BIOKIMIA PERTANIAN
(PNA 2203)
Oleh :
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
besar daripada amilosa dan mengandung 1000 satuan glukosa atau lebih per
molekul dan menyebabkan sifat lengket. Seperti rantai dalam amilosa, rantai utama
dari amilopektin mengandung 1,4’-α-D-glukosa dan terdapat percabangan rantai,
sehingga terdapat satu glukosa ujung untuk kira-kira tiap 25 satuan glukosa. Ikatan
pada titik percabangan ialah ikatan 1,6’-α-glikosida (Ralph J. Fessenden, 1982).
Adapun beberapa pengujian yang biasa dilakukan untuk menentukan kandungan
yang terdapat dalam karbohidrat diantaranya yaitu uji molisch dan uji iodium.
Lipid atau lipida yang biasa dikenal dengan minyak atau lemak adalah salah
satu golongan senyawa hidrokarbon alifatik non polar dan hidrofob. Kata lipid
sering disamakan dengan lemak, tetapi sebenarnya lemak adalah bagian dari lipid
yaitu merupakan golongan trigliserida. Lipid biasanya diklasifikasikan berdasarkan
jenis dan jumlah atom C yang dikandungnya, tetapi dapat juga diklasifikasikan
dengan kriteria lain atau terikatnya senyawa lain misalnya lipid yang mengikat
gugus pospor disebut phospilipid. Salah satu jenis lipid adalah lemak yang terdiri
dari asam-asam lemak. Asam lemak adalah salah satu bahan baku untuk semua lipid
pada makhluk hidup.( Kisman, S., dan Ibrahim, S.1998)
Minyak dan sabun adalah dua buah zat yang sering kali kita temui di dalam
kehidupan sehari–hari. Minyak biasanya digunakan oleh kita sebagai bahan untuk
memasak dan sabun kita sering menggunakannya sebagai pembersih pakaian,
badandan lain – lain. Minyak dan sabun adalah dua buah benda yang jauh berbeda
fungsi dan juga manfaatnya serta kandungan yangada di dalamnya. Akan tetapi
minyak dan sabun memiliki bahan baku yang sama, tetapi bahan campurannya
berbeda bila minyak digunakan KOH sedangkan sabun mengunakan HCL.
Berdasarkan teori ini dapat dilakukan penetapan bilangan penyabunan dari lemak
atau minyak.
Protein merupakan senyawa organik kompleks yang terdiri dari unsur N
(15.30% hingga 18%), C (52.40%), H (6.90% hingga 7.30%), O (21% hingga
23.50%), S (0.8% hingga 2%) kadang-kadang mengandung unsur P, Fe, dan Cu
(sebagai senyawa kompleks dengan protein) (Sudarmadji, 1989). Chang (2008)
menyatakan bahwa struktur protein terdiri atas empat kelompok berdasarkan , yaitu
struktur primer, struktur sekunder, struktur tersier, dan struktur kuartener.
2
Perbedaan antara tiap struktur sebagai berikut. Struktur primer hanya terdiri dari
urutan struktur-strukur asam amino yang membentuk rantai polipeptida. Struktur
sekunder merupakan pola teratur dari ikatan-ikatan hidrogen antara gugus CO dan
NH dari rantai utama asam amino, misalnya α -heliks, b-strand dan coil. Struktur
tersier berbeda dengan struktur sekunder karena gugus samping ikut membentuk
ikatan hidrogen dengan asam amino yang berjauhan. Keseluruhan struktur dari
polipeptida (asam amino dengan banyak peptida) disebut struktur kuartener.
Peptida tersusun dari beberapa asam amino dan gugus karboksil asam amino
dihubungkan dengan asam amino lain melalui ikatan peptida (Aisjah, 1993). Untuk
membuktikan adanya iktan peptida dapat dilakukan dengan cara uji biuret dan uji
lowry.
Ezim adalah senyawa organik protein yang di hasilkan sel dalam suatu reaksi.
Enzim bekerja sebagai katalis dalam tubuh mahluk hidup, oleh karena itu disebut
biokatalisator. Enzim bertindak sebagai katalis, artinya enzim dapat meningkatkan
laju reaksi kimia tersebut. Enzim ini memiliki sifat yang khas, artinya hanya
mempengaruhi zat tertentu yang disebut subtrat. Subtrat adalah molekul yang
bereaksi dalam suatu reaksi kimia dan molekul yang dihasilkan disebut produk
(Rachmawati dkk, 2009).
Enzim tersusun atas dua bagian. Enzim dipisahkan satu sama lainnya
menyebapakan enzim tidak aktif. Namun keduanya dapat digabukan menjadi satu,
yang disebut holo enzim. Kedua bagian enzim tersebut yaitu apoenzim dan
koenzim. Apoenzim adalah bagian protein dari enzim, bersifat tidak tahan panas,
dan berfungsi menentukan kekhususan dari enzim. Koenzim disebut gugus
prostetik apabila terikat sangat erat pada apoenzim. Akan tetapi, koenzim tidak
begitu erat dan mudah dipisakan dari apoenzim. Koenzim bersifat termostabil
(tahan panas), mengandung ribose dan fosfat. Fungsihnya menentukan sifat dari
reaksinya (subardi dkk, 2008).
Penggunaan enzim telah dilakukan pada berbagai bidang industri, baik untuk
produk makanan, pertanian, kimia maupun farmasi. Protease merupakan satu
diantara tiga kelompok enzim komersial yang diperdagangkan dengan nilai
mencapai 60% total penjualan enzim. Enzim protease dapat diisolasi dari tanaman,
3
seperti papain dari getah papaya (Carica papaya), bromelin dari buah nanas
(Ananas comosus L. Merr), dan fisin dari getah tanaman ficus (Ficus benjamina
L.).
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh pH. pH optimum adalah pH saat
aktivitas enzim maksimal. pH tersebut merupakan pH saat gugus pemberi atau
penerima proton yang berperan penting pada sisi katalitik enzim atau pengikat
substrat berada dalam tingkat ionisasi yang diinginkan, sehingga substrat lebih
mudah berinteraksi dengan sisi katalitik enzim. Berdasarkan hal tersebut, pada
makalah ini akan dibahas biokimia dalam kehidupan sehari-hari meliputi uji
karbohidrat, uji peptida, saponifikasi, penggunaan enzim dan aktivitas enzim.
B. Tujuan
4
II. PEMBAHASAN
A. Uji Molisch
5
H O
O
H OH
H2SO4 O CH 2OH
H OH
H
H OH -3 H2O
H OH H H
CH 2OH
Gambar 1. Reaksi pembentukan cincin
Untuk uji negatif pada uji molisch adalah tidak terbentuk cincin berwarna
ungu karena tidak terjadi dehidrasi pada larutan uji oleh H₂SO₄ yang tidak
menghasilkan furfural dan derivat karbohidrat. Oleh karena tidak adanya furfural
dan derivat karbohidrat yang terbentuk maka larutan alfa-naftol pun tidak akan
memberikan reaksi terbentuknya cincin ungu. Uji molisch ini hanya uji secara
umum untuk menguji ada tidaknya suatu bahan mengandung karbohidrat.
B. Uji Iodium
6
Pada saat pemanasan, molekul-molekul akan saling menjauh sehingga
micellespun tidak lagi terbentuk sehingga tidak bisa lagi mengikat I2. Akibatnya
warna biru khas yang ditimbulkan menjadi menghilang. Micelles akan terbentuk
kembali pada saat didinginkan dan warna biru khas pun kembali muncul. Warna
biru khas yang ditimbulkan sebagai hasil dari reaksi positif, juga akan hilang jika
larutan yang telah positif dalam pengujian iod ditambah dengan NaOH. Ion Na+
yang bersifat alkalis akan mengikat iodium sehingga warna biru khas akan
memudar dan hilang (Nurlita et al., 2002).
C. Bilangan Penyabunan
7
tertinggal tersebut kemudian ditentukan dengan titrasi dengan menggunakan asam,
sehingga jumlah alkali yang turut bereaksi dapat diketahui. Pelarut yang
dipergunakan untuk melarutkan KOH adalah Alkohol, penambahan alkohol
dimaksudkan untuk melarutkan asam lemak hasil hidrolisis agar dapat membantu
mempermudah reaksi dengan basa dalam pembentukan sabun. Kesalahan yang
timbul pada saat titrasi adalah penentuan titik akhir, kesalahan ini disebabkan
karena perubahan warna yang seharusnya yerjadi adalah dari coklat pekat,
kemudian kuning, lalu berubah menjadi putih pucat. Perubahan warna dari kuning
ke putih tersebut tidak terlalu kontras dan menyebabkan titik akhir sulit ditentukan.
Untuk mengetahui hasil pengujian tersebut benar atau tidak, maka perlu
dibandingkan dengan titrasi blanko (Rohman, 2007).
Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk
menyabunkan satu gram minyak dan lemak (Kataren, 2008). Bilangan penyabunan
adalah jumlah mg KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram lemak. Untuk
menetralkan 1 molekul gliserida diperlukan 3 molekul alkali. Pada trigliserida
dengan asam lemak yang rantai C-nya pendek, akan didapat bilangan penyabunan
yang lebih tinggi daripada asam lemak dengan rantai C panjang. Mentega yang
kadar butiratnya tinggi mempunyai bilangan penyabunan yang paling tinggi
(Winarno,1991)
𝑁𝐻𝐶𝑙 𝑥 𝐵𝑀 𝑁𝑎𝑂𝐻
Bilangan Penyabunan = (𝑉2 − 𝑉1) 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑀𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (𝑔𝑟𝑎𝑚)
D. Uji Biuret
8
Gambar 2. Reaksi antara protein dengan Cu2+ pada uji Biuret
Pengukuran kadar protein dapat digunakan metode Lowry. Kadar protein
diukur dengan metode Lowry menggunakan spektrofotometer (Sudarmadji et al.,
1984; Suhardi, 1991; Hall et al., 1993). Uji Lowry merupakan pengembangan dari
uji Biuret dengen penambahan reagen Folin-Ciocalteu. Reagen Folin-Ciocalteu ini
terbuat dari air, natrium tungstat, natriummolibdat, asam fosfat, asam klorida, litium
sulfat, dan bromin (Folin & Ciocalteu, 1944). Uji Biuret kurang sensitive dibanding
uji Lowry karena menurut Janairo et al. (2011) uji Biuret tidak memperoleh hasil
yang memuaskan untuk konsentrasi sampel dibawah 5 mg/mL sedangkan uji Lowry
mampu mendeteksi Cu tereduksi karena menggunakan reagen Folin-Ciocalteu
sehingga uji Lowry 100 kali lebih sensitive dibanding Biuret. Selain itu, metode
Lowry memerlukan sampel protein yang lebih sedikit daripada metode Biuret
sehingga lebih menguntungkan. Metode ini berdasarkan prinsip reaksi antara Cu2+
dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh
fenol pada tirosin maupun triptofan (residu protein) sehingga dihasilkan tungsten
dan molibdenum berwarna biru (Huang et al., 2005). Hasil reduksi ini menunjukkan
puncak absorpsi yang lebar pad daerah merah dari sinar tampak 600 nm hingga 800
nm.
Untuk memurnikan protein dapat dilakukan pemisahan (fraksinasi) protein
dengan garam berkonsentrasi tinggi yang disebut salting out. Hal ini didasarkan
pada perbedaan kelarutan protein sehingga keluarnya larutan yang berbeda dari satu
protein ke protein lainnya (Mayes et al., 1990). Pengaruh penambahan garam
terhadap kelarutan protein berbeda-beda. Semakin banyak molekul air berinteraksi
9
dengan ion-ion garam menyebabkan protein saling berinteraksi, teragreagasi, dan
mengendap. Hal ini tentu tergantung pada konsentrasi dan jumlah muatan ionnya
dalam larutan. Semakin tinggi konsentrasi dan jumlah muatan ion garam maka
semakin efektif garam tersebut dalam mengendapkan protein (Yazid & Nursanti,
2006). Dalam metode salting out umumnya digunakan garam ammonium sulfat,
karena garam ammonium sulfat lebih sesuai untuk pemisahan analitik dari plasma
protein.
E. Uji Lowry
10
Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul peptida pendek dan
tidak dapat mengukur molekul peptida panjang. Prinsip kerja metode Lowry adalah
reduksi Cu2+ (reagen Lowry B) menjadi Cu+ oleh tirosin, triptofan, dan sistein
yang terdapat dalam protein. Ion Cu+ bersama dengan fosfotungstat dan
fosfomolibdat (reagen Lowry E) membentuk warna biru, sehingga dapat menyerap
cahaya (Lowry et al., 1951).
Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang berasal dari Brasilia
(Amerika Selatan) dan memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Banyak varietas
nanas (Pineapple, Ananas comosus L) yang termasuk dalam family bromeliaseae
mengandung enzim proteolitik yang disebut bromelin (Hui,1992). Enzim ini
menguraikan protein dengan jalan memutuskan ikatan peptida dan menghasilkan
protein yang lebih sederhana (Wuryanti, 2004). Enzim bromelin terdapat dalam
semua jaringan tanaman nanas. Sekitar setengah dari protein dalam nanas
mengandung protease bromelin. Di antara berbagai jenis buah, nanas merupakan
sumber protease dengan konsentrasi tinggi dalam buah yang masak (Donald, 1997).
Enzim bromelin merupakan enzim hidrolase yang aktif pada protein.
Berdasarkan sumbernya, enzim protease ada bermacam-macam yaitu papain, ficin,
dan bromelin yang merupakan protease asal tanaman; tripsin yang merupakan
enzim protease dari pankreas; pepsin dan renin yang merupakan protease dari
persit. Berdasarkan sifat-sifat kimia dari lokasi aktif, maka enzim bromelin
termasuk dalam golongan enzim protease sulfihidril, yang artinya memiliki residu
sulfidril (sistenil dan histidil) pada lokasi aktif. Susunan asam amino yang
mengandung gugus sistein pada sisi aktifnya sebagai berikut : -Cys – Gly – Ala –
Cys – Trp –Asn – Gly – Asp – Pro – Cys – Gly – Ala – Cys – Cys – Trp.
Enzim bromelin yang diisolasi dari daging buah nanas matang memiliki
aktivitas lebih tinggi daripada enzim bromelin yang diisolasi dari daun dan buah
nanas mentah. Kondisi optimum reaksi enzimatis bromelin dari daging buah nanas
matang dicapai pada pH 6,5 pada temperatur 500 C selama 20 menit. Aktivitas
11
bromelin stabil pada rentang pH 2 sampai 9. Keberadaan Fe3+ dan Cu2+ dapat
menurunkan aktivitas bromelin secara drastis. Oleh karena itu, adanya kelator ion
logam seperti Na2-EDTA dengan jumlah yang tepat dapat meningkatkan aktivitas
bromelin (Priya, 2012).
Kemampuan untuk memodulasi respons imunologi merupakan tujuan utama
dari banyak program pengembangan vaksin dan imunoterapi. Bromelin
memodulasi respons imunitas sel T dan sel B serta mengaktifkan makrofag dan sel
pembunuh alami). Bromelin memiliki aktivitas fibrinolitik dan antikoagulan serta
berpotensi sebagai substansi inhibisi trombosit Bromelin efektif sebagai
antimetastatik antileukimia terhadap berbagai tipe dan jenis sel tumor antikanker,
serta memodulasi kekebalan tubuh, sistem inflamasi, dan homeostasis (Chobotova
et al., 2010).
Enzim bromelin tergolong dalam kelompok enzim protease sulfhidril yang
dapat menghidrolisa protein menghasilkan asam amino sederhana yang larut dalam
air. Sisi aktif enzim bromelin ini mengandung gugus sistein dan histidina yang
penting untuk aktivitas enzim tersebut,sehingga enzim ini secara khusus memotong
ikatan peptida pada gugus karbonil seperti yang ditemukan dalam arginin atau asam
amino aromatik yaitu fenilalanin atau tirosin. Enzim bromelin ini menghidrolisis
ikatan peptida di bagian tengah rantai peptida, sehingga digolongkan endopeptidase
(Purwaningsih, 2017).
Enzim bromelin dapat diekstrak dari bagian batang atau buah nenas.
Kandungan enzim lebih banyak di bagian daging buahnya, hal ini ditunjukkan
dengan aktivitasnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas pada bagian
batangnya. Bromelin diisolasi dari buah nenas dengan menghancurkan daging buah
untuk mendapatkan ekstrak kasar enzim bromelin (Maryam, 2009).
Untuk mengisolasi enzim dari tanaman dilakukan 3 proses pemisahan, yaitu:
1. Ekstraksi padat-cair
Merupakan proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan
solvent, solvent akan memisahkan komponen yang tidak larut, dipisahkan dari
bahan padatannya. Solvent yang digunakan adalah aceton yang akan melarutkan
dinding sel enzim. Lalu juga ditambahkan cystein yang akan mengikat protein dan
12
melarutkan enzim sehingga bisa menembus kertas saring dan juga penambahan
celite untuk memisahkan dinding sel sehingga enzim yang berada di dalam selulosa
keluar serta penambahan aquadest untuk melarutkan protein enzim. Kemudian
dilakukan pengadukan menggunakan magnetic stirrer.
2. Sentrifugasi
Merupakan proses pemisahan campuran yang didasarkan pada perbedaan
densitas. Setelah larutan diekstraksi, maka dilakukan sentrifugasi. Sentrifugasi
digunakan untuk mempercepat proses pengendapan dengan memberika gaya
sentrifugasi pada partikel-partikelnya. Alatnya disebut centrifuge dimana objek
diputar secara horizontal pada jarak tertentu. Pada saat objek diputar, partikel-
partikel yang ada akan berpisah dan berpencar sesuai berat jenis masing-masing
partikel dan partikel yang memiliki densitas lebih besar akan ke bawah menjadi
endapan. Apabila objek berotasi di dalam tabung yang berisi campuran cairan dan
partikel, maka campuran bisa saja bergerak menuju pusat rotasi dan bercampur,
namun hal tersebut tidak terjadi karena adanya gaya yang berlawanan menuju
kearah dinding luar silinder yang disebut gaya sentrifugasi dan gaya inilah yang
menyebabkan partikel-partikel menuju dinding tabung dan terakumulasi
membentuk endapan.
3. Presipitasi
Merupakan cara pemisahan untuk mengendapkan protein dengan
penambahan agen pemisah seperti garam, proteolitik, polimer, panas, pH, dan
solvent organic. Dan dalam hal ini, digunakan garam yang mempengaruhi kelarutan
protein sehingga dapat mengendap. Garam digunakan karena memiliki daya larut
tinggi di dalam air daya larut tinggi di dalam air dan relatif tidak mahal.
Enzim papain dapat diisolasi dari getah tanaman pepaya (Carica Papaya L)
yang terdapat pada daun, batang dan buah yang masih muda. Enzim papain mulai
dikenal sejak tahun 1750 ketika Griffith Mugles melaporkan bahwa getah yang
diperoleh dari papaya merupakan protein yang bersifat mencerna. Wurtz dan
13
Bonchurt pertama kali meneliti segi kimia papain pada tahun 1879 dan melaporkan
bahwa papain dalam getah pepaya merupakan suatu enzim proteolitik. Dalam
industri makanan dan minuman papain digunakan untuk pelunak daging, stabilizer
dalam pembuatan jelly, pengental dalam pembuatan sirup dari sari buah,
penggumpal susu dalam pembuatan keju. Dalam bidang kefarmasian papain
digunakan sebagai pelancar pencernaan, luka infeksi, mengurangi penggumpalan
darah sebelum operasi serta meningkatkan penumbuhan inflamasi akut. Papain juga
digunakan dalam proses memperoleh kembali perak dari film yang sudah tidak
terpakai.
Enzim papain adalah enzim yang terdapat pada getah pepaya merupakan jenis
proteolitik yaitu enzim yang mengkatalisa reaksi pemecahan rantai polipeptida pada
protein dengan cara menghidrolisa ikatan peptidanya menjadi senyawa-senyawa
yang lebih sederhana seperti dipeptida dan asam amino. Kualitas getah sangat
menentukan aktivitas proteolitik dan kualitas tersebut tergantung pada bagian
tanaman asal getah tersebut dan berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan
bagian tanaman yang mengandung getah dengan kualitas aktivitas proteolitik yang
baik ada pada bagian buah, batang dan daun. Komposisi getah pepaya dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 1. Komposisi getah pepaya
Nama % dalam getah BM
Papain 10 21.000
Kimopapain 45 36.000
Lisozim 20 25.000
Sumber: Winarno, 1983
14
Gambar 3. Struktur papain
Enzim papain termasuk enzim protease, mampu menghidrolisis ikatan
peptida pada asam amino lisin dan leusin.Suhu optimum papain berkisar antara
50oC - 65oC, dan pH optimum 5-7 (Kusumadjaja et al., 2005). Sifat kimia enzim
protease tergantung dari jenis gugusan kimia yang terdapat dalam enzim tersebut.
Berdasarkan sifat kimia dan lokasi aktif enzim maka enzim protease dibagi menjadi
4 golongan, yaitu (Sani, 2008) :
1. Golongan enzim proteolitik serin artinya mempunyai gugusan serin dalam
posisi aktifnya. Enzim yang termasuk golongan ini adalah tripsin elastoal,
kemotripsin.
2. Golongan enzim proteolitik sulfihidril artinya mempunyai gugusan sulfihidril
pada posisi aktifnya. Enzim yang termasuk golongan ini adalah papain, fisin,
bromelin.
3. Golongan enzim proteolitik metal artinya enzim yang keaktifannya tergantung
adanya metal dengan hubungan stokiometri. Enzim yang termasuk golongan
ini adalah karboksipeptidase dan beberapa amino peptidase.
15
4. Golongan enzim proteolitik asam artinya enzim yang posisi aktifnya terdapat
gugus karboksil. Enzim yang termasuk golongan ini adalah pepsin dan
proteakapang.
Berdasarkan sifat kimianya, papain digolongkan sebagai protease
sulfihidril.Papain mengandung 212 asam amino dalam suatu rantai polipeptida dan
berikatan silang dengan tiga jembatan disulfida.Papain memiliki 6 gugus sulfihidril,
tetapi hanya dua gugus sulfihidril yang aktif. Gugus sulfihidril ini mengandung
unsur sulfur sekitar 1,2%. Dimana rantai ikatan tersebut tersusun atas arginin, lisin,
leusin, dan glisin dangan sistein ke-25 tempat gugus aktif thiol (-SH) essensial,
yang membentuk sebuah rantai peptida tunggal dengan bobot molekul 21.000-
23.000 g/mol.
Berdasarkan klasifikasi The Internasional Union of Biochemistry, papain
termasuk enzim hidrolase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis suatu substrat
dengan pertolongan molekul air.Aktivitas katalisis papain dilakukan melalui
hidrolisis yang berlansung pada sisi-sisi aktif papain.Pemisahan gugus-gugus
amida yang terdapat di dalam protein tersebut berlangsung melalui pemutusan
ikatan peptida.
Aktivitas enzim papain cukup spesifik karena papain hanya dapat
mengkatalisis proses hidrolisis dengan baik pada kondisi pH serta suhu dalam
kisaran tertentu. Papain mempunyai pH optimum 7,2 pada substrat BAEE (benzoil
arginil etil ester), pH 6,5 pada substrat kasein, pH 7,0 pada albumin dan pH 5,0
pada gelatin. Suhu optimal papain sendiri adalah 50-60oC. Papain relatif tahan
terhadap suhu, bila dibandingkan dengan enzim proteolitik lainnya seperti bromelin
dan lisin (Silaban et al., 2012).
16
Kerja enzim dipegaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsentrasi enzim,
konsentrasi substrat, suhu, pH, dan inhibitor enzim. Konsentrasi enzim
mempengaruhi kerja enzim pada suatu konsentrasi substrat tertentu. Kecepatan
reaksi akan bertambah jika konsentrasi enzim ditambahkan ke dalam suatu reaksi
kimia (Poedjiadi, 2006). Selain konsentrasi enzim, konsentrasi substrat juga
mempengaruhi kerja enzim. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan
konsentrasi enzim yang tetap, pertambahan konsentrasi substrat akan menaikan
kecepatan reaksi. Akan tetapi, pada batas konsentrasi tertentu, tidak terjadi
kenaikan kecepatan reaksi walaupun konsentrasi substrat diperbesar. Hal ini
disebabkan semua sisi aktif enzim telah berikatan dengan substrat (keadaan jenuh)
sehingga tidak terjadi peningkatan produksi kompleks enzim substrat serta
kecepatan reaksi tidak akan semakin besar. Setiap enzim memiliki suhu dan pH
optimum sendiri. Reaksi kimia berlangsung lambat pada suhu yang rendah,
sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat (Poedjiadi
dan Supriyatin, 1994).
Setiap enzim mempunyai suhu optimum, yaitu ketika enzim tersebut dapat
bekerja dengan baik. Daerah atau kisaran suhu ketika kerja atau laju reaksi enzim
masih baik disebut daerah suhu optimum. Semakin jauh dari suhu optimum, kerja
enzim semakin tidak baik. Suhu optimum untuk enzim-enzim yang terdapat dalam
tubuh adalah 36°C - 40°C. Sehubungan dengan pengaruh suhu terhadap aktivitas
enzim, maka semakin meningkat suhu aktivitas enzim akan semakin meningkat.
Pada pemanasan tinggi, enzim yang merupakan suatu protein akan mengalami
denaturasi sehingga aktivitas kerjanya menjadi nol (Sumardjo, 2009).
Tingkat keasaman suatu zat dinyatakan dengan pH. Zat yang memiliki pH
kurang dari tujuh merupakan zat yang bersifat asam. Sementara zat yang memiliki
pH lebih dari tujuh adalah bersifat basa. Zat dengan nilai pH tujuh disebut netral.
Tingkat keasaman suatu zat berpengaruh besar terhadap kerja enzim. Pada
umumnya enzim tidak kuat bila berada dalam lingkungan yang terlalu asam atau
terlalu basa. Namun pada beberapa enzim justru bekeja optimum pada pH yang
sangat asam, seperti enzim-enzim dalam lambung. Sebenarnya enzim juga memiliki
pH optimum tertentu, pada umumnya sekitar 4.5 – 8 dan pada kisaran pH tersebut
17
enzim mempunyai kestabilan yang tinggi (Williamson dan Fieser, 1992). Tingkat
keasaman yang jauh dari pH optimum akan menyebabkan enzim mengalami
denaturasi. Denaturasi terjadi karena perubahan muatan listrik pada enzim sehingga
tidak mampu berikatan dengan substrat. Pengaruh pH terhadap kerja enzim dapat
terdeteksi karena enzim terdiri atas protein. Jumlah muatan positif dan negatif yang
terkandung didalam molekul protein serta bentuk permukaan protein sebagian
ditentukan oleh pH. Enzim amilase pada rongga mulut bekerja maksimum pada pH
6-7 (Iman, 2005).
18
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
19
7. Enzim papain adalah enzim yang terdapat pada getah pepaya merupakan jenis
proteolitik yaitu enzim yang mengkatalisa reaksi pemecahan rantai polipeptida
pada protein dengan cara menghidrolisa ikatan peptidanya menjadi senyawa-
senyawa yang lebih sederhana seperti dipeptida dan asam amino.
8. Kerja enzim dipegaruhi oleh beberapa faktor antara lain suhu dan pH. Semakin
meningkat suhu aktivitas enzim akan semakin meningkat. Tingkat keasaman
yang jauh dari pH optimum akan menyebabkan enzim mengalami denaturasi.
Denaturasi terjadi karena perubahan muatan listrik pada enzim sehingga tidak
mampu berikatan dengan substrat. Pengaruh pH terhadap kerja enzim dapat
terdeteksi karena enzim terdiri atas protein. Jumlah muatan positif dan negatif
yang terkandung didalam molekul protein serta bentuk permukaan protein
sebagian ditentukan oleh pH.
B. Saran
Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hasil yang akurat
dari adanya uji-uji tersebut.
20
DAFTAR PUSTAKA
Chobotova K, Vernallis AB, Majid FA. 2010. Bromelain’s Activity and Potential
as An Anti-Cancer Agent : Current Evidence and Perspectives. Cancer Letters.
Clark, J. M. 1964. Experimental Biochemistry. W. H. Freeman and Company, New
York.
Donald, K.T. 1997. Fruit and vegetabel Juice Processing Technology, 2nd. The
AUI publising, p.180.
Folin, & Ciocalteu. 1944. On Tyrosine And Tryptophane Determinations In
Proteins. Jour. Bio. Chem. 73: 627-650.
Hall, D.O., J.M.O. Scurlock, H.R. Bolhar, R.C. Leegood, and S.P. Long. 1993.
Photosynthesis and Production in a Changing Environment. A Field and
Laboratory Manual. Chapman & Hall, London.
Huang, D., Ou, B., & Prior, R. L. 2005. The Chemistry Behind Antioxidant
Capacity Assays. J Agri and Food Chem, 53: 1841-1856.
Hui , F H. 1992. Encyclopedia of Food Science and Technology. John Willy and
Sons , Inc, USA.
Iman, H. 2005. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Endo-1,4-β-Glucanase Bacillus sp.
AR 009. Jurnal Biodiversitas, 4(6).
Ketaren. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia, Jakarta.
Kusumadjaja, A.P. dan Dewi, R.P. 2005. Determination of Optimum Condition of
Papain Enzyme From Papaya Var Java (Carica papaya). Indo. J. Chem, 5: 147-
151.
Lowry , Rosenbrough , Farr, Randall. 1951. Protein Measurement with the Folin
Phenol Reagent. Kluwer Academic Publishers, New York.
Maryam, Siti. 2009. Ekstrak Enzim Bromelin Dari Buah Nanas ( Ananas sativus
Schult.) dan Pemanfaatannya Pada Isolasi DNA. Skripsi. Universitas Negeri
Semarang, Semarang.
Mayes, P. A., Granner, D. K., Rodwell, V. W., & Martin, D. W. 1990. Biokimia
Harper Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
21
Nurlita, F., & Suja, I W. 2004. Buku Ajar Praktikum Kimia Organik. IKIP Negeri
Singaraja, Singaraja.
Nurlita, F., Muderawan, I W. & Suja, I W. 2002. Buku Ajar Kimia Organik II. IKIP
Negeri Singaraja, Singaraja.
Poedjiadi, A. 2006. Dasar-dasar Biokimia. UI Press, Jakarta (ID).
Poedjiadi, A., Supriyatin, T. 1994. Dasar-dasar Biokimia. UI Press, Jakarta (ID).
Priya. 2012. Immobilization and Kinetic Studies of Bromelain: A Plant Cysteine
Bromelin From Pineapple (Ananas comosus (L) Merr) Plant Parts. Int J Med
Health Sci, 1(3):10-16.
Purwaningsih, Indah. 2017. Potensi Enzim Bromelin Sari Buah Nanas. Jurnal
Teknologi Laboratorium, 6(1): 39-46.
Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Rondang, T. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Departemen Teknik Kimia
Fakultas Teknik Uuniversitas Sumatera Utara Press, Medan
Rose, Ferdinand. (1833). Über die Verbindungen des Eiweiss mit Metalloxyden.
Poggendorfs Annalen der Physik und Chemie, 104, 132-142.
Sani. 2008. Panambahan Natrium, Bisulfit pada Kualitas Enzim Papain dari Getah
Pepaya Secara MCU. Unesa University Press, Surabaya.
Silaban, Ramlan. Panggabean, Fredy. T. M. 2012. Kajian Pemanfaatan Enzim
Papain Getah Buah Pepaya Untuk Melunakkan Daging, Universitas Negeri
Medan, Medan.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1984. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Edisi Ketiga. Penerbit Liberty, Yogyakarta.
Suhardi. (1991). Kimia dan Teknologi Protein. PAU Pangan dan Gizi UGM,
Yogyakarta.
Suja, I W. & Muderawan, I W. 2003. Buku Ajar Kimia Organik Lanjut. IKIP Negeri
Singaraja, Singaraja.
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta. EGC, Jakarta (ID).
Williamson, KL., Fieser, FL. 1992. Organic Experiment 7th Edition. DC Health
and Company, United States of America.
22
Winarno, F, G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Winarno, J.G. 1983. Enzim Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
Wuryanti. 2004. Isolasi dan Penentuan Aktivitas Spesifik Enzim Bromelin dari
Buah Nanas (Ananas comusus L.). J. Kim. Sains & Apl, 7(3): 78-82.
Yazid, E., & Nursanti, L. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia Untuk Mahasiswa
Analis. C.V Andi Offset, Yogyakarta.
23