Anda di halaman 1dari 26

KEPERAWATAN MATERNITAS

“ASUHAN KEPERAWATAN KEHAMILAN DENGAN RUPTUR UTERI”

Disusun Oleh:

Astri Ilafi Millenia (1811001)


Annisa Marini (1811002)
Delvia Aisyah S. (1811004)
Eva Katrika Putri (1811007)
Fatma Susanti (1811008)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN NERS


STIKes PATRIA HUSADA BLITAR
2020
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya,
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Kehamilan Dengan Ruptur Uteri” yang diajukan untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Keperawatan Maternitas.
Makalah ini berisi tentang definisi, etiologi, patofisiologi, pathway, klasifikasi,
manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik, dan penatalaksanaan tentang
ruptur uteri.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, kritik dan saran dari
semua pihak yang bersifat membangun kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai usaha kita.

Blitar, 09 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan 2
BAB II TINJAUAN TEORI 3
A. Definisi 3
B. Etiologi 3
C. Patofisiologi 4
D. Pathway 5
E. Klasifikasi 6
F. Manifestasi Klinis 7
G. Komplikasi 8
H. Pemeriksaan Penunjang 9
I. Penatalaksanaan 10
J. Konsep Asuhan Keperawatan 10
BAB III ASKEP KASUS SEMU 15
A. Kasus 15
B. Pengkajian 15
C. Diagnosa Keperawatan 19
D. Intervensi 19
BAB IV KESIMPULAN 23
A. Kesimpulan 23
B. Saran 23
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Misoprostol adalah analog oral prostaglandin E1 sintetik yang saat ini semakin
popular digunakan dalam dunia obstetrika. Pemakaian paling banyak adalah untuk
induksi persalinan karena kemampuannya dalam pematangan serviks dan memacu
kontraksi miometrium juga dalam usaha pencegahan dan pengobatan perdarahan
postpartum karena efeknya yang kuat sebagai uterotonika. Selain itu dari segi
ekonomi obat ini tergolong murah dan tahan terhadap suhu tropis sehingga dapat
bertahan lama. (Siswosudarmo, 2006).
Hiperstimulasi adalah adalah salah satu komplikasi penggunaan misoprostol
dalam kehamilan yang dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri. Ruptur uteri
merupakan kondisi kegawatdaruratan obstetrik yang membutuhkan penanganan
sesegera mungkin oleh karena risiko terjadinya kematian maternal dan perinatal
yang tinggi, namun karena tanda dan gejala ruptur uteri yang tidak khas membuat
diagnosis ruptur uteri seringkali terlambat sehingga penanganannnya juga
terlambat.
Beberapa laporan kasus kejadian ruptur uteri pada wanita hamil yang diinduksi
dengan misoprostol telah dilaporkan, namun hingga saat ini belum ada penelitian-
penelitian dalam skala besar yang meneliti kejadian ruptur uteri yang berhubungan
dengan induksi misoprostol. Hofmeyr dalam cochrane database melakukan review
tentang penggunaan misoprostol oral untuk induksi persalinan, namun data
kejadian ruptur uteri akibat induksi misoprostol sangat terbatas sehingga sulit
menentukan apakah penggunaan misoprostol oral dapat meningkatkan risiko
terjadinya ruptur uteri. (Hofmeyr, 2010).
Ruptur uteri di negara berkembang masih jauh lebih tinggi di bandingkan
dengan di Negara maju. Angka kejadian rupture uteri di Negara maju dilaporkan
juga semakin menurun. Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu dari salah satu
penelitian di negara maju di laporkan kejadian rupture uteri dari 1 dalam 1.280
persalinan (1931-1950) menjadi 1 dalam 2.250 persalinan (1973-1983). Dalam
tahun 1996 kejadiannya menjadi dalam 1 dalam 15.000 persalinan. Dalam masa

1
yang hamper bersamaan angka tersebut untuk berbagai tempat di Indonesia
dilaporkan berkisar 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93 persalinan.
Kedaruratan serius pada rupture uteri terjadi kurang dari 1% wanita dengan
parut uterus dan potensial mengancam jiwa baik bagi ibu maupun bayi. Separuh
dari semua kasus terjadi pada ibu tanpa jaringan parut uterus, terutama pada ibu
multipara.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi ruptur uteri?
2. Apa etiologi ruptur uteri?
3. Bagaimana patofisiologi ruptur uteri?
4. Bagaimana pathway ruptur uteri?
5. Apa klasifikasi ruptur uteri?
6. Bagaimana manifestasi klinis ruptur uteri?
7. Apa saja komplikasi ruptur uteri?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang ruptur uteri?
9. Bagaimana penatalaksanaan skabies?

C. Tujuan
1. Agar dapat mengerti pengertian dan klasifikasi ruptur uteri.
2. Agar dapat mengetahui etiologi dan patofisiologi dari ruptur uteri.
3. Agar dapat mengetahui penyebab gejala dan sistem pengobatan yang dapat
dilakukan kepada penderita ruptur uteri.
4. Agar dapat mengetahui konsep pemberian asuhan keperawatan kepada
penderita ruptur uteri mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,
dan evaluasi.
5. Agar dapat mengetahui contoh kasus pada pasien yang mengalami ruptur uteri.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI (KONSEP ASKEP)

A. Definisi
Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode
ante natal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke
tiga persalinan (Chapman, 2006;h.288).
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang mio metrium.
Ruptur uteri adalah pelepasan insisi yang lama disepanjang uterus dengan
robeknya selaput ketuban sehingga kavum uteri berhubung langsung dengan
kavum peritoneum (Cunningham, 1995, P: 470 ).

B. Etiologi
Kematian anak mendekati 100% dan kematian ibu sekitar 30%. Secara teori
robekan rahim dapat dibagi sebagai berikut :
1. Spontan
a. Karena dinding rahim lemah seperti pada luka seksio sesarea, luka enukleasi
mioma, dan hipoplasia uteri. Mungkin juga karena kuretase, pelepasan
plasenta secara manual dan sepsis pascapersalinan atau pasca abortus
b. Dinding rahim baik tetapi robekan terjadi karena bagian depan tidak
maju,misalnya pada panggul sempit atau kelainan letak.
c. Campuran
2. Violent (rudapaksa).
a. Karena trauma (kecelakaan).
b. Karena pertolongan versi dan ekstrasi (ekspresi Kristeller).

C. Patofisiologi
Pada umumnya uterus dibagi atas 2 bagian besar corpus uteri dan servik uteri.
Batas keduanya disebut ishmus uteri pada rahim yang tidak hamil. Bila kehamilan
sudah kira-kira kurang lebih dari 20 minggu, dimana ukuran janin sudah lebih besar
dari ukuran kavum uteri, maka mulailan terbentuk SBR ishmus ini. Batas antara
korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif disebut lingkaran dari bandl. Lingkaran

3
bandl ini dianggap fisiologi bila terdapat pada 2 sampai 3 jari diatas simpisis, bila
meninggi, kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya rupture uteri
mengancam (RUM). Rupture uteri terutama disebabkan oleh peregangna yang luar
biasa dari uterus. Sedangkan uterus yang sudah cacat, mudah dimengerti, karena
adanya lokus minoris resisten. Pada waktu inpartu, korpus uteri mengadakan
kontraksi sedang SBR tetap pasif dan servik menjadi lunak (efacement dan
pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang
korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat) maka SBR yang pasif ini
akan tertarik keatas, menjadi bertambah reggang dan tipis. Lingkaran bandl ikut
meninggi, sehingga sewaktu-waktu terjadi robekan pada SBR tadi. Dalam hal
terjadinya rupture uteri jangan dilupakan peranan dari anchoring apparrtus untuk
memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda, ligamentum sacro uterina dan jaringan
parametra.

4
D. Pathway

Riwayat operasi (SC, Kecelakaan


Inpartum myelektomi, dll)

Terputusnya salah satu/lebih jaringan


penunjang uteri

SBR tarikan keatan dan menyebabkan Jalan lahir terhambat


dinding uterus bertambah tegang dan tipis

Bayi susah keluar


Lingkaran bandl meningkat
Prolonge labour
Robekan pada SBR
Diaphoresis berlebihan
Ruptur uteri
Mulut kering, mata cowong,
haus, badan panas

Dehidrasi

Syok hipovolemik

Perdarahan Kerusakan uterus Tindakan pembedahan


bertambah
Nadi meningkat, Post SC
TD menurun, akral Regangan abdomen
dingin Nyeri akut Robekan jaringan kulit
menekan diafragma
untuk post op

Hipovolemia Apex paru tertekan


Jahitan operasi
Expansi dada
terganggu
Resiko terinvasi bakteri

Nafas dangkal, cepat,


RR>20x/menit Resiko infeksi

Pola napas tidak efektif

5
E. Klasifikasi
1. Berdasarkan lapisan dinding rahim.
a. Ruptur uteri inkomplit.
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi lapisan dimana lapisan serosa
atau perimetrium masih utuh.
b. Ruptur uteri komplit.
Keadaan robekan pada rahim dimana terjadi pada ketiga lapisan dinding rahim
dan telah terjadi hubungan langsung antara rongga amnion dan rongga
peritoneum.
2. Berdasarkan waktu terjadinya.
a. Rupture uteri gravidarum.
Terjadi waktu sedang hamil, sering berlokasi pada konpus.
b. Rupture Uteri durante partum.
Terjadi waktu melahirkan anak, lokasinya sering pada SBR. Jenis inilah yang
paling terbanyak.
3. Menurut lokasinya.
a. Korpus Uteri.
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi,seperti
seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
b. Segmen Bawah Rahim.
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR tambah
lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah rupture uteri.
c. Serviks Uteri.
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan
ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
d. Kolpoporeksis-Kolporeksis.
Robekan- robekan di antara serviks dan vagina.
4. Menurut penyebab terjadinya.
a. Kerusakan atau anomali uterus yang telah ada sebelum hamil :
1) Pembedahan pada miometrium: seksio sesaria atau
histerotomi,histerorafia, Miomektomi yang sampai menembus seluruh
ketebalanotot uterus, reseksi pada kornua uterus atau bagian
interstisial,metroplasti.

6
2) Trauma uterus koinsidental: instrumentasi sendok kuret atau sonde pada
penanganan abortus, trauma tumpul atau tajam seperti pisau atau palu,
ruptur tanpa gejala pada kehamilan sebelumnya (silent rupture in previous
pregnancy).
3) Kelainan bawaan : kehamilan dalam bagian rahim (born) yang tidak
berkembang.
b. Kerusakan atau anomali uterus yang terjadi dalam kehamilan :
1) Sebelum kelahiran anak: his spontan yang kuat secara terus menerus,
pemakaian oksitosin atau prostaglandin untuk meransang
persalinan,instilasi cairan ke dalam kantong gestasi atau ruang amnion
sepertilarutan garam fisiologik atau prostaglandin, perforasi dengan kateter
pengukur tekanan intrauterin, trauma luar tumpu atau tajam, versi
luar,pembesaran rahim yang berlebihan misalnya hidramnion dan
kehamilan ganda.
2) Dalam periode intrapartum: versi ekstraksi, ekstraksi cunam yangsukar,
ekstraksi bokong, anomali jantung yang menyebabkan distensi yang
berlebihan pada segmen bawah rahim, teanan yang kuat padauterus saat
melahirkan, kesulitan dlam melakukan manual plasenta.
3) Cacat rahim yang didapat: plasenta inkreta atau parkreta,
neoplasiatrofoblas gastasional, adenomiosis, retroversio uterus
gravidusinkarserata.

F. Manifestasi Klinis
1. Menurut  (Varney,2001;h.243-244)
Dapat terjadi dramatis atau tenang.
a. Dramatis.
1) Nyeri tajam, yang sangat pada abdomen bawah saat kontraksi hebat
memuncak.
2) Penghentian  kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri.
3) Perdarahan vagina (dalam jumlah sedikit atau hemoragi).
4) Tanda dan gejala syok : denyut nadi meningkat (cepat dan terus
menerus): tekanan darah menurun : pucat, dingin,kulit
berkeringat,gelisah, atau adanya perasaaan bahwa akan segera menjelang

7
ajal atau meninggal, sesak (napas pendek), ketidakberdayaan, dan
gangguan penglihatan.
5) Temuan pada palpasi abdomen tidak sama dengan temuan terdahulu.
6) Bagian presentasi dapat di gerakkan di atas rongga panggul.
7) Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak
ada gerakan dan Denyut Jantung Janin sama sekali tidak terdengar atau
masih dapat di dengar.
8) Lingkar uterus dan kepadatannya (kontraksi) dapat di rasakan di samping
janin(janin seperti berada diluar uterus).
b. Tenang.
1) Kemungkinan terjadi muntah.
2) Nyeri tekan meningkat di seluruh abdomen.
3) Nyeri berat pada suprapubis.
4) Kontraksi uterus hipotonik.
5) Perkembangan persalinan menurun.
6) Perasaan ingin pingsan.
7) Hematuri (kadang-kadang).
8) Perdarahan pervagina (kadang-kadang).
9) Tanda-tanda syok progresif di temukan dalam hilangnya darah disertai
denyut nadi yang cepat dan pucat.
10) Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik;atau
kontraksi tidak dapat dirasakan.
11) DJJ mungkin akan hilang.

G. Komplikasi
1. Gawat janin.
2. Syok hipovolemik.
Terjadi kerena  perdarahan yang hebat dan  pasien tidak segera mendapat infus
cairan kristaloid yang banyak untuk selanjutnya dalam waktu cepat digantikan
dengan tranfusi darah. 
3. Sepsis.
Infeksi berat umumnya terjadi pada pasien kiriman dimana ruptur uteri telah
terjadi sebelum tiba di Rumah Sakit dan telah mengalami berbagai manipulasi

8
termasuk periksa dalam yang berulang. Jika dalam keadaan yang demikian pasien
tidak segera memperoleh terapi antibiotika yang sesuai, hampir pasti pasien akan
menderita peritonitis yang luas dan menjadi sepsis pasca bedah.  
4. Kecacatan dan morbiditas.
a. Histerektomi merupakan cacat permanen, yang pada kasus belum punya anak
hidup akan meninggalkan sisa trauma psikologis yang berat dan mendalam.
b. Kematian maternal /perinatal yang menimpa sebuah keluarga merupakan
komplikasi sosial yang sulit mengatasinya.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan umum.
Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut, biasanya
perdarahan eksterna dan perdarahan intra abdomen.
2. Pemeriksaan Abdomen.
Sewaktu persalinan, kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur uterus
yang tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstrusi janin. Fundus uteri dapat
terkontraksi dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding
abdomen diatas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat berhenti
dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba menghilang. Sewaktu atau
segera melahirkan, abdomen sering sangat lunak, disertai dengan nyeri lepas
mengindikasikan adanya perdarahan intraperitoneum.
3. Pemeriksaan pelvis.
Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi
terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi ke dalam rongga
peritoneum. Perdarahan pervaginam mungkin hebat.
4. Laparoscopy : untuk menyikapi adanya endometriosis atau kelainan bentuk
panggul / pelvis.
5. Pemeriksaan laboratorium.
HB dan hematokrit untuk mengetahui batas darah HB dan nilai hematikrit untuk
menjelaskan banyaknya kehilangan darah. HB < 7 g/dl atau hematokrit < 20%
dinyatakan anemia berat.
6. Urinalisis : hematuria menunjukan adanya perlukaan kandung kemih.

9
I. Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum
penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika,
antibiotika,dll. Bila keadaan umum mulai membaik, tindakan selanjutnya adalah
melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi : Histerektomi, baik total
maupun subtotal. Histerektomi total dilakukan khususnya bila garis robekan
longitudinal. Tindakan histerektomi lebih menguntungkan dari penjahitan laserasi;
histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya; Konservatif, hanya
dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan yang dipilih tergantung pada beberapa faktor, diantaranya adalah :
1. Keadaan umum penderita.
2. Jenis ruptur incompleta atau complete.
3. Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan sudah
banyak nekrosis.
4. Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah Rahim.
5. Perdarahan dari luka : sedikit, banyak.
6. Umur dan jumlah anak hidup.
7. Kemampuan dan ketrampilan penolong

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesis.
1) Identitas : Sering terjadi pada ibu usia dibawah 20 tahun dan diatas 35
tahun.
2) Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung,
keluar  keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-
kunang.
3) Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan,
preeklamsi/eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida,
primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan,
robekan jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep,
chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II dan III.
4) Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi.

10
5) Pengkajian fisik :
a) Tanda vital :
- Tekanan darah : Normal/turun ( kurang dari 90-100 mmHg).
- Nadi : Normal/meningkat ( 100-120 x/menit).
- Pernafasan : Normal/meningkat (28-34x/menit).
- Suhu : Normal/ meningkat.
- Kesadaran : Normal/turun.
- Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi.
- Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refill
memanjang.
- Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea (jumlah dan jenis).
- Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Pola Nafas Tidak Efektif b.d. Penurunan energi d.d. Dispnea.
2) Hypovolemia b.d. Gangguan mekanisme regulasi d.d. Frekuensi nadi
meningkat, Tekanan darah menurun.
3) Nyeri Akut b.d. Agen pencedera fisiologis d.d. Mengeluh nyeri.
4) Resiko Infeksi d.d. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer.
3. Intervensi
No LUARAN INTERVENSI
1. Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam maka - Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
Pola Napas membaik. usaha napas)
Kriteria Hasil : - Monitor bunyi napas (mis. gurgling, mengi,
a. Dyspnea (menurun) wheezing, ronkhi kering)
b. Frekuensi Napas Terapeutik
(membaik) - Posisikan semi-Fowler atau Fowler
c. Kedalaman Napas - Berikan minum hangat
(membaik) - Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi

11
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Setelah dilakukan Manajemen Syok Hipovolemik
intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam maka - Monitor status kardiopulmonal (frekuensi
Status Cairan membaik. dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD,
Kriteria Hasil : MAP)
a. Dypnea (menurun) - Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi,
b. Frekuensi nadi AGD)
(membaik) - Monitor status cairan (masukan dan
c. Tekanan darah haluaran, turgor kulit, CRT)
(membaik) Terapeutik
- Pertahankan jalan napas paten
- Berikan oksigenasi untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
- Lakukan penekanan langsung (direct
pressure) pada perdarahan eksternal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan kristaloid 1-2 L
pada dewasa
- Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika
perlu
3. Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam maka - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Tingkat Nyeri menurun. frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Kriteria Hasil : - Identifikasi skala nyeri
a. Keluhan nyeri - Identifikasi faktor yang memperberat dan
(menurun) memperingan nyeri
b. Meringis (menurun) Terapeutik
c. Gelisah (menurun) - Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi

12
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
bermain)
- Fasilitas istirahat tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
intervensi keperawatan Observasi
selama 2x24 jam maka - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Tingkat Infeksi menurun. sistemik
Kriteria Hasil : Terapeutik
a. Nyeri (menurun) - Berikan perawatan kulit pada area edema
b. Bengkak (menurun) - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

13
BAB III
ASKEP DENGAN KASUS SEMU

A. Kasus
Ny. Y usia 35 tahun multigravida datang ke rumah sakit karena merasakan
kenceng-kenceng dari jam 07.00 lalu dibawa ke RS jam 16.00, dari hasil pemeriksaan
diperoleh hasil usia kehamilan pasien 37 minggu. Pasien  merasakan perutnya
berkontraksi kuat, lendir darah mulai keluar, dan air ketuban belum pecah, gerakan
janin dirasakan aktif oleh ibu. Pemeriksaan fisik awal didapatkan keadaan umum
baik, kesadaran compos mentis, vital sign dalam batas normal, pemeriksaan palpasi :
janin tunggal, memanjang, presentasi kepala, punggung kanan, TFU 28cm, DJJ 120x/
menit, His inadekuat. Pada pemeriksaan dalam vagina licin, porsio tebal lunak,
pembukaan 2 jari, kepala janin masuk PAP. Setelah pemeriksan dinyatakan pasien
dalam inpartu fase laten dan kemudian diobservasi.
Setelah dilakukan observasi selama 7 jam  keadaan pasien semakin memburuk,
pasien tampak lemah, frekuensi nafas cepat dan dangkal 28x/menit, TD 80/60, nadi
110, anemis, akral dingin, nyeri tajam yang sangat pada abdomen bawah dengan
skala 8, pasien tampak menahan nyeri saat kontraksi, adanya ketegangan otot,
perdarahan pervagina sedikit, HIS menurun, DJJ tidak teratur perlahan-lahan turun,
bagian janin lebih mudah dipalpasi, gerakan janin menjadi kuat dan kemudian
menurun. Pasien di diagnosa ruptur uteri pada segmen bawah rahim.

B. Pengkajian
Tanggal masuk : 26 Agustus 2016 Jam masuk : 16.00
Pengkajian : 26 Agustus 2016 Ruangan/kelas : Ruang Bersalin
Diagnose medis : Rupture Uteri
1. Biodata
Nama ibu : Ny.Y
Umur : 35 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia

14
Alamat rumah : Jl. Pattimura No.56 Jakarta
Nama suami : Tn.W
Agama : islam
Pekerjaan : Petani
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat rumah : Jl. Pattimura No.56 Jakarta
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan kenceng-kenceng
b. Riwayat penyakit sekarang
Ny. M usia 35 tahun multipara datang ke rumah sakit karena merasakan
kenceng-kenceng dari jam 07.00. Setelah pemeriksan dinyatakan pasien dalam
inpartu fase laten dan kemudian diobservasi, setelah dilakukan observasi
selama 7 jam  keadaan pasien semakin memburuk. pasien tampak lemah,
frekuensi nafas cepat dan dangkal 28x/menit, TD 80/60, nadi 110, anemis,akral
dingin, nyeri tajam yang sangat pada abdomen bawah dengan skala 8,
perdarahan pervagina sedikit, HIS (+), DJJ(+) tidak teratur perlahan-lahan
turun, bagian janin lebih mudah dipalpasi, gerakan janin menjadi kuat dan
kemudian menurun. Klien didiagnosa ruptur uteri pada segmen bawah rahim.
c.Riwayat Kesehatan dahulu
Pasien tidak punya riwayat penyakit keturunan dan penyakit mengkhawatirkan
sebelumnya.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada yang anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini.
e. Riwayat Menstruasi :
Menarche : umur 14 tahun
Siklus : teratur tiap bulan
Lama : Rata-rata 6-7 hari.
Dismenorhea : -
f. Riwayat Kehamilan
Gravida II Partus I Abortus 0 (GIIPIA0)
g. Riwayat kehamilan sebelumnya
Anak pertama lahir tahun 2013 secara SC pada usia 37 minggu

15
3. Keadaan Umum
Keadaan umum : lemah
Kesadaran : menurun
BB : 62,3kg TB: 158cm
TD : 80/60 mmHg
Nadi : 110 x/menit
RR : 28x/menit cepat dan dangkal
CRT : >2 detik, anemis

4. Pemeriksaan Fisik
a. Rambut
Tidak rontok, kulit kepala bersih tidak ada ketombe.
b. Mata
Konjungtiva anemis sklera putih; pupil midriasis; cowong
c.Leher
Bentuk leher simetris, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis
d. Gigi dan mulut
Mukosa mulut lembab, gigi utuh, caries tidak ada, keadaan mulut bersih.
e. Dada
Simetris adanya pergerakan intercosta
f. Payudara
Konsistensi normal, hiperpigmentasi areola mamae terlihat, puting menonjol,
simetris
g. Abdomen
1) Inspeksi adanya linea nigra
2) HIS menurun, DJJ tidak teratur perlahan-lahan turun, bagian janin lebih
mudah dipalpasi, gerakan janin menjadi kuat dan kemudian menurun.
h. Genitalia
Perdarahan sedikit
i. Ekstremitas
Edema (-), varises (-)

16
5. Pemeriksaan Diagnostik
Gol darah O rhesus (+)
HB: 10,5 (12-14 )
Hematokrit: 30 % (Perempuan : 35-47 %)

6. Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DO : Perdarahan Pola Nafas tidak
1. Pernafasan pasien tampak Efektif
dangkal dan cepat Darah ke perifer
2. RR : 28×menit)
3. Penggunaan otot bantu Kebutuhan O2
pernapasan
Jantung bekerja keras
4. Takipnea
DS :
Takikardi
Pasien  mengeluh sesak

Sesak / Takipnea
DO : Perdarahan Hipovolemia
1. Adanya perdarahan Pervagina
2. Pasien nampak anemis Darah ke perifer
3. N : 110x/mnt
4. TD : 80/60 mmHg TD menurun
DS :
Pasien mengatakan keluar darah
secara tiba-tiba dari vagina yang
disertai nyeri parah dan diikuti
dengan pergerakan janin yang
menurun
DO : Bayi terdorong ke rahim Nyeri melahirkan
1. Pasien tampak menahan nyeri
saat kontraksi, adanya Robekannya meluas
ketegangan otot
2. N : 100 x/menit
3. Pengkajian nyeri : Kontraksi

17
a. P : proses persalinan
b. Q : tajam Nyeri Abdomen
c. R : abdomen bagian bawah
d. S : 8
e. T : nyeri bertambah saat
kontraksi
DS :
Pasien mengatakan nyeri perut
berat selama persalinannya.
DO : - Perdarahan Resiko cedera
DS : - pada ibu
Suplai O2 menurun

Hipoksia

resiko cedera pada ibu

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d. Penurunan energi d.d. Dispnea.
2. Hypovolemia b.d. Gangguan mekanisme regulasi d.d. Frekuensi nadi meningkat,
Tekanan darah menurun.
3. Nyeri melahirkan b.d. dilatasi serviks d.d. Mengeluh nyeri.
4. Resiko cedera pada ibu d.d. Riwayat cedera pada persalinan sebelumnya.

D. INTERVENSI

No LUARAN INTERVENSI
1. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
keperawatan selama 2x24 jam Observasi
maka Pola Napas membaik. - Monitor pola napas (frekuensi,
Kriteria Hasil : kedalaman, usaha napas)
1. Dyspnea menurun Terapeutik

18
2. Frekuensi Napas membaik - Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Kedalaman Napas membaik - Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika
tidak kontraindikasi
2. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Syok Hipovolemik
keperawatan selama 2x24 jam Observasi
maka Status Cairan membaik. - Monitor status kardiopulmonal
Kriteria Hasil : (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi
1. Dypnea menurun napas, TD, MAP)
2. Frekuensi nadi membaik - Monitor status oksigenasi (oksimetri
3. Tekanan darah membaik nadi, AGD)
- Monitor status cairan (masukan dan
haluaran, turgor kulit, CRT)
- Periksa tingkat kesadaran dan respon
pupil
Terapeutik
- Pertahankan jalan napas paten
- Berikan oksigenasi untuk
mempertahankan saturasi oksigen >94%
- Lakukan penekanan langsung (direct
pressure) pada perdarahan eksternal
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan kristaloid 1-
2 L pada dewasa
- Kolaborasi pemberian transfusi darah,
jika perlu
3. Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
keperawatan selama 2x24 jam Observasi
maka Tingkat Nyeri menurun. - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun - Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun - Identifikasi respons myeri non verba
3. Gelisah menurun - Identifikasi faktor yang memperberat dan

19
memperingan nyeri
Terapeutik
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.TENS,
hipnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
4. Setelah dilakukan intervensi Perawatan persalinan resiko tinggi
keperawatan 2x24 jam maka Observasi
tingkat cedera menurun. - identifikasi kondisi umum pasien
Kriteria hasil : - monitor TTV
1. Kejadian cedera menurun - monitor kelainan tanda vital ibu dan janin
2. Perdarahan menurun - monitor DJJ
3. Tekanan darah membaik Terapeutik
4. Frekuensi nadi membaik - siapkan peralatan yang sesuai termasuk
5. Frekuensi nafas membaik monitor janin, ultrasound, mesin
anestesi, persediaan resusitasi neonatal,
forceps, dan penghangat bayi ekstra
- dukung orang terdekat mendampingi
pasien

20
Edukasi
- jelaskan prosedur yang akan dilakukan
- jelaskan karekteristik bayi baru lahir yang
terkait dengan kelahiran beresiko
Kolaborasi
Koordinasi dengan tim untuk standby

21
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Ruptur uteri adalah robekan yang dapat langsung terhubung dengan rongga
peritonium (komplet) atau mungkin di pisahkan darinya oleh peritoneum viseralis
yang menutupi uterus oleh ligamentum latum (inkomplit). Faktor Predisposisi yang
dapat mengakibatkan Rupture Uteri adalah Multiparitas/grandemultipara,
pemakaian oksitosin untuk induksi/stimulasi persalinan yang tidak tepat , pelainan
letak dan implantasi, plasenta contoh pada plasenta akreta, plasenta
inkreta/plasenta perkreta, Kelainan bentuk uterus umpamanya uterus bikornis,
Hidramnion.

B. Saran
Setelah membaca makalah ini, mungkin komentar yang timbul adalah rasanya
masih banyak hal yang belum di jawab secara tuntas dan menyeluruh mengenai
rupture uteri, makalah ini jauh dari sempurna, untuk itu kami menerima keritik,
usul, dan saran.

22
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, G. et. al. (2005). Obstetri Williams (21st ed.). Penerbit Buku Kedokteran
ECG.
DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st ed.). Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Triana,ani, dkk. (2015). Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal (1st ed.). Deepublish
Publisher.
Verley, Helen, dkk. (2001). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Penerbit Buku Kedokteran
ECG.

23

Anda mungkin juga menyukai