Anda di halaman 1dari 22

UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

PERTEMUAN :4
PENGAMBILAN KEPUTUSAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai fungsi manajemen dalam
pengambilan keputusan anda harus mampu menejelaskan :
4.1 Jenis-jenis keputusan manajemen
4.2 keputusan dan jenjang manajemen
4.3 Tahap-tahap pengambilan keputusan
4.4 Gaya pengembilan keputusan
4.5 Model pengembilan keputusan
4.6 Keputusan individu dan kelompok

B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 4.1:
Jenis-jenis keputusan manajemen

Pengambilan keputusan (decision making) merupakan salah satu


proses manajemen yang penting bagi setiap organisasi. Sebab, pada
hakekatnya pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen lainnya dilatarbelakangi
oleh adanya keputusan yang dibuat oleh manajer puncak, yang kemudian
secara hierarkis dibuat oleh lini-lini manajemen di tingkat staf-staf yang
dibutuhkan. Dengan demikian, pembuatan keputusan merupakan bagian
kuncidalam setiap kegiatan manajer. Kualitas dari keputusan yang diambil
oleh manajer merupakan ukuran dari efektivitas mereka dalam menjalankan
fungsi-fungsi manajemen.
Pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai suatu proses
penilaian dan pemilihan dari berbagai alternatif sesuai dengan kepentingan-
kepentingan tertentu dengan menetetapkan sesuatu pilihan yang dianggap
paling menguntungkan. Proses pemilihan dan penilaian itu biasanya diawali
dengan mengidentifikasi masalah utama yang mempengaruhi tujuan,

PENGANTAR MANAJEMEN 43
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

menyusun, menganalisis, dan memilih berbagai alternatif tersebut dan


mengambil keputusan yang dianggap paling baik. Langkah terakhir dari
proses itu merupakan sistem evaluasi untuk menentukan efektifitas dari
keputusan yang telah diambil.
Meskipun para manajer berbeda dalam hal latar belakang, gaya hidup,
dan jarak namun mereka tetap menghadapi satu permasalan yang cukup pelik,
yaitu harus mengambil satu keputusan. Para ahli dalam bidang teori keputusan
telah mengembangkan beberapa cara untuk mengelompokan beberapa macam
keputusan yang berbeda-beda. Dalam hal ini, kita akan menggunakan
pengelompokan keputusan yang sudah banyak diterima umum yang
disarankan oleh Herbert Simon. Secara umum Simon membedakan antara dua
jenis keputusan, yaitu (1) keputusan yang terprogram (programmed decision)
dan (2) keputusan yang tidak terprogram (non-programmed decisions).

1. Keputusan yang terprogram (programmed decision)


Keputusan yang terprogram adalah keputusan yang terstruktur atau yang
muncul berulang-ulang. Jika sering terjadi suatu situasi khusus, maka
biasanya akan digunakan aturan, kebijakan, dan prosedur rutin untuk
memecahkannya. Pada tingkat tertentu, keputusan terprogram ini akan
membatasi kebebasan seoang manajer. Misalnya dalam memutuskan
jumlah bahan baku yang harus tersedia di gudang manajer tidak bisa
terlepas dari prosedur perhitungan yang biasa digunakan. Di sisi lain
keputusan terprogram dapat membebaskan manajer dari tugas-tugas rutin.
2. keputusan yang tidak terprogram (non-programmed decisions).
Keputusan yang dikatakan tidak terprogram apabila keputusan itu baru
pertama kali muncul dan tidak tersusun(unstructured). Karena sifatnya
yang demikian, maka tidak ada prosedur yang pasti untuk menangani
persoalan, sebab persoalan tidak timbul dengan cara yang tidak persis
sama dengan sebelumnya atau karena persoalan itu rumit atau luar biasa
pentingnya. keputusan semacam itu memerlukan penanganan khusus.
Pengalaman dan intuisi manajer sangat diperlukan untuk memecahkan

PENGANTAR MANAJEMEN 44
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

permasalahan ini karena belum ada pedoman khusus dalam menangani


masalah tersebut.
Manajer pada sebagian besar organisasi menghadapi berbagai macam
keputusan yang diprogram dalam menjalankan tugasnya sehari-
hari.Keputusan semacam itu tidak begitu berat bagi organisasi karena tanpa
harus mengeluarkan sumber daya organisasi yang begitu besar. Sebaliknya,
organisasi harus menyediakan dana yang cukup besar jumlahnya manakala
menghadapi permasalahan-permasalahan baru yang mengaharuskan manajer
membuat keputusan yang tidak terprogram. Gambar 3.1 merinci macam-
macam keputusan yang terprogram maupun yang tidak terprogram.

Gambar 4.1
Macam-macam keputusan dalam manajemen

Berdasarkan jenjang dan tingkatannya, manajemen puncak


seharusnya dipusatkan pada keputusan yang tidak terprogram, sedangkan
manajemen jenjang pertama seharusnya memperhatikan keputusan yang
diprogram. Manajer pada tingkat menengah dalam kebanyakan organisasi
memusatkan perhatian mereka pada keputusan yang diprogram, walaupun
dalam beberapa hal mereka akan ikut serta dalam keputusan yang tidak
terprogram. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa sifat dan jenis dari
keputusan memiliki hubungan yang erat dengan tingkat manajemen dalam
sebuah organisasi.

PENGANTAR MANAJEMEN 45
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

Tujuan Pembelajaran 4.2:


Keputusan dan jenjang manajemen

Setiap permasalan yang dihadapi oleh manajer memerlukan


keputusan-keputusan penting. Keputusan yang diambil oleh manajer sangat
bergantung pada jenis permasalahan yang dihadapi dan macam keputusan
yang akan diambil. Oleh karena itu, pengambilan keputusan yang efektif harus
disesuaikan dengan jenjang atau tingkatan dalam manajemen sehingga
nantinya akan tampak siapa yang bertanggungjawab dalam memutuskan
permasalahan yang tengah dihadapi.
Secara umum tingkatan manajemen dalam organisasi itu ada tiga,
yaitu manajemen puncak (top manager), manajer menengah (middle
manager), dan manajer rendah (lower manager). Masing-masing tingkatan itu
memiliki tanggungjawab pada setiap permasalahan sehingga dapat
menunjukan jenjang manajemen yang tepat untuk melakukan pengambilan
keputusan. Para manajer menegah di sebagian besar organisasi kebanyakan
memusatkan perhatiannya pada dua keputusan sekaligus, yaitu keputusan
terprogram dan tidak terprogram.
Untuk keputusan yang tidak terprogram, biasanya lebih banyak
diambil oleh manajer pada tingkat tinggi (top manajer) . mereka akan selalu
berurusan dengan hal-hal yang bersifat luas, tak terstruktur, jarang muncul,
dan mengandung ketidakpastian yang besar. Misalnya keputusan apakah
perusahaan akan melakukan ekspansi atau tidak, menambah tenaga kerja dan
mesin baru atau terus menggunakan mesin lama. Semuanya itu memerlukan
perhatian yang besar bagi seorang manajer puncak. Gambar 3.2
memperlihatkan hubungan antara macam keputusan dengan tingkatan dalam
manajemen.

PENGANTAR MANAJEMEN 46
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

Gambar 4.2
Hubungan Macam Keputusan Dan Tingkatan Manajemen

Pada jenjang manajemen yang rendah, keputusan yang diambil


sebagian besar bersifat terprogram. Rutinitas permasalahan yang dihadapi oleh
mereka menuntut pengambilan keputusan yang tersruktur, sering dihadapi,
munculnya berulang-ulang, dan mengandung tingkat kepastian yang sangat
besar. Keputusan yang diambil biasanya bersifat operasional, seperti
menetapkan gaji karyawan, membuat program promosi untuk produk baru,
dan pengalokasian dana kepada bagian-bagian dalam organisasi.

Tujuan Pembelajaran 4.3:


Tahap-tahap dalam pengambilan keputusan

Keputusan yang ditetapkan oleh manajer bukan merupakan tujuan


organisasi. Keputusan tersebut lebih tepat dikatakansebagai era yang
dipandang tepat untuk merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan. Keputusan
sebenarnya merupakan suatu tanggapan keorganisasian terhadap suatu
problema. Setiap keputusan adalah keluaran dari proses yang dinamis yang
dipengaruhi oleh banyak hal. Herbert A. Simon mengajukan modelyang
bermanfaat sebagai dasar dalam proses pengambilan keputusan. Model
tersebut memuat tiga tahap pokok, yaitu sebagai berikut :

PENGANTAR MANAJEMEN 47
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

a. Riset, yaitu mempelajari lingkungan atau kaondisi yang memerlukan


keputusan. Data mentah diperoleh, diolah, dan diuji untuk dijadikan arah
tindakan yang dapat menidentifikasi masalah.
b. Perancangan, yaitu mendaftar, mengembangkan, dan menganalisis arah
tindakan yang mungkin. Kegiatan ini meliputi proses-proses untuk
memahami masalah, menghasilkan pemecahan, dan menguji kelayakan
pemecahan tersebut.
c. Pemilihan, yaitu menetapkan arah tindakan tertentu dari totalitas yang
ada. Pilihan ditentukan dan dilaksanakan.
Proses keputusan dapat dipandang sebagai sebuah arus dari riset
sampai perancangan dan kemudian penentuan alternatif yang dipandang
relevan. Pada setiap tahap hasilnya mungkin dikembalikan pada tahap
sebelumnya untuk dimulai lagi. Oleh karena itu, tahapan tersebut merupakan
elemen sebuah proses yang kontinyu. Gambar 3.3 mengilustrasikan proses
keputusan yang diperkenalkan oleh Herbert A. Simon.

Gambar 4.3
Bagan Arus Keputusan Menurut Herbert A. Simon

James L. Gibson, dkk. Mengemukakan proses pengambilan keputusan


seluruhnya terdiri atas enam tahapan. Tahapan pengambilan keputusan yang
diajukan lebih sesuai bagi jenis keputusan keputusan yang tidak terprogram
daripada keputusan yang terprogram. Pada masalah yang muncul sangat
langka dengan hasil yang sangat tidak pasti,manajer perlu mengoperasikan
seluruh proses. Namun, pada masalah yang sering muncul, manajer
perlumempertimbangkan seluruh proses. Apabila ditetapkan kebijakan untuk

PENGANTAR MANAJEMEN 48
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

menangani masalah yang identik, maka manajer tidak dituntut untuk


mengembangkan dan mengevaluasi setiap permasalahan yang muncul.

Tahap 1. Identifikasi Dan Definisi Masalah


Sebuah syarat yang perlu bagi keputusan adalah persoalan sehingga
apabila tidak ada masalah, maka tidak perlu keputusan. Hal ini menggaris
bawahi pentingnya menetapkan tujuan dan sasaran yang dapat diukur. Tahap
ini meliputi kegiatan pengumpulan informasi, proses informasi, dan
pertimbangan yang mendalam. Seberapa besar tingkat kerumitan
permasalahan yang dihadapi oleh organisasi dapat diukur dengan perbedaan
antara tingkat yang diharapkan pada perumusan tujuan dan sasaran dengan
hasil yang dicapai sesungguhnya.
Beberapa indikator lain yang dapat membantu dalam melihat
permasalahan organisasi adalah sebagai berikut:
a. Penyimpangan kinerja
Indikator ini muncul apabila terjadi sebuah perubahan secara tiba-tiba
pada beberapa pola kinerja yang telah ditetapkan. Contohnya,
meningkatnya perputaran karyawan, tingkat absensi yang meningkat,
penurunan tingkat penjualan, pengeluaran yang semakin meningkat, dan
banyaknya produk yang rusak.
b. Masukan/kritikan orang lain
Baerbagai tindakan orang di luar organisasi bisa menjadi petunjuk
adanya masalah. Pelanggan mungkin tidak puas dengan sebuah produk
yang dikonsumsi, pemerintah memberikan tindakan hukum, dan serikat
buruh yang mungkin memberikan keluhannya.
c. Lingkungan
Lingkungan dapat memberi informasi masalah melalui berbagai cara.
Sebagai contoh, jika pesaing sukses dalam meluncurkan produk
organisasi, maka timbul suatu masalah.

PENGANTAR MANAJEMEN 49
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

Gambar 4.4
Tahap-Tahap Pengambilan Keputusan

Type-Type Masalah
Setiap hari seorang manajer selalu menghadapi permasalahan-
permasalahan pekerjaan. Masalah itu muncul dengan cepat dalam situasi yang
kompleks dan membutuhkan tipe-tipe keputusanyang berbeda. Secara umum
tipe masalah dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu masalah terstruktur dan
tidak terstruktur, serta masalah menghadapi krisis.
a. Masalah terstruktur
Masalah-masalah terstruktur merupakan masalah pada umumnya, terus
terang dan jelas dalam hal informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya.
Beberapa masalah sering diantisipasi dengan membiasakan situasi-situasi yang
muncul secara reguler. Manajer dapat berencana ke depan dan
mengembangkan cara-cara khusus untuk menghadapi masalah tersebut atau
bahkan mengambil tindakan untuk menjaga munculnya masalah. Sebagai
contoh, masalah-masalah pribadi biasanya terjadi ketika pembuatan keputusan
kenaikan gaji dan proposi, permintaan liburan, tugas-tugas kepanitiaan, dan
sebagainya.

PENGANTAR MANAJEMEN 50
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

b. Masalah tidak terstruktur


Masalah itdak terstruktur (unstructuredproblems)merupakan masalah
yang membingungkan dan memiliki informasi yang terbatas dalam situasi yang
baru atau tidak terduga. Masalah tersebut sering tidak diantisipasi dan
ditindaklanjuti ketika masalah tersebut terjadi. Masalah tidak terstruktur
memerlukan solusi-solusi baru. Contohnya, perusahaan dihadapkan pada
problem dimana unit bisnisnya terpaksa dijual karena hilangnya pelanggan.
Untuk mengantisipasi hal ini, organisasi biasanya selalu melakukan pelatihan
terhadap karyawan terutama pada unit bisnis yang kronis.
c. Masalah menghadapi krisis
Suatu masalah krisis merupakan masalah yang tidak terduga yang dapat
menghancurkan jika tidak tertangani dengan cepat dan tepat. Tidak seorangpun
yang dapat menghindari krisis. Para manajer dalam organisasi yang lebih maju
saat ini menghadapi persoalan krisis multidimensi dan mereka mencoba
mengantisipasi krisis-krisis itu dengan berbagai cara, misalnya dengan
membentuk sistem informasi krisis.
Kemampuan untuk menangani krisis dapat menjadi pengujian terakhir
terhadap kemampuan seorang manajer dalam memecahkan persoalan
organisasi. Pemusatan perhatian harus dilakukan untuk menutup dan
mengidentifikasikan masalah sesungguhnya yang mendasari terjadinya krisis.
Disini, informasi dan kerjasama tim sangat diperlukan. Namun sebaliknya,
banyak manajer yang mencoba menutup dirinya sendiri dan berusaha
memecahkan permasalahan sendiri atau dalam kelompok kecilyang tertutup.
Kondisi semacam ini tidak menguntungkan bagi para manajer karena secara
tidak langsung mereka menghindar dari informasi yang semestinya mereka
peroleh.

Tahap 2. Mengembangkan Alternatif Pemecahan


Sebelum manajer melakukan pengambilan keputusan, terlebih
dahulu perlu dikembangkan beberapa alternatif yang dapat dilaksanakan dan
harus dipertimbangkan konsekuensi yang mungkin dari masing-masing
alternatif. Proses pengembangan alternatif tersebut dilakukan apabila

PENGANTAR MANAJEMEN 51
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

permasalahan sudah teridentifiasi dan didefinisikan. Manajer diharapkan dapat


menghasilkan alternatif yang jelas dan kreatif. Pengembangan alternatif
merupakan proses pencarian dimana lingkungan intern dan ekstern yang
relevan dari organisasi diperiksa untuk memberikan informasi yang dapat
dikembangkan menjadi alternatif yang mungkin.
Namun demikian, manajer harus ingat akan beberapa keterbatasan
dalam setiap alternatif, misalnya keterbatasan dalam masalah hukum, etika,
peraturan yang ada. Sering kali keterbatasan itu datang dari dalam organisasi
itu sendiri, seperti keterbatasan waktu, keterbatasan sumber daya dalam
organisasi. Keterbatasan itu harus dimasukan kedalam pertimbangan alternatif
tersebut. Untuk keputusan yang rutin atau yang terprogram, pengembangan
alternatif pemecahan merupakan masalah yang mudah.Tetapi, untuk
keputusan yang tidak terprogram, pengembangan alternatif, tidaklah mudah.

Tahap 3. Evaluasi Alternatif Pemecahan


Setelah alternatif dikembangkan, maka alternatif-alternatif tersebut
harus dievaluasi dan dibandingkan. Dalam setiap situasi keputusan, sasaran
dalam pengambilan keputusan adalah memilih alternatif yang akan
memberikan hasil yang paling menguntungkan dan yang paling kecil
kerugiannya. Hal ini menunjukkan keharusan adanya tujuan dan sasaran,
karena dalam milih alternatif pengambilan keputusan harus berdasarkan tujuan
dan sasaran yang ditetapkan sebelumnya.
Situasi yang dihadapi oleh para manajer didalam pengambilan sebuah
keputusan sering kali sangat berlainan. Pada situasi tertentu manajer
menghadapi situasi yang relatif pasti, konsekuensi dari keputusan dapat
diperkirakan dengan tingkat kepastian yang relatif tinggi. Pada situasi lain
manajer lebih sering menghadapi situasi dengan ketidakpastian yang tinggi.
Dalam hal ini, tidak mudah memperkirakan konsekuensi di antara dua ekstrem
tersebut. Oleh karena itu, hubungan antara alternatif keluaran didasarkan pada
tiga kondisi tersebut.
1. Kondisi kepastian, dalam keadaan yang pasti, manajer memiliki informasi
yang cukup untuk pemecahan masalah guna mengetahui alternatif yang

PENGANTAR MANAJEMEN 52
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

mungkin beserta hasilnya. Hal ini merupakan kondisi ideal untuk


pemecahan masalah. Tantangan yang sederhana untuk mempelajari
alternatif-alteratif tersebut dan memilih pemecahan terbaik. Hanya sedikit
masalah manajerial terjadi pada kondisi yang pasti. Namun, langkah-
langkah kadang-kadang dapat diambil untuk mengurangi ketidakpastian
tersebut.
2. Kondisi berisiko. Dalam keadaan berisiko manajer kekurangan informasi
lengkap pada alternatif-alternatif tindakan dan konsekuensinya. Dalam hal
ini, manajer sebagai pengambil keputusan sama sekali tidak mengetahui
kemungkinan keluaran dari masing-masing alternatif. Keadaan risiko
merupakan suatu keadaan keputusan yang biasa bagi para manajer.
Pengambilan keputusan dengan risiko mungkin merupakan situasi yang
paling sering dijumpai. Dalam hal ini mengevaluasi alternatif pada kondisi
inilah para ahli statistik dan ahli riset telah memberikan kontribusi vital
kepada teori keputusan.
3. Kondisi ketidakpastian. Manajer sebagai pengambil keputusan memiliki
sedikit prakiraan mengenai kemungkinan dari keluaran masing-masing
alternatif. Ketidakpastian mendorong para manajer untuk menekankan
kreativitas dalam memecahkan permasalahan. Dalam kebanyakan kasus,
tanggapan terhadap ketidakpastian sangat tergantung pada intuisi, dugaan
yang beralasan, dan firasat yang semuanya tanpa pertimbangan dan
mungkin salah.

Tahap 4. Memilih Alternatif


Tahap keempat merupakan tindakan terpenting, yaitu memilih
alternatif terbaik di antara alternatif-alternatif yang telah dinilai dan
dievaluasi. Tujuan pemilihan alternatif adalah memecahkan masalah agar
dapat mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya. Ini
berarti bahwa suatu keputusan itu sendiri bukan merupakan tujuan akhir,
tetapi hanya suatu cara untuk mencapai tujuan. Walaupun manajer sebagai
pengambil keputusan memilih alternatif dengan harapan dapat mencapai
sasaran, tetapi pemilihan tersebut seharusnya tidak dipandang sebagai suatu

PENGANTAR MANAJEMEN 53
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

aktivitas yang mandiri. Aktivitas yang dilakukan sesudah keputusan meliputi


pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi.
Kebanyakan manajer dalam sebuah organisasi jarang sekali
menemukan situasi dimana hanya ada satu alternatif saja yang dapat mencapai
sasaran, tanpa mempunyai sesuatu pengaruh baik yang positif maupun yang
negatif terhadap sasaran lain. Sering kali terdapat situasi dimana dua sasaran
tak dapat dioptimalkan, maka sasaran yang lainpun menjadi kurang
dioptimalkan. Dapat juga terjadi situasi dimana pencapaian sasaran organisasi
yang lebih diformulasikan harus mengorbankan sasaran sosial. Misalnya,
dalam organisasi bisnis, jika produk dioptimalkan, maka semangat kerja
karyawan menjadi kurang dioptimalkan, atau sebaliknya.
Jadi, dalam kebanyakan pengambilan keputusan, pemecahan yang
optimal sering kali tidak mungkin. Hal ini disebabkan karena pengambil
keputusan tidak mungkin mengetahui semua alternatif yang ada, konsekuensi
masing-masing, dan probabilitas terjadinya. Oleh karena itu, manajer sebagai
pengambil keputusan sebenarnya bukan orang yangmengoptimalkan, tetapi ia
lebih sebagai orang yang mencari kepuasan, dengan memilih alternatif yang
memenuhi standar yang dapat diterima.

Tahap 5. Implementasi Keputusan


Implementasi mencakup penyampaian keputusan itu kepada orang-
orang yang terkait dan mendapatkan komitmen mereka pada keputusan
tersebut. Meskipun keputusan dapat baik dari segi teknis, tetapi keputusan
dapat mudah dirusak oleh bawahan yang merasa tidak puas. Bawahan tidak
dapat dimanipulasi dengan cara yang sama sebagaimana sumber daya yang
lain. Oleh karena itu, pekerjaan manajer tidak hanya terbatas pada
keterampilan memilih pemecahan yang baik, akan tetapi meliputi juga
pengetahuan dan keterampilan yang perlu untuk melaksanakan pemecahan
masalah tersebut, dan menjadi sebuah perilaku dalam bernegosiasi.

PENGANTAR MANAJEMEN 54
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

Tahap 6. Evaluasi Dan Pengendalian


Tahap terakhir adalah monitor dan evaluasi. Tahap ini dilakukan
untuk memastikan bahwa pelaksanaan keputusan yang diambil mengenai
sasaran atau tujuan yang ingin dicapai. Jika ternyata tujuan tidak tercapai,
manajer dapat melakukan respon dengan cepat, misalnya mengubah keputusan
atau memilih keputusan terbaik kedua, menggantikan keputusan yang mandeg
tersebut. Manajer dapat juga kembali ke langkah awal, yaitu kembali
mendefinisikan problem, dan seterusnya.
Apabila sasaran semula harus diubah, maka proses pengambilan
keputusan secara keseluruhan dapat diulangi kembali. Hal yang penting adalah
bahwa jika keputusan tersebut dilaksanakan, maka manajer tidak dapat
beranggapan bahwa keluarannya akan memenuhi sasaran semula. Sistem
pengendalian dan evaluasi tertentu perlu untuk menjamin bahwa keluaran
nyata adalah konsisten dengan keluaran yang direncanakan pada waktu
keputusan tersebut diambil.
Tujuan Pembelajaran 4.4:
Gaya pengambilan keputusan

Manajer dalam pengambilan keputusan dapat berperan dalam berbagai


gaya. Mungkin saja terjadi persamaan dalam gaya antara manajer yang satu
dan manajer yang lainnya, tetapi mungkin juga terdapat berbagai variasi
dalam gaya. Pada beberapa organisasi sering kali terdapat variasi gaya
pengambilan keputusan manajemen, antara manajer pada suatu organisasi
lainnya. Gaya manajer dalam pengambilan keputusan akan banyak diwarnai
oleh beberapa hal seperti latar belakang pengetahuan, perilaku, pengalaman,
dan sejenisnya.
Para manajer memiliki berbagai gaya menyangkut pengambilan
keputusan dan penyelesaian berbagai persoalan. Salah satu pandangan
mengenai gaya-gaya pengambilan keputusan mengemukakan bahwa ada tiga
cara yang berbeda dimana para manajer mendekati masalah-masalah di tempat
kerja. Cara-cara manajer dalam mendekati masalah-masalah tersebut antara
lain :pertama,menghindari masalah. Seorang menghindar masalah

PENGANTAR MANAJEMEN 55
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

mengabaikan informasi yang menunjuk ke sebuah masalah. Para penghindar


masalah ini tidak aktif dan tidak ingin menghadapi masalah.
Kedua, penyelesaian masalah. Seorang menyelesaikan masalah
mencoba menyelesaikan masalah-masalah yang muncul. Mereka bersikap
reaktif menghadapi masalah-masalah yang timbul. Ketiga, pencari masalah.
Seorang pencari masalah secara aktif mencari masalah-masalah guna
diselesaikan atau mencari peluang-peluang baru yang dikejar. Mereka
menempuh pendekatan proaktif guna mengatisipasi masalah-masalah sebelum
timbul. Para manajer dapat menggunakan masing-masing pendekatan.
Misalnya, ada saat-saat manakala menghindari masalah merupakan satu-
satunya pilihan sebab masalahnya terjadi sedemikian cepat. Dan supaya
menjadi organisasi-organisasi yang sukses, inovatif, kreatif, organisasi itu
membutuhkan manajer yang secara proaktif mencari peluang dan cara untuk
melakukan segala sesuatunyadengan baik.
Dimensi lain menggambarkan toleransi seseorang akan ambiquitas.
Sebagian dari kita memiliki toleransi. Ambiquitas yang rendah dan harus
mempunyai konsistensi dan urutan di mana kita menyususn informasi
sehingga ambiquitas itu diperkecil. Dilain pihak, sebagian diantara kita dapat
menanggung tingkat ketidakjelasan yang tinggi dan mampu memproses lebih
banyak pikiran sekaligus.S.P. Robins dan DA. DeCenzo membagi gaya
pengambilan keputusan manajemen dalam lima gaya, seperti yang terlihat
pada gambar 3.5
1) Gaya Direktif (pengarahan). Orang yang menggunakan gaya direktif
memiliki toleransi rendah terhadap ambisiquitas dan bersikap rasional
dalam cara berpikirnya. Mereka itu efesien dan logis. Tipe direktif
membuat keputusan secara cepat dan memusatkan perhatian pada jangka
pendek. Kecepatan dan efesiensi mereka dalam membuat keputusan
seringkali mengakibatkan mereka mengambil keputusan dengan
informasi minimum dan dengan sedikit alternatif saja.
2) Gaya Analitis. Pembuat keputusan bergaya analitis mempunyai jauh
lebih banyak toleransi bagi ketidakjelasan daripada jenis direktif. Mereka
menginginkan lebih banyak informasi sebelum mengambil keputusan dan

PENGANTAR MANAJEMEN 56
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

merenungkan lebih banyak alternatif daripada pengambil keputusan yang


bersifat direktif. Para pengambil keputusan analitis paling baik dicirikan
sebagai pengambil keputusan analitis paling baik dicirikan sebagai
pengambil keputusan yang hati-hati dengan kemampuan untuk
beradaptasi atau menghadapi situasi-situasi yang khusus.
3) Gaya Konseptual. Pribadi-pribadi dengan gaya konseptual cenderung
amat luas dalam pandangan mereka dan akan banyak melihat alternatif.
Mereka memusatkan perhatian dalam jangka panjang dan sangat baik
dalam menemukan pemecahan masalah kreatif atas masalah-masalah.
4) Gaya Perilaku. Para pengambil keputusan bergaya perilaku bekerja
samadengan orang lain, mereka menaruh perhatian terhadap prestasi anak
buah dan rela menerima saran dari orang-orang lain. Seringkali mereka
menggunakan rapat untuk berkomunikasi meskipun mereka mencoba
menghindari konflik. Penerimaan oleh orang lain itu penting bagi
pengambil keputusan yang bergaya prilaku.
Meskipun keempat gaya pengambilan keputusan tersebut berbeda,
kebanyakan manajer mempunyai ciri lebih dari satu gaya. Mungkin lebih
realitas berpikir tentang gaya yang dominan seorang manajer dan gaya
alternatifnya. Meskipun beberapa manajer akan mengandalkan pada
gayadominannya, para manajer lebih fleksibel dan dapat berpindah gaya
bergantung pada situasinya.

Tinggi

Tolenransi

Rendah

Rasional Cara Berpikir Intuitif

Gambar 4.5
Gaya Pengambilan Keputusan Manajer

PENGANTAR MANAJEMEN 57
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

Tujuan Pembelajaran 4.5:


Model pengambilan keputusan

Teori manajemen mengenal perbedaan antara dua model utama dalam


pembuatan keputusan. Kedua model tersebut adalah model klasik dan model
perilaku. Model rasional dalam pengambilan keputusan menangap manajer
cukup rasional, meskipun kenyataana maajer tidak rasional dalam mengambil
keputusan. Namun demikian, pendekatan rasioal juga tidak menjamin
kesuksesan suatu keputusan. Sebalikya, suatu keputusan yang diambil tanpa
pertimbangan rasional menunjukan hasil yang baik.
1. Model Keputan Klasik
Model keputusan klasik (classical decision model) berpandangan bahwa
manajer bertindak dalam kepastian. Manajer menghadapi masalah yang
terdefinisikan dengan jelas dan mengetahui kemungkinan semua alternatif
tindakan dan konsekuensinya. Akibatnya, keputusan optimis terbuat, yaitu
manajer memilih alternatif yang memberi solusi masalah terbaik. Pendekatan
klasik ini merupakan model yang sangat rasional untuk pembuatan keputusan
manajerial.
2. Model Keputusan Administatif
Herbert Simon mencoba menjelaskan pengambilan keputusan dari sisi
perilaku (behavior) pengambilan keputusan. Menurutnya, manajer dalam
pengamblan keputusan menghadapi tiga kondisi, yaitu (a) infomasi tidak
sempurna dan tidak lengkap;(b) rasionalitas yang terbatas (bounded
rasionality); (c) cepat puas (satisfice). Kondisi ini memberatkan para manajer
untuk membuat keputusan rasional yang sempurna. Mereka menciptakan
batas yang rasional bahwa keputusan manajerial rasional hanya dalam batasan
yang didefinisikan dalam informasi yang tersedia.
Pada situasi tertentu manajer menghadapi kondisi di mana informasi
tidak lengkap. Sebagai contoh, ketika pesaing baru masuk ke pasar, manajer
biasanya tidak mempunyai informasi yang lengkap mengenai kekuatan
pesaing dan pengaruh produk pesaing terhadap pasar. Karena informasi tidak

PENGANTAR MANAJEMEN 58
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

lengkap, sering kali manajer menganggap remeh pesaing baru. Akibatnya,


manajer bertindak terlambat, yaitu setelah pesaing menjadi terlalu kuat.
Rasionalitas yang terbatas membatasi manajer untuk bertindak
rasional. Rasionalitas yang terbatas membatasi manajer untuk bertindak
rasional. Rasionalitas yang terbatas tersebut dikarenakan manajer terbelenggu
oleh kebiasaan, kemampuan, dan nilai-nilai yang dimiliki manajer. Manajer
pada hakikatnya ingin bertindak rasional, tetapi dia memiliki kemampuan
terbatas. Misalnya, seorang yang sudah begitu lama berkecimpung dalam
usaha perbengkelan, mereka sulit untuk pindah usaha ke bidangusaha yang
lainnya walaupun usaha tersebut dipandang sudah tidak mempunyai prospek
lagi. Hal ini disebabkan karena mereka terbiasa dengan cara lama apalagi
usaha itu merupakan usaha turun temurun.
Cepat puas terjadi karena manajer memiliki kecenderungan untuk
memilih alternatif pertama yang memenuhi persyaratan minimal. Manajer
dalam hal ini tidak bertindak rasional karena tidak memilih alternatif yang
memaksimalkan tujuan organisasi. Manajer tidak ingin atau enggan mencari
alternatif lain yang barangkali belum kelihatan prospeknya karena dia cepat
puas. Sebagai contoh, manajer ingin mencari tempat untuk pendirian pabrik
baru. Padahal, kalau manajer mau bersabar mencari beberapa tempat lain,
manajer dapat menemukan tempat yang lebih baik.
Pendekatan administratif menggambarkan perilaku yan sangat berbeda
dengan pendekatan rasional. Pendekatan rasional menjelaskan model ideal,
yaitu bagaimana manajer seharusnya berperilaku dalam mengambil keputusan.
Sedangkan pendekatan administratif menggambarkan perilaku yang lebih
realistis dalam mengambil keputusan. Keduanya dapat digabungan bersama
untuk memperoleh pemahaman proses pengambilan keputusan yang baik dan
realistis.

PENGANTAR MANAJEMEN 59
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

Tujuan Pembelajaran 4.6:


Keputusan individu dan kelompok

Dalam keputusan individual, manajer membuat pilihan tindakan yang


disukai. Keputusan ini dibuat sendiri, berdasarkan informasi yang dimiliki
manajer, dan tanpa partisipasi orang lain. Bila metode ini yang digunakan,
manajer hanya memutuskan berdasarkan pada otoritas formal dan keahlian
pribadi yang dimilikinya. Keputusan individual berangkat dari asumsi bahwa
pembuat keputusan memiliki informasi dan pemahaman yang cukup untuk
membuat keputusan yang baik.
Beberapa perbedaan individu mempengaruhi pengambilan keputusan.
Perbedaan tersebut menyangkut perbedaan dalam perilaku pengambilan
keputusan. Beberapa faktor perilaku hanya mempunyai aspek-aspek tententu
dari proses pengambilan keputusan, sedangkan faktor-faktor lain
mempengaruhi seluruh proses. Tetapi, hal yang penting adalah bahwa tiap-tiap
faktor mempunyai pengaruh, dan karena itu harus dimengerti supaya kita
dapat menilai pengambilan keputusan itu sebagai suatu proses dalam
organisasi. Faktor-faktor perilaku tersebut meliputi kepribadian, nilai,
kecenderungan akan risiko, dan kemungkinan ketidakcocokan.

Kepribadian
Para pengambil keputusan dipengaruhi oleh banyak kekuatan
psikologis, baik disadari ataupun tidak. Salah satunya yang terpenting adalah
kepribadian mereka, yang sangat jelas tergambar dalam pilihan mereka.
Sebuah penelitian telah berusaha menentukan pengaruh dari beberapa variabel
terpilih terhadap proses pengambilan keputusan. Penelitian tersebut tidak
hanya memusatkan perhatian pada serangkaian variabel kepribadian, tetapi
juga memasukan tiga rangkaian variabel lain, yaitu:
1. Variabel Kepribadian. Hal ini mencakup sikap, kepercayaan, dan kebutuhan
individu.
2. Variabel Situasional. Menyinggung situasi ekstern, yang dapat diamati,
yang dihadapi oleh orang-orang itu sendiri.

PENGANTAR MANAJEMEN 60
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

3. Variabel Interaksional. Ini menyinggung keadaan pada saat itu dari orang-
orang sebagai akibat dari interaksi situasi tertentu dengan ciri-ciri khas
kepribadian orang.

Nilai
Dalam lingkup pengambilan keputusan, nilai-nilai adalah pedoman
yang digunakan setiap orang ketika berhadapan dengan situasi di mana suatu
keputusan harus dibuat. Nilai itu diperoleh pada waktu orang masih muda
sekali dan merupakan bagian dasar dari pikiran seseorang. Pengaruh nilai
terhadap proses pengambilan keputusan itu sangat besar. Pengaruh itu dapat
dilihat dari setiap proses pengambilan keputusan manajemen sebagai berikut:
1. Dalam menetapkan sasaran, pertimbangan nilai perlu sekali mengenai
pemilihan kesempatan dan penentuan orioritas.
2. Dalam mengembangan alternatif, orang perlu mempertimbangkan nilai
mengenai berbagai macam kemungkinan.
3. Apabila memilih alternatif, nilai dari orang yang mengambil keputusan
memepengaruhi alternatif manakah yang akan dipilih.
4. Apabila melaksanakan keputusan, pertimbangan nilai sangat perlu dalam
memilih cara melaksanakannya.
5. Dalam fase evaluasi dan pengendalian, pertimbangan nilai tidak dapat
dihindari apabila mengambil tindakan koreksi.
Jelaslah bahwa nilai itu meresap dalam proses pengambilan
keputusan. Nilai itu tergambar dalam perilaku pengambil keputusan sebelum
ia mengambil keputusan, menentukan pilihan yang sebenarnya, dan
melaksanakan keputusan.

Kecenderungan Akan Risiko


Seorang pengambil keputusan yang agak segan mengambil risiko akan
menetapkan sasaran yang berbeda, mengevaluasi alternatif secara berbeda
juga, dalam situasi yang sama yang sangat enggan mengambil risiko. Orang
tersebut akan berusaha menetapkan pilihan dimana risiko atas ketidakpastian
sangat rendah, atau dimana kepastian akan hasilnya sangat tinggi.

PENGANTAR MANAJEMEN 61
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

Kemungkinan Ketidakcocokan
Sangat dimungkinkan bahwa keputusan yang diambil seseorang
nantinya tidak sesuai (cocok) dengan apa yang diharapkan. Ketidakcocokan
itu nantinya akan menimbulkan kegelisahan tersendiri bagi pengambil
keputusan. Terjadinya kegelisahan setelah keputusan (occurrence of
postdecision anxiety) berkaitan dengan apa yang dinamakan oleh Festinger
“disonansi kognitif” atau ketidakcocokan kognitif (cognitive dissonance).
Teorinya menyatakan bahwa sering kali terdapat kurang konsistensi atau
harmoni diantara berbagai macam kognisi seseorang (sikap, kepercayaan, dan
sebagainya) sesudah keputusan itu diambil.
Apabila terjadi ketidakcocokan, maka tentu saja ketidakcocokan ini
dapat dikurangi dengan megakui bahwa telah terjadi kesalahan. Sayangnya,
diketahui bahwa banyak orang segan mengakui bahwa mereka mengambil
keputusan yang salah. Orang tersebut lebih memungkinkan menggunakan satu
atau beberapa metode berikut ini untuk mengurangi ketidakcocokan mereka,
yaitu:
1. Mencari informasi yang mendukung kebijakan dari keputusan mereka.
2. Secara selektif memahami (mengubah) informasi dengan sesuatu cara
yang dapat mendukung keputusan mereka.
3. Mengubah sikap mereka sehingga mereka memiliki pandangan yang baik
terhadap alternatif yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Mengelakkan pentingnya segi-segi negatif dan mempertinggi unsur-unsur
positif dari keputusannya.
Walaupun masing-masing diantara kita dapat termasuk kedalam
perilaku tertentu ini dalam pengambilan keputusan kita sendiri, namun kita
mudah mengetahui bahwa sebagian besar dari padanya dapat sangat berbahaya
dari segi efektivitas keorganisasian. Kemungkinan ketidakcocokan sangat
dipengaruhi oleh kepribadian seseorang, khususnya kepercayaan akandiri
sendiri dan keyakinannya.
Selain pengambilan keputusan individual, alternatif lain dari
pengambilan keputusan adalah pengambilan keputusan kelompok.
Pengambilan keputusan kelompok memiliki keuntungan dan kerugian masing-

PENGANTAR MANAJEMEN 62
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

masing. Dalam menggunakan kelompok manajer harus memperhatikan


keuntungan dan kerugian dari kelompok tersebut.

Keuntungan
1. Informasi dan pengetahuan lebih banyak.
2. Lebih banyak alternatif yang dapat dihasilkan.
3. Penerimaan terhadap hasil akhir akan lebih besar.
4. Komunikasi yang lebih baik akan muncul.

Kerugian
1. Membutuhkan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih besar karena
waktu yang hilang lebih banyak.
2. Menimbulkan kompromistis.
3. Satu atau beberapa orang barangkali akan mendominasi kelompok.
4. Tekanan kelompok akan muncul dan membatasi kreativitas individual.
Untuk meminimumkan kerugian dari pengambilan keputusan
kelompok, perlu dilakukan beberapa penyesuaian-penyesuaian.Misalnya,
untuk menghindari waktu yang berlarut-larut, dapat ditentukan jadwal
(deadline), tidak memasang atau menempatkan orang-orang yang diperkirakan
akan mendominasi keputusan, atau dipasang beberapa orang dominan agar ada
perimbangan dalam kelompok tersebut. Untuk menghindari tekanan kelompok
bahwa kreativitas sangat dihargai, tidak ada salah dan benar dalam diskusi.

PENGANTAR MANAJEMEN 63
UNIVERSITAS PAMULANG S1 AKUNTANSI

C. SOAL LATIHAN / TUGAS PERTANYAAN DISKUSI


1. Diskusikan dengan kelompok anda tentang satu masalah sosial yang
muncul akhir-akhir ini. Kajilah alas an dan sebab timbulnya masalah
tersebut, dan bagaimana anda dapat memecahkan masalah tersebut sesuai
dengan proses dan metode pengambilan keputusan.

D. DAFTAR PUSTAKA
1. Amirullah dan Budiyono, Haris. (2004) Pengantar Manajemen. Graha
Ilmu. Yogyakarta.
2. Anthony, Robert dan Govindarajan, Vijay. (2005). Management Control
System 11th ed. Jakarta: Salemba Empat.
3. Abdul kadir dan Terra Ch. Triwahyuni (2003). Pengenalan Teknologi
Informasi. Yogyakarta: Andi
4. Bayangkara, IBK. (2008). Audit Manajemen Prosedur dan Implementasi,
Edisi kedua, Jakarta: Salemba Empat.
5. Brantas.(2009). Dasar-dasar Manajemen. Alfabeta Cv.
6. Dessler, Gary. (2003). Human Resources Management. Jakatra Barat: PT
Indeks
7. Fahmi, Irham. (2014). Majanejemen Kepemimpinan teori dan Aplikasi.
Alfabeta. Bandung.
8. Handoko, Hani. (2013). Manajemen. Yogyakarta: BPFE.
9. Hasan, Ali. (2009). Marketing. Yogyakarta: MedPress.
10. Heizer, Jay dan Render, Barry. 2009. Manajemen Operasional. Jakarta:
Salemba empat.
11. James dan John. (1997). Prinsip-prinsip Manajemen Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat.
12. Kotler dan Gary. (2000). Principles of Marketing. Jakarta: Prenhallindo.
13. Rusdiana dan Ahmad ghazin. (2014). Asas-asas manajemen Berwawasan
Global. Bandung: Pustaka setia
14. Siswanto. (2005). Pengantar Manajemen. Jakarta: PT Bumi Aksara
15. Suharno dkk. (2012). Aplikasi Komputer. Jakarta : Mercu Buana

PENGANTAR MANAJEMEN 64

Anda mungkin juga menyukai