Anda di halaman 1dari 20

KETELADANAN PENDIRI DAN TOKOH UII

Disusun Oleh :

KELOMPOK 12

ANGGOTA:
SATRIA PINANDITA 19512215
MUHAMMAD ZUS’AN ARIENTAKA 19512222
INAYA JAYA PRAMESVARA 19512235

Mata Kuliah Islam Ulil Albab


Dosen Pengampu : Moch. Taufiq Ridho, M. Pd.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kita dapat menjadi lebih dekat dengan-Nya dalam keadaan sehat
wal afiat. Shalawat serta salam tidak lupa haturkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad
SAW. Karena berkat bimbingan beliau kita dapat menikmati indahnya Islam serta membawa
kita dari alam yang gelap menuju alam yang terang benderang.

Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang “Keteladanan Pendiri UII dan
Tokohnya” karena sebagai manusia yang tidak sempurna, hendaknya kita berkaca pada orang
lain serta mengambil pelajaran positif terhadap perjalanan hidup mereka baik itu mengenai
dunia maupun akhirat. Sehingga dapat menjadikan pelajaran untuk diri sendiri dan
memberikan pelajaran kepada orang lain.

Dengan makalah yang singkat ini, penulis mengharapkan agar dapat menambah
wawasan serta diambil pelajarannya bagi para pembaca. Kritik dan saran membangun kami
terima demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata kami haturkan banyak terima kasih.

YOGYAKARTA, 26 JUNI 2021

TIM PENYUSUN
Daftar Isi

KETELADANAN PENDIRI DAN TOKOH UII..................................................................1

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
1. LATAR BELAKANG..............................................................................................................4
2. RUMUSAN MASALAH..........................................................................................................4
3. TUJUAN...................................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6
1. SEJARAH SINGKAT UII......................................................................................................6
2. TOKOH DAN KETELADANAN PENDIRI UII..................................................................7
1.1 Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta.............................................................................7
1.2 Mohammad Natsir...........................................................................................................8
1.3 K.H. A. Wachid Hasjim...................................................................................................9
1.4 Prof. K.H. A. Kahar Moezakir......................................................................................10
1.5 Mohammad Roem..........................................................................................................10
3. KETELADANAN TOKOH KONTEMPORER UII...........................................................11
1.1 Prof. K.H.R. Muhammad Adnan..................................................................................11
1.2 Prof. Dr. Sardjito...........................................................................................................12
1.3 H. GBPH. Prabuningrat................................................................................................13
1.4 Prof. Dr. H. Zanzawi Soejoeti, M. Sc............................................................................14
1.5 Dr. Sukiman Wirjosandjojo..........................................................................................15
1.6 KH. Mas Mansur...........................................................................................................15
1.7 Prof. Dr. Ace Partadiredja............................................................................................16
1.8 Prof. Mr. H. Muhammad Yamin, S.H,.........................................................................17
1.9 Ki Bagoes Hadikoesoemo..............................................................................................17

BAB III PENUTUP................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Universitas Islam Indonesia merupakan perguruan tinggi swasta tertua di


Indonesia yang terletak di Yogyakarta. UII pada awalnya bernama Sekolah Tinggi
Islam (STI) didirikan pada hari Ahad 27 Rajab 1364 H atau bertepatan dengan tanggal
8 Juli 1945. Pada 1945, Masyumi mengadakan sidang umum yang diikuti berbagai
tokoh nasional seperti Dr. Mohammad Hatta (Wakil Presiden Pertama Indonesia),
Mohammad Natsir, Mr. Mohamad Roem, KH. Wahid Hasjim. Dimana salah satu
keputusannya yaitu mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI).
Seiring berjalannya waktu, STI kemudian berubah menjadi UII yang hingga
saat ini masih berdiri. Berawal dari pemikiran tokoh-tokoh muslim yang memiliki
tujuan untuk memberikan pendidikan yang berdasar pada Al-Quran dan Hadist yang
kemudian dapat memberikan cerminan dari sosok muslim itu sendiri. Sehingga
kualitas pendidikan menjadi penentu dalam terwujudnya masyarakat yang arif,
beradab, dan dapat dipercayai tadi. Pendidikan yang baik akan menghasilkan keluaran
yang baik juga, maka para pemikir islam ini menyepakati untuk mendirikan sistem
pendidikan berbasis agama islam.
Hingga saat ini, STI dan UII sudah melahirkan tokoh-tokoh yang menjadi
bagian dari pembangunan Bangsa Indonesia. Seiring berjalannya waktu, banyak
mahasiswa-mahasiswa baru yang datang untuk belajar di UII sehingga diperlukannya
pengenalan kembali terhadap tokoh-tokoh pendiri UII dan juga tokoh-tokoh yang
berperan dalam kemajuan UII dan juga kemajuan Bangsa Indonesia. Karena menurut
kata pepatah “Tak kenal, maka tak sayang”.
Banyak hal yang dapat dipelajari dan juga diteladani dari sosok-sosok pendiri
dan juga tokoh-tokoh yang terlibat dalam lahir dan berkembangnya UII. Karena itu
kita dapat mengambil berbagai pengalaman hidup mereka dan juga menjadikan
pengajaran dalam perjalanan hidup kita.
2. RUMUSAN MASALAH

1. Siapa saja tokoh pendiri UII/STI?


2. Bagaimana pemikiran tokoh pendiri UII sehingga dapat dijadikan teladan?
3. Bagaimana keteladanan tokoh-tokoh kontemporer di UII?

3. TUJUAN

1. Mengetahui sejarah dan tokoh pendiri UII


2. Mengetahui pemikiran tokoh pendiri UII sehingga dapat dijadikan teladan
3. Mengetahui keteladanan tokoh-tokoh kontemporer di UII.
BAB II

PEMBAHASAN

1. SEJARAH SINGKAT UII

Menjelang kemerdekaan, Masyumi yang merupakan organisasi Islam


bentukan Jepang memutuskan untuk mendirikan Sekolah Tinggi Islam (STI) di
Jakarta. Keputusan Masyumi ini merupakan kelanjutan dari usaha-usaha yang telah
dicoba oleh MIAI sejak awal tahun 1943. Berbeda dengan MIAI yang mendapatkan
tekanan dari pihak Jepang, Masyumi lebih beruntung memiliki kedekatan dengan
Jepang. Melalui Panitia Pendirian Tinggi Islam yang dipimpin oleh Moh. Hatta,
bentuk perguruan tinggi Islam mulai dirancang. Pada tahun 1945, tepatnya pada 27
Rajab 1364 H atau 8 Juli 1945 bersamaan dengan peringatan Isra’ Mi’raj Nabi
Muhammad SAW, didirikan sekolah Tinggi Islam di Jakarta atas bantuan Jepang.
Pendirian lembaga pendidikan tinggi ini pada mulanya adalah untuk melahirkan alim
ulama yang intelek, yaitu mereka yang mempelajari ilmu pengetahuan agama Islam
secara luas dan mendalam, serta mempunyai pengetahuan umum yang perlu dalam
masyarakat modern sekarang.
STI adalah cita-cita luhur tokoh-tokoh nasional Indonesia yang melihat
kenyataan bahwa ketika itu pendidikan tinggi yang ada adalah milik Belanda
(Technische Hoogeschool atau Institut Teknologi Bandung kini, Recht Hogeschool di
Jakarta dan Sekolah Tinggi Pertanian di Bogor). STI lahir untuk menjadi bukti adanya
kesadaran berpendidikan pada masyarakat pribumi. Dilatarbelakangi oleh tokoh-tokoh
nasional seperti Dr. Moh. Hatta (Proklamator dan mantan Wakil Presiden RI), Moh.
Natsir, Prof. KHA. Muzakkir, Moh. Roem, KH. Wachid Hasyim, dll, menjadikan STI
sebagai basis pengembangan pendidikan yang bercorak nasional dan Islamis serta
menjadi tumpuan harapan seluruh anak bangsa. UII sebagai universitas swasta tertua
di Indonesia, kemudian berkembang sangat pesat dengan lebih 22 fakultas cabang,
tersebar di seluruh Indonesia (Surakarta, Madiun, Purwokerto, Gorontalo, Bangil,
Cirebon dan Klaten) dengan pusatnya di Yogyakarta.
Saat ini, UII memiliki gedung yang tersebar di Yogyakarta. Seperti Kampus
Terpadu terletak di Jalan Kaliurang KM 14,5 Kabupaten Sleman, dekat daerah wisata
Kaliurang dan berjarak 20 KM dari puncak Gunung Merapi. Kampus Fakultas
Ekonomi terletak di Jalan Ringroad Utara, Condongcatur, Kabupaten Sleman.
Kampus Fakultas Hukum di Jalan Tamansiswa, Kota Yogyakarta dan Kampus
lainnya di Jalan Cik Dik Tiro, Kota Yogyakarta dan Demangan Baru, Kabupaten
Sleman.

2. TOKOH DAN KETELADANAN PENDIRI UII

1.1 Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta

Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung Hatta; lahir
dengan nama Mohammad Athar di Fort de Kock, Hindia Belanda, 12 Agustus 1902 –
meninggal di Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah negarawan dan
ekonom Indonesia yang menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia pertama.

Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha
yang berasal dari Minangkabau. Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama
tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat dan ibunya berasal dari
keluarga pedagang di Bukittinggi. Ia lahir dengan nama Muhammad Athar pada
tanggal 12 Agustus 1902. Namanya, Athar berasal dari bahasa Arab, yang berarti
"harum". Athar lahir sebagai anak kedua, setelah Rafiah yang lahir pada tahun 1900.
Sejak kecil, ia telah dididik dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang taat
melaksanakan ajaran agama Islam. Kakeknya dari pihak ayah, Abdurrahman
Batuhampar dikenal sebagai ulama pendiri Surau Batuhampar, sedikit dari surau yang
bertahan pasca-Perang Padri. Sementara itu, ibunya berasal dari keturunan pedagang.
Beberapa orang mamaknya adalah pengusaha besar di Jakarta.

Mohammad Hatta pertama kali mengenyam pendidikan formal di sekolah


swasta. Setelah enam bulan, ia pindah ke sekolah rakyat dan sekelas dengan Rafiah,
kakaknya. Namun, pelajarannya berhenti pada pertengahan semester kelas tiga. Ia lalu
pindah ke ELS di Padang (kini SMA Negeri 1 Padang) sampai tahun 1913, dan
melanjutkan ke MULO sampai tahun 1917. Di luar pendidikan formal, ia pernah
belajar agama kepada Muhammad Jamil Jambek, Abdullah Ahmad, dan beberapa
ulama lainnya. Selain keluarga, perdagangan mempengaruhi perhatian Hatta terhadap
perekonomian. Di Padang, ia mengenal pedagang-pedagang yang masuk anggota
Serikat Oesaha dan aktif dalam Jong Sumatranen Bond sebagai bendahara.
Kegiatannya ini tetap dilanjutkannya ketika ia bersekolah di Prins Hendrik School.
Mohammad Hatta tetap menjadi bendahara di Jakarta.

Kakeknya bermaksud akan ke Mekkah, dan pada kesempatan tersebut, ia


dapat membawa Mohammad Hatta melanjutkan pelajaran di bidang agama, yakni ke
Mesir (Al-Azhar). Ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas surau di Batuhmpar
yang memang sudah menurun sejak meninggalnya Abdurrahman. Namun, hal ini
diprotes dan mengusulkan pamannya, Idris untuk menggantikannya. Menurut catatan
Amrin Imran, Pak Gaeknya kecewa dan Syekh Arsyad pada akhirnya menyerahkan
kepada Tuhan.

1.2 Mohammad Natsir

Mohammad Natsir dilahirkan di Alahan Panjang, Lembah Gumanti,


Kabupaten Solok, Sumatera Barat pada 17 Juli 1908 dari pasangan Mohammad Idris
Sutan Saripado dan Khadijah. Pada masa kecilnya, Natsir sekeluarga hidup di rumah
Sutan Rajo Ameh, seorang saudagar kopi yang terkenal di sana. Oleh pemiliknya,
rumah itu dibelah menjadi dua bagian: pemilik rumah beserta keluarga tinggal di
bagian kiri dan Mohammad Idris Sutan Saripado tinggal di sebelah kanannya. Ia
memiliki 3 orang saudara kandung, masing-masing bernama Yukinan, Rubiah, dan
Yohanusun. Jabatan terakhir ayahnya adalah sebagai pegawai pemerintahan di Alahan
Panjang, sedangkan kakeknya merupakan seorang ulama. Ia kelak menjadi pemangku
adat untuk kaumnya yang berasal dari Maninjau, Tanjung Raya, Agam dengan gelar
Datuk Sinaro nan Panjang.
Mohammad Natsir meninggal di Jakarta, 6 Februari 1993 pada umur 84 tahun)
adalah seorang ulama, politisi, dan pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan
pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi, dan tokoh Islam terkemuka
Indonesia.
Sebelum pendirian STI, Natsir memang sudah menjadi seorang yang kritis
terhadap pentingnya perkembangan pendidikan bagi generasi Indonesia. Memadukan
pendidikan Barat dan pendidikan Islami merupakan gagasannya agar murid tak hanya
berisi otaknya saja namun jiwanya pula demikian. Karena keprihatinan Natsir kepada
kemunduran pendidikan yang tak kunjung usai, ia memberanikan diri membangun
perguruan Pendis/Pendidikan Islam di Bandung.
Dalam buku “Natsir: Politik Santun di antara Dua Rezim”, ilmu dan pengalaman
mengajar Natsir di Pendis itu kemudian membekalinya untuk bergabung dalam
membangun STI atas ajakan Mohammad Hatta. Rencana pembangunan Sekolah
Tinggi Islam pun tak jauh dari keadaan yang mana masih belum ada perguruan tinggi
swasta yang didirikan oleh para pribumi Muslim sehingga ada inisiasi untuk
merealisasikannya. Lalu, Muhammad Natsir diamanahkan menjadi pengurus Badan
Wakaf pendirian STI sekaligus merangkap sebagai Sekretaris Dewan Pengurus atas
pengalaman perjuangannya di dunia edukasi.

1.3 K.H. A. Wachid Hasjim

K. H. Abdul Wahid Hasjim (lahir di Jombang, Jawa Timur, 1 Juni 1914 –


meninggal di Cimahi, Jawa Barat, 19 April 1953 pada umur 38 tahun) adalah
pahlawan nasional Indonesia dan menteri negara dalam kabinet pertama Indonesia. Ia
adalah ayah dari presiden keempat Indonesia, Abdurrahman Wahid dan anak dari
Mohammad Hasyim Asy'ari, salah satu pahlawan nasional Indonesia.
Pada tahun 1939, NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A'la Indonesia),
sebuah badan federasi partai dan ormas Islam pada zaman pendudukan Belanda. Saat
pendudukan Jepang yaitu tepatnya pada tanggal 24 Oktober 1943 ia ditunjuk menjadi
Ketua Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) menggantikan MIAI. Selaku
pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan Barisan Hizbullah yang membantu
perjuangan umat Islam mewujudkan kemerdekaan. Selain terlibat dalam gerakan
politik, tahun 1944 ia mendirikan Sekolah Tinggi Islam di Jakarta yang
pengasuhannya ditangani oleh KH. A. Kahar Muzakkir. Menjelang kemerdekaan
tahun 1945 ia menjadi anggota BPUPKI dan PPKI.
Wahid Hasjim adalah salah satu putra bangsa yang turut mengukir sejarah
negeri ini pada masa awal kemerdekaan Republik Indonesia. Terlahir Jumat Legi, 5
Rabi’ul Awal 1333 Hijriyah atau 1 Juni 1914, Wahid mengawali kiprah
kemasyarakatannya pada usia relatif muda. Setelah menimba ilmu agama ke berbagai
pondok pesantren di Jawa Timur dan Mekah, pada usia 21 tahun Wahid membuat
“gebrakan” baru dalam dunia pendidikan pada zamannya. Dengan semangat
memajukan pesantren, Wahid memadukan pola pengajaran pesantren yang
menitikberatkan pada ajaran agama dengan pelajaran ilmu umum.Sistem klasikal
diubah menjadi sistem tutorial. Selain pelajaran Bahasa Arab, murid juga diajari
Bahasa Inggris dan Belanda. Itulah madrasah nidzamiyah.

1.4 Prof. K.H. A. Kahar Moezakir

Prof. KH. Abdoel Kahar Moezakir atau ejaan baru Abdul Kahar Muzakir,
(lahir di Gading, Playen, Gunung Kidul, Yogyakarta, 16 April 1907 – meninggal di
Yogyakarta, 2 Desember 1973 pada umur 66 tahun) adalah Rektor Magnificus yang
dipilih Universitas Islam Indonesia untuk pertama kali dengan nama STI selama 2
periode 1945—1948 dan 1948—1960. Ia adalah anggota BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia).

Setelah masa kolonial, perhatian Abdul Kahar lebih berkonsentrasi kepada usaha
memajukan pendidikan (tinggi) Islam. Ia begitu besar andilnya dalam pendirian
Sekolah Tinggi Islam (STI), ketika menjelang berakhirnya masa pendudukan Jepang.
Ia pula yang akhirnya bersama Moh. Hatta memimpin lembaga pendidikan ini.
Ketika itu Hatta sebagai direktur Badan Usahanya, dan ia sendiri merupakan
rektor pertamanya. Pada tahun 1946, STI dipindahkan ke Yogyakarta. Yang
kemudian berganti nama menjadi Universitas Islam Indonesia (UII), tepatnya pada
tanggal 10 Maret 1948. Selain itu, beliau juga pernah ikut berpartisipasi mendirikan
Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri Yogyakarta, yang sekarang dikenal sebagai
IAIN Sunan Kalijaga itu.
Bagi UII, ia mempunyai arti amat penting. Selain memang ia sendiri termasuk
pendirinya, Prof. Abdul Kahar Muzakkir merupakan orang pertama dan terlama yang
pernah memegang jabatan rektor yang dipegangnya selama tak kurang dari 15 tahun
selama 2 periode.

1.5 Mohammad Roem

Mohammad Roem lahir di Parakan, Temanggung, 16 Mei 1908 – meninggal


di Jakarta, 24 September 1983 pada umur 75 tahun) adalah seorang diplomat dan
salah satu pemimpin Indonesia di perang kemerdekaan Indonesia. Selama masa
kepemimpinan presiden Soekarno, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri,
Menteri Luar Negeri, dan kemudian Mendagri.
Roem lahir di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, Hindia Belanda, pada
tanggal 16 Mei 1908. Ayahnya adalah Dzulkarnaen Djojosasmito, dan ibunya adalah
Siti Tarbijah. Dia pindah ke Pekalongan karena Parakan dilanda wabah penyakit
menular seperti kolera, wabah, dan influenza. Pada tahun 1915, ia belajar di
Volksschool dan dua tahun kemudian melanjutkan ke Hollandse Inlandsche Sekolah
sampai 1924. Pada tahun 1924, ia menerima beasiswa untuk belajar di "School tot
Opleiding van Indische Artsen" - STOVIA (Sekolah Pendidikan untuk Dokter
Pribumi) setelah mengikuti ujian pemerintah.Tiga tahun kemudian, ia menyelesaikan
ujian tahap pendahuluan dan dipindahkan ke Algemene Middelbare Sekolah, dan lulus
pada tahun 1930. Setelah mengikuti tes masuk Kedokteran Perguruan tinggi, dan
ditolak, ia berpindah ke hukum, memasuki Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah
Tinggi Hukum di Jakarta) pada tahun 1932 dan memperoleh gelar Meester in de
Rechten pada tahun 1939.

3. KETELADANAN TOKOH KONTEMPORER UII

1.1 Prof. K.H.R. Muhammad Adnan

Muhammad Adnan, lahir pada hari kamis Kliwon tanggal 6 Ramadhan 1818
bertepatan dengan tanggal 16 Mei 1889, di dalam rumah "pengulon" (tempat
kediaman Penghulu) di kampung Kauman, tengah-tengah kota Surakarta, Jawa
Tengah. Nama lain Muhammad Adnan pada waktu kecil adalah Muhammad
Shauman. Orang tuanya Muhammad Adnan adalah almarhum Kanjeng Raden
Penghulu Tafsir Anom V (lima), seorang ulama bangsawan sebagai abdi dalem
(pegawai) keraton Surakarta. Penghulu Tafsir Anom V (lima) dilahirkan pada hari
Rabu, 17 Rabiul Awal tahun Jimakir 1786 Jawa 1854 M dan wafat pada tanggal 21
september 1933, dalam usia 79 tahun.
Muhammad Adnan pertama kali mengenal huruf-huruf Al-Qur'an (huruf
Arab) melalui ayahnya sendiri Tafsir Anom V. Waktu itu belum banyak sekolah yang
didirikan, apalagi sekolah yang memberikan baca tulis huruf Al-Qur'an. Sedangkan
sekolah Rakyat baik yang dinamakan Volksschool (sekolah desa) maupun HIS
(Hollands Inlandse School) bisa dihitung dengan jari. Pengetahuan menulis dan
membaca Jawa di peroleh di sekolah partikelir di Solo. Sedangkan pengetahuan baca
tulis huruf latin dan pengetahuan umum lainnya mula-mula diperoleh dengan belajar
secara pribadi dengan mengundang guru di rumahnya. Dengan memperhatikan bahwa
ayah Muhammad Adnan adalah seorang kanjeng raden penghulu Tafsir Anom V
(lima), seorang ulama bangsawan sebagai abdi dalem (pegawai) keraton Surakarta
maka tidak mengherankan jika darah perjuangan mengalir kepadanya.
Dengan dukungan pendidikannya tentang agama, baik di lingkungan keluarga
maupun di pesantren, sehingga dapat membentuk jiwanya dengan nilai-nilai agama di
kemudian hari, menjadikannya sebagai seorang pejuang untuk nusa, bangsa dan
agama. Tetapi kemudian Adnan berkesempatan juga memperoleh pendidikan formal
di sekolah rakyat, dan sesudah berdiri Madrasah Manba'ul Ulum, diapun belajar
disana sampai selesai. Selain di Madrasah Manbaul Ulum, pada usia 13 tahun
Muhammad Adnan juga belajar dan memperdalam ilmu agama Islam di berbagai
pesantren di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Antara lain, pesantren “Mojosari”
Nganjuk pada Kyai Zainuddin, pesantren “Mangunsari” pada Kyai Imam Bukhari,
pesantren “Tremas” Pacitan pada Kyai Dimyati Abdullah, lalu kembali ke Surakarta
berguru kepada Kiai Idris di Pondok Jamsaren. Pondok Jamsaren ketika itu
merupakan pesantren yang besar dan terkenal, dengan kiainya yang masyhur, dan
yang juga mendapat simpati dari Sri Susuhunan. Di Pondok Jamsaren Muhammad
Adnan mempelajari sampai hafal kitab nahwu Alfiyah, karya Ibnu Malik. Alfiah
adalah kitab gramatika bahasa Arab yang ditulis dalam bentuk puisi yang terdiri dari
1.000 bait.
Pada tahun 1951 Mohammad Adnan mempelopori berdirinya ”Al Djami’atul
Islamiyah” Perguruan Tinggi Islam Indonesia (PTII) di Surakarta bersama KH. Imam
Ghozali dan KH. As’at. Selanjutnya PTII Solo ini digabung dengan UII Yogyakarta
dan dikenal kemudian dengan nama UII cabang Solo. Pada tahun ini pula ia diangkat
sebagai Dewan Kurator/Pengawas serta diangkat sebagai Guru Besar tidak tetap pada
Fakultas Hukum PTII. Tahun 1950 ketika Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
(PTAIN) diresmikan diberi kepercayaan menjadi ketuanya sampai perguruan tinggi
itu menjadi IAIN (1960), selain itu ia juga diangkat menjadi guru besar dalam bidang
fiqh ia juga menjadi dosen luar biasa di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
1.2 Prof. Dr. Sardjito

Sardjito merupakan putra dari seorang guru bernama Sajit. Sardjito lahir pada
tanggal 13 Agustus 1889 di Desa Purwodadi, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Pada
tahun 1907 Sardjito menyelesaikan pendidikan formalnya di Sekolah Belanda
Lumajang. Setelah itu, Sardjito melanjutkan pendidikan di STOVIA (School tot
Opleiding voor Indische Artsen), Jakarta, dan berhasil Lulus pada tahun 1915. Lulus
dari Stovia, ia bekerja sebagai dokter di Rumah Sakit Jakarta selama kurang satu
tahun, lalu pindah ke Institut Pasteur Bandung sampai tahun 1920. Jiwa Sardjito
sebagai seorang peneliti berkembang ketika ia mengikuti tim penelitian khusus di
influenza di Institut Pasteur. Pada waktu itu, influenza menjadi momok bagi
masyarakat. Beliau juga merupakan penemu dari Biskuit Sardjito yang menjadi
makanan dan vitamin bagi tentara Indonesia di Perang Dunia II. Beliau juga
mendirikan pos-pos kesehatan bagi tentara yang sedang berjuang.
Selain memiliki rekam jejak pendidikan yang cemerlang, Sardjito juga aktif di
dalam organisasi dan perhimpunan mahasiswa. Dia pernah didaulat menjadi Ketua
Budi Utomo Cabang Jakarta. Kecintaannya pada dunia pendidikan nampak saat tahun
Proklamasi 1945. Belanda dan sekutu yang masih belum menyerah, menyerbu
beberapa daerah di Indonesia.

Untuk menyelamatkan aset pendidikan dari pertempuran tersebut, dia pun


bertekad menyelundupkan buku-buku dari Institut Pasteur ke Klaten dan Solo. Pada
1949, Sardjito diangkat menjadi Rektor Universiteit Negeri Gadjah Mada atau yang
sekarang lebih dikenal dengan Universitas Gadjah Mada. Pada masa itu tidaklah
mudah menghasilkan keuntungan berupa materi dengan menjadi seorang rektor.
Selain menjadi founding father UGM, Sardjito juga mendirikan UII. Beliau menjadi
Rektor Ketiga UII namun wafat saat dalam masa jabatannya sehingga namanya
dijadikan nama sebuah Gedung Kuliah Umum di UII.

1.3 H. GBPH. Prabuningrat

H. G.B.P.H. Prabuningrat bernama B.R.M. Tinggarto saat masih kecil yang


lahir di Yogyakarta, 8 Juni 1911 – meninggal di Yogyakarta, 31 Agustus 1982 pada
umur 71 tahun adalah salah satu putra Hamengkubuwana VIII dari istri selir bernama
BRA Puspitaningdyah. Prabuningrat antaranya dikenal karena pernah menjadi Rektor
Universitas Islam Indonesia selama 3 periode, sejak 1970 hingga 1982.
Meski lahir di dalam Kraton, namun sejak usia 5 tahun Tinggarto telah
dititipkan untuk hidup bersama sebuah keluarga Belanda di Magelang dan
mendapatkan nama panggilan Pim. Pada Mei 1929, Tinggarto lulus dari MULO
Magelang dan kemudian melanjutkan belajar di AMS Bandung. Di Bandung,
Tinggarto tidak sampai tamat karena pada bulan Maret 1930 ia bertolak ke negeri
Belanda bersama Dorodjatun adiknya. Tinggarto masuk pendidikan gymnasium di
Haarlem dan lulus empat tahun kemudian. Ia selanjutnya berkuliah di
Rijksuniversiteit te Leiden jurusan hukum Hindia. Namun belum sampai lulus,
Tinggarto mesti pulang mengikuti panggilan sang ayah pada 1939.

Sejak pengangkatan Sultan Hamengkubuwono IX ia diberi nama Prabuningrat


yang kemudian banyak menjadi tangan kanan sultan pada saat itu. Beliau
menggantikan Prof. Sardjito yang meninggal ketika masa jabatannya tersisa tiga tahun
yang kemudian diganti dengan sebuah presidium yang diketuai dirinya. Kemudian
menjadi rektor definitif selama tiga periode yaitu tahun 1973-1986, Namun di periode
terakhir hanya sempat menjabat beberapa bulan sebelum akhirnya meninggal dunia.

Selama kepemimpinan Prabuningrat, UII giat dalam pembangunan sarana fisik


dan membangun gedung-gedungnya sendiri. Dalam bidang akademik, terlihat pula
peningkatan status beberapa fakultas serta mulai digalakkannya pengangkatan dosen-
dosen tetap. Pada masa Prabuningrat ini pulalah animo masyarakat untuk masuk UII
memperlihatkan perkembangan tajam. Kemudian nama beliau diabadikan menjadi
nama gedung rektorat UII untuk menghormati jasa beliau.

1.4 Prof. Dr. H. Zanzawi Soejoeti, M. Sc.

Prof. Dr. Zanzawi Soejoeti, M.Sc. (lahir di Bantul, 17 Agustus 1936 –


meninggal di Yogyakarta, 8 Mei 2010 pada umur 73 tahun) adalah seorang ilmuwan
statistika dari Universitas Gadjah Mada yang juga pernah menjadi Rektor Universitas
Islam Indonesia periode 1990-1993. Zanzawi terlahir dari sebuah keluarga muslim
yang cukup terpandang. Ayahnya bernama Abdullah Soejoeti.

Sebelum terpilih sebagai Rektor UII periode 1990-1993, Zanzawi terlebih dulu
diangkat menjadi anggota Presidium yang menyelenggarakan tugas-tugas kerektoran
di UII antara bulan November hingga Desember 1989 bersama Prof. H. Zaini Dahlan,
M.A. (ketua) dan Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif.
Selama menjadi rektor, titik berat program Zanzawi adalah pembangunan
bidang akademik tanpa mengesampingkan penataan bidang administrasi. Hal ini
terlihat dari semakin dimantapkannya penyelenggaraan program studi lanjut bagi
dosen-dosen (karyasiswa), pemantapan kurikulum, serta perhatiannya pada rasio
dosen-mahasiswa.

Setelah masa jabatannya selesai, Zanzawi masih sempat ditunjuk sebagai


Pejabat Sementara Rektor terhitung 1-31 Januari 1994. Untuk menghormati jasa-
jasanya, pada 2016 UII mengabadikan namanya sebagai nama gedung Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

1.5 Dr. Sukiman Wirjosandjojo

Soekiman Wirjosandjojo (ejaan baru: Sukiman Wiryosanjoyo) (lahir di


Surakarta, Jawa Tengah, 19 Juni 1898 – meninggal di Yogyakarta, 23 Juli 1974 pada
umur 76 tahun) adalah Perdana Menteri Indonesia ke-6 yang menjabat pada 27 April
1951 – 3 April 1952 dan memimpin kabinet yang dikenal dengan nama Kabinet
Sukiman-Suwirjo. Sukiman adalah tokoh politik dan pejuang kemerdekaan Indonesia
yang juga dikenal sebagai tokoh Masyumi. Sukiman adalah adik dari Satiman
Wirjosandjojo, tokoh pendiri Jong Java.

Dr. Sukiman Wirjosandjojo merupakan salah satu tokoh yang terlibat langsung
dalam rapat Masyumi yang salah satu isinya tentang rencana pendirian STI. Nama
beliau diabadikan menjadi nama gedung Fakultas Psikologi & Ilmu Sosial Budaya
dan Fakultas Kedokteran untuk menghargai jasa beliau.

1.6 KH. Mas Mansur

Kiai Haji Mas Mansoer (lahir di Surabaya, 25 Juni 1896 – meninggal di


Surabaya, 25 April 1946 pada umur 49 tahun) adalah seorang tokoh Islam dan
pahlawan nasional Indonesia. Ibunya bernama Raudhah, seorang wanita kaya yang
berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo Surabaya. Ayahnya bernama
KH. Mas Achmad Marzoeqi, seorang pionir Islam, ahli agama yang terkenal di Jawa
Timur pada masanya. Dia berasal dari keturunan bangsawan Asta Tinggi Sumenep,
Madura. Dia dikenal sebagai imam tetap dan khatib di Masjid Ampel, suatu jabatan
terhormat pada saat itu.
Mas Mansoer dikukuhkan sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah
dalam Kongres Muhammadiyah ke-26 di Jogjakarta pada bulan Oktober 1937.
Banyak hal pantas dicatat sebelum Mas Mansoer terpilih sebagai Ketua Pengurus
Besar Muhammadiyah. Terpilihnya Mas Mansoer sebagai Ketua Pengurus Besar
Muhammadiyah meniscayakannya untuk pindah ke Jogjkarta bersama keluarganya.
Untuk menopang kehidupannya, Muhammadiyah tidak memberikan gaji, melainkan
ia diberi tugas sebagai guru di Madrasah Mu'allimin Muhammadiyah Yogyakarta,
sehingga ia mendapatkan penghasilan dari sekolah tersebut. Sebagai Ketua Pengurus
Besar Muhammadiyah, Mas Mansoer juga bertindak disiplin dalam berorganisasi.
Sidang-sidang Pengurus Besar Muhammadiyah selalu diadakan tepat pada waktunya.
ia pun mulai melakukan gebrakan politik yang cukup berhasil bagi umat Islam
dengan memprakarsai berdirinya Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI) bersama
Hasyim Asy'ari dan Wahab Hasboellah yang keduanya dari Nahdlatul Ulama (NU).
Mas Mansoer termasuk dalam empat orang tokoh nasional yang sangat
diperhitungkan, yang terkenal dengan empat serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad
Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas Mansyur.

Keterlibatannya dalam empat serangkai mengharuskannya pindah ke Jakarta,


sehingga Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah diserahkan kepada Ki Bagoes
Hadikoesoemo. Namun kekejaman pemerintah Jepang yang luar biasa terhadap rakyat
Indonesia menyebabkannya tidak tahan dalam empat serangkai tersebut, sehingga ia
memutuskan untuk kembali ke Surabaya, dan kedudukannya dalam empat serangkai
digantikan oleh Ki Bagoes Hadikoesoemo. Nama beliau diabadikan sebagai nama
gedung Fakultas Teknologi Industri.

1.7 Prof. Dr. Ace Partadiredja

Prof. Dr. H. Ace Partadiredja atau juga ditulis sebagai Atje Partadiredja (lahir
di Garut, 20 September 1935 – meninggal di Yogyakarta, 6 Desember 2002 pada
umur 67 tahun) adalah seorang ahli ekonomi dari Universitas Gadjah Mada yang juga
pernah menjabat Rektor Universitas Islam Indonesia periode 1983-1989.

Sebelum diangkat menjadi rektor, Ace adalah dosen Fakultas Ekonomi UGM
yang juga mengajar di Fakultas Ekonomi UII. Setelah rektor UII GBPH Prabuningrat
meninggal dunia di awal masa jabatannya pada 1982, Ace yang menjabat Pembantu
Rektor I (Bidang Akademik) diangkat jadi pengganti terhitung sejak 21 April 1983.
Sebagai rektor, Ace antaranya berperan besar dalam pembangunan kampus terpadu
UII di Bonjotan, Umbulmartani, Ngemplak, Sleman. Pada masa kepemimpinannya,
Ace juga menggalakkan pemberian beasiswa dengan menggandeng pelbagai
organisasi seperti Bank Niaga dan Departemen Pekerjaan Umum.

Setelah menyelesaikan masa jabatan pertama pada 1985, Ace kembali dipilih
menjadi rektor. Di masa jabatan kedua ini, Ace antaranya mengambil kebijakan yang
memperbolehkan calon mahasiswa untuk mendaftar di lebih dari satu fakultas. Ia juga
mewajibkan kuliah kerja nyata untuk mahasiswa fakultas Syariah Tarbiyah dan
fakultas Teknik.

Sejak Juni 1989, Ace mulai menjadi Visiting Professor (Tan Chin Tuan
Chair) di National University of Singapore dan kepemimpinan rektorat diserahkan ke
pembantu rektor. Absennya Ace bagaimanapun memantik demonstrasi mahasiswa
yang kemudian berujung bentrok antar kelompok mahasiswa yang berakibat pada
tewasnya dua orang mahasiswa pada awal November 1989. Tak berselang lama Ace
mengembalikan mandatnya sebagai rektor. Sebuah presidium yang diketuai Prof. H.
Zaini Dahlan, M.A. dan beranggotakan Prof. Dr. H. Zanzawi Soejoeti, M.Sc. serta Dr.
Ahmad Syafi’i Ma’arif kemudian dilantik untuk merampungkan jabatan Ace.
Namanya diabadikan sebagai nama gedung Fakultas Bisnis dan Ekonomika.

1.8 Prof. Mr. H. Muhammad Yamin, S.H,

Prof. Mr. Mohammad Yamin, S.H. (lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatra


Barat, 24 Agustus 1903 – meninggal di Jakarta, 17 Oktober 1962 pada umur 59
tahun) adalah sastrawan, sejarawan, budayawan, politikus, dan ahli hukum yang telah
dihormati sebagai pahlawan nasional Indonesia. Ia merupakan salah satu perintis puisi
modern Indonesia dan pelopor Sumpah Pemuda sekaligus "pencipta imaji
keindonesiaan" yang mempengaruhi sejarah persatuan Indonesia. Ia merupakan putra
dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah yang masing-masing berasal
dari Sawahlunto dan Padang Panjang.
Setelah kemerdekaan, jabatan-jabatan yang pernah dipangku Yamin antara
lain anggota DPR sejak tahun 1950, Menteri Kehakiman (1951), Menteri Pengajaran,
Pendidikan, dan Kebudayaan (1953–1955), Ketua Dewan Perancangan Nasional;
dibantu 3 Wakil Ketua, yaitu Ukar Bratakusumah, Soekardi & Sakirman melalui UU
No. 80 tahun 1958 (1958–1963), Menteri Sosial dan Kebudayaan (1959–1960), Ketua
Dewan Pengawas IKBN Antara (1961–1962) dan Menteri Penerangan (1962–1963).
Nama beliau diabadikan menjadi nama gedung Fakultas Hukum UII.

1.9 Ki Bagoes Hadikoesoemo

Ki Bagoes Hadikoesoemo atau Ki Bagus Hadikusumo (lahir di Yogyakarta, 24


November 1890 – meninggal di Jakarta, 4 November 1954 pada umur 63 tahun)
adalah seorang tokoh BPUPKI. Ia dilahirkan di kampung Kauman dengan nama R.
Hidayat pada 11 Rabi'ul Akhir 1308 H (24 November 1890). Ki Bagus adalah putra
ketiga dari lima bersaudara Raden Kaji Lurah Hasyim, seorang abdi dalem putihan
(pejabat) agama Islam di Kraton Yogyakarta. Beliau merupakan tokoh yang terlibat
langsung dalam rapat Masjoemi (Majelis Sjoero Moeslimin Indonesia). Beliau juga
adalah seorang tokoh BPUPKI
BAB III

PENUTUP

Sekolah Tinggi Islam atau yang saat ini disebut UII merupakan universitas tertua di
Indonesia. UII memiliki perjalanan yang sangat panjang dalam merintis sebuah perguruan
tinggi hingga saat ini menjadi salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. dalam
perjalanannya, UII memiliki banyak pemikir-pemikir Islam yang memiliki tujuan mulia
dalam dunia pendidikan.
Tokoh-tokoh pendiri UII dan juga tokoh kontemporer UII merupakan orang-orang
yang memberikan berbagai contoh keteladanan baik untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Nama-nama tersebut adalah Dr. (H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta, Mohammad
Natsir, K.H. A. Wachid Hasjim, Prof. K.H. A. Kahar Moezakir, Mohammad Roem. Mereka
adalah yang tercatat sebagai pendiri STI/UII. Terdapat juga tokoh-tokoh yang menjadi rektor
UII dari masa ke masa dan juga tokoh-tokoh yang berperan untuk kemajuan UII. Seperti,
Prof. Dr. Sardjito, H. GBPH. Prabuningrat, Prof. K.H.R. Muhammad Adnan, Prof. Dr. H.
Zanzawi Soejoeti, M.Sc. , Dr. Sukiman Wirjosandjojo, K.H Mas Mansur, Prof. Dr. Ace
Partadiredja, Prof. Mr. H Mohammad Yamin, S.H, Ki Bagoes Hadikoesoemo.
Nama-nama tersebut sangat dihargai dan kemudian diabadikan sebagai nama gedung
pada setiap fakultas di UII. Mereka memberikan berbagai sifat dan sikap yang dapat menjadi
teladan untuk kita. Kedisiplinan, kegigihan, cerdas, dan lain-lain. Sepatutnya kita sebagai
generasi Ulil Albab dapat meniru para pemikir-pemikir Islam pada masa itu.
DAFTAR PUSTAKA

● https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Adnan
● https://id.wikipedia.org/wiki/Abdoel_Kahar_Moezakir
● https://id.wikipedia.org/wiki/Mohamad_Roem
● https://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Natsir
● https://id.wikipedia.org/wiki/Wahid_Hasjim
● https://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Hatta
● https://id.wikipedia.org/wiki/Zanzawi_Soejoeti
● https://id.wikipedia.org/wiki/Prabuningrat
● https://www.liputan6.com/news/read/4106383/profil-prof-dr-m-sardjito-
penerima-gelar-pahlawan-nasional
● https://id.wikipedia.org/wiki/Soekiman_Wirjosandjojo
● https://id.wikipedia.org/wiki/Mas_Mansoer
● https://id.wikipedia.org/wiki/Ace_Partadiredja
● https://id.wikipedia.org/wiki/Mohammad_Yamin

Anda mungkin juga menyukai