Anda di halaman 1dari 10

LAJU DIGESTI PADA IKAN

Nama : Alexander Jason


NIM : B1A018049
Rombongan : IV
Kelompok : II
Asisten : Fadhna Alunka Majid

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Digesti merupakan rangkaian kegiatan fisik dan kimia pada makanan


yang dibawa ke dalam lambung dan usus halus. Proses digesti ini terjadi
penyederhanaan ukuran makanan sampai dapat diabsorbsi oleh intestinal. Organ
yang berperan dalam proses pencernaan ini diantaranya adalah mulut, faring,
esophagus, lambung, usus halus, dan kolon (Asmadi, 2008). Sistem pencernaan
dibentuk oleh saluran pencernaan dan organ aksesori seperti hati dan eksokrin
pankreas (Tao et al., 2015). Terdapat indikasi bahwa morfologi yang sederhana
dari digesti berkolerasi dengan produksi rendah dari enzim (Rachmawati &
Samidjan, 2016).
Laju digesti pada umumnya berkolerasi dengan laju metabolisme ikan.
Semakin lama waktu, maka isi lambung (BLR) semakin berkurang sehingga
bobot tubuh ikan berkurang. Laju pengosongan lambung  dipengaruhi juga oleh
pakan yang dikonsumsi oleh ikan . Jika pakan ikan yang dicerna berasal dari
pakan ikan yang nabati, maka laju pengosongan ikan akan tergantung
pada  seberapa besar ikan tersebut memakan pakan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan, sebab pada  makanan tersebut yang mengandung bahan ekstrak dari
tumbuh-tumbuhan mengandung dinding sel yang mengandung selulosa sehingga
ikan akan susah untuk mencerna, sedangkan pada pakan ikan yang berasal dari
pakan  ikan hewani proses pencernaannya akan mudah (Lagler, 1977).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi laju digesti diantaranya adalah
spesies, suhu, lingkungan, ukuran lambung, kualitas pakan, kuantitas pakan dan
enzim. Menurut Mujiman (1984), semakin kecil kapasitas lambung semakin
cepat pula waktu untuk mengosongkan lambung dan faktor-faktor lain yang juga
mempengaruhi laju digesti diantaranya temperatur, umur, aktivitas, jenis
kelamin, dan faktor-faktor kimia yang terdapat dalam perairan seperti
kandungan O2, CO2, H2S, pH dan alkalinitas. Reiber & Birchard (1993)
menyatakan bahwa pengaruh utama suhu adalah meningkatkan laju pergesekan
intermolekular dan laju reaksi-reaksi kimia. Sehingga semakin tinggi suhu laju
metabolisme dan laju pengosongan lambung akan semakin cepat berlangsung.
Gerakan materi di dalam pencernaan sangat dipengaruhi oleh suhu. Selain faktor
suhu, faktor salinitas juga sangat berpengaruh terhadap laju metabolisme yang
menentukan tingkat pengosongan lambung.
Alasan penggunaan ikan lele (Clarias gariepinus) dalam praktikum kali
ini adalah ikan lele merupakan anggota kelas Pisces dengan lambung yang dapat
dibedakan secara jelas dari bagian sistem digesti yang lain. Ikan pada umumnya
memiliki lambung yang belum dapat dibedakan secara jelas dengan sistem
digesti lainnya (Sunde & Storer, 2004), sehingga akan mempermudah proses
pengamatan dalam praktikum laju digesti.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum laju digesti pada ikan adalah untuk melihat laju
digesti atau pengosongan lambung pada ikan.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum laju digesti adalah akuarium,


alat bedah, timbangan analitik, baki preparat, thermometer, dan hiter .
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum laju digesti adalah ikan
lele (Clarias gariepinus), dan pakan ikan berbentuk pelet.

B. Cara Kerja

Cara kerja praktikum laju digesti adalah sebagai berikut:


1. Semua bahan dan alat disiapkan.
2. Ikan diberi pakan sebanyak 2,5% dari berat total tubun dan biarkan ikan
mengkonsumsi pakan untuk waktu 15-20 menit.
3. Ikan diambil dan dilakukan pembedahan untuk mengambil lambung ikan,
setelah lambung diambil dilakukan penimbangan untuk mengetahui bobot
lambung. Bobot lambung yang diperoleh dinyatakan sebagai bobot lambung
dalam keadaa ringan atau nol jam setelah makan.
4. Setelah 30 menit pemberian makan, pakan diambil semua pada akuarium
serta ambil ikan dan dilakukan pembedahan pada bagian ventral untuk
mendapatkan lambung ikan serta dilakukan penimbangan untuk mengetahui
bobot lambung.
5. Bobot lambung yang diperoleh dinyatakan sebagai presentase bobot lambung
pada waktu 30 menit setelah makan terhadap bobot lambung pada waktu
kenyang.
6. Langkah ke 4 dan ke 5 dilakukan lagi untuk waktu pengambilan 60 menit
pada akuarium.
7. Dibuat grafik hubungan antara lama pengamatan dengan persentase bobot
lambung.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 3.1 Presentase Bobot lambung Pada Ikan


X (0’) Y (30’) Z (60’)
Kelompok
Bx (gr) % Bx By (gr) % By Bz (gr) % Bz
1 3,31 2,31 1,66 1,44 1,87 1,39
2 2,19 1,41 1,82 1,25 2,11 1,35
3 1,75 1,22 3,51 2,60 1,79 1,26
4 2,52 1,77 1,74 1,27 1,85 1,37
5 1,65 1,16 1,45 1,11 1,96 1,48

Perhitungan Kelompok:
Bx
Waktu 0' Bx% = x 100 %
Bxt
2,19
= x 100%
155
= 1,41 %
By
Waktu 30' By% = x 100%
Byt
1,82
= x 100%
145

= 1,25 %

Bz
Waktu 60' Bz% = x 100 %
Bzt
2,11
= x 100 %
156
= 1,35 %

Keterangan:
(Bx) Bobot ikan lele (Clarias gariepinus) : 155 g
(By) Bobot ikan lele (Clarias gariepinus) : 145 g
(Bz) Bobot ikan lele (Clarias gariepinus) : 156 g
Grafik 3.1 Presentase Bobot Lambung Ikan

3.5

3
% Bobot Lambung

2.5

1.5

0.5

0
0 30 40
Waktu Pengamatan (menit)

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 Kelompok 5


B. Pembahasan

Berdasarkan hasil praktikum laju digesti pada ikan diperoleh hasil data
perbandingan bobot lambung ikan dan prosentase bobot lambung ikan setelah
diberi pakan pada waktu yang berbeda. Berat lambung yang di peroleh
kelompok 2 pada waktu 0 menit diperoleh 2,19 g, 30 menit diperoleh 1,82 g, dan
60 menit diperoleh 2,11 g, sedangkan presentase berat lambung yang diperoleh
pada waktu 0, 30, dan 60 menit masing masing 1,41%, 1,25%, dan 1,35%. Hasil
yang didapat pada kelompok 2 kurang sesuai dengan referensi. Hal itu mungkin
dipengaruhi oleh besar kecilnya bobot ikan yang digunakan, menit ke-0 bobot
ikan 155 gram, menit ke-30 bobot ikan 145 gram, dan bobot ikan menit 60 yaitu
156 gram, selain itu dapat dimungkinkan aktivitas masing-masing ikan lele
berbeda sehingga mempengaruhi jalannya metabolisme ikan lele. Sedangkan
kelompok lain juga sama halnya, dari data kelompok lain kurang sesuai dengan
referensi yang ada. Menurut Yuwono (2001), seharusnya semakin lama waktu
pengamatan maka semakin menurun bobot lambung ikan, karena molekul besar
telah banyak yang didigesti menjadi molekul yang lebih kecil dan telah banyak
diserap oleh usus.
Laju digesti merupakan laju kecepatan pemecahan makanan dari tubuh
ikan dari molekul yang kompleks ke molekul yang sederhana, kemudian akan
diabsorpsi oleh tubuh ikan. Proses digesti yang terjadi dalam lambung dapat
diukur dengan mengetahui laju pengosongan lambung. Lambung merupakan
suatu organ tubuh hewan yang berperan dalam proses pencernaan, berperan
dalam penyaringan makanan yang masuk kedalam tubuh, menetralisir racun
yang ada dalam makanan, membuang zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh
(Elliot & Elliot, 1997).
Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu,
suhu sangat berperan bagi pertumbuhan, konversi pakan dan resistensi terhadap
penyakit, ikan akan mengalami stres apabila terpapar suhu diluar kisarannya
sedangkan suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tinggi,
pada suhu rendah dapat menyebabkan stress dimana kondisi suhu sangat
berpengaruh terhadap kehidupan ikan, semakin tinggi suhu semakin aktif pula
metabolisme dalam tubuh ikan, demikian pula sebaliknya (Andriyani &
Sumantriyadi, 2017). Semakin cepat laju digesti maka akan semakin cepat pula
laju metabolisme, dan sebaliknya. Peningkatan nafsu makan pada ikan
dipengaruhi oleh temperatur, pada temperatur yang meningkat maka nafsu
makan ikan mengalami peningkatan, sedangkan apabila terjadi penurunan
temperatur air maka nafsu makan ikan juga mengalami penurunan (Kimball,
1988).
Sistem pencernaan ikan lele dimulai dari mulut, rongga mulut, faring,
esofagus, lambung, pylorus, usus, rektum dan anus. Struktur anatomi mulut ikan
erat kaitannya dengan cara mendapatkan makanan. Sungut terdapat disekitar
mulut lele berperan sebagai alat peraba atau pendeteksi makanan dan terdapat
pada ikan yang aktif mencari makan pada malam hari (nokturnal). Rongga mulut
pada ikan lele diselaputi sel-sel penghasil lendir yang mempermudah jalannya
makanan ke segmen berikutnya, juga terdapat organ pengecap yang berfungsi
menyeleksi makanan. Faring pada ikan berfungsi untuk menyaring makanan,
karena insang mengarah faring meka meterial bukan makanan akan dibuang
melalui celah insang, Lambung ini berfungsi sebagai tempat penampung
makanan yang seluruh permukaannya ditutupi oleh sel muskus yang
mengandung mukopolisakarida. Pylorus pada ikan berfungsi sebagai pengatur
pengeluaran makanan dari lambung ke usus (Yuwono, 2001). Enzim pencernaan
berperan penting untuk memecah bahan makanan kompleks menjadi bentuk
yang lebih sederhana melalui proses, dikenal sebagai pencernaan. Pencernaan
bahan makanan diikuti oleh penyerapan dan pada akhirnya pemanfaatan
metabolisme produk adalah fungsi dasar dari saluran pencernaan ikan (Senapati
et al., 2015).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan pada praktikum laju digesti pada
ikan dapat disimpulan bahwa :
1. Laju digesti merupakan laju kecepatan pemecahan makanan dari tubuh ikan dari
molekul yang kompleks ke molekul yang sederhana, kemudian akan diabsorpsi
oleh tubuh ikan.
2. Nilai persentase bobot lambung ikan kelompok 2 pada 0 menit sebesar 1,41%, 30
menit sebesar 1,25% dan 60 menit sebesar 1,35%.
DAFTAR REFERENSI

Andriyani, W. & Sumantriyadi. 2017. Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Ikan


Patin Siam (Pangasius lyphthalmus) Terhadap Salinitas Yang Berbeda.
Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan Dan Budidaya Perairan, 12(1), pp. 48-55.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Klien. Jakarta: Salemba Medika.
Elliot, W. H & Elliot, D. C. 1997. Biochemistry and Moleculer Biology. New York:
Oxford Universitas Press. Inc.
Kimball, J. W. 1988. Zoologi. Jakarta: Erlangga.
Lagler, K. F. 1977. Ichtiology. New York: Jhon Wiley and sons.
Rachmawati, D. & Samidjan, I. 2016. Penambahan Fitase dalam Pakan Buatan
sebagai Upaya Peningkatan Kecerahan, Laju Pertumbuhan Spesifik dan
Kelulushidupan Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Indonesian Journal
of Fisheries Science and Technology (IJFST), 1(10), pp. 48-55.
Senapati, T., Samanta, P., Mandal, S., & Gosh, A.R. 2015. Study on
Histopathological, Histochemical and Enzymological Alterations in Stomach
and Intestine of Anabas Testudineus. International Journal of Food,
Agriculture and Veterinary Sciences, 3(2). pp 101-111.

Sunde, J., & Storer, T. J. 2004. General Zoology. London: Mc Graw-Hill Book
Company Inc.
Tao, T., Shi, H., Huang, D., & Peng, J. 2015. Def Functions as a Cell Autonomous
Factor in Organogenesis of Digestive Organs in Zebrafish. Plos ONE 8(4):
e58858.
Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Purwokerto: Fakultas Biologi Unsoed.

Anda mungkin juga menyukai