Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat
dan karunia yang diberikan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini
yang berjudul “Permukiman Kumuh di Kawasan Buloa , Kelurahan Buloa,
Kecamatan Tallo, Kota Makassar” dengan baik sesuai dengan jadwal yang
telah ditentukan.
Laporan ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
LAMPIRAN.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................2
E. Sistematika Pembahasan...............................................................................3
C. Penyelenggaraan Keserasian.......................................................................20
D. Kepadatan Bangunan..................................................................................21
F. Ketinggian Bangunan..................................................................................23
A. Lokasi Penelitian.........................................................................................43
B. Waktu Penelitian.........................................................................................43
E. Teknik Analisis...........................................................................................44
BAB V PENUTUP.................................................................................................38
A. Kesimpulan.................................................................................................59
B. Saran............................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................60
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permasalahan bagi kota-kota besar di Indonesia, persoalan pemukiman
kumuh merupakan masalah yang serius menyebabkan lahirnya berbagai
persoalan sosial di luar kontrol atau kemampuan pemerintah kota untuk
menangani dan mengawasinya.
Arti dari pemukiman itu sendiri adalah bagian dari lingkungan hidup di
luar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan,
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan kata “kumuh”
menurut kamus besar bahasa indonesia diartikan sebagai kotor atau cemar.
Jadi, bukan padat, rapat becek, bau, reyot, atau tidak teraturnya, tetapi justru
kotornya yang menjadikan sesuatu dapat dikatakan kumuh.
Menurut UU No.4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan
pemukiman : pemukiman kumuh adalah pemukiman tidak layak huni antara
lain karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan/tata
ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas,
rawan penyakit sosial dan penyakit lijngkungan, kualitas umum bangunan
rendah, tidak terlayani prasarana lingkungan yang memadai, membahayakan
keberlangsungan kehidupan dan penghuninya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pemukiman kumuh adalah tempat tinggal/hunian yang dibangun diatas tanah
negara atau tanah swasta tanpa persetujuan dari pihak yang berkait dan tidak
adanya atau minimnya sarana dan prasarana yang memadai yang kotor dan
tidak layak huni serta membahayakan.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan
kebutuhan akan perumahan dan fasilitas-fasilitas lainnya yang terkait.
Pemenuhan kebutuhan perumahan dan fasilitas-fasilitas yang terkait tersebut
tidak terlepas dari peningkatan penggunaan lahan. Pengembangan kawasan
permukiman akibat tidak tertata dan semakin berkurangnya lahan
4
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
5
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
D. Kegunaan Penelitian
1. Dari hasil kegiatan penelitian ini, maka kita dapat mengidentifikasi
kawasan kumuh di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.
2. Kami berharap dari hasil penelitian ini, dapat meberikan konsep
penanganan kawasan kumuh di Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Kota
Makassar.
E. Ruang Lingkup Pembahasan
Adapun ruang lingkup penelitian ini secara garis besar meliputi 2
kajian pokok, yaitu:
1. Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah dalam penulisan laporan ini dibahas
mengenai batasan wilayah permukiman kumuh yang berada di Kawasan
Buloa, Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.
2. Ruang Lingkup Pembahasan
Pada tingkat pembahasan materi pada skala makro dan mikro
secara umum dibahas mengenai : Klasifikasi Kawasan Permukiman
Kumuh yang Membahas tentang klasifikasi kelas permukiman kumuh
apakah termasuk kelas berat, sedang, dan ringan. Mengetahui factor-faktor
penyebab timbulnya kawasan kumuh. kondisi sosial, ekonomi dan
lingkungan masyarakat yang bermukim dikawasan kumuh.
6
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
F. Sistematika Penulisan
Secara garis besar, laporan ini terdiri dari lima bab yang akan diuraikan
dalam sistematika pembahasan berikut ini:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi uraian mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian, sistematika
pembahasan, alur pikir.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian permukiman kumuh, pengertian perumahan dan kawasan
kumuh, dasar hukum perumahan dan kawasan permukiman kumuh, faktor-
faktor penyebab meningkatnya jumlah kawasan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentang jenis penelitian/studi kasus, lokasi penelitian, populasi
dan sampel, variabel Penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis,
definisi operasional.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang gambaran umum kota makassar dan gambaran umum
lokasi penelitian
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran-saran dari team
penyusunan mengenai isi pokok dari data yang dikumpulkan, serta
menurut pengamatan penyusun di lapangan.
7
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
G. Alur Pikir
Output
8
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemukiman Kumuh
1. Pengertian Pemukiman Kumuh
Pemukiman sering disebut perumahan dan atau sebaliknya
pemukiman berasal dari kata housing dalam bahasa Inggris yang artinya
adalah perumahan dan kata human settlement yang artinya pemukiman.
Perumahan memberikan kesan tentang rumah atau kumpulan rumah
beserta prasarana dan sarana lingkungan. Perumahan menitik beratkan
pada fisik atau benda mati, yaitu houses dan land settlement. Pemukiman
memberikan kesan tentang pemukim atau kumpulan pemukim beserta
sikap dan perilakunya di dalam lingkungan, sehingga pemukiman menitik
beratkan pada sesuatu yang bukan bersifat fisik atau benda mati yaitu
manusia (human). Dengan demikian perumahan dan pemukiman
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat erat
hubungannya, pada hakikatnya saling melengkapi (Kurniasih, 2007).
Tumbuhnya pemukiman kumuh merupakan akibat dari urbanisasi, migrasi
yang tinggi, masyarakat berbondong-bondong datang ke kota untuk
mencari nafkah. Hidup di kota sebagai warga dengan mata pencaharian
terbanyak pada sektor informal. Pada dasarnya pertumbuhan sektor
informal bersumber pada urbanisasi penduduk dari pedesaan ke kota, atau
dari kota satu ke kota lainnya. Hal ini disebabkan oleh lahan pertanian di
mana mereka tinggal, sudah terbatas, bahkan kondisi desapun tidak dapat
lagi menyerap angkatan kerja yang terus bertambah, sedangkan yang
migrasi dari kota ke kota lain, kota tidak lagi mampu menampung, karena
lapangan kerja sangat terbatas. Akhirnya dengan adanya pemanfaatan
ruangyang tidak terencana di beberapa daerah, terjadi penurunan kualitas
lingkungan bahkan kawasan pemukiman, terutama di daerah perkotaan
yang padat penghuni, berdekatan dengan kawasan industri, kawasan bisnis,
kawasan pesisir dan pantai yang dihuni oleh keluarga para nelayan, serta di
bantaran sungai, dan bantaran rel kereta api (Marwati, 2004).
9
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
2. Pengertian Kumuh
Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan
tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan kelas
menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda atau cap
yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada golongan bawah
yang belum mapan. Gambaran seperti itu diungkapkan oleh Herbert J.
Gans dengan kalimat
“Obsolescence per se is not harmful and designation of an area as a
slum for thereason alone is merely a reflection of middle clas standards
and middle alas income”. “Kumuh dapat ditempatkan sebagai sebab dan
dapat pula ditempatkan sebagai akibat”. Ditempatkan di mana pun juga,
kata kumuh tetap menjurus pada sesuatu hal yang bersifat negatif.
Pemahaman kumuh dapat ditinjau dari:
1) Sebab Kumuh
Kumuh adalah kemunduran atau kerusakan lingkungan hidup
dilihat dari:
a) segi fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-
unsur ala seperti air dan udara,
b) segi masyarakat/sosial, yaitu gangguan yang ditimbulkan
oleh manusia sendiri seperti kepadatan lalu lintas, sampah.
c) Akibat Kumuh
Kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala
antara lain:
- kondisi perumahan yang buruk,
- penduduk yang terlalu padat,
- fasilitas lingkungan yang kurang memadai,
- tingkah laku menyimpang,
- budaya kumuh,
- apatis dan isolasi (Kurniasih, 2007).
10
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
3. Kawasan Kumuh
Kawasan kumuh adalah kawasan di mana rumah dan kondisi hunian
masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana dan
prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar
kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana
air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang
terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya (Kurniasih, 2007). Ciri-ciri
pemukiman kumuh, seperti yang diungkapkan oleh Suparlan (1984) adalah:
a. Fasilitas umum yang kondisinya kurang atau tidak memadai.
b. Kondisi hunian rumah dan pemukiman serta penggunaan
ruangannya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu
atau miskin.
c. Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume yang tinggi
dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di pemukiman
kumuh sehingga mencerminkan adanya kesemrawutan tata
ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.
d. Pemukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti
yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan
dan sosial yang jelas, yaitu terwujud sebagai:
1) Sebuah komuniti tunggal, berada di tanah milik negara, dan
karena itu dapat digolongkan sebagai hunian liar.
2) Satuan komuniti tunggal yang merupakan bagian dari
sebuah Rukun Tetangga, atau sebuah Rukun Warga.
3) Sebuah satuan komuniti tunggal yang terwujud sebagai
sebuah Rukun Tetangga atau Rukun Warga atau bahkan
terwujud sebagai sebuah Kelurahan, dan bukan hunian liar.
e. Penghuni pemukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak
homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat
kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya.
Dalam masyarakat pemukiman kumuh juga dikenal adanya
11
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
12
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
13
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
14
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
15
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
warga negara mempunyai hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya
untuk berperan di dalam pembangunan perumahan dan permukiman,
pemberdayaan masyarakat dan para pelaku kunci lainnya di dalam
penyelenggaraannya merupakan hal pokok yang harus dijalankan guna
mewujudkan visi perumahan dan permukiman tersebut.
F. Metode Penetapan Kawasan Kumuh
Metode penetapan kawasan permukiman kumuh dilakukan dengan metode
analisis komprehensif dimana penilaian dilakukan dengan sistem pembobotan
pada masing-masing kriteria. Dengan metode Analisis Komprehensif digunakan
metode kualitatif dan kuantitatif, dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyusun daftar panjang lokasi kawasan kumuh berdasarkan pendapat dari
beberapa pakar, praktisi, stakeholder, akademisi dan kelompok masyarakat
dengan mempertimbangkan luas, jumlah rumah dan jumlah penduduk pada
kawasan kumuh serta peruntukan kawasan berdasarkan RTRW.
2. Melakukan penilaian tingkat kekumuhan berdasarkan parameter dan kriteria
yang telah ditetapkan, yang tujuannnya untuk mengetahui derajat kekumuhan
3. Menginformasikan kondisi dan karakteristik kawasan kumuh terpilih
(berdasarkan hasil penilaian tingkat kekumuhan) untuk mengetahui kondisi
prasarana dan sarana permukiman agar penaganan yang akan dilakukan tepat
sasaran sesuai dengan skala prioritas. Dalam analisis ini, status kawasan
kumuh dibagi dalam 3 kelas, yaitu : K1 = Kumuh Ringan, K2 = Kumuh
Sedang, K3 = Sangat Kumuh/Kumuh Berat Untuk jelasnya mengenai
penetapan kriteria kawasan kumuh dapat dilihat pada tabel berikut:
16
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
17
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
18
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
400-500 300-400
5 Kepadatan Penduduk >500 jiwa/Ha
jiwa/Ha jiwa/Ha
Kondisi Jalan
7 >70 Buruk 50-70% Buruk 30-50% Buruk
Lingkungan/Jalan Setapak
Area Kawasan
8 >50% 25-50% 10-25%
Genangan/Banjir
Tingkat Pelayanan
10 < 50% 50-70% 70-80%
Persampahan
Sumber : Standar Nasional Indonesia
19
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
20
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
21
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
22
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
23
Permukiman Kumuh, Kawasan Buloa, Kelurahan Buloaa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar
24
Tabel 2.3 Kriteria dan Indikator Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh
Aspek Kriteria Indikator Nilai Sumber Data
b. Kualitas 1) Kualitas Jalan Buruk pada 76% - 100% Luas Area 5 Wawancara, Observasi
Jalan
2) Kualitas Jalan Buruk pada 51% - 75% Luas Area 3
Aspek Kriteria Indikator Nilai Sumber Data
4. Kondisi a. Persyaratan 1) SPAM Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis di 76% - 5 Peta RIS, Wawancara, Observasi
Penyediaan Teknis 100% Luas Area
Air Minum
2) SPAM Tidak Memenuhi Persyaratan Teknis di 51% -
Aspek Kriteria Indikator Nilai Sumber Data
5. Kondisi a. Persyaratan 1) Pengelolaan Air Limbah Tidak Memenuhi Persyaratan 5 Peta RIS, Wawancara, Observasi
Pengelolaan Teknis Teknis di 76% - 100% Luas Area
Air Limbah
2) Pengelolaan Air Limbah Tidak Memenuhi Persyaratan
Teknis di 51% - 75% Luas Area 3
b. Cakupan 1) Cakupan Pengelolaan Persampahan Tidak Memadai 5 Peta RIS, Wawancara, Observasi
Pelayanan terhadap 76% - 100% Populasi
3
2) Cakupan Pengelolaan Persampahan Tidak Memadai
Aspek Kriteria Indikator Nilai Sumber Data
B. Identifikasi Pertimbangan Lain (Dapat Ditentukan Lain Oleh Pemda Atas Berbagai Pertimbangan Non Fisik)
Aspek Kriteria Indikator Nilai Sumber Data
2. Kepadatan Untuk Kota Metro & Kota Besar Statistik, Wawancara, Observasi
Penduduk 5
a. Kepadatan Penduduk pada Lokasi sebesar >750 Jiwa/Ha
3
b. Kepadatan Penduduk pada Lokasi sebesar 401 - 749 1
Jiwa/Ha
5
c. Kepadatan Penduduk pada Lokasi sebesar >400 Jiwa/Ha
3
Untuk Kota Sedang & Kota Kecil 1
kekumuhan rendah
1. Status Tanah a. Keseluruhan lokasi memiliki kejelasan status tanah, baik + Wawancara, Dokumen
dalam hal kepemilikan maupun izin pemanfaatan tanah 1 Pertanahan
dari pemilik tanah (status tanah legal)
-
b. Sebagian atau keseluruhan lokasi tidak memiliki
1
kejelasan status tanah, baik merupakan milik orang lain,
Aspek Kriteria Indikator Nilai Sumber Data
25-50%
Jumlah rumah yang memiliki jamban 20
>50%
Kondisi pelayanan Jumlah rumah yang terlayani <25% 50
Persampahan Jumlah rumah yang terlayani 25-50% 30
Jumlah rumah yang terlayani >50% 20
Kondisi drainase Genangan ketika hujan >50% 50
Genangan ketika hujan 25-50% 30
Genangan ketika hujan <25% 20
Kondisi Jalan Jalan rusak >70% 50
Jalan rusak 50-70% 30
Jalan rusak <50% 20
<400 jiwa/ha 20
Pertumbuhan >2% 50
Penduduk 1,7-2% 30
<1,7% 20
DBD 5-15% 30
<5% 20
Diare 5-15% 30
<5% 20
ISPA 5-15% 30
Bobot Nilai Bobot
Kriteria Variabel Parameter
Kriteria Parameter
<5% 20
2. Pembobotan Kriterian Kawasan Permukiman Kumuh
a. Vitalitas Non Ekonomi
1) Pembobotan Tingkat Kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang
Bobot penilaian penggunaan ruang kawasan perumahan
permukiman tersebut berdasarkan Rencana Tata Ruang yang
berlaku sebagai berikut:
a) Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang sebagian besar
penggunaannya sudah tidak sesuai atau kurang dari 25% yang
masih sesuai.
b) Nilai 30 (tiga puluhu) ntuk kawasan yang penggunaannya
masih sesuai antara lebih besar dari 25% dan lebih kebil dari
50%.
c) Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang sebagian besar atau
lebih dari 50% masih sesuai untuk permukiman.
2) Pembobotan Tingkat Kondisi Bangunan
Bobot penilaian kondisi bangunan pada kawasan
permukiman dinilai dengan sub peubah penilai terdiri atas:
a) Tingkat Pertambahan Bangunan Liar
(1) Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang pertambahan
bangunan liarnya tinggi untuk setiap tahunnya.
(2) Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang pertambahan
bangunan liarnya seddanguntuk setiap tahunnya.
(3) Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang pertambahan
bangunan liarnya rendah untuk setiap tahunnya.
b) Kepadatan Bangunan
(1) Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang Kepadatan
bangunan lebih dari 100 rumah per hektar.
(2) Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang kepadatan
bangunannya mencapai antara 60 sampai 100 rumah per
hektar.
(3) Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan kepadatan
bangunannya kurang dari 60 rumah per hektar.
c) Kondisi Bangunan Temporer
(1) Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang bangunan
temporernya tinggi yaitu lebih 50%.
(2) Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang bangunan
temporernya sedang atau antara 25% sampai 50%.
(3) Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang bangunan
temporernya rendah yaitu kurang dari 25%.
d) Tapak Bangunan (Building Coverage)
(1) Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang tapak (koefisien
dasar) bangunan mencapai lebih dari 70%.
(2) Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang tapak
bangunannya antara 50% sampai 70%.
(3) Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang tapak
bangunannya rendah yaitu kurang dari 50%.
e) Jarak Antar Bangunan
(1) Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan jarak antar
bangunan kurang dari 1,5 meter.
(2) Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan jarak antar
bangunan antara 1,5 sampai 3 meter.
(3) Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan jarak antar
bangunan lebih dari 3 meter.
3) Pembobotan Kondisi Kependudukan
a) Tingkat Kepadatan Penduduk
(1) Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat
kepadatan penduduk sangat tinggi yaitu lebih dari 500 jiwa
per hektar.
(2) Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat
kepadatan penduduk antara 400 sampai 500 jiwa per hektar.
(3) Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat
kepadatan penduduk rendah yaitu kurang dari 400 jiwa per
hektar.
b) Tingkat Pertumbuhan Penduduk
(1) Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan dengan tingkat
pertumbuhan penduduk sangat tinggi yaitu lebih dari 2,1%
per tahun.
(2) Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan dengan tingkat
pertumbuhan penduduk antara 1,7 sampai 2,1% per tahun.
(3) Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan dengan tingkat
pertumbuhan penduduk rendah yaitu kurang dari 1,7% per
tahun.
Berdasarkan ketentuan pembobotan diatas, secara digramatis
pembobotannya bisa dilihat pada Gambar 2.1
Gam
bar 2.1. Pembobotan Kriterian Vitalitas Non Ekonmi
b. Vitalitas Ekonomi Kawasan
1) Tingkat Kepentingan Kawasan Terhadap Wilayah Sekitarnya
Penilaian konstelasi terhadap kawasan sumber ekonomi
produktif dengan bobot nilai sebagai berikut:
a) Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang
tingkat kepentingannya terhadap wilayah kota sangat strategis.
b) Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang
tingkat kepentingannya terhadap wilayah kota cukup strategis.
c) Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan permukiman kumuh yang
tingkat tingkat kepentingannya terhadap kawasan kota kurang
strategis.
2) Jarak Jangkau Ke Tempat Bekerja
Penilaian jarak jangkau perumahan terhadap sumber mata
pencaharian dengan bobot sebagai berikut:
a) Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang mempunyai jarak
terhadap mata pencaharian penduduknya kurang dari 1 km.
b) Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan yang mempunyai jarak
terhadap mata pencaharian penduduknya antara 1 sampai
dengan 10 km.
c) Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan yang mempunyai jarak
terhadap mata pencaharian penduduknya lebih dari 10 km.
3) Fungsi Sekitar Kawasan
Penilaian fungsi sekitar kawasan dengan bobot sebagai
berikut:
a) Nilai 50 (lima puluh) untuk kawasan yang berada dalam
kawasan pusat kegiatan bisnis kota.
b) Nilai 30 (tiga puluh) untuk kawasan berada pada sekitar pusat
pemerintahan dan perkantoran.
c) Nilai 20 (dua puluh) untuk kawasan sebagai kawasan
permukiman atau kegiatan lainnya selain pusat kegiatan bisnis
dan pemerintahan/perkantoran.
Berdasarkan ketentuan pembobotan di atas, secara digramatis
pembobotannya bisa dilihat pada Gambar 2.2
Gambar 2.2. Pembobotan Kriteria Vitalitas Ekonomi
f. Prioritas Penanganan
Untuk menentukan lokasi kawasan permukiman yang menjadi
prioritas penanganan digunakan kriteria-kriteria dibawah ini, yang
dihitung berdasarkan waktu tempuh menggunakan kendaraan umum
sebagai berikut:
1) Kedekatan dengan Pusat Kota Metropolitan
Variabel ini memiliki bobot 30, dengan nilai bobot
berdasarkan klasifikasi:
a) Nilai 50 (lima puluh) untuk waktu tempuh kurang dari 30
menit.
b) Nilai 30 (tiga puluh) untuk waktu tempuh antara 30 sampai 60
menit.
c) Nilai 20 (dua puluh) untuk waktu tempuh lebih dari 60 menit.
2) Kedekatan dengan Kawasan yang menjadi Pusat Pertumbuhan
Bagian Kota Metropolitan
Variabel ini memiliki bobot 30, dengan nilai bobot
berdasarkan klasifikasi:
a) Nilai 50 (lima puluh) untuk waktu tempuh kurang dari 30
menit.
b) Nilai 30 (tiga puluh) untuk waktu tempuh antara 30 sampai 60
menit.
c) Nilai 20 (dua puluh) untuk waktu tempuh lebih dari 60 menit.
3) Kedekatan dengan Kawasan Lain (Perbatasan) Bagian Kota
Metropolitan
Variabel ini memiliki bobot 20, dengan nilai bobot
berdasarkan klasifikasi:
a) Nilai 50 (lima puluh) untuk waktu tempuh kurang dari 30
menit.
b) Nilai 30 (tiga puluh) untuk waktu tempuh antara 30 sampai 60
menit.
c) Nilai 20 (dua puluh) untuk waktu tempuh lebih dari 60 menit.
4) Kedekatan dengan Letak Ibukota Kota/Kabupaten Bersangkutan
Variabel ini memiliki bobot 20, dengan nilai bobot
berdasarkan klasifikasi:
a) Nilai 50 (lima puluh) untuk waktu tempuh kurang dari 30
menit.
b) Nilai 30 (tiga puluh) untuk waktu tempuh antara 30 sampai 60
menit.
c) Nilai 20 (dua puluh) untuk waktu tempuh lebih dari 60 menit.
Berdasarkan ketentuan pembobotan di atas, secara digramatis
pembobotannya bisa dilihat pada Gambar 2.6.
e. Formula Penilaian
Berdasarkan formula kriteria dan indicator tersebut, maka dapat
dirumuskan formula penilaian (skoring) sebagai berikut :
1. Tingkat kekumuhan = Total Nilai A
2. Pertimbangan Lain = Total Nilai B
3. Legalitas Lahan = Total Nilai C
Tabel 2.11 Penanganan Fisik Bangunan dan Lingkungan serta Infrastruktru Keciptakaryaan
Peningkatan Program Penanganan Fisik Infrastruktur
Kualitas
Bangunan dan Jalan
Permukiman Drainase Air Minum Air Limbah Sampah
Lingkungan Lingkungan
Kumuh
B2
D= ............................................................................................
4
( 2)
Dimana :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
p = Proprsi populasi yaitu 0,5
B = Bound od error dalam pengambilan sampel 90% yaitu 0,1
B2
D= =¿ ¿
1
N . p (1− p)
n=
( N −1 ) D+ p( 1− p)
105 x 0.5(1−0.5)
n=
( 105 x 0.5−1 ) 0.01+0.5(1−0.5)
52.5(0.5)
n=
( 51.5 ) 0.01+0.5( 0.5)
26.25
n=
0.51+ 0.25
26.25
n=
0.76
kondisi drainase
No Sasaran Variabel Data Sumber
lingkungan
kondisi penyediaan
air minum
kondisi pengelolaan
air minum
kondisi pengelolaan
persampahan
kondisi pengaman
kebakaran
G. Teknik Analisis
Teknik analisis adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
pengelolaan dan menganalisis data-data guna menjawab permasalahan dan
untuk pencapaian tujuan yang diharapkan dalam studi dengan
pengorganisasian data dan penentuan kategori. Terdapat beberapa alat analisis
yang digunakan dalam studi ini adalah sebagai berikut :
1. Analisis Deskriptif Kualitatif
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status
sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang dan bertujuan
membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual, dan
akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena
yang diselidiki.
Jenis analisis ini digunakan untuk menganalisa data dengan
menggambarkan hasil responden, data tabulasi serta pengidentifikasian
faktor-faktor yang paling berpengaruh dalam permasalahan permukiman
kumuh di Kawasan Buloa, Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Kota
Makassar.
2. Analisis Deskriptif Kuantitatif
Dalam penelitian kuantitatif, analisis data merupakan kegiatan
setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul.
Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan
variable dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variable dari
seluruh responden, menyajikan data tiap variable yang diteliti, melakukan
perhitungan untuk menjawab rumusan masalah, dan melakukan
perhitungan
Jenis analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan keadaan suatu
gejala yang telah direkam melalui alat ukur kemudian diolah sesuai dengan
fungsinya. Hasil pengolahan tersebut selanjutnya dipaparkan dalam bentuk
angka-angka sehingga dapat memberikan gambaran secara teratur, ringkas
dan jelas, mengenai suatu gejala, peristiwa atau keadaan sehingga dapat
ditarik suatu kesimpulan. Seperti halnya dalam permasalahan permukiman
kumuh ini akan diketahui tingkat kekumuhan dengan menggunakan skor
yang diperoleh pada Kawasan Buloa, Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo,
Kota Makassar.
H. Defenisi Oprasional
Untuk lebih memperjelas ruang lingkup penelitian ini, maka ada beberapa
definisi operasional yang perlu dipahami sebagai berikut :
1. Permukiman kumuh yang dimaksud adalah permukiman kumuh di
Kawasan Buloa, Kelurahan Buloa, Kecamatan Tallo, Kota Makassar.
Suatu permukiman dimana kondisi perumahan dan lingkungannya
dalam keadaan buruk, serta keadaan sosial ekonomi penduduknya
sangat rendah.
2. Kumuh adalah kesan atau gambaran secara umum tentang sikap dan
tingkah laku yang rendah dilihat dari standar hidup dan penghasilan
kelas menengah. Dengan kata lain, kumuh dapat diartikan sebagai tanda
atau cap yang diberikan golongan atas yang sudah mapan kepada
golongan bawah yang belum mapan
3. Kawasan kumuh adalah kawasan di mana rumah dan kondisi hunian
masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun sarana
dan prasarana yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik
standar kebutuhan, kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat,
kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan kelengkapan
prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya
BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Tabel 4.2. Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan dan Jenis Kelamin di Kota
Makassar Tahun 2013
No. Kecamatan Penduduk (Jiwa) Jumlah
(Jiwa)
Laki-laki Perempuan
1 Mariso 28.940 28.850 57.790
2 Mamajang 29.456 30.780 60.236
3 Tamalate 90.644 92.395 183.039
4 Rappocini 76.753 81.572 158.325
5 Makassar 41.289 42.261 83.550
6 Ujung Pandang 13.114 14.688 27.802
7 Wajo 14.772 15.486 30.258
8 Bontoala 27.104 28.474 55.578
9 Ujung Tanah 24.170 23.963 48.133
10 Tallo 68.747 68.513 137.260
11 Panakukkang 71.816 73.316 145.132
12 Manggala 63.997 63.918 127.915
13 Biringkanaya 92.002 93.028 185.030
14 Tamalanrea 53.151 54.873 108.024
Kota Makassar 695.955 712.117 1.408.072
Sumber : Kota Makassar Dalam Angka 2014
4. Tenaga Kerja
Pada tahun 2013 pencari kerja yang tercatat pada Dinas Tenaga
Kerja Kota Makassar sebanyak 11.246 orang yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 5.285 orang dan perempuan 5.961.
Dari jumlah tersebut dapat dilihat bahwa pencari kerja menurut
tingkat pendidikan terlihat bahwa tingkat pendidikan sarjana yang
menempati peringkat pertama yaitu sekitar 47,95% disusul tingkat
pendidikan SMA sekitar 39,19%.
Tabel 4.3. Jumlah Pencari Kerja yang Terdaftar Dirinci Menurut Tingkat
Pendidikan dan Jenis Kelamin di Kota Makassar
Tingkat
Laki-laki Perempuan Jumlah Presentase
Pendidikan
SD 8 0 8 0,07
SLTP 14 4 18 0.16
5. Pendidikan
Pembangunan bidang pendidikan bertujuan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) suatu
negara akan menentukan karakter dari pembangunan ekonomi dan sosial,
karena manusia pelaku aktif dari seluruh kegiatan tersebut.
Pada tahun 2013/2014 di Kota Makassar, jumlah SD sebanyak 493
unit dengan jumlah guru sebanyak 6.790 orang dan jumlah murid
sebanyak 150.255 orang. Jumlah SLTP sebanyak 192 unit dengan jumlah
guru sebanyak 3.984 orang dan jumlah murid sebanyak 62.758 orang.
Jumlah SLTA sebanyak 117 unit dengan jumlah guru sebanyak 4.837
orang dan jumlah murid sebanyak 54.625 orang. Jumlah keseluruhan
sekolah, kelas, murid dan guru di Kota Makassar dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.4. Jumlah Sekolah, Kelas, Murid dan Guru Dirinci Menurut Kecamatan
di Kota Makassar
Kode
Kecamatan Sekolah Kelas Murid Guru
Wilayah
010 Mariso 11 31 558 52
020 Mamajang 17 39 704 102
030 Tamalate 38 87 1.573 216
031 Rappocini 39 90 1.615 235
040 Makassar 21 48 869 104
050 Ujung pandang 22 51 911 160
060 Wajo 9 21 373 42
070 Bontoala 17 39 704 93
080 Ujung Tanah 8 18 331 58
090 Tallo 17 39 704 68
100 Panakkukang 44 101 1.822 234
101 Manggala 45 104 1.863 175
110 Biringkanaya 64 147 2.650 292
111 Tamalanrea 36 83 1.490 165
2013/2014 388 898 16.167 1.996
2012/2013 354 999 16.768 1.382
7.371
2011/2012 351 799 14.662 1.918
2010/2011 341 789 14.586 1.867
Sumber : Kota Makassar Dalam Angka 2014
6. Kesehatan
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan bisa dilihat dari 2
aspek kesehatan yaitu sarana kesehatan dan SDM.
Pada tahun 2013 di Kota Makassar terdapat 34 rumah sakit, yang
terdiri dari 8 rumah sakit pemerintah/ABRI, 25 rumah sakit swasta, dan 1
rumah sakit lainnya. Jumlah puskesmas yaitu 113 unit yang dapat
dikategorikan menjadi 43 puskesmas, 40 puskesmas pembantu, dan 30
puskesmas keliling. Sumber Daya Manusia (SDM) seperti dokter praktek
sebanyak 2.953 orang dan bidan praktek sebanyak 66 orang.
7. Agama
Perkembangan pembangunan di bidang spritual dapat dilihat dari
besarnya sarana peribadatan masing-masing agama. Tempat peribadatan
pada tahun 2013 untuk umat islam berupa masjid berjumlah 1.080 unit,
tempat peribadatan umat kristen berupa gereja masing-masing 133 unit
gereja protestan dan 8 unit gereja khatolik, tempat peribadatan umat
budha, hindu dan konghucu masing-masing berjumlah 26 unit, 2 unit, dan
1 unit.
Tabel 4.5. Jumlah Tempat Peribadatan Dirinci Menurut Kecamatan dan Agama di
Kota Makassar
Kode Kristen Pura
Masji Wihara
Wilaya Kecamatan (Hindu Kelenteng
d Khatolik Protestan (Budha)
h )
010 Mariso 44 3 1 0 1 0
020 Mamajang 52 5 1 0 0 0
030 Tamalate 130 8 0 0 1 0
031 Rappocini 131 4 0 0 0 0
040 Makassar 37 22 1 0 5 0
050 Ujung pandang 20 16 1 0 4 0
060 Wajo 26 2 0 0 11 0
070 Bontoala 30 3 1 0 2 0
080 Ujung Tanah 29 1 0 0 1 0
090 Tallo 79 4 0 0 0 0
100 Panakkukang 101 35 2 0 1 0
101 Manggala 106 5 0 0 0 0
110 Biringkanaya 167 47 0 1 0 0
111 Tamalanrea 128 8 1 1 0 0
2013 1.080 163 8 2 26 1
2012 1.076 137 8 8 2 5
7.371 Makassar
2011 1.076 137 8 4 2 5
2010 1.073 - - - - -
Sumber : Kota Makassar Dalam Angka 2014
B. Tinjauan Umum Kecamatan Tallo
1. Gambaran Umum Wilayah
Kecamatan Tallo
Kecamatan Tallo merupakan salah satu dari 14 Kecamatan di
Kota Makassar, terdiri dari 15 kelurahan dengan luas wilayah 8,75 km,
kelurahan Lakkang memiliki wilayah terluas yaitu 1,65 km², terluas kedua
adalah kelurahan Tammua dengan luas wilayah 0,98 km², sedangkan yang
paling kecil luas wilayahnya adalah kelurahan Wala-walaya dengan luas
0,11 km². Batas administrasi wilayah Kecamatan Tallo berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Makassar
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tamalanrea
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bontoala dan
Kecamatan Panakukang
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bontoala dan
Kecamatan Ujung Tanah.
Tabel 4.6. Luas Daerah Menurut Kelurahan di Kecamatan Tallo Tahun 2014
No. Desa/Kelurahan Luas (Km2)
1 Bunga eja Beru 0,30
2 Lembo 0,33
3 Kalukuang 0,41
4 La’latang 0,46
5 Rappo Jawa 0,16
6 Tammua 0,92
7 Rappokalling 0,89
8 Wala-walaya 0,31
9 Ujung Pandang Baru 0,41
10 Suangga 0,50
11 Panampu 0,46
12 Kaluku Bodoa 0,89
13 Buloa 0,61
14 Tallo 0,61
15 Lakkang 1,65
Jumlah 8,91
Sumber : Kecamatan Tallo Dalam Angka 2014
3% 4%
19% 5%
5%
2%
7%
10%
7%
10%
10%
3%
5% 6% 5%
Tabel 4.7. Banyaknya RT/RW dan Lingkungan di Kecamtan Tallo Tahun 2014
No. Desa/Kelurahan RT RW Lingkungan
1 Bunga eja Beru 30 5 -
2 Lembo 31 5 -
3 Kalukuang 26 5 -
4 La’latang 28 4 -
5 Rappo Jawa 42 5 -
6 Tammua 27 6 -
7 Rappokalling 39 5 -
8 Wala-walaya 27 5 -
9 Ujung Pandang Baru 20 5 -
10 Suangga 29 6 -
11 Panampu 44 6 -
12 Kaluku Bodoa 51 7 -
13 Buloa 27 6 -
14 Tallo 26 5 -
15 Lakkang 8 2 -
Jumlah 455 77 -
Sumber : Kecamtan Tallo Dalam Angka 2015
2. Aspek Demografi
Kecamatan Tallo memiliki jumlah penduduk 137.997 jiwa , dengan
jumlah penduduk laki-laki 69.137 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
68.860 jiwa. Dengan julmlah penduduk terbesar terdapat di Kelurahan
Kalukuboddoa dengan jumlah penduduk 22.487 jiwa, sedangkan jumlah
penduduk paling rendah terdapat di Kelurahan Lakkang dengan jumlah
penduduk 961 Jiwa, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.8
Tabel 4.8. Jumlah Penduduk Menurut Kelurahan di Kecamatan Tallo Tahun 2014
Jenis Kelamin
No. Kelurahan Jumlah
Laki-laki Perempuan
1. Bunga Eja Beru 4.588 4.499 9.087
2. Lembo 5.864 5.663 11.527
3. Kalukuang 2.203 2.452 4.655
4. La’latang 2.042 2.300 4.342
5 Rappo Jawa 31.163 3.160 6.323
6. Tammua 3.163 3.160 9.794
7. Rappokalling 4.998 4.796 14.812
8. Wala-walaya 7.379 7.433 7.496
9. Ujung Pandang baru 3.716 3.780 3.654
10. Suwangga 4.584 1.820 9.110
11. Panampu 8.884 8.667 17.561
12. Kalukuboddoa 11.223 11.264 22.487
13. Buloa 4.089 3.908 7.997
14. Tallo 4.083 4.108 8.191
15 Lakkang 487 474 961
Jumlah 69.137 68.860 137.997
Sumber : Bps Kecamatan Tallo 2015
30,000
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0
ru bo ng ng w
a ua ng lay bar
a u ga pu oa lo
a l lo ng
B e Lem kua ’lata o Ja mm alli a g a ng am odd Bu Ta kka
Ej
a lu La app Ta ok la-w dan w n b La
a Ka pp a n Su Pa luku
g R a a
n R W P Ka
Bu g
j un
U
Laki-Laki Perempuan
Berdasarkan tabel 4.8 dan Diagram 4.5 diatas, dapat kita ketahui
jumlah penduduk yang ada disetiap Kelurahan di Kecamatan dengan
jumlah total keseluruhan penduduk di Kecamatan Tallo adalah 137.997
jiwa. Kelurahan yang ada di Kecamatan Tallo dengan jumlah penduduk
terbesar berada di Kelurahan Kalukubodoa dengan jumlah penduduk
sebesar 22.487 dengan jumlah penduduk laki-laki adalah sebesar 11.264
jiwa. Untuk wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak kedua berada di
Kelurahan Panampu dengan total jumlah penduduk sebesar 17.561 jiwa
dengan jumlah penduduk yang berjenis Kelamin Perempuan sebanyak
8.677 jiwa. Sedangkan untuk Kelurahan dengan jumlah penduduk
terkecil berada di Kelurahan Lakkang dengan total jumlah penduduk
sebesar 961 jiwa dengan jumlah penduduk yang berjenis kelamin
perempuan sebesar 474 jiwa.
3. Penggunaan Lahan di Kecamatan
Tallo
Jenis penggunaan lahan yang terdapat di Kecamatan Tallo
sebanyak 13 jenis penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Tallo yang
masing-masing tersebar di Kelurahan yang ada di Kecamatan Tallo. Total
Luas Penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Tallo sebesar 3.397,31 Ha.
Untuk lebih jelasnya dapat diketahui melalui tabel 4.8 berikut:
1 Danau 6,04
2 Genangan 4,68
3 Industri 27,09
4 Kebun 28,05
5 Pemakan/Makam 6,90
6 Mangrove 56,05
7 Pelabuhan 13,45
8 Permukiman 2.603,47
9 Rawa 4,56
10 Sawah 0,03
11 Sungai/Kanal 217,12
12 Tambak 374,75
4. Pendidikan
Pada tahun ajaran 2014/2013 kumlah TK di Kecamatan Tallo
sebanyak 15 sekolah dengan 755 orang murid dan 52 orang guru. Pada
tingkat Sekolah Dasar baik megeri maupun sawasta dan madrasah ibtidayah
masing-masing berjumlah sebanyak 54 sekolah dengan 14.462 murid, dan
643 orang guru. Untuk tingkat SLTP baik negeri maupun swasta dan
madrasah tsanawiyah sebanyak 17 sekolah dengan 5.051 orang murid dan
316 orang guru. Sedangkan untuk tingkat SMA negeri, swasta, SMK dan
madrasah aliyah terdapat 8 sekolah dengan 3.482 orang murid dan 386
orang guru.
5. Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan tahun 2014 di Kecamatan Tallo tercatat
rumah sakit 3 rumah bersalin dan 69 posyandu. Untuk tenaga medis, tercatat
58 orang dokter umum, 9 orang dokter spesialis, 18 oarng dokter gigi,
dengan jumlah paramedis sebanyak 23 orang bidan desa, 40 orang
perawat/mantri, 23 orang dukun bayi dan 21 orang dukun pijat.
6. Agama
Ditinjau dari agama yang dianut, tercatat bahwa mayoritas
penduduk Kecamatan Tallo adalah beragama Islam. Jumlah tempat ibadah
di Kecamatan Tallo cukup memadai karena terdapat 68 buah Mesjid, 8 buah
langgar/surau, dan 4 buah Gereja.
Tabel 4.9. Fasilitas Ibadah di Kecamatan Tallo Tahun 2014
No Desa/Kelurahan Masjid Langgar/surau Gereja Pura Vihara Lainnya Jumlah
1 Bunga Eja Beru 3 1 - - - - 4
2 Lembo 5 1 - - - - 6
3 Kalukuang 3 1 - - - - 4
4 La’latang 3 - - - - - 3
5 Rappo Jawa 3 - - - - - 3
6 Tammua 6 2 - - - - 8
7 Rappokalling 6 - - - - - 6
8 Wala-walaya 5 1 - - - - 6
Ujung Pandang
9 3 - 1 - - - 4
baru
10 Suwangga 4 1 2 - - - 7
11 Panampu 4 - - - - - 4
12 Kalukuboddoa 11 1 - - - - 12
13 Buloa 6 - - - - - 6
14 Tallo 4 - 1 - - - 5
15 Lakkang 2 - - - - - 2
Jumlah 68 8 4 - - - 80
Sumber : Bps Kecamatan Tallo 2015
1 Kebun 0,1
2 Permukiman 46,0
3 Rawa 13,0
4 Sungai/Kanal 7,4
5 Tambak 6,5
Total 88,5
Sumber : Hasil Calculate Geometry (Arcgis), 2016
a. Aspek
Fisik Kawasan
1. Kondidi Bangunan
Permasalahan utama permukiman dalam kawasan kumuh
yang harus dipenuhi dalam suatu kawasan, yaitu persyaratan
administrasi yang meninjau legalitas lahan dan persyaratan teknis
yang meninjau keandalan dan fungsi bangunan serta penataan dari
bangunan itu sendiri. Dalam konteks perumahan dan permukiman
kumuh , didominasi fingsi bangunan yang ada dalam kawasan
tersebut adalah fungsi hunian dengan kualifikasi sederhana.
2. Kesesuaian RTRW
RTRW Kota Makassar sebagai dasar penyelenggara
pengaturan tata ruang wilayah diharapkan mampu mengatasi
berbagai permasalahan penataan ruang di Kota Makassar, salah
satunya permasalahan pemukiman kumuh. Berdasarkan Hasil
survey, diketahui bahwa Kawasan Buloa, Kecamatan Tallo berada
dalam Zona Pemukiman sesuai yang ditetapkan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar. Hanya saja
implementasi atas penyelenggaraan RTRW Kota Makassar belum
maksimal.
3. Pensyaratan Administrasi (IMB)
Kriteria status tanah sebagai mana tertuang dalam Inpres
No. 5 tahun 1990 tentang Peremajan Permukiman Kumuh adalah
merupakan hal penting untuk kelancaran dan kemudahan
pengelolaanya. Kemudahan pengurusan masalah status tanah
dapat menjadikan jaminan terhadap ketertarikan investasi dalam
suatu kawasan perkotaan. Salah satu cara untuk mengetahui status
tanah pada suatu kawasan adalah dengan melihat kelengkapan
administrai bangunan di kawasan tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada
masyarakat di Kawasan Buloa, Kecamatan Tallo, didapatkan
bahwa 100% keluarga di Kawasan Buloa tidak melengkapi
kelengkapan administrasi bangunan (IMB). Untuk mengetahui
kondisi persyaratan administrasi (IMB) di Kawasan Buloa,
Kecamatan Tallo dapat dilihat pada tabel berikut ini:
a. Kondisi Bangunan
c. Legalitas Lahan