A. Landasan Teori
8
9
dan secara jelas menyatakan bahwa kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan
dengan kondisi-kondisi lain.
The Board Association for Children and Adulth with Learning Disabilities
(ACALD) yang dikutip oleh Lovit dalam Mulyono A (1999: 8) mengemukakan
pengertian kesulitan belajar, sebagai berikut:
Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber
dari neurologis yang secara selektif mengganggu perkembangan integrasi
dan/ atau kemampuan verbal dan/ atau non verbal. Kesulitan belajar khusus
tampil sebagai suatu kondisi ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang
yang memiliki inteligensi rata-rata hingga superior yang memiliki sistem
sensoris yang cukup dan kesempatan untuk belajar yang cukup pula. Berbagai
kondisi tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya. Kondisi
tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri, pendidikan, pekerjaan,
sosialisasi, dan/ atau aktivitas kehidupan sehari-hari sepanjang kehidupan.
Menurut sumber yang penulis kutip dari (http://gulit.wordpress.com)
mengatakan bahwa:
Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : 1)
learning disorder; 2) learning disfunction; 3) underachiever; 4) slow learner,
dan 5) learning disabilities”. Di bawah ini akan diuraikan dari masing-masing
pengertian tersebut.
1) Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses
belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan.
Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak
dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya
respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya
lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah
terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya,
mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut
gerakan lemah gemulai.
2) Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang
dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa
tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat
dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa yang memiliki
postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley,
namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak
dapat menguasai permainan volley dengan baik.
3) Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki
tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi
belajarnya tergolong rendah. Contoh : siswa yang telah dites
kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat
11
unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau
malah sangat rendah.
4) Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses
belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan
sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.
5) Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala
dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga
hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.
Jika mereka hanya dicap sebagai anak bodoh dan tidak dipedulikan, mereka mungkin
benar-benar menjadi anak yang bodoh. Sebaliknya, jika mereka diberi bantuan yang
sesuai dengan hakikat kesulitan yang dihadapi, mereka mungkin akan berkembang
seperti anak-anak lainnya yang mampu untuk berprestasi.
Menurut hasil penelitian Wijono dkk (1999: 36) mengenai prevalensi anak
berkesulitan belajar di sekolah biasa, mengatakan bahwa:
Prevalensi anak berkesulitan membaca menempati peringkat yang paling
tinggi (63,01), berturut-turut disusul oleh kesulitan dalam memusatkan
perhatian (48,77), kesulitan belajar berhitung/matematika (44.11), kesulitan
menulis (35,07), kemudian baru kesulitan dalam bidang-bidang studi tertentu
dan kesulitan lainnya.
masih menimbulkan perdebatan diantara pakar pendidikan luar biasa. Algozzine dan
Yseldike dalam Sunardi (1996: 6-7) mengatakan “Ada yang berpendapat bahwa
semakin banyaknya anak yang teridentifikasi kesulitan belajar ini memang benar, ada
juga yang menganggap ini menunjukkan lemahnya proses diagnosa yang dipakai”.
Jika hal ini berlanjut, maka perhatian dan layanan khusus bagi anak berkesulitan
belajar dapat berkurang, karena perhatian mengenai masalah ini menjadi terpusat
pada siapa yang teridentifikasi kesulitan belajar dan yang tidak.
(reinforcement) yang tidak tepat, merupakan pengaruh yang secara tidak langsung
muncul bersamaan sebagai penyebab kesulitan belajar.
9) Tingkah laku sosial yang tidak pantas antara lain: persepsi sosial, tingkah
laku emosi, penegakan saling hubungan.
Sedangkan menurut sumber yang penulis kutip dari
(http://www.wikimu.com/News/Print.aspx?id-10413) ciri- ciri anak yang mengalami
kesulitan belajar antara lain:
1. Terlambat dalam berbicara
2. Kosakata terbatas
3. Sulit mengikat tali sepatu
4. Sulit mengikuti perintah
5. Sulit berkonsentrasi
6. Mudah lupa
7. Sering kehilangan barang
8. Sulit berinteraksi dengan lingkungan
kata-kata yang dipakai dalam suatu bahasa merupakan hasil buah pikiran bangsa
pemilik bahasa. Selain itu termasuk nama suatu perbuatan dapat menjadi sumber
kosakata, termasuk pergaulan antar bangsa atau kelompok masyarakat.
Dari berbagai pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kosakata
adalah kekayaan kata yang dimiliki seseorang yang mengandung unsur bahasa yang
diucapkan atau dituliskan yang merupakan hasil buah pikiran bangsa pemilik bahasa
yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran serta perbuatan dalam
kehidupan masyarakat yang dapat digunakan dalam berbahasa.
Menurut Gorys Keraf (1998: 67) Perluasan kosakata dapat ditempuh dengan
jalan:
1. Proses belajar
2. Melalui konteks
3. Melalui kamus sinonim
4. Dengan analisis kosakata.
(2) Makna gramatikal adalah makna baru yang timbul akibat terjadinya
proses gramatika (pengimbuhan/ pengulangan/ pemajemukan).
Contoh: kata rumah bila diberi imbuhan ber menjadi berumah yang
artinya mempunyai rumah.
b) Makna konotatif dan makna denotatif
(1) Makna konotatif adalah makna tambahan terhadap makna dasar yang
berupa rasa / gambaran tertentu.
Contoh: kata merah dapat berkonotasi berani.
(2) Makna denotatif adalah makna kata didasarkan pada penunjukan yang
lugas dan apa adanya.
Contoh: merah artinya warna seperti warna darah.
c) Makna lugas dan makna makna kiasan
(2) Makna lugas adalah makna sebenarnya/ makna yang acuannya sesuai
dengan makna kata yang bersangkutan.
Contoh: kata kaki : - kaki didik
- Kaki kucing
(3) Makna kiasan adalah makna yang acuannya tidak sesuai dengan
makna kata yang bersangkutan.
Contoh: kata kaki: - kaki gunung
- kaki langit
kartu huruf sebagai alat permainan edukatif dalam permainan anagram bermanfaat
untuk kepentingan pendidikan.
d. Anagram
Anagram merupakan sebuah tipe permainan kata yang dahulu populer di
Eropa pada abad pertengahan. Seni beranagram diciptakan oleh seorang penyair
Yunani Lycophron. Sebelum era komputerisasi, anagram dibangun menggunakan
pulpen dan kertas dengan memainkan kombinasi huruf dan bereksperimen dengan
variasi.
“Anagram adalah salah satu jenis permainan kata, dimana huruf-huruf di
kata awal biasa diacak untuk membentuk kata lain atau sebuah kalimat”.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Anagram)
Sumber lain mengatakan bahwa “Anagram adalah sejenis permainan kata
berupa penyusunan kembali huruf-huruf dari sebuah kata atau frase untuk
menghasilkan sebuah kata/ frase yang baru, dengan benar-benar menggunakan
semua huruf sebelumnya”. (http://www.wikimu.com/News/Print.aspx/id=14095)
“Anagram adalah salah satu jenis permainan tebak kata. Objektif permainan
anagram adalah menebak kata-kata dengan huruf-huruf yang telah diacak. Huruf
yang tersedia harus dipakai sebanyak jumlahnya”.
(http://www.informatika.org/~rinaldi/Stmik/2006-
2007/Makalah_2007/MakalahSTMIK2007-106.pdf)
Contoh: Pemain diberikan lima huruf a-s-l-i-m. Maka pemain harus menebak kata
menggunakan huruf a-s-l-i-m dengan tiap huruf yang tepat sebanyak jumlahnya.
Sehingga kata yang dapat terbentuk adalah; islam, silam, salim, dan limas. Kata yang
di tebak harus benar/ valid. Artinya, kata tersebut termasuk dalam suatu database
yang ditentukan, misalnya termasuk dalam kamus besar Bahasa Indonesia.
“Anagram mengambil asal kata dari bahasa yunani ana = lagi dan gramma
= huruf/ kata. Anagram secara harfiah berarti permainan kata yang mencoba
merangkai suatu kata atau kalimat baru dari suatu kata atau kalimat yang sudah ada
35
teknik pembelajaran bahasa, karena anagram merupakan salah satu jenis permainan.
Permainan anagram dapat membangkitkan kreativitas anak. Anak berusaha kreatif
mengerjakan huruf-huruf untuk mencari dan menentukan kata-kata yang baru.
Kesalahan anak ketika melakukan permainan anagram menjadi pelajaran berharga
bagi anak.
Pencarian dan penemuan kata baru tersebut dengan sendirinya akan
diklasifikasikan oleh anak-anak dengan cara dapat membedakan kata yang bermakna
dan tidak. Di samping itu anak akan diperkaya dengan kata-kata yang belum dikuasai
sebelumnya.
Dari penjelasan di atas, bahwa permainan anagram adalah permainan
mengubah urutan huruf suatu kata menjadi kata lain atau mengubah kelompok kata
menjadi kelompok kata lain atau kalimat yang bermakna. Adapun permainan
anagram ditunjukkan dengan: a. mengubah huruf dari kata; b. membangkitkan
kreativitas; c. membedakan kata.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan arahan penalaran untuk dapat sampai pada
penemuan jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan. Penyusunan kerangka
berpikir berarti membuat argumentasi-argumentasi rasional berdasarkan teori-teori
yang telah diutarakan dalam kajian teori. Dengan demikian, penyusunan kerangka
berpikir dalam penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut:
Anak berkesulitan belajar (learning disabilities) menunjukkan hambatan
dalam belajar bahasa, berbicara, mendengarkan, menulis, membaca, dan berhitung,
sedangkan mereka ini memiliki potensi kecerdasan yang baik tetapi berprestasi
rendah, yang bukan disebabkan oleh tunanetra, tunarungu, keterbelakangan mental,
gangguan emosional, gangguan ekonomi, sosial atau budaya.
Kesulitan bahasa adalah gangguan atau kesulitan yang dialami seseorang
yang berkemampuan rata-rata ke atas, dalam memperoleh kemampuan
37
siswa berkesulitan belajar bahasa. Agar nantinya kesulitan yang mereka alami dapat
terminimalisir, sehingga mereka dapat berprestasi seperti siswa lainnya yang tidak
mengalami kesulitan belajar bahasa.
Berdasarkan pemaparan yang telah dikemukakan, maka dalam penelitian ini
dapat di buat bagan kerangka berpikir sebagai berikut:
C. Perumusan Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara atas masalah yang diteliti dan
masih dibuktikan kebenarannya. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir
maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
“Ada pengaruh positif permainan anagram terhadap penguasaan kosakata Bahasa
Indonesia pada anak berkesulitan belajar bahasa kelas III di SDN Petoran Surakarta
tahun ajaran 2009/2010”.