Anda di halaman 1dari 166

1

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN


DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

Talizaro Tafona’o

Penerbit:
illumiNation Publishing
Perum Permata Land, No. 1 Pojok Tiyasan Rt 02 Rw 01
Condongcatur 55283, Sleman, Yogyakarta-Indonesia; Telp. 0274-
4533025
Hp. 081338956657; 081325768388; 081804070911
e-mail: illumination.publish@gmail.com
2

ISBN: 978-602-19080-5-1
KATALOG DALAM TERBITAN (KDT)
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
Jl. Salemba Raya No. 28 Jakarta Pusat 10430 Indonesia
Tlp. (021)92920979; Fax (021) 3927919; 31908479
E-mail:isbn.indonesia@gmail.com-http://www.pnri.go.id

Penulis: Talizaro Tafona’o


Judul: Pendidikan Agama Kristen dalam Masyarakat Majemuk

Cetakan Pertama: Juli, 2015; Illustrator: Zuragan’96

Revisi/Cetakan Kedua: November, 2016; Illustrator: Zuragan’96

Jumlah lembar halaman: 167


Ukuran kertas: A5 (14,8 x 21 cm), 70 gr; Font teks: Cambria (Headings)12; Spasi 1
Footnote: Cambria (Headings) 8; spasi 1

1. Pendidikan 2. Agama 3. Kristen 4. Masyarakat 5. Majemuk

Penerbit:
illumiNation Publishing
Perum Permata Land, No. 1 Pojok Tiyasan Rt 02 Rw 01
Condongcatur 55283, Sleman, Yogyakarta-Indonesia
Telp. 0274-4533025
Hp. 081338956657; 081325768388; 081804070911
e-mail: illumination.publish@gmail.com

Anggota IKAPI-Ikatan Penerbit Indonesia, Nomor Anggota: 075/DIY/2012

Badan Hukum Cv. illumination:


SIUP-Surat Izin Usaha Pedagang, Nomor: 503/01043/PK/IV/2012
Pemerintah Kab. Sleman, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi, Yogyakarta
Surat Izin Gangguan Pemerintah Kab. Sleman Nomor: 503/003177/.68.12/HO//2012
TDP-Tanda Daftar Perusahaan Persekutuan Komanditer Nomor TDP: 120234703597
KEMENTRIAN KEUANGAN RI, Dirjen Pajak, Kanwil DJP D.I. Yogyakarta
Nomor NPWP: 31.483.588.5.542.000

Akta Notaris: Siti Asmaul Khusnah, SH.


Jl. Hos. Cokroaminoto No. 115 Telp. (0274) 619112, Yogyakarta 55253
Akta Nomor: 23/28 Feb 2012

Copyright© 2015 pada Talizaro Tafona’o


Diatur UU RI. tentang Hak cipta pasal 44 ayat 1 dan 2; UU.RI No. 19. Thn. 2012.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun termasuk
menggunakan mesin fotocopy tanpa seizin tertulis dari penulis.
3

DAFTAR ISI hal

Kata Pengantar :
PAK dalam Masyarakat Multikultural: MembawaTeori ke
Praksis, Elia Tambunan ................................................................ 5

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 14
B. Pengertian Masyarakat Majemuk ....................................... 32
C. Jenis-Jenis Masyarakat Majemuk......................................... 35
D. Jenis-Jenis Masyarakat Majemuk......................................... 37

BAB II. HAKIKAT DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN


A. Definisi Pendidikan ................................................................... 40
B. Agama ............................................................................................ 49
C. Pendidikan Agama Kristen .................................................... 55
D. Tujuan Pendidikan Agama Kristen ..................................... 63
E. Manfaat Pendidikan Agama Kristen .................................. 70
F. Tantangan Dasar Alkitab tentang
Pendidikan Agama Kristen .................................................... 72
G. Sifat Pendidikan Agama Kristen .......................................... 77

BAB III. PERGUMULAN PAK DI INDONESIA


A. PAK dalam Konteks Gereja .................................................... 83
B. PAK dalam Konteks Sekolah ................................................. 94
C. PAK dalam Konteks Masyarakat Indonesia .....................101
D. PAK dalam Konteks Keluarga ...............................................105

BAB IV. HETEROGENITAS DAN PERMASALAHANNYA


A. Pluralisme Tantangan bagi Semua Agama ......................117
B. Sumber Konflik Bernuansa Agama di Indonesia ...........122
C. Agama-agama di Indonesia....................................................124
D. Kristen di Indonesia .................................................................128
4

E. Iman Kristen dalam Pergaulan Lintas Agama ................130

BAB V. KONTEKS PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK


A. Pentingnya PAK dalam Masyarakat Majemuk ...............132
B. PAK dalam Konteks Kekristenan .........................................134
C. PAK dalam Konteks Agama-Agama ....................................138

BAB VI. STRATEGI PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK


A. PAK dalam Perubahan Sosial ................................................140
B. Isi Pengajaran Kristen..............................................................142
C. Ciri PAK Masyarakat Majemuk .............................................143
D. Tujuan PAK dalam Masyarakat Majemuk ........................144

BAB VII. ARAH PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK


A. Belajar Hidup dalam Perbedaan ..........................................146
B. Membangun Saling Percaya ...................................................147
C. Memelihara Saling Pengertian..............................................148
D. Perjumpaan Lintas Agama .....................................................149

BAB VIII. ORIENTASI PAK DALAM MASYARAKAT


MAJEMUK
B. Menghadapi Pergumulan Bersama.....................................150
C. Menghadapi Krisis Nilai-nilai Sosial...................................155
D. Persoalan Sosial Masa Kini ....................................................157
E. Tanggung Jawab Kristen Terhadap Masalah Sosial .....159

BAB IX. TRANSFORMASI PAK DALAM MASYARAKAT


MAJEMUK
A. Peran Gereja ................................................................................161
B. Peran PAK di Sekolah ...............................................................161
C. Peranan Umat Kristen .............................................................162
D. Intergasi Kurikulum .................................................................162
E. Kesimpulan ..................................................................................163

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................164


5

PENGANTAR

PAK dalam Masyarakat Multikultural: Membawa Teori


ke Praksis

EliaTambunan1

Bagaimana cara membawa teori Pendidikan Agama


Kristen (sering disingkat PAK) di dalam buku dan diskusi
di kelas-kelas teologi agar sampai kepada kehidupan nyata,
inilah fokus issu disini. Dengan berhasil mempelajari
materi ajar ini dibangku kuliah, lantas apakah memang
benar selama ini kita telah mempraktekkan Kristen yang
bisa dipahami olah orang lain yang bukan seagama dengan
kita, khususnya Islam?

Pertanyaan ini penting karena selama ini kita hanya


berputar-putar soal konsep alamiah, misalnya
membicarakan tentang multietnik, banyak agama atau
apalah namanya, namun belum sampai pada berperan aktif
untuk berbuat sesuatu yang menyejukkan di dalam
dinamika dan perubahan sosial, bahkan konflik teologis
dan sosiologis di sekitar kedua komunitas masyarakat
beragama itu.

Dengan dijadikannya topik ini menjadi salah satu


Kurikulum Nasional di STT oleh Ditjen Bimas Kristen sejak
2010-an, kini, semua orang seperti sedang latah, dan
bahkan sedang asik-asiknya membicarakan issu
multikulturalisme dengan berbagai sebutan. Topik inipun
menghangat sejak akhir dekade 1960-an dan awal 1970-an
di kalangan akademis Barat. Cuman, kelihatan issunya
1Dosen STT Salatiga; Pendeta GPdI di Salatiga; Mahasiswa Universitas Islam Negeri

Sunan Kalijaga Yogyakarta, Prodi Studi Islam, sudah selesai teori dan sedang riset
lapangan untuk kepentingan Disertasi.
6

masih lebih fokus pada pengakuan hak-hak hidup politik,


sosial, budaya dan agama, sebagai warga negara yang sah di
negara masing-masing. Seperti diketahui, di belahan dunia
yang lain Eropa, Amerika, dan Australia, perdebatan politis
mengenai keberadaan hidup migran atau keturunan yang
bukan kulit putih sangat tajam.

Pendidikan multikultural di Barat itu, masih sebagai


kritik terhadap imajinasi penjajahan dan cara mereka
melihat orang lain secara remeh. Ditambah, meningkatnya
rasa superioritas politis, atau semakin diutamakannya
keturunan Eropa yang beragama Kristen atau biasa disebut
eurocentric (secara genealogis ras berkulit putih) untuk
hidup yang layak.2 Dalam situasi seperti itu, maka materi
ajar pendidikan disana dibuat sebagai instrumen kritik
terhadap adanya mentalitas Barat sebagai bangsa terhebat
di dunia sebagai keturunan dan geneologis Eropa.3 Kontras
sekali dengan setting sosial di Indonesia. Seharusnya, kita
bukan lagi berdiskusi soal multi etnik atau etnisitas yang
beragam kayak di Barat itu tadi.

Dilihat dari realita geo-historis kepulauan nusantara


ini, memang kita meiliki silang budaya sekaligus samudra
yang tidak satu4. Misalnya lagi dari sisi konsep “indigenous”
atau orang asli Indonesia (saya: bermaksud status warga

2John M. Hobson, The Eurocentric Conception of World Politics: Western

International Theory 1760-2010, (Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2012); Ella
Shohat, Robert Stam, Unthinking Eurocentrism: Multiculturalism and the Media (London:
Routledge, 2014).
3Bhikhu C. Parekh, Rethinking Multiculturalism: Cultural Diversity and Political

Theory (London: Macmillan Press Ltd, 2000).


4Lengkapnya di “Kata Pengantar: Pertimbangan Geohistoris.” Lombardpeneliti

Francis meneliti Indonesia selama 30 tahun dengan pendekatan historis. Denys Lombard,
Nusa Jawa: Batas-batas Pembaratan 1 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996) hlm 11-
18; Nusa Jawa: Jaringan Asia 2 (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996); Nusa Jawa:
Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris 3(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996).
7

negara, bukan urutan kronologis genealogisnya), sedari


dulu telah ada di sini, bahkan sebelum kita berbentuk
Negara Kesatuan Republik Indonesia, bahkan jauh sebelum
bentuk negara Barat itu ada.

Dibandingkan dengan Barat, rupanya, Indonesia salah


satu negara yang tidak terlalu hebat tergoncang soal
migran, perbudakan, kasta sosial, pendatang atau yang
didatangi yang sangat tajam issunya di Barat. Hal seperti itu
tidak terlalu merisaukan disini. Karena itu, kita tidak
gampang untuk seenaknya bisa mengadopsi teori dan
pemikiran Barat ke dalam pembicaraan dan buku ajar
kuliah, apalagi tidak mengerti asal usul pembicaraan ini
dan konteks masyarakat dan negara dimana kita
membicirakannya.

Saya melihat dalam kebutuhan kekinian, kita sedang


menuntut keabsahan atau kebebasan hak hidup sebagai
orang Indonesia yang merdeka, sekali lagi orang Indonesia
untuk mengekspresikan ritual atau liturgi ber-agama
lengkap dengan ekspresi aliran-aliran keberagamaanya.
Artinya, persoalan kita khususnya Islam dan Kristen, bukan
teori dan pemikiran, juga bukan lagi soal legalitas hukum
dan jaminan perlindungannya, dan juga bukan soal hak-hak
politik seperti di negara Barat tadi.

Adanya konflik berlinang darah disejumlah daerah


salah satunya dikarenakan karena buntunya cara-cara
orang Indonesai sebagai pemilik negeri ini untuk
mengekspresikan kebebasan beragamanya, sebagai
manusia, yang padahal dijamin dan dilindungi oleh Undang
Undang Dasar.
8

Di lain sisi, adanya“majority minded” di pihak Islam.5


Artinya, yang lebih banyaklah yang selalu harus menang,
sehingga yang agama lain yang lebih sedkit harus ikut
aturan karena dalam prinsip demokrasi suara terbanyaklah
yang menang dan yang berhak mengatur. Sebaliknya, di
pihak Kristen, adanya perasaan superior teologis dalam
konsep “summa theologiae”6 yang sempat diajarkan oleh
Thomas Aquinas. Doktrin ini masih diyakini dengan kuat
oleh gereja hingga kini. Disitu, dengan pangkat akademik
dan kedudukan sosialnya yang terpandang karena
dianggap sebagai Orang Suci yakni Santo, maka Aquinas
mengindoktrinasi umat Kristen di zamannya bahwa tidak
ada keselamatan di luar gereja. Artinya, semua orang yang
bukan Kristen atau diluar gereja pasti masuk neraka dan
tidak diperbolehkan selamat sampai ke sorga. Padahal,
bukan manusia yang punya sorga. Bahkan, kita tidak
pernah tahu apakah disana memang sudah ada kapling-
kapling di sorga sana. Mungkinkah ada sorga khusus untuk
Kristen atau lapak di sorga hanya untuk Islam?

Menimbang realitas ini, disinilah tugas edukasi PAK


yang diajarkan di STT untuk menaikkan tingkat kesadaran
kritis Kristen dan Islam agar tercapai ruh pendidikan
multikulturalisme dan pluralisme sehari-hari yang
menghidupkan.

Saya tunjukkan contoh kongkrit disini. Sebagai


gembala sidang gereja di Tejokusuman-Yogyakarta sejak 3
Juli 2004 hingga 19 Juli 2012, (meskipun terbilang
seadanya), saya mengundang ustadz dan dosen Islam untuk

5Frederic Volpi, Introduction: Critically Studying Political Islam dalam Frederic

Volpi(ed.), Political Islam: A Critical Reader (New York: Routledge, 2011), hlm. 3.
6Saint Thomas Aquinas, Aquinas: Summa Theologiae, Questions on God edited by

Brian Leftow, Brian Davies (Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2006).
9

khotbah Pasakah dan Natal di gereja yang pernah dilayani,


mulai dari ibadah kebaktian, perayaan hingga makan-
makan.7 Kala itu, saya minta beliau beliau itu untuk naik
mimbar menjelaskan apa kata Alqur’an tentang Paskah dan
Natal. Suasananya semakin menyenangkan karena dihadiri
sejumlah teman satu kelas, yang tentunya Muslim beneran
lengkap dengan jilbab dan assessoris keislaman lainnya.
Perlu disebutkan, pengetahuan mereka sudah setingkat
doktor, malahan semuanya mereka dosen di pendidikan
Tinggi Islam di tempatnya masing-masing.

Pun hingga hari ini, bersama istri, saya membuka PAUD


dan TK Jungle School Salatiga Jawa Tengah,8 meskipun
dinyatakan terbuka kepada orang tua anak dan ketika
wawancara seleksi pelamar kerja, bahwa itu sekolah
Kristen, namun 6 orang dari antara 18 guru dan staff
adalah Muslim yang soleh dan Muslimah yang soleha.
Bahkan, ada sejumlah murid yang memang Muslim
agamanya sejak lahir. Padahal, guru itu harus mengajarkan
apa itu Paskah, Natal dan soal-soal Kristen lainnya. Pun,
murid mendapatkan penjelasan terkait pemahaman
Kristen.

Dengan diterimanya guru dan murid Muslim, itu bukan


sebagai upaya gagah-gahan, tetapi ingin memberi pesan
bagi siapapun yang melihat, bahwa mereka adalah orang
Indonesia yang punya kesempatan yang sama dengan kita.
Bahwa, yang dinilai bukan pula agama semata, namun juga
berdasarkan kompetensi dan kemauan belajar. Disamping
itu sebagai metode agar sempat saling berbagi rasa soal
bagaimana menjadi Kristen diantara Muslim, dan

7http://elia-

tambunan.blogspot.com/search/label/Sosiologi%20Pelayanan%20Gereja.
8http://www.jungleschool.org/.
10

sebaliknya. Selebihnya, biarlah berproses secara alamiah.


Meski diakui, tentu ada sejumlah hal yang canggung di awal
mula, yang tersisa sebagai bahan perenungan satu dengan
lainnya, namun disitulah proses bersosialisasinya agama
dan iman. Bagi saya, dunia ini adalah tempat iman
bertumbuh terus,9 tak soal di daerah mana dan sedang
musim apa. Yang penting diyakini, bahwa selama ada tanah
tersedia, sejumlah bibit-iman yang disemaikan si Penabur,
ada sejuta kemungkinan mereka bertumbuh, biarpun
terserak di tanah berbatu-batu hingga semak belukar
berduri, yang penting dijaga agar tidak dipatuk burung
yang tak bertanggung jawab.

Jika demikian, seberapa berani STT Kristen lain


membuat terobosan untuk menerima mahasiswa Islam
kuliah? Perlu diberitahukan, sejumlah STT Protestan sudah
melakukan, misalnya UKDW, UKSW sekedar memberi
contoh saja. Lanjutnya, sekuat apa keinginan STT Kristen
untuk melibatkan dosen Muslim sebagai team teaching
mengajar mata kuliah yang masih ada kaitan dengan ajaran
dan masyarakat Islam seperti ekklesiologi, missiologi,
Islamologi? Menerima Muslim hanya sebagai satpam
perumahan, sopir pribadi, cleaning service, babu rumah
tangga, tukang kebon semata-mata bisa menimbulkan
stigma negatif tertentu. Meskipun juga, bisa dianggap
sebagai tanda positif adanya penerimaan perbedaan di
kalangan Kristen terhadap keberadaan Muslim, tetapi
kelihatannya masih tetap sebatas majikan dengan

9John MacArthur, A Faith to Grow On (Nashville, TN: Thomas Nelson Incorporated,


2004).
11

bawahan, atau perbudakan, jika bisa meminjam sebutan


lain dari Douglas A. Blackmon.10

Beranikah gereja secara jujur dan terbuka


mengalokasikan duit diakonia untuk membantu masjid?
Seberapa ikhlas atau tuluskah sebagian orang Kristen yang
menyekolahkan anak-anak di sekitar gerejanya, jika sudah
ada yang melakukan, tanpa ada paksaan pada mereka
untuk jadi Kristen? PAK sedang membutuhkan contoh
nyata praksis pendidikan yang kritis sehingga orang
Indonesia bisa saling berterima dan sanggup hidup
bersama, serta sanggup melihat dunia sekitar apa adanya
jangan lagi hanya dari perspektif teologis saja.11 Karenanya
PAK dituntut untuk sanggup memberikan analisis
mendalam mengenai strategi mengajar dengan caraorang
lain melihat dirinya sendiri. Hasilnya bisa dipakai untuk
mengembangkan PAK yang bisa “klik” dengan masyarakat,
entah siapapun dia.

Meskipun buku ini ditulis masih sebatas


mengumpulkan pendapat orang lain, yang sangat minim
pemberitahuan sumbernya, tapi, ini upaya awal
mengintrodusir materi ajar terkait masyarakat majemuk.
Setidaknya ada upaya penulisnya mengajak kita agar
segera bisa bertindak nyata, bukan sekedar tahu teorinya.
Memang, agar bisa bertindak kadang mesti paham seperti
apa teorinya. Harapannya, ini sebagai ajakan untuk
meninjau ulang hal yang terkait dengan bahan ajar PAK.
Semoga saja. Selamat membaca!

10Douglas A. Blackmon, Slavery by Another Name: The Re-enslavement of Black

Americans from TheCivil War to World War II (London: Icon Books LTD, 2012).
11Elia Tambunan, Pendidikan Agama Kristen dalam Masyarakat Multikultural:

Rekonstruksi Teori ke Sosio-Praksis (Yogyakarta: illumiNation Publishing, 2011),


khususnya Bab III.
12

Sumber Bacaan:
Aquinas, Saint Thomas, Aquinas: Summa Theologiae,
Questions on God edited by Brian Leftow, Brian
Davies, Cambridge, UK: Cambridge University Press,
2006.
Blackmon, Douglas A., Slavery by Another Name: The Re-
enslavement of Black Americans from TheCivil War to
World War II, London: Icon Books LTD, 2012.
Hobson, John M., The Eurocentric Conception of World
Politics: Western International Theory 1760-2010,
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2012.
Lombard, Denys, Nusa Jawa: Batas-batas Pembaratan 1,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.
_______, Nusa Jawa: Jaringan Asia 2, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1996.
_______, Nusa Jawa: Warisan Kerajaan-kerajaan Konsentris 3,
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.
MacArthur, John, A Faith to Grow On, Nashville, TN: Thomas
Nelson Incorporated, 2004.
Parekh, Bhikhu C.,Rethinking Multiculturalism: Cultural
Diversity and Political Theory, London: Macmillan
Press Ltd, 2000.
Shohat, Ella, Robert Stam, Unthinking Eurocentrism:
Multiculturalism and the Media, London: Routledge,
2014.
Tambunan, Elia, Pendidikan Agama Kristen dalam
Masyarakat Multikultural: Rekonstruksi Teori ke
Sosio-Praksis, Yogyakarta: illumiNation Publishing,
2011.
_______, http://elia-
tambunan.blogspot.com/search/label/Sosiologi%20
Pe layanan%20Gereja.
13

Volpi, Frederic, Introduction: Critically Studying Political


Islam dalam Frederic Volpi(ed.), Political Islam: A
Critical Reader, New York: Routledge, 2011.
14

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia secara demografis maupun
sosiologis merupakan wujud dari bangsa yang majemuk.
Ciri yang menandai sifat kemajemukan ini adalah adanya
keragaman budaya yang terlihat dari perbedaan bahasa,
suku bangsa, budaya, ras dan agama serta kebiasaan-
kebiasaan kultural lainnya. M. Amin Abdullah menjelaskan
bahwa bangsa Indonesia memiliki sebuah keberagaman,
baik dilihat dari suku, ras, agama maupun budaya.12
Sebenarnya, kalau kita memperhatikan, mengamati dan
mempelajarinya dengan seksama bahwa Indonesia adalah
negara kepulauan.
Luas wilayah kelautan di Negara Kesatuan Indonesia
melebihi dari daratan, hal ini yang mendorong Pusat
Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Badan
Pembinaan Hukum Nasional-Kementerian Hukum dan Hak
Asasi Manusia untuk menyelenggarakan kegiatan Focus
Group Discussion (FGD) Tim Analisis dan Evaluasi Hukum
tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil,
Selasa (27/10).13 Indonesia juga merupakan salah satu
negara multikultural terbesar di dunia.

12 M. Amin Abdullah, Falsafah Kalam; di Era Postmoderenisme cet. ke-1,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), hlm. 105


13 http://bphn.go.id/news/2015102805455371/INDONESIA-MERUPAKAN-

NEGARA-KEPULAUAN-YANG-TERBESAR-DI-DUNIA, diunduh pada hari Selasa 3 Oktober


2017. Pukul. 9:14 Wib.
15

Dalam sambutannya Kepala Pusat Perencanaan


Pembangunan Hukum Nasional, Agus Subandriyo
menyampaikan bahwa Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terbesar di dunia yang terdiri dari 17.499
pulau dari Sabang hingga Merauke. Luas total wilayah
Indonesia adalah 7,81 juta km2 yang terdiri dari 2,01 juta
km2 daratan, 3,25 juta km2 lautan, dan 2,55 juta km2 Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE).14
Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk di
Indonesia tahun 2010 adalah 237.641.326 juta jiwa,15 yang
terdiri dari sekitar 300 suku dan 200 bahasa yang berbeda-
beda.
Penghitungan jumlah penduduk dilakukan setiap 10
tahun sekali, artinya Badan Pusat Statistik akan melakukan
sensus penduduk pada tahun 2020 mendatang.16
Jumlah Penduduk di Indonesia Tahun 2017

14 Ibid, Http://Bphn.Go.Id/News/2015102805455371/Indonesia-Merupakan-

Negara-Kepulauan-Yang-Terbesar-Di-Dunia
15 Badan Pusat Statistik, penduduk Indonesia menurut Propinsi tahun 2010 dalam

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12, diakses 26 Juni 2014


16 https://www.bagi-in.com/jumlah-penduduk-di-indonesia, diunduh pada hari

Selasa, 3 Oktober 2017. Pukul. 10:38 Wib.


16

Sumber: https://www.bagi-in.com/jumlah-penduduk-
di-indonesia.
Namun jika kita penasaran berapa jumlah penduduk
Indonesia tahun 2017, kita sudah bisa menghitung dengan
melihat laju pertumbuhan setiap tahunnya, tetapi kita
harus mengacu pada data yang dikeluarkan oleh Bank
Dunia, yaitu laju pertumbuhan penduduk Indonesia
sebesar 1,2% tahun maka jumlah penduduk tahun 2017
adalah 256.603.197 juta jiwa.17 Data ini masih dalam
perkiraan/ masih belum valid, hanya sekedar hitung-hitung
kasar.
Hasil perhitungan tersebut di atas, kita sudah bisa
memperkirakan jumlah penduduk di Indonesia pada tahun
2030, bisa mencapai 300 juta jiwa!.
Kita perlu ketahui bersama bahw bangsa lain mengakui
Indonesia memiliki keragaman dari sisi kebudayaan dan
tak terkecuali agama asli nusantara. Namun lebih dari itu,
Indonesia juga dianggap sebagai negara yang paling subur
dalam perkembangan agama lintas benua. Sebab, Indonesia
ini merupakan negara multirelijius, karena penduduknya
menganut beragam agama, yakni Islam, Katolik, Kristen
Protestan, Hindu, Budha, Konghucu serta berbagai macam
aliran kepercayaan lainnya.18 Sejalan dengan itu, Pulau
Jawa pernah disebut sebagai “Le carrefour javanis” atau
“Perempatan Jawa” oleh Sejarawan asal Perancis, Denys
17 Ibid, https://www.bagi-in.com/jumlah-penduduk-di-indonesia, diunduh pada

hari Selasa, 3 Oktober 2017. Pukul. 10:38 Wib.

18 Abd. Rahman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan

Hadhari Berbasis Integratif-Interkonektif cet. ke-1 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2011), hlm. 309
17

Lombard. Hal ini dikarenakan menurut Lombard secara


geografis banyak kebudayaan bertemu di Pulau Jawa.19
Dari pertemuan tersebut Hefner juga mengatakan
Pulau Jawa sebagai “persilangan budaya” yang
mempertemukan keenam agama besar dunia20 yang telah
disebut di atas. Tetapi agama di Indonesia memegang
peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini
dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila:
“Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara
kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya.21 Menurut
hasil sensus tahun 2010, 87,18% dari 237.641.326
penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 6,96%
Protestan, 2,9% Katolik, 1,69% Hindu, 0,72% Buddha,
0,05% Kong Hu Cu, 0,13% agama lainnya, dan 0,38% tidak
terjawab atau tidak ditanyakan.22
Hampir semua agama-agama besar tersebut di atas
berkembang dengan baik di Indonesia. Sebenarnya
kekayaan ini dijadikan sebagai daya tarik bagi Bangsa
Indonesia dalam berbagai pembahasan. Namun faktanya
tidak seperti itu, karena kebanyakan dari masyarakat
Indonesia menjadi lebih kritis dan sensitif jika berbicara

19 Lombard, Denys. Nusa Jawa Silang Budaya. Jakarta: Gramedia, 1996


20 Hefner, Robert W. Agama: Berkembangnya Pluralisme. Dalam Indonesia Beyond
Soeharto: Negara, Ekonomi, Maysarakat Transisi, di rubah oleh Donald K. Emerson.
Jakarta, Gramedia Pustaka Utama dan The Asia Foundation, 2001a.
21 Instant Indonesia: Religion of Indonesia. Swipa. Diakses tanggal 2006-10-02.
22 Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut". Sensus Penduduk 2010.

Jakarta, Indonesia: Badan Pusat Statistik. 15 May 2010. Islam 207176162 (87,18%),
Kristen 16528513 (6,96), Katolik 6907873 (2,91), Hindu 4012116 (1,69), Buddha
1703254 (0,72), Kong Hu Cu 117091 (0,05), lainnya 299617 (0,13), tidak terjawab
139582 (0,06), tidak ditanyakan 757118 (0,32), total 237641326
18

tentang isu agama. Dalam perkembangan pluralitas agama


lebih sering ditemukan konflik ketimbang pembicaraan
hangat dan terstruktur tentang isu pluralitas itu sendiri.
Pada satu sisi, kemajemukan budaya dan agama ini
merupakan kekayaan bangsa yang sangat bernilai, namun
pada sisi yang lain keragaman kultural memiliki potensi
terjadinya disintegrasi atau perpecahan bangsa. Salah satu
perpecahan yang sering terjadi di bangsa Indonesia ini
adalah:
Pertama. Masalah keamanan, sosial, ekonomi, politik,
dan hukum yang saat ini semakin melemah dalam
menegakkan keadilan. Faktor yang menjadi penyebab
lemahnya penegakan hukum di Indonesia adalah lemahnya
kehendak konstitusional dari para pemimpin dan
penyelenggara negara di Indonesia.
Kita melihat saja partai yang dulu berkoar-koar tentang
anti korupsi, namun justru sekarang paling banyak
melakukan pelanggaran hukum dan tidak sedikit juga yang
masuk penjara.
Kedua. Korupsi. Semakin merajalela dan meratanya
korupsi keseluruh sendi kehidupan masyarakat Indonesia
baik yang kelas teri sampai kelas kakap semuanya ada.
Artinya bahwa korupsi ini sudah sedemikian parah dengan
berbagai penyimpangan yang tidak saja dilakukan oleh
aparat birokrasi, tetapi juga wakil rakyat.
Faktor penyebabnya juga beragam dan saling kait
mengait antara penyebab yang satu dengan penyebab yang
lain dan merupakan lingkaran setan yang tidak bisa
19

dipisahkan satu sama lain serta sulit untuk dicari penyebab


mana yang memicu terlebih dahulu.
Ada beberapa penyebab yang dominan sebagai
pencetus tindakan korupsi yang akhirnya menjadi
berkelanjutan tiada henti sehingga membudaya di bangsa
Indonesia ini. Salah satunya persoalan tersebut adalah
sebagai berikut:
Pertama, ketimpangan penghasilan sesama Pegawai
Negeri/Pejabat Negara. Kedua, sifat tamak dan
keserakahan. Tamak adalah sikap rakus terhadap harta
dunia tanpa melihat halal dan haramnya. Tamak bisa
menyebabkan timbulnya sifat dengki, permusuhan,
perbuatan keji, dusta, curang, dan bisa menjauhkan
pelakunya dari ketaatan, dan lain-lain. Dalam Alkitab
ditegaskan bahwa “Siapa mencintai uang tidak akan puas
dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan
puas dengan penghasilannya. Pengkhotbah 5:10; Ibrani
13:5; Lukas 12:15; Matius 6:24. Ketiga, gaya hidup
konsumtif. Keempat, penghasilan yang tidak memadai.
Kelima, kurang adanya keteladanan dari pimpinan. Keenam,
tidak adanya kultur organisasi yang benar. Ketujuh, sistem
akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai.
Kedelapan, sistem pengendalian manajemen.
Ketiga. Kemiskinan. Yang digolongkan orang miskin
yaitu orang-orang yang tidak mampu untuk menghidupi
kehidupannya didalam kelompok tertentu dianggap miskin.
Dengan perkembangan jaman seiring dengan perdangan
keseluruh dunia dan ditetapkannya taraf kehidupan
tertentu sebagai suatu kebiasaan masyarakat, kemiskinan
20

muncul sebagai masalah sosial. Kemiskinan itu diukur dari


keadaan seseorang didalam ekonominya yang mampu atau
tidak dalam kehidupannya. Jika kemiskinan itu dijadikan
masyarakat suatu perbedaan yang sangat serius, maka
disinilah adanya masalah-masalah sosial itu.
Keempat. Kejahatan. Kejahatan bukan merupakan
peristiwa hereditas (bawaan sejak lahir, warisan), juga
bukan merupakan warisan biologis. Tindak kejahatan bisa
dilakukan siapapun, baik wanita maupun pria, dengan
tingkat pendidikan yang berbeda. Tindak kejahatan bisa
dilakukan secara sadar yaitu dipikirkan, direncanakan dan
diarahkan pada maksud tertentu secara sadar benar.
Kejahatan merupakan suatu konsepsi yang bersifat abstrak,
dimana kejahatan tidak dapat diraba dan dilihat kecuali
akibatnya saja.23 Tetapi kejahatan adalah suatu tindakan
yang tidak baik dan merugikan orang lain.
Salah satu yang memecah belah kerukunan bangsa
Indonesia ini adalah kejahatan itu sendiri. Kejahatan ini
bisa mengakibatkan ketidakpercayaan masyarakat kepada
orang lain sehingga kerukunan itu sudah mulai pudar yang
tadinya saling bersentuhan satu sama lain tetapi karena
kejahatan itu sudah mulai bereaksi dan dapat meresahkan
masyarakat sehingga menjadi menjauh satu sama lain.
Keresahan ini yang menimbulkan ketidaknyamanan
pada masyarakat saat ini dan tidak sedikit masyarakat
sudah mulai was-was ketika berpergian karena takut
dirampok, dicopet dan ditodong. Ini bukan hanya cerita

23 Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 125-
126
21

belaka tentang premanisme, perampokan, pembunuhan dan


terorisme, kita dapat membaca, melihat dan mendengar
langsung berita-berita ini melalui media sosial yang sudah
ada seperti Internet, Facebook, Blackberry messenger, Line,
Koran, Radio dan TV semuanya disajikan disana.
Tujuannya adalah supaya masyarakat mengerti dan
paham bahwa lingkungan dimana dia ada sekarang ini
tidak aman dan perlu hati-hati kepada setip orang yang
baru ia kenal. Sungguh ironis memang tetapi itulah fakta
kehidupan manusia modern saat ini yang serba sulit dan
menekan.
Satu alasan untuk menyambung hidup hari esok
banyak cara yang harus ditempuh untuk mendapatkan apa
yang dia inginkan, tanpa berpikir panjang bahwa tindak
yang dia lakukan adalah tindakan yang menimbulkan
persoalan dalam masyarakat.
Orang bisa melakukan kejahatan atau melanggar
hukum karena faktor keserakahan yang tidak pernah
merasa puas dan tidak bisa mengontrol diri sendiri. Gejala
ini timbul di jaman modern; white-collar crime (proses
perkembangan ekonmi yang terlalu cepat). Ingin
mendapatkan sesuatu tetapi dari segi hukum sudah
melanggar tetapi karena keinginan dan keserakahanya
untuk memiliki sesuatu itu, sehingga timbul dalam hati
untuk melakukan kejahatan demi memenuhi kebutuhan
semata, ia tidak peduli apakah itu hal atau haram yang
penting dia bisa memperolehnya. Hal-hal seperti inilah
yang memicu perpecahan dalam masyarakat majemuk ini.
22

Kelima. Kenakalan remaja/ pemuda. Salah satu pemicu


dan permasalahan dalam masyarakat majemuk saat ini
adalah adanya kenakalan remaja atau pemuda yang tidak
bisa dikendalikan sehingga menimbulkan perpecahan
dalam masyarakat yang berkepanjangan. Salah satu bentuk
kenakalan remaja/ pemuda yang sering kita lihat baik
melalui media sosial (internet dan Koran dll) maupun
media elektronik (TV), seperti yang diuraikan oleh
Sunarwiyati S (1985) bahwa ada tiga tingkatan kenakalan
remaja; (1) kenakalan biasa, seperti suka berkelahi, suka
keluyuran, membolos sekolah, pergi dari rumah tanpa
pamit (2) kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan
kejahatan seperti mengendarai sepera motor tanpa SIM,
mengambil barang orang tua tanpa ijin (3) kenakalan
khusus seperti penyalahgunaan narkotika, hubungan seks
diluar nikah, pemerkosaan dll.
Sedangkan menurut Sudarsono (1995:13) yang
termasuk kenakalan siswa atau remaja meliputi:
Pertama, perbuatan awal pencurian meliputi perbuatan
berkata bohong dan tidak jujur; kedua, perkelahian antar
siswa termasuk juga tawuran antar pelajar dan membentuk
geng sendiri; ketiga, mengganggu teman; keempat,
memusuhi orang tua dan saudara, meliputi perbuatan
berkata kasar dan tidak hormat pada orang tua dan
saudara; kelima, menghisap ganja, meliputi perbuatan awal
dari menghisap ganja yaitu merokok; keenam, menonton
pornografi; dan, ketujuh, corat-coret tembok sekolah.
Pada umumnya generasi muda di pengaruhi oleh rasa
emosional yang tidak terkontrol, pada jaman usia remaja
23

banyak kaum remaja yang tidak bisa mengontrol rasa


emosinya sehingga menimbulkan suatu gejolak bahwa apa
yang dilakukannya benar semua dan sering kali tidak
memperhatikan norma-norma dimasyarakat. Sikap-sikap
generasi muda ditandai dengan rasa apatis terhadap
masyarakat (rasa kecewa terhadap masyarakat).
Permasalahan generasi Muda pada jaman modern ini
sangat kompleks apalagi di kota-kota besar. Generasi muda
di kota-kota besar cenderung tidak diperhatikan, itu karena
kurangnya perhatian orang tua terhadap generasi muda.
Sebenarnya, kenakalan remaja ini bisa diminimalisir oleh
beberapa pihak, seperti pihak sekolah, orang tua,
masyarakat dan gereja/ mesjid untuk berperan aktif dalam
menanamkan nilai-nilai religious kepada anak-anak muda
sehingga anak-anak remaja atau pemuda ini tidak mudah
terprovokasi dengan hal-hal yang negatif dari luar yang
selalu merusak nilai-nila yang sudah tertanam selama ini.
Oleh karena itu, pihak-pihak di atas sangat di harapkan
terlibat langsung dalam mengatasi faktor-faktor penyebab
dari masalah ini maka persoalan kenakalan remaja itu bisa
teratasi dengan maksimal, sekalipun membutuhkan
pengorbanan dalam menghadapi berbagai permasalahan
yang ada. Satu hal yang kita butuhkan adalah kerjasama
dari berbagai pihak termasuk pemerintah. Walaupun rasa
kepedualian masyarakat saat ini masih minim untuk
memperhatikan kenakalan remaja atau generasi muda yang
semakin brutal dimana-mana, melalui buku ini, saya
mengajak kita kembali untuk lebih peka lagi dalam
memperhatikan dunia sekitar kita saat ini bahwa banyak
24

sekali persolan-persolan anak-anak kita di luar sana yang


perlu diatasi, jangan ada lagi dalam pikiran dan hati kita
saat ini bahwa mereka bukan anak-anak kandung saya atau
saudara saya, teman saya, dst, biarkan saja dia
melakukannya toh juga bukan saya yang rugi.
Nah sikap-sikap seperti inilah yang perlu dikikis dalam
masyarakat yang plural agar kerukunan itu tetap kokoh
dan hidup, sehingga generasi muda kita saat ini bisa
terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif yang akan
mengakibatkan pada kemajuan bangsa Indonesia ini.
Harapan kita adalah bukan semakin mundur dalam
kemajuan bangsa ini tetapi maju kedepan untuk
mewujudkan cita-cita bangsa yang berdaulat dan beradab.
Jadi, ada beberapa faktor yang menyebabkan perilaku
kenakalan remaja yang sering terjadi di masyarakat pada
umumnya, yaitu :
Pertama, kurangnya pendidikan agama, kedua,
lingkungan sekolah yang tidak aman, ketiga, kontrol diri
yang lemah, keempat, keluarga dan perceraian orangtua,
kelima, teman sebaya yang kurang baik, ketujuh,
komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.24
Selanjutnya menurut Kumpfer dan Alvarado, faktor
faktor penyebab kenakalan remaja antara lain:
Pertama, kurangnya sosialisasi dari orangtua ke anak
mengenai nilai-nilai moral dan sosial; kedua, contoh
perilaku yang ditampilkan orang tua dirumah terhadap
perilaku-perilaku anti social; ketiga, kurangnya

24 Muhammad Akbar_http://muhammadakbar2.blogspot.co.id/2015/11/realita-

pemuda-saat-ini-kenakalan_24, diakses pada hari minggu, 13 Juni 2016.Pukul: 23:1 Wib


25

pengawasan terhadap anak; keempat, kurangnya disiplin


yang diterapkan orang tua pada anak; kelima, rendahnya
kualitas hubungan antara orang tua dan anak; keenam,
tingginya konflik dan perilaku agresif yang terjadi di dalam
lingkungan keluarga; ketujuh, kemiskinan dan kekerasan
dalam lingkungan keluarga; kedelapan, anak tinggal jauh
dari orang tua dan tidak adanya pengawasan.
Keenam. Penyimpangan norma-norma di masyarakat
majemuk. Dalam blognya mbak desy suliyastini
menjelaskan bahwa kita semua menginginkan suatu
kehidupan yang harmonis, selaras, dan sesuai dengan
tatanan sosial yang berlaku. Akan tetapi, di kehidupan
masyarakat yang majemuk seperti sekarang ini, hal
tersebut sangatlah sulit dijumpai. Bahkan dapat dikatakan
bahwa kondisi masyarakat yang harmonis dan selaras saat
ini hanyalah sebatas angan-angan belaka, karena tindakan
penyimpangan sosial pasti selalu ada, meskipun bentuk
penyimpangan yang terjadi tersebut sangat kecil atau
ringan.25 Sepertinya kecil dan ringan, tetapi tunggu dulu
dari hal-hal yang sepele ini yang menimbulkan banyak
persoalan-persoalan besar yang berdampak pada
kehidupan bermasyarakat saat ini. Akhir-akhir ini memang
menjadi berita utama diberbagai media tentang
penyimpangan norma-norma yang sering terjadi di dalam
masyarakat saat ini. Secara skologi semua masyarakat
merasakan ketakutan bila hal-hal itu akan terjadi dan
dialami oleh keluarganya.

25 Desy suliyastini_http://desysuliyastini.blogspot.co.id/2012/04/contoh-

penyimpangan-sosial-diakses pada hari selasa, 14 Juni 2016.Pukul. 11:10 Wib


26

Kita mengakui hal itu bahwa banyak sekali


penyimpangan-penyimpangan yang sering terjadi di dalam
masyarakat Indonesia saat ini, sehingga menimbulkan
masalah sosial dan menghilangkan norma-norma yang
sudah ada dalam masyarakat tersebut. Penyimpangan itu
bisa terjadi karena faktor keadaan, situasional dan tidak
ada bimbingan yang baik terhadap seseorang, sehingga
orang tersebut tidak berpikir panjang ketika melakukan
perbuatan-perbuatan yang keji di mata masyarakat. Karena
dipengaruhi oleh dunia yang semakin modern dan serba
canggih.
Ada beberapa bentuk-bentuk penyimpangan yang
sering kita lihat dan juga sebagai penyakit sosial yang ada
dalam masyarakat majemuk saat ini, yaitu:
Pertama, Mengkonsumsi minuman-minuman keras di
luar batas. Kedua, Mengkonsumsi obat-obat terlarang
seperti: Ganja, Heroin, Ekstasi, Shabu-Shabu, Amphetamin
dan Inhalen, dll. Ketiga, Berjudi, seperti: adu ayam, adu
sapi, adu kerbau, pacu kuda, karapan sapi, adu
domba/kambing, dll. Keempat, Perkelahian antarpelajar.
Kelima, Perilaku seks di luar nikah (Prostitusi). Keenam,
Pemerkosaan dimana-mana, baik dikalangan pelajar
maupun dikalangan masyarakan pada umumnya dan tidak
ketinggal juga orang-orang berduit saat ini. Ketujuh, Homo
seksualitas. Perilaku homoseksualitas adalah suatu
perilaku yang menyukai sesama jenis atau berkelamin
sama.
Jadi, segala tindakan atau perilaku yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam
27

masyarakat dianggap sebagai bentuk penyimpangan dan


melawan hukum-hukum yang ada. Bentuk-bentuk
penyimpangan tersebut apabila terus berkembang akan
menyebabkan timbulnya penyakit sosial dalam masyarakat.
Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat perlu
memperhatikan hal-hal ini dan salaing menjaga mulai dari
diri sendiri, keluarga kita sendiri, lingkungan, masyarakat
dan bangsa Indonesia ini, agar hidup di dalam masyarakat
dan bernegara itu terasa ada karena kita ada dan peduli.
Walaupun penegakan hukum masih sebatas harapan,
kualitas kesehatan masyarakat masih memprihatinkan, dan
kemiskinan masih ada dimana-mana.
Selain persolan yang di atas, ada beberapa persoalan
lain yang sering kita temukan di Bangsa Indonesia adalah
masalah konflik. Konflik adalah proses sosial disosiatif yang
dapat menyebabkan perpecahan dalam masyarakat karena
ketidakselarasan dan ketidakseimbangan dalam suatu
hubungan masyarakat. Konflik atau pertikaian antar
kelompok antar etnis, antar umat beragama dan antar
kelompok juga dilakukan oleh mahasiswa yang konon
merupakan generasi penerus negeri ini. Mereka melakukan
tawuran massal untuk mengekspresikan kebencian satu
sama lain, seperti yang terjadi di Jakarta dan Makassar dan
tempat lain. Tawuran massal antar kelompok mahasiswa
sudah berulangkali terjadi di negeri ini.
Ada dua penyebab terjadinya konflik dalam
masyarakat majemuk pada umumnya adalah konflik
horizontal dan vertikal.
28

Pertama, konflik horizontal. Konflik horizontal adalah


konflik yang terjadi diantara kelompok-kelompok sosial
yang sifatnya sederajat. Konflik sosial horizontal dapat
berupa konflik antar suku, antar ras, agama, maupun
konflik antar golongan. Contoh Konflik Horizontal:
a. Konflik antar suku, konflik antar suku pada umumnya
disebabkan oleh primordialisme yang berkembang
menjadi etnosentrisme. Contoh : konflik antara suku
Dayak dan suku Madura yang terjadi di Sampit, konflik
antara suku-suku kecil di Papua.
b. Konflik antar ras, konflik antar ras pada umumnya
disebabkan oleh primordialisme yang berkembang
menjadi stereotipe. Contoh : sistem politik Apartheid di
Afrika, segregasi di Amerika.
c. Konflik agama, konflik maslaah agama pada umumnya
disebabkan oleh primordialisme yang berkembang
menjadi fanatisme. Konflik agama dapat berupa konflik
intern umat beragama misalnya konflik antar golongan
pemeluk Islam murni dengan golongan Ahmadiyah,
maupun konflik antar umat beragama (ekstern)
misalnya konflik masyarakat Ambon pemeluk Islam
dengan masyarakat Ambon pemeluk Kristen.
d. Konflik antar golongan, konflik antar golongan pada
umumnya disebabkan oleh semangat in group yang
kuat sehingga dengan kelompok out group akan
menimbilkan antipati. Contoh : konflik antar
pendukung partai Demokrat dengan simpatisan PDIP,
dll.26

26 Riri Nurmasithoh_http://rinesaa.blogspot.co.id/2012/06/masalah-

keanekaragaman-sosial-dalam.html, diakses pada hari minggu, 5 Juni 2016. Pukul: 23.52


Wib
29

Kedua, konflik vertikal. Konflik vertical adalah konflik


yang terjadi diantara lapisan-lapisan di dalam masyarakat.
Contoh konflik vertical :
a. Konflik antar kelas atas dengan kelas bawah, konflik
antar kelas atas dengan kelas bawah dapat berupa
konflik kolektif dan individual. Konflik kolektif
misalnya konflik antara buruh dengan pimpinan
perusahaan untuk menuntut kenaikan gaji. Konflik
individual misalnya konflik antara pembantu dengan
majikan yang berakibat pada kekerasan.
b. Konflik antara pemerintah pusat dengan daerah,
misalnya pemberontakan dan gerakan seporadis
seperti OPM, GAM, dan gerakan Papua merdeka.
c. Konflik antara orang tua dan anak, konflik antara orang
tua dan anak akan menimbulkan hambatan dalam
sosialisasi nilai dan norma dan terkadang
menimbulkan kenakalan remaja.27
Sumber terjadinya disintegrasi atau perpecahan dalam
masyarakat majemuk di Indonesia ditandai oleh
beberapa gejala, antara lain:
Pertama, tidak adanya persamaan pandangan
(persepsi) antara anggota masyarakat mengenai tujuan
yang semula dijadikan patokan oleh masing-masing
anggota masyarakat. Kedua, perilaku para warga
masyarakat cenderung melawan/melanggar nilai-nilai dan
norma-norma yang telah disepakati bersama. Ketiga, kerap
kali terjadi pertentangan antara norma-norma yang ada di
dalam masyarakat. Keempat, nilai-nilai dan norma-norma
yang ada di masyarakat tidak lagi difungsikan dengan baik
dan maksimal sebagaimana mestinya. Kelima, tidak adanya

27 Ibid, Riri Nurmasithoh_http://rinesaa.blogspot.co.id/2012/06/masalah-

keanekaragaman-sosial-dalam.html, diakses pada hari minggu, 5 Juni 2016. Pukul: 23.52


Wib
30

konsistensi dan komitmen bersama terhadap pelaksanaan


sanksi bagi mereka yang melanggar norma-norma yang ada
di masyarakat. Keenam, kerap kali terjadinya proses-proses
sosial di masyarakat yang bersifat disosiatif, seperti
persaingan tidak sehat, saling fitnah, saling hasut,
pertentangan antarindividu maupun kelompok, perang urat
syaraf, dan seterusnya.28
Negeri yang sudah merdeka lebih dari setengah abad
ini juga masih dihadapkan dengan “perang tradisional”
antar kelompok, suku) seperti yang terjadi di provinsi
Papua. Apabila kasus-kasus pertikaian tersebut tidak
disikapi dengan bijak oleh semua pihak maka Bangsa
Indonesia akan mengalami kehancuran.
Daniel Stevanus menanggapi persolan di atas bahwa
hidup di tengah-tengah orang-orang yang beragama atau
berkepercayaan lain kadang menjadi persoalan.29 Secara
sosiologis, pluralisme agama adalah suatu kenyataan
bahwa kita adalah berbeda-beda, beragam dan plural
dalam hal beragama.30 Selain itu, menurut Rasjidi, umat
beragama sulit berbicara objektif dalam soal keagamaan,
karena manusia dalam keadaan involved (terlibat). Sebagai
seorang muslim misalnya, ia menyadari sepenuhnya bahwa
ia involved (terlibat) dengan Islam.31 Namun, Rasjidi
mengakui bahwa dalam kenyataan sejarah masyarakat
adalah multi-complex (multi kompleks) yang mengandung

28 Pengembangan Strategi Pertahanan Untuk Menanggulangi Kemungkinan

Disintegrasi Bangsa Dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Nasional". Badan Penelitian


dan Pengembangan Kementrian Pertahanan RI. 2011-06-28. Diakses tanggal 2014-06-26.
29 Daniel Stevanus, Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan, (Bandung: Bina Media

Informasi, 2009), hlm. 7.


30 Abas, Zainul. Hubungan Antar Agama di Indonesia: Tantangan dan Harapan.

diakses pada hari jumat, 3 Juni 2016. Pukul: 10:37 Wib


31 M. Rasjidi, Al-Djami’ah, Nomor Khusus, Mei 1968 Tahun ke VIII, hlm. 35.
31

religious pluralism (pluralisme agama), bermacam-macam


agama. Hal ini adalah realitas, karena itu mau tidak mau
kita harus menyesuaikan diri, dengan mengakui adanya
pluralisme agama dalam masyarakat Indonesia.32 Demikan
juga dengan agama lain, seperti Katolik, Kristen Protestan,
Hindu, Budha, Konghucu seharusnya mampu
menyesuaikan diri dan mampu memahami keragaman ini.
Jadi, dalam menghadapi persolan ini perlu adanya
kesadaran bersaman bahwa adanya keragaman diantara
kita. Paul F. Knitter menjelaskan bahwa kesadaran akan
adanya keragaman dan vitalitas berbagai agama
mendorong banyak orang mengatakannya.33
Oleh karena itu, dalam mengatasi berbagai pergumulan
yang ada maka diperlukan kebijakan guna untuk
memperkokoh integrasi atau pembauran hingga menjadi
suatu kesatuan dengan cara adalah:
Pertama, menciptakan kondisi yang mendukung
komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu dan
membiasakan diri untuk selalu membangun kesatuan yang
utuh.
Kedua, membangun kelembagaan (Pranata) yang
berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan persatuan
dan kesatuan bangsa.
Ketiga, merumuskan kebijakan dan regulasi yang
konkret, tegas dan tepat dalam aspek kehidupan bersama

32 Ibid. M. Rasjidi
33Paul F. Knitter, Pengantar Teologi Agama-Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2008),
hlm. 7.
32

dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan


bagi semua pihak, semua wilayah.
Lalu pelajaran apa yang bisa kita peroleh dari
permusuhan antar kelompok tersebut? Sifat dari konflik
tersebut sudah mengarah pada upaya untuk
“menghilangkan” satu kelompok terhadap kelompok lain
(the others) karena dianggap salah, sementara diri,
kelompok dan keyakinanyalah yang paling benar. Sungguh
suatu hal yang ironis, ketika kita dalam banyak kesempatan
sering membanggakan diri sebagai bangsa yang santun,
ramah, dan beradab. Namun dalam kenyataannya, kita
justru melakukan tindakan yang mengingkari nilai-nilai
kemanusiaan. Malahan, tindakan yang menjadi destruktif
itu dilakukan atas nama agama dan demi membela Tuhan
yang diyakini ada dan benar di dalam agama itu oleh orang
yang mengaku beragama pula. Hal inilah yang menarik
untuk dijelaskan selanjutnya di dalam buku ini.

B. Pengertian Masyarakat Majemuk


Banyak sekali kita menemukan soal pengertian atau
definisi masyarakat majemuk. Hal itu biasanya dijelaskan
berdasarkan sudut pandang keilmuan seseorang dan dia
menjelaskan hal itu disertai dalam rangka tujuan apa pula
ia menjelaskannya. Disini, saya akan menjelaskan
berdasarkan hasil bacaan terhadap tulisan-tulisan yang
termuat di internet, semisal blog. Salah satu contoh Seta
Basri34 disana ia menjelaskan pengertian masyarakat

34Lebih lengkap baca di http://setabasri01.blogspot.com/2012/04/indonesia-

adalah-masyarakat-majemuk.html.
33

majemuk termasuk bangsa Indonesia. Masyarakat


majemuk merupakan topik yang menarik untuk
disampaikan kepada semua kalangan termasuk mahasiswa
sebagai generasi penerus dalam membangun bangsa
Indonesia. Bhinneka Tunggal Ika, demikian slogan yang
dicengkeram oleh Garuda, burung lambang Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Ironisnya, atas dasar
tersebut, asumsi yang kini terus bertahan adalah Indonesia
selalu dianggap majemuk bukan multikultur. Asumsi ini
harus mulai dipertanyakan karena pola masyarakat
majemuk sarat bias kolonial Belanda.
Sejumlah ahli kemasyarakatan Indonesia, semisal
Parsudi Suparlan, berupaya mendekonstruksi asumsi
majemuk masyarakat Indonesia menjadi multikultural.
Asumsi majemuk dianggap tidak sehat dalam menciptakan
harmoni dan integrasi Indonesia yang ditengarai berbagai
kerusuhan berbias etnis maupun agama. Pada kesempatan
ini perlu dinyatakan kaum intelektual Indonesia pun
dianggap bertanggung jawab karena turut
mempertahankan konsepsi masyarakat majemuk Indonesia
ke dalam wacana publik.
Menurut John Sydenham Furnivall termasuk orang
yang pertama kali menyebut Indonesia masuk ke dalam
kategori masyarakat majemuk (plural society). Masyarakat
majemuk adalah suatu masyarakat di mana sistem nilai
yang dianut berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagian-
bagiannya membuat mereka kurang memiliki loyalitas
terhadap masyarakat sebagai keseluruhan, kurang
memiliki homogenitas kebudayaan atau bahkan kurang
34

memiliki dasar-dasar untuk saling memahami satu sama


lain.35
Masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terdiri
atas kelompok-kelompok, yang tinggal bersama dalam
suatu wilayah, tetapi terpisah menurut garis budaya
masing-masing. Kemajemukan suatu masyarakat patut
dilihat dari dua variabel yaitu kemajemukan budaya dan
kemajemukan sosial. Kemajemukan budaya ditentukan
oleh indikator-indikator genetik-sosial (ras, etnis, suku),
budaya (kultur, nilai, kebiasaan), bahasa, agama, kasta,
ataupun wilayah. Kemajemukan sosial ditentukan
indikator-indikator seperti kelas, status, lembaga, ataupun
power.36
Dalam pengamatannya atas Burma yang ia samakan
dengan Jawa, Furnivall menyatakan masyarakat majemuk
terpisah menurut garis budaya yang spesifik, di mana
kelompok-kelompok di dalam unit politik menganut
budaya yang berbeda. Kelompok yang satu berbaur dengan
kelompok lainnya tetapi masing-masing tidak saling
mengkombinasikan budayanya. Kelompok-kelompok
masyarakat berbeda tersebut saling bertemu dalam
kegiatan sehari-hari (semisal di pasar), tetapi masing-
masing mempraktekkan budayanya masing-masing. Di
pasar-pasar tradisional, para pedagang berasal dari etnis
berbeda, sehingga kerap memperdengarkan percakapan
dalam aneka bahasa: Jawa, Batak, Padang, Madura, Sunda,

35 Tafsiran Furnivall oleh Nasikun dalam Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, (Jakarta:

Rajawali Press, 2006), hal.39-40.


36 Ibrahim Saad, Competing Identities in a Plural Society, (Singapore: Institute of

Southeast Asian Studies, 1981) p. 8.


35

dan lain-lain. Pedagang pun terkotak berdasarkan


komoditas yang didagangkan misalnya pedagang Minang di
bagian pakaian, pedagang Batak di kelontong/grosir,
pedagang Jawa di sayur-mayur dan bahan mentah,
pedagang Madura di lapak ikan, pedagang Banten di los
daging, dan seterusnya.
Jadi, berdasarkan penjelasan di atas, Parsudi Suparlan
mengakui bahwa Indonesia adalah sebuah masyarakat
majemuk. Yang mencolok dari ciri kemajemukan
masyarakat Indonesia adalah penekanan pada pentingnya
kesukubangsaan yang terwujud dalam bentuk komuniti-
komuniti suku bangsa, dan digunakannya kesukubangsaan
sebagai acuan utama bagi jati diri.
Sedangkan masyarakat multikultural adalah suatu
masyarakat yang terdiri atas 2 atau lebih komunitas
(kelompok) yang secara kultural dan ekonomi terpisah-
pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda
antara yang satu sama lainnya.37

C. Ciri-ciri Masyarakat Majemuk


Bagi seorang ahli Indonesia lain, Clifford Geertz,
masyarakat majemuk adalah masyarakat yang terbagi-bagi
ke dalam sub-sub sistem yang kurang lebih berdiri sendiri-
sendiri, dalam mana masing-masing subsistem terikat ke
dalam ikatan-ikatan yang bersifat primordial.38 Hal yang

37 http://www.kamubisa-io.com/2015/11/pengertian-masyarakat-multikultural-

materi-pelajaran-sosiologi-kelas-11.html, diakses pada hari senin, 6 Juni 2016. Pukul:


21.37
38 Clifford Geertz seperti termuat dalam Nasikun, Sistem ..., op.cit., hlm. 40
36

menarik kemudian dinyatakan Pierre L. van den Berghe


seputar ciri dasar dari masyarakat majemuk adalah:39
a. Terjadi segmentasi ke dalam kelompok sub budaya
yang saling berbeda.
b. Memiliki struktur yang terbagi ke dalam lembaga non
komplementer.
c. Kurang mengembangkan konsensus di antara anggota
terhadap nilai yang bersifat dasar.
d. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan
dan saling tergantung secara ekonomi.
e. Adanya dominasi politik suatu kelompok atas
kelompok lain.
Penjelasan di atas memberikan pelajaran penting bagi
kita, setidaknya bisa menyadarkan kita bahwa memang
sedari awalnya masyarakat Indonesia itu tidak seragam.
Hendaknya itu bukanlah tinggal hanya topik yang menarik
untuk dibahas, tetapi sebagai tindakan nyata dalam
membangun bangsa. Apapun perbedaannya, yang tidak
boleh dihindari adalah kita hidup bersama di dalam
masyarakat yang terdiri atas kelompok-kelompok, yang
tinggal bersama dalam suatu wilayah, tetapi terpisah
menurut garis budaya masing-masing tanpa menjelek-
jelekkan yang lain sembari membangga-banggakan diri dan
kelompoknya semata-mata. Seharusnya, semakin
berbedanya ras, etnis, suku, budaya, kultur, nilai, kebiasaan,
bahasa, agama, kasta, ataupun wilayah, merupakan

39 Pierre L. van der Berghe seperti dikutip dalam Ibid, hlm.40-1.


37

identitas nasional untuk memperkokoh atau menonjolkan


keunikan sendiri.

D. Jenis-Jenis Masyarakat Majemuk


Menurut konfigurasi dari komunitas etnisnya,
masyarakat majemuk dapat dibedakan menjadi tiga
kategori sebagi berikut:
1. Masyarakat majemuk dengan kompetisi seimbang,
yaitu masyarakat majemuk yang terdiriatas sejumlah
komunitas atau kelompok etnis yang memiliki
kekuatan kompetitif seimbang.
2. Masyarakat majemuk dengan mayoritas dominan, yaitu
masyarakatmajemuk yang terdiri atas sejumlah
komunitas atau kelompok etnis yang kekuatan
kompetitip tidak seimbang.
3. Masyarakat majemuk dengan minoritas dominan, yaitu
masyarakat yang antara komunitas atau kelompok
etnisnya terdapat kelompok minoritas, tetapi
mempunyai kekuatan kompetitip di atas yang lain,
sehingga mendominasi politik dan ekonomi.
4. Masyarakat majemuk dengan fragmentasi. Adalah
masyarakat yang terdiri dari sejumlah kelompok etnik,
namun semuanya dalam jumlah yang kecil sehingga
tidak ada satu kelompok pun yang memiliki posisi
politik atau ekonomi yang dominant terhadap yang
lainnya.40

40 Ibid, http://www.kamubisa-io.com/2015/11/pengertian-masyarakat-

multikultural-materi-pelajaran-sosiologi-kelas-11.html, diakses pada hari senin, 6 Juni


2016. Pukul: 21.37
38

BAB II

HAKIKAT DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN

Setuju atau tidak setuju bahwa pendidikan dimulai


dari keluarga. Pertama kali manusia menerima pendidikan
adalah dalam lingkungan keluarga, setelah bertambah usia
pendidikan dilanjutkan di sekolah dalam pendidikan formal
secara berjenjang.
Kita sebagai anak mengikuti orang tua dan berbagai
kebiasaan dan perilaku dalam keluarga. Keluarga adalah
salah satu elemen pokok pembangunan entitas-entitas
pendidikan, menciptakan proses naturalisasi social,
membentuk kepribadian-kepribadian serta memberi
berbagai kebiasaan baik pada anak-anak yang akan terus
bertahan lama. Dalam Kitab Amsal menegaskan “Didiklah
orang muda menurut jalan yang patut baginya , maka pada
masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan
itu. Ams. 22:6.
Ayat ini, Allah berpesan kepada setiap orang tua
supaya membesarkan anak-anak menjadi orang percaya,
yang bermoral, takut akan Allah, maka Allah berjanji bahwa
mereka akan menjadi baik pada akhirnya.
Keluarga memiliki dampak yang besar dalam
pembentukan perilaku individu serta pembentukan
vitalitas dan ketenangan dalam benak anak-anak karena
melalui keluarga anak-anak mendapatkan bahasa, nilai-
nilai, dan lain sebagainya. Keluarga bertanggungjawab
mendidik anak-anak dengan benar dalam kriteria yang
39

benar, jauh dari penyimpangan. Karena Alkitab


menyatakan bahwa tugas utama dalam mendidik anak ada
pada orangtua.41 Jadi, tugas dan kewajiban keluarga adalah
bertanggungjawab menyelamatkan cinta kasih serta
kedamaian dalam rumah, menghilangkan kekerasan,
keluarga harus mengawasi proses-proses pendidikan dan
sekaligus menerapkan nilai-nilai kekristenan dalam
keluarga sebagai kekuatan masa depan anak-anak.

Keluarga yang penuh


Keluarga yang penuh dengan percecokan
dengan kasih dan damai tanpa ada damai dan
tanpa ada kekerasan keharominisan

Selain di keluarga dan di sekolah pendidikan agama


juga senantiasa diajarkan di tempat ibadah atau dalam
lembaga agama masing-masing. Dapat dikatakan bahwa
proses belajar pendidikan agama adalah proses belajar
yang paling panjang dan rutin dilakukan oleh sebagian

41 Khoe Yao Tung, Menuju Sekolah Kristen Impian Masa Kini, Yogyakarta: Andi

Offset, 2017, hal. 106


40

besar orang. Karena pendidikan agama dilakukan dalam


segala umur mulai dari bayi sampai kakek nenek.
Dengan demikan hakikat pendidikan yaitu upaya
memanusiakan manusia”.42 Dalam Undang-undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 (2003: 4) diungkapkan
bahwa, “Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.

A. Definisi Pendidikan
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan,
keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang
diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya
melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan
sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga
memungkinkan secara otodidak.43
Secara teoritis, para ahli berpendapat pertama; bagi
manusia pada umumnya, pendidikan berlangsung sejak 25
tahun sebelum kelahiran. Pendapat itu dapat didefini sikan
bahwa sebel um menikah, ada kewajiban bagi siapapun
untuk mendidik diri sendiri terlebih dahulu sebelum

42 Suyitno, Landasan Filosofis Pendidikan Dasar. Modul Perkuliahan Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, 2009, hal. 2


43 Dewey, John, Democracy and Education. (The Free Press, 1916/1944). pp. 1–4
41

mendidik anak keturunannya. Pendapat kedua; bagi


manusia individual, pendidikan dimulai sejak bayi lahir dan
bahkan sejak masih didalam kandungan. Memperhatikan
kedua pendapat itu, dapat disimpulkan bahwa keberadaan
pendidikan melekat erat pada dan di dalam diri manusia
sepanjang zaman.44
Istilah Pendidikan adalah salah satu istilah yang sangat
populer. Meskipun demikian, belum ada satu istilah yang
dapat memberi definisi yang komprehensip mengenai apa
itu Pendidikan. Jika dilihat dari sudut etimologis, paling
tidak ada dua pengertian pendidikan antara lain:
Pertama, pendidikan adalah terjemahan dari
‘education’ dalam bahasa Inggris. Kata “education” berasal
dari bahasa Latin : ducere yang berarti membimbing (to
lead), ditambah awalan “e” yang berarti keluar (out). Jadi
arti dasar pendidikan adalah suatu tindakan untuk
membimbing keluar.45
Kedua, Pendidikan berasal dari kata “didik” ditambahi
awalan “pe” menjadi kata benda “pendidikan” dan
ditambahi awalah “me” menjadi kata kerja “mendidik”,
pendidikan adalah pengasuhan, pembinaan atau bantuan
untuk tumbuh.
Ada beberapa definisi Pendidikan antara lain:
1. Menurut Kamus dan Ensiklopedi
Pertama, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha

44 Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 77


45Daniel Nuhamara,Pembimbing PAK(Bandung: Jurnal Infi Media, 2007), hlm.8.
42

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan


pelatihan, seperti proses, cara, pembuatan mendidik.
Kedua, Menurut Ensiklopedi Wikipedia, education is a
social science that encompasses teaching and
learningspecific knowledge, beliefs, and skills. The word
education is derived from theLatin educare meaning "to
raise", "to bring up", "to train", "to rear", via"educatio/nis",
bringing up, raising. Pendidikan adalah ilmu sosial yang
meliputi ajaran dan pengetahuan khusus, keyakinan, dan
keterampilan. Kata pendidikan ini berasal dari bahasa Latin
"Educare" berarti "untuk meningkatkan", "untuk
membuka", "untuk melatih", "ke belakang", melalui
"educatio/nis", membesarkan, meningkatkan.

2. Menurut Undang-Undang
Pendidikan menurut UU SISDIKNAS No. 2 tahun 1989
adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan
bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangkan
menurut UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya dan masyarakat.
3. Menurut Bahasa
Pertama, Pendidikan dalam bahasa Yunani berasal dari
dari kata “Pedagogi”, yaitu dari kata “paid” artinya anak dan
43

“agogos” artinya membimbing. Itulah sebabnya istilah


pedagogi dapat diartikan sebagai “ilmu dan seni mengajar
anak (the art and science of teaching children).
Kedua, Orang Romawi melihat pendidikan sebagai
educare, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan
merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu dilahirkan
di dunia.
Ketiga, Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai
Erziehung yang setara dengan educare, yakni:
membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan
kekuatan atau potensi anak.
Keempat, Dalam bahasa Jawa, pendidikan berarti
panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah
kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran, kemauan dan
watak, mengubah kepribadian sang anak.

4. Menurut Para Ahli


Pertama, Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa
pendidikan adalah segala daya upaya untuk memajukan
budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup, yaitu hidup dan
menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya.
Kedua, Menurut Prof. Herman H. Horn, pendidikan
adalah proses abadi dari penyesuaian lebih tinggi bagi
makhluk yang telah berkembang secara fisik dan mental
yang bebas dan sadar kepada Tuhan seperti
termanifestasikan dalam alam sekitar, intelektual,
emosional dan kemauan dari manusia.
44

Ketiga, menurut Prof. H. Mahmud Yunus, pendidikan


adalah usaha-usaha yang sengaja dipilih untuk
mempengaruhi dan membantu anak dengan tujuan
peningkatan keilmuan, jasmani dan akhlak sehingga secara
bertahap dapat mengantarkan si anak kepada tujuannya
yang paling tinggi. Agar si anak hidup bahagia, serta
seluruh apa yang dilakukanya menjadi bermanfaat bagi
dirinya dan masyarakat.
Keempat, Education is preparation for life. “To get
ready for” (Pendidikan adalah persiapan hidup “kesiapan
untuk sesuatu”). Preparation di sini dimaksudkan dalam
hubungannya dengan kesiapan untuk sesuatu (to get ready
for). Persiapan untuk apa? Untuk menjadi dewasa? Untuk
memiliki arti hidup? Atau apa esensi kehidupan? Definisi
ini mempunyai banyak kelemahan. Kelemahan dalam
definisi ini adalah bahwa semua orang telah memiliki hidup
setelah lahir, oleh sebab itu definisi ini masih
membingungkan.
Kelima, Education is preparation for citizenship.
Persiapan untuk menjadi warga masyarakat artinya
menjadi warga masyarakat yang bertanggungjawab.
Definisi menjadi warga negara yang bertanggungjawab juga
masih kabur. Tanggungjawab untuk bayar pajak? Untuk
menjadi pemilih? Dengan demikian definisi ini juga tidak
dapat memuaskan.
Keenam, Education is the transmitting of ideas, values,
and knowledge from older generation to a younger
generation”. Pendidikan sebagai pewarisan ide-ide, nilai
dan pengetahuan dari generasi lama ke generasi baru.
45

Terdapat dua kelemahan dalam definisi ini. Pertama, yang


bisa disalurkan adalah sesuatu yang kita miliki. Kedua,
dalam penyaluran ada berkurangnya kekuatan,
penghisapan, keengganan terhadap pengetahuan yang
disalurkan itu.
Ketujuh, Education is a process and Product.
Pendidikan sebagai sebuah proses dan produk. Dalam
definisi ini mengakui bahwa ada banyak proses yang
terlibat karena anak-anak pergi ke sekolah untuk
menerima sebuah proses. Pendidikan itu berlaku seumur
hidup sampai kepada kematian dan semua itu menuntut
proses. Artinya, para pelajar melewati proses pendidikan
agar supaya mereka mendapat pendidikan, itulah sebuah
proses.
Kedelapan, Education is Life Yoh. 14:6. Definisi
terkenal ini dikemukakan oleh John Dewey. Dia memang
tidak membedakan antara apa yang dilakukan di sekolah
dan yang dilakukan di luar sekolah. Tidak ada dualisme
atau dikotomi dalam definisi ini. Namun, definisi ini juga
memunyai kelemahan yang sama hebatnya. Definisi ini
tidak lagi fokus pada kata “pendidikan”, tetapi juga definisi
kehidupan. John Dewey.
Kesembilan, Thomas H Groome: Pendidikan sebagai
“usaha yang sadar, sistematis, dan berkesinambungan
untuk mewariskan, membangkitkanatau memperoleh baik
pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keterampilan-
keterampilan, atau kepekaan-kepekaan, maupun hasil
apapun dari uhasa tersebut. Kekuatan dalam definisi ini
adalah: pendidikan sebagai suatu kegiatan, sengaja,
46

sistematis dan berkesinambungan. Kedua, aktifitas


mencakup pengetahuan, sikap, nilai, dll.
Nuhamara mengutip pandangan Groome yang melihat
konsep pendidikan dari beberapa sudut pandang yaitu:
dimensi penekanan, asumsi dan pengertian. Dimensi
penekanan berhubungan waktu masa lampau, kini dan
masa yang akan datang. Masa lampau artinya dari aktivitas
itu dibawa dan apa yang dimiliki oleh pendidikan dan
peserta didik. Masa kini artinya pendidikan sebagai suatu
proses yang berlangsung untuk menemukan sesuatu. Masa
yang akan datang artinya ke arah mana tujuan tersebut
dibawa.
Asumsi dasar tehadap dimensi masa lampau adalah
apa yang perlu dibawa sebagai warisan dari masa lampau
yang harus di pelihara. Terhadap kini adalah bahwa kita
terlibat dengan realitas kekinian mencakup apa yang sudah
diketahui dan apa yang belum, jadi ada suatu aktifitas
untuk menemukan sesuatu yang baru. Masa yang akan
datang berhubungan dengan hal-hal yang belum dicapai,
sesuatu yang belum direalisasikan.
Menurut Fuad Ihsan bahwa pendidikan bagi kehidupan
umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus
dipengaruhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama
sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup
berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju,
sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup
mereka.46

46 Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013, hal. 2


47

Semua definisi di atas belum dapat memberi


pemahaman yang komprehensip mengenai apa itu
pendidikan47 oleh sebab itu, untuk memberi definisi yang
memadai tentang pendidikan ada beberapa hal yang perlu
kita ketahui, yaitu:
Pertama, semua pembaharuan kepercayaan atau
pengetahuan yang benar harus melibatkan kedautalatan
Allah. Karena pengetahuan adalah karunia Allah dan karena
keadaulatan Allah doktrin utama kitab Suci, maka semua
pemulihan pada posisi yang dimiliki Adam dan Hawa
sebelum kejatuhan selalu melibatkan pekerjaan Penciptaan
Allah Trituggal.
Kedua, pekerjaan Allah tidak terlepas dari pekerjaan
manusia. Tanggung jawab manusia adalah juga doktrin
utama dari Alkitab: manusia dipanggil dalam pemulihan itu.
Allah melibatkan manusia dalam perkembangan anak-anak.
Ketiga, dalam mendefinisikan pendidikan, maka kita
perlu melibatkan pemahaman dan hubungan yang muncul
di antara Adam dan Allah, antar Allah dan Hawa, dan antar
Adam dan alam semesta. Bagi orang kristen, untuk
memulihkan pemahaman dan hubungan tersebut, tidak ada
jalan lain selain Kristus.
Dengan menyatukan elemen-elemen tersebut maka
sebelum merumuskan tentang definisi yang memuaskan
tentang pendidikan, terhadap beberapa pokok pikiran
penting yaitu pendidikan sebagai rekreasi dan

47Defenisi ini menunjukkan pendidikan sebagai proses pembelajaran secara

formal dan non formal. Pendidikan secara formal biasanya diterima melalui sekolah.
Pendidikan formal melalui sekolah adalah pendidikan yang terstruktur atau metodologis
ataupun sistematis sedangkan non formal adalah pendidikan yang diterima selama hidup.
48

pengembanagan pemahaman sejati hubungan antara Allah


dan manusia, manusia dan sesamanya dan manusia dan
alam semesta. Dengan kata lain, pendidikan adalah proses
yang dimulai oleh Allah dan yang melibatkan manusia di
mana manusia (anak) bertumbuh dan berkembang dalam
kehidupan, yaitu dalam pengetahuan, iman, pengharapan
dan kasih lewat Kristus. Dengan demikian semua pendidikan
itu bersifat religius.
Lalu apakah bersekolah itu? Dalam pandangan
kontemporer, kita bisa mengatakan bahwa bersekolah itu
adalah pendidikan formal. Kita kemudian bisa
membedakannya dengan pendidikan dengan pendidikan
tidak formal. Yang dimaksud dengan kata formal adalah
sesuatu yang terstruktur atau sistematik atau sesuai
metode.
Pendidikan formal adalah pendidikan yang terstruktur
dan padat. Menurut Undang-Undang No 20 Tahun 2003
pendidikan formal didefinisikan sebagai jalur pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi. Sedangkan pendidikan tidak formal tidak terstruktur
dan dipadatkan. Intinya tidak ada perbedaan mendasar
antara pendidikan di dalam sekolah dan di luar sekolah.
Keduanya nyata dan rindu mendidik anak untuk takut akan
Allah, yang merupakan esensi dari pengetahuan.
49

B. Agama
Secara bahasa agama berasal dari bahasa sansekerta,
yaitu dari a berarti tidak, dan gama berarti kacau. Jadi
agama berarti tidak kacau atau tertatur. Dengan demikian
agama adalah aturan yang mengatur manusia agar
kehidupanya menjadi tertaur dan tidak kacau.
Sementara dalam bahasa Inggris, agama disebut
religion; dalam bahasa Belanda disebut religie berasal dari
bahasa latin relegere berarti mengikat, mengatur, atau
menggabungkan. Jadi religion atau religie dapat diartikan
sebagai aturan hidup yang mengikat manusia dan
menghubungkan manusia dengan Tuhan. Agama adalah
sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem
budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan
manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan.48
Sedangkan menurut Syamsul Arifin bahwa gama adalah
keyakinan dan kepercayaan kepada Tuhan; akidah, din(ul);
ajaran atau kepercayaan yang mempercayai satu atau
beberapa kekuatan ghaib yang mengatur dalam menguasai
alam, manusia dan jalan hidupnya.49
Berdasarkan definisi di atas maka Harun Nasution
merangkum lima poin penting tentang pengertian agama
sebagai berikut:
Pertama, pengakuan terhadap adanya hubungan
manusia dengan apa yang dia percayai, kedua, pengakuan
terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia,

48 The Everything World's Religions Book: Explore the Beliefs, Traditions and

Cultures of Ancient and Modern Religions, page 1 Kenneth Shouler - 2010


49 Arifin, Syamsul. Studi Agama; Perspektif Sosiologis dan Isu-Isu Kontemporer.

Malang: UMM Press. 2009, hal. 6


50

ketiga, mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang


mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di
luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-
perbuatan manusia, keempat, kepercayaan pada suatu
kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu,
kelima, suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang
berasal dari kekuatan gaib, keenam, pengakuan terhadap
adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber
pada suatu kekuatan gaib, ketujuh, pemujaan pada sumber
kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan
perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat
dalam alam sekitar manusia, kedelapan, ajaran yang di
wahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul.50
Secara terminologis, pengertian agama di kalangan
para ahli juga berbeda-beda, tergantung dari sudut
pandang dan perspektifnya. Misalanya:
Pertama, Soerjono Soekanto: Pengertian agama ada
tiga macam, yaitu: (1) kepercayaan pada hal-hal yang
spiritual; (2) perangkat kepercayaan dan praktik-praktik
spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri; dan (3)
idiologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.51
Kedua, Thomas F.O`Dea: Agama adalah pendayagunaan
sarana-sarana supra-empiris untuk maksud-maksud non
empiris atau supra-empiris.52

50 Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Cet-VIII,

2003, hal. 13
51 Soerjono Soekanto, Kamus Sosiologi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998,

hlm. 34.
52 Thomas F. O`Dea, The Sociology of Relegion, Terjemahan Tim Penerjemah

Yasogama, CV. Rajawali, Jakarta, hlm. 13.


51

Ketiga, Hendropuspito: Agama adalah suatu jenis


system sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang
berproses pada kekuatan-kekuatan non empiris yang
dipercayainya dan didayagunkanya untuk mencapai
keselamatan bagi mereka dan masyarkat luas umumnya.53
Daniel Nuhamara mengatakan bahwa definisi agama
begitu bermacam-macam, dari yang sederhana (seperti
animisme dan dinamisme) sampai ke yang kompleks
misalnya dalam agama-agama yang monoteisme. Definisi-
definisi menjadi sangat bervariasi karena sangat
bergantung kepada disiplin ilmu.54
Mengapa hal itu terjadi? Karena pada dasarnya
manusia adalah makhluk yang berpikir dan merasa serta
berkehendak dimana perilakunya mencerminkan apa yang
sedang dia dipikirkan. Manusia juga makhluk yang bisa
menjadi subyek dan obyek, disamping ia dapat menghayati
perasaan keagamaan dirinya, ia juga dapat meneliti
keberagamaan orang lain.
Istilah ‘agama’ baru muncul pada periode abad
pertengahan yaitu ketika Gereja Kristen Barat bertemu
dengan agama-agama lain sehingga untuk membedakan
antara praktek-praktek kekristenan yang diyakini sebagai
agama sejati dengan agama-agama bangsa lainnya maka
muncullah istilah agama. Pada abad ke 15 (XVI), ketika
bangsa Eropa menemukan dunia atau pulau-pulau lainnya,
yaitu ketika mereka mencoba mengelilingi dunia untuk

53 D. Hendropuspito OC., Sosiologi Agama, Penerbit Kanisius, Yogyakarta: 1998,


hlm. 34.
54Ibid., Nuhamara,hlm. 172.
52

mencari rempah-rempah seperti Indonesia atau ketika


menjajah dunia, menemukan bahwa ternyata ada dunia lain
di mana terdapat orang-orang asing yang mempunyai
sistem dan praktek-praktek keagamaan.
Van den End menjelaskan bahwa sebelum agama
Kristen masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah
mengenal agama yang dinamakan agama suku/agama
Indonesia Asli. Agama Indonesia Asli dibawa oleh suku-
suku yang pada zaman dahulu kala memasuki Indonesia,
seperti Agama suku dari orang Batak, Agama suku dari
orang-orang Jawa, Agama suku dari orang-orang Dayak,
Agama suku dari orang-orang Irian.55 Ternyata setiap suku
mempunyai masing agama. Pertanyaan baru muncul:
Apakah dunia baru ini juga dunia manusia? Apakah mereka
mempunyai jiwa yang memerlukan keselamatan?
Bagaimana cara hidup mereka dihubungkan dengan dunia
Barat? Apakah mereka mempunyai agama? Jawabannya
adalah ternyata bangsa-bangsa lain juga mempunyai agama
atau sistem kepercayaan. Oleh sebab itu untuk
membedakan antara kepercayaan Barat dengan
kepercayaan lainnya maka muncullah istilah agama yang
dalam bahasa Inggris disebut ‘Religion’.
Istilah ‘religion’ berasal dari bahasa Latin yaitu ‘religio.’
Kata ‘religio’ berasal dari akar kata ‘lig,’ yang berarti
mengikat (to bind). Pada mulanya kata ini mempunyai
pengertian yang berkaitan dengan politik dan moral.
Berdasarkan pada akar kata tersebut maka istilah ‘religion’

55Van den End, Sejarah Gereja Indonesia 1500-1860, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2009), hlm. 13.


53

mempunyai arti suatu relasi antara manusia dan atau


mengikat manusia dengan allah-allah atau Allah. Perasaan
takut atau takjub terhadap kehadiran dari suatu roh atau
suatu Allah Tuhan diyakini sebagai asal mula agama.
Selain itu kata religion juga berkaitan dengan suatu
sumpah, tugas-tugas suci, kesalehan pribadi, ritual, dan
budaya yang dilakukan dalam kaitannya dengan
penyembahan kepada ilah-ilah atau Allah. Berasal dari
pengertian istilah-istilah tersebut maka istilah tersebut
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan istilah
religion, artinya: rasa takut atau takjub terhadap kehadiran
dari suatu roh atau suatu Allah. Dalam bahasa Indonesia
kata ‘agama’ berasal dari bahasa Sansekerta yang sepadan
dengan kata ‘religion’ dalam bahasa Inggeris.
Ada beberapa definisi dari agama dan kepercayaan,
yaitu:
Pertama, Kamus Webster’s New International
Dictionary menyebut agama sebagai “The Service and
Adoration of God or a god as expressed in forms of worship,
in obedience to divine commandments…and in the pursuit of
a way of life regarded as incubent on true believers” artinya
pelayanan dan penyembahan kepada Allah atau ilah yang
diekspresikan dalam bentuk-bentuk penyembahan,
ketaatan terhadap perintah yang kuasa… dan yang mencari
suatu jalan hidup yang dianggap sebagai kewajiban bagi
orang yang benar-benar beriman. Definisi semacam ini
menimbulkan permasalahan besar khususnya terhadap
agama yang tidak mempunyai sistem kepercayaan tentang
Allah (God) seperti Buddhism, Toism dan lain-lain.
54

Kedua, Lewis M. Hofpe meneliti ratusan agama-agama


dan kepercayaan. Hasil penelitiannya membawanya kepada
suatu kesimpulan bahwa agama sebagai hubungan antara
manusia dan dunia roh, dewa-dewa dan setan-setan yang
tidak kelihatan. Hubungan ini mengakibatkan manusia
mengembangkan suatu sistem mitos mengenai dunia yang
tidak kelihatan dan upacara-upacara yang dirancang untuk
persekutuan dengan atau menyenangkan roh-roh. Semua
ini kemudian dikembangkan dalam ritual yang teratur,
membangun kuil, mengembangkan jabatan-jabatan
(Imam), dan kitab suci dalam sejarah. Kemudian muncullah
pengajaran-pengajaran tentang kehidupan diluar kematian,
bayangan-bayangan maut, atau tentang surga dan neraka.
Yang memiliki pengikutnya-pengikut baik dulu dan
sekarang.
Ada lima poin yang sangat ditekankan yang ada dalam
agama, yaitu:
Pertama, Hubungan antara manusia dan dunia roh
yang tidak kelihatan, dewa-dewa dan setan-setan.
Kedua, Yang mengembangkan suatu sistem mitos
mengenai dunia yang tidak kelihatan dan upacara-upacara
yang dirancang untuk persekutuan dengan atau
menyenangkan roh-roh.
Ketiga, Yang berkembang menjadi suatu ritual
okultisme yang terartur, kuil-kuil, imam-imam, dan ayat-
ayat suci dalam sejarah.
Keempat, Yang memberi pernyataan tentang kehidupan
diluar kematian, bayang-bayang maut, atau tentang surga
dan neraka.
55

Kelima, Yang memiliki pengikut-pengikut baik dulu dan


sekarang.
Bagi sebagian orang agama adalah suatu sistem
kepercayaan yang terorganisir dan dipraktekkan dalam
upacara-upacara, praktek-praktek, dan ibadah yang
berpusat kepada satu Allah yang maha tinggi atau yang
Ilahi. Untuk banyak orang, agama melibatkan sejumlah
allah atau ilah-ilah namun untuk beberapa orang, tidak ada
allah yang spesifik untuk disembah. Namun hampir semua
orang yang mengikuti beberapa bentuk agama percaya
bahwa ada seseorang yang ilahi yang mempunyai kuasa
telah menciptakan dunia ini dan yang mempengaruhi hidup
mereka.
Kesimpulan: Agama adalah renspons manusia terhadap
penyataan diri Allah (Yang Kudus) melalui alam semesta
dan melalui hakekat manusia sebagai gambar dan rupa
Allah sehingga manusia mencari kebenaran, berusaha
mendapatkan perlindungan dari sang Penciptanya,
menetapkan seperangkat sistem (beliefs) kepercayaan,
melaksanakan praktek-praktek kepercayaan (values), dan
menetapkan struktur sosial yang mendasari hati manusia
untuk menyembah Allah Yang Maha Kuasa. Semua ini
dilakukan karena diyakini bahwa Allah atau Yang Kudus
dapat memberi keselamatan, pertolongan, perlindungan
(feelings) dari ancaman.

C. Pendidikan Agama Kristen


Pendidikan Agama Kristen mengajarkan setiap orang
Kristen untuk mengenal Tuhan Yesus dengan dasar iman
56

yang benar berdasarkan Alkitab. Sebab Pendidikan Agama


Kristen dapat mengimplementasikan Firman Tuhan
menjadi bagian hidup setiap orang dan komunitas
masyarakat beragama Kristen di dalam seluruh dimensi
kehidupan mereka. Dalam tingkatan tertentu, Pendidikan
Agama Kristen bisa diatur sebagai media penginjilan dan
menjadikan semua orang sebagai Kristen yang matang dan
dewasa secara spiritual.56
Dari pemikiran di atas dapat dikatakana bahwa
Pendidikan Agama Kristen adalah suatu usaha untuk
mempersiapkan manusia untuk meyakini, memahami dan
mengamalkan agama itu sendiri. Pendidikan Agama Kristen
berfungsi menumbuhkan sikap dan perilaku manusia
berdasarkan iman Kristen dalam kehidupan sehari-hari
serta pengetahuan tentang pendidikan Kristen dalam
kehidupan pendidikan Kristen dengan tujuan untuk
meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan agar
manusia dapat mengetahui mana yang baik dan yang tidak
baik.57
Maksudnya adalah Pendidikan Agama Kristen adalah
pendidikan yang mengajarkan tentang moral dan mental
serta rohani seseorang (anak didik), penekanan pendidikan
mengarah pada tiga aspek pendidikan yaitu pengetahuan,
keterampilan dan sikap, yang terjadi pada proses belajar
mengajar secara sistematis.

56 Elia Tambunan, Pendidikan Agama Kristen : Handbook untuk Pendidikan Tinggi,

(Yogyakarta: IllumiNation, 2013) Hlm. 45-46


57 B. Samuel Sidjabat, Strategi Pendidikan Kristen, Yogyakarta: Andi Offset, 1994,

hal. 15
57

Dalam bukunya Louis Berkhof & Cornelius Van Til,


yang berjudul "Dasar Pendidikan Kristen," disana
dijelaskan bahwa “pendidikan Kristen sangat berbeda
dengan pendidikan sekuler”. Pendidikan Kristen
berdasarkan kebenaran Firman Tuhan, sedangkan
pendidikan sekuler, tidak demikian. Sesungguhnya,
pendidikan tidak hanya berbicara tentang pengetahuan,
tetapi juga moralitas dan integritas hidup sesuai dengan
panggilan dan tuntutan moralitas Allah. Pendidikan sekuler
mengajarkan bahwa manusia merupakan hasil dari suatu
proses evolusi yg terjadi secara kebetulan dan tdk memiliki
makna kekekalan apapun. Itulah sebabnya, pendidikan
sekuler tdk membicarakan iman, moralitas dan panggilan
Allah.58
Namun, kita perlu menyadari bahwa pendidikan (atau
Pengajaran) Agama lebih menuju kepada kita, tetapi
keberatannya ialah nama ini terlampau luas. Di Indonesia
misalnya, agama yang dianut oleh kebanyakan penduduk
ialah agama Islam, jadi mungkin pikiran orang terus
terarah kepada pengajaran tentang agama Islam,
seandanya kita hanya mengatakan Pengajaran Agama saja59
maka terjadi pergulatan pemikiran setiap kita dalam
memahami tentang pendidikan agama tersebut. Artinya
kita tidak bisa membedakannya.
Demikain pula di Amerika istilah pendidikan agama
(“religious education”) lama kelamaan telah dikosongkan

58 Louis Berkhof & Cornelius Van Til, Dasar Pendidikan Kristen, Surabaya:

Momentum, 2010, hal. V).


59 E.G.Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

1985), hal. 19
58

dari isinya yang mula-mula itu, yakni agama Kristen. Oleh


sebab itu, kini Gereja Protestan ortodoks di Amerika lebih
suka memakai istilah Pendidikan Kristen (Christian
Education) atau Pendidikan Agama Kristen (Christian
Religious Education). Mengapa hal ini terjadi? Karena
gereja-gereja di Amerika banyak terdapat aliran-aliran
agama dan bidat-bidat (Suatu ajaran atau aliran yang
menyimpang dariajaran resmi)60. Rasanya nama
Pendidikan agama itu sudah terlalu bercorak samar-samar
atau kabur.61 Dengan demikian sebutan Pendidikan Agama
Kristen dilakukan oleh persekutuan orang Kristen
(agamawi) dan dari perspektif agama Kristen.
Menurut E.G. Homrighausen mengatakan: “Pendidikan
Agama Kristen berpangkal pada persekutuan umat Tuhan.
Dalam Perjanjian Lama pada hakekatnya dasar-dasar
terdapat pada sejarah suci purbakala, bahwa Pendidikan
Agama Kristen itu mulai sejak terpanggilnya Abraham
menjadi nenek moyang umat pilihan Tuhan, bahkan
bertumpu pada Allah sendiri karena Allah menjadi peserta
didik bagi umat-Nya”.62

60 Menurut Dr. H. Berkhof dan Dr. I.H. Enklaar, "Bidat ditinjau dari sudut historis

adalah persekutuan Kristen (yang kecil) yang dengan sengaja memisahkan diri dari
gereja besar dan ajarannya menekankan iman Kristen secara berat sebelah, sehingga
teologinya dan praktik kesalehannya pada umumnya membengkokkan kebenaran Injil."
Bid'at/bid'ah adalah sesuatu yang ditambahkan kepada apa yang tidak terdapat di dalam
ketentuan-ketentuan yang sudah digariskan. Bida'ah adalah ajaran yang menyalahi
ajaran yang benar. Bidat menurut Yunani kuno memunyai pengertian "memilih",
"perbedaan pendapat". Di kalangan para filsuf, kata ini memunyai pengertian "aliran",
"golongan". Dalam Kisah Para Rasul 5:17 dan 15:5, kata ini diterjemahkan dengan istilah
"mazhab" atau "golongan".
61 Loc.cit, E.G.Homrighausen, hal. 19
62Ibid, E.G.Homrighausen, hal. 12
59

Berdasarkan penjelasan E.G.Homrighausen tentang


Pendidikan Agama Kristen di atas maka Warner C. Graedorf
mendefinisikan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah
“Proses pengajaran dan pembelajaran yang berdasarkan
Alkitab, berpusat pada Kristus, dan bergantung kepada Roh
Kudus, yang membimbing setiap pribadi pada semua
tingkat pertumbuhan melalui pengajaran masa kini ke arah
pengenalan dan pengalaman rencana dan kehendak Allah
melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan, dan
melengkapi mereka bagi pelayanan yang efektif, yang
berpusat pada Kristus sang Guru Agung dan perintah yang
mendewasakan pada murid”.63
Sedangkan menurut, Groome, Thomas H bahwa
Pengertian pendidikan agama Kristen adalah kegiatan
politis bersama pada peziarah dalam waktu yang secara
sengaja bersama mereka memberi perhatian pada kegiatan
Allah di masa kini kita, pada cerita komunitas iman Kristen,
dan visi kerajaan Allah, benih-benih yang telah hadir
diantara kita.64
Selain pengertian di atas maka di bawah ini ada
beberapa pengertian pendidikan agama kristen menurut
pandangan para tokoh-tokoh dan lembaga gereja sebagai
berikut:
Pertama, Hieronimus (345-420). Pendidikan Agama
Kristen adalah pendidikan yang tujuannya mendidik jiwa
63 Paulus Lilik Kristanto, Prinsip dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa Teologi

dan PAK, Pelayan Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen, (Yogyakarta : Andi Offset ),
Hal. 4
64Groome, Thomas H. Christian Religious Education-Pendidikan Agama Kristen.

Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010. Hal 37


60

sehingga menjadi bait Tuhan. “Haruslah kamu sempurna


sama seperti Bapamu yang disurga adalah sempurna” (Mat.
5:48).
Kedua, Agustinus (345-430). Pendidikan Agama Kristen
adalah pendidikan yang bertujuan mengajar orang supaya
“melihat Allah” dan “hidup bahagia”. Dalam pendidikan ini
para pelajar sudah diajar secara lengkap dari ayat pertama
Kitab Kejadian “ Pada mulanya Allah menciptakan langit
dan bumi” sampai “arti penciptaan itu pada masa gereja
sekarang ini”. Pelajaran Alkitab difokuskan pada perbuatan
Allah.
Ketiga, Martin Luther (1483-1548). Pendidikan Agama
Kristen adalah pendidikan yang melibatkan warga jemaat
untuk belajar teratur dan tertib agar semakin menyadari
dosa mereka serta bersukacita dalam firman Yesus Kristus
yang memerdekakan. Di samping itu Pendidikan Agama
Kristen memperlengkapi mereka dengan sumber iman,
khususnya yang berkaitan dengan pengalaman berdoa,
firman tertulis (Alkitab) dan rupa-rupa kebudayaan
sehingga mereka mampu melayani sesamanya termasuk
masyarakat dan negara serta mengambil bagian dengan
bertanggung jawab dalam persekutuan Kristen.
Keempat, John Calvin (1509-1664). Pendidikan Agama
Kristen adalah pendidikan yang bertujuan mendidik semua
putra-putri gereja agar mereka: 1. terlibat dalam
penelaahan Alkitab secara cerdas sebagamana dengan
bimbingan Roh Kudus. 2. mengambil bagian dalam
kebaktian dan memahami keesaan gereja. 3. diperlengkapi
untuk memilih cara-cara mengejawantahkan pengabdian
61

diri kepada Allah Bapa dan Yesus Kristus dalam pekerjaan


sehari-sehari serta hidup bertanggung jawab di bawah
kedaulatan Allah demi kemuliaah-Nya sebagai lembaga
ucapan syukur mereka yang dipilih dalam Yesus Kristus.
Kelima, Campbell Wyckoff (1947). Pendidikan Agama
Kristen adalah pendidikan yang menyadarkan setiap akan
Allah dan kasih-Nya dalam Yesus Kristus, agar mereka
mengetahui diri mereka yang sebenarnya, keadaannya,
bertumbuh sebagai anak Allah dalam persekutuan Kristen,
memenuhi panggilan bersama sebagai murid Yesus tetap
percaya pada pengharapan Kristen.
Keenam, Werner C. Graendorf (1976). Pendidikan
Agama Kristen adalah proses pengajaran dan pembelajaran
yang berdasarkan Alkitab, berpusat pada Kristus, dan
bergantung pada kuasa Roh Kudus yang membimbing
setiap pribadi pada semua tingkat pertumbuhan melalui
pengajaran masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman
rencana kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek
kehidupan, dan memperlengkapi mereka bagi pelayanan
yang efektif, yang berpusat pada Kristus sang Guru Agung
dan perinntah yang mendewasakan para murid.
Jadi, dari definis Werner di atas terdapat tiga aspek
utama Pendidikan Agama Kristen, yaitu:
Pertama, Diskripsi Pendidikan Agama Kristen.
Pendidikan Agama Kristen merupakan proses pengajaran
dan pembelajaran berdasarkan Alkitab, berpusatkan pada
Kristus, dan bergantung pada kuasa Roh Kudus.
Kedua, Aspek fungsional Pendidikan Agama Kristen.
Pendidikan Agama Kristen usaha membimbing setiap
62

pribadi ke semua tingkat pertumbuhan melalui pengajaran


masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman tentang
rencana masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman
tentang rencana dan kehendak Allah melalui Kristus dalam
setiap aspek kehidupan dan untuk memperlengkapi
mereka bagi pelayanan yang efektif. Proses Pendidikan
Agama Kristen berfungsi sebagai penyedia, pendorong, dan
fasilitator dalam pembimbingan.
Ketiga, Aspek Filosofi Pendidikan Agama Kristen.
Pendidikan Agama Kristen merupakan proses
pembelajaran dan pengajaran yang berpusatkan pada
Kristus, sang Guru Agung dan perintah untuk
mendewasakan para murid.65
Keempat, Randolph Crump Miller. Pendidikan Agama
Kristen adalah upaya untuk mencerdaskan generasi kita:
Anak-anak, orang muda, dan dewasa – harta yang
terakumulasi dari kehidupan Kristen dan berpikir, dengan
suatu cara bahwa Allah dalam Kristus membawa karya
penebusan-Nya di setiap jiwa manusia dan dalam
kehidupan umum manusia.
Kelima, Mark Lamport. Pendidikan Agama Kristen
adalah penghargaan Allah bagi manusia, dengan pengertian
bahwa tugasnya adalah menjadi sebuah pengalaman
keseluruhan hidup bertumbuh dan dewasa, dan
memberikan kesempatan untuk melayani melalui tindakan
dari apa yang telah dialami. Definisi ini menunjukkan

65Paulus Lilik Kristianto, Prinsip & Praktik Pendidikan Agama


Kristen(Yogyakarta: Andi Offset, 2012), hlm. 2-5.
63

bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah terjemahan dari


Christian Education dan bukan Religious education.
Jadi, pada dasarnya Pendidikan Agama Kristen adalah
suatu usaha untuk memperlengkapi orang-orang kudus
untuk pekerjaan pelayanan dan pembangunan tubuh
Kristus sampai kepada kesatuan iman, pengetahuan yang
benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat
pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus.

D. Tujuan Pendidikan Agama Kristen


Segala sesuatu ada tujuannya, begitu pula dengan
Pendidikan Agma Kristen. Pendidikan agama Kristen bukan
hanya sekedar untuk menunjukkan tentang eksistensi
“agama Kristen”, tetapi Pendidikan Agama Kristen adalah
diajarkan kepada semua orang. Pada hakekatnya,
Pendidikan Agama Kristen merupakan perintah dari Tuhan
Yesus Kristus yang disebut dengan Amanat Agung dalam
Matius 28:18-20.
Selain itu, Pendidikan Agama Kristen sangat berbeda
dengan pendidikan umum. Pendidikan umum hanya
melibatkan kemampuan manusia semata tanpa melihat
karya Allah di dalamnya, tetapi Pendidikan Agama Kristen
bukan hanya melibatkan manusia semata, tetapi juga
melibatkan Allah sebagai dasar pendidikan tersebut,
karena Pendidikan Agama Kristen bukan hanya sekedar
mendidik secara ilmu pengetahuan, namun juga
membentuk karakter. Groome mengusulkan tujuan utama
kita sebagai para pendidik agama Kristen adalah untuk
64

menuntun orang-orang ke luar menuju ke Kerajaan Allah di


dalam Yesus Kristus.
Groom memberikan tiga alasan untuk mendukung
usulan ini. Pertama, dalam kitab suci orang Yahudi visi Ke-
rajaan Allah ditempatkan sebagai visi dan rencana Allah
sendiri bagi seluruh manusia dan ciptaan. Kedua, dalam
kesinambungan dengan dan dalam tradisi orang Yahudi itu
Yesus memberitakan Kabar baik-Nya. Ketiga, meskipun
Kerajaan Alla sebagai tema utama pemberitaan Kristen,
namun mengalami stagnasi.
Dengan demikian, tujuan pendidikan agama Kristen
adalah bukan sekedar menjadikan tema “Kerajaan Allah
hanya sebagai slogan”66 melainkan membimbing setiap
orang untuk hidup dalam kerajaan Allah dalam kekinian
bersama yang lain.
Dalam Surat Kolose ditegaskan
bahwa supaya hati mereka
terhibur dan mereka bersatu
dalam kasih, sehingga mereka
memperoleh segala kekayaan dan
keyakinan pengertian, dan
mengenal rahasia Allah, yaitu
Kristus, sebab di dalam Dialah
tersembunyi segala harta hikmat
dan pengetahuan. Kol. 2:2-3.

Jadi, tujuan daripada Pendidikan Agama Kristen ialah


untuk mengajak, membantu, menghantar seseorang untuk

66 Andar, Ismail, Ajarlah Mereka Melakukan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1989), h.
131
65

mengenal kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus,


sehingga dengan pimpinan Roh Kudus ia datang ke dalam
persekutuan yang hidup dengan Tuhan. Hal tersebut
dinyatakan dalam kasihnya terhadap Allah dan sesama,
yang dihayati dalam hidupnya sehari-hari, baik dengan
kata-kata maupun perbuatan selaku anggota tubuh
Kristus.67
Yesus datang dan menawarkan Kerajaan Allah. Setiap
orang datang untuk menghuni Kerajaan Allah ketika
kehendak mereka sejalan dengan Allah. Dengan demikian,
Kerajaan Allah tersedia bagi siapa saja yang bersedia untuk
menyerahkan hidupnya kepada Allah. Selain daripada itu,
Allah juga akan memakai setiap orang percaya sebagai alat
ditangan-Nya untuk memeberitakan Injil Kerajaan Allah itu,
agar orang lain menikmati hidup dalam Kerajaan Allah.
Pada tingkat yang paling sederhana, hidup di dalam
Kerajaan Allah adalah harus memilih untuk melakukan apa
yang TUHAN inginkan. Ketaatan adalah unsur terpenting.
“Hidup dalam Kerajaan Allah berarti bahwa saya dengan
sengaja (akan) menempatkan hidup saya di tangan TUHAN
dan mengejar ketaatan … bahkan pengalaman jasmaniah
dari realitas, keberadaan, kekuasaan dan kebaikan
TUHAN”.
Jadi intinya adalah tujuan utama Pendidikan Agama
Kristen ialah Kerajaan Allah dan membawa setiap individu
(peserta didik) untuk mengalami perjumpaan dengan
Kristus, mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh, hidup

67Daniel Nuhamara, Pembimbing Pendidikan Agama Kristen, (Bandung : Jurnal Info

Media, 2009), 31.


66

dalam keataatan serta mampu mempraktekkan imannya


dalam kehidupan sehari hari.
Dari berbagai penjelasan dan pengertian di atas
tentang tujuan Pendidikan Agama Kristen, maka di bahwa
ini adalah urain dari berbagai pandangan para ahli tentang
tujuan Pendidikan Agama Kristen antara lain:
Pertama, Randolph Crump Miller menyatakan, “tujuan
Pendidikan Agama Kristen adalah membimbing setiap
pribadi kedalam keputusan untuk hidup sebagai orang
Kristen”.
Kedua, Robert R. Boehlke merumuskan tujuan
Pendidikan Agama Kristen berikut, “menolong orang dari
semua golongan umur yang dipercayakan kepada
pemeliharaan gereja untuk memberi tanggapan akan
pernyataan Allah dalam Yesus Kristus … supaya mereka di
bawah pimpinan Roh Kudus diperlengkapi guna melayani
sesama manusia atas nama Tuhan mereka di tengah-tengah
keluarga, gereja, masyarakat dan dunia alam …”.
Ketiga, Joseph Lewis Sherrill merumuskan tujuan
Pendidikan Agama Kristen demikian, “Pendidikan Agama
Kristen adalah usaha, biasanya oleh anggota-anggota umat
Kristen, untuk berpartisipasi dalam dan untuk
membimbing perubahan-perubahan yang terjadi dalam
pribadi-pribadi dalam hubungan-hubungan mereka Allah,
dengan gereja dengan orang-orang lain, dengan dunia dan
diri sendiri”.
Keempat, James D. Smart dalam bukunya The Teaching
Ministry of the Church mengatakan bahwa tujuan
Pendidikan Agama Kristen adalah agar “kita mengajar agar
67

melalui pengajaran kita, Allah dapat bekerja di hati mereka


yang diajar, untuk menjadikan mereka murid-murid yang
meyakinkan baik dengan kata-kata maupun perbuatan-
perbuatan di tengah-tenah dunia (menjadi murid).
Kelima, Paul H. Vieth merumuskan tujuan-tujuan
Pendidikan Agama Kristen yang diambil oleh International
Council of Religious Education pada 1930, sebagai berikut:
Pertama, Meningkatkan dalam diri pribadi yang
bertumbuh kesadaran akan Allah sebagai realitas dalam
pengalaman manusia dan rasa adanya hubungan pribadi
dengan Dia. Kedua, Membimbing pribadi yang bertumbuh
kepada pengertian dan penghargaan akan kepribadian,
kehidupan, dan pengajaran Yesus Kristus. Ketiga,
Meningkatkan dalam pribadi yang bertumbuh
perkembangan progresif dan terus-menerus dari watak
Kristus. Keempat, Mengembangkan dalam pribadi yang
bertumbuh kemampuan dan kecenderungan untuk
berpartisipasi dalam dan menyumbang secara konstruktif
kepada pembangunan tata sosial. Kelima, Membimbing
pribadi yang bertumbuh untuk membangun falsafah hidup
berdasarkan tafsiran Kristen tentang kehidupan dan alam
semesta. Keenam, Mengembangkan dalam pribadi yang
bertumbuh kemampuan dan kecenderungan untuk
berpartisipasi dalam gereja. Ketujuh, Memungkinkan dalam
pribadi yang bertumbuh mengasimilasikan pengalaman
religius yang terbaik dari bangsa sebagai bimbingan efektif
bagi pengalaman kini.68

68Marulak Pasaribu, Diktat S2 Teologi dan PAK dalam Masyarakat Majemuk,

Semester II (Yogyakarta: STT KADESI, 2012).


68

Selain dari pada itu, John M. Nainggolan menguraikan


beberapa tujuan penting Pendidikan Agama Kristen
sebagai berikut:
Pertama, Pertobatan. Pendidikan Agama Kristen di
sekolah mengalami kegagalan karena tidak mementingkan
nilai-nilai pertobatan. Pertobatanlah yang memungkinkan
tiap-tiap orang dapat melihat Kerajaan Allah dan
mengalami kelahiran baru dalam Kristus. Pertobatan
menyangkut penyesalan dan kesedihan atas perilaku yang
lama ( 2 Kor. 7:9).
Kedua, Pertumbuhan rohani. Pertumbuhan rohani
terlihat dari dua aspek yaitu aspek “vertikal dan
horizontal”. Aspek vertikal ialah diperbaharuinya
hubungan seseorang dengan Allah yang dikokohkan
melalui firman Allah dan doa. Sedangkan hubungan
horizontal ditandai dengan praktek iman dalam hubungan
dengan sesama.
Ketiga, Pemuridan. Semua orang percaya adalah murid
Kristus dan mempunyai hak untuk memperoleh
pemeliharaan dan pertumbuhan untuk menjadikannya
menjadi murid-murid Kristus. Pengertian murid-murid
Kristus, mereka dipanggil untuk mengikut Tuhan dengan
setia dan dapat mewujudkannyatakan imannya sebagai
pengikut Kristus. Kemudia orang-orang percaya yang
dengan rela hati melayani Tuhan secara khusus dan
menjadi pelayan-pelayan Kristus.
Keempat, Pembentukan Spiritual. Pendidikan Agama
Kristen haruslah bertujuan untuk pembentukan spiritual
peserta didik. Melalui Pendidikan Agama Kristen yang
69

diperolehnya peserta didik mengalami pembentukan


rohani yang sungguh-sungguh. Kata spiritiual berkaitan
erat dengan “spirit” atau “roh” yaitu kekuatan yang
menghidupkan atau menggerakkan.69
Dalam bukunya Kristanto, Paulus Lilik, yang berjudul:
“Prinsip dan Praktek PAK Penuntun bagi Mahasiswa Teologi
dan PAK, Pelayan Gereja, Guru Agama dan keluarga Kristen”
di sana di uraikan bahwa Pendidikan Agama Kristen adalah
pendidikan yang bertujuan mendidik semua putra-putri
gereja agar mereka:
Pertama, Terlibat dalam penelaahan Alkitab secara
cerdas sebagaimana dengan bimbingan Roh kudus. Kedua,
Mengambil bagian dalam kebaktian dan memahami
keesaan gereja. Ketiga, Diperlengkapi untuk memilih cara-
cara mengejawantahkan pengabdian diri kepada Allah
Bapa dan Yesus Kristus dalam pekerjaan sehari-hari serta
hidup bertanggung jawab di bawah kedaulatan Allah dan
kemuliaan-Nya sebagai lambang ucapan syukur mereka
yang dipilih dalam Yesus Kristus.70
Menurut hemat Calvin bahwa tujuan Pendidikan
Agama Kristen bukan hanya sekedar dilibatkan, mengambil
bagian dan diperlengkapi seperti yang diuraikan oleh
Kristanto, Paulus Lilik di atas, tetapi ada yang lebih esensial
dalam Pendidikan Agama Kristen, yakni Pendidikan Agama
Kristen adalah pendidikan gereja yang mendewasakan

69John M. Nainggolan, PAK dalam Masyarakat Majemuk, (Bandung: Bina Media

Informasi, 2009), hlm. 80-81.


70 Op.cit, Kristanto, Paulus Lilik
70

umat Allah. Berkaitan dengan hal ini, Calvin mengutip


tulisan Paulus dalam Surat Efesus 4:10.71

E. Manfaat Pendidikan Agama Kristen


Pendidikan Agama Kristen memiliki beberapa manfaat
sebagai berikut:
Pertama, dengan adanya Pendidikan Agama Kristen
gereja dapat menyampaikan Injil kepada anak-anak dan
pemuda-pemuda yang sulit dikumpulkan dalam Pendidikan
Agama Kristen yang diadakan gereja seperti dalam Sekolah
Minggu atau katekisasi.
Kedua, anak-anak yang menerima Pendidikan Agama
Kristen disekolah akan merasa bahwa pendidikan umum
dan agama di sekolah bukanlah dua hal yang tidak
berhubungan, melainkan sebaliknya harus berjalan
bersama-sama.
Ketiga, apalagi jika gereja tidak mampu membiayai
pekerjaan Sekolah Minggu dan Sekolah Kristen secara
besar-besaran, Pendidikan Agama Kristen disejumlah
sekolah Negeri akan banyak menolong gereja yang
keuangannya lemah.
Keempat, dengan masuknya pengajaran agama dalam
rencana pelajaran umum, dengan sendirinya agama itu
mulai menempatkan dirinya sebagai bagian mutlak dari
kebudayaan segenap rakyat.
Menurut W. A. Criswell bahwa Amanat Agung dari
Matius 28:19-20 ditujukan kepada setiap orang di gereja
lokal Perjanjian Baru. Maksudnya adalah Amanat agung
Yesus Kristus adalah perintah bagi jemaat secara
keseluruhan di setiap zaman. Kata imperatif dalam amanat

71 http://eiren3s.blogspot.com/2013/10/pendidikan-agama-kristen-sebagai-

tugas.html diakses pada tgl 3 Januari 2015.


71

agung ini adalah “ajarlah segala bangsa,” atau secara


harfiah “menjadikan murid”72
Jadi, dengan demikian, manfaat Pendidikan Agama
Kristen berdasarkan Amanat Agung dalam Injil Matius
adalah sebagai berikut:
Pertama, Pendidikan Agama Kristen sebagai alat dalam
menjangkau jiwa-jiwa bagi Tuhan dengan mulai “pergilah.”
Kita tidak dapat menunggu dunia untuk datang dengan
sendirinya. Tetapi kitalah yang bereaksi untuk
memberitakan Injil tersebut kepada siapapun, seperti
keluarga, lingkungan, tempat kerja, sekolah, kampus dan
orang-orang yang kita sering jumpai setiap hari. Kita harus
menyadari bahwa Allah yang berdaulat memperlengkapi
setiap umat-Nya dan dijadikan sebagai alat untuk mencapai
tujuan-Nya.
Kedua, Pendidikan Agama Kristen sebagai alat untuk
membawa orang kepada jalan yang benar. Tidak cukup
hanya mengajarkan tentang siapa Tuhan Yesus Kristus itu.
Namun, Pendidikan Agama Kristen harus berperan aktif
dalam mengajarkan tentang kasih Allah yang begitu besar
bagi semua orang.
Ketiga, Pendidikan Agama Kristen sebagai alat dalam
penginjilan. Penginjilan adalah penyampaian kabar baik
bagi orang, atas apa yang diperbuat Allah melalui Yesus
Kristus. Kata penginjilan berasal dari kata “evanggeliso”
artinya mengumkan, memberitakan atau membawa kabar
baik.73 Injil ditulis untuk menjelaskan makna kehidupan
dan kematian Yesus. Injil tersebut memberikan gambaran

72 W. A. Criswell., The Criswell Study Bible, Thomas Nelson, 1979


73 James Strong, Strong Exhsaustive Concordance of the Bible (USA:Nelson,
Inc.1999,s.v. “evanggeliso”
72

tentang Yesus, tetapi lebih dari itu Injil juga mengajarkan


banyak orang tentang makna hidup dan cara hidup.74

F. Tantangan Dasar Alkitab tentang Pendidikan Agama


Kristen
Pendidikan adalah alat yang dikehendaki oleh Allah
untuk membantu kekuatan, pertumbuhan, dan pelayanan
umat-Nya. Pendidikan adalah pokok dari pemuridan,
pembentukan pelajar seperti yang ditunjukan oleh Yesus
dalam pengajaran-Nya yang dipenuhi dengan Roh. Proses
pengajaran pendidikan yang kita Jalani harus membentuk
apa yang kita percaya, apa yang kita hargai dan apa yang
dapat kita capai. Jika hal itu tidak tercapai, maka yang
terjadi adalah sebagai berikut:
Pertama, Kebenaran firman Allah sebagai kebenaran
yang mutlak yang dinyatakan oleh Allah dalam Alkitab akan
menjadi kabur dan tidak bermakna. Oleh karena itu, Alkitab
harus berfungsi sebagai pondasi pendidikan Kristen. Setiap
orang (peserta didik) harus mengakui bahwa dirinya
adalah makhluk ciptaan Allah berdasarkan Alkitab.
Kedua, penerapan iman yang belandaskan pada Alkitab
akan mengalami pergeseran yang sesungguhnya. Hal ini
dipengaruhi oleh ketidakmampuan seseorang dalam
memahami karya Allah dan Alkitab secara utuh. Oleh
karena itu, Pendidikan Agama Kristen harus mampu
mengakomudir persoalan ini dengan baik, bahwa

74 Jack L. Seymour, Memetakan Pendidikan Kristiani Pendekatan-Pendekatan

Menuju Pembelajaran Jemaat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016), hal. 5


73

kebenaran Alkitab adalah kebenaran Allah yang tidak bisa


ditentangb oleh siapapun.
Ketiga, lemahnya keteladanan guru dalam menerapkan
nilai-nilai kekristenan itu sendiri. Guru adalah jajaran
pendidik dan nonpendidik yang bukan hanya mengaku
Kristen dan mengenal Kristus, melainkan juga
menghadirkan gaya hidup kristiani yang akan dicontoh
oleh peserta didik. Dalam Surat Titus di tegaskan bahwa
"dan jadikanlah dirimu sendiri suatu teladan dalam berbuat
baik. Hendaklah engkau jujur dan bersungguh-sungguh
dalam pengajaranmu". Tit. 2:7. Sebab, Sang Pencipta adalah
teladan kita, karena itu kita harus menjadi pengajar yang
kreatif75 untuk mentransfer ilmu itu dengan baik.
Keempat, upaya dalam membangun potensi anak
didalam Kristus masih lemah. Pada hal Alkitab menegaskan
bahwa kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah.
Dalam kitab Kejadian menulis tentang hal itu demikian:
“Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas
ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang
melata yang merayap di bumi”. Maka Allah menciptakan
manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah
diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-
Nya mereka” Kejadian 1:26-27. Artinya lembaga
pendidikan kristiani hendaknya menjadi wadah bagi anak-

75 Marlene D. Lefever, Creative Teaching Methods (Strategi Pembelajaran), Malang:

Gandum Mas, 2016, hal. 16


74

anak untuk menemukan potensinya sendiri sebagai cipta


yang sempurana.
Berdasarkan firman Tuhan tersebut di atas, kita
melihat bahwa manusia diberi potensi diri oleh Allah untuk
menaklukkan ciptaan yang lain. Namun, karena dosa,
potensi diri manusia menjadi terpendam. Dosa
menghambat manusia mengenali dan mengembangkan
potensi dirinya. Itulah sebabnya, manusia mencari cara
mengembangkan potensi diri dalam Tuhan agar bisa
melaksanakan mandate yang Allah berikan kepadanya.
Potensi diri yang terpendam harus digali dan diasah agar
berkembang secara optimal dan menjadi berkat bagi
banyak orang.
Tujuan akhir pendidikan bukan aktualisasi diri yang
berorientasi kepada diri sendiri, melainkan desentralisasi
diri yang berorientasi pada sesama dan Tuhan.
Berikut ini akan disajikan beberapa cara
mengembangkan potensi diri anak-anak dalam Tuhan,
yaitu:
Pertama, wawasan. Mengembangkan potensi diri
mereka dimulai dengan memperluas wawasan dengan
mengenal Allah sebagai sumber pengetahuan. Alkitab
menegaskan bahwa “Takut akan TUHAN adalah permulaan
pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan
didikan” – Amsal 1:7.
Kedua, Mengembangkan gambar diri yang sehat
berdasarkan perspektif Allah. Kita semua sangat berharga
di mata-Nya. Tetapi karena dosa manusia kehilangan
pengenalan diri yang benar kepada dirinya. Akibatnya,
75

potensinya tidak berkembang. Penulis kitab Ayub


menegaskan hal itu demikian: “Apakah gerangan manusia,
sehingga dia Kauanggap agung dan Kau perhatikan, dan
Kau datangi setiap pagi, dan Kauuji setiap saat?” – Ayub
7:17-18. Menggali setiap potensi anak didik sebagai orang
yang telah ditebus oleh Kristus, maka seluruh potensi
hendaknya dimaksimalkan berdasarkan sistem nilai
kekekalan.
Ketiga, menemukan kekuatan dibalik pikiran dan
perkataan positif. Target utama serangan musuh adalah
pikiran dan kata-kata. Ia tahu sekiranya ia berhasil
mengendalikan dan memanipulasi apa yang Anda pikirkan,
maka ia akan berhasil mengendalikan dan memanipulasi
seluruh kehidupanmu. Pikiran menentukan perilaku, sikap
dan gambar diri dan menentukan tujuan.
Alkitab memperingatkan kita untuk senantiasa
menjaga pikiran. Penulis kitab Amsal menulis demikian:
“Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari
situlah terpancar kehidupan” – Amsal 4:23.
Selain tantangan di atas, berikut ini adalah tantangan
dasar–dasar Pendidikan Agama Kristen sebagai berikut:
Pertama, Pemahaman alkitabiah tentang iman kita-
mengetahui apa yang kita percayai. Kedua, Pengembangan
pengalaman kehidupan sebagai orang Kristen adalah
kehidupan Kristen yang dapat dilihat dari kehidupan/
pengalaman sehari-hari.
Ketiga, Pertumbuhan keluarga Kristen intergenerasi
mempunyai keluarga yang benar-benar Kristen. Keempat,
Perkembangan moral anak-anak kita persiapan untuk
76

hidup didalam kebudayaan yang sangat tidak bermoral.


Kelima, Pengaruh yang bermakna sebagai orang kristen
dalam masyarakat kontemporer menyentuh masyarakat
untuk Kristus.
Dalam menjawab semua tantangan ini, diharapkan
para guru dan pemimpin gereja hendaknya berpartisipasi
secara aktif dengan cara merumuskan ulang filosofi
pendidikan kristiani dengan baik. Filosofi pendidikan
Kristen berisi tentang pernyataan-pernyataan dari prinsip-
prinsip dasar yang esensial, yang mendasari praksis
pendidikan Kristen secara komprehensif di lapangan.
Beberapa prinsip dasar tersebut di antaranya adalah:
(1) meyakini dan menjunjung tinggi Alkitab sebagai
kebenaran mutlak, karena Alkitab adalah penyataan Tuhan
secara tertulis; (2) meyakini Yesus Kristus sebagai Tuhan
dan Juru Selamat, sehingga pendidikan Kristen diawali
dengan keselamatan/hidup baru di dalam Kristus; (3)
meyakini bahwa setiap murid adalah ciptaan Allah menurut
gambar dan rupa Allah, yaitu sebagai ciptaan yang sangat
baik di hadapan-Nya, tetapi yang telah jatuh ke dalam dosa;
(4) meyakini bahwa lulusan yang pandai/berhikmat
tidaklah diukur dari kepemilikan ilmu pengetahuan natural
yang tanpa pengenalan akan Kristus sebagai hikmat Allah
yang sejati. Tanpa Kristus, hikmat manusia adalah
kebodohan; (5) meyakini bahwa sekolah adalah lembaga
pendidikan formal yang hadir sebagai mitra keluarga.
Oleh karena itu, berdasarkan pemikiran di atas maka
Pendidikan Agama Kristen harus dibangun diatas dasar:
77

1. Pendidikan Agama Kristen berdasar pada Alkitab.


Artinya pendekatan Pendidikan Agama Kristen berakar
pada hubungan dengan Allah dan berorientasi kepada
Allah.
2. Pendidikan Agama Kristen bersifat Pendidikan. Artinya
Pendidikan Agama Kristen yang berakar pada Alkitab.
Ia adalah “a teaching learning proses” sebagaimana
diamanatkan dalam kitab Ulangan 6:10 dengan istilah
“mengajar dan belajar” (Ul. 4:10; 2 Tim. 3:10-15).
Pendidikan Agama Kristen bertujuan untuk
kedewasaan orang percaya yaitu untuk pertumbuhan
individu (Kol. 1:28;1Pet.2:2).
3. Pendidikan Agama Kristen bersifat Kristiani. Artinya
pembelajaran dalam pendidikan agama Kristen dilihat
dalam rangka berorientasi kekristenan. Berorientasi
kekristenan berarti berorientasi pada kebenaran Allah.
Ia berfokus pada Kristus. Roh Kudus sebagai penolong
utama mengajar (Yoh. 14:26).
4. Pendidikan Agama Kristen bersifat Kontemporer.
Artinya bahwa Pendidikan Agama Kristen yang benar-
benar merdeka dari segala tuntutan dan tekanan.

G. Sifat Pendidikan Agama Kristen


Pendidikan Agama Kristen bersifat Alkitabiah. Artinya
pendekatan yang berakar pada hubungan dengan Allah dan
berorientasi kepada Allah. Alkitab adalah sumber
pengajaran iman Kristen yang tertulis, diwahyukan oleh
Roh Kudus dan mejadi dasar serta sumber utama materi
Pendidikan Agama Kristen. Tidak dapat dipungkiri bahwa
78

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah


berdampak terhadap perkembangan Pendidikan Agama
Kristen, permasalahannya adalah apakah Alkitab masih
tetap relevan sebagai sumber materi Pendidikan Agama
Kristen, dan apakah Alkitab masih dapat menjadi jawaban
bagi berbagai persoalan di zaman modern ini?
Ada empat alasan mengapa disebut Alkitab sebagai
sumber Pendidikan Agama Kristen yakni pendidikan,
mendewasakan, kristiani, dan kontemporer. Pendidikan
Agama Kristen bersifat Pendidikan. Artinya pendidikan
yang berakar pada Alkitab harus dimengerti sebagai benar-
benar pendidikan. Ia adalah “a teaching learning proses”
sebagaimana diamanatkan dalam kitab Ulangan 6:10
dengan istilah “mengajar dan belajar” (Ul. 4:10; 2 Tim.
3:10-15).
Pendidikan Agama Kristen bertujuan untuk
kedewasaan orang percaya yaitu untuk pertumbuhan
individu (Kol. 1:28; 1 Pet. 2:2). Pendidikan Agama Kristen
bersifat Kristiani. Artinya pembelajaran dalam pendidikan
agama Kristen dilihat dalam rangka berorientasi
kekristenan. Berorientasi kekristenan berarti berorientasi
kebenaran Allah. Ia berfokus pada Kristus. Roh Kudus
diberikan sebagai penolong untuk mengajar (Yoh. 14:26).
Pendidikan Agama Kristen bersifat Kontemporer yakni
karena ia adalah deskriptif yaitu: pembelajaran berdasar
pada Alkitab dan berpusat pada kristus. Lalu, fungsional
yaitu: mencari, membimbing individu ke semua level
pertumbuhan, melalui pembelajaran kontemporer,
membimbing kepada pengenalan dan pengalaman
79

terhadap rencana dan tujuan Allah, melalui Kristus, Dalam


semua aspek kehidupan dan memperlengkapi orang
percaya untuk pelayanan. Selanjutnya, falsafah yakni:
berfokus pada Kristus sebagai Guru Agung dan teladan,
diperintahkan untuk memuridkan.
80

BAB III
PERGUMULAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
DI INDONESIA

Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia


(NKRI) yang memiliki keanekaragaman baik dari suku,
bahasa, adat istiadat, dan budayanya. Indonesia menjadi
negara karena adanya kesatuan dan persatuan yang
dipegang, sehingga dibentuklah negara yang berasaskan
kepada Pancasila.
Disisi lain masih ada beberapa persoalan yang sering
kita temukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) ini khususnya dalam penerapan Pendidikan Agama
Kristen. Berbagai faktor penghambat masih dihadapi di
sekitar penyelenggaraan Pendidikan Agama Kristen di
Indonesia. Kita mengakui bahwa Pendidikan Agama Kristen
sering tidak mendapat tempat sebagai mana mestinya.
Tetapi lagi-lagi persoalan ini bukan hanya karena yang
beragama Kristen minoritas dan lain sebagainya, tetapi
persoalan utama yang dihadapi oleh Pendidikan Agama
Kristen saat ini adalah derasnya pengaruh paham
sekularisme yang telah mempengaruhi berbagai lini
kehidupan masyarakat saat ini.
Michael J. Anthony menjelaskan dalam bukunya yang
berjudul "Introducing Christian Education: Foundations for
the Twenty-first Century" bahwa tantangan-tantangan yang
dihadapi oleh pendidikan Kristen pada abad ke-21 ini
adalah menghadapi serangan dari semua paham filosofis
humanistik sekuler pada satu sisi, dan pada sisi lain
81

mendidik orang Kristen dengan kebenaran mutlak yang


hanya terdapat di dalam Alkitab. Tantangan yang lebih luas
datangnya dari kalangan masyarakat masa kini yang
semakin lama semakin sekuler dalam sistem nilai dan
kehidupan setiap individu. Pada era globalisasi ini, jelas
bahwa pengaruh filsafat humanistik telah menyebar dan
berdampak pada sekolah-sekolah Kristen, bahkan
perguruan tinggi Kristen. Maksudnya filsafat
humanistik/Humanisme secular adalah salah satu
pandangan yang mencerminkan bangkitnya globalisme,
teknologi, dan jatuhnya kekuasaan agama. Humanisme
sekular juga percaya pada martabat dan nilai seseorang
dan kemampuan untuk memperoleh kesadaran diri melalui
logika. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini
menganggap bahwa mereka merupakan jawaban atas
perlunya sebuah filsafat umum yang tidak dibatasi
perbedaan kebudayaan yang diakibatkan adat-istiadat dan
agama.

Sumber:https://www.google.com/search?client=firefox-
b&biw=1024&bih=488&tbm=isch&sa=1&ei=eM4TWp3dBcvovgS By Taufikurrahman Ruki (mantan
t5J_QDg&q=sekuler&oq=sekuler&gs_l=psy
Ketua KPK).
82

Pemahaman di atas menjadi ancaman bagi


penyelenggaran pendidikan dan yang lebih mengerikan lagi
bahwa Pendidikan Agama Kristen sudah semakin sekuler,
percaya atau tidak itu fakta yang terjadi saat ini. Hal ini
diakui oleh Chadwick bahwa memang pendidikan Kristen
semakin sekuler, yaitu pendidikan digambarkan sebagai
kekristenan yang berlapis cokelat/"chocolate-coating
Christianity".
Maksudnya adalah, keseluruhan praksis/pendekatan
pendidikan di sekolah Kristen telah dibangun di atas basis
filosofi pendidikan sekuler, cuma telah ditambahkan
dengan program-program pendidikan Kristen, seperti:
kebaktian sekolah di tengah minggu, saat teduh setiap pagi,
pelajaran khusus agama Kristen, retret tahunan, dan lain-
lain.
Jika hal itu yang terjadi maka saatnya kita membenahi
semua apa yang menjadi tantangan dan hambatan dalam
mengupayakan Pendidikan Agama Kristen agar Pendidikan
Agama Kristen dapat terselenggara dengan baik, faktor-
faktor penghambat tersebut harus terus dikurangi.
Keberhasilan penyelenggaraan Pendidikan Agama
Kristen tergantung dari dukungan berbagai pihak seperti
gereja atau sekolah sebagai penyelenggara, guru sebagai
pengajar, kurikulum yang digunakan, sarana dan prasarana
yang tersedia, serta dukungan lingkungan masyarakat.
Dalam menghadapi berbagai faktor penghambat atau
pergumulan Pendidikan Agama Kristen di Indonesia maka
berikut ini adalah langkah-langkah yang harus dibenahi
bersama:
83

A. Pendidikan Agama Kristen dalam Konteks Gereja


Pendidikan perlu memperhatikan penanaman nilai-
nilai luhur sebagai unsur utama dalam aspek afektif. Nilai-
nilai luhur kehidupan manusia seperti kasih, kejujuran,
adil, disiplin, toleransi, menghargai, bertanggungjawab, dan
hidup dalam moralitas yang baik, harus senantiasa
mewarnai corak pendidikan masa kini. Harapannya adalah
agar setiap peserta didik hidup dalam nilai-nilai yang sudah
ditanamkan, sehingga tercipta generasi yang memiliki
tanggungjawab moral yang baik.
Oleh karena itu, Pendidikan Agama Kristen pertama-
tama haruslah berbasiskan gereja. Gereja yang
dimaksudkan dalam buku ini adalah sebagai sekelompok
orang percaya pada Kristus Yesus yang diidentifikasi
sebagai jemaat lokal atau sekelompok orang yang
berkumpul di suatu tempat. Henry C. Thiessen maupun
Paul Enns menjelaskan bahwa gereja dapat dipahami dalam
dua arti salah satunya adalah gereja lokal sebagai
sekelompok orang percaya pada Kristus Yesus yang
diidentifikasi sebagai jemaat lokal atau sekelompok
orang yang berkumpul di suatu tempat sebagai contoh
dalam PB disebutkan gereja di Yerusalem (Kis. 8:1), Efesus
(Kis. 20:17), dan lain sebagainya.76
Mengapa gereja harus terlibat dalam pendidikan,
karena gereja dianggap sebagai wadah pendidikan di segala

76 Henry C. Thiessen, Teologi Sistematika, revisi: Vernon D. Doerksen (Malang:

Gandum Mas, 2010), 476-478; Paul Enns, The Moody Handbook of Theology, jilid 1, Terj.
Rahmiati Tanudjaja (Malang: SAAT Malang, 2003), 432- 433.
84

jenjang (umur). Artinya gereja nampaknya sangat berperan


aktif dalam meningkatkan kualitas setia individu. Salah
satu peran gereja saat ini adalah: Pertama, mencerdaskan
anak bangsa. Gereja dapat berperan dengan turut
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan
kualitas manusia seutuhnya.77 Dalam hal ini gereja dapat
terlibat meningkatkan kualitas manusia melalui
Pendidikan Agama Kristen dalam gereja. Menurut Khoe Yao
Tung bahwa Pendidikan Agama Kristen memuridkan,
menggerakkan anak-anak dekat dengan Tuhan. Mendidik
anak dalam Kristus adalah mendidik dalam kepemimpinan
spiritual.78 Kedua, membina iman warga gereja sebagai
bukti kepedulian dalam pendidikan. Gereja harus
meletakkan/ mengajarkan prinsip-prinsip iman Kristen
yang berdasarkan Alkitab. Ketiga, membina rasa sosial
antara satu dengan yang lain sebagai warga masyarakat
yang beriman dan beragama. Gereja adalah sebagai sarana
sosial dalam masyarakat. Gereja harus membangun
kebersamaan dalam masyarakat sekitarnya sambil
memberitakan Injil Kabar Baik. Keempat, gereja dapat
berperan didalam program pengembangan masyarakat,
pengentasan kemiskinan, termasuk juga dalam bidang
pendidikan dalam menghadapi kehidupan modernisasi
/globalisasi.

77 W. Gulo, Penampakan Identitas Dan Ciri Khas Dalam Penyelenggaraan Sekolah

Kristen” dalam Weinata Sairin (Penyunting), Identitas dan Ciri Khas Pendidikan Kristen di
Indonesia antara Konseptual dan Operasional, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), hal. 88.
78 Khoe Yao Tung, Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen Yang Berhati Gembala

Mempersiapkan Sekolah dan Pendidik Kristen Menghadapi Tantangan Global pada Masa
Kini, (Yogyakarta: Andi Offset, 2017, hal. 2
85

Perilaku anak-anak yang ada Perilaku anak-anak diluar


dalam gereja gereja bersama dengan gedget

Akibat kecanduan pemakaian


gedget

Jadi, gereja sesungguhnya adalah tempat pertama bagi


penyelenggaraan PAK dalam rangka pembangunan iman
warga jemaat. Dari gereja PAK terus berkembang diluar
gereja seperti masyarakat, sekolah maupun keluarga. Bagi
gereja PAK adalah merupakan tugas utama yang harus
dilaksanakan secara sungguh-sungguh. Oleh karena itu,
dalam kaitan keberhasilan PAK gereja harus menyadari
tugas penting ini sebagai:
86

1. Tugas Utama Gereja


Bagi gereja PAK adalah tugas utama dan harus
mendapat tempat penting dari seluruh pelayanannya.
Gereja yang terlalu menekankan pada pelayanan ibadah
dan khotbah dan mengabaikan pengajaran akan menjadi
gereja yang timpang. Gereja yang menekankan pengajaran
pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan gereja
yang mengutamakan ibadah dan khotbah.
Pengajaranlah yang akan mengantarkan warga jemaat
ke dalam pertumbuhan iman dan perubahan hidup. Daniel
Nuhamara mengatakan bahwa gereja perlu melakukan
usaha-usaha untuk menolong para orang tua memainkan
peranannya sebagai pendidikan utama bagi anak-anak
mereka79. Secara sedehana, Pendidikan Kristiani harus
memiliki kepedulian yang komprehensip terhadap
pemenuhan hukum kasih, yakni kasihilah Allah dan
sesama.80 Lanjutnya Daniel S. Schipani menjelaskan bahwa
“pendidikan jemaat memberikan kontribusinya dalam
membentuk ciptaan baru dalam terang pemerintah
Allah melalui cara yang saling berhungan: memberikan
pengetahuan dan kasih Allah yang mudah diperoleh
oleh tiap orang, mengarahkan proses formasi dan
transformasi pemuridan (mengikut Yesus) di tengah
komunitas umat beriman; dan memampukan banyak
orang untuk berpatisipasi dan bertumbuh dalam iman
Kristen sambil mengupayakan panggilan gereja untuk

79Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media 2009), hlm 63.
80Daniel S. Schipani, Dalam Buku “Memetakan Pendidikan Kristiani, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2016, hal. 27
87

menghadirkan kebebasan, keadilan, dan


perdamaian”.81

Eli Tanya mengutip pandangan Randolph Crump Miller


yang mengatakan bahwa “Pendidikan Agama Kristen
adalah proses pembimbingan setiap pribadi kedalam
keputusan untuk hidup sebagai orang Kristen.82 Artinya
gereja menjadi wadah dalam melasanakan pendidikan.
Seluruh pelayanan gereja haruslah berbasiskan pengajaran
firman Allah.

2. Merupakan Usaha Sungguh-sungguh


Bagi gereja PAK bukanlah usaha sambilan atau kelas
dua dalam pelayanan jemaat, tetapi haruslah merupakan
usaha sungguh-sungguh. Oleh karena itu, semua potensi
dalam jemaat harus terus di kembangkan untuk
melaksanakaan PAK dalam konteks gereja. PAK haruslah
dirancang dengan baik sesuai dengan kebutuhan-
kebutuhan warga jemaat pada setiap bagian pelayanan.
Nah berkaitan dengan bagian ini maka saya mengutip
pemikiran Rex E. Johnson. Menurut Rex E. Johnson dalam
buku yang berjudul “Foundations Of Ministry An
Introduction To Christian Education For A New
Generation”83 mengatakan bahwa gereja-gereja mempunyai
fondasi filosofis untuk pelayanan, sebagaimana yang

81 Loc.cit, Daniel S. Schipani, hal. 27


82EliTanya, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen, (Cipanas:Sekolah Tinggi Teologia
Cipanas,1999), hal. 54
83 Rex E. Johnson dalam buku yang berjudul “Foundations Of Ministry An

Introduction To Christian Education For A New Generation, (Malang: Gandum Mas, 2012,
hal. 56-60
88

dimiliki orang-orang secara individual. Filosofi ini mungkin


merupakan fondasi yang diucapkan atau dilakukan.
Menurut beliau bahwa jika sebuah gereja atau seorang
pendeta dapat mengucapkan fondasi filosofinya, mereka
mempunyai sedikitnya depalapan keuntungan
dibandingkan dengan gereja atau pendeta yang tidak dapat
mengucapkannya. Berikut ini adalah urain dari delapan
fondasi filosofi tersebut:
Pertama, sebuah gereja yang dapat menyatakan fondasi
filosofinya dapat menentukan lingkup pelayanannya
berkaitan dengan tugas dalam Pendidikan Agama Kristen
dalam gereja. Kedua, sebuah gereja yang dapat menyatakan
fondasi filosofinya dapat secara terus-menerus
mengevaluasi ulang pengalaman kelompoknya dalam
pengertian pesannya. Ketiga, sebuah gereja yang dapat
menyatakan fondasi filosofinya dapat mengevaluasi
pelayanannya berdasarkan criteria yang dipertimbangkan
masak-masak, bukan atas dasar popularitas suatu program.
Keempat, sebuah gereja yang dapat menyatakan fondasi
filosofinya lebih mungkin mempertahankan pelayanannya
tetap seimbang dan fokus. Kelima, sebuah gereja yang
dapat menyatakan fondasi filosofinya dapat memobilisasi
proporsi sebagian besar jemaatnya menjadi pendeta.
Keenam, sebuah gereja yang dapat menyatakan fondasi
filosofinya dapat menentukan keuntungan-keuntungan
relative dari sebuah pelayanan prospektif. Ketujuh, sebuah
gereja yang dapat menyatakan fondasi filosofinya bisa
menjadi komunitas alternatif yang jelas dan menarik bagi
orang-orang yang mencari pelarian dari sebuah kegagalan
89

sistemik. Kedelapan, sebuah gereja yang dapat menyatakan


fondasi filosofinya dapat memilih untuk bekerja sama atau
tidak bekerja sama dengan gereja-gereja lain dan
pelayanan-pelayanan paragereja.
Fondasi filosofi di atas, bila kita membandingkan
dengan komitmen gereja saat ini mungkin sangat beda
dengan apa yang dipikirakan oleh Rex. Gereja sekarang
lebih cendrung mengutamakan pembangunan fisik dari
pada usaha pengajaran iman warga jemaat didalam gereja.
Komisi-komisi pelayanan di dalam gereja adalah
merupakan tempat penyelenggaraan PAK yang di
laksanakan dengan sungguh-sungguh. Gereja hendaknya
menyediakan seluruh sarana dan prasarana yang
menunjang penyelanggraan PAK dalam konteks gereja.
Hal-hal penting yang harus di dukung oleh gereja
sepenuhnya adalah penyediaan sarana dan prasarana
termasuk dana untuk penyelenggaraan PAK, sumber daya
manusia sebagai pengajar PAK digereja, menyusun
kurikulum dalam berbagai kategori yang sesuai dan relevan
bagi kebutuhan-kebutuhan rohani warga jemaat. Dengan
demikian warga jemaat dapat bertumbuh, berakar dan
berbuah di dalam Kristus.

3. Berkesinambungan
Gereja perlu mengadakan PAK mulai dari kategori
anak-anak sampai dengan dewasa dan lanjut usia. Selain itu
pada pendidikan formal di sekolah PAK juga menjadi salah
satu bidang studi wajib yang diajarkan. Seluruh warga
jemaat adalah sasaran kegiatan PAK di gereja, atau sekolah
90

di sepanjang rentang kehidupannya. Jadi, agar Pendidikan


Agama Kristen memperoleh hasil yang maksimal, maka
guru sebagai penyelenggaraan Pendidikan Agama Kristen
seharusnya melakukan kegiatan ini dengan usaha yang
berkesinambungan dan terus menerus.
Ada beberapa yang harus diperhatikan agar Pendidikan
Agama Kristen berjalan dengan baik sebagai berikut:
Pertama, Pendidikan Agama Kristen tidak akan
berhasil dengan baik jika hanya dilaksanakan secara
insidentil saja.
Kedua, Pendidikan Agama Kristen haruslah di
laksanakan secara utuh agar pengetahuan dan pemahaman
warga jemaat juga utuh dan mendalam lewat pengajaran
yang di laksanakan.
Ketiga, Pendidikan Agama Kristen di gereja gagal
karena tidak di laksanakan secara berkesinambungan. Di
butuhkan sebuah tim yang solid serta memiliki komitmen
yang sungguh-sungguh untuk merencanakan serta
melaksanakan Pendidikan Agama Kristen di gereja.
Keempat, Pendidikan Agama Kristen dalam konteks
gereja tidak berhasil karena berhenti di tengah jalan, di
samping tidak terdapatnya orang-orang yang ditunjuk
secara khusus untuk menyelenggarakannya. Merupakan hal
yang baik, jika di dalam gereja terdapat komisi pelayanan
dalam pembangunan rohani warga jemaat. Oleh karena itu,
pengajaran dibutuhkan untuk memelihara hasil-hasil
penginjilan sehingga semakin hari semakin menuju pada
kedewasaan rohani.
91

Dalam mencapai hasil maksimal maka ada beberapa


hal yang harus diperhatikan oleh gereja sesuai dengan
uraian Cully, dapat diperhatikan sebagai berikut:
1. Gereja mengajar melalui ibadah bersama;
2. Gereja mengajar melalui perayaan kelender hari-hari
raya gerejawi;
3. Gereja mengajar melalui hubungan-hubungan yang ada
antara orang dewasa dan anak-anak di gereja;
4. Gereja mengajar melalui sekolah gereja;
5. Gereja mengajar melalui partisipasi anak-anak dan
orang dewasa dalam keseluruhan kehidupan umat
Kristen;
6. Gereja mengajar melalui partisipasi keluarga-keluarga
dalam persekutuan yang beribadah.
Semuanya itu menunjukkan pengajaran terjadi dalam
persekutuan dan menuntut adanya keterlibatan aktif dari
seluruh anggota gereja tanpa terkecuali, dari anak-anak
sampai orang dewasa. Kegiatan mengajar oleh gereja tidak
boleh berhenti, melainkan harus terus menerus dilakukan
dari generasi ke generasi (Ul. 6:4-9).

4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Kristen dalam Gereja


Sebagaimana lazimnya gereja-gereja di Indonesia
membagi janis pelayanannya sesuai golongan-golongan
warga jemaat. Dalam tradisi gereja-gereja yang ada, pada
umumnya pelayanan di dalam gereja dibagi dalam komisi-
92

komisi seperti: Komisi Sekolah Minggu Komi, Komisi


Remaja, Komisi Pemuda, Komisi Wanita dan Komisi Pria.84
Komisi-komisi ini masih dapat dibagi kepada
kelompok-kelompok yang lebih khusus sesuai kebutuhan
jemaat pada umumnya komisi-komisi yang lebih kecil lagi
terdapat pada sekolah minggu, jika peserta didik dalam SM
berjumlah besar, perlu dirancang kurikulum sebagai bahan
pengajaran dan dilaksanakan secara terus menerus. Gereja
hendaknya memiliki kurikulum pembina sesuai visi yang di
tetapkan. Hal ini bisa menyesuaikan kebutuhan pengajaran
setempat.
Jika kita kembali di Masa sebelumnya seperti tahun
1960-an, PAK seperti yang sekarang ini belum dikenal,
yang dikenal disekolah-sekolah teologi adalah vak klasik
praktika, dimana di dalamnya diajarkan : kateketika,
poimenika, liturgika, homelitika, dsb. Dalam hal ini,
kateketika masih diartikan secara tradisional, yakni sekitar
pelajaran katekisasi orang dewasa yang ingin menerima
baptisan dan melakukan pengakuan percaya. Jadi belum
mencakup PAK semua golongan umur. Timbul kesan bahwa
vak kateketika hanya semata-mata penerapan praktis ilmu
teologi untuk dipakai pendeta mengajar katekisasi dalam
jemaat. Saat itu belum ada usaha memikirkan teori PAK
yang lebih mendasar, dan dimana tempat PAK yang sah
dalam ilmu teologi. Sedangkan di luar sekolah teologi, pada
tahun 1950-an muncul usaha individual dikalangan gereja

84 Op.cit, John M. Nainggolan. hlm1


93

untuk mengembangkan kegiatan pembinaan warga


gereja.85
Di Indonesia masih banyak terdapat sekolah-sekolah
Kristen, yang dibayar dan diawasi oleh Negara, tetapi
gereja-gerejalah yang menyelenggarakan dan
menjalankannya. Sekolah-sekolah Kristen di Indonesia
tentu merupakan suatu tugas dan tanggungan yang indah
tetapi berat bagi gereja. Salah satu kesulitannya yang besar
ialah kekurangan guru-guru yang sungguh-sungguh
mengaku Yesus Kristus selaku Tuhan dan Juruselamatnya
dan ingin mewujudkan kepercayaan itu di dalam segala
gerak-gerik hidup mereka.86
Salah satu saran dari Konferensi PAK di Sukabumi pada
tahun 1955, dan kebutuhan yang sangat mendesak bagi
kurikulum sekolah minggu yang bertitik tolak dari keadaan
Indonesia bertemu tatkala KOMPAK DGI mengadakan
konferensi kurikulum di Wisma Oikumene di Sukabumi
pada tanggal 12 juni – 4 juli 1963. Kemudian mereka
meyusun kurikulum berdasarkan tema Yesus Kristus,
gereja, alkitab, dan Allah.87
Selama ini, gereja-gereja di Indonesia melaksanakan
PAK di gereja dalam bentuk pelayanan: sekolah minggu,
katekisasi (untuk calon baptisan/sidi), sekolah Kristen, dan
pembinaan warga gereja.

85 N.K Atmadja Hadinoto. Dialog dan Edukasi. (Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011,

hal. 170-171
86 Op.cit, I. H. Enklaar dan E.G. Homrighausen, hal. 158-159
87 Robert R. Boehlke, Sejarah Perkembangan pikiran dan praktek PAK. (Jakarta: BPK

Gunung Mulia. 2011, hal. 796-798


94

B. Pendidikan Agama Kristen dalam Konteks Sekolah


Dalam undang-undang pendidikan Nasional yang
ditetapkan oleh pemerintah pendidikan Agama mendapat
tempat dalam setiap jenjang pendidikan. Mulai dari SD
sampai Perguruan Tinggi, diberi waktu 2 jam pelajaran
perminggu untuk penyelenggaraan pendidikan Agama.
Kesempatan ini merupakan peluang berharga yang harus
dimanfaatkan sebagai pembinaan mental spiritual peserta
didik. Saat ini sudah tersusun kurikulum dari tingkat dasar
sampai perguruan tinggi, meskipun masih terdapat pro dan
kontra tentang mutu dan kualitas kurikulum yang ada.
Mutu dan kualitas PAK di sekolah ditentukan oleh
berbagai faktor seperti mutu kualitas guru, mutu
kurikulum, kemampuan peserta didik, sarana dan
prasarana, peraturan perundangan yang berlaku, dan
dukungan yang diberikan oleh sekolah dimana PAK
tersebut diselenggarakan.
Berikut ini akan diuraikan pergumulan
penyelenggaraan PAK di sekolah:
1. Kurikulum PAK
Kurikulum menurut Thomas Bernard, kurikulum
merupakan seperangkat program untuk pengajaran yang
menjadi pedoman pengembangan pendidikan, nasution
mengutip pernyataan Esner bahwa kurikulum dipandang
sebagai pengembangan proses kognitif, teknologi,
humanistis, atau aktualisasi peserta anak, rekonstruksi
sosial dan akademik. Menurut Ali Mudlo bahwa Kurikulum
sebagai suatu rencana disusun untuk melancarkan proses
belajar mengajar dibawah bimbingan dan tanggung jawab
95

sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf


pengajarnya.88
Dengan kata lain bahwa kurikulum sebagai alat
transmisi kebudayaan, transmisi dengan masyarakat atau
transformasi peserta didik. Kurikulum dapat dipandang
sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan
intelektual anak khususnya kemampuan berpikir agar ia
dapat memecahkan segala hal yang dipahami. Dalam hal ini,
dapat dinyatakan bahwa kurikulum merupakan
seperangkat program pendidikan yang berisi alat, tujuan,
materi, serta berbagai ketentuan lain untuk
mengembangkan pendidikan yang disampaikan pendidik
kepada peserta didik dalam proses pembelajaran sehingga
anak didik memahami dan mengaktualisasikan
pengetahuan tersebut. Materi atau isi dalam pendidikan
Kristen tentu saja menyangkut isi alkitab yaitu firman
Tuhan yang disampaikan pengajar kepada peserta didik.
Jika kita mengamati bahwa kurikulum Pendidikan
Agama Kristen sudah beberapa kali mengalami perubahan
sesuai dengan kebijakan pendidikan yang telah ditetapkan
pemerintah. Mulai dari kurikulum tahun 1974, 2004, Dan
saat ini muncul kurikulum Berbasis Kompetensi, meskipun
masih dalam tarapf uji coba. Keberhasilan PAK tidak hanya
terletak pada tersusunnya materi kurikulum yang baik,
guru baik tetapi sarana dan prasarana tidak baik, hasilnya
pun tidak akan maksimal. Oleh karena itu, sekolah sebagai

88Ali Mudlofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Dan

Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2012) h. 1-2.
96

lembaga pendidikan haruslah memberikan dukungan


penuh bagi keterselengarannya PAK di sekolah.
Keberhasilan materi kurikulum banyak tergantung pada
guru sebagai pengelola mata pelajaran. Guru harus aktif
dan kreatif dalam mengelola PAK di sekolah.

2. Kualitas Guru Pendidikan Agama Kristen


Terutama di sekolah-sekolah pemerintah dan swasta
umum, PAK masih amat memperhatikan. Kurangnya guru-
guru Agama Kristen menjadi hambatan utama, karena
formasi pengangkatan guru agam Kristen jauh dari
kebutuhan-kebutuhan yang ada. Banyak peserta didik yang
beragama Kristen tidak mendapatkan pendidikan agama di
sekolah karena tidak tersedia guru yang mengajar.
Dalam mengisi kekosongan tersebut maka di
tugaskanlah guru agama honorer atau guru agama tidak
tetap menjadi pengajar siswa-siswa Kristen yang ada
disekolah seperti guru umum yang kebetulan mengajar di
sekolah.
Yang bersangkutan, dan ia terbeban untuk menolong
siswa kristen yang ada di sekolahnya, atau anggota gereja
yang berbeban bagi pelayanan siswa di sekolah, atau para
siswa yang aktif di persekutuan Mahasiswa Kristen yang
berbeban bagi pelayanan siswa. Disatu sisi hal ini dapat
disyukuri, karena masih ada orang yang berbeban bagi
penyelenggaraan PAK di sekolah, tetapi di sisi lain hal ini
amat memperhatikan karena pengajar dimaksud tidak
memenuhi kriteria tentang seorang guru.
97

Akibatnya, penyelanggraan PAK di sekolah tidak dapat


dilaksanakan secara maksimal. Kita jangan lupa bahwa
guru yang mengajar adalah seorang guru yang benar-benar
terlatih dan fasih dalam mengajar, dan juga mengerti
dengan kebutuhan peserta didik. “Sejak adanya kehidupan,
sejak itu pula Guru telah melaksanakan pembelajaran, dan
memang hal tersebut adalah tugas dan tanggung jawabnya
yang pertama dan utama.”89 Dengan tujuan adalah “Guru
membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk
aktif mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya,
membentuk kompetensi, agar peserta didik memahami apa
yang dipelajarinya.”90 Dengan demikian bahwa belajar dan
pembelajaran adalah tugas pokok guru yang harus
dilakukan sehari-hari, mencintai peserta didik agar dapat
membentuk dan membangkitkan rasa cinta dan minat
belajar peserta didik.
Dalam mengatasi persoalan ini maka perlu di lakukan
usaha pembinaan dan Pelatihan guru-guru agama honorer
agar mereka dapat meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya sebagai guru agama kristen. Kendala lain
adalah, bahwa sering kali mereka menjadi tenaga
sukarelawann semata-mata, mereka tidak pernah
mendapat honor dari sekolah dimana mereka mengajar.

89 H. Isjoni, Dilema Guru Ketika Pengabdian Menuai Kritikan (Bandung: Sinar Baru

Algensindo, 2007), hlm. 13


90 Ibid, H. Isjoni, hal. 14
98

3. Sarana dan Prasarana Penyelenggaraan PAK di Sekolah


Keprihatinan lain adalah terbatasnya sarana dan
prasarana penyelenggaraan PAK di sekolah. Sering kali di
temui bahwa sekolah tidak menyediakan sarana yang
memadai untuk penyelenggaraan PAK. Seperti pada
gambar berikut ini.

Ruang belajar siswa Agama


Ruang belajar siswa Agama Islam
Kristen

Kadang guru harus mengajar PAK diperpustakaan


sekolah, atau disalah satu ruang kecil saja, bahkan ada yang
menjagar di gang yang terdapat di sekolah. Bahkan sering
kali seorang guru agama harus membawa murid-muridnya
keluar sekolah seperti ke gereja atau salah satu rumah
peserta didik untuk penyelenggaraan PAK.
Guru-guru PAK ini pejuang-pejuang rohani yang amat
luar biasa, meskipun tidak mendapatkan dukungan dan
perhatian, mereka terus bekerja demi berlangsungnya PAK
disekolah. Mereka perlu didukung dan di support baik oleh
gereja, orang tua, terutama pemerintah.

4. Suatu kontradiksi
Peraturan perundang-undangan menyatakan bahwa
setiap siswa berhak mendapatkan pendidikan sesuai
99

dengan agama dan kepercayaannya, dan sekolah wajib


menyediakan sarana dan prasarana untuk itu. Tetapi di
pihak lain peraturan pelaksanaan di bidang pendidikan
menyatakan bahwa jika terdapat 10 orang siswa penganut
suatu agama tertentu dalam satu kelas, maka dikelas itu
barulah wajib pelajaran agama bersangkutan diberikan
(dua) jam per minggu. Jika kurang dari 10 orang maka
siswa yang bersangkutan dibina oleh pembina (agama)
rohani yang besangkutan. Penerapan peraturan inilah yang
simpang siur disekolah-sekolah. Terutama dipemerintah
seperti di pulau jawa misalnya, hampir tidak ditemukan
sekolah yang meiliki siswa berjumlah 10 (sepuluh) orang,
siswa penganut agama Kristen dalam satu kelas.
Realitas yang sering ditemukan adalah bahwa dalam
sekolah hanya ada puluhan siswa yang beragama Kristen.
Akibatnya sekolah yang bersangkutan tertutup untuk
menerima seorang guru agama Kristen meskipun tidak
dibayar. Ada sekolah-sekolah tertentu yang menerima guru
agama atau pembina agama, tetapi sistim pelaksanaannya
adalah bahwa seluruh siswa dari semua jenjang kelas
digabung menjadi satu kelas dalam sekali pertemuan saja.
Dari segi kurikulum hal ini sangat kacau balau.
Tidaktahu lagi kurikulum mana yang harus diterapkan bagi
mereka. Tentu dari sudut pengajaran sistim seperti ini
tidak akan mencapai hasil yang maksimal.

5. Perlu Keterlibatan Semua Pihak


Dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut perlu
keterlibatan semua pihak, yaitu:
100

Pertama, Pemerintah hendaknya menerbitkan


peraturan yang dapat melindungi semua peserta didik
dalam hal mendapatkan pendidikan agama yang sungguh-
sungguh. Memang tidak efektif jika murid hanya berjumlah
puluhan orang penganut agama tertentu dalam sebuah
sekolah harus mengangkat seorang guru yang berstatus
pegawai negeri, karena seorang guru harus mengajar 40
jam per minggu, tetapi pemerintah hendaknya memberi
peluang yang seluas-luasnya bagi penyelenggaraan PAK di
sekolah.
Kedua, Pemerintah juga hendaknya dapat memberi
honor kepada guru-guru yang rela mengajar PAK sebagai
guru agama tidak tetap.
Ketiga, Dipihak lain, pendidikan bukan hanya tanggung
jawab pemerintah melainkan juga merupakan tanggung
jawab masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan gereja
sangatlah dibutuhkan.
Dukungan gereja dapat berupa, yaitu: gereja
menyediakan tenaga guru dan bantuan honor; gereja harus
menyadari bahwa siswa-siswa yang belajar diberbagai
jenjang pendidikan adalah merupakan warga jemaat; gereja
harus mengerti bahwa penyelenggaraan pendidikan agama
disekolah adalah merupakan peluang penginjilan dan
pemuridan bagi warga jemaat. Dapat dibayangkan jika
seorang anak mulai dari tingkat sekolah dasar hingga
sekolah lanjutan atas tidak pernah mendapatkan
pendidikan agama di sekolahnya.91

91Ibid., John M. Nainggolan, hlm 14-21.


101

C. PAK dalam Konteks Masyarakat Indonesia


Indonesia adalah salah satu negara yang paling unik di
kolong langit ini. Dari segi jumlah penduduk indonesia
adalah negara urutan keempat paling terbanyak di dunia
setelah Cina, Amerika, dan India. Semua agama besar di
dunia terdapat di Indonesia dan terdiri dari berbagai etnis
dan budaya. Dalam kehidupan bermasyarakat semua
masyarakat yang terdiri dari berbagai latar belakang
tersebut pastilah saling bersentuhan dalam berbagai
bidang kehidupan.
Disatu pihak keanekaragaman ini adalah potensi besar
bagi bangsa indonesia, tetapi di pihak lain bisa sebagai
ancaman. Oleh karena itu, peranan agama-agama amat
penting sebagai pemersatu bangsa. Jadi, PAK di sekolah
menjadi sentral dalam pembentukan spritualitas, karakter
dan watak warga negara agar dapat hidup rukun, bersatu,
dan saling bekerja sama dari semua golongan yang ada
untuk tercapainya keadilan, kemakmuran, dan
kesejahteraan seluruh masyarakat indonesia.
Berikut ini diuraikan beberapa hal yang menjadi
pergumulan PAK dalam konteks heterogenitas masyarakat
Indonesia.
1. PAK dan Heterogenitas
Pendidikan Agama Keristen di sekolah haruslah
mengarahkan kepada keterbukaan. Ada empat prinsip
utama dari Pendidikan Agama Kristen yaitu:
Pertama, Belajar mengetahui (Learning to know). PAK
haruslah diarahkan kepada peningkatan pengetahuan yaitu
102

pengetahuan akan Allah dan segala firmannya, sesama, diri


sendiri, maupun lingkungannya.
Peserta didik haruslah diarahkan kepada pemahaman
atas keutuhan ciptaan, bahwa sejak semula Allah telah
menciptakan manusia, mahluk-mahluk, dan alam yang
memiliki saling ketergantungan dan semuanya itu harus
dijaga agar tetap harmonis sesuai rencana Allah dalam
penciptaan manusia.
Kedua, Belajar untuk melakukan/menerapkan
(Learning to do). PAK haruslah diarahkan agar peserta
didik memiliki keterampilan dalam mempraktekkan
imannya di tengah-tengah kemajemukan masyarakatnya,
bukan menjadi batu sandungan melainkan menjadi berkat
bagi sesama dan lingkungannya, bukan menjadi menutup
diri melainkan dapat menempatkan dirinya bersama-sama
dengan orang lain untuk menghadirkan syalom dari Allah
di tengah-tengah dunia ini lain untuk menghadirkan syalom
Allah ditengah- tengah dunia ini. Yesus berkata kepada
murid-murid-Nya
“Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi
tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi
gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu
adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung
tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak akan
menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah
gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga
menerangi semua orang di dalam rumah”. Mat. 5:13-15.

Ketiga, Belajar menjadi sesuatu (Learning to be). PAK


haruslah diarahkan agar peserta didik memiliki jati dirinya
103

dan mampu menyatakan keberadaan dirinya dalam


kehidupannya sehari-hari. Dia tidak pesimis melainkan
optimis, tidak negatif tapi positif dan menyadari dirinya
sangat berharga di mata Tuhan.
Dengan demikian dengan sekuat tenaga ia dapat
menyatakan dirinya dengan berbagai kemampuan yang
telah Tuhan berikan kepadanya untuk kepentingan sesama.
Peserta didik mampu memahami bahwa ia hidup bukan
hanya untuk dirinya sendiri tetapi bagi sesama dan
lingkungannya. Untuk itulah ia harus dapat melakukan
yang terbaik dalam hidupnya. Paulus berkata “Karena kita
ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah
sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya. Efesus
2:10.
Keempat, Belajar hidup bersama (Learning to live
togother). PAK haruslah diarahkan agar peserta didik
menyadari betul bahwa hidup tidak mungkin sendirian.
Keberhasilan tidak dapat diraih sendirian, kesejahteraan
harus dilakukan secara bersama- sama. Harus dapat
dihayati bahwa penerapan dan aplikasi kasih Kristus
melampaui batas-batas manusiawi, batas-batas agama
maupun batas-batas etnis. Inti iman Kristen yang
sesungguhnya bahwa ia dapat hidup dan menjadi berkat
bagi sesamanya.

2. Kemandirian Iman
Dalam konteks kemajemukan masyarakat dalam
berbagai bentuk kehidupan, PAK harus diarahkan kepada
104

kemandirian iman. Tidak disangkal bahwa perbedaan-


perbedaan dalam masyarakat baik dalam hal agama
maupun etnis akan saling bersentuhan. Sentuhan-sentuhan
itu amat kuat dan jika tidak memiliki kemandirian iman
maka akan kalah. Akhir-akhir ini perpindahan agama telah
semakin lazim dimasyarakat, hal itu terjadi karena
sentuhan-sentuhan dalam heterogenitas agama tidak bisa
dihindarkan.
Di pihak lain nilai-nilai kompromistis sudah semakin
nyata dalam kehidupan masyarakat kita sekarang ini. Oleh
karena itulah, PAK haruslah menjadi salah satu usaha
pembentukan kemandirian iman; bahwa peserta didik
mampu memiliki ketetapan iman maupun ketetapan hati
meskipun di lingkungan yang amat berbeda; peserta didik
memiliki kemampuan menempatkan dirinya ditengah-
tengah pergaulan sekolah dengan luwes, tidak kaku namun
tetap menjaga kemandirian iman; ia mampu menolak
segala tren-tren kehidupan yang bertentangan dengan
nilai-nilai iman yang dimilikinya.

3. Keterbukaan
PAK haruslah mampu membawa peserta didik pada
keterbukaan. Maksudnya sikap iman bukanlah tertutup,
melainkan adanya keterbukaan kepada orang lain, istilah
lain adalah tidak membatasi dirinya kepada siapapun.
Iman orang Kristen seharusnya siap
untuk dilihat dan diselidiki. Iman Kristen justru hidup jika
diaplikasikan dalam perbuatan-perbuatan. Keterbukaan
akan menghindarkan diri dari menjelek-jelekkan agama
105

lain tetapi melihat secara positif bahwa dalam agama lain


pun terdapat ajaran-ajaran baik yang dapat diterapkan
dalam kehidupan bersama.
Keterbukaan memungkinkan peserta didik dapat
melihat orang lain bukan sebagai musuh tetapi sebagai
sahabat dalam kehidupan terutama dalam perbuatan-
perbuatan kebajikan. Keterbukaan memungkinkan orang-
orang Kristen dapat menjadi berkat bagi sesamanya.92

D. PAK dalam Konteks Keluarga


Dewasa ini dengan adanya perkembangan-
perkembangan dalam dunia pendidikan, misalnya dengan
adanya pendidikan formal, maka peranan keluarga dan
orang tua dalam pendidikan menjadi agak tergeser.
Dahulu sebelum adanya sekolah, maka seluruh
tanggung jawab mendidik ada apa orang tua dan
masyarakat melalui interaksi anak dengan lingkungannya.
Begitu pula dengan adanya Sekolah Minggu, banyak orang
tua lebih suka mengirimkan anak-anaknya ke Sekolah
Minggu dan mengabaikan tugasnya pendidik utama dalam
keluarga.
Kenyataan ini dapat dipahami, karena pada satu sisi
banyak orang tua tidak mempunyai pendidikan yang
memadai, sehingga mereka beranggapan bahwa sebaiknya
anak-anak mereka dididik oleh guru-guru yang profesional
di Sekolah Minggu atau di sekolah formal. Ada juga yang
beralasan kesibukkan kerja dan lain-lain. Apa pun

92Ibid., John M. Nainggolan, hlm. 22-25.


106

alasannya, kenyataan di atas tidak dapat dibenarkan secara


teologis.93
Rida Gultom menanggapi alasan di atas bahwa
Pendidikan agama dalam keluarga merupakan dasar bagi
seluruh pendidik lainnya dalam masyarakat telah
berlangsung sejak zaman Perjanjian Lama. Dalam kitab
Kejadian 12:1-3 dijelaskan bahwa Allah merencanakan
Bangsa Israel menjadi bangsa yang besar di muka bumi dan
menjadi umat pilihan Allah. 94

1. Dasar Teologis PAK dalam Perjanjian Lama


Nuhamara mengatakan bahwa sebagai orang kristen
kita percaya bahwa anak adalah karunia Tuhan yang
dipercayakan kepada orang tua dalam pemeliharaan
maupun pendidikannya. Oleh karena itu, di dalam
Perjanjian Lama kita menjumpai bahwa Tuhan mewajibkan
orang tua untuk mendidik anak-anaknya, yaitu:
a. Mendidik anak-anaknya dengan tekun (Ul. 6:6-7),
b. Mendidik anak-anaknya untuk dapat mengenal
perintah/Taurat Allah (Mzm. 78:5-6),
c. Mendidiknya di jalan yang benar (Ams. 22:6), dan
d. Menjawab pertanyaan seorang anak dengan tepat (Kel.
12:26-27; 13:8).
e. Mendidik anak adalah suatu keharusan karena anak
merupakan warisan Allah kepada orang tua (Mzm.
127:3),

93Ibid. Nuhamara
94Rida Gultom, Pendidikan Agama Kristen Kepada Anak-anak, (Medan: Cv. Mitra
tt),hlm, 15.
107

f. Bahkan bila perlu mereka diizinkan mendidik anak


dengan memberikan hukuman jasmani (Ams. 22:15;
19:18; 23:13-14; 29:15,19).

2. Dasar Teologis PAK dalam Perjanjian Baru


Yesus sedikit pun tidak memandang rendah seorang
anak. Banyak ayat membuktikan bahwa Yesus sangaat
mengasihi anak-anak, misalnya: Markus 9:36,37; 10:1-16;
Matius 11:16-17; 18:3-10; 19:13-15; 21:15-16; 18:15-17,
dan lain-lain.
Dalam tradisi Perjanjian Baru, pendidikan terhadap
anak, merupakan tanggung jawab orang tua (Kolose 3:21
dan Efesus 6:4 disebutkan bahwa orang tua harus mendidik
anak dalam ajaran firman Allah). Kewajiban orang tua
dalam mendidik anak adalah memelihara mereka,
mencukupi kebutuhan materi dan emosi mereka, dan
menasehati mereka agar bertumbuh.

3. Pembentukan Nilai-Nilai
Segala sesuatu yang diterima pada masa kanak-kanak
akan menentukan gaya hidupnya kelak di kemudian hari.
Kehidupan masa kanak-kanak dapat menjadi model
kehidupan masa depannya. Masa awal kehidupan anak
adalah masa yang sangat penting; oleh sebab itu, harus
ditetapkan suatu dasar yang kuat dan baik. Jadi, ada
beberapa hal yang harus di tanamkan oleh orang tua
kepada anak sebagai berikut:
Pertama, Masa Penentuan Dasar. Pembentukan dasar
bagi seorang anak telah dimulai sejak dini. Pembentukan
108

tersebut terpupuk lewat lingkungan yang paling


mempengaruhi hidupnya setiap hari yaitu lingkungan
keluarga. Disana ia mendapatkan nilai-nilai dan etika; sikap
terhadap orang tua dan keluarga dekat; pandangan
lingkungan sekitarnya; pembentukan dasar yang salah akan
mempengaruhi perjalanan hidup.
Kedua, Masa Perkembangan Karakter. Perlu diingat,
bahwa pada masa ini dasar karakter dan sifat seseorang
terbentuk pada usia lima tahun pertama.Karakter seorang
anak banyak terbentuk lewat pendidikan orang tua.Orang
tua haruslah menanamkan nilai-nilai yang baik sejak awal.
Dengan demikian karakter anak dapat berkembang kearah
yang positif.Orang tua hendaknya dari awal terus
membangkitkan minat belajar positif bagi anak-anaknya.
Ketiga, Masa Belajar. Yang terjadi dimasa ini bahwa
masa kanak-kanak adalah masa belajar banyak hal di
sekitarnya. Orang tua membangkitkan minat belajar positif.
Anak terus di tuntun agar minat belajarnya berkembang.
Keempat, Pendidikan Iman. Pendidikan iman
merupakan pondasi yang kokoh bagi seluruh bagian-bagian
pendidikan. Pendidikan iman ini yang akan membentuk
kecerdasan spiritual. Komitmen iman yang tertanam pada
diri setiap anggota keluarga akan memungkinkannya
mengembangkan potensi fitrah dan beragam bakat. Yang
dimaksud dengan keimanan adalah keyakinan akan
keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, Tuhan Yang Maha
Melihat perbuatan manusia, Tuhan Yang Maha Membalas
perbuatan manusia, Tuhan Yang Maha Adil dalam
memberikan hukuman dan pembalasan, Tuhan Yang Maha
109

Mengetahui segala apa yang tampak dan tersembunyi.


Inilah hakikat iman yang paling fundamental. Setiap orang
merasa dirinya berada dalam pengawasan dan
pemeliharaan Tuhan.
Perasaan bertuhan menjadi sebuah landasan imunitas
bagi semua manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Seorang ayah akan bekerja dengan benar untuk
menghidupi keluarganya karena merasa diawasi oleh
Tuhan Yang Maha Melihat. Nilai-nilai keimanan harus
dijadikan perhatian utama dalam membentuk imunitas
keluarga dalam menghadapi arus globalisasi.
Keliama, Pendidikan Moral. Pendidikan moral akan
menjadi bingkai kehidupan manusia, setelah memiliki
landasan kokoh berupa iman. Pada saat masyarakat
mengalami proses degradasi moral, maka penguatan
moralitas melalui pendidikan keluarga menjadi semakin
signifikan kemanfaatannya. Pada hakekatnya moral adalah
ukuran-ukuran nilai yang telah diterima oleh suatu
komunitas. Moral berupa ajaran-ajaran atau wejangan,
patokan-patokan atau kumpulan peraturan baik lesan
maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup
dan bertindak agar menjadi manusia yang baik. Setiap
agama memiliki doktrin moral, setiap budaya masyarakat
juga memiliki standar nilai moral, yang apabila itu
diaplikasikan akan menyebabkan munculnya kecerdasan
moral pada indiviudu, keluarga maupun masyarakat dan
bangsa.
Keenam, Pendidikan Emosi. Pendidikan emosi (psikis)
membentuk berbagai karakter positif kejiwaan, seperti
110

keberanian, kejujuran, kemandirian, kelembutan, sikap


optimistik, dan seterusnya. Karakter ini akan menjadi daya
dorong manusia melakukan hal-hal terbaik bagi urusan
dunia dan akhiratnya. Memasuki abad 21, paradigma lama
tentang anggapan bahwa IQ (Intelligence/Intelectual
Quotient) sebagai satu-satunya tolok ukur kecerdasan, yang
juga sering dijadikan parameter keberhasilan dan
kesuksesan kinerja Sumber Daya Manusia, digugurkan oleh
munculnya konsep atau paradigma kecerdasan lain yang
ikut menentukan terhadap kesuksesan dan keberhasilan
seseorang dalam hidupnya.
Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya
dengan inteligensi (to manage our emotional life with
intelligence); menjaga keselarasan emosi dan
pengungkapannya (the appropriateness of emotion and its
expression) melalui keterampilan kesadaran diri,
pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan
sosial.
Menurut Goleman, orang-orang yang hanya memiliki
kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki
rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel,
cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung
sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya
secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf
kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini
sering menjadi sumber masalah, karena cenderung akan
terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul,
mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain,
111

tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus


asa bila mengalami stress.
Istilah kecerdasan emosional pertama kali dilontarkan
pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard
University dan John Mayer dari University of New
Hampshire untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional
yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan
Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang
sering disebut emotional quotient (EQ) sebagai “himpunan
bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan
memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan
pada orang lain, memilah-milah semuanya dan
menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan
tindakan”.
Ketujuh, Pendidikan Fisik. Pendidikan fisik atau
pendidikan jasmani tak kalah penting untuk mendapat
perhatian. Keluarga harus menampakkan berbagai
kekuatan, termasuk kekuatan fisik: agar tubuh menjadi
sehat, bugar dan kuat. Pendidikan jasmani pada hakikatnya
adalah proses pendidikan yang memanfaatkan aktivitas fisik
untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas
individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional.
Meminjam ungkapan Robert Gensemer, pendidikan jasmani
diistilahkan sebagai proses menciptakan “tubuh yang baik
bagi tempat pikiran atau jiwa.” Artinya, dalam tubuh yang
baik ‘diharapkan’ pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan
dengan pepatah Romawi Kuno: men sana in corporesano.
Kedelapan, Pendidikan Intelektual. Perilaku anarkistis
di sekitar kita tampak marak yang ditandai dengan amuk
112

massa, tingkah suporter sepak bola sampai tawuran


antarsiswa dan mahasiswa, ataupun gerakan unjuk rasa
mahasiswa yang berujung bentrokan dengan aparat
keamanan. Emosi massa seakan mudah tersulut, akal sehat
seakan hilang dalam budaya kita yang dulu terkenal santun.
Tak terkecuali berlaku bagi kelompok masyarakat elite dan
berpendidikan. Kita membutuhkan pendidikan yang
mampu memoles nalar sehat masyarakat kita. Ranah
intelektual harus menjadi perhatian dalam proses
pendidikan integratif dalam keluarga, selain sisi iman,
moral, maupun emosional.
Menciptakan kematangan intelektual adalah tugas
keluarga dengan lingkungan yang kondusif, selain sekolah
yang tentu sangat berperan dalam proses pematangan
intelektual. Jika belajar dari negara Jerman, calon
mahasiswa perguruan tinggi di Jerman dituntut telah
mencapai hochschulreife, artinya kematangan, baik
intelektual maupun emosional, agar dapat menempuh studi
akademis. Pendidikan dalam keluarga berorientasi pada
kematangan intelektual, agar anggota keluarga memiliki
kesiapan untuk menghadapi berbagai kondisi dalam
kehidupan dengan nalar yang sehat dan matang.
Secara konseptual, kematangan intelektual dapat
dibentuk terutama lewat matematika dan bahasa.
Matematika dapat memberikan cara bernalar logis dan
kritis, sedangkan bahasa sebagai sarana bertutur dan
menulis. Selain itu, diperlukan pula penggunaan metode
pembelajaran yang tepat sehingga pembelajaran dapat
terintegrasi dengan baik.
113

Kesembilan, Pendidikan Sosial. Pendidikan sosial


bermaksud menumbuhkan kepribadian sosial anggota
keluarga, agar mereka memiliki kemampuan bersosialisasi
dan menebarkan kontribusi positif bagi upaya perbaikan
masyarakat. Pendidikan sosial memunculkan solidaritas
sosial yang pada gilirannya akan mengoptimalkan peran
sosial seluruh anggota keluarga.
Banyak kenyataan dalam kehidupan keseharian, anak
yang disibukkan dengan dunianya sendiri, asyik dengan
kecanggihan teknologi, baik itu playstation, handphone,
komputer, atau benda teknologi lainnya. Anak mengurung
diri di rumah atau kamar, tidak banyak keluar rumah,
sehingga orang tua merasa tidak khawatir anaknya akan
terkena pengaruh buruk dari pergaulan di luar rumah.
Padahal keasyikan semacam itu membuatnya kehilangan
kecerdasan sosial yang sangat diperlukan dalam
kehidupan.
Kecerdasan intelektual memang sangat penting untuk
terus dikembangkan. Namun, kecerdasan yang tidak kalah
pentingnya adalah kecerdasan sosial. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi sering menyebabkan
dehumanisasi, karena telah meminimalisir interaksi sosial.
Untuk berkomunikasi dengan tetangga, teman, saudara,
bahkan anggota keluarga sendiri, cukup menggunakan sms,
telpon, email, fesbuk, twitter, dan lain sebagainya. Untuk
itulah keluarga harus memberikan pendidikan sosial yang
memadai baghi seluruh anggotanya, agar memiliki
kecerdasan sosial yang membuat setiap anggota keluarga
114

mampu berinteraksi sosial secara positif di lingkungan


masyarakat maupun lingkungan pergaulan lainnya.
Kesepuluh, Pendidikan Seksual. Pendidikan seksual juga
diperlukan dalam keluarga. Kesadaran diri sebagai laki-laki
atau perempuan penting untuk mendapatkan perhatian
sejak dini agar tidak menimbulkan bias. Pengertian tentang
kesehatan reproduksi bukan hanya diberikan kepada anak
perempuan, tetapi juga kepada anak laki-laki.
Penghormatan satu pihak dengan pihak yang lainnya -
antara laki-laki dan perempuan- sehingga tidak terjadi
dominasi laki-laki atas perempuan, adalah kesadaran
gender yang juga mesti ditumbuhkan.
Pada masa remaja rasa ingin tahu terhadap masalah
seksual sangat penting dalam pembentukan hubungan baru
yang lebih matang dengan lawan jenis. Padahal pada masa
remaja informasi tentang masalah seksual sudah
seharusnya mulai diberikan, agar remaja tidak mencari
informasi dari orang lain atau dari sumber-sumber yang
tidak jelas atau bahkan keliru sama sekali. Pemberian
informasi masalah seksual menjadi penting terlebih lagi
mengingat remaja berada dalam potensi seksual yang aktif,
karena berkaitan dengan dorongan seksual yang
dipengaruhi hormon dan sering tidak memiliki informasi
yang cukup mengenai aktivitas seksual mereka sendiri.
Kesebelas, Pendidikan Politik. Pendidikan politik dalam
keluarga juga penting untuk mendapatkan perhatian.
Sebenarnya kajian mengenai pendidikan politik telah
dimulai bersamaan dengan munculnya pandangan Plato
dan Aristoteles yang mengasumsikan pendidikan anak-
115

anak itu serupa dengan tabiat negara. Pemikir lainnya,


Boden, dalam tulisan-tulisannya mengemukakan mengenai
urgensi ketaatan dalam institusi keluarga sebagai dasar
ketaatan terhadap institusi pemerintah.
Praktik pendidikan politik dalam institusi keluarga
dapat berlangsung dengan baik apabila didukung oleh
berbagai perangkat dan mekanisme. Yang paling penting di
antaranya adalah, pertama, hierarki kekuasaan dalam
institusi keluarga, kedua, suasana keluarga, dan ketiga,
bahasa, konsep serta simbol-simbol. Hierarki kekuasaan
dalam keluarga merupakan cara pendidikan politik, karena
institusi keluarga merupakan negara mini bagi anak-anak.
Bagi Dean Jaros dalam bukunya Socialization to Politics,
pengetahuan anak-anak tentang kekuasaan yang ada dalam
institusi keluarga merupakan awal pengetahuannya
terhadap kekuasaan di dalam negara dan kedudukannya di
dalam negara.
Suasana keluarga juga memegang peranan penting
dalam pendidikan politik. Cinta, kasih sayang dan
kemesraan hubungan yang diperoleh anak-anak dalam
keluarga merupakan sesuatu yang dapat mencetak jiwa dan
perilaku sosial serta politik mereka.

4. Peranan orang tua dalam PAK


Pendidikan krisetn harus menerapkan bebarapa
prinsip dalam Perjanjian Lama yang lebih disiplin dalam
hal pendidik anak. Dalam Perjanjian Lama menegaskan
bahwa:
116

Pertama, Tanggung jawab Pendidikan Agama Kristen


pertama-dan terutama terletak pada orang tua, ayah dan
ibu (Ams. 1:8).
Kedua, Orang tua yang baik mendidik anaknya dengan
teguran dan hajaran dalam kasih (Ams 6:23). Ada teori
pendidikan modern yang menyarankan agar orang tu
jangan pernah menyakiti anak-anak mereka, baik secara
fisik maupun secara verbal atau melalui kata-kata karena
hal tersebut dapat menimbulkan kebencian dan dendam
pada orang tua dalam diri anak-anak.
Ketiga, PAK harus dilakukan secara terus- menerus
melalui kata-kata, sikap, dan perbuatan (Ul. 6:7). Kata
bahasa Ibrani yang dipakai dalam ayat ini adalah
“shinnantam” yang berasal dari akar kata “shanan” yang
berarti mengasah atau menejamkan, biasanya, pedang atau
anak panah. Artinya orang tua harus secara rutin dan
dalam segala kesempatan menyampaikan kebenaran
firman Tuhan kepada anak-anak mereka.
Keempat, Tujuan Pendidikan Agama Kristen dalam
keluarga yakni: Pertama, Untuk mengajar anak-anak takut
akan Tuhan. Kedua, Hidup menurut jalannya. Ketiga,
Mengasihi Tuhan. Keempat, Melayani Tuhan dengan
segenap hati dan wajib (Ul 10:12). Kelima, Mendidik anak
mementingkn Tuhan diatas segalanya. Keenam, Taat pada
Tuhan. Ketujuh, Bergantung pada kekuatan Tuhan untuk
terus berkarya
117

BAB IV
HETEROGENITAS DAN PERMASALAHANNYA

A. Pluralisme Tantangan bagi Semua Agama


David Breslaur menyebut pluralisme adalah suatu
situasi dimana bermacam-macam agama berinteraksi
dalam suasana saling menghargai dan dilandasi kesatuan
rohani meskipun mereka berbeda.
Menurut Paul F. Knitter kenyataan adanya agama-
agama lain bukan lagi masalah di bagian dunia lain yang
jauh. Kenyataan ini telah berpindah ke lingkungan kita di
seluruh pelosok dunia95 setiap saat kita bertemu dengan
orang-orang yang berbeda agama dengan kita baik dari luar
maupun dari dalam. Paul F. Knitter mendorong bahwa
untuk mengenal agama lain, Anda tidak usah menjadi
ilmuwan atau berkeliling dunia. Kita tinggal pergi ke toko
buku, menonton televise, atau mencari di internet.
Tujuannya adalah untuk mempermudah kita lebih
mengenal agama lain dengan baik. Mengenal agama-agama
atau keyakinan orang lain tidak lagi berdasarkan apa kata
orang tetapi berdasarkan pengalaman belajar dari buku
dan berinteraksi dari orang yang berbeda agama sehingga
kehidupan beragama bukan persolan karena pengetahuan
tentang agama-agama lain yang hidup dan mempengaruhi
umat Kristiani di Barat tidak diperoleh dari buku-buku atau
kuliah, melainkan dapat diperoleh melalui dialog dengan

95 Paul F. Knitter, Pengantar Teologi Agama-agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2012,


hal. 5
118

tentangga, teman ditempat kerja, atau melalui berbagai


organisasi sosial.
Teologi Pluralisme adalah suatu teologi yang
menganggap semua agama sama dan setara. Agama
tertentu tidak boleh menganggap agamanya sebagai satu-
satunya agama yang unik. Ada beberapa sikap masyarakat
dalam kaitannya dengan kerukunan umat beragama.
1. Sikap Ekslusivisme
Adalah sikap yang hanya mengakui agamanya sebagai
agama yang paling benar dan baik. Sikap fanatisme sempit
seperti ini akan melahirkan berbagai konflik seperi:
perpecahan, atau perseturuan antara umat beragama.
2. Sikap Inklusivisme
Adalah sikap yang dapat memahami dan menghargai
agama lain, tetapi tetap memandang agamanya sebagai
satu-satunya jalan keselamatan.
3. Pluralisme
Adalah sikap dapat menerima, menghargai dan
memandang agama lain sebagai agama yang baik serta
memiliki jalan keselamatan. Tiap umat beragama
terpanggil untuk membina hubungan solidaritas; berdialog;
kerjasama dalam rangka mewujudkan kehidupan yang
lebih baik dan lebih berpengharapan dengan penganut
agama lain; penting bagi gereja untuk membuka diri dan
bergaul dengan berbagai agama, suku dan budaya.
Kendala upaya mewujudkan pluralisme, yaitu sikap
fanatisme yang sempit. Sikap saling curiga diantara
pemeluk agama; agama dipolitisir. Agama dijadikan
kendaraan politik untuk mencapai tujuan tertentu.
119

Agama diprovokasi untuk saling bermusuhan.


Seharusnya agama harus menjadi sumber motivasi bagi
para penganutnya untuk menjadi warga negara yang
bertanggung jawab. Agama harus menjauhi sikap-sikap
totaliter dan terus menerus mengadakan kritik diri. tokoh
agama harus mempunyai pengetahuan empiris yang
tangguh.
Agama atau kepercayaan harus memperhatikan
masalah kemasyarakatan. Umatnya harus bekerja sama
membangun masyarakat. Agama tidak cukup hanya
membatasi diri pada upacara-upacara keagamaan. Agama
turut menggumuli masalah-masalah yang berkaitan dengan
pergumulan masyarakat. Harus ada keberanian atas dasar
kejujuran iman dengan komitmen yang kuat sekaligus kritis
untuk menghadapi bidang-bidang yang mengandung resiko
bagi lembaga agama tapi bertujuan untuk kesejahteraan
masyarakat.
Bangsa Indonesia tengah menghadapi krisis di
berbagai bidang kehidupan serta menghadapi transisi
menuju kehidupan demokrasi, sedang menghadapi konflik
dan kekerasan yang bernuansa agama, suku, dan budaya.
Oleh karena itu, toleransi dan solidaritas menjadi fondasi
bagi umat beragama dalam membangun kerukunan antar
umat beragama; nilai yang tercantum dalam sila ke 2 dan
ke 3 dari Pancasila; Pluralisme harus ditindak lanjuti dalam
rangka misi pembawa kabar baik.
120

4. Pluralisme Menurut Alkitab


Yesus adalah tokoh pluralisme sejati. Ia
memerintahkan pengikut-Nya untuk mengasihi sesama
manusia tanpa kecuali dengan tidak memandang suku, ras,
agama, kebudayaan, dan kelas sosial. Hal ini bisa dilihat
melalui perumpamaan orang Samaria yang Murah Hati.
Disini terlihat menjadi jelas sikap Yesus tidak memandang
perbedaan suku, ras, dan agama sebagai kendala untuk
menyampaikan cinta kasih dan damai sejahtera.
Ada beberapa tokoh-tokoh lain yang ada dalam Alkitab
yang dapat hidup berdampingan atau berbeda keyakinan.
Salah satunya adalah sebagai berikut:
Pertama, Ambraham. Abraham meninggalkan
Mesopotamia dan berpindah di Kanaan. Ia meninggalkan
dewa-dewi, berhala. Ia hidup berdamai dengan rukun
dengan penganut agama lain. Ia tunjukkan kebersamaan
hanya sebatas insani bukan imani. Hal-hal itu merupakan
tuntan yang harus ditindaklanjuti oleh tiap orang kristen
dalam rangka melakukan misi sebagai pembawa kabar
damai sejahtera dan pembawa damai sejahtera dalam
kehidupannya.
Kedua, Yusuf. Yusuf merupakan orang Israel yang
berawal dijual ke Mesir oleh Saudara-saudaranya. Di Mesir
Yusuf dikehendaki Tuhan dapat membuka tabir mimpi
Firaun sehingga ia di bebaskan dari hukuman, bahkan
dengan kebijakan yang dimilikinya diangkat menjadi
penguasa di Mesir. Ketika bertemu dengan Saudara-
saudaranya ialah tidak membenci atau membalas dendam.
Ia menyatakan bahwa dirinya ditugaskan untuk
121

menyelamatkan keluarga dan bangsa Mesir dan sekitar dari


bahaya kelaparan. Dalam Kej. 50:20. “Memang kamu telah
mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah
mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud
melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni
memelihara hidup suatu bangsa yang besar.
Ketiga, Rut. Rut seorang perempuan dari Moab yang
dengan gigih ingin mengikuti Naomi dan menyembah Allah
Israel merupakan sikap yang positif dalam kemajemukan.
Bukan saja ia dengan teguh dan tegar masuk sebagai bagian
bangsa Israel dan dengan rela menyembah Allah Israel,
tetapi penerimaan Naomi dan Boas merupakan bukti
dampak positif dari kemajemukan atau perbedaan. Ia
mampu menunjukkan sebagai perempuan yang gigih dan
dikehendaki Tuhan, yang di kemudian hari ia menjadi
nenek moyang Daud ( Lihat Rut 1 : 16, 4 : 17 – 22 )
Keempat, Daniel. Daniel dan kawan-kawan mampu
menjadi pegawai yang baik di istana Nebukadzar sehingga
banyak orang yang kagum akan kebesaran kuasa Allah
Israel (Dan. 2:14 – 49). Di tengah kesulitan dalam himpitan
dua negeri besar Babilonia dan Mesir, Nabi Yeremia
mampu menyuarakan suara kenabiannya. Dalam Kitab Yer.
29:7, ia menyerukan; “Usahakanlah kesejahteraan kota ke
mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu
kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah
kesejahteraanmu”. Dari ayat tersebut diperintahkan agar
orang percaya mampu menciptakan kesejahteraan dimana
ia berada. Misi menciptakan kesejahteraan tidaklah mudah.
Ia harus memiliki power yang datang nya dari Tuhan. Ia
122

memiliki kecakapan dan pengetahuan serta keberanian


dalam upaya menciptakan kesejahteraan bersama.
Kelima, Rasul Paulus. Rasul Paulus adalah orang yang
terpelajar dan ia orang melakukan pelayanan dengan
gigihnya. Paulus dalam surat-suratnya banyak berbicara
mengenai kehidupan spiritual dan kritik terhadap hidupan
sehari-hari jemaat yang tidak ada bedanya dengan
masyarakat sekitar. Paulus menjalin kerjasama yang baik
dengan teman-temannya. Di tengah dunia yang berbeda
keyakinan Paulus memperkenalkan Allah yang tidak
dikenal, seperti yang tertulis dalam Kis. 17:23 “Sebab ketika
aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-
barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah
dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang
kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan
kepada kamu.
Paulus menunjukkan betapa bijaknya ia,
memperkenalkan Allah yang disembahnya tanpa
menyinggung keyakinan orang lain.

B. Sumber Konflik Bernuansa Agama di Indonesia


Disini akan dijelaskan penyebab kemungkinan
terjadinya konflik bernuansa agama di Indonesia dan cara
mengatasinya. Antara lain adalah meningkatnya
fundamentalisme yang positi. Mengajarkan pentingnya
toleransi beragama, jika tidak akan menyebabkan antar
pemeluk agama konflik maka sikap intoleransi harus kikis.
Meningkatkan interpretasi teks agama yang tunggal.
Mengembangkan kerangka berfikir dan pandangan untuk
123

mencermati perbedaan pandangan dan menghargai


perbedaan yang ada. Faktor-faktor penyebab lainnya
adalah sebagai berikut:
1. Kurangnya penegakan hukum tanpa pandang bulu.
Memberikan pemahaman tentang tindak kekerasan
dalam bentuk apapun dan dengan alasan apapun tidak
dibenarkan. Himbauan dan masukan kepada
pemerintah untuk menegakkan hukum.
2. Kurang berkembangnya wadah komunikasi/
kerukunan antar beragama. Mengkampanyekan dialog
antar umat beragama.
3. Berkurangnya ruang publik. Memberikan kelonggaran
kepada publik yang benar-benar untuk publik.
4. Adanya kehausan akan kekuasaan.
5. Tidak adanya pemisah antara agama dan negara.
Membatasi campur tangan agama dalam urusan
negara, apalagi negara majemuk.
6. Tidak adanya kebebasan beragama, kalau ada sifatnya
semu. Memberikan pemahaman kepada masyarakat
terkait masalah kebebasan dalam beragama
7. Kekerasan dan penghakiman atas nama agama.
Penegakan hukum, tanpa pandang bulu
8. Pembentukan hukum yang cenderung terkungkung
pada satu aliran saja. Penegakan keadialan pada semua
pihak.
9. Permusuhan ekonami dan agama yang saling terkait.
Memikirkan dan mengkampanyekan apa yang
sebenarnya menimbulkan kemiskinan dan keadilan
serta mencari solusi yang tepat.
124

10. Pemimpin dan masyarakat agama cenderung


menekankan pentingnya dogma/ aturan dari pada
akhlak (tingkah laku). Tidak hanya memikirkan dogma
tetapi mempratekkannya dalam kehidupan sehari-hari.

C. Agama-agama di Indonesia
Pluralisme adalah suatu realitas, disatu sisi ini potensi
tetapi dipihak lain sangat rentan. Maka perlu
dikembangkan lewat jalur pendidikan, yakni sikap hidup
toleransi; saling menghargai saling menghormati keyakinan
orang lain; tidak saling menjelekan; saling mengalah.
Prinsip-prinsip ini haruslah terus dikembangkan lewat
jalur pendidikan, termasuk lewat PAK disekolah:
1. Pluralisme masyarakat Indonesia
Indonesia adalah sebuah negeri pemeluk islam
terbesar di dunia. Masyarakatnya dikenal agamis dan
religius, termasuk juga gereja-gerejanya. Secara geografis,
Indonesia adalah negeri yang paling terpecah-pecah di
kolong langit ini, yaitu dengan kurang lebih 13.667 pulau,
250 bahasa, kira-kira 30 kelompok etnis, beragam bahasa,
budaya, dan agama. Namun meskipun beragam, Indonesia
adalah satu dan memegang teguh falsafah, yaitu Bhinike
Tunggal Ika; keanekaragama bisa menjadi kekuatan tapi
bisa juga menjadi ancaman dan sumber mala petaka;
kesatuan dan persatuan harus terus diperjuangkan.
2. Kemajemukan aliran keagamaan.
Indonesia kaya akan aliran keagamaan mulai dari yang
diakui oleh pemerintah maupun sempalan-sempalan
keagamaan. Supaya semua dapat rukun bersama dalam
125

wadah kesatuan Republik Indonesia, maka pemerintah pun


mengatur pergaulan antar agama. Kita mengenal Trilogi
Kerukunan Umat Beragama yaitu:Kerukunan Intern Umat
Beragama; Kerukunan antar umat bergama; danKerukunan
umat beragama dengan pemerintah.
Pendidikan agama secara formal terus dikaji ulang agar
tidak menjadikan masyarakat fanatik buta tetapi memiliki
penghayatan yang luas demi kesejahteraan masyarakat
Indonesia.

3. Senstivisme keagamaan
Berbagai kejadian yang terjadi baik di lingkungan
intern umat beragama maupun antar umat beragama
sensitivisme keagamaan telah sering menimbulkan konflik,
baik di tingkat lokal maupun tingkat regional. Di negara ini
orang paling mudah tersinggung jika sudah menyangkut
masalah-masalah keagamaan. Oleh karena itu, di Indonesia
dilarang:
a. Dilarang menjelekkan, menghina atau melecehkan
agama orang lain.
b. Dilarang memaksakan agama kepada orang yang sudah
beragama
c. Tidak boleh terlibat dan ikut ibadah agama lain
d. Perpindahan agama sering mendapat tekanan
Dalam konteks inilah PAK harus mampu membentuk
pribadi yang mengasihi Tuhan. Mengasihi sesama
melampaui batas-batas agama, ras, dan golongan serta
dapat. Mengaplikasikan imannya di tengah masyarakat
yang heterogenitas.
126

4. Egoisme keagamaan
Kecenderunga pola keagamaan di Indonesia adalah
tingginya egoisme keagamaan. Penerapannya adalah
bahwa agama sendirilah yang paling benar, sedangkan
agama lain tidak mengandung kebenaran alias sesat. Agama
lain harus dikalahkan dan agama sendiri harus menjadi
pemenang. Pola ini telah mempengaruhi pengajaran dan
bimbingan agama baik secara formal dalam dunia
pendidikan, maupun secara non formal pengajaran agama
di keluarga dan di masyarakat.
Masalah ini tidak hanya terjadi dilingkungan antar
umat beragama di Indonesia, tetapi juga terdapat
dilingkungan intern umat. Misalnya dilingkungan umat
Kristen ada 320 macam Sinode di Indonesia dan terdiri
dalam 15 kelompok aliran dogma dan ajaran. Masing-
masing aliran akan menilai aliran lain sebagai golongan
yang salah dan aliran sendiri yang paling benar. Oleh
karena itu ada usaha baik secara terang-terangan maupun
terselubung untuk “memenangkan” orang lain untuk masuk
kelompok sendiri.
Tidak jarang terjadi adanya usaha-usaha yang kurang
sehat demi memenangkan kelompok sendiri dan
mengalahkan yang lain. Akibatnya kesatuan dan
kebersamaan sulit tercapai. Hingga saat ini, kesatuan yang
baru dapat dicapai adalah sebatas kesatuan iman di dalam
Yesus Kristus, belum pada kesatuan aksi dan kesaksian
ditengah-tengah masyarakat dan bangsa.
Egoisme keagamaan telah banyak menimblkan
masalah ditengah-tengah masyarakat kita, baik
127

dilingkungan intern terlebih dalam hubungan dengan antar


agama. Pendidikan Agama Kristen haruslah diarahkan
untuk mampu menerima perbedaan dan melihat penganut
agama lain sebagai saudara sebangsa dan setanah air.

5. Pergaulan lintas agama


Pergaulan lintas agam baik secara lembaga maupun
dalam pergaulan sehari-hari, harus terus dibangun secara
positif. Pergaulan antar agama tidak mungkin dihindari
dalam konteks masyarakat Indonesia, khususnya
dilingkungan perkotaan. Pergaulan lintas agama jika tidak
dijaga dengan baik dapat menimbulkan masalah. Persoalan
yang muncul saat ini adalah dilingkungan generasi muda.
Kedekatan pergaulan lintas agama sering menimbulkan
masalah dalam soal perkawinan.
Pergaulan lintas agama garuslah dapat dibangun secara
positif sebagai pergaulan sesama manusia. Sebaiknya
dalam pergaulan lintas agama hindarilah perdebatan yang
menyangkut soal-soal keagamaan. Perlu dibangun saling
pengertian dan toleransi yang tinggi diantara sesama
dimana setiap orang menghormati dan menjunjung tinggi
perbedaan keyakinan, sekaligus memberi tempat yang
seluas-luasnya bagi masing-masing untuk menghayati
imannya.
Tugas PAK adalah bagaimana membekali peserta didik
mampu bergaul dengan sesamanya tanpa harus
mengorbankan iman dan keyakinannya. Perlu disadari
bahwa pergaulan lintas agama, baik formal maupun non
128

formal tidak mungkin dihindari dalam konteks masyarakat


Indonesia sekarang ini.

D. Agama Kristen di Indonesia


1. Keanekaragaman Gereja di Indonesia
Menurut data Departemen Agama Republik Indonesia,
bahwa saat ini ada kurang lebih 330 sinode gereja di
Indonesia, kurang lebih 9 aliran kekristenan. Masing
masing gereja ini memiliki sistim organisasi dan pola
pelayanan yang berbeda-beda, juga dalam hal dogma
maupun strategi pelayanan dimasyarakat berbeda-beda
pula. Egoisme organisasi gereja masih amat tinggi. Hal ini
telah menyebabkan sulitnya terwujud keesaan gereja di
Indonesia. Hingga saat ini masalah-masalah yang sensitif
dalam hubungan antar gereja adalah soal perbedaan
doktrin seperti baptisan misalnya, perpindahan anggota
jemaat, tidak adanya kesatuan diantara gereja-gereja yang
ada. Dalam Pendidikan Agama Kristen harus dikembangkan
terus saling pengakuan bahwa kita semua satu iman, satu
baptisan dan satu pengharapan di dalam Yesus Kristus,
yang diikat oleh kasih. Semua gereja di Indonesia adalah
arak-arakan bersama dalam melaksanakan amanat agung
Kristus yang diwujudkan lewat bersaksi, bersekutu dan
melayani. Lewat Pendidikan Agama Kristen harus terus
dikembangkan kesatuan iman umat Tuhan untuk bersama-
sama menghadirkan syalom Allah ditengah-tengah
masyarakat yang majemuk.
129

2. Keesaan Gereja di Indonesia


Cita cita keesaan gereja di Indonesia sudah dimulai
sejak lama yaitu dengan didirikannya Dewan Gereja
Indonesia (DGI) pada tahun 1950 dan sekarang menjadi
Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI) . Badan ini
didirikan untuk mempersatukan gereja-gereja yang
beragam di Indonesia, agar bersama sama mewujudkan
kesaksiannya ditengah-tengah masyarakat dan tidak
terpecah-pecah. Namun usaha untuk keesaan itu belum
terwujud sepenuhnya. Ternyata dikemudian hari gereja
terus bertambah banyak baik organisasi maupun aliran
alirannya. Bahkan sekarang beberapa organisasi keesaan
gereja terus bermunculan seperti Persekutuan Injili
Indonesia, Persekutuan Gereja Gereja Pentakosta
Indonesia, Gabungan Gereja-Gereja Baptis, Gereja Advent
Indonesia, bahkan masih terdapat gereja-gereja yang masih
independent dan tidak bergabung dengan salah satu badan
keesaan gereja tersebut. Hal itu juga membuktikan betapa
sulitnya mempersatukan gereja-gereja di Indonesia.
Melihat keadaan yang demikian ini, maka Peranan PAK
sangat penting untuk turut mendukung terwujudnya
keesaan gereja tersebut dalam sikap dan perilaku umat
Kristen secara pribadi-pribadi.

3. Kesatuan dalam kepelbagaian


Prinsip utama yang harus dikembangkan dalam PAK
ialah pemahaman tentang satu iman, satu kasih dan satu
pengharapan di dalam Yesus Kristus. Prinsip inilah menjadi
dasar pemersatu bagi semua umat Kristen dalam bersaksi,
130

bersekutu dan melayani. Keselamatan di dalam Yesus


Kristus haruslah menjadi dasar pengajaran dari semua
pengajaran Kristen. Dengan demikian setiap orang
mengalami perjumpaan dan persekutuan dengan Kristus.
Pendidikan Agama Kristen haruslah dilaksanakan secara
utuh, membawa peserta didik kepada kedewasaan iman,
sehingga dalam hidupnya peserta didik dimampukan untuk
menerapkan nilai nilai imannya. Kehadiran maupun
kesaksiannya dapat menjadi berkat bagi orang-orang
disekitarnya. Tuhan Yesus sendiri dalam pelayanannya
telah menunjukkan bahwa Ia dapat menerima
kepelbagaian dalam masyarakat dan menyuarakan kepada
pengikut-pengikutnya supaya mereka menjadi garam dan
terang dunia diantara mereka.

E. Iman Kristen dalam Pergaulan Lintas Agama


Ada sejumlah poin yang bisa dipertimbangkan ketika
berbicara soal refleksi iman Kristen, antara lain:
1. Kita harus menjadi saksi bagi masyarakat
2. Bersikap bijaksana dan penuh hati-hati
3. Memahami perbedaan. Artinya saling menghargai,
menghargai dan menghormati dengan tulus
4. Menciptakan kerukunan, yakni kerukunan intern;
kerukunan antar umat beragama; dan kerukunan
dengan pemerintah
5. Dialog antar umat bergama. Konflik terjadi karena
kurangnya saling memahami diantara pemeluk agama.
Dalam mengurangi konflik beragama maka diperlukan
131

keterbukaan satu dengan lain. Ada beberapa alasan


mengapa dialog bergama itu penting, yaitu:
a. Pikiran yang terbuka untuk mendekati keyakinan dan
nilai-nilai agama lain.
b. Berfokus kepada tindakan peningkatan keadilan sosial,
pembangunan dan pembebasn
c. Studi perbandingan agama-agama harus dilakukan
dengan jujur dan tulus
d. Memusatkan perhatikan pada pengalaman religiu
untuk kepentingan seluruh umat manusia.
Ada beberapa bentuk dialog yang dapat dikembangkan,
yaitu:
1. Dialog karya, yakni dialog yang menyangkut masalah
keprihatian bersama sebagai bangsa
2. Dialog persekutuan, yakni masing-masing
menceritakan pengalaman dan pendangan yang lain
mendengarkan
3. Dialog yang menyangkut kebenaran agama yang
dilakukan dengan rasa hormat dan sabar; dan perlu
kejerniahan pandangan terhadap agama lain
4. Dialog meditatif, yakni mempersiapkan orang untuk
memasuki dialog yang sebenarnya.
Dalam hal dialog itu, maka tugas PAK adalah
membekali peserta didik mampu bergaul dengan
sesamanya tanpa harus mengorbankan iman dan
keyakinanya, karena pergaulan lintas agama tidak bisa
dihindari.
132

BAB V
KONTEKS PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

A. Pentingnya PAK dalam Masyarakat Majemuk


Dengan memperhatikan realitas konteks kemajemukan
seperti diuraikan di atas, maka menjadi sangat jelas bahwa
upaya merumuskan PAK adalah sesuatu yang sangat
mendesak di Indonesia.
Dalam memahami PAK multikultural, sebaiknya kita
memahami teori multicultural education yang
dikembangkan oleh James A. Banks, seorang ahli
pendidikan multicultural yang terkenal di Amerika Serika.
Menurut Branks bahwa pendidikan multicultural bermula
dari ide/ gagasan bahwa “semua murid, apapun latar
belakang jenis kelamin, etnis, ras, budaya, kelas social
agama, atau perkecualiannya (anak-anak yang
cacat/berkebutuhan) harus mengalami kesederajatan
pendidikan di sekolah-sekolah.96 Artinya “kultur” tidak
hanya berbicara dengan budaya tetapi menyangkut seluruh
aspek kehidupan seseorang. Jadi kehadiran PAK dalam
masyarakat tersebut harus member warna tersendiri
sebagaimana yang dilakukan oleh Tuhan Yesus dalam
pengajaran-Nya, dimana guru Agung itu tidak pernah
membatasi pengajaran-Nya kepada siapapun. Siapapun
boleh menerima pangajaran tersebut, karena pengajaran

96 James A. Banks, Multicultural Education: Characteristics and Goal, in

Multicultural Education: Issues and Perspektif, ed. James A. Branks and Cherry A. Mcgee
Banks, New York: John Willey & Sons, Inc.,2001, p. 25
133

yang Dia lakukan bukan hanya mengisi otak tetapi lebih


kepada perubahan hati.
Ada beberapa alasan lain sehingga orang percaya
didorang untuk melihat perlunya PAK dalam keberagaman
agama dalam masyarakat majemuk, yaitu:
1. Konteks PAK di Indonesia adalah masyarakat multi
kultur, yang diwarnai dengan kemajemukan dalam
agama dan kepercayaan
2. Adanya hubungan timbal balik antara PAK dan
masyarakat multikultural, yaitu pendidikan memiliki
peran signifikan dalam membangun masyarakat
multikultur. Sebaliknya, masyarakat multikultur
dengan segala karakternya memiliki potensi signifikan
untuk keberhasilan dan fungsi PAK
3. Mempelajari satu agama saja dalam masyarakat
majemuk menjadi kegiatan yang tidak memadai
dipandang dari hakekat pendidikan
4. Orang percaya memerlukan pendidikan religius jika
gereja hendak melaksanakan tugasnya di dunia
5. Fungsi guru perlu dimaksimalkan dengan
mengupayakan pemberdayaan melalui penyadaran dan
peningkatan wawasan tentang kemajemukan serta
ketrampilan mengelola kemajemukan dalam
masyarakat
6. Meningkatkan kesadaran untuk menyebarkan gagasan
dan nilai-nilai yang terkait dengan multikulturalisme
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam
mengelola kehidupan bersama yang majemuk
134

7. Menguatkan wawasan multikultural pada masyarakat


melalui guru-guru agama dan meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk mengelola berbagai
keragaman atas dasar nilai-nilai kesetaraan antara
manusia dan demikratis.
8. Aktivitas dialog antar agama dan keyakinan bisa
berperan lebih signifikan dalam gerakan sosial untuk
perubahan, yakni masyarakat yang toleransi;
menjunjung nilai-nilai kesetaraan antar manusia; dan
demokratis
9. Guru agama adalah tokoh kunci agar agama tidak
menjadi penyakit yang membuat jurang antar
kelompok masyarakat
10. Guru mengajak siswa menghadapi realita keragaman
dengan santun dan adil. Disini, PAK diaplikasikan
sebagai pembentukan identitas diri; menolong anak
didik memiliki identitas yang jelas sebagai pengikut
Kristus; pencariaan kesamaan; mencari nilai-nilai
serupa dalam diri orang lain.
11. Aktivitas bersama, yaitu belajar untuk bekerjasama,
berdampingan, menghidupkan kegiatan-kegiatan
bersama dalam masyarakat yang menghancurkan
tembok-tembok pemisah dan bekerja dalam
menyelesaiakan tugas yang sama.

B. PAK dalam Konteks Kekristenan


Kehadiran PAK di sekolah harus mampu
menyumbangkan pembinaan agar pluralitas tersebut tetap
sebagai potensi yang bisa memungkinkan masyarakat
135

hidup berdampingan secara damai. Dan, menyumbangkan


peranannya dalam membentuk peserta didik siap dan
mampu menghadapi perbedaan.
Ada beberapa hal yang perlu dikembangkan dalam
pelaksanaan PAK di sekolah yaitu:
1. PAK bukan untuk mengajarkan suatu doktri gereja
a. Siswa di sekolah berasal dari berbagai organisasi dan
aliran gereja
b. Tidak boleh ada tendensi yang dilakukan oleh guru
PAK mengajarkan doktrin gerejanya kepada peserta
didik
c. Isi pengajaran haruslah bertujuan mengajarkan iman
Kristen yang dinyatakan di dalam Alkitab dan sesuai
dengan kurikulum
d. Seorang guru PAK hendaknya melepaskan
organisasinya, alirannya dan dengan tulus berpusat
pada pokok-pokok pengajaran iman kristen.
e. Guru PAK tidak boleh membeda-bedakan gereja atau
membenarkan gerejanya sendiri sebagai gereja yang
terbaik dan gereja lain kurang baik. Guru PAK harus
berada di antara dan bersama-sama semua gereja yang
ada.
f. Prioritas utama bagi guru PAK adalah membawa
peserta didik mengalami perjumpaan dengan Kristus;
mengalami pertumbuhan iman; hidup dalam ketaatan
kepada Allah; dan, mampu mengaplikasikan imannya
dalam hidupnya pribadi maupun bersama-sama
dengan orang miskipun berbeda agama, gereja, suku,
dan budaya.
136

2. Sekolah bukan pos pelayanan gereja


a. Guru PAK tidak boleh melakukan upaya sengaja
penggerejaan peserta didik di sekolah, sehingga
peserta didik dipaksa untuk berbakti di gerejanya dan
wajib mengikuti kegiatan-kegiatan yang dilakukan di
gerejanya
b. Guru PAK harus di tempatkan bukan atas nama gereja
dan bukan untuk membawa peserta didik menjadi
anggota gerejanya
c. Guru PAK harus menjunjung tinggi, menghormati
menghargai keanekaragaman gereja dari peserta didik,
serta mendorong peserta didik untuk menjadi warga
jemaat yang baik di mana ia menjadi anggota jemaat.
d. Jika ada peserta didik di sekolah tersebut tadinya tidak
Kristen dan mengambil keputusan untuk menjadi
kristen, guru PAK harus memberi kebebasan untuk
memilih gereja yang dia diinginkan dan wajib
membimbingnya untuk melakukan pilihan yang tepat.

3. PAK tidak melakukan fungsi gerejawi. Contohnya:


a. Perjamuan Kudus dan Baptisan adalah menjadikan
tanggung jawab gereja. Seorang guru PAK yang
mengajari sekolah tidak memiliki wewenang untuk
melakukan Perjamuan Kudus dan Baptis Kudus dalam
kapasitasinya sebagai guru.
b. Ia harus mengarahakan peserta didik untuk ambil
bagian di gereja masing-masing.
c. Tugas guru PAK adalah memberi pengajaran tentang
arti dan makna Perjamuan Kudus dan Baptisan sesuai
137

firman Allah, sehingga peserta didik dapat mengerti


arti sebenarnya.

4. Mengharagai keanekaragaman gereja


a. Guru PAK di sekolah harus menghargai dan
menjunjung tinggi keanekaragaman gereja dari setiap
peserta didik
b. Tidak boleh ada usaha sengaja ataupun tidak sengaja
untuk mempengaruhi peserta didik untuk masuk
dalam satu organisasi gereja tertentu, termasuk gereja
guru yang bersangkutan
c. Gereja-gereja yang ada adalah merupakan arak-arakan
bersama di dunia dalam melaksanakan amanat agung
Tuhan Yesus
d. Peserta didik harus di arahkan untuk dapat menerima
saling perbedaan organisasi gereja dan aliran diantara
mereka
e. Guru PAK tidak boleh menjelek-jelekkan satu
organisasi gereja.
f. Tugas guru PAK memberi contoh dan memberi
penghargaan yang tinggi atas keanekaragaman gereja
g. Jika memungkinkan guru PAK dapat memperkenalkan
kepada peserta didik beberapa keragaman gereja di
lingkungannya dengan melakukan peninjauan atau
wawancara atau mengikuti kebaktian yang di lakukan
dengan didampingi oleh guru yang bersangkutan.
Dengan demikian peserta didik lebih mengenal dan
menghayati keanekaragaman tersebut.
138

C. PAK dalam Konteks Agama-Agama


1. PAK dan keterbukaan
PAK memberi pengajaran iman yang menuju
keterbukaan. Prinsip pengajaran kristen adalah bahwa
setiap orang beriman harus fanatik akan imannya tapi tidak
boleh fanatisme. Fanatisme adalah salah satu sikap buruk
dalam keagamaan.Peserta didik harus diajarkan sungguh-
sungguh berketetapan hati, setia sampai akhir terhadap
imannya kepada Yesus Kristius. Maksud iman disini sebagai
iman dan keselamatan yang telah diterima dari Yesus
Kristus tidak dapat ditukarakan dengan apapun di dunia
ini.Dan, iman itu harus didemonstrasikan lewat hidup
pribadi kepada siapa pun. Orang-orang beriman harus
mampu bergaul dengan semua penganut agama lain dan
bekerja sama untuk membangun kesejahteraan umat
manusia tanpa kecuali

2. Penginjil
Penginjilan adalah merupakan perintah Kristus kepada
semua orang percaya. Mat 28:19-20. Penginjilan adalah
merupakan amant kepada gereja dan kepada orang-orang
yang percaya dan berlangsung secara terus-menurus.
Penginjilan itu harus pergi untuk menjadikan orang-orang
lain menjadi murid Kristus, mengajar mereka untuk
menjadi murid-murid Kristus. Ia sebagai alat pengajaran di
dalam jemaat haruslah memiliki visi penginjilan dan
menjadikan semua orang beriman menjadi penginjilan.
Penginjilan erat sekali kaitannya dengan pertumbuhan
gereja. Dan, tugas penginjilan adalah tugas setiap orang
139

percaya. Peserta didik di sekolah haruslah diperlengkapi


bagaimana menjangkau jiwa bagi Kristus sesuai dengan
konteks hidupnya.
Berbicara mengenai PAK dalam heterogenitas agama-
agama, ia memiliki kekuatan dan kelemahan. Sebagai
kekuatan, maka di dalamnya PAK bisa dipakai untuk
mengajarkan bahwa Indonesia kaya akan aliran
keagamaan. Kepelbagian aliran itu dapat menjadi potensi
yang luar biasa agar kesatuan dan persatuan dapat
diwujudkan. Agar tidak terjadi gesekan, maka peran
pemerintah mengatur pergaulan antar agama. Pemerintah
bisa memperbanyak aktivitas budaya masyarakat sehingga
timbul kesadaran bahwa berbeda merupakan realitas. Dari
berbeda inilah kita saling melengkapi sembari introspeksi
diri. Meski kita berbeda, namun berkewajiban menjaga
kedamaian atau menciptakan perdamaian antar umat
beragama. Meski beda namun, punya persamaan hak dan
kewajiban. Setiap umat beragama diberikan hak yang sama
untuk ibadah sesuai dengan ajarannya. Dan, umat bergama
mendapat fasilitasnya tempat untuk menderikan tempat
ibadah.
Sebaliknya, sebagai kelemahan, agama sangat sensitive
untuk diekspresikan secara terbuka, sehingga sering
menimbulkan konflik antar agama.Penganut juga manusia
yang memiliki egoisme. Misalnya, mementingkan dirinya
sendiri tanpa memperdulikan orang lain; dan, menganggap
bahwa agamanyalah yang paling benar dan paling suci.
140

BAB VI
STRATEGI PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

A. PAK dalam Perubahan Sosial


Mengemban tugas sebagai guru PAK dalam era
sekarang ini bukanlah tugas yang mudah, terutama dalam
menghadapi nilai-nilai perubahan sekarang ini dalam
berbagai bidang kehidupan.
Kita menghadapi perubahan yang amat cepat seperti
dalam hal:
a. Perubahan nilai-nilai;
b. Perubahan pandangan terhadap kesucian dan
kekudusan,
c. Perubahan pandangan terhadap materi, dan
d. Dampak teknologi yang sangat kuat mempengaruhi
pola hidup masyarakat.
Bahwa banyak orang yang gugur imannya karena tidak
sanggup menghadapi perubahan tersebut. Nilai-nilai
materalisme dan hedonisme begitu kuat mempengaruhi
masyarakat kita sekarang ini, bukan hanya mempengaruhi
mereka yang tinggal di kota-kota besar tetapi juga mereka
yang tinggal di desa-desa. Pendidikan Agama Kristen hadir
dalam upaya pembentukan akhlak dan moralitas peserta
didik agar mereka memiliki perilaku, nilai, dan pandangan
hidup yang baik.Tantangan perubahan nilai yang kita
hadapi saat ini demikian beragama dan amat kuat
pengaruhnya dalam hidup kita, seperti:
141

a. Dunia komunikasi
Semua sudah dapat dijangkau lewat komunikasi.
Seorang anak yang mengurung diri di kamar dan tidak mau
bergaul dengan teman-temannya malah memiliki teman
yang jauh lebih banyak lewat internet maupun komunikasi
seluler.
b. Nilai-nilai moral dan etika
Pergaulan bebas telah menjadi sesuatu yang amat
memprihatinkan dalam kehidupan remaja saat ini dimana
nilai-nilai kesucian dan kekudusan bukan lagi merupakan
hal yang prinsip
c. Sadisme dan kekerasan
Kasih semakin puda, nilai-nilai kasih sayang di antara
sesama menjadi barang langka yang sulit ditemukan
dimana-mana. Oleh karena itulah, strategi PAK di sekolah
harus mengandung beberapa prinsip berikut ini. Dalam
pelaksanaan PAK penting diperhatikan pendekatan-
pendekatan, karena pendekatan itu mempunyai prinsip-
prinsip yang berkaitan dengan tujuan, isi, peranan, dan
konteks pendidikan itu sendiri.
Jika demikian adanya tantangan perubahan nilai yang
kita hadapi hari ini, maka apa dan bagaimana isi pengajaran
Kristen yang cocok untuk itu? Hal ini akan dibahas
selanjutnya.
142

B. Isi Pengajaran Kristen


1. Pengajaran Iman Kristen
Pengajaran iman kristen adalah untuk membantu
peserta didik dalam perjumpaannya dengan tradisi
kristiani dan wahyu Allah guna memahami, memikirkan,
meyakini, dan mengambil keputusan berdasarkan isi
pengajarnya. Pendekatan ini sangat menekankan pola
belajar yang teratur dan terencana
2. Pengembangan spiritual
Membantu peserta didik untuk mengembangkan
rohaninya dalam sikap dan perbuatan dan mengarah
kepada pembentukan spiritual serta membimbingnya
kearah kedewasaan rohani
3. Pembebasan
PAK bertujuan untuk mendorong agar peserta didik
dapat menghayati gaya hidup kristiani melalui
keterlibatannya dalam berbagai kehiduapan disekoalah, di
keluarga ataupun di masyarakat lingkungannya.
4. Relevansi
PAK harus relevan dengan kebutuhan-kebutuhan iman
masa kini, agar peserta didik dapat mengaplikasikannya
dalam tantangan dan keadaan.
5. Kecintaan kepada firman Allah
PAK hendaknya dapat membawa peserta didik kepada
kecintaan kepada firman Allah dan menjadikan firman itu
sebagai pedoman kehidupan terhadap Tuhan, sesama,
maupun diri sendiri.
6. Membaharui sikap dan perilaku
143

Pengajaran kristen haruslah dapat memperbaharui


sikap dan perilaku orang-orang percaya dan mampu
menjadikannya sebagai ciptaan baru (2 Kor. 5:17)
7. Penemuan jati diri
PAK adalah merupakan pencarian jati diri sehingga
dapat menemukan kebenaran Allah didalam dirinya dan
memberi tempat kepada Roh Kudus dalam pengembangan
rohani setiap pribadi
8. Pentransferan pengetahuan dan nilai-nilai kristiani
Pendidikan agama kristen adalah merupakan
pentransfer pengetahuan, sifat, watak, iman, dan nilai-nilai
serta merupakan proses perubahan dalam diri dan
pengembangan pribadi sehingga otoritas dan kemandirian
iman dalam hidupnya.
9. Prinsip Integrasi
Dimana pun Pendidikan agama Kristen dilaksanakan
haruslah senantiasa kontekstual dengan lingkungan dan
memiliki keterkaitan dengan banyak hal.

C. Ciri-ciri PAK dalam Masyarakat Majemuk


1. Bersifat partisipasi
Keberhasilan Pendidikan Agama Kristen adalah
tergantung dari keterlibatan bersama antara pendidikan
dan peserta didik
2. Terbuka tehadap perubahan
PAK memiliki sifat terbuka kepada perubahan dan
kebutuhan, sehingga bekal pendidikan itu peserta didik
mampu memahami dan menempati diri secara realitas,
kristis, dan kreatis dalam setiap situasi yang dihadapi
144

introvert melainkan harus ekstrovert, artinya mampu


menempatkan dirinya sebagai orang percaya di tengah-
tengah lingkungannya.
3. Berkelanjutan
Ciri khas PAK adalah berkesinambungan. PAK tidak
pernah selasai dalam arti yang sesungguhnya hingga
mencapai kedewasaan iman.PAK harus terus dikaji ulang
agar selalu konteks dengan kebutuhan dan perubahan yang
terjadi
4. Terarah dan terencana
Arah dan tujuan PAK harus jelas dan terarah dan tidak
boleh menyimpang dari tujuan-tujuan dasarnya.
Tujuan utama adalah agar peserta didik bertumbuh dalam
iman, ketaatan akan firman Allah, dan mampu
mengaplikasikan imannya dalam hidupnya pribadi maupun
bersama dengan orang lain
5. Manusia orientetasinya
PAK berorientasi kepada manusia yaitu menyangkut
pembaharuannya, penghayatannya, pembentukan sikap
dan perilakunya serta pembentukan jati dirinya.

D. Tujuan PAK dalam Masyarakat Majemuk


Kedewasaan rohani tidaklah terjadi secara tiba-tiba,
tetapi terjadi lewat pengajaran, beribadah, berdoa,
bersekutu, dan mempelajari firman Allah yang juga
diajarkan di dalam kelas. Perlu diingat, bahwa PAK di
sekolah bukanlah semata-mata untuk memenuhi tuntan
kurikulum yang telah ditetapkan. Lewat PAK peserta didik
diharapkan dapat berkembang terus dalam pemahaman
145

tentang Allah dan menolong mereka supaya dapat hidup


sebagai murid-murid Kristus.Beberapa tujuan penting dari
PAK sebagai petunjuk untuk pertobatan, pemuridan,
pertumbuhan rohani secara vertikal dan haorizontal, dan
pembentukan spiritual.
146

BAB VII
ARAH PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

Diharapkan dengan pengajaran PAK dalam konteks


masyarakat majemuk, peserta didik akan hadir dan
mempraktekkan imannya di tengah-tengah lingkungannya
tanpa mengkompromikan dogma iman yang dimilikinya.
PAK di sekolah haruslah bermuara kepada
transformasi baik dalam pengetahuan maupun dalam
transformasi iman. Sebab salah satu tujuan pembelajaran
agama di sekolah adalah untuk memampukan peserta didik
hidup bersama dengan orang-orang lain disekitarnya yang
memiliki keanekaragaman agama, suku, dan etnis. Berikut
ini akan dipaparkan apa saja lagi arah yang dituju dalam
PAK itu.

A. Belajar Hidup dalam Perbedaan.


Pengembangan sikap toleran, empati, dan simpati
haruslah terus di bangun sebagai prasyarat eksistensi
keragaman agama yang ada.Selama ini pola pendidikan di
Indonesia bersandar pada tiga pilar utama yaitu, learning to
know, learning to do, dan learning to be. Dalam kaitan
dengan heterogenitas agama-agama di Indonesia maka
sangat penting dibangun pilar yang ke empat yaitu,
learning to life together. Dengan demikian peserta didik
lewat proses belajarnya dimampukan hidup bersama
dengan orang lain yang memiliki latar belakang hidup yang
berbeda.
Toleransi adalah kesiapan dan kemampuan batin untuk
kerasan bersama dengan orang lain yang berbeda secara
hakiki, meskipun dalam cara hidup dan keyakinan terdapat
147

konflik dalam hidup tentang apa yang baik dan buruk.


Toleransi memerlukan dialog untuk mengomunikasikan
dan menjelaskan perbedaan, menuntut keterbukaan, dan
menerima perbedaan itu sebagai realitas hidup. Toleransi
juga diartikan untuk rela menerima realitas keaneka
ragaman adalah untuk menanamkan sikap toleransi sejak
dini dari perbedaan yang kecil hingga perbedaan yang
besar tanpa mengkompromikan apa yang tidak bisa
dikompromikan.
Dalam konteks Indonesia sekarang ini, menerima
perbedaan harus ditanamkan lewat berbagai jalur
kehidupan seperti jalur pendidikan formal dan nonformal.
Di semua jalur itu, hendaknya agama-agama haruslah dapat
duduk bersama untuk berdialog tentang apa yang dapat
dilakukan bersama.Disitu juga diajarkan haruslah
menghindari perdebatan-perdebatan yang bersikap
dogmatis yang cenderung menimbulkan konflik dan
memperluas jarak.Sebaliknya, makin diperkuatnya nilai-
nilai sosial yang sifatnya diperlukan dan diterima oleh
semua agama-agama perlu dibangun secara bersama-sama.

B. Membangun Saling Percaya


Membangun saling percaya adalah modal penting
dalam membangun suatu masyarakat yang heterogenitas.
Jika tidak maka akan terjadi berbagai konflik dalam
masyarakat: Saling percaya juga sebagai modal untuk bisa
saling memberikan sumbangan sosial dari masing-masing
kelompok untuk kebaikan bersama; menyampaikan
kebaikan-kebaikan dan kebenaran; mempertemukan apa
yang menjadi kewajiban dan beban sosial bersama.
Hendaknya disadari bahwa adanya pergumulan yang
terdapat di lingkungan masyarakat adalah merupakan
148

tanggung jawab bersama, mengatasi bersama-sama tanpa


membicarakan apa latar belakang kita masing-masing.
Saling percaya adalah fondasi bagi terbangun sikap
rasional, tidak mudah curiga, bebas dari prasangka buruk.
Agama haruslah menjadi pondasi utama untuk membangun
saling percaya terus-menerus bagi masyarakat.Mengapa
jalur agama menjadi fondasi yang amat penting? Hampir
seluruh proses kehidupan baik batin maupun perbuatan
selalu diwarnai oleh keyakinan agama.

C. Memelihara Saling Pengertian


Saling pengertian bukan berarti menyetujui perbedaan.
Saling pengertian adalah kesadaran bahwa nilai-nilai yang
dianut oleh orang lain memang berbeda, tetapi mungkin
dapat saling melengkapi dengan nilai-nilai yang kita anut
serta memberi kontribusi terhadap hubungan yang
harmonis. Saling pengertian dapat saling melengkapi dan
memungkinkan dibangunnya kerja sama yang baik.
Membangun saling pengertian memerlukan kedewasaan
berpikir dan kedewasaan emosional. Saling pengertian
adalah rasa percaya bahwa penganut agama lain tidak akan
melakukan usaha-usaha yang tidak baik, untuk
mempengaruhi, mengajak atau memberi dorongan agar ia
berpindah pada apa yang kita yakini.
Sikap Saling pengertian juga melibatkan tindakan
saling menghargai. Sikap saling menghargai adalah
menjunjung tinggi harkat dan martabat kesetaraan.Saling
menghargai adalah sifat dasariah manusia. Saling
149

menghargai akan membawa pada sikap saling berbagi di


antara semua individu.

D. Perjumpaan Lintas Agama


Perjumpaan agama-agama terus mengalami dilema
bahkan menimbulkan berbagai konflik yang
berkepanjangan. Masyarakat Indonesia tidak mampu
membangun kehidupan bersama yang pluralistik,
demokratis, terbuka dan toleran serta membangun
hubungan yang dialogis di antara pemeluk-pemeluk agama
yang ada. Masyarakat Indonesia berpindah dari konflik
yang satu kepada konflik yang lain. Konflik agamalah yang
paling sering terjadi. Dari penmgalaman tersebut kita dapat
melihat bahwa agama-agama tidak mampu mengatasinya,
dan belum mampu juga menemukan format untuk
menghindarinya.
150

BAB VIII
ORIENTASI PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

A. Menghadapi Pergumulan Bersama


Agama-agama di Indonesia sudah saatnya memikirkan
usaha-usaha bersama untuk dapat mengatasi krisis-krisis
sosial yang terjadi.Munculnya krisis-krisis sosial harus juga
dilihat sebagai kegagalan agama-agama di Indonesia yang
tidak mampu membetengi masyarakat dari dekadensi
moral. Lewat ajaran dan pembinaan agama masing-masing
maka krisis nilai-nilai sosial harus dilihat sebagai tanggung
jawab bersama dan diatasi bersama-sama.
Beberapa di antara krisis sosial tersebut adalah hak
asasi bersama-sama. Prinsip HAM adalah bahwa setiap
orang dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat yang
sma berhak atas pengakuan, jaminan, dan perlindungan
hukum.Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi
manusia tanpa diskriminasi. Pelanggaran HAM adalah
setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk
aparat negara baik sengaja maupun tidak sengaja atau
karena kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi, dan mencabut hak asasi manusia,
seseorang atau kelompok atau kelompok yang dijamin oleh
undang-undang.
Dunia internasional sudah melindungi dengan tegas
soal HAM tersebut. Misalnya, piagam PBB tentang hak asasi
manusia telah menetapkan ruang lingkup hak asasi
tersebut dalam hal:
01. Hak untuk hidup
151

02. Hak berkeyakinan/ kepercayaan


03. Hak berkeluarga/ melanjutkan keturunan
04. Hak mengembangkan diri
05. Hak memperoleh keadilan
06. Hak atas kebebasan pribadi
07. Hak atas rasa aman
08. Hak atas kesejahteraan
09. Hak dalam turut serta dalam pemerintah
10. Hak wanita
11. Hak anak
12. Hak perlindungan hukum
13. Hak berkarya
14. Hak berkumpul dan berserikat
Dalam penegakan hak asasi manusia, maka tidak boleh
ada diskriminasi hukum di masyarakat. Tidak membeda-
bedakan latar belakang.Memperoleh penghargaan dan
penghormatan yang sama. Memperoleh perlindungan
hukum yang sama.
Selanjutnya, krisis sosial tersebut adalah soal
demokrasi.Demokrasi adalah bentuk atau sistem
pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah
(pemerintahan ditangan rakyat) dengan memilih wakil-
wakilnya di parlemen.Cirinya demokrasi adalah:
1. Sistem pemerintahan yang menegakkan hak-hak sipil,
2. Persamaan hak, dan
3. Kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua
warga negara
Banyak pihak menganalisa bahwa masyarakat dan
bangsa Indonesia belum memiliki kesiapan untuk
152

menjalankan demokrasi yang sesungguhnya. Namun


demokrasi harus terus diperjuangkan demi kemajuan
bangsa dan masyarakat Indonesia di masa depan.
Kemudian, krisis sosial tersebut adalah mengenai
supermasi hukum.Satu negara akan cepat maju jika
supermasi hukum telah berjalan dengan baik, dan
sebaliknya negara akan mengalami kemerosotan dan
kekacauan jika hukum belum dapat ditegakkan secara
sungguh-sungguh. Akibatnya:
1. Negara akan menjalankan pemerintahannya dengan
sewenang-wenang,
2. Masyarakat akan hidup dalam ketidakteraturan,
3. Ketidakadilan akan terjadi dalam hidup masyarakat.
Dalam penegakan hukum, seluruh masyarakat haruslah
merasakan bahwa:
1. Semua warga negara mendapatkan perlindungan
hukum yang sama
2. Tidak boleh terdapat diskriminasi dalam perlakuan
hukum.
3. Tidak ada orang yang kebal terhadap hukum
4. Hukum harus dihormati dan dan dijunjung tinggi
Seterusnya, krisis sosial tersebut yakni SARA.Masalah
SARA adalah masalah yang sangat sensitif dan mudah
terpicu. Heterogenitas merupakan potensi yang besar yang
dapat dimanfaatkan untuk pembangunan bangsa, tetapi sisi
lain menjadi maslah.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
menghindari konflik bernuansa SARA di Indonesia adalah
01. Menjalin sikap persahabatan
153

02. Menghindari perbedaan dan mengedepankan


persamaan.
03. Meningkatkan pergaulan lintas agama dan budaya.
04. Mengadakan dialog-dialog
05. Tidak menjelekkan golongan lain.
06. Menghindari sifat primordialisme
07. Mengubah arah studi perbandingan agama.
08. Meningngkatkan kerja sama sosial.
09. Membentuk wadah sosial lintas agama dan budaya.
10. Melakukan kerja sama sosial keagamaan
Kemudian, krisis sosial tersebut korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN). KKN menjadi salah satu penyebab
terpuruknya ekonomi bangsa Indonesia dan menimbulkan
ketimpang ekonomi. Salah satu penyebab KKN sulit
diberantas adalah supermasi hukum yang lemah. Upaya
yang dapat dilakukan pembinaan watak dan karakter
melalui pendidikan sejak dini, terutama lewat pendidikan
agama. Dengan demikian Pendidikan Agama Kristen
menjadi wadah sentral dalam pendidikan watak dan
karakter bangsa.
Yang tidak kalah penting untuk diingat, bahwa krisis
sosial tersebut adalah soal lingkungan hidup. Pelestarian
lingkungan bukan hanya tanggung jawab pemerintah,
melainkan tanggung jawab seluruh masyarakat Indonesia
Terakhir, krisis sosial tersebut adalah menyangkut
otonomi daerah. Tujuan dari otonomi daerah adalah
percepatan pembangunan agar kesejahteraan masyarakat
segera terwujud. Sistem pemerintahan diubah dari
sentralisasi menjadi desentralisasi. Kewenangan
154

pemerintah pusat dibagi kepada daerah agar pembangunan


cepat sampai dan dirasakan masyarakat. Daerah akan
membangun dirinya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
daerah masing-masing. Seharusnya dengan adanya
otonomi itu, maka ada peluang besar bagi PAK yang
diajarkan di setiap daerah dapat diimprovisasikan sesuai
dengan kondisi terkinibekerjasama dengan gereja lokal.97
Improvisasi PAK itu, misalnya terkait dengan masih
kuatnya suasana konflik sosial yang ada terjadi di Maluku
atau Poso, Aceh. Lalu, untuk daerah Papua akan tentu
berbeda kebutuhan dan kondisinya dengan daerah lainnya.
Jika di Papua, maka PAK disana lebih diarahkan untuk
pembangunan fisik dan sikap untuk melestarikan adat
nenek moyang. Artinya PAK diarahkan untuk
memperkokoh penghayatan terhadap nilai-nilai positif dari
kebiasaan masyarakat setempat disesuaikan dengan suku
dan tempatnya. Sementara di Aceh, PAK lebih diarahkan
untuk pembangunan kesadaran dan tindakan nyata untuk
menyesuaikan dengan hukum agama Islam yang semakin
menguat, terkait dengan diberlakukannya hukum shariah
Islam di sejumlah daerah disana. PAK diajar untuk
membantu orang disana mematuhi dan menghormati niat
baik dari substansi hukum agama tersebut, tanpa harus
hilang identitas Kristennya.

97James Riley Estep, The Heritage of Christian Education (New York: College Press,

2003), hlm. 153.


155

B. Menghadapi Krisis Nilai-nilai Sosial


Bukan hanya krisis politik dan krisis ekonomi yang kita
hadapi saat ini, tetapi juga krisis nilai-nilai sosial. Inilah
yang kita sebut dengan krisis multidimensi.Salah satu nilai
yang sedang krisis adalah masalah moralitas-moralitas
terbaru (new morality).98
1. New Morality
New morality adalah moral baru, dimana masyarakat
mengalami perubahan nilai dasar seperti nilai agama, nilai
kultural yang dianut kepada nilai-nilai baru yang
dipengaruhi oleh globalisasi dengan segala dampak
negatifnya.
a. Nilai agama dan nilai kultural yang selama ini dijunjung
tinggi telah dianggap sebagai nilai-nilai yang kuno,
ketinggalan zaman, dan tidak relevan lagi.
b. Kekudusan dan kesucian hidup tidak dianggap sebagai
sesuatu hal yang harus dipertahankan sebagai dasar
hiodup.
c. Hubungan seksual di luar nikah, pergaulan bebas, dan
masalah aborsi, longgornya nilai-nilai dasar rumah
tangga, penceraian, tindak kekerasan seksual, penyakit
seksual seperti HIV telah menjadi masalah yang terjadi
sehari-hari.
d. Semua agama haruslah berusaha bersama-sama untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat terutama
dalam hal moral dan etika.

98Josef Fuchs, Personal Responsibility and Christian Morality (Washington, D.C.:

Georgetown University Press, 1983), hlm. 76.


156

e. Kemorosotan nilai-nilai ini sering dihubungkan dengan


kurangnya pembinaan oleh keluarga, gereja, dan
lembaga-lembaga pendidikan
f. PAK di sekolah haruslah memberi ruang yang luas
kepada kepada pembinaan moral.
g. Kurikulum yang bersifat doktrinal perlu dikembangkan
dan diintegrasikan dengan persoalan-persoalan yang
sedang terjadi di masyarakat
2. Tindak kekerasan
a. Pencurian dengan di tengah-tengah keluarga,
b. Tindak kekerasan di tengah-tengah keluarga,Suami-
istri, Orang tua anak dan lain-lain
c. Pembunuhan, dan
d. Penyiksaan hanya disebabkan oleh persoalan-
persoalan sepele.
e. Tersingguangan perasaan
Tantangan PAK ialah bagaimana PAK yang dapat
memberikan sumbangan pembinaan bagi pesert didik, agar
peserta didik mampu hidup dalam kesucian dan
kekudusan, mampu hidup saling mengasihi,
menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan tercela dan
tidak mudah dipengaruhi oleh lingkunganya.

3. Materialisme dan hedonisme


a. Gaya hidup yang mengutamakan hidup yang berlimpah
materi dan berkesenangan
b. Hidup hanya mempunyai arti diakui oleh lain jika
penuh kemewahan dan kenikmatan
157

c. Manusia diukur dari apa yang dimiliki dan bukan


karakter, sikap, kepribadian atau nilai-nilai yang
bersifat spiritual
d. Materialisme dan hedonisme telah demikian kuat
mempengaruhi masyarakat, audio visual; iklan materi
di tempatkan; konsumerisme yang meningkat bukan
karena kebutuhan tetapi status. Dalam konteks iman
kristen, materi penting tetapi bukan terpenting. Materi
bukan tujuan, melainkan alat untuk kelengkapan dan
kebutuhan hidup
e. Hedonisme adalah pola hidup mencatri kepuasan diri.
Tujuan hidup ini adalah mencari kepuasan. Hidup ini
tidak lama, jadi harus dinikmati sepeuas-sepuasnya.
4. Penggunaan obat-obat terlarang
Penggunaan obat-obat terlarang oleh generasi muda
dan orang tua, bahkan anak dibawah umur. Mereka banyak
hancur masa depannya karena sudah tidak dapat dapat
keluar dari ketergantungan obat. Hendaknya, PAK harus
menjadi jawaban persoalan yang terjadi dimasyarakat.

C. Persoalan Sosial Masa Kini


Definis masalah sosial disini adalahmasalah-masalah
sosial yang dapat timbul akibat terjadinya kepincangan-
kepincangan yang disebabkan tidak sesuainya tindakan
dengan norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat.99
Dari sini terlihat, bahwa didefinisikan sebagai suatu kondisi
yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan sebagian

99 Kun Maryati, Sosiologi (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001), hlm. 23.


158

besar warga masyarakat sebagai suatu yang tidak


diinginkan atau tidak disukai dan yang karenanya
dirasakan perlu untu diatasi dan diperbaiki.
Pandangan masyarakat terhadap masalah sosial. Suatu
kondisi yang dianggap sebagai sesuatu yang menghambat
atau merugikan atau yang tidak mengenakkan oleh
sejumlah warga masyarakat.Masalah sosial yang dihadapi
oleh setiap masyarakat memang tidak sama, tetapi
indikasinya memang jelas-jelas ada, bahkan sangat mudah
dibuka hanya dengan mengakses situs-situs berita online.
Misalnya, Liputan6.com; detiknews.com; kompas.com, dan
masih banyak lagi portal berita di dunia maya yang
gampang diakses.
Masalah yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini
adalah persoalan kemiskinan, baik miskin harta, mental,
dan kreatifitas, sehingga digaung-gaungkankan revolusi
mental, meskipun belum jelas juntrungannya. Lalu, ada
pula masalah korupsi, kolusi, dan nepotisme di elit publik
pusat hingga tingkat RT. Tak terkecuali rendahnya mutu
pendidikan, diperparah dengan gizi buruk, persoalan
kesehatantubuh dan reproduksi wanita. Runtuhnya rumah
tangga dengan makin tingginya kawin ceraiseperti sering
dikomersilkan televisi nasional. Makin maraknya
tersingkap adanya perilaku pornoaksi dan pornografi, seks
bebas, prostitusi terbuka di lokalisasi ataupun prostitusi
online yang terselubung.
159

D. Tanggung Jawab Kristen Terhadap Masalah Sosial


Iman Kristen merupakan keyakinan kepada Tuhan.
Iman itu adalah kata kerja (bukan kata sifat, bukan juga
kata benda), sehingga itu sebagai alat untuk “mempercayai”
(to believe). Kita mempercayai bahwa Allah di dalam Yesus
Kristus itu benar, setia, penuh kasih, dan kita mempercayai
kebenaran ajaran Alkitab.Iman berarti “mempercayakan”
(to trust). Kita mempercayakan hidup kita dalam
pemeliharaan Allah, kita bersandar kepada-Nya, kita pasrah
kepada-Nya. Lalu, iman berarti “siap melakukan” (to do).
Kita siap melakukan kehendak Allah dan siap mentaati Dia.
Sebagai orang Kristen bertanggung jawab terhadap
solusi dari masalah sosial itu sebagai refleksi dari iman kita.
Dalam masalah-masalah itulah kita menjadi garam dan
terang, untuk menghadirkan misi Kerajaan Allah (Luk.
4:18-19). Sebagai warga gereja, mempunyai tugas khusus
sebagai saksi Kristus dalam hal memprakarsai lahirnya
masyarakat baru yang merasakan kebenaran dan keadilan.
Aplikasi tanggung jawab Iman Kristen terhadap
masalah sosial, diantaranya adalah:
1. Di bidang ekonomi
a. Orang kristen seharusnya aktif berjuang agar terjadi
pemeratan pendapatan sosial yang terjadi di
masyarakat, memberantas kolusi, manipulasi, dan
korupsi di semua bidang dan lapangan hidup.
b. Berusaha meningkatkan kerja ekonomi masyarakat
kecil dan memberikan kesempatan kerja yang
sebanyak-banyaknya bagi mereka yang belum meiliki
lapangan kerja sesuai dengan kemapuan yang memiliki.
160

c. Gereja dapat berpatisi dengan mengembangkan sikap


peduli kepada masyarakat di luar gereja yang
berkekurangan
2. Di bidang pendidikan, berpartisipasi mencerdaskan
bangsa karena kualitas bangsa ditentukan oleh
kecerdasan masyarakatnya.Kecerdasan juga akan
ditentukan mutu pendidikan
3. Di sektor hak asasi manusia, gereja dan orang kristen
harus melindungi dan mengakui manusia yang
diberikan kebebasan beragama, beribadah, termasuk
menentukan pilihan politik. Setiap orang diberikan hak
dilindungi hukum, hak memilih agama dan juga memilih
pekerjaann. Setiap orang juga mempunyai hak
berbicara dan bersuara.
161

BAB IX
TRANSFORMASI PAK DALAM MASYARAKAT MAJEMUK

Sebagai umat Tuhan di Indonesia, kita wajib berperan


aktif dengan tetap kritis dan kreatif mewujudkan shalom
Allah ditengah-tengah dunia. Keprihatinan bangsa
berperan aktif dengan kesungguhan hati.

A. Peran Gereja
1. Tugas utama gereja adalah pendidikan
2. Pendidikan merupakan usaha sungguh-sungguh.
3. Pendidikan merupakan usaha terus-menerus
4. Gereja membentuk team pelaksana pendidikan warga
jemaat
5. Gereja sebagai lembaga pembentukan mutu dan
kualitas spiritualitas
6. Menampakkan cinta bangsa dan tanah air
7. Indonesia adalah ladang pertam yang Tuhan
percayakan kepada gereja
8. Melaksanakan pendidikan yang relevan dan
kontekstual
9. Keseimbangan vertikal dan horizontal
10. Pemberitaan kabar keselamatan yang holistic

B. Peran PAK di Sekolah


1. Pendidikan agama kristen dalah wadah sentral bagi
pembentukan watak dan spiritual
2. PAK di sekolah haruslah memiliki kurikulum yang
terintegrasi
3. PAK dan pengembangan kurikulum kontekstual
162

4. PAK berkaitan dengan masyarakat majemuk


5. PAK dan keterbukaan
6. PAK dan pergaulan lintas agama
7. PAK dan masalah-masalah sosial
8. PAK dan maslah-maslah kebangsaan
9. PAK dan masalah lingkungan hidup

C. Peranan Umat Kristen


1. Menyatakan fungsinya sebagai garam, terang, dan
teladan
2. Mendemontrasikan kasih Allah
3. Memberikan yang terbaik dalam berbagai aspek
kehidupan
4. Hidup dalam kekudusan dan kesalehan sosial
5. Memiliki cinta bangsa dan tanah air

D. Intergasi Kurikulum
1. Kurikulum PAK di gereja maupun di sekolah harus di
kaji ulang agar relevan dengan kebutuhan
2. Kurikulum PAK harus diintegrasikan dengan berbagai
bidang kehidupan.
163

E. Kesimpulan
Pendidikan Agama Kristen di sekolah adalah sebuah
alat strategis dalam pembentukan iman dalam arti yang
sesungguhnya terutama di dalam menghadapi
heterogenitas masyarakat Indonesia. Pendidikan Agama
Kristen harus dikelola secara sungguh-sungguh. Peserta
didik yang telah mengikuti pelajaran agama Kristen mulai
dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi diharapkan hal
itu menjadi bekal utama dalam hidupnya.
Faktor yang amat penting dalam mencapai
keberhasilan PAK di sekolah ialah guru PAK. Oleh karena
itu, seseorang guru PAK dalam memenuhi panggilannya
harus memperlengkapai diri agar menjadi alat yang
berguna di tangan Tuhan. Guru bertanggung jawab kepada
Tuhan, kepada sekolah, kepada gereja, dan kepada
masyarakat.
Dalam konteks pembicaraan agama dalam masyarakat
majemuk di Indonesia hari ini, maka pendidikan agama
dari wilayah agama Kristen haruslah dapat membawa
peserta didik mengenal Tuhan Yesus secara personal
secara benar dan berdasarkan pilihannya sendiri bukan
lagi atas tekanan orang lain, apalagi hanya berdasarkan
garis keturunan semata-mata. Pengenalan itu lewat
diharapkan akan membuat mereka menjadi pribadi yang
terbuka terhadap banyak yang belum ia ketahui
sebelumnya, apalagi terkait dengan masalah agama orang
lain terutama terhadap umatnya sehingga mereka mampu
hidup di tengah-tengah kemajemukan masyarakat, baik
agama, suku ras, maupun golongan yang manapun.
164

DAFTAR PUSTAKA

Banks, James A, Multicultural Education: Characteristics


and Goal, in Multicultural Education: Issues and
Perspektif, ed. James A. Branks and Cherry A. Mcgee
Banks, New York: John Willey & Sons, Inc.,2001
Boehlke, Robert R., Sejarah Perkembangan pikiran dan
praktek PAK, Jakarta: BPK Gunung Mulia. 2011
End, Van den, Sejarah Gereja Indonesia 1500-1860, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2009.
Enns, Paul, The Moody Handbook of Theology, jilid 1, Terj.
Rahmiati Tanudjaja, Malang: SAAT Malang, 2003
Estep, James Riley, The Heritage of Christian Education, New
York: College Press, 2003.
Fuchs, Josef, Personal Responsibility and Christian Morality,
Washington, D.C.: Georgetown University Press, 1983.
Groome, Thomas H., Pendidikan Agama Kristen, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2011.
Gulo, W, Penampakan Identitas Dan Ciri Khas Dalam
Penyelenggaraan Sekolah Kristen” dalam Weinata
Sairin (Penyunting), Identitas dan Ciri Khas Pendidikan
Kristen di Indonesia antara Konseptual dan
Operasional, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011
Gultom, Rida, Pendidikan Agama Kristen Kepada Anak-anak,
Medan: Cv. Mitra tt.
Hadinoto., N.K, Atmadja Dialog dan Edukasi. Jakarta: BPK
Gunung Mulia. 2011
Isjoni, H., Dilema Guru Ketika Pengabdian Menuai Kritikan,
Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007
165

Johnson, Rex E, dalam buku yang berjudul “Foundations Of


Ministry An Introduction To Christian Education For A
New Generation, Malang: Gandum Mas, 2012
Knitter, Paul F., Pengantar Teologi Agama-Agama,
Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Kristianto, Paulus Lilik, Prinsip & Praktik Pendidikan Agama
Kristen, Yogyakarta: Andi Offset, 2012.
Maryati, Kun, Sosiologi, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2001.
Nasikun, Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: Rajawali Press,
2006.
Mudlofir, Ali, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan Dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan
Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2012
Nainggolan, John M., PAK dalam Masyarakat Majemuk,
Bandung: Bina Media Informasi 2009.
Nuhamara, Daniel, Pembimbing PAK, Bandung: Jurnal Infi
Media, 2007.
Pasaribu, Marulak, Diktat S2 Teologi dan PAK dalam
Masyarakat Majemuk, Sem II. Yogyakarta: STT
KADESI, 2012.
Saad, Ibrahim, Competing Identities in a Plural Society,
Singapore:Institute of Southeast Asian Studies, 1981.
Sairin Weinata, Menjadi Gereja yang Menggarami Dunia.
Bandung: Bina Media Informasia, 2009.
Stevanus, Daniel, Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan,
Bandung: Bina Media Informasi 2009.
Schipani, Daniel S, “Memetakan Pendidikan Kristiani,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2016
166

Thiessen. Henry C, Teologi Sistematika, revisi: Vernon D.


Doerksen, Malang: Gandum Mas, 2010
Tanya, Eli, Gereja dan Pendidikan Agama Kristen,
Cipanas:Sekolah Tinggi Teologia Cipanas,1999
Tung, Khoe Yao, Terpanggil Menjadi Pendidik Kristen Yang
Berhati Gembala Mempersiapkan Sekolah dan
Pendidik Kristen Menghadapi Tantangan Global pada
Masa Kini, (Yogyakarta: Andi Offset, 2017

Anda mungkin juga menyukai