Anda di halaman 1dari 11

4.

2 Pembahasan

4.2.1 Pengenalan Alat dan Pengambilan Sampel Alga dan Avertebrata Air
Berdasarkan hasil praktikum kultur alga dan avertebrata air ini, alat dan
bahan untuk pengambilan sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Plankton net, digunakan ntuk mengambil sampel alga dan avertebrata air
dimana ukuran plankton net disesuaikan dengan jenis organisme yang
akan di kultur.
2. Ember plastik, digunakan untuk mengambil air permukaan yang akan
disaring dengan menggunakan plankton net. Jika pengambilan sampel
plankton dilakukan dengan metoda Towing maka tidak memerlukan
ember plastik.
3. Gelas penyaring, digunakan untuk memisahkan jenis organisme yang
akan dikultur, biasanya untuk monokultur, jika untuk polikultur tidak
perlu menggunakan gelas penyaring.
4. Botol koleksi, digunakan untuk menampung sampel plankton (alga &
avertebrata air) yang akan dikultur dengan sistem polikultur.
5. Kertas label/Isolasi, digunakan untuk memberi informasi tentang sampel
yang berisikan tentang kode sampel, jam & tanggal serta lokasi
pengambilan sampel.
6. Spidol permanen Digunakan untuk menulis keterangan tentang sampel.
7. Objek glass & cover glass, digunakan untuk membuat preparat
pengamatan jenis alga dan avertebrata air yang akan dikultur. Objek glass
bisa diganti dengan chamber.
8. Mikroskop, digunakan untuk memeriksa/mengidentifikasi jenis alga dan
avertebrata air yang akan dikultu
9. Buku identifikasi, digunakan untuk memandu dalam mengidentifikasi
jenis alga dan avertebrata air yang akan dikultur, botol koleksi, kertas
label/isolasi, spidol permanen, objek glass & cover glass, mikroskop dan
buku identifikasi.
Sampel yang akan dikoleksi adalah alga atau fitoplankton dan infusoria
yang merupakan kelompok terbesar dari filum protozoa kelas ciliata dan flagellata
(mastigophora). Infusoria merupakan avertebrata air dari filum protozoa yang
bergerak dengan menggunakan silia (rambut getar) dan flagel (bulu cambuk).
Cara kerja dalam pengambilan sampel Alga dan Avertebrata Air adalah
sebagai berikut:
1. Siapkan plankton net (meshsize disesuaikan dengan dengan jenis alga
dan avertebrata air yang akan diambil dan dikumpulkan/di kultur).
2. Ambil air permukaan kolam dengan menggunakan ember dan masukkan
air tersebut ke dalam plankton net. Tunggu sampai air yang disaring
tertampung dalam botol penampung sampel.
3. Pindahkan air sampel dari botol penampung ke dalam botol koleksi dan
beri keterangan sampel (kode sampel, tanggal dan lokasi pengambilan
sampel).

Cara pengambilan sampel infusoria sama dengan pengambilan sampel alga


atau fitoplankton, namun jika menggunakan plankton net untuk metoda Towing
maka tidak memerlukan ember plastik. Cara kerjanya adalah sebagai berikut:

1. Siapkan plankton net khusus untuk sampling towing (meshsize


disesuaikan dengan dengan jenis alga dan avertebrata air yang akan di
kultur).
2. Turunkan plankton net ke dalam air sampai kedalaman yang kita
inginkan dan tarik plankton net ke atas permukaan air. Angkat plankton
net dan tunggu sampai semua air tertampung di botol penampung.
3. Pindahkan air sampel dari botol penampung ke dalam botol koleksi dan
beri keterangan sampel (kode sampel, tanggal dan lokasi pengambilan
sampel).

Kemudian sampel alga dan infusoria dibawa ke laboratorium. Cara


pengamatan sampel alga dan infusoria adalah sebagai berikut:

1. Sampel air diperiksa di bawah mikroskop dengan menggunakan kaca


preparat atau dengan chamber untuk mengetahui jenis alga dan
avertebrata air yang akan dikultur
2. Amati jenis alga dan avertebrata air dengan melihat ciri-ciri organisme
tersebut dan membandingkannya dengan buku identifikasi alga dan
avertebrata air
3. Catat semua jenis alga dan avertebrata air yang teridentifikasi dan hitung
kelimpahannya

4.2.2 Pembuatan Media Kultur Alga dan Avertebrata Air


Dalam budidaya mikroalga media kultur digunakan sebagai tempat untuk
tumbuh dan berkembang biak. Menurut Suriawira (BBL Lampung, 2002),
susunan bahan baik bahan alami maupun bahan buatan yang digunakan untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan dinamakan media. Media yang digunakan
dalam budidaya mikroalga berbentuk cair yang didalamnya terkandung beberapa
senyawa kimia yang merupakan sumber nutrient untuk keperluan hidupnya.
Selanjutnya menurut Chen dan Shetty (1991), pertumbuhan dan perkembangan
mikroalga memerlukan berbagai nutrien yang diabsorbsi dari luar (media).
Pada praktikum yang dilaksanakan, sebelum membuat media kultur
terlebih dahulu membersihkan tangan dengan larutan alkohol agar alat dan bahan
tidak terkontaminasi. Alat dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan media
kultur adalah sebagai berikut:
1. Gelas ukur, digunakan untuk mengukur volume air.
2. Mikro pipet, digunakan untuk mengukur volume nutrien.
3. Squid
4. Botol media, ada yang terbuat dari plastik dan erlenmeyer yang
digunakan untuk mencampur air dengan nutrien agar dapat tercampur
dengan merata. Penggunaan erlenmeyer jauh lebih bagus karena ketika
akan mensterilisasi dengan menngunakan autoclave tidak akan membuat
erlenmeyer mengerut dibandingkan menggunakan botol plastik pada saat
di sterilisasi akan mengerut.
5. Nutrien, digunakan sebagai nutrisi untuk mempercepat proses kultur

Semua makhluk hidup memerlukan bahan makanan untuk keperluan


hidupnya. Bahan makanan ini diperlukan untuk sintesis bahan sel dan untuk
mendapatkan energi. Demikian pula dengan mikroorganisme, untuk
kehidupannya membutuhkan bahan-bahan organik dan anorganik dari
lingkungannya. Bahan-bahan tersebut disebut dengan nutrient (zat gizi),
sedangkan proses penyerapannya disebut proses nutrisi. Peran utama nutrient
untuk mikroorganisme adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun sel dan
sebagai aseptor elektron dalam reaksi bioenergik (reaksi yang menghasilkan
energi). Oleh karenanya, bahan makanan yang diperlukan terdiri dari air, sumber
energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron, sumber mineral, faktor
pertumbuhan dan nitrogen.

Alat-alat yang akan disterilisasi dicuci dan dikeringkan, alat yang


mempunyai mulut ditutup dengan kapas seperti erlenmeyer, dan gelas ukur.
Setelah ditutup dengan kapas, dibungkus lagi dengan kertas. Tujuan dari
pembungkusan yaitu agar alat-alat tidak terkontaminasi dengan bakteri luar dan
alat tidak pecah karena pada umumnya alat terbuat dari kaca. Berdasarkan hasil
praktikum media yang dibuat adalah media cair yaitu media yang tidak
mengandung agar. Media cair akan memberi kesempatan kepada mikroalga untuk
menyebar dan tercampur dengan seluruh nutrient, sehingga lebih cocok untuk
mengoptimalkan pertumbuhan mikroalga.
Cara kerja pembuatan media kultur adalah sebagai berikut:
1. Siapkan alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan media kultur.
Media kultur yang dibuat harus mempunyai perbandingan 9:1, dimana air
450 ml dan nutrien 50 ml.
2. Ukur air sebanyak 450 ml dengan menggunakan gelas ukur dan ambil
nutrien sebanyak 50 ml dengan menggunakan mikro pipet namu lebih
cepat menggunakan squid. Kemudian campur air dan nutrien ke dalam
botol dan kocok hingga tercampur merata untuk menghasilkan media
kultur 10 times. Untuk pembuatan media dilakukan 4 kali pengenceran
dimana 10 times,100 times,1000 times dan 10.000 times.
3. Untuk medapatkan media kultur 100 times nutrien yang digunakan
diambil dari 10 times, sedangkan untuk 1000 times nutrien digunakan
dari 100 times, dan untuk 10.000 times nutrien yang diambil dari 1000
times. Untuk perbandingan air dan nutrien sama 9:1 sama seperti
pembuatan media untuk 10 times. Tetapi media yang sering digunakan
dan baik untuk pengkulturan mikroalga biasanya menggunakan 10.000
times.

Setelah mempunyai media kultur dengan empat macam pengenceran yaitu


10 times, 100 times, 1000 times dan 10.000 times. Botol media dapat ditutup
dengan menggunakan alumunium foil dan dilanjutkan dengan proses sterilisasi.
Namun, karena proses sterilisasi suhunya berada di atas 100oC penggunaan botol
plastik dapat mengerut maka dapat menggunakan botol yang tahan suhu panas
ketika sterilisasi atau dapat menggunakan erlenmeyer dan perlu untuk membuat
tutupnya karena tidak ada tutupnya yaitu dengan menggunakan kapas dan dilapisi
dengan alumunium foil. Cara pembuatan tutup erlenmeyer adalah sebagai berikut:

1. Ambil kapas, susun dan gulung rapi sesuaikan dengan ketebalan mulut
erlenmeyer yang akan ditutup.
2. Jika sudah sesuai lapisi dengan alumunium foil.
Selanjutnya media kultur yang ada di dalam botol media pengenceran 10
times, 100 times, 1000 times, dan 10.000 times kita ambil dan kita
masukkan ke dalam erlenmeyer dan kita masuk ke tahap sterilisasi.

4.2.3 Sterilisasi Media Kultur Alga dan Avertebrata Air


Kultur alga merupakan hasil isolasi alga yang dikulturkan atau
ditumbuhkan dalam kedaan aseptic (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Untuk
melakukan kultur alga ini harus digunakan alat, bahan, dan lingkungan yang
steril. Sterilisasi merupakan suatu proses menghancurkan atau memusnahkan
semua mikroorganisme termasuk spora, dari sebuah benda atau lingkungan.
Peranan sterilisasi pada pembuatan makanan yaitu berfungsi untuk menjamin
keamanan terhadap pencemaran oleh mikroorganisme dan memperpanjang waktu
simpan (Purnawijayanti, 2001). Prinsip dasar sterilisasi yaitu memperpanjang
umur simpan bahan pangan dengan cara membunuh mikroorganisme yang ada di
dalamnya. Mikroorganisme yang tumbuh pada produk pangan biasanya dapat
mencemari produk pangan dan membuat makanan lebih cepat basi.
Mikroorganisme pembusuk tersebut bisa berupa bakteri, khamir (yeast) dan
kapang (jamur) (Hiasinta, 2001).
Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan suatu proses untuk mematikan
semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Sebagai contoh,
hal-hal yang dilakukan ketika pertama kalinya melakukan pemindahan biakan
bakteri secara aseptik, sesungguhnya hal tersebut telah menggunakan salah satu
cara sterilisasi, yaitu dengan cara pembakaran (Hadioetomo, 1985). Artinya, pada
bahan atau peralatan yang akan digunakan harus bebas dari mikroorganisme yang
tidak diingikan yang dapat merusak media atau koloni suatu mikroalga yang
ditumbuhkan. Setelah mengetahui dan memahami pentingnya bekerja secara
aseptik, perlu diketahui pula peralatan laboratorium dan bahan yang merupakan
unsur penting yang harus ada dalam praktek ini.
Berdasarkan hasil praktikum kultur alga dan avertebrata air ini, alat dan
bahan untuk sterilisasi media kultur yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Autoclave digunakan untuk proses sterilisasi media kultur.
2. Botol media/erlenmeyer digunakan untuk menyimpan media kultur yang
akan dissterlisasikan.
3. Alumunium foil digunakan untuk membungkus media kultur
4. Air digunakan untuk mengisi autoclave untuk proses sterilisasi.
Autoclave yang dapat digunakan untuk sterilisasi ada bermacam-macam,
mulai dari yang sederhana sampai digital (terprogram). Autoclave yang sederhana
menggunakan sumber uap dari pemanasan air yang ditambahkan ke dalam
autoclave. Pemanasan air dapat menggunakan kompor atau api Bunsen. Pada
autoclave sederhana ini, tekanan dan temperatur diatur dengan jumlah panas dari
api. Kelemahan autoclave ini adalah bahwa perlu penjagaan dan pengaturan panas
secara manual, selama masa sterilisasi dilakukan. Keuntungan autoclave ini
adalah sederhana, harga relatif murah, tidak tergantung dari aliran listrik yang
sering merupakan problema pada negara-negara yang sedang berkembang, serta
lebih cepat dari autoklaf listrik yang seukuran dan setaraf (Dwijosaputro, 2009).
Keunggulan autoclave adalah dapat mensterilkan alat dan bahan hingga
tidak ada organisme yang hidup lagi. Autoclave memerlukan waktu yang singkat
untuk sterilisasi. Autoclave menggunakan suhu dan tekanan tinggi sehingga
memberikan kekuatan yang lebih besar untuk membunuh sel dibandingkan
dengan udara panas biasa. Autoclave memiliki kelebihan yaitu alat perebus yang
bertekanan tinggi (Permatasari dkk., 2013). Kekurangan autokclave adalah harus
menggunakan air mendidih karena uapnya memenuhi kompartemen autoclave dan
terdesak keluar dari klep pengaman. Autoclave membutuhkan sumber panas yang
terus menerus (fardias, 1992).
Cara kerja sterilisasi media kultur adalah sebagai berikut:
1. Siapkan autoclave dan media kultur yang akan di sterilisasikan, masukan
air dalam autoclave sebanyak batas yang sudah ditentukan.
2. Kemudian media kultur yang sudah dimasukan dalam botol media ditutup
rapat dan dibungkus dengan menggunakan aluminium foil. Setelah
dibungkus dengan aluminium foil media dimasukan ke autoclave untuk
disterilisasikan.
3. Nyalakan autoclave dan tunggu sampai air mendidih, setelah mendidih
tunggu sampai 20 menit, baru dimatikan. Kemudian tunggu tekanan
dalam kompertemen turun sekitar 15-20 menit, dan kemudian pengaman
dibuka dan keluarkan media dari autoclave dengan hati-hati.
Setelah media kultur dikeluarkan dari dalam autoclave tunggu sampai
suhu media kultur sudah agak turun atau dingin kemudian buka alumunium foil
tersebut. Diamkan kembali media kultur sampai suhu media kultur turun atau
benar-benar dingin. Selanjutnya kita masuk ke tahap selanjutnya.

4.2.4 Teknik Kultur Mikroalga dengan Metode Isolasi


Mikroalga merupakan organisme uniseluler berukuran mikroskopik yang
memilki karakteristik berbeda satu dengan yang lainnya. Masing-masing dari
mikroorganisme tersebut dapat dibedakan atas ukuran sel, warna, serta tempat
habitatnya di laut selain dari selnya yang bersifat uniseluler dan dapat berupa
makhluk autotrof atau heterotrof (Olaizola, 2003). Mikroalga merupakan
organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal
dengan nama fitoplankton. Bentuk sel mikroalga beragam, ada yang berbentuk
bulat, lonjong, memanjang seperti benang, bercabang atau tidak, hingga berbentuk
tidak beraturan yang hidup berkelompok dan tersebar diperairan (Wang et al.,
2015).
Menurut Mata et al. (2010), mikroalga merupakan mikroorganisme
prokariotik dan eukariotik yang dapat tetap hidup dalam kondisi yang kurang
mendukung pertumbuhannya, karena memiliki struktur sel yang uniseluler
maupun multiseluler sederhana. Teknik kultur mikroalga dikelompokkan
menjadi indoor atau outdoor, open dan closed, axenic atau xenic, batch, semiconti
nuous, dan continuous. Kultur indoor memudahkan untuk mengontrol cahaya,
suhu, kadar nutrisi, kontaminasi oleh alga kompetitor.
Kultur outdoor memberikan masalah dalam memelihara kultur mikroalga yang
spesifik dalam waktu yang lama. 
Faktor yang memengaruhi pertumbuhan mikroalga yaitu media kultur serta
unsur makro dan mikro nutrien yang terkandung, cahaya (optimum pada intensitas
cahaya 2000-8000 lux), suhu (25C-32C), pH (8-8,5), kandungan CO2 (bebas
pemberian aerasi melalui blower), salinitas (optimum 25-35%) dan kondisi
lingkungan harus terkendali.
Isolasi suatu mikroalga ialah memisahkan mikroalga tersebut dari
lingkungannya di alam dan menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam
medium buatan. Berdasarkan hasil praktikum kultur alga dan avertebrata air ini,
alat dan bahan untuk teknik mikroalga dengan metoda isolasi adalah sebagai
berikut:
1. Mikro pipet, digunakan untuk mengambil bibit mikroalga.
2. Sampel atau bibit alga yang akan dikultur secara polikultur.
3. Media kultur dengan pengenceran 1000 times dan 10.000 times.
4. Botol kultur, digunakan untuk menyimpan media kultur.
5. Inkubator, digunakan membantu proses kultur mikroalga.
6. Aerator digunakan untuk mengareasi media kultur.
Cara kerja teknik Kultur Mikroalga dengan metoda Isolasi
1. Masukkan media kultur yang telah dibuat dan sterilisasikan ke dalam botol
kultur. Pada praktikum hanya menggunakan dua pengenceran yaitu 1000
times dan 10.000 times. Ambil mikroalga dari air sampel dengan
menggunakan mikro pipet sebanyak 1 ml untuk tiap-tiap botol, kemudian
masukkan bibit mikroalga ke dalam botol kultur.
2. Setelah itu masukkan botol kultur ke dalam inkubator. Sesuaikan suhu dan
intensitas cahaya dalam inkubator sesuai yang diinginkan (25-27 oC).
Kemudian pasang aerasi pada setiap botol kultur. Tutup pintu inkubator agar
suhu tetap stabil pada suhu 25oC.
3. Pengamatan kepadatan alga dilakukan setiap hari selama 7 hari masa
pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan cara mengambil sampel pada
botol kultur dengan menggunakan pipet tetes dan diamati dibawah
mikroskop.
4. Amati jenis dan jumlah individu dalam tiap jenis mikroalga pada botol
kultur selama periode inkubasi. Hitunglah kelimpahan mikroalga (ind/l)

4.2.5 Teknik Kultur Infusoria


Infusoria merupakan kelompok terbesar di Phylum Protozoa, dimana
anggotanya sekitar 8.000 species. Ciri khas class ini adalah alat geraknya berupa
cilia (rambut getar). Cilia tersebut ada yang terdapat di seluruh tubuh, ada pula
yang hanya di bagian tertentu. Selain sebagai alat gerak, cilia pun berguna
membantu mengumpulkan makanan. Habitat kelompok ini adalah air tawar dan
air laut yang mengandung zat organik tinggi. Ciliata hidup bebas dan jarang yang
parasit.
Makanannya adalah bakteri dan protozoa lain yang lebih kecil misal
ganggang renik dan ragi. Infusoria berkembangbiak dengan cara membelah diri
dan dengan cara konjugasi. Infusoria tidak menyukai sinar matahari sehingga
banyak terdapat di perairan yang teduh dan ditumbuhi tumbuhan air. Infusoria
sebagai pakan alami dapat digunakan sebagai makanan pertama (first feeding)
bagi larva ikan yang mempunyai bukaan mulut kecil.
Berdasarkan hasil praktikum kultur alga dan avertebrata air ini, alat dan
bahan teknik kultur infusoria adalah sebagai berikut:
1. Mikro pipet.
2. Media kultur menggunakan toples, digunakan untuk mengkultur
infusoria (ukuran media kultur disesuaikan dengan jumlah infusoria yag
akan dikultur).
3. Daun pisang kering, digunakan untuk menumbuhkan infusoria.
4. Air bekas pemeliharaan ikan, digunakan untuk membantu proses
fermentasi daun pisang untuk infusoria.
5. Yakult, digunakan untuk membantu proses fermentasi daun pisang untuk
infusoria.
6. Bibit infusoria, digunakan untk starter kultur infusoria.
Cara kerja teknik kultur Infusoria
1. Siapkan media untuk kultur infusoria, masukan daun pisang kering kedalam
media. Selanjutnya masukan air bekas pemeliharaan ikan yang telah
disaring terlebih dahulu kedalam masing-masing media kultur.
2. Beri label atau keterangan pada masing-masing media kultur. Pada media
kultur A ditambahkan yakult sebanyak 1/4 botol dan diaduk secara perlahan
agar tercampur dengan merata. Sedangkan pada media kultur B dimasukan
bibit infusoria 1-2 ml.
3. Tutup media kultur tersebut dan letakkan pada daerah yang lembab (tidak
terkena cahaya matahari) selama 2 sampai 3 hari. Setelah 3 hari buka media
kultur dan amati infusoria apakah sudah tumbuh dengan baik atau tidak. Ciri
infusoria adalah ada lapisan putih pada permukaan media. Kita bandingkan
kepadatan infusoria pada media kultur A dan B.
Pengkulturan Infusoria pada praktikum kali ini menggunakan daun pisang
kering. Selain daun pisang kering juga dapat menggunakan bahan Jerami (daun
padi kering), alang-alang kering, daun kol, daun selada atau daun talas yang
hampir busuk. Apabila daun belum busuk daun dapat di cincang menjadi kecil-
kecil atau bahan direbus hingga menjadi seperti bubur. Penggunaan susu bubuk
atau yakult dapat lebih efektif selain mudah dan cepat hasilnya tidak
mengeluarkan bau yang tidak sedap, sehingga hanya menggunakan beberapa
sendok susu bubuk atau beberapa botol yakult untuk kultur menggunakan media
wadah toples dapat menghasilkan infusoria dengan jumlah lebih banyak.

Anda mungkin juga menyukai