LAPORAN
FARMAKOLOGI
PERCOBAAN IV
Kelompok 3 Shift 1
Nama Anggota :
Diare adalah keadaan buang-buang air dengan banyak cairan (mencret) dan
merupakan gejala-gejala dari penyakit tertentu atau gangguan lainnya. Menurut tori klasik,
diare disebabkan oleh meningkatnya peristaltik usus, hingga pelintasan chymus sangat
dipercepat dan masih mengandung banyak air pada saat meninggalkan tubuh sebagai tinja.
Penyebab utama diare adalah bertumpuknya cairan di usus akibat terganggunya resorpsi air
atau dan terjadinya hipersekresi. Pada keadaan normal, proses sekresi dan reosrpsi dari air
dan elektrolit-elektrolit berlangsung pada waktu yang sama di sel-sel epitel mukosa.
Proses ini di atur oleh beberapa hormon, yaitu resorpsi oleh enkefalin, sedangkan
sekresi diatur oleh prostaglandin dan neurohormon V.I.P (Vasoactive Intestinal Peptide).
Biasanya, resorpsi melebihi sekresi, tetapi karena sesuatu sebab sekresi menjadi lebih besar
daripada resorpsi, maka terjadilah diare. Terganggunya keseimbangan antara resorpsi dan
sekresi, dengan diare sebagai gejala utama, sering kali terjadi pada gastroenteritis (radang
lambung usus) yang disebabkan oleh kuman dan toksinnya.
Berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan empat jenis gastroenteritis dan diare sebagai
berikut:
1. diare akibat virus, disebabkan antara lain oleh rotavirus dan adenovirus. Virus
melekat pada sel-sel mukosa usus, yang menjadi rusak sehingga kapasitas resorpsi
menurun dan sekresi air dan elektrolit memegang peranan. Diare yang terjadi bertahan
terus sampai beberapa hari sesudah virus lenyap dengan sendirinya.
2. diare bakterial (invasif) akibat berkurang derajat higiene masyarakat. Bakteri-bakteri
tertentu pada keadaan tertentu, misalnya bahan makanan yang terinfeksi oleh banyak
kuman, menjadi ”infvasif” dan menyerbu ke dalam mukosa. Di sini bakteri-bakteri
tersebut memperbanyak diri dan membentuk toksin-toksin yang dapat diresorpsi ke
dalam darah dan menimbulkan gejala hebat, seperti demam tinggi, nyeri kepala, dan
kejang-kejang, di damping mencret berdarah dan berlendir. Penyebab terkenal dari
jenis diare ini ialah bakteri Salmonella, shigella, campylobacter, dan jenis coli
tertentu.
3. diare parasiter, seperti protozoa Entamoeba histolytica, Giardia Llambia,
Cryptosporidium, dan Cyclospora, yang terutama terjadi di daerah (sub) tropis. Diare
akibat parasit-parasit ini biasanya mencirikan mencret cairan yang intermiten dan
bertahan lebih dari satu minggu. Gejala lainnya dapat berupa nyeri perut, demam,
anorexia, nausea, muntah-muntah, dan rasa letih umum (malaise).
4. diare akibat enteroktosin. Penyebabnya adalah kuman-kuman yang membentuk
enteroktosin, yang terpenting adalah E. Coli dan Vibrio cholerae, dan jarang Shigella,
Salmonella, Campylobacter, dan Entamoeba histolytica. Toksin melekat pada sel-sel
mukosa dan merusaknya. Diare jenis ini juga bersifat ”selflimiting”, artinya akan
sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan dalam lebih kurang 5 hari, setelah sel-sel
yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa baru.
Kelompok obat yang sering digunakan pada diare adalah :
a. Diare Kronik
i) Diare Osmotik
b. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat,
dalam beberapa jam samapai 1 minggu.
:
2. Tujuan
1. mempunyai keterampilan dalam melakukan percobaan antidiare
2. memahami pengaruh laksan terhadap saluran pencernaan dan mengetahui sejauh
mana obat antidiare dapat menghambat diare yang ditimbulkan oleh laksan.
Mencit
PENGAMATAN
KONSISTENSI FESES
SIMBOL KONSISTENSI SKOR
N NORMAL 0
LN LEMBEK 1
L NORMAL 2
LC LEMBEK 3
C LEMBEK CAIR 4
CAIR
WAKTU
KELOMPOK LAMA DIARE
KELOMPOK TIMBUL
(MENCIT) (MENIT)
DIARE
A1 15 detik 90
(-) A2 24:50 detik 35
A3 0 0
B1 2:09 detik 93
(+) B2 1:47 detik 1
B3 36 menit 1
C1 1:48 menit 26
UJI 1 C2 13:46 detik 83
C3 1:21 menit 19
D1 1:54 menit 28
UJI 2 D2 39:06 detik 69
D3 1:11 menit 24
6. Perhitungan
mencit 1 : A1 => Kontrol Negatif ( tragakan 1% ) / 21 gram
- berat = 21 gram
21
- volume pemberian = 20 x 0,2 ml = 0,21 ml
Pada kelompok kontrol negatif yang hanya diberi tragakan frekuensi diare hanya sekali
sampai dua kali dengan lama waktu diare 1 jam 30 menit dan 35 menit, adapun mencit yang
tidak mengeluarkan feses sama sekali pada kelompok ini. Bobot feses yang didapat pada
kelompok kontrol uji negatif pada t=30 sebesar 0,01 g, t=60 menit sebesar 0,16, pada t=90
menit sebesar 0,07 g, pada t=120 menit tidak terjadi pengeluaran feses. Pada mencit dua t=30
menit bobot fesesnya 0,08 g, dan pada t=60 menit bobot feses yang didapat sebesar 0,13 g.
Pada kedua mencit ini konsistensi feses dikatakan normal dengan pengeluaran feses yang
masih berbentuk padat tidak cair.
Kelompok kontrol positif frekuensi diare mencit lebih tinggi dibanding dengan kelompok
kontrol negatif yaitu sebanyak 3 sampai 6 kali dengan bobot feses yang didapat pada t=30
menit 0,38 g, t=60 menit 0,16 g, dan t=90 menit 0,20 g. Bobot feses pada mencit dua, t=30
menit 0,47 g, t=60 menit 0,47 g, t=90 menit 0,93 g, dan t=120 menit 0,52 g. Pada kedua
mencit ini mengalami konsistensi feses yang lembek normal hingga cair, hal ini dipengaruhi
oleh induktor yang diinduksikan pada mencit sehingga mencit mengalami diare. Mencit 3
hanya mengeluarkan feses sekali dengan bobot feses sebesar 0,06 g pada menit ke 60 dengan
konsistensi feses yang normal.
Pada kelompok uji tidak hanya diberi oleum ricini tapi juga diberi sediaan obat antidiare
yaitu loperamid HCl, dimana fungsi dari obat loperamid ini untuk menghambat proses
peristaltik usus sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki konsistensi feses
sehingga pada kelompok kontrol yang tidak diberi obat loperamid HCl lama diare lebih lama
dibanding dengan kelompok uji yang diberi loperamid HCl. Mencit satu pada kelompok uji 1
lama diare selama 26 menit dengan frekuensi diare hanya sekali pada menit ke 90 dan sekali
pada menit 120, dengan berat feses sebesar 0,06 g, dan 0,04 g dengan konsistensi yang
normal. Pada mencit kedua pada uji 1 ini lama diare cukup lama ialah 1 jam 30 menit dengan
frekuensi feses pada t=30 menit sebanyak 7 kali, t=60 menit sebanyak 3 kali, t=90 menit 2
kali dan pada t=120 menit hanya 1 kali dengan bobot fesesberbeda-beda yaitu sebesar 0,48 g,
0,15 g, 1,26 g, dan 0,03 g. Sedangkan pada mencit tiga t=90 menit frekuensi feses sebanyak 4
kali dan t=120 frekuensi feses sebanyak 2 kali. Keseluruhan pada kelompok uji 1 ini
konsistensi fesesnya lembek hingga cair. Lama diare pada kelompok uji 2 lebih singkat
dibandingkan dengan kelompok uji 1, dimana kelompok uji 2 hanya berlangsung 28 menit, 69
menit, dan 24 menit dengan frekuensi diare hanya sekali hingga dua kali bobot feses yang
didapat pada mencit satu 0,09 g, 0,08 g, dan 0,19 g, mencit 2 0,1 g,0,05 g, dan 0,05 g, dan
pada mencit tiga t=90 menit 0,20 g. Konsistensi feses pada uji ini normal, lembek cair hingga
cair. Selain lama diare yang lebih singkat dibanding kelompok uji 1 pada kelompok uji 2
didapat bobot pengeluaran feses yang lebih sedikit dan frekuensi diare yang tidak sebanyak
pada kelompok uji 1. Hal ini disebabkan karena pada kelompok uji 2 diberi obat loperamid
dengan dosis yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok uji 1, maka obat loperamid
HCl dengan dosis tinggi bekerja lebih efektif untuk menghambat proses peristaltik usus
sehingga dapat mengurangi frekuensi defekasi pada mencit.
8. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah kami lakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Percobaan antidiare dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan mencit dengan
diberi induktor oleum ricini dan obat antidiare loperamid HCl.
2. Salah satu obat antidiare yaitu loperamid HCl terbukti dapat mempengaruhi saluran
pencernaan dengan menghambat proses peristaltik sehingga mengurangi frekuensi
defekasi dan memperbaiki konsistensi feses.
9. Pertanyaan
1. Terangkan mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh oleum ricini ?
JAWAB :
2. Mekanisme kerja dari obat antidiare tersebut dapat bersifat absorben karena menyerap
zat-zat beracun (oleum ricini)yang ada didalam usus,sedangkan obat untuk menekan
peristaltic usus (loperamid) yaitu untuk memberikan lebih banyak waktu untuk
reabsorpsi dan elektrolit oleh mukosa usus.
10. Lampiran
Daftar pustaka
DiPiro, Joseph T., Talbert, Robert L., dkk., 1996, Pharmacotherapy: A
Patophysiologic Approach, 3rd Ed., Appleton & Lange, Stamford, Connecticut
Mutschler, Ernst. 1991. Dinamika Obat. Terjemahan M.B Widianto dan A.S. Ranti.
Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Tim Farmakologi, 2001, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4, Jakarta: Penerbit Fakultas
FMIPA , Jurusan Farmakologi UI.