Anda di halaman 1dari 8

HUKUM

KELUARGA
R.01

ASAS-ASAS
PERKAWINAN
Rizka Arum Adyawati
193300516127
1. Persetujuan Kedua Calon

Mempelai
Syarat penting perkawinan itu adalah persetujuan yang sukarela dari kedua belah pihak.

● Disebutkan dalam pasal 3 dari Staatsblad 1933 – 74 bagi orang-orang Indonesia asli Kristen
dan dalam Pasal 28 BW bagi orang-orang Tionghoa dan Eropah. Dan sekarang ditegaskan
dalam Pasal 6 ayat 1 dari "Undang-undang tentang Perkawinan”.

● Bagi orang-orang Islam ada suatu kekecualian, yaitu bahwa bapak atau, kalau bapaknya tidak
ada, bapaknya bapak dari seorang perempuan, yang belum pernah bersetubuh dengan seorang
laki-laki, selaku wali mujibir berkuasa mengawinkan seorang perempuan tadi tanpa
persetujuannya, tetapi kekuasaan ini adalah sangat terbatas.

● Bapak atau kakek itu dianjurkan, supaya hal ini seberapa boleh mendapatkan persetujuan itu.
Dan lagi kekuasaan ini hanya dapat dipergunakan melulu untuk kepentingan perempuan yang
akan dikawinkan itu, dan kekuasaan itu lenyap, apabila ada permusuhan antara bapak atau
kakek itu dan si perempuan, dan juga apabila si perempuan mengatakan, bahwa ia sudah
pernah bersetubuh dengan seorang laki-laki, perkataan mana harus dipercaya kebenarannya
tanpa pembuktian apa-apa.
2. Asas Usia Boleh Kawin

● Bagi orang-orang Indonesia asli dan Arab yang beragama Islam, tiada batas umur untuk kawin,
melainkan apabila telah masuk ke dalam kategori ‘baligh’ ( yakni seseorang yang telah mampu
membedakan sesuatu yang baik dan buruk terhadap hal-hal yang dihadapkan kepadanya).

● Tetapi dalam praktek biasanya tiada akan terjadi, bahwa orang tua, atau wali dari kanak-kanak itu
mengizinkan mereka, kawin sebelum mencapai umur yang pantas, yaitu umur 15 atau 16 tahun
bagi orang perempuan dan umur 18 atau 19 tahun bagi orang laki-laki.

● Bagi orang-orang Indonesia asli Kristen dan orang-orang Tionghoa dan Eropah ditentukan dalam
Pasal 4 dari Staatsblad 1933 74 dan Pasal 29 BW, bahwa dilarang kawin seorang laki-laki yang
belum berusia 18 tahun dan seorang perempuan yang belum berusia 15 tahun.

● Tentang hal ini sekarang ada penegasan dalam Pasal 7 ayat 1 "Undang-undang tentang
Perkawinan," yang menentukan batas usia 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita
3. Asas Monogami
● Dalam Pasal 27 yang berbunyi: “Dalam waktu yang sama seorang lelaki hanya boleh mempunyai
seorang isteri, dan seorang perempuan hanya seorang suami”.

● Menurut Pasal 279 K.U.H.P. Tentang kebatalan suatu perkawinan yang melanggar Pasal 27 ada
ketentuan yang disebut dalam Pasal 86.

Kebatalan dapat dituntut oleh :

1. Si suami (isteri) dari perkawinan yang terdahulu.


2. Si suami (isteri) dari perkawinan yang sekarang.
3. Para keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas
4. Mereka yang berkepentingan atas kebatalan perkawinan itu.
5. Jawatan Kejaksaan.
4. Asas Izin dari Orang Tua
● Di kalangan orang-orang Islam (Indonesia asli dan Arab) ada ketentuan bahwa bagi orang-orang
perempunn selalu dan bagi orang-orang laki-laki selama belum dewasa, harus ada orang yang
mengawinkan mereka, orang ini dinamakan Wali dari mereka yang akan kawin.

● Yang menjadi Wali ini ialah berturut-turut, yaitu apabila yang tersebut lebih dulu, adalah tidak ada atau
berhalangan atau tidak diperbolehkan :
1. Bapak,
2. Bapaknya bapak,
3. Saudara laki-laki yang seibu dan sebapak,
4. Saudara laki-laki yang sebapak,
5. Anak saudara. laki-laki yang seibu
sebapak,
6. Anak saudara laki-laki yang; sebapak,
7. Saudara laki-laki dari bapak yang seibu
sebapak,
8. Saudara laki-laki dari bapak yang
sebapak,
9. Anak laki-laki dari sub 7, I0. anak laki-laki
dari sub 8.
5. Asas Mempersulit

Perceraian
Perceraian suatu perkawinan sekali-kali tak dapat dicapai dengan suatu persetujuan antara kedua
belah pihak .
● Adapun azas mempersulit perceraian diatur dalam:

1) Pasal 209 BW :Alasan-alasan yang dapat mengakibatkan


perceraian adalah dan hanyalah sebagai berikut :
1e. Zina.

2e. Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat.

3e. Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau


dengan hukuman yang lebih berat, yang diucapkan setelah perkawinan.

4e. Melukai berat atau menganiaya, dilakukan oleh si suami atau si istri
terhadap istri atau suaminya, atau sehingga mengakibatkan luka-luka yang
membahayakan.
2) Pasal 19 PP Nomor 9 Tahun 1975
tentang pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, mengemukakan
pengaturan- pengaturan perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan sebagai
berikut:

a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan;

b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin
pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;

c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlangsung;

d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
pihak yang lain;

e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;

f. Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga”.
Terima Kasih.

Anda mungkin juga menyukai