Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Sehat jiwa adalah keadaan mental yang sejahtera ketika seseorang mampu
merealisasikan potensi yang dimiliki, memiliki koping yang baik terhadap stressor,
produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat (WHO, 2007 dalam
Varcarolis & Halter, 2010). Produktif, artinya memiliki kemampuan untuk melakukan
aktivitas yang rutin. Manusia dikatakan usia produktif, ketika berusia pada rentang 15-64
tahun (Yusuf, 2010). Namun tanpa disadari, pada usia produktif justru memiliki resiko
lebih tinggi mengalami masalah kesehatan. Aspek yang sering menjadi masalah yaitu
aspek psikologis (emosi). Hal ini dapat terjadi akibat dari kegagalan individu dalam
mencapai apa yang diinginkan atau diharapkan sehingga terjadinya gangguan jiwa
(Yusuf, 2010).
Gangguan jiwa merupakan gangguan yang tidak menimbulkan kematian secara
langsung tetapi menyebabkan penderitanya menjadi susah untuk bersosialisasi dengan
masyarakat sekitar dan menimbulkan beban bagi keluarga. Saat ini penderita gangguan
jiwa mengalami peningkatan yang cukup pesat (Dinkes Surabaya, 2013). Menurut
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) tahun 2013, prevalensi gangguan jiwa berat nasional
sebesar 1,7 per mil artinya bahwa dari 1000 penduduk Indonesia terdapat dua sampai tiga
diantaranya menderita gangguan jiwa berat (Riskesdas, 2013).
Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan
jiwa di dunia, dan di Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta
atau 25% dari penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008)
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah membuat tugas makalah ini diharapkan mahasiswa mengerti dan memberikan
asuhan keperawatan secara konfrehensip pada pasien halusinasi
2. Tujuan Khusus
Setelah menyusun tugas makalah ini diharapkan mahasiswa mampu :
a. Mengetahui pengertian halusinasi
b. Mengetahui penyebab dari halusinasi
c. Mengetahui manifestasi dari halusinasi
d. Mengetahui pathofisiologi terjadinya halusinasi
1
e. Mengetahui penatalaksanaan dari pasien dengan halusinasi
f. Mengertui dan memahami bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan
halusinasi

2
BAB II
KONSEP TEORITIS

A. Definisi
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata
artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus / rangsangan dari
luar. (Maramis, 2009)
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa
melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu
rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut. Halusinasi merupakan kesan, respon
dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).  
Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari
luar. Walaupun tampak sebagai suatu yang “khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan
bagian dari kehidupan mental penderita yang “terepsesi”. Halusinasi dapat terjadi karena
dasar-dasar organik fungsional, psikotik, maupun histerik (Yosep, 2007).
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara,penglihatan,
pengecapan, perabaan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada
(Keliat,Akemat 2010)
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah / pola stimulus yang datang disertai
gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus tersebut (Nanda-
I,2 012)
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi menurut Yosep,2011
a. Biologis :
1) Genetika : diduga kromosom no 6 dengan kontribusi genetic tambahan no
4,8,12 dan 22. Pada anak yang kedua orangtuanya tidak menderita
kemungkinan terkena penyakit 1%, pada anak yang salah satu orang tuanya
menderita kemungkinan terkena 15 %, pada anak yang kedua orang tuanya
menderita kemungkinan terkena 35 %, pada anak kembar identic berisiko
terkena ganggua 50%, sedangkan pada kembar fraternal berisiko 15%
2) Kelainan fisik : lesi pada daerah frontal, temporal dan limbic, neurotranmiter
dopamine berlebihan tidak seimbang dengan kadar serotonin

3
3) Riwayat janin dengan trauma, hipoksia saat kelahiran, premature,
preeklamsia,malnutrisi,stress, ibu perokok, alcohol, pemakai obat, dan
infeksi
4) Nutrisi
5) Sensivitas biologi ; riwayat penggunaan obat halusinogen, riwayat terkena
infeksi dan trauma serta radiasi dan pengobatannya
6) Paparan terhadap racun
b. Psikologis
1) Intelegensi :riwayat kerusakan struktur dilobus frontaldan kurangnya suplai
oksigen dan glukosa sehingga mempengaruhi fungsi kognitif sejak kecil
(retardasi mental)
2) Moral : riwayat tinggal dilungkungan yang dapat mempengaruhi moral
individu misalnya keluarga broken home
3) Keperibadian : mudah kecewa,kecemasan tinggi, mudah putus asa, dan
menutup diri
4) Pengalaman masa lalu : orangtua yang otoriter dan selalu membandingkan,
konflik orang tua yang menyebabkan salah satu orang tuaterlalu menyayangi
anaknya, anak yang dipelihara oleh ibu yang terlalu menyayangi anaknya,
melindungi anaknya, teralu dingin dan tak berperasaan ,ayah yang menjauhi
anaknya, riwayat penolakan atau tindakan kekerasan selama rentang hidup
klien sebagai korban, elaku dan saksi
5) Konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis, krisis peran,
halusinasi, gambaran diri tidak jelas
6) Motivasi ; riwayat kurang mendapat penghargaan, riwayat kegagalan
7) Pertahanan psikologis :ambang toleransi terhadap stress rendah
8) Self control : riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang misalnya
suara,penglihatan, rabaan, dan lainnya
c. Soaial kultur
1) Usia : riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
2) Gender : riwayat ketidak jelasan identitas dan kegagalan peran gender
3) Pendidikan : riwayat putus sekolah
4) Pendapatan : penghasilan yang rendah
5) Pekerjaan : stresfull, pekerjaan resiko tinggi
6) Status social : tuna wisma, kehidupan terisolasi
4
7) Latar belakang budaya :tuntutan social masyarakat seperti paternalistic dan
stigma masyarakat, kepercayaan terhadap hal magis atau mistis serta adanya
pengalaman keagamaan
8) Riwayat agama : kesalahan persepsi terhadap agama tertentu, tidak bisa
menjalankan kegiatan agama secara rutin
9) Keikutsertaan dalam partai politik : kegagalan dalam politik
10) Pengalaman social : perubahan status dalam kehidupan misalnya perceraian,
bencana, perang atau kerusuhan, tekanan dalam pekerjaandan kesulitan
mendapatkan pekerjaan
11) Peran social : isolasi social khusunya untuk usia lanjut, adanya stigma
negative dari masyarakat, diskriminatif, penduga negatif
2. Faktor Presipitasi
a. Proses pengolahan informasi yang berlebihan
b. Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
c. Adanya gejala pemicu
C. Dimensi Halusinasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, perasaan tidak
aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu
mengambil keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata.
Masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu sebagai
mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio spiritual sehingga
halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi (Stuart dan Laraia, 2005) yaitu:
1. Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi rangsang eksternal yang
diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi
fisik seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah
memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

5
3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan halusinasi akan
memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan
usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu
hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien
dan tak jarang akan mengontrol semua prilaku klien.
4. Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan adanya kecenderungan
untuk menyendiri. Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan
tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri
yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem kontrol oleh
individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau
orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses
interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan
lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.
5. Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk social sehingga interaksi dengan manusia
lainnya merupakan kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut cenderung
menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan
keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat
halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya (Stuart
dan Laraia, 2018).
D. Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon mal adaptif individu yang berada dalam
rentang respon neurobiologist (Stuart dan Laraia, 2018). Ini merupakan respon persepsi
paling mal adaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra
(pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan), klien dengan halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun sebanarnya stimulus tersebut tidak
ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal
mengalami kelainan persepsi yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang
disebut sebagai illusi. Klien mengalami illusi jika interpretasi yang dilakukan terhadap
6
stimulus panca indra tidak akurat sesuai stimulus yang diterima. Rentang respon tersebut
digambarkan seperti pada Gambar.

Respon Adaptif Respon Maladaptif

1. Pikiran logis 1. Distorsi pikiran 1. Gangguan


2. Persepsi illusi piker/del
akurat 2. Reaksi emosi usi
3. Emosi berlebih 2. Halusinasi
konsiste an 3. Sulit berespon
n dg 3. Perilaku aneh emosi
pengala atau 4. Perilaku
man tidak biasa disorgan
4. Perilaku 4. Menarik diri isasi
sesuai 5. Isolasi sosial

Gambar: Rentang Respon Halusinasi (Stuart dan Laraia, 2005).

E. Pathofisiologi
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :
1. Fase pertama / Tahap comforting (ansietas sedang) yaitu fase menyenangkan
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : Klien merasa
bersalah dan takut serta mencoba memusatkan pada penenangan pikiran untuk
menurunkan ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran dan sensori yang
dialaminyadapat dikendalikan dan bisa diatasi. Perilaku yang dapat diamati : klien
mulai melamun, memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong
sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa suara, menggerakkan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang
asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.
2. Fase kedua / Tahap condemming (ansietas berat) yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan. Pada tahap ini termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik :
Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun,
dan berfikir sendiri jadi dominan.Gejala : Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak
jelas, klien tidak ingin ada orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku
klien : Meningkatnya tanda-tanda system saraf otonom seperti peningkatan denyut
jantung dan tekanan darah, klien asyik dengan halusinasinya, dan tidak bisa
membedakan realitas.

7
3. Fase ketiga / Tahap controling (ansietas berat) yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Pada tahap ini termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : Klien
mendengar bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien Gejala : Klien menjadi terbiasa, dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya. Perilaku klien : Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik, tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor,
dan tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase keempat / Tahap conquering (panik) yaitu Klien lebur dengan halusinasinya ada
tahap ini termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik : Halusinasinya berubah
menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien Gejala : Klien menjadi takut,
tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang
lain dan lingkungan. Perilaku klien : Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri tau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu orang.

F. Pathway Keperawatan

Risiko menciderai diri sendiri dan orang lain


Gangguan
pemeliharaan
perubahan sensori/persepsi : kesehatan
Ketidak efektifan
halusinasi
penatalaksanaan
program terapeutik
Defisit perawatan
Isolasi sosial : menarik diri diri : mandi dan
berhias

Ketidak efektifan
Gangguan konsep diri : harga
koping keluarga : diri rendah kronis
ketidak mampuan
keluarga merawat
klien di rumah

Sumber : Stuart dan Laraia, 2005

8
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi (Stuart, Laraia,
2005) meliputi:
1. Regresi: menjadi malas beraktifitas sehri-hari.
2. Proyeksi: mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.
3. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
4. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien.

H. Manifestasi Klinik
Jenis – Jenis Halusinasi, tanda dan gejala halusinasi
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
a. Halusinasi Dengar  Bicara atau tertawa  Mendengar suara-
( auditif/akustik) sendiri. suara atau kegaduhan.
(Klien mendengar suara/bunyi
yang tidak ada hubungannya  Marah-marah tanpa  Mendengar suara yang

dengan stimulus yang nyata sebab. mengajak bercakap-

/lingkungan dapat berupa cakap.


 Mendekatkan telinga
suara mendenging atau suara
ke arah tertentu.  Mendengar suara
yang tidak mempunyai arti).
menyuruh melakukan
 Menutup telinga. sesuatu yang
berbahaya.

 Menunjuk-nunjuk ke Melihat bayangan, sinar,


Halusinasi
arah tertentu. bentuk geometris, kartun,
Penglihatan(visual/optic)
melihat hantu, atau
(Klien melihat gambaran yang  Ketakutan pada situasi
monster.
jelas/samar terhadap adanya yang tidak jelas.
stimulus yang nyata dari
lingkungan dan orang lain tidak
melihatnya) lebih sering pada
pasien dengan delirium
Halusinasi  Mengendus-endus Membauai bau-bauan
Penciuman(olfaktorik) seperti sedang seperti bau darah, urin,
(Klien mencium bau yang muncul membaui bau-bauan feses, dan terkadang bau-

9
dari sumber tertentu tanpa tertentu. bau tersebut
stimulus yang nyata). menyenangkan bagi
 Menutup hidung. klien.
Halusinasi Pengecapan  Sering meludah. Merasakan rasa seperti
(gustatorik) darah, urin, atau feses.
(Klien merasakan sesuatu yang  Muntah.
tidak nyata, biasanya merasakan
rasa yang tidak enak).
Halusinasi Perabaan(taktil)  Menggaruk-garuk  Mengatakan ada
(Klien merasakan sesuatu pada permukaan kulit. serangga di permukaan
kulitnya tanpa ada stimulus yang kulit.
nyata)
 Merasa seperti
tersengat listrik.

Halusinasi Kinestetik  Memegang kakinya Mengatakan badannya


(Klien merasa badannya bergerak yang dianggapnya melayang di udara.
dalam suatu ruangan/anggota bergerak sendiri.
badannya bergerak) sering terjadi
pada pasien skizofrenia dalam
keadaan tioksik tertentu akibat
obat
Halusinasi Viseral  Memegang badannya Mengatakan perutnya
(Perasaan tertentu timbul dalam yang dianggap menjadi mengecil setelah
tubuhnya) berubah bentuk dan minum softdrink.
tidak normal seperti
biasanya.

Sumber : Yosep,2007

I. Validasi Informasi Tentang Halusinasi


Halusinasi benar-benar riel dirasakan oleh klien yang mengalaminya, seperti mimpi
saat tidur. Klien mungkin tidak punya cara untuk menentukan persepsi tersebut nyata.
Sama halnya seperti seseorang yang mendengarkan siaran ramalan cuaca dan tidak lagi
10
meragukan orang yang berbicara tentang cuaca tersebut. Ketidakmampun untuk
mempersepsikan stimulus secara riel dapat menyulitkan kehidupan klien. Karennya
halusinasi menjadi prioritas untuk segera diatasi. Sangat penting untuk memberi
kesempatan klien untuk menjelaskan tentang halusinasi yang dialaminya secara leluasa.
Perawat membutuhkan kemampuan untuk berbicara tentang halusinasi, karena dengan
perbincangan halusinasi dapat menjadi indikator sejauh mana gejala psikotik klien
diatasi. Untuk memfasilitasinya, klien perlu dibuat nyaman untuk menceriterakan perihal
halusinasinya. Klien yang mengalami halusinasi sering kecewa karena mendapatkan
respon negatif ketika mereka menceriterakan kepada orang lain. Karenanya banyak klien
kemudian enggan untuk menceriterakan pengalamanpengalaman aneh halusinasinya
(Stuart, Laraia, 2005). Pengalaman halusinasi menjadi masalah untuk dibicarakan dengan
orang lain. Kemampuan untuk bercakap-cakap tentang halusinasi yang dialami oleh klien
sangat penting untuk memastikan dan memvalidasi pengalaman halusinasi tersebut.
Perawat harus memiliki ketulusan dan perhatian yang penuh untuk dapat memfasilitasi
percakapan tentang halusinasi. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat
tergantung pada jenis halusinasinya apakah halusinasinya merupakan halusinasi
pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, perabaan, cenesthetic, kinesthetic.
Secara lengkap karakteristik masing-masing jenis dan fase halusinasi tercantum dalam
tabel. Apakah perawat mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku halusinasi,
maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis
halusinasinya saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan (stuart dan
Laraia, 2005), meliputi:
1. Isi Halusinasi yang dialami oleh klien. Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara
siapa yang didengar, berkata apa bila halusinasi yang dialami adlah halusinasi
dengar atau apa bentuk bayangan yang dilihat klien bila jenis halusinasinya adalah
halusinsi penglihatan, bau apa yang tercium bila halusinasinya adalah halusinasi
penghidu, rasa apa yang dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa
dipermukaan tubuh bia halusinasi perabaan.
2. Waktu dan frekwensi halusinsi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien
kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa hari sekali, seminggu atau bulan
pengalaman halusinasi itu muncul, bila klien diminta menjelskan kapan persisnya
waktu terjadi halusinasi tersebut. Informsi ini penting untuk mengidentifiksi
pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu diperhatikan saat
mengalami hlusinasi.
11
3. Situasi pencetus halusinasi. Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami
klien sebelum mengalami halusinasi. Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada
klien peristiwa atau kejadian yang dialami sebelum halusinasi ini muncul. Selain itu
perawat juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang muncul
halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
4. Respon klien. Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telh mempengaruhi klien.
Bisa dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan klien saat mengalami
pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasi
atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinsi (Stuart, Laraia, 2005).
J. Penatalaksanaan
1. Farmakologi
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ klien dinyatakan boleh
pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang sangat penting didalam hal
merawat klien, menciptakan lingkungan keluarga yang kondusif  dan sebagai
pengawas minum obat (Maramis,2004). Terapi farmakologi untuk pasien gangguan
jiwa menurut Kusumawati dan Hartono 2010 :
a) Anti psikotik : jenis Clorpromazin (CPZ), haloperidol (HLP)
b) Anti ansietas : jenis atarax , diazepam
c) Anti depresan jenis :Elavil, asendin,anafranil,norpamin, ainequan, tofranil,
ludiomil, pamelor, vivacetil, surmontil
d) Anti manik : jenis : lithoid, klonopin, lamictal
e) Anti Parkinson jenis : levodova, trihexpenydil (THP)
2. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall
secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang
pada satu atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizoprenia
yang tidak mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang
listrik 4-5 joule/detik.

3. Psikoterapi dan Rehabilitasi


Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena berhubungan
dengan praktis dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain
itu terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien
12
lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya klien tidak mengasingkan diri karena
dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
a) Terapi aktivitas :
1) Terapi music : fokus : mendengar, memainkan alat musik, bernyanyi.
Yaitu menikmati dengan relaksasi musik yang disukai klien.
2) Terapi seni fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai
pekerjaan seni.
3) Terapi menari fokus pada : ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
4) Terapi relaksasi : Belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
b) Terapi social. Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain
c) Terapi kelompok. Terapi kelompok (Group therapy)
1) Terapi group (kelompok terapeutik)
2) Terapi aktivitas kelompok (Adjunctive group activity therapy)
d) Terapi lingkungan : Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana di dalam
keluarga (home like atmosphere)
K. Komplikasi
1. Mencederai diri / orang lain / lingkungan
2. Bermusuhan dan perilaku kekerasan

BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian

13
Pengkajian adalah Merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Iyer et.al.,
1996). Pengkajian pada klien dengan halusinasi difokuskan pada:
1. Faktor predisposisi
a. Faktor perkembangan terlambat : Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan,
minum dan rasa aman. Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi, Usia
sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
b. Faktor psikologis Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup
diri, ideal diri tinggi, halusinasi, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran
diri negatif dan koping destruktif.
c. Faktor sosial budaya Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis,
tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
d. Faktor biologis Adanya kejadian terhadap fisik, berupa: atrofi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbic.
e. Faktor genetik Adanya pengaruh herediter (keturunan) berupa anggota keluarga
terdahulu yang mengalami schizoprenia dan kembar monozigot.
2. Perilaku
Perilaku yang sering tampak pada klien dengan halusinasi antara lain : bibir komat
kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri, kepala mengangguk– angguk, seperti
mendengar sesuatu, tiba tiba menutup telinga, gelisah, bergerak seperti mengambil
atau membuang sesuatu, tiba–tiba marah dan menyerang, duduk terpaku,
memandang satu arah, menarik diri.
3. Fisik
a. ADL : nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk tidak makan,
tidur terganggu karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak mandi, tidak
mampu berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang berlebihan, agitasi
gerakan atau kegiatan ganjil.
b. Kebiasaan Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat–obatan, zat
halusinogen, tingkah laku merusak diri.
c. Riwayat kesehatan Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam
dan penyalahgunaan obat.

14
4. Fungsi system tubuh : perubahan berat badan, hipertermia (demam), neurologikal
perubahan mood, disorientasi, ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan
temperature
5. Status emosi : afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu, sikap negatif dan
bermusuhan, kecemasan berat atau panik, suka berkelahi.
6. Status intelektual : Gangguan persepsi, penglihatan, pendengaran, penciuman dan
kecap, isi pikir tidak realistis, tidak logis dan sukar diikuti atau kaku, kurang
motivasi, koping regresi dan denial serta sedikit bicara.
7. Status social : putus asa, menurunnya kualitas kehidupan, ketidakmampuan
mengatasi stress dan kecemasan. (Stuart, Laraia, 2005)
B. Diagnose keperawatan
1. Gangguan  sensori persepsi : halusinasi berhubungan dengan menarik diri
2. Resiko perilaku kekerasan menciderai pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan halusinasi
C. Intevensi

Tujuan Kriteria evaluasi Interval


Pasien mampu : Setelah …………..x SP 1
 Mengenali halusinasi pertemuan, pasien dapat  Bantu pasien mengenal
yang dialaminya menyebutkan : halusinasi (isi, waktu
 Mengontrol  Isi waktu, frekuensi, terjadinya, frekuensi, situasi
halusinasinya situasi pencetus, pencetus, perasaan saat terjadi
 Mengikuti program perasaan halusinasi)
pengobatan  Mampu  Latih mengontrol halusinasi
memperagakan cara dengan cara menghardik.
dalam mengontrol Tahapan tindakannya meliputi :
halusinasi.  Jelaskan cara menghardik
halusinasi
 Peragakan cara menghardik
 Minta pasien memperagakan
ulang
 Pantau penerapan cara ini, beri
penguatan perilaku pasien
 Masukkan dalam jadwal
kegiatan pasien
Setelah ……..x SP 2
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : (SP 1)

15
 Menyebutkan  Latih berbicara/bercakap
kegiatan yang sudah dengan orang lain saat
dilakukan halusinasi muncul
 Memperagakan cara  Masukkan dalam jadwal
bercakap-cakap kegiatan pasien
dengan orang lain
Setelah …..x pertemuan SP 3
pasien mampu :  Evaluasi kegiatan lalu (SP2)
 Menyebutkan kegiatan  Latih kegiatan agar
yang sudah dilakukan halusinasin tidak muncul
 Membuat jadwal Tahapannya :
kegiatan sehari-hari  Jelaskan pentingnya aktivitas
dan mampu yang teratur untuk mengatasi
memperagakannya halusinasi
 Diskusikan aktivitas yang
biasa dilakukan oleh pasien
 Latih pasien melakukan
aktivitas
 Susun jadwal aktivitas sehari-
hari sesuai aktivitas yang
telah dilatih (dari bangun pagi
sampai tidur malam)

Pantau pelaksanaan jadwal


kegiatan, berikan penguatan
terhadap perilaku yang ( + )
Setelah …….x SP 4
pertemuan, pasien  Evaluasi kegiatan yang lalu
mampu : ( SP 1, 2, dan 3)
 Menyebutkan kegiatan  Tanyakan program pengobatan
yang sudah dilakukan  Jelaskan pentingnya
 Menyebutkan manfaat penggunaan obat pada
dari program gangguan jiwa
pengobatan  Jelaskan akibat bila tidak
digunakan sesuai program
 Jelaskan akibat bila putus obat
 Jelaskan cara mendapatkan
obat/berobat
 Jelaskan pengobatan (5B)
 Latih pasien minum obat
 Masukkan dalam jadwal harian

16
pasien
Keluarga mampu : Setelah ……x pertemuan SP 1
Merawat psien di rumah keluarga mampu  Identifikasi masalah keluarga
dan menjadi system menjelaskan tentang dalam merawat pasien
pendukung yang efektif halusinasi  Jelaskan tentang halusinasi
untuk pasien - Pengertian halusinasi
- Jenis halusinasi yang
dialami pasien
- Tanda dan gejala
halusninasi
- Cara merawat pasien
halusinasi ( cara
berkomunikasi, pemberian
obat, dan pemberian
aktivitas kepada pasien)
- Sumber-sumber pelayanan
ksehatan yang bias
dijangkau
- Bermain peran cara
merawat
- Rencana tindak lanjut
keluarga, jadwal keluarga
untuk merawat psien
Setelah…….x pertemuan SP 2
keluarga mampu :  Evaluasi kemampuan keluarga
 Menyelesaikan (SP 1)
kegiatan yang sudah  Latih keluarga merawat pasien
dilakukan  RTL keluarga/jadwal keluarga
 Memperagakan cara untuk merawat pasien
merawat pasien
Setelah …….x SP 3
pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan keluarga
mampu : (SP 2)
 Menyebutkan kegiatan  Latih keluarga merawat pasien
yang sudah dilakukan  RTL keluarga/jadwal keluarga
 Memperagakan cara untuk merawat pasien
merawat pasien serta
mampu membuat RTL

Setelah …….x SP4


pertemuan keluarga  Evaluasi kemampuan keluarga
mampu :  Evaluasi kemampuan pasien

17
 Menyebutkan kegiatan  RTL keluarga
yang sudah dilakukan - Follow up
 Melaksanakan Follow - Rujukan
up rujukan

BAB IV

PENUTUP

18
A. Kesimpulan
Halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata
artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus / rangsangan dari
luar. (Maramis, 2009). Tanda dan gejala halusinasi tergantung dari jenis halusinasi yang
diderita yaitu :
1. Halusianasi dengar (akustik) : bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
mendekatkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga
2. Halusinasi penglihatan (visual) : menunjuk kearah tertentu, ketakutan pada situasi yang
tidak jelas
3. Halusinasi penciuman (olfaktorik) : mengendus-endus seperti sedang membaui bau-bauan
tertentu, menutup hidung
4. Halusinasi pengecapan (gustatorik ) : sering meludah, muntah
5. Halusinasi perabaan (taktil ) : suka mengaruk – garuk permukaan kulit
6. Halusiansi viseral : memegang badannya yang dianggap berubah bentuk dan tidak normal
seperti biasanya.
7. Halusinasi kinestetik : memegang kakinya yang dianggap bergerak sendiri
B. Saran

a.)    Perawat
Sebagai seorang perawat, kita harus benar-benar kritis dalam menghadapi kasus
halusinasi yang terjadi dan kita harus mampu membedakan resiko halusinasi tersebut
dan bagaimana cara penanganannya untuk perawat harus dapat membantu pasien dalam
menangani masalah tersebut agar perawat lebih bersikap empati terhadap klien. perawat
dapat melakukan pendekatan kepada klien serta mengajak klien beraktivitas agar klien
tidak terus menurus mengalami Halusinasi dan ingin melakukan hal-hal yang dapat
mengacam dirinya.
b.)    Keluarga
Jika anggota keluarga hadir, klinisi dapat memutuskan untuk melibatkan mereka di
dalam rencana pengobatan klien. keluarga sebaiknya memiliki waktu untuk berbicara
dengan klien jangan membiarkan klien untuk sendirian jika klien dirawat dirumah dan
berikan obat yang sudah diberikan dokter, disini peran keluarga sangat penting karena
setelah mendapatkan perawatan serta tidak mendekatkan alat-alat yang membahayakan
klien.

c). Masyarakat
Sebaiknya masyarakat memahami dan dapat bersikap yang baik kepada klien yang
berfikir macam-macam atau yang mengalami halusinasi, kita dapat memberlakukannya
sebaik-baiknya jangan menjauhinya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Keliat dan Akemat. 2010. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta :EGC


Kusumawati F & Hartono, Y, 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa,. Jakarta : Salemba Medika
Maramis, W.F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Edisi 2. Surabaya: Airlangga
University Press
Nanda I. 2012. Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC
Stuart dan Laraia. 2005. Buku Saku Keperwatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa, Edisi 4. Jakarta : Refika Aditama.

20

Anda mungkin juga menyukai