karenanya mengakibatkan melaksanakan kewajiban
kecelakaan bagi orang lain yang pemenuhan sanksi
mengakibatkan cacat seumur sebagaimana dimaksud pada
hidup. ayat (1), dipidana dengan
(3) Setiap pemilik dan/atau pidana penjara paling lama 3
pengguna bangunan gedung (tiga) tahun.
yang tidak memenuhi ketentuan (4) Setiap pemilik dan/atau
dalam undang-undang ini, pengguna bangunan gedung
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
diancam dengan pidana penjara yang tidak memenuhi
paling lama 5 (lima) tahun ketentuan dalam undang-
dan/atau denda paling banyak undang ini, diancam dengan
20% (dua puluh per seratus) dari pidana penjara paling lama 4
nilai bangunan gedung, jika (empat) tahun dan/atau
karenanya mengakibatkan denda paling banyak 15%
hilangnya nyawa orang lain. (lima belas per seratus) dari
(4) Dalam proses peradilan atas nilai bangunan gedung, jika
tindakan sebagaimana dimaksud karenanya mengakibatkan
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat kecelakaan bagi orang lain
(3) hakim memperhatikan yang mengakibatkan cacat
pertimbangan dari tim ahli seumur hidup.
bangunan gedung. (5) Setiap pemilik dan/atau
(5) Ketentuan mengenai tata cara pengguna bangunan gedung
pengenaan sanksi sebagaimana yang tidak memenuhi
dimaksud dalam ayat (1), ayat ketentuan dalam undang-
(2), dan ayat (3) diatur lebih undang ini, diancam dengan
lanjut dengan Peraturan pidana penjara paling lama 5
Pemerintah. (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak 20% (dua
puluh per seratus) dari nilai
bangunan gedung, jika
karenanya mengakibatkan
hilangnya nyawa orang lain.
(6) Dalam proses peradilan atas
tindakan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3) hakim
memperhatikan
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pertimbangan dari tim ahli
bangunan gedung.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Norma Baru Pasal 47A
(1) Pemerintah menetapkan
prototipe bangunan gedung
sesuai kebutuhan.
(2) Prototipe bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diutamakan untuk
bangunan gedung sederhana
yang umum digunakan
masyarakat.
(3) Prototipe bangunan gedung
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) ditetapkan paling
lama 6 bulan sejak Undang-
Undang ini diundangkan.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA
Pasal 122 Pasal 122 Pasal 100 dihapus,
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang karena dalam
melanggar ketentuan melanggar ketentuan persyaratan investasi
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pasal ini diubah
dalam Pasal 15 ayat (1), dalam Pasal 15 ayat (1), sehingga tidak memiliki
Pasal 36 ayat (1) dan ayat Pasal 36 ayat (1) dan ayat norma kewajiban lagi.
(2), Pasal 37, Pasal 38, (2), Pasal 37, Pasal 38,
Pasal 54 ayat (1) dan ayat Pasal 54 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 56 ayat (3), (2), Pasal 56 ayat (3),
Pasal 60 ayat (2), Pasal Pasal 60 ayat (2), Pasal
71, Pasal 73 ayat (2) dan 71, Pasal 73 ayat (2) dan
ayat (3), Pasal 81 ayat (4), ayat (3), Pasal 81 ayat (4),
Pasal 84 ayat (1), Pasal Pasal 84 ayat (1), Pasal
88 ayat (1), Pasal 92 ayat 88 ayat (1), Pasal 92 ayat
(2), Pasal 100 ayat (4), (2), Pasal 101, Pasal 108
Pasal 101, Pasal 108 ayat ayat (2), atau Pasal 109
(2), atau Pasal 109 ayat ayat (2) dikenai sanksi
(2) dikenai sanksi administratif.
administratif. (2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai jenis dan tata
cara pengenaan sanksi
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(2) Sanksi administratif administratif
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa: pada ayat (1) diatur
a. peringatan secara dengan Peraturan
tertulis; Pemerintah.
b. denda administratif;
c. penghentian
sementara kegiatan;
d. penarikan produk
dari peredaran oleh
pelaku usaha;
e. pencabutan izin;
dan/atau
f. penutupan usaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi,
besarnya denda, dan
mekanisme pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 123 Pasal 123 Diakomodir dalam 1
(1) Selain pejabat polisi (1) Pejabat Penyidik Pegawai pasal umum
negara Republik Indonesia, Negeri Sipil Tertentu di
pejabat pegawai negeri sipil Lingkungan Instansi
tertentu yang lingkup tugas Pemerintah yang lingkup
dan tanggung jawabnya di tugas dan
bidang hortikultura dapat tanggungjawabnya di
diberi wewenang khusus bidang hortikultura
diberi wewenang khusus
sebagai penyidik
sebagai Penyidik Pegawai
sebagaimana dimaksud
Negeri Sipil sebagaimana
dalam Undang-Undang
dimaksud dalam Kitab
Nomor 8 Tahun 1981
Undang-Undang Hukum
tentang Hukum Acara
Acara Pidana untuk
Pidana untuk melakukan
melakukan penyidikan
penyidikan dalam tindak tindak pidana.
pidana di bidang (2) Pejabat Pegawai Negeri
hortikultura. Sipil Tertentu
(2) Penyidik pegawai negeri sebagaimana dimaksud
sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi
pada ayat (1) berwenang: a. kewenangan untuk:
melakukan pemeriksaan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
atas kebenaran laporan a. meneliti, mencari,
atau keterangan berkenaan dan mengumpulkan
dengan tindak pidana di keterangan
bidang hortikultura; b. sehubungan dengan
melakukan pemanggilan tindak pidana;
terhadap seseorang untuk b. menerima laporan
didengar dan diperiksa atau keterangan
sebagai tersangka atau tentang adanya
tindak pidana;
sebagai saksi dalam tindak
c. memanggil orang
pidana di bidang
untuk didengar dan
hortikultura; c. melakukan
diperiksa sebagai
penggeledahan dan
saksi dan/atau
penyitaan barang bukti
tersangka tindak
tindak pidana di bidang
pidana;
hortikultura; d. meminta d. melakukan
keterangan dan barang penangkapan dan
bukti dari orang atau badan penahanan terhadap
hukum sehubungan dengan orang yang diduga
tindak pidana di bidang melakukan tindak
hortikultura; e. membuat pidana;
dan menandatangani berita e. meminta keterangan
acara; f. menghentikan dan bukti dari orang
penyidikan apabila tidak yang diduga
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
terdapat cukup bukti melakukan tindak
tentang adanya tindak pidana;
pidana di bidang f. memotret dan/atau
hortikultura; dan g. merekam melalui
meminta bantuan ahli media elektronik
dalam rangka pelaksanaan terhadap orang,
tugas penyidikan tindak barang, pesawat
pidana di bidang udara, atau hal yang
dapat dijadikan
hortikultura.
bukti adanya tindak
(3) Penyidik pegawai negeri
pidana;
sipil sebagaimana dimaksud
g. memeriksa
pada ayat (1)
dokumen yang
memberitahukan
terkait dengan
dimulainya penyidikan
tindak pidana;
kepada pejabat penyidik h. mengambil sidik jari
kepolisian negara Republik dan identitas orang;
Indonesia. i. menggeledah
(4) Apabila pelaksanaan tempat-tempat
kewenangan sebagaimana tertentu yang
dimaksud pada ayat (2) dicurigai adanya
memerlukan tindakan tindak pidana;
penangkapan dan j. menyita benda yang
penahanan, penyidik diduga kuat
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pegawai negeri sipil merupakan barang
melakukan koordinasi yang digunakan
dengan pejabat penyidik untuk melakukan
kepolisian negara Republik tindak pidana;
Indonesia sesuai dengan k. mengisolasi dan
ketentuan peraturan mengamankan
perundang-undangan. barang dan/atau
(5) Penyidik pegawai negeri dokumen yang
dapat dijadikan
sipil sebagaimana dimaksud
sebagai alat bukti
pada ayat (1)
sehubungan dengan
menyampaikan hasil
tindak pidana;
penyidikan kepada
l. mendatangkan saksi
penuntut umum melalui
ahli yang diperlukan
pejabat penyidik kepolisian
dalam hubungannya
negara Republik Indonesia. dengan pemeriksaan
(6) Pengangkatan pejabat perkara tindak
penyidik pegawai negeri sipil pidana;
dan tata cara serta proses m. menghentikan
penyidikan dilaksanakan proses penyidikan;
sesuai dengan ketentuan n. meminta bantuan
peraturan polisi Negara
perundangundangan. Republik Indonesia
atau instansi lain
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
untuk melakukan
penanganan tindak
pidana; dan
o. melakukan tindakan
lain menurut
hukum yang
berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
berada di bawah
koordinasi dan
pengawasan Penyidik
Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3),
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada Penuntut Umum
dengan tembusan
kepada pejabat Polisi
Negara Republik
Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Tertentu dapat
meminta bantuan
kepada aparat penegak
hukum.
Pasal 126 Pasal 126 Pasal acuan dicabut Mendorong Sanksi
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang pertumbuhan
mengedarkan sarana mengedarkan sarana industri
hortikultura yang tidak
hortikultura yang tidak memenuhi Perizinan perbenihan
memenuhi standar mutu, Berusaha sebagaimana hortikultura di
tidak memenuhi dimaksud dalam Pasal dalam negeri
33 dikenai sanksi
persyaratan teknis
administratif berupa
minimal, dan/atau tidak denda paling banyak
terdaftar sebagaimana
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dimaksud dalam Pasal Rp2.000.000.000,00
35, dipidana dengan (dua miliar rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan
pidana penjara paling sebagaimana dimaksud
lama 2 (dua) tahun atau pada ayat (1)
denda paling banyak mengakibatkan
rusaknya fungsi
Rp2.000.000.000,00 (dua
lingkungan atau
miliar rupiah). membahayakan nyawa
(2) Dalam hal perbuatan orang, maka pelaku
sebagaimana dimaksud dikenai sanksi
administratif berupa
pada ayat (1) denda paling banyak
mengakibatkan rusaknya Rp3.000.000.000,00
fungsi lingkungan atau (tiga miliar rupiah).
(3) Dalam hal pelaku tidak
membahayakan nyawa melaksanakan
orang, maka pelaku kewajiban pemenuhan
dipidana dengan pidana sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
penjara paling lama 3
dan/atau ayat (2),
(tiga) tahun atau denda dipidana dengan pidana
paling banyak penjara paling lama 3
Rp3.000.000.000,00 (tiga (tiga) tahun
(4) Ketentuan lebih lanjut
miliar rupiah). mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dengan Peraturan
Pemerintah.
USULAN RUMUSAN KLASTE
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
PERUBAHAN R
UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN JUNCTO UNDANG-
UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2014
Pasal 84 Pasal 84 Pengaturan mengenai
PPNS telah diakomodir
(1) Selain Pejabat Penyidik (1) Pejabat Penyidik Pegawai dalam ketentuan umum
Kepolisian Negara Negeri Sipil Tertentu di klaster sanksi.
Republik Indonesia, Lingkungan Instansi
Pejabat Pegawai Negeri Pemerintah yang lingkup
Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya
tugas dan dari tanggung dibidang peternakan dan
jawabnya meliputi kesehatan hewan diberi
peternakan dan wewenang khusus sebagai
kesehatan hewan diberi Penyidik Pegawai Negeri Sipil
wewenang khusus sebagai sebagaimana dimaksud
penyidik sesuai dengan dalam Kitab Undang-Undang
ketentuan peraturan Hukum Acara Pidana untuk
perundang-undangan. melakukan penyidikan
tindak pidana.
(2) Pejabat Penyidik Pegawai (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil
Negeri Sipil sebagaimana Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
berwenang untuk: diberi kewenangan untuk:
USULAN RUMUSAN KLASTE
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
PERUBAHAN R
a. melakukan a. meneliti, mencari, dan
pemeriksaan atas mengumpulkan
kebenaran laporan keterangan sehubungan
atau keterangan dengan tindak pidana;
berkenaan dengan b. menerima laporan atau
tindak pidana di keterangan tentang
bidang peternakan dan adanya tindak pidana;
kesehatan hewan; c. memanggil orang untuk
b. melakukan didengar dan diperiksa
pemeriksaan sebagai saksi dan/atau
tersangka tindak
pidana;
d. melakukan
penangkapan dan
penahanan terhadap
orang yang diduga
melakukan tindak
pidana;
e. meminta keterangan
dan bukti dari orang
yang diduga melakukan
tindak pidana;
USULAN RUMUSAN KLASTE
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
PERUBAHAN R
f. memotret dan/atau
merekam melalui media
elektronik terhadap
orang, barang, pesawat
udara, atau hal yang
dapat dijadikan bukti
adanya tindak pidana;
g. memeriksa dokumen
yang terkait dengan
tindak pidana;
h. mengambil sidik jari dan
identitas orang;
i. menggeledah tempat-
tempat tertentu yang
dicurigai adanya tindak
pidana;
j. menyita benda yang
diduga kuat merupakan
barang yang digunakan
untuk melakukan
tindak pidana;
k. mengisolasi dan
mengamankan barang
USULAN RUMUSAN KLASTE
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
PERUBAHAN R
dan/atau dokumen
yang dapat dijadikan
sebagai alat bukti
sehubungan dengan
tindak pidana;
l. mendatangkan saksi
ahli yang diperlukan
dalam hubungannya
dengan pemeriksaan
perkara tindak pidana;
m. menghentikan proses
penyidikan;
n. meminta bantuan polisi
Negara Republik
Indonesia atau instansi
lain untuk melakukan
penanganan tindak
pidana; dan
o. melakukan tindakan
lain menurut hukum
yang berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
USULAN RUMUSAN KLASTE
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
PERUBAHAN R
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berada di bawah
koordinasi dan pengawasan
Penyidik Polisi Negara
Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada Penuntut Umum
dengan tembusan kepada
pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Tertentu dapat meminta
USULAN RUMUSAN KLASTE
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
PERUBAHAN R
bantuan kepada aparat
penegak hukum.
Pasal 85 Pasal 85 Ketentuan mengenai
sanksi administratif
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang melanggar diatur dengan Peraturan
melanggar ketentuan ketentuan sebagaimana Pemerintah.
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 9 ayat
dalam Pasal 9 ayat (1), (1), Pasal 11 ayat (1), Pasal 13
Pasal 11 ayat (1), Pasal 13 ayat (4), Pasal 15 ayat (3),
ayat (4), Pasal 15 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), Pasal 19
Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 22 ayat (1)
ayat (1), Pasal 22 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 23, Pasal
atau ayat (2), Pasal 23, 24 ayat (2), Pasal 25 ayat (1),
Pasal 24 ayat (2), Pasal 25 Pasal 29 ayat (3), Pasal 42
ayat (1), Pasal 29 ayat (3), ayat (5), Pasal 45 ayat (1),
Pasal 42 ayat (5), Pasal 45 Pasal 47 ayat (2) atau ayat
ayat (1), Pasal 47 ayat (2) (3), Pasal 50 ayat (3), Pasal
atau ayat (3), Pasal 50 51 ayat (2), Pasal 52 ayat (1),
ayat (3), Pasal 51 ayat (2), Pasal 54 ayat (3), Pasal 58
Pasal 52 ayat (1), Pasal 54 ayat (5), Pasal 59 ayat (2),
ayat (3), Pasal 58 ayat (5), Pasal 61 ayat (1) atau ayat
Pasal 59 ayat (2), Pasal 61 (2), Pasal 62 ayat (2) atau
ayat (1) atau ayat (2), ayat (3), Pasal 69 ayat (2),
USULAN RUMUSAN KLASTE
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
PERUBAHAN R
Pasal 62 ayat (2) atau ayat dan Pasal 72 ayat (1) dikenai
(3), Pasal 69 ayat (2), dan sanksi administratif.
Pasal 72 ayat (1) dikenai (2) Ketentuan lebih lanjut
sanksi administratif. mengenai jenis, besaran
denda, dan tata cara
(2) Sanksi admistratif pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud administratif sebagaimana
pada ayat (1) dapat berupa dimaksud pada ayat (1)
: a. peringatan secara diatur dengan Peraturan
tertulis; b. penghentian Pemerintah.
sementara dari kegiatan,
produksi, dan/atau
peredaran; c. pencabutan
nomor pendaftaran dan
penarikan obat h
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a
sampai dengan huruf d
USULAN RUMUSAN KLASTE
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
PERUBAHAN R
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
(4) Besarnya denda
sebagaimana dimaksud
pada huruf e dikenakan
kepada setiap orang yang:
a. menyembelih ternak
ruminansia kecil betina
produktif paling sedikit
sebesar Rp1.000.000,00
(satu juta rupiah) dan
paling banyak sebesar
Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah); b. menyembelih
ternak ruminansia besar
betina produktif paling
sedikit Rp5.000.000,00
(lima juta rupiah) dan
paling banyak sebesar
Rp25.000.000,00 (dua
puluh lima juta rupiah);
dan c. melanggar selain
sebagaimana dimaksud
USULAN RUMUSAN KLASTE
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
PERUBAHAN R
pada huruf a dan huruf b
paling sedikit
Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah) dan paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
(5) Besarnya denda
sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) ditambah
1/3 (sepertiga) dari denda
tersebut jika pelanggaran
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan
oleh pejabat yang
berwenang atau
korporasi.
Pasal 88 Pasal 88 Telah dikenakan sanksi
Setiap orang yang (1) Setiap orang yang administratif pada pasal
memproduksi dan/atau memproduksi dan/atau 85 Mempermudah
mengedarkan alat dan mesin
mengedarkan alat dan mesin tanpa mengutamakan peluang berusaha Sanksi
tanpa mengutamakan keselamatan dan keamanan untuk UMK
keselamatan dan keamanan bagi pemakai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24
bagi pemakai sebagaimana
ayat (2) dan/atau belum diuji
USULAN RUMUSAN KLASTE
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
PERUBAHAN R
dimaksud dalam Pasal 24 berdasarkan ketentuan
ayat (2) dan/atau belum diuji sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 ayat (3)
berdasarkan ketentuan dikenai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud berupa denda paling sedikit
dalam Pasal 24 ayat (3) Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan
dipidana dengan pidana
paling banyak
kurungan paling singkat 3 Rp500.000.000,00 (lima
(tiga) bulan dan paling lama ratus juta rupiah).
11 (sebelas) bulan dan denda (2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan kewajiban
paling sedikit pemenuhan sanksi
Rp50.000.000,00 (lima puluh sebagaimana dimaksud pada
juta rupiah) dan paling ayat (1), dipidana kurungan
paling singkat 3 (tiga) bulan
banyak Rp500.000.000,00 dan paling lama 11 (sebelas)
(lima ratus juta rupiah). bulan
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 39 TAHUN 2014 TENTANG PERKEBUNAN
Pasal 18 Pasal 18
(1) Perusahaan Perkebunan (1) Perusahaan Perkebunan yang
yang melanggar ketentuan melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 15 dan Pasal Pasal 14 dikenai sanksi
16 dikenai sanksi administratif.
administratif. (2) Ketentuan lebih lanjut
(2) Sanksi administratif mengenai jenis dan tata cara
sebagaimana dimaksud pengenaan sanksi
pada ayat (1) berupa: a. administratif sebagaimana
denda; b. penghentian dimaksud pada ayat (1) diatur
sementara dari kegiatan dengan Peraturan Pemerintah.
usaha; dan/atau c.
pencabutan izin Usaha
Perkebunan.
(3) (3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai jenis, besaran
denda, dan tata cara
pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah
Pasal 60 Pasal 60
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(1) Perusahaan Perkebunan (1) Perusahaan Perkebunan yang
yang melanggar ketentuan melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 58 dikenai dalam Pasal 58 dikenai sanksi
sanksi administratif. administratif.
(2) Sanksi administratif (2) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud mengenai jenis, besaran
pada ayat (1) berupa: a. denda, dan tata cara
denda; b. pemberhentian pengenaan sanksi
sementara dari kegiatan sebagaimana dimaksud pada
Usaha Perkebunan; dan/ ayat (2) diatur dalam
atau c. pencabutan izin Peraturan Pemerintah.
Usaha Perkebunan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai jenis, besaran
denda, dan tata cara
pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 64 Pasal 64
(1) Pelaku Usaha Perkebunan Pelaku Usaha Perkebunan yang
yang melanggar ketentuan melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam
dalam Pasal 63 ayat (2) Pasal 63 ayat (2) dikenai sanksi
administratif.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dikenai sanksi
administratif.
(2) Sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berupa: a.
denda; b. pemberhentian
sementara dari kegiatan
Usaha Perkebunan; dan /
atau c. pencabutan izin
Usaha Perkebunan.
Pasal 70 Pasal 70
(1) Setiap Perusahaan (1) Setiap Perusahaan
Perkebunan yang Perkebunan yang melanggar
melanggar ketentuan ketentuan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 69
dalam Pasal 69 dikenai dikenai sanksi administratif.
sanksi administratif. (2) Ketentuan lebih lanjut
(2) Sanksi administratif mengenai jenis, besaran
sebagaimana dimaksud denda, dan tata cara
pada ayat (1) berupa: a. pengenaan sanksi
denda; b. pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
sementara dari kegiatan ayat (1) diatur dalam
Usaha Perkebunan; dan / Peraturan Pemerintah.
atau c. pencabutan izin
usaha perkebunan.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(2) (3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai jenis, besaran
denda, dan tata cara
pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 75 Pasal 75
(1) Setiap Pelaku Usaha (1) Setiap Pelaku Usaha
Perkebunan yang Perkebunan yang melanggar
melanggar ketentuan ketentuan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 74
dalam Pasal 74 ayat (1) ayat (1) dikenai sanksi
dikenai sanksi administratif.
administratif. (2) Ketentuan lebih lanjut
(1) Sanksi administratif mengenai jenis, besaran
sebagaimana dimaksud denda, dan tata cara
pada ayat (1) berupa: a. pengenaan sanksi
denda; b. pemberhentian sebagaimana dimaksud pada
sementara dari kegiatan, ayat (1) diatur dalam
produksi, dan/ atau Peraturan Pemerintah
peredaran hasil usaha
industri; c. ganti rugi;
dan/atau d. pencabutan
izin usaha.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai jenis, besaran
denda, dan testa cara
pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah
Pasal 102 Pasal 102 Penghapusan
(1) Selain penyidik pejabat (1) Pejabat Penyidik Pegawai kewenangan PPNS untuk
Kepolisian Negara Negeri Sipil Tertentu di melakukan penyidikan
Republik Indonesia, Lingkungan Instansi (Koordinasi dengan
pejabat pegawai negeri Pemerintah yang lingkup POLRI)
sipil tertentu yang lingkup tugas dan
tugas dan tanggung
tanggungjawabnya dibidang
jawabnya di bidang
perkebunan diberi
Perkebunan juga diberi
wewenang khusus sebagai
wewenang khusus sebagai
penyidik pegawai negeri Penyidik Pegawai Negeri
sipil sebagaimana Sipil sebagaimana
dimaksud dalam undang- dimaksud dalam Kitab
undang tentang hukum Undang-Undang Hukum
acara pidana untuk Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan melakukan penyidikan
tindak pidana di bidang tindak pidana.
Perkebunan. (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(2) Penyidik pegawai negeri dimaksud pada ayat (1)
sipil sebagaimana diberi kewenangan untuk:
dimaksud pada ayat (1) a. meneliti, mencari, dan
berwenang untuk: mengumpulkan
a. melakukan
keterangan sehubungan
pemeriksaan atas
dengan tindak pidana;
kebenaran laporan
b. menerima laporan atau
atau keterangan yang
berkenaan dengan keterangan tentang
tindak pidana di adanya tindak pidana;
bidang Perkebunan; c. memanggil orang untuk
b. melakukan didengar dan diperiksa
pemanggilan terhadap sebagai saksi dan/atau
seseorang untuk tersangka tindak pidana;
didengar dan diperiksa d. melakukan
sebagai tersangka atau penangkapan dan
sebagai saksi dalam penahanan terhadap
tindak pidana di
orang yang diduga
bidang Perkebunan;
melakukan tindak
c. melakukan
pidana;
pemeriksaan terhadap
orang atau badan e. meminta keterangan dan
hukum yang diduga bukti dari orang yang
melakukan tindak diduga melakukan
pidana di bidang tindak pidana;
Perkebunan;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
d. memeriksa tanda f. memotret dan/atau
pengenal seseorang merekam melalui media
yang berada dalam elektronik terhadap
kawasan orang, barang, pesawat
pengembangan udara, atau hal yang
Perkebunan;
dapat dijadikan bukti
e. melakukan
adanya tindak pidana;
penggeledahan dan
g. memeriksa dokumen
penyitaan barang bukti
tindak pidana di yang terkait dengan
bidang Perkebunan; tindak pidana;
f. meminta keterangan h. mengambil sidik jari dan
dan bahan bukti dari identitas orang;
orang atau badan i. menggeledah tempat-
hukum sehubungan tempat tertentu yang
dengan tindak pidana dicurigai adanya tindak
di bidang Perkebunan; pidana;
g. membuat dan j. menyita benda yang
menandatangani berita diduga kuat merupakan
acara;
barang yang digunakan
h. menghentikan
untuk melakukan tindak
penyidikan apabila
pidana;
tidak terdapat cukup
bukti tentang adanya k. mengisolasi dan
tindak pidana di mengamankan barang
dan/atau dokumen yang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
bidang Perkebunan; dapat dijadikan sebagai
dan alat bukti sehubungan
i. meminta bantuan ahli dengan tindak pidana;
dalam rangka l. mendatangkan saksi ahli
pelaksanaan tugas yang diperlukan dalam
penyidikan tindak
hubungannya dengan
pidana dalam bidang
pemeriksaan perkara
Perkebunan.
tindak pidana;
(3) Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana m. menghentikan proses
dimaksud pada ayat (1) penyidikan;
memberitahukan n. meminta bantuan polisi
dimulainya penyidikan Negara Republik
dan melaporkan hasil Indonesia atau instansi
penyidikannya kepada lain untuk melakukan
penuntut umum melalui penanganan tindak
penyidik pejabat pidana; dan
Kepolisian Negara o. melakukan tindakan lain
Republik Indonesia. menurut hukum yang
(4) Apabila pelaksanaan
berlaku.
kewenangan sebagaimana
(3) Kedudukan Pejabat Pegawai
dimaksud pada ayat (2)
Negeri Sipil Tertentu
memerlukan tindakan
penangkapan dan sebagaimana dimaksud
penahanan, penyidik pada ayat (2) berada di
pegawai negeri sipil bawah koordinasi dan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
melakukan koordinasi pengawasan Penyidik Polisi
dengan penyidik pejabat Negara Republik Indonesia.
Kepolisian Negara (4) Penyidik Pejabat Pegawai
Republik Indonesia sesuai Negeri Sipil Tertentu
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
peraturan perundang-
pada ayat (3),
undangan.
memberitahukan
(5) Penyidik pegawai negeri
dimulainya penyidikan,
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melaporkan hasil
menyampaikan basil penyidikan, dan
penyidikan kepada memberitahukan
penuntut umum melalui penghentian penyidikan
penyidik pejabat kepada Penuntut Umum
Kepolisian Negara dengan tembusan kepada
Republik Indonesia sesuai pejabat Polisi Negara
dengan ketentuan Republik Indonesia.
peraturan perundang- (5) Dalam melaksanakan
undangan. penyidikan sebagaimana
(6) Pengangkatan pejabat
dimaksud pada ayat (1),
penyidik pegawai negeri
Penyidik Pegawai Negeri
sipil, tata cara, dan proses
Sipil Tertentu dapat
penyidikan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan meminta bantuan kepada
peraturan perundang- aparat penegak hukum.
undangan.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pasal 103 Pasal 103
Setiap pejabat yangSetiap pejabat yang menerbitkan
menerbitkan Izin UsahaPerizinan Berusaha terkait
Perkebunan diatas Tanah Perkebunan di atas Tanah Hak
Hak Ulayat Masyarakat Ulayat Masyarakat Hukum Adat
Hukum Adat sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam Pasal 17 Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling
(lima) tahun atau denda banyak Rp5.000.000.000,00
paling banyak(lima miliar rupiah).
Rp.5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah)
Pasal 105 Pasal 105 Pelanggaran perizinan Penerapan Sanksi
Setiap Perusahaan (1) Setiap Perusahaan dan berusaha bersifat pengenaan sanksi
Perkebunan yang melakukan Perkebunan yang melakukan administratif dan perdata sudah sesuai
usaha budi daya Tanaman usaha budi daya Tanaman dengan
Perkebunan dengan luasan
Perkebunan dengan luasan Ketentuan sanksi administratif law.
skala tertentu dan/atau
skala tertentu dan/atau usaha Pengolahan Hasil administratif berupa
usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan denda harus diatur
Perkebunan dengan kapasitas pabrik tertentu dalam UU Cipta
kapasitas pabrik tertentu yang tidak memenuhi Lapangan Kerja dan
yang tidak memiliki izin Perizinan Berusaha mengakibatkan efek jera
Usaha Perkebunan sebagaimana dimaksud bagi Perusahaan
dalam Pasal 47 ayat (1)
sebagaimana dimaksud Perkebunan.
dikenai sanksi administratif
dalam Pasal 47 ayat (1) berupa denda paling banyak
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dipidana dengan pidana Rp10.000.000.000,00 Nominal denda
penjara paling lama 5 (lima) (sepuluh miliar rupiah). administratif yang akan
tahun dan denda paling (2) Dalam hal pelaku tidak dikenakan dapat diatur
melaksanakan kewajiban
banyak di PP.
pemenuhan sanksi
Rp10.000.000.000,00 sebagaimana dimaksud pada
(sepuluh miliar rupiah). ayat (1), dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 109 Dihapus. Rekomendasi Pasal Penerapan Sanksi


Pelaku Usaha Perkebunan rujukan pada UU Sektor pengenaan sanksi
yang tidak menerapkan: dihapus. sudah sesuai
a. analisis mengenai dampak Terkait penerapan dengan
lingkungan hidup atau AMDAL dan UKL UPL oleh administratif law.
upaya pengelolaan Pelaku Usaha
lingkungan hidup dan Perkebunan dapat diatur
upaya pemantauan di PP.
lingkungan hidup; Pengenaan sanksi
b. analisis risiko lingkungan administratif juga dapat
hidup; dan diatur di PP.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
c. pemantauan lingkungan
hidup;
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 68 dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PETANI
Pasal 101 Dihapus. Pasal rujukan Dihapus,
untuk menyesuaikan
Setiap Orang yang mengimpor dengan ketentuan
Komoditas Pertanian pada saat internasional
ketersediaan Komoditas
Pertanian dalam negeri sudah
mencukupi kebutuhan
konsumsi dan/atau cadangan
pangan Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 30 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar
rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2019 TENTANG SISTEM BUDI DAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN
Pasal 1O7 Pasal 1O7 Telah diatur dalam pasal
(1) Selain pejabat Kepolisian (1) Pejabat Penyidik Pegawai umum sanksi
Negara Republik Negeri Sipil Tertentu di
Indonesia, Lingkungan Instansi
pejabat pegawai negeri Pemerintah yang lingkup
sipil tertentu yang lingkup tugas dan
tugas tanggungjawabnya
dan tanggung jawabnya di dibidang sistem budi daya
bidang budi daya pertanian berkelanjutan
Pertanian diberi wewenang khusus
diberi wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai
sebagai penyidik untuk Negeri Sipil sebagaimana
melakukan penyidikan dimaksud dalam Kitab
dalam tindak pidana di Undang-Undang Hukum
bidang Acara Pidana untuk
budi daya Pertanian melakukan penyidikan
sesuai dengan ketentuan tindak pidana.
peraturan (2) Pejabat Pegawai Negeri
perundang-undangan di Sipil Tertentu
bidang hukum acara sebagaimana dimaksud
pidana. pada ayat (1) diberi
(2) Penyidik pegawai negeri kewenangan untuk:
sipil sebagaimana a. meneliti, mencari,
dimaksud dan mengumpulkan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pada ayat (1), berwenang: keterangan
a. melakukan sehubungan dengan
pemeriksaan atas tindak pidana;
kebenaran laporan b. menerima laporan
atau atau keterangan
keterangan berkenaan tentang adanya
dengan tindak pidana tindak pidana;
di c. memanggil orang
bidang budi daya untuk didengar dan
Pertanian; diperiksa sebagai
b. melakukan saksi dan/atau
pemanggilan terhadap tersangka tindak
seseorang untuk pidana;
didengar dan diperiksa d. melakukan
sebagai tersangka atau penangkapan dan
sebagai saksi dalam penahanan terhadap
tindak pidana di orang yang diduga
bidang budi melakukan tindak
daya Pertanian; pidana;
c. melakukan e. meminta keterangan
penggeledahan dan dan bukti dari orang
penyitaan terhadap yang diduga
barang bukti tindak melakukan tindak
pidana di bidang budi pidana;
daya f. memotret dan/atau
Pertanian; merekam melalui
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
d. meminta keterangan media elektronik
dan barang bukti dari terhadap orang,
orang barang, pesawat
atau badan hukum udara, atau hal yang
sehubungan dengan dapat dijadikan bukti
tindak adanya tindak
pidana di bidang budi pidana;
daya Pertanian; g. memeriksa dokumen
e. membuat dan yang terkait dengan
menandatangani berita tindak pidana;
acara; dan h. mengambil sidik jari
f. menghentikan dan identitas orang;
penyidikan apabila i. menggeledah tempat-
tidak terdapat tempat tertentu yang
cukup bukti tentang dicurigai adanya
adanya tindak pidana tindak pidana;
di bidang j. menyita benda yang
budi daya Pertanian. diduga kuat
(3) Penyidik pegawai negeri merupakan barang
sipil sebagaimana yang digunakan
dimaksud untuk melakukan
pada ayat (1) tindak pidana;
memberitahukan k. mengisolasi dan
dimulainya penyidikan mengamankan
kepada pejabat penyidik barang dan/atau
Kepolisian Negara dokumen yang dapat
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Republik dijadikan sebagai alat
Indonesia. bukti sehubungan
(4) Dalam hal pelaksanaan dengan tindak
kewenangan sebagaimana pidana;
dimaksud pada ayat (2) l. mendatangkan saksi
memerlukan tindakan ahli yang diperlukan
penangkapan dan dalam hubungannya
penahanan, penyidik dengan pemeriksaan
pegawai negeri perkara tindak
sipil melakukan pidana;
koordinasi dengan pejabat m. menghentikan proses
penyidik penyidikan;
Kepolisian Negara n. meminta bantuan
Republik Indonesia sesuai polisi Negara
dengan Republik Indonesia
ketentuan peraturan atau instansi lain
perLlndang-undangan. untuk melakukan
(5) Penyidik pegawai negeri penanganan tindak
sipil sebagaimana pidana; dan
dimaksud o. melakukan tindakan
pada ayat (1) lain menurut hukum
menyampaikan hasil yang berlaku.
penyidikan kepada (3) Kedudukan Pejabat
penuntut umum melalui Pegawai Negeri Sipil
pejabat penyidik Tertentu sebagaimana
Kepolisian dimaksud pada ayat (2)
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Negara Republik berada di bawah
Indonesia. koordinasi dan
(6) Pengangkatan penyidik pengawasan Penyidik
pegawai negeri sipil dan Polisi Negara Republik
tata cara Indonesia.
serta proses penyidikan (4) Penyidik Pejabat Pegawai
dilaksanakan sesuai Negeri Sipil Tertentu
dengan sebagaimana dimaksud
ketentuan peraturan pada ayat (3),
perundang-undangan. memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada Penuntut Umum
dengan tembusan kepada
pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Tertentu dapat
meminta bantuan kepada
aparat penegak hukum.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pasal 108 Pasal 108
(1) Sanksi administratif (1) Sanksi administratif
dikenakan kepada: dikenakan kepada:
a. Setiap Orang yang a. Setiap Orang yang
melanggar ketentuan melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 ayat (3), dalam Pasal 20 ayat (3),
Pasal 28 ayat (3), Pasal Pasal 28 ayat (3), Pasal
43, Pasal 44 ayat (2), 43, Pasal 44 ayat (2),
Pasal 44 ayat (3), Pasal Pasal 44 ayat (3), Pasal
66 ayat (2), Pasal 7l 66 ayat (2), Pasal 7l ayat
ayat (3), Pasal 76 ayat (3), Pasal 76 ayat (3), dan
(3), dan Pasal 79; Pasal 79;
b. Petani dan/atau Pelaku b. Petani dan/atau Pelaku
Usaha yang melanggar Usaha yang melanggar
ketentuan sebagaimana ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal
15 ayat (2), Pasal 18 15 ayat (2), Pasal 18 ayat
ayat (2), Pasal 32 ayat (2), Pasal 32 ayat (1), dan
(1), dan Pasal 32 ayat Pasal 32 ayat (2); dan
(2); dan c.Produsen dan/atau
c. Produsen dan/atau distributor yang
distributor yang melanggar ketentuan
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (1).
dalam Pasal 78 ayat (1). (2) Ketentuan lebih lanjut
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(2) Sanksi administratif mengenai tata cara
sebagaimana dimaksud pengenaan sanksi dan
pada ayat (1) dapat besarnya denda
berupa: administratif sebagaimana
a. teguran tertulis; dimaksud pada ayat (2)
b. denda administratif; diatur dalam Peraturan
c. penghentian sernentara Pemerintah
kegiatan usaha;
d. penarikan produk dari
peredaran;
e. pencabutan izin;
dan/atau
f. penutupan usaha.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi dan
besarnya denda
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan
Pemerintah
Pasal 111 Pasal 111 Hal ini merupakan Menarik Investasi Pengenaan
Pelaku Usaha yang (1) Pelaku Usaha yang kegiatan administratif dan kemudahan Sanksi
menggunakan Lahan hak menggunakan Lahan hak dan tidak berdampak dalam berusaha (menghap
ulayat yang tidak melakukan ulayat yang tidak langsung kepada us Pidana)
melakukan musyawarah
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
musyawarah dengan dengan masyarakat kerusakan lingkungan
masyarakat hukum adat hukum adat pemegang
pemegang hak ulayat untuk hak ulayat untuk
memperoleh persetujuan
memperoleh persetujuan
sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,
dalam Pasal 22, dipidana dikenakan sanksi
dengan pidana penjara administratif berupa
paling lama 7 (tujuh) tahun denda paling banyak
dan pidana denda paling Rp5.000.000.000,00 (lima
banyak Rp5.000.000.000,00 miliar rupiah)
(2) Dalam hal pelaku tidak
(lima miliar rupiah).
melaksanakan kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh)
tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN
Pasal 77 Pasal 77 Ketentuan Penyidik
(1) Selain Pejabat Penyidik (1) Pejabat Penyidik PPNS diakomodir dalam
Kepolisian Negara Pegawai Negeri Sipil ketentuan klaster sanksi
Republik Indonesia, Tertentu di Lingkungan
Pejabat Pegawai Negeri Instansi Pemerintah
Sipil tertentu yang lingkup yang lingkup tugas dan
tugas dan tanggung tanggungjawabnya
jawabnya meliputi meliputi pengurusan
pengurusan hutan, diberi hutan, diberi wewenang
wewenang khusus sebagai khusus sebagai
Penyidik Pegawai Negeri
penyidik sebagaimana
Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Kitab
dimaksud dalam Kitab
Undang-undang Hukum
Undang-Undang
Acara Pidana.
Hukum Acara Pidana
(2) Pejabat Penyidik Pegawai
untuk melakukan
Negeri Sipil sebagaimana
penyidikan tindak
dimaksud pada ayat (1),
pidana.
berwenang untuk : (2) Pejabat Pegawai Negeri
a. melakukan Sipil Tertentu
pemeriksaan atas sebagaimana dimaksud
kebenaran laporan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
atau keterangan yang pada ayat (1) diberi
berkenaan dengan kewenangan untuk:
tindak pidana yang a. meneliti, mencari,
menyangkut hutan, dan mengumpulkan
kawasan hutan, dan keterangan
hasil hutan; sehubungan dengan
b. melakukan tindak pidana;
pemeriksaan terhadap b. menerima laporan
orang yang diduga atau keterangan
melakukan tindak tentang adanya
tindak pidana;
pidana yang
c. memanggil orang
menyangkut hutan,
untuk didengar dan
kawasan hutan, dan
diperiksa sebagai
hasil hutan;
saksi dan/atau
c. memeriksa tanda
tersangka tindak
pengenal seseorang
pidana;
yang berada dalam
d. melakukan
kawasan hutan atau penangkapan dan
wilayah hukumnya; penahanan terhadap
d. melakukan orang yang diduga
penggeledahan dan melakukan tindak
penyitaan barang bukti pidana;
tindak pidana yang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
menyangkut hutan, e. meminta keterangan
kawasan hutan, dan dan bukti dari orang
hasil hutan sesuai yang diduga
dengan ketentuan melakukan tindak
peraturan perundang- pidana;
undangan yang f. memotret dan/atau
berlaku; merekam melalui
e. meminta keterangan media elektronik
terhadap orang,
dan barang bukti dari
barang, pesawat
orang atau badan
udara, atau hal yang
hukum sehubungan
dapat dijadikan
dengan tindak pidana
bukti adanya tindak
yang menyangkut
pidana;
hutan, kawasan hutan,
g. memeriksa dokumen
dan hasil hutan; yang terkait dengan
f. menangkap dan tindak pidana;
menahan dalam h. mengambil sidik jari
koordinasi dan dan identitas orang;
pengawasan penyidik i. menggeledah
Kepolisian Negara tempat-tempat
Republik Indonesia tertentu yang
sesuai Kitab Undang- dicurigai adanya
tindak pidana;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
undang Hukum Acara j. menyita benda yang
Pidana; diduga kuat
g. membuat dan merupakan barang
menandatangani berita yang digunakan
acara; untuk melakukan
h. menghentikan tindak pidana;
penyidikan apabila k. mengisolasi dan
tidak terdapat cukup mengamankan
barang dan/atau
bukti tentang adanya
dokumen yang dapat
tindak pidana yang
dijadikan sebagai
menyangkut hutan,
alat bukti
kawasan hutan, dan
sehubungan dengan
hasil hutan.
tindak pidana;
(3) Pejabat Penyidik Pegawai
l. mendatangkan saksi
Negeri Sipil sebagaimana ahli yang diperlukan
dimaksud pada ayat (1) dalam hubungannya
memberitahukan dengan pemeriksaan
dimulainya penyidikan perkara tindak
dan menyerahkan hasil pidana;
penyidikannya kepada m. menghentikan
penuntut umum, sesuai proses penyidikan;
Kitab Undang-undang n. meminta bantuan
Hukum Acara Pidana. polisi Negara
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Republik Indonesia
atau instansi lain
untuk melakukan
penanganan tindak
pidana; dan
o. melakukan tindakan
lain menurut hukum
yang berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
berada di bawah
koordinasi dan
pengawasan Penyidik
Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian
penyidikan kepada
Penuntut Umum
dengan tembusan
kepada pejabat Polisi
Negara Republik
Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu dapat
meminta bantuan
kepada aparat penegak
hukum.
Pasal 78 Pasal 78 Sesuai dengan
(1) Barang siapa dengan (1) Setiap orang yang 1. Setiap orang dengan perubahan pada
sengaja melanggar dengan sengaja sengaja melanggar UU 18 tahun
ketentuan sebagaimana melanggar ketentuan ketentuan 2013.
dimaksud dalam Pasal sebagaimana sebagaimana
50 ayat (1) atau Pasal 50 dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam atau
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
ayat (2), diancam 50 ayat (1), diancam Pasal 50 ayat (2), Merupakan
dengan pidana penjara dengan pidana penjara diancam dengan pelanggaran yang
paling lama 10 paling lama 10 pidana penjara paling memiliki potensi
(sepuluh) tahun dan (sepuluh) tahun dan singkat 10 (sepuluh) berdampak
denda paling banyak Rp denda paling banyak tahun dan denda terhadap K3L
5.000.000.000,00 (lima Rp 5.000.000.000,00 paling sedikit Rp (larangan
milyar rupiah). (lima milyar rupiah). 5.000.000.000,00 terhadap kegiatan
(2) Setiap orang yang (lima milyar rupiah). yang
(2) Barang siapa dengan dengan sengaja 2. Setiap orang dengan menimbulkan
sengaja melanggar melanggar ketentuan sengaja melanggar kerusakan hutan)
ketentuan sebagaimana sebagaimana ketentuan
dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal sebagaimana
50 ayat (3), huruf b, 50 ayat (2) huruf a dimaksud dalam
atau huruf c, diancam atau huruf b, diancam Pasal 50 ayat (3),
dengan pidana penjara dengan pidana penjara huruf b atau huruf c
paling lama 10 paling singkat 10 diancam dengan
(sepuluh) tahun dan (sepuluh) tahun dan pidana penjara paling
denda paling banyak denda paling banyak singkat 10 (sepuluh)
Rp. 5.000.000.000,00 Rp 7.500.000.000,00 tahun dan denda
(lima milyar rupiah). (tujuh milyar lima paling sedikit Rp.
ratus juta rupiah). 5.000.000.000,00
(3) Setiap orang yang (lima milyar rupiah).
dengan sengaja
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(3) Barang siapa dengan melanggar ketentuan 3. Setiap orang dengan
sengaja melanggar sebagaimana sengaja melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ketentuan
dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c, sebagaimana
50 ayat (3) huruf d, diancam dengan dimaksud dalam
diancam dengan pidana pidana penjara paling Pasal 50 ayat (3)
penjara paling lama 15 singkat 15 (lima belas) huruf d, diancam
(lima belas) tahun dan tahun dan denda dengan pidana
denda paling banyak paling banyak Rp penjara paling
Rp. 5.000.000.000,00 7.500.000.000,00 singkat 15 (lima
(lima milyar rupiah). (tujuh milyar lima belas) tahun dan
(4) Barang siapa karena ratus juta rupiah). denda paling banyak
kelalaiannya melanggar (4) Setiap orang yang paling sedikit Rp.
ketentuan sebagaimana karena kelalaiannya 5.000.000.000,00
dimaksud dalam Pasal melanggar ketentuan (lima milyar rupiah).
50 ayat (3) huruf d, sebagaimana 4. Setiap orang karena
diancam dengan pidana dimaksud dalam Pasal kelalaiannya
penjara paling lama 5 50 ayat (2) huruf c, melanggar ketentuan
(lima) tahun dan denda diancam dengan sebagaimana
paling banyak Rp. pidana denda paling dimaksud dalam
1.500.000.000,00 (satu banyak Pasal 50 ayat (3)
milyar lima ratus juta Rp3.500.000.000,00 huruf d, diancam
rupiah). dengan pidana
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(tiga milyar lima ratus penjara paling
(5) Barang siapa dengan juta rupiah). singkat 5 (lima)
sengaja melanggar (5) Setiap orang yang tahun dan denda
ketentuan sebagaimana dengan sengaja paling sedikit Rp.
dimaksud dalam Pasal melanggar ketentuan 1.500.000.000,00
50 ayat (3) huruf e, sebagaimana (satu milyar lima
diancam dengan pidana dimaksud dalam Pasal ratus juta rupiah).
penjara paling lama 10 50 ayat (2) huruf d, 5. Setiap orang dengan
(sepuluh) tahun dan dengan pidana penjara sengaja melanggar
denda paling banyak paling singkat 10 ketentuan
Rp. 5.000.000.000,00 (sepuluh) tahun dan sebagaimana
(lima milyar rupiah). denda paling banyak dimaksud dalam
Rp7.500.000.000,00 Pasal 50 ayat (3)
(6) Barang siapa dengan (tujuh milyar lima huruf e, diancam
sengaja melanggar ratus juta rupiah). dengan pidana
ketentuan sebagaimana (6) Barang siapa dengan penjara paling
dimaksud dalam Pasal sengaja melanggar singkat 10 (sepuluh)
38 ayat (4) atau Pasal 50 ketentuan tahun dan denda
ayat (3) huruf g, sebagaimana paling sedikit Rp.
diancam dengan pidana dimaksud dalam Pasal 5.000.000.000,00
penjara paling lama 10 38 ayat (4), diancam (lima milyar rupiah).
(sepuluh) tahun dan dengan pidana penjara 6. Setiap orang dengan
denda paling banyak paling lama 10 sengaja melanggar
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Rp. 5.000.000.000,00 (sepuluh) tahun dan ketentuan
(lima milyar rupiah). denda paling banyak sebagaimana
(7) Barang siapa dengan Rp 7.500.000.000,00 dimaksud dalam
sengaja melanggar (tujuh milyar lima Pasal 38 ayat (4),
ketentuan sebagaimana ratus juta rupiah). diancam dengan
dimaksud dalam Pasal (7) Setiap orang dengan pidana penjara paling
50 ayat (3) huruf h, sengaja melanggar lama paling singkat
diancam dengan pidana ketentuan 10 (sepuluh) tahun
penjara paling lama 5 sebagaimana dan denda paling
(lima) tahun dan denda dimaksud dalam Pasal sedikit Rp.
paling banyak Rp. 50 ayat (2) huruf e, 5.000.000.000,00
10.000. 000.000,00 diancam dengan (lima milyar rupiah).
(sepuluh milyar rupiah). pidana penjara paling 7. Dihapus
(8) Barang siapa dengan lama 3 (tiga) tahun dan
sengaja melanggar denda paling banyak
ketentuan sebagaimana Rp2.000. 000.000,00
dimaksud dalam Pasal (dua milyar rupiah).
50 ayat (3) huruf i, (8) Setiap orang dengan
diancam dengan pidana sengaja melanggar 8. Dihapus
penjara paling lama 3 ketentuan
(tiga) bulan dan denda sebagaimana
paling banyak Rp. dimaksud dalam Pasal
50 ayat (2) huruf f,
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
10.000. 000.000,00 diancam dengan
(sepuluh milyar rupiah). pidana penjara paling
(9) Barang siapa dengan lama 3 (tiga) tahun dan
sengaja melanggar denda paling banyak
ketentuan sebagaimana Rp2.000.000.000,00
dimaksud dalam Pasal (dua milyar rupiah).
50 ayat (3) huruf j, (9) Setiap orang dengan 9. Dihapus
diancam dengan pidana sengaja melanggar
penjara paling lama 5 ketentuan
(lima) tahun dan denda sebagaimana
paling banyak Rp. dimaksud dalam Pasal
5.000. 000.000,00 (lima 50 ayat (2) huruf g,
milyar rupiah). diancam dengan
(10) Barang siapa dengan pidana penjara paling
sengaja melanggar singkat 1 (satu) tahun
ketentuan sebagaimana dan denda paling
dimaksud dalam Pasal sedikit 10. Dihapus
50 ayat (3), diancam Rp150.000.000,00
dengan pidana penjara (seratus lima puluh
paling lama 3 (tiga) juta rupiah).
tahun dan denda paling (10) Tindak pidana
banyak Rp. 1.000. sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
000.000,00 (satu milyar 50 ayat (2) dan ayat (3)
rupiah). apabila dilakukan oleh
11. Setiap orang
(11) Barang siapa dengan dan atau atas nama
dengan sengaja
sengaja melanggar badan hukum atau
melanggar
ketentuan sebagaimana badan usaha,
ketentuan
dimaksud dalam Pasal tuntutan dan sanksi
sebagaimana
50 ayat (3) huruf l, pidananya dijatuhkan
dimaksud dalam
diancam dengan pidana terhadap
Pasal 50 ayat (3)
penjara paling lama 3 pengurusnya, baik
huruf l, diancam
(tiga) tahun dan denda sendiri-sendiri
dengan pidana
paling banyak Rp. maupun bersama-
penjara paling
1.000. 000.000,00 (satu sama, dikenakan
singkat 3 (tiga)
milyar rupiah). pidana sesuai dengan
tahun dan denda
(12) Barang siapa dengan ancaman pidana
paling banyak Rp.
sengaja melanggar masing-masing
1.000. 000.000,00
ketentuan sebagaimana ditambah dengan 1/3
(satu milyar rupiah).
dimaksud dalam Pasal (sepertiga) dari pidana
12. Setiap orang
50 ayat (3) huruf m, yang dijatuhkan.
dengan sengaja
diancam dengan pidana (11) Semua hasil hutan
melanggar ketentuan
penjara paling lama 1 dari hasil kejahatan
sebagaimana
(satu) tahun dan denda dan pelanggaran dan
dimaksud dalam
paling banyak Rp. atau alat-alat
Pasal 50 ayat (3)
termasuk alat
huruf m, diancam
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
50.000. 000,00 (lima angkutnya yang dengan pidana
puluh juta rupiah). dipergunakan untuk penjara paling
(13) Tindak pidana melakukan kejahatan singkat 1 (satu)
sebagaimana dimaksud dan atau pelanggaran tahun dan denda
pada ayat (1), ayat (2), sebagaimana paling sedikit Rp.
ayat (3), ayat (4), ayat dimaksud dalam pasal 50.000. 000,00 (lima
(5), ayat (6), ayat (7), ini dirampas untuk puluh juta rupiah).
ayat (9), ayat (10), dan Negara.
ayat (11) adalah
kejahatan, dan tindak
pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (8)
dan ayat (12) adalah
pelanggaran.
(14) Tindak pidana
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 50 ayat (1),
ayat (2), dan ayat (3)
apabila dilakukan oleh
dan atau atas nama
badan hukum atau
badan usaha, tuntutan
dan sanksi pidananya
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dijatuhkan terhadap
pengurusnya, baik
sendiri-sendiri maupun
bersama-sama,
dikenakan pidana
sesuai dengan ancaman
pidana masing-masing
ditambah dengan 1/3
(sepertiga) dari pidana
yang dijatuhkan.
(15) Semua hasil hutan dari
hasil kejahatan dan
pelanggaran dan atau
alat-alat termasuk alat
angkutnya yang
dipergunakan untuk
melakukan kejahatan
dan atau pelanggaran
sebagaimana dimaksud
dalam pasal ini
dirampas untuk Negara.
Pasal 80 Pasal 80 1. Selain sanksi Merupakan
sebagaimana penegasan sanksi.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(1) Setiap perbuatan (1) Selain sanksi dimaksud dalam
melanggar hukum yang sebagaimana dimaksud Pasal 78, penanggung
diatur dalam undang- dalam Pasal 78, jawab perbuatan
undang ini, dengan tidak penanggung jawab wajib membayar
mengurangi sanksi perbuatan wajib ganti rugi sesuai
pidana sebagaimana membayar ganti rugi dengan tingkat
diatur dalam Pasal 78, sesuai dengan tingkat kerusakan atau
mewajibkan kepada kerusakan atau akibat akibat yang
penanggung jawab yang ditimbulkan ditimbulkan kepada
perbuatan itu untuk kepada Negara, untuk Negara, untuk biaya
membayar ganti rugi biaya rehabilitasi, rehabilitasi,
sesuai dengan tingkat pemulihan kondisi pemulihan kondisi
kerusakan atau akibat hutan, atau tindakan hutan, atau tindakan
yang ditimbulkan kepada lain yang diperlukan. lain yang diperlukan.
Negara, untuk biaya (2) Setiap pemegang 2. Setiap pemegang
rehabilitasi, pemulihan perizinan berusaha perizinan berusaha
kondisi hutan, atau pemanfaatan hutan pemanfaatan hutan
tindakan lain yang yang diatur dalam yang diatur dalam
diperlukan. undang-undang ini, undang-undang ini,
apabila melanggar apabila melanggar
(2) Setiap pemegang izin ketentuan di luar ketentuan di luar
usaha pemanfaatan ketentuan pidana ketentuan pidana
kawasan, izin usaha sebagaimana diatur sebagaimana diatur
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pemanfaatan jasa dalam Pasal 78 dalam Pasal 78
lingkungan, izin usaha dikenakan sanksi dikenakan sanksi
pemanfaatan hasil administratif administratif.
hutan, atau izin
pemungutan hasil hutan (2.a)Pengenaan Sanksi
yang diatur dalam administratif
undang-undang ini, sebagaimana
apabila melanggar dimaksud pada ayat
ketentuan di luar 1 bagi pemegang
ketentuan pidana (3) Ketentuan lebih lanjut perizinan berusaha
sebagaimana diatur sebagaimana dimaksud pemanfaatan hutan
dalam Pasal 78 pada ayat (1) dan ayat (2) yang tidak
dikenakan sanksi diatur dengan Peraturan melakukan kegiatan
administratif. Pemerintah. dalam jangka 2 (dua)
tahun dikenakan
(3) Ketentuan lebih lanjut sanksi pencabutan
sebagaimana dimaksud izin tanpa didahului
pada ayat (1), dan ayat (2) peringatan.
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
3. Ketentuan lebih
lanjut sebagaimana
dimaksud pada ayat
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERUSAKAN HUTAN
Pasal 1 angka 3 Pasal 1 angka 3
Perusakan hutan adalah Perusakan hutan adalah
proses, cara, atau perbuatan proses, cara, atau
merusak hutan melalui perbuatan merusak hutan
kegiatan pembalakan liar, melalui kegiatan
penggunaan kawasan hutan pembalakan liar,
tanpa izin atau penggunaan penggunaan kawasan hutan
izin yang bertentangan tanpa Perizinan atau
dengan maksud dan tujuan penggunaan Perizinan yang
pemberian izin di dalam bertentangan dengan
kawasan hutan yang telah maksud dan tujuan
ditetapkan, yang telah pemberian Perizinan di
ditunjuk, ataup dalam kawasan hutan yang
telah ditetapkan, yang telah
ditunjuk, ataupun yang
sedang diproses
penetapannya oleh
Pemerintah Pusat.

Pasal 1 angka 5 Pasal 1 angka 5


Penggunaan kawasan hutan Penggunaan kawasan hutan
secara tidak sah adalah secara tidak sah adalah
kegiatan terorganisasi yang
kegiatan terorganisasi yang
dilakukan di dalam
dilakukan di dalam kawasan kawasan hutan untuk
hutan untuk perkebunan perkebunan dan/atau
dan/atau pertambangan pertambangan tanpa
tanpa Perizinan dari Pemerintah
Pusat.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
izin Menteri.
Pasal 1 angka 23 Pasal 1 angka 23
Pemerintah Pusat, yang Pemerintah Pusat, yang
selanjutnya disebut selanjutnya disebut
Pemerintah adalah Presiden Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan memegang kekuasaan
Pemerintahan Negara pemerintahan negara
Republik Indonesia Republik Indonesia yang
sebagaimana dimaksud dibantu oleh wakil Presiden
dalam Undang-Undang dan menteri sebagaimana
Dasar Negara Republik dimaksud dalam Undang-
Indonesia Tahun 1945. Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun
1945.

Pasal 12 Pasal 12 
Setiap orang dilarang: Setiap orang dilarang:
a. melakukan
a. melakukan
penebangan pohon
penebangan pohon dalam kawasan
dalam kawasan
hutan yang tidak
hutan yang tidak
sesuai dengan
sesuai dengan izin
Perizinan Berusaha
pemanfaatan hutan
terkait pemanfaatan
b. melakukan hutan;
penebangan pohon
b. melakukan
dalam kawasan
penebangan pohon
hutan tanpa memiliki dalam kawasan
izin yang dikeluarkan
hutan tanpa memiliki
oleh pejabat yang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
berwenang; Perizinan Berusaha
c. melakukan dari Pemerintah.
penebangan pohon c. melakukan
dalam kawasan penebangan pohon
hutan secara tidak dalam kawasan
sah; hutan secara tidak
d. memuat, sah;
membongkar, d. memuat,
mengeluarkan, membongkar,
mengangkut, mengeluarkan,
menguasai, dan/atau mengangkut,
memiliki hasil menguasai, dan/atau
penebangan di memiliki hasil
kawasan hutan tanpa penebangan di
izin; kawasan hutan tanpa
e. mengangkut, Perizinan Berusaha
menguasai, atau dari Pemerintah;
memiliki hasil hutan e. mengangkut,
kayu yang tidak menguasai, atau
dilengkapi secara memiliki hasil hutan
bersama surat kayu yang tidak
keterangan sahnya dilengkapi secara
hasil hutan; bersama surat
f. membawa alat-alat keterangan sahnya
yang lazim hasil hutan;
digunakan untuk f. membawa alat-alat
menebang, yang lazim digunakan
memotong, atau untuk menebang,
membelah pohon di memotong, atau
dalam kawasan membelah pohon di
hutan tanpa izin dalam kawasan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pejabat yang hutan tanpa
berwenang; Perizinan Berusaha
g. membawa alat-alat dari Pemerintah;
berat dan/atau alat- g. membawa alat-alat
alat lainnya yang berat dan/atau alat-
lazim atau patut alat lainnya yang
diduga akan lazim atau patut
digunakan untuk diduga akan
mengangkut hasil digunakan untuk
hutan di dalam mengangkut hasil
kawasan hutan tanpa hutan di dalam
izin pejabat yang kawasan hutan tanpa
berwenang; Perizinan Berusaha
h. memanfaatkan hasil dari Pemerintah;
hutan kayu yang h. memanfaatkan hasil
diduga berasal dari hutan kayu yang
hasil pembalakan diduga berasal dari
liar; hasil pembalakan
i. mengedarkan kayu liar;
hasil pembalakan liar i. mengedarkan kayu
melalui darat, hasil pembalakan liar
perairan, atau udara; melalui darat,
j. menyelundupkan perairan, atau udara;
kayu yang berasal j. menyelundupkan
dari atau masuk ke kayu yang berasal
wilayah Negara dari atau masuk ke
Kesatuan Republik wilayah Negara
Indonesia melalui Kesatuan Republik
sungai, darat, laut, Indonesia melalui
atau udara; sungai, darat, laut,
k. menerima, membeli, atau udara;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
menjual, menerima k. menerima, membeli,
tukar, menerima menjual, menerima
titipan, dan/atau tukar, menerima
memiliki hasil hutan titipan, dan/atau
yang diketahui memiliki hasil hutan
berasal dari yang diketahui
pembalakan liar; berasal dari
l. membeli, pembalakan liar;
memasarkan, l. membeli,
dan/atau mengolah memasarkan,
hasil hutan kayu dan/atau mengolah
yang berasal dari hasil hutan kayu
kawasan hutan yang yang berasal dari
diambil atau kawasan hutan yang
dipungut secara diambil atau
tidak sah; dan/atau dipungut secara tidak
m. menerima, menjual, sah; dan/atau
menerima tukar, m. m. menerima,
menerima titipan, menjual, menerima
menyimpan, tukar, menerima
dan/atau memiliki titipan, menyimpan,
hasil hutan kayu dan/atau memiliki
yang berasal dari hasil hutan kayu
kawasan hutan yang yang berasal dari
diambil atau kawasan hutan yang
dipungut secara diambil atau
tidak sah dipungut secara tidak
sah.

Pasal 17 Pasal 17 
(1) Setiap orang dilarang:
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(1) Setiap orang dilarang: a. membawa alat-alat
a. membawa alat-alat berat dan/atau
berat dan/atau alat- alat-alat lain yang
alat lain yang lazim lazim atau patut
atau patut diduga diduga akan
akan digunakan untuk digunakan untuk
melakukan kegiatan melakukan
penambangan kegiatan
dan/atau mengangkut penambangan
hasil tambang di dan/atau
dalam kawasan hutan mengangkut hasil
tanpa izin Menteri; tambang di dalam
b. melakukan kegiatan kawasan hutan
penambangan di tanpa Perizinan
dalam kawasan hutan dari Pemerintah;
tanpa izin Menteri; b. melakukan
c. mengangkut dan/atau kegiatan
menerima titipan hasil penambangan di
tambang yang berasal dalam kawasan
dari kegiatan hutan tanpa
penambangan di Perizinan dari
dalam kawasan hutan Pemerintah;
tanpa izin; c. mengangkut
d. menjual, menguasai, dan/atau
memiliki, dan/atau menerima titipan
menyimpan hasil hasil tambang yang
tambang yang berasal berasal dari
dari kegiatan kegiatan
penambangan di penambangan di
dalam kawasan hutan dalam kawasan
tanpa izin; dan/atau hutan tanpa
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
e. membeli, Perizinan dari
memasarkan, Pemerintah;
dan/atau mengolah d. menjual,
hasil tambang dari menguasai,
kegiatan penambangan memiliki, dan/atau
di dalam kawasan menyimpan hasil
hutan tanpa izin. tambang yang
(2) Setiap orang dilarang: berasal dari
a. membawa alat-alat kegiatan
berat dan/atau alat- penambangan di
alat lainnya yang lazim dalam kawasan
atau patut diduga hutan tanpa
akan digunakan untuk Perizinan dari
melakukan kegiatan Pemerintah;
perkebunan dan/atau dan/atau
mengangkut hasil e. membeli,
kebun di dalam memasarkan,
kawasan hutan tanpa dan/atau mengolah
izin Menteri; hasil tambang dari
b. melakukan kegiatan kegiatan
perkebunan tanpa izin penambangan di
Menteri di dalam dalam kawasan
kawasan hutan; hutan Perizinan
c. mengangkut dan/atau dari Pemerintah.
menerima titipan hasil (2) Setiap orang dilarang:
perkebunan yang a. membawa alat-alat
berasal dari kegiatan berat dan/atau
perkebunan di dalam alat-alat lainnya
kawasan hutan tanpa yang lazim atau
izin; patut diduga akan
d. menjual, menguasai, digunakan untuk
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
memiliki, dan/atau melakukan
menyimpan hasil kegiatan
perkebunan yang perkebunan
berasal dari kegiatan dan/atau
perkebunan di dalam mengangkut hasil
kawasan hutan tanpa kebun di dalam
izin; dan/atau kawasan hutan
e. membeli, memasarkan, tanpa Perizinan
dan/atau mengolah dari Pemerintah;
hasil kebun dari b. melakukan
perkebunan yang kegiatan
berasal dari kegiatan perkebunan tanpa
perkebunan di dalam Perizinan dari
kawasan hutan tanpa Pemerintah Pusat
izin. di dalam kawasan
hutan;
c. mengangkut
dan/atau
menerima titipan
hasil perkebunan
yang berasal dari
kegiatan
perkebunan di
dalam kawasan
hutan tanpa
Perizinan dari
Pemerintah;
d. menjual,
menguasai,
memiliki, dan/atau
menyimpan hasil
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
perkebunan yang
berasal dari
kegiatan
perkebunan di
dalam kawasan
hutan tanpa
Perizinan dari
Pemerintah;
dan/atau
e. membeli,
memasarkan,
dan/atau mengolah
hasil kebun dari
perkebunan yang
berasal dari
kegiatan
perkebunan di
dalam kawasan
hutan tanpa
Perizinan dari
Pemerintah.
Pasal 18 Pasal 18
(1) Selain dikenai sanksi (1) Selain dikenai sanksi
pidana, pelanggaran pidana, pelanggaran
terhadap ketentuan terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf a, dalam Pasal 12 huruf a,
huruf b, huruf c, Pasal huruf b, huruf c, Pasal
17 ayat (1) huruf b, 17 ayat (1) huruf b,
huruf c, huruf e, dan huruf c, huruf e, dan
Pasal 17 ayat (2) huruf
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pasal 17 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf e
b, huruf c, dan huruf e serta kegiatan lain di
yang dilakukan oleh kawasan hutan tanpa
badan hukum atau Perizinan yang
korporasi dikenai sanksi dilakukan oleh setiap
administratif berupa: orang dikenai sanksi
a. paksaan pemerintah; administratif berupa:
b. uang paksa; a. denda administrasi;
dan/atau b. denda atas
c. pencabutan izin. keterlambatan
(2) Ketentuan mengenai pembayaran denda;
mekanisme dan tata c. paksaan pemerintah;
cara penerapan sanksi d. pembekuan izin;
administratif dan/atau
sebagaimana dimaksud e. pencabutan
pada ayat (1) diatur Perubahan
dengan Peraturan Perizinan.
Pemerintah. (2) Ketentuan mengenai
mekanisme dan tata
cara penerapan sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 53 Pasal 53  UU Nomor 18


(1) Pemeriksaan perkara Dihapus. Tahun 2013
perusakan hutan tidak mengatur
sebagaimana dimaksud secara tegas
tentang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dalam Pasal 52 ayat (1), pembentukan
pada pengadilan negeri, pengadilan
dilakukan oleh majelis tindak pidana
hakim yang berjumlah 3 perusakan
(tiga) orang yang terdiri hutan sebagai
dari satu orang hakim pengadilan
karier di pengadilan khusus yang
negeri setempat dan dua berada di
orang hakim ad hoc. lingkungan
(2) Pengangkatan hakim ad peradilan
hoc sebagaimana umum dengan
dimaksud pada ayat (1) demikian
dilakukan oleh Presiden pengangkatan
atas usulan Ketua dan pengusulan
Mahkamah Agung calon hakim ad
Republik Indonesia. hoc tidak akan
(3) Setelah berlakunya dapat
Undang-Undang ini dilaksanakan
ketua Mahkamah Agung karena
Republik Indonesia pengadilan
harus mengusulkan khusus belum
calon hakim ad hoc yang dibentuk
diangkat melalui dengan undang-
Keputusan Presiden undang
untuk memeriksa  Pasal 27 ayat
perkara perusakan (1) dan ayat (2)
hutan. UU Nomor 48
(4) Dalam mengusulkan Tahun 2009
calon hakim ad hoc tentang
sebagaimana dimaksud Kekuasaan
pada ayat (3), Ketua Kehakiman
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Mahkamah Agung wajib menyatakan
mengumumkan kepada bahwa
masyarakat. pengadilan
(5) Untuk dapat diangkat khusus hanya
menjadi hakim ad hoc, dapat dibentuk
harus terpenuhi syarat dalam salah
sebagai berikut: satu lingkungan
a. warga negara peradilan yang
Indonesia; berada di
b. bertakwa kepada bawah
Tuhan Yang Maha Mahkamah
Esa; Agung.
c. berusia paling rendah Ketentuan
40 (empat puluh) mengenai
tahun pada saat pembentukan
pengangkatan; pengadilan
d. berijazah sarjana khusus
hukum atau sarjana sebagaimana
lain yang memiliki dimaksud pada
keahlian dan ayat (1) diatur
pengalaman sekurang- dalam undang-
kurangnya 10 undang.
(sepuluh) tahun dalam  UU Nomor 2
bidang kehutanan; Tahun 1986 jo
e. tidak pernah dijatuhi UU Nomor 8
hukuman pidana Tahun 2004 Jo
penjara berdasarkan UU Nomor 49
putusan pengadilan Tahun 2009
yang telah menyebutkan di
memperoleh kekuatan dalam Pasal 1
hukum tetap karena angka 5 yaitu
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
melakukan tindak pengadilan
pidana yang diancam khusus adalah
pidana 5 (lima) tahun pengadilan yang
atau lebih; mempunyai
f. tidak pernah kewenangan
melakukan perbuatan untuk
tercela; memeriksa,
g. cakap, jujur, serta mengadili, dan
memiliki integritas memutus
moral yang tinggi dan perkara
memiliki reputasi yang tertentu yang
baik; hanya dapat
h. tidak menjadi dibentuk dalam
pengurus salah satu salah satu
partai politik; dan lingkungan
i. melepaskan jabatan badan
struktural dan jabatan pengadilan yang
lainnya selama berada di
menjadi hakim ad hoc. bawah
Mahkamah
Agung yang
diatur dalam
undang-
undang. Pasal 8
ayat (1) di
lingkungan
peradilan
umum dapat
dibentuk
pengadilan
khusus yang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
diatur dengan
undang-
undang.

Pasal 54 Pasal 54 Pasal 111 ayat (2)  Lembaga


(1) Dalam rangka Dihapus. Sejak terbentuknya Pencegahan dan
pelaksanaan pencegahan lembaga sebagaimana Pemberantasan
dan pemberantasan dimaksud pada ayat (1), Perusakan
perusakan hutan, penanganan semua Hutan
Presiden membentuk tindak pidana (Lembaga P3H)
lembaga yang menangani perusakan hutan yang sebagai lembaga
pencegahan dan terorganisasi satu-satunya
pemberantasan sebagaimana diatur yang memiliki
perusakan hutan. dalam Undang-Undang kewenangan
(2) Lembaga sebagaimana ini menjadi kewenangan untuk
dimaksud pada ayat (1) lembaga pencegahan melakukan
berkedudukan di bawah dan pemberantasan penyidikan
dan bertanggung jawab perusakan hutan. belum
kepada Presiden. terbentuk.
(3) Lembaga sebagaimana Sementara
dimaksud pada ayat (1) berdasarkan
terdiri atas: ketentuan Pasal
a. unsur Kementerian 111 ayat (2)
Kehutanan; paling lama 2
b. unsur Kepolisian tahun sejak
Republik Indonesia; diundangkanny
c. unsur Kejaksaan a UU P3H yaitu
Republik Indonesia; tanggal 6
dan Agustus 2013
d. unsur lain yang sudah
terkait. terbentuk.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(4) Pelaksanaan tugas  Dengan belum
lembaga sebagaimana terbentuknya
dimaksud pada ayat (1) Badan/Lembag
dilakukan berdasarkan a Pencegahan
ketentuan dalam dan
Undang-Undang ini. Pemberantasan
Perusakan
Hutan maka
Undang-
Undang Nomor
18 Tahun 2013
tidak serta
merta dapat
diimplementasi
kan dalam
pelaksanaannya
.
 Mengapa
Badan/Lembag
a ini harus
dihadirkan
terlebih dahulu
karena
semangat dari
lahirnya UU
Nomor 18
Tahun 2013
sebagaimana
tertuang dalam
konsideran
menimbang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
yang
merupakan
dasar filosofis,
batang tubuh
beserta
penjelasannya
adalah untuk
keterpaduan
sistem antar
instansi terkait
di dalam
menyelesaikan
permasalahan
kehutanan.
Dengan belum
terbentuknya
Badan ini maka
tidak terjadi
keterpaduan
sistem, yang
berakibat belum
tercapainya
rasa keadilan
kemanfaatan
serta kepastian
hukum, untuk
itu yang
menjadi
prioritas
pemerintah
adalah
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
menerbitkan
Keputusan
Presiden untuk
membentuk
Badan/Lembag
a yang
menangani
pencegahan dan
pemberantasan
perusakan
hutan dalam
waktu yang
tidak terlalu
lama, karena
Undang-
Undang ini
telah berjalan
selama 4 tahun.
Namun
demikian saat
ini sudah ada
Ditjen Gakkum
di Kementerian
LHK sebagai
unit yang
melaksanakan
UU P3H.
 Tentang
Pengadilan Ad
hoc (Pasal 53)
UU P3H tidak
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
mengatur
dengan tegas
tentang
pembentukan
pengadilan
tindak pidana
perusakan
hutan sebagai
pengadilan
khusus yang
berada di
lingkungan
peradilan
umum dengan
demikian
pengangkatan
dan pengusulan
calon Hakim ad
hoc tidak akan
dapat
dilaksanakan
karena
pengadilan
khusus belum
dibentuk
dengan UU.
 Sementara itu,
dalam Pasal 27
ayat (1) UU
Nomor 48
Tahun 2009
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
tentang
Kekuasaan
Kehakiman
menyatakan
bahwa
pengadilan
khusus hanya
dapat dibentuk
dalam salah
satu lingkungan
peradilan yang
berada di
bawah
Mahkamah
Agung.
Ketentuan
mengenai
pembentukan
pengadilan
khusus
sebagaimana
dimaksud pada
ayat (1) diatur
dalam UU.
Pasal 82 Pasal 82
(1) Orang perseorangan (1) Orang perseorangan
yang dengan sengaja: yang dengan sengaja:
a. melakukan a. melakukan
penebangan pohon penebangan pohon
dalam kawasan dalam kawasan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
hutan yang tidak hutan yang tidak
sesuai dengan izin sesuai dengan
pemanfaatan hutan Perizinan Berusaha
sebagaimana terkait
dimaksud dalam pemanfaatan hutan
Pasal 12 huruf a; sebagaimana
b. . melakukan dimaksud dalam
penebangan pohon Pasal 12 huruf a;
dalam kawasan b. melakukan
hutan tanpa memiliki penebangan pohon
izin yang dikeluarkan dalam kawasan
oleh pejabat yang hutan tanpa
berwenang memiliki Perizinan
sebagaimana Berusaha yang
dimaksud dalam dikeluarkan oleh
Pasal 12 huruf b; pejabat yang
dan/atau berwenang
c. melakukan sebagaimana
penebangan pohon dimaksud dalam
dalam kawasan Pasal 12 huruf b;
hutan secara tidak dan/atau
sah sebagaimana c. melakukan
dimaksud dalam penebangan pohon
Pasal 12 huruf c dalam kawasan
hutan secara tidak
dipidana dengan pidana
sah sebagaimana
penjara paling singkat 1
dimaksud dalam
(satu) tahun dan paling Pasal 12 huruf c,
lama 5 (lima) tahun
dikenai sanksi
serta pidana denda
administratif
paling sedikit
berupa denda
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Rp500.000.000,00 (lima paling sedikit
ratus juta rupiah) dan Rp500.000.000,00
paling banyak (lima ratus juta
Rp2.500.000.000,00 rupiah) dan paling
(dua miliar lima ratus banyak
juta rupiah). Rp2.500.000.000,0
0 (dua miliar lima
(2) Dalam hal tindak pidana
ratus juta rupiah).
sebagaimana dimaksud
(2) Dalam hal pelaku tidak
pada ayat (1) dilakukan
melaksanakan
oleh orang perseorangan
kewajiban pemenuhan
yang bertempat tinggal sanksi sebagaimana
di dalam dan/atau di
dimaksud pada ayat (1),
sekitar kawasan hutan,
dipidana dengan pidana
pelaku dipidana dengan penjara paling singkat 1
pidana penjara paling
(satu) tahun dan paling
singkat 3 (tiga) bulan lama 5 (lima) tahun.
dan paling lama 2 (dua)
(3) Dalam hal tindak pidana
tahun dan/atau pidana
sebagaimana dimaksud
denda paling sedikit pada ayat (1) dilakukan
Rp500.000,00 (lima
oleh orang perseorangan
ratus ribu rupiah) dan
yang bertempat tinggal
paling banyak
di dalam dan/atau di
Rp500.000.000,00 (lima
sekitar kawasan hutan,
ratus juta rupiah).
pelaku dikenai sanksi
(3) Korporasi yang:
administratif berupa
a. melakukan
denda paling sedikit
penebangan pohon Rp500.000,00 (lima
dalam kawasan
ratus ribu rupiah) dan
hutan yang tidak
paling banyak
sesuai dengan izin
Rp500.000.000,00 (lima
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pemanfaatan hutan ratus juta rupiah).
sebagaimana (4) Dalam hal pelaku
dimaksud dalam tidak melaksanakan
Pasal 12 huruf a; kewajiban pemenuhan
b. melakukan sanksi sebagaimana
penebangan pohon dimaksud pada ayat
dalam kawasan (3), dipidana dengan
hutan tanpa memiliki pidana penjara paling
izin yang dikeluarkan singkat 3 (tiga) bulan
oleh pejabat yang dan paling lama 2
berwenang (dua) tahun.
sebagaimana (5) Korporasi yang:
dimaksud dalam a. melakukan
Pasal 12 huruf b; penebangan pohon
dan/atau dalam kawasan
c. melakukan hutan yang tidak
penebangan pohon sesuai dengan
dalam kawasan Perizinan Berusaha
hutan secara tidak terkait
sah sebagaimana pemanfaatan hutan
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 12 huruf c dimaksud dalam
dipidana dengan pidana Pasal 12 huruf a;
penjara paling singkat 5 b. melakukan
(lima) tahun dan paling penebangan pohon
lama 15 (lima belas) dalam kawasan
tahun serta pidana denda hutan tanpa
paling sedikit memiliki Perizinan
Rp5.000.000.000,00 (lima Berusaha yang
miliar rupiah) dan paling dikeluarkan oleh
banyak pejabat yang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Rp15.000.000.000,00 berwenang
(lima belas miliar rupiah). sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 12 huruf b;
dan/atau
c. melakukan
penebangan pohon
dalam kawasan
hutan secara tidak
sah sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 12 huruf c,
dikenai sanksi
administratif
berupa denda
paling sedikit
Rp5.000.000.000,0
0 (lima miliar
rupiah) dan paling
banyak
Rp15.000.000.000,
00 (lima belas
miliar rupiah).
(6) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5),
dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
lama 15 (lima belas)
tahun.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (3),
dan ayat (5) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 83 Pasal 83
(1) Orang perseorangan yang (1) Orang perseorangan
dengan sengaja: yang dengan sengaja:
a. memuat, membongkar, a. memuat,
mengeluarkan, membongkar,
mengangkut, mengeluarkan,
menguasai, dan/atau mengangkut,
memiliki hasil menguasai,
penebangan di kawasan dan/atau memiliki
hutan tanpa izin hasil penebangan di
sebagaimana dimaksud kawasan hutan
dalam Pasal 12 huruf d; tanpa Perizinan
b. mengangkut, Berusaha
menguasai, atau sebagaimana
memiliki hasil hutan dimaksud dalam
kayu yang tidak Pasal 12 huruf d;
dilengkapi secara b. mengangkut,
bersama surat menguasai, atau
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
keterangan sahnya memiliki hasil
hasil hutan hutan kayu yang
sebagaimana dimaksud tidak dilengkapi
dalam Pasal 12 huruf e; secara bersama
dan/atau surat keterangan
c. memanfaatkan hasil sahnya hasil hutan
hutan kayu yang sebagaimana
diduga berasal dari dimaksud dalam
hasil pembalakan liar Pasal 12 huruf e;
sebagaimana dimaksud dan/atau
dalam Pasal 12 huruf h c. memanfaatkan hasil
dipidana dengan pidana hutan kayu yang
penjara paling singkat 1 diduga berasal dari
(satu) tahun dan paling hasil pembalakan
lama 5 (lima) tahun serta liar sebagaimana
pidana denda paling sedikit dimaksud dalam
Rp500.000.000,00 (lima Pasal 12 huruf h,
ratus juta rupiah) dan dikenai sanksi
paling banyak administratif berupa
Rp2.500.000.000,00 (dua denda paling sedikit
miliar lima ratus juta Rp500.000.000,00 (lima
rupiah). ratus juta rupiah) dan
paling banyak
(2) Orang perseorangan yang Rp2.500.000.000,00
karena kelalaiannya: (dua miliar lima ratus
a. memuat, membongkar, juta rupiah).
mengeluarkan, (2) Dalam hal pelaku tidak
mengangkut, melaksanakan
menguasai, dan/atau kewajiban pemenuhan
memiliki hasil sanksi sebagaimana
penebangan di dimaksud pada ayat (1),
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
kawasan hutan tanpa dipidana dengan pidana
izin sebagaimana penjara paling singkat 1
dimaksud dalam Pasal (satu) tahun dan paling
12 huruf d; lama 5 (lima) tahun.
b. mengangkut, (3) Orang perseorangan
menguasai atau yang karena
memiliki hasil hutan kelalaiannya:
kayu yang tidak a. memuat,
dilengkapi secara membongkar,
bersama surat mengeluarkan,
keterangan sahnya mengangkut,
hasil hutan menguasai,
sebagaimana dan/atau memiliki
dimaksud dalam Pasal hasil penebangan
12 huruf e; dan/atau di kawasan hutan
c. memanfaatkan hasil tanpa Perizinan
hutan kayu yang Berusaha
diduga berasal dari sebagaimana
hasil pembalakan liar dimaksud dalam
sebagaimana Pasal 12 huruf d;
dimaksud dalam Pasal b. mengangkut,
12 huruf h menguasai atau
dipidana dengan pidana memiliki hasil
penjara paling singkat 8 hutan kayu yang
(delapan) bulan dan paling tidak dilengkapi
lama 3 (tiga) tahun serta secara bersama
pidana denda paling sedikit surat keterangan
Rp10.000.000,00 (sepuluh sahnya hasil hutan
juta rupiah) dan paling sebagaimana
banyak Rp1.000.000.000,00 dimaksud dalam
(satu miliar rupiah). Pasal 12 huruf e;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dan/atau
(3) Dalam hal tindak pidana c. memanfaatkan
sebagaimana dimaksud hasil hutan kayu
pada ayat (1) huruf c dan yang diduga
ayat (2) huruf c dilakukan berasal dari hasil
oleh orang perseorangan pembalakan liar
yang bertempat tinggal di sebagaimana
dalam dan/atau di sekitar dimaksud dalam
kawasan hutan, pelaku Pasal 12 huruf h,
dipidana dengan pidana dikenai sanksi
penjara paling singkat 3 administratif berupa
(tiga) bulan dan paling denda paling sedikit
lama 2 (dua) tahun Rp10.000.000,00
dan/atau pidana denda (sepuluh juta rupiah)
paling sedikit dan paling banyak
Rp500.000,00 (lima ratus Rp1.000.000.000,00
ribu rupiah) dan paling (satu miliar rupiah).
banyak (4) Dalam hal pelaku tidak
Rp500.000.000,00 (lima melaksanakan
ratus juta rupiah). kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
(4) Korporasi yang: dimakusd pada ayat (3),
a. memuat, membongkar, dipidana dengan pidana
mengeluarkan, penjara paling singkat 8
mengangkut, (delapan) bulan dan
menguasai, dan/atau paling lama 3 (tiga)
memiliki hasil tahun.
penebangan di (5) Dalam hal tindak
kawasan hutan tanpa pidana sebagaimana
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dimaksud dalam Pasal huruf c dan ayat (2)
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
12 huruf d; huruf c dilakukan oleh
b. mengangkut, orang perseorangan
menguasai, atau yang bertempat tinggal
memiliki hasil hutan di dalam dan/atau di
kayu yang tidak sekitar kawasan hutan,
dilengkapi secara pelaku dikenai sanksi
bersama surat administratif berupa
keterangan sahnya denda paling sedikit
hasil hutan Rp500.000,00 (lima
sebagaimana ratus ribu rupiah) dan
dimaksud dalam Pasal paling banyak
12 huruf e; dan/atau Rp500.000.000,00 (lima
c. memanfaatkan hasil ratus juta rupiah).
hutan kayu yang (6) Dalam hal pelaku tidak
diduga berasal dari melaksanakan
hasil pembalakan liar kewajiban pemenuhan
sebagaimana sanksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal dimaksud pada ayat (5),
12 huruf h dipidana dengan pidana
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
penjara paling singkat 5 (tiga) bulan dan paling
(lima) tahun dan paling lama lama 2 (dua) tahun.
15 (lima belas) tahun serta (7) Korporasi yang:
pidana denda paling sedikit a. memuat,
Rp5.000.000.000,00 (lima membongkar,
miliar rupiah) dan paling mengeluarkan,
banyak mengangkut,
Rp15.000.000.000,00 (lima menguasai,
belas miliar rupiah). dan/atau memiliki
hasil penebangan di
kawasan hutan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
tanpa Perizinan
Berusaha
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 12 huruf d;
b. mengangkut,
menguasai, atau
memiliki hasil
hutan kayu yang
tidak dilengkapi
secara bersama
surat keterangan
sahnya hasil hutan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 12 huruf e;
dan/atau
c. memanfaatkan hasil
hutan kayu yang
diduga berasal dari
hasil pembalakan
liar sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 12 huruf h,
dikenai sanksi
administratif berupa
denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah)
dan paling banyak
Rp15.000.000.000,0
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
0 (lima belas miliar
rupiah).
(8) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7),
dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas)
tahun serta pidana
denda
(9) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (3),
ayat (5), dan ayat (7)
diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 84 Pasal 84
(1) Orang perseorangan (1) Orang perseorangan
yang dengan sengaja yang dengan sengaja
membawa alat-alat yang membawa alat-alat yang
lazim digunakan untuk lazim digunakan untuk
menebang, memotong, menebang, memotong,
atau membelah pohon di atau membelah pohon
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dalam kawasan hutan di dalam kawasan
tanpa izin pejabat yang hutan tanpa Perizinan
berwenang sebagaimana Berusaha pejabat yang
dimaksud dalam Pasal berwenang
12 huruf f dipidana sebagaimana dimaksud
dengan pidana penjara dalam Pasal 12 huruf f
paling singkat 1 (tahun) dikenai sanksi
tahun dan paling lama 5 administratif berupa
(lima) tahun serta denda paling sedikit
pidana denda paling Rp250.000.000,00 (dua
sedikit ratus lima puluh juta
Rp250.000.000,00 (dua rupiah) dan paling
ratus lima puluh juta banyak
rupiah) dan paling Rp5.000.000.000,00
banyak (lima miliar rupiah).
Rp5.000.000.000,00 (2) Dalam hal pelaku tidak
(lima miliar rupiah). melaksanakan
(2) Orang perseorangan kewajiban pemenuhan
yang karena sanksi sebagaimana
kelalaiannya membawa dimaksud pada ayat (1),
alat-alat yang lazim dipidana dengan pidana
digunakan untuk penjara paling singkat 1
menebang, memotong, (tahun) tahun dan
atau membelah pohon di paling lama 5 (lima)
dalam kawasan hutan tahun.
tanpa izin pejabat yang (3) Orang perseorangan
berwenang sebagaimana yang karena
dimaksud dalam Pasal kelalaiannya membawa
12 huruf f dipidana alat-alat yang lazim
dengan pidana penjara digunakan untuk
paling singkat 8 menebang, memotong,
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(delapan) bulan dan atau membelah pohon
paling lama 2 (dua) di dalam kawasan
tahun serta pidana hutan tanpa
denda paling sedikit persetujuan pejabat
Rp10.000.000,00 yang berwenang
(sepuluh juta rupiah) sebagaimana dimaksud
dan paling banyak dalam Pasal 12 huruf f
Rp1.000.000.000,00 dikenai sanksi
(satu miliar rupiah). administratif berupa
(3) Dalam hal tindak pidana denda paling sedikit
sebagaimana dimaksud Rp10.000.000,00
pada ayat (1) dan ayat (sepuluh juta rupiah)
(2) dilakukan oleh orang dan paling banyak
perseorangan yang Rp1.000.000.000,00
bertempat tinggal di (satu miliar rupiah).
dalam dan/atau di (4) Dalam hal pelaku tidak
sekitar kawasan hutan melaksanakan
dipidana dengan pidana kewajiban pemenuhan
penjara paling singkat 3 sanksi sebagaimana
(tiga) bulan serta paling dimaksud pada ayat (3),
lama 2 (dua) tahun dipidana dengan pidana
dan/atau pidana denda penjara paling singkat 8
paling sedikit (delapan) bulan dan
Rp500.000,00 (lima paling lama 2 (dua)
ratus ribu rupiah) dan tahun.
paling banyak (5) Dalam hal tindak
Rp500.000.000,00 (lima pidana sebagaimana
ratus juta rupiah). dimaksud pada ayat (1)
(4) Korporasi yang dan ayat (2) dilakukan
membawa alat-alat yang oleh orang
lazim digunakan untuk perseorangan yang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
menebang, memotong, bertempat tinggal di
atau membelah pohon di dalam dan/atau di
dalam kawasan hutan sekitar kawasan hutan,
tanpa izin pejabat yang dikenai sanksi
berwenang sebagaimana administratif berupa
dimaksud dalam Pasal denda paling sedikit
12 huruf f dipidana Rp500.000,00 (lima
dengan pidana penjara ratus ribu rupiah) dan
paling singkat 2 (dua) paling banyak
tahun dan paling lama Rp500.000.000,00 (lima
15 (lima belas) tahun ratus juta rupiah).
dan pidana denda paling (6) Dalam hal pelaku tidak
sedikit melaksanakan
Rp2.000.000.000,00 kewajiban pemenuhan
(dua miliar rupiah) dan sanksi sebagaimana
paling banyak dimaksud pada ayat (5),
Rp15.000.000.000,00 dipidana dengan pidana
(lima belas miliar penjara paling singkat 3
rupiah). (tiga) bulan serta paling
lama 2 (dua) tahun.
(7) Korporasi yang
membawa alat-alat yang
lazim digunakan untuk
menebang, memotong,
atau membelah pohon
di dalam kawasan
hutan tanpa
persetujuan pejabat
yang berwenang
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf f
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dikenai sanksi
administratif paling
sedikit
Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah) dan
paling banyak
Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar
rupiah).
(8) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (7),
dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling
lama 15 (lima belas)
tahun.
(9) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (3),
ayat (5), dan ayat (7)
diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 85 Pasal 85
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(1) Orang perseorangan (1) Orang perseorangan
yang dengan sengaja yang dengan sengaja
membawa alat-alat berat membawa alat-alat
dan/atau alat-alat berat dan/atau alat-alat
lainnya yang lazim atau lainnya yang lazim atau
patut diduga akan patut diduga akan
digunakan untuk digunakan untuk
mengangkut hasil hutan mengangkut hasil
di dalam kawasan hutan hutan di dalam
tanpa izin pejabat yang kawasan hutan tanpa
berwenang sebagaimana Perizinan Berusaha dari
dimaksud dalam Pasal pejabat yang berwenang
12 huruf g dipidana sebagaimana dimaksud
dengan pidana penjara dalam Pasal 12 huruf g
paling singkat 2 (dua) dikenai sanksi
tahun dan paling lama administratif berupa
10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit
pidana denda paling Rp2.000.000.000,00
sedikit (dua miliar rupiah) dan
Rp2.000.000.000,00 paling banyak
(dua miliar rupiah) dan Rp10.000.000.000,00
paling banyak (sepuluh miliar rupiah).
Rp10.000.000.000,00 (2) Dalam hal pelaku tidak
(sepuluh miliar rupiah). melaksanakan
(2) Korporasi yang kewajiban pemenuhan
membawa alat-alat berat sanksi sebagaimana
dan/atau alat-alat dimaksud pada ayat (1),
lainnya yang lazim atau dipidana dengan pidana
patut diduga akan penjara paling singkat 2
digunakan untuk (dua) tahun dan paling
mengangkut hasil hutan lama 10 (sepuluh)
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
di dalam kawasan hutan tahun.
tanpa izin pejabat yang (3) Korporasi yang
berwenang sebagaimana membawa alat-alat
dimaksud dalam Pasal berat dan/atau alat-alat
12 huruf g dipidana lainnya yang lazim atau
dengan pidana penjara patut diduga akan
paling singkat 5 (lima) digunakan untuk
tahun dan paling lama mengangkut hasil
15 (lima belas) tahun hutan di dalam
serta pidana denda kawasan hutan tanpa
paling sedikit Perizinan Berusaha dari
Rp5.000.000.000,00 pejabat yang berwenang
(lima miliar rupiah) dan sebagaimana dimaksud
paling banyak dalam Pasal 12 huruf g
Rp15.000.000.000,00 dikenai sanksi
(lima belas miliar administratif berupa
rupiah). denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan
paling banyak
Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar
rupiah).
(4) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
lama 15 (lima belas)
tahun.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 92 Pasal 92
(1) Orang perseorangan (1) Orang perseorangan
yang dengan sengaja: yang dengan sengaja:
a. melakukan kegiatan a. melakukan
perkebunan tanpa kegiatan
izin Menteri di dalam perkebunan tanpa
kawasan hutan Perizinan dari
sebagaimana Pemerintah Pusat
dimaksud dalam di dalam kawasan
Pasal 17 ayat (2) hutan sebagaimana
huruf b; dan/atau dimaksud dalam
b. membawa alat-alat Pasal 17 ayat (2)
berat dan/atau alat- huruf b; dan/atau
alat lainnya yang b. membawa alat-alat
lazim atau patut berat dan/atau
diduga akan alat-alat lainnya
digunakan untuk yang lazim atau
melakukan kegiatan patut diduga akan
perkebunan digunakan untuk
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dan/atau melakukan
mengangkut hasil kegiatan
kebun di dalam perkebunan
kawasan hutan tanpa dan/atau
izin Menteri mengangkut hasil
sebagaimana kebun di dalam
dimaksud dalam kawasan hutan
Pasal 17 ayat (2) tanpa izin Menteri
huruf a sebagaimana
dipidana dengan pidana dimaksud dalam
penjara paling singkat 3 Pasal 17 ayat (2)
(tiga) tahun dan paling huruf a,
lama 10 (sepuluh) tahun dikenai sanksi
serta pidana denda administratif berupa
paling sedikit denda paling sedikit
Rp1.500.000.000,00 Rp1.500.000.000,00
(satu miliar lima ratus (satu miliar lima ratus
juta rupiah) dan paling juta rupiah) dan paling
banyak banyak
Rp5.000.000.000,00 Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah). (lima miliar rupiah).
(2) Korporasi yang: (2) Dalam hal pelaku tidak
a. melakukan kegiatan melaksanakan
perkebunan tanpa kewajiban pemenuhan
izin Menteri di dalam sanksi sebagaimana
kawasan hutan dimaksud pada ayat (1),
sebagaimana dipidana dengan pidana
dimaksud dalam penjara paling singkat 3
Pasal 17 ayat (2) (tiga) tahun dan paling
huruf b; dan/atau lama 10 (sepuluh)
b. membawa alat-alat tahun.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
berat dan/atau alat- (3) Korporasi yang:
alat lainnya yang a. melakukan
lazim atau patut kegiatan
diduga akan perkebunan tanpa
digunakan untuk Perizinan di dalam
melakukan kegiatan kawasan hutan
perkebunan sebagaimana
dan/atau dimaksud dalam
mengangkut hasil Pasal 17 ayat (2)
kebun di dalam huruf b; dan/atau
kawasan hutan tanpa b. membawa alat-alat
izin Menteri berat dan/atau
sebagaimana alat-alat lainnya
dimaksud dalam yang lazim atau
Pasal 17 ayat (2) patut diduga akan
huruf a digunakan untuk
dipidana dengan pidana melakukan
penjara paling singkat 8 kegiatan
(delapan) tahun dan perkebunan
paling lama 20 (dua dan/atau
puluh) tahun serta mengangkut hasil
pidana denda paling kebun di dalam
sedikit kawasan hutan
Rp20.000.000.000,00 tanpa Perizinan
(dua puluh miliar dari Pemerintah
rupiah) dan paling Pusat sebagaimana
banyak dimaksud dalam
Rp50.000.000.000,00 Pasal 17 ayat (2)
(lima puluh miliar huruf a, dikenai
rupiah). sanksi
administratif
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
berupa denda
paling sedikit
Rp20.000.000.000,
00 (dua puluh
miliar rupiah) dan
paling banyak
Rp50.000.000.000,
00 (lima puluh
miliar rupiah).
(4) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 8
(delapan) tahun dan
paling lama 20 (dua
puluh) tahun.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

Pasal 93 Pasal 93
(1) Orang perseorangan (1) Orang perseorangan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
yang dengan sengaja: yang dengan sengaja:
a. mengangkut a. mengangkut
dan/atau menerima dan/atau
titipan hasil menerima titipan
perkebunan yang hasil perkebunan
berasal dari kegiatan yang berasal dari
perkebunan di dalam kegiatan
kawasan hutan tanpa perkebunan di
izin sebagaimana dalam kawasan
dimaksud dalam hutan tanpa
Pasal 17 ayat (2) Perizinan
huruf c; sebagaimana
b. menjual, menguasai, dimaksud dalam
memiliki, dan/atau Pasal 17 ayat (2)
menyimpan hasil huruf c;
perkebunan yang b. menjual,
berasal dari kegiatan menguasai,
perkebunan di dalam memiliki, dan/atau
kawasan hutan tanpa menyimpan hasil
izin sebagaimana perkebunan yang
dimaksud dalam berasal dari
Pasal 17 ayat (2) kegiatan
huruf d; dan/atau perkebunan di
c. membeli, dalam kawasan
memasarkan, hutan tanpa
dan/atau mengolah Perizinan
hasil kebun dari sebagaimana
perkebunan yang dimaksud dalam
berasal dari kegiatan Pasal 17 ayat (2)
perkebunan di dalam huruf d; dan/atau
kawasan hutan tanpa c. membeli,
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
izin sebagaimana memasarkan,
dimaksud dalam dan/atau mengolah
Pasal 17 ayat (2) hasil kebun dari
huruf e perkebunan yang
berasal dari
dipidana dengan pidana
kegiatan
penjara paling singkat 3
perkebunan di
(tiga) tahun dan paling
dalam kawasan
lama 10 (sepuluh) tahun
hutan tanpa
serta pidana denda
Perizinan
paling sedikit
sebagaimana
Rp1.500.000.000,00 dimaksud dalam
(satu miliar lima ratus
Pasal 17 ayat (2)
juta rupiah) dan paling
huruf e,
banyak dikenai sanksi
Rp5.000.000.000,00
administratif berupa
(lima miliar rupiah). denda paling sedikit
(2) Orang perseorangan Rp1.500.000.000,00
yang karena (satu miliar lima ratus
kelalaiannya: juta rupiah) dan paling
a. mengangkut banyak
dan/atau menerima Rp5.000.000.000,00
titipan hasil (lima miliar rupiah).
perkebunan yang (2) Dalam hal pelaku tidak
berasal dari kegiatan melaksanakan
perkebunan di dalam kewajiban pemenuhan
kawasan hutan tanpa sanksi sebagaimana
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dimaksud dalam dipidana dengan pidana
Pasal 17 ayat (2) penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
huruf c; lama 10 (sepuluh)
b. menjual, menguasai, tahun.
memiliki dan/atau (3) Orang perseorangan
menyimpan hasil yang karena
perkebunan yang kelalaiannya:
berasal dari kegiatan a. mengangkut
perkebunan di dalam dan/atau
kawasan hutan tanpa menerima titipan
izin sebagaimana hasil perkebunan
dimaksud dalam yang berasal dari
Pasal 17 ayat (2) kegiatan
huruf d; dan/atau perkebunan di
c. membeli, dalam kawasan
memasarkan hutan tanpa
dan/atau mengolah Perizinan
hasil kebun dari sebagaimana
perkebunan yang dimaksud dalam
berasal dari kegiatan Pasal 17 ayat (2)
perkebunan di dalam huruf c;
kawasan hutan tanpa b. menjual,
izin sebagaimana menguasai,
dimaksud dalam memiliki dan/atau
Pasal 17 ayat (2) menyimpan hasil
huruf e perkebunan yang
berasal dari
dipidana dengan pidana
kegiatan
penjara paling singkat 1
perkebunan di
(satu) tahun dan paling dalam kawasan
lama 3 (tiga) tahun dan
hutan tanpa
pidana denda paling
Perizinan
sedikit
sebagaimana
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Rp100.000.000,00 dimaksud dalam
(seratus juta rupiah) Pasal 17 ayat (2)
dan paling banyak huruf d; dan/atau
Rp1.000.000.000,00 c. membeli,
(satu miliar rupiah). memasarkan
dan/atau mengolah
(3) Korporasi yang:
hasil kebun dari
a. mengangkut
perkebunan yang
dan/atau menerima
berasal dari
titipan hasil
kegiatan
perkebunan yang
perkebunan di
berasal dari kegiatan dalam kawasan
perkebunan di dalam
hutan tanpa
kawasan hutan tanpa
Perizinan
izin sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam
dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2) Pasal 17 ayat (2)
huruf c;
huruf e dikenai
b. menjual, menguasai,
sanksi
memiliki dan/atau administratif
menyimpan hasil
berupa denda
perkebunan yang
paling sedikit
berasal dari kegiatan
Rp100.000.000,00
perkebunan di dalam
(seratus juta
kawasan hutan tanpa
rupiah) dan paling
izin sebagaimana
banyak
dimaksud dalam
Rp1.000.000.000,0
Pasal 17 ayat (2) 0 (satu miliar
huruf d; dan/atau
rupiah).
c. membeli,
(4) Dalam hal pelaku tidak
memasarkan
melaksanakan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dan/atau mengolah kewajiban pemenuhan
hasil kebun dari sanksi sebagaimana
perkebunan yang dimaksud pada ayat (3),
berasal dari kegiatan dipidana dengan pidana
perkebunan di dalam penjara paling singkat 1
kawasan hutan tanpa (satu) tahun dan paling
izin sebagaimana lama 3 (tiga) tahun.
dimaksud dalam (5) Korporasi yang:
Pasal 17 ayat (2) a. mengangkut
huruf e dan/atau
menerima titipan
dipidana dengan pidana hasil perkebunan
penjara paling singkat 5
yang berasal dari
(lima) tahun dan paling
kegiatan
lama 15 (lima belas) perkebunan di
tahun serta pidana
dalam kawasan
denda paling sedikit hutan tanpa izin
Rp5.000.000.000,00
sebagaimana
(lima miliar rupiah) dan
dimaksud dalam
paling banyak Pasal 17 ayat (2)
Rp15.000.000.000,00
huruf c;
(lima belas miliar
b. menjual,
rupiah).
menguasai,
memiliki dan/atau
menyimpan hasil
perkebunan yang
berasal dari
kegiatan
perkebunan di
dalam kawasan
hutan tanpa
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Perizinan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2)
huruf d; dan/atau
c. membeli,
memasarkan
dan/atau mengolah
hasil kebun dari
perkebunan yang
berasal dari
kegiatan
perkebunan di
dalam kawasan
hutan tanpa
Perizinan
sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (2)
huruf e
dikenai sanksi
administratif berupa
denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan
paling banyak
Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar
rupiah).
(6) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (5),
dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 5
(lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas)
tahun.
(7) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (3),
dan ayat (5) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah
Pasal 96 Pasal 96
(1) Orang perseorangan yang (1) Orang perseorangan
dengan sengaja: yang dengan sengaja:
a. memalsukan surat a. memalsukan
izin pemanfaatan Perizinan Berusaha
hasil hutan kayu terkait pemanfaatan
dan/atau hasil hutan kayu
penggunaan kawasan dan/atau
hutan sebagaimana penggunaan
dimaksud dalam kawasan hutan
Pasal 24 huruf a; sebagaimana
b. menggunakan surat dimaksud dalam
izin palsu Pasal 24 huruf a;
pemanfaatan hasil b. menggunakan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
hutan kayu dan/atau Perizinan Berusaha
penggunaan kawasan terkait pemanfaatan
hutan sebagaimana hasil hutan kayu
dimaksud dalam palsu dan/atau
Pasal 24 huruf b; penggunaan
dan/atau kawasan hutan
c. memindahtangankan sebagaimana
atau menjual izin dimaksud dalam
yang dikeluarkan Pasal 24 huruf b;
oleh pejabat yang dan/atau
berwenang kecuali c. memindahtangankan
dengan persetujuan atau menjual
Menteri sebagaimana Perizinan Berusaha
dimaksud dalam sebagaimana
Pasal 24 huruf c dimaksud dalam
dipidana dengan pidana Pasal 24 huruf c,
penjara paling singkat 1 dipidana dengan pidana
(satu) tahun dan paling penjara paling singkat 1
lama 5 (lima) tahun serta (satu) tahun dan paling
pidana denda paling lama 5 (lima) tahun
sedikit Rp500.000.000,00 serta pidana denda
(lima ratus juta rupiah) paling sedikit
dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
Rp2.500.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
miliar lima ratus juta paling banyak
rupiah). Rp2.500.000.000,00
(dua miliar lima ratus
(2) Korporasi yang: juta rupiah).
a. memalsukan surat
izin pemanfaatan (2) Korporasi yang:
hasil hutan kayu a. memalsukan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dan/atau Perizinan Berusaha
penggunaan kawasan terkait pemanfaatan
hutan sebagaimana hasil hutan kayu
dimaksud dalam dan/atau
Pasal 24 huruf a; penggunaan
b. menggunakan surat kawasan hutan
izin palsu sebagaimana
pemanfaatan hasil dimaksud dalam
hutan kayu dan/atau Pasal 24 huruf a;
penggunaan kawasan b. menggunakan
hutan sebagaimana Perizinan Berusaha
dimaksud dalam terkait pemanfaatan
Pasal 24 huruf b; hasil hutan kayu
dan/atau palsu dan/atau
c. memindahtangankan penggunaan
atau menjual izin kawasan hutan
yang dikeluarkan sebagaimana
oleh pejabat yang dimaksud dalam
berwenang kecuali Pasal 24 huruf b;
dengan persetujuan dan/atau
Menteri sebagaimana c. memindahtangankan
dimaksud dalam atau menjual
Pasal 24 huruf c Perizinan Berusaha
dipidana dengan pidana sebagaimana
penjara paling singkat 5 dimaksud dalam
(lima) tahun dan paling Pasal 24 huruf c,
lama 15 (lima belas) dipidana dengan pidana
tahun serta pidana denda penjara paling singkat 5
paling sedikit (lima) tahun dan paling
Rp5.000.000.000,00 (lima lama 15 (lima belas) tahun
miliar rupiah) dan paling serta pidana denda paling
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
banyak sedikit Rp5.000.000.000,00
Rp15.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
(lima belas miliar rupiah). paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima
belas miliar rupiah).
Pasal 105 Pasal 105
Setiap pejabat yang: Setiap pejabat yang:
a. menerbitkan izin a. menerbitkan
pemanfaatan hasil Perizinan Berusaha
hutan kayu dan/atau terkait pemanfaatan
penggunaan kawasan hasil hutan kayu
hutan di dalam dan/atau
kawasan hutan yang penggunaan kawasan
tidak sesuai dengan hutan di dalam
kewenangannya kawasan hutan yang
sebagaimana tidak sesuai dengan
dimaksud dalam Pasal kewenangannya
28 huruf a; sebagaimana
b. menerbitkan izin dimaksud dalam
pemanfaatan hasil Pasal 28 huruf a;
hutan kayu dan/atau b. menerbitkan
izin penggunaan Perizinan Berusaha
kawasan hutan di terkait pemanfaatan
dalam kawasan hutan hasil hutan kayu
yang tidak sesuai dan/atau Perizinan
dengan ketentuan Berusaha terkait
peraturan perundang- penggunaan kawasan
undangan hutan di dalam
sebagaimana kawasan hutan yang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dimaksud dalam Pasal tidak sesuai dengan
28 huruf b; ketentuan peraturan
c. melindungi pelaku perundang-undangan
pembalakan liar sebagaimana
dan/atau penggunaan dimaksud dalam
kawasan hutan secara Pasal 28 huruf b;
tidak sah sebagaimana c. melindungi pelaku
dimaksud dalam Pasal pembalakan liar
28 huruf c; dan/atau
d. ikut serta atau penggunaan kawasan
membantu kegiatan hutan secara tidak
pembalakan liar sah sebagaimana
dan/atau penggunaan dimaksud dalam
kawasan hutan secara Pasal 28 huruf c;
tidak sah sebagaimana d. ikut serta atau
dimaksud dalam Pasal membantu kegiatan
28 huruf d; pembalakan liar
e. melakukan dan/atau
permufakatan untuk penggunaan kawasan
terjadinya pembalakan hutan secara tidak
liar dan/atau sah sebagaimana
penggunaan Kawasan dimaksud dalam
hutan secara tidak sah Pasal 28 huruf d;
sebagaimana e. melakukan
dimaksud dalam Pasal permufakatan untuk
28 huruf e; terjadinya
f. menerbitkan surat pembalakan liar
keterangan sahnya dan/atau
hasil hutan tanpa hak penggunaan kawasan
sebagaimana hutan secara tidak
dimaksud dalam Pasal sah sebagaimana
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
28 huruf f; dan/atau dimaksud dalam
g. dengan sengaja Pasal 28 huruf e;
melakukan pembiaran f. menerbitkan surat
dalam melaksanakan keterangan sahnya
tugas sehingga terjadi hasil hutan tanpa
tindak pidana hak sebagaimana
pembalakan liar dimaksud dalam
dan/atau penggunaan Pasal 28 huruf f;
kawasan hutan secara dan/atau
tidak sah sebagaimana g. dengan sengaja
dimaksud dalam Pasal melakukan
28 huruf g pembiaran dalam
dipidana dengan pidana melaksanakan tugas
penjara paling singkat 1 sehingga terjadi
(satu) tahun dan paling lama tindak pidana
10 (sepuluh) tahun pembalakan liar
serta pidana denda paling dan/atau
sedikit penggunaan kawasan
Rp1.000.000.000,00 (satu hutan secara tidak
miliar rupiah) dan paling sah sebagaimana
banyak dimaksud dalam
Rp10.000.000.000,00 Pasal 28 huruf g,
(sepuluh miliar dipidana dengan pidana
rupiah). penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun
serta pidana denda paling
sedikit Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah) dan
paling banyak
Rp10.000.000.000,00
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(sepuluh miliar rupiah).
Norma Baru Pasal 110A
(1) Terhadap kegiatan
usaha yang telah
terbangun didalam
kawasan hutan yang
belum memenuhi
persyaratan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan wajib
menyelesaikan
persyaratan paling
lambat 2 (dua) tahun
sejak Undang-Undang
ini diundangkan.
(2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai mekanisme
dan tata cara
pemenuhan persyaratan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Norma Baru Pasal 110B


(1) Pelanggaran
sebagaimana dimaksud
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dalam Pasal 17 ayat (1)
huruf b, huruf c, huruf
e, dan Pasal 17 ayat (2)
huruf b, huruf c, dan
huruf e serta kegiatan
lain di kawasan hutan
tanpa Perizinan dikenai
sanksi administratif
berupa denda dan denda
atas keterlambatan
pembayaran
(2) Pelanggaran
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berlaku
untuk pelanggaran yang
dilakukan sebelum
berlakunya Undang-
Undang tentang Cipta
Kerja.
(3) Setiap orang yang tidak
memenuhi kewajiban
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) setelah
jangka waktu 6 (enam)
bulan, di pidana dengan
pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit
Rp10.000.000.000,00
(sepuluh) milyar rupiah)
dan paling banyak
Rp20.000.000.000,00
(dua puluh milyar
rupiah).

Norma Baru Pasal 110C


Setiap orang yang
melanggar larangan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 12 huruf a,
huruf b, dan huruf c, Pasal
17 ayat (1) huruf b, huruf c,
dan huruf e, dan Pasal 17
ayat (2) huruf b, huruf c,
dan huruf e serta kegiatan
lain di kawasan hutan
tanpa Perizinan yang
dilakukan setelah
berlakunya Undang-
Undang tentang Cipta
Kerja, dikenai sanksi
pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82,
Pasal 83, Pasal 89, Pasal
90, Pasal 91, Pasal 92, dan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pasal 93 dan dikenai sanksi
administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18
ayat (1).

Pasal 111 Pasal 111


(1) Lembaga pencegahan dan Dihapus.
pemberantasan
perusakan hutan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 harus
telah terbentuk paling
lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak Undang-
Undang ini diundangkan.
(2) Sejak terbentuknya
lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
penanganan semua tindak
pidana perusakan hutan
yang terorganisasi
sebagaimana diatur dalam
UndangUndang ini
menjadi kewenangan
lembaga pencegahan dan
pemberantasan
perusakan hutan.
Norma Baru Pasal 110A Perlu
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(3) Terhadap kegiatan memasukan
usaha yang telah ketentuan
terbangun didalam untuk
kawasan hutan yang pengaturan
belum memenuhi terhadap
persyaratan sesuai existing
dengan ketentuan perkebunan
peraturan perundang- kelapa sawit
undangan wajib dalam kawasan
menyelesaikan hutan sebagai
persyaratan paling dasar hukum
lambat 2 (dua) tahun untuk
sejak undang-undang pengaturan
ini diundangkan. lebih lanjut
(4) Ketentuan lebih lanjut dalam
mengenai mekanisme Peraturan
dan tata cara Pemerintah
pemenuhan persyaratan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 112 Pasal 112  Ketentuan Pasal
112 telah
Pada saat Undang-Undang Dihapus.
membatalkan
ini mulai berlaku:
ketentuan Pasal
a. ketentuan Pasal 50 ayat 50 ayat (3)
(1) dan ayat (3) huruf a, huruf a jo.
huruf f, huruf g, huruf h, Pasal 78 ayat
huruf j, serta huruf k; dan (2) UU No.
41/1999
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
b. ketentuan Pasal 78 ayat tentang
(1) mengenai ketentuan Kehutanan,
pidana terhadap Pasal 50 yang berisi
ayat (1) serta ayat (2) norma larangan
mengenai ketentuan mengerjakan
pidana terhadap Pasal 50 dan atau
ayat (3) huruf a dan huruf menggunakan
b, ayat (6), ayat (7), ayat dan atau
(9), dan ayat (10) dalam menduduki
Undang-Undang Nomor kawasan hutan
41 Tahun 1999 tentang secara tidak
Kehutanan (Lembaran sah.
Negara Republik  Norma larangan
Indonesia Tahun 1999 tersebut
Nomor 167, Tambahan sesungguhnya
Lembaran Negara masih sangat
Republik Indonesia Nomor relevan untuk
3888) sebagaimana telah dapat
diubah dengan Undang- dihidupkan
Undang Nomor 19 Tahun kembali,
2004 tentang Penetapan mengingat
Peraturan Pemerintah banyaknya
Pengganti Undang- kegiatan
Undang Nomor 1 Tahun pengerjaan,
2004 tentang Perubahan penggunaan,
atas Undang-Undang dan
Nomor 41 Tahun 1999 pendudukan
tentang Kehutanan kawasan hutan
menjadi Undang-Undang secara tidak
(Lembaran Negara sah, sehingga
Republik Indonesia Tahun sudah
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
2004 Nomor 86, sepatutnya
Tambahan Lembaran diberikan
Negara Republik sanksi terhadap
Indonesia Nomor 4412) hal tersebut.
dicabut dan dinyatakan  Norma pada
tidak berlaku. Pasal 112 UU
No. 18/2013
menghapus
norma sanksi
yang terdapat
pada Pasal 78
ayat (2) UU No.
41/1999
tentang
Kehutanan atas
pelanggaran
ketentuan Pasal
50 ayat (3)
huruf b yang
berisi larangan
melakukan
perambahan
hutan.
 Norma sanksi
tersebut masih
diperlukan
mengingat
masih
banyaknya
terjadi
perambahan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
kawasan hutan
yang
mengakibatkan
kerusakan
hutan.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG
PERIKANAN
Pasal 35A Pasal 35A Menyesuaikan dengan Sanksi
(1) Kapal perikanan berbendera (3) Pelanggaran terhadap rumusan RUU Cipta Kerja
Indonesia yang melakukan ketentuan penggunaan
penangkapan ikan di anak buah kapal
wilayah pengelolaan dikenakan sanksi
perikanan Negara Republik administratif.
Indonesia wajib (4) Ketentuan lebih lanjut
menggunakan nakhoda dan mengenai jenis, besaran
anak buah kapal denda, tata cara, dan
berkewarganegaraan mekanisme pengenaan
Indonesia. sanksi administratif
(2) Kapal perikanan berbendera sebagaimana dimaksud
asing yang melakukan pada ayat (1) diatur dengan
penangkapan ikan di ZEEI Peraturan Pemerintah.
wajib menggunakan anak
buah kapal
berkewarganegaraan
Indonesia paling sedikit 70%
(tujuh puluh persen) dari
jumlah anak buah kapal.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(3) Pelanggaran terhadap
ketentuan penggunaan anak
buah kapal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
dikenakan sanksi
administratif berupa
peringatan, pembekuan izin,
atau pencabutan izin.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
diatur dalam Peraturan
Menteri.

Pasal 41 Pasal 41 Sanksi


(1) Pemerintah (4) Setiap orang yang memiliki
menyelenggarakan dan dan/atau mengoperasikan
melakukan pembinaan kapal penangkap ikan
pengelolaan pelabuhan dan/atau kapal
perikanan. pengangkut ikan yang
(2) Penyelenggaraan dan tidak melakukan bongkar
pembinaan pengelolaan muat ikan tangkapan di
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pelabuhan perikanan pelabuhan perikanan yang
sebagaimana dimaksud ditetapkan atau pelabuhan
pada ayat (1), Menteri lainnya yang ditunjuk
menetapkan: dikenai sanksi
a. rencana induk administratif.
pelabuhan perikanan
secara nasional;
b. klasifikasi pelabuhan
perikanan;
c. pengelolaan pelabuhan
perikanan;
d. persyaratan dan/atau
standar teknis dalam
perencanaan,
pembangunan,
operasional,
pembinaan, dan
pengawasan pelabuhan
perikanan;
e. wilayah kerja dan
pengoperasian
pelabuhan perikanan
yang meliputi bagian
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
perairan dan daratan
tertentu yang menjadi
wilayah kerja dan
pengoperasian
pelabuhan perikanan;
dan
f. pelabuhan perikanan
yang tidak dibangun
oleh Pemerintah.
(3) Setiap kapal penangkap
ikan dan kapal pengangkut
ikan harus mendaratkan
ikan tangkapan di
pelabuhan perikanan yang
ditetapkan atau pelabuhan
lainnya yang ditunjuk.
(4) Setiap orang yang memiliki
dan/atau mengoperasikan
kapal penangkap ikan
dan/atau kapal pengangkut
ikan yang tidak melakukan
bongkar muat ikan
tangkapan di pelabuhan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
perikanan yang ditetapkan
atau pelabuhan lainnya
yang ditunjuk sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
dikenai sanksi administratif
berupa peringatan,
pembekuan izin, atau
pencabutan izin.
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
diatur dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 89 Pasal 89 Sanksi
Setiap orang yang melakukan Setiap orang yang melakukan
penanganan dan pengolahan penanganan dan pengolahan
ikan yang tidak memenuhi dan ikan yang tidak memenuhi dan
tidak menerapkan persyaratan tidak menerapkan persyaratan
kelayakan pengolahan ikan, kelayakan pengolahan ikan,
sistem jaminan mutu, dan sistem jaminan mutu, dan
keamanan hasil perikanan keamanan hasil perikanan
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pasal 20 ayat (3), dipidana Pasal 20 ayat (3) dikenakan
dengan pidana penjara paling sanksi administratif.
lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah).

Pasal 92 Pasal 92 Sanksi


Setiap orang yang dengan Setiap orang yang dengan
sengaja di wilayah pengelolaan sengaja di wilayah pengelolaan
perikanan Republik Indonesia perikanan Negara Republik
melakukan usaha perikanan Indonesia melakukan usaha
dibidang penangkapan, perikanan yang tidak
pembudidayaan, pengangkutan, memenuhi Perizinan Berusaha
pengolahan, dan pemasaran sebagaimana dimaksud dalam
ikan, yang tidak memiliki SIUP Pasal 26 ayat (1), dipidana
sebagaimana dimaksud dalam dengan pidana penjara paling
Pasal 26 ayat (1), dipidana lama 8 (delapan) tahun dan
dengan pidana penjara paling denda paling banyak
lama 8 (delapan) tahun dan Rp1.500.000.000,00 (satu
denda paling banyak miliar lima ratus juta rupiah).
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar
lima ratus juta rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pasal 93 Pasal 93 Mengubah SIPI menjadi (4) Diusulkan Sanksi
(1) Setiap orang yang memiliki (1) Setiap orang yang memiliki perizinan berusaha, untuk
dan/atau mengoperasikan dan/atau mengoperasikan mengingat setiap jenis menghapus
kapal penangkap ikan kapal penangkap ikan izin diubah menjadi norma “asli”,
berbendera Indonesia berbendera Indonesia perizinan berusaha; karena berupa
melakukan penangkapan melakukan penangkapan administratif
ikan di wilayah pengelolaan ikan di wilayah Sanksi pidana tetap dan dengan
perikanan Negara Republik pengelolaan perikanan dipertahankan dengan proses
Indonesia dan/atau di laut Negara Republik Indonesia pertimbangan izin perizinan skrg,
lepas, yang tidak memiliki dan/atau di laut lepas, berkaitan dengan dengan copian
SIPI sebagaimana dimaksud yang tidak memenuhi pengaturan dan juga telah
dalam Pasal 27 ayat (1), Perizinan Berusaha pengendalian pengelolaan dapat
dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud sumber daya ikan. diperiksa.
penjara paling lama 6 (enam) dalam Pasal 27 ayat (1), Mengingat
tahun dan denda paling dikenai sanksi Perubahan nomenklatur pengeluaran
banyak Rp2.000.000.000,00 administratif berupa pada Pasal 27 ayat (1) dan Perizinan
(dua miliar rupiah). denda paling banyak ayat (2) dari “memiliki” Berusaha
(2) Setiap orang yang memiliki Rp20.000.000.000,00 (dua menjadi “memenuhi”, dan sekarang
dan/atau mengoperasikan puluh miliar rupiah). dalam hal pemenuhan, melalui OSS.
kapal penangkap ikan (2) Setiap orang yang memiliki pelaku pelanggaran dapat
berbendera asing dan/atau mengoperasikan dikenai sanksi
melakukan penangkapan kapal penangkap ikan administratif. Kata tidak
ikan di ZEEI yang tidak berbendera asing memiliki diusulkan untuk
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
memiliki SIPI sebagaimana melakukan penangkapan diubah menjadi belum
dimaksud dalam Pasal 27 ikan di ZEEI yang tidak memenuhi.
ayat (2), dipidana dengan memenuhi Perizinan
pidana penjara paling lama Berusaha sebagaimana
6 (enam) tahun dan denda dimaksud dalam Pasal 27
paling banyak ayat (2), dikenai sanksi
Rp20.000.000.000,00 (dua administratif berupa
puluh miliar rupiah). denda paling banyak
(3) Setiap orang yang Rp20.000.000.000,00 (dua
mengoperasikan kapal puluh miliar rupiah).
penangkap ikan berbendera (3) Setiap orang yang
Indonesia di wilayah mengoperasikan kapal
pengelolaan perikanan penangkap ikan
Negara Republik Indonesia, berbendera Indonesia di
yang tidak membawa SIPI wilayah pengelolaan
asli sebagaimana dimaksud perikanan Negara Republik
dalam Pasal 27 ayat (3), Indonesia, yang tidak
dipidana dengan pidana membawa dokumen
penjara paling lama 6 (enam) Perizinan Berusaha
tahun dan denda paling sebagaimana dimaksud
banyak Rp2.000.000.000,00 dalam Pasal 27 ayat (3),
(dua miliar rupiah). dikenai sanksi
administratif.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(4) Setiap orang yang (4) Setiap orang yang
mengoperasikan kapal mengoperasikan kapal
penangkap ikan berbendera penangkap ikan
asing di ZEEI, yang tidak berbendera asing di ZEEI,
membawa SIPI asli yang tidak membawa
sebagaimana dimaksud dokumen Perizinan
dalam Pasal 27 ayat (3), Berusaha sebagaimana
dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal 27
penjara paling lama 6 (enam) ayat (3), dikenai sanksi
tahun dan denda paling administratif.
banyak (5) Dalam hal pelaku tidak
Rp20.000.000.000,00 (dua melaksanakan kewajiban
puluh miliar rupiah). pemenuhan sanksi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan/atau ayat
(3)dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6
(enam) tahun.
(6) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 94 Pasal 94 Mengubah SIKPI menjadi Sanksi
Setiap orang yang memiliki (1) Setiap orang yang memiliki perizinan berusaha,
dan/atau mengoperasikan kapal dan/atau mengoperasikan mengingat setiap jenis
pengangkut ikan di wilayah kapal pengangkut ikan di izin diubah menjadi
pengelolaan perikanan Republik wilayah pengelolaan perizinan berusaha;
Indonesia yang melakukan perikanan Negara Republik
pengangkutan ikan atau Indonesia yang melakukan Menambahkan frase
kegiatan yang terkait yang tidak pengangkutan ikan atau “atau ayat (2)”
memiliki SIKPI sebagaimana kegiatan yang terkait yang menyesuaikan dengan
dimaksud dalam Pasal 28 ayat tidak memenuhi Perizinan kewajiban dalam Pasal
(1), dipidana dengan pidana Berusaha sebagaimana 28;
penjara paling lama 5 (lima) dimaksud dalam Pasal 28
tahun dan denda paling banyak ayat (1), dikenai sanksi Sanksi pidana tetap
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar administratif berupa dipertahankan dalam
lima ratus juta rupiah). denda paling banyak rangka
Rp1.500.000.000,00 (satu a. jaminan mutu dan
miliar lima ratus juta keamanan hasil
rupiah). perikanan;
(2) Dalam hal pelaku tidak b. operasional kapal
melaksanakan kewajiban pengangkut ikan
pemenuhan sanksi dapat
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sebagaimana dimaksud meningkatkan
pada ayat (1), ayat (2), ayat eksploitasi
(3), dan/atau ayat terhadap sumber
(3)dipidana dengan pidana daya ikan yang
penjara paling lama 5 dilakukan oleh
(lima) tahun. kapal penangkap
(3) Ketentuan lebih lanjut ikan.
mengenai pengenaan
sanksi administratif Menambahkan ayat baru
sebagaimana dimaksud karena belum mengatur
pada ayat (1) diatur dengan sanksi administratif
Peraturan Pemerintah. terhadap pelanggaran
kewajiban membawa
perizinan berusaha asli.

Pasal 94A Pasal 94A Mengubah SIUP, SIPI, Sanksi


Setiap orang yang memalsukan Setiap orang yang memalsukan dan SIKPI, menjadi
dan/atau menggunakan SIUP, dokumen Perizinan Berusaha, perizinan berusaha,
SIPI, dan SIKPI palsu menggunakan Perizinan mengingat setiap jenis
sebagaimana dimaksud dalam Berusaha palsu, menggunakan izin diubah menjadi
Pasal 28A dipidana dengan Perizinan Berusaha milik kapal perizinan berusaha;
pidana penjara paling lama 7 lain atau orang lain, dan/atau
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(tujuh) tahun dan denda paling menggandakan Perizinan Sanksi pidana tetap
banyak Rp3.000.000.000,00 Berusaha untuk digunakan dipertahankan dengan
(tiga miliar rupiah). oleh kapal lain dan/atau kapal pertimbangan
milik sendiri, sebagaimana a. pemalsuan dokumen
dimaksud dalam Pasal 28A merupakan tindak
dipidana dengan pidana pidana;
penjara paling lama 7 (tujuh) b. penggunaan perizinan
tahun dan denda paling banyak berusaha palsu,
Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar penggunaan perizinan
rupiah). berusaha milik kapal
lain atau orang lain,
dan/atau
menggandakan
perizinan berusaha
untuk digunakan oleh
kapal lain dan/atau
kapal milik sendiri
dapat meningkatkan
eksploitasi sumber
daya ikan yang tidak
terkendali.
Pasal 95 Pasal 95 Mengubah sanksi pidana Sanksi
menjadi sanksi
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Setiap orang yang membangun, (1) Setiap orang yang administratif dengan
mengimpor, atau memodifikasi membangun, (1) Setiap pertimbangan
kapal perikanan yang tidak orang yang membangun, a. persetujuan untuk
mendapat persetujuan terlebih mengimpor, atau membangun,
dahulu sebagaimana dimaksud memodifikasi kapal mengimpor, atau
dalam Pasal 35 ayat (1), dipidana perikanan yang tidak memodifikasi kapal
dengan pidana penjara paling mendapat persetujuan perikanan bersifat
lama 1 (satu) tahun dan denda terlebih dahulu administratif;
paling banyak Rp600.000.000,00 sebagaimana dimaksud b. membangun,
(enam ratus juta rupiah). dalam Pasal 35 ayat (1) mengimpor, atau
dikenai sanksi memodifikasi kapal
administratif berupa perikanan belum
denda paling banyak Rp mengakibatkan
600.000.000,00 (enam dampak terhadap
ratus juta rupiah). sumber daya ikan;
(2) Dalam hal pelaku tidak dan
melaksanakan kewajiban c. setelah
pemenuhan sanksi membangun,
sebagaimana dimaksud mengimpor, atau
pada ayat (1) dipidana memodifikasi kapal
dengan pidana penjara perikanan masih
paling lama 1 (satu) tahun. diwajibkan untuk
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(3) Ketentuan lebih lanjut memiliki perizinan
mengenai pengenaan berusaha.
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 96 Pasal 96 Mengubah sanksi pidana Sanksi
Setiap orang yang (1) Setiap orang yang menjadi sanksi
mengoperasikan kapal perikanan mengoperasikan kapal administratif dengan
di wilayah pengelolaan perikanan perikanan di wilayah pertimbangan
Republik Indonesia yang tidak pengelolaan perikanan a. pendaftaran kapal
mendaftarkan kapal Republik Indonesia yang perikanan bersifat
perikanannya sebagai kapal tidak mendaftarkan kapal administratif;
perikanan Indonesia perikanannya sebagai b. pendaftaran kapal
sebagaimana dimaksud dalam kapal perikanan Indonesia perikanan belum
Pasal 36 ayat (1), dipidana sebagaimana dimaksud mengakibatkan
dengan pidana penjara paling dalam Pasal 36 ayat (1) dampak terhadap
lama 1 (satu) tahun dan denda dikenai sanksi sumber daya ikan;
paling banyak Rp800.000.000,00 administratif berupa dan
(delapan ratus juta rupiah). denda paling banyak Rp c. kewajiban
800.000.000,00 (delapan pendaftaran kapal
ratus juta rupiah). perikanan masih
harus
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(2) Dalam hal pelaku tidak ditindaklanjuti
melaksanakan kewajiban dengan kewajiban
pemenuhan sanksi memiliki perizinan
sebagaimana dimaksud berusaha.
pada ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara
paling lama 1 (satu) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 97 Pasal 97 1. Mengubah kata izin Sanksi
(1) Nakhoda yang (1) Nakhoda yang menjadi perizinan
mengoperasikan kapal mengoperasikan kapal berusaha,
penangkap ikan berbendera penangkap ikan menyesuaikan dengan
asing yang tidak memiliki berbendera asing yang perubahan jenis izin
izin penangkapan ikan, yang tidak memenuhi Perizinan menjadi perizinan
selama berada di wilayah Berusaha untuk berusaha;
pengelolaan perikanan melakukan penangkapan 2. Menambahkan frase
Republik Indonesia tidak ikan selama berada di “untuk melakukan”,
menyimpan alat wilayah pengelolaan sebagai
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penangkapan ikan di dalam perikanan Republik penyempurnaan
palka sebagaimana Indonesia tidak redaksi;
dimaksud dalam Pasal 38 menyimpan alat 3. Sanksi pidana tetap
ayat (1), dipidana dengan penangkapan ikan di dipertahankan dengan
pidana denda paling banyak dalam palka sebagaimana pertimbangan kapal
Rp500.000.000,00 (lima dimaksud dalam Pasal 38 penangkap ikan
ratus juta rupiah). ayat (1), dipidana dengan berbendera asing
(2) Nakhoda yang pidana denda paling apabila tidak
mengoperasikan kapal banyak Rp500.000.000,00 menyimpan alat
penangkap ikan berbendera (lima ratus juta rupiah). penangkapan ikan di
asing yang telah memiliki (2) Nakhoda yang dalam palka maka alat
izin penangkapan ikan mengoperasikan kapal penangkapan ikan
dengan 1 (satu) jenis alat penangkap ikan dapat digunakan
penangkapan ikan tertentu berbendera asing yang untuk menangkap
pada bagian tertentu di ZEEI telah memenuhi Perizinan ikan sehingga terjadi
yang membawa alat Berusaha dengan 1 (satu) pencurian sumber
penangkapan ikan lainnya jenis alat penangkapan daya ikan.
sebagaimana dimaksud ikan tertentu pada bagian
dalam Pasal 38 ayat (2), tertentu di ZEEI yang
dipidana dengan pidana membawa alat
denda paling banyak penangkapan ikan lainnya
Rp1.000.000.000,00 (satu sebagaimana dimaksud
miliar rupiah). dalam Pasal 38 ayat (2),
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(3) Nakhoda yang dipidana dengan pidana
mengoperasikan kapal denda paling banyak
penangkap ikan berbendera Rp1.000.000.000,00 (satu
asing yang telah memiliki izin miliar rupiah).
penangkapan ikan, yang tidak (3) Nakhoda yang
menyimpan alat penangkapan mengoperasikan kapal
ikan di dalam palka selama penangkap ikan
berada di luar daerah berbendera asing yang
penangkapan ikan yang telah memenuhi Perizinan
diizinkan di wilayah Berusaha, yang tidak
pengelolaan perikanan menyimpan alat
Republik Indonesia penangkapan ikan di
sebagaimana dimaksud dalam palka selama berada
dalam Pasal 38 ayat (3), di luar daerah
dipidana dengan pidana penangkapan ikan yang
denda paling banyak diizinkan di wilayah
Rp500.000.000,00 (lima ratus pengelolaan perikanan
juta rupiah). Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 ayat (3),
dipidana dengan pidana
denda paling banyak
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Pasal 100B Pasal 100B Menghapus Pasal 27 ayat Sanksi
Dalam hal tindak pidana (1) Dalam hal tindak pidana (3), Pasal 35 ayat (1) dan
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (1), dengan
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 12, Pasal dalam Pasal 8, Pasal 9, pertimbangan
14 ayat (4), Pasal 16 ayat (1), Pasal 12, Pasal 14 ayat (5), menyesuaikan dengan
Pasal 20 ayat (3), Pasal 21, Pasal Pasal 16 ayat (1), Pasal 20 ketentuan Pasal 93 ayat
23 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), ayat (3), Pasal 21, Pasal 23 (3), Pasal 95, dan Pasal 96
Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat ayat (1), Pasal 28 ayat (1), yang mengubah sanksi
(3), Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 Pasal 28 ayat (3), Pasal 38, pidana menjadi sanksi
ayat (3), Pasal 35 ayat (1), Pasal Pasal 42 ayat (3), atau administratif;
36 ayat (1), Pasal 38, Pasal 42 Pasal 55 ayat (1) yang
ayat (3), atau Pasal 55 ayat (1) dilakukan oleh nelayan Sanksi pidana tetap
yang dilakukan oleh nelayan kecil dan/atau pembudi dipertahankan karena
kecil dan/atau pembudi daya- daya-ikan kecil, dikenai terkait dengan
ikan kecil dipidana dengan sanksi administratif kelestarian sumber daya
pidana penjara paling lama 1 berupa denda paling ikan dan lingkungannya,
(satu) tahun atau denda paling banyak Rp 250.000.000,00 namun perlu dibedakan
banyak Rp250.000.000,00 (dua (dua ratus lima puluh juta sanksi pidana bagi
ratus lima puluh juta rupiah). rupiah). nelayan kecil dan
(2) Dalam hal pelaku tidak pembudi daya ikan kecil.
melaksanakan kewajiban
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pemenuhan sanksi Pasal 26 ayat (1) dan
sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1),
pada ayat (1) dipidana berbicara terkait
dengan pidana penjara pemenuhan Perizinan
paling lama 1 (satu) tahun. Berusaha, sehingga
(3) Ketentuan lebih lanjut diusulkan agar kedua
mengenai pengenaan ayat tersebut dapat
sanksi administratif dipindahkan ke
sebagaimana dimaksud pengaturan sanksi.
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 101 Pasal 101 Sanksi
Dalam hal tindak pidana Dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 84 ayat (1), Pasal 85, Pasal Pasal 84 ayat (1), Pasal 85,
86, Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 86, Pasal 87, Pasal 88,
Pasal 90, Pasal 91, Pasal 92, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91,
Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, dan Pasal 92, Pasal 93 ayat (1) dan
Pasal 96 dilakukan oleh ayat (2), dan Pasal 94 ayat (1)
korporasi, tuntutan dan sanksi dan ayat (3) dilakukan oleh
pidananya dijatuhkan terhadap korporasi, tuntutan dan sanksi
pengurusnya dan pidana pidananya dijatuhkan terhadap
dendanya ditambah 1/3 pengurusnya dan pidana
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(sepertiga) dari pidana yang dendanya ditambah 1/3
dijatuhkan. (sepertiga) dari pidana yang
dijatuhkan.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2009 TENTANG KETENAGALISTRIKAN
Pasal 47 Pasal 47 Ketentuan mengenai
(1) Selain Penyidik (1) Pejabat Penyidik penyidik PPNS
Kepolisian Negara Pegawai Negeri Sipil diakomodir dalam
Republik Indonesia, Tertentu di Lingkungan ketentuan umum
Pejabat Pegawai Negeri Instansi Pemerintah klaster sanksi
Sipil tertentu yang yang lingkup tugas dan
lingkup tugas dan tanggungjawabnya
tanggung jawabnya di dibidang
bidang ketenagalistrikan diberi
ketenagalistrikan diberi wewenang khusus
wewenang khusus sebagai Penyidik
sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang dalam Kitab Undang-
Hukum Acara Pidana Undang Hukum Acara
untuk melakukan Pidana untuk
penyidikan tindak melakukan penyidikan
pidana di bidang tindak pidana.
ketenagalistrikan. (2) Pejabat Pegawai Negeri
(2) Penyidik Pegawai Sipil Tertentu
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi
pada ayat (1) kewenangan untuk:
berwenang: a. meneliti, mencari,
a. melakukan dan
pemeriksaan atas mengumpulkan
kebenaran laporan keterangan
atau keterangan sehubungan
berkenaan dengan dengan tindak
tindak pidana dalam pidana;
kegiatan usaha b. menerima laporan
ketenagalistrikan; atau keterangan
b. melakukan tentang adanya
pemeriksaan tindak pidana;
terhadap setiap c. memanggil orang
orang yang diduga untuk didengar dan
melakukan tindak diperiksa sebagai
pidana dalam saksi dan/atau
kegiatan usaha tersangka tindak
ketenagalistrikan; pidana;
c. memanggil orang d. melakukan
untuk didengar dan penangkapan dan
diperiksa sebagai penahanan
saksi atau tersangka terhadap orang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dalam perkara yang diduga
tindak pidana dalam melakukan tindak
kegiatan usaha pidana;
ketenagalistrikan; e. meminta
d. menggeledah tempat keterangan dan
yang diduga bukti dari orang
digunakan untuk yang diduga
melakukan tindak melakukan tindak
pidana dalam pidana;
kegiatan usaha f. memotret dan/atau
ketenagalistrikan; merekam melalui
e. melakukan media elektronik
pemeriksaan sarana terhadap orang,
dan prasarana barang, pesawat
kegiatan usaha udara, atau hal
ketenagalistrikan yang dapat
dan menghentikan dijadikan bukti
penggunaan adanya tindak
peralatan yang pidana;
diduga digunakan g. memeriksa
untuk melakukan dokumen yang
tindak pidana; terkait dengan
tindak pidana;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
f. menyegel dan/atau h. mengambil sidik
menyita alat jari dan identitas
kegiatan usaha orang;
ketenagalistrikan i. menggeledah
yang digunakan tempat-tempat
untuk melakukan tertentu yang
tindak pidana dicurigai adanya
sebagai alat bukti; tindak pidana;
g. mendatangkan j. menyita benda
tenaga ahli yang yang diduga kuat
diperlukan dalam merupakan barang
hubungannya yang digunakan
dengan pemeriksaan untuk melakukan
perkara tindak tindak pidana;
pidana dalam k. mengisolasi dan
kegiatan usaha mengamankan
ketenagalistrikan; barang dan/atau
dan dokumen yang
h. menangkap dan dapat dijadikan
menahan pelaku sebagai alat bukti
tindak pidana di sehubungan
bidang dengan tindak
ketenagalistrikan pidana;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
berdasarkan l. mendatangkan
peraturan saksi ahli yang
perundang- diperlukan dalam
undangan. hubungannya
(3) Penyidik Pegawai dengan
Negeri Sipil pemeriksaan
sebagaimana dimaksud perkara tindak
pada ayat (1) pidana;
memberitahukan m. menghentikan
dimulainya penyidikan proses penyidikan;
perkara pidana kepada n. meminta bantuan
Pejabat Kepolisian polisi Negara
Negara Republik Republik Indonesia
Indonesia sesuai atau instansi lain
dengan ketentuan untuk melakukan
peraturan perundang- penanganan tindak
undangan. pidana; dan
(4) Pelaksanaan o. melakukan
kewenangan tindakan lain
sebagaimana dimaksud menurut hukum
pada ayat (2) dilakukan yang berlaku.
sesuai dengan (3) Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
ketentuan peraturan Tertentu sebagaimana
perundang-undangan. dimaksud pada ayat (2)
berada di bawah
koordinasi dan
pengawasan Penyidik
Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada Penuntut Umum
dengan tembusan
kepada pejabat Polisi
Negara Republik
Indonesia.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu dapat meminta
bantuan kepada aparat
penegak hukum.
Pasal 48 Pasal 48

(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang


melanggar ketentuan melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (3), dalam Pasal 16 ayat (3),
Pasal 17 ayat (3), Pasal Pasal 17 ayat (3), Pasal
27 ayat (2), Pasal 28, 27 ayat (2), Pasal 28,
Pasal 33 ayat (3), Pasal Pasal 30 ayat (1), Pasal
35, Pasal 37, Pasal 42, 33 ayat (3), Pasal 35,
atau Pasal 45 ayat (3) Pasal 37, Pasal 42, atau
dikenai sanksi Pasal 45 ayat (3) dikenai
administratif berupa: sanksi administratif.
a. teguran tertulis; (2) Ketentuan lebih lanjut
mengenai jenis dan tata
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
b. pembekuan cara pengenaan sanksi
kegiatan sementara; administratif
dan/atau sebagaimana dimaksud
c. pencabutan izin pada ayat (1) diatur
usaha. dengan Peraturan
(2) Sanksi administratif Pemerintah.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
ditetapkan oleh
Menteri, gubernur,
atau bupati/walikota
sesuai dengan
kewenangannya.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah
Pasal 49 Pasal 49 Setiap pelanggaran
administratif akan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang dikenakan sanksi berhubungan
melakukan usaha melakukan usaha administratif. Bagi dengan
penyediaan tenaga penyediaan tenaga Pelaku Usaha dihindari kepentingan
listrik untuk listrik untuk pengenaan pidana masyarakat (+),
kepentingan umum kepentingan umum penjara namun pidana high risk – terkait
tanpa izin sebagaimana tanpa Perizinan denda dalam hal keselamatan
dimaksud dalam Pasal Berusaha sebagaimana Pelaku Usaha tidak manusia (+),
19 ayat (2) dipidana dimaksud dalam Pasal dapat membayar pembangkit
dengan pidana penjara 19 ayat (2) dipidana sanksi denda, maka merupakan obyek
paling lama 3 (tiga) dengan pidana penjara dapat dikenakan vital nasional (+)
tahun dan denda paling paling lama 3 (tiga) pidana denda.
banyak tahun dan denda paling high risk – terkait
Rp2.000.000.000,00 banyak Ditambahkan dalam keselamatan
(dua miliar rupiah). Rp2.000.000.000,00 sanksi administratif manusia (+), izin
(2) Setiap orang yang (dua miliar rupiah). (Pasal 48) operasi hanya
melakukan usaha (2) Setiap orang yang Izin Operasi diwajibkan untuk pembangkit
penyediaan tenaga melakukan usaha untuk pembangkit kapasitas besar
listrik tanpa izin penyediaan tenaga listrik dengan yaitu di atas 500
operasi sebagaimana listrik untuk kapasitas lebih dari kVA (+)
dimaksud dalam Pasal kepentingan sendiri 500kVA (setara
22 dipidana dengan yang terhubung dengan melistriki 500 rumah
pidana penjara paling jaringan tenaga listrik @900 kVA), sedangkan kemudahan
lama 5 (lima) tahun dan (on grid) tanpa Perizinan kapasitas pembangkit berusaha (+),
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
denda paling banyak Berusaha sebagaimana kurang dari 500 kVA pelanggaran
Rp4.000.000.000,00 dimaksud dalam Pasal cukup laporan. dilakukan oleh
(empat miliar rupiah). 22 dipidana dengan Pemilik pembangkit pemegang izin
(3) Setiap orang yang pidana denda paling untuk kepentingan operasi sehingga
menjual kelebihan tenaga banyak sendiri juga berpotensi lebih sesuai
listrik untuk Rp4.000.000.000,00 mempengaruhi kepada berupa sanksi
dimanfaatkan bagi (empat miliar rupiah). rumah di sekitar administratif (+)
kepentingan umum (3) Setiap orang yang maupun keandalan
tanpa persetujuan dari menjual kelebihan sistem PLN.
Pemerintah atau tenaga listrik untuk
pemerintah daerah dimanfaatkan bagi
sebagaimana dimaksud kepentingan umum
dalam Pasal 23 ayat (3) tanpa persetujuan dari
dipidana dengan pidana Pemerintah atau
penjara paling lama 2 pemerintah daerah
(dua) tahun dan denda sebagaimana dimaksud
paling banyak dalam Pasal 23 ayat (3)
Rp2.000.000.000,00 (dua dipidana dengan pidana
miliar rupiah). denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).
Pasal 50 Pasal 50
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(1) Setiap orang yang tidak (1) Setiap orang yang tidak akan dimasukkan ke high risk - terkait
memenuhi memenuhi keselamatan dalam Pasal Sapu keselamatan
keselamatan ketenagalistrikan Jagat manusia (+),
ketenagalistrikan memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pidana (+)
dalam Pasal 44 ayat (1)
dalam Pasal 44 ayat (1)
yang mengakibatkan yang mengakibatkan
matinya seseorang matinya seseorang
karena tenaga listrik karena tenaga listrik
dipidana dengan dipidana dengan pidana
pidana penjara paling
penjara paling lama 10
lama 10 (sepuluh)
(sepuluh) tahun dan
tahun dan denda paling
banyak denda paling banyak

Rp500.000.000,00 Rp500.000.000,00 (lima


(lima ratus juta rupiah). ratus juta rupiah).
(2) Apabila perbuatan (2) Apabila perbuatan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan
pada ayat (1) dilakukan
oleh pemegang izin
oleh pemegang
usaha penyediaan
tenaga listrik atau Perizinan Berusaha
pemegang izin operasi penyediaan tenaga
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dipidana dengan listrik atau pemegang
pidana penjara paling Perizinan Berusaha
lama 10 (sepuluh) dipidana dengan pidana
tahun dan denda paling
penjara paling lama 10
banyak
(sepuluh) tahun dan
Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah). denda paling banyak
(3) Selain pidana Rp1.000.000.000,00
sebagaimana dimaksud (satu miliar rupiah).
pada ayat (2), (3) Selain pidana
pemegang izin usaha
sebagaimana dimaksud
penyediaan tenaga
pada ayat (2), pemegang
listrik atau pemegang
izin operasi juga Perizinan Berusah

diwajibkan untuk penyediaan tenaga


memberi ganti rugi listrik atau pemegang
kepada korban. izin operasi juga
(4) Penetapan dan tata cara diwajibkan untuk
pembayaran ganti rugi
memberi ganti rugi
sebagaimana dimaksud
kepada korban.
pada ayat (3)
dilaksanakan sesuai (4) Penetapan dan tata cara
dengan ketentuan pembayaran ganti rugi
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
peraturan sebagaimana dimaksud
perundangundangan. pada ayat (3)
dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan
peraturan
perundangundangan.

Pasal 52 Pasal 52
(1) Setiap orang yang Dihapus. Ditambahkan dalam kemudahan
melakukan usaha sanksi administratif berusaha (+),
penyediaan tenaga (Pasal 48) perlu pengawasan
listrik yang tidak yang ketat (-)
memenuhi kewajiban Ditambahkan dalam kemudahan
terhadap yang berhak sanksi administratif berusaha (+)
atas tanah, bangunan, (Pasal 48)
dan tanaman
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
denda paling banyak
Rp3.000.000.000,00
(tiga miliar rupiah).
(2) Selain pidana
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat
dikenai sanksi
tambahan berupa
pencabutan izin usaha
penyediaan tenaga
listrik atau izin operasi.
Pasal 54 Pasal 54
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang Sesuai Putusan MK No. high risk – terkait
mengoperasikan mengoperasikan 58/PUU-XII/2014, keselamatan
instalasi tenaga listrik instalasi tenaga listrik sanksi pidana penjara manusia (+),
tanpa sertifikat laik tanpa sertifikat laik tidak mempunyai sesuai Putusan
operasi sebagaimana operasi sebagaimana kekuatan hukum MK No. 58/PUU-
dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal mengikat sehingga XII/2014 tetap
44 ayat (4) dipidana 44 ayat (4) dikenai dihapus merupakan sanksi
dengan pidana penjara pidana penjara paling pidana berupa
paling lama 5 (lima) lama 5 (lima) tahun dan denda (+)
tahun dan denda paling denda paling banyak Rp
banyak
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Rp500.000.000,00 500.000.000,00 (lima Sesuai Putusan MK No. kemudahan
(lima ratus juta rupiah). ratus juta rupiah). 58/PUU-XII/2014 berusaha (+)
(2) Setiap orang yang (2) Ketentuan sanksi Redaksi
memproduksi, pidana sebagaimana “memproduksi”, high risk –
mengedarkan, atau dimaksud pada ayat (1) karena belum peralatan dan
memperjualbelikan tidak berlaku untuk menimbulkan dampak pemanfaatan
peralatan dan instalasi listrik rumah K3L maupun tenaga listrik yang
pemanfaat tenaga tangga masyarakat. keselamatan orang. tidak sesuai
listrik yang tidak sesuai (3) Setiap orang yang Akan tetapi pada saat standar dapat
dengan standar mengedarkan, atau akan diedarkan (harus membahayakan
nasional Indonesia memperjualbelikan melakukan keselamatan jiwa
sebagaimana dimaksud peralatan dan pengurusan surat izin manusia (+)
dalam Pasal 44 ayat (5) pemanfaat tenaga listrik edar) dan tidak sesuai
dipidana dengan yang tidak sesuai dengan SNI, maka
pidana penjara paling dengan standar produk tersebut tidak
lama 5 (lima) tahun dan nasional Indonesia dapat diedarkan,
denda paling banyak sebagaimana dimaksud apabila diketahui
Rp5.000.000.000,00 dalam Pasal 44 ayat (5) pelaku usaha tetap
(lima miliar rupiah). dikenakan sanksi mengedarkan maka
administratif. akan dikenakan sanksi
pidana sesuai
ketentuan peraturan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
perundang-undangan
(KUHP).
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN
Pasal 41 Pasal 41 Pemanfaatan tenaga Kemungkinan
(1) Barangsiapa (1) Barang siapa membangun, nuklir yang memiliki keteledoran personil
membangun, mengoperasikan, resiko bahaya tinggi dalam kegiatan
mengoperasikan, atau memanfaatkan dan/atau adalah terkait dengan pembangunan
melakukan melakukan dekomisioning penggunaan zat ketenaganukliran.
dekomisioning reaktor reaktor nuklir tanpa radioaktif (bahan nuklir
nuklir tanpa izin perizinan sebagaimana dan/atau sumber Cara Mengatasi:
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 17 radioaktif). Untuk Terkait dengan
dalam Pasal 17 ayat (2) ayat (2) dipidana dengan tahapan pembangunan penyederhanaan
dipidana dengan pidana pidana penjara paling lama instalasi (reaktor) nuklir perizinan dalam
penjara paling lama 15 15 (lima belas) tahun dan terdiri dari penentuan kebijakan
(lima belas) tahun dan denda paling banyak tapak, konstruksi, Omnibuslaw, maka
denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu komisioning, operasi dan kegiatan yang
Rp.1.000.000.000,00 miliar rupiah) dekomisioning. Pada memiliki potensi
(satu miliar rupiah) (2) Barang siapa melakukan tahap tapak dan bahaya tinggi yang
(2) Barangsiapa melakukan perbuatan sebagaimana konstruksi belum perlu diberlakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 menggunakan bahan rezim perizinan,
dimaksud pada ayat (1) ayat (2) yang menimbulkan nuklir sehingga risiko untuk kegiatan lain
yang menimbulkan kerugian nuklir dipidana yang ditimbulkan masih diperlukan
kerugian nuklir dipidana dengan pidana penjara terkait dengan penerapan
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana kecelakaan kerja. Untuk pesyaratan dan
seumur hidup atau penjara paling lama 20 (dua tahap komisioning, standar yang ketat.
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
pidana penjara paling puluh) tahun atau denda operasi dan Untuk menjamin
lama 20 (dua puluh) paling banyak Rp. dekomisioning memiliki keselamatan dan
tahun dan denda paling 5.000.000.000,00 (lima potensi bahaya yang keamanan
banyak Rp. miliar rupiah). tinggi karena terkait masyarakat dan
1.000.000.000,00 (satu (3) Dalam hal tidak mampu penggunaan bahan lingkungan, perlu
miliar rupiah). membayar denda nuklir. Perizinan yang pengawasan yang
(3) Dalam hal tidak mampu sebagaimana dimaksud diperlukan terkait ketat melalui inspeksi
membayar denda pada ayat (1) dan ayat (2), dengan kebijakan baik secara setiap
sebagaimana dimaksud terpidana dipidana dengan Omnibuslaw pada saat saat maupun secara
pada ayat (1) dan ayat kurungan paling lama 1 penggunaan bahan berkala, untuk
(2), terpidana dipidana (satu) tahun. nuklirnya. Untuk memastikan
dengan kurungan paling tahapan kegiatannya persyaratan dan
lama 1 (satu) tahun. perlu persyaratan standar telah
keselamatan dan diterapkan dengan
keamanan nuklir serta benar.
standar yang ketat dan
perizinan yang
diterbitkan
disederhanankan pada
saat permohonan izin
penggunaan zat
radioaktif (bahan nuklir
dan/atau sumber
radioaktif) untuk
keperluan pengoperasian
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
instalasi (reactor) nuklir.
Untuk menjamin
keselamatan dan
keamanan masyarakat
dan lingkungan
diperlukan pengawasan
(inspeksi) yang ketat
yang dilakukan setiap
saat atau secara berkala
untuk memastikan
bahwa pembangunan,
komisioning,
pengoperasian dan
dekomisioning instalasi
(reaktor) nuklir telah
memenuhi persyaratan
dan standar keselamatan
dan keamanan nuklir,
Bagi Pelaku Usaha
dikenai sanksi
administratif, yang
termasuk juga sanksi
denda dan pencabutan
perizinan yang dapat
dirinci di PP. Bagi Pelaku
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Usaha pengenaan pidana
penjara dinilai tidak
efektif,
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(1) UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI
Pasal 25 Pasal 25 Menambahkan sanksi Usaha preventif
(1) Pemerintah dapat (1) Pemerintah dapat administratif berupa dari Pemerintah
menyampaikan teguran memberikan sanksi denda agar Badan Usaha
tertulis, menangguhkan administratif terhadap: pemegang Izin
kegiatan, membekukan a. pelanggaran salah Catatan KESDM: untuk Usaha Hilir
kegiatan, atau mencabut satu persyaratan penguatan pengawasan mematuhi dan
Izin Usaha sebagaimana yang tercantum dengan menambahkan melaksanakan
dimaksud dalam Pasal dalam Perizinan jenis sanksi hak dan
23 berdasarkan: Berusaha; administratif kewajibannya
a. pelanggaran terhadap b. Tidak memenuhi sesuai dengan Izin
salah satu persyaratan yang Sanksi administratif Usaha Hilir yang
persyaratan yang ditetapkan akan diatur pada PP dimiliki
tercantum dalam Izin berdasarkan secara rinci termasuk
Usaha; Undang-Undang ini. nominal dan tata cara
b. pengulangan (2) Ketentuan lebih lanjut pengenaannya.
pelanggaran atas mengenai tata cara
persyaratan Izin pengenaan Sanksi
Usaha; administratif
c. Tidak memenuhi sebagaimana dimaksud
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
persyaratan yang pada ayat (1) diatur
ditetapkan dengan Peraturan
berdasarkan Undang- Pemerintah.
Undang ini.
(2) Sebelum melaksanakan
pencabutan Izin Usaha
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1),
Pemerintah terlebih
dahulu memberikan
kesempatan selama
jangka waktu tertentu
kepada Badan Usaha
untuk meniadakan
pelanggaran yang telah
dilakukan atau
pemenuhan persyaratan
yang ditetapkan.
Pasal 50 Pasal 50 AKAN DIAKOMODIR DI
(1) Selain Penyidik Pejabat (1) Pejabat Penyidik PASAL UMUM SANKSI
Polisi Negara Republik Pegawai Negeri Sipil TERKAIT
Indonesia, Pejabat Tertentu di Lingkungan KEWENANGAN PPNS,
Pegawai Negeri Sipil Instansi Pemerintah TERKAIT ALUR
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
tertentu di lingkungan yang lingkup tugas dan KERJASAMA DENGAN
departemen yang lingkup tanggungjawabnya POLRI AKAN DIATUR
tugas dan tanggung meliputi kegiatan usaha DIDALAM PP.
jawabnya meliputi Minyak dan Gas Bumi
kegiatan usaha Minyak diberi wewenang
dan Gas Bumi diberi khusus sebagai
wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai Negeri
Penyidik sebagaimana Sipil sebagaimana
dimaksud dalam Kitab
dimaksud dalam Undang-
Undang-Undang
Undang Nomor 8 Tahun
Hukum Acara Pidana
1981 tentang Hukum
untuk melakukan
Acara Pidana untuk
penyidikan tindak
melakukan penyidikan
pidana.
tindak pidana dalam
(2) Pejabat Pegawai Negeri
kegiatan usaha Minyak Sipil Tertentu
dan Gas Bumi. sebagaimana dimaksud
(2) Penyidik Pegawai Negeri pada ayat (1) diberi
Sipil sebagaimana kewenangan untuk:
dimaksud dalam ayat (1) a. meneliti, mencari,
berwenang: dan mengumpulkan
a. melakukan keterangan
pemeriksaan atas sehubungan
kebenaran laporan dengan tindak
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
atau keterangan yang pidana;
diterima berkenaan b. menerima laporan
dengan tindak pidana atau keterangan
dalam kegiatan usaha tentang adanya
Minyak dan Gas Bumi; tindak pidana;
b. melakukan c. memanggil orang
pemeriksaan terhadap untuk didengar dan
orang atau badan yang diperiksa sebagai
saksi dan/atau
diduga melakukan
tersangka tindak
tindak pidana dalam
pidana;
kegiatan usaha Minyak
d. melakukan
dan Gas Bumi;
penangkapan dan
c. Minyak dan Gas Bumi;
penahanan
d. menggeledah tempat
terhadap orang
dan/atau sarana yang yang diduga
diduga digunakan melakukan tindak
untuk melakukan pidana;
tindak pidana dalam e. meminta
kegiatan usaha Minyak keterangan dan
dan Gas Bumi; bukti dari orang
e. melakukan yang diduga
pemeriksaan sarana melakukan tindak
dan prasarana pidana;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
kegiatan usaha Minyak f. memotret dan/atau
dan Gas Bumi dan merekam melalui
menghentikan media elektronik
penggunaan peralatan terhadap orang,
yang diduga barang, pesawat
digunakan untuk udara, atau hal
melakukan tindak yang dapat
pidana; dijadikan bukti
adanya tindak
f. menyegel dan/atau
pidana;
menyita alat kegiatan
g. memeriksa
usaha Minyak dan Gas
dokumen yang
Bumi yang digunakan
terkait dengan
untuk melakukan
tindak pidana;
tindak pidana sebagai
h. mengambil sidik
alat bukti; jari dan identitas
g. mendatangkan orang orang;
ahli yang diperlukan i. menggeledah
dalam hubungannya tempat-tempat
dengan pemeriksaan tertentu yang
perkara tindak pidana dicurigai adanya
dalam kegiatan usaha tindak pidana;
Minyak dan Gas Bumi; j. menyita benda yang
h. menghentikan diduga kuat
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penyidikan perkara merupakan barang
tindak pidana dalam yang digunakan
kegiatan usaha Minyak untuk melakukan
dan Gas Bumi. tindak pidana;
(3) Pegawai Negeri Sipil k. mengisolasi dan
sebagaimana dimaksud mengamankan
dalam ayat (1) barang dan/atau
memberitahukan dokumen yang
dapat dijadikan
dimulainya penyidikan
sebagai alat bukti
perkara pidana kepada
sehubungan
Pejabat Polisi Negara
dengan tindak
Penyidik Republik
pidana;
Indonesia sesuai dengan
l. mendatangkan
ketentuan peraturan
saksi ahli yang
perundang-undangan diperlukan dalam
yang berlaku. hubungannya
(4) Penyidik sebagaimana dengan
dimaksud dalam ayat (1) pemeriksaan
wajib menghentikan perkara tindak
penyidikannya dalam hal pidana;
peristiwa sebagaimana m. menghentikan
dimaksud dalam ayat (2) proses penyidikan;
huruf a tidak terdapat n. meminta bantuan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
cukup bukti dan/atau polisi Negara
peristiwanya bukan Republik Indonesia
merupakan tindak atau instansi lain
pidana. untuk melakukan
(5) Pelaksanaan kewenangan penanganan tindak
sebagaimana dimaksud pidana; dan
dalam ayat (2) dilakukan o. melakukan
sesuai dengan ketentuan tindakan lain
menurut hukum
peraturan perundang-
yang berlaku.
undangan yang berlaku,
(3) Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
berada di bawah
koordinasi dan
pengawasan Penyidik
Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
memberitahukan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada Penuntut
Umum dengan
tembusan kepada
pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu dapat meminta
bantuan kepada aparat
penegak hukum.

Pasal 53 Pasal 53 Usaha preventif


"Setiap orang yang (1) Setiap orang yang dari Pemerintah
melakukan : melakukan kegiatan dalam rangka
a. Pengolahan sebagaimana Usaha Hilir tanpa mencegah
dimaksud dalam Pasal 23 Perizinan Berusaha masyarakat
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
tanpa Izin Usaha dikenai sanksi melakukan
Pengolahan dipidana administratif berupa kegiatan usaha
dengan pidana penjara denda paling tinggi hilir migas tanpa
paling lama 5 (lima) tahun Rp60.000.000.000,00 Izin Usaha Hilir
dan denda paling tinggi (enam puluh miliar
Rp50.000.000.000,00 rupiah);
(lima puluh miliar (2) Dalam hal pelaku tidak
rupiah); melaksanakan
b. Pengangkutan kewajiban pemenuhan
sebagaimana dimaksud sanksi sebagaimana
dalam Pasal 23 tanpa Izin dimaksud pada ayat (1),
Usaha Pengangkutan dipidana dengan pidana
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
penjara paling lama 4 (lima) tahun;
(empat) tahun dan denda (3) Ketentuan lebih lanjut
paling tinggi mengenai pengenaan
Rp40.000.000.000,00 sanksi administratif
(empat puluh miliar sebagaimana dimaksud
rupiah); pada ayat (1) diatur
c. Penyimpanan dengan Peraturan
sebagaimana dimaksud Pemerintah.
dalam Pasal 23 tanpa Izin
Usaha Penyimpanan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda
paling tinggi
Rp30.000.000.000,00
(tiga puluh miliar rupiah);
d. Niaga sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23
tanpa Izin Usaha Niaga
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan denda
paling tinggi
Rp30.000.000.000,00
(tiga puluh miliar
rupiah)."
Pasal 55 Pasal 55 Penjelasan: Dalam
Setiap orang
yang Setiap orang yang ketentuan ini yang
menyalahgunakan menyalahgunakan dimaksudkan dengan
Pengangkutan dan/atau
Pengangkutan dan/atau menyalahgunakan
Niaga Bahan Bakar Minyak,
Niaga Bahan Bakar Minyak bahan bakar gas, dan/atau adalah kegiatan yang
yang disubsidi Pemerintah liquefied petroleum gas bertujuan untuk
dipidana dengan pidana yang disubsidi Pemerintah memperoleh
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penjara paling lama 6 dipidana dengan pidana keuntungan
(enam) tahun dan denda penjara paling lama 6 perseorangan atau
(enam) tahun dan denda
paling tinggi badan usaha dengan
paling tinggi
Rp60.000.000.000,00 (enam Rp60.000.000.000,00 cara yang merugikan
puluh miliar rupiah). (enam puluh miliar rupiah). kepentingan
masyarakat banyak
dan negara seperti
antara lain kegiatan
pengoplosan Bahan
Bakar Minyak,
penyimpangan alokasi
Bahan Bakar Minyak,
bahan bakar gas,
dan/atau liquefied
petroleum gas,
Pengangkutan dan
Penjualan Bahan
Bakar Minyak, bahan
bakar gas, dan/atau
liquefied petroleum gas
ke luar negeri.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI
Pasal 40 Pasal 40
(1) Badan Usaha pemegang (1) Badan Usaha pemegang
Izin Panas Bumi yang Perizinan Berusaha
tidak memenuhi atau terkait Panas Bumi
melanggar ketentuan yang melanggar atau
sebagaimana dimaksud tidak memenuhi
dalam Pasal 26 ayat (2), ketentuan sebagaimana
Pasal 27 ayat (1) dan ayat dimaksud dalam Pasal
(3), Pasal 31 ayat (3), 26 ayat (2), Pasal 27
dan/atau Pasal 32 ayat ayat (1) dan ayat (3),
(2) dikenai sanksi Pasal 31 ayat (3),
administratif. dan/atau Pasal 32 ayat
(2) Sanksi administratif (2) dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud administratif.
pada ayat (1) berupa: a. (2) Ketentuan lebih lanjut
peringatan tertulis; b. mengenai tata cara
penghentian sementara pengenaan sanksi
seluruh kegiatan administratif
Eksplorasi, Eksploitasi, sebagaimana dimaksud
atau pemanfaatan; pada ayat (1) diatur
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dan/atau c. pencabutan dengan Peraturan
Izin Panas Bumi. Pemerintah
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dalam Peraturan
Pemerintah
Pasal 50 Pasal 50
(1) Setiap Orang pemegang (1) Setiap orang Pemegang
Izin Pemanfaatan Perizinan Berusaha
Langsung yang tidak terkait Pemanfaatan
memenuhi atau Langsung yang tidak
melanggar ketentuan memenuhi atau
sebagaimana dimaksud melanggar ketentuan
dalam Pasal 48 huruf b, sebagaimana dimaksud
huruf c, huruf d, dalam Pasal 48 huruf b,
dan/atau Pasal 49 ayat huruf c, dan huruf d
(1) dikenai sanksi dan/atau Pasal 49 ayat
administratif. (1) dikenai sanksi
administratif.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(2) Sanksi administratif (2) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud mengenai tata cara
pada ayat (1) berupa: a. pengenaan sanksi
peringatan tertulis; b. administratif
penghentian sementara sebagaimana dimaksud
seluruh kegiatan pada ayat (1) diatur
pengusahaan Panas dengan Peraturan
Bumi untuk Pemerintah.
Pemanfaatan Langsung;
dan/atau c. pencabutan
Izin Pemanfaatan
Langsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 56 Pasal 56
(1) Badan Usaha pemegang (1) Badan Usaha pemegang
Izin Panas Bumi yang Perizinan Berusaha
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
tidak memenuhi atau terkait Panas Bumi
melanggar ketentuan yang melanggar atau
sebagaimana dimaksud tidak memenuhi
dalam Pasal 52 ayat (1) ketentuan sebagaimana
huruf b, huruf c, huruf d, dimaksud dalam Pasal
huruf g, huruf h, huruf i, 52 ayat (1) huruf b,
dan huruf j, Pasal 53 ayat huruf c, huruf d, huruf
(1), dan/atau Pasal 54 g, huruf h, huruf i, dan
ayat (1) dan ayat (4) huruf j, Pasal 53 ayat
dikenai sanksi (1), dan/atau Pasal 54
administratif. ayat (1) dan ayat (4)
(2) Sanksi administratif dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud administratif.
pada ayat (1) berupa: a. (2) Ketentuan lebih lanjut
peringatan tertulis; b. mengenai tata cara
penghentian sementara pengenaan sanksi
seluruh kegiatan administratif
Eksplorasi, Eksploitasi, sebagaimana dimaksud
dan pemanfaatan; pada ayat (1) diatur
dan/atau c. pencabutan dengan Peraturan
Izin Panas Bumi. Pemerintah.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 66 Pasal 66 Dipindahkan ke PASAL
(1) Selain Penyidik Pejabat (1) Pejabat Penyidik SANKSI UMUM
Polisi Negara Republik Pegawai Negeri Sipil TERKAIT
Indonesia, pejabat Tertentu di Lingkungan KEWENANGAN PPNS.
pegawai negeri sipil Instansi Pemerintah TERKAIT PENGATURAN
tertentu yang lingkup yang lingkup tugas dan ALUR KERJASAMA
tugas dan tanggung tanggungjawabnya PPNS DAN POLRI DAPAT
jawabnya meliputi dibidang pengusahaan DIATUR DI PP.
pengusahaan Panas Bumi Panas Bumi diberi
diberi wewenang khusus wewenang khusus
sebagai penyidik pegawai sebagai Penyidik
negeri sipil sebagaimana Pegawai Negeri Sipil
dimaksud dalam undang- sebagaimana dimaksud
undang yang mengatur dalam Kitab Undang-
mengenai hukum acara Undang Hukum Acara
pidana untuk melakukan Pidana untuk
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penyidikan sesuai dengan melakukan penyidikan
Undang-Undang ini. tindak pidana.
(2) Penyidik pegawai negeri (2) Pejabat Pegawai Negeri
sipil sebagaimana Sipil Tertentu
dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud
berwenang: a. melakukan pada ayat (1) diberi
pemeriksaan atas kewenangan untuk:
kebenaran laporan atau a. meneliti, mencari, dan
keterangan yang diterima mengumpulkan
berkenaan dengan tindak keterangan
pidana dalam sehubungan dengan
pengusahaan Panas Bumi; tindak pidana;
b. melakukan b. menerima laporan
pemeriksaan terhadap atau keterangan
orang atau badan yang tentang adanya
diduga melakukan tindak tindak pidana;
pidana dalam c. memanggil orang
pengusahaan Panas Bumi; untuk didengar dan
c. memanggil orang untuk diperiksa sebagai
didengar dan diperiksa saksi dan/atau
sebagai saksi atau tersangka tindak
tersangka dalam perkara pidana;
tindak pidana
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pengusahaan Panas Bumi; d. melakukan
d. menggeledah tempat penangkapan dan
dan/atau sarana yang penahanan terhadap
diduga digunakan untuk orang yang diduga
melakukan tindak pidana melakukan tindak
dalam pengusahaan pidana;
Panas Bumi; e. melakukan e. meminta keterangan
pemeriksaan sarana dan dan bukti dari orang
prasarana pengusahaan yang diduga
Panas Bumi dan melakukan tindak
menghentikan pidana;
penggunaan peralatan f. memotret dan/atau
yang diduga digunakan merekam melalui
untuk melakukan tindak media elektronik
pidana; f. menyegel terhadap orang,
dan/atau menyita alat barang, pesawat
pengusahaan Panas Bumi udara, atau hal yang
yang digunakan untuk dapat dijadikan bukti
melakukan tindak pidana adanya tindak
sebagai alat bukti; g. pidana;
mendatangkan orang ahli g. memeriksa dokumen
yang diperlukan dalam yang terkait dengan
hubungannya dengan tindak pidana;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pemeriksaan perkara h. mengambil sidik jari
tindak pidana dalam dan identitas orang;
pengusahaan Panas Bumi; i. menggeledah tempat-
dan h. menghentikan tempat tertentu yang
penyidikan perkara tindak dicurigai adanya
pidana dalam tindak pidana;
pengusahaan Panas Bumi. j. menyita benda yang
(3) Penyidik pegawai negeri diduga kuat
sipil sebagaimana merupakan barang
dimaksud pada ayat (1) yang digunakan
dan ayat (2) dalam untuk melakukan
pelaksanaan penyidikan tindak pidana;
wajib berkoordinasi dan k. mengisolasi dan
melaporkan basil mengamankan
penyidikannya kepada barang dan/atau
Pejabat Polisi Negara dokumen yang dapat
Republik Indonesia sesuai dijadikan sebagai alat
dengan ketentuan bukti sehubungan
peraturan perundang- dengan tindak
undangan. pidana;
(4) Penyidik pegawai negeri l. mendatangkan saksi
sipil sebagaimana ahli yang diperlukan
dimaksud pada ayat (1) dalam hubungannya
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
wajib menghentikan dengan pemeriksaan
penyidikannya dalam hal perkara tindak
peristiwa sebagaimana pidana;
dimaksud pada ayat (2) m. menghentikan proses
huruf a tidak terdapat penyidikan;
cukup bukti dan/atau n. meminta bantuan
peristiwanya bukan polisi Negara Republik
merupakan tindak pidana. Indonesia atau
(5) Pelaksanaan kewenangan instansi lain untuk
sebagaimana dimaksud melakukan
pada ayat (2) dilakukan penanganan tindak
sesuai dengan ketentuan pidana; dan
peraturan perundang- o. melakukan tindakan
undangan. lain menurut hukum
yang berlaku.
1. Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) berada di bawah
koordinasi dan
pengawasan Penyidik
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Polisi Negara Republik
Indonesia.
2. Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3), memberitahukan
dimulainya
penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian
penyidikan kepada
Penuntut Umum
dengan tembusan
kepada pejabat Polisi
Negara Republik
Indonesia.
3. Dalam melaksanakan
penyidikan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(1), Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
dapat meminta
bantuan kepada
aparat penegak
hukum.

Pasal 67 Pasal 67 Izin Pemanfaatan Mempermudah SETUJU


Setiap Orang yang dengan Setiap Orang yang dengan Langsung diusulkan proses berusaha
sengaja melakukan sengaja melakukan tidak lagi masuk sebagai namun diperlukan
pengusahaan Panas Bumi pengusahaan Panas Bumi Perizinan Berusaha pengawasan yang
untuk Pemanfaatan untuk Pemanfaatan hanya berupa lebih ketat.
Langsung tanpa Izin Langsung tanpa Perizinan pemenuhan NSPK.
Pemanfaatan Langsung Berusaha sebagaimana Ketentuan sanksi diatur
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 11 dalam peraturan
dalam Pasal 11 ayat (1) dipidana dengan pidana pelaksanaan yang
dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) mengatur NSPK
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda Pengusahaan Panas
tahun atau pidana denda paling banyak Bumi untuk
paling banyak Rp6.000.000.000,00 (enam Pemanfaatan Langsung.
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).
miliar rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pasal 68 Pasal 68 Mempermudah
Setiap Orang yang memegang (1) Setiap Orang yang proses berusaha
Izin Pemanfaatan Langsung memegang Perizinan namun diperlukan
yang dengan sengaja Berusaha yang dengan pengawasan yang
melakukan pengusahaan sengaja melakukan lebih ketat.
Panas Bumi untuk pengusahaan Panas
Pemanfaatan Langsung tidak Bumi untuk
pada lokasi yang ditetapkan Pemanfaatan Langsung
dalam Izin sebagaimana tidak pada lokasi yang
dimaksud dalam Pasal 13 ditetapkan dalam
ayat (1) dipidana dengan Perizinan Berusaha
pidana penjara paling lama 2 sebagaimana dimaksud
(dua) tahun 6 (enam) bulan dalam Pasal 11 dikenai
atau pidana denda paling sanksi administratif
banyak Rp7.000.000.000,00 berupa denda paling
(tujuh miliar rupiah). banyak
Rp7.000.000.000,00
(tujuh miliar rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2
(dua) tahun 6 (enam)
bulan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 69 Pasal 69 Mempermudah


Setiap Orang yang memegang (1) Setiap Orang yang proses berusaha
Izin Pemanfaatan Langsung memegang Perizinan namun diperlukan
yang dengan sengaja Berusaha terkait pengawasan yang
melakukan pengusahaan Pemanfaatan Langsung lebih ketat.
Panas Bumi yang tidak yang dengan sengaja
sesuai dengan melakukan
peruntukannya sebagaimana pengusahaan Panas
dimaksud dalam Pasal 13 Bumi yang tidak sesuai
ayat (2) dipidana dengan dengan peruntukannya
pidana penjara paling lama 3 sebagaimana dimaksud
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(tiga) tahun atau pidana dalam Pasal 11 dikenai
denda paling banyak sanksi administratif
Rp10.000.000.000,00 berupa denda paling
(sepuluh miliar rupiah). banyak
Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3
(tiga) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 70 Pasal 70 Penghindaran sanksi
pidana dan pemberatan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Badan Usaha pemegang Izin (1) Badan Usaha pemilik sanksi bagi pelaku
Panas Bumi yang dengan Perizinan Berusaha usaha. Sanksi
sengaja melakukan terkait Panas Bumi yang administratif diatur di
Eksplorasi, Eksploitasi, dengan sengaja PP tata cara pengenaan
dan/atau melakukan Eksplorasi, dan kriterianya (dapat
pemanfaatan bukan pada Eksploitasi, dan/atau berupa denda dan
Wilayah Kerja sebagaimana pemanfaatan bukan pencabutan perizinan
dimaksud dalam Pasal 20 pada Wilayah Kerja berusaha). Kewajiban
ayat (2) dipidana dengan sebagaimana dimaksud Pelaku Usaha untuk
pidana penjara paling lama 7 dalam Pasal 20 ayat (2) melakukan pemulihan
(tujuh) tahun atau pidana dikenai sanksi juga telah diatur di pasal
denda paling banyak administratif berupa sapu jagat.
Rp70.000.000.000,00 (tujuh denda paling banyak
puluh Rp70.000.000.000,00
miliar rupiah) (tujuh puluh miliar
rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
dipidana dengan pidana
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penjara paling lama 7
(tujuh) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 71 Pasal 71
Badan Usaha yang dengan (1) Badan Usaha yang
sengaja melakukan dengan sengaja
pengusahaan Panas Bumi melakukan
untuk Pemanfaatan Tidak pengusahaan Panas
Langsung tanpa Izin Panas Bumi untuk
Bumi sebagaimana dimaksud Pemanfaatan Tidak
dalam Pasal 23 ayat (1) Langsung tanpa
dipidana dengan pidana Perizinan Berusaha di
penjara paling lama 6 (enam) bidang Panas Bumi
tahun atau pidana denda sebagaimana dimaksud
paling banyak dalam Pasal 23 ayat (1)
dikenai sanksi
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Rp50.000.000.000,00 (lima administratif berupa
puluh miliar rupiah). denda paling banyak
Rp50.000.000.000,00
(lima puluh miliar
rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6
(enam) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 72 Pasal 72 Badan Usaha Pengawasan lebih
Badan Usaha pemegang Izin (1) Badan Usaha pemilik merupakan pemegang diperketat.
Panas Bumi yang dengan Perizinan Berusaha Izin Panas Bumi hanya
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sengaja menggunakan Izin terkait Panas Bumi yang saja melakukan tidak
Panas Bumi tidak sesuai dengan sengaja sesuai dengan
dengan peruntukannya menggunakan Perizinan peruntukannya
sebagaimana dimaksud Berusaha terkait Panas sehingga tidak
dalam Pasal 26 ayat (1) Bumi tidak sesuai diperlukan sanksi
dipidana dengan pidana dengan peruntukannya pidana.
penjara paling lama 10 sebagaimana dimaksud Sanksi administratif
(sepuluh) tahun atau pidana dalam Pasal 26 ayat (1) diatur di PP tata cara
denda paling banyak dikenai sanksi pengenaan dan
Rp100.000.000.000,00 administratif berupa kriterianya (dapat
(seratus miliar rupiah). denda paling banyak berupa denda dan
Rp100.000.000.000,00 pencabutan perizinan
(seratus miliar rupiah). berusaha). Kewajiban
(2) Dalam hal pelaku tidak Pelaku Usaha untuk
melaksanakan melakukan pemulihan
kewajiban pemenuhan juga telah diatur di pasal
sanksi sebagaimana sapu jagat.
dimaksud pada ayat (1),
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 73 Pasal 73
Setiap Orang yang dengan Setiap Orang yang dengan
sengaja menghalangi atau sengaja menghalangi atau
merintangi pengusahaan merintangi pengusahaan
Panas Bumi untuk Panas Bumi terhadap
Pemanfaatan Langsung pemegang Perizinan
terhadap pemegang Izin Berusaha terkait Panas
Pemanfaatan Langsung Bumi sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 46
dalam Pasal 46 huruf a dipidana dengan pidana
dipidana dengan pidana penjara paling lama 7
penjara paling lama 1 (satu) (tujuh) tahun atau pidana
tahun atau pidana denda denda paling banyak
paling banyak Rp70.000.000.000,00
Rp100.000.000,00 (seratus (tujuh puluh miliar rupiah).
juta rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pasal 74 Pasal 74 Telah diakomodir dalam
Setiap Orang yang dengan Dihapus. Pasal 73
sengaja menghalangi atau
merintangi pengusahaan
Panas Bumi untuk
Pemanfaatan Tidak Langsung
terhadap pemegang Izin
Panas Bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46
huruf b dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun atau pidana
denda paling banyak
Rp70.000.000.000,00 (tujuh
puluh miliar rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(1) UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA
Pasal 149 Pasal 149 Penghapusan
(1) Selain penyidikpejabat (1) Pejabat Penyidik kewenangan PPNS
polisi Negara Republik Pegawai Negeri Sipil untuk melakukan
Tertentu di Lingkungan
Indonesia, pejabat penyidikan (Koordinasi
Instansi Pemerintah
pegawai negeri sipil yang yang lingkup tugas dan dengan POLRI)
lingkup tugas dan tanggungjawabnya
tanggung jawabnya di dibidang pos diberi
bidang pertambangan wewenang khusus
sebagai Penyidik
diberi wewenang khusus
Pegawai Negeri Sipil
sebagai penyidik sesuai sebagaimana dimaksud
dengan ketentuan dalam Kitab Undang-
peraturan perundang- Undang Hukum Acara
undangan. Pidana untuk
melakukan penyidikan
(2) Penyidik pegawai negeri
tindak pidana.
sipil sebagaimana (2) Pejabat Pegawai Negeri
dimaksud pada ayat (1) Sipil Tertentu
berwenang: sebagaimana dimaksud
a. melakukan pada ayat (1) diberi
kewenangan untuk:
pemeriksaan atas
a. meneliti, mencari,
kebenaran laporan dan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
atau keterangan mengumpulkankete
berkenaan dengan rangan sehubungan
dengan tindak
tindak pidana dalam
pidana;
kegiatan usaha b. menerima laporan
pertambangan; atau keterangan
b. melakukan tentang adanya
pemeriksaan terhadap tindak pidana;
c. memanggil orang
orang atau badan yang
untuk didengar dan
diduga melakukan diperiksa sebagai
tindak pidana dalam saksi dan/atau
kegiatan usaha tersangka tindak
pertambangan; pidana;
d. melakukan
c. memanggil dan/atau
penangkapan dan
mendatangkan secara penahanan
paksa orang untuk terhadap orang
didengar dan diperiksa yang diduga
sebagai saksi atau melakukan tindak
pidana;
tersangka dalam
e. meminta
perkara tindak pidana keterangan dan
kegiatan usaha bukti dari orang
pertambangan; yang diduga
d. menggeledah tempat melakukan tindak
pidana;
dan/atau sarana yang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
diduga digunakan f. memotret dan/atau
untuk melakukan merekam melalui
media elektronik
tindak pidana dalam
terhadap orang,
kegiatan usaha barang, pesawat
pertambangan; udara, atau hal
e. melakukan yang dapat
pemeriksaan sarana dijadikan bukti
adanya tindak
dan prasarana
pidana;
kegiatan usaha g. memeriksa
pertambangan dan dokumen yang
menghentikan terkait dengan
penggunaan peralatan tindak pidana;
h. mengambil sidik jari
yang diduga digunakan
dan identitas orang;
untuk melakukan i. menggeledah
tindak pidana; tempat-tempat
f. menyegel dan/atau tertentu yang
menyita alat kegiatan dicurigai adanya
tindak pidana;
usaha pertambangan
j. menyita benda
yang digunakan untuk yangdiduga kuat
melakukan tindak merupakan barang
pidana sebagai alat yang digunakan
bukti; untuk melakukan
tindak pidana;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
g. mendatangkan k. mengisolasi dan
dan/atau meminta mengamankan
barang dan/atau
bantuan tenaga ahli
dokumen yang
yang diperlukan dalam dapat dijadikan
hubungannya dengan sebagai alat bukti
pemeriksaan perkara sehubungan
tindak pidana dalam dengan tindak
pidana;
kegiatan usaha
l. mendatangkan
pertambangan; saksi ahli yang
dan/atau diperlukan dalam
h. menghentikan hubungannya
penyidikan perkara dengan
pemeriksaan
tindak pidana dalam
perkara tindak
kegiatan usaha pidana;
pertambangan. m. menghentikan
proses penyidikan;
n. meminta bantuan
polisi Negara
Republik Indonesia
atau instansi lain
untuk melakukan
penanganan tindak
pidana; dan
o. melakukan
tindakan lain
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
menurut hukum
yang berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
berada di bawah
koordinasi dan
pengawasan Penyidik
Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada Penuntut Umum
dengan tembusan
kepada pejabat Polisi
Negara Republik
Indonesia.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Tertentu dapat
meminta bantuan
kepada aparat penegak
hukum.

Pasal 151 Pasal 151 Penyesuaian dengan


(1) Menteri, gubernur, atau (1) Pemerintah sesuai rumusan dalam
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya Omnibus
dengan kewenangannya memberikan sanksi
berhak memberikan administratif kepada
sanksi administratif pemegang Perizinan
kepada pemegang IUP, IPR Berusaha atas
atau IUPK atas pelanggaran ketentuan
pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3),
dalam Pasal 40 ayat (3), Pasal 40 ayat (5), Pasal
Pasal 40 ayat (5), Pasal 41, 41, Pasal 70, Pasal 71
Pasal 43, Pasal 70, Pasal ayat (1), Pasal 93 ayat
71 ayat (1), Pasal 74 ayat (3), Pasal 95, Pasal 96,
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(4), Pasal 74 ayat (6), Pasal Pasal 97, Pasal 98,
81 ayat (1), Pasal 93 ayat Pasal 99, Pasal 100,
(3), Pasal 95, Pasal 96, Pasal 102, Pasal 103,
Pasal 97, Pasal 98, Pasal Pasal 105 ayat (3), Pasal
99, Pasal 100, Pasal 102, 105 ayat (4), Pasal 107,
Pasal 103, Pasal 105 ayat Pasal 108 ayat (1), Pasal
(3), Pasal 105 ayat (4), 110, Pasal 111 ayat (1),
Pasal 107, Pasal 108 ayat Pasal 112 ayat (1), Pasal
(1), Pasal 110, Pasal 111 114 ayat (2), Pasal 115
ayat (1), Pasal 112 ayat (1), ayat (2), Pasal 125 ayat
Pasal 114 ayat (2), Pasal (3), Pasal 126 ayat (1),
115 ayat (2), Pasal 125 Pasal 128 ayat (1), Pasal
ayat (3), Pasal 126 ayat (1), 129 ayat (1), atau Pasal
Pasal 128 ayat (1), Pasal 130 ayat (2).
129 ayat (1), atau Pasal (2) Ketentuan lebih lanjut
130 ayat (2). mengenai jenis, besaran
(2) Sanksi administratif denda, tata cara, dan
sebagaimana dimaksud mekanisme pengenaan
pada ayat (1) berupa: sanksi administratif
a. peringatan tertulis; sebagaimana dimaksud
b. penghentian pada ayat (1) diatur
sementara sebagian dengan Peraturan
atau seluruh kegiatan Pemerintah.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
eksplorasi atau operasi
produksi; dan/atau
c. pencabutan IUP , IPR,
atau IUPK.

Pasal 152 Pasal 152 Penyempurnaan redaksi Efektivitas dalam


Dalam hal pemerintah Dihapus. dan memberikan pemberian sanksi
daerah tidak melaksanakan pengaturan lebih lanjut tidak hanya pada
ketentuan sebagaimana terkait dengan pelaku usaha,
dimaksud dalam Pasal 151 pemberian sanksi sesuai namun menyasar
dan hasil evaluasi yang dengan peraturan di Pemerintah
dilakukan oleh Menteri bidang administratif Daerah yang tidak
sebagaimana dimaksud pemerintahan. melaksanakan
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf kewajibannya
j, Menteri dapat Pasal acuan (Pasal 6) sesuai dengan
menghentikan sementara berubah, dan tidak ketentuan
dan/atau mencabut IUP atau ditemukan adanya peraturan
IPR sesuai dengan ketentuan fungsi evaluasi pada perundang-
peraturan perundang- redaksi baru. undangan
undangan Pasal 151 bicara terkait
kelalaian pemerintah
dalam pelaksanaan
tugas pengawasan dan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pemberian sanksi, yang
bisa mengacu kepada
UU ASN.
Pasal 162 Pasal 162
Setiap orang yang merintangi Dihapus.
atau mengganggu kegjatan
usaha pertambangan dari
pemegang IUP atau IUPIC
yang telah lnemenuhi syarat-
syarat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 136
ayat (2) dipidana dengan
pidana kurungan palirig lama
1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).
Pasal 165 Pasal 165
(1) Dalam ha1 tindak pidana Dihapus.
sebagaimana dimaksud
dalam bab ini dilakukan
oleh suatu badan hukum,
selain pjdana penjara dan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
denda terhadap pengul-
usnya, pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap
badan hukum tersebut
berupa pidana denda
dengan pemberatan
ditambah 1 /3 (sat11 per
tiga) kali dari ketentuari
maksimum pidana denda
yang dijatuhkan.
(2) Selain pidana denda
sebagaimana dimaksud
pada ayat ( 1)) badan
hukum dapat dijatuhi
pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha;
dan/ atau b. pencabutan
status badan hukum.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UU NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN
Pasal 53 Pasal 53 Ketentuan Pasal 120 dan Dengan
(1) Setiap Orang dilarang: (1) Setiap Orang dilarang: 121 yang semula diberikan mengubah
a. membubuhkan tanda a. membubuhkan berdasarkan sanksi pidana, bentuk sanksi
SNI atau tanda tanda SNI atau diubah menjadi sanksi yang semula
kesesuaian pada tanda kesesuaian administratif. bersifat pidana
barang dan/atau Jasa pada barang menjadi
Industri yang tidak dan/atau Jasa Pasal 120 dan 121 dihapus administratif
memenuhi ketentuan Industri yang tidak dan pengaturan mengenai dengan tatanan
SNI, spesifikasi teknis, memenuhi pengenaan sanksi yang bertingkat
dan/atau pedoman ketentuan SNI, disisipkan ke dalam Pasal dan bervariatif
tata cara; atau spesifikasi teknis, ini. namun
b. memproduksi, dan/atau pedoman terstandar,
mengimpor, dan/atau tata cara; atau diharapkan dapat
mengedarkan barang b. memproduksi, tercipta ketertiban
dan/atau Jasa mengimpor, iklim usaha yang
Industri yang tidak dan/atau dibarengi dengan
memenuhi SNI, mengedarkan kemudahan
spesifikasi teknis, barang dan/atau berusaha bagi
dan/atau pedoman Jasa Industri yang pelaku usaha.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
tata cara yang tidak memenuhi SNI, Sehingga pelaku
diberlakukan secara spesifikasi teknis, usaha dapat lebih
wajib. dan/atau pedoman tertarik untuk
(2) Menteri dapat tata cara yang menyelenggaraka
menetapkan pengecualian diberlakukan secara n kegiatan usaha
atas SNI, spesifikasi wajib. di Indonesia tanpa
teknis, dan/atau (2) Pemerintah Pusat dapat perlu terbebani
pedoman tata cara yang menetapkan dengan sanksi
diberlakukan secara wajib pengecualian atas SNI, bersifat pidana
sebagaimana dimaksud spesifikasi teknis, yang diberikan
pada ayat (1) huruf b dan/atau pedoman tata oleh undang-
untuk impor barang cara yang diberlakukan undang.
tertentu. secara wajib
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b
untuk impor barang
tertentu.
Pasal 119 Pasal 119
(1) Selain penyidik pejabat (1) Pejabat Penyidik
Polisi Negara Republik Pegawai Negeri Sipil
Indonesia, pejabat Tertentu di Lingkungan
pegawai negeri sipil Instansi Pemerintah
tertentu di lingkungan yang lingkup tugas dan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
instansi pemerintah yang tanggungjawabnya
lingkup tugas dan dibidang perindustrian
tanggung jawabnya di diberi wewenang
bidang Perindustrian khusus sebagai
diberi wewenang khusus Penyidik Pegawai Negeri
sebagai Penyidik Pegawai Sipil sebagaimana
Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Kitab
dimaksud dalam Undang- Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
Undang Hukum Acara
untuk melakukan
Pidana untuk melakukan
penyidikan tindak
penyidikan sesuai dengan
pidana.
Undang-Undang ini.
(2) Pejabat Pegawai Negeri
(2) Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Tertentu
Sipil sebagaimana
sebagaimana dimaksud
dimaksud pada ayat (1),
pada ayat (1) diberi
berwenang: kewenangan untuk:
a. menerima laporan dari
a. meneliti, mencari,
Setiap Orang tentang dan mengumpulkan
adanya dugaan tindak keterangan
pidana mengenai SNI, sehubungan dengan
spesifikasi teknis, tindak pidana;
dan/atau pedoman tata b. menerima laporan
cara yang diberlakukan atau keterangan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
secara wajib di bidang tentang adanya
Industri; tindak pidana;
b. melakukan pemeriksaan c. memanggil orang
atas kebenaran laporan untuk didengar dan
atau keterangan yang diperiksa sebagai
berkenaan dengan saksi dan/atau
tindak pidana mengenai tersangka tindak
SNI, spesifikasi teknis, pidana;
d. melakukan
dan/atau pedoman tata
penangkapan dan
cara yang diberlakukan
penahanan terhadap
secara wajib di bidang
orang yang diduga
Industri;
melakukan tindak
c. memanggil orang untuk
pidana;
didengar dan diperiksa
e. meminta keterangan
sebagai saksi dalam
dan bukti dari orang
perkara tindak pidana yang diduga
mengenai SNI, melakukan tindak
spesifikasi teknis, pidana;
dan/atau pedoman tata f. memotret dan/atau
cara yang diberlakukan merekam melalui
secara wajib di bidang media elektronik
Industri; terhadap orang,
barang, pesawat
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
d. memanggil dan udara, atau hal yang
melakukan pemeriksaan dapat dijadikan
terhadap Setiap Orang bukti adanya tindak
yang diduga melakukan pidana;
tindak pidana mengenai g. memeriksa dokumen
SNI, spesifikasi teknis, yang terkait dengan
dan/atau pedoman tata tindak pidana;
cara yang diberlakukan h. mengambil sidik jari
dan identitas orang;
secara wajib di bidang
i. menggeledah
Industri;
tempat-tempat
e. meminta keterangan
tertentu yang
dan barang bukti dari
dicurigai adanya
Setiap Orang
tindak pidana;
sehubungan dengan
j. menyita benda yang
peristiwa tindak pidana diduga kuat
mengenai SNI, merupakan barang
spesifikasi teknis, yang digunakan
dan/atau pedoman tata untuk melakukan
cara yang diberlakukan tindak pidana;
secara wajib di bidang k. mengisolasi dan
Industri; mengamankan
f. melakukan pemeriksaan barang dan/atau
dan penggeledahan di dokumen yang dapat
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
tempat tertentu yang dijadikan sebagai
diduga menjadi tempat alat bukti
penyimpanan atau sehubungan dengan
tempat diperoleh barang tindak pidana;
bukti dan menyita l. mendatangkan saksi
benda yang dapat ahli yang diperlukan
digunakan sebagai dalam hubungannya
barang bukti dan/atau dengan pemeriksaan
perkara tindak
alat bukti dalam tindak
pidana;
pidana mengenai SNI,
m. menghentikan
spesifikasi teknis,
proses penyidikan;
dan/atau pedoman tata
n. meminta bantuan
cara yang diberlakukan
polisi Negara
secara wajib di bidang
Republik Indonesia
Industri;
atau instansi lain
g. meminta bantuan untuk melakukan
tenaga ahli dalam penanganan tindak
melakukan penyidikan pidana; dan
tindak pidana mengenai o. melakukan tindakan
SNI, spesifikasi teknis, lain menurut hukum
dan/atau pedoman tata yang berlaku.
cara yang diberlakukan (3) Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
secara wajib di bidang Tertentu sebagaimana
Industri; dimaksud pada ayat (2)
h. menangkap pelaku berada di bawah
tindak pidana mengenai koordinasi dan
SNI, spesifikasi teknis, pengawasan Penyidik
dan/atau pedoman tata Polisi Negara Republik
cara yang diberlakukan Indonesia.
secara wajib di bidang (4) Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Industri; dan/atau
Tertentu sebagaimana
i. menghentikan
dimaksud pada ayat (3),
penyidikan apabila tidak
memberitahukan
terdapat cukup bukti
dimulainya penyidikan,
tentang adanya tindak
melaporkan hasil
pidana mengenai SNI,
penyidikan, dan
spesifikasi teknis,
memberitahukan
dan/atau pedoman tata penghentian penyidikan
cara yang diberlakukan kepada Penuntut
secara wajib di bidang Umum dengan
Industri atau peristiwa tembusan kepada
tersebut ternyata bukan pejabat Polisi Negara
merupakan tindak Republik Indonesia.
pidana atau penyidikan (5) Dalam melaksanakan
dihentikan demi hukum. penyidikan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(3) Penyidik Pegawai Negeri sebagaimana dimaksud
Sipil sebagaimana pada ayat (1), Penyidik
dimaksud pada ayat (1) Pegawai Negeri Sipil
memberitahukan Tertentu dapat meminta
dimulainya penyidikan, bantuan kepada aparat
melaporkan hasil penegak hukum.
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada penuntut umum
melalui pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia.
(4) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil dapat meminta
bantuan kepada aparat
penegak hukum.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2019 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH
Pasal 19 Pasal 19 Terdapat pengaturan
(1) PIHK yang tidak (1) PIHK yang tidak melaporkan sanksi administratif yang
melaporkan keberangkatan keberangkatan warga akan disesuaikan dengan
warga negara Indonesia negara Indonesia yang rumusan Omnibus.
yang mendapatkan mendapatkan undangan Teguran sebaiknya
undangan visa haji visa haji mujamalah dari diberikan secara tertulis,
mujamalah dari pemerintah pemerintah Kerajaan Arab oleh karena itu
Kerajaan Arab Saudi Saudi sebagaimana direkomendasikan
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 18 menghikuti sanksi
dalam Pasal 18 ayat (3) ayat (3) dikenai sanksi administrasi yang telah
dikenai sanksi administratif. diatur pada pasal umum
administratif. (2) Ketentuan lebih lanjut sanksi
(2) Sanksi administratif mengenai tata cara
sebagaimana dimaksud pengenaan sanksi
pada ayat (1) meliputi: administratif sebagaimana
a. teguran lisan; dimaksud pada ayat (1)
b. teguran tertulis; diatur dengan Peraturan
c. penghentian sementara Pemerintah.
kegiatan; dan/atau
d. pencabutan izin.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 63 Pasal 63 Terdapat pengaturan
(1) PIHK wajib: sanksi administratif yang
a. memfasilitasi pengurusan (1) PIHK wajib: akan disesuaikan dengan
dokumen perjalanan Ibadah a. memfasilitasi pengurusan rumusan Omnibus
Haji khusus; dokumen perjalanan
b. memberikan bimbingan dan Ibadah Haji khusus;
pembinaan Ibadah Haji b. memberikan bimbingan dan
khusus; pembinaan Ibadah Haji
c. memberikan pelayanan khusus;
kesehatan, transportasi, c. memberikan pelayanan
akomodasi, konsumsi, dan kesehatan, transportasi,
pelindungan; akomodasi, konsumsi, dan
d. memberangkatkan, pelindungan;
melayani, dan d. memberangkatkan,
memulangkan Jemaah Haji melayani, dan
Khusus sesuai dengan memulangkan Jemaah Haji
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
perjanjian; Khusus sesuai dengan
e. memberangkatkan perjanjian;
penanggung jawab PIHK, e. memberangkatkan
petugas kesehatan, dan penanggung jawab PIHK,
pembimbing Ibadah Haji petugas kesehatan, dan
khusus sesuai dengan pembimbing Ibadah Haji
ketentuan pelayanan haji khusus sesuai dengan
khusus; ketentuan pelayanan haji
f. memfasilitasi pemindahan khusus;
calon Jemaah Haji Khusus f. memfasilitasi pemindahan
kepada PIHK lain atas calon Jemaah Haji Khusus
permohonan jemaah; dan kepada PIHK lain atas
g. melaporkan pelaksanaan permohonan jemaah; dan
Penyelenggaraan Ibadah g. melaporkan pelaksanaan
Haji Khusus kepada Penyelenggaraan Ibadah
Menteri. Haji Khusus kepada
(2) PIHK yang tidak Menteri.
melaksanakan kewajiban (2) PIHK yang tidak
sebagaimana dimaksud melaksanakan kewajiban
pada ayat (1) dikenai sanksi sebagaimana dimaksud
administratif berupa: pada ayat (1) dikenai sanksi
a. teguran tertulis; administratif.
b. pembekuan izin; atau (3) Ketentuan lebih lanjut
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
c. pencabutan izin mengenai pengenaan sanksi
(3) Ketentuan lebih lanjut administratif sebagaimana
mengenai tata cara yang dimaksud pada ayat (2)
pengenaan dan pelaksanaan diatur dengan Peraturan
sanksi administratif Pemerintah
sebagaimana yang dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 95 Pasal 95 Terdapat pengaturan
(1) PPIU yang tidak memenuhi (1) PPIU yang tidak memenuhi sanksi administratif yang
ketentuan sebagaimana ketentuan sebagaimana akan disesuaikan dengan
dimaksud dalam Pasal 94 dimaksud dalam Pasal 94 rumusan Omnibus
dikenai sanksi administratif dikenai sanksi administratif.
berupa: (2) Ketentuan lebih lanjut
a. teguran tertulis; mengenai tata cara
b. pembekuan izin; atau pengenaan sanksi
c. pencabutan izin. administratif sebagaimana
(2) Ketentuan lebih lanjut dimaksud pada ayat (1)
mengenai tata cara diatur dengan Peraturan
pemberian sanksi Pemerintah.
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Menteri.
Pasal 112 Pasal 112 Penghapusan
(1) Selain Penyidik Kepolisian (1) Pejabat Penyidik Pegawai kewenangan PPNS untuk
Negara Republik Indonesia, Negeri Sipil Tertentu di mengadakan penyelidikan
Pejabat Pegawai Negeri Sipil Lingkungan Instansi (Koordinasi dengan
tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup POLRI)
kementerian yang tugas dan
menyelenggarakan urusan tanggungjawabnya
pemerintahan di bidang agama dibidang agama diberi
diberi wewenang khusus wewenang khusus sebagai
Penyidik Pegawai Negeri
sebagai penyidik sesuai dengan
Sipil sebagaimana
ketentuan peraturan
dimaksud dalam Kitab
perundang-undangan
Undang-Undang Hukum
mengenai hukum acara pidana.
Acara Pidana untuk
(2) Pejabat Penyidik Pegawai
melakukan penyidikan
Negeri Sipil sebagaimana
tindak pidana.
dimaksud pada ayat (1) (2) Pejabat Pegawai Negeri
berwenang: Sipil Tertentu
a. melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
atas kebenaran pada ayat (1) diberi
b. laporan atau keterangan kewenangan untuk:
yang berkenaan dengan a. meneliti, mencari, dan
tindak pidana yang mengumpulkan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
menyangkut keterangan
Penyelenggaraan Ibadah sehubungan dengan
Haji dan Umrah; tindak pidana;
c. melakukan pemeriksaan b. menerima laporan atau
terhadap Setiap Orang keterangan tentang
yang diduga melakukan adanya tindak pidana;
tindak pidana yang c. memanggil orang untuk
menyangkut didengar dan diperiksa
sebagai saksi dan/atau
Penyelenggaraan Ibadah
tersangka tindak
Haji dan Umrah;
pidana;
d. melakukan
d. melakukan
penggeledahan dan
penangkapan dan
penyitaan barang bukti
penahanan terhadap
tindak pidana yang
orang yang diduga
menyangkut
melakukan tindak
Penyelenggaraan Ibadah pidana;
Haji dan Umrah sesuai e. meminta keterangan
dengan ketentuan dan bukti dari orang
peraturan perundang- yang diduga
undangan; melakukan tindak
e. meminta keterangan dan pidana;
barang bukti dari orang f. memotret dan/atau
atau badan hukum merekam melalui
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sehubungan dengan media elektronik
tindak pidana yang terhadap orang,
menyangkut barang, pesawat udara,
Penyelenggaraan Ibadah atau hal yang dapat
Haji dan Umrah; dijadikan bukti adanya
tindak pidana;
g. memeriksa dokumen
yang terkait dengan
tindak pidana;
h. mengambil sidik jari
dan identitas orang;
i. menggeledah tempat-
tempat tertentu yang
dicurigai adanya tindak
pidana;
j. menyita benda yang
diduga kuat
merupakan barang
yang digunakan untuk
melakukan tindak
pidana;
k. mengisolasi dan
mengamankan barang
dan/atau dokumen
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
yang dapat dijadikan
sebagai alat bukti
sehubungan dengan
tindak pidana;
l. mendatangkan saksi
ahli yang diperlukan
dalam hubungannya
dengan pemeriksaan
perkara tindak pidana;
m. menghentikan proses
penyidikan;
n. meminta bantuan polisi
Negara Republik
Indonesia atau instansi
lain untuk melakukan
penanganan tindak
pidana; dan
o. melakukan tindakan
lain menurut hukum
yang berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
berada di bawah
koordinasi dan
pengawasan Penyidik
Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3),
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada Penuntut Umum
dengan tembusan kepada
pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Tertentu dapat
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
meminta bantuan kepada
aparat penegak hukum.

Pasal 125 Pasal 125 PIHK merupakan badan


(1) PIHK yang dengan sengaja hukum yang dapat
PIHK yang dengan sengaja menyebabkan kegagalan dikenakan sanksi
menyebabkan kegagalan keberangkatan, administratif yang sakah
keberangkatan, penelantaran, penelantaran, atau satu sanksinya adalah
atau kegagalan kepulangan kegagalan kepulangan denda (nominal diatur
Jemaah Haji Khusus, Jemaah Haji Khusus, dengan PP) dan
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud pencabutan perizinan.
Pasal 118 dipidana dengan dalam Pasal 118 dikenai
pidana penjara paling lama 10 sanksi administratif berupa
(sepuluh) tahun atau pidana denda paling banyak
denda paling banyak sebesar
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh Rp10.000.000.000,00
miliar rupiah). (sepuluh miliar rupiah).
(2) Selain kewajiban
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dikenai
sanksi berupa kewajiban
untuk mengembalikan biaya
sejumlah yang telah
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
disetorkan oleh Jemaah Haji
Khusus.
(3) Dalam hal PIHK tidak
memenuhi kewajiban
pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2), dipidana dengan
pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 126 Pasal 126 PPIU merupakan badan
PPIU yang dengan sengaja (1) PPIU yang dengan sengaja hukum yang dapat
menyebabkan kegagalan menyebabkan kegagalan dikenakan sanksi
keberangkatan, penelantaran keberangkatan, administratif yang sakah
atau kegagalan kepulangan penelantaran atau satu sanksinya adalah
Jemaah Umrah, sebagaimana kegagalan kepulangan denda (nominal diatur
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dimaksud dalam Pasal 119 Jemaah Umrah, dengan PP) dan
dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud pencabutan perizinan.
penjara paling lama 10 dalam Pasal 119 dikenai
(sepuluh) tahun atau pidana sanksi administratif berupa
denda paling banyak denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh sebesar
miliar rupiah) Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
(2) Selain kewajiban
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dikenai
sanksi berupa kewajiban
untuk mengembalikan biaya
sejumlah yang telah
disetorkan oleh Jemaah
Umroh.
(3) Dalam hal PPIU tidak
memenuhi kewajiban
pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Pasal 308 Pasal 308
Dipidana dengan pidana kurungan Setiap orang yang
paling lama 2 (dua) bulan atau menyelenggarakan angkutan
denda paling banyak orang dan/atau barang
Rp500.000,00 (lima ratus ribu sebagaimana dimaksud dalam
rupiah), setiap orang yang Pasal 173 ayat (1) tanpa memiliki
mengemudikan Kendaraan Perizinan Berusaha, dipidana
Bermotor Umum yang: dengan pidana kurungan paling
a. tidak memiliki izin lama 2 (dua) bulan atau denda
menyelenggarakan angkutan paling banyak Rp500.000,00
orang dalam trayek (lima ratus ribu rupiah).
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 173 ayat (1) huruf a;
b. tidak memiliki izin
menyelenggarakan angkutan
orang tidak dalam trayek
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 173 ayat (1) huruf b;
c. tidak memiliki izin
menyelenggarakan angkutan
barang khusus dan alat berat
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 173 ayat (1) huruf c; atau
d. menyimpang dari izin yang
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
ditentukan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 173.
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN
Pasal 59 Pasal 59 Tambah Pasal 11 ayat (4),
Pasal 13 ayat (6), Pasal 27,
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang atau Pasal 33
melanggar ketentuan melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (2), dalam Pasal 8 ayat (2),
Pasal 9 ayat (8), Pasal 28 Pasal 9 ayat (5), Pasal
ayat (4) atau ayat (6), atau 11 ayat (4), Pasal 27,
Pasal 33 dapat dikenakan atau Pasal 33 dapat
sanksi administratif dikenakan sanksi
berupa: administratif.
a. peringatan; (2) Ketentuan lebih lanjut
b. administratif; mengenai tata cara dan
c. pembekuan izin atau prosedur pengenaan
pembekuan sertifikat; sanksi administratif
atau sebagaimana dimaksud
d. pencabutan izin atau pada ayat (1) diatur
pencabutan sertifikat. dengan Peraturan
(2) Setiap orang yang Pemerintah
melanggar ketentuan Pasal
11 ayat (4) atau Pasal 13
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
ayat (6) dapat dikenakan
sanksi administratif berupa
tidak diberikan pelayanan
jasa kepelabuhanan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan
prosedur pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah
Pasal 171 Pasal 171 Ketentuan terkait jenis
sanksi administratif
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang dipindahkan ke pasal
melanggar ketentuan melanggar ketentuan umum sanksi administratif,
sebagaimana dimaksud sebagaimana terkait jenis, kriteria dan
dalam Pasal 125 ayat (1), dimaksud dalam Pasal tata cara pengenaan
Pasal 129 ayat (1) atau 125 ayat (1), Pasal 130, dilakukan pengaturan di pp
ayat (4), Pasal 130 ayat (1), Pasal 132 ayat (1) atau
Pasal 132 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 137 ayat
ayat (2), Pasal 137 ayat (1) (1) atau ayat (2), Pasal
atau ayat (2), Pasal 138 138 ayat (1) atau ayat
ayat (1) atau ayat (2), Pasal (2), Pasal 141 ayat (1)
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
141 ayat (1) atau ayat (2), atau ayat (2), Pasal
Pasal 152 ayat (1), Pasal 152 ayat (1), Pasal 160
156 ayat (1), Pasal 160 ayat (1), atau Pasal
ayat (1), Pasal 162 ayat (1), 165 ayat (1) dikenai
atau Pasal 165 ayat (1) sanksi administratif.
dikenakan sanksi (2) Ketentuan lebih lanjut
administratif, berupa: a. mengenai tata cara
peringatan; b. denda dan prosedur
administratif; c. pengenaan sanksi
pembekuan izin atau administratif
pembekuan sertifikat; d. sebagaimana
pencabutan izin atau dimaksud pada ayat
pencabutan sertifikat; e. (1) dan ayat (2) diatur
tidak diberikan sertifikat; dengan Peraturan
atau f. tidak diberikan Pemerintah.
Surat Persetujuan
Berlayar.
(2) Pejabat pemerintah yang
melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 126 ayat (5)
dikenakan sanksi
administratif sesuai
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan di bidang
kepegawaian.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan
prosedur pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 225 Pasal 225 Ketentuan terkait jenis
sanksi administratif
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang dipindahkan ke pasal
melanggar ketentuan melanggar ketentuan umum sanksi administratif,
sebagaimana dimaksud sebagaimana terkait jenis, kriteria dan
dalam Pasal 213 ayat (1) dimaksud dalam Pasal tata cara pengenaan
atau ayat (2), Pasal 214, 213 ayat (1) atau ayat dilakukan pengaturan di pp
atau Pasal 215 dikenakan (2), Pasal 214, atau
sanksi administratif, Pasal 215 dikenai
berupa: a. peringatan; b. sanksi administratif.
pembekuan izin atau
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
pembekuan sertifikat; (2) Ketentuan lebih lanjut
atau c. pencabutan izin. mengenai tata cara
(2) Ketentuan lebih lanjut dan prosedur
mengenai tata cara dan pengenaan sanksi
prosedur pengenaan administratif
sanksi administratif sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat
pada ayat (1) diatur (1) diatur dengan
dengan Peraturan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah.

Pasal 243 Pasal 243 Ketentuan terkait jenis


sanksi administratif
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang dipindahkan ke pasal
melanggar ketentuan melanggar ketentuan umum sanksi administratif,
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud terkait jenis, kriteria dan
dalam Pasal 230 ayat (2), dalam Pasal 230 ayat tata cara pengenaan
Pasal 233 ayat (3), Pasal (2), Pasal 233 ayat (3), dilakukan pengaturan di pp
234, Pasal 235, atau Pasal Pasal 234, Pasal 235,
239 ayat (2) dikenakan atau Pasal 239 ayat (2)
sanksi administratif dikenai sanksi
berupa: a. peringatan; b. administratif.
denda administratif;
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
pembekuan izin; atau d. (2) Ketentuan lebih lanjut
pencabutan izin. mengenai tata cara dan
(2) Ketentuan lebih lanjut prosedur pengenaan
mengenai tata cara dan sanksi administratif
prosedur pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud
administratif sebagaimana pada ayat (1) diatur
dimaksud pada ayat (1) dengan Peraturan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pemerintah.

Pasal 273 Pasal 273 Ketentuan terkait jenis


sanksi administratif
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang dipindahkan ke pasal
melanggar ketentuan melanggar ketentuan umum sanksi administratif,
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud terkait jenis, kriteria dan
dalam Pasal 272 ayat (1) dalam Pasal 272 ayat (1) tata cara pengenaan
dapat dikenakan sanksi dikenai sanksi dilakukan pengaturan di pp
administratif, berupa: a. administratif.
peringatan; b. pembekuan (2) Ketentuan lebih lanjut
izin; atau c. pencabutan mengenai tata cara dan
izin. prosedur pengenaan
(2) Ketentuan lebih lanjut sanksi administratif
mengenai tata cara dan serta besarnya denda
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
prosedur pengenaan sanksi administratif
administratif serta sebagaimana dimaksud
besarnya denda pada ayat (1) diatur
administratif sebagaimana dengan Peraturan
dimaksud pada ayat (1) Pemerintah
diatur dengan Peraturan
Pemerintah
Pasal 282 Pasal 282 Sesuai dengan arahan
(1) Selain penyidik pejabat (1) Pejabat Penyidik Presiden terkait pengenaan
polisi Negara Republik Pegawai Negeri Sipil sanksi pidana sebagai
Indonesia dan penyidik tertentu di lingkungan
ultimum remidium,
lainnya, pejabat pegawai instansi pemerintah
negeri sipil tertentu di yang lingkup tugas diperlukan
lingkungan instansi yang dan Penatanaan kembali
lingkup tugas dan tanggungjawabnya Pejabat Penyidik Pegawai
tanggung jawabnya di dibidang penataan Negeri Sipil dan penyidikan
bidang pelayaran diberi ruang diberi tindak pidana terkait
wewenang khusus sebagai wewenang khusus perizinan berusaha.
penyidik sebagaimana sebagai Penyidik
dimaksud dalam Pegawai Negeri Sipil
UndangUndang ini. sebagaimana
(2) Dalam pelaksanaan dimaksud dalam Kitab
tugasnya pejabat pegawai Undang-Undang
negeri sipil tertentu Hukum Acara Pidana
sebagaimana dimaksud untuk melakukan
pada ayat (1) berada di penyidikan tindak
bawah koordinasi dan pidana.
pengawasan penyidik
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
polisi Negara Republik (2) Pejabat Pegawai Negeri
Indonesia. Sipil tertentu
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diberi kewenangan
untuk:
a. meneliti, mencari,
dan
mengumpulkan
keterangan
sehubungan
dengan tindak
pidana;
b. menerima laporan
atau keterangan
tentang adanya
tindak pidana;
c. memanggil orang
untuk didengar
dan diperiksa
sebagai saksi
dan/atau
tersangka tindak
pidana;
d. melakukan
penangkapan dan
penahanan
terhadap orang
yang diduga
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
melakukan tindak
pidana;
e. meminta
keterangan dan
bukti dari orang
yang diduga
melakukan tindak
pidana;
f. memotret
dan/atau
merekam melalui
media elektronik
terhadap orang,
barang, pesawat
udara, atau hal
yang dapat
dijadikan bukti
adanya tindak
pidana;
g. memeriksa
dokumen yang
terkait dengan
tindak pidana;
h. mengambil sidik
jari dan identitas
orang;
i. menggeledah
tempat-tempat
tertentu yang
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
dicurigai adanya
tindak pidana;
j. menyita benda
yang diduga kuat
merupakan
barang yang
digunakan untuk
melakukan tindak
pidana;
k. mengisolasi dan
mengamankan
barang dan/atau
dokumen yang
dapat dijadikan
sebagai alat bukti
sehubungan
dengan tindak
pidana;
l. mendatangkan
saksi ahli yang
diperlukan dalam
hubungannya
dengan
pemeriksaan
perkara tindak
pidana;
m. menghentikan
proses penyidikan;
n. meminta bantuan
polisi Negara
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Republik
Indonesia atau
instansi lain untuk
melakukan
penanganan
tindak pidana; dan
o. melakukan
tindakan lain
menurut hukum
yang berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat
(2) berada di bawah
koordinasi dan
pengawasan Penyidik
Polisi Negara
Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat
(3), memberitahukan
dimulainya
penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
penyidikan kepada
Penuntut Umum
dengan tembusan
kepada pejabat Polisi
Negara Republik
Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), Penyidik Pegawai
Negeri Sipil tertentu
dapat meminta
bantuan kepada
aparat penegak
hukum.

Penjelasan Pasal 282 ayat (1) Penjelasan Pasal 282 ayat


Yang dimaksud dengan (1)

“penyidik lainnya” adalah Dihapus.


penyidik sesuai dengan
ketentuan peraturan
perundang-undangan antara
lain Perwira Tentara Nasional
Indonesia Angkatan Laut.
Pasal 288 Pasal 288
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Setiap orang yang (1) Setiap orang yang
mengoperasikan kapal pada mengoperasikan kapal
angkutan sungai dan danau pada angkutan sungai
tanpa izin trayek sebagaimana dan danau tanpa
dimaksud dalam Pasal 28 ayat persetujuan trayek
(4) dipidana dengan pidana sebagaimana
penjara paling lama 1 (satu) dimaksud dalam Pasal
tahun atau denda paling 28 ayat (2), dikenai
banyak Rp200.000.000,00 sanksi administratif
(dua ratus juta rupiah) berupa denda paling
banyak
Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
memenuhi kewajiban
pengenaan sanksi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan Pemerintah

Pasal 289 Pasal 289


Setiap orang yang (1) Setiap orang yang
mengoperasikan kapal pada mengoperasikan kapal Pasal Acuan Dihapus
angkutan penyeberangan pada angkutan
tanpa memiliki persetujuan penyeberangan tanpa
pengoperasian kapal memiliki persetujuan
sebagaimana dimaksud dalam pengoperasian kapal
Pasal 28 ayat (6) dipidana sebagaimana
dengan pidana penjara paling dimaksud dalam Pasal
lama 1 (satu) tahun atau 28 ayat (3), dikenai
denda paling banyak sanksi administratif
Rp200.000.000,00 (dua ratus berupa denda paling
juta rupiah). banyak
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
memenuhi kewajiban
pengenaan sanksi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 290 Pasal 290
Setiap orang yang Setiap orang yang
menyelenggarakan usaha
menyelenggarakan usaha jasa jasa terkait tanpa memiliki
terkait tanpa memiliki izin Perizinan Berusaha
usaha sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33 dipidana
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
dalam Pasal 33
dipidana dengan pidana penjara
dengan pidana penjara paling paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling banyak
lama 1 (satu) tahun atau Rp200.000.000,00 (dua
denda paling banyak ratus juta rupiah).
Rp200.000.000,00 (dua ratus penghentian
kegiatan/usaha dan denda
juta rupiah)
administratif paling
banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).

Pasal 291 Pasal 291 Menghapus sanksi pidana

Setiap orang yang tidak (1) Setiap orang yang menjadi sanksi administrasi
melaksanakan kewajibannya tidak melaksanakan karena sifatnya
kewajibannya untuk administrasi.
untuk mengangkut mengangkut
penumpang dan/atau barang penumpang dan/atau
terutama angkutan pos barang terutama
angkutan pos
sebagaimana dimaksud dalam
sebagaimana
Pasal 38 ayat (1) dipidana dimaksud dalam Pasal
dengan pidana penjara paling 38 ayat (1), dikenai
lama 1 (satu) tahun atau sanksi administratif
berupa denda paling
denda paling banyak banyak
Rp200.000.000,00 (dua ratus Rp200.000.000,00
juta rupiah). (dua ratus juta
rupiah).
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
(2) Dalam hal pelaku
tidak melaksanakan
kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 6 (enam) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 292 Pasal 292

Setiap orang yang tidak (1) Setiap orang yang


mengasuransikan tanggung tidak
jawabnya sebagaimana mengasuransikan
tanggung jawabnya
dimaksud dalam Pasal 41 ayat
sebagaimana
(3) dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal
penjara paling lama 6 (enam) 41 ayat (3), dikenai
bulan dan denda paling sanksi administratif
banyak Rp100.000.000,00 berupa denda paling
(seratus juta rupiah). banyak
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(2) Dalam hal pelaku
tidak melaksanakan
kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 6 (enam) bulan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 293 Pasal 293 Menghapus sanksi pidana

Setiap orang yang tidak (1) Setiap orang yang menjadi sanksi administrasi
memberikan fasilitas khusus tidak memberikan karena sifatnya
fasilitas khusus dan administrasi.
dan kemudahan sebagaimana kemudahan
dimaksud dalam Pasal 42 ayat sebagaimana
(1) dipidana dengan pidana dimaksud dalam Pasal
42 ayat (1) dikenai
penjara paling lama 6 (enam)
sanksi administratif
bulan dan denda paling berupa denda paling
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
banyak Rp100.000.000,00 banyak
(seratus juta rupiah). Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(2) Dalam hal pelaku
tidak melaksanakan
kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 6 (enam) bulan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Pasal 294 Pasal 294
(1) Setiap orang yang Pada Pasal 294 ayat (1)
(1) Setiap orang yang
mengangkut barang menghapus sanksi pidana
mengangkut barang
khusus dan barang
khusus dan barang menjadi sanksi administrasi
berbahaya tidak sesuai
berbahaya tidak sesuai karena sifatnya
dengan persyaratan
dengan persyaratan administrasi.
sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 dikenai
dalam Pasal 46 dipidana
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
dengan pidana penjara sanksi administratif
paling lama 3 (tiga) tahun berupa denda paling
atau denda paling banyak banyak
Rp400.000.000,00 (empat Rp400.000.000,00
ratus juta rupiah). (empat ratus juta
(2) Jika perbuatan rupiah).
sebagaimana dimaksud (2) Dalam hal pelaku tidak
pada ayat (1) melaksanakan
mengakibatkan kerugian kewajiban pemenuhan
harta benda dipidana sanksi sebagaimana Tetap dikenakan sanksi
dengan pidana penjara dimaksud pada ayat (1), pidana karena kegiatan
paling lama 4 (empat) dipidana dengan pidana atau perbuatan tersebut
tahun dan denda paling penjara paling lama 3
mengakibatkan kerugian
banyak Rp500.000.000,00 (tiga) tahun.
harta benda.
(lima ratus juta rupiah). (3) Jika perbuatan
(3) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pada ayat (1) mengakibatkan
mengakibatkan kematian kerugian harta benda
seseorang dan kerugian dipidana dengan pidana
harta benda dipidana penjara paling lama 4
dengan pidana penjara (empat) tahun dan
Tetap dikenakan sanksi
paling lama 10 (sepuluh) denda paling banyak
pidana karena kegiatan
tahun dan denda paling Rp500.000.000,00
banyak (lima ratus juta rupiah). atau perbuatan tersebut
Rp1.500.000.000,00 (satu
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
milyar lima ratus juta (4) Jika perbuatan mengakibatkan hilangnya
rupiah). sebagaimana dimaksud nyawa seseorang
pada ayat (1)
mengakibatkan
kematian seseorang
dan kerugian harta
benda dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh)
tahun dan denda paling
banyak
Rp1.500.000.000,00
(satu milyar lima ratus
juta rupiah).
(5) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 295 Pasal 295

Setiap orang yang mengangkut (1) Setiap orang yang


barang berbahaya dan barang mengangkut barang
khusus yang tidak berbahaya dan barang
menyampaikan khusus yang tidak
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
pemberitahuan sebagaimana menyampaikan
dimaksud dalam Pasal 47 pemberitahuan
dipidana dengan pidana sebagaimana dimaksud
penjara paling lama 6 (enam) dalam Pasal 47, dikenai
bulan dan denda paling sanksi administratif
banyak Rp100.000.000,00 berupa denda paling
banyak
(seratus juta rupiah).
Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6
(enam) bulan. (3)
Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana

Pasal 296 Pasal 296 Pasal Acuan Dihapus

Setiap orang yang tidak (1) Setiap orang yang tidak


mengasuransikan tanggung mengasuransikan
tanggung jawabnya
jawabnya sebagaimana sebagaimana
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
dimaksud dalam Pasal 54 dimaksud dalam Pasal
dipidana dengan pidana 54, dikenai sanksi
administratif berupa
kurungan paling lama 6 denda paling banyak
(enam) bulan atau denda Rp100.000.000,00
paling banyak (seratus juta rupiah)
(2) Dalam hal setiap orang
Rp100.000.000,00 (seratus
tidak memenuhi
juta rupiah). kewajiban pengenaan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 6 (enam) bulan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 297 Pasal 297
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang
membangun dan membangun dan
mengoperasikan pelabuhan mengoperasikan
sungai dan danau tanpa pelabuhan sungai dan
izin sebagaimana dimaksud danau tidak memenuhi
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
dalam Pasal 98 ayat (1) persyaratan teknis
dipidana dengan pidana sebagaimana
penjara paling lama 2 (dua) dimaksud dalam Pasal
tahun atau denda paling 98 ayat (1) dikenai
banyak Rp300.000.000,00 sanksi administratif
(tiga ratus juta rupiah). berupa denda paling
(2) Setiap orang yang banyak
memanfaatkan garis pantai Rp300.000.000,00
untuk melakukan kegiatan (tiga ratus juta rupiah).
tambat kapal dan bongkar (2) Dalam hal pelaku tidak
muat barang atau melaksanakan
menaikkan dan kewajiban pemenuhan
menurunkan penumpang sanksi sebagaimana
untuk kepentingan sendiri dimaksud pada ayat
di luar kegiatan di (1), dipidana dengan
pelabuhan, terminal pidana penjara paling
khusus dan terminal untuk lama 2 (dua) tahun.
kepentingan sendiri tanpa (3) Setiap orang yang
izin sebagaimana dimaksud memanfaatkan garis
dalam Pasal 339 dipidana pantai untuk
dengan pidana penjara melakukan kegiatan
paling lama 2 (dua) tahun tambat kapal dan
dan denda paling banyak bongkar muat barang
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Rp300.000.000,00 (tiga atau menaikkan dan
ratus juta rupiah). menurunkan
penumpang untuk
kepentingan sendiri di
luar kegiatan di
pelabuhan, terminal
khusus dan terminal
untuk kepentingan
sendiri tanpa Perizinan
Berusaha atau
Persetujuan dari
Pemerintah Pusat
dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan
denda paling banyak
Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 298 Pasal 298
Setiap orang yang tidak (1) Setiap orang yang tidak
memberikan jaminan atas memberikan jaminan
pelaksanaan tanggung jawab atas pelaksanaan
ganti rugi dalam tanggung jawab ganti
melaksanakan rugi dalam
kegiatan di pelabuhan melaksanakan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam di pelabuhan
Pasal 100 ayat (3) dipidana sebagaimana dimaksud
dengan pidana penjara paling dalam Pasal 100 ayat
lama 6 (enam) bulan dan (3), dikenai sanksi
denda paling banyak administratif berupa
Rp100.000.000,00 (seratus denda paling banyak
juta rupiah). Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
dipidana dengan pidana
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
penjara paling lama 6
(enam) bulan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 299 Pasal 299
Setiap orang yang membangun Setiap orang yang
dan mengoperasikan terminal membangun dan
khusus tanpa izin dari Menteri mengoperasikan terminal
sebagaimana dimaksud dalam khusus tanpa Perizinan
Pasal 104 ayat (2) dipidana Berusaha dari Pemerintah
dengan pidana penjara paling Pusat sebagaimana
lama 2 dimaksud dalam Pasal 104
(dua) tahun atau denda paling ayat (2) dipidana dengan
banyak Rp300.000.000,00 pidana penjara paling lama
(tiga ratus juta rupiah) 2 (dua) tahun atau denda
paling banyak
Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah).
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Pasal 307 Pasal 307 Menghapus sanksi pidana
Setiap orang yang Setiap orang yang menjadi sanksi administrasi
mengoperasikan kapal tanpa mengoperasikan kapal karena sifatnya
dilengkapi dengan perangkat tanpa dilengkapi dengan administrasi.
komunikasi radio dan perangkat komunikasi
kelengkapannya sebagaimana radio dan kelengkapannya
dimaksud dalam Pasal 131 sebagaimana dimaksud
ayat (2) dipidana dengan dalam Pasal 131 ayat (2)
pidana penjara paling lama 2 dikenai sanksi
(dua) tahun dan denda paling administratif.
banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).

Pasal 308 Pasal 308 Menghapus sanksi pidana

Setiap orang yang Setiap orang yang menjadi sanksi administrasi


mengoperasikan kapal tidak mengoperasikan kapal karena sifatnya
dilengkapi dengan peralatan tidak dilengkapi dengan administrasi.
meteorologi sebagaimana peralatan meteorologi
dimaksud dalam Pasal 132 sebagaimana dimaksud
ayat (1) dipidana dengan dalam Pasal 132 ayat (1)
pidana penjara paling lama 2 dikenai sanksi
(dua) tahun dan denda paling administratif.
banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Pasal 310 Pasal 310 Menghapus sanksi pidana
Setiap orang yang Setiap orang yang menjadi sanksi administrasi
mempekerjakan Awak Kapal mempekerjakan Awak karena sifatnya
tanpa memenuhi persyaratan Kapal tanpa memenuhi administrasi.
kualifikasi dan kompetensi persyaratan kualifikasi
sebagaimana dimaksud dalam dan kompetensi
pasal 135 dipidana dengan sebagaimana dimaksud
pidana penjara paling lama 2 dalam Pasal 135 dikenai
(dua) tahun dan denda paling sanksi administratif.
banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).

Pasal 313 Pasal 313 Menghapus sanksi pidana

Setiap orang yang Setiap orang yang menjadi sanksi


menggunakan peti kemas menggunakan peti kemas administratif karena
sebagai bagian dari alat sebagai bagian dari alat sifatnya administrasi.
angkut tanpa memenuhi angkut tanpa memenuhi
persyaratan kelaikan peti persyaratan kelaikan peti
kemas sebagaimana dimaksud kemas sebagaimana
dalam Pasal 149 ayat (1) dimaksud dalam Pasal 149
dipidana dengan pidana ayat (1) dikenai sanksi
kurungan paling lama 2 (dua) administratif.
tahun dan denda paling
banyak Rp300.000.000,00
(tiga ratus juta rupiah).
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Pasal 314 Pasal 314
Setiap orang yang tidak Setiap orang yang tidak
memasang tanda pendaftaran memasang tanda
pada pendaftaran pada kapal
kapal yang telah terdaftar yang telah terdaftar
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud
Pasal 158 ayat (5) dipidana dalam Pasal 158 ayat (5)
dengan pidana penjara paling dikenai sanksi
lama 6 (enam) administratif.
bulan atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta
rupiah)

Pasal 321 Pasal 321 menambahkan besaran


Pemilik kapal yang tidak Pemilik kapal yang tidak denda karena:
menyingkirkan kerangka menyingkirkan kerangka 1. sesuai pengalaman,
kapal dan/atau muatannya kapal dan/atau pengangkatan kerangka
yang mengganggu muatannya yang kapal membutuhkan
keselamatan dan keamanan mengganggu keselamatan biaya kurang lebih Rp.
pelayaran dalam batas waktu dan keamanan pelayaran 10.000.000.000,00
yang ditetapkan pemerintah dalam batas waktu yang (sepuluh milyar rupiah);
sebagaimana dimaksud dalam ditetapkan Pemerintah
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Pasal 203 ayat (1) dipidana Pusat sebagaimana 2. menganggu alur
dengan pidana penjara paling dimaksud dalam Pasal 203 pelayaran dan
lama 1 (satu) tahun dan denda ayat (1) dipidana dengan keselamatan dan
paling banyak Rp. pidana penjara paling lama keamanan pelayaran;
200.000.000,00 (dua ratus 1 (satu) tahun dan denda dan
juta rupiah). paling banyak untuk menjamin
Rp10.000.000.000,00 perlindungan lingkungan
(sepuluh miliar rupiah). maritim.
Pasal 322 Pasal 322

Nakhoda yang melakukan Nakhoda yang melakukan


kegiatan perbaikan, percobaan kegiatan perbaikan,
berlayar, kegiatan alih muat di percobaan berlayar,
kegiatan alih muat di
kolam pelabuhan, menunda,
kolam pelabuhan,
dan bongkar muat barang
menunda, dan bongkar
berbahaya tanpa persetujuan muat barang berbahaya
dari Syahbandar sebagaimana tanpa persetujuan dari
dimaksud dalam Pasal 216 Syahbandar sebagaimana
ayat (1) dipidana dengan dimaksud dalam Pasal 216
pidana penjara paling lama 6 ayat (1) dikenai sanksi
(enam) bulan atau denda administratif.
paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Pasal 336 Pasal 336 Menambahkan 1 (satu) ayat
(1) Setiap pejabat yang (1) Setiap pejabat yang (3) dalam Pasal 336 bagi
melanggar suatu kewajiban melanggar suatu pejabat yang karena
khusus dari jabatannya kewajiban khusus dari melaksanakan tugas sesuai
atau pada waktu jabatannya atau pada jabatan dan
melakukan tindak pidana waktu melakukan kewenangannya namun
melakukan kekuasaan, tindak pidana terjadi kerugian harta benda
kesempatan atau sarana melakukan kekuasaan, dan/atau hilangnya nyawa
yang diberikan kepadanya kesempatan atau seseorang diluar
karena jabatan, dipidana sarana yang diberikan kekuasaannya.
dengan pidana penjara kepadanya karena
paling lama 1 (satu) tahun jabatan, dipidana Praktek di dunia pelayaran
dan denda paling banyak dengan pidana penjara internasional, bahwa port
Rp100.000.000,- (seratus paling lama 1 (satu) clearance adalah kapal
juta rupiah) tahun dan denda paling diizinkan meninggalkan
(2) Selain pidana sebagaimana banyak pelabuhan setelah urusan-
dimaksud pada ayat (1) Rp100.000.000,00 urusan terkait dengan kapal
pelaku dapat dikenai (seratus juta rupiah) tersebut telah diselesaikan.
pidana tambahan berupa (2) Selain pidana Misalnya jasa
pemberhentian secara tidak sebagaimana dimaksud kepelabuhanan terkait
hormat dari jabatannya. pada ayat (1) pelaku kapal, jasa karantina, jasa
dapat dikenai pidana bea cukai, jasa imigrasi.
tambahan berupa Lazimnya disebut CIQP
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
pemberhentian secara (Custom, Immigration,
tidak hormat dari Quarantine and Port).
jabatannya.
(3) Setiap pejabat yang Ketika kapal telah bergerak
karena melaksanakan meninggalkan pelabuhan,
tugas sesuai jabatan maka tanggung jawab
dan kewenangannya keselamatan kapal
menyebabkan kerugian (termasuk penumpang atau
harta benda dan/atau muatan lainnya) merupakan
hilangnya nyawa tanggungjawab nakhoda,
seseorang diluar bukan dikarenakan port
kekuasaannya, tidak cleareance dari syahbandar.
dapat dikenai sanksi.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN
Pasal 28 Pasal 28 Terdapat sanksi
(1) Setiap orang dilarang (1) Setiap orang dilarang administratif sehingga
memberikan tanda-tanda memberikan tanda atau akan diselaraskan
atau mengubah identitas mengubah identitas dengan rumusan RUU
pendaftaran sedemikian pendaftaran, Cipta Kerja
rupa sehingga kebangsaan, dan Ketentuan mengenai
mengaburkan tanda bendera pada pesawat sanksi akan diatur di
pendaftaran, kebangsaan, udara. dalam Peraturan
dan bendera pada pesawat (2) Setiap orang yang Pemerintah
udara. mengaburkan identitas
(2) Setiap orang yang tanda pendaftaran dan
mengaburkan identitas kebangsaan
tanda pendaftaran dan sebagaimana dimaksud
kebangsaan sebagaimana pada ayat (1) dikenai
dimaksud pada ayat (1) sanksi administratif.
dikenakan sanksi
administratif berupa:
a. peringatan; dan/atau
b. pencabutan sertifikat.

Pasal 30 Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara dan mengenai tata cara dan
prosedur pendaftaran dan prosedur pendaftaran dan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penghapusan tanda penghapusan tanda
pendaftaran dan tanda pendaftaran dan tanda
kebangsaan Indonesia serta kebangsaan Indonesia serta
pemberian sanksi pemberian sanksi
administratif diatur dengan administratif diatur dengan
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.
Pasal 45 Pasal 45 Terdapat sanksi
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut administratif sehingga
mengenai tata cara dan mengenai tata cara dan akan diselaraskan
prosedur memperoleh prosedur memperoleh dengan rumusan RUU
sertifikat operator pesawat sertifikat operator pesawat Cipta Kerja
udara atau sertifikat udara atau sertifikat
pengoperasian pesawat pengoperasian pesawat
udara dan pemberian sanksi udara dan pengenaan
administratif diatur dengan sanksi administratif diatur
Peraturan Menteri. dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 50 Pasal 50 Perubahan rujukan,


Setiap orang yang melanggar Setiap orang yang karena Pasal 47
ketentuan perawatan melanggar ketentuan mengalami perubahan.
pesawat udara sebagaimana perawatan pesawat udara
dimaksud dalam Pasal 47 sebagaimana dimaksud
Ketentuan mengenai
ayat (1) dikenakan sanksi dalam Pasal 47 dikenai
sanksi akan diatur di
administratif berupa: sanksi administratif.
dalam Peraturan
Pemerintah
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
a. pembekuan sertifikat;
dan/atau
b. pencabutan sertifikat.
Pasal 51 Pasal 51 Terdapat sanksi
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut administratif sehingga
mengenai tata cara, mengenai tata cara, akan diselaraskan
prosedur, dan pemberian prosedur, dan pemberian dengan rumusan RUU
sertifikat organisasi sertifikat organisasi Cipta Kerja
perawatan pesawat udara perawatan pesawat udara
dan lisensi ahli perawatan dan lisensi ahli perawatan
pesawat udara dan pesawat udara dan
pemberian sanksi pengenaan sanksi
administratif diatur dengan administratif diatur dengan
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah.

Pasal 113 Pasal 113 Terdapat sanksi


(1) Izin usaha angkutan (1) Perizinan Berusaha administratif sehingga
udara niaga sebagaimana sebagaimana dimaksud akan diselaraskan
dimaksud dalam Pasal 109 dalam Pasal 109 dilarang dengan rumusan RUU
ayat (1) dilarang dipindahtangankan Cipta Kerja
dipindahtangankan kepada pihak lain
kepada pihak lain sebelum sebelum melakukan Sesuai dengan arahan
melakukan kegiatan usaha kegiatan usaha angkutan Presiden, kewenangan
angkutan udara secara udara secara nyata Menteri/pimpinan
nyata dengan dengan mengoperasikan Lembaga, gubernur,
dan/atau
mengoperasikan pesawat pesawat udara sesuai
bupati/walikota perlu
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
udara sesuai dengan izin dengan Perizinan ditata kembali
usaha yang diberikan. Berusaha yang diberikan. berdasarkan prinsip
(2) Pemindahtanganan (2) Pemegang Perizinan perizinan berusaha
berbasis risiko dan
izin usaha angkutan udara Berusaha yang
menerapkan
niaga hanya dapat melanggar ketentuan penggunaan teknologi
dilakukan setelah sebagaimana dimaksud informasi dalam
pemegang izin usaha pada ayat (1) dikenai pemberian perizinan
beroperasi dan sanksi administratif. (misalnya perizinan
mendapatkan persetujuan berusaha secara
Menteri. elektronik)
(3) Pemegang Izin usaha Ketentuan mengenai
angkutan udara niaga yang sanksi akan diatur di
melanggar ketentuan dalam Peraturan
sebagaimana dimaksud Pemerintah.
pada ayat (1) dikenakan
sanksi administratif
berupa pencabutan izin.

Pasal 130 Pasal 130 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan


Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut Presiden, politik hukum fleksibilitas
mengenai tarif angkutan mengenai tarif angkutan dalam penyusunan RUU bagi
udara niaga berjadwal dalam udara niaga berjadwal Cipta Kerja kewenangan Pemerintah
negeri kelas ekonomi dan dalam negeri kelas ekonomi Menteri/pimpinan Pusat dalam
Lembaga, gubernur, mengambil
angkutan udara perintis dan angkutan udara
dan/atau kebijakan
serta tata cara dan prosedur perintis serta sanksi bupati/walikota perlu mengikuti
pengenaan sanksi administratif termasuk ditata kembali dinamika
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
administratif diatur dengan prosedur dan tata cara berdasarkan prinsip masyarakat
Peraturan Menteri. pengenaan sanksi diatur perizinan berusaha dan global
dengan Peraturan berbasis risiko dan yang semakin
menerapkan cepat.
Pemerintah.
penggunaan teknologi 2. Pemerintah
informasi dalam
perlu
pemberian perizinan
(misalnya perizinan mempersiapk
berusaha secara an Peraturan
elektronik). Pemerintah
pelaksanaan
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
Pasal 137 Pasal 137 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut Presiden, politik hukum fleksibilitas
mengenai prosedur dan tata mengenai sanksi dalam penyusunan RUU bagi
cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana Cipta Kerja kewenangan Pemerintah
administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 Menteri/pimpinan Pusat dalam
Lembaga, gubernur, mengambil
dimaksud dalam Pasal 136 ayat (5) termasuk prosedur
dan/atau kebijakan
ayat (5) diatur dengan dan tata cara pengenaan bupati/walikota perlu mengikuti
Peraturan Menteri. diatur dengan Peraturan ditata kembali dinamika
Pemerintah. berdasarkan prinsip masyarakat
perizinan berusaha dan global
berbasis risiko dan yang semakin
menerapkan cepat.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penggunaan teknologi 2. Pemerintah
informasi dalam perlu
pemberian perizinan mempersiapka
(misalnya perizinan n Peraturan
berusaha secara Pemerintah
elektronik). pelaksanaan
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
Pasal 138 Pasal 138 Pengaturan mengenai Pemerintah perlu
(1) Pemilik, agen ekspedisi (1) Pemilik, agen jenis sanksi mempersiapkan
muatan pesawat udara, ekspedisi muatan administratif akan Peraturan
atau pengirim yang pesawat udara, atau diatur dalam Peraturan Pemerintah
menyerahkan barang pengirim yang Pemerintah. pelaksanaan RUU
khusus dan/atau menyerahkan barang dalam jangka
berbahaya wajib khusus dan/atau waktu tidak lama
menyampaikan berbahaya wajib setelah disahkan.
pemberitahuan kepada menyampaikan
pengelola pergudangan pemberitahuan kepada
dan/atau badan usaha pengelola pergudangan
angkutan udara sebelum dan/atau badan usaha
dimuat ke dalam pesawat angkutan udara sebelum
udara. dimuat ke dalam pesawat
(2) Badan usaha bandar udara.
udara, unit penyelenggara
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
bandar udara, badan (2) Badan usaha bandar
usaha pergudangan, atau udara, unit penyelenggara
badan usaha angkutan bandar udara, badan
udara niaga yang usaha pergudangan, atau
melakukan kegiatan badan usaha angkutan
pengangkutan barang udara niaga yang
khusus dan/atau barang melakukan kegiatan
berbahaya wajib pengangkutan barang
menyediakan tempat khusus dan/atau barang
penyimpanan atau berbahaya wajib
penumpukan serta menyediakan tempat
bertanggung jawab penyimpanan atau
terhadap penyusunan penumpukan serta
sistem dan prosedur bertanggung jawab
penanganan barang terhadap penyusunan
khusus dan/atau sistem dan prosedur
berbahaya selama barang penanganan barang
tersebut belum dimuat ke khusus dan/atau
dalam pesawat udara. berbahaya selama barang
(3) Pemilik, agen ekspedisi tersebut belum dimuat ke
muatan pesawat udara, dalam pesawat udara.
atau pengirim, badan (3) Pemilik, agen
usaha bandar udara, unit ekspedisi muatan
penyelenggara bandar pesawat udara, atau
udara, badan usaha pengirim, badan usaha
pergudangan, atau badan bandar udara, unit
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
usaha angkutan udara penyelenggara bandar
niaga yang melanggar udara, badan usaha
ketentuan pengangkutan pergudangan, atau badan
barang berbahaya usaha angkutan udara
sebagaimana dimaksud niaga yang melanggar
pada ayat (1) dan ayat (2) ketentuan pengangkutan
dikenakan sanksi barang berbahaya
administratif berupa sebagaimana dimaksud
peringatan dan/atau pada ayat (1) dan ayat (2)
pencabutan izin. dikenakan sanksi
administratif.
Pasal 139 Pasal 139 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut Presiden, politik hukum fleksibilitas
mengenai tata cara prosedur mengenai pengangkutan dalam penyusunan RUU bagi
pengangkutan barang barang khusus dan barang Cipta Kerja kewenangan Pemerintah
khusus dan barang berbahaya serta sanksi Menteri/pimpinan Pusat dalam
Lembaga, gubernur, mengambil
berbahaya serta pengenaan administratif termasuk
dan/atau kebijakan
sanksi administratif diatur prosedur dan tata cara bupati/walikota perlu mengikuti
dengan Peraturan Menteri. pengenaan diatur dengan ditata kembali dinamika
Peraturan Pemerintah. berdasarkan prinsip masyarakat
perizinan berusaha dan global
berbasis risiko dan yang semakin
menerapkan cepat.
penggunaan teknologi 2. Pemerintah
informasi dalam
perlu
pemberian perizinan
(misalnya perizinan mempersiapka
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
berusaha secara n Peraturan
elektronik). Pemerintah
pelaksanaan
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
Pasal 218 Pasal 218 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut Presiden, politik hukum fleksibilitas
mengenai keselamatan dan mengenai keselamatan dan dalam penyusunan RUU bagi
keamanan penerbangan, keamanan penerbangan, Cipta Kerja kewenangan Pemerintah
pelayanan jasa bandar udara, pelayanan jasa bandar Menteri/pimpinan Pusat dalam
mengambil
serta tata cara dan prosedur udara, serta tata cara dan Lembaga,gubernur,dan/
kebijakan
untuk memperoleh sertifikat prosedur untuk atau bupati/walikota mengikuti
bandar udara atau register memperoleh sertifikat perlu ditata kembali dinamika
bandar udara dan pengenaan bandar udara atau register berdasarkan prinsip masyarakat
sanksi administratif diatur bandar udara dan perizinan berusaha dan global
dengan Peraturan Menteri. pengenaan sanksi berbasis risiko dan yang semakin
administratif diatur dengan menerapkan cepat.
Peraturan Pemerintah. penggunaan teknologi 2. Pemerintah
informasi dalam perlu
pemberian perizinan mempersiapka
(misalnya perizinan n Peraturan
berusaha secara Pemerintah
elektronik). pelaksanaan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
Pasal 219 Pasak 219 Pengaturan mengenai
(1) Setiap badan usaha (1) Setiap badan usaha jenis sanksi
bandar udara atau unit bandar udara atau unit administratif akan
penyelenggara bandar penyelenggara bandar diatur dalam Peraturan
udara wajib menyediakan udara wajib menyediakan Pemerintah.
fasilitas bandar udara fasilitas bandar udara
yang memenuhi yang memenuhi
persyaratan keselamatan persyaratan keselamatan
dan keamanan dan keamanan
penerbangan, serta penerbangan, serta
pelayanan jasa bandar pelayanan jasa bandar
udara sesuai dengan udara sesuai dengan
standar pelayanan yang standar pelayanan yang
ditetapkan. ditetapkan.”
(2) Setiap fasilitas bandar (2) Setiap orang yang
udara sebagaimana melanggar ketentuan
dimaksud pada ayat (1) sebagaimana dimaksud
diberi sertifikat kelaikan pada ayat (1) dikenai
oleh Menteri. sanksi administratif.
(3) Untuk mempertahankan
kesiapan fasilitas bandar
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
udara, badan usaha
bandar udara, atau unit
penyelenggara bandar
udara wajib melakukan
perawatan dalam jangka
waktu tertentu dengan
cara pengecekan, tes,
verifikasi, dan/atau
kalibrasi.
(4) Untuk menjaga dan
meningkatkan kinerja
fasilitas, prosedur, dan
personel, badan usaha
bandar udara atau unit
penyelenggara bandar
udara wajib melakukan
pelatihan penanggulangan
keadaan darurat secara
berkala.
(5) Setiap orang yang
melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (3), dan
ayat (4) dikenakan sanksi
administratif berupa:
1. peringatan;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
2. pembekuan sertifikat;
dan/atau
3. pencabutan sertifikat.

Pasal 238 Pasal 238 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan


Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut Presiden, politik hukum fleksibilitas
mengenai kegiatan mengenai kegiatan dalam penyusunan RUU bagi
pengusahaan di bandar pengusahaan di bandar Cipta Kerja kewenangan Pemerintah
udara, serta tata cara dan udara, serta tata cara dan Menteri/pimpinan Pusat dalam
mengambil
prosedur pengenaan sanksi prosedur pengenaan sanksi Lembaga,gubernur,dan/
kebijakan
administratif diatur dengan administratif diatur dengan atau bupati/walikota mengikuti
Peraturan Menteri. Peraturan Pemerintah. perlu ditata kembali dinamika
berdasarkan prinsip masyarakat
perizinan berusaha dan global
berbasis risiko dan yang semakin
cepat.
menerapkan
penggunaan teknologi 2. Pemerintah
informasi dalam perlu
pemberian perizinan mempersiapka
(misalnya perizinan n Peraturan
berusaha secara Pemerintah
elektronik). pelaksanaan
RUU dalam
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
Pasal 242 Pasal 242 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut Presiden, politik hukum fleksibilitas
mengenai tanggung jawab mengenai tanggung jawab dalam penyusunan RUU bagi
atas kerugian serta tata cara atas kerugian serta sanksi Cipta Kerja kewenangan Pemerintah
dan prosedur pengenaan administratif termasuk Menteri/pimpinan Pusat dalam
mengambil
sanksi administratif diatur prosedur dan tata cara Lembaga,gubernur,dan/
kebijakan
dengan Peraturan Menteri. diatur dengan Peraturan atau bupati/walikota mengikuti
Pemerintah. perlu ditata kembali dinamika
berdasarkan prinsip masyarakat
perizinan berusaha dan global
berbasis risiko dan yang semakin
cepat.
menerapkan
penggunaan teknologi 2. Pemerintah
informasi dalam perlu
pemberian perizinan mempersiapka
(misalnya perizinan n Peraturan
berusaha secara Pemerintah
elektronik). pelaksanaan
RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
setelah
disahkan.
Pasal 317 Pasal 317 Sesuai dengan arahan 1. Memberikan
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut Presiden, politik hukum fleksibilitas
mengenai sistem manajemen mengenai sistem dalam penyusunan RUU bagi
keselamatan penyedia jasa manajemen keselamatan Cipta Kerja kewenangan Pemerintah
penerbangan, tata cara, dan penyedia jasa penerbangan, Menteri/pimpinan Pusat dalam
mengambil
prosedur pengenaan sanksi dan sanksi administratif Lembaga,gubernur,dan/
kebijakan
administratif diatur dengan termasuk prosedur dan tata atau bupati/walikota mengikuti
Peraturan Menteri. cara pengenaan diatur perlu ditata kembali dinamika
dengan Peraturan berdasarkan prinsip masyarakat
Pemerintah. perizinan berusaha dan global yang
berbasis risiko dan semakin cepat.
menerapkan 2. Pemerintah
penggunaan teknologi perlu
informasi dalam mempersiapka
pemberian perizinan n Peraturan
(misalnya perizinan Pemerintah
berusaha secara pelaksanaan
elektronik). RUU dalam
jangka waktu
tidak lama
setelah
disahkan.
Pasal 399 Pasal 399 Sesuai dengan arahan Perlu adanya
Presiden terkait pemahaman bagi
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(1) Pejabat pegawai negeri (1) Pejabat Penyidik pengenaan sanksi penyidik, sanksi
sipil tertentu di lingkungan Pegawai Negeri Sipil pidana sebagai ultimum pidana sebagai
instansi yang lingkup tugas Tertentu di Lingkungan remidium, diperlukan ultimum remidium.
dan tanggung jawabnya di Instansi Pemerintah Penatanaan kembali
bidang penerbangan diberi yang lingkup tugas dan Pejabat Penyidik
wewenang khusus sebagai Pegawai Negeri Sipil dan
tanggungjawabnya
penyidik tindak pidana penyidikan tindak
dibidang penerbangan
sebagaimana dimaksud pidana terkait perizinan
diberi wewenang
dalam undang-undang ini. berusaha.
(2) Dalam pelaksanaan khusus sebagai
tugasnya pejabat pegawai Penyidik Pegawai
negeri sipil tertentu Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud pada sebagaimana
ayat (1) berada di bawah dimaksud dalam Kitab
koordinasi dan pengawasan Undang-Undang
penyidik polisi Negara Hukum Acara Pidana
Republik Indonesia. untuk melakukan
penyidikan tindak
pidana.
(2) Pejabat Pegawai Negeri
Sipil Tertentu
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diberi kewenangan
untuk:
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
a. meneliti, mencari,
dan mengumpulkan
keterangan
sehubungan dengan
tindak pidana;
b. menerima laporan
atau keterangan
tentang adanya
tindak pidana;
c. memanggil orang
untuk didengar dan
diperiksa sebagai
saksi dan/atau
tersangka tindak
pidana;
d. melakukan
penangkapan dan
penahanan
terhadap orang yang
diduga melakukan
tindak pidana;
e. meminta
keterangan dan
bukti dari orang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
yang diduga
melakukan tindak
pidana;
f. memotret dan/atau
merekam melalui
media elektronik
terhadap orang,
barang, pesawat
udara, atau hal
yang dapat
dijadikan bukti
adanya tindak
pidana;
g. memeriksa
dokumen yang
terkait dengan
tindak pidana;
h. mengambil sidik jari
dan identitas orang;
i. menggeledah
tempat-tempat
tertentu yang
dicurigai adanya
tindak pidana;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
j. menyita benda yang
diduga kuat
merupakan barang
yang digunakan
untuk melakukan
tindak pidana;
k. mengisolasi dan
mengamankan
barang dan/atau
dokumen yang
dapat dijadikan
sebagai alat bukti
sehubungan dengan
tindak pidana;
l. mendatangkan
saksi ahli yang
diperlukan dalam
hubungannya
dengan
pemeriksaan
perkara tindak
pidana;
m. menghentikan
proses penyidikan;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
n. meminta bantuan
polisi Negara
Republik Indonesia
atau instansi lain
untuk melakukan
penanganan tindak
pidana; dan
o. melakukan
tindakan lain
menurut hukum
yang berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
berada di bawah
koordinasi dan
pengawasan Penyidik
Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian
penyidikan kepada
Penuntut Umum
dengan tembusan
kepada pejabat Polisi
Negara Republik
Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu dapat
meminta bantuan
kepada aparat penegak
hukum.

Pasal 400 Pasal 400 Telah diatur dalam Pasal


Dihapus. 399.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(1) Kewenangan penyidik
pegawai negeri sipil
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 399
dilaksanakan sebagai
berikut:
1. meneliti, mencari, dan
mengumpulkan
keterangan
sehubungan dengan
tindak pidana di
bidang penerbangan;
2. menerima laporan
tentang adanya tindak
pidana di bidang
penerbangan;
3. memanggil orang
untuk didengar dan
diperiksa sebagai saksi
dan/atau tersangka
tindak pidana di
bidang penerbangan;
4. melakukan
penangkapan terhadap
orang yang diduga
melakukan tindak
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pidana di bidang
penerbangan;
5. meminta keterangan
dan bukti dari orang
yang diduga
melakukan tindak
pidana di bidang
penerbangan;
6. memotret dan/atau
merekam melalui
media elektronik
terhadap orang,
barang, pesawat
udara, atau hal yang
dapat dijadikan bukti
adanya tindak pidana
di bidang
penerbangan;
7. memeriksa dokumen
yang terkait dengan
tindak pidana
penerbangan;
8. mengambil sidik jari
dan identitas orang;
9. menggeledah pesawat
udara dan tempat-
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
tempat tertentu yang
dicurigai adanya
tindak pidana di
bidang penerbangan;
10. menyita benda
yang diduga kuat
merupakan barang
yang digunakan untuk
melakukan tindak
pidana di bidang
penerbangan;
11. mengisolasi dan
mengamankan barang
dan/atau dokumen
yang dapat dijadikan
sebagai alat bukti
sehubungan dengan
tindak pidana di
bidang penerbangan;
12. mendatangkan
saksi ahli yang
diperlukan;
13. menghentikan
proses penyidikan; dan
14. meminta
bantuan polisi Negara
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Republik Indonesia
atau instansi lain
terkait untuk
melakukan
penanganan tindak
pidana di bidang
penerbangan.
(2) Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 399
menyampaikan hasil
penyidikan kepada penuntut
umum melalui pejabat
penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia.

Pasal 403 Pasal 403 Ketentuan mengenai


Setiap orang yang melakukan Setiap Orang yang sanksi akan diatur di
kegiatan produksi dan/atau melakukan kegiatan dalam Peraturan
perakitan pesawat udara, produksi dan/atau Pemerintah
mesin pesawat udara, perakitan pesawat udara,
dan/atau baling-baling mesin pesawat udara,
pesawat terbang yang tidak dan/atau baling-baling
memiliki sertifikat produksi pesawat terbang yang tidak
sebagaimana dimaksud memiliki sertifikat produksi
dalam Pasal 19 ayat (1) sebagaimana dimaksud
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dipidana dengan pidana dalam Pasal 19 ayat (1)
penjara paling lama 3 (tiga) dikenai sanksi
tahun atau denda paling administratif.
banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah)
Pasal 418 Pasal 418 memiliki dampak
Setiap orang yang melakukan Setiap orang yang keselamatan orang dan
kegiatan angkutan udara melakukan kegiatan merupakan kedaulatan
niaga tidak berjadwal luar angkutan udara niaga tidak negara.
negeri tanpa persetujuan berjadwal luar negeri tanpa
terbang dari Menteri persetujuan terbang dari
sebagaimana dimaksud Pemerintah Pusat
dalam Pasal 93 ayat (1) sebagaimana dimaksud
dipidana dengan pidana dalam Pasal 93 ayat (1)
penjara paling lama 1 (satu) dipidana dengan pidana
tahun atau denda paling penjara paling lama 1 (satu)
banyak Rp200.000.000,00 tahun atau denda paling
(dua ratus juta rupiah) banyak Rp200.000.000,00
(dua ratus juta rupiah).
Pasal 423 Pasal 423 Subjek yang dikenakan
1. Personel bandar udara (1) Personel bandar udara denda adalah subjek
yang mengoperasikan yang mengoperasikan yang memberikan jasa
dan/atau memelihara dan/atau memelihara dan merupakan
fasilitas bandar udara fasilitas bandar udara pelanggaran pada saat
tanpa memiliki lisensi tanpa memiliki lisensi melaksanakan kegiatan
atau sertifikat kompetensi atau sertifikat usaha,
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sebagaimana dimaksud kompetensi sebagaimana
dalam Pasal 222 ayat (1) dimaksud dalam Pasal Mengikuti ketentuan
dipidana dengan pidana 222 dipidana dengan pada Pasal acuan yang
penjara paling lama 1 pidana penjara paling tidak terdiri dari ayat-
(satu) tahun atau denda lama 1 (satu) tahun atau ayat.
paling banyak denda paling banyak
Rp200.000.000,00 (dua Rp200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) ratus juta rupiah)
2. Dalam hal perbuatan (2) Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pada ayat (1)
mengakibatkan matinya mengakibatkan matinya
orang, dipidana dengan orang, dipidana dengan
pidana penjara paling pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun lama 15 (lima belas)
dan denda paling banyak tahun dan denda paling
Rp1.000.000.000,00 (satu banyak
miliar rupiah). Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Pasal 428 Pasal 428 Subjek yang dikenakan
Setiap orang yang (1) Setiap orang yang denda adalah subjek
mengoperasikan bandar mengoperasikan bandar yang memberikan jasa
udara khusus yang udara khusus yang dan merupakan
digunakan untuk digunakan untuk pelanggaran pada saat
kepentingan umum tanpa kepentingan umum melaksanakan kegiatan
izin dari Menteri tanpa Persetujuan dari usaha,
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sebagaimana dimaksud Pemerintah Pusat
dalam Pasal 250 dipidana sebagaimana dimaksud
dengan pidana penjara paling dalam Pasal 250 dipidana
lama 3 (tiga) tahun atau dengan pidana penjara
denda paling banyak paling lama 3 (tiga)
Rp3.000.000.000,00 (tiga tahun atau denda paling
miliar rupiah) banyak
Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
mengakibatkan matinya
orang dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling
banyak
Rp15.000.000.000,00
(lima belas miliar rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN
Pasal 28 Pasal 28 Sesuai dengan politik
Penyelenggara Sarana Penyelenggara Sarana hukum penyusunan
Perkeretaapian yang Perkeretaapian yang RUU Cipta Kerja hal-hal
mengoperasikan sarana mengoperasikan sarana yang bersifat detail dan
perkeretaapian tidak perkeretaapian tidak teknis diatur lebih
memenuhi standar memenuhi standar kelaikan lanjut dengan
kelaikan operasi sarana operasi sarana perkeretaapian Peraturan Pemerintah.
perkeretaapian sebagaimana dimaksud dalam Sehingga, ketentuan
sebagaimana dimaksud Pasal 27, dikenai sanksi lebih lanjut mengenai
dalam Pasal 27, dikenai administratif. jenis sanksi
sanksi administratif berupa administrative diatur
teguran tertulis, dalam Peraturan
pembekuan izin, dan Pemerintah.
pencabutan izin operasi.

Pasal 77 Pasal 77 Sesuai dengan politik


Setiap badan hukum atau Setiap badan hukum atau hukum penyusunan
lembaga yang melanggar lembaga yang melanggar RUU Cipta Kerja hal-hal
ketentuan sebagaimana ketentuan sebagaimana yang bersifat detail dan
dimaksud dalam Pasal 76 dimaksud dalam Pasal 76 teknis diatur lebih
dikenai sanksi dikenai sanksi administratif.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
administratif berupa lanjut dengan
teguran tertulis, Peraturan Pemerintah.
pembekuan izin, atau Sehingga, ketentuan
pencabutan izin operasi. lebih lanjut mengenai
jenis sanksi
administrative diatur
dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 82 Pasal 82 Sesuai dengan politik
Penyelenggara Prasarana Penyelenggara Prasarana hukum penyusunan
Perkeretaapian yang Perkeretaapian yang RUU Cipta Kerja hal-hal
melanggar ketentuan melanggar ketentuan yang bersifat detail dan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam teknis diatur lebih
dalam Pasal 81, dikenai Pasal 81 dikenai sanksi lanjut dengan
sanksi administratif berupa administratif. Peraturan Pemerintah.
teguran tertulis atau Sehingga, ketentuan
pembekuan izin atau lebih lanjut mengenai
pencabutan izin operasi. jenis sanksi
administrative diatur
dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 107 Pasal 107 Sesuai dengan politik
hukum penyusunan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Setiap badan hukum atau Setiap badan hukum atau RUU Cipta Kerja hal-hal
lembaga yang melanggar lembaga yang melanggar yang bersifat detail dan
ketentuan sebagaimana ketentuan sebagaimana teknis diatur lebih
dimaksud dalam Pasal 106, dimaksud dalam Pasal 106 lanjut dengan
dikenai sanksi dikenai sanksi administratif. Peraturan Pemerintah.
administratif berupa Sehingga, ketentuan
teguran tertulis, lebih lanjut mengenai
pembekuan izin, atau jenis sanksi
pencabutan izin operasi. administrative diatur
dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 112 Pasal 112 Sesuai dengan politik
Apabila penyelenggara sarana hukum penyusunan
Apabila penyelenggara perkeretaapian dalam RUU Cipta Kerja hal-hal
sarana perkeretaapian
melaksanakan pemeriksaan yang bersifat detail dan
dalam melaksanakan
tidak menggunakan tenaga teknis diatur lebih
pemeriksaan tidak
menggunakan tenaga yang yang memiliki kualifikasi lanjut dengan
memiliki kualifikasi keahlian dan tidak sesuai Peraturan Pemerintah.
keahlian dan tidak sesuai dengan tata cara yang Sehingga, ketentuan
dengan tata cara yang ditetapkan sebagaimana lebih lanjut mengenai
ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 jenis sanksi
dimaksud dalam Pasal 111, dikenai sanksi administratif. administrative diatur
dikenai sanksi
administratif berupa
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
teguran tertulis, dalam Peraturan
pembekuan izin operasi, Pemerintah.
atau pencabutan izin
operasi.
Pasal 135 Pasal 135 Sesuai dengan politik
Penyelenggara Sarana Penyelenggara Sarana hukum penyusunan
Perkeretaapian yang tidak Perkeretaapian yang tidak RUU Cipta Kerja hal-hal
menyediakan angkutan menyediakan angkutan yang bersifat detail dan
dengan kereta api lain atau dengan kereta api lain atau teknis diatur lebih
moda transportasi lain moda transportasi lain sampai lanjut dengan
sampai stasiun tujuan atau stasiun tujuan atau tidak Peraturan Pemerintah.
tidak memberi ganti memberi ganti kerugian senilai Sehingga, ketentuan
kerugian senilai harga harga karcis sebagaimana lebih lanjut mengenai
karcis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 jenis sanksi
dimaksud dalam Pasal 134 ayat (4) dikenai sanksi administrative diatur
ayat (4) dikenai sanksi administratif. dalam Peraturan
administratif berupa Pemerintah.
pembekuan izin operasi
atau pencabutan izin
operasi.
Pasal 168 Pasal 168 Sesuai dengan politik
Penyelenggara Sarana Penyelenggara Sarana hukum penyusunan
Perkeretaapian yang tidak Perkeretaapian yang tidak RUU Cipta Kerja hal-hal
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
mengasuransikan mengasuransikan tanggung yang bersifat detail dan
tanggung jawabnya jawabnya sebagaimana teknis diatur lebih
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 167 lanjut dengan
dalam Pasal 167 ayat (1), ayat (1) dikenai sanksi Peraturan Pemerintah.
dikenai sanksi administratif. Sehingga, ketentuan
administratif berupa lebih lanjut mengenai
pembekuan izin operasi jenis sanksi
atau pencabutan izin administrative diatur
operasi. dalam Peraturan
Pemerintah.
Pasal 186 Pasal 186 Sesuai dengan arahan
(1) Pejabat pegawai negeri (1) Pejabat Penyidik Pegawai Presiden terkait
sipil tertentu di bidang Negeri Sipil Tertentu di pengenaan sanksi
pidana sebagai ultimum
perkeretaapian dapat diberi Lingkungan Instansi
remidium, diperlukan
kewenangan khusus Pemerintah yang lingkup
Penatanaan kembali
sebagai penyidik tugas dan Pejabat Penyidik
sebagaimana dimaksud tanggungjawabnya Pegawai Negeri Sipil
dalam Undang-Undang dibidang perkeretapiaan dan penyidikan tindak
Nomor 8 Tahun 1981 diberi wewenang khusus pidana terkait perizinan
berusaha.
tentang Hukum Acara sebagai Penyidik Pegawai
Pidana untuk melakukan Negeri Sipil sebagaimana
penyidikan atas dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pelanggaran ketentuan Acara Pidana untuk
dalam Undang-Undang ini. melakukan penyidikan
(2) Penyidik Pegawai Negeri tindak pidana.
Sipil sebagaimana (2) Pejabat Pegawai Negeri
dimaksud pada ayat (1) Sipil Tertentu
berwenang untuk: sebagaimana dimaksud
a. melakukan pada ayat (1) diberi
pemeriksaan atas kewenangan untuk:
kebenaran laporan, a. meneliti, mencari, dan
pengaduan, atau mengumpulkan
keterangan tentang keterangan
terjadinya tindak sehubungan dengan
pidana di bidang tindak pidana;
perkeretaapian; b. menerima laporan
b. memanggil orang atau keterangan
untuk didengar tentang adanya tindak
keterangannya pidana;
sebagai saksi c. memanggil orang
dan/atau tersangka untuk didengar dan
tindak pidana di diperiksa sebagai saksi
bidang dan/atau tersangka
perkeretaapian; tindak pidana;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
c. melakukan d. melakukan
penggeledahan, penangkapan dan
penyegelan, penahanan terhadap
dan/atau penyitaan orang yang diduga
alat-alat yang melakukan tindak
digunakan untuk pidana;
melakukan tindak e. meminta keterangan
pidana di bidang dan bukti dari orang
perkeretaapian; yang diduga
d. melakukan melakukan tindak
pemeriksaan tempat pidana;
terjadinya tindak f. memotret dan/atau
pidana dan tempat merekam melalui
lain yang diduga media elektronik
terdapat barang terhadap orang,
bukti tindak pidana barang, kereta api,
di bidang atau hal yang dapat
perkeretaapian; dijadikan bukti adanya
e. melakukan tindak pidana;
penyitaan barang g. memeriksa dokumen
bukti tindak pidana yang terkait dengan
di bidang tindak pidana;
perkeretaapian;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
f. meminta keterangan h. mengambil sidik jari
dan barang bukti dan identitas orang;
dari orang dan/atau i. menggeledah tempat-
badan hukum atas tempat tertentu yang
terjadinya tindak dicurigai adanya
pidana di bidang tindak pidana;
perkeretaapian; j. menyita benda yang
g. mendatangkan ahli diduga kuat
yang diperlukan merupakan barang
untuk penyidikan yang digunakan untuk
tindak pidana di melakukan tindak
bidang pidana;
perkeretaapian; k. mengisolasi dan
h. membuat dan mengamankan barang
menandatangani dan/atau dokumen
berita acara yang dapat dijadikan
pemeriksaan perkara sebagai alat bukti
tindak pidana di sehubungan dengan
bidang tindak pidana;
perkeretaapian; dan l. mendatangkan saksi
i. menghentikan ahli yang diperlukan
penyidikan apabila dalam hubungannya
tidak terdapat cukup
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
bukti terjadinya dengan pemeriksaan
tindak pidana di perkara tindak pidana;
bidang m. menghentikan proses
perkeretaapian. penyidikan;
(3) Pejabat pegawai negeri n. meminta bantuan
sipil sebagaimana polisi Negara Republik
dimaksud pada ayat (1) Indonesia atau
memberitahukan instansi lain untuk
dimulainya penyidikan dan melakukan
menyerahkan hasil penanganan tindak
penyidikannya kepada pidana; dan
penuntut umum sesuai o. melakukan tindakan
dengan peraturan lain menurut hukum
perundang-undangan yang yang berlaku.
berlaku. (3) Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
berada di bawah
koordinasi dan
pengawasan Penyidik
Polisi Negara Republik
Indonesia.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(4) Penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3),
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada Penuntut Umum
dengan tembusan kepada
pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Tertentu dapat
meminta bantuan kepada
aparat penegak hukum.
Pasal 188 Pasal 188 Pada prinsipnya Pasal
ini tetap harus diatur di
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Badan Usaha yang (1) Badan Usaha yang dalam UU 23 Tahun
menyelenggarakan menyelenggarakan 2007 tentang
prasarana prasarana perkeretaapian Perkeretaapian karena :
perkeretaapian umum yang umum yang tidak memiliki 1. Diperlukan dalam
tidak memiliki izin usaha, Perizinan Berusaha rangka penegakan
izin pembangunan, dan izin sebagaimana dimaksud peraturan perundang
operasi sebagaimana dalam Pasal 24 ayat (1) – undangan di bidang
dimaksud dalam Pasal 24 dikenai sanksi perkeretaapian,
ayat (1), dipidana dengan administratif. penyelenggaraan
pidana penjara paling lama (2) Ketentuan lebih lanjut perkeretaapian
6 (enam) tahun dan pidana mengenai tata cara mempunyai resiko
denda paling banyak pengenaan sanksi tinggi terhadap
Rp2.000.000.000,00 (dua sebagaimana dimaksud keselamatan
milyar rupiah). pada ayat (1) diatur perkeretaapian;
dengan Peraturan 2. Apabila Badan Usaha
Pemerintah. Penyelenggaran
Prasarana
Perkeretaapian
membangun dan
mengoperasikan
prasarana
perkeretaapian tidak
sesuai dengan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
prosedur,
persyaratan teknis,
dan kelaikan
prasarana
perkeretaapian, akan
membahayakan
keselamatan
pengguna jasa
perkeretaapian.
3. Sanksi ini apabila
dimaksukan ke
dalam KUHP tidak
ada yang sesuai,
sehingga tetap diatur
di dalam UU 23
Tahun 2007.
Pasal 190 Pasal 190 Pada prinsipnya Pasal
Badan Usaha yang (1) Badan Usaha yang ini tetap harus diatur di
menyelenggarakan sarana menyelenggarakan sarana dalam UU 23 Tahun
perkeretaapian umum yang perkeretaapian umum 2007 tentang
tidak memiliki izin usaha yang tidak memiliki Perkeretaapian karena:
dan izin operasi Perizinan Berusaha 1. Diperlukan dalam
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud rangka penegakan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dalam Pasal 32 ayat (1), dalam Pasal 32 ayat (1) peraturan perundang
dipidana dikenai sanksi – undangan di bidang
dengan pidana penjara administratif. perkeretaapian,
paling lama 6 (enam) tahun (2) Ketentuan lebih lanjut penyelenggaraan
dan pidana denda paling mengenai tata cara perkeretaapian
banyak pengenaan sanksi mempunyai resiko
Rp2.000.000.000,00 (dua sebagaimana dimaksud tinggi terhadap
milyar rupiah). pada ayat (1) diatur keselamatan
dengan Peraturan perkeretaapian;
Pemerintah. 2. Sanksi ini apabila
dimasukkan ke
dalam KUHP tidak
ada yang sesuai,
sehingga tetap diatur
di dalam UU 23
Tahun 2007.

Pasal 191 Pasal 191 Pada prinsipnya Pasal


(1) Penyelenggara (1) Penyelenggara ini tetap harus diatur di
perkeretaapian khusus perkeretaapian khusus dalam UU 23 Tahun
yang tidak memiliki izin yang tidak memiliki 2007 tentang
pengadaan atau Perizinan Berusaha Perkeretaapian karena:
pembangunan dan izin sebagaimana dimaksud
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
operasi sebagaimana dalam Pasal 33 ayat (2), 1. Diperlukan dalam
dimaksud dalam Pasal dipidana dengan pidana rangka penegakan
33 ayat (2), dipidana penjara paling lama 6 peraturan perundang
dengan pidana penjara (enam) bulan dan pidana – undangan di bidang
paling lama 6 (enam) denda paling banyak perkeretaapian,
bulan dan pidana denda Rp250.000.000,00 (dua penyelenggaraan
paling banyak ratus lima puluh juta perkeretaapian
Rp250.000.000,00 (dua rupiah). mempunyai resiko
ratus lima puluh juta (2) Dalam hal tindak pidana tinggi terhadap
rupiah). sebagaimana dimaksud keselamatan
(2) Dalam hal tindak pidana pada ayat (1) perkeretaapian;
sebagaimana dimaksud mengakibatkan 2. Sanksi ini apabila
pada ayat (1) kecelakaan kereta api dan dimaksukan ke
mengakibatkan kerugian bagi harta benda dalam KUHP tidak
kecelakaan kereta api dipidana dengan pidana ada yang sesuai,
dan kerugian bagi harta penjara paling lama 18 sehingga tetap diatur
benda, dipidana dengan (delapan belas) bulan dan di dalam UU 23
pidana penjara paling pidana denda paling Tahun 2007.
lama 1 (satu) tahun 6 banyak
(enam) bulan dan pidana Rp500.000.000,00 (lima
denda paling banyak ratus juta rupiah).
Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI
Pasal 89 Pasal 89 Pasal 34 ayat (3)
(1) Setiap usaha orang Setiap usaha orang dihapus karena acuan
perseorangan yang tidak perseorangan dan Badan dihapus
memiliki Tanda Daftar Usaha Jasa Konstruksi yang
Usaha Perseorangan tidak memiliki Perizinan
sebagaimana dimaksud Berusaha sebagaimana
dalam Pasal 26 ayat (1) dimaksud dalam Pasal 26
dikenai sanksi ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa: administratif.
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
dan/atau
c. penghentian
sementara kegiatan
layanan Jasa
Konstruksi.
(2) Setiap badan usaha dan
badan usaha asing yang
tidak memenuhi
kewajiban memiliki Izin
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Usaha yang masih
berlaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
26 ayat (2) dan Pasal 34
ayat (3), dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
dan/atau
c. penghentian
sementara kegiatan
layanan Jasa Konstruksi
Pasal 90 Pasal 90
(1) Setiap badan usaha yang (1) Setiap badan usaha yang
mengerjakan Jasa mengerjakan Jasa
Konstruksi tidak Konstruksi tidak memiliki
memiliki Sertifikat Sertifikat Badan Usaha
Badan Usaha sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dikenai
dalam Pasal 30 ayat (1) sanksi administratif.
dikenai sanksi (2) Ketentuan lebih lanjut
administratif berupa: mengenai jenis dan tata
a. denda administratif; cara pengenaan sanksi
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
b. penghentian administratif
sementara kegiatan sebagaimana dimaksud
layanan Jasa pada ayat (1) diatur dalam
Konstruksi; dan/atau Peraturan Pemerintah.
c. pencantuman dalam
daftar hitam.
(2) Setiap asosiasi badan
usaha yang tidak
melakukan kewajiban
sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
30 ayat (6) dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembekuan
akreditasi; dan/atau
c. pencabutan
akreditasi.
Pasal 91 Pasal 91
Setiap badan usaha Jasa Setiap badan usaha Jasa
Konstruksi asing atau Konstruksi asing atau usaha
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
usaha orang perseorangan orang perseorangan Jasa
Jasa Konstruksi asing yang Konstruksi asing yang akan
akan melakukan usaha melakukan usaha Jasa
Jasa Konstruksi tidak Konstruksi tidak memenuhi
memenuhi ketentuan ketentuan sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 32
dalam Pasal 32 dikenai dikenai sanksi administratif.
sanksi administratif berupa:
peringatan tertulis;
denda administratif;
dan/atau penghentian
sementara kegiatan layanan
Jasa Konstruksi
Pasal 92 Pasal 92 Pasal Acuan dicabut
Setiap kantor perwakilan Dihapus.
badan usaha asing yang
tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 33
ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa:
peringatan tertulis;
denda administratif;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penghentian sementara
kegiatan layanan Jasa
Konstruksi; pencantuman
dalam daftar hitam;
pembekuan izin; dan/atau
pencabutan izin
Pasal 94 Pasal 94
Setiap Pengguna Jasa yang Setiap Pengguna Jasa yang
menggunakan Penyedia menggunakan Penyedia Jasa
Jasa yang terafiliasi untuk yang terafiliasi untuk
pembangunan kepentingan pembangunan kepentingan
umum tanpa melalui tender umum tanpa melalui tender,
atau seleksi, atau seleksi, atau katalog
pengadaan secara elektronik sebagaimana
elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
dimaksud dalam Pasal 44 dikenai sanksi administratif.
dikenai sanksi administratif
berupa: peringatan
tertulis; dan/atau
penghentian sementara
kegiatan layanan Jasa
Konstruksi.
Pasal 95 Pasal 95
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Setiap Penyedia Jasa yang (1) Setiap Penyedia Jasa
melanggar ketentuan yang melanggar
pemberian pekerjaan utama ketentuan pemberian
sebagaimana dimaksud pekerjaan utama
dalam Pasal 53 ayat (1) sebagaimana dimaksud
dikenai sanksi administratif dalam Pasal 53 ayat (1)
berupa: a. peringatan dikenai sanksi
tertulis; b. denda administratif.
administratif; c. (2) Ketentuan lebih lanjut
penghentian sementara mengenai sanksi
kegiatan layanan Jasa administratif
Konstruksi; dan/atau d. sebagaimana dimaksud
pembekuan izin. pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 96 Pasal 96
(1) Setiap Penyedia Jasa Setiap Penyedia Jasa
dan/atau Pengguna Jasa dan/atau Pengguna Jasa
yang tidak memenuhi yang tidak memenuhi
Standar Keamanan, Standar Keamanan,
Keselamatan, Kesehatan, Keselamatan, Kesehatan, dan
dan Keberlanjutan dalam Keberlanjutan dalam
penyelenggaraan Jasa penyelenggaraan Jasa
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Konstruksi sebagaimana Konstruksi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal 59
59 ayat (1) dikenai sanksi ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa: administratif.
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian
sementara kegiatan
layanan Jasa
Konstruksi;
d. pencantuman dalam
daftar hitam;
e. pembekuan izin;
dan/atau
f. pencabutan izin.
(2) Setiap Pengguna Jasa
dan/atau Penyedia Jasa
yang dalam memberikan
pengesahan atau
persetujuan melanggar
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59
ayat (2) dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian
sementara kegiatan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
layanan Jasa
Konstruksi;
d. pencantuman dalam
daftar hitam;
e. pembekuan izin;
dan/atau f. pencabutan izin
Pasal 97 Pasal 97
Setiap penilai ahli yang Setiap penilai ahli yang
dalam melaksanakan dalam melaksanakan
tugasnya tidak menjalankan tugasnya tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 62 dimaksud dalam Pasal 62
ayat (2) dikenai sanksi ayat (2) dikenai sanksi
administratif berupa: administratif.
peringatan tertulis;
pemberhentian dari tugas;
dan/atau dikeluarkan dari
daftar penilai ahli yang
teregistrasi
Pasal 98 Pasal 98
Penyedia Jasa yang tidak Penyedia Jasa yang tidak
memenuhi kewajiban untuk memenuhi kewajiban untuk
mengganti atau mengganti atau memperbaiki
memperbaiki Kegagalan Kegagalan Bangunan
Bangunan sebagaimana sebagaimana dimaksud
dimaksud dalam Pasal 63 dalam Pasal 63 dikenai
dikenai sanksi administratif sanksi administratif.
berupa: peringatan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
tertulis; denda
administratif; penghentian
sementara kegiatan layanan
Jasa Konstruksi;
pencantuman dalam
daftar hitam;
Pasal 99 Pasal 99 Usulan dari Klaster
(1) Setiap tenaga kerja (1) Setiap tenaga kerja IMB dan SLF
konstruksi yang bekerja konstruksi yang bekerja
di bidang Jasa di bidang Jasa Konstruksi
Konstruksi tidak tidak memiliki Sertifikat
memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja dikenai
Kompetensi Kerja sanksi administratif
sebagaimana dimaksud berupa pemberhentian
dalam Pasal 70 ayat (1) dari tempat kerja.
tentang Jasa Konstruksi (2) Setiap Pengguna Jasa
dikenai sanksi dan/atau Penyedia Jasa
administratif berupa yang mempekerjakan
pemberhentian dari tenaga kerja konstruksi
tempat kerja. yang tidak memiliki
(2) Setiap Pengguna Jasa Sertifikat Kompetensi
dan/atau Penyedia Jasa Kerja sebagaimana
yang mempekerjakan dimaksud dalam Pasal 70
tenaga kerja konstruksi ayat (2) dikenai sanksi
yang tidak memiliki administratif.
Sertifikat Kompetensi (2A) Setiap tenaga kerja
Kerja sebagaimana konstruksi yang bekerja di
dimaksud dalam Pasal bidang Jasa Konstruksi
70 ayat (2) dikenai yang memiliki Sertifikat
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sanksi administratif Kompetensi Kerja
berupa: sebagaimana dimaksud
a. denda administratif; dalam Pasal 70 ayat (1)
dan/atau yang tidak berpraktek
b. penghentian sesuai dengan standar
sementara kegiatan kompetensi kerja nasional
layanan Jasa Indonesia, standar
Konstruksi. internasional, dan atau
standar khusus
(3) Setiap lembaga
dikenakan sanksi
sertifikasi profesi yang
administratif.
tidak mengikuti (3) Setiap lembaga sertifikasi
ketentuan pelaksanaan profesi yang tidak
uji kompetensi mengikuti ketentuan
sebagaimana dimaksud pelaksanaan uji
dalam Pasal 70 ayat (3) kompetensi sebagaimana
dikenai sanksi dimaksud dalam Pasal 70
administratif berupa: ayat (3) dikenai sanksi
a. peringatan tertulis; administratif.
b. denda administratif;
c. pembekuan lisensi;
dan/atau
b. d. pencabutan lisensi.
Pasal 100 Pasal 100
Setiap asosiasi profesi yang Setiap asosiasi profesi yang
tidak melakukan kewajiban tidak melakukan kewajiban
sesuai dengan ketentuan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- peraturan perundang-
undangan sebagaimana undangan sebagaimana
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dimaksud dalam Pasal 71 dimaksud dalam Pasal 71
ayat (6) dikenai sanksi ayat (6) dikenai sanksi
administratif berupa: administratif.
peringatan tertulis;
pembekuan akreditasi;
dan/atau pencabutan
akreditasi.
Pasal 101 Pasal 101 Pasal Acuan Dihapus
(1) Setiap pemberi kerja Dihapus.
tenaga kerja konstruksi
asing yang tidak memiliki
rencana penggunaan
tenaga kerja konstruksi
asing dan izin
mempekerjakan tenaga
kerja konstruksi asing
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 74 ayat (1)
dan mempekerjakan
tenaga kerja konstruksi
asing yang tidak memiliki
registrasi dari Menteri
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 74 ayat (3),
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
c. penghentian
sementara kegiatan
layanan Jasa
Konstruksi; dan/atau
d. pencantuman dalam
daftar hitam.
(2) Setiap tenaga kerja
konstruksi asing pada
jabatan ahli yang tidak
melaksanakan kewajiban
alih pengetahuan dan
alih teknologi
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 74 ayat (5)
dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. denda administratif;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
c. pemberhentian dari
pekerjaan; dan/atau
d. pencantuman dalam
daftar hitam
Pasal 102 Pasal 102
Ketentuan lebih lanjut Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara mengenai tata cara
pengenaan sanksi pengenaan sanksi
administratif sebagaimana administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 89 dimaksud dalam Pasal 89
sampai dengan Pasal 101 sampai dengan Pasal 101
diatur dalam Peraturan diatur dalam Peraturan
Pemerintah. Pemerintah.
USULAN RUMUSAN ALASAN
RUMUSAN UU POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN
UU NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL
Pasal 22 Pasal 22 Pemerintah Pusat a. Pembagian
memiliki kewenangan Kewenangan
(1) Pelaku Usaha yang (1) Pelaku Usaha yang
tidak memisahkan tidak memisahkan penuh atas Sanksi
lokasi, tempat, dan lokasi, tempat, dan pengaturan tersebut
alat PPH sebagaimana alat PPH
dan wajib mengatur
dimaksud dalam Pasal sebagaimana
21 ayat (1) dan ayat (2) dimaksud dalam dalam bentuk NSPK
dikenai sanksi Pasal 21 ayat (1) dan berupa Peraturan
administratif berupa: ayat (2) dikenai
Pemerintah.
sanksi administratif.
a. peringatan
tertulis; atau (2) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata
b. denda
cara pengenaan
administratif.
sanksi administratif
(2) Ketentuan lebih lanjut diatur dengan
mengenai tata cara Peraturan
pengenaan sanksi Pemerintah.
administratif diatur
dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 27 Pasal 27
(1) Pelaku Usaha yang (1) Pelaku Usaha yang
tidak melakukan tidak melakukan
kewajiban kewajiban
sebagaimana sebagaimana
USULAN RUMUSAN ALASAN
RUMUSAN UU POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 25 dikenai Pasal 25 dan Pasal 26
sanksi administratif ayat (2) dikenai
berupa: a. Peringatan sanksi administratif .
tertulis; b. Denda (2) Ketentuan lebih
administratif; atau c. lanjut mengenai tata
Pencabutan Sertifikat cara pengenaan
Halal. sanksi administratif
(2) Pelaku Usaha yang sebagaimana
tidak melakukan dimaksud pada ayat
kewajiban (1) dan diatur dengan
sebagaimana Peraturan
dimaksud dalam Pemerintah.
Pasal 26 ayat (2)
dikenai sanksi
administratif berupa:
a. Teguran lisan; b.
Peringatan tertulis;
atau c. Denda
administratif.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
USULAN RUMUSAN ALASAN
RUMUSAN UU POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN
administratif diatur
dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 41 Pasal 41
(1) Pelaku Usaha yang (1) Pelaku Usaha yang
mencantumkan Label mencantumkan Label
Halal tidak sesuai Halal tidak sesuai
dengan ketentuan dengan ketentuan
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 38 dan Pasal 39 Pasal 38 dan Pasal 39
dikenai sanksi dikenai sanksi
administratif berupa: administratif.
a. Teguran lisan; b. (2) Ketentuan mengenai
Peringatan tertulis; tata cara pengenaan
atau c. Pencabutan sanksi administratif
Sertifikat Halal. diatur dalam
(2) Ketentuan mengenai Peraturan
tata cara pengenaan Pemerintah.
sanksi administratif
diatur dalam
Peraturan Menteri
USULAN RUMUSAN ALASAN
RUMUSAN UU POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN
Pasal 48 Pasal 48 Pemerintah Pusat
(1) Pelaku Usaha yang (1) Pelaku Usaha yang memiliki kewenangan
tidak melakukan tidak melakukan penuh atas
registrasi registrasi pengaturan tersebut
sebagaimana sebagaimana dan wajib mengatur
dimaksud dalam dimaksud dalam dalam bentuk NSPK
Pasal 47 ayat (3) Pasal 47 ayat (3) berupa Peraturan
dikenai sanksi dikenai sanksi Pemerintah.
administratif berupa administratif.
penarikan barang dari (2) Ketentuan mengenai
peredaran. tata cara pengenaan
(2) Ketentuan mengenai sanksi administratif
tata cara pengenaan diatur dalam
sanksi administratif Peraturan
diatur dalam Pemerintah.
Peraturan Menteri
Pasal 56 Pasal 56 Telah diakomodir
Pelaku Usaha yang tidak (1) Pelaku Usaha yang sanksi
menjaga kehalalan Produk tidak menjaga administratifnya
yang telah memperoleh kehalalan Produk dalam Pasal 27.
yang telah
Sertifikat Halal memperoleh Sertifikat Mengingat hal ini
sebagaimana dimaksud Halal sebagaimana merupakan isu
dalam Pasal 25 huruf b dimaksud dalam sensitif, pengaturan
Pasal 25 huruf b
USULAN RUMUSAN ALASAN
RUMUSAN UU POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN PERUBAHAN
dipidana dengan pidana dikenai sanksi terkait pengenaan
penjara paling lama 5 (lima) administratif berupa sanksi administratif
denda paling banyak
tahun atau pidana denda Rp2.000.000.000,00 yang akan diatur
paling banyak (dua miliar rupiah); didalam PP dapat
Rp2.000.000.000,00 (dua (2) Dalam hal Pelaku diperinci.
Usaha tidak
miliar rupiah).
memenuhi kewajiban
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata
cara pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PERDAGANGAN
Pasal 6 Pasal 6
(1) Setiap Pelaku Usaha (1) Setiap Pelaku Usaha
wajib menggunakan atau wajib menggunakan
melengkapi label atau melengkapi label
berbahasa Indonesia pada berbahasa Indonesia
Barang yang pada Barang yang
diperdagangkan di dalam diperdagangkan di
negeri. dalam negeri.
(2) Ketentuan lebih lanjut (2) Setiap Pelaku Usaha
mengenai penggunaan yang tidak
atau kelengkapan label memenuhi
berbahasa Indonesia ketentuan
diatur dengan Peraturan sebagaimana
Menteri. dimaksud pada ayat
(1) dikenakan sanksi
administratif.
(3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai
penggunaan atau
kelengkapan label
berbahasa
Indonesia diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 15 Pasal 15 Disesuaikan dengan konsep Sanksi


(1) Gudang sebagaimana (1) Gudang sebagaimana pengaturan di RUU Cipta
dimaksud dalam Pasal 12 dimaksud dalam Pasal Kerja
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
ayat (1) huruf d 12 ayat (1) huruf d
merupakan salah satu merupakan salah satu
sarana Perdagangan sarana Perdagangan
untuk mendorong untuk mendorong
kelancaran Distribusi kelancaran Distribusi
Barang yang Barang yang
diperdagangkan di dalam diperdagangkan di
negeri dan ke luar negeri. dalam negeri dan ke
(2) Gudang sebagaimana luar negeri.
dimaksud pada ayat (1) (2) Setiap pemilik gudang
wajib didaftarkan oleh wajib memenuhi
setiap pemilik Gudang Perizinan Berusaha
sesuai dengan dari Pemerintah Pusat.
penggolongan Gudang (3) Setiap pemilik gudang
menurut luas dan yang tidak memenuhi
kapasitas Perizinan Berusaha
penyimpanannya. sebagaimana
(3) Setiap pemilik Gudang dimaksud pada ayat (2)
yang tidak melakukan dikenai sanksi
pendaftaran Gudang administratif.
sebagaimana dimaksud (4) Ketentuan lebih lanjut
pada ayat (2) dikenai mengenai Perizinan
sanksi administratif Berusaha
berupa penutupan sebagaimana
Gudang untuk jangka dimaksud pada ayat (2)
waktu tertentu dan/atau dan tata cara
denda paling banyak pengenaan sanksi
Rp2.000.000.000,00 (dua administratif
miliar rupiah). sebagaimana
(4) Ketentuan mengenai tata dimaksud pada ayat (3)
cara pendaftaran Gudang
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
sebagaimana dimaksud diatur dengan
pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Peraturan Menteri.
(5) Ketentuan mengenai
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur
dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 33 Pasal 33 Disesuaikan dengan konsep
(1) Produsen atau Importir (1) Produsen atau Importir pengaturan di RUU Cipta
yang tidak memenuhi yang tidak memenuhi Kerja
ketentuan pendaftaran ketentuan pendaftaran
Barang sebagaimana Barang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 dimaksud dalam Pasal
ayat (1) wajib 32 ayat (1) wajib
menghentikan kegiatan menghentikan
Perdagangan Barang dan kegiatan Perdagangan
menarik Barang dari: Barang dan menarik
a. distributor; Barang dari:
b. agen; a. distributor;
c. grosir; b. agen;
d. pengecer; dan/atau c. grosir;
e. konsumen. d. pengecer; dan/atau
(2) Perintah penghentian e. konsumen.
kegiatan Perdagangan dan (2) Perintah penghentian
penarikan dari Distribusi kegiatan Perdagangan
terhadap Barang dan penarikan dari
sebagaimana dimaksud Distribusi terhadap
Barang sebagaimana
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
pada ayat (1) dilakukan dimaksud pada ayat (1)
oleh Menteri. dilakukan oleh
(3) Produsen atau Importir Pemerintah Pusat.
yang tidak memenuhi (3) Produsen atau Importir
ketentuan sebagaimana yang tidak memenuhi
dimaksud pada ayat (1) ketentuan
dikenai sanksi sebagaimana
administratif berupa dimaksud pada ayat (1)
pencabutan izin usaha. dikenai sanksi
administratif.
Pasal 37 Pasal 37 Disesuaikan dengan konsep
(1) Setiap Pelaku Usaha wajib (1) Setiap Pelaku Usaha pengaturan di RUU Cipta
memenuhi ketentuan wajib memenuhi Kerja
penetapan Barang ketentuan penetapan
dan/atau Jasa yang Barang dan/atau Jasa
ditetapkan sebagai Barang yang ditetapkan
dan/atau Jasa yang sebagai Barang
dibatasi Perdagangannya dan/atau Jasa yang
sebagaimana dimaksud dibatasi
dalam Pasal 35 ayat (2). Perdagangannya
(2) Setiap Pelaku Usaha yang sebagaimana
melanggar ketentuan dimaksud dalam Pasal
penetapan Barang 35 ayat (2).
dan/atau Jasa (2) Setiap Pelaku Usaha
sebagaimana dimaksud yang melanggar
pada ayat (1) dikenai ketentuan penetapan
sanksi administratif Barang dan/atau Jasa
berupa pencabutan sebagaimana
perizinan di bidang dimaksud pada ayat
Perdagangan. (1) dikenai sanksi
administratif.
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Pasal 43 Pasal 43 Disesuaikan dengan konsep
(1) Eksportir bertanggung (1) Eksportir bertanggung pengaturan di RUU Cipta
jawab sepenuhnya jawab sepenuhnya Kerja
terhadap Barang yang terhadap Barang yang
diekspor. diekspor.
(2) Eksportir yang tidak (2) Eksportir yang tidak
bertanggung jawab bertanggung jawab
terhadap Barang yang terhadap Barang yang
diekspor sebagaimana diekspor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi dikenai sanksi
administratif berupa administratif.
pencabutan perizinan, (3) Ketentuan lebih lanjut
persetujuan, pengakuan, mengenai tata cara
dan/atau penetapan di pengenaan sanksi
bidang Perdagangan. administratif
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana
mengenai tata cara dimaksud pada ayat (2)
pengenaan sanksi diatur dengan
administratif Peraturan Pemerintah.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 46 Pasal 46 Disesuaikan dengan konsep
(1) Importir bertanggung (1) Importir bertanggung pengaturan di RUU Cipta
jawab sepenuhnya jawab sepenuhnya Kerja
terhadap Barang yang terhadap Barang yang
diimpor. diimpor.
(2) Importir yang tidak (2) Importir yang tidak
bertanggung jawab atas bertanggung jawab
Barang yang diimpor atas Barang yang
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
sebagaimana dimaksud diimpor sebagaimana
pada ayat (1) dikenai dimaksud pada ayat (1)
sanksi administratif dikenai sanksi
berupa pencabutan administratif.
perizinan, persetujuan, (3) Ketentuan lebih lanjut
pengakuan, dan/atau mengenai tata cara
penetapan di bidang pengenaan sanksi
Perdagangan. administratif
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana
mengenai tata cara dimaksud pada ayat (2)
pengenaan sanksi diatur dalam
administratif Peraturan Pemerintah.
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 60 Pasal 60 Disesuaikan dengan konsep
(1) Penyedia Jasa dilarang (1) Penyedia Jasa dilarang pengaturan di RUU Cipta
memperdagangkan Jasa memperdagangkan Kerja
di dalam negeri yang tidak Jasa di dalam negeri
memenuhi SNI, yang tidak memenuhi
persyaratan teknis, atau SNI, persyaratan
kualifikasi yang telah teknis, atau kualifikasi
diberlakukan secara yang telah
wajib. diberlakukan secara
(2) Pemberlakuan SNI, wajib.
persyaratan teknis, atau (2) Pemberlakuan SNI,
kualifikasi secara wajib persyaratan teknis,
sebagaimana dimaksud atau kualifikasi secara
pada ayat (1) ditetapkan wajib sebagaimana
oleh Menteri atau menteri dimaksud pada ayat (1)
sesuai dengan urusan
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
pemerintahan yang ditetapkan oleh
menjadi tugas dan Pemerintah Pusat.
tanggung jawabnya. (3) Pemberlakuan SNI,
(3) Pemberlakuan SNI, persyaratan teknis,
persyaratan teknis, atau atau kualifikasi secara
kualifikasi secara wajib wajib sebagaimana
sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (2)
pada ayat (2) dilakukan dilakukan dengan
dengan mempertimbangkan
mempertimbangkan aspek:
aspek: a. keamanan,
1. keamanan, keselamatan,
keselamatan, kesehatan, dan
kesehatan, dan lingkungan hidup;
lingkungan hidup; b. daya saing
2. daya saing produsen produsen nasional
nasional dan persaingan dan persaingan
usaha yang sehat; usaha yang sehat;
3. kemampuan dan c. kemampuan dan
kesiapan dunia usaha kesiapan dunia
nasional; usaha nasional;
4. kesiapan infrastruktur d. kesiapan
lembaga penilaian infrastruktur
kesesuaian; dan/atau lembaga penilaian
5. budaya, adat istiadat, kesesuaian;
atau tradisi berdasarkan dan/atau
kearifan lokal. e. budaya, adat
(4) Jasa yang telah istiadat, atau tradisi
diberlakukan SNI, berdasarkan
persyaratan teknis, atau kearifan lokal.
kualifikasi secara wajib
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
sebagaimana dimaksud (4) Jasa yang telah
pada ayat (2) wajib diberlakukan SNI,
dilengkapi dengan persyaratan teknis,
sertifikat kesesuaian atau kualifikasi secara
yang diakui oleh wajib sebagaimana
Pemerintah. dimaksud pada ayat (2)
(5) Jasa yang wajib dilengkapi
diperdagangkan dan dengan sertifikat
memenuhi SNI, kesesuaian yang
persyaratan teknis, atau diakui oleh Pemerintah
kualifikasi yang belum Pusat.
diberlakukan secara (5) Jasa yang
wajib dapat diperdagangkan dan
menggunakan sertifikat memenuhi SNI,
kesesuaian sesuai persyaratan teknis,
dengan ketentuan atau kualifikasi yang
peraturan perundang- belum diberlakukan
undangan. secara wajib dapat
(6) Penyedia Jasa yang menggunakan
memperdagangkan Jasa sertifikat kesesuaian
yang telah diberlakukan sesuai dengan
SNI, persyaratan teknis, ketentuan peraturan
atau kualifikasi secara perundang-undangan.
wajib, tetapi tidak (6) Penyedia Jasa yang
dilengkapi sertifikat memperdagangkan
kesesuaian sebagaimana Jasa yang telah
dimaksud pada ayat (4) diberlakukan SNI,
dikenai sanksi persyaratan teknis,
administratif berupa atau kualifikasi secara
penghentian kegiatan wajib, tetapi tidak
usaha. dilengkapi sertifikat
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
kesesuaian
sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
dikenai sanksi
administratif.
Pasal 63 Pasal 63 Disesuaikan dengan konsep
Penyedia Jasa yang
Penyedia Jasa yang pengaturan di RUU Cipta
memperdagangkan Jasa yang memperdagangkan Jasa Kerja
tidak dilengkapi denganyang tidak dilengkapi
sertifikat kesesuaian
dengan sertifikat
sebagaimana dimaksud dalam kesesuaian sebagaimana
Pasal 60 ayat (4) dikenai dimaksud dalam Pasal 60
sanksi administratif berupa ayat (4) dikenai sanksi
penghentian kegiatan
administratif
Perdagangan Jasa.
Pasal 65 Pasal 65 Disesuaikan dengan konsep
(1) Setiap Pelaku Usaha yang (1) Setiap Pelaku Usaha pengaturan di RUU Cipta
memperdagangkan yang Kerja
Barang dan/atau Jasa memperdagangkan
dengan menggunakan Barang dan/atau Jasa
sistem elektronik wajib dengan menggunakan
menyediakan data sistem elektronik wajib
dan/atau informasi secara menyediakan data
lengkap dan benar. dan/atau informasi
(2) Setiap Pelaku Usaha secara lengkap dan
dilarang benar.
memperdagangkan (2) Setiap Pelaku Usaha
Barang dan/atau Jasa dilarang
dengan menggunakan memperdagangkan
sistem elektronik yang Barang dan/atau Jasa
tidak sesuai dengan data dengan menggunakan
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
dan/atau informasi sistem elektronik yang
sebagaimana dimaksud tidak sesuai dengan
pada ayat (1). data dan/atau
(3) Penggunaan sistem informasi sebagaimana
elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat
dimaksud pada ayat (1) (1).
wajib memenuhi (3) Penggunaan sistem
ketentuan yang diatur elektronik
dalam Undang-Undang sebagaimana
Informasi dan Transaksi dimaksud pada ayat (1)
Elektronik. wajib memenuhi
(4) Data dan/atau informasi ketentuan yang diatur
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
pada ayat (1) paling sedikit Informasi dan
memuat: Transaksi Elektronik.
a. identitas dan legalitas (4) Data dan/atau
Pelaku Usaha sebagai informasi sebagaimana
produsen atau Pelaku dimaksud pada ayat (1)
Usaha Distribusi; paling sedikit memuat:
b. persyaratan teknis a. identitas dan
Barang yang legalitas Pelaku
ditawarkan; Usaha sebagai
c. persyaratan teknis atau produsen atau
kualifikasi Jasa yang Pelaku Usaha
ditawarkan; Distribusi;
d. harga dan cara b. persyaratan teknis
pembayaran Barang Barang yang
dan/atau Jasa; dan ditawarkan;
e. cara penyerahan c. persyaratan teknis
Barang. atau kualifikasi
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
(5) Dalam hal terjadi sengketa Jasa yang
terkait dengan transaksi ditawarkan;
dagang melalui sistem d. harga dan cara
elektronik, orang atau pembayaran Barang
badan usaha yang dan/atau Jasa; dan
mengalami sengketa dapat e. cara penyerahan
menyelesaikan sengketa Barang.
tersebut melalui pengadilan (5) Dalam hal terjadi
atau melalui mekanisme sengketa terkait
penyelesaian sengketa dengan transaksi
lainnya. dagang melalui sistem
(6) Setiap Pelaku Usaha yang elektronik, orang atau
memperdagangkan Barang badan usaha yang
dan/atau Jasa dengan sedang bersengketa
menggunakan sistem dapat menyelesaikan
elektronik yang tidak sengketa tersebut
menyediakan data melalui pengadilan
dan/atau informasi secara atau melalui
lengkap dan benar mekanisme
sebagaimana dimaksud penyelesaian sengketa
pada ayat (1) dikenai sanksi lainnya.
administratif berupa (6) Setiap Pelaku Usaha
pencabutan izin. yang
memperdagangkan
Barang dan/atau Jasa
dengan menggunakan
sistem elektronik yang
tidak menyediakan
data dan/atau
informasi secara
lengkap dan benar
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi
administratif.
Pasal 103 Pasal 103 Penghapusan kewenangan
(1) Selain penyidik pejabat Dihapus. PPNS untuk melakukan
polisi negara Republik penyidikan (koordinasi
Indonesia, pejabat dengan POLRI)
pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan
instansi Pemerintah dan
Pemerintah Daerah yang
lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang Perdagangan diberi
wewenang khusus sebagai
penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud dalam Kitab
Undang-Undang Hukum
Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan
sesuai dengan Undang-
Undang ini.
(2) Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
mempunyai wewenang:
a. menerima laporan
atau pengaduan
mengenai terjadinya
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
suatu perbuatan yang
diduga merupakan
tindak pidana di
bidang Perdagangan;
b. memeriksa kebenaran
laporan atau
keterangan berkenaan
dengan dugaan tindak
pidana di bidang
Perdagangan;
c. memanggil orang,
badan usaha, atau
badan hukum untuk
dimintai keterangan
dan alat bukti
sehubungan dengan
tindak pidana di
bidang Perdagangan;
d. memanggil orang,
badan usaha, atau
badan hukum untuk
didengar dan
diperiksa sebagai
saksi atau sebagai
tersangka berkenaan
dengan dugaan
terjadinya dugaan
tindak pidana di
bidang Perdagangan;
e. memeriksa
pembukuan, catatan,
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
dan dokumen lain
berkenaan dengan
dugaan tindak pidana
di bidang
Perdagangan;
f. meneliti, mencari, dan
mengumpulkan
keterangan yang
terkait dengan dugaan
tindak pidana di
bidang Perdagangan;
g. melakukan
pemeriksaan dan
penggeledahan tempat
kejadian perkara dan
tempat tertentu yang
diduga terdapat alat
bukti serta melakukan
penyitaan dan/atau
penyegelan terhadap
Barang hasil
pelanggaran yang
dapat dijadikan bukti
dalam perkara dugaan
tindak pidana di
bidang Perdagangan;
h. memberikan tanda
pengaman dan
mengamankan Barang
bukti sehubungan
dengan dugaan tindak
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
pidana di bidang
Perdagangan;
i. memotret dan/atau
merekam melalui
media audiovisual
terhadap orang,
Barang, sarana
pengangkut, atau
objek lain yang dapat
dijadikan bukti
adanya dugaan tindak
pidana di bidang
Perdagangan;
j. mendatangkan dan
meminta bantuan
atau keterangan ahli
dalam rangka
melaksanakan tugas
penyidikan dugaan
tindak pidana di
bidang Perdagangan;
dan
k. menghentikan
penyidikan sesuai
dengan ketentuan
peraturan perundang-
undangan.
(3) Dalam hal tertentu
sepanjang menyangkut
kepabeanan sesuai
dengan ketentuan
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
peraturan perundang
undangan, penyidik
pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan
instansi Pemerintah yang
lingkup tugas dan
tanggung jawabnya di
bidang kepabeanan
berwenang melakukan
penyelidikan dan
penyidikan di bidang
Perdagangan
berkoordinasi dengan
penyidik pegawai negeri
sipil yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya di
bidang Perdagangan.
(4) Penyidik pegawai negeri
sipil sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
menyampaikan berkas
perkara hasil penyidikan
kepada penuntut umum
melalui pejabat penyidik
polisi negara Republik
Indonesia sesuai dengan
Undang-Undang tentang
Hukum Acara Pidana.
(5) Pelaksanaan penyidikan
tindak pidana di bidang
Perdagangan dapat
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
dikoordinasikan oleh unit
khusus yang dapat
dibentuk di instansi
Pemerintah yang lingkup
tugas dan tanggung
jawabnya di bidang
Perdagangan.
(6) Pedoman pelaksanaan
penanganan tindak
pidana di bidang
Perdagangan ditetapkan
oleh Menteri.
Pasal 104 Pasal 104 Pelaku Usaha dapat
Setiap Pelaku Usaha yang (1) Setiap Pelaku Usaha dikenakan sanksi
tidak menggunakan atau tidak yang tidak administratif yang nominal
melengkapi label berbahasa menggunakan atau dan tingkatan
Indonesia pada Barang yang tidak melengkapi pengenaannya dapat diatur
diperdagangkan di dalam label berbahasa didalam PP.
negeri sebagaimana dimaksud Indonesia pada
dalam Pasal 6 ayat (1) dipidana Barang yang
dengan pidana penjara paling diperdagangkan di
lama 5 (lima) tahun dan/atau dalam negeri
pidana denda paling banyak sebagaimana
Rp5.000.000.000,00 (lima dimaksud dalam
miliar rupiah). Pasal 6 ayat (1)
dikenai sanksi
administratif berupa
denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
(2) Dalam hal pelaku
tidak melaksanakan
kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.

Pasal 106 Pasal 106


Pelaku Usaha yang melakukan Pelaku Usaha yang
kegiatan usaha Perdagangan melakukan kegiatan
tidak memiliki perizinan di usaha sebelum melakukan
bidang Perdagangan yang pemenuhan Perizinan
diberikan oleh Menteri Berusaha sebagaimana
sebagaimana dimaksud dalam dimaksud dalam Pasal 24
Pasal 24 ayat (1) dipidana ayat (1) dipidana dengan
dengan pidana penjara paling pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun atau lama 4 (empat) tahun atau
pidana denda paling banyak pidana denda paling
Rp10.000.000.000,00 banyak
(sepuluh miliar rupiah).
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).

Pasal 109 Pasal 109


Produsen atau Importir yang (1) Produsen atau
memperdagangkan Barang Importir yang
terkait dengan keamanan, memperdagangkan
keselamatan, kesehatan, dan Barang terkait dengan
lingkungan hidup yang tidak keamanan,
didaftarkan kepada Menteri keselamatan,
sebagaimana dimaksud dalam kesehatan, dan
Pasal 32 ayat (1) huruf a lingkungan hidup
dipidana dengan pidana yang belum
penjara paling lama 1 (satu) melakukan
tahun dan/atau pidana denda pendaftaran kepada
paling banyak Menteri sebagaimana
Rp5.000.000.000,00 (lima dimaksud dalam
miliar rupiah). Pasal 32 ayat (1) huruf
a dikenai sanksi
administratif berupa
denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal pelaku
tidak melaksanakan
kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.

Pasal 115 Pasal 115 Pasal 114 diusulkan untuk


Setiap Pelaku Usaha yang (1) Setiap Pelaku Usaha dihapuskan dengan syarat
memperdagangkan Barang yang pasal 65 dilakukan
dan/atau Jasa dengan memperdagangkan penyesuaian padaa ayat (6).
menggunakan sistem Barang dan/atau
elektronik yang tidak sesuai Jasa dengan
dengan data dan/atau menggunakan sistem
informasi sebagaimana elektronik yang tidak
dimaksud dalam Pasal 65 ayat sesuai dengan data
(2) dipidana dengan pidana dan/atau informasi
penjara paling lama 12 (dua sebagaimana
belas) tahun dan/atau pidana dimaksud dalam
denda paling banyak Pasal 65 ayat (2)
Rp12.000.000.000,00 (dua dikenai sanksi
belas miliar rupiah). administratif denda
paling banyak
Rp12.000.000.000,00
(dua belas miliar
rupiah).
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
(2) Dalam hal pelaku
tidak melaksanakan
kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 12 (dua belas)
tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.

Pasal 116 Pasal 116 Cek redaksi Pasal 77 ayat (2)


Setiap Pelaku Usaha yang (1) Setiap Pelaku Usaha apakah diganti atau tidak)
menyelenggarakan pameran yang
dagang dengan menyelenggarakan
mengikutsertakan peserta pameran dagang
dan/atau produk yang dengan
dipromosikan berasal dari luar mengikutsertakan
negeri yang tidak peserta dan/atau
mendapatkan izin dari Menteri produk yang
sebagaimana dimaksud dalam dipromosikan berasal
Pasal 77 ayat (2) dipidana dari luar negeri yang
dengan pidana penjara paling tidak mendapatkan
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
lama 3 (tiga) tahun dan/atau persetujuan dari
pidana denda paling banyak Pemerintah Pusat
Rp5.000.000.000,00 (lima sebagaimana
miliar rupiah dimaksud dalam
Pasal 77 ayat (2)
dikenai sanksi
administratif berupa
denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).
(2) Dalam hal pelaku
tidak melaksanakan
kewajiban
pemenuhan sanksi
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UU Nomor 20 Tahun 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN
Pasal 64 Pasal 64 Pasal ini diubah menjadi
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang dengan sanksi administratif
dengan sengaja: sengaja: berupa teguran,
a. membubuhkan a. membubuhkan Tanda penarikan, dan
Tanda SNI dan/atau SNI dan/atau Tanda penghentian produksi,
Tanda Kesesuaian Kesesuaian pada dengan pertimbangan
pada Barang Barang dan/atau Pasal 22 ayat (2)
dan/atau kemasan kemasan atau label di mengatur mengenai
atau label di luar luar ketentuan yang penerapan SNI secara
ketentuan yang ditetapkan dalam sukarela dan tidak
ditetapkan dalam sertifikat; atau berisiko tinggi sehingga
sertifikat; atau b. membubuhkan nomor diutamakan sanksi
b. membubuhkan SNI yang berbeda administratif.
nomor SNI yang dengan nomor SNI pada
berbeda dengan sertifikatnya,
nomor SNI pada sebagaimana dimaksud
sertifikatnya, dalam Pasal 22 ayat (2)
sebagaimana dikenai sanksi administratif
dimaksud dalam berupa denda paling banyak
Pasal 22 ayat (2) Rp4.000.000.000,00 (empat
dipidana dengan miliar rupiah).
pidana penjara (2) Dalam hal pelaku tidak
paling lama 4 melaksanakan kewajiban
(empat) bulan atau pemenuhan sanksi
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pidana denda paling sebagaimana dimaksud
banyak pada ayat (1), dipidana
Rp4.000.000.000,00 dengan pidana kurungan
(empat miliar paling lama 4 (empat)
rupiah). bulan.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
KLASTE
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
R
(1) UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
Pasal 183 Pasal 183

Menteri atau kepala dinas Pemerintah Pusat sebagaimana


sebagaimana dimaksud dalam dimaksud dalam Pasal 182 dalam
Pasal 182 dalam melaksanakan melaksanakan tugasnya dapat
tugasnya dapat mengangkat tenaga mengangkat tenaga pengawas dengan
pengawas dengan tugas pokok tugas pokok untuk melakukan
untuk melakukan pengawasan pengawasan terhadap segala sesuatu
terhadap segala sesuatu yang yang berhubungan dengan sumber
berhubungan dengan sumber daya daya di bidang kesehatan dan upaya
di bidang kesehatan dan upaya kesehatan
kesehatan

Pasal 187 Pasal 187


Ketentuan lebih lanjut tentang Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengawasan diatur dengan pengawasan dalam penyelenggaraan
Peraturan Menteri. kegiatan usaha di bidang kesehatan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 188 Pasal 188
(1) Menteri dapat mengambil Pemerintah Pusat dapat mengambil
tindakan administratif tindakan administratif terhadap tenaga
terhadap tenaga kesehatan dan kesehatan dan fasilitas pelayanan
fasilitas pelayanan kesehatan kesehatan yang melanggar ketentuan
yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-
sebagaimana diatur dalam Undang ini.
Undang-Undang ini.
(2) Menteri dapat mendelegasikan
kewenangan sebagaimana
KLASTE
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
R
dimaksud pada ayat (1) kepada
lembaga pemerintah
nonkementerian, kepala
Pasal 189 Pasal 189 Ketentuan mengenai penyidik
(1) Selain penyidik polisi negara (1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri pejabat pegawai negeri sipil
Republik Indonesia, kepada Sipil tertentu di lingkungan diakomodir dalam klaster
pejabat pegawai negeri sipil instansi pemerintah yang sanksi.
tertentu di lingkungan lingkup tugas dan
pemerintahan yang tanggungjawabnya dibidang
menyelenggarakan urusan di kesehatan diberi wewenang
bidang kesehatan juga diberi khusus sebagai Penyidik
wewenang khusus sebagai Pegawai Negeri Sipil
penyidik sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam Undang- Kitab Undang-Undang Hukum
Undang Nomor 8 Tahun 1981 Acara Pidana untuk melakukan
tentang Hukum Acara Pidana penyidikan tindak pidana.
untuk melakukan penyidikan (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tindak pidana di bidang tertentu sebagaimana dimaksud
kesehatan. pada ayat (1) diberi kewenangan
(2) Penyidik sebagaimana untuk:
dimaksud pada ayat (1) a. meneliti, mencari, dan
berwenang: mengumpulkan keterangan
a. melakukan pemeriksaan sehubungan dengan tindak
atas kebenaran laporan pidana;
serta keterangan tentang b. menerima laporan atau
tindak pidana di bidang keterangan tentang adanya
kesehatan; tindak pidana;
KLASTE
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
R
b. melakukan pemeriksaan c. memanggil orang untuk
terhadap orang yang diduga didengar dan diperiksa
melakukan tindak pidana di sebagai saksi dan/atau
bidang kesehatan; tersangka tindak pidana;
c. meminta keterangan dan d. melakukan penangkapan
bahan bukti dari orang atau dan penahanan terhadap
badan hukum sehubungan orang yang diduga
dengan tindak pidana di melakukan tindak pidana;
bidang kesehatan; e. meminta keterangan dan
d. melakukan pemeriksaan bukti dari orang yang
atas surat dan/atau diduga melakukan tindak
dokumen lain tentang pidana;
tindak pidana di bidang f. memotret dan/atau
kesehatan; merekam melalui media
e. melakukan pemeriksaan elektronik terhadap orang,
atau penyitaan bahan atau barang, pesawat udara,
barang bukti dalam perkara atau hal yang dapat
tindak pidana di bidang dijadikan bukti adanya
kesehatan; tindak pidana;
f. meminta bantuan ahli g. memeriksa dokumen yang
dalam rangka pelaksanaan terkait dengan tindak
tugas penyidikan tindak pidana;
pidana di bidang kesehatan; h. mengambil sidik jari dan
g. menghentikan penyidikan identitas orang;
apabila tidak terdapat i. menggeledah tempat-
cukup bukti yang tempat tertentu yang
membuktikan adanya dicurigai adanya tindak
pidana;
KLASTE
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
R
tindak pidana di bidang j. menyita benda yang diduga
kesehatan. kuat merupakan barang
(3) Kewenangan sebagaimana yang digunakan untuk
dimaksud pada ayat (2) melakukan tindak pidana;
dilaksanakan oleh penyidik k. mengisolasi dan
sesuai dengan ketentuan mengamankan barang
Undang-Undang Hukum Acara dan/atau dokumen yang
Pidana. dapat dijadikan sebagai
alat bukti sehubungan
dengan tindak pidana;
l. mendatangkan saksi ahli
yang diperlukan dalam
hubungannya dengan
pemeriksaan perkara
tindak pidana;
m. menghentikan proses
penyidikan;
n. meminta bantuan polisi
Negara Republik Indonesia
atau instansi lain untuk
melakukan penanganan
tindak pidana; dan
o. melakukan tindakan lain
menurut hukum yang
berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu
sebagaimana dimaksud pada
KLASTE
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
R
ayat (2) berada di bawah
koordinasi dan pengawasan
Penyidik Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
memberitahukan dimulainya
penyidikan, melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan penghentian
penyidikan kepada Penuntut
Umum dengan tembusan
kepada pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
tertentu dapat meminta
bantuan kepada aparat penegak
hukum.
Pasal 197 Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja Setiap orang yang dengan sengaja
memproduksi atau mengedarkan memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/atau alat sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan yang tidak memiliki izin kesehatan yang tidak memiliki
edar sebagaimana dimaksud dalam Perizinan Berusaha sebagaimana
KLASTE
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
R
Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1)
pidana penjara paling lama 15 (lima dipidana dengan pidana penjara paling
belas) tahun dan denda paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
banyak Rp1.500.000.000,00 (satu paling banyak Rp1.500.000.000,00
miliar lima ratus juta rupiah). (satu miliar lima ratus juta rupiah).
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA
Pasal 82 Pasal 82 Penghapusan kewenangan
(1) Penyidik pegawai negeri sipil PPNS untuk melakukan
(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri
tertentu sebagaimana Sipil tertentu di lingkungan penyidikan (Koordinasi dengan
dimaksud dalam Undang- instansi pemerintah yang Polri)
Undang tentang Hukum lingkup tugas dan
tanggungjawabnya dibidang
Acara Pidana berwenang
narkotika diberi wewenang
melakukan penyidikan
khusus sebagai Penyidik
terhadap tindak pidana Pegawai Negeri Sipil
penyalahgunaan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam
dan Prekursor Narkotika. Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana untuk melakukan
(2) Penyidik pegawai negeri sipil
penyidikan tindak pidana.
tertentu sebagaimana (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil
dimaksud pada ayat (1) di tertentu sebagaimana
lingkungan kementerian atau dimaksud pada ayat (1) diberi
lembaga pemerintah kewenangan untuk:
a. meneliti, mencari, dan
nonkementerian yang lingkup
mengumpulkan keterangan
tugas dan tanggung jawabnya sehubungan dengan tindak
di bidang Narkotika dan pidana;
Prekursor Narkotika b. menerima laporan atau
berwenang: keterangan tentang adanya
tindak pidana;
a. memeriksa kebenaran laporan
c. memanggil orang untuk
serta keterangan tentang didengar dan diperiksa
adanya dugaan sebagai saksi dan/atau
penyalahgunaan Narkotika tersangka tindak pidana;
dan Prekursor Narkotika; d. melakukan penangkapan
dan penahanan terhadap
b. memeriksa orang yang diduga
orang yang diduga
melakukan penyalahgunaan melakukan tindak pidana;
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
Narkotika dan Prekursor e. meminta keterangan dan
Narkotika; bukti dari orang yang diduga
melakukan tindak pidana;
c. meminta keterangan dan
f. memotret dan/atau
bahan bukti dari orang atau merekam melalui media
badan hukum sehubungan elektronik terhadap orang,
dengan penyalahgunaan barang, pesawat udara, atau
Narkotika dan Prekursor hal yang dapat dijadikan
bukti adanya tindak pidana;
Narkotika;
g. memeriksa dokumen yang
d. memeriksa bahan bukti atau terkait dengan tindak
barang bukti perkara pidana;
penyalahgunaan Narkotika h. mengambil sidik jari dan
dan Prekursor Narkotika; identitas orang;
i. menggeledah tempat-tempat
e. menyita bahan bukti atau
tertentu yang dicurigai
barang bukti perkara adanya tindak pidana;
penyalahgunaan Narkotika j. menyita benda yang diduga
dan Prekursor Narkotika; kuat merupakan barang
f. memeriksa surat dan/atau yang digunakan untuk
melakukan tindak pidana;
dokumen lain tentang adanya
k. mengisolasi dan
dugaan penyalahgunaan mengamankan barang
Narkotika dan Prekursor dan/atau dokumen yang
Narkotika; dapat dijadikan sebagai alat
g. meminta bantuan tenaga ahli bukti sehubungan dengan
tindak pidana;
untuk tugas penyidikan
l. mendatangkan saksi ahli
penyalahgunaan Narkotika yang diperlukan dalam
dan Prekursor Narkotika; dan hubungannya dengan
h. menangkap orang yang pemeriksaan perkara tindak
diduga melakukan pidana;
m. menghentikan proses
penyalahgunaan Narkotika
penyidikan;
dan Prekursor Narkotika. n. meminta bantuan polisi
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
Negara Republik Indonesia
atau instansi lain untuk
melakukan penanganan
tindak pidana; dan
o. melakukan tindakan lain
menurut hukum yang
berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) berada di bawah
koordinasi dan pengawasan
Penyidik Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
memberitahukan dimulainya
penyidikan, melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan penghentian
penyidikan kepada Penuntut
Umum dengan tembusan
kepada pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
tertentu dapat meminta
bantuan kepada aparat
penegak hukum.
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN
Pasal 132 Pasal 132 PENGATURAN TERKAIT
(1) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri KEWENANGAN PPNS
(1) Selain pejabat polisi negara Sipil tertentu di lingkungan
Republik Indonesia, pejabat DIPINDAHKAN KEDALAM
instansi pemerintah yang lingkup
pegawai negeri sipil tertentu tugas dan tanggungjawabnya di PASAL UMUM SANKSI.
yang lingkup tugas dan bidang pangan diberi wewenang TERKAIT ALUR KERJA SAMA
tanggung jawabnya di bidang khusus sebagai Penyidik Pegawai PPNS DAN POLRI DAPAT
Pangan diberi wewenang Negeri Sipil sebagaimana DIATUR DALAM PP.
khusus sebagai penyidik untuk dimaksud dalam Kitab Undang-
melakukan penyidikan dalam Undang Hukum Acara Pidana
tindak pidana di bidang untuk melakukan penyidikan
Pangan sesuai dengan tindak pidana.
ketentuan peraturan (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil
perundang-undangan di tertentu sebagaimana dimaksud
bidang Hukum Acara Pidana. pada ayat (1) diberi kewenangan
(2) Penyidik pegawai negeri sipil untuk:
sebagaimana dimaksud pada a. meneliti, mencari, dan
ayat (1) berwenang: a.
mengumpulkan keterangan
melakukan pemeriksaan atas
kebenaran laporan atau sehubungan dengan tindak
keterangan berkenaan dengan pidana;
tindak pidana di bidang b. menerima laporan atau
Pangan; melakukan keterangan tentang adanya
pemanggilan terhadap tindak pidana;
seseorang untuk didengar dan
c. memanggil orang untuk
diperiksa sebagai tersangka
didengar dan diperiksa
atau sebagai saksi dalam
tindak pidana di bidang sebagai saksi dan/atau
Pangan; c. melakukan tersangka tindak pidana;
penggeledahan dan penyitaan d. melakukan penangkapan dan
terhadap barang bukti tindak penahanan terhadap orang
pidana di bidang Pangan; d. yang diduga melakukan
meminta keterangan dan
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
barang bukti dari orang atau tindak pidana;
badan hukum sehubungan e. meminta keterangan dan
dengan tindak pidana di bukti dari orang yang diduga
bidang Pangan; e. membuat
melakukan tindak pidana;
dan menandatangani berita
f. memotret dan/atau merekam
acara; f. menghentikan
penyidikan apabila tidak melalui media elektronik
terdapat cukup bukti tentang terhadap orang, barang,
adanya tindak pidana di pesawat udara, atau hal yang
bidang Pangan; dan g. dapat dijadikan bukti adanya
meminta bantuan ahli dalam tindak pidana;
rangka pelaksanaan tugas
g. memeriksa dokumen yang
penyidikan tindak pidana di
bidang Pangan. terkait dengan tindak pidana;
(3) Penyidik pegawai negeri sipil h. mengambil sidik jari dan
sebagaimana dimaksud pada identitas orang;
ayat (1) memberitahukan i. menggeledah tempat-tempat
dimulainya penyidikan kepada tertentu yang dicurigai
pejabat penyidik kepolisian
adanya tindak pidana;
negara Republik Indonesia.
j. menyita benda yang diduga
(4) Apabila pelaksanaan
kewenangan sebagaimana kuat merupakan barang yang
dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk melakukan
memerlukan tindakan tindak pidana;
penangkapan dan penahanan, k. mengisolasi dan
penyidik pegawai negeri sipil mengamankan barang
melakukan koordinasi dengan
dan/atau dokumen yang
pejabat penyidik kepolisian
negara Republik Indonesia dapat dijadikan sebagai alat
sesuai dengan ketentuan bukti sehubungan dengan
peraturan perundang- tindak pidana;
undangan. l. mendatangkan saksi ahli yang
(5) Penyidik pegawai negeri sipil diperlukan dalam
sebagaimana dimaksud pada hubungannya dengan
ayat (1) menyampaikan hasil
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
penyidikan kepada penuntut pemeriksaan perkara tindak
umum melalui pejabat pidana;
penyidik kepolisian negara m. menghentikan proses
Republik Indonesia.
penyidikan;
(6) Pengangkatan pejabat penyidik
n. meminta bantuan polisi
pegawai negeri sipil dan tata
cara serta proses penyidikan Negara Republik Indonesia
dilaksanakan sesuai dengan atau instansi lain untuk
ketentuan peraturan melakukan penanganan
perundang-undangan. tindak pidana; dan
o. melakukan tindakan lain
menurut hukum yang
berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berada di
bawah koordinasi dan
pengawasan Penyidik Polisi
Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai Negeri
Sipil terentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
memberitahukan dimulainya
penyidikan, melaporkan hasil
penyidikan, dan memberitahukan
penghentian penyidikan kepada
Penuntut Umum dengan
tembusan kepada pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan penyidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
(1), Penyidik Pegawai Negeri Sipil
tertentu dapat meminta bantuan
kepada aparat penegak hukum.

Pasal 133 Pasal 133

Pelaku Usaha Pangan yang dengan (1) Pelaku Usaha Pangan yang dengan
sengaja menimbun atau sengaja menimbun atau
menyimpan melebihi jumlah menyimpan melebihi jumlah
maksimal sebagaimana dimaksud maksimal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 53 dengan maksud dalam Pasal 53 dengan maksud
untuk memperoleh untuk memperoleh keuntungan
keuntungan yang mengakibatkan yang mengakibatkan harga Pangan
harga Pangan Pokok Pokok menjadi mahal atau
menjadi mahal atau melambung melambung tinggi, dikenai sanksi
tinggi dipidana dengan administratif berupa denda paling
pidana penjara paling lama 7 banyak Rp100.000.000.000,00
(tujuh) tahun atau denda paling (seratus miliar rupiah).
banyak Rp100.000.000.000,00 (2) Dalam hal Pelaku Usaha Pangan
(seratus miliar rupiah). tidak memenuhi kewajiban
pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 134 Pasal 134

Setiap Orang yang melakukan (1) Setiap Orang yang melakukan


Produksi Pangan Olahan Produksi Pangan Olahan tertentu
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
tertentu untuk diperdagangkan, untuk diperdagangkan, yang
yang dengan sengaja tidak dengan sengaja tidak menerapkan
menerapkan tata cara pengolahan tata cara pengolahan Pangan yang
Pangan yang dapat dapat menghambat proses
menghambat proses penurunan penurunan atau kehilangan
atau kehilangan kandungan kandungan Gizi bahan baku
Gizi bahan baku Pangan yang Pangan yang digunakan
digunakan sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam
dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) Pasal 64 ayat (1), dikenai sanksi
dipidana dengan pidana administratif berupa denda paling
penjara paling lama 1 (satu) tahun banyak Rp2.000.000.000,00 (dua
atau denda paling banyak miliar rupiah).
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar (2) Dalam hal pelaku tidak memenuhi
rupiah). kewajiban pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 135 Pasal 135 Telah diakomodir dalam Pasal Meningkatkan Sanksi
Setiap Orang yang (1) Setiap Orang yang 72 terkait sanksi Produktifitas UMK.
menyelenggarakan kegiatan atau menyelenggarakan kegiatan atau administratif. Adanya
proses produksi, penyimpanan,
proses produksi, penyimpanan, tumpang tindih sanksi pidana
pengangkutan, dan/atau
pengangkutan, dan/atau peredaran Pangan yang tidak dan sanksi administratif
peredaran Pangan yang tidak memenuhi Persyaratan Sanitasi menimbulkan ketidakpastian
memenuhi Persyaratan Sanitasi Pangan sebagaimana dimaksud hukum.
Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (2), dikenai
sanksi administratif berupa denda
dalam Pasal 71 ayat (2) dipidana
paling banyak
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
dengan pidana penjara paling Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
lama 2 (dua) tahun atau denda rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
paling banyak
memenuhi kewajiban pengenaan
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar sanksi administratif sebagaimana
rupiah). dimaksud pada ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 139 Pasal 139 Diusulkan untuk dihapus


Setiap Orang yang dengan sengaja dalam Omnibus Law karena
Setiap Orang yang dengan sengaja
membuka kemasan akhir Pangan sanksi administratif untuk
membuka kemasan akhir untuk dikemas kembali dan
Pasal 84 ayat (1) sudah
Pangan untuk dikemas kembali diperdagangkan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 84 ayat (1) yang diakomodir dalam Pasal 85
dan diperdagangkan
membahayakan kesehatan manusia UU Pangan.
sebagaimana dimaksud dalam
dipidana dengan pidana penjara paling
Pasal 84 ayat (1) dipidana
lama 5 (lima) tahun atau denda paling
dengan pidana penjara paling lama banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
5 (lima) tahun atau denda miliar rupiah)
paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah).
Pasal 140 Pasal 140 Telah diakomodir dalam Pasal
Setiap Orang yang memproduksi Setiap Orang yang memproduksi dan 94 terkait sanksi
dan memperdagangkan Pangan memperdagangkan Pangan yang administratif. Pengenaan
yang dengan sengaja tidak dengan sengaja tidak memenuhi sanksi pidana akan menjadi
memenuhi standar Keamanan standar Keamanan Pangan sanksi pamungkas dalam
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
Pangan sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 penegakan hukum di bidang
dalam Pasal 86 ayat (2) dipidana ayat (2), yang membahayakan perizinan berusaha.
dengan pidana penjara paling lama kesehatan manusia dipidana dengan
2 (dua) tahun atau denda paling pidana penjara paling lama 2 (dua)
banyak Rp4.000.000.000,00 tahun atau denda paling banyak
(empat miliar rupiah). Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah)
Pasal 141 Pasal 141 Telah diakomodir dalam Pasal Resiko tidak langsung Sanksi
Setiap Orang yang dengan sengaja Setiap Orang yang dengan sengaja 94 terkait sanksi berdampak pada
memperdagangkan Pangan yang memperdagangkan Pangan yang tidak administratif. Adanya kesehatan dan
sesuai dengan Keamanan Pangan dan
tidak sesuai dengan Keamanan tumpang tindih sanksi pidana keselamatan. Dapat
Mutu Pangan yang tercantum dalam
Pangan dan Mutu Pangan yang label Kemasan Pangan sebagaimana dan sanksi administratif dipertimbangkan menjadi
tercantum dalam label Kemasan dimaksud dalam Pasal 89, yang menimbulkan ketidakpastian administratif
Pangan sebagaimana dimaksud membahayakan kesehatan manusia hukum.
dalam Pasal 89 dipidana dengan dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun atau denda paling
pidana penjara paling lama 2 (dua)
banyak Rp4.000.000.000,00 (empat
tahun atau denda paling banyak miliar rupiah)
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah).

Pasal 142 Pasal 142


Pelaku Usaha Pangan yang dengan (1) Pelaku Usaha Pangan yang dengan
sengaja tidak memiliki izin edar sengaja tidak memiliki Perizinan
Berusaha terkait Pangan Olahan
terhadap setiap Pangan Olahan
yang dibuat didalam negeri atau
yang dibuat didalam negeri atau yang diimpor untuk
yang diimpor untuk diperdagangkan dalam kemasan
diperdagangkan dalam kemasan eceran sebagaimana dimaksud
eceran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1), dikenai
sanksi administratif berupa denda
dalam Pasal 91 ayat (1) dipidana
paling banyak Rp.
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
dengan pidana penjara paling lama 4.000.000.000,00 (empat miliar
2 (dua) tahun atau denda paling rupiah);
(2) Dalam hal setiap orang tidak
banyak Rp. 4.000.000.000,00
memenuhi kewajiban pengenaan
(empat miliar rupiah). sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun. (3) Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara
pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SAKIT
Pasal 17 Pasal 17
Rumah Sakit yang tidak Rumah Sakit yang tidak memenuhi
memenuhi persyaratan persyaratan sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal
Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal
Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 dikenakan
14, Pasal 15, dan Pasal 16 tidak sanksi administratif.
diberikan izin mendirikan, dicabut
atau tidak diperpanjang izin
operasional Rumah Sakit.
Pasal 29 Pasal 29 Penyesuaian dengan rumusan
(1) Setiap Rumah Sakit (1) Setiap Rumah Sakit mempunyai dalam RUU Cipta
mempunyai kewajiban : kewajiban:
a. memberikan informasi yang a. memberikan informasi yang
benar tentang pelayanan benar tentang pelayanan
Rumah Sakit kepada Rumah Sakit kepada
masyarakat; masyarakat;
b. memberi pelayanan b. memberi pelayanan kesehatan
kesehatan yang aman, yang aman, bermutu,
bermutu, antidiskriminasi, antidiskriminasi, dan efektif
dan efektif dengan dengan mengutamakan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai
kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan
dengan standar pelayanan Rumah Sakit;
Rumah Sakit; c. memberikan pelayanan gawat
c. memberikan pelayanan darurat kepada pasien sesuai
gawat darurat kepada dengan kemampuan
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pasien sesuai dengan pelayanannya;
kemampuan pelayanannya; d. berperan aktif dalam
d. berperan aktif dalam memberikan pelayanan
memberikan pelayanan kesehatan pada bencana,
kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan
sesuai dengan kemampuan pelayanannya;
pelayanannya; e. menyediakan sarana dan
e. menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat
pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin;
tidak mampu atau miskin; f. melaksanakan fungsi sosial
f. melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan
antara lain dengan fasilitas pelayanan pasien tidak
memberikan fasilitas mampu/miskin, pelayanan
pelayanan pasien tidak gawat darurat tanpa uang
mampu/miskin, pelayanan muka, ambulan gratis,
gawat darurat tanpa uang pelayanan korban bencana dan
muka, ambulan gratis, kejadian luar biasa, atau bakti
pelayanan korban bencana sosial bagi misi kemanusiaan;
dan kejadian luar biasa, g. membuat, melaksanakan, dan
atau bakti sosial bagi misi menjaga standar mutu
kemanusiaan; pelayanan kesehatan di Rumah
g. membuat, melaksanakan, Sakit sebagai acuan dalam
dan menjaga standar mutu melayani pasien;
pelayanan kesehatan di h. menyelenggarakan rekam
Rumah Sakit sebagai medis;
acuan dalam melayani i. menyediakan sarana dan
pasien; prasarana umum yang layak
h. menyelenggarakan rekam antara lain sarana ibadah,
medis; parkir, ruang tunggu, sarana
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
i. menyediakan sarana dan untuk orang cacat, wanita
prasarana umum yang menyusui, anak-anak, lanjut
layak antara lain sarana usia;
ibadah, parkir, ruang j. melaksanakan sistem rujukan;
tunggu, sarana untuk k. menolak keinginan pasien yang
orang cacat, wanita bertentangan dengan standar
menyusui, anak-anak, profesi dan etika serta
lanjut usia; peraturan perundang-
j. melaksanakan sistem undangan;
rujukan; l. memberikan informasi yang
k. menolak keinginan pasien benar, jelas dan jujur mengenai
yang bertentangan dengan hak dan kewajiban pasien;
standar profesi dan etika m. menghormati dan melindungi
serta peraturan perundang- hak-hak pasien;
undangan; n. melaksanakan etika Rumah
l. memberikan informasi yang Sakit
benar, jelas dan jujur o. memiliki sistem pencegahan
mengenai hak dan kecelakaan dan
kewajiban pasien; penanggulangan bencana;
m. menghormati dan p. melaksanakan program
melindungi hak-hak pemerintah di bidang kesehatan
pasien; baik secara regional maupun
n. melaksanakan etika nasional;
Rumah Sakit q. membuat daftar tenaga medis
o. memiliki sistem yang melakukan praktik
pencegahan kecelakaan kedokteran atau kedokteran
dan penanggulangan gigi dan tenaga kesehatan
bencana; lainnya;
p. melaksanakan program r. menyusun dan melaksanakan
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
pemerintah di bidang peraturan internal Rumah Sakit
kesehatan baik secara (hospital by laws);
regional maupun nasional; s. melindungi dan memberikan
q. membuat daftar tenaga bantuan hukum bagi semua
medis yang melakukan petugas Rumah Sakit dalam
praktik kedokteran atau melaksanakan tugas; dan
kedokteran gigi dan tenaga t. memberlakukan seluruh
kesehatan lainnya; lingkungan rumah sakit sebagai
r. menyusun dan kawasan tanpa rokok.
melaksanakan peraturan (2) Pelanggaran atas kewajiban
internal Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat
(hospital by laws); (1) dikenakan sanksi administratif.
s. melindungi dan (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
memberikan bantuan kewajiban Rumah Sakit
hukum bagi semua petugas sebagaimana dimaksud pada ayat
Rumah Sakit dalam (1) dan pengenaan sanksi
melaksanakan tugas; dan administratif sebagaimana
t. memberlakukan seluruh dimaksud pada ayat (2) diatur
lingkungan rumah sakit dengan Peraturan Pemerintah.
sebagai kawasan tanpa
rokok.
(2) Pelanggaran atas kewajiban
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikenakan
sanksi admisnistratif
berupa:
a. teguran;
b. teguran tertulis; atau
c. denda dan pencabutan
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
izin Rumah Sakit.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai kewajiban
Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan
Menteri.

Pasal 62 Pasal 62 Perbuatan tersebut terdapat


Setiap orang yang dengan sengaja Setiap orang yang dengan sengaja unsur “dengan sengaja”, yang
menyelenggarakan Rumah Sakit menyelenggarakan Rumah Sakit tidak merupakan perbuatan
tidak memiliki izin sebagaimana memiliki Perizinan Berusaha melawan hukum karena tidak
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) sebagaimana dimaksud dalam Pasal memenuhi ketentuan
dipidana dengan pidana penjara 25 ayat (1) dipidana dengan pidana perizinan berusaha, sehingga
paling lama 2 (dua) tahun dan penjara paling lama 2 (dua) tahun dan akan berdampak pada tidak
denda paling banyak Rp. denda paling banyak Rp. terpenuhinya persyaratan
5.000.000.000,00- (lima milyar 5.000.000.000,00- (lima milyar keamanan, mutu, dan
rupiah). rupiah).” keselamatan pasien, serta
tidak memenuhi perlindungan
kepada masyarakat.
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN
Pasal 64 Pasal 64 Telah ada di KUHP delik
(1) Setiap orang yang dengan Dihapus. perusakan umum.
sengaja dan melawan hukum
merusak fisik daya tarik wisata
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan denda paling
banyak Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang karena
kelalaiannya dan melawan
hukum, merusak fisik, atau
mengurangi nilai daya tarik
wisata sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 dipidana
dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun dan/atau
denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN
Pasal 77 Pasal 77
(1) Guru yang diangkat oleh (1) Guru yang diangkat oleh
Pemerintah atau pemerintah Pemerintah Pusat atau Pemerintah
daerah yang tidak menjalankan Daerah yang tidak menjalankan
kewajiban sebagaimana dimaksud kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 20 dikenai sanksi dalam Pasal 20 dikenai sanksi
sesuai dengan peraturan administratif.
perundang-undangan. (2) Guru yang berstatus ikatan dinas
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam
pada ayat (1) berupa: Pasal 22 yang tidak melaksanakan
a. teguran; tugas sesuai dengan perjanjian
b. peringatan tertulis; kerja atau kesepakatan kerja
c. penundaan pemberian hak bersama diberi sanksi
guru; administratif.
d. penurunan pangkat; (3) Guru yang diangkat oleh
e. pemberhentian dengan penyelenggara pendidikan atau
hormat; atau satuan pendidikan yang
f. pemberhentian tidak dengan diselenggarakan oleh masyarakat,
hormat. yang tidak menjalankan kewajiban
(3) Guru yang berstatus ikatan dinas sebagaimana dimaksud dalam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenai sanksi
Pasal 22 yang tidak melaksanakan administratif.
tugas sesuai dengan perjanjian (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kerja atau kesepakatan kerja jenis dan tata cara pengenaan
bersama diberi sanksi sesuai sanksi administratif diatur dengan
dengan perjanjian ikatan dinas. Peraturan Pemerintah.
(4) Guru yang diangkat oleh
penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan yang
diselenggarakan oleh masyarakat,
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
yang tidak menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 dikenai sanksi sesuai
dengan perjanjian kerja atau
kesepakatan kerja bersama.
Pasal 78 Pasal 78
(1) Dosen yang diangkat oleh (1) Dosen yang diangkat oleh
Pemerintah yang tidak Pemerintah yang tidak
menjalankan kewajiban menjalankan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 60 dikenai sanksi sesuai Pasal 60 dikenai sanksi
dengan peraturan perundang- administratif.
undangan. (2) Dosen yang diangkat oleh
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud penyelenggara pendidikan atau
pada ayat (1) berupa: satuan pendidikan tinggi yang
a. teguran; diselenggarakan oleh masyarakat
b. peringatan tertulis; yang tidak menjalankan kewajiban
c. penundaan pemberian hak sebagaimana dimaksud dalam
guru; Pasal 60 dikenai sanksi
d. penurunan pangkat; administratif.
e. pemberhentian dengan (3) Dosen yang berstatus ikatan dinas
hormat; atau sebagaimana dimaksud dalam
(3) Dosen yang diangkat oleh Pasal 62 yang tidak melaksanakan
penyelenggara pendidikan atau tugas sesuai dengan perjanjian
satuan pendidikan tinggi yang kerja atau kesepakatan kerja
diselenggarakan oleh masyarakat bersama dikenai sanksi
yang tidak menjalankan kewajiban administratif.
sebagaimana dimaksud dalam (4) Dosen yang dikenai sanksi
Pasal 60 dikenai sanksi sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat
dengan perjanjian kerja atau (1), ayat (3), dan ayat (4)
kesepakatan kerja bersama. mempunyai hak membela diri.
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
(4) Dosen yang berstatus ikatan dinas (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
sebagaimana dimaksud dalam jenis dan tata cara pengenaan
Pasal 62 yang tidak melaksanakan sanksi administratif diatur dalam
tugas sesuai dengan perjanjian Peraturan Pemerintah.
kerja atau kesepakatan kerja
bersama diberi sanksi sesuai
dengan perjanjian ikatan dinas.
(5) Dosen yang dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)
mempunyai hak membela diri.
Pasal 79 Pasal 79
(1) Penyelenggara pendidikan atau (1) Penyelenggara pendidikan atau
satuan pendidikan yang satuan pendidikan yang
melakukan pelanggaran terhadap melakukan pelanggaran terhadap
ketentuan sebagaimana dimaksud ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39, dalam Pasal 24, Pasal 34, Pasal 39,
Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, dan Pasal 63 ayat (4), Pasal 71, atau
Pasal 75 diberi sanksi sesuai Pasal 75 diberi sanksi
dengan peraturan perundang- administratif.
undangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud jenis dan tata cara pengenaan
pada ayat (1) berupa: sanksi administratif diatur dalam
a. teguran; Peraturan Pemerintah.
b. peringatan tertulis;
c. pembatasan kegiatan
penyelenggaraan satuan
pendidikan; atau
d. pembekuan kegiatan
penyelenggaraan satuan
pendidikan;
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2019 TENTANG KEBIDANAN
Pasal 28 Pasal 28
(1) Setiap Bidan harus menjalankan (1) Setiap Bidan harus menjalankan
Praktik Kebidanan di tempat Praktik Kebidanan di tempat
praktik yang sesuai dengan SIPB. praktik yang sesuai dengan SIPB.
(2) Bidan yang menjalankan Praktik (2) Bidan yang menjalankan Praktik
Kebidanan di tempat praktik yang Kebidanan di tempat praktik yang
tidak sesuai dengan SIPB tidak sesuai dengan SIPB
sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenai sanksi administratif (1) dikenai sanksi administratif.
berupa: (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
a. teguran tertulis; jenis dan tata cara pengenaan
b. penghentian sementara sanksi administratif diatur dengan
kegiatan; atau Peraturan Pemerintah.
c. pencabutan izin.
Pasal 30 Pasal 30
(1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan (1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan harus Kesehatan harus
mendayagunakan Bidan yang mendayagunakan Bidan yang
memiliki STR dan SIPB. memiliki STR dan SIPB.
(2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan (2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang mendayagunakan Kesehatan yang mendayagunakan
Bidan yang tidak memiliki STR dan Bidan yang tidak memiliki STR dan
SIPB sebagaimana dimaksud pada SIPB sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi ayat (1) dikenai sanksi
administratif berupa: administratif.
a. teguran tertulis; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
b. penghentian sementara jenis dan tata cara pengenaan
kegiatan; atau sanksi administratif diatur dengan
c. pencabutan izin. Peraturan Pemerintah.
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
(3) Ketentuan lebih laniut mengenai
tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 40 Pasal 40
(1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan (1) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dapat Kesehatan dapat
mendayagunakan Bidan Warga mendayagunakan Bidan Warga
Negara Asing yang telah memiliki: Negara Asing yang telah memiliki:
a. STR sementara; a. STR sementara;
b. SIPB; dan b. SIPB; dan
c. izin sesuai dengan ketentuan c. izin sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang- peraturan perundang-
undangan di bidang undangan di bidang
ketenagakerjaan. ketenagakerjaan.
(2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan (2) Penyelenggara Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang mendayagunakan Kesehatan yang mendayagunakan
Bidan Warga Negara Asing yang Bidan Warga Negara Asing yang
tidak sesuai dengan ketentuan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenai sanksi administratif (1) dikenai sanksi administratif.
berupa: (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
a. teguran tertulis; jenis dan tata cara pengenaan
b. penghentian sementara sanksi administratif diatur dengan
kegiatan; atau Peraturan Pemerintah.
c. pencabutan izin.
Pasal 44 Pasal 44
(1) Bidan yang tidak memasang (1) Bidan yang tidak memasang papan
papan nama praktik sebagaimana nama praktik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai dimaksud pada ayat (1) dikenai
sanksi administratif berupa: sanksi administratif.
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
a. teguran lisan; (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
b. peringatan tertulis; jenis dan tata cara pengenaan
c. denda administratif; dan/atau sanksi administratif diatur dengan
d. pencabutan izin. Peraturan Pemerintah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 45 Pasal 45
(1) Bidan yang tidak melengkapi (1) Bidan yang tidak melengkapi
sarana dan prasarana pelayanan sarana dan prasarana pelayanan
sebagaimana dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikenai sanksi administratif (1) dikenai sanksi administratif.
berupa: (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
a. teguran lisan; jenis dan tata cara pengenaan
b. peringatan tertulis; sanksi administratif diatur dengan
c. denda administrative; dan/atau Peraturan Pemerintah.
d. pencabutan izin.
(2) Ketentuan mengenai tata cara
pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diatur dengan Peraturan
Menteri
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN
Pasal 58 Pasal 58
(1) Setiap orang yang melanggar (1) Setiap orang yang melanggar
ketentuan Pasal 25 ayat (1), Pasal ketentuan Pasal 25 ayat (1), Pasal
26, Pasal 30 ayat (4), Pasal 43 26, Pasal 30 ayat (4), Pasal 43
huruf b, Pasal 46 ayat (1) dan ayat huruf b, Pasal 46 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 47 ayat (1), Pasal 51 (2), Pasal 47 ayat (1), Pasal 51
dikenai sanksi administratif. dikenai sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagaimana (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
dimaksud pada ayat (1) berupa: jenis dan tata cara pengenaan
a. peringatan tertulis; sanksi administratif diatur dengan
b. penghentian sementara Peraturan Pemerintah.
kegiatan;
c. penghentian pembinaan;
d. penundaan kenaikan pangkat;
e. penurunan pangkat; dan/atau
f. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam Peraturan Menteri.
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI
Pasal 92 Pasal 92
(1) Perguruan Tinggi yang (1) Perguruan Tinggi yang
melanggar ketentuan Pasal 8 melanggar ketentuan Pasal 8
ayat (3), Pasal 18 ayat (3), Pasal ayat (3), Pasal 18 ayat (3),
19 ayat (3), Pasal 20 Pasal 19 ayat (3), Pasal 20
ayat (3), Pasal 21 ayat (4), Pasal ayat (3), Pasal 21 ayat (4),
22 ayat (3), Pasal 23 Pasal 22 ayat (3), Pasal 23
ayat (3), Pasal 24 ayat (4), Pasal ayat (3), Pasal 24 ayat (4),
25 ayat (4), Pasal 28 Pasal 25 ayat (4), Pasal 28
ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat
(6), atau ayat (7), Pasal (6), atau ayat (7), Pasal 37
33 ayat (6), Pasal 35 ayat (3), ayat (1), Pasal 41 ayat (1),
Pasal 37 ayat (1), Pasal Pasal 46 ayat (2), Pasal 60
41 ayat (1), Pasal 46 ayat (2), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 73
Pasal 60 ayat (5), Pasal ayat (3) atau ayat (5), Pasal 74
73 ayat (3) atau ayat (5), Pasal ayat (1), Pasal 76
74 ayat (1), Pasal 76 ayat (1), Pasal 78 ayat (2),
ayat (1), Pasal 78 ayat (2), atau atau Pasal 90
Pasal 90 ayat (5) ayat (2) dikenai sanksi
dikenai sanksi administratif. administratif.
(2) Sanksi administratif (2) Ketentuan lebih lanjut
sebagaimana dimaksud pada mengenai sanksi administratif
ayat (1) berupa: sebagaimana dimaksud pada
a. peringatan tertulis; ayat (2) diatur dalam
b. penghentian sementara Peraturan Pemerintah.
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
bantuan biaya Pendidikan
dari Pemerintah;
c. penghentian sementara
kegiatan penyelenggaraan
Pendidikan;
d. penghentian pembinaan;
dan/atau
e. pencabutan izin.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai sanksi administratif
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diatur dalam
Peraturan Menteri
Pasal 93 Pasal 93
Perseorangan, organisasi, atau Dihapus. Merupakan pelanggaran
penyelenggara Pendidikan Tinggi administratif.
yang melanggar Pasal 28 ayat (6)
atau ayat (7), Pasal 42 ayat (4),
Pasal 43 ayat (3), Pasal 44 ayat
(4), Pasal 60 ayat (2), dan Pasal 90
ayat (4) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN
Pasal 78 Pasal 78
Pelanggaran terhadap ketentuan (1) Pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal sebagaimana dimaksud dalam
6, Pasal 7, Pasal 10 ayat (1) dan ayat Pasal 6, Pasal 7, Pasal 10 ayat (1)
(2), Pasal 11 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 11 ayat (1),
dan ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2), Pasal
(1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (2), 15, Pasal 17 ayat (1), Pasal 20 ayat
Pasal 22 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 26 (1), Pasal 21 ayat (2), Pasal 22 ayat
ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 31, (1) dan ayat (2), Pasal 26 ayat (1),
Pasal 33 ayat (1), Pasal 39 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 31, Pasal
Pasal 43, dan Pasal 57 ayat (1) dikenai 33 ayat (1), Pasal 39 ayat (1), Pasal
sanksi administratif. 43, dan Pasal 57 ayat (1) dikenai
sanksi administratif.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
jenis dan tata cara pengenaan
sanksi administratif diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 79 Pasal 79 Ketentuan terkait jenis, besaran
(1) Sanksi administratif sebagaimana Dihapus denda dan tata cara pengenaan
dimaksud dalam Pasal 78 dapat sanksi akan dilakukan
berupa: pengaturan dalam PP.
a. teguran tertulis;
b. denda administratif;
c. penutupan sementara;
dan/atau
d. pembubaran atau pencabutan
izin.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pengenaan sanksi
administratif dan besaran denda
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
(3) administratif diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Pasal 67 Pasal 67

(1) Perseorangan, organisasi, atau Dihapus.


penyelenggara pendidikan yang
memberikan ijazah, sertifikat
kompetensi, gelar akademik,
profesi, dan/ atau vokasi tanpa
hak dipidana dengan pidana
penjara paling lama sepuluh
tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
(2) Penyelenggara perguruan
tinggi yang dinyatakan ditutup
berdasarkan Pasal 21 ayat (5) dan
masih beroperasi dipidana dengan
pidana penjara paling lama
sepuluh tahun dan/atau pidana
denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
(3) Penyelenggara pendidikan yang
memberikan sebutan guru besar
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
atau profesor dengan melanggar
Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan
pidana penjara paling lama
sepuluh tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
(4) Penyelenggara pendidikan
jarak jauh yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara
paling lama sepuluh tahun
dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah
Pasal 68 Pasal 68
(1) Setiap orang yang membantu Dihapus.
memberikan ijazah, sertifikat
kompetensi, gelar akademik,
profesi, dan/atau vokasi dari
satuan pendidikan yang tidak
memenuhi persyaratan
dipidana dengan pidana
penjara paling lama lima
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
(2) Setiap orang yang
menggunakan ijazah,
sertifikat kompetensi, gelar
akademik, profesi, dan/atau
vokasi yang diperoleh dari
satuan pendidikan yang tidak
memenuhi persyaratan
dipidana dengan pidana
penjara paling lama lima
tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
(3) Setiap orang yang
menggunakan gelar lulusan
yang tidak sesuai dengan
bentuk dan singkatan yang
diterima dari perguruan tinggi
yang bersangkutan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21 ayat (4)
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
dipidana dengan pidana
penjara paling lama dua
tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp
200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah).
(4) Setiap orang yang
memperoleh dan/atau
menggunakan sebutan guru
besar yang tidak sesuai
dengan Pasal 23 ayat (1)
dan/atau ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling
lama lima tahun dan/atau
pidana denda paling banyak
Rp 500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Pasal 69 Pasal 69
Setiap orang yang menggunakan Dihapus.
ijazah, sertifikat kompetensi, gelar
akademik, profesi, dan/atau
vokasi yang terbukti palsu
dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp
POTENSI
RUMUSAN UU USULAN RUMUSAN PERUBAHAN ALASAN PERUBAHAN KLASTER
IMPLIKASI
500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah). (2) Setiap orang yang
dengan sengaja tanpa hak
menggunakan ijazah dan/atau
sertifikat kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2)
dan ayat (3) yang terbukti palsu
dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah).
Pasal 71 Pasal 71 Ketentuan pidana mengikuti
Penyelenggara satuan pendidikan Penyelenggara satuan pendidikan KUHP (NA)
yang didirikan tanpa izin Pemerintah yang didirikan tanpa Perizinan
atau Pemerintah Daerah Berusaha dari Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal sebagaimana dimaksud dalam Pasal
62 ayat (1) dipidana dengan pidana 62 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama sepuluh tahun penjara paling lama sepuluh tahun
dan/atau pidana denda paling dan/atau pidana denda paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah miliar rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN
Pasal 150 Pasal 150 Penyesuaian dengan
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang rumusan dalam RUU
menyelenggarakan menyelenggarakan Cipta Kerja
perumahan dan kawasan perumahan dan kawasan

permukiman yang tidak permukiman yang tidak


memenuhi ketentuan
memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (1), 29
dalam Pasal 26 ayat (1),
ayat (1), Pasal 30 ayat (2),
29 ayat (1), Pasal 30 ayat Pasal 34 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 34 ayat (1) dan (2), Pasal 36 ayat (1) dan
ayat (2), Pasal 36 ayat (1) ayat (2), Pasal 38 ayat (4),
dan ayat (2), Pasal 38 Pasal 45, Pasal 47 ayat (2),
ayat (4), Pasal 45, Pasal ayat (3) dan ayat (4), Pasal
47 ayat (2), ayat (3) dan 49 ayat (2), Pasal 63, Pasal
ayat (4), Pasal 49 ayat (2), 71 ayat (1), Pasal 126 ayat

Pasal 63, Pasal 71 ayat (2), Pasal 134, Pasal 135,


Pasal 136, Pasal 137, Pasal
(1), Pasal 126 ayat (2),
138, Pasal 139, Pasal 140,
Pasal 134, Pasal 135,
Pasal 141, Pasal 142, Pasal
Pasal 136, Pasal 137,
143, Pasal 144, Pasal 145,
Pasal 138, Pasal 139, atau Pasal 146 ayat (1)
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pasal 140, Pasal 141, dikenai sanksi
Pasal 142, Pasal 143, administratif.
Pasal 144, Pasal 145, (2) Sanksi administratif

atau Pasal 146 ayat (1) sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dapat
dikenai sanksi
berupa:
administratif.
a. peringatan tertulis;
(2) Sanksi administratif
b. pembatasan kegiatan
sebagaimana dimaksud pembangunan;
pada ayat (1) dapat c. penghentian sementara
berupa: atau tetap pada
a. peringatan tertulis; pekerjaan pelaksanaan
b. pembatasan kegiatan pembangunan;
pembangunan; d. penghentian sementara
c. penghentian atau penghentian tetap

sementara atau tetap pada pengelolaan


perumahan;
pada pekerjaan
e. penguasaan sementara
pelaksanaan
oleh pemerintah
pembangunan;
(disegel);
d. penghentian f. kewajiban membongkar
sementara atau sendiri bangunan dalam
penghentian tetap jangka waktu tertentu;
pada pengelolaan g. pembatasan kegiatan
perumahan; usaha;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
e. penguasaan h. pembekuan
sementara oleh Persetujuan Bangunan
pemerintah (disegel); Gedung;

f. kewajiban i. pencabutan
Persetujuan Bangunan
membongkar sendiri
Gedung;
bangunan dalam
j. pembekuan/pencabuta
jangka waktu
n surat bukti
tertentu; kepemilikan rumah;
g. pembatasan kegiatan k. perintah pembongkaran
usaha; bangunan rumah;
h. pembekuan izin l. pembekuan Perizinan
mendirikan Berusaha;
bangunan; m. pencabutan Perizinan
i. pencabutan izin Berusaha;

mendirikan n. pengawasan;
o. pembatalan Perizinan
bangunan;
Berusaha;
j. pembekuan/pencab
p. kewajiban pemulihan
utan surat bukti
fungsi lahan dalam
kepemilikan rumah; jangka waktu tertentu;
k. perintah q. pencabutan insentif;
pembongkaran r. pengenaan denda
bangunan rumah; administratif; dan/atau
s. penutupan lokasi.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
l. pembekuan izin (3) Ketentuan lebih lanjut
usaha; mengenai jenis, besaran
m. pencabutan izin denda, tata cara, dan

usaha; mekanisme pengenaan


sanksi administratif
n. pengawasan;
sebagaimana dimaksud
o. pembatalan izin;
pada ayat (2) diatur
p. kewajiban pemulihan
dengan Peraturan
fungsi lahan dalam Pemerintah.
jangka waktu
tertentu;
q. pencabutan insentif;
r. pengenaan denda
administratif;
dan/atau
s. penutupan lokasi.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai jenis, besaran
denda, tata cara, dan
mekanisme pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 151 Pasal 151 Diusulkan untuk


(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang dihapus karena PPJB
menyelenggarakan menyelenggarakan telah disetujui sebagai
pembangunan
pembangunan perumahan, yang tidak salah satu subyek dalam
perumahan, yang tidak sesuai dengan kriteria, kluster prasyaratan
membangun perumahan spesifikasi, investasi;
persyaratan,
sesuai dengan kriteria,
prasarana, sarana, dan
spesifikasi, persyaratan, utilitas umum yang
prasarana, sarana, dan diperjanjikan dan
utilitas umum yang standar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
diperjanjikan 134 dikenai sanksi
sebagaimana dimaksud administratif berupa
dalam Pasal 134, denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00
dipidana dengan pidana (lima miliar rupiah)
denda paling
banyak (2) Selain sanksi
Rp5.000.000.000,00 administratif
sebagaimana dimaksud
(lima miliar rupiah)
pada ayat (1) pelaku
(2) Selain pidana dapat dijatuhi sanksi
sebagaimana dimaksud tambahan berupa
pada ayat (1) pelaku membangun kembali
perumahan sesuai
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dapat dijatuhi pidana dengan kriteria,
tambahan berupa spesifikasi,
persyaratan,
membangun kembali prasarana, sarana,
perumahan sesuai utilitas umum yang
dengan kriteria, diperjanjikan, dan
standar.
spesifikasi, persyaratan,
prasarana, sarana, dan
utilitas umum yang
diperjanjikan

Pasal 153 Pasal 153 Diusulkan untuk


(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang dihapus karena kegiatan
menyelenggaraan menyelenggaraan ini merupakan kegiatan
lingkungan hunian usaha yang pelanggaran
lingkungan hunian atau atau Kasiba yang tidak disetujui diatur dalam
Kasiba yang tidak memisahkan
rezim usaha atau
memisahkan lingkungan lingkungan hunian
atau Kasiba menjadi perdata.
hunian atau Kasiba
satuan lingkungan
menjadi satuan perumahan atau Lisiba
lingkungan perumahan sebagaimana dimaksud
atau Lisiba sebagaimana dalam Pasal 136,
dikenai sanksi
dimaksud dalam Pasal administratif berupa
136, dipidana dengan denda denda paling
pidana denda paling banyak
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
banyak Rp5.000.000.000,00
Rp5.000.000.000,00 (lima (lima miliar rupiah).
(2) Selain sanksi
miliar rupiah). administratif
(2) Selain pidana sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pelaku
dapat dijatuhi pidana
pada ayat (1), pelaku
tambahan berupa
dapat dijatuhi pidana pencabutan Perizinan
tambahan berupa Berusaha.
pencabutan izin (3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai tata cara
pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN
Pasal 108 Pasal 108
(1) Sanksi administratif (1) Pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud administratif
dalam Pasal 107 dapat sebagaimana dimaksud
berupa: pada Pasal 107 tidak
a. peringatan tertulis; menghilangkan
b. pembatasan kegiatan tanggung jawab
pembangunan pemulihan.
dan/atau kegiatan (2) Ketentuan lebih lanjut
usaha; mengenai jenis dan tata
c. penghentian sementara cara pengenaan sanksi
pada pekerjaan administratif diatur
pelaksanaan dengan Peraturan
pembangunan; Pemerintah.
d. penghentian sementara
atau penghentian tetap
pada pengelolaan
rumah susun;
e. pengenaan denda
administratif;
f. pencabutan IMB;
g. pencabutan sertifikat
laik fungsi;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
h. pencabutan SHM
sarusun atau SKBG
sarusun;
i. perintah
pembongkaran
bangunan rumah
susun; atau
j. pencabutan izin usaha.
(2) Pengenaan sanksi
administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
tidak menghilangkan
tanggung jawab
pemulihan dan pidana.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai sanksi
administratif, tata cara,
dan besaran denda
administratif diatur dalam
peraturan pemerintah.
Pasal 109 Pasal 109
Setiap pelaku pembangunan (1) Setiap pelaku
rumah susun komersial yang pembangunan rumah
mengingkari kewajibannya susun komersial yang
untuk menyediakan rumah mengingkari
susun umum sekurang- kewajibannya untuk
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
kurangnya 20% (dua puluh menyediakan rumah
persen) dari total luas lantai susun umum
rumah susun komersial yang sekurang-kurangnya
dibangun sebagaimana 20% (dua puluh persen)
dimaksud dalam Pasal 97 dari total luas lantai
dipidana dengan pidana rumah susun
penjara paling lama 2 (dua) komersial yang
tahun atau denda paling dibangun sebagaimana
banyak dimaksud dalam Pasal
Rp20.000.000.000,00 (dua 97 dikenai sanksi
puluh miliar rupiah). administratif berupa
denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00
(dua puluh miliar
rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 110 Pasal 110 PPJB telah disetujui Menyetujui untuk


Pelaku pembangunan yang (1) Pelaku pembangunan sebagai salah satu diganti menjadi
membuat PPJB: yang melanggar subyek dalam kluster sanksi
a. yang tidak sesuai dengan ketentuan prasyaratan investasi administratif
yang dipasarkan; atau sebagaimana dimaksud oleh karena itu pasal ini
b. sebelum memenuhi dalam Pasal 98 dikenai setuju untuk dihapus
persyaratan kepastian sanksi administratif sanksi pidananya.
sebagaimana dimaksud berupa denda paling
dalam Pasal 43 ayat (2); banyak
sebagaimana dimaksud Rp4.000.000.000,00
dalam Pasal 98, dipidana (empat miliar rupiah).
dengan pidana penjara paling (2) Dalam hal pelaku tidak
lama 4 (empat) tahun atau melaksanakan
denda paling banyak kewajiban pemenuhan
Rp4.000.000.000,00 (empat sanksi sebagaimana
miliar rupiah). dimaksud pada ayat
(1), dipidana dengan
pidana penjara paling
lama 4 (empat) tahun.
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 112 Pasal 112


Setiap orang yang (1) Setiap orang yang
membangun rumah susun di membangun rumah
luar lokasi yang ditetapkan susun di luar lokasi
sebagaimana dimaksud yang ditetapkan
dalam Pasal 100 dipidana sebagaimana dimaksud
dengan pidana penjara paling dalam Pasal 100 dikenai
lama 2 (dua) tahun atau sanksi administratif
denda paling banyak berupa denda paling
Rp2.000.000.000,00 (dua banyak
miliar rupiah). Rp2.000.000.000,00
(dua miliar rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2
(dua) tahun.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(3) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 113 Pasal 113 Perbuatan yang ada Perbuatan yang


Setiap orang yang: (1) Setiap orang yang: dalam Pasal 113 ada dalam Pasal
a. mengubah peruntukan a. mengubah termasuk dalam 113 termasuk
lokasi rumah susun peruntukan lokasi pengaturan pasal 382bis dalam pengaturan
yang sudah ditetapkan; rumah susun yang KUHP; dan pasal 382bis
atau sudah ditetapkan; KUHP
b. mengubah fungsi dan atau Namun Pasal 113 ini
pemanfaatan rumah b. mengubah fungsi juga dapat dikategorikan
susun dan pemanfaatan sebagai pelanggaran
c. sebagaimana rumah susun administrasi terhadap
dimaksud dalam Pasal sebagaimana izin dan kegiatan usaha.
101 dipidana dengan dimaksud dalam Sehingga dapat
pidana penjara paling Pasal 101 dikenai diusulkan untuk
lama 1 (satu) tahun sanksi administratif dihapus.
atau denda paling berupa denda paling
banyak banyak
Rp50.000.000,00
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Rp50.000.000,00 (lima (lima puluh juta
puluh juta rupiah) rupiah).
(2) Dalam hal pelaku tidak
melaksanakan
kewajiban pemenuhan
sanksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1
(satu) tahun.
(3) Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
mengakibatkan bahaya
bagi nyawa orang atau
barang, pelaku
dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda
paling banyak
Rp250.000.000,00 (dua
ratus lima puluh juta
rupiah).
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai pengenaan
sanksi administratif
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 114 Pasal 114


Setiap pejabat yang: Setiap pejabat yang:
a. menetapkan lokasi a. menetapkan lokasi
yang berpotensi yang berpotensi
menimbulkan bahaya menimbulkan
untuk pembangunan bahaya untuk
rumah susun; atau pembangunan
b. mengeluarkan izin rumah susun; atau
mendirikan bangunan b. mengeluarkan
rumah susun yang Persetujuan
tidak sesuai dengan Bangunan Gedung
lokasi peruntukan rumah susun yang
sebagaimana dimaksud tidak sesuai dengan
dalam Pasal 102 dipidana lokasi peruntukan,
dengan pidana penjara paling sebagaimana dimaksud
lama 5 (lima) tahun atau dalam Pasal 102 dipidana
denda paling banyak dengan pidana penjara
Rp5.000.000.000,00 (lima paling lama 5 (lima) tahun
miliar rupiah). atau denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI

Pasal 117 Pasal 117


(1) Dalam hal perbuatan (1) Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 109 sampai dalam Pasal 109
dengan Pasal 116 sampai dengan Pasal
dilakukan oleh badan 116 dilakukan oleh
hukum, maka selain badan hukum, maka
pidana penjara dan selain pidana penjara
denda terhadap dan denda terhadap
pengurusnya, pidana pengurusnya, pidana
dapat dijatuhkan dapat dijatuhkan
terhadap badan hukum terhadap badan hukum
berupa pidana denda berupa pidana denda
dengan pemberatan 3 dengan pemberatan 3
(tiga) kali dari pidana (tiga) kali dari pidana
denda terhadap orang. denda terhadap orang.
(2) Selain pidana denda (2) Selain pidana denda
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), badan pada ayat (1), badan
hukum dapat dijatuhi hukum dapat dijatuhi
pidana tambahan pidana tambahan
berupa: berupa:
a. pencabutan izin a. pencabutan
usaha; atau Perizinan Berusaha;
atau
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
b. pencabutan status b. pencabutan status
badan hukum. badan hukum.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2019 TENTANG SUMBER DAYA AIR
Pasal 67 Pasal 67
(1) Kewajiban bersertifikat (1) Pejabat Penyidik
halal bagi Produk yang Pegawai Negeri Sipil
beredar dan tertentu di lingkungan
diperdagangkan di instansi pemerintah
wilayah Indonesia yang lingkup tugas dan
sebagaimana dimaksud tanggungjawabnya
dalam Pasal 4 mulai dibidang sumber daya
berlaku 5 (lima) tahun air diberi wewenang
terhitung sejak Undang- khusus sebagai
Undang ini Penyidik Pegawai Negeri
diundangkan. Sipil sebagaimana
(2) Sebelum kewajiban dimaksud dalam Kitab
bersertifikat halal Undang-Undang
sebagaimana dimaksud Hukum Acara Pidana
pada ayat (1) berlaku, untuk melakukan
jenis Produk yang penyidikan tindak
bersertifikat halal diatur pidana.
secara bertahap. (2) Pejabat Pegawai Negeri
(3) Ketentuan mengenai Sipil tertentu
jenis Produk yang sebagaimana dimaksud
bersertifikat halal secara pada ayat (1) diberi
bertahap sebagaimana kewenangan untuk:
diatur pada ayat (2) a. meneliti, mencari,
diatur dalam Peraturan dan mengumpulkan
Pemerintah. keterangan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sehubungan dengan
tindak pidana;
b. menerima laporan
atau keterangan
tentang adanya
tindak pidana;
c. memanggil orang
untuk didengar dan
diperiksa sebagai
saksi dan/atau
tersangka tindak
pidana;
d. melakukan
penangkapan dan
penahanan terhadap
orang yang diduga
melakukan tindak
pidana;
e. meminta keterangan
dan bukti dari orang
yang diduga
melakukan tindak
pidana;
f. memotret dan/atau
merekam melalui
media elektronik
terhadap orang,
barang, pesawat
udara, atau hal yang
dapat dijadikan
bukti adanya tindak
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pidana;
g. memeriksa dokumen
yang terkait dengan
tindak pidana;
h. mengambil sidik jari
dan identitas orang;
i. menggeledah
tempat-tempat
tertentu yang
dicurigai adanya
tindak pidana;
j. menyita benda yang
diduga kuat
merupakan barang
yang digunakan
untuk melakukan
tindak pidana;
k. mengisolasi dan
mengamankan
barang dan/atau
dokumen yang dapat
dijadikan sebagai
alat bukti
sehubungan dengan
tindak pidana;
l. mendatangkan saksi
ahli yang diperlukan
dalam hubungannya
dengan pemeriksaan
perkara tindak
pidana;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
m. menghentikan
proses penyidikan;
n. meminta bantuan
polisi Negara
Republik Indonesia
atau instansi lain
untuk melakukan
penanganan tindak
pidana; dan
o. melakukan tindakan
lain menurut hukum
yang berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
berada di bawah
koordinasi dan
pengawasan Penyidik
Polisi Negara Republik
Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat
Pegawai Negeri Sipil
tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (3),
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
kepada Penuntut
Umum dengan
tembusan kepada
pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
tertentu dapat meminta
bantuan kepada aparat
penegak hukum.

Pasal 70 Pasal 70
Setiap Orang yang dengan
Setiap Orang yang dengan
sengaja:
sengaja:
a. melakukan kegiatan
pelaksanaan konstruksi a. melakukan kegiatan
Prasarana Sumber Daya pelaksanaan
Air dan nonkonstruksi konstruksi
pada Sumber Air tanpa Prasarana Sumber
memperoleh izin dari Daya Air dan
Pemerintah Pusat atau nonkonstruksi pada
Pemerintah Daerah Sumber Air tanpa
sebagaimana dimaksud memperoleh izin dari
dalam Pasal 40 ayat (3); Pemerintah Pusat
b. menyewakan atau atau Pemerintah
memindahtangankan, Daerah sebagaimana
baik sebagian maupun dimaksud dalam
keseluruhan izin
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penggunaan Sumber Pasal 40 ayat (3);
Daya Air untuk
b. menyewakan atau
kebutuhan bukan usaha
memindahtanganka
atau izin penggunaan
n, baik sebagian
Sumber Daya Air untuk
maupun
kebutuhan usaha
keseluruhan
sebagaimana dimaksud
Perizinan Berusaha
dalam Pasal 44 ayat (4);
atau persetujuan
atau
penggunaan Sumber
c. melakukan penggunaan
Daya Air untuk
Sumber Daya Air untuk
kebutuhan usaha tanpa kebutuhan bukan
usaha atau izin
izin sebagaimana
penggunaan Sumber
dimaksud dalam Pasal
Daya Air untuk
49 ayat(2)
kebutuhan usaha
dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 sebagaimana
dimaksud dalam
(satu) tahun dan paling
Pasal 44 ayat (4);
lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling sedikit atau
Rp1.000.000.000,00 (satu c. melakukan
miliar rupiah) dan paling penggunaan Sumber
banyak Daya Air untuk
Rp5.000.000.000,00 (lima kebutuhan usaha
miliar rupiah). tanpa Perizinan
Berusaha atau
persetujuan
penggunaan Sumber
Daya Air
sebagaimana
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dimaksud dalam
Pasal 49 ayat (2)
dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1
(satu) tahun dan paling
lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling sedikit
Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan paling
banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Pasal 73 Pasal 73 Sanksi ditujukan bagi
Setiap Orang yang karena Setiap Orang yang karena tindakan melanggar
kelalaiannya: kelalaiannya: yang dilakukan oleh
a. melakukan kegiatan Pelaku Usaha
a. melakukan kegiatan
pelaksanaan konstruksi dikenakan sanksi
pelaksanaan
Prasarana Sumber Daya administratif.
Air dan nonkonstruksi konstruksi Prasarana Namun apabila
Sumber Daya Air dan
pada Sumber Air tanpa dilakukan oleh
nonkonstruksi pada
izin dari Pemerintah masyarakat tetap
Sumber Air tidak
Pusat atau Pemerintah mengacu kepada UU
memenuhi ketentuan
Daerah sebagaimana SDA.
dimaksud dalam Pasal sebagaimana
dimaksud dalam
4O ayat (3); atau
Pasal 40 ayat (3) dan
b. menggunakan Sumber
ayat (4); atau
Daya Air untuk
b. menggunakan
kebutuhan usaha tanpa
izin sebagaimana Sumber Daya Air
untuk kebutuhan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dimaksud dalam Pasal usaha tanpa
49 ayat (2) Perizinan Berusaha
dipidana dengan pidana sebagaimana
penjara paling singkat 3 dimaksud dalam
(tiga) bulan dan paling lama Pasal 49 ayat (2),
6 (enam) tahun dan denda
dipidana dengan pidana
paling sedikit
penjara paling singkat 3
Rp30O.00O.00O,00 (tiga
(tiga) bulan dan paling lama
ratus juta rupiah) dan
6 (enam) tahun dan denda
paling banyak
paling sedikit
Rpl.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah). Rp300.000.000,00 (tiga
ratus juta rupiah) dan
paling banyak
Rpl.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2002 TENTANG PENYIARAN
Pasal 55 Pasal 55 Pasal yang ditambahkan
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang melanggar semula dikenakan sanksi
melanggar ketentuan ketentuan sebagaimana pidana dan diubah
sebagaimana dimaksud dimaksud dalam Pasal 15 menjadi sanksi
dalam Pasal 15 ayat (2), ayat (2), Pasal 17 ayat (3), administratif yaitu
Pasal 20, Pasal 23, Pasal Pasal 18 ayat (1), Pasal 18 sebagai berikut:
24, Pasal 26 ayat (2), ayat (2), Pasal 20, Pasal 23,
Pasal 27, Pasal 28, Pasal Pasal 24, Pasal 26 ayat (2), 1. Pasal 17 ayat (3)
33 ayat (7), Pasal 34 ayat Pasal 27, Pasal 28, Pasal 33, mengatur
(5) huruf a, huruf c, huruf Pasal 36 ayat (2), Pasal 36 mengenai
d, dan huruf f, Pasal 36 ayat (3), Pasal 36 ayat (4), kesempatan
ayat (2), ayat (3), dan ayat Pasal 39 ayat (1), Pasal 43 kepada karyawan
(4), Pasal 39 ayat (1), ayat (2), Pasal 44 ayat (1), untuk memiliki
Pasal 43 ayat (2), Pasal 44 Pasal 45 ayat (1), Pasal 46 saham perusahaan
ayat (1), Pasal 45 ayat (1), ayat (3), Pasal 46 ayat (6), dan memberikan
Pasal 46 ayat (6), ayat (7), Pasal 46 ayat (7), Pasal 46 bagian laba
ayat (8), ayat (9), dan ayat ayat (8), Pasal 46 ayat (9), perusahaan.
(11), dikenai sanksi Pasal 46 ayat (10), dan Pasal
administratif. 46 ayat (11), dikenai sanksi 2. Pasal 18 ayat (1)
administratif. mengatur tentang
pembatasan
(2) Ketentuan lebih lanjut kepemilikan dan
mengenai tata cara dan penguasaan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pemberian sanksi Lembaga Penyiaran
administratif sebagaimana Swasta oleh satu
dimaksud dalam ayat (1) orang atau satu
diatur dengan Peraturan badan hukum.
Pemerintah.
3. Pasal 18 ayat (2)
mengatur tentang
kepemilikan silang
antara Lembaga
Penyiaran Swasta
yang
menyelenggarakan
jasa penyiaran
radio dan Lembaga
Penyiaran Swasta

4. Pasal 33 ayat (1)


mengatur tentang
izin
penyelenggaraan
penyiaran.

5. Pasal 34 ayat (4)


(2) Sanksi administratif mengatur tentang
sebagaimana dimaksud pemindahtanganan
dalam ayat (1) dapat izin penyiaran.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
berupa :
a. teguran tertulis; 6. Pasal 46 ayat (3)
b. penghentian sementara mengatur tentang
mata acara yang pelarangan siaran
bermasalah setelah iklan niaga.
melalui tahap tertentu;
c. pembatasan durasi dan 7. Pasal 46 ayat (10)
waktu siaran; mengatur tentang
d. denda administratif; pelarangan
e. pembekuan kegiatan pembelian Waktu
siaran untuk waktu siaran lembaga
tertentu; penyiaran.
f. tidak diberi
perpanjangan izin Pasal di atas diubah
penyelenggaraan menjadi sanksi
penyiaran; administratif karena
g. pencabutan izin untuk memberikan iklim
penyelenggaraan investasi yang kondusif.
penyiaran.

(3) Ketentuan lebih lanjut Terkait perincian


mengenai tata cara dan pengenaan, nominal
pemberian sanksi sanksi dirinci di PP
administratif sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1)
dan ayat (2) disusun oleh
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
KPI bersama Pemerintah.
Pasal 56 Pasal 56 Penghapusan
(1) Penyidikan terhadap kewenangan PPNS untuk
tindak pidana yang diatur (1) Pejabat Penyidik Pegawai melakukan penyidikan
dalam Undang-undang ini Negeri Sipil Tertentu di (Koordinasi dengan
dilakukan sesuai dengan Lingkungan Instansi POLRI)
Kitab Undang-undang Pemerintah yang lingkup
Hukum Acara Pidana. tugas dan
(2) Khusus bagi tindak
tanggungjawabnya dibidang
pidana yang terkait dengan
penyiaran diberi wewenang
pelanggaran ketentuan
khusus sebagai Penyidik
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (5) Pegawai Negeri Sipil
huruf b dan huruf e, sebagaimana dimaksud
penyidikan dilakukan oleh dalam Kitab Undang-
Pejabat Pegawai Negeri Sipil Undang Hukum Acara
sesuai dengan ketentuan Pidana untuk melakukan
Undang-undang yang penyidikan tindak pidana.
berlaku. (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil
Tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diberi kewenangan untuk:
a. meneliti, mencari, dan
mengumpulkan
keterangan sehubungan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dengan tindak pidana;
b. menerima laporan atau
keterangan tentang
adanya tindak pidana;
c. memanggil orang untuk
didengar dan diperiksa
sebagai saksi dan/atau
tersangka tindak pidana;
d. melakukan
penangkapan dan
penahanan terhadap
orang yang diduga
melakukan tindak
pidana;
e. meminta keterangan dan
bukti dari orang yang
diduga melakukan
tindak pidana;
f. memotret dan/atau
merekam melalui media
elektronik terhadap
orang, barang, pesawat
udara, atau hal yang
dapat dijadikan bukti
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
adanya tindak pidana;
g. memeriksa dokumen
yang terkait dengan
tindak pidana;
h. mengambil sidik jari dan
identitas orang;
i. menggeledah tempat-
tempat tertentu yang
dicurigai adanya tindak
pidana;
j. menyita benda yang
diduga kuat merupakan
barang yang digunakan
untuk melakukan tindak
pidana;
k. mengisolasi dan
mengamankan barang
dan/atau dokumen yang
dapat dijadikan sebagai
alat bukti sehubungan
dengan tindak pidana;
l. mendatangkan saksi ahli
yang diperlukan dalam
hubungannya dengan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pemeriksaan perkara
tindak pidana;
m. menghentikan proses
penyidikan;
n. meminta bantuan polisi
Negara Republik
Indonesia atau instansi
lain untuk melakukan
penanganan tindak
pidana; dan
o. melakukan tindakan
lain menurut hukum
yang berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berada di
bawah koordinasi dan
pengawasan Penyidik Polisi
Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3),
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada Penuntut Umum
dengan tembusan kepada
pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Tertentu dapat
meminta bantuan kepada
aparat penegak hukum.

Pasal 57 Pasal 57 Pasal 17 ayat (3) dan


Dipidana dengan pidana (1) Setiap orang yang Pasal 18 ayat (2)
penjara paling lama 5 (lima) melanggar ketentuan dikeluarkan dari sanksi
tahun dan/atau denda sebagaimana dimaksud pidana dengan justifikasi
paling banyak dalam Pasal 30 ayat (1), 36 untuk memberikan iklim
Rp1.000.000.000,00 (satu ayat (5), dan 36 ayat (6) investasi yang kondusif .
miliar rupiah) untuk yang dilakukan untuk
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penyiaran radio dan penyiaran radio, dipidana Pasal 30 ayat (1)
dipidana dengan pidana dengan pidana penjara mengatur tentang
penjara paling lama 5 (lima) paling lama 5 (lima) tahun “lembaga penyiaran asing
tahun dan/atau denda dan/atau denda paling dilarang didirikan di
paling banyak banyak Rp1.000.000.000,00 Indonesia”,
Rp10.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal ini tetap dikenakan
(sepuluh miliar rupiah) (2) Setiap orang yang sanksi pidana karena
untuk penyiaran televisi, melanggar ketentuan dapat mempengaruhi
setiap orang yang melanggar sebagaimana dimaksud opini publik, ideologi
ketentuan sebagaimana dalam Pasal 30 ayat (1), 36 negara, stabilitas
dimaksud dalam Pasal: 17 ayat (5), dan 36 ayat (6) pertahanan, dan
ayat (3), 18 ayat (2), 30 ayat yang dilakukan untuk keamanan negara.
(1), 36 ayat (5), dan 36 ayat penyiaran televisi, dipidana
(6). dengan pidana penjara
Pasal 36 ayat (5) dan
paling lama 5 (lima) tahun
Pasal 36 ayat (6)
dan/atau denda paling
mengatur tentang isi
banyak siaran yang dilarang,
Rp10.000.000.000,00 sehingga tetap dikenakan
(sepuluh miliar rupiah).sanksi pidana karena
materi muatan yang
diatur terkait dengan
tindak pidana.
Pasal 58 Pasal 58 Penghapusan Pasal 58
Dipidana dengan pidana (1) Setiap orang yang melanggar dilakukan karena Pasal-
penjara paling lama 2 (dua) ketentuan sebagaimana Pasal yang dirujuk dalam
tahun dan/atau denda dimaksud dalam Pasal 33 Pasal 58 tidak perlu
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
paling banyak ayat (1) untuk penyiaran dikenakan sanksi pidana
Rp500.000.000,00 (lima radio, dipidana dengan dan diubah menjadi
ratus juta rupiah) untuk pidana penjara paling lama 2 sanksi administratif,
penyiaran radio dan (dua) tahun dan/atau denda serta untuk memberikan
dipidana dengan pidana paling banyak iklim investasi yang
penjara paling lama 2 (dua) Rp500.000.000,00 (lima ratus kondusif.
tahun dan/atau denda juta rupiah).
paling banyak (2) Setiap orang yang melanggar Adapun pasal-pasal yang
Rp5.000.000.000,00 (lima ketentuan sebagaimana dirujuk sebagai berikut:
miliar rupiah) untuk dimaksud dalam Pasal 33 1. Pasal 18 ayat (1)
penyiaran televisi, setiap ayat (1) untuk penyiaran mengatur tentang
orang yang melanggar televisi dipidana dengan pembatasan
ketentuan sebagaimana pidana penjara paling lama 2 kepemilikan dan
dimaksud dalam Pasal: 18 (dua) tahun dan/atau denda penguasaan Lembaga
ayat (1), 33 ayat (1), 34 ayat paling banyak Penyiaran Swasta
(4), 46 ayat (3). Rp5.000.000.000,00 (lima oleh satu orang atau
miliar rupiah). satu badan hukum.
2. Pasal 33 ayat (1)
mengatur tentang
izin penyelenggaraan
penyiaran.
3. Pasal 34 ayat (4)
mengatur tentang
pemindahtanganan
izin penyiaran.
4. Pasal 46 ayat (3)
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
mengatur tentang
pelarangan siaran
iklan niaga.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 38 TAHUN 2009 TENTANG POS
Pasal 37 Pasal 37
(1) Penyidik Pegawai Negeri Dihapus.
Sipil di lingkungan
instansi yang lingkup
tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pos
diberi wewenang khusus
sebagai penyidik tindak
pidana sebagaimana
dimaksud dalam Undang-
Undang ini.
(2) Dalam melaksanakan
tugasnya, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berada di
bawah koordinasi dan
pengawasan Pejabat
Penyidik Kepolisian
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Negara Republik
Indonesia.

Pasal 38 Pasal 38
(1) Penyidik Pegawai Negeri (1) Pejabat Penyidik Pegawai
Sipil sebagaimana Negeri Sipil Tertentu di
dimaksud dalam Pasal 37 Lingkungan Instansi
berwenang: Pemerintah yang lingkup
a. melakukan tugas dan
pemeriksaan atas tanggungjawabnya dibidang
kebenaran laporan, pos diberi wewenang
pengaduan, dan/atau khusus sebagai Penyidik
keterangan tentang Pegawai Negeri Sipil
terjadinya tindak sebagaimana dimaksud
pidana di bidang pos; dalam Kitab Undang-
b. memanggil orang Undang Hukum Acara
untuk didengar Pidana untuk melakukan
keterangannya sebagai penyidikan tindak pidana.
saksi dan/atau (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tersangka tindak Tertentu sebagaimana
pidana di bidang pos; dimaksud pada ayat (1)
c. melakukan diberi kewenangan untuk:
penggeledahan, a. meneliti, mencari, dan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penyegelan, dan/atau mengumpulkan
penyitaan alat yang keterangan
digunakan untuk sehubungan dengan
melakukan tindak tindak pidana;
pidana di bidang pos; b. menerima laporan atau
d. melakukan keterangan tentang
pemeriksaan tempat adanya tindak pidana;
terjadinya tindak c. memanggil orang untuk
pidana dan tempat lain didengar dan diperiksa
yang diduga terdapat sebagai saksi dan/atau
barang bukti tindak tersangka tindak
pidana di bidang pos; pidana;
e. melakukan penyitaan d. melakukan
barang bukti tindak penangkapan dan
pidana di bidang pos; penahanan terhadap
f. meminta keterangan orang yang diduga
dan barang bukti dari melakukan tindak
orang dan/atau badan pidana;
hukum atas terjadinya e. meminta keterangan
tindak pidana di dan bukti dari orang
bidang pos; yang diduga melakukan
g. mendatangkan ahli tindak pidana;
yang diperlukan untuk f. memotret dan/atau
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penyidikan tindak merekam melalui media
pidana di bidang pos; elektronik terhadap
h. membuat dan orang, barang, pesawat
menandatangani berita udara, atau hal yang
acara pemeriksaan dapat dijadikan bukti
perkara tindak pidana adanya tindak pidana;
di bidang pos; dan g. memeriksa dokumen
i. menghentikan yang terkait dengan
penyidikan apabila tindak pidana;
tidak terdapat cukup h. mengambil sidik jari
bukti terjadinya tindak dan identitas orang;
pidana di bidang pos. i. menggeledah tempat-
(2) Penyidik Pegawai Negeri tempat tertentu yang
Sipil sebagaimana dicurigai adanya tindak
dimaksud pada ayat (1) pidana;
menyampaikan hasil j. menyita benda yang
penyidikan kepada diduga kuat merupakan
Penuntut Umum melalui barang yang digunakan
Pejabat Penyidik untuk melakukan
Kepolisian Negara tindak pidana;
Republik Indonesia. k. mengisolasi dan
mengamankan barang
dan/atau dokumen
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
yang dapat dijadikan
sebagai alat bukti
sehubungan dengan
tindak pidana;
l. mendatangkan saksi
ahli yang diperlukan
dalam hubungannya
dengan pemeriksaan
perkara tindak pidana;
m. menghentikan proses
penyidikan;
n. meminta bantuan polisi
Negara Republik
Indonesia atau instansi
lain untuk melakukan
penanganan tindak
pidana; dan
o. melakukan tindakan
lain menurut hukum
yang berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
sebagaimana dimaksud
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pada ayat (2) berada di
bawah koordinasi dan
pengawasan Penyidik Polisi
Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3),
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada Penuntut Umum
dengan tembusan kepada
pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Tertentu dapat
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
meminta bantuan kepada
aparat penegak hukum.

Pasal 39 Pasal 39 Pasal 10 ayat (1) yang


(1) Menteri berwenang (1) Setiap orang yang melanggar mengatur tentang izin
menjatuhkan sanksi ketentuan sebagaimana penyelenggaran pos yang
administratif atas dimaksud dalam Pasal 10 semula dikenakan sanksi
pelanggaran Pasal 14 ayat (1), Pasal 14 ayat (1) pidana diubah menjadi
ayat (1) dan ayat (3), dan dan ayat (3), dan Pasal 15 sanksi administratif
Pasal 15 ayat (4). ayat (4). sehingga dapat
(2) Sanksi administratif (2) Ketentuan lebih lanjut memberikan iklim
sebagaimana dimaksud mengenai pengenaan sanksi investasi yang kondusif.
pada ayat (1) dapat sebagaimana dimaksud Jenis sanksi
berupa: pada ayat (1) diatur dengan administratif
a. Teguran tertulis; Peraturan Pemerintah. ditambahkan agar dapat
b. Denda; dan/atau mengenakan sanksi yang
c. Pencabutan izin. proporsional sesuai
(3) Tata cara penjatuhan dengan jenis
sanksi sebagaimana pelanggarannya.
dimaksud pada ayat (1) Merubah rujukan pasal
diatur dengan Peraturan mengingat yang akan
Pemerintah. diatur lebih lanjut adalah
terkait jenis sanksi
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
administratif.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI
Pasal 44 Pasal 44
(1) Selain Penyidik Pejabat (1) Pejabat Penyidik Pegawai
Polisi Negara Republik Negeri Sipil Tertentu di
Indonesia, juga Pejabat Lingkungan Instansi
Pegawai Negeri Sipil Pemerintah yang lingkup
tertentu di lingkungan tugas dan
Departemen yang lingkup tanggungjawabnya dibidang
tugas dan tanggung telekomunikasi diberi
jawabnya di bidang wewenang khusus sebagai
telekomunikasi, diberi Penyidik Pegawai Negeri
wewenang khusus sebagai Sipil sebagaimana dimaksud
penyidik sebagaimana dalam Kitab Undang-
dimaksud dalam Undang- Undang Hukum Acara
undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana.
penyidikan tindak pidana di (2) Pejabat Pegawai Negeri Sipil
bidang telekomunikasi. Tertentu sebagaimana
(2) Penyidik Pegawai Negeri dimaksud pada ayat (1)
Sipil sebagaimana diberi kewenangan untuk:
dimaksud pada ayat (1) a. meneliti, mencari, dan
berwenang: mengumpulkan
a. melakukan pemeriksaan keterangan sehubungan
atas kebenaran laporan dengan tindak pidana;
atau keterangan b. menerima laporan atau
berkenaan dengan keterangan tentang
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
tindak pidana di bidang adanya tindak pidana;
telekomunikasi; c. memanggil orang untuk
b. melakukan pemeriksaan didengar dan diperiksa
terhadap orang dan atau sebagai saksi dan/atau
badan hukum yang tersangka tindak pidana;
diduga melakukan d. melakukan penangkapan
tindak pidana di bidang dan penahanan terhadap
telekomunikasi; orang yang diduga
c. menghentikan melakukan tindak
penggunaan alat dan pidana;
atau perangkat e. meminta keterangan dan
telekomunikasi yang bukti dari orang yang
menyimpang dari diduga melakukan tindak
ketentuan yang berlaku; pidana;
d. memanggil orang untuk f. memotret dan/atau
didengar dan diperiksa merekam melalui media
sebagai saksi atau elektronik terhadap
tersangka; orang, barang, pesawat
e. melakukan pemeriksaan udara, atau hal yang
alat dan atau perangkat dapat dijadikan bukti
telekomunikasi yang adanya tindak pidana;
diduga digunakan atau g. memeriksa dokumen
diduga berkaitan dengan yang terkait dengan
tindak pidana di bidang tindak pidana;
telekomunikasi; h. mengambil sidik jari dan
f. menggeledah tempat identitas orang;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
yang diduga digunakan i. menggeledah tempat-
untuk melakukan tindak tempat tertentu yang
pidana di bidang dicurigai adanya tindak
telekomunikasi; pidana;
g. menyegel dan atau j. menyita benda yang
menyita alat dan atau diduga kuat merupakan
perangkat barang yang digunakan
telekomunikasi yang untuk melakukan tindak
digunakan atau yang pidana;
diduga berkaitan dengan k. mengisolasi dan
tindak pidana di bidang mengamankan barang
telekomunikasi; dan/atau dokumen yang
h. meminta bantuan ahli dapat dijadikan sebagai
dalam rangka alat bukti sehubungan
pelaksanaan tugas dengan tindak pidana;
penyidikan tindak l. mendatangkan saksi ahli
pidana di bidang yang diperlukan dalam
telekomunikasi; dan hubungannya dengan
i. mengadakan pemeriksaan perkara
penghentian penyidikan. tindak pidana;
(3) Kewenangan penyidikan m. menghentikan proses
sebagaimana dimaksud penyidikan;
pada ayat (2) dilaksanakan n. meminta bantuan polisi
sesuai dengan ketentuan Negara Republik
Undang-undang Hukum Indonesia atau instansi
Acara Pidana. lain untuk melakukan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penanganan tindak
pidana; dan
o. melakukan tindakan lain
menurut hukum yang
berlaku.
(3) Kedudukan Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berada di
bawah koordinasi dan
pengawasan Penyidik Polisi
Negara Republik Indonesia.
(4) Penyidik Pejabat Pegawai
Negeri Sipil Tertentu
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3),
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada Penuntut Umum
dengan tembusan kepada
pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Tertentu dapat
meminta bantuan kepada
aparat penegak hukum.

Pasal 45 Pasal 45 Pasal 11 ayat (1) dihapus


karena sanksi untuk
Barang siapa melanggar (1) Pelanggaran terhadap penyelenggaraan
ketentuan Pasal 16 ayat (1), ketentuan Pasal 16 ayat (1),
telekomunikasi tanpa izin
Pasal 18 ayat (2), Pasal 19, Pasal 18 ayat (2), Pasal 19,
tetap pidana
Pasal 21, Pasal 25 ayat (2), Pasal 20, Pasal 21, Pasal 25
Pasal 26 ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 26 ayat (1),
ayat (1), Pasal 29 ayat (2), Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 20 perlu
Pasal 33 ayat (1), Pasal 33 Pasal 32, Pasal 33 ayat (1), dimasukkan sebagai
ayat (2), Pasal 34 ayat (1), ayat (2) dan ayat (7), atau sanksi administratif
atau Pasal 34 ayat (2) dikenai Pasal 34 ayat (1), atau sehingga terhadap
sanksi administrasi. dikenai sanksi administratif. pelanggaran tersebut
(2) Ketentuan lebih lanjut
berlaku keduanya yaitu
mengenai tata cara dan
pemberian sanksi sanksi administratif dan
administratif sebagaimana sanksi pidana (Pasal 49),
dimaksud pada ayat (1) dimana didahulukan
diatur dengan Peraturan penerapan sanksi
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pemerintah. administratif.

Hal ini karena


pelanggaran dilakukan
oleh penyelenggara yang
telah memperoleh
perizinan berusaha.

Pasal 20 sudah diatur di


UU BMKG.
Pasal 46 Pasal 46 Pasal 46 dihapus karena
(1) Sanksi administratif Dihapus. sanksi administratif yang
sebagaimana dimaksud akan diterapkan dalam
dalam Pasal 45 berupa penyelenggaraan
pencabutan izin. telekomunikasi tidak
(2) Pencabutan izin hanya pencabutan izin
sebagaimana dimaksud dan sanksi administratif
pada ayat (1) dilakukan dapat diatur didalam PP
setelah diberi peringatan perinciannya dan alur
tertulis. pengenaannya.
Pasal 47 Pasal 47
Barang siapa yang melanggar Barang siapa yang melanggar
ketentuan sebagaimana ketentuan sebagaimana
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dimaksud dalam Pasal 11 ayat dimaksud dalam Pasal 11 ayat
1 dipidana dengan pidana (1), dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) penjara paling lama 10 (sepuluh)
tahun danlatau denda paling tahun dan atau denda paling
banyak Rp600.000.000,00 banyak Rp1.500.000.000,00
(enam ratus juta rupiah). (satu miliar lima ratus juta
rupiah).”
Pasal 48 Pasal 48 Pasal 48 dihapuskan,
Penyelenggara jaringan Dihapus. cukup dikenakan sanksi
telekomunikasi yang administratif yang telah
melanggar ketentuan diatur dalam Pasal 45,
sebagaimana dimaksud dalam karena rujukan
Pasal 19 dipidana dengan pelanggaran dalam Pasal
pidana penjara paling lama 1 48 yakni Pasal 19 yang
(satu) tahun dan atau denda mengatur tentang
paling banyak Rp penyelenggara jaringan
100.000.000,00 (seratus juta telekomunikasi wajib
rupiah). menjamin kebebasan
penggunanya memilih
jaringan telekomunikasi
lain untuk pemenuhan
kebutuhan
telekomunikasi. Hal ini
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
untuk memberikan iklim
investasi yang kondusif.
Pasal 51 Pasal 51 Pasal 51 dihapus karena:
Penyelenggara telekomunikasi Dihapus. a. pelanggaran Pasal 29
khusus yang melanggar ayat (1) yang mengatur
ketentuan sebagaimana tentang
dimaksud dalam Pasal 29 ayat penyelenggaraan
(1) atau Pasal 29 ayat (2), telekomunikasi khusus
dipidana dengan pidana yang disambungkan ke
penjara paling lama 4 (empat) jaringan
tahun dan atau denda paling telekomunikasi, sudah
banyak Rp 400.000.000,00 diakomodir dalam Pasal
(empat ratus juta rupiah). 45 mengenai sanksi
administratif.
b. Pelanggaran pasal 29
ayat (2) yang mengatur
tentang
penyelenggaraan
telekomunikasi khusus
yang disambungkan ke
jaringan telekomunikasi
sesuai dengan
justifikasi pada kolom
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
keterangan nomor 1
(satu).
Pasal 52 Pasal 52 Sanksi untuk orang yg
Barang siapa Setiap orang yang menggunakan alat tidak
memperdagangkan, membuat, memperdagangkan, membuat, sesuai standar?
merakit, memasukkan atau merakit, memasukkan atau
menggunakan perangkat menggunakan perangkat Pasal 52 diubah, untuk
telekomunikasi di wilayah telekomunikasi di wilayah menyesuaikan dengan
Negara Republik Indonesia Negara Republik Indonesia yang substansi Pasal 32 ayat (1)
yang tidak sesuai dengan tidak sesuai dengan persyaratan usulan Omnibus Law, dan
persyaratan teknis teknis sebagaimana dimaksud merubah norma sanksi
sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 32 ayat (1), pidana “paling banyak”
Pasal 32 ayat (1), dipidana dipidana dengan pidana penjara menjadi “paling sedikit”.
dengan pidana penjara paling paling lama 10 (sepuluh) tahun Pasal 52 tetap dikenakan
lama 1 (satu) tahun dan atau dan atau denda paling banyak sanksi pidana, karena
denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh Pasal 32 ayat (1) yang
Rp100.000.000,00 (seratus miliar rupiah) menjadi rujukan mengatur
juta rupiah). tentang standar sertifikasi
alat dan/atau perangkat
telekomunikasi, apabila
dilanggar akan
mengakibatkan:
a. gangguan kesehatan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dan keselamatan
masyarakat atas
penggunaan alat
dan/atau perangkat
telekomunikasi akibat
radiasi;
b. ketidak terhubungan
dalam melakukan
komunikasi pada
jaringan
telekomunikasi;
c. saling mengganggu
antar alat dan/atau
perangkat
telekomunikasi
sehingga menyebabkan
penurunan kualitas
layanan
telekomunikasi;
Pasal 53 Pasal 53 Pasal 33 ayat (1) yang
mengatur tentang
(1) Barang siapa yang (1) Setiap orang yang penggunaan spektrum
melanggar ketentuan melanggar ketentuan frekuensi radio dan orbit
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud satelit dihapus dari
dalam Pasal 33 ayat (1) dalam Pasal 33 ayat (3), rumusan Pasal 53 ayat (1)
atau Pasal 33 ayat (2), dikenai sanksi administrasi karena pelanggaran pasal
dipidana dengan pidana berupa denda paling banyak tersebut merupakan
penjara paling lama 4 Rp1.500.000.000,00 (satu ranah administratif dan
(empat) tahun dan atau miliar lima ratus juta sudah diatur dalam Pasal
denda paling banyak rupiah). 45.
Rp400.000.000,00 (empat (2) Dalam hal pelaku tidak
ratus juta rupiah). memenuhi kewajiban Usulan baru Kominfo:
pengenaan sanksi
administratif sebagaimana Pasal 33 ayat (1) dan ayat
(2) Apabila tindak pidana dimaksud pada ayat (1) (2) dipertahankan untuk
sebagaimana dimaksud dipidana dengan pidana dikenakan sanksi pidana
pada ayat (1) penjara paling lama 10 dalam rumusan Pasal 53
mengakibatkan matinya (sepuluh) tahun. ayat (1) karena
seseorang, dipidana dengan (3) Apabila tindak pidana pelanggaran pada pasal
pidana penjara paling lama sebagaimana dimaksud tersebut menyebabkan
15 (lima belas) tahun pada ayat (1) gangguan frekuensi radio
mengakibatkan matinya yang merugikan sehingga
seseorang, dipidana dengan dapat berakibat:
pidana penjara paling lama a. gangguan kesehatan
15 (lima belas) tahun. dan/atau hilangnya
(4) Ketentuan lebih lanjut nyawa orang;
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
mengenai tata cara b. kerugian ekonomi
pengenaan sanksi karena terganggunya
sebagaimana dimaksud komunikasi pada saat
pada ayat (1) diatur dengan pengiriman dan
Peraturan Pemerintah. penerimaan berita
bisnis; dan
c. gangguan terhadap
penggunaan frekuensi
radio negara lain.

Penambahan pidana
denda, untuk
menyesuaikan dengan
kondisi saat ini.
Pasal 33 ayat (2) diubah
menjadi ayat (3) karena
pasal acuan juga berubah.
KELOMPOK
RUMUSAN RUU USULAN PERUBAHAN RUU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
KLASTER
UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI PERTAHANAN
Pasal 72 Pasal 72 Menyesuaikan ketentuan Dampak positif:
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang Pasal 68 UU, dengan Kepastian hukum
memproduksi Alat Peralatan memproduksi Alat Peralatan memberikan pemahaman perizinan berusaha.
Pertahanan dan Keamanan Pertahanan dan Keamanan bahwa otoritas pemberi izin
yang bersifat strategis tanpa yang bersifat strategis tanpa adalah Presiden, sedangkan
mendapat izin menteri yang mendapat Perizinan Berusaha para menteri tersebut
menyelenggarakan urusan dari Pemerintah Pusat mendapatkan kewenangan
pemerintahan di bidang sebagaimana dimaksud dalam memberikan izin berdasakan
pertahanan sebagaimana Pasal 67 dipidana dengan pendelegasian dari Presiden
dimaksud dalam Pasal 67 pidana penjara paling lama 5
dipidana dengan pidana (lima) tahun dan/atau denda
penjara paling lama 5 (lima) paling banyak
tahun dan/atau denda paling Rp10.000.000.000,00
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(sepuluh miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada (2) Dalam hal tindak pidana
ayat (1) dilakukan dalam sebagaimana dimaksud pada
keadaan perang, pelaku ayat (1) dilakukan dalam
dipidana dengan pidana keadaan perang, pelaku
penjara paling lama 15 (lima dipidana dengan pidana
belas) tahun dan/atau denda penjara paling lama 15 (lima
paling banyak belas) tahun dan/atau denda
Rp25.000.000.000,00 (dua paling banyak
puluh lima miliar rupiah).
KELOMPOK
RUMUSAN RUU USULAN PERUBAHAN RUU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
KLASTER
Rp25.000.000.000,00 (dua
puluh lima miliar rupiah).

Pasal 73 Pasal 73 Menyesuaikan ketentuan Dampak positif:


(1) Setiap orang yang menjual, (1) Setiap orang yang menjual, Pasal 68 UU, dengan Kepastian hukum
mengekspor, dan/atau mengekspor, dan/atau memberikan pemahaman perizinan berusaha.
melakukan transfer Alat melakukan transfer Alat bahwa otoritas pemberi izin
Peralatan Pertahanan dan Peralatan Pertahanan dan adalah Presiden, sedangkan
Keamanan yang bersifat Keamanan yang bersifat para menteri tersebut
strategis tanpa mendapat izin strategis tanpa mendapat mendapatkan kewenangan
menteri yang Perizinan Berusaha dari memberikan izin berdasakan
menyelenggarakan urusan Pemerintah Pusat pendelegasian dari Presiden
pemerintahan di bidang sebagaimana dimaksud
pertahanan sebagaimana dalam Pasal 68 dipidana
dimaksud dalam Pasal 68 dengan pidana penjara
dipidana dengan pidana paling lama 12 (dua belas)
penjara paling lama 12 (dua tahun dan/atau denda
belas) tahun dan/atau denda paling banyak
paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
ratus miliar rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana (2) Dalam hal tindak pidana
sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dalam ayat (1) dilakukan dalam
keadaan perang, pelaku keadaan perang, pelaku
dipidana dengan pidana dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima penjara paling lama 15 (lima
belas) tahun dan/atau denda belas) tahun dan/atau
KELOMPOK
RUMUSAN RUU USULAN PERUBAHAN RUU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
KLASTER
paling banyak denda paling banyak
Rp500.000.000.000,00 (lima Rp500.000.000.000,00 (lima
ratus miliar rupiah) ratus miliar rupiah)
Pasal 74 Pasal 74 Dampak positif:
(1) Setiap orang yang (1) Setiap orang yang Semakin memberikan
mengekspor dan/atau mengekspor dan/atau kemudahan perizinan
melakukan transfer alat melakukan transfer alat dan investasi di sektor
peralatan yang digunakan peralatan pertahanan industri pertahanan.
untuk keperluan keamanan yang bersifat
pertahanan dan keamanan strategis sebagaimana
negara lain tanpa dimaksud dalam Pasal 68
mendapat izin menteri yang digunakan untuk
yang menyelenggarakan keperluan pertahanan dan
urusan pemerintahan di keamanan negara lain tanpa
bidang pertahanan mendapat Perizinan
sebagaimana dimaksud Berusaha dari Pemerintah
dalam Pasal 55 dipidana Pusat sebagaimana
dengan pidana penjara dimaksud dalam Pasal 55
paling lama 5 (lima) tahun dipidana dengan pidana
dan/atau denda paling penjara paling lama 5 (lima)
banyak tahun dan/atau denda
Rp100.000.000.000,00 paling banyak
(seratus miliar rupiah). Rp100.000.000.000,00
(2) Dalam hal tindak pidana (seratus miliar rupiah).
sebagaimana dimaksud (2) Dalam hal tindak pidana
pada ayat (1) dilakukan sebagaimana dimaksud pada
dalam keadaan perang, ayat (1) dilakukan dalam
pelaku dipidana dengan keadaan perang, pelaku
KELOMPOK
RUMUSAN RUU USULAN PERUBAHAN RUU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI
KLASTER
pidana penjara paling lama dipidana dengan pidana
15 (lima belas) tahun penjara paling lama 15 (lima
dan/atau denda paling belas) tahun dan/atau denda
banyak paling banyak
Rp500.000.000.000,00 Rp500.000.000.000,00 lima
lima ratus miliar rupiah). ratus miliar rupiah).

Pasal 75 Pasal 75 Menyesuaikan ketentuan Dampak positif:


Setiap orang yang membeli Setiap orang yang membeli Pasal 68 UU, dengan Kepastian hukum
dan/atau mengimpor Alat dan/atau mengimpor Alat memberikan pemahaman perizinan berusaha.
Peralatan Pertahanan dan Peralatan Pertahanan dan bahwa otoritas pemberi izin
Keamanan yang bersifat strategis Keamanan yang bersifat strategis adalah Presiden, sedangkan
tanpa mendapat izin menteri yang tanpa mendapat perizinan para menteri tersebut
menyelenggarakan urusan berusaha dari Pemerintah Pusat mendapatkan kewenangan
pemerintahan di bidang sebagaimana dimaksud dalam memberikan izin berdasakan
pertahanan sebagaimana Pasal 69 dan persetujuan dari pendelegasian dari Presiden
dimaksud dalam Pasal 69 dipidana Pemerintah Pusat sebagaimana
dengan pidana penjara paling lama dimaksud dalam Pasal 69A
7 (tujuh) tahun dan/atau denda dipidana dengan pidana penjara
paling banyak paling lama 7 (tujuh) tahun
Rp100.000.000.000,00 (seratus dan/atau denda paling banyak
miliar rupiah) Rp100.000.000.000,00 (seratus
miliar rupiah)
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS
Pasal 18 Pasal 18 Merupakan Pengaturan
(1) Setiap orang yang secara (1) Setiap orang yang Norma Moral
melawan hukum dengan secara melawan
hukum dengan sengaja
sengaja melakukan
melakukan tindakan
tindakan yang berakibat yang berakibat
menghambat atau menghambat atau
menghalangi pelaksanaan menghalangi
ketentuan Pasal 4 ayat (2) pelaksanaan ketentuan
Pasal 4 ayat (2) dan
dan ayat (3) dipidana
ayat (3) dipidana
dengan pidana penjara dengan pidana penjara
paling lama 2 (dua) tahun paling lama 2 (dua)
atau denda paling banyak tahun atau denda
Rp. 500.000.000,00 (Lima paling banyak
2.000.000.000,- (dua
ratus juta rupiah).
miliar rupiah).
(2) Perusahaan pers yang (2) Perusahaan pers yang
melanggar ketentuan melanggar ketentuan
Pasal 5 ayat (1) dan ayat Pasal 5 ayat (1) dan
(2), serta Pasal 13 ayat (2), serta Pasal 13
dipidana dengan
dipidana dengan pidana
pidana denda paling
denda paling banyak Rp. banyak
500.000.000,- (Lima ratus 2.000.000.000,- (dua
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
juta rupiah). miliar rupiah).
(3) Perusahaan pers yang (3) Perusahaan pers yang
melanggar ketentuan
melanggar ketentuan
Pasal 9 ayat (2) dan
Pasal 9 ayat (2) dan Pasal Pasal 12 dikenai sanksi
12 dipidana dengan administratif.
pidana denda paling (4) Ketentuan lebih lanjut
banyak Rp. mengenai jenis,
besaran denda, tata
100.000.000,00 (Seratus
cara, dan mekanisme
juta rupiah). pengenaan sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan
Pemerintah.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Pasal 184 Pasal 184

(1) Barang siapa Dihapus


melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 167 ayat
(5), dikenakan sanksi
pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima)
tahun dan atau denda
paling sedikit
Rp100.000.000.00
(seratus juta rupiah)
dan paling banyak
Rp500.000.000.00 (lima
ratus juta rupiah).

(2) Tindak pidana


sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
merupakan tindak
pidana kejahatan.

Pasal 185 Pasal 185


USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI

(1) Barang siapa melanggar (1) Barang siapa melanggar


ketentuan sebagaimana ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal dimaksud dalam Pasal
42 ayat (1) dan ayat (2), 42 ayat (2), Pasal 68,
Pasal 68, Pasal 69 ayat Pasal 69 ayat (2), Pasal
(2), Pasal 80, Pasal 82, 80, Pasal 82, Pasal 88A
Pasal 90 ayat (1), Pasal ayat (2), Pasal 88F ayat
139, Pasal 143, dan (2), Pasal 143, Pasal
Pasal 160 ayat (4) dan 156 ayat (1) dan Pasal
ayat (7), dikenakan 160 ayat (4), dikenai
sanksi pidana penjara sanksi pidana penjara
paling singkat 1 (satu) paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama tahun dan paling lama
4 (empat) tahun 4 (empat) tahun
dan/atau denda paling dan/atau denda paling
sedikit sedikit Rp
Rp100.000.000,00 100.000.000,00 (seratus
(seratus juta rupiah) juta rupiah) dan paling
dan paling banyak banyak Rp
Rp400.000.000,00 400.000.000,00 (empat
(empat ratus juta ratus juta rupiah).
rupiah). (2) Tindak pidana
sebagaimana dimaksud
(2) Tindak pidana pada ayat (1)
sebagaimana dimaksud merupakan tindak
pada ayat (1) pidana kejahatan.
merupakan tindak
pidana kejahatan.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI

Pasal 187 Pasal 187


(1) Barang siapa melanggar (1) Barang siapa
ketentuan sebagaimana melanggar ketentuan
dimaksud dalam Pasal sebagaimana
37 ayat (2), Pasal 44 ayat dimaksud dalam Pasal
(1), Pasal 45 ayata (1), 37 ayat (2), Pasal 45
Pasal 67 ayat (1), Pasal ayat (1), Pasal 67 ayat
71 ayat (2), Pasal 76 ayat (1), Pasal 71 ayat (2),
(2), Pasal 78 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78
Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 79 ayat
ayat (2), Pasal 85 ayat (1), dan ayat (2), Pasal
(3), dan Pasal 144, 85 ayat (3), dan Pasal
dikenakan sanksi pidana 144, dikenakan sanksi
kurungan paling singkat pidana kurungan
1 (satu) bulan dan paling paling singkat 1 (satu)
lama 12 (dua belas) bulan dan paling lama
bulan dan/atau denda 12 (dua belas) bulan
paling sedikit Rp, dan/atau denda
10.000.000,00 (sepuluh paling sedikit Rp
juta rupiah) dan paling 10.000.000,00
banyak Rp. (sepuluh juta rupiah)
100.000.000,00 (seratus dan paling banyak Rp
juta rupiah). 100.000.000,00
Tindak pidana (seratus juta rupiah).
sebagaimana dimaksud (2) Tindak pidana
dalam ayat (1) merupakan sebagaimana
dimaksud dalam ayat
tindak pidana
(1) merupakan tindak
pelanggaran. pidana pelanggaran.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pasal 188 Pasal 188
(1) Barang siapa melanggar (1) Barang siapa melanggar
ketentuan sebagaimana ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 dimaksud dalam Pasal
ayat (2), Pasal 38 ayat (2), 38 ayat (2), Pasal 78
Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), dan Pasal 148,
ayat (1), Pasal 108 ayat dikenai sanksi pidana
(1), Pasal 111 ayat (3), denda paling sedikit Rp
Pasal 114, dan Pasal 148, 5.000.000,00 (lima juta
dikenakan sanksi pidana rupiah) dan paling
denda paling sedikit Rp banyak Rp
5.000.000,00 (lima juta 50.000.000,00 (lima
rupiah) dan paling banyak puluh juta rupiah).
Rp 50.000.000,00 (lima (2) Tindak pidana
puluh juta rupiah). sebagaimana dimaksud
(2) Tindak pidana pada ayat (1) merupakan
sebagaimana dimaksud tindak pidana
dalam ayat (1) merupakan pelanggaran.
tindak pidana
pelanggaran
Pasal 190 Pasal 190
(1) Menteri atau pejabat yang (1) Pemerintah mengenakan
ditunjuk mengenakan sanksi administratif atas
sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan-
pelanggaran ketentuan sebagaimana
ketentuanketentuan dimaksud dalam Pasal
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sebagaimana diatur 5, Pasal 6, Pasal 14 ayat
dalam Pasal 5, Pasal 6, (2), Pasal 15, Pasal 25,
Pasal 15, Pasal 25, Pasal Pasal 35 ayat (2), Pasal
38 ayat (2), Pasal 45 ayat 37 ayat (2), Pasal 38
(1), Pasal 47 ayat (1), ayat (2), Pasal 42 ayat
Pasal 48, Pasal 87, Pasal (1), Pasal 45 ayat (1),
106, Pasal 126 ayat (3), Pasal 47 ayat (1), Pasal
dan Pasal 160 ayat (1) 61A, Pasal 63 ayat (1),
dan ayat (2) Undang- Pasal 87, Pasal 106,
undang ini serta Pasal 108 ayat (1), Pasal
peraturan 111 ayat (3), Pasal 114,
pelaksanaannya. Pasal 126 ayat (3), dan
(2) Sanksi administratif Pasal 160 ayat (1) dan
sebagaimana dimaksud ayat (2), undang-undang
dalam ayat (1) berupa : ini serta peraturan
a. teguran; pelaksanaannya.
b. peringatan tertulis; (2) Ketentuan lebih lanjut
c. pembatasan kegiatan mengenai sanksi
usaha; administratif
d. pembekuan kegiatan sebagaimana dimaksud
usaha; pada ayat (1) diatur
e. pembatalan dengan Peraturan
persetujuan; Pemerintah.
f. pembatalan
pendaftaran;
g. penghentian
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sementara sebagian
atau seluruh alat
produksi;
h. pencabutan ijin
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA
TIDAK SEHAT
Pasal 44 Pasal 44
(1) Dalam waktu 30 (tiga (1) Dalam waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak puluh) hari sejak pelaku
pelaku usaha usaha menerima
menerima pemberitahuan putusan
pemberitahuan Komisi sebagaimana
putusan Komisi dimaksud dalam Pasal
sebagaimana 43 ayat (4), pelaku usaha
dimaksud Pasal 43 wajib melaksanakan
ayat (4), pelaku usaha putusan tersebut dan
wajib melaksanakan menyampaikan laporan
putusan tersebut dan pelaksanaannya kepada
menyampaikan Komisi.
laporan (2) Pelaku usaha dapat
pelaksanaannya mengajukan keberatan
kepada Komisi. kepada Pengadilan Niaga
(2) (2)Pelaku usaha dapat selambat-lambatnya 14
mengajukan keberatan (empat belas) hari setelah
kepada Pengadilan menerima
Negeri selambat- pemberitahuan putusan
lambatnya 14 (empat tersebut.
belas) hari setelah (3) Pelaku usaha yang tidak
menerima mengajukan keberatan
pemberitahuan dalam jangka waktu
putusan tersebut. sebagaimana dimaksud
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(3) Pelaku usaha yang dalam ayat (2) dianggap
tidak mengajukan menerima putusan
keberatan dalam Komisi.
jangka waktu (4) Apabila ketentuan
sebagaimana sebagaimana dimaksud
dimaksud dalam ayat dalam ayat (1) dan ayat
(2) dianggap menerima (2) tidak dijalankan oleh
putusan Komisi. pelaku usaha, Komisi
(4) Apabila ketentuan menyerahkan putusan
sebagaimana tersebut kepada penyidik
dimaksud dalam ayat untuk dilakukan
(1) dan ayat (2) tidak penyidikan sesuai
dijalankan oleh pelaku dengan ketentuan
usaha, Komisi peraturan perundang-
menyerahkan putusan undangan.
tersebut kepada (5) Putusan Komisi
penyidik untuk sebagaimana dimaksud
dilakukan penyidikan dalam Pasal 43 ayat (4)
sesuai dengan merupakan bukti
ketentuan peraturan permulaan yang cukup
perundang-undangan bagi penyidik untuk
yang berlaku. melakukan penyidikan.
(5) (5) Putusan Komisi
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
43 ayat (4) merupakan
bukti permulaan yang
cukup bagi penyidik
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
untuk melakukan
penyidikan.
Pasal 45 Pasal 45
(1) Pengadilan Negeri (1) Pengadilan Niaga harus
harus memeriksa memeriksa keberatan
keberatan pelaku pelaku usaha
usaha sebagaimana sebagaimana dimaksud
dimaksud Pasal 44 dalam Pasal 44 ayat (2),
dalam ayat (2), dalam dalam waktu 14 (empat
waktu 14 (empat belas) belas) hari sejak
hari sejak diterimanya diterimanya keberatan
pemeriksaan tersebut.
keberatan tersebut. (2) Pihak yang keberatan
(2) Pengadilan Negeri terhadap putusan
harus memberikan Pengadilan Negeri
putusan dalam waktu sebagaimana dimaksud
30 (tiga puluh) hari dalam ayat (2), dalam
sejak dimulainya waktu 14 (empat belas)
pemeriksaan hari dapat mengajukan
keberatan tersebut. kasasi kepada
(3) Pihak yang keberatan Mahkamah Agung
terhadap putusan Republik Indonesia.
Pengadilan Negeri (3) Ketentuan mengenai tata
sebagaimana cara pemeriksaan di
dimaksud dalam ayat Pengadilan Niaga dan
(2), dalam waktu 14 Mahkamah Agung
(empat) belas hari Republik Indonesia
dapat mengajukan dilaksanakan sesuai
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
kasasi kepada dengan ketentuan
Mahkamah Agung peraturan perundang-
Republik Indonesia. undangan.
(4) Mahkamah Agung
harus memberikan
putusan dalam waktu
30 (tiga puluh) hari
sejak permohonan
kasasi diterima.
Pasal 47 Pasal 47
(1) Komisi berwenang (1) Komisi berwenang
menjatuhkan sanksi menjatuhkan sanksi
berupa tindakan berupa tindakan
administratif terhadap administratif terhadap
pelaku usaha yang pelaku usaha yang
melanggar ketentuan melanggar ketentuan
Undang-undang ini. Undang-Undang ini.
(2) Tindakan administratif (2) Tindakan administratif
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat pada ayat (1) dapat
berupa: berupa:
a. penetapan a. penetapan
pembatalan pembatalan
perjanjian perjanjian
sebagaimana sebagaimana
dimaksud dalam dimaksud dalam
Pasal 4 sampai Pasal 4, Pasal 5,
dengan Pasal 13, Pasal 6, Pasal 7,
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Pasal 15, dan Pasal Pasal 8, Pasal 9,
16; dan atau Pasal 10, Pasal 11,
b. perintah kepada Pasal 12, Pasal 13,
pelaku usaha untuk Pasal 15, dan Pasal
menghentikan 16;
integrasi vertikal b. perintah kepada
sebagaimana pelaku usaha untuk
dimaksud dalam menghentikan
Pasal 14; dan atau integrasi vertikal
c. perintah kepada sebagaimana
pelaku usaha untuk dimaksud dalam
menghentikan Pasal 14;
kegiatan yang c. perintah kepada
terbukti pelaku usaha untuk
menimbulkan menghentikan
praktek monopoli kegiatan yang
dan atau terbukti
menyebabkan menimbulkan
persaingan usaha praktek monopoli,
tidak sehat dan atau menyebabkan
merugikan persaingan usaha
masyarakat; dan tidak sehat,
atau dan/atau merugikan
d. perintah kepada masyarakat
pelaku usaha untuk sebagaimana
menghentikan dimaksud dalam
penyalahgunaan Pasal 17, Pasal 18,
posisi dominan; dan Pasal 19, Pasal 20,
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
atau Pasal 21, Pasal 22,
e. penetapan Pasal 23, Pasal 24,
pembatalan atas Pasal 26, dan Pasal
penggabungan atau 27;
peleburan badan d. perintah kepada
usaha dan pelaku usaha untuk
pengambilalihan menghentikan
saham sebagaimana penyalahgunaan
dimaksud dalam posisi dominan
Pasal 28; dan atau sebagaimana
f. penetapan dimaksud dalam
pembayaran ganti Pasal 25;
rugi; dan atau e. penetapan
g. pengenaan denda pembatalan atas
serendah-rendahnya penggabungan atau
Rp 1.000.000.000,00 peleburan badan
(satu miliar rupiah) usaha dan
dan setinggi- pengambilalihan
tingginya Rp saham sebagaimana
25.000.000.000,00 dimaksud dalam
(dua puluh lima Pasal 28;
miliar rupiah). f. penetapan
pembayaran ganti
rugi; dan/atau
g. pengenaan denda
paling banyak
Rp100.000.000.000,0
0 (seratus miliar
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
rupiah).
(3) Ketentuan mengenai tata
cara penjatuhan sanksi
berupa tindakan
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 48 Pasal 48 Menghindari terjadinya
(1) Pelanggaran terhadap Pelanggaran terhadap tumpang tindih
ketentuan Pasal 4, Pasal ketentuan Pasal 41 Undang- pengaturan. Ketentuan
9 sampai dengan Pasal undang ini diancam pidana pada Pasal 48 telah
14, Pasal 16 sampai denda paling tinggi Rp diatur pidananya
dengan Pasal 19, Pasal 5.000.000.000,00 (lima dalam KUHP, dan
25, Pasal 27, dan Pasal miliar rupiah), atau pidana sanksi
28 diancam pidana kurungan pengganti denda administratifnya
denda serendah- paling lama 3 (tiga) bulan merupakan
rendahnya Rp kewenangan KPPU
25.000.000.000,00 (dua sebagaimana telah
puluh lima miliar disebutkan dalam
rupiah) dan setinggi- Pasal 36 huruf l.
tingginya Rp
100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah),
atau pidana kurungan
pengganti denda selama-
lamanya 6 (enam) bulan.
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(2) Pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 5
sampai dengan Pasal 8,
Pasal 15, Pasal 20
sampai dengan Pasal 24,
dan Pasal 26 Undang-
undang ini diancam
pidana denda serendah-
rendahnya Rp
5.000.000.000,00 ( lima
miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp
25.000.000.000,00 (dua
puluh lima miliar
rupiah), atau pidana
kurungan pengganti
denda selama-lamanya 5
(lima) bulan.
(3) Pelanggaran terhadap
ketentuan Pasal 41
Undang-undang ini
diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp
1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp
5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah), atau
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
pidana kurungan
pengganti denda selama-
lamanya 3 (tiga) bulan

Pasal 49 Pasal 49 Menghindari terjadinya


Dengan menunjuk Dihapus. tumpang tindih
ketentuan Pasal 10 Kitab pengaturan. Ketentuan
Undang-undang Hukum pada Pasal 48 telah
Pidana, terhadap pidana diatur pidananya
sebagaimana diatur dalam dalam KUHP, dan
Pasal 48 dapat dijatuhkan sanksi
pidana tambahan berupa: administratifnya
a. pencabutan izin usaha; merupakan
atau kewenangan KPPU
b. larangan kepada pelaku sebagaimana telah
usaha yang telah terbukti disebutkan dalam
melakukan pelanggaran Pasal 36 huruf l.
terhadap undang-undang
ini untuk menduduki
jabatan direksi atau
komisaris sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun
dan selama-lamanya 5
(lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan
atau tindakan tertentu yang
menyebabkan timbulnya
kerugian pada pihak lain.
USULAN RUMUSAN
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN POTENSI IMPLIKASI KLASTER
PERUBAHAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN NELAYAN, PEMBUDIDAYA IKAN, DAN PETAMBAK
GARAM
Pasal 74 “Setiap Orang yang melakukan Terkait pemasukan yang
impor Komoditas Perikanan dan tidak sesuai dengan
Setiap Orang yang melakukan Komoditas Pergaraman yang ketentuan, tanpan izin
impor Komoditas Perikanan dan tidak sesuai dengan tempat merupakan penyelundupan,
Komoditas Pergaraman yang tidak pemasukan, jenis, waktu sebagkan yang dengan izin
sesuai dengan tempat pemasukan, pemasukan, dan/atau standar merupakan pelanggaran UU
jenis, waktu pemasukan, dan/atau mutu wajib yang ditetapkan oleh kepabeanan, sehingga
standar mutu wajib yang Pemerintah sebagaimana ketentuan sanksi pidana
ditetapkan oleh Menteri dimaksud dalam Pasal 38 mengikuti pengaturan KUHP
sebagaimana dimaksud dalam dikenakan sanksi administratif”. dan UU Kepabeanan.
Pasal 38 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah).
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN
BERKELANJUTAN
Pasal 71 Pasal 71
(1) Selain Pejabat Penyidik (1) Pejabat Penyidik Pegawai
Kepolisian Negara Negeri Sipil Tertentu di
Republik Indonesia, Lingkungan Instansi
Penyidik Pegawai Negeri Pemerintah yang lingkup
Sipil di lingkungan tugas dan
instansi Pemerintah yang tanggungjawabnya
lingkup tugas dan dibidang perlindungan
tanggung jawabnya di lahan pertanian pangan
bidang Perlindungan tahun berjalan diberi
Lahan Pertanian Pangan wewenang khusus
Berkelanjutan diberi sebagai Penyidik Pegawai
wewenang khusus Negeri Sipil sebagaimana
sebagai penyidik untuk dimaksud dalam Kitab
membantu Pejabat Undang-Undang Hukum
Penyidik Kepolisian Acara Pidana untuk
Negara Republik melakukan penyidikan
Indonesia sebagaimana tindak pidana.
dimaksud dalam Kitab (2) Pejabat Pegawai Negeri
Undang-Undang Hukum Sipil Tertentu
Acara Pidana. sebagaimana dimaksud
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
(2) Penyidik Pegawai Negeri pada ayat (1) diberi
Sipil sebagaimana kewenangan untuk:
dimaksud pada ayat (1) a. meneliti, mencari, dan
berwenang: a. mengumpulkan
melakukan pemeriksaan keterangan
atas kebenaran laporan sehubungan dengan
atau keterangan yang tindak pidana;
berkenaan dengan b. menerima laporan
tindak pidana dalam atau keterangan
bidang Perlindungan tentang adanya tindak
Lahan Pertanian Pangan pidana;
Berkelanjutan; b. c. memanggil orang
melakukan pemeriksaan untuk didengar dan
terhadap setiap orang diperiksa sebagai saksi
yang diduga melakukan dan/atau tersangka
tindak pidana dalam tindak pidana;
bidang Perlindungan d. melakukan
Lahan Pertanian Pangan penangkapan dan
Berkelanjutan; c. penahanan terhadap
meminta keterangan dan orang yang diduga
barang bukti dari orang melakukan tindak
sehubungan dengan pidana;
peristiwa tindak pidana
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dalam bidang e. meminta keterangan
Perlindungan Lahan dan bukti dari orang
Pertanian Pangan yang diduga
Berkelanjutan; d. melakukan tindak
melakukan pemeriksaan pidana;
atas dokumen yang f. memotret dan/atau
berkenaan dengan merekam melalui
tindak pidana dalam media elektronik
bidang Perlindungan terhadap orang,
Lahan Pertanian Pangan barang, pesawat
Berkelanjutan; e. udara, atau hal yang
melakukan pemeriksaan dapat dijadikan bukti
di tempat tertentu yang adanya tindak pidana;
diduga terdapat barang g. memeriksa dokumen
bukti dan dokumen lain yang terkait dengan
serta melakukan tindak pidana;
penyitaan dan h. mengambil sidik jari
penyegelan terhadap dan identitas orang;
barang hasil pelanggaran i. menggeledah tempat-
yang dapat dijadikan tempat tertentu yang
bukti dalam perkara dicurigai adanya
tindak pidana dalam tindak pidana;
bidang Perlindungan
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
Lahan Pertanian Pangan j. menyita benda yang
Berkelanjutan; dan f. diduga kuat
meminta bantuan tenaga merupakan barang
ahli dan/atau saksi ahli yang digunakan untuk
dalam rangka melakukan tindak
pelaksanaan tugas pidana;
penyidikan tindak k. mengisolasi dan
pidana dalam bidang mengamankan barang
Perlindungan Lahan dan/atau dokumen
Pertanian Pangan yang dapat dijadikan
Berkelanjutan. sebagai alat bukti
(3) Apabila pelaksanaan sehubungan dengan
kewenangan tindak pidana;
sebagaimana dimaksud l. mendatangkan saksi
pada ayat (2) ahli yang diperlukan
memerlukan tindakan dalam hubungannya
penangkapan dan dengan pemeriksaan
penahanan, Penyidik perkara tindak pidana;
Pegawai Negeri Sipil m. menghentikan proses
melakukan koordinasi penyidikan;
dengan Pejabat Penyidik n. meminta bantuan
Kepolisian Negara polisi Negara Republik
Republik Indonesia Indonesia atau
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
sesuai dengan ketentuan instansi lain untuk
peraturan perundang- melakukan
undangan. penanganan tindak
(4) Penyidik Pegawai Negeri pidana; dan
Sipil sebagaimana o. melakukan tindakan
dimaksud pada ayat (1) lain menurut hukum
menyampaikan hasil yang berlaku.
penyidikan kepada (3) Kedudukan Pejabat
penuntut umum melalui Pegawai Negeri Sipil
Pejabat Penyidik Tertentu sebagaimana
Kepolisian Negara dimaksud pada ayat (2)
Republik Indonesia. berada di bawah
(5) Pengangkatan Pejabat koordinasi dan
Penyidik Pegawai Negeri pengawasan Penyidik
Sipil dan tata cara serta Polisi Negara Republik
proses penyidikan Indonesia.
dilaksanakan sesuai (4) Penyidik Pejabat Pegawai
dengan ketentuan Negeri Sipil Tertentu
peraturan perundang- sebagaimana dimaksud
undangan. pada ayat (3),
memberitahukan
dimulainya penyidikan,
melaporkan hasil
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
penyidikan, dan
memberitahukan
penghentian penyidikan
kepada Penuntut Umum
dengan tembusan kepada
pejabat Polisi Negara
Republik Indonesia.
(5) Dalam melaksanakan
penyidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1),
Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Tertentu dapat
meminta bantuan kepada
aparat penegak hukum.
Pasal 73 Pasal 73 Substansi lebih bersifat Akan adanya sanksi
Setiap pejabat pemerintah Setiap pejabat Pemerintah administratif sehingga kebingungan pada
yang berwenang yang menerbitkan pengacuannya lebih awal penerapan,
menerbitkan izin persetujuan tepat dalam Pasal 44 karena sanksi
pengalihfungsian Lahan pengalihfungsian Lahan ayat (3) dan sanksi terhadap pejabat
Pertanian Pangan Pertanian Pangan lebih relevan dengan pemerintah
Berkelanjutan tidak sesuai Berkelanjutan tidak sesuai sanksi administratif. dihapuskan
dengan ketentuan dengan ketentuan Pengenaan sanksi penjabarannya
sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud terhadap dan mengacu
USULAN RUMUSAN POTENSI
RUMUSAN UU ALASAN PERUBAHAN KLASTER
PERUBAHAN IMPLIKASI
dalam Pasal 44 ayat (1), dalam Pasal 44 ayat (1) penyalahgunaan kepada UU lain
dipidana dengan pidana dipidana dengan pidana kewenangan ASN (UU ASN dan UU
penjara paling singkat 1 penjara paling singkat 1 mengacu pada UU Tipikor)
(satu) tahun dan paling (satu) tahun dan paling lama Tipikor dan UU ASN
lama 5 (lima) tahun 5 (lima) tahun dan/atau
dan/atau denda paling denda paling sedikit
sedikit Rp1.000.000.000,00 Rp1.000.000.000,00 (satu
(satu miliar rupiah) dan miliar rupiah) dan paling
paling banyak banyak Rp5.000.000.000,00
Rp5.000.000.000,00 (lima (lima miliar rupiah).
miliar rupiah).

Anda mungkin juga menyukai