1. Latar Belakang
Anosmia merupakan kondisi dimana seseorang mengalami kondisi
pengurangan bahkan kehilangan daya penciumannya. Kondisi ini bisa
disebabkan oleh faktor usia, penyakit sinonasal, gegar otak, infeksi saluran
pernapasan atas, maupun neurodegeneratif sistem. Anosmia tergolong dalam
kondisi disfungsi kemosensoris yang melibatkan indera penciuman. Diagnosa
penyebab terjadinya kebanyakan dikarenakan oleh penyakit nasal dan
sinus, virus, dan trauma kepala. Penyebab terjadinya anosmia dijelaskan
karena kegagalan stimulus ditangkap oleh reseptor pada sel‐sel sensoris,
sehingga stimulus terabaikan, dan tidak ada rangsang yang dilanjutkan ke
otak (Aditya, 2020). Kondisi anosmia dapat menimbulkan rasa depresi
tersendiri dikarenakan pasien kehilangan kemampuan untuk mencium bau
yang ia sukai, semisal makanan dan lain sebagainya. Kehilangan
kemampuan ini berarti juga dapat berdampak pada penurunan nafsu makan
sehingga dalam jangka panjang dapat menyebabkan malnutrisi.
Aromaterapi merupakan pengobatan dengan menggunakan kekuatan dari
tumbuhan (life force of plant). Maksudnya, aromaterapi menggunakan minyak
essensial yang mengandung zat yang digunakan tumbuhan untuk
mempertahankan diri terhadap serangan dari luar, misalnya hama atau serangga.
Zat tersebut tidak lain adalah hormon tumbuh-tumbuhan (Primadiati, 2010)
dalam (Pratiwi, 2011).
Penciuman dapat mempengaruhi kesehatan dalam jangka panjang dan daya
ingat serta emosi dalam jangka pendek. Bila minyak essensial dihirup, respon
bau yang dihasilkan akan merangsang kerja sel neurokimia otak sehingga akan
menghantarkan pesan elektrokimia ke sistem saraf pusat. Pesan ini akan
mengaktifkan pusat emosi dan daya ingat seseorang yang selanjutnya akan
mengantarkan pesan baik ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi. Pesan yang
diantarkan ke seluruh tubuh akan dikonversikan menjadi suatu aksi dengan
pelepasan senang, rileks, dan tenang (Primadiati, 2002) dalam (Pratiwi, 2011).
2. Tujuan
Untuk mengetahui efektivitas beberapa penggunaan terapi komplementer
dalam menangani Anosmia yang terjadi pada pasien Covid-19
3. Metode Penulisan
Data dan informasi yang mendukung penulisandikumpulkan dengan
melakukan penelusuran pustaka, pencarian sumber-sumber yang relevan dan
pencarian data melalui internet, diawali dengan pemilihan topik, kemudian
menentukan keyword untuk pencarian jurnal melalui beberapa database antara
lain google scholar, pubmed, NCBI dan DOAJ. Adapun kata kunci yang
digunakan adalah “ anosmia, terapi komplementer, herbal, covid-19”. Data dan
informasi yang digunakan yaitu data dari beberapa pustaka yang relevan. Teknik
pengumpulan data yang dilakukan yaitu sebelum analisis data
dilaksanakan,terlebih dahulu dilakukan studi pustaka yang menjadi bahan
pertimbangan dan tambahan wawasan untuk penulis mengenai lingkup kegiatan
dan konsep-konsep yang tercakup dalam penulisan. Untuk melakukan
pembahasan analisis dan sintesis data-data yang diperoleh, diperlukan data
referensiyang digunakan sebagai acuan, dimana data tersebut dapat
dikembangkan untuk dapat mencari kesatuan materi sehingga diperoleh suatu
solusi dan kesimpulan.
ANALISIS JURNAL
Penemuan utama dari penelitian tentang lavender ini adalah bahwa anosmia yang
diinduksi oleh zinc (zinc gluconate + zinc acetate) tidak mengganggu efek anxiolytic
dari inhalasi minyak esensial lavender. Pemberian zink secara intranasal mengganggu
diskriminasi penciuman, yang menunjukkan hilangnya indera penciuman atau anosmia
pada tikus. Dalam penelitian ini, minyak esensial lavender secara signifikan mengurangi
perilaku penguburan marmer pada konsentrasi yang tidak mengubah aktivitas
lokomotor, yang menunjukkan efek seperti anxiolytic (Chioca, et al, 2013). Pada
manusia cara kerja bahan aroma terapi, termasuk lavender yaitu melalui sistem sirkulasi
tubuh dan sistem penciuman (Pratiwi dkk, 2011). Ketika minyak esensial lavender
dihirup, molekul yang mudah menguap (volatile) dari minyak tersebut dibawa oleh arus
udara ke “atap” hidung dimana silia-silia yang lembut muncul dari sel-sel reseptor.
Ketika molekul-molekul itu menempel pada rambut-rambut tersebut, suatu pesan
elektrokimia akan ditransmisikan melalui bola dan saluran olfactory ke dalam sistem
limbic. Hal ini akan merangsang memori dan respon emosional. Hipotalamus berperan
sebagai relay dan regulator, memunculkan pesan-pesan yang harus disampaikan ke
bagian-bagian otak serta bagian badan yang lain melalui sistem sirkulasi. Pesan yang
diterima itu kemudian diubah menjadi tindakan yang berupa pelepasan senyawa
elektrokimia yang menyebabkan euphoria, relaks dan sedative (Pratiwi dkk, 2011).
Saline irigasi hidung merupakan terapi tambahan untuk bagian atas kondisi
pernapasan yang membasahi rongga hidung semprotan atau cairan yang diperoleh
setelah herbal direbus ekstrak. Pedoman konsensus merekomendasikan saline nasal
irigasi sebagai pengobatan untuk berbagai macam kondisi lainnya . Irigasi hidung
saline adalah sebuah strategi manajemen yang efektif untuk kondisi banyak sino-
nasal. Irigasi hidung dilakukan dengan menanamkan obat-obatan cairan diperoleh
dengan cara direbus kemudian diayak, ramuan camomil masuk ke salah satu lubang
hidung dan dibiarkan kemudian lubang hidung lainnya. Selain itu juga dapat
dilakukan dengan sedkit tekanan dari botol semprot dan disemprotkan, atau dengan
basis tekanan gravitasi, keduanya tersedia tanpa resep.
Dapus
Chioca, L.D, et al. 2013. Anosmia does not impair the anxiolytic-like effect of lavender
essential oil inhalation in mace. Jurnal Homepage:
www.elsevier.com/locate/lifescie. Life sciences 92. Pages 971-975
Haider & Romella. 2021. Potential Treatment Option For Covid 19 Related Anosmia -
Chamomile (Matrricaria Chamomilla) Extract Nasal Irrigation - A Literature Review.
International Journal of Medical Science and Diagnosis Research (IJMSDR). Vol (5) 1, 1-12
Pratiwi, R, dkk. 2011. Efektifitas Pemberian Aroma Terapi Lavender Dalam Menurunkan Rasa
Mual Dan Muntah Pada Pasien Hiperemesis Gravidarum. Jurnal Ners Indonesia. Vol (2)
1, 60-69.