Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

FISIOLOGI HEWAN

Acara Sistem Imun

Nama : Nur Hisyam Fu’ad Widodo

NIM : 19106040014

Prodi : Biologi

Asisten : Imalatun Ni’mah

Tanggal : 5 Mei 2021

LABORATORIUM BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UIN SUNAN KALIJAGA

2021
A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui status kesehatan berdasarkan jumlah dan komposisi
sel leukosit.
2. Mengetahui golongan darah manusia dengan sistem penggolongan ABO

B. Dasar Teori
Sistem imun merupakan sistem yang sangat komplek dengan berbagai peran
ganda dalam usaha menjaga keseimbangan tubuh. Seperti halnya sistem indokrin,
sistem imun yang bertugas mengatur keseimbangan, menggunakan komponennya
yang beredar diseluruh tubuh, supaya dapat mencapai sasaran yang jauh dari pusat.
Ada dua jenis sistem imun, imunitas bawaan dan adaptif. Imunitas bawaan (non
spesifik) merupakan pertahanan yang telah ada semenjak lahir. Imunitas ini berfungsi
sebagai respon cepat dalam mencegah penyakit. Imunitas bawaan tidak mengenali
mikroba secara spesifik dan melawan semua mikroba dengan cara yang identik.
Selain itu, imunitas bawaan tidak memiliki komponen memori sehingga tidak dapat
mengenali kontak yang dulu pernah terjadi. Imunitas bawaan terdiri dari komponen
lini pertama, yaitu kulit dan membran mukus dan lini kedua yaitu substansi
antimikroba, sel natural killer, dan fagosit.
Imunitas adaptif (spesifik) merupakan imunitas yang melibatkan mekanisme
pengenalan spesifik dari patogen atau antigen ketika berkontak dengan sistem imun.
Tidak seperti imuitas bawaan, imunitas adaptif memiliki respon yang lambat, tetapi
memiliki komponen memori, sehingga dapat langsung mengenali kontak selanjutnya.
Limfosit merupakan komponen dari imunnitas adaptif (Yahya, 2002). Leukosit
merupakan sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik untuk jenis
bergranula (polimorfonuklear) dan jaringan limpatik untuk jenis tak bergranula
(mononuklear), berfungsi dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi (Sutedjo,
2006). Beberapa jenis leukosit yaitu:
1. Neutrofil
Neutrofil berukuran sekitar 14 μm, granulanya berbentuk butiran halus
tipis dengan sifat netral sehingga terjadi percampuran warna asam (eosin)
dan warna basa (metilen biru), sedang pada granula menghasilkan warna
ungu atau merah muda yang samar. Neutrofil adalah jenis sel leukosit yang
paling banyak yaitu sekitar 50-70% diantara sel leukosit yang lain. Ada
dua macam netrofil yaitu neutrofil batang (stab) dan neutrofil segmen
(polimorfonuklear). Sel neutrofil berfungsi sebagai tameng utama,
neutrofil juga akan mengirimkan sinyal yang memperingati sel-sel lain
dalam sistem kekebalan tubuh untuk merespons adanya bakteri atau virus
(Nugraha 2015).
2. Eosinofil
Kadar eusinofil dalam tubuh yaitu sekitar 1-6%, berukuran 16 μm.
Berfungsi sebagai fagositosis dan menghasilkan antibodi terhadap antigen
yang dikeluarkan oleh parasit. Masa hidup eosinofil lebih lama dari
neutrofil yaitu sekitar 8-12 jam (Kiswari, 2014). Eosinofil hampir sama
dengan neutrofil tapi pada eosinofil, granula sitoplasma lebih kasar dan
berwarna merah orange. Warna kemerahan disebabkan adanya senyawa
protein kation (yang bersifat basa) mengikat zat warna golongan anilin
asam seperti eosin, yang terdapat pada pewarnaan Giemsa. Granulanya
sama besar dan teratur seperti gelembung dan jarang ditemukan lebih dari
3 lobus inti. Eosinofil lebih lama dalam darah dibandingkan neutrofil
(Hoffbrand, dkk. 2012).
3. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kira-
kira kurang dari 2% dari jumlah keseluruhan leukosit. Sel ini memiliki
ukuran sekitar 14 μm, granula memiliki ukuran bervariasi dengan susunan
tidak teratur hingga menutupi nukleus dan bersifat azrofilik sehingga
berwarna gelap jika dilakukan pewarnaan Giemsa. Basofil memiliki
granula kasar berwarna ungu atau biru tua dan seringkali menutupi inti sel,
dan bersegmen. Warna kebiruan disebabkan karena banyaknya granula
yang berisi histamin, yaitu suatu senyawa amina biogenik yang merupakan
metabolit dari asam amino histidin. Basofil berperan dalam reaksi
hipersensitifitas yang berhubungan dengan imunoglobulin E (IgE)
(Kiswari,2014)
4. Monosit
Jumlah monosit kira-kira 3-8% dari total jumlah leukosit. Monosit
memiliki dua fungsi yaitu sebagai fagosit mikroorganisme (khusunya
jamur dan bakteri) serta berperan dalam reaksi imun (Kiswari,2014).
Monosit merupakan sel leukosit yang memiliki ukuran paling besar yaitu
sekitar 18 μm, berinti padat dan melekuk seperti ginjal atau biji kacang,
sitoplasma tidak mengandung granula dengan masa hidup 20-40 jam
dalam sirkulasi. Inti biasanya eksentris, adanya lekukan yang dalam
berbentuk tapal kuda (Effendi, 2003).
5. Limfosit
Limfosit adalah jenis leukosit kedua paling banyak setelah neutrofil
(20- 40% dari total leukosit). Jumlah limfosit pada anak-anak relatif lebih
banyak dibandingkan jumlah orang dewasa, dan jumlah limfosit ini akan
meningkat bila terjadi infeksi virus. Berdasarkan fungsinya limfosit dibagi
atas limfosit B dan limfosit T. Limfosit B matang pada sumsum tulang
sedangkan limfosit T matang dalam timus. Keduanya tidak dapat
dibedakan dalam pewarnaan Giemsa karena memiliki morfologi yang
sama dengan bentuk bulat dengan ukuran 12 μm (Nugraha, 2015).

Secara umum darah memiliki 4 golongan yaitu: golongan darah A dimana


golongan darah A mempunyai antigen A dan anti - B, golongan darah B yaitu
golongan darah yang memiliki antigen B dan anti – A, golongan darah O golongan
darah yang memiliki antibodi tetapi tidak memiliki antigen, dan golongan darah AB
golongan darah yang memiliki antigen tetapi tidak memiliki antibodi (Arthur C.G.,
1997). Pemeriksaan golongan darah ABO dilakukan untuk menentukan jenis
golongan darah pada manusia. Penentuan golongan darah ABO pada umumnya
dengan menggunakan metode Slide. Metode ini didasarkan pada prinsip reaksi antara
aglutinogen (antigen) pada permukaan eritrosit dengan aglutinin yang terdapat dalam
serum/plasma yang membentuk aglutinasi atau gumpalan. Metode slide merupakan
salah satu metode yang sederhana, cepat dan mudah untuk pemeriksaan golongan
darah.

C. Bahan dan Metode Kerja


Pada kegiatan pemeriksaan hemogram alat dan bahan yang digunakan selama
praktikum yaitu gelas objek, kaca penutuo, mikroskop cahaya, darah tikus sehat dan
sakit, larutan turk dan preparat apus darah sedangkan alat dan bahan yang diunakan
selama kegiatan praktikum golongan darah yaitu: tusuk gigi, pinset, jarum lanset
steril, gelas objek, mikroskop cahaya, darah manusia, serum anti a dan anti b, kapas
dan alkohol 70%.
Pada kegiatan pertama yakni pembuatan preparat apusan darah, metode kerja
yang dilaksanakan yang pertama adalah disiapkan dua buah gelas benda, kemudian
darah diteteskan pada gelas benda 1, gelas benda 2 diambil dan diposisikan di muka
tetesan darah, salah satu ujung gelas benda 2 pada gelas benda 1 hingga membentuk
sudut 45o kemudian digerakkan dengan cepat dan teratur tanpa mengubah besar sudut,
sehingga lapisan darah tampak tipis dan merata, selanjutnya apusan darah dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan, kemudian ditetesi ethanol metanol setelah kering
hingga merata, apusan dibiarkan 3-5 menit, sisa metanol dibuang dan kemudian
ditetesi dengan pewarna giemsa sampai menutupi sluruh apusan darah biarkan selama
30 menit, setelah didiamkan sisa-sisa pewarna dibuang dan dicuci dengan air
mengalir, kemudian dikeringkan dengan kertas hisap dan kemudian diamati dengan
mikroskop.
Langkah selanjutnya yaitu pemngamatan hemogram dengan meletakkan
preparat apusan darah dibawah mirkoskop dan diamati dengan perbesaran rendah
hingga mendapatkan bidang pandang kemudian diamati dengan perbesaran kuat. Jenis
dan jumlah leukosit yang teramati pada setiap lapang pandang dicatat, setiap kolom
untuk 10 leukosit dan diamati hingga 10 kolom. Kolom yang diamati dipilih secara
acak namun bukan lapang pandang yang telah diamati, kemudian masing-masing
presentasi leukosit tersebut dihitung dengan tabel hasil pengamatan.
Pada kegiatan kedua yakni golongan darah metode kerja yang dilakukan
pertama dengan meletakkan gelas objek yang sudah dibersihkan dengan alkohol di
atas kertas putih yang telah diberi tanda pada dua titik yaitu A dan B, slanjutnya salah
satu ujung jari probandus diterilkan dengan alkohol 70% dan dibiarkan hingga
mengering, kemudian ujung jari tersebut ditusuk dengan jarum lanset steril yang telah
disiapkan dan ditekan hingga mengeluarkan darah dan diteteskan pada gelas objek,
selanjutya pada titik A ditetedi dengan anti-A dan pada titik B ditetesi dengan anti-B
kemudian diratakan dengan tusuk gigi, hasil yang timbul diamati dan
didokumentasikan.
D. Hasil dan Pembahasan
Berdasar pada praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh data-data yang
akan disajikan dalam bentuk grafik serta tabel. Berikut penyajian data tersebut:
1. Grafik perbandingan jumlah leukosit pada probandus sehat dan sakit.

Grafik Perbandingan Hemogram


70 60
presentase (%)

60 48
50
40 30 probandus sehat
30 24
19 probandus sakit
20
4
3 6
10 1
0
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5

jenis leukosit

Berdasar pada data jumlah leukosit yang teramati terdapat perbedaan


presentase jumlah leukosit antara probandus sakit dan probandus sehat. Menurut
Indriani Rachma (2013). Pada penyakit-penyakit tertentu, terjadi perubahan jumlah
leukosit dalam darah.Sebagai contoh, pada mononucleosis infeksiosa dan infeksi
bakterial, jumlah leukosit meningkat secara bermakna; sebaliknya, pada demam
tifoid, jumlahnya menurun secara bermakna.Maka dari itu pemeriksaan hitung jumlah
leukosit dapat digunakan untuk mendeteksi adanya infeksi atau inflamasi pada pasien.
Nilai normal leukosit tikus berkisar diantara 2.000-10.000/μL, limfosit 60-75%,
netrofil 12-38%, monosit 1-6%, dan eosinophil 1-4%. Jika rujukan tersebut
dibandingkan dengan data yang ada maka akan ada titik temu diantara keduanya.
Pada data praktikum teramati bahwa probandus sakit memiliki presentase leukosit
yang berbeda jika dibandingkan dengan probandus sakit. Perbedaan tersebut terletak
pada jumlah neutrofil pada probandus sakit yang tercatat menurun drastis
dibandingkan dengan probandus sehat.
Jenis leukosit lain yang teramati mengalami kenaikan yaitu pada jenis basofil,
yang semula hanya teramati 1 sel pada probandus sehat, maka tercatat ada 19 sel pada
probandus sakit. Kenaikan jumlah leukosit lain yang teramati yaitu pada jenis
limfosit, jika pada probandus sehat berjumlah 30 maka pada probandus sakit teramati
mengalami kenaikan pesat hingga 48 sel. Sebaliknya pada jenis neutrofil terjadi
penurunan presentase dari probandus sehat, yang semula 60 sel turun menjadi 24 sel.
Menurut AY.Sutedjo (2008) Peningkatan jumlah leukosit (lekositosis) menunjukkan
adanya proses infeksi atau radang akut, misalnya pneumonia, meningitis,
apendiksitas, tuberculosis, tonsillitis, dan lain-lain. Dapat juga terjadi pada miokard
infar, sirosis hepatis, luka bakar, kanker, leukemia, penyakit parasit, dan stress karena
pembedahan maupun gangguan emosi. Penurunan jumlah leukosit (lekopenia) dapat
terjadi pada penderita infeksi tertentu, terutama virus, malaria, alkoholik, SLE,
reumatoid artritis, dan penyakit hemopoetik (anemia aplastik, anemia pernisiosa).
Namun, paparan ini jika dirujuk pada manusia dan masih sangat memungkinkan akan
terjadi adanya perbedaan jika sampel darah yang diuji merupakan darah tikus.
Penyajian data berikutnya merupakan tabel dari tes penggolongan darah
berdasar pada data hasil praktikum. Berikut penyajiannya:
2. Tabel Hasil Tes Golongan Darah
Probandu
No s Anti-A Anti-B Golongan darah
1 Kirana  +  -  A
2 Rahma  +  -  A
3 Opi  -  -  O
4 Afri  +  -  A
5 Yudi  -  -  O
6 Bayu  -  +  B
7 Puput  -  -  O
8 Anik  +  +  AB
9 Listia  +  -  A
10 Ari  -  +  B
11 Esti  +  +  AB
12 Meta  -  +  B
13 Digdo  -  -  O
14 Gisti  -  +  B
15 Agus  +  +  AB
16 Wulan  + +   AB

Data pada tabel diatas merupakan data yang berasalh dari data mentah
praktikum, sebagai tendensi untuk pemaparan mengenai reaksi antigen-antibodi pada
sel darah. Prinsip penggolongan ini sendiri ditemukan oleh dokter kelahiran Wina
(Austria) bernama Karl Landsteiner. Ia menggolongkan darah manusia menjadi 4,
yaitu golongan darah A, golongan darah B, golongan darah AB dan golongan darah
O. Penggolongan darah ini dikenal dengan sistem penggolongan darah ABO,
pembagian golongan darah ini berdasarkan perbedaan aglutinogen (antigen) dan
aglutinin (antibodi) pada membran permukaan sel darah merah (Syamsuri, 2007). Sel
darah merah memiliki salah satu dari antigen A, B , AB atau tidak sama sekali pada
permukaan sel tersebut. Golongan A memiliki antigen A, golongan B memiliki
antigen B, golongan AB memiliki antigen A dan B, sementara golongan O tidak
mengandung antigen. Antigen tersebut mampu memproduksi antibodi. Individu yang
memiliki golongan darah AB merupakan resipien universal (dapat menerima semua
jenis darah) karena tidak memiliki antibodi, seseorang yang bergolongan darah O
merupakan donor universal (dapat menerima semua jenis darah).
Dari paparan diatas dapat disimpulkan bahwa jika sampel golongan darah A
ditetesi oleh antibodi-A maka akan terjadi penggumpalan dan tidak terjadi
penggumpalan jika ditetesi dengan antibodi-B, ini menandakan bahwa pada darah A
memiliki antigen-B yang akan bereaksi jika bertemu dengan antibodi-A dan
sebaliknya golongan darah ini tidak muncul adanya reaksi jika dicampur dengan
antibodi-B dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data tes penggolongan darah
atas nama kirana memiliki golongan darah A dan juga beberapa nama lain yang
terjadi penggumpalan ketika ditetesi dengan anti-A namun tidak terjadi
penggumpalan ketika ditetesi dengan antibodi-B. Faktor yang menentukan golongan
darah manusia berupa antigen yang terdapat pada pernukaan luar sel darah merah
disebut aglutinogen. Zat anti terhadap antigen tersebut disebut zat anti atau antibodi
yang bila bereaksi akan menghancurkan antigen yang bersangkutan disebut aglutinin
dalam serum, suatu antibodi alamiah yang secara otomatis terdapat pada tubuh
manusia.
Dalam sisitem golongan darah ABO ini, berlaku asas yang mengatakan bahwa
serum seseorang tidak akan mengendapkan sel darah merah orang itu sendiri serta sel
darah merah orang lain yang bergolongan sama. Jadi, serum darah dari orang yang
bergolongan darah A tidak akan mengaglutinasikan sel darah merah dari orang yang
bergolongan darah A. Hal yang sebaliknya juga berlaku untuk serum yang
bergolongan darah B. Serum dari orang yang bergolongan darah AB tidak dapat
mengendapkan sel darah merah golongan AB, juga tidak dapat mengaglutinasikan sel
darah merah golongan A maupun golongan B. Sel darah merah golongan O tidak
dapat diaglutinasikan oleh serum dari orang yang bergolongan darah A, B, maupun
AB (Sadikin, 2001).
E. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum ini, dapat diambil beberapa kesimpulan. Diantaranya
yakni:
1. Tikus dapat diidentifikasi sakit jika komposisi leukosit pada darah
berbeda dari komposisi leukosit ketika normal. Ketidak sesuaian ini dapat
terjadi dengan bertambah atau berkurangnya presentase jenis-jenis leukosit
dalam darah.
2. Komposisi hemogram yang tercatat sebagai berikut: pada probandus sehat
neutrofil 60%, eosinofil 3%, basofil 1%, limfosit 30%, monosit 6%. Pada
probagandus sakit neutrofil 24%, eosinofil 4%, basofil 19%, limfosit 48%,
monosit 6%.
3. Pada penggolongan darah ABO terdapat 2 zat yang sangat penting yaitu
aglutinogen atau antigen dan aglutinin atau antibodi. Golongan darah A
memiliki antigen-A, golongan darah B memiliki antigen-B, golongan
darah AB memiliki keduanya dan golongan darah O tidak memiliki
keduanya. Antigen ini akan bereaksi jika bertemu dengan antibodi yang
diproduksi oleh antigen yang berlawanan.
DAFTAR PUSTAKA
Aiba, S., Manalu, W., Suprayogi, A., & Maheshwari, H. (2016). Gambaran nilai
hematologi tikus putih betina dara pada pemberian tombong kelapa. Acta
VETERINARIA Indonesiana, 4(2), 74-81.
Guyton, Arthur C., (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi V. EGC. Jakarta
Hoffbrand Dkk., 2005, Kapita Selekta Hematologi Ed. 4. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta
Indriani, R .Krihariyani, D and Pestariati. 2013. Precision and Accuration Of
Leukosyte Number Count of Tube Method and Thoma Method Result
Towards Sysmex Device
Kiswari Rukman. (2014) Hematologi & Transfusi.Jakarta : Erlangga.
Oktari, A., & Silvia, N. D. (2016). Pemeriksaan Golongan Darah Sistem ABO
Metode Slide dengan Reagen Serum Golongan Darah A, B, O. Jurnal
Teknologi Laboratorium, 5(2), 49-54.
Sadikin, M., (2001), Biokimia Darah, hal: 53, Widya Medika, Jakarta
Sutedjo,A.Y., (2008), Mengenal Obat-obatan Secara Mudah dan Aplikasinya Dalam
Perawatan, hal245-253, Amara Book, Yogyakarta
Yahya, H. (2002). Sistem Kekebalan Tubuh dan Keajaiban di Dalamnya. Bandung :
Dzikra
LAMPIRAN

1. Tabel 1. Komposisi sel darah putih pada probandus sehat


Jenis Jumlah Leukosit (sel) Presentase (%)
No Leukosi
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Neutrofi
1 5 6 7 6 6 7 6 7 5 5 60
l
Eosinofi
2 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 3
l
3 Basofil 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1
4 Limfosit 4 3 3 3 2 3 2 3 4 3 30
5 Monosit 0 1 0 1 2 0 1 0 0 1 6
Jumlah 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100

2. Tabel 2. Komposisi sel darah putih pada probandus sakit.


Jenis Jumlah Leukosit (sel) Presentase (%)
No Leukosi
t 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Neutrofi
1 1 2 4 2 3 3 2 3 3 1 24
l
Eosinofi
2 1 0 0 1 0 1 0 0 1 0 4
l
3 Basofil 3 1 3 2 1 2 2 2 1 2 19
4 Limfosit 4 6 4 4 5 4 5 5 5 6 48
5 Monosit 1 1 0 1 1 0 1 0 0 1 6
Jumlah 10 10 10 10 10 10 10 10 10 10 100

3. Tabel Hasil Tes Golongan Darah


Probandu
No s Anti-A Anti-B Golongan darah
1 Kirana  +  -  A
2 Rahma  +  -  A
3 Opi  -  -  O
4 Afri  +  -  A
5 Yudi  -  -  O
6 Bayu  -  +  B
7 Puput  -  -  O
8 Anik  +  +  AB
9 Listia  +  -  A
10 Ari  -  +  B
11 Esti  +  +  AB
12 Meta  -  +  B
13 Digdo  -  -  O
14 Gisti  -  +  B
15 Agus  +  +  AB
16 Wulan  + +   AB

Anda mungkin juga menyukai