Anda di halaman 1dari 3

Nama : Meisyi Naishilla Defti Pratiwi

No BP : 1810861033
Tugas Komunikasi dan Kepemimpinan

Esai film 12 Angry Men

PENDAHULUAN

Film 12 Angry Men merupakan film yang tayang pada bulan April tahun 1957 di
Amerika. Film ini berdurasi 97 menit. Nama tokoh dalam film ini tidak disebutkan. Tokoh hanya
dipanggil berdasarkan no jurinya. Misal juri no 1, juri no 2, juri no 3,dan seterusnya. Selanjutnya
latar tempat film ini hampir keseluruhan di dalam ruangan sidang pada kantor pengadilan karena
menceritakan tentang 12 juri yang harus satu suara untuk memustuskan apakah terdakwa
bersalah atau tidaknya.. Film ini masih berwarna hitam putih dan kualitas gambar tidak terlalu
baik.

BADAN ESAI

12 Angry Men bertutur tentang para juri dalam proses menentukan keputusan akan
sebuah kasus. Mereka diperhadapkan pada kasus pembunuhan tingkat pertama. Terdakwanya
adalah seorang anak yang dituduh telah menikam ayahnya sampai mati di apartemennya. Usai
jaksa dan pembela menyelesaikan tugasnya, saksi-saksi sudah bersaksi, dan dirasa sudah cukup
bukti, hakim meberikan mandat kepada 12 juri untuk berunding dan memutuskan secara bulat
apakah terdakwa dinyatakan bersalah atau tidak bersalah. Mandat inilah yang mempersatukan
mereka dalam sebuah ruangan tertutup. Yang ada di dalamnya adalah 12 orang yang tidak saling
kenal dengan latar belakang dan kepribadian yang majemuk. Diprediksi diskusi akan
berlangsung singkat melihat para juri seperti sudah bermufakat sebelum bermusyawarah. Itu
pulalah alasannya yang membuat mereka langsung menempuh mekanisme voting untuk
memetakan suara. Namun hasilnya di luar prediksi. Dari 12 juri, ternyata 'hanya' 11 orang yang
menilai bahwa terdakwa bersalah. Dan satu juri lainnya (juri no 8) tidak setuju memustuskan
langsung anak itu bersalah.

Juri no 8 memiliki penilaian yang berbeda. Baginya, tidak sepatutnya menentukan hidup
mati seseorang hanya dalam waktu lima menit. Bukan berarti dia yakin terdakwa tidak bersalah,
namun dia hanya kurang yakin bahwa terdakwa bersalah. Keraguan yang diyakininya masuk
akal (reasonable doubt) inilah yang menjadikan dia berhati-hati agar tidak salah mengirim orang
ke kursi listrik. Sikap berbeda ini kemudian memancing perdebatan sengit penuh emosi antar
karakter di sini, yang uniknya setiap karakter tidak disebutkan namanya, hanya disebut dengan
Juri no 1, Juri no 2, Juri no 3, dan seterusnya. Walaupun juri-juri lainnya sangat geram dengan
pendapat 'nyeleneh' itu dan dianggap hanya akan membuang-buang waktu saja, namun
mengingat kesepakatan 11 suara dari 12 suara tidak dapat dikategorikan sebagai suara bulat,
maka dimulailah adu argumen di antara mereka untuk membulatkan 11 suara menjadi 12, atau
sebaliknya, 1 suara menjadi 12. Dalam suasana ruang yang pengap dan panas, adanya silang
pendapat, perang kata-kata, dan bertumbuknya berbagai ego, sangat potensial untuk meledakkan
emosi setiap juri, namun itu pula yang sekaligus menjadi nyawa yang menghidupkan 12 Angry
Men. Bangunan konflik yang kokoh dan hadir susul-menyusul. Di sini dialog-dialog cerdas
menjadi amunisi untuk menghajar emosi penonton. Yang ada di sini bukan sekedar debat kusir
asal bunyi, namun adu argumen dengan pemikiran masing-masing, fakta-fakta yang terlewat
dalam persidangan, serta teori-teori untuk mendukung atau menyanggah pendapat lawan. Satu
persatu karakter diberi waktu dan porsi masing-masing untuk unjuk gigi, sehingga dari kedua
belas karakter juri yang ada, tidak satu pun karakter yang mubazir atau terkesan diada-adakan.
Dari deretan cast yang bertanggung jawab untuk menghidupkan karakter masing-masing,
mungkin hanya nama Henri Fonda yang sempat mampir di kuping. Namun, semua sudah
mengerjakan tugasnya memainkan peran dengan sangat baik. Saya tidak habis pikir, bagaimana
dengan hanya berbekal dialog saja bisa menghasilkan 'pertempuran' yang seru seperti ini.

12 Angry Men memang mempersempit diri dengan tidak mencari siapa sesungguhnya
sang pembunuh, hanya berfokus pada apakah terdakwa bersalah atau tidak. Naskahnya,
walaupun sederhana, bisa dikatakan sangat kuat dan berbobot. Menyaksikan film ini seperti
disegarkan kembali tentang salah satu nilai yang terkandung dalam Pancasila tentang
musyawarah untuk mufakat. Nilai yang sepertinya telah terpinggirkan dalam kehidupan bangsa
ini dan digantikan dengan apa yang disebut voting, mengambil keputusan berdasarkan suara
terbanyak. Padahal yang terbanyak itu belum tentu benar, demikian halnya dengan yang
minoritas belum tentu salah. Suara minoritas tetap berhak untuk diperdengarkan dan
didengarkan, bukan malah diberangus atau langsung disingkirkan. Juri no 8 telah memberikan
gambaran tentang bagaimana sebuah komunikasi yang efektif-persuasif. Bahwa hanya dia yang
kontra dan menjadi minoritas, tidak jadi soal. Dengan analisis yang kritis, logis, dan rasional
dengan didukung fakta-fakta yang ada, Juri no

Juri no 8 berupaya mengikis sedikit demi sedikit kecacatan analisis dan berusaha
menyentuh emosional juri lainnya agar mereka bisa berfikir logis dan mengkesampingkan
perasaan pribadi mereka. Baginya, informasi yang sepotong-sepotong dan ditelan mentah-
mentah sangat berpotensi menjadi dasar untuk lahirnya sebuah keputusan yang salah. Sama
bahayanya bila prasangka negatif lebih menguasai akal sehat manusia. Apalagi bila prasangka itu
kemudian sampai berbuah menggelorakan syahwat untuk menghilangkan nyawa seseorang.

Atas dasar pemikiran kritis, berusaha mentelaah fakta-fakta yang ada, dan berusaha
menyampingkan perasaan peribadi, serta karena memiliki cara komunikasi yang efektif dan
komunukasi persuasi yang bagus juri no 8 berhasil mengarahkan juri lainnya untuk memustuskan
bahwa anak ini tidak bersalah.

KESIMPULAN

Dalam film ini saya simpulkan bahwa juri no 8 merupakan pemimpin yang baik. Sebab,
ia mampu mengkomunikasikan apa yang ada dalam pikirannya dengan baik kepada orang lain,
dan bisa membuat orang lain percaya dan yakin dengan apa yang ia bicarakan. Serta ia juga
mampu menyentuh emosional dan mengatahui titik lemah dari lawan bicaranya yang merupakan
cara agar pemikirannya dapat diterima Dimana sama-sama kita ketahui dalam kepemimpinan,
kemampuan berkomunikasi yang efektif serta persuasi yang baik merupakan kemampuan yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin agar tujuan dari organisasi tercapai sesuai dengan visi dan
misinya.

Anda mungkin juga menyukai