Anda di halaman 1dari 10

Accelerat ing t he world's research.

KAJIAN ASPEK PERILAKU PADA


KEPUTUSAN ETIS AKUNTAN
PROFESIONAL DEASY ARIYANTI
RAHAYUNINGSIH
Muhammad Rido Wijaya

Want more papers like


this?

Download a PDF Pack of


related papers

Search Academia's catalog of


22 million free papers

Downloaded from Academia.edu 
KAJIAN ASPEK PERILAKU PADA KEPUTUSAN ETIS AKUNTAN
PROFESIONAL
DEASY ARIYANTI RAHAYUNINGSIH

STIE Trisakti
deasy@stietrisakti.a.id

Abstract: The objective of this study is to explain the behavioral aspects in ethical decision making. This paper
describes how professional accountant’s perspective in making ethical decision. Previous analysis show that
many supporting variables related with ethical decision making, such as ethical orientation, professional
commitment, moral reasoning, moral judgment, social influence pressure and personal factors. Overall, moral
reasoning and moral judgment play important role in ethical decision making.

Keywords: Ethical decision, ethical orientation, professional commitment, moral reasoning, moral judgment,
social influence pressure and personal factors

PENDAHULUAN akhlah dan perilaku yang berbudaya serta


ditunjang dengan nilai-nilai spiritual dan
Intensitas pemerintah dan segenap keagamaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa
unsur yang terlibat didalamnya maupun setiap pencapaian hasil (output) yang terjadi
masyarakat dalam pemberantasan korupsi dalam suatu organisasi diperoleh melalui
merupakan paradigma baru yang perlu proses kematangan fikiran, analisa, logika
dicermati. Hal ini dikarenakan masyarakat serta konsep yang baik dan bermutu sehingga
sangat menaruh perhatian besar terhadap diharapkan menghasilkan output yang
pemerintahan yang bersih dan berwibawa. berkualitas.
Pemerintahan Negara Republik Indonesia Pada kajian kali ini, peneliti
merupakan lingkup organisasi besar yang menekankan pada ruang lingkup akuntansi
didalamnya meliputi bidang—bidang lain yang merupakan unit atau bagian dalam
dengan skope lebih kecil yang juga organisasi serta pihak-pihak pelaku yang
membutuhkan pembenahan lebih lanjut terlibat didalamnya yaitu akuntan (akuntan
sehingga nantinya menunjang atau manajemen, auditor internal dan eksternal dan
memperkokoh bidang lainnya dalam lain-lain). Sedangkan output yang dimaksud
menciptakan organisasi yang bersih, adalah keputusan etis yaitu proses
berwibawa dan bebas dari korupsi. pengambilan keputusan yang ditunjang oleh
Suatu organisasi akan berhasil apabila aspek perilaku berupa orientasi etika, komitmen
memiliki sumber daya manusia yang kompeten profesional, moral reasoning, moral judgement,
dibidangnya dan ditunjang dengan moral, social influence pressure dan faktor personal

73
2013 Deasy Ariyanti Rahayuningsih

lainnya sangat terkait dengan proses dan memberikan opini atas kewajaran laporan
pengambilan keputusan. keuangan tersebut. Dalam tugas tersebut,
Aspek perilaku (personality trait) akuntan dihadapi oleh berbagai macam
tumbuh dan berkembang pada diri individu dilemma khususnya deadline waktu. Pada
tersebut seiring dengan pergerakan individu kondisi tersebut, auditor memerlukan
tersebut dalam berbagai ruang lingkup, konsentrasi yang tinggi dalam menjalankan
khususnya akuntansi. Di lain pihak, peneliti tugas keseharian dan ketelitian, sehingga
juga menjumpai kenyataan bahwa faktor disaat itulah dibutuhkan faktor personal,
perilaku manusia juga memegang peranan lingkungan dan guidance tertentu sehingga
penting dalam mekanisme sistem akuntansi. tercipta kenyamanan kondisi psikologis auditor
Seperti halnya pada perilaku akuntan yang dalam mengambil keputusan sesuai prosedur
mempengaruhi keputusan yang terkait dengan dan etika tertentu. Etika yang dimaksud disini
sistem pendesainan, operasi dan pelaporan adalah nilai-nilai kejujuran, keadilan, kewajiban,
akuntansi tersebut (Parker et al. 1989). moralitas, mematuhi janji dan integritas
Sehingga dapat dijelaskan bahwasanya ruang (Nuryatno dan Dewi 2001).
lingkup pekerjaan dalam hal ini bidang Tekanan sosial mampu mendorong
akuntansi akan mempengaruhi sifat dan seorang auditor melakukan tindakan etis atau
karakter individu yang terkait didalamnya dan tidak meskipun para pelaku profesi memiliki
ini tentunya akan mempengaruhi perilaku dan tanggungjawab dan etika terhadap profesinya
tindakan individu dalam kesehariannya. masing-masing. Hal ini dikarenakan praktik-
Pemahaman terhadap aspek perilaku praktik dalam dunia bisnis sudah banyak
manusia akan menjembatani etis atau tidaknya menyimpang dari aktivitas moral bahkan
tindakan akuntan dalam proses pengambilan dikatakan bahwa dunia bisnis saat ini
keputusan. Dalam kajian ini, peneliti mampu merupakan dunia amoral (Nuryatno dan Dewi
mengeksplorasi dan mengungkapkan aspek- 2001). Dalam hal ini tekanan sosial tersebut
aspek psikologis yang patut dimiliki oleh mampu mempengaruhi auditor untuk
akuntan professional sehingga mampu menandatangani laporan keuangan yang
menghasilkan keputusan yang etis. Akuntan mengalami salah saji yang material (Lord dan
professional dalam pembahasan ini meliputi DeZoort 2001). Hal semacam ini akan
akuntan manajemen, auditor eksternal maupun menimbulkan dilema etika yang menyangkut
internal auditor. Kajian ini mampu integritas, independensi dan imbalansi
mengeneralisasikan semua profesi yang terkait ekonomis disisi lainnya. Dilema etika ini akan
dengan bidang akuntansi. mempengaruhi keputusan pengambilan auditor
Profesi akuntan merupakan suatu menjadi etis atau tidak (Abdurrahman dan
profesi yang unik, dimana profesi ini memiliki Yuliani 2011).
peran dan tanggungjawab yang vital, beberapa Ford dan Richardson (1994), Louwers
diantaranya adalah berperan dalam proses et al. (1997), Loe et al. (2000), Paolilo dan Vitell
penyusunan laporan keuangan perusahaan (2002) pada Abdurrahman dan Yuliani (2011
sehingga mampu menarik investor untuk mengungkapkan bahwasanya ada beberapa
menanamkan modalnya di perusahaan tersebut faktor penting terkait pengambilan keputusan

74
Media Bisnis Maret

etis yaitu faktor-faktor yang berhubungan individual yang menimbulkan konsekuensi


secara unik dengan individu pembuat terhadap moral dan nilai-nilai individu. Perilaku
keputusan dan faktor-faktor yang merupakan tidak etis dapat menimbulkan penyogokan,
hasil dari proses sosialisasi dan suap, kompetisi yang tidak efektif, diskriminasi
pengembangan masing-masing individu. tidak adil, pencurian dan penggelapan dan
Terkait hal tersebut, peneliti tertarik deceptive information.
membahas Kajian Aspek Perilaku pada Auditor internal sering menghadapi
Keputusan Etis Akuntan Professional. konflik audit yang mengarah pada situasi yang
Berdasarkan literatur-literatur terdahulu, kajian dilematis dalam tugasnya. Seperti halnya lain
aspek perilaku banyak mengungkap aspek kepatuhan terhadap pimpinan tempat ia bekerja
orientasi etika, komitmen profesional, moral dan auditor internal juga menghadapi tuntutan
reasoning, moral judgement, social influence publik agar mampu memberikan laporan yang
pressure dan faktor personal lainnya sangat akuntabel, jujur dan sesuai dengan etika
terkait dengan proses pengambilan keputusan profesi. Di saat itulah timbul konflik audit yang
akuntan professional. Kajian ini diharapkan berkembang menjadi dilema etis, yang mana
dapat memberikan panduan bagi akuntan auditor diharuskan membuat keputusan yang
professional dalam proses pengambilan bertentangan dengan independensi dan
keputusan sehingga menghasilkan keputusan integritasnya dengan imbalan ekonomis yang
etis yaitu keputusan yang secara legal maupun mungkin terjadi diimbangi dengan tekanan
moral dapat diterima oleh masyarakat luas. disisi lainnya. Konflik audit yang menjadi
Dengan mengetahui aspek-aspek tersebut dilemma etis adalah ketika auditor internal
diharapkan membantu akuntan dalam dihadapkan pada pilihan-pilihan etis dan tidak
menghadapi dilema etika yang terjadi. etis yang tentunya akan mempengaruhi
pengambilan keputusan yang dilakukan oleh
Dilema Etika dan Keputusan Etis auditor (Windsor dan Askhanasy 1995).
Menurut Kamus Inggris Indonesia, Arens dan Lobecke (2002)
Echols dan Shadily (1992) menyatakan moral mendefinisikan dilema etika sebagai suatu
adalah moral, akhlak, susila adalah dasar-dasar situasi yang dihadapi oleh seseorang dimana
kebaikan. Sedangkan etika diartikan pantas, keputusan mengenai perilaku yang layak harus
layak, beradab, susila. Jadi moral dan etika itu dibuat, karena auditor secara social juga
berbeda. Karena moral dilandasi oleh etika, jadi bertanggungjawab kepada masyarakat dan
orang yang memiliki moral pasti dilandasi oleh profesinya daripada mengutamakan
etika. Suatu organisasi yang memiliki etika kepentingan pribadi atau kepentingan ekonomis
bisnis pastinya memiliki karyawan-karyawan semata. Sedangkan keputusan etis adalah
yang bermoral baik. keputusan yang baik secara legal maupun
Etika dapat diartikan sebagai aturan- moral yang dapat diterima oleh masyarakat
aturan yang tidak dapat dilanggar dari perilaku luas (Trevino 1986 dan Jones 1991).
yang diterima oleh masyarakat sebagai yang
baik atau buruk seperti halnya keputusan

75
2013 Deasy Ariyanti Rahayuningsih

Situasi Pengambilan
Konflik Komitmen Profesional
Dilema Keputusan Etis
Audit
Etika

Gambar 1 Model Konseptual

Untuk menghindari dilemma etika ini Keputusan etis adalah keputusan baik
ada beberapa pendekatan yang digunakan secara legal maupun moral diterima oleh
sebagai pegangan untuk memecahkan masyarakat luas. Sebaliknya keputusan tidak
dilemma yang meliputi (1) dapatkan fakta-fakta etis adalah keputusan yang baik secara legal
yang relevan (2) Identifikasikan isu-isu etika maupun moral tidak diterima oleh masyarakat
dari fakta-falta yang ada (3) Tentukan siapa- luas.Pada dasarnya pembuatan keputusan
siapa dan bagaimana orang atau kelompok etika merupakan hal yang kondisional yaitu
yang dipengaruhi oleh dilemma (4) tergantung atau sesuai dengan karakteristik-
Identifikasikan alternatif yang tersedia bagi karakteristik masalah moral.
orang yang memecahkan dilema (5)
Identifikasikan konsekuensi yang mungkin Orientasi Etika
timbul dari setiap alternative (6) Putuskan Menurut Forsyth (1980) pada Ulum
tindakan yang tepat (Arens dan Loebecke (2005), nilai-nilai etika (orientasi etika) individu
2000). Pada pendekatan terakhir ini, yang digerakkan oleh dua karakteristik, yaitu
idealisme dan relativisme. Idealisme adalah
merupakan pengambilan keputusan adalah
suatu orientasi etika yang mengacu pada
tahapan proses memilih suatu alternatif cara sejauhmana seseorang concern pada
bertindak dengan metode yang efisien sesuai kesejahteraan orang lain dan berusaha keras
dengan situasi. Berdasarkan definisi tersebut, untuk tidak merugikan orang lain. Sedangkan
dapat dinyatakan bahwa sebelum keputusan relativisme adalah suatu orientasi etika yang
tersebut ditetapkan diperlukan pertimbangan mengacu pada penolakan terhadap prinsip
yang menyeluruh tentang kemungkinan moral yang bersifat universal atau absolut.
Orientasi etika menunjukkan pandangan yang
konsekuensi yang bisa timbul sebab mungkin
diadopsi oleh masing-masing individu ketika
saja keputusan yang diambil hanya menghadapi situasi masalah yang
memuaskan satu atau beberapa kelompok membutuhkan pemecahan dan penyelesaian
saja. etika atau dilemma etika.

76
Media Bisnis Maret

Tabel 1 Taxonomy of Ethical Ideologies

Idealisme Relativisme
Tinggi Rendah
Tinggi Situasionis:mendukung analisis individual Absolutis: menganggap bahwa hasil
terhadap tindakan dalam setiap situasi terbaik bias selalu dicapai dengan
mengikuti aturan moral universal
Rendah Subyektivitas:penilaian berdasarkan nilai-nilai Eksepsionis: aturan moral universal
dan perspektif pribadi memandu pertimbangan tetapi secara
pragmatis terbuka pengecualian

Komitmen Profesional Moral Reasoning dan Moral Judgement


Komitmen professional mengacu pada Penelitian tentang Etika telah
kekuatan identifikasi individual dengan profesi. berkembang dan memfokuskan pada moral
Mowday dan McDade (1979) pada reasoning dalam profesi akuntan. Ponemon
Abdurahman dkk mengatakan bahwa individu (1990) dan Sweeney (1995) pada Hartanto dan
dengan komitmen professional yang tinggi Kusuma (2001) berhasil menunjukkan bahwa
memiliki kepercayaan dan penerimaan yang tingkat perkembangan moral auditor akan
tinggi dalam tujuan profesi dan berkeinginan berubah seiring dengan perubahan posisi atau
kuat untuk mempertahankan keanggotaannya kedudukannya dalam kantor akuntan public.
dalam profesi. Semakin tinggi posisi dalam kantor akuntan
Komitmen profesi yang tinggi publik, auditor cenderung memiliki tingkat
mendorong auditor ke perilaku yang sesuai pertimbangan moral yang sangat rendah.
dengan kepentingan publik dan menjauh dari Haidt (2001) pada Paxton dan Green
perilaku yang membahayakan profesi (Aranya (2010) mendefinisikan moral reasoning sebagai
dan Feris 1984). Komitmen profesi yang tinggi aktivitas kesadaran mental yang berisikan
akan mengarahkan perilaku selaras dengan transformasi informasi masyarakat untuk
kepentingan public dan tidak merusak mencapai moral judgement. Haidt (2001)
profesionalisme, begitupula sebaliknya, membahas kerangka kerja dalam memahami
komitmen professional rendah akan moral psychology, SIM (the social intuitionist
menimbulkan perilaku disfungsional model) yang meliputi: intuition, judgement dan
(mengutamakan kepentingan klien). reasoning. Pada gambar berikut ini, Haidt’s
Menghasilkan keputusan etis dan Social Intuitionist Model (SIM) meliputi 6
bertanggungjawab adalah satu indikasi hubungan yang mengambarkan causal
profesionalitasnya seseorang dalam bekerja. connection antara moral intuitions, moral
judgement dan tahapan-tahapan dalam moral
reasoning, yaitu (1) intuitive judgment, (2) post
hoc reasoning (3) reasoned persuasion (4)
social persuasion (5) reasoned judgment (6)
private reflection

77
2013 Deasy Ariyanti Rahayuningsih

Eliciting 5
Situation

A’s A’s A’s


Intuition Judgement Reasoning
1 2

4 5

B’s B’s B’s


Reasoning Judgement Intuition

Gambar 2 Haidt’s So ial I stitutio Model SIM

Paxton dan Green (2010) Grene mengusulkan 2 model moral thinking


mendefinisikan moral reasoning sebagai suatu yang tidak bersosialisasi dan pada beberapa
tindakan kesadaran mental melalui evaluasi kasus berkompetisi yaitu ubiquitous (ada
moral judgement selaras dengan komitmen dimana-mana) dan qualitatively. Berdasarkan
moral, yang mana komitmen-komitmen tersebut model Greene tersebut (dual process model),
merupakan prinsip-prinsip dari moral judgment. moral judgment digerakkan oleh intuitive
Greene dan koleganya telah mengembangkan emotional responses dan controlled cognitive
dual process model alternatif dari moral responses.
judgment yang konsisten sama dengan SIM.

Reasoned Social Influence Moral Reasoning Rule based


Cognitive Control

Eliciting Conflict Judgement Social Persuasion


Situation Monitor

Intuitive
Appraisal

Intuitive Social Intuitive


Influence Emotional
Response

Ga ar 3 Gree e’Model Dual Pro ess Model

78
Media Bisnis Maret

Model Greene berbeda dengan Model konflik etikal karena kolega harus mengevaluasi
Haidt’s dalam dua hal yaitu (1) Model Greene konsekuensi jangka pendek dan jangka
menekankan pada peranan rule based, panjang yang potensial atas tindakan mereka.
controlled cognitive process khususnya Baik yang berasal dari perspektif suatu
kesadaran dalam menyertakan utilitarian moral organisasi maupun professional dan berusaha
principle, (2) memperbolehkan bahwasanya untuk merekonsiliasikan tradeoffs yang
social influence terjadi ketika masyarakat dipersepsikan (Rahayu dan Faisal 2005).
melibatkan kapasitas seseorang untuk moral Selain itu penelitian terdahulu menunjukkan
reasoning, yaitu kesadaran evaluasi atas moral bahwa auditor pemula yang menerima perintah
judgement/ perilaku yang konsisten atas moral untuk melakukan perilaku yang menyimpang
principle dan komitmen moral yang lain. dari manajer audit maupun partner audit
Penetapan moral reasoning sebagai memiliki kemungkinan lebih besar untuk
proksi pengukuran untuk pengembangan moral melakukan pelanggaran norma atau standar
dikaitkan dengan kesadaran moral, sensitivitas professional, bila dibandingkan auditor pemula
moral, motivasi moral, karakter moral dan moral yang mengambil judgment tanpa adanya
intent (Butterfield et al. 2000, Rest 1994, tekanan dari atasan (De zoort dan Lord 1994
Thomas 1997 pada Turner et al. 2002). Moral pada Hartono dan Kusuma 2001).
reasoning itu sendiri merupakan pendekatan Fenomena Baramuli dan Bank Bali
utama untuk pendidikan nilai-nilai. adalah sebagai contoh keberadaan tekanan
dari kalangan atas yang mempunyai kekuasaan
Social Influence Pressure lebih besar. Peristiwa itu diduga berpengaruh
Ada 2 tekanan sosial yang dapat pada pertimbangan dan keputusan yang
mempengaruhi kinerja auditor yaitu tekanan diambil auditor (Hartanto dan Kusuma
ketaatan dan tekanan kesesuaian. Tekanan 2001).Dugaan ini akan diperkuat dengan
kesesuaian adalah sebagai suatu bentuk temuan DeZoot dan Lord (1994) pada Hartanto
tekanan pengaruh social yang memiliki potensi dan Kusuma (2001) yang melihat akibat dari
negative terhadap kinerja auditor. Tekanan pengaruh tekanan atasan pada konsekuensi
social mempengaruhi keputusan auditor untuk tuntutan hukum, hilangnya profesionalisme dan
menyetujui atau tidak adanya salah saji hilangnya kepercayaan publik dan kredibilitas
material pada laporan keuangan. Hal ini perlu sosial. Eksperimen tersebut
dicermati, karena penyimpangan ini akan mempertimbangkan tekanan atasan untuk
mengarah pada integritas auditor melakukan perilaku yang menyimpang karena
(profesionalisme) dan bangkrutnya perusahaan adanya kemungkinan perubahan dalam
(Rahayu dan Faisal 2005). perspektif etis sejalan dengan perubahan
Rentannya auditor terhadap tekanan ranking peran dalam organisasi. Ada
yang ada dapat mempengaruhi pertimbangan kecenderungan perubahan focus dari yang
professional atas dilema etika, misalnya sempit (praktis dan kualitas audit) menjadi lebih
tekanan pengaruh social yang tidak tepat dalam luas dan menekankan pada profitabilitas
kantor akuntan publik akan menimbulkan organisasi, hal semacam ini akan berpengaruh
situasi konflik etik. Auditor berada pada situasi pada kemampuan auditor dalam menjaga

79
2013 Deasy Ariyanti Rahayuningsih

reputasi organisasi dalam hal independensi dan pedoman yang mengikat seperti kode etik
obyektivitas (AICPA 1993 pada Hartanto dan akuntan Indonesia. Sehingga dalam
Kusuma 2001). melaksanakan aktivitasnya, akuntan memiliki
arah yang jelas dan dapat memberikan
Faktor Personal dalam Keputusan Etis keputusan yang tepat dan dapat
Beberapa penelitian terdahulu dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
menunjukkan bahwasanya faktor-faktor yang
dan pihak-pihak lain yang menggunakan
secara unik berhubungan dengan individu
pembuat keputusan dan faktor-faktor yang keputusan auditor.
merupakan hasil dari proses sosialisasi dan Akuntan mampu menghasilkan
pengembangan masing-masing individu keputusan yang etis, dibutuhkan beberapa
merupakan faktor penting dalam pengambilan variabel terkait yang dapat mempengaruhi
keputusan etis. Trevino (1986) menyusun pemikiran dan idealism akuntan dalam
sebuah model pengambilan keputusan etis bertindak beberapa diantaranya adalah moral
dengan membuat suatu interaksi antara faktor
reasoning, moral judgement yang menggirin
individu dengan faktor situasional. Pengambilan
keputusan etis seseorang akan sangat pemikiran auditor dalam bertindak etis, karena
bergantung pada faktor-faktor individu berupa mampu membedakan mana yang etis dan tidak
egois, ketergantungan dan locus of control dan etis, selanjutnya komitmen professional yang
faktor situasional seperti budaya organisasi, mengarahkan auditor agar memiliki
karakteristik pekerjaan dan ruang lingkup kemampuan yang cukup, kompeten, memadai
pekerjaan. dan independen, orientasi etika yang lebih
mengutamakan faktor etis dan kejujuran fair
PENUTUP
serta adil, adanya tekanan social dari pihak luar
(dari lingkungan kerja, supervisor dan klien)
Akuntan professional dalam
dan juga faktor-faktor pribadi lainnya.
menjalankan tugasnya memiliki pedoman-

REFERENSI:

Abdurrahman dan NL Yuliani, 2011. Determinasi Pengambilan Keputusan Etis Auditor Internal (Studi
Empiris pada BUMN dan BUMD di Magelang dan Temanggung). Widya Warta, No. 02
Tahun XXXV/July.
Bucciarelli, M., Sanget Khemlani dan PN Johnson Laird. 2008. The Psychology of Moral Reasoning.
Judgement and Decision Making, Vol 3, No 2, February,hlm. 121-139.
Chan, Samuel YS dan P Leung. 2006. The Effects of Accounting Students’ Ethical Reasonong and
Personal Factors on Their Ethical Sensitivity. Managerial Auditing Journal, Vol 21, No 4.
Hartanto, HY dan Indra W Kusuma. 2001. Analisis Pengaruh Tekanan Ketaatan Terhadap Judgement
Auditor. Jurnal Akuntansi dan Manajemen, Vol 12, no 3 Desember.
Lord, Alan T dan F Todd DeZoort. 2001. The Impact of Commitment and Moral Reasoning on Auditors
Responses to Social Influence Pressure. Accounting, Organizations and Society 26 hlm.
215-235.

80
Media Bisnis Maret

Nuryatno, M dan S Dewi. 2001. Tinjauan Etika atas Pengambilan Keputusan Auditor Berdasarkan
Pendekatan Moral. Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol.1, No, 3 Desember.
Parker, LD., Kenneth R Ferris dan David T Otley. 1989. Accounting for The Human Factor. Australia:
Prentice Hall of Australia.
Paxton, Joseph M dan Joshua D Greene. 2010. Moral Reasoning: Hints and Allegations. Topics in
Cognitive Science, hlm. 1-17.
Rahayu, DS dan Faisal. 2005.Pengaruh Komitmen Terhadap Respon Auditor Atas Tekanan Sosial;
Sebuah Eksperimen. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Vol. 9 No 1, Juni.
Turner, Nick. Julian Barling. Olga Epitopaki, Vicky Butcher dan Caroline Milner.2002. Transformational
Leadership and Moral Reasoning. Journal of Applied Psychology, Vol 87, No 2.
Ulum, Akhmad Samsul. 2005. Pengaruh Orientasi Etika Terhadap Hubungan Antara Time Pressure
Dengan Perilaku Premature Sign Off Prosedur Audit. Jurnal Maksi, Vol. 2, No. 2, Agustus.

81

Anda mungkin juga menyukai