Anda di halaman 1dari 3

Jatuh Untuk Bangkit

Perkenalkan namaku Alfiza Ulhakh, teman-teman biasa memanggilku Fiza. Sedikit


pengalamanku di dunia pendidikan akan mengisi kertas kosong ini.

Mendapatkan juara merupakan salah satu momen yang paling membahagiakan selama aku
hidup, kata orang seperti haus validasi tetapi itulah aku. Dari SD sampai masuk MTs
semester pertama aku selalu mendapatkan juara kelas, ntah itu juara satu atau juara dua.
Tentu saja itu merupakan suatu kebanggaan bagi diriku sendiri dan orang tuaku.

Kisah menyedihkan datang mengisi hari-hariku saat covid-19 datang bak tamu tak diundang.
Saat covid, aku berada di kelas 8 semester pertama, saat itu kami mulai sekolah dari rumah,
hanya menggunakan handphone.

Aku lebih banyak termenung, malas mengerjakan tugas yang aku tak mengerti maksudnya.
Ditambah saat itu aku belum mempunyai handphone sendiri, jadi masih meminjam
handphone mamak untuk mengirim tugas. Sinyal di kampungku juga menjadi masalahnya,
hingga saat deadline sudah dekat tugasnya pun belum terkirim di Google Classroom. Jalan
satu-satunya adalah mengirim tugas lewat WhatsApp ke guru yang bersangkutan, tetapi jika
mengirim tugas lewat WhatsApp kita tidak tahu berapa nilai yang kita dapatkan.

Masalah pun tak hanya itu saja. Di rumah orang tuaku sering sekali bertengkar. Aku pun ikut
memikirkan masalah apa yang mereka ributkan hampir setiap hari. Hingga satu hari bapak ku
memberi tahuku masalah apa yang mereka ributkan itu. Setelah tahu, aku sangat shock
hingga aku mengurung diriku di kamar tanpa berinteraksi dengan siapapun. Hal itu juga
dilakukan oleh abangku, tak heran jika keadaan keluarga kami saat itu sangat kacau.

Hingga ujian semester tiba, ujian tetap dilakukan di rumah, lewat handphone. Aku tidak
belajar apapun karena aku tahu aku bisa melihat buku ataupun Google untuk mencari
jawaban. Karena dikerjakan di rumah, aku sangat tidak bergairah mengerjakan soal soal itu.
Aku hanya ingin mengurung diriku tanpa memikirkan apapun, bisa dibilang aku mengerjakan
soal ujian itu asal-asalan, yang penting siap.
Lalu saat pembagian raport, aku bersama temanku Diva, Dewi, Caca duduk di depan kelas
sambil menunggu namaku untuk dipanggil. Kebetulan namaku absen ke-3, aku masuk
ditemani abangku. Wali kelasku saat itu bernama Pak Ari, aku bersama abang menghadap
beliau. Ia berkata

"Fiza, kenapa makin turun? Ini ranking 4"

DUAR!!!!

Aku hanya tertawa karena kupikir ia hanya bercanda, abang yang duduk di sebelahku
terdengar menghela nafas. Ini seperti mimpi buruk!

Aku menyalami Pak Ari setelah menerima raport, ia juga berkata "Semester depan pasti bisa
juara 1" katanya yang bisa kuingat sampai sekarang.

Aku pulang dengan abang. Berderai air mata sepanjang jalan menuju rumah, memikirkan
betapa kecewanya mamak jika tahu aku tak masuk 3 besar. Setibanya di rumah aku
mengurung diriku di kamar, menangis. Aku kecewa pada diriku sendiri, tak lama mamak
pulang dan menanyakan "Kakak ranking berapa?"

Mau tak mau aku menjawabnya "Ranking 4" sambil sesenggukan. Kukira mamak akan
memarahiku habis-habisan, ternyata dugaanku salah. Mamak merangkul ku dengan erat,
seperti merengkuh semua kegelisahan yang selama ini menghantuiku. Ku curahkan semua
keluh kesahku saat itu, dari mamak yang tak pernah ada menyemangati ku ketika aku belajar
dan semua keributan mamak dan bapak yang selalu memojokkan ku untuk mengerti mereka.

Ketika sesi berkeluh kesah itu selesai, bapak tiba-tiba masuk, ia berkata "Mamak nangis, dia
merasa gagal jadi mamak yang baik karena melihat anaknya gagal karena dirinya" saat
mendengar itu aku diam, aku datang ke mamak, memeluknya dan meminta maaf.

Begitulah hari suram yang mengubah hidupku 180°. Untung saja tekadku kuat untuk
membalikkan keadaan. Saat sekolah mulai masuk seperti biasa, aku mengejar
ketertinggalanku, mulai dari menaikkan nilai ulangan, rajin membuat tugas. Endingnya, aku
bisa mendapatkan juara 1 di kelas dan juara umum 1 saat itu, betapa senang kulihat raut
wajah mamak yang sangat bangga itu. Sedangkan bapak malah meragukan anaknya yang
hebat ini bisa mendapatkan juara 1 lagi.

Aku bersalaman dengan pak Ari, lalu aku berkata "Udah lunas kan janjinya pak? Saya sudah
dapat juara satu nih" pak Ari tersenyum sambil memberikan selamat kepadaku.

Inilah cerita pendek dari pengalamanku, yang bisa mengubah hidupku menjadi yang lebih
baik. Dari kejadian ini, tak ingin lagi aku mengecewakan kedua orang tuaku.

Sekian cerita ini kutulis untuk menjadi sejarah dalam hidupku, salam terkasih dari kakak
untuk mamak dan bapak. Tolong hidup lebih lama dan berbahagialah.
Alfiza, 14 Oktober 2023

Anda mungkin juga menyukai