Anda di halaman 1dari 4

CERPEN

BACAKANLAH UNTUK ANAK IBU/BAPAK DI RUMAH

Penjaga Mata Air

Fajar belum lama menyingsing, dan kabut pun belum sepenuhnya beranjak, Cahaya
matahari memantulkan cahayanya sedikit setiap detik, waktu terasa memaksa sepatu buluk itu
dipakai Ardi, seorang anak desa yang belum lama pindah ke kota, lahir dari keluarga sederhana,
alasannya sama seperti mereka, mengundi nasib di perantauan, Jakarta. Sepatu telah ia kenakan
dengan sempurna, namun ada keraguan dalam hati, dimana hari ini ia harus sekolah, bukan
masalah sekolahnya, tetapi tentang bagaimana ia bisa tenang jika keberangkatannya sekarang
menjadi awal masuknya ke sekolah yang baru?. Sekolah menengah atas Ardi pilih untuk
melanjutkan sekolahnya dari desa, dengan keyakinan dan kebiasaan nekat yang telah ayah
turunkan kepadanya, rasa resah dan ragu dihati Ardi tidaklah hilang, tetapi rasa itu pergi karena
terusik keyakinan dan kepercayaan dirinya untuk mencoba bodoamat dengan segala kondisi
yang akan terjadi. Diatas motor butut yang mengantarnya bersama ayah, rasa resah, yakin, ragu,
percaya silih berganti dalam pikiran dan hatinya. Antrian zebbra cross yang semakin mengular
membuat sedikit kepanikan dalam prasangka Ardi, Ardi tidak menyangka bahwa hari pertama ia
sekolah harus terlambat, tidak lain karena hal lumrah dimana macet di Ibu Kota Indonesia.

Terlambat beberapa menit tidak mengurungkan niat ayah untuk menyekolahkan Ardi di
sekolah Ibu Kota, masuk dengan yakin, sedikit senis orang kota melihat dirinya ia rasakan saat
masuk ke sekolah, namun tidak ketika ia bertemu dengan Ibu Umi, dengan ramah Ibu Umi
menanyakan keperluan dan maksud serta mengarahkan ayah dan Ardi, dan setelah verifikasi
berbagai berkas dan kata, Ardi di masukkan di kelas XI MIPA 4. Kelas yang di anggap terbaik
untuk peningkatan belajar Ardi, Ibu Umi mengantar andi hingga pintu kelas, Ardi masuk dengan
ragu tetapi yakin, percaya diri yang telah ayah tanamkan kepada Ardi sangat berharga untuk
dapat Ardi implementasikan pada moment tersebut, Salam Ardi sampaikan, tata krama yang ia
bawa cukup baik pada awalan ia datang, Ardi memperkenalkan diri dan mencoba santai dengan
keadaan, walau sekata dua kata ia berhasil tuturkan dengan baik, itu tidak mengubah pandangan
anak-anak di kelas yang sekarang menjadi kelasnya itu.

Situasi dan kondisi kelas tidak jauh berbeda, Ardi yang orangnya cenderung pendiam
merasa kesulitan dalam beradaptasi dengan yang lain, bukan tanpa alasan, “anak-anak kota
berbeda dengan anak desa” hal itu selalu muncul dalam benak Ardi, Ardi seperti sendirian di
dalam keramaian kelas, pilih-pilih teman, membawa atas perbedaan, selalu menjadi tradisi yang
telah melekat dan tumbuh di anak-anak tersebut, mereka anak-anak Indonesia. Entah apa
penyebabnya, nyatanya pendidikan di Indonesia belum mampu untuk mengubah tradisi buruk
tersebut, tradisi yang dapat membuat korbannya terkucilkan seperti yang dirasakan Ardi. Setelah
beberapa hari keadaan tersebut seperti tidak ada perubahan, bahkan semakin memburuk, dimana
Ardi yang memilih menjadi pendiam dimanfaatkan anak kota sebagai bullying mereka, di ejek,
di dijahili, di pukul, dirasakan Ardi yang dapat dikatakan penyabar tersebut, namun hal tersebut
sangat memprihatinkan, mental Ardi semakin turun dari hari ke hari karena Bullying yang anak
kota lakukan, Bahkan sempat terlintas di benak Ardi untu keluar dari sekolah tersebut tanpa
sepengetahuan orang tuanya.

Sampai waktu memberikan jeda untuk Ibu Umi mengisi pelajaran di kelas XI MIPA 4.
Secara psikologi Ibu Umi berbeda dengan guru lainnya, ia memiliki kepekaan lebih terhadap
keadaan yang ada dihadapannya, tidak butuh waktu lama untuk ia menyadari, ia menanyakan
dengan santai kepada Ardi, “Ardi gimana kabarmu”. Ardi yang sebenarnya anak yang pemberani
bahkan nekat menceritakan semua hal yang ia dapatkan dari bullying yang ia terima. Semua anak
lainnya menjadi semakin kesal kepada Ardi. Salah satunya adalah Iqbal, ia sangat menentang
pembicaraan Ardi, padahal ialah yang sangat berperan pada kejadian yang menimpa Ardi,
“Tidak bu!! Tidak benar!! Ardi hanya mengada-ada bu!!” teriaknya dengan lancang kepada Ibu
Umi, situasi semakin tidak berpihak dengan Ardi, iqbal yang tidak terima disalahkan memberi
reaksi yang “gila”, teman-temannya pun tidak jauh berbeda, mereka menyerang Ardi secara
anarkis!. Lagi-lagi beruntung Ibu Umi yang benar-benar respect dan masih di ruangan kelas itu
melindungi Ardi, pengorbanan Ibu Umi lakukan untuk melindungi Ardi yang tidak berdaya
menghadapi banyak laki-laki sebayanya yang ingin menyerang ia.

KerIbutan tersebut membuat Pak Imam yang sedang melintas di depan kelas XI MIPA 4
menghampiri ke dalam kelas, dengan ketegasannya “Ada apa ini! Berhenti!!” tutur Pak Imam
dengan suara lantang, suara tersebut membuat seketika kelas diam, raut wajah berbeda tidak
dapat di tutupi anak XI MIPA 4, begitu juga dengan Ardi yang merasa terjaga dengan adanya
guru-guru yang melindunginya, ketegangan semakin dirasakan anak XI MIPA 4, rasa bersalah
dan marah tidak dapat mereka sembunyikan dari ekspesi mereka.Setelah beberapa lama, Pak
Imam menanyakan kembali kepada Ardi, “Kenapa dan bagaimana” disampaikannya kepada Ardi
yang mulai sedikit tenang karena kehadirannya, Sempat iqbal membantah pernyataan Ardi tetapi
tidaklah berguna, karena disitu sudah ada guru-guru yang menjaga Ardi. Setelah tersampaikan
semua apa peluh kesah yang dirasakan dan dialami Ardi, Pak Imam dan Ibu Umi sangat-sangat
kecewa dengan perilaku anak didiknya, moral dan etika sangat tidak tercermin oleh anak
didiknya terutama di kelas XI MIPA 4,

Kekecewaan Pak Iman dan Ibu Umi diungkapkan dengan berbeda, Ibu Umi
menyampaikan beberapa kalimat kepada kelas XI MIPA 4, “Kalian itu mata air bangsa!!
Bagaimana bisa berguna jika kalian tidak bersatu dan bersifat individualis?, Pikirlah dengan
dewasa!! Kenapa Ibu menjaga dan melindungi Ardi? Karena Ibu tau, Ardi juga mata air yang
harus Ibu jaga seperti kalian!! Ibu tidak membeda-bedakan murid Ibu, karena tida peduli asalnya
dari mana dan seperti apa, pelajar seperti kalian adalah mata air bangsa ini! Yang harus
dilindungi dan dijaga agar bangsa ini bisa tumbuh! jika kalian tidak memberi kontrIbusi, untuk
apa kalian di bangsa ini? Bangsa ini bisa berguna dengan adanya kalian! Jika kalian saja bersikap
seperti ini, bangsa ini kan kekeringan tokoh-tokoh untuk melanjutkan pemimpin saat ini! Jangan
kotori diri sendiri dengan perilaku kalian, Ibu tunggu permintaan maaf kalian, dan Ibu tunggu
perubahan kalian, jika tidak ingin berubah akan Ibu laporkan kepada kepala sekolah agar kalian
dikeluarkan saja!!!”. Dengan nada tegas Ibu Umi lontarkan kepada anak-anak di kelas tersebut.

Pak Imam juga berkata demiakian, “Kalian disini mau apa? Moral dan perilaku kalian
harus di beri pelajaran!!” ujar Pak Imam kepada semua anak kelas XI MIPA 4, kemudian Ibu
Umi dan Pak Imam membawa anak-anak yang terlibat ke BK, disana mereka di beri arahan,
saran, pembenaran dan berbagai cara agar mereka bisa berubah, BK juga memberi surat kepada
orang tua Iqbal dan anak lainnya, mereka di beri arahan agar dapat bersama-sama mendidik anak
menjadi generasi penerus bangsa yang bermoral, beretik dan dapat diandalkan.
Setelah bermacam bimbingan atas kejadian tersebut, kelas XI MIPA 4 benar-benar
berubah 180 derajat, moral mereka lebih baik dari hari ke hari, etika mereka terjaga. Ardi lebih
nyaman menjalani hari-harinya di sekolah, bahkan kekomPakan kelas tersebut semakin terlihat
ketika acara HUT RI, kelas mereka mendapat berbagai juara lomba HUT RI di sekolahnya. Ardi
sangat berterima kasih kepada Gurunya yang telah menjadi pahlawan dalam hidupnya. Bagai
mata air yang kembali jernih, tidak lain tidak bukan. Karena Penjaga mata air.

Anda mungkin juga menyukai