Buku Kuliah Kemuhammadiyahan Ums 2021
Buku Kuliah Kemuhammadiyahan Ums 2021
Penulis : Syamsul
Hidayat Mahasri
Shobahiya Imron
Rosyadi Yayuli
Muthoharun Jinan
Zakiyuddin Baidhawy
i
Serial Buku Pegangan Kuliah
Al-Islam dan Kemuhammadiyahan
STUDI KEMUHAMMADIYAHAN:
Kajian Historis, Ideologi dan Organisasi
Tim Penulis:
Dr.Syamsul Hidayat,M.Ag.
Dra. Mahasri Shobahiya, M.Ag.
Dr. Imron Rosyadi, M.Ag.
Yayuli,S.Ag.,MPI
Dr. Muthohharun Jinan, M.Ag.
Dr. Zakiyuddin Baidhawy,
M.Ag.
Penerbit:
Lembaga Pengembangan Pondok Al-lslam dan Kemuhammadiyahan (LPPIK)
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Pabelan Tromol Pos I Surakarta 57101
Telp. (0271) 717417,719483, pswt. 2157 dan 2189 Fax. (0271) 715448
iv
KATA PENGANTAR
iii
iiii
Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM). Ketiga, tinjauan
struktural. Maksudnya mempelajari Muhammadiyah dari segi
susunan organisasinya, mulai dari Ranting sampai tingkat Pusat.
Selain itu juga mempelajari organisasi-organisasi otonom yang di
bawah naungannya.
Buku Studi Kemuhammadiyahan yang selama ini menjadi
pedoman dalam perkuliahan terbit pertama kali pada tahun 1995,
dalam waktu enam tahun belum ada perbaikan, baik dari segi isi
maupun metodologinya. Padahal, Persyarikatan tertua di Indonesia
ini dalam jangka waktu enam tahun telah mengalami perubahan-
perubahan yang cukup mendasar, baik Anggaran Dasar maupun
sikap-sikapnya terhadap perkembangan sosial-politik
kontemporer. Dalam waktu yang bersamaan, buku pedoman
tersebut juga mendapat kritik dan komentar dari banyak kalangan.
Oleh karena itu, buku Studi Kemuhammadiyahan direvisi
berdasarkan perkembangan yang terjadi di Muhammadiyah dan
masukan-masukan serta kritikan tersebut.
Revisi terhadap buku Studi Kemuhammadiyahan ini tidak
hanya pada penyelarasan bahasa, tetapi juga pada isi dan
sistematika. Dari segi isi terjadi pemadatan dan penambahan
materi baru, yaitu tentang Badan Pembantu Pimpinan dan
Organisasi Otonom Muhammadiyah. Sedangkan sistematika buku
disederhanakan menjadi lima bab.
Terbitnya buku edisi revisi ini melibatkan banyak pihak.
Terutama para penulis yang telah berkenan meluangkan waktunya
untuk menulis naskah. Selanjutnya naskah tersebut dibahas dalam
lokakarya yang dihadiri oleh semua dosen Studi
Kemuhammadiyahan. Kepada mereka semua kami ucapkan terima
kasih.
Akhirnya, kritik dan saran dari para pembaca, khususnya
para pakar yang menekuni kajian Kemuhammadiyahan, sangat
iv
iv
kami harapkan, untuk perbaikan dan penyempurnaan pada edisi
mendatang.
Kehadiran buku Studi Kemuhammadiyahan ini diharapkan
membawa angin segar bagi Persyarikatan Muhammadiyah dengan
munculnya kader-kader yang betul-betul paham tentang
Muhammadiyah, sehingga diharapkan mereka dapat berkiprah
secara maksimal ditengah-tengah masyarakat Indonesia.
Penyunting
v
SAMBUTAN
LEMBAGA PENGEMBANGAN PONDOK AL-ISLAM
DAN KEMUHAMMADIYAHAN
Kepala LPPIK,
vi
vi
DAFTAR ISI
vii
viiv
C. Realitas Sosio-Pendidikan ....................................................... 45
D. Realitas Politik Islam Hindia Belanda ..................................... 51
E. Proses Berdirinya Muhammadiyah .......................................... 58
F. Tujuan Muhammadiyah dan Perkembangannya ...................... 66
viii
viiiv
4. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah ............................ 108
5. Majelis Pendidikan Kader .................................................... 109
6. Majelis Pelayanan Kesehatan Umum................................... 111
7. Majelis Pelayanan Sosial...................................................... 117
8. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan.................................. 120
9. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan .................................... 121
10. Majelis Pemberdayaan Masyarakat.................................... 121
11. Majelis Hukum dan HAM.................................................. 122
12. Majelis Lingkungan Hidup ................................................ 123
13. Majelis Pustaka dan Informasi ........................................... 124
E. Lembaga-Lembaga................................................................... 125
1. Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting .................... 126
2. Lembaga Pembina dan Pengawas Keuangan ....................... 130
3. Lembaga Penelitian dan Pengembangan .............................. 131
4. Lembaga Penanggulangan Bencana..................................... 131
5. Lembaga Zakat, Infaq dan Shadaqah ................................... 133
6. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik ............................. 134
7. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga ................................... 135
8. Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional............... 136
F. Organisasi Otonom................................................................... 137
1. Aisyiyah ............................................................................... 137
2. Pemuda Muhammadiyah...................................................... 153
3. Nasyiatul Aisyiyah ............................................................... 154
4. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).......................... 156
5. Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) .................................. 159
6. Tapak Suci Putra Muhammadiyah ....................................... 160
7. Hizbul Wathon ..................................................................... 162
ix
ix
B. Muhammadiyah dan Sosial-Budaya ........................................ 171
C. Muhammadiyah dan Ekonomi ................................................. 175
D. Muhammadiyah dan Politik..................................................... 178
E. Muhammadiyah dan Tantangan Ghazwul Fikri....................... 186
x
BAB 1
Pembaharuan
di Dunia Islam
A. Pengertian Tajdid
Tajdid secara kebahasaan (lughawi) berarti pembaharuan,
yakni proses memperbaharui sesuatu yang dipandang usang atau
rusak. Adapun secara isthilahi, sebagaimana ditegaskan oleh
Imam al-Syatibi, seperti dikutip oleh Syaikh Alawi, tajdid berarti
menghidupkan ajaran Quran dan Sunnah yang telah banyak
ditinggalkan umatnya, dan memurnikan pemahaman dan
pengamalan agama Islam dari hal-hal yang tidak berasal dari
Islam (Alawy bin Abdul Qadir As-Saqaf, 2001: 22).
C. Dimensi Tajdid
Dimensi tajdid dalam Muhammadiyah meliputi: (1)
Pemurnian aqidah dan ibadah, serta pembentukan akhlak mulia
(alakhlaq al-karimah); (2) Pembangunan sikap hidup dinamis,
kreatif, progressif, dan berwawasan masa depan; dan (3)
Pengembangan kepemimpinan organisasi dan etos kerja dalam
Pesyarikatan Muhammadiyah Putusan Muktamar Tarjih ke
XXII, 1989 di Malang di atas menjadi pijakan Muhammadiyah
dalam merespon perubahan masyarakat yang semakin kompleks,
baik di bidang nilai-nilai kehidupan, sosial budaya, sosial
ekonomi, politik dan sebagainya, dengan pesan pengarahan
risalah Islam, yang dipahami secara dinamis dan konsisten
terhadap pemurnian ajaran Islam. Dalam konteks tugas khusus
Majelis Tarjih dan Tajdid yang membidangi pendalaman
pemahaman dan pengamalan ajaran Islam serta pengembangan
pemikiran Islam, konsep tajdid di atas menjadi pijakan dalam
mengawal perkembangan pemikiran keislaman baik bagi internal
Muhammadiyah maupun dalam merespon perkembangan
pemikiran Islam seeara umum.
D. Makna Tajdid dalam Sejarah Islam
Dalam perkembangan sejarah Islam, tajdid juga dipahami
sebagai pembaharuan dalam kehidupan keagamaan, baik
berbentuk pemikiran maupun gerakan, sebagai reaksi atau
tanggapan terhadap tantangan internal maupun eksternal yang
menyangkut keyakinan dengan urusan sosial umat Islam. Istilah
tajdid atau pembaharuan juga sering digunakan dalam konteks
gerakan Islam modern. Istilah ini juga mempunyai akar yang
kuat pada Islam klasik (pra modern). Tajdid pada masa klasik
biasanya dihubungkan dengan upaya purifikasi untuk
memperbaharui iman dan praktik Muslim. Tajdid mempunyai
makna memperkuat dimensi spiritual iman dan praktik, seperti
terlihat dalam karya al-Ghazali Ihya' 'Ulum al-Din dan karya
Ibnu Taimiyah al-Radd 'ala al-Hululiyah wa al-Ittihadiyah. Pada
masa modern, tajdid adalah upaya para salafi dan modernis Islam
untuk memperkenalkan pengaruh Islam dalam kehidupan
Muslim. Dengan demikian, ada dua kecenderungan di sini, yakni
kecenderungan salafi dan reformis modernis (Khalil, 1995: 431).
Pertama, kecenderungan gerakan salafi (seperti Muhammad
Ibn Abdul Wahhab). Gerakan salafi sama sekali tidak berkaitan
dengan pengaruh Barat. Gerakan ini lebih mengutamakan upaya
pemurnian aqidah Islam dari bahaya tahayul dan khurafat; juga
pemurnian ibadah dari bahaya bid'ah. Gerakan ini berusaha
membersihkan praktik dan pemikiran keagamaan dari unsur-
unsur asing dengan menekankan pada tauhid. Ziarah dan
pensucian atas para wall atau makam mereka ditolak karena
mengandung kemusyrikan. Islam harus menjadi petunjuk hidup
Muslim. Gerakan ini belum melihat kebutuhan untuk
mereinterpretasi Islam agar sesuai dengan kehidupan modern,
karena orientasinya pada masalah-masalah aqidah dan ubudiyah
(Khalil, 1995: 432).
Kedua, kecenderungan gerakan reformis/modernis (seperti:
Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh). Gerakan ini
memandang masyarakat muslim gagal menangkap spirit
kemajuan dan perkembangan dalam seluruh aspek kehidupan
yang telah dicapai Eropa. Para reformis tidak bermaksud
mengundang westernisasi. Mereka justru mengkritik kebutaan
dunia Muslim dalam melihat cara-cara Barat memperoleh
kemajuan, mereka berusaha memperbaiki martabat kebesaran
Muslim, dan Arab melalui peremajaan pemikiran dan praktik
Islam (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1993: 42). Dengan
demikian, gerakan reformis/modernis berkaitan erat dengan
Barat; berusaha merespon tantangan sebagai akibat kontak
dengan Barat. Umat Islam sadar akan keterbelakangan dan
stagnasi budaya dunia Islam. Mereka tidak hanya yakin bahwa
Islam sesuai dengan sains, bahkan percaya bahwa kemajuan
Eropa adalah hasil kontribusi peradaban Islam/Arab, mengakui
peran akal bahkan menolak bahwa akal tidak sesuai dengan
iman. Pembaharuan akan gagal jika ulama Muslim terus
menganjurkan taqilid. Taqlid ditolak karena merupakan.faktor
terbesar stagnasi budaya di dunia Islam/Arab dan menyebabkan
orang beriman tergantung pada tafsir-tafsir lama. Pembaharuan
di mata reformis/ modernis adalah memperbaharui agama itu
sendiri (lihat misalnya penggunaan definisi ini pada judul karya
M. Iqbal, Reconstruction of Religious Thought in Islam, New
Delhi, 1985) bukan karena Islam sudah tidak memadai, tetapi
karena interpretasi dan reinterpretasi Islam adalah proses
berkesinambungan. Mereka menganjurkan ijtihad, karena
dengan ijtihad, problem modemitas dapat direspon dengan
jawaban modern.
Perhatian utama para reformis berkaitan dengan upaya
perbaikan pendidikan, status perempuan dalam masyarakat,
politik, nasionalisme dan upaya modernisasi seluruh aspek
kehidupan lainnya. Perbaikan pendidikan meliputi penyerapan
sains; dan temuan-temuan baru ke dalam kurikulum institusi
belajar Islam; modernisasi pendidikan sipil dengan tujuan untuk
member! kontribusi bagi kemajuan bangsa. Untuk mendudukkan
perempuan pada posisi yang adil, reformis menolak anggapan
inferioritas mereka dalam bidang sosial dan hukum.
Ketertindasan perempuan di dunia Islam adalah hasil dari
kebodohan dan salah tafsir terhadap teks-teks Islam.
Reformis juga memandang keyakinan bahwa ulama tidak
harus tunduk pada penguasa politik, kecuali dalam hal-hal yang
berbahaya bagi kepentingan Muslim. Ulama hanya tunduk pada
Tuhan dan bukan pada penguasa demi upah atau hadiah. Ulama
harus berpikir independen dan tahan terhadap tekanan politik.
Akhirnya, para reformis juga mengkaitkan upaya pembaharuan
dengan kesadaran nasionalisme bangsa-bangsa Muslim untuk
menentang penjajahan Eropa dan mendirikan negara-bangsa
yang berdaulat. Dengan demikian, pambaharuan meliputi
dimensi internal dan eksternal, dan kedua dimensi ini harus
didekati secara simultan.
Berikut ini adalah contoh tokoh-tokoh utama yang
melakukan gerakan pembaharuan Islam klasik dan modern, baik
salafi maupun reformis.
2424 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Al-Irsyad sendiri merupakan organisasi Islam yang
secara resmi menekankan perhatian pada bidang pendidikan,
terutama pada masyarakat Arab meskipun anggotanya ada
dari non-Arab. Secara lebih luas sikap dan tujuan organisasi
ini adalah: Menjalankan dengan sungguh-sungguh agama
Islam sebagaimana ditetapkan Al-Qur'an dan sunnah;
memajukan hidup dan kehidupan secara Islam dalam arti
kata luas dan dalam; dan membantu menghidupkan
semangat untuk bekerja. sama di antara berbagai golongan
dalam setiap kepentingan bersama (Pengurus Besar AJ-
Irsyad, 1938: 3-7).
Al-Irsyad berjasa dalam mendirikan banyak lembaga
sekolah dari tingkat dasar hingga sekolah guru. Ada juga
sekolah takhasus dengan spesialisasi dalam bidang agama,
pendidikan atau bahasa. Al-Irsyad juga memberikan
beasiswa untuk beberapa lulusannya guna belajar ke luar
negeri, terutama ke Mesir. Organisasi ini juga
mempergunakan tabligh dan pertemuan-pertemuan sebagai
cara untuk menyebarkan pahamnya. Ia juga menerbitkan
buku-buku dan pamflet-pamflet.
a. Sarekat Islam
Sarekat Islam (SI) berdiri di Solo pada tanggal 11
Nopember 1912. Sarekat Islam tumbuh dari organisasi
yang mendahuluinya, bernama Sarekat Dagang Islam
atau disingkat dengan SDI. Organisasi ini didirikan oleh
K.H. Samanhoedi, M. Asmodimedjo, M. Kertotaruno,
M. Sumowerdojo dan M.Hadji Abdulradjak. SDI
terkenal dipimpin Samanhoedi, sedangkan Sarekat Islam
(SI) terkenal di tangan H. Oemar Said Cokroaminoto.
Pada awalnya, organisasi ini lahir karena adanya
kompetisi yang meningkat dalam perdagangan batik
terutama dengan golongan Cina, dan sikap superioritas
orang Cina terhadap orang Indonesia sehubungan dengan
berhasilnya revolusi Cina pada 1911. Organisasi ini juga
dimaksudkan untuk menjadi benteng bagi orang-orang
Indonesia yang umumnya terdiri dari pedagang-
pedagang batik Solo terhadap orang Cina dan para
PEMBAHARUAN DI DUNIA ISLAM 25
25
bangsawan (Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, 1993:
115-116).
Dengan perubahan nama menjadi Sarekat Islam,
organisasi ini mengubah haluan menjadi organisasi yang
bergerak di bidang politik. Organisasi ini perjuangannya
dalam melawan penjajah tidak lagi menggunakan
pendekatan kooperatif, tetapi dengan pendekatan non-
kooperatif. SI berkeyakinan bahwa agama Islam itu
membuka pemikiran tentang persamaan derajat manusia
sambil menjunjung tinggi negeri. Mereka tidak
mengakui suatu golongan berkuasa di atas golongan
lainnya. Oleh karena itu, segala bentuk penindasan oleh
kapitalisme dan kolonialisme harus dienyahkan. SI
menuntut perbaikan nasib rakyat di bidang agraria dan
pertanian dengan menghapuskan undang-undang
kolonial tentang pemilikan tanah, pajak-pajak hendaknya
ditarik secara proporsional. Di samping itu, SI juga
mempunyai perhatian di bidang pendidikan. SI menuntut
penghapusan peraturan yang mendiskriminasikan
penerimaan murid-murid di sekolah-sekolah; ia
menuntut pelaksanaan wajib belajar untuk semua
penduduk, serta perbaikan lembaga-lembaga pendidikan
pada semua tingkat. Sedangkan di bidang agama, SI
menuntut penghapusan segala macam undang-undang
dan peraturan yang menghambat tersebarnya Islam,
pembayaran gaji bagi kyai dan penghulu, subsidi
lembaga-lembaga pendidikan Islam, dan pengakuan hari-
hari besar Islam.
Meskipun akhirnya SI tidak begitu terdengar
gaungnya dalam perjalanan sejarah, paling tidak ia telah
memberi kontribusi bagi perjuangan politik bangsa
Indonesia. Kini Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII)
muncul kembali dalam bentuk partai Islam meskipun
meraih suara yang sangat kecil dalam pemilu.
b. Persatuan Islam
Persatuan Islam (Persia) didirikan di Bandung, 17
September 1923 oleh KH. Zamzam, seorang ulama asal
2626 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Palembang. Persatuan Islam bertujuan mengembalikan
kaum Muslimin kepada pimpinan Al-Qur'an dan Sunnah
Nabi, dengan jalan mendirikan madsarah-madrasah,
pesantren dan tabligh melalui ceramah-ceramah,
menerbitkan majalah, brosur dan buku. Majalah yang
menonjol terbitan Persis adalah "Pembela Islam" dan
majalah al-Muslimun, yang banyak membahas masalah-
masalah hukum agama.
Seperti kedua saudaranya yang telah lahir lebih
dahulu (Al-Irsyad dan Muhammadiyah), Persis sangat
getol dalam usahanya memberantas segala bentuk
takhayul, bid'ah dan khurafat (TBC). Kegetolannya
memberantas TBC semakin menonjol setelah Persis
dipimpin oleh A. Hasan. Perjuangan A. Hasan dalam
memberantas TBC dengan cara yang radikal dan tidak
tanggung-tanggung. Di bawah kepempinan A. Hasan,
Persis berkembang pesat terutama di Jawa Barat dan
Jawa Timur. Di antara kader hasil tempaan pendidikan
Persis, adalah ulama terkemuka Dr. Muhammad Natsir,
yang pernah menjadi Perdana Menteri RI dan
menduduki jabatan penting dalam lembaga Islam
Internasional, seperti Rabithah Alam Islami dan
Muktamar Alam Islami.
c. Muhammadiyah
Muhammadiyah didirikan oleh KH Ahmad Dahlan
pada tanggal 8 Dzulhyjah 1330 Hijriyah bertepatan
dengan tanggal 18 November 1912 Miladiyah di Kota
Yogyakarta. Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi
yang telah menghembuskan jiwa pembaharuan
pemikiran Islam di Indonesia, memberantas TBC,
mengusahakan umat Islam kembali kepada Al-Qur'an
dan Sunnah, dan bergerak di berbagai bidang kehidupan
umat.
2828 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Bab 2
Muhammadiyah :
Latar Belakang Berdiri dan Tujuannya
MUHAMMADIYAH
2929
Berbeda dengan pendapat M. Jindar Tamimi, Saifullah (1997
: 27), dalam sebuah tests masternya, menyebutkan ada empat
faktor. Pertama, faktor aspirasi pendiri, yakni Ahmad Dahlan.
Kedua, faktor realitas sosio-agama di Indonesia. Ketiga, faktor
realitas sosio-pendidikan di Indonesia, dan keempat, faktor
realitas politik Islam Hindia-Belanda.
Perbedaan penyebutan faktor di atas, nampak dengan jelas
tidak berkait dengan substansi tetapi berkait dengan redaksional
semata. Bahkan, Saifullah sebetulnya mencoba membahasakan
ulang hal yang sudah dijelaskan oleh M. Jindar Tamimi.
Pembahasan tentang latar belakang Muhammadiyah didirikan
akan mengikuti pola pikir seperti yang dikembangkan oleh
Saifullah.
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah tidak secara
kebetulan, tetapi didorong oleh aspirasinya yang besar tentang
masa depan Islam Indonesia. Aspirasi ini dapat dilacak dari
perjalanan intelektual, spiritual, dan sosial Ahmad Dahlan dalam
dua fase dari biografi kehidupannya, yaitu fase pertama, setelah
menunaikan ibadah haji yang pertama (1889); dan fase kedua,
setelah menunaikan ibadah haji yang kedua tahun 1903
(Saifullah, 1997; 27-28).
Pada ibadah haji perfcama, Ahmad Dahlan masih berusia 20
tahun. Motivasi berhaji lebih didorong oleh upaya peningkatan
spiritual pribadinya, dengan cara menunaikan rukun Islam yang
kelima, yaitu ibadah haji. Peningkatan spiritualitas ini dilakukan
oleh karenaAhmad Dahlan dengan sengaja akan dipersiapkan
ayahnya untuk menjadi penggantinya di kemudian hari. Di
samping motivasi spiritual, ibadah haji kali ini juga
dimanfaatkan oleh Ahmad Dahlan untuk menimba ilmu-ilmu
keislaman. Dalam tradisi waktu itu, agar anaknya bisa menjadi
seorang 'alim, biasanya disuruh menunaikan ibadah haji
sekaligus belajar Islam di sana. Seperti diketahui bahwa
menunaikan ibadah haji waktu itu tidak sesingkat seperti
sekarang ini, tetapi ditempuh dalam waktu yang agak lama.
Dalam kaitan ini, Ahmad Dahlan diharapkan kualitas spiritual
dan intelektual ilmu keislamannya bisa lebih meningkat dengan
menunaikan ibadah haji.
Di pusat studi Islam ini, Ahmad Dahlan menemukan banyak
hal tentang studi Islam yangjarang ditemui di Indonesia.
Menurutnya, Islam tidak hanya dipahami secara kognitif semata,
tetapi ada kewajiban untuk menerjemahkan ke dalam bentuk aksi
sosial sebagai wujud perbaikan masyarakafc. Dalam bahasa
sekarang, seseorang yang mendalami Islam tidak hanya dituntut
mempunyai kesalehan individual semata, tetapi juga perlu
memiliki kesalehan sosial yangjustru merupakan suatu keharusan
untuk dilakukan sebagai bukti kedalaman iman yang dimilikinya
(Tamimi, 1990: 4).
Sepulangnya dari ibadah haji pertama ini, Ahmad Dahlan
mulai merasa gelisah ketika menyaksikan kehidupan keagamaan
umat Islam Indonesia yangjauh dari cita-cita ajaran Islam.
Padahal, Islam sebagai agama, seperti ditunjukkan Nabi
Muhammad, mampu melakukan transformasi sosial masyarakat
Arab, sementara Islam sebagai agama yang dipeluk umat Islam
Indonesia tidak mampu melakukan transformasi, baik secara
vertikal maupun horizontal terhadap umat Islam. Kesenjangan
ini selalu menjadi kegelisahan intelektual Ahmad Dahlan untuk
dicari solusinya (Tamimi, 1990: 5).
Hasil kongkrit dari studinya di Mekah setelah menunaikan
ibadah haji pertama ini, dapat dilihat dalam aktivitas keagamaan
Ahmad Dahlan, misalnya, pembenahan arah kiblat (1897),
masalah pemberian garis shaf untuk shalat (1897), renovasi
pembangunan mushalla Ahmad Dahlan, namun kemudian
dibakar masyarakat (1898) dan perluasan pembangunan dan
pengembangan pesantren milik ayahnya (Sjoeja', dalam Saifullah
dan Musta'in, ed., 1995: 24-43).
Dalam rentang waktu 14 tahun (1889-1903) sampai ia akan
menunaikan ibadah haji kedua, nampaknya fokus aktivitas kajian
Ahmad Dahlan lebih pada tataran purifikasi ajaran Islam.
Metodologi pemahaman yang efektif yang menuju pemikiran
pembaharuan Islam diperolehnya pada pasca melaksanakan
ibadah haji yang kedua (Saifullah, 1990: 29).
Pada haji yang kedua sebagai awal fase kedua dari perjalanan
biografinya, Ahmad Dahlan menemukan metodologi untuk
memahami Islam yang sebenarnya. Pada haji yang kedua ini,
Ahmad Dahlan memasuki usia 34 tahun. Di samping bermaksud
MUHAMMADIYAH
3131
menunaikan haji sebagai pelaksanaan rukun Islam yang kelima
untuk yang kedua kalinya, Ahmad Dahlan juga bermaksud
memperdalam Islam lebih dalam lagi, Karena itu, untuk maksud
kedua ini, setelah selesai menunaikan rukun Islam yang kelima,
ia memutuskan untuk bermukim di Mekah selama 20 bulan.
Selama berada di tanah haram ini, Ahmad Dahlan
memperdalam studi Islam tradisional kepada ulama termasyhur,
baik kepada ulama kelahiran Indonesia maupun ulama setempat
yang telah menjadi syaikh di sana. Misalnya, untuk fikih, ia
berguru kepada KH. Mahful (Tremas, Pacitan, Jawa Timur), KH.
Muhtaram (Banyumas, Jawa Tengah), Syaikh Bafadhal, Syaikh
Sa'id Yamani dan Syaikh Said Babasel; untuk hadits pada Mufti
Syafi'i; untuk ilmu astronomi pada KH. Asy'ari Bawean
(Gresik); dan untuk ilmu qira'ah kepada Syaikh Ali Mukri
(Mekah) (Asrafi, 1983: 25).
Ahmad Dahlan juga membaca karya-karya tokoh pembaharu
Islam kontemporer dari Timur Tengah, misalnya Ibn Taimiyah,
Ibn Qayyim, Muh. ibn. Abd. Wahab, Jamaluddin al-Afghani,
Muhammad Abduh, Muh. Rasyidi Ridha, Farid Wadjdi dan
Rahmatullah al-Hindi (Salam, 1968: 8). Dalam menelaah kitab-
kitab tersebut, Ahmad Dahlan menggunakan metode
perbandingan dan mendiskusikannya dengan ulama lokal dan
internasional, antara lain: Syaikh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi, Syaikh Ahmad Nawawi al-Bantani, KH. Mas
Abdullah dari Surabaya dan KH. Faqih Maskumambang dari
Gresik (Tamimi, 1990: 45).
Adapun tokoh perubahan kontemporer yang pernah diajak
diskusi dengan Ahmad Dahlan adalah Muhammad Rasyid Ridha,
seorang tokoh pembaharu Islam ternama waktu itu. Ahmad
Dahlan bisa berdiskusi dengan Ridha karena waktu itu sedang
berada di Mekah. Pertemuan langka ini berkat jasa keponakan
Ahmad Dahlan sendiri yang sejak tahun 1890 menjadi mukimin
di Mekah. Kedua tokoh ini terlibat intens dalam mendiskusikan
kondisi umat Islam yang terpuruk (Hadikusuma, t.th.: 66; dan
Tamimi, 1990: 6).
Diskusi secara intens yang dilakukan dengan tokoh-tokoh
tersebut, baik langsung maupun melalui karya-karya mereka,
banyak memberikan wawasan keislaman Ahmad Dahlan untuk
3232 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
menjawab kegelisahannya tentang praktek keislaman masyarakat
muslim Indonesia. Di sinilah, nampak secara signifikan pengaruh
pembaharuan Timur Tengah terhadap diri Ahmad Dahlan.
Seperti yang dikemukakan oleh pembaharu, untuk keluar dari
krisis yang melanda dunia Islam, umat Islam harus kembali
kepada Al-Qur'an dan al-Sunnah al-Maqbulah. Pemahaman
terhadap kedua sumber ajaran Islam ini, menurut Ahmad Dahlan,
penggunaan akal dan hati menjadi sesuatu yang tidak bisa
ditolak. Dengan cara demikian, akan ditemukan Islam yang
sebenar-benarnya (Tamimi, 1990: 6). Pemahaman seperti ini
yang membuat seorang Mas Mansur terkesan terhadap cara
Ahmad Dahlan yang selama ini jarang ia temukan dilakukan
oleh ulama zamannya (Saifullah, 1997: 31).
Untuk mewujudkan obsesinya tentang masa depan Islam
Indonesia, Ahmad Dahlan berpendapat perlunya rekonstruksi
menyeluruh atas masyarakat muslim Indonesia, mulai etos kerja,
keilmuan sampai metodologi pemahaman Islam yang tepat.
Untuk rekonstruksi yang terakhir ini merupakan persoalan yang
paling mendasar dan strategis untuk diperbaiki oleh karena
metodologi pemahaman Islam mempunyai implikasi yang jauh
dalam perilaku keagamaan umat Islam dalam menjawab
tantangan modernitas.
Maksud rekonstruksi di atas, Ahmad Dahlan mengajukan
metodologi pemahaman yang rasional-fungsional. Rasional
adalah menelaah sumber utama ajaran Islam dengan kebebasan
akal pikiran dan kejernihan akal nurani (hati), sekaligus
membiarkan al-Qur'an berbicara tentang dirinya sendiri. Adapun
yang dimaksud dengan fungsional dalam konteks pemahaman
Ahmad Dahlan adalah keharusan merumuskan pemahaman ke
dalam bentuk aksl sosial. Artinya pemahaman ayat-ayat al-
Qur'an harus bisa mentransformasikan kondisi riil masyarakat
menjadi lebih baik (Saifullah, 1997: 33). Metode seperti ini
sangat dikagumi Ahmad Syafi'i Ma'arif, ketua PP
Muhammadiyah periode 2000-2004 (Ma'arif, dalam Amir
Hamzah, 1986: xxii-xxiii).
Model pemahaman Ahmad Dahlan dalam memahami Islam
yang langsung merujuk kepada sumber ajaran Islam (al-Qur'an
dan Sunnah), merupakan metode yang masih asing, oleh karena
MUHAMMADIYAH
3333
para ulama Indonesia waktu itu dalam memahami Islam
langsung merajuk kepada kitab madzhab tertentu. Cara seperti
ini, jelas membuat ajaran Islam yang dirumuskan mengandung
bias, oleh karena kitab-kitab yang dirujuk itu ditulis bukan untuk
seluruh negeri muslim, bahkan rumusan ajaran Islamnya banyak
dipengaruhi situasi sosial penulisnya.
Berdasarkan kajian atas al-Qur'an secara tematik dan
telaahnya atas karya dan tulisan pembaharu Islam kontemporer,
Ahmad Dahlan berkesimpulan bahwa hakikat Islam itu adalah
konsepsi hidup yang dalam bahasa al-Qur'an disebut risalah
Allah. Tujuan Allah memberikan konsepsi Islam ini bagi
manusia sebagai konsekuensi bahwa Allah menciptakan manusia
di dunia ini secara serius, mempunyai tujuan tertentu dan tidak
main-main. Melalui risalah itu, Allah memberikan pesan-pesan
ilahiyah kepada manusia untuk dijadikan sebagai pedoman
dalam mempola hidup dan kehidupannya di dunia ini sesuai
dengan yang dikehendaki-Nya. Dengan berpedoman pada risalah
ini, Nabi Muhammad mampu membawa masyarakat Arab
menuju masyarakat yang berperadaban (Tamimi, 1990: 5).
Risslah Islam memberikan pedoman kepada manusia tentang
cara beribadah kepada Allah sepanjang hayat di dunia ini. Itu
sebabnya, tujuan Muhammadiyah didirikan, seperti yang
tertuang dalam Anggaran Dasar pada awal berdirinya, adalah
mewujudkan dan menggembirakan kehidupan sepanjang
kemauan ajaran Islam kepada lid-lid (anggota-anggotanya).
Hakikat risalah yang dipahami Ahmad Dahlan tersebut menuntut
pengamalan kongkrit.
Karena Islam sebagai konsepsi hidup, maka pengamalan
risalah tidak cukup untuk seorang diri, tetapi diharuskan untuk
disampaikan kepada masyarakat. Dengan demikian, kehadiran
Islam akan bisa dirasakan secara nyata oleh masyarakat. Untuk
itu, diperlukan organisasi atau institusi sebagai alat perjuangan
yang mampu mengorganisasi secara efesien, yang oleh Ahmad
Dahlan institusi ini diberi nama Muhammadiyah. (QS.
Ali
'Imran/3:104). Jadi, Muhammadiyah merupakan alat semata
yang dirasa sangat efektif untuk menerjemahkan dan
membumikan ajaran Islam kepada masyarakat (Tamimi, 1990:5-
3434 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
6).
MUHAMMADIYAH
3535
MenurutA. Mukti Ali, Ahmad Dahlan mencita-citakan
masyarakat sebagaimana halnya Muh. Abduh dan Ahmad Khan,
yaitu ingin membentuk masyarakat sekarang ini dengan
mengislamkan aspek-aspek kehidupan yang belum Islam.
Nampak bahwa Ahmad Dahlan mempunyai visi ke depan
tentang masyarakat muslim Indonesia. Masyarakat yang akan
dibangun tidak seperti masyarakat klasik, juga tidak masyarakat
barn sama sekali, tetapi melalui Muhammadiyah ini, Ahmad
Dahlan ingin menggembirakan umat Islam Indonesia untuk
beramal dan berbakti sesuai dengan ajaran Islam. Karena itu,
Ahmad Dahlan menemukan indikasi-indikasi aspek yang belum
Islam antara lain adalah dalam sistem pendidikan. Dalam sistem
pendidikan yang ingin dikembangkan oleh Ahmad Dahlan
adalah sistem model Barat dan pesantren. Melalui model
pendidikan ini, umat Islam tidak hanya mempunyai ghirrah
keislaman, tetapi juga wawasan kontemporer. Ahmad Dahlan
juga mempunyai perhatian khusus tentang masa depan wanita.
Dalam hal ini, menurut Ahmad Dahlan, wanita harus diberi
kesempatan seluas-luasnya untuk memasuki dunia pendidikan
(Ali, dalam Sujarwanto, 1990: 338-350).
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa setelah
menunaikan ibadah haji pertama dan kedua, Ahmad Dahlan
mempunyai obsesi besar tentang masa depan Islam yang mampu
membebaskan masyarakat seperti yang diperankan Rasulullah
dan para salafiyun. Islam harus dipahami dari sumber utamanya,
yaitu al-Qur'an dan al-Sunnah. Dalam memahami sumber ajaran
Islam, Ahmad Dahlan mengajukan metodologi pemahaman yang
rasional-fungsional. Untuk keperluan ini, digunakanlah akal
pikiran yang bebas dan akal nurani yang jernih serta membiarkan
al-Qur'an berbicara sendiri dalam memecahkan problem. Dalam
perspektif pemahaman ini, pemahaman terhadap ayat al-Qur'an
tidak sekedar pada tataran kognifnif, tetapi menuntut aktualisasi
nyata sehingga masyarakat dapat merasakan perubahan yang
lebih baik. Dengan cara demikian, risalah Islam sebagai hudan
dan rahmat lial-'alamm terjadi di dalam masyarakat.
3636 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
B. Realitas Sosio-Agama di Indonesia
1. Keberadaan Umat Islam
Dalam pandangan Ahmad Dahlan, Islam sebagai agama
maupun Islam sebagai tradisi pemikiran yang terjadi di
Indonesia boleh dikatakan macet total. Islam sebagai agama
di Indonesia menurut Ahmad Dahlan tidak mampu
membawa dan mendorong umat Islam Indonesia menjadi
masyarakat yang dinamis, maju, dan modern. Padahal, bila
dilaeak dalam sejarah, khususnya yang diperankan
Rasulullah dan para salafiyun, Islam mampu mengantarkan
umat Islam menuju masyarakat dengan peradaban kelas
tinggi. Kemacetan dalam tubuh umat Islam Indonesia terjadi
tidak hanya pada Islam sebagai agama saja, tetapi Islam
sebagai tradisi pemikiran juga mengalami kemacetan.
Islam sebagai agama, ajaran-ajarannya banyak
dipengaruhi oleh budaya lokal yang sebelumnya memang
telah berkembang di Indonesia. Banyak praktek-praktek
keagamaan yang tidak lagi didasarkan kepada sumber utama
Islam, yakni al-Qur'an dan al-Sunnah al-Maqbulah. Pola
pemahaman keislaman umat Islam Indonesia hanya dibatasi
pada madzhab tertentu. Akibat dari kondisikondisi demikian,
muncul pengamalan ajaran Islam yang bid'ah, khurafat, dan
takhayyul.
Realitas Islam sebagai agama dan Islam sebagai tradisi
pemikiran di Indonesia yang mengalami kemacetan di atas
ikut mempengaruhi latar belakang kelahiran
Muhammadiyah. Karena itu, telaah realitas sosio-agama
Islam di Indonesia dibutuhkan untuk menjelaskan tentang
maksud Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah.
Sebelum kehadiran Islam, penduduk Nusantara
mempunyai tiga kepercayaan, yaitu dinamisme, animisme,
dan totemisme. Dinamisme muncul dalam bentuk adanya
kepercayaan bahwa setiap benda yang ada, seperti sungai
yang mengalir, air bah, matahari, pohon beringin, gunung-
gunung yang tinggi dan sebagainya mempunyai kekuatan
ghaib. Sedang animisme adalah kepercayaan tentang arwah
nenek moyang mereka. Arwah mereka pada suatu saat masih
MUHAMMADIYAH
3737
akan menjumpamya. Adapun totemisme adalah kepercayaan
tentang adanya orang yang telah meninggal yang kemudian
menjelma menjadi harimau, babi, dan sebagainya yang
kesemuanya itu diyakini sebagai penjelmaan orang yang
baru meninggal dunia. Dinamisme, animisme, dan
totemisme ini dalam banyak hal senafas dengan pandangan
Hindu dan Budha yang belakangan masuk ke Indonesia
(Saifullah, 1997: 37-38).
Pengaruh agama Hindu dan Budha terhadap masyarakat
Indonesia sangat kental, khususnya masyarakat Jawa tempat
Muhammadiyah didirikan. Hindu dengan kekuatan
politiknya telah menanamkan akar-akar kebudayaannya ke
dalam masyarakat Jawa. Bahkan dalam tingkat tertentu
agama Hindu menjadi agama kerajaan, dan kerajaan
Mataram (Yogyakarta dan Surakarta) merupakan kerajaan
yang paling dalam terkena pengaruh Hindu (Benda, dalam
Abdullah, 1974; 35-36). Dalam rentang waktu 7 (tujuh)
abad, dari abad XIII sampai akhir abad XIX, proses masuk
dan berkembangnya Islam di Jawa mengalami dialog
pergumulan budaya yang panjang. Corak Islam yang murni
tersebut mengalami akulturasi dengan kebudayaan Jawa dan
singkretisasi dengan kepercayaan pra-Islam atau Hindu.
Tradisi Hindu tidak dikikis habis, padahal dalam beberapa
hal tradisi tersebut bertentangan dengan paham
monoteismeyang' dibawa Islam.Tindakan yang dilakukan
oleh para wah', ag-aknya merupakan pilihan yang terbaik.
Tanpa berbuat demikian, seperti dikatakan Benda,
kemungkinan sekali Islam tidak akan menemukan tempatnya
di Nusantara (Benda, dalam Abdullah,1974:41).
Bila dicermati, para wait dalam mengislamkan Jawa
dilakukan dengan mengg-unakan dua pola. Pola pertama,
melalui pengg-unaan lambang-lambang- dan simbol budaya
Jawa. Dalam pola ini, para wali langsung ke daerah-daerah
pedesaan dengan menggunakan metode akulturasi dan
singkretisasi. Cara demikian ditempuh karena
memperhatikan situasi waktu itu. Pilihan itu ditempuh
dengan maksud memperoleh dua sasaran, yaitu menjinakkan
objek yang menjadi sasaran sekaligus Islam menjinakkan
3838 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
dirinya sendiri. Dengan penjinakan model demikian, muncul
Islam dengan corak tersendiri, yang oleh Hamka disebut
dengan Islam yang memuja kubur, wali, dan sebagainya
(Hamka, 1983:237). Corak Islam yang demikian biasa
disebut dengan Islam kejawen, yaitu pengamalan dengan
cara melakukan sinkretisasi antara Islam tarekat dan
kepercayaan Hindu. Dalam prakteknya, penganut Islam
kejawen ini biasanya mengaku Islam tetapi tidak
menjalankan ritual-ritual Islam, ritualnya cukup eling saja.
Dalam bidang kepercayaan dan ibadah, muatannya
menjadi khurafat dan bid'ah. Khzurafat adalah kepercayaan
tanpa pedoman yang sah dan al-Qur'an dan Sunnah, hanya
ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang. Sedangkan bid'ah
biasanya muncul karena ingin memperbanyak ritual tetapi
pengetahuan Islamnya kurang luas, sehingga yang dilakukan
adalah sebenarnya bukan bersumber pada ajaran Islam,
Bentuk khurafat misalnya, mohon kepada yang mbaurekso,
sementara contoh bentuk bid'ah adalah selamatan dengan
kenduri dan tahlil yang menggunakan lafal Islam (Majlis
Pustaka, 1993:13). Selamatan dalam tradisi Jawa adalah
suatu upacara kultural untuk memenuhi suatu hajat yang
berhubungan dengan suatu kejadian yang ingin diperingati.
Maksud upacara ini adalah agar kelak mereka yang
mengadakan selamatan atau yang diselamati itu menjadi
selamat (Saifullah, 1997: 41).
Masyarakat Jawa pada umumnya menggunakan upacara
selamatan dalam berbagai peristiwa, seperti kelahiran,
khitan, perkawinan, kematian, pindah rumah, panen, ganti
nama, dan sejenisnya. Namun, di antara macam-macam
selamatan itu yang paling menonjol adalah selamatan
kematian, yang terdiri dari tiga hari, empat puluh hari,
seratus hari. pendak pisan, pendak pindo nyewu (seribu) dan
khaul. Selamatan ini selalu diiringi dengan membaca tahlil
sebagai cara mengirim doa kepada si mayit. Prosesi tahlilan
ini dimulai dengan membaca Surah al-Fatihah kepada
keluarga Nabi dan sahabatnya, dilanjutkan dengan Surah al-
Ikhlas tiga kali, al-Falaq, al-Nas, al-Fatihah kembali,
permulaan Surah al-Baqarah, ayat kursi, beberapa doa dari
MUHAMMADIYAH
3939
ayat al-Qur'an, kemudian membaca dzikir, istighfar, tasbih
dalam jumlah tertentu, dan diakhiri dengan doa yaag
dibacakan oleh pemimpin tahlilan (Saifullah, 1997:32).
Bentuk khurafat lain yang biasa dilakukan orang Jawa
adalah penghormatan kuburan orang-orang suci. Bentuknya
bisa berziarah ke kuburan sambil meminta do'a restu atau
pertolongan dari ruh orang yang telah meninggal dunia.
Islam mengajarkan cara berziarah ini dengan dua sasaran,
yaitu: (1) mendoakan orang yang sudah meninggal, dan (2)
menyadarkan orang yang berziarah bahwa kelak mereka
demikian, dalam. pelaksanaan ziarah sering dilakukan
dengan meminta pertolongan kepada orang yang telah
meninggal dunia. Bila ini yang dikerjakan, maka cara
demikian sudah di luar yang diajarkan tentang ziarah dalam
Islam. Inilah bentuk sinkretisme dalam masyarakat Jawa.
Ada juga sinkretisme yang berkembang, misalnyajimat. Di
kalangan Kraton, benda-benda pusaka dianggap mempunyai
kekuatan ghaib yang mampu melindungi. Di pedesaan,
biasanya benda-benda tersebut dianggap mempunyai daya
ghaib meskipun dia beragama Islam (Saifullah, 1997: 42).
Dakwah dengan pendekatan akulturasi dan sinkretisme
memang cepat memberi daya tarik tersendiri bagi
masyarakat yang sebelumnya kental dengan budaya Hindu-
Budha. Memang secara kuantitatif bertambah, sehingga
jumlah penduduk yang beragama Islam bertambah dan
menjadi mayoritas di Jawa. Namun, seeara kualitatif,
intensitas beribadah mereka masih kurang mantap.
A. Rifa'i, seperti dikutip Majlis Pustaka (1993: 13-14),
menyimpulkan bahwa pengamalan Islam yang dilakukan
orang Jawa banyak yang menyimpang dari ajaran aqidah
Islamiyah dan harus diluruskan. Akibat dari praktek-praktek
ini, ajaran Islam tidak murni, tidak beriungsi sebagaimana
mestinya, dalam arti tidak memberikan manfaat kepada
pemeluknya.
Realitas sosio-agama yang dipraktekkan masyarakat
inilah yang mendorong Ahmad Dahlan mendirikan
Muhammadiyah. Namun, gerakan pemurniannya baru
dilakukan pada tahun 1916, empafc tahun setelah
4040 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Muhammadiyah berdiri, saat Muhammadiyah mulai
berkembang ke luar kota Yogyakarta. Dalam konteks realitas
sosio-agama ini, tidaklah berlebihan apa yang dikatakan oleh
Munawir Sjadzali (1995), bahwa Muhammadiyah adalah
gerakan pemurnian yang menginginkan pembersihan Islam
dari semua unsur sinkretis dan daki-daki tidak Islami
lamnya.
C. Realitas Sosio-Pendidikan
Ada dua sistem pendidikan yang berkembang di Indonesia,
yaitu pendidikan pesantren dan pendidikan Barat. Pendidikan
yang disebut pertama ini mengajarkan studi keislaman
tradisional, misalnya ilmu kalam, ilmu fikih, tasawuf, bahasa
Arab berikut variasinya, ilmu hadits, ilmu fcafsir, dan lain-lain.
Studi ini banyak diminati orang-orang yang dalam kategori
Geertz disebut dengan santri. Proses belajar-mengajar di
lembaga pendidikan ini juga masih tradisional. Banyak alumni
lembaga pendidikan ini memiliki pola pikir yang menjauh dari
perkembangan modern. Pandangan Ahmad Dahlan; ada problem
mendasar berkaitan dengan lembaga pendidikan di kalangan
umat Islam, khususnya lembaga pendidikan pesantren. Problem
itu berkaitan dengan proses belajar-mengajar, kurikulum, dan
materi pendidikan. Dalam proses belajar mengajar, sistem yang
dipakai masih menggimakan sorogan dan weton, guru dianggap
sehagai sumber kebenaran yang tidak boleh dikritisi. Kondisi ini
membuat pengajaran nampak tidak demokratis. Fasilitas-fasilitas
modern yang sebetulnya baik untuk digunakan dilarang untuk
MUHAMMADIYAH 43
Latar Belakang berdiri dan 43
tujuannya
dipakai karena menyamai orang kafir. Umat Islam waktu itu
mengganggap bahwa hal yang sama dengan orang kafir, maka ia
termasuk golongan kafir juga.
Sedangkan materi dan kurikulum yang disajikan masih
berkisar pada studi Islam klasik, misalnya; fikih, tasawuf, teologi
atau ilmu kalam, dan sejenisnya. Ilmu-ilmu ini wajib syar'i untuk
dipelajari. Sementara ilmu modern tidak diajarkan karena itmu
itu termasuk ilmu Barat yang haram hukumnya bagi orang Islam
untuk mempelajari. Ilmu-ilmu selain studi Islam klasik tersebut
dianggap bukan ilmu Islam. Oleh karena itu, hukumnya tidak
wajib untuk dipelajari (ghair al-syar'-iyah). Padahal, kalau
diteliti, ilmu-ilmu yang berkembang di Barat itu merupakan
pengembangan lebih lanjut dari ilmu yang sudah dikembangkan
oleh Islam pada saat zaman keemasan Islam.
Sementara itu, pendidikan yang disebut kedua hanya
mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di dunia Barat. Metode
pengajaran sudah menggimakan metode modern. Pendidikan
yang diselenggarakan oleh pemerintah kolonial ini tidak
mengajarkan iimu-ilmu yang diajarkan di pesantren. Kebanyakan
siswa yang bisa masuk dalam pendidikan yang disebut terakhir
ini adalah orang-orang yang dalam kategori Geertz disebut
dengan abangan.
Pendidikan Barat ini dikelola pemerintah kolonial di Jawa.
Dalam pendidikan ini, materi yang diajarkan seperti materi yang
diajarkan di Eropa. Lembaga pendidikan yang dikelola
pemerintah ini disebut pendidikan umum (Koentjaraningrat,
1984:69). Lembaga pendidikan ini didirikan lebih dimaksudkan
sebagai upaya untuk mencetak kader pribumi untuk menjadi
pegawai pemerintah kolonial. Siswa-siswa yang belajar di
pendidikan Barat ini adalah siswa yang berlatar belakang
abangan. Dengan masuknya siswa dengan latar belakang ini,
diharapkan alumni yang nanti menjadi pegawai pemerintah tidak
melakukan perlawanan (Said dan Mansur, 1959 : 46).
Pemerintah kolonial Belanda mendirikan pendidikan sekolah
umum pertama kali di Batavia pada tahun 1617, namun
dikhususkan bagi anak-anak Belanda. Sedangkan sekolah bagi
anak-anak orang Jawa baru didirikan pada tahun 1849. Meski
demikian, pada awal dibolehkannya orang Jawa memasuki
4444 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
pendidikan Barat, dalam kenyataannya sangat sedikit sekali yang
bisa masuk di dalamnya. Sedikitnya siswa dari orang Jawa ini
karena persyaratan yang diajukan sulit dipenuhi, misalnya;
pemerintah kolonia! mempertimbangkan latar belakang keluarga
calon murid, status sosial orang tua murid dalam masyarakat,
keadaan lingkungan keluarga calon murid, uang sekolah dan
penguasaan bahasa Belanda (Saifullah, 1997: 49; Arifin, 1987;
94).
Pada tahun 1848, muncul gagasan untnk meningkatkan
kualitas dan kuantitas pendidikan bagi pribumi. Para Gubernur
diinstruksikan untuk mendorong berdirinya sekolah-sekolah
pribumi. Namun, dalam prakteknya, sekolah-sekolah yang
dibangun mayoritas dipenuhi oleh orang Eropa, dan kalaupun
ada yang lain, siswa-siswa itu berasal dari keluarga dengan latar
belakang Kristen. Bahkan banyak lembaga pendidikan yang
dimaksudkan untuk mempersiapkan tenaga-tenaga yang akan
bekerja di kantor dan perkebunan pemerintah kolonial Belanda
(Arifin, 1987: 195).
Pada tahun 1864, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan
peraturan baru tentang kebolehan putra-putri bupati untuk
memasuki dunia pendidikan yang dikelola pemerintah.
Kemudian diangkat penilik sekolah yang dimaksudkan untuk
mengawasi siswa-siswanya. Agar pengawasan ini bisa efektif,
maka pada tahun 1867 dibentuk departemen khusus pendidikan
(Arifin, 1987: 195).
Pada tahun 1871, kebijakan pemerintah kolonial Belanda
tentang pendidikan, ditetapkan bahwa jumlah sekolah guru perlu
ditambah; sekolah tingkat dasar terutama ditujukan untuk
mendidik putra-putri bangsawan; jumlah sekolah dasar perlu
ditambah; pengajarannya dengan menggunakan bahasa daerah
setempat (Melayu); pelajaran-pelajaran dasar yang diajarkan,
selain membaca dan menulis, adalah berhitung, ilmu bumi,
sejarah, ilmu alam, ilmu hayat, pertanian, menggambar,
menyanyi, dan bahasa Belanda; biaya sekolah dikurangi karena
ada subsidi pemerintah; dan pendidikan ini bersifat sekuler,
karena agama tidak diajarkan sebagai mata pelajaran pada
sekolah pemerintah (Saifullah, 1997 : 51).
MUHAMMADIYAH 45
Latar Belakang berdiri dan 45
tujuannya
Sejak tahun 1889, pemerintah kolonial Belanda mengubah
kebijakan tentang pendidikan, khususnya setelah terjadinya
pergantian penasihat urusan Islam dan pribumi di Indonesia dan
K.F. Holle ke C. Snouck Hurgronje. Kebijakan Snouck dalam
persoalan pendidikan dapat dipilah menjadi dua, yaitu politik
asosiasi dan politik etis. Politik asosiasi adalah bagian dari
politik de-Islamisasi Belanda yang diciptakan oleh Snouck, yang
dilakukan dengan cara mendirikan banyak sekolah yang
bertujuan menjauhkan siswa-siswa Muslim dari keyakinan
agama Islam. Politik ini menyangkut perhubungan peradaban
antara yang memerintah dan yang diperintah. Anak-anak Islam
diberikan pendidikan Barat yang-menjauhkan mereka dari
agamanya, sehingga terlepas dari gengg-aman Islam. Snouck
yakin bahwa bilamana politik ini berhasil, tidak akan ada lagi
yang menyusahkan pemerintah dalam hubungannya dengan
kaum Muslimin (Saifullah, 1997: 51). MenurutAkib Suminto,
politik asosiasi ini harus dilihat dalam konteks memperkokoh
dan pelestarian penjajahan yang dilakukan kolonial Belanda di
bumi Indonesia (Suminto, 1985: 41-42).
Sedang yang dimaksud dengan politik etis adalah kebijakan
pemerintah kolonial Belanda untukbalas budi kepada yang
dijajah. Di sini, kebijakan yang' dikedepankan lebih bermuatan
etika, yaitu ingin menolong. Folitik etis ini muncul ke
permukaan setelah pada tahun 1901 Ratu Wilhelmina
menyampaikan tentang periunya pemerintah kolonial
mempunyai tanggung jawab moral atas pendidikan rakyat di
Hindia Belanda. Namun dalam pelaksanaannya, politik ini
bertujuan menghantam sistem pendidikan pesantren.
Latar belakang politik ini bermula dari perekonomian
Belanda yang menunjukkan kemajuan setelah menguras sumber
daya alam Indonesia. Sumber daya alam yang diambil melalui
sistem kerja paksa dengan cara tidak manusiawi ini diolah
sedemikian rupa sehingga menghasilkan produk-produk bernilai
tinggi. Namun, Belanda mempunyai problem tentang pasar dari
produk-produknya. Dalam analisisnya, Belanda melihat bahwa
Indonesia sebagai negara jajahan mempunyai potensi yang besar
sebagai pasar dari produk-produk Belanda. Di pihak lain, daya
belt rakyat Indonesia sangat rendah akibat pembodohan yang
4646 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
dilakukan oleh pemerintah Belanda sendiri. Untuk itu, harus ada
upaya peningkatan pendidikan untuk meningkatkan daya belt mi
(Saifullah, 1997: 52).
Politik etis baru berjalan secara efektif, setelah Menteri
Urusan Tanah Jajahan dijabat oleh D. Fock menggantikan A.W
K. Idenburg pada tahun 1905. D. Fock tampaknya banyak
dipengaruhi oleh Hurgronje. Baginya, untuk mengikis peran
pesantren, diperlukan pendidikan model Barat bagi pribumi
kalangan atas, sehingga pengaruh budaya Barat akan dapat
menetralisasi peran pesantren melalui westernisasi dan
sekularisasi. Tidak hanya westernisasi dan sekularisasi yang
dikembangkan, tapi juga kristenisasi digalakkan melalui lembaga
pendidikan. Kristenisasi melalui dunia pendidikan ini digagas
oleh Idenburg ketika menjabat kembali sebagai Menteri Urusan
Tanah Jajahan setelah partainya "Partai Liberal" berkoalisasi
dengan "Partai Kristen" memenangkan di Parlemen Belanda
(Sutherland, 1983: 86).
Pada tahun 1914 didirikan Hollandsch Inlandsche School
(HIS), yang sebetulnya merupakan perubahan dari sekolah kelas
tiga, empat dan lima. Pada tahun yang sama didirikan sekolah
lanjutan tingkat pertama, yaitu Meer Uitgebreid Lager Onderwijs
(MULO) dan sekolah guru yang disebut Normaal School, yang
menerima murid dari lulusan sekolah kelas sebelumnya yang
lebih rendah tingkatnya. Berdiri pula sekolah lanjutan tingkat
atas yang disebut dengan Algemeene Middlebare School (AMS).
Kemudian berdiri sekolah tinggi kedokteran, teknik dan hukum
(Benda, 1980: 80).
Sekolah-sekolah yang didirikan oleh kolonial Belanda di atas,
diselenggarakan sangat sekuler, dalam arti pelajaran agama atau
semangat agama tidak diberikan. Bahkan pelajaran umum,
misalnya sejarah dan ilmu bumi, bermuatan Belanda sentris,
terlepas dari kebudayaan Indonesia. Akibatnya, sekolah-sekolah
tersebut merupakan masyarakat sendiri yang terlepas dari
kehidupan batin bangsa Indonesia. Sekolah-sekolah itu
melahirkan golongan baru yang disebut golongan intelek.
Golongan ini umumnya berpandangan negatifterhadap Islam,
dan alam pikirannya tercerabut dari bangsanya sendiri. Inilah
hasil dari politik asosiasi Hurgronje dan poilitik etis Van
MUHAMMADIYAH 47
Latar Belakang berdiri dan 47
tujuannya
Deventer. Bahkan alumni sekolah-sekolah ini menjadi antek-
antek Belanda (Tamimi, 1990: 9).
Kondisi internal pendidikan pesantren di satu pihak, model
penyelenggaraan, karakter, dan produk alumni model pendidikan
ala Barat di pihak lain, seperti dijelaskan di atas, mendorong
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah. Melalui
Muhammadiyah, Ahmad Dahlan ingin mendirikan lembaga
pendidikan yang mengajarkan yang memadukan dua karakter
dari dua model lembaga pendidikan yang berkembang waktu itu,
yaitu mengajarkan semangat Islam dan semangat modern.
Dengan demikian, umat Islam tidak hanya fasih berbicara
tentang Islam, seperti alumni pesantren, tetapi juga berwawasan
luas tentang perkembangan modern.
Seperti dituturkan oleh Umniyah A. Wardi (Amir, 1985 : 70-
71), murid langsung Ahmad Dahlan, bahwa Ahmad Dahlan
mempunyai cita-cita pendidikan yang akan dibangun nanti
melahirkan ulama Kyai yang maju, dan jangan mengenal lelah
dalam bekerja untuk Muhammadiyah (dadiyo Kyai sing
kemajuan, lan aja kesel-kesel anggonmu nyambut gawe kanggo
Muhammadiyah). Ulama yang maju adalah ulama yang dapat
mengikuti perkembangan zaman. Untuk itu, ulama harus
melengkapi dirinya dengan ilmu pengetahuan, di samping ilmu
agama yang dimiliki. Adapun yang dimaksud dengan ungkapan
bekerja untuk Muhammadiyah dalam pernyataan Ahmad Dahlan
adalah bekerja untuk masyarakat luas karena Muhammadiyah
waktu itu bertujuan memperbaiki kondisi masyarakat
berdasarkan agama Islam.
4848 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
hanya strategi semata untuk mengelabuhi umat Islam agar umat
Islam bisa menerima kehadirannya sebagai penjajah. Bahkan
justru sebaliknya, untuk maksud kehadirannya, pemerintah
Hindia Belanda harus membuat kebijakan tertentu yang bisa
secara efektif mencegah perlawanan umat Islam terhadap
penjajah.
Kebohongan publik itu harus dilakukan karena pemerintah
Hindia Belanda mempunyai kepentingan untuk melanggengkan
eksistensi kolonialismenya di bumi Nusantara ini selama
mungkin, sementara pemerintah Hindia Belanda menyadari
bahwa negara yang dijajah mi adalah masyarakat Indonesia,
yang mayoritas beragama Islam. Karena itu, bila tidak
melakukan kebohongan publik, eksistensi sebagai penjajah tidak
berlangsung lama. Dari sini, Belanda mulai menerapkan
kebijakan-kebijakan politik yang dapat menurunkan semangat
perlawanan yang diyakini bersumberkan dari ajaran, yakni ajaran
Islam. Asumsi pemerintah kolonial di atas tidak salah oleh
karena dalam tataran empiris, perlawanan penduduk terhadap
kolonial, seperti perang Paderi (1821), perang Diponegoro
(1825-1830), perang Aceh (1873-1903), dan lain-lain, tidak lepas
dari ajaran Islam (Suminto, 1985: 9). Islam sering tampil sebagai
simbol perlawanan terhadap pemerintah asing yang dinilainya
kafir. Dengan kenyataan tersebut, pemerintah kolonial Belanda
melihat bahwa keberhasilan menguasai masalah Islam
merupakan faktor kunci untuk tetap bisa eksis sebagai penjajah
(Suminto, 1989:345).
Setidaknya dapat dibagi menjadi dua periode dalam melihat
politik Islam Hindia Belanda. Pertama, periode sebelum
kedatangan Snouck Hurgronje dan kedua, periode setelah
Snouck Hurgronje manjadi penasehat Belanda untuk urusan
Pribumi di Indonesia.
Periode pertama, Belanda hanya berprinsip agar penduduk
Indonesia yang beragama Islam tidak membrontak. Untuk
memenuhi prinsip ini, Belanda menerapkan dua strategi, di yaitu
pihak, Belanda membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya
membendung, misalnya memantau dan mcmbatasi berbagai
kegiatan pengamalan ajaran Islam, dan di pihak lain, Belanda
melakukan kristenisasi bagi penduduk Indonesia. Dalam
MUHAMMADIYAH 49
Latar Belakang berdiri dan 49
tujuannya
pelarangan pengamalan ajaran Islam, pada periode ini Belanda
tidak membedakan aspek-aspek ajaran Islam mana yang harus
dilarang. Pokoknya, kegiatan-kegiatan keislaman harus
dieliminir sedemikian rupa, sehingga dapat mengurangi
perlawanan.
Di antara pengamalan Islam yang dibatasi Belanda adalah
ibadah haji. Persoalan haji ini oleh pemerintah Hindia Belanda
sangat dibatasi dengan berbagai aturan. Tujuan dari pembatasan
itu sebetulnya untuk mengurangi banyaknya orang Islam yang
akan menunaikan ibadah haji. Pembatasan ini harus dilakukan
didasarkan pada asumsi bahwa orang-orang yang telah
menunaikan ibadah haji diyakini sebagai sumber pusat
perlawanan sehingga semakin banyak yang pergi haji maka
sumber perlawanan semakin banyak (Suminto, 1989: 10).
Meskipun dipersulit, namun hal itu tidak menjadi hambatan
bagi umat Islam untuk menunaikan ibadah haji. Berdasarkan
laporan residen Batavia pada tahun 1825, setiap tahun jumlah
haji terus meningkat (Saifullah, 1997: 57). Hal ini dikarenakan
ibadah haji merupakan suatu rukun yang harus dilaksanakan
sebagai bentuk kesempurnaan Islam seseorang. Oleh karenanya,
betapapun sulitnya, tetapi harus dilaksanakan bagi yang telah
mampu untuk melaksanakan. Pelarangan seperti ini justru kontra
produktif bagi Belanda sendiri karena telah menjadi sumber
pemicu perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena
menghalangi kesempurnaan Islam seseorang.
Periode kedua, kebijakan pemerintah Belanda terhadap Islam
banyak mengalami perubahan setelah penasehat urusan pribumi
dijabat oleh Snouck Hurgronje. Dalam hal ini, tidak seluruh
kegiatan pengamalan Islam harus dihalangi, bahkan dalam hal-
hal tertentu harus didukung. Kebijakan ini didasarkan atas
pengalaman Snouck, terutama pengalaman dari kunjungannya ke
Mekah. Dia menetap selama tujuh bulan di sana (Februari hingga
Agustus 1885), dengan menyamar sebagai seorang Muslim
bernama Abdul Ghaffar. Di Mekah, Snouck sebanyak mungkin
bergabung dengan masyarakat Indonesia dan mempelajari
banyak hal mengenai lembaga dan kegiatan keagamaan mereka
(Shihab, 1998: 83; Bakri, 1990; 52).
5050 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Secara umum, kebijakan Islam yang disarankan Hurgronje
didasarkan atas tiga prinsip utama (Shihab, 1998: 85-S7).
Pertama, dalam semua masalah ritual keagamaan, misalnya
ibadah, rakyat Indonesia harus dibiarkan bebas menjalankannya.
Logika dibalik kebijakan ini adalah membiarkan munculnya
keyakinan dalam pikiran banyak orang bahwa pemerintah
kolonial tidak ikut campur dalam masalah keimanan mereka. Ini
merupakan wilayah yang peka bagi kaum Muslimin karena hal-
hal itu menyentuh nilai-nilai keagamaan mereka yang paling
dalam. Dengan berbuat demikian, pemerintah akan berhasil
merebut hati banyak kaum Muslim, menjinakkan mereka dan
sejalan dengan itu, akan mengurangi, jika tidak menghilangkan
sama sekali pengaruh perlawanan kaum Muslim fanatik terhadap
pemerintah kolonial.
Prinsip kedua, bahwa sehubungan dengan lembaga-lembaga
sosial Islam, atau aspek mu'amalah dalam Islam, seperti
perkawinan, waris, wakafdan hubungan-hubungan sosial lainnya,
pemerintah harus bempaya mempertahankan dan menghormati
keberadaannya. Meskipun demikian, pemerintah harus berusaha
menarik sebanyak mungkin perhatian orang Indonesia terhadap
berbagai keuntungan yang dapat diraih dari kebudayaan Barat.
Hal itu dilakukan dengan harapan agar mereka bersedia
menggantikan lembaga-Iembaga sosial Islam di atas dengan
lembaga sosial Barat. Diharapkan bahwa perlahan-lahan,
sembari berasosiasi dengan orang Belanda, orang Indonesia akan
menyadari keterbelakangan lembaga-lembaga sosial Islam milik
mereka dan menuntut digantikannya lembaga itu dengan
lembaga-Iembaga sosial model Barat. Dan akhirnya, hubungan
yang lebih erat antara penguasa Belanda dan rakyat Hindia
Belanda akan berkembang dengan sendirinya.
Prinsip ketiga, dan paling penting, bahwa dalam masalah
politik, pemerintah dinasehatkan untuk tidak menoleransi
kegiatan apa pun yang dilakukan oleh kaum Muslimin yang
dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-lslamisme atau
menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang
pemerintah kolonial Belanda. Pemerintah harus melakukan
kontrol ketat terhadap penyebaran gagasan apa pun yang dapat
membangkitkan semangat kaum Muslim di Indonesia untuk
MUHAMMADIYAH
5151
menentang pemerintah kolonial, Pemaksaan gagasan seperti ini,
akan memunculkan pengaruh aspek-aspek Islam yang bersifat
politik, yang menjadi ancaman terbesar terhadap pemerintahan
kolonial Belanda. Lagi-lagi, dalam hal ini Hurgronje
menekankan pentingnya kebijakan asosiasi kaum Muslim
dengan peradaban Barat. Pendidikan Barat harus dibuat terbuka
bagi rakyat pribumi, agar asosiasi ini berjalan dengan baik dan
tujuannya tercapai. Sebab, hanya dengan penetrasi pendidikan
model Baratlah pengaruh Islam di Indonesia bisa disingkirkan
atau dikurangi.
Visi Hurgronje mengenai Indonesia yang lebih baik, yakni
yang berasosiasi dengan negara induk Belanda secara damai dan
berjangka panjang, memperkuat visi mengenai perlunya
meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia secara
keseluruhan, yang secara sosial dan kultural ditata menurut
model Barat. Hurgronje tampak berkeyakinan bahwa
peningkatan seperti ini pada akhirnya akan mempersempit jurang
yang makin lebar antara masyarakat Indonesia "yang
terbelakang" dan masyarakat Belanda yang "modern". Setiap
upaya harus diambil untuk menghilangkan jarak kultural ini, agar
kekuasaan Belanda dapat dipertahankan terus secara damai
(Shihab, 1998: 87).
S. Hurgronje sangat menekankan pendidikan Barat terutama
untuk para bangsawan dan kaum aristokrat Indonesia. Mereka
memiliki tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dibanding rakyat
pribumi, karena kuatnya pengaruh Barat serta posisi mereka
yang relatif "bersih" dari pengaruh Islam. Para bangsawan dan
aristokrat Indonesia adalah kelompok sosial yang paling cocok
untuk pertama-tama ditarik masuk ke dalam orbit kebudayaan
Barat dan dijadikan sebagai rekanan. Dalam skenario ini, secara
periahan namun pasti, dibayangkan bahwa masyarakat Indonesia
secara keseluruhan, yang berakar kuat pada adat istiadat, akan
mengikuti jalan yang ditempuh oleh para pemimpin tradisional
mereka, yakni kelompok aristokrat dan bangsawan. Hal ini
didasarkan atas hasil observasi Hnrgronje bahwa sebagian besar
rakyat lebih dipengaruhi oleh tradisi-tradisi lokal dibandingkan
dengan pengaruh Islam, dan bahwa kelompok bangsawan
tampaknya memiliki wewenang dan pengaruh lebih besar
5252 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
dibandingkan para pemimpin santri. Karena itu, tambah
Hurgronje, para bangsawan Indonesia yang terdidik sebagian
besar adalah kaum Muslim "yang sedang-sedang saja", mereka
akan menjauh dari Islam dan akan memainkan dan
mengantarkan Indonesia menuju dunia model Barat. Pandangan
Snouck ini sangat berpengaruh dan menjadi salah satu alasan
disediakannya berbagai fasilitas pendidikan dalam skala besar-
besaran oleh pemerintah setelah tahun 1900 (Shihab, 1998: 87-
88).
Meskipun cukup sukses, kebijakan Islam yang dirancang
Hurgronje juga menemukan banyak kegagalan. Salah satu
kesalahan Hurgronje adalah pandangan yang menyepelekan
kemampuan Islam sebagai sebuah kekuatan yang dinamis dalam
melakukan reformasi dan modernisasi diri. Pandangan bahwa
Islam di Indonesia dapat direduksi hanya menjadi sebuah agama
ritual saja, yang terpisah dari aspek-aspek sosial dan politiknya,
sepenuhnya keliru. Bahwa keberhasilan modernisasi Islam
disebabkan oleh salah satunya adalah aspek ritualnya, yakni
pelaksanaan ibadah haji ke Mekah, yang dinasehatkan Hurgronje
agar dibiarkan bebas dari campur tangan pemerintah. Ia hanya
menunjukkan kekeliruan pandangan di atas. Padahal ibadah haji
ke Mekah, tempat kaum Muslim dari seluruh dunia saling
berinteraksi dan bertukar gagasan dan pengalaman, adalah
sumber pokok gagasan-gagasan Islam yang modern dan
revolusioner di Indonesia pada abad XX (Shihab, 1998;88).
Pada masa berlangsungnya kebijakan Islam yang dirancang
Hurgronje, Indonesia mengalami serangkaian perubahan sosial
yang penting. Perubahan-perubahan ini tidak disebabkan oleh
para penggagasnya atau merupakan hasil langsung dari sebuah
perencanaan, tetapi sebagian besar berlangsung karena pengaruh
tidak langsung kebijakan di atas. Akibat tidak langsung yang
tidak terduga, tetapi juga sangat penting, adalah muneulnya
sekelompok kecil elit terdidik yang mampu menyuarakan frustasi
massa. Yang mengagetkan Belanda adalah kelompok kecil elit
yang dipengaruhi kebudayaan Barat ini, namun belakangan
tampil sebagai pemimpin gerakan nasionalis yang sadar diri
(Shihab, 1998: 8). Tidak kalah penting adalah tumbuhnya
banyak gerakan modernis yang dipelopori oleh para sarjana
MUHAMMADIYAH
5353
Muslim sebagai respon atas kebijakan kolonial Belanda dalam
bidang pendidikan. Kebijakan dalam bidang pendidikan ini,
menurut partai-partai sosialis Belanda, adalah kebijakan yang
dicirikan oleh "Kristenisasi yang dipaksakan", dan dipandang
merupakan pemanfatan berbagai fasilitas pemerintah untuk
mengkristenkan kaum pribumi dengan diserahkannya
pengelolaan bidang ini kepada sekolah-sekolah misi kristen.
Mereka menekankan bidang pendidikan dalam rangka
menjalankan kebijakan mereka mengenai Islam, pemerintah
kolonial Belanda harus menyerahkan pengelolaan bidang ini
kepada sekolah-sekolah misi untuk mendukung program mereka.
Dalam pandangan pemerintah, pekerjaan memberikan
pendidikan kepada penduduk pribumi adalah pekerjaan yang
sangat besar untuk ditangani sendiri. Karena itu pemerintah
memandang secara bijaksana untuk menerima dengan gembira
dan rasa syukur semua bantuan yang dapat diberikan oleh
sumber-sumber swasta. Penjelasan paling gamblang mengenai
langkah ini adalah pandangan mengenai sekolah-sekolah misi.
Dalam pandangan ini, sekolah-sekolah tersebut dinilai sebagai
sarana yang cocok dan berpengaruh untuk memajukan
masyarakat pribumi. Dengan memberikan subsidi kepada
sekolah-sekolah misi ini, pemerintah dimungkinkan untuk
memberikan layanan pendidikan kepada lingkup masyarakat
yang lebih luas dibandingkanjika mereka mengurusnya sendiri
(Shihab, 1998: 88-89).
Hal di atas juga disebabkan oleh alasan lain yang mungkin
tidak cukup kuat tetapi penting dicatat, yakni terbatasnya dana
pemerintah untuk bidang pendidikan. Membangun sekolah baru
tentunya membutuhkan upaya-upaya yang lebih besar dan dana
yang lebih besar, dibandingkan bila begitu saja mendukung
sekolah missi yang didirikan oleh berbagai masyarakat
missionaris. Meskipun anggaran pemerintah untuk bidang
pendidikan pada periode ini sebenarnya relatifmeningkat, toh
secara keseluruhanjumlahnya tidak besar. Mengingat kenyataan
ini, pemanfaatan lembaga-lembaga seperti ini adalah pilihan
yang masuk akal (Shihab, 1998: 89).
Kebijakan pendidikan ini, yang diletakkan sebagai bagian
integral kebijakan Islam pemerintah kolonial Belanda dan
5454 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
dirancang untuk meningkatkan standar intelektual kaum pribumi,
sangat berpengaruh terhadap rakyat. Dengan mengesampingkan
faktor-faktor lain, kaum Muslim bereaksi secara negatif terhadap
penetrasi missi Kristen yang dibawa masuk melalui kerja sama
antara pemerintah dan sekolah missi Kristen. Kaum Muslim
benar-benar merasa khawatir karena dapat mengakibatkan
merosotnya pengaruh nilai-nilai Islam. Kaum Muslim menuntut
agar pemerintah menarik dukungan terhadap tujuan kristenisasi
di negara yang mayoritas penduduknya beragama non-Kristen
ini. Kaum Muslim melihat bahwa subsidi besar-besaran yang
diberikan pemerintah kepada sekolah-sekolah missi, di sebuah
negara yang 90 persen penduduknya Muslim, sementara pada
saat yang sama mengabaikan lembaga-lembaga milik kaum
Muslim, merupakan keanehan. Hal itu dipandang sebagai
kebijakan yang bertentangan dengan semua konsepsi modern
mengenai hubungan yang pas antara agama dan negara. Dekade
pertama abad ke-20 ini ditandai oleh ketidak-puasan di kalangan
kaum Muslim terhadap kebijakan pemerintah kolonial Belanda
mengenai Islam. Kebijakan ini, yang diklaim sebagai tengah
menyuarakan "netralitas dalam masalah agama", terbukti omong
kosong belaka. Dengan latar belakang inilah berbagai gerakan
reformis di wilayah ini mulai tumbuh. Akhirnya, gerakan-
gerakan reformis ini, baik yang bercorak nasionalis maupun
religius, terbukti merupakan ancaman serius bagi rezim kolonial
(Shihab. 1998: 89-90).
Pemerintah mengembangkan sikap ganda terhadap gerakan
rasionalis ini, pada mulanya toleransi dan represi. Pada awalnya
diyakini bahwa tumbuhnya kesadaran politik merupakan
konsekuensi logis kebijakan pendidikan mereka. Meskipun
demikian, karena gerakan-gerakan itu mulai menunjukkan
giginya, pemerintah mengambil sikap lebih keras terhadap
mereka. Manifestasi nyata gerakan nasionalis ini adalah
berdirinya Budi Utomo pada tahun 1908. Organisasi ini segera
disusul oleh sebuah organisasi politik yang lebih merakyat dan
berkecenderungan Islam yang kuat, yaitu Sarekat Islam. Hampir
bersamaan dengan itu, berdiri pula Muhammadiyah. Pada masa
ini, untuk menarik masa, seruan atas nama Islam disuarakan
sebagai ikatan bersama dalam kehidupan orang-orang Jawa.
MUHAMMADIYAH
5555
Sementara Budi Utomo membatasi kegiatannya pada bidang
kebudayaan. Sarekat Islam lebih memfokuskan kegiatan
ekonomi dan politik. Sementara itu, Muhammadiyah
menfokuskan upayanya untuk mempertahankan Islam pada masa
umumnya (Shihab, 1998: 90).
5656 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
yang rapi ini diilhami dari Al-Qur'an, surat Ali Imran/3: 104.
Dari Budi Utomo ini, seperti dituturkan Sjoedja', bahwa Ahmad
Dahlan memperoleh ilmu tentang cara membentuk persyarikatan,
menyusun anggota-anggota penguruan dan lain-lain yang
bersangkutan dengannya.
Adapun sasarannya kedua, adalah melakukan sosialisasi
ajaran Islam. Sasaran ini memperoleh ruang gerak yang luas,
setidaknya pada dua unsur yang mempengaruhi perubahan
masyarakat dan negara, yang tercermin dalam kepengurusan
Budi Utomo yang kebanyakan pegawai pemerintah Hindia
Belanda dan guru-guru sekolah yang dalam jangka panjang akan
mewarnai kedewasaan dan kecerdasan masyarakat yang kelak
akan mewarnai jalannya pemerintahan. Sosialisasi ajaran Islam
ini diterima para cendekiawan Budi Utomo yang sebelumnya
takut dengan Islam. Bahkan guru-guru Kweekschool
menyarankan kepada Dahlan untuk menularkan kepada siswa-
siswanya. Penerimaan ini tidak bisa dilepaskan dari penguasaan
dan kedalaman ilmu keislaman serta metodologi baru yang tidak
seperti metode-metode lain yang dipakai dalam menerangkan
Islam.
Melihat metodologi dalam menyampaikan ajaran Islam,
Ahmad Dahlan diperkenankan mengajar Islam kepada siswa-
siswa Kweekschool dengan metode baru dan waktunya setiap
Sabtu sore. Atas inisiatif para siswa, pertemuan itu dilanjutkan
pada Ahad pagi di rumah Ahmad Dahlan, kauman Yogyakarta
(Sjoedja', 1995: 67-68).
Pada tahun 1911, Ahmad Dahlan mendirikan sekolah
rakyat, yang diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah
Islamiyah, yang menggabungkan dua sistem pendidikan, yaitu
sistem pesantren dan sistem pendidikan Barat. Sistem pendidikan
yang disebut terakhir ini masih asing khususnya mata pelajaran
yang diajarkan, yaitu pengetahuan umum. Pemberian
pengetahuan umum ini untuk memajukan dan mencerahkan
masyarakat Islam Indonesia. Pentingnya ilmu-ilmu modern ini
diajarkan, setelah Ahmad Dahlan berkenalan dengan gagasan
pembaharuan Timur Tengah. Jadi, bagi Ahmad Dahlan, sistem
pendidikan Islam perlu ada orientasi segar untuk bisa bersaing
MUHAMMADIYAH
5757
secara signifikan dengan pendidikan model Barat (Sjoedja',1995:
45-47; Saifullah, 1997: 73).
Dengan memadukan dua sistem pendidikan yang
berkembang waktu itu, Ahmad Dahlan berharap bisa mencairkan
pembagian masyarakat yang selama ini terpilah secara
dikotomis, misalnya, masyarakat abangan dan santri. Pembagian
dikotomis seperti ini merupakan warisan politik asosiasi kolonial
yang sejak semula dimaksudkan untuk memecah belah
masyarakat Indonesia demi kepentingan kolonialismenya.
Masyarakat abangan biasanya berpendidikan Belanda yang sama
sekali tidak atau sedikit pernah menerima pendidikan Islam.
Melalui lembaga pendidikan ini, diharapkan melahirkan individu
dengan basis keilmuan Islam mendalam seperti yang dimiliki
produk pesantren dan basis keilmuan modern yang dimiliki
produk lembaga pendidikan Barat.
Jumlah murid pertama di Madrasah Ibtidaiyah Diniyah
Islamiyah hanya sembilan orang, itu pun dari keluarga sendiri.
Dalam tempo setengah tahun, jumlah murid menjadi dua puluh,
terdiri dari putra dan putri. Memasuki bulan ke tujuh, sekolah
tersebut memperoleh bantuan guru, bernama Khalil, dari Budi
Utomo. Guru tersebut bertugas sementara, kcmudian bergantian
dengan guru yang lain. Waktu pergantian kadang satu bulan,
kadang satu setengah bulan, atau dua bulan (Sjoedja',1995:66).
Model sekolah yang baru didirikan Ahmad Dahlan ini
mendapat reaksi minor dari masyarakat sekitar karena dianggap
menyimpang dari pakem, bahkan menyimpang dari ajaran Islam
yang selama ini berkembang di kalangan kaum Muslim. Reaksi
ini tidak hanya datang dari masyarakat umum, tetapi juga datang
dari keluarga sendiri dengan memboikot hubungan perdagangan
yang selama ini menjadi tulang punggung ekonomi Ahmad
Dahlan. Meskipun demikian, reaksi tersebut tidak menyurutkan
nyalinya untuk melanjutkan gagasan-gagasannya karena setiap
perbaikan selalu ada reaksi. Reaksi negatif seperti ini, bagi
Ahmad Dahlan bukan yang pertama, sebab peristiwa kiblat
Masjid Besar Kauman, shaf tempat salat Masjid, pembongkaran
surau, dan lain-lain, semuanya menunjukkan bahwa Ahmad
Dahlan sudah terlatih menerima tuduhan dan cacian.
5858 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Setiap Ahad pagi, setelah memberikan pengajian umum,
Ahmad Dahlan didatangi para siswa Kweekschool Jetis yang
dididiknya setiap Sabtu sore. Latar belakang keagamaan mereka
bervariasi, ada yang beragama Islam, Kristen, Katolik, teosofi,
dan lain-lain. Forum Ahad pagi ini dijadikan sebagai moment
yang tepat untuk menyampaikan gagasan-gagasannya tentang
Islam. Dalam penjelasan-penjelasannya, Ahmad Dahlan banyak
memberikan informasi yang bisa diteruna akal pikiran, oleh
karena mereka terbiasa berbicara yang rasional, bahkan mereka
tidak akan mau menerima informasi yang tidak rasional.
Pengedepanan rasional ini dapat dimaklumi karena mereka
didikan sekolah Barat (Sjoedja', 1995: 67-68).
Suatu kali, dalam salah satu pengajian Ahad pagi, Ahmad
Dahlan ditanya oleh salah seorang peserta pengajian tentang tiga
hal. Pertama, apakah tempat pengajian ini sekolahan?
Pertanyaan ini muncul karena peserta ini melihat adanya
perangkat sekolah seperti yang dilihatnya di sekolah yang
diadakan Belanda, misalnya: bangku, dingklik, dan papan tulis.
Ahmad Dahlan menjawab: "0, nak ini Madrasah Ibtidaiyah
Diniyah Islamiyah untuk member! pelajaran agama Islam dan
pengetahuan umum bagi anak-anak Kauman". Kedua, siapa yang
memegang sekaligus guru yang mengajar di sini? Dahlan
menjawab: ya, saya sendiri. Ketiga, apakah tidak lebih baik
sekolahan ini tidak dipegang Kyai sendiri? Sebab, setiap tahun
akan ada penerimaan siswa dan kenaikan kelas, sehingga siswa
akan bertambah, ini akan menyulitkan Kyai sendiri. Bahkan, jika
Kyai wafat, dan keluarga Kyai tidak mampu melanjutkan,
sekolah ini akan bubar. Dengan bubarnya sekolah ini berarti
gagasan Islam seperti disampaikan Kyai akan selesai sampai di
situ. Melihat pengelolaan dan kenyataan bahwa tidak sedikit
sekolahan yang bubar bersamaan dengan wafatnya Kyai. Maka
peserta pengajian ini mengusulkan kepada Ahmad Dahlan
tentang perlunya pengelolaan sekolah dikelola oleh sebuah
organisasi supaya bisa hidup terus selama-lamanya meskipun
pendirinya telah wafat (Sjoedja', 1995:68).
Setelah selesai pengajian, usulan peserta pengajian ini
menjadi pikiran Ahmad Dahlan. Dalam benaknya, apa yang
diusulkan tersebut memang sangat rasional dan benar, karena itu
MUHAMMADIYAH
5959
harus secepatnya ditindaklanjuti. Namun, Ahmad Dahlan
menyadari betui bahwa untuk merespon usulan tersebut
diperlukan sumber daya manusia, sementara daya dukung yang
dimiliki Ahmad Dahlan sangat tidak memadai. Untuk mengatasi
kondisi objektif ini, Ahmad Dahlan melakukan lima langkah
sebagai persiapan untuk mewujudkan organisasi yang
dikemudian hari organisasi ini diberi nama Muhammadiyah
(Saifullah,1997: 75-80).
Langkah pertama, Ahmad Dahlan menemui dan berdiskuai
dengan Budihardjo dan R. Dwijosewojo, guru Kweekschool di
Guperment Jetis. Ini dilakukan setelah ia mengadakan pertemuan
dengan para santrinya, yang menyetujui berdirinya persyarikatan
dengan melibatkan juga sumber daya manusia dari kalangan
cendekiawan. Hasil perbincangan dengan kedua guru dan tokoh
Budi Utomo itu meliputi enam hal: (1) Siswa Kweekschool tidak
boleh duduk dalam pengurus perkumpulan karena dilarang oleh
inspektur kepala sekolah; (2) Calon pengurus diambil dari orang-
orang yang sudah dewasa; (3) Apa nama perkumpulan tersebut
belum ada, dan sepertinya Ahmad Dahlan sedang
menyiapkannya; (4) Tujuannyajuga belum ada; (5) Tempat
perkumpulan adalah Yogyakarta; (6) Untuk merealisasikan
sampai tuntas, Budi Utomo membantunya dengan syarat harus
diusulkan/dimintakan setidaknya oleh tujuh orang anggota baru
Budi Utomo.
Langkah kedua, Ahmad Dahlan mengadakan pertemuan
dengan orang-orang dekat, dan memikirkan bakal berdirinya
organisasi tersebut. Agenda dalam pertemuan membahas tentang
nama perkumpulan, maksud dan tujuan, serta tawaran siapa yang
bersedia menjadi anggota. Untuk nama perkumpulan, Ahmad
Dahlan memberi nama "Muhammadiyah". Nama ini diambil dari
nama Nabiyullah, Muhammad SAW dengan mendapat tambahan
"ya* nisbah". Maksudnya secara perseorangan, siapa saja yang
menjadi warga dan anggota Muhammadiyah dapat menyesuaikan
diri dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan ber-tafaul.
Organisasi Muhammadiyah ini sebagai organisasi pada akhir
zaman, seperti Muhammad SAW yang menjadi Nabi dan Rasul
akhir zaman. Tujuan orang yang bersedia menjadi anggota Budi
Utomo, untuk mengusahakan berdirinya Muhammadiyah kepada
6060 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
pemerintah Hindia-Belanda, adatah H. Sarkowi, H. Abdul Ghani,
HM. Sjoedja', HM. Hisyam, HM. Fachruddin, HM. Tammimy,
dan KH. Ahmad Dahlan. Tidak lama setelah ketujuh orang ini
mengusulkan diri menjadi anggota Budi Utomo, Hoofdbestuur
menerimanya dengan memberi kartu anggota,
Langkah ketiga, Ahmad Dahlan dan keenam anggota baru
Budi Utomo itu mengajukan permohonan kepada Hoofdbestuur
Budi Utomo supaya mengusulkan berdirinya Muhammadiyah
kepada pemerintah Hindia-Belanda. Pada 18 November 1912
bertepatan dengan tanggal 8 Dzulhijjah 1330 Hijriyah
permohonan dikabulkan. Penentuan tanggal tersebut sesuai usul
Ahmad Dahlan dan kawan-kawannya setelah melalui
pertimbangan rasional dan spiritual lewat musyawarah dan salat
istikharah.
Permohonan berdirinya Muhammadiyah kepada pemerintah
Hindia-Belanda lewat Hoofdbestuur Budi Utomo ditanggapi
secara serius dan hati-hati oleh pemerintah Hindia-Belanda,
setelah menerima surat permohonan itu, meminta pertimbangan
dan advis empat penguasa lembaga terkait, yaitu residen
(gubernur) Yogyakarta; Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII;
Pepatih Dalem Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII; dan Hoodfd
(ketua) penghulu Haji Muhammad Kholil Kamaluddiningrat.
Dalam rapat dewan agama dan hukum Keraton yang diketuai
oleh penghulu Haji Muhammad Kholil Kamaluddiningrat,
permohonan Ahmad Dahlan dan kawan-kawan ditolak. Ini
disebabkan karena peserta rapat dan terutama ketuanya tidak
memahami persoalan umum mengenai isi dan istilah yang
dibicarakan. Namun demikian, penyebab utamanya adalah
persoalan pribadi antara ketua penghulu dan Ahmad Dahlan. la
antipati kepada Ahmad Dahlan karena masih teringat peristiwa
kontra-aksi masalah kiblat dan shaf Masjid Besar Kauman
Yogyakarta. Istilah presiden yang dipergunakan Ahmad Dahlan
untuk menyebut ketua, sebagaimana tertulis dalam surat
permohonan Ahmad Dahlan dan kawan-kawan disalah-tafsirkan
oleh HM. Kholil Kamaluddiningrat. Istilah tersebut disamakan
dengan residen, padahal keduanya berbeda. Residen adalah
kepala pemerintahan sedang presiden itu kepala golongan
tertentu (Saifullah, 1997: 77).
MUHAMMADIYAH
6161
Setelah menolak, penghulu lalu menyerahkan hasil
penolakan rapat itu ke lembaga atasnya, yaitu Pepatih Dalem Sri
Sultan Hamengkubuwono VII. Dalam analisisnya. Pepatih justru
mehhat positifkehadiran Muhammadiyah di tengah-tengah
masyarakat, bahkan kehadirannya bisa membantu tugas
penghulu dalam mengajarkan dan mendakwahkan ajaran Islam.
Sejak itu, penghulu merubah sikapnya dengan menerima surat
permohonan Ahmad Dahlan, dan meneruskannya ke Sri Sultan.
Dalam persetujuannya, Sri Sultan hanya memberikan
rekomendasi berdirinya Muhammadiyah untuk kawasan
Yogyakarta. Selanjutnya, Sri Sultan mengirimkannya ke
gubernur jendral, lalu oleh gubernurjendral dikirimkan ke
Hoofdbestuur Budi Utomo, dan diserahkan kepada Ahmad
Dahlan (Saifullah,1997: 77-78).
Susunan pengurus Muhammadiyah yang pertama
sebagaimana tercantum dalam surat izin itu, sebagai berikut
(Majlis Pustaka,1993: 29):
Presiden/ketua : K.H.Ahmad Dahlan
Sekretaris : H. Abdullah Siradj
Anggota : H. Ahmad
: H. Abdur Rahman
: H. Muhammad
: RH. Djailani
: H. Anies
: H. Muhammad Fakih
MUHAMMADIYAH
6363
1. Hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup
yang selaras dengan tuntunannya,
2. Hendak melakukan pekerjaan kebaikan umum,
3. Hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi
pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya.
Rumusan keempat terjadi setelah Muktamar
Muhammadiyah ke 31 di Yogyakarta tahun 1950. Adapun
rumusannya adalah: menegakkan dan menjunjzing tinggi agama
Islam sehingga dapat mewujzi-dkan masyarakat Islam yang
sebenar-benamya. Rumusan initampaknya dimaksudkan untuk
mengembalikan rumusan terdahulu agar sesuai dengan jiwa dan
gerak Muhammadiyah yang sebenarnya.
Rumusan kelima ini diubah pada Muktamar
Muhammadiyah ke-34 di Yogyakarta tahun 1959. Perubahan ini
hanya pada redak-sional semata atas rumusan hasil Muktamar
ke-31, darikata "dapat mewujudkan"menjadi "terwujudnya",
sehingga rumusan resminya adalah "Menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam terwujudnya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya".
Rumusan keenam terjadi pada Muktamar Muhammadiyah
ke-41 di Surakarta tahun 1985. Pada tahun itu Muhammadiyah
harus merubah maksud dan tujuan serta azasnya, oleh karena
kehadiran Undang-undang nomor 8 tahun 1985 tentang
kewajiban setiap ormas, baik agama maupun non-agama untuk
mencantum asas Pancasila. Adapun rumusan maksud dan tujuan
hasil Muktamar ke 41 itu adalah Menegakkan dan menjunjung
tinggi agama, Islam sehi'ngga tenvzijzid masyarakat utama, adil
dan makmur yang diridhai Allah SWT.
Rumusan ketujuh terjadi pada Muktamar ke-44 di Jakarta
pada tahun 2000. Muktamar ini mengembalikan Islam sebagai
asas Persyarikan Muhammadiyah seperti rumusan sebelumnya.
Hanya saja perubahan asas ini tidak dalam satu pasal tersendiri
dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah, melainkan dimasukkan
dalam pasal 1 ayat 2, yang berbunyi: Muhammadiyah adalah
Gerakan Islam, Dakwah Amar Makruf Nahi Munkar, berasaskan
Islam yang bersumber pada al-Qur'an dan al-Sunnah".
Perubahan ini disebabkan oleh dicabutnya Undang-Undang
nomor 8 tahun 1985 oleh MPR, dan ormas diperbolehkan untuk
6464 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
memilih asasnya sesuai dengan yang dikehendaki dengan catatan
tidak bertentangan dengan dasar negara. Karena itu, rumusan
maksud dan tujuan Muhammadiyah sekarang ini sama persis
seperti rumusan yang dihasilkan Muktamar ke-34 di Yogyakarta,
yaitu Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
MUHAMMADIYAH
6565
Kesimpulan :
MUHAMMADIYAH
6767
BAB 3
Muhammadiyah :
Identitas, Landasan Normatif
dan Operasional
MUHAMMADIYAH 69
Identitas, Landasan Normatif dan
69
Operasional
.... ﻦ ْﻳﺪ مَُﻼﺳْ ﻹِ ْا ِﷲا َﺪ ﻟا
َ
ِﻨﻋ ن ِإ
Sesungguhnya agama (yang diridlai) di sisi Allah hanyalah
Islam... (QS. ah 'Imran/3:19).
ِِﻞ ﺒ ْﻘ ـﻳ َﻦﻠَـﻓ ﻪﻨ ﰲِ ﻮ ﻫو ةﺮﺧ ِِﻎ ﺘﺒـﻳ ﺮـﻴﻏ مِﻼﺳ ﻷ
َ َ ُ َ ُْ ُ ََ ْ َ َ ْ َ َْ َ
َْﻷا ِﺎﻨﻳدِ ﻣ ْا ﻦﻣَو
ً َ
ِﻦ ﻳﺮِ ﺳِ ﺎْﳋ ا ﻦ ﻣ
َ َ َْ
Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-
kali tidaklah akan diterima (agama itu), dan dia di
akherat termasuk orang-orang yang rugi (QS. Ali 'Imran/3:
85).
ﱵﻤِ ُﺖ ﻢ ﻜ مَﻮ ﺖُ ْﻠﻤ ﻢ ُﻜ ﻢ ُﻜ...
َ ْ ُ ْ ْ َ ْ
ْﻌِﻧ َْﻤََْﲤأَو ﻴَْﻠﻋ ْﻛ َأ َﻟ َﻨﻳِد َـْﻴﻟا
... ِ ًﺎﻨﻳد ُﻴﺿِ مَﻼْﺳ ِﻹ ْا ﻢ ﻜ
ُ
ﺖ
ُ َﻟ رو
ََ
... Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agama-mu,
dan telah Kucukupkan bagimu nikmat-Ku, dan telah
Kuridlai Islam itu menjadi agama bagimu...
(QS. Al-Maidah/5:3).
STUDI KEMUHAMMADIYAHAN
70
70
2. Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah
Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan keyakinan,
Muhammadiyah melakukan dakwah Islam, yaitu seruan dan
ajakan kepada seluruh umat manusia untuk memahami dan
mengamalkan ajaran Islam. Dakwah ini dilakukan melalui
amar ma'ruf nahi mungkar, dengan hikmah kebijaksanaan,
yang mengacu antara lain pada ayat-ayat berikut :
َن فِ وﺮﻌْ ﻤ ﱃ ﲑَِْْﳋ ا
َ ﻦُﻜ ْﻢ ﻜُ ﺔﻣُ ُ◌ َن ﻮُﻋْﺪ
َ ُ
ْﻟﺎِﺑ ْوﺮﻣُْﺄَﻳو َﻳ ِإ ُﻨْﻣ أ َْﺘﻟَو
َ ُ
ﺤ ِﻠﻔْ ﻤ ْﻟا ﻚن ﻮ ﻜ ﻨﻤ ْﻟا َِن ﻮ ﻬ ﺮ
ُ ُ ََ ُ َ َ ْ
ﻢ ُﻫ ِ
ﻦِ ﻋَ َﺋﻻ ُْوأو ـﻨَْـﻳو
ُ َ َ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang
menyuruh kepada kebajikan, menyurzih kepada yang ma'ruf
dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung. (QS. Ali Imran/3: 104)
MUHAMMADIYAH 71
Identitas, Landasan Normatif dan
71
Operasional
... اوﺮـﻢ ﻬِ ﺴِ ُﻔ ﺮ ـ مٍﻮ َﻴﻐُـﻳ ﱴ َﻴﻐُـﻳَﻻ َﷲا ن ِإ
ُْ ْ ُ
ِ َﺣ ِ
ََﻧﺄﺑﺎﻣ َ ﻘَﺑﺎﻣ
... Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu
kaum sehingga mereka merubah diri mereka sendiri....
(QS. al-Ra’d/13:ll).
72
72
a. Sejarah Perumusannya
Kegelisahan Ki Bagus Hadikusumo dalam melihat
perkembangan zaman yang terus maju membawa
konsekuensi logis terhadap cita-cita perjuangan
Muhammadiyah. Untuk itulah Ki Bagus merumuskan
konsep Muqaddimah Anggaran Dasar untuk dibahas
dalam Muktamar Darurat tahun 1946 di Yogyakarta.
Rumusan ini diajukan dan dibahas kembali dalam
Muktamar ke 31 tahun 1950 di Yogyakarta untuk
mendapat pengesahan dari forum Muktamar. Namun
dalam forum tersebut HAMKA juga membawa konsep,
sehingga Muktamar belum dapat mengesahkan konsep
mana yang dipilih. Akhirnya Muktamar
merekomendasikan untuk dibawa dalam sidang- Tanwir
tahun 1951. Dalam Tanwir konsep dari Ki Bagus
Hadikusumo yang dapat diterima dengan catatan
penyempurnaan redaksional, sehingga dibentuklah tim
penyempurna yang terdiri dari HAMKA, Mr. Kasman
Singodimedjo, KH.Farid Ma'ruf dan Zein Djambek.
Latar Belakang disusunnya Muqaddimah Angaran
Dasar oleh Ki Bagus Hadikusumo dan kawan-kawannya
tersebut, adalah: (a) Belum adanya rumusan formal
tentang dasar dan cita-cita perjuangan Muhammadiyah;
(b) Adanya kecenderungan kehidupan rohani keluarga
Muhammadiyah yang menampakkan gejala menurun
sebagai akibat terlalu berat mengejar kehidupan duniawi;
(c) Semakin kuatnya berbagai pengaruh alam pikiran
dari luar, yang langsung atau tidak langsung berhadapan
dengan faham dan keyakinan hidup Muhammadiyah;
dan (d) Dorongan disusunnya Pembukaan Undang-
Undang Dasar RI tahun 1945.
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah
(MADM) merupakan rumusan konsepsi yang
bersumberkan AI-Qur'an dan Al-Sunnah Eentang
pengabdian manusia kepada Allah, amal, dan perjuangan
setiap manusia muslim. MADM ini menjiwai dan
menghembuskan semangat pengabdian dan perjuangan
ke dalam tubuh dan seluruh gerak organisasi
STUDI KEMUHAMMADIYAHAN
Muhammadiyah. Dengan demikian, MADM juga
menjiwai Anggaran Dasar Muhammadiyah.
73
73
(2) ﲔ ْ ﻤِ َﻟﺎﻌ ْﻟا ِﻪ ) ِﻢ ﻴ ِﺣﺮ1( ﲪ ﺮ ﻠِﻟ ﺪ ﻤ ْﳊ ا ِ
َ َ ْ َ ْ ُ ْ ٰ ﻟا ﻦ
ب ر ﺑ ِ ﻟا ِﷲا ﻢِ ﺴ
َ ْ
ِﻦ
كَ ﺎ ُﺪ ﺒﻌْ َـﻧ (4) ( ﻚِ مِﻮ3) ِﲪ ْ ﻢ ٰ ِﻦ
ُ ْ
ﻳِإ ﻳﺪْ ِﻟﺎﻣ ـﻳ ﻟا ﻴ ِﺣﺮ ﺮ ﻟا ﻟا
َ َ
ِ( ط اﺮﺻ6) ( ﻟا ﺎﻧﺪِ ﻫ ط ﻢ ﻴﻘِ ﺘﺴ ﻤ5) ﲔ َِْﻌﺘﺴ َك ﺎ ﻳِإ
َ َ ُ ْ َْ َ َ ْ َ ْ ُ
ْﻟا ا اﺮ ﺼ َﻧ و
َ َ
ِ ِ ِ ِ ِﻦ ﻳﺬ
َ ْ ﻟﺂﻀ ْﻢ ﻬ ﲑْ ﻏَ ﻐْ َﻤ ب ْﻮ ْﻢ ﻬ ﻟاَﻻَو
ﲔ ﺖ ﻤﻌ
َ ْ َ َْ
ﻟا
َْﻟا ﻀُ ﻴَْﻠﻋ َﻴَْﻠﻋ ْـَﻧأ
( 7)
Dengan nama Allah yang Maha Pemurah dan
Penyayang segala puji bagi Allah yang mengasuh semua
alam; yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, yang
memegang pengadilan pada hari kemudian. Hany a
kepada Engkazi, hamba menyembah dan hanya kepada
Engkau, hamba mohon pertolongan. Berilah petunjzik
kepada hamba akan jalan yang lempang; jalan orang-
orang yang telah Engkan beri kenikmatan; yang tidak
dimzirkai dan tidak tersesat".
(Al-Qur'an Surat al-Fatihah).
75
75
Hidup brrmaayarakat itu adalah sunnah (hukum
qudrat-iradat) Allah atas kehidupan manusia di dunia ini.
Masyarnkat yang sejahtera, aman, damai, makmur
dan bahagia hanya dapat diwujudkan di atas keadilan,
kejujuran, persaudaraan dan gotong-royong, bertolong-
tolongan dengan bersendikan hukum Allah yang
sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa
nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh
sekalian Nabi yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah
satu-satunya pokok hukum dalam masyarakat yang
utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung fcinggi hukum Allah lebih dari hukum
yang manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-
tiap orang yang mengaku bertuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah agama Allah yang dibawa
oleh sekalian Nabi, sejak Nabi Adam sampai Nabi
Muhammad SAW dan diajarkan kepada ummatnya
masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia dunia
dan akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang
bahagia dan sentosa tersebut, tiap-tiap orang, terutama
ummat Islam, Limmat yang percaya akan Allah dan hari
kemudian, wajibiah mengikuti jejak sekalian Nabi yang
suci, beribadah kepada Allah dan berusaha segiat-
giatnya mengumpulkan segala kekuatan dan
menggunakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di
dunia ini, dengan niat yang murni-tulus dan ikhlas
karena Allah semata-mata dan hanya mengharapkan
karunia Allah dan ridla-Nya belaka, serta mempunyai
rasa tanggung jawab di hadlirat Allah atas segala
perbuatannya; lagi pula harus sabar dan tawakkal
bertabah hati menghadapi segala kesukaran atau
kesulitan yang menimpa dirinya, atau rintangan yang
menghalangi pekerjaannya, dengan penuh pengharapan
akan perlindungan dan pertolongan Allah yang Maha
Kuasa.
STUDI KEMUHAMMADIYAHAN
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang
demikian itu, maka dengan berkat dan rahmat Allah
didorong oleh firman Allah dalam Qur'an :
76
76
Maka dengan Muhammadiyah ini, mudah-mudahan
umat Islam dapatlah diantar ke pintu gerbang syurga
"Jannatun Na'im" dengan keridlaan Allah yang Rahman
MUHAMMADIYAH
dan Rahim.
1. AD/ART Muhammadiyah
Anggaran Dasar (AD) Muhammadiyah merupakan
anggaran pokok yang menyatakan dasar, maksud dan tujuan
organisasi Muhammadiyah, peraturan-peraturan pokok dalam
menjalankan organisasi, dan usaha-usaha yang harus
dilakukan untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut.
MUHAMMADIYAH
8181
Penjelasan AD dicantumkan dalam Anggaran Rumah Tangga
(ART).
Adapun maksud dan tujuan yang akan dicapai oleh
persyarikatan Muhammadiyah sebagaimana yang
dicantumkan dalam AD pasal 2, berbunyi: "menegakkan dan
menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya".
Sedang usaha-usaha yang harus dilakukan untuk
mencapai maksud dan tujuan tersebut meliputi 17 sub-sistem
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 3, yaitu :
a. Menyebarluaskan Agama Islam terutama dengan
mempergiat dan menggembirakan tabligh;
b. Mempergiat dan memperdalam pengkajian ajaran Islam
untuk mendapatkan kemurnian dan kebenarannya;
c. Memperteguh iman, mempergiat ibadah meningkatkan
semangat jihad, dan mempertinggi akhlaq;
d. Memajukan dan memperbarui pendidikan dan
kebudayaan, mengembangkan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni serta mempergiat penelitian menurut
tuntunan Islam;
e. Menggembirakan dan membimbing masyarakat untuk
berwakaf aerta membangun dan memelihara tempat
ibadah;
f. Meningkatkan harkat dan martabat manusia menurut
tuntunan Islam;
g. Membina dan menggerakkan angkatan muda sehingga
menjadi manusia muslim yang berguna bagi agama, nusa,
dan bangsa;
h. Membimbing masyarakat ke arah perbaikan kehidupan
dan mengembangkan ekonomi sesuai dengan ajaran
Islam;
i. Memelihara, melestarikan, dan memberdayakan
kekayaan alam untuk kesejahteraan masyarakat;
j. Membina dan memberdayakan petani, nelayan, pedagang
kecil, dan buruh untuk meningkatkan taraf hidupnya;
k. Menjalin hubungan kemitraan dengan dunia usaha;
l. Membimbing masyarakat dalam menunaikan zakat,
infaq, shadaqah, hibah, dan wakaf;
8282 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
m. Menggerakkan dan menghidup-suburkan amal tolong-
menolong dalam kebajikan dan taqwa dalam bidang
kesehatan, sosial, pengembangan masyarakat, dan
keluarga sejahtera;
n. Menumbuhkan dan meningkatkan ukhuwah Islamiyah
dan kekeluargaan dalam Muhammadiyah;
o. Menanamkan kesadaran agar tuntunan dan peraturan
Islam diamalkan dalam masyarakat;
p. Memantapkan kesatuan dan persatuan bangsa serta peran
serta dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; dan
q. Usaha-usaha lain yang sesuai dengan maksud dan tujuan
Persyarikatan.
8484 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, material dan
spiritual yang diridlai Allah SWT.
Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap
berpegang teguh kepada kepribadiannya, usaha
Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan
bagian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan
berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam
Muhammadiyah. Dalam hubungan ini Muktamar
Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan bahwa:
Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam yang beramal
dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat,
tidak mempunyai hubungan organisatoris dan tidak afiliasi
dari sesuatu partai politik atau organisasi apa pun. Setiap
anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat
tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang
tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah
Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
persyarikatan Muhammadiyah.
Keempat, Muhammadiyah dan Ukhuwah Islamiyah.
Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerja
sama dengan golongan Islam manapunjuga dalam usaha
menyiarkan dan mengamalkan agama Islam serta membela
kepentingannya. Dalam melaksanakan kerja sama tersebut,
Muhammadiyah tidak bermaksud menggabungkan dan
mensubordinasikan organisasinya dengan organisasi atau
institusi lainnya.
Kelima, Dasar Program Muhammadiyah. Berdasarkan
landasan serta pendirian tersebut dan dengan memperhatikan
kemampuan dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah
kebijaksanaan sebagai berikut:
a. Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai
persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota
masyarakat, terdiri darimuslimin dan muslimat yang
beriman teguh, taat beribadah, berakhlak mulia, dan
menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.
b. Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota
Muhammadiyah tentang hak dan kewajiban sebagai
warga negara dalam Negara Kesatuan Republik
MUHAMMADIYAH
8585
Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosial terhadap
persoalan-persoalan dan kesulitan hidup masyarakat.
c. Menetapkan persyarikatan Muhammadiyah sebagai
gerakan untuk melaksanakan dakwah amar ma'ruf nahi
munkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta
di segala bidang kehidupan di Negara Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan UUD '45.
4. Keputusan-Keputusan Muhammadiyah
Keputusan-keputusan Muhammadiyah meliputi
banyak hal, dari keputusan Muktamar, Tanwir, Musyawarah
Wilayah (Musywil), Musyawarah Daerah (Musyda),
8686 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Musyawarah Cabang (Musycab), sampai Musyawarah
Ranting (Musyran). Di samping itu, masih ada keputusan-
keputusan lain sebagai kebijakan pimpinan pada masing-
masing tingkat.
Keputusan Mukfcamar merupakan acuan utama dalam
pelaksanaan program selama satu periode, sebagai kelanjutan
dan rangkaian program periode sebelumnya serta menjadi
dasar bagi penyusunan program periode berikutnya. Dengan
demikian ada kesinambungan program antara suatu periode
dengan periode berikutnya. Program-program hasil dari
keputusan Muktamar kemudian diterjemahkan secara lebih
operasional dalam Tanwir. Adapun keputusan-keputusan
Musywil mengacu pada keputusan-keputusan Muktamar
yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi Wilayah
masing-masing. Keputusan Musyda mengacu pada
keputusan-keputusan Musywil yang dikembangkan dan
disesuaikan dengan kondisi Daerah masing-masing.
Keputusan Musycab mengacu pada keputusan-keputusan
Musyda yang dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi
Cabang masing-masing. Sedang keputusan Musyran
mengacu pada keputusan-keputusan Musycab yang
dikembangkan dan disesuaikan dengan kondisi Ranting
masing-masing. Dengan demikian, ada kesinambungan
program-program dari tingkat ranting sampai pusat, dan di
level bawahlah sebenarnya yang merupakan tangan panjang
bagi pelaksanaan program atau keputusan-keputusan
Muhammadiyah.
MUHAMMADIYAH
8787
Kesimpulan
8888 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Bab 4
Sistem Gerakan dan
Organisasi Muhammadiyah
Isi: Tujuan Pembelajaran :
Pengertian Pembaharuan Agar Warga Belajar dapat :
1. Ideologi Gerakan 1. Memahami idelogi gerakan,
2. Sistem Gerak Organisasi sistem gerak organisasi dan
3. Struktur Organisasi Struktur organisasi
4. Majelis-Majelis Muhammadiyah
Majelis Tarjih dan Tajdid Majelis 2. Menguraikan sejarah dan
Tabligh, Majelis Pendidikan perkembangan Majlis-Majlis
Tinggi, Majelis Pendidikan Dasar dilingkungan Muhammadiyah.
dan Menengah, Majelis 3. Mampu berkiprah dalam Majlis-
Pendidikan Kader, Majelis Majlis di lingkungan
Pelayanan Kesehatan Umum, Muhammadiyah sesuai dengan
Majelis Pelayanan Sosial, Majelis keahliannya masing-masing.
Ekonomi dan Kewirausahaan, 4. Menguraikan sejarah dan
Majelis Wakaf dan perkembangan organisasi otonom
Kehartabendaan, Majelis Muhammadiyah
Pemberdayaan Masyarakat, 5. Menjelaskan kiprah Ortom
Majelis Hukum dan HAM, Muhammadiyah dalam kehidupan
Majelis Lingkungan Hidup dan beragama, berbangsa dan
Majelis Pustaka dan InFormasi. bernegara.
5. Lembaga-lembaga
Lembaga Pengembangan Cabang
dan Ranting, Lembaga Pembina
dan Pengawas, Keuangan,
Lembaga Penelitian dari
Pengembangan, lembaga
Penanggulangan Bencana,
Lembaga Zakat, Infaq dan
Shadaqah, Lembaga Hikmah dan
Kebijakan Publik, Lembaga Seni
Budaya dan Olahraga, Lembaga
Hubungan dan Kerjasama
Internasional
6. Organisasi Otonom
a. Aisyiyah
b. Pemuda Muhammadiyah,
c. Nasyiatul Aisyiyah,
A. Ideologi Gerakan
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam bukan sekadar
organisasi, lebih-lebih organisasi dalam pengertian adminiatrasi
yang bersifat teknis. Sebagai gerakan Islam, Muhammadiyah
merupakan gerakan agama (religions movements), yang
didalamnya terkandung sistem keyakinan (belie/system),
pengetahuan (knowledge), organisasi (organization), dan praktik-
praktik aktivitas (practices activity) yang mengarah kepada
1
tujuan (goal) yang dicita-citakan.
Anggaran Dasar Muhammadiyah sebagai landasan konstitusi
tertinggi menegaskan bahwa "Muhammadiyah adalah gerakan
Islam, dakwah amar mahruf nahi munkar dan tajdid, bersumber
2
pada al-Quran dan al-Sunnah. Muhammadiyah berasas Islam".
Sedangkan maksud dan tujuannya ialah menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwuijud masyarakat
3
Islam yang sebenar-benarnya. Guna mencapai tujuan tersebut,
Muhammadiyah menetapkan beberapa usaha yang selanjutnya
diwujudkan dengan bentuk amal usaha (badan usaha), program
4
kerja, dan kegiatan Persy arikatan.
Di sini organisasi menjadi salah satu unsur penting dalam
Gerakan Muhammadiyah. Itulah sebabnya Muhammadiyah
sering menyebut dirinya dengan istilah Persyarikatan, yakni
suatu berserikat yang memiliki seperangkat idealisme dalam satu
sistem gerakan baik berkaitan dengan wadahnya (jam'iyyah),
anggota (Jama'ah'), maupun kepemimpinannya (imamah') untuk
1
Haedar Nashir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah. 2006), hlm. v.
2
PP Muhammadiyah, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah (hab II
pasal 4) (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2005), hlm. 9.
3
Ibid. (bab III pasal 6).
4
Haedar Nashir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah. hlm. v
mencapai tujuannya. Sedemikian penting adanya organisasi,
maka kelahiran Muhammadiyah soring dihubungkan dengan
pesan suci Q.S. Ali Imran (3): 104, yang dipahami sebagai
perintah berhimpun dalam suatu organisasi yang menjalankan
5
dakwah Islam dan amar ma'ruf serta nahi munkar.
5
Ibid. hlm. v-vi
6
Al-Quran wa Tarjamatu Maanihi Ha al-Lughah al-Indunisiyyah (Madina : Mujamma'
al- Malik Fahd Li Tiba'at al-Mushaf. 1424), him. 93, dalam kitab ini disebutkan bahwa :
ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar
ialah segala
perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-
Nya.
7
Pernyataan ini beberapa kali penulis dengar langsung dari beliau di beberapa forum kajian. di
antaranya pada kuliah Kemuhammadiyahan di Pondok Muhammadiyah Hajjah
Nuriyah
Shabran, antara tahun 1984-1986. forum Pengajian Pimpinan Muhammadiyah di Kantor
PP
Muhammadiyah Jl. K.H.A. Dahlan 103 Yogyakarta. Pernyataan ini juga dikutip oleh
Haedar
Nashir. Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah. hlm.
9292 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
vi.
8
"Kaidah ini dapat dirujuk pada Ali bin Muhammad al-Amidiy. Al-Ihkam fi
Ushul al-Ahkam (Beirut: al-Maktab al-Islami. t.th). Juz I hlm. 110. Juz III, hlm. 171.
9 viii
Haedar Nashir, Meneguhkan Ideologi Gerakan Muhammadiyah, hlim. vi- .
10
A. Rosyad Sholeh. Manajemen Dakwah Muhamadiyah (Yogyakarta: Suara Muhammad)
yah.
2005). him, 70.
11
Tokoh yang satu ini merupakan sosok yang cukup lama bertahan dalam anggota ini
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. dimulai Muktamar Muhammadiyah ke-39 tahun 1975 di
Padang hingga saat itu, Dua kali menjadi Sekretaris Umum PP Muhammadiyah periode 1985-
1990 dan 2005-
2010. beberapa kali menjadi Wakil Ketua PP Muhammadiyah dan sejak
Muktamar
Muhammadiyah 39 di Padang hingga Muktamar ke-45 di Malang selalu terpilih menjadi
Ketua Panitia Pemilihan Pimpinan Pusat Muharnmadiyah. Dengan pengalaman tersebut sangat
layak apabila disertasi ini merujuk kepadanya dalam mengkaji sistem dan metode gerakan
Muhammadiyah, tentu akan diperkaya dengan bahan-hahan lainnya.
Dalam melaksanakan kegiatan kepemimpinannya, pimpinan
mempunyai tugas menetapkan kebijakan umum dan
mengendalikan selunih gerak usaha Muhammadiyah.
Komponen Badan atau Unsur Pembantu Pimpinan dan
Organisasi Otonom sebagian berhubungan dengan pelaksanaan
kegiatan pokok atau kegiatan teknis (technical activity) dan
sebagian berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan pelayanan
(auxiliary activity). Kegiatan pokok atau kegiatan teknis
yangdisebutnya kegiatan operasional adalah kegiatan yang
mempunyai hubungan langsung dengan pencapaian tujuan.
Adapun kegiatan pelayanan adalah kegiatan yang tidak
berhubungan secara langsung tetapi sangat menunjang
keberhasilan kegiatan pokok atau teknis.
Dalam menjalankan fungsinya, Badan Pembantu Pimpinan
mempunyai tugas melaksanakan kegiatan dan amal usaha
Muhammadiyah sesuai dengan dan terikat oleh kebijaksanaan
yang ditetapkan oleh pimpinan, Sementara, Organisasi Otonom
diberi hak untuk mengatur rumah tangganya sendiri, mempunyai
tugas membina bidang-bidang tertentu dalam rangka pencapaian
12
tujuan Muhammadiyah.
Pimpinan merupakan dewan atau sekelompok pengurus inti
yang melaksanakan tugas secara kolegial. Masing-masing
anggota pimpinan tidak mempunyai wewenang sendiri dalam
mengambil kebijaksanaan dan mengendalikan gerak organisasi
(persyarikatan), jabatan-jabatan yang ada dalam komponen
pimpinan bukan merupakan dan tidak mencerminkan pembagian
wewenang. Keputusan-keputusan pimpinan ditetapkan dan
diambil dalam rapat-rapat pimpinan yang dilaksanakan secara
berkala.
Prinsip kolegialitas dan inusyawarah tersebut merupakan
implementasi dari ideologi gerakan yang mengacu pada matan
Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah, yang di
antaranya berbunyi:
".. .suatu persyarikatan sebagai "gerakan Islam" dengan nama
'MUHAMMAD IYAH' yang disusun dengan Majelis-Majelis
(Bahagian-bahagian)-nya, mengikuti peredaran zaman serta
12
A. Rosyad Sholeh. Manajemen Dakwah Muhamadiyah. hlm. 70-71.
berdasarkan "syura" yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
13
dalam permusyawaratan atau Muktamar."
13
PP Muhammadiyah. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah. hlm. 7.
14
Ibid., hlm. 11
15
SK PP Muhammadiyah No. 170/KEP/I.O/B/2010, tentang penetapannomenklatur
unsur pembaantu pimpinan persyarikatan periode 2010-2015.
Dalam surat keputusan tersebut struktur horisontal dalam
kepemimpinan Muhammadiyah berupa Unsur Pembantu
Pimpinan yang terdiri majelis-majelis dan lembaga-lembaga.
Majelis adalah Adapun majelis-majelis terdiri atas:
1. Majelis Tarjih dan Tajdid,
2. Majelis Tabligh,
3. Majelis Pendidikan Tinggi,
4. Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah
5. Majelis Pendidikan Kader,
6. Majelis Pelayanan Kesehatan Umum,
7. Majelis Pelayanan Sosial,
8. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan,
9. Majelis Wakafdan Kehartabendaan,
10. Majelis Pemberdayaan Masyarakat,
11. Majelis Hukum dan HAM,
12. Majelis Lingkungan Hidup,
13. Majelis Pustaka dan Informasi,
Adapun lembaga-lembaga yang dibentuk yaitu:
1. Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting,
2. Lembaga Pembina dan Pengawas Keuangan,
3. Lembaga Penelitian dan Pengembangan,
4. Lembaga Penanggulangan Bencana,
5. Lembaga Zakat, Infaq dan Shadaqah,
6. Lembaga Hikmah dan Kebijakan Pubhk,
7. Lembaga Seni Budaya dan Olahraga,
16
8. Lembaga Hubungan dan Kerjasama Internasional.
16
Ibid.
rapih, solid sekaligus maju dan senantiasa bergerak sesuai
dengan jiwa gerakannya selaku gerakan Islam. Dalam hal ini
pemberdayaan dan dinamisasi Cabang dan Ranting serta
menghidupkan koordinasi antara Pusat, Wilayah dan Daerah
menjadi sangat vital.
Ketiga, memperkokoh imamah. Kepemimpinan dalam
Muhammadiyah adalah bagaikan imamah dalam salat jamaah.
Imam harus lebih dari yang lain dan menjalankan fungsi
sebagaimana mestinya. Imam harus menjadi teladan dan panutan
serta penggerak persyarikatan sesuai dengan posisi dan
fungsinya. Memimpin umat (makmum) agar benar-benar
mengikuti gerak persyarikatan, Apabila melakukan kesalahan
siap dikoreksi, segera menyadari dan kembali kepada kebenaran.
Kokohnya imamah dalam Muhammadiyah adalah juga
dibuktikan dengan berjalannya mekanisme organisasi yang
bertumpu pada musyawarah, karena kepemimpinan dalam
Muhammadiyah bersifat jama'i (kolektif-kolegial).
Keempat, membina jamaah. Jamaah adalah representasi
atau gambaran dari umat, baik umat ijabah maupun umat
dakwah. Warga Muhammadiyah perlu ditingkatkan dari
umatawam menjadi inti jamaah, yang mampu memposisikan diri
menjadi umat yang berdaya, sekaligus menjadi penggerak
jamaah. Pembinaan jamaah dapat dilakukan dengan
memperbanyak pengajian, silaturrahim, dan berbagai bentuk
pemberdayaan yang membuat umat dan jamaah menjadi lebih
paham agama, dewasa dalam bersikap, dan meningkat taraf
17
hidupnya.
D. Majelis-majelis
Majelis sebagai unsur pembantu pimpinan persyarikatan
memiliki ketentuan sebagai berikut: (1) Majelis bertugas
menyelenggarakan amal usaha, program dan kegiatan pokok
dalam bidangtertentu, (2) Majelis dibentuk oleh Pimpinan Pusat,
Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah dan Pimpinan Cabang di
tingkat masing-masing sesuai kebutuhan.
17
Ibid., hlm 85-88
Adapun Majelis yang dibentuk oleh Pimpinan Pusat
Muhammadiyah hasil Muktamar ke 46, 2010 adalah sebagai
berikut:
100100100 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
2. Majelis Tabligh
KH. Ahmad Dahlan tampil kemuka sebagai mujaddid
dan mujahid besar Islam, beliau ingin mengembalikan umat
Islam kepada kemurnian cita ajaran Islam yang bersumber
kepada Al-Qur'an dan Al-Hadits. Jiwa dan semangat KH.
Ahmad Dahlan itu dijabarkan dan dicanangkan oleh lembaga
yang bernama Majelis Tabligh atau Majelis Dakwah, pada
waktu Muktamar ke-38 di Ujung Pandang tahun 1971
ditetapkan program umum sebagai berikut "Mewujudkan
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam, amar ma'ruf
nahi munkar, yang berkesanggupan menyampaikan ajaran
Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an dan Sunnah Rasul
SAW, kepada segala golongan dan lapisan masyarakat dalam
seluruh aspek kehidupannya, sebagai kebenaran dan hal yang
diperlukan".
Majelis Tabligh ini oleh KH. Ahmad Dahlan dan
pimpinan-pimpinan sesudahnya dibentuk dan diadakan
terus-menerus sampai dewasa ini. Majelis ini diadakan dan
digerakkan dengan berpedoman pada firman Allah surat Ali
'Imron ayat 102,103 dan 104 yang artinya: Hai orang-orang
yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar
taqwa kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu,
mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam. Dan
berpeganglah kamu semuanya kepadatali. agamaAllah, dan
janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat
Allah kepadamu ketika kamu dafwiu (masa jahiliyah)
bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu lalu
menjadikan kamu karena nikmat Allah orang-orang yang
bersaudara, dan kamu telah berada di tepi jurang neraka,
lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu
mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada di. antara kamu
segoiongan umat yang menyerzi kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.
Sesuai SK PR Muhammadiyah tentang Qaidah Majelis
Tabligh Bab I Pasal 2 bahwa Majelis Tabligh mempunyai
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH
101101101
tugas pokok memimpin dan molakukan program yang jelas
102102102 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
meliputi seluruh aspek kegiatan dakwah yang tidak termasuk
dalam bidang tugas Majelis lainnya.
Pasal 3; untuk menyelenggarakan tugas pokok tersebut
pada pasal 2, Majelis Tabligh mempunyai fungsi:
1) Memberikan pertimbangan kepada pimpinan
persyarikatan untuk digunakan sebagai bahan dalam
menyusun kebyaksanaan persyarikatan dalam bidang
tabligh;
2) Pembinaan dan peningkatan kemampuan serta
pengkoordinasian kegiatan dan gerak mubaligh dalam
menyiarkan ajaran Islam kepada anggota, umat dan korp
mubaligh Muhammadiyah di tingkat Pusat, Wilayah,
Daerah dan Cabang;
3) Penggerak pengajian dan pengembangan pengamalan
ajaran Islam, serta menggembirakan kegiatan ibadah
anggota perayarikatan dan masyarakat dalam kelompok
jamaah, sehingga memiliki kemampuan penyelesaian
persoalan hidupnya sebagai orang Islam dalam
kehidupan masyarakat, bangsa yang selalu berubah dan
berkembang, guna meningkatkan mutu kehidupannya
sepanjang ajaran Islam;
4) Penggerak dan pembimbing penyelenggaraan,
pemeliharaan dan pengelolaan wakaf, masjid, mushola,
langgar dan surau serta sejenisnya sebagai ibadah dan
sarana peningkatan mutu kehidupan anggota dan
masyarakat sepanjang ajaran Islam dalam kerangka
kehidupan berbangsa;
5) Penggerak dan pembimbing pelaksanaan serta
pengembangan kegiatan pengajian pimpinan dan
anggota serta khutbah-khutbah dengan
memanfaatkanjasa iptek;
6) Penyelenggaraan pendidikan clan kaderisasi mubaligh
dan khatib sehingga memiliki kemampuan profesional
serta kemandirian dalam menjalankan tugasnya dalam
kehidupan masyarakat dan bangsa yang selalu berubah
dan berkemhang;dan
7) Penyelenggaraan penelitian dakwah dan perikehidupan
anggota umat dan masyarakat.
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH
103103103
3. Majelis Pendidikan Tinggi
Majelis ini merupakan pecahan dari Majelis Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan yang semula membawahi
seluruh amal usaha Muhammadiyah bidang pendidikan sejak
pendidikan dasar, menengah hingga pcrguruan tinggi. Mulai
tahun 1985 setelah Muktamar ke-41 di Surakarta,
didirikanlah Majelis Diktilitbang, dengan ketua pertamanya
Drs. H. Muhammad Djazman al-Kindi, MBA. Majelis ini
mengemban dua tugas sekaligus, yaitu mengembangkan
kualitas dan kuantitas Perguruan Tinggi Muhammadiyah,
dan menyelenggarakan aktivitas penelitian dalam konteks
pengembangan Persyarikatan.
Dengan semakin pesatnya perkembangan amal usaha
pendidikan, khususnya pendidikan tinggi di lingkungan
Muhammadiyah, diperlukan majelis khusus yang
mengkonsentrasikan diri untuk menangani perkembangan
dan pengembangan pergurnan tinggi di Muhammadiyah.
Untuk itu, sejak pasca Muktamar Muhammadiyah ke-41
Majelis Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dipecah
menjadi dua majelis, yaitu Majelis Pendidikan Dasar dan
Menengah (Dikdasmen) dan Majelis Pendidikan Tinggi
Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang).
Dengan terbentuknya Majelis ini, pengembangan
Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dapat
dikendalikan dan diseimbangkan antara kuantitas dan
kualitasnya. Di samping itu, persoalan-persoalan pelik yang
muncul di berbagai PTM dapat diselesaikan dengan lebih
baik.
Secara umum program pokok Majelis Diktilitbang,
meliputi:
1) Pengembangan PTM, yang mencakup: peningkatan
kualitas pendidikan PTM, pengembangan jaringan kerja
sama internal dan eksternal, penanganan masalah-
masalah kemahasiswaan, pengembangan organisasi dan
kelembagaan, serta penyusunan dan penyempurnaan
Qaidah PTM.
104104104 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
2) Penelitian dan pengembangan, mencakup program
penelitian dan pengembangan PTM, dan penelitian
pengembangan Muhammadiyah.
Dari program pokok di atas kemudian dijabarkan ke
dalam empat bidang, yaitu:
1) Bidang peningkatan kualitas PTM:
a) Supervisi PTM yang diselenggarakan sekaligus
dengan Temu Regional PTM
b) Mengintensifkan kunjungan ke PTM kecil sebagai
supporting bagi peningkatan kualitas pengelolaan
PTM.
c) Workshop pengembangan kurikulum PT
d) Workshop persiapan akreditasi PTM
e) Pelatihan manajemen PTM
f) Pelatihan metodologi penelitian tingkat lanjut.
g) Kompetisi penelitian dosen PTM dengan sistem
Hibah Kompetisi
h) Mengaktifkan Pusat Pengembangan (Pusbang) PTM
2) Bidang Penelitian dan Pengembangan:
a) Pengembangan database dan pusat informasi
Persyarikatan
b) Pengembangan kerja sama lembaga penelitian di
lingkungan Persyarikatan
c) Peningkatan kualitas penelitian di PTM
3) Bidang kerja sama dan kemahasiswaan:
a) Kerja sama dengan badan pendidikan
Muhammadiyah (baik majelis maupun ortom) dalam
pengembangan kurikulum.
b) Kerja sama dengan pihak luar dalam peningkatan
kualitas pendidikan dan penelitian.
c) Kerja sama antar PTM dalam peningkatan kualitas
SDM dan fasilitas pendidikan.
d) Jaringan internet antar PTM
e) Mengupayakan beasiswa bagi AMM dan kader
persyarikatan dalam PTM
f) LKTI mahasiswa PTM
g) Temu olah raga dan seni mahasiswa PTM
4) Bidang Organisasi dan Kelembagaan:
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH
105105105
Konsolidasi organisasi
Rapat Kerja Majelis Dikti
Rapat Rutin Majelis
Forum rektor PTM pembina
Pertemuan Regional PTM
Rakernas Bidang Pendidikan Muhammadiyah
Penyempurnaan Qaidah PTM
Di bawah kordinasi Majelis Diktilitbang PP
Muhammadiyah pertumbuhan PTM sangat pesat, bahkan
melampaui target. Ketika awal dibentuknya Majelis
Diktilitbang, tahun 1985, jumlah PTM se-Indonesia
sebanyak 75 buah, dan pada tahun 2005 berkembang
menjadi 166 buah, terdiri atas Universitas (36 buah), Sekolah
Tinggi (73 buah), Akademi (74 buah) dan Politeknik (4
buah).
106106106 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
1) Menanamkan kesadaran akan pentingnya bidang
pendidikan dan pengajaran serta kebudayaan sebagai
rangkaian usaha untuk mencapai tujuan Persyarikatan
serta menggerakkan kegiatan anggota-anggota untuk
beramal di bidang itu;
2) Memimpin dan membantu usaha cabang-cabang dalam
usahanya di bidang pendidikan dan pengajaran serta
kebudayaan;
3) Membantu dan mengkoordinasi kegiatan anggota dan
masyarakat serta organisasi Islam yang bergerak di
bidang pendidikan dan pengajaran serta kebudayaan
sesuai dengan maksud dan tujuan Persyarikatan;
4) Mengusahakan bantuan dan vasilitas dari pemerintah
dan badan-badan lain yang halal dan baik;
5) Mengadakan pendidikan untuk:
a) Membentuk tenaga pendidikan dan pengajaran yang
berjiwa Muhammadiyah;
b) Mempertebal keyakinan agama dan kesadaran
kemuhammadiyahan kepada tenaga pendidik dan
pengajar.
6) Mengusahakan alat kelengkapan pengajaran dan
pendidikan serta alat-alat administrasi sekolah, madrasah
dan pesantren;
7) Membuka dan menyelenggarakan sekolah/madrasah/
pesantren dan sebagainya di tempat yang penting
(strategis), di mana cabang-cabang yang bersangkutan
tidak atau belum mungkin menyelenggarakan sendiri;
8) Mengurus dan menyelenggarakan sekolah-sekolah,
madrasah, pesantren percontohan atau teladan; dan
9) Menyelenggarakan dan memimpin musyawarah kerja
Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah sesuai dengan
qoidah-qoidah yang ada.
5. Majelis Pendidikan Kader
Majelis Pendidikan Kader merupakan kesinambungan
dari Badan Pendidikan Kader (1990) dan Majelis
Pengembangan Kader dan Sumberdaya Insani (2000),
Adapun fungsi dan tugas Majelis Pendidikan Kader
sebagai berikut :
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH
107107107
1) Menyusun konsep perkaderan dan mengoperasionalisasi-
kannya secara simultan (menyeluruh) dan terpadu di
lingkungan pendidikan, keluarga, dan organisasi otonom
Muhammadiyah dalam satu kesatuan Sistem Perkaderan
Muhammadiyah yang mampu menghasilkan sumber
daya kader yang berkualitas guna menyongsong
pernbahanperubahan baru dalam kehidupan umat dan
bangsa yang melibatkan kerja sama, terutama antara
Badan Pendidikan Kader, Majelis Pendidikan, Aisyiyah,
dan Organisasi Otonom (ortom) Muhammadiyah;
2) Memprioritaskan pengembangan studi lanjut dalam
mengembangkan kualitas suinberdaya kader
Muhammadiyah yang pelaksanaannya dilakukan secara
bertahap dan terlembaga;
3) Menyelenggarakan Darul Arqam, Baitui Arqam, Up-
Grading, Refreshing, Job-Training, PUTM (Pendidikan
Ulama Tarjih Muhammadiyah), pengajian Mubaligh,
pengajian Ramadhan dan kegiatan-kegiatan perkaderan
lainnya yang dilahirkan secara terpadu di seluruh
lingkungan Persyarikatan termasuk Amal Usaha sesuai
dengan kepentingan dan sasaran yang dikehendaki;
4) Mengintensifkan dan memprioritaskan penempatan
kader dan proses seleksi yang mempertimbangkan aspek
kekaderan, komitmen, dan pengalaman aktivitas
bermuhammadiyah yang dipadukan dengan
kemampuan-kemampuan objektif dalam penempatan
personil, pengelola, dan pimpinan di lingkungan
kepemimpinan Persyarikatan, Majelis, Badan, Lembaga,
Organisasi Otonom, dan Amal Usaha Muhammadiyah
dengan kepentingan kelangsungan misi Persyarikatan;
5) Mengintensifkan pendataan kader dan aspek-aspek yang
terkait lainnya guna kepentingan pengembangan kader
Muhammadiyah di berbagai struktur di lingkungan
Persyarikatan;
6) Menerbitkan publikasi dan pedoman-pedoman yang
berkaitan dengan kepentingan pengembangan kader
Muhammadiyah dalam berbagai aspek;
108108108 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
7) Mengembangkan kerja sama penyelenggaraan
pendidikan khusus, seperti pendidikan nonformal untuk
pengembangan SDM Persyarikatan;
8) Menyelenggarakan forum Ideopolitor (Ideologi,
Organisasi, Politik, dan Organisasi) sebagai program
refreshing (penyegaran) khusus anggota Pimpinan
Persyarikatan di berbagai tingkat struktur yang
mengembangkan metode dialogis;
9) Mengoptimalkan dukungan fasilitas, sarana, prasarana,
dan dana untuk pengembangan kualitas kader dan
sumberdaya manusia di lingkungan Muhammadiyah;
10) Mengintensifkan pembinaan siswa di Madrasah
Mu'allimm, Mu'allimat, pondok pesantren, dan sekolah-
sekolah/madrasah-madrasah khusus Muhammadiyah
sebagai wahana khusus pembentukan kader
Persyarikatan;
11) Mengembangkan pembinaan kader melalui Hizbul
Wathan Muhammadiyah yang disusun secara sistematik
dan terprogram; dan
12) Mengembangkan pusat studi, pendidikan dan pelatihan
Muhammadiyah yang dilaksanakan secara sistematik.
Visi Pengembangan:
Berkembangnya fungsi pelayanan kesehatan dan
kesejahteraan yang unggul berbasis Penolong Kesengsaraan
Oemoem (PKO) sehingga mampu meningkatkan kualitas
dan kemajuan hidup masyarakat khususnya kum dhu'afa
sebagai aktualisasi Dakwah Muhammadiyah
110110110 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
dilaksanakan secara tersistem dengan kebijakan
Persyarikatan
Kegiatan:
1) Pembentukan dan pengembangan jaringan program
pengembangan kesehatan masyarakat (hingga skala
nasional dan internasional, meliputi: Promosi
Kesehatan, Desa Siaga (Qoryah Thayyibah), Sadar
Gizi, Kespro dan Family Planning, Tobacco Control,
Penyakit Menular (Flu Burung, HIV Aids, Malaria,
TB, dsb), PHBS.
2) Pembentukan Jaringan Rumah Sakit, Rumah
Bersalin dan Balai Pengobatan berskala Regional
3) Pembentukan Jaringan Rumah Sakit, Rumah
Bersalin dan Balai Pengobatan berskala nasional
4) Pembentukan Koperasi Sekunder AUMKES
Regional
5) Pembentukan Koperasi Induk AUMKES Nasional
6) Penyelenggaraan Teaching Hospital Utama di setiap
Lembaga pendidikan Kesehatan Muhammadiyah /
Aisyiyah (workshop)
7) Pertemuan Organisasi kesehatan Internasional
d. Sumberdaya
Terlaksananya Pembinaan dan pembebrdayaan anggota
Muhamamadiyah sebagai subjek gerakan secara
konsisten
dan berkelanjutan.
Meningkatkan kualitas sumber daya amal usaha bidang
kesehatan (AUMKES) melalui peningkatan kapasitas
tenaga AUMKES, pendidikan, promosi, daya dukung
fasilitas, dan berbagai skill yang mengembangkan
keunggulan.
Kegiatan:
1) Seminar dan pelatihan peningkatan kompetensi
Pimpinan AUMKES
2) Membangun Kerjasama dengan Lembaga
Pendidikan untuk pendidikan Manajemen RS
3) Seminar dan pelatihan Staff AUMKES terkait Isu
Kesehatan masyarakat dan Promosi Kesehatan
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH
111111111
4) Pelatihan penanggulangan Bencana bagi Tim
"tanggap Darurat di Lingkungan RS
5) Workshop Sistem Kompetensi SDI
6) Pelatihan Sosialisasi Sistem Kompetensi SDI
7) Pengiriman pendidikan dokter spesialis dari RS
Muhammadiyah
8) Peningkatan pengalaman kerja SDI Aumkes dengan
pengiriman kerja ke Luar Negeri
9) Workshop dan Sosialisasi Pendayagunaan Lulusan
Perguruan Tinggi Kesehatan Muhammadiyah di
Amal Usaha Kesehatan
10) Pembentukan Ikatan Karyawan Kesehatan
Muhammadiyah dan Aisyiyah
e. Aksi Pelayanan
1) Terbangunnya sinergi pelayanan public sebagai
wahana untuk menumbuhkembangkan Islamic Civil
Society
Meningkatkan stand arisasi pelayanan warga
asuh dilingkungan AUMKES
Meningkatkan keterpaduan dan kesiapan
AUMKES dalam penanggulangan bencana,
peningkatan kualitas tanggap darurat (response
time dan mobilisasi), peningkatan kualitas
manajemen dan pengadaan logistik tanggap
darurat, serta advokasi dan rehabilitasi pasca
bencana.
Kegiatan:
a) TOT Fasilitator dan Pelatihan GJDJ bagi
Pelayanan Dasar sbg penggerak dan penguat
cabang/ranting Muhammadiyah /Aisyiyah di
lingkungannnya
b) Pelatihan Manjemen Penagananan Bencana
(HOPE) di lingkungan AUMKES
2) Terlaksananya Pelayanan Publik melalui amal usaha,
program, dan kegiatan Muhamamdiyah yang
berkualitas
112112112 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Mengoptimalkan standar pelayanan kesehatan
melalui standarisasi pelayanan AUMKES,
pengembangan rumah sakit dengan layanan
unggulan di setiap daerah, optimalisasi
pelayanan AUMKES terhadap permasalahan
kesehatan masyarakat dan penanggulangan
bencana, dan peningkatan jumlah AUMKES
sebagai Satelit Klinik Rumah Sakit
Muhammadiyah dan 'Aisyiyah di daerah
pedalaman terpencil.
Mengembangkan jenis-jenis/model pelayanan
kesehatan bam yang langsung menyentuh
kehidupan masyarakat di akar rumput yang
bersinergi dengan AUMKES Muhammadiyah
sebagai wujud gerakan al-Ma'un/PKO.
Kegiatan:
1) Workshop dan Sosialisasi Pengembangan
AUMKES berstandar ISO dan Akreditasi
Kemenkes
2) Assessemnt, Workshop dan Sosialisasi
Pengembangan Rumah Sakit dengan layanan
Unggulan
3) Seminar, Workshop dan Sosialisasi kesehatan
masyarakat oleh AUMKES
4) Pembuatan dan pengembangan standar-standar
promosi kesehatan
5) Pengembangan sistem Asuh RS - BP dengan
pola pelayanan kesehatan satelit (workshop)
6) Membuat pilot project dan penghargaan "Model
AUMKES" sebabagi percontohan
3) Terlaksananya mngsi advokasi dalam pelayanan dan
kebijakan publik dari gerakan Muhammadiyah
Mengoptimalkan penanggulangan masalah
kesehatan masyarakat (Flu burung, Flu Babi,
Malaria, TBC, HIV/AIDS, dan sebagainya),
kampanye kesadaran hidup sehat dan bersih,
114114114 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Kesejahteraan Umat (Majelis PKU). Kemudian tahun 1990
Majelis Pembina Kesejahteraan Umat berubah nama menjadi
Majelis Pembina Kesehatan. Dilanjutkan pada tahun 2000
Majelis Pembina Kesehatan berubah nama menjadi Majelis
Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat (MKKM).
Pada tahnn 2008, dalam rangka mengoptimalkan
pelayanan dibidang pelayanan sosial. Majelis Kesehatan dan
Kesejahteraan Masyarakat mendirikan kelompok kerja
bernama Forum Panti Sosial Muhammadiyah-Aisyiah
(FORPAMA).
Pada tahun 2009, FORPAMA berubah nama dari
Forum Panti Sosial menjadi Forum Perlindungan Anak dan
Lansia Muhammadiyah-Aisyiyah. Pada Tahun 2010 dalam
Rapat Kerja Nasional FORPAMA di Denpasar, FORPAMA
merekomendasikan kepada Majelis Kesehatan dan
Kesejahteraan Masyarakat, agar dibentuk Majelis khusus
yang menangani program pelayanan sosial.
Akhirnya pada tahun 2010, pasca Muktamar 1 Abad
Muhammadiyah di Kampus Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta, Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengesahkan
pembentukan Majelis Pelayanan Sosial sebagai pemekaran
dari MKKM, menyertai disahkannya Majelis Pelayanan
Kesehatan Umum,
Vis
i
Berkembangnya fungsi pelayanan sosial yang unggul
sehingga mampu meningkatkan kualitas dan kemajuan hidup
masyarakat khususnya kaum dhu'afa sebagai aktualisasi
Dakwah Muhammadiyah
Misi
1. Menggerakan dan menyatukan seluruh potensi
Muhammadiyah untuk meningkatkan profesionalitas
dalam pelayanan sosial
2. Meningkatkan kualitas pelayanan dan kelembagaan
sosial di lingkungan Muhammadiyah
Program Kerja
1. Pelayanan dan perlindungan anak dan Lansia berbasis
keluarga, komunitas dan institusi pelayanan sosial
2. Pengembangan usaha kecil dan menengah untuk institusi
pelayanan sosial
3. Database online
4. Peningkatan kapasitas untuk pengasuh (pekerja sosial)
anak dan pengurus institusi pelayanan sosial
5. Keterampilan hidup untuk anak
6. Donasi untuk anak. Biaya pendidikan, pemenuhan gizi,
kesehatan.
7. Donasi untuk institusi pelayanan sosial. Operational, gaji
tenaga pengasuh, fasilitas pelayanan.
Sasaran
1. Anak yang membutuhkan perlindungan khusus (anak
terlantar, anak cacat. anak korban bencana alam, anak
korban eksploitasi seksual dan ekonomi, anak korban
trafiking, anak korban kekerasan, anak berkonflik
dengan hukum)
2. Kelompok Lansia
3. Masyarakat Miskin
116116116 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Jaringan Organisasi
No Kepemimpinan Jumlah
1 Pimpinan Wilayah (Level Provinsi) 33
2 Pimpinan Daerah (Level Kabupaten – 417
Kota)
3 Pimpinan Cabang (Level Kecamatan) 3221
4 Pimpinan Ranting (Level Kelurahan-Desa) 8107
118118118 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
kegiatan pemberdayaan serta mendorong proses transformasi
sosial dalam masyarakat",
Sedangkan misi pengembangan untuk jangka tahun
2005-2010 adalah:
1) Menegakkan keyakinan tauhid sosial sebagai spirit
aktivitas-aktivitas pemberdayaan masyarakat.
2) Mewujudkan proses transformasi sosial yang mencakup
perubahan kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat
yang lebih luas.
Sebagai kesinambungan dari Lembaga Buruh, Tani dan
Nelayan, MPM melaksanakan kegiatan-kegiatan antara lain:
1) Pengembangan media komunitas, puaat dokumentasi
dan data base mengenai keseluruhan aktivitas yang
berkaitan dengan upaya-upaya pemberdayaan BTN.
2) Pembentukan Qoryah Thayyibah di sejumlah wilayah
pendampingan sebagai wadah yang memfasilitasi upaya-
upaya pemberdayaan dan pendampingan lingkungan
BTN (buruh, tani dan nelayan), terutama di basis-basis
Muhammadiyah.
3) Pembentukan lembaga advokasi dalam melindungi dan
membela hak-hak masyarakat dampingan.
4) Pelatihan untuk Muhammadiyah Community Organizer
sebagai konsultan umat di sejumlah Qaryah Thayyibah.
120120120 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
lingkungan sosial kemasyarakatan. Untuk program dan
kegiatan dari MLH PP Muhammadiyah ini meliputi:
1) Pengkajian dan penelitian dalam masalah lingkungan
2) Pendidikan dan pelatihan untuk pendampingan
masyarakat dalam pelestarian dan pemberdayaan
lingkungan
3) Workshop Teologi (Etika) Islam tentang Lingkungan,
sehingga menumbuhkan kesadaran umat Islam dan
warga Muhammadiyah terhadap keseimbangan
lingkungan sebagai bagian dari sistem kehidupan Islami
4) Melaksanakan diskusi dan Seminar Lingkungan
5) Penerbitan jurnal dan buku-buku tentang Lingkungan
dan Peran Persyarikatan
6) Pembentukan komunitas peduli lingkungan dan advokasi
terhadap kasus-kasus lingkungan dan pemberdayaan
lingkungan hidup.
E. Lembaga-lembaga
Dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah disebutkan bahwa:
(1) Lembaga adalah unsur Pembantu Pimpinan yang diserahi
tugas dalam bidang tertentu, (2) Lembaga dibentuk hanya oleh
Pimpinan Pusat, (3) PimpinanWilayah dan Pimpinan Daerah,
apabila dipandang perlu, dapat membentuk lembaga tertentu
dengan persetujuan Pimpinan Persyarikatan setingkat di atasnya.
Adapun lembaga-lembaga yang dibentuk oleh Pimpinan
Pusat Muhammadiyah hasil Muktamar satu abad 2010 yaitu:
122122122 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
juga kemunculan banyak organisasi Islam baru yang
mengharuskan Muhammadiyah memperbarui strategi
dakwah dan perjuangannya. Salah satu tantangan tersebut
adalah penataan dakwah dan perjuangan di tingkat
akarrumput melalui pengembangan Cabang dan Ranting.
Secara hirarkhi keorganisasian, Cabang dan Ranting adalah
level organisasi paling bawah, sehingga sering juga dilihat
dari logika garis wewenang dimana pimpinan Cabang dan
Ranting sekedar pihak yang menunggu dan menjalankan
perintah pimpinan yang di atasnya. Padahal sebenarnya
Cabang dann Ranting justru memainkan peran ujung tombak
dalam kinerja Persyarikatan Muhammadiyah:
Pertama, Cabang dan Ranting merupakan ujung tombak
dalam rekrutmen anggota dan kaderisasi.
Kedua, ujung tombak dalam menjalankan dakwah
keagamaan.
Ketiga, ujung tombak dalam ukhuwah dengan organisasi
Islam yang lain, maupun dalam perjumpaan dengan
organisasi sosial yang lain.
Keempat, duta Persyarikatan di masyarakat. Kelima,
ujung tombak dalam membela kepentingan umat.
Kondisi Aktual Cabang Dan Ranting secara kuantitas
jumlah Cabang dan terutama Ranting Muhammadiyah masih
terhitung minim. Dari 5.263 jumlah kecamatan di Indonesia,
baru 3.221 yang memiliki Cabang Muhammadiyah atau
sekitar 61%. Sementara di tingkat Ranting kondisinya lebih
parah, karena barn ada 8.107 Ranting Muhammadiyah dari
62.806 jumlah desa yang ada, atau hanya 12%. Dari angka-
angka di atas tampak bahwa pengaruh dan popularitas
Muhammadiyah belum tercermin dalam kuantitas
organisatorisnya. Secara kualitas, meskipunjika dibanding
dengan beberapa ormas Islam yang lain Muhammadiyah
jauh lebih unggul, namun masih jauh dari harapan warga
Muhammadiyah sendiri.
Pertama, secara organisatoris masih rapuh. Masih
banyak Cabang dan Ranting yang belum memiliki
kepengurusan yang lengkap, dan belum mampu menjalankan
Vis
i
"Terciptanya kondisi dan perkembangan Cabang dan
Ranting yang lebih kuat, dinamis, dan berkernajuan sesuai
dengan prinsip dan cita-cita gerakan Muhammadiyah menuju
terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya."
126126126 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
d. Menjadikan Ranting-Ranting tertentu yang memiliki
infrastruktur dan prasyarat/kondisi yang kondusif untuk
pilot proyek/program Keluarga Sakinah serta Gerakan
Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ)
e. Menghidupkan dan menyemarakkan pengajian-
pengajian pimpinan dan anggota dengan berbagai model
alternatif
f. Mengembangkan fungsi pelayanan crisis center untuk
advokasi di tingkat Ranting.
g. Menjadikan Ranting sebagai basis kegiatan
pemberdayaan masyarakat dan pembentukan Islamic
Civil Society
h. Meningkatkan konsolidasi, termasuk komunikasi dan
jaringan intensif, dengan seluruh organisasi otonom dan
unit-unit kelembagaan di tingkat Ranting.
i. Khusus dengan Aisyiyah perlu lebih mengembangkan
sinergi yang solid dan memberikan peran yang lebih
signifikan karena organisasi otonom khusus ini memiliki
basis kegiatan yang kuat dan cukup intensif yang
berhubungan langsung dengan masyarakat di bawah.
j. Menyiapkan dan mengusahakan kader Muhammadiyah
untuk menempati posisi-posisi dan peran-peran penting
serta strategis dalam kiprah kemasyarakatan di wilayah/
kawasan Ranting setempat seperti menjadi Ketua RT,
kelompok-kelompok sosial, organisasi kepemudaan,
kelompok tani, dan sebagainya.
k. Membangun/menyediakan/melengkapi perkantoran/
gedung Ranting yang bersifat serbaguna dan menjadi
pusat gerakan Muhammadiyah, sekaligua pusat
pelayanan masyarakat, termasuk pemasangan papan
nama.
l. Selain mengelola amal usaha Ranting, perlu
meningkatkan sinergi dan kerjasama dengan amal usaha
yang berada di lingkungan Ranting Muhammadiyah
setempat.
m. Menyelenggarakan pengajian umum dan khusus sesuai
dengan model yang dikembangkan dalam
128128128 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
1) Penelitian dan pengembangan, mencakup program
penelitian dan pengembangan di PTM, dan penelitian
pengembangan gerakan Muhammadiyah.
2) Bidang Penelitian dan Pengembangan:
a) Pengembangan database dan pusat informasi
Persyarikatan
b) Pengembangan kerja sama lembaga penelitian di
lingkungan Persyarikatan
c) Peningkatan kualitas penelitian di PTM
Tujuan Strategis
Tujuan strategis yang dianggap sebagai prioritas utama
yang harus diselesaikan oleh MDMC dalam jangka waktu 3
(tiga) sampai 5 (lima) tahun ke depan adalah:
1) Peningkatan Kapasitas Kelembagaan MDMC untuk
kerja-kerja Kemanusiaan dalam isu Bencana.
2) Penguatan Jaringan dan Mendorong Partisipasi
Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana
130130130 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
e) Berjejaringan; bekerja bersama dengan siapapun yang
memiliki misi yang sama.
f) Akuntabel; bekerja secara transparan, menghargai
keterbukaan publik dalam kegiatan dan laporan
keuangan.
g) Kepatuhan Hukum; bekerja atas dasar kesadaran hukum
Vis
i
Menjadi Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shodaqoh di kota
Surabaya yang amanah, transparan dan profesional dalam
130130130 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
rangka pemberdayaan masyarakat miskin & mustadh'afin
sesuai dengan tujuan Muhammadiyah,
Misi
a) Meningkatkan kesadaran ummat untuk membayar zakat
sebagai salah satu rukun Islam.
b) Mengintensifkan pengumpulan ZIS pada seluruh lapisan
masyarakat.
c) Mendayagunakan ZIS secara optimal untuk
pemberdayaan kaum miskin melalui amal-amal sosial &
kemanusiaan.
d) Mengelola zakat, infaq dan shadaqah secara
professional, transparan & akuntabel.
134134134 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
gerak langkah Muhammadiyah, di mana asas dan
tujuannya tidak terpisah dari induk Persyarikatan.
d. Keluarga Sakinah
1) Pengertian Keluarga Sakinah
Istilah keluarga sakinah terdiri dari kata
keluarga dan kata sakinah. Dalam kehidupan sehari-
hari kata keluarga dipakai dengan pengertian, antara
lain (a) sanaksaudara, kaum kerabat; (b) orang
rumah, anak istri, batih; (c) orang-orang di bawah
naungan organisasi (dan yang sejenisnya), seperti
keluarga Nahdhatul Ulama, keluarga
Muhammadiyah, dan lain-lain. Dalam tulisan ini
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI MUHAMMADIYAH
135135135
kata keluarga dipakai dengan pengertian orang seisi
rumah (masyarakat terkecil), yang terdiri dari ayah,
ibu, dan anak. Selanjutnya kata "sakinah" dalam Al-
Qur'an dijumpai antara lain dalam surat Al-
Baqarah/2: 248; Al-Tawbah/9: 26; Al-Fath/48:
4,18, dan 26, dengan makna "ketenangan".
Zainuddin Hamidy menerjemahkan kata sakinah
kadang dengan "ketenangan" (Al-Tawbah/9:26),
tetapi kadang dengan hal yang memuaskar hati (Al-
Baqarah /2: 248).
Dalam istilah keluarga sakinah, kata
"sakinah" dipakai sebagai kata sifat dengan arti
"tenang, tenteram", yaitu untuk menyifati atau
menerangkan kata keluarga. Selanjutnya, kata itu
masih ditafsirkan dengan "mengandung makna
bahagia dan sejahtera". Itulah sebabnya kata
"sakinah" sering digunakan dengan pengertian
tenang, tentram, bahagia, dan sejahtera lahir batin.
Munculnya istilah keluarga sakinah
dimaksudkan sebagai penjabaran firman Allah
dalam surat Al-Rum/30: 21, yang menyatakan bahwa
tujuan berumah tangga atau berkeluarga adalah
untuk mencari ketentraman atau ketenangan dengan
dasar mawaddah wa rahmah, yaitu saling mencintai
dan penuh kasih sayang (QS. Al-Rum/30: 21).
136136136 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ﻪِﺗﺎَﻳآ ن ﻖ ﻢ ﻜُ ﻦ ﻣِ ﻢ ُﻜ ﺴِ ﺎﺟ اوْزَأ ﻦ
َ ً ْ ْ ْ َ ْ َ ْ
ِ ﻔُ ْـَﻧأ َأ َﻠَﺧ َﻟ ﻣِو
َ
ِ
138138138 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Seagama dan taat beragama menjadi syarat
utama pasangan calon pembina keluarga sakinah,
karena syarat inilah yang betul-betul akan menjadi
sumber ketenangan keluarga. Pasangan suami istri
yang taat beragama tentu keduanya dapat
mendudukkan dirinya sebagai hamba Allah yang
baik. Apa pun wujudnya perintah dan larangan serta
hak kewajiban yang datang dari Allah dan Rasul-
Nya akan disambut dengan ucapan sami'na wa
atha'na kami dengar dan kami taati). Ketaatannya
bukan ketaatan terpaksa, melainkan ketaatan yang
didasari rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dengan demikian, ketaatannya itu sungguh-sungguh
dilakukan dengan penuh keikhlasan dan
kegembiraan.
Di dalam keluarga sakinah, setiap anggotanya
merasa dalam suasana tenteram, damai, aman,
bahagia, dan sejahtera lahir batin. Sejahtera batin
ialah bebas dari kemiskinan iman, bebas dari rasa
takut dalam menghadapi kehidupan dunia dan
akhirat serta mampu mengkomunikasikan nilai-nilai
keagamaan dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat. Di samping itu, suasana keluarga
sakinah memberikan kemungkinan kepada setiap
anggotanya untuk dapat mengembangkan
kemampuan dasar fitrah kemanusiaan, yaitu fitrah
sebagai hamba Allah yang baik (ibadah) dan fitrah
sebagai khalifa'tullah filardhi.
Dua kemampuan dasar fitrah kemanusiaan itu
dalam keluar sakinah berkembang menjadi bentuk
tanggungjawab manusia dalam hubungannya dengan
Allah dan dalam hubungannya dengan sesama
manusia serta lingkungan alamnya. Dalam hubungan
dengan Allah, fitrah itu mekar menjadi kemampuan
manusia mendudukkan dirinya sebagai hamba Allah
yang baik, sedangkan dalam hubungannya dengan
sesama manusia serta lingkungan alamnya, fitrah itu
berkembang menjadi kesadaran manusia memiliki
rasa tanggung jawab untuk menciptakan
kesejahteraan sejenisnya dan lingkungan alamnya.
2) Keluarga Sakinah dan Pembinaan Manusia Taqwa
Keluarga sakinah sebagai suatu keluarga terpilih
akan menjadi lahan yang subur untuk tumbuh
kembangnya anak, yang merupakan amanat Allah
SWT bagi setiap orang tua. Amanat Allah atas
penciptaan manusia adalah terciptanya manusia
taqwa serta terciptanya masyarakat sejahtera.
Amanat ini dapat terwujud apabila setiap orang
terbentuk menjadi pribadi muslim seutuhnya. Pribadi
muslim seutuhnya di sini dimaksudkan pribadi yang
unsur-unsurnya bernafaskan rasa pengabdian kepada
Allah SWT dan yang bentuk perilakunya serta
aktivitas kehidupannya merupakan perwujudan rasa
pengabdian kepadaAllah SWT. Pribadi yang
demikian itulah wujud manusia taqwa, yang pada
perkembangan selanjutnya akan dapat mewujudkan
masyarakat taqwa yang mendapatkan kesejahteraan
hidup dunia akhirat. Taqwa adalah nilai hidup yang
tertinggi bagi manusia di hadirat Allah SWT,
sebagaimana firman-Nya dalam Surah Al-
Hujurat/49:13.
ﺎ ﻢ ُﻛ ﻦ ﻣِ ٍﺮ َﻰﺜْـﻧُأو ِس ﺎ ﻧ ﺎﻬﺎﻳ ـ
َ ْ ْ ُ َ َ
ِ ﻛَذ ﻳَأ ﻨﻟا إ َﺎﻨ ْﻘَﻠَﺧ
نإِ ﻣﻢﺮْﻛﻜَُأ َﺪ ﻨْﻋ ﻢ ُﻛ َﺎﻨ ْﻠﺟﻌَ و ﺎﺑُﻮﻌﺷ ِﺋﺎﺒـﻗوﻞ اُِﻮﻓر ﺎَﻌـﺘﻟ
َْ َ َ ََ َ َ ُ ً َ َ ْ
.ٌﷲا نَ ﻢ ﲑِﺒَﺧ ِ إ ﻢ ُﻛ
ٌ ْ
ِ
ﺎﻘَْـﺗَأ ا ﻴﻠَﻋ
Hai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Tanda-tanda ketaqwaan seseorang antara lain
difirmankan Allah dalam Surah Al-Baqarah/2:177,
sebagai berikut :
ﺸ بِ ِﺮ ْﻐ ﻤ ْﻟاو ِ
ﺮ ﻴﻟ ﻟا ِْ ﱪ ن ﻟﻮاﻮ ﻢ ﻜ ﻞ ﺒِﻗ قِ
َ َ ْ ْ ُ ََ َْ َ ْ
ﻤ ْﻟا ﺲ َأ ُـﺗ َﻫﻮُﺟ و
َ ِ ُ َ
ﻜِ ﻦ ﱪ ﻦ ﻦ اﺎﺑ مﻮ ﺮ ﺧ ﺔ ﻜَ َﺋﻼﻤ
ِ ِ ِ ِ ِ
َ ْ ْ َ
ْﻟاو ـﻴْﻟاو ْﻵا َﻟو ﻟاِْ ﻣ ﻣَآ
َ َ َ َ َ َ
ِ
بِ ﺎﺘﻜ ﻴِﺒ ﲔ ـ َل ﺎﻤ ْﻟا َﻰﻠﻋ ﺒﻪ ﰉﺮﻘُْﻟا يوِ ِ
َْ َ َ َْ َ
ُﺣ َﻰﺗَآو ْﻟاو ﻨﻟاو
َ َ َ
ِ ِ ِ ِ
ﲔ ﻠﺋﺎﺴ ﰲو
َ َﻦ ِﻞ َ ﲔ ْ ﻛﺎﺴ
َََ َ َ َ
ﻰﻣ ﺎﺘﻴْﻟاو
ﻟاو ﻤ ْﻟاو ْﺑاو ﻟا ْﻴِﺒﺴ
َ َ َ َ
بِ ﻟا م ةَﻼ ﻰﺗَآوةﺎَﻛَ ن ﻮﻓﻮﻤ ﻢ ﻫِ ﺪِ ﻬ ﻌﺑِ
َْ َُ ُ ْ َ َ َ
ْﻟاو ﻟا ﺰ ﻟاَﺎﻗﺮ َﺎَﻗأو ﺼ
َ َ
ِ
ﲔ ﺣو ِ ِ
ا ِإ اوُﺪ ﻫَ ﻟاو ﰲِ ﻦ ء ﺎﺳ ﻟاو ء اﺮ
َ َ َ َ َ َ
ِ
ﻳﺮ ﺑﺎﺼ ْﺄَْﺒﻟا ﻀ ﺎﻋَ
ﻚ ﺘﻤ ْﻟاَن ﻮُﻘ ـ . َ ﺌَﻟُوأ سِِ ﻟا ﻦ ْﻳِﺬ اُﻮﻗَﺪ
ُ َ
ِ
ﺻ ﺌَﻟُوأو ْﺄَْﺒﻟا
ُﻢ ﻫُ َ َ ﻚ
َ
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
140
1401
dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada
Allah, Hari Kemudian malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang
dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-mmta;
dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan
shalat, dan memmaikan zakat; dan orang-orang
yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan,
penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka
itulah orang-orang yang bertaqwa.
STUDI KEMUHAM
Menurut ayat tersebut. ciri-ciri ketaqwaan
M A D IY A H A N
da p a t d i li h at pada kadar keimanan
(aqidah), ibadah,
141
1411
akhlak, serta hubungan kemasyarakatan seseorang.
Dengan demikian, apabila segi-segi keagamaan ini
telah dihayati dan diamalkan, akan terbentuklah rasa
penghambaan kepada Allah secara mutlak, dan akan
memberikan kebahagiaan yang tinggi nilainya.
Semakin tinggi kadar aqidah, ibadah, akhlak serta
hubungan kemasyarakatan seseorang, semakin tinggi
pula rasa pengabdiannya kepada Allah. Selanjutnya
rasa pengabdian yang mengendap ke dalam
kesadaran jiwa akan membentuk hati nurani. Dalam
proses selanjutnya, hati nurani akan mempengaruhi
dan mendasari segala unsur kepribadian (kerohanian,
pikiran, perasaan, kemauan, dan hubungan sosial),
yang tercermin dalam sikap dan aktivitas hidup. Jika
sudah demikian halnya terbentuklah prilaku taqwa,
yaitu pribadi muslim yang sempurna.
Semua manusia mempunyai kemampuan untuk
menjadi hamba Allah yang taqwa. Kemampuan ini
bersumber kepada kemampuan dasar manusia yang
dibawanya sejak lahir, yaitu dorongan dasar untuk
mengabdi kepada Allah dan dorongan dasar untuk
berakhlak mulia. Dorongan dasar yang pertama
diperoleh semenjak roh manusia berjanji di alam
arwah, seperti disebutkan dalam firman Allah Surat
Al-A'raf/7: 172.
Dorongan dasar yang kedua berasal dari sifat-
sifat dasar manusia yang merupakan pemberian
Allah SWT semenjak rohnya ditiupkan ke dalam
badan jasmaninya. Sifat-sifat ini sejenis dengan
sifat-sifat Allah SWT yang tersebut di dalam
asma'ul husna, tetapi dalam ukuran batas
kemanusiaan. Sifat-sifat manusia seperti kasih
sayang, rasa tanggung jawab, suci, sabar, adil,
pemaaf, adalah sifat-sifat dasar manusia yang sejenis
dengan sifat-sifat Allah Al-Rahman, Al-Rahim, Al-
Malik, Al-Quddus, Al-Shabur, Al-Adil, Al-Ghaffar.
Untuk menjadi manusia taqwa, seseorang harus
SISTE M G E R A KA N D A N O RGAN IS
dapat m e n g e m b a n g ka n d rasa
A S I M U H AMM A D I Y AH
o r on g a n d a sa r
ketauhidan serta dorongan dasar untuk berakhlak
mulia secara terus-menerus, semenjak masa kanak
kanak. Dalam proses pertumbuhan dan
porkombangannya, kedua kemampuan dasar itu
memerlukan banyak faktor, antara lain lahan. Dalam
hal ini keluarga sakinah dan segenap anggotanya
merupakan lahan yang sangat subur. Orang tua
sebagai penanggung jawab keluarga, dalam proses
ini berperan sangat menentukan. Sebagai manusia
taqwa, orang tua akan menentukan konsep-konsep
dasar yang berhubungan dengan tumbuh dan
berkembangnya ketaqwaan anggota keluarganya.
Konsep-konsep itu misalnya tentang bentuk dan dirt
manusia taqwa yang akan dicapai, tujuan
pembentukannya, materi-materi yang diperlukan,
metode yang akan diterapkan, dan sarana-sarana
yang akan menunjang.
Apabila pembinaan ketaqwaan sudah dimulai
sejak dini, yaitu sejak masa kanak-kanak, maka
pembinaannya pada masa dewasa akan lebih mudah.
Pembinaan ini ditempuhnya baik melalui keluarga,
sekolah maupun masyarakat. Pada perkembangan
selanjutnya akan lahirlah manusia taqwa yang siap
untuk membentu keluarga sakinah baru. Dengan
demikian, antara keluarga sakinah dan ketaqwaan
terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat.
Manusia taqwa dilahirkan oleh keluarga sakinah,
sebaliknya rasa ketaqwaan dapat memberikan makna
kepada kehidupan manusianya serta memperkokoh
dan melahirkan keluarga sakinah.
3) Keluarga Sakinah dan Pembinaan Masyarakat
Sejahtera
Terbentuknya masyarakat sejahtera merupakan
tujuan diturunkannya Al-Qur'an. Di dalam Al-Qur'an
terdapat ungkapan baldatun thayyibatun wa rabbun
ghafur yang arti harfiahnya suatu negeri yang baik
dan Tuhan Maha Pengampun. Ungkapan ini sering
STUDI KEMUHAM M A D I Y AH AN
di g u n a k an untuk menyebut masyarakat
ideal yang
terbentuknya sangat kita dambakan, yaitu
masyarakat adil makmur penuh ridha Tuhan.
Dalam tulisan ini dipakai istilah masyarakat
sejahtera dengan pengertian masyarakat yang
anggota-anggotanya merasa aman dan tenteram
dalam seluruh kehidupannya, baik secara
perseorangan maupun kelompok. Rasa aman dan
tenteram menyangkut hidup kejasmanian dan
kerohanian. Agar masyarakat mencapai predikat
sejahtera, diperlukan beberapa persyaratan, antara
lain harus menunjukkan suasana ketaqwaan kepada
Allah SWT, dapat mengembangkan sifat adil
berdasarkan nilai keislaman, bebas dari
ketidakseimbangan ekonomi serta ketimpangan
sosial. Dalam masyarakat sejahtera, pada setiap
anggotanya harus tumbuh rasa saling memiliki dan
tumbuh pula dorongan untuk memperhatikan
kesejahteraan anggota yang lain.
Dengan kondisi seperti dilukiskan di atas,
masyarakat sejahtera merupakan tempat bernaung
manusia taqwa yang telah dilahirkan oleh keluarga
sakinah. Dalam masyarakat sejahtera, manusia
taqwa dapat mewujudkan rasa ketaqwaannya secara
baik, yaitu menjadi hamba Allah yang selalu taat dan
dapat mengembangkan dorongan rasa sosial secara
wajar, yaitu dorongan untuk mensejahterakan
masyarakat.
Bagi seorang muslim, memiliki usaha untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan
keharusan. Tanpa keinginan meningkatkan
kesejahteraan orang miskin, shalat yang merupakan
perbuatan terpuji dapat berubah menjadi perbuatan
munafik, seperti di firman Allah dalam Surat Al-
Ma'un/107:1-7.
Melalui masyarakat sejahtera akan tercapai
tujuan kehidupan manusia di bumi, yaitu untuk
selaluS Iberibadat
ST EM Gkepada
E RA K Allah
AN D dan mengusahakan
kesej a h te ra a n u m a t
AN O R G A N I S AS I
m a n u s Ai aD. IYU A H
M U H A MM
s a h a m e w u j udkan
masyarakat sejahtera dapat tercapai apabila setiap
keluarga merupakan keluarga sakinah. Keluarga
sebagai unsur terkecil masyarakat berperan penting
dalam mewujudkan masyarakat sejahtera. Sebagai
lembaga keluarga yang mempunyai persyaratan
yang menyangkut kehidupan dunia akhirat, keluarga
sakinah akan sanggup melahirkan manusia taqwa
yang mampu bertanggungjawab atas kesejahteraan
manusia lain dan sanggup mewujudkan terbentuknya
masyarakat sejahtera. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa keluarga sakinah memiliki peran
ganda, yaitu di samping dapat melahirkan manusia
taqwa, keluarga sakinah dalam jumlah besar akan
melahirkan masyarakat sejahtera.
2. Pemuda Muhammadiyah
Berasal dari berdirinya "Hizbul Wathon" yaitu tentara
tanah air yang dipelopori KH. Muhtar tahun 1920,
Anggotanya adalah angkatan muda dan remaja yang dididik
keterampilan kepanduan, keagamaan, kemasyarakatan dan
sosial kependidikan. Hizbul Wathon (HW) terdiri atas dua
tingkat, yaitu tingkat anak-anak, dinamakan Panda Athfal:
dan tingkat remaja, dinamakan Pandu Penghela HW Athfal
dan HW Penghela pada saat itu dipimpin oleh dua tokoh KH.
Muhctar dan SIKH. Raden Hajid yang disebut Padvinder
S TE M G ER A K A N D AN O R G A
Muhammadiy a h o le h o r a n g B el a n d a
N ISASI MUHAMMADIYAH
.
Dalam perkembangannya, tahun 1932 atas keputusan
konggres ke-21 di Makasar ditetapkan berdirinya "Pemuda
Muhammadiyah", dan baru diberi otonomi penuh sejak
Muktamar ke37 di Yogyakarta tahun 1968.
Pemuda Muhammadiyah Persyarikatan Muhammadiyah
diberi tugas sebagai berikut:
a. Menanamkan kesadaran dan pentingnya peranan putra
putri Muhammadiyah sebagai pelangsung gerakan
Muhammadiyah serta kesadaran organisasi.
b. Mendorong terbentuknya organisasi/gerakan pemuda
sebagai tempat bagi putra-putri Muhammadiyah yang
berdiri sendiri dalam pengayoman Muhammadiyah yang
berbentuk pengkhususan. (Pemuda, Pelajar, Mahasiswa,
Olah Raga, Kebudayaan dan sebagainya).
c. Memberi bantuan bimbingan dan pengayoman kepada
organisasi-organisasi tersebut serta menjadi penghubung
aktif secara timbal balik.
d. Memimpin dan menyelenggarakan musyawarah kerja.
Dalam perkembangannya tahun 1966, Muktamar
Pemuda Muhammadiyah IV di Jakarta tanggal 18-24
Nopember 1966 menetapkan dalam Muqaddimah AD
Pemuda Muhammadiyah bahwa Pemuda Muhammadiyah
memiliki fungsi sebagai: Pelopor, Pelangsung, Penyempurna
amal usaha dan perjuangan Muhammadiyah.
3. Nasyiatul Aisyiyah
Berdirinya Nasyiatul Aisyiyah bermula dari ide
Somodirjo dalam usahanya untuk memajukan
Muhammadiyah dengan mengadakan perkumpulan yang
anggotanya terdiri dari para remaja putra-putri Standar
Scholl Muhammadiyah dengan nama Siswa Praja (SP) pada
tahun 1919. Thjuan terbentuknya Siswa Praja adalah:
a. Menanamkan rasa persatuan;
b. Memperbaiki Akhlak; dan
c. Memperdalam agama,
Siswa Praja memiliki ranting-ranting di sekolah-sekolah
Muhammadiyah yang ada, yaitu: Suronatan, Karangkajen,
STUD I K E M U H A M MA D IY AH AN
B a u s a s ra n d a n K ota Gede. Siswa Praja
150
1501
Wanita (SPW),
151
1511
pimpinannya diserahkan pada Siti Wasilah sebagai Ketua.
Tempat mengadakan kegiatan SPW di rumah Haji Irsyad
(musholla Aisyiyah Kauman Yogyakarta sekarang) dengan
bentuk pengajian, berpidato, jama'ah shalat dan kegiatan
keputrian.
Pada tahun 1923 secara organisatoris SPW
menjadiurusan Aisyiyah. Kegiatannya semakin banyak dan
nyata; pada tahun 1931 nama SPW diganti dengan Nasyiatui
'Aisyiyah (Nasyiah). Tahun 1938 pada konggres
Muhammadiyah ke-26 diYogyakarta diputuskan "simbol
padi" menjadi simbol Nasyiah. Bapak Achyar Anies
kemudian mengarang nyanyian simbol padi dan dijadikan
sebagai lagu "Mars Nasyiah".
Revolusi percaturan politik telah mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Organisasi-organisasi termasuk
Muhammadiyah, Aisyiyah dan Nasyiah mengalami
kemacetan pada masa revolusi tersebut. Baru setelah
Muktamar Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 1950, saat
itu Aisyiyah menjadi otonom, maka peran Nasyiah semakin
diperhatikan.
Ketika Muktamar di Jakarta tahun 1962, Nasyiah mulai
diberi kesempatan untuk mengadakan musyawarah sendiri.
Pada tahun 1963 dalam sidang Tanwir disepakati untuk
memberi status otonom kepada Nasyiah di bawah pimpinan
Majelis Bimbingan Pemuda.
Dengan didahului konferensi di Solo, maka pada tahun
1965 di Bandung, Nasyiah berhasil mengadakan Munasnya
yang pertama bersamaan dengan Muktamar Muhammadiyah
dan Aisyiyah. Munas diikuti oleh 33 daerah dan 1666
cabang. Mulai saat itu, Nasyiah mendapatkan status sebagai
organisasi otonom Muhammadiyah. Secara organisatoris
lepas dari Aisyiyah, namun secara kekeluargaan Aisyiyah
tetap mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari Nasyiah.
Nasyiatui Aisyiyah adalah organisasi otonom dan kader
Muhammadiyah, yang merupakan gerakan putri Islam,
bergerak di bidang keagamaan,G E kemasyarakatan
S I ST E M
dan
R A K A N DA N O R
keputrian. M ak s u d
G A N IS ASI M U H A MM A DI Y A H
g e r a k a n p ut r i
I s la m ia l a h m en g g e r akkan
152
1521
putri-putri Islam untuk memahami dan mengamalkan ajaran
153
1531
Islam, serta mengajak dan mengarahkan orang lain sesuai
dengan tuntunan Al-Qur'an dan as-Sunnah, menuju
terbentuknya putri Islam yang berakhlak mulia.
Dalam melaksanakan usahanya menuju terbentuknya
pribadi putri Islam yang berarti bagi agama, bangsa dan
negara, serta menjalankan fungsinya sebagai kader umat,
kader persyarikatan dan kader bangsa, Nasyiah mendasarkan
usaha dan perjuangannya di atas prinsip-prinsip yang
terkandung di dalam Anggaran Dasarnya, yaitu:
a. Hidup manusia harus berdasar tauhid, ibadah dan taat
kepada Allah SWT;
b. Menunaikan kewajiban terhadap agama, bangsa dan
negara serta rumah tangga, agar terwujud masyarakat
yang indah, bersih, suci dan makmur di bawah lindungan
Tuhan yang Maha Pengampun;
c. Berakhlak mulia, memurnikan agama, suka dan ikhlas
bekerja karena Allah serta senantiasa berjuang dengan
gembira;
d. Melancarkan dakwah Islam amor ma'ruf nahz munkar',
dan
e. Melancarkan amal usaha dan perjuangan, serta
meningkatkan fungsi dan peran Nasyiatui 'Aisyiyah
sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna
perjuangan Muhammadiyah/'Aisyiyah.
154
1541
STUDI
K EM U H A M M AD
khusus yang bisa menarik animo dan
e m b
IY A H A N
e n tu k w
a d a h
mengembangkan potensi mahasiswa.
155
1551
Anggapan mengenai pentingnya wadah bagi mahasiswa
tersebut lahir pada saat Muktamar ke-25 Muhammadiyah di
Jakarta (1963). Pada tanggal 18 Nopember 1955
Muhammadiyah baru bisa mewujudkan cita-cita untuk
mendirikan perguruan tinggi, yaitu Fakultas Hukum dan
Fiisafat di Padang Panjang. Kemudian pada tahun 1958,
fakultas serupa dibangun di Surakarta, Akademi Tabligh
Muhammadiyah di Yogyakarta dan Fakultas Ilmn Sosial di
Jakarta. Namun cita-cita membentuk organisasi mahasiswa
belum dapat terwujud karena Muhammadiyah masih menjadi
anggota istimewa Masyumi yang terikat oleh ikrar abadi
umat Islam. Yang salah satu isinya menyatakan satu-satunya
organisasi mahasiswa Islam adalah HMI (Himpunan
Mahasiswa Islam).
Menjelang Muktamar Muhammadiyah setengah abad di
Jakarta pada tahun 1962, mahasiswa-mahasiswa perguruan
tinggi Muhammadiyah mengadakan konggres mahasiswa
Muhammadiyah di Yogyakarta. Dalam Konggres tersebut,
upaya membentuk organisasi khusus bagi mahasiswa
Muhammadiyah kembali mengemuka. Pada tanggal 15
Desember 1963 mulai diadakan penjajagan berdirinya
Lembaga Dakwah Mahasiswa yang idenya berasal dari Drs.
Muhammad Djazman, dan kemudian dikoordinasi oleh Ir.
Margono, dr. Soedibyo Markoes dan Drs. Rosyad Sholeh.
Dorongan untuk segera membentuk wadah bagi
mahasiswa ini juga datang dari mahasiswa Muhammadiyah
yang ada di Jakarta seperti Nurwijoyo Sarjono, M.Z.
Suherman, M. Yasif, dan Sutrisno Muhdam. Dengan
banyaknya desakan dan dorongan tersebut, maka PP Pemuda
Muhammadiyah waktu itu M. Fachrurrazi sebagai Ketua
Umum dan M. Djazman Al-Kindi sebagai Sekretaris Umum
mengusulkan kepada PP Muhammadiyah yangwaktu itu
diketuai oleh KH. Ahmad Badawi untuk mendirikan
organisasi khusus bagi mahasiswa dengan nama Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Usulan itu disetujui
oleh PP Muhammadiyah, yang kemudian diresmikan
S I S T EM G ER A K A N DA N OR G
pada
tanggal 14 M a r e t
A N IS A SI M U HAMMADIYAH
19 6 4 ( 2 9 S y aw a l
1 3 8 4 H ) .
Peresmian berdirinya IMM diadakan di gedung Dinoto
Yogyakarta dengan ditandai penandatangan "Lima
Penegasan IMM" oleh KH Ahmad Badawi yang berbunyi;
a. Menegaakan bahwa IMM adalah gerakan mahasiswa
Islam;
b. Menegaskan bahwa kepribadian Muhammadiyah adalah
landasan perjuangan IMM;
c. Menegaskan bahwa fungsi IMM adalah organisasi
mahasiswa yang sah dengan mengindahkan segala
hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan
falsafah Negara;
d. Menegaskan bahwa ilmu adalah amaliah dan amal
adalah ilmiah; dan
e. Menegaskan bahwa amal IMM adalah lillahi ta'ala dan
senantiasa diabdikan untuk kepentingan rakyat.
Kedua, faktor ekstern. Yang dimaksud dengan faktor
ekstern adalah hal-hal dan keadaan yang datang dari dan
berada di luar Muhammadiyah, yaitu situasi dan kondisi
kehidupan umat dan bangsa serta dinamika gerakan
organisasi-organisasi mahasiswa.
Keadaan dan kehidupan umat Islam waktu itu masih
banyak dipenuhi oleh tradisi, paham dan keyakinan yang
tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya.
Keyakinan dan praktik keagamaan umat Islam termasuk di
dalamnya mahasiswa banyak bercampur baur dengan
takhayyul, bid 'ah dan khurafaf.
Sementara itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
tengah terancam oleh pengaruh ideologi komunis (PKI),
keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan dan konflik
kekuasaan antar golongan dan partai politik. Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI) pada masa ini, kendati telah
berusaha menunjukkan eksistensi dirinya sebagai bagian dari
kekuatan revolusioner, namun HMI tetap menjadi sasaran
PKI untuk dibubarkan seperti halnya organisasi-organisasi
mahasiswa yang lain. Sebagaimana diketahui bahwa HMI
pada mulanya didirikan dan dibesarkan oleh orang-orang
Muhammadiyah untuk mengembangkan ideologi
STUDI KEMUHAMMADIYAHAN
154
1541
Muhammadiyah. Maka berdirinya IMM ikut membantu dan
mempertahankan HMI dari upaya pembubaran oleh PKI.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai organisasi
otonom Muhammadiyah merupakan gcrakan mahasiswa
Islam yang bergerak di bidang keagamaan, kemasyarakatan
dan kemahasiswaan, memiliki fungsi:
a. Sebagai organiasi kader, senantiasa bempaya melakukan
proses untuk mengaktualisasikan dan mengembangkan
potensi manusiawi anggota ikatan sesuai dengan fitrah
yang diberikan Allah SWT. Yakni sebagai kader
persyarikatan, umat dan bangsa;
b. Sebagai organisasi da'wah, senantiasa berupaya untuk
menginternalisasikan dan mensosialisasikan agama
Islam ke dalam segenap dimensi kehidupan,
menyadarkan dan meyakinkan anggotanya bahwa ia
berada dalam kaitan dari tanggungjawab sebagai
khalifatiullah fil ardli, pengemban misi Robbani; dan
c. Sebagai eksponen mahasiswa Islam dalam
Muhammadiyah, IMM merupakan bagian dari mata
rantai perjuangan dan gerakan Mahasiswa Islam
Indonesia yang berada dalam Muhammadiyah yang
berusaha memadukan kompetensi aqidah dan intelektual.
156
1561
Berdirinya Tapak Suci Putra Muhammadiyah memiliki
sejarah yang panjang, seiring dengan perjuangan rakyat
Indonesia dalam mempertahankan eksistensi bangsa dari
penjajahan bangsa lain. Sekitar tahun 1925 s/d 1951 di
kampung Kauman banyak sekali berkembang aliran pencak
silat yang berbau ajaran Islam maupun yang menyimpang
dari ajaran Islam.
Bermula dari desakan anak, murid perguruan Kasedu
kepada pendekar Moh. Barie Irsjad, agar dapat didirikan satu
perguruan yang menggabungkan semua perguruan yang
sejalur. Didasari atas keprihatinan dengan merosotnya
kegiatan para pendekar besar dalam mengembangkan pencak
silat, disamping kekhawatiran makin terpecah belahnya
perguruan pencak silat.
Dengan dasar pengertian bahwa kekuatan dapat
disatukan dan tidak akan ada lagi lahimya perguruan dari
aliran yang sama, pendekar Moh. Barie Irsjad dapat
menerima kenyataan itu. Setelah melalui berulang kali
sarasehan, kemudian restu diberikan dengan pengertian
"perguruan nanti adalah kelanjutan dari perguruan di
Kauman yang didirikan sejak tahun 1925 dan berkedudukan
di Kauman".
Dalam menyiapkan segala sesuatunya untuk berdirinya
perguruan, dibentuk 2 (dua) tim, yaitu:
a. Tim organisasi diketuai oleh Irfan Nadjam
b. Tim perguruan diketuai oleh Moh. Rustam Djundab.
Segala perangkat dan prasarana yang telah disiapkan
dibawa dalam pertemuan pendekar tanggal 1 Juli 1963.
Pembahasan organisasi tidak mengalami banyak kesulitan.
Perumusan keilmuan untuk metode pendidikan siswa banyak
menemui persoalan. Hal ini disebabkan karena telah
disepakati bahwa lahirnya Tapak Suci bukan lahirnya aliran
baru.
Berkat kebesaran pendekar-pendekar terdahulu yang
sudah mampu memandangjauh ke depan dengan melebur
perguruan Kauman yang telah ada sejak 1925, maka atas
rahmat Allah SWT lahirlah perguruan Tapak Suci secara
resmi pada tanggal 31 Juli 1963 bertepatan dengan tanggal
SISTEM GERAKAN DAN ORGANISASI
MUHAMMADIYAH
157
1571
10 Rabi'ul Awwal 1383 H. Kelahiran perguruan Tapak Suci
ditandai dengan sebuah pertemuan terbuka yang dihadiri
segenap tokoh-tokoh persilatan dari masyarakat umum, yang
bertempat di Gedung Pesantren Aisyiyah Kauman
Yogyakarta.
Dengan melihat perkembangan dan potensi Tapak Suci
yang telah berperan besar untuk umat Islam, bangsa dan
negara dalam menentang PKI, KH. Ahmad Badawi ketua PP
Muhammadiyah memandang Tapak Suci tepat sekali
dijadikan wadah pengkaderan Muhammadiyah. Untuk itu
dalam sidang Tanwir Muhammadiyah tanggal 28 Juli-1
Agustus 1967, Tapak Suci ditetapkan sebagai organisasi
otonom Muhammadiyah.
Tapak Suci Putra Muhammadiyah lahir dan berkembang
untuk menjadi pelopor pengembangan pencak silat yang
metodis dan dinamis dengan dasar;
a. Membina pencak silat yang berwatak serta
berkepribadian Indonesia, bersih dari ilmu sesat dan
syirik;
b. Mengabdi perguruan untuk perjuangan agama serta
bangsa dan negara;dan
c. Sikap mental dan gerak langkah anak murid harus
merupakan tindakan-tindakan kesucian,
Tapak Suci Putra Muhammadiyah mengajarkan pencak
silat sebagai olah ragawi yang menyeimbangkan antara lahir
dan batin dalam rangka beribadah kepada Allah SWT. Jadi,
iman dan akhlak anak didik Tapak Suci merupakan sumber
kekuatan yang berasal dari Allah dan sama sekali bukan
berasal dari manusia itu sendiri.
Kesimpulan
161
1611
Bab 5
Muhammadiyah dan Kiprah
Sosial Kemasyarakatan
162
1621
Isi: Tujuan Pembelajaran :
Pengertian Pembaharuan Agar Warga Belajar dapat :
1. Muhammadiyah dan 1. Membedakan sistem
Pendidikan pendidikan Muhammadiyah
2. Muhammadiyah dan Sosial dengan sistem lainnya.
Budaya 2. Menjelaskan kontribusi
3. Muhammadiyah dan Ekonomi Muhammadiyah dalam
4. Muhammadiyah dan Politik mencerdaskan bangsa
5. Muhammadiyah dan Tantangan 3. Menerapkan pemikiran
Ghazwul Fikri Muhammadiyah dalam bidang
sosial budaya
4. Mengaplikasikan pemikiran
ekonomi Muhammadiyah
dalam kehidupan riil.
5. Meneladani sikap-sikap politik
para pemimpin
Muhammadiyah terdahulu
6. Memahami tantangan
pemikiran Islam
kontemporer.
163
1631
ajaran Islam ke dalam kehidupan dunia modern di Indonesia Disebut
sebagai gerakan sosial-keagamaan karena Muhammadiyah
memberikan tekanan yang amat besar terhadap santunan sosial,
seperti yang tampak dalam banyaknya jumlah panti asuhan dan
rumah sakit yang dimiliki Muhammadiyah. Gerakan pendidikan
yang dialamatkan kepada Muhammadiyah dapat dilihat dari betapa
besarnya lembaga pendidikan yang diselenggarakannya mulai dari
tingkat TK sampai Perguruan Tinggi. Muhammadiyah juga diberi
atribut sebagai gerakan pembaharu yang berarti senantiasa
melakukan pembaharuan-pembaharuan terhadap ajaran Islam,
sehingga Islam selalu sesuai dengan perkembangan zaman.
Muhammadiyah juga disebut sebagai gerakan politik meskipun
bukan sebagai organisasi politik dan tidak membentuk partai politik,
namun memiliki pengaruh dalam kebijakan politik di Indonesia.
Pada bab ini akan diuraikan secara singkat keterkaitan antara
Muhammadiyah dengan beberapa bidang kehidupan, yaitu bidang
pendidikan, sosial-budaya, ekonomi, politik, dan tantangan ghazwiti
fikr.
164164164 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
9 Panti jompo 54
10 Rehabilitasi Cacat 82
11 Sekolah Luar Biasa (SLB) 71
12 Masjid 6.118
13 Musholla 5.080
2
14 Tanah 20.945.504 m
166166166 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pengajian ini merupakan forum dialog dan tukar pikiran antar
keluarga dan warga Muhammadiyah sendiri dengan anggota
masyarakat yang menaruh simpati terhadap gerakan dan tujuan
Muhammadiyah. Dari dialog dan pembicaraan yang terus
berkembang akhirnya mendorong terbentuknya suatu satuan
kerja bagi para mubaligh atau juru dakwah (da'i) yang disebut
"Korps Mubaligh Keliling". Di samping itu. Dibentuk pula
satuan kerja yang diberi nama "Penyantunan dan Perbaikan
Kehidupan Yatim Piatu, Fakir Miskin dan Orang yang ditimpa
Musibah/Kesusahan", dengan tugas pokok memberi" kan
santunan kepada mereka yang menderita.
Berbagai pemikiran yang tumbuh dan berkembang dalam
forum Pengajian Malam Jum'at, di kemudian hari menjadi latar
belakang berdirinya dan dibentuknya berbagai Badan Pernbantu
Pimpinan yang sekarang dikenal dengan Majelis atau Bagian,
seperti Korps Mubaligh Keliling mendorong terbentuknya
Majelis Tabligh. Penyantunan dan perbaikan kehidupan
mendorong dibentuknya Majelis Pembina Kesejahteraan Umat
(PKU) yang mempunyai tugas: (1) penyantunan fakir miskin dan
anak-anak yatim-piatu serta anak gelandangan; dan (2)
menyantuni orang-orang yang sakit (kesehatan). Setelah mampu
mendirikan Rumah Sakit pada tahun 1938, pembebasan beaya
pengobatan bagi fakir-miskin diusahakan, di samping
membangun rumah fakir-miskin.
Pada Muktamar ke-42 tahun 1990 di Yogyakarta,
peningkatan penyantunan kaum dhu'afa menjadi tema Muktamar,
setelah diketahui bahwa rakyat Indonesia masih ada 27 juta yang
hidup di bawah garis kemiskinan. Dalam Muktamar disepakati
bahwa yang dimaksud dengan kaum dhu'afa adalah kaum lemah,
fakir-miskin yang tidak mempunyai penghasilan, tidak mampu
karena lanjut usia, cacat mental dan fisik yang memerlukan
santunan secara terus-menerus. Secara khusus, pengertian
dhu'afa juga mencakup kaum yang mempunyai penghasilan,
tetapi tidak mencukupi kebutuhan hidup yang layak sehingga
memerlukan bantuan modal, pendidikan keterampilan,
managemen dan teknologi untuk dapat meningkatkan taraf
hidupnya.
168168168 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
c. Bantuan pinjaman sementara untuk menunjang usaha
produktifusaha anak asuh; dan
d. Bantuan bahan pangan untuk peningkatan gizi.
170170170 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
b. Serta menjadi haram bita mengandung unsur yang
membawa isyydn (kedurhakaan) dan kemusyrikan;
c. Seni suara, baik seni vokal maupun instrumental, seni
sastra, dan seni pertunjukan pada dasarnya, mubah
(boleh) serta menjadi terlarang manakala seni tersebut
menjurus pada pelanggaran nonna-norma agama dalam
ekspresinya baik dalam wujud penandaan tekstual
maupun visual;
d. Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan
maupun menikmati seni dan budaya selain dapat
menumbuhkan perasaan halus dan keindahan juga
menjadikan seni dan budaya sebagai sarana
mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai media atau
sarana dakwah untuk membangun kehidupan yang
berperadaban;
e. Menghidupkan sastra Islam bagian dari strategi
membangun peradaban dan kebudayaan muslim.
Dengan keputusan tersebut Muhammadiyah telah
merespon perkembangan seni dan budaya kontemporer. Hal
ini sekaligus menjawab kritikan terhadap Muhammadiyah
yang dikatakan sebagai gerakan yang tidak apresiatif
terhadap seni dan kebudayaan.
174174174 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
diatasi dengan ketujuh falsafah tersebut sebagaimana ketujuh
belas kelompok ayat Al-Qur'an dapat dijadikan sebagai pegangan
pokok oleh para pewaris Muhammadiyah yang tidak sedikit di
antara mereka telah meninggalkan jiwa/ruhiyah Muhammadiyah
itu sendiri.
Ketika KHA Dahlan menerangkan kelompok ayat ke-12 wa
ana minal muslimm (Al-An’am/6:162-163) :
176176176 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
berkiprah di ranah dakwah, keagamaan dan kemasyarakatan
serta tidak bergerak pada ranah gerakan politik praktis. DR.
Haedar Nashir, M.SL, ketua PP Muhammadiyah, dalam
makalahnya yang berfcajuk "Tantangan Dakwah
Muhammadiyah Dimensi Pendidikan dan Politik" pada Rapat
Kerja Nasional MTDK di Semarang, 20-22 Pebruari 2009
menegaskan, bahwa dengan karakter dan misi sebagai gerakan
dakwah dan tajdid itu, maka Muhammadiyah sejak awal
kelahirannya tidak memilih jalur perjuangan politik dan tidak
menjadikan dirinya sebagai gerakan atau partai politik. Dalam
bahasa sehari-hari sering dinyatakan bahwa Muhammadiyah
adalah gerakan dakwah dan bukan gerakan politik. Deklarasi dan
sekaligus pemagaran diri Muhammadiyah dari politik, khususnya
politik-praktis (politik yang berorientasi pada perjuangan meraih
kekuasaan di ranah negara sebagaimana partai politik,
perjuangan di kancah real politics), secara organisatoris dan
kelembagaan kemudian dikukuhkan melalui Khitthah
Muhammadiyah, yang disertai dengan kebijakan-kebijakan
Pimpinan Pusat Muhammadiyah maupun produk-produk
Permusyawaratan dalam Muhammadiyah dalam
melaksanakannya.
Kristalisasi paham Muhammadiyah yang menyangkut relasi
dakwah dan politik dapat dilacak melalui rumusan-rumusan
khitthah-khitthah perjuangan yang telah digariskan dalam
permusyawaratan Persyarikatan.
Dalam keputusan Tanwir tahun 1967 menjelang Muktamar
ke-38 tahun 1968 dinyatakan tentang beberapa pokok pikiran
yang berkaitan dengan pentingnya Khitthah Perjuangan
Muhammadiyah, yaknl kebulatan sikap/tekad Muhammadiyah
untuk menetapkan diri sebagai "Gerakan Dakwah Islam dan
Amar Ma'ruf Nahi. Munkar di dalam bidang masyarakat".
Dalam Khitthah Perjuangan Muhammadiyah berdasarkan
Keputusan Muktamar ke-40 di Surabaya menerangkan sebagai
berikut :
1. Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai
dengan khittahnya: Dengan dakwah amar ma'ruf nahi
munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya,
Muhammadiyah hams dapat membuktikan secara teoritis
konsepsionil, secara operasionil dan secara kongkrit riil,
bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam
Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil
dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil
yang diridlai Allah SWT. Dalam melak-sanakan usaha itu,
Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya.
2. Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut
merupakan bagian gerakannya dalam masyarakat, dan
dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan
Muhammadiyah. Dalam hubungan ini Muktamar
Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan bahwa:
a. Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang
beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan
masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris
dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai
Politik atau Organisasi apapun.
b. Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak
asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki
organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan
ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan
Muhammadiyah.
Secara lebih tegas lagi, sikap Muhammadiyah terhadap
pergerakan di ranah politik praktis terbaca pada "Khitthah
Perjuangan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara"
berdasarkan pada Keputusan Tanwir Denpasar 2002 berikut ini:
1. Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan
dakwah amar ma'ruf nahi munkar dengan maksud dan
tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam
menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah,
ibadah, akhlaq, dan mu'dinalat dunyawiyah yang merupakan
satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam
kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan
mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat
mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi
rahmatan lit 'alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
2. Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam
kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu
perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan dakwah amar
ma'ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan
sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan
setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan
bangsa dan negara tersebut diwujudkan dalam langkah-
langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keyakinan
dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai
acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab
dalam mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.
3. Bahwa peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan
perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang
berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real
politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-
partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di
tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-
kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau
pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik
tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi
kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force)
untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat
masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh
kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).
4. Muhammadiyah secara khusus mengambil peran dalam
lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek
kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan
masyarakat tidak kalah penting dan strategis dari pada aspek
perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di lapangan
kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat
utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar
utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. Peran
kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-
organisasi kemasyarakatan seperti halnya Muhammadiyah.
Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaaan (power
struggle) ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam
mewujudkan tujuan negara, yang peranannya secara formal
dan langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-
institusi politik negara melalui sistem politik yang berlaku.
Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara objektif dan
saling terkait melalui bekerjanya sistem politik yang sehat
oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan
negara.
5. Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan
(organisasi kemasyarakatan) yang mengemban misi dawah
amar ma'rufnahi munkar senantiasa bersikap aktif dan
konstruktif dalam usaha-usaha pembangunan dan reformasi
nasional sesuai dengan khittah (garis) perjuangannya serta
tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kondisi-kondisi
kritis yang dialami oleh bangsa dan negara. Karena itu,
Muhammadiyah senantiasa terpanggil untuk berkiprah dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berdasarkan
pada khittah perjuangan sebagai berikut:
a. Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam
kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu
aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-
umur al-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi,
dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan
moral yang utama. Karena itu, diperlukan sikap dan
moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah
dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya
kehidupan berbangsa dan bernegara.
b. Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-
usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara,
baik melalui perjuangan politik maupun melalui
pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan
wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun
kehidupan di mana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan
tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai
kemanusiaan. keadilan, perdamaian, ketertiban,
kebersamaan, dan keadaban untuk terwujudnya baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur.
c. Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha
pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna
terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat
sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan
hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan
kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik
pemerintahan akan ditempuh melalui pendekatan-
pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip-
prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif
dalam kehidupan negara yang demokratis.
d. Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan
politik yang bersifat praktis atau berorientasi pada
kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partai-
partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan
dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik
yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-
cita luhur bangsa dan negara. Dalam hal mi perjnangan
politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik
hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan
rakyat dan fcegaknya nilai-nilai utama sebagaimana
yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya
negara Repubhk Indonesia yang diproklamasikan tahun
1945.
e. Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan
politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma'ruf nahi
munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan
kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan
konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah
secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan
berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat
menuju kehidupan nasional yang damai dan
berkeadaban.
f. Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai
hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan
politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah
senantiasa mengembang'kan sikap positif dalam
180180180 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi
kritik sesuai dengan prinsip amar ma'rufnahi munkar
demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang
demokratis dan berkeadaban.
g. Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap
anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya
dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-
masing, Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan
tanggung jawab sebagai warga negara yang dilaksanakan
secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan
kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa
dan negara.
h. Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya
yang aktif dalam politik untuk benar-benar
melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara
sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung
jawab (amanah), akhlak mulia (akhlaq al-karimah),
keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah').
Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya
memperjuangkan misi Persyarikatan dalam
melaksanakan dakwah amar ma'mf nahi munkar .
i. Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak
atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan
dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan
bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan
bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan
berkeadaban.
Dari perspektifnormatif-teologis, sejatinya sikap
Muhammadiyah dalam mendudukkan domain dakwah dan
politik ataupun relasi antar keduanya memiliki pijakan yang
tepat dan jelas. Terbaca dalam Szrah Nabawiyah, tentang
bagaimana Rasulullah SAW bersikap terhadap berbagai tawaran
masyarakat Quraisy, termasuk di antaranya beliau diminta secara
akiamasi untuk menjadi pemimpin bangsa Arab. Tawaran
politik tersebut disikapi dengan sangat cerdas, dan bahkan
dengan bahasa yang puitis. Intinya bahwa, Rasulullah SAW
menolak tawaran politis bergengsi masyarakat Quraisy dan lebih
memilih untuk terus berdakwah secara kulfcural di tengah-
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL KEMASYARAKATAN
181181181
tengah masyarakat Mekah yang kemudian kita kenal sebagai
gerakan dakwah sirriyah dan jahriyah.
184184184 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
(benturan peradaban), Peter Berger dengan Collision of
consciousness (tabrakan persepsi) (Zarkasyi, Hamid Fahmi,
2005:1).
Gambaran tentang ghazwul fikri, atau benturan
peradaban merupakan skenario yang tidak menyenangkan
banyak pihak, namun ia memiliki unsur-unsur kebenaran
yang dapat dimengerti. Realitas menunjukkan bahwa umat
manusia terkotak-kotak oleh bangsa-bangsa dan peradaban.
Karena masing-masing peradaban memiliki karakter yang
berbeda-beda, sudah tentu cara berpikir manusia dalam
masing-masing peradaban itu pun berbeda pula. Jika eara
berpikir, cara pandang terhadap sesuatu, nilai-nilai moralitas
dan sebagainya diimpor oleh atau diekspor kepada
peradaban lain, maka dijamin pasti akan mengakibatkan
pergolakan pada salah satunya. Pada tingkat social akan
mengakibatkan kekagetan budaya (culture shock) dan
pergolakan pemikiran. Pada tingkat individu akan
mengakibatkan kerancuan dan kebingungan (confusion)
konseptual, dan pada tingkat peradaban akan mengakibatkan
clash of civilization atau lebih tepatnya clash of worldview
(Zarkasyi, Hamid Fahmi, 2005:1).
2. Benturan Peradaban Barat dan Islam
Skenario clash of civilisation dari Samuel Huntington
merupakan mata rantai dari upaya hegemoni peradaban dan
pandangan hidup Barat atas peradaban Timur, termasuk dan
terutama Islam. Semakin menguatkan hegemoni Barat
tersebut pada abad ini, menunjukkan bahwa yang terjadi saat
ini adalah perang pemikiran antara peradaban Islam dan
kebudayaan Barat, atau pandangan hidup Islam dan
worldview Barat. Tests dan skenario Huntington adalah
merupakan pengakuan dan legitimasi bahwa antara
peradaban Barat dan Islam terdapat perbedaan. Jadi
perbedaan yang diasumsikan mengakibatkan ketegangan,
benturan, konflik, atau pun peperangan di masa depan,
sebenarnya telah terjadi di masa lalu dan masa kini. Ia
bukan sekedar ramalan dan khayalan, tetapi realitas konkret
yang perlu diantisipasi atau setidaknya direduksi
dampaknya. Eksposisi Huntington yang mengatakan bahwa
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL KEMASYARAKATAN
185185185
konflik yang terjadi bukanlah konflik agama dan ideologi,
tetapi konflik kultur dan peradaban. Akan tetapi, harus
disadari bahwa konflik peradaban adalah konflik pandangan
hidup (worldview). Maka istilah ghazwul fikri adalah lebih
relevan, karena saat ini peradaban Barat dengan worldview-
nya. begitu gencar mempengaruhi, menyerang atau
menghegemoni peradaban Islam dengan seluruh seginya.
Perbedaan paradigma pandangan hidup Islam dan Barat
dapat digambarkan sebagai berikut :
186186186 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Worldvicw Islam : Worldvicw Barat :
- Asas : Wahyu Al-Our'an) - Asas : Rasional, spekulatif,
dan al-hadits) akal filosofis
pengalaman dan intuisi - Pendekatan : Dichotomis
- Pendekatan : Tauhid (materialisme dan idelisme)
- Sifat : oritentasi dan finalitas - Sifat : Rasionalitas, terbuka
- Makna realitas dan dan selalu berubah
kebenaran berdasar pada - Makna realitas dan
kajian metafisir atas dasar kebenaran : Pandangan
wahyu sosial, kultural, empiris,
- Objek Kajian : invisible dan rasional.
visible. - Objek Kajian : Tata nilai
- Elemen-elemen : konsep masyarakat
Tuhan, konsep wahyu, - Elemen-elemen : : Agama,
manusia, ilmu, agama, moraltias, filsafat, politik,
kebebasan (ikhtiyar) nilai- kebebasan (hurriyat)
nilai moralitas persamaan, individualisme.
188188188 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
- dengan kelompok
anti Amerika
Dukung pemikiran
bahwa Islam tidak
mengatur kehidupan
negara, sehingga
pemusuhan agama dan
negara tidak
membahayakan iman,
bahkan menguatkan
karena banyak persoalan
politik yang bisa
mengotori agama
190190190 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
3. Pokok-pokok Pikiran Liberalisasi Pemikiran Islam
Bangunan utama pemikiran Islam terdiri dari konsep dan
terminologi Islam, sumber-sumber pemikiran Islam,
persoalan metodologis mengenai masalah al-
tsawabit
(masalah-masalah agama yang baku) dan al-mutaghayyirat
(masalah-masalah agama yang dinamis), dan hubungan
dengan keyakinan dan agama yang berbeda (pluralitas dan
pluralisme agama).
Konsepsi dan terminologi Islam telah menjadi komoditas
yang begitu menarik bagi kaum liberalis untuk menyebarkan
virus-virus pemikiran yang membahayakan bagi aqidah dan
keyakinan Islam. Upaya tersebut dilancarkan dengan
melakukan reduksi pemahaman terhadap terminologi Al-
Islam dan mengaburkan antara konsep "islam" dengan "Al-
Islam". Reduksi ini diawali dengan membawa terminologi
Al-Islam menjadi "islam" dan mengalihkan makna
terminologis menjadi makna generik-etimologis.
Dengan demikian Al-Islam dianggap sama saja dengan
'islam' yang hanya bermakna "kepasrahan" kepada Allah.
Dan pengertian generik itulah yang diangkat sebagai makna
substantif Islam. Dengan pengertian tersebut, seseorang
dapat mengabaikan aspek-aspek aqidah dan syari'ah, yang
dipandang sebagai aspek-aspek artifisial dari agama. Dan
ujungnya adalah semua umat beragama selama memiliki
kepasrahan kepada Tuhan yang diyakininya adalah Islam.
Dengan demikian, ayat yang berbunyi inna al-dina
indallah Al-Islam bukan untuk menyatakan bahwa al-Islam
adalah satu-satunya agama Allah, tetapi semua agama dan
pemeluk agama adalah memiliki dan mengandung makna
Islam, yang implikasi berikutnya tidak boleh ada truth claim.
Sorotan berikutnya ditujukan kepada sumber-smnber
ajaran Islam, yakni al-Qur'an dan al-Sunnah. Generasi
Muslim liberal, termasuk beberapa oknum dalam tubuh
Muhammadiyah mencoba untuk melepaskan dan
membebaskan diri dari ikatan-ikatan kaidah dalam
memahami sumber ajaran Islam sebagai dirintis oleh
Rasulullah, Sahabat dan Tabi'in, serta ulama-ulama
MUHAMMADIYAH DAN KIPRAH SOSIAL KEMASYARAKATAN
191191191
berikutnya, baik salaf maupun khalaf. Modus operandi yang
192192192 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
dilakukan, misalnya dengan mencoba membongkar ittifaq
al-ulama' dan ijma' al-ummah, seperti bahwa al-Qur'an
adalah yang mutlak kebenarannya, dan otentik eksistensinya.
Mereka dengan merujuk berbagai pandangan orientalis
kuffar, menyatakan bahwa otentisitas al-Qur'an sebagai
kalamullah perlu diuji ulang, sehingga kebenaran yang
dikandungnya pun perlu digugat ulang.
Kesepakatan umat Islam akan keabsahan mushhaf
Utsmani mulai digugat dan dimunculkan ide al-Qur’an Edisi
Kritis, yang ingin merevisi dan menyunting ulang mushhaf
Utsmani. Ide ini, sudah barang tentu tidak merupakan
pemikiran orisinal pemikiran kaum Islam Liberal, tetapi hasil
"kulakan" dan adopsi atas pemikiran orientalis, terutama
dengan tokohnya Arthur Jeffrey dan tokoh orientalis lainnya.
Kalau al-Qur'an sebagai sumber pertama dan utama
ajaran Islam telah digugat eksistensinya, terlebih-lebih al-
Hadits al-Nahawi, yang "hanya" merupakan sumber
sekunder. Mereka berpandangan bahwa terlalu banyak
nashnash hadits yang harus dibuang sebagai sampah, karena
hanya mempersempit gerak hidup manusia. Penolakan itu
dilakukan dengan berbagai macam dalih dan isu, misalnya
isu gender, HAM, demokratisasi, wacana pluralisme
multikulturalisme dan sebagainya.
Isu penting berikutnya, yang disoroti adalah persoalan
metodologi pumikiran dan pemahaman Islam. Akhir-akhir
ini wacana trntang metodologi pemikiran Islam, termasuk
sebagian kecil di kalangan Muhammadiyah, menggugat
masalah al-tsawabit (masalah-masalah baku) dan masalah
al-mutaghayyirat (masalah-masalah yang berubah), sehingga
yang terjadi adalah kekaburan tentang mana yang terma-suk
dalam masatah-masalah al-din al-mahdhi al-tawqifi, yang
baku, dan mana yang termasuk masalah-masalah yang
bersifat ijtihddiyah yang selalu berkembang.
Misahiya gugatan terhadap keyakinan bahwa Al-Islam
adalah satu-satunya agama yang diterima oleh Allah, yang
selanjutnya dimunculkan aqidah pluralisme, multifaith dan
sejenisnya. Juga munculnya gugatan tentang batas-batas
190190190 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
aurat wanita, yang sudah baku batas-batasnya berdasarkan
sabda Rasulultah SAW dalam hadits Bukhari-Muslim.
Isu penting yang tidak kalah menariknya dalam
liberalisasi pemikiran Islam adalah wacana pluralisme
agama, Tema utama yang diangkat dalam masalah ini adalah
pandangan tentang kebenaran agama, keselamatan dan
kebahagiaan dalam kehidupan akhirat. Kecenderungan
pluralisme adalah membawa manusia untuk memandang
bahwa semua agama adalah sama. Sama benarnya, sama
selamatnya. Perbedaan agama satu dengan yang lain
hanyalah pada tataran lahir saja, semenfcara esensi semua
agama hanya satu, sama yakni penghambaan kepada Tuhan.
Munculnya paham pluralisme saat ini mengemuka
dengan dua model. Yang pertama, yang bernuansa
spiritualisme sufistik yang dikenal dengan konsep
transcendent unity of religion, kesatuan agama-agama, yang
dalam dunia tasawuf dikenal dengan konsep wahdat al-
adyan, yaitu karena Tuhan itu satu, maka esensi agama
adalah satu.
Manusia yang telah mencapai maqam haqiqat, maka ia
akan melampaui segala agama. Ia tidak perlu terikat aturan-
aturan syariat. Di kalangan pemikiran Barat Orientalis,
paham ini diusung oleh WC. Smith, yang muaranya akan
membawa pemeluk agama untuk tidak terlalu terikat pada
pendekatan legal-formal dari suatu agama. Sedangkan model
kedua, yang lebih diwarnai oleh perubahan sosial sebagai
akibat dari globalisasi dan globalisme, muncullah konsep
world theology atau global theology. Konsep yang diusung
oleh John Hick ini memandang dengan adanya arus
globalisasi dan paham globalisme tidak ada lagi sekat-sekat
budaya, ideologi, termasuk agama. Semuanya harus
berkumpul dalam rumah pluralisme. Budaya, ideologi dan
agama tidak boleh mengikat manusia secara eksklusif. Demi
kebersamaan dan keterbukaan diperlukan kebersediaan
untuk melepaskan ikatan primordial budaya, ideologi,
termasuk agama.
192192192 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Liberalisme/ Ciri-ciri Umum :
Liberalisasi - Kebenaran ditentukan semata-mata oleh
Pemikiran manusia dengan akal pikirun dan
Islam penginderaannya. (empiris-rasional)
- Agama/ajaran agama hanya dapat diterima
apabila dapat dibenarkan secara akal pikiran.
- Kebenaran pikiran manusia bersifat absolutely
relative.
- Tidak ada otoritas dalam kehidupan, termasuk
otoritas agama.
- Qaidah-qaidah yang dirintis para Ulama sudah
out of date.
200200200 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
201201201
Bakri, Hasbullah. 1990. Pandangan Islam tentang Kristen di
Indonesia. Jakarta: Pustaka Firdau.
Daud, Abu. t.th. Sunan, Vol. IV. No. 4291, Beirut: Darul Fikr.
DAFTAR PUSTAKA
203203203
Ridwan, Kafrawi et.al. 1993. Ensiklopedia Islam, Vol. F.Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve.
204204204 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Suminto,Akib. 1985. Politik Islam Hindia Belanda. Jakarta: LP3ES.
DAFTAR PUSTAKA
205205205
Lampiran 1
Keputusan
Muktamar Muhammadiyah Ke-44
Tanggal 8 s/d 11 Juli Tahun 2000 di Jakarta
206
2062
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
KEPUTUSAN MUKTAMAR MUHAMMADIYAH TAHUN
2000
Bagian Pertama
PENDAHULUAN
A. Pemahaman
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah adalah
seperangkat nilai dan norma Islami yang bersumber pada Al-
Qur'an dan Sunnah untuk menjadi pola bagi tingkah laku laku
warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan sehari-hari
sehingga tercermin kepribadian Islami menuju terwujudnya
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah
merupakan pedoman untuk menjalani kehidupan dalam lingkup
pribadi, keluarga, bermasyarakat, berorganisasi, mengelola amal
usaha, berbisnis, mengembangkan profesi, berbangsa dan
bernegara, melestarikan lingkungan, mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, dan mengembangkan seni dan
budaya yang menunjukkan perilaku uswah hasanah (teladan
yang baik).
208208208 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
D. Sifat
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah memiliki
beberapa sifat/kriteria sebagai berikut :
1. Mengandung hal-hal yang pokok/prinsip dan penting dalam
bentuk acuan nilai dan norma.
2. Bersifat pengayaan dalam arti memberi banyak khazanah
untuk membentuk keluhuran dan kemuliaan ruhani dan
tindakan.
3. Aktual, yakni memiliki keterkaitan dengan tuntutan dan
kepentingan kehidupan sehari-hari.
4. Memberikan arah bagi tindakan individu maupun kolektif
yang bersifat keteladanan.
5. Ideal, yakni dapat menjadi panduan umum untuk kehidupan
sehari-hari yang bersifat pokok dan utama.
6. Rabbani, artinya mengandung ajaran-ajaran dan pesan-pesan
yang bersifat akhlaqi yang membuahkan kesalihan.
7. Taisir, yakni panduan yang mudah difahami dan diamalkan
oleh setiap muslim khususnya warga Muhammadiyah.
E. Tujuan
Terbentuknya perilaku mdividu dan kolektif seluruh anggota
Muhammadiyah yang menunjukkan keteladanan yang baik
(uswak hasanah) menuju terwujudnya Masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
F. Kerangka
Materi Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah
dikembangkan dan dirumuskan dalam kerangka sistematika
sebagai berikut:
1. Bagian Umum : Pendahuluan
2. Bagian Kedua : Islam dan Kehidupan
3. Bagian Ketiga : Kehidupan Islami Warga Muhammadiyah
a. Kehidupan Pribadi
b. Kehidupan dalam Keluarga
c. Kehidupan Bermasyarakat
d. Kehidupan Berorganisasi
210210210 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Bagian Kedua
PANDANGAN ISLAM
TENTANG KEHIDUPAN
18
Q.S. Asy-Syura/42:13.
19
Q.S. An-Nisa/4: 125
20
Q.S. Al-Baqara/2 : 136
21
Q.S. Ar-Rum/30 : 30
22
Q.S. Al-Baqara/2 : 185
23
Q.S. Ali Imran/3 : 112
24
Q.S. Al-Anbiya/21: 107
25
Q.S. Ali Imran/3 : 19
26
Q.S. Al-Maidah/5 : 3
27
Q.S. Al-Ikhlash/112 : 1-4
28
Q.S. Adz-Dzariyat/51 : 56
29
Q.S. Al-Baqarah/2 : 30, Al-An’am/6 : 165; Al-Araf/7 : 69,74, Yunus/10 :
14,74, As-Shad/38 : 26
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
211211211
30
bertujuan untuk meraih Ridha serta Karunia Allah SWT . Islam
yang mulia dan utama itu akan menjadi kenyataan dalam kehidupan
di dunia apabila benar-benar diimani, difahami, dihayati, dan
diamalkan oleh seluruh pemeluknya (orang Islam, umat Islam)
31
secara total atau kaffah dan penuh ketundukan atau penyerahan
32
diri . Dengan pengamalan Islam yang sepenuh hati dan sungguh-
sungguh itu maka terbentuk manusia muslimin yang memiliki sifat-
33 34
sifat utama; a. Kepribadian Muslim , b. Kepribadian Mu'min , c.
35
Kepribadian Muhsin dalam arti berakhlak mulia , dan d.
36
Kepribadian Muttaqin1 .
Setiap muslim yang berjiwa mu'min, muhsin, dan muttaqin,
yang paripuma itu dituntut untuk memiliki akinan (aqidah)
berdasarkan tauhid yang istiqamah bersih dari syirk, bid'ah, dan
khurafat; memiliki berpikir burhani, bayani dan irfani dan perilaku
serta tindakan yang senantiasa dilandasi oleh dan mencerminkan
akhlaq al karimah yang menjadi rahmatan lil-'alamin.
Dalam kehidupan di dunia ini menuju kehidupan di akhirat
nanti pada hakikatnya Islam yang serba utama benar-benar dapat
dirasakan, diamati, ditunjukkan, dibuktikan, dan membuahkan
rahmat bagi semesta alam sebagai sebuah manhaj kehidupan (sistem
kehidupan) apabila sungguh-sungguh secara nyata diamalkan oleh
para pemeluknya. Dengan demikian Islam menjadi sistem keyakinan,
sistem pemikiran, dan sistem tindakan yang menyatu dalam diri
30
Q.S. Al-Fath/48 : 29
31
Q.S. Al-Baqarah/2 : 208
32
Q.S. Al-An-am/6 : 161-163
33
Q.S. Al-Baqarah/2 : 112,133,136,256; Ali Imran/3 ; 19,52,82,85; An-Nisa/4 :
125,165,170; Al-Maidah/5 : 111; An-An’am/6 : 163; Al-Araf/7 : 126; At-Taubah/9 :
33; Yunus/10 : 72,84,90; Hud/11 : 14; Yusuf/12 : 101; An-Nahl/16 ; 89,102;
Asy- Syuura/42: 13; Ash-Shaf/61 : 9; Al-Mu’minun/23/1-11
34
Q.S.Al-Baqarah/2: 2-4,213 s/d 214, 165, 285; Ali Imran/3: 122 s/d 139; AnNisa/4:
76; At-Taubah/9: 5171; Hud/11: 112 s/d 122; Al-Mu’minun/23 : 1 s/d 1 :
A- Hujurat/49 : 15
35
Q.S. Al-Baqarah/2 : 58,112; An-Nisa/4 : 125; Al-An’am/6 : 14; An-Nahl/16 :
29,69,128, Luqman/31 : 22; ash-Shaffat/37 : 113; Al-Ahghaf/46: 15.
36
Q.S. Al-Baqarah/2 : 2 s/d 4, 177, 183; Ali Imran/3 : 17,76,102,133 s/d 134; Al-
Maidah/5 : 8; al-Araf/7 : 26, 128, 156; Al-Anfal/8 : 34; At-Taubah/9 : 8; Yunus/10
:
212212212 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
62 /d 64; An-Nahl/16 : 128; Ath-Thalaq/65 : 2 s/d 4; An-Naba/78 : 31.
37
Q.S. Yusuf/112 : 108
38
Q.S. At-Tahrim/66 : 6
39
Q.S. Ali Imran/3 : 104, 110
214214214 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Bagian Ketiga KEHIDUPAN
PRIBADI WARGA
MUHAMMADIYAH
A. Kehidupan Pribadi
1. Dalam Aqidah
1.1. Setiap warga Muhammadiyah harus memiliki prinsip
hidup dan kesadaran imani berupa tauhid kepada Allah
40
Subhanahu Wata'alaz yang benar, ikhlas, dan penuh
41
ketundukan sehingga terpancar sebagai Ibadar-rahman
yang menjalani kehidupan dengan benar-benar menjadi
mu'min, muslim, muttaqin, dan muhsin yang paripurna.
42
1.2. Setiap warga Muhammadiyah wajib menjadikan iman
43
dan tauhid sebagai sumber seluruh kegiatan hidup,
tidak boleh mengingkari keimanan berdasarkan tauhid
itu, dan tetap menjauhi serta menolak syirk, tahayul,
bid'ah, dan khurafat yang menodai iman dan tauhid
44
kepada Allah Subhanahu Wata'ala .
2. Dalam Akhlaq
2.1. Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk meneladani
45
perilaku Nabi dalam mempraktikkan akhlaq mulia ,
46
sehingga menjadi uswah hasanah yang di teladani oleh
sesama berupa sifat sidiq, amanah, tabligh, dan fathanah.
2.2. Setiap warga Muhammadiyah dalam melakukan amal
dan kegiatan hidup harus senantiasa didasarkan kepada
47
niat yang ikhlas dalam wujud amal-amal shalih dan
40
Q.S. Al-Ikhlas/112 : 1 s/d 4
41
Q.S. Al-Furqan/25 : 63-77
42
Q.S. An-Nisa/4 : 136
43
Q.S. Al-Ikhlas/112 : 1 s/d 4
44
Q.S. Al-Baqarah/2 : 105,221; An-Nisa/4:48; Al-Maidah’5 : 72; Al-An-am/6:14,22
s/d 23,101,121; At-Taubah/9: 6,28,33; Al-Haj/23:31; Luqman/31 s/d 15
45
Q.S. Al-Qalam/68 : 4
46
Q.S. Al-Ahzab/33 : 21
47
Q.S. Al-Bayinah/98: 5, Hadits Nabi Riwayat Bukhari-Muslim dari Umar bin
Kattab.
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
215215215
ihsan, serta menjauhkan diri dari perilaku riya',
sombong, ishraf, fasad, fahsya, dan kemunkaran.
2.3. Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk
menunjukkan akhlaq yang mulia (akhlaq al-karimah)
sehingga disukai/diteladani dan menjauhkan din dari
akhlaq yang tercela (akhlaq al-madzmumah) yang
membuat dibenci dan dijauhi sesama.
2.4. Setiap warga Muhammadiyah di manapun bekerja dan
menunaikan tugas maupun dalam kehidupan sehari-hari
harus benar-benar menjauhkan diri dari perbuatan
korupsi dan kolusi serta praktik-praktik bumk lainnya
yang merugikan hak-hak publik dan membawa
kehancuran dalam kehidupan di dunia ini.
3. Dalam Ibadah
3.1 Setiap warga Muhammadiyah dituntut untuk senantiasa
membersihkan jiwa/hati ke arah terbentuknya pribadi
yang mutaqqin dengan beribadah yang tekun dan
48
menjauhkan diri dari jiwa/nafsu yang buruk , sehingga
49
terpancar kepribadian yang shalih yang menghadirkan
kedamaian dan kemanfaatan bagi diri dan sesamanya.
3.2 Setiap warga Muhammadiyah melaksanakan ibadah
mahdhah dengan sebaik-baiknya dan menghidup
suburkan amal nawafil (ibadah sunnah) sesuai dengan
tuntunan Rasulullah serta menghiasi diri dengan iman
yang kokoh, ilmu yang luas, dan amal shalih yang tulus
sehingga tercermin dalam kepribadian dan tingkah laku
yang terpuji.
4. Dalam Mu'amalah Duniawiyah
4.1. Setiap warga Muhammadiyah harus selalu menyadari
50 51
dirinya sebagai abdi dan khalifah di muka bumi ,
sehingga memandang dan menyikapi kehidupan dunia
52
secara aktif dan positif serta tidak menjauhkan diri dari
48
Q.S. Asy-Syams/91 : 5-8
49
Q.S. Al-Ashr/103: 3, Q.S. Ali Imran/4 : 114
50
Q.S. Al-Baqarah/2
51
Q.S. Al-Baqarah/2 : 30
52
Q.S. Shad/38 : 27
216216216 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
53
pergumulan kehidupan dengan landasan iman, Islam,
54
dan ihsan dalam arti berakhlaq karimah .
4.2. Setiap warga Muhammadiyah senantiasa berpikir secara
burhani, bayani, dan irfani yang mencerminkan cara
berpikir yang Islami yang dapat membuahkan karya-
karya pemikiran maupun amaliah yang mencerminkan
keterpaduan antara orientasi habluminallah dan
habhiminannas serta maslahat bagi kehidupan umat
55
manusia .
4.3. Setiap warga Muhammadiyah harus mempunyai etos
kerja Islami, seperti: kerja keras, disiplin, tidak menyia-
nyiakan waktu, berusaha secara maksimal/optimal untuk
56
mencapai suatu tujuan .
53
Q.S. Al-Qashash/28 : 77
54
H.R. Muslim
55
Q.S. Ali Imran/3 : 1-12
56
Q.S. Ali Imran/3: 142; Al-Insyirah/94: 5-8
57
Q.S. Ar-Rum/30 : 21
58
Q.S. An-Nisa/4: 19,36,128; Al-Isra/17: 23; Luqman/31: 14
59
Q.S. Ar-Rum/30 : 21
60
Q.S. Al-An’am/6 : 151; Al-Isra/17 : 31
61
Q.S. Al-Ahzab/33 : 59
62
Q.S. At-Tahrim/66 : 6
218218218 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
63
Q.S. At-Talaq/65 : 6; Al-Baqarah/2 : 233
64
Q.S. Al-Maidah/5 : 8; An-Nahl/16 : 90
65
Q.S. Al-Baqarah/2 : 228, An-Nisa/4 : 34
66
Q.S. Al-Isra/17 : 26; Ar-Rum/30: 38
C. Kehidupan Bermasyarakat
1. Islam mengajarkan agar setiap muslim menjalin
persaudaraan dan kebaikan dengan sesama seperti dengan
tetangga maupun anggota masyarakat lainnya masing-
masing dengan memelihara hak dan kehormatan baik dengan
sesame muslim maupun dengan non-muslim, dalam
hubungan ketetanggaan bahkan Islam memberikan perhatian
sampai ke area 40 rumah yang dikategorikan sebagai
tetangga yang h;irus dipelihara hak-haknya.
2. Setiap keluarga dan anggota keluarga Muhammadiyah harus
menunjukkan keteladanan dalam bersikap baik kepada
67
tetangga , memelihara kemuliaan dan memuliakan
68
tetangga , bermurah-hati kepada tetangga yang ingin
69
menitipkan barang atau hartanya , menjenguk bila tetangga
70
sakit , mengasihi tetangga sebagaimana mengasihi
71
keluarga/diri sendiri , menyatakan ikut bergembira/senang
hati bila tetangga memperoleh kesuksesan, menghibur dan
memberikan perhatian yang simpatik bila tetangga
mengalami musibah atau kesusahan, menjenguk/melayat bila
67
HR. Bukhari dan Muslim
68
HR. Bukhari dan Muslim
69
HR. Bukhari dan Muslim
70
HR. Bukhari dan Muslim
71
HR. Bukhari dan Muslim
218218218 STUDI
ada tetangga meninggal dan ikut mengurusi sebagaimana
hak-hak tetangga yang diperlukan, bersikap pemaaf dan
lemah lembut bila tetangga salah, jangan selidik-menyelidiki
keburukan-keburukan tetangga, membiasakan memberikan
sesnatu seperti makanan dan oleh-oleh kepada tetangga,
jangan menyakiti tetangga, bersikap kasih sayang dan lapang
dada; menjauhkan diri dari segala sengketa dan sifat tercela,
berkunjung dan saling tolong menolong, dan melakukan
amar ma'ruf nahi munkar dengan cara yang tepat dan
bijaksana.
3. Dalam bertetangga dengan yang berlainan agama juga
72
diajarkan untuk bersikap baik dan adil , mereka berhak
73
memperoleh hak-hak dan kehormatan sebagai tetangga ,
memberi makanan yang halal dan boleh pula menerima
makanan dari mereka berupa makanan yang halal, dan
memelihara toleransi sesuai dengan prinsi-prinsip yang
diajarkan Agama Islam.
4. Dalam hubungan-hubungan sosial yang lebih luas setiap
anggota Muhammadiyah baik sebagai individu, keluarga,
maupun jama'ah (warga) dan jam'iyah (organisasi) haruslah
menunjukkan sikap-sikap sosial yang didasarkan atasprinsip
74
menjunjung tinggi nilai kehormatan manusias , memupuk
75
rasa persaudaraan dan kesatuan kemanusiaan , mewujudkan
kerjasama umat manusia menuju masyarakat sejahtera lahir
76 77
dan batin , memupuk jiwa toleransi , menghormati
78 79
kebebasan orang lain , menegakkan budi baik ,
80 81
menegakkan amanat dan keadilan , perlakuan yang sama
72
Q.S. Al-Mumtahanah/60 : 8
73
HR. Abu Dawud
74
Q.S. Al-Isra/17: 70
75
Q.S. Al-Hujurat/49: 13
76
Q.S. Al-Maidah/5 : 2
77
Q.S. Fushilat/41: 34
78
Q.S. Al-Balad/90: 13; Al-Baqarah/2: 256; AN-Nisa/4: 29; Al-Maidah/5:
38
79
Q.S. Al-Qalam/68: 4
80
Q.S. An-Nisa/4 : 57-58
81
Q.S. Al-Baqarah/2 : 194; An-Nahl/16 : 126
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
219219219
82
menepati janji , menanamkan kasih sayang dan mencegah
83
kerusakan , menjadikan masyarakat menjadi masyarakat
84
yang shalih dan utama , bertanggungjawab atas baik dan
buruknya masyarakat dengan melakukan amar ma'ruf dan
85
nahi munkar , berusaha untuk menyatu dan
86
berguna/bermanfaat bagi masyarakat , memakmurkan
masjid, menghormati dan mengasihi antara yang tua dan
87
yang muda, tidak merendahkan sesama , tidak berprasangka
88
buruk kepada sesama , peduli kepada orang miskin dan
89 90
yatim , tidak mengambil hak orang lain , berlomba dalam
91
kebaikan , dan hubungan-hubungan sosial lainnya yang
bersifat ishlah menuju terwujudnya masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
5. Melaksanakan gerakan jamaah dan da'wah jamaah sebagai
wujud dari melaksanakan da'wah Islam di tengah-tengah
masyarakat untuk perbaikan hidup baik lahir maupun batin
sehingga dapat mencapai cita-cita masyarakat Islam yang
sebenar-benarnya.
D. Kehidupan Berorganisasi
1. Persyarikatan Muhammadiyah merupakan amanat umat yang
didirikan dan dirintis oleh K.H. Ahmad Dahlan untuk
kepentingan menjunjung tinggi dan menegakkan Agama
Islam sehingga terwujud Masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya, karena itu menjadi tanggungjawab seluruh warga
dan lebih-lebih pimpinan Muhammadiyah di berbagai
tingkatan dan bagian untuk benar-benar menjadikan
82
Q.S. Al-Isra/17 : 34
83
Q.S. Al-Hasyr/59 : 9
84
Q.S. Ali Imran/3 : 114
85
Q.S. Ali Imran/3 : 104,110
86
Q.S. Al-Maidah/5 : 2
87
Q.S. Al-Hujurat/49 : 11
88
Q.S. An-Nur/24 : 4
89
Q.S. Al-Baqarah/2 : 220
90
Q.S. Al-Maidah/5 : 38
91
Q.S. Al-Baqarah/2 : 148
220220220 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
organisasi (Persyarikatan) ini sebagai gerakan da'wah Islam
yang kuat dan unggul dalam berbagai bidang kehidupan.
2. Setiap anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah
berkewajiban memelihara, melangsungkan, dan
menyempurnakan gerak dan langkah Persyarikatan dengan
penuh komitmen yang istiqamah, kepribadian yang mulia
(shidiq, amanah, tabligh, dan fathanah), wawasan pemikiran
dan visi yang luas, keahlian yang tinggi, dan amaliah yang
unggul sehingga Muhammadiyah menjadi gerakan Islam
yang benar-benar menjadi rahmaian III 'alamin,
3. Dalam menyelesaikan masalah-masalah dan konflik-konflik
yang timbul di Persyarikatan hendaknya mengutamakan
musyawarah dan mengacu pada peraturan-peraturan
organisasi yang memberikan kemaslahatan dan kebaikan
seraya dijauhkan tindakan-tindakan anggota pimpinan yang
tidak terpuji dan dapat merugikan kepentingan
Persyarikatan.
4. Menggairahkan ruh al Islam dan ruh al jihad dalam seluruh
gerakan Persyarikatan dan suasana di lingkungan
Persyarikatan sehingga Muhammadiyah benar-benar tampil
sebagai gerakan Islam yang istiqamah dan memiliki ghirah
yang tinggi dalam mengamalkan Islam.
5. Setiap anggota pimpinan Persyarikatan hendaknya
menunjukkan keteladanan dalam bertutur-kata dan
bertingkah-laku, beramal dan berjuang, disiplin dan
tanggungjawab, dan memiliki kemauan untuk belajar dalam
segala lapangan kehidupan yang diperlukan.
6. Dalam lingkungan Persyarikatan hendaknya dikembangkan
disiplin tepat waktu baik dalam menyelenggarakan rapat-
rapat, pertemuan-pertemuan, dan kegiatan-kegiatan lainnya
yang selama ini menjadi ciri khas dari etos kerja dan disiplin
Muhammadiyah.
7. Dalam acara-acara rapat dan pertemuan-pertemuan di
lingkungan persyarikatan hendaknya ditumbuhkan kembali
pengajian-pengajian singkat (seperti Kuliah Tujuh Menit)
dan selalu mengindahkan waktu shalat dan menunaikan
shalat jama'ah sehingga tumbuh gairah keberagamaan yang
224224224 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
pengelolaannya secara keseluruhan sebagai amanat umat
yang harus ditunaikan dan dipertanggungjawabkan dengan
93
sebaik-baiknya .
3. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah diangkat dan
diberhentikan oleh pimpinan persyarikatan dalam kurun
waktu tertentu. Dengan demikian pimpinan amal usaha
dalam mengelola amal usahanya harus tunduk kepada
kebijaksanaan Persyari-katan dan tidak menjadikan amal
usaha itu terkesan sebagai milik pribadi atau keluarga, yang
akan menjadi fitnah dalam kehidupan dan bertentangan
94
dengan amanat .
4. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah adalah anggota
Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tertentu di
bidang amal usaha tersebut, karena itu status keanggotaan
dan komitmen pada misi Muhammadiyah menjadi sangat
penting bagi pimpinan tersebut agar yang bersangkutan
memahami secara tepat tentang fungsi amal usaha tersebut
bagi Persyarikatan dan bukan semata-mata sebagai pencari
nafkah yang tidak peduli dengan tugas-tugas dan
kepentingan-kepentingan Persyarikatan.
5. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah harus dapat
memahami peran dan tugas dirinya dalam mengemban
amanah Persyarikatan. Dengan semangat amanah tersebut,
maka pimpinan akan selalu menjaga kepercayaan yang telah
diberikan oleh Persyarikatan dengan melaksanakan fungsi
manajemen perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang
sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.
6. Pimpinan amal usaha Muhammadiyah senantiasa berusaha
meningkatkan dan mengembangkan amal usaha yang
menjadi tanggungjawabnya dengan penuh kesungguhan.
Pengembangan ini menjadi sangat penting agar amal usaha
senantiasa dapat berlomba-lomba dalam kebaikan
(fastabiq al khairat) guna memenuhi tuntutan masyarakat
dan tuntutan zaman.
93
Q.S. An-Nisa/4 : 57
94
Q.S. Al-Anfal/8 : 27
95
Q.S. Al-Isra/17: 37; Luqman/31: 18
96
Q.S. Ibrahim/14 : 7
97
Q.S. Yusuf/12: 87; Al-Hijr/15: 55,56; Az-Zumar/39: 53
98
Q.S. Al-Baqarah/2 : 282
99
Q.S. Al-Hasyr/59: 18
232232232 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
kewajiban mereka yang mampu untuk melatih dan mengajar
orang yang kurang mampu.
12. Semakin besar usaha bisnis-ekonomi yang dijalankan
biasanya akan semakin banyak melibatkan orang atau
lembaga lain. Islam menganjurkan agar harta itu tidak hanya
berputar-putar pada orang atau kelompok yang mampu saja
dari waktu kewaktu. Dengan demikian makin banyak
aktivitas bisnis memberi manfaat pada masyarakat akan
makin baik bisnis itu dalam pandangan agama. Manfaat itu
dapat berupa pelibatan masyarakat dalam kancah bisnis itu
serta lebih banyak, atau menikmati hasil yang banyak.
13. Sebagian dari harta yang dikumpulkan melalui usaha bisnis
ekonomi maupun melalui jalan lain secara halal dan baik itu
tidak bisa diakui bahwa seluruhnya merupakan hak mutlak
orang yang bersangkutan. Mereka yang menerima harta
sudah pasti, pada batas tertentu, harus menunaikan
kewajibannya membayar zakat sesuai dengari syariat. Di
samping itu dianjurkan untuk memberi infaq dan shadaqah
sebagai perwujudan rasa syukur atas ni'mat rejeki yang
dikamniakan Allah kepadanya.
230230230 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
dan hancurnya nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan kebaikan
umum.
4. Setiap anggota Muhammadiyah di mana pun dan apapun
profesinya hendaknya pandai bersyukur kepada Allah di kala
menerima nikmat serta bershabar serta bertawakal kepada
Allah manakala memperoleh musibah sehingga memperoleh
pahala dan terhindar dari siksa.
5. Menjalani profesi bagi setiap warga Muhammadiyah
hendaknya dilakukan dengan sepenuh hati dan kejujuran
sebagai wujud menunaikan ibadah dan kekhalifahan di muka
bumi ini.
6. Dalam menjalani profesi hendaknya mengembangkan
prinsip bekerjasama dalam kebaikan dan kefcaqwaan serta
tidak bekerjasama dalam dosa dan permusuhan.
7. Setiap anggota Muhammadiyah hendaknya menunaikan
kewajiban zakat maupun mengamalkan shadaqah, infaq,
wakaf, dan amal jariyah lain dari penghasilan yang
diperolehnya serta tidak melakukan helah (menghindarkan
diri dari hukum) dalam menginfaqkan sebagian rejeki yang
diperolehnya itu.
100
Q.S. An-Nisa/4: 57
101
Q.S. An-Anfal/8 : 27
102
Q.S. An-Nisa/4: 58 dst
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
231231231
ketaatan kepada pemimpin sejauh sejalan dengan perintah
103 104
Allah dan Rasul , mengemban risalah Islam , menunaikan
amar ma'ruf, nahi munkar, dan mengajak orang untuk
105
beriman kepada Allah , mempedomani Al-Quran dan
106
Sunnah , mementingkan kesatuan dan persaudaraan umat
107 108
manusia , menghormati kebebasan orang lain , menjauhi
109
fitnah dan kerusakan , menghormati hak hidup orang
110 111
lain , tidak berhianat dan melakukan kezaliman , tidak
112 113
mengambil hak orang lain , berlomba dalam kebaikan ,
bekerja-sama dalam kebaikan dan ketaqwaan serta tidak
bekerjasama (konspirasi) dalam melakukan dosa dan
114
permusuhan , memelihara hubungan baik antara pemimpin
115 116
dan warga , memelihara keselamatan umum , hidup
117
berdampingan dengan baik dan damai , tidak melakukan
118
fasad dan kemunkaran , mementingkan ukhuwah
119
Islamiyah , dan prinsip-prinsip lainnya yang maslahat,
ihsan, dan ishlah.
3. Berpolitik dalam dan demi kepentingan umat dan bangsa
sebagai wujud ibadah kepada Allah dan ishlah serta ihsan
kepada sesama, danjangan mengorbankan kepentingan yang
103
Q.S. An-Nisa/4: 59; Al-Hasyr/59: 7
104
Q.S. An-Anbiya/21: 107
105
Q.S. Ali Imran/3: 104,110
106
Q.S. An-Nisa/4: 108
107
Q.S. Al-Hujurah/49: 13
108
Q.S. Al-Balad/90: 13
109
Q.S. Al-Hasyir/59: 9
110
Q.S. Al An-am/6: 251
111
Q.S. Al-Furqan/25: 19; An-Anfal/8:27
112
Q.S. Al-Maidah/5: 38
113
Q.S. Al-Baqarah/2: 148
114
Q.S. Al-Maidah/5: 2
115
Q.S. An-Nisa/4: 57-58
116
Q.S. At-Taubah/9: 128
117
Q.S. Al-Mumtahanah/60: 8
118
Q.S. Al-Qashash/28: 77; Ali Imran/3: 104
119
Q.S. Ali Imran/3: 103
232232232 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
lebih luas dan utama itu demi kepentingan diri sendiri dan
kelompok yang sempit.
4. Para politisi Muhammadiyah berkewajiban menunjukkan
keteladanan diri (uswah hasanah) yang jujur, benar, dan adil
serta menjauhkan diri dari perilaku politik yang kotor,
membawa fitnah, fasad (kerusakan), dan hanya
mementingkan diri sendiri.
5. Berpolitik dengan kesalihan, sikap positif, dan memiliki cita-
cita bagi terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya dengan fungsi amar ma'ruf dan nahi munkar yang
tersistem dalam satu kesatuan imamah yang kokoh.
6. Menggalang silaturahmi dan ukhuwah antar politisi dan
kekuatan politik yang digerakkan oleh para politisi
Muhammadiyah secara cerdas dan dewasa.
120
Q.S.Al-Baqarah/2: 27,60; Al-Araf/7: 56; Asy-Syu’ara/26: 152; Al
Qashas/28:77
121
Q.S. Al-Maidah/5: 33; Asy-Syu’ara/26: 152
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
kehidupan hayati seperti binatang, pepohonan, maupun
lingkungan fisik dan biotik termasuk air laut, udara, sungai,
dan sebagainya yang menyebabkan hilangnya keseimbangan
122
ekosistem dan timbulnya bencana dalam kehidupan .
4. Memasyarakatkan dan mempraktikkan budaya bersih, sehat,
dan indah lingkungan disertai kebersihan fisik dan jasmani
123
yang menunjukkan keimanan dan kesalihan .
5. Melakukan tindakan-tindakan amar ma'ruf dan nahi munkar
dalam menghadapi kezaliman, keserakahan, dan rekayasa
serta kebijakan-kebijakan yang mengarah, mempengaruhi,
dan menyebabkan kerusakan lingkungan dan
tereksploitasinya sumber-sumber daya alam yang
menimbulkan kehancuran, kerusakan, dan ketidak adilan
dalam kehidupan.
6. Melakukan kerjasama-kerjasama dan aksi-aksi praksis
dengan berbagai pihak baik perseorangan maupun kolektif
untuk terpeliharanya keseimbangan, kelestarian, dan
keselamatan lingkungan hidup serta terhindarnya kerusakan-
kerusakan lingkungan hidup sebagai wujud dari sikap
pengabdian dan kekhalifahan dalam mengemban misi
kehidupan di muka bumi ini untuk keselamatan hidup di
124
dunia dan akhirat .
122
Q.S. Al-Baqarah/2: 205; Al-Araf/7:56; Ar-Rum/30: 41
123
Q.S. Al-Maidah/5: 6; Al-Araf/7: 31; Al-Mudatsir/74: 4
124
Q.S. Al-Maidah/2 : 2
125
Q.S. Al-Qashash/28: 77; An-Nahl/16: 43; Al-Mujadilah/58: 11; At-
234234234 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Taubah/9: 122
126
Q.S. Al-Isra/17:36
121
Q.S. Al-Maidah/5: 33; Asy-Syu’ara/26: 152
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
127
manapun datangnya , serta senantiasa menggunakan daya
128
nalar .
3. Kemampuan menguaaai ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan bagian tidak terpisahkan dengan iman dan amal
129
shalih yang menunjukkan derajat kaum muslimin dan
130
membentuk pribadi ulil albab .
4. Setiap warga Muhammadiyah dengan ilmu pengetahuan
yang dimiliki mempunyai kewajiban untuk mengajarkan
kepada masyarakat, memberikan peringatan, memanfaatkan
untuk kemaslahatan dan mencerahkan kehidupan sebagai
131
wujud ibadah, jihad, dan da’wah .
5. Menggairahkan dan menggembirakan gerakan mencari ilmu
pengetahuan dan penguasaan teknogi baik melalui
pendidikan maupun kegiatan-kegiatan di lingkungan
keluarga dan masyarakat sebagai sarana penting untuk
membangun peradaban Islam. Dalam kegiatan ini termasuk
menyemarakkan tradisi membaca di seluruh lingkungan
warga Muhammadiyah.
127
Q.S. Az-Zumar/39: 18
128
Q.S. Yunus/10 : 10
129
Q.S. Al-Mujadilah/58: 11
130
Q.S. Ali Imran/3: 7,190-191; Al-Maidah/5: 100; Ar-Ra’d/13: 19-20; Al-
Baqarah/2 : 197
131
Q.S. At-Taubah/9:122; Al-Baqarah/2 : 151; Hadist Nabi Riwayat
Muslim
132
Q.S. Ar-Rum/30 : 30
PEDOMAN HIDUP ISLAMI WARGA MUHAMMADIYAH
235235235
Allah SWT yang harus dipelihara dan disalurkan dengan
baik dan benar sesuai dengan jiwa ajaran Islam.
3. Berdasarkan keputusan Munas Tarjih ke-22 tahun 1995
bahwa karya seni hukumnya mubah (boleh) selama tidak
mengarah atau mengakibatkan fasad (kerusakan), dlarar
(bahaya), isyyan (kedurhakaan), dan ba'id 'anillah
(terjauhkan dari Allah); maka pengembangan kehidupan seni
dan budaya di kalangan Muhammadiyah harus sejalan
dengan etika atau norma-norma Islam sebagaimana
dituntunkan Tarjih tersebut.
4. Seni rupa yang objeknya makhluq bernyawa seperti patung
hukumnya mubah bila untuk kepentingan sarana pengajaran,
ilmu pengetahuan, dan sejarah; serta menjadi haram bila
mengandung unsur yang membawa 'isyyan (kedurhakaan)
dan kemusyrikan.
5. Seni suara baik seru vokal maupun instrumental, seni sastra,
dan sent pertunjukan pada dasarnya mubah (boleh) serta
menjadi terlarang manakala seni dan ekspresinya baik dalam
wujud penandaan tekstual maupun visual tersebut menjurus
pada pelanggaran norma-norma agama.
6. Setiap warga Muhammadiyah baik dalam menciptakan
maupun menikmati seni dan budaya selain dapat
menumbuhkan perasaan halus dan keindahanjuga
menjadikan seni dan budaya sebagai sarana mendekatkan
diri kepada Allah dan sebagai media atau sarana da'wah
untuk membangun kehidupan yang berkeadaban.
7. Menghidupkan sastra Islam sebagai bagian dari strategi
membangun peradaban dan kebudayaan Muslim.
236236236 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Bagian Keempat
TUNTUNAN PELAKSANAAN
Bagian Kelima
PENUTUP
238238238 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Lampiran 2
ANGGARAN DASAR
MUHAMMADIYAH
239
2392
Lampiran 2 :
ANGGARAN DASAR
PERSYARIKATAN MUHAMMADIYAH
MUQADDIMAH
240240240 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ٰ ِﻦ
ْﲪ (2)
ِﲔ ﻤ
َْ ب ِﻪ( ُﺪ ْﻤ ﻠِﻟ1) ِﲪ ْ ﻢ ٰ ﺴ ِﻦ ِا ﻢ
ْ
ﺮ ﻟا َر َﻟﺎَﻌ ْﻟا َْﳊ ا ﻴ ِﺣﺮ ﺮ ﻟا ِﺑ ﻟا
ﲔ ِْﻌَﺘﺴ َﻧ َك ِ
)5( ُﺪ ﺒﻌ َـﻧ كَ ﺎ َﺎﻧﺪ ﻫ ا ﻦ ﻳﺪ ِ ِ
)4( ﻳِإ ( ﻟﺎ ﻟا3) ﻢِ ﻴﺣِﺮ
ْ ُ ْ ُْ ْ ْ
ﺎﻳِإو ِ
مﻮ ـﻳ ﻚ ِ ﻣ ﻟا
َ َ ِْ َ ِ
ِط ﻦ ﻳﺬ ﺖ ﻤ ﻌ ﻢ ﻬِ ﲑِ ﻏَ ﻐ ﻤ ب ط ﻢ ﻴ ﻘ ﺘﺴ ﻤ
َ ْ ْ ْ َ ْ َ ْ َ َ (6) ُ ْ َ ْ َ َ
ﻀ اﺮﺻِ ﻟا
ُ ْﻟا ﻮ ْـَﻧأ ﻴَْﻠَﻋ
َ
ْﻟا اﺮﺼ ﻟا
َ
(7) ْ ﲔ ﺂﻟﻀ ﻢ ﻬ ﻟاَﻻو ِ
َ َ ْ
َﻴَْﻠﻋ
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang. Segala puji bagi Allah yang mengasuh alam, yang Maha
Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang memegang pengadilan pada
hari kemudian. Hanya kepada Engkaulah hamba menyembah, dan
hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Berilah petunjuk
kepada hamba akanjalan yanglempang, jalan orang-orang yang telah
Engkau beri kenikmatan, yang tidak dimurkai dan tidak tersesat.
ﺎ ﻢ ﻴَِﺒﻧﷲا ﻰُ ﻪِ َْﻴﻠَﻋ ﻠ ٍﺪ ﻤ ِمَِﻼْﺳ ِﻹ ًﺎﻨْـﻳد ﺎ ﺎِﺑ ﺑ ِﻴﺿ
ْ
َ
ﺳو ﻠﺻ ﺤ ُِﲟو ﺎِﺑو ر
َ َُر ﺖ
َ َ َ َ َ َ
ًﻻْﻮ ﺳُ َرَو
"Saya ridla: Ber-Tukan kepada ALLAH, ber-Agama kepada
ISLAM dan ber-Nabi kepada MUHAMMAD RASULULLAH
Shalallahii 'alaihi wassalam
242242242 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Hidup bermasyarakat itu adalah sunnah (hukum qudrat iradat)
Allah atas kehidupan manusia di dunia ini.
Masyarakat yang sejahtera, aman damai, makmur dan bahagia
hanyalah dapat diwujudkan di atas keadilan, kejujuran, persaudaraan
dan gotong-royong, bertolong-tolongan dengan bersendikan hukum
Allah yang sebenar-benarnya, lepas dari pengaruh syaitan dan hawa
nafsu.
Agama Allah yang dibawa dan diajarkan oleh sekalian Nabi
yang bijaksana dan berjiwa suci, adalah satu-satunya pokok hukum
dalam masyarakat yang utama dan sebaik-baiknya.
Menjunjung tinggi hukum Allah lebih daripada hukum yang
manapun juga, adalah kewajiban mutlak bagi tiap-tiap orang yang
mengaku ber-Tuhan kepada Allah.
Agama Islam adalah Agama Allah yang dibawa oleh sekalian
Nabi,sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw, dan diajarkan
kepada umatnya masing-masing untuk mendapatkan hidup bahagia
Dunia dan Akhirat.
Syahdan, untuk menciptakan masyarakat yang bahagia dan
sentausa sebagai yang tersebut di atas itu, tiap-tiap orang, terutama
umat Islam, umat yang percaya akan Allah dan Hari Kemudian,
wajiblah mengikutijejak sekalian Nabi yang suci: beribadah kepada
Allah dan berusaha segiat-giatnya mengumpulkan segala kekuatan
dan menggimakannya untuk menjelmakan masyarakat itu di Dunia
ini, dengan niat yang murni-fculus dan ikhlas karena Allah semata-
mata dan hanya mengharapkan karunia Allah dan ridha-Nya belaka,
serta mempunyai rasa tanggung jawab di hadh'at Allah atas segala
perbuatannya, lagi pula harus sabar dan tawakal bertabah hati
menghadapi segala keaukaran atau kesuliten yang mcnimpa dirinya,
atau rintangan yang menghalangi pekerjaannya, dengan penuh
pengharapan perlindungan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuasa.
Untuk melaksanakan terwujudnya masyarakat yang demikian itu,
maka dengan berkat dan rahmat Allah didorong oleh firman Allah
dalam AI-Qur'an :
STUDI
242242242
KEMUHAMMADIYAHAN
(104) ﺤ ِﻠﻔْ ﻤ ْﻟا ﻚن ﻮ ِﺮ ﻜَ ﻨﻤ
ُ ُ ََ ُ
ِ
ْﻟا ﺋَﻻ ُْوأو
ُُﻢ ﻫ َ
Adakanlah dan kamu sekalian, golongan yang mengajak kepada
ke-Islaman, menyuruh kepada kebaikan dan mencegah daripada
keburukan. Mereka itulah golongan yang beruntung berbahagia "
(Al-Qur'an, S. Ali-
Imran:104).
BAB I
NAMA, PENDIRI, DAN TEMPAT KEDUDUKAN
Pasal 1
Nama
Pasal 2
Pendiri
Pasal 3
Tempat Kedudukan
BAB II
IDENTITAS, ASAS, DAN LAMBANG
Pasal 4
Identitas dan Asas
Pasal 5
Lambang
BAB III
MAKSUD DAN TUJUAN SERTA USAHA
Pasal 6
Maksud dan Tiyuan
Pasal 7
Usaha
BAB IV
KEANGGOTAAN
Pasal 8
Anggota serta Hak dan Kewajiban
BAB V
SUSUNAN DAN PENETAPAN ORGANISASI
Pasal 9
Susunan Organisasi
Pasal 10
Penetapan Organisasi
Pasal 11
Pimpinan Pusat
Pasal 12
Pimpinan Wilayah
Pasal 13
Pimpinan Daerah
Pasal 14
Pimpinan Cabang
Pasal 16
Pemilihan Pimpinan
Pasal 17
Masa Jabatan Pimpinan
Pasal 19
Penasihat
BAB VII
UNSUR PEMBANTU PIMPINAN
Pasal 20
Majelis dan Lembaga
Pasal 21
Pengertian dan Ketentuan
(1) Organisasi Otonom ialah satuan organisasi di bawah
Muhammadiyah yang memiliki wewenang mengatur rumah
tangganya sendiri, dengan bimbingan dan pembinaan oleh
Pimpinan Muhammadiyah.
(2) Organisasi Otonom terdiri atas organisasi otonom umum dan
organisasi otonom khusus.
(3) Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Organisasi
Otonom disusun oleh organisasi otonom masing-masing
berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga
Muhammadiyah.
(4) Pembentukan dan pembubaran Organisasi Otonom ditetapkan
oleh Tanwir.
(5) Ketentuan lain mengenai organisasi otonom diatur dalam
Anggaran Rumah Tangga.
BAB IX
PERMUSYAWARATAN
Pasal 22
Muktamar
250250250 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 23
Muktamar Luar Biasa
Pasal 24
Tanwir
Pasal 25
Musyawarah Wilayah
Pasal 26
Musyawarah Daerah
Pasal 27
Musyawarah Cabang
Pasal 28
Musyawarah Ranting
Pasal 29
Musyawarah Pimpinan
Pasal 30
Keabsahan Musyawarah
BABX
RAPAT
Pasal 32
Rapat Pimpinan
Pasal 33
Rapat Kerja
254254254 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 34
Tanfidz
Pasal 35
Pengertian
Pasal 36
Sumber
BAB XII
LAPORAN
Pasal 38
Laporan
Pasal 39
Anggaran Rumah Tangga
256256256 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
BAB XIV
PEMBUBARAN
Pasal 40
Pembubaran
BAB XV
PERUBAHAN
Pasal 41
Perubahan Anggaran Dasar
Pasal 42
Penutup
(1) Anggaran Dasar ini ini telah disahkan dan ditetapkan oleh
Muktamar ke-45 yang berlangsung pada tanggal 26 Jumadil
Awal s.d. 1 Jumadil Akhir 1426 H bertepatan dengan tanggal 3
s.d. 8 Juli 2005 M. di Malang, dan dinyatakan mulai berlaku
sejak ditanfidzkan.
(2) Setelah Anggaran Dasar ini ditetapkan, Anggaran Dasar
sebelumnya dinyatakan tidak berlaku lagi
258258258 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH
Pasal 1
Tempat Kedudukan
Pasal 2
Lambang dan Bendera
260260260 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 4
Keanggotaan
262262262 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
3. Pimpinan Wilayah meneruskan atau tidak meneruskan
usulan pemberhentian anggota kepada Pimpinan Pusat
setelah melakukan penelitian dan penilaian.
4. Pimpinan Wilayah dapat melakukan pemberhentian
sementara (skorsing) yang berlaku paling lama 6 (enam)
bulan selama menunggu proses pemberhentian ang-gota
dari Pimpinan Pusat.
5. Pimpinan Pusat, setelah menerima usulan pemberhentian
anggota, memutuskan memberhentikan atau tidak
memberhentikan paling lama 6 (enam) bulan sejak
diusulkan oleh Pimpinan Wilayah.
6. Anggota yang diusulkan pemberhentian
keanggotaannya, selama proses pengusulan berlangsung,
dapat mengajukan keberatan kepada Pimpinan Cabang,
Pimpinan Daerah, Pimpinan Wilayah, dan Pimpinan
Pusat. Setelah keputusan pemberhentian dikeluarkan,
yangbersangkutan dapat mengajukan keberatan kepada
Pimpinan Pusat.
7. Pimpinan Pusat membentuk tim yang diserahi tugas
mempelajari keberatan yang diajukan oleh anggota yang
diberhentikan. Pimpinan Pusat menetapkan keputusan
akhir setelah mendengar pertimbangan tim.
8. Keputusan pemberhentian anggota diumumkan dalam
Berita Resmi Muhammadiyah.
b. Anggota Luar Biasa dan Kehormatan diberhentikan atas
keputusan Pimpinan Pusat.
Pasal 5
Ranting
Pasal 6
Cabang
264264264 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
(4) Pendirian suatu Cabang- yang- merupakan pemisahan dari
Cabang yang telah ada dilakukan dengan persetujuan Pimpinan
Cabang yang bersangkutan atau atas keputusan Musyawarah
Daerah / Musyawarah Pimpinan tingkat Daerah.
Pasal 7
Daerah
Pasal 9
Pusat
Pasal 10
Pimpinan Pusat
Pasal 12
Pimpinan Daerah
Pasal 13
Pimpinan Cabang
270270270 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan tingkat
Cabang dan ketetapan dari Pimpinan Daerah, calon tambahan
anggota Pimpinan Cabang sudah dapat menjalankan tugasnya
atas tanggungjawab Pimpinan Cabang.
(6) Pimpinan Cabang mengusulkan kepada Musyawarah Pimpinan
Cabang calon pengganti Ketua Pimpinan Cabang yang karena
sesuatu hal berhenti dalam tenggang masa jabatan untuk
ditetapkan dan dimintakan pengesahannya kepada Pimpinan
Daerah. Selama menunggu keputusan Musyawarah Pimpinan
tingkat Cabang dan ketetapan dari Pimpinan Daerah, Ketua
Pimpinan Cabang dijabat oleh salah seorang Wakil Ketua atas
keputusan Pimpinan Cabang.
Pasal 14
Pimpinan Ranting
Pasal 15
Pemilihan Pimpinan
272272272 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
(2) Penyimpangan dari ketentuan ayat (1) butir f, g, dan h pasal ini
hanya dapat dilakukan atas keputusan Pimpinan Pusat.
(3) Pemilihan Pimpinan dapat dilakukan secara langsung atau
formatur atas keputusan Musyawarah masing-masing.
(4) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan dilakukan oleh Panitia
Pemilihan dengan ketentuan:
a. Panitia Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir
atas usul Pimpinan Pusat
b. Panitia Pemilihan Pimpinan Wilayah, Pimpinan Daerah,
Pimpinan Cabang, dan Pimpinan Ranting ditetapkan oleh
Musyawarah Pimpinan atas usul Pimpinan Muhammadiyah
pada semua tingkatan
c. Panitia Pemilihan diangkat untuk satu kali pemilihan
(5) Pelaksanaan pemilihan Pimpinan diatur berdasarkan tata tertib
Pemilihan dengan ketentuan:
a. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Pusat ditetapkan oleh Tanwir
atas usul Pimpinan Pusat
b. Tata-tertib Pemilihan Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang,
dan Ranting ditetapkan oleh Musyawarah Pimpinan atas usul
Pimpinan Muhammadiyah pada setiap tingkatan
Pasal 16
Masa Jabatan Pimpinan
Pasal 17
Ketentuan Luar Biasa
Pasal 18
Penasihat
Pasal 19
Unsur Pembantu Pimpinan
Pasal 20
Organisasi Otonom
Pasal 21
Muktamar
276276276 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
(6) Anggota Muktamar berhak menyatakan pendapat, memilih, dan
dipilih. Peserta Muktamar berhak menyatakan pendapat.
Peninjau Muktamar tidak mempunyai hak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Muktamar harus sudah ditanfidzkan oleh Pimpinan
Pusat selambat-lambatnya dua bulan sesudah Muktamar.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan
bersamaan waktu berlangsungnya Muktamar diatur oleh
penyelenggara.
Pasal 22
Muktamar Luar Biasa
Pasal 23
Tanwir
278278278 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 24
Musyawarah Wilayah
Pasal 25
Musyawarah Daerah
280280280 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
3. Pelaksanaan keputusan-keputusan Musyawarah dan
Pimpinan di atasnya serta pelaksanaan keputusan
Musyawarah Daerah, Musyawarah Pimpinan Daerah dan
Rapat Pimpinan tingkat Daerah.
4. Keuangan.
b. Program Daerah
c. Pemilihan Anggota Pimpinan Daerah dan pengesahan Ketua
d. Pemilihan anggota Musyawarah Pimpinan Wilayah Wakil
Daerah
e. Masalah Muhammadiyah dalam Daerah
f. Usul-usul
(5) Musyawarah Daerah dihadiri oleh:
a. Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh
Pimpinan Wilayah.
2. Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah
disahkan oleh Pimpinan Daerah.
3. Wakil Cabang sebanyak tiga orang.
4. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang sudah
disahkan oleh Pimpinan Cabang.
5. Wakil Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh
Pimpinan Daerah berdasarkan jumlah anggota.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah
masing-masing dua orang,
b. Peserta Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah,
masing-masing dua orang.
2. Undangan Khusus dari kalangan Muhammadiyah, yang
ditentukan oleh Pimpinan Daerah.
c. Peninjau Musyawarah Daerah ialah mereka yang diundang
oleh Pimpinan Daerah
(6) Anggota Musyawarah Daerah berhak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Daerah berhak
menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Daerah tidak
berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
Pasal 26
Musyawarah Cabang
282282282 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
1. Anggota Pimpinan Cabang yang telah disahkan oleh
Pimpinan Daerah.
2. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang telah
disahkan oleh Pimpinan Cabang.
3. Wakil Ranting sebanyak tiga orang.
4. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
masing-masing dua orang.
b. Peserta Musyawarah Cabang terdiri atas:
1. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang,
masing-masing dua orang.
2. Undangan khusus dari kalangan Muhammadiyah yang
ditentukan oleh Pimpinan Cabang.
c. Peninjau Musyawarah Cabang ialah mereka yang diundang
oleh Pimpinan Cabang.
(6) Anggota Musyawarah Cabang berhak menyatakan pendapat,
memilih, dan dipilih. Peserta Musyawarah Cabang berhak
menyatakan pendapat. Peninjau Musyawarah Cabang tidak
berhak menyatakan pendapat, memilih, dan dipilih.
(7) Keputusan Musyawarah Cabang harus dilaporkan kepada
Pimpinan Daerah selambat-lambatnya 15 hari sesudah
Musyawarah Cabang. Apabila dalam waktu 15 hari sesudah
laporan dikirim tidak ada keterangan atau keberatan dari
Pimpinan Daerah, maka keputusan Musyawarah Cabang dapat
ditanfidzkan oleh Pimpinan Cabang.
(8) Pertemuan dan atau kegiatan lain yang diselenggarakan
bersamaan waktu Musyawarah Cabang diatur oleh
penyelenggara.
Pasal 27
Musyawarah Ranting
284284284 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
Pasal 28
Musyawarah Pimpinan
286286286 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
sampai diubah atau dibatalkan oleh keputusan Musyawarah
Wilayah / Daerah / Cabang / Ranting, selambat-lambatnya satu
bulan sesudah Musyawarah Pimpinan berlangsung
Pasal 29
Keabsahan Musyawarah
Pasal 30
Keputusan Musyawarah
Pasal 31
Rapat Pimpinan
Pasal 32
Rapat Kerja Pimpinan
(1) Rapat Kerja Pimpinan ialah rapat yang diselenggarakan oleh dan
atas tang-gungjawab serta dipimpin oleh Pimpinan Pusat,
Pimpinan Wiiayah, Pimpinan Daerah, Pimpinan Cabang, atau
Pimpinan Ranting untuk membahas pelaksanaan program dan
mendistribusikan tugas kepada Unsur Pembantu Pimpinan
Muhammadiyah.
(2) Rapat Kerja Pimpinan dihadiri oleh;
a. Pada tingkat Pusat:
1. Anggota Pimpinan Pusat.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Pusat.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Pusat
b. Pada tingkat Wilayah:
1. Anggota Pimpinan Wilayah.
2. Wakii Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Wilayah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Wilayah.
288288288 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
c. Pada tingkat Daerah:
1. Anggota Pimpinan Daerah.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Daerah.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah.
d. Pada tingkat Cabang:
1. Anggota Pimpinan Cabang.
2. Wakil Unsur Pembantu Pimpinan tingkat Cabang.
3. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Cabang
e. Pada tingkat Ranting:
1. Anggota Pimpinan Ranting.
2. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Ranting.
(3) Keputusan Rapat Kerja Pimpinan mulai berlaku setelah
ditanfidzkan oleh Pimpinan Muhammadiyah yang bersangkutan.
Pasal 33
Rapat Kerja Unsur Pembantu Pimpinan
Pasal 35
Pengawasan Keuangan dan Kekayaan
Pasal 36
Laporan
Pasal 37
Ketentuan Lain-lain
Pasal 38
Penutup
MARS AISIYAH
Reff:
Marl Beramal Dan Berderma Bakti
Membangun Negara
Mencipta Masyarakat Islam Sejati
Penuh Karunia
Kembali ke reff
292292292 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
MARS NASIATUL AISIYAH
MUHAMMADIYAH
Kembali ke atas 2x
STUDI KEMUHAMMADIYAHAN
MARS PEMUDA MUHAMMADIYAH
MARS ORTOM
293293293
MARS IMM
Ayolah Ayo-ayo....
Derap derukan langkah
Dan kibar geleparkan panji-panji
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Sejarah Ummat Telah Menuntut Bukti
Ingatlah Ingat-Ingat....
Niat tiah di ikrarkan
Kitalah cendekiawan berpribadi Susila
cakap taqwa kepada Tuhan Pewaris
Tampuk Pimpinan ummat nanti
Reff:
Immawan dan Immawati
Siswa teladan Putra harapan
Penyambung Hidup generasi
MARS IPM
294294294 STUDI
KEMUHAMMADIYAHAN
MARS HIZBULWATHAN
MARS ORTOM
295295295