Anda di halaman 1dari 5

NDP Lama vs NDP Baru; Benarkah Tak Bisa

Dipertemukan?
10.18 by Fadlanous Irvanovsky Perdebatan dalam tubuh HmI terkait dengan penggunaan
dua versi NDP (NDP lama versi kongres malang tahun 1969 dan NDP beru versi kongres
Makassar tahun 2006) dalam pengkaderan hari ini semakin alot dan pelik. Jika tidak diselesaikan
secepatnya, maka permasalahan ini akan menjadi semakin besar bahkan bukan tak mungkin akan
menyebabkan perpecahan di tubuh HmI. Semua pihak yang masih peduli dan percaya pada
kekuatan HmI tentu saja tidak mau peristiwa terpecahnya HmI menjadi HmI Dipo dan HmI
MPO beberapa tahun silam terulang kembali.

Benarkah permasalahan adanya dualism versi NDP ini tak bisa diselesaikan? Mari kita
mencoba melihat ke belakang, terkait latar belakang penyusunan dua versi NDP ini. NDP yang
disusun oleh Nurkholish Madjid (mantan ketua umum PB HmI dua periode) berangkat dari
kegalauan beliau akan tidak adanya konsep seragam yang baku dan representative untuk
digunakan dalam semua pengkaderan HmI. Kegelisahan ini memuncak setelah Nurkholish
Madjid (Cak Nur) melakukan kunjungan ke Amerika dan Negara-negara islam di timur tengah
pada penghujung tahun 60-an. Dalam perjalanannya itu, Cak Nur melihat bahwa ajaran-ajaran
dan praktek-praktek keberagamaan islam di seluruh penjuru dunia ternyata sangat beragam satu
sama lain. Oleh karena itu, sepulangnya ke Indonesia Cak Nur merasa bahwa inti-inti ajaran
agama islam yang harusnya menjadi dasar bagi seluruh gerak langkah umat islam perlu disarikan
ke dalam sebuah format resmi agar bisa diajarkan secara sistematis dalam kegiatan-kegiatan
pengkaderan HmI. Karena hal inilah, cak Nur hampir menamai NDP ini dengan nama Nilai-nilai
dasar Islam, namun karena takut jika nantinya NDP ini di kemudian hari menjadi tafsir tungggal
atas ajaran islam, maka Cak Nur menyebutnya sebagai Nilai dasar perjuangan saja.

Puluhan tahun setelah Nilai dasar perjuangan ini dipakemkan, seiring dengan
perkembangan tantangan zaman, muncullah banyak keluhan dari hampir semua daerah di
Indonesia bahwa banyak hal-hal baru yang tak mampu lagi dijawab oleh NDP lama ini. Di
berbagai cabang, penafsiran kader dan metode penyampaian NDP sudah berbeda-beda, di Badko
Jabar dan sekitarnya msialnya, dikenal adanya metode revolusi Kesadaran, di Badko Sulselrabar
dikenal adanya dialog Kebenaran, dan berbagai metode penyampaian NDP lainnya. Di berbagai
daerah juga muncul keluhan bahwa NDP lama sudah susah dimengerti oleh kader HmI.

Memang, jika kita lihat, usia NDP lama yang telah 40 tahun digunakan dalam kegiatan
pengkaderan HmI merupakan usia yang telah cukup lama dan meniscayakan dibutuhkannya
perbaikan dan rekonstruksi. Beberapa kader bahkan berkelakar bahwa NDP ini kadang-kadang
diperlakukan seperti Al-Quran buruk: dibaca enggan karena tidak paham, tapi kalau dibuang
juga takut kualat. Cak Nur sendiri juga pernah mengakui bahwa ekspektasinya sewaktu
menyusun NDP pertama kali ialah bahwa NDP yang disusunnya itu bisa digunakan dalam waktu
dua puluh tahun, sementara sekarang usia NDP sudah empat puluh tahun.

Jadi, pada dasarnya perbaikan dan rekonstruksi NDP memang merupakan hal yang
rasional dan wajar dilakukan, apalagi bagi organisasi seperti HmI yang terkenal akan kultur
intelektual dan dinamisnya. Namun letak masalahnya adalah sikap kekanak-kanakan kitadalam
mempertahankan NDP yang kita gunakan masing-masing. Jika saya perhatikan, letak penolakan
orang-orang yang menggunakan NDP lama terhadap NDP baru disebabkan karena dua issu
besar. Pertama, karena faktor legalitas proses penyusunannya yang tidak konstitusional dan yang
kedua adalah karena isi materinya yang katanya lebih condong ke mazhab tertentu.

Factor legalitas ini banyak dipertanyakan karena keabsahan tim delapan yang merupakan
penyususn resmi NDP baru tidak pernah disahkan secara resmi oleh PB, apalagi kemudian
terungkap bahwa penyusunan NDP ini lebih banyak merupakan pemikiran tunggal Arianto
Ahmad (seorang kader HmI dar cabang Makassar). Bagi saya penolakan NDP karena proses
penyusunannya ini merupakan hal yang lucu. Harusnya, sebagai seorang kader HmI yang selalu
mengaku mengedepankan rasionalitas dan berpikiran terbuka, permasalahan tentang abash atau
tidaknya tim penyusun ini tak perlu dibesar-besarkan. Siapapun yang menyusun NDP ini selama
sesuai dengan rasionalitas dan Alquran/sunnah maka ia wajib diterima. Tak peduli mau ditulis
oleh tukang becak, sopirpete-pete, ataupun seorang professor selama ia sesuai dengan kebenaran
maka wajib hukumnya kita terima.
Penolakan terhadap NDP baru karena terlihat lebih condong ke mazhab pemikiran
tertentu dalam islam pun sebenarnya sangat aneh, karena sepanjang yang saya tahu NDP tak
pernah berbicara tentang mazhab. Perbedaan mazhab adalah perbedaan tafsiran manusia di
wilayah syariat, sedangkan NDP tak membahas tentang syariat. Kalaupun beberapa pemikiran
dalam NDP baru, serta penyusun-penyusunnya dikatakan lebih dekat dengan mazhab-mazhab
tertentu dalam islam, bukankah kita selama ini meyakini bahwa pendapat dari mazhab apapun,
selama tidak bertentangan dengan rasionalitas dan Alquran/Sunnah maka wajib kita terima? Cak
Nur sendiri, orang yang menyusun NDP lama, di masa hidupnya banyak ditolak pemikirannya
karena dituduh berpikiran sekuler dan kebarat-baratan. Toh tuduhan itu tidak menjadikan kita
menolak sosok Cak Nur dan pemikiran-pemikirannya.

Lalu benarkah NDP ini tak bisa dipertemukan. Jawabannya, iya, jika masih tetap
mempertahankan sikap arogansi intelektual kita, jika semua orang masih merasa terlalu hebat
dan pintar untuk menurunkan ego. Pada dasarnya, perbedaaan antara NDP lama serta NDP baru
terletak dalam sistematika penyusunan dan pendekatannya dalam menemukan kebenaran.
konten-konten materi teologis (yang terdiri dari bab I hingga bab IV) dalam NDP baru banyak
dipengaruhi oleh cara berpikir metafisika islam yang dikembangkan oleh pemikir-pemikir islam
kontemporer, beberapa di antara pemikir-pemikir tersebut seperti Muhammad Baqir Al Shadr
dan Mulla Shadra (yang banyak terlihat dalam bagian-bagian teologis NDP baru) serta Ali
syariati (yang banyak dijadikan referensi pemikiran dalam aspek sosiologis NDP baru). Karena
pentingnya pemahaman metafisika Islam dalam bagian teologis NDP baru, makanya dalam NDP
baru ditambahkan bab logika dan kerangka berpikir.

Dalam NDP baru, diajarkan bahwa keyakinan mestilah bersumber dari pengetahuan yang
rasional. Karena itu dalam bab-bab awal NDP baru diajarkan bagaimana menemukan kebenaran
rasional hingga sampai pada pembuktian kebenaran ajaran Islam. Sedangkan dalam NDP lama
sendiri, tidaklah banyak membahas tentang metode rasional dalam membuktikan kebenaran
ajaran Islam, tapi hanya menyarikan inti ajaran-ajarannya saja. Sedangkan pada wilayah
Antropo-sosiologis (bab V sampai bab VIII), NDP lama tidak banayk berbeda dengan NDP baru.
Menemukan titik temu dalam materi NDP ini sebenarnya bukanlah hal yang sulit jika semua
kader mulai dari tingkatan komisariat hingga tingkatan PB mau berniat baik menurunkan ego
demi perbaikan HmI ke depan. Perdebatan tentang NDP ini jika dibiarkan berlarut-larut justru
akan menimbulkan perpecahan di internalHmI dan tentu saja yang akan menjadi korban adalah
adik-adik di bawah. Bukankah tantangan hari ini semakin berat dan rumit, yang membutuhkan
waktu dan tenaga kita? jika kita masih saja terus berdebat di wilayah NDP ini, maka kita akan
dilindas oleh perubahan zaman.

Label: dialog ke-HmI-an 1 komentar


Link ke posting ini
1 Response

1. Anonim

15 Februari 2013 18.49

Salam... Saya yakin sebenarnya bisa dipertemukan atau di kolaborasikan, tentunya sesuai dengan
proporsinya masing2. NDP versi almarhum cak Nur, lebih banyak bebicara pada tataran normatif
dan berbicara secara normatif pula dengan menggunakan bahasa yang lebih banyak dihasilkan
dari kolaborasi dari terjemahan potongan2 ayat di al-Qur'an. Sehingga bagi sebagian kita yang
suka berfikir "nakal" hal tersebut terkesan doktriner seolah langsung menggunakan teks al-
Qur'an untuk menjustifikasi suatu gagasan NDP itu sendiri.

Di samping itu, bagi kita yang ingin lebih mendalami landasan teoritik di balik teks NDP versi
tsb, kita harus rajin2 membaca berbagai teori di dalam khazanah filsafat di mana di dalam
khazanah filosofis sendiri terjadi banyak sekali faski yang sebagian telah berubah menjadi suatu
mainstreem besar yang tidak dapat lagi di damainkan karna masing2 berangkat dari akar
epistemologi yang berbeda serta berlawanan.

Dengan adanya berbagai faksi di dalam khazanah filsafat tersebut, tentu saja tidak semuanya
dapat di jadikan sebagai landasan bagi gagasan2 dalam NDP. Namun sayang sebagian kader
HMI kurang memahami hal ini sehingga banyak di antaranya yg secara serampangan
memaksakan suatu pemikiran filosofis tertentu yg sesungguhnya sangat bertentangan dg NDP tp
d pakai utk menjastifikasi NDP. Akibatnya banyak sekali kader HMI yg mengalami sesat pikir.
Namun bagi kita yang hanya ingin mengenal nilai-nilai yg terdapat dalam NDP secara lebih
mudah tanpa harus di susahkan dengan berbagai pemikiran tetek-bengeknya filsafat yg
"njelimet" dan bikin mumet, maka tentu saja NDP versi almarhum tersebut adalah solusinya.
Dan tentu saja banyak teman2 kader kita yg termasuk golongan yg terakhir ini.
Akan tetapi jika kita ingin mendalami NDP sampai pada tingkat perdebatan teoritiknya, maka
NDP versi kongres Makassar solusinya, dan di jamin setelah memahami NDP versi yg terakhir
ini kita akan mampu memahami secara rasional berbagai doktrin aqidah yang terdapat dalam
Islam, di samping itu berbagai teori sosial-politik yg lazim d konsumsi teman2 "kiri" di NDP
versi ini di kupas secara tuntas serta berbagai titik lemahnya.

yang jelas Dengan memahami NDP versi ini kita akan terkenal sebagai filsuf muda yg tidak akan
segan2 untuk melontarkan wacana2 yang sexy serta menggelitik banyak lawan diskusi kita.

Anda mungkin juga menyukai