Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

Kecerdasan Manusia (IQ)


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

psikologi

Dosen Pengampu :
Mohammad Erlangga, M.Li

Oleh :

URBAH FINA F (2020390101294)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM IBRAHIMY
GENTENG – BANYUWANGI
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Kecerdasan Manusia (IQ) ini dengan baik, meskipun banyak kekurangan
didalamnya. Dan juga kami berterima kasih pada Bapak Mohammad Erlangga, M.Li
selaku Dosen mata kuliah Pesikologi Pendidikan di universitas yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Kecerdasan manusia. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Banyuwangi, 21 Juni 2021


Penyusun

DAFTAR ISI

SAMPUL 1

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah 4

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan Pembahasan Masalah 4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Intelegensi (IQ, EI, Dan SI) 5


B. Perkembangan Intelligence Quotient (IQ) 10
C. Perkembangan Emotional Intelligence (EI) 11
D. Perkembangan Spiritual Itelegenci (SI) 13
E. Pengukuran Intelegensi 18

KESIMPULAN 20
DAFTAR PUSTAKA 21
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kecerdasan yang dimiliki manusia merupakan salah satu potensi yang dianugrahkan
oleh Allah swt, yang menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia
dibandingkna dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya manusia dapat terus
menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin
kompleks, melalui proses berpikir dan belajar terus menerus.
Dalam hal ini sudah sepantasnya manusia bersuyukur., meski secara fisik tidak
begitu besar dan kuat, namun berkat kecerdasan yang dimilikinya hingga saat ini
manusia ternyata masih dapat mempertahankan kelangsungan peradaban hidupnya.
Salah satu pengertian kecerdasan yang paling banyak digunakan adalah yang
dikemukakan oleh Wechler. Ia menganggap kecerdasan adalah konsep generic yang
melibatkan kemampuan individual untuk berbuat dengan tujuan tertentu.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, orang
tidak hanya berbicara tentang kecerdasan umum, kecerdasan intelektual saja
melainkan juga kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual. Setiap keceradasan ini
memilki wilayahnya sendiri-sendiri di otak. Sesuai dengan fitrah, kecerdasan sudah
ada sejak manusia dilahirkan, tetapi yang mewarnai selanjutnya adalah keluarga dan
lingkungannya.
Oleh karena itu, makalah ini akan membahas tentang berbagai macam kecerdasan
yang dimiliki manusia.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang di atas kami rumuskan nasalah yang akan kami bahas
sebagai berikut;
1. Apa definisi intelegensi (IQ, EI, dan SI ) ?
2. Bagaimana perkembangan Intelligence Quotient (IQ) ?
3. Bagaimana perkembangan Emotional Intelligence (EI) ?
4. Bagaimana perkembangan Spiritual Intelligence (SI) ?
5. Bagaimana cara pengukuran Intelegensi ?
1.3 Tujuan Pembahasan Masalah
Tujuan dari pembahasan masalah kecerdasan manusia adalah;
1. Untuk memahami definisi intelegensi (IQ, EI, dan SI )
2. Untuk mengetahui Perkembangan Intelligence Quotient (IQ)
3. Untuk mengetahui Perkembangan Emotional Intelligence (EI)
4. Untuk mengetahui Perkembangan Spiritual Intelligence (SI)
5. Untuk mengetahui cara Pengukuran Intelegensi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Intelegensi (IQ, EI, Dan SI)


Istilah intelegensi dapat diartikan dengan dua cara, yaitu:
a. Arti luas: kemampuan untuk mencapai prestasi yang di dalamnya berpikir
memegang peranan. Prestasi itu dapat diberikan dalam berbagai bidang kehidupan,
seperti pergaulan, sosial, tekhnis, perdagangan, pengaturan rumah tangga dan belajar
di sekolah.
b. Arti sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah yang di dalamnya
berpikir memegang peranan pokok. Intelegensi dalam arti 11 12 ini, kerap disebut
“kemampuan intelektual” atau ”kemampuan akademik”. Mengenai hakikat
intelegensi, belum ada kesesuaian pendapat antara para ahli. Variasi dalam pendapat
nampak bila pandangan ahli yang satu dibanding dengan pendapat ahli yang lain.
Pendapat-pendapat itu antara lain :
1. Terman: intelegensi adalah kemampuan untuk berpikir abstrak.
2. Thorndike: intelegensi adalah kemampuan individu untuk memberikan respon
yang tepat (baik) terhadap stimulasi yang diterimanya, misalnya orang mengatakan
“meja”, bila melihat sebuah benda berkaki empat dan mempunyai permukaan datar.
Maka makin banyak hubungan (koneksi) semacam itu yang dimiliki seseorang, makin
intelegenlah orang itu.
3. Wechlsler: intelegensi adalah kemampuan untuk bertindak dengan mencapai suatu
tujuan, untuk berpikir secara rasional dan untuk berhubungan dengan lingkungan
secara efektif. Sedangkan Breckenridge dan Vincent berpendapat bahwa “intelegensi
adalah kemampuan seseorang untuk belajar, menyesuaikan diri dan memecahkan
masalah baru”.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, maka penulis dalam penelitian ini
mengartikan bahwa intelegensi adalah kemampuan untuk mencapai prestasi di
sekolah.

1. IQ (Intelligence Quotient)
IQ merupakan kepanjangan dari Intelegence Quotient yang artinya ukuran
kemampuan intelektuas, analisis, logika, dan rasio seseorang. IQ adalah istilah
kecerdasan manusia dalam kemampuan untuk menalar, perencanaan sesuatu,
kemampuan memecahkan masalah, belajar, memahaman gagasan, berfikir,
penggunaan bahasa dan lainnya. Anggapan awal bahwa IQ adalah kemampuan
bawaan lahir yang mutlak dan tidak bisa berubah adalah mitos ( alias salah kaprah ),
karena penelitian modern membuktikan bahwa kemampuan IQ seseorang dapat
meningkat dari proses belajar. Kecerdasan ini pun tidaklah baku untuk satu hal saja
tetapi untuk banyak hal.
Istilah IQ diperkenalkan pertama kalinya pada tahun 1912 oleh seorang ahli psikologi
berkebangsaan Jerman bernama William Stern (Gould 1981). Kemudian ketika Lewis
Madison Terman, seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika di Universitas
Stanford, menerbitkan revisi tes Binet di tahun 1916, istilah IQ mulai digunakan
secara resmi.
Desmita dalam buku Psikologi Perkembangan menjelaskan bahwa IQ adalah
kemampuan berfikir secara abstrak, memecahkan masalah dengan menggunakan
simbol-simbol verbal dan kemampuan untuk belajar dari dan menyesuaikan diri
dengan pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari. Salah satu yang sering digunakan
untuk menyatakan tinggi rendahnya tingkat intelegensi adalah menterjemahkan hasil
intelegensi ke dalam angka yang dapat menjadi petunjuk mengenai kedudukan
tingkat kecerdasan seseorang bila dibandingkan secara relatif terhadap suatu norma.
Menurut Saifudin Azwar, diterangkan bahwa secara tradisional, angka normatif dari
hasil tes intelegensi dinyatakan dengan rasio (Quotient) dan diberi nama Intelligence
Quotient (IQ). Dalam kemampuan intelegensi terdapat skala taraf, dari taraf
intelegensi yang tinggi sampai taraf intelegensi yang rendah. Banyak manfaatnya bila
taraf intelegensi para siswa diketahui, dengan demikian diketahui pula taraf prestasi
yang diharapkan dari siswa tertentu. Metode yang digunakan untuk mengukur taraf
intelegensi adalah metode tes yang disebut dengan tes intelegensi. Tes intelegensi
yang diberikan di sekolah terbagi atas dua kelompok yaitu tes intelegensi umum
(General Ability test) dan tes intelegensi khusus (Spesific Ability Test / Spesific
Aptitude Test). Di dalam tes intelegensi umum disajikan soal-soal berpikir di bidang
penggunaan bahasa, manipulasi bilangan dan pengamatan ruang. Sedangkan di dalam
tes intelegensi khusus menyajikan soal-soal yang terarah untuk menyelidiki apakah
siswa mempunyai bakat khusus di suatu bidang tertentu, misalnya di bidang
matematika, di bidang bahasa, di bidang ketajaman pengamatan dan lain sebagainya.
Hasil testing dilaporkan dalam bentuk IQ sesuai yang dikemukakan oleh W.S Winkel
bahwa “Hasil testing intelegensi lazim dinyatakan dalam bentuk Intelligence Quotient
(IQ) , yang berupa angka yang diperoleh setelah seluruh jawaban pada tes intelegensi
diolah. Angka itu mencerminkan taraf intelegensi. Makin tinggi angka itu, diandaikan
makin tinggi pula taraf intelegensi siswa yang menempuh tes”.
Dari pendapat di atas dapat diartikan bahwa IQ merupakan bentuk dari hasil tes
intelegensi yang berupa angka, sehingga tes intelegensi sering disebut dengan tes IQ.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud IQ
adalah hasil tes intelegensi yang berupa skor atau angka yang telah diolah sesuai
dengan aturannya. Selain itu IQ menyatakan suatu ukuran dan mencerminkan tinggi
rendahnya taraf intelegensi dari seseorang. IQ dapat mengalami perubahan yang
dapat berupa kenaikan atau penurunan, sesuai dengan yang dikemukakan oleh W.S
Winkel bahwa: “IQ dapat mengalami kenaikan atau penurunan dalam batas-batas
tertentu, seperti batas kurun waktu dan umur anak. Akan tetapi perubahan tersebut
tidak bersifat mencolok, artinya hasil testing pada saat tertentu dan hasil testing
beberapa waktu kemudian memiliki variasi yang kecil”. Dengan demikian penulis
dapat menyatakan bahwa dalam kurun waktu tertentu IQ dapat mengalami kenaikan
atau penurunan yang bersifat tidak mencolok, artinya hasil testing pada saat tertentu
dan hasil testing beberapa waktu kemudian memiliki variasi yang berkisar diantara
batas tertinggi dan batas terendah pada rentang tertentu dalam skala IQ.

2. EI (Emotional Intellegence)
Pengertian Emosi Kata Emosi berasal dari bahsa latin yaitu Emovere yang
berarti bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak
merupakan hal mutlak dalam emosi. Emosi berhubungan dengan konsep psikologi
lain seperti suasana hati, temperamen, kepribadian, dan disposisi. Emosi merupakan
suatu keadaan di dalam diri seseorang yang tidak kentara dan sulit di ukur. Emosi
merujuk pada suatu perasaan dan pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya
adalah dorongan untuk bertindak. Biasanya emosi merupakan reaksi terhadap
rangsangan dari luar dan dalam diri individu. Sebagai contoh emosi gembira
mendorong perubahan suasana hati seseorang, sehingga secara fisiologi terlihat
tertawa, emosi sedih mendorong seseorang berperilaku menangis. Emosi juga di
artikan dengan suatu keadaan dalam diri seseorang yang memperlihatkan ciri-ciri :
kognitif tertentu, pengindraan, reaksi fisiologis,pelampiasan dalam perilaku. Emosi
cenderung muncul mendadak dan sulit untuk dikendalikan. Seperti yang telah
diuraikan diatas, bahwa semua emosi menurut Goleman pada dasarnya adalah
dorongan untuk bertindak. Jadi berbagai macam emosi itu mendorong individu untuk
memberikan respon atau bertingkah laku terhadap stimulus yang ada. Menurut
Syamsu Yusuf emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian yaitu: emosi
sensoris dan emosi psikis. Emosi sensoris yaitu emosi yang ditimbulkan oleh
rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang
dan lapar.
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EI (bahasa Inggris: emotional
intellegence) adalah kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola,
serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya. Dalam hal ini, emosi
mengacu pada perasaan terhadap informasi akan suatu hubungan. Sedangkan,
kecerdasan (intelijen) mengacu pada kapasitas untuk memberikan alasan yang valid
akan suatu hubungan. Jadi, kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan,
memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber
energi dan pengaruh yang manusiawi, kecerdasan emosi menuntut pemilikan
perasaan, untuk belajar mengakui, menghargai perasaan pada diri dan orang lain serta
menanggapinya dengan terpat, menerapkan secara efektif energi emosi dalam
kehidupan sehari-hari. Kecerdasan emosional (EI) belakangan ini dinilai tidak kalah
penting dengan kecerdasan intelektual (IQ). Sebuah penelitian mengungkapkan
bahwa kecerdasan emosional dua kali lebih penting daripada kecerdasan intelektual
dalam memberikan kontribusi terhadap kesuksesan seseorang. Daniel Golemen,
dalam bukunya Emotional Intelligence menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi
keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh
serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama teknis itu ada
yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EI mengangkat fungsi
perasaan. Orang yang ber-EI tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam
dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa
mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Beberapa pengertian kecerdasan emosional menurut para ahli sebagai berikut :
a. Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosinal (EI) adalah “Himpunan
bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan sosial
yang melibatkan kemampuan pada orang lain, memilah-milah semuanya dan
menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan”.
b. Bar-On mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan
pribadi, emosi, dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil
dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.

3. SI (Spiritual Intellegence)
Spiritual Intelligence ialah berkorelasi dengan IQ (Intelligence Quotient) dan
EQ (Emotional Quotient). Kecerdasan kecenderungannya terdiri dari persepsi, intuisi,
kognisi, yang berkaitan dengan spiritualitas dan/atau religiusitas, khususnya modal
spiritual. Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient disingkat SQ) menurut Zohar
adalah kecerdasan untuk memecahkan tentang makna dan nilai, kecerdasan yang
membuat perilaku dan hidup memiliki konteks makna yang lebih luas, kecerdasan
untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding
dengan yang lain.
SQ adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan Intellegent Quotient (IQ)
dan. Emotional Quotient (EQ) secara efektif. Bahkan SQ merupakan kecerdasan
tertinggi kita, karena SQ merupakan landasan dan sumber dari kecerdasan yang lain.
Kecerdasan spiritual menurut Khavari adalah potensi dari dimensi non-material atau
roh manusia.Potensi tersebut seperti intan yang yang belum ter-asah yang dimiliki
oleh semua orang. Selanjutnya, tugas setiap oranglah untuk mengenali potensi
masing-masing sekaligus menggosoknya hingga berkilau dengan tekad yang besar
dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi.
Spiritualitas, dalam pengertian yang luas menurut Hasan merupakan hal yang
berhubungan dengan spirit. Sesuatu yang spiritual memiliki kebenaran abadi yang
berhubungan dengan tujuan hidup manusia, sering dibandingkan dengan sesuatu yang
yang bersifat duniawi dan sementara.
Spiritual intelligence dikonsepkan sebagai suatu evolusi teori kecerdasan terkini,
melengkapi IQ (Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient) yang lebih
dahulu dikembangkan. Jika IQ adalah parameter kecerdasan logika klasik matematika
dan verbal (pemahaman terhadap dunia fisik/material capital), dan EQ adalah
parameter kemampuan inter-relasi (social capital); maka SQ didefinisikan sebagai
kemampuan seseorang untuk mentranspose dua aspek kecerdasan IQ dan EQ menuju
kebijaksanaan dan pemahaman yang lebih mendalam hingga dicapai kedamaian dan
keseimbangan lahiriah dan batiniah (spiritual capital). Secara singkat, IQ adalah bekal
untuk menjawab pertanyaan : "apa yg kupikirkan", EQ untuk "apa yang kurasakan?",
sedangkan SQ untuk menjawab "siapa aku?" Howard Gardner, pencetus teori
kecerdasan ganda, memilih untuk tidak memasukkan Spiritual Intelligence kedalam
“kecerdasan” karena itu menentang kodifikasi ilmiah kriteria yang terukur
(kuantitatif). Sebaliknya, Gardner menyarankan suatu “kecerdasan eksistensial” yang
sesuai. Mitra Gardner telah merespon dengan penelitian grafik pemikiran eksistensial
sebagai dasar spiritualitas. Namun, Gardner membentuk fondasi ilmiah dalam disiplin
teori pendidikan dan interdisciplinarity, yang mengakibatkan munculnya wacana
kecerdasan spiritual/ Spiritual Intelligence.
Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah Spiritual Intelligence tidak mesti
berhubungan dengan agama. Kecerdasan spiritual (Spiritual Intelligence) adalah
kecerdasan jiwa yang dapat membantu seseorang membangun dirinya secara
utuh.Spiritual Intelligence tidak bergantung pada budaya atau nilai. Tidak mengikuti
nilai-nilai yang ada, tetapi menciptakan kemungkinan untuk memiliki nilai-nilai itu
sendiri. Spiritual Intelligence adalah fasilitas yang berkembang selama jutaan tahun
yang memungkinkan otak untuk menemukan dan menggunakan makna dalam
memecahkan persoalan. Utamanya persoalan yang menyangkut masalah eksistensial,
yaitu saat seseorang secara pribadi terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran
dan masalah masa lalu akibat penyakit dan kesedihan. Dengan dimilikinya Spiritual
Intelligence, seseorang mampu mengatasi masalah hidupnya dan berdamai dengan
masalah tersebut.Spiritual Intelligence memberi sesuatu rasa yang “dalam” pada diri
seseorang menyangkut perjuangan hidup. Spiritual Intelligence (SI) mengacu pada
keterampilan, kemampuan dan perilaku yang diperlukan untuk mengembangkan dan
mempertahankan hubungan dengan sumber utama dari semua (Tuhan YME),
keberhasilan dalam menemukan makna hidup, menemukan cara moral dan etika
untuk membimbing kita dalam hidup, mengeksternalisasi perasaan kita akan makna
dan nilai-nilai dalam kehidupan pribadi kita dan dalam hubungan interpersonal kita..

B. Perkembangan Intelligence Quotient (IQ)


Proses kognitif adalah proses manusia memperoleh pengetahuan tentang
dunia, yang meliputi proses berpikir, belajar, menangkap, mengingat, dan memahami.
Perkembangan kognitif merupakan pertumbuhan dan perkembangan kapasitas
intelektual. Salah satu tokoh teori perkembangan kognitif yang terkenal adalah Jean
Piaget (1896-1980), ahli biologi dan psikologi dari Swiss yang mengabdikan waktu
hidupnya untuk mengamati perkembangan kecerdasan anak. Menurut Piaget,
perkembangan kognitif terkait dengan kemampuan motorik, bahasa, sosial, dan
kemandirian anak.
TAHAPAN PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK 

Perkembangan kognitif atau kecerdasan anak dibagi Piaget menjadi 4 tahap, yaitu:


tahap sensorimotor (0-2 tahun), praoperasional (2-7 tahun), konkret operasional (7-11
tahun), dan formal operasional (> 11 tahun). Nah, anak balita sendiri (3-5 tahun)
berada pada fase praoperasional. Fase ini memiliki rentang 2-7 tahun. 

Dinamakan tahap praoperasional karena anak-anak belum siap untuk terlibat dalam
operasi atau manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran logis. Karakteristik
perkembangan dalam tahap ini adalah perluasan penggunaan pemikiran simbolis atau
kemampuan representasional. Maksudnya, anak mulai dapat menggunakan simbol
(kata atau gambaran) dalam pemikirannya, misal berpikir mengenai nenek yang
membuat kue untuknya, tetapi baik nenek maupun kue sebenarnya tidak hadir di
depan anak.

FAKTOR PENGARUH TERHADAP PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK 

Ada 3 faktor yang memengaruhi perkembangan kecerdasan anak  yaitu:

-1. Lingkungan berpengaruh pada perkembangan kecerdasan anak

Lingkungan yang penuh kasih dan cukup rangsangan, kemungkinan besar akan
meningkatkan taraf kecerdasan anak. Stimulasi lingkungan yang baik akan
menyebabkan penambahan ketebalan korteks (lapisan) otak, penambahan jumlah
sinaps (penghubung) per neuron (sel saraf), dan penambahan pembuluh kapiler.

-2. Kematangan
Perkembangan susunan saraf yang matang akan menjadikan fungsi-fungsi organ
tubuh sempurna. Misal, fungsi-fungsi indra menjadi lebih sempurna. Perkembangan
kognitif pun berkembang optimal. 

-3. Pengaruh Sosial


Hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, seperti, pengasuhan dan
pendidikan, akan memengaruhi perkembangan kognitif anak. Pengasuhan yang
hangat dan penuh kasih sayang mampu meningkatkan perkembangan kognitif anak.

C. Perkembangan Emotional Intelligence (EI)


Peran psikologi pendidikan untuk mengembangkan perkembangan emosional
remaja agar dapat mengembangkan kecerdasan perkembangan emosional, salah
satunya adalah dengan menggunakan intervensi yang dikemukakan oleh W.T Grant
Consertium tentang “Unsur-Unsur Aktif Program Pencegahan” yaitu sebagai berikut :
Dalam sejumlah penelitian, perkembangan perkembangan emosional sangat
dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor psikologi pendidikan. Kedua faktor
itu terjalin erat satu sama lain dan akan mempengaruhi perkembangan intelektual.
Hal itu akan menghasilkan suatu kemampuan berpikir kritis, mengingat, dan
menghafal. Selain itu, peserta didik akan menjadi reaktif terhadap rangsangan. Dalam
faktor psikologi pendidikan, terdapat metode-metode yang menunjang perkembangan
perkembangan emosional. Diantaranya :

 Psikologi pendidikan dengan coba-coba


Peserta didik psikologi pendidikan dengan coba-coba untuk mengekspresikan
perkembangan emosionalnya dalam bentuk perilaku yang dapat memberikan
kepuasan sedikit atau bahkan tidak memberikan kepuasan.

 Psikologi pendidikan dengan cara meniru


Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang dapat membangkitkan
perkembangan emosional orang lain.

 Psikologi pendidikan dengan cara mempersamakan diri


Peserta didik akan menirukan reaksi perkembangan emosi orang yang dikagumi dan
mempunyai ikatan perkembangan emosi yang kuat.

 Psikologi pendidikan melalui pengondisian


Objek atau situasi yang mulanya gagal memancing reaksi perkembangan emosi
kemudian berhasil melalui metode asosiasi.

 Psikologi pendidikan di bawah bimbingan dan pengawasan


Peserta didik diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu perkembangan
emosional terangsang. Dapat melalui pelatihan maupun yang lainnya. Faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Emosional dalam Psikologi Pendidikan

Banyak kondisi sehubungan dengan perkembangan emosional peserta didik dalam


hubungannya dengan orang lain yang membawa perubahan untuk menyatakan
emosional. Orang tua dan guru berhak menyadari perubahan ekspresi ini karena tidak
berarti emosional tidak lagi berperan dalam kehidupan mereka.
Mereka juga tetap membutuhkan rangsangan dan respon untuk mengembangkan
pengalaman dan kemampuannya. Bertambahnya umur juga akan berpengaruh
signifikan terhadap perubahan irama emosi. Terutama faktor pengetahuan dan
pengalaman.

 Pengembangan Keterampilan Emosi: mengidentifikasi dan memberi nama


atau label psikologi pendidikan, mengungkapkan psikologi pendidikan, menilai
intensitas psikologi pendidikan, mengelola psikologi pendidikan, menunda pemuasan,
mengendalikan dorongan hati, mengurangi stress, memahami perbedaan anatara
psikologi pendidikan dan tindakan.
 Pengembangan Keterampilan Emosi Kognitif : psikologi pendidikan
melakukan dialog batin sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi masalah atau
memperkuat perilaku diri sendiri, psikologi pendidikan membaca dan menafsirkan
isyarat-isyarat sosial, psikologi pendidikan menggunakan langkah-langkah
penyelesaian masalah dengan pengambilan keputusan, psikologi pendidikan
memahami sudut pandang oranglain (empati), psikologi pendidikan memahami sopan
santun, psikologi pendidikan bersikap positif terhadap kehidupan, psikologi
pendidikan mengembangkan kesadaran diri.
 Pengembangan  Keterampilan Perilaku Emosi : psikologi pendidikan
keterampilan komunikasi non verbal,misal melalui pandangan mata,ekspresi wajah,
gerak-gerik, posisi tubuh dan lain-lain, psikologi pendidikan keterampilan
komunikasi verbal, misal mengajukan permintaan dengan jelas, mendiskripsikan
sesuatu kepada oranglain dengan jelas, menanggapi kritik secara efektif
Agar Perkembangan Emosional dalam Psikologi Pendidikan Berjalan Baik
Agar emosional positif pada diri peserta didik dapat berkembang dengan baik, dapat
dirangsang, disikapi oleh orang tua maupun guru dengan cara :

 Orang tua dan guru serta orang dewasa lainnya dalam lingkungan peserta
didik  (significant person) dapat menjadi model dalam mengekspresikan
perkembangan emosional-perkembangan emosional negatif, sehingga tampilannya
tidak meledak-ledak.
 aAdanya program latihan berperkembangan emosional baik di sekolah
maupun didalam keluarga, misalnya dalam merespon dan menyikapi sesuatu yang
tidak sejalan sebagaimana mestinya.
 Mempelajari dan mendiskusikan secara mendalam kondisi-kondisi yang
cenderung menimbulkan  perkembangan emosional negatif dan upaya-upaya
menanggapinya secara lebih baik.
D. Perkembangan Spiritual Itelegenci (SI)
Tahap Perkembangan Spiritual Kepercayaan Flower Menurut James W.
Flower mengembangkan suatu tahap perkembangan dalam keyakinan seseorang
(stages of faith development) sepanjang rentang kehidupan manusia beliau
mengemukakan kepercayaan merupakan orientasi holistik yang menunjukan
hubungan antara individu dalam alam semesta.29 Tahap perkembangan spiritual
menurut teori membagi ada enam tahapan perkembangan spiritual diantaranya
meliputi kepercayaan intuitif-froyektif (intuitive-projective) tahap dimana masih
terdapat karakter kejiwaan yang belum terlindungi dari ketidak sadaran, dimana anak
masih belajar untuk membedakan khayalan dengan realitas yang sesunguhnya
biasanya rentang usianya adala 3-7 tahun, yang kedua tahap kepercayaan mythikal
literal (mytthical-literal) yaitu suatu tahap dimana seorang telah mulai
mengembangkan keimanan yang kuat dalam kepercayaannya., dimana anak sudah
mulai mengalami ketergantungan dengan alam semesta namun ia masih melihat
kekuatan kosmik dalam bentuk seperti yang terdapat pada manusia. Rentang usianya
terjadi pada usia sekolah.Ketiga yaitu tahap kepercayaan sintetik konvesional
(syntheticcoventional) yaitu suatu tahap dimana seorang menegembangkan karakter
keimanan terhadap kepercayaan yang dimilikinya, Sugeng Sejati. Perkembangan
Spiritual Remaja dalam Perspektif Ahli 107 | J u r n a l H a w a dimana ia
mempelajari keimanan dari orang lain disekitarnya, namum masih terbatas pada
sistem kepercayaan yang sama.Keempat tahap kepercayaan ividuatif-relektif
(individuative-reflective) merupakan suatu tahapan pecobaan dan pergolakan, dimana
individu mulai mengembangkan tangung jawab pribadi terhadap kepercayaan dan
perasaannya. Kelima tahap konjungtif (conjunctive) yaitu tahap individu mulai mneal
berbagai pertentangan yang terdapat dalam realitas kepercayaanya. Keenam tahap
universal (universalizing) yaitu suatu tahapanyang dikenal dengan pencerahan.
Manusia mengalami transendensi pada tingkat pengalaman yang lebih tinggi sebagai
hasil dari pemahaman terhadap lingkungan yang konfliktual dna penuh parakdosal.
Dari teori di atas penulis menyimpulkan bahwa proses perkembangan spiritual yang
dikemukakan oleh Folwer merupakan suatu proses perkembangan yang berhenti pada
tahap ke empat karena tahap keempat merupakan suatu tahap munculnya suatu
kemantangan diri individu sehingga untuk melanjudkan melangka kedepanya
individu butuh suatu padangan yang lebih luas untuk mencapi suatu jalan kehidupan
yang seutuhnya. 2. Tahap Perkembangan Spiritual Menurut Peck Menurut teori M.
Scott Peck perkembangan spiritual itu bersifat sukarela artinya seorang akan
mengalami perkembangan spiritual atau tidak adalah merupakan pilihan otonom30.
Dari pendapat Peck tersebut penulis menemui beberapa tahap perkembangan yaitu ;
a. Kekacauan/Antisosial (Chootic/Antisosial) Individu yang berada dalam pada tahap
perekembangan ini memiliki karakteristik yang bersifat egosentris, berpokus pada diri
sendiri dan hanya mementingkan pada pemuasan sendiri31.Tahap perkembangan ini
dikenal dengan orang-orang yang kriminal dalam bahasa yang dikemukakan oleh
Peck misalnya seperti individu 108 | J u r n a l H a w a yang mengalami kecanduan
obat, dan mereka selalu menyakiti orang laian; yang menghalalkan berbagai cara
untuk kepentingan pribadi, sebaliknya individu ini tidak mau melakukan hal-hal yang
merupakan kepentingan terbaik bagi masyarakat masyarakat secara keseluruhan.
Kehidupan mereka membingungkan, penuh kekacauan dan menyakitkan. Dengan
demikian menurut penulis kekacauan yang dikemukakan oleh Peck adalah suatu
kpribadian individu yang tidak memiliki konsep pribadi yang pasti terhadap tuhan,
walaupun kita lihat individu tersebut mengakui adanya Tuhan, akan tetapi individu
itu sendiri tidak sama sekali dapat menghubungkan dengan keberadaan diri mereka
sendiri. b. Formal/Institusional (formal/institutional) Tahap perkembangan
formal/institusional ini merupakan suatu tahapan yang berfungsi bagi pribadi individu
yang mengalami kebingungan dan tangung jawab pengasuhan, pembayaran tagihan
dan persyaratan untuk memiliki perkerjaan tetap. Kita bebas dari kontrol orang tua,
mereka mencari figur orang tua dalam bentuk instituisi yang dapat mengarahkan
prilaku mereka dan memberikan ganjaran pelanggaran disiplin. Dengan demikian
menurut penulis terlihat jelas bahwa formal/institusional yang dimaksud di atas
adalah pribadi yang membutuhkan suatu tauladan dalam mengarahkan suatu tindakan
yang dilakukan sehingga pribadi individu menyadari akan apa yang diperbuat dan
siap menerima sanksi apabila melakukan suatu kesalahan. c. Skeptik/Individual
(Skeptic/Individual) Tahap perkembangan ini merupakan suatu tahapan dimana
individu disini telah dapat mengatur diri sendiri dan tidak membutuhkan orang tua.
Artinya disini pribadi individu telah memiliki ikatan terhadap tujuan hidup dan
bahkan takdir. Dimana mereka sering menekankan pada karakteristik cinta, kebaikan
Sugeng Sejati. Perkembangan Spiritual Remaja dalam Perspektif Ahli 109 | J u r n a l
H a w a hati dan menghindarkan diri dari menyakiti orang lain. d. Mistikal/Komunal
(Mystical/Communal) Tahap perkembangan ini merupakan suatu tahapan yang
mengambarkan pada diri individu yang berada pada tingkat perkembang pspiritual.
Maksudnya adalah dimana individu hidup dalam paradoks dan seringkali dikotomi
keseimbangan sebagai suatu yang bertentangan. Mereka melihat bahwa kehidupan
dari sudut humor, meskipun bagi kebanyakan orang situasi tersebut menimbulkan
frustasi. Mreka memiliki pandangan global yang terdapat pada kejadian tunggal.
Mereka memiliki visi jangka panjang dan pemahaman terhadap dinamika masing
masing peristiwa .Mereka menanamkan kebijaksanaan dan menganjurkan kesatuan
sehingga memiliki kontribusi pada kesehatan sosial. Dapat disimpulkan menurut
penulis bahwa tahap ini merupakan tahap dimana mereka memiliki kebahagiaan dan
penyatuhan dengan tuhan dalam menjalani kehidupan alam semesta ini. 3. Tahap
Perkembangan Spiritual Menurut Moody a. Tahap Pangilan (The Call) Tahap
panggilan merupakan suatu tahap tumbuhnya kesadaran terhadap kekosongan diri dan
ketidakmampuan untuk memenuhi tujuan kehidupan. Dalam menghadapi kepahitan
hidup reaksi setiap orang berbeda.Orang-orang tertentu merasakan kekosongan hidup
meskipun kehidupan terlihat berjalan baik. Ada suatu yang hilang dan
membingungkan dalam kehidupan. Ketika panggilan untuk menjawab masalah ini
datang, seorang memiliki dua pilihan: memilih komitmen diri untuk menjawab
pangilan dengan jawaban pribadi atau menutup segala perasaan dan bertindak seperti
biasanya sehingga ia tidak merasa tertekan. Kebanyakan orang memilih pilahan
kedua, dan menumpuk masalah sehingga mereka menjadi lebih depresi. Jika individu
mulai mempertanyakan penyebab kekosongan pada diir mereka dengan menjawab
berbagai 110 | J u r n a l H a w a pertanyaan priabadi, mereka mulai proses
perkembangan spiritual selanjudnya yang disebut dengan tahap pencarian (the search)
untuk mencari kebenara diri. b. Tahap Pencarian (The Search) Tahap pencarian
adalah titik dimana individu mulai mencari jalan spiritual dengan melihat kedalam
dan mempertanyakan diri mereka berbagai pertanyaan serius tentang prinsip
intergritas dan menguji kepercayaan inti mereka. Maksudnya bahwa pada diri
individu terus mencari jawaban, makna dan tujuan hidup, serta tempat yang mereka
miliki.Orang-orang pada tahap ini menghubungkan dirinya mereka lebih pribadi
dengan kepercayaan, komunitas, atau pemimpin spiritual yang dapat memberi nasehat
dlam perjalanan mereka dan membantu mereka dalam mencapai jalannya. c. Tahap
Pergolakan (The Struggle) Tahap pergolakan yang dimaksud disini adalah suatu
tahap dimana individu dalam menemukan proses spiritual dalam memahami makna
hidup, masing-masing individu mulai menyesuiakan diri terhadap pikiran dan prilaku
yang membawa keluar dari konflik. Mulai dengan kegembiraan dan kegairahan
seperti jika terlibat kisa asmara baru, mereka mulai mengikat diri pada gaya hidup
baru. Hidup dengan menemukan hubungan baru dengan kehidupan menjadi tantangan
yang berada didalam maupun diluar realitas. d. Tahap Terobosan (The Breakthrough)
Tahap yang merupakan tahap pertangung jawaban pribadi ini melengkapi kebaikan
dan makna yang diberikan dunia kepada semua orang. Pada tahap ini individu
menumbuhkan kesatuan dan melakukan pertobatan.. Pengalaman pada tahap ini
adalah kedamaian sejati. Dapat disimpulakan menurut penulis tahap ini merupakan
tahap dimana individu merasakan suatu kehidupan yang tenang, membawah
kebaikan, kedamaian dan jalan keluar bagi sesamanya. Sugeng Sejati. Perkembangan
Spiritual Remaja dalam Perspektif Ahli 111 | J u r n a l H a w a e. Tahap Kembali
(The Retturn) Tahap kembali merupakan suatu tahap trobosan resolusi yang sangat
besar dan kejernihan mental yang baru atau dikenal dengan tahap kebangkitan dari
tugas spiritual, karena orang-orang pada tahap ini bagun dalam keadaan mimpinya
dan pada tahap ini individu telah menemukan pemahaman bahwa segalanya
mengikuti keteraturan, dan segalanya seperti seharusnya terjadi sehingga terciptalah
suatu diri individu yang tercapai ketenangan dan kebahagiaan dan kedamaian. 4.
Tahap Perkembangan Spiritual Sufistik Menurut islam, manusia yang lahir dengan
jiwa yang suci (nafsi zakiya). Namum, manusia juga lahir didunia dengan memiliki
eksistensi fisik yang terdiri dari daging dan tulang. Keberadaan fisik manusia
menimbulkan keterikatan dengan dunia tempat mereka tinggal dan dapat memberikan
kegelapan serta dapat menutupi keindahan dan kebijaksanaan yang tersimpan dalam
diri mereka. Pada asalnya, manusia dapat menjadi lupa dan terus-menerus hidup
dalam kesombongan. Allah yang maha pengasih dan Maha Penyayang memberikan
wahyu kepada manusia melalui kitap-kitab sucinya dan mengirimkan NabiNabinya
untuk memimpin dan memberikan contoh bagi manusia untuk kembali menuju
cahaya kebenaran dari kegelapan yang menutupi diri manusia. Adapun tahapan
perkembangan spiritual sufistik yang penulis maksud adalah sebagai berikut:32 a.
Nafs Ammarah (The Commanding Self) Godaan untuk melakukan kejahatan
merupakan hal umum yang terjadi pada setiap manusia. Individu yang berada pada
tahap ini adalah orang nafsunya didominasi godaan yang mengajaknya kearah
kejahatan. Dengan demikian menurut penulis pada tahap ini individu tidak dapat
mengontrol kepentingan dirinya dan tidak memiliki moralitas atau perasaan kasih.
112 | J u r n a l H a w a Pada tahap ini pula kesadaran dan akan manusia dikalahkan
oleh keinginan dan nafsu hewani. Manusia tidak menghargai batasan moral untuk
mendapatkan apa yang di inginkan. b. Nafs Lawwamah (The Regreful Self) Tahap ini
merupakan suatu tahapan dimana individu mulai memiliki kesadaran terhadap
perilakunya, ia dapat membedakan yang baik dan yang benar, dan menyensali
kesalahan-kesalahanya. Namun ia belum memiliki kemampuan untuk mengubah gaya
hidupnya dengan cara signifikan, misalnya individu seperti pencandu yang mulai
memahami rasa sakit yang mereka sebabkan bagi diri mereka dan orang lain, namun
kecanduan yang terlalu kuat untuk membuat mereka dapat berubah. Mereka
membutuhkan obat yang lebih kuat. Sebagai langka wal ia mencobauntuk mengikuti
kewajiban yang diberikan agamanya ,seperti sholat, berpuasa, membayar zakat, dan
mencoba berperilaku baik.33 Dengan demikian menurut penulis tahap ini merupakan
suatu tahapan yang di ambang suatu kesadaran dimana individu mulai mengetahui
mana yang baik dan mana yang buruk dan sangat menyadari akan perbuatan yang
dilakuakan, Apabila perbuatan itu salah maka individu tersebut sangat menyesali
akan perbuatan tersebut. c. Nafs Mulhimah (The Inspired Selft) Pada tahap ini
individu mulai mulai merasakan ketulusan dari ibadahnya. Ia benar-benar termotivasi
pada cinta kasih, pengabdian dan niali-nilai moral. Adapun perilaku pada tahap ini
adalah kelembutan, kasih sayang,kreativitas, dan tindakan moral. secara keseluruan
orang yang berada pada tahap ini memiliki emosi yang matang, menghargai dan
dihargai orang lain. d. Naf Muthma’innah (The Contented Self) Sugeng Sejati.
Perkembangan Spiritual Remaja dalam Perspektif Ahli 113 | J u r n a l H a w a Tahap
ini dikenal dengan tahap kedamaian.Pergolakan pada tahap awal telah lewat.
Kebutuhan dan ikatan-ikatan lama tidak lagi penting. Kepentingan diri mulai lenyap,
membuat seorang lebih dekat dengan Tuhanya. Tingkat ini membuat seorang menjadi
berfikir terbuka, bersyukur, dapat dipercaya, dan penuh kasih sayang. Jika seorang
menerima segala kesulitan dengan kesabaran dan ketakwaan, tidak berbeda ketika ia
memperoleh kenikmatan, dapat dikatakan bahwa seorang telah mencapai tingkat jiwa
yang tenang. Penjelasan di atas seuai dengan contoh yang diberikan Muhamad SAW.
Ia memiliki kualitas perilaku yang tinggi, seperti pengasih, pemurah, sabar, pemaaf,
iklas, bersyukur, bahagia, dan damai. e. Nafs Radhiyah (The Pleased Self) Pada tahap
ini individu tidak hanya tenang dengan dirinya, namun tetap bahagia dalam keadaan
sulit, musibah atau cobaan dalam kehidupanya. Ia menyadari segala kesulitan
datangnya dari Allah untuk memperkuat imannya. Keadaan bahagia tidak bersifat
hedonistik atau materialistik, dan sangat berbeda dengan hal-hal yang biasa dialami
orang-orang yang berorientasi pada halhal yang bersifat duniawi, prinsif memenuhi
kesenagan dan menghidari rasa sakit. f. Nafs Mardihiyah (The Self Pleasing to God)
Tahap ini merupakan suatu tahap yang dikenal dengan tahap mencapai kesatuan
internal. Dimana pada tahap awal, seorang mengalami pergolakan, karena mengalmi
keterpecahan. Kaca yang pecah menghasilkan ribuan bayangan dari satu pencitraan.
Jika kaca menjadi satu kembali, akan melihat bayangan yang utuh, kesatuan
pencitraan. Dengan menyembuhkan keterpecahan dalam dirinya, seorang sufi
mengalami dunia sebagai kesatuan yang utuh. Tahap ini termanifestasi melalui ikatan
antara sang 114 | J u r n a l H a w a pencipta (khalik) dengan yang diciptakanya,
melaui perasaan cinta yang mendasari. Sang pencipta menemukan manusia yang
sempurna dalam kualitas yang dianugrahi-Nya ketika ia menciptakanya. g. Nafs
Safiyah (The Pure Self) Mereka yang telah mencapai tahap ini telah mengalami
transendensi diri yang sutuhnya. Tidak ada nafs yang tersisa, hanya penyatuan dengan
Allah. Pada tahap ini, seorang telah menyadari Kebenaran sejati. “Tidak ada tuhan
selain Allah”. Ia sekarang menyadari bahwa tidak ada apa-apa lagi kecuali Allah, dan
hanya keillahianya yang ada, dan setiap indra manusia atau keterpisahan adalah suatu
ilusi34. Dari beberapa tahapan perkembangan sufistik spiritual yang telah dikemukan
di atas dapat penulis simpulkan bahawa tahap tersebut mencermikan bahwa pada diri
individu memiliki tingkatan spiritualitas. Dimana Individu yang mencari jalanya
harus menyadari karakter dan perilaku dirinya secara jujur, sebelum naik ketingkat
yang lebih tinggi.Individu juga harus memahami dimana keberadaannya sehingga ia
harus mengenal karakteristik masing masing tingkatan yang telah dijelaskan di atas
khusunya pada tingkatan dimana ia nantinya akan berada. C. Perkembangan Spiritual
Pada Remaja Perkembangan kehidupan spiritual pada remaja tidak dapat dilepaskan
oleh pembinaaan kepribadian secara keseluruan. Karena kehidupan spiritual remaja
adalah bagaian dari kehidupan sendiri, sikap atau tindakan seorang dalam hidupnya
tidak lain dari panutan pribadinya yang bertumbuh dan berkembang sejak ia lahir,
semenjak berada dalam kandungan35. Semua pengalaman dilalui sejak dalam
kandungan, mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan pribadi bahkan diantara ahli
jiwa ada yang berpendapat pribadi tiu tidak lain adalah kumpulan Sugeng Sejati.
Perkembangan Spiritual Remaja dalam Perspektif Ahli 115 | J u r n a l H a w a
pengalaman pada usia-usia terdahulu.36 Masa remaja dalam hal ini merupakan suatu
masa yang sangat kritis artinya pada diri remaja tidak saja mengalami kestabilan
psikologis akan tetapi remaja juga mengalami kestabialan emosi dalam diri yang ckup
kuat.. dalam hal ini perlu kita ketahui bahwa mas aremaja bukan berarti seorang anak
lepas sama sekali dari ciriciri yang dimilki pada masa sebelumnya,dalam pengertian
pada masa ini juga remaja dekat akan mudah bunuh diri, pemberang dan putus asa
jika kehendaknya terhalangi dalam gambaran umum, Umar Hasyim melukiskan
sebagai berikut ; “Masa ini bisa dikatakan sebagai masa transisi, dan ini bisa
merupakan masa yang berbahaya baginya, sebab ia mengalami hidup dua alam, yakni
antara alam khayalan dan alam kenyataan, dimana banyak ditemukan gejolak jiwa
dan fisik. Transisi merupakan pindahan dalam khyalan ke dalam alam nyata, yang
mana banyak kaum remaja berkhayal bahwa dirinya merupakan sefr hero dalam
segala hal………. Gejola emosional yang tidak terkendali akan membawahnya ke
alam yang khayal dan nyatanya tidak. 37 Disinilah kalau kita lihat banyak para
remaja yang yang menjadi nakal karena ingin membuktikan bahwa dirinyaan itu telah
dewasa, padahal sebenarnya belum apa-apa, karena kedewasaan itu tidak hanya pada
fisik akan tetapi meliputi keseluruhan mental dan kejiwaan yang di istilakan juga oleh
penulis yaitu spiritual yang matang. Selain itu pada masa remaja, seorang anak belum
dapat memilki kestabialan perasaan dan emosi. Ketidakstabilan tersebut nampak jelas
dalam berbagai sikap, dalam arti lain mereka belum dapat menentukan arah masa
depan, menentukan bidang perkerjaaan yang pailng sesuai dengan bidang keahlianya,
bahkan kadang-kadang tidak dapat menentukan sendiri lanjutan pendidikannya.
Dalam hal ini seorang ahli Granville Hall Mengemukakan ; Masa ini sebagai
perasaan yang sangat peka, remaja mengalmai badai dan topan dalam kehidupan
perasaan dan emosinya. 116 | J u r n a l H a w a Keadaan semacam ini diistilahkan
sebagai “storm and stress. Tidak aneh lagi bagi orang yang mengerti kalau melihat
sikap dan sifat remaja yang sesekali sangat bergairah dalam berkerja tiba-tiba
berganti lesuh, kegembiraan yang meledak bertukar rasa sedih yang sangat, rasa
yakin diri berganti rasa ragu yang berlebihan.38 Dari pendapat di atas dapat kita
pertegas bahwa pada diri remaja akan mengalami suatu ketidakstabilan emosi dan
perasaan, dimana dalam waktu bersamaan remaja akan mengalami masa kritis.
Dimana remaja akan mengalami persolan-persoalan apakah dirinya akan mampu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi atau tidak. Jika remaja itu mampu
memecahkan permasalahan yang dihadapi maka akan mampu pula untuk
selanjudnya, Sebaliknya bila remaja tidak mampu memecahkan permasalahan yang
dihadapi maka ia akan menjadi remaja yang senantiasa mengantungkan diri dengan
orang lain. Dengan demikian Tampa mengetahui masalah-masalah tersebut maka
akan sukarlah memahami sikap dan tingka laku spiritual pada remaja. Betapah
banyak orang tua yang mengeluh, karena anaknya telah remaja itu telah menjadi
keras kepala, sukar diatur, mudah tersingung dan melanggar aturan atau niali nilai
moral atau norma-naorma yang berlaku. Disamping itu tidak sedikit pula jumlah
remajaremaja yang tidak mendapat tempat dalam masyarakat dewasa sehingga
mereka mencoba jalan sendiri untuk membelah dan mepertahankan harga diri. Maka
ditentanglah nilai yang dijunjung remaja oleh masyarakat

E. Pengukuran Intelegensi
Tingkat intelegensi seseorang tidak dapat diketahui hanya berdasarkan
perkiraan melalui pengamatan, melainkan harus diukur dengan menggunakan alat
khusus yang dinamakan tes intelegensi atau Intelligence Quotient (IQ). Walgito
(1997) (dalam Khadijah, 2009 : 92) mengemukakan bahwa orang yang dapat
dipandang sebagai orang yang pertama menciptakan tes intelegensi adalah Binet.
Masyarakat umum seringkali menyamakan istilah IQ dengan intelegensi,
padahal keduanya berbeda. Intelegensi adalah kemampuan umum yang dimiliki
seseorang (kecerdasan individu sebenarnya yang sifatnya pembawaan/hereditas),
sedangkan IQ adalah suatu ukuran tingkat kecerdasan seseorang. Alat yang dianggap
paling akurat mengukur kecerdasan seseorang adalah tes IQ, yang tentu saja bila
dilakukan secara benar dan dengan orang yang tepat (orang yang diukur
kecerdasannya dan psikolog sebagai orang yang tepat melakukan tes IQ bagi
seseorang). Hanya saja karena yang diukur adalah sesuatu yang sifatnya tidak
konkret, maka tes IQ tidak sepenuhnya dapat dipercaya sebagai penunjukan
intelegensi seseorang.
Macam-macam tes intelegensi,antara lain:(1)Tes Binet Simon;(2)Brightness
test atau tes Mosselon yaitu tes three words (tes 3 kata); (3) Telegram test, yaitu tes
membuat berita dalam bentuk telegram; (4) Definitie, yaitu tes mendefinisikan
sesuatu;
(5)Wiggly test,yaitu tes menyusun
kembali balok-balok kecil yang semula tersusun menjadi satu;
(6) Stenguest test, yaitu tes mengamati suatu benda sebaik-baiknya, lalu dirusak
kemudian diminta membentuk kembali; (7) Absurdity test, yaitu tes mencari
keanehan yang terdapat dalam suatu bentuk cerita;(8) Medallion test, yaitu tes
menyelesaikan gambar yang belum jadi atau baru sebagian; (9)Educational test
(scholastik test), yaitu tes yang biasanya diberikan di sekolah-sekolah.
Berdasarkan cara tes yang disebut tes binet-simon sebagai tes intelegensi yang
pertama muncul, memperhitungkan 2 hal dalam melakukan tes, yaitu :
(1)Umur Kronologis (Cronological Age atau Calender
Age atau CA) yaitu umurseseorang sebagaimana yang
ditunjukkan dengan hari kelahirannya atau lamanya ia hidup sejak
tanggal lahirnya.
(2)Umur mental (mental age disingkat MA) yaitu umur
kecerdasansebagaimana yang ditunjukkan oleh hasil tes kemampuan
akademik.
Perbandingan kecerdasan itu = umur mental dibandingkan dengan umur kronologis.
Sehingga dapat dirumuskan :
IQ = (MA/CA) x 100%
Caranya :
(1) Berikan soal-soal yang sesuai tingkat umur;(2) Tiap pertanyaan (dalam soal)
dinilai betul/salah; (3)Tentukan jumlah soal untuk tingkat umur;(4) Jumlahkan nilai
tiap kelompok soal;
(5) Berikan soal-soal untuk umur dibawahnya, sehingga
soal terjawab; (6) Pada kelompok soal tingkat umur
yang sudah terjawab kita hentikan;
(7) Berikan pertanyaan dari soal untuk umur di atasnya, pada saat anak tersebut tidak
dapat menjawab semua pertanyaan, baru dihentikan;(8) Nilai jawaban yang betul kita
jumlahkan, itulah umur kecerdasan (MA);(9) Hasil angka akhir setelah dihitung
dengan rumus, itulah IQ.
Angka akhir tersebut disesuaikan dengan
kategori IQ anak atas pedoman Simon,yaitu :

Normal = 90 – 110
Cerdas = 120
Superior = 130
Gefsted/genius > 140
Debil = 60 – 79
Embisil = 40 – 55
Idiot = 30 / 25

KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut
Istilah intelegensi dapat diartikan dengan dua cara, yaitu:
a. Arti luas: kemampuan untuk mencapai prestasi yang di dalamnya berpikir
memegang peranan.
b. Arti sempit: kemampuan untuk mencapai prestasi di sekolah yang di dalamnya
berpikir memegang peranan pokok.
1. IQ (Intelligence Quotient)
IQ merupakan kepanjangan dari Intelegence Quotient yang artinya ukuran
kemampuan intelektuas, analisis, logika, dan rasio seseorang.
2. EI (emotional intellegence) adalah kemampuan seseorang untuk menerima,
menilai, mengelola, serta mengontrol emosi dirinya dan orang lain di sekitarnya.
3. SI (Spiritual Intellegence)
Spiritual Intelligence ialah berkorelasi dengan IQ (Intelligence Quotient) dan EQ
(Emotional Quotient). Kecerdasan kecenderungannya terdiri dari persepsi, intuisi,
kognisi, yang berkaitan dengan spiritualitas dan/atau religiusitas, khususnya modal
spiritual.
4. Perkembangan Intelligence Quotient (IQ)
Proses kognitif adalah proses manusia memperoleh pengetahuan tentang dunia, yang
meliputi proses berpikir, belajar, menangkap, mengingat, dan memahami.
5. Perkembangan Emotional Intelligence (EI)
Dalam sejumlah penelitian, perkembangan perkembangan emosional sangat
dipengaruhi oleh faktor kematangan dan faktor psikologi pendidikan. Kedua faktor
itu terjalin erat satu sama lain dan akan mempengaruhi perkembangan intelektual.
6. Perkembangan Spiritual Itelegenci (SI)
Tahap perkembangan spiritual menurut teori membagi ada enam tahapan
perkembangan spiritual diantaranya meliputi kepercayaan intuitif-froyektif (intuitive-
projective) tahap dimana masih terdapat karakter kejiwaan yang belum terlindungi
dari ketidak sadaran, dimana anak masih belajar untuk membedakan khayalan dengan
realitas yang sesunguhnya biasanya rentang usianya adala 3-7 tahun, yang kedua
tahap kepercayaan mythikal literal (mytthical-literal) yaitu suatu tahap dimana
seorang telah mulai mengembangkan keimanan yang kuat dalam kepercayaannya.,
dimana anak sudah mulai mengalami ketergantungan dengan alam semesta namun ia
masih melihat kekuatan kosmik dalam bentuk seperti yang terdapat pada manusia.
7. Pengukuran Intelegensi
Tingkat intelegensi seseorang tidak dapat diketahui hanya berdasarkan perkiraan
melalui pengamatan, melainkan harus diukur dengan menggunakan alat khusus yang
dinamakan tes intelegensi atau Intelligence Quotient (IQ). Walgito (1997) (dalam
Khadijah, 2009 : 92) mengemukakan bahwa orang yang dapat dipandang sebagai
orang yang pertama menciptakan tes intelegensi adalah Binet.
DAFTAR PUSTAKA
W.S.Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta : Media Abadi, 2004), h. 156 8 Ibid,
h. 155-156 9 Anwar Prabu, Perkembangan Intelegensi Anak dan Pengukuran IQnya,
(Bandung : Angkasa Bandung, 1993)
Desmita, Psikologi Perkembangan, (Bandung : PT.Rosda Karya, 2006), h. 170
Saifudin Azwar, Psikologi Inteligensi, (Jogjakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1996), h.
51
W.S.Winkel, Psikologi Pengajaran, (Yogyakarta : Media Abadi, 2004), h. 158 13Ibid,
h.159
Ki Fudyartanta,Psikologi Umum,(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011),h,339 41
Alex, Sobur , Psikologi Umum, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), h. 399.
ibid 46 Ki Fudyartanta,Psikologi Umum, ibid, h.339 32
Maliki S, Manajemen Pribadi Untuk Kesuksesan Hidup, (Yogyakarta: Kertajaya,
2009),h.78 49 Agus Sujanto, Psikologi Umum,Op,Cit,h.69
5 Ibid 6Danie, Goleman Daniel. Emotional Inteligence. (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1996), hlm 177-178
Ary, Agustian Ginanjar. ESQ Power Sebuah Inner Journey Mealui Al-Ihsan. (Jakarta:
Penerbit Arga, 2007), hlm 99-100 4 Ibid 8
https://dosenpsikologi.com/perkembangan-emosional-dalam-psikologi-
pendidikan#:~:text=Pola%20perkembangan%20emosional%20masa%20peserta,sedih
%2C%20dan%20lain%2Dlaind.

Anda mungkin juga menyukai