Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

LAPAROSKOPI OPERATIF

Di susun oleh kelompok 6 :

CESYA OKTAVIANITA ERING

HIKMA RIFANY

MARIA FRANSISKA

DINI HARDIANTI

FARCE

PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

STIKES WIDYA NUSANTARA PALU

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami bisa menyelesaikan Makalah Laparoskopi Operatif ini dengan tepat
waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan Makalah Laparoskopi Operatif ini dengan baik. Solawat serta salam
semoga terlimpah curahnya kepada baginda Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya diakhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk
meneyelesaikan pembuatan Makalah Laparoskopi Operatif ini.

Tak lupa juga kami mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu Irna
Wati ,SST.,M.Keb Yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan
mmengajar kami dalam pembuatan Makalah ini.

Kami tentu menyadari bahwa Makalah Laparoskopi Operatif ini masih jauh
dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan
didalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk
Makalah Laparoskopi Operatif ini nantinya dapat menjadi Makalaah yang lebih baik
lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada Makalah ini kami memohon
maaf sebesar-besarnya. Demikian, semoga Makalah ini dapat bermanfaat. Terima
kasih.

Palu, 03 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………....i

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ……………………………………………………………….1


B. Tujuan ………………………………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah Laparoskopi …………………………………………………………3


B. Indikasi dan kontraindikasi operatif laparoskopi …………………………..4
1. Indikasi ……………………………………………………………....4
2. Kontraindikasi ……………………………………………………….5
C. Prosedur laparoskopi operatif ……………………………………………….6
1. Proctosigmoidectomy ………………………………………………..6
2. Right colectomy atau Ileocolectomy ………………………………..7
3. Total abdominal colectomy ………………………………………....7
4. Fecal diversion ……………………………………………………….7
5. Abdominoperineal resection ………………………………………...7
6. Rectopexy ……………………………………………………………7
7. Total proctocolectomy ………………………………………………7
D. Jenis atau macam laparoskopi operatif …………………………………......8
1. Laparoskopi histerektomi ……………………………………………8
2. Miomektomi …………………………………………………………9
E. Anestesi pada laparoskopi operatif ………………………………………...10
1. Anastesi local ……………………………………………………….10
2. Anastesi regional …………………………………………………...11
3. Anastesi umum ……………………………………………………..11

ii
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………..13
B. Saran ………………………………………………………………………...13

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya prinsip operasi laparotomi ginekologi konvensional digunakan


pada laparoskopi operatif. Disamping itu, operator laparoscopy harus
berpengalaman dalam melakukan operasi melakukan operasi laparoskopi
diagnostic. Oleh karena itu mereka sebelumnya harus telah mengenal dengan baik
jaringan atau organ genitalia interna serta patologi tertentu lewat pandangan
laparoskop.  Operator laparoskopi dituntut pula untuk terbiasa dan terlatih
menggunakan berbagai alat khusus yangt telah disebutkan diatas. Operator
laparoskopi juga dituntut agar terbiasa melakukan jahitan atau ikatan hemostasis
pada jaringan dalam rongga pelvis dengan endoloog dan endo-suture cara ikatan
luar atau dalam.

Untuk melatih hal-hal tersebut, oleh semm telah dibuat suatu model yang
disebut pelvic-trainer. Dengan pelvic-trainer ini seseorang dapat melatih
keterampilannya untuk melakukan hal-hal khusus tersebut diatas. Okuler
laparoskop dapat dihubungkan dengan monitor, seperti ia melakukan hal yang
sesungguhnya pada pasien. Bahan jaringan yang digunakan, biasanya plasenta
segar dengan selaput amnionnya, yang dilekatkan didalam pelvic-trainer. Pada
jaringan plasenta dan selaput amnion tersebut dapat dilakukan berbagai tindakan
seperti melakukan tindakan yang sesungguhnya. Apabila hal-hal tersebut telah
dikuasai dengan baik, maka ia telah siap untuk melakukan operasi laparoscopy
operatif yang sesungguhnya pada pasien.

Akhirnya, sewaktu akan melakasanakan operasi laparoskopyk perlu di


pertimbangkan benar-benar apakah akan menguntungkan penderita. Tindakan

1
operasi laparoscopy juga masih mempunyai keterbatasan. Mage dan kawa-kawan
mengemukakan keberhasilan dalam histerektomi hanya mencapai 75% sedangkan
untuk miomektomi masih lebih kurang lagi dan mereka mengemukakan masih
diperlukannya alat-alat yang lebih canggih. Hanya dengan mengandalkan
penilaian ilmiah yang benar dan cermat dalam tatacara pemakaian operasi
laparoskopyk teknik tersebut akan menemui harapan yang lebih cerah.

B. Tujuan Pembelajaran

1. Mampu menjelaskan sejarah perkembangan laparoskopi?

2. Mampu menjelaskan indikasi dan kontra-indikasi laparoscopy operatif?

3. Mampu menjelaskan prosedur laparoscopy operatif?

4. Mampu menjelaskan macam atau jenis laparoscopy operatif?

5. Mampu menjelaskan anestesi pada laparoskopi operatif?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH LAPAROSKOPI

Penemuan teknik bedah Laparoskopi di akhir abad ke-20 merupakan


sebuah revolusi di bidang ilmu bedah. Bedah laparoskopi menggunakan
teknik bedah minimal invasif yang memiliki banyak keuntungan
dibandingkan bedah konvensional.George Kelling yang mengenalkan
metode laparoskopi di tahun 1901. Kelling penasaran dan ingin tahu
bagaimana reaksi organ jika ditempatkan di sebuah rongga udara. Ia lantas
menciptakan metode menggunakan alat untuk meneropong rongga
abdomen. Dengan cystoskope, ia bisa melihat rongga abdomen seekor
anjing.

Tiga puluh satu tahun kemudian, Pablo Luis Mirizzi seorang dokter
dari Argentina melakukan operasi Cholangiography untuk pertama kali.
Publikasi pertama kali tentang bedah laparoskopi oleh Raoul Palmer pada
awal 1950. Sejarah panjang pun bergulir. Teknik bedah minimal invasif ini
terus mengalami perkembangan. Hingga memasuki abad milennium, bedah
laparoskopi tak terbendung dan hampir menggantikan operasi-operasi
dengan teknik konvensional kecuali pada kasus-kasus tertentu seperti
kelainan kongenital (cacat bawaan), bedah kosmetik dan lain-lain.

Penggunaan untuk pengangkatan kantong empedu (cholecystectomy)


yang sekarang ini menjadi standar baku secara internasional. Disamping itu
kasus lain yang sering adalah pengangkatan usus buntu (appendectomy).
Teknik minimal invansif ini sekarang sudah berkembang luas di bidang
lain seperti urologi, kardiologi, neurologi, ginekologi, gastroenterology dan

3
lain-lainnya. Berbagai pabrikan juga mengembangkan alat endoskopi untuk
sejumlah operasi yang spesifik.

DiIndonesia tahun 1994 dibentuk Perhimpunan Bedah


Endolaparoskopi Indonesia (PBEI) dan menyelenggarakan pelatihan
pertama bedah laparoskopi dasar bagi ahli bedah. Tahun 2004 disepakati
kerjasama antara PBEI dan kolegium Ilmu Bedah Indonesia bahwa
keterampilan bedah laparoskopik menjadi bagian dari kurikulum program
pendidikan spesialis bedah.

B. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI OPERASI LAPAROSKOPI

Dengan telah berkembangnya inovasi instrumentasi dan tekhnik


operasi seperti  yang  telah di utarakan diatas,maka indikasi untuk melakukan
operasi dengan teknik laparoskopi menjadi lebih luas.tindakan operasi
diagnostik dengan hasil diagnosis yang jelas, dan yang telah didiskusikan
dengan pasien sebelumnya, dapat dilanjutkan dengan tindakan operatif
tertentu.

1. INDIKASI
a) Indikasi Diagnostik
1) Diagnosis diferensiasi patologi genetalia interna
2) Infertilitas primer dan atau sekunder
3) Second look operation,apabila diperlukan tindakan berdasarkan
operasi sebelumnya
4) Mencari dan mengangkat translokasi AKDR.
5) Pemantauan pada saat dilakukan tindakan histeroskopi

b) Indikasi terapi
1) Kistektomi ,miomektomidan histerektomi

4
2) Hemostasis perdarahan  pada perforasi uterus akibat tindakan
sebelumnya.

c) Indikasi operatif terhadap adneksa


1) Fimbrioplasti ,salpingostomi,salpingolisis
2) Koagulasi lesi endometriosis.
3) Aspirasi cairan dari suatu konglomerasi untuk diagnostik yang
terapeutik.
4) Salpingektomi pada kehamilan ektopik
5) Kontrasepsi mantap (oklusi tuba)
6) Rekontruksi tuba atau reanastromosis tuba pascatubectomi

d) Indikasi operatif terhadap ovarium


1) Pungsi folikel matang pada program fertilisasi in-vitro
2) Biopsi ovarium pada keadaan tertentu( kelainan kromosom atau
bawaan , curiga keganasan).
3) Kistektomi antara lain ada kista coklat( endometrioma), kista
dermoid, dan kista ovarium lain
4) Ovariolisis, pada perlekatan periovarium

e) Indikasi operatif terhadap organ dalam rongga pelvis


Lisis perlekatan oleh omentum dan usus.

2. KONTRAINDIKASI
a) Kontraindikasi absolut
1) Kondisi pasien yang tidak memungkinkan dilakukannya
anestesi
2) Diatese hemoragik sehingga mengganggu funsi pembekuan
darah

5
3) Peritonitis akut terutama yang mengenai abdomen bagian
atas , disertai dengan distensi dinding perut ,sebab kelainan ini
merupakan kontraindikasi untuk melakukan
pneumoperitonium.
b) Kontraindikasi relative
1) Tumor abdomen yang sangat besar,sehingga sulit untuk
memasukkan trokar kedalam rongga pelvis oleh karena trokar
dapat melukai tumor tersebut
2) Hernia abdominalis, dikawatirkan dapat melukai usus pada
saat memasukkan trokar ke dalam rongga pelvis, atau
memperberat hernia pada saat dilakukan 
pneumoperitonium.kini kekhawatiran ini dapat di hilangkan
dengan modifikasi alat pneumoperitonium otomatic
3) Kelainan atau insufisiensi paru paru, jantung,hepar,atau
kelainan pembuluh darah vena porta,goiter atau kelainan
metabolisme lain yang sulit menyerap gas CO2.

C. PROSEDUR LAPAROSKOPI OPERATIF


Tiga atau lebih sayatan kecil (5-10 mm) dibuat di perut untuk
memungkinkan port akses untuk dimasukkan. Para laparoskop dan
instrumen bedah yang akan dimasukkan melalui port ini. Ahli bedah
kemudian menggunakan laparoskopi, yang mentransmisikan gambar
organ-organ perut pada monitor video, yang memungkinkan operasi
untuk dilakukan. Operasi Laparoskopi usus dapat digunakan untuk
melakukan operasi berikut:
1. Proctosigmoidectomy.
Operasi pengangkatan bagian rektum dan kolon sigmoid yang
sakit. Digunakan untuk mengobati kanker dan pertumbuhan
non-kanker atau polip, dan komplikasi diverticulitis.

6
2. Right colectomy atau Ileocolectomy.
Selama kolektomi kanan, sisi kanan usus besar akan dibuang.
Selama ileocolectomy, segmen terakhir dari usus kecil - yang
melekat pada sisi kanan usus besar, yang disebut ileum, juga
dibuang. Digunakan untuk mengangkat kanker, pertumbuhan
non-kanker atau polip, dan peradangan dari penyakit Crohn.
3. Total abdominal colectomy.
Operasi pengangkatan usus besar. Digunakan untuk mengobati
radang borok usus besar, penyakit Crohn, poliposis familial dan
mungkin sembelit.
4. Fecal diversion.
Bedah pembuatan saluran baik sementara atau
permanentileostomy (pembukaan antara permukaan kulit dan
usus kecil) atau (kolostomi (pembukaan antara permukaan kulit
dan usus besar). Digunakan untuk mengobati masalah dubur dan
dubur kompleks, termasuk kontrol buang air besar yang buruk .
5. Abdominoperineal resection.
Operasi pengangkatan anus, rektum dan kolon
sigmoid.Digunakan untuk membuang kanker di rektum bawah
atau di anus, dekat dengan sfingter (kontrol) otot.
6. Rectopexy.
Suatu prosedur dimana jahitan digunakan untuk mengamankan
rektum pada posisi yang tepat. Digunakan untuk memperbaiki
prolaps rektum.
7. Total proctocolectomy.
Ini adalah operasi usus paling luas dilakukan dan melibatkan
pembuangan rektum dan usus besar. Jika ahli bedah dapat
meninggalkan anus dan bekerja dengan benar, maka kadang-
kadang kantong ileum dapat diciptakan sehingga Anda bisa

7
pergi ke kamar mandi. Sebuah kantung ileum adalah ruang
operasi yang dibuat terdiri dari bagian terendah dari usus kecil
(ileum). Namun, kadang-kadang, suatu ileostomy permanen
(pembukaan antara permukaan kulit dan usus kecil) diperlukan
terutama jika anus harus dibuang, lemah, atau telah rusak.

D. JENIS ATAU MACAM LAPAROSKOPI OPERATIF

1. Laparoskopi histerektomi

Jenis Histerektomi yang dilakukan oleh tabung optik standar ramping


yang juga dikenal sebagai laparoscopes disebuthisterektomi laparoskopi.
Jenis pengobatan histerektomi terdiri dari sedikit waktu untuk pemulihan
dan durasi dari Operasi daripada jenis lain dari operasi yang dilakukan.
Hal ini juga umumnya disukai oleh sebagian besar perempuan sebagai
jenis pengobatan karena tidak berakhir memberi Anda banyak bekas luka
seperti metode operasi lain.

Melalui mana prosedur laparoskopi histerektomi dilakukan?

Dasar dari histerektomi laparoskopi mulai dengan sebuah celah kecil


di bawah pusar ditarik wanita. Dalam irisan ini, alat laparoskopi dikirim
masuk Para dokter yang melakukan operasi kemudian melihat melalui
daerah Panggul wanita itu dan memeriksanya dengan penuh perhatian
dengan instrumen. Selama pemeriksaan ini dokter membuat keputusan di
mana untuk melakukan pemotongan lebih tepatnya dengan instrumen
ramping. Menggunakan histerektomi laparoskopi sebagai panduan
operasi,bedah menghapus ini rahim dari bagian dalam tubuh
wanita. rahim kemudian dibedah menjadi dua bagian. Bagian-bagian
yang membedah mengukur ukuran yang sesuai untuk menghapus mereka

8
dari perut, itu karena fakta bahwa sangat sedikit jahitan yang diperlukan
dalam rangka untuk menutup sayatan dibuat dalam operasi ini.

2. Miomektomi

Jika miom tersebut bertangkai maka tangkai tersebut dengan mudah


dapat di insisi. Untuk jenis intramural, resiko perdarahan sangat besar,
kadang diperlukan injeksi vasopressin untuk mempertahankan
hemostasis. Jejak bekas miomektomi harus dijahit, ini sesuatu yang
mutlak. Cara pengeluaran massa miom, apabila tersedia alat morselator
maka dengan mudah miom dapat dikelua rkan.

Saat ini laparoskopi tidak terbukti lebih baik dari laparotomi untuk
pengobatan menoragia atau infertilitas. Sebagai tambahan, ada
kekhawatiran untuk resiko uterus rupture selama kehamilan lebih besar
pada miomektomi dengan laparoskopi daripada laparotomi. Namun, pada
tabel dibawah ini terlihat bahwa miomektomi perlaparoskopi relative
lebih menguntungkan daripada miomektomi perlaparotomi.

Hasil Akhir Laparoskopi Laparotomi Kemaknaan


(n = 20) (n = 20)
Kehilangan darah 200 ± 50 230 ± 44 P > 0,05
(ml)
Waktu operasi 100 ± 31 93 ± 27 P > 0,05
(menit)
Injeksi analgesic 1,9 ± 0,7 4,1 ± 1,4 P > 0,05
Pasien bebass 85 15 P > 0,05
analgetik pada hari
ke -2 (%)
Pasiendi pulangkan 90 10 P > 0,05
pada hari ke -3(%)
Pasien kembali 90 5 P > 0,05

9
bekerja pada hari
ke -15(%)
menguntungkan daripada miomektomi perlaparotomi

E. ANESTESI PADA LAPAROSKOPI OPERATIF

Apapun jenis atau cara pemberiannya, tindakan pemberian anestesi ini


tidak boleh di anggep ringan. Apabila tindakan dan cara pemberian
anastesi tidak benar, dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan.
Kaidah-kaidah ilmu anastesi harus diperhatikan dengan sungguh-
sungguh, sama halnya dengan kaidah-kaidah yang lazimnya digunakan
pada operasi laparotomi.

1. Anastesi local

Laparoskopi operatif yang tidak memerlukan waktu lama dan


intervensi yang berat, dapat dilakukan dalam anastesi local, seperti
pemasangan cincin tuba atau klip tuba pada tindakkan sterilisasi. Cukup
banyak keuntungan pemberian anastesi lokal ini, antara lain waktu rawat
dapat dipersingkat dan efek samping yang ringan. Konsep atau istilah
volonelgesia yaitu vocal,dapat berkomunikasi dengan pasien pada saat
operasi ; lokal, denagn menggunakan sediaan anastesi lokal yang relative
murah antara lain lidokain 0,5% 20-40 ml, untuk memati rasa kulit
disekitar tusukkan trokar : volo, bahasa latin yang artinya ingin, pasien
ingin sadar, terutama pada pasien yang takut tidur; dan penggunaan
sediaan nuetroleptanalgesia, antara lain diazepam atau meperidim atau
sejenisnya; sangat menguntungkan, aman, dan banyak digunakan dalam
cara pemberian anastesia lokal pada laparoskopi operatif.

Beberapa operator, walaupun hal ini tidak perlu benar, menyuntikkan


anastesi paraservikal apabila diperlukan intervensi pada uterus, terutama

10
sebelum memasukkan kanula manipulator uterus. Beberapa operator
menyemprotkan (spay) juga anastasi lokal pada tuba, sebelum dilakukan
pemasangan cincin tuba atau klip tuba. Semua cara pemberian anastesi
lokal tersebut bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit, selama dan
pasca operasi. Pemberian neuroleptanalgesia bertujuan untuk
menghilangkan ansietas, dan juga bersifat ansedatif. Pemberian sediaan
ini sebaiknya melalui intravena, yang sebelumnya telah terpasang infuse
dekstrosa 5%. Dapat diberikan diazepam (valium) 5mg, dan kemudian
meparidin (demoral) 25-50 mg, intravena perlahan-lahan. Apabila
pemberian sediaan ini tidak didampingi oleh spesialis anastesi, dianjurkan
selama operasi pemberian diazepam tidak melebihi 10 mg, dan meperidin
100 mg. Sediaan lain yang dapat digunakan antara lain fentanil yang
dapat dikombinasikan dengan droperidol.apabila sediaan ini digunakan,
pemantauan kardiovaskular perlu diperhatikan lebih baik dan kadang kala
diperlukan pemberian oksigen bagi pasien.

2. Anastesi regional

Anastesi regional (kaudal, epidural, atau blok spinal), hanya digunakan


apabila anastesi inhalasi merupakan kontraindikasi. Beberapa efek
samping yang kurang disenangi dalam pemberian anastesi regional antara
lain dapat terjadi vasodilatasi dan hipotensi yang mendadak. Cara anastesi
ini untuk tindakkan laparoskopi telah banyak ditinggalkan.

3. Anastesi umum

Anastesi uuntuk semua operasi hanya aman apabila ditangani


oleh spesialis anastesi. Anastesi umum dapat digunakan dengan
kaidah-kaidah ilmu anastesi biasanya untuk tujuan laparoskopi
operatif.

11
Apabila digunakan kanulaendotrakheal, sebaiknya dipasang
kanula nasogastri untuk mencegah distensi gaster. Pada saat
pemasangan trokar, apabila terdapat distensi gaster, akan dapat
melukai dindingnya. Apabila terjadi perforasi gaster yang tidak
dikenal, dapat mengakibatkan abdomen akut pasca operasi.
Kadangkala diperlukan pernapasan bantu (assisted respiration),
terutama pada operasi laparoskopi dalam posisi trendelenburg, oleh
karena diafragma mendesak paru ke atas. Hal ini yang perlu
diperhatikan pada pemberian anastesi umum ialah kejadian asidosis,
terutama pada oprasi yang lama, dengan menggunakan gas CO2 yang
cukup banyak untuk maksud maintenance pneumoperitoneum. Dalam
hal ini pemantauan kondisi kardiovaskular perlu lebih diperhatikan.
Asidosis yang tidak dikoreksi dan berlangsung lama dapat
mengakibatkan henti jatung (cardiac arrest).

BAB III

PENUTUP

12
A. Kesimpulan

Perkembangan yang pesat di bidang teknologi kesehatan khususnya


ilmu bedah telah mendatangkan manfaat dan keuntungan yang besar bagi
kehidupan manusia. Ditemukannya teknik bedah Laparoskopi atau bedah
minimal invasive. misalnya, kini telah mulai menggantikan teknik-teknik
konvensional, kecuali pada kasus-kasus tertentu. Laparoskopi adalah
prosedur untuk melihat rongga perut melalui sebuah teleskop yang
dimasukkan melalui dinding perut. Prosedur pembedahan pada laparoskopi
menggunakan alat-alat yang juga dimasukkan melalui dinding perut. Melalui
teleskop, prosedur pembedahan lebih jelas terlihat karena bisa dilakukan
pemaparan yang lebih baik pada rongga panggul dan efek pembesaran dari
teleskop.

B. Saran
Kami sebagai penyusun makalah, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali
kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan sehingganya kami sangat
mengharapkan kritikan dan saran dari teman-teman yang sifatnya membangun
untuk memperbaiki makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

13
Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM.1996.BALAI PENERBIT FKUI.
JAKARTA
Nealon, Thomas F. 1994. KETRAMPILAN POKOK ILMU BEDAH
ED.4.EGC. Jakarta
Surgery : pretest Self Assessment and Review, Tenth Edition. International
edition 2004
Laparoskopi: Revolusi teknik pembedahan
Oleh : dr. Anung Noto Nugroho, Sp.B-KBD

14

Anda mungkin juga menyukai